Anda di halaman 1dari 2

Titik Terendah

Karya : Muhammad Dihya Aby Abdi Manaf

Saya adalah anak tunggal yang dilahirkan di Cimahi pada tanggal 26 Febuari 2005
dari Tasikmalaya. Ayah saya adalah seorang pekerja swasta. Ibu saya adalah seorang ibu
rumah tangga yang memiliki penyakit jantung bawaan. Selama ini, gaji ayah saya tidak
pernah cukup untuk membayar biaya perawatan penyakit ibu.

Meskipun kondisi keluarga seperti ini, saya diajarkan untuk menjadi mandiri dan
tidak meminta-minta. Oleh sebab itu, saya diarahkan mencari beasiswa sejak kecil, dengan
mengikuti beberapa kompetisi bergengsi. Saya mulai mengikuti OSN ketika saya kelas 4,
yang mengharuskan menginap di Jogja tanpa dampingan orang tua, karena mereka tidak
mampu menanggung biaya akomodasi ke Jogja. Sesak rasanya melihat peserta lain ditemani
oleh pendamping mereka, bahkan untuk persiapan lomba pun saya harus belajar secara
otodidak. Tetapi saya tetap fokus dengan tujuan saya, yaitu kesempatan beasiswa.
Alhamdulillah saya mendapat medali perunggu dalam bidang matematika dan mendapat
medali perak ketika kelas 5 dalam bidang IPA. Prestasi ini membuka jalan beasiswa sekolah
swasta di Bandung bernama Pribadi Bilingual Boarding School.

Sekolah Pribadi adalah sekolah asrama, sehingga mengharuskan saya untuk


berasrama di Bandung. Walaupun jauh dari orang tua, saya merasa senang berada di sekolah
tersebut, karena pendidikan olimpiade disana lebih terarah. Saya mendapatkan dampingan
intensif dari pembina olimpiade seperti yang saya harapkan dulu. Saya optimis bisa lebih giat
belajar dengan banyaknya fasilitas disana.

Suatu hari, saya tiba-tiba dijemput oleh kerabat didepan pintu sekolah. Saya diajak
untuk segera ikut bersamanya ke rumah sakit, saya ikut tanpa mengganti seragam sekolah.
Setelah di IGD RS Hasan Sadikin, Saya tahu Ibu terserang stroke dan endokarditis, yang
membutuhan operasi besar. Maka, saya memutuskan untuk tinggal bergantian dengan ayah
saya di kamar rumah sakit untuk mengurus keseharian Ibu. Hal seperti buang air, makan,
mandi semuanya dilakukan di ranjang oleh bantuan saya karena setengah badan ibu tidak
dapat digerakan. Selama dua bulan lebih saya mengurus Ibu di rumah sakit sambil seadanya
mempersiapkan diri untuk mengikuti olimpiade yang diadakan pemerintah di bidang
matematika. Walaupun saya telah sangat didukung oleh sekolah, saya kalah dalam olimpiade
tersebut. Keadaan ini adalah titik terendah bagi saya karena banyak faktor penyebab , salah
satunya fokus saya terpecah ketika mengurus Ibu. Seperti ketika harus mencari obat yang
dibutuhkan karena stok obat habis di rumah sakit. Saya berusaha mencari obat ke pusat
farmasi secara online, tetapi obat itu juga tidak ada di hampir di semua pusat farmasi. Setelah
harapan hampir habis, tiba-tiba ada seorang dokter yang secara anonim menyuplai obat
tersebut dalam jumlah yang cukup. Dokter tersebut tidak ingin menyebut nama, tetapi dia
mengaku sedang berbalas budi atas kebaikan yang pernah dilakukan keluarga saya. Kami pun
bersyukur atas berita tersebut karena keadaan ibu semakin membaik dengan obat tersebut,
dan akhirnya dapat sembuh melalui berbagai operasi dan pemulihan.

Saya penasaran dengan obat tersebut, dan dengan rasa penasaran tinggi, saya mulai
mempelajari properti biologi dan kimia dari obat tersebut. Dapat diprediksi bahwa saya
kurang mengerti tentang obat-obatan, tetapi itu mempengruhi saya untuk lebih banyak
mempelajari hal yang berkaitan dengan obat. Dari saat itu, saya ingin mendalami kimia
sebagai cabang olimpiade selanjutnya. Saya lekas merubah haluan saat kelas 9, dimana mulai
mempelajari kimia secara intensif. Dengan bantuan pembimbing, meskipun masih SMP ,
alhamdulillah saya dapat memenangkan medali perak dalam olimpiade nasional OSN SMA
dan dipanggil kembali untuk menlanjutkan ke kancah internasional. Hal ini menyadarkan
saya atas potensi yang bisa saya lakukan, sehingga memacu saya untuk meraih tingkat
selanjutnya.

Sekarang, saya sedang mengejar Fakultas Kedokteran UNPAD sebagai impian saya
selanjutnya. Dengan alasan agar saya dapat membantu orang-orang yang membutuhkan
seperti ibu saya, juga karena kedokteran adalah sebuah topik yang terus berkembang,
memaksa saya untuk mencari ilmu selamanya. Saya tahu bahwa tanggung jawab ekonomi
yang akan saya emban sangatlah berat, sebab itulah saya terus berjuang mencari peluang
beasiswa, misalnya dengan prestasi dan hafalan Quran.

Melihat kebelakang, saya merasa setiap ketidakberuntungan yang kita dapatkan tidak
perlu diratapi. Itu adalah bagian perjuangan untuk dilewati, hikmah untuk diambil, dan
pengalaman untuk didapat. Saya tidak akan termotivasi untuk menggapai beasiswa jika
keluarga saya tidak kesulitan uang. Saya tidak akan berpikir untuk berbelok ke kimia dan
kedokteran jika ibu saya tidak sakit. Yang bisa kita lakukan adalah mengikuti skenario yang
ditetapkan oleh Allah SWT, dan terus melakukan yang terbaik setiap detik. Karena hidup
adalah perjuangan.

Anda mungkin juga menyukai