Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEORI HUKUM

Mata Kuliah : Teori Hukum


Dosen : Prof. Dr. Hj. Dewi Astutty M., SH., MS

Disusun Oleh :
Insan Solichin
NIM : 16074000046

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2016/2017
0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia, serta taufik,
dan HidayahNya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Teori Hukum” ini tepat pada
waktunya
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Politik Hukum Program Studi
Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Merdeka Malang. Kami
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Dewi Astutty M., SH., MS sebagai Dosen
Mata Kuliah Teori Hukum yang telah memberikan tugas ini kepada kami
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai teori hukum, eksplanasi hukum, dan dogmatik hukum. Makalah
ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi kita semua untuk mengkaji teori hukum,
eksplanasi hukum, dan dogmatik hukum dikemudian hari
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat ini di masa yang akan datang.

Samarinda, 2 Januari 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................. 2
C. TUJUAN ....................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3


A. SISTEM-SISTEM HUKUM......................................................................................... 4
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental .......................................................................... 4
2. Sistem Hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika) ...................................................... 5
3. Sistem Hukum Adat................................................................................................ 6
4. Sistem Hukum Islam............................................................................................... 6
B. METODE PENELITIAN HUKUM ............................................................................. 6
1. Metode Penelitian Hukum Normatif....................................................................... 7
2. Metode Penelitian Hukum Normatif-Empiris......................................................... 7
3. Metode Penelitian Hukum Empiris......................................................................... 7

BAB III PEMBAHASAN................................................................................................... 10


A. TEORI HUKUM........................................................................................................... 10
1. Definisi Hukum Anthony N. Allot.......................................................................... 10
2. Teori Hukum Mr. Drs. J.J.H. Bruggink .................................................................. 11
3. Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman ........................................................ 12
4. Matrik Disipliner Ilmu Hukum Aulis Aarnio ......................................................... 13
B. LAPISAN HUKUM...................................................................................................... 14
1. Filsafat Hukum........................................................................................................ 14
2. Teori Hukum........................................................................................................... 15
3. Dogmatik................................................................................................................. 15
C. BIDANG KAJIAN DAN SIFAT KEILMUAN TEORI HUKUM............................... 16

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 18


A. KESIMPULAN............................................................................................................. 18
B. SARAN ......................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 20

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan antara Penelitian Hukum Normatif dan Empiris............................. 8


Tabel 2 Konsep Hukum Soetandyo Wingjosoebroto.......................................................... 9
Tabel 3 Sifat Keilmuan Filsafat Hukum ............................................................................. 15
Tabel 4 Lapisan Ilmu Hukum, Konsep, Eksplanasi, dan Sifat Hukum .............................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Manusia hidup
berdampingan bahkan berkelompok-kelompok dan sering mengadakan hubungan antar
sesamanya. Hubungan itu terjadi berkenaan dengan kebutuhan hidup yang tidak mungkin
selalu dapat dipenuhi sendiri. Kebutuhan hidup manusia bermacam-macam. Pemenuhan
kebutuhan hidup tergantung dari hasil yang diperoleh melalui daya upaya yang dilakukan.
Setiap manusia ingin memenuhi kebutuhannya dengan baik. Kalau dalam saat yang
bersamaan dua manusia ingin memenuhi kebutuhan yang sama dengan hanya satu objek
kebutuhan, sedangkan keduanya tidak mau mengalah, bentrokan akan terjadi. Suatu
bentrokan akan terjadi juga kalau dalam suatu hubungan, antar manusia satu dengan
manusia yang lain ada yang tidak memenuhi kewajiban.
Hal-hal semacam ini sebenarnya merupakan akibat dari tingkah laku manusia
yang ingin bebas. Suatu kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya akan
menghasilkan sesuatu yang baik. Apalagi kalau kebebasan tingkah laku seseorang tidak
dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Oleh karena itu untuk menciptakan keteraturan
dalam suatu kelompok sosial baik dalam situasi kebersamaan maupun dalam situasi sosial
diperlukan ketentuan-ketentuan, ketentuan itu untuk membatasi kebebasan tingkah laku
itu. Ketentuan-ketentuan yang diperlukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam
pergaulan hidup atas dasar kesadaran; dan biasanya dinamakan hukum. Jadi, hukum
adalah ketentuan-ketentuan yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Hal itu timbul
berdasarkan rasa kesadaran manusia itu sendiri, sebagai gejala-gejala sosial. Gejala-gejala
sosial itu merupakan hasil dari pengukuran baik tentang tingkah laku manusia dalam
pergaulan hidupnya.
Ketentuan-ketentuan tingkah laku manusia bermacam-macam corak tergantung
dari berat ringannya reaksi yang diberikan dalam memberikan penilaian. Berdasarkan
beraat ringannya reaksi tersebut, akan ada ketentuan yang berkenaan kesopanan,
kesusialan, dan hukum. Jenis-jenis ketentuan itu berbeda dalam pelbagai hal dan akan
terlihat secara nyata kalau suatu ketentuan dilanggar oleh manusia. Misalnya suatu
ketentuan yang menyatakan bahwa setiap orang hendaknya saling menghormai. Kalau
seorang muda bertemu dengan seorang yang lebih tua tidak memberi salam, tingkah
lakunya itu kurang hormat. Ia melanggar norma kesopanan. Akibatnya orang yang lebih
tua itu tidak mau menghiraukan kalau suatu waktu bertemu dengan orang tersebut.
Peraturan hukum yang berlaku didalam suatu kelompok sosial, tentunya tidak
terpisah-pisah dan tidak tersebar bebas, melainkan ada dalam suatu kesatuan/keseluruhan
yang masing-masing berlaku sendiri-sendiri. Setiap suatu kesatuan yang merupakan
keseluruhan aturna, terdiri dari bagian-bagian. Satu sama lain yang berkaitan tidak dapat
dilepas-lepas, disusun secara teratur dengan tatanan tertentu merupakan suatu system
yang dinamakan system hukum. Sistematika didasarkan hasil pemikira dalam
pembentukan system. Sampai saat ini, system hukum dalam kehidupan sehari-hari

1
menurut aliran anutannya terbagi menjadi empat yaitu sistem hukum Eropa Kontinental,
sistem hukum Anglo Amerika, sistem hukum Islam, dan sistem hukum adat. Sistem-
sistem hukum ini digunakan oleh Negara-negara yang menurutkeperluan hukum Negara
dan disesuaikan dengan tujuan bernegara. Dalam hal ini pun Indonesia termasuk sebagai
Negara yang memiliki sejarah dalam melaksanakan hukum. Perkembangan hukumnya
pun sesuai dengan perkembangan bangsa. Indonesia menganut sistem hukum tertentu
untuk memelihara tata tertib demi keadilan bernegara.
Oleh karena hal tersebut diatas, dipandang sangat penting untuk mempelajari teori
hukum dan hubungannya dengan sistem hukum sebagai sebuah ilmu yang diajarkan
sebagai mata kuliah wajib dalam Program Studi Pascasarjana Magister Hukum di
Universitas yang ada di Indonesia

B. RUMUSAN MASALAH
Diera digital seperti sekarang ini, banyak artikel dan ataupun karya tulis yang
dapat diakses setiap saat oleh siapapun juga. Namun kadang kala banyak yang memiliki
sumber yang kurang jelas ataupun kurang lengkap sehingga membuat pembaca yang baru
ingin mempelajari tentang teori hukum menjadi semakin bingung. Makalah ini disusun
dengan sistematis, dengan materi yang cukup singkat dan jelas serta mengandung materi
teori hukum yang relevan yang dapat diaplikasikan sehari-hari sehingga diharapkan dapat
membantu pembaca dalam memahami teori hukum secara lengkap dan jelas

C. TUJUAN
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah memberikan informasi
tentang materi teori hukum antara lain : Teori Hukum Mr. Drs. J.J.H. Bruggink; Teori
Sistem Hukum Lawrence M. Friedman; Matrik Disipliner Ilmu Hukum Aulis Aarnio;
Lapisan Hukum; Bidang Kajian Teori Hukum; Sifat Keilmuan Teori Hukum; dan Filsafat
Hukum

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam laman kemenkumham.go.id, disebutkan bahwa hukum dalam lingkup ilmu


pengetahuan telah menjadi perdebatan di kalangan para sarjana hukum, hal tersebut telah
membawa para sarjana hukum membagi ilmu hukum sebagai bagian dari ilmu sosial. Sebagai
langkah awal dari usaha menjawab pertanyaan tentang apa itu hukum?, Maka kita harus
benahi dulu pengertian ilmu hukum. Dalam bahasa Inggris ilmu hukum dikenal dengan kata
“legal science” hal ini sangat keliru jika diartikan secara etimologis, legal dalam bahasa
Inggris berakar dari kata lex (latin) dapat diartikan sebagai undang-undang. Law dalam
bahasa inggris terdapat dua pengertian yang berbeda, yang pertama merupakan sekumpulan
preskripsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan dalam mencapai keadilan dan yang
kedua, merupakan aturan perilaku yang ditujukan untuk menciptakan ketertiban masyarakat
Pengertian pertama dalam bahasa Latin disebut ius, dalam bahasa Perancis droit, dalam
bahasa Belanda recht, dalam bahasa Jerman juga disebut Recht, sedangan dalam bahasa
Indonesia disebut Hukum. Sedangkan dalam arti yang kedua dalam bahasa Latin di sebut
Lex, bahasa Perancis loi, bahasa Belanda wet, bahasa Jerman Gesetz, sedangkan dalam
bahasa Indonesia disebut Undang-Undang. Kata law di dalam bahasa Inggris ternyata berasal
dari kata lagu, yaitu aturan-aturan yang dibuat oleh para raja-raja Anglo-Saxon yang telah
dikodifikasi. Lagu ternyata berada dalam garis lex dan bukan ius. Apabila hal ini diikuti,
istilah legal science akan bermakna ilmu tentang aturan perundang-undangan. Hal ini akan
terjadi ketidaksesuaian makna yang dikandung dalam ilmu itu sendiri.
Demi menghindari hal semacam itu dalam bahasa Inggris ilmu hukum disebut secara
tepat disebut sebagai Jurisprudence. Sedangkan kata Jurisprudence berasal dari dua kata
Latin, yaitu iusris yang berarti hukum dan prudentia yang artinya kebijaksanaan atau
pengetahuan. Dengan demikian, Jurisprudence berarti pengetahuan hukum.
Dapat dilihat dari segi etimologis tidak berlebihan oleh Robert L Hayman memberi
pengertian ilmu hukum dalam hal ini Jurisprudence secara luas sebagai segala sesuatu yang
bersifat teoritis tentang hukum. Disini dapat dilihat bahwa ilmu hukum itu suatu bidang ilmu
yang berdiri sendiri yang kemudian dapat berintegral dengan ilmu-ilmu lain sebagai suatu
terapan dalam ilmu pengetahuan yang lain. Sebagai ilmu yang berdiri sendiri maka obyek
penelitian dari ilmu hukum adalah hukum itu sendiri, mengingat kajian hukum bukan sebagai
suatu kajian yang empiris, maka oleh Gijssels dan van Hoecke mengatakan ilmu hukum
(jurisprudence) adalah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan
teroganisasikan tentang gejala hukum, struktur kekuasaan, norma-norma, hak-hak dan
kewajiban.
Jurisprudence merupakan suatu disiplin ilmu yang bersifat sui generis. Maka kajian
tersebut tidak termasuk dalam bidang kajian yang bersifat empirik maupun evaluatif.
Jurisprudence bukanlah semata-mata studi tentang hukum, melainkan lebih dari itu yaitu
studi tentang sesuatu mengenai hukum secara luas. Hari Chand secara tepat membandingkan
mahasiswa hukum dan mahasiswa kedokteran yang mempelajari bidang ilmunya masing-
masing. ia menyatakan bahwa mahasiswa kedokteran yang akan mempelajari anatomi

3
manusia harus mempelajari kepala, telingga, mata dan semua bagian tubuh dan struktur,
hubungan dan fungsinya masing-masing. sama halnya dengan seorang mahasiswa hukum
yang akan mempelajari substansi hukum, harus belajar konsep hukum, kaidah-kaidah hukum,
struktur dan fungsi dari hukum itu sendiri. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa disamping
ia mempelajari tubuh manusia secara keseluruhan, seorang mahasiswa kedokteran juga perlu
mempelajari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi tubuh, misalnya panas, dingin, air,
kuman-kuman, virus, serangga dan lain-lain. Sama halnya juga dengan mahasiswa hukum,
yaitu mempelajari faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi hukum itu diantaranya, faktor
sosial, politik, budaya, ekonomi dan nilai-nilai yang terkandung dalam bidang ilmu lain.

A. SISTEM-SISTEM HUKUM
Djamali (2014) menyatakan bahwa sistem hukum di dunia ada 4 macam yaitu :

1. Sistem Hukum Eropa Kontinental


Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering
disebut sebagai Civil Law. Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi hukum yang
berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus abad V
sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari pelbagai
kaidah hukum yang ada sebelum masa Kaisar Justinianus yang kemudian disebut
Corpus Juris Civilis. Dalam perkembangannya, prinsip-prinip hukum yang terdapat
pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di
negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Prancis, dan Italia, juga
Amerika Latin, dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah
Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah
“hukum memperoleh kekuatan yang mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-
peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sitematik didalam
kodifikasi atau kompilasi tertentu”. Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai
utama yang merupakan tujuan hukum adalah “kepastian hukum”. Kepastian hukum
hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan
hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum
itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa
menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya
berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas
wewenangnya”. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat
parapihak yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata)
Dalam laman blogspot.com disebutkan bahwa Hakim dalam memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara, pertama kali harus menggunakan Hukum
Tertulis sebagai dasar putusannya. Jika dalam hukum tertulis tidak cukup, tidak tepat
dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim mencari dan
menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain seperti
yurisprudensi, dokrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis. Undang-Undang
No. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan
“bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu

4
perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Ketentuan pasal ini memberi makna
bahwa hakim sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman wajib hukumnya bagi Hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu
perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Undang-Undang
No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 (1) juga menjelaskan bahwa “Hakim dan Hakim
Konstitusi wajib mengali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Kata “menggali” biasanya diartikan bahwa
hukumnya sudah ada, dalam aturan perundangan tapi masih samar-samar, sulit untuk
diterapkan dalam perkara konkrit, sehingga untuk menemukan hukumnya harus
berusaha mencarinya dengan menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat. Apabila sudah ketemu hukum dalam penggalian tersebut, maka Hakim
harus mengikutinya dan memahaminya

2. Sistem Hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika)


Sistem hukum Anglo Saxon kemudian dikenal dengan sebutan Anglo
Amerika. Sitem hukum ini mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering
disebut sebagai sistem Common Law dan sistem Unwritten Law (tidak tertulis).
Walaupun disebut sebagai Unwritten Law, hal ini tidak sepenuhnya benar. Alasannya
adalah didalam definisi hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber hukum yang
tertulis (statutes).
Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pula
hukum positif di negara-negara Amerika Utara seperti Kanada dan beberapa negara
Asia termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia, selain di Amerika
Serikat sendiri.
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah “putusan-putusan
hakim/peradilan” (judicial decisions). Melalui putusan-putusan hakim yang
mewujudkan kepastian hukum, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk
dan menjadi kaidah yang mengikat umum. Disamping putusan hakim, kebiasaan dan
peraturan negara diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan
peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan dalam pengadilan. Sumber-sumber
hukum itu (putusan hakim, kebiasaan, dan peraturan administrasi negara) tidak
tersusun secara sistematis dalam hierarki tertentu seperti pada sistem hukum Eropa
Kontinental. Selain itu, dalam sistem Anglo Amerika ada “peranan” yang diberikan
kepada seorang hakim yang berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim
berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan
peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga perperan besar dalam membentuk
seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas
untuk menafsirkan peraturan-peraturan yang berlaku. Selain itu, menciptakan hukum-
hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan
perkara yang sejenis.

5
3. Sistem Hukum Adat
Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti China, India, Jepang, dan negara
lain. Istilahnya berasal dari bahasa Belanda Adatrecht yang untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Snouck Hurgronje. Pengertian hukum adat yang digunakan oleh
Mr. C. van Vollenhoven (1928) mengandung makna bahwa hukum Indonesia dan
kesusilaan masyarakat merupakan hukum adat. Adat tidak dapat dipisahkan dan
hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat hukumnya. Kata “hukum” dalam
pengertian hukum adat lebih luas artinya dari istilah hukum di Eropa. Hal itu karena
terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhannya oleh pelbagai
golongan tertentu dalam lingkungan kehidupan sosialnya, seperti masalah pakaian,
pangkat pertunangan, dan sebagainya. Sementara istilah “Indonesia” digunakan untuk
membedakan dengan hukum adat lainnya di Asia. Kata Indonesia untuk pertama
kalinya dipakai pada tahun 1850 oleh James Richardson Logan dalam salah satu
karangannya di Penang yang dimuat dalam Journal of the Indian Archipelago and
Eastern Asia. Sebutan itu untuk menunjukan adanya nama bangsa-bangsa yang hidup
di Asia Tenggara.

4. Sistem Hukum Islam


Sistem hukum ini semula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari
timbulnya dan penyebaran agama Islam. Kemudian berkembang ke negara-negara
lain di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika secara individual atau kelompok. Sementara
itu untuk beberapa negara di Afrika dan Asia perkebangannya sesuai dengan
pembentukan negara yang berasaskan ajaran Islam. Bagi negara Indonesia, pengaruh
agama itu tidak besar dalam bernegara. Hal itu karena asas pembentukan negara
bukanlah menganut ajaran Islam.
Berikut sumber hukum dalam sitem hukum Islam :
a) Al-Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril
b) Sunnah Nabi, ialah cara hidup Nabi Muhammad SAW atau cerita-cerita (hadist)
mengenai Nabi Muhammad SAW
c) Ijma, ialah kesepakattan para ulama besar tentang suatu hal
d) Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua
kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metode ilmu hukum berdasarkan
deduksi. Hal ini dilakukan dengan menciptakan atau menarik suatu garis hukum
baru dari garis hukum lama dengan maksud memberlakukan yang baru itu kepada
suatu keadaan karena persamaan yang ada didalammya

B. METODE PENELITIAN HUKUM


Dalam laman idtesis.com disebutkan bahwa dalam melakukan suatu penelitian
hukum tidak dapat terlepas dengan penggunaan metode penelitian. Karena setiap
penelitian apa saja pastilah menggunakan metode untuk menganalisa permasalahan yang
diangkat. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

6
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.
Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut
untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam
gejala yang bersangkutan.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya penelitian mempunyai berbagai
kategori. Diantaranya adalah metode penelitian yang berdasarkan pada fokus kajiannya
terbagi menjadi tiga bagian yakni:

1. Metode Penelitian Hukum Normatif


Metode penelitian hukum jenis ini juga biasa disebut sebagai penelitian hukum
doktriner atau penelitian perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktriner
dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga
penelitian ini sangat erat hubungannya pada pada perpustakaan karena akan
membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan.
Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari berbagai
aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi,
penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat
suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum. Sehingga
dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai cakupan yang luas.

2. Metode Penelitian Hukum Normatif-Empiris


Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan
penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan
berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi
ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam penelitian jenis ini
terdapat tiga kategori yakni:
- Non judicial Case Study : Merupakan pendekatan studi kasus hukum yang tanpa
konflik sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.
- Judicial Case Study : Pendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan
studi kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur tangan
dengan pengadilan untuk memberikan keputusan penyelesaian (yurisprudensi)
- Live Case Study : Pendekatan live case study merupakan pendekatan pada suatu
peristiwa hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir.

3. Metode Penelitian Hukum Empiris


Metode penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang
berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana
bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini
meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum
empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa
penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat,
badan hukum atau badan pemerintah.

7
Berikut ini merupakan daftar perbandingan antara penelitian hukum normatif
dan empiris.

TAHAP PENELITIAN HUKUM PENELITIAN HUKUM


PENELITIAN NORMATIF EMPIRIS
Metode Normatif/ juridis, hukum Empiris/ sosiologis, hukum
pendekatan diidentifikasikan sebagai diidentifikasikan sebagai
norma peraturan atau undang- perilaku yang mempola
undang (UU)
Kerangka teori Teori-teori intern tentang Teori sosial mengenai hukum
hukum seperti undang-undang atau teori hukum
(UU), peraturan sosiologis.Pembuktian melalui
pemerintah.Pembuktian masyarakat.
melalui pasal.
Data Menggunaan data skunder Menggunakan data primer (data
(data yang diperoleh dari studi yang diperoleh langsung dari
kepustakaan) kehidupan masyarakat dengan
cara wawancara, observasi,
kuesioner, sample dan lain-lain)
Objek kajian Hukum positif (aspek internal) Aspek internal dari hukum
positif
Optik yang Preskriptif Netral, objektif, deskriptif
digunakan
Teknik Data skunder dikumpulkan
pengumpulan dengan cara studi
data kepustakaan.Data primer
dikumpulkan dengan cara
wawancara
Dasar untuk Norma, yurisprudensi, dan Teori-teori sosiologi hukum,
menganalisis doktrin antropologi hukum, psikologi
hukum atau teori-teori sosial
Logika berfikir Deduktif Induktif
Tujuan Membuat keputusan/ Deskriptif, ekplanatif
menyelesaikan masalah (memahami), prediktif
Bentuk analisis Logis normatif (berdasarkan Kuantitatif (kesimpulan yang
logika dan peraturan UU), dituangkan dalam bentuk angka)
silogisme (menarik
kesimpulan yang telah ada),
kualitatif
(Sumber : Laman idtesis.com)
Tabel 1 Perbandingan antara Penelitian Hukum Normatif dan Empiris

Menurut Jujun S Suriasumantri dalam Filsafat Ilmu Pustaka Sinar Harapan 2005
halaman 48, penalaran/cara berfikir dibedakan menjadi dua antara lain berfikir induktif
dan berfikir deduktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induksi merupakan cara berpikir dimana
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
8
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan
dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum. Metode
berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Deduksi
adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari pernyataan yang bersifat umum
lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto (1992) dalam laman idtesis.com terdapat
beberapa konsep hukum yakni:
1. Hukum adalah asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal.
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional.
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concerto, tersistematisasi sebagai judge
made law
4. Hukum adalah pola perilaku sosial yang terlembaga eksis sebagai variable sosial yang empiris
5. Hukum manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam
interaksi antar mereka.

Untuk lebih jelasnya konsep hukum Soetandyo Wingjosoebroto (1992) , disajikan


dalam bentuk tabel berikut ini:
Konsep Hukum Tipe Kajian Metode Peneliti Orientasi
Hukum sebagai Filsafat hukum Logika induksi Pemikir Filsafat
azas kebenaran dan berpangkal pada premis
keadilan bersifat normative yang
kodrati dan diyakini bersifat self
universal evident
Hukum adalah Ajaran hukum Doktrin dengan logika Yuris, Positifistik
norma positif murni yang deduktif untuk akademisi,
didalam system mengkaji hukum pembangunan system kontinental
hukum nasional positif hukum positif
Hukum adalah American Doktrinal dan non American Law
yang diputuskan Sociological doctrinal dengan logika lawyer
hakim in concreto Jurisprudence induksi untuk mengkaji
dan tersistematis mengkaji law as court behavior
sebagai judges its decided by
through, judicial judge
process
Hukum sebagiapola Sosiologi Non doctrinal dengan Sosiolog Strktural
perilaku sosial yang hukum mengkaji pendekatan structural
terlembagakan law is it in dan umumnya kualitatif
society
Hukum manifestasi Sosiologi atau Sosial/ non doktrinal Sosial – Simbolik
makna-makna antropologi dengan pendekatan antropologi interaksi-
simbolik para hukum, interaksional/ mikro, Pengkaji onal
perilaku sosial pengkaji law as dengan analisis humaniora
sebagai tampak it is in (human kualitatif
dalam interaksi actions)
antar mereka
(Sumber : Laman idtesis.com)
Tabel 2 Konsep Hukum Soetandyo Wingjosoebroto

9
BAB III
PEMBAHASAN

A. TEORI HUKUM
1. Definisi Hukum Anthony N. Allot
Menurut Antony N. Allot dalam The limit of Law, Butterworths, London,
1980 dalam laman worpress.com disebutkan definisi hukum antara lain :
a. HUKUM (LAW) adalah ide atau konsep umum tentang lembaga-lembaga
hukum yang diabstraksikan dari peristiwa-peristiwa tertentu daripadanya
b. Hukum (Law) adalah suatu sistem hukum tertentu secara menyeluruh dan
koheren yang terdapat dalam suatu masyarakat atau negara tertentu
c. hukum (law) adalah ketentuan normatif tertentu dari Hukum: aturan atau norma
dari suatu sistem hukum tertentu

Hukum merupakan abstraksi dari apa yang tampak yaitu Hukum dan hukum.
Jika kita melakukan abstraksi, kita merujuk pada hal-hal konkret atau dapat diamati.
Bagaimana kita dapat mengenali sesuatu kalau tidak memiliki gambaran untuk
membimbing kita. Oleh karena itu kita harus beranjak dari yang khusus dulu yakni
Hukum atau sistem hukum :
a. Sistem hukum terdiri dari banyak unsur, beberapa diantaranya tampak di dunia
nyata seperti polisi, hakim, penjara, ahli hukum, buku hukum; sementara yang
lainnya hanya eksis di dunia maya, suatu dunia mental yang mengambang di atas
dunia nyata, namun memiliki kemampuan untuk mempengaruhi apa yang terjadi
di dunia nyata; misalnya abstraksi berupa aturan, prinsip, standar, lembaga,
norma. Hukum memiliki unsur-unsur abstrak dan yang berwujud
b. Hukum adalah sistem peraturan perilaku. Yang dimaksudkan dengan perilaku
adalah perilaku orang-orang dalam suatu masyarakat politik. Hanya peraturan
yang dibuat oleh penguasa yang kompeten dan sah dapat disebut sebagai
peraturan hukum.
c. Sistem hukum adalah suatu fungsi dari masyarakat yang otonom, yakni
sekelompok orang yang terorganisir. Otonom bukan berarti merdeka dalam arti
formal melainkan memiliki sistem peraturan tersendiri.
d. Sistem hukum adalah sistem komunikasi
- Siapa yang mengkomunikasikan?: Emiter
- Kepada siapa?: Recipient
- Apa metode komunikasinya?: The Code
- Apa isi komunikasi itu?: The Message
- Bagaimana pesan diterima?: Receiving apparatus, detector
- Apa tujuan pesan itu?: Function
- Apa gangguan terhadap komunikasi?: Noise interference

10
Bagaimana sistem komunikasi diadaptasikan atau dikembangkan: untuk
menyiarkan pesan berbeda; untuk membuatnya lebih efisien berkomunikasi
(potentiality, variability, dan adaptive mechanism)
a. The emitter of Law
- The emitter of law pada masyarakat sederhana dan masyarakat maju sangat
berbeda.
- Pada masyarakat sederhana, emiter tidak membuat tapi meneruskan hukum
adat
- Pada masyarakat moderen terdapat spesialis-spesialis penyampai hukum.
- Hukum menjadi lebih jelas atau rumit
b. The Recipient of Law
- Tujuan hukum untuk mempengaruhi perilaku para penerima. Ada dua
golongan : Para subyek hukum, khusus mau pun umum
- Mereka yang mendapat perintah untuk menerapkan, mengubah atau
menciptakan hukum itu sendiri, dan untuk menjalankan, mengawasi lembaga-
lembaga dan proses hokum
- Transmission losses—kegagalan dalam transmisi dan komunikasi
- Inappropriatness of norms and institutions —kelemahan pada sifat norma,
pernyataan atau pengekspresiannya, kesesuaiannya dengan elemen lain dalam
sistem hukum, atau dengan konteks sosial dimana dia berfungsi
- Kegagalan dalam penerapan
- Kegagalan dalam pengawasan atau monitoring.

2. Teori Hukum Mr. Drs. J.J.H. Bruggink


Dalam laman blogspot.com diterangkan bahwa kata teori berasal dari bahasa
Yunani, yaitu ”theoria” (pandangan dan tinjauan) yang umum artinya adalah;
pandangan yang gunanya untuk memberi keterangan bagi gejala-gejala tertentu, tapi
umumnya adalah teori dalam ilmu pengetahuan yang berupa sistem yang terdiri atas
berbagai dalil dan hipotesa-hipotesa yang keadaannya berdasarkan pada suatu azas
tertentu. Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke mengatakan bahwa, teori hukum sebagai
“suatu ilmu/pengetahuan yang menjelaskan hukum”
Mr. Drs. J.J.H. Bruggink dalam bukunya Rechts Reflecties yang
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Refleksi Tentang Hukum oleh
Arief Sidharta, SH., mendefinisikan teori hukum sebagai berikut: “Suatu keseluruhan
pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan
hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting
dipositifkan”
Mr. Drs. J.J.H. Bruggink lebih lanjut mengatakan bahwa, teori hukum
memiliki suatu pengertian ganda, yaitu teori hukum sebagai produk atau hasil
aktivitas dan teori hukum sebagai suatu proses atau aktivitas. Teori hukum sebagai
produk, berkaitan dengan keseluruhan hasil pernyataan yang saling berkaitan sebagai
suatu produk, hasil kegiatan teoritik bidang hukum. Sedangkan dalam hal sebagai
suatu proses, maka perhatiannya diarahkan kepada kegiatan penelitian teoritik bidang
hukum dan tidak pada hasil-hasil kegiatan.
11
3. Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman
Dalam laman blogspot.com disebutkan bahwa Lawrence M. Friedman
mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung
tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum
(substance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum
menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-
undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut
dalam suatu masyarakat.
Tentang struktur hukum Friedman menjelaskan (Lawrence M. Friedman, 1984
: 5-6): “To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system consist of
elements of this kind: the number and size of courts; their jurisdiction …Strukture
also means how the legislature is organized …what procedures the police department
follow, and so on. Strukture, in way, is a kind of crosss section of the legal system…a
kind of still photograph, with freezes the action.”
Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan ukuran
pengadilan, yurisdiksinnya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka periksa),
dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti
bagaimana badan legislative ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi struktur
(legal struktur) terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk menjalankan
perangkat hukum yang ada.
Struktur adalah Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan
menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana
pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.
Di Indonesia misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum
Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum
seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan (Achmad Ali, 2002 : 8).
Substansi hukum menurut Friedman adalah (Lawrence M. Friedman, Op.cit) :
“Another aspect of the legal system is its substance. By this is meant the actual rules,
norm, and behavioral patterns of people inside the system …the stress here is on living
law, not just rules in law books”.
Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang dimaksud dengan
substansinya adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam
system itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat
penegak hukum.
Sedangkan mengenai budaya hukum, Friedman berpendapat : “The third
component of legal system, of legal culture. By this we mean people’s attitudes toward
law and legal system their belief …in other word, is the climinate of social thought and
social force wicch determines how law is used, avoided, or abused”.
Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia
(termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem
hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang
ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung

12
budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka
penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak
lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk
menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang lebih
baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau
peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke
dalam praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya penegakan hukum
(law enforcement) yang baik (Munir Fuady, 2003 : 40). Jadi bekerjanya hukum bukan
hanya merupakan fungsi perundang-undangannya belaka, malainkan aktifitas
birokrasi pelaksananya (Acmad Ali, 2002 : 97)

4. Matrik Disipliner Ilmu Hukum Aulis Aarnio


Menurut Aulis Aarnio, sebagaimana dikutip oleh Bernard Arief Sidharta
dalam laman ums.ac.id, yang menjadi asumsi dalam matriks disipliner ilmu hukum
adalah:
a. Asumsi tentang pokok permasalahan dalam interpretasi yuridis;
b. Asumsi tentang doktrin sumber hukum yang sah;
c. Asumsi tentang asas dan aturan metodikal yang secara umum dianut dalam
interpretasi yuridis dan sistematisasi hukum;
d. Asumsi tentang nilai dan penilaian yang menguasai interpretasi ilmu hukum dan
sasaran-sasarannya.

Sejalan dengan itu menurut Bernard Arief Sidharta, pengembangan ilmu


hukum di Barat dewasa ini mendasarkan pada asumsi-asumsi:
a. Pendekatan positivistik tentang sumber hukum, dengan supremasi hukum tertulis
(produk perundang-undangan);
b. Teori bahwa pembentuk undang-undang bertindak rasional;
c. Teori tentang bagaimana teks yuridis harus diinterpretasikan yang mencakup
metode interpretasi, gramatikal, historis, sistematis, teleologis, argumentum per-
analogiam, argumentum a-contrario, argumentum a-fortiori, penghalusan hukum;
d. Ilmu hukum bertugas menawarkan penyelesaian masalah konkret, membangun
koherensi logikal dan kesatuan dalam hukum, melalui interpretasi dan
sistematisasi, bertumpu pada kesadaran hukum;
e. Pandangan instrumentalis tentang hukum;
f. Pandangan bahwa pembentukan hukum dan penemuan hukum pada dasarnya
bertujuan merealisasikan cita hukum;
g. Pandangan tentang manusia sebagai makhluk rasional.

Secara lebih spesifik Anton F Susanto mengungkapkan, bahwa asumsi dan


karakteristik pemikiran posivisme hukum adalah:
a. Dualistis;
b. Reduksionis;
c. Mekanistis;

13
d. Tertutup;
e. Aturan dan logika.

B. LAPISAN HUKUM
J. Gijssels dan Mark van Hoecke dalam laman blogspot.com, membedakan ilmu
hukum berdasarkan pelapisan ilmu hukum, yang meliputi:

1. Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan induk dari semua disiplin yuridik, karena
membahas masalah masalah fundamental yang yang tidak akan pernah berakhir.
Filsafat ukum tersusun atas proposisi proposisi normative dan evaluative, walaupun
informative juga ada didalamnya. Karakteristik filsafat hukum yaitu mendasar /
radikal, menyeluruh / holistic / totalistic, spekulatif.
Secara kronologis perkembangan ilmu hukum diawali oleh filsafat hukum dan
disusul dogmatik hukum (ilmu hukum positif). Kenyataan ini sejalan dengan pendapat
Lili Rasjidi, bahwa filsafat hukum adalah refleksi teoritis (intelektual) tentang hukum
yang paling tua, dan dapat dikatakan merupakan induk dari semua refleksi teoritis
tentang hukum. Filsafat hukum adalah filsafat atau bagian dari filsafat yang
mengarahkan refieksinya terhadap hukum atau gejala, sebagaimana dikemukakan J.
Gejssels, filsafat hukum adalah filsafat umum yang diterapkan pada hukum dan gejala
hukum. Hal yang sama juga dalam dalil D.H.M. Meuwissen, bahwa rechtfilosofie is
filosofie. Filsafat hukum adalah filsafat karena itu ia merenungkan semua persoalan
fundamental dan masalah-masalah perbatasan yang berkaitan dengan gejala hukum.
Berkaitan dengan ajaran filsafati dalam hukum, maka ruang lingkup filsafat hukum
tidak lepas dari ajaran filsafat itu sendiri, yang meliputi:
a. Ontology hukum, yakni mempelajari hakikat hukum, misalnya hakikat demokrasi,
hubungan hukum dan moral dan lainnya;
b. Axiology hukum, yakni mempelajari isi dari nilai seperti; kebenaran, keadilan,
kebebasan, kewajaran, penyalahgunaan wewenang dan lainnya;
c. Ideology hukum, yakni mempelajari rincian dari keseluruhan orang dan
masyarakat yang dapat memberikan dasar atau legitimasi bagi keberadaan
lembaga-lembaga hukum yang akan datang, system hukum atau bagian dari
system hukum;
d. Epistemology hukum, yakni merupakan suatu studi meta filsafat. Mempelajari apa
yang berhubungan dengan pertanyaan sejauh mana pengetahuan mengenai hakikat
hukum atau masalah filsafat hukum yang fundamental lainnya yang umumnya
memungkinkan;
e. Teleology hukum, yakni menentukan isi dan tujuan hukum;
f. Keilmuan hukum, yakni merupakan meta teori bagi hukum; dan
g. Logika hukum, yakni mengarah kepada argumentasi hukum, bangunan logis dari
sistem hukum dan struktur sistem hukum.

Adapun sifat keilmuan dari filsafat hukum adalah sebagai berikut :

14
Filsafat Hukum
Obyek Landasan dan batas-batas kaidah hukum
Tujuan Teoritikal
Perspektif Internal
Teori kebenaran Teori pragmatik
Proposisi Informatif, tetapi terutama normatif dan evaluatif
(Sumber: J.J.H. Bruggink, 1999: 181)
Tabel 3 Sifat Keilmuan Filsafat Hukum

2. Teori Hukum
Teori hukum mempunyai makna ganda yaitu :
- Teori hukum sebagai produk, sebab rumusan merupakan hasil kegiatan teoritik
bidang hukum.
- Teori hukum sebagai proses, Karena teori hukum merupakan kegiatan teoritik
tentang hukum atau bidang hukum.

Teori hukum adalah jalan ilmiah metodikal untuk memperoleh pemahaman


teoritikal dan memberikan penjelasan secara global tentang gejala gejala hukum.
Ruang lingkup teori hukum menurut (Otje Salman dan Anthon F. Susanto) yaitu :
- Mengapa hukum berlaku?
- Apa dasar kekuatan mengikatnya?
- Apa yang menjadi tujuan hukum?
- Bagaimana seharusnya hukum itu dipahami?
- Apa hubungan dilakukan oleh hukum?
- Bagimana hukum yang adil

Persamaan dan Perbedaan Teori Hukum Dengan Filsafat Hukum :


- Antara teori hukum dan filsafat hukum sangat berdampingan erat, bahkan ada
kalanya sangat sulit dibedakan.
- Tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai nilai hukum dan postulat
postulatnya hingga dasar dasar filsafatnya yang paling dalam
- Filsafat hukum juga membicarakan teori hukum, tetapi filsafat hukum tidak
mengajukan suatu teori hukum
- Filsafat hukum dan teori hukum sama sama tidak membatasi diri pada ius
constitutum, melainkan juga pada ius constituendum
- Teori hukum bertitik tolak dari suatu teori (hypothesis) filsafat hukum merupakan
diskursus terbuka yang tidak membatasi diri pada postulat,premis atau metode.

3. Dogmatik Hukum
Mempelajari aturan aturan hukum dari sudut pandang technical dan
methodical. Bertujuan untuk praktik hukum. Objek kajian pada hukum positif.
Mempelajari asas asas dan pengertian hukum.

Berikut ini lapisan ilmu hukum, konsep, eksplanasi, dan sifat hukum :

15
Lapisan Ilmu
Konsep Eksplanasi Sifat
Hukum
Filsafat Hukum Grondbegrippen (Pengertian Reflektif Spekulatif
Dasar)

Teori Hukum Algemene begrippen (Pengertian Analitis Normatif Empiris


Umum)
Dogmatik Technischjuridisch begrippen Technis juridisch Normatif
Hukum (Pengertian Tehnis Hukum)
(Sumber : Materi Perkuliahan Teori Hukum)
Tabel 4 Lapisan Ilmu Hukum, Konsep, Eksplanasi, dan Sifat Hukum

C. BIDANG KAJIAN DAN SIFAT KEILMUAN TEORI HUKUM


Dalam laman wordpress.com disebutkan bahwa bidang kajian teori hukum antara
lain :
a. Analisis bahan hukum; yaitu upaya pemahaman tentang struktur sistem hukum, sifat
dan kaidah hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum, unsur-unsur khas dari
konsep yuridik (subyek hukum, kewajiban hukum, hak, hubungan hukum, badan
hukum, tanggunggugat, dan sebagainya)
b. Ajaran metode hukum; yaitu metode dari ilmu hukum (dogmatik hukum), metode
penerapan hukum (pembentukan hukum dan penemuan hukum), teori perundang-
undangan, teori argumentasi yuridik (teori penalaran hukum)
c. Metode keilmuan dogma hukum; yaitu Ajaran ilmu (epistemologi) dari hukum
dengan mempersoalkan karakter keilmuan ilmu hukum
d. Bentuk ideologi hukum; yaitu kritik terhadap kaidah hukum positif, menganalisis
kaidah hukum positif, menganalisis kaidah hukum untuk menampilkan kepentingan
dan ideologi yang melatarbelakangi aturan hukum positif (undang-undang)

Menurut Tutik 2016, Ilmu hukum (dari segi obyek) dapat dibedakan atas ilmu
hukum dalam arti sempit, yang dikenal dengan ilmu hukum dogmatik (ilmu hukum
normatif) dan ilmu hukum dalam arti luas. Ilmu hukum dalam arti luas dapat ditelaah dari
sudut pandangan sifat pandang ilmu maupun dari sudut pandangan tentang lapisan ilmu
hukum seperti yang dilakukan oleh J. Gijssels dan Mark van Hoecke.
Dari sudut pandang ilmu dibedakan pandangan positivisme dan pandangan
normatif. Dari sudut pandangan ini dibedakan ilmu hukum normatif (dogmatik) dan ilmu
hukum empiris. Sifat keilmuan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: proses, produk dan
produsen (ilmuwan).
Perbedaan sifat keilmuan dua bidang ilmu hukum tersebut dapat digambarkan
dalam skema berikut :

16
Pandangan Positivistik: Pandangan Normatif:
(Ilmu Hukum Empirik) (Ilmu Hukum Normatif)
Relasi Inti Subyek-Subyek Subyek-Subyek
Jenis Pengetahuan Obyektif Inter-subyektif
Sikap Ilmuwan Pengamat/penonton Peserta
Perspektif Eksternal Internal
Teori Kebenaran Teori korespondensi Teori pragmatik
Proposisi Hanya informatif (empiris) Normatif dan evaluatif
Metode Hanya metode pengalaman Juga metode lain
inderawi
Moral Non-kognitif Kognitif
Hubungan Hukum-Moral Pemisahan tegas Tidak ada pemisahan
Ilmu Hanya sosiologi hukum empiris Ilmu hukum dalam arti luas
dan teori hukum empiris
(Sumber: Mr. Drs. J.J.H. Bruggink, 1999: 189)
Tabel 5 Perbedaan Sifat Keilmuan Bidang Ilmu Hukum

Perbedaan antara ilmu hukum empiris dan ilmu hukum normatif menurut D.H.M.
Meuwissen digambarkan dalam sifat ilmu hukum empiris, antara lain:
a. Secara tegas membedakan fakta dan norma;
b. Gejala hukum harus murni empiris, yaitu fakta sosial;
c. Metode yang digunakan adalah metode ilmu empiris, dan
d. Bebas nilai.

Implikasi dari perbedaan mendasar antara ilmu hukum normatif dan ilmu hukum
empirik adalah:
a. Dari hubungan dasar sikap ilmuwan; dalam ilmu hukum empirik ilmuwan adalah
sebagai penonton yang mengamati gejala-gejala obyeknya yang dapat ditangkap oleh
pancaindra, sedangkan dalam ilmu hukum normatif, yuris secara aktif menganalisis
norma sehingga peranan subyek sangat menonjol.
b. Dari segi kebenaran ilmiah; kebenaran ilmu hukum empirik, adalah kebenaran
korespondensi, yaitu bahwa sesuatu itu benar karena didukung fakta dengan dasar
kebenaran pragmatik yang pada dasarnya adalah konsensus sejawat sekeahlian.

17

Anda mungkin juga menyukai