Anda di halaman 1dari 55

KATA PENGANTAR

Modul Galeri Kejuruan merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat
digunakan sebagai media transformasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja
kepada peserta pelatihan untuk mencapai kompetensi tertentu berdasarkan program
pelatihan yang mengacu kepada standar kompetensi melalui model pembelajaran
Daring dalam kerangka Learning Management System (LMS).

Modul Galeri Kejuruan ini sebagai salah satu media informasi dalam wadah LMS yang
mendukung lingkungan belajar virtual (Virtual Learning Environment – LVE) namun
tetap berorientasi kepada pelatihan berbasis kompetensi (Competence Based
Training), dengan meminimalisir permasalahan keterbatasan jarak dan waktu. Untuk
memenuhi kebutuhan tujuan pelatihan tersebut, maka disusunlah Modul Galeri
Kejuruan dalam kerangka LMS dan LVE dengan judul “Memperbaiki Sistem
Pengapian“.

Kami menyadari bahwa modul yang kami susun ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan agar
tujuan dari penyusunan modul ini menjadi lebih efektif.

Demikian kami sampaikan, semoga Tuhan YME memberikan tuntunan kepada kita
dalam melakukan berbagai upaya perbaikan dalam menunjang proses
pelaksanaan pembelajaran di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi.

Cimahi, Juli 2020

Penyusun,

Drs. Sumarsono, M.M.


NIP 19610615 198503 1 004

i
Perbaikan Sistem Pengapian

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................................. ii
ACUAN STANDAR KOMPETENSI KERJA DAN SILABUS DIKLAT ..................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
A. Tujuan Umum .................................................................................................................................... 4
B. Tujuan Khusus .................................................................................................................................... 4
BAB II IDENTIFIKASI SISTEM PENGAPIAN ................................................................................................... 5
A. Prinsip Pembangkitan Tegangan Tinggi........................................................................................... 5
1. Induksi sendiri (self induction) .................................................................................................... 6
2. Induksi mutual (mutual induction) .............................................................................................. 7
B. Komponen Sistem Pengapian ......................................................................................................... 8
1. Saat Pengapian dan Penyetelan Saat Pengapian ......................................................................... 8
2. Urutan Pengapian ....................................................................................................................... 9
3. Komponen Sistem Pengapian...................................................................................................... 9
4. Cara Kerja Sistem Pengapian ..................................................................................................... 23
C. Sistem Pengapian Elektronik ......................................................................................................... 25
1. Sistem Pengapian Transistor ..................................................................................................... 25
2. Prinsip kerja sistem pengapian transistor ................................................................................. 29
3. Pengaturan dwell angle............................................................................................................. 32
4. Current limiting control ............................................................................................................. 34
4. Distributorless Ignition System (DIS) ......................................................................................... 35
D. Pemeriksaan Komponen Sistem Pengapian ..................................................................................... 36
1. Pemeriksaan Koil ....................................................................................................................... 36
2. Pemeriksaan Kabel Tegangan Tinggi ......................................................................................... 38
3. Pemeliharaan dan Perbaikan Distributor .................................................................................. 38
4. Melepas, Memeriksa dan Menyetel Busi .................................................................................. 43
5. Penyetelan saat pengapian ....................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................... 52

PPPPTK BMTI/OTO/Sumarsono/2020 ii
Perbaikan Sistem Pengapian

ACUAN STANDAR KOMPETENSI KERJA DAN SILABUS DIKLAT

A. Acuan Standar Kompetensi Kerja


Materi modul pelatihan ini mengacu pada unit kompetensi terkait yang disalin dari Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk golongan Otomotif sub golongan teknik
perbaikan kendaraan ringan dengan uraian sebagai berikut:
KODE UNIT : G.45OTO01.077.2
JUDUL UNIT : Memperbaiki Sistem Pengapian
DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini berhubungan dengan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam memperbaiki
system pengapian.

ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA


1. Menyiapkan perbaikan 1.1 Manual perbaikan memperbaiki sistem
sistem pengapian pengapian disiapkan sesuai prosedur.
1.2 Peralatan dan bahan serta perangkat kerja lain
diperiksa atas kondisi dan kelayakan pakai
berdasarkan kebutuhan kerja.
1.3 Sistem pengapian yang akan diperbaiki disiapkan
di tempat kerja sesuai prosedur.
1.4 Perlengkapan pelindung kendaraan dipasang
berdasarkan prosedur di tempat kerja.
2. Memeriksa sistem 2.1 Sistem pengapian diperiksa dengan
pengapian menggunakan diagnostic tool untuk
memudahkan mengetahui kerusakan pada
sistem pengapian.
2.2 Sistem pengapian dasar dan elektronis diperiksa
untuk mengetahui kerusakan atau kesalahan
sesuai prosedur.
2.3 Pemeriksaan komponen sistem pengapian
dilakukan sesuai manual perbaikan.
3. Melaksanakan 3.1 Perbaikan sistem pengapian dilakukan sesuai
perbaikan sistem dengan manual perbaikan dan hasil pemeriksaan
pengapian serta menggunakan peralatan yang sesuai
dengan manual perbaikan.
3.2 Perbaikan sistem pengapian dilakukan dengan
menggunakan peralatan dan bahan
yang sesuai, berdasarkan manual perbaikan.
3.3 Hasil perbaikan sistem pengapian diuji untuk
memastikan sistem pengapian berfungsi dengan
baik sesuai dengan manual perbaikan dan
prosedur.
3.4 Hasil perbaikan sistem pengapian dicatat
dan dilaporkan sesuai prosedur yang berlaku.

PPPPTK BMTI/OTO/Sumarsono/2020 1
BATASAN VARIABEL
1. Konteks variabel
1.1. Unit kompetensi ini berlaku untuk merencanakan, menyiapkan, mendiagnosa dan
memperbaiki sistem pengapian konvensional dan elektronis pada kendaraan ringan.

2. Peralatan dan perlengkapan


2.1 Peralatan
2.1.1 Peralatan tangan atau hand tool
2.1.2 Alat bertenaga listrik dan pneumatis
2.1.3 Diagnostic tool
2.1.4 Peralatan khusus atau special tool
2.1.5 Alat ukur dan alat uji kelistrikan
2.1.6 Timing light
2.1.7 Alat uji atau penguji busi
2.1.8 Alat pembersih

2.2 Perlengkapan
2.2.1 Bahan pembersih
2.2.2 Busi
2.2.3 Kabel busi
2.2.4 IG coil
2.2.5 Berbagai macam ukuran kabel dan warna
2.2.6 Slongsong dan pipa fleksibel
2.2.7 Terminal dan penyambung kabel
2.2.8 Crimping
2.2.9 Isolasi kabel
2.2.10 Skema jaringan kelistrikan

3. Peraturan yang diperlukan


3.1 Undang-Undang RI nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

4. Norma dan standar


4.1 Norma
(Tidak ada.)
4.2 Standar
4.2.1 Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terkait dengan kelistrikan
4.2.2 Prosedur pertolongan pertama pada kecelakaan
4.2.3 Petunjuk pemasangan unit sistem pengapian
4.2.4 Manual perbaikanr
4.2.5 Prosedur perusahaan

1
Perbaikan Sistem Pengapian

4.2.6 Data kebutuhan bahan


4.2.7 Instruksi kerja perusahaan
4.2.8 Persyaratan mutu perusahaan

PANDUAN PENILAIAN
1. Konteks penilaian
1.1 Kondisi dan lingkungan dimana penilaian dilakukan. Penilaian atas unit kompetensi
ini dapat dilakukan di tempat kerja atau secara simulasi di tempat uji kompetensi yang
telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
1.2 Obyek yang harus dinilai. Penilaian atas unit kompetensi ini mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan untuk dapat
melaksanakan pekerjaan memperbaiki sistem pengapian termasuk komponen terkait
pada kendaraan ringan.
1.3 Metode yang digunakan. Penilaian atas unit ini dilakukan dengan metode asesmen
yang sesuai dengan obyek/sasaran penilaian diantaranya ujian tertulis, ujian lisan
dan/atau interview, praktik simulasi dan/atau praktik kerja nyata dan metode asesmen
portofolio atau kombinasi beberapa metode.

2. Persyaratan kompetensi
2.1 G.45OTO01.001.2 : Melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.2 G.45OTO01.003.2 : Komunikasi di Tempat Kerja
2.3 G.45OTO01.007.2 : Membaca Gambar Teknik
2.4 G.45OTO01.004.2 : Melaksanakan Pemeliharaan Komponen

3. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan


3.1 Pengetahuan
3.1.1 Tipe dan jenis sistem pengapian
3.1.2 Prosedur diagnosa dan pengetasan
3.1.3 Prosedur memperbaiki sistem pengapian konvensional dan elektronis pada
kendaraan

3.2 Keterampilan
3.2.1 Menggunakan peralatan dan perlengkapan kelistrikan sesuai fungsi dan
kegunaaanya
3.2.2 Membaca dan menginterpretasikan informasi teknik tentang sistem pengapian

4. Sikap kerja yang diperlukan


4.1 Teliti
4.2 Cekatan
4.3 Bertanggungjawab

PPPPTK BMTI/OTO/Sumarsono/2020 2
Perbaikan Sistem Pengapian

5. Aspek kritis
5.1 Ketepatan perbaikan sistem pengapian dilakukan dengan menggunaka peralatan
dan bahan yang sesuai, berdasarkan manual perbaikan.

PPPPTK BMTI/OTO/Sumarsono/2020 3
Perbaikan Sistem Pengapian

BAB I PENDAHULUAN

A. Tujuan Umum
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu memperbaiki Sistem
Pengapian.

B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi mampu memperbaiki Sistem Pengapian ini
adalah untuk memfasilitasi peserta sehingga pada akhir diklat diharapkan memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Menerapkan persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2. Menggunakan peralatan dan perlengkapan kelistrikan sesuai fungsi dan kegunaaanya
yang terkait dengan pemeliharaan Sistem Pengapian pada teknik kendaraan ringan.
3. Membaca dan menggunakan informasi teknis yang berkaitan dengan pemeliharaan
Sistem Pengapian pada Teknik kendaraan ringan.
4. Menerapkan prosedur dan pengamatan secara visual maupun pendengaran pada
pemeliharaan dan perbaikan Sistem Pengapian pada Teknik kendaraan ringan.
5. Memperbaiki sistem pengapian menggunakan teknologi yang terkait dengan
pemeliharaan sistem pengapian pada Teknik kendaraan ringan

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 4
Perbaikan Sistem Pengapian

BAB II IDENTIFIKASI SISTEM PENGAPIAN

Sistem pengapian berfungsi untuk membangkitkan percikan bunga api pada busi yang digunakan
untuk membakar campuran udara dan bahan bakar yang dikompresikan di dalam silinder.
Agar hasil yang diperoleh sistem pengapian sempurna, maka rangkaian ini harus memenuhi
beberapa kriteria, antara lain :
 Dapat merubah tegangan rendah menjadi tegangan tinggi.
 Dapat beroperasi dengan sumber tegangan yang berbeda (tegangan baterai dan/atau
alternator).
 Dapat mengalirkan tegangan tinggi ke busi-busi sesuai dengan urutan pengapian.
 Waktu pembangkitan tegangan tinggi harus tepat sesuai dengan putaran mesin.
Sistem pengapian pada dasarnya dapat dibedakan dalam beberapa jenis antara lain : sistem
pengapian konvensional (dengan magnet dan baterai), sistem pengapian transistor (jenis pulse
generator dan hall effect) dan sistem pengapian dengan pelepasan muatan dari kapasitor (CDI
system).
Berikut ini adalah salah satu contoh system pengapian konvensional.

1. Baterai
2. Kunci Kontak
3. Koil Pengapian
4. Distributor
5. Kondensor
6. Kontak Platina
7. Busi

Gambar 1. Sistem Pengapian Konvensional

A. Prinsip Pembangkitan Tegangan Tinggi


Untuk mendapatkan tegangan tinggi yang akan digunakan untuk proses pembakaran di dalam
ruang bakar diperlukan komponen yang biasa disebut Ignition Coil. Komponen ini bekerja
dengan memanfaatkan proses induksi electromagnet.
Apabila sebuah penghantar digerakkan memotong medan magnet, maka pada penghantar
tersebut akan terbangkit arus listrik. Peristiwa ini biasa disebut induksi elektromagnet. Seperti
diperlihatkan pada gambar berikut, sebuah penghantar dengan inisial ujung-ujungnya A dan
B digerakkan memotong garis gaya magnet, bila gerakan dilakukan ke arah kiri maka pada

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 5
Perbaikan Sistem Pengapian

penghantar akan mengalir arus listrik dengan arah dari B ke A yang kemudian dialirkan ke
lampu dan kembali ke titik B.

Gambar 2. Terbangkitnya arus induksi

Ketika gerakan penghantar dilakukan kebalikannya, maka arah arus listrik yang dibangkitkan
juga akan terbalik, dan bila gerakan ini dilakukan berulang-ulang secara terus-menerus maka
pada penghantar akan timbul arus bolak-balik.

1. Induksi sendiri (self induction)


Induksi sendiri adalah timbulnya tegangan listrik pada suatu kumparan apabila terjadi
perubahan arah arus atau terhentinya aliran arus listrik. Seperti dijelaskan sebelumnya
bahwa timbulnya arus listrik dapat disebabkan oleh adanya perpotongan garis gaya
magnet dengan penghantar (kumparan), fenomena ini sulit dijelaskan, tetapi sudah
diterima kebenarannya sebagai hukum alam yang sangat penting khususnya untuk
menjelaskan kejadian-kejadian pada suatu kawat yang dialiri arus listrik, dalam hal ini
apabila kuat arusnya berubah maka medan magnet yang dihasilkan juga akan
mengembang atau mengecil dan memotong kawat itu sendiri sehingga timbul gaya gerak
listrik pada kawat tersebut. Kejadian inilah yang disebut induksi sendiri.

Gambar 3. Induksi sendiri

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 6
Perbaikan Sistem Pengapian

2. Induksi mutual (mutual induction)


Induksi mutual pada dasarnya sama dengan induksi sendiri, tetapi kejadian timbulnya
induksi mutual adalah antara satu kumparan dengan kumparan lainnya. Dalam hal ini
kedua kumparan tersebut tidak saling berhubungan satu sama lain.

Gambar 4. Induksi mutual

Pada gambar di atas ditunjukkan, ketika arus listrik dialirkan pada kumparan primer maka
kumparan tersebut akan membangkitkan garis gaya magnet yang mengelilingi kedua
kumparan. Apabila arus listrik tersebut diputuskan, maka kemagnetan akan menyusut
menjadi nol.

Saat penyusutan garis gaya magnet inilah pada kedua kumparan (kumparan primer dan
sekunder) terbangkit arus listrik, pembangkitan arus listrik ini terjadi secara bersamaan.
Dengan demikian proses pembangkitan arus listrik seperti ini disebut induksi bersama
(induksi mutual). Proses induksi mutual ini diantaranya diaplikasikan pada koil pengapian.
Besarnya gaya gerak listrik (Electromotive Force) yang dibangkitkan dari hasil induksi
ditentukan oleh tiga faktor berikut :
a. Banyaknya garis gaya magnet
Semakin banyak garis gaya magnet yang terbentuk dalam kumparan, semakin
besar tegangan yang diinduksi.
b. Banyaknya gulungan kumparan
Semakin banyak lilitan pada kumparan, semakin tinggi tegangan yang diinduksikan.
c. Kecepatan perubahan garis gaya magnet
Semakin cepat perubahan banyaknya garis gaya magnet yang dibentuk pada
kumparan, semakin tinggi tegangan yang diinduksi.

Untuk memperoleh EMF yang besar dari mutual inductance (tegangan sekunder yang
dibangkitkan), maka arus yang masuk pada kumparan primer harus sebesar mungkin dan
pemutusan arus harus secepat mungkin.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 7
Perbaikan Sistem Pengapian

B. Komponen Sistem Pengapian


1. Saat Pengapian dan Penyetelan Saat Pengapian
Waktu antara saat awal pembakaran hingga pembakaran sempurna terjadi sekitar dua mili
detik.
Percikan bunga api harus cukup untuk menghasilkan tekanan pembakaran yang optimal
pada berbagai kondisi kerja engine. Saat pengapian harus memenuhi kebutuhan-
kebutuhan seperti tercantum di bawah ini, yakni :
 Tenaga engine maksimum
 Konsumsi bahan bakar yang ekonomis
 Tidak terjadi “engine knock”
 Gas bekas bersih
Kebutuhan di atas tidak bisa dipenuhi secara serempak, dengan demikian permasalahan
yang timbul harus ditemukan dari kasus perkasus secara mendasar.
Saat pengapian yang optimum tergantung pada beberapa faktor yaitu : data kecepatan
engine, beban dan desain, bahan bakar dan kondisi kerja seperti starting, idling dan
overrun.
Saat pengapian dihubungkan langsung dengan kondisi kerja engine melalui mekanisme
pengaju saat pengapian (centrifugal advancer dan vacum advancer).
Kedua jenis penyetel saat pengapian ini dapat memberikan efek secara individual maupun
secara bersama-sama.
Grafik berikut menunjukkan tekanan dalam ruang bakar sebuah mesin empat langkah
dengan saat pengapian yang benar dan yang salah.
Apabila saat pengapian terlambat maka tenaga engine akan berangsur-angsur menurun
dan konsumsi bahan bakar meningkat.
Bila saat pengapian terlalu awal dapat menyebabkan masalah yang serius pada busi dan
engine, terutama apabila saat pengapian terjadi jauh lebih awal (over-advanced) yang
menyebabkan terjadinya suara ketukan pada engine (engine knock) dan gas bekas
mengandung racun.

Gambar 5 Kurva tekanan dalam ruang bakar dengan saat pengapian yang berbeda

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 8
Perbaikan Sistem Pengapian

Keterangan :
1. (Za) - Pengapian pada saat yang tepat
2. (Zb) - Pengapian terlalu awal
3. (Zc) - Pengapian terlambat

2. Urutan Pengapian
Urutan pengapian merupakan urutan pengaliran arus bertegangan tinggi ke busi-busi saat
akhir kompresi. Urutan pengapian sudah dirancang dan disesuaikan dengan silinder
engine.
Penomoran silinder pada engine biasanya dimulai dari depan meskipun demikian ada
beberapa variasi pada engine jenis V. Pada engine empat silinder, urutan pengapiannya 1
- 3 - 4 - 2 atau 1 - 2 - 4 - 3, sedangkan untuk engine enam silinder, secara umum urutan
pengapiannya 1 - 5 - 3 - 6 - 2 - 4.
Urutan pengapian sangat penting diperhatikan, oleh karena itu kabel tegangan tinggi
antara tutup distributor dengan busi-busi harus dihubungkan dengan urutan yang benar.

Gambar 6. Penempatan kabel busi pada distributor untuk engine 4 silinder


(urutan pengapian : 1 - 3 - 4 - 2)

3. Komponen Sistem Pengapian


a) Kunci Kontak (Ignition Switch)
Kunci kontak berfungsi sebagai alat untuk memutuskan dan menghubungkan arus dari
baterai ke rangkaian primer pada sistem pengapian. Pada kunci kontak biasanya
terdapat beberapa terminal, terminal-terminal tersebut biasanya diberi tanda secara
alphabetis yakni ; B (baterai), IG (ignition/pengapian), ST (starter) dan ACC
(accessories), khususnya kendaraan produksi Jepang. Sedangkan kendaraan produksi
Eropa, terminal-terminal pada kunci kontak tersebut biasanya ditandai dengan angka,
misalnya 30 (baterai positif), 15 (ignition/pengapian), 50 (starter/Solenoid).

Gambar 7. Kunci Kontak

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 9
Perbaikan Sistem Pengapian

b) Koil pengapian (ignition coil)


Koil pengapian berfungsi untuk merubah tegangan rendah dari baterai menjadi
tegangan tinggi untuk menghasilkan bunga api pada busi. Koil pengapian
menghasilkan tegangan tinggi dengan prinsip induksi. Sebuah koil terdiri dari rangka
logam yang menahan plate jacket untuk mengurangi penyebaran medan manget.
Didalamnya terdapat dua buah kumparan, yakni kumparan primer dan kumparan
sekunder yang dililitkan pada inti besi. Kumparan sekunder dililitkan langsung pada inti
besi yang sudah dilaminasi sedangkan kumparan primer dililitkan setelah kumparan
sekunder.
Jumlah lilitan pada kumparan primer dan kumparan sekunder bervariasi, walaupun
demikian biasanya kedua kumparan ini mempunyai perbandingan sekitar 1 : 100
(primer : sekunder). Kumparan primer mempunyai tahanan antara 2 ohm sampai
dengan 3 ohm, tergantung pada jenis koil.
Di dalam koil pengapian juga terdapat oli yang digunakan sebagai pendingin. Pada koil
pengapian biasanya terdapat tiga terminal yakni, terminal positif (terminal 15),
terminal negatif (terminal 1) dan terminal tegangan tinggi (terminal 4).

Gambar 8. Konstruksi koil pengapian

c) Tahanan ballast (ballast resistor)


Pada sistem pengapian yang menggunakan platina, terdapat rangkaian yang
dilengkapi dengan resistor atau kawat resistor yang dikenal dengan nama tahanan
ballast (ballast resistor).

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 10
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 9. Rangkaian sistem pengapian dengan tahanan ballast

Tahanan ini dipasang antara kunci kontak dan koil pengapian, tahanan ini mengurangi
tegangan pada koil pengapian yang memang dirancang untuk bekerja di bawah (lebih
rendah) dari tegangan baterai 12 volt. Apabila kunci kontak diarahkan pada posisi start
untuk menghidupkan engine, tahanan ballast tidak dilewati arus karena koil pengapian
mendapat tegangan dari terminal “ST” (cranking voltage). Setelah engine hidup dan
kunci kontak kembali pada posisi “IG” tahanan ballast kembali dilewati arus yang
dialirkan ke rangkaian primer, dengan demikian tegangan pengapian saat start dan
saat engine hidup relatif sama.
Beberapa jenis tahanan ballast sensitif terhadap panas. Saat engine dihidupkan pada
putaran rendah, kontak platina menutup relatip lebih lama daripada saat kecepatan
tinggi. Pada kecepatan rendah, tahanan ballast menjadi panas. Kondisi ini
menyebabkan naiknya nilai tahanan pada tahanan ballast, dengan demikian arus yang
mengalir pada kontak platina menurun, Cara ini membantu memperpanjang umur
kontak platina.
Pada putaran tinggi, tahanan ballast mempunyai suhu yang rendah, hal ini
memungkinkan mengalirnya arus yang besar, yang membantu kerja koil.
d) Distributor
Pada dasarnya sebuah distributor berfungsi untuk mengalirkan arus betegangan tinggi
dari koil pengapian ke busi-busi sesuai dengan urutan pengapian. Untuk lebih detailnya
bisa disimpulkan bahwa distributor mempunyai tiga fungsi yaitu :
 Menghubungkan dan memutuskan arus pada rangkaian primer sehingga koil
pengapian menghasilkan tegangan tinggi (bagian kontak pemutus/platina).
 Menjadikan tepatnya waktu pembangkitan tegangan tinggi sesuai dengan putaran
mesin (Bagian mekanis centrifugal advancer dan vacuum advancer).
 Meneruskan arus bertegangan tinggi pada busi sesuai dengan urutannya.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 11
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 10. Komponen-komponen distributor

Pada distributor terdapat komponen yang berguna untuk mempercepat saat


terjadinya pengapian yakni centrifugal advancer dan vacuum advancer.
Centrifugal advancer bekerja berdasarkan putaran mesin sedang vacuum advancer
bekerja berdasarkan kevakuman yang terjadi pada saluran masuk (intake manifold).
(a) Mekanisme Centrifugal Advancer
Plat penopang yang berputar bersama poros distributor merupakan tempat
terpasangnya bobot pemberat (fly weight).

Gambar 11. Centrifugal advancer


Pada saat mesin berputar pada putaran tinggi maka bobot pemberat (Fly weight)
akan mengembang berdasarkan gaya centrifugal akibat kecepatan berputarnya
poros distributor. Pada saat bobot pemberat mengembang akan mendorong cam
plate untuk bergeser beberapa derajat mendahulia poros distributor. Akibatnya

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 12
Perbaikan Sistem Pengapian

cam akan terbawa tergeser dan menyebabkan timing pembukaan platina menjadi
maju.

(b) Vacuum Advancer


Vacuum advancer bekerja berdasarkan kevakuman yang terjadi pada saluran
pemasukan (intake manifold).

Gambar 12. Vacuum advancer

Dipasangnya vacuum advancer merupakan metode untuk mempercepat saat


pengapian ketika beban engine rendah dan pembukaan katup gas pada posisi
medium.
Ketika katup gas menutup saluran, pada saluran ke vacuum advancer tidak terjadi
kevakuman. Dengan demikian tidak ada percepatan saat pengapian. Bila katup
gas digerakkan sampai setengah pembukaan katup, maka udara yang bergerak
melewati saluran vakum menyebabkan daerah ini mempunyai kevakuman yang
tinggi, akibatnya membran pada vacuum advancer terhisap. Gerakan membran
ini menyebabkan tertariknya tuas membran yang dihubungkan pada dudukan
platina. Karena gerakan ini berlawanan dengan arah putaran poros distributor,
maka saat membukanya platina menjadi lebih awal, artinya pengapian juga terjadi
lebih awal. Kevakuman akan menurun saat percepatan dan katup gas terbuka
penuh. Pada kedua kondisi ini vacuum advancer tidak bekerja untuk mempercepat
saat pengapian.
Walaupun demikian, saat pedal gas diinjak secara mendadak, dimana centrifugal
advancer belum berfungsi karena putaran engine masih rendah, maka vacuum
advancer ini bekerja mempercepat saat pengapian.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 13
Perbaikan Sistem Pengapian

(c) Octan Selector


Octan selector berfungsi untuk mengatur saat pengapian berdasarkan jenis bahan
bakar yang digunakan pada kendaraan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
saat pengapian harus disetel, dengan memperhitungkan waktu yang dipakai untuk
pembakaran sehingga tekanan pembakaran maksimum tercapai pada posisi 10°
setelah TMA. Tingkat pembakaran campuran udara- bahan bakar (perambatan api)
berbeda-beda tergantung pada jenis bensin (harga oktan). Oleh karena itu,
untuk memperoleh daya maksimum dari pembakaran, saat pengapian
harus disetel sesuai dengan angka oktan bensin.

Gambar 13. Mekanisme Octan Selector

Bila bahan bakar pada kendaraan diganti dengan bahan bakar yang bernilai oktan
lebih tinggi maka selector harus diputar ke arah kanan (Advance) agar saat
pengapian lebih cepat, sebaliknya apabila bahan bakar diganti dengan jenis bahan
bakar yang bernilai oktan lebih rendah maka selector diputar ke arah kiri (Retard)
agar saat pengapian menjadi lebih lambat.

Gambar 14. Octan Selector dalam posisi normal

Pada posisi normal, garis Setting harus pada posisi lurus dengan ujung ulir (End of
Cap Mounting thread) dan garis tengah (Center line) berada di tengah knob octan
selector.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 14
Perbaikan Sistem Pengapian

e) Kondensor
Kondensor terbuat dari dua lembar alumunium yang dibatasi dengan kertas isolasi.
Lembaran ini digulung dan ditempatkan pada tabung logam. Dalam pemasangannya
kondensor dirangkai secara paralel dengan kontak platina. Plat-plat kondensor
meredam arus yang dapat menimbulkan percikan api pada kontak platina pada saat
membuka. Hal ini mempercepat berhentinya aliran listrik pada rangkaian primer.

Proses kerja kondensor :


 Saat kontak platina terbuka, aliran arus pada kumparan primer terhenti dan terjadi
perubahan medan magnet yang menyebabkan terbangkitnya tegangan tinggi pada
kumparan sekunder.
 Perubahan garis gaya magnet ini juga menghasilkan tegangan induksi pada
kumparan primer dan arus induksinya dapat mengalir melalui kontak platina yang
masih terbuka.
 Plat-plat pada kondensor menyediakan area yang luas untuk mengalirkan elektron
selama kontak platina terbuka. Keadaan ini menyebabkan diserapnya arus yang
akan mengalir lewat kontak platina.
 Secara cepat kondensor diisi, dalam keadaan seperti ini, kontak platina mempunyai
celah yang cukup untuk menghindarkan adanya percikan api. Kesimpulannya
kondensor bekerja sebagai penampung arus listrik sementara.
 Kondensor juga menghentikan arus secara cepat, hal ini menyebabkan perubahan
garis gaya magnet terjadi lebih cepat. Proses inilah yang diperlukan untuk
pembangkitan tegangan tinggi pada kumparan sekunder.

Gambar 15. Konstruksi kondensor

f) Kontak platina (Contact point)


Kontak platina merupakan komponen yang menghubung dan memutuskan arus pada
rangkaian primer yang dikontrol oleh breaker cam pada poros distributor. Arus yang
mengalir pada kontak platina ini bisa mencapai 5 amper dan tegangan yang dihasilkan
kumparan primer bisa mencapai 500 volt. Pada engine 4 silinder, saat engine pada
putaran 6000 Rpm, kontak platina membuka dan menutup hingga 12.000 kali dengan
frekuensi 200 Hz.
Kontak platina yang rusak dapat mengganggu pengaliran arus pada koil pengapian,
sehingga konsumsi bahan bakar menjadi lebih tinggi dan nilai gas bekas yang lebih
jelek.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 15
Perbaikan Sistem Pengapian

 Sudut dwell (Dwell Angle)


Kondisi kontak platina berpengaruh pada sudut dwell, atau biasa juga disebut cam
angle.
Sudut dwell adalah sudut yang dibentuk oleh cam pada distributor saat kontak
platina mulai menutup hingga membuka kembali. Kontak platina menutup dalam
waktu yang sangat singkat, hal ini memungkinkan mengalirnya arus listrik ke
kumparan primer untuk membangkitkan medan magnet. Bila medan magnet
lemah maka tegangan tinggi yang dihasilkan oleh koil juga rendah, hal ini terjadi
terutama pada putaran tinggi.
Karena besarnya sudut dwell dipengaruhi besarnya celah platina maka kondisi
kontak platina perlu penanganan khusus. Dengan berubahnya celah kontak platina
maka besarnya sudut dwell juga berubah. Semakin kecil celah kontak platina,
makin besar sudut dwell-nya dan saat pengapian lebih lambat. Sedangkan semakin
besar celah kontak platina, makin kecil sudut dwell-nya dan saat pengapian terjadi
lebih awal.

Gambar 16. Sudut dwell (Dwell angle)

Gambar 17. Hubungan celah kontak platina dengan sudut dwell

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 16
Perbaikan Sistem Pengapian

Pemeriksaan sudut dwell yang akurat hanya bisa dilakukan dengan alat pemeriksa
sudut dwell elektronik (Electronic Dwell Angle Tester). Penyetelan celah kontak
platina harus dilakukan pertama kali, artinya sudut dwell sudah benar sebelum saat
pengapian disetel.

g) Busi (Spark Plug)


Busi merupakan media untuk meloncatkan bunga api untuk membakar campuran
udara dan bahan bakar pada akhir langkah kompresi. Busi mempunyai dua elektroda
yakni elektroda tengah (elektroda positif) yang dihubungkan ke terminal busi dan
elektroda samping (elektroda massa) yang dihubungkan ke badan busi sebagai massa.
Antara kedua elektroda tersebut terdapat celah untuk meloncatkan bunga api.
Tegangan tinggi yang terinduksi pada koil akan dialirkan pada distributor, kabel
tegangan tinggi, busi (elektroda tengah), dan melalui celah busi dialirkan ke elektroda
massa. Suatu hal yang perlu diingat bahwa saat arus melompati celah busi, percikan
api akan terbangkit, inilah tujuan akhir dari sistem pengapian.

1. Terminal
2. Rumah busi
3. Isolator
4. Elektrode tengah (paduan nikel)
5. Perintang rambatan arus
6. Rongga pemanas
7. Elektrode massa (paduan nikel)
8. Cincin perapat
9. Celah elektrode
10. Baut sambungan
11. Cincin perapat
12. Penghantar

Gambar 18. Konstruksi busi

1) Tingkat panas busi (Spark plug heat range)


Tingkat panas busi sangat penting untuk diperhatikan, yang dimaksud dengan
tingkat panas busi adalah kemampuan busi untuk menyalurkan panas dari ujung
elektroda positif ke sistem pendingin pada engine. Hal ini ditentukan oleh jarak
sumber panas yang harus ditempuh sampai ke pendingin.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 17
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 19. Jenis busi

Seperti diperlihatkan pada gambar 19, ujung elektroda pada busi dengan isolator
yang panjang menyebabkan jarak terhadap sistem pendingin menjadi jauh,
dengan demikian panas pada ujung elektroda akan mengalir dengan jarak yang
cukup jauh. Jenis busi seperti ini akan cepat menjadi panas, dan biasanya disebut
busi panas. Sebagai kebalikannya, pada busi yang isolatornya lebih pendek,
pengaliran panas dari elektroda tengah ke pendingin prosesnya lebih cepat. Busi
seperti ini biasa disebut busi dingin.
Perencanaan dan pengoperasian mesin akan menentukan jenis busi yang akan
digunakan, busi dingin atau busi panas. Secara umum pada engine yang
beroperasi pada kecepatan tinggi atau berbeban berat dibutuhkan busi dingin
sehingga pengaliran panas bisa lebih cepat. Pada mesin yang rata-rata beroperasi
pada kecepatan rendah digunakan busi panas. Untuk engine yang beroperasi
pada putaran normal digunakan busi antara busi panas dan busi dingin.

Gambar 20. Perbandingan daerah kerja busi

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 18
Perbaikan Sistem Pengapian

Tingkat panas busi biasanya ditunjukkan dengan nomor yang tertera pada bagian
samping busi. Sebagai contoh, pada busi merk Bosch terdapat tanda ukuran
dengan nomor. Makin kecil nomor, maka tingkat panas busi makin rendah dan
makin besar nomor maka tingkat panas busi makin tinggi. Sebaliknya untuk merek
Denso dan NGK, semakin kecil nomor maka tingkat panas busi makin tinggi.
Untuk pemakaian busi yang paling aman adalah menggunakan busi sesuai dengan
anjuran pabrik.
Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa secara normal busi bekerja pada
temperatur antara 400C sampai 850C, dengan demikian pemakaian busi harus
disesuaikan dengan kondisi kerja engine.
Di bawah ini adalah kurva temperatur beberapa busi dengan tingkat panas yang
berbeda pada beban penuh dengan engine yang sama.

Gambar 21. Kurva temperatur busi

 Busi dengan angka tingkat panas busi yang tinggi (busi panas) karena
isolatornya panjang, maka penyusutan panasnya lambat.
 Busi dengan angka tingkat panas busi sedang, isolatornya lebih pendek dari
busi panas, penyusutan panas lebih baik.
 Busi dengan angka tingkat panas yang rendah (busi dingin) isolatornya
pendek memungkinkan pengaliran panas sangat mudah.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 19
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 22. Pengaliran panas pada elektroda tengah

Untuk mendapatkan hasil kerja busi yang maksimal maka penggunaan busi harus
mengikuti petunjuk pabrik.

2) Celah busi
Celah busi adalah jarak yang sangat sempit antara elektroda tengah dan elektroda
massa. Celah busi yang kecil memerlukan tegangan pengapian yang rendah. Bila
celah busi terlalu kecil, tegangan cadangan (voltage reserve) menjadi tinggi, tetapi
kesalahan pengapian bisa terjadi karena sangat sedikit jumlah campuran bahan
bakar yang bisa dicapai oleh bunga api busi.

Gambar 23. Hubungan antara celah busi dan tegangan pengapian yang
dibutuhkan

Jika celah busi terlalu besar berarti membutuhkan tegangan tinggi untuk proses
pengapian. Dalam hal ini tegangan cadangan jadi rendah.
Walaupun dalam proses pengapian hasilnya bagus, kondisi ini kemungkinan juga
terjadi bahaya kesalahan pengapian (misfiring). Celah elektroda biasanya berkisar
antara 0,7 - 1,1 mm. Celah elektroda secara presisi dan optimal ditentukan oleh

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 20
Perbaikan Sistem Pengapian

pabrik. Untuk lebih tepatnya harus melihat buku manual dari kendaraan yang
bersangkutan.

3) Kondisi permukaan kepala busi


Kondisi permukaan ujung kepala busi akan menjelaskan kemampuan kerja busi,
yang erat hubungannya dengan komposisi campuran udara dan bahan bakar serta
pembakaran di dalam engine.
Informasi yang ditunjukkan permukaan kepala busi menjadi bagian penting dalam
mendiagnosis engine. Informasi yang ditunjukkan permukaan busi ini bisa
diterapkan bila kendaraan telah beroperasi sebelumnya sekitar 10 km pada
kecepatan engine yang berbeda pada daerah kerja menengah. Berikut ini
dijelaskan tentang kondisi permukaan kepala busi dan kemungkinan
penyebabnya.

Kondisi normal
Bagian hidung isolator berwarna abu-abu
putih atau abu-abu kuning hingga coklat.
Engine dalam keadaan normal, daerah
kerja busi tepat. Penyetelan campuran dan
saat pengapian tepat, tidak ada kesalahan
pengapian, cold starting device berfungsi.
Tidak ada kotoran dari kandungan bahan Gambar 24.
tambah bahan bakar atau unsur campuran Kondisi busi normal
dalam oli engine. Tidak terjadi overheating
(panas yang berlebihan)
Jelaga atau kotoran karbon
Bagian hidung isolator, elektroda dan
kepala busi tertutup dengan kotoran
karbon.
Penyebab : penyetelan bahan bakar tidak
tepat, campuran terlalu gemuk (kaya),
saringan udara terlalu kotor, cuk (choke)
otomatis bekerja tidak baik, kendaraan
Gambar 25.
banyak digunakan pada jarak pendek, jenis
Jelaga atau kotoran karbon
busi terlalu dingin. pada busi
Kotoran Oli
Bagian hidung isolator, elektroda dan
kepala busi tertutup kotoran atau sisa
karbon yang mengkilap. Penyebab : terlalu
banyak oli di dalam ruang bakar, level oli
terlalu tinggi, posisi cincin torak, silinder
dan penghantar katup buruk. Pada engine

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 21
Perbaikan Sistem Pengapian

dua langkah, terlalu banyak oli dalam Gambar 26.


campuran. Kotoran oli pada busi

Formasi Abu
Terdapat kotoran abu dan oli dari bahan
tambah dalam bahan bakar pada
permukaan isolator, scavenging area dan
elektroda massa struktur abu.
Penyebab : unsur campuran pada oli dapat
menyebabkan timbulnya abu ini pada
ruang bakar dan permukaan busi
Gambar 27.
Formasi abu pada kepala busi
Elektroda Meleleh
Pada elektroda tampak permukaan yang
tidak rata seperti bunga kol. Kemungkinan
kotoran bukan dari busi.
Penyebab : overheating

Gambar 28
Elektroda busi meleleh
Keausan Berat pada Elektroda Massa
Celah elektroda sangat lebar karena
terjadinya keausan.
Penyebab : bahan tambahan (additives)
pada bahan bakar dan oli yang agresif.
Pengaruh yang tidak menguntungkan dari
turbulensi gas dalam ruang bakar,
kemungkinan penyebab oleh deposit,
knocking. Bukan overheating. Gambar 29
Keausan berat pada elektroda

h) Kabel Tegangan Tinggi


Kabel tegangan tinggi berfungsi untuk mengalirkan arus bertegangan tinggi yang
dibangkitkan oleh koil pengapian melalui distributor ke busi. Pada ujung kabel
tegangan tinggi terdapat penutup (boot) yang berguna untuk menjaga terminal dari
korosi, minyak dan udara lembab. Penutup ini sifatnya fleksibel sehingga dapat
menutup rapat pada kabel yang dihubungkan ke tutup distributor, koil dan busi. Engine
untuk racing dan mobil-mobil lama biasanya menggunakan kabel tegangan tinggi
dengan kawat solid. Dalam hal ini yang digunakan adalah beberapa buah kawat yang
dipelintir bersama-sama. Kabel tegangan tinggi dengan serat kawat ini sudah mulai
ditinggalkan karena mengganggu frekwensi pesawat radio dan televisi.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 22
Perbaikan Sistem Pengapian

Kabel sekunder (tegangan tinggi) yang sekarang banyak dipakai menggunakan inti
karbon sebagai penghantar arus dari koil ke busi, inti karbon berbentuk serbuk ini
ditempatkan ditengah-tengah anyaman nylon, dengan demikian kabel tegangan tinggi
ini mempunyai tahanan yang cukup besar yakni sekitar 33.000 ohm/meter. Tujuan
pemakaian inti karbon ini adalah untuk menyaring/meredam gangguan yang dapat
menimbulkan suara berisik pada radio atau pesawat elektronik lainnya.

Gambar 30. Konstruksi kabel teganggan tinggi

4. Cara Kerja Sistem Pengapian


Sistem pengapian menggunakan arus bertegangan rendah dari baterai dan
membangkitkan tegangan tinggi untuk menghasilkan percikan api pada busi. Proses
pembangkitan tegangan tinggi ini harus akurat dan tepat, biasanya sampai 100 x per
detiknya atau lebih. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pemeliharaan menjadi begitu
penting. Sistem pengapian konvensional dapat dibagi dalam dua kategori rangkaian,
yakni rangkaian primer dan rangkaian sekunder.
Rangkaian primer terdiri dari kunci kontak, kumparan primer, kontak platina dan
kondensor, dengan memanfaatkan tegangan rendah dari baterai. Sedangkan rangkaian
sekunder dialiri arus bertegangan tinggi sebagai hasil kerja koil pengapian. Agar lebih
sederhana, cara kerja sistem pengapian dibagi dalam dua tahap, yakni saat platina
menutup dan saat platina membuka.
 Cara Kerja Sistem Pengapian (saat kontak platina menutup)
Apabila kunci kontak pada posisi “ON”, arus mengalir dari baterai melalui kunci kontak
ke kumparan primer pada koil pengapian dan kontak platina ke massa. Dalam kondisi
seperti ini pada koil pengapian terbangkit garis gaya magnet.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 23
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 31. Pengaliran arus pada rangkaian primer

 Cara Kerja Sistem Pengapian Saat Kontak Platina Terbuka


Pada saat engine di-start, poros engkol berputar sekaligus memutarkan poros
distributor bersama cam-nya. Apabila cam menyentuh kontak platina, maka kontak
platina akan terbuka. Karena sifat arus selalu meneruskan gerakannya, maka arus
listrik ini beralih pengalirannya ke kondensor yang sekaligus menghentikan pengaliran
arus pada rangkaian primer.
Berhentinya pengaliran arus listrik ini menyebabkan terjadinya perubahan garis gaya
magnet di sekeliling kumparan primer dan sekunder dengan sangat cepat.
Dengan adanya perubahan garis gaya magnet ini maka pada kedua kumparan akan
terbangkit arus listrik. Arus yang terbangkit pada kumparan primer diserap oleh
kondensor, sedangkan arus dengan tegangan tinggi yang terbangkit pada kumparan
sekunder dialirkan pada terminal kabel tegangan tinggi pada tutup distributor,
selanjutnya melalui rotor arus bertegangan tinggi tersebut dialirkan ke busi sesuai
dengan urutan pengapian.
Pada busi, arus listrik tersebut akan mengalir pada elektroda tengah ke elektroda
massa melalui celah busi sehingga pada celah busi timbul letikan bunga api. Proses
ini terjadi antara 50 sampai 150 kali perdetik tergantung pada putaran engine.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 24
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 32. Pengaliran arus pada rangkaian sekunder

C. Sistem Pengapian Elektronik


1. Sistem Pengapian Transistor
Breaker point /kontak pemutus pada sistem pengapian biasanya memerlukan
pemeliharaan berkala karena beroksidasi selama adanya loncatan bunga api. Sistem solid-
state transistorized ignition (yang selanjutnya disebut sistem pengapian transistor) yang
dikembangkan untuk menghapuskan perlunya pemeliharaan, yang pada akhirnya
mengurangi biaya pemeliharaan bagi pemakai. Pada sistem pengapian transistor,
signal generator dipasang di dalam distributor untuk menggantikan breaker point dan
cam. Signal generator membangkitkan tegangan untuk mengaktifkan transistor pada
igniter untuk memutus arus primer pada ignition coil. Transistor yang dipergunakan untuk
memutus aliran arus primer tidak mengadakan kontak logam dengan logam, sehingga
tidak terjadi keausan dan penurunan tegangan sekunder.

Gambar 33. Rangkaian pengapian konvensional.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 25
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 34. Sistem Pengapian Semi Transistor

Sistem ini masih menggunakan kontak platina. Namun bukan berfungsi untuk memutus
arus primer coil, melainkan untuk memutuskan arus menuju kaki basis pada transistor.

Gambar 35. Sistem Pengapian Transistor

a. Signal Generator
Signal generator adalah semacam generator AC (arus bolak balik) berfungsi untuk
menghidupkan power transistor di dalam igniter untuk memutuskan arus primer
ignition coil pada saat pengapian yang tepat.
1) Konstruksi
Signal generator terdiri dari magnet permanen yang memberi magnet kepada
pick-up coil, pick-up coil untuk membangkitkan arus bolak balik (AC) dan signal
rotor yang menginduksi tegangan AC di dalam pick-up coil sesuai dengan saat
pengapian. Signal rotor mempunyai gigi-gigi sebanyak jumlah silinder (4 gigi
untuk 4 silinder dan 6 gigi untuk 6 silinder).

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 26
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 36. Signal generator pengapian transistor

2) Prinsip pembangkitan EMF


Garis gaya magnet (magnetic flux) dari magnet permanen mengalir dari signal
rotor melalui pick-up coil. Celah udara antara rotor dengan pic-up coil yang
berubah-ubah, maka kepadatan garis gaya magnet pada pick-up coil
berubah.Perubahan kepadatan garis gaya (flux density) ini membangkitkan EMF
(tegangan) dalam pick-up coil.

Gambar 37. Perubahan flux magnit pada kumpara pick - up

Gambar di bawah menunjukkan posisi signal rotor, perubahan garis gaya


yang terjadi dan EMF yang dibangkitkan pada pick-up coil. Bila gigi rotor
berada pada posisi (A), celah dengan pick-up adalah celah yang terbesar, jadi
flux density amat lemah. Juga karena tingkat perubahan pada (magnetic flux)
garis gaya magnetnya nol, maka tidak ada EMF yang dibangkitkan.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 27
Perbaikan Sistem Pengapian

Signal rotor terus berputar lebih jauh dari posisi ini, maka celah udara mengecil
dan flux density menjadi besar. Pada posisi (B) perubahan flux (garis
gayanya) yang terbesar dan dibangkitkan EMFmaksimum. Pada posisi
anara (B) dan (C) , perubahan flux (garis gaya) berkurang dan EMF yang
dibangkitkan pun berkurang. Karena EMF dalam pick-up coil diinduksikan
dengan arah melawan perubahan garis gaya, arah EMF terbalik pada saat gigi
signal rotor mendekati pick-up coil seperti terlihat pada (E) (pada saat celah
udara berkurang dan menambah garis gaya) dan pada saat signal rotor bergerak
menjauhi pick-up coil seperti terlihat pada (D) (pada waktu celah udara
bertambah dan garis gaya berkurang), sehingga keluar output AC.
Karena tegangan yang dibangkitkan bertambah bila variasi flux persatuan
waktu naik, maka tegangan yang dibangkitkan akan naik bila kecepatan mesin
meningkat.
EMF yang terbesar tidak dibangkitkan pada saat magnetic flux Itu sendiri
terkuat (seperti pada (A) dan (C) tetapi pada saat perubahan dalam magnetic
flux terbesar adalah (B) dan(D) ).

Gambar 38. Posisi rotor pada kumparan pick - up

b. Igniter
Igniter terdiri dari sebuah detektor yang mendeteksi EMF yang dibangkitkan oleh
signal generator; signal amplifier dan power transistor, yang melakukan
pemutusan arus primer ignition coil pada saal yang tepat sesuai dengan signal yang
diperkuat. Pengaturan dwell angle untuk mengoreksi primary signal sesuai dengan
bertambahnya putaran mesin disatukan di dalam igniter.
Beberapa tipe igniter dilengkapi dengan sirkuit pembatas arus (current limiting
circuit) untuk mengatur arus primer maksimum.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 28
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 39. Rangkaian igniter

2. Prinsip kerja sistem pengapian transistor


Mengingat rumitnya sirkuit igniter karena penggunaan IC (integrated circuit), maka
cara kerja igniter disini dijelaskan dengan menggunakan sirkuit diagram yang
disederhanakan
a) Mesin Mati
Pada saat kunci kontak ON maka tegangan dialirkan ke titik (P). Tegangan pada titik
(P) berada di bawah tegangan basis yang diperlukan untuk mengaktifkan transistor
melalui pengatur tegangan R1 dan R2. Akibatnya transistor akan tetap OFF selama
mesin mati, sehingga tidak ada arus primer yang mengalir pada ignition coil.

Gambar 40. Pengaliran arus saat posisi mesin mati

b) Mesin Hldup (tegangan positif dihasilkan pada pick-up coil)

Bila mesin dihidupkan, maka signal rotor pada distributor akan berputar, menghasilkan
tegangan AC dalam pick-up coil. Bila tegangan yang dihasilkan ada- lah positif,
tegangan ini ditambahkan dengan tegangan dari baterai (yang dialirkan ke titik(P) ),

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 29
Perbaikan Sistem Pengapian

untuk menaikkan tegangan pada titik (Q) di atas tegangan kerjanya transistor, dan
transistor ON. Akibatnya, arus primer ignition coil mengalir ke transistor dari collector
(C) ke emitter (E)

Gambar 41. Posisi Mesin hidup

Gambar 42. Transistor ON

c) Mesin Berputar (tegangan negatif dihasilkan dalam pick-up coil)

Bila tegangan AC yang dihasilkan dalam pick-up coil adalah negatif, tegangan ini
ditambahkan pada tegangan titik (P) sehingga tegangan pada titik (Q) turun di
bawah tegangan kerja transistor dan transistor OFF. Akibatnya arus primer
(primary current) terputus dan tegangan tinggi diinduksikan pada kumparan sekunder.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 30
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 43. Mesin posisi hidup.

Gambar 44. Transistor posisi OFF

Dalam sistem pengapian transistor yang lain igniter menjaga agar transistor ON,
memungkinkan arus primer mengalir selama kunci kontak pada posisi ON meskipun
mesin tidak hidup. Pada igniter tipe ini, arus berhenti mengalir ke transistor base dan
transistor OFF pada saat mesin distart, dan kemudian signal generator
membangkitkan tegangan negatif. Akibatnya arus primer ignition coil terputus

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 31
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 45. Pengaliran arus saat posisi mesin mati.

Gambar 46. Pengaliran arus saat posisi mesin hidup

3. Pengaturan dwell angle


Lamanya arus mengalir melalui kumparan primer biasanya menurun bila kecepatan mesin
bertambah, dengan demikian tegangan induksi pada kumapran sekunder berkurang.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 32
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 47. Perbandingan induksi pada tegangan sekunder saat distributor berputar.

Yang dimaksud dengan pengaturan dwell angle disini adalah pengaturan secara elektronik
lamanya pengaliran arus ke ignition coil (disebut dwell angle) sesuai dengan kecepatan
putaran poros distributor. Pada kecepatan rendah, dwell angle dikurangi untuk
mencegah pengaliran arus primer yang berlebihan dan dwell angle ditambah bila putaran
bertambah untuk mencegah arus primer menurun.

Gambar 48. Karakteristik pengontrol dwell angle

Pengaturan dwell angle dipengaruhi oleh circuit control atau pengaturan bentuk
gelombang out-put (output waveform control). Ini tergantung pada tipe igniter. (Tipe
yang digunakan tidak dapat dikenali dengan mudah dari bentuknya). Pada tipe circuit
control, sirkuit penambah dwell angle diberikan di dalam igniter untuk menurunkan
tegangan operas) power transistor dengan meman- faatkan kenaikan tegangan yang
diinduksi dalam pick-up coil yang terjadi karana kenaikan putaran mesin.
Oleh karena itu, power transistor ON lebih awal bila putaran mesin bertambah untuk
menambah waktu ON dari power transistor (dwell angle). Pada tipe pengontrolan bentuk
gelombang output,
maka bentuk gelombang output dari pick-up coil dirubah dengan menggunakan signal
rotor yang bentuknya sedikit berbeda dengan rotor biasa, untuk memperoleh variasi
perpanjangan waktu sampai power transistor mencapai tegangan operasinya menurut
putaran mesin. Dengan signal rotor tipe ini, maka transistor ON lebih awal bila putaran

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 33
Perbaikan Sistem Pengapian

mesin bertambah, dan mengakibatkan periode power transistor ON bertambah (lihat dwell
angie).

Gambar 49. Penampang sebuah rotor

4. Current limiting control

Current limiting control adalah suatu slstem yang mengontrol aliran arus pada kumparan
primer, sehingga arus primer dipertahankan konstan pada setiap saat, mulai dari
kecepatan rendah sampai pada kecepatan tinggi dan memungkinkan untuk
menghasilkan tegangan sekunder yang konstan. Dengan mengurangi tahanan
kumparan dan mengontrol aliran arus, maka sistem ini akan meningkatkan pengaliran arus.
Namum demikian, dengan sistem ini dapat berakibat coil atau power transistor
terbakar. Oleh sebab itu, setelah arus kumparan primer mencapai tingkat tertentu, akan
diatur secara kelistrikan oleh igniter agar tidak terjadi pengaliran arus yang berlebihan.

Gambar 50. Pengontrol p engaturan arus listrik.

Karena current limiting control membatasi aliran arus primer, maka untuk ignition coil tipe
ini tidak diperlukan external resistor
Igniter dibuat untuk disesuaikan dengan karakteristik Ignition coll, fungsi dan
konstruksi darl tiap tipenya berbeda-beda. Oleh karena itu, pasangan Igniter dengan coll

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 34
Perbaikan Sistem Pengapian

yang berbeda dari yang ditentukan, dapat mengakibatkan igniter atau coll menjadi
rusak. Pergunakanlah selalu komponen yang tepat dan sesuai dengan spesifikasi
kendaraan.

4. Distributorless Ignition System (DIS)


Distributorless Ignition System (DIS) adalah sistem pengapian di mana distributor sistem
pengapian elektronik diganti dengan sejumlah kumparan induksi yaitu satu kumparan per
silinder atau satu kumparan untuk pasangan silinder, dan waktu percikan dikendalikan
oleh Ignition Control Unit (ICU) dan Engine Control Unit (ECU), Yang membuat sistem ini
lebih efisien dan akurat. Karena penggunaan beberapa koil pengapian Yang memberikan
tegangan langsung ke busi sistem ini juga dikenal sebagai Direct Ignition System (DIS).

Gambar 51. Rangkaian Distributorless Ignition System

Awalnya, sistem pengapian tanpa distributor menganut model satu koil pengapian untuk
dua busi yang kerap disebut semi direct ignition atau waste spark ignition system. Pada
sistem pengapian ini, rangkaian koil dijadikan satu alias “coil pack” atau rail coil.
Kelebihannya adalah dimensi yang kompak dan praktis. Kekurangannya, jika salah satu koil
pengapian mengalami kerusakan maka harus diganti semuanya.
Kini semakin banyak sistem pengapian yang menganut konfigurasi DI (Direct Ignition) atau
COP (coil-on-plug) yang berarti satu koil pengapian yang dipasangkan langsung dengan
satu busi. Alhasil kinerja sistem pengapian menjadi lebih akurat sehingga mendongkrak
efisiensi, mengurangi konsumsi bahan bakar, mereduksi emisi gas buang dan tentunya
memaksimalkan pengaturan cylinder deactivation. Begitu pula, posisi koil pengapian di
atas busi berarti kabel busi sebagai pengantar aliran listrik tegangan tinggi sudah tidak
diperlukan lagi. Kabel busi rawan kebocoran aliran listrik tegangan tinggi sehingga wajib

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 35
Perbaikan Sistem Pengapian

diganti berkala. Pada sisi lain, sistem coil on plug juga bisa bermasalah semisal selongsong
koil mengalami kerusakan sehingga terjadi kebocoran arus listrik tegangan tinggi dan
menyebabkan mesin pincang.

D. Pemeriksaan Komponen Sistem Pengapian


Agar sistem pengapian bekerja secara optimal, maka komponen-komponen yang dipasang
didalamnya harus dirawat sedemikian rupa sehingga kondisi komponen-komponen tersebut
selalu siap pakai.
Selain dilakukan secara visual, komponen sistem pengapian juga harus diperiksa dengan
pengukuran.

1. Pemeriksaan Koil
Pada dasarnya sebuah koil tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit karena bagian-
bagiannya tidak banyak. Walaupun demikian pada kondisi tertentu koil perlu diperiksa
agar kemampuannya bisa diketahui. Dewasa ini pada sistem pengapian konvensional,
selain menggunakan koil biasa, juga terdapat sistem pengapian yang koilnya dilengkapi
dengan external resistor (ballast resistor), dengan demikian tahanan koilpun berbeda,
oleh karena itu dalam pemeriksaan koil harus selalu merujuk pada buku petunjuk.
Satu hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan koil yakni temperatur
koil harus dalam suhu normal (tidak dingin) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Memeriksa kumparan primer
Periksa kumparan primer dengan menggunakan ohmmeter pada skala “X satu” ohm.
Hubungkan kedua kabel ohmmeter pada terminal (-) dan (+) koil. Baca penunjukkan
pada ohmmeter dan bandingkan dengan spesifikasi pabrik.

Gambar 52. Pemeriksaan kumparan primer

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 36
Perbaikan Sistem Pengapian

b. Memeriksa kumparan sekunder

Untuk memeriksa tahanan kumparan sekunder gunakan skala 1000 (kilo)ohm.


Hubungkan salah satu kabel ohmmeter pada terminal (-) koil dan kabel yang lain
dihubungkan pada terminal tegangan tinggi. Baca ohmmeter dan bandingkan dengan
spesifikasi pabrik.

Gambar 53. Pemeriksaan kumparan sekunder

c. Memeriksa tahanan isolasi

Hubungkan salah satu kabel ohmmeter pada terminal (+) koil dan kabel yang lain pada
badan koil. Bila koil dalam keadaan baik maka penunjukkan jarum pada ohmmeter ke
arah tidak terhingga.

Gambar 54. Memeriksa tanahan isolasi

d. Memeriksa external resistor (ballast resistor)


Untuk memeriksa external resistor, gunakan skala “X satu ohm”. Hubungkan kabel
ohmmeter seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini. Baca penunjukkan tahanan
pada ohmmeter dan bandingkan dengan spesifikasi pabrik.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 37
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 55. Memeriksa external resistor

2. Pemeriksaan Kabel Tegangan Tinggi


Resistansi kabel tegangan tinggi dan tutup distributor diperiksa dengan menggunakana
ohmmeter.

Gambar 56. Pengujian Kabel tegangan tinggi

Rentang nilai resistansi kabel tegangan tinggi biasanya berkisar antara 10 – 25 K ohm,
tergantung panjangnya.
Kabel yang diidentifikasi mempunyai resitansi tinggi harus dilepas dari distributor.
Terminalnya harus dilepas, periksa dan uji kembali jika terdapat permasalahan karat.
Tutup distributor harus diperiksa secara visual untuk mengetahui keretakan, terminal
yang berkarat atau rusak.

3. Pemeliharaan dan Perbaikan Distributor


Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa distributor mengontrol kerja busi dan saat
terjadinya percikan bunga api busi pada engine, oleh karena itu pemeliharaan distributor
sangat penting agar efisiensi dan tenaga engine dapat dipertahankan. Sebagai contoh,

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 38
Perbaikan Sistem Pengapian

pemasangan platina yang kurang bagus atau platina terbakar dapat menyebabkan engine
susah hidup ketika distart atau terjadi kesalahan pengapian.
Saat pengapian yang kurang baik juga dapat menyebabkan penggunaan bahan bakar
boros, engine kehilangan tenaga dan memungkinkan rusaknya engine. Jika saat
pengapian terlambat, campuran udara bahan bakar tidak terbakar dengan sempurna,
katup bisa terbakar, bahan bakar terbuang dan engine kehilangan tenaga.
Jika saat pengapian terlalu awal bisa terjadi pembakaran sebelum waktunya (pre-
ignition). Dengan beberapa alasan tersebut maka distributor perlu mendapat
pemeliharaan/pemeriksaan setiap digunakan selama 500 jam atau kurang dan selalu
menggunakan buku manual sebagai pedoman dalam pemeliharaan.

a. Pemeliharaan Kondisi Distributor

1) Sebelum membuka tutup distributor, bersihkan bagian luar distributor beserta


tutupnya. Jika diperlukan gunakan pelarut untuk membersihkannya. Jangan
menggunakan air karena dapat menyebabkan hubungan singkat dan hindarkan
masuknya kotoran ke dalam distributor.
Tutup distributor yang baik dapat mencegah terjadinya hubungan singkat pada
distributor ketika beroperasi.

2) Lepas tutup distributor dan bersihkan bagian dalamnya dengan kain kering. Debu,
embun atau kotoran berupa oli harus dibuang. Jika pada tutup distributor
terdapat goresan-goresan (retak), sebaiknya tutup distributor diganti hal ini
disebabkan apabila bagian yang retak terisi karbon atau kotoran yang lembab
dapat mengalirkan arus dari terminal ke terminal atau dari terminal ke massa.

Gambar 57. Goresan dan karbon pada tutup distributor

3) Lepas dan bersihkan rotor, periksa terhadap kemungkinan retak atau terbakarnya
metal strip. Ganti rotor bila hal ini terjadi.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 39
Perbaikan Sistem Pengapian

4) Jika terdapat penutup debu (dust cover), lepaskan dan periksa kondisi felt seal,
apabila seal rusak maka harus segera diganti. Kotoran akan mudah masuk melalui
seal yang rusak dan hal ini mengakibatkan pendeknya umur cam lobe atau rubbing
block pada kontak platina.
5) Periksa mekanisme centrifugal advancer. Putar poros distributor ke arah putaran
normal, poros harus dapat berputar dengan bebas.
6) Periksa permukaan kontak platina, jika permukaannya kasar dengan sedikit
kotoran, kikir dengan kikir instrumen. Jagalah agar permukaannya paralel dan
rata. Jangan menggunakan kertas ampelas atau amril karena dapat
mengakibatkan kasarnya permukaan platina sehingga kontak platina dapat
terbakar. Apabila permukaan kontak platina sudah terlalu kasar sebaiknya diganti.
Perlu diingat bahwa terbakarnya kontak platina dapat disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain :
 Pada kontak platina terdapat minyak/oli atau kotoran lainnya
 Kapasitas kondensor tidak sesuai
 Penyetelan celah kontak platina tidak tepat
 Permukaan kontak platina tidak sejajar

b. Memeriksa Kondensor

Jika ada keraguan terhadap kondisi kontak platina atau tegangan pengapian, lepas
kondensor dan uji dengan condensor tester. Pengujian kondensor antara lain meliputi
hubungan massa, hubungan singkat, resistens dan kapasitas.

Gambar 58. Pemeriksaan Kondensor

c. Mengganti Kontak platina

Apabila kontak platina diganti maka kondensor juga sebaiknya diganti, sebab dengan
kondensor yang baru hasil kerja pengapian bisa lebih baik.

Langkah-langkah mengganti kontak platina :

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 40
Perbaikan Sistem Pengapian

 Lepas breaker arm dan pegas. Lepas hubungan kabel dan breaker arm spring dari
terminal primer. Jika breaker arm bisa dipisahkan dari dudukannya, maka
lepaskan. Jika breaker arm dikeling terhadap dudukannya, maka lepaskanlah
dudukan dan breaker armnya.
 Bersihkan dan lumasi cam dengan pelumas khusus (tidak perlu banyak-banyak).
Petroleum jelly atau multi purpose grease tidak cocok untuk melumasi cam sebab
pelumas jenis ini akan mencair bila suhunya naik dan mengeras bila suhunya turun
(dingin). Jika pada bagian atas cam terdapat wick (tempat pemasangan sekrup)
beri beberapa tetes pelumas bersih dengan SAE 20.
 Lepaskan kondensor
 Pasang kondensor dan kontak platina baru. Lumasi pasak breaker arm dengan oli
SAE 20. Yakinkan bahwa hubungan kelistrikan sudah kencang.
Hati-hati, jangan sekali-kali membiarkan adanya pelumas pada kontak platina.

d. Menyetel Kontak Platina

 Periksa kesejajaran kontak platina. Jika posisinya tidak sejajar dapat


mengakibatkan platina terbakar, berbintik dan pemakaian kontak platina tidak
merata. Jika perlu, longgarkan sekrup pengunci dan setel posisi kontak platina.

Posisi normal Tidak paralel Tidak normal

Gambar 59. Posisi kontak platina

 Putar poros engkol hingga cam membuka platina pada posisi terlebar.
Perhatian : Ketika memutar putar engkol, yakinkan bahwa transmisi pada posisi
netral dan rem dalam keadaan bekerja, hal ini untuk mencegah
bergeraknya kendaraan.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 41
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 60. Kontak platina pada posisi membuka lebar

 Periksa celah kontak platina menggunakan feeler gauge. Pilih lembar feeler gauge
sesuai dengan spesifikasi dan sisipkan pada celah titik kontak. Apabila celah kontak
platina terlalu kecil atau terlalu besar longgarkan sekrup pengunci kontak platina
kemudian stel celah kontak platina dengan cara menggeser badan kontak platina
tersebut hingga feeler gauge terjepit (tetapi harus bisa digerak-gerakkan),
kencangkan kembali sekrup pengunci.
Perhatian : Jika penyetelan kontak platina terlalu rapat, maka kontak platina
tersebut akan cepat rusak karena terbakar. Jika penyetelan platina terlalu
renggang dapat menyebabkan lemahnya percikan api ketika engine pada putaran
tinggi. Selain itu penyetelan kontak platina yang tidak tepat akan berpengaruh
terhadap saat pengapian pada engine.

Gambar 61. Penyetelan kontak platina

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 42
Perbaikan Sistem Pengapian

 Periksa kembali hasil penyetelan kontak platina dan bersihkan permukannya


dengan menggunakan kertas atau kain bersih. Kontak platina harus betul-betul
bersih sebab adanya kotoran dapat menyebabkan kontak platina terbakar.

e. Memeriksa Sudut Dwell (dwell angle)

Sudut dwell adalah besarnya sudut yang dibentuk pada poros nok (cam shaft) selama
kontak platina menutup. Apabila sudut dwell lebih besar maka celah kontak platina
lebih kecil dari yang seharusnya.

Gambar 62. Sudut dwell

Catatan : Sudut dwell yang terlalu kecil dapat menyebabkan kesalahan pengapian
pada waktu putaran tinggi.
Sudut dwell yang terlalu besar memungkinkan kontak platina menutup
terlalu lama dan bisa terbakar.
Gunakan dwell tester untuk memeriksa besarnya sudut dwell sesuaikan dengan
spesifikasi pabrik.

Jika pembacaan sudut dwell bervariasi melebihi dua derajat periksa poros distributor
dan bantalannya dan jika sudut dwell serta celah kontak platina (pada saat yang sama)
tidak sesuai dengan spesifikasi kemungkiinan kerusakannya adalah :

 Tegangan pegas lemah


 Pemasangan kontak platina salah
 Breaker cam rusak (aus)
 Pada kecepatan tinggi, kontak platina tidak bisa menyesuaikan cam
 Poros penggerak bengkok

4. Melepas, Memeriksa dan Menyetel Busi


a. Busi dilepaskan (menggunakan kunci busi)
 Sebelumnya lepaskan terlebih dahulu steker busi.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 43
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 63. Melepas kabel busi

 Bersihkan sekeliling busi dengan udara tekan atau kuas, untuk mencegah kotoran
masuk ke dalam silinder sewaktu busi dilepas.

Gambar 64. Membersihkan permukaan dududkan busi

 Lepaskan busi dengan menggunakan kunci busi. Perhatikan bahwa kunci busi tidak
miring. Kemiringan kunci busi dapat mengakibatkan isolator busi pecah

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 44
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 65. Keretakan pada busi

 Periksa kondisi ulir dan lubang busi. Ulir lubang busi yang rusak seperti pada
gambar harus diperbaiki. Lihat petunjuk.

Gambar 66. Kondisi ulir pada busi

b. Busi dapat dibersihkan (menggunakan pembersih busi) .


c. Kerusakan busi diperiksa .
 Periksa muka busi! (Bila perlu pakai kaca pembesar). Keadaan muka busi dapat
menunjukkan kondisi motor.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 45
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 67. Memeriksa kepala busi dengan kaca pembesar

 Bandingkan busi yang diperiksa dengan gambar-gambar dan keterangan-


keterangan berikut.
- Muka busi biasa.

Gambar 68. Busi normal

Isolator berwarna kuning sampai coklat muda, puncak isolator bersih.


Permukaan rumah isolator kotor berwarna coklat muda sampai abu-abu. Hal ini
berarti kondisi dan penyetelan motor baik!
- Elektroda-elektrodda terbakar

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 46
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 69. Elektroda busi terbakar

Pada permukaan isolator menempel partikel-partikel yang mengkilat, isolator


berwarna putih atau kuning, itu berarti busi menjadi terlalu panas karena :
 Campuran bahan bakar terlalu kurus
 Kualitas bensin terlalu rendah
 Saat pengapian terlalu awal
 Jenis busi terlalu panas

- Isolator dan elektroda-elektroda berjelaga

Gambar 70. Elektroda busi terbakar


Penyebab :
 Campuran bahan bakar terlalu kaya
 Jenis busi terlalu dingin

- Isolator dan elektroda sangat kotor serta berwarna coklat muda.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 47
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 71. Elektrodan dan isolator berwrna kuning


Kotoran ini berasal dari oli motor yang masuk ke ruang bakar karena :
 Sil pengantar katup aus.
 Cincin torak aus

- Isolator pecah

Gambar 72. Isolator pada kepala busi pecah


Busi seperti ini harus diganti, karena bungan api dapat meloncat melalui
isolator yang pecah.

- Elektroda-elektroda aus serta warna kotoran pada isolator kuning sampai


coklat muda.

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 48
Perbaikan Sistem Pengapian

Gambar 73. Elektroda aus

Ini merupakan keausan biasa. Gantilah busi dengan yang baru! Perhatikan
spesifikasi pada buku manual/katalog busi.

d. Celah elektroda busi dapat disetel (menggunakan feeler gauge) .

Gambar 74. Memeriksa celah busi dengan feeler gauge

e. Busi dipasang pada engine (menggunakan kunci busi)

Gambar 75. Memasang busi

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 49
Perbaikan Sistem Pengapian

 Momen pengerasan
 Kepala silinder aluminium : 15-20 Nm
 Kepala silinder besi tuang : 20-25Nm

5. Penyetelan saat pengapian


Sebelum dilakukan penyetelan terhadap sistem pengapian, pertama celah kontak platina
harus disetel terlebih dahulu untuk mendapat besar sudut dwell yang tepat. Penyetelan
saat pengapian dapat dilakukan dengan dua metode, yakni metode mesin diam dan
metode menggunakan timing light. Dari kedua metode tersebut, metode menggunakan
timing light hasilnya lebih akurat.

1) Menyetel saat pengapian dengan metode mesin diam.


 Dalam keadaan busi nomor 1 (satu) sudah dilepas, tutup lubang busi dengan jari,
dan putar poros engkol sampai terasa tekanan (akhir langkah kompresi), teruskan
pemutaran poros engkol hingga tanda pengapian (timing mark) pada puli dan
pada blok engine tepat (sesuai dengan buku manual engine yang bersangkutan).
Catatan :
Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui langkah akhir kompresi adalah
sebagai berikut :
- Putar poros engkol hingga tanda pengapian pada puli dan pada blok engine
tepat. Kemudian longgarkan busi sekitar dua atau tiga putaran. Jika pada saat
itu piston berada pada akhir langkah kompresi maka akan terdengar
hembusan angin melalui celah-celah busi.
- Cara lain yang bisa dilakukan yaitu putar poros engkol hingga tanda pengapian
tepat, kemudian raba push rod, apabila kedua katup bebas, hal ini
menunjukkan bahwa piston dalam posisi akhir langkah kompresi.

-
Gambar 76. Tanda pengapian

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 50
Perbaikan Sistem Pengapian

 Pasang kembali busi nomor 1.


 Longgarkan baut pengikat distributor, lalu putar badan distributor searah dengan
putaran rotor hingga kontak platina menutup.
 Arahkan kunci kontak pada posisi “On”.
 Putar badan distributor berlawanan dengan arah rotor hingga timbul bunga api
pada kontak platina, kemudian kencangkan klem pada posisi ini.

Gambar 77. Memeriksa saat kontak platina mulai membuka

2) Menyetel saat pengapian dengan menggunakan timing light


 Hidupkan engine pada putaran stasioner, periksa putarannya menggunakan
tachometer.
 Pasang klem tegangan tinggi pada timing light ke busi nomor satu dan kedua klem
lainnya dihubungkan ke terminal baterai positif dan negatif.
 Arahkan timing light pada tanda pengapian (timing mark) yang terdapat pada puli
dan engine.
 Bila tanda pengapian belum tepat, putar badan distributor hingga tanda
pengapian sesuai dengan jenis engine yang diperiksa (lihat buku manual).

Gambar 78. Memeriksa tanda pengapian dengan timing light

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 51
Perbaikan Sistem Pengapian

DAFTAR PUSTAKA

Bosch,1995, Kraftfahrtechniches Taschenbuch, Robert Bosch GmbH.


Bosch, 1988, Automotive Electric/Electronic Systems, Robert Bosch GmbH
Gregory’s, 1991, Automotive Electric/Electronics, Gregory’s Scientific Publications,
Jurgen Kasedoft, 1995, Elektrische Systeme im Kraftfahrzeug, Vogel Verlag und Druck, GmbH
&Co.KG, Wurzburg.
Toyota, 1996, Pedoman Reparasi Mesin Seri K, PT Toyota Astra Motor, Jakarta
Toyota, 1995, New Step 1 Training Manual, PT Toyota Astra Motor, Jakarta

P4TK-BMTI Bandung/OTO/Sumarsono/2020 52

Anda mungkin juga menyukai