Anda di halaman 1dari 2

~KH Masduqi Ali, Sekretaris Pribadi Mbah Hasyim Asy’ari~

“Santri ora mesti dadi kiai kabeh, sing penting apa bae penggaweane, ilmu lan uripe akeh
manfaate kanggo wong akeh.”
Sepenggal kalimat berbahasa Cirebon yang berarti, “santri tidak semuanya harus menjadi
Kiai, apa pun pekerjaannya yang penting ilmunya bermanfaat buat masyarakat luas”, itu
adalah salah satu ungkapan dari KH Masduqi Ali, pengasuh Pesantren Miftahul
Mutallilmin Babakan Ciwaringin Cirebon yang wafat tahun 1991, kalimat tersebut
memberikan gambaran, bahwa setiap santri atau murid ketika sudah alumni apapun
profesinya nanti agar ilmunya bisa bermanfaat bagi semua orang.
KH Masduqi Ali, konon adalah sekretaris pribadi Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari,
beliau adalah sosok ulama yang sangat kharismatik dan diakui kealimannya oleh ulama
lainnya di zamannya.
Saat masih nyantri di pesantren Tebuireng Jombang, beliau termasuk santri yang sangat
cerdas.
Karena kecerdasannya beliau kemudian diambil menantu oleh KH Muhammad Amin (Ki
Madamin) Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon atas usulan putra tertua Ki Madamin
yang juga teman belajarnya di pesantren; Ki Solihin. Solihin muda, yang sosoknya
diabadikan dalam film “Sang Kiai” merupakan santri kesayangan Mbah Hasyim yang
selalu menemaninya kemana pun sang kiai pergi, termasuk menemaninya saat dalam
penjara untuk ikut merasakan susahnya sang guru dalam bilik jeruji.
Menurut almarhum Kiai Bulqin (Mang Bulqin), murid Kiai Masduqi saat di Tebuireng
yang kemudian tinggal di Jalan Jambrut (samping kantor PBNU), selain menjadi katib-
nya Mbah Hasyim, Kiai Masduqi juga sempat mengasuh Gus Dur saat masih kanak-
kanak.
Tak heran Gus Dur sendiri seringkali sowan ke Pesantren Babakan, untuk bertemu “sang
pengasuhnya” tersebut, bahkan saat KH Ali Yafie mengundurkan diri dari Rais ‘Aam
PBNU, Gus Dur yang saat itu menjadi Ketua umum Tanfidziah PBNU sempat
mengusulkan nama KH Masduqi untuk posisi Rais ‘Aam yang kosong tersebut, namun
Allah punya kehendak lain, beliau keburu wafat pada tahun 1991, setahun sebelum
pelaksanaan Munas Alim Ulama di Lampung (1992).
Namun demikian, Gus Dur tetap meminta musyawirin (peserta Munas) bahwa
penggantinya adalah wakil dari Jawa Barat, yang kemudian menyepakati KH Ilyas
Rukhiyat dari Pesantren Cipasung, yang saat itu menjadi Rais Syuriyah Jawa Barat untuk
ditetapkan sebagai Rais ‘Aam menggantikan KH Ali Yafie.
KH Masduqi merupakan sosok ulama yang sangat disiplin, tegas dalam mengambil
keputusan. Tulisan beliau yang indah membuat penulis semakin ingin mendalami ilmu
agama, setiap usai berjamaah shalat subuh, beliau mengajari santrinya di serambi masjid
dan selalu mengukir goresan kapurnya di papan tulis dengan tulisan arab indah bergaya
khat naskhi.
Memang selain beliau, di pesantren Babakan ada beberapa kiai yang mempunyai tulisan
berkaligrafi seperti KH Tamam Kamali dengan tulisan khath riq’ah-nya, KH Muntab
yang fanatik dengan gaya diwani-nya, juga ada master kaligrafer yakni Kiai Qasim
Muqawi, guru khath yang menginspirasi bakat seni.
KH Masduqi Ali adalah merupakan sosok ulama yang alim, baik dalam disiplin ilmu
fiqih, mantiq, balaghah dan nahwu. Di lingkungan Pesantren Babakan, beliau memang
dikenal sosok yang dianggap “galak”, namun sebenarnya berhati lembut dan tegas.
~ SRUPUUUUUUT,,, Monggo di raup semoga bermanfaat ~

Anda mungkin juga menyukai