OLEH :
SYAHDA EDELWEIS PRABASETYA
KELAS 8.2
2020
Nabi Luth ‘alaihissalam berhijrah
bersama pamannya Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir.
Keduanya tinggal di sana beberapa lama,
lalu kembali ke Palestina. Di tengah
perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth
meminta izin kepada pamannya Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju
negeri Sadum (di dekat laut mati di Yordan)
karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan Rasul-Nya yang diutus kepada negeri
tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta
menikah di sana.
Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari
perbuatan maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan
melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang belum
pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki
untuk melepaskan syahwatnya dan meninggalkan wanita.
2
Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong
terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak putus asa,
ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia
melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan
tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan
kemaksiatan, bahkan mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang
kasar, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)
Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya
mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa
Ta’ala membuatkan perumpamaan, “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai
perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang
hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada
suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun
dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam
bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)
Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak
beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus
tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengira bahwa mereka adalah
manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan menyembelih seekor anak sapi
yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.
3
Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah
bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab
penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan mereka.
Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga
mereka sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat
Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan keadaan mereka,
dan tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya
istrinya keluar dari rumahnya dan memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu
Nabi Luth yang rupawan.
Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud
untuk melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil
berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras
meminta Nabi Luth mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.
4
mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata,
““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung
kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)
Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan
bahwa mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada
kaumnya yang fasik itu.
Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, seorang malaikat
mencabut negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan
negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka
dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika
datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami
balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-
tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang
zalim.” (QS. Huud: 82-83)
5
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya
dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur
atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.
Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan
kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang
datang setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Kami tinggalkan pada
negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.” (Terj. Adz
Dzaariyat: 37)
Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya:
- QS. Al A’raaf: 80-84
- QS. Hud: 69-83
- QS. Al Hijr: 51-77
- QS. Asy Syu’araa’: 160-175
- QS. An Naml: 54-58
- QS. Al ‘Ankabut: 28-35
- QS. Ash Shaaffaat: 133-138,
- QS. Adz Dzaariyat: 31-37, dan
- QS. Al Qamar: 33-40.
--oOo--