Anda di halaman 1dari 56

PRESENTASI KASUS

P4A0 PARTUS PREMATURUS SPONTAN DENGAN


AKSELERASI PERSALINAN, GEMELLI ANAK I LETAK
KEPALA ANAK II LETAK SUNGSANG DAN
PREEKLAMPSI

Pembimbing :
dr. ,Yedi Fourdiana S, Sp.OG

Disusun Oleh:
Athiyyatuz Zakiyyah
1102015039

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD KABUPATEN
BEKASI 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji dan syukur enantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman karena atas rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “P4A0 PARTUS PREMATURUS SPONTAN DENGAN
AKSELERASI PERSALINAN, GEMELLI ANAK I LETAK KEPALA ANAK II
LETAK SUNGSANG DAN PREEKLAMPSI”.
Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam
menempuh kepanitraan klinik di bagian obstetrik dan ginekologi di RSUD
Kabupaten Bekasi. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan
kasus ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu,
perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada dr. Yedi Fourdiana S, Sp.
OG yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan
padatnya aktivias beliau.
Penulis menyadari penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
penulisan referat ini. Akhir kata penulis berharap penulisan laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Cibitung, November 2020

Athiyyatuz Zakiyyah

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan multipel atau kehamilan kembar merupakan kehamilan dengan


dua janin atau lebih. Kehamilan kembar dapat terjadi karena pembuahan dua
ovum dengan dua sperma yang berbeda, disebut sebagai kembar dizigot yang
terjadi pada dua per tiga kehamilan kembar. Sedangkan kembar yang terjadi
karena pembelahan satu zigot menjadi dua janin disebut sebagai kembar
monozigot, yang terjadi pada sepertiga kehamilan kembar.

Kehamilan kembar dapat terjadi karena adanya warisan genetik kembar


monozigot ataupun dizigot pada keluarga maternal atau maternal, selain itu
kehamilan kembar juga dapat terjadi karena ada intervensi eksternal seperti terapi
infertilitas maupun assisted reproductive therapy. Komplikasi yang terjadi pada
kehamilan kembar terdapat berbagai macam, komplikasi yang dapat terjadi pada
Ibu seperti hipertensi gestasional, diabetes melitus gestasional, preeklampsia, dan
anemia. Sedangkan komplikasi pada janin dapat terjadi prematuritas, kematian
janin, pertumbuhan janin yang tidak seimbang, twin-to-twin syndrome serta twin
reversed arterial perfusion (TRAP).

Kemungkinan kejadian preeklampsia pada hamil ganda meningkat 2-3x


dibandingkan hamil tunggal. Manajemen preeklampsia pada hamil ganda secara
umum sama dengan hamil tunggal. Preeklampsia pada kehamilan ganda lebih
sering diperkirakan disebabkan oleh peregangan uterus yang berebih. Manajemen
kehamilan ganda dapat dilakukan dengan dilakukannya antenatal yang baik.

Pada waktu kelahiran, proses pada kehamilan ganda fase aktif biasanya
lama, maka dari itu dibutuhkan augmentasi/akselerasi persalinan. Salah satu jenis
akselerasi persalinan adalah oksitosin, pemberian oksitosin sebaiknya dipantau,
karena dapat menyebabkan hipertonus pada uterus maupun atoni uteri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Multipel


1. Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/gemelli
(2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), Quintiplet (5 janin) dan
seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang.(1,2)
Kembar dizigot dalam arti sempit bukan kembar sejati, karena keduanya
berasal dari pematangan dan pembuahan dua ovum selama satu siklus ovulasi.
Kembar monozigot atau identik juga biasanya tidak identik, pembelahan satu
zigot telah dibuahi menjadi dua tidak selalu menghasilkan pembagian bahan
protoplasma yang sama.(1)
2. Epidemiologi
Secara keseluruhan, angka kejadian kehamilan kembar semakin meningkat.
Saat ini 2-4% dari kehamilan adalah kehamilan kembar dan sebagian besarnya
merupakan gemelli. Angka kejadian kembar monozigot di seluruh dunia relatif
konstan yaitu 4 dari 1000 kehamilan.(3) Kehamilan kembar dizigot berhubungan
dengan ovulasi multipel dan angka kejadiannya bervariasi sesuai ras dan
dipengaruhi oleh usia ibu dan paritasnya. Angka kembar dizigot tertinggi
terdapat di negara-negara Afrika yaitu 10-40 per 1000 kehamilan, diikuti oleh
Kaukasian sebesar 7-10 per 1000 kehamilan, dan terendah Asia sebanyak 3 per
1000
kehamilan. (1)
3. Etiologi
Faktor risiko untuk kehamilan multifetal dapat dibagi menjadi alami dan
didapat. Faktor risiko alami meliputi ras, usia ibu dan riwayat keluarga kembar
dizigotik. Faktor resiko didapat seperti perawatan infertilitas melalui
penggunaan agen penginduksi ovulasi atau transfer gamet / zigot multipel.(2)
1. Ras
Frekuensi kehamilan multipel bervariasi pada setiap ras. Insidensi
berdasarkan ras yaitu 1 kehamilan multipel setiap 100 kehamilan pada 14
wanita kulit putih, sedangkan 1 pada setiap 80 kehamilan pada wanita kulit
hitam. Hasil survei pada salah satu komunitas di Nigeria menunjukkan
kehamilan multipel terjadi setiap 20 kehamilan. Perbedaan ini mungkin
merupakan akibat variasi ras terhadap tingkat follicle-stimulating hormone
(FSH). (1)
2. Usia dan Paritas Ibu
Kemungkinan kehamilan multipel meningkat dari 0 saat pubertas, dan
mencapai puncak pada usia 37 tahun saat stimulasi hormon maksimal
meningkatkan kemungkinan terjadinya pelepasan ovum ganda. Penurunan
insidensi setelah usia ibu melewati 37 tahun kemungkinan karena deplesi dari
folikel de Graaf. (1)
3. Hereditas
Frekuensi kehamilan monozigot menjadi sering dilaporkan terjadi pada
beberapa keluarga dengan riwayat kehamilan serupa. Riwayat keluarga
dengan kehamilan MZ dapat terjadi pada kedua sisi ayah maupun ibu,
diperkirakan hal tersebut disebabkan karena efek dari gen tunggal yang tidak
dipengaruhi oleh sisi orangtua mana yang mendonorkan gen tersebut. (4)
Pada kehamilan dizigot, keluarga dari ibu diperkirakan menurunkan sifat
predisposisi terjadinya ovulasi multipel. Kemungkinan untuk hamil kembar
meningkat hingga 2.5x pada ibu dengan saudara perempuan kembar dizigot.
Hal ini juga sering dikaitkan dengan tingginya tingkat gonadotropin dan
insidensi yang tinggi pada riwayat keluarga ibu. Terdapat perdebatan apakah
kehamilan dizigot ini merupakan warisan autosomal dari maternal atau
paternal, pada realitanya gen kembar dapat diwariskan dari kedua pihak ibu
maupun bapak, walaupun hanya akan diekspresikan pada ibu.(4)
4. Gonadotropin Hipofisis
Faktor umum yang meningkatkan ras, usia, berat dan fertilitas dengan
kehamilan multijanin mungkin adalah kadar FSH. Teori ini didukung oleh
fakta bahwa peningkatan fekunditas dan angka kembar dizigot yang lebih
tinggi pernah dilaporkan pada wanita yang mengandung dalam 1 bulan
setelah menghentikan kontrasepsi oral, tetapi tidak selama bulan-bulan
selanjutnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan mendadak
gonadotropin hipofisis dalam jumlah yang lebih besar daripada biasa, selama
siklus spontan pertama setelah penghentian kontrasepsi hormonal. (1)
5. Terapi Infertilisasi
Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH dengan korionik gonadotropin
atau clomiphene citrate meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan
multipel. Insidensi kehamilan multipel pada terapi gonadotropin konvensional
16-40%. Terapi superovulasi yang meningkatkan kemungkinan kehamilan
dengan cara mengambil folikel multipel menghasilkan 25-30% kehamilan
multiple. Faktor risiko fetus multipel setelah stimulasi ovarium dengan
menggunakan hMG yaitu peningkatan level estradiol pada hari penyuntikkan
gonadotropin serta konsentrasi dan pergerakkan sperma. (1)
6. Assisted Reproductive Technology
Teknik seperti ART yang dirancang untuk meningkatkan kemungkinan
kehamilan dapat pula meningkatkan kemungkinan kehamilan multipel.
Mekanismenya masih kontroversial, diantaranya termasuk beberapa faktor
yaitu: induksi ovulasi, keadaan kultur in vitro, mikromanipulasi terhadap zona
pelusida dan riwayat pasien. Umumnya pada pasien yang melakukan
superovulasi, postpartum sehingga prognosis untuk ibu lebih jelek bila
dibandingkan pada kehamilan tunggal, dimana resiko terjadi toksemia
gravidarum, hidramnion, anemia, pertolongan obstetri operatif dan
perdarahan post partum lebih tinggi.(1)
4. Mekanisme Kehamilan Multipel
Kehamilan kembar dibagi menjadi dua. Monozigot, kembar yang berasal dari
satu telur dan dizigot kembar yang berasal dari dua telur. Dari seluruh jumlah
kelahiran kembar, sepertiganya adalah monozigot. Kembar dizigot berarti dua
telur matang dalam waktu bersamaan, lalu dibuahi oleh sperma. Kehamilan
ganda dizigotik lebih sering (2/3) terjadi dibandingkan monozigotik (1/3).(7)
Kehamilan ganda monozigotik
Kehamilan monozigotik artinya kehamilan berasal dari satu sel telur,
sehingga keduanya memiliki jenis kelamin yang sama dan genotip yang identik.
kehamilan monozigotik diakibatkan terjadi pembelahan pada oosit pasca
fertilisasi. Pembentukan plasenta dan ketuban dari kembar mz ini bervariasi,
tergantung dari waktu awal dimulainya pembelahan cakram embrio, variasinya
dapat berupa:(5)
1. Pembelahan yang dimulai pada hari ke-3, menghasilkan plasenta yang
menyatu atau terpisah, 2 korion, 2 amnion (dikorionik/diamniotik). Proses
ini biasanya terjadi pada kembar dizigotik dan ⅓ dari kehamilan ganda
monozigotik.
2. Pembelahan setelah hari ke 4-8, menghasilkan satu plasenta, korion yang
sama, dan 2 amnion (monokorionik/diamniotik). Proses ini terjadi pada 2
dari 3 dari kehamilan ganda monozigotik.
3. Pembelahan yang terjadi pada hari ke 8-13, menghasilkan satu plasenta,
satu korion, dan satu amnion (monokorionik/monoamniotik), proses ini
paling jarang terjadi
4. Pembelahan yang terjadi setelah hari ke-15 akan menghasilkan kembar
yang tidak lengkap, pada proses ini dapat menghasilkan kembar siam.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya kembar ganda monozigot.(1)


Kehamilan dizigotik
Kehamilan yang dihasilkan dari fertilisasi dua telur, dua sperma. Kedua telur
dapat berasal dari satu ovarium dan dari dua folikel de graaf, dari satu ovarium
dan satu folikel de graaf atau dari masing-masing ovarium kanan dan kiri.(6)
Superfetation dan Superfecundation
Pada superfetasi, kehamilan terjadi dalam dua waktu, dengan interval selama
atau lebih lama dari siklus menstruasi antara pembuahan. Superfetasi biasanya
tidak terjadi secara spontan pada manusia, kehamilan ini biasanya terjadi setelah
hiperstimulasi ovarium dan inseminasi intrauterin dengan adanya kehamilan
tuba yang tidak terdiagnosis. Superfetasi menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan janin kembar yang sangat tidak seimbang dengan usia kehamilan
yang sama.(1)
Pada superfekundasi, terjadi sebuah fertilisasi dua telur yang dikeluarkan
dalam ovulasi yang sama pada dua kali koitus berbeda yang dilakukan pada
jarak waktu yang pendek, menghasilkan dua janin yang berbeda secara genotip
maupun fenotip.(1)
5. Diagnosis Kehamilan Gemelli
Anamnesis(1,5)
a. Riwayat kembar pada sisi Ibu atau Ayah yang bersangkutan
b. Usia ibu yang lanjut
c. Paritas tinggi
d. Ibu merasa hamil kembar lebih besar daripada hamil biasanya
e. Ibu merasa aktivitas janin lebih banyak daripada biasanya
f. Pemberian klomifen sitrat atau gonadotropin atau kehamilan karena
pemberian ART
Pemeriksaan Klinis(5)
a. Uterus lebih besar, pada usia kehamilan 20-30 minggu, tinggi fundus lebih
tinggi 5 cm daripada kehamilan tunggal dengan usia kehamilan yang sama.
b. Berat badan Ibu yang meningkat berlebihan yang tidak dapat dijelaskan oleh
edema atau obesitas.
c. Polihidramnion, diakibatkan karena ukuran uterus.
d. Ballotement lebih dari satu fetus
e. Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin
f. Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan
g. Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Nilai hematokrit dan hemoglobin dan jumlah sel darah merah menurun,
berhubungan dengan peningkatan volume darah. Anemia mikrositik hipokrom
seringkali muncul pada kehamilan kembar. Kebutuhan fetus terhadap besi (Fe)
melebihi kemampuan maternal untuk mensuplai Fe didapatkan pada trimester
kedua.(6)
Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan pencitraan yang sering digunakan untuk
mendiagnosa kehamilan multipel, pemeriksaan USG dapat melihat adanya
kehamilan ganda pada usia 4-5 minggu (dengan endovaginal probe). Dengan
pemeriksaan USG yang teliti, kantong gestasional yang terpisah dapat
diidentifikasi pada awal kehamilan kembar. USG dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jumlah janin, perkiraan usia kehamilan, korionisitas dan
amnionisitas. Pemeriksaan yang teliti dapat melihat kantung kehamilan yang
terpisah. Kehamilan dengan dikorionik dapat memberikan citraan dimana
terdapat plasenta terpisah dengan membran tebal yang memisahkan (>2 mm).
Gambar 2. (A) kehamilan ganda dengan dikorionik diamniotik pada usia
kehamilan 6 minggu. (B) Monokorionik diamniotik pada usia kehamilan 8
minggu.

6. Komplikasi Kehamlian Gemelli


Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, kehamilan multipel lebih mungkin
terkait dengan banyak komplikasi kehamilan. Komplikasi obstetrik yang sering
didapatkan pada kehamilan kembar meliputi polihidramnion, hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan ketuban pecah dini, presentasi janin abnormal, dan
prolaps tali pusat. Secara umum, komplikasi tersebut dapat dicegah dengan
perawatan antenatal yang baik.(1,3)

Komplikasi pada janin


a. Prematuritas
Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan preterm dan
kebanyakan memerlukan perawatan pada neonatal intensive care unit
(NICU) (1). Sekitar 52.2% bayi kembar dilahirkan sebelum usia kehamilan
37 minggu, dan 10.7% dilahirkan sebelum 32 minggu. Penyebab
terjadinya kelahiran spontan preterm secara umum dikarenakan oleh
distensi berlebih dari uterus, yang menyebabkan peningkatan kontraksi
dari miometrium. (8)
b. Vanishing Twin Syndrome
Pemantauan ultrasonografi secara rutin menunjukkan bahwa kesirnaan
(vanishing) janin dini sering terjadi pada kehamilan multipel. Pada pasien
dengan kehamilan ganda pada sebelum 7 minggu, sekitar 7% akan
mengalami pengurangan spontan satu kantung pada 12 minggu.(7)
Pada sebagian kasus, seluruh kehamilan lenyap, tetapi pada banyak kasus,
satu janin yang meninggal atau sirna (vanish) dan kehamilan berlanjut
sebagai kehamilan tunggal. Pada 21-63% konsepsi kembar meninggal atau
sirna (vanish) pada trimester kedua. Kejadian ini dapat berhubungan
dengan terjadinya perdarahan atau munculnya flek pada kehamilan
trimester pertama dan tidak berhubungan dengan perjalanan kehamilan. (1,7)
c. Monoamniotik
Kembar monoamniotik merupakan kejadian yang jarang terjadi pada
kembar monozigot, dimana kedua janin memiliki kantong yang satu.
Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan USG, dimana tidak terlihat
membran amnion pada kembar dengan jenis kelamin yang sama dan satu
plasenta. Kembar dengan monoamniotik berhubungan dengan tingkat
mortalitas perinatal yang tinggi, >20%(7). Tingkat kejadian anomali
kongenital dapat terjadi pada 18-28% kehamilan kembar. Kejadian twin-
to- twin transfusion syndrome pada monoamniotik lebih rendah
dibandingkan pada monokorionik diamniotik. Kejadian yang lebih sering
terjadi pada kasus ini adalah tali pusat yang saling melilit satu sama lain.

Gambar 3. Kehamilan Monoamniotik(1)


d. Twin Reversed-Arterial Perfusion/TRAP
Biasa dikenal sebagai acardiac twin, jarang terjadi, namun merupakan
komplikasi serius pada kehamilan ganda monokorionik. Pada plasenta
monokorionik, vaskularisasi janin biasanya tergabung, dan kadang terjadi
amat kompleks. Anastomosis vaskular pada plasenta monokorionik dapat
dari arteri ke arteri, vena ke vena atau arteri ke vena. Biasanya cukup
berimbang dengan baik sehingga tidak ada salah satu janin yang
menderita(1)
Pada TRAP terjadi anastomosis dari arteri ke arteri plasenta, yang biasanya
diikuti dengan pirau vena ke vena. Tekanan perfusi pada janin donor
melebihi tekanan resipien, sehingga janin resipien menerima darah arteri
yang tidak beroksigen dari kembarnya. Darah arteri yang sudah terpakai
ini dan mencapai kembar resipien, mengalir ke pembuluh-pembuluh iliaka
sehingga hanya memberi perfusi bagian bawah tubuh dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan tubuh bagian atas. Gangguan
atau kegagalan pertumbuhan kepala disebut akardius asefalus. Kepala yang
tumbuh parsial dengan alat gerak yang masih dapat diidentifikasi disebut
akardius mielasefalus. Kegagalan pertumbuhan semua struktur disebut
akardius amorfosa (1)

Gambar 4. TRAP. terjadinya anastomosis arteri-ke-arteri dan vena-ke-


vena.(1)
e. Twin-to-Twin Transfusion Syndrome (TTTS)
Darah ditransfusikan dari satu kembaran (donor) ke dalam vena
kembaran lainnya (resipien) sedemikian rupa sehingga donor menjadi
anemik dan pertumbuhannya terganggu, sementara resipien menjadi
polisitemik dan mungkin mengalami kelebihan beban sirkulasi yang
bermanifestasi sebagai hidrops fetalis. Menurut ketentuan, terdapat
perbedaan hemoglobin 5 g/dl dan 20% berat badan pada sindrom ini.
Kematian kembar donor dalam uterus dapat mengakibatkan trombus
fibrin di seluruh arteriol yang lebih kecil milik kembar resipien. Hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh transfusi darah yang kaya tromboplastin
dari janin donor yang mengalami maserasi. Kembar yang bertahan hidup
mengalami koagulasi intravaskular diseminata. (1)
f. Kembar Siam
Kembar Siam Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram
mudigah dan kantung amniom rudimenter sudah terbentuk dan apabila
pemisahan cakram mudigah tidak sempurna, akan terbentuk kembar
siam/kembar dempet. Terdapat beberapa jenis kembar siam, yaitu:
1) Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada (30-40%).
Jantung selalu terlibat dalam kasus ini. Bila jantung hanya satu, harapan
hidup baik dengan atau tanpa operasi adalah rendah.

2) Omphalopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian perut (34%).


Umumnya masing-masing tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi
kembar siam ini biasanya hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, dan
organ-organ lain.

3) Xyphopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage.

4) Pyopagus (iliopagus), bila bersatu di bagian belakang (19%).

5) Cephalopagus/craniopagus, bila bersatu di bagian kepala dengan tubuh


terpisah.
Gambar 5. Kehamilan kembar siam(1)
g. Selective Intra Uterine Growth Retardation (sIUGR)
sIUGR kerap terjadi pada kehamilan monokorionik, dimana taksiran berat
janin yang kecil lebih rendah 10% daripada kembarannya, selain itu selisih
perkembangannya bisa sampai menyentuh 25%. Kejadian ini terjadi pada
10-15% kehamilan ganda monokorionik. Patofisiologi dibalik kejadian ini
adalah inadequate placental sharing.(8) Ketidakseimbangan
perkembangan dua janin ini terjadi pada akhir dari trimester kedua atau
awal trimester ketiga, jika terjadi sebelum 20 minggu maka resiko
terjadinya fetal death meningkat hingga 20%. (1)
Komplikasi pada Ibu
a. Anemia
Maternal anemia terjadi karena kebutuhan zat besi yang meningkat
dari janin. Terjadinya anemia juga disebabkan karena pola makan yang
buruk, dan malabsorpsi yang dapat menyebabkan kekurangan zat besi
selama kehamilan multipel. Anemia normositik hipokromik 2–3 kali lebih
sering terjadi pada kehamilan multipel dibandingkan pada kehamilan
tunggal.(5)
b. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih terjadi 3 kali lebih sering terjadi
dibandingkan kehamilan tunggal.(5)
c. Hipertensi Gestasional
Kejadian hipertensi gestasional pada kehamilan ganda meningkat
27% dibandingkan dengan hamil tunggal. Faktor risiko yang kuat antara
lain, obesitas, usia maternal >40 tahun dan diabetes tipe 1. Kejadian
hipertensi gestasional lebih rendah dibandingkan preeklampsia pada
kehamilan ganda. Hal ini memberikan indikasi bahwa etiologi
preeklampsia dan hipertensi gestasional berbeda. (10)
d. Preeklampsia
Kejadian preeklampsia pada kehamilan multipel terjadi 3 hingga 4
kali lebih sering dibandingkan kehamilan tunggal. (5,9) Penyebab
preeklampsia pada kehamilan multifetal diperkirakan berbeda dengan
subtipe lainnya. Pada kehamilan multifetal, terjadi beban yang lebih tinggi
pada sistem kardiovaskular, yang dimanifestasikan dengan meningkatnya
cardiac output dan penurunan resistensi vaskular. Terjadinya preeklampsia
pada kehamilan ganda juga dihubungkan dengan ukuran plasenta yang
lebih besar dan tingginya placental markers yang bersirkulasi. Ibu
preeklampsia dengan kehamilan multipel memiliki resiko yang lebih kecil
untuk memiliki resiko penyakit kardiovaskuler pada kehidupan kelak,
dibandingkan pasien preeklampsia dengan kehamilan tunggal.(9, 10)
e. Plasenta previa
Lebih sering terjadi pada pada kehamilan multipel karena ukuran
plasenta yang lebih besar, atau jumlah plasenta yang multipel. Kejadian
plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan antepartum, malpresentasi
atau kegagalan turunnya bagian terbawah janin. (5)
f. Atoni uteri
Terjadinya atonia uteri biasanya dibarengi dengan perdarahan post
partum, hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan uterus yang sudah
overdistensi untuk berkontraksi dengan baik, dan tetap berkontraksi
setelah melahirkan. (5)
g. Diabetes melitus Gestasional
Kejadian DM gestasional dan hipoglikemia terjadi pada kehamilan
multipel dibandingkan kehamilan tunggal, untuk mendiagnosa dapat
dilakukan tes toleransi glukosa. Hal ini terjadi karena mengingat asal
laktogen plasenta manusia yang dapat menyebabkan resistensi insulin.(5)

7. Tatalaksana Kehamilan Multipel


Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas pada kehamilan multipel,
diperlukan penegakan diagnosis yang lebih dini.
Antenatal Care:
Wanita yang sedang hamil multifetus membutuhkan kalori, protein, mineral dan
asam lemak esensial. Kecukupan gizi tidak hanya harus dipenuhi, tapi pada banyak
keadaan perlu jumlah lebih. Peningkatan berat badan dibutuhkan pada kehamilan
kembar. American College Of Obstetricans and Gynecologist merekomendasikan
ibu yang mengandung kembar agar menambahkan berat badan antara 15-20 kg.
Suplementasi zat besi merupakan terapi yang penting direkomendasikan pemberian
3x100mg per hari. Asam folat dengan takaran 1 mg perhari terbukti bermanfaat.(5)
Pemeriksaan ultrasonografi diperlukan untuk memonitor pertumbuhan janin dan
mendeteksi dini anomali struktural. Pengamatan pertumbuhan direkomendasikan
untuk dilakukan tiap 4 minggu pada trimester ketiga.(5) NICE United Kingdom
merekomendasikan untuk kehamilan multifetal setidaknya melakukan kontrol
antenatal dengan multidisciplinary team sebanyak 9-11 kali (8).

Pencegahan Persalinan Prematur:


a. Tirah baring
Tirah baring merupakan tindakan yang menguntungkan bagi janin kembar,
mungkin hal ini terjadi melalui peningkatan perfusi darah serta penurunan gaya
kekuatan fisik yang dapat bekerja merugikan pada serviks.(1) Tidak
direkomendasikan pada kehamilan ganda tanpa komplikasi, karena manfaatnya
diragukan dan menambah resiko terjadinya trombosis.(11)
b. Terapi tokolisis
Penggunaan terapi betamimetik untuk menekan persalinan preterm pada
kehamilan kembar berhubungan dengan meningkatnya komplikasi maternal
yaitu udem paru. Sejauh ini penggunaan tokolitik profilaksis tidak
menunjukkan
penurunan kelahiran preterm maupun hasil yang baik pada janin dengan dari
kehamilan multipel. Betamimetik oral berhubungan dengan peningkatan stres
kardiak ibu dan janin serta diabetes melitus gestasional. (11)
Tokolisis dapat digunakan untuk memberikan efek “short-term prolongation
of pregnancy”, sehingga dapat diberikan kortikosteroid antenatal serta waktu
untuk transportasi ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih baik. Tokolisis yang
dapat digunakan untuk memanjangkan waktu kehamilan jangka pendek adalah,
calcium channel blockers atau NSAID. (11)
c. Kortikosteroid
National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid
antenatal pada semua pasien dengan usia kehamilan 24-34 minggu dan
berisiko melahirkan dalam 7 hari pada hamil tunggal maupun hamil multipel.
Pemberian berulang tidak dianjurkan. (11)
d. Magnesium Sulfat
Pemberian magnesium sulfat sebelum kelahiran preterm dapat menurunkan
insiden kematian dan cerebral palsy. Keuntungan tersebut akan didapatkan
jika diberikan sebelum usia kehamilan 32 minggu pada kehamilan tunggal
maupun multipel.(11)
e. Cerclage
Jika dilakukan pada kehamilan ganda atau triplet tanpa riwayat insufisiensi
serviks, tidak akan memberikan keuntungan. Terlebih, jika dilakukan pada
pada kehamilan ganda yang sudah terdeteksi serviks pendek, akan
meningkatkan kemungkinan lahir preterm spontan dua kali lipat. Cervical
cerclage pada kehamilan multifetal sebaiknya dihindari.(11)

Penanganan dalam persalinan(5)


Mengingat banyaknya komplikasi kehamilan dan persalinan kembar, maka
diperlukan perhatian khusus. Rekomendasi untuk penatalaksanaan intrapartum
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Tersedia tenaga profesional yang senantiasa mendampingi proses
persalinan dan memonitor keadaan janin.
2. Tersedia produk darah untuk transfusi.
3. Terpasang akses intravena.
4. Pemberian ampisilin 2 g setiap 6 jam bila terjadi persalinan prematur
untuk mencegah infeksi neonatus.
5. Tersedia obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian janin
intrauterin dan melakukan manipulasi intrauterin.
6. Jika memungkinkan tersedia mesin ultrasonografi.
7. Ada dokter anestesi yang dapat segera dipanggil bila dibutuhkan.
8. Ada tenaga terlatih untuk melakukan resusitasi neonatus.
9. Tempat persalinan cukup luas agar memungkinkan anggota tim bekerja
secara efektif.
Presentasi dan posisi (5)
Pada kehamilan kembar, harus dapat menghadapi semua kombinasi presentasi
janin. Presentasi janin yang paling sering adalah kepala-kepala (42%), kepala-
bokong (27%), sisanya kepala-lintang (18%), bokong-bokong (5%) dan lain-lain
(8%). Penting diketahui bahwa posisi ini selain kepala-kepala adalah tidak stabil
sebelum dan selama proses persalinan.
Jika presentasi janin adalah kepala-kepala dan tidak ada komplikasi, dapat
dilakukan partus pervaginam. Jika presentasi janin kepala-bokong, janin pertama
dapat partus pervaginam dan pada janin kedua dapat dilakukan versi luar sehingga
presentasinya menjadi kepala kemudian dilakukan partus pervaginam atau
dilakukan persalinan sungsang. Jika pada presentasi janin pertama bukan kepala,
kedua janin dilahirkan per abdominam.
Induksi persalinan(5)
Usia kehamilan kembar biasanya berlangsung lebih singkat. Keadaan seperti
ketuban pecah dini, persalinan yang tidak maju dengan atau tanpa ketuban pecah
dapat terjadi juga pada kehamilan kembar. Oleh karena itu diperlukan induksi
persalinan. Kehamilan kembar bukan merupakan kontraindikasi untuk
dilakukannya induksi persalinan asalkan memenuhi syarat-syarat induksi.
Proses persalinan (5)
Kala I diperlakukan seperti biasa bila bayi I letaknya memanjang. Karena
sebagian besar persalinan kembar bersalin prematur, maka pemakaian sedativa
perlu dibatasi. Episiotomi mediolateral dikerjakan untuk memperpendek kala II
dan mengurangi tekanan pada kepala bayi.
Setelah bayi I lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar dan vaginal untuk
mengetahui letak dan keadaan janin II. Bila janin dalam letak memanjang, selaput
ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan-lahan untuk
menghindarkan prolaps funikuli. Ibu dianjurkan meneran atau dilakukan tekanan
terkendali pada fundus uteri, agar bagian bawah janin masuk dalam panggul. Janin
II turun dengan cepat sampai ke dasar panggul dan lahir spontan karena jalan lahir
telah dilalui bayi I.
Bila janin II dalam letak lintang, denyut jantung janin tidak teratur, terjadi
prolaps funikuli, solusio plasenta, atau persalinan spontan tidak terjadi dalam 15
menit, maka janin perlu dilahirkan dengan tindakan obstetrik karena risiko akan
meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam hal letak lintang dicoba untuk
mengadakan versi luar dan bila tidak berhasil, maka segera dilakukan versi-
ekstraksi tanpa narkosis. Pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan
ekstraksi cunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada letak sungsang. Seksio
sesaria pada kehamilan kembar dilakukan atas indikasi janin I dalam letak lintang,
prolaps funikuli, dan plasenta previa.
Masuknya dua bagian besar II janin dalam panggul sangat luas. Kesulitan ini
dapat diatasi dengan mendorong kepala atau bokong yang belum masuk benar
dalam rongga panggul ke atas untuk memungkinkan janin yang lain lahir lebih
dulu.
Kesulitan lain yang mungkin terjadi ialah interlocking, dalam hal ini janin I
dalam letak sungsang dan janin II dalam presentasi kepala. Setelah bokong lahir,
dagu janin I tersangkut pada leher dan dagu janin II. Bila keadaan ini tidak dapat
dilepaskan, dilakukanlah dekapitasi atau seksio sesaria menurut keadaan janin.
Segera setelah bayi II lahir, ibu disuntik oksitosin 10 IU, dan tinggi fundus
uteri diawasi. Bila tampak tanda-tanda plasenta lepas, maka plasenta dilahirkan
dan diberi 0,2 mg methergin i.v. Kala IV diawasi secara cermat dan cukup lama,
agar
perdarahan post partum dapat diketahui dini dan penanggulangannya dilakukan
segera.
Interval kelahiran(16)
Tenggang waktu antara lahirnya bayi I dan bayi II antara 5 sampai 15 menit,
dengan waktu rata-rata 11 menit. Kelahiran bayi II kurang dari 5 menit setelah
bayi I lahir, dengan tindakan yang cepat ini dapat menimbulkan trauma persalinan
pada bayi. 73% kelahiran bayi kembar dengan jarak 30 menit akan menimbulkan
tanda- tanda fetal distress. Sebaiknya interval waktu bayi I dan bayi II tidak
melebihi 20 menit.
2.2 Akselerasi persalinan / Augmentation of labour
1. Definisi
Berbeda dengan induksi, akselerasi persalinan merupakan tindakan yang
dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu, untuk menstimulasi uterus
dalam persalinan untuk meningkatkan frekuensi, durasi dan kekuatan dari
kontraksi. Induksi merupakan tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
sehingga dapat menstimulasi uterus untuk memulai persalinan.(13,14) Kecepatan
dilatasi serviks pada fase aktif adalah 0.5 - 1 cm per jam, jika kurang dari itu dapat
disebut sebagai proses persalinan yang lambat (12).
Augmentasi didefinisikan sebagai stimulasi kontraksi uterus saat kontraksi
spontan gagal untuk menimbulkan dilatasi serviks yang progresif atau penurunan
janin. (15)
2. Indikasi
Indikasi dari tindakan akselerasi persalinan secara umum adalah distosia.
Distosia didefinisikan sebagai persalinan abnormal yang disebabkan oleh
abnormalitas dari power (kontraksi uterus atau kekuatan mengejan ibu),
passenger (posisi, ukuran dan presentasi dari janin) atau passage (pelvis atau
jaringan lunak). Penegakkan diagnosis distosia secara tepat jarang dilakukan,
istilah yang lebih sering digunakan adalah “failure to progress”. Jika pola
kontraksi yang sudah adekuat tidak berhasil untuk menyebabkan penipisan dan
dilatasi serviks, maka disebut sebagai functional dystocia. (15)
Kehamilan kembar atau gemelli bukan merupakan kontraindikasi dengan
akselerasi persalinan, tetapi pada persalinan ini dibutuhkan perhatian lebih.
Kehamilan gemelli tidak memiliki dampak negatif pada efektifitas dan efikasi dari
penggunaan oksitosin untuk menstimulasi persalinan. Pada sebuah penelitian yang
membandingkan penggunaan oksitosin pada persalinan tunggal dengan gemelli,
disebutkan tidak terdapat perbedaan dosis maksimal, interval waktu untuk
menginisiasi kelahiran dan tingkat kesuksesan. Persalinan pada kehamilan gemelli
pada nulipara maupun multipara menunjukkan perkembangan fase aktif yang

lambat(15, 16)
3. Kontraindikasi
Kontraindikasi akselerasi persalinan sama dengan kontraindikasi pada induksi
persalinan, seperti plasenta previa, presentasi tali pusat, riwayat insisi uterus
sebelumnya, infeksi herpes genital, deformitas struktur pelvis atau kanker serviks
invasif.(15)
4. Metode Akselerasi Persalinan dengan Oksitosin
Pemberian oksitosin sebaiknya diobservasi dengan ketat, kontraksi yang
diharapkan adalah 3 kontraksi dalam 10 menit dengan durasi >40 detik dengan
relaksasi diantara kontraksi uterus. Jika pola kontraksi yang diinginkan sudah
didapatkan, pertahankan, serta pantau tekanan darah, nadi, kontraksi uterus serta
denyut jantung janin.(17)
Pemberian oksitosin dapat dimulai dengan pemberian 2,5 U dalam 500 mL
dextrose atau normal saline, dosis maksimal yang dapat diberikan adalah 30
mU/menit (180 mL per jam). Berikut tabel cara pemberian dosis oksitosin:(17)
Tabel 1. Kecepatan infus oksitosin. (1 mL = ~20 tetes)(17)
Observasi ketat ibu dan janin selama pemberian oksitosin, jika terjadi
hiperstimulasi, dimana durasi kontraksi lebih dari 60 detik atau terdapat lebih dari
4 kontraksi dalam 10 menit, oksitosin harus dihentikan dan segera berikan
tokolitik. Jika tidak segera didapatkan 3 kontraksi dalam 10 menit, konsentrasi
oksitosin dapat ditingkatkan menjadi 5 Unit dalam 500 mL NS/Dextrose dengan
kecepatan 30 tpm, dan dapat ditingkatkan menjadi 10 tpm setiap 30 menit sampai
tujuan kontraksi tercapai.(17)
2.3 Preeklampsia
1. Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.(18)
2. Epidemiologi
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%) dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus
preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara
maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3 - 6%, sedangkan di
Negara berkembang adalah 1,8 - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri
adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.(18)
3. Etiologi(1)
Faktor risiko terjadinya preeklampsia
Mekanisme yang diperkirakan dapat menyebabkan preeklampsia:
1. Invasi abnormal trofoblas
Pada preeklampsia, invasi trofoblas tidak berjalan sempurna. Invasi
trofoblas pada preeklampsia sangat dangkal, hanya pembuluh darah
desidua yang dilapisi trofoblas endovaskuler. Trofoblas tidak mencapai
pembuluh darah pada miometrium, sehingga arteriola di miometrium tidak
kehilangan lapisan endotel dan jaringan muskulus elastis maka arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan
diameter arteri spiralis pada preeklampsia hanya setengah dari pembuluh
darah plasenta normal. Besarnya invasi trofoblas yang tak sempurna ke
arteri spiralis berkorelasi dengan beratnya hipertensi.
Dari mikroskop elektron plasenta, perubahan preeklamsia dini
meliputi kerusakan endotel, insudasi konstituen plasma ke dalam dinding
pembuluh darah, proliferasi sel miointimal, dan nekrosis medial.
Akumulasi lipid di sel miointimal dan makrofag sebagai aterosis. Temuan
ini lebih sering terjadi pada plasenta dari wanita yang didiagnosis dengan
preeklamsia sebelum usia kehamilan 34 minggu. Atherosis vaskular
plasenta akut juga dapat mengidentifikasi sekelompok wanita yang
berisiko lebih besar mengalami aterosklerosis di kemudian hari dan
penyakit kardiovaskular. Pada kehamilan, lumen arteriol spiral yang
menyempit secara tidak normal
kemungkinan besar mengganggu aliran darah plasenta. Perfusi berkurang
dan lingkungan sekitar yang hipoksia akhirnya menyebabkan pelepasan
debris plasenta atau mikropartikel. Pada titik ini, perubahan ini memicu
respons inflamasi sistemik, yang merupakan tahap 2 dari sindrom
preeklamsia. Plasenta yang kurang baik diduga dapat menyebabkan wanita
yang rentan akan mengalami hipertensi gestasional, sindrom preeklamsia,
persalinan prematur, janin dengan hambatan pertumbuhan, dan/atau
solusio plasenta di kemudian hari.

Gambar 6. Representasi skematis dari implantasi plasenta


normal menunjukkan proliferasi trofoblas ekstravili dari vili
penahan
2. Faktor imunologi
Hilangnya toleransi imun ibu terhadap antigen plasenta dan janin yang
diturunkan dari paternal adalah teori lain yang dapat dikutip untuk
preeklamsia. Tentu saja, perubahan histologis pada bagian plasenta ibu
menunjukkan penolakan akut.

Data inferensial juga menunjukkan bahwa preeklamsia adalah


gangguan yang dimediasi oleh imun. Misalnya, risiko preeklamsia sangat
meningkat pada keadaan dimana pembentukan antibodi penghambat ke
situs antigenik plasenta mungkin terganggu. Dalam skenario ini,
kehamilan pertama beresiko lebih tinggi. Disregulasi toleransi mungkin
juga dapat menjelaskan risiko yang meningkat ketika beban antigen
paternal
meningkat, yaitu dengan dua set kromosom paternal- sebuah "dosis
ganda". Yakni, wanita dengan kehamilan mola memiliki kejadian
preeklampsia onset dini yang tinggi. Wanita dengan janin yang memiliki
trisomi 13 juga memiliki 30 hingga 40 persen insidensi preeklampsia.

3. Aktivasi sel endotel

Perubahan inflamatoris diyakini sebagai kelanjutan dari perubahan


tahap 1. Menanggapi iskemia atau pemicu penyebab lainnya, faktor
plasenta dilepaskan dan memulai rangkaian kaskade. Dengan demikian,
faktor antiangiogenik, metabolik dan mediator leukosit inflamasi lainnya
dianggap memicu cedera sel endotelial sistemik, yang secara sinonim
dikaitkan dengan aktivasi atau disfungsi sel endotelial.

Disfungsi sel endotel dapat terjadi akibat keadaan leukosit yang


teraktivasi secara ekstrim dalam sirkulasi maternal. Secara singkat, sitokin
seperti tumor necrosis factor-a (TNF-a) dan interleukin dapat berkontribusi
pada stres oksidatif sistemik yang berhubungan dengan preeklamsia. Ini
ditandai dengan spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang
menyebabkan pembentukan peroksida lipid yang menyebar dengan
sendirinya. Peroksida ini pada gilirannya akan menghasilkan radikal toksik
yang melukai sel endothelial vaskular sistemik, memodifikasi produksi
oksida nitrat oleh sel ini, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin.
Konsekuensi lain dari stres oksidatif termasuk produksi lipid-laden
macrophage foam cells yang terlihat pada aterosis plasenta, aktivasi
koagulasi mikrovaskular sistemik yang dimanifestasikan oleh
trombositopenia, dan permeabilitas kapiler sistemik yang lebih besar yang
disebabkan oleh edema dan proteinuria.

4. Teori genetik
Preeklamsia tampaknya merupakan kelainan poligenik multifaktorial.
Dalam satu penelitian terhadap hampir 1, 2 juta kelahiran Swedia,
hubungan
genetik untuk hipertensi gestasional dan preeklampsia ditemukan. Ward
dan Taylor (2015) mengutip incident risk untuk preeklamsia sebesar 20–
40% untuk anak perempuan dari ibu preeklampsia, 11–37% untuk saudara
perempuan dari wanita preeklamsia, dan 22–47% untuk anak kembar.
Faktor etno rasial sangatlah penting, terbukti dengan tingginya kejadian
preeklamsia pada wanita Afrika-Amerika. Mungkin saja wanita Latin
memiliki insiden yang lebih rendah karena interaksi Gen ras Indian dan
kulit putih Amerika.

Predisposisi herediter untuk preeklamsia kemungkinan besar berasal


dari interaksi ratusan gen yang diwariskan baik dari ibu maupun ayah -
yang mengontrol berbagai fungsi enzimatik dan metabolisme di seluruh
sistem organ. Faktor yang diturunkan dari plasma dapat memicu beberapa
gen pada preeklamsia. Dengan demikian, manifestasi klinis pada wanita
tertentu dengan sindrom preeklamsia akan menempati suatu spektrum.
Dalam hal ini, ekspresi fenotipik akan berbeda di antara genotipe yang
serupa tergantung pada interaksi dengan komponen lingkungan.

Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama(20):


a. Anamnesis
1) Umur >40 tahun
2) Nulipara
3) Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
4) Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
5) Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
6) Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
7) Kehamilan multiple
8) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
9) Hipertensi kronik
10) Penyakit ginjal
11) Sindrom antifosfolipid (APS)
12) Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
13) Obesitas sebelum hamil
b. Pemeriksaan Fisik
1) Indeks masa tubuh >35
2) Tekanan darah diastolik >80 mmHg
3) Proteinuria (dipstick >+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam
atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam)
Faktor risiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam melakukan
penilaian risiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Berdasarkan
hasil penelitian dan panduan Internasional terbaru kami membagi dua
bagian besar faktor risiko yaitu risiko tinggi / mayor dan risiko tambahan /
minor, yaitu :

a. Risiko Tinggi
1) Riwayat preeklampsia
2) Kehamilan multiple
3) Hipertensi kronis
4) Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
5) Penyakit ginjal
6) Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus
erythematous, antiphospholipid syndrome)
b. Risiko Sedang
1) Nulipara
2) Obesitas (Indeks massa tubuh >30 kg/m2)
3) Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan
4) Usia ≥ 35 tahun
5) Riwayat khusus pasien (interval kehamilan >10 tahun)

4. Diagnosa Preeklampsi(18)
Berdasarkan PNPK Diagnosis dan Tatalaksana PreEklampsia tahun 2016,
preeklampsia sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan
proteinuria yang baru terjadi saat kehamilan. Meskipun kedua kriteria ini masih
menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya
hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria.
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

A. Penegakan Diagnosis Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90


mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Mat
tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, namun apabila tidak
tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang
sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah
menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.

Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk


tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah
pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat
dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff
V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga
senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.
Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus
dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang
tertinggi.

B.Penegakkan Diganosis Proteinuria

Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24


jam atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. 6,7
Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor,
termasuk jumlah urin. Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan kadar protein
kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2
berkisar 700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif
palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif
palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan
pembersih, dan urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society for the
Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan
oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa
pemeriksaan proteinuria dipstick hanya dapat digunakan sebagai tes skrining
dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding rasio
protein banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan Côte dkk
disimpulkan bahwa pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat
memprediksi proteinuria dengan lebih baik.

C.Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin
tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :
a. Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
b. Proteinuria : protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick
> positif 1
c. Trombositopenia : trombosit <100.000/ microliter
d. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
e. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
f. Edema paru
g. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
h. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : oligohidramnion, fetal growth restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

5. Tatalaksana(18)
a. Manajemen Ekspektatif atau Aktif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatus serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan
kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio
sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan,
serta mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin,
necrotizing enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta lama
perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada manajemen ekspektatif,
namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak.
Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat napas,
perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian neonatal.
Rekomendasi perawatan ekspektatif pada preeklampsia tanpa gejala berat
berdasarkan PNPK Preeklampsia tahun 2016 adalah sebagai berikut:
a) Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu dengan evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat
b) Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat
c) Evaluasi ketat yang dilakukan adalah :
1. Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
2. Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
3. Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
4. Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
dalam seminggu)
5. Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
doppler velocimetry terhadap arteri umbilical direkomendasikan

Gambar 7. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat


b. Antihipertensi(18, 19, 20)
Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan -
sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih
kontroversial. European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg atau diastolik
≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional (dengan atau tanpa
proteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi
dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa pun.
Pada keadaan yang lain, pemberian antihipertensi direkomendasikan bila
tekanan darah ≥ 150/95 mmHg.
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik <
110 mmHg. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral
short acting, hidralazine dan labetalol parenteral. Alternatif pemberian
antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol. Dapat
diberikan.
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik <
110 mmHg. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral
short acting, hidralazine dan labetalol parenteral. Alternatif pemberian
antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol. Dapat
diberikan:
a) Calcium Channel Blocker
1) Nifedipine
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah
digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm
(tokolisis) dan sebagai antihipertensi. Nifedipin dapat menurunkan
perfusi dari uteroplacental. Selain itu, berperan sebagai vasodilator
arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, serta
meningkatkan produksi urin. Regimen yang direkomendasikan adalah
10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis
maksimum 30 mg (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi
penurunan MABP
<20%. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena dapat
menyebabkan hipoperfusi pada ibu dan janin
2) Nikardipine
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral, yang mulai
bekerja setelah 10 menit pemberian dan menurunkan tekanan darah
dengan efektif dalam 20 menit (lama kerja 4 -6 jam). Merupakan lini
kedua yang dapat diberikan jika pada setelah nifedipine dan
methyldopa
tidak ada perubahan atau diberikan bila tekanan darah ≥180/110
mmHg atau pada hipertensi emergensi. Efek samping pemberian
nikardipin tersering yang dilaporkan adalah sakit kepala. Dosis awal
nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5 mg/jam, dan dapat
dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau
hingga penurunan tekanan arterial rata –rata sebesar 25% tercapai.
Kemudian dosis dapat dikurangi dan disesuaikan sesuai dengan
respon.
b) Methyldopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960,
metildopa mempunyai safety margin yang luas (paling aman).
Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem saraf pusat, namun
juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus
simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan
aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu
antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi
postural, anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3
kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal
dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam
sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan
metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum
1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui
plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.
Beberapa rekomendasi dalam menangani preeklampsia ataupun hipertensi
dalam kehamilan:(18)
1. Pemantauan ketat pada pasien hipertensi gestasional atau preeklampsia tanpa
perburukan, dengan penilaian serial gejala ibu dan gerakan janin (setiap hari
oleh pasien), pengukuran serial tekanan darah (dua kali seminggu), serta
penilaian jumlah trombosit dan enzim hati (mingguan)
2. Untuk pasien hipertensi gestasional, pemantauan tekanan darah setidaknya
sekali seminggu dengan penilaian proteinuria
3. Untuk pasien hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan tekanan
darah terus-menerus kurang dari 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik, obat antihipertensi tidak disarankan.
4. Pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia tanpa tanda perburukan tidak
perlu tirah baring.
5. Untuk pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, USG disarankan untuk
menilai pertumbuhan janin dan uji antenatal untuk menilai status janin.
6. Jika terdapat tanda bukti pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan penilaian
fetoplasenta yang mencakup velocimetry arteri Doppler sebagai uji antenatal
tambahan.
7. Untuk pasien preeklampsia dengan tekanan darah sistolik kurang dari 160
mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg dan tanpa gejala, magnesium
sulfat untuk pencegahan eklampsia tidak disarankan.
8. Untuk pasien preeklampsia berat pada atau di luar 34 minggu lengkap
kehamilan, dan pada kondisi ibu atau janin tidak stabil terlepas dari usia
kehamilan, dianjurkan persalinan setelah stabilisasi ibu.
9. Untuk pasien preeklampsia berat kurang dari 34 minggu lengkap kehamilan
dengan kondisi ibu dan janin stabil, dianjurkan kehamilan dilanjutkan,
persalinan hanya pada fasilitas perawatan intensif ibu dan bayi yang
memadai.
10. Untuk pasien preeklampsia berat, manajemen konservatif kehamilan pada 34
minggu atau kurang dari usia kehamilan, kortikosteroid dianjurkan untuk
kematangan paru janin.
11. Untuk pasien preeklampsia dengan hipertensi berat selama kehamilan (sistolik
tekanan darah minimal 160 mmHg atau diastolik minimal 110 mmHg
berkelanjutan), dianjurkan terapi antihipertensi.
12. Untuk pasien preeklampsia, keputusan terminasi kehamilan tidak harus
didasarkan pada jumlah proteinuria atau perubahan jumlah proteinuria.
13. Untuk pasien preeklampsia berat dan janin belum viable, terminasi
kehamilan dianjurkan setelah stabilisasi ibu. Manajemen konservatif
kehamilan tidak dianjurkan.
14. Kortikosteroid disarankan diberikan dan terminasi kehamilan ditangguhkan
selama 48 jam jika kondisi ibu dan janin tetap stabil pada pasien preeklamsia
berat dan janin viable di usia kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap
dengan salah satu dari berikut:
a. Ketuban pecah dini preterm
b. In partu
c. Jumlah trombosit rendah (<100.000)
d. Kadar enzim hati abnormal terus-menerus (dua kali atau lebih dari
nilai normal)
e. Pertumbuhan janin terganggu (kurang dari persentil lima)
f. Oligohidramnion berat (AFI <5 cm)
g. Reverse end diastolic pada studi Doppler arteri umbilikalis
h. Onset baru disfungsi ginjal
15. Kortikosteroid disarankan diberikan jika janin viable dan pada usia
kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap, tetapi terminasi kehamilan tidak
dapat ditunda setelah kondisi ibu stabil tanpa memandang usia kehamilan
atau untuk pasien preeklampsia berat yang disertai:
a. Hipertensi berat tak terkendali
b. Eklampsia
c. Edema paru
d. Solusio plasenta
e. Disseminated intravascular coagulation
f. Kematian janin intrapartum
16. Untuk pasien preeklampsia, cara persalinan disarankan tidak perlu sesar.
Cara terminasi kehamilan harus ditentukan oleh usia kehamilan, presentasi
janin, status serviks, dan kondisi janin dan ibu.
17. Untuk pasien preeklampsia berat, dianjurkan administrasi magnesium
sulfat intra- dan post-partum untuk mencegah eklampsia.
18. Untuk pasien preeklampsia yang menjalani sesar, dianjurkan administrasi
intraoperatif magnesium sulfat secara parenteral untuk mencegah eklampsia.
19. Untuk pasien hipertensi gestasional, preeklampsia, atau preeklampsia
superimposed, tekanan darah disarankan dipantau di rumah sakit atau
pengawasan rawat jalan dilakukan minimal 72 jam post-partum, hingga 10
hari pada pasien yang bergejala.
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. A Nama : Tn. H
Umur : 28 Tahun Umur : 33 Tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam Agama : Islam
Golongan darah: A+ Golongan darah :-
Alamat : Serang Baru
No.RM : 193xxx
Tanggal Masuk: 12 November 2020

B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada pasien tanggal 12 November 2020
Keluhan Utama :
Peut dirasakan mulas sejak 7 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
Nyeri perut bagian bawah sejak 6 jam SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien dengan G3P2A0 dengan usia kehamilan 36 minggu datang ke
poli kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi untuk kontrol post rawat, saat di
poli dilakukan USG, di temukan kepala bayi I sudah memasuki pintu atas
panggul, serta bayi II letak sungsang. Selain itu, pasien merasakan keluhan
perut terasa mulas sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Mulas
dirasakan lebih sering dan lebih kuat pada 4 jam SMRS, selain itu pasien
juga merasakan nyeri perut bagian bawah sejak 6 jam SMRS, gerakan bayi
dirasakan aktif. Pasien juga merasakan pusing. Keluhan keluar air-air atau
darah dari jalan lahir disangkal. Pasien menyangkal adanya sakit kepala,
pandangan mata kabur, mual, muntah dan nyeri ulu hati. Pada tanggal
6/11/2020 pasien sempat dirawat selama 3 hari dengan diagnosa G3P2A0
h 33-34 minggu dengan prematur kontraksi dan gemelli serta PEB, dengan
hasil pemeriksaan penunjang awal masuk proteinurin +2 serta tensi
160/110
mmHg. Selama masa rawat inap pasien mendapatkan terapi Dexametason,
MgSO4, amlodipin serta metildopa. Pasien keluar rawat dengan proteinuri
negatif serta tensi 139/89 mmHg.
Riwayat penyakit dahulu :
Post rawat G3P2A0 h 33-34 minggu gemelli dan prematur kontraksi serta
PEB 3 hari SMRS. Hipertensi, kencing manis, jantung, paru, asma, alergi
disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat kelahiran bayi kembar pada keluarga suami (+). Hipertensi,
kencing manis, jantung, paru, asma, alergi disangkal.
Riwayat menstruasi :
● Haid pertama : usia 13 tahun
● Siklus Haid : teratur
● Lama Haid : 7 hari
Riwayat pernikahan :
● Menikah 1 kali
● Usia pertama kali menikah 21 tahun
Riwayat KB :
Memakai KB suntik 3 bulan selama 1 tahun tetapi tidak suntik secara rutin
Riwayat Obstetri:
● Paritas : G3P2 A0 AH: 2
● HPHT : 05 Maret 2020
● HPL : 12 Desember 2021
● Usia kehamilan : 36 minggu
Riwayat Persalinan:
Tgl/T Temp Umur Jenis An Keadaa
N h at Penolon Penyul ak Nifa n
o Kehamil Persalin g it s
J B P
Partu Partu an an Anak
K B B
s s
( (c
g m
r) )
1. 2014 Klinik 9 bulan Spontan Bidan - P 2, lu T.A. Hidup
r 9 pa K
2 2015 RS 9 bulan Induksi Bidan - P 2, lu T.A. Hidup
r 7 pa K
3. Hamil ini

Catatan penting selama asuhan antenatal :


1. Trimester 1: 3 kali kontrol
2. Trimester 2: 3 kali kontrol
3. Trimester 3: 3 kali kontrol

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 106 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Pernafasan : 20 x/menit
Mata :
:
Paru
:
Jantung
:
Abdomen
:
Ekstremitas
{dbn}
{dbn}
2. Status obstetri
1. Pemeriksaan luar
TFU : 34 cm
TBJ klinis : TFU – n x 155 ✇ (34 – 12) x 155 = 3410
Letak Anak I : Kepala, puki
Letak Anak II : Bokong, puka
His : 3x /10 menit, lama His 40 detik
DJJ I Puki : 137 x/menit, reguler
DJJ II Puka : 156 x/menit, reguler
2. Inspekulo : Tidak dilakukan
3. Pemeriksaan dalam
Vulva : Tidak ada kelainan
Vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Tipis, lunak
Pembukaan : 6 cm
Ketuban :-
Presentasi : Kepala H 2
3. Pemeriksaan Laboratorium
12 November 2020
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Urinalisa
Protein Urin Kualitatif Positif 1 Negatif

D. DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0 Gravida 36 minggu inpartu kala I aktif dengan Gemelli dan
Preeklampsi Ringan

E. RENCANA PENATALAKSANAAN
● Rawat inap
● Observasi KU, TTV, DJJ
● Observasi kemajuan persalinan
● Infus RL 20 TPM
● Dopamet 3x500 mg
● Drip Oxitocin

F. PROGNOSIS
● Ad vitam : Dubia ad bonam
● Ad functionam : Dubia ad bonam
● Ad sanactionam : Dubia ad bonam

G. LAPORAN PERSALINAN
Kala I Fase aktif
Pemantauan
TD N R S HIS DJJ I/II Ket
persalinan
12/11/2020 138/89 95 20 36.7 3x dalam 10 128/14 V/V: tak
menit, durasi 2 Portio: tebal, lunak
11.30 Pembukaan: 6 cm
30-40 detik
Bagian terendah:
Kepala, UUK station 2
14.30 132/80 92 20 36.0 3x dalam 10 125/13 V/V: tak
menit, durasi 8 Portio: tipis, lunak
30-40 detik Pembukaan: 6-7 cm
Bagian terendah:
Kepala, UUK station 2
Drip Oksitosin
17.30 130/73 90 20 36.4 3x dalam 10 125/14 V/V: tak
menit, durasi 0 Portio: tipis, lunak
>40 detik Pembukaan: 7 cm
Bagian terendah:
Kepala, UUK station 2
18.50 4x dalam 10 125/13 V/V: tak
menit, durasi 0 Portio: tidak teraba
>40 detik Pembukaan: lengkap
Ketuban: tak utuh
Bagian terendah:
Kepala, UUK station
+1, pasien dipimpin
mengedan

Kala II

Kala II dimulai pada 18.50

Episiotomi tidak dilakukan, tidak ada distosia bahu, tanda-tanda vital ibu dalam
batas normal.

Tanggal 12 November 2020 pukul 18.50 lahir bayi I pervaginam induksi,


dengan:

● Jenis kelamin: laki-laki


● Apgar score: 8/9
● Berat badan: 2470 gram
● Panjang badan: 47 cm

Pukul 18.53 lahir bayi II pervaginam letak sungsang dengan:

● Jenis kelamin: laki-laki


● Apgar score: 6/7
● Berat badan: 1840 gram
● Panjang badan: 42 cm

Kala III

● Lama kala III 5 menit


● Pemberian oksitosin 10 U IM
● Penegangan tali pusat terkendali
● Masase fundus uteri
● Plasenta lahir lengkap
● Terdapat laserasi perineum derajat 2
● Jumlah perdarahan 150 cc
Kala IV
Pada pemantauan Jam ke-1 Pada pemantauan Jam ke-2
TDS berkisar: 150-155 mmHg / TDS berkisar: 147-150 mmHg /
TDD berkisar 90-100 mmHg TDD berkisar 90-100 mmHg
Fundus setinggi 2 jari dibawah pusat Fundus setinggi 2 jari dibawah
pusat

H. FOLLOW UP
Ruang Nifas
Tanggal
dan jam Temuan Klinis dan Penatalaksanaan
pemeriksaan
13-08-2020 S: pusing (-), nyeri luka jahitan (+)
O: KU: baik
Kesadaran : compos mentis
TD : 137/89 mmHg
Nadi : 127 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
TFU: 2 jari dibawah umbilikus
A: P4A0 post partum dengan Gemelli dan PER
P: IVFD RL 20 tpm
Dopamet 250 mg 2x1 oral
Sulfate ferrous 1 tab 2x1 oral
Cefadroxil 500 mg 3x1 oral
Paractetamol 500 mg 3x1 oral
14-08-2020 S: nyeri luka jahitan (+)
O: KU: baik
Kesadaran : compos mentis
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,4oC
TFU: 2 jari dibawah umbilikus
Proteinuri negatif
A: P4A0 post partum dengan Gemelli dan PER
P: IVFD RL 20 tpm
Dopamet 250 mg 2x1 oral
Sulfate ferrous 1 tab 2x1 oral
Cefadroxil 500 mg 3x1 oral
Paractetamol 500 mg 3x1 oral
I. Diagnosa Akhir
P4A0 Partus Prematurus Gravida 35-36 Minggu Spontan dengan
Akselerasi Persalinan, Gemelli Anak I Letak Kepala, Anak II Letak
Sungsang dan Preeklampsia
BAB IV
ANALISA KASUS

1) Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?


P4A0 Partus Preaturus Spontan dengan Augmentasi Oksitosin, Gemelli
anak I letak kepala anak II letak sungsang dan preeklampsi
● P4A0 Partus Prematurus Spontan dengan Augmentasi Oksitosin
Gemelli anak I letak kepala anak II letak sungsang
Dari anamnesa pasien mengaku hamil anak ketiga dengan riwayat
sudah melahirkan 2 kali dan tidak ada riwayat keguguran. Pada saat kala
I aktif pasien diberikan augmentasi Oksitosin sebanyak 5 IU. Pasien
melahirkan dua anak kembar secara spontan. Pada proses melahirkan
anak I terlahir dengan letak kepala serta anak II lahir dengan letak
sungsang.
● Gravida 35-36 minggu
Pasien sudah melahirkan 4 anak, pada kelahiran ini pasien melahirkan
2 anak kembar pada usia kehamilan 36 minggu dihitung dari HPHT 5
Maret 2020 dan tanggal datang ke RS 12 November 2020. Kelahiran
preterm diartikan sebagai kelahiran bayi hidup sebelum 37 minggu(1).
Kehamilan multifetal menjadi salah satu faktor risiko kelahiran preterm,
hal ini disebabkan oleh distensi uterus berlebih yang menyebabkan
kontraksi miometrium(1,5,7).
● Akselerasi Persalinan
Pada pasien ini dilakukan akselerasi persalinan dengan pemberian
oksitosin sebanyak 5 UI dalam 500 mL RL pada pukul 14.30 setelah
tidak ada kemajuan pembukaan selama 3 jam. Akselerasi persalinan/
augmentation of labour merupakan tindakan untuk wanita hamil yang
sudah inpartu, tetapi kontraksi uterus tidak berhasil meningkatkan dilatasi
serviks maupun penurunan bagian terbawah bayi(15). Pada kehamilan
ganda persalinan fase aktif terjadi lebih lama pada nulipara maupun
multipara(15, 16)
. Indikasi dilakukannya akselerasi persalinan adalah
distosia atau persalinan lama, dilatasi serviks kurang dari 0.5-1 cm per
jam
(12)
disebut persalinan lama . Pemberian oksitosin sebagai akselerasi
persalinan kehamilan ganda tidak menjadi kontraindikasi, dan tidak
memiliki efektifitas negatif jika dibandingkan dengan penggunaan
oksitosin pada akselerasi kehamilan tunggal (15,16).
● Gemelli
Faktor risiko terjadinya kehamilan gemelli/kehamilan multifetus
adalah riwayat kehamilan gemelli pada orang tua, riwayat dapat terjadi
pada kedua pihak orang tua yang kemudian diekspresikan pada sisi ibu
(4)
. Pada kasus ini riwayat kehamilan gemelli terdapat pada sisi ayah.
Pada pemeriksaan fisik kehamilan gemelli didapatkan adanya tinggi
fundus yang lebih besar dibandingkan TFU pada kehamilan tunggal
(5)
dengan usia kehamilan yang sama . Pada kasus ini TFU ibu 34 cm
dengan usia kehamilan 36 minggu, pada kehamilan tunggal dengan usia
kehamilan serupa TFU didapatkan 32 cm. Selain itu pada status obstetri,
pada palpasi akan teraba 3 bagian besar atau lebih dan akan terdengar 2
(5)
bunyi jantung pada 2 tempat . Pada ibu ini saat palpasi didapatkan
punggung anak I pada bagian kiri perut ibu, serta punggung anak II di
bagian kanan perut ibu dan bokong anak II.
● Anak I letak Kepala Anak II Letak Sungsang
Presentasi janin pada kehamilan gemelli paling sering adalah kepala-
kepala (42%), kepala-bokong (27%), sisanya kepala-lintang (18%),
(1)
bokong-bokong (5%) dan lain-lain (8%) . Pada kasus ini didapatkan
anak I letak kepala sedangkan anak II letak sungsang.
● Preeklampsia
Pada pasien dengan preeklampsia, didapatkan keluhan nyeri kepala,
nyeri epigastrium, gangguan penglihatan serta edema tungkai (19). Kriteria
minimal preeklampsia adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik, serta proteinurin melebihi positif
(18)
1 . Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan sakit kepala, lalu
pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 150/100 mmHg serta pada
pemeriksaan urin, didapatkan proteinurin positif 1 (+1). Pasien tidak
mengeluhkan nyeri ulu hati, penglihatan terganggu maupun edema
tungkai.
Tingkat insidensi terjadinya hipertensi kehamilan pada wanita yang
(1)
kehamilan ganda meningkat 20% pada satu penelitian . Frekuensi
preeklampsia dan eklampsia dilaporkan lebih sering pada kehamilan
kembar. Hal ini disebabkan oleh keregangan uterus yang berlebihan
(19)
dapat menyebabkan iskemia uteri . Pada pasien ini, faktor resiko
terjadinya preeklampsia adalah kehamilan ganda (gemelli).

2) Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?


Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat atau tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting,
hidralizine dan labetalol parenteral. Regimen yang direkomendasikan adalah
10 mg oral diulang tiap 15-30 menit dengan dosis maksimum 30 mg.
Metildopa memiliki safety margin yang luas, dan dapat menurunkan tekanan
darah dengan cara bekerja pada sistem saraf pusat serta memiliki efek perifer
(18)
yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri . Pada
kasus ini ibu mendapatkan terapi dengan metildopa 500 mg.
Kelahiran preterm pada kehamilan ganda secara direkomendasikan untuk
diberikan kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid terbukti menguntungkan
pada kehamilan tunggal, dibutuhkan penelitian lebih lanjut pada kehamilan
ganda, namun pada pemberian kortikosteroid antenatal dapat diberikan sejak
usia kehamilan 23 minggu, tidak melihat jumlah janin. Pemberian
kortikosteroid pada wanita hamil yang beresiko melahirkan preterm
(11)
sebaiknya diberikan 7 hari sebelum terminasi kehamilan . Pada kasus ini,
pasien sempat diberikan Dexametason 7 hari sebelum melahirkan, pasien
diberikan kortikosteroid atas indikasi prematur kontraksi dan preeklampsi
berat, untuk mencegah ketidakmatangan organ pada saat kelahiran bayi.
Oksitosin merupakan hormon yang disekresi hipotalamus, kontraksi dan
frekuensi dari kontraksi uterus tergantung dengan jumlah konsentrasi
oksitosin
dalam plasma darah(8). Penggunaan oksitosin sebagai preinduksi pematangan
serviks dapat memicu kelahiran. Augmentasi oksitosin merupakan komponen
kunci pada manajemen aktif kelahiran. Tujuan pemberian induksi atau
augmentasi oksitosin antara lain untuk menghasilkan perubahan serviks dan
penurunan bagian terbawah janin. Dosis pemberian oksitosin, biasa diberikan
(1)
10 unit (1 ampul- 1 mL) pada 1000 mL kristaloid . Pada kasus ini pasien
diberikan 5 IU oksitosin.
Pemberian antibiotik pada persalinan normal dapat diberikan untuk
mencegah infeksi dari episiotomi ataupun ruptur perineum. Pemberian
antibiotik dapat mengurangi efek endometritis dan infeksi pada ruptur
(22)
perineum maupun episiotomi . Pada pasien ini diberikan antibiotik dan
terjadi laserasi pada perineum derajat 2.
Pemberian zat besi pada wanita 6-12 minggu post partum, dapat
(23)
mengurangi risiko terjadinya anemia . Pada pasien ini diberikan ferrous
sulfate post partum
3) Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
- Quo ad vitam pada pasien ini dubia ad bonam karena setelah pasien partus
kesadaran pasien tidak menurun, tidak ada keluhan lain yang muncul,
tekanan darah menurun dan proteinurin menjadi negatif setelah dua hari
post partum.
- Quo ad functionam pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien sudah
merencanakan untuk KB suntik setelah nifas selesai, fungsi reproduksi
selanjutnya akan direncanakan untuk jauh dari kelahiran ini, menghindari
komplikasi jika jarak kehamilan terlalu dekat.
- Quo ad sanationam pasien ini dubia ad bonam Pada pasien ini memiliki
salah satu faktor risiko untuk terjadinya kehamilan multiple kembali dan
preeklampsi kembali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F Gary, Kennet JL, et al. 2018. Multifetal Pregnancy in William
Obstetrics 25th edition. pp 840-888. McGrawHill Education.
2. Heard, A J., Ronald R M. 2016. Multifetal Pregnancy. Medscape (diakses pada:
26 November 2020 19.00 https://emedicine.medscape.com/article/1618038-
overview)
3. Santana, D S., Fernanda G S., Jose G C. 2018. Multiple Pregnancy:
Epidemiology and Association with Maternal and Perinatal Morbidity. Rev Bras
Ginecol Obstet pp 554-562. Thieme Revinter Publicacoes: Brazil
4. Umstad, Mark P, Lucas C F, et al. 2019. Twins and Twinning in Emery and
Rimon’s Principles and Practice of Medical Genetics and Genomics. pp 387-
414. Elsevier
5. Bush, M C and Martin L P. 2014. Multiple Gestation in Current Diagnosis &
Treatment. McGraw Hill
6. Mochtar R. 2012. Synopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, Jilid I Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
7. Amorosa J M H., Jane C G., Mary E D. 2017. Physiologic Effects of Multiple
Pregnancy on Mother and Fetus in Fetal and neonatal physiology pp 167-176.e2.
Elsevier
8. Nanda, S., and James P Neilson. 2020. Multiple Pregnancy in Oxford textbook
of Obstetrics and Gynaecology. pp 253 – 267. Oxford
9. Bergman, L., Paliz N C., et al. 2020. Multi-Fetal Pregnancy, Preeclampsia and
Long-Term Cardiovascular Disease in Hypertension. pp 167- 175. American
Heart Association.
10. Laine K., Murzakanova G, Sole KB., et al. 2019. Prevalence and risk of pre-
eclampsia and gestational hypertension in twin pregnancies: a population-based
register study. BMJ Open.
11. The American College of Obstetricians and Gynaecologyts. 2016. Multifetal
Gestations: Twin, Triplet, Higher order Multifetal Pregnancies in Practice
Bulletin Vol 128 No 4. Wolters Kluwer.
12. World Health Organization. 2014. WHO recommendations for
augmentation of labour.
13. Wiknjosastro, H., Abdul B S., dan Trijatmo R. 2011. Induksi Persalinan
dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
14. Induction and augmented of labour
15. The American College of Obstetricians and Gynaecologyts. 2013.
Dystocia and augmentation in ACOG Practice Bulletin Vol 102 No. 49. pp
1445- 1455.
16. Yeomans, E. 2017. Delivery of Twin Gestation in Cunningham and
Gilstrap’s Operative Obstetrics 3rd Edition. McGraw Hill
17. World Health Organization. 2018. Induction and augmentation of labour in
Managing Complications in Pregnancy and Childbirth a guide for
midwives and doctors. (diakses pada 1 Desember
2020 20.00 https://hetv.org/resources/reproductive-
health/impac/Procedures/Induction_P17_P25.html#P19%20Oxytocin)
18. POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tata
Laksana Pre-Eklamsia. Himpunan Kedokteran Feto Maternal. [cited 2020
Nov 23]. Available from: https://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-
ppk/
19. Saifuddin, A B., Trijatmo Rachimhadhi. 2016. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
20. Falentin. A, Permadi. W, Wijayanegara H. Panduan Praktik Klinik
Obstetri & Ginekologi. KSM/DEP Obstetri & Ginekologi RSUP Dr.
Hasan Sadikin. Bandung. 2018
21. Liabsuetrakul, T., et al. 2020. Is antibiotic prophylaxis effective or safe for
women undergoing operative vaginal delivery? (diakses pada 3 Desember
2020 10.00 https://www.cochrane.org/CD004455/PREG_ antibiotic-
prophylaxis-effective-or-safe-women-undergoing-operative-vaginal-
delivery)
22. World Health Organization. 2016. Iron Supplementation in postpartum
women. (diakses pada 3 Desember 10.00
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK379990/pdf/Bookshelf_NBK37
9990.pdf)

Anda mungkin juga menyukai