Anda di halaman 1dari 60

DASAR-DASAR

GEOTEKNIK

Ridho K. Wattimena
Institut Teknologi Bandung

WORKSHOP GEOTEKNIK
Bandung, 29-30 September
2014

Sebelum kita
memulai workshop
ini ..

WORKSHOP
(Oxford Dictionary)
noun
1. a room or building in which goods are manufactured or
repaired.
2. a meeting at which a group of people engage in intensive
discussion and activity on a particular subject or project.
verb (workshops, workshopping, workshopped)
[with object]
present a performance of (a dramatic work), using intensive
group discussion and improvisation in order to explore aspects
of the production prior to formal staging.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

WORKSHOP
(Oxford Dictionary)
noun
1. a room or building in which goods are manufactured or
repaired.
2. a meeting at which a group of people engage in
intensive discussion and activity on a particular
subject or project.
verb (workshops, workshopping, workshopped)
[with object]
present a performance of (a dramatic work), using intensive
group discussion and improvisation in order to explore aspects
of the production prior to formal staging.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kelongsoran lereng tambang

PT Freeport
Indonesia

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kelongsoran lereng tambang

PT Kaltim Prima
Coal

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kelongsoran lereng tambang

PT Newmont Nusa
Tenggara

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kelongsoran lereng tambang

Tambang batubara,
Australia

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kelongsoran lereng tambang

Tambang tembaga,
Australia

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kelongsoran lereng lainnya

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi penambangan sebanding dengan


peningkatan kegiatan penggalian dan penimbunan.

Aktifitas penggalian dan penimbunan selalu berhadapan


dengan permasalahan lereng.

Banyak kecelakaan tambang yang disebabkan oleh


longsoran maupun runtuhan lereng menyebabkan
terhambatnya aktivitas operasional, dampak pada
lingkungan, keselamatan kerja dan efisiensi biaya.

Resiko geoteknik karena bencana alam tidak bisa dicegah


namun resiko tersebut dapat dikontrol oleh ketrampilan
dan judgement profesional serta common sense.

Banyak kejadian kelongsoran tambang yang tidak


diantisipasi sebelumnya, akibat kurangnya sumberdaya
manusia yang terlatih dalam bidang geoteknik
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

DASAR-DASAR KEMANTAPAN
LERENG

Analisis kemantapan lereng mensyaratkan:


Data base geologi (struktur geologi dan informasi
litologi).
Model hidrogeologi.
Estimasi kekuatan dan karakteristik deformasi massa
batuan atau tanah dan bidang diskontinyu.
Pemahaman gaya-gaya eksternal, misalnya yang
berhubungan dengan gempa bumi yang mungkin
bekerja pada lereng.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Model Geologi

Model geologi komprehensif mutlak diperlukan untuk


perancangan lereng.

Tanpa model tersebut, perancang lereng harus


menggunakan data empiris kasar sehingga kegunaan
rancangan diragukan, kecuali untuk evaluasi pra-kelayakan
yang sangat sederhana.

Pada tambang terbuka, model geologi seharusnya ada dan,


sepanjang adanya kerjasama yang baik antara bagian
geologi dan bagian geoteknik, hanya diperlukan usaha
sederhana untuk menghasilkan model geoteknik yang baik.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Model Geologi

Paket-paket program perencanaan tambang


memungkinkan konstruksi dan visualisasi model-model
komprehensifyang dapat mengandung:
Informasi geologi dan struktur geologi.
Distribusi kadar bijih atau kualitas batubara.
Distribusi air tanah.
Variasi sifat geoteknik.

Sistem pemodelan ini sudah biasa digunakan pada


perusahaan-perusahaan tambang besar.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengumpulan Data Geologi & Geoteknik

Titik awal dari semua pekerjaan mekanika batuan adalah


data base geologi yang menjadi dasar untuk informasi jenis
batuan, bidang-bidang diskontinyu dan sifat-sifat batuan.
Analisis yang canggih pun dapat menjadi tidak berguna jika
dasar informasi geologinya tidak cukup atau tidak akurat.
Data gologi dasar yang umumnya diperlukan adalah litologi
regional dan lokal, informasi struktur dan hidrogeologi,
pemerian inti rinci dan foto-foto yang setiap waktu dapat
diinterpretasikan oleh seorang engineering geologist.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengumpulan Data Geologi & Geoteknik

Inti bor di dalam kotak inti

Contoh log bor geoteknik


Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengumpulan Data Geologi & Geoteknik

Kelongsoran lereng batuan adalah kejadian geologi yang


dikontrol oleh proses fisik alamiah.
Model geologi-geoteknik yang dapat digunakan untuk
memahami dan menganalisis proses ini harus
mengandung:
Data struktur.
Litologi.
Mineralisasi dan alterasi.
Pelapukan.
Hidrogeologi.
Karakteristik massa batuan.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengumpulan Data Geologi & Geoteknik

Pemetaan struktur geologi di tambang terbuka emas

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengumpulan Data Geologi & Geoteknik

Pemetaan struktur geologi di tambang terbuka


batubara
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Peranan Struktur Mayor

Kestabilan lereng besar akan dikontrol oleh bidang


diskontinyu mayor (batas litologi, bidang perlapisan,
patahan).
Sangat penting bahwa proses pengumpulan data menjamin
pengembangan model geologi regional dan lokal dapat
memasukkan struktur mayor ini.
Pemetaan struktur ini pada saat telah terpapar pada lereng
digunakan untuk memperbaharui model gelogi secara terus
menerus.
Praktek saat ini cenderung untuk membagi rancangan
lereng kedalam kategori yang berhubungan dengan:
Longsoran akibat struktur.
Longsoran akibat lemahnya massa batuan.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Peranan Struktur Mayor

Longsoran akibat
struktur geologi
(Hoek et al., 2002)

Longsoran akibat
lemahnya massa batuan
(Hoek et al., 2002)
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Estimasi Kekuatan Massa Batuan

Penentuan kekuatan massa batuan merupakan kesulitan


utama dalam praktek perancangan lereng batuan.
Even in terms of the state-or-the-art there are many
unanswered questions and many opinions on how this task
should be performed in the low stress environment that is
characteristic of rock slopes, particularly where
weak/altered rocks are present (Hoek et al., 2000).
Secara praktis, kebanyakan perancang lereng
menggunakan kriteria failure untuk memperkirakan
kekuatan geser massa batuan pada blok atau domain yang
didefinisikan oleh struktur mayor, misalnya patahan.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Estimasi Kekuatan Massa Batuan

Direct shear
tests

Direct shear tests


and
Barton-Bandis shear failure
criterion

Hoek-Brown failure
criterion

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengaruh Alterasi

Pada beberapa tambang terbuka, khususnya tambang bijih,


bijih umumnya berhubungan dengan zona batuan
teralterasi sebagai hasil proses pembentukannya.
Pada beberapa area, alterasi ini umumnya sedang dan
tidak memberikan pengaruh signifikan pada kekuatan
massa batuan.
Tetapi, pada beberapa tambang di Pegunungan Andes
the orebodies are surrounded by a halo of strongly altered
rock and the impact on rock mass strength, and hence
slope stability, is significant (Hoek et al., 2000).

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengaruh Alterasi

Massa batuan yang belum teralterasi di tambang terbuka emas

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengaruh Alterasi

Massa batuan yang teralterasi di tambang terbuka emas

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengaruh Alterasi

Pengaruh alterasi di Tambang


Chuquicamata, Chile
(Hoek at al., 2002)
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengaruh Airtanah

Kehadiran airtanah dalam lereng batuan merupakan faktor


kritis dalam setiap analisis kemantapan lereng.

Tekanan air dalam bidang diskontinyu akan mengurangi


tegangan efektif dan, konsekuensinya, kekuatan geser.

Pengurangan tekanan dengan lubang bor-lubang bor


vertikal atau horisontal atau galeri penyaliran akan
meningkatkan kemantapan lereng.

Kesulitan dalam menjaga piezometers dan saluran


penyaliran selama penggalian lereng sering digunakan
sebagai alasan untuk tidak memelihara kontrol dan
pemantauan kondisi airtanah.

Air dari lubang-lubang penyaliran horizontal harus


dikumpulkan dan dikeluarkan ke daerah yang jauh dari
lereng aktif.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengaruh Air Tanah

Model airtanah yang baik merupakan komponen penting


dalam perancangan lereng yang besar informasi
mencukupi untuk membuat model tersebut.
Tekanan air yang menyebabkan lebih banyak masalah
ketidakmantapan dan sepanjang tekanan ini dapat
dikurangi, lubang-lubang penyaliran tidak perlu
mengeluarkan aliran air yang besar.
Konsep ini sering tidak dimengerti, sehingga operator
sering membuang pipa penyaliran yang tidak
mengeluarkan banyak air.
Penilaian harus didasarkan pada respon piezometers, yang
lebih menunjukkan perubahan tekanan dibandingkan
perubahan volume aliran.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Pengaruh Air Tanah

PT Berau Coal
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Tegangan In Situ

Semua model kesetimbangan batas didasarkan pada beban


gravitasi dan tegangan horisontal tidak dipertimbangkan
dalam analisisnya.

Model numerik dapat mempertimbangkan tegangan


horisontal tetapi kebanyakan analisis dengan model ini hanya
menggunakan pendekatan sederhana dimana tegangan
horisontal adalah proporsi tertentu dari tegangan vertikal.

Pengukuran tegangan in situ di dekat lereng biasanya jarang


dilakukan karena pengaruh tegangan ini umumnya dianggap
tidak signifikan.

Berdasarkan hasil pemodelan numerik (Lorig, 1999):


Tegangan in situ tidak mempengaruhi FK secara signifikan.
Tegangan in situ akan mempengaruhi deformasi perlu
diperhatikan untuk lereng yang terdiri atas material yang
dapat menjadi lemah akibat deformasi.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Tegangan In Situ

Sebelum melakukan pengukuran tegangan in situ (yang


mahal) di lokasi tertentu, mungkin akan lebih baik untuk
melakukan studi parametrik dengan model tiga dimensi
untuk melihat apakah variasi tegangan horisontal akan
secara signifikan mempengaruhi tegangan terinduksi pada
batuan dekat permukaan dimana longsoran dapat terjadi.
Jika tegangan horisontal pada zona failure menunjukkan
variasi yang besar, pertimbangan serius harus diberikan
kepada pengukuran tegangan in situ di lapangan.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kerusakan Akibat Peledakan

Pada peledakan produksi skala besar, kerusakan akibat


peledakan dapat sampai berpuluh meter ke massa batuan
di belakang muka lereng, karena retaknya batuan dan
terbukanya kekar akibat beban dinamik peledakan.
Penetrasi gas peledakan dapat juga membuka bidang
diskontinyu yang ada, sampai jarak yang cukup jauh dari
muka lereng.
Kerusakan akibat peledakan mengurangi kekompakan
massa batuan dan, sebagai akibatnya, mengurangi
kekuatannya.
Terdapat beberapa metode mengurangi kerusakan akibat
peledakan, tetapi, harus dikompromikan antara fragmentasi
yang diharapkan dan ketidakrusakan massa batuan.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kerusakan Akibat Peledakan

Jenjang hasil peledakan


produksi normal

Jenjang hasil peledakan


pre-split

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kerusakan Akibat Peledakan

Blast damage rock


GSI > 40 and/or cm > 1 MPa
Blasted rock
GSI < 40 and/or
cm < 1 MPa

In-situ rock mass

Tebal zona kerusakan akibat


peledakan, D
(Hoek & Karzulovic, 2000)
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kerusakan Akibat Peledakan


Tebal zona kerusakan akibat
peledakan, D
(Hoek & Karzulovic , 2000)
Production Blast

Large production blast, confined and with little


or no control

2.0 to 2.5 H

Production blast with no control but blasting to a


free face

1.0 to 1.5 H

Production blast, confined but with some


control, e.g. one or more buffer rows

1.0 to 1.2 H

Production blast with some control, e.g. one or


more buffer rows, and blasting to a free face

0.5 to 1.0 H

Carefully controlled production blast with a free


face

0.3 to 0.5 H

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Analisis Retrospektif

Proses analisis kuantitatif data yang dihasilkan dari aktifitas


pemantauan dimaksudkan untuk menilaiulang dan
memperbaiki pengetahuan mengenai karakteristik mekanik
in situ massa batuan serta mereview keakuratan model
tambang.
Review konseptualisasi massa batuan mencakup analisis
dari peranan struktur mayor dan identifikasi parameter
kunci geoteknik yang mengontrol respons deformasi massa
batuan.
Data hasil analisis retrospektif digunakan untuk
memperbaharui data karakterisasi lokasi, model tambang,
dan proses perancangan, melalui loop umpan balik.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Kriteria Rancangan
Geoteknik

HOEK (1998)

There are no simple universal rules for acceptability nor are


there standard factors of safety which can be used to
guarantee that a rock structure will be safe and that it will
perform adequately.

Each design is unique and the acceptability of the structure


has to be considered in terms of the particular set of
circumstances, rock types, design loads and end uses for
which it is intended.

The responsibility of the geotechnical engineer is to find a


safe and economical solution which is compatible with all
the constraints which apply to the project.

Such a solution should be based upon engineering


judgement guided by practical and theoretical studies such
as stability or deformation analyses, if and when these
analyses are applicable.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Landslide

Typical problems
Complex failure along a
circular or near circular failure
surface involving sliding on
faults and other structural
features as well as failure of
intact materials.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Landslide

Critical parameters

Presence of regional faults.

Shear strength of materials


along failure surface.

Groundwater distribution
in slope, particularly in
response to rainfall or to
submergence of slope toe.

Potential earthquake
loading.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Landslide
Analysis methods

Limit equilibrium methods


which allow for noncircular surfaces can be
used to estimate changes
in factor of safety as a
result of drainage or slope
profile changes.

Numerical methods such


as finite element or
discrete element analysis
can be used to investigate
failure mechanisms and
history of slope
displacement.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Landslide
Acceptability criteria

Absolute value of factor of


safety has little meaning
but rate of change of
factor of safety can be
used to judge
effectiveness of remedial
measures.

Long term monitoring of


surface and subsurface
displacements in slope is
the only practical means of
evaluating slope behaviour
and effectiveness of
remedial action.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Soil or heavily jointed rock


slopes

Typical problems
Circular failure along a spoonshaped surface through soil
or heavily jointed rock
masses.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Soil or heavily jointed rock


slopes

Critical parameters

Height and angle of slope


face.

Shear strength of materials


along failure surface.

Groundwater distribution
in slope.

Potential surcharge or
earthquake loading.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Soil or heavily jointed rock


slopes
Analysis methods

2D limit equilibrium
methods which include
automatic searching for
the critical failure surface
are used for parametric
studies of factor of safety.

Probability analyses, 3D
limit equilibrium analyses
or numerical stress
analyses are occasionally
used to investigate
unusual slope problems.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Soil or heavily jointed rock


slopes
Acceptability criteria

FoS > 1.3 for temporary


slopes with minimal risk of
damage.

FoS > 1.5 for permanent


slopes with siginificant risk
of damage.

Where displacements are


critical, numerical analyses
of slope deformation may
be required and higher FoS
will generally apply in
these cases.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Jointed rock slopes

Typical problems
Planar or wedge sliding on
one structural feature or
along the line of intersection
of two structural features.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Jointed rock slopes

Critical parameters

Slope height, angle, and or


orientation

Dip and strike or structural


features.

Groundwater distribution
in slope.

Potential earthquake
loading.

Sequence of excavation
and support installastion.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Jointed rock slopes


Analysis methods

Limit equilibrium analyses


which determine threedimensional sliding modes
are used for parametric
studies on factor of safety.

Failure probability
analyses, based upon
distribution of structural
orientations and shear
strengths, are useful for
some applications.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Jointed rock slopes


Acceptability criteria

FoS > 1.3 for temporary


slopes with minimal risk of
damage.

FoS > 1.5 for permanent


slopes with siginificant risk
of damage.

Probability of failure of 10
to 15% may be acceptable
for open pit mine slopes
where cost of clean up is
less than cost of
stabilisation.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Vertically jointed rock slopes

Typical problems
Toppling of columns
separated from the rock mass
by steeply dipping structural
features which are parallel or
nearly parallel to the slope
face.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Vertically jointed rock slopes

Critical parameters

Slope height, angle, and


orientation.

Dip and strike of structural


features.

Groundwater distribution
in slope.

Potential earthquake
loading.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Vertically jointed rock slopes

Analysis methods

Crude limit equilibrium


analyses of simplified
block models are useful for
estimating potential for
toppling and sliding.

Discrete element models


of simplified slope
geometry can be used for
exploring toppling failure
mechanisms.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Vertically jointed rock slopes


Acceptability criteria

No generally acceptable
criterion for toppling
failure is available
although potential for
toppling is usually obvious.

Monitoring of slope
displacements is the only
practical means of
determining slope
behaviour and
effectiveness of remedial
measures.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Loose boulders on rock slopes

Typical problems
Sliding, rolling, falling, and
bouncing of loose rocks and
boulders on the slope.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Loose boulders on rock slopes

Critical parameters

Geometry of slope.

Presence of loose
boulders.

Coefficient of restitution of
materials forming slope.

Presence of structures to
arrest falling and bouncing
rocks.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Loose boulders on rock slopes


Analysis methods

Calculation of trajectories
of falling or bouncing rocks
based upon velocity
changes at each impact is
generally adequate.

Monte Carlo analyses of


many trajectories based
upon variation of slope
geometry and surface
properties give useful
information on distribution
of fallen rocks.
Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Loose boulders on rock slopes

Acceptability criteria
Location of fallen rock or
distribution of a large number
of fallen rocks will give an
indication of the magnitude of
the potential rock fall problem
and of the effectiveness of
remedial measures such as
draped mesh, catch fences,
and ditches at the toe of the
slope.

Workshop Geoteknik
Bandung, 29-30 September 2014

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai