Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Dalam hukum jaminan diketahui bersama memiliki dua bentuk


jaminan secara umum dan khusus, sedangkan jaminan secara khusus bisa
dibedakan lagi menjadi jaminan kebendaan dan jaminan orang penanggungan
utang. Jaminan secara umum dan penanggungan utang tidak sepenuhnya
memberikan kepastian mengenai pelunasan utang, dikarenakan kreditur tidak
mempunyai hak mendahulu sehingga kedudukan kreditur tetap sebagai
kreditur konkuren terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hanya pada jaminan
kebendaan saja kreditur mempunyai hak mendahulu sehingga ia berkedudukan
sebagai kreditur privilege yang dapat mengambil pelunasan terlebih dahulu
dari barang jaminan tanpa memperhatikan kreditur-kreditur lainnya.1

Diundangkannya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang


Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 1999, dimaksudkan sebagai dasar
hukum yang kuat bagi pengikatan atas benda-benda bergerak baik yang
berwujud maupun tidak berwujud. Istilah jaminan Fidusia ini dikenal dalam
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia adalah hak
jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi
Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur
lainnya.2
1
Fatma Paparang, “Implementasi Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Di Indonesia”. Jurnal
LPPM Bidang EkoSosBudKum, Vol.1(No.2), 2014, hlm. 56-57.
2
Bambang Setiawan, dan N. Budi Arianto Wijaya, “Pelaksanaan Jaminan Fidusia Dalam
Perjanjian Pinjam Meminjam Dikoperasi Simpan Pinjam Seajahtera Bersama Kantor Cabang
Pinjaman Bugisan”. E-Journal UAJY, Vol.1(No.3), 2016, hlm. 1-2.
Prinsip pada jaminan fidusia ialah constitutum possessorium, dimana
objek fidusia tetap dikuasai pemberi fidusia. Artinya pemberi fidusia tetap
dapat menikmati objek fidusia meskipun statusnya tidak lagi sebagai eigenaar
melainkan sebagai detentor (houder). Pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Jaminan Fidusia mengatur bahwa “untuk menjamin kepastian dan
perlindungan hukum bagi kreditur maupun debitur, pengikatan jaminan
fidusia harus dituangkan dalam akta otentik.” Selanjutnya, Pasal 11 UU
Jaminan Fidusia mengatur bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib
didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia
bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, salah satunya kepastian eksekusi
objek fidusia apabila debitur wanprestasi. Titel eksekutorial “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” termaktub pada kepala sertifikat
jaminan fidusia. Dengan title tersebut, kreditur dapat melakukan eksekusi
langsung tanpa proses pengadilan.3

Salah satu jaminan Fidusia yang termasuk atas kredit benda bergerak
yaitu kendaraan bermotor. Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah
setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tekhnik yang berada diatas
atau pada kendaraan itu. Lembaga Jaminan Fidusia memberi kemudahan
kepada Pemberi Fidusia untuk tetap dapat menguasai kendaraan bermotor
yang dijaminkan untuk melakukan kegiatan usaha. Jaminan Fidusia
memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai
kendaraan bermotor yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan
kepercayaan, karena sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-Undang
dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak yang
mempunyai kepentingan terhadap benda kendaraan bermotor tersebut. Fungsi
dari benda jaminan dilihat dari kepentingan kreditor pada hakekatnya adalah
untuk menjamin kepastian pengembalian hutang debitor apabila debitor
wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Kreditor memberikan pinjaman kepada debitor berupa uang atau yang dapat

3
Khifni Kafa Rufaida dan Rian Sacipto, “Tinjauan Hukum Terhadap Eksekusi Objek Jaminan
Fidusia Tanpa Titel Eksekutorial Yang Sah”. Jurnal Ilmu Hukum, Vol.4(No.1),2019, hlm. 22.
dinilai dengan uang maka apabila debitor wanprestasi, kreditor berhak
mengeksekusi kendaraan bermotor yang menjadi jaminan kredit tersebut.4

Apabila diperhatikan bunyi Pasal 15 UU Jaminan Fidusia, maka dapat


diambil suatu kesimpulan bahwa pembentuk Undang-Undang ingin
memberikan jaminan dan perlindungan kepastian hukum terhadap Penerima
Fidusia (Kreditur) dalam memberikan kredit terhadap Pemberi Fidusia
(Debitur). Hal mana sangat dimaklumi oleh karena dalam perjanjian hutang
piutang dimana jaminannya adalah, antara lain: benda bergerak, dimana
penguasaannya berada di tangan debitur, maka harus ada suatu mekanisme
hukum yang bisa memberikan perlindungan lebih kepada kreditur, khususnya
dalam hal eksekusi objek jaminan fidusia. Pendapat ini juga dikemukakan
oleh pihak pemerintah dalam persidangan uji materi Pasal 15 Ayat (2) dan
Ayat (3) UU Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa kreditur dapat
melakukan eksekusi atas kekuasaannya sendiri, baik berupa penyitaan maupun
lelang sita, tanpa perantaraan hakim yang bersifat final dan mengikat para
pihak dan pemberi fidusia tidak dapat menolak dan wajib menyerahkan benda
yang dijadikan objek jaminan fidusia tersebut.5

Dengan terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUU/XVII/2019 membawa


perubahan baru terhadap tata cara pelaksanaan eksekusi objek jaminan.
Penerima fidusia atau kreditur tidak dapat lagi melakukan eksekusi objek
jaminan secara sepihak, bertindak sewenang–wenang, secara paksa
mengunakan jasa debt kolektor menarik objek jaminan dari tangan debitur
atau pemberi fidusia yang cidera janji. Hal ini, membuat sebagian perusahaan
pembiayaan (leasing) resah, karena tidak boleh lagi melakukan eksekusi
sendiri (parate eksekusi) terhadap objek Jaminan Fidusia.6 Dengan adanya
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XXVII/2019 telah membawa

4
Nur Adi Kumaladewi, “Eksekusi Kendaraan Bermotor Sebagai Jaminan Fidusia Yang Berada
Pada Pihak Ketiga”. Jurnal Repertorium, Vol. II(No.2), 2015. Hlm. 61.
5
James Ridwan Efferin. “Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/PUU-XVII/2019”. Yuriska : Jurnal Ilmu Hukum, Vol.12(N0.1), 2020, hlm. 41
6
Syafrida, Ralang Hartati.” Eksekusi Jaminan Fidusia Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 18/Puu/Xvii/2019”. ADIL: Jurnal Hukum, Vol.11(No.1), 2020, hlm. 110.
perkembangan hukum baru pelaksanaan objek jaminan fidusia, hal ini yang
menjadi menjadi latar belakang prosedur eksekusi pada benda bergerak yaitu
motor setelah terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUU/XVII/2019 dengan judul
”Tinjauan Yuridis Terhadap Eksekusi Kendaraan Bermotor Dilekati Dengan
Jaminan Fidusia Menurut Putusan MK Nomor 18/PUU/XVII/2019 ”

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana pendaftaran jaminan fidusia atas obyek kendaraan
bermotor?
2. Bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian
fidusia terhadap kendaraan bermotor setelah putusan Putusan MK
Nomor 18/PUU/XVII/2019?
III. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pendaftaran jaminan fidusia atas obyek
kendaraan bermotor.
2. Untuk mengetahui upaya penyelesaian wanprestasi dalam
perjanjian fidusia terhadap kendaraan bermotor setelah putusan
Putusan MK Nomor 18/PUU/XVII/2019

Anda mungkin juga menyukai