Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN REFLEKSI MATERI

RSUD KARANGANYAR

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 574

Emmanuel Rolandika G99172067 Zahra Dzakiyatin N. G991902062


Fauziya Dzakirani G99172076 Aulia Budi Agustin G991906005
Amalia Ifanasari G99181008 Cantika Dewi G99106006
Winda Atika Sari G991902060 Fadhlan Hidayat G99181025
Meidiana Risty P. G99172113 Zhafirah Ramadhanty G991902063
Kurniawan Ade N. G99181039 Indah Ariesta G99172090
Adhira Ishana P. G991902064 Teofilus Abdiel G99181012
Clara Angelica R. G99181016 Dimar Yudistyaningrum G99172057
Arif Nurhadi A. G99181012 Dhimaz Dhandy P. G991906007
Neoniza Eralusi A G99172127 Yemima Tita Y. G991902061
Brandon Widjaja W G99172054

PEMBIMBING :
Iryani R. Ambarwati, dr.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN TAHAP PROFESI


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT-KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
1
ii
BAB I
PATIENT SAFETY PADA PELAYANAN FARMASI
Kristianti Mukti Restu Pertiwi G991902033
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Patient safety adalah sebuah prinsip yang diterapkan di fasilitas
pelayanan kesehatan untuk memastikan keamanan pasien dan membuat
pasien lebih aman. Dasar penatalaksanaan patient safety adalah dari
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4 tahun 2018
tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien pasal 25 ayat 2
(Permenkes, 2018).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1691/menkes/per/viii/2011 tentang Keselamatan pasien rumah sakit, terdapat
enam sasaran keselamatan pasien, yaitu: (1) Ketepatan identifikasi pasien; (2)
Peningkatan komunikasi efektif; (3) Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai; (4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi; (5)
Penurunan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan (6) Penurunan risiko
pasien jatuh.
Kegiatan patient safety meliputi: (1) Assessment risiko; (2)
Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien;
(3) Pelaporan dan analisis insidens/kejadian tidak diinginkan; (4)
Kemampuan belajar dari insidens dan tindak lanjutnya; serta (5)
Implementasi solusi untuk meminimalkan risiko.
Prinsip patient safety ini diterapkan untuk mencegah cedera yang
disebabkan oleh kesalahan pelaksanaan tindakan atau tidak melaksanakan
tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian standar keselamatan pasien.
2. Mengetahui prinsip standar keselamatan pasien di rumah sakit.
3. Memahami kondisi prinsip keselamatan pasien di RSUD Kabupaten
Karanganyar.

1
KONDISI LAPANGAN

A. Patient Safety dalam Farmasi Rawat Jalan

Patient safety atau keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan
pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yaitu tercapainya (1)


ketepatan identifikasi pasien; (2) komunikasi yang efektif; (3) peningkatan
keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai; (4) tepat lokasi
pembedahan, tepat prosedur, tepat pasien pembedahan; (5) penurunan
risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; (6) penurunan risiko cedera
pasien akibat terjatuh.

Pada pelayanan farmasi klinik diperlukan penerapan prinsip


keselamatan pasien agar kualitas hidup pasien terjamin. Apoteker dapat
berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error melalui
kolaborasi dengan dokter dan pasien.

Pada pelayanan farmasi di RSUD Kabupaten Karanganyar, prinsip


keselamatan pasien diterapkan dimulai dari penerimaan obat dari
distributor obat. Obat yang diterima diperiksa dulu tanggal kadaluarsanya
(expired date/ED). Pada penyimpanannya di gudang, obat dengan ED
tersingkat diletakkan di paling depan agar digunakan terlebih dahulu.
Apabila terdapat obat yang kadaluarsa maka harus dilaporkan ke dinas
kesehatan.
Gambar 1. Gambar 2.
Penyimpanan obat “high- Peletakkan obat NORUM/LASA
alert”

Pada saat penggunaan, obat dipindah dari gudang ke outlet.


Peletakan obat di outlet diurutkan sesuai abjad. Untuk obat yang terlihat
mirip atau terdengar mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/ NORUM,
atau Look Alike Sound Alike/LASA) diletakkan tidak berdekatan satu sama
lain untuk menghindari kesalahan pengambilan obat. Khusus untuk obat
yang perlu diwaspadai (high-alert medication) di rak yang berbeda dengan
obat lainnya.

Pada peraAcikan resep, prinsip keselamatan pasien dilakukan mulai


dari penerimaan resep. Resep yang dilayani hanya resep yang tertera
identitas lengkap pasien dan nama dokter penulis resep. Setelah resep
diterima, dilakukan verifikasi obat. Kendala yang selama ini dimiliki
adalah karena resep masih diberikan secara manual, sehingga terkadang
terdapat resep yang sulit terbaca. Apabila ada tulisan yang tidak terbaca,
petugas akan mengkonfirmasi kepada dokter. Konfirmasi biasanya
dilakukan melalui telepon. Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman
harus dilakukan read-back. Read-back yaitu pembacaan ulang yang
dilakukan oleh petugas farmasi untuk mengonfirmasi ulang informasi
resep yang diberikan oleh dokter. Untuk obat NORUM/LASA read-back
harus dilakukan dengan mengeja nama obat.
Gambar 3. Contoh obat NORUM/LASA A: Asam Mefenamat (atas),
Cefixime Trihydrate (bawah); B: Glimepiride (kiri), Lisinopril Dihydrate
(kanan).

Gambar 4. Contoh etiket online yang telah dibuat setelah entry data
Setelah itu dilakukan entry obat ke aplikasi untuk mencetak etiket.
Kemudian dilakukan pengambilan obat dan dipasang etiket. Pada saat
proses peracikan resep, dilakukan telaah resep dan obat sebanyak dua kali,
di awal dan di akhir, sesuai checklist yang terdapat dalam resep. Telaah
awal dilakukan oleh petugas pengambil obat dan telaah akhir dilakukan
oleh petugas yang menyerahkan obat kepada pasien. Terakhir petugas
mencocokkan antara resep, etiket, dan obat.

Gambar 5. Contoh penulisan resep serta checklist telaah obat dan resep

Keselamatan pasien juga diterapkan pada saat penyerahan obat


kepada pasien. Pasien yang telah dipanggil ke loket obat diminta
menyerahkan nomor antrian. Pasien diidentifikasi menggunakan 3
identitas, yaitu nama, usia, dan alamat pasien. Pemanggilan pasien juga
disertai dengan sistem online dimana pasien dapat melihat secara real time
gilirannya melalui nomor antrean. Pada saat menyerahkan obat,
seyogyanya dilakukan edukasi mengenai jumlah obat, jenis obat, dan
aturan pakai. Namun kendala yang dialami adalah terbatasnya tenaga dan
waktu yang dimiliki, sehingga kegiatan edukasi masih kurang maksimal
dilakukan. Namun instalasi farmasi sedang menyusun program edukasi
khusus untuk pemberian obat kronis berupa obat diabetes mellitus dan
obat asma.
B. Patient Safety dalam Farmasi Rawat Inap
Patient safety adalah sebuah prinsip yang diterapkan di fasilitas
pelayanan kesehatan untuk memastikan keamanan pasien dan membuat pasien
lebih aman. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4
tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien, setiap rumah
sakit wajib untuk mengupayakan keselamatan dan keamanan pasien. Tujuan
diterapkannya patient safety adalah untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan, atau tidak melaksanakan tindakan
yang seharusnya dilaksanakan.
RSUD Karanganyar telah menerapkan prinsip patient safety dalam
pelayanannya, terutama dalam bidang farmasi,. Alur pelayanan farmasi dimulai
dari penerimaan obat di gudang obat. Obat yang diterima akan diperiksa expired
date (ED), kemudian obat-obat yang memiliki ED paling cepat akan diletakkan di
barisan depan agar digunakan lebih dahulu.
Sebelum diberikan kepada pasien, obat yang disimpan juga menerapkan
prinsip patient safety di mana obat-obat diurutkan berdasarkan huruf abjad,
kemudian obat-obat yang termasuk dalam “high-alert” diberi label merah dan
diletakkan terpisah dengan obat lain. Begitu pula dengan obat-obatan LASA
(look alike, sound alike) seperti obat dengan dosis berbeda atau dengan kemasan
yang berwarna serupa, diletakkan berjauhan untuk menghindari kekeliruan dalam
memberikan obat kepada pasien.
Gambar 1. Penyimpanan obat “high alert”

A B
Gambar 2. Contoh obat-obat tergolong LASA. A: Asam Mefenamat (atas), Cefixime Trihydrate
(bawah); B: Glimepiride (kiri), Lisinopril Dihydrate (kanan).
Gambar 3. Obat-obat yang tergolong LASA yang ditempatkan terpisah.

Pemberian obat kepada pasien rawat inap juga sudah menggunakan


prinsippatient safety. Apoteker akan membaca dan menelaah resep, kemudian
apoteker akan membubuhkan etiket pada setiap obat yang akan diberikan.
Apoteker juga akan mengecek kelengkapan obat. Petugas akan mencocokkan
antara resep, etiket, dan obat itu sendiri sebelum menyerahkan obat pada pasien
.

Gambar 4. Contoh penulisan resep dan checklist telaah


Pelayanan farmasi pada fasilitas rawat inap masih menyerahkan obat
harian kepada perawat untuk kemudian diberikan pada pasien, di mana
seharusnya obat tersebut langsung diberikan kepada pasien yang bersangkutan
seperti yang tertulis dalam Permenkes Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Permenkes, 2016). Di RSUD
Karanganyar, pemberian obat untuk pasien rawat inap dilakukan per hari, baik
untuk obat pagi, siang, maupun malam. Apabila terdapat perubahan obat atau
dosis, petugas akan mencocokkan dengan resep sebelumnya atau konfirmasi
langsung kepada dokter yang memberikan resep. Prosedur ini dilakukan dengan
prinsip read-back. Prosedur read-back sendiri adalah pembacaan ulang yang
dilakukan oleh petugas farmasi untuk mengonfirmasi ulang informasi resep yang
diberikan oleh dokter.

Gambar 5. Pemberian resep dan obat unit-dose untuk pasien rawat inap

Dalam pelaksanaan patient safety di bidang farmasi, masih terdapat


beberapa kekurangan. Pada bulan April 2019 terjadi insiden pemberian obat.
Dalam insiden tersebut, terjadi kesalahan pada pemberian obat pulang untuk
pasien, disebabkan oleh warna kemasan yang sama. Setelah dilaporkan, insiden
tersebut termasuk ke dalam KTC/Kejadian Tidak Cedera dan masuk dalam
grading warna biru karena probabilitas/frekuensi/likelihood jarang terjadi (<2-5
tahun sekali), serta dampak/konsekuensi/severity masuk dalam insignificant atau
tidak ada cedera. Setelah itu pemberian obat dihentikan.

Gambar 6. Laporan insiden dalam bidang farmasi


KESIMPULAN DAN SARAN
Patient safety adalah sebuah prinsip yang diterapkan di fasilitas pelayanan
kesehatan untuk memastikan keamanan pasien dan membuat pasien lebih aman. RSUD
Karanganyar sudah menerapkan prinsip patient safety dalam pelayanannya terutama pada
instalasi farmasi. Prinsip patient safety ini dilakukan mulai dari saat penerimaan obat,
penyimpanan obat, penulisan resep, serta penyerahan obat kepada pasien. Penyerahan
obat pasien rawat inap diberikan kepada perawat per hari dengan unit-dose.
Dalam pelaksanaan patient safety di bidang farmasi, masih terdapat beberapa kekurangan,
yaitu terjadinya insiden kesalahan pemberian obat pada bulan April 2019. Diharapkan ke
depannya untuk dapat meningkatkan ketelitian dalam identifikasi obat dan resep agar
mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan. Selain itu, untuk mengurangi
penggunaan kertas untuk resep harian di instalasi rawat inap, dapat digunakan e-resep
atau pembuatan sebuah aplikasi di mana dokter dapat memberikan resep melalui aplikasi
tersebut dan dapat langsung terhubung dengan bagian farmasi.
BAB II
IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Kristianti Mukti Restu Pertiwi G991902033
PENDAHULUAN
Setiap manusia mempunyai hak asasi dalam mendapatkan tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya. Hak ini diakui oleh
segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25
Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai
untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan,
pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan
berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda,
mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang
berada di luar kekuasaannya.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal
28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU
36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen tersebut, pemerintah bertanggung jawab atas
pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
bagi kesehatan perorangan. Pemerintah telah merintis dengan menyelenggarakan
beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT
Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri
sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak
mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, badan-badan
tersebut masih terbagi-bagi sehingga biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit
dikendalikan. Untuk mengatasi hal itu, pada tahun 2004, dikeluarkan Undang-Undang
No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-
Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan
diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh
BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai pada 1 Januari 2014. Pelaksanaan JKN
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan
Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan
Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap
Jaminan Kesehatan Nasional). Kementerian Kesehatan dalam hal ini memberikan
prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan dengan mengupayakan
suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk
mengatur antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan
pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar merupakan rumah sakit daerah milik
pemerintah Kabupaten Karanganyar yang telah memenuhi syarat menjadi RSU kelas C
berdasarkan analisis organisasi, fasilitas dan kemampuan, dan dikukuhkan dengan
Keputusan Menkes Republik Indonesia Nomor 009- 1/MENKES/1/1993, tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSU Karanganyar.
A. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia


merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan
Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. yangdiselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan
Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar
semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka
dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

B. Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional


Dalam pelaksanaan JKN terdapat beberapa prinsip yang digunakan di
Indonesia :
1. Prinsip Kegotongroyongan
Prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu
membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang
sehat membantu yang sakit. Hal ini dikarenakan SJSN wajib bagi
setiap warga negara tanpa kecuali, sehingga dapat mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip Nirlaba
Pengelolaan dana oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit
oriented), namun tujuan utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta.
3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-hatian, dan Akuntabilitas
Prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.
4. Prinsip Portabilitas
Dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan
kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip Kepesertaan Wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi
peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat
wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program.
6. Prinsip Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan
kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan
peserta.
7. Prinsip Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dana dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan
untuk kepentingan peserta.

C. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional


Menurut BAB II Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 82 tahun
2018 tentang Jaminan Kesehatan yaitu terdiri dari PBI (Penerima Bantuan
Iuran) dan NON PBI. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang
tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, sedangkan peserta bukan PBI
adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang
terdiri atas:
1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pegawai Negeri Sipil
b) Anggota TNI
c) Anggota Polri
d) Pejabat Negara
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
f) Pegawai Swasta
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima Upah.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas
a) Investor
b) Pemberi kerja
c) Penerima Pensiun
d) Veteran
e) Perintis Kemerdekaan
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar Iuran.
4. Penerima pensiun terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension
b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension
c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension
d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c
e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang
mendapat hak pensiun.

D. Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional


Ketentuan umum:
1. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan di:
a. Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama (RJTP) dan
Rawat inap tingkat pertama (RITP)
b. Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), Rawat
inap tingkat lanjutan (RITL)
c. Pelayanan gawat darurat
d. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.
2. Dapat dilakukan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
atau pada keadaan tertentu (kegawatdaruratan medic atau darurat
medic) dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja
sama dengan BPJS kesehatan.
3. Pelayanan dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat kedua. Pelayanan kesehatan tingkat
ketiga hanya dapt diberikan atas rujukan pelayanan kesehatan tingkat
kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat,
kekhususan permsalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis,
dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.
4. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima
rujukan wajib merujuk kembali peserta JKN disertai jawaban dan
tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah
dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
merujuk.
5. Program rujuk balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (Diabetes
mellitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), epilepsy, skizofren, stroke, dan SLE) wajib dilakukan bila
kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat
keterangan rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/sub spesialis.
6. Kasus medis yang menjadi kompetensi FKTP harus diselesaikan secar
tuntas di FKTP, kecuali terdapat keterbatasan SD, sarana dan prasarana
di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
7. Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk FKRTL.
Bila pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan
untuk melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta KJN dan
selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-
lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau
sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Ijka
sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan
nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien
umum.

E. Fasilitas Kesehatan
FKTP :
1. Puskesmas atau yang setara
2. Praktik dokter
3. Praktik dokter gigi
4. Klinik pratama atau yang setara
5. Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara

FKRTL :
1. Klinik utama atau yang setara
2. Rumah sakit umum
3. Rumah sakit khusus

F. Manfaat yang dijamin dalam JKN


terdiri dari :
a. Pelayanan kesehatan di FKTP merupakan pelayanan kesehatan
non-spesialistik yang meliputi :
1) Administrasi pelayanan
2) Pelayanan promotif dan preventif
3) Pemeriksanaan, pengobatan, dan konsultasi medis
4) Tindakan medis non-spesialistik, baik operatif maupun non-
operatif
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
7) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat
pratama; dan
8) Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud diatas


untuk pelayanan medis mencakup:
1) Kasus medis yang dapat diselesakan secara tuntas di
pelayanan kesehatan tingkat pertama;
2) Kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum
dilakukan rujukan;
3) Kasus medis rujuk balik;
4) Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan
kesehatan gigi tingkat pertama;
5) Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi, dan anak
balita oleh bidan atau dokter; dan
6) Rehabilitasi medik dasar.

b. Pelayanan Kesehatan di FKRTL/Rujukan Tingkat Lanjutan yang


mencakup:
1) Administrasi pelayanan;
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan subspesialis;
3) Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah
sesuai dengan indikasi medis;
4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
5) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan
indikasi medis;
6) Rehabilitasi medis;
7) Pelayanan darah;
8) Pelayanan kedokteran forensik klinik;
9) Pelayanan jenazah (pemulasaran jenazah) pada pasien yang
meninggal di fasilitas kesehatan (tidak termasuk peti jenazah);
10) Perawatan inap non-intensif;
11) Perawatan inap di ruang intensif; dan
12) Akupunktur medis

G. Peningkatan Kelas Perawatan


1. Peserta JKN, kecuali peserta PBI, dimungkinkan untuk meningkatkan
kelas perawatan atas permintaan sendiri pada FKRTL yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
2. Untuk pasien yang melakukan pindah kelas perawatan atas permintaan
sendiri dalam satu episode perawatan hanya diperbolehkan untuk satu
kali pindah kelas perawatan.
3. Khusus bagi pasien yang meningkatkan kelas perawatan (kecuali
peserta PBI Jaminan Kesehatan):
a. sampai dengan kelas I, maka diberlakukan urun biaya selisih tarif
INA-CBGs kelas ruang perawatan yang dipilih dengan tarif INA-
CBGs yang menjadi haknya.
b. Jika naik ke kelas perawatan VIP, maka diberlakukan urun biaya
sebesar selisih tarif VIP lokal dengan tarif INA-CBGs kelas
perawatan yang menjadi haknya.
4. Dalam hal ruang rawat inap yang menjadi hak peserta penuh, peserta
dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3
(tiga) hari. Selanjutnya dikembalikan ke ruang perawatan yang
menjadi haknya. Bila masih belum ada ruangan sesuai haknya, maka
peserta ditawarkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang setara
atau selisih biaya tersebut menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan
yang bersangkutan.
5. Apabila kelas sesuai hak peserta penuh dan kelas satu tingkat
diatasnya penuh, peserta dapat dirawat di kelas satu tingkat lebih
rendah paling lama 3 (tiga) hari dan kemudian dikembalikan ke kelas
perawatan sesuai dengan haknya. Apabila perawatan di - 28 - kelas
yang lebih rendah dari haknya lebih dari 3 (tiga) hari, maka BPJS
Kesehatan membayar ke FKRTL sesuai dengan kelas dimana pasien
dirawat.
6. Bila semua kelas perawatan di rumah sakit tersebut penuh maka rumah
sakit dapat menawarkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
setara dengan difasilitasi oleh FKRTL yang merujuk dan berkoordinasi
dengan BPJS Kesehatan.
7. Rumah sakit harus memberikan informasi mengenai biaya yang harus
dibayarkan akibat dengan peningkatan kelas perawatan.
8. Dalam hal peserta JKN (kecuali peserta PBI) menginginkan kenaikan
kelas perawatan atas permintaan sendiri, peserta atau anggota keluarga
harus menandatangani surat pernyataan tertulis dan selisih biaya
menjadi tanggung jawab peserta.
H. Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di RSUD
Kabupaten Karanganyar
Sosialisasi kebijakan JKN merupakan salah satu permasalahan
yang cukup rumit, dikarenakan sumber daya manusia dan waktu yang
disediakan tidak memadai untuk memberikan penyuluhan mengenai JKN.
Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional telah dikeluarkan tanggal 23
November 2017 yang menginstruksikan kepada para stakeholder untuk
mengambil langkah-langkah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing. Maka dari itu, Bupati Karanganyar dalam rangka
menjamin keberlangsungan Program JKN-KIS dan peningkatan kualitas
pelayanan bagi Peserta JKN-KIS mengeluarkan Instruksi Bupati
Karanganyar Nomor 440/2 Tahun 2018 tentang Optimalisasi Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk mendukung hal tersebut,
BPJS Kesehatan Cabang Surakarta bekerja sama dengan Pemerintah
Kabupaten Karanganyar mendistribusikan surat himbauan pendaftaran
Program JKN-KIS kepada warga yang terindikasi belum berJKN-KIS.
Terselenggaranya Jaminan Kesehatan Nasional melibatkan kerjasama
dari pembuat kebijakan, fasilitas kesehatan, dan peserta JKN. Fasilitas kesehatan
disini mencakup fasilitas kesehatan tingkat pertama, Rumah Sakit tipe D, C, B,
dan rumah sakit tipe A. RSUD Kabupaten Karanganyar sebagai Rumah Sakit tipe
C ikut berperan dalam mendukung terlaksananya program JKN di Kabupaten
Karanganyar dengan menjadi salah satu rujukan pasien yang menggunakan JKN.
Implementasi JKN di RSUD Karanganyar menggunakan landasan seperti fasilitas
kesehatan lainnya, yaitu seperti Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 82
tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 76 tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base
Groups (INA-CBG) dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
Jaminan Kesehatan Nasional yang ada di RSUD Kabupaten
Karanganyar secara garis besar terdiri dari 2 bidang, yaitu BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun
2011 tentang Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang
terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. RSUD Karanganyar
lebih mengutamakan dalam hal BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan mengurusi
masalah kesehatan baik yang darurat dan non-darurat. Untuk yang masalah
kesehatan darurat, pasien bisa langsung dibawa ke IGD tanpa harus melalui tahap
rujukan. Namun, untuk masalah kesehatan non-darurat baik yang degeneratif
maupun yang non-degeneratif harus melalui tahap rujukan dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama.
Sedangkan untuk BPJS Ketenagakerjaan mempunyai beberapa kriteria,
seperti :

1. Berlaku bagi seseorang peserta JKN yang bekerja di suatu


perusahaan.
2. Masalah kesehatan terjadi akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja.
3. Apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, maka yang termasuk kedalam
BPJS Ketenagakerjaan adalah kecelakaan yang diakibatkan pada saat
perjalanan langsung menuju atau dari perusahaan.
Dalam sistem pengelolaan JKN, RSUD Kabupaten Karanganyar
menggunakan sistem INA-CBG sesuai dengan standar sistem JKN dan
ICD-10 untuk kode penyakit. Berikut ini merupakan alur verifikasi klaim
BPJS berbasis INA-CBG :
Peserta JKN yang terdaftar di RSUD Kabupaten Karanganyar sesuai
dengan yang diatur dalam BAB II Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 82
tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yaitu terdiri dari PBI (Penerima
Bantuan Iuran) dan NON PBI. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang
yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, sedangkan peserta bukan
PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu
yang terdiri atas pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, pekerja bukan
penerima upah dan anggota keluarganya, bukan pekerja dan anggota keluarganya,
serta penerima pensiun.
Berdasarkan data pencapaian kepesertaan BPJS Kesehatan pada tahun
2018, Jumlah peserta JKN-KIS Kabupaten Karanganyar baru mencapai 67,84%
dari total penduduk 611.248 jiwa. Dari jumlah tersebut, 307.986 jiwa termasuk
penerima bantuan iuran (PBI) APBN, 14.914 jiwa termasuk PBI APBD, 163.676
termasuk pekerja penerima upah (PPU), 80.021 termasuk pekerja bukan penerima
upah (PBPU / mandiri), dan 21.438 termasuk bukan pekerja (BP).
I. Kendala Implementasi JKN di RSUD Kabupaten Karanganyar
Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh RSUD Kabupaten
Karanganyar terkait JKN adalah adanya pengurusan kelengkapan berkas pasien
yang kurang lengkap. Berkas pasien yang lengkap merupakan salah satu kriteria
untuk mendapatkan klaim BPJS. Apabila berkas kurang lengkap maka akan sulit
dalam mendapatkan klaim yang dapat mengganggu stabilitas keuangan Rumah
Sakit. Selain itu sebagai Rumah Sakit milik daerah, RSUD Kabupaten
Karanganyar tidak bisa menolak pasien BPJS rujukan dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama yang datang ke IGD. Hal ini membuat pasien yang datang ke
IGD menjadi terlampau banyak dan pelayanan menjadi kurang efektif dan
efisien.
Dalam hal keseluruhan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan
Nasional di RSUD Karanganyar tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan di
Fasilitas Kesehatan lain. Perbedaan dalam pelaksanaan antar Rumah Sakit
dikarenakan perbedaan masing-masing Sistem Kebijakan Rumah Sakit
yang mengatur dalam hal kendali mutu dan kendali biaya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah asuransi yang


diselenggarakan oleh negara untuk menjamin perlindungan kesehatan
kepada peserta baik yang membayar iuran jaminan kesehatan atau iuran
jaminan kesehatannya dibayarkan oleh pemerintah.

Pada pelayanan JKN di RSUD Kabupaten Karanganyar sudah


menerapkan prinsip-prinsip JKN dan pelaksanaanya sudah sesuai dengan
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 76
tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG)
dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
Untuk pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional di RSUD Kabupaten
Karanganyar sudah terlaksana dengan baik. Diharapkan kedepannya alur dan
mekanisme perlengkapan berkas pasien dapat lebih dikoordinasikan agar
memperlancar proses klaim dana BPJS.
BAB VI
MANAGEMEN ADMINISTRATIF RUMAH
SAKIT
Dimar Yudistyaningrum G99172057, Meidiana Risty
Pratama G99172113
Menurut WHO (2010), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan
fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga
merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksud rumah
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat (Menkes, 2009).
Rumah sakit mempunyai misi memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan
masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan
upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan
berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan
upaya rujukan. Untuk menyelenggarakan fungsinya, maka
rumah sakit menyelenggarakan kegiatan (Menkes, 2009):
1. Pelayanan medis
2. Pelayanan dan asuhan keperawatan
3. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis
4. Pelayanan kesehatan berkelanjutan dan rujukan
5. Pendidikan, penelitian, dan pengembangan
6. Administrasi umum dan keuangan
Sedangkan menurut UU No 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah (Menkes, 2009):
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
serta pengaplikasian teknologi dalam bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.
Fungsi-fungsi ini dilaksanakan dalam kegiatan
intramural (didalam rumah sakit) dan ekstramural (di luar
rumah sakit). kegiatan intramural dibagi menjadi 2
kelompok besar yaitu pelayanan rawat inap dan pelayanan
rawat jalan.
Pengertian manajemen banyak disampaikan oleh
para ahli, namun dalam materi ini hanya akan disampaikan
beberapa pendapat ahli manajemen :
a. H. Koontz & O,Donnel dalam bukunya “Principles of
Management” mengemukan sebagai berikut :
“manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu
tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang
lain” (Management involves getting things done thought
and with people).

b. Mary Parker Folllett mendefinisikan “manajemen sebagai


seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.

c. George R. Terry dalam bukunya “Principles of


Management” menyampaikan pendapatnya :
“manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan
atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan
baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya” (Management is a
distinct process consisting of planning, organizing,
actuating, and controlling, utilizing in each both science
and art, and followed in order to accomplish
predetermined objectives)

d. James A.F. Stoner dalam bukunya “Management” (1982)


mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-
usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan yang telah ditetapkan”

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa manajemen


sebagai suatu proses dapat dilihat dari fungsi-fungsi
manajemen yang dilakukan oleh seorang manajer. Banyak
ahli manajemen yang menyampaikan tentang fungsi
manajemen ini, namun pada dasarnya tidak ada perbedaan
yang prinsip, bahkan pendapat satu dengan lainnya saling
melengkapi.
PERBANDINGAN FUNGSI MANAJEMEN
L. Gullick H. Fayol Koonzt
George Terry O’Donnel

Planning Planning Planning Planning

Organizing Organizing Organizing Organizing

Actuating Staffing, Commanding, Staffing,


Directing, Coordinating Directing
Coordinating

Controlling Reporting Controlling Controlling

Budgeting

Dari keempat ahli manajemen tersebut, ternyata


banyak kesamaan, dan secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi : fungsi perencanaan (Planning),
fungsi pengorganisasian (Organizing), fungsi penggerakan
pelaksanaan (staffing, commanding, directing,
coordinating), fungsi pengawasan dan pengendalian
(controlling, reporting).
1. Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen
yang penting, karena perencanaan memegang peranan
yang sangat strategis dalam keberhasilan upaya
pelayanan kesehatan di RS. Terdapat beberapa jenis
perencanaan spesifik yang dilaksanakan di RS, yaitu : (a)
perencanaan pengadaan obat dan logistik, yang disusun
berdasarkan pola konsumsi dan pola epidemiologi, (b)
perencanaan tenaga professional kesehatan, dalam
menentukan kebutuhan tenaga tersebut misalnya ; tenaga
perawat dan bidan, menggunakan beberapa pendekatan,
antara lain ; ketergantungan pasen, beban kerja, dll.
2. Pengorganisasian merupakan upaya untuk menghimpun
semua sumber daya yang dimiliki RS dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai
tujuannya. Pengorganisasian dalam manajemen
pelayanan kesehatan di rumah sakit, sama hal dengan di
organisasi lainnya.

3. Penggerakan pelaksanaan, manajemen rumah sakit


hampir sama dengan hotel atau penginapan, hanya
pengunjungnya adalah orang sakit (pasen) dan
keluarganya, serta pada umumnya mempunyai beban
sosial-psikologis akibat penyakit yang diderita oleh
anggota keluarganya yang sedang dirawat.
Kompleksitas fungsi penggerakan pelaksanaan di RS
sangat dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu : (1) sifat
pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada
konsumen penerima jasa pelayanan kesehatan (customer
service), dengan hasil pelayanan kemungkinan ; sembuh
dengan sempurna, sembuh dengan cacat dan meninggal.
Apapun hasilnya kualitas pelayanan diarahkan untuk
kepuasan pasen dan keluarganya. (2) Pelaksanaan fungsi
actuating ini sangat kompleks,karena tenaga yang
bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi.

4. Pengawasan dan pengendalian, merupakan proses untuk


mengamati secara terus menerus (bekesinambungan)
pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan
mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap
penyimpangan yang terjadi. Untuk menjalankan fungsi
ini diperlukan adanya standar kinerja yang jelas. Dari
standar tersebut dapat ditentukan indikator kinerja yang
akan dijadikan dasar untuk menilai hasil kerja (kinerja)
pegawai. Penilaian kinerja pegawai di RS meliputi
tenaga yang memberikan pelayanan langsung kepada
pasen, seperti ; perawat, bidan dan dokter maupun
tenaga administratif. Adanya indikator kinerja, akan
memudahkan dalam melakukan koreksi apabila ada
penyimpangan.

Manajemen Rumah Sakit sendiri berfungsi untuk


mengatur dan melakukan koordinasi bagi setiap sumber
daya manusia, pelayanan, kegiatan dan anggaran yang
dijalankan di Rumah Sakit.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar
merupakan rumah sakit daerah milik pemerintah
Kabupaten Karanganyar yang telah memenuhi syarat
menjadi RSU kelas C yang saat ini ditetapkan sebagai
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). BLUD adalah
suatu lembaga pemerintahan yang dikelola secara otonom
dengan prinsip efisiensi serta memiliki rencana kerja dan
anggaran yang diatur oleh sistem manajemen sendiri.
RS yang berupa BLUD dapat secara fleksibel
mengatur kerumahtanggaan, baik berupa pengelolaan
keuangan, pengelolaan pegawai, maupun pengambilan
keputusan, sehingga layanan yang diberikan kepada
masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Berbeda
dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mana
dalam mengatur keuangannya OPD membuat rencana
anggaran yang disahkan di awal tahun. Rumah sakit
dijadikan BLUD dan diberikan kewenangan dalam
fleksibilitas anggaran karena kompleksitas rumah sakit
sehingga kebutuhan-kebutuhannya tidak selalu dapat
ditetapkan di awal tahun. Sewaktu-waktu RS dapat
bertambah kebutuhan sehingga perlu merombak anggaran
yang sebelumnya telah dibuat.
Dalam menjalankan fungsi-fungsi rumah sakit, RS
BLUD dipimpin oleh seorang direktur. Direktur tersebut
membawahi 1 bagian, yaitu bagian tata usaha, dan 3
bidang, yaitu bidang pelayanan medic dan keperawatan,
bidang penunjang medic dan non medic, serta bidang
pengelolaan keuangan. Bagian tata usaha membawahi 3
sub bagian, yaitu sub bagian kepegawaian, sub bagian
umum dan rumah tangga, sub bagian HIPP. Sedangkan
bidang pengelolaan keuangan membawahi 2 seksi, yaitu
seksi perencanaan anggaran dan seksi perbendaharaan
akuntansi (RSUD Kabupaten Karanganyar, 2019)

Gambar 32. Bagan Struktur Organisasi RSUD Kabupaten


Karanganyar

Keuntungan BLUD bagi Rumah Sakit:


 Tata kelola keuangan RS berjalan dengan lebih baik dan
transparan dikarenakan penggunaan pelaporan standar
akutansi keuangan yang memberi informasi tentang
laporan aktivitas, laporan posisi keuangan, laporan arus
kas dan catatan laporan keuangan
 Rumah Sakit mendapatkan subsidi yang fleksibel dari
pemerintah terkait dengan biaya operasional di RS
terkait pelayanan berdasarkan anggaran yang sudah
direncanakan
 Rumah Sakit dapat mengembangkan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dengan menggunakan
dana yang tersedia untuk kegiatan operasional RS
 Sistem BLUD membantu RS dalam meningkatkan
kualitas SDM dengan perekrutan yang lebih fleksibel
dan sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi

Tetapi, masih ada masalah yang harus dihadapi RSUD yang


menggunakan sistem BLUD, dan masih banyak ditemukan
di RSUD Karanganyar ini, antara lain:
1. Penerapan sistem BLUD yang belum optimal, sehingga
output yang dihasilkan belum maksimal
2. Regulasi yang sering berubah sehingga mempengaruhi
kinerja rumah sakit.
3. Sistem monitoring dan evaluasi program yang belum
berjalan dengan baik sehingga banyak target yang tidak
tercapai
4. Pelayanan sistem JKN yang mempengaruhi manajemen
rumah sakit, yang sulit berjalan dengan tertib sesuai
ketentuan yang berlaku.
Ketidaksesuaian dan masalah yang terjadi dalam
sistem ini, mengakibatkan timbulnya pelayanan rumah
sakit terhadap pasien, yang tidak efektif dan tidak sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu,
diperlukan adanya sebuah sarana dan timbal balik,
mengenai feedback terhadap kinerja pelayanan rumah sakit,
dari penerima pelayanan dan penyedia pelayanan. Hal ini
dapat menunjang terbentuknya sistem manajemen rumah
sakit yang sesuai dari dua sisi, yaitu dari penerima
pelayanan dan penyedia pelayanan.
35

Anda mungkin juga menyukai