Anda di halaman 1dari 21

 

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 

  Metil Amfetamina (MA) atau biasa disebut metamfetamina atau shabu

  merupakan salah satu turunan dari amfetamina. Berdasarkan Undang-Undang

  Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, MA termasuk


kedalam golongan I karena potensi menyebabkan ketergantungan yang sangat
 
kuat.
 
2.1 Metamfetamina (MA)
 
Metamfetamina dikenal dengan nama ICE atau shabu-shabu pada tahun 1980
yang merupakan bentuk yang sangat murni. Nama kimia dari senyawa ini yaitu
(αS)-N,α-dimetilbenzenetamina dengan berat molekul 149,2. Metamfetamina dapat
dibuat dari bahan baku prekursor seperti efedrin atau pseudoefedrin.
Metamfetamina berbentuk kristal putih yang larut dalam air, alkohol, kloroform
tetapi tidak larut dalam eter dan terasa pahit [13].

H
N
CH3

CH3

Gambar 2.1 Struktur Metamfetamina


(Sumber: [17])

Metamfetamina pertama kali dikenal di Hawai pada tahun 1980-an dengan


nama “ICE” yang merupakan bentuk sangat murni dari MA. Proses pembuatan
metamfetamina tidak diketahui secara pasti, tetapi diketahui bahwa pusat produksi
metamfetamina berada di Asia Tenggara dan sangat populer di Jepang.
Penyalahgunaan MA awalnya diketahui dari Inggris [13].

2.2 Reaksi Warna

Reaksi warna memberikan hasil analisis senyawa yang terkandung dalam


sediaan, tetapi hasil positif yang ditunjukkan dengan reaksi warna hanya hasil

 
 
7

 
dugaan kemungkinan adanya senyawa obat. Tes warna memiliki keuntungan salah
 
satunya adalah hasil analisis dari reaksi warna dapat langsung ditindaklanjuti
 
untuk analisis di laboratorium bahkan hasil analisis tersebut didapat dari
seseorang
  yang tidak memiliki keterampilan dalam melakukan sebuah analisis
  [15].

  2.2.1 Marquis

  Pereaksi Marquis digunakan sebagai analisis sederhana untuk


mengidentifikasi
  dugaan alkaloid serta senyawa lain. Pereaksi ini dari campuran
Formaldehid dan Asam sulfat dengan perbandingan 1:40. Senyawa yang berbeda
 
dalam suatu sediaan menghasilkan reaksi warna yang berbeda dengan pereaksi
Marquis [6]. Formaldehid akan membentuk ion karbonium dan bereaksi dengan
senyawa aromatik pada MA. Dalam suasana asam dari asam sulfat, ion karbonium
bereaksi membentuk warna oranye pada MA [15]. Berikut adalah mekanisme
reaksi Marquis:

CH3

N
H3C H

H3C CH3

N N
H CH3 H3C H
H

Gambar 2.2 Reaksi Marquis pada Metamfetamina


Sumber: [15]

2.2.2 Simon

Sama halnya dengan pereaksi Marquis, pereaksi Simon digunakan sebagai


analisis sederhana untuk mengidentifikasi adanya suatu senyawa. Pereaksi Simon
terdiri dari 2 larutan yang dikenal dengan Simon A dan Simon B. Pereaksi Simon

 
 
8

 
A terdiri dari Natrium Karbonat 2% dalam aquadest sedangkan Simon B terdiri
 
dari campuran Natrium nitroprussid dalam aquadest dan asetaldehid. Warna yang
 
terbentuk sesuai dengan senyawa yang terkandung dalam sediaan [5].
  Senyawa Amina dengan asetaldehid akan menghasilkan enamina, yang

  kemudian bereaksi dengan natrium nitroprussid sehingga menghasilkan garam


ammonium yang berwarna biru [15]. Penggunaan utama pereaksi ini adalah untuk
 
mendeteksi adanya senyawa amina sekunder seperti MDMA dan metamfetamina
 
sehingga digunakan setelah dilakukan pengujian dengan pereaksi Marquis.
 
Penggunaan ini dapat dilakukan untuk membedakan antara metamfetamina atau
  MDMA dengan amfetamina atau MDA. Modifikasi pereaksi Simon yaitu dengan
mengganti asetaldehid dengan aseton akan memberikan hasil positif adanya
senyawa amina primer yaitu amfetamina atau MDA yang berwarna ungu [24].

CH3 CH3
+CH3CHO +[ONFe(CN)5]2-
-H2O CH2
N N
R H R

2-
R
H2O
N CH CH2 NOFe(CN)5
R

R 3-
NH2 + O CH CH2 NOFe(CN)5
R

Gambar 2.3 Reaksi Simon pada Metamfetamina


(Sumber: [15])

 
 
9

 
2.3 Argentometri
 
Titrasi argentometri adalah suatu analisa volumetri yang didasarkan pada
 
reaksi pengendapan dengan AgNO3 sebagai larutan standar. Penentuan klor dan
 
brom dapat dilakukan dengan mentitrasi halogenida dengan AgNO3 menggunakan
  indikator kalium kromat dimana ion kromat akan bereaksi dengan ion perak bila
  seluruh Cl- telah diendapkan secara kuantitatif oleh ion Ag+ sehingga titik
akhir
  titrasi ditandainya dengan terbentuknya endapan merah dari Ag2CrO4 [21].
Reaksi yang terjadi adalah :
 
Ag++ Cl- → AgCl
 
Ag++ CrO42- → Ag2CrO4
Cara Mohr hanya dapat digunakan untuk suasana asam atau sedikit basa (pH
7 ± 10,5) dan ia tidak dapat dipergunakan untuk menentukan iodida dan tiosianat
sedangkan cara Volhard dilakukan dengan penambahan AgNO3 terukur dan
berlebih pada larutan halogenida yang akan ditentukan, kemudian kelebihan
halogenida dititrasi kembali dengan larutan CNS- dengan memakai indikator Fe3+
[21].
Ag+ + Cl- → AgCl
Ag+ + CNS- → AgCNS
Fe3+ + CNS- → Ag(CNS)2+
AgCNS lebih sukar larut dari AgCl, maka dipisahkan dari filtrat secara
kuantitatif, kemudian baru dititrasi sampai titik akhir (merah). Cara ini dapat
dipakai dalam suasana asam serta dapat pula untuk penentuan iodida dan tiosianat
[21].
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil tirasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan
yang cepat mencapai kesetimbangan. Pada setiap penambahan titrasi tidak
ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir
titrasi [21].

 
 
10

 
2.4 Validasi Metode Analisis
 
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan
 
untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan
 
pada kisaran analit yang akan dianalisis [11].
  Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa
  parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,
karenanya
  suatu metode analisis harus divalidasi, ketika:
1. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu;
 
2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau
 
karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku
tersebut harus direvisi;
3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah
seiring dengan berjalannya waktu;
4. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis
yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda;
5. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode
baru dan metode baku [11].
Menurut ICH (International Conference on Harmanization) membagi
karateristik validasi metode menjadi 9 langkah yaitu:
1. Akurasi
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai
rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada
suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian
senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran
dengan bahan rujukan standar (Standard Reference Material, SRM) [11].
Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan
data 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3
konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase
perolehan kembali [11].

 
 
11

 
2. Presisi
 
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
 
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan
  secara statistik [11]. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3
  tingkatan yang berbeda yaitu;
a. Keterulangan (repeability), yaitu ketepatan (precision) pada kondisi
 
percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya,
 
maupun waktunya;
b.   Presisi antara (intermediate precision), yaitu ketepatan (precision) pada
  kondisi percobaan yang berbeda baik orangnya, peralatannya, tempatnya,
maupun waktunya;
c. Ketertiruan (reproducibility) merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang
lain [11].
Presisi seringkali diekspresikan dengan standar deviasi atau standar deviasi
relative (RSD) dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi dikumpulkan
sebagai kajian-kajian lain yang berkaiatan dengan presisi linearitas atau akurasi.
Biasanya replikasi 6-15 kali dilakukan pada sampel tunggal untuk setiap
konsentrasi [11].
3. Batas deteksi (Limit of Detection, LoD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LoD
merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di
bawah nilai tertentu. Defenisi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis
adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon
sebesar blanko ditambah dengan 3 simpangan baku blanko [11].
LoD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio signal
terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau 3 dibading 1.
ICH mengenalkan metode signal to noise ratio ini, meskipun demikian ICH juga
menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LoD, yaitu metode non
instrumental visual dan dengan metode perhitungan. Metode non instrumental
visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan pada metode titrimetri

 
 
12

 
[11]. LoD juga dapat menghitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon
 
dan kemiringan( slope, S) kurva baku pada level yang mendekati LoD sesuai
 
dengan rumus:
𝑆𝐷
LoD  = 3,3 ( 𝑆 ) (1-1)
  Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada standar deviasi
  blanko, pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar deviasi
intersep
  y pada garis regresi [11].
4. Batas kuantifikasi (Limit of Quantification, LoQ)
 
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
 
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang padat diterima pada
kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LoD, LoQ juga
diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan).
Kadang-kadang rasio signal to noise ratio 10 : 1 digunakan untuk menentukan
LoQ. Perhitungan LoQ dengan rasio signal to noise ratio merupakan aturan
umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LoQ merupakan suatu kompromi
antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika
konsentrasi LoQ menurun maka presisi juga akan menurun. Jika presisi tinggi
dipersyaratkan, maka konsentrasi LoQ yang lebih tinggi yang dilaporkan [11].
5. Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara
tepat dan spesifik dengan adanya kemponen-komponen lain dalam matriks sampel
seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks [11]. ICH
membagi spesifisitas dalam 2 kategori, yaitu:
a. Uji identifikasi, spesifisitas ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode
analis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul
yang hampir sama;
b. Uji kemurnian atau pengukuran, spesifisitas ditunjukkan oleh daya pisah 2
senyawa yang berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Senyawa-
senyawa tersebut biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan
atau suatu pengotor. Jika dalam suatu uji terdapat pengotor maka metode uji
harus tidak berpengaruh dengan adanya pengotor ini [11].

 
 
13

 
6. Linearitas
 
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-
 
hasil uji secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang
diberikan.
  Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
  kalibrasi yang menghubungkan respon (y) dengan konsentrasi (x). Linearitas
dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang
 
berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya dapat ditentukan kemiringan
 
(slope), intersep, dan koefisien korelasinya [11].
7.   Kisaran (range)
  Kisaran suatu metode didefenisikan sebagai konsentrasi terendah dan
tertinggi yang mana suatu metode menunjukkan akurasi, presisi, dan linearitas
yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis
metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen utama, maka konsentrasi
baku harus diukur didekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit yang
diharapkan [11].
8. Ketahanan
Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan
melakukan variasi parameter-parameter metode seperti persentase pelarut organik,
kekuatan ionik, suhu dan sebagainya. Suatu praktik yang baik untuk mengevaluasi
ketahanan suatu metode adalah dengan menvariasi parameter-parameter penting
dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan
[11].
9. Kesesuaian sistem
Sebelum melakukan analisis setiap hari, seorang analis harus memastikan
bahwa sistem dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang
dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan percobaan kesesuaian system yang
didefenisikan sebagai serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut
dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan-
persyaratan kesesuaian sistem biasanya dilakukan setelah dilakukannya
pengembangan metode dan validasi metode [11].

 
 
14

 
2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
 
Kromatografi Lapis Tipis adalah metode pemisahan yang dilengkapi plat tipis
 
penyerap dan media selektif yang digunakan sebagai pembawa. Teknik ini
 
dikembangkan pertama kali tahun 1938 oleh Ismailoff dan Scharaiber [17].
  Teknik standar dalam melaksanakan pemisahan dengan KLT adalah sebagai
  berikut. Pertama kali lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca
dengan
  ukuran dan tebal plat bervariasi, tergantung penggunaanya. Larutan
campuran senyawa yang akan dipisahkan diteteskan pada kira-kira 1,5 cm dari
 
bagian bawah plat tersebut dengan menggunakan pipet mikro atau pada
 
permukaan plat kaca dengan ukuran dan tebal plat bervariasi, tergantung
penggunaanya. Larutan campuran senyawa yang akan dipisahkan diteteskan pada
kira-kira 1,5 cm dari bagian bawah plat tersebut dengan menggunakan pipet mikro
atau syringe. Zat pelarut yang terdapat pada sampel yang akan diteteskan tersebut
dikembangkan dengan mencelupkannya pada tangki yang berisi campuran zat
pelarut (eluen). Tinggi eluen dalam tangki harus lebih rendah dari letak spot
sampel pada plat kromatografi. Dengan pengembangan tersebut masing-masing
komponen senyawa dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang
berbeda-beda [17].
Komponen yang terdapat dalam campuran akan terpisah karena terbawa oleh
aliran pelarut. Perbedaan interaksi komponen sampel dengan fasa diam
menyebabkan perbedaan waktu tambat. Perbedaan waktu tambat menyebabkan
perbedaan kecepatan migrasi komponen dan perbedaan kecepatan migrasi
komponen yang menyebabkan pemisahan komponen [17].

2.5.1 Fasa Diam

Fasa diam pada KLT berupa plat tipis (adsorben) yang ditebarkan pada suatu
plat, yang berfungsi sebagai permukaan penyerap. Fasa diam yang umum
digunakan adalah padatan dengan kehalusan dan polaritas tertentu. Kepolaran fasa
diam harus disesuaikan dengan polaritas analit yang akan dipisahkan [17].
Macam-macam fasa diam diantaranya silika gel, alumina, kieselguhr (tanah
diatom) dan selulosa. Dari keempat jenis fasa diam tersebut yang paling banyak

 
 
15

 
dipakai adalah silika gel yang terbagi atas dua jenis, yaitu silika gel G yang
 
mengandung 13 % kalium sulfat dan silika gel PF yang ditemukan belakangan ini
 
yang dibuat sedemikian rupa sehingga senyawa organik yang terikat pada plat ini
dapat
  mengadakan fluoresensi, sehingga visualisasinya dapat dikerjakan dengan

  menempatkan plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan
sinar ultraviolet yang bergelombang pendek [17].
 
2.5.2
  Fasa Gerak

  Fasa gerak dalam KLT adalah suatu cairan baik pelarut organik atau non
organik, baik dalam bentuk campuran maupun pelarut murni yang digunakan
 
untuk mengelusikan komponen sampel. Campuran pelarut dianjurkan hanya
dipakai satu kali pengembangan saja sebab susunannya mudah berubah akibat
salah satu komponennya menguap [17].
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan fasa gerak antara lain harus
mempunyai sifat mengalir yang tinggi, kemurnian yang tinggi, kelarutan, polaritas
dan pengaruh sifat adsorben yang digunakan. Fasa gerak harus mudah melarutkan
sampel campuran pada waktu pemisahan dilakukan, tetapi tidak bereaksi dengan
adsorben [17].

2.5.3 Penotolan

Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan, dilarutkan


dalam pelarut yang mudah menguap, misalnya kloroform atau zat pelarut lain
yang serupa, yang mempunyai titik didih antara 50-100oC. Larutan sampel
tersebut diteteskan pada plat menggunakan pipet mikro atau syringe. Jumlah
sampel yang harus diusahakan sekecil mungkin dengan meneteskan berulang kali,
dengan dibiarkan mengering sebelum tetesan berikutnya dikerjakan [17].

2.5.4 Pengembangan

Pengembangan dilakukan dengan mencelupkan dasar plat KLT yang telah


dideteksi pada sampel dalam sistem pelarut. Pemilihan sistem pelarut yang
dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves like, yang berarti untuk memisahkan
sampel yang bersifat non polar digunakan sistem pelarut yang bersifat non polar

 
 
16

 
juga [17]. Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan
 
tersebut telah jenuh dengan uap sistem pelarut, terdapat 2 macam teknik elusi
 
yang umum dikenal, yaitu:
1.   Teknik Elusi Menaik (ascending)
  Pada teknik ini fasa gerak akan bergerak kearah dengan gaya kapiler melalui
lapisan adsorben yang diletakkan miring. Teknik elusi ini sederhana dan
 
peralatan tersedia secara komersial sehingga lebih banyak digunakan [17].
 
2. Teknik Elusi Menurun (descending)
  Pada teknik ini pelarut ke bawah melalui lapisan adsorben yang diletakkan

  vertikal dengan perantara kertas saring. Biasanya digunakan untuk senyawa


yang lambat gerakannya. Teknik ini menggunakan peralatan yang kompleks
sehingga jarang digunakan dalam KLT [17].

2.5.5 Visualisasi

Visualisasi dimaksudkan untuk melihat komponen penyusun yang sudah


terpisah setelah proses pengembangan [17]. Visualisasi dapat dikerjakan dengan 2
cara, yaitu:
1. Visualisasi sacara kimia
Dengan pereaksi penampak noda yang khas untuk setiap senyawa. Pereaksi
ini disemprotkan pada plat tipis, sehingga warna tertentu dapat terlihat secara
visual [17].
2. Visualisasi secara fisika
Dengan pengamatan bercak menggunakan sinar ultra violet. Pengamatan
dapat terjadi karena fasa diam pada plat KLT mengandung indikator
fluorosensi yaitu senyawa yang dapat memancarkan sinar radiasi energi (sinar
tampak pada panjang gelombang 400-800 nm). Ketika menyerap energi yang
lebih rendah, maka plat akan berwarna apabila disinari pada panjang
gelombang yang tepat. Noda pada plat akan timbul sebagai pemadaman
fluorosensi. Indikator yang ditambahkan hanya sekitar 1 % dan pada
umumnya tidak ikut berperan dalam proses pemisahan senyawa [17].

 
 
17

 
2.5.6 Faktor Retardasi (Rf)
 
Faktor retardasi (Rf) menyatakan perbandingan jarak bercak dengan jarak
 
rambat eluen [17].
 
Jarak yang ditempuh substansi
Rf = (1-2)
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
 
Nilai Rf berkisar pada rentang 0-1. Suatu senyawa dikatakan identik dengan
 
standarnya jika Rf senyawa tersebut sama atau mendekati Rf standar. Semakin
  nilai R dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa
besar f

tersebut
  pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang

 
berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila
senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorben polar dari plat
kromatografi lapis tipis [17].

2.5.7 Keunggulan KLT

Senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap serta terlalu labil untuk


kromatografi cair dapat dianalisis dengan KLT. KLT dapat pula untuk
pemeriksaan adanya zat pengotor dalam pelarut dan cocok digunakan bagi ahli
kimia forensik untuk melakukan berbagai macam pemisahan. Proses KLT relatif
lebih singkat dibandingkan kromatografi kertas. Preparasi sampel KLT lebih
sederhana dan relatif murah [17].

2.5.8 Gangguan Pada Kromatografi Lapis Tipis

Noda atau bercak yang dihasilkan pada KLT tidak selalu bulat seperti yang
diharapkan [17]. Hal-hal yang mungkin terjadi pada visualisasi KLT adalah:
1. Pengekoran (Tailing)
Pengekoran adalah bentuk noda yang tidak bulat (berekor) dapat disebabkan
oleh pemisahan yang tidak sempurna, ketidakjenuhan chamber pada saat elusi
(fasa gerak yang segera menguap), ketidaktepatan dalam memilih fasa gerak
dan fasa diam [17].
2. Fronting
Fronting adalah timbulnya garis depan pelarut yang tidak rata pada lempeng
KLT. Hal ini disebabkan oleh suhu pada lapisan adsorben pada saat elusi

 
 
18

 
tidak sama, sehingga aliran pelarut pergerakannya tidak sama pada lapisan
 
adsorben, dan fasa gerak yang digunakan tidak sesuai dengan komponen
 
sampel [17].
 
2.6 Gas Chromathography-Mass Spectrometer (GC-MS)
 
Gas chromathography (GC) adalah metode pemisahan yang digunakan untuk
 
menganalisis senyawa yang mudah menguap atau senyawa yang mudah diuapkan.
Senyawa
  yang mudah terdegradasi oleh panas tidak dapat dianalisis dengan
metode
  ini. Mass Spectrometer (MS) adalah suatu metode analisis instrumental
yang dipakai untuk identifikasi dan penentuan struktur dari komponen sampel
 
dengan cara menunjukkan massa relatif dari molekul komponen dan massa relatif
hasil pecahannya [8].
Gas Chromathography-Mass Spectrometer merupakan gabungan metode
analisis antara GC dan MS. Dalam hal ini GC hanya berfungsi sebagai sarana
pemisah tanpa dilengkapi dengan detektor sebagaimana GC pada umumnya, tetapi
yang berfungsi sebagai detektornya adalah MS. Kemampuan dan aturan
pemisahannya akan mengikuti aturan pada GC, demikian pula aturan fragmentasi
dan pola spektrum massa akan mengikuti aturan MS. Dengan adanya gabungan
kedua metode tersebut akan memberikan keuntungan yang lebih baik karena
senyawa yang telah terpisahkan oleh GC dapat langsung dideteksi oleh MS.
Detektor MS untuk kromatografi gas mempunyai beberapa keuntungan, antara
lain yaitu penggunaan senyawa yang telah diketahui isotopnya sebagai standar
meningkatkan ketelitian analisis serta pada resolusi tinggi dapat menentukan
komposisi dasar dari senyawa yang dianalisis. Dengan adanya penggabungan
kedua alat tersebut, maka GC-MS mampu memisahkan komponen-komponen
dalam suatu analit sekaligus menentukan jenis komponen tersebut melalui
spektrum massanya [8]. Berikut adalah instrumentasi komponen GC-MS:

 
 
19

  Gambar 2.4 Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa


(Sumber: [10])
 
Prinsip kerja GC-MS adalah sampel yang berupa cairan diinjeksikan ke
dalam injektor kemudian diuapkan. Sampel yang berbentuk uap dibawa oleh gas
pembawa menuju kolom untuk proses pemisahan. Setelah terpisah, masing-
masing komponen akan melalui ruang pengion dan dibombardir oleh elektron
sehingga terjadi ionisasi. Fragmen-fragmen ion yang dihasilkan akan ditangkap
oleh detektor dan dihasilkan spektrum massa [8].

2.6.1 Komponen Gas Chromathography-Mass Spectrometer (GC-MS)

Pada prinsipnya kromatografi gas-spektrometri massa terdiri dari 4 komponen


utama yaitu:
1. Gas Chromathography
Prinsip mekanisme kromatografi gas adalah cuplikan diinjeksikan ke dalam
injektor kemudian diuapkan hingga cuplikan berubah menjadi uap atau gas.
Cuplikan yang berbentuk gas dibawa oleh gas pembawa dengan laju alir yang
konstan masuk dalam kolom pemisah. Komponen-komponen sampel akan
terpisah pada saat melewati kolom karena adanya perbedaan daya adsorpsi fasa
diam terhadap komponen-komponen sampel. Komponen yang sudah terpisah akan
didorong oleh fasa gerak untuk bergerak di sepanjang kolom berupa pita-pita [8].
Setelah sampel dipisahkan menjadi komponen-komponennya, masing-masing
komponen tersebut akan keluar dari kolom bersama fasa gerak. Konsentrasi
komponen tersebut dapat diukur dengan suatu detektor yang akan menghasilkan

 
 
20

 
sinyal dan dikirim ke pencatat. Komponen-komponen dari sampel yang telah
 
terpisahkan akan menghasilkan kurva-kurva karena masing-masing komponen
 
tersebut ditahan pada kolom dalam waktu berbeda-beda. Lamanya waktu suatu
komponen
  ditahan oleh kolom adsorpsi merupakan ciri khas komponen yang
  disebut sebagai waktu retensi atau waktu tambat [8].
Untuk analisis kualitatif secara kromatografi gas, parameter hasil pemisahan
 
yang digunakan adalah waktu retensi. Waktu retensi sejak penyuntikan hingga
 
terbentuknya puncak maksimum, sifat ini merupakan ciri khas cuplikan dan fasa
cair  pada suhu tertentu. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan pengendalian
  suhu, waktu retensi dapat terulang dalam batas 1% dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi tiap puncak. Beberapa senyawa mungkin mempunyai waktu
retensi yang sama atau berdekatan, tetapi tiap senyawa hanya mempunyai satu
waktu retensi saja [8]. Pada kromatografi gas, pada umumnya ada 5 komponen
utama yaitu:
a. Gas Pembawa
Fungsi utama gas pembawa adalah untuk memindahkan analit dari injektor
menuju detektor. Syarat mutlak gas pembawa pada kromatografi gas adalah
lembam dari segi kimia dan mempunyai kemurnian yang tinggi. Paling
banyak digunakan sebagai gas pembawa adalah helium, argon, nitrogen, atau
campuran argon dan metana. Aliran gas pembawa ini harus tetap selama
operasional dan laju aliran gas sebelum masuk ke kolom bersama uap sampel
diatur oleh sebuah pengatur tekanan yang dilengkapi dengan meter tekanan
[8].
b. Gerbang Suntik
Sampel yang dapat dianalisis dengan metode kromatografi gas pada
umumnya berbentuk cairan. Akan tetapi, sampel berbentuk padat dan gas
juga dapat dianalisis dengan memakai sistem pemasuk sampel yang khusus.
Sampel berbentuk cair yang telah dipreparasi diinjeksikan ke dalam gerbang
udara. Volume yang diinjenksikan bervariasi mulai dari 0,01-20 µL. pada
gerbang suntik yang terpenting adalah program temperatur. Pengaturan
temperatur pada gerbang suntik harus di atas suhu titik didih komponen yang

 
 
21

 
terkandung dalam cuplikan, biasanya diatur sampai 50 oC di atas titik didih
 
komponen [18]. Apabila temperatur terlalu tinggi komponen cepat menguap,
 
tetapi dapat menyebabkan terjadinya penguraian komponen. Begitu juga
  sebaliknya, apabila temperatur di bawah titik didih komponen dalam cuplikan

  dapat menyebabkan pengendapan / penumpukan pada gerbang suntik.


Analisis senyawa yang mudah menguap atau yang mempunyai titik didih
 
yang rendah misalnya senyawa ester / eter, maka gerbang suntik kromatografi
 
gas dapat dilengkapi dengan head space dan autosampler [8].
c.   Termostat Oven
  Termostat oven berfungsi untuk mengatur temperatur kolom. Pengaturan
kolom pada kromatografi gas sangat penting sebab pemisahan komponen
terjadi di dalam kolom, yang sangat dipengaruhi oleh temperatur di dalam
oven [8].
d. Kolom
Kolom merupakan bagian yang sangat penting dalam kromatografi gas sebab
pemisahan terjadi di dalam kolom. Efesiensi kolom dalam kromatografi
secara umum berkaitan dengan lamanya waktu komponen atau molekul yang
dianalisis berada dalam kolom yang dikenal dengan waktu tambat [8]. Syarat
kolom yang baik adalah:
1. Tidak mudah menguap;
2. Stabil pada pemanasan;
3. Lembam; dan
4. Tetapan fisik diketahui [8].
Pengaturan temperatur kolom tergantung pada komponen yang ada pada
cuplikan. Apabila cuplikan mengandung beberapa komponen analit yang
memiliki rentang titik didih lebar, sebaiknya menggunakan temperatur
terprogram. Sedangkan apabila cuplikan hanya mengandung satu komponen
analit, maka cukup dengan pengaturan stabilitas suhu yang cukup
memisahkan analit dari komponen lain dalam cuplikan dengan waktu yang
tidak terlalu lama. Pengaturan temperatur kolom tidak boleh melebihi
temperatur maksimum yang disyaratkan pada ketentuan jenis kolom yang

 
 
22

 
digunakan, karena dapat menyebabkan column bleeding dan kerusakan pada
 
fase diam. Secara umum kolom kromatografi gas terbagi atas 2 jenis, yaitu
 
kolom terpaking (packed column) dan kolom kapiler (capillary column).
  Kolom terpaking terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari

  tembaga, alumunium dan nikel. Panjang kolom jenis ini 2-3 m dengan
diameter dalam 1,5 cm sedangkan diameter kolom kapiler adalah 0,3-0,5 mm
 
dengan panjang 25-60 m. fase diamnya berupa cairan tipis yang melapisi
 
dinding bagian dalam pipa tersebut. Kolom kapiler lebih banyak digunakan
  saat ini karena menghasilkan resolusi atau daya pisah yang baik. Penentuan

  jenis fase diam yang berupa cairan tergantung pada aplikasi tingkat kepolaran
analit yang dianalisis [8].
e. Detektor
Ciri detektor yang dikehendaki adalah kepekaan tinggi, kelinearan
tanggapannya lebar, tanggap terhadap semua jenis senyawa, kuat, tidak peka
terhadap perubahan aliran, suhu, dan harganya murah. Pada kromatografi gas
spektrometer massa, spektrometer massa merupakan detektor dari
kromatografi gas [8].
2. Interface
Interface adalah bagian yang menghubungkan antara kromatografi gas
dengan spektrometer massa pada kondisi hampa udara yang tinggi. Tujuan utama
dari interface adalah menghilangakan gas pembawa tanpa menghilangkan analit.
Interface yang ideal dapat memindahkan analit secara kuantitatif, mengurangi
tekanan dan laju alir ke suatu tingkat yang dapat ditangani oleh spektrum massa
[8].
3. Mass Spectrometer
Prinsip kerja dari spektrometri massa adalah sampel diuapkan dalam keadaan
vakum kemudian dialirkan menuju ruang pengion. Di ruang pengion sampel
ditembak dengan arus partikel berenergi tinggi menghasilkan ion dengan
kelebihan energi (radikal ion) yang bisa memecah dan tidak bisa memecah. Ion
yang bisa memecah disebut ion induk (parent ion), ion induk akan memecah
menjadi ion positif, negatif dan pecahan yang netral. Ion negatif akan tertarik ke

 
 
23

 
anoda untuk dinetralkan dan dihisap oleh pompa vakum bersama-sama dengan
 
fragmen netral. Sedangkan partikel bermuatan positif menuju ke tabung
 
analisator, partikel-partikel ini dibelokkan oleh medan magnet sehingga
lintasannya
  melengkung [8].
  Dalam spektrometer massa, hanya ion-ion positif yang terdeteksi oleh
spektrometer dan dipresentasikan sebagai tabel atau grafik yang memuat puncak
 
m/z (massa/muatan) ion-ion yang intensitasnya tergantung pada kelimpahan
 
relatif ion tersebut. Puncak spektrum tertinggi disebut sebagai base peak yang
 
intensitasnya dianggap 100 %, sedangkan puncak-puncak dengan intensitas dari
  relatif dari berbagai nilai m/z dinamakan spektrum massa dan untuk setiap
senyawa sifatnya sangat spesifik. Pecahnya suatu ion-ion atau molekul menjadi
fragmen-fragmen bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang
ada. Oleh karena itu struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai
struktur molekul induknya [8].
4. Sistem Pengolah Data
Teknologi komputer sangat diperlukan untuk harmonisasi bekerjanya
instrumen terpadu seperti GC-MS, dalam pengolahan atau penyuguhan data
analisis. Selain itu, komputer juga berperan sebagai perangkat lunak yang
menyimpan data analisis standar SRM (Standard Reference Material) sebagai
pembanding terhadap data analisis analit hasil penentuan. Koleksi data analisis
SRM yang ada pada perangkat lunak dikenal sebagai Standard Library Spectra.
Identifikasi analit terhadap Standard Library Spectra dinyatakan dengan persen
kemiripan dan keduanya dinyatakan identik jika komputer menilai persen
keduanya diatas 90 % [8].

2.6.2 Fragmentasi

Di ruang pengion sampel ditembak dengan arus partikel berenergi tinggi


menghasilkan ion dengan kelebihan energi (ion radikal) yang bisa memecah dan
tidak bisa memecah. Ion yang bisa memecah disebut ion induk (parent ion), ion
induk akan terfragmen menjadi ion positif, negatif dan fragmen netral. Ion negatif
akan tertarik ke anoda untuk dinetralkan dan dihisap oleh pompa vakum bersama-

 
 
24

 
sama dengan fragmen netral. Sedangkan partikel bermuatan positif menuju ke
 
tabung analisator, partikel-partikel ini dibelokkan oleh medan magnet sehingga
 
lintasannya melengkung [8]. Pada awalnya, ion radikal bergetar karena tidak
stabil
  sehingga dengan adanya fragmentasi akan menyebabkan ion menjadi lebih

  stabil dan akhirnya ion induk bisa memecah [16]. Berikut ini adalah urutan ion
yang mudah mengalami fragmentasi:
 
CH3+ < RCH2+ < R2CH+ < R3C+ < CH2=CH-CH2+ < C6H5 –CH2+ [16]
 
Metamfetamin yang mempunyai massa molekul relatif 149,23 dengan
Abu nd an c e
 
struktur pada gambar 2.6 mengalami fragmentasi sebagai berikut:
Sc a n 50 (1 .2 64 min ): JAKBAR 10 7.D \ d ata .ms
  58 .1 H
N
80 00 CH3
60 00
CH3
40 00 91 58

20 00 Gambar 2.5 Fragmen Metamfetamina


91 .0

Metamfetamin
0
mengalami
44 .1
fragmentasi
73 .0
sesuai dengan gambar
10 4.0 11 5.0 2.6, dengan
13 4.1 14 7.0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0
spektrum utama yaitu 148, 91 dan 58 sebagai base peak (puncak tertinggi).
m/ z-->
A bu nd an c e

# 45 39 9: B enze ne etha na min e, N ,.alp ha.-dime th yl- $ $ P he neth ylamine , N ,.a lph a.-d imethyl- $$ D eo xye ph ed rin e $$ E
58 .0

80 00

60 00

40 00

20 00 91 .0
30 .0 42 .0
15 .0 77 .0 10 3.0 11 5.0 13 4.0 14 8.0
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0
m/ z-->

Gambar 2.6 Spektrum Massa Metamfetamina


Sumber: [19]

Dibawah ini merupakan tabel yang memuat massa beberapa molekul yang
hilang dalam fragmentasi baik itu ion radikal maupun fragmen netral.

 
 
25

 
Tabel 2.1 Daftar Jumlah Massa yang Hilang
  Jumlah Ion Radikal dan Fragmen
Keterangan
Massa Netral yang Hilang
  [3]
[1] [2]

  1 H Lebih banyak terdapat pada ion
dalam senyawa amina dan
  aldehid
15 CH3• Mudah hilang pada karbon
  kuartener
17 OH• or NH3
 
18 H2O Mudah hilang pada alkohol
sekunder dan tersier
 
19/20 F•/HF Fluorida
  28 CO Keton atau asam
29 C2H5•
30 CH2O Senyawa aromatik metileter
31 CH3O• Metil ester
31 CH3NH2 Amina sekunder
32 CH3OH Metil ester
33 H2O + CH3
35/36 Cl•/HCl Klorida
42 CH2=C=O Asetat
43 C3H7• Mudah hilang pada kelompok
isopropyl
43 CH3CO• Metil keton atau asetat
43 CO + CH3•
44 CO2 Ester
45 CO2H• Asam karboksilat
46 CO + H2O
57 C4H9•
60 CH3COOH Asetat
73 (CH3)3Si• Trimetisilil eter
90 (CH3)3SiOH Trimetisilil eter
Sumber: [16]

2.6.3 Teknik Analisis

2.6.3.1 Teknik Multiple Ion Monitoring (MIM) atau SCAN

Dengan menggunakan teknik MIM, didapatkan hasil Total Ion


Chromatogram (TIC), dengan absis sebagai waktu tambat sedangkan ordinatnya
merupakan limpahan relatif (abundance) ion molekulnya. Masing-masing
kromatogram menghasilkan spektrum massa suatu senyawa yang dianalisis dan

 
 
26

 
dapat dibandingkan dengan data spektrum massa standar yang ada pada data
 
pustaka. Analisis dengan teknik MIM memerlukan senyawa yang memiliki kadar
 
relatif besar, karena molekul senyawa yang terfragmentasi memerlukan adanya
sisa  ion molekul yang utuh. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan kemiripan
  senyawa yang lebih besar dari 90 % dengan senyawa yang ada pada data pustaka
[16].
 
2.6.3.2
  Teknik Selected Ion Monitoring (SIM)

  GC-MS dengan teknik SIM didapatkan dari hasil TIC dengan spektrum
massa suatu komponen yang mempunyai puncak-puncak fragmen secara
 
keseluruhan, yang akan diseleksi puncak fragmen ion molekul (m/z) secara
selektif berdasarkan kelimpahannya. Hasilnya akan diperoleh 3 puncak fragmen
ion molekul (m/z) yang mempunyai kelimpahan tinggi. Teknik SIM akan
menghasilkan data puncak yang lebih tajam dan selektif sehingga akan
meningkatkan kepekaan detektor. Oleh karena itu, teknik SIM dapat digunakan
untuk analisis dengan kadar yang kecil dan sangat bermanfaat untuk pengukuran
kuantitatif suatu komponen di dalam sampel yang mengandung banyak campuran
senyawa [16].

Anda mungkin juga menyukai