Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A219129/ Maret 2021

LAPORAN KASUS

DEMAM DENGUE

Oleh :
Zevia Adeka Rhamona, S.Ked
G1A219129

Preseptor
dr. Hj. Yulinda Fetritura, M.kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

DEMAM DENGUE

Oleh :
Zevia Adeka Rhamona, S.Ked
G1A219129

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/Komunitas
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Jambi, Maret 2020


Preseptor:

dr. Hj. Yulinda Fetritura, M.kes

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bismillah, Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas Laporan Kasus pada Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj.
Yulinda Fetritura, M.kes selaku preseptor yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan laporan kasus.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan,


sehingga diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
yang membacanya. Semoga tugasini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Jambi, Maret 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman judul.........................................................................................................i

Lembar Pengesahan.................................................................................................ii

Kata Pengantar......................................................................................................iii

Daftar Isi................................................................................................................iv

Bab I Status Pasien.............................................................................................1

Bab II Tinjauan Pustaka......................................................................................8

Bab III Analisa Kasus.........................................................................................30

Daftar Pustaka .....................................................................................................31

4
BAB I
STATUS PASIEN

I. PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama : An. E
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Umur : 16 Tahun
d. Alamat : RT 24 KAB
e. No.RM : 278701

2. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

a. Jumlah saudara :3
b. Status ekonomi keluarga : Menengah ke bawah
c. Kondisi rumah :
Pasien tinggal di rumah kontrakan berdinding bata, berlantai semen dan
beratap seng. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 dapur, 1
kamar mandi dengan satu jamban jongkok di dalam kamar mandi dan 1
ruangan kecil untuk gudang. Rumah pasien disertai 1 pintu yang hanya
terletak di bagian depan rumah dan jendela juga hanya berada di bagian
depan rumah. Air yang digunakan untuk memasak dan mandi adalah air
keran PDAM dan terkadang menggunakan air sumur , air yang
digunakan bersih, jernih, tidak berbau sedangkan untuk minum adalah air
yang dimasak. Pencahayaan di dalam rumah cukup, namun ventilasi
kurang cukup baik, sumber listrik dari PLN.

d. Kondisi lingkungan keluarga

5
Pasien tinggal lingkungan padat penduduk dengan kondisi lingkungan
yang cukup bersih tetapi kurang tertata. Di sekitar lingkungan rumah
terdapat tumpukan barang bekas.

3. Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari sebelum ke Puskesmas

4. Riwayat Penyakit Sekarang : (Autoanamnesis)


± 4 hari sebelum ke Puskesmas pasien mengeluh demam. Demam
dirasakan naik turun, dan dirasakan tinggi di malam hari. Demam
dirasakan turun jika pasien minum obat penurun panas yang dia beli di
Apotek dan disertai sakit kepala. Pasien tidak pernah mengukur suhu
tubuhnya menggunakan termometer. nyeri dibelakang bola mata (+),Nyeri
ulu hati (-), gusi berdarah (-), bintik-bintik kemerahan pada tubuh
(-),keluar darah dari hidung (-), muntah hitam (-), BAB hitam (-), batuk
(-), pilek (-).Pasien tidak mengeluhkan memggigil dan berkeringat saat
demam, mual muntah (-), pasien menyangkal BAB cair, ataupun sulit
BAB.
Keluhan pasien disertai dengan lemas. Lemas dirasakan di seluruh
tubuh dan dirasakan terus menerus. Pasien juga merasa tidak nafsu makan
yang disebabkan lidahnya yang terasa pahit.

5. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat rawat inap (-)

6. Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat keluhan serupa (-)
 Tidak ada keluarga yang menderita covid-19
 Keluarga tidak dalam/telah berpergian luar kota

6
7. Riwayat pribadi, lingkungan, sosial, dan ekonomi :

 Pasien bekerja sebagai pelajar


 Keluarga pasien mengaku jarang menguras bak mandi dan dibelakang
rumah pasien terdapat drum berisi tampungan air.
 Di lingkungan rumah pasien terdapat drum berisi tampungan air yaitu
dibelakang rumah pasien
 Di lingkungan rumah pasien tidak ada tetangga yang mengalami
keluhan serupa
 Kontak degan penderita covid-19 (-)
 Berpergian keluar kota (-)

8. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : compos mentis
 Vital sign :

TD : 110/70 mmHg RR: 20 x/menit

Nadi : 90 x/menit Suhu: 37,7 ºC

 Status Gizi

BB : 60 kg

TB : 165 cm

IMT : 22,03 (normoweight)

 Kepala : Normocepal
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RC (+/+)
 Telinga : Nyeri tekan (-), bengkak (-)
 Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir -/-
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)

7
 Tenggorok : Tonsil T1/T1, hiperemis(-), faring hiperamis (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
 Thorak
Pulmo :
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)
Jantung :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri, tidak
kuat angkat.
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : Linea sternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Cembung, massa (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-)
Palpasi Nyeri tekan epigastrik (+),defans musculer (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok
costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

 Punggung
Inspeksi : Bentuk dbn, deformitas (-),
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa (-)
Perkusi : Nyeri ketok (-) pada region lumbal, CVA (-/-)
 Ektremitas : pteqie (-), Akral hangat, CRT > 2s, edema (-/-),
sianosis (-/-)

9. Pemeriksaan Penunjang :
- Darah Rutin :
WBC : 5,8 x 103 (N: 4,0-10,0)

8
RBC : 5,17 x 106 ( N: 4,0-5,0)
HGB : 14,6 g/dl (N: 13,4-15,5)
HCT : 41,3 % (N: 34,5-54)
MCV : 79,9 fl(N: 80-96)
MCH : 28,2 pg (N: 27-31)
MCHC : 35,4 g/dl (N: 32-36)
PLT : 191x 103 (N: 150-450)

Kesan : DBN

10. Usulan Pemeriksaan Penunjang


- Uji serologis (IgG, IgM dengue)

11. Diagnosis Kerja : Demam Dengue


 Diagnosis Banding :
Demam tifoid
Chikungunya

12. Manajemen
a. Promotif
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit
yang diderita pasien, kemungkinan adalah penyakit dengan host
alami yaitu manusia dan agennya adalah virus dengue yang
ditularkan oleh gigitan nyamuk terutama nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopticus, sehingga sifat terapi yang diberikan adalah
simtomatis.
 Promosi kesehatan pada pasien tentang pemberantasan sarang
nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko dengan
cara 3M (Menutup, Menguras, Menimbun)
 Menjelaskan pada pasien tentang Faktor resiko penyakit DBD.

9
 Menjelaskan pada pasien tentang cara pemberantasan sarang
nyamuk DBD tersebut antara lain dengan cara pemeriksaan jentik
secara berkala dan berkesinambungan.

b. Preventif
 Melakukan pengasapan/fogging berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. 
 Pengelolaan sampah padat

c. Kuratif :
Non farmakologi:
 Tirah baring
 Perbanyak minum air mineral
 Observasi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, respirasi)
 Cek darah rutin berkala

Farmakologi :
 Paracetamol 3x500mg
 Vit b comp 1x1

d. Rehabilitatif
 Memberikan motivasi dan dukungan agar menjaga kesehatan dan
perilaku agar terhindar dari terserang penyakit DBD
 Menaati nasihat dokter dan rutin kontrol ke Puskesmas

10
Resep puskesmas
Resep ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Pakuan Baru Puskesmas Pakuan Baru

Bianti Putri Sekarani, S.Ked Bianti Putri Sekarani, S.Ked


SIP : G1A219024 SIP : G1A219024

Jambi, Okt 2020 Jambi, Okt 2020

Resep puskesmas

Pro : Pro :
Alamat : Alamat :

Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Dengue Hemorrhagic Fever


4.1.1 Definisi
Dengue fever dan dengue hemorrhagic fever adalah penyakit dengan host
alami yaitu manusia dan agennya adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan
nyamuk terutama nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopticus. Penyakit ini
ditandai dengan demam tinggi mendadak disertai manifestasi berupa perdarahan,
pembesaran hati, serta mungkin menimbulkan renjatan dan kematian.1
4.1.2 Epidemiologi
- Merupakan penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, di antaranya
adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik
Barat. Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi
untuk kasus DBD.
- Saat ini, penyebaran mulai terjadi di luar daerah tropis dan subtropis,
contohnya di Eropa.
- Indonesia merupakan daerah endemik. Di 2017, terhitung sejak Januari
hingga Mei tercatat sebanyak 17.877 kasus, dengan 115 kematian di
Indonesia.2
4.1.3 Etiologi
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue (DEN), yang termasuk
genus falvivirus. Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopticus ini tergolong RNA positive-strand virus dari keluarga Falviviridae.
Terdapat empat serotype virus DEN yang sifat antigennya berbeda, yaitu virus
dengue-1 (DEN 1), virus dengue-2 (DEN 2), virus dengue-3 (DEN 3) dan virus
dengue-4 (DEN 4).3
Aedes aegypti adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup
dan berkembang biak di dalam lingkungan rumah atau bangunan, yaitu di tempat
penampungan air jernih atau genangan air hujan. Nyamuk ini dikenal sebagai
tiger mosquito atau black and white mosquito yang sepintas tampak berlurik,

12
berbintik-bintik putih keperakan di atas dasar warna hitam. Biasanya menggigit
pada siang hari sampai sore hari dengan jarak terbang 100 meter. Hanya nyamuk
betina yang menghisap darah. Aedes albopticus tempat habitatnya di luar
lingkungan rumah atau bangunan yaitu di kebun yang rimbun dengan pepohonan.4
4.1.4 Patologi dan Patogenesis

Gambar 4.1 Patogenesis


terjadinya syok pada DBD5

Gambar 4.2 Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD5

4.1.5 Manifestasi Klinis

13
Menurut WHO demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase demam,
fase kritis dan fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan mengalami
demam tinggi secara mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan
wajah kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit
di seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia,
mual dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri
perut, muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan
mukosa, trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler.6,7
Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi tidak demam, pasien
yang tidak diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut
menjadi fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan
peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang
terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu
menjadi 37.5-38°C atau kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit. Progresivitas
leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran
plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada
tekanan darah dan denyut nadi. Terapi cairan digunakan untuk mengatasi plasma
leakage. Efusi pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan
intravena.7
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama
24-48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi
selama 48-72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu
makan kembali normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik
stabil.7
4.1.6 Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
di bawah ini terpenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya
bifasik.
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

14
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan
gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.8

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue serta Pembagian Derajat Keparahan


DBD menurut WHO

Derajat Gejala Laboratorium


DD/DBD
DD Demam yang disertai dengan  Leukopenia (< 5000
salah satu: sel/mm3 )
 Sakit kepala  Trombositopenia (hitung
 Nyeri retroorbital platelet < 150.000
 Mialgia sel/mm3 )
 Atralgia/nyeri tulang  Peningkatan

 Ruam kulit hematokrit(5-10%)

 Manifestasi perdarahan  Tidak ada bukti

 Tidak ada bukti kebocoran plasma

kebocoran plasma
DBD Demam dan manifestasi Trombositopenia (hitung
Derajat I perdarahan (uji torniquet platelet < 100.000 sel/mm3) ;

15
positif) Peningkatan hematokrit ≥ 20%
Adanya bukti kebocoran
plasma
DBD Seperti pada derajat I ditambah Trombositopenia (hitung
Derajat II perdarahan spontan platelet < 100.000 sel/mm3) ;
Peningkatan hematokrit ≥ 20%
DBD Seperti pada derajat I dan II Trombositopenia (hitung
Derajat III ditambah kegagalan sirkulasi platelet < 100.000 sel/mm3) ;
(nadi lemah, tekanan darah Peningkatan hematokrit ≥ 20%
menyempit ≤ 20 mmHg),
hipotensi, gelisah
DBD Seperti pada derajat III Trombositopenia (hitung
Derajat IV ditambah syok yang nyata platelet < 100.000 sel/mm3) ;
dimana tekanan darah dan nadi Peningkatan hematokrit > 20%
tidak dapat terdeteksi
DBD derajat III dan IV juga bias disebut Dengue Syok Syndrome (DSS).9

Penatalaksanaan
Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang adekuat. menurut WHO
2012. Handbook for Clinical Management of Dengue.

16
17
Bagan 5. Terapi menurut WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorraghic Fever.

Manajemen kasus DD / DHF di rumah sakit

Rincian pengelolaan kasus DD / DHF di bangsal rumah sakit atau


pengamatan pada saat masuk disajikan di bawah ini.

Pemantauan pasien DBD / DHF selama periode kritis


(trombositopenia sekitar 100 000 sel / mm3) Periode kritis DBD mengacu
pada periode kebocoran plasma yang dimulai sekitar waktu penurunan
suhu tubuh sampai normal atau transisi dari fase demam ke fase bebas
demam. Trombositopenia merupakan indikator yang sensitif dari
kebocoran plasma, tetapi sebaiknya diamati juga pada pasien dengan DD.
Peningkatan hematokrit sebanyak 10% di atas nilai normal merupakan
indikator obyektif dari kebocoran plasma. Terapi cairan intravena harus
segera diberikan pada pasien dengan asupan oral yang buruk atau pada
pasien dengan peningkatan hematokrit dan pada pasien dengan warning
signs.2

Parameter berikut harus dipantau:

18
• Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, tanda dan
gejala lain.

• Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin karena


merupakan indikator awal untuk syok serta mudah dan cepat untuk
dilakukan.

• Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan


tekanan darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada
pasien non-syok dan 1-2 jam pada pasien syok.

• Serial hematokrit harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai


enam jam dalam kasus-kasus yang stabil dan harus lebih sering
pada pasien yang tidak stabil atau mereka yang dicurigai
perdarahan. Perlu dicatat bahwa pemeriksaan hematokrit harus
dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak mungkin,
maka harus dilakukan setelah bolus cairan tetapi tidak selama infus
bolus.

• Output urine (jumlah urine) harus dicatat setidaknya setiap 8


sampai 12 jam dalam kasus-kasus rumit dan per jam pada pasien
dengan mendalam syok / berkepanjangan atau orang-orang dengan
kelebihan cairan. Selama periode ini jumlah output urine harus
sekitar 0,5 ml / kg / jam (ini harus didasarkan pada berat badan
ideal).7

Tes laboratorium tambahan

Pasien dewasa dan orang-orang dengan obesitas atau menderita


diabetes mellitus harus melakukan tes glukosa darah. Pasien dengan gejala
berkepanjangan / shock mendalam dan / atau orang-orang dengan
komplikasi harus menjalani pemeriksaan laboratorium.

Koreksi hasil laboratorium yang abnormal harus dilakukan:


hipoglikemia, hipokalsemia dan asidosis metabolik yang tidak menanggapi

19
resusitasi cairan. Intravenous (IV) vitamin K1 dapat diberikan selama
waktu protrombin. Perlu dicatat bahwa di tempat-tempat fasilitas
laboratorium tidak tersedia, kalsium glukonat dan vitamin K1 harus
diberikan selain terapi intravena. Dalam kasus dengan kejutan besar dan
mereka tidak menanggapi IV resusitasi cairan, asidosis harus diperbaiki
dengan NaHCO3 jika pH <7.35 dan serum bikarbonat <15 mEq / L.

Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis

Indikasi cairan IV:

 ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan mulut yang memadai
atau muntah terus-menerus.
 ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.
 akan terjadi syok.

Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:

• Isotonik larutan kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali


pada bayi sangat muda <6 bulan usia di antaranya 0,45% natrium klorida
dapat digunakan.

• Larutan koloid hiper-onkotik (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran


40 atau zat pati dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma
besar, dan mereka yang tidak menanggapi volume minimum kristaloid
(seperti yang direkomendasikan di bawah). Larutan koloid iso-onkotik
seperti plasma dan hemaccel mungkin tidak efektif.

• Sebuah volume maintenance + 5% dehidrasi harus diberikan untuk


mempertahankan volume intravaskular dan sirkulasi.

• Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi
mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi
terapi cairan intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60
sampai 72 jam. Hal ini karena kedua kelompok pasien baru saja memasuki

20
masa kebocoran plasma sementara pasien syok telah mengalami durasi yang
lebih lama dari kebocoran plasma sebelum terapi intravena dimulai.

• Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai
panduan untuk menghitung cairan

Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.


Tingkat cairan IV berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel 10
menunjukkan tingkat yang sebanding / setara IV infus pada anak-anak dan
orang dewasa sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan cairan.6

Tabel 5. Rata-rata pemberian cairan dewasa dan anak-anak


penderita infeksi dengue. WHO 2011

Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak


ada transfusi trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada orang
dewasa dengan hipertensi yang mendasari dan trombositopenia sangat
parah (kurang dari 10 000 sel / mm3).

Manajemen pasien dengan warning signs

Hal ini penting untuk mengetahui apakah warning signs yang


disebabkan dengue shock syndrome atau penyebab lain seperti
gastroenteritis akut, refleks vasovagal, hipoglikemia, dll Kehadiran
trombositopenia dengan bukti kebocoran plasma seperti kenaikan
hematokrit dan efusi pleura membedakan DHF / DSS dari penyebab lain.

21
Kadar glukosa darah dan tes laboratorium lainnya dapat diindikasikan
untuk mencari penyebab. Manajemen DHF / DSS secara rinci di bawah
ini. Untuk penyebab lain, cairan IV dan pengobatan suportif dan
simtomatik harus diberikan sementara pasien berada di bawah observasi di
rumah sakit. Mereka dapat dikirim pulang dalam waktu 8 sampai 24 jam
jika mereka menunjukkan pemulihan yang cepat dan tidak dalam masa
kritis (yaitu ketika jumlah platelet mereka> 100 000 sel / mm3).

Manajemen DBD kelas I, II (kasus non-syok)

Secara umum, kebutuhan cairan (oral + IV) tentang pemeliharaan


(untuk satu hari) + 5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang
akan diberikan selama 48 jam. Misalnya, pada anak dengan berat 20 kg,
defisit dari 5% adalah 50 ml / kg x 20 = 1000 ml. Pemeliharaan adalah
1500 ml untuk satu hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah 2.500 ml
Volume ini akan diberikan selama 48 jam pada pasien non-syok.
Peningkatan pemberian infus sebanyak 2.500 ml [perlu diketahui bahwa
tingkat kebocoran plasma tidak terjadi]. Pemenuhan cairan IV harus
disesuaikan dengan tingkat kehilangan plasma, dipandu oleh keadaan
klinis, tanda-tanda vital, produksi urin dan kadar hematokrit.

Manajemen syok : DBD kelas 3

DSS adalah syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma


dan ditandai dengan peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik,
dengan gejala tekanan nadi menyempit (tekanan sistolik dipertahankan
dengan peningkatan tekanan diastolik, misalnya 100/90 mmHg). Ketika
terdapat hipotensi, kita harus menduga bahwa pendarahan terjadi parah,
dan sering tersembunyi perdarahan gastrointestinal, kemungkinan terjadi
kebocoran plasma yang lain. Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan dari
DSS berbeda dari jenis lain syok seperti syok septik. Sebagian besar kasus
DSS akan merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada

22
orang dewasa lebih dari satu jam atau bolus, jika perlu. Namun, sebelum
mengurangi tingkat penggantian IV, keadaan klinis, tanda-tanda vital,
produksi urin dan kadar hematokrit harus diperiksa untuk memastikan
perbaikan klinis.4

Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan pada kasus syok


dan non-syok pada keadaan dimana tidak terjadi perbaikan setelah
dilakukan rehidrasi yang adekuat.

Cairan yang berlebihan akan menyebabkan efusi besar karena


permeabilitas kapiler meningkat. Aliran pengganti volume untuk pasien
dengan DSS diilustrasikan di bawah ini (Kotak 15).6

Bagan 6. Terapi syok menurut WHO 2012. Handbook for Clinical


Management of Dengue.

Manajemen syok berkepanjangan : DBD kelas 4

Resusitasi cairan awal di DBD kelas 4 lebih kuat agar cepat


mengembalikan tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium harus

23
dilakukan sesegera mungkin untuk pemeriksaan ABCS serta adanya
gangguan keterlibatan organ. Bahkan hipotensi ringan harus ditangani
secara agresif. Sepuluh ml / kg cairan bolus harus diberikan secepat
mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan darah
kembali normal, cairan intravena lebih lanjut dapat diberikan seperti
manajemen DBD kelas 3. Jika syok tidak reversibel setelah pemberian
pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml / kg dan hasil laboratorium harus
dikejar dan diperbaiki secepat mungkin. Transfusi darah yang mendesak
harus dianggap sebagai langkah berikutnya (setelah meninjau hasil
hematokrit ) dan ditindak lanjuti dengan monitoring lebih dekat, misalnya
kateterisasi kandung kemih terus menerus.

Perlu dicatat bahwa memulihkan tekanan darah sangat penting


untuk kelangsungan hidup dan jika ini tidak dapat dicapai dengan cepat
maka prognosis sangat serius. Cairan inotropik dapat digunakan untuk
mendukung memperbaiki tekanan darah, rehidrasi telah dianggap
memadai seperti tekanan vena central tinggi (CVP), atau kardiomegali
serta, kontraktilitas jantung yang buruk. Apabila tekanan darah telah
kembali normal setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah
dan dengan adanya gangguan organ maka pasien harus dikelola dengan
terapi khusus. Contoh terapi khusus untuk organ tersebut diantaranya
dialisis peritoneal, terapi renal replacement terus menerus dan ventilasi
mekanis.

Jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan segera, maka


lakukan terapi oral jika pasien sadar atau dilakukan melalui jalur
intraosseous. Akses intraosseous dapat menyelamatkan hidup dan
sebaiknya dilakukan setelah 2-5 menit setelah dua kali usaha pemasangan
akses vena perifer atau terapi oral gagal

Manajemen pemulihan

24
• Pemulihan dapat dikenali oleh peningkatan keadaan klinis, nafsu
makan dan kesejahteraan umum.

• Perbaikan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan


tanda-tanda vital yang stabil harus diamati.

• Penurunan hamtokrit dari hasil sebelumnya dan diuresis harus


diamati.

• Cairan intravena harus dihentikan.

• Pada pasien dengan efusi pleura dan asites, hipervolemia dapat


terjadi dan terapi diuretik mungkin diperlukan untuk mencegah
edema paru.

• Hipokalemia dapat terjadi karena stres dan diuresis, harus


diperbaiki dengan buah yang kaya potassium atau suplemen.

• Bradikardia umumnya ditemukan dan memerlukan pemantauan


intensif untuk kemungkinan komplikasi langka seperti blok jantung
atau ventrikel kontraksi prematur (VPC).

• Pemulihan ruam ditemukan pada 20% -30% dari pasien.

Tanda-tanda pemulihan

• Stabilnya nadi, tekanan darah dan pernapasan.

• Suhu normal.

• Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.

• Kembalinya nafsu makan.

• Tidak ada muntah, tidak ada sakit perut.

• Output urin Baik.

25
• Hematokrit stabil pada nilai dasar .

• Petekie, ruam atau gatal-gatal menghilang, terutama pada


ekstremitas.

Kriteria untuk pemulangan pasien

• Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa


menggunakan terapi anti-demam.

• Kembalinya nafsu makan.

• Perbaikan klinis terlihat.

• Output urin baik.

• Minimal 2-3 hari setelah sembuh dari syok.

• Tidak ada gangguan pernapasan dari efusi pleura dan tidak


terdapat asites .

• Hitungan trombosit lebih dari 50 000 / mm3. Jika tidak, pasien


dapat dianjurkan untuk menghindari kegiatan berat setidaknya 1-2
minggu sampai trombosit kembali normal. Dalam kasus yang
paling rumit, trombosit meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.5

Komplikasi

a) Ensefalopati dengue
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,
cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan
diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 -, dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi
edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,

26
kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi
amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati
mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat
diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari +
kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat
yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati.

b) Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal
akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis
belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan.
Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan
kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian
cairan selanjutnya.

c) Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular,
apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),

27
pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran edema paru pada foto rontgen dada.
Gambaran edema paru harus dibedakan dengan perdarahan paru. 1

Table 8. Komplikasi Dengue haemorrhagic fever. WHO 2011

28
Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II
umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-
50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %.
Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang
dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang
disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.9

29
BAB III
ANALISIS KASUS

Analisis Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Dari anamnesis dan observasi yang dilakukan di dapatkan bahwa keadaan
rumah cukup bersih tetapi kurang rapi. Di lingkungan sekitar rumah juga kurang
bersih karena banyak tumpukan barang bekas di belakang rumah pasien. Pasien
tinggal di lokasi yang padat penduduk. Dan pasien memiliki kebiasaan jarang
membersihkan bak mandi dan memiliki banyak drum yg berisi air . Dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan
keadaan lingkungan rumah dan lingkungan sekitar rumah pasien

Analisis faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien


Pada pasien ini setelah dilakukan anamnesis diperkirakan bahwa faktor
risiko yang membuat pasien terkena penyakit ini adalah virus dengue yang
ditularkan oleh gigitan nyamuk terutama nyamuk Aedes aegypti.
Pada saat dilakukan anamnesis, pasien mengatakn bahwa di lingkungan
rumah pasien terdapat drum berisi tampungan air yaitu dibelakang rumah pasien,
kemungkinan besar penularan virus dengue bermula dari genangan air drum
dibelakang rumah pasien

Analisis untuk mengurangi paparan

Menjelaskan kepada pasien untuk beristirahat d serta melakukan promosi


kesehatan pada pasien tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko dengan cara 3M (Menutup, Menguras, Menimbun)

Edukasi untuk pasien dan keluarga

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit yang diderita


pasien disebabkan oleh gigitan nyamuk terutama nyamuk Aedes aegypti.

30
 Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga imunitas tubuhnya dengan
cukup beristirahat dan makan-makanan bergizi
 Minum air mineral yang banyak, kurang lebih 2 botol mineral besar.
 Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
sekitar
 Jika keluhan tidak membaik atau justru timbul penyulit seperti timbul
bintik kemerahan pada kulit atau perdarahan dan timbul sesak, segera
akses fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibisono, E. 2014. Kapita Selekta Kedokteran (IV). Jakarta Pusat: Media


Aesculapius. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.
2. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Pusat Data dan Informasi : Situasi DBD
di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI:Jakarta.
3. Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue (DBD): Dengue Haemorrhagic
Fever. Sagung Seto: Jakarta
4. Palgunadi, B. U. 2011. Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam
berdarah dengue. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 1, 7.
5. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta.
6. Hapsari, MMDEAH. Tatalaksana Infeksi Dengue. Divisi Infeksi &
Penyakit Tropis Departemen Kesehatan Anak RSUP Dr KariAdi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang 2014.
7. WHO. Handbook for clinical management of dengue. WHO Library
Cataloguing in Publication Data; 2012. p. 39.
8. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue
and Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and expanded edition. 2011.
9. Ginting, Franciscus. dkk. 2014. Pedoman Diagnostik dan Tatalaksana
Infeksi Dengue dan Demam Berdarah Dengue Menurut Pedoman WHO
2011. Universitas Sumatera Utara
10. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of
Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72

32

Anda mungkin juga menyukai