Anda di halaman 1dari 80

PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE

PEKERJAANLAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN)


(INSPEKTUR

MODUL
SIB –02 : MEMBACA DATA
GEOTEKNIK

2006

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN
KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK)

MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1
Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

KATA PENGANTAR

Modul ini berisi pembahasan dalam garis besar tentang bagaimana Site
Inspector of Bridge harus membaca data geoteknik dalam rangka pengawasan
lapangan pekerjaan jembatan, diawali dengan upaya memahami penyelidikan
geoteknik, klasifikasi penyelidikan geoteknik, studi pendahuluan, survai
pendahuluan, penyelidikan lapangan, pemeriksaan laboratorium dan
penyusunan laporan.

Modul ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan mengenai tanah


bawah disekitar lokasi proyek kepada Site Inspector of Bridge. Penyelidikan
tersebut juga diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup mengenai
material-material yang ada dan kondisi-kondisi yang akan dihadapi di lapangan.
Dalam garis besar, penyelidikan geoteknik sangat penting dilakukan guna
mendapatkan informasi stratifikasi lapisan tanah pada lokasi proyek, identifikasi
karakteristik tanah, mendapatkan sifat mekanis tanah dan mengetahui kondisi
muka air tanah.

Demikian mudah-mudahan modul ini dapat memberikan manfaat bagi yang


memerlukannya.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) i


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) ii


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan


Jembatan (Site Inspector of Bridge)

MODEL PELATIHAN : Lokakarya terstruktur

TUJUAN UMUM PELATIHAN :


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pengawasan dan
perlaporan pekerjaan konstruksi jembatan untuk memastikan kesesuaian
dengan rencana, metode kerja dan dokumen kontrak.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :


Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu:
1. Mengawasi pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Membaca Data Geoteknik
3. Mengawasi penggunaan Bahan Jembatan
4. Membaca Gambar
5. Mengawasi penggunaan Alat-alat Berat
6. Mengawasi pelaksanaan Pengukuran dan Pematokan
7. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Tanah
8. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Beton
9. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan
Perlengkapan Jembatan
10. Mengawasi pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu
Lintas
11. Mengawasi pelaksanaan Metode Kerja Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan
12. Membuat Laporan Pengawasan Pekerjaan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) iii


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

NOMOR : SIB-02

JUDUL MODUL : MEMBACA DATA GEOTEKNIK

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu menggunakan dan memanfatkan
data hasil pengujian geoteknik untuk melakukan inspeksi jembatan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Pada akhir pelatihan peserta mampu :


1. Menjelaskan perlunya pemahaman aspek survai dan pengujian geoteknik
dalam kegiatan inspeksi jembatan.
2. Menjelaskan stratifikasi lapisan tanah pada lokasi proyek, identifikasi
karakteristik tanah, sifat mekanis tanah, dan mengetahui kondisi muka air
tanah.
3. Memanfaatkan hasil penyelidikan geoteknik tersebut untuk mendukung
kegiatan inspeksi jembatan, mencakup ketelitian aspek enginering
berdasarkan:
- Hasil penyelidikan tanah untuk pemilihan pondasi
- Hasil penyelidikan tanah untuk perencanaan oprit jembatan
- Hasil penyelidikan tanah untuk perencanaan stabilitas lereng tebing
sungai yang harus dipastikan memenuhi
persyaratan teknis.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) iv


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i
LEMBAR TUJUAN ii
DAFTAR ISI iv
DESKRIPSI SINGKAT
PENGEMBANGAN
MODUL PELATIHAN
INSPEKTOR LAPANGAN
PEKERJAAN JEMBATAN
(Site Inspector of Bridge) viii
DAFTAR MODUL ix
PANDUAN INSTRUKTUR x

BAB I MASALAH UMUM DALAM PEKERJAAN JEMBATAN I–1


1.1. PENDAHULUAN I–1
1.2 PONDASI I–2
1.3 GALIAN PONDASI JEMBATAN I–2
1.4 MATERIAL-MATERIAL KONTRUKSI I–3

BAB II TUJUAN DAN KEGIATAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK II – 1


II – 1
2.1. TUJUAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK
II – 2
2.2. KEGIATAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK

BAB III STUDI PENDAHULUAN III – 1


3.1. UMUM III – 1
3.2. MEMPELAJARI DOKUMEN PENYELIDIKAN III – 1
TANAH DAN BANGUNAN YANG ADA
3.3. MEMPELAJARI PRARENCANA JEMBATAN YANG III – 2
AKAN DIBANGUN
3.4. MEMPELAJARI PETA-PETA DAN FOTO-FOTO III – 2
UDARA III – 2
3.4.1. Peta Situasi III – 2
3.4.2. Peta Topografi III – 3
3.4.3. Peta Geologi III – 3
3.4.4. Peta Pedologi III – 4
3.4.5. Foto Udara III – 4
3.4.6. Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
3.5. RUMUSAN HASIL PENGUMPULAN DAN III – 4
PENINJAUAN DATA YANG ADA
Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) v
Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

BAB IV SURVEI PENDAHULUAN IV – 1


4.1. UMUM IV – 1
4.2. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM
SURVAI PENDAHULUAN IV – 2
4.2.1. Rencana Letak Kepala Jembatan dan Pilar. IV – 2
4.2.2. Tanah Permukaan IV – 2
4.2.3. Alur-alur, Galian, Parit, Lereng-lereng,
Tebing Sungai IV – 3
4.2.4. Air-permukaan dan Air-tanah. IV – 3
4.2.5. Keadaan Topografi dan Tumbuh-tumbuhan. IV – 3
4.2.6. Bangunan yang ada. IV – 3
4.2.7. Rencana Letak Titik Penyelidikan. IV – 4
4.2.8. Jenis Peralatan dan Perlengkapan
Penyelidikan Lapangan IV – 4
4.2.9. Titik Ikat Pengukuran. IV – 4
4.2.10.Bangunan Utilitas yang Ada Dibawah Tanah. IV – 4
4.2.11.Penyelidikan Geofisika. IV – 5
4.3. LAPORAN SURVEI PENDAHULUAN IV – 5

BAB V SURVEI LAPANGAN V–1


5.1. UMUM V–1
5.1.1. Situasi Daerah Penyelidikan V–1
5.1.2. Pengukuran Lokasi Titik Penyelidikan V–1
5.1.3. Kontrol Vertikal V–2
5.1.4. Toleransi Perubahan Letak Titik V–3
Penyelidikan.
5.2. PEMBUATAN PETA GEOLOGI TEKNIK UNTUK V–3
PERENCANAAN V–4
5.3. PENYELIDIKAN BAWAH PERMUKAAN V–4
5.3.1. Penyelidikan untuk Pondasi V–5
5.3.2. Penyelidikan Oprit Jembatan V–5
5.3.3. Penyelidikan Stabilitas Lereng Tebing V–6
Sungai. V–6
5.4. PEMBORAN V–7
5.4.1. Pemboran Putar (rotary drilling) V–8
5.4.2. Pemboran Auger (Auger Drilling)
5.4.3. Pemboran Semprot (wash boring) V–8
5.4.4. Pemboran dengan mengambil contoh V–9
menerus (continuous sampling). V–9
5.4.5. Pemboran Tangan V – 10
5.4.6. Pemboran Tumbuk
5.5. PENGAMBILAN CONTOH V – 11
5.5.1. Pengambilan Contoh dengan Tabung Contoh
berdinding Tipis V – 11
5.5.2. Pengambilan Contoh dengan Tabung
Bertorak (piston sampler). V – 12
5.5.3. Pengambilan Contoh dengan Tabung Belah

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) vi


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

(split barrel). V – 12
5.5.4. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti
Tunggal (single core barrel) V – 13
5.5.5. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti
Ganda (double core barrel). V – 13
5.5.6. Pengambilan Contoh dengan Tabung Penginti
Rangkap Tiga (tripple core barrel). V – 14
5.5.7. Pengambilan Contoh Bilasan (wash V – 14
sampling). V – 14
5.5.8. Pengambilan Contoh Kubus. V – 14
5.5.9. Perlindungan dan Pengangkutan Contoh. V – 15
5.6. PEMERIKSAAN LAPANGAN V – 17
5.6.1. Pemerikaaan Penetrasi Standar V – 19
5.6.2. Sondir (Cone Penetration Test /CPT)
5.6.3. Pengujian field vane shear (uji baling-baling) V – 20
5.6.4. Uji beban lateral silinder (pressuremeter
test/PMT) V – 22
5.6.5. Pemeriksaan dengan pelat dukung (plate
bearing test) V – 24
5.6.6. Pemeriksaan Pembebanan Tiang (pile loading V – 24
test) V – 25
5.7. MUKA AIR TANAH V – 25
5.8. PEMBENAHAN TEMPAT V – 26
5.9. SUMUR UJI DAN PARIT UJI V – 26
5.9.1. Sumur Uji V – 26
5.9.2. Parit Uji V – 27
5.10.BOR-LOG V – 27
5.10.1. Bor-log Lapangan.
5.10.2. Tugas-Tugas Pembuat Bor-log. V – 28
5.10.3. Identifikasi dan Klasifikasi Tanah dan Batuan V – 29
di Lapangan. V – 29
5.10.4. Format Bor-log Lapangan
5.10.5. Prosedur Pembuatan Bor-log

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) vii


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

BAB VI PEMERIKSAAN LABORATORIUM VI – 1


6.1. UMUM VI – 1
6.2. MACAM PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN VI – 2
6.2.1. Klasifikasi Jenis Tanah Berdasarkan
Proses Pembentukannya VI – 2
6.2.2. Bentuk, ukuran, tekstur dan gradasi. VI – 8
6.2.3. Berat Jenis (G) VI – 11
6.2.4. Batas-batas Atterberg VI – 12
6.2.5. Uji Konsolidasi. VI – 13
6.2.6. Triaxial VI – 13
6.2.7. Geser Langsung (Direct Shear) VI – 13
6.2.8. Kekuatan Tekan bebas (Unconfined
Compressive Strength) VI – 13
6.2.9. Kadar air dan Kepadatan Setempat VI – 14

BAB VII PENGUMPULAN DATA DAN PENYUSUNAN VII – 1


LAPORAN VII – 1
7.1. UMUM VII – 1
7.2. BOR-LOG AKHIR VII – 2
7.3. PENGGAMBARAN PENAMPANG TANAH VII – 2
7.4. PENYUSUNAN DATA PEMERIKSAAN VII – 3
7.5. PEMBUATAN LAPORAN VII – 4
7.5.1. Isi Laporan VII – 7
7.5.2. Sistematika Laporan. VII – 7
7.5.3. Distribusi Laporan

RANGKUMAN

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

HAND OUT

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) viii


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL


PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN
JEMBATAN (Site Inspector of Bridge)

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Inspektor


Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge)
dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan
Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of
Bridge) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-
masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang
menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku
dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu
susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi
tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka
berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun
seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang
harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Inspektor Lapangan
Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge).

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) ix


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

DAFTAR MODUL

Inspektur Lapangan Pekerjaan Jembatan


Jabatan Kerja :
Site Inspector of Bridge (SIB)
Nomor
Kode Judul Modul
Modul
1 SIB – 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2 SIB – 02 Membaca Data Geoteknik


3 SIB – 03 Bahan Jembatan

4 SIB – 04 Membaca Gambar

5 SIB – 05 Alat Berat

6 SIB – 06 Pengukuran dan Pematokan

7 SIB – 07 Pekerjaan Tanah

8 SIB – 08 Pekerjaan Beton

Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan


9 SIB – 09
Jalan

10 SIB – 10 Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu Lintas

11 SIB – 11 Metode Kerja Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan

12 SIB – 12 Teknik Pelaporan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) x


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

PANDUAN INSTRUKTUR

A. BATASAN

NAMA PELATIHAN : Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan


Jembatan (Site Inspector of Bridge )

KODE MODUL : SIB-02

JUDUL MODUL : MEMBACA DATA GEOTEKNIK

DESKRIPSI : Modul ini memberikan pengetahuan mengenai


bagaimana membaca data hasil survai dan
pengujian geoteknik untuk tanah bawah disekitar
lokasi proyek kepada perencana. Dalam garis besar
penyelidikan geoteknik tersebut memberikan
informasi yang diperlukan untuk menilai material-
material yang ada dan kondisi-kondisi yang akan
dihadapi di lapangan. Kegiatan penyelidikan
geoteknik mulai dari studi pendahuluan, survai
pendahuluan, penyelidikan lapangan, pemeriksaan
laboratorium sampai dengan penyiapan laporan
geoteknik juga dikemukakan secara garis besar
dalam modul ini untuk memberikan gambaran yang
agak lengkap bagi site inspector of bridge untuk
memahami lebih jauh kegunaan data-data
geoteknik.

TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.

WAKTU PEMBELAJARAN : 4 (Empat) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit)

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) xi


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah : Pembukaan

 Menjelaskan tujuan instruksional  Mengikuti penjelasan TIU OHP.


(TIU dan TIK) dan TIK dengan tekun dan
 Merangsang motivasi peserta de- aktif
ngan pertanyaan ataupun penga-  Mengajukan pertanyaan a-
lamannya dalam melakukan pe- pabila ada yang kurang jelas
kerjaan jalan

Waktu : 5 menit

2. Ceramah : Bab I: Masalah umum


dalam pekerjaan jembatan

Memberikan penjelasan ataupun ba-


hasan singkat berkaitan dengan:  Mengikuti penjelasan instruk-
Prinsip dasar dan persyaratan yang tur dengan tekun dan aktif OHP.
sangat perlu diketahui oleh seorang  Mengajukan pertanyaan a-
SIB dalam pelaksanaan penyelidikan pabila ada yang kurang jelas
geoteknik untuk pekerjaan jembatan  Mengikuti diskusi yang dia-
dakan.
Waktu : 20 menit

3. Ceramah : Bab II, Tujuan dan


Kegiatan Penyelidikan Geoteknik

Memberikan penjelasan, bahasan atau OHP.


uraian bahwa penyelidikan geoteknik  Mengikuti penjelasan instruk-
adalah sangat penting dilakukan guna tur dengan tekun dan aktif
mendapatkan informasi sebagai  Mencatat hal-hal yang perlu
berikut;
 Stratifikasi lapisan tanah pada lokasi
proyek  Mengajukan pertanyaan a-
 Identifikasi karakteristik tanah pabila ada yang kurang jelas
 Mendapatkan sifat mekanis tanah  Melakukan diskusi dengan
 Mengetahui kondisi muka air tanah instruktur mengenai hal-hal
yang belum dipahami
Waktu : 20 menit

4. Ceramah : Bab III, Studi


Pendahuluan
 Mengikuti penjelasan instruk- OHP.
Memberikan penjelasan atau tinjauan tur dengan tekun dan aktif
data geoteknik (penyelidikan Tanah,  Mencatat hal-hal yang perlu
Prarencana Jalan dan Jembatan, Peta-  Mengajukan pertanyaan a-
Peta Dan Foto-Foto Udara) meliputi: pabila ada yang kurang jelas
 Melakukan diskusi dengan
 dokumen pelaksanaan dan instruktur mengenai hal-hal
penyelidikan tanah dari bangunan yang belum dipahami
yang ada disekitar rencana lokasi
jembatan yang akan dibangun.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) xii


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung


 dokumen rencana lokasi jembatan
yang akan dibangun.
 dokumen peta-peta dan foto-foto
udara.
 dokumen-dokumen sejarah
penggunaan lahan dan peristiwa-
peristiwa geologi yang pernah terjadi
di daerah tersebut baik yang pernah
dipublikasikan maupun yang tidak
dipublikasikan

Waktu : 20 menit

5. Ceramah : Bab IV, Survai


Pendahuluan

Memanfaatkan informasi atau data  Mengikuti penjelasan instruk- OHP.


yang dihimpun dalam survai tur dengan tekun dan aktif
pendahuluan mencakup antara lain  Mencatat hal-hal yang perlu
tanah permukaan, alur-alur, galian,  Mengajukan pertanyaan a-
parit, lereng-lereng, tebing sungai, air- pabila ada yang kurang jelas
permukaan dan air-tanah, keadaan  Melakukan diskusi dengan
topografi dan tumbuh-tumbuhan, instruktur mengenai hal-hal
bangunan yang ada, rencana letak titik yang belum dipahami
penyelidikan, penyelidikan geofisika
dan sebagainya.

Waktu : 20 menit

6. Ceramah : Bab V, Survei


Lapangan

Memberikan penjelasan, bahasan a-  Mengikuti penjelasan instruk- OHP.


taupun uraian mengenai : tur dengan tekun dan aktif

 Pembuatan Peta Geologi Teknik  Mencatat hal-hal yang perlu


Untuk Perencanaan
 Penyelidikan Bawah Permukaan  Mengajukan pertanyaan a-
 Pemboran pabila ada yang kurang jelas
 Pengambilan Contoh Tanah/Batuan  Melakukan diskusi dengan
 Pemeriksaan Lapangan instruktur mengenai hal-hal
 Muka Air Tanah yang belum dipahami
 Pembenahan Tempat
 Sumur Uji Dan Parit Uji
 Bor-Log

Waktu : 20 menit

7. Ceramah : Bab VI, Pemeriksaan


Laboratorium

Memberikan penjelasan, bahasan a-  Mengikuti penjelasan instruk- OHP.


taupun uraian mengenai : tur dengan tekun dan aktif

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) xiii


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Kata Pengantar CS

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung


 Klasifikasi jenis tanah berdasarkan  Mencatat hal-hal yang perlu
proses pembentukannya
 Bentuk, ukuran, tekstur dan gradasi  Mengajukan pertanyaan a-
 Berat Jenis (G) pabila ada yang kurang jelas
 Batas-batas Atterberg  Melakukan diskusi dengan
 Uji Konsolidasi instruktur mengenai hal-hal
 Triaxial yang belum dipahami
 Geser Langsung (Direct Shear)
 Kekuatan Tekan bebas (Unconfined
Compressive Strength)
 Kadar air dan Kepadatan Setempat.

Waktu : 20 menit

8. Ceramah : Bab VII, Analisa dan


penyusunan laporan

Memberikan penjelasan, bahasan a-  Mengikuti penjelasan instruk- OHP.


taupun uraian mengenai : tur dengan tekun dan aktif

 Bor-Log Akhir  Mencatat hal-hal yang perlu


 Penggambaran Penampang Tanah
 Penyusunan Data Pemeriksaan  Mengajukan pertanyaan a-
 Pembuatan Laporan pabila ada yang kurang jelas
 Melakukan diskusi dengan
Waktu : 15 menit instruktur mengenai hal-hal
yang belum dipahami

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) xiv


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab I : Masalah Umum Dalam Pekerjaan Jembatan

BAB I
MASALAH UMUM DALAM PEKERJAAN JEMBATAN

1.1. PENDAHULUAN

Sejarah teknik sipil telah mencatat bahwa kegagalan-kegagalan yang terjadi pada
bangunan sipil banyak disebabkan oleh kondisi tanah pondasi yang tidak terselidiki dan
tidak terekam dengan lengkap. Demikian pula pada kasus-kasus over desain dimana hal
tersebut dapat terjadi karena ketidakyakinan seorang perencana karena data-data
investigasi yang tersedia tidak mencukupi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang terjadi pada
desain dan konstruksi jembatan, ketelitian biasanya hanya dilakukan pada pekerjaan
sampling material aggregat halus, aggregat kasar, semen Portland dan baja tulangan
yang diperlukan untuk membuat pekerjaan beton. Ketelitian yang sama sebenarnya juga
harus dilakukan pada penyelidikan tanah dasar dan tanah bawah dimana tanah dasar
tersebut adalah landasan atau dasar untuk memberikan daya dukung pada lapis-lapis
perkerasan (oprit) diatasnya sedangkan tanah bawah untuk memikul pondasi baik
pondasi dangkal maupunn pondasi dalam yang berfungsi meneruskan seluruh beban
jembatan ke dalam tanah.
Penyelidikan geoteknik adalah suatu usaha untuk mendapatkan informasi yang akurat,
benar dan langsung tentang kondisi tanah dasar dan lapisan tanah bawahnya yang
sangat diperlukan pada perencanaan pondasi jembatan karena masalah stabilitas dan
keamanan dari sebuah struktur jalan sangat ditentukan oleh performa pondasinya.
Pengetahuan mekanika tanah adalah dasar dari perencanaan pondasi jembatan.
Perencanaan tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan tepat apabila seorang
perencana mempuyai pengetahuan yang matang tentang penyebaran, jenis-jenis dan
sifat-sifat tanah dasar. Penyelidikan tanah yang tepat akan memperkecil perencanaan
yang over-design dan mengurangi kasus-kasus under-design (kegagalan akibat dari
kondisi tanah yang tidak terdeteksi).
Telah disadari bahwa setiap penyelidikan geoteknik pasti akan meninggalkan area-area
yang tidak terselidiki (unexplored). Terlebih lagi, secara tak terbatas banyak terdapat
kondisi-kondisi tertentu yang seharusnya terpenuhi. Penyelidikan geoteknik tidak
mempunyai prosedur yang baku karena besarnya pekerjaan penyelidikan detail untuk
mengidentifikasi kondisi tanah bawah yang diperlukan akan sangat tergantung dari:
1. masalah-masalah teknik yang terlibat; dan
2. klasifikasi dari survai yang diperlukan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-1


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab I : Masalah Umum Dalam Pekerjaan Jembatan

Akan sangat tidak praktis untuk berusaha membuat suatu prosedur atau ketentuan yang
dapat berlaku untuk semua kemungkinan kasus-kasus geoteknik yang akan terjadi. Maka
dari itu, masalah-masalah penyelidikan geoteknik tidak akan dapat terrangkum dalam
materi ini ataupun materi-materi lainnya. Banyak hal akan tertinggal dimana keterlibatan
dan keputusan-keputusan teknis dari seorang ahli geoteknik yang berpengalaman sangat
diperlukan.

1.2. PONDASI

Masalah pondasi sangat terkait dengan sifat karakteristik beban-deformasi dari material
tanah bawah akibat dari beban bangunan culverts, dinding penahan dan timbunan.
Hal tersebut menjadi penting untuk pemahaman praktis dalam menentukan jenis pondasi
yang akan digunakan seperti pondasi tiang atau telapak, tahanan pemancangan untuk
jenis-jenis tiang, pola perilaku dan intentitas distribusi tengangan dibawah timbunan dan
struktur telapak, dan rentang penurunan yang diijinkan pada suatu bangunan dan
permukaan perkerasan.

1.3. GALIAN PONDASI JEMBATAN

Material yang ditemui pada rencana pekerjaan galian dapat menimbulkan dua masalah
utama yaitu:
1. Apakah material hasil galian sesuai untuk digunakan pada pekerjaan proyek yaitu
untuk material timbunan, base material, riprap stone, agregat halus, agregat kasar
dan lain-lain?
2. Berapa besarkah usaha untuk perkerjaan galian dan pemindahan tersebut?
Memperhatikan pertanyaan kedua maka perlu dilakukan pemisahan pekerjaan antara
galian biasa dengan galian batu dan menetapkan antisipasi dari kesulitan-kesulitan yang
dihadapi pada setiap kelas pekerjaan galian tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut maka
penggunaan alat berat dapat dipilih secara efektif atau dapat dipilih satu jenis alat berat
yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut.
Masalah penting lain yaitu penentuan kemiringan (slope) dari galian yang aman dan
factor yang berkaitan dengan kembang-susut pada pekerjaan galian, pengangkutan dan
pengurugan untuk suatu timbunan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-2


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab I : Masalah Umum Dalam Pekerjaan Jembatan

1.4. MATERIAL-MATERIAL KONTRUKSI

Biaya dari variasi material konstruksi adalah berbanding lurus dengan jarak yang harus
ditempuh untuk mengantarkan material tersebut dari sumbernya ke lokasi pekerjaan.
Maka dari itu adalah sangat penting untuk mencari kemungkinan lokasi-lokasi quarry
yang berdekatan dengan lokasi proyek untuk kebutuhan material konstruksi tersebut.
Kebutuhan material-material tersebut termasuk pasir, batu kerikil untuk digunakan
sebagai back fill material dibelakang struktur, timbunan bawah air, batuan rip rap dan
timbunan batu.
Dengan memanfaatkan material setempat maka biaya transportasi untuk kebutuhan
material akan dapat dikurangi. Oleh karena itu penyelidikan untuk mendapatkan sifat
karakteristik dari material tersebut akan dapat membantu mempersiapan spesifikasi
pekerjaan yang disyaratkan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-3


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab I : Masalah Umum Dalam Pekerjaan Jembatan

BAB I 1
MASALAH UMUM DALAM PEKERJAAN JEMBATAN 1
1.2. PONDASI 2
1.3. GALIAN PONDASI JEMBATAN 2
1.4. MATERIAL-MATERIAL KONTRUKSI 3

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) I-4


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

BAB V
SURVEI LAPANGAN

5.1. UMUM

Seperti halnya membaca data hasil survei pendahuluan, maka untuk dapat memahami
maksud pengumpulan data survei lapangan, perlu diikuti apa sebenarnya yang menjadi
latar belakang dalam survei lapangan. Secara umum survei lapangan adalah kelanjutan
dari tahap-tahap sebelumnya (pengumpulan data yang ada atau survei pendahuluan),
dapat sebagai penyelidikan pendahuluan atau sudah merupakan penyelidikan detail.
Mengingat keadaan geologi di Indonesia sangat bervariasi maka kurang tepat kalau
dibuat suatu prosedur yang berlaku untuk setiap daerah penyelidikan.
Penyelidikan harus dilakukan sesuai dengan keadaan tanah/batuan daerah penyelidikan.
Lingkup dan prosedur survei lapangan harus disusun sedemikian sehingga dapat
memberikan keterangan lengkap tentang keadaan tanah/batuan bawah permukaan.
Besar dan jenis konstruksi jembatan yang akan dibangun merupakan salah satu faktor
penentu yang harus diperhatikan didalam perencanaan survei lapangan.

5.1.1. SITUASI DAERAH PENYELIDIKAN.

Situasi daerah penyelidikan (letak bangunan, jalan, bangunan utilitas dan sebagainya)
selengkapnya harus sudah dicantumkan pada peta/sketsa situasi hasil survai
pendahuluan.
Kepala tim penyelidikan harus benar-benar mempelajari situasi daerah penyelidikan
sebelum melaksanakan pekerjaan lapangan. Dalam hal kepala tim meragukan
peta/sketsa situasi hasil survai pendahuluan, maka ia dapat langsung menanyakan
kepala instansi - yang bersangkutan.
Khusus di daerah perkotaan perlu diperhatikan letak bangunan utilitas bawah tanah
(kabel listrik, telpon, pipa gas, pipa air dan lain-lain) dan bilamana perlu.dapat dilakukan
pemeriksaan ulang bersama instansi yang bersangkutan (pengelola bangunan).

5.1.2. PENGUKURAN LOKASI TITIK PENYELIDIKAN

Apabila letak titik penyelidikan belum ditetapkan pada waktu survai pendahuluan maka
letak titik titik penyelidikan tersebut harus diukur dengan tepat dan dicantumkan pada
peta/sketsa situasi.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-1


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Apabila peta situasi dan penampang melintang sungai pada as rencana jembatan belum
tersedia, maka perlu dilakukan pengukuran dengan cara sederhana atau khusus
tergantung keadaan medan.
Pengukuran cara sederhana (untuk medan sederhana dan sempit) misalnya
menggunakan kompas dan peta ukur, sipat datar (water pass) dengan slang plastik diisi
air dan sebagainya. Pengukuran cara khusus (untuk medan berat dan luas) dilakukan
dengan alat ukur presisi.
Bentuk penampang sungai sedikit banyak mempengaruhi rencana penyelidikan dan
rencana peletakan pondasi terhadap tebing baik horizontal maupun vertikal, sehingga
penampang sungai perlu diukur dan digambar yang mencakup;
a. tinggi lereng
b. sudut/kemiringan lereng - muka air banjir
c. muka air terendah
d. dasar sungai terdalam dan lain-lain.
Sebagai titik nol diambil lantai atau bidang atas kepala jembatan yang ada. Untuk daerah
yang belum ada jembatan, titik nol ini harus dibuat lebih dahulu berupa patok beton
permanen yang menunjukkan ketinggian dari orientasinya dan letaknya tidak terganggu
pada waktu pembangunan jembatan tersebut. Letak titik-titik penyelidikan harus diberi
patok sesuai dengan rencana penyelidikan dan diberi nomer urut.
Apabila diperlukan titik-titik penyelidikan tambahan sesuai dengan kebutuhan. maka
harus dilakukan pula pematokan tambahan dan diberi nomor urut juga.

5.1.3. KONTROL VERTIKAL

Untuk mencatat hasil-hasil penyelidikan bawah permukaan diperlukan adanya titik tetap
sebagai dasar pengukuran ketinggian titik penyelidikan dan kedalaman yang dicapai.
Ketinggian titik penyelidikan dapat diukur terhadap titik nol yang telah ditentukan untuk
suatu daerah penyelidikan.
Untuk penyelidikan yang dilakukan:
 Di darat, ketinggian titik penyelidikan diukur dari muka tanah setempat terhadap
titik nol.
 Di air dengan menggunakan lantai kerja,ketinggian titik penyelidikan diukur dari
permukaan lantai kerja terhadap titik nol.
 Di air dengan menggunakan ponton/rakit, ketinggian titik penylidikan diukur dari
permukaan lantai ponton/rakit terhadap titik nol.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-2


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Apabila permukaan air mempunyai fluktuasi yang cukup besar, maka pengukuran
ketinggian titik penyelidikan harus dilakukan secara periodik.
Pengukuran ketinggian penyelidikan terhadap titik nol dapat dilakukan secara langsung
atau dengan perantaraan tanda-tanda tetap yang sengaja dipasang. Batas toleransi
pengukuran ketinggian titik penyelidikan maksimum adalah 0,05 meter.

5.1.4. TOLERANSI PERUBAHAN LETAK TITIK PENYELIDIKAN.

Letak dan jumlah titik penyelidikan harus diusahakan tepat sesuai dengan yang telah
direncanakan, dengan toleransi radius 0,50 meter dari titik rencana semula. Dalam
keadaan tertentu letak dan jumlah titik penyelidikan dapat digeser atau ditambah dengan
berpedoman pada peta situasi.
Penambahan jumlah dan penggeseran titik penyelidikan diluar ketentuan yang ada harus
ditentukan oleh ahli teknik tanah atau ahli geologi yang bertanggung jawab dalam
pekerjaan tersebut, dengan memperhatikan kondisi tanah/batuan setempat.
Lokasi penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicantumkan dalam peta
situasi. Alasan penggeseran atau penambahan titik penyelidikan harus dicatat dalam
laporan pekerjaan lapangan.

5.2. PEMBUATAN PETA GEOLOGI TEKNIK UNTUK


PERENCANAAN

Peta ini dibuat berdasarkan prinsip-prinsip pemetaan geologi konvensional ditambah


dengan data geoteknik yang diperlukan dalam perencanaan pondasi jembatan. Sebagai
peta dasar umumnya digunakan peta situasi yang dilengkapi dengan garis ketinggian
dengan skala 1:2000 atau lebih besar.

Peta geologi teknik untuk perencanaan yang lengkap harus memuat:


a. Aspek geologi, yang meliputi:
 satuan-satuan yang dapat dipetakan
 batas-batas geologi (menyangkut satuan peta,struktur tertentu dan lain-
lain)
 macam batuan dan tanah,tingkat pelapukan dan peru bahannya.
 adanya singkapan
 adanya gejala ketidakstabilan, misalnya longsor dan sebagainya.
b. Aspek hidrogeologi, yang meliputi ketinggian muka air piezometer, angka
rembesan dan lain-lain.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-3


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

c. Aspek geomorfologi, misalnya kemiringan lereng,bentuk lererr3,kecuraman


lereng,daerah erosi dan pengendapan dan lain-lain.
d. Letak titik penyelidikan dan pemeriksaan lapangan.
e. Penampang tanah/penampang geologi yang dapat menunjukkan sifat teknik tiap
lapisan tanah/batuan.

5.3. PENYELIDIKAN BAWAH PERMUKAAN

Penyelidikan bawah permukaan harus dapat memberikan keterangan selengkapnya


mengenai kondisi tanah/batuan bawah permukaan sehingga didapatkan desain yang
aman dan ekonomis.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan dan ketepatan data hasil
penyelidikan antara lain: kondisi tanah/batuan setempat, lingkup pekerjaan penyelidikkan
yang dilaksanakan, prosedur penyelidikan yang digunakan dan diikuti, ketelitian
pelaksanaan, tingkat keahlian pelaksana dan kondisi peralatan yang digunakan.
Penyelidikan tanah dapat dilakukan dengan pemboran, penyondiran, geofisika, sumur uji,
parit uji dan sebagainya. Penentuan pemilihan metoda penyelidikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain: tujuan penyelidikan, macam tanah/batuan setempat,
keadaan lapangan, dan tingkat ketelitian yang dikehendaki.

5.3.1. PENYELIDIKAN UNTUK PONDASI

Titik penyelidikan seharusnya diletakkan pada lokasi pondasi yang direncanakan. Dalam
pemboran pengambilan contoh asli dan pemeriksaan setempat dilakukan pada interval
tertentu sesuai dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.
Kedalaman penyelidikan ditentukan oleh kedalaman tanah yang masih terpengaruh oleh
beban pondasi.
 Pondasi langsung; berdasarkan pengalaman untuk pondasi langsung jembatan
umumnya pada kedalaman 2 kali lebar pondasi kurang lebih 1/10 tegangan
vertikal pada level dasar pondasi. Oleh karena itu pengambilan contoh asli harus
dilakukan sampai kedalaman 4xB kecuali bila dijumpai lapisan tanah
keras/batuan. Umumnya pengambilan contoh asli dilakukan setiap pergantian
lapisan atau tiap interval 0,75 meter sampai kedalaman 4,50 meter dibawah dasar
perencanaan pondasi dan selanjutnya setiap 1,50 meter. Apabila dijumpai lapisan
keras/batuan maka pemboran harus dilakukan sampai kedalaman sedikit-dikitnya
6 meter, dibawah dasar pondasi yang direncanakan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-4


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

 Bila pondasi sumuran merupakan alternatif pertama, maka pengambilan contoh


harus dilakukan mulai kedalaman peletakan pondasi yang direncanakan samoai
kedalaman 4xB dari dasar pondasi.
 Bila pondasi tiang merupakan alternatif, maka pengambilan contoh harus
diteruskan sampai kedalaman 4,50 meter untuk batuan lapuk dan 7,5 meter untuk
tanah kohesif dibawah ujung tiang yang direncanakan, kecuali dijumpai
lapisan/batuan keras sebagai batuan dasar maka pengambilan contoh dihentikan.
Perkiraan ujung tiang pondasi dapat ditentukan dari hasil S.P.T, dan grafik
korelasi hasil penyelidikan. Apabila belum jelas kemungkinan rencana tipe
pondasi maka perlu dilakukan penyelidikan pendahuluan, misalnya dengan alat
sondir dan pemboran ekaplorasi, untuk memperoleh gambaran tentang ketebalan
dan susunan lapisan tanah/batuan. Dari gambaran tersebut dapat diperkirakan
letak dan kedalaman pondasi - yang direncanakan.

5.3.2. PENYELIDIKAN OPRIT JEMBATAN

Oprit jembatan merupakan bagian dari jembatan yang harus siselidiki karena pada
kondisi tanah yang tidak menguntungkan (seperti dijumpainya tanah lembek), stabilitas
timbunan dibelakang kepala jembatan sangat mempengaruhi stabilitas jembatan secara
keseluruhan. Banyak dijumpai kepala jembatan tergeser karena pergerakan tanah
dibelakangnya.
Penyelidikan ini bertujuan untuk mengetahui penampang memanjang (tebal lapisan
lembek, susunan lapisan), kompresibilitas dan kekuatan geser. Biasanya penyelidikan
dilakukan dengan alat sondir, bor tangan, vane test dan pengambil contoh khusus
(misalnya "piston sampler" bila dijumpai tanah yang sangat lembek). Pengambilan contoh
cukup diambil pada pergantian lapisan/jenis tanah dan untuk tanah yang homogen cukup
setiap 1 - 1,50 meter.

5.3.3. PENYELIDIKAN STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI.

Lereng tebing Sungai dimana kepala jembatan akan diletakan harus diselidiki bila
stabilitasnya dianggap kurang meyakinkan antara lain
 kepala jembatan terletak pada lapisan batuan berkekar dan atau mengandung
retakan-retakan.
 kepala jembatan terletak pada lapisan yang mempunyai kemiringan (dip) kearah
sungai.
 kepala jembatan terletak pada tebing curan di mana kaki tebing tergerus.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-5


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Untuk itu penyelidikan pondasi kepala jembatan harus selengkap mungkin, sehingga
dapat mencakup stabilitas lerengnya, antara lain;
 kedalaman penyelidikan sekurang-kurangnya 2 meter dibewah dasar sungai
terdalam.
 pengambilan contoh dilakukan pnda setiap pergantian lapisan atau setiap interval
1 – 1.5 meter.
 jumlah titik penyelidikan sekurang-kurangnya 2 titik untuk pemboran dan
diletakkan sedemikian rupa sehingga semua aspek yang menyangkut stabilitas
lereng dapat diketahui, misalnya: macam tanah/batuan, susunan perlapisan
tanah/batuan, struktur batuan, kuat geser, air tanah dan sebagainya.

5.4. PEMBORAN

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan didalam memilih metoda pemboran pada
suatu lokasi, antara lain adalah: kemudahan mencapai lokasi, peralatan dan sarana yang
tersedia, kondisi tanah/batuan, kedalaman yang dikehendaki serta kondisi air tanah.
Pada bagian ini akan diutarakan secara umum mengenai metoda pemboran beserta
peralatan dan penggunaannya.

5.4.1. PEMBORAN PUTAR (ROTARY DRILLING).

Pemboran dengan sistim putar sampai saat ini dianggap yang paling cocok untuk
penyelidikan tanah bawah permukaan. Dengan metoda ini praktis semua jenis
tanah/batuan dapat diselidiki dengan baik termasuk pengambilan contoh dan
klasifikasinya. Semua alat pengambil sample uji cocok dengan metoda ini.
Kerugiannya yang utama adalah: metoda ini memerlukan air/lumpur pembilas dan
perlengkapan yang relatif berat.
Dengan menggunakan peralatan yang sesuai pemboran dengan sistim putar dapat
digunakan untuk pengambilan contoh tanah asli, contoh inti, contoh cutting dan
pemeriksaan setempat yang berhubungan dengan penentuan sifat teknis tanah/batuan.
Keberhasilan dan ketelitian data yang diperoleh dengan pemboran putar ini sebagian
besar tergantung kepada ketepatan penggunaan alat pengambilan contoh, alat
pemeriksaan lapangan (SPT, Vane dan sebagainya), prosentase contoh atau inti yang
terambil, pengalaman pelaksana pemboran, ketelitian pencatatan penampang dan
keterangan pemboran (logging), ketepatan memilih prosedur yang diikuti serta
disesuaikan dengan keadaan tanah/batuan yang dijumpai.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-6


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Dalam pengambilan contoh inti, yang dimaksudkan dengan prosentase inti terambil (core
recovery) adalah prosentase panjang contoh yang terambil dibandingkan dengan
panjang tabung penginti yang masuk kedalam tanah/batuan yang ditembus. Prosentase
inti terambil dapat digunakan sebagai petunjuk didalam mengevaluasi sifat fisis
tanah/batuan yang dijumpai. Pada umumnya contoh inti yang hancur dan tidak dapat
diangkat keatas permukaan tanah akan menunjukan batuan lunak, rapuh, lepas atau
remuk. Sedangkan bagian inti utuh menunjukan lapisan tanah keras atau padat.
Contoh-contoh inti dapat menunjukan susunan dan sifat berbagai lapisan, struktur dan
tekstur dari batuan yang dijumpai. Cengan alat ini dapat digunakan metoda pengambil
contoh inti menerus (continous coring).
Cara umum untuk menilai mutu batuan adalah dengan RQD (Rock Quality Designation).
RQD bertujuan menggambarkan mutu batuan yaitu banyak retakan dan alterasi dari
contoh inti tersebut.
Prosedurnya adalah dengan menjumlahkan panjang potongan-potongan inti yang
berukuran lebih besar atau sama dengan 10c, selanjutnya panjang jumlah potongan-
potongan ini dibandingkan terhadap panjang inti yang seharusnya didapat dan
dinyatakan dalam persen (%). Hubungan antara RQD dengan mutu batuan adalah
sebagai berikut :

R.Q.D. (%) Mutu Batuan


0 - 25 sangat jelek
25 - 50 jelek
50 - 75 cukup
75 - 90 baik
90 - 100 sangat baik

5.4.2. PEMBORAN AUGER (AUGER DRILLING)

Cara pemboran ini baik dipergunakan bila yang dibutuhkan adalah pengambilan contoh
tanah tidak asli dan akan lebih tepat untuk jenis tanah yang mempunyai sifat kohesi.
Contoh tanah dapat diambil dari material yang melekat pada mata bor (auger) yang
digunakan.
Keuntungan cara ini antara lain; pekerjaan pemboran cepat dan tidak menggunakan air
pembilas. Dengan cara ini dapat pula dilakukan pengambilan contoh asli dan
pemeriksaan setempat lainnya dengan dibantu alet-alat khusus (tabung contoh, tabung
belah/split barrel dan sebagainya). Cara ini lebih banyak digunakan untuk mengetahui
penyebaran lapis an tanah kearah lateral.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keterbatasan penggunaan bor auger antara lain:

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-7


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

 kekerasan lapisan tanah yang ditembus. Kedalaman yang dicapai dengan bor
auger sangat tergantungkepada letak kedalaman lapisan tanah keras.
 lapisan tanah yang berbutir besar (mengandung ke rikil dan atau kerakal! sangat
sulit ditembus de ngan bor auger.
 untuk lokasi pemboran yang mempunyai permukaan air tanah tinggi dapat
menyebabkan tanah yang melekat pada mata mata bor mudah lepas dan contoh
tanah sulit diambil.
 cara ini tidak cocok untuk pemboran yang dilakukan diatas ponton/rakit.
Bila menggunakan "hollow stem auger" pada lapisan pasir dibawah permukaan air tanah,
perlu dipertahankan keseimbangan permukaan air tanah didalam lubang bor terhadap
sekitarnya, agar pasir tidak masuk kedalam 'hollow stem". Bila ini terjadi maka untuk
keperluan pemeriksaan penetrasi standar dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih
dahulu.

5.4.3. PEMBORAN SEMPROT (WASH BORING)

Istilah pemboran semprot (wash boring) menunjukkan dua prosedur pemboran yang
berbeda. Pengertian pertama menunjukkan pemboran dimana sebuah pipa dimasukkan
kedalam tanah dengan atau tanpa pipa lindung (casing), bersamaan dengan
penyemprotan air pada ujung bawahnya.
Pelaksanaannya dilakukan dengan tangan. Contoh yang didapat hanyalah contoh cucian.
Bila pemboran sudah cukup dalam, maka harus hati-hati dalam menentukan permukaan
lapisan tanah yang ditembus, karena harus dipertimbangkan adanya waktu angkut
contoh cucian (contoh cucian dari dasar lubang bor sampai kepermukaan memerlukan
waktu yang lamanya bergantung pada kecepatan air pembilas). Cara ini merupakan cara
yang tidak teliti, oleh karena itu harus hati-hati dalam menginterpretasikan hasilnya dan
hanya boleh digunakan bila telah benar-benar dipertimbangkan maksud dan tujuan
pemboran yang akan dilakukan.
Pengertian kedua adalah cara pemboran dimana kemajuan pemboran pada interval
pengambilan contoh dilakukan dengan tenaga semprotan dan pemotongan oleh mata
bor.

5.4.4. PEMBORAN DENGAN MENGAMBIL CONTOH MENERUS


(CONTINUOUS SAMPLING).

Pada metoda ini sama sekali tidak digunakan air pembilas, semua alat pengambil contoh
hanya di tekan/ditumbuk/diputar secara kering untuk pengambilan contoh tanah yang
menerus.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-8


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Alat pengambil contoh, tabung penginti, tabung contoh asli, split barrel dan sebagainya
ditekan, di putar atau ditumbuk sampai kedalaman tertentu (biasanya tidak lebih dari 0,75
meter), kemudian diangkat dan isinya dikeluarkan. Alat tersebut dipasang pada mesin
bor, sondir atau langsung ditumbuk.
Contoh-contoh yang diperoleh dapat digunakan untuk pemeriksaan lapangan ataupun
laboratorium. Bila dikehendaki contoh tidak terganggu untuk pemeriksaan laboratorium,
maka tabung contoh harus ditutup segera misalnya dengan parafin agar diperoleh contoh
dalam keadaan yang seasli mungkin dengan kadar air yang relative tetap.
Cara ini merupakan cara yang sangat tepat dan teliti untuk mendapatkan keterangan
mengenai tanah bawah permukaan digunakan pada penyelidikan oprit dan stabilitas
lereng karena seluruh kedalaman lubang bor dapat diperiksa, tetnpi cara ini mahaldan
lingkup penggunannya terbatas. Umumnya cara penekanan ini hanya berhasil untuk
lapisan lempung dan lanau yang lembek sampai sedang.

5.4.5. PEMBORAN TANGAN

Metoda ini menggunakan macam-macam mata bor tanah seperti mata bor iwan jurret
dan spiral. Lubang bor dibuat dengan jalan memutar rangkaian tangkai pemutar batang
bor dan mata bor tanah dengan tangan dan dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan
panjang mata bor yang digunakan. Tanah yang di-bor akan melekat didalam atau diluar
mata bor yang digunakan.
Penggunaan ini sangat terbatas untuk lapisan tanah yang lembek sampai sangat kenyal
dengan kedalaman yang dapat dicapai kurang lebih 10 meter atau 15 meter bila dibantu
dengan penggunaan "tripod" (menara kaki tiga).
Untuk menembus tanah keras/batuan lunak dapat dibantu dengan penumbukan, yang
menggunakan mata bor tumbuk seberat 25 sampai 40 kg. Untuk menembus lapisan
tanah lepas dapat digunakan pipa lindung yang diameternya sesuai dengan mata bor
tanah yang digunakan, sedangkan untuk mengangkat tanah yang berada didalam pipa
lindung dapat digunakan bor peluru (sand bailer), bor katup atau pompa pasir (sand
pump). Dengan pemboran ini dapat juga dilakukan pengambilan contoh tanah tidak
terganggu dan pemeriksaan tanah setempat lainnya.

5.4.6. PEMBORAN TUMBUK

Pemboran tumbuk ada 2 macam yaitu:


 Pemboran tumbuk dengan tangan
 Pemboran tumbuk dengan mesin

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-9


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Pemboran tumbuk dengan tangan dapat membantu pemboran tangan dalam menembus
lapisan tanah keras/ batuan lunak dan membantu penyondiran dalam menembus lensa
tanah keras/batuan lunak ataupun mengetahui ketebalan lapisan tanah keras dengan
tekanan 150 kg/cm2.
Pemboran tumbuk dengan mesin jarang digunakan dalam penyelidikan tanah untuk
pondasi jembatan, umumnya digunakan untuk pembuatan sumur bor air. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kesulitan dalam mendapatkan contoh tidak
terganggu sangat terganggunya lapisan tanah/batuan yang akan diperiksa setempat,
tidak dapatnya diperoleh contoh inti dan sebagainya.

5.5. PENGAMBILAN CONTOH

Dalam penyelidikan geoteknik untuk perencanaan pondasi jembatan diperlukan contoh-


contoh tanah/batuan guna identifikasi, klasifikasi, pemeriksaan lapangan atau
laboratorium.
Contoh-contoh yang diambil harus benar-benar mewakili lapisan tanah/batuan yang
dijumpai, karena contoh yang tidak mewakili dapat menghasilkan kesimpulan-kesimpulan
yang salah.
Contoh tanah terdiri dari :
a. Contoh terganggu adalah contoh yang diambil dengan tidak menjaga keutuhan
struktur aslinya dari tanah/batuan tersebut. Contoh-contoh ini dipergunakan untuk
pengamatan umum pemeriksaan visual, klasifikasi dan pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium yang tidak mementingkan struktur asli dari tanah/batuan.
b. Contoh tidak terganggu adalah contoh yang relatif tidak terganggu, baik struktur
maupun kadar airnya. Contoh-contoh ini selain digunakan untuk pemeriksaan
klasifikasi dapat juga dipergunakan untuk pemeriksaan-pemeriksaan antara lain
kepadatan, kadar air, konsolidasi, triaxial, kuat tekan bebas dan kuat geser
langsung. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan contoh asli
ialah tinggi muka air didalam pipa lindung harus sama atau lebih tinggi dari pada
muka air tanah ditempat pemboran dilaksanakan. Ini dimaksudkan agar kadar air
contoh yang didapat tidak dipengaruhi oleh air disekitar tempat pengambilan
contoh, karena jika ketinggian muka air dalam pipa lindung turun dibawah muka air
tanah, disekitarnya akan terjadi keadaan "quick" atau "running". Terjadinya kondisi
"running" ini terutama disebabkan oleh prosedur pemboran dan dalam hal ini
terjadi data yang diperoleh kurang dapat dipercaya.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-10


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Tingkat ketergantungan contoh tergantung kepada beberapa faktor antara lain jenis
tanah yang diambil, alat pengambilan contoh serta perlengkapan yang digunakan dan
keterampilan pelaksana lapangan. Pengaruh udara luar yang cukup lama sebagai akibat
terbukanya contoh akan merubah contoh tidak terganggu menjadi contoh yang tidak
mewakili, karena itu cara pengambilan dan pemeliharaan contoh yang mewakili tidak
boleh dikesampingkan. Pengambilan contoh harus dikaitkan dengan pemeriksaan
penetrasi standar, karena kedua-duanya dapat saling melengkapi, antara lain dapat
dikorelasikannya hasil laboratorium dengan harga N dari penetrasi standar, terutama bila
dipertimbangkan akan digunakan pondasi langsung atau pondasi tiang lekat.
Perlu diketahui bahwa pemeriksaan penetrasi standar lebih dapat dipercaya untuk
lapisan pasir daripada untuk lapisan lempung, karena itu data yang digunakan untuk
desain pondasi pada lapisan lempung dan lanau plastis lebih akurat dengan uji lapangan
sondir atau vane shear dan dari hasil pemeriksaan laboratorium dari hasil pengambilan
sample terhadap contoh-contoh tidak terganggu. Macam-macam pengambilan contoh
akan digunakan di bawah ini.

5.5.1. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG CONTOH BERDINDING


TIPIS

Tabung contoh berdinding tipis (shelby tube) atau tabung tekan (push barrel) digunakan
untuk me ngambil contoh tanah tidak terganggu guna pameriksaan laboratorium.
Pengambilan contoh dilakukan dengan menekan tabung tersebut kedalam lapisan tanah
pada kedalaman yang dikehendaki. Diameter contoh tidak terganggu yang dapat diambil
dengan tabung ini berkisar an tara 50,80 mm - 127,00 mm. Pengambilan contoh dengan
tabung ini lebih tepat untuk jenis tanah kohesif (lempung atau lanau) yang bersifat teguh
(firm) sampai kenyal (stiff).
Untuk memperoleh prosentase contoh terambil yang lebih tinggi pada tanah lembek yang
bersifat agak lepas (kepasiran, kelanauan) di kepala tabung dipasang bola (ball check
valve), yang harus dapat bekerja dengan baik.

5.5.2. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG BERTORAK (PISTON


SAMPLER).

Pengambilan contoh ini dilakukan dengan tabung berdinding tipis yang dilengkaoi dengan
torak didalamnya yang bersifat stationer dalam kerjanya.
Bila alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh pasir lepas maka yang perlu
diperhatikan ialah terjadinya kompresi terhadap contoh.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-11


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Bila tabung contoh ditekan kedalarm lapisan pasir tadi sedalam lebih dari 5 kali tabung
yang di pergunakan, maka akan terjadi pemadatan karena adanya geseran (friction) yang
berlebihan antara contoh dengan permukaan dalam tabung contoh.
Untuk mendapatkan contoh pasir yang sangat lepas (N<5) alat ini telah dikembangkan
oleh Matsubara (1977), berupa tabung bertorak yang dilengkapi.dengan tabung baja
disebelah luarnya dan mempunyai tabung karet (rubber tube) pada ujung - bawahnya
mencegah terjadinya kehilangan contoh. Dengan cara ini contoh terambil umumnya
dapat menca pai 95%, walaupun ada kemungkinan dapat mencapai 100%. Hal ini tidak
menjamin tidak terjadinya perubahan struktur atau kepadatan (density).

5.5.3. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG BELAH (SPLIT BARREL).

Tabung belah (split barrel atau split spoon) dengan dia. luar 5 cm dan dia. dalam 3,5 cm
disamping digunakan untuk pemeriksaan penetrasi standar dapat pula digunakan untuk
pengambilan contoh. Contoh-contoh yang didapat dari tabung belah ini bukan merupakan
conntoh tidak terganggu, walaupun demikian sebagian struktur asli dari tanah yang
diambil masih dapat dipertahankan, sehingga dapat digunakan untuk pemeriksaan visual
dan klasifikasi. Sebagian contoh-contoh tersebut biasanya disimpan dalam tabung
gelas/plastik untuk arsip dan sebagian lagi untuk pemeriksaan laboratorium (seperti
kadar air, berat jenis, atterberg limit, analisa butir dan sebagainya). Khusus untuk
pemeriksaan kadar air harus ditutup serapat mungkin, sehinaga tidak ada kehilangan air.
Pengambil contoh tabung belah (split barrel sample dapat diperoleh dalam beberapa
ukuran. Ukuran yang paling umum digunakan adalah ukuran seperti tersebut di atas.

5.5.4. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI TUNGGAL


(SINGLE CORE BARREL)

Metoda ini dimaksudkan untuk memperoleh contoh klasifikasi visual dan membuat bor-
log. Contoh inti yang didapat pada umumnya terganggu, akibat tekanan bor pada waktu
pemotongan dan pemasukan inti kedalam tabung tersebut. Pengambilan contoh dengan
menggunakan tabung Penginti tunggal akan menghasilkan inti yang baik hanya untuk
batuan yang keras dan padat, disamping diperlukan kecermatan pembor.
Bila Pengambilan contoh dengan cara ini digunakan untuk semua jenis tanah (kecuali
lempung yang sangat lembek dan pasir) maka akan dihasilkan contoh-contoh yang
mempunyai komponen-komponen yang sama dengan aslinya.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-12


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

5.5.5. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI GANDA


(DOUBLE CORE BARREL).

Pada umumnya Pengambilan contoh dengan tabung penginti ganda (double core barrel)
lebih luas penggunaannya dan akan memberikan hasil yang lebih baik dari pada
menggunakan tabung penginti tunggal, karena dapat digunakan untuk mengambil contoh
semua jenis tanah/batuan yang diperlukan untuk pemeriksaan laboratorium. Pengambil
contoh ini terdiri atas tabung luar dan tabung dalam, dimana air/ lumpur pembilas
bersirkulasi (masuk lewat diantara kedua tabung).
Ada beberapa versi tabung penginti ganda ini yang desainnya bergantung kepada sifat
material yang akan diambil contohnya. Untuk batuan tidak keras digunakan jenis
pengambil contoh yang mempunyai lembaran logam tipis sebagai pelapis bagian dalam
tabung dalam. Pelapis ini berguna untuk memudahkan pengambilan inti dan merupakan
pelindung contoh inti asli sewaktu diangkut ke laboratorium. Untuk batuan keras pelapis
logam tidak diperlukan karena batuan tersebut sudah cukup kuat tanpa dilindungi pelapis.
Beberapa macam batuan misalnya batu gamping lunak dan serpih lunak harus dibungkus
dalam kemasan yang kedap air, karena ke kuatannya akan berubah bila menjadi kering.

5.5.6. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI RANGKAP


TIGA (TRIPPLE CORE BARREL).

Metoda pengambilan contoh jenis ini lebih teliti dan luas penggunaannya dari pada
metoda pengambilan contoh dengan tabung penginti tunggal dan ganda, dimana "core
recovery" yang didapat lebih tinggi dan dapat digunakan untuk semua jenis tanah/batuan.
Jenis pengambil contoh ini terdiri dari tabung luar, tabung dalam dan tabung paling
dalam.
Prinsip kerja air/lumpur pembilas dalam tipe ini sama dengan tabung penginti ganda,
yaitu cairan pembilas masuk/lewat diantara tabung luar dan dalam. Contoh inti terletak
pada tabung yang paling dalam dan tidak ikut berputar pada waktu pemboran. Keutuhan
contoh pada tabung penginti rangkap tiga lebih terjamin dari pada tabung penginti ganda,
karena contoh tidak terganggu oleh semprotan cairan pembilas pada ujung mata bor.
Jenis tabung penginti rangkap tiga ini ada yang dikombinasikan dengan tabung retraktor
yang menarik inti kedalam (tripple tube retraktor core barrel). Tabung retraktor ini
digunakan untuk mengambil contoh material yang bersifat lunak dan lepas.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-13


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

5.5.7. PENGAMBILAN CONTOH BILASAN (WASH SAMPLING).

Pengambilan contoh tanah dengan pembilasan adalah untuk mendapatkan contoh tanah
tidak asli dari suatu lapisan tanah/batuan yang ikut terbawa air pembilas yang digunakan
dalam pemboran.
Pengambilan contoh dengan cara ini tidak dianjurkan, kecuali bila sangat terpaksa,
karena contoh yang terambil sangat terganggu walaupun demikian semua contoh bilasan
harus dikumpulkan untuk seluruh kedalaman.
Penggambaran yang hanya berdasarkan pada contoh yang terbawa air pembilas sering
menghasilkan kesimpulan yang keliru. Pengamatan contoh yang didapat dengan
pembilasan hanya berguna untuk melihat perubahan macam lapisan tanah/batuan.

5.5.8. PENGAMBILAN CONTOH KUBUS.

Metoda ini dilakukan untuk memperoleh contoh kubus dari tanah keras/batuan yang
relatif dangkal dengan membuat sumur uji (trench). Umumnya ukuran kubus 20x20x20
cm3.
Metoda ini dapat dilakukan dengan mudah, bila lokasi pengambilan contoh kubus terletak
diatas muka air tanah. Untuk lokasi dibawah muka air tanah, maka peralatan penggalian
harus dilengkapi dengan pompa isap untuk mengeringkan dasar lubang galian. Contoh
kubus digunakan untuk pemeriksaan lengkap dilaboratorium. Contoh diambil dengan
cara ini relatif tidak terganggu.

5.5.9. PERLINDUNGAN DAN PENGANGKUTAN CONTOH.

Contoh tanah atau batuan sebagai hasil penyelidikan dilapangan dikumpulkan kemudian
diangkut ke laboratorium untuk pemeriksaan selanjutnya.
Harus diingat bahwa contoh-contoh tersebut mudah rusak, sehingga harus benar-benar
diperhatikan cara/melindungi dan pengepakan didalam pengangkutan ke laboratorium.
Perlu disadari bahwa pemakaian data dan hasil pemeriksaan contoh yang telah rusak
seringkali lebih jelek dibandingkan dengan tidak ada contoh sama sekali.

5.6. PEMERIKSAAN LAPANGAN

Disamping penyondiran, pemboran dan pengambilan contoh, juga dapat dilakukan


pemeriksaan setempat antara lain pemeriksaan penetrasi standar, pemeriksaan,
penumbukan pipa lindung (casing), pemeriksaan vane, pemeriksaan "plate bearing",
pemeriksaan pembebanan (loading test), pemeriksaan "pressuremeter".

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-14


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

5.6.1. PEMERIKAAAN PENETRASI STANDAR

Pemeriksaan dilakukan dengan cara menumbuk tabung belah (split spoon) dan mencatat
jumlah penumbukan yang dibutuhkan untuk mencapai kedalaman penetrasi tertentu.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur secara kasar kepadatan relatif tanah
berbutir atau konsistensi tanah kohesif. Karena daya dukung tanah berbutir tergantung
kepada kepadatannya, maka apabila hasil pemeriksaan ini dikorelasikan secara tepat
akan dapat memberikan petunjuk mengenai daya dukung tanah tersebut, sehingga hasil
pemeriksaan penetrasi standar kurang dapat dipercaya untuk menentukan daya dukung
tanah kohesif, karena selain konsistensinya, kadar air dan tekanan air pori berperan
penting.
Ada beberapa macam pemeriksaan penetrasi dengan variasi pada berat beban
penumbuk, tinggi jatuh bebas dan ukuran "split barrel" yang di gunakan.
Untuk standarisasi dianjurkan menggunakan tabung belah (split spoon) berukuran
diameter dalam 35 mm dan diameter luar 50,8 cm, berat beban penumbuk 63,5 kg dan
tinggi jatuh bebas 76,2 cm. Jumlah tumbukan dicatat untuk setiap penetrasi sedalam 15
cm yang dilakukan berturut-turut sebanyak tiga kali.
Harga N (nilai SPT) diperoleh dari jumlah tumbukan untuk dua catatan terakhir sedalam
30 cm. Standar prosedur pengujian dapat dipelajari dari AASHTO T-206.
Hubungan antara jumlah tumbukan dengan kepadatan relatif tanah non-kohesif dan
konsistensi relatif tanah kohesif dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tanah non-kohesif
Tumbukan Kepadatan
0–4 sangat lepas
5 – 10 lepas
11 – 30 sedang
31 – 50 padat
Di atas 50 sangat padat

Tanah kohesif
Tumbukan Konsistensi
0–1 sangat lunak
2–4 lunak
5–8 teguh
9 – 15 kenyal
16 – 30 sangat kenyal
31 – 60 keras
Di atas 60 sangat keras

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-15


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Contoh yang didapat dari tabung belah (split spoon) dapat digunakan untuk membuat
bor-log dan beberapa Pemeriksaan laboratorium.
Hasil N-SPT dapat dikorelasikan dengan undrained shear strength untuk tanah liat.
Misalnya : korelasi yang dianggap cukup konservatif dan masih relevan untuk tanah
endapan vulkanik di Jakarta adalah su=6.25 N (kPa). Untuk kedalaman dangkal, su = 7
s/d 8 N (kPa) masih dianggap dalam batas wajar.
Nilai N-SPT juga dapat dikorelasikan dengan sudut geser pasir dari beberapa praktisi
untuk berbagai jenis pasir.

Dr = (emax –e)/(emax – Angle of Internal friction


SPT N-value Relative Density
emin) Peck Meyerhof
0–4 Very Loose 0 – 0.2 < 28.5 < 30
4 – 10 Loose 0.2 – 0.4 28.5 – 30 30 - 35
10 – 30 Medi um 0.4 – 0.6 30 – 36 35 - 40
30 – 50 Dense 0.6 – 0.8 36 – 41 40 - 45
> 50 Very Dense 0.8 – 1.0 > 41 > 45

Batasan Korelasi Nilai N-SPT


Mengingat bahwa niiai N banyak dikorelasikan pada sifat-sifat mekanis tanah, dianjurkan
kepada semua praktisi geoteknik untuk melakukan SPT dengan jatuh bebas dan
menggunakan hammer dengan berat dan tinggi jatuh standard. Dengan demikian,
korelasi-korelasi empiris yang telah didapat dari pengalaman terdahulu dapat dipakai
dengan tingkat akurasi yang baik.
Perlu diketahui bahwa korelasi empiris yang berlaku untuk suatu daerah belum tentu
berlaku untuk daerah lain. Korelasi-korelasi sangat tergantung dengan jenis tanah,
pengaruh geologi serta kebiasaan kerja untuk melakukan SPT. Oleh karena itu, korelasi-
korelasi empiris harus dibuat berdasarkan pengalaman setempat dengan jumlah yang
memadai.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan tidak standarnya energi pukulan SPT
misalkan cara menjatuhkan palu, kedalaman uji coba, besarnya stang bor serta besarnya
Iubang bor. Telah banyak usaha untuk mencari factor-faktor koreksi untuk
meniperhitungkan pengaruh kedalaman, jenis palu SPT yang dipakai dan lain-lain. Faktor
koreksi energi tersebut lebih dapat menjamin standarisasi energi SPT. Namun demikian;
korelasi dengan sifat-siaft Tanah dari nilai N yang telah dikoreksi masih perlu dicari.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-16


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

5.6.2. SONDIR (CONE PENETRATION TEST /CPT)

Sodir merupakan salah satu uji lapangan yang populer di tanah air karena beberapa
keunggulan artara lain, (a) penggunaan yang sederhana, (b) dapat memberi gambaran
tanah dengan cepat dan (c) memberi profil kekuatan Tanah secara menerus. Kelemahan
Sondir adaiah tidak dapat melihat contoh tanah.

Sondir Mekanis
Sondir mekanis dilakukan dengan mendorong kedalam tanah sebuah konus dengan luas
proyeksi sebesar 10 cm2 bersudut kemiringan 60 derajat. Tekanan yang dibutuhkan
untuk mendorong konus disebut tekanan konus (cone resistance, qc). Pada sondir jenis
bikonus terdapat selubung gesek dibelakang konus dengan luas selimut sebesar 150
cm2. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong selubung gesek disebut tekanan friksi
(local friction,fs). Penetrasi sondir dilakukan dengan kecepatan standar yaitu 20 mm per
detik. Pengukuran tekanan konus dan tekanan friksi pada jenis sondir mekanik dilakukan
setiap 20 cm. Standar prosedur pengujian sondir dan ukuran standard konus yang
dianjurkan dapat dipelajari pada ASTM D3441.
Untuk tanah liat yang lunak dan uji sondir dengan kedalaman besar, berat tiang tekan
dalam (inner rods) akan lebih besar dari pada daya dukung tanah. Oleh karena itu,
tekanan konus dan friksi harus dikoreksi dengan berat tiang. Pembersihan berkala untuk
tiang tekan dan bikonus harus dilakukan untuk mengurangi gesekan yang dapat memberi
hasil uji yang cenderung membesar.

Sondir Elektrik
Belakangan ini telah terdapat sondir elektrik untuk mengukur tekanan konus dan tekanan
friksi secara menerus dengan akurasi jauh lebih baik dari pada sondir mekanik. Koreksi
berat tiang tekan seperti yang dilakukan untuk sondir mekanik tidak perlu dilakukan untuk
sondir listrik karena sensor tepat berada diujung konus. Dengan demikian, sondir elektrik
cukup sensitif untuk tanah liat sangat lunak sehingga baik digunakan untuk proyek-
proyek reklamasi.
Untuk sondir elektrik, telah diciptakan pula sensor untuk mengukur tekanan air pori yang
sangat berguna untuk penentuan jenis tanah, yaitu (a) tekanan air pori yang cenderung
sama dengan tekanan air hidrostatis menunjukkan tanah jenis pasiran, (b) tekanan air
pori yang lebih besar dari tekanan hidrostatis menunjukan tanah liat lunak hingga
sedang, dan (c) untuk tanah liat atau pasir sangat padat; tekanan air pori cenderung lebih
kecil dari pada tekanan hidrostatis. Uji dissipation yang menghentikan penetrasi sondir
dan membiarkan air pori kembali ke kondisi hidrostatis sangat berguna untuk

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-17


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

rnempelajari kecepatan konsolidasi (rate of consolidation). Apabila tekanan air pori


dibiarkan terus sampai stabil, tekanan air tersebut menunjukkan tekanan hidrostatisnya.

Korelasi Umum Hasil Sondir


Hasil sondir biasanya ditampilkan dalam grafik tekanan konus (qc), tekanan friksi (fs)
serta perbandingan friksi dan konus (FR = fs/qc x 100%) dengan kedalaman. Untuk
sondir elektrik, grafik tegangan air pori juga ditampilkan dengan kedalaman. Dari grafik
sondir, dapat diperoleh korelasi dengan jenis tanah serta sifat mekanis lainnya.
Penggunaan tabel korelasi tersebut perlu diverifikasi dengan data pengeboran untuk
memastikan akurasi.

Penggunaan dan Batasan Sondir


Sondir digunakan untuk mengetahui profil tanah dan mencari kuat geser tanah melalui
korelasi empiris. Sondir elektrik dengan uji disipasi berguna untuk mencari koefisien
konsolidasi tanah lateral yang sering dipakai pada perencanaan reklamasi dengan
vertical drains.
Penyelidikan tanah dengan sondir tanpa dibarengi pengeboran sangat tidak dianjurkan
terutama pada daerah baru tanpa pengalaman yang memadai karena Sondir tidak dapat
memperoleh contoh tanah. Sondir yang tidak dapat menembus tanah keras bukan
jaminan bahwa lapisan keras tersebut cukup tebal. Oleh karena itu, Sondir hanya
dilakukan sebagai pelengkap penyelidikan yang dikombinasikan dengan pengeboran dan
pengambilan contoh tanah.
Sondir mekanis kurang sensitif pada tanah liat sangat lunak dan dianjurkan untuk
menggunakan Sondir elektrik. Sondir juga tidak dapat dipakai pada tanah berbatuan atau
berkerikil.
Kelemahan Sondir elektrik adalah mahalnya investasi serta mudah rusaknya komponen
elektronik. Tidak terdapatnya pusat reparasi lokal dengan dukungan komponen elektronik
yang memadai sering menghambat progress penyelidikan tanah bila Sondir elektriknya
rusak.
Pada penggunaan Sondir elektrik, posisi filter untuk pengukuran tekanan air pori perlu
diperhatikan karena berbeda untuk Sondir elektrik yang satu dengan yang lain tergantung
dari produsen. Respon tekanan air pori akan berbeda-beda tergantung pada posisi filter.
Oleh karena itu, penggunaan korelasi yang didapat dari tulisan ilmiah harus diperhatikan
apakah konus yang dipakai adalah sejenis. Seperti halnya pada semua korelasi empiris,
pengalaman setempat dibutuhkan sehingga korelasi tersebut tidak dapat dipakai secara
universal.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-18


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

5.6.3. PENGUJIAN FIELD VANE SHEAR (UJI BALING-BALING)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan geser setempat dari tanah
berbutir halus yang lembek secara langsung. Cara ini dilakukan apabila pemeriksaan
geser yang lain (pemeriksaan triaxial, kekuatan tekan bebas, atau geser langsung) tidak
dapat dilakukan, karena tidak dapat diperoleh contoh tanah asli. Pemeriksaan ini
berdasarkan pengukuran torsi yang diperlukan untuk meruntuhkan permukaan silinder
dari tanah yang digeser oleh vane Nilai-nilai yang didapat dari pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk menentukan kekuatan geser tanah, baik secara grafis maupun analitis.

Penggunaan dan batasan uji field vane shear


Cara ini tidak dianjurkan untuk tanah yang mengandung butiran kasar, akar-akar, kerang-
kerangan. dan yang mempunyai nilai N dari SPT (N>5) karena hasilnya tidak dapat
dipercaya dan untuk mencegah rusaknya vane. Uji baling2 sangat sesuai untuk dilakukan
pada tanah jenis liat sangat lunak hingga sedang. Pada tanah lunak, uji baling2 dapat
dilakukan dengan menekan baling-baling secara menerus pada beberapa kedalaman.
Sedangkan pada tanah Iiat sedang, uji baling2 harus dilakukan dengan bantuan
membuat lubang bor terlebih dahulu kemudian disusul dengan uji baling2. Uji baling2
tidak dapat dilakukan pada tanah liat keras karena baling2 tidak dapat ditekan masuk
kedalam tanah. Uji baling2 juga tidak sesuai untuk pasir.
Untuk tanah liat sangat lunak hingga lunak, sangat dianjurkan untuk menggunakan alat
uji baling-baling buatan Swiss yaitu SGI (Swedish Geotechnical Institute) Vane atau
buatan Norwegia yaitu Geonor Vane yang mana stang putar terlindung dengan selubung
luar dari putaran torsi dapat dilakukan dengan kecepatan rendah yang standard. Alat uji
baling-baling sederhana dengan stang putar tunggal hanya boleh dipakai pada tanah liat
sedang yang tidak terlalu sensitif terhadap gangguan.
Banyak faktor mempengaruhi hasil uji baling2 antara lain gesekan stang putar dengan
selubung, pelat baling-baling yang lebih tebal dari standar yaitu 5% lebar baling-baling,
aus serta rusaknya plat baling-baling. Alat uji coba sebaiknya dilakukan perawatan
berkala dan di kalibrasi ulang. Kecepatan putar uji coba juga harus dijaga konstan yaitu
0.1 derajat perdetik.

Korelasi kuat geser baling-baling dengan undrained shear strength


Perlu diperhatikan bahwa kekuatan geser uji baling-baling (feld vane shear strength)
yang diukur serta dihitung dengan suatu formuia belum tentu merupakan kekuatan
undrained shear strength dari tanah yang diukur. Banyak faktor mempengaruhi hasil uji
antara iain kecepatan uji, pengaruh isotropi tanah liat sendiri, sejarah tegangan tanah dan
lain-lain. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, Bjerrum (1972) memperkenalkan
faktor koreksi untuk mendapatkan kekuatan geser undrained shear strength dari

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-19


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

kekuatan geser uji baling-baling seperti yang ditunjukkan pada grafik. Grafik koreksi dari
Bjerrum kemudian dimodifikasikan oleh Aas dan kawan-kawan (1986). Grafik dari Aas
lebih rasionil karena ikut rnemperhitungkan sejarah tegangan tanah.

5.6.4. UJI BEBAN LATERAL SILINDER (PRESSUREMETER TEST/PMT)

Uji Beban lateral berbentuk silinder atau yang lebih dikenal dengan pressuremeter test
belum begitu populer di Indonesia. Uji pressuremeter ialah dengan mengembangkan
suatu silinder karet yang berisi air di dalam lubang bor dengan memberi tekanan gas
pada tabung air. Besarnya tekanan gas dan hubungannya dengan pengembangan
silinder karet memungkinkan uniuk mendapatkan parameter kekuatan serta deformasi
tanah.
Pada umumnya, uji Pressuremeter dilakukan pada lubang bor yang telah disediakan
terlebih dahulu dengan diameter yang sedikit lebih besar dari pada silinder karet seperti
yang tergambar. Tekanan gas secara bertahap ditambahkan untuk mengembangkan
silinder karet dan mendesak dinding lubang bor. Hubungan antara tekanan dengan
pengembangan silinder karet yang lazim dinyatakan dalam volume atau diameter dicatat
dan disajikan pada grafik. Pada setiap tahap tekanan, pengembangan silinder karet
terhadap waktu yang lazim disebut "creep" juga dicatat. Tekanan yang diukur perlu
dikoreksi dengan kekakuan membran karet dan pengaruh air tanah diatas kedalaman uji
coba.

Parameter uji pressuremeter


Beberapa parameter, dapat dicari dari grafik hasil uji. Pada awal uji coba, tekanan gas
berusaha mengembangkan diameter lubang bor dari posisi yang sempat mengecil
(sewaktu penarikan mata bor dan penurunan silinder karet) keposisi awal sewaktu lubang
bor dibuat. Tekanan pada posisi awal ini disebut initial pressure (po).
Setelah melewati kondisi awal, hubungan tekanan dan pengembangan lubang bor
cerderung linier dan creep yang terjadi cenderung mengecil dan stabil (constant).
Hubungan yang linear tersebut analog dengan kondisi elastis dan kemiringan kurva
tersebut mencerminkan sifat deformasi tanah yang lazim disebut pressuremeter modulus.
Apabila tekanan gas terus ditambah sampai pada suatu tekanan tertentu, pengembangan
diameter lubang dan creep cenderung membesar. Posisi tersebut lazim disebut yield atau
creep. Tekanan pada posisi tersebut disebut yield pressure (py) atau creep pressure (pc).
Pembesaran tekanan akhirnya menyebabkan pengembangan diameter menuju tak
terhingga dan posisi ini disebut limit atau faiiure dan tekanan pada saat ini disebut limit
pressure (pl). Sering kali untuk tanah yang keras, kekuatan tanah melampaui kapasitas
alat sehingga limit pressue tidak dapat diperoleh. Sebagai panduan, hubungan 0.5 <

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-20


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

py/pl < 0.75 dapat dipakai. Beberapa nilai umum limit pressure (pl) serta perbandingan
Pressuremeter modulus dengan limit pressure (EM/pl) terlampir pada Tabel berikut.

Tabel 5.1. Nilai Umum Uji Pressurerneter

Limit Pressure
Jenis Tanah EM/pl
(kN/m2)
Tanah liat lunak (Soft clay) 50 – 300 10
Tanah liat sedang (Firm clay) 300 – 800 10
Tanah liat keras (Stiff clay) 600 – 2500 15
Pasir kelanauan Iepas (Loose silty sand) 100 – 500 5
Lanau (Silt) 200 – 1500 8
Pasir dan kerikil (Sand and gravel) 1200 – 5000 7
Tanah liat berbatu (Till) 1000 – 5000 8
Timbunan lama (Old fill) 400 – 1000 12
Timbunan baru (Recent fill) 50 – 300 12
(Sumber: Canadian Foundation Engineering Manual, 1992)

Korelasi parameter pressuremeter


Dari Parameter Pressuremeter yang diuraikan diatas, dapat diturunkan korelasi-korelasi
tentang daya dukung tanah serta deformasi modulus. Terdapat berbagai korelasi yang
direkomendasikan dari para ahli dinegara lain, yang umum dipakai berasal dari Perancis,
yaitu Menard, pencipta Pressuremeter test. Yang agak populer dipakai juga berasal dari
Jepang yang lebih dikenal dengan LLT atau Lateral Load Test buatan OYO Corporation.
Penurunan korelasi-korelasi tidak dibahas pada manual tersebut dan para praktisi
diharapkan menggunakan korelasi sesuai dengan alat yang dipakai. Korelasi-korelasi
yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman setempat sangat dianjurkan.

Penggunaan dan batasan uji pressuremeter


Pressuremeter test sangat dianjurkan untuk penyelidikan tanah yang membutuhkan
prediksi penurunan elastis akibat lapisan tanah yang dalam. Dibandingkan uji
laboratorium, sifat deformasi tanah yang diperoleh dari pressuremeter test relatif lebih
baik.
Gangguan terbesar pada uji pressuremeter adalah pembuatan lubang bor. Untuk
mengatasi gangguan tersebut, dianjurkan untuk melakukan uji siklis (cyclic loading) yaitu
menurunkan tekanan gas sebelum mencapai creep prersure (py atau pc) dan diberi
tekanan lagi sebelum melampaui initial pressure (po). Hubungan linear yang kedua
biasanya memperkecil gangguan pembuatan lubang bor.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-21


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Belakangan telah dikembangkan pula alat pressuremeter yang dilengkap dengan mata
bor yaitu self boring pressuremeter atau Camkometer. Pada self boring pressuremeter,
silinder karet dapat langsung masuk kelubang bor sehingga dapat mengurangi
gangguan. Tetapi self boring pressuremeter hanya mampu melakukan pengeboran
sampai pada tanah liat kekuatan sedang.

5.6.5. PEMERIKSAAN DENGAN PELAT DUKUNG (PLATE BEARING TEST)

Pemeriksaan dengan pelat dukung dulunya sangat luas digunakan untuk penyelidikan
pondasi, tetapi semenjak majunya Ilmu Mekanika Tanah dan berkembangnya cara-cara
penyelidikan tanah lainnya, maka penyelidikan dengan cara ini semakin ditinggalkan.
Alasan - utama adalah :
a. mahalnya biaya dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya.
b. keterbatasan kedalaman yang dapat diselidiki.
Pemeriksaan pelat dukung biasanya dilakukan untuk mendapatkan daya dukung,
penurunan langsung dan hargn K (modulus of subgrade reaction).
Walaupun pemeriksaan ini mempunyai kerugian-kerugian seperti tersebut diatas, dalam
beberapa keadaan tertentu dapat memberikan keterangan yang tidak diberikan oleh cara
lain, misalnya: bila lapisan tanah terdiri atas kerakal, serpih retak-retak dan batuan lapuk,
yang tidak dapat diambil contohnya atau dilakukan SPT, sondir dan sebagainya.
Ukuran pelat yang digunakan umumnya berdiameter 30–100 cm. Pelat 100 cm yang
dibebani sampai 8 kg/cm2 akan memerlukan beban 65 ton.
Dalam pemeriksaan ini usahakan agar lebar pelat mendekati lebar pondasi sebenarnya.
Hal ini untuk menjamin bahwa tanah dibawah pelat yang mendapat tegangan akan
mendekati kedalaman tanah yang dibebani oleh pondasi yang sebenarnya.
Uji beban pelat dilakukan dengan menekan sebuah pelat yang berbentuk bulat atau
persegi pada kedalaman tanah tertentu. Uji beban dapat dilakukan pada permukaan
tanah, pada galian dangkal dan dapat pula pada dasar lubang bor. Pembebanan pelat
dapat dilakukan sampai pada kecepatan (2 kali atau 3 kali) Beban rencana pondasi
dangkal atau diteruskan sampai pada tingkat leleh atau runtuh.

Jenis uji Beban pelat


Terdapat dua macam pembebanan yaitu pembebanan bertahap dan pembebanan
langsung. Pada pembebanan bertahap, beban dipertahankan pada tahap tertentu sampai
perurunannya berhenti atau relatif kecil. Karakteristik deformasi serta kekuatan tanah
yang diperoleh adalah dalam keadaan alir (drained condition). Sedangkan untuk
pembebanan langsung, Beban dinaikan dengan kecepatan konstan sehingga
karakteristik deformasi serta kekuatan tanah yang diperoleh dalam keadaan tidak alir

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-22


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

(undrained). Pembebanan dapat juga dilakukan lebih dari satu siklus apabila dibutuhkan
karakteristik deformasi secara detail.
Deformasi modulus yang diperoleh dari uji beban pelat biasanya jauh lebih akurat dari
pada jenis uji lapangan lainnya maupun dari laboratorium. Perlu diperhatikan bahwa sifat
tanah tidak linier murni atau elastoplastis, deformasi tanah yang didapat tergantung dari
tingkat beban yang dicari.

Penggunaan dan batasan uji beban pelat


Uji beban pelat sering dilakukan untuk perencanaan fondasi dangkal untuk mempelajari
daya dukung tanah dan hubungannya dengan penurunan. Uji beban pelat dilakukan juga
untuk memperoleh deformasi modulus dan kuat geser tanah.
Perlu diperhatikan bahwa pengaruh pembebanan hanya terbatas pada kedalaman satu
setengah atau dua kali lebar pelat, sedangkan kedalaman tanah yang terbebani oleh
pondasi bangunan pada umumnya jauh lebih besar dari pada uji beban pelat. Oleh
karena itu, uji beban pelat sebaiknya dilakukan pada beberapa kedalaman yang
mencakup pengaruh beban pondasi bangunan.
Uji beban plat tunggal hanya dibenarkan bila digabungkan dengan penyelidikan tanah
lain misalkan pengeboran tanah yang memastikan bahwa zona pembebanan akibat
pondasi adalah sama atau lebih kuat dari pada zona pembebanan pada uji beban pelat.

Akurasi uji beban pelat


Pembeban pada uji coba harus dapat diukur dengan akurasi 1% beban maximum.
Penurunan pelat dilakukan minimal pada 3 posisi atau sebaiknya 4 posisi dipinggir pelat
supaya kemiringan pelat akibat pembebanan dapat diketahui dan diambil penurunan
rata-rata. Pembacaan penurunan harus dilakukan dengan akurasi 0.02mm. Angker atau
tepi dari tumpuan beban reaksi untuk uji coba harus berjarak paling sedikit 3 kali ukuran
pelat dari pusat uji coba.
Gangguan tanah yang cenderung melemahkan keadaan tanah asli harus dihindari
sedapat mungkin pada uji beban pelat agar didapat hasil yang representatif. Untuk uji
coba pada kedalaman dibawah muka air, pengendalian air tanah perlu dilakukan untuk
menjaga muka tanah yang akan diuji selalu dalam keadaan kering agar tidak terjadi
pelunakan (softening). Kandungan air (water contert) pada permukaan uji beban pelat
harus dilindungi agar tidak mengering dan uji beban sebaiknya segera dilakukan begitu
persiapan permukaan uji coba selesai dilakukan. Pelat uji harus diusahakan dalam
kontak penuh dengan permukaan. tanah dan bila perlu, pasir halus dapat ditaburkan
secara tipis atau mortar semen dibubuhkan diatas permukaan uji coba. Pelat uji beban
harus cukup kaku yang biasanya dapat diperoleh dengan tumpukan beberapa pelat
dengan ukuran yang makin mengecil kebagian atasnya. Ukuran pelat tergantung pada

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-23


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

kebutuhan. Makin besar ukuran pelat makin mendekati keadaan pondasi sebenarnya.
Tetapi hal tersebut membutuhkan beban yang besar dan uji coba menjadi mahal.

5.6.6. PEMERIKSAAN PEMBEBANAN TIANG (PILE LOADING TEST)

Tujuan dari pemerikaaan ini adalah untuk mengetahui daya dukung batas (ultimate
bearing capacity) pondasi tiang tidak untuk menentukan penurunan total (penurunan
langsung + penurunan konsolidasi).
Prinsip kerja dari pemeriksaan pembebanan ialah dengan memberi beban kepada tiang
sampai penurunan dianggap selesai. Dari hubungan antara waktu, besarnya beban dan
besarnya penurunan dapat dihitung / di tentukan besarnya daya dukung.
Pemeriksaan pembebanan dilakukan pada tiang beton atau baja :
a. untuk lebih meyakinkan hasil perhitungan daya dukung tiang dengan menggunakan
rumus statis, sehingga dapat diketahui daya dukung tiang yan bergradasi senjang
(gap graded) sebenarnya.
b. untuk menentukan daya dukung tiang secara langsung
c. untuk tiang-tiang yang tertumpu pada ujung (point bearing pile) bila penurunan tiang
pancang yang didapat dari hasil pemancangan masih diragukan.
Pada tanah kohesif, penurunan akan berlangsung terus sasuai dengan waktu aampai
konsolidasi selesai. Dalam pemeriksaan ini lamanya pembebanan jauh lebih singkat,
dibandingkan dengan lamanya pembebanan yang terjadi kelak setelah bangunan
didirikan, dengan perkataan lain konsolidasi masih berlangsung terus.

5.7. MUKA AIR TANAH

Kedalaman muka air tanah banyak mempengaruhi unsur-unsur desain pondasi dan
pelaksanaan maka lokasinya harus ditentukan setempat mungkin.
Muka air tanah umumnya ditentukan dengan pengukuran tinggi muka air tanah pada
lubang bor yang dibiarkan terbuka (terlindung dari air permukaan/hujan) selama jangka
waktu tertentu biasanya 24 jam. Untuk tanah yang sangat permeable seperti pasir dan
kerikil lepas, dalam jangka waktu beberapa jam sudah cukup, kecuali bila digunakan
lumpur pembilas. Untuk tanah yang permeabilitasnya rendah, seperti lanau, lempung dan
pasir halus diperlukan beberapa hari/minggu, untuk menentukan setepat-tepatnya
kedalaman muka air tanah. Bila diperlukan kedalaman (letak) muka air tanah yang lebih
teliti karena diperkirakan adanya pengaruh yang besar terhadap perencanaan pondasi
dan pelaksanaan maka pengamatan muka air tanah tersebut harus dilakukan sekurang-
kurangnya pada dua lubang bor atau pengamatan cukup pada satu lubang bor asal

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-24


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

pengukuran muka air tanah dilakukan dengan alat piezometer. Pengamatan dengan
piezometer harus dilakukan secara periodik sampai muka air tanah mantap (stabil).
Tekanan air artesis dan perembesan air tanah permukaan (perched water) dapat
menimbulkan kesalahan interpretasi tinggi muka air tanah, bila tekanan air tanah lebih
besar dari 1 atm (air artesis) pemboran yang lebih dalam akan cenderung menaikkan
muka air tanah. Dalam hal ini harus dicatat setiap perubahan kedalaman muka air tanah.
Air tanah yang menghilang apabila pemboran ditentukan lebih dalam misalnya lapisan
lempung diatas lapisan pasir, maka air tanah tersebut adalah termasuk air tanah
permukaan.
Kedalaman muka air tanah dapat pula ditentukan dengan cara tidak langsung sebagai
berikut:
a. menggambarkan hubungan antara derajat kejenuhan dengan kedalaman.
b. rnengisi lubang bor dan menimba/memompa keluar (lubang bor pertama kali diisi
sejumlah air, kemudian air dari lubang dikeluarkan sejumlah yang sama), maka
muka air tanah dalam lubang bor akan naik atau turun. Kedalaman air tanah
sebenarnya terletak diantara kedalaman muka air tanah sebelumnya dengan
kedalaman muka air tanah sesudah pemompaan.
c. Mengukur naik turunnya muka air tanah pada beberapa interval waktu yang sama
(dengan cara perhitungan).

5.8. PEMBENAHAN TEMPAT

Setelah pekerjaan pemboran selesai, semua lubang bor harus ditutup kembali untuk
menghindarkan kemungkinan timbulnya kecelakaan, kecuali apabila dimaksudkan untuk
keperluan tertentu, lubang ditutup seperlunya sesuai dengan kebutuhan. Kerusakan-
kerusakan keadaan setempat yang timbul selama pemboran harus diperbaiki dan
dibicarakan dengan pemilik tanah, agar didapatkan penyelesaian yang sebaik baiknya.

5.9. SUMUR UJI DAN PARIT UJI

Metoda ini biasanya dilakukan :


 bila akan dilakukan permeriksaan dengan pelat dukung.
 untuk membantu penyelidikan geofisika pada survai pendahuluan.
 untuk penyelidikan tanah yang relatif dangkal apabila cara lain tidak
memungkinkan.
 untuk penyelidikan pola kekar (joint pattern) dan sebagainya.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-25


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Cara ini dilakukan dengan menggali tanah secara terbuka berbentuk sumuran atau parit.
Keuntungan cara ini adalah pengamatan dapat dilakukan secara langsung di lapangan.

5.9.1. SUMUR UJI

Penyelidikan tanah dengan cara ini untuk mengetahui urutan susunan tanah/batuan
dalam arah vertikal kebawah. Penggalian sumur dilakukan dengan menggunakan alat-
alat sederhana (belincong, linggis dan sekop).
Dinding-dinding sumur harus dibersihkan dan diratakan, terutama bila ada perubahan
lapisan, dapat mudah dikenali sehingga memudahkan deskripsi dan klasifikasi. Untuk
lapisan tanah yang bersifat lepas dan muka air tanah cukup tinggi, dinding-dinding sumur
tersebut harus diberi penyangga dari bambu atau kayu. Untuk memperlancar penggalian,
air tanah yang ada dalam sumur dapat ditimba atau dikeluarkan dengan pompa. Tanah
hasil galian dari tiap-tiap lapisan dapat diletakan dengan tersusun baik disekitar lubang
sumuran dan diberi tanda yang menunjukkan tebal lapisan untuk memudahkan
pembuatan log.
Bila sumur uji digali pada atau dekat rencana peletakan pondasi maka, sumuran tidak
boleh digali lebih dalam dari dasar pondasi, karena tempat tanah pondasi akan diletakan
menjadi terganggu dan lepas.

5.9.2. PARIT UJI

Parit uji dapat digunakan untuk membuka tanah sepanjang jalur tertentu dari daerah yang
diselidiki, dengan maksud untuk mengamati tebal tanah penutup, tanah lapukan dan
susunan lapisan tanah/batuan setempat.
Cara ini dapat dilakukan pada daerah datar tetapi lebih cocok diterapkan pada daerah
berlereng. Penggalian parit uji disamping menggunakan alat- alat sederhana, biasanya
menggunakan alat-alat besar (backhoe, power shovel dll).

5.10. BOR-LOG

Bor-log adalah catatan hasil uji pemboran berupa penampang yang menggambarkan
lapisan-lapisan tanah beserta keterangan keterangan mengenai susunan, jenis, tebal,
kedalaman air tanah hasil pemeriksaan-pemeriksaan lapangan yang dilakukan maupun
semua kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemboran. Bor-log ada dua macam
yakni bor-log lapangan dan bor-log akhir. Bor-log akhir akan diuraikan dalam Bab VII.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-26


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

5.10.1. BOR-LOG LAPANGAN.

Pembuatan bor-log lapangan harus diusahakan selengkap mungkin karena merupakan


data utama untuk menganalisa kondisi tanah/batuan dalam perencanaan pondasi.
Bor-log lapangan harus memuat keterangan sebanyak-banyaknya mengenai pemboran
yang telah dilakukan, baik yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan maupun
yang menyangkut keadaan lapangan setempat. Bor-log lapangan ini selanjutnya akan
diproses untuk pembuatan bor-log akhir yang akan digunakan - pada laporan.
Pembuatan bor-log lapangan dapat dilakukan oleh seorang teknisi khusus yang ditunjuk
atau kepala tim yang sudah dilatih untuk pekerjaan itu. Untuk mendapatkan data yang
akurat sebanyak-banyaknya, maka pembuatan bor-log harus mengamati pelaksanaan
pemboran dan berkonsultasi dengan juru bor bila ada perubahan operasi pemboran.

5.10.2. TUGAS-TUGAS PEMBUAT BOR-LOG.

Bor-log dibuat sesuai dengan kebutuhan, minimal rangkap tiga. Lembar asli untuk
instansi pemberi tugas, Lembar kedua untuk juru bor dan lembar ketiga sebagai arsip.
Umumnya pembuat bor-log harus bertanggung jawab terhadap keterangan-keterangan
dan pencatatan-pen catatan sebagai berikut;
a. Deskripsi, klasifikasi dan kedalaman masing - masing lapisan tanah/batuan yang
dijumpai (batas atas/batas bawah).
b. Kedalaman, macam, jumlah contoh-contoh yang terambil/tidak terambil.
c. Kedalaman dan hasil pemeriksaan setempat.
d. Keterangan-keterangan yang umumnya diperlukan untuk pengisian formulir bor-log
e. Catatan dan keterangan-keterangan lain yang perlu dilaporkan antara lain;
 adanya air artesis
 kesulitan-kesulitan diluar kegiatan pemboran selama dilapangan.
 kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pemboran misalnya: keruntuhan dinding
lubang bor, ditemuinya kerakal-kerakal, naiknya pasir kedalam pipa lindung, mata
bor terjepit, tertinggalnya pipa lindung didalam lubang bor dan lain-lain yang
dianggap perlu.
 kehilangan, pengurangan dan penambahan air pembilas selama pemboran.
 penggunaan casing dan atau lumpur pembilas, penyemenan, harus dicatat.
 kelainan-kelainan keadaan contoh
 dan lain-lain yang dianggap perlu
f. Keterangan-keterangan lain yang diperlukan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-27


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

Gerakan operasi mesin bor selama pemboran dapat membantu untuk menentukan jenis
keadaan batuan yang dibor, misalnya kerikil, kerakal, bongkah, batuan yang berongga,
batuan sangat keras dan lain-lain. Kalau contoh tanah tidak dapat diambi1, pembuat bor-
log dapat mengamati air pembilas dan "cutting" yang keluar dari lubang bor, sehingga
dapat mengkorelasikannya dengan contoh-contoh yang telah diamabil sesudah maupun
sebelumnya.

5.10.3. IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANAH DAN BATUAN DI


LAPANGAN.

Standarisasi dalam klasifikasi dan identifikasi tanah dilapangan merupakan hal yang
perlu ditekankan supaya perencanaan pondasi lebih baik.
Materi ini menyarankan untuk menggunakan klasifikasi tanah menurut Unified Soil
Classification System (USCS).
Identifikasi tanah dilapangan dilakukan dengan cara pemeriksaan visual dan mekanis,
contoh dideskripsi dengan urutan sebagai berikut, untuk :
 Tanah kohesif: macam, warna, bau, konsistensi, klasifikasi dan kandungan bahan-
bahan lain.
 Tanah non-kohesif: macam, ukuran butir, bentuk butir, gradasi, kepadatan,
kandungan bahan-bahan lain.
 Batuan: macam, warna, kekerasan, struktur, tingkat sementasi, tingkat pelapukan dan
sebagainya.
Nama-nama batuan yang uimum antara lain sebagai berikut:
 Batuan beku: granit, basal, gabro, andesit, diorit, riolit, batu apung dan sebagainya.
 Batuan sedimen: batu pasir, batu lempung, serpih, napal, batu gamping, breksi,
konglomerat dan sebagainya.
 Batuan metamorfosa: genes, sekis, batu sabak, kwarsa, marmer dan sebagainya.
Untuk mengetahui macam batuan yang dijumpai di lapangan dapat secara langsung atau
tidak langsung. Secara langsung adalah dengan mengamati batuan dilapangan secara
tidak langsung adalah berdasarkan keterangan-keterangan geologi setempat (dari peta
geologi).
Khusus untuk mengetahui adanya kandungan kapur didalam suatu batuan dapat
diperiksa langsung dilapangan dengan meneteskan HCL 0,1 N (asam hidro clorida 10%)
dengan reaksi keluarnya gelembung gas CO2 (berbuih). Uraian klasifikasi batuan
berdasarkan klasifikasi geologi dapat dilihat pada Appendiks A - Geologi.
Peralatan/perlengkapan sederhana dibawah ini dapat mebantu untuk mendapatkan
deskripsi / identifikasi contoh-contoh dilapangan yang lebih baik:
 pisau lipat, untuk menyayat contoh didalam pemeriksaan kekerasan dan untuk
mendapatkan pernukaan yang masih segar.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-28


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

 jangka sorong (vernier caliper), untuk menentukan ukuran butiran apabila tidak ada
cara pengukuran yang lain.
 contoh ukuran butir pembanding (contoh ukuran butir yang sudah disaring dan diberi
label), untuk mengetahui ukuran butir contoh di lapangan.
 asas hidroclorida (HCL-0,1 N) untuk membantu adanya CaC03 seperti batu gamping,
napal,dolomite, kapur.
 kaca pembesar, untuk membantu identifikasi material yang lebih jelas (disarankan
pembesaran 10x).
 penetrometer saku (pocket penetrometer) dan vanesuhu untuk menentukan
kosistensi contoh tanah kohesif.

5.10.4. FORMAT BOR-LOG LAPANGAN

Format bor-log lapangan harus berukuran A-4 seperti terlihat pada lampiran. keterangan-
keterangan tambahan, tanda tangan, kop lengkap yang informatif harus diisi
selengkannya di lapangan.

5.10.5. PROSEDUR PEMBUATAN BOR-LOG

Sebelum pemboran dimulai, pembuat bor-log pertama tama harus sudah mencatat
semua keterangan-keterangan pendahuluan. Kemudian selama pemboran, pengambilan
dan pemeriksaan contoh setempat , lapisan-lapisan tanah yang dijumpai harus
dideskripsi, diidentifikaai dan dicatat dalam bor-log.
Interval pengambilan contoh telah dibahas pada sub bab 3.4., tetapi patut ditekankan lagi
disini bahwa untuk keperluan pembuatan bor-log pengambilan contoh tidak boleh lebih
dari 1,5 meter.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-29


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Bab V: Survei Lapangan

bab V 1
SURVEI LAPANGAN ..................................................................................................................... 1
5.1. UMUM ........................................................................................................................... 1
5.1.1. SITUASI DAERAH PENYELIDIKAN. ................................................................................ 1
5.1.2. PENGUKURAN LOKASI TITIK PENYELIDIKAN ............................................................ 1
5.1.3. KONTROL VERTIKAL......................................................................................................... 2
5.1.4. TOLERANSI PERUBAHAN LETAK TITIK PENYELIDIKAN. ........................................ 3
5.2. PEMBUATAN PETA GEOLOGI TEKNIK UNTUK PERENCANAAN .................. 3
5.3. PENYELIDIKAN BAWAH PERMUKAAN ................................................................ 4
5.3.1. PENYELIDIKAN UNTUK PONDASI ................................................................................. 4
5.3.2. PENYELIDIKAN OPRIT JEMBATAN ................................................................................ 5
5.3.3. PENYELIDIKAN STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI. ......................................... 5
5.4. PEMBORAN ................................................................................................................ 6
5.4.1. PEMBORAN PUTAR (ROTARY DRILLING). .................................................................. 6
5.4.2. PEMBORAN AUGER (AUGER DRILLING) ..................................................................... 7
5.4.3. PEMBORAN SEMPROT (WASH BORING) .................................................................... 8
5.4.4. PEMBORAN DENGAN MENGAMBIL CONTOH MENERUS (CONTINUOUS
SAMPLING)............................................................................................................................................ 8
5.4.5. PEMBORAN TANGAN ........................................................................................................ 9
5.4.6. PEMBORAN TUMBUK ....................................................................................................... 9
5.5. PENGAMBILAN CONTOH ...................................................................................... 10
5.5.1. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG CONTOH BERDINDING TIPIS .... 11
5.5.2. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG BERTORAK (PISTON SAMPLER).
11
5.5.3. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG BELAH (SPLIT BARREL). ............ 12
5.5.4. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI TUNGGAL (SINGLE
CORE BARREL) .................................................................................................................................. 12
5.5.5. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI GANDA (DOUBLE
CORE BARREL). ................................................................................................................................. 13
5.5.6. PENGAMBILAN CONTOH DENGAN TABUNG PENGINTI RANGKAP TIGA
(TRIPPLE CORE BARREL). .............................................................................................................. 13
5.5.7. PENGAMBILAN CONTOH BILASAN (WASH SAMPLING). ....................................... 14
5.5.8. PENGAMBILAN CONTOH KUBUS. ............................................................................... 14
5.5.9. PERLINDUNGAN DAN PENGANGKUTAN CONTOH. ............................................... 14
5.6. PEMERIKSAAN LAPANGAN .................................................................................. 14
5.6.1. PEMERIKAAAN PENETRASI STANDAR ...................................................................... 15
5.6.2. SONDIR (CONE PENETRATION TEST /CPT)............................................................. 17
5.6.3. PENGUJIAN FIELD VANE SHEAR (UJI BALING-BALING) ....................................... 19
5.6.4. UJI BEBAN LATERAL SILINDER (PRESSUREMETER TEST/PMT) ....................... 20
5.6.5. PEMERIKSAAN DENGAN PELAT DUKUNG (PLATE BEARING TEST) ................. 22
5.6.6. PEMERIKSAAN PEMBEBANAN TIANG (PILE LOADING TEST) ............................. 24
5.7. MUKA AIR TANAH ................................................................................................... 24
5.8. PEMBENAHAN TEMPAT ........................................................................................ 25
5.9. SUMUR UJI DAN PARIT UJI .................................................................................. 25
5.9.1. SUMUR UJI ........................................................................................................................ 26
5.9.2. PARIT UJI ........................................................................................................................... 26
5.10. BOR-LOG ................................................................................................................... 26
5.10.1. BOR-LOG LAPANGAN. .................................................................................................... 27
5.10.2. TUGAS-TUGAS PEMBUAT BOR-LOG.......................................................................... 27
5.10.3. IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TANAH DAN BATUAN DI LAPANGAN. ............ 28
5.10.4. FORMAT BOR-LOG LAPANGAN ................................................................................... 29
5.10.5. PROSEDUR PEMBUATAN BOR-LOG .......................................................................... 29

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) V-30


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

BAB VI
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

6.1. UMUM

Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan data karakteristik dan sifat-


sifat teknik dari contoh-contoh yang didapat dari pemboran dan sumur / parit uji. Sifat-
sifat teknik tersebut diperlukan untuk perhitungan daya dukung, stabilitas dan penurunan.
Disamping itu data tersebut diatas dapat digunakan untuk klasifikasi sehingga sifat tanah
sebagai pendukung pondasi dapat ditafsirkan berdasarkan pengalaman yang ada.
Klasifikasi tersebut diatas dapat pula digunakan untuk mengkoreksi klasifikasi tanah /
batuan yang telah dilakukan dilapangan. Untuk menjamin diperolehnya data yang baik
dan cukup untuk pemeriksaan laboratorium, maka contoh-contoh tanah dari lapangan
harus diperiksa dahulu oleh ahli teknik tanah untuk menentukan macam-macam
pemeriksaan laboratorium yang diperlukan. Umumnya jumlah pemeriksaan laboratorium
yang di lakukan tergantung dari kondisi tanah, fasilitas laboratorium dan macam
bangunan yang direncanakan. Macam pemeriksaan laboratorium harus dipilih untuk
mendapatkan data yang dikehendaki dan seekonomis mungkin. Umumnya jumlah
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tergantung dari kondisi tanah, fasilitas
laboratorium dan macam bangunan yang direncanakan.Pemeriksaan yang rumit dan
mahal hanya dibenarkan apabila data yang diperoleh akan benar-benar bermanfaat
untuk keperluan desain jalan dan jembatan yang lebih akurat, atau akan menghilangkan
resiko runtuhnya bangunan yang dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan
juga mengakibatkan biaya menjadi lebih mahal.
Sifat-sifat teknik dari tanah ditentukan oleh: faktor-faktor seperti material induk (parent-
material), komposisi mineral, kadar organik, umur, proses pengangkutan dan
pengendapan, cara dan derajat konsolidasi, tekstur, gradasi dan struktur. Umumnya
pemeriksaan laboratorium untuk perencanaan pondasi jembatan dibagi dalam 3 kategori
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan klasifikasi: untuk memparoleh korelasi sifat tanah / batuan serupa,
sehingga dapat mengurangi jumlah pemeriksaan detail yang diperlukan.
2. Pemeriksaan kekuatan: untuk analisa daya dukung, stabilitas lereng dan stabilitas
timbunan.
3. Pemeriksaan kompresibilitas: digunakan untuk analisa penurunan (besar dan
lamanya).
Pemeriksaan-Pemeriksaan lain misalnya permeabilitas kadang-kadang diperlukan untuk
analisa sistim pengeringan (de-watering) dan percobaan pemadatan untuk timbunan
jalan penghubung (oprit).

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-1


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

6.2. MACAM PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN

Beberapa pemeriksaan laboratorium dan kegunaannya akan diuraikan sebagai berikut:

6.2.1. KLASIFIKASI JENIS TANAH BERDASARKAN PROSES


PEMBENTUKANNYA

Kerak bumi pada umumnya dibagi dalam dua kategori, yaitu: batuan dan tanah. Kata
'tanah' pada umumnya digunakan oleh para ahli geologi untuk mendeskripsikan
gumpalan atau komposisi butiran, butiran mineral mineral dan materi organik yang relatif
lemah ikatan antar butirnya yang terdapat dari pemukaan bumi hingga ke Iapisan batuan
padat. Ikatan antar butir yang lemah ini pada umumnya dapat dipisahkan hanya dengan
sedikit gangguan mekanis, misainya dengan mengaduknya di daiam air.
Semua mineral tanah berasal dari batuan sebagai akibat dari pelapukan. Batuan induk
tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukannya sebagaimana
berikut:
 Batuan Beku (Igneous Rock): terbentuk pada atau di kedalaman tertentu dari
permukaan tanah sebagai hasil dari pembekuan magma panas.
 Batuan endapan (Sedimentary Rock) terbentuk sebagai akibat dari endapan
berlapis-lapis partikel tanah di dalam air, endapan mana kemudian membatu pada
jangka waktu yang panjang.
 Batuan Metamor: merupakan perubahan sifat batuan beku atau batuan endapan
akibat dari tekanan atau temperatur yang tinggi.

Proses pelapukan batuan menjadi tanah dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
 Proses penghancuran fisik (desintegration): proses pelapukan tanah akibat dari
faktor-faktor fisika, misalnya: perubahan temperatur secara berkala, pembekuan dan
pencairan (air dalam batuan), proses perusakan oleh tanaman, binatang dan/atau es
di dalam celah batuan.
 Proses pelapukan kimiawi (decomposition): proses pelapukan kimiawi terjadi
akibat reaksi kimiaw, misalnya: oksidasi, hidrasi, karbonasi, dan efek kimia dari
tanaman. Proses pelapukan kimiawi ini dapat dipercepat bila dipengaruhi oleh
temperatur yang tinggi dan keberadaan zat-zat asam organik. Beberapa faktor yang
sangat berpengaruh dalam proses pelapukan tanah ini diantaranya adalah: cuaca,
topografi, waktu, sejarah geologi dan tipe Batuan.
Lapisan tanah yang terbentuk dapat tetap berada ditempatnya, atau terbawa oleh
gletser/sungai es, angin, dan/atau air ke tempat lain untuk kemudian terendapkan
ditempat yang lain.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-2


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

Berdasarkan proses yang disebut di atas ini, lapisan tanah dapat dibagi ke dalam empat
bagian utama, yaitu: tanah residual (residual soil), tanah endapan air (water transported
soil), tanah endapan angin (wind transported soil). Proses pembentukan tanah ini akan
mempengaruhi karakteristik masing-masing tanah yang terbentuk.

1. Tanah residual:
Tanah yang terbentuk dari proses penghancuran dan pelapukan Batuan dasar dan
masih berada ditempat asalnya disebut Tanah Residual. Di daerah tropis, ketebalan
tanah residual yang terbentuk dari Batuan beku dapat mencapai ketebalan lebih dari
20m. Sebaliknya di daerah dingin, proses pelapukan berjalan jauh lebih lambat dan
ketebalan tanah yang terbentuk pada umumnya hanya beberapa meter saja. Di
daerah dimana sering terjadi aliran es, tanah residual yang terbentuk akan terbawa
aliran es, dan yang tertinggal hanya Batuan beku yang belum lapuk dengan sedikit
kantong-kantong tanah residual. Tekstur tanah residual tergantung kepada kondisi
lingkungan dimana tanah tersebut terbentuk dan kepada tipe Batuan induknya.
Granite menghasilkan lanau kepasiran dan pasir kelanauan dengan komposisi
mineral mica dan lempung 1tauIin yang bervariasi. Basalt menghasilkan lempung
dengan kadar montmorillonite yang tinggi dan bersifat plastis.

Tingkat pelapukan bervariasi terhadap kedalaman. Mireral feldspar, mika dan


ferromagnesium di permukaan tanah pada umumnya berubah menjadi mineral tanah
lempung. Pada kedalaman yanb lebih besar, mineral-mineral tersebut hanya berubah
sebagian saja dan masih memiliki ikatan antar partikel yang kuat. Celah dan rekahan
pada Batuan akan mempercepat proses pelapukan. Lapisan tanah residual yang
terdalam pada umumnya masih memiliki susunan komposisi mineral dan orientasi
butiran dari batuan asal. Kedalaman pelapukan sangat tergantung kepada jenis
batuan, permeabilitas dan tingkat sementasi batuan. Batuan pasir (sandstones) yang
porous akan mengalami pelapukan yang relatif lebih mudah dibanding batuan beku
yang relatif impermeable.
Batuan endapan terbentuk dalam beragam variasi tergantung kepada proses
pengendapannya. Umumnya batu kapur (limestones) mengandung banyak CaC03
murni yang dapat larut dar. terbawa air tanah. Bagian yang tersisa dan tidak terbawa
air tanali membentuk tanah residual berupa: lempung dengan mineral kaolinite hingga
montmorillonite; atau pasir atau lanau dengan mineral silika dan chert. Peralihan
antara zone tanah ke zone batuan segar, tergantung kepada tingkat kelarutan batuan
induk dan umumnya daerah peralihan itu terlihat tegas. Garis batasnya sangat tidak
beraturan karena larutan dalam batuan kapur terjadi dalam daerah retakan (joints).
Pada daerah pertemuan antara batas horizontal (horizontal bedding) dengan retakan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-3


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

(joints), larutan dapat meluas secara horizontal dan membentuk goa-goa dalam
tanah. Lubang atau goa dalam tanah ini dapat bertahan atau dapat runtuh dengan
akibat terbentuknya lubang-lubang di permukaan tanah (sinkholes). Goa-goa dalam
tanah ini perlu diselidiki sebeium membangun suatu bangunan di atas daerah berbatu
kapur.
Tanah residual yang terbentuk dari batuan metamorphic bervariasi dari lanau
kepasiran hingga pasir kelanauan dengan kadar mika yang beragam bila batuan
induknya berupa Gneiss atau Schist. Batuan marmer yang mengalami proses
pelapukan oleh cairan akan menghasilkan tanah residual yang mirip dengan yang
dihasilkan dari pelapukan batuan kapur. Batuan metamorphic lain mengalami
pelapukan yang mirip dengan batuan beku, yaitu: pelapukan berkurang terhadap
kedalaman dan tidak ada batas yang tegas antara tanah residual dengan batuan
induknya. Massa batuan yang tidak mengalami pelapukan dapat mengandung lensa
tipis material yang sudah lapuk di antara rekahan dan di antara material yang
ketahanannya lebih lemah.

2. Tanah endapan air (water transported soil)


Tergantung dari macam air yang mengangkut dan mengendapkannya, tanah
endapan air dapat dibagi lagi menjadi tiga golongan, yaitu: tanah alluvium (oleh air
sungai), tanah lacustrine (di danau) dari tanah marina (di pantai / air laut).
a. Tanah alluvium: terbentuk ketika air sungai dari pegunungan mencapai dataran
rendah.Partikel-partikel kecil yang terapung didalam air sungai terbawa ke daerah
hilir relatif tanpa mengalami perubahan secara fisik. Partikel-partikel yang lebih
besar, seperti pasir, kerikil dan kerakal, diangkut dan berguling di dasar sungai,
akibatnya partikel tersebut akan terkikis dan berbentuk bulat. Air sungai juga akan
mengerosi dasar sungai hingga daerah yang relatif landai dimana kecepatannya
merendah. Disini partikel yang lebih besar akan terendapkan lebih dahulu disusul
oleh partikel-partikel yang lebih halus. Daerah alluvial yang luas akan terbentuk
dimana air sungai pegunungan mencapai dataran rendah. Proses ini terus
berianjut hingga terbentuk dataran alluvial dan aliran sungai mengalami
perubahan arah.
Di daerah lembah yang relatif datar pada musim kering, aliran sungai terbatas
paia jalurnya dan pengendapan diimbangi dengan proses erosi. Pada musim
banjir, aliran sungai akan meluap ke daerah bantaran sungai membentuk aliran
air yang meluas dan relatif bergerak lambat. Terjadi pengendapan yang relatif
cepat disepanjang tepian bantaran sungai dan membentuk tanggulan alami.
Luapan air yang meluas merupakan tempat pengendapan partikel-partikel halus,

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-4


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

ketika banjir surut, butiran-butiran halus mengendap sampai saat terjadi


penguapan dan lumpur yang tertinggal mengering menjadi debu.

b. Tanah lacustrine: terbentuk ketika danau berfungsi sebagai tempat


pengendapan dari partikel-partikei tanah yang terbawa oleh air sungai yang
bermuara di danau tersebut. Didaerah yang gersang, saat terjadi banjir air sungai
membawa banyak kerikil, pasir dan lanau yang diendapkan membentuk delta saat
kecepatan air berkurang ketika memasuki danau. Jalur jalur aliran baru selalu
terbentuk didaerah delta sehingga tanah yang diendapkan jarang sekali homogen.
Deita-delta yang terbentuk bisa tipis atau tebal dan bisa mencapai ketebalan
hingga beberapa ratus meter. Partikel-partikel yang lebih halus terangkut hingga
ke air yang lebih dalam dimana proses pengendapan akan membentuk lapisan
yang berganti-ganti antara partikel kasar dan partikel halus. Di daerah yang
gersang ini, proses sedimentasi (atau pengendapan) akaa menyebabkan danau
lambat laun menjadi dangkal dan mengering pada musim kering. Di daerah air
tawar, tanah yang terbentuk akan berlapis-lapis (varved), yaitu terdiri dari lapisan-
lapisan danau dan lempung secara bergantian. Bilamana danau tempat air
suingai tersebut bermuara mengandung garam, maka tidak akan terbentuk
lapisan-lapisan karena gaya-gaya elektrolit membuat partikel-partikel tanah
lempung terikat menjadi gumpalan-gumpalan yang disebut dengan istilah ter-
flokulasi (flocculated). Endapan partikel lempung menjadi Iebih cepat dan
mengendap berbarengan dengan lanau.
Di daerah yang lembab, ketika danau terisi sedimen dan menjadi dangkal,
tumbuh-tumbuhan di sekitar tepian danau meningkat. Pembusukan material
tumbuh-tumbuhan ini menghasilkan bahan organik yang mengendap bersama
dengan danau dan lempung hingga terbentuk tanah organik. Di tingkat akhir dari
proses sedimentasi ini, danau dapat dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan dan
hanya terjadi pembusukan sebagian dari sisa-sisa tanaman. Akhirnya
terbentuklah tanah gambut (peat). Pada tahap ini danau berubah menjadi tanah
rawa (marshland).

c. Tanah marina: terbentuk ketika air sungai bermuara di laut. Ketika kecepatan air
sungai berkurang, partikel-partikel kasar yang dibawa air sungai akan diendapkan
terlebih dahulu dan partikel yang lebih halus diendapkan kemudian dikejauhan.
Proses sedimentasi yang terjadi mirip dengan yang terjadi di daerah danau, yaitu:
pengendapan terjadi di air yang relatif tenang dan bebas dari penganah ombak.
Partikel-partikel halus yang diendapkan di air asin akan terflokulasi dan
membentuk struktur tanah yang berberat jenis rendah dengan karakteristik yang

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-5


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

dipengaruhi oleh kadar garam di dalam air porinya. Setelah endapan ini muncul
dari permukaan air laut, kadar garam lambat laun akan luluh oleh penyerapan air
tawar, akhirnya terbentukilah lempung marina yang sangat sensitif.
Akibat dari gaya-gaya gelombang dan arus pantai, endapan tanah di pantai
sangat kompleks. Pematang-pematang (bars) yang terbentuk ketika sungai
mengendapkan partikel-partikei yang dibawanya akan terdorong oleh gelombang
laut dan disapu ke sepanjang pantai oleh arus pantai. Akibatnya pematang-
pematang tersebut dapat menutup sebagian pantai dari laut sehingga
terbentuklah laguna-laguna. Laguna-laguna ini dapat menjadi danau-danau
permanen yang airnya pasang surut bersama dengan air laut, dan dapat juga
menjadi rawa-rawa. Endapan material organik seperti yang terjadi di danau juga
terjadi disini. Didaerah tropis dan subtropis akan terbentuk rawa-rawa bakau
(mangrove) yang bebas dari pengaruh gelombang. Lempung marina umumnya
bersifat lunak, sangat mudah dimampatkan dan hanya mampu memikul beban
yang ringan. Sebaliknya pasir dan kerikil marina sangat baik untuk digunakan
sebagai bahan bangunan.

3. Tanah endapan angin (wind transported soil)


Pergerakan angin melalui daerah bertanah pasir atau danau yang luas akan
membawa partikel-partikel berakuran pasir dan lanau. Partikel-partikel yang Iebih
besar dari 0.05 mm (pasir) akan berguling atau terangkat ke udara untuk jarak yang
relatif pendek dan akan tertumpuk membentuk bukit-bukit pasir (sand dunes).
Partikel-partikel lanau yang lebih halus akan terbawa ke daerah yang lebih jauh.
Angin men-sortir butiranbutiran pasir dan mengendapkannya dengan ukuran butir
yang relatif seragam dan umumnya dalam keadaan lepas (loose condition). Bukit-
bukit pasir yang terbentuk memiliki kemiringan sesuai dengan sudut keruntuhan disisi
yang berlawanan arah dengan arah angin datang dan dengan sudut yang lebih landai
disisi arah datangnya angin. Kecuali bila ditumbuhi tumbuhan yang merupakan
komponel pen-stabil, bukit-bukit pasir ini sering berpindah tempat tergantung kepada
kondisi angin.
Butiran-butiran lanau dapat terbawa angin hingga beberapa kilometer sebelum
kecepatar angin berkurang dan partikal-partikel tersebut jatuh ke bumi dan
menumpuk di daerah yang luas. Tumpukan material lanau tersebut terus bertambah
secara lambat dan umumnya seimbang dengan kecepatan tumbuhnya rerumputan.
Hasilnya adalah susunan tanah LOESS, yang memiliki porositas vertikal yang besar.
Endapan kalium karbonat dan ferro-oksida didalam bekas-bekas akar rerumputan
rnembuat tanah loess menjadi keras dan tanah loess ini dapat berdiri vertikal akibat
adanya rekahan-rekahan vertikal yang terbentuk dari jalur-jalur akar rerumputan.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-6


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

Dalam keadaan biasa tanah loess memiliki daya dukung yang tinggi. Namun
demikian, dalam keadaan jenuh air, tanah loess menjadi lunak dan mudah ter-erosi.
Sangatlah sukar untuk memperoIeh contoh tanah loess dengan cara pemboran,
karena struktur alami dari tanah loess akan berubah akibat proses pemboran.

4. Tanah endapan sungai es (soil of glacial origin)


Dahulu kaIa, bumi disebelah utara, dibelahan 40 derajat lintang utara banyak tertutup
oleh benua es. Penyebaran dari massa es ini mengerosi, mencampur baur,
mengangkut dan mengendapkan batuan-batuan lepas dan tanah dengan berbagai
cara. Material yang diendapkan langsung oleh es disebut dengan Till. Tanah jenis ini
sangat beragam dalam teksturnya, pertikelnya bervariasi dari kerakal (boulder)
hingga lempung. Air yang mencair dari lempengan-lempengan es membawa pasir
dan kerikil dan mengendapkannya didepan sungai es dan disebut Outwash. Bila air
yang mencair itu bermuara diantara dataran tinggi dan sungai es, tercipta suatu
danau dimana endapan danau es akan terbentuk. Ketika air mengalir ke dalam danau
tersebut, material yang kasar diendapkan dipinggir danau dan membentuk delta-delta
pasir dan kerikil. Partikel danau dan lempung yang lebih halus turbo ke tengah dan
diendapkan di air tenang. Pada musim dingin, ketika pencairan es dan aliran air ke
danau terhenti, Butiran-Butiran halus terus mengendap menghasilkan lempung
berlapis (varved clays).
Ketika ujung depan sungai es tetap stasioner selama beberapa tahun, aliran material
yang terbawa oleh yang mencair akan menumpuk dalam bentuk bukit didepan sungai
es. Endapan yang dihasilkan disebut dengan Terminal atau End Morraines. Sungai-
sungai tersisa mengalir didasar es dinamakan eskers. Endapan yang terbentuk
merupakan sumber kerikil yang ideal.

5. Tanah-tanah khusus
Perilaku tanah sering tergantung dari keberadaan material tanah yang khusus.
Contohnya: tanah lempung kembang (expansive soil), tanah collapsihle, tanah
gamping, dan tanah organik.
 Tanah Expansive: adalah tanah yang berpotensi mengalami pengembangan
(peningkatan volume) bila terekspos terhadap air. Clay shales dan tanah lempung
dengan kadar montmorillonite yang tinggi merupakan tanah expansive.
 Tanah Collapsible: merupakan tanah dengan potensi pengurangan volume yang
besar ketika mengalami peningkatan kadar air. Perubahan volume terjadi tanpa
adanya perubahan beban eksternal. Contoh: tanah loess, pasir dan lanau
bersementasi lemah yang ikatan semennya, biasanya gypsum atau halite mudah

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-7


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

larut dalam air. Tanah collapsible ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang
gersang.
 Quick Clay: merupakan lempung yang sangat peka (high sensitivity) terhadap
gangguan. Kekuatan geser tanah ini akan berkurang drastis ketika mengalami
gangguan. Semua quick clay merupakan lempung marina dengan kadar
kepekaan (sensitivity, St) lebih besar dari 15. Kadar kepekaan adalah
perbandingan antara kuat geser tanah asli dengan kuat geser tanah tergarggu.
 Tanah Organik: merupakah tanah yang mengandung banyak komponen organik,
ketebalannya dari beberapa meter hingga puluhan meter dibawah tanah. Tanah
jenis ini umumnya berkuat geser rendah dan mudah mengalami penurunan yang
besar.

Penyebaran dan sifat-sifar fisis tanah berubah bersama dengan berjalannya waktu
dari keadaan geologi setempat. Berdasarkan pengalaman dan data penyelidikan
tanah para ahli geoteknik diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang
diperlukan sehubungan dengan sifar-sifat tanah yang dihadapi di dalam suatu proyek.
Maka dari itu, sebagaimana dikatakan diatas, agar para ahli geoteknik dapat
berbicara dalam satu bahasa yang sama dan untuk mer~gurangi resiko bahaya
dalam perencanaan geoteknik diperlukan suatu sistem klasifikasi tanah yang bersifat
universal.

6.2.2. BENTUK, UKURAN, TEKSTUR DAN GRADASI

Keterangan mengenai ukuran bentuk dan pembagian butiran tanah yang dijumpai harus
selalu dicantumkan pada laporan pemboran atau pada bor-log, karena sifat sifat ini akan
berpengaruh terhadap macam dan kedalaman pondasi yang direncanakan. Ukuran butir,
bentuk dan pembagian butir yang telah dianalisa oleh ketua tim pemboran harus
dikuatkan dengan Pemeriksaan laboratorium pada interval-interval tertentu. Tanah harus
dinyatakan apakah mempunyai karakteristik material berbutir kasar (pasir atau kerikil)
atau material berbutir harus (lanau atau lempung).
Ukuran butir dan gradasi ditentukan dengan analisa saringan dan analisa hidrometer.
Analisa saringan digunakan untuk menentukan distribusi tanah berbutir kasar (kerikil dan
pasir), sedangkan analisa hidrometer digunakan untuk menentukan distribusi tanah
berbutir halus (lanau dan lempung).
Distribusi ukuran partikel tanah berbutir kasar dicari dengan melakukan analisa saringan
(ASTM C136 dan D422, 1980) dimana sejumlah contoh tanah kering diayak secara
mekanis melalui serangkaian saringan berukuran standar dan butiran-butiran yang
tertahan dari setiap saringan ditimbang, kemudian dicatat dalam persentase terhadap

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-8


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

berat contoh tanah secara total. Dengan demikian berat tanah kumulatif yang lolos
saringan ukuran tertentu dapat juga dihitung dalam juga dalam persen. Ukuran butir
ekivalen yang diasumsikan sama dengan ukuran lubang saringan kemudian diplotka
terhadap persentase berat kumulatif.

Gambar 6.1 Alat pengujian untuk analisa saringan

Distribusi ukuran butiran partikel tanah disajikan dalam suatu grafik yang disebut dengan
Grafik Distribusi Ukuran Partikel. Grafik ini merupakan ploting antara ukuran butir atau
ukuran saringan terhadap persentase butiran (dalam berat) yang lolos ukuran saringan
tertentu. Ukuran butiran partikel tanah dimulai dari lebih besar dari 100 mm hingga lebih
kecii dari 0.001 mm. Karena rentang ukuran butiran yang mecapai hingga mencapai
sekitar 106mm, maka ukuran butir umumnya dinyatakan dalam skala logaritma
sebagaimana diperlihatkan dalam contoh Grafik Distribusi Ukuran Fartikel dibwah ini
(Gambar 6.2).

Gambar 6.2

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-9


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

Berdasarkan hasil analisa ukuran butir, contoh tanah dinyatakan sebagai berikut:
- Gradasi baik (well-graded): pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir yang baik
dari kasar sampai halus
- Gradasi seragam (uniform-graded) : untuk gradasi dengan ukuran yang hampir sama
- Gradasi buruk/senjang (poor/gap-graded): untuk gradasi yang tidak mempunyai
ukuran butir-antara disebut.

Disamping kamposisinya, pasir dan kerikil juga dideskripsi menurut bentuk butirnya
(bulat, agak bulat, bersudut, agak bersudut) karena bentuk butir juga mempunyai
pengaruh terhadap sifat-sifat fisik tanah sebagai contoh dalam kondisi yang sama, butir-
butir bersudut (angular) mempunyai sudut geser yang lebih besar dari pada, butir-butir
bulat.Bentuk butir ditentukan dengan Pemeriksaan visual dengan bantuan kaca
pembesar (loupe) dan membandingkannya dengan pembanding standar.
Analisa. tapis tidak praktis dilakukan untuk tanah berukuran lebih kecil dari 0.075 mm.
Karena itu untuk tanah berbutir halus pengukuran ukuran butir dilakukan melalui proses
sedimentasi contoh tanah. Berdasarkan hukum Stoke, kecepatan mengendap butiran
tergantung dari diameter dan berat volume butiran serta viskositas cairan pengendap.
Butiran-butiran lebih halus akan mengendap lebih lama dari butiran yang lebih besar,
artinya: berat volume cairan pengendap juga akan berubah. Dengan menggunakan
hidrometer berat volume cairan pengendap pada interval-interval waktu tertentu diukur.
Dari hasil pengukuran itu persentase partikel diameter ekivalen butiran dapat dihitung.
Perlu juga diketahui bahwa karakteristik tanah lempung dan lanau lebih dipengaruhi oleh
sifatnya dari pada ukuran butirnya.

Terdapat beberapa standar penggolongan tanah berdasarkan ukuran butir partikel tanah
dengan perbedaan yang tidak signifikan. Kecuali standar ASTM yang umum dipakai di
Indonesia, terdapat beberapa standar lain sebagaimana yang diperlihatkan dalam
Gambar berikut.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-10


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

Kenyataan-kenyataan yang menentukan pentingnya bentuk dan gradasi butir pada tanah
berbutir (pasir/ kerikil) adalah sebagai berikut:
 Tanah yang bergradasi baik (well-graded) mempunyai sudut geser yang lebih besar
oleh karena itu mempunyai daya dukung yang lebih tinggi dibanding dengan tanah
yang bergradasi seragam (uniform-graded) atau bergradasi senjang (gap-graded).
 Tanah yang bergradasi baik mempunyai sifat kurang "lolos air" (permeable)
dibandingkan dengan tanah yang bergradasi seragam.
 Tanah yang berbutir bulat lebih "lolos air" dibanding dengan tanah yang mempunyai
bentuk butir bersudut.
 Material yang berbutir besar tidak mempunyai kohesi oleh karena itu muka air tanah
merupakan factor penting dalam perhitungan pondasi langsung atau sumuran pada
lapisan tanah tersebut. Contoh-contoh tanah untuk menentukan ukuran bentuk dan
gradasi dapat diambil dari hasil penyelidikan lapangan, contoh SPT, contoh tidak
terganggu atau terganggu.
Keterangan-keterangan ini penting dalam memilih tipe dan kedalaman pondasi yang
direncanakan dan di dalam memperhitungkan pengaruh-pengaruh tertentu seperti.
penggerusan, muka air tanah dan sebagainya.

6.2.3. BERAT JENIS (G)

Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air
yang mempunyai volume sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah tergantung
dari batuan induk (parent-ma terial) yang membentuknya. Berat jenis tanah diperlukan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-11


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

untuk menghitung angka pori (void-ratio) masa tanah, derajat kejenuhan, karakteristik
pemampatan dan sifat-sifat lain yang penting, juga menunjukkan suatu sifat tanah,
misalnya tanah organis mempunyai berat jenis yang kecil, sedangkan adanya mineral
barit dan mineral berat lainnya dapat ditunjukan dari berat jenis tanah yang besar.
Contoh tanah untuk pemeriksaan berat jenis dapat diambil dari contoh tidak terganggu,
contoh SPT, maupun contoh terganggu.

6.2.4. BATAS-BATAS ATTERBERG

Pada tanah yang berbutir halus banyaknya air yang mengisi ruangan pori mempunyai
pengaruh penting terhadap sifat-sifatnya. Tiga petunjuk atau indikasi dari pengaruh air
adalah batas cair (LL) batas plastis (PL) dan indeks plastis (PI), yang disebut batas-batas
Atterberg. Batas cair adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dari keadaan
cair menjadi keadaan plastis. Batas plastis adalah kadar air minimum dimana suatu tanah
masih dalam keadaan plastis. Selisih LL dan PL di sebut PI (indeks plastis) yang
merupakan keadaan plastis.
Batas-batas Atterberg dapat menentukan sifat - sifat teknis tanah, sebagai contoh:
 Tanah yang mempunyai LL lebih dari 50 kompresibilitasnya tinggi.
 Tanah yang mempunyai indeks plastis tinggi (>25) peka terhadap perubahan kadar
air, sedangkan untuk PI>50 bersifat ekspansif (volume pengembangannya besar)
Batas Atterberg ini digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara material dengan
plastisitas cukup besar (lempung) dan material agak plastis atau non-plastis (lanau).
Keterangan-keterangan mengenai Atterberg merupakan penunjang dalam menentukan
jenis pondasi. Contoh untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari contoh S.P.T., contoh
tidak terganggu maupun terganggu. Pengujian batas Atterberg dilakukan menggunakan
alat Casagrande.

Prosedur yang lebih lengkap dapat dilihat pada AASHTO T89 dan T90.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-12


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

6.2.5. UJI KONSOLIDASI.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan konsolidasi yang akan terjadi terhadap
tanah dimana pondasi/timbunan akan diletakkan. Hasil pemeriksaan konsolidasi dapat
digunakan untuk memilih jenis pondasi yang aman dan untuk menghitung besar dan
waktu penurunan yang akan terjadi.
Dalam penggunaan sistim pondasi tiang pada tanah lembek/kompresibel pemeriksaan
konsolidasi diperlukan untuk menghitung gesekan negatif yang terjadi antara tanah dan
dinding tiang (negatif skin friction). Untuk pemeriksaan konsolidasi diperlukan contoh
tanah tidak terganggu.

6.2.6. TRIAXIAL

Pemeriksaan triaxial digunakan untuk menentukan kohesi, sudut geser, tekanan air pori
dalam tanah. Data ini digunakan untuk menentukan daya dukung pondasi (pondasi
langsung, sumuran atau tiang).
Hasil pemeriksaan triaxial juga diperlukan untuk mendapatkan parameter tanah dalam
perencanaan bangunan penahan tanah serta analisa kemantapan lereng.
Untuk pemeriksaan triaxial diperlukan contoh tidak terganggu. Contoh yang kurang baik
tidak boleh digunakan, karena hasilnya akan memberikan angka-angka yang
menyesatkan.

6.2.7. GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR)

Maksud pemeriksaan ini sama seperti pemeriksaan triaxial. Dibandingkan dengan


pemeriksaan triaxial, hasil pemeriksaan geser langsung kurang teliti, karena bidang
runtuh yang terjadi pada geser langsung dipaksakan oleh metoda pemeriksaannya,
sedangkan pada triaxial benda uji dibiarkan runtuh melalui bidang yang paling lemah.
Bila dikehendaki untuk menggeser tanah/batuan sepanjang bidang tertentu, pemeriksaan
geser langsung dapat digunakan. Untuk pemeriksaan ini juga diperlukan contoh tidak
terganggu.

6.2.8. KEKUATAN TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSIVE


STRENGTH)

Pemeriksaan kekuatan tekan bebas adalah pemeriksaan tekan satu arah (Uniaxial),
dimana benda uji tidak diberi tekanan samping selama mengalami pembebanan vertikal.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-13


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur kekuatan tekan bebas suatu benda uji
berbentuk silinder dari tanah kohesif/batuan.

Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan untuk tanah nonkohesif atau tanah kohesif yang
terlalu lembek sehingga tidak dapat berdiri tegak pada alat pemeriksaan dan runtuh
sebelum dibebani.
Untuk tanah, pemeriksaan ini biasanya dilakukan terhadap contoh tanah asli pada kadar
air aslinya, sedangkan untuk mengevaluasi sensitivitas pada benda uji itu, juga dilakukan
pemeriksaan pada contoh remasan (remoulded sample). Pemeriksaan.ini biasanya relatif
cepat dan tidak mahal. Pemeriksaan kuat tekan bebas dapat mengurangi jumlah
pemeriksaan triaxial, karena angka-angka kuat geser tanah dengan pemeriksaan kuat
tekan bebas dapat dipakai sebagai pembanding angka-angka geser tanah yang
dihasilkan dengan pemeriksaan triaxial. Kekuatan tekan bebas batuananya berlaku untuk
batuan yang utuh (tidak ada retakan) atau untuk formasi batuan yang jarak rekahan dan
bidang lapisannya berjauhan atau lebih besar dibandingkan dengan daerah pengaruh
beban pondasi. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap contoh inti atau contoh kubus yang
utuh.

6.2.9. KADAR AIR DAN KEPADATAN SETEMPAT

Kadar air adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan
berat kering tanah teraebut, dinyatakan dalam peran. Pemeriksaan kadar air ini
merupakan pemarikaaan yang sederhana dan murah tetapi penting bila digunakan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan-pemeriksaan lain.
Umumnya tanah berbutir halus dengan kadar air yang tinggi, menunjukkan daya dukung
yang rendah dan atau menunjukkan kompresibilitas yang tinggi. Keadaan tanah berbutir
halus pada kondisi aslinya dapat dilihat dengan membandingkan kadar air asli tanah
tersebut dengan angka-angka Atterberg. Sebagai contoh, lempung jenuh dengan kadar
air mandekati batas cair menunjukan tanah dalam keadaan plastis yang mengalami
konsolidasi normal (normaly consolidated), sehingga mempunyai karakteristlk yang
membahayakan dilihat dari segi penurunan.
Lempung yang kadar air aslinya mendekati atau dibawah batas plastis menunjukkan
tanah tersebut telah mengalami pra-konsolidasi atau "over conaolidated" dan mempunyai
karakteristik yang tidak membahayakan dilihat dari segi penurunannya, selama beban
tidak melampai beban pra-konsolidasi. Kadar air dapat digunakan untuk menghitung
angka pori dari tanah yang jenuh apabila berat jenisnya diketahui.
Kepadatan setempat adalah satuan berat dari tanah tersebut yang.dapat dinyatakan
sebagai satuan berat total (berat air + berat butir tanah) atau sebagai - berat isi kering

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-14


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

(berat butir tanah per satuan isi). Kepadatan asli digunakan dalam perhitungan seperti
angka pori (void ratio), derajat kejenuhan dan sebagainya. Pada tanah berbutir kadar
berat isi yang tinggi menunjukkan sudut geser yang tinggi (menunjukkan daya dukung
yang tinggi). Pemeriksaan kepadatan dan kadar air dilakukan terhadap contoh tanah
tidak terganggu.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-15


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Bab VI: Pemeriksaan Laboratorium

bab VI 1
PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1
6.1. UMUM 1
6.2. MACAM PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 2
6.2.1. KLASIFIKASI JENIS TANAH BERDASARKAN PROSES PEMBENTUKANNYA 2
6.2.2. BENTUK, UKURAN, TEKSTUR DAN GRADASI 8
6.2.3. BERAT JENIS (G) 11
6.2.4. BATAS-BATAS ATTERBERG 12
6.2.5. UJI KONSOLIDASI. 13
6.2.6. TRIAXIAL 13
6.2.7. GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR) 13
6.2.8. KEKUATAN TEKAN BEBAS (UNCONFINED COMPRESSIVE STRENGTH) 13
6.2.9. KADAR AIR DAN KEPADATAN SETEMPAT 14

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) VI-16


LAMPIRAN
Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

PETA SATUAN MORFOLOGI DAN POLA ALIRAN SUNGAI DAERAH


PONTIANAK DAN SEKITARNYA

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-1


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

PETA GEOLOGI REGIONAL LEMBAR PONTIANAK DAN SEKITARNYA


(VAN BEMMELEN, 1949)

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-2


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

RECORD OF BOREHOLE
NORTH JAVA ROAD IMPROVEMENT PROJECT

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-3


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-4


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

HASIL SONDIR

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-5


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

DUTCH CONE PENETROMETER RESULT

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-6


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-7


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-8


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-9


Modul RDE 06 : Dasar-dasar Survai dan Pengujian Geoteknik

Pelatihan Road Design Engineer (RDE) L-10


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Rangkuman

RANGKUMAN

Pada Bab I Masalah Umum Dalam Pekerjaan Jembatan menjelaskan dan membahas
secara singkat berkaitan dengan: Prinsip dasar dan persyaratan yang sangat perlu
diketahui oleh seorang SIB dalam pelaksanaan penyelidikan geoteknik untuk
pekerjaan jembatan.

Dalam Bab II Tujuan dan Kegiatan Penyelidikan Geoteknik menjelaskan, membahas


atau menguraian bahwa penyelidikan geoteknik adalah sangat penting dilakukan guna
mendapatkan informasi sebagai berikut;
 Stratifikasi lapisan tanah pada lokasi proyek
 Identifikasi karakteristik tanah
 Mendapatkan sifat mekanis tanah
 Mengetahui kondisi muka air tanah

Bab III Studi Pendahuluan, dijelaskan tentang data geoteknik (penyelidikan Tanah,
Prarencana Jalan dan Jembatan, Peta-Peta Dan Foto-Foto Udara) meliputi:
 dokumen pelaksanaan dan penyelidikan tanah dari bangunan yang ada disekitar
rencana lokasi jembatan yang akan dibangun.
 dokumen rencana lokasi jembatan yang akan dibangun.
 dokumen peta-peta dan foto-foto udara.
 dokumen-dokumen sejarah penggunaan lahan dan peristiwa-peristiwa geologi
yang pernah terjadi di daerah tersebut baik yang pernah dipublikasikan maupun
yang tidak dipublikasikan

Bab IV Survai Pendahuluan, menjelaskan cara memanfaatkan informasi atau data


yang dihimpun dalam survai pendahuluan mencakup antara lain tanah permukaan,
alur-alur, galian, parit, lereng-lereng, tebing sungai, air-permukaan dan air-tanah,
keadaan topografi dan tumbuh-tumbuhan, bangunan yang ada, rencana letak titik
penyelidikan, penyelidikan geofisika dan sebagainya.
Bab V Survei Lapangan menjelaskan, membahas dan menguraikan mengenai:
 Pembuatan Peta Geologi Teknik Untuk Perencanaan
 Penyelidikan Bawah Permukaan
 Pemboran
 Pengambilan Contoh Tanah/Batuan
 Pemeriksaan Lapangan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) R-1


Modul SIB-02 : Membaca Data Geoteknik Rangkuman

 Muka Air Tanah


 Pembenahan Tempat
 Sumur Uji Dan Parit Uji
 Bor-Log

Bab VI, Pemeriksaan Laboratorium akan menjelaskan, membahas dan menguraikan


mengenai :
 Klasifikasi jenis tanah berdasarkan proses pembentukannya
 Bentuk, ukuran, tekstur dan gradasi
 Berat Jenis (G)
 Batas-batas Atterberg
 Uji Konsolidasi
 Triaxial
 Geser Langsung (Direct Shear)
 Kekuatan Tekan bebas (Unconfined Compressive Strength)
 Kadar air dan Kepadatan Setempat.

Bab VII, Analisa dan Penyusunan Laporan, dijelaskan, dibahas dan diuraikan
mengenai :
 Bor-Log Akhir
 Penggambaran Penampang Tanah
 Penyusunan Data Pemeriksaan
 Pembuatan Laporan

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) R-2


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. McAlpin, G. W., and Hoffmann, W. P., New York State Department of Public
Works, “Section 10 - Soil Explorations, Highway Engineering Handbook”,
1st edition, McGraw Hill, 1960.

2. Department of Scientific and Industrial Research Road Research Laboratory,


“Soil Mechanic for Road Engineers”, Her majesty Stationery Office,
London, 1952.

3. American Association for State Highway and Transportation Officials


(AASHTO) – Provisional Standards and Volume II Test, 1995, AASHTO.

4. American Society for Testing Materials (ASTM) Specifications, 1996, ASTM.

5. Manual on Foundation Investigation. AASHTO. 1978.

6. Manual on Subsurface Investigations. AASHTO. 1988.

7. Soil Mechanics. NAVFAC Design Manual 7.1. Department of the Navy.


September 1986.

8. Terzaghi and Peck. Soil Mechanics in Engineering Practice. John Wiley


and Sons, Inc. 1967.

9. Bowles. Foundation Analysis and Design. 4th ed. McGraw-Hill Book


Company. 1988.

10. Federal Highway, “Section 7 Geotechnical Consideration – Technical


Specification”, 1990.

11. Canadian Foundation Engineering Manual, 3rd Edition, Canadian


Geotechnical Society.

12. Canadian System of Soil Classification, 1987, Agriculture Canada.

13. Drafting Guidelines (CB-4), July 1995, Alberta Transportation.

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) DP-1


Modul SIB 02 : Membaca Data Geoteknik Daftar Pustaka

14. Klyen, E.G., and Van Heerden, Using DCP Soundings to Optimize
Pavement Rehabilitation. Paper submitted for Annual Transportation
Convention, Johannesburg, July 1983. Report LS/83 Materials Branch,
Transvaal Roads Department, Pretoria, South Africa.

15. Transportation Road Research Laboratory, Operating Instructions for the


TTRL Dynamic Cone Penetrometer. Great Britain, 1883.

16. Erosion Control Reference Material, Updated Draft, May 2001, Alberta
Transportation.

17. Guidelines for Consulting Geotechnical Engineers and Technologists


Assignments, May 1998, Alberta Transportation. Transportation Laboratory
Test Procedures, 2000, Alberta Transportation.

18. Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, “Manual Penyelidikan


Geoteknik Untuk Perencanaan Pondasi Jembatan” No.02/MN/B/1983

Pelatihan Site Inspector of Bridge (SIB) DP-2

Anda mungkin juga menyukai