Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

UJI VITAMIN C DAN E

Oleh :

Kelompok 2

1. Muhammad Nuno Wahab 1304620052

2. Meiza Nurazizah 1304620073

3. Erliana Dwi Safitri 1304620078

PENDIDIKAN BIOLOGI 2020

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2021
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vitamin merupakan salah satu penunjang kesehatan tubuh khususnya dalam


memperbaiki dan memperbarui sel-sel dalam tubuh. Meski bukan merupakan
golongan senyawa primer yang menjadi kebutuhan pokok tubuh, vitamin
mempunyai fungsi vital dalam metabolisme yang terjadi pada tubuh. Asupan
akan vitamin juga harus tetap dipenuhi secara cukup karena masing-masing
vitamin mempunyai fungsi khusus bagi tubuh dan tidak dapat dihasilkan oleh
tubuh.

Vitamin adalah zat esensial yang diperlukan untuk membantu kelancaran


penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin akan
berakibat terganggunya kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan asupan harian
dalam jumlah tertentu yang idealnya bisa diperoleh dari makanan.

Vitamin C merupakan salah satu senyawa yang sangat dibutuhkan pada reaksi
metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin C pada makanan yang dikonsumsi
dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Jumlah kecukupan gizi
terhadap konsentrasi vitamin per hari yang berhubungan dengan kesehatan
harus disesuaikan dengan Recomended Daily Allowance (RDA) (Yuliarti,
2009)

Dalam praktikum ini, kami membahas tentang pengujian kadar vitamin C dan
vitamin E. Pengujian dilakukan dengan menyiapkan beberapa sumber vitamin
C dan vitamin E yang kemudian diuji dengan metode titrasi iodometri
menggunakan larutan betadine (obat antiseptik).
Sumber yang digunakan berupa beberapa sampel buah-buahan, bahan
makanan lain, dan suplemen vitamin C serta vitamin E yang banyak
ditemukan di pasaran. Pengujian kadar vitamin C dan E dimaksudkan untuk
mengetahui macam-macam kadar vitamin C dan E yang terkandung dalam
sampel, faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya kadar vitamin C dan E
yang terdapat pada masing-masing sampel yang akhirnya dengan mengetahui
hal-hal tersebut dapat membantu dalam pemilihan dan pemenuhan asupan
vitamin C dan E secara optimal

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui jenis vitamin yang terdapat di dalam beberapa bahan makanan


2. Mengetahui perubahan yang ditimbulkan jika makanan tersebut mengandung
vitamin di dalamnya
3. Mengetahui fungsi-fungsi dari masing-masing vitamin yang terkandung di
dalam makanan
4. Mengetahui kadar vitamin di dalam makanan

1.3 Manfaat
Manfaat diadakannya praktikum ini adalah memberikan informasi tentang
kandungan Vitamin C dan E yang ada pada bahan makanan yang di uji coba.

1.4 Metode Uji


Uji Kualitatif Vitamin
Telah dilakukan penelitian tentang uji kualitatif kandungan vitamin C pada
berbagai makanan, Dalam penelitian sederhana ini digunakan sampel antara lain
jeruk, apel, tomat, pisang, bengkoang dan mentimun. Sebagai kontrol digunakan
tablet vitamin C 500gr dan vitamin E dilarutkan dalam 5 ml air.Sebagai indikator
digunakan larutan betadine yang mengandung betadine mengandung povidone
iodine 10% yang setara dengan iodine 1%. Iodine ini lah yang sebenarnya
menjadi indikator, karena reaksi antara asam askorbat dalam vitamin C dan iodin
akan menghilangkan warna dari iodine. Pengamatan yang dilakukan pada
penelitian ini adalah perubahan warna dan jumlah tetesan larutan sampel.Semakin
sedikit jumlah tetesan larutan sampel menunjukkan semakin tinggi kandungan
vitamin C dalam sampel tersebut. Dari percobaan ini didapatkan kesimpulan
bahwa kandungan vitamin C tertinggi berturut-turut adalah pada jeruk, apel,
tomat, pisang dan mentimun. Bengkoang menunjukkan uji negatif kandungan vit
C, karena bengkoang mengandung amilum. Pemanasan akan mengurangi kadar
vitamin C dalam makanan karena vitamin C rentan terhadap udara, cahaya, panas,
serta mudah rusak selama penyimpanan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


VITAMIN C

Ada zat organik yang tidak dapat dibuat oleh tubuh kita tetapi 62 kita
perlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Zat ini dinamakan vitamin. Asal kata
vitamin adalah dari vit-amine. “Vit” berarti hidup dan “amine” menunjukkan
bahwa zat itu adalah suatu amine, yaitu zat kimia yang mengandung gugus –
NH2. Sebabnya nama tersebut timbul adalah karena vitamin pertama yang dapat
dipisahkan secara kimia dengan murni ternyata mengandung nitrogen. Vitamin ini
ialah vitamin anti beri-beri. Karena itu orang mulamula menyangka bahwa semua
vitamin mengandung gugus amine. Ternyata hal itu tidak benar. Karena itu,
sekarang huruf “e” diakhir kata dihilangkan sehingga terjadilah kata istilah
vitamin (Nasoetion, 1995 dalam Aina dan Suprayogi, 2011). Vitamin adalah zat
esensial yang diperlukan untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan
proses metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin akan berakibat terganggunya
kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan asupan harian dalam jumlah tertentu yang
idealnya bisa diperoleh dari makanan. Jumlah kecukupan asupan vitamin per hari
untuk perawatan kesehatan ditentukan oleh RDA (Recomended Daily Allowance)
(Yuliarti, 2009 dalam Aina dan Suprayogi, 2011).

Vitamin C merupakan salah satu senyawa yang sangat dibutuhkan pada


reaksi metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin C pada makanan yang dikonsumsi
dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Jumlah kecukupan gizi terhadap
konsentrasi vitamin per hari yang berhubungan dengan kesehatan harus
disesuaikan dengan Recomended Daily Allowance (RDA) (Yuliarti, 2009 dalam
Damayanti, 2017). Penyakit deficiency disease scurvy dapat dicegah dengan
asupan vitamin C paling sedikit 10 mg per hari (Weber, dkk., 1996 dalam
Damayanti 2017). Kebutuhan vitamin C dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi
buah dan sayur. Perkembangan produksi makanan yang terus berkembang
menyebabkan maraknya produk olahan buah dan sayur dalam bentuk makanan
atau minuman kemasan. Produk turunan olahan buah dan sayur tersebut harus
dipantau kandungan gizinya. Salah satunya adalah kandungan vitamin C pada
produk minuman kemasan. Proses aktivitas biologi dapat mengubah asam
askorbat (vitamin C) menjadi L-dehydroascorbic acid (DHA) lewat proses
oksidasi yang kemudian dapat diubah menjadi asam asetat dalam tubuh manusia
(Al Majidi & Al Quruby, 2016 dalam Damayanti, 2017).
Vitamin C adalah salah satu senyawa kompleks yang terdapat dalam buah
dan sayuran yang memiliki sifat larut air. Menurut Tahir dkk. (2017) dalam
Ngginak dkk. (2019), vitamin C merupakan suatu senyawa atau zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh dengan prekusornya adalah karbohidrat. Vitamin C dikenal
juga dengan nama asam askorbat. Dalam tubuh manusia senyawa ini berfungsi
sebagai katalis dalam reaksi kimia. Oleh karena itu, jika jenis katalis ini tidak
terdapat dalam tubuh maka fungsi normal tubuh akan terganggu (Setyawati, 2014
dalam Ngginak dkk, 2019). Tubuh manusia tidak dapat menghasilkan vitamin C
sehingga kebutuhan vitamin C dalam tubuh dipenuhi melalui asupan bahan
makanan. Bahan makanan seperti sayuran dan buah–buahan segar adalah sumber
vitamin C yang baik. Vitamin C memiliki sifat mudah larut dalam air dan mudah
teroksidasi. Asam askorbat atau vitamin C dalam buah-buahan dan sayuran akan
rusak atau berkurang akibat proses oksidasi berupa paparan udara, pemasakan dan
pengirisan, serta penyimpanan yang tidak tepat. Salah satu bentuk tindakan agar
kandungan vitamin C pada sayuran dan buah-buahan tetap terjaga yaitu proses
pengemasan buah dan sayuran pada suhu rendah (di lemari es). Menurut Aina &
Suprayogi (2011), manfaat vitamin C bagi tubuh yaitu sebagai antioksidan,
sintesis kolagen, dan anti kanker. Kebutuhan vitamin C oleh setiap tubuh berbeda,
hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin, sifat metabolisme, dan penyakit
tertentu. Orang dewasa diajurkan konsumsi 100- 150 mg vitamin C (Badriyah &
Manggara, 2015 dalam Ngginak dkk, 2019).

VITAMIN E

Vitamin E adalah vitamin larut lemak yang sangat berguna selain sebagai
antioksidan juga melindungi tubuh dari polyunsaturated fatty acid (PUFAs)
seperti asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dan asam arakhidonat. Selain itu
vitamin E dalam tubuh sebagai penangkal radikal bebas dan molekul oksigen
yang penting dalam mencegah peroksidasi membran asam lemak tak jenuh
(Bruke, 2007 dalam Mahfud, 2017). Vitamin E adalah penghenti reaksi penyebab
radikal bebas yang efisien di membran lemak, karena bentuk radikal bebas
distabilkan oleh resonansi. Oleh karena itu radikal vitamin E memiliki
kecenderungan kecil untuk mengekstraksi sebuah atom hidrogen dari senyawa
lain dan menyebarkan reaksi. Vitamin E radikal juga bisa mengalami regenerasi
dengan adanya vitamin C atau glutation (Berdanier, 1998 dalam Mahfud, 2017).
Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidrogen yang
mampu merubah radikal peroksil (hasil peroksida lipid) manjadi radikal
tocopherol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak
(Winarsi, 2007 dalam Mahfud, 2017). Mekanisme antioksidan tocopherol
termasuk transfer satu atom hidrogen dari grup 6-hidroksil pada cincin kroman,
serta inaktifasi singlet oksigen dan spesies reaktif lainnya. Rantai fitil tocopherol
terikat pada membrane sel bilayer, sedangkan cincin kroman yang aktif terletak
pada permukaan sel. Struktur yang unik tersebut menyebabkan tocopherol dapat
bekerja secara efektif sebagai antioksidan , dan dapat diregenerasi melalui reaksi
dengan antioksidan lain seperti asam askorbat (Salonen et al., 1997 dalam
Mahfud, 2017). Vitamin E secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokan
dalam 4 tocopherol yaitu α, β, γ, δ dan 4 tocotrienol α, β, γ, δ homolog. Suplemen
yang banyak beredar dipasaran umumnya tersusun atas tocopherol dan tocotrienol
yang diyakini merupakan antioksidan potensial (Winarsi, 2007 dalam Mahfud,
2017). α-tocopherol adalah bentuk vitamin E paling aktif. Bentuk sintetik vitamin
E mempunyai aktivitas biologis 50 % daripada α-tocopherol yang terdapat di alam
(Almatsier, 2004 dalam Mahfud, 2017).

Penentuan kadar vitamin C dapat dilakukan dengan titrasi iodine dengan


menggunakan indikator amylum, dan akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya
warna biru dari iod-amylum. Kadar vitamin C juga dapat ditentukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri menggunakan kalium kromat. Persamaan
reaksi yang terjadi pada penentuan kadar vitamin C menggunakan iodine adalah:
I2 + C6H8O6 → C6H6O6 + 2H+ + 2I- (Hok, 2007).

BAB 3. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu Pelaksanaan Praktikum


Praktikum ini dilakukan pada waktu, yaitu pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 8 April 2021

3.2 Alat dan Bahan


1 buah jeruk manis
1 buah jeruk lemon
1 buah mentimun
1 buah tomat
1 buah pisang (varian bebas)
1 buah apel
1 buah bengkuang
Vitamin E tablet (natur E atau suplemen vitamin E lain)
Vitamin C (Vitacimin dan sejenisnya) atau vitamin C IPI
Betadine
9 wadah bening (ukuran 10 ml)
3.3 Cara Kerja
1. Peras jeruk dan saring tambahkan 5 ml air
2. Parut/ haluskan buah lain tambahkan 5 ml air lalu saring
3. Larutkan 1 butir vitamin C dengan 5 ml air
4. Buka kaplet vitamin E
5. Masukkan masing- masing wadah dengan 1 ml betadin (20 tetes) atau
dengan volume yang sama
6. Teteskan masing- masing bahan uji ke dalam larutan betadin hingga warna
betadin menjadi bening atau berubah warna.
7. Catat jumlah tetesan yang dibutuhkan untuk untuk membuat larutan
betadin berubah warna, serta warna yang terbentuk
8. Panaskan sisa sari buah dan vitamin C dengan suhu 100 derajat selama 10
menit
9. Ulangi langkan 4 dan catat jumlah tetesan yang dibutuhkan untuk
membuat larutan betadin berubah warna
10. Simpulkan percobaan andaKemudian tusuk bahan makanan dengan tusuk
gigi yang sudah direndam kunyit. Perhatikan perubahan warna yang terjadi
pada tusuk gigi. Cata hasil pengamatan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tetes Perubahan
4.2 Bahan
Tanpa Pemanasan Melalui pemanasan

1 Buah Jeruk Manis Tetes Tetes

1 Buah Jeruk Lemon 10 Tetes 10 Tetes

1 Buah Mentimun 12 Tetes 12 Tetes

1 Buah Tomat 10 Tetes 10 Tetes

1 Buah Pisang 11 Tetes 11 Tetes


1 Buah Apel 11 Tetes 11 Tetes

1 Buah Bengkoang 10 Tetes 10 Tetes

Vitamin E Tetes Tetes

Vitamin C 10 Tetes 10 Tetes


No Bahan
Tanpa Pemanasan Melalui Pemanasan
. Makanan

1 Buah Jeruk
1.
Manis

1 Buah Jeruk
2.
Lemon

1 Buah
3.
Mentimun

4. 1 Buah Tomat

5. 1 Buah Pisang

6. 1 Buah Apel
1 Buah
7.
Bengkuang

8. Vitamin C

9. Vitamin E
4.3 Pembahasan

VITAMIN C
Percobaan uji vitamin C, menggunakan bahan-bahan/ produk yang memiliki
kandungan vitamin C, untuk membuktikan kadar vitamin C secara kualitatif dan
kuantitatif. Kualitatif dilakuan dengan pengamatan pada warna yang dihasilkan
sedangkan kuantitatif pada banyaknya tetesan yang digunakan pada percobaan.
Semakin banyak tetesan larutan vitamin C yang digunakan untuk membuat bahan
berubah warna menjadi kuning keemasan atau bening, maka semakin tinggi pula
kandungan vitamin C.
Pada praktikum yang telah dilaksanakan, mengenai perubahan kandungan
vitamin C yang ada pada larutan sari buah apabila dicampurkan dengan betadine akan
terjadi perubahan warna. Sari buah yang diuji cobakan adalah sari buah tomat, jeruk,
lemon, pisang, apel, timun dan bengkuang serta vitamin E dan C.
Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali, pertama dilakukan percobaan untuk
mengetahui kandungan vitamin C dalam larutan betadine yang diteteskan. Percobaan
tersebut menggunakan iodine untuk mereaksikan sampel yang digunakan. Lalu untuk
percobaan kedua yaitu mengetahui kandungan vitamin C  dengan memanaskan sisa sari
buah dan meneteskannya kembali pada betadine/iodine. Fungsi larutan standart yodium
(iodin)  ialah pereaksi untuk memperlihatkan jumlah vitamin C yang terdapat dalam
sampel menjadi senyawa dehidro askorbat sehingga akan berwarna biru tua karena
pereaksi yang berlebih. Sedangkan proses pemanasan dalam percoban ini berfungsi
untuk meningkatkan kecepatan percobaan (sebagai katalisator). Reaksi ini disebut
reaksi iodimetri karena terjadi perubahan warna menjadi bening atau menjadi warna
biru tua.
Dari hasil percobaan pertama, didapatkan bahwa kadar vitamin C dari Vitamin C
IPI terlihat memiliki kadar vitamin C yang tinggi lalu disusul oleh jeruk lemon, jeruk
manis, dan mentimun. Hal ini dibuktikan dengan hasil dari warna yang terlihat pada
Vitamin C IPI yaitu lebih bening dibandingkan dengan sari buah yang lain. Vitamin C
IPI juga tidak memerlukan waktu yang lama untuk dapat merubah betadine menjadi
bening karena tetesan yang dibutuhkan hanya 25 tetes. Sedangkan untuk percobaan
kedua, dengan proses pemanasan pada sari sari buah didapatkan hasil yang berbeda,
yaitu warna yang dihasilkan menjadi lebih terang dan tetesan yang diberikan lebih
sedikit dibandingkan dengan sari buah tanpa pemanasan. Hal ini dibuktikan bahwa
setelah sari buah dipanaskan perubahan warna sangat mencolok. Lalu pada sebagian
buah juga memiliki sifat browning (pencoklatan) seperti contoh apel. Apel yang sudah
dipotong akan mengalami browning (pencoklatan) jika terkena udara. Udara merusak
struktur buah apel (dalam istilah kimia: apel teroksidasi oleh udara) sehingga warna
yang dihasilkan jika tidak cepat-cepat mendapat perlakuan akan segera mencoklat
dan merubah warna dari apelnya itu sendiri.
Fungsi vitamin sebagai antioksidan terlihat dalam percobaan sederhana ini.
Demikianlah yang terjadi dalam tubuh kita. Diibaratkan tubuh kita dalah apel dan
vitamin c sebagai antioksidannya. Sebenarnya pengujian semacam ini kurang baik,
dikarenakan hasil yang didapatkan nantinya akan bias. Jadi tidak dapat benar-benar
mengukur  kadar vitamin C dengan akurat.
Vitamin C mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena banyak mengandung
gugus hidroksil sehingga membuat vitamin ini akan mudah diubah tubuh. Oleh
karena itu vitamin C dapat bereaksi dengan radikal bebas yang bersifat aqueous dan
mampu menetralisir radikal bebas. Kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan
skorbutum, sariawan, kulit kasar, pendarahan pada kulit (sekitar mata dan gusi), cepat
lelah, otot lemah, kerusakan sendi dan gusi tidak sehat sehingga gigi mudah goyah dan
lepas. Untuk menguji kandungan vitamin C pada bahan makanan dan minuman dapat
menggunakan amilum iodida atau betadine.
Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti:
1.      Pemanasan, yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur
2.      Pencucian sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu.

VITAMIN E
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa sampel
Nature-E terlihat jelas mengandung vitamin E dan bahan lain tidak terlihat jelas karena
vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak sehingga pada saat Nature-E
bercampur dengan iodine/betadine akan terlihat jelas bercak seperti gumpalan lemak.
Namun menurut sumber yang kami baca dikatakan bahwa tomat dan wortel sedikit
mengandung vitamin E.

Fungsi perlakuan pada uji vitamin E yaitu pemanasan berfungsi untuk


mempercepat reaksi pembentukan senyawa kompleks berwarna merah. Suhu pada
percobaan uji vitamin E diusahakan 75 derajat Celcius Karena suhu tersebut merupakan
suhu optimum bagi vitamin E, jika Suhu lebih dari itu maka vitamin E akan hilang.
Vitamin E merupakan salah satu faktor yang larut dalam lemak. Vitamin E terdiri
atas senyawa sejenis yang mengandung 1 cincin Proman, senyawa-senyawa ini hanya
terdapat pada tumbuh-tumbuhan terutama dalam kecambah gandum dimana dapat
membentuk suatu pelindung oksidasi yang efektif untuk lemak jenuh. Oleh karena itu
vitamin E merupakan baris pertama pertahanan terhadap proses proses oksidasi asam
lemak tak jenuh ganda yang terdapat pada fosfolipid membran seluler dan subseluler
(Yuniastuti, 2006).
Vitamin E tahan terhadap suhu tinggi serta asam tetapi karena bersifat
antioksidan vitamin E mudah teroksidasi terutama bila ada lemak tengik, timah, dan
garam besi serta mudah rusak oleh sinar ultraviolet (Winarno, 1991)
Kekurangan vitamin E pada tubuh dapat menyebabkan kulit bersisik, lemah otot,
dan kemandulan. Pengaruh vitamin E terhadap kesuburan Manusia masih belum
diketahui dengan pasti. Kekurangan tokoferol menyebabkan tanda-tanda lain termasuk
degenerasi hati dan perubahan fungsi membran aktivitas biokimiawi.
Vitamin E dapat diperoleh pada tanaman ataupun hewan. Pada tanaman biasanya
terdapat dalam minyak sunflower, jagung, kedelai, kacang tanah, gandum, pisang,
jeruk, wortel, brokoli, tomat, dan kubis. Pada biji-bijian, vitamin E terutama
terkonsentrasi pada lembaga yang banyak mengandung lemak. Adapun dari hewan
antara lain adalah mentega, air, susu, telur, dan hati.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada saat melakukan percobaan uji vitamin E
adalah waktu pemanasan dan suhu yang tidak sesuai sehingga vitamin E rusak
kesalahan memasukkan pereaksi dan kesalahan dalam melakukan pengamatan warna
kompleks yang terbentuk.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari pengujian uji aktivitas vitamin C dan vitamin E dapat disimpulkan:


1. Setelah dilakukan pengujian kualitatif dan kuantitatif kandungan vitamin C
terhadap sembilan sampel, didapatkan kandungan vitamin C pada larutan vitamin
C, sari buah tomat, sari buah pisang, sari buah apel, sari buah jeruk manis, sari
buah jeruk lemon, sari buah mentimun, dan sari buah bengkoang.
2. Kandungan vitamin C tertinggi memang jelas terdapat pada larutan vitamin C,
namun pemenuhan vitamin C dari buah-buahan alami pastinya lebih baik
daripada produk pasaran yang telah tercampuri oleh zat aditif yang tidak baik
bagi kesehatan. Kebutuhan tubuh akan vitamin C 100mg/hari sejatinya masih
dapat tercukupi dengan konsumsi buah-buahan alami yang baik bagi kesehatan
ditambah dengan berbagai senyawa bermanfaat lain yang terdapat di dalamnya.
3. Didapatkan bahan makanan yang memiliki kandungan vitamin E yaitu; tomat,
apel, bengkuang, dan Natur-E.
4. Kandungan Vitamin C dalam bahan makanan akan berkurang jika dipanaskan,
oleh karena itu bahan makanan yang mengandung vitamin C ketika dimasak
jangan terlalu lama, agar vitamin C yang terkandung didalamnya tidak banyak
berkurang. Karena vitamin C rentan terhadap udara, cahaya, panas, serta mudah
rusak selama penyimpanan
DAFTAR PUSTAKA

Aina, M., Suprayogi, D. 2011. Uji Kualitatif Vitamin C pada Berbagai Makanan dan
Pengaruhnya terhadap Pemanasan. Sainmatika: Jurnal Sains dan Matematika.
Universitas Jambi. Diakses pada 29 Juni 2020

Damayanti, E.T., Kurniawati, P. 2017. Perbandingan Metode Penentuan Vitamin C pada


Minuman Kemasan Menggunakan Metode Spektrofometer UV-Vis dan Iodimetri.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya 2017. Yogyakarta. Diakses
pada 29 Juni 2020

Iswari RS dan A Yuniastuti. 2006. Biokimia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mahfud, H.A. 2017. Optimasi Formulasi Krim Antioksidan Vitamine (DL-Alpha Tocopherol
Acetate) Dengan VCO (Virgin Coconut Oil). Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Mubarak, K., Natsir, H., dkk. 2017. Analisis Kadar α-Tokoferol (Vitamin E) Dalam Daun
Kelor (Moringa oleifera Lam) Dari Daerah Pesisir Dan Pegunungan Serta Potensinya
Sebagai Antioksidan. Kovalen Jurnal Aset Kimia. Vol.3, No. 1. Universitas
Hassanuddin. Diakses pada 29 Juni 2020

Ngginak, J., Rupidara, A.D.N., Daud, Y. 2019. Kandungan Vitamin C dari Ekstrak Buah Ara
(Ficus carica L.) dan Markisa Hutan (Passiflora foetida L). Jurnal Sains dan Edukasi
Sains. Vol.2, No.2. Universitas Kristen Artha Wacana. Diakses pada 29 Juni 2020

Winarno. FG. 1991. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN

UJI KANDUNGAN BORAKS DAN FORMALIN DALAM MAKANAN

Anda mungkin juga menyukai