Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI (DPD)

Nama : Labibah Mahmuda


NIM : P17320120512

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLITEKNIK KEMENKES BANDUNG
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias,
makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada
pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir
sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun.
Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan
diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara
mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012)

B. Jenis–Jenis Perawatan Diri


Menurut (Damaiyanti, 2012) jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri sendiri
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan ata menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri.
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
sendiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.
C. Etiologi
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologi
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi peru bahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
h. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah: Gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
i. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala defisit dar menurut adalah (Damaiyanti, 2012) sebagai
berikut:
1. Mandi/hygine
Klien mengalami ketidakmapuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengerikan tubuh, serta
masuk dan keluar kamar mandi
2. Berpakaian
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakan atau mengambil
potongan pakian, menangalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian.
3. Makan
4. Klien mempunyai ketidak mampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapat makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanandari wadah
lalu memasukan ke mulut, melengkapi makanan,mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman
5. Eliminasi
Klien memiliki kebatasan atau krtidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian toileting, membersihkan diri setelah BAK/BAB dengan tepat,
dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
a. Fisik

1) Badan bau, pakaian kotor

2) Rambut dan kulit kotor

3) Kuku panjang dan kotor

4) Gigi kotor disertai mulut bau


5) Penampilan tidak rapi.

b. Psikologis

1) Malas, tidak ada inisiatif

2) Menarik diri, isolasi diri

3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c. Social

1) Interaksi kurang

2) Kegiatan kurang

3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma

4) Cara makan tidak teratur

5) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri.

E. Rentang respon
Adatif maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan Tidak melakukan


seimbang diri kadang tidak perawatan diri pada
saat stres

1. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan


mampu ntuk berperilaku adatif maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri
2. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien
mendapatan stressor kadang-kadang pasien tidak menperhatikan
perawatan dirinya

3. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli


dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresso (Ade, 2011)
F. Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri
1. Data subyektif: Pasien merasa lemah, Malas untuk beraktivitas,
Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif: Rambut kotor, acak – acakan, Badan dan pakaian kotor
dan bau, Mulut dan gigi bau, Kulit kusam dan kotor, Kuku panjang
dan tidak terawat.
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan
belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri (Damaiyanti,
2012)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan manurut herman (Ade, 2011) adalah sebagai berikut
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
I. Pohon Masalah
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.

Isolasi sosial
J. Diagnosa keperawatan
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
K. Fokus Intervensi
1. Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat
diri.
a. Tujuan Umum: Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya
untuk memperhatikan kebersihan diri.
b. Tujuan Khusus:
TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
Kriteria evaluasi: Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda
percaya pada perawat: Wajah cerah, tersenyum, Mau berkenalan,
Ada kontak mata, Menerima kehadiran perawat dan Bersedia
menceritakan perasaannya.
Intervensi:
1. Berikan salam setiap berinteraksi.
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
3. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien
4. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
6. Buat kontrak interaksi yang jelas.
7. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
8. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi: Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada
waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan
untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat
meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan
cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda
bersih.
3. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
4. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan
klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
5. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
6. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan
arti kebersihan diri.
7. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi
2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah
makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut,
gunting kuku jika panjang.
TUK III : klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan
perawat.
Kriteria evaluasi: Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri
seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih,
mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Intervensi:
1. Motivasi klien untuk mandi.
2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang
benar.
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan
rambut.
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
6. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.
TUK IV : klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara
mandiri.
Kriteria evaluasi: Setelah satu minggu klien dapat melakukan
perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran,
seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih
dan rapi.
Intervensi: Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara
teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti
baju dan pakai sandal.
TUK V : klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara
mandiri.
Kriteria evaluasi: Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi: Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan
kebersihan diri.
TUK VI : klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan
kebersihan diri.
Kriteria evaluasi: Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang
berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana
untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga
membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi:
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah
dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan
kemajuan yang telah dialami di RS.
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi
terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
4. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap
dalam menjaga kebersihan diri klien.
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam
menjaga kebersihan diri.
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi,
keramas, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti. 2012. Asuhan keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.


Depkes, R. 2000. Keperawatan Jiwa : Teori dan Tindakan keperawatan Jiwa.
Jakarta: Depkes RI.
Herman ade. 2011. buku ajar asuhan keperawatan jiwa. yogyakarta: nuha medika.
Keliat. B.A. 2009. MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai