BukuEkowisatadanPembangunanBerkelanjutan Deepublish
BukuEkowisatadanPembangunanBerkelanjutan Deepublish
net/publication/323309174
CITATIONS READS
5 24,036
1 author:
Ferdinal Asmin
Bogor Agricultural University
45 PUBLICATIONS 68 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Ferdinal Asmin on 21 February 2018.
Penulis:
Ferdinal Asmin
Design Layout
Ferdinal Asmin
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 3
Daftar Tabel 7
Daftar Gambar 7
Bagian Pertama: Pengertian Ekowisata 9
Perspektif Perjalanan ke Kawasan Alami 10
Perspektif Bentuk Wisata 11
Perspektif Konsep dan Implementasi yang Berbeda 11
Kesimpulan 12
Daftar Pustaka 12
Bagian Kedua: Fakta Ekowisata di Indonesia 14
Kendala Suplai (Product Driven) 15
Kurangnya Pemahaman terhadap Pasar (Market Driven) 16
Kendala Kelembagaan 16
Kurangnya Dukungan Kebijakan Pemerintah 17
Kesimpulan 18
Daftar Pustaka 19
Bagian Ketiga: Merencanakan Ekowisata 21
Tahapan Perencanaan 22
Tipologi Ecotourist 23
Arahan Pengembangan 25
Kesimpulan 27
Daftar Pustaka 27
Bagian Keempat: Peran Masyarakat Lokal 29
Pentingnya Peran Masyarakat Lokal 29
Cara Meningkatkan Peran Masyarakat Lokal 31
Kesimpulan 32
Daftar Pustaka 33
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 7
Biografi Penulis 66
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 8
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAGIAN PERTAMA
PENGERTIAN EKOWISATA
“Pahamilah sesuatu dengan mem-
bandingkannya secara setara”
Pariwisata dapat dianggap sebagai sebuah sistem yang me-
mungkinkan wisatawan menikmati objek dan daya tarik wisata
(ODTW) pada suatu wilayah. Sebagai sebuah sistem, pariwisata
terdiri atas elemen-elemen yang saling berinteraksi satu dengan
yang lainnya secara terorganisir. Karena pariwisata merupakan
bentuk perjalanan, maka tidak mungkin wisatawan dapat menik-
mati ODTW tanpa pelayanan dari biro perjalanan. Karena pari-
wisata juga untuk mendapatkan pengalaman, tidak mungkin wi-
satawan mencapai kepuasan tanpa adanya profesionalitas penge-
lola ODTW, dan begitulah seterusnya.
Namun demikian, anda mungkin pernah melihat kawasan
wisata yang kotor akibat sampah yang dibuang secara sem-
barangan, tindakan merusak sumber daya alam dan lingkungan,
munculnya perilaku menyimpang dari norma-norma dan nilai-
nilai universal, dan sebagainya. Akibat, paradigma pariwisata
pun berubah dari pariwisata lama yang bersifat massal (mass
tourism) ke pariwisata baru yang ramah lingkungan, dan ekowi-
sata adalah satu diantaranya.
Tapi anda tidak boleh keliru, karena tidak semua wisata
bentuk baru tersebut dapat dianggap sebagai ekowisata. Anda
harus memahami prinsip-prinsip kunci yang menyusun suatu
pemaknaan ekowisata itu sendiri. Ada beberapa perspektif da-
lam mendefinisikan ekowisata, dan hal tersebut akan dijelaskan
berikut ini.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 10
Kesimpulan
Jika Dowling dan Fennell (2003:3) menyebutkan bahwa
lebih dari 80 definisi ekowisata ditemukan dalam berbagai lite-
ratur tentang ekowisata, maka anda berpotensi mengalami pe-
nyimpangan dalam memaknai ekowisata. Oleh karena itu, ber-
pikir kritis adalah salah satu langkah tepat untuk memaknai se-
suatu sesuai perspektif yang menyertainya.
Pengertian yang disampaikan dalam bagian pertama ini
merupakan beberapa pengertian yang dapat kita kelompokkan
dalam perspektif yang berbeda. Tentunya, anda akan lebih me-
mahami pengertian ekowisata bila anda dengan tekun membaca
berbagai pengertian yang sejawat diantara banyak pengertian
yang ada.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 13
Daftar Pustaka
Dowling RK dan Fennell DA. 2003. The Context of Ecotou-
rism Policy and Planning. Di dalam: Fennel DA dan
Dowling RK (editor). Ecotourism Policy and Planning.
Cambridge. CABI Publishing. Hal 1-20.
Ryel R dan Grasse T. 1999. Marketing Tourism: Attracting the
Elusive Ecotourist. Di dalam: Whelan T (editor). Nature
Tourism: Managing for the Environment. Washington.
Island Press. Hal 164-186.
Western D. 1993. Memberikan Batasan tentang Ekoturisme.
Di dalam: Lindberg K dan Hawkins DE (editor). Ekotu-
risme: Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola (terje-
mahan). Jakarta. Private Agencies Collaborating Toge-
ther (PACT) dan Yayasan Alam Mitra Indonesia (ALA-
MI). Hal 15-33.
Weaver DB. 2001. Ecotourism as mass tourism: Contradiction
or reality? Cornell Hotel and Restaurant Administration
Quarterly. 42(2):104-112.
Wood ME. 2002. Ecotourism: Principles, Practices, and Poli-
cies for Sustainability. Paris. United Nation Environment
Programme.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 14
BAGIAN KEDUA
FAKTA EKOWISATA DI INDONESIA
“Setiap masalah berawal dari
kelemahan kita sendiri”
Kendala Kelembagaan
Kapasitas kelembagaan yang rendah merupakan faktor
penghambat perkembangan ekowisata di Indonesia dan terjadi
hampir pada seluruh level stakeholder penyedia jasa pariwisata
itu sendiri (unsur pemerintah, pengusaha, dan masyarakat). Ka-
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 17
Kesimpulan
Empat kendala atau keterbatasan dalam pengembangan
ekowisata di Indonesia merupakan beberapa fakta yang dihadapi
oleh berbagai stakeholder. Masalahnya lebih banyak berada pa-
da kapasitas pelaku pariwisata itu sendiri. Kita punya sesuatu
yang bisa dijual, tapi kita tidak punya minimal satu dari tiga hal,
yaitu menangkap kesempatan, menginisiasi kemauan, dan me-
ningkatkan kemampuan.
Peran pemerintah sangat penting dalam mendorong pe-
ngembangan ekowisata. Hal-hal pokok yang harus dimainkan
adalah benar dalam menetapkan tujuan, bertanggung jawab de-
ngan segala resiko dan dampak, cerdas dalam membuat strategi
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 19
dan kebijakan, serta mengajak peran serta aktif dari berbagai pi-
hak.
Daftar Pustaka
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Beberapa
Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia: Agustus
2013. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
[Ditjen PDP] Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi
Pariwisata. 2012. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat
Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata (PDP)
2012-2014. Jakarta. Kementerian Pariwisata dan Ekono-
mi Kreatif.
Dowling RK dan Fennell DA. 2003. The Context of
Ecotourism Policy and Planning. Di dalam: Fennel DA
dan Dowling RK (editor). Ecotourism Policy and Plan-
ning. Cambridge. CABI Publishing. Hal 1-20.
Drumm A dan Moore A. 2005. Ecotourism Development: A
Manual for Conservation Planners and Managers. Volume
I: An Introduction to Ecotourism Planning (Second Edi-
tion). Virginia. The Nature Conservancy.
Fonseca FG. 2012. Challenges and opportunities in the world
of tourism from the point of view of ecotourism. Higher
Learning Research Communications. 2(4):5-22.
Machnik A. 2013. Nature-based tourism as an introduction to
ecotourism experience: A new approach. Journal of Tou-
rism Challenges and Trends. VI(1):75-96.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 20
BAGIAN KETIGA
MERENCANAKAN EKOWISATA
“Merencanakan dapat menjadi
awal menggagalkan”
Tahapan Perencanaan
Gambar 3.1 memberikan deskripsi proses perencanaan ka-
wasan ekowisata untuk menjawab kebutuhan kawasan itu sen-
diri. Jika suatu kawasan baru teridentifikasi sebagai kawasan
ekowisata yang potensial, maka perlu dilakukan penilaian ka-
wasan (baik sisi produk maupun pasarnya) untuk menentukan
rencana pengelolaan kawasan dan rencana pengembangan usaha
ekowisata. Jika kawasan tersebut telah berkembang dan sedang
menghadapi ancaman kerusakan, maka perlu didiagnosa penye-
babnya sebelum menentukan rencana pengembangan selan-
jutnya. Penyusunan rencana harus memperhatikan 3 (tiga) tuju-
an pengembangan ekowisata yang dijelaskan Drumm dan Moore
(2005:91), yaitu (1) menghindari ancaman terhadap target kon-
servasi, (2) mengalokasikan pendapatan untuk konservasi, dan
(3) mengoptimalkan manfaat bagi masyarakat lokal.
Pengembangan ekowisata juga harus mampu mening-
katkan pengalaman wisatawan itu sendiri dengan memper-
hatikan tingkat minatnya terhadap lingkungan. Pengetahuan ter-
hadap jenis pengalaman yang dibutuhkan wisatawan dapat men-
justifikasi terpenuhinya kebutuhan pengelolaan kawasan secara
maksimal dan penentuan paket wisata yang harus diciptakan.
Mackay (1994) dalam Holden (2000:196) membedakan
ecotourists dengan 3 istilah, yaitu The little “E”, The big “E”,
dan soft adventurer. The little “E” dicirikan dengan keingin-
tahuan bahwa fasilitas yang disediakan mengikuti standar-stan-
dar lingkungan yang dapat diterima. The big “E” ingin menge-
tahui daerah-daerah baru dan suka menerima akomodasi dan
layanan yang ditawarkan masyarakat lokal atau berkemah di
alam terbuka. Soft adventurer juga ingin mengunjungi alam ter-
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 23
buka tapi dengan syarat sifat dan budaya setempat tidak dieks-
ploitasi melalui kegiatan wisata.
Tipologi Ecotourists
Cleverdon (1999) dalam Holden (2000:196-197) juga
memberikan gambaran tipologi wisatawan menurut tingkat
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 24
Arahan Pengembangan
Arahan pengembangan ekowisata untuk memenuhi
kebutuhan kawasan juga dapat dirumuskan melalui elaborasi
masing-masing komponen ekowisata. Menurut Wood (2002:
10), komponen ekowisata itu adalah: (1) kontribusi terhadap
konservasi biodiversitas, (2) keberlanjutan kesejahteraan masya-
rakat lokal, (3) mencakup interpretasi/pengalaman pembela-
jaran, (4) melibatkan tindakan bertanggung jawab dari wisa-
tawan dan industri pariwisata, (5) berkembangnya usaha skala
kecil, (6) menggunakan sumber daya baru dan terbarukan, dan
(7) fokus pada partisipasi masyarakat, kepemilikan, dan kesem-
patan usaha, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Tabel 3.1
memberikan deskripsi arahan rencana untuk masing-masing
komponen tersebut.
Keberhasilan program dan strategi yang disusun oleh
pengelola destinasi wisata ditentukan oleh kemampuan
pengelola untuk mengajak tour operator agar peduli pada
penyediaan biaya dan manfaat konservasi (Monteros 2002:1548)
serta kepedulian akan peningkatan partisipasi masyarakat.
Untuk mengurangi gap antara teori dan praktek, Li (2013:61)
menilai bahwa promosi keberlanjutan ekowisata berdasarkan
komunitas, sumber daya, dan ekonomi dapat mengurangi gap
tersebut.
Hal yang juga penting dari Tabel 3.1 adalah penggunaan
ecolabeling dan ecocertification, karena, menurut Piper dan Yeo
(2011:291), ecolabeling dalam wisata merupakan bagian dari
proses politik yang dapat menyamakan persepsi terhadap
definisi, standar, dan program sertifikasi ekowisata. Pemasaran
dan promosi juga dinilai penting karena perkembangan media
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 26
Kesimpulan
Secara prinsip, perencanaan ekowisata harus memperha-
tikan konservasi sumber daya alam, menjamin pelibatan masya-
rakat lokal, meningkatkan pengalaman, mencakup kegiatan-
kegiatan yang bertanggung jawab, dan mendorong usaha skala
kecil yang produktif. Perencanaan yang dilakukan harus kom-
prehensif dan holistik dengan integrasi kompleksitas sistem pari-
wisata itu sendiri.
Tujuan perencanaan ekowisata adalah untuk menjamin ke-
mudahan pengorganisasian, efektifitas dan efisiensi pelaksa-
naan, serta koreksi interaktif dalam pengendaliannya. Perencana
ekowisata merupakan orang-orang yang mampu berpikir kritis
dalam kompleksitas sistem yang dihadapinya untuk memenuhi
prinsip-prinsip pengembangan ekowisata.
Daftar Pustaka
Drumm A dan Moore A. 2005. Ecotourism Development: A
Manual for Conservation Planners and Managers. Volume
I: An Introduction to Ecotourism Planning (Second
Edition). Virginia. The Nature Conservancy.
Holden A. 2000. Environment and Tourism. London. Rout-
ledge.
Li J. 2013. Sustainable ecotourism established on local com-
munities and its assessment system in Costa Rica. Journal
of Environmental Protection. Hal 61-66.
Monteros RLD. 2002. Evaluating ecotourism in natural pro-
tected areas of La Paz Bay, Baja California Sur, Me´xico:
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 28
BAGIAN KEEMPAT
PERAN MASYARAKAT LOKAL
“Partisipasi tanpa peran dan
tanggungjawab adalah sia-sia”
Kesimpulan
Berbicara tentang ekowisata adalah salah satunya berbi-
cara tentang masyarakat lokal sebagai subjek. Ekowisata tanpa
partisipasi masyarakat lokal adalah sebuah kekeliruan. Parti-
sipasi harus memberikan kesempatan, mendorong kemauan, dan
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 33
Daftar Pustaka
Brandon K. 1993. Langkah-Langkah Dasar untuk Mendorong
Partisipasi Lokal dalam Proyek-Proyek Wisata Alam. Di
dalam: Lindberg K dan Hawkins DE (editor). Ekoturisme:
Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola (terjemahan).
Jakarta. Private Agencies Collaborating Together (PACT)
dan Yayasan Alam Mitra Indonesia (ALAMI). Hal 155-
175.
Dowling RK dan Fennell DA. 2003. The Context of Eco-
tourism Policy and Planning. Di dalam: Fennel DA dan
Dowling RK (editor). Ecotourism Policy and Planning.
Cambridge. CABI Publishing. Hal 1-20.
Drake SP. 1991. Local Participation in Ecotourism Projects.
Di dalam: Whelan T (editor). Nature Tourism: Managing
for the Environment. Washington. Island Press. Hal 132-
163.
Drumm A dan Moore A. 2005. Ecotourism Development: A
Manual for Conservation Planners and Managers. Volume
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 34
BAGIAN KELIMA
PENILAIAN SUATU KAWASAN WISATA
“Sesuatu yang berjalan baik belum
tentu tanpa kekurangan”
Kesimpulan
Metode penilaian suatu kawasan wisata sudah semakin
berkembang, baik kesesuaian maupun daya dukung. Setiap
metode tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal yang
terpenting anda pastikan adalah bahwa penggunaan metode
dapat dilakukan sepanjang anda mengetahui dengan baik
asumsi-asumsi yang digunakan dan kebutuhan-kebutuhan ka-
wasan yang akan dikembangkan.
Daftar Pustaka
Boo E. 1993. Pelaksanaan Ekoturisme untuk Kawasan-Kawas-
an yang Dilindungi. Di dalam: Lindberg K dan Hawkins
DE (editor). Ekoturisme: Petunjuk untuk Perencana dan
Pengelola (terjemahan). Jakarta. Private Agencies Colla-
borating Together (PACT) dan Yayasan Alam Mitra Indo-
nesia (ALAMI). Hal 15-33.
Fandeli C. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogya-
karta. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Mowforth M dan Munt I. 1998. Tourism and Sustainability:
New Tourism in the Third World. London. Routledge.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 40
BAGIAN KEENAM
KONSEP KEBERLANJUTAN DALAM PARIWISATA
Kesimpulan
Peran seorang PSL sangat strategis karena aktivitas wisata
merupakan suatu aktivitas yang kompleks dan memerlukan pen-
dekatan sistem dalam memahami perilaku berbagai pihak dan
komponen pembentuk sistem kepariwisataan secara kompre-
hensif dan holistik. Peran tersebut juga sesuai dengan konsep
pembangunan berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi, dan ekologi secara baik.
Daftar Pustaka
Charnley S. 2005. From nature tourism to ecotourism? The
case of the Ngorongoro Conservation Area, Tanzania.
Human Organization. 64(1):75-88.
Dilly BJ. 2003. Gender, culture, and ecotourism: Development
policies and practices in the Guyanese rain forest.
Women's Studies Quarterly. 31(3/4):58-75.
Dorobantu MR dan Nistoreanu P. 2012. Rural tourism and
ecotourism: The main priorities in sustainable develop-
ment orientations of rural local communities in Romania.
Economy Transdisciplinarity Cognition. XV(1):259-266.
Mowforth M dan Munt I. 1998. Tourism and Sustainability:
New Tourism in the Third World. London. Routledge.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 46
BAGIAN KETUJUH
PENGARUH PENELITIAN EKOWISATA
Daftar Pustaka
Carden F. 2005. Capacities, Contexts, Conditions: The Influ-
ence of IDRC-Supported Research on Policy Processes.
IDRC’s Evaluation Unit.
Court J dan Cotterrell L. 2006. What political and institutional
context issues matter for bridging research and policy? A
literature review and discussion of data collection
approaches. Working Paper 269. London. Overseas
Development Institute.
Court J dan Young J. 2003. Bridging Research and Policy:
Insights from 50 Case Studies. Working Paper 213.
London. Overseas Development Institute.
Gookins AJ. 2008. The role of intelligence in policy making.
SAIS Review. 28(1):65-73.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 54
BAGIAN KEDELAPAN
PERUBAHAN PARADIGMA KEPARIWISATAAN
DI INDONESIA
Kesimpulan
Komitmen politik yang kuat untuk mendorong ekowisata
sangat diperlukan dalam mengubah paradigma kepariwisataan
nasional. Perubahan tersebut harus disesuaikan dengan kompo-
nen prinsip ekowisata itu sendiri. Menurut Wood (2002:10),
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 63
Daftar Pustaka
Adams KM. 1997. Ethnic tourism and the renegotiation of
tradition in Tana Toraja (Sulawesi, Indonesia). Ethnology.
36(4):309-319.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Beberapa
Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia: Agustus
2013. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
Demartoto A. 2013. The existence and the effect of sex tourism
habitus in Bandungan, Central Java, Indonesia. Asian
Social Science. 9(15):93-102.
[Ditjen PDP] Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi
Pariwisata. 2012. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat
Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata (PDP)
2012-2014. Jakarta. Kementerian Pariwisata dan Ekono-
mi Kreatif.
Hakim AR, Subanti S, dan Tambunan M. 2011. Economic
valuation of nature-based tourism object in Rawapening,
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 64
BIOGRAFI PENULIS
Ferdinal Asmin dilahirkan di Padang, pada tang-
gal 23 Juli 1976. Ia menyelesaikan SD, SMP,
dan SMA di kota kelahirannya. Setamat SMA,
ia meneruskan pendidikan S-1 di Fakultas Perta-
nian Universitas Andalas (Unand) pada tahun
1995, tepatnya pada Program Studi Teknik Per-
tanian Jurusan Teknologi Pertanian. Ia menyelesaikan studi S-1
selama 4 tahun dan dinobatkan sebagai lulusan terbaik Fakultas
Pertanian Unand dengan predikat cum laude.
Pada tahun 1999, ia diterima menjadi PNS di Kementerian Ke-
hutanan untuk jabatan Polisi Kehutanan dan dipekerjakan di Di-
nas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat sejak tahun 2000. Dua
tahun mengabdi di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, ia
mendapatkan kesempatan mengikuti S-2 di Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia menyelesaikan S-2 pada
tahun 2004 dengan predikat cum laude dan mengangkat judul
tesis “Perencanaan Pengembangan Ekowisata di Kawasan Ca-
gar Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera
Barat”.
Jabatan struktural yang pernah dipegang adalah Kepala Seksi
Penyuluhan dan Pengembangan SDM (2008-2009) dan Kepala
Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (2009-2013) di Dinas Kehu-
tanan Provinsi Sumatera Barat. Saat ini, ia telah mendapatkan
gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor (IPB),
dengan dukungan beasiswa Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.
Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan: Dimulai dari Konsep Sederhana 67