LAPORAN KASUS
DEMAM DENGUE
Oleh :
Zevia Adeka Rhamona, S.Ked
G1A219129
Preseptor
dr. Hj. Yulinda Fetritura, M.kes
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
DEMAM DENGUE
Oleh :
Zevia Adeka Rhamona, S.Ked
G1A219129
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj.
Yulinda Fetritura, M.kes selaku preseptor yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan laporan kasus.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman judul.........................................................................................................i
Lembar Pengesahan.................................................................................................ii
Kata Pengantar......................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................iv
4
BAB I
STATUS PASIEN
I. PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama : An. E
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Umur : 16 Tahun
d. Alamat : RT 24 KAB
e. No.RM : 278701
a. Jumlah saudara :3
b. Status ekonomi keluarga : Menengah ke bawah
c. Kondisi rumah :
Pasien tinggal di rumah kontrakan berdinding bata, berlantai semen dan
beratap seng. Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 dapur, 1
kamar mandi dengan satu jamban jongkok di dalam kamar mandi dan 1
ruangan kecil untuk gudang. Rumah pasien disertai 1 pintu yang hanya
terletak di bagian depan rumah dan jendela juga hanya berada di bagian
depan rumah. Air yang digunakan untuk memasak dan mandi adalah air
keran PDAM dan terkadang menggunakan air sumur , air yang
digunakan bersih, jernih, tidak berbau sedangkan untuk minum adalah air
yang dimasak. Pencahayaan di dalam rumah cukup, namun ventilasi
kurang cukup baik, sumber listrik dari PLN.
5
Pasien tinggal lingkungan padat penduduk dengan kondisi lingkungan
yang cukup bersih tetapi kurang tertata. Di sekitar lingkungan rumah
terdapat tumpukan barang bekas.
6
7. Riwayat pribadi, lingkungan, sosial, dan ekonomi :
8. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
Status Gizi
BB : 60 kg
TB : 165 cm
Kepala : Normocepal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RC (+/+)
Telinga : Nyeri tekan (-), bengkak (-)
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir -/-
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
7
Tenggorok : Tonsil T1/T1, hiperemis(-), faring hiperamis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thorak
Pulmo :
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)
Jantung :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri, tidak
kuat angkat.
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : Linea sternalis kanan
Kiri : ICS IV linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Cembung, massa (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-)
Palpasi Nyeri tekan epigastrik (+),defans musculer (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok
costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
Punggung
Inspeksi : Bentuk dbn, deformitas (-),
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa (-)
Perkusi : Nyeri ketok (-) pada region lumbal, CVA (-/-)
Ektremitas : pteqie (-), Akral hangat, CRT > 2s, edema (-/-),
sianosis (-/-)
9. Pemeriksaan Penunjang :
- Darah Rutin :
WBC : 5,8 x 103 (N: 4,0-10,0)
8
RBC : 5,17 x 106 ( N: 4,0-5,0)
HGB : 14,6 g/dl (N: 13,4-15,5)
HCT : 41,3 % (N: 34,5-54)
MCV : 79,9 fl(N: 80-96)
MCH : 28,2 pg (N: 27-31)
MCHC : 35,4 g/dl (N: 32-36)
PLT : 191x 103 (N: 150-450)
Kesan : DBN
12. Manajemen
a. Promotif
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit
yang diderita pasien, kemungkinan adalah penyakit dengan host
alami yaitu manusia dan agennya adalah virus dengue yang
ditularkan oleh gigitan nyamuk terutama nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopticus, sehingga sifat terapi yang diberikan adalah
simtomatis.
Promosi kesehatan pada pasien tentang pemberantasan sarang
nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko dengan
cara 3M (Menutup, Menguras, Menimbun)
Menjelaskan pada pasien tentang Faktor resiko penyakit DBD.
9
Menjelaskan pada pasien tentang cara pemberantasan sarang
nyamuk DBD tersebut antara lain dengan cara pemeriksaan jentik
secara berkala dan berkesinambungan.
b. Preventif
Melakukan pengasapan/fogging berguna untuk mengurangi kemungkinan
penularan sampai batas waktu tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Pengelolaan sampah padat
c. Kuratif :
Non farmakologi:
Tirah baring
Perbanyak minum air mineral
Observasi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, respirasi)
Cek darah rutin berkala
Farmakologi :
Paracetamol 3x500mg
Vit b comp 1x1
d. Rehabilitatif
Memberikan motivasi dan dukungan agar menjaga kesehatan dan
perilaku agar terhindar dari terserang penyakit DBD
Menaati nasihat dokter dan rutin kontrol ke Puskesmas
10
Resep puskesmas
Resep ilmiah 1
Resep puskesmas
Pro : Pro :
Alamat : Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
berbintik-bintik putih keperakan di atas dasar warna hitam. Biasanya menggigit
pada siang hari sampai sore hari dengan jarak terbang 100 meter. Hanya nyamuk
betina yang menghisap darah. Aedes albopticus tempat habitatnya di luar
lingkungan rumah atau bangunan yaitu di kebun yang rimbun dengan pepohonan.4
4.1.4 Patologi dan Patogenesis
13
Menurut WHO demam dengue memiliki tiga fase diantaranya fase demam,
fase kritis dan fase penyembuhan. Pada fase demam, penderita akan mengalami
demam tinggi secara mendadak selama 2-7 hari yang sering dijumpai dengan
wajah kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital, rasa sakit
di seluruh tubuh, fotofobia dan sakit kepala serta gejala umum seperti anoreksia,
mual dan muntah. Tanda bahaya (warning sign) penyakit dengue meliputi nyeri
perut, muntah berkepanjangan, letargi, pembesaran hepar >2 cm, perdarahan
mukosa, trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler.6,7
Pada waktu transisi yaitu dari fase demam menjadi tidak demam, pasien
yang tidak diikuti dengan peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut
menjadi fase kritis. Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan
peningkatan permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang
terbanyak adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu
menjadi 37.5-38°C atau kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit. Progresivitas
leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet mendahului kebocoran
plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada
tekanan darah dan denyut nadi. Terapi cairan digunakan untuk mengatasi plasma
leakage. Efusi pleura dan asites secara klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan
intravena.7
Fase terakhir adalah fase penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama
24-48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi
selama 48-72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu
makan kembali normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik
stabil.7
4.1.6 Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
di bawah ini terpenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya
bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
14
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan
gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.8
kebocoran plasma
DBD Demam dan manifestasi Trombositopenia (hitung
Derajat I perdarahan (uji torniquet platelet < 100.000 sel/mm3) ;
15
positif) Peningkatan hematokrit ≥ 20%
Adanya bukti kebocoran
plasma
DBD Seperti pada derajat I ditambah Trombositopenia (hitung
Derajat II perdarahan spontan platelet < 100.000 sel/mm3) ;
Peningkatan hematokrit ≥ 20%
DBD Seperti pada derajat I dan II Trombositopenia (hitung
Derajat III ditambah kegagalan sirkulasi platelet < 100.000 sel/mm3) ;
(nadi lemah, tekanan darah Peningkatan hematokrit ≥ 20%
menyempit ≤ 20 mmHg),
hipotensi, gelisah
DBD Seperti pada derajat III Trombositopenia (hitung
Derajat IV ditambah syok yang nyata platelet < 100.000 sel/mm3) ;
dimana tekanan darah dan nadi Peningkatan hematokrit > 20%
tidak dapat terdeteksi
DBD derajat III dan IV juga bias disebut Dengue Syok Syndrome (DSS).9
Penatalaksanaan
Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang adekuat. menurut WHO
2012. Handbook for Clinical Management of Dengue.
16
17
Bagan 5. Terapi menurut WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorraghic Fever.
18
• Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, tanda dan
gejala lain.
19
resusitasi cairan. Intravenous (IV) vitamin K1 dapat diberikan selama
waktu protrombin. Perlu dicatat bahwa di tempat-tempat fasilitas
laboratorium tidak tersedia, kalsium glukonat dan vitamin K1 harus
diberikan selain terapi intravena. Dalam kasus dengan kejutan besar dan
mereka tidak menanggapi IV resusitasi cairan, asidosis harus diperbaiki
dengan NaHCO3 jika pH <7.35 dan serum bikarbonat <15 mEq / L.
ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan mulut yang memadai
atau muntah terus-menerus.
ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral.
akan terjadi syok.
• Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi
mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock, durasi
terapi cairan intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60
sampai 72 jam. Hal ini karena kedua kelompok pasien baru saja memasuki
20
masa kebocoran plasma sementara pasien syok telah mengalami durasi yang
lebih lama dari kebocoran plasma sebelum terapi intravena dimulai.
• Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai
panduan untuk menghitung cairan
21
Kadar glukosa darah dan tes laboratorium lainnya dapat diindikasikan
untuk mencari penyebab. Manajemen DHF / DSS secara rinci di bawah
ini. Untuk penyebab lain, cairan IV dan pengobatan suportif dan
simtomatik harus diberikan sementara pasien berada di bawah observasi di
rumah sakit. Mereka dapat dikirim pulang dalam waktu 8 sampai 24 jam
jika mereka menunjukkan pemulihan yang cepat dan tidak dalam masa
kritis (yaitu ketika jumlah platelet mereka> 100 000 sel / mm3).
22
orang dewasa lebih dari satu jam atau bolus, jika perlu. Namun, sebelum
mengurangi tingkat penggantian IV, keadaan klinis, tanda-tanda vital,
produksi urin dan kadar hematokrit harus diperiksa untuk memastikan
perbaikan klinis.4
23
dilakukan sesegera mungkin untuk pemeriksaan ABCS serta adanya
gangguan keterlibatan organ. Bahkan hipotensi ringan harus ditangani
secara agresif. Sepuluh ml / kg cairan bolus harus diberikan secepat
mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan darah
kembali normal, cairan intravena lebih lanjut dapat diberikan seperti
manajemen DBD kelas 3. Jika syok tidak reversibel setelah pemberian
pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml / kg dan hasil laboratorium harus
dikejar dan diperbaiki secepat mungkin. Transfusi darah yang mendesak
harus dianggap sebagai langkah berikutnya (setelah meninjau hasil
hematokrit ) dan ditindak lanjuti dengan monitoring lebih dekat, misalnya
kateterisasi kandung kemih terus menerus.
Manajemen pemulihan
24
• Pemulihan dapat dikenali oleh peningkatan keadaan klinis, nafsu
makan dan kesejahteraan umum.
Tanda-tanda pemulihan
• Suhu normal.
25
• Hematokrit stabil pada nilai dasar .
Komplikasi
a) Ensefalopati dengue
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,
cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan
diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3 -, dan jumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar
dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi
edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat
disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari,
26
kadar gula darah diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi
amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati
mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, makaa untuk mencegah dapat
diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kgbb/hari +
kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan obat-obat
yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi
beban detoksifikasi obat dalam hati.
b) Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal
akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis
belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat diberikan.
Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum, dan
kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian
cairan selanjutnya.
c) Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular,
apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),
27
pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran edema paru pada foto rontgen dada.
Gambaran edema paru harus dibedakan dengan perdarahan paru. 1
28
Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II
umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-
50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %.
Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang
dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang
disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.9
29
BAB III
ANALISIS KASUS
30
Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga imunitas tubuhnya dengan
cukup beristirahat dan makan-makanan bergizi
Minum air mineral yang banyak, kurang lebih 2 botol mineral besar.
Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
sekitar
Jika keluhan tidak membaik atau justru timbul penyulit seperti timbul
bintik kemerahan pada kulit atau perdarahan dan timbul sesak, segera
akses fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
31
DAFTAR PUSTAKA
32