ABSTRAK
Alternatif untuk mendukung mengurangi kemacetan dari dan ke Bandara Internasional
Soekarno-Hatta dibutuhkan sebuah integrasi transportasi publik yang memadai. Salah satunya
dengan kerja sama antara pihak PT. Railink untuk moda transportasi kereta, PT. Angkasa Pura
II, dan juga PT. Kereta Api Indonesia, yakni dengan membuat integrasi moda yang
menyambungkan antara masing-masing stasiun hingga menuju tempat tujuan akhir yakni
Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang berada di Cengkareng. Studi ini dilakukan untuk
melakukan analisis keefektifan menggunakan moda transportasi kereta dari stasiun
commuterline BNI City dan Stasiun Batu Ceper dilanjutkan dengan Kereta Bandara menuju
Bandara Internasional Soekarno-Hatta, dan terakhir menggunakan Skytrain untuk mencapai
lokasi terminal Bandara yang dituju. Keefektifitasan dari integrasi moda tersebut dapat dilihat
dari waktu tempuh yang dicapai. Sehingga, studi ini diperlukan untuk mengetahui apakah
integrasi moda dari beberapa transportasi tersebut sudah efektif mengingat faktor-faktor
perjalanan yang akan ditempuh. Hasil analisis ini akan menunjukkan seberapa efektifnya
menggunakan transportasi moda kereta api ini dalam perjalanan menuju Bandara Internasional
Soekarno-Hatta.
1. PENDAHULUAN
Selama ini akses menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta hanya dapat dijangkau
dengan bus, taksi, mobil pribadi, atau DAMRI, yang berarti harus melalui kemacetan mulai dari
wilayah Jabodetabek yang padat hingga tol menuju bandara. Hal ini menyebabkan banyak
waktu perjalanan yang tersita ketika menuju atau meninggalkan bandara. Dengan struktur kota
Jakarta yang padat tentunya perlu meningkatkan akses transportasi publik yang kondusif, aman
dan nyaman ketika menuju atau meninggalkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Tranportasi yang kondusif dan berstandar baik akan mendorong kelancaran perjalanan ke
Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan tentunya meningkatkan upaya kebandarudaraan
yang bertaraf dunia.
Besarnya volume mobil menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta sehingga
semakin menambah kemacetan, menggugah PT Railink, PT Kereta Api Indonesia dan PT
Angkasa Pura II untuk membangun suatu transportasi terpadu berbasis rel menuju bandara
yakni Kereta Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kereta Bandara telah beroperasi sejak
November 2017 dengan rute dilalui adalah Stasiun BNI City, Stasiun Batu Ceper, dan Stasiun
Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Seiring dilakukan pembanguann stasiun di berbagai
lokasi, nantinya Kereta Bandara juga melalui Stasiun Manggarai, Stasiun Bekasi dan rencana
rute lainnya. Kereta Bandara ini didesain senyaman mungkin sehingga diharapkan dapat
menarik minat para pengguna kendaraan pribadi untuk beralih menggunakan Kereta Bandara
ketika menuju atau meninggalkan Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Penggunaan shuttle bus semakin menambah kepadatan kawasan Bandara Internasional
Soekarno-Hatta karena berada di jalur yang sama dengan DAMRI, Primajasa, mobil pribadi,
dan sebagainya. Atas dasar itu juga, pembangunan sarana Skytrain dan prasarana Shelter yang
berbasis rel dan berada di atas (elevated level) tidak akan menganggu perjalanan moda
transportasi lain dan membantu mengurai kepadatan lalu lintas di terminal 1, 2, dan 3 Bandara
Soekarno-Hatta Internasional Soekarno-Hatta. Pada pelaksanaannya, Kereta Bandara
Internasional Soekarno-Hatta dan Skytrain merupakan moda transportasi yang saling terhubung
sehingga dapat digunakan masyarakat menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta hingga ke
terminal tujuan masing-masing atau sebaliknya.
2. METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan studi literatur dari berbagai
sumber yang terkait, Dari beberapa sumber, ditulislah tujuan dari penelitian ini, yakni:
1. Menganalisis pola operasi commuterline, Kereta Bandara, dan juga Skytrain dari segi
stasiun keberangkatan.
2. Mengetahui analisis integrasi waktu commuterline, Kereta Bandara, dan juga Skytrain
dari stasiun transit Manggarai.
Penelitian ini bermanfaat untuk menunjukkan bagaimana Kereta Bandara Internasional
Soekarno-Hatta dengan Skytrain saling terintegrasi dari segi waktu. Sehingga diharapkan dapat
menjadi moda transportasi yang efisien bagi masyarakat ketika menuju atau meninggalkan
Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Ketika penumpang dari Kereta Bandara ingin menggunakan Skytrain menuju terminal 1,
maka penumpang akan diarahkan naik Skytrain pada keberangkatan 5.53 di IB, sehingga
terdapat waktu tunggu 7 menit. Jika penumpang Skytrain ingin menggunakan Skytrain menuju
terminal 2 atau 3, maka penumpang dapat naik Skytrain pada keberangkatan pukul 6.01.
Artinya penumpang akan menunggu lebih lama di area tunggu shelter Kereta Bandara karena
tidak perlu ikut ke terminal 1 dulu (15 menit). Namun jika diperhatikan tabel dibawah ini :
Penumpang yang ingin menuju terminal 2 atau 3 dapat diakomodir Skytrain pada jalur
B yaitu pukul 5.49 berangkat dari shelter Kereta Bandara (IB). Artinya penumpang hanya
membutuhkan waktu tunggu 3 menit untuk dapat naik Skytrain menuju terminal 2 atau 3 (lebih
cepat dari kondisi pada jadwal jalur A).
Kondisi lain ketika penumpang Kereta Bandara ingin menggunakan Skytrain menuju
terminal 2 atau 3. Maka dengan memperhitungkan faktor waktu tempuh berjalan kaki di
bangunan integrasi menuju Shelter Kereta Bandara (3 menit), penumpang akan diarahkan naik
Skytrain di jalur B pada keberangkatan pukul 5.49 (Tabel 5). Sehingga terdapat waktu tunggu
yaitu 3 menit. Jika kedatangan Kereta Bandara di stasiun bandara Sokerano-Hatta lebih dari 3
menit atau jika penumpang membutuhkan waktu berjalan kaki lebih lama dari 6 menit, maka
penumpang akan naik Skytrain menuju terminal 2 atau 3 di jalur A pada keberangkatan pukul
6.01 dari Shelter Kereta Bandara (IB). Sehingga waktu tunggunya menjadi 15 menit (Tabel 4).
Pola ini berlaku setersunya pada seluruh jadwal Skytrain baik di jalur A ataupun jalur B.
Pada kondisi tidak memperhitungkan waktu keterlambatan kedatangan Kereta Bandara dan waktu
tempuh berjalan kaki di bangunan integrasi, kemungkinan jadwal keberangkatan Skytrain di shelter
Kereta Bandara tentu menjadi lebih banyak.
4. KESIMPULAN
1. Pola operasi Kereta Bandara dan Skytrain menunjukkan Jalur Kereta Bandara dari dan
ke Stasiun Bandara Soekarno-Hatta tidak mempengaruhi integrasi waktu Kereta
Bandara – Skytrain atau pun Skytrain – Kereta Bandara. Sedangkan operasional
Skytrain Jalur A dan Jalur B yang berbeda mempengaruhi integrasi waktu.
2. Analisis jadwal Kereta Bandara dan Skytrain mempengaruhi integrasi waktu, perjalanan
Kereta Bandara – Skytrain dengan memperhitungkan faktor - faktor integrasi waktu,
menunjukkan adanya variasi kondisi jadwal keberangkatan dari Shelter Skytrain Kereta
Bandara ke Shelter Terminal tujuan
5. REFERENSI
Aditiasari, D. (2017). Menhub: Skytrain Bandara Soekarno-Hatta Beroperasi September.
Retrieved February 4, 2018, from https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
3600833/menhub-Skytrain-bandara-soekarno-hatta-beroperasi-september
Daeng, D. A. (2017). Penantian Panjang Kereta Bandara Soekarno-Hatta. Retrieved
February 4, 2018, from https://tirto.id/penantian-panjang-kereta-bandara-soekarno-hatta-cAnm
Kementrian Perhubungan. (2013, April 2). Integrasi Sistem Transportasi Umum
Jabodetabek. Retrieved Maret 1, 2018, from
https://www.google.co.id/amp/slideplayer.info/amp/2779826/
(2016). Laporan Tahunan. Angkasa Pura II.
Viarsyah, Dane. (2018). Analisis Integrasi Waktu Kereta Bandara Internasional Soekarno-
Hatta dengan Skytrain.