Toaz - Info Diagram Fishbone Pengertian Konsep Manfaat Cara Membuat Dan Contoh Bentuk Da PR
Toaz - Info Diagram Fishbone Pengertian Konsep Manfaat Cara Membuat Dan Contoh Bentuk Da PR
Pengertian Dan Konsep Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan
Akibat)/ Ishikawa
Ada banyak metode untuk mengetahui akar penyebab dari masalah yang muncul
diperusahaan. Metode – metode tersebut antara lain :
1. Brainstorming
2. Bertanya Mengapa beberapakali (WHY – WHY)
3. Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa
Pada kesempatan ini yang dibicarakan adalah poin yang ke 3 Diagram Fishbone (Tulang
Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/ Ishikawa
Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode / tool di dalam
meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan diagram Sebab-Akibat atau
cause effect diagram. Penemunya adalah seorang ilmuwan jepang pada tahun 60-an.
Bernama Dr. Kaoru Ishikawa, ilmuwan kelahiran 1915 di Tikyo Jepang yang juga alumni
teknik kimia Universitas Tokyo. Sehingga sering juga disebut dengan diagram ishikawa.
Metode tersebut awalnya lebih banyak digunakan untuk manajemen kualitas. Yang
menggunakan data verbal (non-numerical) atau data kualitatif. Dr. Ishikawa juga ditengarai
sebagai orang pertama yang memperkenalkan 7 alat atau metode pengendalian kualitas (7
tools). Yakni fishbone diagram, control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto
chart, dan flowchart.
Dikatakan Diagram Fishbone (Tulang Ikan) karena memang berbentuk mirip dengan
tulang ikan yang moncong kepalanya menghadap ke kanan. Diagram ini akan menunjukkan
sebuah dampak atau akibat dari sebuah permasalahan, dengan berbagai penyebabnya. Efek
atau akibat dituliskan sebagai moncong kepala. Sedangkan tulang ikan diisi oleh sebab-
sebab sesuai dengan pendekatan permasalahannya. Dikatakan diagram Cause and Effect
(Sebab dan Akibat) karena diagram tersebut menunjukkan hubungan antara sebab dan
akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat
dipergunakan untuk untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik
kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/ Ishikawa telah
menciptakan ide cemerlang yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau
organisasi/perusahaan dalam menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya.
Kebiasaan untuk mengumpulkan beberapa orang yang mempunyai pengalaman dan
keahlian memadai menyangkut problem yang dihadapi oleh perusahaan Semua anggota tim
memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan
mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan
memberikan pendapat dan pandangan setiap individu. Jadi sebenarnya dengan adanya
diagram ini sangatlah bermanfaat bagi perusahaan, tidak hanya dapat menyelesaikan
masalah sampai akarnya namun bisa mengasah kemampuan berpendapat bagi orang –
orang yang masuk dalam tim identifikasi masalah perusahaan yang dalam mencari sebab
masalah menggunakan diagram tulang ikan.
Manfaat Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/ Ishikawa
Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang
mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya .
Sering dijumpai orang mengatakan “penyebab yang mungkin” dan dalam kebanyakan kasus
harus menguji apakah penyebab untuk hipotesa adalah nyata, dan apakah memperbesar
atau menguranginya akan memberikan hasil yang diinginkan.
Dengan adanya diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa ini sebenarnya memberi banyak sekali keuntungan bagi dunia bisnis. Selain
memecahkan masalah kualitas yang menjadi perhatian penting perusahaan. Masalah –
masalah klasik lainnya juga terselesaikan. Masalah – masalah klasik yang ada di industri
manufaktur khusunya antara lain adalah :
Pada dasarnya diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut :
a) Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah
b) Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
c) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut
d) Mengidentifikasi tindakan (bagaimana) untuk menciptakan hasil yang diinginkan
e) Membahas issue secara lengkap dan rapi
f) Menghasilkan pemikiran baru
Jadi ditemukannya diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa ini memberikan kemudahan dan menjadi bagian penting bagi penyelesaian
masalah yang mucul bagi perusahaan.
Penerapan diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya
masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya
ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah”
dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan
lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan
memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari
“akar” permasalahan sebenarnya.
Apabila ingin menggunakan Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab
dan Akibat)/ Ishikawa, kita terlebih dahulu harus melihat, di departemen, divisi dan jenis
usaha apa diagram ini digunakan. Perbedaan departemen, divisi dan jenis usaha juga akan
mempengaruhi sebab – sebab yang berpengaruh signifikan terhadap masalah yang
mempengaruhi kualitas yang nantinya akan digunakan.
Cara Membuat Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa
Dalam hal melakukan Analisis Fishbone, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan,
yakni
Cara yang lain dalam menyusun Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect
(Sebab dan Akibat)/ Ishikawa dalam rangka mengidentifikasi penyebab suatu keadaan yang
tidak diharap adalah sebagai berikut:
1) Machine (Equipment),
2) Method (Process/Inspection)
3) Material (Raw,Consumables etc.)
4) Man power.
1) People
2) Process
3) Policies
4) Procedures
5) Price
6) Promotion
7) Place/Plant
8) Product
1) Surroundings
2) Suppliers
3) Systems
4) Skills
1) Price
2) Product
3) Place
4) Promotion
Kelebihan/ Kekurangan FishBone Diagram (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan
Akibat)/ Ishikawa
Kelebihan Fishbone diagram adalah dapat menjabarkan setiap masalah yang terjadi
dan setiap orang yang terlibat di dalamnya dapat menyumbangkan saran yang mungkin
menjadi penyebab masalah tersebut. Sedang Kekurangan Fishbone diagram adalah opinion
based on tool dan di design membatasi kemampuan tim / pengguna secara visual
dalam menjabarkan masalah yang mengunakan metode “level why” yang dalam, kecuali bila
kertas yang digunakan benar – benar besar untuk menyesuaikan dengan kebutuhan
tersebut. Serta biasanya voting digunakan untuk memilih penyebab yang paling mungkin
yang terdaftar pada diagram tersebut.
Contoh Bentuk Dasar Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa
Ada banyak bentuk dasar Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan
Akibat)/ Ishikawa yang dapat diadikan acuan. Berikut ini diberikan format dasar dari
Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/ Ishikawa yang
sekiranya dapat memberikan inspirasi dalam penerapan dan pengembangan lebih jauh yang
disesuaikan situasi dan kondisi yang ada. Ada yang penggambaran Cause ditulis di tulang
ikan sebelah kiri dan Effect di kepala ikan, namun ada pula yang sebaliknya.
Contoh 01 bentuk dasar Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan
Akibat)/ Ishikawa
Contoh 2 bentuk dasar Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan
Akibat)/ Ishikawa
Contoh Penerapan Diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab dan Akibat)/
Ishikawa
Perusahaan ABC bergerak di bidang manufaktur. Perusahaan ini memproduksi sepatu
olahraga, karena begitu pesatnya pertumbuhan pasar sehingga memaksa perusahaan ini
menjaga kualitas agar tetap bisa bersaing dengan para pesaingnya. Namun pada kuartal
akhir tahun 2010 perusahaan ini mengalami penuruanan penjualan karena produk dinilai
cacat oleh distributor. Untuk mengatasi permasalahan ini, manajer produksi diminta
menganalisa dan mencari akar permasalahan sehingga banyak produk yang cacat, sehingga
diharapkan penjualan produk awal tahun 2011 bisa meningkat. Namun sebelum manajer
produksi melakukan analisa, sudah ada evaluasi yang menjelaskan bahwa banyaknya
produk cacat dikarenakan rendahnya kualitas bahan baku sepatu yang didapat. Manajer
produksi, akhirnya menetapkan ingin menggunakan Diagram Cause and Effect sebagai
bahan pencari akar penyebab dari masalah tersebut.
Langkah awal yang dilakukan adalah Manajer produksi menentukan Masalah yang terjadi.
Masalah yang muncul misalnya “ banyaknya produk cacat”.
Langkah ke dua adalah menuliskan masalah tersebut pada kepala ikan yang merupakan
akibat atau effect.
Langkah ketiga, Manajer produksi menuliskan faktor – faktor yang mungkin menjadi
penyebab utama masalah pada banyaknya produk cacat di akhir kuartal tahun 2010.
Dimisalnkan yang menjadi faktor penyebab utama masalah ini adalah :
a) Machine (Mesin)
b) Method (Metode atau proses produksi)
c) Material (Bahan baku)
d) Man power (Tenaga kerja)
Langkah Keempat. Pada tahap ini manajer produksi mencari penyebab – penyebab
sekunder yang mungkin mempengaruhi penyebab utama. misalnya
i. Kerusakan Mesin
ii. Kesalahan Seting mesin produksi
i. Layout produksi
i. Kerusakan Mesin
ii. Mesin tua
iii. Mesin tidak diservis dengan rutin
iv. Kesalahan Seting mesin produksi
v. Rendah pengetahuan tentang SOP
i. Layout produksi
Dari diagram tulang ikan di atas dapat dilihat bahwa ternyata, banyaknya produk cacat
tidak hanya disebabkan oleh material atau bahan baku yang tidak berkualitas, namun juga
dipengaruhi oleh tenaga kerja, metode atau system operasi dan mesin yang digunakan.
Tahap terakhir adalah Kesimpulan. Dari hasil analisis, Manajer produksi menyimpulkan
ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk kembali menjaga kualitas produk untuk awal
kuartal tahun 2011 yaitu :
*****
Dapat menjabarkan setiap masalah yang terjadi dan setiap orang yang terlibat di
dalamnya dapat menyumbangkan saran yang mungkin menjadi penyebab masalah
tersebut.
Ini adalah opinion based on tool dan di design membatasi kemampuan tim /
pengguna secara visual dalam menjabarkan masalah yang mengunakan metode
“level why” yang dalam, kecuali bila kertas yang digunakan benar – benar besar
untuk menyesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Serta biasanya voting digunakan
untuk memilih penyebab yang paling mungkin yang terdaftar pada diagram
tersebut.
1. Membuat kerangka Diagram Fishbone. Kerangka Diagram Fishbone meliputi kepala ikan yang
diletakkan pada bagian kanan diagram. Kepala ikan ini nantinya akan digunakan untuk menyatakan
masalah utama. Bagian kedua merupakan sirip, yang akan digunakan untuk menuliskan kelompok
penyebab permasalahan. Bagian ketiga merupakan duri yang akan digunakan untuk menyatakan penyebab
masalah. Bentuk kerangka Diagram Fishbone tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Merumuskan masalah utama. Masalah merupakan perbedaan antara kondisi yang ada dengan kondisi
yang diinginkan (W. Pounds, 1969 dalam Robbins dan Coulter, 2012). Masalah juga dapat didefinisikan
sebagai adanya kesenjangan atau gap antara kinerja sekarang dengan kinerja yang ditargetkan. Masalah
utama ini akan ditempatkan pada bagian kanan dari Diagram Fishboneatau ditempatkan pada kepala ikan.
Berikut contoh rumusan masalah utama.
3. Langkah berikutnya adalah mencari faktor-faktor utama yang berpengaruh atau berakibat pada
permasalahan. Langkah ini dapat dilakukan dengan teknik brainstorming. Menurut Scarvada (2004),
penyebab permasalahan dapat dikelompokkan dalam enam kelompok yaitu materials (bahan
baku), machines and equipment (mesin dan peralatan),manpower (sumber daya
manusia), methods (metode), Mother Nature/environment(lingkungan), dan measurement (pengukuran).
Gaspersz dan Fontana (2011) mengelompokkan penyebab masalah menjadi tujuh
yaitu manpower (SDM), machines(mesin dan peralatan), methods (metode), materials (bahan baku),
media, motivation(motivasi), dan money (keuangan). Kelompok penyebab masalah ini kita tempatkan di
Diagram Fishbone pada sirip ikan.
4. Menemukan penyebab untuk masing-masing kelompok penyebab masalah. Penyebab ini ditempatkan
pada duri ikan. Berikut disajikan contoh penyebab masalah rendahnya kualitas lulusan diklat.
a. Kelompok SDM.
Misalnya masalah SDM terkait dengan tenaga pengajar. Penyebab dari unsur tenaga pengajar
ini adalah rendahnya kompetensi tenaga pengajar. Terdapat beberapa pengajar yang tidak
sesuai dengan bidangnya.
b. Kelompok Material.
Terkait dengan diklat, penyebab bahan baku yang kurang baik adalah pertama kualitas
kurikulum yang kurang baik. Kedua, bahan ajar banyak yang kurang update dengan
perkembangan organisasi. Ketiga, tidak ada rencana pembelajaran dalam bentuk program
pengajaran dan Satuan Acara Pembelajaran.
c. Kelompok mesin dan peralatan.
Penyebab masalah dari sisi mesin dan peralatan ada tiga yaitu kurang nyamannya ruangan
kelas, tidak adanya ruangan untuk praktik, dan banyak komputer dan proyektor yang rusak.
d. Kelompok method.
Penyebab masalah dari sisi metode adalah kurangnya inovasi dalam model pembelajaran.
Penyebab masalah ini dapat dirinci lebih lanjut dengan mencari penyebab dari penyebab
masalah tersebut. Pendalaman lebih lanjut dari penyebab masalah ini dapat dilakukan sampai
dengan lima level. Dapat digunakan metode Five Whys untuk pendalaman penyebab masalah
ini.
5. Langkah selanjutnya setelah masalah dan penyebab masalah diketahui, kita dapat menggambarkannya
dalam Diagram Fishbone. Contoh Diagram Fishbone berikut terkait dengan permasalahan rendahnya
kualitas lulusan diklat seperti yang telah dijelaskan di atas.
Daftar Rujukan
Gaspersz, V. dan A. Fontana. 2011. Integrated Management Problem Solving Panduan bagi Praktisi
Bisnis dan Industri. Penerbit Vinchristo Publication.
Kaplan, R.S. dan D.P. Norton. 1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action.
Harvard Business Press.
Robbins, S.P. dan Mary Coulter. 2012. Management. Pearson Education, Prentice Hall
Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M. Hays, Arthur V.
Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Second World
Conference on POM and 15th Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 – May 3, 2004.
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja, seperti
kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara
lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci. Tree
Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang menjadi dua atau lebih, masing-masing
cabang kemudian bercabang lagi menjadi dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak
seperti sebuah pohon dengan banyak batang dan cabang.
Tree Diagram telah digunakan secara luas dalam perencanaan, desain, dan pemecahan
masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika suatu perencanaan dibuat,
yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-item yang dapat dikelola (manageable)
dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan suatu masalah juga menggunakan tree diagram
untuk menemukan komponen rinci dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat
ini disarankan jika risiko-risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree
diagram lebih baik ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang mana
masalah tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat ini hanya untuk masalah-
masalah yang dapat dipecahkan secara hirarkis.
Buat suatu pernyataan sasaran, proyek, rencana, masalah, atau persoalan lain yang sedang
diselidiki. Tulis persoalan tersebut pada bagian paling atas (untuk tree diagram vertikal) atau
pada bagian paling kiri (untuk tree diagramhorizontal).
Team harus terdiri dari dari orang-orang yang mampu berpikir analitis (bukan kreatif), dan
harus memiliki pengetahuan rinci terkait topik sasaran yang sedang dibahas termasuk
keahliannya dalam memecah masalah ke tingkat yang lebih rinci. Idealnya ukuran team berkisar
antara 4-6 orang.
Jika kita telah membuat affinity diagram atau interrelationship diagram sebelumnya,
kita dapat mengambil gagasan-gagasan dari sana. Tulis gagasan atau rencana aksi tersebut di
bawah pernyataan pertama (untuk pohon vertikal) atau di sebelah kanan pernyataan pertama
(untuk pohon horizontal). Tunjukkan hubungan antara level tersebut dengan garis panah.
4. Lakukan peninjauan
Lakukan pemeriksaan secukupnya sesuai dengan yang dibutuhkan pada setiap level, gunakan
pertanyaan-pertanyan seperti berikut:
Perhatikan Gambar 1 di bawah ini adalah contoh tree diagram dengan sasaran (goal)
meningkatkan rasio ekonomi dan arus kas perusahaan.
Gambar 1. Contoh Tree Diagram untuk Meningkatkan Rasio Ekonomi dan Arus Kas Perusah
MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH
Kita sering menghadapi berbagai macam masalah, namun kita sering kurang tau masalah yang
seharusnya menjadi prioritas utama dan harus segera diselesaikan. Sebelum kita mencari
pemecahan dari suatu masalah, kita harus mencari penyebab utama serta penyebab lain dari
masalah sehingga dapat menyusun rencana kegiatan yang lebih spesifik dan mampu menyelesaikan
masalah.
Menetapkan prioritas dari sekian banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini merupakan
tugas yang penting dan semakin sulit. Manager kesehatan masyarakat sering dihadapkan pada
masalah yang semakin menekan dengan sumber daya yang semakin terbatas. Metode untuk
menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitung merupakan perangkat
manajemen yang penting.
1. METODE HANLON
Metode yang dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan berbagai masalah
kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak, memiliki kerangka, sebisa mungkin
sama/sederajat, dan objektif.
Metode ini, yang disebut dengan Metode Hanlon maupun Sistem Dasar Penilaian Prioritas
(BPRS), dijelaskan dalam buku Public Health: Administration and Practice (Hanlon and Pickett, Times
Mirror/Mosby College Publishing) dan Basic Health Planning (Spiegel and Hyman, Aspen Publishers).
* Memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksplisit yang harus
diperhatikan dalam menentukan prioritas
* Untuk mengorganisasi faktor-faktor ke dalam kelompok yang memiliki bobot relatif satu sama lain
* Memungkinkan faktor-faktor agar dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan dinilai secara
individual.
Semua komponen tersebut diterjemahkan ke dalam dua rumus yang merupakan nilai
numerik yang memberikan prioritas utama kepada mereka penyakit / kondisi dengan skor tertinggi.
Nilai Dasar Prioritas/Basic Priority Rating (BPR)> BPR = (A + B) C / 3
Nilai Prioritas Keseluruhan/Basic Priority Rating (OPR)> OPR = [(A + B) C / 3] x D
Perbedaan dalam dua rumus akan menjadi semakin nyata ketika Komponen D (PEARL) dijelaskan.
Penting untuk mengenal dan menerima hal-hal tersebut, karena dengan berbagai proses
seperti itu, akan terdapat sejumlah besar subyektivitas. Pilihan, definisi, dan bobot relatif yang
ditetapkan pada komponen merupakan keputusan kelompok dan bersifat fleksibel. Lebih jauh lagi,
nilai tersebut merupakan penetapan dari masing-masing individu pemberi nilai. Namun demikian,
beberapa kontrol ilmiah dapat dicapai dengan menggunakan definisi istilah secara tepat, dan sesuai
dengan data statistik dan akurat.
Komponen
Komponen A - Ukuran/Besarnya Masalah
Komponen ini adalah salah satu yang faktornya memiliki angka yang kecil. Pilihan biasanya terbatas
pada persentase dari populasi yang secara langsung terkena dampak dari masalah tersebut, yakni
insiden, prevalensi, atau tingkat kematian dan angka.
Ukuran/besarnya masalah juga dapat dipertimbangkan dari lebih dari satu cara. Baik keseluruhan
populasi penduduk maupun populasi yang berpotensi/berisiko dapat menjadi pertimbangan. Selain
itu, penyakit –penyakit dengan faktor risiko pada umumnya, yang mengarah pada solusi
bersama/yang sama dapat dipertimbangkan secara bersama-sama. Misalnya, jika kanker yang
berhubungan dengan tembakau dijadikan pertimbangan, maka kanker paru-paru, kerongkongan,
dan kanker mulut dapat dianggap sebagai satu. Jika akan dibuat lebih banyak penyakit yang juga
dipertimbangkan, penyakit cardiovascular mungkin juga dapat dipertimbangkan. Nilai maksimal dari
komponen ini adalah 10. Keputusan untuk menentukan berapa ukuran/besarnya masalah biasanya
merupakan konsensus kelompok.
* Urgensi: sifat alami dari kedaruratan masalah; tren insidensi, tingkat kematian, atau faktor risiko;
kepentingan relatif terhadap masayarakat; akses terkini kepada pelayanan yang diperlukan.
* Tingkat keparahan: tingkat daya tahan hidup, rata-rata usia kematian, kecacatan/disabilitas, angka
kematian prematur relatif.
* Kerugian ekonomi: untuk masyarakat (kota / daerah / Negara), dan untuk masing-masing individu.
Masing-masing faktor harus mendapatkan bobot. Sebagai contoh, bila menggunakan empat faktor,
bobot yang mungkin adalah 0-5 atau kombinasi manapun yang nilai maksimumnya sama dengan 20.
Menentukan apa yang akan dipertimbangkan sebagai minimum dan maksimum dalam setiap faktor
biasanya akan menjadi sangat membantu. Hal ini akan membantu untuk menentukan batas-batas
untuk menjaga beberapa perspektif dalam menetapkan sebuah nilai numerik. Salah satu cara untuk
mempertimbangkan hal ini adalah dengan menggunakannya sebagai skala seperti:
0 = tidak ada
1 = beberapa
2 = lebih (lebih parah, lebih gawat, lebih banyak, dll)
3 = paling
Misalnya, jika kematian prematur sedang digunakan untuk menentukan keparahan, kemudian
kematian bayi mungkin akan menjadi 5 dan gonorea akan menjadi 0.
Komponen ini harus dianggap sebagai "Seberapa baikkan masalah ini dapat diselesaikan?" Faktor
tersebut mendapatkan skor dengan angka dari 0 - 10. Komponen ini mungkin merupakan komponen
formula yang paling subyektif. Terdapat sejumlah besar data yang tersedia dari penelitian-penelitian
yang mendokumentasikan sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah intervensi selama ini.
Efektivitas penilaian, yang dibuat berdasarkan tingkat keberhasilan yang diketahui dari literatur,
dikalikan dengan persen dari target populasi yang diharapkan dapat tercapai.
Sebuah keuntungan dengan mempertimbangkan populasi target dan jumlah yang diharapkan adalah
akan didapatkannya perhitungan yang realistis mengenai sumber daya yang dibutuhkan dan
kemampuan yang diharapkan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.
Komponen D – PEARL
PEARL yang merupakan kelompok faktor itu, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan
masalah kesehatan, memiliki pengaruh yang tinggi dalam menentukan apakah suatu masalah dapat
diatasi.
P – Propierity/Kewajaran. Apakah masalah tersebut berada pada lingkup keseluruhan misi kita?
E – Economic Feasibility/Kelayakan Ekonomis. Apakah dengan menangani masalah tersebut akan bermakna
dan memberi arti secara ekonomis? Apakah ada konsekuensi ekonomi jika masalah tersebut tidak
diatasi?
A – Acceptability. Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan / atau target populasi?
L – Legalitas. Apakah hukum yang ada sekarang memungkinkan masalah untuk diatasi?
Masing-masing faktor kualifikasi dipertimbangkan, dan angka untuk setiap faktor PEARL adalah 1 jika
jawabannya adalah "ya" dan 0 jika jawabannya adalah "tidak." Bila penilaian skor telah
lengkap/selesai, semua angka-angka dikalikan untuk mendapatkan jawaban akhir terbaik. Karena
bersama-sama, faktor-faktor ini merupakan suatu produk dan bukan merupakan jumlah. Singkatnya,
jika salah satu dari lima faktor yang "tidak", maka D akan sama dengan 0. Karena D adalah pengali
akhir dalam rumus , maka jika D = 0, masalah kesehatan tidak akan diatasi dibenahi dalam OPR,
terlepas dari seberapa tingginya peringkat masalah di BPR. Sekalipun demikian, bagian dari upaya
perencanaan total mungkin termasuk melakukan langkah-langkah lanjut yang diperlukan untuk
mengatasi PEARL secara positif di masa mendatang. Misalnya, jika intervensi tersebut hanya tidak
dapat diterima penduduk, dapat diambil langkah-langkah bertahap untuk mendidik masyarakat
mengenai manfaat potensial dari intervensi, sehingga dapat dipertimbangkan di masa mendatang.
2. FISHBONE DIAGRAM
Dr. Kaoru Ishikawa seorang ilmuwan Jepang, merupakan tokoh kualitas yang telah
memperkenalkan user friendly control, Fishbone cause and effect diagram, emphasised the ‘internal
customer’ kepada dunia. Ishikawa juga yang pertama memperkenalkan 7 (seven) quality tools:
control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, and flowchart yang sering juga
disebut dengan “7 alat pengendali mutu/kualitas” (quality control seven tools).
Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di seluruh
penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab problem/masalah. Alasannya sederhana.
Fishbone diagram tergolong praktis, dan memandu setiap tim untuk terus berpikir menemukan
penyebab utama suatu permasalahan. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect
diagram. Kenapa Diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan”?…..ya memang kalau
diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada
bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan
sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.
Dari gambar di atas terlihat bahwa faktor penyebab problem antara lain (kemungkinan)
terdiri dari : material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan
dengan material, mesin, manusia, dan metode yang “saat ini” dituliskan dan dianalisa faktor mana
yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem. Ingat,..ketika sudah ditemukan satu
atau beberapa “penyebab” jangan puas sampai di situ, karena ada kemungkinan masih ada akar
penyebab di dalamnya yang “tersembunyi”. Bahasa gaulnya, jangan hanya melihat yang gampang
dan nampak di luar.
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan
akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal
dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila
“masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan
lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita
untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan
sebenarnya.
Kaoru Ishikawa, ilmuwan yang banyak menyumbangkan pemikiran di bidang manajemen
kualitas ini lahir pada tahun 1915 di Tokyo, Jepang. Alumni teknik kimia Universitas Tokyo ini ingin
merubah konsep pemikiran manusia tentang bekerja. Ishikawa mengurai secara rinci prinsip plan-
do-check-act W.Edward Deming, sang kreator P-D-C-A menjadi;
1. Plan-P
2. Do-D
3. Check-C
4. Act-A
Ya….inilah bagian yang paling penting. Ishikawa san telah menciptakan ide cemerlang yang
dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan menyelesaikan
masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kumpulkanlah beberapa orang yang mempunyai
pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang terjadi. Semua anggota tim
memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa
masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan
pendapat dan pandangan setiap individu.
Penggunaan
engkatagorikan berbagai sebab potensial suatu masalah dengan cara yang sistematik;
Pedoman Pelaksanaan
Karakteristik yang diamati benar-benar nyata berdasarkan fakta, dapat diukur atau diupayakan dapat
diukur;
Dalam diagram tulang ikan, faktor-faktor yang terkendali sedapat mungkin seimbang peranan atau
bobotnya;
Faktor penyebab yang ditemukan adalah yang mungkin dapatdiperbaiki, bukan yang tidak mungkin
diperbaiki ataudiselesaikan;
Dalam menyelesaikan fakta dimulai pada tulang yang kecil,selanjutnya akanmemperbaiki faktor
tulang besar yang akanmenyelesaikan masalah;
Perlu dicatat masukan yang diperoleh selama pertemuan dalam pembuatan diagram tulang ikan.
Fishbone Diagram sering juga disebut sebagai diagram Sebab Akibat. Dimana dalam menerapkan
diagram ini mengandung langkah-langkah sebagai berikut:
Ini tentu bisa dimakhlumi, manusia mempunyai keterbatasan dan untuk mencapai hasil
maksimal diperlukan kerjasama kelompok yang tangguh. Masalah-masalah klasik di industri
manufaktur seperti:
>> keterlambatan proses produksi
>> output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi
Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat gejala, tidak akan efektif.
Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat atau lambat akan datang kembali.
Kaoru Ishikawa yang juga penggagas konsep implementation of quality circles ini
sangat percaya pentingnya dukungan dan kepemimpinan dari manajemen puncak (top
management) dalam suatu organisasi/perusahaan didukung oleh kerjasama tim
(teamwork) yang solid sangat berperan dalam pembuatan produk unggul dan
berkualitas.Selesaikanlah suatu masalah sampai ke akar-nya dengan tuntas agar masalah yang
sama tidak terulang lagi di masa yang akan datang.
Lebih terstruktur;
Mengajarkan pada tim dan individu mengenai proses serta prosedur yang
tulang ikan belum menggambarkan sebab yang sebenarnya (paling mungkin) harus
didukung data.
3. POHON MASALAH
Secara visual menggambarkan hubungan ‘sebab-akibat’ dari masalah yang ada sekarang.
Gunakan kartu metaplan.
d) Masalah bukan tidak adanya jawaban melainkan keadaan yang negative. Oleh karenaitu hindarkan
penggunaan kalimat seperti “kurangnya ini” atau “tidak ada”
Kekurangan pohon masalah
membutuhkan waktu yang banyak dan jika masalah semakin kompleks akan lebih
sulit dalam menentukan penyebab utama masalah
a) Sebelum melakukan analisa masalah, pastikan orang yang terlibat dengan suatu permasalahan
terlibat dalam perumusanmasalah. Contoh: ” Banyaknya kecelakaan bus”.
b)Tulislah rumusan singkat dari masalah inti pada kartu apa yang dia anggap sebagai titik pusat dari
masalah yang ada sekarang dalam wilayah proyek.
c) Masalah inti kemudian dipilih oleh seluruh anggota kelompok dengan menyepakati satu “masalah
paling inti”. Masalah inti tidak harus berarti masalah paling penting karena ia hanya berfungsi
sebagai titik awal dari pembuatan pohon masalah.
e)Jika kelompok tidak dapat menyetujui masalah inti, pilihlah secara tentative satu masalah dan
lanjutkan bekerja. Kemudian kembali mendiskusikan masalah inti nanti. Contohnya: Bis
sering kecelakaan.
a) Setelah menetapkan masalah inti, letakkan kartu ini di tengah- tengah papan tulis atau dinding.
b) Telitilah masalah-masalah lainnya dan kondisi negatif penting yang merupakan penyebab lansung
dari masalah inti tersebut.
c) Tambahkan penyebab dari setiap masalah dan bekerjalah terus ke bawah, sehingga membentuk
sebuah pohon (pohon masalah)
d) Dengan cara yang sama, tempatkan efek langsung dan penting dari masalah inti diatasnya.
e) Efek selanjutnya dapat ditambahkan pada setiap kartu sebelum menyelesaikanbagian atas dari
pohon.
f) Pada umumnya, terdapat beberapa sebab-akibat per masalah. Juga kartu masalah
yang mempunyai tingkat kepentingan yang sama harus ditempatkan pada tingkatan yang sama pula.
g)Tunjukan semua hubungan sebab-akibat yang utama dan penting dengan tanda panah.
MASALAH
a)Iidentifikasi beberapa kelompok cabang sebab akibat yang mengarah ketengah. Lingkari kelompok
tersebut. Satu cabang atau gabungan cabang-cabang bisa dijadikan strategi proyek.
b) Kalau cabang-cabang diambil sebagai pendekatan proyek maka daun-daunnya adalah komponen-
komponen proyek.
c) Teliti kembali hasil analisa stakeholder untuk menentukan siapa yang akan terpengaruh dan
terlibat dalam penggabungan cabang-cabang tersebut.
d) Rumuskan beberapa alternatif strategi utama proyek dalam bentuk hasil dengan mengganti
kalimat yang negatif dipohon masalah dengan yang positif.
Dari strategi utama yang telah dirumuskan, bangun logika Pohon Hasil atau Logika Proyek.
yang menjelaskan cara un tuk memecahkan masalah dan efek dari pemecahan. Pohon
HASIL mengidentifikasi “kondisi yang diinginkan” setelah masalahdipecahkan, dan menjadi landasan
untuk pemeriksaan pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan keadaan.
a) Gantilah kata-kata hubungan ‘sebab-akibat’ yang bersifat negative dari pohon masalah menjadi
hubungan ‘cara-hasil yang bersifat positif, “kondisi yang diinginkan di masa depan” (hasil) dapat
dicapai.
b) Telitilah semua hasil dan hubungannya agar masuk akal dan layak, kalau diperlukan sesuaikanlah
analisis hasil.Adanya penambahan ”sopir disiplin dan tepat waktu”
c) Periksa diagaram secara menyeluruh dan pertajamlah agar mendapatkan kesempurnaan analisis.
d) Bila pernyataan dalam kartu tidak dapat diubah menjadi pernyataan positif, periksalah kembali
pohon masalahnya yang dicoba digambarkan oleh kartu itu. Juga, jika “keadaan yang diinginkan
(hasil) “ sangat tidak masuk akal, atau tidak logis, logika sebab-akibat harus diperiksa kembali.
Struktur Pohon Hasil mungkin berbeda dengan Pohon masalah.
• Secara realistis dapat dilakukan. Tidak terlalu banyak hambatan, baik dalamstaffing, secara politis,
maupun potensi resistenskomunitas dampingan, situasi kedaan dilokasi misalanya keadaan darurat.
• Manfaat yang besar bagi kelompok sasaran – laki-perempuan, tua-muda, kelompok minoritas,
kelompok cacat.
• Dampak lingkungan, biaya vs. manfaat Berapa orang yang tercakup dalam proyek
cepat;
Merupakan data primer karena sumber data dapat langsung diperoleh;
Menghasilkan ide atau pemikiran baru yang kreatif dan inovatif dengan cepat
Kekurangan MetodaBrainstorming
tidak dapat digunakan pada sampel atau peserta yang besar serta terjadi dan risiko terjadinya
subyektivitas sangat besar bilatidak ditunjang dengan data-data yang ada.
Manfaat
masalah, identifikasi
masalah,memilih prioritas masalah serta mengajukan alternatifpemecahan masalah;
waktu singkat
denganmenggunakan dua kemampuan (kreatif dan intuitif);
5. METODE DELPHI
Delphin Technique Yaitu penetapan prioritas masalah tersebut dilakukan melalui kesepakatan
sekelompok orang yang sama keahliannya. Pemilihan prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan
khusus. Setiap peserta yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa masalah
pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari.
Dengan metode seperti ini, partisipan yang meliputi ekspertis dan praktisi dapat memberikan
pendapat dan opini dengan bebas dan objektif, tanpa takut disalahkan, bahkan dapat merevisi
pendapat mereka yang sebelumnya. Sehingga hasil diskusi yang diperoleh dapat bersifat sereliabel
mungkin.
Tentukan ahlinya
Perumusan hasil dari sesi diskusi dengan pengelompokan, pengkategorian, ataupun pemeringkatan
Nama Metode Delphi memang sophisticated (udah bayangin bahasa pemrograman aja), tapi
sebenernya ide metode ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Yang berbeda, mungkin media yang
digunakan. Pengambilan input, review, diskusi dan sebagainya dapat dilakukan dengan pertemuan
tatap muka, via telepon, e-mail, sampai dengan e-meeting.
6. DELBECH TEHNIK
(managementfile – Quality) – Nominal Group Technique adalah salah satu quality tools yang
bermanfaat dalam mengambil keputusan terbaik. Dalam quality management, metode ini dapat
digunakan untuk berbagai hal, mulai dari mencari solusi permasalahan, hingga memilih ide
pengembangan produk baru.
NGT adalah suatu metode untuk mencapai konsensus dalam suatu kelompok, dengan cara
mengumpulkan ide-ide dari tiap peserta, yang kemudian memberikan voting dan ranking terhadap
ide-ide yang mereka pilih. Ide yang dipilih adalah yang paling banyak skor-nya, yang berarti
merupakan konsensus bersama. Metode ini dapat menjadi alternatif brainstorming, hanya saja
konsensus dapat tercapai lebih cepat. Teknik ini awalnya dikembangkan oleh Delbecq dan
VandeVen, yang kemudian diaplikasikan untuk perencanaan program pendidikan untuk orang
dewasa oleh Vedros.
NGT cocok diimplementasikan ketika Anda membutuhkan suatu konsensus yang dari tim, sementara
tim sendiri punya pendapat dan perspektif yang berbeda-beda mengenai masalah tersebut. Jika
butuh konsensus yang cepat, NGT juga cocok, dibandingkan dengan brainstorming yang memakan
waktu lebih lama.
Sebelum NGT dilakukan, maka Anda perlu mempersiapkan beberapa hal terlebih dulu, yakni:
• Ruang pertemuan yang cukup besar untuk menampung sekitar 5 hingga 9 peserta rapat.
• Meja dengan bentuk U, dengan papan tulis di ujung depan, dilengkapi oleh spidol/marker, pensil,
pulpen, selotip, kertas, hingga index card untuk tiap partisipan.
• rules dan prosedur untuk mengimplementasikan NGT
1. Introduction
Pada tahap ini, fasilitator/moderator membuka sesi NGT, menyapa para peserta, sekaligus
menjelaskan tujuan dan prosedur dari pertemuan
2. Generating Ideas
Fasilitator mengutarakan pertanyaan atau masalah ke kelompok dalam bentuk tertulis di kertas.
Selanjutnya, masing-masing peserta diminta untuk menuliskan seluruh ide yang muncul di
kepalanya. Para peserta diminta untuk bekerja secara independen, tanpa berdiskusi sama sekali
dengan peserta lain. Tahap ini membutuhkan sekitar 10 menit.
Selanjutnya, fasilitator meminta peserta untuk berbagi ide-ide yang sebelumnya sudah mereka
tuliskan di kertas. Sang moderator menuliskan ide-ide dari tiap peserta pada papan tulis, supaya
semuanya dapat melihat. Ide yang sama tidak disertakan, namun jika ada perspektif atau penekanan
yang berbeda, dapat dimasukkan. Lanjutkan proses ini hingga seluruh ide dari tiap peserta dapat
terdokumentasi. Pada tahap ini tidak ada diskusi atau debat, dan peserta boleh menuliskan ide-ide
baru yang muncul sepanjang proses. Tahap ini membutuhkan sekitar 15-30 menit.
4. Discussing Ideas
Selanjutnya, peserta diminta untuk memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai ide-ide yang
telah dikemukakan. Setiap peserta boleh mengajukan komentar ataupun pertanyaan mengenai ide-
ide tersebut, dan yang menjawab tidak harus orang yang mengajukan ide tersebut. Intinya,
fasilitator bertugas untuk memastikan bahwa tiap peserta dapat memberikan kontribusi pada
diskusi, serta menjaga proses tetap netral, tanpa ada judgement atau serangan ke pihak tertentu.
Fasilitator juga bertugas supaya seluruh ide dapat dibahas secara menyeluruh, dan tidak terpaku
pada beberapa ide saja. Dalam tahap ini, tidak ada ide yang dieliminasi, hanya memberikan
pemahaman mengenai ide-ide tersebut kepada para peserta dan memberi gambaran mengenai
pentingnya ide-ide tersebut. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit.
Keunggulan
• menghasilkan ide yang lebih banyak dibandingkan dengan diskusi biasa
• menyeimbangkan peran masing-masing individu, membatasi dominasi dari orang yang punya
pengaruh dalam kelompok
Kelemahan
• membutuhkan persiapan
• hanya memfasilitasi untuk pencapaian satu tujuan saja. Satu pertemuan hanya membahas satu
topic
• diskusi hanya terbatas, tidak seperti brainstorming yang menstimulasi perkembangan dari ide-ide
Robert Chambers adalah orang yang mengembangkan metode PRA, menyatakan bahwa
metode dan teknik dalam PRA terus berkembang, sehingga sangat sulit untuk memberikan definisi
final tentang PRA. Menurutnya PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai
kondisi dan kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri dengan
catatan : (1) Pengertian belajar, meliputi kegiatan menganalisis, merancang dan bertindak; (2) PRA
lebih cocok disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (bersifat jamak) daripada metode
dan pendekatan (bersifat tunggal); dan (3) PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita pilih, sifatnya
selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode-metode baru yang dianggap cocok.
Jadi pengertian PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong
masyarakat di suatu desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis
pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar mereka dapat membuat
rencana dan tindakan.
PRINSIP-PRINSIP PRA
Prinsip ini mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk
memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan ini
lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang
terdapat di suatu masyarakat, mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya
meningkat.
PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar juga harus
menyadari peranannya sebagai fasilitator. Fasilitator perlu memiliki sikap rendah hati serta
kesediannya belajar dari masyarakat dan menempatkannya sebagai narasumber utama dalam
memahami keadaan masyarakat itu. Pada tahap awal peranan orang luar lebih besar, namun seiring
dengan berjalannya waktu diusahakan peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa
kegiatan PRA para masyarakat itu sendiri.
Salah satu prinsip dasarnya adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional
masyarakat. Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak
berubah, sehingga harusnya dilihat bahwa pengalaman dan pengetahuan masyarakat serta
pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama bernilainya, dan bahwa proses PRA merupakan
ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu agar melahirkan sesuatu yang lebih baik.
Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa dan
informal. Situasi ini akan menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk
sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu asing yang oleh masyarakat harus disambut secara
resmi.
6. Prinsip Triangulasi
Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi secara
sistematis bersama masyarakat. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamnnya bisa diandalkan
kita dapat menggunakan Triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang
(check and recheck) informasi. Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim
(keragaman disiplin ilmu atau pengalaman), penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar
belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin) dan keragaman teknik.
7. Prinsip mengoptimalkan hasil
Prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna menurut metode PRA
adalah :
- Lebih baik kita "tidak tahu apa yang tidak perlu kita ketahui" (ketahui secukupnya saja)
- Lebih baik kita "tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus persen, tetap
diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati kebenaran" (daripada kita tahu sama sekali)
PRA berorientasi praktis yaitu pengembangan kegiatan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi yang
sesuai dan memadai, agar program yang dikembangkan bisa memecahkan masalah dan
meningkatkan kehidupan masyarakat. Perlu diketahui bahwa PRA hanyalah sebagai alat atau
metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan program-program yang dikembangkan bersama
masyarakat.
Metode PRA bukanlah kegiatan paket yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi dianggap
cukup dan orang luar yang memfasilitasi kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan metode yang
harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga dan para pelaksana lapangan, agar problem yang mereka
akan kembangkan secara terus menerus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar PRA yang mencoba
menggerakkan potensi masyarakat.
Terjadinya kesalahan dalam kegiatan PRA adalah suatu yang wajar, yang terpenting bukanlah
kesempurnaan dalam penerapan, melainkan penerapan yang sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuan yang ada. Kita belajar dari kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang terjadi, agar
pada kegiatan berikutnya menjadi lebih baik.
Prinsip terbuka menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai,
sempurna dan pasti benar. Diharapkan bahwa teknik tersebut senantiasa bisa dikembangkan sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangan dari mereka yang menerapkan dan
menjalankannya di lapangan untuk memperbaiki konsep, pemikiran maupun merancang teknik baru
yang akan sangat berguna dalam mengembangkan metode PRA.
Cara Bryant Cara ini telah dipergunakan di beberapa negara yaitu di Afrika dan Thailand. Cara
ini menggunakan 4 macam kriteria, yaitu: Community Concern, yakni sejauh mana masyarakat
menganggap masalah tersebut pentingb. Prevalensi, yakni berapa banyak penduduk yang terkena
penyakit tersebutc. Seriousness, yakni sejauh mana dampak yang ditimbulkakn penyakit
tersebutd. Manageability, yakni sejauh mana kita memiliki kemampuan untuk
mengatasinya. Menurut cara ini masing-masing kriteria tersebut diberi scoring, kemudian masing-
masing skor dikalikan. Hasil perkalian ini dibandingkan antara masalah-masalah yang dinilai.
Masalah-masalah dengan skor tertinggi, akan mendapat prioritas yang Tinggi pula.
Cara Ekonometrik cara ini dipergunakan di Amerika Latin. Kriteria yang dipakai
adalah: Magnitude (M), yakni kriteria yang menunjukkan besarnya masalah. Importance(I), yakni
ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang terkena masalah. Vulnerability(V), yaitu ada tidaknya
metode atau cara penanggulangan yang efektif. Cost (C), yaitu biaya yang diperlukan untuk
penanggulangan masalah tersebut. Hubungan keempat kriteria dalam menentukan prioritas
masalah (P) adalah sebagai berikut:
P = M.I.V
Tulisan ini merupakan bagian keempat dari tulisan membedah kompetensi in-depth problem
solving and analysis. Bahasan yang akan diuraikan masih berhubungan dengan alat untuk
memvisualisasikan suatu masalah atau persoalan. Alat tersebut adalah Problem Tree
Analysis(Analisis Pohon Masalah). Banyak istilah yang digunakan oleh para penulis untuk alat
analisis ini. Scarvada, dkk (2004) mengistilahkan dengan nama issues tree. Silverman dan
Silverman (1994) menggunakan istilah systematic diagram atau tree diagram, sedangkan Duffy,
dkk. (2012) menggunakan istilah tree diagrams.
Pembahasan analisis pohon masalah dalam tulisan ini terdiri dari tiga bagian. Ketiga bagian
tersebut adalah pertama, Pengertian Analisis Pohon Masalah. Kedua, Manfaat Analisis Pohon
Masalah. Ketiga, langkah-langkah dalam penyusunan Pohon Masalah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, terdapat beberapa poin penting mengenai pengertian
analisis pohon masalah:
1. Analisis pohon masalah merupakan suatu alat atau teknik atau pendekatan untuk mengidentifikasi
dan menganalis masalah.
2. Analisis pohon masalah menggambarkan rangkaian hubungan sebab akibat dari beberapa faktor
yang saling terkait.
3. Alat atau teknik analisis pohon masalah umumnya digunakan pada tahap perencanaan.
Sebagai suatu alat atau teknik dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah,
analisis pohon masalah mempunyai banyak kegunaan. Alat analisis ini membantu untuk
mengilustrasikan korelasi antara masalah, penyebab masalah, dan akibat dari masalah dalam
suatu hirarki faktor-faktor yang berhubungan. Analisis ini digunakan untuk menghubungkan
berbagai isu atau faktor yang berkontribusi pada masalah organisasi dan membantu untuk
mengidentifikasi akar penyebab dari masalah organisasi tersebut.
Duffy, dkk. (2012) menyatakan tree diagram merupakan suatu alat generik yang dapat
diadaptasikan untuk berbagai maksud yang luas diantaranya:
Berdasarkan uraian di atas, beberapa manfaat dari penggunaan analisis pohon masalahadalah:
1. Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan persoalan utama atau masalah
prioritas organisasi.
2. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis secara rinci dalam mengeksplorasi
penyebab munculnya persoalan dengan menggunakan metode five whys. Metode five whys adalah
suatu metode menggali penyebab persoalan dengan cara bertanya “mengapa” sampai lima level
atau tingkat.
3. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan utama terhadap
kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.
4. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan antara masalah utama,
penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama dalam suatu gambar atau grafik.
5. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan utama yang ada.
Langkah-langkah dalam Penyusunan Pohon Masalah
Terdapat dua model dalam membuat pohon masalah. Model pertama, pohon masalah dibuat
dengan cara menempatkan masalah utama pada sebelah kiri dari gambar. Selanjutnya,
penyebab munculnya persoalan tersebut ditempatkan pada sebelah kanannya (arah alur proses
dari kiri ke kanan). Format penyusunan pohon masalah Model Pertama ini dapat digambarkan
pada Gambar 1 berikut ini:
Model kedua, pohon masalah dibuat dengan cara menempatkan masalah utama pada titik
sentral atau di tengah gambar. Selanjutnya, penyebab munculnya persoalan tersebut
ditempatkan di bagian bawahnya (alur ke bawah) dan akibat dari masalah utama ditempatkan di
bagian atasnya (alur ke atas). Format penyusunan pohon masalah Model Kedua ini dapat
digambarkan pada Gambar 2 berikut ini:
Uraian selanjutnya dalam tulisan ini akan menggunakan Model Kedua. Langkah-langkah dalam
penyusunan Pohon Masalah Model Kedua berikut contohnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Langkah pertama dalam menyusun pohon masalah adalah mengidentifikasi dan merumuskan masalah
utama organisasi berdasarkan hasil analisis atas informasi yang tersedia. Banyak cara yang dapat dilakukan
untuk merumuskan masalah utama, misalnya dengan cara diskusi, curah pendapat, dan lain-lain. Contoh
perumusan masalah utama pada suatu lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah rendahnya mutu
lulusan diklat. Masalah utama ini kita tempatkan pada bagian tengah dari gambar.
2. Langkah kedua adalah menganalisis akibat atau pengaruh adanya masalah utama yang telah dirumuskan
pada poin 1 di atas. Misalnya akibat dari rendahnya mutu lulusan diklat adalah instansi pengguna tidak
puas dengan lulusan diklat yang dihasilkan dan kinerja lulusan diklat di tempat kerja tidak meningkat.
Hubungan antara masalah dengan akibat ini dapat digambarkan sebagai berikut:
3. Langkah ketiga adalah menganalisis penyebab munculnya masalah utama. Penyebab pada tahap ini kita
namakan penyebab level pertama. Misalnya penyebab rendahnya mutu lulusan diklat adalah kompetensi
pengajar kurang, kurang baiknya kualitas kurikulum diklat, dan banyaknya sarana diklat (laboratorium,
komputer, peralatan kelas) yang rusak. Hubungan antara masalah utama dengan penyebab level pertama
dapat digambarkan sebagai berikut:
4. Langkah keempat adalah menganalisis lebih lanjut penyebab dari penyebab level pertama. Penyebab
dari munculnya penyebab level pertama ini kita namakan penyebab level kedua. Contoh analisis penyebab
level kedua adalah sebagai berikut:
a. Penyebab kurangnya kompetensi pengajar adalah pengajar tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikannya dan kurangnya pengalaman pengajar. Hubungan antara kurangnya kompetensi pengajar
dengan penyebab level kedua dapat kita gambarkan sebagai berikut:
b. Penyebab kurangnya kualitas kurikulum diklat adalah tidak dilakukannya training needs analysis (TNA)
atas diklat dimaksud. Hubungan antara kurangnya kualitas kurikulum dan penyebab level kedua dapat
digambarkan sebagai berikut:
c. Penyebab banyaknya sarana diklat yang rusak adalah kurang baiknya pemeliharaan sarana diklat dan
tidak adanya dana penggantian sarana diklat yang baru. Hubungan antara banyaknya sarana diklat yang
rusak dan penyebab level keduanya dapat digambarkan sebagai berikut:
5. Langkah kelima adalah menganalisis lebih lanjut penyebab dari munculnya penyebab level kedua.
Demikian seterusnya, analisis dapat dilakukan sampai dengan level kelima. Contoh dalam tulisan ini,
penulis batasi hanya sampai dengan penyebab level kedua.
6. Langkah keenam adalah menyusun pohon masalah secara keseluruhan. Berdasarkan langkah pertama
sampai dengan kelima, pohon masalah secara keseluruhan dapat digambarkan pada Gambar 3 berikut:
Gambar 3. Contoh Pohon Masalah
Daftar Rujukan
Duffy, Gace L., Scott A. Laman, Pradip Mehta, Goving Ramu, Natalia Scriabina, dan Keith Wagoner.
2012. Beyond The Basics: Seven New Quality Tools Help Innovate, Communicate, and Plan. Http:/www.
Asq-qm.org/resourcesmodule/download_resource/id/881/.
Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M. Hays, Arthur V. Hill.
2004. A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature.Second World Conference on
POM and 15th Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 – May 3, 2004.
Silverman, Steven N. dan Lori L. Silverman.1994. Using Total Quality Tools for Marketing Research: A
Qualitative Approach for Collecting, Organizing, and Analyzing Verbal Response Data.
http:/www.epiheirimatikotika.gr/elibrary/marketresearch/using tools for marketing research.pd