Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2010
ISBN: 978-979-756-582-4
1. Kimia I. Judul
KATA PENGANTAR
Kristian H. Sugiyarto
Guru Besar Kimia Anorganik Transisi
Universitas Negeri Yogyakarta
4 LOGAM GOLONGAN p
4.1 Pendahuluan........................................................................151
4.2 Golongan 13........................................................................151
4.3 Golongan 14 dan 15.................................................................172
5 LOGAM GOLONGAN d
5.1 Pendahuluan........................................................................191
5.2 Golongan 4..........................................................................224
5.3 Golongan 5..........................................................................234
5.4 Golongan 6...........................................................................250
5.5 Golongan 7..........................................................................264
5.6 Golongan 8..........................................................................279
5.7 Golongan 9..........................................................................293
5.8 Golongan 10........................................................................298
5.9 Golongan 11........................................................................302
5.10 Golongan 12........................................................................316
DAFTAR
PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN
Tabel 1.1 Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi ikatan
spesies diatomik unsur-unsur periode dua . ............................. 8
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan ..................................................... 14
Tabel 1.3 Beberapa bahan semikonduktor yang umum ....................... 19
Tabel 1.4 Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi beberapa
unsur ...................................................................................................... 39
Tabel 1.5 Jenis klas kristal dan kondisi unit sel ......................................... 45
Tabel 1.6 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus .............. 50
Tabel 1.7. Jari-jari van der Waals beberapa atom nonmetalik ............. 59
Tabel 1.8 Jari-jari kovalen beberapa unsur ................................................. 60
Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen 61
Tabel 1.10. Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion .................................... 64
Tabel 1.11 Hubungan rasio jari-jari dengan geometri .............................. 66
Tabel 1.12. Contoh beberapa senyawa dengan kemasan-nyata yang
menyimpang dari kemasan-duga .............................................. 68
Tabel 1.13 Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri halida ..................................... 70
Tabel 1.14 Tetapan Madelung beberapa senyawa ..................................... 72
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida ................................... 78
Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan .. 100
Tabel 3.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
Unsur-unsur logam kelompok s, p, d, dan f ............................. 103
Tabel 3.2 Data beberapa sifat logam alkali ................................................. 105
Tabel 3.3 Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih
entalpi
seri natrium halida.............................................................................107
Tabel 3.4 Faktor entropi, H, dan G hitungan pada proses pelarutan
seri natrium halida.............................................................................108
Tabel 3.5 Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan ion golongan
alkali dan alkali tanah.......................................................................127
Tabel 3.6 Data beberapa sifat logam alkali tanah.........................................129
Tabel 3.7 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat
MX2.nH2O..................................................................................130
Tabel 3.8 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl..........132
Tabel 3.9 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl..........132
Tabel 3.10 Perbandingan harga-harga H, S, dan G dengan energi
kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2
dan NaCl....................................................................................133
Tabel 3.11 Kelarutan hidroksida logam alkali tanah........................................141
Tabel 4.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13..................................152
Tabel 4.2 Data energi ionisasi aluminium dan talium....................................170
Tabel 4.3 Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl+, dengan ion kalium,
K+, dan ion perak, Ag+......................................................................172
Tabel 4.4 Karakteristika timah, timbel dan bismut.......................................174
Tabel 5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
unsur-unsur transisi.....................................................................193
Tabel 5.1.2 Beberapa data fisik logam-logam Periode 4..................................194
Tabel 5.1.3 Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam
periode 4...................................................................................196
Tabel 5.1.4 Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom beberapa
unsur Periode 4, 5, dan 6 untuk Golongan 2, 4, 5, 6, 7,
dan 11.......................................................................................200
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi
Periode 4, 5, dan 6.............................................................................200
Tabel 5.1.6 Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa
logam (logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa
molekul gas...................................................................................205
Tabel 5.1.7 Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur-unsur
transisi (n = jumlah elektron nirpasangan)...................................208
Tabel 5.1.8 Suseptibilitas diamagnetik molar, L, berbagai spesies
(semua
harga dikalikan dengan 10-6 mol-1).........................................211
Tabel 5.2.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4 ......... 227
Tabel 5.3.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5 ......... 238
Tabel 5.3.2 Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium .............. 239
Tabel 5.3.3 Warna beberapa senyawa halida sederhana (monomer)
dari logam-logam golongan 5 ..................................................... 245
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium ............................. 249
1
1.1 IKATAN METALIK
1.1.1 Model Ikatan
Dalam ilmu kimia, kita mengenal berbagai macam ikatan, salah
satu di antaranya ialah ikatan metalik. Teori ikatan metalik mana pun
harus mampu menjelaskan sifat utama logam, khususnya sifat
hantaran listriknya yang sangat tinggi. Selain itu, teori tersebut juga
harus mampu menjelaskan sifat logam dalam hal hantaran bahang
(kalor) atau kondukstivitas termal dan sifat pantulan atau reflektivitas
yang tinggi.
Di antara teori ikatan metalik yang ada, yang paling sederhana
adalah model lautan elektron. Dalam model ini, setiap elektron valensi
mampu bergerak bebas di dalam tumpukan bangun logam, dan
oleh karena itu dipakai istilah lautan elektron, dan bahkan
meninggalkannya sehingga menghasilkan ion positif. Elektron valensi
inilah yang mem- bawa dan menyampaikan arus listrik. Gerakan
elektron valensi ini juga memindahkan bahang dalam logam.
Kelemahannya, model ini tidak menjelaskan sifat logam yang
berkaitan dengan daya pantul yang ting- gi.
Teori orbital molekular yang sangat unggul menjelaskan bahwa
ikatan kovalen ternyata mampu menyediakan model ikatan metalik
yang lebih komprehensif. Perluasan teori ini untuk logam sering
disebut
teori pita (band theory). Tataan atom-atom dalam kristal logam dapat
ditafsirkan dalam bentuk kemas bola-bola keras. Tataan kemas (packing)
merupakan hal yang umum, baik dalam logam maupun senyawa ionik
padatan. Dengan demikian, studi ikatan metalik memberikan
wawasan penghubung antara ikatan kovalen dan ikatan ionik.
Pita energi tertinggi yang berisi penuh elektron disebut pita va-
lensi. Pita energi tertinggi berikutnya tempat elektron dapat menjelajah
secara bebas sebagai penghantar listrik disebut pita konduksi. Menga-
pa demikian? Pita konduksi terdiri atas elektron-elektron yang disebut
elektron konduksi yaitu elektron yang mempunyai cukup energi se-
hingga tidak tertarik balik oleh tarikan ion positif; elektron-elektron lain-
nya pada tingkat energi yang lebih rendah dalam pita konduksi mem-
butuhkan energi yang lebih besar untuk mencapai pita kosong dan
umumnya tidak berpartisipasi dalam sifat hantaran. Dalam pengaruh
medan listrik, elektron konduksi dipercepat ke arah medan dan
hasilnya adalah aliran elektron. Pita konduksi ini ada yang kosong,
ada yang beri- si elektron banyak, dan ada yang setengah penuh
sebagaimana ditemui pada logam.
Pita energi ada yang saling terpisah satu sama lain dengan
menghasilkan celah energi terlarang (forbidden energy gap). Celah
energi antara pita valensi dengan pita konduksi berperan penting
dalam menentukan sifat hantaran listrik. Celah energi ini ukurannya
dapat lebar ataupun sempit. Celah yang lebar tidak
memungkinkan elektron melintasinya (yakni insulator) dan celah
yang sempit memungkinkan elektron melintasinya ke pita energi
yang lebih tinggi sebagai penghantar listrik (yakni konduktor).
Adanya celah energi ini merupakan konsekuensi sifat mekanika
kuantum elektron, yaitu memungkinkan peluang mendapatkan
elektron dengan nilai nol. Selain itu, pita energi ada juga yang
saling tumpang tindih. Sifat hantaran listrik konduktor (logam),
insulator (nonlogam), dan semikonduktor dapat dijelaskan
berdasarkan susunan pita-pita energi tersebut dalam bahan yang
bersangkutan.
Untuk logam-logam golongan 1, pita konduksi terdiri atas se-
tengah pita isi penuh elektron dan setengah pita kosong. Kedua
bagian tengahan pita energi ini tentu sangat dekat satu sama lain
karena tidak ada celah energi, sehingga elektron-elektron dalam pita
konduksi ini dengan mudah mampu menjelajahi pita kosong sebagai
pembawa arus listrik.
Elektron-elektron berperan dalam konduksi hanya jika berada
dalam pita yangterisisecaraparsial. Dalam pita yangterisi penuh
dengan tanpa adanya pita kosong cukupdekat, elektron-
elektronhanyabergerak saling bertukar tempat. Dalam pengaruh medan
listrik elektron-elektron terbagi menjadi dua bagian yang sama
jumlahnya dengan dua arah yang menghasilkan resultante nol, tanpa
konduksi. Untuk unsur-unsur golongan 2, elektron-elektron dengan
energi tertinggi (ns2) menempati secara penuh pita valensi. Sepintas
elektron-elektron ini bukan elektron konduksi. Namun, pita konduksi
kosong berikutnya tersusun oleh orbital np yang ternyata tumpang-
tindih dengan pita valensi, sehingga elektron pada pita valensi
mampu berperan sebagai elektron konduksi, menjelajah bebas pada
orbital np dalam pita konduksi.
Elektron-elektron yang menempati energi di bawah pita valensi
disebut elektron inti (core electrons); elektron-elektron ini terikat kuat
oleh inti atom yang bersangkutan dan dianggap kurang berperan
dalam menentukan sifat konduktivitas. Jadi untuk (Be)n misalnya,
elektron-elektron inti menempati pita energi yang tersusun oleh
orbital- orbital (1s2)n, yang posisinya di bawah pita valensi (2s2)n
sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.6.
Semikonduktor
Semikonduktor adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator. Sifat
kon- duktivitas semikonduktor tidak sebaik metal karena jumlah
elektron- elektron yang terdapat dalam pita konduksi lebih sedikit
dibanding dengan jumlah elektron ini dalam metal. Dengan kata lain
semikonduk- tor mempunyai harga tahanan listrik lebih tinggi
daripada tahanan list- rik metal. Konduktivitas (dengan unit ohm -1 cm-1)
adalah kebalikan dari tahanan. Sebagai contoh, aluminium mempunyai
tahanan listrik 2,7.10-6 ohm cm pada 20 0C; silikon murni mempunyai
tahanan listrik 105 ohm cm, sedangkan intan murni (insulator)
mempunyai tahanan listrik yang sangat tinggi, 1014 ohm cm, pada 15
0
C. Semikonduktor mempunyai tahanan listrik pada rentang 10-3 –108
ohm cm.
Temperatur mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap sifat
hantaran listrik suatu logam dengan semikonduktor. Dalam kisi kristal
metalik, kenaikan temperatur mengakibatkan meningkatnya frekuensi
vibrasi ion-ion pada posisi kisinya. Hal ini menyebabkan elektron yang
bergerak melalui metal dibawah pengaruh medan listrik menjadi me-
ningkat peluangnya dalam menumbuk ion. Akibatnya, untuk logam
kenaikan temperatur menaikkan tahanan listriknya. Tetapi untuk semi-
konduktor, kenaikkan temperatur menyebabkan bertambahnya
jumlah elektron yang memperoleh cukup energi untuk melompat
keluar dari pita valensi ke pita konduksi. Dengan demikian, kenaikan
temperatur mengakibatkan penurunan tahanan listrik semikonduktor.
Seberapa jauh perubahan tahanan listrik oleh karena perubahan
temperatur ini bagi semikondoktor berbeda satu sama lain. Secara
umum, kondukti- vitas semikonduktor menyerupai metal pada
temperatur tinggi, tetapi menyerupai insulator pada temperatur
rendah.
Unsur Si, Ge
Senyawa 13-15 AlP, AlAs, AlSb, GaP, GaSa, GaSb, InP, InAs, InSb
Senyawa 12-16 ZnS, ZnSe, CdS, CdSe, CdTe
Diantara sifat-sifat yang menarik dalam bahan semikonduktor
adalah ukuran celah energi, konsentrasi elektron atau lubang
pembawa arus, mobilitas atau kecepatan bergerak pembawa muatan,
dan umur pembawa muatan sebelum anihilasi (pemusnahan) oleh
kombinasi elektron dan lubang. Dengan membuat berbagai variasi
konsentrasi dopan (pendadah) dapat dibuat peralatan semikonduktor
sesuai dengan rentang sifat-sifat yang dibutuhkan.
Dalam aplikasinya, sebagian besar peralatan semikonduktor
ber- gantung pada karakter yang diberikan oleh semikonduktor tipe-p
dan tipe-n terdekat. Batas antara kedua tipe semikonduktor ini disebut
suatu “sambungan” p-n; sambungan p-n ini dapat diciptakan dari
pendadahan dengan materi pendadah yang berbeda dalam posisi yang
berdekatan dalam kristal yang sama.
Gambar 1.9
(a) Semikonduktor tipe-p, dengan keadaan ion
negatif stasioner dan lubang elektron bergerak
bebas
(b) Semikonduktor tipe-n, dengan keadaan ion
positif stasioner dan elektron bergerakbebas
(c) Pembentukan sambungan p-n; tahanan bahan
pada sambungan ini naik karena elektron
harus mendekati daerah negatif dan lubang
harus mendekati daerah positif
Gambar 1.10 Operasi sambungan p-n sebagai penyearah; arus bolak-balik (AC)
diubah menjadi arus searah (DC) karena arus dapat mengalir
bebas ke satu arah
(a)(b)(c)
Gambar 1.12 Model lapis heksagon (a), dengan tumpang atas A-B-A ... (b)
menghasilkan bangun kemas rapat heksagonal, hcp (c), dan tumpang
atas A-B-C (d) menghasilkan bangun kemas rapat kubus pusat muka, fcc
(e).
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral (a) dan oktahedral (b) dalam kemas rapat
Gambar 1.14. Satuan sel sistem kristal : (a) kubus primitif, (b) kubus pusat badan
bcc, (c) kubus pusat muka fcc, dan (d) kemas rapat heksagonal hcp
Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi berdasarkan sifat
simetri (a), asimetri (b), dan contoh satuan sel kubus primitif
untuk arah tiga dimensi (c).
Jadi, tiap unit sel berisi sejumlah tertentu atom-atom atau ion-
ion. Kristal molekular intan misalnya, mengadopsi bangun utama fcc
ditambah 4 atom terikat secara tetrahedral di dalamnya (interior). Oleh
karena itu, setiap unit sel intan terdapat: (8 x 1/8 atom) + (6 x ½
atom pusat muka) + 4 atom interior = 8 atom. Untuk kristal ionik
NaCl yang mengadopsi bangun fcc, kation dan anion berselang-seling,
dalam tiap unit sel terdapat 4 ion Na+ dan 4 ion Cl-.
Atas dasar pengetahuan tersebut, jika jenis bangun kemas
rapat logam telah diketahui dan densitas logam yang bersangkutan
telah ditentukan, maka jari-jari atom logam dapat dihitung. Jika jumlah
atom dalam satu unit sel diketahui, maka massa unit sel yang
bersangkutan dapat dihitung. Massa satu atom dapat dihitung
dengan membagi massa molar spesies yang bersangkutan dengan
bilangan Avogadro, kemudian hasilnya dikalikan dengan jumlah atom
dalam satu unit sel.
Rapatan merupakan salah satu sifat yang tidak bergantung pada
ukuran sampel. Oleh karena itu, rapatan dapat diperoleh dari massa unit
sel dibagi dengan volumenya. Secara umum hubungan antara rapatan
atau densitas dengan volume unit sel kristal (dan dengan demikian
jari- jari atom-atom atau ion-ion penyusunnya) adalah:
Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam model
segitiga ikatan.
Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun kristal
Gambar 1.20 Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) dalam lima
satuan sel kisi tetragonal pusat badan (BCDA-FGHE)
Gambar 1.23 (a) Kemas rapat kubus anion S2- dengan kation Zn2+ di dalam �
rongga tetrahedron dalam kristal Zink blende, ZnS
(b) Kemas rapat heksagon anion S2- dengan kation Zn2+ di alam
� rongga tetrahedron dalam kristal wurtzit, ZnS
Struktur fluorit
Kalsium fluorida, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur
fluorit (Gambar 1.24). Struktur ini merupakan kemas rapat kubus
pusat muka ion (Ca2+), dan ion (F-) menempati delapan rongga
tetrahedral. Dengan demikian, dalam satu unit sel terdapat empat
ion Ca dan delapan ion F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:2.
Bilangan koordinasi ion F- dengan mudah dapat diketahui yaitu empat,
sesuai dengan posisinya sebagai atom interior yang menempati
rongga tetrahedral dengan empat ”stick” penghubung. Bola kation
menempati dua macam posisi yaitu posisi sudut kubus dan pusat
muka kubus. Posisi sudut kubus (1/8 atom) dihubungkan oleh satu
”stick” penghubung dan ini ekivalen
dengan posisi pusat muka kubus (½ atom) yang dihubungkan
dengan empat ”stick” penghubung. Kedua posisi ini menghasilkan
bilangan koordinasi delapan untuk kation. Jika baik posisi maupun
jumlah kation dan anion dibalik, hasilnya adalah struktur antifluorit,
misalnya Li2O dan Na2O.
Struktur rutil
Titanium dioksida,TiO2, bersifat polimorf mengkristal dalam dua
macam bentuk, yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan bangun ke-
mas-rapat heksagonal ion O2-, dan ion Ti4+ menempati hanya setengah
rongga oktahedral. Susunan seperti ini menghasilkan struktur tetrago-
nal dengan ion Ti4+ menempati pusat badan dan kedelapan sudutnya,
sehingga memberikan nilai dua ion dalam satu unit selnya
(Gambar 1.25). Sedangkan keenam ion oksida yang mengakomodasi
rongga ok- tahedral-isi, dua menempati posisi interior dan empat
menempati posisi dua bidang muka tetragon masing-masing 2 ion
sehingga memberikan total nilai empat ion. Dengan demikian,
struktur ini menghasilkan rasio stoikiometri kation/anion 1:2. Bilangan
koordinasi kation adalah enam, yaitu enam anion oksida yang tertata
secara oktahedral dan bilangan koordinasi anionnya adalah tiga, yaitu
tiga kation Ti4+ yang tertata se- cara trigonal.
Gambar 1.25 Struktur kisi rutil (3 satuan sel)
Gambar 1.26 Pola rongga isi-kosong dalam (A) Anatase, dan (B) Rutil
Struktur β - kristobalit
Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam-macam
bentuk; beberapa di antaranya distabilkan oleh kehadiran atom-atom
asing. Salah satunya adalah β - kristobalit yang mirip dengan struktur
zink blende; atom-atom silikon menempati semua posisi atom Zn dan
S di dalam struktur zink blende, dan atom-atom oksigen
menempati
posisi di antara atom-atom silikon. Bentuk lain adalah tridimit yang mirip
dengan struktur wurtzit. Dalam kedua macam struktur ini bilangan
koordinasinya adalah empat untuk silikon dan dua untuk oksigen.
Gambar 1.27 Model tipe cacat (a) kekosongan, (b) selit dan (c) pengotoran
Satu dari beberapa tipe cacat yang didefinisikan oleh para ahli
kimia zat padat adalah variasi di dalam penempatan kisi atau variasi
bagian-bagian interstitial (selit) dalam kristal. Ada tiga tipe dasar
poin cacat yang dapat terjadi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.27,
yaitu:
(a). kekosongan, adalah adanya bagian kisi yang tidak terisi atau
tidak dihuni
(b). interstitial (selit), adalah adanya atom atau ion dalam ruang atau
celah di antara bagian-bagian kisi, dan
(c). pengotoran (impurity), adalah adanya ion atau atom asing di
dalam bagian kisi regular atau bagian selit.
Jari-jari kovalen
Jarak antarnuklir dalam molekul F2 adalah 142 pm, lebih
pendek daripada jumlah dua jari-jari van der Waals fluorin.
Perbedaan ini disebabkan oleh kenyataanbahwaawanelektronatom-
atom F tumpang- tindih (overlap) secara ekstensif dalam pembentukan
ikatan F–F. Hal ini berbeda dengan jari-jari van der Waals antara dua
molekul F2 yang jika jaraknya memendek diikuti dengan naiknya energi
tolak (repulsif).
Suatu hal yang mungkin untuk menganggap bahwa keseim-
bangan jarak dalam molekul F2 adalah keseimbangan dengan
terjadinya tumpang-tindih orbital ikat secara maksimum. Tetapi, jika
hal ini dija- dikan sebagai satu-satunya kriteria, molekul F 2 akan
“runtuh” hingga kedua inti atom F menjadi saling persis
bertumpangan dan hal ini be- rakibat fungsi-fungsi gelombang orbital
atomik mempunyai distribusi ruang yang sama hingga tumpang-tindih
mencapai maksimum. Jelas, hal ini tidak mungkin terjadi karena
adanya tolakan antara kedua mua- tan inti positif dan tolakan antara
elektron-elektron dalam orbital. Jika umpamanya (secara spekulatif saja)
molekul F2 terdiri atas F+ F-, maka hal ini dapat mengarah pada
pemahaman bahwa molekul-molekul halogen adalah ionik, suatu hal
yang berlawanan dengan kenyataan. Faktor ut- ama dalam
penentuan jari-jari kovalen suatu atom adalah ukuran awan elektron
yang tertanam dalam kulit valensi, dan inilah jari-jari van der Waals
atom bersangkutan.
H: 37 He : 32
Li : 134 Be : 125 B : 90 C : 77 N : 75 O : 73 F : 71 Ne : 69
Na : 154 Mg : 145 Al : 130 Si : 118 P : 110 S : 102 Cl : 99 Ar : 97
K: 196 Ga : 120 Ge : 122 As : 122 Se : 117 Br : 114 Kr : 110
Sn : 140 Sb : 143 Te : 135 I : 133 Xe : 130
Cr : 139 Fe : 126 Co : 126 Ni : 121 (Td) Zn : 120 Rn : 145
116 (Sq)
(Td = tetrahedron, Sq = Bujursangkar / square plane)
Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen (dalam pm)
Jari-jari ionik
Perbedaan utama antarajari-jari ionik dengan jari-jari vander
Waals terletak pada perbedaan gaya tarik bukan pada perbedaan pada
gaya tolak. Jarak antar ion dalam LiF misalnya, merupakan jarak pada
saat gaya tolakan antara inti He (yaitu Li+) dengan inti Ne (yaitu F-)
seimbang dengan gaya elektrostatik yang kuat antara ion Li + dengan
ion F- (gaya Madelung). Energi tarikan Li+ F- cukup tinggi, lebih dari
400 kJ mol-1, dan energi London He-Ne hanya berharga derajat 4 kJ
mol-1. Oleh karena itu, gaya-gaya dalam kristal LiF, jauh lebih tinggi,
dan jarak antar ion,
yaitu 195 pm, menjadi lebih pendek daripada yang diharapkan secara
penambahan jari-jari van der Waals He dan Ne, yaitu 294 pm. Dengan
prinsip yang sama seperti halnya menaksir jari-jari kovalen, adalah
mungkin untuk meneliti jari-jari ionik.
Jarak antarnuklir antara dua ion dalam struktur ionik diasumsikan
sama dengan jumlah jari-jari ionik: d = r+ + r- (r+ = jari-jari kation,
dan r- = jari-jari anion). Dengan membandingkan jarak dalam
senyawa- senyawa yang berbeda tetapi mengandung ion yang sama
akan dapat ditunjukkan bahwa jari-jari ion bersifat relatif tetap.
Misalnya, perbedaan jari-jari K+ dan Na+ dapat dievaluasi dalam empat
senyawa halida yang berbeda seperti berikut ini:
rK+ - rNa+ = dKF - dNaF = 35 pm
= dKCl - dNaCl = 33 pm
= dKBr - dNaBr = 32 pm
= dKI - dNaI = 30 pm
Sesungguhnya, hasil kecenderungan penurunan yang cukup nya-
ta dengan naiknya ukuran halida adalah sebagai efek nyata yang
dapat dimengerti oleh pertimbangan sistim kemas rapat. Jika
dikatakan bah- wa (rK+ - rNa+) relatif tetap, maka cukup beralasan
untuk mengasumsikan bahwa rK+ dan rNa+ juga relatif tetap. Baik data
penjumlahan maupun pengurangan jari-jari ion dari senyawa-senyawa
yang saling berkaitan mudah diperoleh. Maka, bila jari-jari dari salah
satu ion dapat diketahui, jari-jari ion yang lain pun dapat ditentukan.
Pauling mengusulkan suatu metode praktis untuk
menghitung rasio jari-jari ion yaitu bahwa jika dua ion mempunyai
konfigurasi gas mulia yang sama, misalnya NaF, maka rasio jari-jari
harus berbanding terbalik dengan rasio muatan nuklir yang dialami
oleh elektron-elektron terluar. Muatan inti efektif dapat dihitung
dengan menggunakan tetapan perisai empiris, misalnya seperti yang
dikembangkan oleh Slater (Lihat Dasar-dasar Kimia Anorganik
Nonlogam, Sugiyarto, FMIPA, 2007). Menurut aturan Slater, sebuah
elektron di dalam kulit utama kedua yang penuh ditamengi atau
dilindungi oleh semua elektron yang lain
sampai dengan elektron ini mengalami interaksi dengan muatan nuklir
sebesar 4,15 unit kurangnya dari yang aktual. Dengan demikian, untuk
Na+ dengan muatan nuklir aktual 11, muatan efektifnya adalah 11 -
4,15
= 6,85. Untuk atom F, muatan efektifnya adalah 9,00 - 4,15 = 4,85.
Maka, menurut Pauling:
Dengan cara yang sama, rasio terendah bagi rongga dengan bi-
langan koordinasi 3 (trigonal, Gambar 1.29c), 4 (tetrahedral), 8 (
kubus
sederhana), dan 12 ( dodekahedral ) dapat ditentukan yaitu masing-
ma- sing sebesar ≈� 0,155, 0,225, 0,732, dan 1,00. Hal ini berarti bahwa
untuk rasio 0,155 - 0,225, bentuk yang lebih diuntungkan adalah
koordi- nasi geometri trigonal, rasio 0,225 - 0,414, koordinasi geometri
tetrahe- dral, rasio 0,414 - 0,732 koordinasi geometri oktahedral, dan
rasio 0,732
- 1,00 bentuk koordinasi geometri kubus sederhana (Tabel 1.11). Man-
faat rasio jari-jari ini dapat diilustrasikan pada beberapa contoh senyawa
termasuk yang telah dibicarakan di atas dan akan dibicarakan lebih
lan- jut seperti berikut ini.
Oleh karena jumlah anion F- harus dua kali jumlah kation Sr2+,
maka sebaliknya bilangan koordinasi kation Sr2+ harus dua kali
bilangan koordinasi anion F-. Kesesuaian bilangan koordinasi dengan
stoikiometri ini menyebabkan senyawa SrF2 mengadopsi struktur
fluorit dengan kation Sr2+ mempunyai bilangan koordinasi 8
(maksimum) dan anion F- mempunyai bilangan koordinasi 4.
Contoh ke dua adalah senyawa SnO2, dengan rasio ion:
E =
( )r = ro = 0 = - -
Secara fisik persamaan ini adalah persamaan gaya elektrostatik atraktif
dan gaya repulsif antar ion-ion, dan harga B dapat ditentukan yaitu:
B = -
Selanjutnya, karena energi yang dibicarakan sudah tertentu yaitu energi
minimum, maka digunakan istilah Uo untuk menyatakan energi
pada keseimbangan-jarak, sehingga diperoleh:
Uo = -
Uo =
Persamaan ini adalah persamaan Born-Lande untuk energi kisi
senyawa-senyawa ionik, yang sangat sukses dalam meramalkan harga-
harga energi kisi secara akurat walaupun persamaan ini
menghilangkan faktor-faktor energi tertentu sebagaimana akan
dibicarakan kemudian. Persamaan ini hanya memerlukan pengetahuan
struktur kristal yang bersangkutan didalam memilih harga-harga
yang tepat bagi tetapan Madelung, M, dan jarak antar ion, ro, yang
keduanya tersedia melalui studi difraksi sinar-X. Eksponen Born
bergantung pada tipe ion yang terlibat, ion lebih besar yang
mempunyai densitas elektron lebih besar akan mempunyai harga n
yang lebih besar. Untuk kristal NaCl, penggunaan persamaan tersebut
melibatkan harga faktor-faktor berikut:
M = 1,74756 N = 6,022 x 1023 mol-1
e = 1,60210 x 10-19 C ro = 2,81 x 10-10 m ( rNa+ + rCl-
)
Z + = +1 (Na+) Z = -1 (Cl-)
-
Siklus Born-Haber
Salah satu uji manfaat deskripsi model ionik tersebut adalah
kemampuannyamenghasilkanperhitunganhargaentalpipembentukan
yang akurat, misalnya bagi NaCl. Perlu dicatat bahwa pada proses
reaksi pembentukan NaCl (s) dari ion-ionnya, Na+ (g) dan Cl-(g), secara
prinsip memungkinkan dilakukan pengukuran entalpi pembentukan
secara langsung meskipun secara eksperimen hal ini tidak mungkin
layak dapat dilaksanakan. Tetapi, untuk proses sebaliknya jelas tidak
mungkin dilaksanakan karena NaCl(s) tidak menguap menjadi ion-
ionnya, melainkan menjadi NaCl (g) baru kemudian mengalami
disosiasi menjadi atom-atomnya. Untuk mengatasi problem ini pada
tahun 1919,
M. Born, K. Fajans dan F. Haber menerapkan siklus termodinamik yang
kemudian dikenal sebagai siklus Born-Haber. Hal ini didasarkan pada
peran hukum Hess yang menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah
sama meskipun reaksi yang bersangkutan terjadi dalam satu tahap
ataupun dalam beberapa tahap.
Reaksi seperti ini dalam siklus pembentukan logam-halida,
MX, sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.31 mewakili konversi logam
padat menjadi kation dalam fase gas (tahap 1 dan 2), konversi
molekul- molekul halogen menjadi anion dalam fase gas (tahap 3
dan 4), dan konversi penggabungan ion-ion untuk menjadi
senyawa padatan. Entalpi tahap akhir, U (tahap 5), disebut sebagai
energi kisi. Jadi, energi kisi kristal suatu senyawa ionik adalah energi
yang dibebaskan bila ion- ion dari jarak tak berhingga (berupa gas)
bergabung membentuk kristal menurut persamaan reaksi: M+ (g) + X-
(g) → MX (s)
Suatu hal yang penting dari siklus tersebut yang berkaitan dengan
ikatan kimia adalah bahwa:
(1) ΔHA selalu positif, tetapi biasanya relatif kecil dari besaran-besaran
yang lain dan tidak besar variasinya untuk berbagai senyawa.
(2) ΔHIE (energi ionisasi) selalu positif (endotermik) dan besar nilainya
(3) ΔHEA (afinitas elektron) halogen selalu eksotermik, tetapi untuk
kalkogen endotermik, hal ini terjadi karena gaya tarik inti terhadap
elektron kedua
pada ion X- ( X = kalkogen) lebih kuat.
(4) Dalam berbagai kasus, jumlah energi ionisasi, (ΔHIE), ditambah
afinitas elektron, (ΔHEA), selalu positif (endotermik) dan kestabilan
senyawa ionik terhadap sifat disosiasi menjadi unsur-unsurnya
menjadi bertambah karena adanya kelebihan eksotermik yang
ditimbulkan oleh gaya atraktif antar ion-ion yang berlawanan.
Siklus Born-Haber sering digunakan dengan cara berbeda. Bila
diasumsikan bahwa energi kisi, U, yang dihitung menurut model ionik
tersebut adalah benar, maka siklus ini dapat digunakan untuk
menaksir beberapa energi yang terlibat. Misalnya, tidak ada cara
langsung
yang dapat dipakai untuk mengukur pembentukan entalpi ion CN -(g).
Dari model siklus Born-Haber untuk NaCN, harga-harga untuk entalpi
penguapan dan entalpi ionisasi unsur Na diketahui dan U dapat
dihitung, maka ΔHf untuk CN-(g) dapat ditentukan, yaitu ~ 29 kJ mol-
1
. Harga-harga energi kisi beberapa senyawa yang diperoleh dari data
eksperimen menurut metode siklus Born-Haber dengan berbagai
model dan dengan perhitungan teoritik ditunjukkan pada Tabel 1.15.
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida
0
DASAR - DASAR PENGoLAHAN LoGAM
2.1 Pendahuluan
Tinjauan sifat-sifat logam (metal), struktur dan ikatannya telah
dibahas dalam Bab 1. Pada bab ini akan dibicarakan pengolahan
logam yang merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya mengingat
manfaat logam yang sangat luas menyentuh semua aspek kehidupan.
Oleh karena itu perlu dipahami sifat-sifat logam dan kaitannya
dengan sumber- sumbernya di alam. Logam umumnya dibayangkan
sebagai bahan yang “keras”, mempunyai densitas dan titik leleh tinggi,
dapat ditempa, dan merupakan konduktor panas dan listrik yang
baik. Ada beberapa perkecualian sifat yang mencolok misalnya,
densitas litium hanya 0,534 g cm-3 sedangkan platina 21,45 g cm-3.
Raksa (merkurium) berwujud cair pada temperatur kamar, tetapi
osmium meleleh pada 3045 oC. Demikian juga natrium dan kalium
cukup lunak untuk dipotongdengan pisau, tetapi besi sangat keras.
Bentuk kelimpahan logam yang terdapat di alam (kerak bumi)
sangat bergantung terutama pada reaktivitas logam yang
bersangkutan, kelarutan garamnya, dan kemudahan garamnya
bereaksi dengan air atau terhadap proses oksidasi. Logam-logam yang
tidak reaktif seperti emas, perak, dan platina, biasanya terdapat di
alam sebagai unsurnya
sedangkan logam-logam yang agak reaktif biasanya terdapat
sebagai sulfida, misalnya CuS, PbS, dan ZnS. Oleh karena
kelarutannya sangat rendah, senyawa-senyawa sulfida ini tahan
terhadap oksidasi dan tidak ada reaksi dengan air. Logam-logam
yang sedikit lebih reaktif diubah menjadi oksidanya, misalnya MnO2,
Al2O3, dan TiO2, sedangkan logam- logam yang sangat reaktif
membentuk garamnya, misalnya magnesium dan kalsium terdapat
sebagai karbonat, sulfat, dan silikat. Magnesium sulfat larut dalam
air dan terdapat dalam sumber air mineral, sedangkan kalsium sulfat,
CaSO .2H O (gipsum), hanya sedikit larut dalam air tetapi
4 2
cukup mengakibatkan air alam menjadi sadah. Kalsium karbonat
menjadi larut dalam air sebagai hidrogen karbonat karena adanya
karbon dioksida yang terlarut, sehingga air alam juga menjadi sadah
olehnya :
CaCO3 (s) + CO2 (s) + H2O (l) → Ca2+ (aq) + 2 HCO 3- (aq)
2.2.2 Elektrometalurgi
Natrium
Natrium merupakan logam alkali yang paling banyak dibutuhkan
untuk keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang lain,
natrium tidak ditemukan dalam keadaan murni di alam karena
reaktivitasnya yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini dalam
pabrik biasanya diproduksi secara elektrometalurgi menurut proses
Downs ( Gambar 2.2), yaitu dengan mengelekrolisis lelehan natrium
klorida ( titik leleh ~ 801 oC).
Aluminium
Logam aluminium juga diproduksi secara elektrometalurgi.
Sumber utama aluminium berasal dari mineral bauksit yaitu suatu
hidrat aluminium oksida, Al O .nH O. Bauksit berisi sebagian besar
silika, SiO , 2 3 2 2
dan besi(III) oksida, Fe2O3, dan keduanya ini harus dipisahkan. Pemurnian
bauksitdilakukandenganproses Bayeryangberdasarkanpadaperbedaan
sifat asam-basa dari oksida-oksida yang bersangkutan. Oksida
aluminium bersifat amfoterik, besi(III) oksida bersifat basa, dan silika
relatif inert atau sedikit asam. Bijih bauksit digerus dengan larutan
panas natrium hidroksida dengan tekanan tinggi untuk melarutkan
aluminium oksida menjadi garam kompleks tetrahidroksoaluminat(III),
Na[Al(OH)4] menurut persamaan reaksi:
Al2O3 (s) + 2 NaOH (aq) + 3 H2O (l) 2 Na[Al(OH)4] (aq)
Besi(III) oksida dan material lain sebagai pengotor yang tak larut
dapat dipisahkan dengan penyaringan. Filtratnya kemudian diencerkan
dengan air dan didinginkan sehingga diperoleh endapan aluminium
hidroksida; endapan ini kemudian dipisahkan dengan penyaringan,
dan diubah menjadi aluminium oksida anhidrat dengan
pemanasan, menurut persamaan reaksi :
2 Na[Al(OH)4] (aq) 2 Al(OH)3 (s) + 2 NaOH (aq)
2 Al(OH)3 (s) Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Larutan natrium hidroksida yang diperoleh dapat dipekatkan dan
digunakan lagi.
Logam aluminium, selanjutnya diperoleh dari oksidanya secara
elektrolisis menurut metode yang dikenal sebagai proses Hall.
Dalam proses ini, sel elektrolisis (Gambar 2.3) berupa bak-kotak yang
dibuat dari baja yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan karbon
sebagai katode, dan batang-batang karbon sebagai anode dipasang
berjajar di dalam bak, tercelup di dalam eleltrolit lelehan kriolit,
Na3AlF6 yang mempunyai titik leleh ~1000 oC, dan Al2O3 terlarut di
dalamnya. Proses elektrolisis ini berlangsungpadatemperaturtinggi, ~
1000 oC. Selamaelektrolisis, ion Al3+ dari oksidanya bermigrasi ke
katode kemudian direduksi menjadi logam cair yang akan mengumpul
pada bagian dasar sel. Ion O2- bermigrasi ke anode dan selanjutnya
dioksidasi menjadi gas oksigen. Gas oksigen yang terbentuk bereaksi
dengan anode karbon sehingga anode karbon akan semakin berkurang
dan harus diganti secara periodik. Elektrolit [AlF6]3- tidak tereduksi
karena mempunyai stabilitas yang sangat tinggi. Dengan proses ini
dapat diperoleh aluminium dengan kemurnian 99,0 - 99,9%.
Zink
Bijih zink yang paling umum adalah sfalerit atau
zinkblende,
ZnS, dan smitsonit, ZnCO3 ; lainnya adalah zinkit, ZnO, dan
franklinit, (Zn,Mn)O.nFe2O3, dengan rasio Zn, Mn, dan Fe2O3 bervariasi.
Titik didih zink yang rendah (907 oC) memungkinkan dapat dilakukan
distilasi terhadap lelehan bijih zink yang sering diikuti distilasi lanjut
untuk pemurnian logam zink. Metalurgi bijih franklinit sangat menarik,
karena pada reduksi pada temperatur tinggi menghasilkan zink,
mangan, dan besi. Zink dapat dipisahkan dengan distilasi, sedangkan
campuran mangan-besi dapat langsung dijadikan logam paduan atau
baja.
Sebagian besar, bijih zink dipanggang untuk mengubah
sulfida menjadi oksidanya, kemudian dilanjutkan dengan reduksi
pada temperatur tinggi dengan karbon untuk menghasilkan logam
zink yang kemudian dikondensasi dan dimurnikan. Persamaan
reaksinya adalah:
ZnO (s) + C (s) Zn (s) + CO (g)
Logam zink juga dapat diekstrak menurut proses
hidrometalurgi. Sebagai contoh, larutan zink sulfat dapat diperoleh
secara peluluhan dengan asam sulfat dan oksigen pada bijih sulfida
yang telah dipanggang sebelumnya. Persamaan reaksinya adalah:
2 ZnS (s) + O2 (g) + 2 H2SO4 (aq) ZnSO4 (aq) + 2 S (s) + 2 H2O (l)
Debu zink kemudian diaduk bersama dalam larutan zink sulfat
untuk mereduksi dan mengendapkan logam-logam yang lebih mudah
tereduksi daripada zink. Larutan kemudian disaring dan
dielektrolisis untuk menghasilkan logam zink murni.
Tabel2.1mengindikasikanbahwa,senyawaaloiiniadahubungannya
dengan jumlah elektron valensi 21 untuk setiap paduan. Naiknya rasio
jumlah elektron valensi terhadap jumlah atom dalam senyawa aloi
mengakibatkan atom-atom logam terikat bersama lebih kuat,
sehingga menaikkan sifat kekerasan, tetapi menurunkan sifat tempa dan
keuletan. Jadi, ε- kuningan bersifat rapuh, dan bila dipukul dengan
palu akan hancur seperti gelas.
Beberapa aloi digunakan berdasarkan sifat-sifatnya misalnya
kuningan yang merupakan campuran dari Cu: 70-85 % dan Zn: 15-30
%, lebih keras daripada tembaga murni dan sering digunakan sebagai
pipa. Emas 18 karat yang terdiri atas campuran Au: 75 %, Ag: 10-20
%, Cu: 5- 15 %, lebih keras dibandingkan dengan emas murni.
Stainless steel terdiri atas campuran Fe: 65-85 %, Cr: 12-20 %, Ni: 2-15
%, Mn: 1-2 %, C: 0,1-1 %,
Si: 0,5-1 %, dan bersifat tahan karat.
Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan
0
LoGAM GoLoNGAN s
3. 1 Pendahuluan
Unsur-unsur dalam sistemperiodikyangdipertimbangkanbersifat
logam adalah unsur-unsur golongan s (Alkali = golongan 1, dan
Alkali tanah = golongan 2), sebagian golongan p (misalnya Al =
golongan 13, Sn dan Pb = golongan 14), unsur-unsur golongan d
(golongan 4-12) dan golongan 3 (Sc, Y, Lu), dan golongan f.
Gambar 3.1 Siklus entalpi (a) dan siklus entropi (b) untuk larutan ionik M+X-.
(arah ke atas menyatakan endotermik, dan ke bawah eksotermik)
o o o o
Dari formula ∆G = ∆H - T ∆S , harga ∆G harus negatif
agar suatu garam dapat larut dengan mudah. Data eksperimen (Tabel
3.2) menunjukkan bahwa energi kisi relatif sama dengan entalpi
hidrasi.
Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi
(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida, harga
entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi
kristal lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam
keadaan gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini
dikombinasikan untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G )
pada proses pelarutan, ternyata diperoleh kecenderungan yang
benar-benar paralel dengan kecenderungan kelarutannya (Tabel 3.3).
Tabel 3.4 Faktor entropi (dalam besaran T ∆S ), ∆H, dan ∆G hitungan pada proses
pelarutan seri natrium halida
Entropi (S )
T ∆S / ∆H / ∆G /
Senyawa - Hidrasi / kJ -1 -1 -1
Kisi / kJ mol -1 kJ mol kJ mol kJ mol
mol
1
NaF + 72 - 74 -2 +1 +3
NaCl + 68 - 55 + 13 +4 - 11
NaBr + 68 - 50 + 18 -1 - 19
Na I + 68 - 45 + 23 -9 - 32
Litium cair sampai saat ini diketahui sebagai zat yang paling
korosif. Sebagai contoh, jika logam litium dilelehkan dalam suatu
wadah dari bahan gelas, maka akan terjadi reaksi spontan dengan
gelas, dengan meninggalkan lubang pada wadah tersebut, dan
reaksi ini disertai dengan pancaran cahaya putih kehijauan yang
tajam. Selain itu, litium mempunyai standar potensial reduksi
paling negatif dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya:
+ o
Li (aq) + e → Li (s) E = - 3,05 V
Jadi, reaksi kekiri berjalan spontan dan ini berarti bahwa pada proses
oksidasi terhadap logam litium dibebaskan energi yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan oksidasi terhadap unsur-unsur lainnya.
Namun
demikian, reaksi litium dengan air berlangsung paling lambat dan te-
nang, berbeda dengan reaksi logam-logam alkali lainnya. Kespontanan
reaksi selalu berkaitan dengan aspek termodinamik, yaitu perubahan
energi bebas (∆G), sedangkan laju reaksi berkaitan dengan aspek ki-
netik, yang dikontrol oleh energi aktivasi (penghalang). Dalam kasus ini,
reaksi antara logam litium dengan air diasumsikan mempunyai energi
aktivasi (penghalang) paling tinggi, sehingga reaksinya
berlangsung paling lambat.
Rapatan muatan litium sangat besar dibandingakan dengan
rapatan muatan logam-logam alkali lainnya, dan sifat inilah yang
sering dikaitkan dengan sifat-sifat khusus litium berbeda dengan
+
logam lain di dalam kelompoknya. Rapatan muatan ion-ion Li ,
+ + + +
Na , K , Rb , dan Cs , masing-masing secara berurutan adalah 98,
24, 11, 8, dan
-3
6 C mm . Litium sangat banyak ditemui dalam senyawa-senyawa
organometalik, dan garam LiCl bahkan larut dalam berbagai pelarut
organik yang pempunyai polaritas rendah seperti etanol, dan aseton.
Dengan demikian, ikatan senyawa-senyawa litium mempunyai tingkat
kovalensi yang cukup tinggi.
Densitas yang rendah membuat litium dapat dimanfaatkan
sebagai bahan aloi untuk pesawat terbang. Sebagai contoh, aloi tipe
LA 141 yang terdiri atas 14 % Li, 1 % Al, dan 85 % Mg, mempunyai
-3
densitas hanya sebesar 1,35 g cm , hampir setengah dari densitas
logam aluminium murni. Litium juga dimanfaatkan sebagai bahan
teknologi pembuatan baterai; potensial reduksi standar yang tinggi
dan densitas yang hanya seperduapuluh dari densitas timbel,
memungkinkan dapat dibuat baterai yang lebih ringan-kompak.
Salah satu kombinasi daur (siklus) redoks adalah penerapannya
pada setengah sel logam litium dalam larutan litium nitrat. Untuk
menghindari terjadinya reaksi dengan air, atom-atom litium ditanam
dalam rongga-rongga kisi oksida logam. Proses penanaman atom
“tamu” (guest) ke dalam rongga-rongga kisi oksida logam “tuanrumah”
(host) ini dikenal dengan proses interkalasi, dan hasilnya disebut
senyawa interkalasi. Dalam proses ini hanya sedikit terjadi perubahan
struktur reversibel. Dalam lingkungan seperti ini ternyata potensial
reduksi litium berubah secara dramatik dari nilai keadaan “normal” nya
o
yaitu E = - 3,05 V. Potensial reduksi litium dalam senyawa
interkalasi ini bergantung pada identitas oksida logam “tuan rumah”-
nya. Sebagai contoh, potensial reduksi litium dalam mangan
dioksida berharga positif, tetapi dalam vanadium dioksida berharga
negatif:
+ o
Li (aq) + e → Li (Mn2O4) (s) E = + 1,0 V
+ o
Li (aq) + e → Li (VO2) (s) E = - 0,5 V
Perbedaan potensial sebesar 1,5 V antara kedua lingkungan litium
yang berbeda inilah yang menggerakkan terjadinya reaksi sel baterai.
Pada proses pemakaian sel baterai terjadi reaksi redoks
pengosongan sel sebagai berikut :
+ o
Li (aq) + e → Li (Mn2O4) (s) E = + 1,0 V
+ o
Li (VO2) (s) → Li (aq) + e E = + 0,5
V
Pengisian kembali sel baterai mengakibatkan terjadinya reaksi
sebaliknya.
Industri terbesar pemanfaat litium adalah industri lemak atau
minyak pelumas-litium, dan lebih dari 60 % dari berbagai macam
minyak pelumas otomotif mengandung litium. Senyawa-senyawa yang
dipakai adalah litium stearat, C17H35COOLi, yang dicampurkan ke
dalam minyak agar tahan terhadap air sehingga diperoleh pelumas
yang tidak mengeras pada temperatur rendah tetapi tetap stabil pada
temperatur tinggi.
Litium mempunyai kemampuan membentuk senyawa
kovalen dengan berbagai unsur lain. Senyawanya dengan karbon
misalnya, menjadi sangat bermanfaat pada reaksi-reaksi organik,
misalnya butilli- tium, LiC4H9. Senyawa ini dapat dibuat dari reaksi
logam litium dengan klorobutana dalam pelarut organik seperti
heksana, C6H14. Reaksi yang terjadi menurut persamaan berikut:
2 Li (s) + C4H9Cl (C6H14 ) → LiC4H9 (C6H14 ) + LiCl (s)
Hasilnya dapat dipisahkan dengan penyaringan, kemudian diikuti
dengan distilasi. Butillitium berupa cairan yang akan terbakar secara
spontan jika kontak dengan oksigen udara, oleh karena itu harus
ditangani dengan hati-hati dalam lingkungan atmosfir gas inert.
Gambar 3.3 Diagram orbital molekular untuk (a) ion dioksida(2-), dan (b) ion
dioksida(1-)
Spesies O 2- -
lebih mudah terpolarisasi daripada O , dan
2 2
+ +
daya mempolarisasi ion Na lebih kuat daripada ion K . Oleh karena
itu dapat dipahami bahwa oksida natrium stabil sebagai dioksida
(2-) atau peroksida, dan oksida kalium stabil sebagai dioksida (1-)
atau superoksida.
Semua oksida alkali berekasi hebat dengan air membentuk
larut- an alkali hidroksida. Tambahan pula reaksi air dengan
dioksida (2-) menghasilkan hidrogen peroksida, dan dengan dioksida
(1-) menghasil- kan hidrogen peroksida dan gas dioksigen, menurut
persamaan reaksi:
2 Li2O (s) + H2O (l) → 2 LiOH(aq)
Na2O2 (s) + 2 H2O (l) → 2 NaOH(aq) + H2O2(aq)
2 KO2 (s) + 2 H2O (l) → 2 KOH(aq) + H2O2(aq) + O2 (g)
Tabel 3.7 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
- - -1
Senyawa Energi Kisi / kJ mol Entalpi Hidrasi / kJ mol ∆H / kJ mol
1 1
Faktor Entropi
Entropi kisi magnesium klorida adalah sekitar satu setengah kali
entropi kisi natrium klorida (Tabel 3.8). Hal ini paralel dengan jumlah ion
gas yang dihasilkan yaitu tiga ion gas untuk tiap molekul MgCl2 dan
dua ion gas untuk tiap molekul NaCl. Tetapi, oleh karena densitas
2+
muatan ion Mg jauh lebih besar dibandingkan dengan densitas
+ 2+
muatan ion Na , maka entropi hidrasi ion Mg negatif jauh lebih
+
besar daripada entropi hidrasi ion Na . Lapisan molekul-molekul
2+
air di seputar ion Mg yang terikat kuat merupakan lingkungan yang
jauh lebih teratur sehingga secara keseluruhan faktor entropi tidak
mendukung proses pelarutan garam MgCl2 , dan hal ini berbeda
dengan proses pelarutan garam NaCl yang justru didukung oleh faktor
enropinya.
Tabel 3.8 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl 2 dan NaCl (dinyatakan
dalam T ∆S)
Entropi Kisi / kJ - -1
Senyawa -1 Entropi Hidrasi / kJ mol ∆S / kJ mol
mol 1
Energi Bebas
Kombinasi kedua faktor tersebut, yaitu entalpi dan entropi,
menunjukkan bahwa proses pelarutan terutama sebagai akibat dari
besaran besaran perbedaan (∆) yang sangat kecil dalam besaran-
besaran energi kisi dan entalpi hidrasi yang sangat besar sebagaimana
ditunjukkan Tabel 3.9. Lebih lanjut untuk MgCl2, faktor entalpi (negatif)
mendukung pelarutan dan faktor entropi (negatif) melawannya,
tetapi berlaku sebaliknya bagi NaCl.
-1
Tabel 3.9 Perbandingan harga-harga ∆H, ∆S, dan ∆G (dalam kJ mol ) dengan
energi kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2 dan
NaCl
Senyawa ∆H ∆S ∆G Energi kisi Entalpi hidrasi
MgCl2 - 133 - 34 - 99 + 2526 - 2659
NaCl +4 + 13 + 11 + 788 - 784
Magnesium mudah membentuk senyawa kovalen khususnya
dengan senyawa organik berukuran relatif besar. Hal ini berkaitan
-
dengan densitas muatan ion magnesium yang relatif tinggi, 120 C mm
3
(bandingkan dengan densitas muatan ion kalsium yang hanya 52 C
- 3
mm ). Sebagai contoh, logam magnesium dapat bereaksi dengan
senyawa halokarbon (alkil halida), misalnya bromoetana (C 2H5Br) dalam
pelarut etoksietana, (C2H5)2O (eter). Atom magnesium menyusup
masuk di antara atom-atom karbon dan halogen membentuk ikatan
kovalen dengan keduanya, dan menghasilkan suatu senyawa
organologam,
yang dikenal sebagai pereaksi Grignard, dan sangat luas dipakai pada
sintesis senyawa-senyawa organik; persamaan reaksinya adalah :
C2H5Br (eter) + Mg (s) → C2H5MgBr (eter)
Sebagian besar logam magnesium juga dimanfaatkan untuk logam
paduan aluminium-magnesium karena sifatnya yang ringan dengan
-3
densitas rendah yaitu 1,74 g cm .
3.3.5 Kalsium dan Barium
Kedua logam ini berwarna keabu-abuan, bereaksi lambat
dengan oksigen udara pada temperatur kamar tetapi terbakar hebat
pada pema- nasan. Kalsium terbakar hanya menghasilkan oksidanya,
tetapi barium dapat menghasilkan dioksida(2-) dalam kondisi oksigen
berlebihan, me- nurut persamaan reaksi:
2 Ca (s) + O2 (g) → 2 CaO (s)
2 Ba (s) + O2 (g) → 2 BaO (s)
Ba (s) + O2 (g) → BaO2 (s)
Pembentukan barium dioksida(2-) dapat dijelaskan dengan sifat den-
-3
sitas muatan ion barium yang rendah (23 C mm ), hampir sama den-
-3
gan densitas muatan ion natrium (24 C mm ), sehingga mampu men-
stabilkan ion-ion yang mudah terpolarisasi seperti dioksida(2-), O 2-
.
2
Berilium meneruskan sinar-X tetapi kalsium dan barium
menyerap kuat. Kerangka (tulang) dapat difoto dengan sinar-X
karena tulang mengandung kalsium yang dapat menyerap sinar-X.
Namun, unsur- unsur dalam jaringan lunak tidak menyerap sinar-
X, sehingga tidak memungkinkan untuk memvisualisasi gangguan
sakit perut dan usus besar dengan sinar-X. Ion barium merupakan
penyerap sinar-X yang baik, walaupun sangat beracun dapat
digunakan. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan menelan
senyawa BaSO4 yang sukar larut dalam bentuk suspensi (slurry)
dengan konsentrasi yang cukup aman terhadap kesehatan yaitu 2,4 x
-3 -1
10 g L . Dengan demikian keadaan organ-organ dalam perut dan
usus dapat terdeteksi oleh sinar-X
sedangkan senyawa BaSO4 akhirnya akan turut keluar bersama-sama
kotoran.
3.3.6 Oksida Logam Alkali Tanah
Logam-logam alkali tanah terbakar dalam udara membentuk
oksida normal, kecuali anggota kelompok yang densitas
muatannya rendah seperti barium yang membentuk (barium)
peroksida. Kecuali magnesium oksida yang tidak larut dalam air,
oksida-oksida logam alkali tanah umumnya bereaksi dengan air
membentuk hidroksidanya menurut persamaan reaksi:
MO (s) + H2O (l) → M(OH)2 (s) (M = Ca, Sr, Ba)
Magnesium oksida mempunyai titik leleh yang sangat tinggi
o
(2825 C), oleh karena itu senyawa ini jika dicampur dengan tanah
liat (batu bata) sangat bermanfaat sebagai bahan pelapis tungku pada
industri. Kristal magnesium oksida merupakan senyawa yang sedikit
berbeda dari oksida logam alkali tanah lainnya, karena senyawa ini
bersifat konduktor panas yang baik tetapi menunjukkan sifat
konduktor listrik yang buruk walaupun pada temperatur tinggi.
Kalsium oksida sering disebut kapur tohor (quicklime), banyak
digunakan pada produksi baja, dan dapat diperoleh dari
pemanasan kalsium karbonat pada temperatur sangat tinggi (> 1170
o
C), menurut persamaan reaksi :
CaCO3 (s)
CaO (s) + CO2 (g)
Kalsium oksida sebagai padatan dengan titik leleh yang sangat tinggi
bersifat unik. Jika nyala api diarahkan pada cetakan-cetakan kalsium
oksida, maka cetakan-cetakan ini menyala dengan warna putih
terang. Gejala ini dikenal sebagai termopendar cahaya
(thermoluminescence), sebagaimana juga ditemui pada Torium(IV)
oksida, ThO2, sehingga senyawa ini sering digunakan pada mantel
lampu dengan bahan bakar gas untuk keperluan berkemah).
Kalsium oksida bereaksi dengan air membentuk
hidroksidanya dan sering dipakai untuk menetralkan tanah yang
bersifat asam. Namun, penggunaan kalsium oksida ini dapat juga
mengakibatkan tanah terlalu basa, oleh karena itu lebih baik jika
dipakai serbuk batu kapur sebagai agen netralisasi; persaman reaksinya
adalah:
+ 2+
Ca(OH)2 (aq) + H3O (aq) → Ca (aq) + 3 H2O (l)
+ 2+
CaCO3 (s) + 2 H3O (aq) → Ca (aq) + CO2 (g) + 3H2O(l)
Semen
Telah disadari kira-kira sejak 1500 BC, bahwa pasta dari campuran
kalsium hidroksida dan pasir (mortar) dapat dipakai untuk merekatkan
batu bata atau batu-batu dalam konstruksi bangunan. Campuran
material tersebut secara perlahan mengikat karbon dioksida dari
udara dan mengubah kalsium hidroksida menjadi padatan keras
kalsium karbonat. Antara 100 BC hingga 400 AD, orang-orang Romawi
dengan sempurna menggunakan mortar kapur (gamping) untuk
mendirikan bangunan-bangunan dan pipa-pipa saluran air, dan
sampai sekarang produknya banyak yang masih bertahan. Mereka
juga membuat penemuan-penemuan
yangpentingyaitubahwacampuran abu gunung berapi dengan mortar
kapur (gamping) memberikan material yang jauh lebih kuat. Material-
material ini merupakan bahan dasar pembuatan semen modern.
Semen merupakan salah satu produk industri kimia terbesar
di dunia. Semen dibuat dengan menggerus batu kapur dan serpih
(alumino silikat) bersama-sama lalu memanaskan campuran ini hingga
o
1500 C. Reaksi kimia yang terjadi membebaskan karbon dioksida
dan melelehkan sebagian komponen membentuk padatan
gumpalan (bongkahan) yang disebut dengan kerak-arang (clinker).
Kerak-arang ini kemudian digerus menjadi serbuk dan dicampurkan
dengan sedikit kalsium sulfat. Campuran ini dikenal sebagai semen
Portland. Susunan kimia semen ini adalah ~ 26 % Ca2SiO4 (dikalsium
silikat), 51 % Ca3SiO5 (trikalsium silikat), dan 11% Ca3Al2O6
(trikalsium aluminat). Ketika air ditambahkan maka terjadi berbagai
reaksi hidrasi yang kompleks yang salah satu tipe reaksinya adalah:
Kalsium klorida
Kalsium klorida anhidrat bersifat higroskopik, mudah menyerap
uap air, dan oleh karena itu sering dipakai sebagai bahan
pengering di laboratorium kimia. Reaksi pembentukan heksahidrat,
CaCl2.6H2O, bersifat eksotermik. Kalsium klorida, sebagai ganti
natrium klorida, dapat dipakai untuk melelehkan es menurut dua cara.
Pertama, reaksinya dengan air sangat eksotermik, dan kedua, kalsium
klorida membentuk campuran yang membeku yang berakibat banyak
mereduksi titik leleh.
0
LoGAM GoLoNGAN p
4.1 Pendahuluan
Logam-logam golongan utama terdiri atas golongan s yaitu
golongan 1 (alkali) dan golongan 2 (alkali tanah), dan golongan p yang
meliputi golongan 13, 14, dan 15. Pada bab ini yang akan dibicarakan
adalah logam-logam utama golongan 13, 14 dan 15 secara selektif.
Logam golongan 13, yang akan dibicarakan adalah aluminium, galium,
indium, dan talium, golongan 14 adalah timah, dan timbel, sedangkan
dari golongan 15 hanya satu unsur saja yaitu bismut. Secara umum
logam-logam golongan p kurang reaktif dibandingkan dengan logam-
logam golongan s.
4.2 GOLONGAN 13
4.2.1 Kecenderungan Golongan 13
Golongan 13 terdiri atas unsur-unsur boron, aluminium, galium,
indium, dan talium. Dari semua unsur golongan ini, boron merupakan
satu-satunyaunsurnonlogamdandiklasifikasisebagaiunsur semilogam,
yang secara terpisah telah dibicarakan dalam Buku Kimia
Anorganik Nonlogam. Unsur-unsur dari golongan ini tidak
menunjukkan pola titik leleh yang sederhana (teratur), tetapi
menunjukkan pola titik didih
yang cenderung menurun dengan naiknya nomor atom (Tabel 4.1).
Ketidakteraturan sifat ini disebabkan oleh perbedaan organisasi
struktur fase padat dari masing-masing unsur. Boron membentuk
kluster dengan 12 atom yang mempunyai bangun geometri
isosahedron. Aluminium mengadopsi struktur kubus pusat muka
(fcc), tetapi galium membentuk struktur yang unik yang tersusun
oleh pasangan-pasangan atom, sedangkan indium dan talium
masing-masing mempunyai struktur yang berbeda lagi.
Sisa material lain yang tidak larut terutama oksida besi dan TiO 2 yang
berupa lumpur merah, dapat dipisahkan dengan penyaringan. Untuk
memisahkan larutan aluminat dari silikat, ke dalam larutan basa ini
dialirkan gas CO2 yang bersifat asam lemah sehingga pH larutan
turun, dan dengan demikian aluminat akan berubah menjadi
Al(OH)3 yang mengendap, sedangkan ion silikat masih tetap berada
dalam larutan. Pengendapan ini dapat pula dilakukan dengan
penambahan Al2O3 sebagai pengumpan. Persamaan reaksinya
dapat dituliskan sebagai berikut:
- +
CO2 (g) + 2 H2O (l) → HCO3 (aq) + H3O (aq)
+ -
H3O (aq) + [Al(OH)4] (aq) → Al(OH)3 (s) + 2H2O (l)
Endapan basa Al(OH)3 yang telah dipisahkan, selanjutnya dikeringkan
o
dan dipanaskan pada temperatur tinggi, kira-kira 1200 C, untuk
melepaskan molekul air dari basanya hingga diperoleh oksidanya:
2 Al(OH)3 (s) Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Oksida ini kemudian diproses dalam tahap kedua yaitu
elektrolisis. Aluminium oksida dengan muatan ion yang tinggi
mempunyai energi kisi yang tinggi pula, sehingga mengakibatkan
o
titik lelehnya juga sangat tinggi (~ 2045 C). Untuk perlakuan
elektrolisis diperlukan titik leleh yang lebih rendah, dan ini dapat
dilakukan dengan melarutkan Al2O3 ke dalam elektrolit kriolit,
o
Na3[AlF6]. Titik leleh campuran ini jauh lebih rendah (~ 1000 C),
o
sehingga proses ini dapat dioperasikan pada temperatur ~ 950 C.
Dalam proses ini dipakai rangkaian anode karbon yang dipasang
secara paralel dan katode karbon yang dipasang sebagai
pelapis bak sel (Gambar 3.3). Persamaan reaksi pada proses elektrolisis
ini adalah:
2-
Anode : ( 2 O (Na3 [AlF6] ) → O2 (g) + 4 e ) 3x
3+
Katode :��������������������������������
( Al (Na3 [AlF6] ) + 3 e → Al (l) ) 4x
� +
Persamaan reaksi total : 2 Al2O3 (l) → 4 Al (l) + 3 O2 (g)
Spinel
Spinel pada mulanya adalah suatu senyawa magnesium
aluminium oksida, MgAl2O4. Tetapi, ternyata kemudian banyak
ditemui senyawa lain yang mengadopsi struktur yang sama dengan
oksida tersebut juga disebut spinel. Jadi, formula umum spinel
adalah AB2X4, dengan A dan B masing-masing adalah ion logam
dipositif dan tripositif, dan X adalah anion dinegatif, biasanya
oksigen.
Jaringan kerangka satu unit sel spinel terdiri atas 32 atom
oksigen yang tertata dalam geometri kemas rapat kubus (ccp) yang
hampir sempurna. Jadi, komposisi satu unit sel spinel yang
sesungguhnya
adalah A8B16O32. Bagian dari unit sel spinel ditunjukkan pada Gambar
4.4 dan kerangka ini hanya melukiskan seperdelapan saja dari satu
unit sel spinel. Ion-ion oksigen menempati geometri kubus pusat
muka (fcc); rongga-rongga octahedral terdapat di pusat kubus fcc dan
di tengah- tengah sisi-sisi kubus fcc, dan rongga-rongga
tetrahedral terdapat
di pusat setiap seperdelapan kubus fcc yang bersangkutan. Dalam
2+
struktur spinel normal, kation A (atau M ) menempati seperdelapan
3+
dari rongga tetrahedral yang ada, dan kation B (atau M ) menempati
setengah dari rongga oktahedral yang ada. Dalam seperdelapan unit
sel tersebut (Gambar 4.4) terdapat empat ion oksigen (fcc: ⅛ x 8 + ½
x 6 = 4), satu kation A (interior) , dan dua kation B (¼ x 8 = 2),
sehingga membentuk formula AB2O4. Untuk menyatakan jenis
rongga yang
ditempati oleh kation yang bersangkutan sering digunakan subskrip t
untuk rongga tetrahedral dan o untuk rongga oktahedral. Jadi, spinel
2+ 3+ 2-
MgAl2O4 lebih informatif ditulis (Mg )t(2Al )o(O )4.
Semua halida larut Semua halida tidak larut Semua halida tidak larut
dalam air dalam air kecuali fluorida dalam air kecuali fluorida
Kristal timbel(II) nitrat, tak berwarna dan mudah larut dalam air,
dapat diperoleh dari reaksi timbel(II) oksida dengan asam nitrat. Garam
ini ternyata mudah terhidrolisis dalam air membentuk endapan putih
hidroksinitrat, kecuali jika larutan dibuat sedikit asam dengan asam
nitrat.
- +
Pb(NO3)2 (aq) + 2 H2O (l) Pb(OH)(NO3) (s) + NO 3 (aq) + H3O (aq)
4.3.6 Bismut
Bismut adalah logam golongan “utama” yang mempunyai nomor
atom tertinggi, mempunyai sifat metalik yang paling rendah, rapuh,
berwarna putih kemerahan, dan mempunyai struktur sama seperti
struktur arsen (As) dan stibium (Sb), serta merupakan penghantar listrik
yang paling rendah.
- -
2+ + OH + OH
[Pb(H2O)6] (aq) 2-
+
[Pb(H2O)4(OH)2] (s) [Pb(OH)4] (aq)
+ H3O + H 3O +
0
LoGAMGoLoNGANd
5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Pengertian Unsur-Unsur Transisi
Ada berbagai pandangan perihal kelompok unsur-unsur transisi.
Posisi unsur-unsur yang termasuk kelompok transisi atau peralihan
dapat diperiksa pada kerangka sistem periodik unsur bentuk panjang,
Tabel 5.1.1.
←s→
Tabel H
5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi unsur-unsur
He
Logam transisi p
Reaktif ← Nonlogam →
d
← Logam Transisi → Al
K Ca Sc V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Ti
Y Cd Sn
1) Lu Hg Pb
miskin logam
2) Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt (amfoterik)
Pascaaktinoida
1) Seri Lantanoida, 4f 2) Seri Aktinoida, 5f
Dari kerangka sistem periodik tersebut nampak bahwa dari kiri ke
kanan ada pergeseran atau peralihan sifat kelompok unsur-unsur dari
logam reaktif yang berkurang secara perlahan dan akhirnya menjadi
bersifat nonlogam. Dengan demikian, secara sederhana unsur-unsur
transisi menunjuk pada unsur-unsur yang terletak antara kelompok
logam reaktif dengan kelompok nonlogam, atau antara kelompok
s dengan kelompok p, yaitu kelompok d dan kelompok f yang sering
disebut transisi dalam (inner transition).
Ada tiga kelompok unsur-unsur transisi d yaitu transisi pertama
3d, transisi ke dua 4d, dan transisi ke tiga 5d. Namun, pada bagian
ini pembicaraan lebih banyak ditekankan pada kelompok unsur-
unsur transisi pertama, 3d, saja. Barangkali dapat langsung diduga
bahwa yang dimaksud kelompok ini yaitu unsur-unsur Sc-Zn.
Sesungguhnya, banyak para ahli kimia anorganik menyatakan bahwa
logam zink tidak termasuk unsur transisi seri 3d, mengapa? Baik
atom Zn ataupun senyawanya yang dikenal, tidak ditentukan oleh
10
karakter peran elektron 3d , karena orbital ini telah penuh berisi
elektron; dan dengan demikian kelompok logam ini yaitu golongan 12
sering dibicarakan secara terpisah.
Unsur K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
o
Titik Leleh / C 64 850 1540 1680 1900 1890 1240 1540 1500 1450 1080 420
o
Titik didih C 770 1490 2730 3260 3400 2480 2100 3000 2900 2730 2600 910
-1
Densitas / g cm 0,86 1,54 3,0 4,5 6,1 7,2 7,4 7,9 8,9 8,9 8,9 7,1
Hantaran
- - - 2 3 10 2 17 24 24 97 -
Listrik a)
Jari-jari atom M
235 197 161 145 132 127 124 124 125 125 128 133
(dalam pm)
+
ion M 152 91
2+ b) 87 81 75 79
ion M 114 - 100 93 83 87
94 97 92 89
3+ b) 72 69 69
ion M 89 81 78 76
79 79 75
o
E / V:
+ +0,52
M → M -2,93
2+
M → M -2,76 -1,36 -1,18 - 0,91 -1,19 - 0,44 - 0,28 - 0,23 +0,34 - 0,76
3+
M → M -2,08
a) angka ini merupakan nilai sembarang dibandingkan dengan nilai 100 untuk perak
b) nilai di atas adalah nilai terendah (low-spin) dan nilai di bawah adalah nilai tertinggi (high-spin)
Dengan muatan inti efektif yang lebih besar, jari-jari atomik, jari-
jari kovalen dan jari-jari ionik unsur-unsur periode 6 (seri 5d) mengalami
penyusutan hingga besarnya hampir sama dengan jari-jari unsur-unsur
periode 5 (seri 4d). Ilustrasi kecenderungan ini dapat dilihat pada Tabel
5.1.4, yang menunjukkan jari-jari ionik golongan 2 (alkali tanah) dari atas
ke bawah naik secara signifikan, tetapi tidak demikian bagi kelompok
4d dan 5d dalam golongannya. Unsur-unsur transisi seri 4d dan 5d
umumnya mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi daripada
tingkat oksidasi seri 3d sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.1.5.
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi Periode 4,
5, dan 6
Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu
+4 +3 , +4 +3, +6 +2, +3, +7 +2, +3 +2, +3 +2 +1, +2
Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
+4 +5 +6 +4, +7 +3 +3 +2 +1
Hf Ta W Re Os Ir Pt Au
+4 +5 +6 +4, +7 +4, +8 +3, +4 +2, +4 +3
Katalisator homogen
Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan pembentukan
senyawa-senyawa kompleks antara yang bersifat tidak stabil dalam
tahap-tahapreaksi. Katalis dengan reaktanmembentuk kompleks
antara yang mengakibatkan reaktan dalam kompleks menjadi aktif
membentuk produk baru dengan disertai pelepasan kembali
katalisatornya. Oleh karena itu, unsur-unsur transisi sangat berperan
dalam reaksi katalitik karena sifatnya mudah membentuk senyawa
kompleks, misalnya pada banyak reaksi organik dipakai senyawa Pd(II)
dan Pt(II).
Selain pembentukan senyawa kompleks, reaktan sering dibuat
ak- tif oleh karena keterlibatan proses redoks pada katalisnya, dan
dengan demikian unsur-unsur transisi sangat berperan karena
kemampuannya membentuk variasi tingkat oksidasi. Sebagai contoh,
2+ + 3+ 2+ 3+ 2+
pasangan Cu / Cu , Co / Co , dan pasangan Mn / Mn
yang merupakan pa-
sangan transfer satu elektron, banyak dipakai pada oksidasi hidrokar-
bon dalam skala besar-besaran.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh reaksi organik katalitik:
(1) Pada reaksi hidrocarbonilasi alkena menjadi aldehid (artinya
pengikatan hidrogen dan karbonil, CO) dipakai katalisator Co(I)
atau Rh(I) :
RHC= CH2 + H2 + CO
Reaksi ini, walaupun kurang tepat, sering juga disebut sebagai
reaksi hidroformilasi yang mengacu pada terikatnya
formaldehid pada alkena. Katalisator Co(I) dalam bentuk
kompleks hidrokarbonil diduga mengalami perubahan sebagai
berikut:
HCo(CO)4 HCo(CO)3 + CO
(2) Pada reaksi oksidasi etena menjadi metanal (proses Wacker)
dipakai katalisator Pd(II) dan Cu(II) :
H2C = CH2 + O2
CH3 I + CO
+ H2O → CH3COOH + H I
CH3OH + H I → CH3 I + H2O
Katalisator heterogen
Katalisator heterogen dalam bentuk padatan banyak dipakai
dalam bidang industri untuk reaksi-reaksi fase gas yang biasanya
berlangsung pada temperatur relatif tinggi. Oleh karena logam-logam
transisi mempunyai titik leleh yang sangat tinggi dan kuat, maka
dapat memenuhi syarat untuk berperan sebagai katalisator. Salah
satu keuntungan pemakaian katalis heterogen adalah bahwa produk
reaksi langsung terpisah dari fase katalisnya, sehingga tidak
memerlukan tahapan pemisahan khusus. Biasanya, reaktan
dilewatkan pada lorong katalis melalui satu ujung dan ke luar
menjadi produk pada ujung yang lain. Katalisator padatan ini dapat
berupa logam murni, paduan maupun senyawa oksidanya.
Selainmemberikanpermukaanyangluas, fase padatdimaksudkan
memberikan bentuk pori-pori yang sesuai untuk media terjadinya
reaksi secara efektif. Untuk itu, katalisator dapat dibuat dalam
bentuk serbuk yang disebarkan pada suatu wadah atau suporter.
Sebagai contoh, serbuk paduan Pt-Rh, yang disebarkan pada suporter
γ-Al2O3, dipakai dalam alat gas buang auto-mobil untuk media
terjadinya reaksi oksidasi gas buang CO dan reduksi gas-gas oksida
nitrogen yang sangat berbahaya agar ke luar sebagai CO2 dan N2.
Laju reaksi persenyawaan antara gas hidrogen dengan
oksigen pada temperatur 800 K juga dipercepat dengan pemakaian
katalisator logam platina, Pt:
2 H2 (g) + O2 (g) Pt 2 H2O (g)
;
Bagaimana cara kerja katalisator padatan demikian ini?
Interaksi molekul-molekul gas reaktan dengan logam katalis
dibedakan dalam dua jenis, physisorption (fisisorpsi) dan
chemisorption (kemisorpsi). Pada jenis pertama molekul-molekul gas
reaktan sekedar mengumpul terkonsentrasi pada permukaan lorong-
lorong katalis. Pada jenis ke dua molekul-molekul gas reaktan
terpecah ikatannya sebagian atau seluruhnya karena melekat
berikatan secara lemah dengan logam katalis, sehingga ikatan
dalam reaktan menjadi lemah atau reaktan berubah menjadi atom-
atomnya yang bersifat aktif sehingga dengan mudah dapat
membentuk ikatan baru antar reaktan.
Dari hasil penelitian ternyata diperoleh kesimpulan bahwa
logam- logam transisi mempunyai kecenderungan lebih mudah
melakukan kemisorpsi terhadap molekul gas-gas tertentu relatif
terhadap logam- logam lain sehingga cocok dipakai sebagai
katalisator, sebagaimana di- tunjukkan dalam Tabel 5.1.6. Contoh
skematik fisisorpsi dan kemisorp- si molekul gas H2 pada permukaan
logam Ni ditunjukkan pada Gam- bar 5.1.2.
Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2 pada
permukaan logam nikel
Gas
Unsur
O2 C2H2 C2H4 CO H2 CO2 N2
Ti, V, Cr, Fe + + + + + + +
Zr, Nb, Ta, Mo + + + + + + +
Hf, W, Ru, Os + + + + + + +
Ni, Co + + + + + + -
Rh, Pd, Pt, Ir + + + + + - -
Mn, Cu + + + + ± - -
Al, Au + + + + - - -
Na, K + + - - - - -
Ag, Zn, Cd + - - - - - -
In, Si, Ge, Sn + - - - - - -
Pb, As, Sb, Bi + - - - - - -
4+ 5+ 2-
(g) 2 V + O2 → 2 V O
Jadi, laju reaksi oksidasi tahap (2) dipercepat oleh proses reduksi
vana- dat yang kemudian diperoleh kembali.
Satu jenis lagi pemakaian katalisator heterogen adalah pada
pro- ses elektrolisis. Dalam hal ini molekul-molekul gas hasil elektrolisis
bia- sanya mengumpul di sekitar elektrode, sehingga menghambat
proses elektrolisis lebih lanjut. Akibatnya, sel elektrolisis mengalami
overpo- tential (tegangan berlebih), dan semakin panas. Untuk
mengurangi ham-
batan ini dapat dipakai oksida-oksida logam transisi yang diserakkan
di seputar elektrode, sehingga memperlancar evolusi gas hasil.
Misalnya untuk gas hasil Cl2, dapat dipakai RuO2, dan untuk gas hasil
O2 dapat dipakai kompleks tetrafenilporfirinakobalt(II), Co(TPP).
Sesungguhnya, masih banyak lagi peran unsur-unsur transisi sebagai
katalisator enzima- tik, namun tidak mungkin dibicarakan pada
kesempatan ini.
3dx n µs = BM
Contoh, ion
0 3+ 4+ 5+
3d 0 0 Sc , Ti ,V
1 3+
4+
3d 1 1,73 Ti,V
2 2+ 3+
3d 2 2,83 Ti , V
3 3+ 2+
3d 3 3,87 Cr , V
4 2+ 3+
3d 4 4,90 Cr , Mn
5 2+ 3+
3d 5 5,92 Mn , Fe
6 2+ 3+
3d 4 4,90 Fe , Co
7 2+
3d 3 3,87 Co
8 2+
3d 2 2,83 Ni
9 2+
3d 1 1,73 Cu
10 + 2+
3d 0 0 Cu , Zn
x
Catatan : perlu diingat bahwa bagi setiap konfigurasi elektron d gasal (d , x =
gasal), spesies yang bersangkutan pasti bersifat paramagnetik ; tetapi untuk x = genap
terdapat dua kemungkinan, yaitu paramagnetik jika terdapat elektron yang tidak
berpasangan dan diamagnetik jika semua elektron berpasangan.
Asal-usul sifat magnetik
Sifat diamagnetik
Ba
2+ -24,0 Fe
2+ -13,0 Rb+ -22,5 ClO4 -32,0
-
Bi
3+ -25,0 Fe
3+ -10,0 Zn
2+ -15,0 NO2 -10,0
-
Ca
2+ -10,4 Hg
2+ -40,0 F
- -9,1 NO3 -18,9
Cd
2+ -22,0 K
+ -14,9 Cl- -23,4 OH- -12,0
Co
2+ -12,0 Li+ -1,0 Br- -34,6 O
2- -7,0
2-
Co
3+ -10,0 Mg
2+ -5,0 I
- -50,6 PtCl6 -148,0
-
Cr
2+ -15,0 Mn
2+ -14,0 BF4 -39,0 S
2- -38,0
2-
Cr
3+ -11,0 Na+ -6,8 CN- -13,0 SO3 -38,0
+ 2-
Cs+ -35,0 NH4 -13,3 CNO- -21,0 SO4 -40,1
-
Cu+ -12,0 Ni
2+ -12,0 CNS- -31,0 SO4H -35,0
Ligan χL Ligan χL
H2O air -13 C2H8N2 etilendiamin -46
2-
NH3 amonia -18 C2 O4 oksalat -25
2-
N2H4 hidrazin -20 C3 H 2 O4 malonat -45
-
CO carbonil -10 C5 H 7 O2 asetilasetonat -52
- -
CHO2 format -17 C5H5 siklopentadienil -68
CH4N2O urea -34 C5H5N piridina -49
CH4N2S tiourea -42 C6H6 benzena -55
C2H4 etilen -15 C10H8N2 bipiridina -105
-
C2H3O2 asetat -30 C12H8N2 fenantrolina -128
-
C2H3NO2 glisinat -37
Sifat paramagnetik
Sistem atomik, molekular, radikal bebas, atau ion yang
memiliki satu atau lebih elektron nirpasangan akan memiliki momen
magnetik permanen yang ditimbulkan oleh momentum sudut spin
dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan ini. Elektron ini
dapat berasal dari orbital s misalnya untuk uap atom logam alkali,
orbital p misalnya pada O2, NO, ClO2, dan radikal bebas, orbital d untuk
seri logam transisi 3d, 4d, dan 5d, dan orbital f untuk seri lantanoida dan
aktinoida.
Semua senyawa dengan momen magnetik permanen menunjuk-
kan sifat paramagnetik normal. Jika senyawa paramagnetik dikenai
medan magnetik luar, atom-atom atau molekul-molekul magnet per-
manen akan menata diri searah dengan arah medan sehingga tertarik
menuju medan. Hal ini menghasilkan suseptibilitas magnetik (χ) positif
yang tak bergantung pada besar medan magnetik yang mengenainya,
tetapi bergantung pada temperatur karena agitasi termal akan mela-
wan orientasi dwi kutub magnetik. Maka, efektivitas medan magnetik
akan hilang dengan naiknya suhu. Secara matematik,
C kebergantungan
ini telah dilukiskan menurut hukum Curie, χ = T , atau Curie – Weiss, χ
C
=
, dengan C = tetapan Curie dan �� = tetapan Weiss. Nilai ini
T -
meru- pakan sifat individual senyawa dan harus ditentukan secara
eksperimen
dengan variasi temperatur.
Dalam pengukuran suseptibilitas molar suatu senyawa, nilai
koreksi diamagnetik atom-atom konstituennya harus diperhitungkan,
dan hasilnya adalah suseptibilitas molar terkoreksi, χ M’. Hubungan antara
suseptibilitas molar dengan momen magnetik menurut mekanika
kuantum dinyatakan dalam rumusan:
N
χ ’= 2 2............................................(1.1)
M
3kT
dengan N = bilangan Avogadro = 6,02205 . 1023 mol-1, β = 1 BM =
0,9273.10-23 J T-1, k = tetapan Boltzmann = 1,38066 . 10-23 J K-1, dan µ =
momen magnetik permanen dalam BM. Dengan memasukkan nilai-
nilai tetapan tersebut diperoleh formula:
µeff = 2,83
÷M ' T BM.....................................(1.2)
Momen magnetik
spin
Bilangan kuantum spin elektron dianalogikan dengan konsep
rotasi elektron pada sumbunya sendiri. Dengan demikian menurut
mekanika gelombang, momentum sudut elektron yang berkaitan
dengan bilangan kuantum spin adalah terkuantisasi sebesar
s(s 1)
h/2π, sehingga momen magnetik spin mengikuti rumusan:
µs = g β s(s 1) s(s 1) 4s(s 1)
e.m.u = 2 BM = BM.......(1.6)
dengan g = faktor pembelahan Lande atau rasio giromagnetik
yaitu rasio momen magnetik terhadap momentum sudut yang
besarnya untuk elektron bebas secara eksak adalah 2,002320 ±
0,000004. Nilai ini adalah 1 untuk momen orbital dan sering dibulatkan
menjadi 2 untuk momen spin. Perbedaan nilai 0,00232 bagi elektron
bebas oleh karena koreksi relativistik.
Momen magnetik tersebut adalah momen permanen, oleh
karena itu jika dikenai medan magnetik dari luar akan berinteraksi
menghasilkan efek paramagnetik.
Tipe paramagnetik
Sifat magnetik senyawa kompleks berkaitan dengan jumlah
elektron nirpasangan dalam sistem molekul kompleks ini. Oleh karena
itu perlu diturunkan suatu rumusan momen magnetik yang berkaitan
dengan jumlah elektron nirpasangan yang nilainya teruji oleh hasil
pengukuran menurut rumusan (1.2) tersebut. Oleh karena sifat
magnetik dalam sistem multielektron berasal dari momentum
sudut spin dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan dalam
sistem ini, maka kedua total momentum ini harus ditambahkan
menurut aturan kuantum penjumlahan vektor.
Sifat paramagnetik normal suatu senyawa kompleks bergantung
paling tidak pada tiga faktor yaitu (1) jumlah elektron nirpasangan,
(2) tingkat dasar spektroskopik, dan tingkat eksitasi di atasnya jika
pembelahan seharga orde kT, dan (3) kuat medan ligan dan
konfigurasi geometrinya.
Spin only
Tipe momen magnetik ini sesungguhnya sama dengan yang
berlaku bagi pembelahan multiplet kecil tetapi dengan L = 0 sehingga
nilai momen magnetik hanya didominasi oleh momentum sudut
spin saja; atau dengan kata lain untuk tipe ini kontribusi momentum
sudut orbital lenyap sama sekali sehingga rumusan momen
manetiknya menjadi:
µs = 4S (S 1) BM ; dengan mengingat bahwa S = n/2, maka
= n (n 2) BM.................................................................(1.9)
Tipe momen magnetik semacam ini kemudian dikenal sebagai momen
magnetik spin only.
Koreksi diamagnetik
Secara umum, senyawa paramagnetik terdiri atas pusat-
pusat paramagnetik dan gugus-gugus diamagnetik, bahkan ion
paramagnetik monoatomik juga mempunyai nilai diamagnetik; gugus-
gugus diamagnetik ini tentu saja harus diperhitungkan sebagai faktor
koreksi. Jadi, suseptibilitas molar suatu senyawa merupakan jumlah
aljabar suseptibilitas atom, ion atau molekul penyusun senyawa ini.
Oleh karena itu, suseptibilitas per mol terkoreksi (χM’) suatu ion
logam
paramagnetik dalam suatu senyawa dapat diperoleh dengan mengukur
suseptibilitas molar senyawa ini (χ M) dan kemudian dikurangi dengan
faktor diamagnetik ion atau molekul penyusunnya (χL) :
χM’ = χM (pengukuran) - χL
Gambar 5.1.3 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per satuan area
(a), menjadi berkurang ketika melewati sampel diamagnetik (b),
tetapi bertambah ketika melewati sampel paramagnetik (c),
dan
timbangan magnetik model Gouy (d)
=
[w1 w2 ].. g , dengan
χ
.M r
M
w.H 2
∆w1 = perbedaan antara massa sampel + tabung yang ditimbang
dengan dan tanpa medan magnetik
∆w2 = perbedaan antara massa tabung yang ditimbang dengan
dan tanpa medan magnetik (berharga negatif)
w = massa sampel yang ditimbang tanpa medan magnetik
l = tinggi / panjang sampel dalam tabung
Mr = massa rumus relatif (berat molekul) sampel
H = kuat medan magnetik
g = gaya gravitasi bumi di mana dilakukan pengukuran
Semua besaran-besaran yang terlibat dalam pengukuran tersebut telah
diketahui, sehingga χ M dapat dihitung. Harga ini tentu masih harus
dikoreksi dengan suseptibilitas diamagnetik, χL, sehingga diperoleh
χ’ = - χL. Selanjutnya nilai momen magnetik, µ, dihitung menurut
χ
M M
persamaan (1.2),
µs = 2,828�(χM’.T) BM, dengan T = temperatur sampel (dalam Kelvin)
Pengukuran dan perhitungan seperti ini dari banyak macam
sampel menghasilkan nilai-nilai yang relatif tidak berbeda dengan µs
teoretik berdasarkan jumlah elektron nirpasangan (Tabel 5.1.7).
Jari-jari
4+ ionik
3+ / 2+
pm:
M ;M ;M 60,5 ; 67 ; 86 72 ; - ; - 71 ; - ; -
(bilangan koordinasi 6)
o
Potensial reduksi : E / V
4+ - 0,86 - 1,43 - 1,57
M + 4e → M (s)
2 2 2 2 14 2
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s [36Kr]4d 5s [54Xe] 4f 5d
2
6s
Elektronegativitas 1,5 1,4 1,3
5.2.5 Halida
Titanium halida dikenal dalam beberapa tingkat oksidasi yaitu
Ti(II), Ti(III), dan Ti(IV). TiF4 berupa padatan putih dan dapat diperoleh
dari reaksi TiCl4 dengan HF anhidrat, atau dari reaksi langsung antara
o
logam titanium dengan F2 pada suhu ~ 200 C. Jika digunakan larutan
HF berlebihan dapat mengakibatkan terbentuknya ion kompleks
2-
[TiF6] . TiF3 berupa padatan biru, dapat diperoleh dari reaksi logam
o
titanium dengan HF anhidrat pada suhu ~ 700 C. Senyawa kompleks
3-
yang mengandung ion [TiF6] juga telah dikenal.
Ada beberapa senyawa titanium klorida yang dikenal, yaitu
serbuk hitam TiCl2, padatan violet atau coklat TiCl3, dan cairan tak
berwarna TiCl4. Titanium(IV) klorida merupakan halida terpenting,
khususnya sebagai bahan awal untuk pembuatan senyawa-senyawa
titanium yang lain. Dalam udara lembab, TiCl4 mengeluarkan asap
dengan kuat dan terhidrolisis menjadi TiO2. Tetapi, adanya HCl atau
berkurangnya
kandungan H2O dapat mengakibatkan hidrolisis parsial menjadi
4- 3-
senyawa okso klorida, [TiO2Cl4] atau [TiOCl5] . Dalam larutan
yang dijenuhkan dengan gas HCl dapat terbentuk ion kompleks
2-.
[TiCl6]
Reaksi TiCl4 dengan asam sulfat pekat menghasilkan
titanium(IV) sulfat, Ti(SO4)2 ataupun TiOSO4, dan reaksi TiCl3 dengan
asam sulfat encer menghasilkan garam sulfatnya, Ti2(SO4)3.8H2O.
Halida lain yang dikenal adalah sebagai TiBr4, TiBr3, TiI4, TiI3, dan TiI2.
5.3 GOLONGAN 5
VANADIUM, NIOBIUM, DAN TANTALUM
5.3.1 Pendahuluan
Vanadium berasal dari kata vanadis, yaitu nama dewi kecantikan
di Skandinavia, pada mulanya ditemukan oleh N.G. Selfström di
Swedia pada tahun 1830, bersama-sama dalam bijih besi. Disebut
demikian kare- na senyawaannya kaya akan warna. Sesungguhnya,
unsur ini telah dike- nali oleh A.M. del Rio pada tahun 1801 yang
ditemukan dalam bijih timbel yang disebut dengan eritronium.
Namun sayangnya, beliau sendiri mem- batalkan penemuannya ini.
Logam ini tampak bersinar cemerlang, cukup lunak sehingga mudah
dibentuk seperti pembuluh, mempunyai titik leleh 1915 oC dan titik
didih 3350 oC, serta tahan terhadap korosi. Vanadium dapat
bersenyawa dengan karbon di dalam baja, membentuk senyawa V4C3
yang berupa butiran-butiran halus terdispersi dan membuat baja
menjadi lebih tahan lama dan tahan sobekan walaupun pada
temperatur tinggi, sehingga lebih baik daripada baja biasa.
Penambahan karbon kira- kira 10 % mengakibatkan kenaikan titik leleh
yang sangat mencolok men- jadi kira-kira 2700 oC. Dengan sifat seperti
ini, produksi vanadium sebagian besar (~ 80 %) digunakan untuk logam
aditif pada baja, khususnya untuk keperluan baja yang tahan
goncangan pada kecepatan tinggi. Selain itu logam vanadium juga
dipakai sebagai logam paduan dengan logam alu- minium
dengankomposisi kira-kira10 % berat.
Niobium pada mulanya dikenali oleh C. Hatchett pada tahun
1801. Beliau berhasil mengisolasi oksidanya dari mineral columbit
menjadi un- sur yang dia sebut columbium. Sementara itu A.G. Ekeberg
pada tahun 1802 mengidentifikasi adanya unsur baru yang disebut
tantalum karena sifat mineralnya yang sukar larut dalam berbagai
asam. Pada saat itu hing- ga tahun 1844 unsur columbium dan
tantalum diduga hanya satu saja. Namun H. Rose kemudian berhasil
menunjukkan bahwa mineral columbit ternyata mengandung dua
unsur yang berbeda, yaitu yang pertama dise- but tantalum
sebagaimana ditemukan Ekeberg dan yang ke dua diberi nama
niobium yang artinya anak tantalum. Nama ini kemudian diadopsi oleh
IUPAC (1950) walaupun nama columbium lebih dulu dikenalkan. Lo-
gam niobium ketika pertama kali diisolasi oleh C.W. Bloomstrand pada
ta- hun 1866 dari reduksi garam kloridanya dengan hydrogen masih
belum murni. Preparasi logam murninya berhasil dilakukan pertama
kali pada tahun 1907 oleh W. von Bolton melalui reduksi garam
fluorometalat de- ngan natrium.
Logam-logam golongan 5 ini belum terlalu banyak diketahui
man- faatnya, kecuali vanadium yang digunakan sebagai baja
vanadium yang merupakan logam paduan keras dan sering dipakai
untuk pisau maupun peralatan-peralatan pertukangan lain. Niobium
banyak digunakan pada berbagai stainless steel terutama untuk
penggunaan pada temperatur tinggi, dan kawat Nb/Zr digunakan
dalam magnet superkonduktor. Tan- talum, yang sangat tahan
terhadap korosi pada temperatur kamar, sangat ideal untuk material
peralatan operasi (bedah), peralatan industri elek- tronik seperti
kapasitor dan kawat-filamen
Karakteristika 23
V Nb Ta
41 73
Kelimpahan / ppm
136 20 1,7
(dalam kerak bumi)
Densitas / g cm-3 (20 oC) 6,11 8,57 16,65
Titik leleh ( oC) 1915 2468 2980
Titik didih ( C)
o
3350 4758 5534
Jari-jari atomik / pm
134 146 146
(bilangan koordinasi 12)
Jari-jari ionik / pm
M5+; M4+; M3+; M2+ 54 ; 58 ; 64 ;79 64 ; 68 ; 72 ; 64 ; 68 ; 72 ; -
(bilangan koordinasi 12) -
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d3 4s2 [36Kr] 4d4 5s1 [54Xe] 4f14 5d3 6s2
Elektronegativitas 1,6 1,6 1,5
3 basa 2+ - vanado
+ 2 (3d ) VO V violet
hitam - abu- - vanadium(II)
abu
2 basa 3+ - vanadi
+ 3 (3d ) V2O3 V hijau
hita - vanadium(III)
m
2+ - oksovanadium(IV)
VO biru
1 amfoterik - vanadil
+4 (3d ) VO2
biru legam n- - hipovanadat
[X] * coklat
- vanadit
+
0 amfoterik VO23- - dioksovanadium(V) kuning
+ 5 (3d ) V2O5 VO
kuning-oranye 4 - vanadat tak berwarna
n-
[X] * Tidak ada bentuk anionik vanadit yang sederhana
melainkan bersifat poliatomik ; salah satu contoh adalah
2-
[V4O9] .
Vanadium oksida, VO
Vanadium oksida, VO, berwarna abu-abu hitam, dapat
diperoleh dari reduksi V2O3 dengan logamnya, V. Oksida ini bersifat
basa seperti halnya V2O3, larut dalam asam membentuk ion V2+ yang
berwarna violet:
VO (s) + 2 H3O+ (aq) → V2+ (aq) + 3 H2O (l)
Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO (a) dan ion [M6O19]8- (b)
Tingkat
Fluorida Klorida Bromida Iodida
Oksidasi
+5 VF5 -tak berwarna - - -
+2 VF2 - biru VCl2 - hijau pucat VBr2 -oranye coklat VI2- merah violet
Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 yang bersekutu
pada (a) sudut-sudutnya dan (b) sisi-sisinya
Garam-garamlainnon-oksotentusajastabilpadatingkatoksidasi+2
dan +3, dan sebagai senyawa kompleks umumnya mempunyai
bilangan koordinasi empat dan enam. Sebagai contoh [V(H2O)6] SO4 ,
[VCl2(H2O)4], [VF6]3-, dan [VCl4]-, dan masih banyak lagi yang dalam air
memberikan rumusan umum [V(H2O)6]2+ yang berwarna violet, dan
[V(H2O)6]3+ yang berwarna hijau.
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium
Tingkat
oksidasi
Senyawa dan warnanya
Seperti halnya pada oksida vanadium, sifat basa oksida dan hi-
droksida kromium menurun (atau sifat asam naik) dengan naiknya
tingkat oksidasi. Oleh karena itu, Cr 2O3 dan Cr(OH)3 bersifat amfoterik,
sama seperti oksida dan hidroksida aluminium, dan CrO3 yang
mempu- nyai tingkat oksidasi lebih tinggi bersifat asam. Hal ini dapat
dipahami bahwa Cr(VI) mempunyai jari-jari ionik lebih pendek dan
rapatan mua- tan lebih tinggi sehingga spesies ini mempunyai
kecenderungan yang lebih besar sebagai akseptor pasangan elektron,
dan dengan demikian bersifat asam.
Kromium(III) oksida, Cr2O3, dapat diperoleh dari dekomposisi
termal amonium dikromat menurut persamaan reaksi berikut :
(NH4)2Cr2O7 (s)
Cr2O3 (s) + N2 (g) + 4 H2O (g)
Kromium(III) oksida merupakan oksida kromium yang paling stabil
mengadopsi struktur corundum, dan digunakan untuk pigment hijau.
Oksida ini menunjukkan sifat semikonduktor dan antiferomagnetik
o
pada temperatur di bawah 35 C.
Kromium(IV) oksida, CrO2, dapat diperoleh dari reduksi CrO3
secara hidrotermal menurut persamaan reaksi berikut :
CrO3 (s) + H2 (g)
CrO2 (s) + H2O (g)
Kromium(VI) oksida, CrO3, dapat diperoleh dari penambahan
asam sulfat pada larutan pekat alkali dikromat menurut persamaan
reaksi berikut:
K2Cr2O7 (aq) + H2SO4 (aq) → 2 CrO3 (s) + K2SO4 (aq) + H2O (l)
merah
4 )
Larutan ionik orto-molibdat 2- 2-
(MoO 4 ) atau orto-tungstat (WO
yang keduanya mengadopsi struktur tetrahedron, tetapi jika pH laru-
tan diturunkan secara perlahan akan terbentuk spesies isopolianion
. Pada kondisi ini, bilangan koordinasi logam naik menjadi enam dan
terbentuk unit-unit oktahedral MO6 dengan persekutuan sisi-sisi dan
titik-titik sudut oktahedron (Gambar 5.4.3). Spesies isopolianion seperti
2- 6-
heksamolibdat [Mo6O19] , heptamolibdat (paramolibdat) [Mo7O24]
4- 20-
, oktamolibdat [Mo8O26] , dan paratungstat [W12O46] , dan masih
banyak lagi yang sejenis telah berhasil dikarakterisasi.
atau :
2- 2- -
2 CrO4 (aq) + H2 O (l) Cr2O7 (aq) + 2 OH (aq)
kuning merah oranye
Kromil klorida
Reaksi antara CrO3 dengan asam klorida membentuk
senyawa okso halida, yaitu kromil klorida, CrO 2Cl2, yang berupa cairan
o
merah tua dengan titik 117 C, menurut persamaan reaksi berikut ini:
CrO3 (s) + 2 HCl (aq) → CrO2Cl2 (l) + H2O (l)
Kromil klorida juga dapat langsung diperoleh dari kalium dikromat
yang dicampur dengan natrium klorida, kemudian mereaksikan
campuran ini dengan asam sulfat pekat menurut persamaan reaksi:
K2Cr2O7 (s) + 4 NaCl (s) + 6 H2SO4 (l) →
2 CrO2Cl2 (l) + 2 KHSO4 (s) + 4 NaHSO4 (s) + H2O (l)
Reaksi tersebut sekaligus dapat dipakai untuk menguji adanya
ion klorida karena bromida dan iodida tidak membentuk senyawa
yang analog. Pada pemanasan secara perlahan dan hati-hati, uap
merah tua kromil klorida yang beracun dapat dipisahkan dan
ditampung, kemudian akan terkondensasi sebagai cairan merah
gelap. Jika cairan ini ditambahkan ke dalam larutan basa akan
terjadi hidrolisis dan terbentuk senyawa kromat berwarna kuning:
- 2- -
CrO2Cl2 (l) + 4 OH (aq) → CrO 4 (aq) + 2 Cl (aq) + 2 H O (l)
Molekul kromilklorida mengadopsi bangun tetrahedron dengan
karakter ikatan rangkap Cr = O yang cukup kuat.
Konfigurasi elektronik 5 2 6 1 14 5 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,5 1,9 1,9
Tabel 5.5.2 Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan setengah reaksi
mangan, teknesium, dan renium dalam larutan asam pada 25°C.
o o -
Pasangan setengah reaksi E /V - n E / V.mol e
2+
Mn (aq) + 2 e Mn (s) - 1,185 - 2,370
3+
Mn (aq) + 3 e Mn (s) - 0,283 - 0,849
+
MnO2 + 4 H + 4 e Mn (s) + 2 H2O 0,024 0,096
2- + 2+
MnO + 8H +4e Mn (aq) + 4 H2O 1,742 4,598
4- +
MnO + 8 H + 5 e 2+
4 Mn (aq) + 4 H2O 1,507 5,155
2+
Tc (aq) + 2 e Tc (s) 0,400 0,800
+
TcO2 + 4 H + 4 e Tc (s) + 2 H2O 0,272 1,088
+
TcO3 + 2 H + 2 e TcO2 + H2O 0,757 2,602
- + 2+
TcO + 8 H + 5 e Tc (aq) + 4 H2O 0,500 3,300
4
3+
Re (aq) + 3 e Re (s) 0,300 0,900
+
ReO2 + 4 H + 4 e Re (s) + 2 H2O 0,251 1,004
+ 3+
ReO3 + 6 H + 3 e Re (aq) + 3 H2O 0,318 1,854
2- + 3+
ReO + 8H +3e Re (aq) + 4 H2O 0,795 3,285
4- +
ReO + 8 H + 4 e 3+
4 Re (aq) + 4 H2O 0,422 2,588
Tingkat Warna
Oksida Hidroksida Sifat Ion Nama
Oksidasi Ion
+2 MnO Mn(OH)2 basa moderat 2+ Mangan(II) Pink
Mn
+3 Mn2O3 Mn(OH)3 Basa lemah 3+ Mangan(III) Violet
Mn
MnO(OH)2 2-
amfoterik / MnO
+4 MnO2 atau 3 Manganit Coklat
asam lemah
H2MnO3
2-
+6 asam moderat MnO Manganat Hijau
MnO3 H2MnO4 4
+7 Mn2O7 HMnO4 Asam kuat MnO4- Permanganat Ungu
Mangan(II)
Berdasarkan nilai potensial reduksinya, mangan(II) merupakan
spesies mangan yang paling stabil, dan ini mungkin dapat
dikaitkan dengan konfigurasi elektronik setengah penuh, 3d5. Larutan
garam-garan
mangan(II) seperti garam klorida, sulfat dan nitrat, dalam air
berwarna pink pucat dan sering dinyatakan sebagai ion Mn2+, atau
dalam perspektif ion kompleks sebagai [Mn(H2O)6]2+. Penambahan
alkali hidroksida ke dalam larutan Mn2+ diperoleh endapan Mn(OH)2
yang berupa gelatin putih hingga pink pucat, tetapi di udara
terbuka hidroksida ini segera teroksidasi menjadi mangan(III)
oksihidroksi, MnO(OH) yang berwarna coklat gelap. Persamaan
reaksinya adalah:
Mn2? (aq) + 2 OH- (aq) → Mn(OH)2 (s)
4 Mn(OH)2 (s) + O2 (g) → 4 MnO(OH) (s) + 2 H2O (l)
Mangan(II) hidroksida hanya diendapkan sebagian saja oleh
larutan amonia, karena endapan Mn(OH)2 larut dalam larutan garam
amonium menurut persamaan reaksi sebagai berikut:
Mn(OH)2 (s) + 2 NH4+ (aq) Mn2+ (aq) + 2 NH 3(g) + 2 H O (l)
2
Mn(OH)2 bersifat basa moderat, oleh karena itu larut dalam
asam, dan tidak larut dalam basa alkali. Pemanasan basa ini tanpa
udara dapat menghasilkan oksidanya, MnO, yang berwarna abu-abu-
hijau.
Mn(OH)2 (s) MnO (s) + H2O (g)
Mangan(III)
Mangan(III) di alam terdapat sebagai oksidanya, yaitu Mn2O3 dan
MnO(OH), tetapi ion Mn3+ tidak stabil dalam air dan mudah
tereduksi menjadi Mn2+ sebagaimana dinyatakan oleh rendahnya nilai
potensial re- duksinya. Mineral Mn3O4, berwarna hitam, merupakan
campuran oksida Mn(II) dan Mn(III), yang dapat terbentuk pada
pemanasan semua jenis mangan oksida hingga ~1000 oC di
udara.Larutan garam MnCl3 (hitam) dapat diperoleh dari reaksi MnO2
dengan asam hidroklorida pada tem- peratur rendah, dan akan terurai
pada temperatur diatas -40 oC, menurut persamaan reaksi :
2 MnO2 (s) + 8 HCl (aq) → 2 MnCl3 (aq) + 4 H2O + Cl2 (g)
2 MnCl3 (aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
Mangan(IV)
Mangan(IV) terdapat sebagai oksidanya yaitu MnO 2 yang bersifat
antiferomagnetik di bawah temperatur ~ 92 K. MnO2, dapat terurai
men- jadi Mn2O3 pada ~ 530 oC, namun oksida ini sangat penting,
karena meru- pakan oksidator yang baik. Oksida ini bersifat amfoterik
namun relatif inert terhadap asam ataupun basa. Hal ini terlihat nyata
dari reaksinya dengan asam hidroklorida pekat dalam keadaan dingin,
yaitu menghasilkan laru- tan hijau dari ion Mn4+ yang bersifat tidak-
stabil, berubah menjadi larutan pink karena terbentuk ion Mn2+.
Mn(SO4)2 juga bersifat tidak stabil, se- hingga reaksi MnO2 dengan asam
sulfat pekat akan menghasilkan MnSO4. Persamaan reaksinya adalah:
MnO2 (s) + 4 HCl (aq) → MnCl4 (aq) + 2 H2O (l)
MnCl4 (aq) → MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
MnO2 (s) + 2 H2SO4 (aq) → Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O
(l)
2 Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O (l) → 2 MnSO4 (aq) + 2 H2SO4 (aq) + O2 (g)
Namundemikian,Mn(IV)dalambeberapasenyawakompleksbersifat
cukup stabil dan tidak mudah terurai, misalnya dalam kompleks
K2[MnF6] (kuning), dan Rb2[MnCl6] (merah tua). Hidroksida Mn(IV)
bersifat asam lemah, oleh karena itu setiap molekul hidroksidanya
dapat melepaskan satu molekul H2O hingga rumus molekulnya
menjadi MnO(OH)2 atau sering ditulis sebagai H2MnO 3 3
. Keberadaan
spesies MnO 2- ini ditunjukkan oleh reaksi lelehan MnO2 dan CaO yang
menghasilkan kalsium manganit, CaMnO3 yang berwarna coklat
menurut persamaan reaksi:
MnO2 + CaO CaMnO3
Mangan(VI)
Mangan(VI) hanya dikenal stabil sebagai spesies manganat, MnO
4
2-
, dengan bangun tetrahedron dan berwarna hijau gelap. Kalium
manganat dapat diperoleh dari reaksi lelehan MnO2 dan basa alkali
dengan hadirnya oksidator misalnya udara atau KNO3, menurut
persamaan reaksi berikut:
2 MnO2 (s) + 4 KOH (s) + O2 (g) 2 K2MnO4 (s) + 2 H2O (g)
Dalam larutannya, ion manganat hanya stabil dalam suasana basa
sedangkandalamairataupundalamsuasanaasam, ioniniakanmengalami
disproporsionasi menjadi ion permanganat dan MnO 2 (periksa kembali
keterangan diagram potensial reduksi). Dalam suasana asam ion MnO4
2-
bersifat oksidator:
MnO 42- (aq) + 8 H3 O+ + 4 e Mn2+ (aq) + 12 H O (l) Eo = 1,74 V
2
K2MnO4 isomorfis (sama bentuk) dengan K2SO4 dan K2CrO4. Asam
manganat, H2MnO4, sangat tidak stabil dan sukar diisolasi.
Mangan(VII)
Mangan heptoksida, Mn2O7 berupa cairan seperti minyak
berwarna hijau yang mudah meledak dan dapat diperoleh dari
reaksi garam manganat(VI) dengan H2SO4 pekat. Senyawa anion-okso
Mn(VII) yang dikenal penting hanya satu, adalah kalium permanganat,
KMnO4, yang berwarna ungu. Senyawa ini stabil dalam larutannya, dan
peran utamanya adalah sebagai oksidator yang sangat kuat baik
dalam suasana asam maupun dalam keadaan basa ataupun netral.
Secara komersial kalium permanganat dibuat dari oksidasi
kalium manganat oleh klorin dalam suasana alkalin. Jika larutan yang
terbentuk ini kemudian dipekatkan, maka akan diperoleh kristal
ungu KMnO4. Persamaan reaksinya adalah:
2 K2MnO4 (aq) + Cl2 (g) → 2 KMnO4 (aq) + 2 KCl (aq)
5.6 GOLONGAN 8
BESI, RUTENIUM, DAN OSMIUM
5.6.1 Pendahuluan
Dalam sistem periodik Mendeleev, sembilan unsur, Fe - Ru - Os, Co
- Rh - Ir, dan Ni - Pd - Pt, terletak dalam golongan VIII. Tiga logam
kelompok pertama, kedua dan ketiga masing-masing terletak
dalam golongan 8, 9 dan 10 menurut sistem penomoran IUPAC.
Kesembilan unsur ini sering dibicarakan menurut lajur horizontal
oleh karena kemiripan sifatnya, khususnya untuk Fe - Co - Ni.
Keenam unsur yang lain dikenal sebagai kelompok logam-logam
platina, yang terbagi dalam dua set triad horizontal. Namun seiring
dengan kemajuan penemuan senyawa- senyawa dari kesembilan
unsur ini, pembahasan berdasarkan lajur golongan lebih tepat
dibandingkan dengan pembahasan berdasarkan lajur horizontal.
Besi telah dikenal sejak ~ 4000 BC dan sangat banyak digunakan
untuk berbagai macam keperluan industri. Demikian juga besi
berperan sangat penting dalam bidang biologi. Rutenium dan
osmium kurang begitu dikenal manfaatnya dibanding dengan besi.
Rutenium dan osmium umumnya terdapat sebagai logamnya
bersama-sama dengan logam-logam kelompok platina yang lain.
Sumber utama kelompok logam-logam platina adalah bijih nikel
dan tembaga sulfida yang
banyak terdapat di Afrika Selatan, Kanada, dan pasir sungai di Ural,
Rusia. Kelimpahannya dalam batuan kerak bumi adalah: Ru (~ 0,0001
ppm) dan Os (0,005 ppm), jauh lebih sedikit dibanding dengan
besi (~ 62000 ppm) yang merupakan unsur ke empat terbanyak
setelah oksigen, silikon dan aluminium. Besi juga banyak
terdistribusi sebagai oksida dan karbonat, dan beberapa yang
terpenting diantaranya adalah hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4),
limonit (~ 2Fe2O3.3H2O), dan siderit (FeCO3). Selain itu, pirit atau
besi sulfida, (FeS2), juga umum dijumpai, tetapi tidak digunakan
sebagai sumber ekstraksi besi karena sulitnya menghilangkan
belerang. Pengolahan besi dari bijihnya secara mendalam dapat
diperiksa pada Bab Metalurgi (Gambar 2.5).
Rutenium dan osmium dibuat dari konsentrat platina yang
umumnya didapatkan sebagai lumpur anode dalam proses pemurnian
nikel secara elektrolisis. Logam-logam ikutan Pt, Pd, dan Au disingkirkan
dengan pereaksi air raja (aqua regia) dan Ag dipisahkan sebagai
larutan nitratnya melalui proses pemanasan dengan timbel
karbonat dan penambahan asam nitrat. Residu tak larut terdiri atas Ru,
Os, Rh, dan Ir. Logam-logam ini kemudian dipisahkan secara bertahap.
Rodium dapat dipisahkan dengan mengubahnya menjadi larutan
Rh2(SO4)3 melalui prosesfusi(fused)
yaitupemanasanbijihrodiumbersamadengan NaHSO4 yang diikuti
dengan pencucian dengan air. Berikutnya adalah fusi dari residu
yang tak larut pada proses di atas dengan Na2O2, yang diikuti
2-
dengan pencucian dengan air sehingga campuran larutan [RuO4] dan
2-
[OsO4(OH)2] akan terpisah dari residu padatan IrO2. Pengaliran gas
2- 2-
Cl2 ke dalam larutan panas [RuO4] dan [OsO4(OH)2] akan
menghasilkan
uap OsO4 dan RuO4; keduanya akan dapat dipisahkan melalui dua
cara penampungan yang berbeda yaitu, (1) dalam HCl dengan
pemanasan
akan menghasilkan larutan H3RuCl6, dan (2) dalam alkoholik NaOH
2-
akan menghasilkan larutan [OsO2(OH)4] . Penambahan NH4Cl ke
dalam
masing-masing larutan akan menghasilkan endapan (NH 4)3RuCl6
dan OsO2(NH3)4Cl2, dan jika endapan ini direduksi dengan H2
akan diperoleh serbuk atau bongkahan logam yang bersangkutan.
Manfaat
utama dari rutenium adalah untuk pengerasan logam platina dan
paladium, sedangkan osmium dimanfaatkan untuk membentuk logam
paduan yang lebih keras.
Ketiga logam ini tampak berkilauan dan berwarna keperakan.
Jika murni, besi bersifat lunak dan mudah dibentuk, tetapi rutenium dan
osmium lebih sukar dibentuk. Logam rutenium dan osmium keduanya
mengadopsi struktur hcp tetapi besi mengadopsi struktur bcc pada
tem- peratur kamar (α-besi). Sifat besi agak unik, pada temperatur
tinggi (> 910 oC) besi mengadopsi fcc (γ-besi), dan pada temperatur
sekitar 1390 oC berubah kembali menjadi bcc (6-besi). Beberapa
karakteristika kelom- pok logam ini dapat diperiksa pada Tabel 5.6.1.
Tabel 5.6.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8
Konfigurasi elektronik 6 2 7 1 14 6 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2
5.6.2 Kecenderungan Golongan 8
Besi lebih reaktif daripada kedua logam anggota golongan 8
lainnya, ataupun golongan triad-triad lainnya. Misalnya, besi bereaksi
dengan asam nonoksidator maupun asam oksidator. Rutenium dan
osmium tidak terpengaruh oleh asam-asam nonoksidator, tetapi
umumnya reaktif terhadap bahan-bahan pengoksidasi, misalnya
dengan asam nitrat pekat menghasilkan OsO4. Kedua logam ini
larut dalam lelehan alkali dengan adanya udara atau lebih baik
oksidator fluks seperti
2-
Na2O2 atau KClO3 dan menghasilkan rutenat-[RuO4] dan osmat-
2-
[OsO2(OH)4] . Tingkat oksidasi yang paling umum untuk besi adalah
+2 dan +3, rutenium +3, dan osmium +4. Tingkat oksidasi tertinggi
2-
yang dikenal untuk besi adalah +6 adalah dalam [FeO4] , namun
spesies ini sangat mudah tereduksi. Sebaliknya, Ru dan Os dikenal
dengan tingkat
oksidasi +8, dan Ru(VIII) kurang stabil dibandingkan dengan Os(VIII).
Besi(II)
Besi(II) klorida anhidrat, FeCl 2, dapat dibuat dengan mengalirkan
gas HCl kering pada logam besi panas. Karena gas H2 yang dihasilkan
bersifat reduktor, maka oksidasi lanjut Fe(II) menjadi besi(III) dapat
dicegah:
Anion-okso
Beberapa senyawa oksoanion besi yang berdasarkan unit
tetrahe- dron FeO4 telah berhasil diidentifikasi. Besi(III), misalnya
Na5FeO4 dan K6[Fe2O6] mengadopsi dua bangun tetrahedron yang
bersekutu pada salah satu sisinya. Selain mangan, logam-logam
transisi periode-4 tidak membentuk senyawa dengan konfigurasi
0
elektronik d . Kenyataannya, logam dengan tingkat oksidasi lebih
tinggi dari +3 sangat sulit disinte- sis, dan senyawa demikian ini hanya
stabil dalam fase padat.
2-
Ion ferat, [FeO4] , merupakan salah satu senyawa besi dengan
tingkat oksidasi +6 yang dapat dibuat dari oksidasi suspensi Fe 2O3
dalam alkali pekat dengan gas klorin. Stabilitas ion ferat ini mungkin
dapat diasosiasikan dengan daya polarisasi yang sangat tinggi karena
-3
rapatan muatan Fe(VI) sangat tinggi ~ 3862 C mm , sehingga ikatan
Fe- O bersifat kovalen. Ion ini berwarna ungu (purple), mempunyai
bangun geometri tetrahedron, dan dapat distabilkan dengan
pembentukan suatu senyawa ionik tak larut, misalnya padatan
barium ferat, BaFeO4, yang berwarna merah-ungu. Senyawa
“campuran” oksida ini bersifat sebagai oksidator kuat, misalnya dapat
mengoksidasi NH3 menjadi N2 walaupun pada temperatur kamar, dan
dapat disimpan dalam larutan alkalin selama beberapa jam, tetapi
dalam larutan asam atau netral dengan cepat akan mengoksidasi air
dengan membebaskan oksigen menurut persamaan reaksi:
2- 3+ -
4 [FeO4] + 10 H2O (l) 4 Fe (aq) + 20 OH (aq) + 3 O2 (g)
-
Oksoanion rutenium dikenal dalam rutenium(VII), [RuO4] -
2-
perrutenat, dan rutenium(VI), [RuO4] - rutenat. Kristal hitam kalium
perrutenat, K[RuO4] dapat diperoleh dari reaksi RuO4 dengan larutan
dingin KOH encer atau oksidasi larutan K2RuO4 dalam air dengan
klorin. Senyawa ini kurang stabil kecuali dalam keadaan kering, dan
tereduksi
oleh air khususnya jika dalam keadaan alkalin membentuk ion
2-
rutenat, [RuO4] yang berwarna oranye. K2[RuO4] dapat diperoleh
dari reaksi
langsung antara Ru dengan KOH dan KNO 3 dengan cara pemanasan
hingga campuran melebur.
5.7 GOLONGAN 9
KOBALT, RODIUM, DAN IRIDIUM
5.7.1 Pendahuluan
Logam kobalt baru mulai digunakan pada abad 20, namun bijih
kobalt sesungguhnyatelahdigunakanribuan tahun sebelumnya sebagai
pewarna biru pada gelas maupun berbagai perkakas dapur.
Sumber warna biru pada kobalt dikenali pertama kali oleh G. Brandt
(ahli kimia Swedia) pada tahun 1735 yang mengisolasi logam tak
murni yang diberi nama cobalt rex. Pada tahun 1780, T.O. Bergman
menunjukkan bahwa cobalt rex adalah unsur baru yang kemudian
diberi nama turunan dari kata kobold (bahasa Jerman) yang artinya
globin atau roh hantu. Pada tahun 1803 rodium dan iridium
ditemukan dalam residu-hitam yang tertinggal ketika bijih platina
kasar dilarutkan dalam air raja. W.H. Wollaston menemukan rodium
dan memberi nama dari turunan kata
Yunani ρο6ον (rodon) yang artinya mawar (rose) oleh karena
garamnya berwarna merah mawar / pink, yang umumnya dihasilkan
dalam larutan air. S. Tenant menemukan iridium bersamaan
dengan osmium dan memberi nama dari nama dewi Yunani Iris yang
memiliki tanda pelangi, oleh karena berbagai warna senyawanya.
Ketiga logam ini tampak mengkilat keperakan dan sedikit
kebiru- an untukkobalt. Kobalt lebih lunak daripada rodium dan
iridium tetapi masih cukup lebih keras daripada besi. Ketiganya
mempunyai struktur fcc yang berdasarkan teori pita lebih stabil
daripada struktur bcc atau hcp apabila jumlah elektron pada orbital
n
d hampir penuh. Beberapa sifat ketiga logam ini dapat diperiksa pada
Tabel 5.7.1.
Konfigurasi elektronik 7 2 8 1 14 7 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2
5.8 GOLONGAN 10
NIKEL, PALADIUM, DAN PLATINA
5.8.1 Pendahuluan
Logam paduan nikel telah dikenal di Cina lebih dari 2000 tahun
yang lalu, dan penambang-penambang Saxon telah terbiasa
dengan bijih NiAs yang berwarna kemerahan, yang secara sekilas
mirip dengan Cu2O. Para penambang tersebut tidak mampu
mengekstrak “tembaga” dari bijihnya dan memberi nama kupfernikel,
artinya tembaganya pak tua Nick. Pada tahun 1751, A.F. Constedt
mengisolasi logam tak murni dari bijih yang berasal dari Swedia, dan
mengidentifikasinya dengan
komponen logam kupfernikel sebagai logam baru dengan nama nikel.
Akhirnya pada tahun 1804, J. B. Richter berhasil mengisolasi logam nikel
dengan hasil yang lebih murni dan mengidentifikasi sifat-sifatnya.
Tabel 5.8.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10
Karakteristika 28Ni 46Pd 78Pt
Kelimpahan / ppm
99 0,015 0,01
(dalam kerak bumi)
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 8,908 11,99 21,41
o
Titik leleh / C 1455 1552 1769
o
Titik didih / C 2920 2940 4170
Jari-jari atomik / pm
124 137 138,5
(bilangan koordinasi 12)
4+ 5+
48 - Ni 57 - Pt
3+ 4+ 4+
Jari-jari ionik / pm 56 - Ni (ls) 61,5 - Pd 62,5 - Pt
3+ 3+
(bilangan koordinasi 6) 60 - Ni (hs) 76 - Pd
2+ 2+ 2+
69 - Ni 86 - Pd 80 - Pt
Konfigurasi elektronik 8 2 10 14 9 1
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2
5.9 GOLONGAN 11
TEMBAGA, PERAK, DAN EMAS
5.9.1 Pendahuluan
Tembaga, perak, dan emas sering disebut logam “mata
uang” karena menurut sejarahnya, ketiga logam ini merupakan bahan
utama untuk membuat mata uang logam. Empat alasan utama bahwa
logam ini menjadi bahan mata uang logam adalah, (1) ketiga logam
ini lebih banyak terdapat langsung sebagai logamnya, (2) bersifat
dapat ditempa sehingga mudah dibentuk sesuai desain yang
dikehendaki, (3) bersifat tidak reaktif secara kimiawi, dan (4) sangat
berharga khususnya karena kelimpahan yang sangat jarang untuk
perak dan emas. Kelimpahan ketiga unsur ini dalam kerak bumi
adalah, Cu ~ 68 ppm, Ag ~ 0,08 ppm, dan Au ~ 0,004 ppm.
Tabel 5.9.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11
Konsentrasi
Struktur-fase Contoh
elektron
larutan
1,0 - 1,4 CuMx , AgMx, AuMx
padat-α (fcc)
CuM3 (M= Be, Zn, Cd) ; Cu3M (M= Si, Ge, Sn)
~ 1,75 yaitu Cu13Sb3
fase-ε (hcp)
7/4 atau 21/12 AgM3 (M = Zn, Cd) ; Ag5Al3 ; Ag3Sn ; Ag13Sb3
AuM3 (M = Zn, Cd) ; Au5Al3 ; Au3Sn
2+
Reaksi ion Cu dengan OH– pada berbagai konsentrasi
bergantung pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke
dalam larutan tembaga(II) sulfat (0,1-0,5M) secara bertetes dengan
kecepatan ~ 1 mL / menit mengakibatkan terjadinya endapan gelatin
biru muda dari garam tembaga(II) hidroksi
4
sulfat, [CuSO .nCu(OH)]2 ,
bukan endapan
Cu(OH)2, menurut persaman reaksi:
2+ 2- -
(n+1)[Cu(H2O)6] (aq) + SO 4 (aq) + 2nOH (aq) →
[CuSO 4.nCu(OH)]2 (s) + 6(n+1) H2O (l)
biru muda
- 2+
2 OH (aq) + [Cu(H2O)6] (aq) → Cu(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
biru muda
+ 2+
2 Cu (aq) Cu (aq) + Cu (s)
5.9.5 Perak
Perak terdapat sebagian besar sebagai unsur bebas dan perak(I)
sulfida, Ag2S. Jumlah perak yang cukup signifikan diperoleh pada
ekstraksi timbel dari bijihnya, dan pada pemurnian tembaga secara
elektrolisis. Salah satu metode ekstraksi logam melibatkan
peremukan Ag2S dengan larutan natrium sianida yang teraerasi;
dalam proses ini garam perak diekstrak sebagai ion kompleks
disianoargentat(I),
-
[Ag(CN)2] menurut persamaan reaksi:
-
2 Ag2S (s) + 8 CN (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
- -
4 [Ag(CN)2] (aq) + 2 S (s) + 4 OH (aq)
Penambahan logam zink mengakibatkan terjadinya reaksi pendesakan
+
atau penggantian tunggal ion Ag oleh logam zink, membentuk ion
2-
kompleks yang sangat stabil [Zn(CN)4] :
- 2-
2 [Ag(CN)2] (aq) + Zn (s) → [Zn(CN)4] (aq) + 2 Ag (s)
Selanjutnya, pemurnian logam perak dapat dilakukan secara elektrolisis
dengan elektrolit perak nitrat yang diasamkan, dan perak tak murni
dipasang sebagai anode dan perak murni dipasang sebagai katode.
Senyawa-senyawa perak
Dalam hampir semua senyawaan perak sederhana
(nonkompleks), logam perak mempunyai tingkat oksidasi +1, dan ion
+
Ag adalah satu- satunya ion perak yang stabil dalam air. Senyawa
perak yang paling penting adalah perak nitrat, satu-satunya garam
perak yang sangat mudah larut dalam air dan tak berwarna. Untuk
kepentingan industri, perak nitrat digunakan sebagai bahan untuk
membuat senyawa-
senyawa perak yang lain, terutama perak halida yang banyak
digunakan dalam fotografi.
Di laboratorium, larutan standar perak nitrat digunakan untuk
menguji adanya ion klorida, bromida, dan iodida, yang masing-masing
memberikan endapan putih, krem, dan kuning. Karena intensitas
warna bergantung pada ukuran partikel, kadang-kadang cukup
sulit untuk membedakan warna bromida dengan klorida, dan
warna bromida dengan iodida. Oleh karena itu, pengujian lebih
lanjut sering diperlukan dengan penambahan larutan amonia encer.
Perak klorida larut dalam
+
larutan amonia dan menghasilkan ion kompleks [Ag(NH3)2] , dan
perak bromida hanya sedikit larut tetapi larut dalam amonia pekat juga
membentuk ion kompleks diaminargentat(I), sedangkan perak iodida
tak larut dalam larutan amonia.
Untuk memahami perbedaan sifat perak halida ini, perlu
dibahas adanya dua persamaan reaksi keseimbangan, yaitu reaksi
keseimbangan pengendapan dan reaksi keseimbangan
pengompleksan, yang kedua- nya berkompetisi sebagai berikut:
+ - AgX (s) (1)
Ag (aq) + X (aq)
+ +
Ag (aq) + 2 NH3 (aq) [Ag(NH3)2] (aq) (2)
Secarakualitatif,reaksikeseimbangandengannilaitetapankeseimbangan
lebih besar akan mendominasi kompetisi. Jadi untuk X = I,
terbentuknya perak iodida yang kelarutannya sangat kecil,
mengakibatkan reaksi keseimbangan pengendapan (1) akan lebih
dominan. Ini berarti bahwa reaksi keseimbangan (1) bergeser
+
kekanan sehingga di dalam larutan tidak cukup ion Ag untuk
membuat reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan. Sebaliknya, jika
X = Cl, terbentuknya perak klorida yang kelarutannya lebih besar
+
mengakibatkan konsentrasi ion Ag di dalam larutan cukup besar
untuk memicu terjadinya pergeseran reaksi
+
keseimbangan (2) ke arah pembentukan ion kompleks, [Ag(NH3)2] . Ini
berarti bahwa reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan dan
akibatnya reaksi keseimbangan (1) bergeser ke kiri.
Sifat sukar larut AgCl, AgBr, dan AgI dapat dijelaskan berdasarkan
karakter kovalensinya, tetapi AgF padatan putih yang mudah larut
dalam air dipertimbangkan berkarakter ionik baik padatan maupun
dalam larutan (lihat Bab Ikatan Ionik, bagian Polarisasi dan
Kovalensi). Perak klorida, perak bromida, dan perak iodida sangat
+
sensitif terhadap cahaya; sifat ion Ag yang mudah tereduksi menjadi
o
logam Ag (E = + 0,80 V) mengakibatkan padatan menjadi berwarna
gelap jika terkena cahaya, dan oleh karena itu senyawa-senyawa
perak dan larutannya harus disimpan dalam botol gelap.
Hampir semua senyawa perak sederhana menunjukkan tingkat
oksidasi +1, namun terdapat beberapa perkecualian. Sebagai contoh,
logam perak dapat dioksidasi menjadi AgO hitam, yang sesungguhnya
+ 3+ 2-
merupakan oksida perak(I) dan perak(III), Ag Ag (O )2. Senyawa ini
bereaksi dengan asam perklorat menghasilkan ion tetraakuaperak(II),
2+
[Ag(H2O)4] yang bersifat paramagnetik. Jadi, reaksi ini merupakan
kebalikan dari disproporsionasi, dan sifat oksidator kuat asam perklorat
menstabilkan perak dengan tingkat oksidasi +2 menurut
persamaan reaksi:
+ 3+ 2- +
Ag Ag (O )2 (s) + 4 H3O (aq) + 2 H2O (l) →
2+
2 [Ag(H2O)4] (aq)
+ 2+
atau AgO (s) + 2 H3O (aq) → Ag (aq) + 3 H2O (l)
5.9.6 Emas
Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam
ini selalu terdapat di alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan
ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan senyawa sianida sama seperti
yang dilakukan pada ekstraksi logam perak. Emas membentuk
berbagai senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit senyawa anorganik
sederhana yang dikenal. Salah satu senyawa emas yang stabil
dengan tingkat oksidasi +1 adalah Au2O. Seperti halnya tembaga,
tingkat oksidasi +1 pada emas hanya stabil dalam senyawa padatan,
karena semua larutan garam emas(I) mengalami disproporsionasi
menjadi logam emas dan
ion emas(III) menurut persamaan reaksi:
+ 3+
3 Au (aq) → 2 Au (s) + Au (aq)
Pada Tabel 5.9.3, usulan kata “dalam golongannya” dalam kolom 2 dan 3
menurut saya tidak diperlukankarena judul kolomnya sudah menunjukkan
golongan.
Kalimat : Walaupun ………. , namun ….. bersifat pengulangan
pernyataan penyangkalan; pemakaian kata namun tidak diperlukan
karena pada awalnya sudah mencantumkan walaupun atau sebaliknya
tidak perlu pakai walaupun.
5.10 GOLONGAN 12
ZINK, KADMIUM, DAN RAKSA
5.10.1 Kecenderungan Golongan 12
Logam-logam golongan 12 terdiri atas zink, Zn, kadmium, Cd,
dan merkuri atau raksa, Hg. Logam-logam golongan ini dan logam-
logam golongan 2 (alkali tanah) mempunyai konfigurasi elektronik
2
terluar yang sama yaitu elektron valensi ns . Perbedaan antara kedua
golongan ini adalah bahwa untuk periode yang sama, logam-logam
10
golongan 12 mengandung elektron penuh (n-1)d , tetapi logam-
0
logam golongan 2 sama sekali tidak mengandung elektron (n-1)d .
Oleh karena itu dalam beberapa hal, logam-logam golongan 12
mempunyai kemiripan sifat kimiawi dengan logam-logam golongan 2,
dan dengan demikian sering dipertimbangkan sebagai golongan
unsur-unsur utama atau representatif. Konsisten dengan pandangan
ini adalah, bahwa hampir
semua senyawanya tidak berwarna (atau putih) kecuali jika anionnya
berwarna. Zink dan kadmium sangat mirip sifat kimiawinya, dan
mempunyai tingkat oksidasi +2 dalam semua senyawa sederhananya.
+
Raksa mempunyai tingkat oksidasi +1 dan +2, namun ion Hg tidak
2+
dijumpai melainkan Hg2 . Data sifat-sifat fisik golongan ini dapat
diperiksa pada Tabel 5.10.1.
Kelompok logam ini secara dangkal sering nampak seperti
termasuk dalam kelompok logam-logam transisi, tetapi kenyataannya
sifat fisik logam-logam ini menunjukkan perbedaan-perbedaan yang
mencolok dengan logam-logam transisi. Sebagai contoh, titik leleh
o o
zink dan kadmium masing-masing adalah 419 C dan 321 C, jauh
lebih rendah daripada titik leleh logam-logam transisi yang mendekati
o
1000 C. Raksa pada temperatur kamar berupa cairan, dan ini dapat
dijelaskan secara memuaskan dengan efek elektron relativistik, yaitu
bahwa kontraksi atau kontraksi/penyusutan orbital-orbital atomik
terluar mengakibatkan unsur-unsur berperilaku lebih mirip“cairan mulia”
(noble liquid). Kemiripan logam-logam golongan ini dengan logam-
logam transisi hanyalah terletak pada pembentukan senyawa-senyawa
kompleksnya, khususnya dengan ligan amonia, ion sianida, dan ion
halida. Zink dan cadmium, lebih-lebih raksa, cenderung membentuk
senyawa kovalen daripada ionik.
Tabel 5.10.1 Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12
5.10.2 Zink
Sifat-sifat kimiawi
Logam zink dan kadmium bersifat lunak, dan sangat reaktif,
misalnya bereaksi dengan asam encer menghasilkan ion dipositif
menurut persamaan reaksi berikut:
+ 2+
Zn (s) + 2 H3O (aq) → Zn (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
Logam ini juga terbakar jika dipanaskan secara perlahan dalam gas
klorin menghasilkan ZnCl2 :
Zn (s) + Cl2 (g) → ZnCl2 (s)
Ekstraksi zink
Sumber utama logam zink adalah bijih zink blende, ZnS, namun
ekstraksi logam ini tidak sederhana. Tahap pertama dalam ekstraksi ini
adalah pemanggangan bijih zink sulfida di udara pada suhu ~ 800
o
C untuk mengubah bijih menjadi oksidanya menurut persamaan
reaksi:
Garam zink
Sebagian besar garam zink larut dalam air, dan larutan
ini mengandung ion kompleks tak berwarna heksaakuazink(II),
2+
[Zn(H2O)6] . Padatan garamnya umumnya terhidrat, misalnya
heksahidrat untuk zink nitrat, heptahidrat untuk zink sulfat, dan ini
mirip dengan magnesium dan kobalt(II). Struktur zink sulfat
heptahidrat
2+ 2-
adalah [Zn(H2O)6] [SO4.H2O] .
Larutan garam zink bersifat asam karena terjadi hidrolisis bertahap
seperti halnya garam aluminium menurut persamaan reaksi:
2+ + +
[Zn(H2O)6] (aq) [Zn(H2O)3(OH)] (aq) + H3O (aq) + H2O (l)
Penambahan basa menyebabkan terjadinya endapan putih gelatin
zink hidroksida:
+ -
[Zn(H2O)3(OH)] (aq) + OH (aq) → Zn(OH)2(s) + 3 H2O (l)
Tetapi, endapan ini larut kembali dalam basa berlebihan oleh karena sifat
amfoterik dengan membentuk ion kompleks tetrahidroksozinkat(II):
- 2-
Zn(OH)2(s) + 2 OH (aq) → [Zn(OH)4] (aq)
Endapan zink hidroksida juga larut dalam amonia membentuk ion
2+
kompleks tetraaminzink(II), [Zn(NH3)4] , menurut persamaan reaksi:
2+ -
Zn(OH)2(s) + 4 NH3 (aq) → [Zn(NH3)4] (aq) + 2 OH (aq)
Zinkkloridamerupakansalahsatusenyawazinkyangpalingbanyak
digunakan. Senyawa ini dapat diperoleh sebagai dihidrat,
ZnCl2.2H2O, dan sebagai batangan-batangan zink klorida anhidrat.
Zink klorida anhidrat sangat mudah larut baik dalam air maupun
dalam pelarut- pelarut organik seperti alkohol dan aseton, dan sifat
ini menunjukkan adanya karakter kovalen dalam ikatannya. Zink
klorida dapat digunakan sebagai fluks dalam pengelasan, dan
sebagai bahan pengawet kayu gelondongan. Kedua manfaat ini
berkaitan dengan sifat senyawa ini sebagai asam Lewis. Dalam
pengelasan, film oksida pada permukaan logam yangakan disambung
harus dihilangkanterlebihdahulu, jika tidak bahan solder tidak akan
o
melekat (tidak menyambung). Pada temperatur di atas ~ 275 C, zink
klorida meleleh dan menghilangkan film oksida dengan pembentukan
senyawa kompleks melalui ikatan kovalen dengan ion oksigen.
Solder kemudian dapat melekat atau menempel pada permukaan
logam yang telah bersih. Apabila hal ini diperlakukan
pada gelondongan kayu, maka zink klorida membentuk ikatan kovalen
dengan atom-atom oksigen dari molekul-molekul selulose. Akibatnya,
kayu terlapisi dengan lapisan zink klorida sebagai senyawa yang
beracun terhadap kehidupan organisme.
Zink oksida
Zink oksida dapat diperoleh dari pembakaran logam zink di
udara atau dekomposisi termal dari zink karbonat menurut persamaan
reaksi:
2 Zn (s) + O2 (g) → ZnO (s)
Pengawetan buku
Sebagian besar kertas murah yang berkualitas rendah seperti
kertas koran akan menghitam dan membusuk oleh karena terjadi
reaksi yang menghasilkan asam dalam serat kertas yang
bersangkutan. Tentu saja hal ini sangat merugikan khususnya untuk
keperluan penyimpanan- arsip. Berbagai usaha untuk mendapatkan
proses yang tidak merusak kertas dan tinta telah dilakukan. Senyawa
yang sangat menjanjikan untuk keperluan tersebut adalah senyawa
organometalik dietilzink, Zn(C2H5)2, yang disintesis pertama kali oleh
Edward Frankland pada tahun 1849. Dalam proses pengawetan yang
diterapkan oleh Library of Congress, sekitar 9.000 buku ditempatkan
dalam suatu ruangan, lalu udara dipompa ke luar, dan ruangan diisi
kembali dengan gas nitrogen murni bertekanan rendah. Hal ini untuk
menghilangkan oksigen karena dietilzink sangat mudah terbakar
menurut persamaan reaksi:
Tabel 5.10.2 Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan magnesium
5.10.4 Raksa
Raksa merupakan logam dengan ikatan metalik terlemah di
antara semua logam, dan satu-satunya logam berfase cair pada
temperatur kamar. Lemahnya ikatan metalik mengakibatkan
tingginya tekanan uap pada temperatur kamar, dan ini sangat
berbahaya karena raksa adalah racun dan jika terhisap oleh
makhluk hidup dapat mengakibatkan kematian. Raksa banyak
digunakan dalam termometer, barometer, panel pengganti listrik, dan
lampu pijar raksa.
Larutan logam dalam raksa disebut amalgam. Sebagai contoh,
natrium amalgam dan zink amalgam digunakan sebagai bahan
pereduksi di laboratorium. Dental amalgam yang mengandung
campuran raksa, perak, timah, dan tembaga digunakan untuk pengisi
gigi yang berlubang. Pemakaian campuran bahan ini cukup beralasan
dengan berbagai pertimbangan bahwa campuran bahan ini
bersifat sedikit mengembang pada saat pembentukan amalgam
sehingga mampu mengkait secara kuat pada permukaan lubang
gigi. Dental amalgam ini tidak mudah pecah oleh benturan-benturan
atau tekanan antar gigi, dan mempunyai koefisien ekspansi termal
rendah sehingga tidak mudah pecah jika terjadi kontak dengan
makanan yang panas. Raksa digunakan terbanyak dalam bidang
pertanian dan hortikultura, misalnya, sebagai senyawa organoraksa
digunakan untuk fungisida dan pengawet kayu.
Ekstraksi raksa
Satu-satunya bijih raksa adalah mineral sinabar, raksa(II) sulfida
- HgS. Kira-kira 75 % logam ini di dunia terdapat sebagai endapan
di Spanyol dan Italia. Banyak bijih raksa mengandung kurang dari 1 %
HgS, sehingga menyebabkan mahalnya logam ini. Raksa secara
sederhana dapat diekstrak dengan pemanasan bijih raksa(II) sulfida
di udara. Logam raksa menguap dan terkondensasi sebagai cairan:
HgS (s) + O2(g)
Hg (l) + SO2 (g)
Senyawa-senyawa raksa(II)
Sesungguhnya, semua senyawa raksa(II) mempunyai sifat ikatan
kovalen. Raksa(II) nitrat merupakan salah satu dari beberapa senyawa
2+
raksa yang larut dalam air, dan diduga mengandung ion Hg .
Raksa(II) klorida dapat terbentuk dengan mereaksikan kedua unsur-
unsurnya secara langsung menurut persamaan reaksi:
Hg (l) + Cl2 (g) → HgCl2 (s)
Senyawa ini larut dalam air hangat, tetapi bersifat bukan penghantar
listrik dan sifat ini menunjukkan bahwa dalam larutannya spesies ini
berada sebagai molekul HgCl2, bukan sebagai ion-ionnya. Kelarutan
raksa(II) klorida bertambah dengan penambahan ion klorida
berlebihan
2-
oleh karena terbentuk ion kompleks tetrakloromerkurat(II), [HgCl4] .
Raksa(II) klorida mudah tereduksi oleh timah(II) klorida menjadi
endapan putih raksa(I) klorida, dan kemudian tereduksi lebih lanjut
menjadi logam raksa hitam, dan ini merupakan uji konfirmasi untuk
ion raksa(II) menurut persamaan reaksi:
HgCl2 (aq) + SnCl2 (aq) → Hg2Cl2 (s) + SnCl4 (aq)
Senyawa raksa(I)
Hal yang menarik bagi kimia raksa adalah kemampuannya
2+
membentuk ion [Hg-Hg] dengan kedua atom raksa terikat oleh satu
ikatan kovalen tunggal, dan dalam kenyataannya tidak dikenal adanya
senyawa sederhana ionik raksa(I). Senyawa raksa(I) klorida, Hg2Cl2, dan
raksa(I) nitrat, Hg2(NO3)2, telah dikenal, tetapi sulfidanya belum pernah
berhasil disintesis. Hal ini dapat dipahami melalui sifat keseimbangan
disproporsionasi sebagai berikut:
2+ 2+
Hg 2 (aq) Hg (l) + Hg (aq)
5.10.5 Baterai
Penggunaan yang paling umum logam golongan 12 adalah untuk
baterai dalam berbagai tipe sel. Sayangnya, sebagian besar bahan-
bahan baterai cukup beracun sehingga menimbulkan problem dalam
membuang bahan-bahan bekasnya. Baterai alkalin adalah yang paling
populer untuk kebutuhan baterai rumah tangga. Baterai ini terdiri atas
pembungkus zink sebagai anode, batang katode di bagian tengah yang
terbuat dari campuran grafit dan mangan(IV) oksida yang dikompres,
dan larutan kalium hidroksida sebagai elektrolitnya. Reaksi sel yang
terjadi pada proses pemakain arus listrik adalah:
-
Zn (s) + 2 OH (aq) → Zn(OH)2 (s) + 2 e
-
2 MnO2 (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 MnO(OH) (s) + 2 OH (aq)
0
DAFTAR PUSTAKA
Glosarium 335
Pita valensi: adalah pita energi tertinggi yang penuh berisi elektron.
Rapatan muatan (ρ): adalah muatan ion (jumlah unit muatan dikalikan
dengan muatan proton dalam satuan coulomb, C) dibagi satuan
volume.
Semikonduktor: adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator.
Senyawa kompleks: senyawa yang terdiri atas atom pusat dan
ligan sebagai gugus pengeliling dengan atau tanpa ion penetral.
Atom pusat ini sering merupakan kelompok transisi. Ikatan
antara atom pusat dengan ligan adalah ikatan koordinasi
dengan atom donor dari ligan yang bersangkutan; oleh karena
itu sering disebut sebagai senyawa koordinasi, dan ini
mencakuo kelompok non- transisi sebagi atom pusat.
Suseptibilitas magnetik (χ): adalah sifat kerentanan magnetik suatu
spesies terhadap pengaruh medan magnetik dari luar;
penentuan dengan mengukur perbedaan massa spesies ini
jika ditimbang dengan dan tanpa medan magnetik
menghasilkan suseptibilitas magnetik massa (χg); suseptibilitas
magnetik molar, χM = χg dikalikan massa rumus spesies (Mr).
Unit sel atau satuan sel: adalah tataan (bola-bola) atom paling sederhana
yang apabila pada pengulangan diperoleh seluruh bangun
kristal.
Unsur-unsur transisi: secara umum diartikan sebagai kelompok unsur
yang pengisian konfigurasi elektronnya menurut diagram aufbau
terjadi pada orbital d dan f. Kelompok transisi d terdiri atas
tiga seri yaitu 3d, 4d, dan 5d. Kelompok f yang sering juga
disebut sebagai logam tanah jarang atau kelompok transisi
dalam (inner transisition) terdiri atas 2 seri yaitu 4f (lantanoida)
dan 5f (aktinoida).
0
Oleh karena itu, suatu bangun geometri yang disusun oleh lapis-lapis
(a) bukanlah merupakan kemas rapat sedangkan bangun
geometri yang disusun oleh lapis-lapis (b) merupakan kemas rapat.
Tataan lapis
(b) sering pula disebut lapis heksagon (perhatikan bidang
segienam/ heksagon yang dilukiskan dengan titik-titik).
Lampiran 339
(2)Jika model tataan (a) pertama ditumpangi oleh tataan (a) kedua,
ketiga dan seterusnya (minimal lakukan untuk tiga lapisan)
sedemikian sehingga setiap bola persis lurus di atas bola yang lain,
maka diperoleh pola kemasan lapis A, A, A. Berapa jumlah bola-
bola yang menyentuh setiap bola yang lain pada kemasan lapis A,
A, A ini ?
Jawab..........................bola. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(bilangan koordinasi suatu atom/bola “pusat” didefinisikan sebagai
jumlah atom/bola pengeliling yang menyentuh satu
atom/bola“pusat’ tersebut). Untuk memperoleh bangun
geometri model ini cukup diwakili oleh dua lapis saja, A, A dan
masing-masing lapis cukup terdiri atas empat bola saja; bangun apa
yang terjadi (lihat Gambar 1c).
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(3)Jika ”rongga” antara kedua lapis A, A tersebut ditempati satu bola
lagi yang sama ukurannya hingga tepat menyentuh semua bola,
maka kedua lapis bola A - A akan mengalami ekspansi
(pemekaran), dan hasilnya berupa bangun........(Gambar 1d).
Bangun
ini mempunyai bilangan koordinasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jadi bangun mana yang lebih rapat antara Gambar 1c dan 1d ? . . . . . . . . . . . .
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
......
(4b) Secara sama susunlah tumpang-atas pola hcp yang lain, dengan
menggunakan lapisan heksagon-tujuh bola sebagai lapis pertama,
lapisan segitiga tiga bola sebagai lapis kedua, dan sekali lagi
heksagon-tujuh bola sebagai lapis ketiga (Gambar 2b) ;
perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap sama seperti hcp
(4a) ? Jawab: (Ya / Tidak, yaitu ). Adakah perbedaan geometri
antara (4a) dan
(4b) ? Jawab : (Ya / Tidak) . . . . . .
...........................................................................................................................
..........
Alternatif lain, biarkan kemasan model hcp ini (Gambar 2c) di atas
meja kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang
lidi ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola.
Apa yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi ini terhadap
rongga- rongga kemasan hcp ?
Jawab :
...........................................................................................................................
..........
...........................................................................................................................
..........
(5a) Untuk mengamati kemas rapat kubus atau kubus pusat muka
(fcc), susunlah kemasan hcp seperti pada (4a), pegang lapis
segitiga- tiga bola teratas dan putarlah mendatar 600 (searah
atau melawan
arah putaran jarum jam). Bola-bola lapisan segitiga-bola teratas ini
sekarang tidak lagi tepat lurus di atas bola-bola lapisan segitiga-bola
pertama (lapis paling bawah) melainkan lurus di atas rongga-
rongga di antaranya. Pola tumpang-atas demikian ini terus berlanjut
secara sama, dan hasilnya disebut kemas rapat kubus pusat muka
(fcc) ; maka sesungguhnya kemas rapat kubus pusat muka ini
mengikuti pola tumpang atas lapis secara bergantian A, B, . . . . . . . ., . . . . . . . ., .
, . . . . . . . ., ,
.......
dan seterusnya.
Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola-pusat
pola geometri ccp atau fcc ini ? Jawab : . . . . . . . . bola, yang terdiri atas
........
bola pada lapis yang sama dan masing-masing bola pada lapis
di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(5b) Secara sama susunlah tumpang-atas pola fcc yang lain, namun
sekarang menggunakan tiga lapisan heksagon-tujuh bola (Gambar
2e); perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap sama seperti
fcc sebelumnya (5a) ? Jawab : Ya / Tidak, yaitu ?. Pegang pola
kemasan fcc ini dan terawangkan pada cahaya lampu (TL) dengan
memejamkan salah satu mata Anda ; apa yang dapat Anda
perhatikan pada jalannya berkas sinar lampu ketika mengenai
kemasan fcc?
Jawab :
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
Alternatif lain, biarkan kemasan fcc ini (Gambar 2e) di atas meja
kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang
lidi ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola. Apa
yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi terhadap rongga-
rongga kemas rapat fcc ini ?
Jawab :
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
(6) Istilah kemas rapat kubus pusat muka (fcc) untuk kegiatan 5a-b
terse- but sering membingungkan, karena tidak langsung
menampakkan
geometri kubus pusat muka. Untuk itu perhatikan contoh geometri
kubus pusat muka yang tersedia di laboratorium sebagaimana
ditam- pilkan Gambar 3. Bangun ini diwakili oleh empat belas bola
yang ter- diri atas delapan bola yang menempati ke-delapan sudut
kubus dan enam bola yang menempati ke-enam pusat bidang
muka kubus. Se- lidikilah secara hati-hati ke-empatbelas bola ini.
Berapa bola dalam bidang yang sama menyentuh bola-pusat pada
setiap muka kubus ?.
Jawab : bola.
Apakah setiapbidangmuka kubus ini
merupakan lapisan kemas ter-rapat ?.
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . .
...........................................................................................................................
..........
(Beri tanda atau arsir yang sama bagi bola-bola yang menyusun
lapis yang sama dan tulislah pula label masing-masing lapisnya A,
B, dst. untuk Gambar 3)
Kepada Anda disediakan seperangkat bola (berwarna)
tertentu, coba kemaslah sedemikian sehingga membentuk
bangun kubus pusat muka di mana setiap lapis mempunyai
warna yang sama, kemudian bandingkan hasilnya dengan Gambar
3 yang telah diarsir. (Tunjukkan hasil ini pada Asisten Anda, dan
mintalah tanda tangan sebagai bukti di sini....)
...........................................................................................................................
..........
...........................................................................................................................
..........
...........................................................................................................................
..........
...........................................................................................................................
..........
...........................................................................................................................
..........
...........................................................................................................................
..........
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
Gambar 5 Model kemas lapis heksagon (a,b), dan kemas rapat lapis A,B, (c)
UntukmengujikebenaranhasilidentifikasiAnda,terawangkanlah
kemas dua lapis (c) ini pada lampu (TL) ; rongga-rongga yang
tembus cahaya adalah rongga................................., dan rongga yang
tidak tembus adalah rongga....................................Alternatif lain yaitu
tusukkan sebatang lidi lurus ke dalam masing-masing rongga,
rongga yang tembus tusukan adalah rongga..................., dan
rongga
yang tidak tembus tusukan adalah rongga.............................Kerjakan
identifikasi tipe rongga tersebut pada Gambar 5(c). Berapa
jumlah masing-masing rongga tetrahedral dan jumlah rongga
oktahedral ? Jawab :
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................
( ........................................) Nilai : ............
TENTANG PENULIS
Karya Ilmiah:
1. Peran Multimedia pada Pengembangan Kemampuan Generik
Praktikum Kimia Anorganik, Proceeding dalam Konferensi
Internasional Bersama Kedua UPI-UPSI, Gedun Jica FPMIPA
UPI, 8-9 Agustus 2006
2. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Tembaga(II) dengan Ligan Di-
2- piridinketon dan 2,2’dipiridin amin dalam Seminar Nasional
Kimia Fisik dan Anorganik 2006, Aula Barat – ITB, 3 Februari
2006
3. Peran Praktikum Multimedia dalam Meningkatkan Penguasaan
Konsep Kimia Koordinasi, Makalah Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia II, Pend.Kimia FPMIPA UPI, 2005
4. Peran Visualisasi Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan
Penguasaan Konsep Pada Topik Teori Medan Kristal,
Proceeding Seminar Pendidikan IPA II, HISPPIPAI�FPMIPA
UPI, 22-23 Juli 2005
5. Peran Multimedia pada Pembelajaran Inkuiri Kimia Anorganik II,
Proceeding dalam Seminar Nasional Pendidikan IPA 2005, PPs
UPI, 10 September 2005.
Glosarium 355
6. Enkapsulasi Kompleks-Zeolit Sintetis Sebagai Katalis Dalam
Reaksi Oksidasi Alkena, Makalah pada Seminar Nasional Penelitian
dan Pendidikan Kimia, Jur. Pend. Kimia UPI-HKI Cab.Jabar-
Banten, 9 Oktober 2004
7. The Role of Modeling and Interactive to Improvement Student’s
ConceptualMasteryin CoordinationChemistry, Posterpresentation
in International Conference on Mathematics and Natural
Science (ICMNS), ITB, November 2006.