Anda di halaman 1dari 10

PATOFISIOLOGI 2

KOMPLIKASI PENYAKIT DIABETES MELITUS

Disusun Oleh :
Farah Diva 1913026002
Rika Nurlaili Putri Azizah 1913026004
Arjuansyah 1913026006

Dosen Pengampu :
Vita Olivia Siregar, S. Farm., M.Si., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020/2021
KETOASIDOSIS DIABETIK
Ketoasidosis diabetik : ditandai dengan tingginya kadar keton di dalam tubuh. Ketoasidosis
diabetik (KAD) saat awitan diabetes melitus tipe-1 (DM tipe1) lebih sering ditemukan pada anak
yang lebih muda (usia <2 tahun) terutama karena penanganan yang terlambat dan sosial ekonomi
rendah sehingga memiliki akses yang terbatas terhadap pelayanan kesehatan.
Diagnosis

• Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah >200 mg/dL (>11 mmol/L)


• Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3- <15 mEq/L
• Ketonemia dan ketonuria.

Klasifikasi
Untuk kepentingan tata laksana, KAD diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya asidosis
dan dibagi menjadi:

• KAD ringan : pH <7,3 atau HCO3 <15 mEq/L


• KAD sedang : pH <7,2 atau HCO3 <10 mEq/L
• KAD berat : pH <7,1 atau HCO3 <5 mEq/L

Manifestasi Klinis

• Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.


• Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi.
• Mual, muntah, nyeri perut, takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun, dan syok.
• Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung sampai koma.
• Pola napas Kussmaul.

HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK
Hipersomolar hiperglikemik : ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan
dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Status hiperosmolar hiperglikemik didefinisikan sebagai
hiperglikemia ekstrim, osmolalitas serum yang tinggi dan dihidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis
yang signifikan.
Penyebab
Pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis, penyakit vaskular akut (penyakit
serebrovaskular, infark miokard akut, emboli paru), trauma, luka bakar, hematom subdural,
kelainan gastrointestinal (pankreatitis akut, kholesistitis akut, obstruksi intestinal), obat-obatan
(diuretika, steroid, agen antipsikotik atipikal, glukagon, interferon, agen simpatomimetik seperti
albuterol, dopamin, dobutamin, dan terbutalin).
Patofisiologi
- Ditandai dengan defisiensi konsentrasi insulin yang relatif, namun cukup adekuat untuk
menghambat terjadinya lipolisis dan ketogenesis.
- Pada SHH pasien memiliki kadar insulin yang cukup tinggi, dan konsentrasi asam lemak
bebas, kortisol, hormon pertumbuhan, dan glukagon yang lebih rendah dibandingkan
dengan pasien KAD.
- Walaupun patogenesis terjadinya KAD dan SHH serupa, namun keduanya memiliki
perbedaan. Pada SHH akan terjadi keadaan dehidrasi yang lebih berat, kadar insulin yang
cukup untuk mencegah lipolisis besar-besaran dan kadar hormon kontra regulator yang
bervariasi.

Diagnosis
Manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu. Pasien dapat
mengalami poliuria, polidipsia, dan penurunan kesadaran yang progresif akibat osmolalitas darah
yang sangat tinggi. Nyeri perut juga jarang dialami oleh pasien SHH. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan dehidrasi sangat berat, bau nafas keton tidak ada, status mental sampai koma.
Tata Laksana
Tujuan dari terapi SHH adalah penggantian volume sirkulasi dan perfusi jaringan, penurunan
secara bertahap kadar glukosa serum dan osmolalitas plasma, koreksi ketidakseimbangan
elektrolit, perbaikan keadaan ketoasidosis pada KAD, mengatasi faktor pencetus, melakukan
monitoring dan melakukan intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan
susunan saraf pusat.

• Terapi kalium
• Terapi cairan
• Terapi insulin
• Terapi bikarbonat
• Terapi fosfat

HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau
tanpa adanya gejala sistem autonom dan neuroglikopenia.
- Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <70 mg/dl (<4,0 mmol/L)
dengan atau adanya whipple’s triad, yaitu terdapat gejala-gejala hipoglikemia, seperti
kadar glukosa darah yang rendah, gejala berkurang dengan pengobatan.
- Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari penggunaan insulin
dan sulfonilurea pada terapi DM, terkait mekanisme aksi dari obat tersebut, yaitu
mencegah kenaikan glukosa darah daripada menurunkan konsentrasi glukosa.

Gejala dan Tanda

Tanda
• Gemetar Gejala
• Pucat
• Palpitasi
• Takikardia
• Berkeringat
• Widened pulse pressure
• Lapar
• Cortical – blindness
• Sulit berkonsentrasi dan gelisah
• Hipotermia
• Lemah dan lesu
• Kejang
• Diplopia
• Koma

Faktor Resiko
1. Dosis insulin dan insulin sekretagog (sulfonilurea/glinid) yang berlebihan, salah aturan
pakai atau salah jenis insulin.
2. Intake glukosa berkurang, bisa disebabkan oleh lupa makan atau puasa
3. Penggunaan glukosa yang meningkat (pada saat dan sehabis olahraga)
4. Produksi glukosa endogen berkurang (pada saat konsumsi alkohol)
5. Sensitivitas insulin meningkat (pada saat tengah malam, berat badan turun, kesehatan
membaik dan pada saat peningkatan kontrol glikemik)
6. Penurunan bersihan insulin (pada kasus gagal ginjal)

Tingkat Keparahan
• Ringan (54 - 70 mg/dl.) Terdapat gejala autonom, yaitu tremor, palpitasi, gugup, takikardi,
berkeringat, dan rasa lapar. Pasien dapat mengobati sendiri.
• Sedang (40 - 54 mg/dl.) Terdapat gejala autonom dan neuroglikopenia, seperti bingung,
rasa marah, kesulitan konsenterasi, sakit kepala, lupa, mati rasa pada bibir dan lidah,
kesulitan bicara, mengantuk dan pandangan kabur. Pasien dapat mengobati sendiri.
• Berat (<40 mg/dl.) Terjadi kerusakan sistem saraf pusat, dengan gejala perubahan emosi,
kejang, stupor, atau penurunan kesadaran. Pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk
pemberian karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya. Bisa terjadi ketidaksadaran
pasien.

Manajemen Hipolikemia
Tujuan terapi hipoglikemia adalah mengembalikan dengan cepat level glukosa darah ke
rentang normal, mengurangi atau meniadakan risiko injuri dan gejala. Namun, terapi hipoglikemia
harus memperhatikan dan menghindari overtreatment yang bisa menjadikan pasien hiperglikemia
dan peningkatan berat badan.
Pencegahan Hipoglikemia
1. Lakukan edukasi mengenai tanda dan gejala hipoglikemia
2. Hindari farmakoterapi yang bisa meningkatkan risiko kambuh atau hipoglikemia berat
3. Tingkatkan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM), khususnya bagi pengguna
insulin atau obat oral golongan sekretagog; termasuk pada jam tidur
4. Lakukan edukasi tentang obat – obat atau insulin yang dikonsumsi, tentang dosis, waktu
mengkonsumsi, dan efek samping

NEUROPATI
Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik, gangguan
sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapat bersifat akut atau kronik. Beberapa
saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel ganglion radiks dorsalis, semua
saraf perifer dengan semua cabang terminalnya, susunan saraf autonom, dan saraf otak kecuali
saraf optikus dan olfaktorius.
Klasifikasi
Polineuropati : menyebabkan kerusakan fungsional yang simetris, biasanya disebabkan
oleh kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer, seperti gangguan
metabolik keracunan, keadaan defisiensi, dan reaksi imunoalergik.
Radikulopati : Lesi utama yaitu pada radiks bagian proksimal, sebelum masuk ke foramen
intervertebralis. Pada kasus ini dijumpai proses demielinisasi yang disertai degenerasi aksonal
sekunder. Demielinisasi diduga sebagai akibat reaksi alergi.
Patogenesis
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah : sensitisasi perifer, ectopic
discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan distribusi saluran
ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan eksitabilitas membran,
sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik
spontan.
Diabetes dapat mengakibatkan neuropati melalui peningkatan stress oksidatif yang
meningkatkan Advance Glycosylated End products (AGEs), akumulasi polyol, menurunkan nitric
oxide, mengganggu fungsi endotel, mengganggu aktivitas Na/K ATP ase, dan homosisteinemia.
Pada hiperglikemia, glukosa berkombinasi dengan protein, menghasilkan protein glikosilasi, yang
dapat dirusak oleh radikal bebas dan lemak, menghasilkan AGE yang kemudian merusak jaringan
saraf yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim antioksidan dapat mempengaruhi sistem
pertahanan menjadi kurang efisien
NEFROPATI
Ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang progresif, hipertensi, proteinuria, dan tanda-
tanda insufisiensi ginjal kronik lainnya. Deteksi nefropati diabetik dilakukan dengan pemeriksaan
mikroalbuminuria.
- Terjadinya nefropati pada diabetes melitus disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kelainan hemodinamik ginjal, adanya predisposisi genetik, dan kelainan metabolisme.
- Tata laksana nefropati diabetik terdiri dari pengobatan mikroalbuminuria, menanggulangi
hipertensi, dan tata laksana diabetes melitus.
- Pemberian penghambat angiotensin converting enzyme dan pengendalian tekanan darah
akan memperlambat progresivitas nefropati diabetik.
- Penghambat angiotensin converting enzyme akan mengurangi kerusakan glomerulus
dengan mempertahankan tekanan kapiler glomerulus dalam keadaan normal.
- Tata laksana diabetes melitus meliputi pengontrolan gula darah, perbaikan kebiasaan
hidup, pemberian insulin.

Faktor Risiko
- Peningkatan laju filtrasi glomerulus (LFG) atau hiperfiltrasi glomerulus,
- Hipertensi sistemik dan atau glomerular,
- Disfungsi vaskular (endotelial),
- Kontrol metabolik yang buruk yang ditandai dengan peningkatan hemoglobin glikosilat
atau HbA1C,
- Perubahan biokimiawi pada membran basalis glomerulus (MBG) yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular dan kerusakan struktur jaringan,
- Faktor genetik, dan faktor diet (diet tinggi protein, natrium, dan lemak).

RETINOPATI
Retinopati diabetes (RD) merupakan kelainan retina pada pasien diabetes melitus.1 RD
dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan klinis. RD nonproliferatif ditandai dengan perubahan
vaskulerisasi intraretina, sedangkan pada RD proliferatif ditemukan neovaskulerisasi akibat iskemi
Patofisiologi
Retina merupakan bagian dari sistem saraf pusat, dengan karakter blood-retinal barrier
(BRB) yang menyerupai karakter blood-brain barrier (BBB). Retina terdiri atas 10 lapisan
berbeda. Melalui lapisan-lapisan retina, pembuluh darah memberi nutrisi dan oksigen, dan dapat
dibagi menjadi lapisan mikrovaskuler superfisial (arteriol dan venul), lapisan kapiler medial, dan
lapisan kapiler dalam.5
PENYAKIT UKLUS KAKI DIABETIK
Definisi
Infeksi kaki diabetik didefinisikan sebagai invasi dan multiplikasi organisme patogen yang
menginduksi respons inflamasi diikuti kerusakan jaringan lunak atau tulang distal maleolus kaki
penderita diabetes.
- Infeksi kaki penderita diabetes berhubungan erat dengan morbiditas serta menyebabkan
ketidaknyamanan, penurunan fungsi fisik dan mental, serta kualitas hidup penderitanya.
- Ulkus kaki diabetik adalah salah satu komplikasi kronis diabetes melitus berupa luka pada
permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai dengan kerusakan jaringan bagian dalam
atau kematian jaringan.

Patofisiologi
1. Infeksi awal akibat kerusakan sawar pertahanan kulit, umumnya di daerah trauma atau
ulserasi.
2. Neuropati perifer baik sensorik, motorik, maupun otonom merupakan faktor utama
terjadinya kerusakan kulit
3. Luka terbuka ini selanjutnya menjadi daerah kolonisasi bakteri (umumnya flora normal)
4. Selanjutnya berkembang menjadi invasi dan infeksi bakteri. Iskemia jaringan kaki
berkaitan dengan penyakit arteri perifer umum ditemukan pada penderita infeksi kaki
diabetik.
5. Luka pada kaki penderita diabetik sering menjadi luka kronik, berkaitan dengan Advanced
Glycation End-Products (AGEs), inflamasi persisten, dan apoptosis yang diinduksi oleh
keadaan hiperglikemia.
6. Mayoritas kasus infeksi kaki diabetik terbatas pada bagian yang relatif superfisial. Namun,
infeksi dapat menyebar ke jaringan subkutan termasuk fascia, tendon, otot, sendi, dan
tulang.
7. Respons inflamasi akan meningkatkan tekanan kompartemen melebihi tekanan kapiler,
menyebabkan nekrosis jaringan akibat iskemia.
8. Tendon yang terdapat dalam kompartemen menjadi perantara penyebaran infeksi ke
proksimal yang umumnya bergerak dari area bertekanan tinggi menuju ke tekanan rendah.
Hubungan neuropati, vaskulopati dan trauma pada patofisiologi terbentuknya UKD

Klasifikasi
1. Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) dan International Working Group on
the Diabetic Foot (IWGDF)
2. Menurut Universitas Texas

EFEK SOMOGYI DAN DAWN PHENOMENON

EFEK SMOGYI
Suatu efek hiperglikemia pada pagi hari pada penderita diabetes akibat makan terlalu larut
malam, mengonsumsi alkohol atau menggunakan insulin terlalu malam sehingga terjadi lonjakan
kadar gula pada pagi hari.
Patofisiologi
Efek somogyi ditandai oleh penurunan unik kadar glukosa darah pada malam hari, diikuti
oleh peningkatan rebound pada paginya. Penyebab hipoglikemia malam hari berkaitan dengan
penyuntikan insulin pada sore hari. Hipoglikemia itu sendiri menyebabkan peningkatan glukagon,
katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan, kemudian hormonhormon ini yanng merangsang
glukoneogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi hiperglikemia (Corwin, 2001).

EFEK DAWN PHENOMENON (FENOMENA SENJA)


Suatu efek hiperglikemia yang terjadi diantara jam 5-9 pagi disebabkan oleh peningkatan
sirkadian kadar glukosa pada pagi hari.
Penyebab
Fenomena ini dipengaruhi oleh hormon kortisol dan hormon pertumbuhan, dimana
keduanya merangsang glukoneogenesis (Corwin, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Bayu Zohari Hutagalung, Muhamma. Dwinka Syara Eljatin. Dkk. 2019. Diabetic Foot Infection
(Infeksi Kaki Diabetik): Diagnosis dan Tatalaksana. Jambi : RS Royal Prima Jambi.
Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Elvira, Ernes Erlyana Suryawijaya. 2019. Retinopati Diabetes. CDK-274/ Vol. 46 no. 3
Frykberg, R.G., Zgonis, T., Armstrong, D.G., Driver, V.R., Giurini, J.M., et al. 2006. Diabetic
Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline (2006 revision). J Foot Ankle Surg. 45(Suppl.):S1-
S66.
Harsono.2011. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta: UGM Press, 84-89
Rusdi, Mesa Sukmadani. 2020. Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus. Journal Syifa
Sciences and Clinical Research 2(2).
Semawarima, Gede. 2017. Status Hiperosmolar Hiperglikemik. Medicina 48(1): 49 – 53.
Spiritia
Sudung O. Pardede , 2008. Nefropati Diabetik pada Anak. Sari Pediatri Vol. 10, No. 1
Yati, Niken Prita., dkk. 2017. Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus
Tipe-1. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Yayasan Spiritia. 2014. Lembar Info Neuropati Perifer. Jakarta: Yayasan

Anda mungkin juga menyukai