Anda di halaman 1dari 95

PROYEK AKHIR

PENGEMBANGAN POTENSI EKOWISATA SEBAGAI STRATEGI CITY


BRANDING PARIWISATA KABUPATEN PINRANG

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka penelitian untuk
penyusunan Proyek Akhir pada Program Studi Manajemen Kepariwisataan

YUSRIL RIZAL MAHENRA

NIM.17.212105

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEPARIWISATAAN

JURUSAN KEPARIWISATAAN

POLITEKNIK PARIWISATA BALI

KEMENTRIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

BADAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

REPUBLIK INDONESIA

2021

i
PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA PROYEK AKHIR

Yang nertanda tangan dibawah ini.


1. Nama : Yusril Rizal Mahenra
2. Nim : 17.212105
3. Program Studi : Manajemen Kepariwisataan
4. Jurusan : Kepariwisataan
5. Judul Proyek Akhir :
Pengembangan Potensi Ekowisata Sebagai Strategi City Branding Pariwisata
Kabupaten Pinrang
Dosen Pembimbing
1. Dr. H. Muh Yahya, M.Pd, CHE
2. Dra. Surya Dewi, MM, CHE
Menyatakan dengan sebenar-benarnya dalam Proyek Akhir ini tidak dapat
karya atau pendapat yang telah ditulis dan dipublikasikan orang atau pihak lain
kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila
ternyata dalam naskah ini ditemukan unsur unsur plagiasi, saya bersedia dituntun
didalam ataupun diluar pengadilan dan bersedia mengangung resiko yang
diakibatkannya.

Makassar, 2021

Ketua Program Studi Yang menyatakan

Manajemen Kepariwisataan Mahasiswa

Ilham, S.Pd., M.Hum., Phd.D Yusril Rizal Mahenra


Nip.19770108 20212 1 001 17.212105

ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing yang ditunjuk sesuai surat Keputusan Direktur Politeknik Pariwisata


Makassar Nomor : KP.01.03/73/PTPIII/KEMPAR/2021 tentang Dosen
Pembimbing Tugas Akhir/Proyek Akhir Mahasiswa Diploma 3 dan Diploma 4
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR TAHUN AKADEMIK 2020/2021
untuk membimbing saudara/I :

1. Nama : Yusril Rizal Mahenra


2. Nim : 17.212105
3. Program Studi : Manajemen Kepariwisataan
4. Jurusan : Kepariwisataan
5. Judul Proyek Akhir :
Pengembangan Potensi Ekowisata Sebagai Strategi City Branding Pariwisata
Kabupaten Pinrang

Menyatakan Bahwa Proyek Akhir ini telah diperiksa dan dapat diajukan
dihadapan Tim Penguji Ujian Proyek Akhir Politeknik Pariwisata Makassar.

Makassar 2021

Disetujui oleh :

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Dr. H.Muh. Yahya, M.Pd, CHE Dra. Surya Dewi, MM, CHE
Nip. 19680314 200212 1 001 Nip. 19680404 199303 2 03

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Ketika kamu ingin mengerjakan sesuatu, kerjakan secepatpatnya jangan


menunda. Dan yang menunda akan menyesal dikemudian hari”

(Yusril Rizal Mahenra)

“ Jangan menjelaskan dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak
butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu “

( Ali Bin Abi Thalib )

Dengan Penuh rasa syukur saya ucapkan Alhamdulillah atas terselesaikannya


tugas akhir ini.

Karya tulis ini saya persembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah
banyak berkorban dan memberikan dukungan do’a dan kasih sayangnya, untuk
keluarga tercinta dan untuk para sahabat serta Almamater kebanggaan. Dengan ini
saya ucapkan banyak terimah kasih kepada mereka semua atas apa yang telah
diberikan kepada saya. Semoga suatu saat saya diberi kesempatan untuk memberi
balasan atas apa yang telah mereka berikan kepada saya.

iv
ABSTRAK

Yusril Rizal Mahenra. 2021. Pengembagan Potensi Ekowisata Sebagai Strategi


City Branding Pariwisata Kabupaten Pinrang. Proyek Akhir Program Studi
Manajemen Kepariwisataan Jurusan Kepariwisataan Politeknik Pariwisata Negeri
Makassar. Pembimbing : Dr. H. Muh. Yahya, M.Pd. CHE dan Dra. Surya Dewi.
MM. CHE. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana potensi,
pengembangan ekowisata Kabupaten Pinrang dan bagaimana potensi
pengembangan ekowisata lokal sebagai strategi pembentukan City Branding
Kabupaten Pinrang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi objek obejek Ekowisata
yang berpotensi untuk dibentuk sebagai strategi City Branding.
Hasil penelitian ini secara praktis bisa menjadi acuan ataupun rekomendasi
kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Pinrang sebagai salah satu Kota di wilayah
timur Indonesia untuk membangun dan mengembangkan City Branding. Selain itu
dapat menjadi wujud nyata sumbangan pengabdian kepada masyarakat melalui
keahlian Program Studi Manajemen Kepariwisataan dalam bidang kepariwisataan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kabupaten Pinrang kaya akan potensi
pariwisata alam membuat Kabupaten Pinrang memiliki banyak daya tarik wisata
alam, ditemukan bahwa dari hasil analisis ada 5 daya tarik wisata yang berpotensi
yang di identifikasi masuk dalam lingkup ekowisata dan dari hasil analisis data
ditemukan bahwa Potensi Ekowisata Kabupaten Pinrang dapat dijadikan sebagai
strategi City Branding pariwisata Kabupaten pinrang.

Kata Kunci : City Branding, Ekowisata, Kabupaten Pinrang.

v
ABSTRAK

Yusril Rizal Mahenra. 2021. The Development of Ecotourism Potential as a


Tourism City Branding Strategy in Pinrang Regency. Final Project of the Tourism
Management Study Program, Department of Tourism, Makassar State Tourism
Polytechnic. Advivor : Dr. H. Muh. Yahya, M.Pd. CHE and Dra. Surya Dewi.
MM. CHE. This study used qualitative research methods. The results of this study
aim to inventory ecotourism objects that have the potential to be formed as a City
Branding strategy.
The results of this study can practically be a reference or policy
recommendation for Pinrang Government Regency as one of the cities in eastern
Indonesia to build and develop City Branding. In addition, it can be a tangible
manifestation of community service contributions through the expertise of the
Tourism Management Study Program in the tourism sector. The conclusion of this
study is that Pinrang Regency is rich in natural tourism potential making Pinrang
Regency has many natural tourist attractions, it was found that from the results of
the analysis there were 5 potential tourist attractions that were identified as being
included in the scope of ecotourism and from the results of data analysis it was
found that the Ecotourism Potential Pinrang Regency can be used as a City
Branding strategy for Pinrang Regency tourism.

Keywords: City Branding, Ecotourism, Pinrang Regency.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Dengan Memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhanah


Wata’alah yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam
menyelesaikan karya ilmiah (proyek akhir). Salawat serta salam selalu
tercurahkan Kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.

Proyek Akhir ini di ajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menempuh ujian akhir diploma 4 jurusan kepariwisataan program studi
Manajemen Kepariwisataan di politeknik Pariwisata Negeri Makassar. Proyek
Akhir ini berjudul : “PENGEMBANGAN POTENSI EKOWISATA SEBAGAI
STRATEGI CITY BRANDING PARIWISATA KABUPATEN PINRANG”.

Maksud dan tujuan dari penulis proyek ini adalah untuk memenuhi
persyaratan persyaratan kelulusan program studi Manajemen Kepariwisataan pada
jurusan Kepariwisataan di Politeknik Pariwisata Negeri Makassar. Selain itu
penulis juga dapat mencoba menerapkan dan membandingkan pengetahuan serta
keterampilan yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada
dilingkungan kerja.

Penulis merasa bahwa dalam menulis Proyek Akhir ini masih menemui
beberapa kesulitan dan hambatan, Disamping itu juga menyadari bahwa penulisan
Proyek Akhir ini masih jauh dari semputna dan masih banyak kekurangan-
kekurangan lainnya, Maka dari itu penulius mengharapkan saran dan kritikan
yang membangun dari semua pihak.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proyek akhir ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
kali ini penulis mengucapkan terimah kasih yang sebesar- besarnya kepada :

vii
1. Yang tercinta kedua orangtua, ayahanda Muh. Rizal, SE dan ibunda Husni,
SE yang selalu memberikan kasih dan sayang serta dukungan baik dari segi
moral dan meteril, serta doa yang dipanjatkan kepada Allah Subhanahu
Wata’alah untuk penulis.

2 Bapak Dr. H.Muh. Yahya, M.Pd, CHE dan Ibu Dra. Surya Dewi, MM, CHE
selaku pembimbing saya yang telah memberikan banyak arahan, koreksi yang
membangun dan motivasi yang membuat peneliti bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan tepat waktu

3. Bapak Drs. Ida Bagus Putu Puju, M.Kes selaku Direktur Politeknik
Pariwisata Bali

4.. Bapak Drs. Arifin, M.Pd selaku Direktur Politeknik Pariwisata Makassar

5. Bapak Muh. Arif, A.Md, SST. Par selaku Kepala Bagian Administrasi
Akademik Kemahasiswaan dan Umum Politeknik Pariwisata Negeri Makssar

6. Ibu I Gusti Ayu Iin Purwati,SE selaku Kasubbag ADAK Politeknik


Pariwisata Makassar

7. Bapak Dr. H. Darwis, S. Sos. MM, Ketua Jurusan Kepariwisataan

8. Bapak Dr. Ilham, S.Pd.,M.Hum.,Ph.D selaku Ketua Program Studi


Manajemen Kepariwisataan

9. Kepada seluruh Staf Program Studi Manajemen Kepariwisataan

Makassar,…………2020

Yusril Rizal Mahenra

viii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i
PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA .......................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
ABSTRAK ...............................................................................................................v
ABSTRAK BAHASA INGGRIS .......................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I .......................................................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................................4
E. Sistematika Penulisan ......................................................................................5
BAB II ......................................................................................................................6
A. Tinjauan Pustaka ...........................................................................................6
1. Pariwisata ......................................................................................................6
2. Ekowisata ......................................................................................................7
3. City Branding..............................................................................................10
3. Strategi City Branding ................................................................................14
B. Penelitian Terdahulu ......................................................................................17
C. Kerangka Pikir ...............................................................................................18
BAB III ..................................................................................................................20
A. Pendekatan Penelitian .................................................................................20
B. Setting Penelitian ........................................................................................21

ix
1. Lokasi penelitian ......................................................................................21
2. Waktu Penelitian ......................................................................................21
3. Subjek Penelitian ......................................................................................21
C. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................21
1. Observasi ..................................................................................................21
2. Wawancara................................................................................................22
3. Dokumentasi .............................................................................................22
D. Teknik Analisis Data ....................................................................................22
1. Reduksi Data .............................................................................................23
2. Triangulasi ................................................................................................23
3. Menarik Kesimpulan.................................................................................24
BAB IV ..................................................................................................................25
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...........................................................25
1. Kabupaten Pinrang ....................................................................................25
2. Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pinrang .....................28
3. Pariwisata Kabupaten Pinrang ....................................................................30
B. Penyajian dan Analisis Data ..........................................................................31
1. Identifikasi dan Inventarisasi Potensi Ekowisata Kabupaten Pinrang .......31
2. Analisis Potensi Ekowisata .........................................................................55
3. Efektifitas Ekowisata Sebagai City Branding .............................................64
C. Pembahasan ...................................................................................................66
1. Potensi Pengembangan Ekowisata Kabupaten Pinrang ..............................66
2. Potensi Pengembangan Ekowisata Lokal sebagai Strategi Pembentukan
City Branding Kabupaten Pinrang ..................................................................70
BAB V....................................................................................................................77
A. Kesimpulan ....................................................................................................77
B. Saran ..............................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................78

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penelitian Terdahulu…………………………………………………17

Tabel 2 Kerangka pikir……………………………………………………….19

Tabel 3 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan


Kabupaten Pinrang……………………………………………………26

Tabel 4 Sebaran Daya Tarik Wisata Pada Kawasan Pembangunan Pariwisata di


Kabupaten Pinrang……………………………………………………59

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Pariwisata Kabupaten Pinrang………………………………31

Gambar 2 Pintu Gerbang Air Terjun Latta Pitu……………………………...32

Gambar 3 Kondisi Eksisting Air Terjun Latta Pitu…………………………..33

Gambar 4 Pintu Masuk Kawasan Air Terjun Karawa……………………….34

Gambar 5 Pentunjuk Arah ke Air Terjun Karawa…………………………..35

Gambar 6 Pintu Masuk Kelurahan Betteng…………………………………35

Gambar 7 Petunjuk Arah Masuk Daya Tarik Wisata, Program Alokasi Dana,
dan Gerbang Masuk Air Terjun Karawa…………………………36

Gambar 8 Loket Karcis Masuk ke Air Terjun Karawa………………………38

Gambar 9 Kondisi Eksisting Air Terjun Karawa…………………………….39

Gambar 10 Gerbang Masuk Permandian Air Panas Sulili……………………41

Gambar 11 Pintu Masuk Samping Permandian Air Panas Sulili………...…...41

Gambar 12 Pintu Masuk Utama Permandian Air Panas Sulili………………..42

Gambar 13 Loket Karcis Permandian Air Panas Sulili……………………….43

Gambar 14 Kondisi Eksisting Permandian Air Panas Sulili………………….44

Gambar 15 Gapura Selamat Datang di Lemo Susu…………………………..49

Gambar 16 Loket Tiket Masuk Permandian Air Panas Lemo Susu………… 49

Gambar 17 Kondisi Eksisting Permandian Air Panas Lemo Susu……………51

Gambar 18 Kondisi Eksisting Pantai Lowita………………………………….54

xii
DAFTAR LAMPIRAN

xiii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia kata pariwisata mulai di kenal oleh masyarakat sejak tahun
1958 setelah dimulainya Musyawarah Nasional Tourisme II di Tretes (Jawa
Timur) pada tanggal 12 sampai dengan 14 Juni 1958. Sebagai negara berkembang,
Indonesia sejatinya menyimpan potensi alam dan budaya yang luar biasa dan
dapat dijadikan modal dasar sekaligus keunggulan komparatif untuk
mengembangkan sektor pariwisata. Potensi yang dimiliki dapat dikonversi
menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi dengan daya saing yang tinggi. Selain itu,
kita mengetahui bahwa bahan baku usaha pariwisata sesungguhnya tidak akan
pernah habis-habis, sedangkan bahan baku usaha-usaha lainnya sangatlah terbatas.
(James J Spillane, 1991). Karena banyaknya potensi yang dimiliki Indonesia
membuat Indonesia banyak dilirik Wisatawan Mancanegara sebagai salah satu
tempat tujuan favoritnya. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki
sumber daya alam dan budaya yang beragam.
Kekayaan dan keragaman alam serta budaya tersebut merupakan modal
dasar dalam pembangunan. Dengan keberagaman kekayaan sumber daya alam
yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, flora, fauna, keindahan alam
serta bentuknya yang berkepulauan kaya akan adat istiadat, kebudayaan, dan
bahasa sehingga memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan domestik
maupun mancanegara. Saat ini sektor pariwisata merupakan sektor yang
dikedepankan karena dipercaya mampu meningkatkan perekonomian negara dan
masyarakat, dengan demikian pariwisata diharapkan dapat memicu perkembangan
dan pembangunan di Indonesia. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
menyaatakan bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia
sebanyak 1.377.067 pada tahun 2019, ini membuat pariwisata menajdi
penyumbah devisa terbesar kedua setelah migas.
Ekowisata merupakan sektor pariwisata yang berpotensi sebagai salah satu
penunjang perekonomian nasional, dari ekowisata juga dapat dimamfaatkan oleh

1
pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya sendiri.
Dengan adanya sektor ini selain mampu menyerap pekerja juga dapat sebagai
penghasil devisa yang baiik, dan juga mampu mendorong perkembangan dalam
investasi yuningsih (2005).Untuk melebarkan lagi sektor ini Pemerintah
berupayah keras menyusun rencana dan berbagai kebijakan yang dapat
mendorong kemajuan sektor ini. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah adalah menggali, menginventarisir dan memajukan objek-objek
wisata yang ada agar ketertarikan wisatawan semakin tinggi.
Pengembangan ekowisata di Daerah secara optimal memerlukan strategi
perencanaan, pemamfaatan, pengendalian, penguatan kelembagaan, serta
pemberdayaan masyarakat dengan memperhitungkan kaidah-kaidah ekonomi,
sosial,,ekologi, serta yang melibatkan pemangku kepentingan dalam hal
mengelola potensi ekowisata. Fahriansyah dan Yoswaty (2012) memaparkan
bahwa ekowisata ialah salah satu usaha yang mengedepankan berbagai produk
pariwisata berdasarkan sumber daya alam, pengelolaan ekowisata untuk
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, pendidikan yang berdasarkan
lingkungan hidup, sumbangan kepada upaya konservasi dan meningkatkan
kesejahteraan untuk masyarakat lokal. Dengan demikian, ada 3 aspek yang harus
dipenuhi dalam pengembangan ekowisata di suatu daerah wisata, yaitu :
pendidikan,kesejahteraan masyarakat lokal,dan konservasi lingkungan.
Pengembangan ekowisata memiliki tujuan kelestarian alam dan budaya
serta kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat lokal. Sementara
pemamfaatannya hanya dilakukan terhadap aspek jasa estetika, pengetahuan
(pendidikan dan penelitian) terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati,serta
pemamfaatan jalur untuk tracking dan adventuring (Hakim,2004). Ekowisata
merupakan kegiatan wisata yang di anggap sebagai kegiatan pariwisata
berkelanjutan. Wijayanti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata
berbeda dengan kegiatan pariwisata lain. Ekowisata mempunyai karasteristik yang
spesifik karna adanya kepedulian pada pelestarian lingkungan dan pemberian
mamfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

2
City branding merupakan salah satu upaya dalam membentuk daya saing
kota, dimana kebutuhan akan brand suatu daerah mempunyai positioning yang
kuat khususnya dalam bidang pariwisata secara global. City branding harus
mengangkat potensi dan keunikan kota agar membangkitkan rasa penasaran dari
masyarakat diluar kota tersebut, memberikan rasa keingintahuan yang lebih,
memberikan rasa bangga bagi orang yang berada di kota tersebut dan memberikan
keriduan ketika meninggalkan.
Kabupaten Pinrang adalah Propinsi Sulawesi Selatan di bagian utara.
Daerah ini memiliki potensi dari kekayaan alamnya terutama dari sektor
pertanian dan bentang alam yang menjadi tempat-tempat wisata. Kabupaten
Pinrang juga telah menerapkan konsep Egovernment dan merintis menjadi smart-
city dengan aksesibilitas internet di wilayahnya. Pemerintah kabupaten juga
membangun pengembangan aplikasi-aplikasi lokal seperti kemana Pinrang yang
berisi informasi tempat-tempat wisata di Pinrang. Pinrang memiliki potensi
ekowisata yang cukup besar yang meliputi wisata pegunungan dan wisata pantai
yang ramai dikunjungi masyarakat meskipun belum dibuka secara resmi,
diantaranya adalah Air Terjun Kalijodo, Karawa, dan Lette Pitu. Pinrang juga
memiliki pantai, bendungan, pemandian air panas, dan pulau di tengah danau.
Penelitian ini dilakukan dari hasil Pengamatan Penulis karna Diketahui
bahwa ada peluang untuk memanfaatkan potensi ekowisata sebagai strategi city
branding untuk kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Hal ini didukung oleh
potensi bentang alam kabupaten Pinrang, sarana dan prasarana pemerintah daerah,
dan budaya masyarakatnya. Warga Kabupaten Pinrang merupakan bagian dari
masyarakat diaspora dunia yang setiap pulang ‘mudik’ turut mempopulerkan
lokasi-lokasi ekowisata melalui sosial media. Budaya narsisme warga melalui
sosial media, disadari atau tidak, dapat menjadi modal untuk popularitas potensi
ekowisata tersebut. Namun, potensi ini tidak dapat dimanfaatkan maksimal justru
karena kurang adanya kesadaran dan kebutuhan untuk menetapkan city branding.
Keadaan ini dapat disebabkan karena tidak ada pengetahuan yang memadai dan
juga tidak ada tenaga ahli yang dapat membantu merumuskan city branding.
Penelitian ini akan menggali secara mendalam tentang potensi dan dukungan para

3
stakeholder bidang ekowisata di dalam menyusun dan menetapkan strategi city
branding.
Melihat Ekowisata memiliki berbagai kelebihan menyangkut
pembangunan berkelanjutan, Namun ekowisata tanpa adanya pengelolaan yang
baik dalam aspek pengembangan dan strategi yang baik tidak akan berjalan baik
pula. Hal ini sejalan dengan visi dan misi Politeknik Pariwisata Negeri Makassar,
Penelitian ini juga akan memperlihatkan integrasi peran stakeholder, potensi
wilayah dan keahlian akademis dapat merintis ke arah pemanfaatan ekowisata
yang lebih maksimal serta penyusunan city branding sehingga dapat
menghasilkan identitas wilayah dan arah kebijakan yang lebih jelas.
Berdasarkan kondisi kurangnya kesadaran tersebut peneliti tertarik untuk
menggali secara mendalam tentang potensi dan dukungan para stakeholder bidang
ekowisata di dalam menyusun dan menetapkan strategi city branding, maka
penulis mengambil judul untuk tugas akhir adalah “Pengembangan Potensi
Ekowisata Sebagai Strategi City Branding Pariwisata Kabupaten Pinrang”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Potensi dan Pengembangan Ekowisata Kabupaten Pinrang?
2. Bagaimana Potensi Pengembangan Ekowisata Lokal sebagai Strategi
Pembentukan City Branding Kabupaten Pinrang?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Potensi dan Pengembangan Ekowisata Kabupaten Pinrang
2. Mengetahui Bagaimana Potensi Pengembangan Ekowisata Lokal sebagai
Strategi Pembentukan City Branding Kabupaten Pinrang?

D. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui Potensi dan Pengembangan Ekowisata Kabupaten Pinrang
2. Sebagai panduan untuk menjadikan potensi pengembangan ekowisata lokal
sebagai strategi pembentukan city branding Kabupaten Pinrang
Diharapkan hasil penelitian dapat (1) Memberikan rekomendasi kebijakan
untuk pemerintah daerah mengenai strategi city branding, (2) Mengembangkan

4
industri ekowisata sebagai alternatif pemberdayaan masyarakat lokal yang
berwawasan pelestarian lingkungan hidup.
E. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan disajikan pokok-pokok permasalahann yang
akan dibahas yaitu :
1. BAB I merupakan bab pendahuluan berisi latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan sasaran penelitian, kegunaan, ruang lingkup penelitian
yang terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup sustansi materi,
definisi operasional, waktu penelitian dan sistematika penulisan.
2. BAB II merupakan tinnjauan pustaka yang didalamnya terdapat uraian
mengenai teori-terori relevan yang dijadikan sebagai landasan dalam
penelitian ini.
3. BAB III menguraikan tentang metode penelitian yakni menguraikan metode-
metode yang digunakan dalam penelitian, meliputi metode penelitian,
variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, dan analisis pengolahan
data.
4. BAB IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan, Bab ini menguraikan
pembahasan atas penelitian berdasarkan atas teori dan data yang tepat di
dapat melalui survey atau observasi lapangan, wawancara, studi literatur,
studi dokumentasi dan penyebaran kuesioner.
5. BAB V akan disajikan penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan
ini. Kesimpulan disini merupakan jawaban atas permasalahan dan
pembahasan serta rekomendasi mengenai penelitian atas Pengembangan
Potensi Ekowisata sebagai strategi City Branding Kabupaten Pinrang.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR


A. Tinjauan Pustaka
1. Pariwisata
Mengenai pengembangan pariwisata, pemerintah Indonesia sudah
menerapkan kebijakan tersebut yang dikeluarkan dalam bentuk Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2009 pariwisata. Pasal 2 mengatur bahwa Administrasi
Pariwisata Nasional berdasarkan pendapatan, keseimbangan, kemandirian,
keberlanjutan, keberlanjutan dan berkelanjutan. Selain itu, Pasal 4 mensyaratkan
bahwa tujuan industri pariwisata adalah: meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kesejahteraan rakyat, memberantas kemiskinan, mengatasi
pengangguran, dan melindungi lingkungan Sumber daya alam, mempromosikan
budaya. Pada prinsipnya Pariwisata menganut norma dan nilai agama sebagai
perwujudan konsep hidup seimbang hubungan antara manusia dan Tuhan Yang
Maha kuasa dan hubungan antara manusia dan lingkungan,melindungi alam dan
lingkungan, dan meningkatkan kapasitas masyarakat lokal.
Lingkup pengembangan pariwisata meliputi: pariwisata, tujuan wisata,
pasar, dan agen wisata. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009,
perkembangan pariwisata berdasarkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan nasional, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Provinsi dan
Pariwisata di daerah.
Istilah pariwisata lahir dari bahasa Sansekerta, yang komponennya terdiri
dari: “Pari”, yang artinya penuh, lengkap, bulat; “Wis (manusia)” yang berarti
rumah, harta benda, desa, masyarakat, dan “ata” berarti terus-menerus,
mengembara (berkelana), yang bila digabungkan menjadi satu kata menghasilkan
sebuah rumah (kampung) yang terus menerus berputar dan tidak berniat untuk
tinggal di tempat yang menjadi tujuan perjalanan.
Organisasi Pariwisata Dunia UNWTO mendefinisikan pariwisata sebagai
kegiatan seseorang yang melakukan perjalanan untuk tujuan wisata, komersial
atau tujuan lain di luar rumah dan sekitarnya selama maksimal satu tahun

6
berturut-turut dan tinggal di sana tanpa harus bekerja di tempat yang dikunjungi.
Menurut Hunzieker dan Krapf dalam Soekadijo, pariwisata dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan jaringan dan gejala yang berhubungan dengan tinggalnya
orang asing di suatu tempat, selama mereka tidak berada di sana untuk melakukan
suatu pekerjaan penting yang mendatangkan manfaat yang permanen atau
sementara.
Selain itu, Kodhyat (1998) mencatat bahwa pariwisata adalah perjalanan
sementara dari satu tempat ke tempat lain, yang dilakukan secara individu atau
kelompok dalam rangka menemukan keseimbangan atau keserasian dan
kebahagiaan dengan lingkungan di wilayah sosial, budaya, alam. Sedangkan
Murphy (1985) mendefinisikan sektor pariwisata sebagai seperangkat unsur yang
berkaitan dengan wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan wisata, industri, dan
lain-lain yang merupakan hasil perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata selama
perjalanan tersebut tidak bersifat permanen.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa pariwisata adalah kegiatan perjalanan yang melibatkan orang-orang dengan
tujuan memperoleh kesenangan dan memuaskan keinginan untuk mengalami
sesuatu yang baru dalam jangka waktu tertentu daripada untuk mencari nafkah.
dan juga dapat berimplikasi ekonomi bagi masyarakat.
2. Ekowisata
Ekowisata adalah perjalanan ke lingkungan alam dan buatan serta budaya
yang ada, informatif dan partisipatif, yang bertujuan untuk menjamin kelestarian
alam dan sosial budaya serta pengembangan pariwisata berkelanjutan. Ekowisata
merupakan alternatif untuk membangun dan mendukung konservasi ekologi yang
memberikan manfaat yang layak secara ekonomi dan etis dan sosial bagi
masyarakat (Subadra, 2008).
Tuwo (2011) mengatakan bahwa ekowisata didefinisikan sebagai bentuk
pariwisata yang menekankan tanggung jawab terhadap pelestarian alam,
memberikan manfaat ekonomi, dan melestarikan integritas budaya bagi
masyarakat setempat. Jika dikaji, definisi ini menggarisbawahi pentingnya
gerakan konservasi.

7
Menurut Subhadra (2008), konsep ekowisata pada dasarnya merupakan
alternatif dalam membangun pariwisata berkelanjutan, yaitu memperhatikan
masalah ekologi yang dapat mendatangkan manfaat ekonomi dan pemerataan
serta manfaat sosial bagi masyarakat. mengembangkannya.
Saat ini, ekowisata merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mempromosikan lingkungan yang khas, menjaga keaslian suatu kawasan,
dan menjadi kawasan lindung dengan pengelolaan yang berbasis perlindungan
lingkungan dan menjadi kawasan yang dapat dikunjungi. Ekowisata merupakan
salah satu pilihan yang tepat sebagai bentuk perlindungan dan pembelajaran alam
serta menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat setempat.
Ekowisata dapat didefinisikan sebagai konsep dasar dari wisata
berkelanjutan yang mempertimbangkan (3) pilar, meliputi ekologi, ekonomi, dan
sosial budaya, yaitu bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan ,
memberi mamfaat secara ekonomi, dan mempertahankan keutuhan budaya dari
msyarakat setempat.
Word Conservation Union (WCU) memberi batasan bahwa ekowisata
adalah perjalanan wisata kewilah-wilayah yang memiliki lingkungan alam yang
masih alami dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya
konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif dan memberi keuntungan sosial
ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.
Kegiatan ekowisata yang pertama diperkirakan pertamakali adalah
kegiatan safari berburu hewan di alam bebas ) yang dilakukan oleh para petualang
dan pemburu di Afrika. Kegiatan ini marak pada awal 1900. Dan pemerintah
kenya mengambil kesempatan mengambil kesempatan dan peluang bisnis dari
kegiatan safari ini. Pemerintah Kenya yang baru merdeka, dengan sumber daya
flora dan fauna yang dimilikinya menjual kegiatan petualangan safari kepada para
pemburu yang ingin merasakan padang safana dan mamalia Afrika yang liar dan
eksotis.
Namun akhirnya didasari pada perburuan yang tidak terkendali dapat
mengakibatkan kepunahan spesies flora atau fauna dan mengganggu
keseimbangan ekosistem yang ada. Belajar dari pengalaman ini,Pemerintah kenya

8
akhirnya melakukan banyak perubahan di dalam pelaksanaan kegiatan safari dan
mulai menerapkan konsep-konsep ekowisata modern di dalam industri
pariwisata.Pada akhir decade, 1970 gagasan ekowisata mulai diperbincangkan dan
dianggap sebagai suatu alternatif kegiatan wisata tradisional. Selama masa 1980-
an beberapa badan dunia, peneliti, pencinta lingkungan, ahli-ahli bidang
pariwisata dan beberapa Negara mulai mencoba merumuskan dan mulai
menjalankan kegiatan ini dengan caranya masing-masing.
Rumusan Ekowisata pernah dikemukakan oleh Hector Coballos-Lascurain
pada tahun (1987) sebagai berikut : Ekowisata adalah perjalanan ketempat-tempat
yang masih alami dan relatif belum terganggu atau tercemati dengan tujuan untuk
mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, flora dan fauna, serta
bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau
maupun masa kini”.
Bagi kebanyakan orang,terutama bagi pecinta lingkungan, runusan yang
dikemukakan oleh Hector Caballus-Lascurain tersebut berjumlah cukup untuk
menggambarkan dan menerangkan kegiatan ekowisata. Rumusan ini kemudian
disimpulkan oleh The Internasional Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun
1990-an, Sebagai berikut.”Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang
bertanggung jawab dengan menjaga menjaga keaslian dan kelestarian lingkungan
dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”. Penjelasan ini sebenarnya
hampir sama yang diberikan oleh Hector Ceballus-Lascurain yaitu sama-sama
menggambarkan kegiatan wisata di alam bebas atau terbuka, hanya saja menurut
TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung
jawan dan komitmen terhadap keaslian dan kelestarian lingkungan serta
kesejahteraan masyarakat setempat. Ekowisata merupakan usaha untuk
memaksimalkan dan sekaligus melestarikan potensi sumber daya alam dan budaya
masyarakat setempat untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang
berkesinambungan.
Fungsi Ekowisata dari kawasan Esensial Ekosistem di Kabupaten Pinrang
merupakan kegiatan manipulasi atau rekayasa lahan dan sumber daya alam dari
zona pemamfaatan secara optimnal guna menghasilkan produk kegiatan wisata

9
yang ekoligis, ramah lingkungan, bermartabat dan mensejahterahkan masyarakat
lokal khususnya Kabupaten Pinrang itu Sendiri. Ruang lingkup pengembangan
ekowisata meliputi : identifikasi potensi sumber daya, pemilihan objek wisata, dan
sarana/prasarana yang perlu dibangun penyusunan program dan paket ekowisata
yang disediakan, penetapan segmen pasar sasaran, distribusi dan promosi,
pengelolaan kawasan objek wisata serta pengorganisasian dan pengadaan sumber
daya manusia pengelola.
3. City Branding
City branding merupakan salah satu konsep dari branding. Branding
merupakan suatu konsep yang dibuat dengan tujuan mengembangkan suatu
produk. Sedangkan city branding merupakan strategi pemasaran kota dengan
tujuan untuk memperkuat hubungan dan membangun citra baik kota dengan
pengunjung, Wang (2014). Adapun tujuan lain dari city branding menurut Cai
(dalam Qu, Kim,& Im, 2011) yaitu untuk membangun sebuah citra positif suatu
tempat dan untuk membedakan tempat tersebut dengan pesaingnya. Strategi city
branding dapat dianggap sebagai salah satu tindakan strategis yang harus dikelola
oleh Pemerintah karena untuk mempromosikan suatu tempat atau Negara ke
tingkat Internasional( Hazime, 2011). Pemasaran suatu tempat merupakan suatu
konsep perencanaan dan perancangan suatu kota dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dari pengunjung kota atau biasa disebut dengan target pasar (Guo
2014).
Menurut Ashworth (dalam Hazime 2011) suatu kota perlu menciptakan
identitas yang menarik berbagai pihak dalam menghadapi persaingan antar Kota
dalam rangka menarik sumber daya, investasi atau wisatawan. Terbukti kota-kota
seperti Manchester, lyon, Detroit, Shanghai, Dublin, dan San Fransisco mampu
menarik perusahaan yang telah ada dan membuat investasi baik domestik atau
asing, sehingga ada perbedaan antara kota-kota tersebut dengan para pesaing
(Kerr, 2006; Hazzime, 2011). Keberhasilan dari penerapan strategi city branding
dari kota-kota tersebut tidak terlepas dari Pemerintah, investor, pelaku industri
pariwisata, maupun dari masyarakat lokal itu sendiri.

10
Peran masyarakat setempat juga menunjukkan bahwa mereka memang
sebuah dimensi yang penting untuk pembentukan merek suatu tempat dan oleh
karena itu penting untuk dipertimbangkan dalam branding suatu kota. Menurut
Braun ( dalam Braun, Zenker 2010) terdapat 4 peran warga lokal dalam proses
city branding yakni, pertama penduduk sebegai kelompok sasaran, penduduk
sebagai bagian terpadu dari merek tempat, dimana mereka bagian yang
terintegrasi dari merek suatu tempat. Ketiga penduduk sebagai duta untuk merek
tempat, dimana penduduk secara tidak langsung turut serta membantu
menyebarkan informasi dari kotanya dari mulut kemulut sehingga Pemerintah
akan sangat terbantu dengan hal tersebut. Keempat yaitu penduduk sebagai warga
Negara , dimana pelaksanaan merek suatu tempat memerlukan keseimbangan
antara merek Kota dengan dukungan dari masyarakat setempat ( Braun, 2009;
Braujn, Kavaratzis, & Zenker, 2010). Sehingga apabila penduduk atau kelompok-
kelompok tertentu pergi meninggalkan Kota maka proses pengembangan merek
suatu kota juga tidak akan berjalan dengan baik.
Persaingan sengit antara satu kota dengan kota yang lainnya,memotivasi
Pemerintah Kota untuk memamfaatkan metode pemasaran untuk promosi Kota.
Dalam pengertian ini strategi branding suatu tempat dapat dianggap sebagai salah
satu pelengkap dan tindakan strategis yang harus Pemerintah lakukan untuk
memperkuat sektor produktif dan untuk mempromosikan Negara ke Dunia
Internasional yang potensial (Hazime, 2011).
Konsep city Branding itu sendiri pertama kali diutarakan oleh Simon
Anholt dalam bukunya berjudul “Brand New Justice” pada tahun 2003. Menurut
Simon, city branding merupakan sebuah gagasan tentang bagaimana
mengaplikasikan sebuah identitas yang biasanya digunakan untuk suatu produk,
menjadi sebuah identitas tempat (place branding) yang diinginkan oleh para
pemangku kepentingan terkait dan menjadi nilai lebih dalam pandangan seorang
konsumen. Hal tersebut berbeda dengan city marketing dimana sebuah kota
dibentuk sesuai dan keinginan juga kebutuhan konsumen (mengikuti arus
keinginan konsumen). Oleh karena itu, adanya city branding tidak hanya
menguntungkan orang yang datang berkunjung ke kota itu saja, namun juga

11
berdampak positif bagi masyarakat yang bertempat tinggal di Kota tersebut.
Dampak positif dapat dirasakan di semua sektor, mulai dari pelayanan publik,
kesehatan hingga ekonomi.
Terdapat empat langkah proses strategi city branding menurut Andrea
Insch (dalam Lestari, 2016) :
1. Identity, proses mengidentifikasi asset, atribut dan identitaas suatu kota.
2. Objective (menentukan tujuan), mendefinisikan secara jelas alasan utama city
branding
3. Communication, proses komunikasi secara baik secara online maupun offline
dengan semua pihak yang berkepentingan dengan sebuah Kota.
4. Cohenrence, proses implementasi yang memastikan segala bentuk
programkomunikasi dari suatu kota terintegrasi, konsisten dan menyampaikan
pesan yang sama.
Selain empat langkah yang telah dipaparkan sebelumnya, ada dua cara
dalam melakukan city branding menurut sun (dalam Zhou & Wang 2014) yaitu
dengan membangun citra merek keseluruhan Kota yang mengintegrasikan faktor
politik, ekonomi dan budaya. Cara lain yaitu dengan membangun layanan wisata
sebagai langkah mempromosikan pariwisata secara eksklusif.
Kota sangat berbeda dengan sebuah Negara, dimana biasanya suatu Kota
sangat sulit untuk menemukan identitasnya sehingga dikenali oleh masyarakat
luas. Pada umumnya, beberapa Kota tidak memiliki aspek politik, ekonomi atau
budaya yang kuat untuk membentuk suatu citra Kota agar lebih terkenal,
meskipun Kota tersebut merupakan Ibu Kota suatu distrik atau privinsi.
Masyarakat masih susah untuk membedakan mana yang merupakan suatu
program yang dibuat Pemerintah agar Kota tersebut terkenal, ataukah karena Kota
tersebut memiliki sebuah keunikan sendiri karena ciri khasnya baik secara
demografi, geografi ataupun karena budaya lokal (Anhold, 2007:59).
Simon Anholt (2007, 59-61) menciptakan Branding Hexagon untuk
mengukur efektivitas city branding menggunakan, yang mana di dalamnya
terdapat enam aspek dalampengukuran efektivitas city branding terdiri atas : 1.

12
Presence (kehadiran) 2. Potential (potensi) 3. Place (tempat) 4. People (orang) 5
Pulse (semangat) 6. Prerequiste (prasyarat)
a. Presence (kehadiran)
Presence menjelaskan terkait status dan kedudukan Kota di mata Dunia
Internasional dan seberapa jauh Kota tersebut diketahui oleh warga Dunia. Anholt
melakukan survey terhadap 30 Kota dan mengidentifikasi karakteristik khusus
dari Kota tersebut serta menggali kontribusi penting di tingkat Dunia dalam hal
budaya, sains atau jalannya Pemerintahan selama kurun waktu 30 tahun terakhir.
b. Place (tempat)
Place mengukur bagaimana presepsi mengenai aspek fisik dari setiap Kota
apakah public merasa nyaman apabila melakukan perjalanan keliling Kota,
seberapa indah penataan Kota, serta bagaimana cuaca tersebut.
c. Potential (potensial)
Potential mengevaluasi kesempatan ekonomi dan pendidikan yang
ditawarkan kepada pengunjung, pengusaha, imigran, seperti apakah mudah
mencari pekerjaan, apakah tempat yang bagus untuk bisnis ataukah memiliki
objek pariwisata yang menarik, atau apakah merupakan tempat yang baik untuk
mendapatkan kualifikasi pendidikan yang tinggi.
d. People (orang)
People menilai apakah penduduk Kota bersahabat dan memberikan
kemudahan dalam bertukar budaya, serta bahasa juga apakah hal tersebut
menimbulkan rasa aman saat berada di dalamnya.
e. Pulse (semangat)
Pulse menganalisa apakah Kota tersebut memperlihatkan nuansa gaya
hidup urban sebagai bagian terpenting dari citra Kota, serta apakah publik dengan
mudah menemukan hal-hal menarik sebagai pengunjung maupun sebagai
penduduk Kota tersebut untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
f. Prerequisite
Prerequisite memaparkan potensi publik terhadap dasar suatu Kota,
apakah suka jika tinggal disana, apakah Kota tersebut memberikan akomodasi

13
yang disediakan, serta kemudahan akses pemenuhan kebutuhan seperti
infrastruktur dan lain-lain.
Penelitian mengenai city branding banyak dilakukan baik di Kota- kota
luar Negeri maupun di Indonesia, Penelitian yang dilakan oleh Mar Gomez et
al.(2018) dengan judul “City branding in Europan capitals : An analysis from the
visitor perpective” menyatakan bahwa tujuan penelitian tersebut adalah untuk
menganalisis aplikasi dari teori city branding di lima Kota besar di Eropa, yakni
london, Paris, Berlin, Roma, dan Madrid. Gomez menggunakan model terukur
city branding yang dihubungkan dengan variabel attitude towards the brand, brand
image, dan brand equity dengan menggunakan alat analisis PLS (partial least
square). Hasil penelitian menyatakan bahwa berdasarkan City Branding Index
(CBI) yang merupakan model pengukuran, terdapat celah (gap) dari lima Ibu Kota
di benua Eropa dalam aspek-aspek yang membentuk city branding. Hal tersebut
terjadi karena masing-masing kota menggunakan tools dan cara yang berbeda
untuk membangun keunggulan kompetitif suatu Kota meskipun menggunakan
dimensi pengukuran yang sama.
Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsep city branding dengan mengacu pada the city brand hexagon yang
diciptakan oleh simon Anhold (2003), merupakan strategi yg tepat agar Kota lebih
dikenal oleh masyarakat luas,Maka dari itu peneliti menggabungkan Ekowisata
dan City branding sebagai satu kesatuan yang bisa menjadikan Ekowisata sebagai
Citra Kota Pinrang yang bisa di kenal masyarakat luas.
3. Strategi City Branding
Membangun citra suatu kota/daerah juga merupakan salah satu bentuk
branding. Upaya branding tidak hanya mempromosikan slogan, logo, atau
identitas visual produk lainnya. (Kavaratzis, 2009). Agar suatu merek dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, diperlukan suatu
manajemen/strategi dalam menjalankan suatu merek. Ada banyak aspek yang
harus dipertimbangkan ketika mengimplementasikan dan mengomunikasikan
sebuah merek. Regulasi merek perusahaan (Kavaratzis, 2009: 34) Sebagai
kerangka merek kota, kesamaan ini dibagi menjadi delapan kategori, yaitu:

14
a. Vision and strategy
Dalam kerangka ini terdapat aspek perilaku kota yang membahas tentang
visi pemimpin dan strategi yang diterapkan, kualitas pelayanan dan jumlah event
yang berlangsung (Kavaratzis, 2004). Terakhir, aspek visi dan analisis strategis,
yang membahas persepsi suatu tempat tentang masa depannya (Ranisto, 2003).
b. Internal Culture
Dalam kerangka ini terdapat aspek internal identitas merek yang secara
internal menganalisis konstruksi merek dan penyebaran nilai-nilainya (Hankinson,
2007). Selanjutnya adalah aspek struktur organisasi yang melihat pada pemasaran
pemerintah dan organisasi kemitraan publik-swasta, jaringan pengembangan
masyarakat. (Kavaratzis, 2004)., Ada juga aspek ritme dalam konteks visi dan
strategi. Keempat, aspek hubungan konsumen, yang membahas tentang
pengelolaan hubungan internal seperti karyawan (Hankinson, 2004). Aspek
terakhir adalah aspek kelompok perencanaan, yang membahas tanggung jawab
pembuat kebijakan untuk perencanaan dan pelaksanaan praktik.
c. Local Community
Prioritaskan kebutuhan lokal, libatkan warga lokal, pengusaha dan
perusahaan dalam pengembangan brand. Melibatkan masyarakat, pengusaha, dan
bisnis lokal dalam upaya pemerintah menerapkan city brand merupakan salah satu
cara untuk menginternalisasi brand di masyarakat. Dalam kerangka ini terdapat
aspek perilaku kota, struktur organisasi (Kavaratzis, 2004). Selanjutnya, aspek
power, yang menganalisis pemberdayaan sosial dalam rangka memperkuat
kehadiran dan kepercayaan merek (Trueman, 2006). Selanjutnya adalah hubungan
dengan konsumen. dan keterbukaan, kehangatan orang-orang di perusahaan
(Anholt, 2006). Aspek nadi menganalisis gaya hidup, pemikiran masyarakat
tentang daya tarik suatu kota (Anholt, 2006). Para pihak membangun kemitraan
yang kuat (Hankinson, 2007).
d. Synergies
Dapatkan persetujuan dan dukungan dari pemangku kepentingan terkait
dan pastikan partisipasi yang seimbang. Pemangku kepentingan dalam upaya
penerapan city brand meliputi seluruh jajaran kantor wilayah, tokoh masyarakat,

15
pengusaha lokal, komunitas daerah. Termasuk konsumen dan masyarakat. Selain
itu, ada aspek layanan utama yang membahas layanan di jantung pengalaman
merek bagi wisatawan, seperti : Hotel, acara yang diselenggarakan (Hankinson,
2004). Selain itu, ada aspek hubungan publik-swasta yang membahas proses
organisasi yang kompleks (Rainist, 2003). Selain itu, aspek kesatuan politik yang
membahas kesepakatan urusan publik (Rainist, 2003)
e. Infrasturucture
Mengidentifikasi kebutuhan dasar suatu kota, seperti fasilitas umum yang
dapat digunakan oleh masyarakat dan wisatawan yang datang, dalam kerangka ini
terdapat beberapa aspek yaitu proyek infrastruktur yang membahas proyek yang
telah dikembangkan untuk membuat, meningkatkan atau meningkatkan satu untuk
memberi karakter pada infrastruktur yang dibutuhkan (Kavaratzis, 2004).
Berikutnya adalah aspek infrastruktur merek, yang membahas penciptaan
lingkungan atau fasilitas buatan yang disengaja (Hankinson, 2004). Berikutnya
adalah aspek kehadiran yang dibahas oleh simbol ikonik, yang menawarkan citra
visual sebagai identitas khas (Trueman 2006) yang menganalisis asosiasi merek
kota yang dikelola manajemen (Rainist, 2003).
f. Cityscape and Gateawasy
Kemampuan untuk menciptakan lingkungan yang mampu mewakili dan
memperkuat brand kota. Daerah harus mampu membangun/menciptakan ornamen
pendukung yang dapat menunjang terciptanya brand image kota/daerah. Dalam
kerangka ini terdapat aspek-aspek seperti kehadiran, infrastruktur merek, layanan
utama, identitas tempat seperti pada kerangka sebelumnya, di bawah aspek
strategi lansekap yang membahas desain perkotaan dalam kaitannya dengan
arsitektur, ruang publik, dan seni publik (Kavaratzis, 2004). . Terakhir, aspek
tempat membahas kumpulan aspek fisik kota, apakah indah atau menyenangkan
(Anholt, 2006).
g. Opportunities
Ada peluang baik untuk tujuan individu, misalnya berkaitan dengan gaya
hidup perkotaan, pelayanan yang memuaskan, pendidikan, maupun untuk tujuan
perusahaan, misalnya berkaitan dengan keuangan dan tenaga kerja, yang dapat

16
menunjukkan potensi kota. Dalam kerangka tersebut terdapat aspek-aspek yang
terkait dengan adanya peluang masyarakat, antara lain aspek perilaku perkotaan,
ritme, multi aktor dan terakhir aspek pembangunan lokal yang membahas tentang
pemberdayaan masyarakat lokal (Rainisto, 2003).
h. Communication
Meningkatkan pesan-pesan yang gencar dikomunikasikan pemerintah
kepada masyarakat dalam rangka menyebarkan informasi tentang city branding.
Kerangka ini mengacu pada aspek komunikasi yang disengaja, yang menganalisis
komunikasi yang sengaja dilakukan melalui praktik pemasaran (Kavaratzis,
2004). Selain itu, terdapat aspek kehadiran, tujuan, hubungan dengan konsumen,
kehadiran, identitas citra tempat seperti pada bingkai sebelumnya.

B. Penelitian Terdahulu
Tabel 1 ( Penelitian Terdahulu)
No. Nama Peneliti Relevansi dengan Penelitian yang akan
dilaksanakan

1 Siti Faridani Fauzan Penelitian terdahulu ini memberikan


pemikiran positif bagi peneliti yang
(2016) Universitas
akan dilaksanakan dalam
Telkom Bandung
keterkaitannya dengan strategi city
branding.

2 Yuni |Lovita Putri Penelitian ini memberikan gambaran


(2015)Universitas pemikiran yang dapat peneliti
Muhammadiyah gunakan dalam hal city branding
Surakarta seperti menggunakan website social.

3 Penelitian ini memberikan gambaran


Adhan Herdiansyah
penelitian kepada peneliti yang dapat
(2013 Universitas
peneliti gunakan dalam hal
Padjajaran
pemamfaatan website

17
4 Penelitian ini memberikan gambaran
Permatasari (2014)
kepada peneliti dalam hal pendekatan
kepada masyarakat untuk
memberikan persepsi yang baik
terhadap pengembangan ekowisata

5 Penelitian ini memberikan gambaran


Budiarjono (2013)
kepada peneliti hubungan antara
Agrowisata dengan Pangembangan
Ekowisata Berkelanjutan

Sumber : Peneliti (2021)


Berdasarkan studi terdahulu yang dilakukan oleh penulis ,maka penelitian
ini membahas, Pengembangan Potensi Ekowisata sebagai Strategi City Branding
Pariwisata Kabupaten Pinrang. Pada penelitian ini penulis akan berfokus pada
pengembangan ekowisata dalam membuat strategi City Branding Kabupaten
Pinrang dan Memberikan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah daerah serta
pihak pihak terkait mengenai strategi city branding dalam pengembangan
ekowisata wilayahnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya hanya berfokus
pada City Branding dan Ekowisata, melihat hal tersebut peneliti mengambil
kesimpulan untuk menggabungkan Ekowisata dan City Branding menjadi satu
kesatuan guna untuk meningkatkan pengembangan ekowisata dan juga
pendapatan asli daerah (PAD) kota Pinrang sendiri.
C. Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, untuk menjawab dan memecahkan masalah
permasalahan yang telah dirumuskan,maka perlu adanya suatu kerangka konsep
atau model penelitian yang dapat digunakan sebagai kerangka kerja dalam
penelitian ini. Kerangka konsep atau model penelitian ini merupakan abstraksi dan
sintesis dari kajian pustaka.

18
Secara kualitatif deskriptif penelitian ini menggunakan alur berfikir yang
berawal dari inisiatif penulis sebagai warga asli dari lokasi penelitian yang akan
dilakukan, melihat bahwa industri ekowisata di pinrang sejauh ini tidak mendapat
prioritas dikarenakan tidak adanya tenaga ahli untuk menggali potensi Ekowisata
ini dan boleh jadi terkait dengan realitas dilapangan yaitu keterbatasan
infrastruktur dan konflik kepemilikan lahan, Maka berdasarkan kerangka
pemikiran tersebut di atas, maka dasar landasan pemikiran tersebut dapat
digambarkan kerangka konsep atau model penelitiannya seperti dituangkan dalam
Tabel di bawah :
Tabel 2 ( Kerangka Pikir )

Pengembangan Potensi Ekowisata sebagai


Strategi City Branding Pariwisata Kabupaten
Pinrang

Bagaimana Potensi Pengembangan Ekowisata


Bagaimana Potensi dan Pengembangan
Lokal sebagai Strategi Pembentukan City
Ekowisata Kabupaten Pinrang Branding Kabupaten Pinrang

Identifikasi dan Inventarisasi Analisis potensi Ekowisata


Potensi Ekowisata Lokal sebagai Strategi
Pembentukan City Branding

Mengetahui Efektifitas
Ekowisata sebagai City
Branding

Untuk Menjadikan Ekowisata sebagai Strategi Pembentukan City


Branding Kabupaten Pinrang

Sumber : Peneliti (2021)

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Djam'an Satori (2011: 23) mengemukakan bahwa penelitian ini bersifat kualitatif
alasannya karena peneliti ingin mendalami fenomena tersebut tidak dapat
dikuantifikasi, sama deskriptifnya dengan sebuah proses langkah kerja, rumus
rumus,berbagai konsep, karakteristik barang dan jasa, gambar, gaya, adat istiadat
budaya, model fisik artefak dan sebagainya.
Selain itu, Sugiono (2012: 9) juga merekomendasikan penelitian kualitatif
sebagai metode penelitian berbasis filosofi post-positivism, digunakan untuk
menguji kondisi benda-benda alam, dimana peneliti adalah alat utama, teknik
pengumpulan data melalui triangulasi, analisis data bersifat induktif atau
kualitatif, dan hasilnya penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
daripada generalisasi.
Berdasarkan penelitian deskriptif oleh Nana Syaodih Sukmadinata (2011:
73) kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan dan mendeskripsikan fenomena
alam dan rekayasa yang ada lebih memperhatikan karakteristik, kualitas, kaitan
antar aktivitas. Lagipula, penelitian deskriptif tidak menyediakan pemrosesan,
manipulasi, atau modifikasi variabel-variabel dalam penelitian, tetapi
menggambarkan suatu kondisi dimana. Satu-satunya perawatan yang diterima
adalah studi ini sendiri dilakukan melalui observasi, wawancara dan pencatatan.
Berdasarkan keterangan para ahli tersebut di atas, dapat ditarik kembali
kesimpulannya adalah penelitian deskripsi kualitatif merupakan rangkaian
kegiatan untuk mendapatkan data apa adanya dan hasilnya menekankan pada
makna. Maka dari penjelasan para ahli tersebut di atas penelitian ini ingin
mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengembangan Ekowisata di
Kabupaten Pinrang, karena hal tersebut peneliti harus terjun langsung
kelapangan bersama objek penelitian sehingga jenis penelitian kualitatif deskriptif
kiranya lebih tepat untuk digunakan.

20
B. Setting Penelitian
1. Lokasi penelitian
Lolasi Penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian
tersebut akan dilaksnakan, adapun penelitian yang dilakukan penulis mengambil
lokasi di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari sampai dengan Juni
2021 dimulai dari tahap pra survey hingga tindakan penelitian.
3. Subjek Penelitian
Berdasarkan dari judul yang angkat dalam penelitian ini, maka penelitian
ini difokuskan dalam melihat dan mempelajari persepsi masyarakat terhadap
pengembangan Ekowisata di kabupaten Pinrang
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi menurut Widoyoko (2014:46) observasi merupakan pengamatan
dan pencacatan secara sistematis terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu
gejala pada objek penelitian. Sedangkan menurut Sugiyono (2014:145) observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis.
Berdasarkan penjelasan para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
observasi adalah penelitian dengan melakukan pengamatan dan pencatatan dari
berbagai proses biologis secara langsung maupun tidak langsung yang tampak
dalam suatu gejala pada objek penelitian.
Jenis-jenis observasi menurut Riyanto (2010:98-100) :
a. Observasi partisipan
Observasi partisipan adalah observasi dimana orang yang melakukan
pengamatan berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang
diobservasi.
b. Observasi non partisipan
Observasi dikatakan non partisipan apabila observasi tidak ikut ambil
bagian kehidupan observer

21
c. Observasi non siematik
Observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrument pengamatan.
2. Wawancara
Menurut Riyanto (2010:82) interview atau wawancara merupakan metode
pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik
dengan subyek atau responden. Wawancara yang peneliti gunakan adalah
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang sudah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pegumpulan datanya. Pedoman yang digunakan hanya berupa
garis-garis besar permasalahan.
3. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2014) Dokumentasi adalah dokumen pariwisata yang
telah terjadi. Dokumen yang dapat berupa teks, gambar, atau karya peringatan
seseorang. Dokumen berupa gambar,seperti foto, gambar, realtime, sketsa dan
lain-lain. Berupa karya file misalnya berupa karya seni berupa gambar, patung,
film, dan lain-lain. Berdasarkan pengertian dari dokumen, sehingga dapat
dikatakan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data melalui dokemntasi.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang diperoleh
adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata dan bukan rangkaian
angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori/struktur klasifikasi. Data
bisa saja dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari
dokumen, pita rekaman) dan biasanya diproses terlebih dahulu sebelum siap
digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis), tetapi
analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun ke dalam
teks yang diperluas, dan tidak menggunakan perhitungan matematis atau statistika
sebagai alat bantu analisis.
Analisis data disebut juga pengolahan dan penafsiran data. Analisis data
merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi,
wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus

22
yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari
makna.
Sifat analisis dalam penelitian kualitatif adalah penguraian apa adanya
fenomena yang terjadi (deskriptif) disertai penafsiran terhadap arti yang
terkandung dibalik yang tampak (interpretif). Dalam penelitian ini peneliti
melakukan analisis interpretif dengan mengandalkan daya imajinasi, intuisi, dan
daya kreasi peneliti dalam proses yang disebut reflektif dalam menangkap makna
dari objek penelitian. Tujuan analisis tersebut adalah untuk menemukan makna
peristiwa yang ada pada objek penelitian dan menginterpretasikan makna dari hal
yang diteliti. Data-data yang nantinya diperoleh dari penelitian yaitu tentang
pengembangan potensi ekowisata sebagai strategi branding Kabupaten Pinrang
akan dianalisis dan ditafsirkan kedalam kata-kata atau penjelasan yang bisa
dipahami dengan jelas oleh orang lain, untuk kemudian disajikan secara tertulis
dalam bentuk laporan penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif mencakup
transkip hasil wawancara, reduksi data, analisis, interpretasi data dan triangulasi.
Dari hasil analisis data yang kemudian dapat ditarik kesimpulan. berikut ini
adalah teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti:
1. Reduksi Data
Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan.
2. Triangulasi
Selain menggunakan reduksi data peneliti juga menggunakan teknik
Triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam
pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara
terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330)

23
3. Menarik Kesimpulan
Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Ketika
kegiatan pengumpulan data dilakukan, seorang penganalisis kualitatif mulai
mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi.
Kesimpulan yang mula-mulanya belum jelas akan meningkat menjadi lebih
terperinci. Kesimpulan-kesimpulan “final” akan muncul bergantung pada
besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan,
dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan
pemberi dana, tetapi sering kali kesimpulan itu telah sering dirumuskan
sebelumnya sejak awal.

24
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pinrang.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.961,77 km² dengan jumlah penduduk
sebanyak ± 351.118 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 171
jiwa/km2, dimana bahasa yang digunakan di kabupaten ini adalah bahasa Bugis.
Penduduk di kabupaten ini mayoritas beragama Islam. Kabupaten Pinrang terletak
pada Koordinat antara 43°10'30" - 30°19'13" Lintang Utara dan 119°26'30" -
119°47'20" Bujur Timur.
Jarak tempuh dari Ibukota Provinsi ke Kabupaten Pinrang ± 173 km
dengan batas-batas sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Kabupaten Tana Toraja
• Sebelah Selatan : Kota Pare-pare
• Sebelah Timur : Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap
• Sebelah Barat : Selat Makassar dan Kabupaten Polmas
Wilayah Kabupaten Pinrang terbagi dalam 12 Kecamatan terbagi atas 39
kelurahan dan 65 Desa. Kondisi topografi wilayah pada umumnya berbukit-bukit
dengan ketinggian 100 – 2000 meter di atas permukaan laut. Tipe Iklim di
wilayah ini termasuk tipe B dan C dimana musim hujan terjadi pada Bulan
November hingga Juni dan sebaliknya musim kemarau terjadi pada Bulan
Agustus hingga Bulan September, secara umum curah hujan terjadi cukup tinggi
dan sangat dipengaruhi angin musiman. Suhu udara rata-rata mencapai 280C
dengan curah hujan rata-rata mencapai 174,93 mm/bln.

25
Tabel 3 (Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan
Kabupaten Pinrang Tahun 2017)

No KECAMATAN LUAS KELURAHAN DESA LINGKUNGAN DUSUN

AREA

(Km2)

1 Suppa 74.2 2 8 5 22

2 Mattiro Sompe 96.99 2 7 4 19

3 Lanrisang 73.01 1 6 3 16

4 Mattiro Bulu 132.49 2 7 6 19

5 Watang Sawitto 58.97 8 - 17 -

6 Paleteang 37.29 6 - 14 -

7 Tiroang 77.73 5 - 13 -

8 Patampanua 136.85 4 7 13 19

9 Cempa 90.3 1 6 2 15

10 Duampanua 291.86 5 10 10 27

11 Batulappa 158.99 1 4 4 11

12 Lembang 733.09 2 14 5 41

Total 1.961,77 39 69 96 181

Sumber : BPS Kabupaten Pinrang (2017)


Kabupaten Pinrang merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi
Sulawesi Selatan, Indonesia. Pemerintahan ini berjarak 185 km dari Makassar di
sebelah utara, yang berbatasan dengan pemerintahan Polewali Mandar, provinsi
Selawesi Barat, dengan luas wilayah 1.961,77 km yang terbagi dalam 12
kecamatan yang meliputi 6 desa. Dan 36 kecamatan, terdiri dari 86 kelurahan dan
189 desa.

26
Kabupaten Pinrang memiliki garis pantai sepanjang 93 km sehingga
terdapat kawasan budidaya perikanan di sepanjang pantai, di dataran rendah yang
didominasi oleh persawahan termasuk perbukitan dan pegunungan. Kondisi ini
mendukung Kabupaten Pinrang sebagai daerah yang potensial untuk sektor
pertanian dan memungkinkan pengembangan berbagai produk pertanian (tanaman
pangan, perikanan, perkebunan dan peternakan). Ketinggian daerah adalah 0.500
m di atas permukaan laut. 1000 m di atas permukaan laut (19,69%) dan ketinggian
1000 m di atas permukaan laut. (9,90%)
Luas wilayah kecamatan Mattiro Sompe adalah 96,99 km2 atau 9.700 ha
dengan garis pantai seluas 7.386 ha atau 10,66%, memiliki panjang pantai 9,10
km2. Kecamatan Mattiro Sompe digunakan secara administratif sepanjang tahun
dan diperoleh dari air untuk irigasi. Pengelolaan air baku untuk pengolahan air
murni. Namun, daya tampungnya menurun, terutama pada musim kemarau. Selain
sumber, jumlah penduduk Kecamatan Mattiro Sompe yang terdiri dari 9
(sembilan) desa/kelurahan berpenduduk 27.511 jiwa, dengan jumlah penduduk
laki-laki 13.254 jiwa dan jumlah penduduk 13.254 jiwa, penduduk perempuan
14.257 jiwa.
Jumlah penduduk terbesar adalah Desa Langnga dengan jumlah 4.955 jiwa
dan kepadatan penduduk 866 jiwa/km2. Kemudian desa Pallameang dengan
jumlah penduduk 4.537 jiwa dengan kepadatan penduduk 1533 jiwa/km2,
sedangkan desa dengan kepadatan penduduk rendah adalah Mattiro Tasi dengan
jumlah penduduk 2.085 jiwa dengan kepadatan penduduk 154 jiwa/km2.
Kecamatan Mattiro Sompe memiliki luas wilayah 9.700 ha. Tata guna lahan di
Kecamatan Mattiro Sompe didominasi oleh tambak dan persawahan, luas tambak
4.148,90 ha pada tahun 2010 dan persawahan Páramo 3.222,93 ha dengan seluas
867,20 Ha.
Wilayah Kabupaten Pinrang merupakan salah satu lokasi Pengembangan
Desa Pesisir Tangguh (PDPT) tahun 2012-2014 yang berada di 1 (satu) desa dan 2
(dua) kecamatan dalam 1 (satu) kecamatan diantaranya Desa Mattirotasi, Desa
Langnga dan Pallameang Desa. Lokasinya berada di kecamatan Mattirosompe
dengan profil desa sebagai berikut:

27
Desa Mattiro Tasi merupakan salah satu dari 9 desa atau kelurahan di
kecamatan Mattiro Sompe yang berjarak 9 km sebelah utara kecamatan Mattiro
Sompe. Desa Mattirotasi memiliki luas ± 1.471,41 hektar. Lahan di desa
Mattirotasi sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian, tambak, sawah,
peternakan, nelayan, dll. Sisanya untuk lahan kering berupa bangunan dan fasilitas
lainnya.
Kisah Desa Mattirotasi dimulai dengan berdirinya Dusun Ammani yang
berasal dari kata “Ammani” yang berarti aman, dan sejak awal Dusun Ammani
telah menjadi bagian dari desa Mattongangtongang dan penduduk Dusun Ammani
terdiri dari berbagai suku yang hidup. dengan itu. antara lain batang tulang,
Maros, Makasar dan Mandar. Dari waktu ke waktu desa Ammani tumbuh dan
penduduknya semakin bertambah, hingga akhirnya Ammani terbentuk menjadi
desa persiapan matrikulasi di bawah arahan H. Makkulau yang sebelumnya
menjabat sebagai kepala desa. (Kepala Desa) sampai tahun 1994. Kemudian
Mattirotasi menjadi desa akhir. Desa Mattirotasi berpenduduk 1632 jiwa dan
merupakan yang terbesar dari 3 desa yang ada di wilayah desa Mattirotasi. Karena
desa Mattirotasi merupakan desa pertanian, nelayan, pedagang, dll, maka sebagian
besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.
2. Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pinrang
Keberadaan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga merupakan factor
penting dalam pembangunan Pariwisata khususnya pada sektor Ekowisata mulai
dari perizinan pembangunan kawasan wisata, pemberdayaan masyarakat, dan
penyelesaian konflik kepemilikan lahan yang selalu saja menjadi penghambat
dalam pengembangan sector Pariwisata.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional, seperti dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2010 sampai dengan
Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pemantauan, dan Evaluasi

28
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Peraturan tersebut mengatur bahwa
setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) wajib menyusun Rencana Strategis
(Renstra) SKPD yang merupakan dokumen perencanaan SKPD untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun.
Sejarah berdirinya Kabupaten kita perlu tahu bahna nama pinrang di ambil
dari kata yang terdiri dari dua versi, Versi pertama menyebutkan bahwa Pinrang
berasal dari bahasa Bugis, artinya kata “benrang” yang artinya “genangan air”
bisa juga berarti “rawa”, dataran rendah yang sering tergenang air dan berawa.
Versi kedua mengklaim bahwa ini karena Raja Sawitto yang disebut La
Dorommeng La Paleteange pernah dibebaskan dari pengasingan dari Kerajaan
Gowa berkat bantuan Baso Panca Arung Enrekang dan pasukan pemberaninya
dari desa Kaluppini Enrekang. karena wajah raja berubah dan mereka berkata
"Pinra Bawangngi tappana puatta tiang Gowa" yang berarti mengubah wajahnya
menjadi Tuan Kita dari Gowa. Oleh karena itu, setelah itu masyarakat mulai
menyebut kawasan Pinra yang hendak diubah, ke depan warga setempat
mengganti namanya menjadi Pinrang.
Sumber lain ini mengatakan bahwa pemukiman kota Pinrang yang dulunya
rawa selalu tergenang air, mengakibatkan masyarakat selalu mencari pemukiman
yang bebas genangan air, berpindah-berpindah atau dalam bahasa bugis di artikan
sebagai pemukiman dalam bahasa Bugis ONROANG”. Disebut: PINRAPINRA .
Dari dua cerita yang berbeda tersebut lahir istilah yang sama yaitu “PINRA”,
kemudian kata tersebut dalam perkembangannya dipengaruhi oleh intonasi dan
dialek bahasa Bugis, sehingga menjadi Pinrang, yang kini berlabuh sebagai nama
Kabupaten Pinrang.
Cikal bakal Kabupaten Pinrang berasal dari Onder Afdeling Pinrang yang
berada di bawah Afdeling ParePare, gabungan empat kerajaan yang kemudian
menjadi swapajak atau Swapraja, yaitu KASSA, BATULAPPA, SAWITTO dan
SUPPA, yang sebelumnya menjadi anggota. adalah konfederasi kerajaan
Massenrengpulu (Kassa dan Batulappa) dan Ajattappareng (Suppa dan Sawitto).
Ini adalah bagian dari perjuangan kolonial untuk memecah persatuan di Sulawesi
Selatan. Nama Pinrang sebagai nama daerah dipilih karena daerah Pinrang

29
merupakan tempat berkumpulnya empat raja dan sekaligus didirikan kantor Onder
Afdelingeen (Kantor Kependudukan). Kemudian Onder Afdeling Pinrang menjadi
Bunken Kanrikan Pinrang pada masa pendudukan Jepang dan menjadi Kabupaten
Pinrang pada masa kemerdekaan.
Ketika Jepang memasuki Pinrang sekitar tahun 1943, sistem pemerintahan
peninggalan kolonial yang terstruktur lengkap diketahui terdiri dari 4 (empat)
Swapraja, masing-masing Swapraja Sawitto, Swapraja Batu Lappa, Swapraja
Kassa dan Swapraja Suppa. Ketika Pinrang menjadi Onder Afdeling di bawah
Afdeling Parepare, sedangkan Afdeling Parepare adalah salah satu dari tujuh
Afdeling yang ada di Provinsi Sulawesi.
3. Pariwisata Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang memiliki potensi pariwisata yang cukup melimpah
terutama sektor pariwisata berbasis Alam, diantaranya yang paling berpotensi
untuk di kembangkan adalah air terjun latta pitu, air terjun karawa,permandian air
panas Lemo Susu, permandian air panas sulili, dan Pantai Lowita. Namun
dikarenakan tidak adanya pengelolaan yang baik, kurangnya sdm yg memadai dan
perkara kepemilikan menyebabkan lahan objek- objek berpotensi tersebut tidak
bisa dikelola dengan baik ataupun untuk Dinas Pariwisata tidak terlibat
sepenuhnya di dalam pengelolaan daya tarik wisata ,penurut pengamatan peneliti
sendiri, Kabupaten Pinrang dengan melihat letak geografisnya yang merupakan
Kabupaten penghubung antara Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan ini bisa
dijadikan point acuan untuk membangun pariwisata yang tidak pernah mati atau
Sustainable Tourism dengan memamfaatkan letak Geografis Wilayahnya. Tidak
hanya objek yang paling berpotensi ini yg mengalami permasalahan seperti di atas
namun juga beberapa objek yang digambarkan di bawah ini :

30
Gambar 1 ( Peta Pariwisata Kabupaten Pinrang)

Sumber : Studestination (2016)

B. Penyajian dan Analisis Data


Dalam penelitian ini , penulis menggunakan teknik pengumpulan data
observasi, wawancara , dan dokumentasi. Dengan demikian penulis dapat
memperoleh data dari wawancara dan observasi langsung ke lapangan sebagai
berikut :

1. Identifikasi dan Inventarisasi Potensi Ekowisata Kabupaten Pinrang


Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti tentang potensi
ekowisata Kabupaten Pinrang, Maka dilakukan 2 cara yaitu : identifikasi potensi
ekowisata dan inventarisasi. Setelah peneliti melakukan kajian lebih dalam
tentang ciri ciri dan pemaknaan kritis mengenai konsep Ekowisata maka peneliti
melakukan Identikasi terhadap objek-objek wisata di Kabupaten Pinrang dengan

31
melakukan observasi langsung kelapangan dan peneliti menemukan bahwa dari
15 daya tarik wisata alam di kabupaten Pinrang yang memenuhi kriteria keunikan
ada 5 Daya tarik wisata berbasis ekowisata. Adapun kelima daya tarik wisata
tersebut :
a. Profil Air Terjun Latta Pitu
Air terjun latta pitu terletak di Desa Rajang, Lembang, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan 91254, Berada pada ketinggian 900 Mdpl

Gambar 2 ( Pintu Gerbang Air Terjun Latta Pittu )

Sumber : Peneliti (2021)

Dari foto selamat datang di atas dapat dilihat bahwa daya tarik wisata ini
dikelola oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kab.Pinrang, Namun realita
dilapangan tidak ada 1 pun guide ataupun penjaga di jalan sepanjang memasuki
daya tarik ini.

32
Gambar 3 (Kondisi Eksisting Air Terjun Latta Pitu)

Sumber : Peneliti (2021)

Gambar di atas memperlihatkan kondisi eksisting air terjun latta pitu pada
susunan ke 3, adapun susunan lain belum bisa di akses peneliti dikarenakan tidak
adanya jalan untuk menyusuri bagian lain dari air terjun ini, bagian lain air terjun
ini bisa dilihat menggunakan drone, Namun karena keterbatasan materi dan alat
penelitian dan waktu dilapangan belum bisa meyusuri dan memperlihatkan bagian
lain tersebut .

33
b. Profil Air Terjun Karawa
Air terjun karawa terletak di Betteng, Lembang, Kabupaten Pinrang,
Sulawesi Selatan 91254, Air terjung ini memiliki ketinggian sekitar 30 meter lebih
yang berada di puncak Gunung Karawa. Untuk menuju lokasi ini Peneliti harus
menempuh perjalanan sejauh 35 Km dari pusat Kota Pinrang.

Gambar 4 ( Pintu Masuk Kawasan Air Terjun Karawa)

Sumber : Peneliti (2021)

Gambar tersebut memperlihatkan Gerbang masuk menuju objek wisata air


terjun karawa, Jalan ini merupakan jalan poros utama Kabuapten Pinrang berada
tidak jauh dari perbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan berjarak sekitar 27
km dari pusat Kota Pinrang.

Gambar 5 ( Petunjuk arah ke Air Tejun Karawa)

34
Sumber : Peneliti (2021)

Gambar di atas menunjukkan arah ke lokasi daya tarik wisata air terjun
karawa dari sini akan menempuh perjalanan sekitar 2 jam menuju lokasi air terjun
karawa. Dari titik ini jalan yang kita lewati relatif bisa dikatakan baik karena
infrastruktur yang memadai hingga ke pintu gerbang masuk air terjun karawa.

Gambar 6 ( Pintu Masuk Kelurahan Betteng)

35
Sumber : Peneliti (2021)

Gambar di atas memperlihatkan pintu selamat datang di Kelurahan betteng


yang dimana merupakan tanda bahwa kita sudah berada di pertengahan perjalanan
menuju lokasi air terjun Karawa, Dari lokasi ini masih diperlukan sekitar -+ 40
Menit Perjalanan menggunakan motor menuju pintu gerbang air terjun karawa.

Gambar 7 ( Petunjuk arah Masuk daya tarik wisata, Program alokasi dana dan
Gerbang masuk Air Terjun Karawa)

36
Sumber : Peneliti (2021)

Gambar di atas memperlihatkan tanda bahwa kita telah sampai di pintu


masuk daya tarik wisata air terjun karawa, Disini juga kita dapat melihat tulisan di
atas batu yang bertuliskan program alokasi anggaran pada tahun 2019 untuk
pembangunan sarana dan prasarana. Namun disini ada yang keliru dikarenakan
apa yang di tuliskan tersebut tidak sesuai dengan realita yang ada dilapangan,

37
peneliti tidak menemukan sesuatu yang di bangun ataupun di lakukan perbaikan
kecuali jalan yang terbeton itupun sekarang kondsinya sudah rusak.

Gambar 8 ( Loket Karcis Masuk Air Terjun Karawa)

Sumber : Peneliti (2021)

Gambar di atas memperlihatkan loket karcis sebelum peneliti bisa


melanjutkan perjalanan masuk ke air terjun karawa, dari titik ini masih diperlukan
perjalanan sejauh 2 km yang tentunya menanjak, dari titik ini peneliti melakukan
perjalanan kaki selama -+ 1 jam perjalanan. Adapun harga tiket masuk yaitu
Rp.5000 per orang. Namun setelah melakukan wawancara di Dinas Pariwisata

38
peneliti menemukan bahwa tiket tersebut merupakan tiket illegal. Bapak
Mustamin sehu mengatakan bahwa “itu tidak boleh itu karna dikelola dinas bukan
swasta harusnya kami tindak itu”

Gambar 9 ( Kondisi Eksisting Ait Terjun Karawa)

Sumber : Peneliti (2021)

39
Gambar di atas merupakan kondisi eksisting air terjun karawa, air disini
sangat sejuk sehingga bisa untuk berenang, pada kondisisi tertentu setiap harinya
akan ada pelangi yang terlihat di ujung air yang jatuh, air terjun ini memili tinggi
sekitar 30 meter, di tempat ini terdapat fasilitas seperti wc umum namun karena
tidak ada pengelolaan yang baik jadi kondisinya saat ini tidak layak pakai.

c. Profil Permandian Air Panas Sulili


Permandian air panas sulili terletak di Mamminasae, Paleteang, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan 91215. Merupakan objek wisata yang sangat unik dan
saat ini dikelola oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga di bawah
pengawasan Bapak Adnan Amin. Permandian ini terletak di Desa Sulili Barat
Kecamatan Patampanua (Jaraknya 7 Km arah timur kota Pinrang).Waktu
perjalanan kurang lebih 10 menit melewati jalan darat yang beraspal mulus.
Fasilitas yang dimiliki tempat ini adalah pemondokan (tempat Peristirahatan) serta
kolam mandi.
Tempat ini banyak dikunjungi masyarakat, selain utuk berekreasi juga
untuk mengobati berbagai penyakit kulit dan reumatik. Permandian Air Panas
Sulili ada dua sumber air yang mendukung suplai air untuk Permandian Air Panas
Sulili, salah satunya yaitu sumber air panas yang terletak tidak jauh dari kolam
utama tempat berendam. Keunikannya ialah sumber air panas seolah muncul dari
perut bumi dan bukan berasal dari gunung berapi seperti sumber-sumber air panas
lainnya yang lazim ditemui. Terletak di lingkungan Sulili Kelurahan
Mamminasata Kecamatan Paleteang bagian selatan Kabupaten Pinrang.
Daya tarik wisata sulili biasanya banyak dikunjungi pada akhir pekan,
libur hari raya, dan libur Nasional. Menurut pengamatan peneliti sendiri waktu
terbaik untuk mengunjungi daya tarik wisata ini adalah pada saat musim hujan
dikarenan jika berendam di air panas pada saat musim hujan sensasinya akan jauh
lebih terasa.

40
Gambar 10 (Gerbang Masuk Kawasan Permandian Air Panas Sulili)

Sumber : Peneliti (2021)

Gambar 11 ( Pintu Masuk Samping Permandian Air Panas Sulili)

Sumber : Peneliti (2021)

41
Gambar 12 (Pintu Masuk Utama Permandian Air Panas Sulili)

Sumber : Peneliti (2021)

42
Gambar 13 (Loket Karcis Permandian Air Panas Sulili)

43
Sumber : Peneliti (2021)

Gambar di atas memperlihatkan loket karcis masuk permandian air panas


sulili dimana mematok harga untuk dewasa yaitu Rp.15.000 dan anak-anak
Rp.10.000

Gambar 14 ( Kondisi Eksisting Permandian Air Panas Sulili)

44
45
46
47
Sumber : Peneliti (2021)

Gambar di atas memperlihatkan kondisi eksisting permandian air panas


sulili, pada saat peneliti tiba dilokasi nampak fasilitas-fasilitas sudah lengkap
mulai dari gazebo, seluncuran, spot foto, wc, mushollah, dan warung makan.
Namun disayangkan karena pandemi pengunjung sangat kurang yang datang.

d. Profil Permandian Air Panas Lemo Susu


Permandian air panas lemo susu terletak di Betteng, Lembang, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan 91254. Permandian Air Panas “Lemo Susu” adalah

48
salah satu obyek wisata yang terletak di Kecamatan Lembang kurang lebih 42 Km
arah utara Kota Pinrang. Berada diatas lahan seluas 20 hektar dengan fasilitas
yang tersedia antara lain kolam renang, bangunan-bangunan peristrahatan, pondok
karaoke dan lain-lain. Berada ditempat ini pengunjug dapat menikmati sejuknya
udara pegunungan sembari memandangi keindahan alam yang dapit oleh dua buah
pegunungan, jalur darat menuju ke tempat ini beraspal mulus.
Gambar 15 (Gapura Selamat Datang di Lemo Susu)

Sumber : Peneliti (2021)


Gambar 16 (Loket Tiket Masuk Permndian Air Panas Lemo Susu)

49
Sumber : Peneliti (2021)
Gambar di atas memperlihatkan loket tiket dan tiket masuk permandian
yang di patok dengan harga Rp. 10.000 untuk semua kalangan, Nampak pada
gambar di atas bahwa sedang ada perbaikan. Petugas yang berjaga bukan
merupakan karyawan melainkan keluarga dari pemilik yang secara bergantian
untuk berjaga di loket, keluarga pemilik sangat baik terhadap pengunjung maupun
mahasiwa yang datang melakukan penelitian. Pada saat peneliti melakukan
penelitian di tempat ini terlihat pada gambar bahwa sedang ada perbaikan pada
pintu masuk, adapun kondisi motor yang terparkir tidak teratur tersebut
merupakan motor para pekerja dikarenakan tempat parkir tidak bisa memuat
banyak kendaraan bermotor, untuk mobil sendiri akan di parkir di pinggir jalan
disamping pintu masuk daya tarik wisata ini.

50
Gambar 17 (Kondisi Eksisting Permandian Air Panas Lemo Susu)

51
52
Sumber : Peneliti (2021)

Pada gambar di atas kita bisa melihat kondisi eksisting permandian ini
mulai dari fasilitas yang memadai, penataan yang sesuai dengan alam yang
membuat wisatawan ketika melihatnya akan merasa nyaman berada disini. Papan
bertuliskan tentang kebersihan sebagian dari pada iman ini jg bukan hanya
sekedar tulisan dapat dilihat dari kondisi permandian yang bersih begitupun
dengan air panasnya.
e. Profil Pantai Lowita
Pantai Lowita adalah salah satu tujuan wisata paling populer di Kabupaten
Pinrang. Lokasinya berada di Desa Tasiwalie, Kecamatan Suppa, Kabupaten
Pinrang, Sulawesi Selatan. Objek wisata ini masih terus dikembangkan untuk
menarik perhatian wisatawan dari berbagai kalangan. Baik di tingkat lokal,
nasional maupun internasional. Pepohonan kelapa yang berjejer rapi, spot foto
berbahan sampah laut, dan pasir putih yang bersih menambah keindahan pantai
Lowita ini. Para pengunjung yang datang untuk berwisata biasanya termasuk
keluarga. dengan keluarga mereka. Disini juga disediakan ikan bakar Mulai dari
Rp 100.000, tergantung ukuran dan jumlah ikan yang dipesan. Tiket masuk Pantai
Lowita hanya seharga Rp 10.000 . Ditambah biaya parkir Rp.5.000.

53
Gambar 18 (Kondisi Eksisting Pantai Lowita)

54
Sumber : Peneliti (2021)
Pada gambar di atas kita dapat melihat kondisi eksisting pantai lowita
dimana disini merupakan salah satu objek wisata yang banyak dipilih masyarakat
Kota Pinrang untuk menikmati akhir pekan maupun acara-acara organisasi sering
di adakan di tempat ini. Fasilitas yang disediakan sangat memadai, dan pada
malam hari pengunjung bisa menikmati sejuknya angin pantai tanpa takut adanya
seringga sejenis nyamuk yg mengganggu dikarenakan tempat ini bersih demgan
pengelolaan yang baik.
2. Analisis Potensi Ekowisata
Pariwisata di Kabupaten Pinrang masih belum berkembang. Namun dalam
RJPMD Kabupaten Pinrang Tahun 2014-2019 disebutkan bahwa kawasan
peruntukan wisata mempunyai fungsi pokok antara lain:

55
1). memperkenalkan, menggunakan dan memelihara nilai sejarah/budaya lokal
DAN keindahan alam,
2). mendukung upaya penciptaan lapangan kerja, yang pada gilirannya
Meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tempat fasilitas wisata itu
beradadapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada kawasan wisata yang
ditetapkan berupa wisata alam atau wisata sejarah dan pelestarian budaya.
Dalam UU/9/1990 tentang kepariwisataan, diatur:
Pengembangan objek wisata budaya dan tempat wisata alam merupakan salah satu
bentuk penggunaan seni etnik sebagai objek wisata. Perkembangan dari
Pariwisata harus direncanakan dengan matang dan mengembangkan pariwisata di
suatu daerah Jangan mengkonsumsi atau merusak sumber daya alam dan sosial,
tetapi pertahankan penggunaan yang berkelanjutan, sehingga mencapai
keramahan lingkungan berkelanjutan. di wilayah Kabupaten Pinrang, kegiatan
wisata adalah Salah satu sektor yang perlu didorong pertumbuhannya dengan cara
berikut:
Pengembangan kawasan sasaran wisata, dengan memperhatikan industri
pariwisata tourism Akan dapat mengembangkan berbagai departemen terkait (efek
ganda). Rencana pengembangan pariwisata Bupati Pinrang terdiri dari wisata
budaya, wisata alam,Dan wisata buatan.
Namun, pengembangan pariwisata di Kabupaten Pinrang belum
sepenuhnya berkontribusi terhadap PDRB karena wisatawan lokal dapat
mengunjungi objek wisata baru sementara kunjungan dari wisatawan asing masih
sangat rendah. Buku Pinrang Dalam Angka (2014) menyebutkan 19.272
wisatawan datang ke Pinrang pada tahun 2013, lebih sedikit dari 20.630 sebelum
(2009).
Penelusuran dalam dokumen RIPDA Pariwisata (2016; iv-2) menunjukkan
bahwa dalam pengelolaan pariwisata ditemukan bahwa sektor ini masih
dihadapkan pada beberapa permasalahan mendasar, seperti:
1). belum optimalnya kualitas SDM pengelola dan pelaku di perusahaan
pariwisata;

56
2).Integrasi dan sinergi antar pelaku pariwisata dalam pengembangan
pariwisata masih rendah.
3).Obyek wisata terbatas, status obyek/sertifikat ( Permasalahan status
Kepemilihan Lahan)
Pihak penyelenggara mengeluhkan adanya pembatasan objek wisata
terkait kepemilikan tanah. Wawancara mendalam dengan sumber dari Dinas
Pariwisata Pemuda dan Olahraga mengungkapkan bahwa ada potensi konflik atas
status kepemilikan lahan :
Pada dasarnya kita ini selalu terbuka terhadap permintaan bantuan
pengembangan baik berupa dana maupun pemberdayaan akan tetapi tidak ada
kepemilikan lahan yang jelas dimana penduduk setempat saling mengklaim bahwa
tanah tersebut milih mereka jadi solusinya itu silahkan mengajukan tapi dengan
syarat sertifikat kepemilikan yang jelas “ujar pak Mustamin Sehu”.
Destinasi wisata Puncak Karomba, salah satu potensi ekowisata Pinrang
yang dikenal di media dan jejaring sosial, bukanlah objek wisata yang merupakan
program pemerintah daerah karena milik swasta dan sedang status penyengketaan
dengan Perhutani atas kawasan hutan lindung. .
Terkait untuk pengembangan ekowisata lagi , dokumen RIPDA (2016, iv-
3) menyatakan bahwa sedang dilakukan upaya untuk mengklasifikasikan kawasan
wisata berdasarkan tema. Kawasan wisata tersebut bersifat tematik dan beragam,
mulai dari tema alam, budaya dan teknis yang muncul dari kreativitas dan inovasi,
namun saling mendukung dan dikenal sebagai kawasan terpadu atau integrated
tourism center.
Untuk itu dirancang kawasan wisata Kabupaten Pinrang yang memiliki
keunikan potensi alam dan budaya serta mampu menjawab isu-isu strategis
pengembangan pariwisata di provinsi-provinsi, yang diuraikan di bawah ini:
1).Kawasan strategis untuk pengembangan pariwisata di Cempa-Mattiro
Sompe-Lasinrang dan sekitarnya sebagai kawasan wisata bahari terpadu.
2).Kawasan pengembangan pariwisata daerah di Kecamatan Wattang Sawito
dan sekitarnya sebagai pusat pelayanan wisata, persebaran wisata dan

57
kawasan wisata Wisata perkotaan Kawasan sekitarnya merupakan kawasan
wisata berbasis wisata alam minat khusus.
3).Kawasan pengembangan pariwisata daerah Suppa – Mattiro Bulu dan
sekitarnya sebagai kawasan wisata budaya, sentra kerajinan, sentra kuliner
dan sebagai pintu masuk penjualan wisata.
4).Kawasan pengembangan pariwisata daerah Paleteang - Tiroang -
Patampanua dan sekitarnya sebagai tempat rekreasi keluarga
Dalam upaya pemantapan wisata alam dan budaya di Kabupaten Pinrang
(RIPDA 2016, v-17) terdapat banyak potensi alam dan bentang alam berupa
pegunungan di Kabupaten Pinrang yang dapat dijadikan sebagai tempat wisata
alam yang secara alami akan menarik wisatawan dan meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pinrang.
Tabel 3 (Sebaran Daya Tarik Wisata pada Kawasan Pembangunan Pariwisata di
Kabupaten Pinrang)
Daya Tarik Wisata
No Berbasis Berbasis
Kawasan Budaya Dan minat Khusus
Pembangunan Berbasis Alam Sejarah dan Buatan
1 Kawasan •Monumen • Taman Kota
Pembangunan Lasinrang Lasinrang
Pariwisata Daerah •Istana
Kecamatan Wattang Addatuang
Sawito dan sekitarnya •Komplek
sebagai pusat Makam Raja.
pelayanan pariwisata,
distribusi wisatawan
dan kawasan wisata
dengan berbasis wisata
perkotaan
2 Kawasan •Air Terjun • Masjid Tua • Bendungan

58
Pembangunan Latta Pitu Raja Benteng
Pariwisata Daerah • Air Terjun Kabllang Paremba
Lembang – Kali Jodoh • Pemandian
Duampanua – •Air Terjun air panas
Batulappa dan Karawa Lemo Susu
Sekitarnya sebagai •Pantai • Bendungan
kawasan wisata Kajuanging PLTA Bakaru
berbasis kepada wisata •Pantai • Puncak
alam minat khusus. Kanipang Karomba
• Sumber air
panas Rajang
Balla • Puncak
Buttu Cui •
Batu Pandang •
Batu Papan
Salulue • Air
Terjun Lamoro
• Pantai Kappe •
Pantai
Maroneng •
Pemandian
Alam
Pasandorang •
Bukit Tirasa •
Goa Batullapa
3 Kawasan Strategis • Pantai Wakka • Makam • Kuliner
Pembangunan • Pantai Pallipa Putee Karasa
Pariwisata Daerah Ammani dan Sumur
Cempa – Mattiro • Pantai Ujung Tua
Sompe - Lasinrang dan Tappe • • Saoraja
Sekitarnya sebagai Pantai Wae Datu

59
kawasan wisata Tuoe Lasinrang
rekreasi keluarga • Masjid Tua
berbasis bahari Attaqwa
terpadu. Jampue
4 Kawasan • Pantai Lowita Istana Datu • Pelabuhan
Pembangunan • Pantai Ujung Suppa Marabombang
Pariwisata Daerah Lero • Makam
Suppa – Mattiro Bulu • Pulau Bessekajuara
dan sekitarnya sebagai Kamarrang • Masjid Tua
kawasan wisata budaya Ujung Lero
sentra Kuliner dan
sentra kerajinan tangan
kuliner serta pintu
masuk wisatawan.
5 Kawasan • Gunung • Makam • Pemandian
Pembangunan Paleteang Petta Air Panas
Pariwisata Daerah Lasinrang Sulili • Itik
Paleteang – Tiroang – • Makam Palkko
Patampanua dan Petta Malae • Bedungan
Sekitarnya sebagai • Batu Benteng
kawasan wisata Moppange • Rumah
rekreasi kelaurga. makan
Terapung
Sumber : RIPDA Kab.Pinrang (2016)
Dalam terminologi RIPDA, ekowisata adalah wisata alam, basis ini terdiri
dari pantai, air terjun dan pegunungan, wisata minat khusus diidentifikasi sebagai
wisata buatan dan gastronomi, tetapi ada juga wisata minat khusus dalam wisata
alam.
Pariwisata minat Khusus muncul karena dinamika perubahan dunia dalam
berbagai bidang kehidupan, yang membawa perubahan selera dan perilaku
konsumen perjalanan (Damanik, 2007). Fenomena global dalam pariwisata ini

60
diikuti dengan munculnya pariwisata alternatif oleh Kadt (1992). Wisata minat
khusus adalah suatu bentuk perjalanan wisata dimana wisatawan mengunjungi
suatu tempat karena memiliki minat khusus terhadap suatu objek atau kegiatan di
suatu daerah tujuan wisata (Weiler dan Hall, 1992). memperluasberbagai aktivitas
melalui pengamatan orang, budaya, pemandangan alam, aktivitas kehidupan
sehari-hari, nilai-nilai keluarga terhadap lingkungan. Jenis tindakan dan
pengalaman yang diharapkan menurut Weiler dan Hall (1992): Minat khusus
Wisatawan ingin mengalami hal-hal baru, baik itu sejarah, masakan, olahraga,
adat istiadat, atau alam bebas. Banyak yang ingin menghargai cara baru melihat,
suara, bau, rasa dan memahami tempat dan orang-orangnya.
Prioritas pengembangan pariwisata Kabupaten Pinrang terkait dengan
indikasi bahwa program pengembangan pariwisata akan dikembangkan
berdasarkan strategi pembangunan untuk tahun 2017-2020, 2021-2025 dan 2026-
2030. Yang di antaranya terdiri dari 11 strategi yaitu:
1).Perencanaan wilayah kabupaten Watang Sawitto sebagai pusat pelayanan
wisata pada masa pemerintahan Pinrang.
2).Pengembangan tempat wisata pantai sebagai data wisata bahari terpadu.
3).Pengembangan kecamatan Suppa sebagai kawasan wisata budaya, sentra
kuliner dan sentra kerajinan.
4). Perencanaan wisata Kecamatan Lembang sebagai Wisata alam berbasis
wisata petualangan.
5). Meningkatkan aksesibilitas semua daya tarik wisata antar kabupaten.
6). Merencanakan pembangunan prasarana dan sarana penunjang pariwisata.
7). Penguatan kerjasama sektor industri pariwisata dalam pengembangan
pariwisata.
8). Perumusan kebijakan terkait pengembangan pariwisata di Kabupaten
Pinrang.
9). Pengembangan kabupaten Duampanua sebagai tempat peristirahatan. 10).
Perumusan kebijakan dan pengembangan Kecamatan Suppa sebagai pintu
masuk dan distribusi wisatawan.
11). Pembangunan dan inventarisasi daya tarik wisata di Kecamatan

61
Lembang.
Merujuk kepada kebijakan tersebut, ekowisata akan mendapat prioritas
pada paruh kedua tahun strategi, yaitu tahun 2021-2025. Dalam prioritas
pengembangan pariwisata ini, direncanakan pengembangan ekowisata di kawasan
pengembangan pariwisata daerah Lembang - Duampanua - Batulappa dan
sekitarnya sebagai kawasan wisata berbasis wisata alam minat khusus. Strategi
yang diterapkan adalah :
1. Pengembangan Kawasan Pariwisata Lembang sebagai kawasan
wisata alam petualangan
2. Pengembangan Kawasan Pariwisata Duampanua Ekowisata Alam
berbasis Rekreasi
3. Pengembangan Kawasan Pariwisata Batullapa sebagai kawasan
wisata petulangan goa
Uraian potensi alam dan kebijakan pemerintah sebagai modal
pengembangan potensi ekowisata juga dilengkapi dengan rencana identitas wisata
bagi pemerintah Pinrang. Identitas ditetapkan sebagai strategi pemasaran dan
pengembangan pasar pariwisata. peringkat pin. Slogan alamat dipengembangan
produk pariwisata di Kabupaten Pinrang adalah (RIPDA, 2016: V-17):
”The Longest Sunset in South Sulawesi”
Artinya : Pariwisata Kabupten Pinrang memiliki keunikan fenomena alam
yang sangat berpotensi dipadukan dengan keunikan budaya yang juga legendaris.
Kehidupan masyarakat nelayan dan petani berdampingan secara harmonis. Secara
morfologis alamnya dihiasi pantai sepanjang 97 km lebih dan menghadap barat.
Pegunungan dengan scenery/ view indah pun semakin fantastis saat sore.
Identitas pariwisata ini dapat dikaitkan dengan pengembangan ekowisata
dan kemudian dijadikan sebagai city brand.Namun demikian, pengembangan
identitas ini memerlukan studi yang mendalam terkait pemanfaatan pantai untuk
pengembangan ekowisata dari segi ekologis dan sosiologis.
Melalui wawancara terhadap salah seorang dari dinas pariwisata yaitu
bapak Adnan Amin, Beliau mengatakan bahwa “ kami telah melakukan upaya
upaya seperti bantuan dana, baik itu bantuan sumber daya,adapun pada kegiatan-

62
kegiatan fisik memberikan bantuan seperti panggung dan banyak lagi ,sekarang
kami juga sedang melakukan pengembangan cuman terkendala karna pandemi
tapi itu bukan sesuatu yang bisa menghalangi kita karna sampai saat ini belum ada
yang mengatakan bahwa berwisata itu menimbulkan penyakit malah
meningkatkan imun”.
Perencanaan Bappenas ini dapat dikembangkan sebagai city branding
Kabupaten Pinrang dengan memanfaatkan potensi ekowisata. Sejumlah strategi
diperlukan untuk menuju ke arah ini. Dalam model ini, Michail Kavaratzis
menyarankan aktivitas komunikasi yang membentuk gambar kota. Ada tiga
sumber komunikasi menurut model ini adalah sebagai Berikut : (1) Komunikasi
primer Merupakan efek komunikasi yang timbul dari sifat-sifat fisik. (2)
komunikasi sekunder, yaitu Kegiatan komunikasi pemasaran yang menonjolkan
keunikan dan daya tarik kota, meliputi pemilihan teknik komunikasi seperti iklan,
brosur, kegiatan pemasaran . , Organisasi acara dll dan (3) komunikasi tersier,
dari mulut ke mulut dari orang-orang yang memiliki sikap positif terhadap kota
dan menyampaikannya atas kemauan sendiri.
Dengan demikian, jika akan melanjutkan proses identitas pariwisata
Kabupaten Pinrang sebagai proses Primary Communication harus dilakukan
pembenahan ciri fisik kota yang terdiri dari:
Lanskap, seperti desain perkotaan, arsitektur, ruang hijau, dan ruang
publik bagi masyarakat perkotaan. Dalam hal ini, pembangunan di pesisir harus
dilakukan sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat setempat.
Infrastruktur yang berkaitan dengan akses dan fasilitas kota, seperti
transportasi umum, jalan, bandara, pusat data, dll. Titik-titik tersebut adalah
kebanyakan mengeluhkan profesional pariwisata karena minimnya alokasi
anggaran dan prioritas kepentingan.
Organisasi yang terkait dengan peran dan kewenangan pemerintah daerah
dalam kebijakan publik. Dalam hal ini, Pemkab Pinrang mengklaim sudah ada
departemen khusus di lingkungan SKPD pemerintah untuk mengoptimalkan
sumber daya manusia. Perilaku dalam kaitannya dengan hal-hal unik yang

63
menjadi daya tarik kota bagi penduduk, wisatawan dan investor. Daya tarik ini
muncul dari singularitas yang ditentukan, yaitu dengan fenomena alam yang unik
dan dihiasi secara morfologis dengan pantai yang membentang lebih dari 97 km
dan menghadap ke barat, menawarkan pemandangan / pemandangan yang
fantastis di sore hari. Namun potensi tersebut juga perlu didukung oleh fasilitas
dan atraksi lain untuk mewujudkannyapengunjung akan datang dan datang
kembali (kunjungan berulang) serta membawa nama Pinrang ke tataran yang lebih
luas.
Pada proses komunikasi sekunder, yaitu kegiatan komunikasi pemasaran
yang menekankan pada keunikan dan daya tarik kota, termasuk pemilihan teknik
komunikasi seperti periklanan, brosur, kegiatan pemasaran Humas,
penyelenggaraan acara, dll. Proses ini dikembangkan bersama Kementerian
konten dan pedoman Pariwisata, Pemuda dan Olahraga serta dilakukan dengan
dinas informasi dan komunikasi dalam penyediaan fasilitas diseminasi, khususnya
melalui penggunaan aplikasi kota pintar yang dikembangkan oleh mereka. Setelah
itu, diharapkan terjadi tertiary communication dengan menjadikan Pinrang sebagai
buah bibir masyarakat dan memiliki citra yang positif.
3. Efektifitas Ekowisata Sebagai City Branding
Penggunaan kata Ekowisata sebagai city branding harus berlandasakan
kuat agar ketika potensi Ekowisata digunakan sebagai branding kota betul dapat
menjadi daya tarik kota tersebut, menarik wisatawan local maupun mancanegara
untuk berkunjung, menciptakan peluang kerja baru, meningkatkan pemasukan
daerah dan perekonomian masyarakat, dilihat dari point tersebut. Untuk
menjadikan Ekowisata sebagai Branding Kabupaten Pinrang, maka peneliti harus
terjun langsung melihat kondisi eksisting kawasan maupun daya tarik wisata.
Setelah peneliti melakukan penelitian dilapangan ditemukan 5 objek berpotensi yg
nantinya bisa menjadi Landmark dalam Branding Ekowisata kabupaten pinrang,
Namun terjun langsung dilapangan belum dapat memastikan efektifitas Ekowisata
sebagai city branding maka peneliti menggunakan Branding Hexagon dari Simon
Anhold untuk mengukur efektivitas city branding dalam penggunaannya, yang
mana di dalamnya terdapat enam aspek dalampengukuran efektivitas city

64
branding terdiri atas : 1. Presence (kehadiran) 2. Potential (potensi) 3. Place
(tempat) 4. People (orang) 5 Pulse (semangat) 6. Prerequiste (prasyarat). Dimana
dari ke 6 aspek tersebut telah peneliti cerna baik-baik menurut sudut pandang
peneliti:
a. Precence ( Kehadiran)
Presence atau kehadiran menjelaskan terkait status dan kedudukan Kota di
mata Dunia Internasional status dan kedudukan yang dimaksud disini adalah
apakah kota tersebut sudah diketahui masyarakat umum minimal didalam
kawasan atau dalam provinsi tempatnya berada. Karakteristik kota merupakan
penciri kota tersebut yang tidak ditemukan di tempat lain .
b. Place ( Tempat )
Place atau tempat adalah bagaimana persepsi atau sudut pandang
masyarakat umum yang dimana disini bisa di artikan sebagai wisatawan yang
berkunjung, apakah wisatawan tersebut merasa aman dan tentram ketika
berkeliling di kota tersebut dan seberapa indah penataan kotanya.
c. Potential ( Potensial )
Potential yang dimaksud adalah tentang bagaimana mengevaluasi potensi
yang dimiliki suatu kota seperti apakah kota tersebut memiliki sektor pariwisata
yang berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan.
d. people ( orang )
People adalah ketika wisatawan ingin berkunjung ataupun sekedar
berkunjung ditempat tersebut apakah mereka akan merasa aman dan nyaman
berada diwilayah tersebut.
e. Pulse ( semangat )
Pulse dapat diartikan dari cara hidup warganya apakah ketika kita tinggal
ataupun berkunjung diwilayah itu kita dapat dengan mudah menemukan hal-hal
yang menarik.
f. Prerequisite
Prerequisite adalah pandangan masyarakat secara umum mengenai kondisi
kota apakah kota tersebut memiliki infrastruktur dan akomodasi yang layak.
Berdasarkan dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsep city branding dengan mengacu pada the city brand hexagon yang
diciptakan oleh Simon Anhold (2003), merupakan strategi yang tepat agar kota

65
Pinrang lebih dikenal oleh masyarakat luas, maka dari ke 6 point tadi di peroleh
hasil sebagai berikut.
C. Pembahasan
Dalam dunia pariwisata ekowisata merupakan salah konsep daerah
pariwisata yang berfokus pada kelestarian alam yang akan menjadi daya tarik
tersendiri jika dijadikan sebagai Branding Pariwisata suatu daerah dalam hal ini
Kabupaten Pinrang sudah memiliki potensi Ekowisata tersebut, namun masih
perlu dilakukan pembahasan lebih mendalam yang dimana akan membahas
mengenai masalah-masalah terkait topik peneliti yaitu tentang bagaimana potensi
dan pengembangan ekowisata Kabupaten Pinrang dan bagaimana potensi
ekowisata lokal sebagai strategi pembentukan city branding Kabupaten Pinrang.
Berdasarkan data yang ditemukan di lapangan terkait 5 daya tarik
ekowisata berbasis ekowisata diharapkan dapat menjadi strategi branding
Kabupaten Pinrang.
1. Potensi Pengembangan Ekowisata Kabupaten Pinrang
Berdasarkan dari rumusan masalah pertama, setelah melakukan penelitian
dengan terjun langsung ke lapangan bahwa dari 15 daya tarik wisata alam yang
ada di Kabupaten Pinrang ditemukan bahwa ada 5 objek wisata yang berpotensi di
kembangkan sebagai ekowisata di antaranya, Air Terjun Latta Pitu, Karawa,
Permandian Air Panas Lemosusu, Permandian Air panas sulili, dan Pantai Lowita.
a. Terjun Latta Pitu
Air Terjun Latta Pitu merupakan air terjun yang masih alami dan juga
belum dijamah oleh tangan-tangan manusia yang suka merusak alam. Maka dari
itu diperlukan adanya tindak lanjut oleh pemerintah setempat untuk melakukan
pengelolaan atau pemberdayaan masyarakat setempat. Air Terjun Latta Pitu
mempunyai ciri khas yang tidak di temukan di tempat lain yaitu mempunyai 7
susunan air terjun seperti namanya namun pemandangan ini hanya bisa dilihat dari
jauh dikarenakan setiap susunan air terjun ini mempunyai tinggi 7-12 meter.dan
untuk melihat lebih jelas ke 7 susunannya diperlukan peralatan seperti Drone.
Untuk bisa mencapai air terjun ini, pengunjung harus berjalan kaki sejauh
30 meter dari Desa Rajang selama kurang lebih 1 setengah jam perjanan . Selama

66
perjalanan, dijamin tidak akan ada yang bosan karena bisa menikmati
pemandangan hutan yang menyejukkan. Memang benar sebagian medan sudah
rata dengan tanah, namun ada beberapa tempat lain yang masih terlihat alami
berupa bebatuan. Pengunjung juga bisa mencapai Lokasi Air Terjun ini
menggunakan motor dan diperlukan waktu sekitar kurang lebih 1 jam ,motor yang
kita gunakan pun harus motor trail karena kondisi jalan yang berbatu dan berada
di ketinggian dan sangat curam,dikarenakan kondisi jalan ini pula tidak
disarankan untuk mengunjungi tempat ini pada saat musim hujan. Jarak dari pusat
kota Pinrang ke Desa Rajang tersebut sejauh 60 Km dengan waktu tempuh -+ 1
Jam.
Air terjun yang indah ini memiliki ketinggian 100 meter dan berada di
ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut. Dari pangkalan ini, tidak
heran jika pemandangan di sekitarnya begitu mempesona. Bagi wisatawan yang
bosan dengan wisata air terjun mainstream, Latta Pitu sepertinya bisa menjadi
pilihan terbaik untuk pengalaman yang berbeda dari wisata air lainnya.Hanya saja,
dengan potensi alamnya yang luar biasa, objek wisata ini masih belum dikelola
dengan baik oleh pemerintah setempat ataupun Dinas terkait. Padahal, jika lebih
diperhatikan dan diperhatikan, destinasi wisata ini bisa lebih dikembangkan untuk
menarik lebih banyak wisatawan. Bahkan tanpa menarik perhatian pemerintah,
tempat ini telah diburu oleh para pecinta alam.
b. Air Terjun Karawa
Wisata Air Terjun Karawa di Pinrang Sulawesi Selatan merupakan salah
satu tempat wisata yang terletak di Kabupaten Pinrang, Lembang, Betteng,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan 91254. Tempat Wisata Air Terjun Karawa di
Pinrang Sulawesi Selatan merupakan tempat wisata yang ramai dikunjungi
wisatawan pada hari biasa maupun hari libur. Tempat ini sangat indah dan dapat
membawa perasaan yang berbeda untuk aktivitas kita sehari-hari. Wisata air
terjun Karawa di Pinrang, Sulawesi Selatan wajib dikunjungi karena
keindahannya yang tak tertandingi. Penduduk Lokal juga sangat ramah terhadap
wisatawan lokal maupun mancanegara. Wisata Air Terjun Karawa di Pinrang,
Sulawesi Selatan merupakan objek wisata alam yang sangat terkenal di dalam dan

67
sekitar kota Pinrang. Suasana segar, juga dari view lokasi air terjun, begitu eksotis
dan cocok untuk relaksasi pribadi, tak heran jika objek wisata alam ini berjarak
sekitar 60 kilometer dari kota Pinrang ini sangat tidak asing .
Pemandian Air Terjun Karawa merupakan salah satu tempat wisata baru
yang sedang digalakkan pemerintah setempat sebagai destinasi wisata. Tempat
yang sejuk ini penuh dengan warga dan wisatawan untuk bersantai. Air terjun ini
tingginya sekitar 30 meter dan terletak di puncak Gunung Karawa. Untuk sampai
ke tempat ini, wisatawan harus berkendara sejauh 1 kilometer dari jalan raya
kecamatan.
Jalur yang menanjak dan menantang seringkali mengundang pengunjung
untuk beristirahat karena perjalanan yang cukup berat. Namun rasa lelah itu
terobati setelah menikmati dinginnya air terjun Karawa yang dikelilingi bebatuan
dan pepohonan yang rindang. Jalur menuju air terjun juga bisa ditempuh dengan
sepeda motor, dengan kendaraan roda empat harus bersiap berjalan kaki hingga 1
kilometer karena kendaraan tidak bisa mencapai tempat tersebut.
c. Permandian Air Panas Sulili
Permandian air panas sulili terletak tidak jauh dari pusat kota Pinrang,
berada di Kecamatan Mamminasae, Paleteang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi
Selatan. Permandian air panas ini diresmikan pada tahun 2008 oleh pemda dan
masih eksis hingga saat ini.Permandian ini sekarang dikelola oleh Dispopar
Kabupaten Pinrang yang menjadi penanggung jawabnya adalah bapak Adnan.
Dimana juga sebagai narumber saya sewaktu melakukan wawancara di Dispopar
adapun point penting yang dikatakan oleh pak Adnan ialah “kami ingin mengubah
pola piker pengunjung bahwa berwisata di tempat tersebut bukan sekedar mandi
tetapi bisa dijadikan sebagai tempat terapi”.
Permandian air panas ini memiliki keunikannya tersendiri karena berada
pada dataran rendah.Dari hasil penelusuran peneliti melalui wawancara di
Dispapor di dapatkan hasil bahwa dulunya sebelum menjadi kolam disana itu
adalah sumur setelah melalui beberapa generasi dan pengembangan jadilah seperti
sekarang ini.

68
Potensi permandian air panas ini dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata
unggulan karena tidak hanya keunikannya namun juga potensinya untuk terapi
yang dapat menghilangkan rasa lelah atapun stress karena beban pekerjaan.
Dilihat dari hal tersebut maka sangat memungkinkan dan layak untuk dijadikan
sebagai Branding Ekowisata Kabupaten pinrang.
d. Permandian Air Panas Lemo Susu
Objek wisata pemandian air panas Lemo Susu merupakan salah satu
destinasi wisata yang ada sejak tahun 1990 dan terletak di desa Betteng,
Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang dengan jarak 57 km dari ibu kota
kabupaten karena jalan menuju wisatanya cukup jauh. jalan menuju PLTA
Bakaru, baik roda dua maupun empat. Pemandian air panas Lemo Susu terletak di
atas lahan seluas 20 hektar dengan berbagai fasilitas antara lain kolam renang,
bangunan rest area dan pondok karaoke.
Keunikan wisata Lemo susu Ini adalah udaranya yang segar cocok untuk
wisatawan yang ingin menikmati suasana pedesaan dengan udara pedesaan yang
segar di lingkungan yang tenang, bebas dari polusi dan kebisingan kota-kota
besar. Kolam renang alami Lemo Susu merupakan pemandian air panas yang
dikelilingi pepohonan rindang dan alami, dimana kondisi air kolam tidak terlalu
panas dan akan terasa hangat.
Pada umumnya masyarakat di sekitar objek wisata air panas Lemosusu
adalah petani jagung yang hasil panennya menjadi pemasok ke Kabupaten
Pinrang dan Kabupaten Sidrap yang bertetangga. Selain penduduk setempat yang
berprofesi sebagai petani jagung, mereka juga menggantungkan mata
pencahariannya sebagai petani kakao, bahkan ada yang melakukan perjalanan ke
luar negeri untuk memenuhi kebutuhannya.
e. Pantai Lowita
Pantai Lowita merupakan daya tarik popular yang sudah dikenal
masyarakat pinrang secara umum kehadiran pantai lowita ini sebagai penyedia
lapangan kerja masyarakat setempat. Pantai lowita bisa dikatakan merupakan
kawasan karena dikelilingi beberapa daya tarik wisata penamaan lowita sendiri
karena di ambil dari singkatan dari 3 nama desa di Kecamatan Suppa, yaitu Desa

69
Lotang Salo, Desa Wiringtasi,dan Desa Tasiwalie. Pantai Lowita memiliki
Keindahan yang sangat menarik untuk dikunjungi. Tidak hanya ini di tempat ini
wisatawan bisa menyaksikan dengan dekat bagaimana tukik atau sebutan anak
penyu di lepas laut. Disini juga terdapat pemuda yang tergabung dalam Kelompok
Konservasi Madani.
Pantai Lowita sudah terkolola dengan baik dan memili harga terjangkau
bagi pengunjung dengan rentang harga 10-20 rb untuk dewasa dan anak 5-10 rb ,
dengan membayar sejumlah uang ini kita akan menikmati seluruh fasilitas secara
gratis termasuk Gazebo.
2. Potensi Pengembangan Ekowisata Lokal sebagai Strategi Pembentukan
City Branding Kabupaten Pinrang
Untuk menjadikan potensi ekowisata lokal sebagai strategi dalam
membentuk city branding maka diperlukan Identifikasi lebih lanjut mengenai
efektifitas Ekowisata dalam penggunaannya sebagai city branding kabupaten
Pinrang, Maka diperlukan adanya analisis lebih lanjut dengan menggunakan teori
dari ahli dalam pembentukan Branding, Dalam hal ini peneliti menggunakan
point-point pembentuk Branding Kota yaitu Branding Hexagon dari Simon
Anhold.
a. Kehadiran
Yang menjadi bukti Bahwa kota Pnrang ini memiliki penciri yang tidak di
miliki oleh Kota lain adalah objek wisata yang berbasis permandian air panas
yang bernama permandian air panas sulili dimana keunikannya adalah karena
berada di dataran rendah, seperti yang kita ketahui bahwa rata-rata permandian air
panas pasti berada di atas ketinggian karena ada sumber yang jelas yaitu dari
gunung berapai aktif, namun ini berbeda karena berada di dataran rendah sumber
dari Dinas Pariwisata yang juga sebagai pengelola di permandian air panas
tersebut mengatakan bahwa :
“dulu itu menurut cerita nenek-nenek disana yah Sulili ini pada zaman
penjajahan ya katanya mereka neneknya nenneknya neneknya dulu itu sudah lama
sekali air panas keluar dari mata air di daerah sana dulu itu Cuma berbentuk

70
sumur akhir dikembangkan dan dikembangkan jadilah seperti itu dan di launching
pada 2003”.
Kehadiran daya tarik berpotensi seperti sulili juga dapat mengembangkan
kreatifitas masyarakat untuk berjualan makanan atapun oleh- oleh khas kota
pinrang di sekitaran daya tarik wisata ini. Seperti yang diketahui bahwa ekowisata
tidak hanya sebatas lingkungan tapi cakupannya sangat luas, di daya tarik wisata
permandian air panas sulili bisa saja dijadikan sebagai wisata edukasi dan
pendidikan dikarenakan adanya sumber mata air dari belerang aktif yang terdapat
di tempat ini.
Kehadiran daya tarik wisata air terjun latta pitu juga merepakan keunikan
tersendiri dari kota ini, meskipun letaknya jauh dari pusat Kota dan harus
melewati rute yang cukup ekstrim, Namun pemandangan dan pesona air terjun
yang terdiri dari 7 susunan tersebut dapat memanjakan mata siapapun yang berada
di tempat ini.
Kehadiran air terjun karawa dengan pesona pelangi pada waktu tertentu
serta memiliki kolam alami yang airnya sejuk dapat membuat siapun yang
berkunjung akan betah berada di tempat ini. Ditambah dengan jalur yang
menanjak akan menjadi daya tarik dan kepuasan tersendiri ketika berkunjung
ketempat ini. Yang peneliti sayangkan pada sempat ini hanyalah pada pengelolaan
daya tarik wisata yang tidak terstruktur dengan rapi membuat kurang terjanganya
kebersihan pada daya tarik wisata ini.
Kehadiran Permandian air panas lemo susu dengan konsep pembangunan
yang serasi dengan lingkungan dan alam disekitar membuat objek ini menjadi
primadona masyarakat Kota Pinrang, ketika peneliti berada di tempat ini udara
yang sangat sejuk selalu membuat suasana hati menjadi tenang,tidak sampai disitu
peneliti pun mencoba untuk merasakan bagaimana rasanya berenang di
permandian ini dan memang luar biasa fikiran akan menjadi lebih tenang selepas
berendam permandian ini.
Kehadiran Pantai Lowita menjadikan pariwisata berbasis alam di Pinrang
sagam beragam, Pantai lowita sendiri meliki keunikan yaitu adanya sumber air
tawar yang dimiliki padahal jika kita melihat posisinya yang berada di dekat bibir

71
pantai seharusnya disini tidak ada air tawar , air tawar ini biasanya disebut oleh
masyarakat lokal dengan sebutan “wae Tuwoe” adatau dalam bahasa Indonesia di
artikan air yang hidup. Dengan adanya air tawar ini pengunjung selepas mandi air
garam dapat langsung memberihkan dirinya dengan air tawar yang bersih.
b. Tempat
Dari hasil penelitian peneliti sebagai pengunjung dan juga sebagai
penduduk asli Kabupaten Pinrang ditemukan bahwa dari 15 dtw yang berada di 5
Kecamatan di antaranya, Kac. Suppa, Kec, Lembang, Kec. Wattang Sawitto, Kec
Paleteang, Kec. Duampanua, penduduk sangat ramah terhadap wisatawan.
Di permandian air panas sulili sendiri masyaraktnya sangat ramah,dimana
ketika peneliliti berada disekitar permandian ini untuk melakukan perekaman
video saya sempat disapa oleh anak anak setempat yang penasaran dengan
aktifitas yang sedang saya lakukan.
Di permandian lemo susu masyarkatnya juga ramah,terkhusus pada salah 1
penjual yang ada di sana yang sangat penasaran dengan aktifitas penelitian yang
saya lakukan, alhasil kami melalkukan percakapan selama kurang lebih selama 1
jam dan ternyata penjual yang saya temani berbicara tersebut merupakan keluarga
dari pemilik daya tarik wisata lemo susu yaitu pak Muchtar.
Di air terjun karawa sendiri menurut peneliti masyarakatnya sudah sangat
baik, namun ada beberapa juga yang kurang welcome terhadap wisatan
dikarenakan kurangnya kesadaran akan pentingnya pariwisata yang bisa
menunjang perekonomian mereka, maka disini masih perlu adanya campur tangan
pemerintah untuk membantu memberdayakan masyarakat setempat terkhusus
kaum generasi muda. Kebersihan juga merupakan masalah disini dikarenakan
penjual yang ada di sekitar perjalanan ke air terjun tidak terlalu memperhatikan
kebersihan, ada juga yang beberapa yang memperhatikan namun sayangnya
mereka membakar sampahnya di tempat tersebut yang mana ketika kita
membakar sampah di area wisata alam itu akan merusak ekosistem
lingkungannya, Maka dari itu perlu adanya perhatian dari Dinas terkait.
Di air terjun latta pitue sendiri masyarakatnya bisa dibilang sangat ramah
kepada pengunjug, namun yang disayangkan banyak yang tidak mengerti

72
berbahasa Indonesia, peneliti sendiripun kesulitan ketika bertanya lokasi detail
daya tarik wisata ini dan harus naik turun gunung 2 kali, karena bahasa yang
mereka gunakan bukan bahasa bugis melainkan bahasa pattinjo jadi penelitipun
sulit untuk memahami perkataan mereka, adapun untuk kebersihan di tempat ini
bisa dikatakan sangat bersih karena hamper belum terjamah oleh masyarakat luas.
Di pantai lowita karena agak jauh dari rumah warga dan dilokasi ini hanya
ada pengelola, maka yang menjadi perhatian adalah pengelola sekaligus pemilik,
selama berada di tempat ini pemilik sangat ramah dan mempersilahkan untuk
melakukan penelitian.
c. Potensi
Kabupaten Pinrang memiliki potensi Pariwisata yang sangat melimpah
terkhusus pada sektor wisata alam, ditemukan ada 15 daya tarik wisata di
antaranya : Pantai Harapan Ammani, Pantai Lowita, Permandian air panas Sulili,
Pantai wisata Wakka, Permandian air panas Lemo Susu, Air terjun Karawa, Pulau
Kammarang, Waetuoe, Air terjun Kali Jodoh, Villa puncak Karomba, Batu
Panadan, dan air terjun Latta Pitu, Tanroe, dan Bulu paleteang. Adapun kelima
daya tarik wisata tersebut memiliki potensi dan keunikannya masing masing
diantaranya:
Permandian air panas sulili memiliki potensi air panas yang berasal dari
belerang dari dalam perut bumi dimana dan tempatnya yang berada di dataran
rendah sarta akses yang sangat mudah karna letaknya tidak jauh dari pusat Kota
Pinrang.
Permandian air panas lemo susu memilliki potensi keunikan air panasnya
serta letak dan posisinya yang sangat strategis karena langsung berdekatan dengan
jalan utama serta memiliki potensi panorama alam dan landscape yang sangat
indah, memilihat saat ini banyaknya wisatawan yang suka landscape indah untuk
sekedar di posting di social media mereka, ini menjadikan point yang sangat
menarik untuk daya tarik wisata ini.
Air terjun latta pitu memiliki potensi yaitu air terjun yang terbelah 7
“Latta” yang artinya belahan atau patahn dan “Pitu” yang berarti 7,maka
dikatakan air terjun 7 susun dalam bahasa Indonesia. Berada pada posisi yang

73
strategis karena didukung dengan pemandangan hutan yang udaranya sangat
sejuk. Peneliti sempat berfikir untuk menjadikan tempat ini menjadi daya tarik
unggulan karena medan yang sangat baik jika dibuatkan kereta gantung untuk
melihat 7 susunan air terjun tersebut dari atas seperti yang ada di Swiss, Namun
dikarenakan keterbatasan waktu peneliti tidak sempat untuk menggali lebih dalam
tentang potensi pengembangan itu ditakutkan karena akan menyalahi konsep
pembangunan ekowisata maka peneliti harus lebih memperdalam ilmu tentang
pembangunan tersebut serta melakukan observasi di Swiss.
Air terjun karawa memiliki potensi keunikannya sendiri yaitu pelangi yang
akan muncul pada waktu tertentu, peneliti sendiri sudah sering ketempat ini dan
menurut pengamatan peneliti pelangi tersebut muncul karena air terjun sangat
deras jatuh dari ketinggian dan menghalangi sinar matahari yang melaluinya dan
menguraikan cahaya tersebut. dan fenomena ini akan terjadi jika kondisi langit
yang cerah, karena kondisi air terjun seperti lingkaran yang dikelilingi pepohonan
membuat bentuk pelangi tersebut membentang dari 2 sudut air terjun.
Pantai lowita memiliki potensi air hidup atau bisa dikatakan air tawar yang
berada di dekat bibir pantai, dalam bahasa daerah di wilayah tersebut adalah “wae
tuoe” atau air hidup dalam bahasa Indonesia. Potensi ini sekaligus menjadikan
pinrang memiliki potensi pariwisata yang berbasis ekowisata menjadi lengkap.
d. Orang
Masyarakat Kabupaten Pinrang dikenal sangat ramah terhadap wisatawan
selama berkunjung di Kabupaten ini peneliti sangat merasa aman dan nyaman
tidak ada gangguan sama sekali dari masyarakat setempat, terlebih mereka sering
membantu wisatawan jika tidak tau jalan menuju lokasi wisata secara Cuma-cuma
tanpa meminta imbalan. Masyarakat Kota Pinrang memang sudah di kenal lama
sedari dulu dikarenakan dari warisan budaya suku bugis, Namun tidak semua
masyarakat kota pinrang ramah di atas adalaah menurut sudut pandang peneliti
selama melakukan penelitian .
e. Semangat
Cara hidup masyarakat Kabupaten Pinrang belum sepenuhnya modern
dibuktikan ketika peneliti mengekplore wisata yang belum bisa dijamah

74
masyarakat umum seperti Desa Rajang yang berada di atas ketinggian masyarakat
di sana masih memakai teknologi tradisional dalam pengolahan padi menjadi
beras, sertas bahasa daerah yang digunakan leluhur mereka yaitu bahasa Patinjo
masih dipertahankan oleh masyarakatnya.
f. Prerequisite
Akomodasi dan Infrastruktur di Kabupaten Pinrang sudah bisa dikatakan
layak , contohnya jalan beraspal dari perbatasan Kota Pinrang dan Pare Pare
hingga ke Perbatasan Provinsi Sulawesi Barat kita tidak akan menemukan sama
sekali lubang ada jalan rusak, begitupun dengan Akomodosi yang disediakan
sudah sangat memadai di antaranya sudah ada 3 Hotel Berbintang yakni : Hotel
Atika, The M Hotel, Hotel MS, Serta beberapa penginapan dan Villa di beberapa
dtw . Namun Hotel dan penginapan tersebut hanya berada ditengah kota dan
hanya bisa mencakup 2 daya tarik wisata dari 5 daya tarik wisata yang di
fokuskan. Adapun 2 wisata yang masih bisa dijangkau akomodasinya yaitu
permandian air panas sulili dan pantai lowita, sedang 3 daya tarik wisata lain yaitu
permandian air panas lemo susu, air terjun karawa, dan air terjun latta pitu tidak
mempunyai penginapan atau hotel terdekat yang bisa disewa. Dari hasil penelitian
dilapangan bahwa jika wisatawan yang berasal dari luar daerah ingin
mengunjungi wilayah tersebut bisa melakukan seperti yang peneliti jelaskan di
bawah :
Untuk mengunjungi daya tarik wisata air terjun latta pitu wisatawan bisa
menginap di salah satu Hotel atau penginapan di Kota Pinrang, ke esokan paginya
pada Jam 7 pagi pengunjung bisa melakukan perjalan dari Kota pinrang menunju
Desa Rajang yaitu sekitar 1 Jam perjalanan. Setelah sampai di kaki gunung
pengunjung bisa melanjutkan perjalanan motor sejauh 1,5 km dengan waktu
tempuh sekitar 2 jam karna jalan yang menanjak dan berbatu, setelah sampai pada
titik point , wisatawan hanya perlu melanjutkan perjalanan selama -+ 15 menit ke
titik wisata air terjun latta pitu.
Akses jalan menuju lokasi daya tarik wisata air terjun latta pitu sudah
dapat dikatakan sangat baik, untuk akses dari kaki gunung menuju lokasi air terjun
kondisinya berbatu, terkhusus untuk deya tarik wisata ini menurut peneliti akses

75
jalannya tidak perlu di cor ataupun di aspal dikarenakan akan rusak sendiri dalam
waktu dekat dikarenakan kondisi jalan yang berkiluk tidak akan membuat aspal
bertahan sekalipun di aspal beton, hal tersebut hanya akan merusak lingkungan
dan menghabiskan anggaran yang sebenarnya tidak perlu. Ini juga bisa menjadi
daya tarik tersendiri jika ada wisatawan ingin merasakan mendaki dari kaki
gunung hingga ke titik daya tarik wisata.
Untuk daya tarik wisata lemo susu sama halnya dengan cara menuju air
terjun latta pitu namun bedanya pengunjung akan dengan mudah untuk sampai di
daya tarik ini karena kondisi jalan yang sangat baik. Perjalanan dapat ditempuh
sekitar -+ 1 jam ke lokasi wisata ini. Namun pengunjung dari luar daerah juga bisa
memilih untuk langsung ke daya tarik wisata ini jika mereka berasal dari kota
yang dekat dari lokasi wisata ini.
Untuk daya tarik wisata air terjun karawa untuk mengunjunginya jika
wisatawan berasal dari kota yang jauh dari lokasi wisata, bisa memilih untuk
berkemah di depan air terjun karena ada lahan yang lumayan luas dan datar serta
terhalang banyak pepohonan yang membuat angin tidak akan menerbangkan
tenda, suasana malam harinya juga sangat sejuk untuk menghabiskan malam
melepaskan kelelahan karena perjalanan dan pendakian yang lumayan menguras
tenaga.

76
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan di Kota Pinrang dan Dinas
Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pinrang dengan judul Pengembangan
Potensi Ekowisata Sebagai Strategi City Branding Pariwisata Kabupaten Pinrang,
Sulawesi Selatan dari hasil penelitian tersebut maka dapat di ambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kaya akan potensi pariwisata alam membuat Kabupaten pinrang memiliki
banyak daya tarik wisata alam, ditemukan bahwa dari hasil analisis ada 5
daya tarik wisata yang berpotensi yang di identifikasi masuk dalam lingkup
ekowisata.
2. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa Potensi Ekowisata Kabupaten
pinrang dapat dijadikan sebagai strategi City Branding pariwisata Kabupaten
pinrang.
B. Saran
Adapun Saran yang dapat peneliti berikan terkait hasil penelitian dan
pembahasan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pinrang agar
memberikan penyeluhan tentang kesadaran pentingnya pariwisata dan rasa
saling mengerti antara pengelola daya tarik wisata dan masyarakat agar
perkara permasalahan lahan bisa teratasi.
2. Bagi Pelaku penyedia jasa, Umkm dan Pengelola daya tarik wisata yang
berada dalam lingkup kawasan wisata terutama wisata berbasis alam agar
selalu menjaga kelestarian objek/kawasan wisata dengan kesadaran akan
pentingnya kebersihan.
Semoga dengan adanya hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam
mengambil kebijakan dalam mengimplementasikan pembentukan Ekowisata
sebagai Strategi CIty Branding tidak hanya di Kabupaten Pinrang, Namun juga di
Kota Kota lain yang ada di Indonesia.

77
DAFTAR PUSTAKA
Arfandi, M. (2018). Analasis Manajemen Kinerja Dinas Pariwisata Dalam
Pengembangan Pariwisata Pantai Harapan Ammani di Kabupaten Pinrang.
Diakses pada 13 Juni 2021. Doi :
https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/4329-Full_Text.pdf
Ayu, A. (2019). Mengenal Jenis Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Sebuah
Tulisan Ilmiah. Diakses pada 11 Maret 2021. Doi:
https://hot.liputan6.com/read/4032771/mengenal-jenis-penelitian-deskriptif-
kualitatif-pada-sebuah-tulisan
ilmiah#:~:text=Memahami%20jenis%20penelitian%20deskriptif%20kualitati
f&text=Jenis%20penelitian%20deskriptif%20kualitatif%20menggambarkan,
memperoleh%20data%20bersifat%20apa%20adanya
Bery. (2017). Cotoh Proposal Pemgembangan Ekowisata. Diakses pada tanggal
24 februari 2021. Doi: http://berylele.blogspot.com/2017/02/contoh-proposal-
pengembangan-ekowisata.html

Braun, E., Mihalis, K., Sebastian, Z. (2010). My City – My Brand: The Role of
Residents in Place Branding. Diakses pada 25 Februari 2021. Doi:
https://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.971.2096&rep=re
p1&type=pdf

Edunitas.com. (2013. Kabupaten Pinrang. Diakses pada 25 Juni 2021. Doi :


http://kk.sttbandung.ac.id/id3/3059-2940/Kabupaten-Pinrang_28429_stie-
niba_kk-sttbandung.html
Gomez, M.,dkk. (2018). City branding in European capitals: An analysis from the
visitor perspective. Journal of Destination Marketing & Management. Vol.
7. Hal. 190-201. Doi : http://iranarze.ir/wp-content/uploads/2018/03/E6270-
IranArze.pdf

Hulu, A. (2014) Analasis Kedsalahan Penggunaan Ejaan Pada Karagan Narasi.


Diakses pada 23 Februari 2021. Doi:
http://repository.upi.edu/13423/6/S_PGSD_1003586_Chapter3.pdf

78
Haniefan, H (2013). Brand Image Kawasan Maribaya Sebagai Objek Wisata
Berwawasan Lingkungan. Diakses pada 23 maret 2021. Doi:
http://repository.upi.edu/9242/4/s_geo_0809263_chapter3.pdf

Luthfi, A., Aldila. I.W. (2018). Konsep City Branding Sebuah Pendekatan “The
City Brand Hexagon” Pada Pembentukan Identitas Kota. Diakses pada 23
Februari 2021. Doi: 9178-457-19657-1-10-20181207%20(2).pdf

Latutuapraya, F. (2020). Studi Potensi Ekosistem Mangrove Sebagai Ekowisata


Berbasis Estetika dan Edukasi di Negeri Wailulu Kecamatan Seram Utara
Barat Kabupaten Maluku Tengah.Diakses pada 10 Maret
2021.Doi:http://repository.iainambon.ac.id/1031/1/BAB%20I%2C%20III%2
C%20V.pdf

Nuryamin. (2018). Analisi Potensi Pengembangan Ekowisata Mangrove di


Kelurahan Untia Kota Makassar. Diakses pada 8 Juni 2021. Doi :
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/OGFlY
mQwOTE3MThmNTdhNGQ4ZWI4ZjAxNGUwMDI4OTNjYTE0MTljYg=
=.pdf
Nur, A. (2017). Analisis StrategiPengembangan Pariwiwsata Dalam
meningkatkan PendapatanAsli Daerah (PAD) Kota BandarLampung. Diakses
pada 15 Juni 2021. Doi :
http://repository.radenintan.ac.id/2568/1/SKRIPSI.pdf
Rahma, D. (2020). Strategi City Branding Kabupaten Ponorogo. Diakses pada 12
Juni 2021. Doi : http://repository.unair.ac.id/96125/4/4.%20BAB%20I.pdf
Rumengan, S., Amran. A., Ngakan, P. O. (2014). Stategi Pengembangan
Ekowisata di Kelurahan Lemo dan Sarira Kecamatan Makale Utara
Kabupaten Tana Toraja. Diakses pada tanggal 5 Maret 2021. Doi:
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/63b4efcb8c04dbf7ee60da2d314e24d8.pdf

Studestination. (2016). Peta Pariwisata Kabupaten Pirang ( Tourism Map Of


Pinrang Regency ). Diakses pada 16 Juni 2021. Doi :

79
http://blogstudestination.blogspot.com/2016/03/peta-pariwisata-kabupaten-
pinrang.html
Walengkabola, P. (2016). Proposal Upaya Peningkatan Kunjungan Wisata Objek
Wisata Alam Pantai Walengkabola. Diakses pada tanggal 4 Maret 2021. Doi:
http://riwayathidup1.blogspot.com/2016/10/proposal-upaya-peningkatan-
kunjungan.html

Zulkarnaen, T, Naufal, B. (2017). Model City Marketing dengan Pendekatan


Anholht Nation Brand Hexagon di Kota Lhokseumawe. Diakses pada 5 Maret
2021. Doi: https://journal.unimal.ac.id/visi/article/download/212/165

80
L

81

Anda mungkin juga menyukai