Anda di halaman 1dari 5

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI

ILMU DALAM ISLAM

Oleh
Kelompok : 8

Anggota : NURFAJRIAHTUDDIN (200430059)


Dinia Syangka (200430020)
Rauzatul Afra (200430061)

Dosen Matakuliah : FUADI, S.Ag.,M.Ag

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
B Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu dalam Islam

1. Sumber dan metode Ilmu

Kebidupan agama Islam di panggung sejarah peradaban manusia memulila arti


tersendiri, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan Islam memberi warna khas corak
peradaban yang diwari Romawi Yunani yang pernah berjaya selama satu millenium
sebelumnya Walaupun pada awalnya karakteristik ini tidak mudah bekerja, karena pengaruh
peradaban helenisme yang begitu kuat Namun dalam waktu yang tidak begitu panjang
akhirnya kaum muslimin dapat menanamkan sendiri peran peradabannya yang unik Selama
beberapa abad. Ilmu dalam islam berdasarkan paham kesatupaduan yang merupakan inti
wahyu Allah swt Se bagaimana seni Islam murni yang melahirkan bentuk plastis yang dapat
membuat orang merenungkan keesaan Ilahi.
Tujuan dari semua ilmu dikembangkan berdasarkan Islam salah untuk menunjukkan
kesatupaduan dan saling berhubangaan dari segala yang ada, Dengan merenungkan ke
satupaduan alam orang dapat menuju ke arah keagungan dan keesaan Ilahi.
Turunnya Wahyu Allah swt kepada Nabi Muhammad saw, membawa semangat baru
bagi dunia Ilmu pengetahuan. Ditinjau dan peranan kewahyuan dalam kehidupan manusia,
sebenarnya apa yang terjadi pada diri beliau bukanlah suatu hal yang baru Para nabi Allah
sebelumnya pernah Diutus ke berbagai Generasi manusia
Dalam kurun waktu yang sangat panjang namun keunikan ajaran islam yang dibawa
Nabi Muhammad SAW. Membawa semangat baru memecahkan kebekuan Zaman. Lahirnya
Islam membawa manusia kepada sumber -sumber Pengetahuan lain dengan tujuan baru,
yakni lahirnya tradisi Intelek Induktif.
Al-Qur’an melihat tanda tanda kebenaran dalam matahari, bulan, pemanjangan
bayang-banyangan, pergantian siang dan malam, aneka macam warna kulit, dan bahasa
manusia. Pengarahan pada objek yang kongkret ini telah melahirkan tradiksi induksi yang
kritis, dinamis, dan intelek. Metode ini telah melepaskan ilmuan muslimin dari kungkungan
pengaruh filsafat Yunani. Ilmuan muslim akhirnya mampu memperbaiki dan mengoreksi
karya-karya yunani. Ilmuan muslim mempu menjadi jati diri yang tegas. Ibn Hasyam
(Alhazen) mengkritik teori penglihatan Yunani, dan Ibn Khaldun meletakan landasan Filsafat
sejarah yang kokoh. Al-Qur’an telah mempengaruhi cara berpikirnya. Ini terlihat jelas dari
pencantuman ayat-ayat yang sennantiasa menghiasi akhir pembahasan dari tiap-tiap bab dari
bukunya yang terkenal Muqqadimah.
2. Keterbatasan Ilmu

Manusia diberi anugerah oleh Allah dengan alat-alat kognitig yang dialami terpasang pada
dirinya, dengan alat ini manusia mengadakan observasi, experimentasi, dan rasionalisasi.
Sebagai mana bunyi surah An-Nahl ayat 78 :

‫ ۙا َّو َج َع َل‬efًٔ‫َوهّٰللا ُ اَ ْخ َر َج ُك ْم ِّم ۢ ْن بُطُ ْو ِن اُ َّم ٰهتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُم ْو َن َش ْئـ‬


‫ َدةَ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر ُْو َن‬eِِٕ‫صا َر َوااْل َ ْفٕـ‬
َ ‫لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َوااْل َ ْب‬.
Artinya :
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahu
suatu pun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur
(An-Nahl,16:78).
Namun demikian alat ini bukanlah suatu yang sempurna yang tidak memiliki cacat.
Pandangan Mata, dan struktur ingatan manusia memiliki kemampuan terbatas yang dapat
menyebabkan distorsi baik dalam pengambilan data observasi, eksperimen dan rasionalisasi.
Kebenaran pengetahuan yang bisa dicaapai manusia melalui alat-alat kognisinya dengan
demikian juga memiliki kelemahan atau kenisbian.
Realitas yang bersifat fisik dan kasar berada oada tingkat yang mudah dijangkau oleh
ilmu dibandingkan dengan relitas yang sangat halus, rinci dan abstrak seperti pada hukum –
hukum alam. Buktinya alam telah bergerak bermilyar – milyar tahun yang lalu, tetapi, tetapi
baru seribu tahun manusia mendekati keteraturan demi keteraturannya dan baru satu abad
manusia mengenal secara global berbagai hukum yang mengaturnya.
Dalam kaitan ini sangat wajar jika sejarah ilmu pengetahuan manusia tidak akan
berakhir. Menangkap segala hakikat alam semesta yang sangat luas ini yang mustahil terjadi.
Bahkan semakin banyak hal yang diketahui oleh para ilmuan semakin banhak pula petanyaan
yang baru muncul. Penemuan ilmiah bagai tak ada habis-habisnya karna senantiasa di koreksi
atau diperbaiki dari zaman ke zaman. Bagaimana firman Allah dalam surah Al-kahfi ayat
109:

ُ ٰ‫ت َرب ِّْي لَنَفِ َد ْالبَحْ ُر قَ ْب َل اَ ْن تَ ْنفَ َد َكلِم‬


‫ت‬ ِ ٰ‫ان ْالبَحْ ُر ِم َدا ًدا لِّ َكلِم‬ َ ‫قُلْ لَّ ْو َك‬
‫ بِ ِم ْثلِ ٖه َم َد ًدا‬e‫َرب ِّْي َولَ ْو ِج ْئنَا‬
Artinya :
Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislahlah lautan itu, sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula (Al-Kahfi 18:109).
Keterbatasan ilmu manusia tidak menghilangkan makna ayat-ayat Allah dialam
semesta yang diciptakan agar manusia dapat mengenal eksistensi-Nya. Sesungguhnya
pengalaman empiris yang sederhana sekalipun daoat mengantarkan manusia kepada
Pengakuan keberadaan Allah. Karena pada dasarnya manusia memiliki petonsi pengalaman
batin yang dialamimya secara fitrah. Maka ayat-ayat Allah tetap relavan mengantar kan
manusia kepada Tauhid dari zaman batu hingga zaman Komputer. Secara relatif, semakin
dalam ilmu seseorang, akan menghantarkannya kepada penghayatan akan keberadaan dan
keagungan Allah yang semakin dalam pula.

3. Ilmu-ilmu semu
Banyak orang yang mempelajari ilmu pengetahuan tetapi dirinya bersifat sekuler. Tak
terkesan sedikitpun kecendrungannya kepada Islam. Ilmu-ilmu seperti inilah yang disebut
sebagai ilmu yang semu, karena tidak membawa manusia kepada tujuan yang hakiki.
Mangapa hal ini dapat terjadi? Allah SWT menggambarka fenomena tersebut dalam
beberapa sebab.
Pertama, sikap apriori dari para pencari ilmu dengan tidak meyakini bahwa ajaran islam
benar-benar dari Allah SWT, dan berguna bagi manusia di dunia ini.
Kedua, sikap kesombongan terhadap kebenaran dengan membiarkan hawa nafsu
menguasai cara berfikir mereka.
Ketiga, terbelenggunya akal pikiran karna peniruan yang membabi buta terhadap karya-
karya pendahulu (nenek moyang) mereka. Juga terbelenggu orang-orang yang memiliki
otoritas terhadap diri mereka.
Keempat, mengikuti prasangka yang tidak memiliki landasan ilmiah yang kokoh, hanya
bersifat spekulatif belaka.

4. Klasifikasi Ilmu
Upaya mengklasifikasi ilmu pengetahuan terlah berlangsung selama berabad-abad
dikalangan ilmuan muslim. Ilmuan Yunani telah melakukan upaya ini dan dilanjutan oleh
ilmuan muslim setelahnya. Beberapa tipe klasifikasi telah dihasilkan dengan berbagai
aspek peninjauan penghayatan terhadap ilmu-ilmu yang berkembang. Diantaranya
klasifikasi oleh Al-Kindi (801-873M), Al- Farabi (870-950M), Al-Ghazali (1058-
1111M), dan Ibn Khaldul (wafat 1406M).
Pada dasarnya ilmu dibagi atas dua, yaitu ilmu yang tanziliyah, yaitu ilmu yang
dikembangkan akal manusia, terkait dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah baik dalam
kitabNya, maupun hadist-hadist Rasulullah, dan Ilmu Kauniyah yaitu ilmu yang
dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam.
Bersumber pada Al-Qur’an dan hadist, ilmu Tanziliyah telah berkembang sedemikian
rupa kedalam cabang-cabang yang sangat banyak diantaranya ulumul Quran, ulumul
Hadist, usul Fiqh, tarikhul anbiya, sirah nabawiyyah, dll. Masing-masing ilmu tersebut
melahirkan ilmu ilmu, seperti dalam ulumul Quran ada ilmu Qiraat, ilmu asbabun nuzul,
ilmu tajwid, dll.
Bersumber pada ayat-ayat Allah SWT, di alam raya ini akal manusia banyak sekali
melahirkan berbagai macam – macam cabang ilmu. Ilmu-ilmu yang terkait dengan benda-
benda mati melahirkan ilmu kealaman, terkait dengan pribadi manusia melahirkan ilmu
kemanusiaan (humaniora) dan yang terkait dengan interaksi manusia melahirkan ilmu
sosial, ilmu kealaman melahirkan ilmu astronomi, fisika, kimia biologi dsb. Ilmu
humaniora melahirkan ilmu psikologi, ekonomi, hukum, dsb.
Antara ilmu tanziliya dan kauniya tidak dapat dipisahkan karna keduamya berkaitan erat
dengan melengkapi hidup manusia. Ilmu Tanziliyah berfungsi menintun jalan kehidupan
manusia, sedangkan ilmu kauniyah menjadi sarana manusia dalam mencapai
kemakmuran alam ini,

Anda mungkin juga menyukai