Suatu hari di tahun 1990-an, KH M Sya’roni Ahmadi mengadu kepada gurunya, KH Bisri
Musthofa, ayahanda Gus Mus, tentang keinginan berangkat ke tanah suci yang belum juga
terpenuhi. Singkat cerita, KH Bisri Musthofa memberikan trik khusus kepada murid
kesayangannya itu supaya keinginan untuk beribadah ke tanah suci segera terwujud.
KH. Sya’roni pun segera mengamalkan apa yang dipesankan oleh sang guru, yakni:
1. salat Tahajjud setiap malam, cukup dua rakaat, dengan surat yang dibaca setelah fatihah
surat Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.
Sampai tiba suatu hari, KH. Sya’roni didatangi tamu seorang lelaki muda, gagah dan tampan
yang tak dikenal. Rupanya, ia merupakan alumni madrasah Qudsiyyah Kudus. Kepada beliau,
lelaki ini mengaku bahwa saat itu tengah menjabat sebagai seorang petinggi ABRI berpangkat
kolonel.Tiba-tiba lelaki tadi bertanya,
Jawabannya “masih”.
KH. Sya’roni agaknya merasa aneh dengan pertanyaan ini, sebab dengan posisi tempat tinggal
dan madrasah yang tak jauh, tentu saja tidak ada jawaban lain selain “sepeda,” yang pantas
untuk jawaban saat itu.
“sepeda”, kolonel muda itu berujar dengan nada yang amat serius,
KH. Sya’roni terdiam. Betapa berbudinya ‘bekas murid’ yang satu ini. Lama tidak pernah
bertemu, kini jauh-jauh mendatangi guru masa kecilnya untuk menawari sebuah mobil gratis.
Sebuah mobil yang dimaksud mengganti sepeda tua untuk berangkat mengajar ke madrasah.
Cukup geli rasanya mengingat betapa biasanya murid di madrasahnya sering menunggak SPP.
Sekarang malah ada murid yang menawari mobil baru gratis. KH. Sya’roni menangis, terharu
dengan tingkah kolonel santun ini.Tak ingin berlama-lama hanyut dalam keharuan,
KH. Sya’roni kemudian memutuskan untuk ‘menawar’ bakal hadiahnya. “Kalau misalkan saya
minta ganti selain mobil, bisa nggak?” tawar KH. Sya’roni pada kolonel muda.
Jawaban kolonel ini sekaligus menjawab doa KH Sya’roni selama bertahun-tahun. Akhirnya,
beliau membuktikan sendiri bahwa lafal “yaa syakuur” yang diijazahkan oleh KH Bisri Musthofa
memang mujarab.
Setelah sukses mengamalkan “yaa syakuur” sendiri, beliau mengajak keluarganya untuk turut
juga mengamalkannya setiap malam. Dan benar, beberapa tahun kemudian, KH Sya’roni
berangkat ke tanah suci untuk yang kedua kali. Beliau diajak oleh seorang aghniya’. Jika yang
pertama dulu beliau berangkat sendiri, maka yang kedua ini beliau berangkat bersama istrinya.
Dan tentunya, tanpa biaya, berkat “yaa Syakuur”.
Begitu, Allah memberikan jalan bagi sesiapa yang dikehendaki-Nya, dengan perantara yang
kadang tak terduga, termasuk wirid “yaa Syakuur”.
Dan kini, Mustasyar PBNU itu mengajak kita untuk bersama-sama turut juga mengikuti jejaknya,
mengamalkan wirid “yaa Syakuur”, agar segera memenuhi panggilan ke Baitullah. Tentu saja,
dengan tanpa meninggalkan rangkaian amalan sebelumnya yang juga diamalkan oleh KH.
Sya’roni secara tekun dan niat yang ikhlas.
Sumber : Ditulis berdasarkan mauidhoh hasanah yang disampaikan KH Sya’roni Ahmadi pada
peringatan harlah Madrasah NU Mu’allimat Kudus di gedung JHK, Kudus, Rabu Pon/12
Muharrom 1436 H.