TINJAUAN PUSTAKA
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
penelitian ilmiah karena memiliki daya adaptasi yang baik. Tikus yang banyak
dari tikus putih antara lain tubuhnya kecil sehingga mudah dalam penanganan dan
kebuntingan singkat. Data mengenai biologi tikus putih dapat dilihat pada tabel
2.1
6
Tabel 2.1.
Biologi Tikus Putih
Kriteria Nilai
yang diperlukan adalah 75-125 fc, dengan siklus 12 jam terang dan 12 jam gelap.
Tikus putih memerlukan asupan makanan sebanyak 5 gram/100 gram berat badan
dan konsumsi cairan 8-11ml/gram berat badan selama 24 jam (Fox et al., 1984).
asupan pakan. Produktivitas ternak tinggi jika asupan pakannya seimbang yakni
7
tercukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitas pakan. Pakan memiliki peran
yang penting bagi ternak, baik bagi pemenuhan kebutuhan hidup pokok, bunting,
laktasi, produksi (telur, daging dan susu) maupun untuk kepentingan kesehatan
ternak. Jenis pakan yang umumnya diberikan pada ternak adalah hijauan dan
Hijauan adalah salah satu bahan makanan ternak yang sangat diperlukan
dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak. Hijauan
merupakan semua bentuk bahan pakan yang berasal dari tanaman atau rumput
termasuk leguminosa baik yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan
dalam keadaan segar (Akoso, 1996). Hijauan juga dapat diartikan sebagai segala
bahan makanan yang tergolong pakan kasar yang berasal dari bagian vegetatif
tanaman yang berupa bagian hijau yang meliputi daun, batang, kemungkinan juga
Hijauan yang diberikan pada ternak terdapat dalam bentuk hijauan segar
dan hijauan kering. Hijauan segar merupakan bahan pakan ternak yang diberikan
pada ternak dalam bentuk segar, baik dipotong dengan bantuan manusia atau
langsung disengut oleh ternak dari lahan hijauan. Hijauan segar umumnya terdiri
hijauan yang diberikan ke ternak dalam bentuk kering atau disebut juga jerami
produksinya tidak dapat tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan,
8
produksi hijauan makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim
kemarau tingkat produksinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama
salah satu alternatif untuk menutup kekurangan jumlah maupun mutu hijauan
tersebar dan tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Subclass : Dialypetalae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae
Subfamili : Mimosoideae
Genus : Leucaena
dengan berbagai nama seperti pete cina, pete selong, kamlandingan, selamtara,
lamtoro juga dikenal dengan nama petai belalang, ipil-ipil (Malaysia), ka-
9
(Amerika Latin), koa hoale (Hawai), kubabul (India), krathin, to-bao (Thailand),
kuat dan berakar serabut sedikit. Panjang akarnya bisa mencapai 2/3 dari tinggi
pohonnya. Dengan demikian lamtoro dapat menghisap air dan zat-zat makanan
jauh kedalam tanah dimana tanaman lain tidak dapat mencapainya. Pada akar
menguntungkan sehingga tanaman ini dapat mengikat zat nitrogen dari udara.
10
2.3. Kandungan Nutrien dan Zat Anti Nutrisi Daun Lamtoro
merupakan tumbuhan yang hidup subur pada daerah tropis (Widodo, 2005).
Selain itu pemberian daun lamtoro kering yang dicampurkan homogen dengan
Tanaman lamtoro memiliki nilai gizi yang cukup baik sebagai pakan
ternak. Kandungan nutrisi dari tanaman lamtoro dapat dilihat dari pada tabel 2.1.
Menurut Jones (1994) dan Haryanto (1993), daun lamtoro merupakan sumber
protein yang baik untuk ternak ruminansia yang mengandung protein yang relatif
antara 25-35% dari bahan kering, sedangkan kalsium dan fosfomya berturut-turut
antara 1,9-3,2% dan 0,15-0,35% dari bahan kering (Askar, 1997). Tanaman
2,8%. Kisaran ini disebabkan oleh perbedaan varitas, kesuburan tanah, umur
panen (daun muda akan mengandung protein yang lebih tinggi daripada daun tua),
(Laconi dan Widiyastuti, 2010). Kandungan mineral lainnya seperti Fe, Co, dan
11
Mn masih berada diambang batas yang tidak membahayakan untuk dijadikan
Tabel 2.2.
Kandungan Nutrien Daun Lamtoro
1 2 3*) 4**)
………............. % bahan ………………
kering
Bahan kering - - 29,10 35,67
Proten kasar 29,82 32,12 34,57 37,48
Lemak 5,24 3,55 2,23 2,97
Serat kasar 19,61 21,65 - -
NDF 39,94 43,23 38,6 52,68
ADF 14,4 27,28 34,38 42,93
Hemiselulosa - - 4,22 9,55
Selulosa 9,14 17,14 - -
Abu 6,12 6,47 4,85 44,93
Lignin 5,15 9,81 - -
Kalsium 1,20 1,14 0,47 0,10
Pospor 0,22 0,13 0,79 0,55
Energi (kal/g) 4701 4824 - -
Sumber:
1 dan 2 Askar (1997)
3 dan 4 Toruan dan Suhendi (1991) *Daun lamtoro muda **Daun lamtoro tua
merupakan senyawa yang tergolong dalam asam amino aromatik dengan rumus
12
Mimosin mempunyai struktur yang sama dengan tyrosine dan telah
al., 2005). Mimosin merupakan sumber toksin terbesar dari tepung daun lamtoro,
mimosin juga terdapat pada semua bagian dari tanaman yang tergolong dalam
terdapat juga pada daun dari family leguminosae sebagai aktifitas enzim pasca
DNA (Wang et al., 2000). Mimosin juga dapat menyebabkan gangguan pada
Triiodotironin (T3) dan Tiroksin (T4) serum darah (Gosh dan Bandyopadhyay,
dengan sinar matahari juga dapat menyebabkan terjadinya paralisis pada tungkai
belakang pada babi (Zakayo et al., 2000). Pada daerah beriklim sedang efek
13
mimosin lebih sering terjadi daripada ternak di daerah tropis (Soebarinoto et al.,
1991).
Pengaruh negatif dari pemberian lamtoro memberi efek yang sama pada
toleran terhadap pakan yang mengandung lebih dari 10% tepung daun lamtoro
(Rai et al., 1992). Berdasarkan penelitian makanan tikus yang diberi mimosin
sebanyak 5 g/kg berat badan dapat menyebabkan siklus estrus yang tidak teratur
sedangkan pada dosis yang lebih tinggi (10 g/kg) mengakibatkan terhentinya
perendaman dengan air, dan penambahan dengan FeSO4 diketahui telah terbukti
pemberian tepung daun lamtoro hasil perendaman air berdampak baik terhadap
konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan Feed Conversion Efficieny pada
Metode lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar mimosin pada
lamtoro adalah perendaman dengan air panas. Perendaman daun lamtoro dengan
air panas pada suhu 700C selama 15 menit diketahui dapat menurunkan kadar
14
mimosin sebanyak 36,90%. Penurunan kadar mimosin pada daun lamtoro juga
dapat dilakukan dengan dikeringkan pada oven dengan suhu 700C selama 12 jam.
Penurunan kadar mimosin dengan cara ini adalah sebanyak 28,06%. Sedangkan,
Perendaman daun lamtoro dengan air panas suhu 700C selama 10 menit
al., 2011). Hal senada juga dilaporkan oleh Kumar (2013), bahwa efek mimosin
pada daun lamtoro dapat diturunkan dengan perlakuan panas atau dengan
Perendaman daun lamtoro dengan air selama 12 jam pada suhu 18-190C
dapat mereduksi mimosin sebesar 52,24% (Laconi dan Widiyastuti, 2010). Cara
ini dianggap paling efektif untuk mereduksi mimosin pada daun lamtoro. Namun,
perendalam dalam jangka waktu lebih dari 12 jam diduga dapat menurunkan
kandungan nutrien yang lain yang dibuktikan dengan lebih cepat membusuknya
lamtoro dengan air selama 12 jam dapat mereduksi mimosin sebanyak 73%
pemberian tepung daun lamtoro hasil perendaman sampai aras 22,5% tidak
15
2.5. Perilaku Kawin Tikus Jantan
Perilaku kawin merupakan tindakan atau tingkah laku dimana gamet
jantan dan betina dipertemukan dengan diikuti peleburan materi genetis serta
jantan dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang dapat memicu libido (Pfaus et al,
2001). Tikus jantan akan terlebih dahulu terlibat dalam persaingan untuk menarik
perhatian dari tikus betina dan untuk mempertahankan wilayahnya dari tikus
antar jantan. Setelah berhail mendapatkan perhatian dari tikus betina, tikus jantan
hormon testosteron melalui sel leydig dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
betina (Yakubu and Akanji, 2010). Tikus jantan akan terangsang apabila betina
16
genital betina dan merangsang jantan untuk melakukan kissing vagina pada betina
yang terdiri dari beberapa seri ejakulasi. Satu seri ejakulasi terdiri dari mount,
posisi kopulasi pada punggung betina dan memegang panggul betina serta
jantan mengambil posisi kopulasi pada punggung betina dan memegang panggul
betina, pelvic thrusting dan penetrasi betina. Ejakulasi adalah pengeluaran sekresi
dari kelenjar prostat, vesikula seminalis, kelenjar koagulum dan sperma. Sekret ini
akan menggumpal dan membentuk copulatory plug atau sumbat vagina (Kenyon,
2000).
mendapatkan betina yang akan diajak kawin (Pfaus, 1996). Motivasi seksual pada
gairah seksual pada tikus jantan dapat dipengaruhi oleh faktor hormonal, kondisi
17
tubuh, umur, dan non hormonal termasuk suhu, ketinggian, cahaya, luas kandang
Hewan betina dewasa memiliki fase seksual yang dikenali dengan adanya
siklus reproduksi. Siklus reproduksi adalah siklus seksual yang terdapat pada
hewan betina dewasa yang meliputi perubahan pada organ reproduksi tertentu
Perilaku kawin tikus betina dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku
prekopulasi dan perilaku kopulasi. Perilaku kawin ini akan muncul jika tikus
dalam keadaan estrus. Siklus estrus adalah siklus reproduksi yang terdapat pada
hewan mammalia betina dewasa bukan primata. Siklus estrus ditandai dengan
adanya estrus (birahi). Hewan betina akan bersifat reseptif terhadap hewan jantan
dan kopulasinya kemungkinan fertil karena dalam ovarium terjadi ovulasi dan
uterus berada dalam kondisi yang tepat untuk implantasi (Katzung, 2002). Dari
satu estrus ke estrus berikutnya disebut satu siklus estrus. Pada tikus panjang satu
siklus estrus selama 4-5 hari. Siklus estrus dibagi kedalam beberapa tahap yaitu:
estrus dapat dilihat dengan membuat apusan vagina. Pada saat estrus, apusan
dilakukan pada saat estrus awal. Pada saat estrus, vulva hewan betina biasanya
merah dan bengkak. Adanya sumbat vagina setelah penyatuan menandakan bahwa
kopulasi sudah berlangsung dan hari tersebut ditentukan sebagai hari kehamilan
ke nol.
18
Menurut Pfaus (1996) perilaku kawin tikus betina dapat dibedakan
menjadi atraktif, proseptif dan reseptif. Atraktif adalah perubahan fisiologis dan
pendekatan, orientasi dan berlarian. Hal ini bertujuan untuk merangsang tikus
jantan untuk mengejar betina dan melakukan kopulasi. Perilaku reseptif adalah
(Kenyon, 2000). Perilaku reseptif ditunjukkan dengan postur tubuh lordosis pada
mencit betina. Postur tubuh lordosis terjadi ketika jantan melakukan posisi
Kopulasi tejadi saat tikus betina pada siklus estrus. Periode estrus pada
tikus betina terjadi selam 9-15 jam yang ditandai dengan peningkatan aktifitas,
merah serta pada apusan vagina didapat gambaran 100% sel epitel menanduk
(Arthur, 1996).
perilaku kopulasi atau lordosis. Pada fase ini estrogen mencapai konsentrasi
tertinggi pada waktu terbentuknya folikel de graaf yang berisi ovum sehingga
19
2.7. Testis
b. Septum testis.
lobulus.
e. Ductus efferentis.
1979).
20
Gambar 2.2. Struktur Anatomi Testis
Sumber: Campbell et al. (2011)
Secara histologi genitalia pada jantan terdiri atas testis, duktus genitalis,
kompleks, bergaris tengah sekitar 150-250 µm dan panjang 30-70 cm. Tubulus
seminiferus memiliki cabang dan berujung buntu. Pada ujung-ujung apikal tiap
tubulus, lumen menyempit dan epitel yang membatasi dengan segera berubah
menjadi lapisan selapis kubus yang mempunyai satu flagela. Segmen yang pendek
ini dikenal sebagai tubulus rectus yang berfungsi untuk menghubungkan tubulus
21
Tubulus seminiferus terdiri dari beberapa bagian yaitu tunika fibrosa yang
terdiri atas beberapa lapisan fibroblast yang melekat pada jaringan penyambung
dekat dengan lamina basalis, lamina basalis, dan epitel germinativum dimana pada
daerah epitel germinativum terdapat dua jenis sel yaitu sel-sel sertoli
seminiferus terdiri dari sel germinativum yang berproliferasi dan dua jenis sel
somatik yaitu sel peritubular (epitel germinal) dan sel sertoli yang tidak
berproliferasi. Sel peritubular (epitel germinal) adalah sel yang mengisi dari
dinding tubulus seminiferus. Sel ini terdiri dari 6 lapisan konsentris yang
dipisahkan satu sama lain oleh serat kolagen. Sel ini menghasilkan protein
kontraktil yang fungsinya adalah mengantar sperma untuk keluar dari tubulus
Fungsi utama dari sel sertoli adalah mengkoordinasi proses spermatogenik. Fungsi
penting sertoli lainnya adalah bertanggung jawab dalam produksi dari sperma.
Menurut Guyton and Hall (1997), jumlah sel sertoli yang banyak menghasilkan
jumlah sperma yang lebih tinggi dengan asumsi bahwa sel sertoli dalam keadaan
normal. Jika terjadi penurunan jumlah sel sertoli maka produksi sperma juga
22
terganggu. Proliferasi dari sel Sertoli pada masa prepubertas dipengaruhi oleh
b. Meiosis, terdiri dari dua fase yaitu meiosis I dan meiosis II. Meiosis I
tengah, dan ekor. Bagian kepala terdiri dari nukleus yang mengandung
23
digunakan untuk menembus ovum. Mobilitas spermatozoa dihasilkan oleh
spermatozoa.
24