Anda di halaman 1dari 304

Perawatan Fasilitas Pelabuhan

Ir. Tri Mulyono., MT


Staf pengajar Program Studi Diploma-3 Transportasi – FT.UNJ

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TRANSPORTASI


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JL. RAWAMANGUN MUKA JAKARTA 13220
Perawatan Fasilitas Pelabuhan
@UNJ PRESS
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka. Jakarta 13220
http://www.unj.ac.id

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.


All rights reserved

Buku ini di cetak dengan hurup Arial 11pt


Tata Letak dan desain sampul oleh M. Farhan HK

Perpustakaan Nasional/Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Mulyono, Tri.,
Perawatan Fasilitas Pelabuhan

ISBN: 978 – 602 – 0766 – 24 – 9

Cetakan Pertama, Oktober 2017


1. Fasilitas Pelabuhan 2. Perawatan
I. Judul

Dicetak dan diterbitkan pertama kali oleh: UNJ Press

Program Studi Diploma 3 Transportasi


Fakultas Teknik - Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka – Jakarta 13220 Telp/Fax. +62 (21).4700676
http://www.unj.ac.id
Personal Contact: trimulyono@unj.ac.id
http://trisutomo10.blogspot.co.id/
Untuk

Anakku

M. Farhan Husain Khadafi


Nasywa Salsabila Anggraini
Azzarah Nunadhika Afiah Maharani
&
Istriku

Suryana Utami
KATA PENGANTAR

Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan buku Perawatan Fasilitas Pelabuhan yang didanai
melalui Program Hibah Penulisan Buku Ajar/Buku Teks Tahun 2017 di bawah
kantor Wakil Rektor 1 – Bidang Akademik.

Tujuan utama buku ini dibuat, dalam rangka memperkaya wawasan ilmiah dosen
dalam kegiatan meneliti dan mengajar serta untuk memotivasi dosen agar terus
menulis buku teks yang dihasilkan sebagai sarana belajar dan pendalaman ilrnu bagi
mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta. Selain itu untuk memfasilitasi dan
memberikan dukungan kepada dosen/peneliti di lingkungan Universitas Negeri
Jakarta yang memiliki naskah buku teks pembelajaran yang diturunkan dari penelitian
multi disiplin ilmu yang belum diterbitkan, maka Universitas Negeri Jakarta
mernfasilitasi Program dari Dit.Litabmas Dirjen Dikti dalam penyediaan dana bagi
penyempurnaan, konsultasi, penggandaan naskah akhir dan hibah bagi penulis
sebelum diterbitkan oleh penerbit.

Buku ajar sebagai buku pegangan untuk suatu mata kuliah yang ditulis dan
disusun oleh pakar di bidangnya dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan
secara resmi dan disebar luaskan. Upaya penulisan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu dan efektivitas kegiatan pembelajaran melalui penyediaan buku
ajar/buku teks yang bermutu dan relevan terkait dengan matakuliah di Program D3
Transportasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Selain itu untuk
pengembangan karier dan profesi sebagai dosen dan meningkatkan kualitas dan
kuantitas karya ilmiah atau publikasi ilmiah.

Fasilitas Pelabuhan meliputi wilayah daratan dan pelabuhan di wilayah perairan


baik fasilitas pokok atau penunjang. Kinerja utama dalam sebuah fasilitas pelabuhan
sangat tergantung bagaimana program pemeliharaan dan perawatan fasilitas berjalan
secara optimal. Oleh karena itu maka dengan adanya buku ini dharapkan dapat
memberikan pemahaman tentang dasar-dasar pemeliharaan dan perawatan fasilitas
pelabuhan bagi mahasiswa di Diploma 3 Transportasi, Fakultas Teknik UNJ. Harapan

Perawatan Fasiltas Pelabuhan –v


lainnya dapat dijadikan sebagai pendamping dalam pelaksanaan pekerjaan
pemeliharaan dan perawatan untuk merencanakan perawatan fasilitas pelabuhan baik
di wilayah daratan maupun perairan untuk mahasiswa S1 dan bahkan S2 dan S3 yang
akan melakukan riset-riset terkait dengan fasilitas pelabuhan sebagai referensi
tambahan serta para praktisi di industry konstruksi. Buku ini disusun berdasarkan
referensi yang terkait dengan pemeliharaan dan perawatan secara umum dan fasilitas
pelabuhan serta regulasi di sistem transportasi laut di Indonesia.

Secara umum, mahasiswa D3 Transportasi, Fakultas Teknik UNJ, setelah


membaca buku ini diharapkan menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan
tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam pengetahuan untuk
mata kuliah perawatan fasilitas pelabuhan secara mendalam, serta mampu
memformulasikan penyelesaian masalah secara prosedural. Penguasaan
pengetahuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

(1) Mampu menjelaskan tentang prinsip-prinsip perawatan fasilitas pelabuhan.


(2) Memahami proses perawatan fasilitas pelabuhan
(3) Mampu menjelaskan program perawatan fasilitas pelabuhan

Tujuan yang hendak dicapai bagi mahasiswa D3 Transportasi, Fakultas Teknik


UNJ dalam kemampuan di bidang kerja adalah mampu mengaplikasikan bidang
keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian
masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi dalam
perkembangan perawatan fasilitas pelabuhan di sector transportasi. Terkait dengan
kemampuan di bidang kerja untuk mata kuliah perawatan fasilitas pelabuhan adalah
sebagai berikut: (1) Mahasiswa dapat menjelaskan perawatan fasilitas pelabuhan
untuk aplikasi pada pekerjaan konstruksi sipil bidang transportasi; (2) Mahasiswa akan
dapat menjelaskan karakteristik perawatan perawatan fasilitas pelabuhan di wilayah
perairan dan daratan ; (3) Mahasiswa akan dapat menjelaskan prosedur perawatan
fasilitas pelabuhan; dan (4) Mahasiswa akan dapat menghitung, merencanakan dan
mengerjakan program perawatan fasilitas pelabuhan.

Buku ini terdiri dari empat belas bab, dari pendahuluan sampai dengan proteksi
berkelanjutan. Dan dengan selesainya laporan penulisan Penulisan Buku Ajar/Buku
Teks Tahun 2017 untuk buku Perawatan Fasilitas Pelabuhan, penulis mengucapkan

vi – Kata Pengantar
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
terutama teman-teman sesama staf pengajar dan karyawan di Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta.

Mudah-mudahan sedikit materi yang penulis buat ini dapat menambah khasanah
ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan dapat membantu mahasiswa dalam
mendalami tentang apa dan bagaimana Perawatan Fasilitas Pelabuhan dilakukan, dan
peranannya dalam rekayasa sipil - transportasi.

Jakarta, 30 Oktober 2017

Penulis

Perawatan Fasiltas Pelabuhan – vii


viii – Kata Pengantar
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ________________________________________________ v


DAFTAR ISI ______________________________________________________ ix
1 PENDAHULUAN __________________________________________________ 1
1.1 Latar Belakang ___________________________________________ 1
1.2 Tujuan __________________________________________________ 4
1.3 Ruang Lingkup ___________________________________________ 5
1.4 Manfaat _________________________________________________ 5
1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa_________________________________________ 6
1.4.2 Manfaat bagi pelaksana _________________________________________ 6
1.4.3 Manfaat bagi konsultan __________________________________________ 6
1.4.4 Manfaat bagi pemilik (otoritas pelabuhan)____________________________ 6
1.5 Sistematika Buku _________________________________________ 6
2 PRESPEKTIF PELABUHAN _________________________________________ 9
2.1 Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Kebijakan Pengembangan
_______________________________________________________ 11
2.2 Perencanaan dalam Sistem Transportasi Nasional _____________ 13
2.3 Hirarki Pelabuhan Laut ___________________________________ 14
2.4 Klasifikasi Pelabuhan ____________________________________ 15
2.5 Rencana dan Pengembangan Pelabuhan _____________________ 17
2.5.1 Kondisi dan Lingkungan Sekitar __________________________________ 17
2.5.2 Proyeksi Lalu Lintas ___________________________________________ 18
2.5.3 Faktor Pengembangan _________________________________________ 22
2.5.3.1 Kontainerisasi __________________________________________ 22
2.5.3.2 Infrastruktur yang Memadai ________________________________ 22
2.5.3.3 Peningkatan Keamanan Pelabuhan _________________________ 23
2.5.3.4 Perkembangan Teknologi _________________________________ 23
2.5.4 Indikator Kinerja Pelabuhan _____________________________________ 24
2.5.4.1 Pengertian ukuran hasil kerja dari kegiatan pengusahaan
pelabuhan __________________________________________ 26
2.5.4.2 Ukuran Kinerja Pelabuhan_________________________________ 27
2.6 Tujuan dan Fungsi Perawatan Fasilitas Pelabuhan _____________ 31
2.6.1 Tujuan Pemeliharaan dan Perawatan ______________________________ 33
2.6.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pemeliharaan ______________ 34
2.6.1.2 Jenis Pemeliharaan dan Perawatan (Mainetanace) _____________ 34

Perawatan Fasiltas Pelabuhan – ix


2.6.2 Fungsi Pemeliharaan dan Perawatan (Mainetanace) ____________________ 35
2.6.2.1 Fungsi Primer Pemeliharaan dan Perawatan __________________ 35
2.6.2.2 Fungsi Sekunder Pemeliharaan dan Perawatan ________________ 38
SOAL _______________________________________________________ 39
3 PRESPEKTIF EVOLUSI PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN ____________ 41
3.1 Kontek Perawatan dan Pemeliharaan ________________________ 42
3.2 Horizon Pemeliharaan dan Perawatan _______________________ 46
3.2.1 Tindakan Pemeliharaan dan Perawatan ____________________________ 47
3.2.2 Kebijakan Pemeliharaan dan Perawatan____________________________ 49
3.2.3 Konsep Pemeliharaan dan Perawatan _____________________________ 51
3.3 Generasi Perawatan dan Pemeliharaan ______________________ 53
3.3.1.1 Generasi Pertama 1940 – 1950 (1G)______________________ 53
3.3.1.2 Generasi pertama-kedua periode 1950 – 1960 (1,5G) ________ 54
3.3.1.3 Generasi kedua periode 1960 – 1980 (2G) _________________ 54
3.3.1.4 Generasi kedua-ketiga periode 1980 – 1990 (2,5G) __________ 57
3.3.1.5 Generasi ketiga periode 2000 – Sekarang(3G) ______________ 62
3.4 Tantangan Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan ___________ 62
SOAL _______________________________________________________ 65
4 PENGENALAN TEORI DAN PRAKTEK PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN_________________________________________________ 67
4.1 Fungsi Utama Pemeliharaan Dan Perawatan __________________ 68
4.2 Fungsi Kedua Pemeliharaan Dan Perawatan __________________ 70
4.3 Organisasi Pemeliharaan Dan Perawatan_____________________ 71
4.3.1 Pelaporan Pemeliharaan Dan Perawatan ___________________________ 73
4.3.2 Tenaga Kerja Khusus Pemeliharaan Dan Perawatan __________________ 74
4.4 Tenaga Kerja ____________________________________________ 76
4.4.1 Rasio Tenaga Kerja Pemeliharaan Dan Perawatan ___________________ 76
4.4.2 Pengawasan Pemeliharaan Dan Perawatan _________________________ 77
4.4.3 Pemilihan dan Seleksi Personil Pemeliharaan Dan Perawatan___________ 78
SOAL _______________________________________________________ 79
5 EFEKTIVITAS KEBIJAKAN OPERASIONAL PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN_________________________________________________ 81
5.1 Kebijakan Alokasi kerja ___________________________________ 81
5.1.1 Menggunakan Penjadwalan atau Tidak?____________________________ 81
5.1.2 Berapa Banyak Penjadwalannya? _________________________________ 82
5.1.3 Pemilihan dan Penerapan Penjadwalan ____________________________ 83
5.2 Kebijakan Tenaga Kerja ___________________________________ 83

x – Daftar Isi
5.3 Kebijakan Hubungan intraplant_____________________________ 86
5.4 Kebijakan Pengendalian __________________________________ 89
5.5 Kebijakan Penggunaan Acuan Standar dan Manual ____________ 90
SOAL _______________________________________________________ 91
6 PRODUKTIVITAS DAN UKURAN KINERJA PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN FASILITAS _______________________________________ 93
6.1 Pengertian Produktivitas __________________________________ 95
6.2 Ukuran Kinerja __________________________________________ 97
6.3 Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan _______________________ 102
6.4 Ukuran Produktivitas Pemeliharan dan Perawatan ____________ 103
6.4.1 Maintenance Performance Indicator (MPI) _________________________ 105
6.4.2 Maintenance Performance Management (MPM) Issues _______________ 105
6.4.3 Siklus Produktivitas ___________________________________________ 106
SOAL ______________________________________________________ 106
7 PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN KOREKTIF ___________________ 107
7.1 Keuntungan dan kerugian Perawatan korektif ________________ 108
7.2 Persyaratan Perawatan Korektif ___________________________ 109
7.2.1 Akurasi Identifikasi Masalah ____________________________________ 109
7.2.2 Perencanaan ________________________________________________ 110
7.2.2.1 Perencana Pemeliharaan yang terlatih ___________________ 110
7.2.2.2 Database pemeliharaan database _______________________ 110
7.2.3 Prosedur Perbaikan yang Layak _________________________________ 111
7.2.3.1 Keterampilan Pekerja ________________________________ 111
7.2.3.2 Prosedur Pemeliharaan Standar ________________________ 111
7.2.4 Waktu Perbaikan yang Cukup ___________________________________ 112
7.2.5 Verifikasi Perbaikan___________________________________________ 112
7.3 Peranan Pemeliharaan Korektif ___________________________ 112
SOAL ______________________________________________________ 113
8 PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN PREDIKTIF___________________ 115
8.1 Pengertian Pemeliharaan dan Perawatan Prediktif ____________ 115
8.2 Manajemen Total Fasilitas/Pabrik __________________________ 116
8.2.1 Manajemen Pemeliharaan _____________________________________ 117
8.2.2 Manajemen Produksi__________________________________________ 119
8.2.3 Perbaikan Mutu ______________________________________________ 120
8.2.4 Teknik Pemeliharaan Prediktif ___________________________________ 120
SOAL ______________________________________________________ 121

Perawatan Fasiltas Pelabuhan – xi


9 PERENCANAAN DAN PENJADWALAN PROGRAM PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN________________________________________________ 123
9.1 Perencanaan Strategis dalam Pemeliharaan _________________ 127
9.2 Katagori Perencanaan Pemeliharaan dan Perawatan __________ 129
9.3 Penjadwalan Pemeliharaan _______________________________ 130
9.3.1 Elemen Penjadwalan yang Kuat _________________________________ 130
9.3.2 Sistem Prioritas Pekerjaan Pemeliharaan dan Perawatan _____________ 132
9.4 Teknik Penjadwalan _____________________________________ 132
9.4.1 Gantt Charts dan Teori Penjadwalan______________________________ 132
9.4.2 Penjadwalan Proyek __________________________________________ 133
9.4.3 Metode Jalur Kritis ____________________________________________ 134
9.4.4 Penjadwalan Menggunakan Komputer ____________________________ 136
SOAL ______________________________________________________ 136
10 MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN __________________ 139
10.1 Pengertian Manajemen Perawatan dan Pemeliharaan __________ 140
10.1.1 Perawatan Terencana _________________________________________ 140
10.1.1.1 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)__________ 141
10.1.1.2 Perawatan Korektif (Corrective Maintenance) ______________ 144
10.1.2 Pemeliharaan Tak Terencana (Unplanned Maintenance) ______________ 146
10.1.3 Total Productive Maintenance (TPM) _____________________________ 146
10.2 Tanggung Jawab Manajemen Perawatan dan Pemeliharaan ____ 148
10.2.1 Personil dalam Manajemen Perawatan dan Pemeliharaan _____________ 148
10.2.2 Ketersediaan Suku cadang _____________________________________ 150
10.2.3 Informasi Manajemen _________________________________________ 150
10.2.4 Fasilitas dan Peralatan ________________________________________ 151
SOAL ______________________________________________________ 152
11 OPTIMALISASI MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN _____ 153
11.1 Optimalisasi Desain untuk Mengurangi Biaya Pemeliharaan dan
Perawatan Masa Depan __________________________________ 154
11.1.1 Pekerjaan Tanah (Earthworks) __________________________________ 154
11.1.2 Lapis Perkerasan (Pavements) __________________________________ 155
11.1.3 Pekerjaan Baja (Steelworks) ____________________________________ 155
11.1.4 Pekerjaan Beton _____________________________________________ 155
11.1.5 Utilitas _____________________________________________________ 156
11.1.6 Fender _____________________________________________________ 156
11.1.7 Bollards ____________________________________________________ 156
11.1.8 Pompa _____________________________________________________ 157
11.1.9 Rumah Pompa (Fencing) ______________________________________ 157

xii – Daftar Isi


11.2 Biaya manajemen pemeliharaan ___________________________ 157
11.3 Strategi Perawatan ______________________________________ 157
11.3.1 Biaya Pemeliharaan __________________________________________ 158
11.3.2 Operasi Dan Perencanaan Biaya Pemeliharaan _____________________ 158
11.3.3 Struktur Dan Fasilitas _________________________________________ 159
11.4 Pemeriksaan dan Inspeksi________________________________ 159
11.5 Peringkat dan Prioritas Program Pemeliharaan dan Perawatan __ 161
11.5.1 Peringkat Kondisi Rutin ________________________________________ 161
11.5.2 Peringkat Kondisi Pasca-Pemeriksaan Akhir (Post-Event Condition Ratings)
163
11.5.3 Rekomendasi dan Tindak Lanjut _________________________________ 164
11.5.4 Perbaikan Prioritas ___________________________________________ 165
11.6 Data Manajemen Pemeliharaan ____________________________ 166
SOAL ______________________________________________________ 167
12 PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN FASILITAS DARATAN ___________ 169
12.1 Perawatan Struktur Dermaga _____________________________ 170
12.2 Struktur Konstruksi Dermaga dan Jenis Material Struktur ______ 171
12.3 Perawatan Struktur Baja _________________________________ 174
12.3.1 Sejarah Teknologi Proteksi Korosi untuk Struktur Baja di Pelabuhan _____ 175
12.3.2 Perbaikan Struktur Baja dengan Manajemen Korosi __________________ 179
12.3.3 Paparan pada Struktur Baja ____________________________________ 182
12.3.3.1 Baja tanpa Proteksi Korosi ____________________________ 183
12.3.3.2 Baja dengan Proteksi Pengecatan ______________________ 184
12.3.3.3 Baja dengan Proteksi Organik (Poliuretan, Polietilena) _______ 184
12.3.3.4 Baja dengan Proteksi Anorganik ________________________ 186
12.3.3.5 Baja dengan Proteksi Selubung Stainless _________________ 186
12.3.3.6 Baja dengan Proteksi Petrolatum _______________________ 187
12.3.3.7 Baja dengan Proteksi Katodik __________________________ 188
12.4 Perawatan Struktur Beton ________________________________ 188
12.4.1 Kerusakan Struktur Beton pada Konstruksi Dermaga _________________ 189
12.4.1.1 Kerusakan Tulangan Beton karena Karat _________________ 190
12.4.1.2 Serangan Kimia _____________________________________ 194
12.4.1.3 Reaksi Alkali Agregat ________________________________ 195
12.4.1.4 Abrasi atau Erosi ____________________________________ 196
12.4.1.5 Perubahan Volume __________________________________ 197
12.4.1.6 Kelebihan Beban dan Impak ___________________________ 198
12.4.1.7 Kehilangan Daya Dukung _____________________________ 199

Perawatan Fasiltas Pelabuhan – xiii


12.4.1.8 Cacat Permukaan ___________________________________ 199
12.4.2 Perbaikan Retak Struktur Beton Pada Dermaga _____________________ 200
12.5 Perbaikan Pada Kelengkapan Dermaga _____________________ 201
12.6 Fasilitas gedung dan Konstruksi Struktur Pelabuhan __________ 203
12.6.1 Jenis Pekerjaan Perawatan Fasilitas Gedung/Strukutur _______________ 204
12.6.2 Mengukur Tingkat Kerusakan Stuktur Gedung ______________________ 206
12.6.3 Prosedur dan metode pemeriksaan, perawatan dan pemeliharaan ______ 207
SOAL ______________________________________________________ 209
13 PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN FASILITAS PERAIRAN ___________ 211
13.1 Perawatan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan _____________ 212
13.2 Pengertian Pengerukan __________________________________ 214
13.2.1 Mengapa Mengeruk___________________________________________ 214
13.2.1.1 Pengerukan untuk konstruksi, reklamasi dan pertambangan __ 215
13.2.1.2 Pengerukan lingkungan _______________________________ 215
13.2.2 Survey dan Investigasi Lokasi ___________________________________ 216
13.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Peralatan Pengerukan __ 218
13.2.3.1 Kondisi Perairan ____________________________________ 218
13.2.3.2 Kedalaman Air ______________________________________ 221
13.2.3.3 Lebar Pengerukan ___________________________________ 221
13.2.3.4 Kekuatan Tanah ____________________________________ 221
13.2.3.5 Ukuran Butir Partikel Tanah____________________________ 222
13.2.3.6 Jarak Pembuangan __________________________________ 223
13.2.3.7 Interaksi dengan Sekitar ______________________________ 223
13.3 Proses Pengerukan _____________________________________ 223
13.4 Jenis-jenis pengerukan __________________________________ 225
13.4.1 Pengerukan Awal (Capital Dredging) _____________________________ 226
13.4.2 Pengerukan Perawatan (Maintenance dredging) ____________________ 227
13.4.3 Environmental dredging________________________________________ 228
13.4.4 Pengerukan Batuan (rock dredging) ______________________________ 228
13.5 Jenis alat keruk_________________________________________ 229
13.5.1 Bucket Dredger ______________________________________________ 229
13.5.2 Grab Dredger _______________________________________________ 232
13.5.3 Dipper Dredger ______________________________________________ 233
13.5.4 Suction Dredger _____________________________________________ 233
13.5.5 Trailing Suction Hopper Dredger _________________________________ 234
13.6 Persyaratan Teknis dan Metode Pengerukan serta Lokasi Dumping
______________________________________________________ 235

xiv – Daftar Isi


13.6.1 Relokasi Berkelanjutan ________________________________________ 237
13.6.2 Penggunaan yang bermanfaat __________________________________ 237
13.6.3 Pembuangan air terbuka _______________________________________ 237
13.6.4 Pembuangan terbatas _________________________________________ 238
13.6.5 Treatment __________________________________________________ 238
13.7 Perawatan dan Pemeliharaan Breakwater ___________________ 239
13.8 Perbaikan Elemen Rubble Mound Breakwater ________________ 239
13.9 Metode Pemeriksaan ____________________________________ 242
SOAL __________________________________________________________ 245
14 PROTEKSI BERKELANJUTAN FASILITAS PELABUHAN ______________ 249
14.1 Strategy Perawatan dan Pemeliharaan ______________________ 250
14.2 Inspeksi_______________________________________________ 252
14.3 Evaluasi Menyeluruh ____________________________________ 253
14.4 Tindakan Penanggulangan _______________________________ 256
14.5 Rekaman Data _________________________________________ 257
SOAL __________________________________________________________ 257
DAFTAR PUSTAKA _______________________________________________ 259
GLOSARIUM ____________________________________________________ 269
INDEKS ________________________________________________________ 281

Perawatan Fasiltas Pelabuhan – xv


xvi – Daftar Isi
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fasilitas Pelabuhan meliputi wilayah daratan dan pelabuhan di wilayah perairan
baik fasilitas pokok atau penunjang. Fasilitas Pokok Pelabuhan di Wilayah Daratan
meliputi dermaga, gudang lini 1, lapangan penumpukan lini 1, terminal penumpang,
terminal peti kemas, terminal barang potongan (general cargo), barang curah kering
(bulk cargo) dan curah cair (liquid cargo), terminal ro-ro, fasilitas penampungan dan
pengolahan limbah, fasilitas bunker,fasilitas pemadam kebakaran , dan fasilitas
gudang bahan/barang berbahaya dan beracun (B3), serta fasilitas pemeliharaan dan
perbaikan peralatan dan sarana bantu navigasi – pelayaran (SBNP).

Fasilitas penunjang di wilayah daratan mencakup kawasan perkantoran, fasilitas


pos dan telekomunikasi, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik,
dan telekomunikasi, jaringan jalan dan rel kereta api, jaringan air limbah, drainase, dan
sampah, areal pengembangan pelabuhan, tempat tunggu kendaraan bermotor,
kawasan perdagangan bebas, dan kawasan industry, serta fasilitas umum lainnya
antara lain tempat peribadatan, taman, tempat rekreasi, olahraga, jalur hijau, dan
kesehatan. Fasilitas pokok di wilayah perairan meliputi alur-pelayaran perairan tempat
labuh (harbour basin), kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
perairan tempat alih muat kapal, perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/barang
berbahaya dan beracun (B3), perairan untuk kegiatan karantina, parairan alur
penghubung intrapelabuhan, perairan pandu, dan perairan untuk kapal pemerintah.
Fasilitas penunjang wilayah perairan mencakup perairan untuk pengembangan
pelabuhan jangka panjang, perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan
kapal, perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), perairan tempat kapal
mati, perairan untuk keperluan darurat, dan perairan untuk kegiatan kepariwisata dan
perhotelan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan –1


Pengembangan Pelabuhan Sesuai Sistem Transportasi Nasional meliputi
analisis strategi, peluang dan hambatan, arah pengembangan jaringan transportasi
laut, kebijakan sistem transportasi nasional, dan pola dasar tataran transportasi serta
rencana dan pengembangan pelabuhan.

Sistem pelabuhan Indonesia disusun menjadi sebuah sistem hierarkis yang


terdiri atas sekitar 1700 pelabuhan. Terdapat 111 pelabuhan, termasuk 25 pelabuhan
‘strategis’ utama, yang dianggap sebagai pelabuhan komersial dan dikelola oleh
empat BUMN. Keempat badan usaha tersebut adalah: PT(Persero) Pelabuhan
Indonesia I berkedudukan di Medan, Pelabuhan Indonesia II berkedudukan di Jakarta,
Pelabuhan Indonesia III berkedudukan di Surabaya dan Pelabuhan Indonesia IV
berkedudukan di Ujung Pandang. Selain itu, terdapat juga 614 pelabuhan diantaranya
berupa Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau pelabuhan non-komersial yang cenderung
tidak menguntungkan dan hanya sedikit bernilai strategis (Ray, 2008). Untuk itu
pelabuhan-pelabuhan strategis tersebut diberdayakan dalam jaringan konektivitas.
Sehingga memungkinkan terwujudnya perdagangan langsung ke luar negeri dengan
pusat-pusat ekonomi dunia tanpa melalui Tanjung Priok dan negara ketiga.

Pembangunan pelayaran nasional terus ditingkatkan dan diperluas, termasuk


penyempurnaan manajemen dan dukungan fasilitas pelabuhan, sehingga transportasi
laut makin mampu berperan mendukung pembangunan nasional dan dalam
menyatukan seluruh wilayah tanah air. Armada transportasi laut nasional terus
ditumbuh-kembangkan dengan dukungan fasilitas pembangunan, pemeli-haraan, dan
perbaikan kapal yang andal, didukung oleh teknologi yang sesuai agar mampu
bersaing dengan pelayaran internasional. Pelayaran dalam negeri dilaksanakan
dengan mengutamakan penggunaan kapal berbendera Indonesia. Pelayaran rakyat
dan pelayaran perintis dibina dan dikembangkan agar lebih mampu ikut memberikan
jasa transportasi laut antarpulau terutama daerah dan pulau terpencil. Kemampuan
pelayaran samudera nasional terus ditingkatkan dengan dukungan yang serasi
dengan pembangunan galangan kapal nasional yang efisien, serta dilengkapi dengan
sarana dan prasarana agar mampu memenuhi kebutuhan transportasi barang baik
ekspor maupun impor.

2 – Pendahuluan
Pembangunan fasilitas pelabuhan laut bertujuan untuk menata struktur
pelabuhan laut mulai dari pelabuhan peti kemas, pelabuhan semi peti kemas atau
konvensional, pelabuhan khusus, pelabuhan rakyat, dan pelabuhan perintis. Hal ini
berkaitan dengan peningkat-an fungsi pelabuhan pengumpul dan pengumpan agar
tercapai efisiensi dalam investasi maupun kegiatan operasional sehingga dapat
mengurangi biaya transportasi.

Sekitar 90% perdagangan luar negeri Indonesia diangkut melalui laut, dan
hampir semua perdagangan non-curah (seperti peti kemas) dipindahmuatkan melalui
Singapura, dan semakin banyak yang melalui pelabuhan Tanjung Pelepas, Malaysia.
Indonesia tidak memiliki pelabuhan pindah muat (trans-shipment) yang mampu
mengakomodasi kebutuhan kapal-kapal besar antar benua (large trans-oceanic
vessels) , meski pemerintah telah lama merencanakan pembangunan fasilitas tersebut
di Bojonegara (di sebelah barat Jakarta) dan di Bitung (di Sulawesi Utara) dan
berbagai tempat lain di Indonesia. Bahkan, sebagian besar perdagangan antar Asia di
Indonesia harus dipindahmuatkan melalui pelabuhan penghubung di tingkat daerah.
Di Indonesia, pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dijadikan sebagai pelabuhan
penghubung utama untuk kawasan timur Indonesia (dari Kalimantan ke Papua).

Kualitas infrastruktur pelabuhan Indonesia secara global berada pada peringkat


81 dari 140 Negara yang di survey berdasarkan Laporan Persaingan Global (Insight
Report The Global Competitiveness Report 2015–2016) turun 4 pringkat dibandingkan
tahun 2014/2015 yang berada pada peringkat 77 dari 144 Negara. Kualitas
inftrastruktur pelabuhan di Indonesia berada di peringkat 82 dari 140 Negara lebih
rendah satu peringkat di atas jalan yang berada di 80 sedangkan sektor udara lebih
baik yang berada pada peringkat 66. (World Economic Forum, 2015). Secara umum
kualitas infratruktur di Indonesia menurun dibandingkan dengan tahun 2014/2015
untuk negara yang di survey oleh world economic forum. Dibandingkan dengan
Negara Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina, kondisi transportasi laut di Indonesia
meningkat tajam pada Tahun 2012-2015 dan menurun pada Tahun 2015-2016. :
Kondisi Indek Infrastruktur Pelabuhan di 5 Negara Asean, menunjukan bahwa
Indonesia berada di tengah peringkatnya di atas Filipina dan Vietnam serta dibawah
Thailand dan Malaysia.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan –3


Pembangunan fasilitas pelabuhan laut tanpa memahami pemeliharaan dan
perawatan fasilitasnya tentu saja akan menjadi dan menimbulkan biaya ekonomi tinggi
dalam penyelengaraannya yang pada akhirnya akan menyebabkan kinerja pelabuhan
menjadi rendah. Dengan pengetahuan yang cukup tentang pemeliharaan dan
perawatan fasilitas pelabuhan maka kemungkinan akan memperbaiki kualitas
pelabuhan lebih besar.

1.2 Tujuan
Tujuan utama penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang
dasar-dasar pemeliharaan dan perawatan fasilitas pelabuhan, sebagai dasar untuk
merencanakan perawatan fasilitas pelabuhan baik di wilayah daratan maupun
perairan. Buku ini disusun berdasarkan referensi yang terkait dengan pemeliharaan
dan perawatan secara umum dan fasilitas pelabuhan serta regulasi di sistem
transportasi laut di Indonesia.

Atas dasar tersebut maka buku yang akan ditulis tujuan utamanya adalah
sebagai pedoman bagi mahasiswa di Diploma 3 Transportasi, Fakultas Teknik UNJ.
Selain itu dapat dijadikan peganggan baik sebagai mahasiswa di Level D3 ataupun S1
dan bahkan S2 dan S3 yang akan melakukan riset-riset terkait dengan fasilitas
pelabuhan sebagai referensi tambahan. Para praktisi di industry konstruksi diharapkan
juga dapat menjadikan buku ini sebagai pendamping dalam pelaksanaan pekerjaan
pemeliharaan dan perawatan.

Secara umum, pembaca buku ini diharapkan menguasai konsep teoritis bidang
pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam
pengetahuan untuk mata kuliah perawatan fasilitas pelabuhan secara mendalam,
serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah secara prosedural.
Penguasaan pengetahuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

(1) Mampu menjelaskan tentang prinsip-prinsip perawatan fasilitas pelabuhan.


(2) Memahami proses perawatan fasilitas pelabuhan
(3) Mampu menjelaskan program perawatan fasilitas pelabuhan

4 – Pendahuluan
Tujuan yang hendak dicapai bagi pembaca buku ini dalam kemampuan di bidang
kerja adalah mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan
IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi
terhadap situasi yang dihadapi dalam perkembangan perawatan fasilitas pelabuhan di
sector transportasi.

Terkait dengan kemampuan di bidang kerja untuk mata kuliah perawatan fasilitas
pelabuhan adalah sebagai berikut: (1) Mahasiswa dapat menjelaskan perawatan
fasilitas pelabuhan untuk aplikasi pada pekerjaan konstruksi sipil bidang transportasi;
(2) Mahasiswa akan dapat menjelaskan karakteristik perawatan perawatan fasilitas
pelabuhan di wilayah perairan dan daratan ; (3) Mahasiswa akan dapat menjelaskan
prosedur perawatan fasilitas pelabuhan; dan (4) Mahasiswa akan dapat menghitung,
merencanakan dan mengerjakan program perawatan fasilitas pelabuhan.

1.3 Ruang Lingkup


Lingkup tulisan mencakup pengetahuan dan pemahaman tentang prinsip
perawatan dan pemeliharan fasilitas pelabuhan yang meliputi: sejarah, pemahaman
teori dan praktek, kebijakan, produktivitas, penjadwalan dan pengendalian, jenis,
identifikasi kerusakan dan perbaikan, proteksi kerusakan, dan perkuatan kapasitas
struktur untuk fasilitas pelabuhan.

Ruang lingkup juga akan mengacu berbagai standar yang berlaku untuk
pekerjaan pemeliharaan dan perawatan fasilitas pelabuhan dan utamanya adalah
standar nasional Indonesia (SNI).

1.4 Manfaat
Manfaat dari buku ini bagi para pembaca dan menjelaskan keutamanya buku ini
terhadap manfaatnya sebagai pedoman bagi mahasiswa di Diploma 3 Transportasi,
Fakultas Teknik UNJ. Selain itu dapat dijadikan peganggan baik sebagai mahasiswa
di Level D3 ataupun S1 dan bahkan S2 dan S3 yang akan melakukan riset-riset terkait
dengan pekerjaan beton sebagai referensi tambahan di luar UNJ. Para praktisi di
pelabuhan diharapkan juga dapat menjadikan buku ini sebagai pendamping dalam
pelaksanaan pekerjaannya untuk pemeliharaan dan perawatan fasilitas pelabuhan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan –5


1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa
Diharapkan buku ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari matakuliah
perawatan fasilitas pelabuhan baik dikelas maupun selama praktek. Selain itu dapat
membantu mahasiswa sebagai tambahan pengetahuan dalam melaksanakan praktek
kerja lapangan dan penulisan skripsi.

1.4.2 Manfaat bagi pelaksana


Diharapkan buku ini dapat menjadi salah satu alat untuk mendampingi para
pekerja melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan perawatan fasilitas
pelabuhan.

1.4.3 Manfaat bagi konsultan


Harapannya para konsultan dapat terbantukan dengan buku ini untuk melakukan
pekerjaan perencanaan ataupun pengawasan (supervise) serta membantu dalam
menyusun laporan pekerjaan terkait dengan pekerjaan pemeliharaan dan perawatan
fasilitas pelabuhan.

1.4.4 Manfaat bagi pemilik (otoritas pelabuhan)


Bagi pemilik pelabuhan atau otoritas pelabuhan diharapkan sebagai
pedomannya dalam menerima hasil pekerjaan ataupun untuk pedoman dalam
melaksanakan pekerjaannya.

1.5 Sistematika Buku


Buku ini terdiri dari empat belas Bab. Pada bab pertama berisi pendahuluan yang
membahas tentang latarbelakang, tujuan, ruang lingkup, manfaat dan sistematika
buku). Pada bab dua akan membahas tentang pelabuhan dan regulasi mencakup
rencana induk pelabuhan nasional dan kebijakan pengembangan, perencanaan dalam
sistem transportasi nasional, hirarki pelabuhan laut, klasifikasi pelabuhan, rencana dan
pengembangan pelabuhan, kondisi dan lingkungan sekitar, proyeksi lalu lintas, faktor
pengembangan (kontainerisasi, infrastruktur yang memadai, peningkatan keamanan
pelabuhan, dan perkembangan teknologi). Indikator kinerja pelabuhan meliputi
pengertian ukuran hasil kerja dari kegiatan pengusahaan pelabuhan dan ukuran

6 – Pendahuluan
kinerja pelabuhan akan dibahas pada bab 2. Bagian akhir bab 2 akan membahas
tentang tujuan dan fungsi perawatan fasilitas pelabuhan serta tujuan pemeliharaan
dan perawatan meliputifaktor yang mempengaruhi sistem pemeliharaan dan jenis
pemeliharaan dan perawatan (mainetanace) serta fungsi pemeliharaan dan perawatan
(mainetanace) primer dan sekunder.

Evolusi pemeliharaan dan perawatan (maintenance) dalam sebuah prespektif


akan dibahas pada bab 3 mencakup sejarah pemeliharaan dan perawatan; kontek
pemeliharaan dan perawatan; praktek pemeliharaan dan perawatan; manajer
pemeliharaan dan perawatan dan tantangan baru: pemeliharaan dan perawatan
(maintenance).

Bab empat pada buku ini akan mengenalkan teori dan praktek pemeliharaan dan
perawatan bahasannya mencakup fungsi utama dan sekunder, organisasi
pemeliharaan dan perawatan dengan cakupan pengertian organisasi pemeliharaan
dan perawatan, tujuan dan tanggungjawab, dan model organisasi. Bahasan berikutnya
tentang tenaga kerja pemeliharaan dan perawatan, kualitas kepemimpinan dan
supervisi, pelatihan, manajemen dan tenaga kerja serta pelaporan program
pemeliharaan dan perawatan.

Kebijakan operasional pada pemeliharaan dan perawatan yang efektif akan


dibahas pada bab 5 meliputi kebijakan sesuai lokasi kerja dari terjadwal atau tanpa
jadwal, pemilihan dan implementasi sistem penjadwalan, preventif vs breakdown
maintenance, teknik perawatan dan pemeliharaan preventif, pemeliharaan dan
perawatan sendiri atau dilakukan pihak ketiga, centralization vs. Decentralization dan
rekruitmen. Bahasan berikutnya mencakup kebijakan sesuai dengan hubungan antar
fasilitas dengan partisipasi tenaga kerja pada produktivitas peralatan, dan
memutuskan pengunaan peralatan untuk pemeliharaan dan perawatan serta
tanggungjawab keselamatan. Bagaimana kebijakan sesuai perencanaan dan
pengendalian dengan lingkup areal perencanaan dan pengendalian, praktek
mengurangi pekerjaan pemeliharaan dan perawatan, klasifikasi pemeliharaan dan
perawatan, dan komunikasi serta kontrol pembiayaan. Pada bagian akhir bab lima
membahas tentang pemahaman prosedur standar dan manual program pemeliharaan
dan perawatan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan –7


Bab 6 mencakup bahasan tentang produktivitas dan ukuran kinerja pemeliharaan
dan perawatan fasilitas yaitu produktivitas pemeliharaan dan perawatan fasilitas dan
kinerja pemeliharaan dan perawatan fasilitas.

Pemeliharaan dan perawatan korektif atau corrective maintenance dengan


bahasan tentang breakdown maintenance, preventif maintenance, dan komponen
efektiftas preventif maintenance dibahas pada bab tujuh. Komponen efektiftas
preventif maintenance meliputi perencanaan dan penjadwalan, estimasi tenaga kerja,
estimasi material, dan prioritas penjadwalan serta koordinasi dengan bagian produksi.

Definisi Prediktif Maintenance, Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


Fasilitas, Manajemen Produksi, Pengembangan Kualitas, dan Monitoring dan Evaluasi
Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas merupakan isi bahasan pada bab delapan
pemeliharaan dan perawatan prediktif atau predictive maintenance.

Perencanaan dan penjadwalan program pemeliharaan dan perawatan akan


membahas tentang Manfaat dan Tujuan Perencanaan, Prinsip Perencanaan, prinsip
Penjadwalan, Pertimbangan Pemeliharaan dan Perawatan Preventif, Prediktif dan
Project Work. Cakupan ini akan dibahas pada bab sembilan.

Pemeliharaan dan perawatan fasilitas pelabuhan meliputi bahasan tentang


pengertian manajemen perawatan dan pemeliharaan, perawatan terencana dan
pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance) serta total productive
maintenance (TPM) dilanjutkan dengan tanggung jawab manajemen perawatan dan
pemeliharaan, pembahasannya pada bab sepuluh.

Perawatan dan pemeliharaan infrastruktur serta optimalisasi desain untuk


mengurangi biaya pemeliharaan dan perawatan masa depan akan dibahas pada bab
ini termasuk biaya manajemen pemeliharaan, strategi perawatan, pemeriksaan dan
inspeksi, peringkat dan prioritas program pemeliharaan dan perawatan, dan
perawatan dan pemeliharaan fasilitas daratan dan perairan di pelabuhan dibahas pada
bab 11 sampai bab 13 proteksi fasilitas pelabuhan. Bahasan dimulai dari prinsip
proteksi dan perbaikan, identifikasi dan perbaikan struktur pelabuhan, perkuatan
struktur fasilitas pelabuhan, peningkatan kapasitas daya dukung pondasi tiang dan
bahaya gempa. Bagian akhir buku ini merupakan bab 14 membahas tentang proteksi
berkelanjutan untuk fasilitas pelabuhan.

8 – Pendahuluan
2 PRESPEKTIF PELABUHAN
Sektor pelabuhan telah berubah secara radikal selama dua abad terakhir.
Selama abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20, pelabuhan cenderung menjadi
instrumen kekuatan negara atau kolonial dan akses jalan keluar/masuk serta dianggap
sebagai alat untuk mengendalikan pasar. Persaingan antar pelabuhan sangat minim
dan biaya yang berkaitan dengan pelabuhan relatif tidak signifikan dibandingkan
dengan tingginya biaya transportasi laut dan transportasi darat. sehingga untuk
memperbaiki efisiensi pelabuhan hanya memerlukan biaya yang sedikit.

Sebagian besar pelabuhan saat ini bersaing satu sama lain dalam skala global
dan regional, dengan cara meningkatan produktivitasnya. Transportasi laut yang luar
biasa yang dicapai dalam beberapa dekade terakhir, maka dianggap sebagai
komponen terkendali yang tersisa dalam meningkatkan efisiensi logistik transportasi
laut. Eefisiensi pelabuhan dapat dilakukan dengan menurunkan biaya penanganan
kargo, dan mengintegrasikan layanan pelabuhan dengan komponen lain dari jaringan
distribusi global. Peningkatan efisiensi tersebut, ini juga akan menghasilkan dorongan
untuk melepaskan pelabuhan dari kontrol birokrasi entitas publik dan mendorong
operasi sektor swasta dari berbagai kegiatan terkait pelabuhan.

Abad ke-21, lima kekuatan akan berinteraksi untuk membentuk lanskap


kompetitif yang dihadapi otoritas pelabuhan dan penyedia layanan pelabuhan
(IBRD/World Bank, 2007): 1) Persaingan antar kompetitor yang ada. 2) Ancaman
pesaing baru. 3) Potensi pengganti global. 4) Daya tawar pengguna pelabuhan. 5)
Kekuatan tawar-menawar penyedia layanan pelabuhan. Kekuatan ini akan
mempengaruhi pelabuhan dari semua ukuran, persyaratan pengelolaan untuk
perluasan pelabuhan, pengembangan layanan, biaya dan aksi pengelolaan
manajemen lainnya.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan –9


Moda transportasi laut yang sistemnya terkelola dengan baik dan efisien adalah
faktor yang penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan untuk meningkatkan
daya saing ekonomi dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kurang efisien dan tidak dikelola dengan baik, adalah salah satu
faktor signifikan yang menyebabkan rendahnya daya saing ekonomi Indonesia.

Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan dan atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintah dan kegiatan
Perusahaan yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang
dan atau bongkar muat barang berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi. (PP No.61 tahun 2009 Tentang Pelabuhan).

Pelabuhan berperan sebagai simpul jaringan transportasi; pintu gerbang


kegiatan ekonomi; tempat kegiatan alih moda transportasi; penunjang kegiatan industri
dan perdagangan; tempat distribusi, produksi dan konsolidasi muatan atau barang;
dan mewujudkan wawasan nusantara dan kedaulatan negara.

Aspek penting pembangunan pelabuhan yang perlu diperhatikan dalam


pembangunan pelabuhan adalah Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) dan
Rencana Induk Pelabuhan (RIP). Berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional,
(RIPN) maka Rencana peruntukan wilayah daratan untuk pelabuhan laut berdasarkan
kriteria fasilitas pokok meliputi; dermaga; gudang lini 1; lapangan penumpukan lini 1;
terminal penumpang; terminal perti kemas; terminal ro-ro; fasilitas penampungan dan
pengolahan limbah; fasilitas bunker; fasilitas pemadam kebakaran; fasilitas gudang
bahan/barang berbahaya dan beracun (B3); dan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan
peralatan dan Sarana Bantu Navigasi – Pelayaran (SBNP)

Fasilitas penunjang meliputi: kawasan perkantoran; fasiltas pos dan


telekomuniakasi; fasilitas parawisata dan perhotelan; instalasi air bersih, listrik, dan
telekomunikasi; jaringan jalan dan rel kereta api; jaringan air limbah, drainase, dan
sampah; areal pengembangan pelabuhan; tempat tunggu kendaraan bermotor;
kawasan perdagangan; kawasan industry; dan fasilitas umum lainnya.

10 – Presfektif Pelabuhan
Sesuai dengan peruntukan wilayah, untuk pelabuhan laut disusun berdasarkan
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok meliputi: alur pelayaran;
perairan tempat labuh; kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak
kapal; perairan tempat alih muat kapal; perairan untuk kapal yang mengangkut
Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); perairan untuk kegiatan karantina;
perairan alur penghubung intra pelabuhan; dan perairan pandu. Sementara fasilitas
penunjang adalah meliputi: perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; perairan tempat uji
coba kapal (percobaan berlayar); perairan tempat kapal mati; perairan untuk keperluan
darurat; dan perairan untuk kegiatan kepariwisataan dan perhotelan.

Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan mencakup Wilayah Daratan: untuk


kegiatan pokok dan penunjang dan Wilayah Perairan: untuk kegiatan aliran pelayaran,
tempat labuh, tempat alih muat antar kapal dan lain-lain. Daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan yang digunakan untuk: alur pelayaran dari dan ke pelabuhan;
keperluan keadaan darurat; penempatan kapal mati; fasilitas pembangunan dan
pemeliharaan kapal; pengembangan pelabuhan jangka panjang; ukuran kapal
berlabuh; jumlah atau volume ekspor dan impor melalui pelabuhan; dan perkiraan
potensi ekonomi yang ada di koridor ekonomi sumatera.

2.1 Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Kebijakan


Pengembangan
UU Pelayaran No. 17 tahun 2008 menetapkan bahwa Rencana Induk Pelabuhan
Nasional (RIPN) disusun sebagai kerangka kebijakan untuk memfasilitasi tercapainya
visi tersebut. RIPN akan menjadi acuan bagi pembangunan kepelabuhanan di
Indonesia. Di dalam RIPN juga terdapat prediksi lalu- lintas pelabuhan, kebutuhan
pengembangan fisik pelabuhan, kebutuhan investasi dan strategi pendanaan,
program modernisasi pelabuhan dan integrasinya dengan pembangunan ekonomi
dalam kerangka sistem transportasi nasional.

RIPN disusun dengan mengintegrasikan rencana lintas sektor, meliputi


keterkaitan antara sistem transportasi nasional dan rencana pengembangan koridor
ekonomi serta sistem logistik nasional, rencana investasi dan implementasi kebijakan,
peran serta sektor pemerintah dan swasta, pemerintah pusat dan daerah. Integrasi

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 11


tersebut menjadi landasan utama untuk perencanaan dan investasi jangka panjang
dimana bentuknya tidak hanya berupa pembangunan fisik namun juga menyangkut
peningkatan efisiensi dan upaya memaksimalkan pemanfaatan kapasitas pelabuhan
yang ada serta berbagai langkah terkait dengan aspek pengaturan, kelembagaan, dan
operasional pelabuhan.

Visi kepelabuhanan Indonesia yang dapat merefleksikan perannya secara multi-


dimensi adalah: “Sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif yang
mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan wilayah”. (Indonesia Infrastructure Initiative, Indii, 2012)

Kebijakan Pelabuhan nasional diarahkan dalam upaya mendorong investasi


swasta, meningkatkan daya saing, Pemberdayaan Peran Otoritas Pelabuhan dan Unit
Penyelenggara Pelabuhan, Terwujudnya Integrasi Perencanaan, Menciptakan
kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat dan fleksibel, Mewujudkan sistem
operasi pelabuhan yang aman dan terjamin, Meningkatkan perlindungan lingkungan
maritim dan Mengembangkan sumber daya manusia.

Upaya perwujudan peran Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara


Pelabuhan sebagai pemegang hak pengelolaan lahan daratan dan perairan (landlord
port authority) dapat dilaksanakan secara bertahap. Upaya tersebut termasuk rencana
transformasi Otoritas Pelabuhan/Unit Penyelenggara Pelabuhan menjadi Badan
Layanan Umum (BLU), sehingga akan mencerminkan penyelenggara pelabuhan yang
lebih fleksibel dan otonom.

Perencanaan pelabuhan harus mampu mengantisipasi dinamika pertumbuhan


kegiatan ekonomi dan terintegrasi kedalam penyusunan rencana induk pelabuhan
khususnya dikaitkan dengan MP3EI/koridor ekonomi, sistem transportasi nasional,
sistem logistik nasional, rencana tata ruang wilayah serta melibatkan masyarakat
setempat.

Peraturan pelaksanaan yang menunjang implementasi yang lebih operasional


akan dikeluarkan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan, mengatur prosedur
penetapan tarif jasa kepelabuhanan yang lebih efisien, dan mengatasi kemungkinan
kegagalan pasar.

12 – Presfektif Pelabuhan
Sektor pelabuhan harus memiliki tingkat keselamatan kapal dan keamanan
fasilitas pelabuhan yang baik serta mempunyai aset dan sumber daya manusia yang
andal. Keandalan teknis minimal diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan
kapal dan keamanan fasilitas pelabuhan yang berlaku di pelabuhan Indonesia. Secara
bertahap diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi standar yang sesuai
dengan protokol internasional.

Pengembangan pelabuhan akan memperluas penggunaan wilayah perairan


yang akan meningkatkan dampak terhadap lingkungan maritim. Otoritas Pelabuhan
dan Unit Penyelenggara Pelabuhan harus lebih cermat dalam mitigasi lingkungan,
guna memperkecil kemungkinan dampak pencemaran lingkungan maritim.
Mekanisme pengawasan yang efektif akan diterapkan melalui kerja sama dengan
instansi terkait termasuk program tanggap darurat.

Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan


profesionalisme dan kompetensi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan tingkat
efisiensi, termasuk memperhatikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan kerja
tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan. Lembaga pelatihan, kejuruan dan perguruan
tinggi akan dilibatkan dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja sektor
pelabuhan, termasuk perempuan untuk memenuhi standar internasional.

2.2 Perencanaan dalam Sistem Transportasi Nasional


Perencanaan pengembangan pelabuhan dalam kerangka sistem transportasi
nasional akan dikoordinasikan dengan perencanaan sektoral masing-masing moda
transportasi, instansi terkait lainnya dan Otoritas Pelabuhan. Pedoman tentang
perencanaan pembangunan dan pengembangan pelabuhan akan dikeluarkan yang
meliputi pedoman proses perencanaan pembangunan dan pengembangan
pelabuhan.

Pelindo dan badan usaha pelabuhan lainnya diminta untuk memberikan


informasi yang relevan kepada Otoritas Pelabuhan untuk disinkronisasikan dengan
rencana induk masing-masing pelabuhan. Status pelabuhan akan direview secara
berkala untuk menentukan kemungkinan terjadinya perubahan hierarki pelabuhan dan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 13


implikasinya terhadap revisi Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan rencana induk
masing-masing pelabuhan.

Sistem indikator kinerja akan diterapkan untuk tujuan perencanaan dan


pemantauan serta hasil pencapaian kinerja pelabuhan akan dipublikasikan secara
berkala. Penyusunan rencana kebutuhan pengembangan pelabuhan didasarkan pada
pendekatan penilaian kapasitas pelabuhan dan memperhatikan skema pembangunan
untuk masing-masing pelabuhan. Selain kebijakan pemerintah, juga telah
memperhatikan program pembangunan pelabuhan yang diusulkan Pelindo sebagai
pengelola pelabuhan strategis di Indonesia.

Kebijakan pemerintah yang menjadi dasar utama bagi pengembangan


pelabuhan meliputi: (a) Prioritas pengembangan konektivitas dan prasarana
pelabuhan untuk mendukung program koridor perekonomian Indonesia tahun 2025;
(b) Cetak Biru Transportasi Multimoda/Antarmoda untuk mendukung Sistem Logistik
Nasional, dan (c) Rencana Strategis Sektor Perhubungan.

2.3 Hirarki Pelabuhan Laut


Secara hirarki pelabuhan laut sesuai Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2009
Tentang Pelabuhan terdiri dari pelabuhan utama, pengumpul dan pengumpan.
Pelabuhan Utama merupakan pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
antarprovinsi.

Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani


kegiatan angkutan laut dalam negeri,alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan
Pengumpan sebagai pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas,
merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan

14 – Presfektif Pelabuhan
sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi

2.4 Klasifikasi Pelabuhan


Klasifikasi pelabuhan dapat berdasarkan pengoperasioan/ penyelengaraan,
sistem usaha, fungsi, kegunaan dan geografis wilayah. Menurut jenisnya pelabuhan
dapat terdiri dari seperti yang diuraikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1: Jenis Pelabuhan

Jenis Deskripsi
Pengoperasian/ Pelabuhan Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan
penyelengaraan umum pelayanan masyarakat umum. Penyelenggaraan
pelabuhan umum dilakukan oleh pemerintah dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan
usaha milik Negara yang didrikan untuk maksud
tertentu.
khusus: Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan
sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan
ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum,
kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin
pemerintah.
Sistem Usaha Komersil Pelabuhan ini sengaja dibangun untuk memberikan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh kapal yang
memasuki pelabuhan untuk melakukan kegiatan
bongkar muat barang, menaik turunkan penumpang
serta kegiatan lainnya. Pelabuhan ini diusahakan agar
diperoleh pendapatan (income) dari pelabuhan
tersebut
Nir-laba Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan
kapal/perahu, tanap fasiltas bongkar muat, bea cukai
dan sebagainya. Biasanya berupa pelabuhan kecil
yang disubsidi pemerintah.
Fungsi Pelabuhan Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang bebas
Perdagangan laut dimasuki oleh kapal-kapal berbendera asing.
Pelabuhan ini biasanya merupakan pelabuhan besar
dan ramai dikunjungi oleh kapal-kapal samudra.
Pelabuhan Pelabuhan pantai ialah pelabuhan yang disediakan
pantai untuk perdagangan dalam negeri dan oleh karena itu
tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera asing.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 15


Tabel 2.1: Lanjutan

Jenis Deskripsi
Kegunaan Barang Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang
dilengkapi dengan fasilitas untuk bongkar muat
barang. Pelabuhan dapat berada di pantai atau
estuary dari sungai besar. Barang dapat berupa
barang umum, cair, atau padat
Penumpang Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda
dengan pelabuhan barang. Pada pelabuhan
barang di belakang dermaga terdapat gudang-
gudang, sedang untuk pelabuhan penumpang
dibangun stasiun penumpang yang melayani
segala kegiatan yang berhubungan dengan
kebutuhan orang yang berpergian, seperti kanror
imigrasi, duane, keamanan, direksi pelabuhan,
maskapai pelayaran, dan sebagainya.
Campuran Pada umumnya pencampuran pemakaian ini
terbatas untuk penumpang dan barang, sedang
untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap
terpisah.
Militer Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang
cukup luas untuk memungkinkan gerakan cepat
kapal-kapal perang dan agar letak bangunan
cukup terpisah
Geografis Pelabuhan Alam pelabuhan yang daerah perairannya terlindungi
dari badai dan gelombang oleh alam, misalnya
oleh pulau, estuari atau muara sungai atau
mungkin terletak di daerah teluk. contoh
pelabuhan alam di Indonesia: Pelabuhan Cilacap,
pelabuhan belawan dll.
Pelabuhan suatu daerah perairan yang dilindungi dari
Buatan pengaruh gelombang dengan membuat bangunan
pemecah gelombang.
Pelabuhan Semi merupakan campuran antara pelabuhan alam dan
Alam pelabuhan buatan, misalnya pelabuhan yang
terlindungi oleh pantai, tetapi pada alur masuknya
ada bangunan buatan untuk melindungi
pelabuhan. contoh pelabuhan ini di indonesia
adalah pelabuhan bengkulu.

Pelabuhan menurut kegiatannya terdiri dari pelabuhan yang melayani kegiatan


angkutan laut yang selanjutnya disebut pelabuhan laut; angkutan sungai dan danau
yang selanjutnya disebut pelabuhan sungai dan danau; dan angkutan penyeberangan
yang selanjutnya disebut pelabuhan penyeberangan.

16 – Presfektif Pelabuhan
Pelabuhan menurut perannya merupakan simpul dalam jaringan transportasi
sesuai dengan hirarkinya dan pintu gerbang kegiatan perekonomian daerah, nasional
dan internasional. Selain itu pelabuhan berperan sebagai tempat kegiatan alih moda
transportasi dan penunjang kegiatan industri dan perdagangan serta tempat distribusi,
konsolidasi dan produksi.

Pelabuhan menurut fungsinya diarahkan pada pelayanan untuk kegiatan


pemerintahan dan kegiatan jasa kepelabuhanan juga untuk kegiatan jasa kawasan
dan kegiatan penunjang kepelabuhanan. Klasifikasi pelabuhan ditetapkan dengan
memperhatikan fasilitas pelabuhan dan operasional pelabuhan serta peran dan fungsi
pelabuhan.

2.5 Rencana dan Pengembangan Pelabuhan


Setidaknya ada empat langkah besar yang harus dilakukan dan pengembangan
sebuah pelabuhan yang komplek setelah dilakukan penetapan dan studi awal
kelayakan (pre-feasibility study) mencakup kondisi saat akan dikembangkan dan
lingkungan sekitar, proyeksi lalu lintas, penyusunan rencana induk, dan analis
terhadap dampak.

2.5.1 Kondisi dan Lingkungan Sekitar


Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang
merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai
dengan usaha pokoknya murupakan daerah untuk prioritas pengembangan. Daerah
Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal
khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. Daerah
Lingkungan Kepentingan adalah perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja
perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
Lingkungan sekitar pelabuhan mencakup wilayah daratan dan perairan. Pada wilayah
daratan mencakup ketersediaan lahan untuk pengembangan apakah mencukupi serta
adanya kejelasan hinterland dan kewilayahan berdasarkan penalaran terhadap
pengelompokan aliran kargo.

Pengembangan wilayah pelabuhan, perlu dilakukan perencanaan pengunaan


lahan yang strategis yang dapat memberikan keuntungan ekonomi wilayah (strategic

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 17


landuse development planning). Perencanaan pengunaan lahan pelabuhan yang
strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan pelabuhan. Tinjauan ini mencakup
tinjauan Strategi/Kebijakan Pembangunan di Sektor Pelabuhan meliputi blueprint
sistem transportasi nasional terkait dengan rencana perkembangan dan regulasi
terkait. Tinjauan lainnya berkaitan dengan rencana pembangunan pelabuhan yang
diusulkan oleh organisasi yang relevan seperti pemerintah setempat terkait dengan
RT/RW ataupun pengelola kawasan sekitar pengembangan pelabuhan.

Data dan informasi kondisi umum daerah sekurang-kurangnya mencakup: (1)


Aspek Geografi dan Demografi Memberikan gambaran dan hasil analisis terhadap
kondisi geografis daerah, mencakup karakteristik dan potensi pengembangan
wilayah, kerentanan wilayah terhadap bencana, luas wilayah menurut batas
administrasi pemerintahan kabupaten/kota /kecamatan/desa dan kelurahan, (2)
Potensi pengembangan wilayah, (3) Wilayah rawan bencana; dan (4) Demografi
wilayah.

2.5.2 Proyeksi Lalu Lintas


Proyeksi lalu lintas di sistem transportasi laut dapat dilakukan dengan
menemukenali interaksi antar wilayah (bangkitan-tarikan), baik berupa barang maupun
penumpang. Proyeksi ini merupakan peramalan dari data yang ada untuk
diproyeksikan dalam pembuatan rencana yang menyangkut masa datang.
Pengembangan suatu pelabuhan, angka-angka prediksi mengenai arus lalu lintas
angkutan barang dan penumpang di masing-masing wilayah sangat diperlukan untuk
digunakan sebagai dasar dalam memperkirakan jumlah dan kapasitas kapal yang
harus tersedia, fasilitas pelabuhan dan lain-lain. Kesalahan yang terjadi dalam
perencanaan jumlah dan kapasitas kapal dapat mengakibatkan timbulnya masalah
seperti terjadinya kelebihan kapasitas (over capacity) dan kekurangan kapasitas
(under capacity). Salah satunya dengan menggunakan model regresi. (Titaley, 2015).

Persamaan regresi digunakan untuk menggambarkan pola atau fungsi hubungan


yang terdapat antar variabel. Persamaan model regresi berganda umumnya
digunakan.Variabel yang akan diestimasi nilainya disebut variabel terikat (dependent
variable atau response variable) dan variabel yang diasumsikan memberikan

18 – Presfektif Pelabuhan
pengaruh terhadap variasi variabel terikat disebut variabel bebas (independent
variable atau explanatory variable) (Sulaiman, 2002; Titaley, 2015).

Gambar 2.1: Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia
Tahun 1988-2014
Sumber: (BPS, 2017)

Kegiatan pelabuhan umumnya terdiri dari bongkar muat barang, kunjungan


kapal, dan keberangkatan serta kedatangan penumpang, untuk pelayaran dalam
negeri maupun luar negeri. Dibandingkan tahun 2014, volume bongkar dan muat
pelayaran dalam negeri tahun 2015 mengalami penurunan masing - masing sebesar
22,34 persen dan 10,47 persen. Hal ini sejalan dengan volume bongkar dan muat
barang luar negeri yang juga mengalami penurunan masing – masing 1,70 persen dan
18,47 persen (BPS, 2016). Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di
Pelabuhan Indonesia Tahun 1988-2014 (Ribu ton) menunjukkan muat luar negerei
selama peiode 2010 – 2014 meningkat signifikan dibandingkan bongkarnya dan
seimbang kenaikan untuk bongkar-muat dalam negeri. (Gambar 2.1).

Kunjungan kapal di pelabuhan Indonesia pada tahun 2015 mencapai 798,52 ribu
unit atau turun 7,47 persen dibanding tahun 2014. Dengan volume total 1.360,05 juta
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 19
gros tonase (GT), berarti rata-rata GT kapal yang berkunjung ke pelabuhan di
Indonesia mencapai 1,70 ribu GT atau turun 8,13 persen dibanding tahun 2014 (BPS,
2016).

Tabel 2.2: Lalu Lintas Barang Melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan dan Jenis Muatan, pada Tahun 1999 dan 2009 (dalam
ribu ton)

Tahun
Jenis Perdagangan Pertumbuhan
dan Jenis Muatan 1999 2009 Tahunan Rata-Rata
Impor
General Cargo 11.777 18.628 4,7%
Peti Kemas 6.755 30.658 16,3%
Curah Kering 12.281 9.719 -2,3%
Curah Cair 17.327 41.954 9,2%
Sub Total 48.140 100.958 7,7%
Ekspor
General Cargo 16.635 14.212 -1,6%
Peti Kemas 8.568 30.342 13,5%
Curah Kering 41.511 303.133 22,0%
Curah Cair 38.535 94.769 9,4%
Sub Total 105.249 442.457 15,4%
Bongkar (Domestik)
General Cargo 25.018 55.430 8,3%
Peti Kemas 5.844 13.613 8,8%
Curah Kering 26.885 123.743 16,5%
Curah Cair 45.448 19.675 -8,0%
Sub Total 103.195 212.460 7,5%
Muat (Domestik)
General Cargo 17.535 55.430 12,2%
Peti Kemas 6.525 13.610 7,6%
Curah Kering 14.499 123.771 23,9%
Curah Cair 47.334 19.675 -8,4%
Sub Total 85.893 212.485 9,5%
Total
General Cargo 70.966 143.699 7,3%
Peti Kemas 27.492 88.222 12,3%
Curah Kering 95.176 560.366 19,4%
Curah Cair 148.644 176.072 1,7%
Total 342.477 968.361 11,0%
Sumber: (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 414 Tahun 2013)

Contoh proyeksi total muatan (Tabel 2.2) yang akan ditangani pelabuhan di
Indonesia berdasarkan jenis muatan dan komoditas dari tahun 2009 sampai dengan
2030. Total lalu lintas muatan melalui pelabuhan diperkirakan meningkat dari 1,0
milyar ton pada tahun 2009 menjadi 1,3 milyar ton pada tahun 2015 dan menjadi 1,5

20 – Presfektif Pelabuhan
milyar ton pada tahun 2020. Angka pertumbuhan rata-rata tahunan mencapai 4,5 %
dari tahun 2009 sampai dengan 2015 dan 3,7 % dari tahun 2015 sampai dengan 2020.
Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus Perdagangan dan
Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009 (dalam ribu ton) yang
ditunjukan dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3: Lalu Lintas Muatan melalui Pelabuhan Indonesia berdasarkan Arus
Perdagangan dan Jenis Muatan dan Komoditas Utama, pada Tahun 2009
(dalam ribu ton)

Internasional Domestik
Komoditas Total
Sub Sub
Impor Ekspor Bongkar Muat
Total Total
General Cargo 18.628 14.212 32.840 55.430 55.430 110.859 143.699
Peti Kemas 30.658 30.342 61.000 13.613 13.610 27.223 88.222
Curah Kering 9.718 303.133 312.852 123.743 123.771 247.514 560.366
Semen - 144 144 7.459 7.483 14.941 15.085
Batubara 685 278.618 279.303 69.674 69.675 139.349 418.652
Biji Besi 1.862 8.669 10.531 46 46 91 10.623
Pupuk 3.360 1.802 5.162 15.331 15.334 30.665 35.828
Biji-bijian 3.469 363 3.832 1.172 1.172 2.343 6.175
Curah Kering
Lain 343 13.537 13.879 30.062 30.062 60.124 74.003
Curah Cair 41.954 94.769 136.723 19.674 19.674 39.349 176.072
Minyak Bumi &
Produk 31.801 59.309 91.110 192 192 385 91.495
CPO 269 22.169 22.438 19.243 19.243 38.485 60.923
Curah Cair
Lain 9.884 13.291 23.175 240 240 479 23.654
Total 100.958 442.456 543.415 212.459 212.484 424.945 968.361
Sumber: (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 414 Tahun 2013)

Hasil proyeksi lalu lintas muatan melalui pelabuhan di Indonesia mempunyai


implikasi yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan sistem pelabuhan
nasional, yaitu diantaranya (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 414 Tahun
2013):

(a) Pada tahun 2020 lalu lintas peti kemas Indonesia akan meningkat lebih dari dua
kali lipat volume tahun 2009 dan akan kembali meningkat dua kali lipat pada
tahun 2030;
(b) Pengembangan terminal peti kemas sangat diperlukan di berbagai lokasi
pelabuhan;

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 21


(c) Peningkatan volume peti kemas juga akan menimbulkan kebutuhan
pengembangan pelabuhan peti kemas sebagai pelabuhan hub baru, baik di
bagian barat maupun di timur Indonesia, seperti Kuala Tanjung dan Bitung.
Namun kajian yang lebih spesifik diperlukan untuk pengembangan pelabuhan
hub tersebut.
(d) Pertumbuhan lalu lintas curah kering dan cair yang lebih rendah menunjukkan
bahwa total tonase muatan hanya akan meningkat sampai dengan 50% pada
tahun 2020 dan 50% lagi pada tahun 2030.

2.5.3 Faktor Pengembangan


Empat faktor kunci yang harus menjadi perhatian utama dalam setiap usaha
pengembangan bisnis pelabuhan. Keempat faktor kunci tersebut adalah
kontainerisasi, infrastruktur yang memadai, keamanan dan perkembangan teknologi
(Biro Riset LMFEUI, 2009).

2.5.3.1 Kontainerisasi

Kontainerisasi (atau penggunaan kontainer dalam kargo angkutan laut) telah


meningkatkan efisiensi dalam penangangan kargo. Dahulu, diperlukan sekitar 14-15
pekerja, dibantu 1 buah crane untuk menangani sekitar 20-30 ton kargo/jam.
Sementara dengan penggunaan kontainer, hanya dengan 1 gantry crane sudah
mampu menangani 25-30 kontainer/jam, yang berarti setara dengan 500-600 ton
kargo. Dan kegiatan ini membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja, hanya sekitar 9 orang
Implikasinya, kapal, terminal dan peralatan bongkar muat harus diadaptasi untuk
mengakomodasi kontainerisasi secara efektif dan efisien. Meningkatnya kontainerisasi
juga membawa trend semakin besarnya ukuran/dimensi kapal pengangkut kontainer.
Awalnya kapal kontainer hanya mampu membawa hingga 1000 box, sekarang sudah
mampu mengangkut 5000-8000 box. Ke depan, kapal sekelas Ultra Super Post
Panamax akan sanggup mengangkut 11000-12000 box. Hal ini menuntut kesiapan
khusus bagi pelabuhan yang berniat melayaninya.

2.5.3.2 Infrastruktur yang Memadai

General cargo masih mendominasi pangsa barang yang dikapalkan, namun “bulk
cargo” yaitu barang yg tidak cocok untuk dimuat dalam kontainer seperti minyak

22 – Presfektif Pelabuhan
mentah, bijih besi, batu bara dan komoditi pertanian juga masih besar pangsanya.
Untuk dapat menangani “bulk cargo” (bahan baku dan produk semacam itu) suatu
terminal memerlukan peralatan dan sistem tersendiri. Desakan pengembangan
infrastruktur juga datang sebagai akibat semakin besarnya ukuran kapal. Sehingga
besaran, lebar, hingga kedalaman saluran utama menuju pelabuhan harus senantiasa
diadaptasi untuk memastikan keamanan pelayaran. Alat-alat navigasi juga harus
tersedia dan dipelihara. Selain itu, pelabuhan harus memiliki infrastruktur fisik
pelindung untuk memfasilitasi keamanan pelayaran di kondisi cuaca dan gelombang
laut yang buruk sekali pun. Sementara di darat, ketersediaan dan penataan yang baik
atas sistem jalan, jalur kereta api dan sarana transportasi lain dari dan menuju
pelabuhan menjadi tuntutan tidak hanya untuk alasan efisiensi pelayanan namun juga
untuk keamanan.

2.5.3.3 Peningkatan Keamanan Pelabuhan


Sejak September 2001, keamanan pelabuhan telah menjadi isu prioritas dalam
perdagangan internasional. Rawannya suatu pelabuhan terhadap aksi terorisme telah
menjadikan daya saing suatu negara berkurang. Hal ini karena posisi pelabuhan yang
strategis sebagai pintu masuk dari suatu negara. Sejak Juli 2004, sistem keamanan
transportasi maritim internasional yang baru telah dicetuskan IMO, dengan seluruh
pelabuhan dan kapal yang terlibat dalam aktivitas perdagangan internasional wajib
mengikutinya. Hal ini harus diperhatikan terutama bagi pelabuhan yang ingin
berkembang sebagai pelabuhan internasional

2.5.3.4 Perkembangan Teknologi

Otomatisasi operasional terminal pelabuhan sudah menjadi prasyarat untuk


bersaing. Kegiatan bongkar muat kontainer kini semakin otomatis dengan bantuan
komputer. Di beberapa pelabuhan besar dunia, begitu kontainer diturunkan dari kapal,
maka Automatically Guided Vehicle (AGV) sudah siap untuk membawanya secara
otomatis ke tempat yang ditentukan tanpa satu orang pengemudi pun Akses yang lebih
baik ke moda transportasi lain seperti jalur kereta api, jalan tol, jalur pelayaran sungai
ataupun antar pantai juga sangatlah penting. Saat ini pelabuhan harus dapat berperan
sebagai pusat logistik dalam jaringan rantai pasokan global jika ingin sukses. Selain
itu, pelabuhan harus mampu mempermudah segala “paperwork” yang diperlukan
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 23
untuk urusan otoritas pelabuhan, bea cukai, syahbandar, keamanan laut, imigrasi, dan
lainnya. Pada masa sekarang, sebuah kapal harus difasilitasi untuk dapat mengurus
dan mendapat pengesahan atas berbagai dokumen yang diperlukan secara online
melalui “single window” website.

2.5.4 Indikator Kinerja Pelabuhan


Hubungan investasi dan ukuran operasional pelabuhan merupakan langkah awal
untuk mengkaji apakah sebuah pelabuhan perlu dikembangkan. Data terbaru yang
dapat diandalkan tentang kinerja pelabuhan sejak 2015 di publikasikan oleh Badan
Pusat Statistik melalui Statistik Transportasi Laut 2014 dan 2015. Secara khusus untuk
kinerja pelabuhan tertentu datanya sulit didapatkan.

Pelabuhan di Indonesia hanya berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan (feeder


port). Data tahun 2009 menunjukkan bahwa setiap tahun sekitar 90 persen kargo yang
masuk dan keluar Indonesia dialih-kapalkan melalui pelabuhanpelabuhan hub
internasional yang berada di negara-negara tetangga. Sejak didirikan pada tahun
1991, perusahaan pelabuhan milik Negara (Pelindo I sampai IV) belum dapat
beroperasi dengan efisiensi maksimal atau berinisiatif membangun pelabuhan hub
internasional (Sudarmo, 2012).

Waktu bongkat-muat merupakan indikator kinerja yang utama. Memperkirakan


waktu tunggu (dwell time) untuk barang-barang impor yaitu waktu mulai dari saat peti
kemas diturunkan dari kapal hingga keluar pintu gerbang terminal pelabuhan bukanlan
soal mudah.

Bertambahnya waktu tunggu di pelabuhan terpenting Indonesia memberi


dampak negatif pada perekonomian negara dalam dua cara. Pertama, industri yang
berorientasi ekspor menghadapi ketidakpastian akibat keterlambatan, sehingga
mengurangi daya saing produk Indonesia di luar negeri. Manufaktur just-in-time,
sistem di mana perusahaan harus mengelola jadwal mengimpor bahan mentah dan
mengekspor barang jadi secara ketat, akan menderita lebih parah sehingga
menghalangi upaya Indonesia untuk menjadi bagian terpadu dari rantai pasokan yang
efisien di seantero dunia. Secara keseluruhan, sekitar 19 persen bahan baku
perusahaan asing atau perusahaan yang berorientasi ekspor di Indonesia masih
diimpor. Kedua, waktu adalah uang: hambatan dan kemacetan di pelabuhan

24 – Presfektif Pelabuhan
mendongkrak biaya bagi usaha domestik dan pada akhirnya, harga yang dibayar oleh
konsumen (Salcedo & Sandee, 2012).

Gambar 2.2: Waktu Tunggu di Beberapa Negara


Sumber: (Salcedo & Sandee, 2012).

Perkiraan waktu tunggu bagi peti kemas yang masuk di Jakarta International
Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok pada bulan Juli dan Agustus 2011 adalah
6 hari. Ini merupakan peningkatan 22 persen dari waktu tunggu yang diukur bulan
Oktober 2010 (4,9 hari) dan cukup mengkhawatirkan, mengingat Tanjung Priok
menangani lebih dari dua-per-tiga seluruh perdagangan internasional Indonesia,
sedangkan jumlah lalu lintas peti kemas diramalkan bertumbuh 160 persen pada tahun
2015. Selain itu, dengan menggunakan ukuran internasional, yang mencakup waktu
peti kemas berada di pelabuhan tetapi di luar terminal, angka waktu tunggu Indonesia
bertambah 1 sampai 7 hari. Kinerja ini jauh lebih buruk dibandingkan pelabuhan
lainnya di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura (1,1 hari), Malaysia (4 hari), dan
Thailand (5 hari) Seperti Gambar 2.2. Kemungkinan besar keadaan ini akan menjadi
lebih parah di terminal-terminal lainnya di pelabuhan lainnya di Indonesia.

Produktivitas pemindahan peti kemas dalam pelabuhan merupakan sebuah


masalah besar bagi para pengusaha angkutan laut. Pada tahun 2002, waktu yang
dibutuhkan untuk memindahkan peti kemas di Pelabuhan Jakarta adalah sekitar 30-
40 peti kemas/jam. Peningkatan dalam hal teknis dan operasional menunjukkan
peningkatan produktivitas, pada pertengahan tahun 2007 pemindahan peti kemas per
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 25
jam mencapai sekitar 60 peti kemas. Akan tetapi, meningkatnya lalu lintas peti kemas
dan kemacetan di pelabuhan disertai permasalahan yang berkaitan dengan berbagai
masalah ketenagakerjaan serta keterlambatan pabean menyebabkan turunnya
produktivitas menjadi sekitar 40-45 peti kemas per jam di paruh pertama tahun 2008.
Angka tersebut hanya setengah tingkat produktivitas pelabuhan di Singapura dan
pelabuhan-pelabuhan pemindah-muatan (trans-shipment) utama di Malaysia, yang
memiliki produktivitas sekitar 100 – 110 peti kemas per jam. Akibat dari keterlambatan
dalam penanganan kargo, perusahaan-perusahaan angkutan laut besar melaporkan
bahwa seringkali mereka harus meninggalkan Pelabuhan Jakarta sebelum kapal
selesai dimuati karena harus menepati jadwal yang telah dibuat. Hal ini melibatkan
berbagai biaya pemulihan di samping biaya untuk memperoleh tempat pada feeder
pihak ketiga serta kerugian karena tempat yang tidak dimanfaatkan pada feeder
mereka sendiri. Sebagai akibatnya, para pengusaha angkutan laut tersebut
mengurangi kapasitas yang direncanakan untuk Pelabuhan Jakarta (Ray, 2008).

2.5.4.1 Pengertian ukuran hasil kerja dari kegiatan pengusahaan


pelabuhan

Nilai hubungan investasi terhadap segi-segi finansial dengan tujuan agar


hasilnya dapat mencapai suatu tingkat keuntungan maksimum. Telah diuraikan pula
faktor-faktor pengaruh penawaran dan permintaan terhadap jasa angkutan,
keterbatasan anggaran, DCF dengan suku bunga tertentu dalam masa kerja investasi
yang diperkirakan. Dari segi operasional, pengusahaan pelabuhan harus
menyediakan prasarana yang diperlukan bagi kapal dan barang untuk mendukung
kelancaran arusnya. Penyediaan fasilitas pelabuhan yang berlebihan akan
menguntungkan pemakaian jasa, tetapi di Iain pihak memberatkan pengusahaau
pelabuhan. Sebaliknya pcnyediaan fasilitas yang kurang akan menguntungkan
pengusahaan pelabuhan, tetapi merugikan pemakai jasa, kurang melancarkan arus
barang dan kapal serta makin berakibat lebih luas yaitu tidak dapat mendukung
pengembangan sektor-sektor ekonomi lainya dan pada akhimya akan merugikan
masyarakat secara keseluruhan. Guna memecahkan masalah ini, tentu ada satu titik
antara untuk menyeimbangkan baik untuk kepentingan pengusahaan pelabuhan
maupun kepentingan pemakai jasa. Hal·hal yang bersangkutan dengan kelancaran
arus barang dapat digolongkan pada klasifikasi operasional pelabuhan.

26 – Presfektif Pelabuhan
2.5.4.2 Ukuran Kinerja Pelabuhan

Standar Kinerja Pelayanan Operasional adalah standar hasil kerja dan tiap-tiap
pelayanan yang harus dicapai oleh operator Terminal Pelabuhan dalam pelaksanaan
pelayanan jasa kepelabuhan termasuk dalam penyediaan fasilitas dan peralatan
pelabuhan. (Kep. Dirjen. Hubla Nomor: Um.002/38/18/DJM.11, 2011).

Indikator kinerja pelayanan yang terkait dengan jasa pelabuhan yang terdiri dari:
Waktu Tunggu Kapal (Waiting Time/WT); Waktu Pelayanan Pemanduan (Approach
Time/AT); Waktu Efektif (Effective Time dibandingkan dengan Berth Time (ET/BT);
Produktivitas kerja (T/G/J dan B/C/); Receiving/Delivery pelikemas; Tingkat
Penggunaan Dermaga (Berth Occupancy Ratio/BOR); Tingkat Penggunaan Gudang
(Shed Occupancy Ratio/SOR); Tingkat Penggunaan Lapangan (Yard Occupancy
Ratio/YOR); dan Kesiapan operasi peralatan.

Waktu-waktu yang dibutuhkan sebagai ukuran indikator kinerja, juga mencakup


waktu idle atau Idle Time (IT) yaitu waktu tidak efektif atau tidak produktif atau terbuang
selama Kapal berada di tambatan disebabkan pengaruh cuaca dan peralatan bongkar
muat yang rusak. Waktu persiapan bongkar-muat dan istirahat kerja atau waktu jeda
merupakan waktu berhenti yang direncanakan selama Kapal di Pelabuhan. Waktu ini
dinamakan Not Operation Time (NOT).

Waktu kedatangan Kapal berlabuh jangkar di dermaga serta waktu


keberangkatan kapal setelah melakukan kegiatan bongkar-muat barang atau waktu
keseluruhan merupakan Turn around Time (TRT) yang didalamnya termasuk waktu
postpone dan waktu bongkar. Postpone Time (PT) adalah waktu tunggu yang
disebabkan oleh pengurusan administrasi di pelabuhan dan Berth Working Time
(BWT) adalah waktu untuk bongkar muat selama kapal berada di dermaga.
Ilustrasinya seperti Gambar 2.3.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 27


Gambar 2.3: Waktu-waktu untuk Mengukur Indikator Pelayanan

(1) Pengertian Indikator Kinerja

Fungsi kinerja pelayanan operasional adalah sebagai alat untuk mengukur


tingkat keberhasilan penyelenggaraan transportasi laut, sebagai instrumen
perencanaan untuk menggambarkan kondisi yang ingin dicapai di masa yang akan
datang, sebagai instrumen perencanaan untuk mengalokasikan sumber
daya/investasi, sebagai instrumen pemantauan (monitoring) dan evaluasi kinerja
(performance evaluation) untuk pelaksanaan kegiatan, sebagai instrumen pembantu
untuk pengambilan keputusan. Sedangkan Indikator Kinerja Pelayanan Operasional
adalah variabel - variabel Pelayanan, penggunaan fasilitas dan peralatan pelabuhan.
Pengertian dari masing-masing indikator seperti Tabel 2.4.

(2) Penilaian Indikator Kinerja

Pencapaian kinerja operasional dari masing-masing indikator ditentukan sesuai


dengan batasan maksimal dan minimal. Ketentuan penilaian indikator kinerja
pelabuhan dapat dilihat seperti seperti Tabel 2.5. Penetapan nilai batas
maksimal/minimal Standar kinerja operasional pelayan kapal angkutan laut luar/dalam
negeri di Indonesia sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Laut
Nomor: Um.002/38/18/DJM.11 Tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional
Pelabuhan seperti Tabel 2.6.

28 – Presfektif Pelabuhan
Tabel 2.4: Pengertian Indikator Pelayanan
Indikator Pengertian Satuan
Waktu Tunggu Kapal jumlah waktu sejak pengajuan permohonan tambat Jam
(Waiting Time/WT) setelah kapal tiba di lokasi labuh sampai kapal
digerakkan menuju tambatan.
Waktu Pelayanan jumlah waktu terpakai untuk kapal bergerak dari Jam
Pemanduan lokasi labuh sampai ikat tali di tambatan atau
(Approach Time/AT) sebaliknya.
Waktu Efektif jumlah jam bagi suatu kapal yang benar-benar Jam
(Effektive Time) digunakan untuk bongkar-muat selama kapal di
tambatan.

Berth Time (BT) jumlah waktu siap operasi tambatan untuk melayani Jam
kapal.
Waktu Efektif Jumlah waktu efektif dibagi dengan jumlah waktu %
dibanding Berth sandar (waktu selama kapal di tambat
Time (ET/BT)
Receiving/Delivery kecepatan pelayanan penyerahan/penerimaan di Menit
petikemas terminal petikemas yang dihitung sejak alat angkut
masuk hingga keluar yang dicatat di pintu
masuk/keluar.
Tingkat Penggunaan perbandingan antara waktu penggunaan dermaga %
Dermaga dengan waktu yang tersedia (dermaga siap operasi)
(Berth Occupancy dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
Ratio/BOR) persentase.
Tingkat Penggunaan perbandingan antara jumlah pengguna ruang %
Gudang (Shed penumpukan dengan ruang penumpukan yang
Occupancy tersedia yang dihitung dalam satuan ton hari atau
Ratio/SOR) satuan M3 hari.

Tingkat Penggunaan perbandingan antara jumlah penggunaan ruang %


Lapangan penumpukan dengan ruang penumpukan yang
Penumpukan tersedia (siap operasi) yang dihitung dalam satuan
(Yard Occupancy ton hari atau M3 hari.
Ratio/YOR)
Kesiapan operasi perbandingan antara jumlah peralatan yang siap %
peralatan untuk dioperasikan dengan jumlah peralatan yang
tersedia dalam periode waktu tertentu.
Produktivitas Kerja Jumlah barang dalam ton atau M3 yang T/G/J
dibongkar/dimuat dalam periode waktu 1 (satu) jam dan
kerja oleh 1 (satu) Gang atau dalam satuan B/C/H
Box/Crane/Jam merupakan jumlah petikemas yang
dibongkar/dimuat oleh 1 (satu) crane dalam periode
waktu 1 (satu) jam.
Sumber: (Kep. Dirjen. Hubla Nomor: Um.002/38/18/DJM.11, 2011)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 29


Tabel 2.5: Penilaian Indikator Kinerja
Indikator Batasan Penilaian
Nilai
Waktu Tunggu Kapal Maksimal Pencapaian kinerja operasional
(Waiting Time/WT) dari masing-masing indikator jika
Waktu Pelayanan Pemanduan Maksimal menghasilkan nilai dari nilai yang
(Approach Time/AT) ditetapkan
Baik (lebih kecil)
Receiving/Delivery petikemas Maksimal
Cukup baik (0 – 10%)
Tingkat Penggunaan Dermaga Maksimal
Kurang baik (> 10%)
(Berth Occupancy Ratio/BOR)
Tingkat Penggunaan Gudang Maksimal
(Shed Occupancy Ratio/SOR)
Waktu Efektif (Effektive Time) Minimal Pencapaian kineja operasional
Berth Time (BT) Minimal dari masing-masing indikator jika
menghasilkan nilai standar kinerja
Waktu Efektif dibanding Berth Time (ET/BT) Minimal
pelayanan operasional yang
Tingkat Penggunaan Lapangan Penumpukan Minimal ditetapkan
(Yard Occupancy Ratio/YOR) Baik (lebih besar)
Cukup baik (90% -100%)
Kurang baik (<90%)
Sumber: (Kep. Dirjen. Hubla Nomor: Um.002/38/18/DJM.11, 2011)

Tabel 2.6: Interval batas Penetapan kinerja operasional pelayanan pelabuhan


Indikator Kinerja Interval Nilai
Pelindo I Pelindo II Pelindo III Pelindo IV
Waktu Tunggu Kapal
(Waiting Time/WT) 1 – 2 Jam 0 – 1 Jam 1– 2 Jam 0 – 1 Jam
Waktu Pelayanan Pemanduan
(Approach Time/AT) 1 – 1,6 Jam1) 1 – 2 Jam2) 1 – 2 Jam3) 1 – 2 Jam4)
Waktu Efektif dibanding Berth Time
(ET/BT) 70% – 80% 70% – 85% 70% – 80% 70% – 80%5)
Receiving petikemas (menit) Mak 30 30 – 90 30 – 60 Mak 30
Delivering petikemas (menit) Mak 45 45 – 120 45 – 90 Mak 45
Dermaga Petikemas (Box/CC/Jam) 22 - 25 22 – 26 20 – 25 20 – 25
Dermaga Konvensional (Box/CC/Jam) Mak 12 10 – 15 10 – 18 Mak 12
Tingkat Penggunaan Dermaga
(Berth Occupancy Ratio/BOR) 70% - 100% 70% - 100% 70% - 100% 70% - 100%
Tingkat Penggunaan Gudang
(Shed Occupancy Ratio/SOR) 65% - 100% 70% - 100% 40% - 100% 65% - 100%
Tingkat Penggunaan Lapangan
Penumpukan
(Yard Occupancy Ratio/YOR) 50% - 100% 65% - 100% 50% - 100% 70% - 100%
Kesiapan operasi peralatan 80% - 100% 80% - 100% 70% - 100% 80% - 100%
Catatan: 1. Kecuali pelabuhan Dumai AT=6 Jam dan Pelabuhan Pekanbaru AT=12 Jam
2. Kecuali pelabuhan Palembang AT=8 Jam, Pontianak AT=5 Jam dan Jambi AT=20 Jam
3. Kecuali pelabuhan Tanjung Perak, Banjarmasin, dan Sampit AT=4 Jam
4. Kecuali pelabuhan samarinda AT=5 jam
5. Biak, Merauke, Sorong,Manokwari dan Fakfak ET/BT=60%
Sumber: (Kep. Dirjen. Hubla Nomor: Um.002/38/18/DJM.11, 2011), diolah

30 – Presfektif Pelabuhan
2.6 Tujuan dan Fungsi Perawatan Fasilitas Pelabuhan
Pelabuhan merupakan salah satu simpul dari mata rantai bagi kelancaran
angkutan muatan laut dan darat. Pelabuhan harus aman dari badai, ombak, maupun
arus. Sehingga kapal dapat berputar, melakukan bongkar muat, dan melakukan
perpindahan penumpang dengan aman. Jika sedimen di kolam Pelabuhan yang
terbentuk sudah terlalu tinggi, hal ini dapat menyebabkan karamnya kapal. Untuk
menghindari hal tersebut dibutuhkan pengerukan sampai dengan kedalaman tertentu
sehingga kapal bisa berlabuh dengan aman. Berdasarkan pertimbangan keamanan
dan pemberian pelayanan yang memadai bagi pengguna pelabuhan, faktor utama
yang mempengaruhi terjadinya proses sedimentasi, adalah arus pasang surut. Oleh
karena itu, diperlukan kajian dan analisis pola penyebaran transpor material sedimen
di lokasi rencana pengerukan. (Witantono & Khomsin, 2015). Operasi pelayanan jasa
di lapangan penumpukan yang mengandalkan fasilitas dan peralatan kepelabuhanan
membutuhkan keandalan (reliability) dan kesiapan (availibility) fasilitas dan peralatan
pelabuhan.

Pemeliharaan untuk menjaga keandalan dan kesiapan fasilitas dan sistem


secara keseluruhan dimaksudkan agar sesuai dengan standar kualitas dan kinerja
yang diharapkan. Kondisi saat ini program pemeliharaan (Rencana Kerja Tahunan)
Unit Usaha Terminal Peti Kemas disusun berdasarkan kebutuhan perbaikan atas
kerusakan yang tejadi yang diusulkan oleh cabang berdasarkan pemeriksaan awal,
sedangkan perawatan rutin untuk pencegahan belum mendapat perhatian yang serius,
terutama pada fasilitas pelabuhan. Program pemeliharaan fasilitas pelabuhan belum
terencana sesuai dengan kebutuhan operasional dan tingkat (kualitas) layanan yang
ditargetkan. Pemeliharaan perlu dikendalikan. Salah satu aktivitas dalam
pengendalian adalah evaluasi implementasi program. Evaluasi terhadap program
pemeliharaan fasilitas pelabuhan akan mengungkapkan permasalahan yang ada dan
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab ketidakefektifan program pemeliharaan.

Beberapa faktor penyebab program pemeliharaan yang tidak jalan adalah


kebijakan perusahaan, sistem prosedur pemeliharaan, sumber daya manusia,
kelemahan di penganggaran dan keterbatasan anggaran. Berdasarkan evaluasi faktor

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 31


penyebab ini di diperlukan perbaikan dan penanggulangan terhadap faktor penyebab
tersebut untuk meningkatkan keefektifan dan kualitas pelayanan.

Perawatan struktur teknik sipil serta bangunan dan peralatan, baik tetap dan
bergerak, harus dipertimbangkan. Berbagai jenis peralatan penanganan modern yang
digunakan di pelabuhan dan terutama item yang lebih besar, secara alami mahal, dan
keinginan untuk meminimalkan pengeluaran modal dasar sering mengakibatkan
pertimbangan yang tidak masuk akal untuk biaya pemeliharaan dan keuntungan dari
standarisasi peralatan tidak dapat dicapai. Dengan demikian, perencana ditekan
untuk merancang peralatan dengan biaya serendah mungkin, dengan cukup
penekanan pada biaya pemeliharaan, dan insinyur pelabuhan berada di bawah
tekanan untuk memilih peralatan dengan harga pembelian terendah. Hanya dengan
mempertimbangkan semua biaya selama umur peralatan pilihan ekonomi yang paling
dapat dibuat.

Beberapa peralatan mobile yang digunakan di pelabuhan dirancang untuk


digunakan dalam industri konstruksi. Produsen cenderung untuk merancang sesuai
kebutuhan industri, memproduksi peralatan yang dapat digunakan andal dan intensif
(tersedia jika rutin dipertahankan) untuk umur yang singkat sebelum rusak. Demikian
pula, dalam industri transportasi angkutan, truk sering dihapuskan setelah
penggunaan intensif waktu tiga tahun. Hal ini terlalu optimis untuk mengharapkan
bahwa di pelabuhan pada negara-negara berkembang seringkali jauh jauh dari jasa
pendukung pabrik (jaminan purna-jual), dan sering di lingkungan tropis membutuhkan
pengujian lebih, item peralatan mobile dapat terus berkembang selama sepuluh tahun
atau lebih. Dengan tidak adanya pengalaman yang bertentangan, sepuluh tahun dapat
diambil sebagai masa manfaat maksimum pada banyak peralatan pelabuhan,
sedangkan untuk peralatan bergerak lebih sensitif, seperti truk fork-lift, masa manfaat
maksimum adalah sekitar lima tahun saja. Misalnya, dalam hal truk fork-lift, salah satu
operator pelabuhan di negara berkembang mengalami 45 persen down-time dan di
beberapa daerah pelabuhan merasa perlu untuk menjaga setup kedua yang lengkap
untuk kendaraan dengan suku cadang. Usia rata-rata unit hanya dua tahun. Dalam
contoh ini truk fork-lift menghabiskan sebagian besar waktunya untuk pengangkutan
beban ke dan dari tempat penyimpanan.

32 – Presfektif Pelabuhan
Faktor yang harus diperhitungkan dalam memilih peralatan (UNCTAD, 1985)
adalah sebagai berikut: Nilai manfaat peralatan; Dukungan pelatihan; Usia ekonomi;
Kemudahan pemeliharaan; dan Biaya tenaga kerja untuk operasional yang rendah.

Item besar pada peralatan khusus seperti kapal-loader dan unloaders, bersama-
sama dengan sistem conveyor, ketentuan harus dibuat untuk pemeliharaan preventif
yang akan dilakukan secara inspeksi. Sebagai contoh, setelah memutuskan apa yang
perlu diperiksa dan frekuensi, urutan yang pasti untuk inspeksi harus ditetapkan.
Perawatan corrective harus diberikan oleh inspektur yang bersangkutan selama
periode shut-down (perbaikan), atau, di mana ada cadangan peralatan dapat
digunakan.

Peralatan mobile, untuk pemeliharaan preventif sesuai jadwal servis rutin. Unit
cadangan harus disediakan agar unit lengkap dalam layanan. Secara garis besar,
pemeliharaan peralatan bergerak menyangkut: Pelumas dan pembersihan; Tune-up
(penyesuaian); dan pemeriksaan rutin lainnya.

2.6.1 Tujuan Pemeliharaan dan Perawatan


Kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas pelabuhan memiliki beberapa
tujuan. Tujuan umum perawatan (Wireman, 2005) adalah (a) memaksimalkan produksi
pada biaya yang rendah dan kualitas yang tinggi dalam standar keselamatan yang
optimum; (b) mengidentifikasi dan mengimplementasikan pengurangan biaya; (c)
memberikan laporan yang akurat tentang pemeliharaan peralatan; (d) mengumpulkan
informasi yang penting tentang biaya pemeliharaan; (e) mengoptimalkan usia sumber
daya pemeliharaan; (f) mengoptimalkan usia peralatan; (g) meminimalkan
penggunaan energy; dan (h) Meminimalkan persediaan.

Pemeliharaan dari sisi peralatan bertujuan untuk (O'Connor & Kleyner, 2012)
antara lain mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi
kebutuhan yang sesuai dengan target serta rencana produksi dan mengurangi
pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan
dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan
kebijaksanaan perusahaan. Selain itu memperhatikan dan menghindari kegiatan-
kegiatan operasi peralatan serta peralatan yang dapat membahayakan kegiatan kerja
dan mencapai tingkat biaya serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 33


maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya, serta mengadakan
suatu kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan,
dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau
return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang serendah mungkin.

2.6.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pemeliharaan


Supaya optimalisasi fasilitas dapat tercapai melalui sistem pemeliharaan, ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mendesain sistem tersebut (Muhtadi,
2009), antara lain menyangkut ruang lingkup pekerjaan, lokasi, prioritas, metode, dan
kebutuhan bahan dan ahli.

Tindakan yang tepat pada ruang lingkup untuk pekerjaan yang dilakukan perlu
diberi petunjuk atau pengarahan yang lengkap dan jelas. Pengadaan gambar-gambar
atau skema dapat membantu dalam melakukan pekerjaan. Lokasi pekerjaan yang
tepat dimana tugas dilakukan, merupakan informasi yang mempercepat pelaksanaan
pekerjaan. Penunjukan lokasi akan mudah dengan memberi kode tertentu, misalnya
nomor gedung, nomor departemen dan lainnya.

Prioritas pekerjaan harus dikontrol sehingga pekerjaan dilakukan sesuai dengan


urutan yang benar. Jika suatu peralatan atau fasilitas mempunyai peranan penting,
maka perlu memberi prioritas utama. Metode yang digunakan pada fasilitas berbeda
dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun akan lebih baik jika penyelesaian
pekerjaan tersebut dilakukan dengan metode yang sesuai dengan keahlian yang
dimiliki. Apabila ruang lingkup dan metode kerja yang digunakan telah ditentukan,
maka biasa diikuti dengan adanya kebutuhan material. Material yang dibutuhkan ini
harus selalu tersedia termasuk kebutuhan keahlian dan tenaga kerja yang berguna
dalam ketetapan pengawasannya.

2.6.1.2 Jenis Pemeliharaan dan Perawatan (Mainetanace)

secara umum, pekerjaan pemeliharaan (Gambar 2.4) dikategorikan dalam dua


cara, (Corder, 1996), yaitu (1) pemeliharaan terencana (planned maintenance)
meliputi pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) dan pemeliharaan
korektif (corrective maintenance); (2) pemeliharaan tak terencana (unplanned
maintenance).

34 – Presfektif Pelabuhan
Gambar 2.4: Jenis Perawatan
Sumber: (Corder, 1996)

2.6.2 Fungsi Pemeliharaan dan Perawatan (Mainetanace)


Meninjau fungsi pelabuhan itu sendiri agar dapat bermanfaat dengan baik, maka
sangat diperlukan perawatan pelabuhan, baik fasilitas darat maupun fasilitas laut atau
perairan. Fungsi perawatan secara umum dan khusus seperti Tabel 2.7.

Pemeliharaan dan perawatan untuk menjamin pengoperasian pelabuhan


menjadi optimal, hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan fasilitas dan
sumber daya manusia operasional sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar
muat barang, dan naik turun penumpang.

2.6.2.1 Fungsi Primer Pemeliharaan dan Perawatan


Sesuai dengan Tabel 2.7. Fungsi utama pemeliharaan menyangkut fasilitas dan
peralatan yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

(1) Pemeliharaan Peralatan Pabrik yang Ada (Maintenance of Existing Plant


Equipment)
Kegiatan ini merupakan alasan fisik untuk keberadaan unit pemeliharaan.
Tanggung jawab di sini adalah hanya untuk membuat perbaikan yang diperlukan untuk
peralatan produksi cepat dan ekonomis dan untuk mengantisipasi perbaikan ini dan
menjalankan pemeliharaan preventif bukan untuk mencegah. Untuk ini, staf ahli yang
mampu melakukan pekerjaan harus dilatih, termotivasi, dan terus-menerus
dipertahankan untuk menjamin bahwa keahlian perawatan yang cukup untuk
melakukan perawatan yang efektif. Selain itu, catatan yang memadai untuk distribusi
beban kerja yang tepat harus dijaga.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 35


Tabel 2.7: Fungsi Primer dan Sekunder Perawatan
Fungsi Primer Fungsi Sekunder
Pemeliharaan Peralatan Pabrik yang ada Storeskeeping
(Maintenance of Existing Plant Equipment)
Pemeliharaan Bangunan Pabrik yang ada Perlindungan Fasilitas (Plant Protection)
dan Grounds
(Maintenance of Existing Plant Buildings and
Grounds).
Inspeksi Peralatan dan Pelumasan Pembuangan limbah (Waste Disposal)
(Equipment Inspection and Lubrication)
Utilitas Pembangkirt listrik dan Distribusi Keselamatan (Salvage)
(Utilities Generation and Distribution)
Perubahan dan Instalasi Baru Jaminan Administrasi (Insurance
Administration) dan Jasa lainnya (Other
(Alterations and New Installations)
Services)
Sumber: (Higgins, Mobley, & Smith, 2002)

(2) Pemeliharaan Bangunan Pabrik yang Ada dan Area Luar (Maintenance of
Existing Plant Buildings and Grounds)

Perbaikan bangunan dan properti eksternal atau area luar bangunan dari setiap
fasilitas-jalan, rel kereta api, sistem saluran pembuangan, dan pasokan fasilitas air
yang tugas umumnya dilakukan oleh unit rekayasa pemeliharaan. Aspek tambahan
dari bangunan dan alasan pemeliharaan dapat dimasukkan menjadi tanggung
jawabnya. Jasa kebersihan dapat dipisahkan dan ditangani oleh bagian lain. Sebuah
pabrik dengan fasilitas kantor yang luas dan program pembangunan-perawatan besar
dapat mengalihkan cakupan ini untuk tim khusus seperti unit manajemen perawatan
gedung (building management unit) untuk fasilitas yang besar di mana banyak
bangunan yang tersebar.

Perbaikan dan perubahan minor untuk bangunan-atap, pengecatan, penggantian


kaca atau hal khusus yang diperlukan untuk layanan lainnya seperti sistem listrik atau
pipa atau sejenisnya dilakukan oleh personil teknik pemeliharaan yang khusus pula.
Perbaikan dan pemeliharaan jalan, trek dan switch, pagar, atau struktur terpencil juga
dapat jadi bagian tugas. Hal ini penting untuk mengisolasi catatan biaya untuk
pembersihan umum dari pemeliharaan rutin dan perbaikan sehingga manajemen akan

36 – Presfektif Pelabuhan
memiliki gambaran yang benar dari biaya yang sebenarnya diperlukan untuk menjaga
fasilitas dan peralatannya.

(3) Inspeksi Peralatan dan Pelumasan (Equipment Inspection and Lubrication)

Secara tradisional, semua inspeksi peralatan dan pelumasan telah menjadi tugas
yang dilakukan organisasi pemeliharaan. Sementara inspeksi yang membutuhkan alat
khusus atau pembongkaran parsial peralatan harus menjadi bagian dalam organisasi
pemeliharaan, penggunaan operator terlatih atau personil produksi dalam tugas
penting ini akan memberikan efektiftivitas dengan menggunakan personil dari
lingkungan sendiiri. Hal yang sama berlaku untuk pelumasan. Karena kedekatannya
dengan sistem produksi, operator secara ideal cocok untuk tugas-tugas pelumasan
rutin.

(4) Utilitas Pembangkit listrik dan Distribusi (Utilities Generation and


Distribution)
Menghasilkan fasilitas yang efisien penggunaan listrik sendiri dan menyediakan
proses pembangkit sendiri mungkin akan memberikan nilai tambah yang dilakukan
oleh unit rekayasa pemeliharaan. Hal ini dapat juga dilakukan sebagai fungsi yang
terpisah atau sebagai bagian dari beberapa fungsi lainnya, tergantung pada kebutuhan
manajemen.

(5) Perubahan dan Instalasi Baru (Alterations and New Installations)


Tiga faktor yang umumnya menentukan sejauh mana daerah ini melibatkan
departemen pemeliharaan adalah ukuran fasilitas, ukuran operasional perusahaan
dan kebijakan perusahaan. Di sebuah pabrik atau fasilitas kecil dapat ditangani oleh
kontraktor luar. Tapi administrasi dan tenaga pemeliharaan harus di bawah
manajemen yang sama. Di sebuah pabrik kecil sebagai cabang di dalam sebuah
perusahaan, instalasi baru dan perubahan besar dapat dilakukan oleh departemen
teknik pusat. Dalam sebuah pabrik besar organisasi yang terpisah harus menangani
bagian utama dari pekerjaan ini.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 37


2.6.2.2 Fungsi Sekunder Pemeliharaan dan Perawatan

Fungsi sekunder perawatan (Higgins, Mobley, & Smith, 2002) adalah


Storeskeeping; Perlindungan Fasilitas (Plant Protection); Pembuangan limbah (Waste
Disposal); Keselamatan (Salvage); Jaminan Administrasi (Insurance Administration)
dan Jasa lainnya (Other Services). Fungsi ini diuraikan sebagai berikut:

(1) Administrasi Gudang (Storeskeeping)

Penting untuk membedakan antara gudang mekanik dan gudang umum pada
kebanyakan fasilitas (pabrik). Administrasi gudang mekanik biasanya untuk
pemeliharaan, karena hubungan yang dekat kegiatan ini dengan operasi pemeliharaan
lainnya.

Pemahaman terhadap administrasi gudang (storekeeping) melalui sistem


administrasi kuluar masuk barang yang jelas, yaitu dengan catatan-catatan yang baik.
Sistem pencatatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu secara kontinyu dan periodik.

Sistem pencatatan yang menerus (perpetual system) atau disebut juga sistem
buku, pencatatan persediaan barang dilakukan secara kontinue (menerus). Untuk tiap
jenis barang gudang yang masuk/keluar termasuk jumlah dan jenisnya serta biayanya
dibuat dalam catatan tersendiri umumnya dalam bentuk kolom yang berdampingan
antara stok barang masuk dan barang keluar dan secara menerus dicocokkan dengan
persediaan barang persediaan.

Sistem pencatatan secara periodik (periodic system) hanya pada setiap ada
pengambilan barang, maka hanya dicatat item barang tersebut secara fisik tidak ada
jurnal untuk persediaan barang keluar/masuk yang detail menyangkut harga
pembelian dan atau lainnya. Hitungan barang hanya secara fisik. Administrasi ini yang
sering dipakai dalam administrasi gudang atau dikenal sebagai (physical inventory).

(2) Perlindungan Fasilitas (Plant Protection)

Kategori ini biasanya mencakup dua sub kelompok yang berbeda: penjaga atau
pengawas dan regu pemadam kebakaran (firecontrol). Penggabungan fungsi-fungsi
ini dengan teknik pemeliharaan umumnya dilakukan pada praktek umum.
Dimasukkannya kelompok pemadam kebakaran pada bagian pemeliharaan ini penting
karena anggotanya hampir selalu diambil dari unsur-unsur ahli dan terampil.

38 – Presfektif Pelabuhan
(3) Pembuangan limbah (Waste Disposal)

Fungsi yang dari halaman pemeliharaan lapangan atau areal luas yang biasanya
digabungkan sebagai tugas khusus dari unit pemeliharaan.

(4) Penyelamatan (Salvage)

Sebagian besar khawatir jika aktivitas pabrik atau sebuah fasilitas berhenti
berproduksi atau operasionalnya terhenti, unit penyelamatan khusus harus dibentuk.
Tetapi jika penyelamatan melibatkan peralatan mekanik, potongan kayu, kertas,
wadah, dll, itu harus diserahkan kepada bagian pemeliharaan untuk menanganinya.

(5) Jaminan Administrasi (Insurance Administration)

Jaminan administrasi atau administrasi asuransi meliputi klaim, proses dan


pemeriksaan peralatan penting, penghubung dengan perwakilan penjamin peralatan,
dan jaminan rekomendasi penanganan. Fungsi-fungsi ini biasanya disertakan pada
bagian pemeliharaan karena di sinilah sebagian besar informasi akan berasal.

(6) Jasa lainnya (Other Services)

Pemeliharaan departemen teknik sering tampaknya menjadi semuanya


mencakup untuk banyak kegiatan aneh lainnya yang ada di departemen lainnya yang
dapat atau ingin menangani. Tetapi perawatan harus diambil untuk tidak
menghilangkan tanggung jawab utama dari perawatan dengan layanan sekunder ini.
Apapun tanggung jawab yang ditugaskan untuk departemen teknik pemeliharaan,
adalah penting bahwa mereka secara jelas didefinisikan dan bahwa batas wewenang
dan tanggung jawab ditetapkan dan disepakati oleh semua pihak.

SOAL
2.1 Jelaskan secara singkat fungsi transportasi laut, udara dan darat dan apa peran
transportasi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai Negara
Kepulauan?
2.2 Apa tantangan yang mungkin dihadapi di masa mendatang dalam
pengembangan transportasi laut?
2.3 Apa dan bagaimana tujuan pembangunan fasilitas pelabuhan laut?

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 39


2.4 Apa definisi dari pelabuhan dan pelabuhan laut serta Kepelabuhanan (harbor)
sesuai PP Nomor. 61 Tahun 2009? Jelaskan fungsi pelabuhan sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan pengusahaan?
2.5 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009
Tentang Kepelabuhanan, jelaskan peran pelabuhan?
2.6 Jelaskan secara singkat kerangka kebijakan untuk pengembangan pelabuhan?
2.7 Visi kepelabuhanan Indonesia yang dapat merefleksikan perannya secara multi-
dimensi, jelaskan peran pelabuhan secara multi-dimensi?
2.8 Sesuai dengan peruntukannya wilayah pelabuhan laut terdiri dari wilayah
perairan dan daratan, yang masing-masing memiliki fasilitas pokok dan
penunjang. Jelaskan secara singkat pengertiannya?
2.9 Apa yang dilakukan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perubahan hierarki
pelabuhan dan implikasinya terhadap revisi Rencana Induk Pelabuhan Nasional
dan rencana induk masing-masing pelabuhan?.
2.10 Secara hirarki pelabuhan laut sesuai Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2009
Tentang Pelabuhan terdiri dari pelabuhan utama, pengumpul dan pengumpan.
Jelaskan peran dan fungsi pelabuhan utama, pengumpul dan pengumpan?

40 – Presfektif Pelabuhan
3 PRESPEKTIF EVOLUSI
PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN
Ilmu pemeliharaan ada di titik puncak transformasi pada perkembangan produksi
di industri. Keterbukaan informasi yang dikombinasikan dengan kemajuan teknologi
komputer dan analisis informasi mengantarkan era yang disebut sebagai "presfektif
perawatan". Bagi tim operasional dan pemeliharaan di banyak perusahaan, tugas rutin
pemeliharaan sehari-hari terasa membosankan.

Dekade terakhir perkembangannya dari isu non-strategis menjadi strategis.


Mungkin ada beberapa disiplin manajemen lainnya yang mengalami begitu banyak
perubahan selama setengah abad terakhir ini. Selama periode ini, peran pemeliharaan
dalam organisasi telah berubah drastis. Pada perawatan pertama tidak lebih dari
sekedar bagian produksi yang tak terelakkan, sekarang ini merupakan elemen
strategis penting untuk mencapai tujuan bisnis. Tanpa diragukan lagi, fungsi
perawatan lebih baik dirasakan dan dihargai dalam organisasi. Orang bisa
menganggap bahwa manajemen pemeliharaan tidak lagi dipandang sebagai fungsi
underdog (terpinggirkan); sekarang dianggap sebagai mitra internal atau eksternal
untuk sukses. Mengingat persaingan yang ketat, banyak organisasi berusaha
bertahan dengan menghasilkan lebih banyak, dengan sumber daya yang lebih sedikit,
dalam periode waktu yang lebih singkat yang memungkinkan kebutuhan serius
terhadap peran sentral aset fisik atau fasilitas.

Perkembangana ICT dan instalasi menjadi sangat otomatis dan secara teknologi
sangat kompleks dan akibatnya, manajemen pemeliharaan harus menjadi lebih
kompleks karena harus menghadapi harapan teknis dan bisnis yang lebih tinggi.
Sekarang manajer pemeliharaan dihadapkan dengan instalasi teknis yang sangat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 41


rumit (digitalisasi) dan beragam yang beroperasi dalam konteks bisnis yang sangat
menuntut perubahan termasuk perawatnya.

3.1 Kontek Perawatan dan Pemeliharaan


Konteks di mana manajemen pemeliharaan dan perawatan dan seringkali hanya
menggunakan kata “perawatan” atau “pemeliharaan” maka seseorang dapat
mengajukan pertanyaan tentang perawatan seperti apa? Sebagian besar penulis
dalam literatur manajemen pemeliharaan, setuju untuk mendefinisikan pemeliharaan
sebagai "serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk menjaga aset fisik dalam kondisi
operasi yang diinginkan atau mengembalikannya ke kondisi awal". Meskipun definisi
ini sederhana, tetapi jika dikaitkan dengan pemeliharaan dan perawatan apa?, maka
memerlukan konfirmasi apa dan bagaimana oleh praktisi perawatannya. Oleh karena
itu "manajemen pemeliharaan" diperlukan untuk melatih praktik perawatan dalam
konteks yang kompleks dan dinamis. Secara pandangan pragmatis, tujuan utama
manajemen pemeliharaan adalah "optimasi siklus hidup total aset". Dengan kata lain,
memaksimalkan ketersediaan dan keandalan aset dan peralatan (fasilitas) untuk
menghasilkan jumlah produk yang diinginkan, dengan spesifikasi kualitas yang
dipersyaratkan, pada waktu yang tepat. Jelas, tujuan ini harus dicapai dengan cara
yang hemat biaya dan sesuai dengan peraturan lingkungan dan keselamatan (Pintelon
& Parodi-Herz, 2008).

Gambar 3.1: Konteks pemeliharaan dan perawatan


42 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan
Gambar 3.1 secara jelas menunjukkan bahwa pemeliharaan termasuk
perawatan ada dalam konteks bisnis tertentu yang harus disumbangkannya. Terlebih
lagi, ini menunjukkan bahwa fungsi perawatan perlu mengatasi berbagai kekuatan dan
persyaratan di dalam dan di luar manajemen organisasi. Terlepas dari keraguannya,
tugas pemeliharaan rumit, mencakup perpaduan elemen manajemen manajemen,
teknologi, operasi dan logistik.

Fasilitas dan peralatan, memerlukan pengelolaan. Tujuan umum dari proses


pemeliharaan adalah memanfaatkan pengetahuan tentang kegagalan dan kecelakaan
untuk mencapai keselamatan yang mungkin timbul dengan biaya serendah mungkin.
Bagi banyak perusahaan, perawatan telah dilakukan dengan cara yang sama selama
beberapa dekade - ini berdasarkan rekomendasi dari produsen. Hampir setiap
peralatan berharga dilengkapi dengan seperangkat rekomendasi tentang bagaimana
menjaga peralatan berdasarkan wawasan dari tim teknik dan tim R & D yang
menciptakan produk tersebut. Termasuk fasilitas juga dilengkapi dengan petunjuk
pemeliharaan dan perawatannya.

Kita harus berharap bahwa manajemen pemeliharaan maupun lingkungannya


tidak banyak berubah. Perubahan yang konstan di bidang pemeliharaan diakui telah
memungkinkan perkembangan baru dan inovatif di bidang ilmu pemeliharaan. Evolusi
teknologi dalam peralatan produksi, evolusi berkelanjutan yang dimulai pada abad ke-
20, sangat luar biasa. Pada awal abad ke-20, instalasi peralatan jarang yang mekanis,
dan memiliki desain yang sederhana, dengan konfigurasi yang berdiri sendiri dan
seringkali memiliki kelebihan kapasitas yang cukup besar. Tidak mengherankan, jika
saat ini instalasi sangat otomatis dan berteknologi sangat kompleks serta digitalisasi.
Seringkali instalasi ini terintegrasi dengan jalur produksi yang berukuran dengan
kapasitas yang harus akurat dan besar. Instalasi tidak hanya menjadi lebih kompleks,
namun juga menjadi lebih kritis dalam hal kehandalan dan ketersediaan. Redundansi
hanya dipertimbangkan untuk komponen yang sangat kritis. Sebagai contoh, sebuah
pompa dalam proses instalasi kimia dapat dianggap sangat penting dalam hal bahaya
keselamatan. Selanjutnya, peralatan built-in karakteristiknya seperti desain modular
dan standardisasi dipertimbangkan untuk mengurangi downtime selama perawatan
korektif atau preventif (Pintelon & Parodi-Herz, 2008). Langkah menuju standarisasi
dan modularisasi tingkat tinggi mulai diberlakukan di semua tingkat instalasi. Sebagai

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 43


konsep pengoptimalan siklus hidup yang baik, menjadi wajib bahwa pada tahap awal,
persyaratan pendukung dan pemeliharaan dapat dipikirkan dengan baik.

Sejalan dengan evolusi teknologi, fokus pelanggan yang terus meningkat


menyebabkan tekanan yang lebih tinggi pula, terutama pada instalasi kritis. Sebagai
layanan pelanggan dalam hal waktu, kualitas dan pilihan menjadi pusat untuk dasar
pengambilan keputusan produksi, fleksibilitas lebih dibutuhkan untuk mengatasi
berbagai kebutuhan ini. Oleh karena itu memerlukan instalasi yang terpelihara dengan
baik dan dapat diandalkan yang mampu memenuhi estimasi lead-times yang lebih
pendek dan lebih dapat diandalkan. Aset fisik (fasilitas) lebih penting untuk
kesuksesan bisnis.

Pemeliharaan dan perawatan tidak lepas dari evolusi dalam teknologi komunikasi
informasi (TIK), yang telah banyak mengubah praktik bisnis. Prinsip produksi dan
manajemen baru seperti filosofi Just-in-time (JIT), prinsip Lean, manajemen kualitas
total (TQM) dan sebagainya, telah muncul. Tren produksi ini bermaksud untuk
mengurangi limbah dan menghilangkan transaksi yang tidak bernilai tambah. Tidak
mengherankan bahwa persediaan dalam proses (work-in-process/WIP) adalah salah
satu masalah utama untuk perbaikan. Jelas, persediaan WIP menimbulkan biaya
tinggi sebagai konsekuensi dari imobilisasi modal, seperti ruang lantai yang mahal,
dan lain-lain. Seiring proses berjalan efisien, persediaan WIP tidak lagi menjadi
penyangga masalah; Dengan demikian, ketersediaan dan keandalan fasilitas semakin
penting. Meskipun, prinsip-prinsip ini pada awalnya terinspirasi untuk lingkungan
produksi dan manufaktur saat ini juga diterapkan dan diterjemahkan dalam konteks
pelayanan.

Terpenting adalah saat ini, lingkungan bisnis telah berubah. Persaingan telah
menjadi kompetitif dan mendunia karena globalisasi. Terakhir ini tidak hanya
menyiratkan bahwa pesaing berada di seluruh dunia, namun juga keputusan untuk
memindahkan kegiatan produksi atau layanan dari situs yang tidak efisien (misalnya
karena biaya operasi dan perawatan yang tinggi) ke situs lain dengan cepat diambil,
bahkan jika di lokasi atau tempat lain. Munculnya globalisasi dan tekanan persaingan
yang kuat, organisasi mencari setiap sumber keuntungan yang mungkin kompetitif. Ini
menyiratkan bahwa sifat lingkungan bisnis telah menjadi lebih kompleks dan dinamis
yang membutuhkan strategi persaingan yang berbeda. Banyak perusahaan
44 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan
mengevaluasi rantai nilai secara kritis dan sering memutuskan untuk menyusunnya
secara drastis. Hal ini menghasilkan fokus pada bisnis inti. Akibatnya, outsourcing
beberapa kegiatan bisnis non-inti dan menciptakan kemitraan baru serta aliansi
sedang dipertimbangkan oleh banyak organisasi. Tidak mengherankan, pemeliharaan
sebagai fungsi pendukung tidak terkecuali dengan melakukan outsourcing (pihak
ketiga).

Outsourcing, mungkin tidak sesederhana itu. Pemeliharaan sistem secara


manual bisa menjadi masalah yang sensitif jika tidak ditangani dengan cermat. Sistem
teknisnya unik dan situasi yang spesifik seperti di fasilitas pelabuhan. Misalnya,
outsourcing pemeliharaan utilitas atau lift bisa relatif mudah, namun bila menyangkut
peralatan bongkar/muat bisa menjadi isu strategis yang harus ditangani dengan
sangat hati-hati termasuk misalnya penanganan struktur pada fasilitas dermaga.
Keadaan ini menunjukkan bahwa outsourcing (keputusan menggunakan pihak ketiga
dalam pemeliharaan dan perawatan perlu dipertimbangkan pada tingkat operasional,
taktis dan strategis seperti Gambar 3.2 (Pintelon & Parodi-Herz, 2008).

Bentuk outsourcing sederhana adalah "outsourcing operasional". Pada tingkat


ini, tugas khusus dioutsourcingkan dan hubungan antara pemasok dan pelanggan
sangat terbatas pada situasi jual-beli. Dampak pada organisasi internal pelanggan
juga terbatas. seperti kemitraan dalam cleanning service, pada tingkat ini juga
merupakan kemitraan dengan pihak ketiga dalam bidang layanan yang khusus seperti
misalnya untuk perawatan dan pemeliharaan sistem pendingin (AC) pada suatu
gedung atau sistem kebakarannya. Seiring waktu outsourcing bergerak dalam
piramida organisasi, hubungan antara pemasok dan perubahan pelanggan dan "taktis
outsourcing" mungkin diperlukan.

Tingkat kedua "taktis outsourcing" adalah outsourcing yang lebih besar seperti
perawatan dan pemeliharaan fasilitas gedung perkantoran dengan melakukan
renovasi, rehabilitasi dan lainnya dalam bentuk poryek atau paket pekerjaan yang
spesialis (khusus) yang dampak terhadap organisasi internal juga lebih besar.
Akhirnya, bergerak menuju puncak organisasi dan untuk layanan pemeliharaan yang
lebih penting, bentuk baru dari outsourcing diciptakan, yang disebut "outsourcing
strategis". Jenis outsourcing ini juga diberi label sebagai "sumber transformasi" karena
pengaruhnya terhadap organisasi internal pelanggan. Disini dilakukan outsourcing
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 45
secara lengkap, departemen perawatan dipotong dari pelanggan dan dipindahkan ke
pemasok. Hubungan antara pelanggan dan pemasok adalah kemitraan yang kuat:
pelanggan telah sepenuhnya mempercayakan pemasok tersebut dengan salah satu
kegiatan pemeliharaan strategisnya. Tingkat outsourcing ini kurang umum
dibandingkan dengan yang sebelumnya. Alasannya apakah melakukan kegiatan
pemeliharaan sumber daya bersifat rumit dan memerlukan proses outsourcing yang
matang?. Perusahaan-perusahaan ini menawarkan berbagai dukungan konsultasi,
layanan khusus dan bahkan layanan penuh untuk memungkinkan outsourcing
strategis untuk dapat bekerja.

Gambar 3.2: Keputusan menggunakan pihak ketiga dalam pemeliharaan dan perawatan
Sumber: (Pintelon & Parodi-Herz, 2008)

3.2 Horizon Pemeliharaan dan Perawatan


Akibat transformasi konteks pemeliharaan, fungsi pemeliharaan juga secara
drastis berevolusi dari masalah non-teknis menjadi perhatian strategis (Gambar 3.3).
Pada perawatan pertama tidak lebih dari bagian produksi yang tak terelakkan; itu
hanya kesalahan yang perlu perbaikan dan penggantian ditangani saat dibutuhkan
dan tidak ada pertanyaan optimasi yang diajukan. Kemudian, dikandung bahwa
pemeliharaan adalah masalah teknis. Ini tidak hanya termasuk mengoptimalkan solusi
perawatan teknis, namun juga melibatkan perhatian organisasi pada pekerjaan

46 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


pemeliharaan. Selanjutnya, perawatan menjadi fungsi full-blown, bukan sub-fungsi
produksi. Jelas, sekarang manajemen pemeliharaan telah menjadi fungsi yang
kompleks, meliputi keterampilan teknis dan manajemen, sambil tetap membutuhkan
fleksibilitas untuk mengatasi lingkungan bisnis yang dinamis. Manajemen puncak
menyadari bahwa memiliki strategi pemeliharaan yang matang bersama dengan
implementasi strategi yang cermat dapat benar-benar memiliki dampak keuangan
yang signifikan. Saat ini, menyebabkan perawatan sebagai mitra dalam
pengembangan strategi bisnis dan mungkin pada tingkat yang sama dengan produksi.
Pada gilirannya, strategi ini secara formal mempertimbangkan untuk membangun
kemitraan eksternal dan outsourcing sebagai fungsi pemeliharaan.

Gambar 3.3: Pemeliharaan dan perawatan dalam prespektif waktu


Sumber: (Pintelon & Parodi-Herz, 2008)

Klasifikasi yang agak sederhana namun benar-benar serius sangat penting yang
diklasifikasikan (Gambar 3.4) menjadi (1) tindakan pemeliharaan (maintenance
action), adalah intervensi perawatan dasar, tugas dasar yang dilakukan oleh teknisi
(apa yang akan dilakukan); (2) kebijakan pemeliharaan (maintenance policy) adalah
aturan atau seperangkat aturan yang menggambarkan mekanisme pelaksanaan untuk
berbagai tindakan perawatan (Bagaimana didilakukan?); dan (3) dan konsep
pemeliharaan (maintenance concept). Kebijakan pemeliharaan merupakan sebuah
knsep utama untuk metapkan kebijakan dan tindakan pemeliharaan dari berbagai jenis
dan struktur keputusan yang umum direncanakan dan didukung atau merupakan
resep logika dan perawatan yang akan digunakan (Pintelon & Parodi-Herz, 2008).

3.2.1 Tindakan Pemeliharaan dan Perawatan


Tindakan pemeliharaan atau intervensi bisa terdiri dari dua jenis yaitu tindakan
pemeliharaan korektif (CM) atau tindakan pencegahan (PM).

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 47


Gambar 3.4: Tindakan, Kebijakan dan Konsep Pemeliharaan dan perawatan
Sumber: (Pintelon & Parodi-Herz, 2008)

Perawatan korektif dilakukan setelah kerusakan terdeteksi dan bertujuan untuk


memulihkan ke kondisi prima untuk beroperasi sesuai fungsinya. Perbaikan tepat
waktu atas kesalahan yang diketahui akan mengurangi kemungkinan kerusakan
darurat dan biasanya diwajibkan oleh peraturan.

Tindakan pencegahan atau Precautionary Maintenance Actions (PM) adalah


tindakan pemeliharaan dan perawatan seperti “preventive, predictive, proactive or
passive”. Tindakan ini merupakan tindakan pencegahan terdiri atas inspeksi periodik
dan pemeriksaan sistem untuk mengungkap dan mengantisipasi permasalahan yang
dilakukan oelh tim personil. Personil atau tim pemeliharaan bekerja dalam sistem ini
yang menemukan cacat-cacat (bukan kesalahan yang sebenarnya) atas
permasalahan potensial yang memerlukan koreksi agar fungsi sistem maupun
kemampuan fasilitas tidak terganggu.

48 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


3.2.2 Kebijakan Pemeliharaan dan Perawatan
Teknik perawatan baru yang ada dan implikasi ekonomi dari tindakan
pemeliharaan dipahami, dampak langsung pada kebijakan perawatan diharapkan
akan terjadi. Beberapa jenis kebijakan perawatan dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan, dalam satu atau lain cara, baik intervensi perawatan pencegahan atau
pencegahan. Seperti yang dijelaskan pada Tabel 3.1, kebijakan tersebut terutama
adalah pemeliharaan berbasis kegagalan (failure-based maintenance/FBM),
pemeliharaan berbasis waktu/penggunaan (Time/used-based maintenance atau
TBM/UBM), perawatan berbasis kondisi (condition-based maintenance /CBM),
pemeliharaan pemeliharaan berbasis peluang (opportunity-based maintenance/
OBM), pemeliharaan berbasis rencana (design-out maintenance/DOM), dan E-
pemeliharaan (E-maintenance).

Tabel 3.1: Kebijakan Pemeliharaan dan Perawatan


Kebijakan Deskripsi
FBM Pemeliharaan (CM) dilakukan hanya setelah terjadi gangguan. Dalam
kasus perilaku Constant failure rate (CFR) dan / atau biaya gangguan
rendah, ini mungkin merupakan kebijakan yang baik.
TBM / UBM PM dilakukan setelah jangka waktu tertentu (misalnya 1 bulan, 1000 jam
kerja, dll.). CM diterapkan bila diperlukan. UBM mengasumsikan bahwa
perilaku kegagalan dapat diprediksi dan jenis Increasing failure rate (IFR).
PM diasumsikan lebih murah dari CM.
CBM PM dilakukan setiap kali nilai parameter sistem (kondisi) tertentu melebihi
nilai yang telah ditentukan. PM diasumsikan lebih murah dari CM. CBM
semakin populer karena teknik yang mendasari (misalnya analisis getaran,
spektrometri minyak, dll) menjadi lebih banyak tersedia dan dengan harga
yang lebih baik. Bentuk pemeriksaan tradisional dengan daftar pemeriksaan
sebenarnya adalah jenis primitif CBM.
OBM Untuk beberapa komponen seseorang sering menunggu untuk
mempertahankannya sampai "kesempatan" muncul untuk memperbaiki
beberapa komponen penting lainnya. Keputusan apakah OBM sesuai atau
tidak untuk komponen tertentu tergantung pada harapan sisa hidupnya,
yang pada gilirannya bergantung pada pemanfaatan.
DOM Fokus DOM adalah memperbaiki desain agar memudahkan perawatan
(atau bahkan menghilangkannya). Aspek ergonomis dan teknis (reliabilitas)
penting disini.
Sumber: (Pintelon & Parodi-Herz, 2008)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 49


Time Based Maintenance atau yang lebih dikenal dengan periodic-based
maintenance merupakan sebuah pendekatan yang umum dipergunakan didalam
melakukan pemeliharaaan peralatan. Pemeliharaan dilakukan secara berkala
ditentukan berdasarkan analisa terjadinya kerusakan/kegagalan dalam kurun waktu
(misalnya, melakukan perawatan dengan kurun waktu / interval). Atau dengan kata
lain umur (waktu dari penggunaan peralatan) diperkirakan berdasarkan data-data
waktu terjadinya kerusakan/kegagalan pada peralatan tersebut (Lee, Ni, Djurdjanovic,
Qiu, & Liao, 2006).

Karekteristik dari kegagalan peralatan dapat titebak dengan mengambil asumsi


yang didasarkan pada resiko atau tingkat kecenderungan kegagalan yang terjadi atau
yang lebih dikenal dengan bathtub curves yang ditunjukan pada Gambar 3.5. Dapat
dilihat tingkat kecenderungan kegagalan peralatan dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
burn-in, useful-life dan wear-out. Pendekatan teknik TBM mengasumsikan bahwa
pada fase awal, tingkat kegagalan peralatan sangat tinggi hal ini lebih diakibatkan oleh
disain sistem yang buruk, instalasi sistem yang buruk atau cara penggunaan peralatan
yang tidak semestinya. Saat permasalahan ini muncul dan perlahan diperbaiki, tingkat
kerusakan akan menurun dan akan mendekati nilai yang stabil. Saat memasuki fase
stabil, laju kerusakan akan mulai konstan. Setelah mendekati akhir masa pemakaian
maka tingkat kerusakan akan meningkat. TBM dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya kerusakan secara tiba-tiba dan untuk mempertahankan unjuk kerja
peralatan yang optimum sesuai dengan umur teknisnya.

Gambar 3.5: Kurva Bathtub

50 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


Condition-based Maintenance atau yang juga dikenal dengan predictive
maintenance merupakan program pemeliharaan yang popular dikebangkan akhir
decade ini. Pemeliharaan dilakukan dengan cara memonitoring (melakukan
pemantauan) sistem dengan melakukan pengukuran yang mendeteksi terjadinya
penurunan (degradasi) dari kinerja sistem (lower function state), sehingga
memungkinkan untuk melakukan pengendalian atau menghilangkan penyebab
terjadinya kegagalan sebelum terjadi kegagalan sistem yang lebih besar. Program
CBM merekomendasikan tindakan perawatan (pengambilan keputusan) didasarkan
pada informasi yang dikumpulkan melalui proses pemantauan kondisi. Pada CBM
masa pakai (usia) peralatan dipantau dari kondisi operasinya yang diukur berdasarkan
parameter pemantauan seperti : temperature thermal, suhu dan kelembaban
lingkungan, pembebanan. Sehingga indikasi akan terjadinya kegagalan dapat dilihat
dari tanda-tanda tertentu atau terjadinya perubahan kondisi yang tidak normal. Untuk
memaksimalkan hasil kinerja sistem maka akan sangat dibutuhkan.

3.2.3 Konsep Pemeliharaan dan Perawatan


Gagasan tentang program perawatan yang "optimal" menunjukkan bahwa
gabungan tindakan dan kebijakan perawatan yang memadai perlu dipilih dan
disesuaikan untuk memperbaiki waktu pekerjaan, memperpanjang total siklus hidup
aset fisik/fasilitas dan menjamin kondisi kerja yang aman, dengan anggaran
pemeliharaan minim dan peraturan yang sesuai. Ini sepertinya tidak langsung, dan
mungkin memerlukan pandangan holistik. Oleh karena itu, "konsep pemeliharaan"
untuk setiap pemasangan diperlukan untuk merencanakan, mengendalikan dan
memperbaiki berbagai tindakan dan kebijakan perawatan yang diterapkan.

Konsep perawatan jangka panjang dapat menjadi filosofi, prinsip atau sikap
untuk melakukan perawatan. Sesuai perkembangan konsep perawatan seperti Tabel
3.2. Beberapa kasus, konsep perawatan di muka hampir dianggap sebagai strategi
tersendiri. Konsep pemeliharaan menentukan filosofi bisnis dan bahwa dibutuhkan
untuk mengelola kompleksitas pemeliharaan. Prakteknya, jelas bahwa semakin
banyak perusahaan menghabiskan waktu dan usaha untuk menentukan konsep
perawatan yang tepat, perlu. Konsep seperti pendekatan total productive maintenance
(TPM), reliability-centred maintenance (RCM) dan life cycle costing (LCC).

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 51


Tabel 3.2: Perkembangan Generasi Konsep Pemeliharaan
Generasi Konsep Deskripsi Kekuatan Kelemahan
Pertama Ad-hoc Implementasi sederhana Keputusan Ad-
(Tim) Kebijakan FBM dan hoc (Tim)
UBM; seringkali CBM,
DOM, OBM
Pertama- Q&D Mudah menggunakan Konsisten, Pertanyaan dan
Kedua bagan keputusan. Ini Memungkinkan jawaban yang
membantu untuk prioritas kasar
memutuskan kebijakan
pemeliharaan yang
"benar"
Kedua LCC Rincian rincian biaya Filosofi dasar yang Sumber daya
selama masa pakai baik dan data intensif
peralatan membantu
merencanakan logistik
pemeliharaan
TPM Pendekatan TPM Mempertimbangkan Implementasi
dengan pandangan aspek manusia / memakan waktu
keseluruhan tentang teknis, sesuai Pendekatan
pemeliharaan dan dengan
produksi. Apalagi pendekatan kaizen.
sukses di industri Kotak alat yang
manufaktur luas
RCM RCM Structured Pendekatan yang Sumber daya
difokuskan pada hebat, prosedur intensif
reliability. Awalnya stepby-step
dikembangkan untuk
lingkungan
berteknologi tinggi /
berisiko tinggi
Kedua Pendekatan berfokus pada Peningkatan kinerja Terkadang
Ketiga RCM remediasi beberapa melalui mis. penyederhanaan
kekurangan RCM yang penggunaan yang berlebihan
dirasakan analisis statistik
Contoh: RCM ramping, yang baik
BCM, RBCM
Ketiga Customized Dikembangkan sendiri; Memanfaatkan Memastikan
cherry-picking dari kekuatan konsistensi dan
konsep yang ada perusahaan dan kualitas dalam
Contoh: CIBOCOF, mempertimbangkan konsep
VDM konteks bisnis yang pengembangan
spesifik
Sumber: (Pintelon & Parodi-Herz, 2008)

52 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


3.3 Generasi Perawatan dan Pemeliharaan
Generasi perawatan dan pemeliharan dapat dibagi menjadi generasi pertama
(1G) periode 1940 - 1950, Generasi pertama-kedua (1,5G) periode 1950 - 1960,
Generasi kedua (2G) periode 1960 - 1980, generasi kedua-ketiga (2,5G) periode 1980
– 1990 dan generasi ketiga (3G) pada periode 2000 - Sekarang.

3.3.1.1 Generasi Pertama 1940 – 1950 (1G)

Perkembangan pemeliharaan dan perawatan fasilitas bermula dari perawatan


yang dilakukan ketika fasilitas itu rusak dikenal sebagai perawatan reaktif. Perawatan
reaktif (juga dikenal sebagai perawatan kerusakan) mengacu pada perbaikan yang
dilakukan saat peralatan telah rusak, untuk mengembalikan peralatan ke kondisi
operasi normal.

Awal perkembangan perawatan pada suatu organisasi atau perusahaan untuk


meningkatkan kinerja fasilitas atau sarana dan prasarana yang dimilikinya dengan
cara membentuk Tim Ad-Hoc. Ad hoc dapat didefinisikan sebagai sementara sampai
terjadi situasi normal. Terkait dengan organisasi perusahaan, ad-hoc dibentuk karena
keterbatasan biaya yang di alokasikan untuk melakukan perawatan.

Kelebihan perawatan dan pemeliharaan reaktif yang dilakukan oleh tim ad-hoc,
secara umum, dibutuhkan sedikit waktu dan uang untuk melakukannya daripada
melakukan sesuatu yang berlebih untuk perawatan, dan ini berlaku saat berhubungan
dengan perawatan reaktif. Tidak ada biaya awal yang terkait dengan pemeliharaan
reaktif, dan memerlukan perencanaan yang jauh lebih sedikit daripada perawatan
pencegahan, misalnya. Tapi ini pendekatan yang sangat picik, dan mengandalkan
perawatan reaktif secara eksklusif di fasilitas akan tidak berkelanjutan untuk jangka
panjang.

Jenis perawatan reaktif (reactive maintenance) berprinsip bahwa penanganan


tertentu akan dilakukan apabila telah terjadi kegagalanpada aset tersebut. Oleh karena
itu, domain dari kegiatan ini disebut reaktif. Domain ini akan berada dalam kondisi
stabil dalam arti bahwa kegiatan reaktif yang sama akan selalu dilakukan terus
menerus selama tidak mau berubah. Sifat pekerjaan atau penanganan ini disebut
sebagai responsive work. Dampak dari penanganan seperti ini adalah sangat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 53


rendahnya reliability, availability, serta kondisi dan kinerja aset. Hal ini akan menjurus
ke prestasi bisnis yang paling rendah. Domain ini tetap akan bertahan apabila pemilik
aset tidak merasa disaingi dalam bisnisnya.

3.3.1.2 Generasi pertama-kedua periode 1950 – 1960 (1,5G)

Perawatan generasi pertama-kedua (1,5G) terjadi ketika persaingan meningkat,


maka pada saat itu pula pemilik aset ingin agar kinerjanya meningkat. Hal ini yang
hanya bisa didapat hanya dengan meninggalkan paradigma perawatan reaktif menuju
ke domain perawatan terencana, yaitu dengan meningkatkan efisiensi pekerjaan.
Salah satunya dengan menggunakan bagan keputusan (Quick & Dirty Decision Charts
(Q&D)). Ini membantu memutuskan kebijakan pemeliharaan yang "benar"

Quick & Dirty Decision Charts (Q&D) adalah keputusan berdasarkan


bagan/diagram dengan beberapa pertanyaan pada aspek yang mempengaruhi
seperti; penyebab kerusakan, perbaikannya seperti apa, kontek bisnis, biaya dan
organisasinya seperti apa dan seterusnya.

3.3.1.3 Generasi kedua periode 1960 – 1980 (2G)

Generasi kedua (2G) dengan domain perawatan terencana untuk mencari


peluang menang dalam persaingan dengan cara antara lain membuat manajemen
sumber daya yang lebih sistematis melalui perencanaan dan penjadwalan pekerjaan,
pengaturan suku cadang dan penggudangan yang lebih baik, dan membangun sistem-
sistem pengendalian perintah pekerjaan yang baik. Dalam domain perawatan
terencana, pelaksanaan perawatan diupayakan dilakukan sebelum kegagalan terjadi.
Karena sulitnya menetapkan pekerjaan yang betul-betul harus dilakukan, maka
kadangkala terdapat pekerjaan yang sebetulnya tidak perlu dilakukan tetapi tetap
dilakukan dalam upaya mencegah kegagalan sebelum kegagalan tersebut
diperkirakan terjadi. Hal ini menyebabkan efektivitas biaya perawatan masih belum
optimal. Penggunaan tenaga kerja, material, dan kapital yang lebih produktif dapat
lebih ditingkatkan apabila kegagalan yang akan terjadi pada aset tersebut dapat
diketahui dengan pasti jenis dan waktunya.

54 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


Generasi kedua pada pemeliharaan dan perawatan dengan pendekatan Life
Cycle Cost (LCC), Total Production Maintenance (TPM) dan Reliability-Centered
Maintenance (RCM).

(1) Life Cycle Cost (LCC)

Life Cycle Cost (LCC) adalah sebuah konsep untuk melakukan analisa dalam
menentukan pilihan biaya (Cost) paling efektif dalam sebuah pemeliharaan dan
perawatan untuk periode tertentu (Life Cycle) mulai dari pertimbangan biaya rencana
sampai pelaksanan. Prinsip dasar LCC adalah menekan semua biaya yang
dikeluarkan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan keandakan fasilitas.

Biaya siklus hidup (Life Cycle Cost) berkaitan dengan optimalisasi nilai uang
dalam kepemilikan aset fisik dengan mempertimbangkan semua faktor biaya yang
berkaitan dengan aset selama masa operasinya (Woodward, 1997). Mengoptimalkan
penghematan (trade-off) antara faktor biaya tersebut akan memberikan biaya siklus
hidup aset minimum. Proses ini melibatkan estimasi biaya secara keseluruhan seumur
hidup sebelum membuat pilihan untuk membeli aset dari berbagai alternatif yang ada.
Biaya siklus hidup suatu aset dapat, seringkali, berkali-kali merupakan pembelian awal
atau biaya investasi.

Life Cycle Cost merupakan penjumlahan perkiraan biaya dari awal hingga
penyelesaian, baik peralatan maupun proyek seperti yang ditentukan oleh studi
analisis dan perkiraan pengeluaran total yang dialami selama hidup (Blanchard &
Fabrycky, 1991). Tujuan dari analisis LCC adalah untuk memilih pendekatan biaya
yang paling efektif dari serangkaian alternatif sehingga cost term
ownership (kepemilikan) yang paling pendek tercapai. Berikut beberapa pengertian
Life Cycle Cost (biaya siklus hidup) dari beberapa sumber (Wongkar, Tjakra, &
Pratasis, 2016) dimana menurut Sieglinde. K. Fuller dan Stephen. R. Petersen dalam
National Institute of Standards and Technology (NIST) Handbook 135 (1996) Life
Cycle Cost (LCC) adalah suatu metode ekonomi dalam mengevaluasi proyek atas
semua biaya yang timbul mulai dari tahap pengelolaan, pengoperasian, pemeliharaan,
dan pembuangan suatu komponen dari sebuah proyek, dimana hal ini dijadikan
pertimbangan yang begitu penting untuk mengambil suatu keputusan. Lebih lanjut
menurut Paul Barringer dan David Weber (1996) adalah suatu konsep pemodelan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 55


perhitungan biaya dari tahap permulaan sampai pembongkaran suatu aset dari
sebuah proyek sebagai alat untuk mengambil keputusan atas sebuah studi analisis
dan perhitungan dari total biaya yang ada selama siklus hidupnya.

Seringkali kepatuhan terhadap persyaratan perawatan berbasis waktu diperlukan


sebagai bagian dari persyaratan leasing atau garansi dengan LCC analisis membantu
enginer untuk memastikan pemilihan perlengkapan dan proses berdasarkan
pengeluaran total daripada harga pembelian awal. Biasanya biaya operasi,
maintenance, dan penyelesaian berkali lipat melebihi biaya yang lain. Biaya siklus
hidup merupakan pengeluaran total yang diperkiraan akan ada pada perancangan,
pengembangan, produksi, operasi, maintenance, support, dan pengaturan akhir dari
sistem utama di seluruh rentang waktu hidup (DOE, 1995). Keseimbangan terbaik
antara elemen cost dicapai ketika total LCC paling kecil. Seperti kebanyakan alat-alat
teknik, LCC menyediakan hasil terbaik ketika seni dan pengetahuan digabung dengan
penilaian yang baik.

(2) Total Productive Maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance (TPM) adalah program perawatan yang


melibatkan konsep yang baru didefinisikan untuk memelihara fasilitas dan peralatan.
Tujuan dari program TPM adalah untuk meningkatkan produksi secara nyata
sementara pada saat yang sama, meningkatkan semangat kerja dan kepuasan kerja
karyawan. TPM membentuk pemeliharaan yang menjadi fokus sebagai bagian penting
dan sangat penting dalam bisnis. Hal ini tidak lagi dianggap sebagai kegiatan nirlaba.
Down time untuk pemeliharaan dijadwalkan sebagai bagian dari hari manufaktur dan
dalam beberapa kasus, sebagai bagian integral dari proses manufaktur. Tujuannya
adalah untuk mengadakan perawatan darurat dan tidak terjadwal seminimal mungkin
(Venkatesh, 2015).

TPM bermula dari konsep inovatif dari Jepang yang dapat ditelusuri kembali
hingga tahun 1951, setelah pemeliharaan preventif diperkenalkan ke Jepang oleh
Amerika Serikat (Demming). Nippon Denso bagian dari Toyota, merupakan
perusahaan pertama yang memperkenalkan pemeliharaan preventif pada tahun 1960
dengan slogan "Productivity Maintenance With Total Participation". Dalam
pemeliharaan preventif, operator memproduksi barang dengan menggunakan mesin

56 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


dan kelompok pemeliharaan mesin tersebut. Namun dengan tingginya tingkat otomasi
Nippon Denso, pemeliharaan menjadi masalah karena begitu banyak personil
pemeliharaan yang lebih dibutuhkan. Jadi manajemen memutuskan bahwa banyak
pemeliharaan rutin atas peralatan akan dilakukan operator sendiri. Kelompok
pemeliharaan kemudian terfokus pada masalah yang lebih kompleks dan pekerjaan
proyek untuk peningkatan jangka panjang. Nippon Denso telah memiliki lingkaran
kualitas yang melibatkan karyawan dalam perubahan. Oleh karena itu, saat ini semua
karyawan mengambil bagian dalam melaksanakan pemeliharaan. Berdasarkan
perkembangan ini Nippon Denso dianugerahi penghargaan sebagai pabrik yang
berbeda dalam mengembangkan dan mengimplementasikan TPM oleh JIPE. Seiichi
Nakajima yang saat itu menjabat sebagai Vice Chairman JIOPM kemudian dikenal
sebagai bapak TPM.

(3) Reliability-Centred Maintenance (RCM)

Reliability-Centered Maintenance (RCM) adalah proses penentuan pendekatan


perawatan yang paling efektif. Filosofi RCM menggunakan Preventive Maintenance
(PM), Pemeliharaan Prediktif (PdM), Pemantauan Real-time (RTM) atau perawatan
berbasis kondisi (Condition Based Maintenance/CBM), Run-to-Failure (RTF - juga
disebut perawatan reaktif) dan teknik Pemeliharaan Proaktif secara terpadu untuk
meningkatkan probabilitas bahwa sebuah mesin atau komponen akan berfungsi
dengan cara yang diperlukan selama siklus hidup desain dengan minimum perawatan.
Tujuan dari filosofi ini adalah untuk menyediakan fungsi fasilitas yang dinyatakan,
dengan keandalan dan ketersediaan yang dibutuhkan dengan biaya terendah. RCM
mensyaratkan bahwa keputusan pemeliharaan didasarkan pada persyaratan
perawatan yang didukung oleh justifikasi teknis dan ekonomi yang baik (Cadick
Corporation, 2004).

3.3.1.4 Generasi kedua-ketiga periode 1980 – 1990 (2,5G)


Pendekatan RCM merupakan generasi 2,5G yang berfokus pada remediasi
beberapa kekurangan RCM yang dirasakan Contoh: RCM ramping, business-centred
maintenance (BCM), (risk based centred maintenance) RBCM. Kekuatannya adalah
peningkatan kinerja melalui misalnya penggunaan analisis statistik yang baik dan
kelemahannya adalah terkadang penyederhanaan yang berlebihan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 57


(1) RCM Sederhana

Reliability-Centered Maintenance (RCM) adalah pemeliharaan yang berpusat


pada keandalan (RCM) dimana proses yang digunakan untuk menentukan - secara
sistematis dan ilmiah - apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa aset fisik
apakah akan terus diinginkan oeleh pengguna. Diakui secara luas oleh profesional
pemeliharaan sebagai cara yang paling hemat biaya untuk mengembangkan strategi
perawatan kelas dunia, RCM mengarah pada peningkatan ketersediaan, keandalan,
kualitas produk, keamanan dan lingkungan yang cepat, berkelanjutan dan substansial
(Moubray, 1999). Proses RCM dipandu dengan menjawab tujuh pertanyaan untuk
setiap asset yang dipilih sebagai fokus penelitian, yaitu:

1. Apa fungsi dan standar kinerja terkait aset dalam konteks operasinya saat ini?
2. Dengan cara apa gagal untuk memenuhi fungsinya?
3. Apa yang menyebabkan setiap kegagalan fungsional?
4. Apa yang terjadi bila di setiap kegagalan?
5. Dengan cara apa setiap kegagalan itu penting?
6. Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah kegagalan?
7. Apa yang harus dilakukan jika tugas preventif yang sesuai tidak dapat
ditemukan?

(a) Standar Fungsi dan Kinerja (Functions and Performance Standards)

Tujuan maintenance berkenaan dengan suatu asset didefinisikan oleh fungsi


asset tersebut dan dihubungkan dengan standar yang diharapkan. Oleh karena itu,
proses RCM dimulai dengan mendefinisikan fungsi dan standar dari setiap aset dalam
konteks operasional. Standar kinerja yang dimaksud meliputi output, kualitas produk,
customer service, biaya operasi dan tingkat keamanan.

(b) Kegagalan fungsi (Functional Failure)

Kegagalan (failure) dapat diartikan sebagai tidak-mampuan suatu peralatan


untuk melakukan apa yang diharapkan oleh pengguna. Functional failure dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan suatu peralatan untuk memenuhi fungsinya pada
kinerja standar yang dapat diterima oleh pengguna atau dengan cara apa gagal untuk
memenuhi fungsinya. Suatu fungsi dapat memiliki satu atau lebih kegagalan
fungsional. Maintenance mencapai tujuannya dengan mengadopsi
58 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan
pendekatan/tindakan yang paling sesuai untuk mengelola failure tersebut. Untuk
mengelolanya, perlu terlebih dahulu mengidentifikasi jenis failure yang dapat terjadi.
Dalam proses RCM, mengidentifikasi kegagalan dilakukan melalui dua tahap, yakni:
(i) Tahap awal dengan mengetahui bagaimana barang/item mengalami failure dalam
menjalankan fungsinya; dan (ii) Selanjutnya mengetahui apa yang dapat
menyebabkan setiap kemungkinan loss of function.

(c) Failure Mode

Setelah setiap functional failure teridentifikasi, langkah berikutnya adalah


mengidentifikasi failure mode yang menyebabkan loss of function. Failure mode
merupakan suatu keadaan yang dapat menyebabkan functional failure. Dalam suatu
item bisa terdapat puluhan failure mode. Failure mode tersebut tidak hanya mencakup
kegagalan- kegagalan yang telah terjadi, akan tetapi mencakup juga semua kegagalan
yang mungkin terjadi atau apa yang menyebabkan setiap kegagalan fungsional?

(d) Failure Effect

Failure effect juga di-record bersamaan dengan failure mode. Failure effect
menjelaskan apa yang akan terjadi pada saat functional failure terjadi, serta
mengeluarkan berupa downtime, efek terhadap kualitas produk, fakta terjadinya
failure, tindakan corrective, serta ancaman keselamatan dan lingkungan.

(e) Failure Consequence


Kelebihan utama RCM adalah lebih mengedepankan failure consequence
daripada karakteristik teknisnya. Artinya bahwa alasan utama tindakan preventive
maintenance bukan untuk mencegah failure, melainkan menghindari atau setidaknya
mengurangi konsekuensi dari failure. RCM mengklasifikasikan failure consequences
ke dalam empat kategori, yaitu : (a) Konsekwensi kegagalan tersembunyi (hidden
failure consequences) yaitu kegagalan yang terjadi tidak dapat diketahui oleh operator.
Hidden failure tidak memberikan pengaruh secara langsung, tapi lama kelamaan dapat
menyebabkan failure yang lebih fatal; (b) Konsekwensi keselamatan dan lingkungan
(safety and environmental consequences) merupakan konsekuensi ini apabila failure
dapat melukai atau atau mengancam jiwa seseorang; (c) Konsekwensi operasional
(Operational consequences) adalah suatu failure berdampak operasional jika

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 59


memengaruhi produksi (output, kualitas produk, customer service atau biaya operasi
di samping biaya perbaikan secara langsung); dan (d) Konsekwensi non-operasional
(Non-Operational consequences) yaitu kegagalan yang tidak menyebabkan pengaruh
tehadap keselamatan maupun produksi, jadi hanya memiliki biaya perbaikan
langsung.

(f) Preventive Task

Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah kegagalan merupakan tugas


pencegahan (preventive task) yang dalam RCM dibagi dalam tiga kategori utama,
yaitu: Tugas penjadwalan sesuai kondisi (Schedules On-condition Task), Tugas
penjadwalan restorasi (Scheduled Restoration Task) dan Tugas penjadwalan
perubahan (Scheduled Discard Task).

Tugas penjadwalan sesuai kondisi meliputi predictive maintenance, condition-


based maintenance dan condition monitoring. Disebut on-condition karena
item/equipment diperhatikan berdasarkan kondisinya selama dapat memenuhi standar
yang diinginkan. Tugas ini dilakukan untuk mendeteksi potential failure (kondisi
physical yang dapat diketahui dan mengindikasikan functional failure akan terjadi atau
sedang dalam proses menuju failure). Jadi tindakan perawatan dapat dilakukan untuk
menghindari konsekuensi yang akan terjadi jika potential failure tersebut berangsur-
angsur menjadi functional failure.

Tugas penjadwalan restorasi, jika kondisi saat tugas perawatan tidak


memungkinkan, maka pilihan berikutnya adalah scheduled restoration task. Tugas ini
membutuhkan tindakan periodik untuk mengembalikan item atau komponen existing
ke kondisi awalnya. Restoration hanya dapat dilakukan ketika sistem/equipment
berhenti dan dikirim ke workshop, sehingga selalu berpengaruh terhadap produksi.

Tugas penjadwalan perubahan ilakukan dengan mengganti item atau komponen


pada atau sebelum batas umurnya, tanpa memperhatikan kondisinya setiap waktu.
Discard dimaksudkan dengan mengganti komponen/item lama dengan komponen
baru dapat mengembalikan ketahanan terhadap failure. Discard dilakukan pada
komponen yang kerusakannya dapat berpengaruh terhadap safety. Di samping itu,
sebaiknya dilakukan apabila umur komponen telah diketahui dengan pasti dan
komponen tersebut mengalami peningkatan probabilitas kerusakan yang cepat.

60 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


(g) Default Action

Apabila preventive task tidak memungkinkan, maka default action yang sesuai
dapat dilakukan. Tindakan ini bergantung pada konsekuensi failure, yaitu: periodic
failure finding task, Redesign or changes the process, dan No.-scheduled
maintenance.

Periodic failure finding task, jika failure merupakan hidden function, maka failure
finding dapat mengurangi risiko dari multiple failure yang berkaitan dengan fungsinya
pada low level yang diterima. Task ini membutuhkan pengecekan terhadap hidden
function secara rutin agar dapat mengetahui kapan terjadi failure.

Redesign or changes the process, untuk mengantisipasi failure yang berdampak


safety dan environmental, apabila preventive task tidak dapat dilakukan.

No-Scheduled maintenance, jika failure berdampak operasional maupun non-


operasional, preventive dapat dilakukan apabila total cost preventive-nya lebih kecil
dibanding biaya yang dikeluarkan akibat operational consequences dan biaya
perbaikannya. Artinya task yang dilakukan harus lebih ekonomis. Jika tidak, maka
default task adalah no scheduled maintenance.

Proses penentuan keputusan dengan RCM menggunakan dua dokumen utama,


yakni lembar informasi RCM dan lembar keputusan RCM. Lembar informasi RCM
merupakan dokumen yang berisi informasi rinci tentang fungsi dan kinerja
standar, kegagalan fungsional, model kegagalan, dan dampak kegagalan.

(2) Risk Based Centred Maintenance (RBCM)

Risk Based Centered Maintenance (RBCM) merupakan suatu metode kuantitatif


hasil integrasi antara pendekatan reliabilitas dan strategi pendekatan risiko untuk
mencapai jadwal maintenance yang optimal. RBM bertujuan untuk mengurangi risiko
yang ditimbulkan akibat kegagalan yang terjadi pada fasilitas operasi. Nilai kuantitatif
dari risiko merupakan dasar untuk memprioritaskan kegiatan maintenance dan
inspeksi (Khan & Haddara, 2004) bahwa RBM terdiri dari tiga modul yang saling
berkaitan, yakni perkiraan risiko (risk estimation), evaluasi risiko (risk evaluation), dan
perencanaan maintenance (maintenance planning).

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 61


Konsep pemeliharaan berbasis risiko dikembangkan untuk memeriksa
komponen berisiko tinggi biasanya dengan frekuensi dan ketelitian yang lebih besar
dan untuk mempertahankannya dengan cara yang lebih baik, untuk mencapai kriteria
risiko yang dapat ditolerir. Metodologi pemeliharaan berbasis risiko menyediakan alat
untuk perencanaan pemeliharaan dan pengambilan keputusan untuk mengurangi
kemungkinan kegagalan peralatan dan konsekuensi kegagalan. Penggunaan teknik
dan metodologi yang sesuai, investigasi cermat selama fase analisis risiko, dan hasil
rinci dan terstruktur diperlukan untuk membuat keputusan perawatan berbasis risiko
yang tepat (Arunraj & Maiti, 2007).

3.3.1.5 Generasi ketiga periode 2000 – Sekarang(3G)

Generasi ketiga (3G) merupakan pemeliharaan dan perawatan yang bersifat


customized (penyesuaian), dikembangkan sendiri; cherry-picking dari konsep yang
ada Contoh: CIBOCOF, The value driven maintenance (VDM). Keuntungannya adalah
memanfaatkan kekuatan perusahaan dan mempertimbangkan konteks bisnis yang
spesifik serta memastikan konsistensi dan kualitas dalam konsep pengembangan.

3.4 Tantangan Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


Manajemen pemeliharaan dan perawatan telah mengalami perubahan besar
selama dekade terakhir. Berubah dari low profile, menjadi perlu tapi sulit untuk
mengelola masalah, dianggap sebagai fungsi bisnis yang menonjol, elemen penting
dalam strategi bisnis. Tidak hanya praktisi yang telah berubah pikiran tentang
pemeliharaan dan perawatan; akademisi juga melakukannya. Pemeliharaan dan
perawatan saat ini adalah fungsi bisnis profesional dan area penelitian akademis yang
intensif. Upaya ditujukan untuk maju menuju pemeliharaan kelas dunia dan
menyediakan metodologi untuk melakukannya. Pintelon dkk. (2006) menjelaskan
beberapa tingkat kematangan pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mencapai
pemeliharaan kelas dunia seperti pada Gambar 3.6. Pengoptimalan konsep perawatan
telah dikomunikasikan. Tindakan korektif dan pencegahan digabungkan dalam
kebijakan yang berbeda, mulai dari kebijakan reaktif hingga preventif dan prediktif
hingga proaktif. Informasi yang masuk akal tentang pro dan kontra dari masing-masing
kebijakan ini tersedia dalam praktik dan penelitian mendukung pemilihan dan

62 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


optimalisasi kebijakan ini. Kebijakan ini tidak lagi bersifat ad hoc dan kehilangan
elemen dalam manajemen pemeliharaan namun kebijakan juga tertanam dalam
konsep pemeliharaan, fokus pada keandalan dan produktivitas.

Gambar 3.6: Tingkat Kematangan Pemeliharaan dan Perawatan


Sumber: (Pintelon & Parodi-Herz, 2008)

Konsep ini memastikan pengambilan keputusan yang konsisten untuk semua


peralatan/fasilitas dan pada saat yang sama memungkinkan konsep pemeliharaan
instalasi individual. Alat keputusan tersedia untuk mendukung proses ini. Manajemen
puncak saat ini, setidaknya di kebanyakan perusahaan, menyadari pentingnya
pemeliharaan sebagai elemen strategi bisnis mereka. Harapan untuk perawatan tidak
lagi dirumuskan sebagai "menjaga agar tetap berjalan", namun didasarkan pada
keseluruhan strategi bisnis. Strategi ini bisa didasarkan pada fleksibilitas, kualitas dan
biaya rendah.

Organisasi pemeliharaan, dengan elemen struktural dan infrastrukturnya,


dibangun sesuai dengan itu. Peluang baru ada dalam hal, misalnya, outsourcing dan
e-maintenance. Selain itu, ada kesenjangan yang mengancam antara tingkat
manajemen puncak dan keseluruhan penentuan strategi pemeliharaan dan tingkat
taktis dimana konsep perawatan dirancang, rinci dan diterapkan ( Gambar 3.7).
Kesenjangan, bagaimanapun, ada di antara penyelarasan tahap operasional taktis
dan berikutnya di satu sisi dan fase strategis di sisi lain. Sementara kedua aspek
dipelajari dengan baik, hubungan antara keduanya seringkali tidak mapan. Hal ini
menyebabkan kekecewaan dengan manajemen puncak serta frustrasi dengan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 63


manajer pemeliharaan. Penelitian menunjukkan adanya kesenjangan yang serupa
antara bisnis dan strategi perawatan.

Gambar 3.7: Gap Antara Pemeliharaan dan Perawatan dengan Strategi Bisnis
Sumber: (Pintelon & Parodi-Herz, 2008)

Fokus utama penelitian manajemen pemeliharaan dan perawatan masih dalam


perencanaan taktis dan operasional. Hubungan antara awal dan bagian akhir
penelitian masih sangat jarang terjadi. Menutup kesenjangan ini dengan
menghubungkan pemeliharaan dan perawatan dalam bisnis di seluruh tingkat
keputusan merupakan salah satu tantangan utama di masa depan. Setiap langkah
yang diambil membawa kita lebih dekat ke pemeliharaan kelas dunia (Pintelon &
Parodi-Herz, 2008).

64 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan


SOAL
3.1 Jelaskan perpaduan elemen manajemen manajemen, teknologi, operasi dan
logistic dalam pemeliharaan dan perawatan?
3.2 Sejalan dengan evolusi teknologi, fokus pelanggan yang terus meningkat
menyebabkan tekanan yang lebih tinggi pula, terutama pada instalasi kritis?
Berikan contoh atas pernyataan ini!
3.3 Jelaskan dasar pengambilan keputusan untuk menggunakan pihak ketiga dalam
melakukan pemeliharaan dan perawatan dilihat dari tingkat layanan?
3.4 Jelaskan horizon pemeliharaan dan perawatan dalam persfektif waktu?
3.5 Jelaskan tindakan, kebijakan dan konsep pemeliharaan dan perawatan?
3.6 Jelaskan secara singkat perkembangan generasi pemeliharaan dan perawatan?
3.7 Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan:
a. Reliability-Centered Maintenance (RCM)
b. Risk Based Centered Maintenance (RBCM)
3.8 Jelaskan tingkat kematangan manajemen pemeliharaan dan perawatan?

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 65


66 – Prespektif Evolusi Pemeliharaan dan Perawatan
4 PENGENALAN TEORI DAN
PRAKTEK PEMELIHARAAN
DAN PERAWATAN
Studi pemeliharaan dan perawatan dimulai dengan definisi pemeliharaan sama
seperti halnya disiplin ilmu yang dibangun dengan dasar sains dan teknologi. Karena
begitu banyak, kesalahpahaman tentang definisi ini mungkin ada, sebenarnya, banyak
dari kesalahpahaman ini berakar di benak manajemen dan banyak praktisi
pemeliharaan yang mungkin menjadi perhatian pertama.

Pemeliharaan bukan hanya perawatan preventif, meski aspek ini merupakan


unsur penting. Pemeliharaan bukan pelumasan dalam suatu mesin saja, meski
pelumasan merupakan salah satu fungsi utamanya. Pemeliharaan juga tidak terburu-
buru untuk memperbaiki bagian mesin yang rusak atau segmen bangunan, meski ini
merupakan aktivitas pemeliharaan dan perawatan yang dominan. Dalam pengertian
yang lebih positif, perawatan adalah ilmu pada kebanyakan atau semua sains yaitu
sejak pelaksanaan dimulai yang bergantung, cepat atau lambat. Pemeliharaan dan
perawatan adalah sebuah seni karena masalah yang tampaknya identik secara teratur
menuntut dan menerima dengan berbagai pendekatan dan tindakan dan karenanya
beberapa manajer, mandor, dan mekanik menampilkan kemampuan yang lebih besar
untuk melakukan pemeliharaan dan perawatan daripada yang ditunjukkan atau dicapai
oleh orang lain.

Filosofi di semuanya karena pemeliharaan dan perawatan adalah disiplin yang


dapat diterapkan secara intensif, sederhana, atau tidak sama sekali, bergantung pada
berbagai variabel yang sering terjadi dan solusi yang lebih cepat dan nyata. Selain itu,
Pemeliharaan dan perawatan sebagai sebuah filosofi maka pemeliharaan dan
perawatan harus sesuai dengan operasi atau organisasi yang sesuai dengan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 67


pekerjaan yang sesuai untuk pemakainya, cara pandangnya dilihat oleh pelaksana
akan membentuk keefektifannya.

Mengapa filosofi sains-seni di dalam pemeliharaan dan perawatan yang


ditugaskan pada bidang manufaktur, produksi tenaga, atau fasilitas layanan-ke satu
departemen perawatan khusus yang menyeluruh? Mengapa penting untuk mengatur
dan mengelola fungsi pemeliharaan dengan cara yang sama seperti area lain yang
ditangani? Melihat bagaimana fungsi pemeliharaan diubah menjadi operasi dalam
lingkup dan organisasinya, mengingat alasannya untuk memecahkan masalah sehari-
hari yang melekat dalam menjaga fasilitas fisik. (pabrik, mesin, bangunan, jasa) -di
urutan operasi yang baik. Akibatnya, apa fungsi pemeliharan yang harus dilakukan?

Praktik pemeliharaan dan perawatan sebenarnya walaupun sebenarnya mungkin


ditujukan untuk fasilitas khusus, industri tertentu, dan serangkaian masalah dan tradisi
tertentu, masih dimungkinkan untuk mengelompokkan kegiatan dan tanggung jawab
ke dalam dua klasifikasi umum: fungsi utama atau pertama yang menuntut pekerjaan
sehari-hari oleh departemen; fungsi kedua atau sekunder ditugaskan ke departemen
pemeliharaan untuk alasan kemanfaatan, pengetahuan, atau preseden (Mobley K. ,
2002a).

4.1 Fungsi Utama Pemeliharaan Dan Perawatan


Fungsi utama dalam pemeliharaan dan perawatan meliputi pemeliharaan dan
perawatan peralatan pabrik yang ada; pemeliharaan bangunan dan fasilitas yang ada;
inspeksi peralatan dan pelumasan; utilitas dan distribusi generator set; dan perubahan
dan instalasi baru (Mobley K. , 2002a).

Pemeliharaan dan perawatan peralatan pabrik yang ada (Maintenance of


Existing Plant Equipment). Kegiatan ini merupakan alasan fisik keberadaan kelompok
perawatan. Tanggung jawab di sini hanya untuk melakukan perbaikan yang diperlukan
pada mesin produksi dengan cepat dan ekonomis dan untuk mengantisipasi perbaikan
ini dan menerapkan perawatan pencegahan jika memungkinkan untuk mencegahnya.
Untuk ini, seorang tenaga terampil yang mampu melakukan pekerjaan harus dilatih,
termotivasi, dan terus-menerus mempertahankan untuk memastikan bahwa

68 – Pengenalan Teori dan Praktek Pemeliharaan dan Perawatan


keterampilan perawatan yang memadai tersedia untuk melakukan perawatan yang
efektif. Selain itu, catatan yang memadai untuk distribusi biaya yang tepat harus dijaga.

Pemeliharaan bangunan dan fasilitas yang ada (Maintenance of Existing Plant


Buildings and Grounds). Perbaikan bangunan dan fasilitas lainnya dari jalan, jalur
kereta api, sistem saluran pembuangan atau drainase di dalam pabrik, dan fasilitas
pasokan air - termasuk di antara tugas yang umumnya diberikan pada kelompok teknik
pemeliharaan. Aspek tambahan bangunan dan perawatan dasar mungkin termasuk
dalam area tanggung jawab ini. Layanan kebersihan dapat dipisahkan dan ditangani
oleh bagian lain. Pabrik dengan fasilitas kantor yang luas dan program pemeliharaan
gedung yang besar dapat dilakukan oleh tim khusus. Pada fasilitas di mana banyak
bangunan tersebar, perawatan dan pemeliharaan sejumlah besar lahan ini mungkin
memerlukan sebuah organisasi khusus. Perbaikan dan perubahan kecil pada
bangunan - atap, pengecatan, penggantian kaca - atau keterampilan khusus/unik yang
dibutuhkan untuk layanan sistem listrik atau pipa ledeng atau sejenisnya biasanya
merupakan bidang perawatan personil perawatan. Perbaikan jalan dan pemeliharaan
lintasan, pagar, atau struktur di luar juga dapat ditetapkan. Penting untuk mengisolasi
catatan biaya untuk pembersihan umum dari perawatan rutin dan perbaikan sehingga
manajemen akan memiliki gambaran sebenarnya tentang biaya sebenarnya yang
diperlukan untuk merawat pabrik dan peralatannya.

Inspeksi peralatan dan pelumasan; (Equipment Inspection and Lubrication).


Secara tradisional, semua inspeksi peralatan dan pelumasan telah ditugaskan ke
organisasi pemeliharaan. Sementara inspeksi yang memerlukan alat khusus atau
pembongkaran sebagian peralatan harus disimpan dalam organisasi pemeliharaan,
penggunaan operator terlatih atau personel produksi dalam tugas kritis ini akan
memberikan penggunaan personil pabrik secara lebih efektif. Hal yang sama berlaku
untuk pelumasan. Karena kedekatannya dengan sistem produksi, operator sangat
ideal untuk tugas pelumasan rutin.

Utilitas dan distribusi generator set (Utilities Generation and Distribution) ; dan
perubahan dan instalasi baru. Di pabrik mana pun yang menghasilkan listrik sendiri
dan menyediakan generator set atau pembangkit tenaga listrik dapat membentuk tim
pemeliharaan dan perawatan sendiri dengan departemen operasi sendiri. Namun,
aktivitas ini secara logis berada dalam ranah rekayasa pemeliharaan. Hal ini dapat
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 69
diberikan baik sebagai fungsi terpisah atau sebagai bagian dari beberapa fungsi
lainnya, tergantung pada persyaratan manajemen.

Perubahan dan instalasi baru (Alterations and New Installations). Tiga faktor
umumnya menentukan sampai sejauh mana area ini melibatkan departemen
pemeliharaan (Mobley K. , 2002a): (1) ukuran pabrik (fasilitas), (2) ukuran perusahaan
multiplant, dan (3) kebijakan perusahaan. Di pabrik kecil satu pabrik, jenis pekerjaan
ini dapat ditangani oleh kontraktor luar. Tapi administrasi dan kekuatan
pemeliharaannya harus berada di bawah manajemen yang sama. Di pabrik kecil di
dalam perusahaan multiplant, sebagian besar instalasi baru dan perubahan besar
dapat dilakukan oleh departemen teknik pusat perusahaan. Di pabrik besar, sebuah
organisasi terpisah harus menangani bagian utama dari pekerjaan ini. Apabila instalasi
dan perubahan ditangani di luar departemen teknik pemeliharaan, perusahaan harus
mengizinkan fleksibilitas antara kelompok rekayasa perusahaan dan pabrik. Ini akan
merugikan perusahaan untuk semua pekerjaan baru yang harus ditangani oleh agen
yang terpisah dari kebijakan dan manajemen pemeliharaan.

4.2 Fungsi Kedua Pemeliharaan Dan Perawatan


Fungsi kedua mencakup menyimpan persediaan (storekeeping), proteksi pabrik
atau fasilitas, pembuangan limbah (waste disposal), nilai sisa (salvage), administrasi
asuransi (Insurance Administration) dan pelayanan lainnya (Mobley K. , 2002a).

Storekeeping adalah tata-cara menyimpan barang-barang persediaan. Pada


sebagian besar pabrik atau fasilitas, penting untuk membedakan antara toko mekanik
dan toko umum. Administrasi toko mekanik biasanya berada di dalam area kelompok
teknik pemeliharaan karena hubungan erat kegiatan ini dengan operasi perawatan
lainnya.

Perlindungan pabrik atau fasilitas. Kategori ini biasanya mencakup dua


subkelompok yang berbeda: penjaga atau pengontrol (guards or watchmen); regu
firecontrol. Penggabungan fungsi-fungsi ini dengan teknik pemeliharaan umumnya
umum dilakukan. Dimasukkannya kelompok pemadam kebakaran penting karena
anggotanya hampir selalu ditarik dari elemen tenaga terampil.

70 – Pengenalan Teori dan Praktek Pemeliharaan dan Perawatan


Pembuangan limbah merupakan fungsi dan menjadi bagian pemeliharaan dan
perawatan peralatan pabrik atau fasilitas. Pemeliharaan halaman biasanya
digabungkan sebagai tugas khusus dari departemen pemeliharaan dan perawatan.

Nilai sisa (salvage). Jika sebagian besar aktivitas pabrik atau fasilitas
menyangkut produk offgrade, unit pemeliharaan dan perawatan peralatan pabrik atau
fasilitas khusus harus disiapkan. Tetapi jika salvage melibatkan peralatan mekanis,
kayu bekas, kertas, wadah, dan lain-lain, harus diberikan perawatan.

Administrasi asuransi merupakan jaminan pada pabrik atau fasilitas Kategori


administrasi asuransi mencakup klaim, proses peralatan dan inspeksi pressure-vessel,
penghubung dengan perwakilan penjamin emisi, dan penanganan rekomendasi
asuransi. Fungsi ini biasanya disertakan dengan perawatan karena di sinilah sebagian
besar informasi akan berasal.

Layanan Lainnya mencakup bagian pemeliharaan dan perawatan. Departemen


teknik pemeliharaan dan perawatan sering kali tampak menarik bagi banyak aktivitas
aneh lainnya yang tidak bisa ditangani oleh satu departemen pun. Tapi perawatan
harus dilakukan agar tidak mencairkan tanggung jawab utama perawatan dengan
layanan sekunder ini. Apapun tanggung jawab yang ditugaskan ke departemen teknik
pemeliharaan dan perawatan, penting agar mereka didefinisikan secara jelas dan
batas wewenang dan tanggung jawab ditetapkan dan disepakati oleh semua pihak.

4.3 Organisasi Pemeliharaan Dan Perawatan


Pemeliharaan dan perawatan harus disesuaikan secara hati-hati agar sesuai
dengan situasi teknis, geografis, dan personil yang ada. Aturan dasar organisasi
memang ada. Selain itu, ada beberapa aturan umum yang mencakup kondisi khusus
yang mengatur bagaimana departemen teknik pemeliharaan dan perawatan harus
terstruktur. Adalah penting bahwa struktur ini tidak mengandung benih restriksi
birokrasi atau izin membangun kerajaan di dalam organisasi pabrik atau fasilitas.
Adalah sama pentingnya bahwa beberapa hubungan yang diakui dan ada yang
dibentuk secara formal untuk menghasilkan garis tegas wewenang, tanggung jawab,
dan akuntabilitas. Organisasi semacam itu, yang dicampur dengan kebenaran
universal, dipangkas agar sesuai dengan situasi lokal, dan dikelola oleh orang-orang

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 71


yang berinteraksi secara positif dan dengan semangat kerja sama yang kuat, adalah
orang yang paling mungkin berhasil. Mulailah review organisasi dengan memastikan
bahwa konsep dasar teori manajemen berikut sudah ada atau diimplementasikan
sejak awal, yang meliputi (1) Pembagian wewenang dan tanggung jawab; (2) struktur
yang sederhana; dan (3) jumlah personil.

Menetapkan pembagian kewenangan yang cukup jelas dengan tumpang tindih


minimal dengan cara membentuk ootoritas dapat dibagi secara fungsional, geografis,
atau berdasarkan kemanfaatan; atau bisa juga dari beberapa kombinasi ketiganya.
Tapi harus selalu ada definisi garis demarkasi yang jelas untuk menghindari
kebingungan dan konflik yang bisa diakibatkan oleh otoritas yang tumpang tindih,
terutama dalam hal staf asisten.

Struktur yang sederhan dapat dibentuk dengan cara menjaga garis vertikal
wewenang dan tanggung jawab sesingkat mungkin. Penumpukan lapisan
pengawasan menengah, atau penerapan aparatus staf fungsional secara khusus,
harus diminimalkan. Bila praktik semacam itu dirasakan penting, sangat penting
bahwa pembagian tugas yang jelas jelas terbentuk.

Mempertahankan jumlah orang yang terlibat dalam organisasi pemeliharaan dan


perawatan secara optimal dengan cara membatasi jumlah orang yang berhak
melaporkan ke satu supervisor dengan tiga sampai enam orang. Ada, tentu saja,
banyak faktor yang dapat mempengaruhi keterbatasan ini dan bergantung pada
seberapa besar pengawasan sebenarnya diperlukan. Bila dibutuhkan jumlah yang
cukup kecil, satu orang dapat mengarahkan aktivitas dua belas orang atau lebih.

Konsep dasar di atas berlaku di seluruh dewan dalam jenis organisasi apa pun.
Terutama dalam pemeliharaan dan perawatan, faktor lokal dapat memainkan peran
penting dalam organisasi dan bagaimana diharapkan dapat berfungsi, yaitu jenis
operasional, kontinuitas, kondisi geografis, ukuran pabrik atau fasilitas lingkup unit
pemeliharaan dan perawatan dalam pabrik atau fasilitas, dan tingkat pelatihan kerja
dan keandalan (reliabilitas).

Jenis operasi untuk pemeliharaan dan perawatan mungkin dominan di satu area-
bangunan, peralatan mesin, peralatan proses, perpipaan, atau elemen listrik dan ini
akan mempengaruhi karakter organisasi dan pengawasan yang dibutuhkan.

72 – Pengenalan Teori dan Praktek Pemeliharaan dan Perawatan


Kontinuitas operasional dalam pemeliharaan dan perawatan merujuk kepada,
apakah sebuah operasi adalah merupakan lima hari dalam seminggu dengan satu shift
atau tujuh hari dengan tiga shift. Perubahan satu hari membuat perbedaan besar
dalam bagaimana departemen teknik pemeliharaan dan perawatan disusun dan
jumlah personil yang akan disertakan.

Situasi geografis akan menentukan pemeliharaan dan perawatan di pabrik atau


fasilitas yang besar dan akan bervariasi dari yang ada di tempat yang tersebar melalui
beberapa bangunan dan di area yang luas. Pada daerah yang luas organisasi
pemeliharaan dan perawatan mungkin akan di sebar menjadi unit-unit kecil dengan
organisasi terpusat.

Ukuran pabrik atau fasilitas. Seperti pertimbangan geografis di atas, ukuran


pabrik atau fasilitas sebenarnya akan menentukan jumlah kebutuhan pemeliharaan
yang dibutuhkan dan jumlah pengawasan untuk pabrik atau fasilitas. Banyak subdivisi
di kedua lini dan staf dapat dibenarkan, karena overhead ini dapat didistribusikan ke
lebih banyak departemen.

Ruang lingkup departemen pemeliharaan dan perawatan di pabrik atau fasilitas


merupakan fungsi langsung dari kebijakan manajemen. Dimasukkannya tanggung
jawab untuk sejumlah fungsi sekunder berarti penambahan tenaga kerja dan
pengawasan.

Tingkat peatihan kerja dan keandalan (reliabilitas) dalam pemeliharaan dan


perawatan di pabrik atau fasilitas dengan karakteristik yang sangat bervariasi akan
memiliki dampak yang kuat pada organisasi pemeliharaan dan perawatan karena
dapat mendikte berapa banyak pekerjaan yang dapat dilakukan dan seberapa baik
kinerjanya dapat dilakukan. Di industri di mana peralatan canggih mendominasi,
dengan tingkat keausan yang tinggi atau kegagalan, lebih banyak mekanik dan lebih
banyak supervisor yang akan diminta pada pemeliharaan dan perawatan.

4.3.1 Pelaporan Pemeliharaan Dan Perawatan


Banyak yang merasa bahwa departemen pemeliharaan dan perawatan berfungsi
dengan baik saat melaporkan langsung ke manajemen puncak. Ini serupa dalam
konsep filosofi memiliki departemen dengan fungsi sebagai wasit (umpire-like) yang

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 73


melaporkan secara tidak memihak kepada manajemen secara keseluruhan daripada
ke departemen yang dilayani.

Kemandirian ini membuktikan perlu untuk mencapai objektivitas dalam kinerja


fungsi rekayasa pemeliharaan dan perawatan. Namun, di banyak pabrik tingkat
pelaporan untuk individu yang bertanggung jawab atas kelompok teknik pemeliharaan
dan perawatan memiliki sedikit atau tidak ada kaitannya dengan efektivitas. Jika
pengawasan dan perawatan menganggap dirinya bagian dari produksi dan kinerjanya
dievaluasi dalam hal ini, harus melaporkan kepada otoritas yang bertanggung jawab
atas operasi pabrik atau fasilitas. Kebutuhan akan otoritas yang didefinisikan secara
jelas sering kali terlalu ditekankan untuk kelompok layanan atau staf. Kinerja
berdasarkan penggunaan wewenang saja tidak dan tidak bisa seefektif itu
berdasarkan usaha kerjasama.

Tentunya tidak praktis untuk mengizinkan rekayasa pemeliharaan dan perawatan


melaporkan kepada seseorang tanpa wewenang penuh atas sebagian besar operasi
yang harus dilayani olehnya. Kurangnya kewenangan semacam itu sangat
merepotkan dalam menentukan prioritas kinerja. Rekayasa pemeliharaan dan
perawatan harus melaporkan ke tingkat yang bertanggung jawab atas kelompok pabrik
atau fasilitas yang dilayaninya yaitu manajer pabrik, pengawas produksi, atau manajer
manufaktur das tergantung pada organisasi. Kebutuhan untuk melapor ke manajemen
yang lebih tinggi atau melalui departemen teknik terpusat seharusnya tidak ada
asalkan hubungan intraplant yang tepat telah ditetapkan.

4.3.2 Tenaga Kerja Khusus Pemeliharaan Dan Perawatan


Teknisi atau tenaga kerja yang terlatih secara teknis pada unit pemeliharaan dan
perawatan dipandang harus digunakan hanya jika keuntungan maksimum diambil dari
pelatihan dan pengalaman profesional serta bahwa individu-individu ini tidak diminta
untuk menangani tugas pengawasan. Tenaga teknis harus dikembangkan dari jalur
agar efektif dan bahwa fungsi teknik profesional dan pengawasan terampil entah
bagaimana digabungkan pada cara pandang lainnya. Kedua pandangan tersebut
valid.

Pengaturan tenaga kerja pemeliharaan dan perawatan dapat dilakukan dengan


cara sebagai berikut:

74 – Pengenalan Teori dan Praktek Pemeliharaan dan Perawatan


(1) Memaksimalkan pemanfaatan personil teknik sesuai dengan latar belakangnya.
(2) Mempertahankan pendekatan profesional terhadap masalah pemeliharaan dan
perawatan.
(3) Kemungkinan besar menerapkan untuk berpikir jangka panjang, yaitu, kurangi
perhatian terhadap kerusakan dan lebih banyak pada bagaimana kerusakan
dapat dicegah di masa depan.
(4) Cara yang lebih baik untuk mengatasi masalah tenaga ahli pemeliharaan dan
perawatan dengan menginterogasi tingkat atas pengawasan diantara mereka
dan tenaga teknik.
(5) Pengembangan individu nonteknis untuk posisi tanggung jawab yang lebih tinggi.

Menggabungkan tenaga teknik dan keterampilan pengawasan untuk


memastikan bahwa: (1) Kematangan personil baru yang cepat melalui hubungan yang
dekat dengan masalah perbaikan; (2) Semakin cepat kinerja kerja melalui jalur
komunikasi yang lebih pendek; (3) Kemungkinan pengurangan dalam organisasi
pengawas atau peningkatan frekuensi pengawasan; (4) Pengenalan awal tentang seni
penanganan personil, membuat mereka lebih mudah beradaptasi dengan semua
tingkat pengawasan di pabrik atau fasilitas; dan (5). tanggap terhadap ide baru.

Staf spesialis atau tenaga kerja yang terlatih secara teknis pada unit
pemeliharaan dan perawatan seperti untuk penggunaan dan jumlah tenaga kerja
khusus teknik listrik, instrumen, metallurgi, struktur dan lainnya- tergantung pada
ketersediaan, kebutuhan yang diperlukan untuk spesialisasi, dan biaya ekonomis dari
biaya layanan konsultasi dibandingkan dengan mempekerjakan staf ahli.

Kesesuaian dengan latar belakang personil (Clerical Personil) pemeliharaan dan


perawatan dengan dua pertimbangan utama, yaitu (1) Dokumen harus diminimalkan
sesuai dengan operasi yang baik dan pengendalian yang memadai; dan (2) Staf
klerikal (sesuai dengan ijasah) harus dirancang untuk mengurangi pengawasan
dokumen rutin yang dapat ditangani.

Jumlah atasan (supervisor/manager) yang digunakan bervariasi dari 1 per 100


karyawan menjadi 1 per 20 sampai 25 karyawan. Para supervisor/manager ini dapat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 75


melapor pada setiap tingkat organisasi atau dapat dipusatkan sebagai bukti yang
tepat.

4.4 Tenaga Kerja


Jumlah karyawan - tenaga kerja dan pengawasan untuk memastikan cakupan
pemeliharaan dan perawatan pabrik atau fasilitas yang memadai bergantung pada
banyak faktor. Setiap pabrik atau fasilitas harus diperlakukan sebagai masalah
tersendiri dengan mempertimbangkan semua aspek uniknya sesuai jenis pabrik atau
fasilitas.

4.4.1 Rasio Tenaga Kerja Pemeliharaan Dan Perawatan


Rasio dianggap sebagai ukuran kecukupan dan efisiensi yang relatif sesuai
dengan departemen pemeliharaan dan perawatan. Dalam prakteknya akan berbeda
dengan jenis mesin dan peralatan yang dinyatakan dalam bentuk angka investasi per
karyawan operasi. Untuk memperkirakan jumlah pegawai pemeliharaan dan
perawatan yang diperlukan untuk merawat pabrik atau fasiltas dengan benar, sebuah
pendekatan berdasarkan perkiraan ukuran kejadian pemeliharaan dan perawatan dan
persentase ini yang akan mencakup tenaga kerja yang telah terbukti lebih realistis atau
sesuai.

Faktor pengalaman, bagaimanapun, dapat digunakan di banyak industri untuk


memperkirakan biaya pemeliharaan dan perawatan sebagai persentase investasi
mesin dan peralatan. Sebelum membangun pabrik atau fasilitas, banyak perusahaan
menentukan perkiraan tingkat pengembalian investasi yang bisa diharapkan. Salah
satu faktor yang perlu dipertimbangkan disini adalah biaya perawatan. Umumnya,
biaya pemeliharaan tahunan harus berkisar antara 7 sampai 15 persen dari investasi.

Pemeliharaan bangunan diperkirakan antara 1,5 - 3 persen, per tahun. Biaya


tenaga kerja saja, tidak termasuk biaya overhead, akan berkisar antara 30 sampai 50
persen dari total pemeliharaan dan perawatan. Selain itu, tugas lain dari departemen
pemeliharaan dan perawatan harus dipertimbangkan dan tunjangan tenaga kerja
ekstra diberikan. Personil pelengkap ini dapat berfungsi sebagai pendukung untuk
fluktuasi beban kerja dengan ketat dengan menambahkan 10 sampai 20 persen dari

76 – Pengenalan Teori dan Praktek Pemeliharaan dan Perawatan


biaya pemeliharaan dan perawatan yang diperkirakan diperlukan dalam kondisi
normal. Kriteria ini hanya cocok untuk studi awal.

Persyaratan tenaga kerja sebenarnya harus dikontrol oleh peninjauan terus


menerus terhadap pekerjaan yang akan dilakukan. Catatan pemeliharaan dan
perawatan adalah sangat membantu; dan kejadian pemeliharaan dan perawatan
masing-masing perbaikan memungkinkan pengawasan pemeliharaan dan perawatan
untuk meningkatkan atau mengurangi jumlah karyawan untuk mempertahankan
kekuatan kerajinan individu yang tepat dan jumlah tenaga kerja.

Keahlian yang harus dimiliki dan yang harus ada dalam operasi pemeliharaan
dan perawatan yang baik ditentukan oleh sifat aktivitas dan jumlah pekerjaan yang
terlibat. Ini berarti adanya hubungan yang erat antara ukuran pabrik atau fasilitas
dengan jumlahnya yang terpisah bisa dibenarkan. Aktor lain adalah tersedianya
kontraktor yang cukup terampil untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan. Pada
beberapa pabrik atau fasilitas orang yang semua bisa mengerjakan apapun (jacks-of-
all-trades) dapat digunakan tanpa masalah khusus. Namun, terlepas dari kesulitan
yang melekat dalam mengenali keahlian personil dalam penjadwalan, ada keuntungan
nyata pada pabrik atau fasilitas yang lebih besar untuk memisahkan keahlian dan
peralatan. Secara umum, bagaimanapun, sulit untuk membenarkan kelompok ahli
yang terpisah dengan bidangnya sendiri dan pengawasannya kurang dari 10 orang.

4.4.2 Pengawasan Pemeliharaan Dan Perawatan


Densitas pengawasan (supervision density) dengan jumlah individu per
supervisor adalah ukuran yang dapat diterima untuk menentukan jumlah supervisor
lini pertama yang dibutuhkan untuk menangani pemeliharaan dan perawatan secara
memadai. Meskipun densitas atau kepadatan terendah 8 dan tertinggi 25 kadang kala
ditemui dengan rata-ratanya, 12 sampai 14 personil dengan satu supervisor. Dimana,
jika sekelompok besar orang terampil untuk melakukan pekerjaan rutin pemeliharaan
dan perawatan, rasionya akan lebih tinggi. Jika pekerjaan membutuhkan pengawasan
ketat atau terdispersi, diperlukan rasio yang lebih rendah. Untuk personil yang
menangani pekerjaan dengan pemeliharaan dan perawatan konvensional, seperti
tukang pipa, pekerja lembaran logam, tukang kayu maka satu mandor disertai dengan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 77


beberapa tingkat perencanaan terpusat dapat mengarahkan aktivitas 12 sampai 15
orang dengan tingkat keterampilan rata-rata.

Densitas/Kepadatan pengawas harus sedemikian rupa sehingga mandor tidak


dibebani dengan tugas di tempat kerja dengan mengorbankan perencanaan, melatih
pekerja, atau menjaga kontak pribadi yang menghasilkan moral yang baik.

Pengawasan tingkat bawah (Cross-Craft supervision) digunakan untuk


pengawasan lini pertama yang mengarahkan lebih dari satu ketrampilan dan harus
diperhatikan dengan hati-hati. Jika sejumlah kecil orang terlibat, pengaturan ini bisa
lebih ekonomis. Tapi, untuk penggunaan ketrampilan yang paling efektif, pengalaman
menunjukkan bahwa masing-masing harus memiliki pengawasan sendiri.

4.4.3 Pemilihan dan Seleksi Personil Pemeliharaan Dan Perawatan


Biasanya, kontrak serikat pekerja membatasi pembatasan terhadap sarana bagi
pemohon pelatihan pemeliharaan dan perawatan dipilih. Jika tidak ada batasan seperti
itu, metode seleksi yang lebih pasti dapat digunakan. Bila ini masalahnya, dasar
pemilihannya adalah pendidikan, kecerdasan umum, kemampuan mekanik, dan
pengalaman masa lalu. Bila memungkinkan, personil dengan pengalaman kerja
sebelumnya yang menawarkan metode penempatan staf teknik pemeliharaan yang
paling mudah dan paling memuaskan, terutama bila biaya program pelatihan formal
tidak dapat dibenarkan secara ekonomi. Bila, bagaimanapun, Anda harus
menggunakan personil pabrik, faktor-faktor yang disebutkan di atas, ditambah usia
kandidat, harus dipertimbangkan. Ini adalah fakta kehidupan yang tidak
menguntungkan sehingga lebih mudah untuk mengembangkan seorang pekerja dari
seseorang di awal dua puluhan daripada seseorang yang berusia di atas empat puluh
tahun.

Jenis pelatihan dapat berbentuk pelatihan formal dan informal ataupun pelatihan
di tempat kerja (on-the-job trainning).

Memilih personil supervisor yang sangat umum yang bisa ditetapkan untuk
tingkat pertama dan kedua yaitu, mereka yang secara langsung bertanggung jawab
atas personil tenaga kerja dengan calon calon harus memiliki pemahaman mekanik
yang lebih baik daripada rata-rata dan mampu menangani sejumlah masalah yang

78 – Pengenalan Teori dan Praktek Pemeliharaan dan Perawatan


beragam pada satu waktu. Dan jika keterampilan pekerja tinggi diinginkan, seharusnya
tidak menjadi satu-satunya dasar seleksi. Sebenarnya, ada lebih banyak kesempatan
untuk mengembangkan mandor yang memuaskan dari seorang individu yang memiliki
semua sifat kecuali keterampilan kerja daripada mencoba mengembangkan
kemampuan penting ini pada pria yang hanya memiliki pelatihan ketrampilan.

SOAL
4.1 Jelaskan filosofi pemeliharaan dan perawatan?
4.2 Jelaskan mengapa keberadaan organisasi dan manajemen pemeliharaan dan
perawatan harus ada dalam suatu pabrik atau fasilitas industri?
4.3 Jelaskan fungsi pertama dan kedua pemeliharaan dan perawatan
4.4 Mengapa pemeliharaan dan perawatan harus disesuaikan secara hati-hati agar
sesuai dengan situasi teknis, geografis, dan personil yang ada? Jelaskan secara
singkat!
4.5 Kemandirian organisasi diperlukan untuk membuktikan pencapaian objektivitas
dalam kinerja fungsi rekayasa pemeliharaan dan perawatan? Jelaskan!

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 79


80 – Pengenalan Teori dan Praktek Pemeliharaan dan Perawatan
5 EFEKTIVITAS
KEBIJAKAN
OPERASIONAL
PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN
Kebijakan dasar untuk pengoperasian departemen teknik pemeliharaan
kadangkala banyak dari kebijakan ini tumpang tindih dan saling tergantung. Kebijakan
operasional dapat dikelompokkan dalam empat kategori umum (Mobley K. , 2002b),
yaitu (1) Kebijakan sehubungan dengan alokasi kerja; (2) Kebijakan berkaitan dengan
tenaga kerja (work force); (3) Kebijakan sehubungan dengan hubungan intraplant; dan
(4) Kebijakan berkenaan dengan pengendalian (control).

5.1 Kebijakan Alokasi kerja


Kebijakan alokasi kerja mencakup setidaknya bagaimana penjadwalan
dilakukan, apakah menggunakan penjadwalan atau tidak dalam pemeliharaan dan
perawatan. Pertanyaan berikutnya berapa banyak jadwal pemeliharaan dan
perawatannya serta bagaimana memilih dan menerapka sistem penjadwalan.

5.1.1 Menggunakan Penjadwalan atau Tidak?


Secara umum yang dapat diterima bahwa, di setiap departemen pemeliharaan di
mana jika terdapat lebih dari 10 tenaga kerja dan lebih dari dua pertiganya adalah
tenaga kerja pemeliharaan dan perawatan, beberapa perencanaan, selain alokasi
kerja sehari-hari oleh mandor, akan dapat menghasilkan peningkatan efisiensi. Seiring
bertambahnya ukuran organisasi pemeliharaan, dan sejauh mana perencanaan kerja
dapat diformalkan dan jumlah waktu yang harus dikeluarkan untuk kegiatan ini akan
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 81
meningkat. Seharusnya hanya ada perencanaan sesuai yang diperlukan untuk
efisiensi secara keseluruhan maksimal asalkan biaya sistem kurang dari biaya operasi.

5.1.2 Berapa Banyak Penjadwalannya?


Berapa banyak penjadwalan yang dilakukan sangat tergantung dengan pada
batasan praktis untuk setiap sistem penjadwalan. Jadwal yang sangat rinci akan
menjadi usang setelah satu atau dua jam pertama penggunaan karena keadaan
darurat menjadi tidak banyak nilainya. Namun, jika kinerja aktual menunjukkan 60
sampai 80 persen kepatuhan selama operasi normal, nilai dari jadwal akan menjadi
nyata. Pembenaran sistem penjadwalan membutuhkan bukti efektivitasnya dalam
biaya penghematan. Jika ada beberapa bentuk sistem insentif atau pengukuran kerja,
bukti semacam itu sudah tersedia. Tetapi di sebagian besar departemen pemeliharaan
tidak ada metode definitif seperti itu yang tersedia dan satu-satunya kriteria
pengukuran adalah tren keseluruhan dalam biaya pemeliharaan dan kualitas layanan.
Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam mencapai prosedur penjadwalan
kerja yang baik adalah unit kerja, ukuran kerja dan penjadwalan, prosentase beban
kerja dan penyelesaian pekerjaan.

Jadwal paling terperinci ditata dalam bentuk jam kerja atau, jika waktu standar
digunakan, pecahan jam dalam unit kerja. Sistem penjadwalan lainnya menggunakan
setengah hari kerja sebagai unit kerja minimum. Orang lain mungkin menggunakan
man-day atau bahkan man-week sebagai dasar.

Ukuran pekerjaan dan penijadwalan menggunakan beberapa sistem


penjadwalan kerja untuk menangani pekerjaan kecil dan juga pekerjaan besar.
Penjadwalan pekerjaan besar di mana jumlah tenaga dan lamanya waktu yang
dibutuhkan cukup besar.

Persentase total beban kerja yang dijadwalkan dalam beberapa kasus semua
pekerjaan mungkin dijadwalkan, sistem yang paling efektif mengenali
ketidakmampuan departemen teknik pemeliharaan untuk mengantisipasi semua
pekerjaan, terutama keadaan darurat, dan tidak berusaha menjadwalkan seluruh
satuan kerja. Sebagian dari tenaga kerja yang ada dibiarkan bebas untuk tugas cepat
ke pekerjaan darurat atau pekerjaan prioritas lainnya yang tidak diantisipasi pada saat
penjadwalan.

82 – Efektivitas Kebijakan Operasional Pemeliharaan dan Perawatan


Waktu penyelesaian (Lead Time) untuk penjadwalan dilakukan untuk
penjadwalan, atau jangka waktu yang tercakup dalam jadwal, adalah variabel lain yang
harus dipertimbangkan. Beberapa sistem penjadwalan tidak berusaha menutupi
perbaikan kerusakan dan terbatas pada perawatan preventif rutin dan pekerjaan besar
yang dapat diantisipasi dan dijadwalkan sebelumnya. Dalam kasus ini alokasi tenaga
kerja bulanan atau dua mingguan. Namun, dalam banyak kasus, jadwal mingguan
dengan lead time 2 atau 3 hari menghasilkan kinerja yang baik, namun cukup fleksibel
untuk menangani pekerjaan yang paling tidak terduga. Dalam situasi ekstrim, jadwal
harian dengan waktu tunggu 16 sampai 18 jam mungkin diperlukan untuk memberikan
kontrol yang diperlukan. Solusi yang lebih tepat untuk situasi ini, dan bagaimanapun,
akan melibatkan penggunaan jadwal induk minimal 1 minggu dengan ketentuan untuk
memodifikasinya setiap hari.

5.1.3 Pemilihan dan Penerapan Penjadwalan


Penjadwalan perawatan adalah proses dimana pekerjaan dicocokkan dengan
sumber daya (tenaga kerja) dan diurutkan untuk dieksekusi pada titik waktu tertentu.
Jadwal perawatan bisa disiapkan dalam tiga level tergantung cakrawala jadwal.
Tingkatnya adalah: (1) jangka menengah atau jadwal induk untuk mencakup periode
3 bulan sampai 1 tahun; (2) jadwal mingguan, ini adalah pekerjaan pemeliharaan yang
mencakup seminggu; dan (3) jadwal harian yang meliputi pekerjaan yang harus
diselesaikan setiap hari.

Pemilihan metode dan model penjadwalan tergantung dari kebijakan yang


mempertimbangkan kondisi fasilitas dan rencana pengembangan kedepan.

5.2 Kebijakan Tenaga Kerja


Kebijakan ini mencakup penggunaan tenaga kerja apakah menggunakan
karyawan sendiri atau melakukan pihak ketiga (outsourcing) pada proses pekerjaan
pemeliharaan dan perawatannya. Faktor utama dalam menentukannya adalah biaya.
Apakah lebih murah untuk menggunakan staf internal/karyawan untuk kinerja
pemeliharaan dan perawatan dibandingkan dengan pihak ketiga dengan melakukan
kontrak. Hal ini tergantung pada (1) Jenis pekerjaan yang akan ditangani, (2) Jumlah
pekerjaan, dan (3) Manfaat dimana pekerjaan ini harus diselesaikan?.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 83


Selain penggunaan tenaga kerja, kebijakannya juga mencakup shift kerja,
pemusatan atau pelimpahan pekerjaan, perekrutan tenaga kerja, dan pelatihan.

Sebuah proses industri seperti pabrik atau fasilitas sering kali beroperasi terus
menerus-tiga shift, 7 hari seminggu dan beberapa beban pekerjaan pemeliharaan dan
perawatan dapat dipisahkan dan ditangani secara sederhana. Pemeliharaan
bangunan dan lahan, misalnya, sama untuk operasi tiga shift seperti satu shift.
Selebihnya, bagaimanapun, pertimbangan khusus diperlukan untuk menyediakan
layanan yang diperlukan untuk produksi optimal. Tidak hanya perbaikan pelumasan
dan kerusakan terus sepanjang waktu, tapi barang-barang lain seperti pengumpulan
sampah, layanan petugas kebersihan, perawatan lift, dan perawatan alat berat lainnya
harus dipertimbangkan dalam cara yang berbeda dari layanan yang sama di pabrik
dengan dasar satu shift. Dua ekstrem dalam memberikan perawatan untuk operasi
terus menerus adalah memberikan cakupan penuh selama jam kerja dan bahwa
pabrik tersebut beroperasi atau mempertahankan cakupan hari saja, akan
membiarkan pabrik bergeser untuk selama periode lain atau untuk menerima layanan
penting yang minimum saat panggilan memulai atau lembur. Pengaturan optimal
adalah seperti dan sangat bergantung pada keadaan di pabrik tunggal. Dalam
mempertimbangkan penempatan departemen pemeliharaan untuk mencakup lebih
dari satu operasi shift, banyak faktor yang terlibat.

Meskipun pengecualian dapat diberikan pada pernyataan untuk efisiensi pekerja,


umumnya mengakui bahwa orang yang tidak mondar-mandir, baik dengan peralatan
yang ia operasikan atau kinerja sekelompok besar individu, tidak begitu efisien dalam
keadaan tidak aktif seperti pada siang hari. Hilangnya efisiensi ini bisa disebabkan
oleh banyak penyebab. Pertama, seorang pria biasanya lebih bahagia menjalani
kehidupan normal, yang di kebanyakan komunitas termasuk tidur di malam hari dan
hari kerja. Sebagian besar hubungan di luar pabrik adalah dengan orang-orang yang
menjalani kehidupan seperti ini. Aktivitas istri dan anak-anaknya biasanya
terkonsentrasi di siang hari. Semua faktor ini membuat konflik dalam upaya untuk
mendamaikan jadwal pekerja shift dengan keluarga dan teman-temannya.

Kebijakan tenaga kerja mencakup juga tentang terpusat atau dilimpahkan ke


bagian lainnya (desentralisasi) pada bagian pemeliharaan dan perawatan. Subjek
pemeliharaan terpusat vs desentralisasi telah menghasilkan banyak diskusi selama
84 – Efektivitas Kebijakan Operasional Pemeliharaan dan Perawatan
beberapa tahun terakhir, dengan pendukung yang kuat dan argumen yang baik di
setiap sisi. Keuntungan dari bagian perawatan terpusat adalah:

(1) Pekerjaaan lebih mudah dari kelompok kerja yang lebih beragam
(2) Pembenaran peralatan yang lebih berkualitas dan lebih tinggi
(3) Keterkaitan usaha pekerjaan yang lebih baik
(4) Pengawasan yang lebih khusus
(5) Fasilitas pelatihan yang lebih baik

Keuntungan dari perawatan terdesentralisasi adalah

(1) Mengurangi waktu tempuh ke dan dari pekerjaan


(2) Pengetahuan peralatan yang lebih baik melalui pengalaman berulang
(3) Peningkatan penerapan pekerjaan karena aliansi yang lebih dekat dengan tujuan
unit yang lebih kecil- "production mindedness"
(4) Perawatan pencegahan yang lebih baik karena minat yang lebih besar
(5) Peningkatan hubungan pemeliharaan-produksi.

Perekrutan tenaga untuk pemeliharaan dan perawatan umumnya dikendalikan


lebih banyak oleh kondisi lokal dan kemanfaatan daripada pendekatan ideal. Hal ini
sendiri merupakan argumen utama untuk mempertahankan stabilitas sebagai tenaga
kerja secara ekonomi praktis. Dimana kontrak persatuan membuat lowongan
pekerjaan wajib, masalah mendapatkan tenaga kerja yang pada akhirnya atau akan
menjadi tenaga yang memuaskan bisa menjadi sulit. Terlalu sering, karena masalah
khusus ini hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan hubungan manajemen-serikat
pekerja, sedikit usaha dilakukan untuk sampai pada metode yang lebih baik untuk
mengisi kekosongan di antara pekerja. Banyak departemen pemeliharaan di pabrik
dengan serikat pekerja telah mengundurkan diri dan membuat kandidat terbaik muncul
melalui prosedur penawaran, biasanya dipilih berdasarkan senioritas. Dengan
hubungan pengawasan pemeliharan, serikat pekerja yang baik, perjanjian atau
pemahaman tambahan dapat dicapai yang akan memperbaiki jenis kandidat yang
dipertimbangkan. Usia, kemampuan, pengalaman masa lalu, latar belakang
pendidikan, dan tingkat kecerdasan umum sering kali dipertimbangkan dalam
beberapa teknik penyaringan yang dapat diterima bersama. Program magang yang

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 85


diterima dengan kualifikasi masuk yang diakui pada umumnya akan menciptakan
sumber personel yang kompeten.

Beberapa metode untuk melatih personil di bagian perawatan, yang paling


sederhana dan paling efektif adalah program pelatihan magang yang mapan dan
terencana. Rincian program semacam itu tersedia dari banyak sumber, namun yang
paling banyak digunakan adalah program pelatihan magang yang dilakukan oleh
depertemen tenaga kerja.

Program pelatihan dilakukan dengan dan tanpa dukungan tenaga kerja


terorganisir, namun secara umum, program ini lebih efektif dengan dukungan
sepenuhnya kelompok pekerja, terutama jika perusahaan tersebut dikelola bersama
oleh perusahaan dan serikat pekerja. Terpenting, adalah jumlah pelatihan formal yang
harus digunakan dan hasilnya harus didasarkan pada nilai. Tidak ada manajemen
yang baik untuk mengikuti program pelatihan demi mendapatkan program pelatihan.
Program pelatihan harus dihasilkan baik dalam peningkatan kinerja pemeliharaan atau
penempatan staf departemen perawatan yang tepat. Ketersediaan beberapa
keterampilan kerja di daerah tertentu atau perubahan metode dan teknik mungkin
sedemikian rupa sehingga satu-satunya alat untuk memberikan keterampilan yang
diperlukan adalah melalui program pelatihan. Seringkali, walaupun program
komprehensif tidak dapat dibenarkan untuk semua kerja, program untuk keterampilan
individual adalah sebuah kebutuhan. Ini bisa ditangani secara internal atau
bekerjasama dengan institusi pendidikan atau pemasok peralatan. Contohnya adalah
kursus yang dijalankan oleh pemasok peralatan pengelasan, yang memungkinkan
memberikan instruksi terkini tentang perkembangan teknik pengelasan.

5.3 Kebijakan Hubungan intraplant


Kebijakan yang berhubungan dengan bagian luar atau external (intraplant)
mencakup misalnya pengenhentian operasi karena kebutuhan pemeliharaan dan
perawatan, jaminan keselamatan, dan instrumentasi.

Beberapa pabrik atau fasilitas, salah satu departemen teknik menangani semua
tahap aktivitas rekayasa dari disain melalui konstruksi dan pemeliharaan. Namun, di
sebagian besar, pembangunan fasilitas utama atau penambahan peralatan utama

86 – Efektivitas Kebijakan Operasional Pemeliharaan dan Perawatan


direkayasa oleh organisasi yang terpisah, dilaporkan pada tingkat yang lebih tinggi,
atau oleh kontraktor teknik dari luar. Misi utama dari kegiatan ini untuk memenuhi
target produksi yang meningkat.

Kemudahan perawatan yang terintegrasi biasanya tidak mendapat penekanan


yang sama yang akan dihasilkan dari pekerjaan yang sama yang dilakukan oleh orang-
orang yang bertanggung jawab untuk perawatan. Sebagian besar perusahaan secara
progresif menyediakan perwakilan dari kelompok pemeliharaan serta dari kelompok
produksi dalam merancang dan memilih fasilitas baru. Seorang insinyur pemeliharaan
yang terlatih dapat memanfaatkan pengalamannya atau departemennya dalam
menyarankan modifikasi atau merek peralatan yang akan mengakibatkan biaya
perawatan berkurang setelah dioperasikan.

Sejarah peralatan yang baik mengenai kinerja fasilitas yang ada sangat berharga
dalam membantu kontribusi desain dan konstruksi ini. Hal ini tidak dimaksudkan untuk
menyarankan bahwa insinyur pemeliharaan harus berusaha untuk mengendalikan
desain peralatan baru. Namun, ia harus diberi kesempatan untuk meninjau desain dan
spesifikasi dengan cermat untuk memprediksi masalah perawatan dan menyarankan
modifikasi untuk mengurangi biaya perbaikan. Jika rekomendasinya logis dan
disajikan dengan baik, biasanya akan diterima, terutama bila kenyataannya dapat
ditunjukkan. Terlalu sering departemen perawatan diberi paket kejutan yang bisa
menjadi mimpi buruk untuk dipelihara dan dengan cepat membutuhkan revisi untuk
membuat perawatan sama sekali yang praktis. Ini tidak hanya menghasilkan biaya
perawatan yang tinggi namun sangat merusak moral departemen. Singkatnya, insinyur
pemeliharaan bisa menjadi nilai yang tak ternilai bagi kelompok desain, pertama,
karena catatan kinerja yang dia miliki dan yang kedua, karena kemampuannya untuk
menyarankan perubahan yang akan mengurangi masalah perawatan.

Standardisasi peralatan, apakah terpusat untuk perusahaan multiplant atau


didelegasikan ke bagian perawatan di pabrik tunggal, merupakan faktor lain yang
harus dipertimbangkan dalam menentukan peralatan. Dalam kasus ini, juga,
departemen teknik pemeliharaan harus memainkan peran utama dalam perumusan
kebijakan. Penurunan biaya perawatan yang cukup besar dapat dihasilkan dari
program standardisasi yaitu:

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 87


(1) Menyederhanakan pelatihan untuk personil operasi dan pemeliharaan
(2) Meningkatkan pertukaran peralatan
(3) Mengurangi modal yang terkait dengan persediaan suku cadang.

Kewenangan departemen pemeliharaan dan perawatan untuk melakukan


penghentian operasi (shutdown) peralatan produksi atau fasilyas untuk perbaikan
yang diperlukan masih kontroversial dan telah memberikan kontribusi yang bagus
terhadap gesekan yang kadang terjadi antara departemen pemeliharaan dan produksi.
Di beberapa pabrik, departemen pemeliharaan memang memiliki wewenang ini dan
umumnya diakui. Di tempat lain tidak ada hak prerogatif semacam itu dan
keputusannya sepenuhnya tergantung pada produksi. Biasanya, dan sebaiknya,
keputusannya tercapai bersama. Tentu, ada banyak wilayah di mana departemen
pemeliharaan pada dasarnya memiliki otoritas sepihak, terutama dalam memperbaiki
bangunan, pemeliharaan halaman, pemeliharaan fasilitas, dan lain-lain. Namun,
tanggung jawab utama untuk biaya produksi total biasanya berasal dari departemen
produksi dan oleh karena itu, merupakan kontrol tertinggi atas ketersediaan peralatan
produksi. Bagian perawatan harus memiliki kepercayaan penuh terhadap produksi
sehingga rekomendasi untuk penghentian segera dipertimbangkan. Seorang dokter
tidak memiliki wewenang untuk memesan obat atau perawatan untuk pasien jika
pasien menolak. Namun, pelatihan khusus dan pengetahuan dokter umumnya
dikenali, dan begitu kita mempertahankannya, sebaiknya mengikuti sarannya. Filosofi
yang sama berlaku dalam hubungan pemeliharaan-produksi.

Keselamatan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pengelolaan industri


saat ini. Bagian pemeliharaan harus memainkan peran besar dalam membuat pabrik
dan fasilitasnya menjadi tempat yang aman untuk bekerja. Meskipun administrasi
umum upaya keselamatan biasanya didelegasikan ke kelompok spesialis, departemen
pemeliharaan sering menjadi kunci keberhasilan program ini. Tidak hanya
bertanggung jawab atas keselamatan personilnya sendiri, namun menurut definisinya
juga bertanggung jawab untuk menyediakan perlindungan mekanis dan untuk
memelihara peralatan dan layanan dalam kondisi operasi yang aman. Karena
tanggung jawab ini, fungsi keselamatannya sering dikombinasikan dengan perawatan

88 – Efektivitas Kebijakan Operasional Pemeliharaan dan Perawatan


di pabrik kecil. Di pabrik yang lebih besar ada kebutuhan pasti untuk kelompok staf
yang terpisah.

Masalah keselamatan personil di bagian perawatan dan pemeliharan agak


berbeda dengan keamanan personel produksi. Meskipun kondisi operasi pengaman
dan keamanan mekanis dapat dijaga, sebagian besar pekerjaan yang dilakukan di luar
kerjaan bersifat non-permanen, seringkali membutuhkan peralatan yang dilengkapi
penjaga atau alat pengaman lainnya. Oleh karena itu, keselamatan dalam aktivitas
departemen pemeliharaan bergantung pada tingkat keselamatan individu pekerja. Di
departemen produksi dimana bahaya yang jelas dapat dijaga ketat dan personil yang
diinstruksikan dalam melakukan operasi rutin, program dan instruksi keselamatan
khusus paling efektif. Namun, di bagian perawatan, pekerja harus diajar untuk
memikirkan keamanan dan menerjemahkan pikirannya ke dalam banyak situasi tanpa
banyak bantuan dari peraturan yang ditentukan.

5.4 Kebijakan Pengendalian


Pengendalian disini mencakup komunikasi. Titik awal dalam menganalisa
masalah komunikasi dan jenis yang akan digunakan adalah studi tentang jenis
informasi yang akan dikirim dan jumlah detail yang terlibat melalui tiga saluran utama
yaitu:

(1) Disampaikan melalui organisasi pengawasan


(2) Diturunkan melalui organisasi pengawasan
(3) Secara lateral berada di tingkat organisasi yang sama

Umumnya, semua komunikasi harus dikurangi seminimal mungkin dengan


operasi yang efektif. Juga diterima bahwa informasi harus mengalir ke atas hanya
sejauh yang diperlukan untuk tindakan yang efektif. Respons yang lebih lambat sering
membatalkan nilai keputusan tingkat tinggi yang mungkin dihasilkan dari arus
informasi ke atas melampaui titik ini. Selain itu, komunikasi ke atas harus ditangani
sedemikian rupa sehingga setiap tingkat hanya meneruskan informasi yang bernilai ke
tingkat berikutnya.

Saluran komunikasi horizontal juga harus dikendalikan untuk membatasi


informasi yang diperlukan agar kerjasama yang efektif antara berbagai bagian

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 89


kelompok perawatan. Di pabrik kecil yang hanya memiliki dua atau tiga tingkat antara
pengawasan lini pertama dan kepala departemen, dan di mana sebagian besar
transaksi dapat ditangani melalui telepon atau kabar dari mulut ke mulut, hanya ada
sedikit masalah. Seiring pertumbuhan pabrik atau fasilitas yang semakin besar,
dengan tingkat pengawasan yang lebih menengah, formalitas prosedural dan
spesialisasi tugas yang lebih besar berkembang. Evolusi ini harus disertai dengan
batasan kewenangan yang jelas untuk tindakan independen di setiap tingkat, dengan
komunikasi "tindakan" naik dari tingkat yang terbatas pada keputusan di luar
kewenangannya. Jika seorang mandor memiliki pertanyaan mengenai pekerjaannya
yang bisa dijawab oleh atasannya, tidak perlu melibatkan inspektur atau insinyur
pabrik dalam berkomunikasi. Salinan laporan perintah atau kinerja terlalu sering
didistribusikan kepada orang-orang yang mengabaikannya atau paling lama memindai
mereka, tanpa memikirkan retensi.

Informasi terperinci sering dilewatkan ke tingkat atas dimana tidak ada artinya
kecuali diringkas. Akan lebih baik hanya mengirimkan ringkasannya. Persyaratan yang
tidak pandang bulu untuk persetujuan lembar instruksi, perintah kosong, permintaan
ulang, dan korespondensi juga dapat mengacaukan saluran komunikasi dan tindakan
yang tertunda. Masalah ini merupakan karakteristik dari organisasi yang tumbuh cepat
dan harus ditinjau ulang secara berkala. Diagram alir untuk semua instruksi tertulis,
laporan, dan sistem persetujuan sangat membantu dalam memusatkan perhatian
pada langkah-langkah yang tidak perlu yang meningkatkan beban kerja pada
organisasi pengawas dan administrasi dan menunda pelaksanaan pekerjaan.

5.5 Kebijakan Penggunaan Acuan Standar dan Manual


Bentuk lembar acuan standar, atau lembaran instruksi kerja standar, dan manual
instruksi yang digunakan di departemen pemeliharaan ada banyak. Hal ini adalah
perangkat yang sangat baik untuk merencanakan pekerjaan, memesan bahan,
meningkatkan perkiraan akurasi, dan melatih personil kerja. Pembenaran biaya
persiapan dan keefektifan utamanya bergantung sepenuhnya pada masalah tertentu
dari pabrik tunggal. Pabrik yang memiliki sejumlah besar mesin identik atau mesin
yang memiliki komponen identik yang memerlukan jenis repetitif perbaikan dapat

90 – Efektivitas Kebijakan Operasional Pemeliharaan dan Perawatan


membenarkan lembar praktik standar yang lebih rinci daripada pabrik dengan sedikit
duplikasi peralatan atau pekerjaan pemeliharaan dan perawatan.

Kebutuhan akan lembar acuan standar juga bervariasi dengan kompleksitas


perbaikan dan dengan tingkat keterampilan dan pengalaman orang-orang yang
melakukan pekerjaan itu. Sebagian besar pemasok peralatan akan menyediakan
manual yang bagus, walaupun tidak mencakup semua detail yang terdapat dalam
lembar acuan standar, sedikit biaya dan memberikan banyak bantuan untuk
pemeliharaan peralatan. Setiap upaya harus dilakukan untuk menjaga pasokan
manual ini tersedia bagi para pria yang terlibat langsung dalam perawatan peralatan.
Ini dapat diproduksi ulang dan dibagi untuk memberi setiap pekerja dengan salinan
jika hal ini tampaknya dianjurkan. Pengukuran kerja atau sistem insentif berdasarkan
standar elemen yang dirangkum membuat semacam lembar acuan standar harus
dilakukan.

Perbaikan yang paling berulang dapat dipelajari secara menguntungkan untuk


pendekatan terbaik, dan prosedur standar dikembangkan. Lembar acuan standar
harus mencakup spesifikasi untuk peralatan yang dibutuhkan, bagian dan persediaan
yang diperlukan, cetakan peralatan yang cukup rinci, menunjukkan komponen dengan
kejelasan yang cukup bagi pengrajin untuk mengikuti instruksinya, sebuah prosedur
langkah demi langkah dengan catatan lengkap untuk mencakup langkah-langkah yang
tidak biasa atau kritis, dan perkiraan waktu yang dibutuhkan.

SOAL
5.1 Kebijakan alokasi kerja mencakup setidaknya bagaimana penjadwalan
pemeliharaan dan perawatan dilakukan? Jelaskan pernyataan ini!
5.2 Bagaimanakah bentuk kebijakan penggunaan tenaga kerja dalam
pemeliharaan dan perawatan?
5.3 Kebijakan yang berhubungan dengan bagian luar atau external (intraplant)
mencakup miaslnya pengenhentian operasi karena kebutuhan pemeliharaan
dan perawatan, jaminan keselamatan, dan instrumentasi. Jelaskan pengertian
ini?
5.4 Bagaimanakah bentuk kebijakan pengendalian pemeliharaan dan perawatan?

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 91


5.5 Bentuk lembar acuan standar, atau lembaran instruksi kerja standar, dan
manual instruksi yang digunakan di departemen pemeliharaan ada banyak.
Jelaskan mengapa kebijakan penggunaan acuan standar dan manual dalam
pemeliharaan dan perawatan diperlukan?

92 – Efektivitas Kebijakan Operasional Pemeliharaan dan Perawatan


6 PRODUKTIVITAS DAN UKURAN
KINERJA PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN FASILITAS

Produktivitas, dalam ekonomi, adalah rasio antara apa yang dihasilkan dengan
apa yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Biasanya rasio ini berbentuk rata-rata,
yang menyatakan total output dari beberapa kategori barang dibagi dengan total
masukan, katakanlah, tenaga kerja atau bahan baku (Frankel & Kendrick, 2017). Pada
prinsipnya, input apapun dapat digunakan dalam denominator rasio produktivitas.
Dengan demikian, seseorang dapat berbicara tentang produktivitas lahan, tenaga
kerja, modal, atau subkategori dari salah satu faktor produksi ini. Seseorang mungkin
juga berbicara tentang produktivitas jenis bahan bakar atau bahan mentah tertentu
atau dapat menggabungkan masukan untuk menentukan produktivitas tenaga kerja
dan modal bersama atau semua faktor yang digabungkan. Jenis rasio terakhir disebut
produktivitas "faktor total" atau "multifaktor", dan perubahan di dalamnya seiring
dengan waktu mencerminkan penghematan bersih dari input per unit output dan
dengan demikian meningkatkan efisiensi produktif. Kadang-kadang juga disebut
residual, karena ini mencerminkan bagian pertumbuhan output yang tidak dijelaskan
oleh peningkatan input terukur. Rasio produktivitas parsial output terhadap input
tunggal mencerminkan tidak hanya mengubah efisiensi produktif tetapi juga substitusi
satu faktor untuk faktor lain-misalnya, barang modal atau energi untuk tenaga kerja.

Menganalisis dan meningkatkan produktivitas manufaktur padat karya dan


operasi perakitan tetap menjadi tugas penting bagi perusahaan industri. Karena
penyebab heterogen untuk kehilangan produktivitas, memerlukan analisis dan
evaluasi data yang komprehensif.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 93


Produktivitas pemeliharaan dan perawatan merupakan salah satu isu terpenting
yang mengatur ekonomi kegiatan produksi. Namun, produktivitas sering menjadi
nomor dua, dan diabaikan atau terbengkalai oleh orang-orang yang mempengaruhi
proses produksi (Singh et al., 2000). Produktifitas dalam arti sempit telah diukur
selama beberapa tahun (Andersen dan Fagerhaug, 2007). Karena kegiatan
pemeliharaan bersifat multidisiplin dengan sejumlah input dan output, kinerja
produktivitas pemeliharaan perlu diukur dan dipertimbangkan secara holistik dengan
pendekatan terpadu. Dengan meningkatnya kesadaran bahwa pemeliharaan
menciptakan nilai tambah bagi proses bisnis; organisasi memperlakukan
pemeliharaan sebagai bagian integral dari bisnis mereka (Liyanage dan Kumar, 2003).
Untuk banyak industri dengan aset padat, biaya perawatan merupakan bagian yang
signifikan dari biaya operasional. Pemeliharaan pengeluaran menyumbang 20-50%
dari biaya produksi untuk industri pertambangan tergantung pada tingkat mekanisasi.
Di perusahaan besar, mengurangi pengeluaran pemeliharaan sebesar $ 1 juta
menyumbang keuntungan sebesar peningkatan penjualan sebesar $ 3 juta (Wireman,
2007). Jumlah yang dibelanjakan untuk anggaran pemeliharaan untuk Eropa sekitar
1500 miliar euro per tahun (Altmannshopfer, 2006) dan untuk Swedia 20 miliar euro
per tahun (Ahlmann, 2002). Pada pertambangan terbuka, kerugian yang diakibatkan
oleh pullline tipikal yang berada di luar aksi adalah US $ 0,5-1,0 juta per hari, dan
hilangnya pendapatan dari pesawat Boeing 747 yang berada di luar tindakan sekitar
US $ 0,5 juta per hari. (Murthy et al 2002). Oleh karena itu, pentingnya pemeliharaan
produktivitas lebih banyak dipahami oleh manajemen perusahaan. Ada beberapa
contoh ketika kurangnya kegiatan pemeliharaan yang diperlukan dan benar telah
mengakibatkan bencana dan kecelakaan dengan kerugian yang luas, seperti; Bhopal,
Piper Alpha, pesawat luar angkasa Columbia, pemadaman listrik di New York, Inggris
dan Italia, selama tahun 2003. Dari pengelolaan aset dan perubahan di lingkungan
hukum, manajer aset kemungkinan akan dikenai tuduhan "pembunuhan korporat"
karena adanya perubahan dalam undang-undang lingkungan untuk tindakan atau
kelalaian masa depan dari upaya pemeliharaan (Mather, 2005). Kilang BP di AS
membayar denda sebesar US $ 21 juta dan menghabiskan US $ 1 miliar untuk
perbaikan sebuah ledakan di kilang Texas City, menewaskan 15 orang dan melukai
sekitar 500 orang, menjadikannya kecelakaan kilat paling mematikan (Bream, 2006).

94 – Produktivitas dan Ukuran Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas


Pencegahan kecelakaan semacam itu bisa meningkatkan citra BP selain menghemat
satu miliar dolar AS. Pengukuran kinerja pemeliharaan pada dasarnya menjadi elemen
penting pemikiran strategis untuk industri jasa dan manufaktur. Karena outsourcing,
pemisahan pemilik aset dan manajer aset, dan akuntabilitas yang kompleks untuk
pengelolaan aset, pengukuran kinerja pemeliharaan aset dan pengendalian dan
evaluasi terus menerus menjadi sangat penting. Sebagai hasil dari perubahan
dramatis dalam penggunaan teknologi, ada ketergantungan yang tumbuh pada
perangkat lunak dan profesional dari area fungsional lainnya, untuk membuat atau
mengelola keputusan mengenai pengelolaan dan pemeliharaan aset. Oleh karena itu,
kinerja proses perawatan sangat penting untuk penciptaan nilai jangka panjang dan
kelayakan ekonomi banyak industri. Adalah penting bahwa kinerja proses
pemeliharaan diukur, sehingga dapat dikendalikan dan dipantau untuk mengambil
tindakan korektif dan tepat guna untuk meminimalkan dan mengurangi risiko di bidang
keselamatan, memenuhi tanggung jawab sosial dan meningkatkan efektivitas dan
efisiensi aset. terawat. Ukuran yang umum digunakan oleh industri adalah kinerja
pemeliharaan untuk mengukur produktivitas perawatan.

6.1 Pengertian Produktivitas


Produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu; daya produksi;
keproduktifan (KBBI daring, 2017). Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan
produksi sebagai perbandingan antara luaran (output) dengan masukan (input).
Produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber
daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal.Produktivitas dapat
digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri atau fasilitas dalam
menghasilkan barang atau jasa. Sehingga semakin tinggi perbandingannya, berarti
semakin tinggi produk yang dihasilkan. Ukuran-ukuran produktivitas bisa bervariasi,
tergantung pada aspek-aspek output atau input yang digunakan sebagai dasar.

Produktivitas didefinisikan sebagai rasio output terhadap input sistem produksi.


Output dari sistem produksi adalah produk atau layanan yang diberikan sementara
masukan terdiri dari berbagai sumber seperti tenaga kerja, bahan, peralatan, pabrik
dan peralatan, dan lain-lain, yang digunakan untuk memproduksi produk atau layanan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 95


Dengan masukan yang diberikan jika lebih banyak output produk atau layanan dapat
diproduksi, maka efisiensi produktivitas lebih tinggi tercapai.

Efisiensi adalah melakukan hal-hal yang benar atau itu adalah ukuran hubungan
output terhadap input dan biasanya dinyatakan sebagai rasio. Langkah-langkah ini
dapat dinyatakan dalam bentuk pengeluaran aktual sumber daya dibandingkan
dengan pengeluaran sumber daya yang diharapkan. Efisiensi juga dapat dinyatakan
sebagai pengeluaran sumber daya untuk output tertentu. Efektivitas adalah melakukan
hal yang benar dan mengukur kesesuaian keluaran dengan karakteristik tertentu.

Produktivitas adalah ukuran gabungan untuk efektivitas dan efisiensi, yaitu,


sebuah organisasi produktif yang efektif dan efisien. Pengukuran produktivitas perlu
mempertimbangkan berbagai masukan dan keluaran produk atau layanan yang
dihasilkan agar memadai dan tepat. Perbaikan produktivitas perawatan dapat dicapai
melalui pengurangan bahan perawatan serta pengurangan proyek, pemadaman dan
penghematan overhaul (Wireman, 2007). Sistem produksi dan pelayanan sangat
dipengaruhi oleh produktivitas pemeliharaan masing-masing. Sistem perawatan
beroperasi secara paralel dengan sistem produksi agar tetap dapat dioperasikan dan
aman dioperasikan dengan biaya minimum. Salah satu cara untuk mengurangi biaya
operasi dan biaya produksi adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
pemeliharaan (Duffuaa dan Al-Sultan, 1997), yang meningkatkan produktivitas
perawatan. Untuk mengukur keefektifan sistem perawatan apa pun, kami perlu
mengukur produktivitasnya dan mengidentifikasi area dimana perbaikan dapat
dilakukan (Raouf dan Ben-Daya, 1995). Oleh karena itu, mengukur kinerja
produktivitas pemeliharaan sangat penting bagi setiap perusahaan produksi dan
operasional untuk mengukur, memantau, mengendalikan dan mengambil keputusan
yang tepat dan tepat waktu. Karena biaya pemeliharaan untuk industri yang berbeda
sangat besar dibandingkan dengan biaya operasional, semakin banyak organisasi
difokuskan untuk mengukur kinerja produktivitas pemeliharaan.

Produktifitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja dan teknis


operasional. Secara filosofis, produktifitas mengandung pandangan hidup dan sikap
mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini
harus lebih baik dari kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari hari ini.
Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong manusia untuk
96 – Produktivitas dan Ukuran Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas
tidak cepat merasa puas dan akan terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Secara
definisi kerja, produktifitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai
(keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per
satuan waktu, definisi kerja ini mengandung cara atau metode pengukuran, walaupun
secara teori dapat dilakukan tetapi secara praktek sukar dilaksanakan, dikarenakan
sumber daya masukan yang dipergunakan umumnya terdiri dari banyak macam
dengan proporsi yang berbeda. (Hasibuan, 2003).

Dewan Produktivitas Nasional Indonesia telah merumuskan definisi produktivitas


secara lengkap yaitu sebagai berikut (Umar Husein, 2002): (1) Produktivitas pada
dasarnya merupakan suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa
mutu kehidupan hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini;
(2) Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil
yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input); dan
(3) Produktivitas mempunyai dua dimensi, yaitu efektivitas yang mengarah pada
pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan
kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua efisiensi yang berkaitan dengan upaya
membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan
tersebut dilaksanakan.

6.2 Ukuran Kinerja


Pengukuran Kinerja Pemeliharaan (MPM) didefinisikan sebagai "proses
multidisiplin untuk mengukur dan membenarkan nilai yang diciptakan oleh investasi
pemeliharaan, dan mengurus persyaratan pemegang saham organisasi dilihat secara
strategis dari keseluruhan perspektif bisnis" (Parida, 2006). Konsep MPM mengadopsi
sistem PM, yang digunakan untuk menjalankan strategi dan operasional sehari-hari,
merencanakan, mengendalikan dan menerapkan perbaikan termasuk pemantauan
dan perubahan. PM adalah sarana untuk mengukur strategi dan kebijakan
pelaksanaan manajemen organisasi, yang merupakan karakteristik MPM.

Indikator kinerja utama (KPI) harus didefinisikan untuk setiap elemen dari
rencana strategis, yang dapat dipecah menjadi PI di lantai dasar atau tingkat
fungsional. MPM terkait dengan tren kinerja dapat dimanfaatkan untuk
mengidentifikasi proses bisnis, area, departemen dan sebagainya, yang perlu

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 97


ditingkatkan untuk mencapai tujuan organisasi. Setiap organisasi diharuskan
memantau dan mengevaluasi kebutuhan akan peningkatan kinerja sistem. Dengan
demikian, MPM membentuk dasar yang kuat untuk menentukan di mana perbaikan
paling relevan pada waktu tertentu. MPM dapat dimanfaatkan secara efektif untuk
perbaikan dan evaluasi proses dan data MPM juga dapat digunakan sebagai alat
pemasaran, dengan memberikan informasi, seperti; kualitas dan waktu pengiriman.
MPM juga digunakan sebagai basis untuk benchmark, dibandingkan dengan
organisasi lain. MPM adalah alat yang ampuh untuk menyelaraskan maksud strategis
di dalam tingkat hierarki keseluruhan organisasi. Dengan demikian, memungkinkan
visibilitas tujuan dan sasaran perusahaan dari CEO atau tingkat strategis ke
manajemen menengah pada tingkat taktis dan di seluruh organisasi. MPM perlu
diimbangi baik dari segi finansial maupun non finansial. Dengan demikian, kerangka
kerja MPM dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda, yaitu:

(1) Alat perencanaan strategis;


(2) Alat pelaporan manajemen;
(3) Alat pengendalian dan pemantauan operasional; dan
(4) Alat pendukung manajemen perubahan.

Indikator Kinerja (PI) digunakan untuk mengukur kinerja sistem atau proses apa
pun. Sebuah PI membandingkan kondisi aktual dengan serangkaian persyaratan
referensi (persyaratan) tertentu dengan mengukur jarak antara situasi lingkungan saat
ini dan situasi yang diinginkan (target), yang disebut penilaian 'jarak ke sasaran' (EEA,
1999). PI harus menyoroti peluang untuk perbaikan di dalam perusahaan, bila benar
digunakan (Wireman, 1998). PI dapat diklasifikasikan sebagai indikator terdepan atau
tertinggal. Indikator utama memberikan indikasi atau peringatan kondisi kinerja terlebih
dahulu dan bertindak seperti penggerak performa. Indikator non finansial adalah
contohnya. Indikator lagging sebagian besar adalah indikator keuangan yang
menunjukkan kinerja setelah kegiatan selesai dan karenanya juga disebut ukuran
hasil. Ukuran hasil menggambarkan sumber daya yang dibelanjakan atau kegiatan
yang dilakukan. Secara tradisional, manajemen menekankan pengukuran
keuntungan, yang sebagian besar merupakan ukuran hasil. Masukan atau sumber
daya yang dimasukkan ke dalam operasi sebagian besar adalah penggerak kinerja,
yang perlu dikontrol dengan baik dan dikelola untuk peningkatan kinerja. Sistem

98 – Produktivitas dan Ukuran Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas


organisasi yang baik akan menggabungkan ukuran hasil dengan driver kinerja karena
mereka saling terkait dalam rangkaian tujuan dan sarana. Dalam sebuah organisasi,
waktu pengiriman untuk departemen logistik merupakan ukuran hasil, sedangkan bagi
pelanggan dapat menjadi penggerak kinerja untuk loyalitas pelanggan.

Indikator kemampuan pelabuhan memungkinkan dapat diukur keberhasilan atau


kekurangan suatu pelabuhan dalam melayani para pengguna jasa pelabuhan.
Indikator kemampuan pelabuhan ada 3 (tiga) indikator yang sangat penting, yaitu
:Indikator Finansial, Indikator Operasional, dan Indikator Kinerja.

Indikator Financial terutama ditujukan untuk membantu menjawab pertanyaan:


Berapa pendapatan yang dihasilkan sehubungan dengan tingkat pelayanan yang
diberikan dan berapa biaya yang telah dikeluarkan.

Indikator Operasional adalah inenyangkut pada kegiatan secara teknis di


pelabuhan antara lain :

(1) Arrival Rate (laju kedatangan kapal) adalah banyaknya kapal yang singgah
selarna satu bulan dibagi jumlah hari dalam sebulan.
(2) Waiting Time adalah waktu kapal menunggu di pelabuhan.
(3) Berthing Time adalah waktu pelayanan kapal di pelabuhan.
(4) Turn Round Time adalah total waktu kedatangan kapal dan keberangkatan
umtuk seluruh kapal dibagi dengan jumlah kapal.
(5) Tonage per Ship adalah total tonase dari seiuruh kapal dibagi jumlah kapal.
(6) Perincian waktu kerja kapal di dermaga.
(7) Jumlah gang yang bekerja per kapal per sluft.
(8) Ton per Ship hour in port adalah ton per kapal per jam di pelabuhan.
(9) Ton per kapal jam di dermaga
(10) Total tonase yang diangkut dibagi dengan total gross gang jam.
(11) Fraction of time gang idle adalah perincian waktu gang mengganggu.

Fungsi kinerja pelayanan operasional (Biro Komunikasi dan Informasi Publik


Kemenhub RI, 2012) adalah sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan
penyelenggaraan transportasi laut, sebagai instrumen perencanaan untuk
menggambarkan kondisi yang ingin dicapai di masa yang akan datang, sebagai
instrumen perencanaan untuk mengalokasikan sumber daya/investasi, sebagai

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 99


instrumen pemantauan (monitoring) dan evaluasi kinerja (performance evaluation)
untuk pelaksanaan kegiatan, sebagai instrumen pembantu untuk pengambilan
keputusan. Sedangkan Indikator Kinerja Pelayanan Operasional adalah variabel -
variabel Pelayanan, penggunaan fasilitas dan peralatan pelabuhan.

Indikator tersebut terdiri dari Waiting Time (WT) atau waktu tunggu kapal,
Approach Time (AT) atau waktu pelayanan pemanduan, Effektive Time dibanding
Berth Time (ET: BT), Produktivitas Kerja (T/G/J dan B/C/H), Receiving/Delivery
Petikemas, Berth Occupancy Ratio (BOR) atau atau tingkat penggunaan dermaga,
Shed Occupancy Ratio (SOR) atau tingkat penggunaan gudang, Yard Occupancy
Ratio (YOR) atau tingkat penggunaan lapangan penumpukan, Kesiapan operasi
peralatan.

Standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan dan utilisasi ditetapkan


dengan memperhatikan tingkat kualitas pelayanan kapal, pelayanan barang, utilisasi
fasilitas, kesiapan peralatan pelabuhan dan disesuaikan dengan karakteristik di
masing-masing lokasi terminal pada pelabuhan. Sedangkan standar pelayanan
operasional kapal angkutan laut, kinerja bongkar muat barang non Petikemas dan
Petikemas ditetapkan untuk masing-masing Terminal/Pelabuhan.

Indikator Kinerja: adalah beberapa nunusan yang dapat dipakai ukuran antara
lain :

(1) Berth Throughput (ton yang ditangani per-dermaga), adalah barang yang
dibongkar dan dimuat dari dan ke kapal (ton), rnelalui seluruh dermaga dibagi
jumlah satuan dermaga kedalam bulanan atau satuan (ton/dermaga/tahun)
Indikator tersebut mencakup antara lain :
(a) Tonase yang dibongkar/muat dari/ke kapal dalam ton per meter dermaga
(tonnage handled per meter of quaff)
(b) Throughput yang melalui dermaga (overquai throughput)
(c) Throughput yang melalui per meter dermaga (overquai throughput per
meter).
(d) Ratio ship berth length.
(2) Ship Round Time (total waktu kapal berada dipelabuhan) adalah jumlah waktu
tunggu kapal dan waktu pelayanan kapal, indicator meliputi antara lain :

100 – Produktivitas dan Ukuran Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas


(a) Waiting time (waktu tunggu kapal ), adalah waktu rata-rata kapal dihitung
mulai saat kedatangan kapal di pelabuhan sampai di dermaga untuk
bongkar muat barang.
(b) Service time (waktu elayanan), adalah waktu total selama kapal sandar
di dermaga, waktu ini biasanya diukur dalam jam atau hari.
(3) Berth Occupancy (tingkat pemakaian dermaga), adalah total pemakaian jam
dermaga dibagi total jam yang tersedia' (dalam proses), indikator meliputi antara
lain :
(a) Banyaknya jam kerja yang dihabiskan oleh kapal pada saat kapal sandar
di dermaga selama jam kerja normal.
(b) Banyaknya jam tidak kerja yang dihabiskan oleh kapal pada scat kapal
sandar di dermaga selama jam kerja normal.
(c) Banyaknya jam tidak kerja yang dihabiskan oleh kapal pads saat kapal
sandar di dermaga diluar jam kerja
(d) Banyalmya jam yang dihabiskan oleh kapal pada scat ,sandar di
dermaga yang digunakan untuk tujuan lain diluar tujuau utamanya.
(4) Productivity (produktivitas kapal) adalah rata rata ton barang dibongkar/muat per
kapal dibagi dengan rata-rata waktu selama bongkar/muat (tonljam/kapal).
(5) Labour Productivity adalah total biaya buruh yang dipekerjakan dibagi dengan
ton barang yang ' ditangani dalain periode yang sama (biaya/ton).

Contoh kinerja operasi pelayanan jasa di UTPK Belawan yang mengandalkan


fasilitas dan peralatan kepelabuhanan membutuhkan keandalan (reliability) dan
kesiapan (availibility) fasilitas dan peralatan pelabuhan. Pemeliharaan untuk menjaga
keandalan dan kesiapan fasilitas dan sistem secara keseluruhan dimaksudkan agar
sesuai dengan standar kualitas dan kinerja yang diharapkan. Kondisi program
pemeliharaan (Rencana Keja Tahunan) Unit Usaha Terminal Peti Kemas disusun
berdasarkan kebutuhan perbaikan atas kerusakan yang tejadi yang diusulkan oleh
cabang berdasarkan pcmeriksaan awal, sedangkan perawatan rutin untuk
pencegahan belum mendapat perhatian yang serius, terutama pada fasilitas
pelabuhan. Program pemeliharaan fasilitas pelabuhan belum terencana sesuai
dengan kebutuhan operasional dan tingkat (kualitas) layanan yang ditargetkan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 101


Pemeliharaan merupakan bagian dari value chaini dalam proses operasi Unit UTPK
Belawan sehingga perlu dikendalikan. Salah satu aktivitas daiam pengendalian adalah
evaluasi implementasi program. Evaluasi terhadap program pemeliharaan fasilitas
pelabuhan beberapa faktor penyebabnya adalah kebijakan perusahaan, sistem
prosedur pemeliharaan, sumber daya manusia, kelemahan di penganggaran dan
keterbatasan anggaran (Pasaribu, 2002).

6.3 Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan


Produktivitas pemeliharaan dan perawatan bertujuan untuk meminimalkan biaya
pemeliharaan dan perawatan yang berhubungan dengan pengukuran keseluruhan
hasil/ kinerja pemeliharaan dan perawatan dan memaksimalkan kinerja pemeliharaan
dan perawatan secara keseluruhan. Beberapa ukuran kinerja pemeliharaan adalah
ketersediaan, waktu antara kegagalan (MTTF), frekuensi kegagalan/kerusakan, waktu
rata-rata untuk perbaikan (MTTR) dan indeks tingkat produksi.

MTBF merupakan Jarak Rata-rata antar kerusakan, rumusnya adalah Kurun


Waktu dibagi dengan Jumlah Kerusakan yang terjadi Sedangkan MTTR merupakan
Waktu Rata-rata yang dibutuhkan untuk reparasi. MTTR adalah Jumlah waktu reparasi
dibagi dengan Jumlah reparasi. Yang diharapkan adalah meningkatkan MTBF &
menurunkan MTTR.

Indikator produktivitas pemeliharaan mengukur penggunaan sumber daya,


seperti; tenaga kerja, bahan, kontraktor, peralatan dan peralatan. Komponen ini juga
membentuk berbagai indikator biaya, seperti utilisasi tenaga kerja dan efisiensi,
penggunaan material dan tata kerja.

Pengendalian produktivitas pemeliharaan (MP) memastikan bahwa tingkat upaya


pemeliharaan yang dianggarkan dipertahankan dan bahwa produksi pabrik atau
fasilitas yang dibutuhkan tercapai (Kelly, 1997). Produktivitas pemeliharaan dan
perawatan berhubungan dengan efektifitas dan efisiensi pemeliharaan dan perawatan.
Untuk industri proses, downtime mesin merupakan salah satu isu utama untuk
produktivitas pemeliharaan. Tidak seperti kegiatan operasional, kegiatan
pemeliharaan sebagian besar bersifat non-repetitif. Oleh karena itu, semua personil
dan manajer pemeliharaan menghadapi masalah baru dengan setiap kerusakan atau

102 – Produktivitas dan Ukuran Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas


downtime pabrik atau sistem, yang membutuhkan tingkat multi-keterampilan untuk
memecahkan masalah multi-tujuan yang saling bertentangan.

Beberapa ukuran penting dari produktivitas pemeliharaan adalah:

(1) Total biaya pemeliharaan / biaya produksi total;


(2) A (ketersediaan) = (waktu yang direncanakan - downtime)/waktu yang
direncanakan;
(3) P (tingkat produksi) = (waktu / unit standar) x (satuan produksi) / waktu operasi;
dimana; waktu operasi = waktu yang direncanakan - downtime;
(4) Q (tingkat kualitas) = (total produksi - jumlah atau jumlah yang cacat) / total
produksi;
(5) Mean time to repair (MTTR) = jumlah total waktu perbaikan / jumlah kerusakan;
(6) Mean time between failure (MTBF) = jumlah jam operasional / jumlah
kerusakan;
(7) Pemeliharaan rincian kerusakan = biaya perbaikan rincian / jumlah kerusakan;
(8) Pemeliharaan perbaikan = total perawatan manhours pada pekerjaan
pemeliharaan preventif ÷ total manhours tersedia;
(9) Biaya pemeliharaan per jam = total biaya perawatan / jam pemeliharaan total;
(10) Pemanfaatan tenaga manusia = waktu pasok / waktu total;
(11) Efisiensi tenaga kerja = waktu yang dibutuhkan / waktu direncanakan
(12) Penggunaan bahan / pesanan kerja = total biaya material / jumlah pesanan
kerja; dan
(13) Indeks biaya pemeliharaan = total biaya perawatan / total biaya produksi.

6.4 Ukuran Produktivitas Pemeliharan dan Perawatan


Berbagai faktor dan isu perlu dipertimbangkan untuk mengukur kinerja
produktivitas pemeliharaan. Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan
untuk mengukur produktivitas perawatan adalah:

(1) Nilai yang diciptakan oleh perawatan: faktor terpenting dalam sistem
pengukuran produktivitas perawatan adalah mengukur nilai yang diciptakan
oleh proses perawatan. Sebagai manajer, seseorang harus tahu bahwa apa
yang sedang dilakukan adalah apa yang dibutuhkan oleh proses bisnis, dan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 103


jika hasil pemeliharaan tidak memberikan kontribusi / menciptakan nilai
apapun bagi bisnis, maka perlu direstrukturisasi. Hal ini membawa pada
fokus pada melakukan hal yang benar dengan tetap memperhatikan tujuan
bisnis perusahaan.
(2) Merevisi alokasi sumber daya: tujuan untuk mengukur efektivitas
produktivitas pemeliharaan adalah untuk menentukan persyaratan investasi
tambahan dan untuk membenarkan investasi yang dilakukan kepada
manajemen. Sebagai alternatif, pengukuran aktivitas semacam itu juga
memungkinkan untuk menentukan kebutuhan akan perubahan apa yang
sedang dilakukan atau bagaimana melakukannya dengan lebih efektif
dengan memanfaatkan sumber daya yang dialokasikan.
(3) Faktor Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan (HSE): penting untuk
memahami kontribusi produktivitas pemeliharaan terhadap masalah HSE.
Kinerja pemeliharaan yang tidak efisien dapat menyebabkan insiden dan
kecelakaan (isu keselamatan) dan bahaya kesehatan lainnya, selain
masalah lingkungan dan mendorong budaya kerja yang tidak sehat.
(4) Manajemen Pengetahuan: banyak perusahaan fokus pada pengelolaan
pengetahuan yang efektif di perusahaan mereka. Karena teknologi selalu
berubah dan berubah lebih cepat di milenium baru, ini telah membawa
sensor baru dan teknologi informasi, teknologi informasi dan komunikasi
(ICT) dan teknologi berbasis teknologi seperti getaran, spektroskopi,
termografi dan lain-lain, yang menggantikan perawatan preventif. dengan
perawatan prediktif. Ini memerlukan pendekatan sistematis untuk
pertumbuhan pengetahuan di bidang spesialisasi tertentu.
(5) Tren baru dalam strategi operasi dan pemeliharaan: perusahaan perlu
menerapkan strategi operasi dan pemeliharaan baru dalam respon cepat
terhadap permintaan pasar, juga untuk pengurangan kehilangan produksi
dan limbah proses. Strategi ini perlu terus dikaji dan dimodifikasi.
(6) Perubahan dalam Struktur Organisasi: organisasi mencoba mengikuti
struktur organisasi yang datar dan kompak, organisasi kerja virtual, dan tim
kerja manajemen pengetahuan dan manajemen yang memiliki
pengetahuan, pengelolaan mandiri, dan work work. Oleh karena itu ada

104 – Produktivitas dan Ukuran Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas


kebutuhan untuk mengintegrasikan sistem MPM dalam organisasi untuk
memberikan imbalan yang memuaskan untuk layanan pemeliharaan.

6.4.1 Maintenance Performance Indicator (MPI)


Indikator kinerja pemeliharaan (MPI) digunakan untuk mengevaluasi efektivitas
pemeliharaan yang dilakukan (Wireman, 1998). Indikator adalah produk dari beberapa
metrik (ukuran). Indikator kinerja adalah ukuran yang mampu menghasilkan nilai
terukur untuk menunjukkan tingkat kinerja, dengan mempertimbangkan aspek tunggal
atau multipel. Pemilihan MPI tergantung pada cara MPM dikembangkan. MPI dapat
digunakan untuk laporan keuangan, untuk memantau kinerja karyawan, kepuasan
pelanggan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (HSE), dan efektivitas peralatan
secara keseluruhan (OEE), serta banyak aplikasi lainnya. Saat mengembangkan MPI,
penting untuk menghubungkannya dengan input proses dan keluaran proses. Jika ini
dilakukan dengan benar, MPI dapat mengidentifikasi alokasi dan pengendalian
sumber daya, area masalah, kontribusi pemeliharaan, tolok ukur, kinerja personil, dan
kontribusi terhadap pemeliharaan dan tujuan bisnis secara keseluruhan (Kumar dan
Ellingsen, 2000)

6.4.2 Maintenance Performance Management (MPM) Issues


Setiap perusahaan yang sukses mengukur kinerja perawatan mereka agar tetap
kompetitif dan hemat biaya dalam bisnis. Untuk meningkatkan produktivitas
pemeliharaan, penting agar audit struktural dilakukan, di mana faktor-faktor berikut
dievaluasi (Raouf, 1994):

(1) Produktivitas tenaga kerja;


(2) Organisasi kepegawaian dan kebijakan;
(3) Pelatihan manajemen;
(4) Pelatihan perencana;
(5) Pelatihan teknis;
(6) Motivasi;
(7) Kontrol dan anggaran manajemen;
(8) Perencanaan dan penjadwalan pesanan kerja;
(9) Fasilitas;

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 105


(10) Toko, alat dan alat kontrol;
(11) Sejarah pemeliharaan dan peralatan preventif;
(12) Pemantauan teknik dan kondisi;
(13) Pengukuran dan insentif kerja; dan
(14) Sistem informasi.

Memahami kebutuhan akan MPM dalam bisnis dan proses kerjanya, selain
masalah yang terkait, sangat penting untuk pengembangan dan keberhasilan
penerapan pengukuran kinerja produktivitas pemeliharaan.

6.4.3 Siklus Produktivitas


Siklus produktivitas merupakan salah satu konsep produktivitas yang membahas
upaya peningkatan produktivitas terus-menerus. Ada empat tahap sebagai satu siklus
yang saling terhubung dan tidak terputus yaitu pengukuran, evaluasi, perencanaan
dan peningkatan.

Produktivitas yang diperhitungkan hanya produk bagus yang dihasilkan saja, jika
suatu work center banyak mengeluarkan barang cacat dapat dikatakan work center
tersebut tidak produktif. Keempat kegiatan tersebut sudah menjadi dasar industri
dalam melakukan peningkatan produktivitas. Siklus produktivitas digunakan sebagai
dasar perbaikan masalah produksi terutama pada skala industri. Beberapa
permasalahan yang menyebabkan penurunan produktivitas perusahaan adalah:

SOAL
6.1 Jelaskan pengertian produktivitas?
6.2 Jelaskan definisi Pengukuran Kinerja Pemeliharaan (MPM)?
6.3 Mengapa Indikator kinerja utama (KPI) harus didefinisikan untuk setiap elemen
dari rencana strategis?
6.4 Indikator kemampuan pelabuhan, yaitu :Indikator Finansial, Indikator
Operasional, dan Indikator Kinerja. Jelaskan?
6.5 Jelaskan faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk mengukur
produktivitas perawatan?

106 – Produktivitas dan Ukuran Kinerja Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas


7 PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN KOREKTIF
Perawatan korektif dilakukan setelah kerusakan terdeteksi dan bertujuan untuk
memulihkan alat atau fasilitas ke kondisi prima untuk beroperasi sesuai fungsinya.
Perbaikan tepat waktu atas kesalahan yang diketahui akan mengurangi kemungkinan
kerusakan darurat dan biasanya diwajibkan oleh peraturan. Perawatan korektif atau
corrective maintenance merupakan tindakan perawatan untuk mengembalikan fungsi
sebuah peralatan produksi yang mengalami kerusakan, baik ringan, sedang maupun
parah, agar bisa melakukan fungsinya dalam mendukung proses produksi dalam
sebuah plant atau pabrik. Istilah lainnya repair atau service.

Kegiatan pemeliharaan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
kegiatan pemeliharaan terencana dan kegiatan pemeliharaan tak terencana.
Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan
dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pemeliharaan ini dibagi menjadi dua
aktivitas utama, yaitu pencegahan dan korektif. Pemeliharaan untuk pencegahan
(preventive maintenance) adalah pemeliharaan yang dilakukan pada selang waktu
yang ditentukan sebelumnya. Bagian utama dari pemeliharaan pencegahan meliputi
pemeriksaan yang berdasar pada 'lihat, rasakan dan dengarkan' dan penyetelan minor
pada selang waktu yang telah ditentukan serta penggantian komponen minor yang
ditemukan perlu diganti pada saat pemeriksaan. Pemeliharaan korektif adalah
pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian yang telah terhenti
untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. Dalam hal ini pemeliharaan
pencegahan ditujukan untuk mengurangi pemeliharaan darurat dan korektif
Sedangkan untuk pemeliharaan tak terencana hanya terdapat satu macam saja yaitu
pemeliharaan darurat (emergency maintenance), yang didefinisikan sebagai
pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 107


yang serius misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada peralatan, atau untuk
alasan keseiamatan kerja.

7.1 Keuntungan dan kerugian Perawatan korektif


Corrective Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan untuk
mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu preventive
maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah aktivitas perawatan
yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan
dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke
kondisi semula.

Corrective maintenance, dikenal sebagai breakdown atau run to failure


maintenance. Pemeliharaan hanya dilakukan setelah peralatan atau mesin rusak. Bila
strategi pemeliharaan ini digunakan sebagai strategi utama akan menimbulkan
dampak tingginya kegiatan pemeliharaan yang tidak direncanakan dan inventori part
pengganti. Keuntungan dan kerugiannya seperti Tabel 7.1.

Tabel 7.1: Keuntungan dan Kerugian Corrective Maintenance


Keuntungan Kerugian
• Biaya rendah • Biaya yang meningkat apabila terjadi downtime
pada peralatan
• Jumlah staff lebih
sedikit • Biaya buruh meningkat terutama bila terjadi
overtime yang dibutuhkan
• Biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan
atau penggantian peralatan
• Penggunaan staff yang tidak efisien

Perbedaan utama antara perawatan korektif dan pencegahan adalah masalah


harus ada sebelum tindakan perbaikan dilakukan. Tugas preventif dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya suatu masalah. Tugas korektif memperbaiki masalah yang ada.
Pemeliharaan korektif, tidak seperti perawatan kerusakan, difokuskan pada tugas rutin
dan terencana yang akan memelihara semua mesin dan sistem pabrik atau fasiltas
yang penting dalam kondisi operasi optimal.

108 – Pemeliharaan dan Perawatan Korektif


Efektivitas pemeliharaan dinilai berdasarkan biaya siklus hidup dari mesin,
peralatan, dan sistem pabrik atau fasilitas kritis, bukan seberapa cepat mesin yang
rusak dapat dikembalikan ke layanan. Pemeliharaan korektif, sebagai bagian dari
program perawatan preventif yang komprehensif, merupakan pendekatan proaktif
terhadap manajemen pemeliharaan.

Tujuan mendasar dari pendekatan ini adalah untuk menghilangkan kerusakan,


penyimpangan dari kondisi operasi optimal, dan perbaikan yang tidak perlu dan untuk
mengoptimalkan keefektifan semua sistem fasilitas kritis. Konsep utama perawatan
korektif adalah perbaikan yang tepat dan lengkap dari semua masalah yang baru jadi
dilakukan sesuai kebutuhan. Semua perbaikan direncanakan dengan baik,
dilaksanakan oleh ahli yang terlatih dengan benar, dan diverifikasi sebelum mesin atau
sistem dikembalikan ke layanan. Masalah baru tidak dibatasi pada masalah listrik atau
mekanik. Sebaliknya, semua penyimpangan dari kondisi operasi optimal, yaitu
efisiensi, kapasitas produksi dan kualitas produk, dikoreksi bila terdeteksi.

British Standard 3811:1993 Mendefinisikan sebagai pemeliharaan yang


dilakukan setelah terjadi kegagalan/kerusakan, kegiatan ini dimaksudkan untuk
mengembalikan sistem pada keadaan di mana sistem dapat melakukan fungsinya
sesuai yang diperlukan.

Pemeliharaan korektif tidak bisa jalan tanpa upaya dukungan khusus. Sejumlah
prasyarat harus ada sebelum perawatan korektif dapat diterapkan dengan benar.

7.2 Persyaratan Perawatan Korektif


Beberapa persyaratan perawataan korektif meliputi, akurasi identifikasi masalah,
perencanaan, prosedur, waktu, dan verifikasi perawatan korektif (Mobley K. R., 2002e)

7.2.1 Akurasi Identifikasi Masalah


Program perawatan pencegahan dan perbaikan harus dapat mengantisipasi
persyaratan perawatan sebelum terjadi gangguan. Program perawatan prediktif
komprehensif yang memiliki kemampuan untuk secara akurat mengidentifikasi akar
penyebab semua masalah yang baru jadi adalah persyaratan pertama pemeliharaan
korektif. Tanpa kemampuan ini, tindakan korektif tidak dapat direncanakan atau
dijadwalkan.
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 109
7.2.2 Perencanaan
Semua perbaikan atau pemeliharaan perbaikan harus direncanakan dengan baik
dan dijadwalkan untuk meminimalkan biaya dan gangguan jadwal produksi. Waktu
yang cukup harus diijinkan untuk mengizinkan perbaikan lengkap dari akar penyebab
dan kerusakan akibat yang diakibatkan oleh masing-masing masalah yang baru mulai
diidentifikasi. Perencanaan perawatan yang tepat bergantung pada perencana terlatih,
database perawatan yang layak, dan prosedur perbaikan lengkap untuk setiap kereta
atau sistem mesin di dalam pabrik atau fasilitas.

7.2.2.1 Perencana Pemeliharaan yang terlatih

Banyak pabrik atau fasilitas yang tidak memiliki perencana pemeliharaan yang
bekerja secara penuh waktu atau perencana mereka tidak memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang dibutuhkan oleh pekerjaan. Oleh karena itu penting bahwa
pelatihan yang tepat diberikan untuk memastikan bahwa setiap perencana memiliki
keterampilan yang diperlukan untuk merencanakan perbaikan dan pemeliharaan
dengan tugas yang benar.

7.2.2.2 Database pemeliharaan database

Perencana harus memiliki riwayat pemeliharaan yang akurat untuk


merencanakan perbaikan dengan benar. Minimal, dia harus mengetahui standar
mean-time-to-repair untuk setiap tugas perbaikan, pembangunan kembali, dan
pemeliharaan berulang yang diperlukan untuk menjaga kondisi operasi mesin,
peralatan, dan sistem pabrik atau fasilitas yang kritis. Tanpa sepengetahuan ini, dia
tidak dapat merencanakan perbaikan yang efektif. Selain itu, perencana harus
mengetahui alat-alat khusus, bagian perbaikan, peralatan tambahan, dan
keterampilan perbaikan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap tugas
perawatan. Informasi ini, bersamaan dengan urutan perbaikan yang tepat, merupakan
persyaratan mutlak untuk rencana perbaikan yang layak. Jenis informasi ini
memerlukan database perawatan komprehensif yang menyusun prosedur perbaikan
rata-rata aktual, perbaikan standar, dan segudang informasi lain yang diperlukan untuk
perencanaan perawatan yang tepat.

110 – Pemeliharaan dan Perawatan Korektif


7.2.3 Prosedur Perbaikan yang Layak
Perbaikan harus dilakukan secara lengkap dan benar. Dalam banyak kasus,
praktik pemeliharaan atau perbaikan yang buruk mengakibatkan kerusakan kritis pada
mesin pabrik daripada mode kegagalan yang diamati. Kebutuhan mendasar untuk
perawatan korektif adalah perbaikan yang tepat dari setiap masalah yang baru terjadi.
Untuk memenuhi persyaratan ini, semua perbaikan harus dilakukan oleh orang yang
memiliki keterampilan, bagian perbaikan, dan peralatan yang diperlukan untuk
mengembalikan mesin atau system/fasilitas ke kondisi baru.

7.2.3.1 Keterampilan Pekerja

Semakin banyak pekerja perawatan tidak memiliki keterampilan minimal yang


dibutuhkan untuk merawat atau memperbaiki peralatan, mesin, atau system/fasilitas
pabrik dengan benar. Dalam banyak kasus, mereka tidak dapat memasang bantalan
dengan benar, menyelaraskan kereta mesin, atau bahkan menyeimbangkan peralatan
berputar. Hanya sedikit yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk membongkar, memperbaiki, dan memasang kembali mesin atau sistem yang
kompleks yang terdiri dari sistem produksi kritis di dalam fasilitas atau pabrik.
Prasyarat perawatan korektif adalah pekerja terampil. Oleh karena itu, fasilitas atau
pabrik harus menerapkan program pelatihan berkelanjutan yang akan memberikan
keterampilan pengrajin minimum yang dibutuhkan untuk mendukung sistem produksi
atau manufaktur mereka. Program pelatihan harus mencakup sarana untuk
memverifikasi keterampilan pekerja dan secara berkala menyegarkan keterampilan ini.

7.2.3.2 Prosedur Pemeliharaan Standar

Semua tugas perbaikan dan pemeliharaan yang berulang harus memiliki


prosedur standar yang secara khusus akan menentukan metode yang benar yang
diperlukan untuk kompetisi. Prosedur ini harus mencakup semua informasi, seperti
alat, masalah keamanan, dan bagian perbaikan, yang diperlukan untuk tugas dan
urutan tugas langkah-demi-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan perbaikan.
Setiap prosedur harus lengkap dan berisi semua informasi yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas pemeliharaan preventif perbaikan atau berulang. Pekerja tidak
perlu mencari atau memiliki informasi tambahan untuk menyelesaikan perbaikan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 111


7.2.4 Waktu Perbaikan yang Cukup
Salah satu alasan mendasar mengapa kebanyakan fasilitas atau pabrik
mengandalkan pemeliharaan kerusakan adalah jadwal produksi yang ketat dan
batasan manajemen yang membatasi waktu yang tersedia untuk perawatan. Satu-
satunya cara untuk mengurangi jumlah dan frekuensi perbaikan kerusakan adalah
dengan membiarkan waktu yang cukup untuk perawatan yang benar. Manajemen
harus mengizinkan waktu perawatan yang memadai untuk semua sistem kritis fasilitas
atau pabrik sebelum perawatan pencegahan atau perbaikan dapat menjadi efektif.
Dalam jangka panjang, perubahan radikal dalam filosofi manajemen akan
menghasilkan pengurangan dramatis dalam waktu yang diperlukan untuk
mempertahankan produksi kritis dan peralatan manufaktur. Mesin yang dipelihara
dalam kondisi seperti baru dan tidak diijinkan mendegradasi ke titik dimana kerusakan
atau masalah serius dapat terjadi akan memerlukan perawatan yang lebih sedikit
daripada mesin yang dipelihara dalam mode breakdown.

7.2.5 Verifikasi Perbaikan


Persyaratan terakhir untuk pemeliharaan korektif adalah bahwa semua
perbaikan atau rekonstruksi harus diverifikasi sebelum kereta api atau sistem mesin
dikembalikan ke layanan. Proses verifikasi ini akan memastikan bahwa perbaikan
dilakukan dengan benar dan bahwa semua masalah yang baru jadi, penyimpangan
dari kondisi operasi optimal, atau keterbatasan potensial lainnya terhadap kapasitas
produksi maksimum dan kualitas produk yang berkurang telah diperbaiki.

7.3 Peranan Pemeliharaan Korektif


Pemeliharaan korektif akan tetap menjadi bagian penting dari program
pemeliharaan pabrik atau fasilitas yang komprehensif. Namun, tujuan dari program
pencegahan yang tepat adalah untuk menghilangkan semua perawatan kerusakan
dan sangat mengurangi jumlah dan frekuensi tindakan pemeliharaan korektif. Tujuan
akhir dari setiap program perawatan adalah penghapusan masalah mesin, peralatan,
dan sistem yang memerlukan tindakan perbaikan

Perbaikan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti


melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik

112 – Pemeliharaan dan Perawatan Korektif


dan mencapai standar kerja yang dapat diterima. Programnya dapat berupa planned
corrective maintenance atau unplannned corrective maintenance.

Perawatan korektif terencana dilakukan apabila telah diketahui sejak dini kapan
peralatan yang harus diperbaiki, sehingga dapat sejak awal dan mampu dikontrol.
Unplannned corrective maintenance atau tidak terencana dilakukan apabila
mesin/peralatan telah benar – benar mati atau dalam keadaan darurat, sehingga
aktivitas ini selalu segera (urgent) dan sulit untuk dikendalikan yang mengakibatkan
ongkos yang tinggi.

SOAL
7.1 Jelaskan pengertian pengertian perawatan korektif?
7.2 Jelaskan Keuntungan dan kerugian perawatan korektif?
7.3 Jelaskan persyaratan perawataan korektif yang meliputi, akurasi identifikasi
masalah, perencanaan, prosedur, waktu, dan verifikasi perawatan korektif?
7.4 Semua perbaikan atau pemeliharaan perbaikan harus direncanakan dengan
baik dan dijadwalkan untuk meminimalkan biaya dan gangguan jadwal
produksi. Jelaskan pernyataan ini?
7.5 Bagaimanakah peranan pemeliharaan korektif dalam suatu pabrik atau
fasilitas?

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 113


114 – Pemeliharaan dan Perawatan Korektif
8 PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN PREDIKTIF
Pemeliharaan prediktif mungkin yang paling disalahpahami dan disalahgunakan
dari semua program perbaikan pabrik atau fasilitas. Sebagian besar pengguna
mendefinisikannya sebagai alat untuk mencegah kegagalan bencana pada mesin
yang kritis. Lainnya mendefinisikan perawatan prediktif sebagai alat penjadwalan
perawatan yang menggunakan data analisis minyak getar dan inframerah atau
pelumas untuk menentukan kebutuhan akan tindakan pemeliharaan korektif.
Beberapa percaya bahwa, dilakukannya oleh system vendor untuk perawatan
prediktif, dan bahwa perawatan prediktif adalah obat mujarab untuk pabrik atau
fasilitas kritis. Satu tema umum dari definisi ini adalah bahwa semata-mata alat
manajemen pemeliharaan. Karena kesalahpahaman ini, sebagian besar program
perawatan prediktif yang mapan belum dapat mencapai penurunan biaya perawatan
yang nyata atau peningkatan kinerja pabrik atau fasilitas secara keseluruhan.
Sebenarnya, kebalikannya terlalu sering benar. Dalam banyak kasus, biaya perbaikan
tahunan, bagian perbaikan, kualitas produk, dan produksi meningkat secara dramatis
sebagai akibat langsung dari program ini.

Pemeliharaan prediktif lebih banyak sebagai alat penjadwalan perawatan dan


tidak boleh dibatasi pada manajemen pemeliharaan. Sebagai bagian dari program
pengelolaan kinerja pabrik atau fasilitas terpadu, ia dapat menyediakan sarana untuk
meningkatkan kapasitas produksi, kualitas produk, dan efektivitas keseluruhan pabrik
manufaktur dan layanan produksi atau fasiltas.

8.1 Pengertian Pemeliharaan dan Perawatan Prediktif


Pemeliharaan prediktif bukanlah obat mujarab untuk semua faktor yang
membatasi total kinerja pabrik atau fasilitas. Padahal, tidak bisa langsung

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 115


mempengaruhi kinerjanya. Pemeliharaan prediktif adalah teknik manajemen yang,
secara sederhana, menggunakan evaluasi reguler terhadap kondisi operasi aktual
peralatan pabrik atau fasilitas., sistem produksi, dan fungsi pengelolaan pabrik atau
fasilitas untuk mengoptimalkan total operasi pabrik atau fasilitas. Output dari program
pemeliharaan prediktif adalah data. Sampai tindakan diambil untuk menyelesaikan
penyimpangan atau masalah yang diungkap oleh program, kinerja pabrik atau fasilitas
tidak dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, filosofi manajemen yang berkomitmen untuk
perbaikan pabrik atau fasilitas harus ada sebelum ada manfaat yang berarti dapat
diturunkan. Tanpa komitmen dan dukungan mutlak dari manajemen senior dan kerja
sama penuh dari semua fungsi pabrik atau fasilitas, program perawatan prediktif tidak
dapat menyediakan sarana untuk menyelesaikan kinerja yang buruk. Teknologi
prediktif dapat digunakan lebih dari sekedar mengukur kondisi operasi mesin pabrik
atau fasilitas yang kritis. Teknologi ini memungkinkan evaluasi yang akurat terhadap
semua kelompok fungsional, seperti perawatan, di dalam perusahaan. Penggunaan
yang benar, perawatan prediktif dapat mengidentifikasi sebagian besar, jika tidak
semua, faktor yang membatasi efektivitas dan efisiensi total pabrik atau fasilitas.

Predictive maintenance, merupakan seperangkat kegiatan yang mendeteksi


perubahan dalam kondisi fisik peralatan (melalui deteksi tanda kegagalan/kerusakan)
untuk melakukan pekerjaan maintenance yang tepat melalui penggunaan peralatan
tanpa adanya risiko kegagalan.

Contoh yang digunakan Condition-based predictive maintenance, tergantung


pada kontinuitas penggunaan peralatan atau monitoring kondisi secara periodik dalam
mendeteksi gejala kerusakan. Statistical-based predictive maintenance, tergantung
pada data statistik dari rekaman yang teliti dalam memprediksi kerusakan dan
pengembangan modelnya

8.2 Manajemen Total Fasilitas/Pabrik


Salah satu faktor yang membatasi pengelolaan pabrik atau fasilitas secara efektif
adalah kurangnya data faktual yang tepat waktu yang mendefinisikan kondisi operasi
sistem produksi kritis dan efektivitas fungsi kritis pabrik atau fasilitas, seperti
pembelian, rekayasa, dan produksi. Penggunaannya dengan benar, perawatan
prediktif dapat memberi sarana untuk menghilangkan semua faktor yang membatasi

116 – Pemeliharaan dan Perawatan Prediktif


kinerja pabrik atau fasilitas. Banyak dari masalah ini berada di luar lingkup perawatan
dan harus dikoreksi oleh fungsi pabrik atau fasilitas yang sesuai.

Biaya perawatan yang tinggi adalah akibat langsung dari masalah yang melekat
di seluruh pabrik atau fasilitas, bukan hanya manajemen perawatan yang tidak efektif.
Standar desain dan praktik pembelian yang buruk, operasi yang tidak semestinya, dan
metode manajemen yang ketinggalan jaman berkontribusi lebih besar terhadap biaya
produksi dan perawatan yang tinggi daripada penundaan yang disebabkan oleh
kegagalan pabrik atau fasilitas yang kritis. Karena mentalitas yang rendah dan
pandangan lemah dari akar penyebab kinerja pabrik atau fasilitas yang tidak efektif,
terlalu banyak membatasi perawatan prediktif terhadap fungsi perawatan. Perluasan
program untuk memasukkan evaluasi rutin terhadap semua faktor yang membatasi
kinerja akan sangat meningkatkan manfaat yang bisa diturunkan. Dalam mode kinerja
total pabrik atau fasilitas, teknologi prediktif dapat digunakan untuk mengukur secara
akurat keefektifan dan efisiensi semua fungsi pabrik atau fasilitas, tidak hanya mesin.
Data yang dihasilkan oleh evaluasi reguler dapat mengisolasi keterbatasan spesifik di
tingkat keterampilan, prosedur yang tidak memadai, dan metode manajemen yang
buruk serta masalah sistem mesin atau proses yang baru.

8.2.1 Manajemen Pemeliharaan


Sebagai alat manajemen pemeliharaan, perawatan prediktif dapat menyediakan
data yang dibutuhkan untuk menjadwalkan tugas pemeliharaan preventif dan korektif
sesuai kebutuhan. Alih-alih mengandalkan statistik rata-rata hidup pada industri,
seperti mean-time-to-failure, untuk menjadwalkan kegiatan pemeliharaan, perawatan
prediktif menggunakan pemantauan langsung terhadap kondisi operasi, efisiensi
sistem, dan indikator lainnya untuk menentukan mean-time-to-failure aktual.
Kegagalan atau kehilangan efisiensi untuk setiap pada sistem mesin di dalam pabrik
atau fasilitas. Paling banter, metode tradisional berbasis waktu memberikan panduan
untuk rentang kehidupan mesin normal. Keputusan akhir, dalam program pencegahan
atau kegagalan, kapan harus memperbaiki atau membangun kembali mesin harus
dibuat berdasarkan intuisi dan pengalaman pribadi manajer pemeliharaan.

Penambahan program perawatan prediktif yang komprehensif dapat dan akan


memberikan data faktual yang menentukan kondisi mekanis aktual setiap mesin dan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 117


efisiensi operasi setiap sistem proses. Data ini memberikan data manajer
pemeliharaan dengan data faktual yang dapat digunakan untuk menjadwalkan
kegiatan pemeliharaan.

Program perawatan prediktif dapat meminimalkan kerusakan yang tidak


terjadwal dari semua peralatan mekanis di pabrik atau fasilitas dan memastikan bahwa
peralatan yang diperbaiki dalam kondisi mekanis yang dapat diterima. Program ini juga
bisa mengidentifikasi masalah mesin sebelum menjadi serius. Sebagian besar
masalah bisa diminimalisir jika terdeteksi dan diperbaiki lebih awal.

Modus kegagalan mekanis normal menurun pada kecepatan yang berbanding


lurus dengan tingkat keparahannya. Jika masalah terdeteksi dini, perbaikan besar,
dalam banyak kasus, bisa dicegah. Untuk mencapai tujuan ini, program perawatan
prediktif harus benar mengidentifikasi akar penyebab masalah yang baru jadi. Banyak
program mapan tidak memenuhi persyaratan mendasar ini. Diendapkan oleh klaim
vendor untuk sistem perawatan prediktif, banyak program dibuat berdasarkan metode
pemantauan sederhana yang mengidentifikasi gejala daripada penyebab sebenarnya
dari masalah. Dalam kasus ini, manfaat turunan yang dicapai sangat berkurang.
Sebenarnya, banyak dari program ini gagal karena manajer pemeliharaan kehilangan
kepercayaan pada kemampuan program untuk mendeteksi secara akurat masalah-
masalah yang baru jadi.

Pemeliharaan prediktif tidak dapat berfungsi dalam kehampaan. Untuk menjadi


alat manajemen perawatan yang efektif, harus dikombinasikan dengan fungsi
perencanaan pemeliharaan yang layak yang akan menggunakan data untuk
merencanakan dan menjadwalkan perbaikan yang sesuai. Selain itu, tergantung pada
keterampilan dan pengetahuan pekerja perawatan. Jika perbaikan atau tindakan
korektif tidak dilakukan, data yang disediakan oleh program perawatan prediktif tidak
dapat efektif.

Perencanaan yang tidak efektif dan perbaikan yang tidak benar akan sangat
membatasi manfaat perawatan prediktif. Pemeliharaan prediktif dengan
memanfaatkan analisis getaran didasarkan pada dua fakta dasar: (1) semua mode
kegagalan umum memiliki komponen frekuensi getaran yang berbeda yang dapat
diisolasi dan diidentifikasi, dan (2) amplitudo dari masing-masing komponen getaran

118 – Pemeliharaan dan Perawatan Prediktif


yang berbeda akan tetap konstan kecuali jika ada perubahan dinamika operasi dari
mesin.

Pemeliharaan prediktif dengan memanfaatkan efisiensi proses, kehilangan


panas, atau teknik nondestruktif lainnya dapat mengukur efisiensi operasi peralatan
pabrik atau sistem nonmekanik. Teknik-teknik yang digunakan bersamaan dengan
analisis getaran ini dapat memberikan manajer pemeliharaan atau insinyur pabrik
dengan informasi faktual yang akan memungkinkan mereka mencapai keandalan dan
ketersediaan optimal dari pabrik atau fasilitas yang mereka miliki.

8.2.2 Manajemen Produksi


Pemeliharaan prediktif bisa menjadi alat manajemen produksi yang tak ternilai
harganya. Data yang diperoleh dari program yang komprehensif dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas produksi, kualitas produk,
dan efektivitas keseluruhan fungsi produksi.

Efisiensi produksi bergantung langsung pada sejumlah faktor yang berhubungan


dengan mesin atau fasilitas. Pemeliharaan prediktif dapat menyediakan data yang
dibutuhkan untuk mencapai keandalan, kapasitas, dan efisiensi optimum yang
optimum, konsisten dari sistem produksi kritis. Sementara faktor-faktor ini dipandang
sebagai tanggung jawab pemeliharaan, banyak faktor yang mempengaruhi mereka
secara langsung berada di luar fungsi perawatan. Misalnya, prosedur operasi standar
atau kesalahan operator dapat secara langsung mempengaruhi variabel-variabel ini.
Jika manajemen produksi menggunakan metode evaluasi reguler, yaitu perawatan
prediktif, untuk mengetahui dampak dari pengaruh produksi ini, kinerja produksi
optimum tidak dapat dicapai. Kualitas produk dan total biaya produksi adalah area lain
dimana perawatan prediktif dapat menguntungkan manajemen produksi.

Evaluasi sistem produksi kritis yang rutin dapat mengantisipasi potensi masalah
yang akan mengakibatkan penurunan kualitas produk dan peningkatan biaya produksi
secara keseluruhan. Sedangkan satu-satunya keluaran dari program perawatan
prediktif adalah data, informasi ini dapat digunakan untuk memperbaiki berbagai
masalah produksi yang secara langsung mempengaruhi keefektifan dan efisiensi
departemen produksi.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 119


8.2.3 Perbaikan Mutu
Sebagian besar masalah kualitas produk adalah akibat langsung dari (1) sistem
produksi dengan masalah yang melekat, (2) prosedur operasi yang buruk, (3)
perawatan yang tidak tepat, atau (4) bahan baku yang rusak.

Pemeliharaan prediktif dapat mengisolasi jenis masalah ini dan memberikan data
yang dibutuhkan untuk memperbaiki banyak masalah yang mengakibatkan
berkurangnya kualitas produk. Program komprehensif akan menggunakan kombinasi
data, seperti getaran, thermografi, tribology (ilmu gesekan, keausan, dan pelumasan
permukaan yang berinteraksi), parameter proses, dan dinamika operasi, untuk
mengantisipasi penyimpangan dari kondisi operasi optimum sistem pembangkit kritis.
sebelum dapat mempengaruhi kualitas produk, kapasitas produksi, atau total biaya
produksi.

8.2.4 Teknik Pemeliharaan Prediktif


Berbagai teknologi yang dapat dan harus digunakan sebagai bagian dari
program perawatan prediktif yang komprehensif. Karena sistem mekanis atau mesin
menyumbang sebagian besar peralatan pabrik, pemantauan getaran pada umumnya
merupakan komponen kunci dari program perawatan yang paling prediktif.

Namun, pemantauan getaran tidak dapat menyediakan semua informasi yang


dibutuhkan untuk program perawatan prediktif yang berhasil. Teknik ini terbatas pada
pemantauan kondisi mekanik dan tidak parameter kritis lainnya yang diperlukan untuk
menjaga kehandalan dan efisiensi mesin. Ini adalah alat yang sangat terbatas untuk
memantau proses kritis dan efisiensi mesin dan parameter lainnya yang dapat sangat
membatasi produktivitas dan kualitas produk. Oleh karena itu, seperti yang telah
dicatat sebelumnya, harus diulangi bahwa program perawatan prediktif yang
komprehensif harus mencakup teknik pemantauan dan diagnostik lainnya. Teknik ini
meliputi (1) pemantauan getaran, (2) termografi, (3) tribology, (4) parameter proses,
(5) inspeksi visual, dan (5) teknik pengujian nondestruktif lainnya.

120 – Pemeliharaan dan Perawatan Prediktif


SOAL
8.1 Jelaskan pengertian pengertian perawatan predektif?
8.2 Sebagai alat manajemen pemeliharaan, perawatan prediktif dapat menyediakan
data yang dibutuhkan untuk menjadwalkan tugas pemeliharaan preventif dan
korektif sesuai kebutuhan. Jelaskan tentang hal ini?
8.3 Jelaskan perawatan prediktif supaya dapat sebagai alat manajemen perawatan
yang efektif?
8.4 Efisiensi produksi bergantung langsung pada sejumlah faktor yang berhubungan
dengan mesin atau fasilitas. Pemeliharaan prediktif dapat menyediakan data
yang dibutuhkan untuk mencapai keandalan, kapasitas, dan efisiensi optimum
yang optimum, konsisten dari sistem produksi kritis. Jelaskan pernyataan ini
dilihat dari hubungannya dengan manajemen pemeliharaan?
8.5 Sebutkan teknik perawatan prediktif?

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 121


122 – Pemeliharaan dan Perawatan Prediktif
9 PERENCANAAN DAN
PENJADWALAN PROGRAM
PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN
Manajemen perawatan dapat digunakan untuk membuat sebuah kebijakan
mengenai aktivitas perawatan, dengan melibatkan aspek teknis dan pengendalian
manajemen ke dalam sebuah program perawatan. Semakin tingginya aktivitas
perbaikan dalam sebuah sistem, kebutuhan akan manajemen dan pengendalian di
perawatan menjadi semakin penting. Perawatan adalah semua tindakan yang penting
dengan tujuan untuk menghasilkan hasil yang baik atau untuk mengembalikan
kedalam keadaan yang memuaskan (Dhillon B. , 1997).

Perawatan yang baik akan dilakukan dalam rentang waktu tertentu dan pada
waktu proses produksi sedang tidak berjalan. Semakin sering perawatan dilakukan
maka akan meningkatkan biaya perawatan. Namun jika perawatan tidak dilakukan
maka justru akan mengurangi kinerja dan akan meningkatkan biaya produksi. Pola
maintenance yang optimal perlu untuk dicari dengan tujuan agar biaya perawatan
dengan biaya kerusakan dapat seimbang pada total cost yang terkecil.

Perencanaan adalah proses menentukan keputusan dan tindakan di masa depan


yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Merencanakan
tindakan masa depan membantu dalam mencapai tujuan dengan cara yang paling
efisien dan efektif. Ini meminimalkan biaya dan mengurangi risiko dan kehilangan
kesempatan. Hal ini juga dapat meningkatkan daya saing organisasi. Proses
perencanaan dapat dibagi menjadi tiga tingkat dasar tergantung pada horison
perencanaan:

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 123


(1) Perencanaan jangka panjang (mencakup periode beberapa tahun);
(2) Perencanaan Jangka Menengah (rencana satu bulan sampai satu tahun);
dan
(3) Perencanaan jangka pendek (rencana harian dan mingguan).

Perencanaan dilakukan pada tingkat keputusan yang berbeda, strategis atau


taktik. Hal itu bisa dilakukan di tingkat organisasi, korporat, bisnis, fungsional atau
operasional yang berbeda. Keputusan pada tingkat strategis berkaitan dengan isu-isu
yang berkaitan dengan sifat keberadaan bisnis sebagai suatu perusahaan sedangkan
keputusan taktis mempengaruhi cara bisnis dilakukan pada tahap tertentu dari jalur
pertumbuhannya. Perencanaan strategis menetapkan visi jangka panjang organisasi
dan menarik jalan strategis untuk mencapai visi yang dimaksud.

Perencanaan jangka panjang dan jangka pendek pada tingkat taktis berkaitan
dengan pemilihan cara-cara dalam strategi yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan dan sasaran jangka panjang, menengah dan jangka pendek. Perencanaan
strategis menurut rencana jangka panjang dan dapat dilakukan di tingkat fungsional,
bisnis atau perusahaan. Perencanaan jangka panjang, bagaimanapun, tidak perlu
strategis. Secara umum, terlepas dari jenis dan tujuan perencanaannya, hal ini
mencakup penentuan tindakan atau tugas serta sumber daya yang dibutuhkan untuk
pelaksanaannya.

Penjadwalan adalah proses meletakkan tugas yang ditentukan oleh rencana ke


dalam kerangka waktu. Ini mempertimbangkan tujuan yang dimaksudkan, keterkaitan
antara berbagai tugas yang direncanakan, ketersediaan sumber daya lembur dan
keterbatasan dan kendala internal dan eksternal lainnya. Kualitas jadwal yang
dihasilkan biasanya diukur dengan ukuran kinerja dalam kaitannya dengan tujuan
tugas atau tugas yang diinginkan. Ukuran kinerja dapat dikaitkan dengan berbagai
jenis biaya melalui rapat tanggal jatuh tempo, waktu penyelesaian, atau penggunaan
sumber daya.

Pemeliharaan dalam arti sempit mencakup semua kegiatan yang berkaitan


dengan pemeliharaan tingkat ketersediaan dan keandalan sistem dan komponennya
serta kemampuannya untuk tampil pada tingkat kualitas standar. Ini mencakup
kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan persediaan suku cadang, sumber daya

124 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan


manusia dan manajemen risiko. Dalam pengertian yang lebih luas, mencakup semua
keputusan di semua tingkat organisasi yang terkait dengan perolehan dan
pemeliharaan tingkat ketersediaan dan keandalan aset yang tinggi.

Gambar 9.1: Input output model perusahaan


Sumber: (Al-Turki, 2009)

Pemeliharaan menjadi area fungsional yang kritis di sebagian besar jenis


organisasi dan sistem seperti konstruksi, manufaktur, transportasi, dan lain-lain. Ini
menjadi area fungsional utama yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh banyak area
fungsional lainnya di semua jenis organisasi seperti produksi, kualitas, persediaan,
pemasaran dan sumber daya manusia. Hal ini juga mulai dianggap sebagai bagian
penting dari rantai pasokan bisnis di tingkat global. Aturan pemeliharaan yang
meningkat ini tercermin dalam biaya tinggi yang diperkirakan sekitar 30% dari total
biaya operasional bisnis manufaktur dan konstruksi modern. Pandangan sistem
tentang sistem perawatan diperkenalkan oleh Visser (1998) yang menempatkan
pemeliharaan dalam perspektif berkenaan dengan sistem perusahaan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 9.1. Perencanaan bisnis perusahaan, strategi jangka
panjang atau jangka pendek, strategis atau taktik harus mempertimbangkan untuk
semua jenis keputusan yang melibatkan investasi besar di masa depan. Keputusan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 125


untuk memperoleh fasilitas baru, misalnya, bisa menjadi bencana yang lengkap bagi
keseluruhan bisnis karena rendahnya kemampuan pemeliharaannya. Perencanaan
kapasitas pabrik atau fasilitas harus mempertimbangkan kemampuan pemeliharaan
dan kapasitas untuk mempertahankannya.

Perencanaan dan penjadwalan adalah aspek terpenting dalam manajemen


pemeliharaan. Perencanaan dan penjadwalan yang efektif berkontribusi secara
signifikan untuk mengurangi biaya perawatan, mengurangi penundaan dan interupsi
dan meningkatkan kualitas pekerjaan pemeliharaan dengan menerapkan metode,
prosedur, dan penetapan keahlian yang paling berkualitas untuk pekerjaan ini.

Tujuan utama perencanaan dan penjadwalan pemeliharaan adalah


meminimalkan waktu idle pasukan pemeliharaan; memaksimalkan penggunaan waktu
kerja, material, dan peralatan yang efisien; dan mempertahankan peralatan operasi
pada tingkat yang responsif terhadap kebutuhan produksi dalam hal jadwal dan
kualitas pengiriman.

Setiap aktivitas perencanaan pada tingkat manapun harus dimulai dengan


memperkirakan masa depan pada tingkat tersebut. Peramalan tingkat strategis
berkaitan dengan tren masa depan dan kemungkinan perubahan dalam bisnis itu
sendiri atau dalam lingkungannya dalam jangka panjang. Peramalan jangka panjang
terutama berkaitan dengan permintaan masa depan dari hasil dalam jangka panjang
yang biasanya setahun atau beberapa tahun.

Peramalan jangka menengah berfokus pada permintaan secara bulanan selama


1 tahun. Teknik peramalan yang berbeda tersedia untuk berbagai jenis peramalan
yang bervariasi antara sangat kualitatif untuk peramalan jangka panjang hingga sangat
kuantitatif untuk peramalan menengah dan pendek. Perencanaan operasi
pemeliharaan dengan strategi pemeliharaan yang jelas dan tujuan strategis
menetapkan arah perencanaan pemeliharaan jangka menengah dan pendek. Dengan
perkiraan masa depan yang tepat, rencana dikembangkan, sesuai dengan strategi
yang dikembangkan, untuk mencapai tujuan operasi pemeliharaan yang biasanya
mendukung keseluruhan sasaran unit bisnis dalam jangka pendek, menengah atau
panjang. Akibatnya, serangkaian keputusan dan tindakan ditetapkan untuk memenuhi
perkiraan yang diharapkan pada waktu yang tepat secara optimal sehubungan dengan

126 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan


keseluruhan tujuan organisasi. Keputusan ini biasanya terkait dengan ketersediaan
sumber daya seperti sumber daya manusia dalam kuantitas dan kualitas
(keterampilan), alat dan peralatan. Varietas teknik kuantitatif tersedia untuk
mendukung proses perencanaan dalam medium dan jarak pendek seperti pemodelan
dan simulasi matematis.

9.1 Perencanaan Strategis dalam Pemeliharaan


Secara tradisional, pemeliharaan tidak dipandang sebagai unit strategis dalam
organisasi dan oleh karena itu perencanaan pemeliharaan sebagian besar dilakukan
pada rentang tengah semester. Namun, dimensi strategis dari fungsi pemeliharaan
akhir-akhir ini menarik perhatian para periset dan praktisi dengan meningkatnya
persaingan di tingkat global dan dengan kenaikan biaya perawatan relatif terhadap
biaya lain dalam organisasi.

Ketersediaan peralatan, terutama di sektor bisnis tertentu seperti pembangkit


energi dan eksplorasi minyak dan mega proyek lainnya, menjadi perhatian utama
karena tingginya biaya perolehannya. Strategi operasional yang muncul seperti lean
manufacturing mengalihkan penekanan dari produksi volume menjadi respon cepat,
pencegahan cacat dan penghapusan limbah.

Perubahan strategi operasi ini memerlukan perubahan strategi perawatan yang


terkait dengan pemilihan peralatan dan fasilitas dan mengoptimalkan aktivitas
pemeliharaan sehubungan dengan tujuan operasi yang baru. Perubahan teknologi
yang cepat dalam pengujian tak rusak, transduser, pengukuran getaran, thermografi,
dan teknologi baru lainnya menghasilkan strategi alternatif untuk perawatan berbasis
kondisi. Namun, teknologi baru ini memperkenalkan tantangan baru yang harus
dihadapi sistem pemeliharaan termasuk pengembangan kemampuan dan praktik
manajemen baru untuk memanfaatkan teknologi ini. Rencana harus dikembangkan
pada tingkat strategis agar sesuai dengan teknologi yang sedang berkembang dalam
jangka panjang.

Perubahan lingkungan bisnis ini mengembangkan kesadaran bahwa


pemeliharaan tidak boleh dilihat hanya dalam konteks operasional yang sempit yang
berkaitan dengan kegagalan peralatan dan konsekuensinya. Melainkan harus dilihat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 127


dalam konteks perencanaan strategis jangka panjang yang mengintegrasikan isu
teknis dan komersial serta perubahan tren sosiopolitik. Pemeliharaan harus dilihat
secara strategis dari keseluruhan prospektif bisnis dan harus ditangani dengan
pendekatan multidisiplin. Pendekatan ini mempertimbangkan tren sosiopolitik,
demografis dan modal yang dibutuhkan. Ini berkaitan dengan isu strategis seperti
outsourcing pemeliharaan dan risiko terkait dan isu terkait lainnya.

Gambar 9.2: Proses perencanaan pemeliharaan

Metodologi alternatif yang berbeda untuk proses perencanaan strategis yang


ada, semuanya menekankan keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam
prosesnya melalui sesi brain storming dan pertemuan kelompok yang terfokus. Satu
metodologi yang mungkin terdiri dari langkah-langkah berikut (Al-Turki, 2009) dengan
proses perencanaan pemeliharaan dirangkum dalam model yang ditunjukkan pada
Gambar 9.2:

(1) Merevisi visi, misi dan tujuan perusahaan dan mengidentifikasi aturan
pemeliharaan dalam mencapainya.
(2) Merumuskan aturan yang teridentifikasi sebagai pernyataan misi untuk
pemeliharaan.

128 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan


(3) Tetapkan tujuan strategis pemeliharaan.
(4) Kembangkan seperangkat tindakan kuantitatif untuk tujuan yang telah
diidentifikasi.
(5) Evaluasi situasi saat ini dalam hal pencapaian tujuan dan identifikasi
kesenjangan antara situasi aktual dan situasi yang diinginkan.
(6) Menganalisis situasi internal dan eksternal saat ini terkait dengan fungsi
perawatan. Metodologi yang umum adalah melakukan analisis SWOT
(mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal dan peluang dan ancaman
eksternal).
(7) Pilih strategi untuk masing-masing dari keempat dimensi yang dibahas dalam
bab ini yang akan mencapai tujuan dengan cara yang paling efisien dan efektif
berdasarkan gap yang diidentifikasi pada langkah 5 dan analisis situasi yang
dilakukan pada langkah 6.
(8) Kembangkan sistem untuk penilaian situasi terus menerus dan penyesuaian
strategis.

9.2 Katagori Perencanaan Pemeliharaan dan Perawatan


Kategori untuk keperluan perencanaan pekerjaan pemeliharaan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Al-Turki, 2009):

(1) Perawatan rutin dan preventif, termasuk perawatan berkala seperti mesin
pelumas, inspeksi dan pekerjaan kecil berulang. Jenis pekerjaan ini
direncanakan dan dijadwalkan sebelumnya.
(2) Pemeliharaan korektif, yang melibatkan penentuan penyebab kerusakan
berulang dan menghilangkan penyebabnya dengan modifikasi disain;
(3) Pemeliharaan darurat atau kerusakan adalah proses perbaikan sesegera
mungkin setelah terjadi kegagalan yang dilaporkan. Jadwal perawatan terganggu
untuk memperbaiki kerusakan darurat.
(4) Perombakan terjadwal, yang melibatkan penutupan pabrik yang direncanakan
untuk meminimalkan penutupan yang tidak direncanakan.
(5) Perombakan terjadwal, yang melibatkan perbaikan atau pembangunan peralatan
yang tidak termasuk dalam kategori di atas.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 129


Sistem manajemen pemeliharaan harus memiliki lebih dari 90% pekerjaan
pemeliharaan yang akan direncanakan dan dijadwalkan untuk menuai keuntungan dari
perencanaan dan penjadwalan.

Metodologi perencanaan dan penjadwalan pemeliharaan dan teknik


dikembangkan sesuai dengan metodologi perencanaan produksi karena dipandang
sebagai jenis sistem produksi khusus. Namun, kedua sistem berbeda dalam beberapa
aspek, yaitu:

(1) permintaan untuk pekerjaan pemeliharaan memiliki variabilitas yang lebih banyak
daripada produksi dan datangnya permintaan secara stokastik;
(2) pekerjaan pemeliharaan memiliki variabilitas yang lebih banyak di antara
keduanya, bahkan jenis pekerjaan yang sama sangat berbeda dalam konten. Hal
ini membuat standar kerja sulit berkembang dibandingkan dengan pekerjaan
produksi. Standar pekerjaan yang dapat diandalkan diperlukan untuk
perencanaan dan penjadwalan yang baik; dan
(3) perencanaan pemeliharaan memerlukan koordinasi dengan unit fungsional
lainnya dalam organisasi seperti, material, operasi, teknik dan dalam banyak
situasi, ini adalah penyebab utama penundaan dan kemacetan.

9.3 Penjadwalan Pemeliharaan


Penjadwalan perawatan adalah proses dimana pekerjaan dicocokkan dengan
sumber daya (tenaga kerja) dan diurutkan untuk dieksekusi pada titik waktu tertentu.
Jadwal perawatan bisa disiapkan dalam tiga level tergantung cakrawala jadwal.
Tingkatnya adalah: (1) jangka menengah atau jadwal induk untuk mencakup periode
3 bulan sampai 1 tahun; (2) jadwal mingguan, ini adalah pekerjaan pemeliharaan yang
mencakup seminggu; dan (3) jadwal harian yang meliputi pekerjaan yang harus
diselesaikan setiap hari.

9.3.1 Elemen Penjadwalan yang Kuat


Perencanaan pekerjaan pemeliharaan merupakan prasyarat untuk penjadwalan
yang kuat. Dalam semua jenis pekerjaan pemeliharaan berikut adalah persyaratan
yang diperlukan untuk penjadwalan yang efektif:
130 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan
(1) Perintah kerja tertulis yang berasal dari proses perencanaan yang disusun
dengan baik. Perintah kerja harus menjelaskan secara tepat pekerjaan yang
harus dilakukan, metode yang harus diikuti, kerajinan yang dibutuhkan, suku
cadang yang dibutuhkan dan prioritas.
(2) Standar waktu yang didasarkan pada teknik pengukuran kerja;
(3) Informasi tentang ketersediaan kerajinan untuk setiap shift.
(4) Stok suku cadang dan informasi tentang restocking.
(5) Informasi tentang ketersediaan peralatan dan peralatan khusus yang diperlukan
untuk pekerjaan pemeliharaan.
(6) Akses ke jadwal produksi pabrik dan pengetahuan tentang kapan fasilitas
tersedia untuk layanan tanpa mengganggu jadwal produksi.
(7) Prioritas yang terdefinisi dengan baik untuk pekerjaan pemeliharaan. Prioritas ini
harus dikembangkan melalui koordinasi yang erat antara pemeliharaan dan
produksi. 8. Informasi tentang pekerjaan yang sudah terjadwal yang ketinggalan
jadwal (backlogs).

Prosedur penjadwalan harus mencakup langkah-langkah berikut sebagaimana


digariskan oleh Hartman (Al-Turki, 2009):

(1) Urutkan pesanan kerja backlog dengan ketrampilan pekerja;


(2) Atur pesanan berdasarkan prioritas;
(3) Kompilasi daftar pekerjaan selesai dan carry-over;
(4) Pertimbangkan durasi pekerjaan, lokasi, jarak tempuh, dan kemungkinan
penggabungan pekerjaan di wilayah yang sama;
(5) Jadwalkan pekerjaan multi-kerajinan untuk memulai dari awal setiap shift; 6. Buat
jadwal harian (kecuali proyek dan pekerjaan konstruksi); dan
(6) Mintalah atasan membuat tugas kerja (melakukan pengiriman).
Unsur-unsur di atas memberikan scheduler dengan persyaratan dan prosedur
untuk mengembangkan jadwal perawatan. Selanjutnya, peran prioritas dalam
penjadwalan pemeliharaan disajikan bersamaan dengan metodologi untuk
mengembangkan prioritas pekerjaan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 131


Unsur-unsur di atas memberikan pembuat jadwal dengan persyaratan dan
prosedur untuk mengembangkan jadwal perawatan. Selanjutnya, peran prioritas
dalam penjadwalan pemeliharaan disajikan bersamaan dengan metodologi untuk
mengembangkan prioritas pekerjaan.

9.3.2 Sistem Prioritas Pekerjaan Pemeliharaan dan Perawatan


Sistem prioritas pekerjaan pemeliharaan memiliki dampak yang luar biasa pada
penjadwalan perawatan. Prioritas dibuat untuk memastikan bahwa pekerjaan yang
paling kritis dan perlu dijadwalkan terlebih dahulu. Pengembangan sistem prioritas
harus dikoordinasikan dengan baik dengan staf operasi yang biasanya memberikan
prioritas lebih tinggi pada pekerjaan pemeliharaan daripada yang dibenarkan.
Kecenderungan ini memberi tekanan pada sumber daya pemeliharaan dan dapat
menyebabkan pemanfaatan sumber daya yang kurang optimal. Selain itu, sistem
prioritas harus dinamis dan harus diperbarui secara berkala untuk mencerminkan
perubahan dalam strategi operasi atau pemeliharaan. Sistem prioritas biasanya
mencakup tiga sampai sepuluh tingkat prioritas. Sebagian besar organisasi
mengadopsi empat atau tiga prioritas dari darurat sampai normal atau ditangguhkan
(Postponable).

9.4 Teknik Penjadwalan


Penjadwalan adalah salah satu bidang yang mendapat perhatian cukup dari
peneliti maupun praktisi di semua jenis aplikasi termasuk penjadwalan operasi dan
penjadwalan proyek. Teknik dikembangkan untuk mengembangkan jadwal optimal
atau mendekati jadwal yang optimal sehubungan dengan berbagai ukuran kinerja yang
mungkin terjadi. Bab ini menyoroti beberapa teknik dan aplikasinya dalam
penjadwalan perawatan.

9.4.1 Gantt Charts dan Teori Penjadwalan


Diagram Gantt dan Teori Penjadwalan Salah satu teknik tertua yang tersedia
untuk operasi pengurutan dan penjadwalan adalah bagan Gantt yang dikembangkan
oleh Henry L. Gantt selama Perang Dunia II. Bagan Gantt adalah diagram batang yang
menentukan waktu mulai dan selesai untuk setiap aktivitas pada skala waktu
horizontal. Hal ini sangat berguna untuk menunjukkan aktivitas kerja yang
132 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan
direncanakan versus prestasi pada skala waktu yang sama. Hal ini juga dapat
digunakan untuk menunjukkan saling ketergantungan di antara pekerjaan, dan
pekerjaan penting yang memerlukan perhatian khusus dan pemantauan yang efektif.

9.4.2 Penjadwalan Proyek


Kegiatan pemeliharaan biasanya berbentuk proyek dengan banyak operasi
dependen yang membentuk jaringan operasi yang terhubung. Dalam kasus tersebut,
teknik manajemen proyek dapat digunakan untuk penjadwalan operasi perawatan.
Dua teknik pemrograman jaringan utama yang digunakan dalam penjadwalan proyek
adalah metode jalur kritis (CPM) dan teknik evaluasi dan review program (PERT).
Masing-masing dikembangkan secara independen pada akhir 1950-an. Perbedaan
utama antara keduanya adalah bahwa CPM menggunakan satu perkiraan durasi
waktu aktivitas sementara PERT menggunakan tiga taksiran waktu untuk setiap
aktivitas. Oleh karena itu, CPM dianggap sebagai metode jaringan deterministik
sementara PERT adalah metode probabilistik. Kedua jaringan terdiri dari simpul yang
mewakili aktivitas dan panah yang menunjukkan prioritas antara aktivitas. Sebagai
alternatif, panah mungkin mewakili aktivitas dan simpul merupakan tonggak sejarah.
Kedua konvensi tersebut digunakan dalam praktik.

Tujuan di kedua CPM dan PERT adalah menjadwalkan urutan aktivitas kerja
dalam proyek dan menentukan total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
proyek. Durasi total adalah urutan aktivitas terpanjang dalam jaringan (jalur terpanjang
melalui diagram jaringan) dan disebut jalur kritis.

Program Evaluation and Review Technique (PERT) adalah suatu model jaringan
yang mampu memetakan waktu penyelesaian kegiatan yang acak. PERT
dikembangkan pada akhir tahun 1950-an untuk proyek U.S. Navy’s Polaris yang
memiliki ribuan kontraktor. PERT dikembangkan agar tercipta ruang/potensi untuk
pengurangan waktu dan biaya yang diperlukan untuk penyelesaian program
pemeliharaan dan perawatan fasilitas.

Diagram PERT memiliki dua komponen utama yaitu aktivitas (activities) dan
tonggak event/acara (milestones). Kedua komponen ini ditandai dengan busur dan
titik. Activities digambarkan pada busur dan milestones digambarkan pada titik
(lingkaran). Proses perencanaan PERT meliputi langkah-langkah berikut:

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 133


(1) Mengidentifikasi kegiatan (activities) dan tonggak proyek (milestones) yang
spesifik untuk program pemeliharaan dan perawatan fasilitas,
(2) Menentukan urutan yang tepat dari kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan
perawatan fasilitas,
(3) Menyusun model diagram jaringan pemeliharaan dan perawatan fasilitas,
(4) Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan,
(5) Menentukan tahapan dan jalur kritis,
(6) Melakukan pemantauan dan evaluasi serta koreksi pada diagram PERT selama
pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan fasilitas berlangsung.

Diagram PERT sangat bermanfaat bagi pengelolaan sebuah proyek karena


menyediakan informasi berikut:

(1) Jangka waktu penyelesaian pemeliharaan dan perawatan fasilitas k,


(2) Kemungkinan penyelesaian sebelum tanggal yang ditentukan,
(3) Tahapan kegiatan yang kritis, yang dapat berdampak langsung terhadap waktu
penyelesaian pemeliharaan dan perawatan fasilitas,
(4) Kegiatan yang memiliki tenggat waktu relatif longgar yang seharusnya dapat
dikelola sebagai tambahan waktu bagi tahapan kegiatan kritis,
(5) Tanggal kegiatan dimulai dan tanggal kegiatan berakhir (periode program).

Keterbatasan dan kelemahan diagram PERT secara umum adalah bahwa


perkiraan atas waktu yang dibutuhkan bagi masing-masing kegiatan bersifat subyektif
dan tergantung pada asumsi. Sehingga secara umum PERT cenderung terlalu optimis
dalam menetapkan waktu penyelesaian sebuah proyek.

9.4.3 Metode Jalur Kritis


Metode jalur kritis atau Critical Path Method (CPM) adalah teknik menganalisis
jaringan kegiatan/aktivitas-aktivitas ketika menjalankan proyek dalam rangka
memprediksi durasi total. Critical path sebuah proyek adalah deretan aktivitas yang
menentukan waktu tercepat yang mungkin agar proyek dapat diselesaikan.Critical
path adalah jalur terpanjang dalam network diagram dan mempunyai kesalahan
paling sedikit.

134 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan


Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan jalur kritis ini tertundanya
pekerjaan di jalur kritis akan menunda penyelesaian jalur proyek ini secara
keseluruhan. Penyelesaian proyek secara keseluruhan dapat dipercepat dengan
mempercepat penyelesaian pekerajaan – pekerjaan di jalur kritis. Slack pekerjaan jalur
kritis sama dengan 0 (nol). Hal ini memungkinkan relokasi sumber daya dari pekerjaan
non kritis ke pekerjaan kritis.

Asumsi Dasar dalam menghitung critical path method yaitu: (1) Proyek hanya
memiliki satu initial event (start) dan satu terminal event (finish); (2) Saat tercepat
terjadinya initial event adalah hari ke-nol; dan (3) Saat paling lambat terjadinya terminal
event adalah LS = ES dimana LS (latest activity start time) adalah waktu paling lambat
kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek dan ES (earliest activity start time)
adalah waktu mulai paling awal suatu kegiatan. bila waktu mulai dinyatakan dalam
jam, maka waktu ini adalah jam paling awal kegiatan dimulai.

Metode jalur kritis (Critical Path Method/CPM) dengan mengidentifikasi jalur


kritis, dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

(1) Kembangkan diagram jaringan proyek


(2) Lakukan perhitungan CPM untuk mengidentifikasi pekerjaan kritis (ada
pekerjaan di jalur kritis dan pekerjaan yang tidak penting (yaitu pekerjaan
dengan menunggu);
(3) Lakukan hitungan untuk menentukan waktu minimum untuk setiap
pekerjaan dan mengurangi durasi proyek dan menyelidiki pengeluaran
biaya, dan
(4) Mengukur sumber daya agar memiliki persyaratan pekerja yang seragam
untuk meminimalkan persyaratan perekrutan, pemecatan, atau overtime

Teknik Menghitung critical path method terbagi menjadi dua yaitu (1) hitungan
maju (forward pass) dan 2. hitungan mundur (backward pass).

Hitungan maju dimulai dari Start (initial event) menuju Finish (terminal event)
untuk menghitung waktu penyelesaian tercepat suatu kegiatan (Early Finish/EF),
waktu tercepat terjadinya kegiatan (Early Start/ES) dan saat paling cepat dimulainya

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 135


suatu peristiwa (E). Hitungan Mundur (Backward Pass) dimulai dari Finish menuju
Start untuk mengidentifikasi saat paling lambat terjadinya suatu kegiatan (Latest
Finish/LF), waktu paling lambat terjadinya suatu kegiatan (Latest Start/LS) dan saat
paling lambat suatu peristiwa terjadi (L). Apabila kedua perhitungan tersebut telah
selesai maka dapat diperoleh nilai Slack atau Float yang merupakan sejumlah
kelonggaran waktu dan elastisitas dalam sebuah jaringan kerja.

9.4.4 Penjadwalan Menggunakan Komputer


Penjadwalan dengan bantuan komputer selalu diinginkan untuk memiliki sistem
penjadwalan yang sesuai dengan pekerjaan pemeliharaan yang diperlukan untuk
personil yang tersedia dan peralatan yang diperlukan. Sistem ini harus membantu
menjaga informasi dari semua data yang diperlukan dan membuatnya tersedia dengan
keandalan tinggi untuk membangun jadwal kerja yang mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya manusia dan alat berat.

Sejumlah besar paket perangkat lunak tersedia untuk penjadwalan personil yang
optimal untuk kegiatan pemeliharaan terencana dan yang memperhitungkan
kemungkinan kegiatan pemeliharaan yang tidak direncanakan. Paket penjadwalan
proyek tersedia untuk melakukan berbagai fungsi yang berkaitan dengan manajemen
proyek. Salah satu paket unggulannya adalah Microsoft Project yang memiliki
kemampuan memelihara data dan menghasilkan grafik Gantt untuk proyek tersebut.
Jalur kritis melalui diagram jaringan disorot dalam warna untuk memungkinkan
alternatif pemantauan dan uji jadwal.

SOAL
9.1 Perencanaan adalah proses menentukan keputusan dan tindakan di masa
depan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
Proses perencanaan dapat dibagi menjadi tiga tingkat dasar tergantung pada
horison perencanaan. Jelaskan perencanaan jangka panjang, menengah dan
pendek untuk pemeliharaan dan perawatan?
9.2 Metodologi alternatif yang berbeda untuk proses perencanaan strategis yang
ada untuk pemeliharaan dan perawatan, semuanya menekankan keterlibatan

136 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan


semua pemangku kepentingan dalam prosesnya melalui sesi brain storming
dan pertemuan kelompok yang terfokus. Berikan satu contoh langkah-langkah
metodologimya?
9.3 Perencanaan pekerjaan pemeliharaan merupakan prasyarat untuk
penjadwalan yang kuat. Dalam semua jenis pekerjaan pemeliharaan jelaskan
persyaratan yang diperlukan untuk penjadwalan yang efektif?
9.4 Sistem prioritas pekerjaan pemeliharaan memiliki dampak yang luar biasa pada
penjadwalan perawatan. Jelaskan mengapa?
9.5 Berikan contoh teknik penjadwalan dengan Diagram Gantt, Critical Path Method
(CPM), dan Teknik Evaluasi Dan Review Program (PERT).

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 137


138 – Perencanaan dan Penjadwalan Program Pemeliharaan dan Perawatan
10 MANAJEMEN
PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN
Manajemen pemeliharaan dan perawatan mencakup personil, metode, alat dan
terget yang hendak dicapai berdasarkan regulasi terkait dengan penyelengara fasilitas
pelabuhan (Thoresen, 2014). Manajemen pemeliharaan dan perawatan adalah
pengelolaan pekerjaan perawatan dengan melalui suatu proses perencanaan,
pengorganisasian serta pengendalian operasi pemeliharaan dan perawatan untuk
memberikan performasi mengenai fasilitas industri. Gagasan yang muncul mengenai
pokok-pokok pikiran dalam perencanaannya, ditunjukan dengan pertanyaan-
pertanyaan berikut: Apa, Bagaimana, Kapan dan Siapa yang harus dilakukan untuk
pemeliharaan dan perawatan?.

Pengorganisasian dalam pemeliharaan dan perawatan akan mencakup


penerapan dari metode manajemen dengan cara yang sistematis. Dengan demikian
jelaslah bahwa tercapainya tujuan pemeliharaan dan perawatan, tidaklah hanya
ditunjang dengan fasilitas dan teknik perawatannya saja, namun selain itu pula
diperlukan menajemn yang memadai.

Aturan umum dalam dunia usaha mengatakan: “Bila suatu masalah telah menjadi
kompleks dan berdampak besar, maka manajemen yang baik harus ditetapkan.”
Demikian halnya dengan pemeliharaan dan perawatan bagi suatu fasilitas pelabuhan,
manajemen perawatan yang baik akan mendatangkan nilai tambah pada pengelolaan
pelabuhan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 139


10.1 Pengertian Manajemen Perawatan dan Pemeliharaan
Pemeliharaan dan perawatan berarti pembiayaan, tetapi tidak adanya program
pemeliharaan dan perawatan yang sesuai dengan yang diharapkan dapat berdampak
pengeluaran biaya yang jauh lebih besar. Dengan demikian bila masalah perawatan
telah menjadi kompleks dan berdampak besar, maka manajemen yang baik harus
ditetapkan, sehingga keberhasilan dalam melakukan pengelolaan pemeliharaan dan
perawatan akan memberikan berbagai keuntungan, yaitu:

(1) Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas yang digunakan dipelabuhan


menjadi optimal, dengan biaya pemeliharaan dan perawatan yang seminimal
mungkin.
(2) Menjamin ketersediaan fasilitas termasuk mesin dan peralatan secara optimal
pada saat akan digunakan.
(3) Menjamin kesiapan operasional dari seluruh fasilitas yang diperlukan dalam
keadaan darurat setiap waktu.
(4) Menjamin keselamatan kerja bagi setiap orang yang menggunakan atau berada
dalam fasilitas pelabuhan.
(5) Menyediakan informasi yang dapat menunjang pekerjaan pemeliharaan dan
perawatan.
(6) Menentukan metode evaluasi yang berguna dalam pengawasan dan evaluasi
program pemeliharaan dan perawatan.
(7) Membantu menciptakan kondisi kerja yang aman dan tertib dan kenyamanan
dalam bekerja sehingga meningkatkan keterampilan para pekerja karyawan.

Aspek dasar manajemen perawatan terkait dengan efisiensi, subjek ini sangat
berhubungan dengan: tujuan, organisasi, metode atau sistem, keternagakerjaan,
lingkungan, dan fasilitas pelabuhan itu sendiri.

10.1.1 Perawatan Terencana


Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara
terorganisasi untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang,
pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan

140 – Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


sebelumnya. Perawatan terencanan pada kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
pada suatu fasilitas (plant) dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) dan pemeliharaan korektif (corrective
maintenance). (Heizer & Render, 2008; Corder, 1976).

Salah satu alat yang paling penting dalam meminimalkan downtime, secara
konvensional ada atau tidaknya program preventive maintenance atau, disebut
"rekayasa pencegahan (preventive engineering)". Down time adalah sumber utama
yang menyebabkan kehilangan produktifitas di sebagian besar manufaktur atau
fasilitas. Oleh karena itu, penanganan down time yang cepat dengan hasil perbaikan
yang signifikan akan meningkatkan atau mengembalikan produktivitas

10.1.1.1 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)


Preventive adalah sebuah tindakan pencegahan sebelum terjadi. Perawatan
preventif atau preventive maintenance adalah suatu pengamatan secara sistematik
disertai analisis teknis-ekonomis untuk menjamin berfungsinya suatu peralatan
produksi dan memperpanjang umur peralatan yang bersangkutan. Jadi merupakan
sebuah perencanan yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar
fasilitas dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan dimasa yang akan
datang (Heizer & Render, 2008)

Tindakan pencegahan merupakan kegiataan pemeliharaan dan perawatan untuk


mencegah kerusakan yang tak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang
menyebabkan fasilitas operasi lebih tepat. Pemeliharaan prefentif apabila
direncanakan dengan baik dapat mencegah terjadinya kegagalan atau kerusakan,
sebab apabila terjadi kerusakan peralatan operasi dapat berakibat berhentinya
operasional fasilitas.

(1) Jenis Perawatan Pencegahan

Preventive maintenance dilihat dari sisi waktu dibedakan menjadi pencegahan


rutin dan periodik. Perawatan rutin atau Routine Maintenance adalah kegiatan
pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari,
sedangkan periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan erawatan yang

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 141


dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu
sekali, setiap bulan sekali, ataupun setiap tahun sekali.

Perawatan berkala atau periodic maintenance. Kegiatan perawatan yang


dilakukan secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu. Selain itu kegiatan
periodic maintenance dapat juga dilakukan berdasarkan lamanya jam kerja peralatan
sebagai jadwal kegiatan, misalnya seratus jam sekali, dan seterusnya. Kegiatan
periodic maintenance ini jauh lebih berat dari routine maintenance. (Assauri, 2004).

(2) Tujuan Perawatan Pencegahan

Memperpanjang umur produktif fasilitas dengan mendeteksi bahwa sebuah


fasilitas memiliki titik kritis penggunaan (critical wear point) dan mungkin akan
mengalami kerusakan. Tujuan lainnya melakukan inspeksi secara efektif dan menjaga
supaya kondisi peralatan selalu dalam keadaan sehat dan mengeliminir kerusakan
peralatan dan hasil produksi yang cacat serta meningkatkan ketahanan peralatan dan
kemampuan proses ataupun fasilitas serta mengurangi waktu yang terbuang pada
kerusakan fasilitas dan peralatan dengan membuat aktivitas pemeliharan dan yang
terpenting adalah menjaga biaya produksi dan operasional seminimum mungkin.

(3) Elemen Perawatan Pencegahan

Elemen dari pemeliharaan pencegahan atau preventive maintenance (Dhillon B.


, 2006) yaitu inspeksi, kalibrasi, pengujian, penyesuaian, servicing, instalasi, dan
alinyemen. Elemen inspeksi adalah memeriksa secara berkala (periodic) bagian-
bagian tertentu untuk dapat dipakai dengan membandingkan fisiknya, peralatan, listrik,
dan karakteristik lain untuk standar yang pasti. Kemudian melakukan kalibrasi, yaitu
mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk material atau
parameter perbandingan untuk standar yang pasti.

Setelah proses inspeksi dan kalibrasi selanjutnya melakukan pengujian.


Pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan pemakaian dan
mendeteksi kerusakan fasilitas lebih dini. Ketidaksesuaian pada proses pengujian
dilakukan penyesuaian. Penyesuaian ini dilakukan secara periodic untuk unsur
variabel tertentu yang ditinjau untuk mencapai kinerja yang optimal.

142 – Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


Proses pada elemen berikutnya adalah pemeliharaan (Servicing). Pada fasilitas
bangunan dilakukan pengecatan misalnya atau tindakan pemeliharaan untuk
kebersihan. Pada fasilitas alat dilakukan pelumasan secara periodik, pengisian,
pembersihan, dan seterusnya, bahan atau barang untuk mencegah terjadinya
kegagalan baru. Kemudian melakukan instalasi yaitu mengganti secara berkala batas
pemakaian barang atau siklus waktu pemakaian atau memakai untuk
mempertahankan tingkat toleransi yang ditentukan. Elemen terakhir yaitu alinyemen
(Alignment) yang merupakan perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen
variabel untuk mencapai kinerja yang optimal.

(4) Metode Perkiraan Perawatan Pencegahan

Mengatur suatu pekerjaan perawatan pada sebuah departemen perawatan


(maintenance department) masih sering ditemui kendala dalam menentukan
kebutuhan tenaga kerja yang efisien.

Kendala ditemukan dalam hal bagaimana mengalokasikan sejumlah tenaga kerja


terhadap pekerjaan perawatan sebuah peralatan. Tidak ada standar yang menetapkan
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan terhadap
suatu peralatan/peralatan. Hal ini bisa dimaklumi karena antara satu peralatan dengan
peralatan lainnya mempunyai karakteristik, spesifikasi serta fungsi yang berbeda
sehingga kebutuhan tenaga perawatannya juga berbeda. Kemudian, untuk pekerjaan
perawatan, kebanyakan peralatan atau peralatan tersebut diharuskan untuk berhenti
beroperasi, sehingga pekerjaan perawatan bisa lancar dan hasilnya baik. Namun
untuk menetapkan lamanya peralatan berhenti juga bukan merupakan hal yang
mudah, karena setiap peralatan mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda pula.
Referensi utamanya adalah pengalaman lalu.

Pekerjaan perawatan biasanya dilakukan pada interval waktu yang


direncanakan. Jarak interval ini ditentukan dari tingkat peralatan dan kondisi beban.
Pekerjaan perawatan preventif bisa menolong memperpanjang umur peralatan
(sampai 3-4 kali) dan mengurangi kerusakan yang tidak diharapkan (Daryus, 2013).
Perbaikan yang dilakukan pada interval waktu yang direncanakan pada perawatan
preventif umumnya dikategorikan atas empat tingkat sesuai dengan volume pekerjaan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 143


yaitu: Inspeksi (I), Perbaikan Ringan (R), Perbaikan sedang (S) dan Overhaul (O).
Beban pekerjaan perawatan bertambah mulai dari inspeksi hingga ke tingkat overhaul.

Metode dalam mengatur pelaksanaan pekerjaan perawatan preventif adalah


dengan menggunakan angka “Kompleksitas Perbaikan (KP)”. Kompleksitas Perbaikan
adalah indeks relatif yang memberikan ide komparatif dari kompleksitas peralatan
dengan memperhitungkan roda gigi mekanis, unit pneumatik dan hidrolik, permukaan
penggerak dan transmisi lain yang terpasang pada peralatan. Konsep KP bisa
digunakan untuk menentukan:

(1) ukuran departemen perawatan mekanikal, persyaratan staf dan tenaga kerja;
(2) material dan suku cadang yang diperlukan bagi pekerjaan perawatan;
(3) perkiraan biaya perbaikan tahunan peralatan; dan
(4) persentase breakdown.

10.1.1.2 Perawatan Korektif (Corrective Maintenance)


Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah pemeliharaan
yang dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki
suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi
suatu kondisi yang bisa diterima (Corder, 1996). Pemeliharaan ini meliputi perbaikan
kecil terutama untuk rencana jangka pendek, yang mungkin timbul saat pemeriksaan,
juga overhaul terencana. Pengertian lainnya untuk Corrective Maintenance adalah
pemeliharaan ulang yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus segera
diperbaiki karena keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas utama
(Heizer & Render, 2008).

Corrective Maintenance jauh lebih murah biayanya dibandingkan dengan


mengadakan Preventive Maintenance. Hal ini karena pemeliharaan korektif dilakukan
apabila terjadi kerusakan pada fasilitas ataupun peralatan produksi. Tetapi apabila
kerusakan terjadi pada fasilitas atau peralatan selama proses produksi berlangsung,
maka akibat dari kebijaksanaan pencegahan (Preventive Maintenance). Sehingga
dalam hal ini perusahaan perlu mempertimbangkan tentang kebijakan yang dilakukan
dalam perawatan fasilitas atau peralatannya sehingga efisiensi dalam perawatan
dapat terpenuhi.

144 – Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


Biasanya, pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah pemeliharaan
yang tidak direncanakan, tindakan yang memerlukan perhatian lebih yang harus
ditambahkan, terintegrasi, atau menggantikan pekerjaan telah dijadwalkan
sebelumnya. Oleh karena itu, Dalam pelaksanaan pemeliharaan yang harus
diperhatikan adalah jadwal fasilitas, perencanaan pemeliharaan, sasaran
perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam perencanaan
pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang efektif, dan
estimasi pekerjaan (Assauri, 2004). Adapun keuntungannya adalah: pengurangan
pemeliharaan darurat; pengurangan waktu nganggur; menaikkan ketersediaan
(availability) untuk produksi; meningkatkan penggunaan tenaga kerja untuk
pemeliharaan dan produksi; memperpanjang waktu antara overhaul; pengurangan
penggantian suku cadang, membantu pengendalian sediaan; meningkatkan efisiensi
peralatan; memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang bisa diandalkan; dan
memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian peralatan.

Corrective maintenance dapat dihitung dengan Mean Time to Repair (MTTR)


dimana time to repair ini meliputi beberapa aktivitas yang dapat dibagi menjadi 3
kelompok (O'Connor & Kleyner, 2012), yaitu:

(a) Preparation time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menemukan


orang untuk mengerjakan perbaikan, waktu tempuh ke lokasi kerusakan, dan
membawa peralatan uji perlengkapan.
(b) Active maintenance time merupakan waktu sebenarnya yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan tersebut. Meliputi waktu untuk mempelajari peta
perbaikan sebelum aktivitas perbaikan yang sebenarnya dimulai serta
waktu yang dihabiskan untuk memastikan kerusakan yang ada telah
selesai diperbaiki, terkadang juga meliputi waktu untuk melakukan
dokumentasi atas proses perbaikan yang telah dilakukan ketika hal
tersebut harus diselesaikan sebelum perlengkapan tersedia.
(c) Delay time (logistic time) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
menunggu datangnya komponen dari peralatan yang baru diperbaiki.

Mean Time to Repair merupakan nilai rata-rata waktu perbaikan kerusakan yang
terjadi. Cara perhitungan setiap MTTR tergantung dengan parameter yang sesuai
dengan distribusi data yang ada.
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 145
Corrective maintenance merupakan studi yang digunakan dalam menentukan
tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan. Tindakan perawatan
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang sama. Prosedur ini
ditetapkan pada peralatan atau peralatan yang sewaktu-waktu dapat terjadi
kerusakan. Pada umumnya usaha untuk mengatasi kerusakan dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

(a) Mencatat data kerusakan, kemudian mengembangkan peralatan sehingga


kerusakan yang sama tidak terjadi lagi.
(b) Improve peralatan sehingga perawatan menjadi lebih mudah.
(c) Merubah proses.
(d) Merancang kembali komponen yang gagal
(e) Mengganti dengan komponen yang baru
(f) Meningkatkan prosedur perawatan preventif
(g) Meninjau kembali dan merubah sistem pengoperasian

10.1.2 Pemeliharaan Tak Terencana (Unplanned Maintenance)


Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang
didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk
mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada
peralatan, atau untuk keselamatan kerja. Pada umumnya sistem pemeliharaan
merupakan metode tak terencana, dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau
tanpa disengaja rusak hingga akhirnya, peralatan tersebut akan digunakan kembali
maka diperlukannya perbaikan atau pemeliharaan (Corder, 1996).

Pemeliharaan tak terencana merupakan emergency maintenance yaitu


pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau
kerusakan yang tidak terduga.

10.1.3 Total Productive Maintenance (TPM)


Total Productive Maintenance (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif
dalam preventive maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan serta
mengurangi/menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown) dengan melakukan
identifikasi terlebih dahulu (Nakajima, 1988). Dengan kata lain Total Productive

146 – Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


Maintenance sering didefenisikan sebagai productive maintenance yang dilaksanakan
oleh seluruh pegawai, didasarkan pada prinsip bahwa peningkatan kemampuan
peralatan harus melibatkan setiap orang dalam organisasi, dari lapisan bawah sampai
manajemen puncak. Kata total dalam Total Productive Maintenance mempunyai tiga
pengertian yang dikaitkan pada tiga hal penting dari TPM:

(a) Total Effectiveness, menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk efisiensi


ekonomi, efektifitas dari peralatan/peralatan secara keseluruhan dan
mencapai keuntungan.
(b) Total Participation, semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan
menjaga semua fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM (dari operator
sampai top management)
(c) Total Maintenance System, pelaksanaan perawatan dan peningkatan
efektifitas dari fasilitas dan kesatuan operasi produksi, meliputi maintenance
prevention, maintainability improvement, dan preventive maintenance.

Keuntungan-keuntungan yang mungkin diperoleh perusahaan yang menerapkan


TPM bisa secara langsung maupun tidak langsung. Keuntungan secara langsung yang
mungkin diperoleh adalah: mencapai ope (overall plant efficiency) minimum 80%;
mencapai oee minimum 90%; memperbaiki perlakuan, sehingga tidak ada lagi
komplen dari pelanggan; mengurangi biaya manufaktur sebesar 30%; memenuhi
pesanan konsumen sebesar 100% (mengirimkan kuantitas yang tepat pada waktu
yang tepat dengan kualitas yang disyaratkan pelanggan); mengurangi kecelakaan
kerja; dan mengikuti ukuran control polusi. Sedangkan keuntungan yang didapat
secara tidak langsung adalah tingkat keyakinan tinggi antara karyawan; menjaga
tempat kerja bersih, rapi, dan menarik; perubahan perilaku operator; mencapai tujuan
dengan bekerja sebagai tim; penjabaran horizontal dari konsep baru di semua area
organisasi; membagi pengetahuan dan pengalaman; dan pekerjaan memiliki rasa
kepemilikan terhadap peralatan.

Cakupan dari TPM yaitu (a) merancang peralatan yang handal, mudah
dioperasikan, dan mudah untuk dipelihara; (b) menekan total biaya ketika membeli
peralatan (sehingga pelayanan dan pemeliharaan dapat dimasukkan dalam biaya); (c)
mengembangkan rencana pemeliharaan preventif yang memanfaatkan praktik terbaik
dari operator, departemen pemeliharaan, dan layanan depot; dan (d) pelatihan untuk
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 147
karyawan yang diberikan tanggung jawab untuk mengamati, memeriksa,
menyesuaikan, membersihkan, dan memberitahukan dalam melaksanakan sistem
pemeliharaan/maintenance sehingga operator memelihara peralatan mereka sendiri
dan dapat bekerjasama dengan bagian pemeliharaan.

10.2 Tanggung Jawab Manajemen Perawatan dan


Pemeliharaan
Manajemen pemeliharaan dan perawatan mencakup personil, metode, alat dan
terget yang hendak dicapai berdasarkan regulasi terkait dengan penyelengara fasilitas
pelabuhan.

10.2.1 Personil dalam Manajemen Perawatan dan Pemeliharaan


Tanggung jawab untuk pemeliharaan fasilitas pelabuhan harus dikontrol oleh
tenaga yang berpengalaman dengan benar di bawah kendali manajer rekayasa
pemeliharaan yang berkualitas dan staf pengawas. Selain manajer, tim manajemen
pemeliharaan biasanya melibatkan pemeriksaan teknik dan staf pengawas. Sering kali
ini adalah individu yang sama.

Inspektur atau petugas inspeksi akan mengumpulkan informasi yang diperlukan


di lapangan dan menghasilkan laporan berikutnya, sementara staf pengawas
mempersiapkan rencana dan spesifikasi untuk perbaikan dan pemeliharaan fasilitas,
fasilitas pelabuhan.

Tanggung jawab untuk infrastruktur harus di bawah kendali seorang insinyur sipil
dan manajer perawatan fasilitas, yang akan bertanggung jawab untuk jangka panjang
yang merencanakan pemeliharaan, penggantian item rawan kerusakan (degradasi)
seperti karena keausan, dan untuk menanggapi keadaan darurat sehari-hari.

Pemeliharaan kecil atau pemeliharaan rutin juga direncanakan oleh ahli sipil,
bangunan, mekanik dan listrik. Umumnya dilakukan oleh personel internal yang
berada pada unit sendiri dan terletak di dalam fasilitas pelabuhan. Karena variabilitas
dan ruang lingkup, pemeliharaan utama fasilitas pelabuhan sebaiknya dilakukan oleh
kontraktor yang sesuai kualifikasi atau berhubungan di bawah perjanjian layanan,
dengan produsen peralatan. Hal ini terutama berlaku untuk fasilitas gantry crane
dermaga, mobile crane, peralatan khusus bongkar/muat, rail-mounted gantries,

148 – Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


automated stacking cranes, reach stackers dan penangan kontainer kosong (empty
container handlers). Peralatan lain seperti unit traktor, trailer, truk fork-lift dan jenis
lainnya yang lebih kecil dari peralatan tersebut dapat dikelola oleh otoritas pelabuhan.

Gambar 10.1: Contoh Struktur Organisasi

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 149


Pengelompokan personil dalam manajemen rekayasa perawatan sebagai
berikut:

(1) manajemen
(2) manajemen senior
(3) junior dan manajemen menengah
(4) tenaga kerja kerah biru
(5) terampil
(6) semi-terampil
(7) tenaga kerja.

Banyak terminal dalam pelabuhan beroperasi secara 24/7, dan sehingga


diperlukan staf pemeliharaan yang tepat dan bekerja secara 24 jam untuk menjamin
kerusakan dan perbaikan darurat dapat diselesaikan. Hal ini biasanya dicapai dengan
mengoperasikan sistem dua atau tiga shift. Contoh organisasi pemeliharaan
ditunjukan pada Gambar 10.1.

Terlepas dari direktur atau kepala eksekutif dan direktur operasi, garis manajer
langsung untuk manajer teknik, semua personil pemeliharaan harus bertempat
disebuah bangunan pemeliharaan yang terletak dekat dengan bagian operasional
pelabuhan. Bangunan ini harus mengakomodasi administrasi, manajemen,
pengawasan dan pergantian personel bersama-sama dengan bengkel pemeliharaan
yang sebenarnya dan fasilitas internal.

10.2.2 Ketersediaan Suku cadang


Ketersedianan suku cadang akan diperlukan untuk memberikan jaminan fungsi
pemeliharaan, dengan tanggung jawab penyimanan suku cadang dan bahan yang
diperlukan oleh internal atau kontraktor khusus terutama sangat penting untuk suku
cadang yang mungkin harus datang dari luar negeri.

10.2.3 Informasi Manajemen


Efektivitas pemeliharaan biasanya diukur dengan mengacu pada pengeluaran
anggaran dan ketersediaan fasilitas dan peralatan atau aspek lain dari infrastruktur.
Untuk terminal modern, aspek terakhir adalah yang paling penting, dan itu akan
diperlukan untuk menentukan tingkat yang dapat diterima dari fasilitasl dan downtime

150 – Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


peralatan untuk menyediakan fungsi rekayasa pemeliharaan dengan target yang bisa
diterapkan dan diterima. Ini akan diperlukan untuk membuat sebuah sistem jadwal
pemeriksaan melalui pengeluaran yang direncanakan untuk perawatan pencegahan
dan kerja yang dilaksanakan dapat dianggarkan dan dipantau secara bulanan.

Setiap perbaikan tak terjadwal seperti kerusakan dan rusak karena kecelakaan
(breakdowns and accident damage) juga perlu dicatat untuk kedua pekerjaan yang
dilakukan termasuk biaya yang terkait. Ada sejumlah sistem pemeliharaan berbasis
Teknologi Informasi (IT) tersedia untuk mencatat kedua rekaman breakdowns and
accident damage serta biaya dikeluarkan. Pilihan terakhir dari sistem akan tergantung
pada metode operasi aktual yang dipilih dan rincian detail keuangan serta tugas yang
diperlukan.

10.2.4 Fasilitas dan Peralatan


Setelah komisioning awal fasilitas dan peralatan, serta pembentukan sebuah
bengkel perawatan engineering yang efisien, mungkin diperlukan waktu untuk melatih
personil pemeliharaan. Perencanaan perawatan pencegahan, pekerjaan
pemeliharaan utama dan inspeksi yang sesuai dari fasilitas dan peralatan biasanya
dilakukan selama pergantian shift setiap hari ketika semua kontraktor perawatan
spesialis atau perawatan internala. Di luar pergeseran hari, tingkat pengawakan
minimum biasanya dipertahankan untuk menjamin kerusakan dan perbaikan darurat
saja dapat dilakukan. Untuk daerah spesialis lain seperti IT dan elektronik, biasanya
untuk mempertahankan personil internal, karena kebutuhan spesifik dari sistem dan
peralatan tersebut.

Personil mekanik dan listrik serta IT akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan
harian peralatan penanganan kargo dan aspek lain dari fasilitas yang membutuhkan
keterampilan dan spesifik hardware serta operasional software IT seperti sistem
operasi terminal.

Tegangan tinggi kabel listrik dan switchgear harus dipertahankan oleh kontraktor
spesialis, sementara pemeliharaan tegangan rendah dan menengah dapat dilakukan
oleh personil internal yang memenuhi syarat.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 151


SOAL
10.1 Jelaskan pengertian perawatan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan?
10.2 Apa perbedaan pemeliharaan dan perawatan fasilitas di pelabuhan?
10.3 Jelaskan pengertian manajemen pemeliharaan dan perawatan (maintenance
management) kaitannya dengan fasilitas pelabuhan?
10.4 Jelaskan fungsi dan tujuan manajemen perawatan fasilitas pelabuhan?
10.5 Jelaskan fungsi primer dan sekunder perawatan kaitannya dengan fasilitas
pelabuhan?
10.6 Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pemeliharaan?
10.7 Jenis perawatan dan pemeliharaan dikategorikan dalam dua cara yaitu (1)
pemeliharaan terencana (planned maintenance) meliputi pemeliharaan
pencegahan (preventive maintenance) dan pemeliharaan korektif (corrective
maintenance); (2) pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance).
Jelaskan pengertian ini, berikan masing-masing contohnya?
10.8 Apa yang dimaksdukan dengan Total Productive Maintenance (TPM),
jelaskan?
10.9 Jelaskan cakupan manajemen perawatan dan pemeliharaan di fasilitas
pelabuhan?
10.10 Tanggung jawab untuk pemeliharaan fasilitas pelabuhan harus dikontrol oleh
tenaga yang berpengalaman dengan benar di bawah kendali manajer
rekayasa pemeliharaan yang berkualitas dan staf pengawas. Jelaskan
personil yang terlibat dalam perawatan dan pemeliharaan termasuk tanggung
jawab masing-masing personil dalam pengelolahan fasilitas pelabuhan?

152 – Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


11 OPTIMALISASI MANAJEMEN
PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN
Manajemen perbaikan modern tidak hanya untuk memperbaiki peralatan yang
rusak secara cepat. Manajemen perbaikan yang modern adalah untuk menjaga suatu
barang atau peralatan dapat bekerja dan berjalan dengan fungsi yang maksimal dan
menghasilkan produk yang berkualitas dengan menekan biaya serendah mungkin.
Kesiapan dan keandalan fasilitas dan peralatan-peralatan yang dimiliki perusahaan
harus dipelihara agar tidak mengganggu proses produksi. Tentunya hal ini harus
didukung oleh sistem pemeliharaan yang efektif dan efisien. Dalam kaitannya dengan
persediaan peralatan, sudah sangat umum untuk melakukan pencatatan suku cadang
dari peralatan/mesin yang ada. Hal yang sangat penting dalam manajemen
pemeliharaan adalah untuk meminimalisasi penggantian suku cadang dengan tetap
mendapatkan nilai produksi yang tinggi (Muhtadi, 2009).

Umumnya, pemeliharaan preventif direncanakan untuk fasilitas dan peralatan


untuk dijalankan. Hal ini biasanya tidak terjadi untuk pemeliharaan infrastruktur
terminal. Misalnya, struktur dermaga, dengan pengecualian dari fender dan
kelengkapan dermaga (jalan, tangga, dll), akan diasumsikan untuk berumur sesuai
usia rencana dengan sedikit atau tanpa perawatan. Namun, dalam rangka untuk
memastikan infrastruktur mencapai usia desainnya, adalah penting bahwa
pemeriksaan dan pemeliharaan seluruh elemen infrastruktur dilakukan secara teratur.

Pekerjaan pemeliharaan dermaga, trotoar dan bangunan, dilakukan selama hari


kerja normal. Sangat mungkin bahwa sebagian besar pekerjaan ini akan dilakukan
oleh kontraktor luar, meskipun tim internal dapat dipertahankan untuk perbaikan kecil
atau darurat.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 153


Insinyur sipil dan manajer fasilitas akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan
fasilitas ini, dan harus mempertimbangkan strategi perawatan, pencegahan serta
harus bereaksi terhadap keadaan darurat dan penggantian elemen infrastruktur.
Catatan pekerjaan pemeliharaan sebelumnya yang dilakukan, termasuk frekuensi dan
biaya pengeluaran perbaikan akan diperlukan.

11.1 Optimalisasi Desain untuk Mengurangi Biaya


Pemeliharaan dan Perawatan Masa Depan
Sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen siklus hidup (life-cycle management),
penting untuk memberikan pertimbangan akan optimalisasi desain untuk memastikan
bahwa biaya pemeliharaan masa depan menjadi minimum. Disarankan bahwa biaya
life-cycle management dianggap sebagai alat yang efektif untuk mengevaluasi
alternatif penting bagi unsur-unsur utama dari infrastruktur yang tidak hanya akan
mempengaruhi biaya modal proyek, tetapi juga dapat membantu untuk mengurangi
biaya pemeliharaan masa depan. Sejumlah elemen-elemen utama dari fasilitas
pelabuhan yang diusulkan secara singkat dibahas di bawah.

11.1.1 Pekerjaan Tanah (Earthworks)


Kegiatan pekerjaan tanah utama bagi banyak proyek pelabuhan termasuk
reklamasi dan potensi untuk perbaikan tanah untuk mengurangi penurunan. Dari
perspektif ekonomi, idealnya bahan reklamasi harus menjadi bahan laut yang
bermanfaat (Sea-won), tapi ini mungkin tidak dapat dilakukan. Dalam hal apapun,
perbaikan tanah adalah cara yang efektif untuk mengurangi penurunan jangka panjang
dan pemeliharaan berikutnya, dan akan ditentukan oleh kriteria penyelesaian operator
sehubungan dengan jalan dan pondasi. Namun, seperti perbaikan tanah lainnya, hal
ini dapat menambah biaya yang signifikan untuk proyek perawatan, pertimbangan hati-
hati dari jenis dan efek pada biaya keseluruhan harus dibuat. Jenis perbaikan tanah
meliputi:

(a) Surcharging (penimbunan/penambahan)


(b) saluran air vertikal timbunan
(c) saluran horisontal timbunan
(d) pemadatanan tanah

154 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


(e) kolom batu.

11.1.2 Lapis Perkerasan (Pavements)


Pilihan perkerasan pada fasilitas pelabuhan akan memiliki dampak yang
signifikan pada biaya pemeliharaan. Pembebanan kriteria untuk masing-masing
daerah akan bervariasi untuk lokasi yang berbeda. Misalnya, daerah penumpukan
kontainer membebani lapis perkerasan secara vertikal dan tetap, sedangkan jalan raya
untuk beban berulang, dan karena itu akan memerlukan desain yang menggunakan
aspal (Gambar 20.2). Oleh karena itu akan menjadi tidak ekonomis untuk merancang
semua daerah untuk penumpukan dengan lapisan aspal mungkin penggunaan beton
lebih sesuai. Jenis paving untuk pertimbangan areal bongkar-muat meliputi:

(a) blok beton pavers


(b) aspal
(c) aspal grouting (misalnya: Densiphalt)
(d) beton bertulang
(e) Lapisan perkerasan krikil (gravel beds) dan balok-lantai di areal stacking-
kontainer (ground beams in container-stacking areas).

11.1.3 Pekerjaan Baja (Steelworks)


Permukaan baja umum dilindungi terhadap korosi dengan sistem cat yang sesuai
untuk memberikan daya tahan yang diperlukan dan meminimalkan biaya
pemeliharaan. Semua tiang pancang baja pada fasilitas pelabuhan harus
menggunakan sistem proteksi katodik, dan dari perspektif pemeliharaan yang
memerlukan pemantauan konstan penggunaan sacrificial anodes lebih mudah saat ini.
Semua pekerjaan baja dan tiang pancang harus dirancang dengan memperhitungkan
perlindungan korosi. Manajemen korosi mungkin harus diterapkan.

11.1.4 Pekerjaan Beton


Semua pekerjaan beton cor ditempat atau beton pracetak, dianjurkan bahwa
penutup ketebalan untuk tulangan baja yang tepat atau tebal selimut beton untuk
lingkungan laut atau persyaratan beton yang terekposure dengan air laut harus
diadopsi untuk memberikan daya tahan yang diperlukan dan untuk meminimalkan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 155


biaya pemeliharaan. Upaya perbaikan dan perawatan seperti yang akan diuraikan
pada bagian selanjutnya.

11.1.5 Utilitas
Persyaratan untuk utilitas dengan potensi operator (s), mengingat implikasi
perawatan jangka panjang harus dijalankan, seperti:

(a) distribusi air minum (potable water) dan hidran dan pengumpulan, penyimpanan
dan penggunaan yang dikumpulkan air hujan / air abu-abu untuk penggunaan
non-minum.
(b) distribusi listrik.
(c) limbah air kotor- induk fasilitas distribusi dan pemurnian
(d) distribusi air permukaan - kebutuhan untuk pencegat minyak
(e) daerah pencahayaan - pilihan tiang tinggi (kisi atau kolom)
(f) ducting - telekomunikasi dan kabel IT
(g) pengisian bahan bakar - lokasi dan jenis station (s), termasuk tanggul
(h) Pemadam kebakaran (fire) - distribusi instlasi utama, hidran kebakaran dan
bunkering kapal, termasuk pilihan, lokasi dan kapasitas pompa.

11.1.6 Fender
Jenis dan ukuran fender diperlukan untuk berbagai kapal dapat diantisipasi untuk
menggunakan fasilitas tersebut. Fender rentan rusak akibat kapal, dan sering
membutuhkan perbaikan atau penggantian. Kemudahan perbaikan dapat menjadi
sangat penting untuk operasional downtime karena implikasi berlabuh, dan
pertimbangan harus diberikan untuk kemampuan melaksanakan pemeliharaan yang
cepat dan efektif.

11.1.7 Bollards
Menentukan ukuran dan kapasitas dari bollards, menyangkut perkembangan
ukuran kapal masa depan. Secara umum, ada beberapa masalah pemeliharaan
sehari-hari dengan bollards dan harus dipertimbangkan kelengkapan bahan untuk
kemudahan perbaikan dalam hal kerusakan besar.

156 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


11.1.8 Pompa
Pompa akan diperlukan untuk air limbah dan sistem utama kebakaran, dan
pilihannya harus mencerminkan tidak hanya kapasitas tetapi juga kemudahan
pemeliharaan dan perbaikan.

11.1.9 Rumah Pompa (Fencing)


Pilihan dan jenis perimeter dan pagar dan lainnya harus mencerminkan baik
perlindungan keamanan yang diperlukan dan kemudahan pemeliharaan.

11.2 Biaya manajemen pemeliharaan


Biaya mempertahankan umur hidup perawatan (The lifetime costs of maintaining)
infrastruktur pelabuhan dapat berada di kisaran 10-25% dari biaya investasi awal.
Untuk fasilitas dan peralatan, biaya pemeliharaan selama masa aset umumnya akan
melebihi harga pembelian asli. Hal ini tentu saja mungkin untuk perawatan yang
berlebih (overmaintain) aset, dan dalam beberapa keadaan pemecahan biaya untuk
bisnis fasilitas atau peralatan mungkin kurang dari biaya awal pemeliharaan untuk
mencegah kerusakan di keajidan pertama. Direncanakan pemeliharaan pencegahan
pada interval yang telah ditentukan termasuk inspeksi rutin biasanya dilakukan
terpisah dari biaya pemeliharaan korektif yang disebabkan oleh kerusakan non-
periodik atau kerusakan umum lainnya.

Catatan pekerjaan yang dilakukan pada struktur, atau pada fasilitas dan
peralatan, merupakan bagian dari evaluasi berkelanjutan dari kinerja fasilitas
pelabuhan, dan termasuk pembelian dan penyimpanan suku cadang. Informasi ini
digunakan untuk mengevaluasi kinerja aktual dan relatif untuk fasilitas struktur etap
dan untuk pra-pemesanan suku cadang atau stocking suku cadang.

11.3 Strategi Perawatan


Strategi perawatan untuk fasilitas infrastruktur dan peralatan yang memerlukan
perawatan diimplementasikan dan dilakukan pemantauan terus. Dengan cara ini,
umpan balik dari pemantauan ini akan memungkinkan strategi untuk meninjau secara
teratur untuk menentukan apakah, misalnya, pola perbaikan serupa muncul, dan di
mana itu akan bermanfaat untuk produktivitas dan efektivitas biaya pelabuhan untuk

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 157


mengubah strategi yang diberlakukan. Oleh karena itu, review terus menerus
pemeliharaan yang direncanakan terhadap apa yang sebenarnya terjadi akan
mengidentifikasi daerah-daerah yang dapat dimodifikasi untuk meningkatkan
pemeliharaan secara keseluruhan .

11.3.1 Biaya Pemeliharaan


Biaya semua pemeliharaan yang dilakukan juga harus dicatat. Sekali lagi,
perbandingan biaya aktual terhadap biaya yang dianggarkan untuk item pekerjaan
akan mengidentifikasi daerah-daerah yang dapat memprihatinkan. Alasan untuk
overruns biaya dan underruns dapat dibentuk untuk memastikan apakah perbaikan
dapat dilakukan dalam asumsi asli yang dibuat untuk pelaksanaan item pekerjaan.

11.3.2 Operasi Dan Perencanaan Biaya Pemeliharaan


Mengidentifikasi total pengeluaran operasi dan pemeliharaan kemungkinan yang
bisa diharapkan. Metodologi ini hanya akan menjelaskan pemakaian teratur dan tidak
untuk fasilitas yang mengalami kecelakaan seperti tidak memperhitungkan kecelakaan
yang tidak terduga oleh alam. Untuk fasilitas pelabuhanelemen struktur dan fasilitas
serta peralatan adalah paling dapat dengan mudah diidentifikasi penggunaan dan /
atau penyalahgunaan.

Fender, misalnya, unsur kerusakan yang dipasang terlihat jika fungsi untuk
melindungi struktur dermaga dan kapal rusak. Normalnya fasilitas unit fender
(misalnya 30 tahun), akan memerlukan penggantian dan / atau perbaikan besar
setidaknya sekali dalam 30 tahun. permukaan aspal biasanya hanya berlangsung 10-
15 tahun karena degradasi dari penggunaan alat berat dan paparan sinar matahari.
Serangan anoda di tumpukan baja biasanya tahan hingga 5 tahun. Dengan alasan
yang sama, tidak ada atau sangat sedikit terjadi tterangkatnya tiang pancang atau
turap (pilewall sheet) atau batang penjangkaran. Jika berbagai komponen fasilitas
harus diganti dalam umur struktur, total biaya operasional dan pemeliharaan dapat
diprediksi. Dengan membagi total biaya operasi dan pemeliharaan dengan umur
konstruksi, dan anggaran pemeliharaan dapat dibentuk. Meskipun hasil yang diperoleh
belum tentu tepat, akan berguna dalam menjalankan anggaran operasi dan
pemeliharaan. Tentu saja, operasi dan biaya pemeliharaan tahun ke tahun sebenarnya

158 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


akan berbeda, tapi seperti model prediksi setidaknya akan memberikan beberapa
indikasi dari biaya.

11.3.3 Struktur Dan Fasilitas


Sebagian besar barang-barang dari pabrik dan peralatan sudah melakukan
program perawatan pencegahan yang direncanakan sebagaimana diatur oleh
produsen dan pabrikan yang ditetapkan oleh hukum berwenang/perusahaan asuransi.
Namun, untuk struktur dan fasilitas lainnya, itu akan diperlukan untuk
mengembangkan program manajemen pemeliharaan untuk berbagai jenis struktur
dan fasilitas.

11.4 Pemeriksaan dan Inspeksi


Pemeriksaan harus dilakukan dengan unit struktural yang berbeda. Misalnya,
tumpukan lembaran baja dan struktur beton harus dibagi menjadi setidaknya dua
struktur yang berbeda untuk tujuan pemeriksaan dan menetapkan tingkat kerusakan.
Batas-batas struktur harus didefinisikan secara jelas pada awal pekerjaan. batas
umum termasuk sambungan konstruksi, perubahan konfigurasi dan perubahan usia
konstruksi, arah atau urutan tekuk. Sesuai dengan American Society of Civil Engineers
'Manual 101, Underwater Investigasi: Standard Practice Manual (Childs, 2001), enam
jenis pemeriksaan dapat dipertimbangkan dalam manajemen pemeliharaan, dengan
jenis (d) ke (f) menjadi bagian dari inspeksi pemeliharaan rutin:

(1) pemeriksaan konstruksi baru (new construction inspection)


(2) pemeriksaan awal (baseline inspection)
(3) pemeriksaan rutin (routine inspection)
(4) pemeriksaan desain perbaikan (repair design inspection)
(5) pemeriksaan khusus (special inspection)
(6) pasca-pemeriksaan (post-event inspection).

Inspeksi konstruksi baru dilakukan hanya dalam hubungan dengan struktur baru
dibangun / komponen untuk memastikan kontrol kualitas yang tepat. inspeksi dasar
untuk struktur baru berfungsi untuk memverifikasi bahwa rencana konstruksi telah
sesuai dan untuk memastikan konstruksi yang bebas dari cacat yang signifikan
sebelum penerimaan. Untuk struktur yang ada, pemeriksaan ini berfungsi untuk

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 159


memverifikasi dimensi dan rincian konfigurasi konstruksi. Inspeksi dasar biasanya
dilakukan dekat dengan waktu penyelesaian konstruksi baru, sebelum penerimaan
oleh pemilik. Pada struktur yang ada, inspeksi harus bertepatan dengan pemeriksaan
rutin pertama.

Inspeksi rutin dimaksudkan untuk menilai kondisi keseluruhan struktur umum,


menetapkan rating kondisi penilaian, dan merekomendasikan tindakan untuk kegiatan
pemeliharaan masa depan. Pemeriksaan harus dilakukan dengan tingkat detail yang
diperlukan untuk mengevaluasi kondisi keseluruhan struktur. Dokumentasi hasil
pemeriksaan harus terbatas pada pengumpulan data yang diperlukan untuk
mendukung tujuan tersebut, dalam rangka untuk meminimalkan pengeluaran sumber
daya pemeliharaan.

Perbaikan inspeksi desain berfungsi untuk merekam atribut yang relevan dari
setiap cacat yang akan diperbaiki sehingga jadwal perbaikan dapat dihasilkan.
Bertentangan dengan pemeriksaan rutin, inspeksi desain perbaikan dilakukan hanya
bila perbaikan telah dilakukan, seperti yang ditetapkan dari pemeriksaan rutin.
Perbaikan inspeksi desain mungkin memakan waktu lebih lama untuk mengeksekusi
dari pemeriksaan rutin karenanya memerlukan dokumentasi rinci dari semua cacat
yang telah diperbaiki.

Menggunakan pendekatan dua tingkat ini, proses pemeriksaan dan sumber daya
dapat dimanfaatkan dengan cara yang sangat efisien. Hal ini tidak selalu diperlukan
bahwa pemeriksaan rutin dilakukan sebelum pemeriksaan desain perbaikan. Dalam
situasi di mana kebutuhan untuk perbaikan dikenal atau jelas, atau untuk fasilitas kecil,
mungkin menguntungkan untuk melakukan pemeriksaan rutin dan desain perbaikan
inspeksi secara bersamaan.

Inspeksi khusus dimaksudkan untuk melakukan pengujian desain rinci atau


investigasi dari struktur, diperlukan untuk memahami sifat dan / atau tingkat
kerusakan, sebelum menentukan kebutuhan dan jenis perbaikan yang diperlukan. Ini
mungkin melibatkan berbagai jenis pekerjaan beton dan / atau pengujian laboratorium.
Jenis pemeriksaan dilakukan hanya bila dianggap perlu sebagai hasil dari
pemeriksaan desain rutin atau perbaikan.

160 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


Akhirnya, inspeksi pasca-pemeriksaan dilakukan dalam situasi darurat atau
kerusakan untuk melakukan evaluasi cepat dari struktur, angin, gempa, dampak kapal,
kebakaran atau peristiwa serupa, dalam rangka untuk menentukan apakah perhatian
lebih lanjut pada struktur ini diperlukan sebagai akibat dari keadaan tersebut. Inspeksi
tersebut dilakukan hanya dalam respon beban yang sesuai atau peristiwa yang
memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan (berat).

11.5 Peringkat dan Prioritas Program Pemeliharaan dan


Perawatan
Penilai yang ditugaskan untuk setiap struktur setelah selesainya inspeksi rutin
dan inspeksi pasca-pemeriksaan memberikan peringkat. Peringkat penting dalam
membangun prioritas tindak lanjut yang akan diambil. Hal ini terutama berlaku ketika
struktur termasuk dalam program inspeksi dan kegiatan tindak lanjut harus sesuai
peringkat atau diprioritaskan karena sumber daya yang terbatas.

11.5.1 Peringkat Kondisi Rutin


Sistem rating yang digunakan untuk pemeriksaan post-event berbeda dari yang
digunakan untuk pemeriksaan rutin karena penilaian pasca-pemeriksaan harus fokus
pada kerusakan setelah pemeriksaan akhir saja, tidak termasuk cacat jangka panjang
seperti kerusakan korosi. Skala abjad digunakan untuk inspeksi pasca-acara, untuk
membedakan dari penggunaan skala penilaian kondisi numerik untuk pemeriksaan
rutin.

Peringkat penilaian kondisi harus diserahkan setelah selesainya pemeriksaan


rutin, dan tetap berhubungan dengan unit struktural sampai struktur tersebut kembali
dinilai evaluasi teknik kuantitatif, perbaikan atau setelah selesainya pemeriksaan rutin
dijadwalkan berikutnya. Skala 1 sampai 6 digunakan untuk sistem rating (Tabel 10.1).
Sebuah rating dari 6 mewakili struktur dalam kondisi baik, sementara peringkat 1
merupakan struktur dalam kondisi kritis. Sistem rating lainnya bisa diganti untuk tujuan
pemilik tertentu yang sesuai.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 161


Tabel 10.1: Peringkat penilaian kondisi rutin
Peringkat Keterangan
6 Baik (Good) Tidak ada kerusakan yang tampak atau hanya kerusakan kecil yang
dicatat. Tidak ada kerusakan yang tampak atau hanya kerusakan kecil
dicatat. elemen struktur dapat menunjukkan penurunan yang sangat
kecil, tapi tidak ada overstressing diamati. Tidak ada perbaikan yang
diperlukan
5 Memuaskan Memuaskan cacat atau kerusakan diamati sedang, tetapi tidak ada
(Satisfactory) overstressing diamati.
Tidak ada perbaikan yang diperlukan
4 Rata-rata Semua elemen struktural menunjukan cacat atau kerusakan diamati
atau cukup minor sampai sedang. Lokasi daerah sedang sampai kerusakan
memuaskan mungkin ada, tetapi tidak secara signifikan mengurangi kapasitas
(Fair) beban struktur. Perbaikan direkomendasikan, tetapi prioritas
perbaikan yang direkomendasikan rendah
3 Jelek (Poor) Kerusakan atau overstressing diamati pada bagian luas dari struktur
lanjut, tapi tidak secara signifikan mengurangi kapasitas beban
struktur. Perbaikan mungkin perlu dilakukan dengan urgensi moderat
(tingkat kepentingan sedang)
2 Cukup jelek kerusakan atau overstressing diamati pada bagian luas dari struktur,
(Serious) tapi tidak secara signifikan mengurangi kapasitas beban struktur.
Perbaikan mungkin perlu dilakukan dengan tingkat perbaikan tinggi.
1 Sangat Jelek Kerusakan berat, overstressing atau pecah mengakibatkan kegagalan
atau Kritis lokal (s) dari komponen struktural utama. kegagalan lebih luas yang
(Critical) mungkin atau mungkin terjadi dan pembatasan beban harus
dilaksanakan sesuai kebutuhan. Perbaikan mungkin perlu dilakukan
berdasarkan prioritas yang sangat tinggi dengan urgensi tinggi
Sumber: (Thoresen, 2014)

Penting untuk memahami bahwa peringkat yang digunakan untuk


menggambarkan struktur dalam kondisi saat ini relatif terhadap kondisinya saat baru
dibangun. Fakta bahwa struktur dirancang untuk beban yang lebih rendah dari standar
saat ini untuk desain seharusnya tidak memiliki pengaruh pada peringkat. Hal ini sama
pentingnya untuk memahami bahwa tugas yang benar dari peringkat membutuhkan
pengalaman dan pemahaman tentang konsep struktural atas struktur yang akan
dinilai. Keputusan harus diterapkan dengan mempertimbangkan:

(1) lingkup kerusakan (jumlah total cacat)


(2) tingkat keparahan kerusakan (jenis dan ukuran cacat)
(3) distribusi kerusakan (lokal versus umum)
(4) jenis komponen yang terkena dampak (mereka struktural 'sensitivitas')
162 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan
(5) lokasi cacat pada komponen (relatif terhadap titik momen maksimum / geser).

Pengalaman individu untuk menetapkan peringkat penting dalam memastikan


bahwa personil penilaian yang ditugaskan secara konsisten dan seragam sesuai
dengan prinsip teknik dan pedoman yang diberikan.

11.5.2 Peringkat Kondisi Pasca-Pemeriksaan Akhir (Post-Event


Condition Ratings)
kondisi ini harus diserahkan setelah selesainya pemeriksaan pasca-pemeriksaan
akhir. Peringkat tersebut harus digunakan untuk mencerminkan apakah perhatian
tambahan diperlukan dan, jika demikian, apa tingkat prioritasnya. Tabel 10.2. Sebuah
rating dari 'A' menunjukkan tidak ada tindakan lebih lanjut yang diperlukan, sementara
peringkat 'D' menunjukkan kerusakan struktural utama yang membutuhkan perhatian
mendesak.

Prinsip-prinsip berikut harus diikuti ketika menetapkan peringkat pasca-


pemeriksaan akhir. Penilaian harus mencerminkan bahwa hanya kerusakan yang
mungkin telah disebabkan oleh peristiwa tertentu pada jangka panjang atau kerusakan
yang sudah ada seperti kerusakan korosi harus diabaikan kecuali integritas struktural
dari struktur terancam. Penilaian digunakan untuk menggambarkan struktur di tempat
yang ada dibandingkan dengan struktur ketika baru selesai. Fakta bahwa struktur
dirancang untuk beban yang lebih rendah dari standar saat ini untuk desain
seharusnya tidak memiliki pengaruh pada peringkat.

Personil penugasan untuk penilaian harus dapat mencerminkan karakterisasi


keseluruhan dari seluruh struktur yang dinilai. Penugasan yang benar dari suatu
penilaian harus mempertimbangkan baik tingkat keparahan kerusakan dan sejauh
mana itu tersebar luas di struktur. Harus diakui bahwa aturan penugasan untuk
Peringkat membutuhkan keputusan. Penggunaan pedoman Peringkat standar
dimaksudkan untuk membuat tugas penilaian ini seragam antara personil inspeksi.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 163


Tabel 10.2: Peringkat Pasca pemeriksaan (Post-event condition ratings)
Peringkat Deskripsi
A Kejadian utama termasuk kerusakan yang diamati tidak ada. Tidak ada
tindakan lebih lanjut diperlukan

B Kejadian utama termasuk kerusakan yang diamati kecil tapi semua elemen
struktural utama adalah masih baik. Perbaikan mungkin diperlukan tapi
prioritas perbaikan rendah

C Kejadian utama termasuk kerusakan yang diamati sedang dan bahwa


mungkin telah secara signifikan mempengaruhi kapasitas pendukung beban
elemen struktur utama. Perbaikan yang diperlukan berdasarkan prioritas.

D Kejadian utama termasuk kerusakan yang diamati besar dan telah


mengakibatkan kegagalan lokal atau luas komponen struktural utama.
kegagalan tambahan yang mungkin terjadi. Perhatian perbaikan mendesak
diperlukan

Sumber: (Thoresen, 2014)

11.5.3 Rekomendasi dan Tindak Lanjut


Penilaian kondisi dan peringkat pasca-pemeriksaan akhir menggambarkan
urgensi atau ketika tindak lanjut harus diambil, tindakan yang direkomendasikan
menjelaskan apa yang harus diambil atas tindakan tertentu. tindakan Rekomendasi
dijalankan setelah selesainya setiap jenis pemeriksaan yang dijelaskan di atas,
dengan pengecualian bahwa pembangunan dan konstruksi perbaikan baru setelah
inspeksi untuk kegiatan-proses yang biasanya memerlukan tindak lanjut segera dalam
hal ketidaksesuaian.

Penjelasan dari pilihan tindakan yang direkomendasikan khusus disediakan


dalam Tabel 10.3, Beberapa tindakan yang direkomendasikan dapat ditugaskan
setelah selesainya setiap pemeriksaan; Namun, bimbingan harus disediakan untuk
menunjukkan urutan tindakan yang direkomendasikan harus dilakukan. Misalnya,
mempertimbangkan struktur yang telah menerima pemeriksaan rutin, dan telah
ditetapkan tindakan yang direkomendasikan, tindakan darurat (karena tiang pondasi
rusak), perbaikan desain inspeksi (karena tiang pondasi memburuk dan rusak) dan
pemeriksaan khusus (karena penyebab tiang pondasi memburuk tidak diketahui, dan
pengecoran, pengujian dan analisis diperlukan). Dalam contoh ini, bimbingan dalam
laporan harus menyatakan bahwa tindakan darurat harus diambil pertama (Perkuatan
164 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan
struktur/ porsi dekat struktur); maka pemeriksaan khusus harus dilakukan untuk
menentukan penyebab kerusakan tersebut; maka pemeriksaan desain perbaikan
harus mengikuti.

Tabel 10.3: Recommendations and/or follow-up actions


Rekomendasi Deskripsi
tindakan
Tindakan darurat Direkomendasikan untuk kapan kondisi yang tidak aman diamati. Jika
situasi mengancam kehidupan, kerusakan properti yang signifikan
dapat terjadi atau kerusakan lingkungan yang signifikan dapat terjadi,
perwakilan pemilik yang tepat harus segera dihubungi dalam hal ini
otoritas pelabuhan. Tindakan darurat dapat terdiri dari barricading atau
menutup semua atau bagian dari struktur, menempatkan pembatasan
beban atau bongkar bagian dari struktur.
Penilaian teknik Direkomendasikan untuk setiap kali kerusakan yang signifikan atau
(Engineering cacat ditemui yang memerlukan penyelidikan atau evaluasi struktural
valuation) atau untuk menentukan metode apa perbaikan yang tepat. Sedangkan
ruang lingkup pemeriksaan rutin harus mencakup penilaian struktural
dari kerusakan atau cacat pada kapasitas struktur khas,
mempertimbangkan aktual / beban yang diantisipasi sedang atau akan
dikenakan pada struktur
Perbaikan direkomendasikan untuk setiap kali perbaikan yang diperlukan,
perbaikan desain biasanya sebagai akibat dari pemeriksaan rutinitas, dapat juga hasil
(Repair design dari pemeriksaan khusus atau pemeriksaan post-event
inspection)
interpretasi Biasanya dianjurkan untuk menentukan penyebab kerusakan non-khas
khusus (Special yang penting, biasanya dilakukan sebelum merancang perbaikan.
interpretation) Khusus pengujian, analisis, monitoring atau investigasi menggunakan
peralatan/ teknik non-standar jika diperlukan.
Pengembangan direkomendasikan saat pemeriksaan desain perbaikan telah selesai
rencana dan setiap pemeriksaan khusus direkomendasikan telah selesai.
perbaikan Menunjukkan bahwa data lapangan telah dikumpulkan dan struktur siap
(Develop repair untuk mulai disiapkan dokumen perbaikan
plans)
Tidak ada direkomendasikan ketika tidak ada tindakan lebih lanjut diperlukan
tindakan (No pada struktur sampai pemeriksaan rutin dijadwalkan berikutnya
action)
Sumber: (Thoresen, 2014)

11.5.4 Perbaikan Prioritas


Perbaikan prioritas juga harus didefinisikan di tingkat cacat. Tidak semua cacat
perlu diperbaiki dengan urgensi yang sama. Misalnya, korosi retak pada elemen beton

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 165


bertulang harus ditangani dengan beberapa urgensi, sedangkan celah korosi dimensi
yang sama pada komponen non-beton bertulang mungkin kurang perhatian. inspektur
berpengetahuan ketika sedang merekam cacat selama inspeksi lapangan idealnya
menetapkan prioritas cacat untuk perbaikan. Pedoman harus ditetapkan inspektur
untuk dijalankan, sehingga keputusan inspektur 'untuk menafsirkan pedoman tepat.
Pedoman harus mengatasi atribut kegagalan dan cacat berikut:

(1) bahan konstruksi


(2) jenis komponen
(3) tipe struktur dan fungsi
(4) lokasi komponen pada struktur
(5) lokasi cacat pada komponen
(6) jenis cacat
(7) dimensi cacat
(8) aksesibilitas untuk perbaikan
(9) kelayakan perbaikan
(10) redundansi struktural dalam desain
(11) keparahan cacat pada komponen yang berdekatan
(12) ada atau tidak adanya pembebanan diantisipasi pada komponen sebelum
memperbaiki eksekusi.

11.6 Data Manajemen Pemeliharaan


kegiatan manajemen pemeliharaan menghasilkan data yang signifikan dan juga
memerlukan umpan balik data untuk membuat keputusan. Hal ini berguna untuk
membangun database untuk mengelola data dan untuk memfasilitasi akses ke data
pada semua tingkat manajemen yang tepat. database idealnya harus mengelola
berikut:

(1) database persediaan (inventory database) - berisi informasi tentang lokasi,


dimensi, kriteria desain, desainer, konstruktor, sejarah modifikasi, upgrade
sejarah, dll
(2) lingkungan (environmental) - mungkin berisi informasi seperti angin,
gelombang, arus, kondisi pasang surut, dll

166 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


(3) Database pemeliharaan (maintenance database) - berisi informasi tentang
kegiatan pemeliharaan masa lalu dan peringkat penilaian kondisi saat ini
(4) Operasional (operational) - berisi informasi tentang pembatasan operasional,
pembatasan beban, dll
(5) data keuangan (financial data) - berisi informasi tentang biaya awal konstruksi,
pemeliharaan dan biaya peningkatan, biaya penghapusan fasilitas dan alat, dan
satuan harga penawaran/pengadaan untuk pekerjaan perbaikan.

SOAL
11.1 Mengapa optimalisasi desain untuk mengurangi biaya pemeliharaan masa
depan haru dilakukan, jelaskan?
11.2 Jelaskan pekerjaan berikut kaitannya dengan perawatan dan pemeliharaan
fasilitas pelabuhan?
(a) pekerjaan tanah (earthworks)
(b) Lapis Perkerasan (Pavements)
(c) Pekerjaan Baja (Steelworks)
(d) Pekerjaan Beton
(e) Utilities lainnya
11.3 Biaya mempertahankan umur hidup perawatan (The lifetime costs of
maintaining) infrastruktur pelabuhan dapat berada di kisaran 10-25% dari
biaya investasi awal, mengapa ini harus diperkirakan, jelaskan?
11.4 Bagaimama melakukan strategi perawatan untuk fasilitas pelabuhan?
11.5 Jelaskan pengertian operasi dan perencanaan biaya pemeliharaan?
11.6 Pemeriksaan harus dilakukan dengan unit struktural yang berbeda. Sesuai
dengan American Society of Civil Engineers 'Manual 101, Underwater
Investigasi: Standard Practice Manual enam jenis pemeriksaan dapat
dipertimbangkan dalam manajemen pemeliharaan, dengan jenis (d) ke (f)
menjadi bagian dari inspeksi pemeliharaan rutin. Jelaskan hal ini:
(a) pemeriksaan konstruksi baru (new construction inspection)
(b) pemeriksaan awal (baseline inspection)
(c) pemeriksaan rutin (routine inspection)
(d) pemeriksaan desain perbaikan (repair design inspection)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 167


(e) pemeriksaan khusus (special inspection)
(f) pasca-pemeriksaan (post-event inspection).
11.7 Penilai yang ditugaskan untuk setiap struktur setelah selesainya inspeksi rutin
dan inspeksi pasca-pemeriksaan memberikan peringkat. Mengapa hal ini
penting, jelaskan?
11.8 Jelaskan apa yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan sesuai
dengan hasil pemeriksaan pemeliharaan dan perawatan fasilitas?
11.9 Apa yang dimaksudkan dengan peringkat kondisi pasca-pemeriksaan akhir
(post-event condition ratings)?
11.10 Jelaskan pengertian rekomendasi dan tindak lanjut hasil pemeriksaan
pemeliharaan dan perawatan fasilitas?

168 – Optimalisasi Manajemen Pemeliharaan dan Perawatan


12 PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN
FASILITAS DARATAN
Perawatan fasilitas didaratan utamanya untuk fasilitas pokok seperti dermaga,
gudang dan elemen struktur lainnya serta fasilitas penunjang. Pemeliharaan dan
perawatan ini dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan yaitu otoritas pelabuhan atau
unit penyelenggara pelabuhan. Otoritas Pelabuhan (Port Authority) adalah lembaga
pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara
komersial.

Fasilitas pokok di wilayah daratan sesuai regulasi meliputi Dermaga, Gudang Lini
1, Lapangan Penumpukkan Lini 1, Terminal Penumpang, Termnal Petikemas,
Terminal ro-ro, Fasilitas penampungan dan pengolahan limbah, Fasilitass bunker,
Fasilitas pemadam kebakaran, Fasilitas gudang untuk bahan barang berbahaya dan
beracun (B3), Fasilitass pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP).

Fasilitas lainnya antara lain peralatan bongkar muat, gudang, akses jalan masuk,
dan sumber daya manusia yang menangani. Fasilitas pokok merupakan fasilitas dasar
yang harus ada dalam sebuah pelabuhan dan berfungsi untuk melindungi pelabuhan
dari gangguan alam, tempat bongkar muat (loading & unloading), dan memuat
perbekalan serta tempat labuh kapal. Setidaknya fasilitas dasar ini meliputi untuk
wilayah daratan adalah dermaga, dan dermaga tambat, areal daratan pelabuhan,
jaringan jalan, jaringan drainase dan jaringan mekanikal & elektrikal (M/E). Sedangkan
pada wilayah perairan meliputi pemecah gelombang dan kolam pelabuhan serta alur
pelayaran. Jika melihat dari sisi fungsional, maka fasilitas ini harus berfungsi untuk

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 169


memberikan pelayanan yang diperlukan untuk kegiatan operasional pelabuhan, yang
meliputi fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

(1) Fasilitas tambat labuh seperti trestle, bolard, penerangan, jaringan power supply,
dan pemadam kebakaran;
(2) Fasilitas perbekalan yaitu gudang khusus kemiliteran al, tangki bbm, instalasi air
bersih, kios/toserba, atm atau mini bank, dan lainnya;
(3) Fasilitas pemeliharaan/perbaikan seperti gudang/garasi alat berat, bengkel,
graving dock/slipway, tower crane atau mobile crane, dan pelataran perbaikan;
(4) Perkantoran;
(5) Mess, penginapan atau hotel;
(6) Balai pertemuan;
(7) Instalasi listrik;
(8) Sarana komunikasi; dan
(9) Fasilitas pendukung yang mencakup seperti gedung utilitas, rumah pompa,
rumah jaga, gudang perlengkapan, gudang genset, pagar keliling.

Pemeliharaan dan perawatan fasilitas di daratan merupakan suatu konsekuensi


dari pengadaan aktifitas fisik dari prasarana dan sarana pelabuhan di wilayah daratan
dalam rangka mempertahankan kondisi fasilitas dan peralatan untuk kesiapan
operasional. Aktifitas pemeliharaan ini merupakan keterpaduan dari beberapa aspek
yang perlu dipertimbangkan dari sejak perencanaan dan perancangan fasilitas dan
peralatan pelabuhan.

12.1 Perawatan Struktur Dermaga


Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaikturunkan
penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat
dan bertambat pada dermaga tersebut. Dalam mempertimbangkan ukuran dermaga
harus didasarkan pada ukuran-ukuran minimal sehingga kapal dapat bertambat atau
meninggalkan dermaga maupun melakukan bongkar muat barang secara aman, cepat
dan lancar.

170 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Perawatan dermaga utamanya didasarkan atas material pembentuk struktur,
yang umumnya berupa konstruksi beton bertulang (deck, substruktur balok dan
dinding belakang) didukung pada beton bertulang atau pancang baja.

Survei kondisi saat ini dan data lalu tentang struktur diperlukan untuk semua
struktur untuk menentukan mekanisme dan luasnya tingkat kerusakan dan
memungkinkan prognosis dari kerusakan masa depan. Penilaian struktur dan
pengecekan kapasitas struktural juga biasanya dilakukan. Analisis skenario perbaikan,
pemeliharaan dan manajemen untuk penanganan korosi mesti menjadi pilihan untuk
dimanfaatkan. Oleh karena itu keputusan yang mungkin terjadi atau bahaya yang
mungkin timbul harus dibuat strategi perawatan.

Berbagai ahli teknik yang telah bekerja atau disewa sebagai jasa perawatan oleh
korporasi untuk melakukan survei kondisi, penilaian struktur dan pilihan analisis
perbaikan. Kebebasan ahli teknik menjadi penting untuk menghindari konflik
kepentingan yang terkait dengan pasokan bahan, peralatan atau jasa pengujian
laboratorium untuk rekomendasi perbaikan.

Memastikan operasi pelabuhan yang aman di tempat berlabuh atau kolam


pelabuhan dan dermaga memerlukan perawatan dan perbaikan berkala secara
periodik. Perbaikan dermaga yang dapat mencakup studi tentang kondisi struktur,
kinerja struktur bawah air, perbaikan dan pemeliharaan perlindungan pantai
(breakwater).

12.2 Struktur Konstruksi Dermaga dan Jenis Material


Struktur
Konstruksi dermaga digolongkan menjadi konstruksi terbuka (open berth
structure) dan tertutup (solid berth structure). Konstruksi dermaga dengan struktur
terbuka umumnya menggunakan tiang pancang dan pada struktur tertutup atau solid
menggunakan turap baja, bulkhead, krib, kaison dan dinding penahan tanah.

Pemilihan jenis material apa yang akan digunakan dalam sebuah konstruksi
dermaga seperti beton (Gambar 12.1), baja (Gambar 12.2) atau kayu (Gambar 12.3)
bergantung pada beberapa pertimbangan baik aspek teknis maupun non-teknis.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 171


Secara teknis sebuah konstruksi struktur dermaga merupakan konstruksi yang
dibangun dengan biaya biaya ekonomis dan memenuhi kaidah konstruksi.

Gambar 12.1:Pembangunan Dermaga Gambar 12.2: Pemancangan Tiang


Pelabuhan Kenyamukan Kutai Timur Pancang Baja
Sumber: (Chered, 2014) Sumber:(Setiadi, 2009)

Gambar 12.3: Dermaga Kayu


Sumber: (Pixabay, 2017)

Strukturnya akan tergantung pada material yang digunakan, termasuk desain


struktur yang dibuat dan waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah konstruksi.
Penggunaan material beton umumnya lebih lama pelaksanaannya dibandingkan
dengan struktur dermaga yang menggunakan baja dan jika dilhat dari biaya, konstruksi
baja lebih mahal dari pada konstruksi beton bertulang.

172 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Bahan baja yang berhubungan dengan air laut akan memberikan masalah
tersendiri khususnya dalam hal karat/korosi. Korosi terjadi pada struktur yang sering
terkena air laut selain akibat benturan karena arus ataupun dengan kapal-kapal yang
sedang bersandar dapat membuat kerusakan kecil atau bahkan retakan pada area
dermaga, baik pada area yang terbuat dari beton, maupun yang terbuat dari baja.

Kekakuan bangunan juga menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan


dalam menentukan jenis material yang akan digunakan sehingga penggunaan
material beton dengan kekakuan yang tinggi dan massa yang berat dari material beton
tersebut seringkali menjadi pertimbangan utama untuk konstruksi baja. Material baja
dan kayu umumnya memiliki tahanan lentur yang lebih tinggi sehingga bersifat lebih
elastis dan mudah berosilasi terhadap pengaruh-pengaruh luar yang ada seperti gaya
delombang atau angin.

Metode pemeliharaan juga dijadikan bahan pertimbangan dalam alasan


pemilihan material struktur. Bahan material yang metode perawatannya lebih ringan
dibanding material lainnya. Material beton hanya membutuhkan sedikit perawatan
sehingga perawatannya dapat dikatakan mudah dan ringan. Sedangkan, material baja
dan kayu membutuhkan perawatan yang lebih ekstra untuk menghindari karat atau
korosi pada baja maupun terhindar dari serangan rayap untuk material kayu.

Ketersediaan material disekitar lokasi pelaksanaan menentukan pemilihan


penggunaan untuk struktur dermaga. Material penyusun beton seperti agregat, pasir,
air dan semen merupakan material yang mudah untuk didapatkan. Di daerah terpencil
biasanya lebih banyak memakai beton bertulang sebagai material struktur dermaga.

Selama umur ekonomis atau layanan maka konstruksi dermaga harus dilakukan
pemeliharaan dan perawatan dari kerusakan struktur. Penentuan metode dan material
perbaikan umumnya tergantung pada jenis kerusakan yang ada, disamping besar dan
luasnya kerusakan yang terjadi, lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang
tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik seperti
keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya
perbaikan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 173


12.3 Perawatan Struktur Baja
Produk baja merupakan material utama untuk konstruksi fasilitas pelabuhan,
namun ada kekurangannya—korosi. Lingkungan laut merupakan daerah keras bagi
produk baja karena produk baja dapat terkorosi. Oleh karenanya untuk memelihara
stuktur baja lepas pantai agar tetap dalam kondisi baik selama periode lama,
dibutuhkan penanganan proteksi korosi yang sesuai. Dalam bidang struktur teknik
sipil, terdapat kekhawatiran terhadap penurunan serta perpanjangn masa layan
struktur baja pelabuhan eksisting.

Semenjak tahun 1960an, di Jepang telah dilakukan berbagai usaha peningkatan


tanah nasional—proyek jalan raya untuk jalan lurus – simpang, jaringan jalan raya dan
fasilitas preservasi pantai. Kebanyakan proyek ini berlokasi di berbagai lingkungan
korosif parah di lepas pantai dan di daerah pantai, yang membutuhkan teknologi
proteksi korosi untuk memastikan durabilitas struktur. Institut Riset Pekerjaan Umum
The Public Works Research Isntitute (PWRI) sejak 1960an sudah mendorong uji
paparan atmosferik untuk meningkatkan teknologi pelapisan (coating) jembatan
bentang panjang, dan riset mengenai karakteristik korosi struktur baja pada zona
percikan, pasang, rendam dan lumpur serta metode proteksi korosi untuk struktur
tersebut di lokasi wilayah Teluk Tokyo dan di Ajigaura dan lokasi lainnya dalam
lingkungan laut yang menghadap Lautan Pasifik (Sasaki, 2016). Dalam uji paparan
jangka panjang yang telah dilakukan di Teluk Suruga selama lebih dari 30 tahun, telah
diperoleh pengetahuan yang luar biasa mengenai mekanisme dan tingkat perusakan
akibat korosi tidak saja terkait dengan material dasar tetapi juga material baru. Dalam
uji paparan untuk produk baja tanpa proteksi korosi, jelas bahwa tingkat korosi
berbeda-beda tergantung pada posisi paparan dan bagaimana sel makro terbentuk,
dan juga dipastikan bahwa laju korosi secara bertahap mencapai tingkat yang konstan
dengan selang waktu pemaparan.

Terkait proteksi metal tahan korosi, terlihat efek kerusakan gores (scratch
damage) pada zona pasang surut dan juga area yang perlu diperhatikan dalam
aplikasi gabungan antara metal tahan korosi dengan proteksi katodik. Dalam poteksi
korosi dengan cara pelapisan, diyakini bahwa penting untuk meningkatkan durabilitas
dengan menggunakan pelapisan primer tipe cat yang kaya akan zinc.

174 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


12.3.1 Sejarah Teknologi Proteksi Korosi untuk Struktur Baja di
Pelabuhan
Sejarah teknologi proteksi korosi (corrosion-protection technologies) diterapkan
ketika survei korosi dilakukan pada tahun 1967 di dermaga Pelabuhan Toyama yang
meliliki kedalaman di 7,5 m permukaan air di, ditemukan bahwa batang penguat
struktur baja-T yang dilapisi dengan Tar dengan ketebalan sekitar 3 mm tidak
didapatkan korosi di batang T. (Hamada, 2010). Contoh kasus ini khusus, karena
konsep yang paling umum dari perlindungan korosi pada masa itu berdasarkan
ketentuan dari "proteksi korosi." Dengan demikian, ketebalan dinding produk baja
meningkat terlebih dahulu dengan selisih kerugian korosi yang akan menyesuaikan
atau yang dikehendaki dari tahun semakin lama. Tahun 1953 merupakan perlindungan
katodik pertama kali diterapkan pada struktur pelabuhan baja. Pelabuhan Amagasaki
di mana sistem anodik menggunakan magnesium alloy anoda diterapkan sebagai
perlindungan katodik dengan cara sistem sumber arus eksternal yang diterapkan pada
tahun 1954.

Memasuki tahun 1960, upaya dilakukan untuk menggunakan proteksi katodik


(sistem sumber arus eksternal) di berbagai pelabuhan dan struktur pelabuhan. Tapi
difusi perlindungan katodik tidak menunjukkan kemajuan. Beberapa alasan utama
yang berkontribusi untuk ini adalah bahwa pengakuan dari kebutuhan untuk
pemeriksaan berkala dari perlindungan korosi atas kerapatan arus dan potensi listrik
dan langkah-langkah perawatan lainnya setelah selesai dari fasilitas pelabuhan tidak
cukup, dan bahwa pengeluaran untuk pemeliharaan fasilitas umum tidak memadai.

Sekitar tahun 1960 ~ 1965, cat minyak dan cat resin tar epoxy dikembangkan
dan semakin diadopsi untuk perlindungan korosi di zona atas zona terendam.
Memasuki dekade mulai dari tahun 1965, laju korosi di pelabuhan dan struktur baja
pelabuhan di zona terendam adalah sama dengan spesimen baja direndam dalam air
laut. Sementara ada pengakuan mantap bahwa produk baja yang panjang
membentang melalui beberapa lingkungan korosi (pasang surut, terendam, dan zona
lumpur) yang disebabkan korosi-sel makro, keadaan sebenarnya dari korosi makro-
sel belum jelas. Untuk memperbaiki situasi ini, Pelabuhan dan Harbor Research
Institute mulai survei secara nasional atas biaya dari negara. Sebenarnya korosi di
struktur baja yang ada, salah satu, tidak memiliki langkah-langkah korosi perlindungan
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 175
dan, dua, telah berlangsung selama bertahun-tahun. Pada awalnya, upaya yang
diarahkan pada pengembangan alat ukur ketebalan produk baja yang bisa diterapkan
di zona terendam, yang menyebabkan perkembangan pengukur ultrasonik untuk
ketebalan cacat.

Lapisan perlindungan korosi (Coating), cat kaya seng dikembangkan dan


digunakan sebagai lapisan bawah untuk tar-epoxy resin coating. Selanjutnya, upaya
dilakukan untuk menutupi bagian atas dermaga tiang pancang pipa baja dengan beton
sebagai metode perlindungan korosi untuk struktur di atas permukaan air laut di mana
efek perlindungan katodik tidak dapat diperoleh. Namun, pada waktu itu, karena air
non-pemisahan beton belum dikembangkan dan karena struktur yang tertutup dengan
beton masih dicuci menggunakan air laut, metode beton meliputi tidak selalu
menghasilkan hasil yang memuaskan. Selain itu, ada kasus di mana meliputi retak dan
terkelupas pada beton. Dengan demikian, metode cover beton tidak diwujudkan dalam
hal kinerja perlindungan korosi.

Sekitar tahun 1970, cat karet diklorinasi dikembangkan, diikuti dengan


pengembangan cat uretan pada tahun 1972. Perlindungan katodik, kinerja tinggi
paduan aluminium anoda dikembangkan, dan aplikasi skala penuh anodik
perlindungan korosi dimulai. Juga sekitar tahun 1970, teknologi pengelasan bawah air
dikembangkan untuk mengurangi masa kerja dan meningkatkan keamanan saat
melampirkan anoda aluminium paduan. Namun, pada hari-hari, pemberian tunjangan
korosi tetap metode korosi perlindungan utama.

Memasuki dekade mulai dari tahun 1975, penerapan perlindungan katodik untuk
struktur baja yang baru dipasang di zona terendam jelas ditunjuk dalam "standar
desain untuk pelabuhan dan fasilitas pelabuhan”. Selanjutnya, mulai tahun 1980 dan
untuk beberapa tahun setelah itu, beragam jenis metode perlindungan korosi dengan
lapisan / selaput tahan lama dikembangkan, di antaranya adalah metode penutup
dengan semen mortar/FRP, metode lapisan petrolatum, dan jenis pengerasan untuk
metode lapisan bawah air. Sekitar tahun 1982, polyethylene lapisan dan lapisan
polyurethane (metode perlindungan korosi tinggi) dikembangkan. Dalam sistem jenis-
pelapisan, berat dan tebal jenis epoxy cat resin dan resin fluor cat memiliki ketahanan
cuaca yang tinggi dikembangkan. Namun demikian sistem perlindungan korosi tidak
selalu diterapkan untuk semua fasilitas pelabuhan dan pelabuhan, dan pada
176 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan
kenyataannya banyak struktur baja mengandalkan sistem "proteksi penunjang korosi".
Akibatnya, pada tahun 1983, kecelakaan terjadi di Pelabuhan Yokohama yang
melibatkan penurunan dari fasilitas pelabuhan. Dipicu oleh kecelakaan ini, proteksi
katodik didirikan pada tahun 1984 sebagai metode standar proteksi korosi untuk
struktur baja yang ada di zona terendam dan lumpur, dan perlindungan lapisan / lining
sebagai metode standar proteksi korosi untuk struktur baja yang ada di pasang-surut,
dan zona atmosfer.

Selama periode yang sama, aplikasi praktis dari titanium sebagai bahan
perlindungan korosi mulai dalam bentuk titanium cladding untuk pelat baja, seperti
yang dilakukan penggunaan lapisan stainless steel tahan korosi. bahan titanium sudah
diadopsi untuk struktur aktual seperti dermaga jembatan Trans-Tokyo Bay Jalan Raya
(untuk kedalaman air berkisar antara -2 m dan 3 m) dan Jembatan Yumemai (Jenis
floating, revolving).

Air laut tahan lapisan stainless steel yang diterapkan sebagai ukuran korosi
perlindungan untuk dermaga yang digunakan untuk meningkatkan Ooi Quay (untuk
kedalaman air -1 m dan di atas).

Lebih lanjut dalam Standar Teknis Port dan Harbor Fasilitas yang direvisi pada
bulan April 1999, metode perlindungan korosi berdasarkan dukungan korosi
dihilangkan, dan sebagai aturan perlindungan katodik telah ditetapkan untuk zona
bawah tingkat pasang surut rata-rata dan lapisan/lapisan metode perlindungan untuk
semua zona ke atas dari 1 m di bawah tingkat pasang surut rata-rata. Sebagaimana
dinyatakan di atas, teknologi korosi perlindungan untuk port dan pelabuhan struktur
baja telah mengalami serangkaian transisi, dan, saat ini, ada banyak metode korosi
perlindungan dan korosi-perbaikan dengan penerapan praktis yang telah dimasukkan
ke dalam penggunaan aktual (Gambar 12.4).

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 177


Gambar 12.4: Transisi teknologi proteksi korosi untuk sturktur pelabuhan
Sumber: (Hamada, 2010)

178 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


12.3.2 Perbaikan Struktur Baja dengan Manajemen Korosi
Tuntutan baru dalam kepelabuhan saat ini semakin meningkat. Pertama adalah
untuk membentuk jaringan transport yang efisien dan stabil, dalam pasar global, yang
terhubung dengan pelabuhan di luar negeri untuk menjamin daya saing dunia usaha.
Berikutnya adalah untuk memperkuat daya saing seluruh industri yang beroperasi
dengan meningkatkan efisiensi logistik internasional dalam rangka menciptakan
pekerjaan dan penghasilan baru.

Semakin banyaknya fasilitas pelabuhan yang telah melampai usia layanannya


maka dengan demikian membutuhkan pemeliharaan dan manajemen yang tepat
dengan mempertimbangkan keseluruhan sistem dalam manajemen. Tujuan dari
pemeliharaan fasilitas pelabuhan adalah untuk memenuhi tuntutan kinerja selama
periode layanan tertentu. Untuk itu, perlu dilakukan inspeksi yang sistimatis, diagnosis
dan perbaikan, serta juga melakukan monitoring selama periode layan (Sakai, 2016).

Pengendalian korosi yang efektif dalam struktur dermaga untuk memastikan


keandalan dan meminimalkan risiko atas kegagalan struktur terutama untuk dermaga
yang terbuat dari pancang baja. Korosi dapat dikurangi terutama dengan dua metode.
Salah satu metode adalah pendekatan teknis, yang meliputi pelapisan, perlindungan
katodik dan inhibitor dll Metode lainnya adalah pendekatan manajerial (CM), yang
kurang teknis dan lebih manajerial. Untuk memastikan integritas lanjutan dengan biaya
minimum, Korosi harus aktif dikelola dari mulai tahap desain sampai akhir umur
konstruksi.

Manajemen korosi (Corrosion management) adalah pendekatan sistem yang


melibatkan semua aspek faktor manusia untuk mengurangi risiko kegagalan korosi
(Mathiazhagan, 2011).

Pendekatan Pemeliharaan dan korosi manajemen untuk elemen substruktur dari


dermaga dan struktur dermaga telah direkayasa dan disesuaikan untuk memenuhi
diperlukan kehidupan layanan struktur masa depan, keterbatasan anggaran,
pelepasan dana pemeliharaan dan termurah biaya siklus hidup (Bacon, Green, &
Dockrill, 2016).

Manajemen korosi berkaitan dengan pengembangan, implementasi, review dan


pemeliharaan kebijakan korosi. Kebijakan korosi menyediakan kerangka kerja
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 179
struktural untuk identifikasi risiko yang terkait dengan korosi dan pengembangan dan
pengoperasian langkah-langkah pengendalian risiko yang sesuai. Kebijakan adalah
direktif yang menentukan bagaimana besar masalah operasional harus ditangani
dalam jangka panjang. Kebijakan korosi adalah untuk meminimalkan risiko kegagalan
dan pembaruan utama struktur dan dengan demikian memperpanjang umur konstruksi
dengan benar mengelola korosi. Ini membentuk dasar untuk rincian selanjutnya dalam
hal strategi, struktur organisasi, standar kinerja, prosedur dan proses manajerial
lainnya. Strategi korosi adalah metode yang kebijakan tersebut diterapkan.

(a) (b)
Gambar 12.5: kerusakan pada lantai dermaga (a) Kondisi tulangan sebelum diperbaiki; (b)
kondisi treatmen dengan menambah lapisan penutup (selimut beton) menggunakan
shortcrete
Sumber: (Bacon, Green, & Dockrill, 2016)

(a) (b)
Gambar 12.6: kerusakan pada tiang pancang dermaga (a) pipa; (b) Profil-H
Sumber: (Bacon, Green, & Dockrill, 2016)

Pendekatan pemeliharaan dan manajemen korosi yang diadopsi untuk


perawatan dermaga dapat meliputi: perbaikan panetrasi dan re-aplikasi (penetrant
treatment and re-application) dari elemen struktur beton untuk mencegah awal korosi
180 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan
tulangan beton (Gambar 12.5); perbaikan beton konvensional; Perlindungan katodik
(Cathodic Protection/CP) dari elemen beton dan pita pembungkus petrolatum pada
rata-rata permukaan air rendah (mean low water level/MLW) dari tiang pondasi pipa
baja (Gambar 12.6) atau baja profil H. Termasuk, CP (galvanis atau kondisi eksisting)
untuk bagian tiang baja yang terendam dalam air atau berbagai kombinasi dari metode
ini. Pendekatan ini hanya diterapkan untuk dermaga dan elemen substruktur dermaga
yang membutuhkannya. Sebagai contoh, tidak ada kebutuhan untuk katodik
melindungi seluruh bertulang bagian substruktur beton dari setiap tempat berlabuh,
hanya unsur-unsur yang perlu CP. Kombinasi pilihan perbaikan secara rutin perlu
dimanfaatkan (Bacon, Green, & Dockrill, 2016).

Manajemen korosi adalah strategi sistem rekayasa untuk meningkatkan kinerja


sistem rekayasa dengan secara khusus termasuk orang. Pengendalian korosi akan
semakin dianggap sebagai bagian dari disiplin yang lebih luas dari manajemen korosi
untuk mengurangi kesalahan manusia dan akan memberikan peningkatan efisiensi
yang dituntut oleh generasi mendatang. Sebagai bagian integral dari pendekatan
sistem rekayasa maka pengembangan sistem berbasis pengetahuan yang handal
yang memiliki banyak pengetahuan baru yang ditawarkan dalam mengurangi
pengaruh yang tidak pasti dari manusia atau faktor manusia mesti dilakukan
(Trethewey & Roberge, 1993). Berbagai kegagalan di industri banyak didominasi oleh
faktor manusia dan pengetahuan yang tidak memadai, karena itu diperlukan
manajemen ketahanan/integritas dari sebuah sistem/sub sistem/komponen yang
prosesnya ditujukan agar mencapai target dengan manajemen yang dapat diandalkan
(realible) salah satunya manajemen korosi.

Kesuksesan manajemen korosi akan bergantung pada kebijakan,


pengorganisasian, perencanaan dan implementasi, hasil pengukuran dan kaji ulang
kinerja, serta audit yang independen. Kebijakan harus memperhatikan pengelolaan
hazard (karakteristik atau kelompok karakteristik yang berpotensi menghasilkan
kerugian (loss), mis. flammability, toxicity, reactivity) dan resiko berikut isu-isu safety
terhadap kesehatan dan lingkungan menggunakan sistem informasi yang baik. Untuk
itu strategi yang diambil mencakup manajemen resiko, pemberdayaan sumber daya
manusia, struktur organisasi dan fleksibilitas sistem.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 181


Manajemen resiko untuk memastikan kesesuaian tanggung jawab dengan
kompetensi yang dibutuhkan, mengintegrasikan manajemen korosi dengan
manajemen asset dan safety, dan dengan strategi operasi, pemeliharaan dan inspeksi.
Pemberdayaan sumber daya manusia agar mempunyai keahlian/kompetensi,
informasi yang merata dan budaya proaktif. Sedangkan struktur organisasi dengan
individu-individu yang sesuai akan mampu menjalankan sistem dan fleksibitas sistem
untuk memastikan terpantaunya korosifitas fluida yang dimaksud maupun untuk
perubahan organisasional.

12.3.3 Paparan pada Struktur Baja


Perilaku korosi dan teknologi proteksi korosi struktur baja daerah laut, dan kinerja
proteksi korosi teknologi ini serta hal yang perlu diperhatikan dalam apliksinya
berdasarkan hasil uji paparan jangka panjang hingga periode maksimun 30 tahun,
mulai dari zona percikan hingga zona rendaman: produk baja tanpa proteksi, produk
baja yang ditutupi dengan berbagai metal yang sangat tahan korosi, produk baja dicat,
produk baja dilapis organic dan lainnya dilakukan di Jepang untuk meningkatkan
durabilitas struktur baja yang terpapar air laut. Federasi Besi dan Baja Jepang dan
Institut Riset Pekerjaan Umum bersama-sama melakukan uji paparan jangka panjang
terhadap struktur yang dilakukan menggunakan Fasilitas Riset Teknik Kelautan
(Gambar 12.7) yang terletak di Teluk Suruga—250 m lepas pantai Prefektur Shizuoka
(Imafuku, 2016).

182 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Gambar 12.7: Fasilitas Riset Teknik Kelautan

12.3.3.1 Baja tanpa Proteksi Korosi

Hasil uji paparan produk baja untuk fasilitas laut dan pantai selama 19,5 tahun
tanpa proteksi korosi (140x140x18x3,800 mm), diperoleh fakta (Imafuku, 2016)
sebagai berikut: (1) Laju korosi menjadi tinggi dalam lingkungan laut, khususnya pada
zona percikan, (2) Laju korosi menjadi agak rendah pada daerah atas dari zona
pasang-surut (penyebab utama: pada zona pasang surut terbentuk sel makro besar
pada struktur baja), (3) Laju korosi pada daerah terrendam rendah (penyebab utama:
suplai oksigen di zona terrendam lebih sedikit dibanding di zona percikan dan pasang-

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 183


surut), (4) Laju korosi menurun dengan bertambahnya waktu, dan secara bertahap
mendekati suatu laju korosi konstan.

12.3.3.2 Baja dengan Proteksi Pengecatan


Produk baja dilapis/coated (pengecatan biasa, pengecatan lapisan film) dimana
pada produk baja yang dicat biasa (inorganic zinc 25 m+epoxy resin 600 m), area
korosi bertambah pada saat dan setelah tahun ke 5 pada zona pasang surut dan
terrendam. Sebaliknya, pada produk baja dengan pengecatan film tebal (cat
mengandung seng organik 15 m+ resin epoxy tipe film ultra-tebal 2,000 m+fluorine
25 m), ditemukan bahwa korosi terjadi pada seksi yang rusak diperkirakan
diakibatkan oleh kayu hanyut, tetapi tidak terlihat berkurangnya lapisan film
pengecatan, maupun keretakan dan rusaknya cat, dan juga terlihat bahwa cat tetap
terlihat baik.

Metode pengecatan (Yamaji, 2016) merupakan metode proteksi korosi dimana


substrata permukaan baha dilapisi pertama-tama dengan primer yang mengandung
seng (cat yang mengandung bubuk seng) dan kemudian dengan cat cair atau
semicair. Metode ini banyak diaplikasikan. Beberapa cat yang sering digunakan dalam
metode pengecatan di lapangan pengujian adalah cat resin epoksi tipe film tebal
ekstrakental, cat resin epoksi serpihan kaca, dan cat resin epoksi ter.

Metode pengecatan terlihat baik setelah 30 tahun, disimpulkan bahwa garam


secara perlahan-lahan masuk ke dalam lapisan film cat dan mengakibatkan penurunan
kinerja proteksi korosi daripada film secara perlahan. Diyakini bahwa impedance
merupakan indikator penting dalam menilai kinerja berbagai metode pengecatan.

12.3.3.3 Baja dengan Proteksi Organik (Poliuretan, Polietilena)

Metode pelapisan organik (Yamaji, 2016) adalah metode proteksi korosi dimana
permukaan produk baja dilapisi dengn polietilena, material tipe bawah air atau material
oragnik lainnya. Ketebalan pelapisan umumnya 2~10 mm, lebih berat dibandingkan
ketebalan pada pengecatan. Metode pelapisan dengan polietilena memberikan
durabilitas tinggi, ketahanan korosi air laut dan ketahanan korosi atmosferik. Metode
ini digunakan pada struktur yang baru dibangun. Pada pelapisan bawah air, digunakan

184 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


cat tipe bawah air pada permukaan produk baja hingga membentuk lapisan tebal.
Aplikasi ini efektif bahkan sebagai metode perbaikan.

Hasil pengujian untuk proteksi korosi pada tiang pancang pada struktur untuk
fasilitas pelabuhan laut dan struktur lepas pantai telah dilakukan dengan pengujian
paparan lepas pantai jangka panjang untuk metode proteksi korosi pada tiang pancang
pipa baja di HORS (Yamaji, 2016). Metode proteksi korosi yang diterapkan untuk
pengujian lapangan dengan menggunakan pelapisan organik, pelapisan anorganik,
pelapisan petrolatum, pengecatan dan proteksi katodik.

Produk baja dengan lapis organik (poliuretan, polietilena), tidak terlihat


kerusakan pada pelapisan poliuretan bahkan sampai 23 tahun terpapar, dan pelapisan
tetap dalam kondisi baik. Bagian normal pelapisan polyethylene juga masih dalam
kondisi baik bahkan hingga 10 tahun terpapar, tetapi pada bagian yang dengan
kerusakan gores (lebar: 1mm. panjang 10 mm) yang sengaja dibuat di awal, terihat
bahwa korosi terjadi dengan pengurangan ketebalan (thickness loss) pelat maksimum
sebesar 1,2 mm. Sementara itu, seksi dimana bagian rusak terpapar selama satu
tahun dan kemudian diperbaiki dengan deposisi di lokasi, terlihat kondisinya tetap baik
bahkan setelah 9 tahun paparan (Imafuku, 2016).

Metode pelapisan polietilena efektif dalam pengujian proteksi korosi selama 30


tahun. Dalam uji FT-IR (Fourier transform infrared spectrometer), hampir tidak terlihat
kerusakan akibat sinar ultraviolet. Ketahanan insulasi juga menunjukkan tidak ada
masalah dengan kinerja proteksi korosi, dan diasumsikan bahwa pelapisan polietilena
akan menghasilkan durabilitas jangka panjang di masa depan. Selain itu, resistivitas
volume (dihitung dari ketahanan insulasi) berguna sebagai indicator dalam menilai
kinerja pelapisan polietilena.

Setelah 20 tahun semenjak dimulainya pengujian, pelapisan tipe bawah air


menunjukkan kinerja proteksi korosi yang bagus. Akan tetapi, setelah 30 tahun,
semakin terlihat kerusakan pada lapisan. Karenanya, disimpulkan bahwa kinerja
pelapisan menurun dalam hal kinerja insulasi dan kedalaman penetrasi ion klorida.
Dipastikan bahwa ketahanan insulasi dan kedalaman penetrasi ion klorida merupakan
indikator penting dalam penilaian kinerja pelapisan tipe bawah air (Yamaji, 2016).

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 185


12.3.3.4 Baja dengan Proteksi Anorganik

Metode pelapisan anorganik merupakan metode proteksi korosi dimana


permukaan produk baja dilapisi dengan mortar semen, beton bertulang ataupun
material anorganik, termasuk logam. Permukaan produk baja diproteksi dari korosi
oleh lapisan film pasif yang terbentuk pada permukaan baja akibat dari alkalinitas yang
ada pada mortal semen atau beton (Yamaji, 2016). Setelah 30 tahun metode pelapisan
beton tidak saja menunjukkan tidak terdapatnya degadrasi pada tampilan luar tetapi
juga menunjukkan bahwa kinerja proteksi korosinya bertahan. Sementara itu, pada
pelapisan beton yang terpapar di zona terrendam dan zona pasang-surut, tidak
terdapat korosi nyata bahkan ketika terjadi akumulasi ion klorida dengan densitas
tinggi pada permukaan produk baja, ataupun ketika ditemukan penetrasi ion klorida
dari antarmuka produk baja. Kedua hasil survei menunjukkan bahwa tidak mudah
memprediksi kapan korosi produk baja akibat penetrasi ion klorida akan terjadi. Terkait
perkiraan kerusakan lapisan beton, kiranya perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan di
masa depan.

12.3.3.5 Baja dengan Proteksi Selubung Stainless

Pelapisan/selubung (covering) baja stainless sangat tahan korosi menunjukkan


hasil pengamatan dilakukan terhadap kondisi korosi pada pipa baja stainless sangat
tahan korosi (Cr+3Mo+10N>38 (% massa))-yang diselubungi dan diberikan proteksi
katodik. Hasilnya, pada bagian baja stainless yang diselubungi tidak terlihat korosi
pada permukaan, bagian las maupun bagian yang diperbaiki dengan las bahkan
hingga setelah 10 tahun terpapar. Dalam hal terjadi kerusakan gores pada zona
pasang-surut, korosi pada logam dasar pipa baja tidak nampak akibat efek dari
proteksi katodik. Sebaliknya, ketika terdapat kerusakan akibat penetrasi gores pada
zona percikan, karena efek proteksi katodik tidak menyebar ke zona percikan, terlihat
korosi pada logam dasar pipa baja (sekitar 0,05 mm/tahun). Selanjutnya, ketika tidak
diberikan proteksi katodik, terlihat korosi (korosi celah) pada celah (seksi spesimen)
yang timbul selama instalasi spesimen pada zona percikan dan terrendam.

Pelapisan/selubung (covering) baja dengan tinanium setelah 29 tahun paparan,


sekalipun terlihat hilangnya warna, tidak terlihat adanya korosi. Bahkan pada seksi di
bawah organisme yang menempel dan celah yang sengaja dibuat dengan

186 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


memasukkan lembar titanium pada lembar titanium lainnya, tidak terlihat adanya
korosi. Masalah terkait lingkungan laut dalam pemberian proteksi baja stainless yang
sangat tahan korosi, seperti ditunjukkan pada Table 12.1.

Table 12.1: Aplikasi ketahanan korosi-tinggi pada Baja yang dilapisi stainless steel
Metode Proteksi baja stainless sangat tahan korosi (Cr+3Mo+10N>38 (%
Korosi massa))
Kombinasi penggunaan proteksi katoda (sekitar -770—
1000mV (vs.SCE)
Section
Las (Weld) Bagian Panetrasi-
Lingkungan
Rusak (Damage- Celah (gap section)
Daerah ombak Bagian perrbaikan- penetrated section)
(splash zone) Las
Daerah Pasang- Pemilihan bahan las Perbaiki jika perlu Tidak terjadi celah
surut (tidal zone) yang tepat dan pada contoh uji
pelaksanaan paparan
pengelasan yang
Daerah terendam Proteksi katoda lebih Proteksi katoda lebih
tepat
(submerged zone) efektif efektif
Sumber: (Imafuku, 2016)

12.3.3.6 Baja dengan Proteksi Petrolatum

Metode pelapisan petrolatum merupakan metode proteksi korosi yang


menggabungkan penggunaan material proteksi korosi yang terdiri dari petrolatum
(semacam lilin dengan dasar petroleum) dan selubung yang melindungi material
proteksi korosi. Ini merupakan metode proteksi korosi yang sangat andal dan telah
sangat banyak diaplikasikan.

Kondisi proteksi korosi dengan metode pelapisan petrolatum setelah 30 tahun


menunjukkan bahwa, walaupun selubung pelindung masih terlihat bagus, terjadi
kerusakan pada baut dan member tambahan yang digunakan untuk memasang
selubung pelindung. Rasio residual minyak biasanya yang digunakan sebagai
indikator penilaian kinerja metode pelapisan petrolatum. Akan tetapi, akurasi
pengukuran dengan menggunakan rasion residual minyak tidaklah tinggi, dan ternyata
ada faktor-faktor kerusakan lain disamping yang ditemukan dengan menggunakan
rasio residual minyak, dan masih banyak yang harus dilakukan terkait penilaian kinerja

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 187


yan sesuai dalam metode pelapisan petrolatum. Di masa depan, kiranya perlu
memeriksa lebih jauh lagi mekanisme kerusakan pada metode pelapisan petrolatum
untuk menentukan pendekatan yang sesuai untuk menilai kinerja metode ini.

12.3.3.7 Baja dengan Proteksi Katodik

Sistem proteksi katodik secara umum dapat dikelompokkan menjadi sistem


anoda galvanik dan impressed current system. Metode arus-utama yang saat ini
diadopsi utnuk struktur baja pelabuhan adalah sistem anoda galvanis. Pada sistem
anoda galvanis, sepotong logam yang lebih rendah dari produk bajanya dihubungkan
secara elektrik ke produk baja, kemudian diberikan arus proteksi korosi ke produk baja
dengan cara aksi sel menggunakan perbedaan potensial antara logam dan produk
baja. Dalam hal aplikasi praktis, proteksi katodik menjadi layak ketika potensial listrik
dari permukaan produk baja lebih rendah dari -780 mV dengan silver-silver chloride
dengan elektroda reference air laut.

Uji paparan lepas pantai jangka panjang untuk metode proteksi korosi untuk tiang
pancang pipa baja di HORS (Yamaji, 2016) untuk sistem anoda galvanis yang biasa
dalam metode proteksi katodik, terlihat bahwa periode konsumsi anoda dapat segera
diperkirakan dengan membagi kriteria penilaian kerusakan dari 2 tingkat menjadi lebih
banyak. Akan tetapi, mengenai nilai ambang batas, kiranya perlu ditetapkan dengan
hati-hati. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan terhadap metode pemasangan anoda
pada produk baja dengan menggunakan magnet, dan ternyata tidak ada anoda yang
jatuh selama 5 tahun sejak pemasangan dan kondisi proteksi korosi tetap terjaga (Foto
7). Akan tetapi, karena ada kasus dimana potensial listrik berfluktuasi akibat
gelombang, kiranya perlu menerapkan observasi jangka panjang untuk melihat
perkembangan kondisinya.

12.4 Perawatan Struktur Beton


Pelaku konstruksi baik sebagai konsultan, pelaksana konstruksi bahkan pemilik
konstruksi seharusnya penting untuk memperhatikan bagaimana seharusnya
pelaksana lapangan melakukan proses pembuatan beton dari awal sampai akhir.
Kesalahan dalam aplikasi pelaksanaan akan membuat hasil tidak sempurna.
Pengawas juga harus tahu caranya sesuai dengan kebutuhan dan regulasi yang

188 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


diterapkan pada pekerjaan. Jangan sampai bangunan retak-retak atau dinding
terkelupas karena pekerjaan beton yang tidak benar. Contohnya secara sederhana
bahwa campuran beton untuk dinding kamar mandi tidaklah sama dengan campuran
untuk dinding kamar tidur. Bagaimana seharusnya agar pencampuran baik dan benar,
maka perlu dipahami sifat dan karakteristik bahan beton dan beton (Mulyono, 2014).

Konstruksi beton harus diinspeksi sebagaimana disyaratkan oleh tata cara


bangunan gedung umum yang diadopsi secara legal. Dengan ketidaktersediaan
persyaratan inspeksi tersebut, konstruksi beton harus diinspeksi sepanjang berbagai
tahap pekerjaan oleh atau di bawah pengawasan insinyur profesional bersertifikat atau
oleh inspektor yang berkualifikasi (SNI 2847:2013).

12.4.1 Kerusakan Struktur Beton pada Konstruksi Dermaga


Konstruksi beton pada dermaga umumnya merupakan beton bertulang atau
beton pre-tegang. Beton bertulang merupakan material komposit yang terdiri dari
beton dan baja tulangan yang ditanam di dalam beton. Sifat utama beton adalah
sangat kuat di dalam menahan beban tekan (kuat tekan tinggi) tetapi lemah di dalam
menahan gaya tarik. Baja tulangan di dalam beton berfungsi menahan gaya tarik yang
bekerja dan sebagian gaya tekan.

Gambar 12.8: Pengelupasan pada Struktur Beton


Sumber: (Godson & Thompson, 2012)

Kekuatan beton tergantung dari banyak faktor dari mulai bahan penyusun beton
sampai dengan prilakukmasa perwatan dan perlakuan selama masa umur layanan
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 189
konstruksi. Kadangkala selama masa pelayan umur konstruksi beton mengalami retak,
bahkan sampai pengelupasan atau spalling (Gambar 12.8).

Kerusakan pada elemen struktur terjadi karena terjadinya penurunan kinerja


material, karena faktor lingkungan dan beban operasional. Beton tidak selalu dapat
sepenuhnya berprilaku seperti yang direncanakan, beberapa bentuk dasar gejala yang
mengindikasikan terjadinya penurunan kinerja material dan berkurangnya kinerja
struktur secara keseluruhan: retak, spalling dan disintegration atau rusaknya kesatuan
unsur-unsur pembentuk beton, sehingga matriks beton menjadi lemah. Hal tersebut
tentunya akan mengurangi masa layanan dari struktur.

Beton dapat rusak karena berbagai alasan, dan kerusakan beton sering hasil dari
kombinasi beberapa faktor. Ringkasan berikut membahas potensi penyebab
kerusakan beton dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

12.4.1.1 Kerusakan Tulangan Beton karena Karat


Elemen struktur pada dermaga yang mungkin mengalami kerusakan adalah
lantai atas dan lantai bawah; balok; tiang pancang; poer; lisplank; dan cansteen. Korosi
baja tulangan dan logam tertanam lainnya dalam beton penyebab utama dari
kerusakan pada beton. Ketika baja korosi, karat yang dihasilkan menempati volume
lebih besar dari baja. Perubahan volume ini menekankan didalam beton, yang
akhirnya dapat menyebabkan retak, delaminasi, dan spalling (Gambar 12.9). Proses
siklus terjadinya pengelupasan akibat korosi seperti Gambar 12.10.

Baja korosi karena bukan bahan alami, sebaliknya, bijih besi dilebur dan
disempurnakan untuk memproduksi baja. Langkah-langkah produksi yang mengubah
bijih besi menjadi baja menambah energi dengan logam. Baja, seperti kebanyakan
logam kecuali emas dan platinum, adalah termodinamika tidak stabil di bawah kondisi
atmosfer normal dan akan melepaskan energi dan kembali ke menjadi oksida besi
alami atau karat. Proses ini disebut korosi. Untuk korosi terjadi, empat elemen yang
harus ada: setidaknya dua logam (atau dua tempat pada logam tunggal) pada tingkat
energi yang berbeda, elektrolit, dan koneksi logam. Dalam beton bertulang, tulangan
(rebar) mungkin memiliki banyak daerah yang terpisah pada tingkat energi yang
berbeda. aksi konkrit sebagai elektrolit, dan koneksi logam disediakan oleh ikatan
kawat, sepatu tulangan, atau rebar itu sendiri.
190 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan
(a) (b)
Gambar 12.9: kerusakan karena korosi (a) retak, delaminasi, dan spalling; (b) Penambahan
volume karena karat
Sumber: (PCA, 2002)

Gambar 12.10: Siklus pengelupasan akibat korosi baja tulangan beton

Mengatasi hal ini dengan menambah ketebalan selimut beton (clean cover) saat
pelaksanaan. Jika masa perawatan terjadi kerusakan karena korosi maka dilakukan
pelapisan ulang. Selimut, beton yang disyaratkan (Cover, specified concrete) — Jarak
antara permukaan terluar tulangan yang tertanam dan permukaan luar terdekat beton
yang ditunjukkan dalam dokumen kontrak. Sesuai dengan syarat ACI 318 atau SNI
2847:2013, ketebalan minimum selimut beton seperti Tabel 12.2.

Beton yang berada pada lingkungan korosif atau kondisi paparan parah lainnya,
selimut beton harus ditingkatkan bilamana diperlukan dan disyaratkan oleh insinyur
profesional bersertifikat. Persyaratan yang dapat diterima untuk beton didasarkan
pada kategori dan kelas paparan dalam Tabel 12.3 harus dipenuhi, atau perlindungan
lainnya harus disediakan. Sebagai tambahan, untuk proteksi korosi, selimut beton
yang ditetapkan untuk tulangan tidak kurang dari 50 mm untuk dinding dan slab dan
tidak kurang dari 65 mm untuk komponen struktur lainnya direkomendasikan. Untuk
komponen struktur beton pracetak yang dibuat dibawah kondisi kontrol pabrik, selimut

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 191


beton yang ditetapkan tidak kurang dari 40 mm untuk dinding dan slab dan tidak
kurang dari 50 mm untuk komponen struktur lainnya direkomendasikan. Untuk
komponen struktur beton prategang yang terpapar lingkungan korosif atau kategori
paparan parah lainnya dan yang diklasifikasikan sebagai Kelas T atau C dalam SNI
2847:2013 Pasal 18.3.3, selimut beton yang disyaratkan tidak boleh kurang dari 1,5
kali selimut untuk tulangan prategang.

Tabel 12.2: Tebal selimut beton minimum sesuai ACI 318:2013


Tebal
Kondisi Beton minimum
(mm)
Beton cor setempat (non-prategang)
a. Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah 75
b. Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca:
• Batang tulangan D-19 hingga D-57 50
• Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil 40
c. Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah:
• Slab, dinding, balok usuk:
▪ Batang tulangan D-44 dan D-57 40
▪ Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil 20
• Balok, kolom: (Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral) 40
• Komponen struktur cangkang, pelat lipat:
▪ Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar 20
▪ Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil 13
Beton Cor di tempat - Prategang
a. Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah 75
b. Beton yang berhubungan dengan tanah dan cuaca:
• Panel dinding, slab, balok usuk 25
• Komponen struktur lainnya 40
c. Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah:
• Slab, dinding, balok usuk 20
• Balok, kolom:
▪ Tulangan utama 40
▪ Pengikat, sengkang, spiral 25
• Komponen struktur cangkang, pelat lipat:
▪ Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil 10
▪ Tulangan lainnya (tidak kurang dari) 20
Tulangan, selongsong, dan penutup ujung prategang dan nonprategang tidak
boleh kurang dari
a. Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca
• Panel dinding:
▪ Batang tulangan D-43 dan D-57, tendon prategang lebih besar dari 40
diameter40 mm
▪ Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil, tendon prategang diameter40
mm dan yang lebih kecil, kawat M-16 ulir atau polos dan yang lebih kecil 20
• Komponen struktur lainnya:
▪ Batang tulangan D-43 dan D-57, tendon prategang lebih besar dari
diameter 40 mm

192 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Tabel 12.2: Tebal selimut beton minimum sesuai ACI 318:2013
Tebal
Kondisi Beton minimum
(mm)
▪ Batang tulangan D-19 sampai D-36, tendon prategang lebih besar dari 50
diameter 16 m sampai diameter 40 mm
▪ Batang tulangan D-16 dan yang lebih kecil, tendon prategang diameter 16 40
mm dan yang lebih kecil, kawat M-16 ulir atau polos dan yang lebih kecil
b. Beton yang tidak langsung berhubungan dengan cuaca atau tanah:
• Slab, dinding, balok usuk: 30
▪ Batang tulangan D-43 dan D-57, tendon prategang lebih besar dari
diameter 40 mm
▪ Tendon prategang diameter 40 mm dan yang lebih kecil
▪ Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil, kawat M-16 ulir atau polos, 30
dan yang lebih kecil 20
• Balok, kolom:
▪ Tulangan utama db (tetapi tidak kurang dari 16 dan tidak perlu melebihi 16
40)
▪ Pengikat, sengkang, spiral
16 – 40
• Komponen struktur cangkang, pelat lipat:
▪ Tendon prategang
10
▪ Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar
▪ Batang tulangan D-16 dan yang lebih kecil, kawat M-16 ulir atau polos,
20
dan yang lebih kecil
16

10
Sumber: (SNI 2847:2013)

Tabel 10.3: Kondisi Paparan sesuai ACI 318:2013

Sumber : (SNI 2847:2013)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 193


Bila tata cara bangunan umum (dimana Standar ini merupakan bagiannya)
mensyaratkan tebal selimut untuk perlindungan terhadap kebakaran lebih besar dari
selimut beton dalam Tabel tebal yang lebih besar tersebut harus disyaratkan. Batasan
ion klorida dalam beton campuran juga harus dibatasi terutama air pencampurnya. Air
harus memenuhi ketentuan yang berlaku, Air yang digunakan pada campuran beton
harus memenuhi ASTM C1602M (SNI 2847:2013;Psl.3.4.1); Air pencampur yang
digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam
aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh
mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan seperti Tabel 12.4.

Tabel 12.4: Persyaratan Kadar ion klorida (Cl–) larut air maksimum dalam beton dalam
% berat semen sesuai ACI 318:2013
Kelas Paparan Beton Beton
Bertulang Prategang
C0 (Beton kering atau terlindung dari kelembaban) 1,00 0,06
C1 (Beton terpapar terhadap kelembaban tetapi tidak terhadap 0,30 0,06
sumber klorida Luar)
C2 (Beton terpapar terhadap kelembaban dan sumber klorida 0,15 0,06
eksternal dari bahan kimia, garam, air asin, air payau, atau
percikan dari sumber-sumber ini)
Sumber: (SNI 2847:2013)

12.4.1.2 Serangan Kimia

Beton berkinerja baik bila terkena berbagai kondisi atmosfer, air, tanah, dan
banyak eksposur kimia lainnya. Namun, beberapa lingkungan kimia bahkan dapat
memburuk kualitas beton tinggi. Efek buruk dari beberapa bahan kimia yang umum
pada beton ditunjukkan Tabel 12.5. (PCA, 2002). Untuk menghasilkan serangan yang
signifikan pada beton, bahan kimia yang agresif harus dalam larutan dan di atas
konsentrasi minimum.

194 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Tabel 12.5: Efek Bahan Kimia Terhadap Kerusakan Beton

Kerusakan yang cepat Kerusakan yang sedang (moderate)


(rapid)
Aluminum Chloride Aluminum Sulfate* Mustard Oil*
Calcium Bisulfite Ammonium Bisulfate Perchloric Acid, 10%
Hydrochloric Acid (all Ammonium Nitrate Potassium Dichromate
concentrations)*
Ammonium Sulfate* Potassium Hydroxide
Hydrofluoric Acid (all (>25%)
Ammonium Sulfide
concentrations)
Rapeseed Oil*
Ammonium Sulfite
Nitric Acid (all concentrations)
Slaughterhouse Waste2
Ammonium
Sulfuric Acid, 10-80 percent*
Superphosphate Sodium Bisulfate
Sulfurous Acid
Ammonium Thiosulfate Sodium Bisulfite
Castor Oil Sodium Hydroxide
(>20%)
Cocoa Bean Oil*
Sulfite Liquor
Cocoa Butter*
Sulfuric Acid, 80%
Coconut Oil*
Oleum*
Cottonseed Oil*
Tanning Liquor (if acid)
Fish Liquor1
Zinc Refining Solutions3
* Kadang-kadang digunakan dalam pengolahan makanan atau sebagai bahan
makanan atau minuman.
1
Mengandung asam karbonat, minyak ikan, hidrogen sulfida, metil amina, garam,
bahan yang berpotensi aktif lainnya
2
Mungkin berisi berbagai campuran darah, lemak dan minyak, empedu dan cairan
pencernaan lainnya, sayuran dicerna hanya sebagian, urine, dan kotoran, dengan
jumlah yang bervariasi di air.
3
Biasanya mengandung zinc sulfat dalam asam sulfat. konsentrasi asam sulfat
mungkin rendah (sekitar 6 persen dalam proses " low current density") atau lebih tinggi
(sekitar 22-28% dalam proses "high current density").
Sumber: (PCA, 2002)

12.4.1.3 Reaksi Alkali Agregat

Agregat sebagai bahan pengisi, bereaksi dengan alkali. Reaksi alkali agregat ada
dua yaitu bentuk (1) alkali-silica reaction (ASR) dan (2) alkali-carbonate reaction
(ACR). ASR adalah yang menjadi perhatian lebih daripada ACR, karena agregat
umumnya yang mengandung bahan silika reaktif. Reaksinya adalah:

Alkalies + Reactive Silica akan membentuk produk Gel Reaction.

Produk Gel Reaction + Kelembaman (Moisture) menjadi Expansion.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 195


Indikator terjadinya reaksi alkali-silika pada beton ditunjukan pada retak dengan
pola acak (random Pola) dan pada kasus lebih lanjut terjadi expansi (pengembangan
beton) dan pengelupasan (spalling). Retak yang terjadi umumnya pada daerah yang
sering berhubungan dengan air atau dekat dengan air seperti dermaga. Tipikal retak
karena reaksi alkali-silika seperti Gambar 12.11.

Gambar 12.11: Indikator Tipikal retak karena reaksi alkali-silika


Sumber: (PCA, 2002)

12.4.1.4 Abrasi atau Erosi

Retakan pada bangunan umumnya dibedakan menjadi dua yakni retakan non-
struktur (non-konstruksi) dan retakan struktur (konstruksi). Retakan non-struktur terjadi
pada bagian-bagian bangunan yang bukan merupakan struktur utama bangunan untuk
menahan beban, seperti dinding atau tembok, lantai, langit-langit dan sebagainya.
Sedangkan, retakan struktur adalah retakan pada bagian-bagian struktur utama yang
menyalurkan beban dari konstruksi atap, pelat lantai, balok, kolom sampai ke pondasi.

Kerusakan abrasi (Gambar 12.12) terjadi ketika permukaan beton tidak mampu
menahan beban yang disebabkan gesekan. Pada bagian luar beton, agregat halus
dan kasar yang terkena abrasi maka dampaknya akan menyebabkan degradasi
tambahan yang terkait dengan ikatan agregat dengan pasta semen artinya kekuatan
ikatan dan kekerasan agregat menurun karena abrasi. Meskipun partikel yang terbawa
angin dapat menyebabkan abrasi beton, dua bentuk yang paling merusak dari abrasi
terjadi pada permukaan lalu lintas kendaraan dan struktur hidrolik termasuk dermaga
dan apron.

196 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Gambar 12.12: Abrasi pada beton
Sumber: (PCA, 2002)

12.4.1.5 Perubahan Volume


Retak dapat juga terjadi pada tahap pembuatan beton atau tahap konstruksi
terjadi dari tahap plastis, beton muda sampai beton keras. Keretakan timbul pada
tahap plastis kemungkinan besar penggunaan material yang tidak sesuai atau saat
pengecoran terjadi segregasi dan bleeding, sehingga saat beton mulai mengeras akan
membentuk pori atau rongga yang hanya berisi air atau udara. Setelah pengerasan
sempurna atau beton mencapai kekuatan pada umur 28 hari, selama masa tersebut
air atau terlepas yang dapat menyebabkan retak. Pada kemungkinan lain saat masa
perawatan sampai dengan umur 28 hari terjadi hidrasi yang tidak sempurna yang
menyebabkan beton retak karena adanya pelepasan panas yang tak sempurna. Pada
tahap ketiga yaitu setelah beton mengeras merupakan awal dari umur layanan beton.
Saat terjadi pembebanan di atas kualitas beton yang disyaratkan maka beton akan
mengalami kegagalan secara struktur atau setidaknya sebelum mencapai kegagalan
mengalami retak.

Kerusakan yang berlebihan dapat terjadi selama konstruksi ketika beton belum
mencapai kekuatan desain. penghapusan awal bekisting atau penyimpanan bahan
berat atau pengoperasian peralatan di dan di sekitar struktur dapat mengakibatkan
overloading dari anggota beton tertentu. Sebuah kesalahan umum terjadi ketika
anggota pracetak tidak benar didukung selama transportasi dan ereksi. Kesalahan
dalam konstruksi pasca-dikencangkan, seperti tidak benar berjangka waktu atau
sequencing rilis strand, juga dapat menyebabkan kelebihan retak.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 197


Perubahan sedikit volume beton karena berbagai alasan, penyebab paling umum
adalah fluktuasi kadar air dan suhu. Kemampuan mempertahanan untuk tidak terjadi
perubahan volume, terutama saat pelepasan panas (umur beton), dapat
menyebabkan retak jika tegangan tarik yang berkembang melebihi kekuatan tarik
beton.

12.4.1.6 Kelebihan Beban dan Impak

Elemen konstruksi beton dirancang dan dibangun untuk cukup kuat mendukung
beban yang direncanakan. Tapi overloading (kelebihan beban) atau perubahan
penggunaan dapat terjadi karena berbagai alasan.

Gambar 12.13: Bentuk umum kerusakan pada pelat beton


Sumber: (PCA, 2002)

Penggunaan struktur tanpa peningkatan yang tepat secara struktural merupakan


overloading yang tidak disengaja, dan kondisi yang tidak biasa lainnya. Kerusakan
akibat gempa adalah contoh klasik dari overloading struktur beton. Kelebihan muatan
pada lalulintas perkerasan atau apron dermaga yang tidak disesuaikan dengan beban
rencana akan menyebabkan kerusakan pda struktur beton. Kerusakan lain akibat

198 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


benturan kapal dengan dinding dermaga yang melebih kapasitasnya. Bentuk umum
dari kerusakan karena kelebihan beban seperti Gambar 12.13.

12.4.1.7 Kehilangan Daya Dukung


Kehilangan dukungan di bawah struktur beton atau daya dukung struktur,
biasanya disebabkan oleh penurunan pondasi tiang. Hal ini dapat menyebabkan
berbagai masalah di struktur beton, dari retak dan masalah kegagalan struktural
(Gambar 12.14).

Gambar 12.14: Retak karena penurunan


Sumber: (PCA, 2002)

12.4.1.8 Cacat Permukaan

Berbagai cacat dapat terjadi pada permukaan beton yang dibentuk atau selesai
dikerjakan. Banyak dari cacat ini dapat dihindari dengan menggunakan bahan-bahan
yang tepat selama tahap konstruksi; orang lain sulit atau tidak mungkin untuk
menghilangkan sepenuhnya. Cacat bawaan ini harus diperbaiki setelah atuu selama
umur layanan beton.

Penyebab cacat permukaan dapat terjadi karena pembukaan cetakan yang tidak
sempurna, sehingga meninggalkan lubang-lubang atau bentuk seperti sarang lebah
(honeycomb). Seharusnya setelah pembukaan cetakan segerah diperbaiki sehingga
tujuan konstruksi secara struktural dapat dicapai.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 199


12.4.2 Perbaikan Retak Struktur Beton Pada Dermaga
Prosedur dan perbaikan kerusakan retak pada beton di dermaga dapat dilakukan
dengan injeksi, grouting, dan patching. Injeksi untuk mengatasi kerusakan pada beton
adalah salah satu metode perbaikan untuk menangani terjadinya penetrasi air yang
menembus tebalnya beton, baik itu akibat dari beton yang keropos ataupun beton yang
mengalami retak atau pecah. Metode perbaikan dengan cara injeksi atau pressure
grouting meliputi:

(1) High Pressure Injection dengan menggunakan material Polyurethane atau


sering di singkat dan disebut PU;
(2) Injeksi dengan menggunakan Semen dan tambahan bahan admixture; dan
(3) perbaikan dengan maenggunakan cement based waterplug.

Injeksi Grouting dan Injeksi Epoxy adalah untuk mengisi rongga struktur beton
yang kropos dan retak baik bocor mengeluarkan air maupun hanya retak dan kropos
tidak mengelurkan air, dan sudah memenuhi standar ASTM C-881 – 78 Type 1,Grade
1,class B+C.

Pelaksanaan yang paling baik adalah dengan menggunakan metode high


presure injection dengan menggunakan material Polyurethane, karena tekanannya
yang tinggi dapat memasukan cairan perawatan beton lebih dalam dan jauh atau
maksimal mengisi seluruh rongga yang terdapat pada beton dalam kondisi celah kecil
maupun celah yang besar, mengingat material polyurethane akan mengembang dan
membentuk busa padat sehingga resiko perpindahan air pada beton dapat
diminimalisir.

Metode patching (Gambar 12.15) adalah metode perbaikan dengan melapisi


ulang lapisan yang terkelupas (spalling) atau retak. Pelapisan menggunakan bahan
yang lebih kuat dari kuat tekan beton yang diperbaiki. Perbaikan spalling untuk luas
yang sedikit serta ketebalan tipis atau lebih kecil dari selimut beton, yang paling lazim
digunakan adalah metoda dempulan/patching dengan material sesuai yang
dipersyaratkan agar dapat monolit dengan elemen struktur yang lama.

Material yang digunakan Bonding Agent yang merupakan jenis epoxy terdiri dari
dua komponen yaitu Resin dan Hardener. Bahan lainnya adalah Reinstatement
Mortar. Grouting (Gambar 12.16) adalah sebuah pekerjaan untuk mengisi celah atau
200 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan
rongga dalam sebuah struktur. Material yang digunakan untuk pekerjaan ini adalah
material yang tidak memiliki sifat susut dan bahkan cenderung memiliki karakteristik
mengembang dalam skala kecil biasanya antara 0,5 % s/d 1,5%. Grouting pula sering
digunakan sebagai istilah dalam pekerjaan perbaikan beton yang mengalami retak
atau terkelupas.

Gambar 12.15: Perbaikan Gambar 12.16: Pelaksanaan perbaikan dengan


Patching pada Retak Beton grouting
Sumber: (Sundara, 2008) Sumber: (Srimenanti Group, 2016)

Jenis material grouting terdapat banyak macam dan jenis, diantaranya


Cementious Grout atau material grouting berbahan dasar semen; Epoxy Resin Grout
atau material grouting berbahan dasar epoxy resin; Polyurethane Grout atau material
grouting berbahan dasar polyurethane dan lain lain. Pemilihan bahan sangatlah
penting dalam pelaksanaan pekerjaan grouting ini, dan pemilihan bahan tersebut
diperhitungkan berdasar pada fungsi dan kondisi bidang kerja serta lokasi dan
utamanya kuat tekan grouting harus di atas kuat tekan beton yang diperbaiki.

12.5 Perbaikan Pada Kelengkapan Dermaga


Marine fender adalah sistem untuk mencegah kerusakan kapal dan dermaga
saat berlabuhnya kapal. Faktor alam, misalnya ombak besar dan angin kencang,
biasanya menjadi penyebab utama rusaknya kapal dan dermaga. Oleh karena itu,
untuk melindungi dua aset tersebut, marine fender sangat disarankan untuk dipasang
disetiap pelabuhan dan dermaga. Fender karet tersedia dalam berbagai tipe dan
ukuran. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe karet fender

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 201


yang tepat adalah tipe pelabuhan, tipe dan konfigurasi kapal yang merapat ke
pelabuhan dan kecepatan kapal saat merapat.

Karet fender selalu mengalami kontak dengan air laut yang korosif. Oleh karena
itu, perawatan yang tepat sangatlah diperlukan untuk menjaga fender supaya tetap
awet. Hal utama yang diperlukan dalam perawatan karet fender adalah perawatan
angkur. Angkur yang terbuat dari besi cor digunakan untuk menempelkan karet fender
pada dinding dermaga. Setelah proses instalasi, angkur dan fender tidak memerlukan
perawatan khusus. Akan tetapi, pengecekan secara pepriodik dibutuhkan untuk
memastikan angkur dan fender dalam kondisi yang baik, misalnya saja, angkur yang
bebas dari karat dan tidak retak.

Karat dapat menurunkan kekuatan angkur. Hal ini bisa menyebabkan badan
fender lepas sebagian atau seluruhnya dari dinding dermaga. Sebaliknya, fender tidak
membutuhkan perawatan khusus karena fender mengandung antioxidan dan antiozon
untuk melindungi karetnya dari oksidasi dan pengikisan karena radiasi ultraviolet dan
ozon. Pada dermaga tradisonal, sisi dermaga yang dipasang fender dari kayu,
seringkali fender tersebut rusak/ terlepas/ hilang sehingga banyak kapal yang ketika
merapat mengalami kerusakan akibat benturan dengan beton dermaga. Oleh karena
itu dilakukan pemasangan kembali fender (kayu) sebagai pengganti fender yang
rusak/ terlepas/ hilang.

Desain tradisional dari struktur tambat untuk fender biasanya menggunakan


fender kayu untuk melindungi struktur dan juga kapal akibat kekuatan benturan dari
saat operasi berlabuh dan tambat. Kayu fender terbuat dari kayu keras, banyak di
antaranya tidak diproduksi dari sumber yang berkelanjutan dan penggunaannya terus
dianggap kurang ramah lingkungan saat ini. Untuk meminimalkan penggunaan kayu
keras dalam pekerjaan pemeliharaan penggunaan bahan alternatif seperti karet dan
plastik daur ulang. Pada tahun 2000, instalasi percobaan bahan alternatif ini dilakukan
di dermaga yang dipilih dan struktur penambatan seawall. Keseluruhan kinerja bahan
alternatif ini baik seperti yang digunakan di Hongkong (CEDD, 2017).

Bollard sebagai tambatan tali kapal merupakan perlengkapan / fasilitas utama


pada dermaga atau pelabuhan yang berfungsi sebagai penambat tali kapal saat kapal
sedang berlabuh, bollard terbuat dari baja tuang & dilengkapi dengan anchor bolt (baut

202 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


angkur). Bollar relative tidak banyak memerlukan perawatan, perawatan perbaikannya
mencakup pengecatan dan menjaga tetap bebas dari karat.

12.6 Fasilitas gedung dan Konstruksi Struktur Pelabuhan


Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus (Permen PU Nomor :
24/PRT/M/2008).

Pemeliharaan bangunan gedung adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan


gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.
Perawatan bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti
bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan
sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan
budaya dan fungsi khusus adalah ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung (Permen PU Nomor :
24/PRT/M/2008).

Manajemen pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung meliputi


manajemen pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan persyaratan
penyedia jasa dan tenaga ahli/terampil pemeliharaan dan perawatan bangunan
gedung. Pekerjaan permeliharaan meliputi jenis pembersihan, perapihan,
pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan atau perlengkapan
bangunan gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman
pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung.

Pekerjaan perawatan meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian


bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana berdasarkan
dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung, dengan mempertimbangkan
dokumen pelaksanaan konstruksi.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 203


Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

Pemeliharaan bangunan gedung adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan


gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi
(Permen PU Nomor : 24/PRT/M/2008).

12.6.1 Jenis Pekerjaan Perawatan Fasilitas Gedung/Strukutur


Jenis pekerjaan perawatan untuk fasilitas daratan dapat mencakup jenis
pekerjaan arsitektural, struktural, mekanikal dan elektrikal, tata ruang luar dan tata
graha. Lingkup pemeliharaan dan jenis pekerjaan seperti Tabel 12.6.

Jenis perawatan menyangkut rehabilitasi, renovasi dan restorasi. Pengertiannya


rehabilitasi adalah memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud
menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur maupun
struktur bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula, sedang utilitas dapat
berubah.

Renovasi adalah memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian


dengan maksud menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah,
baik arsitektur, struktur maupun utilitas bangunannya.

Restorasi adalah memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian


dengan maksud menggunakan untuk fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah
dengan tetap mempertahankan arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan
utilitas bangunannya dapat berubah.

Tabel 12.6: Jenis dan Lingkup Pekerjaan Pemeliharaan Gedung


Jenis Lingkup Pemeliharaan
Pekerjaan
ARSITEKTURAL • Memelihara secara baik dan teratur:
• jalan keluar sebagai sarana penyelamat (egress) bagi pemilik dan
pengguna bangunan
• unsur-unsur tampak luar bangunan sehingga tetap rapih dan bersih.

204 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Tabel 12.6: Jenis dan Lingkup Pekerjaan Pemeliharaan Gedung
Jenis Lingkup Pemeliharaan
Pekerjaan
• unsur-unsur dalam ruang serta perlengkapannya.
• Menyediakan sistem dan sarana pemeliharaan yang memadai dan
berfungsi secara baik, berupa perlengkapan/peralatan tetap
dan/atau alat bantu kerja (tools)
• Melakukan cara pemeliharaan ornamen arsitektural dan dekorasi
yang benar oleh petugas yang mempunyai keahlian dan/atau
kompetensi di bidangnya
STRUKTURAL • Memelihara secara baik dan teratur:
• unsur-unsur struktur bangunan gedung dari pengaruh korosi, cuaca,
kelembaban, dan pembebanan di luar batas kemampuan struktur,
serta pencemaran lainnya
• unsur-unsur pelindung struktur
• Melakukan pemeriksaan berkala sebagai bagian dari perawatan
preventif (preventive)
• Mencegah dilakukan perubahan dan/atau penambahan fungsi
kegiatan yang menyebabkan meningkatnya beban yang berkerja
pada bangunan gedung, di luar batas beban yang direncanakan
• Melakukan cara pemeliharaan dan perbaikan struktur yang benar
oleh petugas yang mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di
bidangnya
• Memelihara bangunan agar difungsikan sesuai dengan penggunaan
yang direncanakan
MEKANIKAL • Memelihara dan melakukan pemeriksaan berkala:
(TATA UDARA, • sistem tata udara, agar mutu udara dalam ruangan tetap memenuhi
SANITASI, persyaratan teknis dan kesehatan yang disyaratkan meliputi
PLAMBING DAN pemeliharaan peralatan utama dan saluran udara.
RANSPORTASI) • sistem distribusi air yang meliputi penyediaan air bersih, sistem
instalasi air kotor, sistem hidran, sprinkler dan septik tank serta unit
pengolah limbah.
• sistem transportasi dalam gedung, baik berupa lif, eskalator,
travelator, tangga, dan peralatan
ELEKTRIKAL • Melakukan pemeriksaan periodik dan memelihara pada:
(CATU DAYA, • perlengkapan pembangkit daya listrik cadangan
TATA CAHAYA, • perlengkapan penangkal petir
TELEPON, • sistem instalasi listrik, baik untuk pasokan daya listrik maupun untuk
KOMUNIKASI penerangan ruangan.
DAN ALARM) • jaringan instalasi tata suara dan komunikasi (telepon) serta data.
• jaringan sistem tanda bahaya dan alarm.
TATA RUANG • Memelihara secara baik dan teratur
LUAR • kondisi dan permukaan tanah dan/atau halaman luar bangunan
gedung.
• unsur-unsur pertamanan di luar dan di dalam bangunan gedung,
seperti vegetasi (landscape), bidang perkerasan (hardscape),
perlengkapan ruang luar (landscape furniture), saluran
pembuangan, pagar dan pintu gerbang, lampu penerangan luar,
serta pos/gardu jaga.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 205


Tabel 12.6: Jenis dan Lingkup Pekerjaan Pemeliharaan Gedung
Jenis Lingkup Pemeliharaan
Pekerjaan
• Menjaga kebersihan di luar bangunan gedung, pekarangan dan
lingkungannya.
• Melakukan cara pemeliharaan taman yang benar oleh petugas yang
mempunyai keahlian dan/atau kompetensi di bidangnya.
TATA GRHA • Meliputi seluruh kegiatan Housekeeping yang membahas hal-hal
(HOUSE terkait dengan sistem pemeliharaan dan perawatan bangunan
KEEPING) gedung, di antaranya mengenaiCleaning Service,Landscape,Pest
Control,General Cleaningmulai dari persiapan pekerjaan, proses
operasional sampai kepada hasil kerja akhir.
Sumber: (Permen PU Nomor : 24/PRT/M/2008).

12.6.2 Mengukur Tingkat Kerusakan Stuktur Gedung


Perbaikan dan/atau penggantian dalam kegiatan perawatan bangunan gedung
di ukur sesuai tingkat kerusakan. Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya
bangunan atau komponen bangunan akibat penyusutan/berakhirnya umur bangunan,
atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti beban fungsi yang berlebih,
kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis. Intensitas kerusakan bangunan
dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu kerusakan ringan, sedang dan
berat, seperti Tabel 12.7.

Perawatan yang memerlukan penanganan khusus atau dalam usaha


meningkatkan wujud bangunan, seperti kegiatan renovasi atau restorasi besarnya
biaya perawatan dihitung sesuai dengan kebutuhan nyata dan dikonsultasikan terlebih
dahulu kepada Instansi Teknis setempat. Penentuan tingkat kerusakan dan perawatan
khusus setelah berkonsultasi dengan Instansi Teknis setempat. Persetujuan rencana
teknis perawatan bangunan gedung tertentu dan yang memiliki kompleksitas teknis
tinggi dilakukan setelah mendapat pertimbangan tim ahli bangunan gedung. Pekerjaan
perawatan ditentukan berdasarkan bagian mana yang mengalami perubahan atau
perbaikan.

206 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Tabel 12.7: Tingkat kerusakan
Tingkat Jenis Biaya
Kerusakan Maksimum
dari HPS
Ringan kerusakan terutama pada komponen non-struktural, seperti 35%
penutup atap, langit-langit, penutup lantai, dan dinding
pengisi
Sedang kerusakan pada sebagian komponen non-struktural, dan 45%
atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dan
lain-lain
Berat kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik 65%
struktural maupun non-struktural yang apabila setelah
diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana
mestinya
Keterangan: HPS adalah harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang
berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama

Sumber: (Permen PU Nomor : 24/PRT/M/2008).

12.6.3 Prosedur dan metode pemeriksaan, perawatan dan


pemeliharaan
Prosedur dan metode pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan periodik
bangunan gedung, meliputi aktivitas pemeriksaan, pengujian, pemeliharaan dan
perawatan untuk seluruh komponen bangunan gedung, yaitu seperti Tabel 12.8.

Tabel 12.8: Komponen, lokasi dan periode pemeriksaan


KOMPONEN Lokasi Pemerikaan Periode
Pemeriksaan
ARSITEKTUR Sarana jalan keluar Rutin sesuai SOP
Dinding Kaca /Tempered Glass. Pertahun
Dinding Keramik /Mozaik. Rutin sesuai SOP
Dinding Lapis Marmer. Rutin sesuai SOP
Dinding dengan penutup Clading Alluminium Composit. Per-6 bulan
Pemeliharaan Plafon Tripleks. Per-3 Bulan
Pemeliharaan Plafon Akustik, Plafon Kayu, Plafon Metal. Per-2 bulan
Pemeliharaan Plafon Gipsum. -
Pemeliharaan Kunci, Grendel, dan Engsel. Per-2 bulan
Pemeliharaan sliding door,rolling door,falding door. Per-2 bulan
Pemeliharaan Kusen Aluminium, Kusen Plastik dan Kusen Perbulan
Besi.
Pemeliharaan Kusen Kayu. Per-6 bulan
Pemeliharaan Door Closer Per-Bulan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 207


Tabel 12.8: Komponen, lokasi dan periode pemeriksaan (Lanjutan)
KOMPONEN Lokasi Pemerikaan Periode
Pemeriksaan
STRUKTUR PemeliharaanPondasi Bangunan Pertahun
Pondasi Tiang Pancang Pertahun
Pondasi Sumuran Batu kali Pertahun
Pondasi Menerus Batu kali Pertahun
Pondasi Menerus Bahan Beton/ Monolitik Pertahun
Struktur Bangunan Baja Per-6 bulan
Struktur Bangunan Beton Per-6 bulan
Struktur Bangunan Komposit Per-6 bulan
Dinding Bata Merah atau Conblock Per-6 bulan
Dinding Batu Kali Dua kali/tahun
Dinding Beton Per-6 Bulan
DindingKayu Perbulan

MEKANIKAL Pemeliharaan Saluran Air Kotor Perbulan


Pemeliharaan Saluran Air Bersih Rutin sesuai SOP
Pemeliharaan Peralatan Sanitair Rutin sesuai SOP
Pemeliharaan Pemanas Air Per-4 tahun
Pemeliharaan Kran Air Per-2 bulan
Pemeliharan Bak Cuci Piring Rutin sesuai SOP
Pemeliharaan dan Perawatan Sistem Tata Udara Sesuai Manual
Pemeliharaan dan Perawatan Sistem Transportasi Vertikal Sesuai Manual
Pemeliharaan dan Perawatan Sistem Proteksi Kebakaran Sesuai SOP
ELEKTRIKAL Pemeliharaan dan Perawatan Sistem Elektrikal
Pemeliharaan dan Perawatan Sistem Elektronika
RUANG LUAR Pemeliharaan Tangki Septik Per-6 Bulan
BANGUNAN Pemeliharaan Talang Tegak dan Datar Pertahun
GEDUNG Pemeliharaan Floor Drain Rutin sesuai SOP
Pengecatan Luar Bangunan Per-2 atau 3 Tahun
Pemeliharaan Atap Seng &Cement Fiber Gelombang, Atap Per-4 Tahun
Genteng Metal
Pemeliharaan Atap Sirap, Atap Beton, Atap Genteng Per-6 Bulan
Keramik, Pemeliharaan Atap Fiberglass
Pemeliharaan List-plank Kayu dan List Glass Fiber Cement Per-6 Bulan
(GRC)
TATA GRHA Pemeliharaan Kebersihan Toilet, Lantai Basement, pelat Rutin sesuai SOP
Atap Beton, Lobby dan Lift, Partisi, Perabot dan Peralatan
Kantor , Tangga Kebakaran, Koridor, Lantai Granit, Lantai
Marmer, Lantai Vinil, Lantai Kayu/Parket, Lantai dengan
Polisher, Lantai Karpet, Lantai Semen, Lantai Karpet
dengan Extractor, Lantai Keramik, Lantai Paving.
Pemeliharaan Kebersihan Tirai (Vertical Blind atau Per-6 Bl/ per-2
Gordyn) bulan
Pemeliharaan Kebersihan Dinding Granit Luar Pertahun
Pemeliharaan Kebersihan Dinding Marmer Luar Per-3 bulan
Pemeliharaan Kebersihan Dinding Kaca Luar dan dalam Rutin sesuai SOP
Pemeliharaan Kebersihan Dinding Cat Bulanan
Pemeliharaan Kebersihan Perl. Alat Pemadam Kebakaran Sesuai SOP
Sumber: (Permen PU Nomor : 24/PRT/M/2008).

208 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Aktivitas pemeriksaan, pengujian, pemeliharaan dan perawatan pada struktur
gedung memerlukan perlengkapan dan peralatan kerja yang sesuai dengan kondisi
dan jenis pekerjaan. Adapun peralatan kerja yang digunakan minimal dapat dilihat
pada Tabel 12.9.

Tabel 12.9: Perlengkapan dan peralatan kerja yang digunakan


KONDISI/ PERLENGKAPAN & PERALATAN
JENISPEKERJAAN
Di tempat yang tinggi Tangga; Perancah; Katrol; Derek dan Sabuk
Pengaman/Helm
Memindahkan benda berat Papan beroda; Gerobak palet; Gerobak palet hidrolis; Fork
Lift; Dongkrak; Rantai
Menata secara teliti Penarik; Penekan portable; Dongkrak; Rantai
Kabel, Saluran & Fish tape; Pembengkok pipa; Pemotong pipa; Pistolramset
Penggantung Listrik
Sambungan las Peralatan las; Tabung Oksigen/Gas; Alat las Pelindung mata;
Pelindung api; Sarung tangan; Pengukur tekanan gas;
Gergaji besi
Sumber: (Permen PU Nomor : 24/PRT/M/2008, 2008)

SOAL
12.1 Perawatan fasilitas didaratan utamanya untuk fasilitas pokok seperti dermaga,
gudang dan elemen struktur lainnya. Jelaskan jenis perawatan yang dilakukan
untuk fasilitas tersebut?
12.2 Apa yang dimaksudkan dengan perbaikan struktur baja dengan manajemen
korosi?
12.3 Jelaskan proteksi organik dan anorganik?
12.4 Sebutkan kerusakan yang terjadi pada struktur beton?
12.5 Bagaimanakah perawatan dan pemeliharaan struktur beton?
12.6 Jelaskan prosedur pemeriksaan, perawatan dan pemeliharaan fasilitas
gedung?

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 209


210 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan
13 PEMELIHARAAN DAN
PERAWATAN
FASILITAS PERAIRAN
Perawatan dan pemeliharaan fasilitas perairan salah satunya adalah pekerjaan
pengerukan alur pelayaran pelabuhan. Pekerjaan ini dilakukan untuk menjaga
kedalaman dan menjamin keselamatan kapal yang melalui alur pelayaran pelabuhan.
Pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dengan
pekerjaan survei pemetaan laut (survei batimetri) untuk mengetahui kondisi dasar laut
itu sendiri. Produk akhir yang akan dihasilkan dari pekerjaan pengerukan alur
pelayaran pelabuhan adalah kedalaman laut yang sesuai dengan rencana pekerjaan
pengerukan alur pelayaran pelabuhan. Jika sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk alur pelayaran di Pelabuhan, alur lalu lintas pelayaran akan aman dan aktivitas
pelabuhan dapat berlangsung dengan lancar.

Selain itu operasi pelayanan jasa di lapangan penumpukan yang mengandalkan


fasilitas dan peralatan kepelabuhanan membutuhkan keandalan (reliability) dan
kesiapan (availibility) fasilitas dan peralatan pelabuhan membutuhkan pemeliharaan
untuk menjaga keandalan dan kesiapan fasilitas dan sistem secara keseluruhan
dimaksudkan agar sesuai dengan standar kualitas dan kinerja yang diharapkan.

Program pemeliharaan fasilitas pelabuhan rata-rata belum terencana sesuai


dengan kebutuhan operasional dan tingkat (kualitas) layanan yang ditargetkan.
Pemeliharaan perlu dikendalikan. Salah satu aktivitas dalam pengendalian adalah
evaluasi implementasi program. Evaluasi terhadap program pemeliharaan fasilitas
pelabuhan akan mengungkapkan permasalahan yang ada dan mengidentifikasi faktor-
faktor penyebab ketidakefektifan program pemeliharaan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 211


13.1 Perawatan Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan
Kapal-kapal yang lebih besar akan membutuhkan draf yaitu kedalaman air
minimun yang diperlukan agar kapal dapat mengapung atau tidak menyentuh dasar
dengan jalur yang lebih dalam dan basin yang dalam, peralatan derek yang lebih besar
dan lebih cepat dan penanganan kargo yang semakin baik di pelabuhan daerah yang
lebih kecil yang mencakup pelabuhan komersial utama di Indonesia. Keberadaan
kapal-kapal yang lebih besar ini pada rute layanan bongkar muat daerah, akan
semakin mendesak perusahaan pelayaran daerah untuk meningkatkan armada kapal
mereka yang relatif kecil dan tua.

Penyediaan dan pemeliharaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan yang


dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dilakukan
untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal baik agar perjalanan kapal keluar
dari atau masuk ke pelabuhan berlangsung dengan lancar. Pemeliharaan alur-
pelayaran dan kolam pelabuhan di pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap
berfungsi.

Beberapa faktor penyebab program pemeliharaan yang tidak jalan adalah


kebijakan perusahaan, sistem prosedur pemeliharaan, sumber daya manusia,
kelemahan di penganggaran dan keterbatasan anggaran. Berdasarkan evaluasi faktor
penyebab ini di diperlukan perbaikan dan penanggulangan terhadap faktor penyebab
tersebut untuk meningkatkan keefektifan dan kualitas pelayanan. Seperti contoh yang
dilakukan oleh Pelabuhan Indonesia II Bengkulu yang mulai melakukan pemeliharaan
rutin untuk mempertahankan kedalam alur masuk pelabuhan minus 10 meter air
pasang terendah, sehingga kapal ukuran besar kapasitas 40.000 ton dapat merapat
dengan baik di Bengkulu. Pemeliharaan rutin itu dilakukan setiap tiga bulan sekali,
sehingga kedalaman alur tetap terjaga minus 10 meter air pasang terendah (LWS)
maka arus transportasi angkutan kapal laut cukup lancar dan dapat dimasuki kapal
berbobot 40.000 ton, terutama angkutan batu bara. (Usmin, 2012).

Contoh lainnya adalah persoalan sedimentasi di alur pelayaran Pelabuhan


Tanjung Priok, Jakarta, terjadi setiap saat. Oleh karena itu, setiap tahun PT. (Persero)
Pelabuhan Indonesia II harus mengeruk sekitar 1 juta meter kubik lumpur di sepanjang
alur pelayaran dan kolam-kolam pelabuhan Tanjung Priok (Direktorat Jenderal

212 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Perhubungan Lautditjenhubla). Dengan kondisi tersebut, alur pelayaran hanya dapat
dilalui kapal dengan draft kedalaman sampai 11 meter. Banyak kapal asing berminat
singgah ke Tanjung Priok. Namun, kapal dengan draft diatas minus 11 meter dari
Eropa tidak dapat sandar karena alur pelayaran dangkal. Akibatnya kegiatan
perekonomian yang melibatkan fungsi pelabuhan tersebut terganggu. Mengingat
Undang-undang No.21 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 2001,
selama ini PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia II (Pelindo) bekerja sama dengan
PT.(Persero) Pengerukan Indonesia (Rukindo) melakukan pengerukan di pelabuhan
Tanjung Priok demi terciptanya alur pelayaran yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk alur pelayaran di Pelabuhan Tanjung Priok.

Alur luar pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok harus mampu dilewati kapal
dengan draft sampai minus 14 meter. Dalam perencanaannya, pengembangan
pelabuhan ini harus mampu dilalui oleh dua kapal sekaligus. Akibat tingginya
sedimentasi, arus lalu lintas kapal yang keluar masuk pelabuhan Tanjung Priok
menjadi kurang lancar. Sehingga pengerukan alur pelayaran di Pelabuhan Tanjung
Priok sangat penting dilakukan. Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu strategis arus
keluar masuk barang dan manusia, sehingga lancar tidaknya arus pelayaran ini
menjadi kepentingan bersama. Karena itu, sangat penting diupayakan mengeruk
sedimentasi alur pelayaran di Tanjung Priok untuk keselamatan pelayaran. Jika arus
pelayaran tidak lancar, maka kunjungan kapal akan semakin berkurang.

Pelabuhan merupakan salah satu simpul dari mata rantai bagi kelancaran
angkutan muatan laut dan darat. Pelabuhan harus aman dari badai, ombak, maupun
arus. Sehingga kapal dapat berputar, melakukan bongkar muat, dan melakukan
perpindahan penumpang dengan aman. Jika sedimen di kolam Pelabuhan yang
terbentuk sudah terlalu tinggi, hal ini dapat menyebabkan karamnya kapal. Untuk
menghindari hal tersebut dibutuhkan pengerukan sampai dengan kedalaman tertentu
sehingga kapal bisa berlabuh dengan aman. Berdasarkan pertimbangan keamanan
dan pemberian pelayanan yang memadai bagi pengguna pelabuhan, faktor utama
yang mempengaruhi terjadinya proses sedimentasi, adalah arus pasang surut. Oleh
karena itu, diperlukan kajian dan analisis pola penyebaran transpor material sedimen
di lokasi rencana pengerukan. (Witantono & Khomsin, 2015)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 213


Penyediaan dan pemeliharaan penahan gelombang dilakukan untuk menjamin
keselamatan pelayanan dan arus serta ketinggian gelombang tidak mengganggu
kegiatan di pelabuhan sesuai dengan kondisi perairan. Perawatan ini dilakukan secara
berkala (Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 51 Tahun 2015). Penyediaan dan
pemeliharaan kolam pelabuhan yang dilakukan olah Otoritas Pelabuhan,
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuham, atau Unit Penyelenggara Pelabuham
dilakukan untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal. Penyediaan kolam
pelabuhan dilakukan melalui pembamgunan kolarn pelabuhan. Pemeliharaan kolam
pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi.

13.2 Pengertian Pengerukan


Pengerukan (bahasa Inggris: Dredging) berasal dari kata dasar keruk (dredge),
menurut kamus berarti proses, cara, perbuatan mengeruk. Pengerukan adalah
mengambil tanah atau material dari lokasi di dasar air laut atau sungai untuk
mendapatkan kedalaman tertentu pada sebuah fasilitas pelabuhan (UNCTAD, 1985).
Pengerukan biasanya dilaukan pada perairan dangkal seperti danau, sungai, muara
ataupun laut dangkal, dan memindahkan atau membuangnya ke lokasi lain.
Pengertian pengerukan lainnya adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan
untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil
material dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu (Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011).

13.2.1 Mengapa Mengeruk


Saat awal peradaban di mulai, orang, peralatan, bahan dan komoditas telah
diangkut melalui air. Perkembangan teknologi yang yang terjadi dan kebutuhan untuk
meningkatkan efektivitas biaya telah mengakibatkan kemajuan besar untuk lebih
efisien dalam penggunaan kapal. Pada gilirannya, mengakibatkan kebutuhan untuk
memperbesar atau memperdalam banyak sungai dan kanal, atau alur pelayaran,
dalam rangka memberikan akses yang memadai untuk pelabuhan dan dermaga.
Hampir semua pelabuhan utama di dunia mengalokasikan waktu untuk pekerjaan
pengerukan baru - yang dikenal sebagai awal pengerukan - untuk memperbesar dan
memperdalam alur pelayaran, kolam pelabuhan dan mencapai kedalaman air yang
tepat sesuai kebutuhan kapal.
214 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan
Pengerukan juga sering dilakukan untuk membuat pondasi yang terletak di
bawah air; memfasilitasi emplacement dari pipa atau elemen terowongan; struktur
bangunan pengkontrol banjir seperti bendungan, tanggul atau dinding pengaman
pasang-surut; memastikan keamanan dari banjir (dengan meningkatkan atau
mempertahankan kapasitas debit aliran air); dan membuat atau mempertahankan
kapasitas penyimpanan di waduk sebagai pasokan air.

Banyak dari saluran ini kemudian memerlukan pengerukan pemeliharaan, yaitu


menghilangkan sedimen yang telah terakumulasi di dasar saluran yang dikeruk, untuk
memastikan bahwa saluran atau alur pelayaran tetap dalam dimensi yang memadai
untuk kapal-kapal besar yang bergerak dalam perdagangan domestik dan
internasional.

13.2.1.1 Pengerukan untuk konstruksi, reklamasi dan pertambangan

Pengerukan merupakan cara penting untuk menghasilkan pasir dan kerikil untuk
proyek-proyek konstruksi dan reklamasi. Dalam dua dekade terakhir, permintaan, dan
tingkat ekstraksi yang terkait, untuk agregat lepas pantai tersebut telah meningkat
secara signifikan.

Agregat yang dikeruk memiliki berbagai kegunaan termasuk (Cohen, 2005): (a)
reklamasi Tanah: Dampak yang timbul dari pertumbuhan penduduk dan
perkembangan pelabuhan dan infrastruktur di wilayah pesisir telah menciptakan
kebutuhan untuk menaikkan elevasi daerah dataran rendah dan/atau untuk
membangun lahan baru. Dampak tersebut kemungkinan akan terus terjadi; dan (b)
bahan konstruksi: Kuantitas kebutuhan penggunaan agregat laut meningkat dalam
beton sebagai bahan pengisi, termasuk mengisi untuk proyek-proyek reklamasi.

13.2.1.2 Pengerukan lingkungan

Pengerukan dapat dilakukan untuk manfaat lingkungan dalam beberapa cara.


Bahan yang dikeruk sering digunakan untuk membuat atau mengembalikan ke habitat
asli. Dekade terakhir juga telah menunjukan bahwa meningkatnya penggunaan bahan
hasil keruk untuk pengisian pantai. Skema ini dirancang untuk mencegah - atau
mengurangi kemungkinan - erosi atau banjir. Seperti mengembalikan kondisi pantai
dengan menempatkan pasir yang dikeruk atau kerikil yang terkikis di pantai. Ini

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 215


merupakan solusi "soft-engineering", alternatif lain sering kali lebih mahal seperti
solusi struktural dengan struktur baja atau dinding beton.

Inisiatif penggunaan pengerukan lingkungan telah dirancang untuk


menghilangkan sedimen yang terkontaminasi, sehingga meningkatkan kualitas air dan
memulihkan kondisi ekosistem perairan. Ini disebut-"pengerukan remediasi"
(remediation or clean-up) digunakan dalam saluran air, danau, pelabuhan dan
pelabuhan di daerah industri maju atau urbanisasi. Material sedimentasi diperbaiki dan
digunakan setelah bersih, atau dibuang di bawah kontrol lingkungan yang ketat. Di
bawah kondisi yang tepat alternatif untuk remediasi yang tepat dilapangan.

13.2.2 Survey dan Investigasi Lokasi


Karakteristik tanah atau batuan yang akan dikeruk dan lingkungan di mana
pekerjaan yang akan dilakukan memerlukan pengetahuan yang memadai tentang ini
sehingga dapat menentukan jenis yang paling tepat alat yang dipilih dan tingkat
produksi serta durasi pekerjaan dapat diperkirakan. Hal ini berlaku untuk semua jenis
pengerukan, termasuk pemeliharaan pengerukan. Oleh karena itu pengetahuan yang
memadai tentang kondisi lokasi merupakan prasyarat dari setiap pengerukan atau
reklamasi. Beberapa informasi mungkin ada sebagai hasil dari pekerjaan sebelumnya
atau di sekitar lokasi, dan jika demikian harus dievaluasi dengan cara studi awal (desk
study). Seringkali, informasi yang memadai tidak tersedia dan harus diperoleh dengan
cara penyelidikan lapangan.

Selain persyaratan lebih jelas untuk menentukan batimetri dan kondisi tanah, ada
hal-hal lain yang harus diselidiki. Ini termasuk pemeriksaan (BS 6349-5:1991, 1999)
sebagai berikut: (a) puing-puing yang berlebihan atau benda asing; (b) jasa; (c)
perlengkapan pengerukan; (d) struktur yang sensitif atau instalasi; (e) mungkin
batasan-batasan pengerukan dari alat pengerukan atau perlengkapan tambahannya;
dan (f) sebagai penyelidikan tanah lanjut, kemungkinan adanya batu-batu, yang
mungkin memiliki efek berlebihan yang mengganggu pada pengerukan.

Survey lapangan menyangkut survey hidrographi; kondisi dasar perairan;


ukuran-ukuran saat ini; tinggi dan arah gelombang; pasang-surut; suhu air dan
salinitas; bahan padat tersuspensi; transportasi sedimen; investigasi tanah (ground);
pengujian tanah di laboratorium dan lapangan; serta pengujian batuan di laboratorium

216 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


dan lapangan. Survey hidrographi berhubungan dengan pekerjaan pengerukan untuk
mengkaji ketinggian permukaan dasar perairan sehingga volume pengerukan dapat
diketahui dari batas rencana kedalaman alur perairan atau rencana pengerukan.

Kondisi dasar perairan dimaksudkan untuk mengetahui jenis pekerjaan


pengerukan dan menentukan alat keruk yang tepat. Ukuran-ukuran saat ini adalah
ukuran yang mencakup kecepatan dan arah arus air pada berbagai kedalaman dan
waktu untuk mengetahui distribusi dan arah sedimen tersuspensi sesuai dengan
kinerja peralatan dan stabilitas dasar perairan.

Tinggi gelombang, periode dan arah penting untuk operasional alat pengerukan
dan, dalam banyak kasus, untuk kinerja peralatan dan pekerjaan pengerukan. Karena
sebagian besar pekerjaan pengerukan berada dalam batas daerah pantai yang sempit
di mana air dangkal biasanya ada, variasi permukaan laut akibat fluktuasi pasang surut
yang penting. Umumnya, untuk pelabuhan standar, catatan pasang sudah tersedia
dan prediksi pasang surut dalam bentuk tabel. Koreksi dapat dilakukan dengan
metode dasar untuk prediksi pasang surut air laut atau untuk menentukan tingkat air
pasang yang diperkirakan.

Suhu air dan salinitas mungkin tidak penting, tetapi di daerah tropis efek suhu air
yang relatif tinggi dan salinitas tinggi mungkin penting dalam kaitannya dengan operasi
peralatan pengerukan.

Sedimen tersuspensi dapat mempengaruhi aspek desain pekerjaan pengerukan.


Formasi bahan yang dikeruk dengan memotong bagian dari deposit akan berpotensi
sebagai material endapan berat dan biaya pemeliharaan yang tinggi. Konsentrasi
sedimen harus diukur dengan sampling kolom air sepanjang siklus pasang surut.
Selain sedimen yang diangkut tersuspensi, mungkin ada gerakan yang signifikan di
atau dekat dasar laut. Hal ini terutama terjadi untuk sedimen granular yang terletak di
zona surfing atau dalam wilayah pengaruh gelombang. Di dasar perairan atau di dasar
air transportasi sedimen biasanya tidak mempengaruhi kerja dari peralatan
pengerukan. Namun, memiliki efek penting untuk menjaga saluran dikeruk dan daerah
dikeruk lainnya tetap layak.

Investigasi tanah (ground) menyangkut penyelidikan geoteknik untuk memhami


sifat dan karakteristik tanah terutama pada areal pengerukan. Pengujian tanah di

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 217


laboratorium dan lapangan dapat dilakukan untuk pengetahuan lebih detail dari sifat
dan karakteristik tanah. Pengujian batuan di laboratorium dan lapangan utamanya
untuk mengkaji material yang dikeruk terhadap kepadatannya, kekerasan, abrasi,
porositas, kekuatan tarik, dan kekuatan tekan dari batuan yang akan dikeruk.
Pengujian ini dilakukan di laboratorium. Pengujian lapangan untuk batuan dapat
menggunakan lubang bor, refleksi dan refraksi dan lainnya sesuai dengan standar
yang berlaku. Pengujian batuan untuk menentukan pilihan yang tepat dari alat keruk.

13.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Peralatan


Pengerukan
Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan peralatan pengerukan adalah
kondisi perairan, kedalaman air, lebar pengerukan, kekuatan tanah, ukuran butir
partikel tanah serta jarak pembuangan dan interaksi dengan sekitar yang dijelaskan
singkat sebagai berikut:

13.2.3.1 Kondisi Perairan

Keterbatasan normal dari berbagai jenis peralatan yang membatasi operasional


pengerukan. Indikasi keterbatasan yang berlaku untuk semua jenis peralatan
pengerukan diberikan pada Tabel 13.1 untuk menentukan dan mengidentifikasi
dengan cepat jenis-jenis peralatan yang kemungkinan akan digunakan untuk situasi
tertentu. Tabel 13.1 hanya ilustrasi sebagai kapal keruk yang bekerja secara individu
mungkin tidak sesuai dengan angka yang diberikan untuk kondisi yang berbeda (BS
6349-5:1991, 1999).

Kondisi laut yang parah dapat mempengaruhi stabilitas atau keamanan dari
kapal keruk dengan cara yang sama seperti dapat mempengaruhi saat peralatan
mengambang, kapal atau struktur. Umumnya, peralatan pengerukan tidak dirancang
untuk terus beroperasi dalam kondisi laut yang parah. Resiko kerusakan yang terjadi
pada kapal keruk akibat dampak dasar laut tergantung pada sifat dasar laut dan
gerakan amplitudo serta percepatan massa kapal keruk. Pada gilirannya tergantung
pada amplitudo, periode dan arah gelombang atau besaran (swell) gelombang.

218 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Arah bekerja dalam kaitannya dengan arah laut yang terjadi adalah penting,
kapal keruk mungkin terpengaruh dan bekerja dengan aman sementara, jika selebaran
ke laut yang sama, mungkin akan mengalami gulungan ombak yang dapat membuat
operasi tidak mungkin dilakukan. Angin, visibilitas dan pengaruh arus dapat
menciptakan masalah operasional dan sangat penting bahwa setiap kejadian harus
dipertimbangkan ketika memilih peralatan dan teknik operasi. Arus air, jika signifikan,
akan mempengaruhi operasi pengerukan dalam berbagai cara. Arus yang kuat
mungkin memiliki efek buruk pada mooring kapal keruk stasioner. Setiap jenis kapal
keruk dapat terpengaruh dengan cara yang berbeda (BS 6349-5:1991, 1999)., yaitu
sebagai berikut.

(a) kapal keruk isap mungkin harus membatasi sudut ayunan untuk menghindari
penempatan kapal keruk di arus yang menghasilkan kekuatan yang tinggi pada
sistem mooring.
(b) arus lintas dapat membuat sulit untuk mengontrol tindakan pengerukan
dibelakang kapal keruk hisap hopper karena kebebasan relatif dari draghead
dalam kaitannya dengan kapal.
(c) Untuk kapal keruk grab yang beroperasi di setiap kedalaman air yang signifikan,
saat membawa grab keluar dari posisi dan proses pengerukan sulit untuk
mengontrol.

Efek angin terutama terbatas pada kondisi laut yang disebabkan oleh kecepatan
angin yang tinggi, meskipun masalah operasional juga mungkin timbul. visibilitas yang
jelek juga dapat menyebabkan masalah operasi serta meningkatkan risiko tabrakan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 219


Tabel 13.1: Petunjuk Penggunaan Peralatan Pengerukan

220 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


13.2.3.2 Kedalaman Air

Kedalaman air minimum dan maksimum di mana setiap kapal keruk tertentu
mampu beroperasi secara efisien. Dengan pengecualian tertentu, peralatanb
pengerukan harus tetap bertahan untuk terus beroperasi.

Kasus di mana kedalaman air yang ada dangkal, kapal keruk yang mungkin
harus menciptakan kedalaman air yang cukup agar dapat beroperasi. Tidak hanya itu
yang penting bahwa kapal keruk utamanya tetap mengapung tetapi juga penting
bahwa akses pada tongkang dan hoppers terjamin setiap saat agar produksi tidak
terganggu.

Kapal keruk yang menggunakan tongkang saat operasi gerakan tongkang tidak
akan menganggu terutama ketika debit yang melalui pipa dengan tingkat air rendah ini
akan membatasi gerakan kapal keruk. Ada beberapa kapal keruk yang mampu
mengeruk sampai kedalaman 30 m.

Sejumlah kecil memiliki kemampuan untuk mengeruk ke sampai kedalaman 40


m dan beberapa untuk kedalaman besar seperti 80 m. kapal keruk tersebut biasanya
hanya digunakan dalam aplikasi khusus.

13.2.3.3 Lebar Pengerukan

Minimum dan maksimum lebar potongan yang dapat dibuat secara ekonomi
tergantung pada jenis kapal keruk yang dipekerjakan dan kedalaman air di wilayah
kerja. Ketika air di perairan kurang dari rancangan alat pengerukan, lebar final
pemotongan harus tidak kurang dari lebar kapal keruk itu sendiri (ditambah tongkang
bila diperlukan).

Kasus kapal keruk yang berayun dari sisi ke sisi untuk beroperasi, seperti kapal
keruk cutter suction, lebar yang dipotong harus sedemikian rupa sehingga di ujung
yang dipotong pada kepala hisap atau cutterhead melampaui sudut terkemuka di luar
lambung (Gambar 13.1).

13.2.3.4 Kekuatan Tanah

Kekuatan tanah atau batuan yang akan diambil melalui pengerukan merupakan
faktor penting yang mempengaruhi produksi kapal keruk. Kekuatan dapat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 221


memanifestasikan dirinya dalam beberapa cara. Dalam pasir dengan konsolidasi tingg
memiliki efek buruk pada dredgeability tanah. Di tanah liat, kekuatan geser yang tinggi
juga mengakibatkan produksi jauh lebih rendah. Pada batuan yang lemah,
produktivitas alat dapat lebih tinggi dengan kekuatan menghancurkan lebih besar dari
batas keruk. Dengan meningkatnya kekuatan batu, titik akan tercapai bila batu tidak
bisa lagi dikeruk secara ekonomis tanpa pretreatment. Proses pretreatment sangat
meningkatkan biaya pengerukan.

Gambar 13.1: Keterbatasan lebar pemotongan yang mempengaruhi kapal keruk dengan
swing saat bekerja di air dangkal
Sumber: (BS 6349-5:1991, 1999).

13.2.3.5 Ukuran Butir Partikel Tanah

Ukuran partikel akan mempengaruhi tingkat produksi yang dapat dicapai oleh
masing-masing jenis kapal keruk. Partikel yang sangat halus biasanya dapat dengan
mudah dikeruk, tetapi dapat menyebabkan masalah karena tingkat pengerukan yang
sangat lambat pada saat penurunan. kapal keruk Trailing suction hopper biasanya

222 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


akan menghilangkan endapan material lepas yang sangat halus dari dasar laut pada
tingkat tinggi, tetapi beban yang dapat dicapai dalam hopper akan relatif kecil kecuali
tingkat konsentrasi padatan dalam campuran air yang masuk sangat tinggi.

13.2.3.6 Jarak Pembuangan

Terlepas dari jenis proses pengerukan yang digunakan, semakin besar jarak
yang harus diangkut, semakin besar biaya pekerjaan. Pembuangan hasil keruk di laut
harus mertimbangkan dengan cermat untuk lokasi daerah pembuangan. Perencana
tidak mungkin bebas untuk memilih area untuk pembuangan yang tentu ideal untuk
tujuannya. Efek pada pengguna lain dari laut, khususnya industri perikanan, harus
dipertimbangkan sebelum keputusan akhir mengenai tempat pembuangan dapat
dilakukan. Memompa jarak jauh di atas air harus dihindari jika mungkin karena pipa
yang mengapung sangat rentan terhadap serangan gelombang.

13.2.3.7 Interaksi dengan Sekitar

Efek dari operasi pengerukan dengan perairan sekitartergantung hampir


sepenuhnya pada jenis peralatan pengerukan. Biasanya, kapal keruk trailing suction
hopper, berdasarkan fakta bahwa pada saat bergerak, tidak akan membuat masalah
asalkan ada ruang kerja yang memadai untuk pengiriman lewat samping kapal keruk,
yang ketika pengerukan biasanya akan bergerak lebih lambat dari kebanyakan kapal
lainnya. Oleh karena itu memerlukan lampu atau sinyal yang dapat dibaca oleh kapal
yang mungkin bergerak disekitarnya.

13.3 Proses Pengerukan


Pengerukan untuk proyek baru dapat menjadi luas dan mahal. Pemeliharaan
pengerukan sering kali menjadi pilihan untuk aktivitas jangka panjang yang
berkelanjutan, biasanya mungkin tahunan. Proses pengerukan terdiri dari tiga unsur
berikut:

Penggalian (excavation) yaitu proses yang melibatkan dislodgement dan


penghilangan sedimen (tanah) dan/atau batu dari dasar perairan. Sebuah mesin
khusus (kapal keruk) digunakan untuk menggali material baik secara mekanis, hidrolik
atau dengan gabungan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 223


Transportasi bahan galian yaitu mengangkut bahan dari daerah pengerukan ke
lokasi pemanfaatan, pembuangan atau pengolahan hasil pengerukan, umumnya
dicapai dengan salah satu metode berikut: (a) dalam hopper yang ada di kapal keruk;
(c) tongkang; (c) memompa melalui jaringan pipa; dan (d) menggunakan kekuatan
alam seperti gelombang dan arus. Metode transportasi lainnya jarang digunakan
adalah menggunakan truk dan ban berjalan. Metode transportasi umumnya terkait
dengan jenis kapal keruk yang digunakan.

Proses pelaksanaan pengerukan biasanya digunakan kapal keruk yang memiliki


alat-alat khusus sesuai dengan kondisi di areal yang akan dikeruk, seperti kondisi
dasar air (berbatu, pasir, dll); areal yang akan dikeruk (sungai, danau, muara, laut
dangkal, dll.); dan peraturan atau hal-hal yang diminta oleh pemerintah lokal ataupun
oleh pihak yang meminta dilakukan pengerukan. Unsur pengerukan di atas dapat
dijabarkan pelaksanaan pengerukan yang utamanya terdiri dari 3 tahap seperti Tabel
13.2.

Tabel 13.2: Tahap Pengerukan


Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Memisahkan dan mengambil material Mengangkut material Pembuangan material
dari dasar air dengan menggunakan dengan menggunakan tersebut dengan
menggunakan:
• Pengikisan (erosion) • Tongkang (barges)
• Pembuangan
• Memancarkan air tekanan tinggi • Tongkang atau
pipa (pipeline
(jetting) kapal yang
discharge)
didesain secara
• Memotong (cutting)
khusus memiliki • Alat angkat
• Menghisap (suction) wadah penampung seperti crane
(hoppers)
• Memecah (breaking) • Membuka
• pipa terapung pintu di bawah
• Mengambil dengan / floating pipeline pada beberapa
menggunakan bucket (grabbing) kapal atau
• conveyor-belt
tongkang yang
• Truk didesain
secara khusus
(hopper
barges)

Pemanfaatan atau pembuangan material kerukan (Utilisation or disposal): dalam


proyek konstruksi, pengerukan didorong oleh permintaan untuk bahan yang dikeruk.

224 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Dalam navigasi dan remediasi pengerukan, proyek ini didorong oleh tujuan
menghilangkan materi dari tempat asalnya. Dengan demikian, muncul pertanyaan
"apa yang harus dilakukan dengan bahan dibuang?". Sebagai hasil dari meningkatnya
bahaya lingkungan, untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini telah menjadi
semakin sulit, terutama ketika bahan yang terkontaminasi. Alternatif utama untuk
pengelolaan bahan dikeruk melalui remediasi sebelum dibuang.

13.4 Jenis-jenis pengerukan


Jenis pekerjaan pengerukan dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu
pengerukan awal (capital dredging), pengerukan perawatan (maintenance dredging),
pengerukan batu (rock dredging), dan reklamasi (reclamation) sesuai dengan BS
6349-5.

Pekerjaan capital dredging diperlukan dalam pembuatan pelabuhan baru.


Pekerjaan ini bermodal besar dan dilakukan untuk sedimentasi yang telah lama
terbentuk. Pekerjaan maintenance dredging dilakukan di Pelabuhan yang sudah ada,
dengan tujuan menjaga agar terpenuhi persyaratan navigasi di alur pelayaran
pelabuhan. Adanya sedimentasi di alur pelayaran mengakibatkan pendangkalan,
sehingga kedalamannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi alur
pelayaran di Pelabuhan. Oleh karena itu diperlukan pengerukan secara berkala di alur
pelayaran pelabuhan (maintenance dredging). Pekerjaan rock dredging dilakukan
khusus pada sedimentasi berupa batuan, sehingga metode yang digunakan berbeda.
Pekerjaan reclamation bertujuan memindahkan soil di dasar laut dari daerah keruk ke
daerah timbunan dengan maksud menambah luas daerah timbunan/keperluan
rekayasa lainnya (BS 6349-5:1991, 1999). Pengerukan ini dilakukan untuk hal-hal
berikut:

(a) Navigasi
(b) Infrastruktur
(c) Rekayasa pantai (Coastal Engineering): salah satunya adalah beach
nourishment yaitu menambang pasir di lepas-pantai dan ditempatkan di
pantai untuk mengganti pasir yang tererosi oleh badai atau ombak. Hal ini
dilakukan untuk melindungi fungsi dari pantai dan rekreasi.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 225


(d) Industri pertambangan seperti pengerukan mineral; memindahkan
permukaan tanah yang digali (overburden); dan reklamasi bekas tambang.
(e) Industri pertambangan lepas-pantai yaitu pembuatan parit untuk pipa
bawah laut; menyiapkan lokasi pengeboran lepas-pantai; menstabilkan
platform lepas-pantai; dan melindungi pipa bawah laut

13.4.1 Pengerukan Awal (Capital Dredging)


Pekerjaan pengerukan awal sangat diperlukan dalam membangun kolam/alur
pelayaran baru guna mempermudah manouver bagi kapal-kapal yang berada di
wilayah perairan, membuat pelabuhan baru (termasuk alur pelayarannya). Beberapa
faktor yang sangat signifikan mempengaruhi kesuksesan pekerjaan capital dredging,
yaitu faktor teknik menyangkut kondisi reruntuhan atau puing, kandungan dasar
pengerukan, lapisan tanah dan faktor manajemen menyangkut kontrak, metode, biaya,
dan hubungan kontraktual.

Faktor teknik menyangkut keberadaan rongsokan (wrecks) dan ranjau laut yang
berukuran besar biasanya terapung dan dapat terpetakan. Investigasi dengan
magnetometer atau deteksi dengan side scan sonar dapat mengetahui pula ranjau laut
yang tidak terpetakan. Dalam proses pengangkatan wrecks, terkait dengan alasan
navigasi, biasanya tertulis pada kontrak perjanjian yang terpisah dengan biaya yang
berbeda. Metode yang digunakan dalam proses pembuangannya harus pula
tercantum pada kontrak kerja.

Faktor teknik lain adalah debris dapat mengakibatkan banyak kerugian dalam
penggunaan alat keruk hidraulik. Alat keruk tipe grabs cocok untuk mengatasinya.
Sehingga, debris dapat dibuang jauh dari area pengerukan. Masalah teknik akan
muncul saat kandungan dasar material yang dikeruk tidak diketahui seperti tingginya
kepekatan tanah (misalnya clay dan peat) dapat menyebabkan tingginya intensitas
adhesi (kelengketan), akibatnya efektivitas kerja alat terganggu. Dampaknya berujung
pada waktu produktivitas kerja berkurang dan tentu saja akan bermasalah pada
perjanjian kontrak kerja umumnya terjadi pada alat keruk buckets, grabs, hoppers,
roda cutters dan pipeline. Selain itu kondisi lapisan dasar seperti kurangnya kepadatan
tanah, adanya kandungan gas di dalamnya dan kecenderungan terjadinya gelombang
besar dan cepat dapat menyebabkan kesulitan dalam pekerjaan pengerukan.

226 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Faktor manajemen seperti perjanjian kontrak terkait dengan pengetahuan dan
kemampuan pelaksana pekerjaan dalam penggunaan alat teknologi terbaru.
Teknologi dapat berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Maka tidak dapat
dipungkiri bahwa pelaksana pekerjaan harus mampu mengatasi dan mengikuti
perkembangan teknologi yang terjadi di bidang pengerukan.

Selain itu metode pengukuran dan sertifikasi pekerjaan akan mempengaruhi


manajemen pengerukan. Sebagai pelaksana pekerjaan pengerukan yang profesional
dan dapat dipercaya, maka pelaksana harus bersertifikasi dan menguasai
metodemetode pengukuran yang ada. Hal itu terkait pada perkembangan teknologi.
Faktor lainnya sistem pembayaran karena setiap pekerjaan, memiliki sistem
pembayaran yang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan antara pelaksana dan
pengguna jasa pengerukan. Oleh karena itu, peraturan pekerjaan yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak harus dipatuhi dan dilaksanakan secara
keseluruhan. Hubungan antara pemberi kerja dan kontraktor harus good relationship
atau harus terjalin antara pemberi kerja dan kontraktor sebagai pelaksana akan
berdampak baik dalam pelaksanaan pekerjaan.

13.4.2 Pengerukan Perawatan (Maintenance dredging)


Maintenance dredging adalah pengerukan yang dilakukan untuk memelihara dan
melindungi fungsi-fungsi dari suatu subyek berkenaan dengan aspek-aspek pelayaran
(nautical aspects); perlindungan tanah/pantai; dan nilai-nilai lingkungan. Dalam hal ini
aspek-aspek pelayaran menyangkut alur pelayaran, terkait dengan fungsi ekonomi
misalnya (bila pelabuhan dangkal maka kapal tidak dapat merapat), serta faktor-faktor
alam lainnya seperti sedimentasi dll. Jenis kapal yang sering digunakan adalah trailing
suction hopper dredge.

Pekerjaan pengerukan perawatan biasanya lapisan dasar perairan yang dikeruk


tidak terlalu tebal dan keras. Maintenance dredging merupakan pekerjaan yang
dilakukan berkesinambungan pada jangka waktu tertentu.

Biaya untuk melakukan pekerjaan ini salah satunya bergantung pada besar
siltation yang terjadi. Siltation terbentuk akibat adanya sedimentasi yang dikeruk,
sehingga sedimentasi di sisi lainnya yang tidak terkeruk cenderung mengikuti gravitasi
bumi. Akibatnya, area tempat sedimentasi yang dikeruk sebelumnya terisi kembali

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 227


oleh sedimentasi dari sisi-sisi lainnya. Dalam beberapa kasus, terdapat alur pelayaran
pelabuhan yang memiliki intensitas siltation yang tinggi. Akibatnya, pekerjaan
pengerukan pelabuhan di alur pelayaran tersebut menghabiskan waktu yang cukup
lama dan biaya yang sangat besar. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
menentukan biaya operasi pekerjaan pengerukan perawatan – maintenance dredging:

(a) Menempatkan alur pelayaran di area yang memiliki siltation rendah;


(b) Melakukan perencanaan yang baik dalam perawatan alur pelayaran;
(c) Mempelajari dan menerapkan metode dan teknologi terbaru sesuai
dengan karakteristik alur pelayaran yang akan dikeruk.

13.4.3 Environmental dredging


Environmental dredging adalah pengerukan dengan alasan untuk memperbaiki
lingkungan dari suatu lokasi perairan. Termasuk dalam hal ini adalah memindahkan
tanah atau sedimen yang terkena polusi. Pengerukan ini dikenal sebagai pengerukan
untuk reklamasi.

Suatu area dapat direklamasi oleh material dari hasil pekerjaan pengerukan.
Ketika merencanakan pekerjaan reklamasi, karakteristik soil di area yang akan
direklamasi dan karakteristik material yang diperoleh dari pekerjaan pengerukan harus
diperhatikan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan pengerukan
untuk reklamasi antara lain: ukuran butiran material / sedimen, karakteristik sedimen,
efek dari gabungan sedimen yang dibentuk karena terdapat perbedaan karakteristik
soil. Biasanya ukuran material yang kasar seperti pasir dan kerikil sangat cocok untuk
pekerjaan reklamasi, hal itu dikarenakan massa jenis material cenderung besar.
Namun perlu dipertimbangkan pula ketika daerah reklamasi memiliki karakteristik
perairan yang sangat dinamis, hal itu dapat menyebabkan intensitas siltation yang
tinggi. Dalam pekerjaan reklamasi, penentuan jumlah volume material yang akan
dikeruk harus direncanakan terlebih dahulu. Hal ini berkaitan pada luas area yang
akan dilakukan reklamasi.

13.4.4 Pengerukan Batuan (rock dredging)


Pekerjaan pengerukan ini sangat mahal, hal itu disebabkan oleh material yang
dikeruk berupa batu keras, sehingga diperlukan perencanaan yang baik dalam

228 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


memutuskan apakah pekerjaan pengerukan ini layak untuk dilakukan. Metode
pengerukan pekerjaan rock dredging tergantung dengan jenis batuan dan alat yang
digunakan.

13.5 Jenis alat keruk


Kapal Keruk adalah kapal dengan jenis apapun yang dilengkapi dengan alat
bantu, yang khusus digunakan untuk melakukan pekerjaan pengerukan dan/atau
reklamasi. Reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang
mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan (Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011) peralatan keruk meliputi jenis kapal keruk
hopper; dan non hopper.

Alat keruk (dredger) sesuai tipe eperasional mekanik terbagi menjadi alat keruk
buket (bucket), grab, dipper, hisap/sedot (suction), trailing suction hopper dredger.
Karakteristik kapal keruk yang mampu mengeruk beberapa batu tanpa pretreatment
seperti Tabel 13.3.

13.5.1 Bucket Dredger


Bucket dredger adalah jenis tertua dari suatu kapal keruk. Biasanya dilengkapi
dengan beberapa alat seperti ember/bucket yang bergerak secara simultan untuk
mengangkat sedimen dari dasar air. Varian dari Bucket dredger ini adalah Bucket
Wheel Dredger. Beberapa Bucket dredger dan Grab dredger cukup kuat untuk
mengeruk dan mengangkat karang agar dapat membuat alur pelayaran. Self-
Propelling bucket Dredger seperti Gambar 13.2, 13.3 dan 13.4.

Gambar 13.2: Self-Propelling bucket Dredger (UNCTAD, 1985)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 229


Tabel 13.3: kapal keruk yang mampu mengeruk beberapa batu tanpa pretreatment
Jenis Kapal Pemisahan/Penggalian Jenis Kapal Keruk
Keruk Batuan
Cutter suction Batuan (rock) terkelupas melalui oleh gigi batuan sedimen cukup
cutter. kuat, seperti batu pasir,
batulanau, batulempung,
Produksi relatif tinggi. Bahan ini biasanya
kapur dan napal. Juga
dibuang melalui pipa, tetapi dapat dimuat ke
tongkang dengan beberapa bagian kecil yang karang dan kapur lunak
hilang.
Bucket wheel Batuan (rock) terkelupas melalui oleh gigi batupasir sangat lunak,
bucket. napal lunak, karang lunak,
konglomerat lunak,
Produksi yang baik hanya dalam batuan
deposit mineral tertentu
sangat lunak.
Material biasanya dibuang melalui pipa tapi
mungkin dengan tongkang (barge loading)
Bucket chain Beban titik pada gigi bucket tinggi, proses Kebanyakan batuan
yang berkesinambungan. sedimen hingga cukup
kuat
Kecenderungan untuk menghasilkan
lembaran batu dalam kondisi dasar tertentu.
Biasanya hanya digunakan untuk pemuatan
besar
Dipper beban titik pada gigi yang sangat tinggi. Rock lensa tipis batuan sedimen
leverage keluar, yang mungkin cenderung dan konglomerat dengan
mengakibatkan pembentukan lempengan sifat semen lunak. Kapur
besar dalam beberapa jenis dasar perairan. besar, napal, batu pasir
lunak, karang dan tufa
Hanya digunakan untuk memuat tongkang
vulkanik
Hydraulic Tindakan Positif bucket dengan leverage kuat batupasir cukup lunak dan
backhoe melalui bucket " crowding". Merobek dalam serpih pada kedalaman
dengan tajam dengan meningkatnya yang dangkal. batupasir
kedalaman. Metode cenderung menghasilkan lunak, karang dan
lembaran besar dalam kondisi dasar tertentu. konglomerat pada
kedalaman lebih besar
Grab pontoon Bucket sangat berat sehingga kapasitas batuan sedimen yang
berkurang untuk mencapai awal penetrasi sangat lunak dan karang.
gigi. Sangat bervariasi dan sering hasil yang
tak terduga. Hanya digunakan untuk
pemuatan dengan tongkang dan produksi
rendah

230 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Gambar 13.3: 730 m3 Self Propelled Grab Bucket Dredger
Sumber: (Dredge Brokers, 2017)

(a)

(b)
Gambar 13.4: (a) Bucket wheel dredger advance into face of excavation using spud
carriage, (b) Bucket chain dredger
Sumber: (BS 6349-5:1991, 1999)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 231


13.5.2 Grab Dredger
Kapal keruk grab biasanya merupakan kapal yang dilengkapi hopper dan crane.
Bentuk sederhananya adalah crane dengan grab yang diletakan di atas ponton
(Gambar 13.5 dan 13.6).

Gambar 13.5: Self-Propelling Grab Hopper Dredger


Sumber: (UNCTAD, 1985; DEMPO, 2014)

Gambar 13.6: Large grab pontoon dredger with all-winch mooring system
Sumber: (BS 6349-5:1991, 1999)

232 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


13.5.3 Dipper Dredger
The dipper dredger atau Backhoe/dipper dredger memiliki sebuah backhoe
seperti excavator. Dipper dredger dapat pula menggunakan excavator untuk darat,
diletakkan di atas tongkang. Biasanya dipper dredger ini memiliki tiga buah spudcan,
yaitu tiang yang berguna sebagai pengganti jangkar agar kapal tidak bergerak, dan
pada backhoe dredger yang modern, hanya memerlukan satu orang untuk
mengoperasikannya (Gambar 13.7).

Gambar 13.7: Non-Self-Propelling Dipper Dredger


Sumber: (UNCTAD, 1985)

13.5.4 Suction Dredger


Komponen dasar dari jenis kapal keruk suction dredger adalah lambung ponton
dengan rumah pompa dan peralatan. Pipa hisap diletakan dari kapal ke dasar laut dan
pipa pengiriman dari pompa ke daerah pembuangan atau dalam beberapa kasus
menggunakan tongkang . Hanya bahan granular kecil dapat dikeruk dan di isap dan
sehingga harus dilengkapi dengan pemotong/cutter yang berputar di ujung pipa hisap.
Pemotong dapat dirancang sesuai dengan bahan tertentu untuk dikeruk dan kapal
keruk cutter suction dapat mengambil pasir dan kerikil, serta tanah liat kaku sedang
dengan penambahan gigi pemotong khusus, lempung kaku dan batuan lunak (soft roc)
atau keras. Bagaimanapun, hasilnya bervariasi sesuai dengan jenis dan kondisi
material. Namun demikian, cutter dan hisap kapal keruk sekarang merupakan
peralatan pengerukan yang paling biasa digunakan dan sangat cocok untuk tujuan
reklamasi (Gambar 13.8).

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 233


Gambar 13.8: Non-Self-Propelling Cutter Suction Dredger
Sumber: (UNCTAD, 1985)

13.5.5 Trailing Suction Hopper Dredger


The trailing suction hopper dredger atau TSHD menyeret pipa pengisap ketika
bekerja, dan mengisi material yang diisap tersebut ke satu atau beberapa penampung
(hopper) di dalam kapal. Ketika penampung sudah penuh, TSHD akan berlayar ke
lokasi pembuangan dan membuang material tersebut melalui pintu yang ada di bawah
kapal atau dapat pula memompa material tersebut ke luar kapal (Gambar 13.9 dan
13.10).

Gambar 13.9: Self-Propelling Trailing Suction Hopper Dredger


Sumber:(UNCTAD, 1985)

234 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Gambar 13.10: Trailing suction hopper dredger fitted dengan barge loading side booms dan
alternative forward-facing suction pipe digunakan untuk aplikasi stationary dredging seperti
sand winning
Sumber: (BS 6349-5:1991, 1999)

13.6 Persyaratan Teknis dan Metode Pengerukan serta


Lokasi Dumping
Berdasarkan pasal 5 ayat 1 (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun
2011), persyaratan teknis pengerukan meliputi Desain teknis, Peralatan keruk, Metode
kerja dan Lokasi pembuangan hasil keruk (dumping area). Desain Teknis meliputi:

(a) layout (peta bathymetry);


(b) profil/potongan memanjang dan melintang;
(c) lebar alur, luas kolam, dan kedalaman sesuai dengan ukuran kapal yang
akan melewati alur pelayaran;
(d) alignment alur-pelayaran;
(e) slope/kemiringan alur-pelayaran;
(f) hasil survey jenis material keruk;
(g) lokasi dan titik koordinat geografis area yang akan dikeruk; dan
(h) volume keruk.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 235


Metode Kerja paling sedikit memuat: Tata cara pelaksanaan pekerjaan
pengerukan; penggunaan peralatan; jadwal pelaksanaan pekerjaan pengerukan; dan
produktifitas kerja.

Lokasi pembuangan hasil keruk (dumping area) berdasarkan pasal 5 ayat 5


(Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011), lokasi pembuangan hasil
keruk (dumping area) tidak diperbolehkan di:

(a) alur-pelayaran;
(b) kawasan lindung;
(c) kawasan suaka alam;
(d) taman nasional;
(e) taman wisata alam;
(f) kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
(g) sempadan pantai;
(h) kawasan terumbu karang;
(i) kawasan mangrove;
(j) kawasan perikanan dan budidaya;
(k) kawasan pemukiman; dan
(l) daerah lain yang sensitif terhadap pencemaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 6 (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011),


lokasi pembuangan juga harus memenuhi syarat kedalaman lebih dari 20 (dua puluh)
meter LWS dan/atau jarak dari garis pantai lebih dari 12 (dua belas) Mil dan didasarkan
pada studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup.

Alternatif manajemen untuk pembuangan material pengerukan dapat


dikelompokan menjadi lima katagori yaitu (Cohen, 2005): relokasi yang berkelanjutan
(sustainable relocation); manfaat pengguaan (beneficial use); Pembuangan di air
terbuka (open-water disposal); pembuangan terbatas (confined disposal); treatment.

236 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


13.6.1 Relokasi Berkelanjutan
Laut atau sedimen fluvial normalnya berkontribusi pada sustainabililty ekosistem
alam. Aturan relokasi berkelanjutan di sungai, muara dan zona pesisir harus sedapat
mungkin sesuai dengan kajian lingkungan harus dipertimbangkan.

13.6.2 Penggunaan yang bermanfaat


Hasil bahan yang dikeruk semakin dianggap sebagai sumber daya bukan
sebagai limbah. Lebih dari 90% dari sedimen dari pengerukan alur pelayaran (navigasi
channel) terdiri sedimen alami, sedimen terganggu atau tercemar, yang dianggap
dapat diterima untuk berbagai keperluan. Pilihan manajemen material, untuk
menggunakan kembali material kerukan dipertimbangkan atau mungkin
menguntungkan.

Penggunaan yang bermanfaat dapat didefinisikan sebagai "penggunaan yang


tidak menganggap materi sebagai limbah". Berbagai macam pilihan yang tersedia, dan
jenis utama dapat dibedakan sebagai berikut: (a) perlindungan pantai; (b) pertanian,
hortikultura, kehutanan; (c) pengembangan habitat atau perangkat tambahan,
misalnya habitat air, habitat burung, lumpur, lahan basah; (d) pengembangan lahan
(amenity development or enhancment) misalnya lansekap;(e) meningkatkan lahan
dataran rendah; (f) reklamasi lahan, misalnya untuk pengembangan industri,
perumahan, infrastruktur; (g) produksi bahan bangunan, misal batu bata, tanah liat,
agregat; dan (h) pekerjaan konstruksi, misalnya mengisi pondasi, tanggul.

kelayakan operasional, yaitu, ketersediaan bahan yang cocok dalam jumlah yang
diperlukan pada waktu tertentu, merupakan aspek penting dari banyak kegunaan yang
menguntungkan.

13.6.3 Pembuangan air terbuka


Pembuangan air terbuka berarti bahwa bahan dikeruk ditempatkan di lokasi yang
ditunjuk di lautan, muara, sungai dan danau sedemikian rupa sehingga tidak terisolasi
dari perairan yang berdekatan selama penempatan. Penempatan umumnya melalui
pipa, tongkang atau hopper. Lokasi tergantung pada apakah sedimen yang diangkut
dari lokasi tetap dalam batas-batas yang ditentukan.Umumnya, bersih atau sedimen
sedikit terkontaminasi yang dibuang di perairan terbuka, meskipun pembuangan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 237


material yang sangat terkontaminasi juga dapat dipertimbangkan dengan langkah-
langkah pengendalian yang tepat.

Varian pembuangan di air terbuka meliputi: penempatan terbatas pada dasar air
(waterbeds) dalam bentuk gundukan; penempatan dengan penahanan lateral dengan
tekanan alam atau buatan manusia; penempatan dengan penahanan lateral yang
terletak di belakang bangunan tanggul. Lapisan penutup (capping) dari bahan bersih
dan selama bahan dikeruk dapat memberikan isolasi dari bentik lingkungan (benthic
environment).

13.6.4 Pembuangan terbatas


Pembuangan terbatas berarti bahwa bahan yang dikeruk ditempatkan dalam
struktur penahanan yang direkayasa, yaitu, dalam tanggul atau pematang, atau dalam
lubang alami atau yang dibangun, atau lubang sementara. Ini dimaksudkan untuk
mengisolasi bahan sekitar perairan atau tanah selama dan setelah penempatan. Istilah
lain yang digunakan dalam literatur untuk jenis penempatan terbatas ini adalah "
fasilitas pembuangan terbatas " (confined disposal facility/CDF). CDF dapat dibangun
di perairan terbuka (dikenal sebagai pulau CDF), di dekat pantai atau di darat. Fungsi
CDF adalah untuk mempertahankan bahan padatan yang dikeruk sementara dan
menerima materi yang terkontaminasi, tujuan tambahan adalah untuk memberikan
isolasi yang efisien bahan kontaminan dari daerah sekitarnya. Mencapai hal ini,
tergantung pada tingkat isolasi yang dimaksudkan, CDF mungkin dilengkapi dengan
sistem yang kompleks dari langkah-langkah pengendalian seperti selimut dan liners
permukaan, penghilanganlimbah, limpasan permukaan dan lindi.

13.6.5 Treatment
Treatment didefinisikan sebagai pengolahan bahan yang terkontaminasi untuk
mengurangi kuantitas atau untuk mengurangi kontaminasi bahan yang dikeruk.
metode tretment berkisar dari teknik pemisahan, di mana lumpur yang terkontaminasi
dipisahkan dari pasir yang relatif bersih. Beberapa teknik yang dikembangkan dengan
baik tetapi yang lain masih dalam tahap awal pengembangan. Masalahnya adalah
skala treatment sering mahal, sehingga volume kecil bahan terkontaminasi lebih
mungkin dibandingkan dengan volume besar yang di treatment.

238 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


13.7 Perawatan dan Pemeliharaan Breakwater
Kegagalan suatu bangunan pelindung dapat ditinjau dari segi perencanaan,
aspek konstruksi dan aspek lingkungan. Perencanaan struktur bangunan pelindung
(breakwater) harus memenuhi kestabilan dari gaya yang menyerangnya. Adapun
faktor yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan bangunan pelindung
(breakwater) adalah kedalaman air, tinggi gelombang, karakteristik gelombang,
panjang gelombang datang, sudut datangnya gelombang, kecepatan angin, sudut
kemiringan struktur bangunan pelindung (breakwater), kekasaran unit lapis lindung,
bentuk unit lapis lindung, arus, pasang surut dan rapat massa air laut. Disamping
parameter tersebut stabilitas lapis lindung juga dipengaruhi tipe gelombang yang
menyerangnya. Gelombang yang menyerang bisa gelombang tidak pecah dan
gelombang pecah (Sriyana, 2007).

Jumlah serangan gelombang dan tinggi run up dan run down juga mempengaruhi
besarnya prosentase kerusakan. Mengatasi kerusakan breakwater dilakukan dengan
penambahan batuan atau material pemecah gelombang jika menggunakan tumpukan
batuan pemecah gelombang.

13.8 Perbaikan Elemen Rubble Mound Breakwater


Ketika terjadi kerusakan pada breakwater metode, waktu dan biaya perbaikan
ditentukan oleh desain asli. Untuk alasan ini desain harus mencakup juga
pertimbangan perbaikan struktur. Pembedaan harus dibuat antara pekerjaan
pemeliharaan rutin dan perbaikan besar yang insidental. Elemen yang paling penting
yang berperan untuk memudahkan pekerjaan yang diberikan dalam Tabel 13.4
dengan kepentingan relatif untuk pemeliharaan dan perbaikan besar (Burcharth &
Rietveld, 1987).

Penyediaan aksesibilitas yang baik, berbasis tanah atau alat apung adalah
penting. Lebar jalan akses dan struktur penutup harus mengatasi dengan peralatan
yang diperlukan dan tersedia untuk menempatkan blok armor. Untuk peralatan
mengambang, kedalaman air dan eksposur adalah faktor yang sangat penting. Untuk
setiap jenis breakwater bagian dapat dievaluasi dengan menggambar aksesibilitas dan
tonmeter grafik seperti yang dicontohkan pada Gambar 13.11. Untuk peralatan di darat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 239


meningkatnya tonmeters membutuhkan crane yang lebih besar dan jalan yang lebih
luas. Alat apung cenderung lebih mahal daripada peralatan darat, terutama pada sisi
arah laut dari pemecah gelombang di mana pengerjaan lebih terbatas. Kasus yang
ideal adalah bahwa pemerintah daerah atau kontraktor memerlukan, peralatan non -
Khusus untuk mempertahankan dan memperbaiki pemecah gelombang. Lebih disukai
penggunaan bahan lokal yang tersedia untuk digunakan. Pre-cast blok armor untuk
pemeliharaan dapat dibuat di tempat dengan membeli beberapa casing/cetakan untuk
tujuan ini.

Tabel 13.4: Elemen yang Berperan Pada Perawatan Rubble Mound Breakwater
Deskripsi Perawatan Perbaikan
Utama
Petunjuk perawatan (Maintenance prescriptions) xx -
Aksesibilitas dari tanah atau sisi perairan (Accessibility
from land or water side)
peralatan non-khusus yang diperlukan xx x
bahan yang tersedia xx x
Pembiayaan
xx x
x xx
Sumber: (Burcharth & Rietveld, 1987).

Meskipun mungkin ada kriteria desain khusus untuk lebar puncak breakwater
yang relevan untuk mengevaluasi lebar ini sebagai fungsi aksesibilitas untuk
pembangunan dan perbaikan di masa mendatang. Unsur-unsur yang harus
dipertimbangkan adalah: (a) biaya menempatkan unit armor dengan derek darat; (b)
biaya menempatkan unit armor dengan floating crane; dan (c) biaya meningkat atau
menurun sesuai lebar bendungan.

Biaya penempatan armour tergantung dari peralatan, biaya tenaga kerja dan
produksi. Tipikal set peralatan seperti Tabel 13.5. Seperti dapat dilihat tingkat satuan
untuk menempatkan armour dari sisi ke laut yang terkena setidaknya tiga kali lebih
mahal daripada menggunakan derek landbased. Namun, bekerja dengan crane darat
membutuhkan lebar puncak setidaknya 10-14 m untuk pemecah gelombang ukuran
medium.

240 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Gambar 13.11: Contoh evaluasi accessibility dari rubble mound breakwaters.
Sumber: (Burcharth & Rietveld, 1987)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 241


Tabel 13.5: Perbandingan Alat di Darat dan Crane Apung
Floating Crane Landbased Crane
Crane, untuk menempatkan Armour Crane, untuk menempatkan Armour
Crane Tongkang
Ponton untuk transportasi (1 atau 2 unit)
Crane, ponton muat (loading pontoon)
Truk, transportasi jarak pendek Truk, transportasi jarak jauh
Crane, loading trucks Crane, loading trucks
Biaya operasional 200 – 300% 100%
Kemudahaan Pekerjaan 40 – 70 % 80%
(workability)
300 – 500% 100%
Unit rate
Sumber: (Burcharth & Rietveld, 1987).

Keterbatasan pengetahuan tentang iklim gelombang dan respon struktural maka


akan selalu ada kemungkinan kerusakan atau kegagalan. Pelaksana harus
bertanggung jawab untuk pemeliharaan struktur dan harus memiliki "panduan
pengguna" yang memberitahukan kepadanya tentang bagian-bagian penting dari
struktur dan kerusakan maksimal yang diijinkan pada bagian breakwater. Termasuk
kondisi eksternal tertentu dan efeknya yang diharapkan. Survei reguler dan survei
khusus setelah kondisi ekstrim harus dilakukan.

13.9 Metode Pemeriksaan


Sebagian besar metode pemantauan breakwater, digunakan oleh Council for
Scientific and Industrial Research (CSIR). Beberapa metode tersebut dijelaskan
sebagai berikut (Tulsi & Phelp, 2009).

Inspeksi visual yang berguna untuk memeriksa kerusakan tertentu. Jumlah unit
yang rusak per bagian dari breakwater, dan jenisnya (penting untuk analisis struktural
unit armor) dapat diperiksa secara visual tapi ini lebih memakan waktu daripada
metode fotografi, tidak sangat kuantitatif di tingkat kerusakan dan tidak cocok untuk
memantau seluruh lereng dari breakwater.

242 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Inspeksi bawah air (Diver inspections) hanya perpanjangan dari inspeksi visual
untuk di bawah air, visibilitas yang disediakan baik. Recording dapat dilakukan dengan
video atau fotografi tapi memperbaiki posisi lebih sulit dan memakan lebih banyak
waktu seluruh operasi.

Monitoring fotografi dari posisi tetap untuk menghasilkan foto yang mencakup
seluruh kondisi di atas air atau dibawah dari breakwater (dilihat di spring tide rendah)
adalah metode yang paling efektif dan berguna dengan biaya monitoring breakwater.
Metode ini melibatkan penggunaan overlay atau teknik flicker untuk memeriksa
kerusakan, dijelaskan di bawah ini. Foto-foto dapat diambil dari perahu (tampilan
horizontal), atau derek atau pesawat udara (arah vertikal), mana yang tersedia.
Helikopter (Gambar 13.12) mungkin menjadi paling cocok, dalam hal itu bisa
membawa dan bergerak cepat antara stasiun monitoring. Memperbaiki posisi
helikopter biasanya dilakukan dengan menggunakan Differential GPS, yang akurat ke
dalam 1m.

Gambar 13.12: GPS Positioned Helicopter used for Photographic Monitoring


Sumber: (Tulsi & Phelp, 2009)

Crane dan survei bola (Crane and ball surveys) yang digunakan untuk memantau
profil breakwater (atas dan di bawah air) pada interval yang telah ditetapkan. Sebuah
mobile crane biasanya digunakan untuk posisi bola, dan tingkat bola diukur dengan

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 243


tache atau GPS (Gambar 13.13). Ukuran bola yang harus jelas dijaga konstan dari
𝑉 1/3
satu survei ke yang berikutnya biasanya sekitar 𝑟 = 1,14 sin 45 dimana 𝑟 adalah jari-

jari bola dan 𝑉 adalah volume dolos. Metode survei di atas ditemukan dan yang paling
sukses dalam pencatatan kerusakan bawah air, tetapi jangkauan crane bisa menjadi
faktor pembatas dalam batas arah laut dari survei. Selama pembangunan pemecah
gelombang, metode ini sangat penting untuk memantau profil batu dan dolos.

Seismik, sidescan sonar dan multibeam batimetri survei (Seismic, sidescan


sonar and multibeam bathymetric surveys) dapat digunakan untuk melengkapi crane
dan bola survei dengan memperluas monitoring. arah laut profil seismik bahkan dapat
digunakan untuk memeriksa profil dari breakwater asli yang sekarang mungkin
terkubur oleh pasir. Pemeriksaan rinci ini sangat penting untuk desain perbaikan
breakwater termasuk kaki berm. Peralatan survey dapat dioperasikan baik dari derek
atau perahu tergantung pada kondisi laut yang berdekatan dengan pemecah
gelombang. Visibilitas yang baik disediakan, fitur yang tidak biasa ditunjukkan oleh
metode di atas dapat diselidiki oleh penyelam.

Gambar 13.13: Crane and Ball Survey of Breakwater Profiles


Sumber: (Tulsi & Phelp, 2009)

Laser Scanning atau metode survei tacheometric dapat digunakan untuk secara
akurat memonitor posisi dan tingkat lempengan penutup (capping) dan unit armor

244 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


khusus untuk mengidentifikasi kerusakan umum karena penurunan seluruh struktur.
Retakan di lempengan capping biasanya menunjukkan penurunan.

Bentuk lain dari monitoring untuk teknik monitoring breakwater yang disajikan di
atas, dan yang dapat dihubungkan dengan analisis kerusakan (Tulsi & Phelp, 2009),
adalah:

(a) Rekaman gelombang (ombak pelampung atau wave buoy- tinggi, periode dan
arah gelombang)
(b) survei batimetri sekitar breakwater untuk memantau erosi kaki
(c) Pengambilan sampel sedimen yang berdekatan dengan breakwater untuk
memeriksa ukuran butir
(d) Pergerakan air / sedimen melalui breakwater (tes dye) untuk memeriksa
porositas
(e) Pemantauan perusakan beton (mungkin reaksi alkali agregat)
(f) Pemantauan retakan di capping slab (terkait dengan penurunan)

SOAL

13.1 Sebutkan jenis dan kerusakan struktur beton pada konstruksi dermaga?
13.2 Bagaimana upaya perbaikan retak struktur beton pada dermaga, Jelaskan?
13.3 Jelaskan sesuai dengan Permen PU Nomor : 24/PRT/M/2008 pengertian dari:
(a) Bangunan gedung
(b) Pemeliharaan bangunan gedung
(c) Perawatan bangunan gedung
(d) Manajemen pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung
(e) jenis pekerjaan perawatan fasilitas gedung/strukutur
(f) rehabilitasi,
(g) renovasi
(h) restorasi
(i) Tingkat Kerusakan Stuktur Gedung
(j) Prosedur dan metode pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan
periodik bangunan gedung

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 245


13.4 Apa saja yang dilakukan untuk perawatan dan pemeliharaan fasilitas
perairan?
13.5 Jelaskan pengertian pengerukan dan jenis-jenis pengerukan dan tujuannya?
13.6 Jelaskan pengerukan untuk konstruksi, reklamasi dan pertambangan?
13.7 Jelaskan pengerukan lingkungan dan pembuangan hasil pengerukan
kaitannya dengan lingkungan?
13.8 Jelaksan jenis peralatan pengerukan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan peralatan pengerukan?

246 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan


Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 247
248 – Pemeliharaan dan Perawatan Fasilitas Daratan
14 PROTEKSI
BERKELANJUTAN
FASILITAS PELABUHAN
Pelabuhan dan fasilitas pelabuhan harus tetap beroperasi dalam jangka waktu
yang lama, sehingga dapat menjaga fungsinya dengan baik. Oleh karena itu penting
untuk memberikan pertimbangan yang tepat selama perancangan awal struktur yang
relevan, serta untuk melakukan perawatan yang benar sejak layanan mereka dimulai.
Karena fasilitas pelabuhan dan pelabuhan umumnya menghadapi kondisi alam yang
parah, seringkali mereka cenderung mengalami degradasi kinerja selama masa servis
mereka, karena kerusakan material, kerusakan komponen, penyelesaian pondasi
(misalnya caissons), dan penggilingan dan sedimentasi disekitarnya. Dengan
demikian, fasilitas harus dipelihara secara sistematis dan tepat sehingga dapat terus
memenuhi persyaratan kinerja selama masa servis mereka. Program perawatan harus
menetapkan prinsip dasar perawatan yang efektif, prosedur perawatan dasar, dan
serangkaian prosedur inspeksi, metode, isi, waktu dan frekuensi.

Fasilitas pelabuhan dan pelabuhan harus dijaga dengan tepat dengan


mempertimbangkan faktor-faktor berikut: 1) kondisi alam, 2) rencana penggunaan
fasilitas, 3) kepentingan dan substitusi, 4) periode layanan yang dirancang, 5) tipe
struktur, komponen dan karakteristik material dari fasilitas, dan 6) tingkat kesulitan
pemeriksaan dan intervensi / penanggulangan.

Pemeliharaan fasilitas yang rasional dan efisien dapat mengikuti serangkaian


prosedur perawatan, berdasarkan konsep Life-Cycle Management (LCM) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 14.1 Lebih khusus lagi, serangkaian prosedur perawatan
adalah 1) persiapan program pemeliharaan, 2) inspeksi standar status fasilitas saat

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 249


ini, 3) evaluasi kinerja residual dan prediksi penurunan kinerja struktur atau komponen
di masa depan, berdasarkan hasil inspeksi , 4) evaluasi komprehensif dengan
menggunakan rencana penggunaan fasilitas masa depan, sisa masa layanan dan
biaya siklus hidup fasilitas, dan 5) pelaksanaan tindakan penanggulangan yang
diperlukan berdasarkan evaluasi komprehensif.

Evaluasi kuantitatif dan prediksi penurunan kinerja struktur atau komponen di


masa depan, berdasarkan hasil pemeriksaan, sangat penting untuk pemeliharaan
berbasis LCM. Perlu terus melakukan segala upaya untuk menetapkan teknik evaluasi
dan prediksi untuk setiap jenis struktur dan deformasi se kuantitatif dan obyektif,
walaupun belum ada teknik untuk setiap jenis pengetahuan kita saat ini.

Gambar 14.1: Alur prosedur perawatan berdasarkan konsep Life-Cycle Management (LCM)
Sumber: (Port Technology Group - ASEAN-Japan Transport Partnership, 2011)

14.1 Strategy Perawatan dan Pemeliharaan


Pemeliharaan strategis, untuk mencapainya berdasarkan konsep LCM, program
perawatan harus dirumuskan sebagai rangkaian kerja inspeksi dan investigasi,
evaluasi dan perbaikan, dengan menerapkan strategi perawatan yang sesuai.
Sementara hampir semua fasilitas pelabuhan dirancang untuk beroperasi selama 50

250 – Proteksi Berkelanjutan Fasilitas Pelabuhan


tahun atau lebih, sehingga tidak mudah untuk menjaga kemudahan perawatan dan
pemeliharaan struktur dan / atau fasilitas untuk jangka waktu yang lama dalam kondisi
yang parah. Oleh karena itu, program perawatan harus dibentuk terlebih dahulu agar
dapat memenuhi persyaratan kinerja fasilitas. Dari sudut pandang tujuan fasilitas,
periode pelayanannya, persyaratan kinerja, konsep disain, dan kemampuan
substitusinya, salah satu strategi perawatan berikut harus diterapkan sebagai strategi
perawatan dasar dan Program perawatan yang tepat harus dirumuskan sesuai strategi
yang diterapkan.

Pemeliharaan yang efisien dan rasional berdasarkan konsep LCM dapat


dipastikan dengan strategi perawatan tertentu yang harus diterapkan secara eksplisit
bahkan pada tahap perancangan awal dan juga tahap pemeliharaan yang sesuai
selama masa layanan. Jika fasilitas tidak memiliki daya tahan yang memadai dalam
disain atau konstruksinya, menerapkan tingkat perawatan yang tinggi seringkali
mengakibatkan kenaikan biaya perawatan dan seringkali tidak tepat.

Strategi pemeliharaan dengan langkah-langkah berikut untuk diterapkan pada


tahap desain dan konstruksi mungkin bermanfaat untuk membantu memudahkan
pekerjaan pemeliharaan selama masa layanan yaitu mempersiapkan lubang dan
perancah sensor pemantauan di komponen fasilitas, memasang sensor pemantauan,
memfasilitasi pekerjaan pemeliharaan selama masa perawatan dan pemeliharaan
dengan melakukan tindakan sebelumnya seperti yang direncanakan, dan
memfasilitasi penggantian komponen yang memburuk dengan melakukan tindakan
apa pun di muka, jika perlu.

Menghindari cacat awal karena pengerjaan yang tidak mencukupi sangat penting
untuk disain struktural, karena serangkaian verifikasi kinerja bergantung pada
pekerjaan konstruksi yang sesuai berdasarkan standar pelaksanaan yang ditetapkan
secara terpisah. Demikian pula, prinsip ini berlaku untuk tahap eksekusi kerja
penanggulangan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 251


14.2 Inspeksi
Pemeriksaan yang sistematis dan tepat diperlukan agar dapat mendeteksi
deformasi secara efektif terjadi pada komponen fasilitas pelabuhan dan pelabuhan,
dengan mempertimbangkan konsep "deformasi rantai".

Karena deformasi terjadi pada komponen struktural pelabuhan dan fasilitas


pelabuhan sangat saling terkait, barang, prosedur dan prosedur inspeksi yang sesuai
harus dipilih untuk mencapai pemeriksaan yang efisien dan efektif dengan
mempertimbangkan konsep "deformasi rantai".

Fasilitas pelabuhan dan pelabuhan terdiri dari struktur yang relatif kompleks yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, sehingga deformasi komponen terjadi,
menyebar dan berkembang sebagai rangkaian reaksi. Pemeliharaan rasional fasilitas
mengharuskan barang inspeksi utama difokuskan, yang dapat mewakili kerusakan,
kemerosotan dan deformasi komponen yang mendominasi pengaruhnya terhadap
kinerja komponen. Serangkaian deformasi, yang terdiri dari penyebab, kejadian, dan
akibatnya, yang mengakibatkan degradasi kinerja struktural, disebut sebagai "rantai
deformasi", yaitu pohon patahan. Oleh karena itu, konsep rantai deformasi harus
dipertimbangkan sepenuhnya saat memilih barang inspeksi. Selanjutnya, dengan
berfokus pada rantai yang sangat penting di antara rantai deformasi sangat penting
untuk mencapai pemeliharaan rasional. Saat melakukan evaluasi berdasarkan hasil
inspeksi, daripada menggunakan hasil inspeksi tunggal, akumulasi data melalui
inspeksi berkala dan bukan pemeriksaan tunggal, saya penting untuk evaluasi
rasional. Pencatatan dan penyimpanan lokasi dan status spesifik mereka sangat
penting. Demikian juga, mencatat dan menyimpan status awal dari item pemeriksaan
yang relevan juga penting, ketika deformasi diperkirakan akan berlanjut dalam jangka
waktu tertentu. Oleh karena itu, untuk memastikan objektivitas, reliabilitas dan
konsistensi hasil pemeriksaan, serangkaian item inspeksi, metode, prosedur dan
kriteria penilaian harus distandarisasi sampai batas tertentu. Karena hasil inspeksi
diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengelolaan pemeliharaan fasilitas
lainnya, hasil pemeriksaan selama masa kerja dan setelah penutupan layanan atau
perawatan mereka harus disimpan dan dipelihara untuk jangka waktu tertentu.

252 – Proteksi Berkelanjutan Fasilitas Pelabuhan


Inspeksi perlu dilakukan secara berkala dan terus menerus untuk memantau
kemajuan deformasi, saat memeriksa setiap bagian atau komponen struktur. Secara
umum, mengkonfirmasi deformasi yang terjadi di luar fasilitas dengan pengamatan
visual dan mencakup penilaian tingkat degradasi bagian yang terkena dampak dengan
menggunakan kriteria penilaian yang sesuai.

Perangkat investigasi sederhana seperti timbangan, batang, tingkat, transit, atau


peralatan ukur lainnya seperti palu inspeksi, binokuler, atau timbangan retak dapat
digunakan untuk mendukung pengamatan visual. Perangkat sederhana lainnya dapat
dikembangkan secara khusus untuk membantu meningkatkan presisi inspeksi atau
memperbaiki efisiensi inspeksi. Perangkat ini, bagaimanapun, dimaksudkan untuk
secara murni mendukung pengamatan visual dan tidak boleh digunakan sebagai
pengganti inspeksi langsung dan pribadi terhadap kondisi fasilitas oleh inspektur.

14.3 Evaluasi Menyeluruh


Evaluasi menyeluruh dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan untuk
mengetahui tindakan penanggulangan perawatan, dengan memperhatikan kinerja
fasilitas yang tersisa, kemampuan untuk memenuhi persyaratan kinerja selama sisa
masa kerja, rencana penggunaan fasilitas, dan pentingnya fasilitas, dll.

Evaluasi menyeluruh harus dilakukan untuk mengetahui tingkat penurunan


kinerja fasilitas, dengan meringkas hasil inspeksi komponen fasilitas, suatu kemajuan
kerusakan dan kemerosotan sebagai keseluruhan fasilitas. Melalui evaluasi ini,
metode penanggulangan dan penentuan waktu pelaksanaannya harus ditentukan,
dengan mempertimbangkan rencana penggunaan fasilitas di masa depan, pentingnya
fasilitas, batasan pekerjaan anggaran dan pemeliharaan, dll. Evaluasi menyeluruh
harus dilakukan dengan menerapkan prinsip perawatan berikut:

(1) Menentukan perbaikan dan penguatan komponen yang mendesak, dan


metodenya,
(2) Menentukan rencana perbaikan dan penguatan komponen, dan metode mereka,
(3) Menentukan komponen yang perlu diamati untuk sementara waktu,
(4) Menentukan pembatasan dan penangguhan yang diperlukan dari penggunaan
fasilitas,

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 253


(5) Menentukan revisi rencana inspeksi (waktu dan metode inspeksi berikutnya, dll.),
(6) Menentukan pembaharuan atau pembongkaran fasilitas,
(7) Menentukan tindakan pemeliharaan darurat yang diperlukan Hasil pelaksanaan
tindakan perawatan harus dimasukkan ke dalam inspeksi rencanakan sebagai
umpan balik terhadap program perawatan.

Gambar 14.2: Biaya siklus hidup (LC) dan strategi Manajemen


Sumber: (Port Technology Group - ASEAN-Japan Transport Partnership, 2011)

Dua strategi pemeliharaan yang khas ditunjukkan pada Gambar 14.2, sehingga
menjaga agar kinerja fasilitas tetap di atas tingkat yang dipersyaratkan. Strategi yang
mewakili (a) memerlukan perbaikan fasilitas skala kecil berulang-ulang pada tahap
awal kemunduran dengan biaya perawatan yang relatif kecil, sehingga membuatnya

254 – Proteksi Berkelanjutan Fasilitas Pelabuhan


tetap berfungsi selama masa perbaikan. Strategi lain yang mewakili (b) memungkinkan
tingkat kerusakan tertentu asalkan memenuhi tingkat kinerja struktural yang
dipersyaratkan, dan menerapkan perbaikan skala besar sebagai pemeliharaan kolektif
satu atau dua kali selama masa kerja, yang mengakibatkan biaya perawatan yang
relatif besar. Bagaimanapun, program perawatan harus diformulasikan dengan biaya
siklus hidup dari fasilitas, menjadi pertimbangan. Jika deformasi fasilitas diperkirakan
akan berlanjut sampai batas tertentu di masa depan sementara keadaan degradasi
kinerja saat ini kecil, rencana inspeksi intensif harus dilakukan.

Evaluasi fasilitas berdasarkan hasil pemeriksaan pada dasarnya tergantung


pada penilaian evaluator yang komprehensif. Untuk memastikan objektivitas evaluasi,
perlu dirumuskan pedoman mengenai kriteria penilaian, tingkat evaluasi, dan proses
yang relevan untuk melakukan evaluasi dari setiap komponen terhadap evaluasi
komprehensif. Namun, karena pengetahuan teknis belum cukup terakumulasi
mengenai metode untuk mengevaluasi kinerja fasilitas secara obyektif berdasarkan
hasil pemeriksaan, diharapkan dapat menyempurnakannya sesuai kebutuhan dengan
mengumpulkan pengalaman di masa depan.

Hasil evaluasi didefinisikan sebagai empat nilai A, B, C, dan D seperti ditunjukkan


pada Tabel 14.1. Karena evaluasi dapat dipengaruhi oleh kondisi fasilitas di
sekitarnya, perlu dilakukan tinjauan penuh terhadap serangkaian hasil inspeksi untuk
masing-masing komponen dan lakukan analisis lanjutan lanjutan, jika perlu.

Tabel 14.1: Klasifikasi hasil evaluasi


Evaluasi Kondisi Fasilitas
A Kinerja fasilitas telah terdegradasi

B Degradasi kinerja fasilitas bisa terjadi jika dibiarkan tanpa dijaga

C Tidak ada deformasi yang berkaitan dengan kinerja fasilitas namun


pengamatan terus menerus diperlukan.

D Tidak ada deformasi besar yang ditemukan dan kinerja yang memadai
dipertahankan
Sumber: (Port Technology Group - ASEAN-Japan Transport Partnership, 2011)

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 255


Hasil "evaluasi" menunjukkan tingkat penurunan kinerja fasilitas inspeksi yang
komprehensif, dengan kata lain, tingkat kualitatif penurunan kinerja fasilitas. Mereka
mewakili evaluasi terhadap fasilitas dari sudut pandang teknik dan teknik, yang tidak
dapat menentukan apakah fasilitas tersebut memerlukan perbaikan atau tindakan
lainnya. Perhatian lebih harus diberikan pada tinjauan menyeluruh yang diperlukan
berdasarkan tingkat pemeliharaan, tingkat kepentingan, periode layanan
perancangan, rencana masa depan, kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan
pemeliharaan, biaya dan faktor lainnya.

Biaya siklus hidup dari fasilitas ini adalah total biaya setiap tahap siklus hidup
fasilitas, yaitu perencanaan, desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan,
pembongkaran dan pemindahan fasilitas. Biaya siklus hidup dinyatakan dalam
persamaan berikut:

Biaya siklus hidup = biaya awal + biaya operasi dan pemeliharaan + biaya
pembongkaran dan pemindahan

Biaya awal adalah biaya perencanaan, perancangan dan pembangunan fasilitas.


Biaya operasi dan pemeliharaan merupakan biaya operasi dan pemeliharaan dari
fasilitas, dan biaya pembongkaran adalah biaya pembongkaran dan pemindahan
fasilitas.

14.4 Tindakan Penanggulangan


Diperlukan penanggulangan yang perlu dilakukan berdasarkan evaluasi
komprehensif. Rencana implementasi untuk penanggulangan perawatan termasuk
jenis dan waktunya dirumuskan berdasarkan hasil evaluasi komprehensif. Tingkat
pemulihan kinerja dan biaya yang dibutuhkan harus dievaluasi melalui penyelidikan
terhadap rancangan penanggulangan, mengingat kendala lokasi fasilitas. Jika
penanggulangan perawatan dinilai perlu untuk fasilitas saat ini atau di masa depan
melalui evaluasi komprehensif, program perawatan harus ditinjau ulang mengingat
sisa masa kerja. Penanggulangan alternatif umumnya dengan

(1) pemeriksaan intensif,


(2) perbaikan,
(3) penguatan atau peningkatan,

256 – Proteksi Berkelanjutan Fasilitas Pelabuhan


(4) pembongkaran, atau
(5) penggantian fasilitas.

Penanggulangan alternatif harus dievaluasi dengan mempertimbangkan biaya


siklus hidup, anggaran yang tersedia, dampak sosial dan faktor lain dari fasilitas
tersebut selain pertimbangan teknis.

14.5 Rekaman Data


Semua catatan yang relevan yang berkaitan dengan pekerjaan pemeliharaan
harus disimpan dan dipelihara sesuai dengan format yang ditentukan. Informasi
pemeliharaan fasilitas yang terorganisir secara sistematis merupakan data penting
untuk mengevaluasi secara tepat fungsi fasilitas yang ada dan untuk menerapkan alat
penanggulangan perawatan. Setelah sejumlah besar data pemeliharaan terakumulasi
untuk satu fasilitas, disarankan untuk membangun sistem database yang efisien dan
membuat data mudah diakses.

SOAL

14.1 Faktor-faktor apa yang dipertimbangkan untuk menjaga fasilitas pelabuhan?


14.2 Pemeliharaan fasilitas yang rasional dan efisien dapat mengikuti serangkaian
prosedur perawatan, berdasarkan konsep Life-Cycle Management (LCM).
Jelaskan serangkaian prosedur perawatan dengan LCM?
14.3 Pemeliharaan strategis, untuk mencapainya berdasarkan konsep LCM, program
perawatan harus dirumuskan sebagai rangkaian kerja inspeksi dan investigasi,
evaluasi dan perbaikan, dengan menerapkan strategi perawatan yang sesuai.
Jelaskan pernyataan ini?
14.4 Jelaskan pengertian dalam LCM untuk pemeliharaan dan perawatan fasilitas,
dari:
a. Inspeksi
b. Evaluasi
c. Tindakan penanggulangan
d. Rekaman data

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 257


258 – Proteksi Berkelanjutan Fasilitas Pelabuhan
DAFTAR PUSTAKA

Alfares, H. K., & Duffuaa, S. O. (2009). Maintenance Forecasting and Capacity Planning.
Dalam M. Ben-Daya, S. O. Duffuaa, A. Raouf, J. Knezevic, & D. Ait-Kadi (Penyunt.),
Handbook of Maintenance Management and Engineering (hal. 157-190). New York:
Springer. doi:DOI 10.1007/978-1-84882-472-0
Al-Turki, U. M. (2009). Maintenance Planning and Scheduling. Dalam M. Ben-Daya, S. O.
Duffuaa, A. Raouf, J. Knezevic, & D. Ait-Kadi (Penyunt.), Handbook of Maintenance
Management and Engineering (hal. 237-262). New York: Springer. doi:DOI
10.1007/978-1-84882-472-0
Archway Engineering. (2003). T6 Series Core Barrel. Dipetik 3 1, 2015, dari Archway
Engineering (UK) Ltd, Ainleys Industrial Estate, Elland, HX5 9JP, U.K.:
http://www.archway-engineering.com/products/t6_barrel.html
Archway Engineering. (2003). Hand Augers. Dipetik 3 1, 2015, dari Archway Engineering
(UK) Ltd, Ainleys Industrial Estate, Elland: http://www.archway-
engineering.com/products/hand_auger.html
Arun Soil Lab. (2011). Plate Load Test as per IS: 1888-1982. Dipetik 3 1, 2015, dari Arun
Soil Lab Pvt.Ltd: http://www.arunsoillab.com/images/services/img25.jpg
Arunraj, N., & Maiti, J. (2007, April 11). Risk-based maintenance—Techniques and
applications. Journal of Hazardous Materials, 143(3), 653-661.
https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2006.06.069
Assauri, S. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
ASTM D 3441 - 05. Standard Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of Soil
(Withdrawn 2014). West Conshohocken, PA: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D1195 / D1195M-09. Standard Test Method for Repetitive Static Plate Load Tests of
Soils and Flexible Pavement Components, for Use in Evaluation and Design of Airport
and Highway Pavements. West Conshohocken, PA, 2009: ASTM International,
http://www.astm.org.
ASTM D1452-09. Standard Practice for Soil Exploration and Sampling by Auger Borings.
West Conshohocken, PA, 2009: ASTM International, http://www.astm.org/.
ASTM D1586-11. Standard Test Method for Standard Penetration Test (SPT) and Split-
Barrel Sampling of Soils. West Conshohocken, PA, 2011: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D1587-08(2012)e1. Standard Practice for Thin-Walled Tube Sampling of Soils for
Geotechnical Purposes. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D2166 / D2166M-13. Standard Test Method for Unconfined Compressive Strength of
Cohesive Soil. West Conshohocken, PA, 2013: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D2573-08. Standard Test Method for Field Vane Shear Test in Cohesive Soil. West
Conshohocken PA, 2008: ASTM International, http://www.astm.org/.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 259


ASTM D3740-12a. Standard Practice for Minimum Requirements for Agencies Engaged in
Testing and/or Inspection of Soil and Rock as Used in Engineering Design and
Construction. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D4633-10. Standard Test Method for Energy Measurement for Dynamic
Penetrometers. West onshohocken, PA, 2010: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D4648 / D4648M-13. Standard Test Method for Laboratory Miniature Vane Shear Test
for SaturatedFine-Grained Clayey Soil. West Conshohocken, PA, 2013: ASTM
International, http://www.astm.org/.
ASTM D5434-12. Standard Guide for Field Logging of Subsurface Explorations of Soil and
Rock. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM International, http://www.astm.org/.
ASTM D5783 - 95(2012).. Guide for Use of Direct Rotary Drilling with Water-Based Drilling
Fluid for Geoenvironmental Exploration and the Installation of Subsurface Water-
Quality Monitoring Devices. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D6151-08. (t.thn.). Standard Practice for Using Hollow-Stem Augers for Geotechnical
Exploration and Soil Sampling. West Conshohocken, PA, 2008: ASTM International,
http://www.astm.org/.
Azzouz, A. S., Baligh, M. M., & Ladd, C. C. (1983). Corrected Field Vane Strength for
Embankment Design. Journal of Geotechnical Engineering, 109(5), 730-734.
Bacon, S., Green, W., & Dockrill, B. (2016). Engineered maintenance of port wharf
structures. Mooring and Berthing - Port Technology International, hal. 113-116.
Diambil kembali dari porttechnology.org:
https://www.porttechnology.org/images/uploads/technical_papers/Engineered_mainte
nance_of_port_wharf_structures.pdf
Bappenas. (2003). Dokumen Nasional. Bappenas: Indonesian Biodiversity Strategy and
Action Plan (IBSAP). Jakarta: Bappenas.
Beachley, E. S. (2002). Reports From Maintenance. Dalam L. R. Higgins, R. K. Mobley, & R.
Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed., Vol. Section 1:
Organization And Management Of The Maintenance Function, hal. 1.63 - 1.68). New
York: McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524
Ben, C. G. (2007). Construction of Marine and Offshore Structures (Third ed.). Boca Raton:
CRC Press - Taylor & Francis Group.
Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub RI. (2012, Maret 08). Port Operational
Service Performance, The Benchmark Of Of Sea Transportation Implementation.
Diambil kembali dari Kementerian Perhubungan RI:
http://dephub.go.id/post/read/kinerja-pelayanan-operasional-pelabuhan-tolak-ukur-
keberhasilan-penyelenggaraan-transportasi-laut-11100
Biro Riset LMFEUI. (2009). Trend Perkembangan Pengelolaan Pelabuhan Dunia Dan
Implikasinya Bagi Bumn Pelabuhan Di Indonesia. Jakarta: Biro Riset Lembaga
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Diambil kembali dari
http://lmfeui.com/data/Analisis%20Industri%20Pelabuhan.pdf
Blanchard, B. S., & Fabrycky, W. J. (1991). ife-Cycle Cost and Economic Analysis (Prentice
Hall International Series in Industrial and Systems Engineering). New Jersey:
Prentice-Hall.

260 – Daftar Pustaka


Bowles, J. E. (1997). Foundation analysis and design (Fifth ed.). New York: The McGraw-
Hill.
BPS. (2016). Statistik Transportasi Laut 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPS. (2017, Januari 18). Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan
Indonesia Tahun 1988-2015 (Ribu ton). Diambil kembali dari Badan Pusat Statistik:
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/excel/id/1419
BS 6349-5:1991. (1999). Maritime structures — Part 5: Code of practice for dredging and
land reclamation. London, UK: British Standard Institute (BSI) publications.
Builder's Engineer. (2012). OPEN EXCAVATION (OPEN TRIAL PITS) - SITE
EXPLORATION. Dipetik 3 1, 2015, dari abuildersengineer.com:
http://www.abuildersengineer.com/2012/10/open-excavation-open-trial-pits-site.html
Burcharth, H. F., & Rietveld, C. (1987). Construction, Maintenance and Repair as Elements
in Rubble Mound Breakwater Design. Paper presented at The 2nd international
Conference on Coastal and Port Engineering In Developing Countries. Beijing, China:
Aalborg Universitet, Denmark. Diambil kembali dari
http://vbn.aau.dk/files/68757502/Construction_Maintenance_And_Repair_As_Element
s_In_Rubble_Mound_Breakwater_Design.pdf
Cadick Corporation. (2004). Reliability-Centered Maintenance Services. Diambil kembali dari
Cadickcorp.com: http://www.cadickcorp.com/download/SB008-
Reliability_Centered_Maintenance_Services.pdf
CEDD. (2017, 10 11). Upgrading of Timber Fenders by Plastic/Rubber Fenders in Piers and
Landing Structures. Diambil kembali dari Civil Engineering and Development
Department - Hongkong:
http://www.cedd.gov.hk/eng/about/organisation/org_ceo_timber.html
Chandler, B. (2002). Painting And Protective Coatings. Dalam L. R. Higgins, R. K. Mobley, &
R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed., Vol. Section 4:
Maintenance Of Plant Facilities, hal. 4.29 - 4.48). New York: McGraw-Hill.
doi:10.1036/0071394524
Chandler, R. (1988). The in-situ measurement of the undrained shear strength of clays using
the field vane. Dalam Vane Shear Strength Testing in Soils: Field & Lab Studies, STP
1014 (hal. 13-44). West Conshohocken, PA: ASTM International.
Chered, K. (2014, 4 3). Progress Pembangunan Sisi Laut Pelabuhan Kenyamukan Kutim 97
Persen. Diambil kembali dari Tribun Kalitim:
http://kaltim.tribunnews.com/2014/04/03/progress-pembangunan-sisi-laut-pelabuhan-
kenyamukan-kutim-97-persen
Civil Engineering Terms. (2011). Plate load test (ASTM D1194) | Limitations and
Advantages. Dipetik 3 1, 2015, dari Civil Engineering Terms:
http://www.civilengineeringterms.com/soil-mechanics-1/plate-load-test-astm-d1194-
limitations-and-advantages/
Cohen, M. (2005). Dredging: the facts. Netherlands: IADC – International Association of
Dredging Companies. Diambil kembali dari https://www.iadc-dredging.com/ul/cms/fck-
uploaded/documents/PDF%20Publications/dredging-literature-dredging-the-facts.pdf
Corder, A. S. (1976). Maintenance Management Techniques. New York: McGraw-Hill.
Corder, A. S. (1996). Teknik Manajemen Pemeliharaan. (K. Hadi, Penerj.) Jakarta: Erlangga.
Daryus, A. (2013). Manajemen Perawatan Preventif Menggunakan Metode Kompleksitas
Perbaikan. TJ Mechanical engineering and machinery, Universitas Muhammadiyah
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 261
Prof. Dr. Hamka, Jakarta, 29-33. Diambil kembali dari
http://repository.uhamka.ac.id/2/1/UHAMKA-Teknik-Manajemen-Perawatan-Preventif-
Menggunakan-Metode-Kompleksitas-Perbaikan-Daryus.pdf
Das, B. M. (2011). Principles of Foundation Engineering (Seventh ed.). USA: Cengage
Learning.
Davis. (2010). Introduction To Environmental Enginering (Fourth ed.). India: McGraw-Hill
Education Pvt Ltd.
DEMPO. (2014). Ship Building. Diambil kembali dari DEMPO SHIPBUILDING &
ENGINEERING PVT. LTD: http://dspl.co.in/images/SelfPropelled.jpg
Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Vol.1: Penyusunan program penyelidikan, metode
pengeboran dan deskripsi log bor (Pd.T 03.1- 2005-A). Dalam Pedoman penyelidikan
geoteknik untuk fondasi bangunan air. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Dhillon, B. (1997). Reliability Engineering in System Design and Operation. Singapore: Van
Nostrand Reinhold Company, Inc.
Dhillon, B. (2006). Maintainability, Maintenance, and Reliability for Engineers. NW, USA:
CRC Press.
Dredge Brokers. (2017, 3 3). 121026-DG. Diambil kembali dari
http://www.dredgebrokers.com:
http://www.dredgebrokers.com/index.php/cache/img/jpg/w800_h400/uploads__data__
5__2__c__6__52c683d85d1a5c73e0001c8e3a8e898fd7c750b2.jpg.jpg
Envco. (2012). Hand-operated bailer boring equipment - Meter. Dipetik 3 5, 2015, dari Soil
drilling and sampling: http://www.envco.ro/soil-drilling-and-sampling/hand-operated-
bailer-boring-equipment-meter/21/50
ES & S. (2009). Geotechnical Solutions: Shear Vane Tester. Australia: Environmental
Systems & Services, http://www.esands.com.
Frankel, M., & Kendrick, J. W. (2017). Productivity. Diambil kembali dari Encyclopædia
Britannica, Inc: https://www.britannica.com/topic/productivity
GeoSystem. (2015). In-situ Testing devices. Dipetik 3 1, 2015, dari
eosystems.ce.gatech.edu:
http://geosystems.ce.gatech.edu/Faculty/Mayne/Research/devices/VSTdevice.gif
Geotechdata.info. (2010). Vane Shear Test . Dipetik 3 1, 2015, dari Geotechdata.info:
http://www.geotechdata.info/geotest/vane-shear-test.html
Godson, I., & Thompson, L. (2012, February). Concrete Mine Thickener Tank Repaired With
Hybrid Cathodic Protection. Corrosion & Materials, 37(1). Diambil kembali dari
http://www.marineandcivil.com.au/images/concrete_mine4.jpg
Hamada, H. (2010). Life Extension Of Steel Structures By Corrosion Prevention Technology
―Especially Port And Harbor Steel Structures. hal. 59-76.
Hardiyatmo, H. C. (2010). Mekanika Tanah 1 (5 ed.). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Haroun, A. E., & Duffuaa, S. O. (2009). Maintenance Organization. Dalam M. Ben-Daya, S.
O. Duffuaa, A. Raouf, J. Knezevic, & D. Ait-Kadi (Penyunt.), Handbook of
Maintenance Management and Engineering (hal. 3-16). New York: Springer.
doi:10.1007/978-1-84882-472-0
Hasibuan, M. S. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia (Revisi ed.). Jakarta: Bumi
Aksara.

262 – Daftar Pustaka


Heizer, J., & Render, B. (2008). Operations Management (Ninth ed.). New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Higgins, L. R., Mobley, R. K., & Smith, R. (2002). Maintenance Engineering Handbook (Sixth
ed.). New York: McGraw-Hill.
IBRD/World Bank. (2007). Module 2: The Evolution Of Ports In A Competitive World. Dalam
Port Reform Toolkit Second Edition (hal. 21-67). Washington, DC 20433, USA: The
International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank.
Imafuku, K. (2016, Agustus). Uji Paparan Jangka Panjang untuk Struktur Baja dan Metode
Proteksi Korosi di Teluk Suruga. STEEL CONSTRUCTION TODAY & TOMORROW,
hal. 5-6. Diambil kembali dari
http://www.jisf.or.jp/en/activity/sctt/documents/SCTT49Indonesian.pdf
IS 1888 - 1982. (t.thn.). Method of load test on soils (Second Revision). New Dehli: Soil
Engineering and Rock Mechanics Sectional Committee, BDC 23, INDIAN
STANDARDS INSTITUTION.
KBBI daring. (2017). produktivitas. Diambil kembali dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI): https://kbbi.web.id/produktivitas
Kep. Dirjen. Hubla Nomor: Um.002/38/18/DJM.11. (2011). Keputusan Direktur Jendral
Perhubungan Laut Nomor: Um.002/38/18/DJM.11 Tentang Standar Kinerja
Pelayanan Operasional Pelabuhan. Jakarta: Kementerian Perhubungan - Direktur
Jendral Perhubungan Laut.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KP 414 Tahun 2013. (2013). Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor: KP 414 Tahun 2013 Tanggal 17 April 2013 Tentang Penetapan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional. Jakarta: Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia. Diambil kembali dari
http://p2t.jatimprov.go.id/uploads/KUMPULAN%20PERATURAN%20PERIZINAN%20
PER%20SEKTOR%202014/PERHUBUNGAN%20&%20LLAJ/kp-414-tahun-2013.pdf
Khan, F., & Haddara, M. (2004). Risk Based Maintenance (RBM) : A New Approach for
Process Plant Inspection and Maintenance. Journal of Process safety progress, 23(4),
252-265.
KKBI. (2014). Konstruksi. Dipetik 3 1, 2015, dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online: http://kbbi.web.id/konstruksi
Knezevic, J. (2009). Maintainability and System Effectiveness. Dalam M. Ben-Daya, S. O.
Duffuaa, A. Raouf, J. Knezevic, & D. Ait-Kadi (Penyunt.), Handbook of Maintenance
Management and Engineering (hal. 547-612). New York: Springer. doi: 10.1007/978-
1-84882-472-0
Kramadibrata, S. (2002). Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Penerbit ITB.
Kulhawy, F., & Mayne, P. (1990). Manual on Estimating Soil Properties for Foundation
Design. Report EPRI-EL 6800, Electric Power Research Institute, Palo Alto.
Larsson, T.-B. (2001). Biodiversity evaluation tools for European forests. NY: Wiley-
Blackwell.
Lee, J., Ni, J., Djurdjanovic, D., Qiu, H., & Liao, H. (2006, Agustus). Intelligent prognostics
tools and e-maintenance. Computers in Industry, 57(6), 476-489.
https://doi.org/10.1016/j.compind.2006.02.014
Liyanage, J. P., Badurdeen, F., & Ratnayake, R. C. (2009). Industrial Asset Maintenance and
Sustainability Performance: Economical, Environmental, and Societal Implications.
Dalam M. Ben-Daya, S. O. Duffuaa, A. Raouf, J. Knezevic, & D. Ait-Kadi (Penyunt.),
Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 263
Handbook of Maintenance Management and Engineering (hal. 665-694). New York:
Springer. doi:DOI 10.1007/978-1-84882-472-0
Mathiazhagan, A. (2011). Corrosion Management for effective mitigation of corrosion in
Ships - Overview. 2011 3rd International Conference on Information and Financial
Engineering (hal. 1-5). Singapore: IPEDR vol.12 (2011) - IACSIT Press,. Diambil
kembali dari http://www.ipedr.com/vol12/1-C001.pdf
Mobley, K. (2002a). Introduction To The Theory And Practice Of Maintenance. Dalam L. R.
Higgins, R. K. Mobley, & R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook
(Sixth ed., Vol. Section 1: Organization And Management Of The Maintenance
Function, hal. 1.3 - 1.10). New York: McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524
Mobley, K. (2002b). Operating Policies Of Effective Maintenance. Dalam L. R. Higgins, R. K.
Mobley, & R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed., Vol.
Section 1: Organization And Management Of The Maintenance Function, hal. 1.11 -
1.26). New York: McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524
Mobley, K. (2002c). Area And Centralized Maintenance Control. Dalam L. R. Higgins, R. K.
Mobley, & R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed., Vol.
Section 1: Organization And Management Of The Maintenance Function, hal. 1.27 -
1.32). New York: McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524
Mobley, K. (2002d). Operating Practices To Reduce Maintenance Work. Dalam L. R.
Higgins, R. K. Mobley, & R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook
(Sixth ed., Vol. Section 1: Organization And Management Of The Maintenance
Function, hal. 1.33 - 1.40). New York: McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524
Mobley, K.(2002e). Corrective Maintenance. Dalam K. R. Mobley, Maintenance Engineering
Handbook (hal. 2.3-2.6). NY: McGraw-Hill.
Mobley, K. (2002f). Components Of Effective Preventive Maintenance. Dalam L. R. Higgins,
R. K. Mobley, & R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed.,
Vol. Section 2: The Horizons Of Maintenance Management, hal. 2.7 - 2.14). New
York: McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524
Mobley, K. (2002g). Predictive Maintenance. Dalam L. R. Higgins, R. K. Mobley, & R. Smith
(Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed., Vol. Section 2: The
Horizons Of Maintenance Management, hal. 2.15 - 2.30). New York: McGraw-Hill.
doi:10.1036/0071394524
Moubray, J. (1999). Reliability-Centered Maintenance (Second ed.). United Kingdom:
Butterworth-Heinemann.
Muhtadi, M. Z. (2009). Manajemen Pemeliharaan Untuk Optimalisasi Laba Perusahaan.
Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, VIII(1), 35-45.
Mulyono, T. (2014). Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: LPP-UNJ.
Nakajima, S. (1988). Introduction to TPM: Total Productive Maintenance (Preventative
Maintenance Series) (Eleventh ed.). New York: Productivity Press.
NPTEL. (2012). Boring Methods of Exploration [Section 2.1 : Different Types of of Boring
Methods]. Madras, India: http://nptel.ac.in/courses/105101083/download/lec2.pdf.
O'Connor, P. D., & Kleyner, A. (2012). Practical Reliability Engineering (5th ed.). England:
John Wiley & Sons, Ltd.
Palmer, R. (. (2002). Maintenance Work Order Planning. Dalam L. R. Higgins, R. K. Mobley,
& R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed., Vol. Section 2:

264 – Daftar Pustaka


The Horizons Of Maintenance Management, hal. 2.31 - 2.40). New York: McGraw-Hill.
doi:10.1036/0071394524
Parida, A., & Kumar, U. (2009). Maintenance Productivity and Performance Measuremen.
Dalam M. Ben-Daya, S. O. Duffuaa, A. Raouf, J. Knezevic, & D. Ait-Kadi (Penyunt.),
Handbook of Maintenance Management and Engineering (hal. 17-44). New York:
Springer. doi:DOI 10.1007/978-1-84882-472-0
Pasaribu, D. (2002). Evaluasi pemeliharaan fasilitas pelabuhan dalam menunjang kualitas
pelayanan di unit usaha terminal peti kemas Belawan. Yogyakarta: Magister
Manajemen Universitas Gadjah Mada.
PCA. (2002). Concrete Information: Types and Causes of Concrete Deterioration. Skokie,
Illinois: Portland Cement Association. Diambil kembali dari
http://www.cement.org/docs/default-source/fc_concrete_technology/durability/is536-
types-and-causes-of-concrete-deterioration.pdf?sfvrsn=4
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. (27 Desember 2007). Nomor: 45/PRT/M/2007 Tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Jakarta: Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 51 Tahun 2015. (2015). Peraturan Menteri
Perhubungan No. PM 51 Tahun 2015 Tentang Penyelengaraan Pelabuhan Laut.
Jakarta: Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011. (2011). Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011 Tentang Pengerukan Dan Reklamasi . Jakarta:
Kementerian Perhubungan.
Permen KLH No.5 Tahun 2012. (2012). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau
Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jakarta:
Kementerian Lingkungan Hidup.
Permen PU Nomor : 24/PRT/M/2008. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
24/PRT/M/2008 Tanggal 30 Desember 2008 Tentang Pedoman Pemeliharaan Dan
Perawatan Bangunan Gedung . Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
Pintelon, L., & Parodi-Herz, A. (2008). Maintenance: An Evolutionary Perspective. Dalam K.
A. Kobbacy, & D. P. Murthy (Penyunt.), A Complex system maintenance handbook
(Springer Series in Reliability Engineering) - Part B: Evolution of Concepts and
Approaches (hal. 21- 47). London: Springer-Verlag London Limited. doi:DOI
10.1007/978-1-84800-011-7
Pixabay. (2017). aptos-dermaga-semen-hari-abu-abu-296159. Diambil kembali dari Pixabay:
https://cdn.pixabay.com/photo/2014/03/25/12/16/aptos-296159_960_720.jpg
Port Technology Group - ASEAN-Japan Transport Partnership. (2011). Guidelines on
Strategic Maintenance for Port Structures. Kuala Lumpur, Malaysia: Port Technology
Group - ASEAN-Japan Transport Partnership.
Raouf, A. (2009). Maintenance Quality and Environmental Performance Improvement: An
Integrated Approach. Dalam M. Ben-Daya, S. O. Duffuaa, A. Raouf, J. Knezevic, & D.
Ait-Kadi (Penyunt.), Handbook of Maintenance Management and Engineering (hal.
649-664). New York: Springer. doi: 10.1007/978-1-84882-472-0
Ray, D. (2008). Reformasi Sektor Pelabuhan Indonesia Dan UU Pelayaran Tahun 2008.
Jakarta: USAID - SENADA. Diambil kembali dari
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnadn189.pdf

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 265


Reul, R. I. (2002). Work Simplification In Maintenance. Dalam L. R. Higgins, R. K. Mobley, &
R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook (Sixth ed., Vol. Section 3:
Establishing Costs And Control, hal. 3.83 - 3.99). New York: McGraw-Hill.
doi:10.1036/0071394524
Rojas, J. C., Salinas, L. M., & Sejas, C. (2007). Plate-Load Tests on an Unsaturated Lean
Clay. Dalam T. Schanz, Experimental Unsaturated Soil Mechanics, Springer
Proceedings in Physics Volume 112 (hal. 445-452). Berlin: Springer Berlin Heidelberg.
Sakai, I. (2016, Agustus). Administrasi Kepelabuhanan di Jepang: Pemeliharaan dan
Manajemen Fasilitas Pelabuhan. STEEL CONSTRUCTION TODAY &
TOMORROW(48), hal. 10-12. Diambil kembali dari
http://www.jisf.or.jp/en/activity/sctt/documents/SCTT49Indonesian.pdf
Salcedo, N. C., & Sandee, H. (2012). Mempercepat Pemindahan, Mengurangi Masalah:
Mempersingkat Waktu Tunggu (Dwell Time) Peti Kemas. Jurnal Prakarsa Infrastruktur
Indonesia(10), 9-11. Diambil kembali dari
http://www.indii.co.id/index.php/id/publikasi?task=download&file=dx_publication_file&i
d=8797
Sasaki, I. (2016, Agustus). Uji Paparan di Teluk Suruga (1) Garis Besar Uji Paparan Jangka
Panjang pada Fasilitas Riset Teknik Kelautan di Teluk Suruga. STEEL
CONSTRUCTION TODAY & TOMORROW, hal. 2-4. Diambil kembali dari
http://www.jisf.or.jp/en/activity/sctt/documents/SCTT49Indonesian.pdf
Schmidt, M., Torgersen, H., & Kuffner, A. (2012). Biofaction KG (Austria) WWViews Project
Coordinators, The Danish Board of Technology. Diambil kembali dari
http://www.biofaction.com Bj¢rn Bedsted, S¢ren Gram: http://
biodiversity.wwviews.org/
Setiadi, R. (2009, 2 24). Kerja Praktek. Diambil kembali dari Blogspot: http://sacharosa-
rizki.blogspot.co.id/2009/02/kerja-praktek.html
Situmorang, A. M., & Buchari, E. (2015). Analisis Kapasitas Terminal Peti Kemas Pelabuhan
Boom Baru Palembang. The 18th FSTPT International Symposium. Bandar Lampung:
Universitas Lampung - Bandar Lampung.
Skempton, A. (1986). SPT Procedures and the Effects in Sands of Overburden Pressure
Relative Density, Particle Size, Aging, and Overconsolidation. Geotechnique, 36(3),
425-447.
SNI 2827:2008. Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir. Jakarta: BSN.
SNI 2847:2013. Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Jakarta: BSN.
SNI 2847:2013. Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Jakarta: BSN.
SNI 4153:2008. Cara uji penetrasi lapangan dengan SPT. Jakarta: BSN.
SNI 7392:2008. Tata cara perencanaan dan pelaksanaan bangunan gedung menggunakan
panel jaring kawat baja tiga dimensi (PJKB-3D) las pabrikan. Jakarta: BSN.
Srimenanti Group. (2016). Injeksi Grouting. Diambil kembali dari wordpress.com:
https://construksi.wordpress.com/services/epoxy-floor-coating/
Sriyana. (2007). Kerusakan Unit Lapis Lindung Breakwater Akibat Gelombang Acak
Spektrum Bretschneider. Gema Teknik, X Juli 2007(2), 89-98.
Sudarmo, S. T. (2012). Memberdayakan Kembali Manajemen Pelabuhan di Indonesia.
Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia (10), 4-8. Diambil kembali dari

266 – Daftar Pustaka


http://www.indii.co.id/index.php/id/publikasi?task=download&file=dx_publication_file&i
d=8797
Sulaiman, W. (2002). Statistik Non Parametrik, Contoh Kasus dan Pemecahannya dengan
SPSS. Yogyakarta: Andi Offset.
Sundara, M. L. (2008). Penanganan Kerusakan Dermaga (Studi Kasus Dermaga A-I
Pelabuhan Palembang). Bandung: Perpustakaan Digital ITB. Diambil kembali dari
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/629/jbptitbpp-gdl-mochammadl-31431-6-2008ta-5.pdf
Test Pit - Viewing Gallery. (2015). Dipetik 3 27, 2015, dari stlouiscountymn.gov:
http://www.stlouiscountymn.gov/portals/0/Library/Land-Property/Building-
Zoning/Septic-SSTS/soil%20pit-measuring.JPG
The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan (OCDI). (2002). the Technical
Standards and Commentaries of Port and Harbour Facilities in Japan (1999 edition).
3-2-4 Kasumigaseki, Chiyoda-ku, Tokyo, 100-0013 Japan: The Overseas Coastal
Area Development Institute of Japan.
Thoresen, C. A. (2014). Port Designer’s Handbook (Third ed.). London: ICE Publishing.
Titaley, H. D. (2015). Penggunaan Model Regresi untuk Memprediksi Arus Lalu Lintas Laut
yang Berdampak pada Kebutuhan Fasilitas Pelabuhan (Studi Kasus : Pelabuhan Yos
Sudarso Ambon). Portal Garuda,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=376997&val=1012&title=Penggun
aan%20Model%20Regresi%20untuk%20Memprediksi%20Arus%20Lalu%20Lintas%2
0Laut%20yang%20Berdampak%20pada%20Kebutuhan%20Fasilitas%20Pelabuhan
%20%20(Studi%20Kasus%20:%20Pelabuhan%2.
Trethewey, K., & Roberge. (1993). Development of a knowledge elicitatation for improved
materials performance of marine systems. 12 th, Internation Corrosion Congress,19-
24 sep 1993 (hal. 63-76). Houston, Texas: Pub NACE.
Triatmodjo, B. (2011). Analisis Kapasitas Pelayanan Terminal Peti Kemas Semarang. Dalam
B. Triatmodjo (Penyunt.), Seminar Nasional I Badan Musyawarah Pendidikan Tinggi
Teknik Sipil Seluruh Indonesia (BMPTTSSI) – KoNTekS 5, Medan, 14 Oktober 2011.
II, hal. 183-190. Medan: BMPTTSSI.
Trimble, B. E. (2002). Maintenance And Cleaning Of Brick Masonry Structures. Dalam L. R.
Higgins, R. K. Mobley, & R. Smith (Penyunt.), Maintenance Engineering Handbook
(Sixth ed., Vol. Section 4: Maintenance Of Plant Facilities, hal. 4.49 - 4.63). New York:
McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524
Tulsi, K., & Phelp, D. (2009). Monitoring And Maintenance Of Breakwaters Which Protect
Port Entrances. Proceedings of the 28th Southern African Transport Conference
(SATC 2009) 6 – 9 July 2009 (hal. 317-325). Pretoria, South Africa: Document
Transformation Technologies cc. Diambil kembali dari
http://www.repository.up.ac.za/bitstream/handle/2263/12016/Tulsi_Monitoring(2009).p
df?sequence=1
UNCTAD. (1985). Port Development, A Handbook For Planners In Developing Countries
(TD/B/C.4/175/Rev.1) (Second edition revised and expanded ed.). New York: United
Nations Conference On Trade And Development (UNCTAD).
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 32
Tahun 2009 TentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta:
Pemerintah Negara Republik Indonesia.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 267


UNEP. (2014, 4 1). Biodiversity. Diambil kembali dari UNEP:
http://www.unep.org/urban_environment/issues/biodiversity.asp&ei=0mu0UPDLHM2
OrgfAiYHgBw
Usmin. (2012, 6 12). Alur Pelabuhan Pulau Baai dilakukan perawatan rutin. Diambil kembali
dari Antara: http://bengkulu.antaranews.com/berita/3888/alur-pelabuhan-pulau-baai-
dilakukan-perawatan-rutin
Venkatesh, J. (2015, 10 08). An Introduction to Total Productive Maintenance (TPM). Diambil
kembali dari The Plant Maintenance Resource Center: http://www.plant-
maintenance.com/articles/tpm_intro.shtml
Wilson, E. O. (1988). Keanekaragaman Hayati. (F. M.Peter, Penyunt.) National Academy
Press, ISBN 0-309-03783-2 Maret 1988, edisi online.
Wireman, T. (2005). Total Productive Maintenance. New York: Industrial Press Inc.
Witantono, A. D., & Khomsin. (2015, Agustus 01). Pemodelan Aliran Sedimen Di Kolam
Pelabuhan (Studi Kasus : Kolam 1 Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta). GEOID, 1(01
Agustus 2015), 22-28. Diambil kembali dari
http://iptek.its.ac.id/index.php/geoid/article/download/1091/884
Wongkar, Y. K., Tjakra, J., & Pratasis, P. A. (2016). Analisis Life Cycle Cost Pada
Pembangunan Gedung (Studi Kasus: Sekolah St. URSULA Kotamobagu). Jurnal Sipil
Statik, 4(4), 253-262.
Woodward, D. G. (1997, Desember). Life cycle costing—Theory, information acquisition and
application. International Journal of Project Management, 14(5), 335-344. Diambil
kembali dari https://doi.org/10.1016/S0263-7863(96)00089-0
World Economic Forum. (2014). Insight Report: Global Risks 2014 (Ninth ed.). Geneva,
Switzerland: the World Economic Forum. Diambil kembali dari
http://www.weforum.org/risks
World Economic Forum. (2015). The Global Competitiveness Report 2015–2016. (K.
Schwab, Penyunt.) Geneva: World Economic Forum. Dipetik 2016, dari
http://www3.weforum.org/docs/gcr/2015-2016/Global_Competitiveness_Report_2015-
2016.pdf
Wuxi. (2012). Double Tube Core Barrel Assembly. Dipetik 3 1, 2015, dari Wuxi Drilling Tools
Factory, Economic Development District, WUXI, JIANGSU PROVINCE,CHINA:
http://www.cwdtf.com/en/ArticleShow.asp?ArticleID=134
Yamaji, T. (2016, Agustus). Uji Paparan Lepas Pantai Jangka Panjang untuk Metode
Proteksi Korosi untuk Tiang Pancang Pipa Baja di HORS. STEEL CONSTRUCTION
TODAY & TOMORROW, hal. 7-9. Diambil kembali dari
http://www.jisf.or.jp/en/activity/sctt/documents/SCTT49.pdf
Youd, T., & Idriss, I. (2001). Liquefaction Resistance of Soils : Summary Report from the
1996 NCEER Workshops on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soil. Journal of
Geotechnical and Geoenvironmental Engineering , ASCE, April 2001, 127(4), 297-
313.
Ytterberg, R. F. (2002). Concrete Industrial Floor Surfaces: Design, Installation, Repair, And
Maintenance. Dalam L. R. Higgins, R. K. Mobley, & R. Smith (Penyunt.), Maintenance
Engineering Handbook (Sixth ed., Vol. Section 4: Maintenance Of Plant Facilities, hal.
4.19 - 3.28). New York: McGraw-Hill. doi:10.1036/0071394524

268 – Daftar Pustaka


GLOSARIUM
Active maintenance time –– waktu sebenarnya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan
tersebut.
Active repair time –– periode saat downtime saat manpower bekerja memperbaiki suatu item.
Alur pelayaran –– perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran
lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari oleh kapal di laut, sungai atau danau
Angkutan Laut –– kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan
laut.
Angkutan Penyeberangan –– angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh
perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
Angkutan Penyeberangan –– angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh
perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.
Angkutan Sungai dan Danau –– kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang
dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut
penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai
dan danau.
Angkutan Sungai dan Danau –– kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang
dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut
penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai
dan danau.
Arrival Rate (laju kedatangan kapal) –– banyaknya kapal yang singgah selarna satu bulan
dibagi jumlah hari dalam sebulan.
Tata Ruang –– wujud struktur ruang dan pola ruang.
Availability atau daya guna –– keadaan siap suatu mesin/peralatan baik dalam jumlah
(kuantitas) maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk
melaksanakan proses operasi.
Badan Usaha Pelabuhan –– Badan Usaha Milik Negara yang khusus didirikan untuk
mengusahakan jasa kepelabuhanan di pelabuhan umum
Bagan Gantt –– diagram batang yang menentukan waktu mulai dan selesai untuk setiap
aktivitas pada skala waktu horizontal.
Bangunan gedung –– wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah
dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus
Berth Occupancy (tingkat pemakaian dermaga), –– total pemakaian jam dermaga dibagi total
jam yang tersedia' (dalam proses)
Berth Throughput (ton yang ditangani per-dermaga) –– barang yang dibongkar dan dimuat
dari dan ke kapal (ton), rnelalui seluruh dermaga dibagi jumlah satuan dermaga kedalam
bulanan atau satuan (ton/dermaga/tahun)
Berth Time (BT) –– jumlah waktu siap operasi tambatan untuk melayani kapal.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 269


Berth Working Time (BWT) –– waktu untuk bongkar muat selama kapal berada di dermaga.
Berthing Time –– waktu pelayanan kapal di pelabuhan.
Bollard –– untuk tambatan tali kapal yang merupakan perlengkapan / fasilitas utama pada
dermaga atau pelabuhan yang berfungsi sebagai penambat tali kapal saat kapal sedang
berlabuh, bollard terbuat dari baja tuang & dilengkapi dengan anchor bolt (baut angkur).
Cakupan manajemen pemeliharaan dan perawatan –– mencakup personil, metode, alat
dan terget yang hendak dicapai berdasarkan regulasi terkait dengan penyelengara
fasilitas pelabuhan
Check –– menguji dan membandingkan terhadap standar yang ditunjuk.
Continuous task –– Sebuah kegiatan yang mlibatkan monitoring terhadap suatu item.
Corrective Maintenance –– maintenance yang tidak terjadwal untuk mengembalikan pada
peforma semula.
Daerah Lingkungan Kepentingan –– perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja
perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
Daerah Lingkungan Kerja –– wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal
khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.
Delay time (logistic time) –– waktu yang dibutuhkan untuk menunggu datangnya komponen
dari peralatan yang baru diperbaiki.
Dermaga –– suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan
kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaikturunkan penumpang
Diagnosa Gangguan –– untuk mencari kerusakan ialah menganalisis peralatan dalam
keadaan rusak ataupun mengalami gangguan untuk diketahui pada bagian mana
terjadinya kerusakan dan apa penyebabnya.
Down time –– sumber utama yang menyebabkan kehilangan produktifitas di sebagian besar
manufaktur atau fasilitas atau perioda waktu dimana fasilitas/peralatan dalam keadaan
tidak dipakai.
E-pemeliharaan (E-maintenance) –– program pemeliharaan dan perawatan berbasis
elektronik/digital
Efektivitas –– melakukan hal yang benar dan mengukur kesesuaian keluaran dengan
karakteristik tertentu.
Efektivitas pemeliharaan –– ukuran dengan mengacu pada pengeluaran anggaran dan
ketersediaan fasilitas dan peralatan atau aspek lain dari infrastruktur.
Efisiensi –– melakukan hal-hal yang benar atau itu adalah ukuran hubungan output terhadap
input dan biasanya dinyatakan sebagai rasio.
Environmental dredging –– pengerukan dengan alasan untuk memperbaiki lingkungan dari
suatu lokasi perairan.
Failure –– ketidakmampuan suatu item untuk beroperasi.
Failure effect –– untuk menjelaskan apa yang akan terjadi pada saat functional failure terjadi,
serta mengeluarkan berupa downtime, efek terhadap kualitas produk, fakta terjadinya
failure, tindakan corrective, serta ancaman keselamatan dan lingkungan.
Failure Mode –– keadaan abnormal dari kinerja suatu item yang menjadi pertimbangan pada
item tersebut karena menyebabkan kegagalan atau suatu keadaan yang dapat
menyebabkan functional failure.

270 – Glosarium
Fasilitas Pelabuhan –– meliputi wilayah daratan dan pelabuhan di wilayah perairan baik
fasilitas pokok atau penunjang.
Fasilitas penunjang di wilayah daratan –– kawasan perkantoran, fasilitas pos dan
telekomunikasi, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik, dan
telekomunikasi, jaringan jalan dan rel kereta api, jaringan air limbah, drainase, dan
sampah, areal pengembangan pelabuhan, tempat tunggu kendaraan bermotor,
kawasan perdagangan bebas, dan kawasan industry, serta fasilitas umum lainnya
antara lain tempat peribadatan, taman, tempat rekreasi, olahraga, jalur hijau, dan
kesehatan.
Fasilitas penunjang wilayah perairan –– wilayah perairan untuk pengembangan pelabuhan
jangka panjang, perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal, perairan
tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), perairan tempat kapal mati, perairan untuk
keperluan darurat, dan perairan untuk kegiatan kepariwisata dan perhotelan.
Fasilitas pokok di wilayah perairan –– wilayah alur-pelayaran perairan tempat labuh
(harbour basin), kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal,
perairan tempat alih muat kapal, perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/barang
berbahaya dan beracun (B3), perairan untuk kegiatan karantina, parairan alur
penghubung intrapelabuhan, perairan pandu, dan perairan untuk kapal pemerintah.
Fasilitas Pokok Pelabuhan di Wilayah Daratan ––dermaga, gudang lini 1, lapangan
penumpukan lini 1, terminal penumpang, terminal peti kemas, terminal barang potongan
(general cargo), barang curah kering (bulk cargo) dan curah cair (liquid cargo), terminal
ro-ro, fasilitas penampungan dan pengolahan limbah, fasilitas bunker,fasilitas pemadam
kebakaran, dan fasilitas gudang bahan/barang berbahaya dan beracun (B3), serta
fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan sarana bantu navigasi – pelayaran
(SBNP).
Fraction of time gang idle –– perincian waktu gang mengganggu.
Frekuensi kegagalan/kerusakan –– kejadian kegagalan/kerusakan suatu fasilitas
Hak Pengelolaan Atas Tanah –– hak yang diberikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah,
atau badan usaha milik negara yang dapat digunakan untuk kepentingan pihak lain.
Indeks tingkat produksi –– ukuran kenaikan dan penurunan hasil produksi
Indikator Financial –– ukuran pendapatan yang dihasilkan sehubungan dengan tingkat
pelayanan yang diberikan dan berapa biaya yang telah dikeluarkan.
Indikator kemampuan pelabuhan –– ukuran keberhasilan atau kekurangan suatu pelabuhan
dalam melayani para pengguna jasa pelabuhan.
Indikator Kinerja (PI) –– alat ukur yang digunakan untuk mengukur kinerja sistem atau proses
apa pun atau ukuran atas kinerja layanan
Indikator kinerja pelayanan –– ukuran tingkat pelayanan yang terkait dengan jasa pelabuhan
Indikator Operasional –– ukuran yang mnenyangkut pada kegiatan secara teknis di
pelabuhan
Inspection –– observasi secara kualitatif dari kondisi item.
Interval –– masa antara dua kejadia yang berkaitan
Jaringan pelayanan transportasi –– susunan rute-rute pelayanan transportasi yang
membentuk satu kesatuan hubungan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 271


Jaringan prasarana transportasi –– serangkaian simpul yang dihubungkan oleh ruang lalu
lintas sehingga membentuk satu kesatuan.
Jaringan Transportasi –– serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan/ kawasan yng
dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk suatu kesatuan untuk
keperluan penyelenggaraan transportasi.
Kepelabuhanan –– segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan
untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat
perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan
daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
Kesiapan operasi peralatan –– perbandingan antara jumlah peralatan yang siap untuk
dioperasikan dengan jumlah peralatan yang tersedia dalam periode waktu tertentu.
Kolam pelabuhan –– lokasi tempat di mana kapal berlabuh, berolah gerak, melakukan
aktivitas bongkar muat, mengisi perbekalan yang terlindung dari ombak dan mempunyai
kedalaman yang cukup untuk kapal yang beroperasi dipelabuhan.
Kolam Sandar –– perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan yang digunakan
untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan kapal di dermaga.
Konsesi –– pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan
untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu
dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu.
Labour Productivity –– total biaya buruh yang dipekerjakan dibagi dengan ton barang yang
' ditangani dalain periode yang sama (biaya/ton).
Life cycle costing (LCC) –– penilaian (assessment) secara ekonomi dari suatu barang, sistim
atau fasilitas untuk pemeliharaan dan perawatan dengan mempertimbangkan semua
ongkos/biaya yang relevan sehubungan dengan kepemiilikannya selama umur
ekonomisnya, dinyatakan dalam satuan biaya.
Logistic time –– Sebagian waktu downtime yang digunakan untuk menunggu spare part
Maintainability –– probabilitas pada kegagalan suatu item untuk dikembalikan kepada kondisi
awal operasional.
Maintenance management –– organisasi perawatan dalam suatu kebijakan yang sudah
disetujui bersama.
Maintenance Performance Indicator (MPI) atau Indikator kinerja pemeliharaan –– ukuran
hasil evaluasi efektivitas pemeliharaan yang dilakukan
Maintenance planning –– suatu perencanaan yang menetapkan suatu pekerjaan serta
metoda, peralatan, sumber dayamanusia dan waktu yang diperlukan untuk dilakukan
dimasa yang akan datang.
Maintenance Schedule –– suatu daftar menyeluruh yang berisi kegiatan perawatan dan
kejadian-kejadian yangmenyertainya.
Manajemen korosi –– strategi sistem rekayasa untuk meningkatkan kinerja sistem rekayasa
dengan secara khusus termasuk orang.
Manajemen pemeliharaan dan perawatan –– pengelolaan pekerjaan perawatan dengan
melalui suatu proses perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian operasi
pemeliharaan dan perawatan untuk memberikan performasi mengenai fasilitas industri.

272 – Glosarium
Manajemen pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung –– meliputi manajemen
pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan persyaratan penyedia jasa dan
tenaga ahli/terampil pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung.
Manajemen perawatan –– alat yang digunakan untuk membuat sebuah kebijakan mengenai
aktivitas perawatan, dengan melibatkan aspek teknis dan pengendalian manajemen ke
dalam sebuah program perawatan.
Marine fender –– sistem untuk mencegah kerusakan kapal dan dermaga saat berlabuhnya
kapal.
Mean Time to Repair (MTTR) –– nilai rata-rata waktu perbaikan kerusakan yang terjadi.
Metode jalur kritis atau Critical Path Method (CPM) –– teknik menganalisis jaringan
kegiatan/aktivitas-aktivitas ketika menjalankan proyek dalam rangka memprediksi durasi
total
Mission time –– waktu operasional suatu item.
Moda transportasi –– alat angkut yang digunakan untuk berpindah tempat dari satu tempat
ke tempat lain
Not Operation Time (NOT) –– waktu persiapan bongkar-muat dan istirahat kerja atau waktu
jeda yaitu waktu berhenti yang direncanakan selama Kapal di Pelabuhan.
Otoritas Pelabuhan (Port Authority) –– lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas
yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan
kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.
Overhaul –– pemeriksaan dan perbaikan secara menyeluruh terhadap suatu fasilitas atau
bagian dari fasilitas sehingga mencapai standar yang dapat diterima atau restorasi dan
observasi yang komprehensif untuk mengembalikan suatu item pada kinerja awal.
Owner –– pemilik peralatan/fasilitas.
Pekerjaan perawatan bangunan gedung –– pekerjaan perbaikan dan/atau penggantian
bagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana
berdasarkan dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung, dengan
mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi.
Pekerjaan permeliharaan bangunan gedung –– pekerjaan dengan jenis pembersihan,
perapihan, pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan atau
perlengkapan bangunan gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman
pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung.
Pelabuhan –– tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,
berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.
Pelabuhan daratan –– merupakan suatu tempat tertentu di daratan dengan batas-batas yang
jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang
serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus dan
berfungsi sebagai pelabuhan umum;
Pelabuhan khusus –– pelabuhan yang dibangun dan dioperasikan untuk kepentingan sendiri
guna menunjang kegiatan tertentu;

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 273


Pelabuhan Laut –– pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut
dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
Pelabuhan Laut –– pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut
dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
Pelabuhan Pengumpan –– pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas,
merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai
tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.
Pelabuhan Pengumpul –– pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan
sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
Pelabuhan Sungai dan Danau –– pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
Pelabuhan umum –– pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan
masyarakat umum;
Pelabuhan Utama –– pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional
dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
Pemecah gelombang/ombak (breakwater) –– prasanana yang dibangun untuk
memecahkan ombak/gelombang, dengan menyerap sebagian energi gelombang atau
mengendalikan abrasi yang menggerus garis pantai dan untuk menenangkan
gelombang dipelabuhan sehingga kapal dapat merapat dipelabuhan dengan lebih
mudah dan cepat
Pemeliharaan bangunan gedung –– kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta
prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.
Perawatan bangunan gedung –– kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar
bangunan gedung tetap laik fungsi.
Fungsi bangunan gedung –– fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya dan
fungsi khusus sesuai ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung.
Pemeliharaan berbasis kegagalan (failure-based maintenance/FBM) –– pemeliharaan
yang dilakukan hanya setelah terjadi gangguan.
Pemeliharaan berbasis rencana (design-out maintenance/DOM) –– memperbaiki desain
agar memudahkan perawatan (atau bahkan menghilangkannya).
Pemeliharaan berbasis waktu/penggunaan (Time/used-based maintenance atau
TBM/UBM) –– pemeliharaan yang dilakukan secara berkala ditentukan berdasarkan
analisa terjadinya kerusakan/kegagalan dalam kurun waktu (misalnya, melakukan
perawatan dengan kurun waktu / interval).
Pemeliharaan pemeliharaan berbasis peluang (opportunity-based maintenance/ OBM)
–– perawatan dengan mempertahankannya sampai "kesempatan" muncul untuk
memperbaiki beberapa komponen penting lainnya

274 – Glosarium
Pemeliharaan prediktif –– teknik manajemen yang, secara sederhana, menggunakan
evaluasi reguler terhadap kondisi operasi aktual peralatan pabrik atau fasilitas., sistem
produksi, dan fungsi pengelolaan pabrik atau fasilitas untuk mengoptimalkan total
operasi pabrik atau fasilitas yang tepat tanpa adanya risiko kegagalan.
Pemeliharaan tak terencana –– emergency maintenance yaitu pekerjaan perbaikan yang
harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga.
Pemeliharaan terencana –– pemeliharaan yang dilakukan secara terorganisasi untuk
mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang, pengendalian dan
pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Pemerintah daerah –– gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah –– Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penataan Ruang –– suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
Pengelola Terminal Khusus –– badan usaha tertentu sesuai dengan usaha pokoknya.
Pengerukan (Dredging) –– mengambil tanah atau material dari lokasi di dasar air laut atau
sungai untuk mendapatkan kedalaman tertentu pada sebuah fasilitas pelabuhan
Pengorganisasian dalam pemeliharaan dan perawatan –– penerapan dari metode
manajemen dengan cara yang sistematis terorganisir
Pengukuran Kinerja Pemeliharaan (MPM) –– proses multidisiplin untuk mengukur dan
membenarkan nilai yang diciptakan oleh investasi pemeliharaan, dan mengurus
persyaratan pemegang saham organisasi dilihat secara strategis dari keseluruhan
perspektif bisnis"
Penyelenggara Pelabuhan –– otoritas pelabuhan atau unit penyelenggara pelabuhan.
Penyelenggara pelabuhan umum –– unit pelaksana teknis/satuan kerja pelabuhan atau
Badan Usaha Pelabuhan;
Perawatan berbasis kondisi (condition-based maintenance /CBM) –– perawatan dan
pemeliharaan yang dilakukan setiap kali nilai parameter sistem (kondisi) tertentu
melebihi nilai yang telah ditentukan.
Perawatan berkala atau periodic maintenance –– kegiatan perawatan yang dilakukan
secara periodic atau dalam jangka waktu tertentu.
Perawatan korektif –– perawatan yang dilakukan setelah kerusakan terdeteksi dan bertujuan
untuk memulihkan alat atau fasilitas ke kondisi prima untuk beroperasi sesuai fungsinya.
Perawatan reaktif (reactive maintenance) –– penanganan tertentu yang akan dilakukan
apabila telah terjadi kegagalan pada aset tersebut.
Perawatan rutin atau Routine Maintenance –– kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari, sedangkan periodic maintenance ––
kegiatan pemeliharaan dan erawatan yang dilakukan secara periodic atau dalam jangka
waktu tertentu, misalnya satu minggu sekali, setiap bulan sekali, ataupun setiap tahun
sekali.
Personil atau tim pemeliharaan –– tenaga kerja yang bekerja dalam sistem pemeliharaan
dan perawatan untuk menemukan cacat-cacat (bukan kesalahan yang sebenarnya) atas

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 275


permasalahan potensial yang memerlukan koreksi agar fungsi sistem maupun
kemampuan fasilitas tidak terganggu.
Postpone Time (PT) –– waktu tunggu yang disebabkan oleh pengurusan administrasi di
pelabuhan
Preparation time –– waktu yang dibutuhkan untuk menemukan orang untuk mengerjakan
perbaikan, waktu tempuh ke lokasi kerusakan, dan membawa peralatan uji
perlengkapan.
Preventive –– sebuah tindakan pencegahan sebelum terjadi.
Preventive Task –– tugas pencegahan
Productivity (produktivitas kapal) –– rata rata ton barang dibongkar/muat per kapal dibagi
dengan rata-rata waktu selama bongkar/muat (tonljam/kapal).
Produktivitas –– ukuran gabungan untuk efektivitas dan efisiensi, yaitu, sebuah organisasi
produktif yang efektif dan efisien.
Produktivitas Kerja –– Jumlah barang dalam ton atau M3 yang dibongkar/dimuat dalam
periode waktu 1 (satu) jam kerja oleh 1 (satu) Gang atau dalam satuan Box/Crane/Jam
merupakan jumlah petikemas yang dibongkar/dimuat oleh 1 (satu) crane dalam periode
waktu 1 (satu) jam.Waktu idle atau Idle Time (IT) –– waktu tidak efektif atau tidak
produktif atau terbuang selama Kapal berada di tambatan disebabkan pengaruh cuaca
dan peralatan bongkar muat yang rusak.
Produktivitas pemeliharaan dan perawatan –– pengukuran keseluruhan hasil/ kinerja
pemeliharaan dan perawatan dan memaksimalkan kinerja pemeliharaan dan perawatan
secara keseluruhan.
Produktivitas, dalam ekonomi –– rasio antara apa yang dihasilkan dengan apa yang
dibutuhkan untuk memproduksinya.
Quick & Dirty Decision Charts (Q&D) –– keputusan berdasarkan bagan/diagram dengan
beberapa pertanyaan pada aspek yang mempengaruhi seperti; penyebab kerusakan,
perbaikannya seperti apa, kontek bisnis, biaya dan organisasinya seperti apa dan
seterusnya.
Receiving/Delivery petikemas –– kecepatan pelayanan penyerahan/penerimaan di terminal
petikemas yang dihitung sejak alat angkut masuk hingga keluar yang dicatat di pintu
masuk/keluar.
Redundancy –– keberadaan lebih dari satu alat untuk mencapai satu fungsi yang ditentukan.
Rehabilitasi –– memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud
menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur maupun struktur
bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula, sedang utilitas dapat berubah.
Reliability –– probabilitas suatu item untuk bekerja secara normal untuk jangka waktu
operasional atau peluang sebuah komponen, sub-sistem atau sistem melakukan
fungsinya dengan baik, seperti yang dipersyaratkan, dalam kurun waktu dan kondisi
operasi tertentu.
Reliability-centred maintenance (RCM) –– metode untuk mengembangkan, memilih dan
membuat alternatif strategi perawatan yang didasarkan pada kriteria operasional,
ekonomi dan keamanan
Rencana Induk Pelabuhan –– pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata
guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan.

276 – Glosarium
Rencana Induk Pelabuhan Nasional –– pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang
memuat tentang kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara
nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan,
pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan.
Renovasi –– memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud
menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah, baik arsitektur,
struktur maupun utilitas bangunannya.
Restorasi –– memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud
menggunakan untuk fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah dengan tetap
mempertahankan arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan utilitas bangunannya
dapat berubah.
Risk Based Centered Maintenance (RBCM) –– suatu metode kuantitatif hasil integrasi
antara pendekatan reliabilitas dan strategi pendekatan risiko untuk mencapai jadwal
maintenance yang optimal.
Service time (waktu pelayanan) –– waktu total selama kapal sandar di dermaga, waktu ini
biasanya diukur dalam jam atau hari.
Serviceability –– Tingkat kemudahan atau kesulitan pada item yang dapat dikembalikan ke
kondisi kerjanya.
Setiap Orang –– orang perseorangan atau korporasi.
Ship Round Time (total waktu kapal berada dipelabuhan) –– jumlah waktu tunggu kapal dan
waktu pelayanan kapal, indicator meliputi antara lain :
Shut-down –– mendadak mati sendiri / sengaja dimatikan.
Shut-in –– sengaja dimatikan secara manual (istilah dalam pengeboran minyak).
Simpul jaringan transportasi –– gabungan beberapa komponen objek/ yang saling berkaitan
dalam suatu tatanan struktur jaringan transportasi.
Sistem jaringan transportasi darat –– jaringan yang terdiri atas jaringan jalan nasional,
jaringan jalur kereta api, dan jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan.
Sistem jaringan transportasi laut –– sistem jaringan terdiri atas tatanan kepelabuhanan dan
alur pelayaran.
Sistem jaringan transportasi nasional –– sistem jaringan transportasi yang terdiri
atas: sistem jaringan transportasi darat; sistem jaringan transportasi laut; dan sistem
jaringan transportasi udara.
Sistem jaringan transportasi udara –– sistem yang terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan
ruang udara untuk penerbangan
Syahbandar –– pejabat Pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki
kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap
dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan
dan keamanan pelayaran.
Tata Ruang –– wujud struktur ruang dan pola ruang.
Tatanan Kepelabuhanan Nasional –– suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran,
fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi
pelabuhan serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor
lainnya.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 277


Teknik evaluasi dan review program atau Program Evaluation and Review Technique
(PERT) –– suatu model jaringan yang mampu memetakan waktu penyelesaian kegiatan
yang acak.
Terminal –– fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar
atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang,
dan/atau tempat bongkar muat barang.
Terminal Khusus –– terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat
untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.
Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) –– terminal yang terletak di dalam Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan
bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha
pokoknya.
Tindakan pencegahan atau Precautionary Maintenance Actions (PM) –– tindakan
pemeliharaan dan perawatan seperti “preventive, predictive, proactive or passive”.
Tingkat Penggunaan Dermaga (Berth Occupancy Ratio/BOR) –– perbandingan antara
waktu penggunaan dermaga dengan waktu yang tersedia (dermaga siap operasi) dalam
periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam persentase.
Tingkat Penggunaan Gudang (Shed Occupancy Ratio/SOR) –– perbandingan antara
jumlah pengguna ruang penumpukan dengan ruang penumpukan yang tersedia yang
dihitung dalam satuan ton hari atau satuan M3 hari.
Tingkat Penggunaan Lapangan Penumpukan (Yard Occupancy Ratio/YOR) ––
perbandingan antara jumlah penggunaan ruang penumpukan dengan ruang
penumpukan yang tersedia (siap operasi) yang dihitung dalam satuan ton hari atau M3
hari.
Ton per Ship hour in port –– ton per kapal per jam di pelabuhan.
Tonage per Ship –– total tonase dari seiuruh kapal dibagi jumlah kapal.
Total Effectiveness –– menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk efisiensi ekonomi,
efektifitas dari peralatan/peralatan secara keseluruhan dan mencapai keuntungan.
Total Maintenance System –– pelaksanaan perawatan dan peningkatan efektifitas dari
fasilitas dan kesatuan operasi produksi, meliputi maintenance prevention, maintainability
improvement, dan preventive maintenance.
Total Participation –– semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua
fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM (dari operator sampai top management)
Total productive maintenance (TPM) –– dalah suatu sistem yang digunakan untuk
memelihara dan meningkatkan kualitas produksi melalui perawatan perlengkapan dan
peralatan kerja seperti Mesin, Equipment dan alat-alat kerja serta fasilitas lainnya.
Treatment –– pengolahan bahan yang terkontaminasi untuk mengurangi kuantitas atau untuk
mengurangi kontaminasi bahan yang dikeruk.
Turn around Time (TRT) –– waktu kedatangan Kapal berlabuh jangkar di dermaga serta
waktu keberangkatan kapal setelah melakukan kegiatan bongkar-muat barang atau
waktu keseluruhan merupakan yang didalamnya termasuk waktu postpone dan waktu
bongkar.

278 – Glosarium
Unit Penyelenggara Pelabuhan –– lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang
melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan,
dan pemberian
Useful life –– Jarak waktu suatu item beroperasi dan berproduksi.
User –– pemakai peralatan/fasilitas.
Vendor –– seseorang atau perusahaan yang menjual peralatan/perlengkapan, pabrik-pabrik
dan bangunan-bangunan.
Waiting time (waktu tunggu kapal) –– waktu rata-rata kapal dihitung mulai saat kedatangan
kapal di pelabuhan sampai di dermaga untuk bongkar muat barang.
Waktu antara kegagalan (MTTF) –– jarak rata-rata antar kerusakan, rumusnya adalah Kurun
Waktu dibagi dengan Jumlah Kerusakan yang terjadi
Waktu bongkat-muat –– waktu yang digunakan sebagai indikator kinerja yang utama
pelabuhan dalam kegiatan bongkar-muat.
Waktu Efektif (Effektive Time) –– jumlah jam bagi suatu kapal yang benar-benar digunakan
untuk bongkar-muat selama kapal di tambatan.
Waktu Efektif dibanding Berth Time (ET/BT) –– jumlah waktu efektif dibagi dengan jumlah
waktu sandar (waktu selama kapal di tambat
Waktu Pelayanan Pemanduan (Approach Time/AT) –– jumlah waktu terpakai untuk kapal
bergerak dari lokasi labuh sampai ikat tali di tambatan atau sebaliknya.
Waktu rata-rata untuk perbaikan (MTTR) –– waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk reparasi
yaitu jumlah waktu reparasi dibagi dengan Jumlah reparas
Waktu tunggu (dwell time) –– waktu mulai dari saat peti kemas diturunkan dari kapal hingga
keluar pintu gerbang terminal pelabuhan.
Waktu Tunggu Kapal (Waiting Time/WT) –– jumlah waktu sejak pengajuan permohonan
tambat setelah kapal tiba di lokasi labuh sampai kapal digerakkan menuju tambatan.

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 279


280 – Glosarium
INDEKS

beton, 155, 165, 171, 180, 189, corrosion-protection technologies,


A 190, 191, 194, 198, 200, 201,
215, 216, 245
175
covering, 186
biaya, 3, 26, 32, 36, 142, 144, 145, CPM, 133, 134, 135, 137, 273
abrasi, 196, 218, 274 147, 151, 167, 175, 179, 206, crane, 22, 29, 148, 224, 232, 240,
accident damage, 151 214, 217, 222, 223, 239, 240 243, 244
Active maintenance, 145 biaya manajemen pemeliharaan, 8 Crane, 29, 242, 243, 244, 276
Agregat, 195, 215 Biaya siklus hidup, 55, 56, 254, Crane and ball surveys, 243
ahli teknik, 171 256 Critical Path Method. Lihat: CPM
air bersih, 1, 205 blueprint, 18 Cross-Craft supervision, 78
air laut, 155, 175, 176, 202, 214, bollard, 202 cuaca, 23, 27, 176, 192, 205
217, 239 Bonding Agent, 200 curah, 1, 3, 22
aksesibilitas, 166, 239, 240 BOR, 27, 29, 30 customer service, 58, 60
alkali, 195, 196, 245 breakdown, 7, 8, 108, 112, 144, cutter, 221, 230, 233
alur pelayaran, 11, 169, 211, 225, 146 cutter suction, 221, 233
277 breakdown maintenance, 7, 8 Cutter suction, 230
alur penghubung, 1, 11, 271 breakdowns, 151 cutterhead, 221
American Society of Civil breakwater, 239, 240, 242, 245
Engineers, 159, 167
angin, 161, 166, 196, 201, 219,
BS, 225
Bucket chain, 230, 231
D
239 Bucket dredger, 229
angkutan laut, 16, 22, 25, 26, 28 Bucket wheel, 230, 231 Daerah Lingkungan Kepentingan
Approach Time, 27, 29, 30 bulk, 1, 22 Pelabuhan, 17
apron, 196, 198 bulk cargo, 23 Daerah Lingkungan Kerja
areal pengembangan pelabuhan, bunker, 1 Pelabuhan, 11
1, 10, 271 BWT, 27 dampak, 17, 155, 161, 162, 218
armor, 239, 240, 242, 244 daratan, v, vi, 1, 4, 5, 8, 10, 12, 17,
Arrival Rate, 99, 269 40, 169, 170, 204, 270, 271,
arsitektural, 204, 205 C 273
aspal, 155, 158 daya dukung, 199
ASTM, 194, 200 cacat, 142, 159, 160, 161, 162, debris, 226
audit, 181 163, 165, 166, 176, 199 Decentralization, 7
automated stacking cranes, 149 caissons, 249 deformasi, 250, 252, 253, 255
Automatically Guided Vehicle, 23 campuran beton, 189 Delay time, 145
capital dredging, 225, 226 Delivery, 27, 29, 30, 100, 276
B capping, 238, 244, 245
Cathodic Protection, 181
Demografi, 18
Densitas, 77, 78
centralization, 7 dependent variable, 18
Backward Pass, 136 CIBOCOF, 52, 62 dermaga, 1, 10, 27, 45, 99, 101,
bahaya gempa, 8 clay, 226 148, 153, 158, 169, 171, 180,
baja, 155, 158, 159, 171, 175, 176, clean cover, 191 189, 196, 202, 214, 245, 265,
177, 179, 181, 189, 190, 202, clean-up, 216 269, 270
209, 216 Clerical Personil, 75 design-out maintenance/DOM, 49,
baseline, 159, 167 Coastal Engineering, 225 274
basin, 1, 212 coated, 184 desk study, 216
batimetri, 211, 216, 244, 245 Coating, 176 Dewan Produktivitas Nasional
beneficial, 236 concrete, 191 Indonesia, 97
berkelanjutan, 157, 223, 236, 237 condition-based maintenance dimensi kapal, 22
berm, 244 /CBM, 49, 275 Dipper, 230, 233
Berth Occupancy Ratio, 27, 29, 30, Constant failure rate (CFR), 49 dipper dredger, 233
100, 278 corrective, 33, 34, 141, 144, 152 dislodgement, 223
Berth Throughput, 100, 269 Corrective maintenance, 146 disposal, 224, 236, 238
Berth Time, 27, 29, 30, 100, 269, Corrective Maintenance, 108, 144, distribusi, 9, 10, 17, 35, 68, 69,
279 145, 264, 270 145, 156, 162, 205, 217
Berth Working Time, 27 Corrosion management, 179 Diver, 243
domestik, 215

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 281


downtime, 141, 150, 156
drainase, 1, 10, 69, 169, 271
fasilitas pelabuhan, v, 3, 4, 17, 18,
26, 31, 33, 39, 139, 148, 152,
I
dredger, 229, 231, 232, 233, 234, 154, 155, 157, 167, 175, 176,
235 211, 214 ICT, 41, 104
Dredging, 214, 226, 261, 275 Fasilitas pelabuhan, 2 identifikasi, 5, 8, 109, 113, 129,
dumping area, 235, 236 fasilitas pemadam kebakaran, 10, 146, 180
dwell time, 24, 279 271 Idle Time, 27
fasilitas pemeliharaan dan IMO, 23
implementasi, 7, 11, 12, 31, 47,
E perbaikan peralatan, 1, 10, 271
fasilitas penampungan dan 102, 179, 181, 211, 256
pengolahan limbah, 1, 10, 271 Increasing failure rate (IFR), 49
Early Finish/EF, 135 fasilitas penunjang, 11, 169 Indikator Financial, 99, 271
Early Start/ES, 135 Fasilitas penunjang, 1, 10, 271 Indikator kinerja utama (KPI), 97,
efektif, 7, 22, 27, 29, 34, 69, 82, fasilitas pokok, v, 1, 10, 11, 40, 106
89, 96, 104, 116, 117, 130, 145, 169, 209, 271 Indikator Operasional, 99, 106,
153, 179, 185, 243, 249 fasilitas umum, 1, 10, 175, 271 271
Efektivitas, 96, 109, 150, 270 fasiltas pos dan telekomuniakasi, infrastruktur, 3, 6, 8, 22, 23, 148,
Effective Time, 27 10 150, 153, 154, 157, 167, 215,
Effektive Time, 29, 30, 100, 279 feeder, 26 237, 270
efisiensi, 3, 22, 23, 144, 145, 147, fender, 153, 156, 158, 201, 202 initial event, 135
181 Fender, 156, 158, 201 injeksi, 200
ekonomi, 17, 26, 32, 33, 39, 147, financial data, 167 inspection, 159, 165, 167, 168
154, 221, 227 fotografi, 242, 243 inspections, 243
ekonomis, 35, 141, 155, 222 Fraction of time gang idle, 99, 271 inspeksi, 33, 37, 48, 61, 68, 69, 71,
elektrikal, 204 frekuensi, 33, 154 120, 129, 141, 142, 144, 148,
E-maintenance, 49, 270 functional failure, 59, 60 151, 157, 159, 160, 161, 163,
emergency maintenance, 107 Functional failure, 58 164, 166, 167, 168, 179, 182,
empty container handlers, 149 189, 243, 249, 250, 252, 253,
Environmental dredging, 228 254, 255, 256, 257
E-pemeliharaan, 49, 270 G Inspeksi, 36, 37, 69, 144, 159, 160,
estimasi material, 8 161, 242, 243, 252, 253, 257
estimasi tenaga kerja, 8 garis pantai, 229, 236 Inspeksi khusus, 160
evaluasi, 28, 31, 157, 161, 165, gedung, 34, 36, 189, 203, 204, instalasi air bersih, 10, 170, 271
211, 212, 241 205, 206, 207, 245 instruksi, 86, 89, 90, 92
Evaluasi, 31, 102, 119, 129, 137, gelombang, 16, 23, 166, 169, 188, Insurance Administration, 36, 38,
211, 250, 253, 255, 257, 265 214, 216, 217, 218, 223, 224, 39
evolusi teknologi, 43 226, 239, 240, 242, 245, 274 intensif, 32, 52, 62, 67, 255, 256
excavation, 223, 231 general cargo, 1 intra pelabuhan, 11
General cargo, 22 intraplant, 86, 91
inventory database, 166
F Geografi, 18
geografis, 15, 18, 235 investasi, 3, 24, 26, 28, 157, 167
geoteknik, 217 investigasi, 160, 165, 216
failure, 49, 58, 59, 60, 61, 103, Global Competitiveness, 3
117, 270, 274
failure consequence, 59
Grab dredger, 229
Grab pontoon, 230
J
Failure effect, 59, 270 grafik Gantt, 136
failure-based maintenance/FBM, gravitasi, 227 jangka panjang, 1, 11, 12, 51, 53,
49, 274 ground, 155, 216, 217 57, 75, 95, 112, 124, 125, 126,
fasilitas, v, vi, 1, 26, 27, 31, 41, 51, grouting, 155, 200, 201 127, 128, 136, 148, 154, 156,
53, 68, 69, 83, 84, 95, 100, 126, gudang, 1, 16, 38, 169, 209 161, 163, 174, 180, 182, 185,
139, 150, 151, 153, 154, 160, gudang lini 1, 1, 10, 271 188, 223, 271
169, 183, 211, 238, 245, 246, jaringan air limbah, 1, 10, 271
249, 270, 271, 272, 273, 275, jaringan jalan dan rel kereta api, 1,
276, 278, 279 H 10, 271
fasilitas bunker, 10, 271 Just-in-time (JIT), 44
fasilitas gudang bahan/barang hidden failure consequences, 59
berbahaya dan beracun (B3), 1,
10, 271
hidrographi, 216, 217
high presure injection, 200
K
fasilitas parawisata dan hinterland, 17
perhotelan, 10 hoppers, 221, 224, 226 kapal keruk, 218, 219, 221, 222,
Hydraulic backhoe, 230 223, 224, 229, 230, 233

282 – Indeks
Kapal keruk, 221, 232 komunikasi, 7, 44, 75, 89, 90, 104, 167, 225, 228, Lihat:
kapal mati, 1, 11, 271 170, 205 Pemeliharaan
kapasitas daya dukung, 8 Konsekwensi operasional, 59 maintenance concept, 47
karantina, 1, 11, 271 konsep pemeliharaan, 47, 51, 63, maintenance dredging, 225, 228
karet, 176, 201, 202 65 Maintenance of Existing Plant
kargo, 17, 22, 26, 151, 212 konsolidasi, 17, 222 Buildings and Grounds, 36, 69
kawasan cagar budaya, 236 konstruksi, 32, 158, 159, 164, 166, maintenance planning, 61
kawasan industry, 1, 10, 271 167, 171, 179, 180, 188, 189, maintenance policy, 47
kawasan lindung, 236 190, 196, 197, 198, 199, 203, Manajemen korosi, 179
kawasan mangrove, 236 204, 215, 224, 237, 239, 245, manajemen kualitas total (TQM),
kawasan pemukiman, 236 246 44
kawasan perdagangan, 1, 10, 271 Konstruksi beton, 189 manajemen pemeliharaan, 166
kawasan perikanan dan budidaya, konsultan, 188 Manajemen Pemeliharaan dan
236 kontainer, 22, 23, 149, 155 Perawatan Fasilitas, 8
kawasan perkantoran, 1, 10, 271 kontainerisasi, 6 manajemen perawatan dan
kawasan suaka alam, 236 Kontinuitas operasional, 73 pemeliharaan, 8
kawasan terumbu karang, 236 kontrak, 191, 226, 227 Manajemen Produksi, 8, 119, 259
kayu, 39, 71, 77, 171, 173, 184, kontraktor, 37, 148, 150, 151, 153, Manajemen resiko, 182
202 227, 240 marine, 201, 267
keamanan, 16, 22, 23, 24, 31, 157, korektif, 34, 141, 144, 145, 152, material endapan, 217
176, 213, 215, 218 157 material keruk, 235
Kebijakan operasional, 7, 81 korosi, 155, 161, 163, 165, 171, mean low water level, 181
kebijakan pemeliharaan, 47, 52, 173, 174, 175, 176, 177, 178, Mean time to repair. MTTR
54 179, 180, 181, 182, 183, 184, Mean Time to Repair, 145
kedalaman perairan, 229 185, 186, 187, 188, 190, 191, mekanikal, 144, 204
kegagalan, 141, 143, 162, 164, 205, 209, 272 metode jalur kritis, 133
166, 179, 180, 181, 197, 199, Kunjungan kapal, 19 moda, 17, 23
242 moda transportasi, 10, 13, 17, 23
Kekuatan beton, 189
kekuatan tanah, 218
L model organisasi, 7
Monitoring dan Evaluasi, 8
kepariwisataan, 11 mooring, 219, 232
kerusakan Labour Productivity, 101, 272 MP3EI, 12
berat, 206 lalu lintas, 17, 18, 20, 21, 22, 26, MTBF, 102, 103
196, 211, 213 MTTR, 102, 103, 145, 273, 279
ringan, 206 lapangan penumpukan, 1, 31, 211 multiplant, 70, 87
sedang, 16, 144, 162, 164, 165, lapangan penumpukan lini 1, 1,
10, 271
166, 195, 202, 204, 206, Laser Scanning, 244 N
233 Latest Finish/LF, 136
Latest Start/LS, 136 navigasi, 1, 23, 225, 226, 237
keselamatan, 17, 33, 146, 211, layout, 235 Navigasi, 10, 169, 225
213, 214 Lead Time, 83 NOT, 27
Keselamatan, 36, 38, 88, 104 Life Cycle Cost (LCC), 55 Not Operation Time, 27
Kesiapan operasi peralatan, 27, life cycle costing (LCC), 51
29, 30
ketersediaan, 17, 23, 42, 43, 44,
lifetime, 157, 167
limbah air kotor, 156
O
57, 58, 75, 88, 102, 103, 119, lingkungan, 17, 32, 37, 155, 165,
124, 127, 131, 140, 145, 150, 166, 175, 181, 190, 191, 194, olah gerak kapal, 1, 11, 212, 214,
237, 270 215, 216, 225, 227, 228, 236, 271
khusus, 15 237, 238, 239, 246 on-the-job trainning, 78
kinerja, 4, 28, 53, 74, 82, 94, 98, listrik, 1, 10, 36, 37, 69, 72, 75, 94, operasi dan logistik, 43
115, 123, 157, 171, 176, 202, 109, 142, 148, 151, 156, 170, operasional, 3, 17, 23, 24, 25, 26,
211, 217, 249, 250, 253, 270, 175, 188, 205, 271 28, 30, 31, 33, 37, 141, 142,
271, 272, 273, 276, 279 lokasi pelabuhan, 21 150, 151, 156, 158, 167, 180,
kolam pelabuhan, 1, 11, 169, 171, lubang bor, 218 190, 206, 211, 214, 217, 218,
212, 214, 271, 272 219, 237, 242
komersial, 212 Operational consequences, 59
Komoditas, 21 M operator, 27, 32, 37, 147, 154, 156
kompetitor, 9 operator pelabuhan, 32
komponen efektiftas preventif, 8 maintenance, 34, 141, 142, 143, opportunity-based maintenance/
144, 145, 146, 147, 148, 152, OBM, 49, 274

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 283


optimal, 142, 143 pelayaran, 1, 2, 16, 17, 23, 211, 238, 240, 246, 269, 270, 271,
organisasi, 7, 18, 37, 41, 43, 44, 212, 213, 215, 225, 226, 227, 272, 273, 276
45, 46, 53, 67, 69, 70, 71, 72, 228, 229, 235, 236, 237 perairan pandu, 1, 11, 271
73, 74, 75, 76, 79, 81, 87, 89, Pelayaran perairan tempat alih muat kapal,
90, 94, 96, 97, 98, 99, 104, 123, Armada, 2 1, 11, 271
124, 125, 127, 130, 132, 140, perairan tempat labuh, 1, 11, 271
Kualitas Infrastruktur, 3
145, 147, 150, 180, 181, 182, perawatan, v, vi, 4, 31, 33, 41, 50,
272, 275, 276 Perintis, 2 55, 62, 67, 73, 81, 91, 92, 94,
organisasi pemeliharaan dan 107, 113, 115, 123, 125, 139,
Rakyat, 2
perawatan, 7, 72, 73 140, 143, 146, 153, 167, 168,
Other Services, 36, 38, 39 pemadam kebakaran, 1, 38 169, 197, 205, 206, 209, 225,
Otomatisasi, 23 Pemantauan Real-time (RTM), 57 245, 246, 249, 268, 270, 272,
otoritas pelabuhan, 6, 24, 149, pembuangan, 36, 205, 218, 223, 273, 274, 275, 276, 278
165 224, 233, 234, 235, 236, 237, perawatan berbasis kondisi, 49,
Otoritas Pelabuhan, 12, 13, 169, 238, 246 57, 127
212, 214, 273 pemecah gelombang, 16, 239, Perawatan dermaga, 171
Output, 95, 116 240, 244 perawatan korektif, 8, 43, 108,
outsourcing, 45, 47, 63, 83, 95, pemeliharaan, 1, 31, 32, 139, 152, 109, 111, 113
128 153, 154, 166, 167, 168, 205, Perawatan Preventif, 8, 261
over capacity, 18 206, 207, 211, 212, 242, 245, perawatan terencana, 8, 54
overall plant efficiency, 147 246 Perbaikan Ringan, 144
overburden, 226 Pemeliharaan, 31, 166, 203, 204, perbaikan struktur pelabuhan, 8
Overhaul, 144, 273 207, 208, 211, 212 perencanaan dan penjadwalan, 8,
overquai throughput per meter, pemeliharaan berbasis kegagalan, 54, 126, 130
100 49 perhotelan, 1, 11, 271
pemeliharaan berbasis rencana, periodic maintenance, 142
P 49
pemeliharaan berbasis
periodic system, 38
periodik, 38, 141, 143, 157, 205,
waktu/penggunaan, 49 207, 245
pariwisata, 1 pemeliharaan kapal, 1, 11, 271 perkerasan, 155, 198, 205
pasang surut, 31, 166, 175, 177, pemeliharaan pemeliharaan perkuatan struktur fasilitas
213, 217, 239 berbasis peluang, 49 pelabuhan, 8
pasang-surut, 177, 183, 186, 215, Pemeliharaan Prediktif (PdM), 57 perpetual system, 38
216 pemeliharaan tak terencana, 8, Persaingan Global, 3
passive, 48, 278 34, 107, 152 personil, 36, 37, 139, 148, 150,
patching, 200 pemeliharaan terencana, 34, 152 151, 152, 163
Pavements, 155, 167 pemeriksaan dan inspeksi, 8 Personil, 48, 76, 78, 148, 151, 163,
peat, 226 pencemaran, 205, 236 275
pekerjaan tanah, 154, 167 penetrant treatment, 180 PERT, 133, 134, 137, 278
Pelabuhan penetrasi, 200, 230 pertumbuhan, 21, 215
Alam, 16 pengawas, 38, 148, 152 peti kemas, 1, 3, 21, 22, 25, 26
barang, 16 pengembangan, 1, 2, 17, 18, 21, petrolatum, 176, 181, 185, 187
22, 23, 26, 39, 40, 176, 179, pintu gerbang kegiatan ekonomi,
Buatan, 16 181, 196, 213, 237, 238 10
Campuran, 16 Pengembangan Kualitas, 8 planned maintenance, 34
pengerukan, 31, 211, 213, 214, Plant Protection, 36, 38
Klasifikasi, 15 215, 216, 217, 218, 219, 221, platform, 226
komersil, 15 222, 223, 224, 225, 226, 227, pneumatik, 144
228, 229, 233, 235, 236, 237, Polyurethane, 200, 201
Militer, 16 246 pondasi, 154, 164, 181, 196, 199,
nir-laba, 15 Pengerukan, 213, 214, 215, 218, 215, 237
221, 223, 224, 225, 226, 227, pondasi tiang, 8, 199
pantai, 15 228, 235, 265, 275 port, 177
penumpang, 16 pengerukan batu, 225 post-event, 159, 161, 165, 168
penurunan, 154, 162, 177, 190, Postponable, 132
Semi Alam, 16 199, 222, 245 postpone, 27, 278
umum, 15 perairan, v, vi, 1, 4, 5, 8, 10, 12, Postpone Time, 27
13, 16, 17, 35, 40, 169, 211, potable water, 156
Pelabuhan laut, 15 214, 216, 217, 218, 221, 223, potensi, 18, 154, 156, 161, 175,
226, 227, 228, 229, 230, 237, 190
prasarana, 2, 26, 203, 204

284 – Indeks
prategang, 192, 194 reaktif, 195 Servicing, 143
Precautionary Maintenance realible, 181 Shed Occupancy Ratio, 27, 29, 30
Actions (PM), 48, 278 re-application, 180 Shed Occupancy Ratio (SOR), 100
predictive, 8, 48, 51, 60, 278 Receiving, 27, 29, 30, 100, 276 Ship Round Time, 100, 277
Prediktif Maintenance, 8 reclamation, 225 silika, 195, 196
pre-feasibility study, 17 Redesign, 61 siltation, 227, 228
Preparation time, 145 refleksi, 218 simpul jaringan transportasi, 10
prespektif, 7, 47 regulasi, vi, 4, 18, 139, 148, 188 sistem conveyor, 33
pressure, 200 rehabilitasi, 204, 245 sistem penjadwalan, 7, 81, 82, 83,
preventif, 7, 8, 33, 35, 43, 56, 58, rekayasa, v, 4, 36, 37, 141, 148, 136
62, 67, 83, 103, 104, 106, 108, 150, 151, 152, 181, 225 sistem transportasi laut, vi, 4, 18
109, 111, 117, 121, 129, 141, reklamasi, 154, 215, 216, 225, skala penuh, 176
143, 144, 146, 147, 153, 205 226, 228, 229, 233, 237, 246 SNI, 191, 192, 194
preventive, 34, 48, 59, 60, 61, 107, rekruitmen, 7 soft-engineering, 216
108, 141, 142, 146, 147, 152, relationship, 227 sonar, 226, 244
205, 278 reliabilitas, 49, 61, 72, 73, 252, SOR, 27, 29, 30
Preventive, 141, 144 277 sosial, 203, 204
preventive engineering, 141 Reliability-Centered Maintenance spalling, 190, 191, 196, 200
Preventive Maintenance, 57, 141, (RCM), 55, 57, 58, 65 spring tide, 243
144, 264 reliability-centred maintenance stainless steel, 177, 187
prinsip Lean, 44 (RCM), 51 standar nasional Indonesia (SNI), 5
prinsip Penjadwalan, 8 remediasi, 52, 57, 216, 225 Standardisasi, 87
Prinsip Perencanaan, 8 remediation, 216 Statistical-based predictive
prioritas penjadwalan, 8 Rencana Induk Pelabuhan (RIP), maintenance, 116
proactive, 48, 278 10 Steelworks, 155, 167
proaktif, 62, 109, 182 Rencana Induk Pelabuhan storekeeping, 38
produktivitas, 5, 7, 8, 13, 25, 26, Nasional, 40 Storeskeeping, 36, 38
63, 93, 94, 95, 96, 97, 101, 102, Rencana Induk Pelabuhan strategi operasi, 104, 127, 132,
103, 104, 105, 106, 120, 141, Nasional (RIPN), 10, 11 182
157, 222, 226, 263, 276 renovasi, 204, 206, 245 strategi perawatan, 8, 58, 64, 127,
Produktivitas, 25, 27, 29, 93, 94, repair, 145, 159, 165, 167 154, 167, 171, 250, 251, 257,
95, 96, 100, 102, 103, 105, 106, response variable, 18 276
276 restorasi, 204, 206, 245 strategic landuse development
Produktivitas kerja, 27 Retak, 196, 197, 199, 200, 201 planning, 18
program, v, vi, 4, 5, 7, 8, 11, 13, return of investment, 34 strategis, 17, 23, 213
14, 31, 36, 51, 56, 69, 78, 86, review, 158, 179 Struktur, 72, 104, 149, 159, 170,
87, 88, 89, 101, 109, 111, 112, ringan, 206 171, 174, 175, 179, 182, 188,
115, 116, 117, 118, 119, 120, RIPN, 10, 11 189, 200, 203, 208, 263
123, 133, 134, 140, 141, 159, risiko, 61, 62, 95, 116, 123, 125, struktur bangunan, 204, 205, 215,
161, 211, 212, 249, 250, 254, 128, 179, 180, 219, 275, 277 239
255, 256, 257, 262, 270, 273, rock dredging, 225, 228, 229 struktural, 159, 161, 162, 163,
278 routine, 142, 159, 167 164, 165, 166, 167, 171, 180,
program pemeliharaan, 212 rubble, 241 198, 199, 204, 207, 216, 242
Project Work, 8 run to failure maintenance, 108 suhu air, 216, 217
proteksi berkelanjutan, vi, 8 sumber daya, 28, 31, 33, 160, 161,
proyek, 154, 215, 223, 224
proyeksi, 17, 20, 21
S 181, 182, 212, 237
sustainable, 236
proyeksi lalu lintas, 6 swell, 218
safety, 181, 182
salinitas, 216, 217
Q Salvage, 36, 38, 39 T
sampah, 1, 10, 84, 271
Quick & Dirty Decision Charts Sarana Bantu Navigasi – Pelayaran taman nasional, 236
(Q&D), 54, 276 (SBNP), 10 taman wisata alam, 236
SBNP, 1 Tangga, 208, 209
R scan, 226
sedimentasi, 31, 212, 213, 216,
tata graha, 204
tata ruang, 204
225, 227 teknik evaluasi dan review
R & D, 43 Seismik, 244 program, 133
rail-mounted gantries, 148 selimut beton, 155, 191, 200 teknologi, 2, 6, 22, 41, 43, 44, 65,
reach stackers, 149 sempadan pantai, 236 67, 95, 104, 117, 120, 127, 174,

Perawatan Fasilitas Pelabuhan – 285


175, 176, 177, 178, 182, 214,
227, 228
total productive maintenance
(TPM), 8, 51
W
telekomunikasi, 1, 10, 156, 271 trade-off, 55
telepon, 205 trailer, 149 Waiting Time, 27, 29, 30, 99, 100,
tempat berlabuh, 181 Trailing suction, 222, 235 279
tempat tunggu kendaraan trailing suction hopper, 223, 227, Waktu bongkat-muat, 24, 279
bermotor, 1, 10, 271 229, 234 Waktu Efektif, 27, 29, 30
tenaga ahli, 203 transformasi, 12, 41, 45, 46 Waktu Pelayanan Pemanduan, 27,
terminal, 1, 17, 21, 22, 23, 29, 150, Transportasi laut 29, 30
151, 153 Armada, 2 waktu tunggu, 24, 25, 27, 83, 100,
terminal event, 135 101, 276, 277, 279
Transportasi Laut Waktu Tunggu Kapal, 27, 29, 30
terminal penumpang, 1, 10, 271
Kapal Besar, 3 Waste Disposal, 36, 38, 39
terminal perti kemas, 10
terminal ro-ro, 1, 10, 271 Perdagangan Luar Negeri, 3 waterbeds, 238
tersuspensi, 216, 217 wawasan nusantara, 10
World Economic Forum, 3 Wilayah Daratan, 1
The value driven maintenance
(VDM), 62 transportasi sedimen, 216, 217 wilayah pesisir, 215
thickness loss, 185 trans-shipment, 3, 26 work force, 81
Throughput, 100 treatment, 236, 238 World Economic Forum, 3
tiang pancang, 155, 158, 176, 180, Treatment, 238, 278 Filipina, 3
190 TRT, 27 Indonesia, 3
Time/used-based maintenance, tulangan, 155, 180, 181, 189, 190,
49, 274 191, 192 Malaysia, 3
tingkat kerusakan, 159, 160, 171, turap, 158 Thailand, 3
206, 242 Turn around Time, 27
Tingkat Penggunaan Dermaga, 27, Turn Round, 99 Vietnam, 3
29, 30 wrecks, 226
Tingkat Penggunaan Gudang, 27,
29, 30
U
Tingkat Penggunaan Lapangan, 27, Y
29, 30 uji coba kapal, 1, 11, 271
tingkat produksi, 102, 103, 216, ukuran kapal, 23, 156, 235 Yard Occupancy Ratio, 27, 29, 30,
222, 271 ukuran kinerja, 7, 8, 102, 124, 132 100, 278
Ton per Ship hour, 99, 278 under capacity, 18 YOR, 27, 29, 30
Tonage per Ship, 99, 278 unplanned maintenance, 8, 34,
Tonase, 100 152
tongkang, 221, 224, 230, 233, 237 Utilisation, 224 Z
Total Effectiveness, 147 UU Pelayaran, 11, 265
Total Maintenance System, 147 zinc, 174, 184, 195
Total Participation, 147
Total Production Maintenance
V
(TPM), 55
Total Productive Maintenance, variabilitas, 130, 148
146, 152 Visi kepelabuhanan, 12, 40

286 – Indeks

Anda mungkin juga menyukai