AMBLIOPIA
AMBLIOPIA
Disusun Oleh:
G1A219129
Pembimbing
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Ambliopia dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), adalah
berkurang-nya ketajaman penglihatan pada satu atau kedua mata walaupun sudah
dengan koreksi kacamata terbaik tanpa ditemukan kelainan struktur pada mata
maupun lintasan penglihatan bagian belakang. Ambliopia merupakan penyebab
terbanyak penurunan ketajaman penglihatan pada anak, remaja, dan dewasa
muda.1
Prevalensi ambliopia yang terdeteksi pada anak-anak diperkirakan antara
0,2-5,4% dan pada dewasa antara 0,35-3,6%. Di Eropa, prevalensi ambliopia pada
anak berkisar 1-2,5%. Prevalensi ambliopia lebih tinggi terjadi pada negara
berkembang termasuk Indonesia.1
Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan bila tidak diterapi
dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata
yang baik itu timbul suatu penyakit atau trauma, maka penderita akan bergantung
pada penglihatan buruk dari mata yang ambliopia. Oleh karena itu, ambliopia
harus ditatalaksana secepat mungkin. Hampir seluruh ambliopia dapat dicegah
dan bersifat reversibel dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan
ambliopia atau yang beresiko ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada usia
dini, dimana prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Binoculars Fusion
1. bentuk benda
2. warna
3. intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan
binokularitasnya. Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi
ke 6 pasang otot penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya
sanggup menfusi dua gambar yang diterima oleh retina mata kanan dan kiri
maka ada kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal
stereoskopik.2
Gambar 2.4 Penglihatan Binokular Stereoskopik2
Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot
mata yang tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan
terjadi gangguan keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan
menyilang mata menjadi strabismus.2
2.2 Ambliopia
2.2.1 Definisi
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak
mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah
dikoreksi kelainan refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam
penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan
bentuk, interaksi binokular abnormal, atau keduanya, dimana tidak ditemukan
kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik,
dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan. Ambliopia dapat tanpa
kelainan organik dan dapat pula dengan kelainan organik yang tidak sebanding
dengan visus yang ada. Bila ambliopia ditemukan pada usia di bawah 6 tahun
maka masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatan.3
2.2.2 Etiologi
Biasanya ambliopia disebabkan oleh kurangnya rangsangan untuk
meningkatkan perkembangan penglihatan. Suatu kausa ekstraneural yang
menyebabkan menurunnya tajam penglihatan (seperti katarak, astigmat,
strabismus, atau suatu kelainan refraksi unilateral atau bilateral yang tidak
dikoreksi) merupakan mekanisme pemicu yang mengakibatkan suatu penurunan
fungsi visual pada orang yang sensitif. Diduga terdapat 2 faktor yang dapat
merupakan penyebab terjadinya ambliopia yaitu supresi dan nirpakai (non use).
Ambliopia nirpakai terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino
kortikal pada saat kritis perkembangannya terutama pada usia sebelum 9 tahun.
Supresi yang terjadi pada ambliopia dapat merupakan proses kortikal yang akan
mengakibatkan terdapatnya skotoma absolut pada penglihatan binokular (untuk
mencegah terjadinya diplopia pada mata yang juling), atau sebagai hambatan
binokular (monokular kortikal inhibisi) pada bayangan retina yang kabur.3
2.2.3 Epidemiologi
2.2.4 Patofisiologi
Meskipun ada banyak jenis ambliopia, diyakini bahwa mekanisme
dasarnya sama meskipun setiap faktor dapat berkontribusi dalam jumlah yang
berbeda untuk setiap jenis ambliopia tertentu. Secara umum, ambliopia diyakini
sebagai akibat dari tidak digunakannya stimulasi foveal atau perifer retina yang
tidak memadai atau interaksi binokular abnormal yang menyebabkan input visual
yang berbeda dari fovea. Terdapat tiga periode kritis perkembangan ketajaman
visual manusia yang peka dalam berkembangnya keadaan ambliopia Selama
periode waktu ini, penglihatan dapat dipengaruhi oleh berbagai mekanisme untuk
menyebabkan atau membuat ambliopia kambuh, seperti strabismus, rangsangan
deprivasi, atau kelainan refraksi yang signifikan. Periode-periode tersebut adalah
sebagai berikut:4,5
1. Perkembangan ketajaman visual dari rentang 20/200 menjadi 20/20, yang
terjadi sejak lahir hingga usia 3-5 tahun.
2. Periode risiko tertinggi ambliopia deprivasi, dari beberapa bulan hingga 7 atau
8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa..
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat
belum jelas, studi eksperimental pada binatang dan percobaan laboratorium pada
manusia dengan ambliopia, didapatkan pada binatang percobaan menunjukkan
gangguan sistem penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan
pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat
kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua
mata, dan sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan
juga terjadi pada neuron badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih
belum dapat disimpulkan.1
2.2.5 Klasifikasi
Sesuai dengan penyebabnya, ambliopia dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:3
1. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam pada
anak sebelum penglihatan tetap). Pada keadaan ini terjadi supresi pada mata
tersebut untuk mencegah gangguan penglihatan (diplopia). Kelainan ini disebut
sebagai ambliopia strabismik dimana kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga
hanya satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat. Ambliopia strabismik
ditemukan pada penderita esotropia dan jarang pada mata dengan eksotropia.
2. Ambliopia Anisometropik
Ambliopia anisometropik terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi
kedua mata yang berbeda jauh. Akibat anisometropik bayangan benda pada kedua
mata tidak sama besar yang menimbulkan bayangan pada retina secara relatif di
luar fokus dibanding dengan mata lainnya, sehingga mata akan memfokuskan
melihat dengan satu/ mata. Bayangan yang lebih suram akan di supres, biasanya
pada mata yang lebih ametropik. Beda refraksi yang besar antara kedua mata
menyebabkan terbentuknya bayangan kabur pada satu mata. Ambliopia yang
terjadi akibat ketidakmampuan mata berfusi, akibat terdapatnya perbedaan
refraksi antara kedua mata, yang mengakibatkan bayangan benda menjadi kabur.
3. Ambliopia Ametropik
Mata dengan hipermetropia dan astigmat sering memperlihatkan
ambliopia akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik
dan jelas. Ambliopia ametropik, menurunnya tajam penglihatan mata dengan
kelainan refraksi berat yang tidak dikoreksi (biasanya hipermetropia atau
astigmat). Pada kedua mata tidak mencapai tajam penglihatan 5/5, biasanya
penderita hipermetropia tinggi (+ 7.0 D) atau astigmat tinggi (3.0 D) karena
penderita tidak pernah melihat bayangan jelas.
4. Ambliopia Eks Anopsia
Ambliopia akibat penglihatan terganggu pada saat perkembangan
penglihatan bayi. Dapat terjadi akibat adanya katarak kongenital, ptosis, ataupun
kekeruhan kornea sejak lahir atau terlambat diatasi. Ambliopia ini bila mulai
terjadi sejak sesudah berumur 4 tahun maka tajam penglihatan tidak akan kurang
dari 20/200, sedangkan bila pada usia kurang dari 4 tahun maka tajam penglihatan
dapat lebih buruk.
4. Amblyopia intoksikasi
Intoksikasi yang disebabkan pemakaian tembakau, alcohol, timah atau
bahan toksis lainnya dapat mengaibatkan amblyopia. Biasanya terjadi neuritis
optic toksik akibat keracunan disertai terdapat tanda-tanda lapang pandang yang
berubah-ubah. Hilangnya tajam penglihatan sentral bilateral, yang diduga akibat
keracunan metilalkohol, yang dapat juga terjadi akibat gizi buruk
2.2.7 Diagnosis
Ambliopia didiagnosis bila ada penurunan tajam penglihatan yang tidak
dapat dijelaskan, dimana hal tersebut terkait dengan riwayat atau kondisi yang
dapat menyebabkan ambliopia.5
1.Anamnesis
Ketika menemukan pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus
kita tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu:6
1. Kapan pertama kali ditemukan kelainan ambliogenik? (Seperti strabismus,
anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang
menderita strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan
predisposisi seorang anak menderita ambliopia.4 Strabismus ditemukan sekitar 4%
dari keseluruhan populasi. Frekuensi strabismus yang "diwariskan" berkisar antara
22% - 66%. Frekuensi esotropia diantara saudara sekandung, dimana pada orang
tua tidak ditemukan kelainan tersebut, adalah 15%. Jika salah satu orang tuanya
esotropia, frekuensi meningkat sampai 40%. (Informasi ini tidak mempengaruhi
prognosis, tapi penting untuk keturunannya). 6
2. Pemeriksaan fisik
1. Tajam Penglihatan
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat
dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam
penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar pada kedua
fungsi tadi, selalu subnormal.7 Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia
pada anak adalah pemeriksaan yang paling penting.5 Meskipun untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada pasien anak -
anak, tapi untungnya penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada
anak - anak.7
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen
standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes "E" dan tes
"HOTV". Tes lain adalah dengan simbol LEA. (Gambar 2.5). Bentuk ini mudah
untuk anak usia ± 1 tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf
Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV.7
Gambar 2.5 Contoh visual acuity
charts: (A) Snellen, (B) HOTV, (C) Lea, (D) Allen
2. Tes Ambliopia
a. Uji Crowding Phenomenon
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi
huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi,
maka dapat kita lakukan dengan menempatkan balok disekitar huruf tunggal. Hal
ini disebut "Crowding Phenomenon".7
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada
huruf isolasi dapat turun sampai 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga saat pasien yang
sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatan jauh lebih baik pada huruf
isolasi dari huruf linear. Oleh karena itu, ambliopia belum dikatakan sembuh
sampai tajam penglihatan linear kembali normal.7
Gambar 2.6 Balok interaktif yang mengelilingi huruf Snellen
2.2.9 Prognosis
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah
terapi oklusi pertama. Ketika penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus
normal dapat tercapai. Hal ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai bila usia lebih dari 10
tahun.4,11
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut:4
1. Jenis Ambliopia: Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan
kelainan organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia
strabismik prognosisnya paling baik.
2. Usia dimana penatalaksanaan dimulai: Semakin muda pasien maka
prognosis semakin baik.
3. Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai: Semakin bagus tajam
penglihatan awal di mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin
baik.
BAB III
KESIMPULAN