Anda di halaman 1dari 546

KIMIA ANORGANIK LOGAM

Oleh : Kristian H. Sugiyanto


Retno D. Suyanti

Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2010

Hak Cipta  2010 pada penulis,


Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun
mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa
izin tertulis dari penerbit.

Candi Gebang Permai Blok R/6


Yogyakarta 55511
Telp. : 0274-882262; 0274-4462135
Fax. : 0274-4462136
E-mail : info@grahailmu.co.id

Sugiyanto, Kristian H; Suyanti, Retno D


KIMIA ANORGANIK LOGAM/Kristian H. Sugiyanto; Retno D. Suyanti
- Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010 xviii + 356 hlm, 1 Jil. : 23 cm.

ISBN: 978-979-756-582-4

1. Kimia I. Judul
KATA PENGANTAR

Buku Kimia Anorganik Logam ini merupakan kelanjutan dari


buku Dasar-dasar Kimia Anorganik Nonlogam yang terkonsentrasi pada
Te- ori Atom, Struktur Molekular, Asam-Basa, Reaksi Kimia, dan unsur-
unsur non logam dengan senyawaannya. Oleh karena itu, Dasar-dasar
Kimia Anorganik Logam diarahkan pada pembicaraan unsur-unsur
logam khususnya golongan s dan p dan d dengan senyawaannya yang
diang- gap penting. Pemisahan bahasan nonlogam-logam bukanlah
merupa- kan satu-satunya model bahasan kimia anorganik yang paling
tepat.
Buku ini diawali dengan pembahasan konsep Ikatan
Metalik, Ikatan Ionik, dan Dasar-dasar pengolahan Logam, dengan
harapan pembahasan unsur-unsur logam lebih terarah baik secara
deskriptif maupun teoretik. Unsur-unsur logam golongan s yaitu
golongan 1 (Alkali) dan golongan 2 (Alkali tanah), dan unsur-unsur
logam golongan p hanya dipilih menyangkut golongan 13 (aluminium,
galium, indium, dan talium), golongan 14 (timah dan timbal)
bersama-sama dengan golongan 15 (bismut). Pembahasan unsur-
unsur kelompok d disajikan dalam tiap golongan, mulai dari golongan
4, Ti-Zr-Hf, hingga golongan 12, Zn-Cd-Hg. Unsur-unsur golongan d
dibahas terutama untuk unsur- unsur periode 4 (3d),
karakteristikanya dan senyawaannya. Logam golongan 3, Sc-Y-Lu,
oleh karena kesamaan ion trivalennya, dibahas dalam unsur
kelompok f bersama-sama dengan kimia koordinasi dalam buku
(III). Karena memang besarnya jumlah unsur-unsur logam
kelompok d, maka besarnya bab ini melebihi bab-bab yang lain
tak terelakkan.
Pembahasan kemas rapat (closest pack) merupakan dasar
pemahaman geometri molekul kristal, dan ini dapat dilakukan melalui
kegiatan “praktikum” pemodelan (yang disediakan dalam Lampiran).
Bahan yang digunakan adalah berbagai ukuran bola (ping-pong,
plastik, kelereng, gotri, dan sebagainya) yang tahan lama, dapat dipakai
berulang-ulang, sangat murah, dan mudah dilaksanakan.
Pembahasan senyawa ionik padatan yang tentu saja
mengandung ion logam, didasari model kemas rapat yang
sesungguhnya berlaku bagi atom-atom logam. Dalam menjelaskan
berbagai aspek kimiawi ditampilkan banyak data kuantitatif,
khususnya penulis mencoba
mengenalkanperanrapatanmuatanyangdidefinisikansebagaibesarnya
muatan (dalam coulomb) dibagi oleh volume ion yang
bersangkutan atas dasar jari-jari ioniknya. Dalam banyak hal
ternyata menunjukkan hasil yang konsisten.
Akhirnya penulis menyadari bahwa karena “belum” adanya
pembakuan terjemahan istilah-istilah kimia, penulis memilih terjemahan
istilah-istilah yang sedekat mungkin dengan menggunakan kaidah-
kaidah terjemahan secara umum. Penulis yakin bahwa dalam waktu
dekat akan terjadi perubahan-perubahan kandungan materi untuk
agar lebih bermanfaat bagi pembaca khususnya demi kemajuan
wawasan kimia anorganik, dan semoga buku ini dapat membantunya.

Yogyakarta, November 2008

Kristian H. Sugiyarto
Guru Besar Kimia Anorganik Transisi
Universitas Negeri Yogyakarta

Dr. Retno Dwi Suyanti MSi


Pengajar Kimia Anorganik
Universitas Negeri Medan

vi Kimia Anorganik Logam


UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan Buku ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai


pihak yang layak penulis sebutkan, yakni lembaga sponsor,
personal yang terlibat dalam review dan uji coba baik internal maupun
eksternal, yang kesemuanya memberikan koreksi maupun masukan
demi kesempurnaan buku ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih
penulis sampaikan pada mereka, yaitu:
1. JICA serta counterpart-nya di Indonesia, yaitu Direktorat Jenderal
Dikti melalui proyek IMSTEP di UPI, UNY, dan UM yang telah mem-
fasilitasi dana, tempat, dan tenaga ahli.
2. Drs. Ali Kusrijadi, M.Si. (UPI), dan Drs. M. Su’aidy, M.Pd. (UM) sebagai
internal review
3. Drs. Kasmadi IS, M.S. (UNES), dan Prof. Drs. Seri Bima Sembiring,
M.Sc., Ph.D. (USU) sebagai eksternal review
4. Dr. Asep Supriatna, M.Si (UPI), Drs. Maksum Nitiatmodjo (UM), dan
Prof. A. K. Prodjosantoso, Ph. D. (UNY) yang telah melakukan uji coba
buku di universitas masing-masing.
5. Prof. A. K. Prodjosantoso, Ph. D. (UNY) sebagai penulis
pendamping yang telah membantu memberi masukan dalam revisi
buku ini.
6. Semua pihak yang tidak tersebutkan oleh penulis, namun memberi
kontribusi apapun hingga terwujudnya buku ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i


Ucapan Terima kasih ...................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................. v
Daftar Gambar .................................................................................................. vii
Daftar Tabel ....................................................................................................... xi

1 IKATAN PADA LOGAM DAN SENYAWA-SENYAWANYA


1.1 Ikatan Metalik ............................................................................... 1
1.2 Ikatan Ionik..................................................................................32
2 DASAR-DASAR PENGOLAHAN LOGAM
2.1 Pendahuluan..........................................................................83
2.2 Preparasi Logam..........................................................................84
2.3 Logam Paduan (Aloi)..................................................................98
2.4 Soal-Soal Latihan......................................................................101
3 LOGAM GOLONGAN S
3.1 Pendahuluan........................................................................103
3.2 Golongan Alkali.........................................................................104
3.3 Golongan Alkali Tanah.............................................................129

4 LOGAM GOLONGAN p
4.1 Pendahuluan........................................................................151
4.2 Golongan 13........................................................................151
4.3 Golongan 14 dan 15.................................................................172
5 LOGAM GOLONGAN d
5.1 Pendahuluan........................................................................191
5.2 Golongan 4..........................................................................224
5.3 Golongan 5..........................................................................234
5.4 Golongan 6...........................................................................250
5.5 Golongan 7..........................................................................264
5.6 Golongan 8..........................................................................279
5.7 Golongan 9..........................................................................293
5.8 Golongan 10........................................................................298
5.9 Golongan 11........................................................................302
5.10 Golongan 12........................................................................316

DAFTAR
PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN

x Kimia Anorganik Logam


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram energi orbital molekular spesies dwiatomik .... 3


Gambar 1.2 Dua macam orbital atomik s-s, s-p, dan p-p ........................ 5
Gambar 1.3 Diagram orbital molekular spesies diatomik periode dua 7
Gambar 1.4 Diagram perubahan energi orbital molekular spesies
diatomik homonuklir unsur-unsur periode dua ................. 7
Gambar 1.5 Diagram orbital molekular Li4 dan Lin ................................. 10
Gambar 1.6 Diagram orbital molekular Ben ................................................. 12
Gambar 1.7 Skema struktur pita ....................................................................... 15
Gambar 1.8 Model pita energi ........................................................................... 17
Gambar 1.9 Semikonduktor .............................................................................. 20
Gambar 1.10 Operasi sambungan p-n sebagai penyearah ....................... 21
Gambar 1.11 Model lapis sebelah-menyebelah ........................................... 22
Gambar 1.12 Model lapis heksagon .................................................................. 24
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral ...................................................................... 25
Gambar 1.14 Satuan sel sistem kristal ............................................................... 26
Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi .................. 27
Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam
model segitiga ikatan .................................................................... 33
Gambar 1. 17 Model proses pelarutan NaCl dalam air ............................... 43
Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun kristal ....... 45
Gambar 1.19. Tujuh klas kristal dengan 14 jenis kisi Bravais ..................... 46
Gambar 1.20
Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka ......................... 47
Gambar 1.21
Model kemas rapat bola .............................................................. 49
Gambar 1.22
Satuan sel kubus sederhana CsCl ............................................. 52
Gambar 1.23
Kemas rapat kubus, heksagon ................................................ 53
Gambar 1.24
Struktur kisi fluorit ......................................................................... 54
Gambar 1.25
Struktur kisi rutil ............................................................................. 55
Gambar 1.26
Pola rongga isi-kosong ................................................................ 55
Gambar 1.27
Model tipe cacat ............................................................................ 56
Gambar 1.28
Perbandingan antara rkov , rvdW , rM , r+ dan r- .............. 58
Gambar 1.29
Posisi kation .................................................................................... 65
Gambar 1.30
Perbandingan jarak Na-Cl-Na dalam kristal NaCl ............... 71
Gambar 1.31
Siklus pembentukan MX ............................................................. 75
Gambar 1.32
Diagram perhitungan energi kisiNaCl .................................... 77
Gambar 2.1
Bagan metode zone refining untuk pemurnian metal ..... 88
Gambar 2.2
Bagan sel Downs untuk produksi natrium ............................ 89
Gambar 2.3
Bagan sel Heroult-Hall untukproduksi aluminium ............ 91
Gambar 2.4
Bagan sel pemurnian tembaga ................................................. 93
Gambar 2.5
Bagan tanur tinggi pengolahan besi ...................................... 96
Gambar 3.1
Siklus entalpi dan siklus entropi untuk larutan ionik M+X-. 107
Gambar 3.2
Diagram terjadinya warna nyala kuning pada reaksi nyala
senyawa natrium ............................................................................ 110
Gambar 3.3 Diagram orbital molekular .......................................................... 117
Gambar 3.4 Skema preparasi NaOH secara elektrolisis NaCl ................. 119
Gambar 3.5 Geometri tetrahedral ................................................................... 135
Gambar 4.1 Model pembentukan lapisan tunggal ................................... 154
Gambar 4.2 Bagan ekstraksi logam aluminium ........................................... 162
Gambar 4.3 Struktur molekul Al2Cl6 ............................................................... 166
Gambar 4.4 Bagian dari unit sel spinel .......................................................... 167
Gambar 4.5 Struktur SnCl2 dan SnCl3- ........................................................... 181
Gambar 4.6 Struktur jaringan berkerut bismut ........................................... 187
Gambar 5.1.1 Perubahan energi ikat elektron menurut nomor atom .... 197
Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2
pada permukaan logam nikel .................................................... 204
Gambar 5 1.3 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per satuan
area ....................................................................................................... 216

xii Kimia Anorganik Logam


Gambar 5.2.1 Geometri spesies zirkonium(IV) oksida dalam zirkonia ... 230
Gambar 5.2.2 Bangun zig-zag ZrCl6 oktahedral dalam struktur ZrCl4 .. 232
Gambar 5.3.1 Struktur V2O5 .................................................................................. 243
Gambar 5.3.2 Berbagai struktur ion vanadat .................................................. 244
Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO dan ion [M6O19]8- .......................... 244
Gambar 5.3.4 Struktur rantai oktahedron MX6 pada ................................... 246
Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 ........... 246
Gambar 5.3.6 Struktur geometri [Nb6Cl12]2+ ................................................ 247
Gambar 5.4.1 Struktur rantai CrO3 dalam unit tetrahedral CrO4 ............ 256
Gambar 5.4.2 Struktur MoO3, dalam jaringan unit persekutuan ............ 257
Gambar 5.4.3 Struktur geometri WO3, [Mo7O24]6-, dan [Mo8O26]4- .... 259
Gambar 5.5.1 Diagram Frost untuk Mn, Tc, dan Re ........................................ 268

Daftar Gambar xiii


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi ikatan
spesies diatomik unsur-unsur periode dua . ............................. 8
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan ..................................................... 14
Tabel 1.3 Beberapa bahan semikonduktor yang umum ....................... 19
Tabel 1.4 Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi beberapa
unsur ...................................................................................................... 39
Tabel 1.5 Jenis klas kristal dan kondisi unit sel ......................................... 45
Tabel 1.6 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus .............. 50
Tabel 1.7. Jari-jari van der Waals beberapa atom nonmetalik ............. 59
Tabel 1.8 Jari-jari kovalen beberapa unsur ................................................. 60
Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen 61
Tabel 1.10. Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion .................................... 64
Tabel 1.11 Hubungan rasio jari-jari dengan geometri .............................. 66
Tabel 1.12. Contoh beberapa senyawa dengan kemasan-nyata yang
menyimpang dari kemasan-duga .............................................. 68
Tabel 1.13 Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri halida ..................................... 70
Tabel 1.14 Tetapan Madelung beberapa senyawa ..................................... 72
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida ................................... 78
Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan .. 100
Tabel 3.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
Unsur-unsur logam kelompok s, p, d, dan f ............................. 103
Tabel 3.2 Data beberapa sifat logam alkali ................................................. 105
Tabel 3.3 Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih
entalpi
seri natrium halida.............................................................................107
Tabel 3.4 Faktor entropi, H, dan G hitungan pada proses pelarutan
seri natrium halida.............................................................................108
Tabel 3.5 Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan ion golongan
alkali dan alkali tanah.......................................................................127
Tabel 3.6 Data beberapa sifat logam alkali tanah.........................................129
Tabel 3.7 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat
MX2.nH2O..................................................................................130
Tabel 3.8 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl..........132
Tabel 3.9 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl..........132
Tabel 3.10 Perbandingan harga-harga H, S, dan G dengan energi
kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2
dan NaCl....................................................................................133
Tabel 3.11 Kelarutan hidroksida logam alkali tanah........................................141
Tabel 4.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13..................................152
Tabel 4.2 Data energi ionisasi aluminium dan talium....................................170
Tabel 4.3 Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl+, dengan ion kalium,
K+, dan ion perak, Ag+......................................................................172
Tabel 4.4 Karakteristika timah, timbel dan bismut.......................................174
Tabel 5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
unsur-unsur transisi.....................................................................193
Tabel 5.1.2 Beberapa data fisik logam-logam Periode 4..................................194
Tabel 5.1.3 Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam
periode 4...................................................................................196
Tabel 5.1.4 Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom beberapa
unsur Periode 4, 5, dan 6 untuk Golongan 2, 4, 5, 6, 7,
dan 11.......................................................................................200
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi
Periode 4, 5, dan 6.............................................................................200
Tabel 5.1.6 Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa
logam (logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa
molekul gas...................................................................................205
Tabel 5.1.7 Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur-unsur
transisi (n = jumlah elektron nirpasangan)...................................208
Tabel 5.1.8 Suseptibilitas diamagnetik molar,  L, berbagai spesies
(semua
harga dikalikan dengan 10-6 mol-1).........................................211
Tabel 5.2.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4 ......... 227
Tabel 5.3.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5 ......... 238
Tabel 5.3.2 Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium .............. 239
Tabel 5.3.3 Warna beberapa senyawa halida sederhana (monomer)
dari logam-logam golongan 5 ..................................................... 245
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium ............................. 249

xvi Kimia Anorganik Logam


Tabel 5.4.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan.........................254
Tabel 5.4.2 Karakteristika beberapa oksida dan ion kromium ............... 255
Tabel 5.5.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 7 .................... 267
Tabel 5.5.2 Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan setengah
reaksi mangan, teknesium, dan renium dalam larutan asam
pada 25˚C ............................................................................................. 269
Tabel 5.5.3 Karakteristika oksida, hidroksida mangan dan beberapa
turunannya .......................................................................................... 273
Tabel 5.6.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8 ................... 281
Tabel 5.7.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 9 ................................. 294
Tabel 5.8.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10 ................. 298
Tabel 5.9.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11 ................. 302
Tabel 5.9.2 Klasifikasi fase paduan logam menurut Hume-Rothery ..... 303
Tabel 5.9.3 Perbandingan sifat logam alkali dan logam golongan
tembaga ............................................................................................... 304
Tabel 5.9.4 Beberapa paduan tembaga .......................................................... 307
Tabel 5.10.1 Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12 .................................... 317
Tabel 5.10.2 Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan magnesium 323

Daftar Tabel xvii


IKATAN PADA LoGAM DAN SENyAwA-SENyAwA

1
1.1 IKATAN METALIK
1.1.1 Model Ikatan
Dalam ilmu kimia, kita mengenal berbagai macam ikatan, salah
satu di antaranya ialah ikatan metalik. Teori ikatan metalik mana pun
harus mampu menjelaskan sifat utama logam, khususnya sifat
hantaran listriknya yang sangat tinggi. Selain itu, teori tersebut juga
harus mampu menjelaskan sifat logam dalam hal hantaran bahang
(kalor) atau kondukstivitas termal dan sifat pantulan atau reflektivitas
yang tinggi.
Di antara teori ikatan metalik yang ada, yang paling sederhana
adalah model lautan elektron. Dalam model ini, setiap elektron valensi
mampu bergerak bebas di dalam tumpukan bangun logam, dan
oleh karena itu dipakai istilah lautan elektron, dan bahkan
meninggalkannya sehingga menghasilkan ion positif. Elektron valensi
inilah yang mem- bawa dan menyampaikan arus listrik. Gerakan
elektron valensi ini juga memindahkan bahang dalam logam.
Kelemahannya, model ini tidak menjelaskan sifat logam yang
berkaitan dengan daya pantul yang ting- gi.
Teori orbital molekular yang sangat unggul menjelaskan bahwa
ikatan kovalen ternyata mampu menyediakan model ikatan metalik
yang lebih komprehensif. Perluasan teori ini untuk logam sering
disebut
teori pita (band theory). Tataan atom-atom dalam kristal logam dapat
ditafsirkan dalam bentuk kemas bola-bola keras. Tataan kemas (packing)
merupakan hal yang umum, baik dalam logam maupun senyawa ionik
padatan. Dengan demikian, studi ikatan metalik memberikan
wawasan penghubung antara ikatan kovalen dan ikatan ionik.

1.1.2 Teori Orbital Molekular


Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua atom
atau lebih bergabung membentuk suatu spesies, maka spesies ini
tidak lagi memiliki sifat orbital atomik secara individual, melainkan
memben- tuk orbital molekular yang elektron-elektronnya dipengaruhi
secara serentak oleh kedua inti atom yang bergabung. Pendekatan
sederha- na menyarankan bahwa hanya elektron-elektron dalam
orbital atomik luar saja yang dianggap membentuk ikatan, sehingga
elektron ikatan ini berada dalam orbital molekular; sedangkan elektron-
elektron dalam orbital atomik dalam masih tetap sebagaimana
keadaannya dalam ma- sing-masing atom secara individual.
Menurut pendekatan kombinasi linear (linear combination),
banyaknya orbital molekular yang terbentuk sama dengan jumlah
orbital atomik yang bergabung. Bila dua atom yang bergabung
masing- masing menyediakan satu orbital atomik (Ψ) maka dihasilkan
dua orbital molekular, satunyamerupakan kombinasi jumlahan kedua
orbitalatomik yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi
kurangan yang saling meniadakan. Kombinasi jumlahan menghasilkan
orbital molekular ikat (Ψb, bonding) yang mempunyai energi lebih
rendah, dan kombinasi kurangan menghasilkan orbital molekular
antiikat (Ψa, antibonding) yang mempunyai energi lebih tinggi
(Gambar 1.1). Hal ini bukan berarti bahwa semua orbital molekular
ini harus ditempati oleh elektron, melainkan elektron mengisi
orbital-orbital molekular menurut tingkat energinya dari rendah ke
tinggi. Dengan demikian terdapat perbedaan antara jumlah elektron
dalam orbital ikat dan dalam orbital antiikat; numerik perbedaan ini
dibagi dengan jumlah atom yang berikatan disebut derajat ikatan
atau orde ikatan (bond order) yang dapat dipakai sebagai petunjuk
kekuatan ikatan yang bersangkutan.
2 Kimia Anorganik Logam
Gambar 1.1 Diagram energi orbital molekular spesies dwiatomik - homonuklir
A-A (a) dan - heteronuklir A-B dengan atom B lebih
elektronegatif
daripada atom A (b)
(Untuk molekul H2 , ∆E ~ 458 kJ mol - ~ 4,5 eV)
1

Orbital molekular ikat adalah orbital yang rapatan elektron ikat


terpusat mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang
bergabung, dan dengan demikian menghasilkan situasi yang lebih
stabil. Orbital molekular antiikat adalah orbital di mana rapatan
elektron ikat terpusat menjauhi daerah antara kedua inti atom yang
bergabung, dan dengan demikian menghasilkan situasi yang kurang
stabil.
Relatif terhadap energi orbital atomik, penurunan energi
orbital molekular ikat (ΔE) sama dengan kenaikan energi orbital
molekular antiikat (Gambar 1.1a). Untuk molekul homonuklir, orbital
atomik yang sama mempunyai tingkat energi yang sama pula, tetapi
dalam molekul heteronuklir menjadi lebih rendah bagi atom yang
bersifat lebih elektronegatif (Gambar 1.1b). Jika perbedaan
elektronegativitas antara kedua atom yang bergabung ini sangat
besar, yang berarti ΔE relatif lebih kecil, karakteristika orbital
molekular ikat praktis didominasi oleh orbital atomik dari atom yang
lebih elektronegatif dan sebaliknya orbital molekular antiikat
didominasi oleh orbital atomik dari atom yang bersifat kurang
elektronegatif. Jika pada daerah tumpang-tindih (overlap) ada orbital
atomik yang tidak berinteraksi dalam pembentukan ikatan,
orbital molekular yang dihasilkan disebut orbital nonikat (nonbonding)
dan mempunyai tingkat energi tetap sama dengan orbital atomik dari
atom yang bersangkutan.

Tipe orbital molekular


Jika dua orbital atomik 1s (secara matematis masing-masing
dinyatakan dengan fungsi gelombang ΨA dan ΨB) bergabung, maka
fungsi gelombang orbital molekular ikat (bonding), Ψb, dan antiikat, Ψa,
secara berurutan dapat dinyatakan dengan persamaan :
Ψb = ΨA + ΨB dan Ψa = ΨA - ΨB
(Catatan : ΨB - ΨA bukanlah bentuk kombinasi baru melainkan bentuk lain dari
minus Ψa )

Rapatan (densitas) elektron atau tepatnya peluang


mendapatkan elektron dilukiskan oleh besaran amplitudo, yaitu
kuadrat fungsi gelombang yang bersangkutan, Ψ_2 ; bagi kedua fungsi
ikat dan fungsi antiikat tersebut adalah:
Ψb 2 = ΨA2 + Ψ B2 + 2Ψ AΨB dan Ψa 2 = ΨA2 + Ψ B2 - 2Ψ Ψ
A B

Kedua persamaan fungsi peluang mendapatkan elektron dari


kedua orbital molekular tersebut berbeda dalam hal besaran ± 2ΨAΨB.
Nilai integrasi besaran ini melukiskan integral tumpang-tindih yang
sangat penting dalam teori ikatan. Jadi, besaran tumpang-tindih
dalam orbital ikat bernilai positif, dan ini berarti rapatan elektron di
antara kedua inti atom yang bergabung naik atau membesar. Tetapi,
besaran tersebut dalam orbital antiikat berharga negatif, dan ini berarti
rapatan elektron di antara kedua inti atom yang bergabung turun atau
mengecil dan menghasilkan bidang simpul (nodal plane) yang artinya
amplitudo berharga nol sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.2.
Ikatan yang terjadi secara demikian ini disebut ikatan �� dengan
rapatan elektron terpusat di sekeliling sumbu ikat. Begitu juga, tipe or-
bital molekular yang bersangkutan diberi notasi ���(lengkapnya
��1s), dan
untuk orbital antiikat diberi tambahan superscript- bintang, (�� *). Kom-
1s
binasi dua macam orbital cara ujung (yang sumbunya berimpit, misal-
nya orbital s dengan orbital apapun) selalu menghasilkan orbital ��.
Gambar 1.2 Dua macam orbital atomik s-s, s-p, dan p-p (a),
bergabung berdasarkan sifat simetrinya (b) dan membentuk
orbital molekular
- dan  - ikat dan anti ikat (c)
Kombinasi antara dua orbital p dapat terjadi menurut dua cara,
dan oleh karena itu menghasilkan dua tipe orbital molekular. Cara
“ujung” menghasilkan orbital ��p dan cara “samping” menghasilkan or-
bital πp; dalam orbital π sumbu ikat terletak pada satu nodal plane (bi-
dang simpul). Jadi, tumpang tindih ikatan tidak berimpit dengan
sumbu ikatan. Dapat dipahami bahwa ikatan �� umumnya lebih kuat
daripada ikatan π karena tumpang-tindih ikatan ��� terletak pada
sumbu ikat. Bila kombinasi tumpang-tindih menghasilkan dua bidang
simpul (yang sa- ling tegak lurus), hasilnya adalah ikatan 6; misalnya,
kombinasi antara dua orbital dxy, atau dua orbital dx2-y2, atau kombinasi
antara keduanya.

Kontruksi diagram energi dan konfigurasi elektronik spesies diatomik


Molekul H2 bersifat stabil, diagram energinya secara mudah
dapat disusun mirip Gambar 1.1 menghasilkan konfigurasi elektronik
(��1s)2 dan dengan demikian mempunyai orde ikatan sebesar satu.
Tetapi, molekul “He2”, jika ada, tentu tidak stabil karena mempunyai
konfigurasi (��1s)2
(�� *)2 yang menghasilkan orde ikatan nol.
1s

Diagram orbital molekular untuk molekul diatomik homonuklir


periode dua, Li2 hingga F2, dapat disusun menurut kerangka
Gambar 1.3a yang dalam hal ini energi πp > ��p; namun, diagram ini
mengabaikan adanya interaksi antara orbital s dengan orbital p dari
atom yang lain (s – p’, dan s’– p ), dan ini hanya dapat berlaku jika
perbedaan energi antara orbital 2s dan 2p cukup besar seperti dalam
atom oksigen dan fluorin. Perbedaan energi 2s – 2p unsur Li hingga Ne
naik secara nyata sebagaimana dinyatakan dengan kenaikan
potensial ionisasi, 2 eV sampai 27 eV.
Oleh karena itu untuk unsur Li hingga N, interaksi s – p’ dan
s’– p tidak dapat diabaikan lagi karena perbedaan energi 2s – 2p
dianggap kecil, dan akibatnya orbital molekular ��p berinteraksi
dengan orbital 2s sehingga berakibat lanjut naiknya energi yang
bersangkutan hingga menjadi lebih tinggidaripadaenergi πp (Gambar
1.3b). Perubahanenergi
relatif dengan konfigurasi elektronik molekul Li2 hingga F2 ditunjukkan
oleh Gambar 1.4.

Gambar 1.3 Diagram orbital molekular spesies diatomik periode dua,


(a)O2 hingga F2 , dan (b) Li2 hingga N2

Gambar 1.4 Diagram perubahan (kualitatif) energi orbital molekular spesies


diatomik homonuklir unsur-unsur periode dua
Perlu diingat bahwa orbital-orbital “dalam” tidak pernah berperan
pada pembentukan orbital molekular; dengan demikian, konfigurasi
elektronik molekul O2 dengan sumbu Z sebagai sumbu ikat misalnya,
dapat dituliskan sebagai [KK] (��2s)2 (�� 2
* 2
) 2p(π 2
2p ) (π2
2
2p ) (��
)2 (π * 1 s x * 1
) y p x
(π ) . Konfigurasi elektronik ini (dalam peringkat dasar, ground state)
2py
menunjukkan adanya dua elektron nirpasangan dalam molekul O2
sehingga dapat menjelaskan sifat paramagnetik molekul ini yang
dapat ditemui dalam fase cair (energi peringkat tereksitasi hanya sedikit
lebih tinggi, 95 kJ mol-1, dan O2 menjadi bersifat diamagnetik); jadi,
inilah yang merupakan salah satu keunggulan teori orbital
molekular dibanding dengan teori ikatan yang lain.
Berdasarkan pemahaman diagram Gambar 1.4 serta data
panjang ikatan, ordeikatan, dan energi disosiasi
makadapatdijelaskankonfigurasi elektronik orbital molekular spesies-
spesies analog seperti O -, O +, dan 2 2
sebagainya; perbandingan data ini dapat diperiksa pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi ikatan spesies
diatomik unsur-unsur periode dua

Jumlah Orde Ikatan Panjang Ikatan Energi Ikatan


Spesies
Elektron (derajat ikatan) (dalam pm) (dalam kJ mol-1)
H2 2 1 74 432
“He2” 4 0 - -
Li2 6 1 267 108
“Be2” 8 0 - -
B2 10 1 159 292
C2 12 2 124 590
N 14 3 109 942
O2+2
15 2,5 112 636
O 16 2 121 494
O2-2
17 1,5 130 394
O22-
18 1 149 -
F2 18 1 141 154
CO 14 3 113 1070
NO 15 2,5 115 628
Bahkan demikian juga, konfigurasi molekul diatomik heteronuklir
dapat diramalkan dengan pemahaman tersebut. Misalnya, molekul CO
diramalkan mempunyai diagram konfigurasi antara C2 dan O2 , yaitu
N2. Karena CO dan N2 keduanya memang isoelektronik maka,
keduanya pun mempunyai konfigurasi elektronik yang sama; ternyata,
keduanya mem- punyai data panjang ikatan yang hampir sama, tetapi
energi disosiasi ikatan lebih besar pada CO. Namun demikian perlu
ditekankan, bahwa orbital molekular ikat molekul CO lebih berkarakter
orbital atomik oksi- gen ketimbang karbon.

Konstruksi diagram energi orbital molekular logam


Konstruksi diagram energi orbital molekular, misalnya untuk
dua atom Li dalam fase gas yang membentuk molekul Li 2, dapat
diperiksa pada Gambar 1.4. Selanjutnya, andaikata terdapat empat
orbital atom 2s dari empat atom Li bergabung dalam molekul Li4,
maka diperoleh empat orbital molekular ��2s, yaitu dua orbital ikat
dan dua yang lain antiikat. Namun agar tidak melanggar hukum
kuantum, energi orbital- orbital ini tidak setingkat (degenerat), artinya
energi orbital ��2s yang satu tidak boleh mempunyai energi yang
persis sama dengan energi orbital ��2s yang lain. Oleh karena itu,
konstruksi diagram energi orbital molekular Li4 dapat dilukiskan seperti
Gambar 1.5a.
Dalam kristal logam, sejumlah besar (n) orbital atomik dari n atom
logam bergabung. Orbital-orbital ini berinteraksi secara tiga
dimensio- nal membentuk n orbital molekular dengan prinsip yang
sama seperti halnya pada pembentukan orbital molekular Li 4
tersebut. Oleh karena itu, misalnya dalam gabungan n atom Li
menjadi Lin, akan terdapat or-
bital molekular ikat ½ n ��2s dan antiikat ½ n �� *. Karena demikian
ba-
2s
nyaknya tingkat energi orbital-orbital ini, jarak tingkat yang satu dengan
yang lain menjadi sedemikian dekatnya sehingga menghasilkan suatu
bentuk kontinu (sinambung) atau ”pita”. Untuk logam litium, pita energi
orbital molekular yang dihasilkan dari orbital atomik 2s, setengahnya
akan terisi penuh yaitu bagian pita ikat ½ n* ��2s, dan setengah yang lain
kosong yaitu bagian pita antiikat ½ n �� (Gambar 1.5b).
2s
Gambar 1.5 Diagram orbital molekular Li4 (a) dan Lin (b)

Pita energi tertinggi yang berisi penuh elektron disebut pita va-
lensi. Pita energi tertinggi berikutnya tempat elektron dapat menjelajah
secara bebas sebagai penghantar listrik disebut pita konduksi. Menga-
pa demikian? Pita konduksi terdiri atas elektron-elektron yang disebut
elektron konduksi yaitu elektron yang mempunyai cukup energi se-
hingga tidak tertarik balik oleh tarikan ion positif; elektron-elektron lain-
nya pada tingkat energi yang lebih rendah dalam pita konduksi mem-
butuhkan energi yang lebih besar untuk mencapai pita kosong dan
umumnya tidak berpartisipasi dalam sifat hantaran. Dalam pengaruh
medan listrik, elektron konduksi dipercepat ke arah medan dan
hasilnya adalah aliran elektron. Pita konduksi ini ada yang kosong,
ada yang beri- si elektron banyak, dan ada yang setengah penuh
sebagaimana ditemui pada logam.
Pita energi ada yang saling terpisah satu sama lain dengan
menghasilkan celah energi terlarang (forbidden energy gap). Celah
energi antara pita valensi dengan pita konduksi berperan penting
dalam menentukan sifat hantaran listrik. Celah energi ini ukurannya
dapat lebar ataupun sempit. Celah yang lebar tidak
memungkinkan elektron melintasinya (yakni insulator) dan celah
yang sempit memungkinkan elektron melintasinya ke pita energi
yang lebih tinggi sebagai penghantar listrik (yakni konduktor).
Adanya celah energi ini merupakan konsekuensi sifat mekanika
kuantum elektron, yaitu memungkinkan peluang mendapatkan
elektron dengan nilai nol. Selain itu, pita energi ada juga yang
saling tumpang tindih. Sifat hantaran listrik konduktor (logam),
insulator (nonlogam), dan semikonduktor dapat dijelaskan
berdasarkan susunan pita-pita energi tersebut dalam bahan yang
bersangkutan.
Untuk logam-logam golongan 1, pita konduksi terdiri atas se-
tengah pita isi penuh elektron dan setengah pita kosong. Kedua
bagian tengahan pita energi ini tentu sangat dekat satu sama lain
karena tidak ada celah energi, sehingga elektron-elektron dalam pita
konduksi ini dengan mudah mampu menjelajahi pita kosong sebagai
pembawa arus listrik.
Elektron-elektron berperan dalam konduksi hanya jika berada
dalam pita yangterisisecaraparsial. Dalam pita yangterisi penuh
dengan tanpa adanya pita kosong cukupdekat, elektron-
elektronhanyabergerak saling bertukar tempat. Dalam pengaruh medan
listrik elektron-elektron terbagi menjadi dua bagian yang sama
jumlahnya dengan dua arah yang menghasilkan resultante nol, tanpa
konduksi. Untuk unsur-unsur golongan 2, elektron-elektron dengan
energi tertinggi (ns2) menempati secara penuh pita valensi. Sepintas
elektron-elektron ini bukan elektron konduksi. Namun, pita konduksi
kosong berikutnya tersusun oleh orbital np yang ternyata tumpang-
tindih dengan pita valensi, sehingga elektron pada pita valensi
mampu berperan sebagai elektron konduksi, menjelajah bebas pada
orbital np dalam pita konduksi.
Elektron-elektron yang menempati energi di bawah pita valensi
disebut elektron inti (core electrons); elektron-elektron ini terikat kuat
oleh inti atom yang bersangkutan dan dianggap kurang berperan
dalam menentukan sifat konduktivitas. Jadi untuk (Be)n misalnya,
elektron-elektron inti menempati pita energi yang tersusun oleh
orbital- orbital (1s2)n, yang posisinya di bawah pita valensi (2s2)n
sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.6.

Gambar 1.6 Diagram orbital molekular Ben

Dengan adanya pita energi tersebut sifat konduktivitas listrik


suatu logam secara sederhana dapat dijelaskan, yaitu bahwa sebuah
elektron mampu mencapai ke tingkat-tingkat energi orbital antiikat
yang kosong dengan energi yang sangat sedikit lebih tinggi, dan
kemudian bergerak bebas melalui struktur logam sebagai arus listrik.
Secara sama, sifat konduktivitas termal dapat dijelaskan oleh karena
adanya elektron- elektron bebas yang mampu membawa energi secara
translasi melalui seluruh bangun kristalnya.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam teori atom, cahaya dise-
rap dan dipancarkan apabila elektron pindah dari tingkat energi yang
satu ke tingkat energi yang lain, dan pancaran cahaya ini diamati
seba- gai spektrum garis. Menurut teori pita tersebut, dalam logam
terdapat tingkat-tingkat energi yang sangat banyak jumlahnya,
sehingga jumlah kemungkinan terjadinya transisi elektroniknya juga tak
terbatas. Akibat- nya, permukaan atom-atom logam dapat menyerap
cahaya dengan se-
gala panjang gelombang dan kemudian memancarkan kembali dengan
panjang gelombang yang sama karena elektron membebaskan energi
yang sama ketika kembali ke peringkat dasarnya (ground state). Jadi,
teori pita ini mampu pula menjelaskan sifat reflektivitas logam.
Sifat metalik ternyata masih dapat dipertahankan pada fase cair;
pada fase ini adanya tumpang-tindih antar orbital yang menghasilkan
sifat metalik seperti halnya pada fase padatnya masih dapat dipertahan-
kan, tetapi menjadi lenyap pada fase gas. Jadi, titik didih suatu
logam merupakan temperatur terjadinya pemutusan ikatan-ikatan
metalik, dan ini merupakan petunjuk kekuatan ikatan metalik yang
bersangkut- an. Sebagai contoh, natrium meleleh pada 98 oC tetapi
baru mendidih pada 890 oC.
Kontruksi diagram orbital molekular golongan 2 dapat diwakili
unsur Berilium, Be. Unsur ini mempunyai sifat mirip logam atau semi-
logam. Dengan konfigurasi elektronik [He] 2s2, kedua orbital molekular
ikat ��2s dan antiikat ��2s* berisi elektron penuh, sehingga dalam
daerah pita energi ��2s – ��2s* tidak lagi terdapat daerah kosong
tempat elektron dapat bergerak bebas (Gambar 1.6). Namun demikian,
orbital kosong 2p membentuk pita energi 2p yang sedikit bertumpang-
tindih dengan pita 2s, dan ini memungkinkan elektron-elektron
”menjelajah” dalam bangun logamnya. Akibatnya, berilium
mempunyai konduktivitas listrik yang tinggi, meskipun sifat-sifat
kimiawinya lebih mendekati sebagai semilogam.
Teori orbital molekular yang menghasilkan pita energi dapat di-
terapkan tidak hanya pada logam melainkan juga pada setiap
bahan padatan karena orbital-orbital dari atom-atom secara individu
dapat sa- ling mendekat untuk mengadakan tumpang-tindih. Ukuran
celah ener- gi antara pita valensi dan pita konduksi bervariasi
dalam bahan yang berbeda. Dalam insulator, suatu bahan yang
tidak menghantar listrik, celah energi sedemikian lebar sehingga
elektron dalam pita valensi ti- dak mungkin dapat melintasinya. Oleh
karena dalam insulator pita va- lensi penuh terisi elektron, aliran
elektron tidak mungkin berlangsung sehingga sifat konduksi tidak
terjadi.
Dalam unsur semikonduktor, juga terdapat celah energi antara
pita valensi dan pita konduksi, namun celah ini lebih sempit
dibanding- kan dengan celah dalam insulator. Bahkan pada
temperatur kamar, be- berapa elektron mempunyai energi yang
cukup untuk melompati ce- lah ini dan masuk ke dalam pita konduksi
tempat elektron ini mampu menjelajah bebas. Celah energi ini untuk
beberapa bahan ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan (dalam kJ mol-1)
Bahan Celah energi Bahan Celah energi
B 320 Intan 502
Si 100 InP 130
Ge 67 GaAs 140
As(gray) 120 InSb 20
β-Sb 10 CdTe 140
Te 37

Semikonduktor
Semikonduktor adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator. Sifat
kon- duktivitas semikonduktor tidak sebaik metal karena jumlah
elektron- elektron yang terdapat dalam pita konduksi lebih sedikit
dibanding dengan jumlah elektron ini dalam metal. Dengan kata lain
semikonduk- tor mempunyai harga tahanan listrik lebih tinggi
daripada tahanan list- rik metal. Konduktivitas (dengan unit ohm -1 cm-1)
adalah kebalikan dari tahanan. Sebagai contoh, aluminium mempunyai
tahanan listrik 2,7.10-6 ohm cm pada 20 0C; silikon murni mempunyai
tahanan listrik 105 ohm cm, sedangkan intan murni (insulator)
mempunyai tahanan listrik yang sangat tinggi, 1014 ohm cm, pada 15
0
C. Semikonduktor mempunyai tahanan listrik pada rentang 10-3 –108
ohm cm.
Temperatur mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap sifat
hantaran listrik suatu logam dengan semikonduktor. Dalam kisi kristal
metalik, kenaikan temperatur mengakibatkan meningkatnya frekuensi
vibrasi ion-ion pada posisi kisinya. Hal ini menyebabkan elektron yang
bergerak melalui metal dibawah pengaruh medan listrik menjadi me-
ningkat peluangnya dalam menumbuk ion. Akibatnya, untuk logam
kenaikan temperatur menaikkan tahanan listriknya. Tetapi untuk semi-
konduktor, kenaikkan temperatur menyebabkan bertambahnya
jumlah elektron yang memperoleh cukup energi untuk melompat
keluar dari pita valensi ke pita konduksi. Dengan demikian, kenaikan
temperatur mengakibatkan penurunan tahanan listrik semikonduktor.
Seberapa jauh perubahan tahanan listrik oleh karena perubahan
temperatur ini bagi semikondoktor berbeda satu sama lain. Secara
umum, kondukti- vitas semikonduktor menyerupai metal pada
temperatur tinggi, tetapi menyerupai insulator pada temperatur
rendah.

Gambar 1.7 Skema struktur pita :


(a) non logam
(b) semikonduktor intrinsik
(c) semikonduktor pengotor
Teori pita juga dapat dipakai untuk menjelaskan beberapa se-
nyawa bersifat sebagai konduktor listrik, beberapa lainnya tidak dan be-
berapa yang lain semikonduktor. Dalam logam, pita-pita energi
elektron bertumpang-tindih dan mengizinkan elektron bergerak bebas
melalui pita dalam seluruh struktur kristalnya. Dalam nonmetal, pita-
pita ter- pisah cukup lebar dan menghasilkan celah energi sehingga
tidak me- mungkinkan elektron mampu bergerak bebas (Gambar
1.7a); unsur nonmetal ini dikenal sebagai insulator. Dalam beberapa
unsur, celah
atau gap energi antara pita-pita cukup kecil sehingga memungkinkan
hanya sedikit elektron dapat tereksitasi ke pita kosong di atasnya
(Gam- bar 1.7b); unsur demikian ini dikenal sebagai semikonduktor
intrinsik.
Teknologi modern memerlukan material semikonduktor, dan ini
dapat disintesis sesuai dengan karakteristika yang diinginkan.
Semikon- duktor dapat dibuat dari unsur-unsur dengan celah pita
lebar (insulator) kemudian didadah (doping) dengan unsur-unsur lain
sebagai pengotor. Unsur tambahan ini mempunyai pita tingkat energi
(isi-kosong tanpa gap atau celah) yang ukurannya tepat pada celah
antara pita isi dan pita kosong dari bahan utama insulator tersebut
(Gambar 1.7c). Melalui pita pengotor ini beberapa elektron dari
material utama dapat bergerak be- bas ke pita energi kosong sehingga
memungkinkan terbentuknya sifat semikonduktor listrik; sifat ini
dapat diatur sesuai dengan proses pen- dadahan antara bahan utama
dengan bahan pengotornya seperti yang diinginkan. Komparasi model
pita energi untuk insulator (nonlogam), logam, dan berbagai jenis
semikonduktor ditunjukkan oleh Gambar 1.8.
Sifat konduktivitas semikonduktor sering dipahami dengan
penerapan dua istilah, yaitu aliran elektron bebas dalam pita konduksi
dan migrasi “lubang” dalam pita valensi yang berlawanan arah
dengan aliran elektron tersebut. Elektron yang melompat keluar dari pita
valensi
akanmeninggalkan“lubang”bekassepertihalnyaseseorangbangkitdari
tempat duduk meninggalkan tempat duduk yang kosong.
Andaikata tempat duduk yang kosong ini berada di baris ujung
(depan), kemudian baris isi belakangnya pindah ke tempat kosong di
depannya demikian seterusnya, maka seolah-olah telah terjadi
migrasi tempat duduk kosong (lubang) dari depan ke arah belakang.
Dibawah pengaruh medan listrik, lubang-lubang (elektron) bermigrasi
dalam pita valensi dengan cara seperti tersebut di atas. Oleh karena
lubang yang ditinggalkan elektron memberikan efek muatan positif
(sebagai akibat“kekurangan” elektron), maka terjadilah aliran muatan
positif yang berlawanan arah dengan elektron konduksi.
Dalam semikonduktor murni pada temperatur kamar, jumlah
elektron dalam pita konduksi sama dengan jumlah lubang dalam pita
valensi. Suatu bahan semikonduktor intrinsik berisi jumlah yang sama
antara lubang dan elektron pembawa arus (Gambar 1.8f); jadi, konduksi
ini adalah sifat intrinsik bahan yang bersangkutan. Pada temperatur
cukup tinggi, bahkan insulator intan dapat bersifat semikonduktor
intrinsik. Dalam suatu semikonduktor ekstrinsik, jumlah lubang dan
elektron pembawa arus tidak sama, dan sifat konduksinya bergantung
pada bahan ekstrinsik (“pengotor”) yang didadahkan. Ada dua tipe
“pengotor” yaitu donor dan akseptor.
Pengotor donor menyediakan elektron menurut cara berikut.
Dalam silikon dan germanium murni (dengan karakteristik konfigurasi
elektronik ns2 np2), setiap atom tersambung pada empat atom
tetangga dengan ikatan kovalen. Suatu atom unsur golongan 15,
misalnya fosfor, arsen, atauantimon, yang masuk dalam kisikristal
silikon ataugermanium dengan tanpa mendistorsi kisi terlalu besar
juga berikatan dengan empat atom tetangganya, silikon atau
germanium. Oleh karena atom unsur golongan 15 ini mempunyai
karakteristik konfigurasi elektronik ns2 np3, maka salah satu elektron
dalam setiap atomnya ditinggalkan dan elektron ekstra ini memasuki
pita valensi isi yang disebut tingkat energi donor (donor level of
energy); tingkat donor ini biasanya terletak sedikit di bawah pita
konduksi inang silikon atau germanium. Elektron dalam tingkat donor
ini sangat mudah terpromosi ke dalam pita konduksi inang sehingga
meningkatkan sifat konduktivitasnya.
Dalam semikonduktor, pengotor donor benar-benar memberi
kontribusi elektron pada pita konduksi dan hal ini tidak meninggalkan
lubang dalam pita valensiinang. Penambahan sejumlah“pengotor“
(100- 1000 ppm) ke dalam unsur inang ini disebut sebagai pendadahan
, dan unsur“pengotor”nya sebagai dopan (pendadah). Kristal
semikonduktor hasil pendadahan dengan dadah donor ini disebut
semikonduktor tipe-n, dengan elektron-elektron negatif sebagai
pembawa arus utama. Dalam semikonduktor tipe-n, setiap elektron
yang memasuki pita konduksi inang meninggalkan satu ion positif
dalam struktur kristalnya.
Gambar 1. 8 Model pita energi untuk (a) insulator (b-c) metal, dan (d-h) berbagai
jenis semikonduktor

Atom-atom unsur golongan 13, misalnya boron, aluminium


atau indium, mempunyai karakteristik konfigurasi elektronik ns2 np1;
oleh karena itu, apabila atom ini masuk dalam kisi kristal silikon atau
germanium, atom tersebut hanya mampu mengikat tiga atom
inang tetangganya. Akibatnya, salah satu atom inang tetangga hanya
memiliki tiga ikatan dengan satu elektron tanpa partner (pasangan).
Situasi ini
menghasilkandefisiensisatuelektronataudengankatalainmenghasilkan
satu lubang. Pengotor akseptor memberi kontribusi terjadinya lubang-
lubang pada tingkat energi akseptor kosong (acceptor level of energy),
yang biasanya terletak sedikit di atas pita valensi inang. Elektron-
elektron dalam pita valensi inang sangat mudah terpromosi ke dalam
tingkat akseptor kosong dengan meninggalkan lubang-lubang
dalam pita valensinya. Kristal semikonduktor hasil pendadahan
dengan dadah akseptor ini disebut semikonduktor tipe-p, dengan
lubang positif sebagai pembawa arus utama. Dalam semikonduktor
tipe-p, setiap atom akseptor yang didadahkan pada inang
meninggalkan satu ion negatif dalam struktur kristalnya.
Bahan semikonduktor yang umum (Tabel 1.3) adalah silikon,
germanium, dan sejumlah senyawa biner intermetalik antara unsur-
unsur golongan 13 dan 15 (sering disebut senyawa III-V) atau
antara unsur-unsur dari keluarga zink dan golongan 16 (sering
disebut senyawa II-VI, karena zink, kadmium, dan raksa seperti
golongan 2 mempunyai elektron ns2). Senyawa III-V, misalnya unsur
golongan 13 memberi kontribusi tiga elektron per atomnya dan unsur
golongan 15 memberi kontribusi lima elektron per atomnya,
menghasilkan rata-rata empat elektron per atomnya. Senyawa
semacam ini membentuk kristal dengan struktur bak-intan, mirip
struktur kristal silikon dan germanium, dan dapat didadah dengan
hasil yang sama seperti unsur-unsur semikonduktor.

Tabel 1.3 Beberapa bahan semikonduktor yang umum

Unsur Si, Ge
Senyawa 13-15 AlP, AlAs, AlSb, GaP, GaSa, GaSb, InP, InAs, InSb
Senyawa 12-16 ZnS, ZnSe, CdS, CdSe, CdTe
Diantara sifat-sifat yang menarik dalam bahan semikonduktor
adalah ukuran celah energi, konsentrasi elektron atau lubang
pembawa arus, mobilitas atau kecepatan bergerak pembawa muatan,
dan umur pembawa muatan sebelum anihilasi (pemusnahan) oleh
kombinasi elektron dan lubang. Dengan membuat berbagai variasi
konsentrasi dopan (pendadah) dapat dibuat peralatan semikonduktor
sesuai dengan rentang sifat-sifat yang dibutuhkan.
Dalam aplikasinya, sebagian besar peralatan semikonduktor
ber- gantung pada karakter yang diberikan oleh semikonduktor tipe-p
dan tipe-n terdekat. Batas antara kedua tipe semikonduktor ini disebut
suatu “sambungan” p-n; sambungan p-n ini dapat diciptakan dari
pendadahan dengan materi pendadah yang berbeda dalam posisi yang
berdekatan dalam kristal yang sama.

Gambar 1.9
(a) Semikonduktor tipe-p, dengan keadaan ion
negatif stasioner dan lubang elektron bergerak
bebas
(b) Semikonduktor tipe-n, dengan keadaan ion
positif stasioner dan elektron bergerakbebas
(c) Pembentukan sambungan p-n; tahanan bahan
pada sambungan ini naik karena elektron
harus mendekati daerah negatif dan lubang
harus mendekati daerah positif

Elektron-elektron dari semikonduktor tipe-n dan lubang-lubang


dari semikonduktor tipe-p pada awalnya bermigrasi menuju “sam-
bungan” tempat keduanya bergabung (Gambar 1.9).
Penggabungan ini meninggalkan ion-ion positif berlebih dalam
tipe-n sebelah sam-
bungan dan ion-ion negatif berlebih dalam tipe-p sebelah sambungan.
(Sebelumnya tentu saja tidak ada peristiwa migrasi elektron-elektron
dan lubang-lubang tersebut karena masing-masing berada dalam ling-
kungan muatan yang sama). Akibatnya, muncul potensial
hambatan yang membuat tahanan pada sambungan p-n lebih tinggi
daripada ke- seluruhan material. Karakter sambungan p-n ini dapat
dimodifikasi se- suai dengan kemampuan arus yang dikehendaki.

Gambar 1.10 Operasi sambungan p-n sebagai penyearah; arus bolak-balik (AC)
diubah menjadi arus searah (DC) karena arus dapat mengalir
bebas ke satu arah

Diode adalah suatu semikonduktor yang menerapkan


sambungan p-n untuk berbagai fungsi. Sebagai contoh, suatu
diode dapat bertindak sebagai penyearah, mengubah arus listrik
bolak-balik menjadi arus listrik searah. Elektrode-elektrode dipasang
pada kedua ujung diode penyearah, dan arus bolak-balik dilewatkan
melaluinya. Selama siklus arus, elektron-elektron dari bagian
semikonduktor tipe-n (kaya elektron) tertarik ke arah satu elektrode,
dan lubang-lubang positif dari bagian semikonduktor tipe-p tertarik ke
arah elektrode yang lain; hal ini mengakibatkan daerah sambungan p-
n praktis menjadi kosong tanpa adanya pembawa arus sehingga
aliran arus menjadi terhenti.
Sebaliknya ketika polaritas elektrode terbalik, elektron-elektron ditolak
dari kutub (elektrode) yang tadinya menarik elektron dan sekarang
ditarik ke elektrode yang lain; sementara itu lubang-lubang positif
tertarik menuju ke elektrode yang menolak elektron. Kedua proses ini
saling menguatkan terhadap aliran arus. Dengan demikian kerja diode
penyearah adalah mencegah terjadinya aliran arus listrik ke satu arah
tetapi mengakibatkan tahanan yang sangat rendah untuk aliran
arus listrik ke arah lain (Gambar 1.10).

1.1.3 Struktur Logam dan Model Kemas Geometri


Struktur logam dapat dianggap terbentuk oleh tataan atom-
atom yang terkemas (packed) bersama dalam suatu kristal. Cara
penataan atom-atom logam ini sangat penting dalam kimia anorganik,
karena hal ini merupakan dasar pemahaman kemasan ion dalam
senyawa padatan ionik (bahkan juga kovalen) yang akan dibahas
kemudian. Konsep kemasan kristal mengasumsikan bahwa atom-
atom berupa bola keras dan tentunya mempunyai ukuran yang
sama untuk atom yang sama. Dalam suatu kristal logam, atom-atom
tertata dalam rangkaian terulang yang disebut kisi kristal.

(a)(b)(c)

Gambar 1.11 Model lapis sebelah-menyebelah dengan empat bola tetangga


terdekat (a), model tumpang atas A-A menghasilkan kemas
kubus sederhana (b), dan model kemas kubus pusat badan (c)

Pengemasan atom-atom logam merupakan problem geometri;


carayangpalingmudahadalahmenatabola-bolaatomdalambentuksatu
lapis (atau layer), kemudian menempatkan lapisan-lapisan berikutnya di
atas lapisan yang terdahulu. Ada dua macam tataan bola-bola dalam
lapisan yaitu pertama dengan bola tertata persis sebelah-menyebelah
(side by side) satu sama lain sehingga setiap bola disentuh oleh empat
bola lain dan membentuk dua diagonal bujursangkar (Gambar 1.11a).
Apabila lapis kedua ditata persis di atasnya, artinya tiap bola pada
lapis kedua persis di atas tiap bola lapis pertama, demikian
seterusnya sehingga diperoleh susunan lapisan A-A-A , maka
diperoleh model
kemasan kubus sederhana (simple cubic packing), Gambar 1.11b. Jika di
dalam rongga antara kedua lapis A-A ini terdapat satu bola ukuran
sama yang tepat menyinggung kedelapan bola dari kedua lapis dan
berakibat bola-bola pada tiap lapis A merenggang tidak lagi saling
bersinggungan, maka diperoleh model bangun kubus pusat badan
(body centered cube
- bcc), Gambar 1.11c. Model tataan demikian ini bukanlah kemas rapat,
karena memang bukan paling rapat.
Dalam bangun kubus sederhana, tiap bola (atom) disentuh oleh
enam bola (atom) tetangga yaitu empat bola pada lapisannya dan
masing-masing satu bola pada lapisan atas dan lapisan bawahnya.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa tiap atom mempunyai
bilangan koordinasi enam. Tetapi dalam bangun kubus pusat badan,
tiap atom mempunyai bilangan koordinasi delapan. Dengan demikian,
bangun kubus pusat badan lebih rapat ketimbang bangun kubus
sederhana.
Penataan yang kedua berdasarkan pembentukan lapisan heksa-
gon. Dalam lapisan ini, setiap bola disentuh oleh enam bola yang lain
(Gambar 1.12a), dan tataan demikian ini merupakan cara yang paling
rapat (mampat), oleh karena itu disebut kemas rapat (closest packing).
Jika bola-bola lapisan kedua ditempatkan persis di atas rongga-rong-
ga antara bola-bola lapisan pertama, ternyata hanya setengahnya
saja jumlah rongga lapis pertama yang terisi (tertutupi) oleh bola-
bola lapis kedua (Gambar 1.12b); penataan dua lapis demikian ini
menghasilkan kemasan A-B, karena posisi lapis pertama tidak sama
dengan posisi lapis kedua. Penataan lapis ketiga dan selanjutnya ada
dua cara. Alternatif
pertama, bola-bola lapisan ketiga ditempatkan di atas rongga-rongga
lapisan kedua sedemikian sehingga bola-bola lapisan ketiga tepat
lurus di atas bola-bola lapisan pertama, demikian seterusnya lapisan
keem- pat tepat lurus dengan lapisan kedua; tataan demikian adalah
kemasan lapisan A-B-A-B (Gambar 1.12b), dan hasilnya adalah
suatu bangun
kemas rapat heksagonal (hexagonal closest packing, hcp), Gambar 1.12c.
Alternatif kedua, lapisan bola-bola ketiga ditempatkan di atas rongga-
rongga lapisan kedua dan tepat lurus di atas rongga-rongga lapisan
pertama yang belum tertutupi oleh lapisan kedua, sedangkan lapisan
keempat tepat lurus dengan lapisan pertama. Tataan demikian adalah
kemasan lapisan A-B-C-A-B-C-A (Gambar 1.12d), dan hasilnya ada-
lah suatu bangun kemas rapat kubik (cubic closest packing, ccp), atau ku-
bus pusat muka, fcc (face centered cube), Gambar 1.12e. Tiap atom pada
kedua bangun geometri ini mempunyai bilangan koordinasi duabelas,
enam pada lapis yang sama, dan masing-masing tiga pada lapis di atas
dan di bawahnya.

Gambar 1.12 Model lapis heksagon (a), dengan tumpang atas A-B-A ... (b)
menghasilkan bangun kemas rapat heksagonal, hcp (c), dan tumpang
atas A-B-C (d) menghasilkan bangun kemas rapat kubus pusat muka, fcc
(e).
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral (a) dan oktahedral (b) dalam kemas rapat

Kemas rapat bola-bola dengan ukuran sama menyisakan 2


tipe celah / ruang terbuka atau rongga (atau lubang) antara lapis-
lapisnya. Ada dua macam rongga dalam suatu kemas rapat yaitu
rongga tetrahedral dan rongga oktahedral (Gambar 1.13). Rongga
tetrahedral lebih kecil ukurannya daripada rongga oktahedral. Rongga
tetrahedral adalah rongga sebagai titik pusat bangun bola
tetrahedron. Jadi, jika rongga ini ditempati oleh bola (atom) lain
yang tepat ukurannya, yaitu tepat menyinggung keempat bola
tetrahedron, maka ia mempunyai bilangan koordinasi empat.
Rongga oktahedral adalah rongga sebagai titik pusat bangun
oktahedron. Jadi, jika rongga ini ditempati oleh bola (atom) lain
yang tepat ukurannya yaitu tepat menyinggung keenam bola
oktahedron, maka atom tersebut mempunyai bilangan koordinasi
enam.
Jumlah rongga tetrahedral adalah dua kali jumlah rongga okta-
hedral. Untuk mengetahui hubungan jumlah dan tipe rongga,
perlu diingat bahwa pada penyusunan kemas rapat lapisan heksagon
terse- but, bola-bola lapis kedua hanyalah menempati rongga di
bagian atas lapis pertama saja. Bagian bawah lapis pertama tentu
juga menghasil- kan jumlah rongga yang sama pula. Ronga-rongga
lapis pertama yang ditempati bola-bola lapis ke dua menghasilkan
rongga tetrahedral, dan rongga-rongga lapis pertama yang tidak
ditempati bola-bola lapis kedua menghasilkan rongga oktahedral.
Dalam satu larikan (array) ke- mas rapat terdapat dua rongga
tetrahedral dan satu rongga oktahedral untuk setiap bola kemas rapat.
Hubungan volume ruang suatu kristal yang ditempati atau
diisi oleh bola (atom) dengan tipe bangun kemasan kira-kira 52 %
untuk kubus sederhana, 68 % untuk kubus pusat badan, dan 74 %
untuk kemas rapat heksagonal maupun kemas rapat kubus pusat
muka. Ini berarti bahwa makin besar persentase volume isian makin
kecil ruang kosong yang ditinggalkan dan makin dekat / rapat atom-
atom terkemas.
Logam umumnya mengadopsi bcc, hcp, dan fcc. Sulit
diramalkan bangun mana yang diadopsi oleh suatu logam, namun
ada kecende- rungan umum bahwa naiknya jumlah elektron terluar
paralel dengan perubahan bangun dari bcc ke hcp kemudian fcc. Jadi,
logam-logam alkali (Li, Na, K, Cs) mengadopsi kemasan bcc,
demikian juga ham- pir semua logam golongan 2 sampai 8 (Ba, α-Cr,
α-Fe, 6-Fe, Mo, β-W). Logam-logam golongan 7, 8, dan 12 (Zn)
mengadopsi bangun hcp, dan logam-logam golongan 8 -11 (γ-Fe, β-Ni,
Cu, Ag, Au) mengadopsi ba- ngun fcc. Hal ini hanyalah kecenderungan
umum dan tentunya terdapat beberapa kekecualian, misalnya
magnesium, titanium, γ-Ca, Cd, α-Co, dan β-Cr, mengadopsi bangun
hcp; kristal stronsium dapat mengadopsi bangun ketiga-tiganya
bergantung pada kondisi pengkristalan.

Gambar 1.14. Satuan sel sistem kristal : (a) kubus primitif, (b) kubus pusat badan
bcc, (c) kubus pusat muka fcc, dan (d) kemas rapat heksagonal hcp

1.1.4 Unit Sel dan Perhitungan Geometri


Tataan bola-bola paling sederhana yang apabila pada
pengulang- an diperoleh seluruh bangun kristal disebut unit sel atau
satuan sel.
Unit sel dengan model “stick-ball” (tongkat-bola) untuk geometri kubus
sederhana, kubus pusat badan, kubus pusat muka, dan heksagon
ditun- jukkan Gambar 1.14.
Penetapan suatu titik tempat unit sel dibangun dapat dilakukan
secara sembarang, namun sekali ditentukan harus konsisten
diterapkan pada seluruh kristal. Gambar 1.15 (a dan b) menunjukkan
adanya tiga kemungkinan unit sel, A, B, dan C pada suatu kristal
yang dibangun berdasarkan sifat simetrinya menurut arah dua
dimensi. Untuk unit sel A, titik-titik kisi terletak pada atom atau ion
yang bersangkutan, sedangkan untuk unit sel B dan C titik-titik kisi
terletak di antara atom- atom atau ion-ion. Satu unit sel A tersusun
oleh dua lingkaran besar dan dua lingkaran kecil, demikian juga unit sel
B; tetapi, unit sel C tersusun oleh masing-masing hanya satu lingkaran
besar dan satu lingkaran kecil. Dengan demikian, sel A dan B
mempunyai ukuran yang sama dan lebih besar daripada ukuran sel C.
Dari ketiganya, sel A dikatakan mempunyai sifat simetri paling tinggi
atau paling simetri karena ia mempunyai (jumlah dan atau jenis)
unsur-unsur simetri maksimum (unsur-unsur simetri tidak dipelajari di
sini melainkan dalam simetri molekular), dan dalam hal demikian unit
sel dipilih bagi sel yang mempunyai sifat simetri tertinggi. Sel dengan
ukuran (volume) terkecil dikatakan sel unit primitif. Dengan cara yang
sama, unit sel dalam arah tiga dimensi dapat ditentukan, misalnya
untuk unit sel kubus sederhana (Gambar 1.15c).
Unit sel yang paling mudah dilihat adalah kubus sederhana
(Gambar 1.15c) yang dibangun oleh delapan bola yang menempati
kedelapan titik sudut kubus. Namun, apabila bangun kubus ini diulang
ke arah tiga dimensi, maka setiap bola sesungguhnya merupakan titik
sudut persekutuan dari delapan kubus. Dengan kata lain, tiap bola
hanya memberikan kontribusi 1/8 bagian saja pada tiap unit sel. Jadi,
satu unit sel kubus sesungguhnya dibangun oleh hanya satu atom saja
(1/8 x 8). Untuk kubus pusat badan (Gambar 1.14b) terdapat satu bola
(atom) interior tambahan yaitu sebagai pusat bangun kubus, sehingga
dalam satu unit sel terdapat 1 + [8(1/8)] = 2 atom. Untuk bangun
kubus pusat
muka (Gambar 1.14c) terdapat enam atom tambahan yang
menempati ke enam muka kubus, sehingga tiap unit sel kubus pusat
muka terdapat 6(½) + [8(1/8)] = 4 atom.

Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi berdasarkan sifat
simetri (a), asimetri (b), dan contoh satuan sel kubus primitif
untuk arah tiga dimensi (c).

Jadi, tiap unit sel berisi sejumlah tertentu atom-atom atau ion-
ion. Kristal molekular intan misalnya, mengadopsi bangun utama fcc
ditambah 4 atom terikat secara tetrahedral di dalamnya (interior). Oleh
karena itu, setiap unit sel intan terdapat: (8 x 1/8 atom) + (6 x ½
atom pusat muka) + 4 atom interior = 8 atom. Untuk kristal ionik
NaCl yang mengadopsi bangun fcc, kation dan anion berselang-seling,
dalam tiap unit sel terdapat 4 ion Na+ dan 4 ion Cl-.
Atas dasar pengetahuan tersebut, jika jenis bangun kemas
rapat logam telah diketahui dan densitas logam yang bersangkutan
telah ditentukan, maka jari-jari atom logam dapat dihitung. Jika jumlah
atom dalam satu unit sel diketahui, maka massa unit sel yang
bersangkutan dapat dihitung. Massa satu atom dapat dihitung
dengan membagi massa molar spesies yang bersangkutan dengan
bilangan Avogadro, kemudian hasilnya dikalikan dengan jumlah atom
dalam satu unit sel.
Rapatan merupakan salah satu sifat yang tidak bergantung pada
ukuran sampel. Oleh karena itu, rapatan dapat diperoleh dari massa unit
sel dibagi dengan volumenya. Secara umum hubungan antara rapatan
atau densitas dengan volume unit sel kristal (dan dengan demikian
jari- jari atom-atom atau ion-ion penyusunnya) adalah:

(dengan ni adalah banyaknya jenis atom atau molekul atau ion ke i


yang mempunyai massa atom atau massa rumus Mi dalam satu unit
sel, V adalah volume sel, dan N adalah bilangan Avogadro, 6,02 x 1023
atom per mol).
Panjang sisi suatu unit sel dapat diperoleh dari difraksi sinar-X.
Untuk unit sel kubus, panjang sisi-sisinya adalah sama, maka volume
unit sel kubus dapat dihitung (yaitu pangkat tiga dari panjang sisi unit
sel kubus). Rapatan yang dihitung dengan cara ini untuk satu unit sel
kadang-kadang dikatakan sebagai rapatan teoretik. Rapatan teoretik
berbeda dari rapatan aktual, karena hampir semua kristal mempunyai
cacat. Kekosongan misalnya, akan menghasilkan rapatan aktual yang
lebih kecil daripada rapatan teoretik. Hadirnya pengotor (impurity) akan
menghasilkan rapatan aktual yang lebih besar atau lebih kecil
daripada rapatan teoretik bergantung pada massa relatif partikel
pengotor dibanding dengan massa relatif atom utamanya.
Contoh -1. Besi, α-Fe, mengkristal dalam bangun bcc dengan rusuk
2,861Å; hitung rapatan besi ini dan demikian juga jari-jari
atomnya.
Jawab : Jumlah atom dalam satu unit sel bcc adalah 2, maka:
Panjang diagonal muka bcc dengan
rusuk a adalah AB = av2, dan panjang
diagonal ruang yanglewat titik pusat kubus
bcc adalah AC = a�3 (lihat gambar
samping). Oleh karena diagonal ini
tersusun oleh diameter satu bola di
tengah dan jari-jari dua buah bola di
sudut kubus, maka panjang diagonal ruang
ini adalah: AC = 4r = a�3. Jadi, jari-jari
atom besi rFe = 1/4 (2,861)�3 Å = 1,24 Å.
Contoh -2. Besi juga mengkristal dalam bentuk fcc. Dengan asumsi jari-
jari atom besi tetap, hitung rapatan (densitas) kristal besi ini.
Jawab: Panjang diagonal permukaanbujursangkar bangun fcc dengan
rusuk a, adalah a�2. Diagonal ini tersusun oleh diameter
satu bola (dengan jari-jari r) di tengah dan jari-jari dua buah
bola di sudut kubus, maka 4r = a�2. Dengan asumsi rFe tetap
adalah 1,24 Å, maka rusuk kubus dapat dihitung, a = 3,50 Å.
Oleh karena setiap unit sel fcc berisi 4 atom Fe, maka rapatan
kristal besi ini:

1.1.5 Soal-Soal Latihan Ikatan Metalik


1. Berikan definisi sederhana model ikatan lautan elektron untuk
logam.
2. Sebutkan 3 sifat utama logam, dan penggunaan-nya
3. Gambarkan model diagram pita
orbitalmolekularuntukmagnesium, 12Mg,, dan kemudian jelaskan
mengapa unsur ini bersifat metalik walaupun pita 3s telah terisi
penuh?
4. Jelaskan pula sifat logam dari aluminium, 13Al, dengan diagram pita
orbital molekular.
5. Jelaskan, mengapa sifat logam suatu padatan masih dapat
dipertahankan dalam fase cairnya, tetapi tidak dalam fase gasnya?
6. Jelaskan, mengapa penambahan sekelumit pengotor dapat
mengubah sifat insulator menjadi konduktor?
7. Apa yang dimaksud dengan semikonduktor, dan jelaskan
model tipe yang mungkin.
8. Sebutkan (dua) tipe tataan lapisan dalam metal, dan mana yang
merupakan kemas rapat ?
9. Apa perbedaan dalam lapisan antara tataan ccp (fcc) dengan hcp?
10. Gambarkan model tataan fcc, dan hitung jumlah atom dalam satu
sel satuannya.
11. Unit sel emas adalah kubus pusat muka (fcc). Berapa jumlah
atom menempati satu unit sel emas, dan berapa massa satu unit
sel emas ini?
(Jawab: 4 atom, dan 1,308 x 10-21 g).
12. Panjang unit sel emas adalah 0,4079 nm. Hitung volume satu unit
sel kubus emas dengan informasi dari soal 1.10 tersebut;
hitung pula rapatan teoritis emas ini ?
(Jawab: 6,787 x 10-23 cm, dan 19,27 g cm-3).
13. Panjang unit sel intan terukur 0,3567 nm. Hitung volume unit
sel kubus intan (dalam cm3) dan hitung rapatan teoritis intan jika
massa satu atom karbon adalah 12,01 g mol-1 ; bandingkan
hasilnya dengan rapatan intan terukur pada 25 oC yaitu 3,513 g
cm-3.
(Jawab: 3,515 g cm-3)

1.2 IKATAN IONIK


1.2.1 Pendahuluan
Ikatan kimia tidak hanya terjadi dengan cara pembentukan per-
sekutuan pasangan elektron antara atom-atom yang bergabung
seperti halnya pada ikatan kovalen, melainkan dapat juga terjadi
dengan cara perpindahan elektron yang menghasilkan ion positif
(kation) dan ion negatif (anion). Gaya tarik elektrostatik antara kedua
ion yang berbeda
muatan inilah yang memelihara kestabilan ikatan dalam spesies yang
terjadi. Ikatan demikian ini dikatakan sebagai ikatan ionik, namun ke-
nyataannya hanya sedikit senyawa yang bersifat ionik murni.
Satu percobaan yang paling sederhana adalah pemasangan
alat uji hantaran jenis (konduktivitas) di dalam air murni. Hasil amatan
menunjukkan bahwa bola lampu tidak menyala, yang berarti air tidak
menghantarkan listrik. Tetapi, jika ke dalam air dilarutkan garam NaCl,
ternyata bola lampu menyala. Pada tahun 1884, Svante Arrhenius
man- gajukan teori disosiasi elektrolit untuk menjelaskan hasil percobaan
ter- sebut, dan pada waktu itu hampir tidak ada seorang pun
menerima usu- lan teori tersebut. Lebih sayang lagi, thesis doktornya
perihal kesimpu- lan tersebut memperoleh nilai rendah. Namun
demikian, mulai tahun 1891 terdapat banyak dukungan terhadap
usulan teori bahwa partikel- partikel dalam larutan mengalami
disosiasi menjadi ion-ion. Akhirnya pada tahun 1903 setelah
signifikansi hasil kerjanya disadari oleh banyak ahli, Arrhenius
diusulkan untuk mendapatkan hadiah nobel dalam bi- dang kimia
bersama fisika; namun, karena para fisikawan menolaknya, ia
menerima hadiah nobel tersebut hanya dalam bidang kimia. Pada
waktu itu, masyarakat ilmuwan (saintis) terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu mereka yang percaya bahwa atom tak dapat terbagi dan mereka
yang tidak percaya. Arrhenius melawan keduanya, dan ia menjelaskan
bahwa garam dapur terpecah menjadi ion-ion natrium dan ion klorida
dalam larutan tetapi ion-ion ini tidak sama dengan atom-atom
natrium dan atom-atom klorin. Tak diragukan lagi bahwa ide tersebut
ditolak hingga abad penemuan elektron (tahun 1895) oleh J.J.
Thomson (yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1906).

1.2.2 Pembentukan Ikatan Ionik


Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong pemahaman
adanya senyawa ionik dan senyawa kovalen atau nonionik.
Senyawa ionik sederhana terbentuk hanya antara unsur-unsur
metalik dan nonmetalik yang keduanya sangat aktif. Dua persyaratan
penting, yaitu energi ionisasi untuk membentuk kation dan afinitas
elektron untuk
membentuk anion, harus lebih menguntungkan (favourable) ditinjau
dari pertimbangan energi. Ini bukan berarti kedua reaksi
pembentukan ion-ion tersebut harus eksotermik, tetapi lebih berarti
bahwa reaksi tidak membutuhkan energi yang terlalu besar. Jadi,
persyaratan untuk terjadi ikatan ionik adalah salah satu atom unsur
harus mampu melepas satu atau dua elektron (jarang tiga elektron)
tanpa memerlukan banyak energi, dan atom unsur lain harus
mampu menerima satu atau dua elektron (hampir tidak pernah tiga
elektron) tanpa memerlukan banyak energi. Oleh karena itu, ikatan
ionik banyak dijumpai pada senyawa dari logam golongan 1, 2, sebagian
3, dan beberapa logam transisi dengan bilangan oksidasi rendah,
dan nonlogam golongan halogen, oksigen, dan nitrogen. Semua
energi ionisasi adalah endotermik, dan afinitas elektron untuk
halogen adalah eksotermik, tetapi untuk oksigen dan nitrogen sedikit
endotermik.

Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam model
segitiga ikatan.

Jenis ikatan atom-atom unsur dengan contoh unsur-unsur


periode ke tiga, dan senyawaannya dapat dipahami dengan mudah
menurut model ”segitiga ikatan” (segitiga Van Arkel-Ketelaar) Gambar
1.16. Pada garis dasar segitiga, dari kiri kekanan (dari Na ke Cl)
atom- atom unsur tersusun dari sifat dominasi ikatan metalik ke sifat
ikatan
kovalen. Sifat paling logam dimiliki oleh unsur paling kiri (Na) dan sifat
paling kovalen atau nonlogam dimiliki oleh unsur paling kanan dalam
periode, sedangkan di antaranya memberikan sifat logam amfoterik
dan semikonduktor. Ikatan antara kedua atom unsur paling ujung
ini menghasilkan senyawa dengan ikatan ionik yang digambarkan
sebagai titik puncak segitiga. Senyawa di antaranya menghasilkan
sifat ikatan dari sifat metalik ke sifat ionik yaitu untuk senyawa NaX (X =
Mg, Al, Si, P, S), dan dari sifat kovalen ke sifat ionik yaitu untuk senyawa
XCl (X = S, P, Si, Al, Mg), yang keduanya digambarkan sebagai sisi-sisi
miring segitiga. Akhirnya dapat dipahami bahwa MgS dan AlP
merupakan senyawa yang mempunyai karakteristika ketiga macam
ikatan secara serentak. Dari model segitiga ikatan ini dapat dipahami
banyaknya senyawa yang mempunyai karakter ionik dan kovalen
secara serentak dengan derajat ionik-kovalen yang berbeda-beda.

1.2.3 Karakteristika Senyawa Ionik


Pada temperatur kamar, senyawa kovalen dapat berwujud padat,
cair, dan gas, tetapi senyawa ionik berwujud padat dan mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut :
(1) Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik
sangat rendah dalam bentuk padatan, tetapi menghantar listrik
sangat baik pada keadaan leburannya. Dayahantarlistrik ini
diasosiasikan dengan adanya ion-ion positif dan negatif yang
bergerak bebas karena pengaruh listrik. Dalam keadaan padat,
ion-ion ini diikat kuat dalam kisi, tidak mengalami migrasi atau
perpindahan, dan juga tidak membawa arus listrik. Sebagai
catatan, sesungguhnya tidak ada bukti yang mutlak adanya
ion-ion dalam padatan, misalnya NaCl. Kenyataan bahwa ion-
ion didapat dalam larutan (air) bukan merupakan bukti bahwa
ion-ion yang bersangkutan juga ada dalam kristal padatannya,
sehingga keberadaan ion-ion dalam padatanhanyalahmerupakan
asumsi berdasarkansifat-sifat yang diinterpretasikan dengan gaya
tarik-menarik elektrostatik.
(2) Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi.
Ikatan ionik biasanya sangat kuat dan terarah ke segala arah.
Ini bukan berarti bahwa ikatan ionik lebih kuat daripada ikatan
kovalen, melainkan karena sebaran arah ikatan ke segala arah,
dan inilah yang merupakan faktor penting dalam kaitannya
dengan titik leleh yang tinggi. Intan, yang mempunyai struktur
ikatan kovalen dan bersifat multiarah, juga mempunyai titik leleh
sangat tinggi.
(3) Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan
senyawa ionik sesuai dengan argumen di atas, sekalipun
perlakuannya melalui pemisahan secara mekanik ketimbang
pemisahan secara termal terhadap gaya-gaya tarik-menarik antar
ion. Kecenderungan kerapuhan merupakan akibat sifat alami
ikatan ionik. Jika cukup gaya untuk menggeser sedikit ion-
ion (misalnya dalam unit sel NaCl, panjang ikatan menjadi
memendek separohnya), maka gaya yang semula tarik-menarik
akan berubah menjadi gaya tolak-menolak karena kontak antar
anion dan antar kation menjadi lebih signifikan. Akibatnya, kristal
menjadi mudah terpecah-belah, dan hal inilah yang banyak
ditemui pada banyak mineral.
(4) Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan
permitivitas (tetapan dielektrikum) tinggi. Energi interaksi dua

partikel bermuatan dinyatakan dengan rumus ,


+ -
dalam hal ini q dan q adalah muatan listrik partikel, r adalah jarak
pisah kedua partikel dan ε = permitivitas atau tetapan
dielektrikum
medium; untuk medium hampa, εo = 8,85 x 10-12 C2 m-1 J-1. Pelarut
polar umumnya mempunyai tetapan dielektrikum tinggi,
misalnya
untuk air ε = 7,25 x 10-10 C2 m-1 J-1, asetonitril ε = 2,9 x 10-10 C2 m-1 J-
1
, dan untuk amonia ε = 2,2 x 10-10 C2 m-1 J-1, atau ε(H O) = 82εo ,
2
ε(CH CN) = 33εo , dan ε(NH ) = 25 εo. Oleh karena permitivitas amonia
3 3
25 kali permitivitas hampa, maka dapat dimengerti bahwa gaya
tarik ion-ion terlarut dalam amonia hanyalah sebesar 4 %
daripada
gaya yang sama tanpa pelarut; semakin tinggi permitivitas
pelarut semakin besar pengaruhnya.

1.2.4 Model Ionik dan Ukuran Ion


Berdasarkan elektronegativitas Pauling, jika perbedaan elektrone-
gativitas antara dua atom yang berikatan kovalen membesar, sifat ikatan
menjadi semakin polar. Akhirnya, jika perbedaan tersebut sedemikian
besarnya sehingga pasangan elektron sekutu menjadi terabaikan ka-
rena lebih mendekat kepada salah satu pihak, maka ikatan yang terjadi
dapat dikatakan sebagai ikatan ionik. Dengan demikian, ikatan ionik
secara sederhana adalah gaya atraksi (tarik-menarik) elektrostatik antara
ion positif dengan ion negatif.
Pauling melukiskan bahwa kenaikan perubahan perbedaan
elektronegativitas akan mengakibatkan kenaikan sifat ionik secara
perlahan dan kontinu. Perbedaan elektronegativitas nol merupakan
titik ekstrem sifat kovalen murni, perbedaan berkisar 1,7 merupakan
pertengahan sifat kovalen-ionik, dan perbedaan lebih besar 3,4
merupakan titik ekstrem sifat ionik murni. Jadi, sesungguhnya tidak
ada garis pembatas yang tegas antara karakter kovalen dan ionik,
dan kenyataannya banyak ditemui senyawa yang termasuk
kategori ”intermediat” (antara), atau sering disebut kovalen polar.
Kovalen polar ini dapat bersifat ionik parsial atau dapat bersifat kovalen
parsial.
Karena logam umumnya mempunyai sifat elektronegativitas
rendah dan nonlogam bersifat elektronegativitas tinggi, senyawa yang
dibentuk dari keduanya sering termasuk kategori ionik. Menurut
model ionik murni, satu atau dua elektron valensi telah berpindah
dari atom berelektronegativitas rendah ke atom berelektronegativitas
tinggi.
Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya
nomor atom (dari kiri ke kanan) sebagai akibat naiknya muatan inti
efektif, Zef. Tetapi, perubahan atom menjadi ion mengakibatkan
perubahan yang komparatif besar pada ukurannya. Pembentukan ion
logam (kation) dari atomnya biasanya melibatkan pelepasan semua
elektron valensi, sehingga ukuran kation akan menjadi jauh lebih
kecil ketimbang ukuran atom induknya. Sebagai contoh, jari-jari
atom natrium adalah
186 pm, tetapi jari-jari ionnya, Na +, hanya 116 pm. Dengan demikian
terjadi penyusutan ukuran yang sangat dramatik. Volume bola (atom/
ion), adalah V = 4/3 π� r3, maka penyusutan jari-jari kation tersebut
mengakibatkan penyusutan volume menjadi kira-kira hanya ¼ volume
induknya.
Untuk anion berlaku sebaliknya. Ukuran ion negatif lebih besar
ketimbang atom induknya. Sebagai contoh, jari-jari kovalen atom
oksigen adalah 74 pm, tetapi jari-jari ion oksidanya (O 2-) adalah 124
pm; dalam hal ini kenaikan ukuran volume anion kira-kira lima
kali lipat dari volume atom induknya. Kenaikan jari-jari anion ini
dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa penangkapan elektron
(tambahan) mengakibatkan mengecilnya muatan inti efektif, Zef.,
terhadap individu elektron terluar sehingga, gaya tarik inti melemah
dan ukuran anion
menjadi lebih besar ketimbang atom induknya.

1.2.5 Kecenderungan pada Jari-jari Ionik


Jari-jari kation semakin kecil untuk sederet spesies
isoelektronik dalam satu periode dengan kenaikan muatan ion.
Sebagai contoh, 11Na+, 12Mg2+, dan 13Al3+, secara berurutan mempunyai
jari-jari ionik 116, 86, dan 68 pm; ketiga-tiganya isoelektronik,
mempunyai 10 elektron dengan konfigurasi elektronik 1s2 2s2 2p6.
Satu-satunya perbedaan adalah jumlah proton di dalam intinya;
makin besar jumlah proton atau muatan inti makin besar muatan
inti efektifnya, Zef., dan oleh karena itu makin kuat gaya tariknya
terhadap elektron sehingga makin kecil ukuran atau jari-jari ionnya.
Jari-jari anion semakin kecil untuk sederet spesies isoelektronik
dalam satu periode dengan penurunan muatan ion. Sebagai contoh,
anion 7N3-, 8O2-, dan 9F-, secara berurutan mempunyai jari-jari ionik
132, 124, dan 117 pm. Ketiga spesies anionik ini adalah isoelektronik
(10 elektron) dan dengan argumentasi yang sama seperti tersebut
di atas dapat dijelaskan penurunan ukuran anion ini. Kedua contoh
seri kation (Na+, Mg2+, Al3+) dan anion (N3-, O2-, F-) yang juga
isoelektronik menunjukkan bahwa ukuran anion jauh lebih besar
ketimbang ukuran kation. Secara umum memang benar bahwa kation
logam lebih kecil ukurannya ketimbang anion nonlogam dalam
satu periode.
Dalam golongan, ukuran atom semakin besar dengan naiknya
nomor atom (dari atas ke bawah), demikian juga ukuran ionnya.
Sebagai contoh, anion halogenida, F-, Cl-, Br-, dan I-, secara berurutan
mempuyai jari-jari ionik 117, 167, 182, dan 206 pm.
Akhirnya perlu diketahui bahwa ukuran ion tidak dapat
diperoleh secara langsung, melainkan secara empirik, yaitu
membandingkan hasil pengukuran lebih dari satu senyawa untuk
atom-atom yang sama. Nilai jari-jari ionik yang diperoleh Shannon
dan Prewitt (Tabel 1.4) biasanya paling sering digunakan karena
dianggap lebih akurat ketimbang yang lain.

1.2.6 Kecenderungan pada Titik Leleh


Ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik-menarik satu ion
dengan ion-ion berlawanan muatan di sekelilingnya dalam kisi kristal.
Proses pelelehan melibatkan pemutusan parsial gaya tarik-menarik
tersebut dan mengizinkan ion-ion dapat bergerak bebas dalam fase
cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi senyawa ionik menyarankan
bahwa ikatan ionik tentulah sangat kuat. Semakin kecil ukuran ion
berarti semakin terpusat muatannya sehingga semakin kuat pula
ikatan ioniknya, dan dengan demikian semakin tinggi titik lelehnya.
Hal ini ditunjukkan oleh contoh sederet senyawa halida, KF, KCl, KBr,
dan KI, yang secara berurutan mempunyai titik leleh 857, 772, 735, dan
685 oC.
Perbedaan titik leleh secara mencolok dapat terjadi oleh
karena perbedaan muatan, yaitu semakin tinggi muatan semakin
tinggi pula titik lelehnya. Sebagai contoh, NaCl (Na+ Cl-) meleleh pada
suhu 801 oC, sedangkan MgO (Mg2+ O2-) meleleh pada suhu yang
sangat tinggi, 2800 oC.
Tabel 1.4 Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi beberapa unsur
Bilangan Bilangan Bilangan
Ion Jari-jari Ion Jari-jari Ion Jari-jari
Koordinasi Koordinasi Koordinasi
Ag+ 2 81 Cu2+ 5 79 P3+ 6 58
4 (Td) 114 6 87 P5+ 4 31
4 (bs) 116 Fe2+ 4 (Td) 77 5 43
Al3+ 4 (Td) 53 6 (ls) 75 6 52
6 67,5 6 (hs) 92 Pb2+ 4 112
Au +
6 151 Fe3+ 6 (ls) 69 6 133
Au 3+ 4 (bs) 82 6 (hs) 78,5 Pb4+ 4 79
B3+ 3 15 Hg +
6 133 6 70
Ba2+ 6 149 Hg2+ 2 83 Pd2+ 4 (bs) 78
Bi3+ 6 117 4 (Td) 110 6 100
Br- 6 182 6 116 Pd4+ 6 75,5
Br 3+ 4 (bs) 73 I - 6 206 Pt2+ 4 (bs) 74
Br7+ 4 (Td) 39 K+ 6 152 6 94
6 53 Li+ 6 90 Ra2+ 8 162
C4+ 4 (Td) 29 Mg2+ 6 86 Rb+ 6 166
Ca2+ 6 114 Mn2+ 4 (hs) 80 8 175
Cd2+ 4 (Td) 92 6 (ls) 81 Rh4+ 6 74
6 109 6 (hs) 97 Ru4+ 6 76
Cl- 6 167 Mn3+ 6 (ls) 72 S2- 6 170
Cl5+ 3 (Prmd) 26 6 (hs) 78,5 S4+ 6 51
Cl7+ 4 22 Mn4+ 4 53 S6+ 4 (Td) 26
6 41 6 67 6 43
Co2+ 4 72 Mn6+ 4 39,5 Sb3+ 5 94
6 (ls) 79 Mn7+ 4 39 Sb5+ 6 74
6 (hs) 88,5 6 60 Sc3+ 6 8,5
Cr2+ 6 (ls) 87 N3- 4 132 Se2- 6 184
6 (hs) 94 N3+ 6 30 Se4- 6 64
Cr3+ 6 75,5 N5+ 3 4,4 Se6+ 4 42
Cr6+ 4 (Td) 40 6 27 6 56
6 58 Na+ 6 116 Si4+ 4 40
Cs +
6 181 8 132 6 54
8 188 Ni2+ 4 (Td) 69 Sn4+ 4 69
Cu+ 2 60 4 (bs) 63 6 83
4 (Td) 74 6 83 Sr2+ 6 132
6 91 O2- 2 121 8 140
Cu 2+ 4 (Td) 71 4 124 Zn2+ 4 74
4 (bs) 71 OH- 2 118 6 88

Catatan : Td = tetrahedron, bs = bujursangkar, hs = high-spin, ls = low-spin


1.2.7 Polarisasi dan Kovalensi
Sebagianbesarpenggabunganlogamdannon-logammempunyai
karakter senyawa ionik, namun terdapat beberapa kekecualian.
Kekecualian ini terjadi apabila elektron terluar dari anion tertarik
begitu kuatnya ke arah kation sehingga mengakibatkan terbentuknya
ikatan kovalen hingga derajat kovalensi tertentu, artinya rapatan anion
terdistorsi ke arah kation. Distorsi (penyimpangan) dari bentuk ideal
anion ini, yaitu spherical (bentuk bola), disebut polarisasi. Semakin besar
sifat polarisasi anion semakin besar derajat ikatan kovalensinya. Aturan
yang dikemukakan oleh Kasimir Fajans perihal polarisasi adalah
sebagai berikut.
(1) Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif
semakin besar mempunyai daya mempolarisasi semakin kuat.
(2) Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif semakin
besar akan semakin mudah terpolarisasi.
(3) Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi
elektronik gas mulia mempunyai daya mempolarisasi lebih kuat.
Ukuran daya mempolarisasi suatu kation dinyatakan dengan
rapatan muatannya. Rapatan muatan () adalah muatan ion (jumlah
unit muatan dikalikan dengan muatan proton dalam satuan coulomb,
C) per satuan volume, sehingga:

 = (dengan n = muatan ion,  = muatan


proton dalam satuan coulomb, dan r = jari-jari ion).
Sebagai contoh, ion natrium mempunyai muatan +1 dan jari-jari ionik
116 pm (1,16 x 10-7 mm), maka rapatan muatannya adalah:

Rapatan muatan,  = = 24 C mm-3.


Dengan cara yang sama, rapatan muatan ion aluminium
dapat dihitung yaitu sebesar 364 C mm-3. Dengan rapatan muatan
yang jauh lebih besar, ion aluminium (Al3+) mempunyai daya
mempolarisasi
(terhadap anion) yang lebih kuat dibandingkan dengan daya mem-
polarisasi ion natrium, sehingga dengan anion yang sama senyawa
aluminium lebih bersifat kovalen dibandingkan dengan senyawa
natrium.
Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat
ionik dari sifat kovalen suatu spesies adalah dengan
membandingkan titik lelehnya. Senyawa ionik (dan juga senyawa
kovalen jaringan) cenderung mempunyai titik leleh tinggi, tetapi
senyawa kovalen sederhana mempunyai titik leleh rendah. Sebagai
contoh, senyawa AlF3 dan AlI3 mempunyai titik leleh yang sangat
berbeda yaitu masing-masing 1290 dan 190 oC. Ion fluorida
mempunyai jari-jari ionik 117 pm, jauh lebih kecil daripada jari-jari
ionik iodida, 206 pm. Dari data ini ukuran volume
anion iodida kira-kira adalah 5½ (atau 2063 / 3 ) kali ukuran volume
117
ion fluorida. Tingginya titik leleh aluminium fluorida mengindikasikan
bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik. Ini berarti bahwa ion fluorida
yang ukurannya kecil tidak atau sukar terpolarisasi oleh ion Al 3+
sekalipun muatan positifnya besar. Sebaliknya karena besarnya
ukuran ion iodidamaka rapatan elektronnya mudah dipolarisasi oleh
ion Al3+, sehingga senyawa AlI3 yang terbentuk lebih bersifat kovalen
dengan titik leleh yang jauh lebih rendah. Bandingkan dengan titik
leleh senyawa KI (685 oC), dan KF (857 oC).
Oleh karena jari-jari ionik dengan sendirinya bergantung pada
muatan ionnya, maka besarnya muatan kation sering merupakan
petunjuk yang baik untuk menentukan derajat kovalensi spesies
(sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1, dan
+2, biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan kation dengan
muatan
+3 membentuk senyawa ionik hanya dengan anion yang sangat
sukar terpolarisasi seperti ion fluorida. Kation dengan muatan teoretik
+4 atau lebih sesungguhnya tidak dikenal sebagai ion, dan senyawanya
sering dianggap sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat kovalen.
Sebagai
contoh, MnO mempunyai titik leleh 1785 oC tetapi Mn2O7 berupa
cairan pada temperatur kamar. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Mn(II)
membentuk kisi kristal ionik dalam MnO, tetapi Mn(VII) membentuk
molekul kovalen dalam Mn2O7. Menurut perhitungan, rapatan
muatan ion Mn7+ (jika ada) adalah 1240 C mm-3 dan ion Mn2+ adalah
84 C mm-
3
. Rapatan muatan positif ion Mn 7+ sangat tinggi, dan ukuran ion lebih
kecil dibandingkan dengan ion Mn2+, sehingga mempunyai daya
mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida, dan akibatnya
terbentuk senyawa yang bersifat kovalen, sesuai dengan titik lelehnya
yang rendah.
Aturan Fajans yang ke tiga berkaitan dengan kation yang mem-
punyai konfigurasi elektronik bukan gas mulia. Sebagai contoh adalah
kation Ag+ (dengan konfigurasi [Ar] 4d10), demikian juga Cu+, Sn2+, dan
Pb2+. Senyawa-senyawa perak halida, AgF, AgCl, AgBr, dan AgI, mem-
punyai titik leleh masing-masing 435, 455, 430, dan 558 oC. harga ini le-
bih rendah kira-kira 300 oC dibandingkan dengan titik leleh KF, KCl, KBr
dan KI.. Dengan demikian, kation perak mempunyai daya mempolari-
sasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kation K+, sehingga
senya- wa-senyawa perak halida lebih bersifat kovalen dibandingkan
dengan senyawa-senyawa kalium halida. Petunjuk lain tentang sifat
kovalensi halida perak adalah kenyataan bahwa halida perak (kecuali
fluorida) su- kar larut dalam air sedangkan kalium halida semuanya
sangat mudah larut dalam air. Menurunnya sifat ionik atau naiknya sifat
kovalen halida perak mengakibatkan melemahnya interaksi antara
molekul air dengan muatan ion tersebut sehingga cenderung sukar
larut. Untuk perak fluo- rida, ukuran ion fluorida yang kecil
menyebabkan sukar dipolarisasi oleh kation perak, sehingga
senyawanya lebih bersifat ionik dan akibatnya dapat larut dalam air.
Contoh lain adalah perbandingan sifat oksida dan sulfida antara
natrium(I) dengan tembaga(I). Kation natrium dan tembaga keduanya
mempunyai jari-jari yang hampir sama. Oksida maupun sulfida dari
na- trium bersifat ionik, larut, dan bereaksi dengan air, tetapi oksida dan
sul- fida tembaga(I) tidak larut dalam air. Menurut aturan Fajans yang ke
tiga, kation Cu(I) dengan konfigurasi elektronik bukan gas mulia
mempunyai
daya mempolarisasi yang lebih kuat hingga mempunyai
kecenderungan lebih kovalen. Hal ini paralel dengan besarnya
perbedaan elektronega- tivitas yaitu ~ 2,5 untuk natrium oksida yang
berarti lebih bersifat ionik, dan ~ 1,5 untuk tembaga(I) oksida yang
berarti lebih bersifat kovalen.

1.2.8 Hidrasi Ion


Apabila gaya tarik elektrostatik antara ion-ion merupakan gaya
pengikat senyawa ionik, pertanyaan yang muncul adalah apa yang
sesungguhnya menjadi gaya penggerak yang melarutkan banyak
senyawa ionik dalam air? Jawabannya adalah terbentuknya interaksi
ion-dipol antara senyawa ion dengan molekul air. Molekul air bersifat
polar (dwikutub), dengan muatan negatif lebih terpusat pada
atom oksigen dan muatan positif pada atom hidrogen. Pada proses
pelarutan senyawa ionik, kutub negatif oksigen dari molekul air akan
mengepung dan menarik kation, dan kutub positif atom hidrogen dari
molekul air mengepung dan menarik anion sebagaimana ditunjukkan
oleh model Gambar 1.17.

Gambar 1. 17 Model proses pelarutan NaCl dalam air


Jika interaksi ion-dipol lebih kuat daripada jumlah gaya tarik
antarion dan gaya antarmolekul air, maka proses pelarutan akan
berlangsung. Secara sederhana proses pelarutan senyawa ionik NaCl
dalam air dapat dituliskan sebagai berikut :
Na+ Cl- + 2n H2O → Na+ (H2O)n + Cl- (H2O)n
atau Na+ Cl- + H2O → Na+ (aq) + Cl- (aq)
Dalam hal ini terbentuk ion-ion tersolvasi (artinya ion-ion terikat oleh
pelarut) atau ion-ion terhidrasi dalam pelarut air.
Apabila senyawa ionik mengkristal dari pelarutnya (air), sangat
sering molekul air terkorporasi ke dalam kristal, dan terbentuklah se-
nyawa hidrat. Dalam berbagai contoh, molekul air secara sederhana
hanya menempati rongga-rongga kosong dalam kisi-kisi kristal, tetapi
umumnya molekul air terasosiasi lebih dekat kepada ion-ion, biasanya
kation. Sebagai contoh, aluminium klorida yang mengkristal sebagai
heksahidrat, AlCl3 .6H2 O, kenyataannya keenam molekul air tertata da-
lam bangun oktahedron teratur di sekeliling kation Al3+, sehingga se-
nyawa hidrat ini lebih akurat ditulis dengan formula [Al(OH2)6]3+3Cl-
dan formula ini menyarankan bahwa kutub negatif oksigen (air)
berinteraksi dengan kation Al3+ membentuk interaksi kation-dipol.
Tentu saja dapat dipahami bahwa jumlah molekul air terhidrat dapat
dikaitkan dengan ukuran maupun besarnya muatan kation.

1.2.9 Struktur Kristal Ionik


Zat padat dapat diklasifikasi atas dasar tipe ikatan, yaitu ionik,
kovalen, metalik, dan van der Waals, dan atas dasar simetri kristal dalam
hal hubungan antar panjang dan sudut sumbu-sumbu
kristalyaitukubus, tetragonal, ortorombik, heksagonal,
rombohedral, monoklinik, dan triklinik. Klasifikasi kristal atas dasar
tipe ikatan berdasarkan pada sifat- sifat hantaran listrik, kekerasan, titik
leleh dan sebagainya sesuai dengan sifat-sifat kimiawi atom-atom yang
terlibat. Sedangkan, klasifikasi kristal atas dasar sifat simetrinya
bergantung pada refleksi kristal terhadap sinar-X untuk menentukan
sudut-sudut antar muka atau oleh difraksi sinar-X untuk menemukan
keteraturan internal.
Untuk mempermudah dalam melukiskan sifat simetri suatu
kristal diperkenalkan konsep sumbu-sumbu kristalografi. Sumbu-
sumbu ini biasanya menunjuk pada arah yang penting dalam kristal
sebagaimana didefinisikan oleh permukaan-permukaan kristal yang
bersangkutan. Tiga sumbu a, b, dan c, dan sudut-sudut α, β, dan γ
cukup untuk melukiskan klas suatu kristal (Gambar 1.18).

Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun kristal

Dalam beberapa hal sumbu c diarahkan sejajar dengan arah unit


kristal yang bersangkutan, misalnya arah memanjang atau
memendek. Sumbu-sumbu a dan b yang keduanya tidak sebidang
dengan sumbu c mewakili arah terpilih kristal yang bersangkutan.
Bidang-bidang kristal dilukis menurut perpotongannya dengan sumbu-
sumbu tersebut. Atas dasar perbedaan ukuran ketiga sudut dan
ulangan jarak ketiga sumbu tersebut terdapat tujuh klas kristal
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Jenis klas kristal dan kondisi unit sel

Klas Kondisi sumbu dan sudut unit sel


Kubus a = b = c ; α_=_β_=_γ_= 90o
Ortorombik a  b  c ; α_=_β_=_γ_= 90o
Tetragonal a = b  c ; α_=_β_=_γ_= 90o
Monoklinik a  b  c ; α_=_γ_= 90o  β
Triklinik a  b  c ; α_ _β_ γ  90o
Heksagonal a = b  c ; α_=_β_= 90o ; γ = 120o
Rombohedral (Trigonal) a = b = c ; α_=_β_= γ  90o
Struktur kristal dapat dibedakan berdasarkan tipe kisi Bravais
atau kisi ruang yang dibangun berdasarkan pada sifat simetri unit sel
dan translasi yang diperlukan dalam memperoleh titik-titik ekivalen
di dalam unit sel yang bersangkutan. Hasilnya adalah empat belas
macam bangun geometri kisi Bravais sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 1.19.

Gambar 1.19 Tujuh klas kristal dengan 14 jenis kisi Bravais


(Simbol P = primitif, titik-titik kisi menempati sudut-sudut unit sel, I = berpusat interior atau
badan, C = berpusat dasar/base atau ujung / end, dan F = berpusat muka)
Oleh karena adanya translasi titik-titik kisi (translasi nonprimitif)
inilah yang mengakibatkan beberapa kemungkinan kisi ruang menjadi
tidak perlu ada karena hal ini dapat diperoleh dari salah satu dari ke
14 kisi Bravais tersebut. Sebagai contoh, kisi tetragonal pusat muka
(BIJK-FLMN) pada Gambar 1.20 tidak diperlukan, karena kisi ini dapat
diperoleh dari translasi titik-titik kisi tetragonal pusat badan (ABCD-
EFGH) yang mempunyai sifat simetri lebih tinggi.

Gambar 1.20 Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) dalam lima
satuan sel kisi tetragonal pusat badan (BCDA-FGHE)

1.2.10 Kisi Kristal Senyawa Ionik


Senyawa ionik berupa padatan, dan tataan ion-ion dalam
kisi kristalnyadapatdiperlakukanseperti kemasan pada logam
sebagaimana diuraikan pada bab 1 (ikatan metalik). Pada umumnya
anion mempunyai ukuran lebih besar daripada kation, sehingga anion-
anion membentuk suatu kemasan, dan kation terselip di dalam
rongga-rongga antar anion yang disebut intertisi. Sebelum
pembicaraan kemasan lebih lanjut, prinsip umum untuk kisi ionik
diuraikan terlebih dahulu seperti berikut ini.
(1) Ion-ion diasumsikan sebagai bola-bola bermuatan yang takter-
kompresi dan takterpolarisasi. Semua senyawa ionik juga mem-
punyai sifat kovalensi meskipun hanya dalam persentase kecil,
dan kenyataannya model bola keras berlaku baik bagi hampir
se- mua senyawa ionik.
(2) Ion-ion mengatur dirinya sedemikian sehingga dikelilingi oleh
ion lawan muatan sebanyak-banyaknya dan sedekat-dekatnya.
Khu- susnya, hal ini terjadi bagi kation, dan kemas rapat yang
diadopsi ternyata tidak mengakibatkan anion-anion
pengeliling saling bersentuhan.
(3) Rasio kation terhadap anion harus menggambarkan
komposisi kimiawi senyawa yang bersangkutan. Misalnya,
struktur kristal CaCl2 harus tersusun oleh tataan ion-ion klorida
dan kation kal- sium yang banyaknya hanya setengah jumlah ion
klorida dalam kisi kristal.

Beberapa sifat yang membedakan senyawa ionik dari


senyawa kovalen, secara sederhana dapat dilihat dari struktur
kristalnya. Kristal ionik dibangun oleh kisi-kisi yang tersusun oleh ion-
ion positif dan ion- ion negatif sedemikian sehingga gaya tarik-
menarik antara ion-ion yang berlawanan muatan mencapai
maksimum dan gaya tolak-menolak antara ion-ion sama muatan
mencapai minimum.
Kemas rapat bola-bola dengan ukuran sama menyisakan dua
tipe celah, lubang, ruang terbuka, atau rongga antara lapis-lapisnya.
Satu metode pendekatan untuk visualisasi struktur kristal senyawa
ionik adalah menggambarkan larikan (array) kemas-rapat ion-ion,
dengan ion-ion yang lebih kecil ukurannya menempati rongga.
Biasanya, anion- anion yang umumnya lebih besar ukurannya
membentuk kemas-rapat, dan kation yang lebih kecil ukurannya
menempati rongga yaitu rongga tetrahedral dan atau rongga
oktahedral. Tetapi dalam beberapa kasus situasi inidapatterbalik.
Suatularikananion-anionmungkinterbukatotal dan memulai dari kemas-
rapat untuk mengakomodasi kation di dalam rongga. Misalnya dalam
kristal natrium klorida, kation Na+ menempati rongga oktahedral
dalam larikan kemas-rapat kubus pusat muka ion Cl- yang sedikit
mengembang sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.21(A). Ada satu
rongga oktahedral tiap ion Cl -, dan semua rongga ditempati oleh ion
Na+, sehingga dicapai stoikiometri NaCl = 1:1. Keenam ion Cl- yang
membangun satu oktahedron ditunjukkan oleh Gambar 1.21(B).
Setiap ion Na+ dalam rongga oktahedron dikelilingi oleh enam ion Cl -,
demikian juga sesungguhnya tiap ion Cl - dikelilingi oleh enam ion Na +
sehingga masing-masing mempunyai bilangan koordinasi enam.

Gambar 1.21 (A) Model kemas rapat bola


(B) Model kemas rapat “stick-ball” untuk satu satuan sel NaCl

Apabila ukuran kation relatif terlalu besar, mungkin kation ini


ti- dak cocok baik ke dalam rongga tetrahedron ataupun rongga
oktahe- dron dalam kemas-rapat anion yang bersangkutan. Dalam
kasus seperti ini anion-anion membangun larikan kubus sederhana
yang menyisakan rongga kubus yang menyediakan ruang/celah cukup
untuk kation yang lebih besar. Satu kation di dalam rongga kubus
mempunyai bilangan koordinasi delapan; contoh untuk ini adalah
CsCl.
Struktur kristal ion dipengaruhi oleh muatan relatif dan ukuran
relatif ion-ion yang bersangkutan. Suatu kristal ion bersifat stabil
apabila setiap kation tepat menyinggung anion-anion di sekelilingnya
demikian pula sebaliknya. Kation yang lebih kecil membuat
singgungan terbaik apabila dengan empat anion tetangga terdekat
membentuk bilangan koordinasi empat, dan menempati rongga
tetrahedron yang lebih kecil daripada rongga oktahedron. Ada dua
rongga tetrahedron tiap anion dalam satu larikan kemas-rapat
anion. Dalam senyawa dengan stoikiometri 2:1 seperti Li2O dan Na2S
misalnya, setiap rongga tetrahedron ditempati oleh satu kation.
Senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kristal sama di ka-
takan isomorfis. Beberapa senyawa ini dapat mengkristal secara ber-
samaan menghasilkan campuran kristal. Misalnya, campuran NaNO 3
dan CaCO3 membentuk kristal campuran walaupun sifat-sifat fisik dan
semua sifat kimiawi keduanya berbeda satu sama lain.
Tabel 1.6 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus

Strktur Kristal Contoh Senyawa*)


NaCl, LiCl, KBr, RbI, AgCl, AgBr,
Rock-salt
MgO, CaO, TiO, FeO, NiO, SnAs, UC, ScN
Sesium klorida CsCl, CaS, CuZn, TlSb
Sfalerit (Zink blende) ZnS, CuCl, CdS, HgS, GaP, InAs
Wurtzit ZnS, ZnO, BeO, MnS, AgI, AlN, SiC
Fluorit CaF2, HgF2, BaCl2, PbO2, UO2
Antifluorit K2O, Na2O, Li2O, K2S, Na2S, Na2Se
Rutil TiO2, MnO2, SnO2, WO2, MgF2, NiF2
Perovskit CaTiO3, BaTiO3, SrTiO3
Nikel arsenida NiAs, NiS, FeS, CoS, PtSn
*) Senyawa yang dicetak tebal memberi nama struktur kristal kelompoknya

Semua struktur kristal ion dapat dikenali menurut sistem


kristal yang telah dibicarakan di atas, dan karakteristika padatan
ionik ditunjukkan Tabel 1.6. Untuk mempermudah visualisai, bangun
kisi kristal sering dilukiskan menurut model kemas-rapat stick and
ball, sehingga baik bangun geometri, jumlah atom atau ion maupun
bilangan koordinasi dapat ditentukan dengan mudah. Senyawa
sederhana dengan rasio formula kation / anion 1:1, 1:2, 2:1, dan 2:2
akan dijelaskan secara ringkas berikut ini :
Struktur natrium klorida
Natrium klorida mengkristal dalam bentukkubus pusat muka
(face centered cube, fcc). Untuk membayangkan bentuk ini perhatikan
posisi salah satu ion-ion yang sama, ion-ion Na+ saja atau ion-ion Cl-
saja pada
sistem satu unit sel kristal sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.21. Pada
Gambar 1.21(B) delapan ion Cl - (lingkaran terang-besar) menempati ke-
delapan sudut suatu kubus, enam ion Cl- yang lain (lingkaran
berbintik- besar) menempati keenam pusat muka kubus ini. Jika
kubus tersebut diperluas atau diperpanjang dengan tambahan
masing-masing satu muka lagi ke arah horizontal (kiri-kanan, muka-
belakang) dan vertikal (atas-bawah), maka akan terlihat bahwa tiap
ion Na+ menempati pusat setiap bangun oktahedron ion Cl-. Dengan
demikian kristal NaCl dapat dikatakan mempunyai bangun kemas-
rapat kubus pusat muka ion Cl - dengan ion Na+ yang lebih kecil
menempati rongga oktahedral. Selain itu, perluasan bangun ini juga
akan memperlihatkan adanya bentuk ku- bus pusat muka yang
dibangun oleh ion-ion Na+ seperti halnya yang dibangun oleh ion-ion
Cl-. Oleh karena itu, kisi kristal natrium klorida merupakan dua kisi
kubus pusat muka yang saling tertanam di dalam- nya
(interpenetrasi).
Perluasan Gambar 1.21(B) akan menunjukkan dengan jelas
bahwa tiap ion “dihubungkan” dengan enam ion lain. Maka, masing-
masing ion mempunyai bilangan koordinasi enam. Dalam satu unit sel
(Gambar 1.21B), jumlah masing-masing ion/atom dengan mudah
dapat ditentukan yaitu empat, sehingga memenuhi soikiometri 1:1
dengan formula NaCl.

Struktur sesium klorida


Berbeda dengan natrium klorida, NaCl, sesium klorida, CsCl,
mengkristal dalam bentuk kubus sederhana atau kubus primitif; jadi
tidak termasuk kemas-rapat. Hal ini berkaitan dengan ukuran Cs +
yang relatif lebih besar sehingga memerlukan rongga yang lebih besar
daripada ronggaoktahedron. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.22,
di dalam kisi kristalnya ion-ion Cl- menempati kedelapan titik sudut
kubus dan ion pasangannya, Cs+, menempati pusat badan kubus ini.
Dengan demikian, bilangan koordinasi ion Cs+ dapat ditentukan
dengan mudah, yaitu delapan karena dihubungkan dengan delapan
ion Cl-. Kedelapan ion Cl- masing-masing menempati posisi yang
ekivalen dengan nilai
yang sama dalam satu unit selnya yaitu 1/8, dan mempunyai ”satu stick ”
penghubung sebagai bilangan koordinasi. Dengan kata lain tiap ion Cl-
tentu mempunyai ”delapan stick” penghubung atau bilangan
koordinasi delapan.

Gambar 1.22 Satuan sel kubus sederhana CsCl

Catatan : struktur CsCl kadang-kadang dinyatakan dengan bentuk kubus pusat


badan - bcc yang tentu saja tidak tepat sebab dalam kisi bcc baik titik-titik
sudut maupun titik pusat badannya harus ditempati oleh ion-ion yang sama.

Struktur zink blende dan wurtzit


Zink sulfida, ZnS, merupakan satu contoh senyawa polimorf,
mengkristal dalam dua macam bentuk kisi yang sangat berbeda yaitu
zink blende dan wurtzit (Gambar 1.23). Dalam kedua macam bentuk
ini kedua ion Zn dan ion S masing-masing mempunyai bilangan
koordinasi empat. Zink blende mempunyai struktur kemas-rapat
kubus pusat muka anion dengan kation mengisi setengah rongga
tetrahedron (Gambar 1.23A). Dalam satu unit sel, masing-masing ion
dapat dihitung dengan mudah yaitu empat untuk kubus pusat muka
ion S2- dan empat untuk ion Zn2+ interior sehingga dipenuhi rasio
stoikiometri 1:1.
Wurtzit mempunyai struktur kemas rapat heksagonal ion S 2- de-
ngan ion Zn2+ mengisi setengah rongga tetrahedron sebagaimana
terlihat pada Gambar 1.20B yang menunjukkan lapis A-B-A untuk
atom S. Dalam satu unit sel, terdapat enam atom Zn yang terdiri atas
empat atom interior, dan 1/3 x 6 atom sudut heksagonal “tengah” ; dan
enam atom S yang terdiri atas tiga atom interior 2 x 1/6 x 6 atom muka,
dan ½ x 2 atom“pusat” muka. Dengan demikian, bangun ini
memenuhi rasio stokiometri 1:1. Pada kedua bentuk ini, masing-
masing kation dan anion mempunyai bilangan koordinasi empat.

Gambar 1.23 (a) Kemas rapat kubus anion S2- dengan kation Zn2+ di dalam �
rongga tetrahedron dalam kristal Zink blende, ZnS
(b) Kemas rapat heksagon anion S2- dengan kation Zn2+ di alam
� rongga tetrahedron dalam kristal wurtzit, ZnS

Struktur fluorit
Kalsium fluorida, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur
fluorit (Gambar 1.24). Struktur ini merupakan kemas rapat kubus
pusat muka ion (Ca2+), dan ion (F-) menempati delapan rongga
tetrahedral. Dengan demikian, dalam satu unit sel terdapat empat
ion Ca dan delapan ion F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:2.
Bilangan koordinasi ion F- dengan mudah dapat diketahui yaitu empat,
sesuai dengan posisinya sebagai atom interior yang menempati
rongga tetrahedral dengan empat ”stick” penghubung. Bola kation
menempati dua macam posisi yaitu posisi sudut kubus dan pusat
muka kubus. Posisi sudut kubus (1/8 atom) dihubungkan oleh satu
”stick” penghubung dan ini ekivalen
dengan posisi pusat muka kubus (½ atom) yang dihubungkan
dengan empat ”stick” penghubung. Kedua posisi ini menghasilkan
bilangan koordinasi delapan untuk kation. Jika baik posisi maupun
jumlah kation dan anion dibalik, hasilnya adalah struktur antifluorit,
misalnya Li2O dan Na2O.

Gambar 1.24 Struktur kisi fluorit

Struktur rutil
Titanium dioksida,TiO2, bersifat polimorf mengkristal dalam dua
macam bentuk, yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan bangun ke-
mas-rapat heksagonal ion O2-, dan ion Ti4+ menempati hanya setengah
rongga oktahedral. Susunan seperti ini menghasilkan struktur tetrago-
nal dengan ion Ti4+ menempati pusat badan dan kedelapan sudutnya,
sehingga memberikan nilai dua ion dalam satu unit selnya
(Gambar 1.25). Sedangkan keenam ion oksida yang mengakomodasi
rongga ok- tahedral-isi, dua menempati posisi interior dan empat
menempati posisi dua bidang muka tetragon masing-masing 2 ion
sehingga memberikan total nilai empat ion. Dengan demikian,
struktur ini menghasilkan rasio stoikiometri kation/anion 1:2. Bilangan
koordinasi kation adalah enam, yaitu enam anion oksida yang tertata
secara oktahedral dan bilangan koordinasi anionnya adalah tiga, yaitu
tiga kation Ti4+ yang tertata se- cara trigonal.
Gambar 1.25 Struktur kisi rutil (3 satuan sel)

Dalam anatase TiO2, anion-anion oksida membentuk larikan


kemas rapat kubus dan kation Ti4+ menempati hanya setengah rongga
oktahedral tetapi dengan pola yang berbeda dari pola dalam rutil.
Perbedaan pola penempatan kation dalam rongga oktahedral dari
kedua bentuk ini ditunjukkan pada Gambar 1.26.

Gambar 1.26 Pola rongga isi-kosong dalam (A) Anatase, dan (B) Rutil

Struktur β - kristobalit
Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam-macam
bentuk; beberapa di antaranya distabilkan oleh kehadiran atom-atom
asing. Salah satunya adalah β - kristobalit yang mirip dengan struktur
zink blende; atom-atom silikon menempati semua posisi atom Zn dan
S di dalam struktur zink blende, dan atom-atom oksigen
menempati
posisi di antara atom-atom silikon. Bentuk lain adalah tridimit yang mirip
dengan struktur wurtzit. Dalam kedua macam struktur ini bilangan
koordinasinya adalah empat untuk silikon dan dua untuk oksigen.

1.2.11 Cacat dan Poin Cacat


Kecuali kristal-kristal tunggal yang tumbuh dalam kondisi
khusus, senyawa-senyawa kristalin jarang bersifat “sempurna”. Suatu
kristal sempurna bersifat kimiawi murni dan mempunyai struktur
sempurna dengan setiap titik-titik kisi terisi seperti yang dilukiskan
oleh unit sel. Sifat-sifat fisik dan kimiawi suatu padatan banyak
yang bergantung pada hadirnya cacat-cacat dalam padatan yang
bersangkutan. Kristal- kristal sempurna bersifat sangat kuat
sedangkan hampir sebagian besar padatan mengandung cacat yang
cukup untuk menyebabkan padatan ini mudah dipengaruhi oleh
gaya-gaya mekanik. Reaksi kimia dalam keadaan padat memerlukan
gerakan atom-atom atau ion-ion melalui padatan yang bersangkutan.
Namun dalam kristal sempurna tidak ada jalan khusus yang tersedia
untuk keperluan gerakan ini, tetapi dalam kristal-kristal “cacat” atom-
atom atau ion-ion dapat bergerak dari cacat satu ke cacat lain. Jadi
struktur cacatsangatberperan dalam menentukan sifat-sifat suatu
semikonduktor.

Gambar 1.27 Model tipe cacat (a) kekosongan, (b) selit dan (c) pengotoran

Satu dari beberapa tipe cacat yang didefinisikan oleh para ahli
kimia zat padat adalah variasi di dalam penempatan kisi atau variasi
bagian-bagian interstitial (selit) dalam kristal. Ada tiga tipe dasar
poin cacat yang dapat terjadi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.27,
yaitu:
(a). kekosongan, adalah adanya bagian kisi yang tidak terisi atau
tidak dihuni
(b). interstitial (selit), adalah adanya atom atau ion dalam ruang atau
celah di antara bagian-bagian kisi, dan
(c). pengotoran (impurity), adalah adanya ion atau atom asing di
dalam bagian kisi regular atau bagian selit.

Dalam kristal ionik, sifat kenetralan muatan listrik harus diper-


tahankan, dan dalam banyak hal ini dicapai melalui keseimbangan an-
tara cacat-cacat yang bermuatan positif dan negatif. Kecenderungan
beberapa senyawa untuk mengakomodasi poin cacat dalam
struktur kristalnya menyebabkan terjadinya senyawa-senyawa
nonstoikiometrik yaitu rasio dari atom-atom berbeda yang bergabung
bukan merupakan bilangan bulat. Senyawa demikian ini hanya
terdapat pada keadaan pa- datan dan dalam banyak hal mempunyai
komposisi yang bervariasi. Se- bagai contoh di dalam senyawa
wüstite, FexO (0 < x < 1), bagian kation- nya terdapat kekosongan
hingga 14%. Untuk mempertahankan sifat kenetralan muatan, dua
ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ untuk setiap ion Fe2+ yang hilang.
Pembuatan Fe(II) oksida maupun Cu(II) sulfida di dalam laboratorium
dengan tekanan atmosfer tidak pernah dihasilkan komposisi
stoikiometrik. Dalam titanium oksida, TiO2, 15 % bagian dari tiap tipe
(rutil dan anatase) terdapat kekosongan. Oleh karena itu ter- dapat
komposisi nonstoikiometrik titanium oksida, TiO2, dalam rentang yang
luas dengan harga x < 1 atau x > 1, bergantung pada tekanan oksi-
gen selama pembuatan sampel senyawa yang bersangkutan.

1.2.12 Jarak Antarnuklir


Gaya-gaya kimiawi sangat penting untuk menjelaskan sifat-sifat
kimiawi senyawa.yang bersangkutan. Dalam pembahasan gaya-gaya
kimiawi, jarak antar partikel sangat penting, dan oleh karena itu
perlu pembahasan khusus perihal jarak antarnuklir suatu atom baik
dalam molekul maupun antarmolekul. Sayangnya banyak sekali istilah
yang berkaitan dengan hal ini seperti jari-jari -ikatan,- nonikatan,-
ionik, -
kovalen (rkov ), -metalik (rM), jari-jari van der Waals (rvdW), dan jari-jari
atomik. Berikut ini hanya dibahas perihal jari-jari van der Waals, jari-jari
ionik, dan jari-jari kovalen.
Jari-jari van der Waals
Bila dua atom gas mulia dibawa bersama dengan tanpa
energi kinetik pemisah, maka keduanya akan tetap terlekat
bersamaan (Gambar 1.28). Gaya yang melekatkan keduanya menjadi
bersamaan ini adalah gaya dispersi London (kadang-kadang juga
disebut sebagai gaya van der Waals) yang sangat lemah. Gaya ini
adalah gaya yang ditimbulkan karena pengaruh antar dua atom
yang bersifat dipol sementara. Timbulnya sifat dipol sementara ini
sebagai akibat distribusi elektron yang tidak merata pada saat-saat
tertentu hanya dalam waktu pendek untuk menjaga terjadinya
tolakan antarelektron agar minimum, tetapi juga menjaga terjadinya
interaksi tarikan nuklir-elektron menjadi maksimum. Jarak antarnuklir
akan menjadi sedemikian sehingga gaya- gaya tarik yang lemah tepat
diseimbangkan oleh gaya-gaya tolak Pauli yaitu antarelektron dalam
kulit-kulit elektron yang berisi penuh. Jika kedua atom gas mulia
tersebut identik (sama), maka setengah jarak antarnuklir mungkin
dapat dinyatakan sebagai jari-jari van der Waals atau jari-jari
nonikatan bagi setiap atomnya seperti Gambar 1.28.

Gambar 1.28 Perbandingan antara rkov , rvdW , rM , r+ dan r-

Misalnya, padatan argon terdiri atas atom-atom argon, yang


satu dengan lainnya berjarak 380 pm, membentuk kemas rapat kubus
pusat muka hingga menghasilkan jari-jari van der Waals bagi atom
argon
≈� 190 pm. Walaupun pengertian jari-jari van der Waals suatu atom
nampak sederhana, kenyataannya dijumpai kasus-kasus yang
bervariasi. Ukuran atom bergantung pada sejauh mana atom yang
bersangkutan mengalami kompresi oleh gaya-gaya dari luar dan
juga bergantung pada pengaruh substituen. Misalnya dalam XeF4, jari-
jari Xe terukur kira- kira 170 pm, jauh lebih pendek daripada harga
yang diperoleh dalam padatan xenon yaitu 218 pm. Dalam XeF4,
atom-atom Xe tidak saling bersentuhan. Perkiraan jari-jari van der
Waals Xe diperoleh dengan pengurangan oleh jari-jari van der Waals
fluorin terhadap jarak Xe–F nonikatan yaitu jarak terpendek antara
molekul (320 - 330 pm). Hal ini dapat dijelaskan bahwa kenyataannya
atom xenon tereduksi ukurannya karena rapatan elektron menggeser
ke pihak atom fluorin yang lebih elektronegatif. Selain itu, adanya
induksi muatan parsial (Xe6+ F6-) dapat mengakibatkan atom-atom Xe
dan F menarik satu sama lain sehingga lebih dekat. Walaupun jari-jari
van der Waals agak bervariasi oleh karena bergantung pada lingkungan
atom yang bersangkutan, jarak nonikatan dapat diperhitungkan
dengan baik seperti ditunjukkan pada Tabel 1.7.
Tabel 1.7. Jari-jari van der Waals (dalam Å) beberapa atom nonmetalik

Atom rvdW Atom rvdW Atom rvdW Atom rvdW


H 1,1-1,3 He 1,40
N 1,5 O 1,40 F 1,35 Ne 1,54
P 1,9 S 1,85 Cl 1,80 Ar 1,92
As 2,0 Se 2,00 Br 1,95 Kr 1,98
Sb 2,2 Te 2,20 I 2,15 Xe 2,18

Jari-jari kovalen
Jarak antarnuklir dalam molekul F2 adalah 142 pm, lebih
pendek daripada jumlah dua jari-jari van der Waals fluorin.
Perbedaan ini disebabkan oleh kenyataanbahwaawanelektronatom-
atom F tumpang- tindih (overlap) secara ekstensif dalam pembentukan
ikatan F–F. Hal ini berbeda dengan jari-jari van der Waals antara dua
molekul F2 yang jika jaraknya memendek diikuti dengan naiknya energi
tolak (repulsif).
Suatu hal yang mungkin untuk menganggap bahwa keseim-
bangan jarak dalam molekul F2 adalah keseimbangan dengan
terjadinya tumpang-tindih orbital ikat secara maksimum. Tetapi, jika
hal ini dija- dikan sebagai satu-satunya kriteria, molekul F 2 akan
“runtuh” hingga kedua inti atom F menjadi saling persis
bertumpangan dan hal ini be- rakibat fungsi-fungsi gelombang orbital
atomik mempunyai distribusi ruang yang sama hingga tumpang-tindih
mencapai maksimum. Jelas, hal ini tidak mungkin terjadi karena
adanya tolakan antara kedua mua- tan inti positif dan tolakan antara
elektron-elektron dalam orbital. Jika umpamanya (secara spekulatif saja)
molekul F2 terdiri atas F+ F-, maka hal ini dapat mengarah pada
pemahaman bahwa molekul-molekul halogen adalah ionik, suatu hal
yang berlawanan dengan kenyataan. Faktor ut- ama dalam
penentuan jari-jari kovalen suatu atom adalah ukuran awan elektron
yang tertanam dalam kulit valensi, dan inilah jari-jari van der Waals
atom bersangkutan.

Tabel 1.8 Jari-jari kovalen beberapa unsur (dalam pm)

H: 37 He : 32
Li : 134 Be : 125 B : 90 C : 77 N : 75 O : 73 F : 71 Ne : 69
Na : 154 Mg : 145 Al : 130 Si : 118 P : 110 S : 102 Cl : 99 Ar : 97
K: 196 Ga : 120 Ge : 122 As : 122 Se : 117 Br : 114 Kr : 110
Sn : 140 Sb : 143 Te : 135 I : 133 Xe : 130
Cr : 139 Fe : 126 Co : 126 Ni : 121 (Td) Zn : 120 Rn : 145
116 (Sq)
(Td = tetrahedron, Sq = Bujursangkar / square plane)

Jari-jari kovalen dapat dihitung dari rata-rata jumlah panjang


ikatan homonuklir (Tabel 1.8). Dalam berbagai kasus, ikatan tunggal
homonuklir misalnya B-B belum diukur, jari-jari kovalennya sering
ditentukan secara tidak langsung. Misalnya, jari-jari kovalen B diperoleh
dari pengurangan panjang ikatan heteronuklir A-B dengan jari-jari
kovalen unsur A yang sudah diketahui.
Panjang ikatan kovalen dalam molekul ABn ditaksir dari rA +
rB; beberapa contoh khusus disajikan pada Tabel 1.9. Untuk n
berharga besar dengan ukuran atom pusat A yang relatif kecil,
kerumunan substituen B mengakibatkan pemanjangan ikatan. Ada
beberapa kasus dengan hasil numerik penambahan jari-jari relatif
jauh menyimpang. Misalnya, panjang ikatan H-H dan F-F masing-
masing adalah 74 dan 142 pm, dan ini menghasilkan jari-jari
kovalen H ~ 37 pm dan F ~ 71 pm. Tetapi, panjang ikatan H–F
ternyata bukannya 108 pm, melainkan hanya 92 pm. Jika diasumsikan
bahwa ukuran atom F tetap, maka jari-jari atom H dalam HF adalah 21
pm, dan sebaliknya jika ukuran atom H tetap, maka jari-jari atom F
dalam HF adalah 55 pm. Sungguh, ini merupakan harga- harga yang
jauh lebih kecil daripada harga dalam diatomik homonuklir yang
bersangkutan. Sangat mungkin atom H memang merupakan unsur
unik karena absennya inti He di dalamnya. Namun demikian,
penyimpangan sifat penambahan ini umumnya dikaitkan dengan
perbedaan elektronegativitas antara atom-atom yang berikatan.

Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen (dalam pm)

Molekul Ikatan rA + rB robs Molekul Ikatan rA + rB robs

HF H-F 108 92 BrCl Br-Cl 213 214


HCl H-Cl 136 128 ICl I-Cl 232 232
HBr H-Br 151 142 CH4 C-H 114 109
HI H-I 170 161 CF4 C-F 148 136
ClF Cl-F 170 163 CCl4 C-Cl 176 176
BrF Br-F 185 176 CBr4 C-Br 191 194
CI4 C-I 210 215

Biasanya, hasil pengamatan menunjukkan bahwa panjang ikat-


an antara atom elektropositif dan atom elektronegatif mengalami
pemendekan dari harga yang diharapkan berdasarkan jari-jari kova-
lennya. Schomaker dan Stevenson menyarankan adanya hubungan:
rAB = rA + rB - 9 Δx, dengan Δx adalah perbedaan elektronegativitas
atom A dengan atom B. Sekalipun rumusan tersebut kurang akurat
dan perlu dimodifikasi, namun kenyataan bahwa adanya pemendekan
ika- tan sangat jelas. Ikatan heteropolar hampir selalu lebih kuat
daripada yang diharapkan atas dasar ikatan homopolarnya. Atom-
atom dalam molekul AB terikat lebih kuat dan mengalami kompresi
relatif lebih kuat terhadap situasi dalam molekul AA dan BB yang
memberikan dasar per- hitungan rA dan rB. Adalah lebih bermanfaat
untuk menganalisis sumber kestabilan senyawa AB ini daripada hanya
sekedar pengenalan adanya energi resonansi ionik.
Kestabilan senyawa AB ini adalah akibat dari energi ikat ekstra,
yaitu energi ionik atau energi Madelung yang berasal dari muatan
parsial pada atom-atom A6+B6- sebesar:
E =

Untuk atom polivalen, muatan parsial akan bertambah pada setiap


penambahan substituen yang sangat elektronegatif. Jadi, muatan
parsial pada atom C dalam molekul CF4 jauh lebih besar daripada
muatan parsial atom C dalam CH 3F, dan oleh karena itu semua ikatan
C-F memendek secara proporsional seperti data berikut:

Jenis Senyawa CH3F CH2F2 CHF3 CF4


Jarak C-F (dalam pm) 139,1 135,8 133,2 132,3

Jari-jari ionik
Perbedaan utama antarajari-jari ionik dengan jari-jari vander
Waals terletak pada perbedaan gaya tarik bukan pada perbedaan pada
gaya tolak. Jarak antar ion dalam LiF misalnya, merupakan jarak pada
saat gaya tolakan antara inti He (yaitu Li+) dengan inti Ne (yaitu F-)
seimbang dengan gaya elektrostatik yang kuat antara ion Li + dengan
ion F- (gaya Madelung). Energi tarikan Li+ F- cukup tinggi, lebih dari
400 kJ mol-1, dan energi London He-Ne hanya berharga derajat 4 kJ
mol-1. Oleh karena itu, gaya-gaya dalam kristal LiF, jauh lebih tinggi,
dan jarak antar ion,
yaitu 195 pm, menjadi lebih pendek daripada yang diharapkan secara
penambahan jari-jari van der Waals He dan Ne, yaitu 294 pm. Dengan
prinsip yang sama seperti halnya menaksir jari-jari kovalen, adalah
mungkin untuk meneliti jari-jari ionik.
Jarak antarnuklir antara dua ion dalam struktur ionik diasumsikan
sama dengan jumlah jari-jari ionik: d = r+ + r- (r+ = jari-jari kation,
dan r- = jari-jari anion). Dengan membandingkan jarak dalam
senyawa- senyawa yang berbeda tetapi mengandung ion yang sama
akan dapat ditunjukkan bahwa jari-jari ion bersifat relatif tetap.
Misalnya, perbedaan jari-jari K+ dan Na+ dapat dievaluasi dalam empat
senyawa halida yang berbeda seperti berikut ini:
rK+ - rNa+ = dKF - dNaF = 35 pm
= dKCl - dNaCl = 33 pm
= dKBr - dNaBr = 32 pm
= dKI - dNaI = 30 pm
Sesungguhnya, hasil kecenderungan penurunan yang cukup nya-
ta dengan naiknya ukuran halida adalah sebagai efek nyata yang
dapat dimengerti oleh pertimbangan sistim kemas rapat. Jika
dikatakan bah- wa (rK+ - rNa+) relatif tetap, maka cukup beralasan
untuk mengasumsikan bahwa rK+ dan rNa+ juga relatif tetap. Baik data
penjumlahan maupun pengurangan jari-jari ion dari senyawa-senyawa
yang saling berkaitan mudah diperoleh. Maka, bila jari-jari dari salah
satu ion dapat diketahui, jari-jari ion yang lain pun dapat ditentukan.
Pauling mengusulkan suatu metode praktis untuk
menghitung rasio jari-jari ion yaitu bahwa jika dua ion mempunyai
konfigurasi gas mulia yang sama, misalnya NaF, maka rasio jari-jari
harus berbanding terbalik dengan rasio muatan nuklir yang dialami
oleh elektron-elektron terluar. Muatan inti efektif dapat dihitung
dengan menggunakan tetapan perisai empiris, misalnya seperti yang
dikembangkan oleh Slater (Lihat Dasar-dasar Kimia Anorganik
Nonlogam, Sugiyarto, FMIPA, 2007). Menurut aturan Slater, sebuah
elektron di dalam kulit utama kedua yang penuh ditamengi atau
dilindungi oleh semua elektron yang lain
sampai dengan elektron ini mengalami interaksi dengan muatan nuklir
sebesar 4,15 unit kurangnya dari yang aktual. Dengan demikian, untuk
Na+ dengan muatan nuklir aktual 11, muatan efektifnya adalah 11 -
4,15
= 6,85. Untuk atom F, muatan efektifnya adalah 9,00 - 4,15 = 4,85.
Maka, menurut Pauling:

Karena jarak interionik dalam NaF adalah


-
231 pm, maka+ rNa+ + rF -
= 231 pm, hingga dapat diperoleh rF = 135 pm dan r = 96 pm.
Na
Dengan cara ini jari-jari ionik (tradisional) untuk banyak senyawa dapat
ditentukan, dan hasilnya sebagaimana ditunjukkan Tabel 1.10. Namun
menurut Shannon dan Prewitt, jari-jari ionik berkaitan dengan
bilangan koordinasi dalam kisi kristal senyawanya, dengan jari-jari kation
sekitar 14 pm lebih panjang dan anion sekitar 14 pm lebih pendek
daripada harga-harga tradisional tersebut.
Tabel 1.10 Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion
Ion r Ion r Ion r Ion r Ion r Ion r
Unsur-Unsur Utama H- 208
Li+ 60 Be2+ 31 O2- 140 F- 135
Na+ 96 Mg2+ 65 Al3+ 50 S2- 184 Cl- 181
K+ 133 Ca2+ 99 Ga3+ 62 Se2- 198 Br- 195
Rb+ 148 Sr2+ 113 In3+ 81 Sn4+ 71 Te2- 221 I- 216
Cs+ 169 Ba2+ 135 Tl3+ 95 Pb4+ 84 Pb2+ 121
Unsur-Unsur Transisi Unsur-Unsur Lain
Ti4+ 68 Fe3+ 53 Mn2+ 80 Zn2+ 74
80 55 Fe2+ 75 97
Zr4+ Cr3+ Cd2+
Ce4+ 101 Co2+ 72 Hg2+ 110
Ni2+ 69

Rasio jari-jari ionik


Besarnya ukuran rongga oktahedral dalam sebuah kisi
kemas- rapat anion dapat ditentukan dengan mudah (Gambar
1.29). Suatu kation yang menempati tepat sebesar rongga
oktahedral, bagian
aksialnya akan membentuk bujur sangkar dengan panjang diagonal
sebesar 2 r+ + 2 r- . Dengan demikian, dalam segitiga siku-siku
samakaki ABC (Gambar 1. 29b) berlaku hubungan sebagai berikut:

cos 45o = = 0,707


r- = 0,707 r- + 0,707 r+

0,293 r- = 0,707 r+ , sehingga = 0,414 , atau = 2,42

Rasio ini ( ≈� 0,414 ) akan membatasi sifat "kestabilan"


kation dalam rongga oktahedral untuk menjaga agar anion-anion dan
anion-kation tetap tepat bersinggungan. Kation dengan ukuran lebih
kecil tentu akan memilih rongga tetrahedral yang lebih kecil daripada
rongga oktahedral, dan kation yang lebih besar akan memilih rongga
kubus sederhana.

Gambar 1.29 Posisi kation dalam :


(a)rongga oktahedron anion,
(b) penampang irisan mendatarnya dan
(c) penampang irisan mendatar untuk struktur trigonal

Dengan cara yang sama, rasio terendah bagi rongga dengan bi-
langan koordinasi 3 (trigonal, Gambar 1.29c), 4 (tetrahedral), 8 (
kubus
sederhana), dan 12 ( dodekahedral ) dapat ditentukan yaitu masing-
ma- sing sebesar ≈� 0,155, 0,225, 0,732, dan 1,00. Hal ini berarti bahwa
untuk rasio 0,155 - 0,225, bentuk yang lebih diuntungkan adalah
koordi- nasi geometri trigonal, rasio 0,225 - 0,414, koordinasi geometri
tetrahe- dral, rasio 0,414 - 0,732 koordinasi geometri oktahedral, dan
rasio 0,732
- 1,00 bentuk koordinasi geometri kubus sederhana (Tabel 1.11). Man-
faat rasio jari-jari ini dapat diilustrasikan pada beberapa contoh senyawa
termasuk yang telah dibicarakan di atas dan akan dibicarakan lebih
lan- jut seperti berikut ini.

Tabel 1.11 Hubungan rasio jari-jari dengan geometri

Bilangan Rasio Pembatas Kemungkinan


Geometri
Koordinasi r+ / r- atau r- / r+ Struktur Kisi
0,155 - 0,225 atau
3 trigonal BF3
4,44 – 6,45
0,225 - 0,414 atau
4 tetrahedral Wurtzit, Zinkblende
2,42 - 4,44
0,414 - 0,732 atau
6 oktahedral NaCl, Rutil
1,37 - 2,42
0,732 -1,00 atau
8 kubus CsCl, CsF
1,00 - 1,37

Senyawa BeS mempunyai rasio jari-jari = 0,35.


Dengan demikian dapat diramalkan bahwa Be mempunyai bilangan
koordinasi empat karena cocok menempati rongga tetrahedral, dan
kenyataannya memang BeS mengadopsi struktur wurtzit. Demikian
juga dengan cara yang sama dapat diramalkan bahwa ion Na + akan
memilih menempati rongga-rongga oktahedral dalam kemas-rapat kisi
anion Cl-
, sehingga membentuk kristal NaCl dengan bilangan koordinasi enam,

karena = 0,69. Tetapi, dengan kation yang lebih besar


+
seperti Cs , struktur CsCl tidak lagi mengadopsi bilangan koordinasi
enam seperti NaCl, melainkan mengadopsi bentuk kubus
sederhana dengan bilangan koordinasi 8 karena = 1,08.
Dalam senyawa yang mempunyai jumlah anion tidak sama
dengan jumlah kation, misalnya SrF2, TiO2, Li2O, dan Rb2S, penerapan
rasio jari-jari terhadap dugaan bilangan koordinasi tidak begitu
mudah. Dalam hal ini cara yang terbaik adalah dengan
mempertimbangkan dua macam perhitungan rasio jari-jari seperti pada
contoh SrF2 berikut:

= 1,11 → maksimum bilangan koordinasi Sr2+ = 8

= 0,90 → maksimum bilangan koordinasi F- = 8

Oleh karena jumlah anion F- harus dua kali jumlah kation Sr2+,
maka sebaliknya bilangan koordinasi kation Sr2+ harus dua kali
bilangan koordinasi anion F-. Kesesuaian bilangan koordinasi dengan
stoikiometri ini menyebabkan senyawa SrF2 mengadopsi struktur
fluorit dengan kation Sr2+ mempunyai bilangan koordinasi 8
(maksimum) dan anion F- mempunyai bilangan koordinasi 4.
Contoh ke dua adalah senyawa SnO2, dengan rasio ion:

= 0,66 → maksimum bilangan koordinasi Sn4+ = 6

= 1,52 → maksimum bilangan koordinasi O2- = 6

Lagi-lagi dengan mempertimbangkan stoikiometri senyawa ini, bentuk


yang hanya mungkin diadopsi adalah struktur TiO 2- rutil dengan
bilangan koordinasi 6 untuk kation Sn4+ dan bilangan koordinasi 3
untuk anion O2.

Contoh terakhir adalah senyawa K2O, dengan rasio ion:

= 1,21 → maksimum bilangan koordinasi K+ = 8

= 0,83 → maksimum bilangan koordinasi O2- = 8


Pertimbangan stoikiometri menyarankan bahwa K2O mengadopsi
struktur antifluorit, yaitu K+ dan O2- masing-masing mempunyai
bilangan koordinasi empat dan delapan.
Catatan : Aplikasi rasio jari-jari ini sesungguhnya sangat terbatas dan harus hati-
hati, khususnya bila ikatan kovalen menjadi faktor yang harus
dipertimbangkan.

Perkecualian terhadap penerapan rasio jari-jari


Penerapan hubungan rasio jari-jari terhadap bangun geometri
pada berbagai contoh di atas memang cukup instruktif. Namun
rasio jari-jari hanyalah merupakan sebuah petunjuk saja yang
sesungguhnya sangat terbatas pemakaiannya dan perlu hati-hati
khususnya jika ikatan kovalen menjadi faktor yang harus
dipertimbangkan. Walaupun banyak senyawa ionik benar-benar
mengadopsi bangun geometri sesuai dengan ramalan (kira-kira ? kasus),
ada banyak perkecualian dan contoh berikut menunjukkan beberapa
perkecualian yang ekstrem (Tabel 1.12).

Tabel 1.12 Contohbeberapasenyawa dengan kemasan-nyatayangmenyimpang


dari kemasan-duga
Senyawa r+ / r- Kemasan-duga Kemasan-nyata
HgS 0,68 NaCl (koordinasi 6) ZnS (koordinasi 4)
LiI 0,35 ZnS (koordinasi 4) NaCl (koordinasi 6)
RbCl 0,99 CsCl (koordinasi 8) NaCl (koordinasi 6)

Kimia bukanlah subjek yang sederhana, dan dalam senyawa


yang sangat ionik sekalipun sesungguhnya terdapat sifat kovalen
parsial wa- laupun hanya berderajat rendah; semakin berkurang
derajat ioniknya semakin bertambah derajat kovalensinya, dan dalam
keadaan demikian ini model bola keras bagi suatu ion dalam berbagai
senyawa tidak lagi te- pat. Sebagai contoh, raksa(II) sulfida, HgS,
mempunyai tingkat kovalensi yang cukup tinggi sehingga dapat
dipertimbangkan sebagai senyawa dengan jaringan kovalen seperti
intan dan silikon dioksida. Tingginya sifat kovalensi ini memungkinkan
pemilihan geometri tetrahedron - struktur ZnS, sebagaimana sering
dijumpai bagi senyawa Hg(II).
Sifat kovalen parsial juga terdapat dalam litium iodida (ingat
ion iodida mudah terpolarisasi). Pemilihan bangun geometri-struktur
NaCl pada senyawa ini sungguh tidak masuk akal jika alasan
didasarkan pada harga standar jari-jari ioniknya. Ion Li+ terlalu kecil
ukurannya dalam rongga oktahedral anion iodida sehingga akan
mengakibatkan posisi kation tidak fit (pas) tetapi bergejolak terus-
menerus. Studi struktur kristal menunjukkan bahwa rapatan
elektron litium tidak berupa bola (sferis) melainkan mencuat ke luar
ke arah keenam atom iodin di sekelilingnya; oleh karena itu, litium
iodida tidak dapat dipertimbangkan sebagai senyawa yang benar-
benar ionik, dan diduga mengandung sekitar 30 % karakter kovalen.
Selain itu ditemukan bukti bahwa perbedaan energi antara
kemasan geometri sering sangat kecil. Sebagai contoh rubidium
klorida, RbCl, umumnya mengadopsi geometri struktur-NaCl yaitu
kubus pusat muka, dan bukan struktur-CsCl yaitu kubus sederhana
sebagaimana diramalkan. Namun, kristalisasi dibawah tekanan dapat
menghasilkan geometri struktur-CsCl. Jadi perbedaan energi
pengemasan antara kedua bangun geometri ini tentulah sangat kecil.
Akhirnya perlu diingat, bahwa nilai jari-jari ionik tidaklah tetap
dari lingkungan-tetangga yang satu ke yang lain. Sebagai contoh,
ion Cs+ mempunyai jari-jari ionik sebesar 181 pm hanya ketika ion ini
dikelilingi oleh enam anion tetangga, dan dengan delapan anion
tetangga seperti dalam CsCl, Cs+ mempunyai jari-jari ionik sedikit
lebih besar, 188 pm. Untuk ion-ion berukuran besar, perbedaan ini
bukanlah merupakan faktor yang utama, tetapi untuk ion-ion
berukuran kecil perbedaannya sangat signifikan. Litium, dalam
lingkungan koordinasi empat, mempunyai jari-jari 73 pm, tetapi
dalam lingkungan koordinasi enam, Li+ mempunyai jari-jari 90 pm.

1.2.13 Energi Kisi


Energi kisi adalah kuantitas termodinamik yang didefinisikan
sebagai energi yang dibebaskan apabila ion-ion dalam keadaan gas
bergabung untuk menghasilkan satu mole senyawa ionik kristalin.
Energi kisi secara esensial merupakan entalpi pembentukan senyawa
ionik dari ion-ion dalam fase gas. Seperti diilustrasikan dalam Tabel 1.13,
energi kisi bervariasi terhadap jarak antar-ion dalam kristal dan terhadap
muatan ion. Semakin dekat bergabungnya ion-ion dan semakin besar
muatan ion yang bersangkutan semakin besar energi kisinya.
Tabel 1.13 Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri halida

Jarak antar- Jarak antar-


Garam Energi kisi Garam Energi kisi
ion /nm ion /nm
NaF -910 0,2317 FeCl2 -2525 -
NaCl -769 0,282 FeCl3 -5364 -
NaBr -732 0,297 Na2SO4 -1827 -
NaI -682 0,323 FeSO4 -2983 -
LiCl -834 0,257 Na2CO3 -2301 -
NaCl -769 0,282 FeCO3 -3121 -
KCl -701 0,315
RbCl -680 0,329
CsCl -657 -

Perhitungan Energi Kisi


Perhitungan energi kisi dimulai dari cara perhitungan entalpi
pembentukan senyawa ionik padatan dari gas-gas penyusun ion yang
bersangkutan. Sebagai contoh adalah senyawa sederhana NaCl. Studi
sinar-X menunjukkan bahwa atom-atom tersusun dalam bentuk kubus
(Gambar 1.21) dan setiap atom Na dikelilingi oleh enam atom Cl
secara oktahedron demikian juga sebaliknya. Bila diasumsikan bahwa
atom- atom ini berupa ion-ion Na+ dan ion Cl-, maka energi larikan
dapat dihitung melalui cara berikut. Jarak Na +– Cl- paling pendek
dinyatakan sebagai ro, maka energi elektrostatik antara dua ion
bertetangga ini dapat dinyatakan dengan rumusan Coulomb:
E (Joule) , dengan εo = 8,854 x 10-2 C2 m -1 J-1.
Gambar 1.21B menunjukkan bahwa setiap ion Na+ dikelilingi
oleh 6 ion Cl- pada jarak ro, dan ini menghasilkan energi atraktif sebesar

E . Ion tetangga terdekat yang lain kemudian adalah 12 ion


Na+ yang secara trigonometri berjarak ro�2 (Gambar 1.30); maka

energi repulsif (tolakan) yang dihasilkan adalah .


.

Gambar 1.30 Perbandingan jarak Na-Cl-Na dalam kristal NaCl

Dengan mengulang prosedur ini hingga berakhirnya interaksi


semua ion, diperoleh penjumlahan energi sebagai berikut:

E =

Rumus umum bagi seri tak terbatas tersebut dapat


diturunkan untuk mendapatkan harga numerik yang semakin
menyebar. Harga nu-

merik ini, , adalah khas bagi setiap


struk- tur dan tak bergantung pada jenis ionnya. Harga penjumlahan
semua
interaksi geometrik ini disebut tetapan Madelung, MNaCl, untuk
struktur NaCl. Tetapan Madelung untuk struktur ionik yang umum
telah diketa-
hui perhitungannya dan hasilnya sebagaimana ditunjukkan Tabel 1.14.
Tabel 1.14 Tetapan Madelung beberapa senyawa
Tipe Tetapan Madelung, Bilangan koordinasi
M
NaCl 1,74756 6:6
CsCl 1,76267 8:8
Rutile 2,408 6:3
CaF2 2,51939 8:4
Zink blende 1,63805 4:4
Wurtzit 1,64132 4:4

Tetapan Madelung yang unik, didefinisikan hanya untuk


struktur- struktur yangrasiovektorantar-atomikcocok oleh simetri. Untuk
struktur rutil, TiO2 terdapat dua dimensi kristal yang dapat bervariasi
secara bebas, oleh karena itu terdapat tetapan Madelung yang
berbeda untuk masing-masing dimensi yang bebas. Apabila 1 mol NaCl
terbentuk dari ion-ion gas yang bersangkutan (masing-masing ada N
ion Na+ dan Cl-, N
= bilangan Avogadro), maka energi total yang dibebaskan adalah:

E (atraktif) = N Z + Z - MNaCl , dengan Z + dan Z -, masing-


masing adalah muatan kation (Na+) dan muatan anion (Cl-).
Hal ini memang benar demikian, karena ekspresi energi
elektrostatik untuk satu ion Cl- sama dengan energi elektrostatik
untuk satu ion Na+. Energi elektrostatik, tepatnya energi atraktif
antara dua muatan yang berlawanan, bukanlah energi aktual yang
dibebaskan dalam proses:
Na+ (g) + Cl- (g) → NaCl (s)
Kenyataannya, ion bukanlah sebagai bola kaku (rigid).
Keseimbangan pemisahan Na+ dan Cl- dalam NaCl adalah tepat ketika
gaya-gaya atraktif (tarik) benar-benar tepat diseimbangkan oleh
gaya- gaya repulsif (tolak). Secara umum menurut Born, energi total
repulsif per mol dapat dituliskan kaitannya dengan jarak r, yaitu :
E (rep) = , dengan B = konstante
Pada keadaan keseimbangan-jarak, r = ro , energi (bersih) U untuk

proses reaksi tersebut di atas adalah: U = N Z + Z - MNaCl ( )+


Catatan:
1. Perhatikan bahwa gaya atraktif menghasilkan kontribusi
eksotermik sedangkan gaya repulsif menghasilkan kontribusi
endotermik.
2. Dari eksperimen, informasi eksponen B, yaitu n, dapat diperoleh
dari data kompresibilitas yaitu perubahan fraksional volume per
perubahan unit

tekanan ( )P, karena ion-ion menunjukkan sifat menahan bila


dipaksa untuk mendekat lebih lanjut satu terhadap yang lain.
Harga- harga ini ada hubungannya dengan tipe konfigurasi
elektronik ion- ion yang bersangkutan, dan beberapa sudah dapat
diketahui yaitu:
konfigurasi : He Ne Ar, Cu+ Kr, Ag+ Xe, Au+
n : 5 7 9 10 12
Energi pada keadaan keseimbangan-jarak ini adalah minimum (yang
berarti U = nol pada r = ro), dan ini dapat ditentukan dari turunan U
terhadap r sebagai berikut:

( )r = ro = 0 = - -
Secara fisik persamaan ini adalah persamaan gaya elektrostatik atraktif
dan gaya repulsif antar ion-ion, dan harga B dapat ditentukan yaitu:

B = -
Selanjutnya, karena energi yang dibicarakan sudah tertentu yaitu energi
minimum, maka digunakan istilah Uo untuk menyatakan energi
pada keseimbangan-jarak, sehingga diperoleh:

Uo = -
Uo =
Persamaan ini adalah persamaan Born-Lande untuk energi kisi
senyawa-senyawa ionik, yang sangat sukses dalam meramalkan harga-
harga energi kisi secara akurat walaupun persamaan ini
menghilangkan faktor-faktor energi tertentu sebagaimana akan
dibicarakan kemudian. Persamaan ini hanya memerlukan pengetahuan
struktur kristal yang bersangkutan didalam memilih harga-harga
yang tepat bagi tetapan Madelung, M, dan jarak antar ion, ro, yang
keduanya tersedia melalui studi difraksi sinar-X. Eksponen Born
bergantung pada tipe ion yang terlibat, ion lebih besar yang
mempunyai densitas elektron lebih besar akan mempunyai harga n
yang lebih besar. Untuk kristal NaCl, penggunaan persamaan tersebut
melibatkan harga faktor-faktor berikut:
M = 1,74756 N = 6,022 x 1023 mol-1
e = 1,60210 x 10-19 C ro = 2,81 x 10-10 m ( rNa+ + rCl-
)
Z + = +1 (Na+) Z = -1 (Cl-)
-

π = 3,14159 εo = 8,854185 x 10-12 C2 J-1 m-1


n = 8 , rata-rata harga untuk Na+ (Ne) dan Cl- (Ar).
Atas dasar besaran tersebut harga Uo dapat dihitung, yaitu -755
kJ mol-1; harga eksperimen terbaik adalah -770 kJ mol -1 (kesalahan ~
2%). Untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna, beberapa fungsi
telah disarankan untuk diganti khususnya energi repulsif tersebut.
Tambahan pula ada tiga term energi yang mempengaruhi hasil
perhitungan tersebut sampai dengan harga belasan (~12 kJ mol-1),
seperti gaya- gaya van der Waals, London, energi titik nol dan koreksi
kapasitas panas. Energi titik nol muncul karena berdasarkan analogi
partikel dalam kotak, sekalipun pada nol Kelvin (0 K) ion-ion tetap
akan melakukan gerakan vibrasi dalam kisi karena tidak mungkin tidak
bergerak.

Siklus Born-Haber
Salah satu uji manfaat deskripsi model ionik tersebut adalah
kemampuannyamenghasilkanperhitunganhargaentalpipembentukan
yang akurat, misalnya bagi NaCl. Perlu dicatat bahwa pada proses
reaksi pembentukan NaCl (s) dari ion-ionnya, Na+ (g) dan Cl-(g), secara
prinsip memungkinkan dilakukan pengukuran entalpi pembentukan
secara langsung meskipun secara eksperimen hal ini tidak mungkin
layak dapat dilaksanakan. Tetapi, untuk proses sebaliknya jelas tidak
mungkin dilaksanakan karena NaCl(s) tidak menguap menjadi ion-
ionnya, melainkan menjadi NaCl (g) baru kemudian mengalami
disosiasi menjadi atom-atomnya. Untuk mengatasi problem ini pada
tahun 1919,
M. Born, K. Fajans dan F. Haber menerapkan siklus termodinamik yang
kemudian dikenal sebagai siklus Born-Haber. Hal ini didasarkan pada
peran hukum Hess yang menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah
sama meskipun reaksi yang bersangkutan terjadi dalam satu tahap
ataupun dalam beberapa tahap.
Reaksi seperti ini dalam siklus pembentukan logam-halida,
MX, sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.31 mewakili konversi logam
padat menjadi kation dalam fase gas (tahap 1 dan 2), konversi
molekul- molekul halogen menjadi anion dalam fase gas (tahap 3
dan 4), dan konversi penggabungan ion-ion untuk menjadi
senyawa padatan. Entalpi tahap akhir, U (tahap 5), disebut sebagai
energi kisi. Jadi, energi kisi kristal suatu senyawa ionik adalah energi
yang dibebaskan bila ion- ion dari jarak tak berhingga (berupa gas)
bergabung membentuk kristal menurut persamaan reaksi: M+ (g) + X-
(g) → MX (s)

Gambar 1.31 Siklus pembentukan MX

Menurut Gambar 1.31 berlaku:


ΔHf = ΔHAM + ΔHAX + ΔHIE + ΔHEA + U ; dalam hal ini
ΔHAM = entalpi atomisasi logam (atau entalpi sublimasi untuk
logam yang menguap membentuk gas monoatomik), ΔHAX = entalpi
atomisasi
nonlogam (atau entalpi disosiasi atau energi ikatan untuk gas
nonlogam diatomik), ΔHIE = energi ionisasi, dan ΔHEA = afinitas
elektron, serta U = energi kisi kristal.

Energi sublimasi (tahap 1), energi ionisasi (tahap 2) dan energi


ikatan (tahap 3), umumnya diperoleh dari pengukuran-pengukuran
eksperimental. Afinitas elektron (tahap 4) dan energi kisi (tahap 5) yang
keduanya sukar diukur secara eksperimental sering ditentukan
melalui kalkulasi siklus Born-Haber. Tahap 1, 2, dan 3 semuanya
memerlukan energi input, jadi dengan ΔH berharga positif. Afinitas
elektron (tahap 4) berharga negatif untuk halogen dengan rentang
harga dari -349 hingga
-295 kJ mol-1. Energi kisi (tahap 5) selalu berharga negatif. Apabila energi
kisi dan afinitas elektron yang digabungkan menyediakan energi yang
diperlukan oleh tahap 1 hingga tahap 3, pembentukan senyawa ionik
yang diharapkan bersifat eksotermik dan umumnya lebih sering
terjadi daripada yang bersifat endotermik.

Diterapkan pada NaCl, entalpi pembentukan NaCl (s) dapat


dipecah menjadi beberapa tahapan seperti ditunjukkan oleh diagram
Gambar 1.32 sehingga dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:

ΔHf (entalpi pembentukan) NaCl = - 411 kJ mol-1


- ΔHvap (entalpi penguapan) Na (s) → Na (g) = - 108 kJ mol-1
- ½ ΔHdis (entalpi atomisasi) Cl2 (g) → 2 Cl (g) = - 121 kJ mol-1
- ΔHEA (afinitas elektron) Cl (g) + e → Cl- (g) = 349 kJ mol-1
+
- ΔHIE (energi ionisasi) (g)+ e = - 496 kJ mol-1
Na (g) → Na���������������������
�+
U = - 787 kJ mol-1
o

Jadi, energi kisi NaCl, Uo adalah -787 kJ mol-1. Hasil


perhitungan siklus ini sangat dekat dengan hasil perhitungan teoretik
(755 kJ mol- 1) dengan beda kurang lebih 4 %. Dengan demikian
rumusan teoretik untuk model ionik di atas sangat berguna untuk
memprediksi energi ikatan suatu senyawa ionik.
Gambar 1.32 Diagram perhitungan energi kisi NaCl

Suatu hal yang penting dari siklus tersebut yang berkaitan dengan
ikatan kimia adalah bahwa:
(1) ΔHA selalu positif, tetapi biasanya relatif kecil dari besaran-besaran
yang lain dan tidak besar variasinya untuk berbagai senyawa.
(2) ΔHIE (energi ionisasi) selalu positif (endotermik) dan besar nilainya
(3) ΔHEA (afinitas elektron) halogen selalu eksotermik, tetapi untuk
kalkogen endotermik, hal ini terjadi karena gaya tarik inti terhadap
elektron kedua
pada ion X- ( X = kalkogen) lebih kuat.
(4) Dalam berbagai kasus, jumlah energi ionisasi, (ΔHIE), ditambah
afinitas elektron, (ΔHEA), selalu positif (endotermik) dan kestabilan
senyawa ionik terhadap sifat disosiasi menjadi unsur-unsurnya
menjadi bertambah karena adanya kelebihan eksotermik yang
ditimbulkan oleh gaya atraktif antar ion-ion yang berlawanan.
Siklus Born-Haber sering digunakan dengan cara berbeda. Bila
diasumsikan bahwa energi kisi, U, yang dihitung menurut model ionik
tersebut adalah benar, maka siklus ini dapat digunakan untuk
menaksir beberapa energi yang terlibat. Misalnya, tidak ada cara
langsung
yang dapat dipakai untuk mengukur pembentukan entalpi ion CN -(g).
Dari model siklus Born-Haber untuk NaCN, harga-harga untuk entalpi
penguapan dan entalpi ionisasi unsur Na diketahui dan U dapat
dihitung, maka ΔHf untuk CN-(g) dapat ditentukan, yaitu ~ 29 kJ mol-
1
. Harga-harga energi kisi beberapa senyawa yang diperoleh dari data
eksperimen menurut metode siklus Born-Haber dengan berbagai
model dan dengan perhitungan teoritik ditunjukkan pada Tabel 1.15.
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida

Eksperimen Perhitungan Perhitungan


Garam Kapustinskii
Born-Haber Teoritik Terkoreksi
LiF 1034,0 1008,0 1033,0 952,7
LiCl 840,1 811,3 845,2 803,7
LiBr 781,2 766,1 797,9 792,9
LiI 718,4 708,4 739,7 713,0
NaF 914,2 902,0 915,0 884,9
NaCl 770,3 755,2 777,8 752,9
NaBr 728,4 718,8 739,3 713,4
NaI 680,7 663,2 692,0 673,6
KF 812,1 797,5 813,4 788,7
KCl 701,2 687,4 708,8 680,7
KBr 671,1 659,8 679,5 674,9
KI 632,2 623,0 640,2 613,8
RbF 780,3 761,1 777,8 760,2
RbCl 682,4 661,5 686,2 661,9
RbBr 654,0 636,4 659,0 626,3
RbI 616,7 602,5 622,2 589,9
CsF 743,9 723,0 747,7 713,0
CsCl 629,7 622,6 652,3 625,1
CsBr 612,5 599,6 632,2 602,1
CsI 584,5 568,2 601,2 563,6
Kapustinskii berpendapat bahwa tetapan Madelung, jarak antar
nuklir, dan formula empiris senyawa ionik semua saling
berhubungan. Jika struktur kristal tidak diketahui energi kisi dapat
ditaksir melalui persam- aan:
U =

dengan v adalah jumlah ion per molekul senyawa, ro (pm) ditaksir


sebagai jumlah jari-jari ion (r+ + r-). Untuk NaCl, v = 2, ro = 281
pm, sehingga menghasilkan harga energi kisi 753 kJ mol-1 atau kira-
kira 98 % signifikan terhadap harga eksperimen. Hasil ini sebanding
dengan hasil perhitungan teoritik sebagaimana dirumuskan dimuka.
Dengan hasil yang signifikan tersebut, maka suatu tahapan
dalam siklus Born - Haber yang sukar atau belum dapat dilakukan
secara eksperimen langsung, misalnya penentuan afinitas elektron,
dapat ditaksir melalui taksiran harga U secara teoritik. Selain itu, adalah
mungkin untuk menduga harga entalpi pembentukan suatu
senyawa yang tidak diketahui sebelumnya. Taksiran yang cukup baik
dalam hal entalpi atomisasi, energi ionisasi, dan afinitas elektron
sekarang sudah tersedia untuk hampir semua unsur. Oleh karena itu
cukup beralasan bila kemudian dilakukan dugaan yang cukup baik
terhadap struktur kisi termasuk jarak antar nuklir dan geometrinya.
Jarak antar nuklir ditaksir dengan jari-jari ionik (Tabel 1.10 atau Tabel
1.4) yang pada gilirannya juga dapat ditaksir geometri senyawa yang
bersangkutan untuk kemudian dapat ditentukan tetapan Madelung-
nya. Dengan demikian, energi kisi, U, atau entalpi pembentukannya
dapat ditentukan.
Siklus Born-Haber dapat pula digunakan untuk merasionalisasi
formula suatu senyawa. Misalnya, mengapa hanya senyawa NaCl
ditemui sedangkan senyawa NaCl2 tidak. Untuk senyawa hipotetis
NaCl2, energi kisinya akan lebih besar karena muatan Z adalah +2,
sehingga jika dikaitkan dengan tingkat kestabilan seharusnya NaCl 2
lebih stabil dibandingkan dengan NaCl. Namun, jika semua aspek
yang terlibat dievaluasi ternyata didapatkan bahwa naiknya energi
yang diperlukan
untuk ionisasi kedua untuk atom Na menjadi Na2+ jauh lebih besar
(4562 kJ mol-1) daripada energi kisi NaCl2. Dengan asumsi bahwa
senyawa hipotetis NaCl2 mengadopsi bentuk struktur fluorit (CaF 2),
dan jarak antarnuklir relatif sama dengan jarak antarnuklir dalam
NaCl hingga mempunyai tetapan Madelung 2,54, maka energi kisinya
dapat dihitung kira-kira sebesar -2155 kJ mol-1. Dengan siklus Born-
Haber (Uo = -2155, ΔHA (Na) = 109, ΔHA (Cl) = 242, ΔHIE (1) = 495, ΔHIE (2) =
4562, dan 2ΔHEA = - 698
) entalpi pembentukan dapat dihitung, yaitu ΔHf = + 2555 kJ mol-1.
Jadi pada pembentukan senyawa hipotetis NaCl2 dibutuhkan energi
sebesar 2555 kJ mol-1. Energi ini jauh lebih besar daripada energi
kisi yang bersangkutan, sekalipun perhitungan kasar energi kisi ini
dikoreksi lebih lanjut. Dengan kata lain, senyawa hipotetis NaCl 2 tidak
akan ditemui karena kestabilan ekstra dari energi kisi tidak cukup
mengkompensasi energi ionisasi-kedua atom natrium yang sangat
besar.

1.2.14 Soal-Soal Latihan Ikatan Ionik


1. Jelaskan spesies mana yang mempunyai titik leleh lebih tinggi
dari antara pasangan-pasangan spesies berikut:
(a) NaCl - NaI ; (b) NaCl - KCl.
2. Dari antara dua ion fluorida dan iodida, jelaskan:
(a) Mana yang lebih besar rapatan muatannya
(b) Mana yang lebih mudah terpolarisasi
(c) Mana yang lebih ionik dalam garam alkalinya
3. Jelaskan dengan parameter rapatan muatan dan sifat ikatan
dalam senyawaannya bahwa SnCl2 mempunyai titik leleh yang
jauh lebih besar (227 0C) daripada titik leleh SnCl4 (-33 0C).
4. Ion magnesium dan ion tembaga(II) mempunyai jari-jari ionik
yang hampir sama. Ramalkan spesies mana yang mempunyai titik
leleh lebih tinggi antara MgCl2 dan CuCl2 ? Jelaskan �
5. Ramalkan apakah NaCl larut dalam CCl4 ? Jelaskan �
6. Jelaskan mengapa CaCO3 tidak larut dalam air ?
7. Ramalkan spesies mana yang mudah terhidrasi dalam fase
padatannya antara NaCl dan MgCl2? Jelaskan �
8. Susun diagram siklus Born-Haber untuk pembentukan kristal
aluminium klorida.
9. Susun diagram siklus Born-Haber untuk pembentukan senyawa
hipotetik NaCl2. Energi kisi teoretik NaCl2 dapat dihitung ˜ - 2155
kJ mol-1, energi ionisasi pertama dan kedua atom natrium secara
berurutan 496 dan 4562 kJ mol -1 (data besaran-besaran lain dapat
diperiksa dari diktat; NaCl2 diasumsikan mempunyai struktur fluorit.
dan jarak antar nuklir dalam NaCl 2 dan dalam NaCl diasumsikan
sama). Hitung energi pembentukan senyawa hipotetik NaCl 2
tersebut; mungkinkah NaCl2 lebih stabil ketimbang NaCl ?
10. Jelaskan mengapa padatan MgCl2 lebih mudah larut dalam air
sedangkan MgO tidak?

0
DASAR - DASAR PENGoLAHAN LoGAM

2.1 Pendahuluan
Tinjauan sifat-sifat logam (metal), struktur dan ikatannya telah
dibahas dalam Bab 1. Pada bab ini akan dibicarakan pengolahan
logam yang merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya mengingat
manfaat logam yang sangat luas menyentuh semua aspek kehidupan.
Oleh karena itu perlu dipahami sifat-sifat logam dan kaitannya
dengan sumber- sumbernya di alam. Logam umumnya dibayangkan
sebagai bahan yang “keras”, mempunyai densitas dan titik leleh tinggi,
dapat ditempa, dan merupakan konduktor panas dan listrik yang
baik. Ada beberapa perkecualian sifat yang mencolok misalnya,
densitas litium hanya 0,534 g cm-3 sedangkan platina 21,45 g cm-3.
Raksa (merkurium) berwujud cair pada temperatur kamar, tetapi
osmium meleleh pada 3045 oC. Demikian juga natrium dan kalium
cukup lunak untuk dipotongdengan pisau, tetapi besi sangat keras.
Bentuk kelimpahan logam yang terdapat di alam (kerak bumi)
sangat bergantung terutama pada reaktivitas logam yang
bersangkutan, kelarutan garamnya, dan kemudahan garamnya
bereaksi dengan air atau terhadap proses oksidasi. Logam-logam yang
tidak reaktif seperti emas, perak, dan platina, biasanya terdapat di
alam sebagai unsurnya
sedangkan logam-logam yang agak reaktif biasanya terdapat
sebagai sulfida, misalnya CuS, PbS, dan ZnS. Oleh karena
kelarutannya sangat rendah, senyawa-senyawa sulfida ini tahan
terhadap oksidasi dan tidak ada reaksi dengan air. Logam-logam
yang sedikit lebih reaktif diubah menjadi oksidanya, misalnya MnO2,
Al2O3, dan TiO2, sedangkan logam- logam yang sangat reaktif
membentuk garamnya, misalnya magnesium dan kalsium terdapat
sebagai karbonat, sulfat, dan silikat. Magnesium sulfat larut dalam
air dan terdapat dalam sumber air mineral, sedangkan kalsium sulfat,
CaSO .2H O (gipsum), hanya sedikit larut dalam air tetapi
4 2
cukup mengakibatkan air alam menjadi sadah. Kalsium karbonat
menjadi larut dalam air sebagai hidrogen karbonat karena adanya
karbon dioksida yang terlarut, sehingga air alam juga menjadi sadah
olehnya :

CaCO3 (s) + CO2 (s) + H2O (l) → Ca2+ (aq) + 2 HCO 3- (aq)

Aluminium banyak terdapat dalam bentuk aluminosilikat,


seper- ti muskovit, KAl2(OH)2Si3AlO10, yaitu salah satu bentuk mika,
dan kaolin, H4Al2Si2O9 (lempung), dan kadang-kadang aluminium
terdapat juga seba- gai oksida tak-larut, Al O .nH O, dan garam
kompleks fluorida, Na [AlF ].
2 3 2 3 6

Natrium (Na) dan Kalium (K) terdapat di alam sebagai garam-


garam yanglarut dalam air laut atau air alam, atau sebagai garam-garam
tak-larut, tak-reaktif aluminosilikat seperti albit, NaAlSi3O8, dan
ortoklas, KAlSi3O8. Kedua silikat ini banyak terdistribusi di alam, tetapi
karena sifatnya sangat stabil, keduanya tidak dipakai sebagai sumber
logam, namun demikian, perubahan cuaca secara lambat
mengakibatkan ortoklas membebaskan ion kalium yang sangat
esensial bagi pertumbuhan tanaman.

2.2 Preparasi Logam


2.2.1 Metalurgi
Metalurgi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi logam,

84 Kimia Anorganik Logam


peng- olahan dari bijihnya, pemurnian, serta studi sifat maupun
penggunaan- nya. Namun demikian, dalam kesempatan ini hanya
dipelajari pemurnian logam hasil pengolahan dari bijihnya. Prosedur
pengolahan logam dari

Dasar-dasar Pengolahan Logam 85


bijihnya melewati tiga tahap yang umum yaitu pemekatan bijih,
ekstraksi logam dari bijihnya termasuk reduksi logam, dan pemurnian
(refining) lo- gam.
Pemekatan
Pada tahap ini mineral yang berharga dipisahkan semaksimal
mungkindaribatu-batuanyangtidakdiinginkan. Biasanyahalinidilakukan
dengan penggerusan bijih menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil,
kemudian pemisahan dapat dilakukan dengan metode flotasi
(flotation). Menurut metode ini, bijih gerusan halus dimasukkan ke
dalam sebuah tangki yang berisi air, agen pelengket, seperti minyak
tusam (pine oil), yang akan membasahi mineral pembawa logam
tetapi tidak membasahi partikel-partikel batu silikat yang tak
diinginkan, agen aktif permukaan, dan mungkin juga agen pembuih.
Agen aktif permukaan berfungsi seperti molekul sabun atau
detergen yang memiliki satu ujung polar yang dapat diadsorbsi pada
permukaan mineral dan satu ujung hydrofobik – (hidrokarbon) yang
dapat ditarik ke dalam gelembung membawa mineral ke dalam buih
(busa). Campuran kemudian diaduk dengan kuat, dan arus udara
disemprotkan dengan kuat ke dalam tanki sehingga partikel mineral
terbawa ke permukaan oleh gelembung udara sebagai buih dan
selanjutnya dapat dipisahkan. Sebagian besar batu-batuan yang tak
diinginkan tenggelam ke dasar tangki.
Ekstraksi
Ekstraksi logam dari bijih pekat melibatkan proses reduksi
logam dari tingkat oksidasi positif menjadi logam bebas. Sebelum
reduksi, biasanya diperlukan beberapa perlakuan lain seperti proses
sintering (pelengketan), yaitu suatu pemanasan bijih lembut tanpa
pelelehan untuk memperoleh bijih yang lebih besar ukurannya, atau
calcining (kalsinasi), yaitu suatu pemanasan bijih karbonat atau oksida
untuk membebaskan gas karbon dioksida, misalnya :
4 FeCO3 (s) + O2 (g) 2 Fe2O3 (s) + 4 CO2 (g)
Selain itu dapat juga dilakukan roasting (pemanggangan), yaitu suatu
proses pemanasan dalam oksigen atau udara di bawah titik leleh
bijih
yang bersangkutan yang biasanya dilakukan pada bijih sulfida
untuk memperoleh oksidanya, misalnya:
2 PbS (s) + 3 O2 (g) 2 PbO (s) + 2 SO2 (g)
Kedua proses tersebut pada dasarnya dilakukan untuk
memperoleh bijih oksidanya. Proses untuk ekstraksi, reduksi dan
pemurnian logam secara umum, dibagi dalam tiga macam metalurgi
yaitu pirometalurgi, elektrometalurgi, dan hidrometalurgi.
Pirometalurgi melibatkan reaksi kimia yang dilaksanakan pada
temperatur tinggi. Misalnya dalam smelting (peleburan atau pelelehan),
reduksi mineral menghasilkan lelehan logam yang dapat dipisahkan
dari batuan yang tak diinginkan. Dalam proses reduksi ini biasanya
dipakai karbon atau logam lain. Oksida-oksida hasil pemanggangan
bijih sulfida atau hasil kalsinasi bijih karbonat tersebut umumnya
direduksi dengan peleburan oleh karbon, menurut persamaan reaksi:
ZnO (s) + C (s) Zn (s) + CO (g)
Biasanya, pemekatan bijih tidak sampai memisahkan secara sempurna
batu-batuan pengotor yang tak diinginkan dari mineralnya. Batu-
batuan pengotor dipisahkan dalam proses peleburan dengan
penambahan pereaksi flux (fluks) untuk menghasilkan slag (terak atau
ampas bijih) yang berupa cairan pada temperatur proses dalam
tungku. Sebagian besar slag adalah silikat, misalnya:
SiO2 (s) + CaCO3 (s) CaSiO3 (l) + CO2 (g)
batuan pengotor fluks slag

Lelehan logam dan slag membentuk lapisan yang terpisah dalam


tungku sehingga dapat dipisahkan. Slag dapat dipadatkan sebagai
massa mirip gelas (glassy) untuk dibuang atau dipakai pada
pembuatan semen Portland. Metode pirometalurgi diterapkan untuk
produksi tembaga, zink, dan besi.
Elektrometalurgi merupakan suatu proses reduksi mineral atau
pemurnian logam yang menggunakan energi listrik. Natrium dan
alumi- nium diproduksi menurut metode elektrometalurgi.
Hidrometalurgi merupakan istilah umum untuk suatu proses
yang melibatkan air dalam ekstraksi dan reduksi logam. Dalam
proses peluluhan atau pelumeran (leaching), logam atau senyawanya
terlarut dan lepas dari bijihnya atau langsung keluar dari endapan
bijihnya oleh air, sehingga terbentuk larutan logam tersebut dalam
air. Larutan ini dapat dimurnikan dan setelah itu, senyawa logam
murni dapat direduksi langsung menjadi logamnya, sedangkan jika
yang terbentuk berupa endapan dapat dipisahkan dengan
penyaringan. Larutan hasil peluluhan sering dapat diregenerasi dan
dipakai kembali untuk proses peluluhan. Tembaga dapat diluluhkan
oleh asam sulfat bersama oksigen, dan emas oleh larutan sianida
bersama oksigen menurut persamaan reaksi berikut :
2 CuFeS2 (s) + H2SO4 (aq) + 4 O2 (g)
bijih tembaga larutan peluluh
2 CuSO4 (aq) + Fe2O3 (s) + 3 S (s) + H2O (l)

4 Au (s) + 8 CN- (aq) + O2 (g) + H2O (l)


bijih emas larutan peluluh
4 [Au(CN)2]- (aq) + 4 OH- (aq)
Setelah larutan ion logamnya terbentuk, lalu ion logam tersebut
direduksi dengan logam lain yang lebih reaktif atau dengan
pereduksi lain. Untuk kedua ion logam di atas, dipakai masing-
masing logam besi dan zink sebagai reduktor menurut persamaan
persamaan reaksi:
CuSO4 (aq) + Fe (s) FeSO4 (aq) + Cu (s)
2 [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s) 2 Au (s) + [Zn(CN)4]- (aq)
Hidrometalurgi memberikan beberapa keuntungan:
(1) bijih tidak harus dipekatkan, melainkan hanya dihancurkan
menjadi bagian - bagian yang lebih kecil,
(2) pemakaian batubara dan cokas pada pemanggangan bijih
dan sekaligus sebagai reduktor dalam jumlah besar dapat
dihilangkan,
(3) polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai
belerang dioksida, arsenik(III) oksida, dan debu tungku dapat
dihindarkan,
(4) untuk bijih-bijih peringkat rendah (lower grade) metode ini lebih
efektif.
Pemurnian logam
Pemurnian (refining) logam kasar sangat penting ditinjau dari
dua aspek. Pertama, adanya pengotor mungkin mengakibatkan logam
yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang
diinginkan , misalnya, adanya arsenik dalam persentase yang sangat
kecil saja sebagai pengotor,umumnya dalam tembaga, mengakibatkan
penurunan sifat konduktivitas listrik 10 - 20%. Ke dua, adanya
pengotor dalam logam itu sendiri mungkin sangat berharga,
misalnya sebagaian besar perak merupakan hasil samping dari
metalurgi timbel dan tembaga.
Metode untuk pemurnian logam kasar meliputi pemurnian (1)
elektrolitik, misalnya untuk tembaga, (2) oksidasi pengotor yang
harus dipisahkan, misalnya untuk besi, atau (3) distilasi logam
dengan titik didih rendah seperti untuk raksa dan zink dan nikel, dan (4)
zone refining (pemurnian zona).

Gambar 2.1 Bagan metode zone refining untuk pemurnian metal

Zone refining merupakan teknik pemurnian logam dengan


hasil kemurnian yang sangat tinggi (Gambar 2.1). Teknik ini
berdasarkan pada kenyataan bahwa pengotor lebih mudah larut dalam
fase cairan daripada fase padatan. Dalam proses ini batangan logam
yang akan dimurnikan di lewatkan secara perlahan ke dalam
kumparan pemanas listrik yang mengakibatkan logam meleleh dan
pengotor larut di dalam fase lelehan logam. Batangan logam
bergerak terus maju dan ketika keluar dari
kumparan pemanas maka bagian ujung luar menjadi dingin dan segera
memadat kembali, sedangkan pengotor akan tetap tertinggal larut
dalam zona pelelehan di dalam kumparan pemanas. Karena batangan
logam bergerak maju terus maka batangan yang keluar dari kumparan
menjadi beku-murni dan semakin panjang, sehingga pada akhirnya
sebagian besar pengotor terkumpul pada bagian ujung belakang,
dan ini dapat dipisahkan dengan pemotongan.

2.2.2 Elektrometalurgi
Natrium
Natrium merupakan logam alkali yang paling banyak dibutuhkan
untuk keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang lain,
natrium tidak ditemukan dalam keadaan murni di alam karena
reaktivitasnya yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini dalam
pabrik biasanya diproduksi secara elektrometalurgi menurut proses
Downs ( Gambar 2.2), yaitu dengan mengelekrolisis lelehan natrium
klorida ( titik leleh ~ 801 oC).

Gambar 2. 2 Bagan sel Downs untuk produksi natrium

Elektrolisis ini dikerjakan dalam sebuah sel silindrik dengan


anode grafit dipasang ditengah (sentral) dan katode baja dibuat
mengelilingi anode. Untuk menurunkan suhu elektrolisis, ditambahkan
kalsium klorida (titik leleh 600 oC) sebagai campuran. Campuran 33 %
CaCl2 - 67 % NaCl ternyata mampu menurunkan titik leleh menjadi 580
o
C. Kedua elektroda
dipisahkan dengan diafragma ayakan baja silindrik sehingga lelehan
natrium yang terbentuk mengapung pada bagian atas katode dan
tidak bersentuhandengangasklorinyangterbentukpadaruanganode.
Natrium cair yang mengandung ~ 0,2 % logam kalsium didinginkan
hingga 110 oC agar logam kalsium memadat dan terkumpul di dasar
wadah sehingga natrium cair dapat dipompa ke dalam wadah
pencetak dingin tempat logam natrium memadat. Persamaan reaksi
elektrolisisnya adalah:
Katode : 2 Na+(NaCl) + 2 e 2 Na (l)
Anode : 2 Cl- (NaCl) Cl2 (g) + 2 e

Aluminium
Logam aluminium juga diproduksi secara elektrometalurgi.
Sumber utama aluminium berasal dari mineral bauksit yaitu suatu
hidrat aluminium oksida, Al O .nH O. Bauksit berisi sebagian besar
silika, SiO , 2 3 2 2
dan besi(III) oksida, Fe2O3, dan keduanya ini harus dipisahkan. Pemurnian
bauksitdilakukandenganproses Bayeryangberdasarkanpadaperbedaan
sifat asam-basa dari oksida-oksida yang bersangkutan. Oksida
aluminium bersifat amfoterik, besi(III) oksida bersifat basa, dan silika
relatif inert atau sedikit asam. Bijih bauksit digerus dengan larutan
panas natrium hidroksida dengan tekanan tinggi untuk melarutkan
aluminium oksida menjadi garam kompleks tetrahidroksoaluminat(III),
Na[Al(OH)4] menurut persamaan reaksi:
Al2O3 (s) + 2 NaOH (aq) + 3 H2O (l) 2 Na[Al(OH)4] (aq)
Besi(III) oksida dan material lain sebagai pengotor yang tak larut
dapat dipisahkan dengan penyaringan. Filtratnya kemudian diencerkan
dengan air dan didinginkan sehingga diperoleh endapan aluminium
hidroksida; endapan ini kemudian dipisahkan dengan penyaringan,
dan diubah menjadi aluminium oksida anhidrat dengan
pemanasan, menurut persamaan reaksi :
2 Na[Al(OH)4] (aq) 2 Al(OH)3 (s) + 2 NaOH (aq)
2 Al(OH)3 (s) Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Larutan natrium hidroksida yang diperoleh dapat dipekatkan dan
digunakan lagi.
Logam aluminium, selanjutnya diperoleh dari oksidanya secara
elektrolisis menurut metode yang dikenal sebagai proses Hall.
Dalam proses ini, sel elektrolisis (Gambar 2.3) berupa bak-kotak yang
dibuat dari baja yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan karbon
sebagai katode, dan batang-batang karbon sebagai anode dipasang
berjajar di dalam bak, tercelup di dalam eleltrolit lelehan kriolit,
Na3AlF6 yang mempunyai titik leleh ~1000 oC, dan Al2O3 terlarut di
dalamnya. Proses elektrolisis ini berlangsungpadatemperaturtinggi, ~
1000 oC. Selamaelektrolisis, ion Al3+ dari oksidanya bermigrasi ke
katode kemudian direduksi menjadi logam cair yang akan mengumpul
pada bagian dasar sel. Ion O2- bermigrasi ke anode dan selanjutnya
dioksidasi menjadi gas oksigen. Gas oksigen yang terbentuk bereaksi
dengan anode karbon sehingga anode karbon akan semakin berkurang
dan harus diganti secara periodik. Elektrolit [AlF6]3- tidak tereduksi
karena mempunyai stabilitas yang sangat tinggi. Dengan proses ini
dapat diperoleh aluminium dengan kemurnian 99,0 - 99,9%.

Gambar 2. 3 Bagan sel Heroult-Hall untuk produksi aluminium

2.2.3 Pengolahan Logam dari Bijih Sulfida


Tembaga
Pada mulanya, bijih tembaga dipekatkan dengan penggerusan,
kemudian dipanggang dan dilebur dalam proses multitahap yang
memisahkan besi dan tembaga sulfida yang sebagian besar ada dalam
bijih tembaga (kalkosit - Cu2S, kalkopirit-CuFeS2). Bijih pertama-tama
dipanggang untuk membebaskan sebagian belerang sebagai
belerang dioksida dan belerang trioksida. Kemudian pemanasan
dalam tungku dengan fluks silika akan mengubah oksida-oksida besi
dan beberapa besi belerang menjadi ampas (slag), dan menghasilkan
campuran lelehan tembaga sulfida dan besi sulfida dengan ampas besi
silikat terapung di atas. Beberapa persamaan reaksi yang penting
dalam proses ini adalah:

FeS2 (l) + O2 (g) FeS (l) + SO2 (g)

3 FeS (l) + 5 O2 (g) Fe3O4 (l) + 3 SO2 (g)

2 CuFeS2 (l) + O2 (g) Cu2S (l) + 2 FeS (l) + SO2 (g)


Fe3O4 (l) + FeS (l) + 4 SiO2 + O2 (g) 4 FeSiO3 (l) + SO2 (g)
ampas besi silikat

Campuran lelehan sulfida dibawa ke tangki pengubah


(conventer) untuk dilebur dengan silika bersama oksigen yang
ditiupkan melalui campuran. Di bagian ini sisa besi dipisahkan
sebagai ampas besi silikat dan langkah terakhir adalah reduksi menjadi
logam tembaga. Persamaan reaksinya adalah:
2 Cu2S (l) + 3 O2 (g) 2 Cu2O (l) + 2 SO2 (g)
2 Cu2O (l) + Cu2S (l) 6 Cu (l) + SO2 (g)
Gas belerang dioksida merupakan produk pencemar (polutan),
oleh karena itu diusahakan untuk dihilangkan dengan oksidasi
katalitik menjadi asam sulfat via belerang trioksida, atau dengan
mengalirkan gas ini melalui bara karbon hingga terjadi reduksi menjadi
belerang:
SO2 (g) + 2 C (s) S (l) + 2 CO (g)
Tembaga yang diperoleh dari peleburan bijih sulfida belum
murni dengan pengotor utama adalah perak, emas, besi, zink, timbel,
arsenik, belerang, tembaga(I) oksida, dan sedikit ampas. Dengan
pemanasan lelehan logam tak murni ini dengan arus udara, sebagian
besar arsenik dan belerang diubah menjadi oksidanya yang mudah
menguap. Pengotor
yang lain dihilangkan melalui proses pemurnian secara elektrolisis
(elektrorefining) seperti pada Gambar 2.4. Batang-batang tembaga kasar
dipasang sebagai anode dalam sel elektrolisis dan lempengan tembaga
murni sebagai katode, dan elektrolitnya adalah campuran asam sulfat
encer, natrium klorida, dan tembaga(II) sulfat. Dengan mengontrol
secara hati-hati voltase arus listrik yang digunakan, hanya tembaga
dan pengotor logam yang lebih elektropositif (besi, zink, timbel) dalam
anode yang teroksidasi dan larut. Logam pengotor yang kurang
elektropositif (perak, emas) tidak terpengaruh dan jatuh dari anode
yang mengalami disintegrasi. Jikaterjadioksidasiterhadapperak, maka
Agakandiendapkan sebagai AgCl. Proses seperti ini mampu
menghasilkan tembaga dengan kemurnian > 99,9 %.

Gambar 2. 4 Bagan sel pemurnian tembaga

Zink
Bijih zink yang paling umum adalah sfalerit atau
zinkblende,
ZnS, dan smitsonit, ZnCO3 ; lainnya adalah zinkit, ZnO, dan
franklinit, (Zn,Mn)O.nFe2O3, dengan rasio Zn, Mn, dan Fe2O3 bervariasi.
Titik didih zink yang rendah (907 oC) memungkinkan dapat dilakukan
distilasi terhadap lelehan bijih zink yang sering diikuti distilasi lanjut
untuk pemurnian logam zink. Metalurgi bijih franklinit sangat menarik,
karena pada reduksi pada temperatur tinggi menghasilkan zink,
mangan, dan besi. Zink dapat dipisahkan dengan distilasi, sedangkan
campuran mangan-besi dapat langsung dijadikan logam paduan atau
baja.
Sebagian besar, bijih zink dipanggang untuk mengubah
sulfida menjadi oksidanya, kemudian dilanjutkan dengan reduksi
pada temperatur tinggi dengan karbon untuk menghasilkan logam
zink yang kemudian dikondensasi dan dimurnikan. Persamaan
reaksinya adalah:
ZnO (s) + C (s) Zn (s) + CO (g)
Logam zink juga dapat diekstrak menurut proses
hidrometalurgi. Sebagai contoh, larutan zink sulfat dapat diperoleh
secara peluluhan dengan asam sulfat dan oksigen pada bijih sulfida
yang telah dipanggang sebelumnya. Persamaan reaksinya adalah:
2 ZnS (s) + O2 (g) + 2 H2SO4 (aq) ZnSO4 (aq) + 2 S (s) + 2 H2O (l)
Debu zink kemudian diaduk bersama dalam larutan zink sulfat
untuk mereduksi dan mengendapkan logam-logam yang lebih mudah
tereduksi daripada zink. Larutan kemudian disaring dan
dielektrolisis untuk menghasilkan logam zink murni.

2.2.4 Besi dan Baja


Sumber dan penggunaan besi
Seperti halnya tembaga dan zink, besi terdapat di alam sebagai
sulfidanya, FeS,.atau Fe2S3. Tetapi, mineral ini tidak dimanfaatkan sebagai
bijih karena sisa-sisa kelumit belerang sulit dihilangkan. Hematit,
Fe2O3, adalah yang paling tinggi kelimpahannya setelah magnetit,
Fe3O4 atau FeO.Fe2O3, dan sangat berharga sebagai bijih karena
kandungan besinya yang sangat besar. Seperti dinyatakan oleh
namanya, magnetit bersifat tertarik oleh magnet.
Siderit, FeCO3, terdapat dalam berbagai macam tanah,
dan mengakibatkan air tanah bersifat sadah karena garam ini dapat
terlarut sebagai hidrogen karbonat; tetapi dalam udara terbuka,
larutan besi(II) hidrokarbonat teroksidasi menjadi besi(III) oksida yang
tak-larut dalam air. Persamaan reaksinya adalah:
FeCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) Fe2+ (aq) + HCO32- (aq)
4 Fe2+ (aq) + 4 HCO32- (aq) + O2 (g) 2 Fe2O3 (s) + 8 CO2 (g) + 4H2O (l)
Hal seperti ini dapat ditemui pada terbentuknya noda coklat dari
tetesan air keran yang disebabkan oleh kontak air sadah dengan udara.
Bijih takonit, terutama merupakan oksida-oksida besi yang
meng- andung silika, dewasa ini penggunaannya sebagai sumber besi
di Ameri- ka mengalami kenaikan. Bijih ini benar-benar sangat keras dan
sulit dita- ngani, namun penelitian metalurgi telah berhasil mengatasi
sebagian be- sar problem yang dihadapi.
Dalam penggunaannya sebagai bahan untuk berbagai keperluan,
seperti mesin-mesin industri, otomotif, dan sebagainya, besi tidak cukup
kuat sehingga perlu dicampur dengan materi lain dalam bentuk
paduan. Salah satu paduan yang dikenal dengan nama baja (steel)
merupakan paduan antara besi dan karbon atau sedikit logam lain.
Sifat baja ini bergantung pada cara peleburannya dan persentase
kandungan karbon dan logam lainnya dalam paduan tersebut.
Kandungan karbon rendah ~ 0,2 % (baja lembek) memberikan sifat
dapat ditempa, dan digunakan pada pembuatan kawat, pipa dan
lembaran baja. Baja medium (kandungan karbon 0,2 - 0,6 %)
digunakan sebagai rel kereta api, piring didih, dan batangan-batangan
kerangka bangunan. Baja karbon tinggi (kandungan karbon 0,6-1,5 %)
bersifat keras tetapi kurang ulet dan kurang luwes, banyak
digunakan sebagai peralatan-peralatan dapur. Baja stainless
merupakan baja medium yang mengandung lebih dari 4 % kromium.

Preparasi besi - Tanur tinggi


Bahan mentah untuk preparasi besi adalah (1) bijih besi yang
telah dipekatkan, (2) kokas, dan (3) batu kapur, CaCO3 yang berperan
sebagai fluks. Besi kasar (besi gubal - pig iron) diproduksi di dalam tanur
tinggi, suatu tanur dengan ketinggian ~ 100 kaki dan diameter 25
kaki yang dilapisi dengan batu bata yang tahan panas.
Campuran bijih besi, kokas, dan batu kapur dimasukkan dari
bagian atas tanur (Gambar 2.5). Hembusan kuat (kecepatan ~ 350
mph) udara panas atau oksigen ditiupkan melalui bagian bawah tanur
tempat kokas diubah menjadi gas CO yang kemudian berperan sebagai
agen pereduksi.
Campuran menjadi lebih panas secara perlahan dengan semakin
menurunnya ke posisi dasar tanur. Uap air pertama-tama akan terdesak
ke luar, kemudian sebagian bijih mulai tereduksi oleh karbon
monoksida. Pada bagian tanur yang lebih panas, proses reduksi bijih
menjadi logam besi menjadi sempurna, batu kapur melepaskan CO2
dan bereaksi dengan pengotor-pengotor bijih terutama silikon
dioksida tetapi juga oksida- oksida mangan dan fosfor dengan
menghasilkan lelehan ampas. Lelehan besi dan ampas keduanya tidak
bercampur melainkan membentuk dua lapisan pada dasar tanur.

Gambar 2.5 Bagan tanur tinggi pengolahan besi

Proses reduksi bersifat dapat balik / reversibel, dan reduksi


sempur- na hanya terjadi jika karbon dioksida yang terbentuk
dihilangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan kokas
berlebihan yang akan me- reduksi karbon dioksida menjadi karbon
monoksida.
Preparasi Baja
Besi gubal hasil pengolahan tanur tinggi mengandung sedikit
karbon, belerang, fosfor, silikon, mangan, dan pengotor lain. Pada
tingkat ini besi bersifat sedemikian rapuh sehingga belum dapat
dimanfaatkan. Preparasi besi (ironmaking) adalah proses reduksi,
tetapi preparasi baja (steelmaking) adalah proses oksidasi, yaitu
mengoksidasi pengotor- pengotor. Dua tujuan utama pada preparasi
baja adalah membakar habis pengotor-pengotor yang tidak diinginkan
dari besi gubal, dan menambah atau menanamkan sejumlah tertentu
logam atau material lain untuk memperoleh sifat-sifat yang
diinginkan.
Mangan, fosfor, dan silikon di dalam lelehan besi gubal diubah
oleh udara atau oksigen menjadi oksidanya yang kemudian bereaksi
dengan fluks yangsesuai menjadi ampas. Belerangmasuk ke dalam
ampas sebagai sulfidanya, dan karbon terbakar menjadi karbon
monoksida atau karbon dioksida. Jika pengotor utama adalah mangan,
fluks asam yang harus digunakan adalah oksida nonlogam, biasanya
yaitu silikon dioksida, yang akan menghasilkan mangan silikat
dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
MnO (s) + SiO2 (s) MnSiO3 (l)
Jika pengotor utama adalah silikon atau fosfor (kasus yang lebih
umum), maka fluks yang harus ditambahkan adalah basa seperti
magnesium oksida atau kalsium oksida, sehingga terbentuk silikat
ataupun pospat menurut persamaan reaksi:
MgO (s) + SiO2 (s) MgSiO3 (l)
P4O10 (s) + 6 CaO (s) 2 Ca3(PO4)2(l)
Tanur preparasi baja biasanya dilapisi dengan batu-bata yang terbuat
dari material fluks, dan lapisan ini menyerap bagian oksida yang harus
dipisahkan.

Perlakuan pemanasan baja


Pada temperatur tinggi, besi dan karbon bergabung membentuk
besi karbida (Fe3C), yang disebut sementit. Reaksinya bersifat reversibel
dan endotermik, berbeda dengan sebagian besar reaksi penggabungan
lainnya yang bersifat eksotermik:
3 Fe (s) + C (s) + panas Fe3C (s)
Dengan demikian, stabilitas sementit bertambah dengan naiknya
temperatur, paling tidak pada rentang temperatur yang terlibat pada
pemanasan baja. Apabila baja sementit didinginkan secara perlahan,
keseimbangan reaksi bergeser ke arah pembentukan besi dan karbon,
dan karbon ini terpisah sebagai lapisan tipis grafit yang
memberikan warna abu-abu pada baja yang bersangkutan. Tetapi, jika
baja didinginkan secara cepat, keseimbangan tidak tercapai dan
karbon tetap tinggal dalam bentuk sementit yang berwarna terang.
Pada temperatur kamar, sifat dekomposisi sementit sangat lambat
dan tidak berpengaruh untuk tujuan-tujuan praktis. Baja yang
mengandung sementit lebih keras dan lebih rapuh daripada baja yang
mengandung grafit. Kandungan karbon sebagai grafit ataupun
sementit dalam baja dapat dimodifikasi melalui pemanasan yang
sesuai dalam waktu yang pendek kemudian diikuti dengan
pendinginan mendadak.

2.3 Logam Paduan (Aloi)


Kombinasi dua jenis logam atau lebih disebut aloi atau
paduan logam. Atom-atom dalam aloi diikat bersama oleh ikatan
metalik seperti halnya dalam logam umumnya. Ikatan ini paralel
dengan ikatan kovalen dalam nonlogam; ikatan kovalen mengikat
pasangan atom-atom nonlogam yang sama maupun pasangan atom-
atom nonlogam berbeda dalam membentuk molekulnya. Demikian
juga ikatan metalik dalam aloi mengikat bersama atom-atom logam
yang berbeda.
Ada dua tipe aloi, yaitu larutan padat dan senyawa aloi.
Dalam larutan padat, logam lelehan bercampur membentuk suatu
campuran homogen. Untukmembentuklarutanpadat, atom-
atomkeduajenislogam
ituharusmempunyaiukuranyanghampirsamadanstrukturkristalmetalik
keduanya juga harus sama. Selain itu, sifat-sifat kimiawi keduanya
juga
harus mirip. Emas dan tembaga misalnya, membentuk satu fase
tunggal dari campuran 100 % emas ke 100 % tembaga. Keduanya
mempunyai jari-jari yang tidak terlalu besar bedanya yaitu 114 pm
untuk emas dan 128 pm untuk tembaga, dan mempunyai struktur
kemas yang sama yaitu ccp. Timbel dan timah mempunyai jari-jari
yang tidak terlalu jauh bedanya, masing-masing 175 pm dan 162 pm;
tetapi, timbel mengadopsi fcc sedangkan timah mengadopsi kemasan
yang lebih rumit. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil saja aloi yang
dapat terbentuk dari timbel dan timah, dan larutan padat tidak lebih
dari 20 % timah. Akibatnya, kristal aloi ini diperkaya oleh titik leleh
yang tinggi dari timbel tetapi larutannya membeku pada temperatur
rendah, sehingga dapat digunakan pada pekerjaan patri dengan
solder (campuran timbel dengan timah).

Dalam beberapa kasus dengan struktur kristal yang berbeda dari


dua komponen logam, campuran logam lelehan akan menghasilkan
per- sis fase-fase stoikiometrik yaitu dengan komposisi atom-atom
bilangan bulat. Sebagai contoh, tembaga dan zink membentuk tiga
macam senya- wa aloi, CuZn (β-kuningan), Cu5Zn8 (γ-kuningan), dan
CuZn3 (ε-kuningan). Formula ini berdasarkan kaidah Hume - Rothery
yaitu rasio jumlah elek- tron valensi terhadap jumlah atom dalam
senyawa menunjukkan nilai yang teratur (kecuali bagi logam
golongan 8, 9 dan 10 yang dianggap tidak menyediakan elektron
valensi untuk ikatan metalik). Dengan per- hitungan satu elektron
valensi bagi tiap atom tembaga dan dua bagi tiap atom zink, akan
diperoleh rasio jumlah elektron valensi total per jumlah atom total
sebagaimana ditunjukkan Tabel 2.1. (Klasifikasi fase paduan lo- gam
menurut Hume-Rothery dapat dilihat pada Tabel 5.9.2.)

Tabel2.1mengindikasikanbahwa,senyawaaloiiniadahubungannya
dengan jumlah elektron valensi 21 untuk setiap paduan. Naiknya rasio
jumlah elektron valensi terhadap jumlah atom dalam senyawa aloi
mengakibatkan atom-atom logam terikat bersama lebih kuat,
sehingga menaikkan sifat kekerasan, tetapi menurunkan sifat tempa dan
keuletan. Jadi, ε- kuningan bersifat rapuh, dan bila dipukul dengan
palu akan hancur seperti gelas.
Beberapa aloi digunakan berdasarkan sifat-sifatnya misalnya
kuningan yang merupakan campuran dari Cu: 70-85 % dan Zn: 15-30
%, lebih keras daripada tembaga murni dan sering digunakan sebagai
pipa. Emas 18 karat yang terdiri atas campuran Au: 75 %, Ag: 10-20
%, Cu: 5- 15 %, lebih keras dibandingkan dengan emas murni.
Stainless steel terdiri atas campuran Fe: 65-85 %, Cr: 12-20 %, Ni: 2-15
%, Mn: 1-2 %, C: 0,1-1 %,
Si: 0,5-1 %, dan bersifat tahan karat.
Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan

Rasio jumlah elektron valensi per jumlah atom


β = 3 elektron / 2 atom ε = 7 elektron / 4 atom
atau γ = 21 elektron / 13 atau
21 elektron / 14 atom atom 21 elektron / 12 atom

CuZn Cu5Zn8 CuZn3


AgZn Ag5Zn8 AgZn3
AuZn Cu9Al4 Ag5Al3
AgCd Cu31Sn8 Cu3Sn
Cu3Al Na31Pb8 Cu3Si
Cu5Sn Rh5Zn21
CoAl Pt5Zn21
FeAl
NiAl

2.4 Soal-Soal Latihan Pengolahan Logam


1. (a) Sebutkan sifat-sifat umum logam.
(b) Dalam bentuk mineral / senyawa apa saja umumnya
logam- logam tembaga, timbel, zink, dan aluminium
terdapat dikerak bumi?
2. (a) Beri batasan sederhana tentang metalurgi dan tahapan-
tahapan apa saja yang termasuk di dalamnya.
(b) Beri batasan sederhana perihal pirometalurgi, elektrometalurgi,
dan hidrometalurgi.
(c) Sebutkan empat macam metode pemurnian logam
3. Apa yang dimaksud dengan istilah-istilah: roasting
(pemanggangan), calcining (kalsinasi), leaching (peluluhan /
pelumeran), penambahan fluks, dan reduksi, dalam proses metalurgi
?
4. Lengkapi dengan koefisien persamaan reaksi berikut dan
identifikasi menurut jenisnya dalam proses metalurgi (sesuai
dengan istilah dalam soal 3)
(a) FeCO3 (s) + O2 (g) Fe2O3 (s) + CO2 (g)
(b) PbS (s) + O2 (g) PbO (s) + SO2 (g)
(c) SiO2 (s) + MgCO3 (s) MgSiO3 (l) + CO2 (g)
(d) Au (s) + CN- (aq) +O2 (g)+ H2O (l) → [Au(CN)2]- (aq) + OH- (aq)
(e) [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s) → Au (s)+ [Zn(CN)4]- (aq)
5. Tulis persamaan reaksi yang melukiskan elektrolisis larutan garam
dapur untuk menghasilkan NaOH, H2, dan Cl2. Berapa massa
tiap spesies yang dihasilkan dalam sel elektrolisis untuk tiap mol
elektron terlibat dalam sel.
6. Secara singkat uraikan proses Hall untuk preparasi logam
aluminum perdagangan.
7. Spesies utama apa yang terdapat dalam bijih bauksit, apa saja sebagai
pengotornya, dan secara singkat bagaimana cara pemurniannya.
8. Pada proses peleburan (smelting) tembaga dari bijih sulfidanya
maupun mineral sulfida yang lain, gas apa yang dihasilkan; gas ini
berbahaya, beracun dan merupakan polutan. Bagaimana cara
mengatasi efek polutan ini?
9. Pada proses ekstraksi tembaga dari bijihnya terjadi reaksi-reaksi
sebagai berikut :
(a) Cu2S (l) + O2 (g) → Cu2O (l) + SO2 (g)
(b) Cu2O (l) + Cu2S (l) → Cu (l) + SO2 (g)
Tunjukkan agen-agen pengoksidasinya demikian juga
pereduksinya. Lengkapi koefisiennya kemudian tunjukkan
bahwa penurunan bilangan oksidasi sama dengan kenaikan
bilangan oksidasinya.
10. (a) Apa yang dimaksud dengan aloi, dan sebutkan dua tipe aloi
? Jelaskan kondisi yang diperlukan untuk pembentukan
masing- masing tipe aloi tersebut.
(b) Dalam beberapa kasus dijumpai senyawa aloi yang tersusun
oleh fase - fase stoikiometrik ; sebutkan tiga tipe senyawa aloi
(dengan contoh). Identifikasi senyawa aloi Au3Sn termasuk
tipe yang mana?

0
LoGAM GoLoNGAN s

3. 1 Pendahuluan
Unsur-unsur dalam sistemperiodikyangdipertimbangkanbersifat
logam adalah unsur-unsur golongan s (Alkali = golongan 1, dan
Alkali tanah = golongan 2), sebagian golongan p (misalnya Al =
golongan 13, Sn dan Pb = golongan 14), unsur-unsur golongan d
(golongan 4-12) dan golongan 3 (Sc, Y, Lu), dan golongan f.

Tabel 3.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi Unsur-


unsur logam kelompok s, p, d, dan f.
← s→
p
Logam
Reaktif H ← Nonlogam →
Li Be d
Na Mg ← Logam Transisi → Al
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Rb Sr Y Cd Sn
Cs Ba 1) Lu Hg Pb
2) Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt miskin logam
(amfoterik)
Pascaaktinoida
1) Seri Lantanoida, 4f 2) Seri Aktinoida, 5f
Model pengelompokan demikian ini relatif menguntungkan dalam hal
sifat-sifat khas masing-masing kelompok, misalnya logam kelompok s
bersifat paling reaktif ionik, kelompok p bersifat amfoterik, kelompok
d membentuk senyawa kompleks dengan berbagai warna dan sifat
magnetik, dan kelompok f dengan karakteristik sifat magnetiknya.

3.2 GOLONGAN ALKALI


3.2.1 Kecenderungan Golongan Alkali
Logam biasanya dianggap sebagai padatan yang keras
dengan rapatan massa yang tinggi dan tidak reaktif. Namun
kenyataannya, sifat- sifat logam-logam alkali berlawanan dengan sifat-
sifat tersebut yaitu, lunak, rapatan massa rendah, dan sangat reaktif.
Semua logam alkali (Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr) tampak
mengkilat, berwarna keperakan, merupakan konduktor listrik dan
panas yang baik. Logam alkali bersifat sangat lunak, dan semakin
lunak dengan naiknya nomor atom. Litium dapat dipotong dengan
pisau, tetapi kalium dapat diremas seperti mentega lunak.
Sebagian besar logam mempunyai titik leleh yang sangat tinggi,
tetapi logam alkali mempunyai titik leleh rendah dan semakin rendah
dengan naiknya nomor atom. Sesium, Cs, meleleh pada temperatur
sedikit di atas temperatur kamar. Kombinasi antara sifat
konduktivitas panas yang tinggi dan titik leleh yang rendah, membuat
natrium bermanfaat untuk mentransfer panas pada reaktor nuklir.
Kelunakan dan kerendahan titik leleh logam-logam alkali dapat
dikaitkan dengan lemahnya ikatan metalik dalam unsur-unsur ini.
Perubahan entalpi atomisasi logam-logam umumnya berharga antara
-1
400 - 600 kJ mol , tetapi untuk logam-logam alkali harga ini jauh
-1
lebih rendah antara 78 - 162 kJ mol . Ternyata terdapat hubungan
antara sifat lunak dan rendahnya titik leleh dengan rendahnya
perubahan entalpi atomisasi. Tabel 3.1 menunjukkan sifat-sifat fisik
beberapa logam alkali.

104 Kimia Anorganik Logam


Tabel 3.2 Data beberapa sifat logam alkali

Karakteristika 3Li 11Na 19K 37Rb 55Cs 87Fr


[2He] [10Ne] [18Ar] [36Kr] [54Xe] [86Rn]
Konfigurasi elektronik 1 1 1 1 1 1
2s 3s 4s 5s 6s 7s
o
Titik leleh / C 180,5 97,8 63,2 39,0 28,5 -
o
Titik didih / C 1347 881,4 765,5 688 705 -
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 0,534 0,968 0,856 1,532 1,90 -
Jari-jari atomik / pm 152 186 227 248 265 -
+
Jari-jari ionik M / pm 76 102 138 152 167 180
-1
Energi ionisasi / kJ mol 520 496 419 403 376 375
Potensial reduksi standar / V - 3,03 - 2,713 -2,925 -2,93 -2,92 -
-1
∆Hatomisasi / kJ mol 162 110 90 88 79 -
Elektronegatifitas 1,0 0,9 0,8 0,8 0,7 -
merah kunin violet merah biru
Warna Nyala tua g violet -
λ / nm) 670,8 766,5 780,0 455,5
589,2

Densitas (rapat massa) logam-logam alkali juga jauh lebih kecil


dibandingkan dengan densitas logam-logam lain pada umumnya.
-3
Sebagian besar logam mempunyai densitas antara 5 - 15 g cm ,
sedangkan densitas logam alkali jauh lebih rendah yaitu antara 0,52
-3
- 1,87 g cm (Tabel 3.1). Litium misalnya, mempunyai densitas
hanya setengah dari densitas air. Biasanya logam alkali disimpan
di dalam minyak untuk menghindari terjadinya kontak langsung
dengan udara; kontak langsung dengan udara segera
mengakibatkan terbentuknya suatu lapisan oksida yang tebal pada
permukaan logam tersebut. Litium misalnya, di udara akan
teroksidasi dengan cepat menjadi litium oksida yang selanjutnya
bereaksi dengan karbon dioksida membentuk litium karbonat menurut
persamaan reaksi berikut:
4 Li (s) + O2 (g) → 2 Li2O (s)
Li2O (s) + CO2 (g) → Li2CO3 (s)
Reaksi logam-logam alkali dengan air bersifat sangat eksotermik
dan dramatik, kecuali litium yang bereaksi tenang menghasilkan
gelembung-gelembung gas hidrogen dan hidroksidanya. Natrium
terapung di atas permukaan air dan terlihat seperti bundaran-
bundaran perak, dan gas hidrogen yang dihasilkan biasanya
terbakar, kadang- kadang disertai dengan ledakan. Untuk logam
alkali yang lebih berat, reaksinya dengan air berlangsung lebih
hebat. Rubidium dan Cesium misalnya, reaksinya dengan air sering
disertai dengan ledakan. Ledakan ini sebagai akibat terbakarnya
campuran gas hidrogen dan oksigen (udara) oleh karena permukaan
logam yang panas. Karena sifatnya yang jauh lebih reaktif daripada
logam lain umumnya, maka logam alkali sering disebut sebagai
superlogam.

3.2.2 Sifat Umum Senyawa Logam Alkali


Beberapa sifat umum senyawa logam alkali berkaitan
dengan karakter ionik, kestabilan anion-anion besar bermuatan
rendah, hidrasi ion, dan kelarutan sebagaimana diuraikan berikut ini.
(1) Karakter ionik; ion logam alkali selalu mempunyai tingkat oksidasi
+1, dan sebagian besar senyawanya berupa padatan ionik
dan stabil. Senyawa-senyawanya tidak berwarna kecuali dengan
anion yang berwarna, misalnya kromat dan permanganat.
(2) Hidrasi ion; semakin tinggi densitas muatan ion, semakin kuat
ion tersebut terhidrasi. Oleh karena logam-logam alkali
mempunyai densitas yang jauh lebih rendah daripada densitas
logam-logam pada umumnya, maka energi hidrasi senyawa-
+
senyawanya juga sangat rendah. Ion Li misalnya,
-1
mempunyai energi hidrasi sebesar 519 kJ mol , sedangkan
2+ -1
ion Mg energi hidrasinya 1920 kJ mol . Energi hidrasi
semakin kecil dengan kenaikan jari- jari ion, sebagaimana
ditunjukkan Tabel 3.2.
(3) Kelarutan; sebagian besar senyawa-senyawa logam alkali larut
dalam air, walaupun kelarutannya berbeda-beda. Sebagai
contoh, larutan jenuh litium klorida (LiCl) mempunyai
konsentrasi 14 mol
-1
L , tetapi larutan jenuh litium karbonat (Li2CO3) mempunyai
-1
konsentrasi hanya 0,18 mol L .
3.2.3 Kelarutan Garam Alkali
Kelarutan garam alkali dalam air sangat besar sehingga
sangat bermanfaatsebagaipereaksidilaboratorium. Namundemikian,
kelarutan ini sangat bervariasi sebagaimana ditunjukkan oleh seri
natrium halida (Tabel 3.2). Untuk menjelaskan kecenderungan
kelarutan tersebut, diperlukan pemahaman siklus energi yang
melibatkan pembentukan suatu larutan dari fase padatan yang
bersangkutan.
Tabel 3.3 Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih entalpi seri
natrium halida
Kelarutan Energi Kisi Entalpi Hidrasi ∆H
Senyawa (dalam mol L -1 ) (dalam kJ mol-1) (dalam kJ mol -1)
) (dalam kJ mol -1

NaF 0,099 + 930 - 929 +1


NaCl 0,62 + 788 - 784 +4
NaBr 0,92 + 752 - 753 -1
NaI 1,23 + 704 - 713 -9

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada besaran-besaran entalpi


yaitu energi kisi, entalpi hidrasi kation dan anion dan juga perubahan
entropi yang bersangkutan (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Siklus entalpi (a) dan siklus entropi (b) untuk larutan ionik M+X-.
(arah ke atas menyatakan endotermik, dan ke bawah eksotermik)
o o o o
Dari formula ∆G = ∆H - T ∆S , harga ∆G harus negatif
agar suatu garam dapat larut dengan mudah. Data eksperimen (Tabel
3.2) menunjukkan bahwa energi kisi relatif sama dengan entalpi
hidrasi.
Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi
(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida, harga
entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi
kristal lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam
keadaan gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini
dikombinasikan untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G )
pada proses pelarutan, ternyata diperoleh kecenderungan yang
benar-benar paralel dengan kecenderungan kelarutannya (Tabel 3.3).

Tabel 3.4 Faktor entropi (dalam besaran T ∆S ), ∆H, dan ∆G hitungan pada proses
pelarutan seri natrium halida

Entropi (S )
T ∆S / ∆H / ∆G /
Senyawa - Hidrasi / kJ -1 -1 -1
Kisi / kJ mol -1 kJ mol kJ mol kJ mol
mol
1

NaF + 72 - 74 -2 +1 +3
NaCl + 68 - 55 + 13 +4 - 11
NaBr + 68 - 50 + 18 -1 - 19
Na I + 68 - 45 + 23 -9 - 32

Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi


(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida, harga
entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi
kristal lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam
keadaan gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini
dikombinasikan untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G )
pada proses pelarutan, ternyata diperoleh kecenderungan yang
benar-benar paralel dengan kecenderungan kelarutannya (Tabel 3.3).
Selain itu terdapat hubungan yang bermakna antara kelarutan
garam alkali dengan jari-jari kation untuk anion yang sama,
namun hubungan ini dapat menghasilkan kurva kontinu dengan
kemiringan (slope) positif maupun negatif. Sebagai contoh, kelarutan
alkali fluo-
rida naik dengan naiknya jari-jari kationnya (berarti slope positif), tetapi
kelarutan alkali iodida turun dengan naiknya jari-jari kationnya (berarti
slope negatif). Perbedaan kecenderungan ini dapat dijelaskan khusus-
nya terhadap penekanan aspek energi kisi. Energi kisi bergantung
kuat pada muatan ionik, namun rasio ukuran kation-anion juga harus
dip- ertimbangkan. Rasio ukuran kation dan anion yang tidak
tepat akan mengakibatkan rendahnya energi kisi dari harga yang
+ +
diharapkan. Jari- jari kation Li dan Cs masing-masing adalah 90 dan
- -
181 pm, sedang- kan jari-jari anion F dan I masing-masing adalah
119 dan 206 pm. Per- bedaan jari-jari yang terlalu besar antara
kation dan anion pasangannya dalam LiI mengakibatkan padatan ini
lebih mudah larut daripada LiF yang mempunyai jari-jari ionik tidak
terlalu besar bedanya. Sebaliknya CsI lebih sukar larut dibandingkan
dengan CsF.

3.2.4 Warna Nyala


Sebagian besar senyawa-senyawa alkali larut dalam air,
sehingga uji pengendapan tidak mungkin dapat dipakai untuk
identifikasi. Untungnya, setiap logam alkali menghasilkan warna
nyala yang karak- teristik jika senyawa-senyawa alkali tersebut
dibakar dalam nyala api. Warna yang terlihat dari masing-masing
logam (Tabel 3.1) adalah merah tua (litium), kuning (natrium), lilak
(kalium), merah-violet (rubidium), dan biru (sesium). Sejumlah energi
tertentu dari nyala api diserap oleh elektron-elektron atom logam
hingga terjadi eksitasi, dan kembalinya elektron ke peringkat dasar
membebaskan energi nyala yang khas, sesuai dengan energi transisi
elektronik atom logam yang bersangkutan. Jadi, setiap atom logam
alkali mengalami transisi elektronik yang unik bagi dirinya sendiri.
Sebagai contoh, warna nyala kuning dari senyawa natrium yang
dibakar berasal dari emisi foton (energi) yang dibebaskan ketika
1
elektron yang berada pada orbital 3p (dalam peringkat ter- eksitasi)
1 1
kembali ke orbital 3s (dalam peringkat dasar). Elektron 3p ini berasal
+
dari reaksi pembakaran dalam nyala api yang ditangkap oleh ion Na
dalam senyawanya (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Diagram terjadinya warna nyala kuning pada reaksi nyala senyawa
+
natrium; ion natrium, Na , (a) menangkap elektron menjadi
atom
netral Na dalam peringkat tereksitasi (b), kemudian kembali ke
peringkat dasar (c) dengan disertai pembebasan energi nyala
kuning.

3.2.5 Litium, 3Li


Litium terdapat sekitar 0,006 % dari massa kerak bumi, dan
kira-kira 0,1 ppm terdapat dalam air laut. Sumber utama litium
adalah mineral spodumene, LiAlSi2O6. Logam litium dapat diperoleh
dari elektrolisis lelehan LiCl dengan campuran beberapa garam inert
o
untuk menurunkan titik leleh hingga ~ 500 C.
Densitas litium hanya setengah dari densitas air, sehingga
litium merupakan unsur yang paling kecil rapatan massanya
dibandingkan dengan semua unsur padatan lain pada temperatur
kamar dan tekanan normal. Logam ini mempunyai kenampakan
permukaan yang meng- kilat seperti perak, namun bila terkena
udara lembab segera tertutup oleh lapisan tebal hitam litium
karbonat yang berasal dari reaksi litium dengan oksigen dan diikuti
reaksi lanjut dengan gas karbon dioksida. Litium merupakan satu-
satunya logam yang bereaksi dengan gas di- nitrogen dan untuk
memutuskan ikatan ganda tiga dalam molekul di- nitrogen diperlukan
-1
energi sekitar 945 kJ mol . Untuk menyeimbang- kan kebutuhan
energi ini, energi kisi senyawa hasil harus sangat tinggi.
Dari kelompok logam alkali, hanya ion litium mempunyai
densitas muatan yang paling besar, dan membentuk senyawa
nitrida dengan
energi kisi yang cukup tinggi. Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut:
6 Li (s) + N2 (g) → 2 Li3N (s)
Senyawa nitrida ini sangat reaktif, membentuk amonia jika bereaksi
dengan air menurut persamaan reaksi:
Li3N (s) + 3 H2O ( l ) → 3 LiOH (aq) + NH3 (g)
Litium mampu bergabung dengan molekul dihidrogen membentuk
senyawa hidrida menurut persamaan reaksi:
2 Li (s) + H2 (g) → 2 LiH (s)
Litium hidrida mudah bereaksi dengan air, demikian juga dengan
aluminium klorida menurut persamaan reaksi berikut:
LiH (s) + H2O ( l ) → LiOH (aq) + H2 (g)
LiH (s) + AlCl3 (s) → LiAlH4 (s) + LiCl (s)

Sifat tersebut membuat litium hidrida bermanfaat sebagai zat


pengering untuk pelarut-pelarut organik, dan litium aluminium
hidrida banyak dimanfaatkan sebagai zat pereduksi yang baik pada
sintesis senyawa- senyawa organik.

Litium cair sampai saat ini diketahui sebagai zat yang paling
korosif. Sebagai contoh, jika logam litium dilelehkan dalam suatu
wadah dari bahan gelas, maka akan terjadi reaksi spontan dengan
gelas, dengan meninggalkan lubang pada wadah tersebut, dan
reaksi ini disertai dengan pancaran cahaya putih kehijauan yang
tajam. Selain itu, litium mempunyai standar potensial reduksi
paling negatif dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya:
+ o
Li (aq) + e → Li (s) E = - 3,05 V
Jadi, reaksi kekiri berjalan spontan dan ini berarti bahwa pada proses
oksidasi terhadap logam litium dibebaskan energi yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan oksidasi terhadap unsur-unsur lainnya.
Namun
demikian, reaksi litium dengan air berlangsung paling lambat dan te-
nang, berbeda dengan reaksi logam-logam alkali lainnya. Kespontanan
reaksi selalu berkaitan dengan aspek termodinamik, yaitu perubahan
energi bebas (∆G), sedangkan laju reaksi berkaitan dengan aspek ki-
netik, yang dikontrol oleh energi aktivasi (penghalang). Dalam kasus ini,
reaksi antara logam litium dengan air diasumsikan mempunyai energi
aktivasi (penghalang) paling tinggi, sehingga reaksinya
berlangsung paling lambat.
Rapatan muatan litium sangat besar dibandingakan dengan
rapatan muatan logam-logam alkali lainnya, dan sifat inilah yang
sering dikaitkan dengan sifat-sifat khusus litium berbeda dengan
+
logam lain di dalam kelompoknya. Rapatan muatan ion-ion Li ,
+ + + +
Na , K , Rb , dan Cs , masing-masing secara berurutan adalah 98,
24, 11, 8, dan
-3
6 C mm . Litium sangat banyak ditemui dalam senyawa-senyawa
organometalik, dan garam LiCl bahkan larut dalam berbagai pelarut
organik yang pempunyai polaritas rendah seperti etanol, dan aseton.
Dengan demikian, ikatan senyawa-senyawa litium mempunyai tingkat
kovalensi yang cukup tinggi.
Densitas yang rendah membuat litium dapat dimanfaatkan
sebagai bahan aloi untuk pesawat terbang. Sebagai contoh, aloi tipe
LA 141 yang terdiri atas 14 % Li, 1 % Al, dan 85 % Mg, mempunyai
-3
densitas hanya sebesar 1,35 g cm , hampir setengah dari densitas
logam aluminium murni. Litium juga dimanfaatkan sebagai bahan
teknologi pembuatan baterai; potensial reduksi standar yang tinggi
dan densitas yang hanya seperduapuluh dari densitas timbel,
memungkinkan dapat dibuat baterai yang lebih ringan-kompak.
Salah satu kombinasi daur (siklus) redoks adalah penerapannya
pada setengah sel logam litium dalam larutan litium nitrat. Untuk
menghindari terjadinya reaksi dengan air, atom-atom litium ditanam
dalam rongga-rongga kisi oksida logam. Proses penanaman atom
“tamu” (guest) ke dalam rongga-rongga kisi oksida logam “tuanrumah”
(host) ini dikenal dengan proses interkalasi, dan hasilnya disebut
senyawa interkalasi. Dalam proses ini hanya sedikit terjadi perubahan
struktur reversibel. Dalam lingkungan seperti ini ternyata potensial
reduksi litium berubah secara dramatik dari nilai keadaan “normal” nya
o
yaitu E = - 3,05 V. Potensial reduksi litium dalam senyawa
interkalasi ini bergantung pada identitas oksida logam “tuan rumah”-
nya. Sebagai contoh, potensial reduksi litium dalam mangan
dioksida berharga positif, tetapi dalam vanadium dioksida berharga
negatif:
+ o
Li (aq) + e → Li (Mn2O4) (s) E = + 1,0 V
+ o
Li (aq) + e → Li (VO2) (s) E = - 0,5 V
Perbedaan potensial sebesar 1,5 V antara kedua lingkungan litium
yang berbeda inilah yang menggerakkan terjadinya reaksi sel baterai.
Pada proses pemakaian sel baterai terjadi reaksi redoks
pengosongan sel sebagai berikut :
+ o
Li (aq) + e → Li (Mn2O4) (s) E = + 1,0 V
+ o
Li (VO2) (s) → Li (aq) + e E = + 0,5
V
Pengisian kembali sel baterai mengakibatkan terjadinya reaksi
sebaliknya.
Industri terbesar pemanfaat litium adalah industri lemak atau
minyak pelumas-litium, dan lebih dari 60 % dari berbagai macam
minyak pelumas otomotif mengandung litium. Senyawa-senyawa yang
dipakai adalah litium stearat, C17H35COOLi, yang dicampurkan ke
dalam minyak agar tahan terhadap air sehingga diperoleh pelumas
yang tidak mengeras pada temperatur rendah tetapi tetap stabil pada
temperatur tinggi.
Litium mempunyai kemampuan membentuk senyawa
kovalen dengan berbagai unsur lain. Senyawanya dengan karbon
misalnya, menjadi sangat bermanfaat pada reaksi-reaksi organik,
misalnya butilli- tium, LiC4H9. Senyawa ini dapat dibuat dari reaksi
logam litium dengan klorobutana dalam pelarut organik seperti
heksana, C6H14. Reaksi yang terjadi menurut persamaan berikut:
2 Li (s) + C4H9Cl (C6H14 ) → LiC4H9 (C6H14 ) + LiCl (s)
Hasilnya dapat dipisahkan dengan penyaringan, kemudian diikuti
dengan distilasi. Butillitium berupa cairan yang akan terbakar secara
spontan jika kontak dengan oksigen udara, oleh karena itu harus
ditangani dengan hati-hati dalam lingkungan atmosfir gas inert.

3.2.6 Natrium, 11Na


Natrium adalah logam alkali yangdibutuhkan paling
banyakuntuk keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang lain,
natrium tidak ditemukan dalam keadaan murni di alam karena
reaktivitasnya yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini
diproduksi (dalam industri) secara elektrometalurgi menurut proses
Downs (Bab. 3).
Logam natrium digunakan dalam berbagai sintesis senyawa
natrium, namun ada dua kegunaan utamanya. Pertama untuk
ekstraksi logam-logam lain. Cara yang paling mudah untuk
mendapatkan logam- logam yang lebih sedikit kelimpahannya seperti
torium, zirkonium, tantalum dan titanium, adalah dengan mereduksi
senyawa-senyawanya dengan logam natrium. Sebagaicontoh, logam
titanium dapatdiperoleh dari reduksi titanium klorida dengan
natrium menurut persamaan reaksi:
TiCl4 ( l ) + 4 Na (s) → Ti (s) + 4 NaCl (s)
Logam titanium murni dapat diperoleh jika endapan yang
terbentuk dicuci dengan air yang akan melarutkan natrium klorida.
Penggunaan kedua adalah dalam produksi zat aditif bahan
bakar minyak, tetraetiltimbel (TEL) yang disintesis dari aloi Na-Pb
dengan etil klorida menurut persamaan reaksi :
4 NaPb (s) + 4 C2H5Cl (g) → (C2H5)4Pb (l� + 3 Pb (s) + 4 NaCl (s)

3.2.7 Kalium, 19K


Kalium yang terdapat di alam bersifat sedikit radioaktif karena
40
mengandung kira-kira 0,02% isotop radioaktif K dengan waktu paroh
9
1,3 x 10 tahun. Ternyata, proporsi radiasi yang dihasilkan tubuh
40
manu- sia cukup signifikan berasal dari isotop K.
Ekstraksi logam kalium dalam sel elektrolitik akan sangat
berba- haya karena sifatnya yang sangat reaktif. Proses ekstraksi
melibatkan reaksi logam natrium dengan lelehan kalium klorida pada
o
temperatur 850 C menurut persamaan reaksi:
KCl (l) + Na (l) K (g) + NaCl (l)
Keseimbangan reaksi tersebut sesungguhnya menggeser ke kiri
o
pada temperatur 850 C, namun kalium berupa gas (titik didih kalium
o o
766 C, dan titik didih natrium 890 C). Oleh karena itu dengan
prinsip Le Châtelier, keseimbangan reaksi dapat didorong ke
kanan dengan memompa gas kalium hasil yang berwarna hijau
keluar dari sistem untuk kemudian dipadatkan.
Telah disebutkan di muka bahwa sifat kelarutan senyawa-
senyawa alkali berkaitan dengan ukuran pasangan kation-anion yang
bersang- kutan. Ukuran antara pasangan kation-anion yang relatif
sama mempu- nyai kelarutan yang sangat kecil. Jadi, anion berukuran
besar akan mem- bentuk senyawa yang sukar larut dengan kation alkali
berukuran besar.
Konsep ini berlaku bagi anion berukuran besar seperti anion heksanitr
3-
itokobaltat(III), [Co(NO2)6] . Anion ini dengan litium maupun dengan
natrium menghasilkan garam yang larut dalam air, tetapi dengan kali-
um, rubidium ataupun sesium terbentuk garam-garam yang sukar
larut. Jadi, identifikasi ion kalium dapat dilakukan dengan
penambahan ion heksanitritokobaltat(III) yang akan membentuk
endapan kuning cemer- lang menurut persamaan reaksi:
+ 3-
3 K (aq) + [Co(NO2)6] (aq) → K3[Co(NO2)6] (s)
-
Anion tetrafenilborat,[B(C6H5)4] , juga dapat mengendap dengan
membentuk kalium tetrafenilborat yang berwarna putih:
+ -
K (aq) + [B(C6H5)4] (aq) → K[B(C6H5)4] (s)
3.2.8 Oksida Logam Alkali
Sebagian besar logam bereaksi dengan gas dioksigen memben-
2-
tuk ion oksida O . Tetapi untuk logam alkali, selain membentuk oksida,
juga dapat membentuk peroksida, 2 O 2-, kecuali litium yang hanya
mem- bentuk oksida biasa (”normal)” menurut persamaan reaksi:
4 Li (s) + O2 (g) → 2 Li2O (s)
Natrium misalnya, bereaksi dengan dioksigen menghasilkan
natrium dioksida(2-), Na2O2, yang biasa disebut natrium peroksida
menurut persamaan reaksi:
2 Na (s) + O2 (g) → Na2O2 (s)
Natrium peroksida mengandung ion dioksida(2-), O 22-
, atau ion
peroksida. Notasi “2-” hanya untuk menunjukkan muatan pada ion
yang bersangkutan, dan penulisan angka Arab dalam penamaan ini
mengikuti rekomendasi the American Chemical Society (Masyarakat
Kimia Amerika) yang diterapkan apabila terdapat kemungkinan lebih
dari satu muatan ionik seperti yang ditunjukkan pada contoh-contoh
berikut.
Natrium dioksida(2-) bersifat diamagnetik, dan panjang ikatan

O O kira-kira 149 pm, jauh lebih panjang daripada ikatan pada
molekul dioksigen (O=O) yaitu 121 pm. Sifat diamagnetik dan
lemahnya ikat- an senyawa ini dapat dijelaskan dengan model
orbital molekular ion dioksida(2-) sebagaimana ditunjukkan Gambar
3.3a. Diagram tersebut menunjukkan semua elektron berpasangan
dan menempati empat or- bital ikat (bonding) dan tiga orbital antiikat
(antibonding), menghasilkan derajat ikatan (bond order) 1 (satu) sehingga
dengan demikian, senyawa ini bersifat diamagnetik dan panjang
ikatan lebih panjang daripada panjang ikatan molekul O2 yang
mempunyai derajat ikatan 2 (Tabel 1.1, Bab. 1)
Tiga logam alkali yang lain bereaksi dengan dioksigen berlebih
membentuk dioksida(1-), atau biasa disebut superoksida, yang bersifat
-
paramagnetik oleh karena mengandung ion dioksida(1-), O ; misalnya,
2
logam kalium bereaksi menurut persamaan reaksi:
K (s) + O2 (g) → KO2 (s)

Panjang ikatan O O dalam ion-ion dioksida(1-) ini yaitu 133 pm,
lebih pendek daripada panjang ikatan dalam ion dioksida(2-), tetapi
sedikit lebih panjang daripada panjang ikatan dalam molekul
dioksigen. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.3b, diagram orbital
molekular ion dioksida(1-) menunjukkan adanya satu elektron tak-
berpasangan dan oleh karena itu memberikan sifat paramagnetik, dan
derajat ikatan sebesar 1½. Dengan demikian data panjang ikatan

O O dalam ketiga
- 2-
spesies O2, O 2 , dan O2 konsisten (taat asas) dengan besarnya derajat
ikatan spesies yang bersangkutan.

Gambar 3.3 Diagram orbital molekular untuk (a) ion dioksida(2-), dan (b) ion
dioksida(1-)
Spesies O 2- -
lebih mudah terpolarisasi daripada O , dan
2 2
+ +
daya mempolarisasi ion Na lebih kuat daripada ion K . Oleh karena
itu dapat dipahami bahwa oksida natrium stabil sebagai dioksida
(2-) atau peroksida, dan oksida kalium stabil sebagai dioksida (1-)
atau superoksida.
Semua oksida alkali berekasi hebat dengan air membentuk
larut- an alkali hidroksida. Tambahan pula reaksi air dengan
dioksida (2-) menghasilkan hidrogen peroksida, dan dengan dioksida
(1-) menghasil- kan hidrogen peroksida dan gas dioksigen, menurut
persamaan reaksi:
2 Li2O (s) + H2O (l) → 2 LiOH(aq)
Na2O2 (s) + 2 H2O (l) → 2 NaOH(aq) + H2O2(aq)
2 KO2 (s) + 2 H2O (l) → 2 KOH(aq) + H2O2(aq) + O2 (g)

Kalium dioksida(1-), KO2, digunakan dalam kapsul ruang


angkasa, kapal selam, dan beberapa jenis peralatan pernafasan,
sebab dioksida(1-) menyerap karbon dioksida hasil pernafasan (dan
uap air) dan membebaskan oksigen, menurut persamaan reaksi:
2 KO2 (s) + 2 CO2 (g) → 2 K2CO3 (s) + 3 O2 (g)
K2CO3 (s) + CO2 (g) + H2O (g) → 2 KHCO3 (s)

3.2.9 Hidroksida Logam Alkali


Padatan alkali hidroksida berwarna putih, tembus cahaya dan
menyerap uap air udara hingga terlarut dalam air berlebih. Satu-satu-
nya kekecualian adalah litium hidroksida oktahidrat, LiOH .8H2O. Semua
alkali hidroksida berbahaya, sebab bereaksi dengan protein kulit se-
hingga menghilangkan permukaan kulit. Natrium hidroksida dan kali-
um hidroksida disediakan dalam bentuk pelet - butiran yang
diproduksi dengan memasukkan lelehan-nya ke dalam cetakan.
Sebagai padatan maupun dalam larutan alkali hidroksida menyerap
karbon dioksida dari atmosfer membentuk karbonat, menurut
persamaan reaksi:
2 NaOH (aq) + CO2 (g) → Na2CO3 (aq) + H2O ()
Alkali hidroksida merupakan sumber hidroksida yang baik karena sangat
mudah larut dalam air.

Natrium hidroksida dapat dibuat dari larutan garam dapur se-


cara elektrolisis: (1) dalam sel diafragma, (2) sel membran, atau (3)
dalam
sel katode merkuri (raksa), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Setiap sel elektrolisis mempunyai kelebihan maupun kelemahan. Pada
sel diafragma dan sel membran terjadi reaksi penukaran ion pada
elek- trode sebagai berikut :
- o
Katode : 2 H2O (aq) + 2 e → H2 (g) + OH (aq) E = - 0,83 V
- o
Anode : 2 Cl (aq) → Cl2 (g) + 2 e E = +1,36 V
o
Pada katode tidak terjadi reduksi ion natrium karena mempunyai E
jauh lebih negatif (-2,17 V).

Gambar 3. 4 Skema preparasi NaOH


secara elektrolisis NaCl dengan :
(a) sel diafragma
(b) sel membran, dan
(c) katode raksa

Dalam sel diafragma asbes, ion-ion natrium dan klorida


dapat menembus diafragma asbes yang basah, tetapi molekul-
molekul gas hidrogen dan klorin tidak. Adanya tekanan pada ruang
anode mence-
-
gah aliran balik ion OH dari ruang katode. Larutan NaOH yang dihasi-
lkan pada katode terkontaminasi dengan NaCl yang tidak
terelektrolisis yang selanjutnya dapat diendapkan dengan pemekatan
larutan terse- but, sehingga dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Dalam membran penukaran ion, hanya ion natrium saja yang dapat
melewati membran tersebut, sedangkan ion-ion klorida, hidroksida
dan molekul-molekul gas hidrogen serta klorin tidak. Larutan NaOH
yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh ion klorida dan dengan
demikian lebih pekat di- bandingkan dengan hasil yang diperoleh dari
sel diafragma.
Pada sel katode merkuri (raksa), dipakai logam titanium
sebagai anode. Ion klorida dioksidasi menjadi gas klorin pada anode,
dan ion natrium direduksi menjadi logam natrium pada katode yang
kemudian larut dalam raksa menjadi amalgama menurut persamaan
reaksi:
-
Anode (Ti) : 2 Cl (aq) → Cl2 (g) + 2 e
+
Katode (Hg): 2Na (aq) + 2e + Hg → 2Na (Hg)
Reduksi ion natrium menjadi logamnya ini terjadi karena permukaan
elektrode merkuri bersifat menghambat terjadinya setengah reaksi
yang menghasilkan gas, sehingga menaikkan potensial elektrode di
atas nilai standar (over-voltage). Dengan demikian reduksi ion
hidrogen menjadi gas hidrogen memerlukan potensial yang lebih
tinggi daripada poten- sial reduksi ion natrium. Amalgam (natrium-
raksa) yang dihasilkan di- alirkan ke dalam suatu wadah, kemudian
direaksikan dengan air pada permukaan grafit untuk memperoleh
natrium hidroksida yang bebas dari NaCl, menurut persamaan reaksi:
2 Na (Hg) + 2 H2O (l) → 2 NaOH (aq) + H2 (g) + Hg (l)
Reaksi ini berlangsung dengan tenang karena adanya medium
raksa. Larutan natrium hidroksida terdapat sebagai lapisan bagian
atas dan cairan raksa sebagai lapisan bagian bawah, sehingga larutan
NaOH da- pat dipisahkan dan dipekatkan untuk kemudian dipadatkan.
Larutan NaOH yang dbuat dengan cara seperti ini mempunyai
kemurnian yang
sangat tinggi. Raksa cair yang diperoleh dialirkan dengan pompa
kem- bali ke ruang katode.
Jadi, dari ketiga macam sel tersebut reaksi elektrolisis larutan NaCl
jenuh yang terjadi adalah:
2 NaCl (aq) + 2 H2O (l) 2 NaOH (aq) + H2 (g) + Cl2 (g)

Manfaat natrium hidroksida


Sebagian besar natrium hidroksida dimanfaatkan sebagai pe-
reaksi pada berbagai pabrik sintesis senyawa organik, anorganik, dan
dikonsumsi pada pembuatan pulp dan pabrik kertas. Natrium
hidroksida juga banyak dimanfaatkan untuk bahan pembersih
peralatan rumah tangga (oven misalnya) dari kotoran lemak. Bahan
pembersih ini biasa-
nya berupa serbuk campuran natrium hidroksida dengan
aluminium, yang bila ditambah air akan bereaksi menghasilkan
-
[Al(OH)4] dan gas
H2. Timbulnya gelembung gas H2 ini akan mengocok larutan sehingga
terjadi kontak lebih cepat antara natrium hdroksida dengan lemak.

3.2.10 Garam – garam Alkali


Natrium karbonat
Logam-logam alkali (demikian juga amonium) karbonat meru-
pakan satu-satunya kelompok senyawa karbonat yang larut dalam air.
Alkali karbonat yang terpenting adalah natrium karbonat yang umum-
nya stabil sebagai kristal anhidrat, monohidrat, dan dekahidrat.
Natri- um karbonat dapat diperoleh dari bahan tambang “trona” yang
meng-
andung ~ 90% karbonat-hidrogen karbonat, (Na2CO3. NaHCO3.2H2O),
atau natrium sesquikarbonat (sesqui artinya satu setengah) dan ini mer-
upakan jumlah ion natrium yang terdapat dalam setiap unit karbonat
di dalam mineral. Natrium sesquikarbonat bukanlah suatu campuran
dua senyawa melainkan satu senyawa yang dalam kisi kristalnya
terdapat ion-ion karbonat dan bikarbonat secara bergantian
(berselang-seling) dengan ion natrium dan molekul air dengan rasio =
1 : 1 : 3 : 2, yaitu
Na3(HCO3)(CO3).2H2O.
Natrium karbonat monohidrat dapat diperoleh dari ekstraksi
”trona”yang ditambang seperti batubara kira-kira 400 m di bawah tanah,
diluluhkan kemudian dipanaskan dalam tempat pemanas yang berpu-
tar. Proses ini mampu mengubah sesquikarbonat menjadi karbonat :

2[Na2CO3. NaHCO3.2H2O] (s) 


3 Na2CO3 (s) + 5 H2O (g) + CO2 (g)

Karbonat yang diperoleh dilarutkan di dalam air, disaring kemudian


diuapkan hingga kering untuk menghasilkan natrium karbonat mono-
hidrat, yang jika dipanaskan dalam pemanas berputar akan diperoleh
natrium karbonat tanpa hidrat.
Kebutuhan dunia akan natrium karbonat dari proses penam-
bangan ini ternyata belum tercukupi, dan kebutuhan ini masih harus
dipenuhi dari proses Solvay yang melibatkan reaksi sederhana yang
se- cara keseluruhan adalah sebagai berikut:
2 NaCl (aq) + CaCO3 (s) Na2CO3 (aq) + CaCl2 (aq)

Keseimbangan reaksi ini sangat jauh bergeser ke kiri dan untuk


membuat reaksi bergeser ke kanan, diperlukan beberapa tahapan tak
langsung. Tahap pertama, karbon dioksida dimasukan ke dalam
larutan yang dijenuhkan oleh NaCl dan amonia, sehingga terjadi
reaksi antara gas karbon dioksida dengan amonia sebagai berikut:
(1) CO2 (g) + NH3 (aq) + H2O (l) → NH 4+ - (aq)
(aq) + HCO 3
Hadirnya ion hidrogen karbonat dengan ion natrium akan
mengkristalkan natrium hidrogen karbonat yang mempunyai
kelarutan rendah pada temperatur rendah:
(2) HCO - (aq) + Na+ (aq) → NaHCO (s)
3 3
Padatan hidrogen karbonat ini dipisahkan dengan penyaringan,
kemudian dipanaskan dengan hati-hati untuk memperoleh
karbonat:
(3) NaHCO3 (s) 
 
Na2CO3 (s) + H2O (g) + CO2 (g)
Amonia dapat diperoleh kembali dari garam amonium yang
dihasilkan
+ pada reaksi
- (1) dengan penambahan basa Ca(OH)2:
(4) 2 NH (aq) + 2 Cl (aq) + Ca(OH) (s) →
4 2
2 NH3 (g) + CaCl2 (aq) + 2 H2O (l)
Kalsium hidroksida dan karbon dioksida yang dipergunakan
dalam proses tersebut diperoleh dari pemanasan batu kapur :
(5) CaCO3 (s)  CaO (s) + CO2 (g)
(6) CaO (s) + H2O (l) → Ca(OH)2 (s)
Penjumlahan dari keenam persamaan reaksi tersebut menghasilkan
satu persamaan reaksi keseluruhan:
2 NaCl (aq) + CaCO3 (s) → Na2CO3 (aq) + CaCl2 (aq)
Problem yang ditemui dalam proses Solvay ini adalah jumlah
CaCl2 yang diproduksi sebagai hasil samping terlalu banyak daripada
keperluan pasar. Selain itu proses ini juga membutuhkan energi yang
cukup tinggi hingga lebih mahal dibandingkan dengan metode
ekstraksi mineral “trona”.

Manfaat natrium karbonat


Sekitar 50 % produksi natrium karbonat di Amerika Serikat
digunakan untuk pembuatan gelas. Dalam proses ini natrium karbonat
direaksikan dengan silikon dioksida (pasir) dan komponen-komponen
o
yang lain pada suhu ~ 1500 C. Formula gelas yang dihasilkan sangat
bergantung pada rasio stoikiometrik bahan-bahan pereaksi. Reaksi
kuncinya adalah terbentuknya natrium silikat dan karbon dioksida
menurut persamaan reaksi:

Na2CO3 (l) + x SiO2 (s) → Na2O.x SiO2 (l) + CO2 (g)


Natrium karbonat juga dapat digunakan untuk
menghilangkan ion-ion logam alkali tanah dalam air minum. Ion-ion
logam alkali tanah seperti magnesium dan kalsium yang berasal
dari mineral dolomit
dan batu kapur,akan diubah menjadi senyawa karbonatnya yang
mengendap. Proses ini dikenal sebagai proses pelunakan air sadah
(hard water) menurut persamaan reaksi:
2- 2+
CO3 (aq) + Mg2+ / Ca (aq) → MgCO 3/ CaCO (s)
3
Natrium hidrogen karbonat
Logam-logam alkali, kecuali litium, membentuk satu-satunya
padatanhidrogenkarbonatataubikarbonat. Natriumhidrogenkarbonat
lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan karbonatnya,
oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mengalirkan gas
karbon dioksida ke dalam larutan jenuh karbonatnya menurut
persamaan reaksi:
Na2CO3 (aq) + CO2 (g) + H2O (l) → 2 NaHCO3 (s)
Natrium karbonat dapat diperoleh kembali pada pemanasan menurut
persamaan reaksi:
2 NaHCO3 (s) Na2CO3 (aq) + CO2 (g) + H2O (g)

 
Sifat reaksi ini dapat diaplikasikan pada manfaat natrium bikarbonat
sebagai bahan utama pemadam kebakaran, karena serbuk ini selain
mampu menyelimuti api juga gas karbon dioksida yang dihasilkan
dapat mematikan api.
Dalam industri makanan, natrium bikarbonat dipakai untuk
campuran adonan roti agar roti yang dihasilkan mengembang, dan
oleh karena itu natrium bikarbonat disebut juga soda roti atau soda
bakar. Pada pembuatan roti bakar ini natrium bikarbonat sering
dicampurkan dengan kalsium dihidrogen fosfat dan sejumlah pati
(amilum) sebagai filler (pengisi). Kalsium dihidrogen fosfat bersifat
asam, sehingga jika basah akan bereaksi dengan bikarbonat
menghasilkan gas karbon dioksida yang berfungsi
menggelembungkan adonan roti pada pembakaran menurut
persamaan reaksi :
2 NaHCO3 (s) + Ca(H2PO4)2 (s) →
Na2HPO4 (s) + CaHPO4 (s) + 2 CO2 (g) + 2 H2O (l)
Natrium nitrat dan Kalium nitrat
Deposit natrium nitrat (saltpeter) dalam jumlah yang sangat besar
terdapat di Chili. Senyawa ini terurai menjadi senyawa nitrit dan oksigen
o
pada temperatur ~ 500 C menurut persamaan reaksi:
2 NaNO3 (s) 2 NaNO2 (s) + O2 (g)

 
Kalium nitrat dibuat dari kloridanya dengan natrium nitrat menurut
persamaan reaksi:
KCl (aq) + NaNO3 (aq) → KNO3 (aq) + NaCl (aq)
o
Proses ini dilangsungkan pada temperatur dibawah 100 C; karena
KNO3 paling rendah kelarutannya pada temperatur kamar senyawa
ini dapat dipisahkan dan dimurnikan dengan kristalisasi bertingkat.
Seperti halnya NaNO3, KNO3 juga mengalami dekomposisi yang sama
pada pemanasan. Kalium nitrat dapat juga digunakan sebagai bahan
untuk membuat serbuk peluru yang dicampur dengan, arang kayu,
dan belerang dengan rasio massa sekitar 6 : 1 : 1. Jika campuran ini
dipanaskan, terjadi reaksi:
2 KNO3 (s) + S (s) + C (s) → K2S (s) + N2 (g) + 3 CO (g)
Terbentuknya gas sebagai hasil reaksi disertai dengan suhu tinggi
mengakibatkan pengembangan mendadak sehingga terjadi ledakan.

3.2.11 Reaksi dengan Amonia


Logam-logam alkali mempunyai sifat yang menarik dalam
hal kelarutannya dalam amonia yang menghasilkan larutan biru tua
jika larutannya encer. Larutan ini dapat menghantarkan arus listrik,
dengan spesies utama yang diduga membawa arus dalam larutan
adalah elektron yang tersolvasi sebagai hasil ionisasi logam alkali.
Misalnya untuk logam natrium, persamaan ionisasi dalam larutan amonia
adalah:
+
Na (s) + NH3 Na (NH3 ) + e (NH3 )
Jika larutan ini dipekatkan dengan penguapan, warna larutan berubah
menjadi seperti perunggu dan berperilaku seperti logam cair. Jika di-
biarkan dalam waktu lama atau dipercepat dengan penambahan kata-
lisator logam transisi, larutan ini terurai dengan menghasilkan garam
amida dan gas hidrogen menurut persamaan reaksi:
+
2 Na (NH3 ) + 2 NH3 (l) + 2 e → 2 NaNH2 (NH3 ) + H2 (g)

3.2.12 Amonium sebagai Ion Logam Pseudo-Alkali


Walaupun ion amonium merupakan kation poliatomik yang
terdiri atas atom nitrogen dan hidrogen, keduanya unsur non-logam,
sifat-sifatnya dalam banyak hal mirip ion logam alkali. Sebagai
contoh, garam-garam amonium mudah larut dalam air sama
seperti garam- garam logam alkali. Ion amonium adalah kation besar
dengan muatan rendah, berjari-jari 151 pm, hampir sama dengan
jari-jari ion kalium (152 pm). Salah satu perbedaannya dengan logam
alkali adalah pada pemanasan garam nitratnya yang menghasilkan
produk berbeda, menurut persamaan reaksi:
2 NaNO3 (s) 2 NaNO2 (s) + O2 (g)
 N2O (g) + 2 H2O (g)
 
NH4NO3 (s)


 

3.2.13 Kemiripan Litium dengan Logam Akali-tanah


Litium dalam banyak hal menunjukkan sifat yang berbeda
dengan anggota logam alkali lainnya tetapi justru lebih mirip
dengan logam alkali tanah seperti sifat-sifat berikut ini:
(1) Kekerasan litium terbesar dalam golongan alkali, mirip dengan
kekerasan logam alkali tanah.
(2) Mirip dengan logam alkali tanah tetapi berbeda dengan
logam alkali karena litium membentuk oksida ”normal”, Li 2O,
bukan dioksida(2-) atapun dioksida(1-).
(3) Litium adalah satu-satunya logam alkali yang membentuk
se- nyawa nitirida seperti halnya semua logam alkali tanah.
(4) Demikian juga litium adalah satu-satunya logam alkali yang
membentuk senyawa dikarbida(2-), Li2C2 yang sering disebut
litium asetilida, seperti halnya semua logam alkali tanah juga
membentuk senyawa dikarbida(2-).
(5) Garam-garam litium dengan karbonat, fosfat, dan fluorida,
mempunyai kelarutan sangat rendah dalam air, sedangkan
garam- garam alkali tanah dengan karbonat, fosfat, dan fluorida,
tak larut dalam air.
(6) Litium membentuk berbagai senyawa organometalik (senyawa
dengan atom logam terikat langsung dengan atom karbon
organik) sama seperti logam magnesium. Dalam banyak
senyawa garam, litium dan
magnesiummenunjukkanbanyakkesamaannya termasuk sifat
kovalensinya yang relatif tinggi.
-3
Tabel 3.4 Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan (dalam C mm ) ion
golongan alkali dan alkali tanah.

Ion Jari-jari Rapatan muatan Ion Jari-jari Rapatan muatan


+ 2+
Li 73 98 (Be ) 59 1100
+ 2+
Na 116 24 Mg 86 120
+ 152 11 2+ 114 52
K Ca
+ 2+
Rb 166 8 Sr 132 33
+ 2+
Cs 181 6 Ba 149 23

Hubungan antara litium dengan logam alkali tanah sering


disebut sebagai hubungan diagonal dalam sistem periodik unsur-
unsur, yaitu kemiripan sifat-sifat unsur Periode 2 dengan unsur di
sebelah kanan ba- wahnya pada Periode 3, dalam hal ini litium
dengan magnesium. Kemi- ripan sifat-sifat litium dengan magnesium
mungkin dapat diterangkan dari sifat rapatan muatan kationnya.
Dalam golongannya, litium mem- punyai ukuran (volume) terkecil,
dan muatan ion positifnya terpusat da- lam ukurannya yang kecil ini
sehingga kation litium mempunyai daya mempolarisasi terbesar.
Rapatan muatan kation litium adalah 98 C mm-3 (Lihat Tabel 3.4),
ternyata jauh lebih besar dari rapat muatan kation lain dalam
golongannya dan relatif dekat dengan rapatan muatan kation
magnesium (120 C mm-3). Kedekatan rapatan muatan ion litium ini di-
duga menyebabkan kemiripan sifat-sifat kimia senyawa-senyawa
litium dengan magnesium (alkali tanah). Hal yang sama berlaku bagi
kation natrium (rapatan muatan 24 C mm-3) dengan kation barium
(rapatan muatan 23 C mm-3) yang menunjukkan kemiripan sifat-sifat
kimianya terutama dalam hal reaksinya dengan dioksigen membentuk
senyawa dioksida(2-), Na2O2 dan BaO2.

3.2.14 Soal-soal Golongan Alkali


1. Uraikan secara singkat kecenderungan sifat-sifat logam golongan
alkali, dan reaktifitasnya terhadap air dan asam.
2. (a) Beberapa sifat khas litium justru mirip dengan magnesium
dan sifat ini membuat litium berbeda dari logam-logam alkali
lainnya. Sebutkan sifat-sifat yang dimaksud.
(b) Unsur-unsur alkali dalam banyak hal jelas mirip logam, namun
dalam hal lain berbeda dari logam pada umumnya.
Uraikan aspek-aspek kemiripan maupun perbedaan ini.
3. Jelaskan kecenderungan daya polarisasi ion-ion logam alkali.
4. Jelaskan mengapa oksida litium stabil sebagai oksida normal,
yaitu litium oksida(2-) -Li2O, dan oksida natrium stabil sebagai
natrium dioksida(2-), Na2O2 - (peroksida), sedangkan oksida
kalium stabil sebagai kalium dioksida(1-), KO2 -(superoksida).
5. Jelaskan mengapa kalium dioksida(2-) dapat dipakai pada sistem
sirkulasi udara dalam pesawat ruang angkasa.
6. Ion-ion logam alkali umumnya tidak berwarna. Bagaimana
cara menguji ion alkali misalnya kalium? Tulis persamaan reaksinya.
7. Jelaskan manfaat natrium bikarbonat dalam hubungannya dengan
pemadam kebakaran maupun dalam industri makanan.
8. Salah satu bahan campuran serbuk peluru adalah kalium nitrat.
Sebutkan dua serbuk yang lain yang digunakan dalam
campuran tersebut dan bagaimana proses kerja campuran serbuk
ini sehingga dapat digunakan sebagai serbuk yang mudah
meledak?
9. Jelaskan bagaimana larutan logam-logam alkali dalam amonia
cair mampu mengantar listrik.
10. Tuliskan persamaan reaksi dan kondisi reaksi yang diperlukan
untuk pembuatan padatan NaOH, Na2CO3, dan NaHCO3.

3.3 GOLONGAN ALKALI TANAH


3.3.1 Kecenderungan Golongan Alkali Tanah
Golonganalkali tanah terdiri atas Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra.
Berilium merupakan anggota pertama dalam golongannya bersifat
hampir semi- logam, dan oleh karena itu lebih baik dibicarakan
terpisah, dan radium yang merupakan anggota terakhir bersifat
radioaktif sehingga sifat-sifat kimianya belum banyak diketahui
secara mendalam.
Tabel 3.5 Data beberapa sifat logam alkali tanah
Karakteristika 4Be 12Mg 20Ca 38Sr 56Ba 88Ra
[2He] [10Ne] [18Ar] [36Kr] [54Xe] [86Rn]
Konfigurasi elektronik 2 2 2 2 2 2
2s 3s 4s 5s 6s 7s
o
Titik leleh / C 1283 649 839 768 727 ~ 700
o
Titik didih / C 2770 1107 1487 1384 1850 ~ 1700
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 1,85 1,74 1,54 2,58 3,65 5,5
Jari-jari atomik / pm 111 160 197 215 217 -
2+
Jari-jari ionik M / pm - 86 114 132 149 -
-1
Energi ionisasi / kJ mol I 900 738 590 550 503 509
II 1757 1450 1145 1058 958 975
Potensial reduksi standar / V - 1,85 - 2,36 - 2,87 - 2,89 - 2,91 - 2,92
-1
∆Hatomisasi / kJ mol 149 177 164 175 -
Elektronegativitas 1,5 1,2 1,0 1,0 0,9 -
krimso
merah
Warna Nyala - - n hijau -
bata
(merah
tua)
Logam alkali tanah berwarna putih keperakan dan mempunyai
densitas (rapatan) relatif rendah, dan semakin besar dengan naiknya
nomor atom kecuali kalsium (Tabel 3.5). Ikatan metalik logam-logam
alkali tanah lebih kuat daripada ikatan metalik logam alkali sebagaimana
ditunjukkan oleh harga entalpi atomisasi; titik leleh dan kekerasan
logam alkali tanah juga lebih besar daripada logam alkali. Walaupun
densitas logamnya naik dengan naiknya nomor atom seperti
halnya dengan logam-logam alkali, titik leleh dan entalpi atomisasi
berubah hanya sedikit saja, berbeda dari titik leleh dan entalpi atomisasi
logam- logam alkali. Logam-logam alkali tanah kurang reaktif, atau
kurang elektropositif, dibandingkan dengan logam alkali, namun lebih
reaktif daripada logam-logam yang lain. Sebagai contoh, Ca, Sr, dan
Ba bereaksi dengan air dingin, dan reaksi yang paling hebat adalah
reaksi air dengan barium.
Ba (s) + 2 H2O (l) → Ba(OH)2 (aq) + H2 (g)
Seperti halnya golongan alkali, logam-logam alkali tanah semakin
reaktif dengan naiknya nomor atom. Jadi, magnesium tidak bereaksi
dengan air dingin, tetapi bereaksi lambat dengan air panas untuk
menghasilkan magnesium hidroksida dan gas hidrogen.

3.3.2 Sifat Umum Senyawa-Senyawa Logam Alkali Tanah


Karakter ionik
Ion logam alkali tanah selalu mempunyai tingkat oksidasi +2,
dan senyawanya bersifat stabil, padatannya bersifat ionik, tak berwarna
kecuali jika anioniknya berwarna. Sebagian sifat kovalen dijumpai pada
senyawa magnesium, terlebih-lebih senyawa berilium didominasi oleh
ikatan kovalen.
Hidrasi ion
Garam-garam logam alkali tanah hampir semuanya terhidrat.
Jumlah molekul hidrat dalam kristal garam-garam ini bervariasi
antara 2 – 12 seperti ditunjukkan pada Tabel 3.6. Tampaknya ada
hubungan
paralel antara besarnya rapatan muatan ion logam dengan jumlah
molekul hidrat.
Tabel 3.6 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat MX2.nH2O
M : Mg Ca Sr Ba
MCl2.nH2O : 12 6 6 2
M(NO3)2.nH2O : 9 4 4 0
MSO4.nH2O : 12 2 0 0

Kelarutan garam-garam alkali tanah


Berbeda dengan garam-garam golongan alkali yang mudah
larut dalam air, berbagai garam logam golongan alkali tanah tidak
larut dalam air. Pada umumnya garam alkali tanah yang larut dalam
air adalah garam-garam nitrat dan klorida (dari anion valensi tunggal)
sedangkan yang sukar larut adalah garam-garam seperti karbonat,
dan fosfat (anion bervalensi ganda). Beberapa anion menunjukkan
kecenderungan kelarutan yang cukup mencolok seperti misalnya
garam sulfat yang mempunyai kecenderungan semakin sukar larut
dari atas ke bawah dalam golongannya sedangkan hidroksidanya
menunjukkan hal yang sebaliknya yaitu semakin sukar larut.
Dalam bab sebelumnya telah dibicarakan kelarutan halida alkali
berkenaan dengan fungsi-fungsi termodinamika. Untuk halida alkali
tanah, harga setiap fungsi termodinamik berbeda secara dramatis
dibandingkan dengan harga setiap fungsi untuk halida alkali,
tetapi untuk perubahan total entalpi maupun entropi dalam proses
pelarutan hanya sedikit berbeda.
Faktor Entalpi
Tahap pertama siklus entalpi adalah penguapan kisi kristal.
Garam kation dipositif (ion logam alkali tanah) membutuhkan energi
penguapan kisi kristal kira-kira sebesar tiga kali lipat dari energi yang
sama untuk garam kation monopositif (ion logam alkali). Hal ini
disebabkan adanya gaya tarik menarik (atraksi) elektrostatik yang
jauh lebih besar dalam garam kation dipositif. Selain itu, untuk setiap
mol
2+ -
garam kation dipositif, ada tiga ion (yaitu M dan 2 X ) yang
+ -
harus dipisahkan dibanding dengan dua ion (M dan X ) pada
garam kation monopositif.
Tetapi, entalpi hidrasi garam kation dipositif juga jauh lebih besar
daripada entalpi hidrasi garam kation monopositif. Oleh karena
densitas muatan kation golongan alkali tanah lebih besar daripada
densitas muatan kation golongan alkali, maka molekul-molekul air
akan tertarik lebih kuat oleh kation dipositif, sehingga energi yang
dibebaskan pada pembentukan ion tersolvasi menjadi lebih besar
2+
pula. Sebagai contoh, entalpi hidrasi ion Mg adalah -1921 kJ
-1
mol sedangkan untuk ion
+ -1
Na adalah - 435 kJ mol . Perbandingan harga entalpi untuk MgCl2
dan NaCl ditunjukkan pada Tabel 3.7. Data ini menyarankan bahwa
jika garam anhidrat MgCl2 dilarutkan dalam air maka proses
pelarutannya akan bersifat eksotermik.

Tabel 3.7 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
- - -1
Senyawa Energi Kisi / kJ mol Entalpi Hidrasi / kJ mol ∆H / kJ mol
1 1

MgCl2 + 2526 - 2659 - 133


NaCl + 788 - 784 +4

Faktor Entropi
Entropi kisi magnesium klorida adalah sekitar satu setengah kali
entropi kisi natrium klorida (Tabel 3.8). Hal ini paralel dengan jumlah ion
gas yang dihasilkan yaitu tiga ion gas untuk tiap molekul MgCl2 dan
dua ion gas untuk tiap molekul NaCl. Tetapi, oleh karena densitas
2+
muatan ion Mg jauh lebih besar dibandingkan dengan densitas
+ 2+
muatan ion Na , maka entropi hidrasi ion Mg negatif jauh lebih
+
besar daripada entropi hidrasi ion Na . Lapisan molekul-molekul
2+
air di seputar ion Mg yang terikat kuat merupakan lingkungan yang
jauh lebih teratur sehingga secara keseluruhan faktor entropi tidak
mendukung proses pelarutan garam MgCl2 , dan hal ini berbeda
dengan proses pelarutan garam NaCl yang justru didukung oleh faktor
enropinya.
Tabel 3.8 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl 2 dan NaCl (dinyatakan
dalam T ∆S)

Entropi Kisi / kJ - -1
Senyawa -1 Entropi Hidrasi / kJ mol ∆S / kJ mol
mol 1

MgCl2 + 109 - 143 - 34


NaCl + 68 - 55 + 13

Energi Bebas
Kombinasi kedua faktor tersebut, yaitu entalpi dan entropi,
menunjukkan bahwa proses pelarutan terutama sebagai akibat dari
besaran besaran perbedaan (∆) yang sangat kecil dalam besaran-
besaran energi kisi dan entalpi hidrasi yang sangat besar sebagaimana
ditunjukkan Tabel 3.9. Lebih lanjut untuk MgCl2, faktor entalpi (negatif)
mendukung pelarutan dan faktor entropi (negatif) melawannya,
tetapi berlaku sebaliknya bagi NaCl.
-1
Tabel 3.9 Perbandingan harga-harga ∆H, ∆S, dan ∆G (dalam kJ mol ) dengan
energi kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2 dan
NaCl
Senyawa ∆H ∆S ∆G Energi kisi Entalpi hidrasi
MgCl2 - 133 - 34 - 99 + 2526 - 2659
NaCl +4 + 13 + 11 + 788 - 784

Energi kisi yang sangat tinggi mengakibatkan garam-garam


anion di- dan tri-negatif sukar larut. Naiknya muatan ion
mengakibatkan naiknya energi penguapan (pada tahapan siklus
energi kisi) untuk mengatasi gaya tarik elektrostatik. Garam-garam ion
dinegatif (misalnya sulfat) dibanding dengan garam-garam ion
mononegatif (misalnya klorida) dari kation yang sama (misalnya
Mg2+), jumlah ion-ionnya lebih sedikit (yaitu 2 untuk MgSO4 dan 3
untuk MgCl2), sehingga total entalpi hidrasi ion akan lebih kecil.
Kombinasi kedua faktor ini, yaitu gaya tarik elektrostatik dan jumlah
ion, menjadi penyebab rendahnya kelarutan garam-garam yang
bersangkutan.
3.3.3 Berilium, 4Be
Berilium merupakan anggota golongan alkali tanah yang
unik, tampak seperti baja berwarna abu-abu, keras, mempunyai titik
leleh tinggi, dan densitas rendah. Berilium bersifat penghantar listrik
yang baik sehingga berilium benar-benar merupakan suatu logam.
Berilium juga bersifat tahan terhadap korosi, kuat, dan nonmagnetik
sehingga paduan logam berilium sering digunakan untuk instrumen
yang me- merlukan presisi (ketepatan) yang tinggi, misalnya
giroskop. Berilium juga umum dipakai sebagai bahan paduan logam
dengan tembaga untuk menaikkan kekerasan. Penggunaan berilium
dalam jumlah sang- at sedikit namun bersifat krusial adalah pada
jendela tabung sinar-X. Serapan terhadap sinar-X naik dengan kuadrat
nomor atom, dan karena berilium mempunyai nomor atom terendah
dari semua logam yang sta- bil terhadap udara, maka berilium
merupakan salah satu bahan yang paling transparan untuk spektrum
sinar-X. Berilium juga dapat dipakai sebagai “moderator” terhadap
neutron yang dihasilkan pada reaksi nu- klir.
Sumberberilium di alam adalah batupermata beril,
Be3Al2Si6O18, yang mempunyai berbagai warna tergantung pada
jumlah kelumit pengotornya. Warna biru-hijau muda beril disebut
akuamarin, hijau tua beril disebut emeral. Warna hijau disebabkan
oleh adanya ~ 2 % ion Cr(III) dalam struktur kristalnya. Tentu saja
emeral tidak digunakan untuk memproduksi logam berilium, namun
sebagai gantinya digunakan kristal-kristal beril yang tak-sempurna
dan tak berwarna atau beril coklat. Berilium murni dapat diperoleh
dengan mengubah bijih beril menjadi oksidanya, BeO, kemudian
oksida ini diubah menjadi klorida atau fluoridanya. Pemanasan
o
fluorida dengan magnesium dalam tungku pada suhu sekitar 1000 C
menghasilkan logam berilium:
BeF2 (s) + Mg (l) → Be (s) + MgF2 (s)
Senyawa berilium terasa manis, tetapi sangat beracun (pada
abad 19, penemuan senyawa baru biasanya dilakukan uji rasa, titik leleh,
dan kelarutan). Jika debu senyawa berilium terhirup, dapat
mengakibatkan
kondisi kronik beriliosis. Sifat racun berilium ini disebabkan oleh ke-
2+ 2+
mampuan ion Be berkompetisi dengan Mg pada berbagai macam
enzim.
Kimiaberiliumsangatberbeda dengan kimia golongan alkali
tanah lainnya karena sifat ikatan kovalen mendominasi senyawaan
berilium. Ukuran kation berilium yang jauh sangat kecil dalam
golongannya, menyebabkan densitas muatan yang sangat besar
-3
(1100 C mm ) sehingga mampu mempolarisasi anion apapun di
seputarnya dan ini mengakibatkan terjadinya tumpang-tindih
rapatan elektron sehingga memberikan sifat kovalen. Energi ionisasi
pertama dan ke dua berilium lebih besar daripada energi ionisasi
ionisasi pertama dan ke dua unsur alkali tanah yang lainnya karena
2 2
elektron-elektron 2s hanya ditamengi oleh elektron 1s saja. Namun,
2
elektron 2s mudah dipromosikan ke orbital 2p untuk membentuk
orbital hibrida sp, sehingga berilium membentuk senyawa kovalen
sederhana dengan bentuk molekul linear seperti BeH2, BeCl2, dan
BeBr2. Oleh karena itu tidak ditemui senyawa kristalin atau larutan
2+
yang mengandung ion bebas Be .
Spesies berilium ionik hanya terdapat pada ion-ion yang muat-
annya dapat dilokalisasi ke dalam beberapa atom misalnya pada
2+
ion tetraakuaberilium(II), [Be(H2O)4] . Dalam spesies ini keempat
atom oksigen dari molekul air terikat secara kovalen pada ion pusat
berilium
dengan menempati keempat titik sudut tetrahedron karena ion
berilium
membentuk orbital hibrida sp3, sehingga berilium dalam hal ini
mempu- nyai bilangan koordinasi empat. Beberapa contoh lain adalah
2- 2- 2-
[BeF4] , [BeCl4] , dan [BeBr4] . Jadi, berilium oksida dan berilium
halida bersi-
fat kovalen, dan ini berbeda dengan oksida dan halida dari anggota al-
kali tanah yang lain yang bersifat ionik.
2+ 2-
Gambar 3.5 Geometri tetrahedral [Be(H2O)4] dan [Be(OH)4]
Berilium termasuk logam “daerah batas” (borderline) sebagaimana
ditunjukkan oleh sifat reaksi oksidanya. Oksida logam umumnya
bereaksi dengan asam menghasilkan kation logam yang bersangkutan,
dan dengan basa tidak menghasilkan anion oksi. Tetapi, berilium
oksida menunjukkan kedua sifat tersebut, yaitu dengan asam (ion
hidronium) membentuk kation tetraakuaberilium(II), dan dengan basa
(ion hidroksida) membentuk anion tetrahidroksoberilat(II); jadi, berilium
oksida menunjukkan sifat amfoterik. Kedua ion ini mempunyai
struktur tetrahedral (Gambar 3.5), menurut persamaan reaksi berikut:
+ 2+
H2O (l) + BeO (s) + 2 H3O (aq) → [Be(H2O)4] (aq)
- 2-
H2O (l) + BeO (s) + 2 OH (aq) → [Be(OH)4] (aq)

3.3.4 Magnesium, 12Mg


Di alam, magnesium didapatkan sebagai salah satu
komponen dari sejumlah campuran garam seperti karnalit,
MgCl2.KCl.6H2O, dan dolomit, MgCO3.CaCO3. Senyawa-senyawa ini
sesungguhnya bukan sekedar campuran garam rangkap, melainkan
kristal-kristal ionik murni. Dalam kristal ini kation-kation yang
berbeda ukurannya secara berselang-seling menyokong kestabilan
yang lebih besar pada kisi kristalnya dibandingkan dengan jika
hanya disokong oleh salah satu kationnya saja. Oleh karena itu,
karnalit tersusun oleh rakitan anion- anion klorida yang diselang-
selingi oleh kation magnesium, kalium, dan molekul air dengan rasio 3
: 1 : 1 : 6, dalam formula KMgCl3.6H2O.
Magnesium adalah ion paling umum ketiga yang dijumpai dalam
air laut setelah natrium dan klorida, sehingga air laut merupakan
3
sumber paling besar untuk industri logam ini. Dari 1 km air laut
terdapat kira- kira satu juta ton magnesium (~ 0,001 ppm). Dengan
8 3
10 km air laut di planet bumi kita, kebutuhan logam magnesium
lebih dari cukup. Proses ekstraksi kimiawi menurut Dow didasarkan
pada kenyataan bahwa magnesium hidroksida mempunyai
kelarutan lebih rendah daripada kelarutan kalsium hidroksida. Jadi,
jika suspensi serbuk halus kalsium hidroksida ditambahkan pada air
laut maka akan terjadi pengendapan magnesium hidroksida menurut
persamaan reaksi:
2+ 2+
Ca(OH)2 (s) + Mg (aq) → Ca (aq) + Mg(OH)2 (s)
Magnesium hidroksida disaring kemudian dinetralkan dengan asam
hidroklorida untuk memperoleh larutan magnesium klorida menurut
persamaan reaksi:
Mg(OH)2 (s) + 2 HCl (aq) → MgCl2 (aq) + 2 H2O (l)
Larutan diuapkan hingga kering dan resultannya dimasukkan ke dalam
sel elektrolitik yang mirip dengan sel Downs yang digunakan untuk
memproduksi natrium menurut persamaan reaksi berikut :
2+
Katode : Mg (MgCl2) + 2e Mg (l)
-
Anode : Cl (MgCl2) → Cl2 (g) + 2e
Logam magnesium terkumpul pada permukaan katode yang kemudian
dapat dipisahkan dengan penyedotan, sedangkan gas klorin yang
dihasilkan pada ruang anode, dapat direduksi kembali menjadi
hidrogen klorida sehingga dapat digunakan lagi untuk menetralkan
magnesium hidroksida.
Logam magnesium dapat teroksidasi oleh udara secara
perlahan- lahan pada temperatur kamar, tetapi pada pemanasan
reaksinya sangat hebat. Jika logam magnesium dibakar, akan timbul
nyala putih yang sangat terang. Oleh sebab itu pada awal fotografi
(bahkan masih sering hingga sekarang), serbuk magnesium dibakar
sebagai sumber penerangan (iluminasi):
2 Mg (s) + O2 (g) → 2 MgO (s)
Reaksi pembakaran logam magnesium tersebut berlangsung
sangat hebat, sehingga tidak dapat dipadamkan dengan bahan pema-
dam api dari karbon dioksida, melainkan harus dipadamkan
dengan bahan pemadam kebakaran klas D yang mengandung grafit
atau na- trium klorida, (klas A, B, dan C digunakan untuk pemadam
kebakaran konvensional). Bila grafit dengan logam dibakar akan
dihasilkan karbida logam yang akan membungkus permukaan logam
yang terbakar se- hingga secara efektif dapat menahan reaksi
pembakaran lebih lanjut. Natrium klorida meleleh pada temperatur
pembakaran magnesium dan
membentuk lapisan inert yang akan membungkus permukaan
logam sehingga mencegah terjadinya kontak lebih lanjut dengan
oksigen.
Magnesium yang sedang terbakar bahkan dapat bereaksi dengan
karbon dioksida menghasilkan magnesium oksida dan karbon menurut
persamaan reaksi:
2 Mg (s) + CO2 (g) → 2 MgO (s) + C (s)
Reaksi pembakaran tersebut secara demonstratif dapat dilakukan
dalam rongga dry ice (karbon dioksida padat), menimbulkan nyala
terang yang dapat diamati secara transparan dan akan meninggalkan
padatan hitam karbon (arang) dan abu putih (MgO).
Walaupun magnesium sangat reaktif, kereaktifannya tidak
seperti yang diharapkan berdasarkan nilai potensial reduksinya (-2,37
V). Kurangnya kereaktifan magnesium ini disebabkan oleh cepatnya
pembentukan oksidanya yang membungkus permukaan logam ini
sehingga melindungi kontak lebih lanjut dengan oksigen udara. Salah
satu perbedaan sifat kimiawi magnesium dari logam alkali tanah
lain dalam kelompoknya adalah sifat dekomposisi garam kloridanya.
Magnesium klorida monohidrat terdekomposisi menjadi garam klorida
basa pada pemanasan, sedangkan garam terhidrat klorida kalsium,
stronsium, dan barium membentuk garam anhidrat pada pemanasan,
menurut persamaan reaksi:
MCl2.2H2O (s) MCl2 (s) + 2 H2O (l) (M = Ca, Sr,
Ba) Mg(OH)Cl (s) + HCl (g)

 
MgCl2.H2O (s)


 
Magnesium mudah membentuk senyawa kovalen khususnya
dengan senyawa organik berukuran relatif besar. Hal ini berkaitan
-
dengan densitas muatan ion magnesium yang relatif tinggi, 120 C mm
3
(bandingkan dengan densitas muatan ion kalsium yang hanya 52 C
- 3
mm ). Sebagai contoh, logam magnesium dapat bereaksi dengan
senyawa halokarbon (alkil halida), misalnya bromoetana (C 2H5Br) dalam
pelarut etoksietana, (C2H5)2O (eter). Atom magnesium menyusup
masuk di antara atom-atom karbon dan halogen membentuk ikatan
kovalen dengan keduanya, dan menghasilkan suatu senyawa
organologam,
yang dikenal sebagai pereaksi Grignard, dan sangat luas dipakai pada
sintesis senyawa-senyawa organik; persamaan reaksinya adalah :
C2H5Br (eter) + Mg (s) → C2H5MgBr (eter)
Sebagian besar logam magnesium juga dimanfaatkan untuk logam
paduan aluminium-magnesium karena sifatnya yang ringan dengan
-3
densitas rendah yaitu 1,74 g cm .
3.3.5 Kalsium dan Barium
Kedua logam ini berwarna keabu-abuan, bereaksi lambat
dengan oksigen udara pada temperatur kamar tetapi terbakar hebat
pada pema- nasan. Kalsium terbakar hanya menghasilkan oksidanya,
tetapi barium dapat menghasilkan dioksida(2-) dalam kondisi oksigen
berlebihan, me- nurut persamaan reaksi:
2 Ca (s) + O2 (g) → 2 CaO (s)
2 Ba (s) + O2 (g) → 2 BaO (s)
Ba (s) + O2 (g) → BaO2 (s)
Pembentukan barium dioksida(2-) dapat dijelaskan dengan sifat den-
-3
sitas muatan ion barium yang rendah (23 C mm ), hampir sama den-
-3
gan densitas muatan ion natrium (24 C mm ), sehingga mampu men-
stabilkan ion-ion yang mudah terpolarisasi seperti dioksida(2-), O 2-
.
2
Berilium meneruskan sinar-X tetapi kalsium dan barium
menyerap kuat. Kerangka (tulang) dapat difoto dengan sinar-X
karena tulang mengandung kalsium yang dapat menyerap sinar-X.
Namun, unsur- unsur dalam jaringan lunak tidak menyerap sinar-
X, sehingga tidak memungkinkan untuk memvisualisasi gangguan
sakit perut dan usus besar dengan sinar-X. Ion barium merupakan
penyerap sinar-X yang baik, walaupun sangat beracun dapat
digunakan. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan menelan
senyawa BaSO4 yang sukar larut dalam bentuk suspensi (slurry)
dengan konsentrasi yang cukup aman terhadap kesehatan yaitu 2,4 x
-3 -1
10 g L . Dengan demikian keadaan organ-organ dalam perut dan
usus dapat terdeteksi oleh sinar-X
sedangkan senyawa BaSO4 akhirnya akan turut keluar bersama-sama
kotoran.
3.3.6 Oksida Logam Alkali Tanah
Logam-logam alkali tanah terbakar dalam udara membentuk
oksida normal, kecuali anggota kelompok yang densitas
muatannya rendah seperti barium yang membentuk (barium)
peroksida. Kecuali magnesium oksida yang tidak larut dalam air,
oksida-oksida logam alkali tanah umumnya bereaksi dengan air
membentuk hidroksidanya menurut persamaan reaksi:
MO (s) + H2O (l) → M(OH)2 (s) (M = Ca, Sr, Ba)
Magnesium oksida mempunyai titik leleh yang sangat tinggi
o
(2825 C), oleh karena itu senyawa ini jika dicampur dengan tanah
liat (batu bata) sangat bermanfaat sebagai bahan pelapis tungku pada
industri. Kristal magnesium oksida merupakan senyawa yang sedikit
berbeda dari oksida logam alkali tanah lainnya, karena senyawa ini
bersifat konduktor panas yang baik tetapi menunjukkan sifat
konduktor listrik yang buruk walaupun pada temperatur tinggi.
Kalsium oksida sering disebut kapur tohor (quicklime), banyak
digunakan pada produksi baja, dan dapat diperoleh dari
pemanasan kalsium karbonat pada temperatur sangat tinggi (> 1170
o
C), menurut persamaan reaksi :
CaCO3 (s)
CaO (s) + CO2 (g)

 
Kalsium oksida sebagai padatan dengan titik leleh yang sangat tinggi
bersifat unik. Jika nyala api diarahkan pada cetakan-cetakan kalsium
oksida, maka cetakan-cetakan ini menyala dengan warna putih
terang. Gejala ini dikenal sebagai termopendar cahaya
(thermoluminescence), sebagaimana juga ditemui pada Torium(IV)
oksida, ThO2, sehingga senyawa ini sering digunakan pada mantel
lampu dengan bahan bakar gas untuk keperluan berkemah).
Kalsium oksida bereaksi dengan air membentuk
hidroksidanya dan sering dipakai untuk menetralkan tanah yang
bersifat asam. Namun, penggunaan kalsium oksida ini dapat juga
mengakibatkan tanah terlalu basa, oleh karena itu lebih baik jika
dipakai serbuk batu kapur sebagai agen netralisasi; persaman reaksinya
adalah:
+ 2+
Ca(OH)2 (aq) + H3O (aq) → Ca (aq) + 3 H2O (l)
+ 2+
CaCO3 (s) + 2 H3O (aq) → Ca (aq) + CO2 (g) + 3H2O(l)

3.3.7 Hidroksida Logam Alkali Tanah


Kelarutan hidroksida logam-logam alkali tanah dalam air
semakin besar dengan naiknya nomor atom (Tabel 3.10) dan hanya
magnesium hidroksida yang sukar larut dalam air. Sifat magnesium
hidroksida yang sukar larut ini sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari misalnya yang berkaitan dengan penggunaan obat sakit
perut antasit. Sakit perut dapat disebabkan oleh kandungan asam
yang terlalu tinggi dalam perut. Untuk menetralkannya dapat dipakai
ion hidroksida, namun sayangnya ion hidroksida bersifat sangat
korosif dan dapat mengakibatkan rasa sakit seperti terbakar jika
dicerna. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut dipakai
serbuk halus suspensi magnesium hiroksida murni dalam air) yang
disebut susu magnesia. Kelarutan magnesium hidroksida yang rendah
berarti konsentrasi ion hidroksida bebas dalam suspensi tersebut
sangat kecil.
Larutan jenuh kalsium hidroksida disebut juga air kapur.
Larutan ini dapat dipakai untuk melakukan uji paling sederhana
terhadap gas karbon dioksida yang pada awalnya memberikan
endapan putih kalsium karbonat, namun endapan tersebut larut
kembali sebagai kalsium hidrogen karbonat pada penambahan gas
karbon dioksida berlebihan, menurut persamaan reaksi:
Ca(OH)2 (aq) + CO2 (g) → CaCO3 (s)
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca(HCO3)2 (aq)
2+ -
atau Ca (aq) + CO2 (g) + 2 OH (aq) → CaCO3 (s) + H2O (l)
2+ -
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca (aq) + 2 HCO 3 (aq)
Gas karbon dioksida bersifat asam, dan oleh karena itu dapat menye-
babkan kerusakan secara perlahan-lahan pada batu marmer yang di-
pakai pada bagian luar bangunan.
Tabel 3.10 Kelarutan hidroksida logam alkali tanah

Hidroksida Mg(OH)2 Ca(OH)2 Sr(OH)2 Ba(OH)2


-1
Kelarutan / g L 0,0001 1,2 10 47

3.3.8 Garam-garam logam Alkali Tanah


Kalsium Karbonat, CaCO3
Kalsium yang merupakan unsur terbanyak kelima di bumi,
sangat banyak terdapat sebagai kalsium karbonat dalam deposit masif
kapur (chalk), gamping atau batu kapur (limestone), dan marmer
yang tersebar luas di mana-mana. Kapur terbentuk juga di dalam
laut, terutama selama abad “Cretaceous” kira-kira 135 juta tahun lalu,
yang berasal dari kerangka organisme laut yang tak terhitung
jumlahnya. Batu kapur terbentuk dalam laut ini, tetapi sebagai
endapan sederhana karena jumlahnya yang semakin besar sehingga
berlebihan. Persamaan reaksinya adalah :
2+ 2-
Ca (aq) + CO3 (aq) CaCO3 (s).
Marmer terbentuk sebagai akibat dari adanya kombinasi panas
dan tekanan terhadap deposit batu kapur yang terpendam jauh di
dalam kerak bumi yangmengakibatkanbatukapur meleleh.
Lelehanbatukapur ini menjadi dingin kembali karena terdorong balik
ke permukaan yang akhirnya memadat menjadi bentuk padatan tebal
yang disebut marmer. Kalsium karbonat yang sangat murni terdapat
dalam dua bentuk kristal yang berbeda yaitu kalsit dan “Iceland spar”
(yang artinya tiang kapal Islandia). Kristal yang kedua ini lebih jarang
dijumpai, namun kristal ini bersifat unik dalam hal kemampuannya
meneruskan dua bayangan dari suatu objek yang diletakkan
dibawahnya. Kedua bayangan ini muncul
karena kristal ini memepunyai dua indeks refraksi atau indeks bias
yang berbeda.
Gua-guakapurterbentukkarenaaliranairhujanyangmengandung
karbon dioksida menerobos batu-batu kapur, dan melarutkan
sebagian batu kapur ini serta membawanya pergi dalam aliran air
dengan meninggalkan rongga-rongga sebagai gua, menurut
persamaan reaksi:
2+ -
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca (aq) + 2 HCO3 (aq)
Ion hidrogen karbonat bersifat sangat mudah terpolarisasi, oleh
karena itu hanya distabilkan oleh kation yang densitas muatannya
-3
rendah seperti natrium (densitas muatannya 24 C mm ), tetapi ion
ini tidak distabilkan oleh ion kalsium yang densitas muatannya tinggi
-3
yaitu 52 C mm . Dengan demikian penguapan larutan kalsium
hidrogen karbonat mengakibatkan terbentuknya kembali padatan
kalsium karbonat, menurut persamaan reaksi:
Ca(HCO3)2 (aq) → CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l)
Padatan kalsium karbonat inilah yang membentuk stalagmit, yaitu
kalsium karbonat yang bertumbuh terus-menerus dan semakin tinggi
dari dasar gua, dan stalagtit yaitu kalsium karbonat yang bertumbuh
terus menerus mengarah ke bawah dari atap gua.
Salah satu misteri terbesar di bidang geokimia adalah proses
pembentukan mineral dolomit. Dolomit dijumpai sebagai deposit
(endapan) yang sangat besar. Struktur kimianya adalah CaMg(CO3)2,
yang tersusun oleh ion-ion karbonat yang diselang-selingi secara
bergantian oleh ion kalsium dan magnesium. Satu hal yang
menarik adalah bahwa banyak deposit hidrokarbon (minyak)
dijumpai di dalam deposit dolomit. Jika larutan ion-ion kalsium,
magnesium, dan ion karbonat dicampur di laboratorium, maka
hanya akan diperoleh campuran kristal kalsium karbonat dan kristal
magnesium karbonat. Untuk membentuk dolomit dibutuhkan
o
temperatur diatas 150 C, suatu kondisi yang tidak mungkint erjadi
pada permukaan bumi . Selain itu, konsentrasi ion magnesium di
dalam air laut jauh lebih rendah
dibandingkan dengan ion kalsium. Hipotesis yang paling populer
adalah bahwa dasar batu kapur terbentuk lebih dulu dan
terpendam sangat dalam di dalam tanah, kemudian air yang kaya ion
magnesium diduga tersirkulasi melalui pori-pori batu kapur ini dan
secara selektif terjadi penggantian ion kalsium oleh ion magnesium.
Kelemahan yang mencolok dari hipotesis ini adalah adanya hal
yang sulit dimengerti mengapa pertukaran ion kalsium denga ion
3
magnesium dapat terjadi secara teratur (uniform) hingga ribuan km .
Meskipun ada kelemahan dari hipotesisi ini, sampai dengan saat ini
hipotesis tersebut masih merupakan penjelasan yang terbaik.
Kalsium karbonat dikenal secara populer sebagai antasit. Walau-
pun antasit menyediakan salah satu unsur esensial yang diperlukan tu-
buh, namun menimbulkan kerugian. Reaksinya dengan asam lambung
menghasilkan gas karbon dioksida dan ion kalsium yang ternyata
mem- punyai efek yang berlawanan dengan ion magnesium. Ion
kalsium me- nimbulkan efek sembelit (atau menyulitkan) sedangkan
ion magnesium menimbulkan efek pencahar (pencuci). Antasit
tertentu mengandung kedua jenis kation ini untuk saling menetralkan
efek yang ditimbulkan.

Semen
Telah disadari kira-kira sejak 1500 BC, bahwa pasta dari campuran
kalsium hidroksida dan pasir (mortar) dapat dipakai untuk merekatkan
batu bata atau batu-batu dalam konstruksi bangunan. Campuran
material tersebut secara perlahan mengikat karbon dioksida dari
udara dan mengubah kalsium hidroksida menjadi padatan keras
kalsium karbonat. Antara 100 BC hingga 400 AD, orang-orang Romawi
dengan sempurna menggunakan mortar kapur (gamping) untuk
mendirikan bangunan-bangunan dan pipa-pipa saluran air, dan
sampai sekarang produknya banyak yang masih bertahan. Mereka
juga membuat penemuan-penemuan
yangpentingyaitubahwacampuran abu gunung berapi dengan mortar
kapur (gamping) memberikan material yang jauh lebih kuat. Material-
material ini merupakan bahan dasar pembuatan semen modern.
Semen merupakan salah satu produk industri kimia terbesar
di dunia. Semen dibuat dengan menggerus batu kapur dan serpih
(alumino silikat) bersama-sama lalu memanaskan campuran ini hingga
o
1500 C. Reaksi kimia yang terjadi membebaskan karbon dioksida
dan melelehkan sebagian komponen membentuk padatan
gumpalan (bongkahan) yang disebut dengan kerak-arang (clinker).
Kerak-arang ini kemudian digerus menjadi serbuk dan dicampurkan
dengan sedikit kalsium sulfat. Campuran ini dikenal sebagai semen
Portland. Susunan kimia semen ini adalah ~ 26 % Ca2SiO4 (dikalsium
silikat), 51 % Ca3SiO5 (trikalsium silikat), dan 11% Ca3Al2O6
(trikalsium aluminat). Ketika air ditambahkan maka terjadi berbagai
reaksi hidrasi yang kompleks yang salah satu tipe reaksinya adalah:

2 Ca2SiO4 (s) + 4 H2O (l) → Ca3Si2O7.3H2O (s) + Ca(OH)2 (s)

Silikat trihidrat yang disebut gel tobermorit membentuk kristal kuat


yang merekatkan ikatan-ikatan kuat silikon-oksigen dengan pasir dan
agregat kerikil (batu-batu kecil) yang dicampurkan pada semen. Karena
produk lain dalam reaksi tersebut adalah kalsium hidroksida,
campuran ini harus diperlakukan sebagai material korosif ketika
mengeras.

Kalsium klorida
Kalsium klorida anhidrat bersifat higroskopik, mudah menyerap
uap air, dan oleh karena itu sering dipakai sebagai bahan
pengering di laboratorium kimia. Reaksi pembentukan heksahidrat,
CaCl2.6H2O, bersifat eksotermik. Kalsium klorida, sebagai ganti
natrium klorida, dapat dipakai untuk melelehkan es menurut dua cara.
Pertama, reaksinya dengan air sangat eksotermik, dan kedua, kalsium
klorida membentuk campuran yang membeku yang berakibat banyak
mereduksi titik leleh.

Kelarutan kalsium klorida dalam air sangat besar, dan larutan


dengan konsentrasi 30 % massa kalsium klorida dapat tetap bertahan
o
sebagai cairan hingga temperatur -55 C, sangat jauh lebih rendah
o
daripada temperatur terendah -18 C yang dihasilkan oleh
larutan
natrium klorida. Salah satu keuntungan penggunaan kalsium klorida
adalah bahwa ion kalsium kurang merusak tanaman disbanding
dengan ion natrium. Larutan kalsium klorida pekat bersifat seperti
lem yang terasa sangat lengkèt, dan sifat ini dapat diaplikasikan
untuk menangkap debu pada permukaan jalan yang tidak diperkeras.

Magnesium sulfat dan kalsium sulfat


Magnesium sulfat dijumpai sebagai heptahidrat, MgSO 4.7H2O;
pada mulanya diberi nama garam Epsom, yaitu nama suatu kota
di Inggris tempat garam tersebut pertama kali ditemukan. Seperti
garam magnesium yang lain, magnesium sulfat bersifat laksatif (efek
memperlancar).
Kalsium sulfat terdapat sebagai dihidrat, CaSO4.2H2O, dan dikenal
sebagai gipsum. Deposit mineral murni gipsum dengan densitas sangat
tinggi disebut alabaster, dan telah digunakan untuk keperluan seni
o
pahat. Jika dipanaskan ~ 100 C terbentuk hemihidrat, plester (gips
Paris), menurut persamaan reaksi :
CaSO4.2H2O (s)  CaSO4.½H2O (s) + 1½ H2O (l)
Padatanserbuk putih ini bereaksi dengan air
secaraperlahanmembentuk jarum-jarum yang bersambungan dari
kristal kalsium sulfat dihidrat yang sangat kuat-keras digunakan
sebagai plester (pembalut). Biasanya bahan ini lebih dikenal sebagai
pembalut gipsum.
Salah satu manfaat utama gipsum adalah penggunaannya
sebagai dinding tembok atau penyekat ruangan yang tahan api.
Gipsum tidak bisa terbakar dan dapat diproduksi dengan biaya
murah. Gipsum lebih disukai daripada kapur karena sifat reaksi
dehidrasi gipsum yang menghasilkan hemihidrat tersebut. Reaksi ini
akan terjadi dengan adanya api (kebakaran). Oleh karena reaksinya
-1
bersifat endotermik (hingga ~ 446 kJ mol ), maka jika terjadi
kebakaran gypsum ini akan menyerap energi dari api. Selain itu, setiap
mol air yang dihasilkan akan menyerap energi sebesar entalpi
-1
penguapan (~ 44 kJ mol ) untuk
mengubahnya menjadi gas atau uap air, dan uap air ini akan
mencegah konsumsi oksigen oleh api sehingga kebakaran lanjut dapat
dihambat.

Kalsium karbida, CaC2


Kalsium dengan karbon membentuk senyawa yang sangat
penting dalam industri yaitu kalsium karbida. Walaupun disebut
4-
karbida, senyawa ini tidak mengandung ion karbida, C , tetapi ion
dikarbida(2-),
2-
C , yang umumnya disebut ion asetilida. Senyawa ini mengadopsi
2
struktur NaCl, yaitu semua ion dikarbida(2-) menempati posisi anion
-
(seperti halnya Cl ) dan semua ion kalsium menempati posisi
+
kation (seperti halnya Na ) dalam struktur NaCl.
Kalsium karbida dibuat dengan memanaskan karbon (kokas) dan
o
kalsium oksida pada temperatur ~ 2000 C dalam tanur listrik
menurut persamaan reaksi:
CaO (s) + 3 C (s) CaC2 (s) + CO (g)

 
Penggunaan utama dikarbida ini adalah untuk memproduksi etuna
(asetilena) yang dipergunakan pada pengelasan, menurut persamaan
reaksi:
CaC2 (s) + H2O (l) Ca(OH)2 (s) + C2H2 (g)

 
Sejarahnya, lampu-lampu penambang menggunakan pembakaran gas
etuna yang diperoleh dari reaksi karbida dengan air. Para penjelajah
gua-gua masih sering menggunakan lampu karbida-air ini karena
dapat menghasilkan cahaya terang. Reaksi dengan dioksigen bersifat
sangat eksotermik (sehingga dapat dimanfaatkan pada proses
pengelasan), menurut persamaan reaksi:
2 C2H2 (g) + 5 O2 (g) → 4 CO2 (g) + 2 H2O (g) + kalor
Reaksi penting yang lainnya adalah dengan gas nitrogen.
o
Pada pemanasan sangat tinggi (~ 1100 C) dalam tanur listrik terjadi
pemutusan ikatan ganda tiga dinitrogen membentuk senyawa kalsium
sianamida menurut persamaan reaksi :
CaC2 (s) + N2 (g) CaCN2 (s) + C (s)

 
2-
Ion sianamida, [N=C=N] , bersifat isoelektronik dengan karbon
dioksida dan juga mempunyai bentuk molekul yang sama yaitu linear.
Kalsium sianamida merupakan bahan dasar untuk pembuatan berbagai
senyawa organik, termasuk plastik melamin. Senyawa ini juga dapat
digunakan untuk pupuk karena reaksinya dengan air akan
dibebaskan nitrogen secara perlahan menurut persamaan reaksi:
CaCN2 (s) + H2O (l) → CaCO3 (s) + 2 NH3 (g)

3.3.9 Kesamaan Berilium dengan Aluminium


Berilium (anggota pertama golongan 2) dan aluminium (anggota
ke dua golongan berikutnya, 3) mempunyai paling tidak tiga
kesamaan mencolok yaitu:
(1) Di udara, kedua unsur membentuk lapisan oksida yang dapat
melindungi permukaan unsur di bawahnya dari kontak lanjut
dengan udara.
(2) Kedua unsur bersifatamfoterik, bereaksi dengan asam
membentuk garamnya dan bereaksi dengan ion hidroksida pekat
membentuk anion berilat dan aluminat.
(3) Keduanya dapat membentuk karbida (Be2C dan Al4C3) yang
jika bereaksi dengan air membentuk metana, berbeda dengan
dikarbida(2-) anggota golongan alkali tanah lainnya yang
bereaksi
dengan air membentuk etuna, menurut persamaan reaksi:
Be2C (s) + 4 H2O (l) → 2 Be(OH)2 (s) + CH4 (g)
Al4C3 (s) + 12 H2O (l) → 4 Al(OH)3 (s) + 3 CH4
(g)

Namun demikian, terdapat perbedaan sifat kimiawi yang besar


antara berilium dan aluminium. Salah satu perbedaan ini adalah
formula
2+
senyawa hidratnya, berilium membentuk ion [Be(H 2O)4] sedangkan
3+
aluminium membentuk ion [Al(H2O)6] . Bilangan koordinasi
atom
pusat berilium yang rendah (koordinasi 4) diduga sebagai akibat dari
3 2
tidak tersedianya orbital d (untuk membentuk orbital hibrida sp d )
dan
kecilnya ukuran ion berilium untuk mengakomodasi enam molekul air.
Perbedaan besar antara berilium dengan anggota golongan
alkali tanah lainnya dan kesamaan berilium dengan aluminium dapat
dijelaskan melalui aspek densitas muatan. Densitas muatan ion
-3
berilium dalam geometri tetrahedron adalah ~ 1100 C mm ,
sedangkan untuk ion aluminium dalam geometri tetrahedron
-3
dengan jari-jari 53 pm adalah ~ 770 C mm (dan dalam geometri
-3
oktahedron dengan jari- jari 68 pm yaitu ~ 364 C mm ). Jadi,
densitas muatan ion berilium lebih mendekati densitas muatan ion
aluminium, dan sangat jauh menyimpang dari densitas muatan ion
-3
anggota alkali tanah yang lain (120 - 23 C mm , Tabel 3.4).

3.3.10 Soal-soal Golongan Alkali Tanah


1. Tuliskan persamaan reaksi dari proses berikut:
(a) Pemanasan kalsium dalam oksigen
(b) Pemanasan kalsium karbonat
(c) Penguapan larutan kalsium hidrogen karbonat
(d) Pemanasan kalsium oksida dengan karbon
2 Untuk logam-logam alkali tanah (tanpa berilium):
(a) logam mana yang paling lunak
(b) logam mana yang mempunyai densitas terbesar
(c) hidroksida mana yang paling sukar larut
(d) garam sulfat mana yang paling sukar larut
3. Jelaskan garam mana yang lebih mudah larut dalam air: Garam-
garam logam alkali tanah dengan anion dinegatif atau garam-
garam logam alkali tanah dengan anion mononegatif ?
4. Jelaskan mengapa ion terhidrat untuk berilium mempunyai formula
2+ 2+
[Be(H2O)4] , sedangkan untuk magnesium adalah [Mg(H2O)6]
?
5. Logam magnesium relatif berbeda dari anggota logam alkali
tanah dibawahnya. Jelaskan hal ini �
6. Jelaskan secara ringkas bagaimana terjadinya gua kapur?.
7. Beberapa garam alkali tanah mempunyai nama konvensional, beri
formula dan nama ilmiahnya untuk (a) karnalit, (b) dolomit, (c)
gipsum, (d) susu magnesia.
8. Jelaskan mengapa barium dapat membentuk senyawa peroksida,
BaO2, sedangkan logam alkali tanah yang lain tidak.
9. Jelaskan kesamaan antara berilium dengan aluminium.
10. Jelaskan mengapa magnesium berbeda dengan logam alkali tanah
yang lain dalam hal kemampuannya membentuk senyawa dengan
senyawa-senyawa organik, misalnya sebagai pereaksi Grignard �

0
LoGAM GoLoNGAN p

4.1 Pendahuluan
Logam-logam golongan utama terdiri atas golongan s yaitu
golongan 1 (alkali) dan golongan 2 (alkali tanah), dan golongan p yang
meliputi golongan 13, 14, dan 15. Pada bab ini yang akan dibicarakan
adalah logam-logam utama golongan 13, 14 dan 15 secara selektif.
Logam golongan 13, yang akan dibicarakan adalah aluminium, galium,
indium, dan talium, golongan 14 adalah timah, dan timbel, sedangkan
dari golongan 15 hanya satu unsur saja yaitu bismut. Secara umum
logam-logam golongan p kurang reaktif dibandingkan dengan logam-
logam golongan s.
4.2 GOLONGAN 13
4.2.1 Kecenderungan Golongan 13
Golongan 13 terdiri atas unsur-unsur boron, aluminium, galium,
indium, dan talium. Dari semua unsur golongan ini, boron merupakan
satu-satunyaunsurnonlogamdandiklasifikasisebagaiunsur semilogam,
yang secara terpisah telah dibicarakan dalam Buku Kimia
Anorganik Nonlogam. Unsur-unsur dari golongan ini tidak
menunjukkan pola titik leleh yang sederhana (teratur), tetapi
menunjukkan pola titik didih
yang cenderung menurun dengan naiknya nomor atom (Tabel 4.1).
Ketidakteraturan sifat ini disebabkan oleh perbedaan organisasi
struktur fase padat dari masing-masing unsur. Boron membentuk
kluster dengan 12 atom yang mempunyai bangun geometri
isosahedron. Aluminium mengadopsi struktur kubus pusat muka
(fcc), tetapi galium membentuk struktur yang unik yang tersusun
oleh pasangan-pasangan atom, sedangkan indium dan talium
masing-masing mempunyai struktur yang berbeda lagi.

Tabel 4.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13

Karakteristika 5B 13Al 31Ga 49In 81Tl


[2He][10Ne] [18Ar] 3d10 [ Kr] 4d10 [ Xe] 4f 14
Konfigurasi elektronik 36 54
2 1 2 1 2 1 2 1 10 2 1
2s 2p 3s 3p 4s 4p 5s 5p 5d 6s 6p
o
Titik leleh / C 2180 660 30 157 303
o
Titik didih / C 3650 2467 2403 2080 1457
-3
Densitas / g cm 2,35 2,73 5,9 7,3 11,5
Jari-jari atomik / pm (80-90) 143 122 163 170
3+
Jari-jari ionik, M / pm +
25 51 62 76 95 (Tl ,147)
(Bilangan koordinasi 4)
Energi ionisasi I 800,6 577,6 578,8 558,3 589,3
-1
/ kJ mol III 3659,8 2744,8 2963 2705 2878
Elektronegativitas 2,0 1,5 1,8 1,5 1,4
o
E /V
3+ - 0,87**) - 1,66 - 0,53 - 0,343 - 0,719
M + 3e → M (s)
*)
Tingkat oksidasi +3 +3 (+1), +3 (+1), +3 +1, (+3)
*) Tingkat oksidasi dalam tanda kurung, ( ), lebih jarang ditemui
+
**) untuk reaksi H3BO3 + 3 H + 3 e → B (s) + H2O

Boron yang bersifat semilogam, cenderung membentuk


ikatan kovalen. Namun demikian, ikatan kovalen juga umum
terjadi pada unsur-unsur metalik dalam golongan ini. Hal ini
dikaitkan dengan tingginya muatan (+3) dan pendeknya jari-jari
tiap ion logam yang

Logam Golongan 155


p
bersangkutan sehingga menghasilkan densitas muatan positif yang
sangat tinggi, yang pada gilirannya mampu mempolarisasi setiap
anion yang mendekatinya untuk membentuk ikatan kovalen.

Golongan 13 umumnya membentuk senyawa dengan tingkat


oksidasi +3, namun Ga, In, dan Tl dapat juga membentuk tingkat
oksidasi lainya yaitu +1. Ga dan In lebih dominan dengan tingkat
oksidasi +3, sedangkan Tl lebih dominan dengan tingkat oksidasi +1.
Sesungguhnya perlu dicatat bahwa formula suatu senyawa kadang-
kadang menyesatkan. Misalnya, galium membentuk garam
klorida, GaCl2, suatu formula yang mengindikasikan adanya
galium dengan tingkat oksidasi +2. Tetapi, struktur yang
sesungguhnya untuk senyawa
+ -
ini yang telah berhasil diidentifikasi adalah [Ga] [GaCl4] . Jadi, senyawa
ini mengandung galium dengan tingkat oksidasi +1 dan +3.
Kestabilan keadaan ionik golongan 13 ini berkaitan dengan
terja- dinya hidrasi ion logam yang bersangkutan. Untuk ion tripositif
alumi- nium misalnya, entalpi hidrasi yang sangat tinggi, yaitu - 4665
-1
kJ mol , hampir sama dengan jumlah ketiga energi ionisasinya yaitu
-1
sebasar ~ + 5137 kJ mol . Jadi, senyawa aluminium yang dianggap
3+
sebagai senya- wa ionik tidak mengandung ion sederhana Al tetapi
sebagai ion kom-
3+
pleks heksakuaaluminium(III),[Al(H2O)6] .

4.2.2 Aluminium, 13Al


Nama aluminium diturunkan dari kata alum yang menunjuk
pada senyawa garam rangkap KAl(SO4)2.12H2O. Kata ini berasal dari
bahasa latin alumen yang artinya garam pahit. Oleh Humphry
Davy, logam dari garam rangkap ini diusulkan dengan nama
alumium dan kemudian berubah menjadi aluminum. Namun, nama
inipun segera termodifikasi menjadi aluminium yang menjadi
populer di seluruh dunia kecuali di Amerika Utara tempat American
Chemical Society (Himpunan Masyarakat Kimia Amerika) pada tahun
1925 memutuskan tetap menggunakan istilah aluminum di dalam
publikasinya.
2 1
Aluminium dengan konfigurasi elektronik [10Ne] 3s 3p
mempunyai tingkat oksidasi +3 dalam senyawanya. Logam aluminium
tahan terhadap korosi udara, karena reaksi antara logam aluminium
dengan oksigen udara menghasilkan oksidanya, Al2O3,
yangmerupakan lapisan nonpori dan membungkus permukaan logam
tersebut sehingga tidak terjadireaksilanjut. Lapisan dengan ketebalan
-4 -6
10 -10 mm sudah
cukup mencegah terjadinya kontak lanjut permukaan logam
dengan oksigen. Hal ini dapat terjadi karena ion oksigen mempunyai
jari-jari ionik ~124 pm, tidak jauh berbeda dari jari-jari metalik atom
aluminium (143 pm). Akibatnya, kemasan permukaan hampir tidak
berubah, karena jari-jari ion aluminium (~ 68 pm) “tepat” menempati
rongga-rongga struktur permukaan oksida sebagaimana dilukiskan
Gambar 4.1. Hal ini berbeda dengan oksida besi yang berpori, tidak
mampu melindungi bagian dalam logam besi sehingga korosi terus
berlanjut.

Gambar 4.1 Modelpembentukan lapisan tunggal Al2O3 pada permukaanlogam


aluminium

Untuk menaikkan daya tahan terhadap korosi, logam aluminium


“dianodasi” artinya permukaan logam aluminium sengaja dilapisi
dengan aluminium oksida secara elektrolisis. Aluminium yang
dianodasi ini mempunyai ketebalan lapisan ~ 0,01 mm dan lapisan
oksida setebal ini mampu menyerap zat warna sehingga permukaan
logam dapat diwarnai. Pada proses “anodasi” ini, logam aluminium
dipasang sebagai anode, grafit sebagai katode dan larutan asam sulfat
sebagai elektrolit. Persamaan reaksi elektrolisisnya adalah:
154 Kimia Anorganik Logam
Pada anode terjadi oksidasi Al:
+
2 Al (s ) + 6 H2O (l) → Al2O3 (s ) + 6 H3O (aq ) + 6 e
(reaksi ini tidak akan berlanjut manakala anode Al telah terlapisi rata oleh Al2O3)

Pada katode (reduksi):


+
6 H3O (aq ) + 6 e → 6 H2O (l) + H2 (g)
Logam aluminium berwarna putih, mengkilat, mempunyai titik
o
leleh tinggi yaitu sekitar 660 C, moderat lunak dan lembek-lemah
jika dalam keadaan murni, tetapi menjadi keras dan kuat jika dibuat
paduan dengan logam-logam lain. Densitasnya sangat ringan yaitu
-3
sebesar 2,73 g cm . Aluminium merupakan konduktor panas dan
konduktor listrik yang baik, namun sifat ini lebih rendah
dibandingkan dengan sifat konduktor tembaga. Atas dasar sifat-sifat
tersebut, logam aluminium sangat banyak manfaatnya. Dalam industri
rumah tangga, misalnya untuk peralatan masak / dapur, dalam
industri makanan misalnya untuk pembungkus makanan, kaleng
minuman, pembungkus pasta gigi dan lain sebagainya. Sebagai bahan
bangunan misalnya untuk mebel, pintu, dan jendela, juga sebagai
bahan dasar dalam industri pesawat terbang, kapal dan mobil.
Serbuk aluminium dapat pula dipakai untuk bahan cat-aluminium,
dan masih banyak lagi yang lain.
Bahanbakaryangdipakaiuntukmendorongroketyangmembawa
pesawat ulang-alik Columbia buatan Amerika Serikat adalah
campuran padatan dari logam aluminium dan NH4ClO4. Mengapa?
Reaksi oksidasi logam aluminium bersifat eksotermik dengan nilai
entalpi pembentukan aluminium oksida yang sangat tinggi. Jika
campuran Al dan NH4ClO4 dibakar, maka NH4ClO4 akan terurai dan
logam aluminium dioksidasi menjadi Al2O3 menurut persamaan
reaksi:
2 NH4ClO4 (s) → N2 (g) + Cl2 (g) + 2 O2 (g) + 4 H2O (g)
-1
∆H = - 376,7 kJ mol
o -1
½ Al + 1½ O2 → Al2O3 ∆H = - 1670 kJ mol
f
o
Pembebasan panas yang sangat tinggi tersebut (∆H ) menyebabkan
f
gas-gas yang terbentuk mengalami ekspansi yang sangat kuat sehingga
mampu mengangkat roket.
Manfaat lain yang istimewa bagi logam aluminium adalah
afinitasnya (daya gabung) yang sangat kuat dengan oksigen. Sebagai
contoh, reaksi serbuk aluminium dengan oksida-oksida logam transisi
Fe2O3 juga menghasilkan kalor yang sangat tinggi:
o -1
Al (s) + Fe2O3 (s) → Al2O3 (l) + Fe (l) ∆H = - 852 kJ mol
Reaksi ini (reaksi termit) menghasilkan panas yang sangat tinggi
o
hingga temperatur kira-kira 3000 C, dan oleh karena itu reaksi ini
sering dimanfaatkan misalnya pada proses pengelasan besi atau baja
rel kereta api.
Senyawa tawas, misalnya KAl(SO4)2.12H2O, barangkali dapat
dengan mudah dijumpai di pasaran, bermanfaat dalam proses
penjernihan air dan industri pencelupan atau pewarnaan. Aluminium
sulfat dapat juga dipakai sebagai bahan pemadam kebakaran tipe
busa jika dicampur dengan soda NaHCO3.
Dalam proses penjernihan air, biasanya tawas dicampur dengan
air kapur, Ca(OH)2 , dan persamaan reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
3+ 2- 2+ -
Al (aq) + SO4 (aq) + Ca (aq) + 3 OH (aq) → Al(OH)3(s) + CaSO4(s)

Produk reaksi ini berupa gelatin yang mampu menyerap kotoran


dan zarah bakteri untuk dibawa mengendap ke dasar tempat air
sehingga diperoleh air yang jernih.
Dalam industri pencelupan warna, larutan tawas ditambahkan
dan dipanaskan dengan uap air bersama dengan bahan (kain) yang
akan dicelupkan. Pada proses ini tawas akan mengalami hidrolisis
menghasilkan endapan gelatin Al(OH)3 yang akan melekat pada serat
kain, dan menyerap serta melekatkan warna pada serat kain menjadi
lebih kuat.
Bahan pemadam kebakaran, dapat berupa larutan aluminium
sulfat dan larutan NaHCO3. Jika kedua larutan ini bercampur maka
akan terjadi reaksi asam-basa. Larutan garam aluminium sulfat bersifat
asam, artinya hidrolisis garam ini menghasilkan endapan Al(OH)3
+
dan ion H3O -yang membawa sifat asam. Ion ini selanjutnya bereaksi
dengan HCO sehingga terjadi dekomposisi yang menghasilkan gas
3
CO2. Campuran CO2(g) dan Al(OH)3(s) ini dihasilkan sebagai busa
yang distabilkan oleh pengemulsi hingga dapat disemprotkan pada
api. Busa ini akan menyelimuti api dan mencegah kontak dengan
oksigen-udara
sehingga api menjadi padam. Persamaan reaksinya secara sederhana
adalah: 3+
Al (aq) + 3 - (aq) → Al(OH) (s) + 3 (g)
HCO CO
3 3 2
Batu permata alami yang secara umum tersusun oleh oksida
Al2O3, dapat berwarna karakteristik dan menarik dengan adanya
pengotor tertentu dalam jumlah yang sangat sedikit saja. Misalnya
safir biru dengan pengotor Fe, Ti, safir hijau dengan pengotor Co,
safir kuning dengan pengotor Ni, Mg, safir bintang dengan pengotor
Ti, safir merah dengan pengotor, Cr, dan safir putih tanpa pengotor.
Dengan demikian, batu permata sintetis dapat dibuat dengan reaksi
pencampuran dari lelehan korundum (α-Al2O3) dengan oksida
logam tertentu sesuai dengan warna yang dikehendaki.

Sifat Kimiawi Aluminium


Serbuk aluminium terbakar dalam api menghasilkan debu awan
aluminium oksida menurut persamaan reaksi:
4 Al (s) + 3 O2 (g) → 2 Al2O3 (s)
Logam aluminium bersifat amfoterik, bereaksi dengan asam kuat
membebaskan gas hidrogen, dan dengan basa kuat membentuk
aluminat dan gas hydrogen menurut persamaan reaksi:
+ 3+
2 Al (s) + 6 H3O (aq) → 2 Al (aq) + 6 H2O (l) + 3 H2 (g)
- -
2 Al (s) + 2 OH (aq) + 6 H2O (l) → 2 [Al(OH)4] (aq) + 3 H2 (g)
Dalam air, ion aluminium terdapat sebagai ion heksaakua-
3+
aluminium(III), [Al(H2O)6] , tetapi mengalami hidrolisis secara ber-
tahap hingga menjadi ion tetraakuadihidroksoaluminium(III) menurut
reaksi:
3+ 2+ +
[Al(H2O)6] (aq) + H2O (l) [Al(H2O)5(OH)] (aq) + H3O (aq)
2+ + +
[Al(H2O)5(OH)] (aq) + H2O (l) [Al(H2O)4(OH)2] (aq) + H3O (aq)
Jadi, larutan garam aluminium bersifat asam dengan tetapan ionisasi
asam hampir sama dengan asam asetat. Campuran dalam
antiperspiran (antipeluh) yang biasa disebut aluminium hidrat terdiri
atas garam- garam klorida dari kedua ion kompleks hidrokso tersebut.
Ion aluminium dalam kedua senyawa inilah yang berperan
mengkerutkan pori-pori permukaan kulit.
Penambahan ion hidroksida pada ion aluminium pada
awalnya menghasilkan endapan gelatin aluminium hidroksida,
kemudian larut kembali pada penambahan hidroksida berlebihan
membentuk ion aluminat, menurut persamaan reaksi:
- -
3+ + OH + OH -
[Al(H2O)6] (aq)  Al(OH)3 (s)  [Al(OH)4] (aq)
 
Ini berarti bahwa ion aluminium larut pada pH rendah dan tinggi
tetapi tidak larut pada kondisi netral.

Sumber dan Ekstraksi Aluminium


Aluminium sangat berlimpah terdapat di alam, dan merupakan
logam terbanyak di kerak bumi (~ 8,3 % berat kerak bumi) dan
terbanyak ketiga setelah oksigen (~ 45,5 %) dan silikon (~25,7 %).
Oleh karena aluminium sangat reaktif khususnya dengan oksigen,
unsur aluminium tidak pernah dijumpai dalam keadaan bebas di alam,
melainkan sebagai senyawa yang merupakan penyusun utama dari
bahan tambang bijih bauksit yang berupa campuran oksida dan
hidroksida aluminium. Bauksit adalah batuan aluminium yang
terjadi karena iklim alam setempat, pada mulanya ditemukan oleh
P. Berthier pada tahun 1821 di daerah dekat Les Baux, Provence. Di
daerah dengan iklim temperatur
seperti Eropa (mediteran), bauksit terutama terdapat sebagai aluminium
oksida monohidrat, AlO(OH) atau Al2O3.H2O, sedangkan di daerah
tropik umumnya terdapat sebagai aluminium oksida trihidrat, Al(OH) 3
atau Al2O3.3H2O. Rumus umum bauksit adalah AlOx (OH)3-2x (0 < x <
1).
Komposisi bauksit dalam perdagangan biasanya adalah:
Al2O3 (40 – 60 %) H2O terikat (12 – 30 %)
Fe2O3 (7 – 30 %) SiO2 bebas dan terikat (1 - 15 %)
TiO2 (3 – 4 %) F, P2O5, V2O5, dan lain-lain (0,05 - 0,2 %)
Produksi aluminium di dunia cukup besar, kira-kira 10 8 ton pada
tahun 1988. Dari sebanyak ini, Australia memproduksi ~ 36 %, Guinea
~ 17 %, Brazil ~ 8 %, Yamaika ~ 7 %, dan Rusia ~ 6 %. Sayang
sekali, produksi bauksit di negara kita belum tercatat di urutan ke
berapa di dunia ini. Bauksit sangat mudah ditambang karena mineral
ini pada umumnya terdapat sebagai lapisan yang luas dengan
ketebalan 3 -10 meter dari permukaan tanah.
Aluminium merupakan unsur penyusun utama mineral-mineral
alam asli; selain bauksit yaitu kelompok batuan aluminosilikat termasuk
feldspar dan mika. Iklim setempat, khususnya temperatur, dapat
menghasilkan berbagai mineral lempung seperti:
kaolin - Al2(OH)4 Si2O5 atau Al2O3.2H2O.2SiO2,
spinel - MgAl2O4 atau MgO.Al2O3,
garnet - Ca3 Al2 (SiO4)3 atau 3CaO.3SiO2.Al2O3.
beril - Be3 Al2 Si6O18 atau 3BeO.6SiO2.Al2O3.
korundum - (α)-Al2O3 dan
kriolit - Na3AlF6
Pada dasarnya, pembuatan logam aluminium meliputi dua
tahap (Lihat Bab 3) yaitu (1) tahap ekstraksi, pemurnian, dan
dehidrasi bijih bauksit, dan (2) tahap elektrolisis sebagaimana
ditunjukkan secara diagramatik pada Gambar 4.2. Dewasa ini
bauksit diolah menurut proses Bayer. Pada awalnya bijih bauksit
kasar dan tidak murni yaitu yang bercampur sebagian besar dengan
oksida-oksida besi dan silikon
digiling sampai halus (grinding), kemudian ditambahkan larutan NaOH
pekat Oleh karena (bijih) oksida aluminium bersifat amfoterik maka akan
diperoleh larutan aluminat dan oksida silikon menjadi larutan silikat.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini dapat dituliskan sebagai berikut:
- -
Al2O3 (s) + 2 OH (aq) + 3 H2O (l) → 2 [Al(OH)4] (aq)
- 2-
SiO2 (s) + 2 OH (aq) → SiO3 (aq) + H2O (l)

Sisa material lain yang tidak larut terutama oksida besi dan TiO 2 yang
berupa lumpur merah, dapat dipisahkan dengan penyaringan. Untuk
memisahkan larutan aluminat dari silikat, ke dalam larutan basa ini
dialirkan gas CO2 yang bersifat asam lemah sehingga pH larutan
turun, dan dengan demikian aluminat akan berubah menjadi
Al(OH)3 yang mengendap, sedangkan ion silikat masih tetap berada
dalam larutan. Pengendapan ini dapat pula dilakukan dengan
penambahan Al2O3 sebagai pengumpan. Persamaan reaksinya
dapat dituliskan sebagai berikut:
- +
CO2 (g) + 2 H2O (l) → HCO3 (aq) + H3O (aq)
+ -
H3O (aq) + [Al(OH)4] (aq) → Al(OH)3 (s) + 2H2O (l)
Endapan basa Al(OH)3 yang telah dipisahkan, selanjutnya dikeringkan
o
dan dipanaskan pada temperatur tinggi, kira-kira 1200 C, untuk
melepaskan molekul air dari basanya hingga diperoleh oksidanya:
2 Al(OH)3 (s)  Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Oksida ini kemudian diproses dalam tahap kedua yaitu
elektrolisis. Aluminium oksida dengan muatan ion yang tinggi
mempunyai energi kisi yang tinggi pula, sehingga mengakibatkan
o
titik lelehnya juga sangat tinggi (~ 2045 C). Untuk perlakuan
elektrolisis diperlukan titik leleh yang lebih rendah, dan ini dapat
dilakukan dengan melarutkan Al2O3 ke dalam elektrolit kriolit,
o
Na3[AlF6]. Titik leleh campuran ini jauh lebih rendah (~ 1000 C),
o
sehingga proses ini dapat dioperasikan pada temperatur ~ 950 C.
Dalam proses ini dipakai rangkaian anode karbon yang dipasang
secara paralel dan katode karbon yang dipasang sebagai
pelapis bak sel (Gambar 3.3). Persamaan reaksi pada proses elektrolisis
ini adalah:
2-
Anode : ( 2 O (Na3 [AlF6] ) → O2 (g) + 4 e ) 3x
3+
Katode :��������������������������������
( Al (Na3 [AlF6] ) + 3 e → Al (l) ) 4x
� +
Persamaan reaksi total : 2 Al2O3 (l) → 4 Al (l) + 3 O2 (g)

Oksigen yang dihasilkan pada proses dengan temperatur tinggi


ini dapat bereaksi dengan anode karbon, menghasilkan gas CO dan
CO2, sehingga lama kelamaan anode karbon semakin berkurang dan
harus diganti dengan yang baru secara periodik. Lelehan logam
o
aluminium hasil elektrolisis ini (titik leleh ~ 660 C) mengumpul pada
bagian dasar bak sel, sehingga mudah untuk dikeluarkan, dan Al2O3
yang baru dapat ditambahkan sehingga proses berlanjut terus.
Dengan proses seperti ini dapat diperoleh logam aluminium dengan
kemurnian yang tinggi yaitu antara 99,8 - 99,9 %. Proses elektrolisis
ini membutuhkan energi listrik yang sangat tinggi yaitu arus listrik ~
4
3,5 x 10 A pada 6 V, dan oleh karena itu proses ini mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi hanya jika energi listrik murah. Sebagai
gambaran, untuk memproduksi 1 kg aluminium dibutuhkan ~ 2 kg
aluminium oksida, 0,6 kg anode karbon, 0,1 kg kriolit, dan 16 kWh
listrik.
Kebutuhan kriolit, Na3[AlF6], untuk proses elektrolisis ternyata
tidak tercukupidari sumber alam, oleh karena itu
diupayakanpenyediaan
kriolit yang dapat diperoleh dari dua cara reaksi sintesis berikut:

(1) 12 HF (aq) + Al2O3.3 H2O (s) + 6 NaOH (aq) →


2 Na3 AlF6 (s) + 12 H2O (l)
(2) 3 SiF4 (g) + 2 H2O (l) → 2 H2SiF6 (aq) + SiO2 (s)
H2SiF6 (aq) + 6 NH3(aq) + 2 H2O (l) →
6 NH4F(aq) + SiO2 (s)
6 NH4F(aq) + Na[Al(OH)4] + 2 NaOH (aq) →
Na3 AlF6 (s) + 6 NH3(aq) + 6 H2O (l)
Namun demikian, fungsi kriolit sebagai elektrolit kadang-kadang
dapat digantikan dengan campuran garam-garam fluorida, 2 AlF3 - 6
NaF - 3 CaF2.

Gambar 4.2 Bagan ekstraksi logam aluminium

Produksi aluminium selalu disertai dengan empat hasil samping


yang menimbulkan problem besar yaitu polusi yang berupa:
(1) lumpur merah hasil dari pemurnian bauksit yang bersifat
sangat basa
(2) gas hidrogen fluorida hasil reaksi kriolit dengan kelumit-kelumit
uap dalam aluminium oksida
(3) oksida-oksida karbon hasil reaksi anode dengan oksigen, dan
(4) fluorokarbon hasil reaksi fluorin dengan anode karbon.
Untuk mengatasi problem dalam pembuangan lumpur
merah, suspensi keruh (slurry) lumpur dimasukkan ke dalam tangki
penenang hingga komponen cairanyangsebagian besar larutan
natriumhidroksida dapat dipisahkan dari padatannya untuk kemudian
didaur ulang atau dinetralisasi. Padatan lumpur yang sebagian besar
adalah besi(III) oksida dapat dilebur dan besinya dapat diekstraks.
Penyebaran gas hidrogen fluorida dapat diatasi dengan memasang
filter Al2O3 sehingga gas hidrogen fluorida dapat diserap menjadi
produk baru yaitu AlF3, yang selanjutnya dapat ditambahkan secara
periodik ke dalam luluhan untuk
didaur ulang. Produksi gas beracun karbon monoksida dapat dikurangi
dengan pemanasan di udara sehingga terjadi karbon dioksida.
Untuk produksi setiap ton aluminium dihasilkan ~ 1 kg tetraflu-
orometana, CF4, dan 0,1 kg heksafluoroetana, C 2F6. Kedua senyawa ini
merupakan pendukung klorinfluorokarbon yang memberikan kontri-
busi pada efek greenhouse, dan problem ini belum teratasi hingga kini.

Oksida, Hidroksida, dan Garam Aluminium


Sebagaimana telah dinyatakan pada bagian terdahulu bahwa
unsur aluminium sangat reaktif, dan hanya mempunyai satu
macam tingkat oksidasi yaitu +3. Dengan demikian, hanya ada
satu macam senyawa oksidanya yaitu Al2O3 dan satu macam
hidroksidanya yaitu Al(OH)3 yang berwarna putih dan sukar larut dalam
air. Oleh karena itu, bila ke dalam larutan garam aluminium
ditambahkan suatu basa maka akan terbentuk endapan putih-gelatin
menurut persamaan reaksi:
3+ -
Al (aq) + 3 OH (aq) → Al(OH)3 (s)
3+
Ion Al relatif kecil ukurannya, namun karena muatan ionnya
tinggi (+3) sehingga densitas muatannya juga tinggi, maka dalam
larutan air kation ini mampu mengakomodasi enam molekul H2O,
yang bersifat polar dengan atom O mengarah pada ion logam,
membentuk
3+
ion kompleks [Al(H2O)6] dengan bentuk geometri oktahedron. Dalam
perspektif senyawa kompleks, persamaan reaksi tersebut di atas lebih
sering dituliskan sebagai :
3+ -
[Al(H2O)6] (aq) + 3 OH (aq) → [Al(H2O)3(OH)3] (s) + 3 H2O (l)
-
Gugus OH yang terikat pada endapan aluminium hidroksida
tersebut sesungguhnya bukan berasal dari basa yang ditambahkan
3+
melainkan berasal dari molekul H2O dalam ion kompleks [Al(H2O)6]
+
yang terionisasi menghasilkan asam (H3O ):
3+ 2+ +
[Al(H2O)6] (aq) + H2O (l) [Al(H2O)5(OH)] (aq) + H3O (aq)
Ionisasi ini menjadi semakin kuat, artinya keseimbangan bergeser ke
kanan jika ke dalam ion kompleks ini ditambahkan suatu basa
yang
+
akan menetralkan ion H3O yang terbentuk. Dengan demikian, jumlah
molekul H2O dalam ion kompleks yang terionisasi semakin bertambah
dan akhirnya terbentuk endapan putih Al(OH)3 atau senyawa
kompleks triakuatrihidroksoaluminium(III), [Al(H2O)3(OH)3].
Larutan sulfida atau karbonat juga mampu mengendapkan
aluminium hidroksida, karena larutan
-
tersebutmenghasilkankonsentrasi ion OH yang cukup tinggi sebagai
akibat terjadinya hidrolisis menurut persamaan reaksi:
2- - -
S (aq) + H2O (l) HS (aq) + OH (aq)
2- - -
CO 3 (aq) + H 2O (l) HCO (aq) + OH (aq)
3
Oksida aluminium dapatdiperolehdari pemanasan
o
hidroksidanya. Pemanasan hidroksida ini di atas 850 C menghasilkan
oksida yang tak larut dalam asam maupun basa, tetapi pada
pemanasan di bawah 600 oC diperoleh oksida yang larut dalam asam
maupun basa atau bersifat amfoterik. Hidroksida aluminium juga
bersifat amfoterik.
+ 3+
Al2O3 (s)+ 6 H3O (aq) → 2 Al (aq) + 9 H2O (l)
- -
Al2O3 (s) + 2 OH (aq) + 3 H2O (l) → 2 [Al(OH)4] (aq)
+ 3+
Al(OH)3 (s) + 3 H3O (aq) → Al (aq) + 6 H2O (l)
- -
Al(OH)3 (s) + OH (aq) → 2 [Al(OH)4] (aq)
-
- Ion aluminat, [Al(OH)4] , kadang-kadang
- dituliskan sebagai
AlO atau lebih sering [Al(H O) (OH) ] . Rumusan yang terakhir ini
2 2 2 4
3+ -
menunjukkan bahwa kation Al dikelilingi oleh empat ion negatif (OH
) dan dua molekul polar H2O, sehingga muatan negatif di seputar ion
logam Al3+ dianggap terlalu tinggi. Akibatnya, senyawa kompleks
tidak stabil dan melepaskan dua molekul H2O sehingga formula
senyawa
-
kompleks menjadi [Al(OH)4] , yang berarti mengadopsi bentuk geometri
tetrahedron.
Dengan demikian, penambahan basa kuat sedikit demi
sedikit ke dalam larutan garam aluminium akan menghasilkan
endapan putih gelatin yang kemudian larut kembali menurut
persamaan reaksi: + 3 OH
-
3+ - + OH
[Al(H2O)6]  [Al(H2O)3(OH)3] (s) -
(aq)  [Al(OH)4] (aq)
-3H
- 3 H2O  O2
3+ 3+
Jadi, ion Al (aq) lebih tepat dituliskan sebagai [Al(H2O)6] (aq),
endapan Al(OH)3 (s) -lebih tepat dituliskan sebagai [Al(H2O)3(OH)3-] (s),
dan ion aluminat AlO (aq) lebih tepat dituliskan sebagai [Al(OH) ] (aq).
2 4
Sejumlah garam aluminium mengkristal dari larutannya
dalam bentuk terhidrat seperti AlX3.6H2O (X = Cl, Br, I, dan ClO3)
dan Al(NO3)3.9H2O. Aluminium sulfat yang dapat dibuat dari
aluminium oksida dengan asam sulfat pekat-panas, mengkristal
sebagai Al2(SO4)3.18H2O. Garam ini dapat dibuat dengan bahan
dasar lempung kaolin - Al2Si2O5(OH)4. Demikian juga reaksi kalium
sulfat dengan aluminium sulfat dalam jumlah mol yang sama akan
menghasilkan garam rangkap tawas K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O atau
KAl(SO4)2.12H2O.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa garam-garam
3+
aluminium umumnya mudah larut dalam air sebagai [Al(H2O)6]
yang bersifat asam seperti dijelaskan di atas.
Aluminium klorida anhidrat berupa kristal putih yang dapat
o
menyublim pada suhu 180 C. Dari pengukuran densitas dapat ditun-
jukkan bahwa garam ini berbentuk dimer (bentuk yang terulang dua
kali) dalam fase uap sehingga rumus molekulnya harus ditulis Al 2Cl6.
Dalam molekul fase gas ini, setiap atom aluminium mengikat
empat atom klorin dalam bangun tetrahedron. Dua dari keempat
atom klorin ini masing-masing terikat pada dua atom aluminium
sehingga dapat di- katakan ke-dua atom klorin ini berfungsi sebagai
jembatan tidak hanya penghubung antara kedua atom aluminium
tetapi juga antara kedua monomer AlCl3. Kedua jembatan atom
klorin ini masing-masing selain terikat secara kovalen dengan atom
aluminium yang satu juga menye- diakan sepasang elektron untuk
dipakai ikatan bersama dengan atom aluminium yang lain, sehingga
tiap atom aluminium membangun kon-
figurasi elektronik oktet. Dengan demikian, molekul Al2Cl6 (Gambar
4.3) membentuk bangun dua tetrahedron yang berimpit pada
salah satu sisinya yang terdiri atas dua jembatan atom klorin.

Gambar 4.3 Struktur molekul Al2Cl6

Hasil pengamatan sinar-X menunjukkan bahwa rangkaian


molekul-molekul AlCl3 dalam padatan aluminium klorida tidak
terbatas jumlahnya. Oleh karena itu formula senyawa ini dalam
padatannya biasanya tetap ditulis sebagai AlCl3 walaupun
strukturnya berbentuk lapisan polimer yang tidak tersusun oleh
molekul AlCl3 secara individu.
Senyawa tersebut dapat dibuat dari klorinasi langsung logam
aluminium atau dari pemanasan alumina-bauksit (Al 2O3) dengan
karbon dan gas klorin, menurut persamaan reaksi:
o
2 Al (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AlCl3 (s) ∆H = - 1408
kJ Al2O3 (s) + 3 C (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AlCl3 (s) + 3 CO (g)
o
∆H = - 64,0 kJ

Spinel
Spinel pada mulanya adalah suatu senyawa magnesium
aluminium oksida, MgAl2O4. Tetapi, ternyata kemudian banyak
ditemui senyawa lain yang mengadopsi struktur yang sama dengan
oksida tersebut juga disebut spinel. Jadi, formula umum spinel
adalah AB2X4, dengan A dan B masing-masing adalah ion logam
dipositif dan tripositif, dan X adalah anion dinegatif, biasanya
oksigen.
Jaringan kerangka satu unit sel spinel terdiri atas 32 atom
oksigen yang tertata dalam geometri kemas rapat kubus (ccp) yang
hampir sempurna. Jadi, komposisi satu unit sel spinel yang
sesungguhnya
adalah A8B16O32. Bagian dari unit sel spinel ditunjukkan pada Gambar
4.4 dan kerangka ini hanya melukiskan seperdelapan saja dari satu
unit sel spinel. Ion-ion oksigen menempati geometri kubus pusat
muka (fcc); rongga-rongga octahedral terdapat di pusat kubus fcc dan
di tengah- tengah sisi-sisi kubus fcc, dan rongga-rongga
tetrahedral terdapat
di pusat setiap seperdelapan kubus fcc yang bersangkutan. Dalam
2+
struktur spinel normal, kation A (atau M ) menempati seperdelapan
3+
dari rongga tetrahedral yang ada, dan kation B (atau M ) menempati
setengah dari rongga oktahedral yang ada. Dalam seperdelapan unit
sel tersebut (Gambar 4.4) terdapat empat ion oksigen (fcc: ⅛ x 8 + ½
x 6 = 4), satu kation A (interior) , dan dua kation B (¼ x 8 = 2),
sehingga membentuk formula AB2O4. Untuk menyatakan jenis
rongga yang
ditempati oleh kation yang bersangkutan sering digunakan subskrip t
untuk rongga tetrahedral dan o untuk rongga oktahedral. Jadi, spinel
2+ 3+ 2-
MgAl2O4 lebih informatif ditulis (Mg )t(2Al )o(O )4.

Gambar 4.4 Bagian (⅛) dari unit sel spinel

Ada beberapa senyawa dengan komposisi spinel AB2O4, namun


2+
kation-kation dipositif (M ) menempati rongga-rongga oktahedral.
Oleh karena dalam kemas rapat kubus jumlah rongga tetraheral
adalah dua kali lipat jumlah rongga oktahedral, maka hanya setengah
3+
jumlah kation tripositif (M ) saja yang menempati rongga
tetrahedral; senyawa seperti ini disebut spinel terbalik, dan dengan
demikian lebih
informatif ditulis dengan formula (B)t(AB)oO4. Contoh senyawa
dengan struktur spinel terbalik yang paling umum adalah magnetit,
2+ 3+
Fe3O4, yang komposisinya terdiri atas Fe dan 2Fe yang tentu
saja lebih
3+ 2+ 3+ 2-
informatif ditulis dengan formula (Fe )t(Fe , Fe )o(O )4.
Ukuran rongga tetrahedral lebih kecil daripada ukuran
rongga oktahedral, demikian juga ukuran kation tripositif umumnya
lebih ke- cil daripada ukuran kation dipositif. Meskipun demikian
tidak semua senyawa dengan komposisi AB2O4 memilih struktur
spinel terbalik. Kestabilan senyawa tidak hanya disebabkan oleh
pemilihan faktor uku- ran saja, melainkan juga faktor energi. Oleh
karena energi kisi bergan- tung pada ukuran muatan ionik, maka
kation tripositif lebih berperan dalam menentukan besaran energi.
3+
Energi kisi akan lebih besar jika M mempunyai bilangan koordinasi 6
3+
(menempati rongga oktahedral) di- bandingkan dengan jika M
mempunyai bilangan koordinasi 4 (me- nempati rongga
tetrahedral). Namun demikian untuk logam-logam transisi, struktur
spinel terbalik lebih banyak dijumpai, karena konfigu- rasi elektron
n
pada orbital d mempengaruhi energi kestabilan struktur yang
bersangkutan.
Tabel 4.2 Data energi ionisasi aluminium dan talium
-1
Energi ionisasi / MJ mol
Unsur
Pertama Ke dua Ke tiga
Aluminium 0,58 1,82 2,74
Talium 0,59 1,97 2,88

4.2.3 Talium dan Efek Pasangan Inert


Logam talium tidak terlalu banyak diproduksi, dan
manfaatnyapun sangat khusus. Sebagai contoh, talium(I) bromida dan
talium(I) iodida adalah dua dari sedikit senyawa yang mempunyai
sifat transparansi yang sangat tinggi sehingga dapat digunakan
untuk keperluan radiasi inframerah dengan panjang gelombang yang
panjang. Dalam bentuk lembaran dari kedua senyawa ini digunakan
untuk unit-unit
detektor inframerah. Sifat kimia talium juga cukup menarik karena
talium mempunyai dua tingkat oksidasi yaitu +1 dan +3.
Kestabilan pembentukan kation +1 (oleh karena pelepasan satu
1
elektron 6p ) sering dikaitkan dengan kestabilan oleh karena efek
2
pasangan inert (6s ). Mengapa hal ini dapat terjadi pada atom
talium? Menurut efek relativistik, kecepatan elektron terluar khususnya
pada orbital 6s menjadi semakin mendekati kecepatan cahaya.
Akibatnya, massa elektron 6s naik dan rata-rata jaraknya dengan inti
atom memendek atau dengan kata lain orbital 6s terbenam ke arah
inti atom. Hal ini sesuai dengan kecenderungan penurunan energi
ionisasi unsur-unsur dalam satu golongan dengan naiknya nomor
atom, namun ternyata justru energi ionisasi talium lebih tinggi
daripada energi ionisasi aluminium seperti sebagaimana ditunjukkan
Tabel 4.2 .

Menurut daur Born-Harber (Bab 1), tingginya energi yang


diperlukan untuk pembentukan kation (input) harus diimbangi
oleh tingginya energi kisi (output). Tetapi, ukuran kation talium(III) jauh
lebih besar daripada ukuran kation aluminium(III). Dengan demikian,
energi kisi senyawa ionik talium(III) akan lebih rendah daripada energi
kisi senyawa aluminium(III) analog. Kombinasi kedua faktor ini,
khususnya energi ionisasi yang lebih besar, akan mengakibatkan
rendahnya kestabilan senyawa ionik talium(III), dan dengan
demikian, kestabilan senyawa ionik talium(I) lebih tinggi.

Talium(I) dengan densitas muatan yang sangat rendah (~ 9 C


- 3
mm ), dalam banyak hal, mirip dengan logam alkali kelompok
+ + -3
bawah (K ~ 11, dan Rb ~ 8 C mm ), tetapi juga mirip dengan ion
+ -3
perak dalam hal lain (Ag ~ 15 C mm ). Tabel 4.3 menunjukkan
beberapa kemiripan dan perbedaan antara talium, kalium, dan perak.
Talium sangat beracun karena mudah larut dalam air, berukuran besar,
dan mempunyai densitas muatan rendah seperti halnya kalium,
sehingga dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh mengganti kalium dan
hal ini mengganggu proses kerja enzim.
+ +
Tabel 4.3 Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl , dengan ion kalium, K , dan ion
+
perak, Ag .

Sifat kalium Sifat perak Sifat ion talium(I)


Membentuk dioksida(1-) Membentuk oksida Membentuk oksida
(bukan oksida normal) normal normal

Hidroksidanya sangat Hidroksidanya sangat kuat


Hidroksidanya tidak larut
kuat - larut - larut

Hidroksidanya bereaksi Hidroksidanya bereaksi


dengan karbon dioksida Hidroksidanya stabil dengan karbon dioksida
membentuk karbonat membentuk karbonat

Semua halida larut Semua halida tidak larut Semua halida tidak larut
dalam air dalam air kecuali fluorida dalam air kecuali fluorida

Senyawa talium(III) halida telah dikenal, namun seperti diduga


-3
dari relatif tingginya densitas muatan kation (~ 105 C mm ), senyawa
ini bersifat kovalen. Sebagai contoh, talium(III) fluorida bereaksi dengan
air membentuk hidroksida dan hidrogen fluorida :

TlF3 (s) + 3 H2O (l) → (OH)3 (s) + 3 HF (g)


Sesuatu yang menarik untuk dicatat adalah bahwa senyawa TlI3
-
bukanlah terdiri atas Tl(III) dan I seperti talium(III) halida yang lain,
+ -
namun sesungguhnya terdiri atas Tl dan I 3 . Hal ini dapat dipahami
atas dasar nilai potensial reduksi standar seperti berikut ini:
3+ + o
Tl (aq) + 2 e → Tl (aq) E = + 1,25 V
- - o
I3 (aq) + 2 e → 3 I (aq) E = + 0,55 V
Jadi, iodida akan mereduksi talium(III)
- menjadi talium(I) dan iodida
sendiri akan teroksidasi menjadi I .
3
4.2.4 Soal-Soal Logam Golongan 13
1. Tulis persamaan reaksi berikut :
(a) kalium cair + padatan aluminium klorida
(b) logam aluminium + ion hidroksida (basa)
(c) logam aluminium + ion hidronium (asam)
(d) larutan talium(I) hidroksida + gas karbon dioksida
3+
2. Jelaskan mengapa ion Al tidak mungkin berada dalam keadaan
bebas melainkan sebagai ion terhidrat ?
3. Jelakan mengapa alumium yang termasuk logam reaktif namun
lembaran aluminium ternyata tahan korosi terhadap oksidasi
udara.
4. Jelaskan secara singkat sifat ionik dan sifat kovalen senyawa
AlCl3, serta sifat keasaman atau kebasaannya dalam larutan air.
5. Jelaskan secara ringkas pengolahan aluminium dari bauksit
6. Jelaskan secara ringkas perbedaan antara spinel dengan spinel
terbalik
7. (a) Jelaskan kestabilan talium(I) relatif terhadap kestabilan talium(III)
(b) Jelaskan mengapa talium(I) lebih bersifat ionik daripada talium(III)
8. Ke dalam larutan yang mengandung ion aluminum(III)
diteteskan ion hidroksida hingga berlebihan. Jelaskan apa yang
terjadi dan tulis pula persamaan reaksinya
9. Jelaskan proses penjernihan air secara sederhana dengan
penambahan tawas.

4.3 GOLONGAN 14 DAN 15


4.3.1 Sifat dan Penggunaan Timah dan Timbel
Timah dan timbel termasuk unsur-unsur golongan 14 (p)
yang lebih bersifat logam dibanding dengan tiga anggota pertama
yaitu karbon, silikon, dan germanium. Karakteristika kedua logam ini
dapat diperiksa pada Tabel 4.4 bersama-sama dengan bismut
(golongan 15).
Tabel 4.4 Karakteristika timah, timbel dan bismut

Karakteristika 50Sn 82Pb 83Bi


14 14
[36Kr] 4d10 [54Xe] 4f [54Xe] 4f
Konfigurasi elektronik 10 10
5s2 5p2 5d 6s2 6p2 5d 6s2 6p3
o
Titik leleh / C 232 327 271
o
Titik didih / C 2270 1620 1560
5,75 (abu-abu)
-3
Densitas / g cm 6,97 (rapuh) 11,29 9,80
7,28 (putih)
Jari-jari atomik ( pm) 141 175 155
2+ 3+
Jari-jari ionik, M / pm 93 120 96 (M )
-1
Energi ionisasi / kJ mol I 0,7086 0,7155
II 1,4118 1,4504
IV 3,9303 4,083
Elektronegativitas 1,7 1,6 1,9
Potensial reduksi standar / V
2+ -
M + 2e → M (s) - 0,136 - 0,126
+ + 0,32
BiO + 2H + 3 e → Bi (s) +
H2 O
*)
Tingkat oksidasi (+2 , +4) (+2), +4 (+3), +5
*) Tingkat oksidasi dalam tanda kurung, ( ), lebih stabil

Meskipun tidak sebanyak aluminium, timah merupakan


logam yang juga dapat dijumpai di sekitar kita. Timah, demikian juga
timbel, merupakan unsur-unsur yang bersifat logam dalam
golongannya, tetapi lunak, tidak kuat, dan mempunyai titik leleh
o
rendah (232 C) sehingga mudah ditempa menjadi bentuk piringan,
serta tahan terhadap korosi. Ada tiga macam timah yang dikenal
yaitu timah abu-abu yang mempunyai bentuk kristal kubus, timah
putih rapuh dengan bentuk kristal rombik, dan timah putih-lunak
dengan bentuk kristal tetragonal masing-masing dengan rapatan
-3
5,75, 6,79 dan 7,28, g cm . Pada temperatur kamar, timah putih
paling stabil, pada temperatur dibawah
o
13,2 C berubah secara perlahan menjadi serbuk abu-abu amorf; dan
o
jika dipanaskan diatas 161 C berubah menjadi timah rapuh.
Atas dasar sifat fisiknya, timah banyak digunakan dalam
industri makanan sebagai pembungkus bahan makanan, dan kaleng
minuman selain aluminium. Timah merupakan bahan pembentuk
paduan, misalnya perunggu (Cu-Sn) dengan kadar Sn 5-10 % massa,
dan bahan ”solder” (Sn-Pb) dengan kadar Sn yang bervariasi antara
2 - 63 % bergantung pada penggunaannya. Solder ini ternyata
mempunyai titik leleh yang lebih rendah daripada titik leleh logam
o
asalnya (titik leleh timbel 328 C). Paduan timah dan timbel dengan
kadar yang sangat tinggi, 90-95 %, dipakai sebagai bahan pembuat
alat musik seperti pipa organ. Logam babit, yaitu paduan Sn-Cu-Pb,
digunakan sebagai bahan untuk alat penduga (kompas). Paduan yang
lain adalah pewter yang terdiri atas ~ 90 % Sn, Sb dan Cu.
Sepertihalnya aluminium, timah bersifat logam amfoterik, bereaksi
dengan asam kuat dan basa kuat. Timah dengan konfigurasi
10 2 2
elektronik [36Kr] 4d 5s 5p , dalam senyawa-senyawanya, dapat
mempunyai tingkat oksidasi +2 dan +4 (yang lebih stabil). Senyawa
fluorida, SnF2,
digunakan sebagai bahan aditif pasta gigi untuk mencegah terjadinya
lubang pada gigi. Oksidanya, SnO2, digunakan sebagai bahan ampelas
atau penggosok permata, dan sulfidanya, SnS2, dipakai pada industri
pewarnaan serta proses penyepuhan atau bahan imitasi.
Dewasa ini, industri keramik sangat maju pesat di Indonesia.
Oksida timah, SnO2 dapat digunakan sebagai campuran glasir
sekaligus memberi warna kuning SnO2-V2O5, warna biru abu-abu
SnO2-Sb2O5, dan warna pink SnO2-Cr2O3. Senyawa SnCl4
bersama-sama SnO2
dipakai sebagai pelapis permukaan botol atau gelas agar lebih kuat
dan tahan abrasi. Uap SnCl4 dihembuskan pada permukaan kaca atau
gelas yang baru terbentuk yang kemudian akan bereaksi dengan
molekul air pada permukaan kaca atau gelas membentuk lapisan tipis
SnO2. Lapisan tipis ini dapat memperkuat kaca atau gelas seperti
pada kaca mata. Lapisan SnO2 yang lebih tebal bertindak sebagai
lapisan penghantar
arus listrik. Kaca jendela cockpit pesawat terbang menggunakan lapisan
tebal ini; dengan aliran arus listrik akan terjadi panas pada kaca yang
selanjutnya mencegah terjadinya pengembunan uap air pada kaca
jendela cockpit tersebut. Selain itu, SnCl 4 juga dapat dipakai sebagai
katalisator dalam reaksi-reaksi organik seperti pada pembuatan asam
asetat, oksalat, oleat dan asam stearat.
Timbel sebagai logam berat merupakan unsur yang terbanyak di
alam. Istilah logam berat digunakan karena timbel mempunyai
-3
densitas (rapatan) yang sangat tinggi (11,34 g cm ), jauh melebihi
-3
densitas tertinggi logam transisi pertama (yaitu 8,92 g cm untuk
tembaga).
o
Timbel bersifat lembek-lemah dengan titik leleh ~ 327 C,
nampak mengkilat / berkilauan ketika baru dipotong, tetapi segera
menjadi buram ketika terjadi kontak dengan udara terbuka. Hal ini
karena terjadi pembentukan lapisan timbel-oksida atau timbel
karbonat yang melapisi secara kuat, sehingga dapat mencegah
terjadinya reaksi lebih lanjut. Karena sifat ini, timbel sering dipakai,
misalnya sebagai bingkai-bingkai kaca berwarna yang dibentuk sebagai
lukisan pada suatu jendela kaca. Selain itu SnO2 dapat juga
digunakan sebagai campuran bahan atap, dan pipa saluran air.
Memang pemakaian logam timbel di sekitar kita agak jarang
dijumpai, tetapi campuran timbel dan timah digunakan sebagai bahan
solder untuk perekat atau pematri barang-barang elektronik. Timbel
merupakan salah satu bahan paduan yang mempunyai kemampuan
sangat tinggi untuk menahan sinar-X dan sinar-γ, sehingga lempengan
timbel banyak dipakai sebagai pelindung bahan radioaktif.
Timbel yang terletak pada golongan 14 dalam sistem
14
periodik unsur-unsur, mempunyai konfigurasi elektronik [ 54Xe] 4f
10 2 2
5d 6s 6p , pada umumnya membentuk senyawa-senyawa
dengan tingkat
oksidasi +2 (lebih stabil) dan +4. Sebagai persenyawaan, timbel
ternyata sangat banyak bermanfaat. Dalam industri cat, senyawa
timbel banyak digunakan sebagai pigment (pewarna). Misalnya,
PbCrO4 berwarna
kuning yang banyak digunakan untuk cat pewarna jalan atau
bahan plastik, PbMoO4 berwarna merah orange, PbO berwarna kuning
kenari, dan 2PbCO3.Pb(OH)2 memberi warna putih. Dalam industri
keramik, PbSi2O5 (atau PbO.2SiO2) yang tak berwarna dipakai
untuk pelapis glasir. Untuk mendapatkan gelas yang mempunyai
densitas, indeks bias dan stabilitas tinggi, namun sedikit menghantar
panas dipakai PbO yang berwarna merah, orange atau -kuning,
bergantung pada metode pembuatannya. Selain itu dapat juga
dipakai senyawa tribasa timbel sulfat, 3PbO.PbSO4.H2O.
Meni, Pb3O4, yang merupakan oksida campuran Pb(II) dan
Pb(IV), 2PbO.PbO2, berfungsi terutama untuk menghambat terjadinya
korosi sehingga sering juga digunakan sebagai cat dasar. Selain
itu, warna merah meni juga dipakai untuk pewarnaan pada bahan
karet dan plastik.
Sel aki terdiri atas pelat-pelat katode PbO 2 yang berwarna merah-
coklat dan anode berbentuk bunga-karang / busa yang terbuat
dari logam Pb yang dipadu sedikit dengan antimon-Sb, dan elektrolit
yang digunakan adalah larutan asam sulfat. Pada proses pengeluaran
arus listrik, pada anode Pb dan katode PbO 2 terjadi reaksi kimia
sehingga terbentuk PbSO4 menurut persamaan reaksi total sebagai
berikut:
2-
Pb (s ) + PbO2 (s ) + 4 H3O+ (aq) + 2 SO4 (aq) →
2 PbSO4 (s) + 6 H2O (l)
Endapan PbSO4 ini melapisi kedua elektrode, dan larutan elektrolit
menjadi semakin encer karena dihasilkan air, sehingga lama
kelamaan kerja aki semakin terhambat. Untuk mengaktifkan aki kembali
dilakukan pengisian, yaitu dengan mengalirkan arus listrik pada aki
tersebut dengan elektrode dipasang berlawanan sehingga terjadi
reaksi yang berlawanan arah dengan reaksi tersebut di atas.
Tetraethyllead - TEL, (C2H5)4Pb, adalah suatu senyawa organolo-
gam yang mempunyai titik didih rendah, dan telah lama dipakai seba-
gai bahan anti letupan (antiknocking) karena sifatnya yang dapat me-
naikkan angka oktan bahan bakar minyak (bensin) hingga mencapai
80. Namun, di sisi lain ternyata TEL memberikan dampak polusi
terhadap lingkungan hidup yaitu mencemari udara. Senyawa Pb yang
dihasilkan dari pembakaran pada mesin kendaraan bermotor sangat
berbahaya, dan jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat
menimbulkan gangguan pada sistem syaraf dan sistem peredaran
darah.

4.3.2 Sumber Timah dan Cara Ekstraksinya


Di antara kuburan-kuburan kuno di Mesir (Pyramida, dan Spink)
ditemukan timah, sebagai bukti bahwa logam timah telah dikenal
dalam peradaban manusia sekurang-kurangnya sejak awal sejarah
Mesir. Dari data yang tersedia diketahui bahwa pada tahun 1977,
produksi timah di dunia berasal dari beberapa negara terkenal
seperti Malaysia (~ 25
%), Rusia (~ 14 %), Bolivia (~ 14 %), Indonesia (10 %), Thailand (~ 10
%), dan Cina (~ 9 %) dengan total produksi timah ~ 200.000 ton per
tahun. Konsumen timah terbesar yang menggunakan lebih dari
separoh produksi timah dunia adalah Amerika Serikat yang
terpaksa harus mengimpor dari negara-negara lain. Negara kita
termasuk pemasok kebutuhan timah dunia yang cukup besar.
Timah di alam terutama terdapat sebagai mineral kasiterit atau
batu timah, SnO2, dan mineral inilah yang merupakan sumber utama
logam timah. Prinsip pengolahannya menjadi logam adalah
dengan mereduksi bijih oksida tersebut. Pada zaman kuno, reduksi
bijih SnO2 dilakukan dengan menggunakan batubara panas
(glowing coal), menurut persamaan reaksi:
SnO2 (s) + 2 C (s)
Sn (l) + CO2 (g)

 
Pada tahap awal, bijih timah dipekatkan dalam suatu wadah
de- ngan proses flotasi-buih. Dalam proses ini, serbuk bijih timah
dibuat men- jadi suspensi dalam air, kemudian ke dalam suspensi ini
disemprotkan udara melalui saluran yang berlubang-lubang dan
berputar agar terjadi gelembung-gelembung udara yang naik ke
permukaan. Penambahan
zat aditif tertentu, seperti minyak pinus dan natrium etilxantat ke dalam
suspensi akan mengakibatkan terbentuknya buih atau busa yang me-
nyelimuti bijih timah, sehingga terbawa ke atas bersama dengan
gelem- bung-gelembung udara. Bijih-bijih timah yang mengapung
kemudian dikumpulkan dengan cara penumpahan keluar; sedangkan
bijih pengo- tor yang tidak dipengaruhi oleh zat aditif tersebut akan
jatuh ke bagian dasar wadah.
Bijih timah yang sudah pekat kemudian dipanggang. Oleh
karena bijih timah sudah dalam bentuk oksidanya, maka proses
pemanggangan ini bertujuan untuk mengoksidasi logam pengotor dan
menghilangkan belerang dan arsen sebagai oksidanya yang mudah
menguap. Proses selanjutnya adalah mereduksi oksida timah
dengan karbon. Teknik modern untuk proses ini menggunakan tanur
o
bergaung (reverberatory) pada temperatur 1200 - 1300 C.
Kesulitan utama dengan teknik ini adalah adanya unsur besi sebagai
pengotor bijih yang mengakibatkan hasil yang diperoleh bercampur
dengan logam besi dan menjadi lebih keras. Hal ini terjadi karena besi
oksida sebagai pengotor memiliki sifat- sifat oksidator yang mirip
dengan SnO2. Oleh karena itu, sangat vital proses reduksi bijih
kasiterit dilaksanakan dengan kondisi tekanan oksigen yang cukup
tinggi untuk mencegah terjadinya reduksi oksida besi pengotor
menjadi logam besi. Untuk itu, lelehan timah yang belum murni dari
hasil reduksi dengan karbon dipisahkan dari logam-logam lain yang
tidak meleleh. Selanjutnya lelehan timah ini diaduk dengan kuat,
kemudian dialiri dengan udara (oksigen atmosfer) atau uap air panas
agar bahan pengotor yang ada teroksidasi kembali. Oksida-oksida
pengotor ini pada pengadukan biasanya akan membentuk film
yang mengambang di atas permukaan larutan, sehingga dapat
dipisahkan dari logam timahnya.
4.3.3 Sumber Timbel dan Cara Ekstraksinya
Di alam timbel terutama terdapat sebagai galena, PbS, namun
beberapa bijih lain yang mungkin terbentuk sebagai akibat pengaruh
iklim atau cuaca pada galena adalah sebagai karbonat, cerrusite
(kerusit),
PbCO3, dan sebagai sulfat, anglesite (anglesit), PbSO4. Dalam proses
ekstraksinya, mula-mula bijih galena dipekatkan dengan teknik
flotasi- buih, selanjutnya ditambahkan sejumlah kwarsa, SiO2, kemudian
diikuti dengan pemanggangan terhadap campuran ini. Persamaan
reaksi utama pada proses ini adalah:
2 PbS (s) + 3 O2 (g)
2 PbO (s) + 2 SO2 (g)

 
Kemudian proses reduksi dilaksanakan dengan batubara coke (C) dan
air-kapur dengan persamaan reaksi utamanya adalah:
PbO (s) + C (s)
Pb (l) + CO (g)

 
PbO (s) + CO (g)
Pb (l) + CO2 (g)

 
Maksud penambahan SiO2 sebelum pemanggangan dan
penambahan air-kapur pada proses reduksi adalah agar PbSO4 yang
mungkin terjadi dalam proses pemanggangan galena pada temperatur
tinggi diubah menjadi PbSiO3 oleh karena hadirnya kwarsa
menurut persamaan reaksi:
PbSO4 (s) + SiO2 (s)
PbSiO3 (s) + SO3 (g)

 
Silikat ini pada proses reduksi akan diubah oleh air-kapur, CaO,
menjadi PbO yang selanjutnya tereduksi oleh batubara menjadi logam
timbel, Pb, dan kapur diubah menjadi kalsium silikat sebagai kerak atau
ampas menurut persamaan reaksi :
PbSiO3 (s) + CaO (s)
PbO (s) + CaSiO3 (s)

 
Alternatif lain pada proses reduksi adalah pemakaian bijih galena segar
sebagai reduktor pengganti batubara (coke):
PbS (s) + 2 PbO (s)
Pb (l) + SO2 (g)

 
Sampai dengan tahap ini, logam timbel yang dihasilkan
masih belum murni, dan masih mengandung banyak unsur pengotor
seperti tembaga, perak, zink, arsen, antimon dan bismut. Oleh karena
itu masih perlu proses pemurnian lebih lanjut yang meliputi
beberapa tahap seperti diuraikan berikut ini.
Pertama-tama, logam timbel yang dihasilkan dilelehkan selama
beberapa waktu pada temperatur dibawah titik leleh tembaga,
sehingga tembaga pengotor akan mengkristal dan dapat
dipisahkan. Tahap berikutnya, udara ditiupkan di atas permukaan
lelehan timbel sehingga pengotor seperti arsen dan antimon akan
diubah menjadi arsenat dan antimonat atau oksidanya, termasuk
bismut sebagai buih di atas permukaan dapat dipisahkan dengan
disendoki ke luar. Selanjutnya, untuk memisahkan pengotor seperti
emas atau perak ditambahkan kira- kira 1-2 % zink agar pengotor ini
larut dalam lelehan zink. Campuran ini kemudian didinginkan secara
o o
perlahan dari sekitar 480 C menjadi 420 C, sehingga logam emas
atau perak akan terbawa dalam zink yang akan mengkristal lebih dulu
untuk dipisahkan dari lelehan timbel. Kelebihan zink, jika ada, dapat
dipisahkan dengan teknik penyulingan hampa atau pada tekanan
sangat rendah.
Pemurnian tahap akhir biasanya dilakukan dengan teknik
elektrolisis menurut metode Betts. Proses ini memakai elektrolit larutan
timbel heksafluorosilikat, PbSiF6 dan asam heksafluorosilikat, H2SiF6.
Lembaran-lembaran tebal timbel dipasang sebagai katode dan pelat-
pelat timbel yang belum murni dipasang sebagai anode. Anode timbel
2+
akan mengalami oksidasi menjadi larutan Pb yang kemudian
akan tereduksi menjadi logam Pb dan melekat pada katode. Dengan
proses ini akan diperoleh timbel dengan kemurnian yang sangat tinggi, (~
99,9 %).

4.3.4 Oksida, Hidroksida, dan Garam Timah


2 2
Timah mempunyai konfigurasi elektronik ”terluar” 5s 5p , dan
oleh karena itu dapat membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +2
dan +4. Secara khusus, kestabilan timah(II) sering dikaitkan dengan
inert
2
pair effect (efek pasangan elektron inert), 5s , yakni dalam senyawanya
2
elektron 5s ini tidak terlibat dalam pembentukan ikatan (sehingga
diklasifikasi sebagai pasangan elektron inert). Pelepasan dua elektron
membentuk timah(II) atau stano tentu akan lebih mudah daripada
pelepasan empat elektron dengan membentuk timah(IV) atau stani.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa timah(II) umumnya lebih
bersifat ionik sedangkan timah(IV) lebih bersifat kovalen. Sifat kovalen
timah(IV), sama seperti atom karbon yang segolongan dengannya
(Gol.14), menyarankan bahwa timah(IV) juga membentuk hibridisasi
3
sp -tetrahedron. Timah(IV) relatif stabil, berbeda dengan timbel(IV),
dan oleh karena itu timah(II) bersifat sebagai reduktor.
Timah(II). Stano oksida, SnO, berupa serbuk hitam atau
hijau bergantung pada cara pembuatannya. Oksida ini dapat dibuat
dengan mereaksikan larutan panas senyawa timah(II) dengan larutan
karbonat2+
atau dengan memanaskan
2- timah(II) oksalat tanpa udara.
Sn (aq) + (aq)  SnO (s) + CO (g)
CO
3  2
Sn(COO)2 (s) SnO (s) + CO2 (g) + CO (g)

 
Bagaimana sifat stano oksida terhadap asam dan basa?
2+
Timah(II) oksida bereaksi dengan asam membentuk ion Sn , dan
2-
dengan basa kuat membentuk ion stanit, [Sn(OH)4] . Jadi, SnO
menunjukkan sifat
2-
amfoterik. Dengan melepaskan satu molekul air, ion stanit [Sn(OH) ]2-
sering ditulis dengan formula SnO 4

2 (hal ini analog dengan ion


aluminat).
+ 2+
SnO (s) + 2 H3O (aq) → Sn (aq) + 3 H2O (l)
- 2-
SnO (s) + 2 OH (aq) + H2O (l) → [Sn(OH)4]
(aq)
Larutan basa kuat mengendapkan timah(II) dari larutannya
sebagai hidroksida yang berwarna putih-gelatin, tetapi larut kembali
pada penambahan basa ini secara berlebihan membentuk ion stanit,
sama seperti yang terjadi pada oksidanya tersebut di atas
menurut persamaan reaksi berikut:
2+ -
Sn (aq) + 2 OH (aq) → Sn(OH)2 (s)
- 2-
Sn(OH)2 (s) + 2 OH (aq) → [Sn(OH)4] (aq)
Salah satu garam timah(II) yang perlu diketahui adalah
garam kloridanya yaitu SnCl2. Garam ini yang dapat diperoleh
sebagai dihidratnya, SnCl2.2H2O, dibuat dengan menguapkan
larutan yang
diperoleh dari reaksi antara oksidanya dengan asam hidroklorida
menurut persamaan reaksi:
SnO (s) + 2 HCl (aq) + H2O (l)  SnCl2.2H2O (s)
SnCl2 dalam air mudah terhidrolisis membentuk endapan putih gelatin
timah(II) hidroksiklorida, Sn(OH)Cl, seperti ditunjukkan oleh persamaan
reaksi berikut:
+ -
SnCl2 (aq) + 2 H2O (l) Sn(OH)Cl (s) + H3O (aq) + Cl (aq)
Permasalahanyang muncul adalah bagaimana caramenyediakan
larutan stano klorida yang relatif stabil misalnya untuk keperluan
laboratorium? Dengan memperhatikan persamaan reaksi tersebut di
atas berarti arah keseimbangan harus diusahakan agar bergeser ke
kiri. Untuk itu perlu penambahan sedikit asam klorida ke dalam
larutan SnCl2 tersebut. Demikian juga karena stano mudah
teroksidasi oleh udara menjadi stani, maka seyogyanya pembuatan
larutan SnCl2 harus selalu dalam keadaan segar. Stano klorida juga
dapat diperoleh dari reaksi antara logam timah dengan asam
hidroklorida.

Gambar 4.5 Struktur SnCl2 dan SnCl -


3

Timah(II) klorida, seperti diduga menurut teori Valence Shell Elec-


tron Pair Repulsion, VSEPR, mempunyai bentuk molekul huruf V dengan
� � o
sudut Cl Sn Cl ~95 (Gambar 4.5). Bentuk molekul dan besarnya su-
dut ini berkaitan dengan adanya sepasang elektron menyendiri (lone
pair electron). Pada umumnya, adanya pasangan elektron menyendiri
dalam suatu molekul akan memberikan sifat basa Lewis molekul
terse- but. Namun kenyataannya, timah(II) klorida bersifat asam Lewis.
Jadi, pasangan elektron menyendiri nampak tidak reaktif, dan dengan
demi-
kian benar-benar merupakan pasangan elektron yang inert. Sebagai
contoh, timah(II) klorida bereaksi dengan ion klorida membentuk ion
- � � o
triklorostanat(II), [SnCl3] . Sudut ikatan Cl Sn Cl mendekati 90 (Gam-
bar 4.5); hal ini menyarankan bahwa ion timah(II) dalam senyawa ini
menggunakan orbital p murni dalam ikatannya. Bila demikian halnya,
pasangan elektron menyendiri berada dalam orbital s yang lebih
terbe- nam daripada orbital p sehingga spesies tersebut tidak
menunjukkan
sifat basa Lewis. Data bentuk molekul dan sudut ikatan tersebut 2 menya-
rankan
3 bahwa SnCl juga tidak membentuk orbital hibrida sp ataupun
sp 2 p kosong un-
. Jadi, ion timah(II) dalam hal ini menggunakan orbital
tuk membentuk ikatan dengan pasangan elektron ion klorida.
Garam stano yang lain adalah stano sulfida, SnS, yang
berupa padatan coklat tua, dan sering digunakan untuk menguji
2+
adanya ion Sn . Garam ini dapat diperoleh dari larutan timah(II)
yang dialiri gas hidrogen sulfida. Ion stano, maupun ion stanit,
ternyata bersifat reduktor aktif. Sebagai contoh, bismut hidroksida
direduksi oleh ion stanit menjadi logamnya dan ion stanit berubah
menjadi ion stanat,
2-
[Sn(OH)6] , menurut persamaan reaksi:
2-
2 Bi(OH)3 (s) + 3 [Sn(OH)4] (aq) 2 Bi (s) +
2-
3 [Sn(OH)6] (aq)
Timah(IV). Timah yang dibakar dalam udara akan mengalami
oksidasi berkelanjutan membentuk stani oksida yang berwarna kuning
ketika panas dan menjadi putih setelah dingin. Hal ini menunjukkan
bahwa timah, maupun timah(II), mudah teroksidasi. Oleh karena itu,
reaksitimahdenganasamnitratpekat(oksidatorkuat) jugamenghasilkan
stani oksida (dan gas NO2).
Sn (s) + O2 (g) SnO2 (s)

 
Sn (s) + 4 HNO3 (l) 
 
SnO2 (s) + 4 NO2 (g) + 2 H2O (l)
Seperti halnya stano oksida, stani oksida juga bereaksi dengan
2-
asam, dan basa membentuk 2- ion stanat, [Sn(OH)6] , yang juga sering
ditulis dengan formula SnO , menurut persamaan reaksi:
3
+ 4+
SnO2 (s) + 4 H3O (aq) → Sn (aq) + 6 H2O(l)
- 2-
SnO2 (s) + 2 OH (aq) + 2 H2O(l) → [Sn(OH)6] (aq)
Timah(IV) hidroksida tidak dikenal, melainkan terbentuk
sebagai ion kompleks stanat yang dapat diperoleh dari reaksi langsung
timah dengan basa kuat dalam keadaan panas, menurut persamaan
reaksi:
- 2-
Sn (s) + 2 OH (aq) + 4 H2O(l)  [Sn(OH)6] (aq) + 2 H2
(g)
Namun demikian, jika ke dalam larutan timah(IV) ditambahkan basa
alkali ternyata diperoleh endapan putih. Endapan ini sangat mungkin
berupa stanioksida atau yang terhidrat menurut persamaan reaksi:
SnX4 (aq) + 4 MOH (aq) → SnO2.2H2O (s) + 4 MX (aq)
Timah(IV) klorida berupa cairan tak berwarna, dan dapat diperoleh
dari reaksi langsung logam timah dengan gas klorin berlebihan (ingat
bahwa klorin juga bersifat oksidator kuat) menurut persamaan reaksi:
Sn (s) + 2 Cl2 (g) → SnCl4 (l)
Kenyataan bahwa stani klorida bukan penghantar listrik dan larut
dalam pelarut organik nonpolar seperti CCl4 menyarankan bahwa
garam ini tersusun oleh ikatan kovalen dengan bangun tetrahedron.
Stani klorida dapat larut dalam air, tetapi mengalami hidrolisis
membentuk oksidanya atau yang terhidrat, dan dalam asam
hidroklorida pekat terbentuk asam heksaklorostanat, menurut
persmaan reaksi berikut:
SnCl4 (l) + 2 H2O (l) → SnO2 (s) + 4 HCl (aq)

SnCl4 (l) + 2 HCl (pekat) → H2[SnCl6]

Seperti halnya stano sulfida, stani sulfida merupakan senyawa


khas untuk mengidentifikasi adanya stani. Jadi, jika ke dalam larutan
timah(IV) dialiri gas H2S akan diperoleh endapan kuning SnS2.
Berbeda
dengan stano sulfida, endapan SnS2 larut dalam sulfida berlebihan,
2-
misalnya dengan Na2S membentuk ion tiostanat, [SnS3] yang dapat
diendapkan kembali dengan penambahan asam, menurut persamaan
reaksi:
SnX4 (aq) + 2 H2S (aq) → SnS2 (s) + 4 HX (aq)
2- +
SnS2 (s) + Na2S (aq) → [SnS3] (aq) + 2 Na
(aq)
2- +
[SnS3] (aq) + 2 H3O (aq) → SnS2 (s) + H2S (g) + 2 H2O (l)

Endapan stani sulfida juga larut dalam asam klorida pekat


membentuk ion heksaklorostanat(IV) menurut persamaan reaksi:
SnS2 (s) + 6 HCl (pekat) + 2 H2O (l) →
2- +
[SnCl6] (aq) + 2 H2S (g) + 2H3O (aq)

4.3.5 Oksida, Hidroksida, dan Garam Timbel


Sifat-sifat timbel sangat mirip dengan timah, namun satu hal
2
yang berbeda adalah bahwa peran pasangan elektron inert (6s )
dalam senyawa timbel(II) relatif lebih besar dalam menstabilkan
senyawa- senyawanya dibandingkan dengan peran tersebut dalam
senyawa timah(II). Oleh karena itu, timbel(II) relatif lebih stabil dan
lebih banyak ditemui daripada timbel(IV). Dengan demikian,
timbel(II) bukan reduktor yang baik tidak seperti halnya timah(II),
melainkan timbel(IV) merupakan oksidator yang lebih baik dibanding
dengan timah(IV).
Ada tiga macam oksida timbel yang penting yaitu PbO yang
berewarna kuning, PbO2 yang berwarna coklat, dan Pb3O4 yang
berwarna merah meni. Timbel(II) oksida yang mempunyai struktur
sama dengan timah(II) oksida, dapat diperoleh dari pemanasan timbel
dengan udara:
2 Pb (s) + O2 (g)
2 PbO (s)

 
Jadi, berbeda dengan pemanasan timah dengan udara yang
menghasilkan timah(IV) oksida, pemanasan timbel dengan udara
di
o
atas 500 C akan menghasilkan Pb3O4.
Timbel(IV) oksida dapat diperoleh dari oksidasi timbel(II) dalam
larutan basa. Dengan oksidator larutan natrium hipoklorit, NaClO,
timbel(II) dapat diubah menjadi timbel(IV) oksida menurut persamaan
reaksi sebagai berikut:
- - -
ClO (aq) + H2O (l) + 2 e → Cl ( aq) + 2 OH
Pb(aq)(aq)
2+ + 4 OH - (aq) → PbO (s) + 2 H O (l) + 2
�����������������������������������2
�+
e2
2+ - - -
Pb (aq) + 2 OH (aq) + ClO (aq) → PbO2 (s) + Cl (aq) + 2 H2O (l)
Timbel(IV) oksida merupakan oksidator yang baik dan dapat
mengoksidasi asam klorida menjadi gas klorin:
PbO2 (s) + 4 HCl (aq) → PbCl2 (s) + Cl2 (g) + 2 H2O (l)
Pb3O4 dapat diperoleh dari oksidasi PbO dalam udara
o
terbuka dengan pemanasan pada temperatur sekitar 400 - 500 C,
menurut persamaan reaksi :
6 PbO (s) + O2 (g)
2 Pb3O4 (s)

 
kuning merah

Dengan demikian, Pb3O4 dapat dipandang sebagai hasil oksidasi “tak


sempurna” dari PbO, dan oleh karena itu dapat dipandang tersusun
oleh campuran timbel dengan dua macam tingkat oksidasi yaitu +2
dan +4. Dengan demikian, formula oksida ini mungkin dapat dituliskan
sebagai PbO2.2PbO. Hal ini didukung oleh reaksinya dengan asam
nitrat yang menghasilkan timbel(II) nitrat dan endapan timbel(IV) oksida:
Pb3O4 (s) + 4 HNO3 (aq) → PbO2 (s) + 2 Pb(NO3)2 (aq) + 2 H2O (l)
Sama seperti oksida-oksida aluminium dan timah, oksida-oksida
timbel, PbO dan PbO2 juga bersifat amfoterik. Paralel dengan oksida-
oksida timah, reaksi oksida timbel dengan basa kuat menghasilkan ion
2- 2-
plumbit [Pb(OH)4] dan plumbat, [Pb(OH)6] .
Apabila larutan basa alkali ditambahkan ke dalam larutan
timbel(II), diperoleh endapan putih Pb(OH) 2. Basa inipun bersifat
amfoterik, oleh karena itu larut kembali dalam basa alkali berlebihan
dengan membentuk ion plumbit dan dapat juga bereaksi dengan asam
menghasilkan kembali garam timbel(II). Ion stanit merupakan
reduktor
yang aktif, tetapi tidak demikian halnya dengan ion plumbit yang
bukan merupakan reduktor yang baik.
Timbel(II) klorida, PbCl2, berupa padatan putih yang sukar larut
dalam air, tetapi larut dalam air panas. Garam ini dapat diperoleh dari
interaksi langsung unsur-unsurnya, berbeda dari logam timah yang
menghasilkan timah(IV) klorida. Timbel(II) klorida juga dapat diperoleh
dari reaksi antara timbel(II) oksida dengan asam klorida, atau dari reaksi
-
pengendapan ion Pb2+ oleh ion Cl . Ternyata, endapan timbel(II) klorida
larut dalam larutan klorida konsentrasi tinggi dengan membentuk ion
kompleks tetrakloroplumbat(II):
- 2-
PbCl2 (s) + 2 Cl (aq) [PbCl4] (aq)

Kristal timbel(II) nitrat, tak berwarna dan mudah larut dalam air,
dapat diperoleh dari reaksi timbel(II) oksida dengan asam nitrat. Garam
ini ternyata mudah terhidrolisis dalam air membentuk endapan putih
hidroksinitrat, kecuali jika larutan dibuat sedikit asam dengan asam
nitrat.
- +
Pb(NO3)2 (aq) + 2 H2O (l) Pb(OH)(NO3) (s) + NO 3 (aq) + H3O (aq)

Persamaan reaksi keseimbangan di atas mudah dipahami bahwa


de- ngan penambahan sedikit asam nitrat ke dalam larutan akan
mencegah terjadinya hidrolisis.
Padatan timbel(II) nitrat juga tidak stabil pada temperatur agak
tinggi, dan seperti halnya dengan senyawa nitrat dari logam-
logam berat lainnya, akan terurai menjadi oksidanya dengan
membebaskan gas coklat, NO2, menurut persamaan reaksi:
2 Pb(NO3)2 (s) 2 PbO (s) + 4 NO2 (g) + O2 (g)

 
Larutan timbel(II) yang paling stabil dalam air adalah larutan timbel
asetat, Pb(CH3COO)2. Oleh karena itu, larutan ini sering disediakan
untuk menguji timbel(II).
Ion-ion apa saja yang dapat digunakan untuk menguji karak-
teristik timbel(II)? Ternyata cukup banyak. Sifat khas adanya
timbel(II) dalam larutan tidak hanya diendapkan oleh ion klorida
tetapi juga pem- 2- 2+
bentukan endapan putih oleh ion sulfat, SO4 . Demikian juga Pb
2-
membentuk endapan kuning dengan ion kromat, CrO4 . Seperti hal-
nya timah(II), timbel(II) juga diendapkan oleh ion sulfida dengan
warna hitam, menurut persamaan reaksi umum:
2+ 2-
M (aq) + S (aq) → MS (s) (M = Sn dan Pb)
hitam

4.3.6 Bismut
Bismut adalah logam golongan “utama” yang mempunyai nomor
atom tertinggi, mempunyai sifat metalik yang paling rendah, rapuh,
berwarna putih kemerahan, dan mempunyai struktur sama seperti
struktur arsen (As) dan stibium (Sb), serta merupakan penghantar listrik
yang paling rendah.

Gambar 4.6 Struktur jaringan berkerut bismut


Bismut, seperti halnya arsen dan stibium, mempunyai beberapa
alotrop. Struktur yang paling stabil pada temperatur kamar
tersusun oleh jaringan heksagonal berkerut dengan setiap atom
terikat oleh tiga atom lain terdekat dan tiga atom lain lebih jauh
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Bismut, seperti halnya air,
mengalami ekspansi jika memadat. Bismut terbakar di udara menjadi
Bi2O3, suatu oksida yang berwarna kuning, bersifat basa, dan
+ 3+
menghasilkan ion BiO dan Bi jika dilarutkan dalam larutan asam.
Sebagian besar bismut yang digunakan dalam perdagangan
berkaitan dengan rendahnya titik leleh aloi (dengan Pb, Sn, Cd)
seperti pada sekering listrik (fuse), solder, sistem penyemprot air
otomatis (sprinkler), sumbat pengaman dalam silinder bertekanan
gas, dan pembalut. BiOCl digunakan dalam komestik, dan beberapa
senyawa bismut digunakan dalam medis. Aloi bismut dengan timbel
dan stibium digunakan untuk piringan pita stereo.
Bismut terdapat di alam sebagai bijih sulfidanya dan Bi 2S3
(bismuth glance), dan dalam bijih tembaga, timah dan timbel. Bismut
dapat diperoleh dari bijihnya dengan proses yang sederhana, yaitu
dipanggang untuk memperoleh oksidanya, Bi2O3, kemudian direduksi
dengan karbon atau dengan H2. Bismut dapat terdapat dalam
senyawaanya dengan tingkat oksidasi +3 dan +5. Senyawa bismut
dengan tingkat oksidasi +5 (NaBiO 3, BiF5) bersifat oksidator kuat.
Semua garam bismut(III) halida dapat dijumpai, namun hanya BiF3
saja yang ditemui sebagai garam. Seperti halnya pada timah dan
timbel, bismut(III) lebih stabil daripada bismut(V).

4.3.7 Soal-Soal Logam Golongan 14 dan 15


o
1. Timbel(IV) fluorida meleleh pada ~ 600 C, sedangkan timbel(IV)
o
klorida meleleh pada ~ -15 C. Jelaskan perihal sifat ikatan
kedua senyawa ini.
2. Suatu sel volta terdiri atas setengah sel elektrode timah yang
dicelupkan dalam larutan timah(II) nitrat dengan konsentrasi 1,00
M dan setengah sel elektrode timbel yang dicelupkan dalam
larutan timbel(II) nitrat dengan konsentrasi 1,00 M. Kedua
setengah sel dihubungkan dengan jembatan garam natrium
nitrat. Elektrode mana yang akan bertindak sebagai katode dan
anode, dan berapa potensial sel yang dihasilkan ? (Gunakan
nilai potensial reduksi standar dari tabel dalam buku / diktat
referensi).
3. Tulis dengan lengkap persamaan reaksi berikut:
+
(a) SnO (s) + H3O (aq) →
-
(b) SnO (s) + OH (aq) + H2O (l) →
+
(c) SnO2 (s) + H3O (aq) →
-
(d) SnO2 (s) + OH (aq) + H2O(l) →
(e) SnX4 (aq) + H2S (aq) → (X =
halida) (f ) SnS2 (s) + Na2S (aq) →
2- +
(g) [SnS3] (aq) + H3O (aq) →
4. Ion timah(II) dan timbel(II), keduanya bersifat amfoterik.Tuliskan
persamaan reaksinya dengan ion hidroksida berlebihan.
o
5. Senyawa SnCl2 mempunyai sudut ikatan Cl-Sn-Cl sebesar ~95 .
Jelaskan struktur molekul ini dengan teori VSEPR. Reaksi senyawa
-
ini dengan ion klorida menghasilkan spesies [SnCl 3] dengan sudut
o
ikatan Cl-Sn-Cl sebesar ~90 . Jelaskan peran pasangan elektron
inert terhadap pembentukan struktur, dan orbital-orbital mana
yang terlibat dalam ikatan.
6. Jelaskan mana yang lebih ionik, Sn(II) ataukah Sn(IV) ?
7. Mana yang lebih stabil (lebih banyak dijumpai) timbel(II) ataukah
timbel(IV)?
Jelaskan dengan menggunakan nilai energi ionisasi (lihat tabel
referensi)
8. Jelaskan mengapa timbel(II) bukan reduktor yang baik sedangkan
timbel(IV) adalah oksidator yang baik.
9. Anion-anion apa saja yang sering dipakai sebagai uji adanya
ion timbel(II) Tulis persamaan reaksi dengan warna karakteristik
senyawa yang terjadi �
Bagaimana jika [Al(OH)4]- ditulis AlO2- + H2O, sehingga konsisten dengan
yang di bawah?
(Comment: Mungkin ada baiknya jika sebagai pengantar
terlebih dahulu diuraikan logam-logam apa saja yang akan
dibicarakan pada subbab ini , yaitu gol 14 dan 15, sebelum
masuk ke sifat- sifat timah dan timbel)
(Comment: Reaksi ini mungkin tidak relevan dengan
pernyataan terakhir)

- -
2+ + OH + OH
[Pb(H2O)6] (aq) 2-
+
[Pb(H2O)4(OH)2] (s) [Pb(OH)4] (aq)
+ H3O + H 3O +

0
LoGAMGoLoNGANd

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Pengertian Unsur-Unsur Transisi
Ada berbagai pandangan perihal kelompok unsur-unsur transisi.
Posisi unsur-unsur yang termasuk kelompok transisi atau peralihan
dapat diperiksa pada kerangka sistem periodik unsur bentuk panjang,
Tabel 5.1.1.
←s→
Tabel H
5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi unsur-unsur
He
Logam transisi p
Reaktif ← Nonlogam →
d
← Logam Transisi → Al
K Ca Sc V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Ti
Y Cd Sn
1) Lu Hg Pb
miskin logam
2) Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt (amfoterik)
Pascaaktinoida
1) Seri Lantanoida, 4f 2) Seri Aktinoida, 5f
Dari kerangka sistem periodik tersebut nampak bahwa dari kiri ke
kanan ada pergeseran atau peralihan sifat kelompok unsur-unsur dari
logam reaktif yang berkurang secara perlahan dan akhirnya menjadi
bersifat nonlogam. Dengan demikian, secara sederhana unsur-unsur
transisi menunjuk pada unsur-unsur yang terletak antara kelompok
logam reaktif dengan kelompok nonlogam, atau antara kelompok
s dengan kelompok p, yaitu kelompok d dan kelompok f yang sering
disebut transisi dalam (inner transition).
Ada tiga kelompok unsur-unsur transisi d yaitu transisi pertama
3d, transisi ke dua 4d, dan transisi ke tiga 5d. Namun, pada bagian
ini pembicaraan lebih banyak ditekankan pada kelompok unsur-
unsur transisi pertama, 3d, saja. Barangkali dapat langsung diduga
bahwa yang dimaksud kelompok ini yaitu unsur-unsur Sc-Zn.
Sesungguhnya, banyak para ahli kimia anorganik menyatakan bahwa
logam zink tidak termasuk unsur transisi seri 3d, mengapa? Baik
atom Zn ataupun senyawanya yang dikenal, tidak ditentukan oleh
10
karakter peran elektron 3d , karena orbital ini telah penuh berisi
elektron; dan dengan demikian kelompok logam ini yaitu golongan 12
sering dibicarakan secara terpisah.

Jadi, unsur-unsur transisi didefinisikan sebagai unsur-unsur baik


dalam atom netralnya dan atau atom dalam senyawanya mengandung
konfigurasi elektronik belum penuh pada orbital d, karena
memang inilah yang berperan khas bagi sifat-sifat unsur transisi.
Unsur-unsur golongan 12, yaitu Zn, Cd, dan Hg, masing-masing
mempunyai
10 2 10 2 14
konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s , [36Kr] 4d 5s , dan [54Xe] 4f
10 2
5d 6s , jadi sudah penuh berisi elektron untuk orbital d demikian
juga
dalam senyawanya untuk tingkat oksidasi +2 (maupun +1 untuk
Hg). Oleh karena itu, Zn, Cd, dan Hg sering tidak dimasukkan dalam
kelompok unsur-unsur transisi melainkan kelompok unsur
representatif.

192 Kimia Anorganik Logam


Unsur-unsur Golongan 3 (Sc, Y, Lu, dan Lr), khususnya tiga
unsur pertama hingga kini hanya dikenal membentuk senyawa dengan
0
tingkat oksidasi +3 (d ), jadi tidak menunjukkan variasi peran orbital
d. Oleh

Logam Golongan 193


d
karena itu, kelompok unsur ini sering juga dikeluarkan dari kelompok
unsur transisi d, dan dibahas secara bersamaan dengan unsur-
unsur kelompok lantanoida dan aktinoida.

5.1.2 Sifat Unsur-Unsur Transisi


Logam-logam transisi mempunyai struktur kemas rapat (closest
pack), artinya setiap atom mengalami persinggungan yang maksimal
denganatom-atomyanglainyaitusebanyakduabelasatomtetangganya.
Dalam periode, elektron-elektron mengisi orbital (n-1)d (artinya orbital
2
ini terletak di sebelah dalam dari orbital ns ) yang semakin
banyak dengan naiknya nomor atom, sehingga jari-jari
atomiknyarelatifsemakin pendek. Akibat dari struktur kemas rapat
dan kecilnya ukuran atomik adalah bahwa logam-logam transisi
membentuk ikatan logam yang kuat antara atom-atomnya
sehingga logam-logam ini dapat ditempa dan kuat. Maka relatif
terhadap logam-logam golongan s seperti kalium dan kalsium, logam-
logam transisi mempunyai titik leleh lebih tinggi, titik didih lebih
tinggi, densitas lebih tinggi, dan panas penguapan yang lebih tinggi
pula. Perbandingan beberapa sifat fisik dengan logam golongan s
dalam periode yang sama ditunjukkan dalam Tabel 5.1.2.
o
Berdasarkan pada nilai potensial reduksinya, E , logam-logam
transisi kurang elektropositif dibandingkan dengan logam-logam
kelompok s (alkali dan alkali tanah), namun kecuali Cu, logam-logam
transisi tetap bereaksi dengan asam kuat encer, ~ 1,0 M HCl
dengan menghasilkan gas H2. Kenyataannya untuk beberapa
logam, reaksi
berlangsungsecaraperlahankarenaterbentuknyalapisanoksidanonpori
yang melapisi dan menghalangi logam bagian dalam dari serangan
asam lebih lanjut. Kromium(III) oksida, Cr2O3, adalah pelindung yang
terbaik dari oksidasi lanjut maupun korosi, seperti halnya Al2O3.
Ion-ion logam transisi lebih kecil ukurannya dibanding dengan
ion- ion logam kelompok s dalam periode yang sama. Hal ini
menghasilkan rasio muatan per jari-jari yang lebih besar bagi logam-
logam transisi. Atas dasar ini, relatif terhadap logam kelompok s
diperoleh sifat-sifat logam transisi sebagai berikut:
2+ 3+
(1) Oksida-oksida dan hidroksida logam-logam transisi (M , M )
kurang bersifat basa dan lebih sukar larut.
(2) Garam-garam logam-logam transisi kurang bersifat ionik dan juga
kurang stabil terhadap pemanasan.
(3) Garam-garam dan ion-ion logam transisi dalam air lebih
mudah terhidrat dan juga lebih mudah terhidrolisis menghasilkan
sifat agak asam.
(4) Ion-ion logam transisi lebih mudah tereduksi.
Tabel 5.1.2 Beberapa data fisik logam-logam Periode 4

Unsur K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
o
Titik Leleh / C 64 850 1540 1680 1900 1890 1240 1540 1500 1450 1080 420
o
Titik didih C 770 1490 2730 3260 3400 2480 2100 3000 2900 2730 2600 910
-1
Densitas / g cm 0,86 1,54 3,0 4,5 6,1 7,2 7,4 7,9 8,9 8,9 8,9 7,1
Hantaran
- - - 2 3 10 2 17 24 24 97 -
Listrik a)
Jari-jari atom M
235 197 161 145 132 127 124 124 125 125 128 133
(dalam pm)
+
ion M 152 91

2+ b) 87 81 75 79
ion M 114 - 100 93 83 87
94 97 92 89
3+ b) 72 69 69
ion M 89 81 78 76
79 79 75
o
E / V:
+ +0,52
M → M -2,93
2+
M → M -2,76 -1,36 -1,18 - 0,91 -1,19 - 0,44 - 0,28 - 0,23 +0,34 - 0,76
3+
M → M -2,08

a) angka ini merupakan nilai sembarang dibandingkan dengan nilai 100 untuk perak
b) nilai di atas adalah nilai terendah (low-spin) dan nilai di bawah adalah nilai tertinggi (high-spin)

Walaupun senyawa logam-logam transisi dengan tingkat oksidasi


+2 dan +3 sering dipertimbangkan ionik, namun tingginya muatan
kation atau tingginya tingkat oksidasi ini dan pengaruhnya pada
polarisasi anion sekalipun hanya kecil mengakibatkan beberapa oksida
menunjukkan sifat asam dan senyawanya menjadi bersifat kovalen.
Sebagai contoh, Cr2O3 dan Mn2O3 menunjukkan sifat amfoterik, dan
semakin tinggi tingkat oksidasinya seperti pada CrO3 dan
Mn2O7, oksida ini menjadi oksida asam.
Perubahan ukuran ion yang sangat kecil dari Sc hingga Cu,
mengakibatkan senyawa-senyawa hidrat untuk ion-ion dengan tingkat
oksidasi +2 dan +3 mempunyai struktur kristal, jumlah air kristal dan sifat
3+
kelarutan yang mirip satu sama lain. Misalnya, semua M (M = Sc–Cu)
membentuk senyawa tawas (alum) dengan tipe K2SO4
.
M2(SO4)3 24H2O,
2+
tetapi semua M membentuk isomorf sulfat rangkap, (NH4)2 SO4
MSO4.6H2O.

5.1.3 Konfigurasi Elektronik Unsur-Unsur Transisi


Konfigurasi elektronik suatu atom dapat dituliskan secara lebih
sederhana yaitu dengan menuliskan lambang atom gas mulia terdekat
yang mempunyai nomor atom lebih kecil, kemudian diikuti dengan
konfigurasi elektronik “kekurangannya”; ini berarti bahwa pada bagian
dalam atom itu dibangun oleh konfigurasi elektronik gas mulia
terdekat sebelumnya. Oleh karena gas mulia bersifat stabil dalam
arti sukar mengadakan perubahan, maka konfigurasi elektronik
“kekurangannya” ini sajalah yang justru menjadi penting.
Konfigurasi elektronik dua atom unsur pertama untuk periode 4,
yaitu 19K dan 20Ca, masing-
1 2
masing dapat dituliskan K: [18Ar] 4s dan Ca: [18Ar] 4s . Menurut
diagram aufbau, elektron selanjutnya tentu mengisi orbital 3d secara
1 10
berkelanjutan, yaitu 3d - 3d , untuk atom-atom unsur Sc - Zn.
Tiga simpulan yang sangat penting perlu diketahui dari hasil
rasionalisasi data energi ionisasi hasil eksperimen adalah bahwa:
(1) Energi ionisasi untuk elektron-elektron (n-1)d lebih besar diban-
dingkan dengan energi ionisasi untuk elektron-elektron ns.
(2) Dengan naiknya muatan inti atau nomor atom, elektron-elektron (n-
1)d menjadi semakin lebih stabil daripada elektron-elektron ns.
(3) Jika atom unsur transisi melepaskan satu elektron, maka ion positif
yang dihasilkan mempunyai konfigurasi elektronik yang berbeda
dari konfigurasi elektronik atom-atom netral sebelumnya dalam
peringkat dasar (ground state), misalnya:
1 2 + 1 1
21Sc : [18Ar] 3d 4s → 21Sc : [18Ar] 3d 4s + e
1 1
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s tidak pernah dijumpai
pada atom netral dalam peringkat dasar. Hal ini berbeda dengan
atom-atom unsur kelompok s dan p, misalnya:
2 + 1
20Ca : [18Ar] 4s → 20Ca : [18Ar] 4s + e
2 5 - 2 4
17Cl : [10Ne] 3s 3p → 17Cl : [10Ne] 3s 3p + e
1 2 4
Konfigurasi elektronik [18Ar] 4s dan [10Ne] 3s 3p masing-
masing menunjuk pada konfigurasi elektronik atom netral
sebelumnya yaitu 19K dan 16S.
Tabel 5.1.3 Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam periode 4

Konfigurasi Ion yang


Unsur Lambang Tingkat Oksidasi
Elektronik umum
1 +
Kalium 19K [18Ar] 4s K +1
2
Kalsium [ Ar] 4s 2+ +2
20Ca 18 Ca
1 2
Skandium [ Ar] 3d 4s 3+ +3
21Sc 18 Sc
Titanium 2 2 4+ +2 , +3, +4
22Ti [18Ar] 3d 4s Ti
Vanadium 23V 3 2 3+ +2 , +3, +4, +5
[18Ar] 3d 4s V
Kromium 5 3+ +2 , +3 , +6
24Cr [18Ar] 3d 4s1 Cr
5 2 2+
Mangan [ Ar] 3d 4s +2 , +3 , +4 , +6 , +7
25Mn 18 Mn
6 2 2+ 3+
Besi [ Ar] 3d 4s Fe , Fe +2 , +3
26Fe 18
7 2 2+ 3+
Kobalt 27Co [18Ar] 3d 4s Co , Co +2 , +3
Nikel 8 2 2+ +2
28Ni [18Ar] 3d 4s Ni
10 1 + 2+
Tembaga 29Cu [18Ar] 3d 4s Cu , Cu +1, +2
Zink 10 2 2+ +2
30Zn [18Ar] 3d 4s Zn
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa energi orbital 3d yang
terisi elektron selalu lebih rendah dibandingkan dengan energi orbital 4s
yang sudah terisi (Kimia Anorganik I). Perbedaan tingkat energi
antara keduanya semakin besar dengan bertambahnya elektron pada
orbital 3d, sehingga urutan penulisannya juga mendahuluinya. Jadi,
konfigurasi
1 2 2 1
elektronik atom Sc dituliskan [18Ar] 3d 4s , tidak [18Ar] 4s 3d ,
demikian seterusnya untuk yang lain sebagaimana ditunjukkan Tabel
5.1.3. Hal ini sangat penting untuk pemahaman proses ionisasi,
bahwa elektron yang mudah dilepas lebih dahulu adalah elektron
terluar dalam arti pula elektron dengan energi tertinggi.
Dengan kata lain, pada proses ionisasi elektron-elektron 4s akan
selalu dilepas lebih dahulu sebelum elektron-elektron 3d. Perubahan
energi ikat elektron pada “daerah kritis” unsur-unsur transisi, 3d, 4d, 5d,
dan 6d, ditunjukkan oleh Gambar 5.1.1.

Gambar 5.1.1 Perubahan energi ikat elektron menurut nomor atom

Analisis spektroskopi menyarankan adanya penyimpangan atau


perkecualian dari konfigurasi elektronik menurut diagram aufbau
yaitu bagi atom kromium dan tembaga untuk seri transisi 3d.
Konfigurasi
5 1 4 2
elektronik 24Cr adalah [18Ar] 3d 4s bukan [18Ar] 3d 4s
sebagaimana diramalkan oleh aturan aufbau. Ini berarti bahwa energi
5 1
konfigurasi [18Ar] 3d 4s lebih rendah (atau lebih stabil) daripada
energi konfigurasi
4 2
[18Ar] 3d 4s . Hal ini sering dikaitkan dengan stabilitas konfigurasi
elektronik setengah penuh baik untuk orbital 3d maupun 4s.
Dalam hal ini elektron-elektron terdistribusi secara lebih merata di
sekeliling inti yang mengakibatkan energi tolakan antar-elektronnya
menjadi minimum dan akibatnya energi total konfigurasi menjadi
lebih rendah.
Dengan argumentasi yang sama dapat dijelaskan bahwa
10 1
konfigurasi elektronik 29Cu adalah [18Ar] 3d 4s dan bukan
9 2
[18Ar] 3d 4s . Perkecualian konfigurasi elektronik bagi unsur-unsur
transisi seri 4d dan
5d adalah:
4 1 5 1 7 1
Seri4d : 41Nb : [Kr] 4d 5s ; 42Mo : [Kr] 4d 5s ; 44Ru : [Kr] 4d 5s ;
8 1 10 10
45Rh : [Kr] 4d 5s ; 46Pd : [Kr] 4d ; 47Ag : [Kr] 4d
1
5s
14 9 1
Seri5d : 78Pt : [Xe] 4f 5d 6s ;
14 10 1
79Au : [Xe] 4f 5d 6s

5.1.4 Kecenderungan dalam Periode dan Golongan


1-2
Bagi unsur-unsur seri 3d, elektron-elektron 4s menempati
energi paling luar atau paling tinggi, dan oleh karena itu elektron-
elektron inilah yang paling mudah dilepas dalam membentuk ionnya.
1-2
Namun demikian, energi elektron 4s ini tidak berbeda banyak
x
dengan energi elektron-elektron 3d . Oleh karena itu unsur-unsur
transisi dapat membentuk ion-ion yang hampir sama kestabilannya
x
dengan melepaskan pula elektron-elekron 3d , sehingga diperoleh
berbagai macam tingkat oksidasi dari terendah +1 (Cu) hingga
tertinggi +7 (Mn). Tetapi, dari berbagai macam senyawa oksida dan
klorida-nya, ternyata tingkat oksidasi yang paling umum dijumpai
adalah +2 dan +3.
Kecenderungan dalam periode
Untuk kelompok transisi seri 3d
ternyatadiperolehkecenderungan bahwa terdapat satu atau dua
variasi tingkat oksidasi pada awal seri,
Sc(III), dan akhir seri, Cu(I) dan Cu(II), dan Zn(II), tetapi variasi
tingkat oksidasi menggelembung semakin banyak pada
pertengahan deret, Mn: +2, +3, +4, +6, +7. Mengapa demikian? Hal
ini dapat dikaitkan dengan jumlah elektron 3d. Pada awal deret,
1-2
jumlah elektron 3d terlalu sedikit (d ) untuk berperan dalam ikatan
baik ionik ataupun kovalen. Tetapi, pada akhir deret jumlah elektron 3d
9-10
terlalu banyak (yaitu d ), sehingga orbital yang sudah penuh atau
yang setengah penuh terlalu sedikit untuk dapat berperan dalam ikatan.
Seri 4d dan 5d ternyata tidak menunjukkan variasi tingkat oksidasi
sebagaimana seri 3d.
Kestabilan tingkat oksidasi tinggi dari awal hingga akhir seri
menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini dikaitkan
dengan semakin kuatnya pengaruh muatan inti terhadap elektron
3d dengan naiknya nomor atom, khususnya mulai dari
pertengahan seri; atau dengan kata lain, elektron 3d semakin
tertarik ke dalam oleh inti sehingga elektron ini semakin sukar
2+ 1 3+
dilepas. Ion Sc (3d ) tidak dikenal melainkan Sc , karena tarikan
1
muatan inti terhadap 3d lemah hingga hanya membentuk satu
macam tingkat oksidasi saja. Logam titanium dapat membentuk
4+
tingkat oksidasi, +2, +3 dan +4, tetapi secara berurutan Ti paling
stabil. Pada pertengahan deret, tingkat oksidasi -
tertinggi logam mangan adalah +7 misalnya dalam MnO yang sangat
4
stabil, tetapi untuk unsur-unsur berikutnya tingkat oksidasi tertinggi
+ 2+
menjadi menurun. Untuk tembaga dikenal sebagai Cu dan Cu ,
2+
tetapi untuk zink hanya Zn .

Kecenderungan dalam golongan


Untuk golongan utama, yaitu s dan p, terdapat kecenderungan
golongan yang sangat jelas. Untuk logam-logam transisi, unsur-unsur
periode 5 dan 6 menunjukkan kemiripan sifat kimia yang sangat kuat
dalam satu kelompok. Kemiripan sifat ini sebagai akibat elektron-
14
elektron yang mengisi orbital 4f tidak mampu menamengi elektron-
elektron dalam orbital lebih luar, 5d dan 6s.
Tabel 5.1.4 Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom (dalam pm)
beberapa unsur Periode 4, 5, dan 6 untuk Golongan 2, 4, 5, 6, 7, dan 11

Ion r Ion r Ion r Atom r Atom r Atom r


+ + +

2+ 114 4+ 60,5 3+ 64 Cr 128 Mn 127 Cu 128


Ca Ti V
2+ 132 4+ 72 3+ 72 Mo 139 Tc 136 Ag 144
Sr Zr Nb
2+ 149 4+ 71 3+ 72 W 139 Re 137 Au 144
Ba Hf Ta

Dengan muatan inti efektif yang lebih besar, jari-jari atomik, jari-
jari kovalen dan jari-jari ionik unsur-unsur periode 6 (seri 5d) mengalami
penyusutan hingga besarnya hampir sama dengan jari-jari unsur-unsur
periode 5 (seri 4d). Ilustrasi kecenderungan ini dapat dilihat pada Tabel
5.1.4, yang menunjukkan jari-jari ionik golongan 2 (alkali tanah) dari atas
ke bawah naik secara signifikan, tetapi tidak demikian bagi kelompok
4d dan 5d dalam golongannya. Unsur-unsur transisi seri 4d dan 5d
umumnya mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi daripada
tingkat oksidasi seri 3d sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.1.5.
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi Periode 4,
5, dan 6

Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu
+4 +3 , +4 +3, +6 +2, +3, +7 +2, +3 +2, +3 +2 +1, +2
Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
+4 +5 +6 +4, +7 +3 +3 +2 +1
Hf Ta W Re Os Ir Pt Au
+4 +5 +6 +4, +7 +4, +8 +3, +4 +2, +4 +3

5.1.5 Sifat Katalitik Unsur-Unsur Transisi


Banyak sekali dijumpai bahwa suatu reaksi kimia yang mestinya
dapat berlangsung secara termodinamik, namun kenyataannya reaksi
berjalan sangat sukar atau sangat lambat. Hal ini dapat diatasi
dengan melibatkan zat“pemicu” agar reaksi berlangsung dengan laju
lebih cepat
atau lebih mudah seperti yang diharapkan, sedangkan zat pemicu itu
sendiri tidak dikonsumsi menjadi produk, melainkan diperoleh
kembali pada akhir reaksi. Zat pemicu demikian ini disebut sebagai
katalisator atau katalis, dan reaksinya dikatakan reaksi katalitik. Reaksi
katalitik ini sesungguhnya banyak dijumpai di alam, dalam tubuh,
lebih-lebih dalam bidang industri kimia maupun di laboratorium.
Tentu merupakan suatu keuntungan apabila dapat
ditemukan suatu katalisator untuk jenis reaksi tertentu yang sukar
berlangsung, dan untuk itu perlu dipelajari cara kerja katalis dan
materi apa yang cocok untuk memenuhi persyaratan sebagai katalis.
Cara kerja katalisa- tor ditinjau dari aspek kimiawi secara umum,
mungkin terlibat dalam pembentukan senyawa-senyawa kompleks
“antara” yang tidak stabil, namun dapat mengakibatkan reaktan
menjadi aktif, atau mungkin menyediakan media pusat-pusat aktif
bagi reaktan. Katalisator dapat dibedakan menjadi katalisator
homogen, artinya reaktan dan katalisa- tor keduanya mempunyai fase
atau wujud yang sama, dan katalisator heterogen jika keduanya
mempunyai fase berbeda.

Katalisator homogen
Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan pembentukan
senyawa-senyawa kompleks antara yang bersifat tidak stabil dalam
tahap-tahapreaksi. Katalis dengan reaktanmembentuk kompleks
antara yang mengakibatkan reaktan dalam kompleks menjadi aktif
membentuk produk baru dengan disertai pelepasan kembali
katalisatornya. Oleh karena itu, unsur-unsur transisi sangat berperan
dalam reaksi katalitik karena sifatnya mudah membentuk senyawa
kompleks, misalnya pada banyak reaksi organik dipakai senyawa Pd(II)
dan Pt(II).
Selain pembentukan senyawa kompleks, reaktan sering dibuat
ak- tif oleh karena keterlibatan proses redoks pada katalisnya, dan
dengan demikian unsur-unsur transisi sangat berperan karena
kemampuannya membentuk variasi tingkat oksidasi. Sebagai contoh,
2+ + 3+ 2+ 3+ 2+
pasangan Cu / Cu , Co / Co , dan pasangan Mn / Mn
yang merupakan pa-
sangan transfer satu elektron, banyak dipakai pada oksidasi hidrokar-
bon dalam skala besar-besaran.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh reaksi organik katalitik:
(1) Pada reaksi hidrocarbonilasi alkena menjadi aldehid (artinya
pengikatan hidrogen dan karbonil, CO) dipakai katalisator Co(I)
atau Rh(I) :

RHC= CH2 + H2 + CO
Reaksi ini, walaupun kurang tepat, sering juga disebut sebagai
reaksi hidroformilasi yang mengacu pada terikatnya
formaldehid pada alkena. Katalisator Co(I) dalam bentuk
kompleks hidrokarbonil diduga mengalami perubahan sebagai
berikut:
HCo(CO)4 HCo(CO)3 + CO
(2) Pada reaksi oksidasi etena menjadi metanal (proses Wacker)
dipakai katalisator Pd(II) dan Cu(II) :

H2C = CH2 + O2

Pada proses ini dipakai katalisator PdCl2 yang pada awalnya


diduga terjadi reaksi dengan etena :
C2H4 + PdCl2 + H2O → CH3CHO + Pd + 2 HCl
OksidasiPdkembalimenjadiPd(II)dipercepatdenganpenambahan
2+ 2+ +
katalisator Cu(II): Pd + 2 Cu → Pd + 2 Cu , dan
+ 2+
Cu mudah teroksidasi oleh udara kembali menjadi Cu :
+ + 2+
4 Cu + O2 + 4 H → 4 Cu + 2 H 2O

(3) Pada sintesis asam asetat dengan proses karbonilasi metanol


(proses Monsanto)dipakai katalisator Co(III), atau Rh(III), atau
Ir(III), namun yang paling efektif adalah Rh(III) dalam bentuk
kompleks
-
[RhI2(CO)2] :
CH3OH + CO CH3COOH
Peran katalisator di sini sesungguhnya merupakan media penya-
lur CO kepada iodometana membentuk asetil iodida yang
ke- mudian mengalami hidrolisis membentuk asam asetat dan
asam hidrogen iodida. Asam hidrogen iodida ini kemudian
bereaksi dengan metanol membentuk iodometana, demikian
seterusnya. Persamaan reaksinya adalah:

CH3 I + CO

+ H2O → CH3COOH + H I
CH3OH + H I → CH3 I + H2O

Katalisator heterogen
Katalisator heterogen dalam bentuk padatan banyak dipakai
dalam bidang industri untuk reaksi-reaksi fase gas yang biasanya
berlangsung pada temperatur relatif tinggi. Oleh karena logam-logam
transisi mempunyai titik leleh yang sangat tinggi dan kuat, maka
dapat memenuhi syarat untuk berperan sebagai katalisator. Salah
satu keuntungan pemakaian katalis heterogen adalah bahwa produk
reaksi langsung terpisah dari fase katalisnya, sehingga tidak
memerlukan tahapan pemisahan khusus. Biasanya, reaktan
dilewatkan pada lorong katalis melalui satu ujung dan ke luar
menjadi produk pada ujung yang lain. Katalisator padatan ini dapat
berupa logam murni, paduan maupun senyawa oksidanya.
Selainmemberikanpermukaanyangluas, fase padatdimaksudkan
memberikan bentuk pori-pori yang sesuai untuk media terjadinya
reaksi secara efektif. Untuk itu, katalisator dapat dibuat dalam
bentuk serbuk yang disebarkan pada suatu wadah atau suporter.
Sebagai contoh, serbuk paduan Pt-Rh, yang disebarkan pada suporter
γ-Al2O3, dipakai dalam alat gas buang auto-mobil untuk media
terjadinya reaksi oksidasi gas buang CO dan reduksi gas-gas oksida
nitrogen yang sangat berbahaya agar ke luar sebagai CO2 dan N2.
Laju reaksi persenyawaan antara gas hidrogen dengan
oksigen pada temperatur 800 K juga dipercepat dengan pemakaian
katalisator logam platina, Pt:
2 H2 (g) + O2 (g) Pt 2 H2O (g)
;
 
Bagaimana cara kerja katalisator padatan demikian ini?
Interaksi molekul-molekul gas reaktan dengan logam katalis
dibedakan dalam dua jenis, physisorption (fisisorpsi) dan
chemisorption (kemisorpsi). Pada jenis pertama molekul-molekul gas
reaktan sekedar mengumpul terkonsentrasi pada permukaan lorong-
lorong katalis. Pada jenis ke dua molekul-molekul gas reaktan
terpecah ikatannya sebagian atau seluruhnya karena melekat
berikatan secara lemah dengan logam katalis, sehingga ikatan
dalam reaktan menjadi lemah atau reaktan berubah menjadi atom-
atomnya yang bersifat aktif sehingga dengan mudah dapat
membentuk ikatan baru antar reaktan.
Dari hasil penelitian ternyata diperoleh kesimpulan bahwa
logam- logam transisi mempunyai kecenderungan lebih mudah
melakukan kemisorpsi terhadap molekul gas-gas tertentu relatif
terhadap logam- logam lain sehingga cocok dipakai sebagai
katalisator, sebagaimana di- tunjukkan dalam Tabel 5.1.6. Contoh
skematik fisisorpsi dan kemisorp- si molekul gas H2 pada permukaan
logam Ni ditunjukkan pada Gam- bar 5.1.2.

Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2 pada
permukaan logam nikel

Molekul atau atom reaktan yang mengalami fisisorpsi


ataupun kemisorpsi ternyata dapat melakukan migrasi pada
permukaaan de- ngan aktif sehingga interaksi antara molekul-molekul
atau atom-atom
reaktan terjadi lebih aktif membentuk molekul produk; molekul
produk ini kemudian akan mengalami desorpsi (pelepasan) dari
permukaaan logam katalisnya.
Tabel 5.1.6 Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa logam
(logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa molekul gas;
(+ = kuat, ± = lemah, dan - = tak teramati )

Gas
Unsur
O2 C2H2 C2H4 CO H2 CO2 N2
Ti, V, Cr, Fe + + + + + + +
Zr, Nb, Ta, Mo + + + + + + +
Hf, W, Ru, Os + + + + + + +
Ni, Co + + + + + + -
Rh, Pd, Pt, Ir + + + + + - -
Mn, Cu + + + + ± - -
Al, Au + + + + - - -
Na, K + + - - - - -
Ag, Zn, Cd + - - - - - -
In, Si, Ge, Sn + - - - - - -
Pb, As, Sb, Bi + - - - - - -

Contoh reaksi katalitik fisisorpsi adalah hidrogenasi etena menjadi


etana dengan katalisator logam nikel yang ditemukan oleh Paul
Sabatier pada tahun 1900, menurut persamaan reaksi berikut:

CH2 = CH2 + H2 Ni;


C2H4

Reaksi sintesis amonia dari gas nitrogen dan hidrogen


dengan katalis logam besi dan dengan sedikit alumina dan garam
kalium sebagai promotor, didugaberlangsungsecarakemisorpsi.
Adanyaikatanrangkap tiga dalam molekul nitrogen tentu
mengakibatkan proses kemisorpsi gas ini menjadi lebih lambat
daripada proses kemisorpsi gas hidrogen. Tahapan reaksinya mungkin
dapat dituliskan sebagai berikut:
Kemisorpsi peruraian N2 : N2 (g) Fe; N2 (Fe) → 2 N (Fe)


6 H (Fe)
Kemisorpsi peruraian H2 : 3 H2 (g)
Fe ;
  
Penggabungan atom-atom reaktan : 2 N (Fe) + 6 H (Fe) 2 NH3 (Fe)
Fe ;
  
Desorpsi (pelepasan) molekul produk NH3 : 2 NH3 (Fe) → 2 NH3 (g)

Reaksi total : N2 (g) + 3 H2 (g) Fe;


2 NH3 (g)

Contoh lain adalah, pemakaian garam kalium vanadat (K 3VO4)


dalam industri asam sulfat yang melibatkan tiga tahapan reaksi
sebagai berikut:
(1) S (s) + O2 (g) → SO2 (g)
(2) SO2 (g) + ½ O2 (g) → SO3 (g)
(3) SO3 (g) + H2O (l) → H2SO4 (aq)
Reaksi tahap (2) ternyata berlangsung sangat lambat, dan oleh karena
itulah pada tahap ini dipakai katalisator vanadat dengan atom pusat
5+
V yang ditempatkan dalam wadah suport silika, SiO2, dengan
luas permukaan yang besar. Namun pada temperatur tinggi ~ 600
o
C,
vanadat meleleh sehingga terjadi reaksi redoks dengan laju yang
cukup tinggi sebagai berikut:
5+ 2- 4+
SO2 (g) + 2 V O → 2 V + SO3

4+ 5+ 2-
(g) 2 V + O2 → 2 V O

Jadi, laju reaksi oksidasi tahap (2) dipercepat oleh proses reduksi
vana- dat yang kemudian diperoleh kembali.
Satu jenis lagi pemakaian katalisator heterogen adalah pada
pro- ses elektrolisis. Dalam hal ini molekul-molekul gas hasil elektrolisis
bia- sanya mengumpul di sekitar elektrode, sehingga menghambat
proses elektrolisis lebih lanjut. Akibatnya, sel elektrolisis mengalami
overpo- tential (tegangan berlebih), dan semakin panas. Untuk
mengurangi ham-
batan ini dapat dipakai oksida-oksida logam transisi yang diserakkan
di seputar elektrode, sehingga memperlancar evolusi gas hasil.
Misalnya untuk gas hasil Cl2, dapat dipakai RuO2, dan untuk gas hasil
O2 dapat dipakai kompleks tetrafenilporfirinakobalt(II), Co(TPP).
Sesungguhnya, masih banyak lagi peran unsur-unsur transisi sebagai
katalisator enzima- tik, namun tidak mungkin dibicarakan pada
kesempatan ini.

5.1.6 Sifat Magnetik Senyawa Unsur-Unsur Transisi


Senyawa kompleks banyak ditemui bersifat paramagnetik,
yaitu tertarik oleh medan magnetik; selain itu juga banyak juga yang
bersifat diamagnetik, yaitu tertolak oleh medan magnetik. Ukuran sifat
magnetik suatu spesies sering dinyatakan dengan besaran momen
magnetik, µ, dalam satuan Bohr Magneton (BM). Sifat paramagnetik
suatu senyawa disebabkan oleh adanya elektron nirpasangan
(elektron tak-berpasangan, unpairedelectron) dalam konfigurasi
elektronik spesies yang bersangkutan. Hubungan antara banyaknya
elektron nirpasangan dengan sifat paramagnetik spin atau momen
magnetik spin, µs, adalah:
s  ns(ns  1) dengan s = ½ = bilangan kuantum
2 BM, spin dan n = banyaknya elektron
atau nirpasangan atau
 s  n(n  2) BM

Sebagai contoh, harga momen magnetik untuk suatu ion


yang mempunyaihanyasatuelektronnirpasangan (n =1) adalah: µs =
�3 = 1,73 BM. Dengan demikian secara teoretik, momen magnetik
suatu spesies dapat diramalkan berdasarkan pada jumlah elektron
nirpasangan yang dapat diketahui dari konfigurasi elektronik spesies
x
yang bersangkutan. Spesies dengan konfigurasi elektronik d ,
menghasilkan 1 hingga 5 elektron nirpasangan, dan harga momen
magnetiknya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.1.7.
Sebagai contoh, garam FeCl
- 2 dan FeSO2- , keduanya memberikan
kation Fe(II). Untuk anion Cl maupun SO 4 , semua elektron dalam
4
orbital-orbital yang bersangkutan selalu berpasangan, sehingga tidak
menentukan sifat paramagnetik melainkan hanya diperhitungkan sifat
koreksi diamagnetiknya saja. Untuk mempermudah pemahaman, cara
2+
penulisan konfigurasi elektronik ion besi(II), 26Fe ditunjukkan seperti
berikut ini:
2+ 6
26Fe : [18Ar] 3d →
Dari diagram konfigurasi elektronik tersebut dapat dimengerti
2+
bahwa ion Fe memiliki empat elektron nirpasangan dalam
6
orbital 3d . Dengan demikian dapat diramalkan bahwa ion ini
mempunyai nilai µs sebesar 4,90 BM. Dengan cara yang sama, nilai µs
spesies yang lain dapat ditentukan.
Tabel 5.1.7 Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur - unsur
transisi (n = jumlah elektron nirpasangan)

3dx n µs = BM
Contoh, ion
0 3+ 4+ 5+
3d 0 0 Sc , Ti ,V
1 3+
4+
3d 1 1,73 Ti,V
2 2+ 3+
3d 2 2,83 Ti , V
3 3+ 2+
3d 3 3,87 Cr , V
4 2+ 3+
3d 4 4,90 Cr , Mn
5 2+ 3+
3d 5 5,92 Mn , Fe
6 2+ 3+
3d 4 4,90 Fe , Co
7 2+
3d 3 3,87 Co
8 2+
3d 2 2,83 Ni
9 2+
3d 1 1,73 Cu
10 + 2+
3d 0 0 Cu , Zn

x
Catatan : perlu diingat bahwa bagi setiap konfigurasi elektron d gasal (d , x =
gasal), spesies yang bersangkutan pasti bersifat paramagnetik ; tetapi untuk x = genap
terdapat dua kemungkinan, yaitu paramagnetik jika terdapat elektron yang tidak
berpasangan dan diamagnetik jika semua elektron berpasangan.
Asal-usul sifat magnetik

Benda magnet mempunyai kemampuan menarik benda-


benda lain (tentunya yang lebih ringan) ke arah dirinya. Dalam
hal ini ada magnet permanen atau magnet tetap, artinya
kemampuan menarik ini tidak lenyap, dan magnet sementara artinya
kemampuan menarik menjadi lenyap jika penyebab timbulnya sifat
magnet dihilangkan. Misalnya, logam yang dililiti kumparan arus
listrik menjadi magnet yang kemudian disebut sebagai
elektromagnet. Namun, jika arus listrik dihilangkan maka sifat
magnet menjadi hilang pula. Logam besi dapat ditarik atau
dipengaruhi oleh magnet sehingga dikatakan bersifat magnetik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak senyawa kimia


khususnya dari logam transisi yang dipengaruhi oleh magnet, artinya
berinteraksi tertarik oleh medan magnetik dari luar. Senyawa
demikian dikatakan bersifat paramagnetik. Sebaliknya terdapat senyawa-
senyawa yang berinteraksi tertolak oleh medan magnetik, dan dengan
demikian senyawa ini bersifat diamagnetik. Sesungguhnya, masih ada
jenis sifat magnetik lain namun untuk kesempatan ini hanya akan
dibicarakan kedua sifat magnetik tersebut.

Barangkali muncul pertanyaan dari mana atau apa penyebab


munculnya sifat magnetik suatu materi? Menurut teori fisika klasik,
secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap benda atau partikel
yang berputar pada porosnya akan menghasilkan sifat magnet.
Misalnya planet bumi, oleh karena putaran pada porosnya
menghasilkan sifat magnet yang terdiri atas kutub magnet utara
(N) dan kutub magnet selatan (S). Sebuah elektron, yang secara
individu dapat dipandang sebagai partikel solid yang bermuatan, juga
berputar pada porosnya yang diasosiasikan dengan bilangan kuantum
spin, s, dengan nilai ½. Dengan demikian, spin elektron tentulah
menghasilkan magnet, atau dengan kata lain elektron sendiri
merupakan magnet elementer, dan
inilah yang merupakan sumber munculnya sifat magnetik
khususnya dalam senyawa kimia; sifat magnetik seperti ini sering
dikatakan sebagai sifat magnetik spin. Namun, dua elektron yang
berada dalam satu orbital akan saling berpasangan dengan arah spin
yang saling anti paralel atau nilai spin yang saling berlawanan, +½
dan -½. Oleh karena itu, sifat magnetik yang dihasilkan saling
melenyapkan atau dengan kata lain resultante sifat magnetiknya
berharga nol. Sesungguhnya, revolusi elektron pada orbitalnya juga
menghasilkan sifat magnetik, namun nilainya ternyata relatif lebih
kecil dibandingkan dengan sifat magnetik spin. Oleh karena itu, sifat
magnetik orbital ini hanya merupakan faktor kontribusi saja terhadap
sifat magnetik senyawa yang bersangkutan.

Sifat diamagnetik

Diamagnetik adalah sifat yang selalu dimiliki oleh setiap atom


dalam materi atau senyawa tanpa memandang tipe sifat magnetik
total dari senyawa yang bersangkutan. Sifat ini hanya muncul jika ada
medan magnetik dari luar yang dikenakan pada atom yang
bersangkutan sehingga terjadi interaksi antara medan magnetik luar
dengan medan terinduksi dalam kulit-kulit yang terisi penuh elektron.
Medan terinduksi ini harus melawan medan magnetik luar sejauh
mungkin untuk melenyapkan interaksi tersebut, sehingga
suseptibilitas (kerentanan) diamagnetik berharga negatif.

Mengapa di dalam orbital-orbital yang terisi penuh elektron da-


pat dihasilkan medan terinduksi? Sifat magnetik spin dari elektron-elek-
tron dalam orbital yang terisi penuh saling meniadakan karena arah
spin yang saling berlawanan; namun, elektron-elektron yang
berpasangan dalam kulit/orbital, menurut teori fisika klasik dapat
diperlakukan se- bagai loop-loop arus, sehingga berinteraksi menolak
medan magnetik dari luar yang mengenainya. Oleh karena itu, sifat
diamagnetik ini tidak dipengaruhi oleh temperatur maupun besarnya
kuat medanmagnetik luar, tetapi hanya ditentukan oleh ukuran dan
bentuk orbital.
Tabel 5.1.8 Suseptibilitas diamagnetik molar, , berbagai spesies (semua harga
L
dikalikan dengan 10-6 mol-1)
Ion χL Ion χL Ion χL Ion χL
2-
+
Ag -28,0 Cu
2+ -11,0 Pb
2+ -28,0 CO3 -28,0
-

Ba
2+ -24,0 Fe
2+ -13,0 Rb+ -22,5 ClO4 -32,0
-

Bi
3+ -25,0 Fe
3+ -10,0 Zn
2+ -15,0 NO2 -10,0
-

Ca
2+ -10,4 Hg
2+ -40,0 F
- -9,1 NO3 -18,9

Cd
2+ -22,0 K
+ -14,9 Cl- -23,4 OH- -12,0

Co
2+ -12,0 Li+ -1,0 Br- -34,6 O
2- -7,0
2-

Co
3+ -10,0 Mg
2+ -5,0 I
- -50,6 PtCl6 -148,0
-

Cr
2+ -15,0 Mn
2+ -14,0 BF4 -39,0 S
2- -38,0
2-

Cr
3+ -11,0 Na+ -6,8 CN- -13,0 SO3 -38,0
+ 2-
Cs+ -35,0 NH4 -13,3 CNO- -21,0 SO4 -40,1
-
Cu+ -12,0 Ni
2+ -12,0 CNS- -31,0 SO4H -35,0

Ligan χL Ligan χL
H2O air -13 C2H8N2 etilendiamin -46
2-
NH3 amonia -18 C2 O4 oksalat -25
2-
N2H4 hidrazin -20 C3 H 2 O4 malonat -45
-
CO carbonil -10 C5 H 7 O2 asetilasetonat -52
- -
CHO2 format -17 C5H5 siklopentadienil -68
CH4N2O urea -34 C5H5N piridina -49
CH4N2S tiourea -42 C6H6 benzena -55
C2H4 etilen -15 C10H8N2 bipiridina -105
-
C2H3O2 asetat -30 C12H8N2 fenantrolina -128
-
C2H3NO2 glisinat -37

Dalam molekul, nilai sifat diamagnetik total merupakan jumlah


dari masing-masing atomnya. Besarnya suseptibilitas diamagnetik tiap
atom adalah:
χA = - 2,83 x 10-10 Σ� ri 2,
dengan ri = rata-rata jari-jari rotasi elektron (dengan asumsi rotasi elek-
tron tidak selalu berbentuk lingkaran). Harga ini untuk tiap-tiap atom
unsur, molekul, ion , gugus ion, maupun berbagai jenis ikatan telah
ber- hasil ditentukan, dan kemudian disebut sebagai tetapan Pascal. Nilai
-1 -3
ini sangat kecil, kira-kira hanya 10 - 10 kali dari nilai sifat
paramagnetik, sehingga hanya merupakan faktor koreksi saja terhadap
sifat magnetik senyawanya. Nilai tetapan Pascal tersebut sebagai
faktor koreksi dia- magnetik, dan untuk berbagai spesies telah
berhasil ditabulasikan oleh Lewis sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
5.1.8.

Sifat paramagnetik
Sistem atomik, molekular, radikal bebas, atau ion yang
memiliki satu atau lebih elektron nirpasangan akan memiliki momen
magnetik permanen yang ditimbulkan oleh momentum sudut spin
dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan ini. Elektron ini
dapat berasal dari orbital s misalnya untuk uap atom logam alkali,
orbital p misalnya pada O2, NO, ClO2, dan radikal bebas, orbital d untuk
seri logam transisi 3d, 4d, dan 5d, dan orbital f untuk seri lantanoida dan
aktinoida.
Semua senyawa dengan momen magnetik permanen menunjuk-
kan sifat paramagnetik normal. Jika senyawa paramagnetik dikenai
medan magnetik luar, atom-atom atau molekul-molekul magnet per-
manen akan menata diri searah dengan arah medan sehingga tertarik
menuju medan. Hal ini menghasilkan suseptibilitas magnetik (χ) positif
yang tak bergantung pada besar medan magnetik yang mengenainya,
tetapi bergantung pada temperatur karena agitasi termal akan mela-
wan orientasi dwi kutub magnetik. Maka, efektivitas medan magnetik
akan hilang dengan naiknya suhu. Secara matematik,
C kebergantungan
ini telah dilukiskan menurut hukum Curie, χ = T , atau Curie – Weiss, χ
C
=
, dengan C = tetapan Curie dan �� = tetapan Weiss. Nilai ini
T - 
meru- pakan sifat individual senyawa dan harus ditentukan secara
eksperimen
dengan variasi temperatur.
Dalam pengukuran suseptibilitas molar suatu senyawa, nilai
koreksi diamagnetik atom-atom konstituennya harus diperhitungkan,
dan hasilnya adalah suseptibilitas molar terkoreksi, χ M’. Hubungan antara
suseptibilitas molar dengan momen magnetik menurut mekanika
kuantum dinyatakan dalam rumusan:
N 
χ ’= 2 2............................................(1.1)
M
3kT
dengan N = bilangan Avogadro = 6,02205 . 1023 mol-1, β = 1 BM =
0,9273.10-23 J T-1, k = tetapan Boltzmann = 1,38066 . 10-23 J K-1, dan µ =
momen magnetik permanen dalam BM. Dengan memasukkan nilai-
nilai tetapan tersebut diperoleh formula:
µeff = 2,83
÷M ' T BM.....................................(1.2)
Momen magnetik
spin
Bilangan kuantum spin elektron dianalogikan dengan konsep
rotasi elektron pada sumbunya sendiri. Dengan demikian menurut
mekanika gelombang, momentum sudut elektron yang berkaitan
dengan bilangan kuantum spin adalah terkuantisasi sebesar
s(s  1)
h/2π, sehingga momen magnetik spin mengikuti rumusan:
µs = g β s(s  1) s(s  1) 4s(s  1)
e.m.u = 2 BM = BM.......(1.6)
dengan g = faktor pembelahan Lande atau rasio giromagnetik
yaitu rasio momen magnetik terhadap momentum sudut yang
besarnya untuk elektron bebas secara eksak adalah 2,002320 ±
0,000004. Nilai ini adalah 1 untuk momen orbital dan sering dibulatkan
menjadi 2 untuk momen spin. Perbedaan nilai 0,00232 bagi elektron
bebas oleh karena koreksi relativistik.
Momen magnetik tersebut adalah momen permanen, oleh
karena itu jika dikenai medan magnetik dari luar akan berinteraksi
menghasilkan efek paramagnetik.

Tipe paramagnetik
Sifat magnetik senyawa kompleks berkaitan dengan jumlah
elektron nirpasangan dalam sistem molekul kompleks ini. Oleh karena
itu perlu diturunkan suatu rumusan momen magnetik yang berkaitan
dengan jumlah elektron nirpasangan yang nilainya teruji oleh hasil
pengukuran menurut rumusan (1.2) tersebut. Oleh karena sifat
magnetik dalam sistem multielektron berasal dari momentum
sudut spin dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan dalam
sistem ini, maka kedua total momentum ini harus ditambahkan
menurut aturan kuantum penjumlahan vektor.
Sifat paramagnetik normal suatu senyawa kompleks bergantung
paling tidak pada tiga faktor yaitu (1) jumlah elektron nirpasangan,
(2) tingkat dasar spektroskopik, dan tingkat eksitasi di atasnya jika
pembelahan seharga orde kT, dan (3) kuat medan ligan dan
konfigurasi geometrinya.

Spin only
Tipe momen magnetik ini sesungguhnya sama dengan yang
berlaku bagi pembelahan multiplet kecil tetapi dengan L = 0 sehingga
nilai momen magnetik hanya didominasi oleh momentum sudut
spin saja; atau dengan kata lain untuk tipe ini kontribusi momentum
sudut orbital lenyap sama sekali sehingga rumusan momen
manetiknya menjadi:
µs = 4S (S  1) BM ; dengan mengingat bahwa S = n/2, maka
= n (n  2) BM.................................................................(1.9)
Tipe momen magnetik semacam ini kemudian dikenal sebagai momen
magnetik spin only.

Koreksi diamagnetik
Secara umum, senyawa paramagnetik terdiri atas pusat-
pusat paramagnetik dan gugus-gugus diamagnetik, bahkan ion
paramagnetik monoatomik juga mempunyai nilai diamagnetik; gugus-
gugus diamagnetik ini tentu saja harus diperhitungkan sebagai faktor
koreksi. Jadi, suseptibilitas molar suatu senyawa merupakan jumlah
aljabar suseptibilitas atom, ion atau molekul penyusun senyawa ini.
Oleh karena itu, suseptibilitas per mol terkoreksi (χM’) suatu ion
logam
paramagnetik dalam suatu senyawa dapat diperoleh dengan mengukur
suseptibilitas molar senyawa ini (χ M) dan kemudian dikurangi dengan
faktor diamagnetik ion atau molekul penyusunnya (χL) :
χM’ = χM (pengukuran) - χL

Suseptibilitas magnetik dan pengukurannya


Ukuran sifat magnetik suatu senyawa yang dinyatakan
dengan nilai momen magnetik tidak dapat diukur langsung melainkan
dihitung dari nilai suseptibilitas magnetiknya, dan nilai suseptibilitas
inilah yang diperoleh dari pengukuran. Dua buah kutub magnet
berlawanan menunjukkan garis-garis gaya dalam daerah medan
magnetik (Gambar 5.1.3a). Apabila suatu senyawa sampel
ditempatkan dalam medan mag- netik dengan kuat medan H (Gambar
5.1.3b – 5.1.3c) maka medan terin- duksi fluks, B, dalam senyawa
dinyatakan dengan hubungan:
B = H + 4πI , dengan I = intensitas magnetisasi.
Jika kedua ruas persamaan tersebut dibagi dengan B, maka akan
diperoleh rasio B yang disebut sebagai permeabilitas magnetik
H
senyawa yang bersangkutan dalam bentuk hubungan:
B = 1 + 4 π( I )
H H
Rasio I atau sering dituliskan dengan lambang k inilah yang disebut
sebagaiHsuseptibilitas magnetik per volume atau suseptibilitas volume.
Bagaimana nilai suseptibilitas tersebut bagi sampel diamagnetik
dan sampel paramagnetik? Rasio
B tersebut dapat dipandang
sebagai
H
rasio rapatan garis-garis gaya magnet dalam sampel terhadap rapatan
garis-garis gaya medan magnet untuk area yang sama jika tanpa
sampel. Dengan demikian, dalam medium vakum atau hampa
(Gambar
5.1.3a) nilai B = H
B = 1, sehingga k = nol. Senyawa diamagnetik
atau H
berinteraksi menolak beberapa garis gaya (Gambar 5.1.3b) sehingga B
< H, dan akibatnya suseptibilitas, k, berharga negatif. Sebaliknya,
senyawa paramagnetik berinteraksi menarik beberapa garis gaya
“tambahan”
(Gambar 5.1.3c) sehingga B >H dan akibatnya suseptibilitas, k,
berharga positif. Jadi dengan kata lain, dalam medan magnetik senyawa
diamagnetik tertolak ke dalam daerah yang mempunyai rapatan garis
gaya rendah sedangkan senyawa paramagnetik tertarik ke dalam
daerah yang mempunyai rapatan garis gaya tinggi.

Gambar 5.1.3 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per satuan area
(a), menjadi berkurang ketika melewati sampel diamagnetik (b),
tetapi bertambah ketika melewati sampel paramagnetik (c),
dan
timbangan magnetik model Gouy (d)

Cara pengukuran suseptibilitas magnetik


Sampeldiamagnetiktertolakkeatasmenjauhdarimedanmagnetik
ke daerah yang kurang rapat garis gaya magnetiknya; akibatnya,
massa sampel tentu menjadi terukur lebih ringan atau berkurang.
Sebaliknya, sampel paramagnetik tertarik ke bawah, ke daerah yang
lebih rapat garis gaya magnetiknya, sehingga massa sampel menjadi
terukur lebih berat atau bertambah relatif terhadap massa sampel
jika ditimbang tanpa medan magnetik. Adanya perbedaan massa
inilah yang mendasari pengukuran suseptibilitas magnetik suatu
senyawa.
Jadi, untuk mengukur besaran ini sampel yang akan
ditimbang dimasukkan ke dalam tabung (tabung Gouy) yang
digantungkan di antara dua kutub magnet tetap atau
elektromagnet; alat seperti ini dikenal sebagai timbangan Gouy
(Gambar 5.1.3d). Oleh karena dalam hal ini besaran massa atau
besaran molar lebih instruktif, maka
suseptibilitas volume, k, diubah menjadi suseptibilitas massa, g , atau
χ
suseptibilitas molar, χ , menurut hubungan berikut:
M
k 3
χ , dengan d = densitas sampel, gram/cm , dan
=
g
d
χ = χ . Mr, dengan Mr = Massa rumus relatif (berat molekul) sampel.
M g

Hubungan massa sampel dengan kuat medan magnetik yang


menunjuk pada gaya magnetik yang bekerja pada sampel dapat
dinyatakan dalam rumusan berikut:

=
[w1  w2 ].. g , dengan
χ
.M r
M
w.H 2
∆w1 = perbedaan antara massa sampel + tabung yang ditimbang
dengan dan tanpa medan magnetik
∆w2 = perbedaan antara massa tabung yang ditimbang dengan
dan tanpa medan magnetik (berharga negatif)
w = massa sampel yang ditimbang tanpa medan magnetik
l = tinggi / panjang sampel dalam tabung
Mr = massa rumus relatif (berat molekul) sampel
H = kuat medan magnetik
g = gaya gravitasi bumi di mana dilakukan pengukuran
Semua besaran-besaran yang terlibat dalam pengukuran tersebut telah
diketahui, sehingga χ M dapat dihitung. Harga ini tentu masih harus
dikoreksi dengan suseptibilitas diamagnetik, χL, sehingga diperoleh
χ’ = - χL. Selanjutnya nilai momen magnetik, µ, dihitung menurut
χ
M M
persamaan (1.2),
µs = 2,828�(χM’.T) BM, dengan T = temperatur sampel (dalam Kelvin)
Pengukuran dan perhitungan seperti ini dari banyak macam
sampel menghasilkan nilai-nilai yang relatif tidak berbeda dengan µs
teoretik berdasarkan jumlah elektron nirpasangan (Tabel 5.1.7).

5.1.7 Soal-Soal Latihan


1. Jelaskan secara singkat batasan mengenai unsur transisi dan
bagai- mana pengelompokannya; sebutkan pula sifat-sifat
kimiawinya yang khas.
2. Tuliskan formula umum konfigurasi elektronik unsur-unsur
transisi; jelaskan perbedaan konfigurasi elektronik (ion) hasil
pelepasan satu elektron terluar bagi unsur-unsur transisi
dibandingkan dengan unsur-unsur golongan utama
(representatif).
3. Tuliskan konfigurasi elektronik atom unsur transisi 24Cr, 25Mn, 26Fe,
28Ni, dan 29Cu ; jelaskan pula kestabilannya untuk atom
kromium dan tembaga ditinjau dari diagram aufbau.
4. Jelaskansecarasingkatvariasi dan banyaknyavariasitingkat oksidasi
unsur-unsur transisi serta kestabilannya yang umum.
5. Jelaskansecarasingkatperihalsifatdiamagnetik, sifatparamagnetik,
dan komparasi nilai keduanya.
6. Jelaskan dengan singkat bagaimana efek medan magnetik
terhadap massa sampel diamagnetik dan paramagnetik
7. Jelaskanmengapasenyawatransisiumumnyabersifatparamagnetik,
dan beri contohnya �
8. Jelaskan secara singkat pengertian katalisator, cara kerja katalisator
dan beri contohnya.

Lingkari salah satu alternatif jawaban yang paling tepat


1. Pernyataan perihal ”batasan” unsur-unsur transisi berikut yang
paling tepat adalah:
a. Unsur-unsur transisi selalu mempunyai konfigurasi elektronik
”d” tidak penuh bagi atom-atomnya
b. Unsur-unsur transisi mempunyai karakteristik konfigurasi
(0-10) 2
elektronik (n-1)d ns bagi atom-atomnya
c. Unsur-unsur transisi mempunyai sifat paramagnetik bagi
senyawa - senyawanya
d. Unsur-unsur transisi selalu mempunyai konfigurasi elektronik
”d” tidak penuh bagi atom-atom atau ion-ionnya
2. Diantara pernyataan-pernyataan berikut ini yang tidak
menyatakan sifat unsur-unsur transisi adalah :
a. Unsur-unsur transisi umumnya mempunyai rapatan relatif
tinggi daripada unsur-unsur non-transisi
b. Unsur-unsur transisi umumnya mempunyai titik leleh dan titik
didih yang relatif tinggi daripada unsur-unsur ”non-transisi”
c. Sifat basa unsur-unsur transisi lebih lemah daripada sifat
basa logam-logam alkali-alkali tanah
d. Unsur-unsur transisi umumnya ”lebih reaktif” daripada
logam- logam alkali-alkali tanah
3. Pernyataan berikut ini yang kurang tepat perihal unsur-unsur
transisi adalah :
a. Dalamsatuseriperiode, jejari atomunsur-unsurtransisisemakin
besar dengan naiknya nomor atom
b. Energi elektron-elektron ”(n-1)d” lebih rendah daripada energi
elektron-elektron ”ns”
c. Ionisasi unsur-unsur transisi merupakan pelepasan elektron-
elektron ”ns” lebih dulu sebelum elektron-elektron (n-1)d
d. Terjadinyavariasitingkatoksidasiunsur-unsurtransisidisebabkan
oleh kemungkinan pelepasan elektron-elektron ”d”
4. Penulisan konfigurasi elektronik sangat tepat diurutkan
berdasarkan kenaikan energi orbital dari rendah ke tinggi; oleh
karena itu penulisan konfigurasi elektronik yang paling tepat
bagi spesies berikut ini adalah:
2 5
a. 25Mn : [18Ar] 4s 3d
2 9
b. 29Cu : [18Ar] 4s 3d
+ 1 9
c. 29Cu : [18Ar] 4s 3d
2 2
d. 22Ti : [18Ar] 3d 4s
5. Konfigurasi elektronik “spesies” berikut ini benar kecuali :
5 1
a. 24Cr : [18Ar] 3d 4s
2+ 4
b. 24Cr : [18Ar] 3d
+ 9
c. 29Cu : [18Ar] 3d
1 10
4s d 29Cu : [18Ar] 3d
1
4s
6. Salah satu sifat atom unsur 21Sc yang benar adalah:
a. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +2 oleh
2
karena melepaskan kedua elektron 4s
b. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +3 oleh
2 1
karena melepaskan elektron 4s 3d
c. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +2 dan +3
d. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +1 oleh
1
karena melepaskan elektron 3d
7. Variasi tingkat oksidasi unsur-unsur transisi ”3d ” dalam satu seri :
a. semakin banyak dengan naiknya nomor atom
b. semakin sedikit dengan naiknya nomor atom
c. relatif semakin banyak sampai dengan pertengahan seri
d. tidak jelas
8. Pernyataan berikut yang kurang tepat berkaitan dengan seri 3d
adalah:
a. Tingkat oksidasi unsur-unsur transisi 3d yang paling umum
adalah +2 dan +3
b. Tingkat oksidasi rendah terdapat pada awal dan ujung seri
c. Tingkat oksidasi tertinggi dimungkinkan bagi unsur dengan
nomor atom terttinggi
d. Tingkat oksidasi tertinggi terdapat pada atom unsur
pertengahan seri
9. Pernyataan-pernyataan berikut ini berkaitan dengan banyaknya
variasi tingkat oksidasi unsur-unsur transisi kecuali:
a. banyaknya orbital d yang masih kosong atau yang sudah
isi setengah penuh pada pertengahan pertama seri transisi
b. daya tarik inti yang relatif lemah terhadap orbital-orbital d
yang kosong s dan atau setengah penuh
c. daya tarik inti yang relatif semakin kuat terhadap orbital d yang
berisi setengah penuh dan penuh
d. jejari atom yang semakin pendek sampai dengan
pertengahan pertama sseri transisi
10. Pernyataan yang kurang tepat berkaitan dengan atom 26Fe
adalah:
6 2
a. mempunyai konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s
2
b. mudah melepas elektron 4s menghasilkan tingkat oksidasi +2
c. mudah melepaskan tiga elektron dan meninggalkan kofigurasi
5
3d - setengah penuh bagi spesies dengan tingkat oksidasi +3
d. kestabilan Fe(II) dikaitkan dengan konfigurasi elektronik
5 1
setengah penuh [18Ar] 3d 4s
11. Salah satu pernyataan berikut yang tidak tepat berkaitan dengan
sifat magnetik adalah:
a. Setiap elektron secara individual bersifat magnetik permanen
oleh karena gerakan spin (s) elektron yang bersangkutan
b. Setiap (2) elektron yang berpasangan dalam orbitalnya
bersifat saling meniadakan sifat magnetik-spin oleh karena
arah spin yang saling anti- paralel
c. Sifat magnetik-spin spesies (ion, atom, molekul) unsur-unsur
transisi terutama sebanding dengan banyaknya elektron-
elektron yang tidak berpasangan
d. Sifat magnetik suatu spesies ditimbulkan oleh karena adanya
induksi medan magnit dari luar
12. Salah satu pernyataan berikut yang tidak tepat berkaitan dengan
sifat magnetik sampel adalah:
a. Suatu sampel diamagnetik yang diletakkan dalam pengaruh
medan magnetik luar akan berinteraksi tertolak menjauhi medan
b. Suatu sampel diamagnetik tidak akan berubah beratnya
sekalipun ditimbang di dalam pengaruh medan magnetik luar
c. Suatu sampel paramagnetik yang diletakkan dalam pengaruh
medan magnetik luar akan berinteraksi tertarik ke dalam
medan
d. Suatu sampel paramagnetik akan bertambah beratnya jika
ditimbang di dalam pengaruh medan magnetik luar
13. Salah satu pernyataan berikut yang tidak benar adalah:
a. Senyawa CuSO4.5H2O bersifat paramagnetik
b. Senyawa CuCl2 mempunyai momen magnetik kira-kira 1,7 BM
c. Molekul FeCl3 mungkin dapat bersifat diamagnetik
d. Spesies 26Fe(II) mungkin dapat bersifat diamagnetik
14. Sifat paramagnetik dapat ditunjukkan oleh senyawa berikut:
a. Cu2SO4
b. CuCl
c. TiCl4
d. VCl4
15. Senyawaan mangan (25Mn) yang pasti bersifat diamagnetik
adalah:
a. KMnO2- 4
b. MnO
4
c. MnSO4
d. Mn2O3
16. Ion-ion berikut mungkin saja bersifat diamagnetik, kecuali :
2+
a. 27Co
3+
b. 27Co
2+
c. 28Ni
+
d. 29Cu
17. Berikut ini adalah sifat-sifatunsur-unsurtransisiyangdapatdikaitkan
dengan perannya sebagai katalisator, kecuali :
a. Kemampuannya membentuk senyawa kompleks antara
b. Adanya variasi tingkat oksidasi hingga memungkinkan
terjadinya reaksi redoks
c. Kemampuan adsorpsi (kemis-fisis) terhadap molekul-molekul
reaktan (gas)
d. Reaktifitas yang relatif rendah daripada logam alkali-alkali
tanah.
18. Dalamreaksi-reaksifasegas,berikutiniadalahkeadaankemungkinan
keterlibatan katalisator yang umum, kecuali :
a. Katalisator dalam fase padatan, baik logam ataupun oksidanya
b. Katalisator berperan dalam pembentukan senyawa kompleks
c. Katalisator terlibat dalam proses redoks
d. Katalisator bekerja secara adsorbsi (kemis-fisis)
19. Dalam reaksi sintesis amonia : 2 N2 (g) + 3 H2 (g) 2 NH3
(g) , dipakai katalisator besi, Fe ; mekanisme kerja katalisator ini
diduga:
a. mengadsorpsi secara kemis (kemisorpsi) molekul-molekul
reaktan sehingga menjadi lebih aktif
2+
b. terlibat dalam reaksi redoks, Fe Fe hingga meningkatkan
laju reaksi

c. terlibat dalam pembentukan senyawa kompleks Fe H yang
mudah diserang oleh molekul N2 �
d. terlibat dalam pembentukan senyawa kompleks Fe N yang
mudah diserang oleh molekul H2
20. Dalam proses reaksi pembuatan asam sulfat dari oksidasi belerang
oleh oksigen dipakai katalisator vanadat, Vanadium(V); kerja
katalisator ini diduga:
a. mengadsorpsi molekul-molekul gas oksigen hingga lebih aktif
mengoksidasi belerang
b. mengadsorpsi molekul-molekul gas SO3 hasil oksidasi hingga
aktif bereaksi dengan air
5.2 GOLONGAN 4
TITANIUM, ZIRKONIUM, DAN HAFNIUM
5.2.1 Pendahuluan
Unsur titanium yang pada mulanya ditemukan oleh William
Gregor pada tahun 1791 dalam bijih ilmenit, FeTiO3, dapat dipisahkan
dari unsur besinya dengan penambahan asam hidroklorida untuk
memperoleh titanium oksidanya, TiO2. Empat tahun kemudian (1795)
M.H. Klaporth (Jerman) secara terpisah juga menemukan unsur titanium
dalam bentuk oksidanya yang kemudian disebut rutil, TiO2. Pada
tahun 1789, Klaporth juga telah berhasil memisahkan zirkon oksida,
ZrO2, dari bijih zirkon, ZrSiO4. J. J. Berzelius (Swedia) telah berhasil
mengisolasi Zr (1824) dan Ti (1825), namun belum cukup murni. Unsur
hafnium (hafnia adalah nama latin untuk Kopenhagen) ditemukan
dalam zirkon dari Norwegia pada tahun 1922-1923 oleh D. Coster
dari Belanda dan G. von Hevesy dari Hungaria.
Titanium merupakan unsur transisi terbanyak ke sembilan di
dalam kerak bumi, sedangkan zirkonium dan hafnium sama seperti
sebagian besar logam-logam transisi periode 5 dan 6 sangat jarang
dijumpai. Dari ketiga unsur dalam golongan ini, titanium merupakan
logam yang paling banyak dimanfaatkan. Titanium sangat vital bagi
industri pertahanan, namun jumlah yang sangat besar dari bijih
tambang titanium ini dimanfaatkan untuk pembuatan bahan pigmen-
cat. Titanium merupakan logam yang keras dan kuat, putih keperakan
-1
dan mempunyai densitas yang paling rendah (4,5 g cm ) di antara
kelompok logam-logam transisi. Kombinasi sifat keras-kuat dan
densitas yang rendah dari logam titanium ini sangat
menguntungkan untuk bahan pembuatan pesawat terbang dan kapal
laut nuklir.
Sebelum penemuan manfaat titanium(IV) oksida sebagai bahan
cat, yang digunakan adalah “timbel putih”, Pb 3(CO3)2(OH)2. Namun,
Pb3(CO3)2(OH)2 bersifat racun, dan oleh karena mengalami
pelunturan warna garam ini dapat mengubah atmosfer kota industri
menjadi hitam oleh timbel(II) sulfida. Titanium(IV) oksida tahan
terhadap pelunturan
oleh udara yang terpolusi dan mempunyai sifat racun yang
rendah, sehingga dapat dipakai untuk mengganti peran timbel putih
tersebut. Titanium(IV) oksida mempunyai indeks bias
tertinggidariantarasenyawa anorganik putih atau tak berwarna,
bahkan lebih tinggi daripada intan. Oleh karena itu senyawa ini
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam memancarkan cahaya,
dan dapat secara efektif menutupi atau menyembunyikan lapisan
cat di bawahnya. Selain itu penambahan titanium(IV) oksida ke
dalam cat berwarna akan mengakibatkan melunturnya warna cat
yang bersangkutan.
Paduan logam Zr - Nb dapat digunakan sebagai magnet
superkonduktor, sayangnya logam zirkonium sangat sedikit atau
jarang dijumpai. Zirkonium digunakan untuk membuat kontainer atau
wadah bahan bakar nuklir, karena logam ini mempunyai
penampang lintang tangkapan neutron yang rendah, artinya tidak
menyerap neutron yang terlibat dalam proses fisi. Sayangnya,
hafnium yang selalu terdapat bersama-sama dengan zirkonium
sebagai pengotor karena sifat kimiawinya yang sangat mirip,
mempunyai penampang lintang tangkapan neutron yang tinggi,
sehingga dapat menyerap neutron.

5.2.2 Ekstraksi Logam Titanium dan Zirkonium


Titanium murni sulit diperoleh dari TiO2 walaupun senyawa ini
yang paling umum ditemui di alam. Mineral penting lainnya adalah
ilmenit, FeTiO3. Reduksi titanium(IV) oksida dengan karbon ternyata
bukan menghasilkan logamnya, melainkan menghasilkan karbida-
logam, TiC. Cara yang paling praktis menurut proses Wilhelm Kroll,
adalah cara yang pada awalnya melibatkan pengubahan titanium(IV)
oksida menjadi titanium(IV) klorida melalui pemanasan dengan
karbon dan diklorin menurut persamaan reaksi:
TiO2 (s) + 2 C (s) + 2 Cl2 (g)
TiCl4 (g) + 2 CO (g)

 
Titanium(IV) klorida yang dihasilkan sebagai gas dikondensasikan
o
pada temperatur 137 C. Untuk mereduksi titanium(IV) klorida men-
jadi logamnya paling baik digunakan logam magnesium, bukan karbon
ataupun hidrogen berdasarkan kecenderungan energi bebas pemben-
tukan spesies kloridanya, yaitu MgCl2, yang lebih menguntungkan (fa-
o
vourable). Reduksi ini dapat berlangsung pada temperatur 850 C
men- urut persamaan reaksi:
TiCl4 (g) + 2 Mg (l)
Ti (s) + 2 MgCl2 (l)

 
Padatan titanium yang diperoleh berwujud busa-berpori, sedangkan
magnesium klorida dan kelebihan logam magnesium dapat dilarutkan
dan dipisahkan dengan penambahan asam encer. Butiran-butiran
titanium kemudian dapat dibentuk seperti yang diinginkan. Logam
wolfram juga dapat digunakan untuk mereduksi TiX 4 menurut proses
van Arkel - de Boer:
TiX4 (g) W;
Ti + 2 X2 (g)


Sumber utama zirkonium adalah mineral zirkon, ZrSiO4, dan
baddeleyite, ZrO2. Logam zirkonium dapat diperoleh dari bijih
baddeleyite, ZrO2, melalui proses yang sama seperti metoda yang
digunakan pada titanium (proses Kroll):
ZrO2 (s) + 2 C (s) + 2 Cl2 (g)
ZrCl4 (g) + 2 CO (g)

 
Pada tahapan ini, kira-kira 2 % pengotor yaitu hafnium(IV) klorida, HfCl 4,
dapat dipisahkan dari zirkonium(IV) klorida dengan sublimasi
fraksional. Fraksi senyawa hafnium menyublim pada temperatur
o
sekitar 319 C, dan
o
senyawa zirkonium pada temperatur sekitar 331 C. Kemudian, ZrCl4
murni direduksi dengan logam magnesium menurut persamaan reaksi:
ZrCl4 (g) + 2 Mg (l)
Zr (s) + 2 MgCl2 (l)

 
Dengan metode van-Arkel - de Boer, zirkonium dipanaskan
dalam wadah yang bertekanan rendah (atau vakum) bersama dengan
sedikit
o
iodin hingga temperatur sekitar 200 C sehingga ZrI4 yang dihasilkan
berada dalam keadaan uap. Senyawa ini kemudian dipanaskan
o
dengan filamen wolfram (W) pada temperatur ~ 1300 C hingga
terjadi
dekomposisi, dan logam murni Zr mengendap pada filamen.
Logam zirkonium mempunyai struktur hcp hingga temperatur sekitar
o
862 C,
o
kemudian berubah menjadi bcc pada titik lelehnya (1852 C). Logam
zirkonium terbakar di udara pada temperatur tinggi, dan bereaksi
lebih cepat dengan nitrogen daripada dengan oksigen
menghasilkan campuran, nitrida, oksida, dan oksida nitrida, Zr2ON2.
Tabel 5.2.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4

Karakteristika 22Ti 40Zr 72Hf


Kelimpahan / ppm
4400 220 4,5
(dalam kerak bumi)
Densitas / g cm-3 4,49 6,52 13,31
o
Titik leleh / C 1667 1857 2222
o
Titik didih / C 3285 4200 4450
Jari-jari atomik / pm 147 160 159

Jari-jari
4+ ionik
3+ / 2+
pm:
M ;M ;M 60,5 ; 67 ; 86 72 ; - ; - 71 ; - ; -
(bilangan koordinasi 6)
o
Potensial reduksi : E / V
4+ - 0,86 - 1,43 - 1,57
M + 4e → M (s)

2 2 2 2 14 2
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s [36Kr]4d 5s [54Xe] 4f 5d
2
6s
Elektronegativitas 1,5 1,4 1,3

5.2.3 Kecenderungan Golongan 4


Karakteristika masing-masing unsur dalam golongan ini
ditunjuk- kan oleh Tabel 5.2.1. Kemiripan sifat unsur titanium dan
zirkonium yang disebabkan oleh kemiripan konfigurasi elektronik
terminal, berakibat kedua unsur ini saling mengotori dalam
senyawaannya. Terlebih-lebih lagi antara zirkonium dan hafnium yang
keduanya mempunyai jari-jari atomik sangat dekat yaitu masing-
masing 160 dan 159 pm. Rendahnya jari-jari atomik hafnium adalah
sebagai akibat kontraksi lantanoida yaitu terjadinya penyusutan jari-jari
atomik unsur-unsur lantanoida dengan naiknya nomor atom (proton)
sedangkan ”pengisian” elektron hanya terjadi pada sub-kulit 4f.
Sifat-sifat umum logam-logam ini yang mirip adalah reaksinya
dengan dioksigen, halogen, uap air, dan dengan asam hidroklorida
pekat, seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut:
M + O2 MO2
 MX4
 
M + 2 X2

 
M + 2 H2O MO2 + 2 H2

  M + 4 MCl4 + 2 H2 (Untuk M = Ti diperoleh hasil TiCl3)
HCl 
Dengan demikian, senyawa logam-logam golongan ini paling stabil
dengan tingkat oksidasi +4, dan hanya titanium yang ternyata
dapat memberikan senyawa Ti(III) yang stabil dalam larutan.
Larutan titanium(IV) dan zirkonium(IV) bereaksi dengan
2+
hidrogen peroksida (10 %) menghasilkan ion perokso [M(O 2)] atau
+
lebih tepat [M(O2)(OH)(H2O)n] yang berwarna oranye untuk
titanium tetapi
takberwarna untuk zirkonium menurut persamaan reaksi:
4+
2 Ti (aq) + 2 H2O2(aq) + (n + 8) H2O →
+ +
2 [Ti(O2)(OH)(H2O)n] (aq) + 6 H3O (aq)
oranye
Warna oranye larutan titanium-perokso ini berubah menjadi tak
berwarna pada penambahan larutan NaF oleh karena terbentuknya
2-
ion kompleks [TiF6] :
+ + -
[Ti(O2)(OH)(H2O)n] (aq) + 3 H3O (aq) + 6 F (aq) →
2-
[TiF6] (aq) + H2O2 + (n+4) H2O
Potensial reduksi Ti(IV) / Ti(III) adalah sekitar 0,1 V, oleh
karena itu, Ti(IV) dapat direduksi menjadi Ti(III) oleh logam zink
dalam asam, sedangkan Zr(IV) tidak tereduksi pada kondisi ini.
Sifat Zr(IV) yang lebih tahan terhadap reduksi dibandingkan
dengan Ti(IV) berkaitan dengan ukuran jari-jari Ti(IV) yang relatif
lebih kecil daripada jari-jari Zr(IV), sehingga lebih mudah bagi Ti(IV)
untuk menangkap elektron. Senyawaan hafnium tidak banyak dikenal,
namun mempunyai karakter yang amat dekat dengan senyawaan
zirkonium.
5.2.4 Oksida dan Oksida Campuran
Titanium oksida
Mineral rutil, TiO2, paling banyak dijumpai, tetapi tidak terlalu
murni untuk langsung digunakan. Proses pemurniannya melibatkan
pengubahan rutil menjadi kloridanya seperti halnya pada preparasi
logamnya, kemudian dioksidasi dengan dioksigen pada temperatur
o
sekitar 1200 C untuk mendapatkan titanium(IV) oksida murni
menurut persamaan reaksi:
TiCl4 (g) + O2 (g) TiO2(s) + 2 Cl2 (g)

 
Gas diklorin yang dihasilkan dapat dipakai ulang untuk mengubah
bijih rutil menjadi kloridanya.
Titanium(IV) oksida terhidrat dapat diperoleh sebagai endapan
4+
putih dari reaksi Ti dengan basa, menurut persamaan reaksi:
4+ -
Ti (aq) + 4 OH (aq) + (n-2) H2O → TiO2.nH2O (s)
Endapan putih ini larut kembali dalam basa alkali pekat membentuk
berbagai titanat terhidrat dengan formula seperti M2TiO3.nH2O dan
M2Ti2O5.nH2O ( M = logam alkali).
Titanium(IV) oksida terdapat di alam dalam tiga bentuk modifikasi
yaiturutil, brokit, dan anatasa. Ketiganyamempunyai bilangan koordinasi
enam untuk atom titanium dan tiga untuk atom oksigen. Dalam
anatasa dan brokit terjadi bentuk oktahedral yang terdistorsi kuat
pada posisi atom oksigen sehingga dua atom oksigen relatif lebih
dekat dengan atom pusat titanium dibandingkan dengan keempat
atom oksigen yang lain.
Oksida campuran TiO2 yang banyak diperdagangkan antara lain
perovskit, CaTiO3, SrTiO3 dan BaTiO3. Titanat lain yang mempunyai
struktur ilmenit (FeTiO3) adalah MgTiO3, MnTiO3, CoTiO3, dan NiTiO3,
dan yang mempunyai struktur spinel adalah Mg2TiO4, Zn2TiO4,
dan Co2TiO4. Reduksi TiO2 dengan H2 pada temperatur tinggi
menghasilkan titanium(III) oksida, Ti2O3, yang berwarna violet
menurut persamaan reaksi:
2TiO2 (s) + 2H2 (g) → Ti2O3 (s) + H2O (g)
Zirkonium oksida
Zirkonium(IV) oksida dapat diperoleh sebagai endapan putih
seperti gelatin dari reaksi larutan zirkonium(IV) dengan basa, seperti
halnya oksida titanium, menurut persamaan reaksi:
4+ -
Zr (aq) + 4 OH (aq) + (n-2) H2O → ZrO2.nH2O (s)
Jika reaksi tersebut berlangsung dengan pemanasan yang kuat
akan dihasilkan padatan putih yang keras ZrO 2, yang mempunyai titik
o
leleh sangat tinggi (~2700 C). Oksida ini tahan terhadap serangan
asam maupun basa, serta merupakan bahan untuk pembuatan
crush dan tungku pemanas. Oksida ZrO2 bersifat basa lebih kuat
daripada TiO2, dan pada dasarnya tidak larut dalam basa berlebihan.

Gambar 5.2.1 Geometri spesies zirkonium(IV) oksida dalam zirkonia baddeleyite


(a) dan kubus (b), dan perovskit, CaTiO3

Dalam kristal zirkonium(IV) oksida dengan bentuk kristalin


badde- leyite, setiap ion zirkonium(IV) dikelilingi oleh tujuh ion oksida
o
(Gambar 5.2.1a). Pada suhu di atas 2300 C, senyawa ini tersusun
kembali (mena- ta-ulang) menjadi struktur fluorit dengan bilangan
koordinasi delapan (Gambar 5.2.1b) yaitu kubus zirkonia yang dapat
berperan sebagai batu permata pengganti intan. Sekalipun indeks
bias dan kekerasan zirkonia lebih rendah dibandingkan dengan intan,
titik leleh yang sangat tinggi
o
(~ 2700 C) membuatnya lebih stabil terhadap panas daripada intan.
Zirkonium(IV) oksida dengan suatu proses tertentu (yang telah dipa-
tenkan) dapat diproduksi dalam bentuk serabut-serabut seperti sutera
yang hampir berdimensi uniform dengan diameter ~ 3 µm dan
panjang 2-5 cm. Serabut-serabut ini dapat ditenunkan ke dalam
o
suatu material yang stabil hingga ~ 1600 C, sehingga dapat
berfungsi sebagai baju zirkonia yang tahan terhadap temperatur
tinggi.
Oksida campuran dari ZrO2 yang disebut juga zirkonat dapat
dibuat dari campuran oksida, hidroksida, dan nitrat dari logam-logam
lain, mirip dengan senyawa zirkonium yang dibakar pada antara 1000
o
- 2500 C. CaZrO3 bersifat isomorfi dengan perovskit. Struktur Spinel
II
dari M ZrO4 juga telah dikenal.

5.2.5 Halida
Titanium halida dikenal dalam beberapa tingkat oksidasi yaitu
Ti(II), Ti(III), dan Ti(IV). TiF4 berupa padatan putih dan dapat diperoleh
dari reaksi TiCl4 dengan HF anhidrat, atau dari reaksi langsung antara
o
logam titanium dengan F2 pada suhu ~ 200 C. Jika digunakan larutan
HF berlebihan dapat mengakibatkan terbentuknya ion kompleks
2-
[TiF6] . TiF3 berupa padatan biru, dapat diperoleh dari reaksi logam
o
titanium dengan HF anhidrat pada suhu ~ 700 C. Senyawa kompleks
3-
yang mengandung ion [TiF6] juga telah dikenal.
Ada beberapa senyawa titanium klorida yang dikenal, yaitu
serbuk hitam TiCl2, padatan violet atau coklat TiCl3, dan cairan tak
berwarna TiCl4. Titanium(IV) klorida merupakan halida terpenting,
khususnya sebagai bahan awal untuk pembuatan senyawa-senyawa
titanium yang lain. Dalam udara lembab, TiCl4 mengeluarkan asap
dengan kuat dan terhidrolisis menjadi TiO2. Tetapi, adanya HCl atau
berkurangnya
kandungan H2O dapat mengakibatkan hidrolisis parsial menjadi
4- 3-
senyawa okso klorida, [TiO2Cl4] atau [TiOCl5] . Dalam larutan
yang dijenuhkan dengan gas HCl dapat terbentuk ion kompleks
2-.
[TiCl6]
Reaksi TiCl4 dengan asam sulfat pekat menghasilkan
titanium(IV) sulfat, Ti(SO4)2 ataupun TiOSO4, dan reaksi TiCl3 dengan
asam sulfat encer menghasilkan garam sulfatnya, Ti2(SO4)3.8H2O.
Halida lain yang dikenal adalah sebagai TiBr4, TiBr3, TiI4, TiI3, dan TiI2.

Gambar 5.2.2 Bangun zig-zag ZrCl6 oktahedral dalam struktur ZrCl4


(bulatan atom-atom pada oktahedral tengah saja yang digambar)

Zirkonium(IV) klorida, ZrCl4, oberupa padatan putih yang


menyublim pada temperatur ~ 331 C. Dalam keadaan uap garam
ini mempunyai struktur tetrahedral dan monomerik, tetapi dalam
padatannya mempunyai struktur rantai zig-zag oktahedral - ZrCl6
yang bersekutu pada salah satu sisinya (Gambar 5.2.2) sehingga atom-
atom klorin menyusun rangkaian kemas rapat kubus ccp (cubic closest
packing). Senyawa ZrBr4, HfCl4, dan HfBr4 mempunyai tipe yang sama.
Senyawa-senyawa Zr(III) terbatas pada pelarut bukan air. ZrCl 3,
ZrBr3, dan ZrI3, dapat dipreparasi dari reduksi ZrX4 dengan H2
atau dengan Zr. Ketiga senyawa ini mempunyai tipe yang sama
dengan Hf I3.
5.2.6 Soal-soal Latihan Ti-Zr-Hf
1. Sebutkan sumber utama logam titanium dan zirkonium, dan
jelaskan prinsip-prinsip reaksi pada ekstraksi logam-logam tersebut
(metode Kroll dan van Arkel - de Boer)
2. Tuliskan sifat umum yang mirip pada reaksi pemanasan logam Ti-
Zr- Hf dengan (a) oksigen, (b) halogen, (c) air, dan (d) asam, HCl.
3. Tulis persamaan reaksi H2O2 (~ 10%) dengan (a) larutan
titanium(IV), dan (b) larutan zirkonium(IV)
4. Mana yang lebih stabil terhadap reduksi, Ti(IV) atau Zr(IV). Jelaskan �
5. Sebutkan contoh-contoh bentuk spinel dari Ti dan Zr.

5.3 GOLONGAN 5
VANADIUM, NIOBIUM, DAN TANTALUM
5.3.1 Pendahuluan
Vanadium berasal dari kata vanadis, yaitu nama dewi kecantikan
di Skandinavia, pada mulanya ditemukan oleh N.G. Selfström di
Swedia pada tahun 1830, bersama-sama dalam bijih besi. Disebut
demikian kare- na senyawaannya kaya akan warna. Sesungguhnya,
unsur ini telah dike- nali oleh A.M. del Rio pada tahun 1801 yang
ditemukan dalam bijih timbel yang disebut dengan eritronium.
Namun sayangnya, beliau sendiri mem- batalkan penemuannya ini.
Logam ini tampak bersinar cemerlang, cukup lunak sehingga mudah
dibentuk seperti pembuluh, mempunyai titik leleh 1915 oC dan titik
didih 3350 oC, serta tahan terhadap korosi. Vanadium dapat
bersenyawa dengan karbon di dalam baja, membentuk senyawa V4C3
yang berupa butiran-butiran halus terdispersi dan membuat baja
menjadi lebih tahan lama dan tahan sobekan walaupun pada
temperatur tinggi, sehingga lebih baik daripada baja biasa.
Penambahan karbon kira- kira 10 % mengakibatkan kenaikan titik leleh
yang sangat mencolok men- jadi kira-kira 2700 oC. Dengan sifat seperti
ini, produksi vanadium sebagian besar (~ 80 %) digunakan untuk logam
aditif pada baja, khususnya untuk keperluan baja yang tahan
goncangan pada kecepatan tinggi. Selain itu logam vanadium juga
dipakai sebagai logam paduan dengan logam alu- minium
dengankomposisi kira-kira10 % berat.
Niobium pada mulanya dikenali oleh C. Hatchett pada tahun
1801. Beliau berhasil mengisolasi oksidanya dari mineral columbit
menjadi un- sur yang dia sebut columbium. Sementara itu A.G. Ekeberg
pada tahun 1802 mengidentifikasi adanya unsur baru yang disebut
tantalum karena sifat mineralnya yang sukar larut dalam berbagai
asam. Pada saat itu hing- ga tahun 1844 unsur columbium dan
tantalum diduga hanya satu saja. Namun H. Rose kemudian berhasil
menunjukkan bahwa mineral columbit ternyata mengandung dua
unsur yang berbeda, yaitu yang pertama dise- but tantalum
sebagaimana ditemukan Ekeberg dan yang ke dua diberi nama
niobium yang artinya anak tantalum. Nama ini kemudian diadopsi oleh
IUPAC (1950) walaupun nama columbium lebih dulu dikenalkan. Lo-
gam niobium ketika pertama kali diisolasi oleh C.W. Bloomstrand pada
ta- hun 1866 dari reduksi garam kloridanya dengan hydrogen masih
belum murni. Preparasi logam murninya berhasil dilakukan pertama
kali pada tahun 1907 oleh W. von Bolton melalui reduksi garam
fluorometalat de- ngan natrium.
Logam-logam golongan 5 ini belum terlalu banyak diketahui
man- faatnya, kecuali vanadium yang digunakan sebagai baja
vanadium yang merupakan logam paduan keras dan sering dipakai
untuk pisau maupun peralatan-peralatan pertukangan lain. Niobium
banyak digunakan pada berbagai stainless steel terutama untuk
penggunaan pada temperatur tinggi, dan kawat Nb/Zr digunakan
dalam magnet superkonduktor. Tan- talum, yang sangat tahan
terhadap korosi pada temperatur kamar, sangat ideal untuk material
peralatan operasi (bedah), peralatan industri elek- tronik seperti
kapasitor dan kawat-filamen

5.3.2 Ekstraksi Logam-Logam V, Nb dan Ta


Ekstraksi Logam Vanadium (V)
Vanadium dalam kerak bumi diduga terdapat sekitar 136 ppm
(bandingkan dengan niobium 20 ppm dan tantalum hanya 1,7 ppm),
dan merupakanunsurtransisiterbanyakkelimasetelahbesi, titanium,
mangan, dan zirkonium. Logam ini terdapat bersama-sama dengan
logam-logam lain dalam sekitar 60 macam mineral, dan oleh karena itu
logam vanadium
sering merupakan hasil ikutan saja dari suatu proses pemisahan.
Mineral yang penting sebagai sumber logam vanadium adalah,
patronit - VS4, yang merupakan suatu polisulfida. Oleh karena mudah
bereaksi dengan oksigen, logam ini juga terdapat pada berbagai
mineral vanadat misalnya vanadinat yaitutimbel(II) kloridavanadat, PbCl .
3Pb (VO ) , karnonit yaitu 2 3 4 2
kalium uranil vanadat, K(UO2)(VO4).1,5H2O, dan vanadinit yaitu Pb3(VO ) 4.2
Pb2(VO4)Cl atau Pb5(VO4)3Cl.
Langkah pertama ekstraksi logam ini adalah mendapatkan
vanadium dalam bentuk oksidanya, V2O5, dari bijihnya melalui berbagai
macam proses dan reaksi. Untuk itu biasanya ditempuh prosedur
umum dengan pemanggangan (roasting) bijih-bijih yang telah
diremukkan atau residu vanadium dengan garam NaCl atau N2CO3 pada
temperatur kira- kira 850 oC. Tahap ini akan menghasilkan natrium
vanadat, Na3VO4, yang kemudian diluluhkan dengan air. Pengasaman
dengan asam sulfat hingga pH = 2 - 3
akanmenghasilkanpadatanmerahyangdisebut“roti-merah”(red cake)
yang merupakan suatu senyawa polivanadat, dan pemanggangan
langsung pada temperatur kira-kira 700 oC akan menghasilkan padatan
hitam V2O5.
Langkahselanjutnyaadalahprosesreduksiterhadap V 2O5 yangpada
garis besarnya dibedakan dalam dua perlakuan berdasarkan
tujuannya. Jika logam vanadium yang diperoleh dimaksudkan untuk
keperluan zat aditif pada baja, maka reduksi dilakukan dalam tanur
listrik dengan penambahan bijih besi (Fe), silikon (Si) dan kapur, CaO.
Hasilnya adalah ferovanadium dengan kadar vanadium (35-95 %) yang
dapat dipisahkan dari ampas atau kerak CaSiO3 menurut persamaan
reaksi berikut:

2 V2O5 + 5 Si + Fe + 5 CaO + 5 CaSiO3


Produk ini dapat langsung dipakai sebagai zat aditif pada baja
ferovanadium tanpa pemurnian lebih lanjut. Jika yang diinginkan
logam vanadium murni, maka reduksi terhadap V2O5 dapat dilakukan
dengan kalsium, dan lelehan logam vanadium yang terbentuk dapat
dipisahkan dari kerak CaO menurut persamaan reaksi:
V2O5 (s) + 5 Ca (s) 2 V (l) + 5 CaO (s)
Jika bahan dasar yang digunakan mengandung vanadium(II) klorida,
VCl2, maka logam vanadium dengan kemurnian tinggi dapat diperoleh
dengan elektrolisis leburan NaCl-LiCl-VCl2, atau dengan proses van Arkel
- de Boer yaitu melewatkan uap garam vanadium klorida yang sudah
dimurnikan melalui kawat panas dalam keadaan vakum (tekanan
rendah).

Ekstraksi Niobium dan Tantalum


Produksi niobium dan tantalum mempunyai skala lebih kecil
dibandingkan dengan produksi vanadium, dan prosesnya lebih
bervariasi serta kompleks. Kedua logam ini dapat dipisahkan dari
bijihnya dengan cara fusi, yaitu peleburan bijih-bijihnya dengan alkali
atau pemasakan bijih-bijihnya dengan berbagai asam. Proses fusi ini
menghasilkan larutan kedua logam Nb dan Ta yang kemudian dapat
dipisahkan satu dari yang lain. Pada mulanya, proses ini
dikembangkan oleh M.C. Marignac pada tahun 1866. Pada pemakaian
HF encer, niobium5
cenderung membentuk senyawa K3NbOF .2H O
2
yang mudah larut, berbeda dengan tantalum
yang cenderung membentuk senyawa K2TaF7 yang sedikit larut.
Dewasa ini proses pemisahan niobium dan tantalum yang
lebih umum digunakan adalah teknik ekstraksi pelarut. Sebagai
contoh, tantalum dapat diekstrak dari larutan HF encer oleh pelarut
organik metil isobutil keton, dan dengan membuat keasaman fase
larutan HF lebih tinggi, niobium dapat diekstrak dengan pelarut segar
yang sama. Masing- masing logam kemudian dapat diperoleh setelah
proses pengubahan menjadi pentaoksidanya dan diikuti dengan
reduksi pentaoksida ini oleh Na atau C, atau melalui elektrolisis.

5.3.3 Kecenderungan Golongan 5


Karakteristikamasing-masingunsurdalamgolonganiniditunjukkan
pada Tabel 5.3.1. Ketiga logam ini mempunyai kenampakan
mengkilap seperti perak dan mempunyai struktur kubus pusat badan,
bcc. Logam-
logam golongan ini sedikit kurang elektropositif dibandingkan
dengan logam-logam golongan sebelumnya (golongan 4). Niobium
(Nb) dan tantalum (Ta), keduanya mempunyai ukuran yang relatif
sama sebagai akibat kontraksi lantanoida. Dengan demikian, logam-
logam transisi seri kedua (4d) dan seri ketiga (5d) ini mempunyai sifat-
sifat kimiawi yang sangat dekat seperti halnya Zr-Hf. Dibandingkan
dengan logam-logam golongan 4, logam-logam golongan 5 ini
mempunyai satu elektron ekstra pada orbital d. Hal ini
mengakibatkan ikatan logam yang lebih kuat sebagaimana ditunjukkan
oleh kecenderungan titik leleh dan titik didih logam-logam golongan 5
(Tabel 5.3.1) yang relatif lebih tinggi daripada titik leleh dan titik
didih logam-logam golongan 4 (Tabel 5.2.1) untuk periode yang
sama.

Tabel 5.3.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5

Karakteristika 23
V Nb Ta
41 73

Kelimpahan / ppm
136 20 1,7
(dalam kerak bumi)
Densitas / g cm-3 (20 oC) 6,11 8,57 16,65
Titik leleh ( oC) 1915 2468 2980
Titik didih ( C)
o
3350 4758 5534
Jari-jari atomik / pm
134 146 146
(bilangan koordinasi 12)
Jari-jari ionik / pm
M5+; M4+; M3+; M2+ 54 ; 58 ; 64 ;79 64 ; 68 ; 72 ; 64 ; 68 ; 72 ; -
(bilangan koordinasi 12) -
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d3 4s2 [36Kr] 4d4 5s1 [54Xe] 4f14 5d3 6s2
Elektronegativitas 1,6 1,6 1,5

Dengan konfigurasi elektronik terminal (n-1)d3 ns2, atom-atom


logam golongan ini dapat melepaskan 2 hingga 5 elektron
menghasilkan tingkat oksidasi +2, +3, +4, atau +5, namun yang paling
umum adalah +2,
+3, dan +4. Kemudahan melepaskan elektron tentu saja berkaitan
dengan
kedudukan ketiga unsur kelompok ini sebagai awal anggota deret
transisi yang tarikan intinya terhadap elektron-elektron d masih
relatif lemah. Demikian juga berkaitan dengan ikatannya terhadap
atom-atom yang bersifat sangat elektronegatif seperti oksigen,
senyawa-senyawanya bersifat kovalenatau dalam bentuk kompleks.
Atas dasar ukurannya, atom logam ukuran terkecil dengan tingkat
oksidasi tertinggi (+5) mempunyai daya oksidasi terkuat. Jadi,
vanadium(V) merupakan oksidator terkuat dalam golongannya. Nilai
potensial reduksi, Eo, spesies vanadium dengan berbagai tingkat
oksidasi dalam suasana asam ditunjukkan oleh diagram Latimer
berikut:

VO2+ VO2+ V3+ V2+ V


kuning - oranye biru hijau violet

Dari nilai potensial reduksi tersebut dapat diketahui bahwa


vanadium(V),
2
VO +, merupakan oksidator yang baik dengan berubah
menjadi vanadium(IV), VO2+, yang relatif stabil, atau bahkan menjadi
V3+ yang paling stabil. Perubahan tingkat oksidasi bertahap satu
elektron tersebut dapat dilakukan dalam larutan air dengan
reduktor campuran Zn dan asam hidroklorida.

5.3.4 Oksida dan Ion-okso


Senyawa-senyawa oksida utama dari ketiga unsur dalam
golongan ini adalah V2O5 - Nb2O5 - Ta2O5 untuk tingkat oksidasi +5, VO2
- NbO2 - TaO2 untuk tingkat oksidasi +4, V2O3 untuk tingkat oksidasi
+3, dan VO - NbO
- TaO untuk tingkat oksidasi +2. Karakteristika oksida vanadium dengan
bentuk ionnya ditunjukkan dalam Tabel 5.3.2.
Tabel 5.3.2 Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium

Tingkat Sifat dan


Oksida Ion Nama ion Warna ion
Oksidasi Warna

3 basa 2+ - vanado
+ 2 (3d ) VO V violet
hitam - abu- - vanadium(II)
abu
2 basa 3+ - vanadi
+ 3 (3d ) V2O3 V hijau
hita - vanadium(III)
m
2+ - oksovanadium(IV)
VO biru
1 amfoterik - vanadil
+4 (3d ) VO2
biru legam n- - hipovanadat
[X] * coklat
- vanadit
+
0 amfoterik VO23- - dioksovanadium(V) kuning
+ 5 (3d ) V2O5 VO
kuning-oranye 4 - vanadat tak berwarna
n-
[X] * Tidak ada bentuk anionik vanadit yang sederhana
melainkan bersifat poliatomik ; salah satu contoh adalah
2-
[V4O9] .

Dengan rentang tingkat oksidasi yang panjang tersebut maka


dapat dipahami bahwa sifat basa dari oksidanya akan melemah
dengan naiknya tingkat oksidasi. VO dan V2O3 bersifat basa sedangkan
VO2 dan V2O5 bersifat amfoterik dengan membentuk anion vanadat,
4
VO 3-, atau kadang-kadang dirumuskan
3
VO -
untuk vanadium(V),
sedangkan untuk vanadium(IV) bentuk anion vanadit tidak ditemui
sebagai ion sederhana melainkan sangat bervariasi.

Vanadium pentoksida, V2O5


Berdasarkan argumentasi rasio jari-jari relatif terhadap oksigen(-
2), vanadium(+5) agak terlalu besar ukurannya untuk koordinasi
struktur tetrahedron (bilangan koordinasi 4), tetapi terlalu kecil untuk
koordinasi oktahedron (bilangan koordinasi 6). Oleh karena itu, V 2O5
mengadopsi struktur trigonal bipiramid terdistorsi (bilangan
koordinasi 5) yang bersekutu pada sisi-sisinya membentuk rantai
double zig-zag yang nampak agak rumit. Tetapi spesies anion okso,
tetraoksovanadat(V),
VO43-, mempunyai struktur tetrahedron.
V2O5 berwarna kuning-oranye, dapat diperoleh dari pemanasan
vanadat, NH4VO3 menurut persamaan reaksi berikut :
2 NH4VO3 (s) NH3 (g) + V2O5 (s) + H2O (g)
Padatan V2O5 ini mempunyai titik leleh kira-kira 650 oC, dan membeku
pada pendinginan dengan membentuk kristal-kristal yang berbentuk
jarum. Oksida ini juga dapat diperoleh dari penambahan larutan
asam encer ke dalam larutan amonium vanadat :
2 NH4 VO3 (aq) + H2SO4 (aq) → (NH4)2SO4 (aq) + H2O (l) + V2O5 (s)
Kelarutan V2O5 dalam air sangat kecil (kira-kira 0,007 g L -1), dan
oksida ini lebih bersifat amfoterik. Oleh karena itu, V2O5 larut dalam
basa kuat, misalnya natrium hidroksida, menghasilkan ion vanadat
yang tak berwarna. Jika ke dalam larutan ini selanjutnya
ditambahkan asam pH ~ 6,5, larutan menjadi oranye cemerlang. Jika
penambahan asam diteruskan hingga pH ~ 2, ternyata diperoleh
endapan berwarna coklat, V2O5, tetapi endapan ini larut kembali pada
penambahan asam lebih lanjut dengan membentuk kation okso,
adalah ion kompleks dioksovanadium(V),
2
VO +. Persamaan reaksi
yang telah diusulkan secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :
Pada penambahan basa
V2O5 (s) + 6 OH- (aq) → 2 [VO4]3- (aq) + 3 H2O (l)
tak berwarna

Pada penambahan asam hingga pH = 6,5


[VO4]3- (aq) + 2 H3O+ (aq) → [VO2(OH)2]- (aq) + 2 H2O (l)
kuning-oranye

Pada penambahan asam hingga pH = 2


2 [VO2(OH)2]- (aq) + 2 H3O+ (aq) → V2O5 (s) + 5 H2O (l)
coklat
Pada penambahan asam lebih lanjut
V2O5 (s) + 2 H3O+ (aq) → 2 [VO2]+ (aq) + 3 H2O (l)
Jadi, terdapat dua macam ion okso vanadium(V), yaitu dalam
bentuk kompleks anion tetraoksovanadat(V),[VO4]3-, dan kation
dioksovanadium(V), [VO2]+.
V2O5 bersifat oksidator sedang dengan perubahan tingkat
oksidasi dari+5 menjadi +4; misalnyaoksidasiterhadap
HCldenganmembebaskan gas klorin:
V2O5 (s) + 2 HCl (aq) → 2 VO2 (s) + H2O (l) + Cl2 (g)
Dalam larutan, reaksi ionnya dapat dituliskan sebagai berikut :
Reduksi : [VO + (aq) + 2 H O+ + e → VO2+ (aq) + 3 H O] 2x
2 3 2
-
Oksidasi : 2 Cl (aq) → Cl (g) + 2 e
������������������������������������
�� + 2

2 VO + (aq) + 4 H O+ + 2 Cl- (aq) 2 VO2+ (aq) + 6 H O (l) + Cl (g)


2 3 2 2

Vanadium dioksida, VO2


Vanadium dioksida, VO2, berwarna biru legam, dan dapat
diperoleh dari reduksi padatan V2O5 dengan reduktor sedang seperti
CO dan SO2, atau pemanasanlangsung V2O5 denganasamoksalat.
Vanadiumdioksida, VO2, bersifat amfoterik sama seperti V2O5, larut
dengan kelarutan yang sama banyak baik dalam asam maupun basa.
Dalam asam non-oksidator VO2 larut dengan membentuk ion
oksovanadium(IV) atau ion vanadil, [VO]2+, yang berwarna biru. Dalam
alkali VO2 larut dengan membentuk larutan yang berwarna kuning
hingga coklat dari ion vanadat(IV) atau hipovanadat, [V4O9]2-, atau ion
[VO4]4-pada pH tinggi. Pada temperatur kamar VO2 mengadopsi struktur
mirip rutil.

Vanadium trioksida, V2O3


Vanadium trioksida, V2O3, berwarna hitam, dapat diperoleh dari
reduksi V2O5 dengan H2 atau CO secara bertahap. V2O3 mengadopsi
struktur corundum (α-Al2O3). Oksida ini bersifat basa, oleh karena itu
dengan asam bereaksi menghasilkan ion vanadium(III), V3+ yang berwarna
biru atau hijau dan bersifat reduktor kuat:
V2O3 (s) + 6 H3O+ (aq) → 2 V3+ (aq) + 9 H2O (l)

Vanadium oksida, VO
Vanadium oksida, VO, berwarna abu-abu hitam, dapat
diperoleh dari reduksi V2O3 dengan logamnya, V. Oksida ini bersifat
basa seperti halnya V2O3, larut dalam asam membentuk ion V2+ yang
berwarna violet:
VO (s) + 2 H3O+ (aq) → V2+ (aq) + 3 H2O (l)

Struktur oksida dan isopolimetalat


V2O5 mengadopsi struktur rantai trigonal bipiramida terdistorsi.
Setiap unit trigonal bipiramida saling bersekutu pada dua sisi, salah
satu titik sudutnya, dan satu titik sudut yang lain bebas sehingga
terbentuk rantai double zig-zag yang nampak agak rumit seperti
tampak pada Gambar 5.3.1a dengan formula V 3(O)? 1(O)½ (O) atau
VO2,5 atau V2O5.

Ion-ion vanadat sangat analog dengan ion-ion fosfat. Ion orto-


vanadat, VO 3-, yang analog dengan ion fosfat, PO 3-, mengadopsi
struktur 4 4

tetrahedron, dan ion piro-vanadat, [V2O7]4-, yang juga analog dengan


ion pirofosfat, [P2O7]4-, merupakan ion dinuklir yang dibangun dari dua
tetrahedron VO4 yang bersekutu pada salah satu titik sudutnya seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.3.2. Demikianjuga ion meta-vanadat yang
mengadopsi struktur yang dibangun oleh ion VO3, namun struktur
ini sangat bergantung pada keadaan hidrasinya atau jumlah air hidrat
yang terikat pada molekulnya. Ion metavanadat anhidrat, misalnya
NH4VO3, tersusunolehrantaiunittetrahedronVO4 yangtakterbatas,
yangbersekutu pada sudut-sudutnya sepeti ditunjukkan pada Gambar
5.3.1b. Tetapi, ion metavanadat terhidrat seperti KVO .H O (Gambar
5.3.1c) tersusun oleh 3 2
rantai unit trigonalbipiramid VO5, dan kristal kuning dekana-vanadat
seperti Na V O .18H O, mengandung anion [V O ]6- yang tersusun oleh
6 10 28 2 10 28
10 oktahedron VO6 yang bersekutu pada sisi-sisinya.
Gambar 5.3.1 Struktur V2O5 (a), dan metavanadat tanhidrat dengan unit VO4 (b),
dan metavanadat terhidrat dengan unit VO5 (c)
(bulatan atom-atom yang mewakili saja yang digambarkan)

VO2 mengadopsi struktur bak-rutil (TiO2), V2O3 mengadopsi


struktur corundum (α-Al2O3), dan VO mempunyai struktur NaCl alami
atau rock salt. NbO2 mempunyai struktur rutil terdistorsi, dan NbO
mempunyai struktur sedemikian sehingga setiap enam atom Nb
membentuk bangun oktahedron dalam suatu kubus dengan atom O
menempati pertengahan dari setiap rusuk kubus seperti tampak
pada Gambar 5.3.3a. Dengan ukuran logam yang lebih besar
daripada vanadium, Nb2O5 dan Ta2O5 dalam spesies niobat, [NbO3]-,
dan tantalat, [TaO4]3-, mengadopsi struktur yang bervariasi, dengan
unit-unit oktahedron MO6 yang bersekutu pada titik-titik sudut dan
sisi-sisinya seperti pada heksa-metalat, [M6O19]8- (M
= Nb, Ta) sebagaimana terlihat pada Gambar 5.3.3b. Tantalum(IV) dan
tantalum(II) - oksida, juga telah dikenal, namun belum dipelajari
secara mendalam.
Gambar 5.3.2 Berbagai struktur ion vanadat yang mengadopsi geometri unit
tetrahedral VO4 danoktahedral VO6 ; untuk ion [V10O28]6- duaunit
VO6 tertutup di belakang

Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO (a) dan ion [M6O19]8- (b)

5.3.5 Senyawa halida dan oksohalida


Logam-logam golongan 5 membentuk banyak senyawa halida
dengan berbagai variasi warna sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel
5.3.3 yang disusun secara informatif berdasarkan kelompok.
Untuk tingkat oksidasi +5, vanadium hanya membentuk VF5,
sedangkan niobium dan tantalum membentuk MX5 (X = F, Cl, Br, dan
I). Vanadium(IV) tidak membentuk senyawa iodida, sedangkan
vanadium(III) dan vanadium(II) membentuksemuasenyawa-
senyawahalida. SpesiesNbdanTacenderung diasosiasikan ke dalam
bangun tetramer, dimer atau kluster (gerombolan).
Tabel 5.3.3 Warna beberapa senyawa halida sederhana (monomer) dari logam-
logam golongan 5

Tingkat
Fluorida Klorida Bromida Iodida
Oksidasi
+5 VF5 -tak berwarna - - -

NbF5 - putih NbCl5 - kuning NbBr5 - oranye NbI5 - kuningan

TaF5 -putih TaCl5 - putih TaBr5-kuning pucat TaI5 - hitam

+4 VF4 -hijau limau VCl4-merah-coklat VBr4 - magenta -

NbF4 – hitam NbCl4-violet-hitam NbBr4 -coklat gelap NbI4-abu-abu


gelap
TaCl4 - hitam TaBr4 - biru gelap TaI4 -

+3 VF3 -kuning-hijau VCl3 -merah violet VBr3-abu-abu coklat VI3 - coklat-hitam

NbF3 - biru NbCl3 - hitam NbBr3 -coklat gelap NbI3

TaF3 - biru TaCl3 - hitam TaBr3 -

+2 VF2 - biru VCl2 - hijau pucat VBr2 -oranye coklat VI2- merah violet

VF5 merupakan polimer yang terdiri atas unit-unit oktahedron


dengan kedua sudut pada salah satu sisinya saling bersekutu
sehingga terbentuk suatu rantai zig-zag tak berhingga. Berbeda dengan
VF5, NbF5 dan TaF5 membentuk tetramer (M4X20) dari unit-unit
oktahedron, dan NbCl5, TaCl5, NbBr5, dan TaBr5 membentuk dimer
(M2X10) dari dua unit oktahedron sebagaimana ditunjukkan Gambar
5.3.4. Warna senyawa halida ini bervariasi dari putih untuk fluorida,
kuning untuk klorida, oranye untuk bromida, hingga coklat untuk iodida.
Naiknya sifat kepolaran dari anion F- hingga I- mengakibatkan
menurunnya energi transfer muatan yang sesuai dengan warna yang
bersangkutan.
Gambar 5.3.4 Struktur rantai oktahedron MX6 pada
(a) VF5, (b) M2X10, dan (c) Nb4F20

Struktur spesies halida vanadium lebih sederhana, misalnya VCl4


1
(d ) mengadopsi bangun tetrahedron monomerik, dan bersifat
paramagnetik. Nb dan Ta - tetrahalida (d1) mengadopsi bangun
polimerik, tetapi bersifat diamagnetik. Sifat diamagnetik ini muncul
sebagai akibat dari interaksi ikatan logam-logam.

Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 yang bersekutu
pada (a) sudut-sudutnya dan (b) sisi-sisinya

Padatan hitam NbF4 mempunyai struktur yang berupa lembaran


(sheet) oktahedra NbF6 yang tak berhingga yang bersekutu pada 4
sudutnya. Untuk NbI4,
strukturgeometrinyadidasarkanpadakemasrapatheksagonal (hcp)
atom-atom iodin dengan seperempat rongga oktahedron ditempati
oleh atom-atom Nb sedemikian sehingga terbentuk rantai lurus dari
unit-unit oktahedral NbI6 yang bersekutu pada sisi-sisi yang
berlawanan, yang panjangnya tak berhingga. Atom-atom pusat Nb
yang bertetangga tergeser tempatnya dari pusat oktahedron secara
berlawanan sehingga membentuk pasangan Nb - Nb lebih dekat
dengan jarak ~ 3,31Å (Gambar 5.3.5)
Nb dan Ta dapat juga membentuk sejumlah halida lain yang
atom logamnya tidak mempunyai bilangan oksidasi bulat melainkan
pecahan,
misalnya Nb6I11, Nb6Cl14, Nb6F15, dan Nb3Cl8. Dalam spesies ini terdapat
“kerumunan” atau kluster atom-atom logam dengan interaksi yang kuat
antar logam-logamsehingga mengakibatkanspesies bersifat
diamagnetik atau paramagnetikyang melemah.
Nb6Cl14 ternyatadapatdipandangmempunyaiformula[Nb 6Cl12]2+[Cl-
]2 (Gambar 5.3.6). Dalam unit [Nb6Cl12]2+, atom-atom Nb tersusun dalam
bangun oktahedron dengan jembatan atom Cl terletak di atas titik
tengah
dari setiap sisi oktahedron. Unit [M6X12]2+ (M = Nb, Ta ; X = Cl, Br)
merupakan suatu entitas kimiawi yang tepat dalam kesatuan suatu
reaksi. Misalnya, reaksi oksidasi terhadap [M6X12]2+ akan menghasilkan
[M6X12]3+, oksidasi lanjut akan menghasilkan [M6X12]4+, dan reaksi adisi
dengan ligan L akan menghasilkan [M6X12L4]2+. Senyawa kluster
seperti ini agak umum terjadi pada logam-logam transisi seri ke dua

(4d) dan ke tiga (5d).


Gambar 5.3.6 Struktur geometri [Nb6Cl12]2+
Logam vanadium ternyata dapat membentuk senyawa
kationokso yang sangat bervariasi baik ditinjau dari perspektif
senyawa kompleks maupun non-kompleks. Tingkat oksidasi +5 dapat
dipandang sebagai
turunandaridioksovanadium(V),VO 2 +, danoksovanadium(V),VO3+.
Tingkat oksidasi +4 dapat dipandang sebagai turunan dari
oksovanadium(IV), VO2+, dan untuk tingkat oksidasi +3 sebagai
turunan dari VO+. Beberapa senyawa oksovanadium yang telah dikenal
dapat dilihat pada Tabel 5.3.4.
Garam ionik dioksovanadium(V), 2 VO +, umumnya berwarna
kuning, tetapi oksovanadium(IV), VO2+, umumnya berwarna biru.
VOBr3 yang berupa cairan merah tua, dapat diperoleh dari
pemanasan langsung dari V2O3 dan Br2:
2 V2O3 + 6 Br2 4 VOBr3 + O2
VOBr2 yang berupa serbuk kuning, dapat diperoleh dari
pemanasan VOBr3, atau pemanasan V2O5 dengan HBr dalam larutan
etanol, C2H5OH:
2 VOBr3 2 VOBr2 + Br2
2 V2O5 + 8 HBr 4 VOBr2 (s) + 4 H2O + O2
Dengan cara yang sama, padatan hijau VOCl2 dapat diperoleh
menurut persamaan reaksi yang terakhir di atas. Selain itu senyawa
ini juga dapat diperoleh dari reduksi VOCl3 dengan H2.
2 V2O5 + 8 HCl 4 VOCl2 (s) + 4 H2O + O2
2 VOCl3 + H2 2 VOCl2 (s) + 2 HCl
VOSO .5H O berwarna biru, dan ternyata merupakan
4 2
senyawa kompleks tetraakuaoksosulfatovanadium(IV) monohidrat,
[VO(OSO3)(H2O)4] .H2O, yang berhasil dibuat dari reduksi V2O5 dalam
asam
sulfat dengan SO2 menurut persamaan reaksi berikut:
V2O5 + H2SO4 + SO2 + 9 H2O 2 [VO(OSO3)(H2O)4] .H2O

Garam-garamlainnon-oksotentusajastabilpadatingkatoksidasi+2
dan +3, dan sebagai senyawa kompleks umumnya mempunyai
bilangan koordinasi empat dan enam. Sebagai contoh [V(H2O)6] SO4 ,
[VCl2(H2O)4], [VF6]3-, dan [VCl4]-, dan masih banyak lagi yang dalam air
memberikan rumusan umum [V(H2O)6]2+ yang berwarna violet, dan
[V(H2O)6]3+ yang berwarna hijau.
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium

Tingkat
oksidasi
Senyawa dan warnanya

+5 VO2F - coklat VO2Cl - oranye


VOF3 - kuning VOCl3 - kuning VOBr3 - merah tua
-
- [VOCl4]
[VOF4] [VO2Cl4]3-

VOF2 - kuning VOCl2 - hijau


+4 2- VOBr2 - kuning coklat
[VO(CN)4] - biru-hijau
+3 - VOCl - kuning coklat VOBr - violet

5.3.6 Soal-Soal Latihan Logam-Logam V-Nb-Ta


1. Jelaskan mengapa vanadium sangat baik untuk bahan
campuran aliasi (paduan)
2. Sebutkan mineral apa saja yang merupakan sumber vanadium
3. Jelaskan dengan singkat ekstraksi vanadium baik sebagai aliasi
(paduan) maupun logam bebas
4. Sebutkan jenis-jenis oksida vanadium dan sifat-sifatnya, demikian
juga ion vanadium dengan karakteristika warnanya.
5. Tuliskan tahapan persamaan reaksi V2O5 : (a) dengan penambahan
basa (b) dilanjutkan dengan penambahan asam hingga pH ~
6,5,
(c) dilanjutkan dengan penambahan asam hingga pH ~ 2, dan (d)
dengan penambahan asam lebih lanjut.
6. Struktur geometri oksida dan metalat dari V-Nb-Ta sangat variatif.
Sebutkan (dan atau gambarkan) struktur, V2O5, VO 3-4 (orto-vanadat),
VO - (meta-vanadat), V O 4- (piro-vanadat), NbO - (niobat), dan TaO 3-.
3 2 7 3 4
7. Vanadium ditemui dalam banyak warna menurut tingkat
oksidasi senyawa-senyawanya; sebutkan spesies dan
karakteristika warna masing-masing.
5.4 GOLONGAN 6
KROMIUM, MOLIBDENUM, DAN WOLFRAM
5.4.1 Pendahuluan
Pada tahun 1778 seorang ahli kimia terkenal Swedia, C. W.
Scheele, telah berhasil membuat suatu oksida unsur baru dari mineral
molibdenit, MoS2, dan dengan demikian ia mampu
membedakan mineral ini dengan grafit yang pada waktu itu diduga
identik. Logam molibdenum berhasil diisolasi sekitar 3 - 4 tahun
kemudian oleh P.J. Hjelm dari pemanasan oksida ini dengan
batubara. Nama molibdenum berasal dari kata Yunani molibdos
yang artinya mengandung makna kebingungan ketika menghadapi
mineral-mineral lunak hitam yang dapat dipakai untuk menulis,
yaitu grafit yang dia sebut timbel hitam dan plumbako.
Pada tahun 1781 Scheele dan juga T. Bergmann mengisolasi
oksida baru yang lain dari mineral yang kemudian disebut skelit,
CaWO4. Hasilnya disebut tungsten yang artinya batu berat. Dua tahun
kemudian dua bersaudara, J.J. dan F. d’Elhuyar dari Spanyol
menunjukkan bahwa oksida yang sama merupakan konstituen dari
mineral wolframit, dan pemanasan oksida ini dengan batubara
berhasil mereduksinya menjadi logam yang kemudian diberi nama
wolfram dengan simbol W. Nama ini direkomendasi oleh IUPAC,
namun komunikasi bahasa Inggris memilih memakai nama tungsten.
Akhirnya pada tahun 1797, L.N. Vauquelin dari Perancis
menemukan oksida unsur baru dalam suatu mineral dari Siberia yaitu
krokoit (crocoite) yang kemudian dikenal sebagai PbCrO4. Satu tahun
kemudian unsur logam baru ini dapat diisolasi dengan mereduksi
mineral tersebut dengan batubara (charcoal), dan diberi nama dalam
bahasa Yunani kroma (chroma) yang artinya warna, karena banyaknya
macam warna dalam senyawanya.
Kromium merupakan logam masif, berwarna putih perak,
dan lunak jika dalam keadaan murni dengan titik leleh kira-kira 1900
o o
C dan titik didih kira-kira 2690 C. Logam ini sangat tahan terhadap
korosi,
karena reaksinya dengan udara menghasilkan lapisan Cr 2O3 yang
bersifat non-pori sehingga mampu melindungi logam yang terlapisi
dari reaksi lebih lanjut. Dengan sifat logam yang tahan korosi,
manfaat utama dari logam kromium adalah untuk pelapis logam atau
baja. Selain itu, lapisan kromium juga menghasilkan warna yang
mengkilat sehingga logam ini memberikan manfaat tambahan sebagai
alat dekoratif.
Pada pelapisan kromium dengan proses electro chromium
plating dipakai kromium(III) oksida, Cr2O3, yang dilarutkan dalam
3+
H2SO4 sebagai elektrolit. Ion Cr akan tereduksi menjadi logam
kromium yang akan melapisi logam lain yang dipasang sebagai
katoda. Jika suatu logam langsung dilapisi dengan kromium, biasanya
hasil lapisan ini mudah retak. Untuk memperoleh lapisan yang baik,
kuat dan tidak retak-retak, logam yang akan dilapisi dengan kromium
harus terlebih dahulu dipalisi dengan tembaga atau nikel.
Kromium, molibdenum, dan wolfram merupakan bahan paduan
baja yang menjadikan baja ini bersifat keras dan kuat. Stainless
steel yang biasanya mengandung kromium dan sedikit nikel banyak
digu- nakan pada industri alat-alat dapur. Logam paduan tanpa besi,
terma- suk nikrom dan kromel (Ni dan Cr) digunakan untuk
berbagai macam bahan peralatan tahan panas karena logam
paduan ini bukan meru- pakan penghantar listrik. Wolfram juga
dimanfaatkan sebagai kawat filamen dalam bola lampu listrik (bolam).
Senyawa-senyawa kromium mempunyai cukup banyak manfaat.
Misalnya, kromium dioksida, CrO2, yang berwarna coklat gelap, bersifat
magnetik dan konduktor listrik yang tinggi, banyak digunakan sebagai
bahan pita rekaman. Kromium(III) oksida, Cr2O3, dan kromat, PbCrO4,
dapat digunakan sebagai bahan pewarna cat, dan gelas. Dikromat,
Na2Cr2O7, dapat digunakan sebagai oksidan dalam industri kimia.
Dalam proses penyamakan, kulit yang akan disamak dibasahi dengan
larutan dikromat, kemudian direduksi dengan gas SO 2 sehingga
terbentuk kromi sulfat basa, Cr(OH)SO4. Kolagen, adalah jenis
protein utama dalam kulit, akan bereaksi membentuk senyawa
kompleks kromi, dan senyawa ini mengakibatkan kulit menjadi
bersifat liat, lentur, dan
tahan terhadap kerusakan biologis.
5.4.2 Sumber Logam dan Ekstraksinya
Logam kromium relatif jarang ditemukan dan kandungannya
dalam kerak bumi diduga kira-kira hanya 0,0122 % atau 122 ppm,
lebih rendah daripada vanadium (136 ppm) dan klorin (126 ppm);
tetapi mo- libdenum dan wolfram, keduanya jauh lebih sedikit (~ 1,2
ppm). Sum- ber kromium yang terpenting dalam perdagangan adalah
bijih kromit (chromite), FeCr2O4, yang banyak terdapat di Rusia dan
Afrika Selatan (kira-kira 96 % cadangan kromium dunia), dan
Pilipina. Sumber kro- mium lainnya yang lebih sedikit jumlahnya
adalah krokoit (crocoite), PbCrO4, dan oker kroma (chrome), Cr2O3.
Batu-batuan permata seperti zamrud (emerald) yang berwarna hijau
dan merah ruby yang mengan- dung sekelumit kromium sebagai
pengotor. Sumber molibdenum yang terpenting adalah molibdenit
sulfida, MoS2, dan yang lain adalah bijih wulfenit, PbMoO4, dan
powelit, Ca(Mo,W)O4. Wolfram terdapat sebagai tungstat skelit, CaWO4,
dan wolframit, (Fe,Mn)WO4.
Kromium
Berdasarkan penggunaannya ada dua macam cara ekstraksi lo-
gam kromium, yaitu sebagai paduan ferokrom (Cr-Fe), dan sebagai
logam murni kromium. Sebagai paduan, ferokrom dibuat dari reduksi
kromit dengan batubara (coke) dalam tanur listrik. Ferokrom dengan
kandungan karbon rendah dapat diperoleh dari reduksi kromit dengan
menggunakan ferosilikon sebagai pengganti batubara (coke). Hasil pa-
duan Cr-Fe ini dapat digunakan langsung sebagai bahan aditif
pada baja kromium stainless. Persamaan reaksinya adalah:
FeCr2O4 + C
+ 4 CO (g)

 

Sebagai logamnya, kromium murni dapat diperoleh melalui ta-


hap-tahap berikut. Tahap pertama, bijih kromit dalam lelehan alkali
karbonat dioksidasi dengan udara untuk memperoleh natrium kro-
mat, Na2CrO4. Tahap ke dua, adalah peluluhan dan pelarutan
Na2CrO4 dalam air yang dilanjutkan dengan pengendapan sebagai
dikromat, Na-
2Cr2O7. Tahap ke tiga, adalah reduksi dikromat yang diperoleh
dengan karbon menjadi oksidanya, Cr2O3. Tahap terakhir, adalah reduksi
Cr2O3 dengan aluminium melalui proses alumino termik atau dengan
silikon. Persamaan reaksinya adalah:
FeCr2O4 + 2 Na2CO3 + O2 (g)  2 Na CrO (aq) + 2 CO (g) + Fe (s)
2 4 2
2 Na2CrO4 (aq) + H2O  Na Cr O (s) + 2 NaOH
2 2 7
Na2Cr2O7 + 2 C
Cr2O3 + Na2CO3 + CO (g)

 
Cr2O3 + 2 Al
2 Cr (l) + Al2O3 (s)

 
2 Cr2O3 + 3 Si
4 Cr (l) + 3 SiO2 (s)

 
Molibdenum dan Wolfram
Logam molibdenum diproduksi sebagai hasil utama maupun ha-
sil sampingan dalam pengolahan tembaga. Pada proses tersebut, bijih
molibdenit terlebih dahulu dipisahkan dengan teknik flotasi,
kemudian dipanggang untuk memperoleh oksidanya, MoO3. Jika
ingin diguna- kan langsung sebagai paduan seperti pada pabrik
baja, oksida ini di- ubah menjadi feromolibdenum dengan proses
aluminotermik. Untuk memperoleh logam yang lebih murni,
molibdenum oksida dilarutkan dalam larutan amonia untuk
dikristalkan sebagai amonium molibdat, kadang-kadang sebagai
dimolibdat, [NH4]2[Mo2O7], atau sebagai pa- ramolibdat,
[NH4]6[Mo7O24].4H2O bergantung pada kondisinya. Mo- libdat ini
kemudian dapat direduksi dengan gas H 2 menjadi serbuk lo- gam
molibdenum yang berwarna abu-abu.
Logam wolfram dapat diperoleh dengan pemanasan langsung
hingga meleleh campuran bijihnya, tungstat skelit, CaWO 4, dan wol-
framit, (Fe,Mn)WO4, dengan alkali, kemudian diendapkan dalam air se-
bagai WO3 dengan penambahan asam. Reduksi oksida ini dengan H 2
o
pada ~ 850 C akan menghasilkan serbuk logam wolfram berwarna
abu-abu. Pengubahan serbuk logam menjadi padatan masif baik untuk
logam Mo maupun W dapat dilakukan dengan kompresi tinggi meng-
gunakan gas H2.
5.4.3 Kecenderungan Logam-Logam Golongan 6
Karakteristika logam-logam golongan ini dapat diperiksa pada
Tabel 5.4.1.
Tabel 5.4.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 6

Karakteristika 24Cr 42Mo 74W


Kelimpahan / ppm 122 1,2 1,2
-3
Densitas / g cm 7,14 10,28 19,3
o
Titik leleh / C 1900 1620 (3380)
o
Titik didih / C 2690 4650 (5500)
Jari-jari atomik / pm
128 139 139
(Bilangan koordinasi =12)
Jari-jari ionik / pm
2+
M 6+(Bilangan
5+ 4+
; M ; Mkoordinasi
3+
; M ;6) 44 ; 49 ; 55 ; 61,5 59 ; 61 ; 65 ; 69 ; 60 ; 62 ; 66 ; - ;
;
73 (l.s) ; 80 (h.s) - -
Konfigurasi elektronik 5 1 5 1 14 4 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,6 1,8 1,7

Konfigurasi elektronik untuk kromium dan molibdenum menyimpang


dari diagram aufbau. Dibandingkan molibdenum dan wolfram,
kromium lebih mudah bereaksi dengan asam non oksidator
menghasilkan Cr(II), tetapi dengan asam oksidator reaksinya menjadi
terhambat dengan terbentuknya lapisan kromium(III) oksida.
Logam golongan ini pada tingkat oksidasi rendah semakin tidak
stabil dengan naiknya nomor atom. Jadi, kromium mempunyai variasi
tingkat oksidasi yang paling banyak, sehingga logam kromium
lebih banyak membentuk berbagai senyawa.

5.4.4 Senyawa-Senyawa Oksida


Oksida Kromium
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.4.2, oksida kromium
bersama-sama ionnya, yang penting adalah Cr 2O3 - hijau, dan CrO3 -
merah tua. Kromium(IV) oksida, CrO2 - coklat kehitaman, juga
dikenal
dan sangat bermanfaat karena bersifat feromagnetik yang sangat baik
untuk bahan pembuat pita rekaman magnetik seperti pita-kaset atau
video, namun hanya sedikit senyawa kromium(IV) yang dikenal.
Tabel 5.4.2 Karakteristika beberapa oksida dan ion kromium

Tingkat Oksida Warna


Hidroksida Sifat Ion Nama
Oksidasi (a) Ion
2+ kromo biru
+2 CrO Cr(OH)2 basa Cr (b)
kromium(II muda
)
3+
Cr atau kromi atau
Cr2O3 3+
+3 Cr(OH)3 (c) amfoterik [Cr(H2O)6 ] kromium(III violet
hijau [Cr(OH)4] -(d) ) hijau
2- kromat kuning
CrO3 CrO2(OH)2 CrO4
+6 2-
merahtua Cr2O5(OH)2 asam Cr2O7 dikromat oranye
2+
(a) : kromium(IV) dikenal oksida sebagai CrO2 ; (b) : ion ini dalam air sebagai [Cr(H2O)6[
-
(c) : formula lain adalah [Cr(H2O)3(OH)3] ; (d) : formula lain adalah [Cr(H2O)2(OH)4]

Seperti halnya pada oksida vanadium, sifat basa oksida dan hi-
droksida kromium menurun (atau sifat asam naik) dengan naiknya
tingkat oksidasi. Oleh karena itu, Cr 2O3 dan Cr(OH)3 bersifat amfoterik,
sama seperti oksida dan hidroksida aluminium, dan CrO3 yang
mempu- nyai tingkat oksidasi lebih tinggi bersifat asam. Hal ini dapat
dipahami bahwa Cr(VI) mempunyai jari-jari ionik lebih pendek dan
rapatan mua- tan lebih tinggi sehingga spesies ini mempunyai
kecenderungan yang lebih besar sebagai akseptor pasangan elektron,
dan dengan demikian bersifat asam.
Kromium(III) oksida, Cr2O3, dapat diperoleh dari dekomposisi
termal amonium dikromat menurut persamaan reaksi berikut :
(NH4)2Cr2O7 (s)
Cr2O3 (s) + N2 (g) + 4 H2O (g)

 
Kromium(III) oksida merupakan oksida kromium yang paling stabil
mengadopsi struktur corundum, dan digunakan untuk pigment hijau.
Oksida ini menunjukkan sifat semikonduktor dan antiferomagnetik
o
pada temperatur di bawah 35 C.
Kromium(IV) oksida, CrO2, dapat diperoleh dari reduksi CrO3
secara hidrotermal menurut persamaan reaksi berikut :
CrO3 (s) + H2 (g)

CrO2 (s) + H2O (g)
 
Kromium(VI) oksida, CrO3, dapat diperoleh dari penambahan
asam sulfat pada larutan pekat alkali dikromat menurut persamaan
reaksi berikut:
K2Cr2O7 (aq) + H2SO4 (aq) → 2 CrO3 (s) + K2SO4 (aq) + H2O (l)
merah

Kromium(VI) oksida mengadopsi struktur rantai unit-unit tetrahedral


CrO4 yang bersekutu pada salah satu titik sudutnya sebagaimana
ditunjukkan Gambar 5.4.1.

Gambar 5.4.1 Struktur rantai CrO3


dalam unit tetrahedral CrO4 , ion CrO 2-, dan
4
ion Cr O 2-
2 7

Kromium trioksida bersifat


2- sangat asam dan bereaksi dengan basa
menghasilkan kromat, CrO . Penurunan pH, dengan penambahan
4
asam ke dalam larutan kromat, pada mulanya mengakibatkan
kondensasi
Cr unit-unit tetrahedron CrO4 menjadi ion dikromat, 2-
O ,
27
dan kondensasi lebih lanjut menghasilkan endapan CrO3.

Oksida Molibdenum dan Wolfram


Oksida molibdenum dan wolfram banyak yang sudah dikenal,
namun oksida-oksida yang sederhana adalah MoO3, WO3, Mo2O5,
MoO2, dan WO2. Oksida-oksida yang lain mempunyai formula non-
stoikiometrik dan strukturnya rumit.
MoO3 dan WO3 mudah dibuat dengan memanaskan logamnya
atau sulfidanya dalam oksigen. Oksida-oksida ini tidak bereaksi
dengan asam, tetapi larut dalam basa membentuk larutan
molibdat dan wolframat. MoO3 berupa padatan putih pada
temperatur kamar tetapi menjadi kuning pada keadaan panas dan
meleleh pada suhu ~ 795
o
C menjadi cairan warna kuning legam. WO3 berupa padatan kuning
o
lemon dengan titik leleh ~ 1200 C.
Mo2O5 berupa padatan violet yang larut dalam asam hangat.
Oksida ini dapat diperoleh dari reduksi MoO3 dengan serbuk
o
molibdenum pada ~ 750 C. Penambahan amonia ke dalam larutan
yang mengandung Mo(V) hasil reduksi tersebut akan diperoleh
endapan coklat MoO(OH)3 dan jika endapan ini dipanaskan akan
menghasilkan Mo2O5.
MoO2 dapat diperoleh dari reduksi MoO3 dengan H2 atau NH3
o
pada temperatur dibawah 470 C, dan di atas temperatur ini terjadi
reduksi lebih lanjut menjadi logamnya. Selain itu, MoO2 juga
dapat diperoleh dari reaksi molibdenum dengan uap air panas
pada suhu
o
~ 800 C. Oksida ini berupa padatan coklat violet, tidak larut
dalam asam-asam mineral non-oksidator tetapi larut dalam asam
nitrat pekat dan terjadi oksidasi lebih lanjut menjadi Mo(VI).
MoO2 (dan WO2)
mengadopsi struktur rutil (TiO2).
Gambar 5.4.2 Struktur MoO3, dalam jaringan unit persekutuan sisi dan sudut
oktahedra MoO6 (atom Mo dalam pusat oktahedra tidak
digambar)
MoO3 mempunyai struktur lapis (Gambar 5.4.2). Tiap kelompok
oktahedral MoO6 bersekutu pada dua sisi terdekat dengan kelompok
tetangganya. Ke arah tegaklurus dari bidang persekutuan ini, setiap
bangun oktahedral dihubungkan melalui titik-titik sudutnya. Tiga
atom oksigen dari tiap kelompok oktahedral MoO6 menjadi milik
bersama dari tiga oktahedron, dua atom oksigen menjadi milik
bersama dari dua oktahedron, dan satu atom oksigen (yang ke
enam) bebas tidak bersekutu, sehingga diperoleh formula Mo(3O)⅓
(2O)½ (O) atau MoO3.
WO3 mengadopsi struktur geometri yang dikenal sebagai
struktur renium trioksida (ReO3). Struktur ini dapat dipandang
sebagai suatu kubus yang setiap sudutnya ditempati oleh atom W
dan pada pertengahan dari setiap sisinya ditempati oleh atom O
(Gambar 5.4.3). Suatu kubus yang tersusun oleh 8 atom W pada titik-
titik sudutnya akan diselingi oleh 12 atom O pada tiap pertengahan
sisinya, sehingga setiap atom W akan mengikat enam atom O dan tiap
atom O ini mengikat dua atom W untuk menghasilkan formula
W(6O)½ atau WO3.
Oksida biru. Mo(VI) dan W(VI), keduanya miskin daya oksidasi,
tetapi dalam suasana asam, larutan molibdat dan tungstat atau
suspensi MoO3 dan WO3 dalam air dapat mengalami reduksi
parsial
2+
oleh reduktor moderat tertentu seperti Sn , SO2, N2H4, dan H2S
menghasilkan molibdenum biru atau wolfram biru. Spesies biru ini
adalah non-stoikiometrik, tetapi jelas mengandung dua logam dengan
tingkat oksidasi berbeda yaitu +6 dan +5, seperti misalnya pada
formula [MoO2]2[MoO4].
Struktur oksi-kromium terdiri atas Cr(VI) yang dibatasi oleh
geometri unit-unit tetrahedal CrO4 (koordinasi 4), sedangkan struktur
oksi-molibdenum dan oksi-wolfram masing-masing terdiri atas Mo(VI)
dan W(VI) yang keduanya mengadopsi geometri unit-unit oktahedral
MO6 (koordinasi 6) dan unit-unit tetrahedral MO4 (koordinasi 4).

4 )
Larutan ionik orto-molibdat 2- 2-
(MoO 4 ) atau orto-tungstat (WO
yang keduanya mengadopsi struktur tetrahedron, tetapi jika pH laru-
tan diturunkan secara perlahan akan terbentuk spesies isopolianion
. Pada kondisi ini, bilangan koordinasi logam naik menjadi enam dan
terbentuk unit-unit oktahedral MO6 dengan persekutuan sisi-sisi dan
titik-titik sudut oktahedron (Gambar 5.4.3). Spesies isopolianion seperti
2- 6-
heksamolibdat [Mo6O19] , heptamolibdat (paramolibdat) [Mo7O24]
4- 20-
, oktamolibdat [Mo8O26] , dan paratungstat [W12O46] , dan masih
banyak lagi yang sejenis telah berhasil dikarakterisasi.

Gambar 5.4.3 Struktur geometri WO3, [Mo7O24]6-, dan [Mo8O26]4-


(atom Mo menempati titik pusat dan O menempati sudut-sudut oktahedron tidak digambar)

5.4.5 Garam Kromium


Kromium(II) oksida dan juga hidroksidanya tidak banyak
dikenal. Tetapi garam kromonya, seperti kromium(II) halida, dan
sulfat, dalam
2+
larutan air dikenal sebagai ion [Cr(H2O)6] yang berwarna biru,
3+
namun sangat mudah teroksidasi menjadi Cr sebagaimana
dinyatakan oleh
harga potensial reduksinya, - 0,41 V:
3+ 2+ o
Cr (aq) + e → Cr (aq) E = - 0,41 V

Sifat mudah teroksidasi ini dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan


adanya kelumit gas O2 berdasarkan reaksi yang sangat mudah
berlangsung menurut besarnya nilai potensial elektroda yaitu:
2+ +
4 Cr (aq) + O2 (g) + 4 H3O (aq) →
3+ 0
4 Cr (aq) + 6 H2O (l) E sel = + 1,64 V
Oleh karena itu, baik proses sintesis Cr(II) dalam larutannya
maupun penyimpanannya harus dilakukan sedemikian rupa agar
terhindar dari udara dan disimpan dalammlingkungan atmosfer gas
nitrogen. Senyawa-senyawa yang telah berhasil diisolasi misalnya
CrSO4.5H2O, CrCl2.4H2O, Cr(ClO4)2.6H2O, dan senyawa binuklir
[Cr(CH3COO)2]2.2H2O yang berwarna merah dan sukar larut dalam
air. Senyawa Cr(II) dapat diperoleh dari reaksi logam kromium dengan
asam non-oksidator, seperti HCl / H2SO4 (encer):
2+
Cr (s) + 2 HCl (aq) → Cr (aq) + H2 (g)
Garam kromium(III) - kromi, yang berwarna violet, dalam
3+
larutannya biasanya dinyatakan sebagai ion [Cr(H 2O)6] . Beberapa
senyawa garam kromium yang terkenal adalah CrCl3.6H2O,
I
Cr2(SO4)3.18H2O, dan tawas kromium, M Cr(SO4)2.12H2O. Senyawa
kompleks, CrCl3.6H2O, mempunyai tiga macam isomer hidrat yang
masing-masing mempunyai warna yang khas, yaitu anhidrat-violet
[Cr(H2O)6][Cl3], monohidrat-hijau pucat, [Cr(H2O)5Cl][Cl].H2O, dan
dihidrat-hijau tua, [Cr(H2O)4Cl2][Cl].2H2O, masing-masing mempunyai
bilangan koordinasi enam.
Kromium(VI), yangmerupakan turunan dari CrO3, dapat
dijumpai dalam dua macam senyawa yang sangat terkenal yaitu
2-
kromat-kuning,
CrO4 , dengan struktur tetrahedron dan dikromat-merah oranye,
2-
Cr2O7 , dengan struktur dua tetrahedron yang bersekutu pada salah

satu titik sudutnya (atom O). Pada molekul dikromat jarak Cr O
� �
pada Cr O Cr penghubung sedikit lebih panjang daripada jarak

Cr O yang lain sebagaimana ditunjukkan Gambar 5.4.1.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa CrO 3 bersifat
asam. Oleh karena itu, dalam kondisi mendekati basa atau pH tinggi
kira-kira 6, oksida ini membentuk anionik kromat yang berwarna
kuning,
2-
CrO menurut persamaan reaksi berikut ini:
4
- 2-
CrO3 (s) + 2 OH (aq) CrO (aq) + H O (l)
4 2
kuning
Selanjutnya dalam suasana asam, pH = 2 - 6, terjadi
keseimbangan dengan bentuk dikromat sebagai berikut :
2- + 2-
2 CrO4 (aq) + 2 H3 O (aq) Cr2O7 (aq) + 3 H O (l)
kuning 2 merah oranye

atau :
2- 2- -
2 CrO4 (aq) + H2 O (l) Cr2O7 (aq) + 2 OH (aq)
kuning merah oranye

Jika ke dalam larutan ini ditambahkan asam, maka keseimbangan


akan bergeser kekanan sehingga diperoleh warna larutan merah
oranye, dan jika ditambahkan basa terjadi sebaliknya yaitu terjadi
warna kuning.
Jadi dalam kondisi asam, Cr O 2- lebih dominan, sebaliknya
2- 27
dalam suasana basa CrO
4 menjadi lebih dominan. Hal ini sungguh
sangat penting berkaitan dengan aspek-aspek berikut ini.
(1) Metode pengendapan atau kristalisasi garam yang
bersangkutan, bergantung pada kondisi larutan, garam
dikromat dapat dikris- talkan dalam kondisi sedikit asam atau
netral, tetapi kristalisasi garam kromat hanya dapat terjadi
dalam kondisi basa.
(2) Fungsi oksidator, bagi dikromat harus berada dalam suasana
asam dan sebaliknya bagi kromat harus dalam suasana basa.
Oleh karena itu, baik kromat maupun dikromat, dapat
dibuat dengan bahan dasar yang sama yaitu dengan melarutkan
oksida CrO3 dalam air, dan dalam hal ini ion kromat sedikit lebih
mendominasi. Jika kemudian ke dalam larutan ini ditambahkan basa
alkali, misalnya NaOH, maka berdasarkan reaksi keseimbangan kromat
dikromat tersebut di atas, Na2CrO4 dapat dikristalkan; tetapi, jika
ditambahkan Na2SO4, maka yang terjadi adalah pengendapan
Na2Cr2O7.
Untuk peran oksidator, ternyata dikromat merupakan oksidator
kuat dalam suasana asam, tetapi dalam suasana basa dikromat bukan
merupakan oksidator yang baik. Hal ini sesuai dengan perubahan
harga
tingkat oksidasi serta nilai potensial reduksinya seperti ditunjukkan
persamaan setengah reaksi berikut ini:
2- +
Cr2 O7 (aq) + 14 H O (aq) + 6 e
3+ o
2 Cr (aq) + 21 H2O (l) E = + 1,33
4 2- (aq) + 42H O (l) + 3 e
V CrO
- o
Cr(OH)3 (s) + 5 OH (aq) E = - 0,13 V
+ 2+
Ion kromat dalam larutannya diendapkan oleh ion-ion Ag , Pb ,
2+
dan Ba sebagai garam kromat yang berwarna kuning menurut
persamaan reaksi berikut :
+ 2-
Ag (aq) + CrO 4 (aq) → Ag 2CrO 4(s)
kuning

Kromil klorida
Reaksi antara CrO3 dengan asam klorida membentuk
senyawa okso halida, yaitu kromil klorida, CrO 2Cl2, yang berupa cairan
o
merah tua dengan titik 117 C, menurut persamaan reaksi berikut ini:
CrO3 (s) + 2 HCl (aq) → CrO2Cl2 (l) + H2O (l)
Kromil klorida juga dapat langsung diperoleh dari kalium dikromat
yang dicampur dengan natrium klorida, kemudian mereaksikan
campuran ini dengan asam sulfat pekat menurut persamaan reaksi:
K2Cr2O7 (s) + 4 NaCl (s) + 6 H2SO4 (l) →
2 CrO2Cl2 (l) + 2 KHSO4 (s) + 4 NaHSO4 (s) + H2O (l)
Reaksi tersebut sekaligus dapat dipakai untuk menguji adanya
ion klorida karena bromida dan iodida tidak membentuk senyawa
yang analog. Pada pemanasan secara perlahan dan hati-hati, uap
merah tua kromil klorida yang beracun dapat dipisahkan dan
ditampung, kemudian akan terkondensasi sebagai cairan merah
gelap. Jika cairan ini ditambahkan ke dalam larutan basa akan
terjadi hidrolisis dan terbentuk senyawa kromat berwarna kuning:
- 2- -
CrO2Cl2 (l) + 4 OH (aq) → CrO 4 (aq) + 2 Cl (aq) + 2 H O (l)
Molekul kromilklorida mengadopsi bangun tetrahedron dengan
karakter ikatan rangkap Cr = O yang cukup kuat.

5.4.6 Soal-Soal Latihan Cr-Mo-W


1. Salah satu sifat logam kromium adalah tahan korosi, mengapa
demikian dan apa pula kegunaannya.
2. Jelaskan peran/manfaat dikromat pada proses penyamakan kulit
3. Jelaskan dengan singkat cara mengekstraksi logam kromium baik
untuk digunakan sebagai bahan aliasi (paduan) maupun
sebagai kromium bebas.
4. Sebutkan oksida-oksida dan ion-ion kromium
yang penting, jelaskan sifatnya, dan karakteristik
warnanya.
5. Jelaskan kestabilan dan tulis persamaan reaksi
keseimbangan kromat-dikromat, dan tulis pula bangun
molekulnya.
6. Kromium dijumpai dalam banyak senyawa dengan berbagai
variasi tingkat oksidasi dan warna. Sebutkan spesies menurut
tingkat oksidasi dan warnanya.
7. Jelaskan struktur : (a) MoO2, dan WO2, (b) MoO3, dan WO3 (c)
perbedaan struktur Cr(VI) dengan Mo(VI) dan W(VI).
5.5 GOLONGAN 7
MANGAN, TEKNESIUM, DAN RENIUM
5.5.1 Pendahuluan
Barangkali tidak mudah untuk menjumpai logam mangan,
karena logam ini biasanya memang tidak digunakan dalam keadaan
murni melainkan sebagai campurannya. Mangan bersifat metalik
dengan titik leleh kira-kira 1244 oC dan titik didih 1962 oC. Dalam
keadaan murni, logam mangan berwarna putih seperti perak, sangat
keras, tetapi mudah patah. Mangan mudah teroksidasi oleh udara,
bereaksi lambat dengan air, dan membentuk berbagai macam
senyawa dengan tingkat oksidasi yang paling bervariasi yaitu dari +2
hingga +7.

Sama seperti logam vanadium dan kromium, produksi logam


mangan sebagian besar (kira-kira 95 %) digunakan untuk membuat
baja paduan, misalnya feromangan yang mengandung kira-kira 80
% Mn. Baja dengan kandungan ~ 12% mangan sangat kuat,
sehingga dapat digunakan untuk rel kereta api , dan untuk mesin-
mesin berat. Pada proses pembuatan logam paduan, mangan juga
mampu mengikat oksigen, nitrogen dan sulfur dari campuran
logamnya sehingga paduan yang dihasilkan menjadi lebih kuat. Paduan
manganin yang terdiri atas Cu (84 %), Mn(12 %), dan Ni (4 %), bersifat
tahan terhadap pengaruh listrik dan terhadap perubahan temperatur
sehingga sangat cocok digunakan untuk membuat alat-alat ukur.
Sebagai senyawanya, misalnya KMnO4, karena sifat oksidatornya dapat
digunakan untuk disinfektan, pembunuh kuman (germicide) seperti
pada campuran air mandi bagi penderita penyakit kulit, dan juga
sebagai deodoran.
MnO2 yang berupa serbuk hitam sangat banyak manfaatnya,
antara lain dipakai untuk pewarnaan gelas, email/pelapis hitam,
pengering dalam cat hitam, dan sebagai oksidator dalam sel baterai
kering Le Clanche. Dalam baterai ini, MnO2 dicampur dengan NH4Cl
dan ZnCl2 dalam air dan ditambah tepung kanji agar diperoleh
medium pasta yang kental sebagai perekat untuk menghindari
kebocoran. Campuran ini juga
berfungsi sebagai media elektrolit kering, dibungkus dengan lembaran
Zn yang berfungsi sebagai anode, sedangkan di dalamnya (bagian
tengah) ditanamkan sebatang karbon sebagai katode. Adapun reaksi
yang terjadi pada peristiwa pengeluaran arus listrik searah adalah
sebagai berikut :

Anode (oksidasi): Zn (s) → Zn2+ (aq) + 2 e


+
Katode (reduksi) : 2 NH
4
(aq) + 2 MnO (s) + 2 e

Mn2O3 (s) + 2 NH3 (aq) + H2O (l)
����������������������������
�������������������������� +
+
Zn (s) + 2 NH
4
(aq) + 2 MnO
2
(s) → Zn2+ (aq) + 2Mn3 O (s)+ 23 NH (aq)2 + H O
(l)

Reaksi tersebut menunjukkan bahwa anode Zn, yang juga


merupakan wadah bahan-bahan kimia dalam baterai ini, akan
mengalami korosi selama reaksi berlangsung, sehingga suatu saat akan
terjadi kebocoran.

5.5.2 Sumber dan Ekstraksi Logam


Karena logam mangan reaktif terhadap oksigen maka unsur
ini tidak ditemui dalam keadaan bebas di alam. Batu-batuan kerak
bumi mengandung mangan kira-kira 0,11 % massa atau ~1066 ppm.
Mangan merupakan unsur terbanyak yang ke duabelas, dan ke tiga
untuk unsur- unsur transisi setelah besi dan titanium. Karena tingkat
oksidasinya sangat bervariasi, unsur ini terdistribusi di dalam lebih
dari tiga ratus macam mineral, dan duabelas di antaranya merupakan
mineral penting yang diperdagangkan. Beberapa di antaranya adalah:

MnO2, pirolusit Mn3O4 atau MnOMn2O3, hausmanit


Mn2O3, braunit Mn2O3.H2O atau MnO(OH), manganit
(Fe,Mn,Zn)O, franklinit MnCO3, rodokrosit
(rhodochrosite) BaMn9O16(OH)4, psilomelan
Mangan juga terdapat sebagai nodul, yaitu endapan mirip
batuan dengan komposisi kira-kira 15-30 % Mn yang dalam bentuk
oksidanya bersama-sama dengan oksida-oksida Fe, Co, Cu, dan Ni.
Nodul ini berupa
butiran-butiran bola dengan diameter dari beberapa milimeter sampai
dengan 15 cm, dan terakumulasi pada dasar lautan, dan yang
terbanyak terdapat di daerah bagian tenggara kepulauan Hawai.
Logam mangan dalam mineral pirolusit sudah dikenal sejak zaman
peradaban Mesir kuno (raja Firaun), merupakan mineral utama sebagai
sumber mangan.
Mangan pertama kali diisolasi pada tahun 1774 oleh C.W.
Scheele dan J.G. Gahn (dari Swedia) dari pemanasan MnO2 dengan
batubara (charcoal) dan minyak, meskipun kemurnian hasilnya masih
rendah. Reduksi pirolusit yang biasanya bercampur dengan oksida
besi Fe2O3 dengan batubara (kokas) dalam tanur listrik menghasilkan
feromangan, yang mengandung kira-kira 80 % Mn.

MnO2 (s) + Fe2O3(s) + 5 C(s) Mn (s) + 2 Fe(s) + 5 CO (g)

Jika mineral pirolusit mengandung silikon, maka unsur ini dapat


dihilangkan dengan penambahan air kapur Ca(OH)2, sehingga silikon
akan diubah menjadi kalsium silikatnya.
Sebagian besar baja mengandung logam mangan. Terlibatnya
logam ini dalam proses pembuatan baja sangat menguntungkan
karena mangan dapat mengikat belerang, sehingga mencegah
terjadinya FeS yang dapat merapuhkan baja. Selain itu, mangan juga
mampu mengikat oksigensehinggadapatmencegahterjadinyarongga-
rongga(gelembung) pada baja yang terbentuk setelah proses
pendinginan dilakukan.
Untuk memperoleh logam mangan murni, pirolusit diolah
menurut proses termit. Dalam proses ini pirolusit (MnO2) dipanaskan
agar mengalami reduksi sebagian menjadi Mn3O4. Reduksi lebih lanjut
dengan logam aluminium menghasilkan logam mangan yang dapat
dipisahkan sebagai lelehannya (ingat bahwa Al2O3 mempunyai titik
leleh yang jauh lebih tinggi ~ 2045 oC). Pemurnian logam mangan
lebih lanjut dilakukan secara distilasi. Persamaan reaksi utama yang
terjadi dalam proses ini adalah :
2 MnO2 (s) Mn3O4 (s) + O2 (g)
3 Mn3O4 (s) + 8 Al (s) 4 Al2O3 (s)+ 9 Mn (l)
Logam Mn dengan kemurnian yang tinggi (~99,9 %) telah dapat
diisolasi sejak tahun 1930 dengan cara elektrolisis larutan Mn2+.

Tabel 5.5.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 7

Karakteristika 25Mn 43Tc 75Re


Kelimpahan / ppm
1050 sangat rendah 0,0007
(dalam kerak bumi)
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 7,43 11,5 21,0
o
Titik leleh / C 1244 2200 3180
o
Titik didih / C 2060 4567 5650
Jari-jari atomik / pm
127 136 137
(bilangan koordinasi 12)
Jari-jari ionik / pm
(bilangan koordinasi 6)
7+ 6+ 5+ 4+
M ; M ; M ; M ; 46 ; 25,5* ; 33* ; 56 ; - ; 60 ; 64,5 53 ; 55 ; 58 ; 63
3+ 2+ 53 (58-ls, 64,5-hs) ; -;- -;-
M ;M
(* bilangan koordinasi 4) 67

Konfigurasi elektronik 5 2 6 1 14 5 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,5 1,9 1,9

5.5.3 Kecenderungan Logam Golongan 7


Pada dasarnya, mangan lebih reaktif daripada teknesium dan
renium. Dalam keadaan masif, mangan teroksidasi oleh udara terbuka
pada bagian luarnya, tetapi akan terbakar dalam keadaan serbuk
halus. Logam mangan juga bereaksi dengan air dan membebaskan
gas hidrogen, serta mudah larut dalam larutan asam membentuk ion
mangan(II). Dengan unsur-unsur non metal tidak begitu reaktif tetapi
sering bereaksi hebat pada pemanasan. Jadi, mangan terbakar dalam
oksigen, nitrogen, klorin, dan fluorin, menghasilkan Mn3O4,
Mn3N2, MnCl2, MnF2 dan MnF3. Mangan juga dapat bersenyawa secara
langsung dengan B, C, Si, P, As, dan S.
Teknesium dan renium kurang reaktif dibandingkan dengan
mangan sebagaimana umumnya logam-logam lebih berat lainnya.
Dalam keadaan masif kedua logam ini tahan terhadap oksidasi dan
hanya memudar secara perlahan oleh udara lembab. Namun
dalam keadaan serbuk atau bangun bunga karang kedua logam ini
lebih reaktif. Pemanasan dalam oksigen mengakibatkan kedua
logam ini terbakar membentuk heptoksida-M2O7 yang mudah
terbakar. Dengan fluorin, logam Tc membentuk senyawa TcF 5 dan
TcF6 sedangkan logam Re membentuk ReF6 dan ReF7. Interaksi
langsung dengan belerang dapat menghasilkan MS2 (M = Tc dan Re).
Teknesium dan renium, keduanya tidak larut dalam asam hidrofluorida
dan asam hidroklorida, tetapi larut dalam asam-asam oksidator seperti
HNO3 dan H2SO4 pekat, dan juga air bromin membentuk asam-asam
perteknat dan perenat (HMO4 ; M = Tc dan Re).
Mn, Tc, dan Re membentuk senyawa dalam berbagai tingkat
oksidasi, dan komparasi stabilitas relatif tingkat oksidasi ketiga logam
ini dalam larutan air dan asam dicerminkan oleh nilai potensial
reduksi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.5.2 dan Gambar 5.5.1.

Gambar 5.5.1 Diagram Frost untuk Mn, Tc, dan Re

Sifat mencolok yang ditunjukkan oleh diagram Frost


(Gambar 5.5.1) adalah posisi relatif tingkat oksidasi +2. Untuk
mangan, tingkat oksidasi +2 ini jauh paling stabil daripada tingkat
oksidasi yang lain,
dan ini diasosiasikan dengan konfigurasi elektronik simetri high-spin
d5. Tetapi, rendahnya titik leleh, titik didih dan entalpi atomisasi
men- cerminkan lemahnya gaya-gaya kohesif dalam kisi logam Mn.
Untuk Tc dan Re yang memiliki ikatan logam jauh lebih kuat, tingkat
oksidasi +2 tidak terlalu dominan dan bahkan dominasi kluster dengan
ikatan M�M dalam logam Re mengakibatkan tingkat oksidasi +3 lebih
stabil untuk logam ini.

Tabel 5.5.2 Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan setengah reaksi
mangan, teknesium, dan renium dalam larutan asam pada 25°C.
o o -
Pasangan setengah reaksi E /V - n E / V.mol e
2+
Mn (aq) + 2 e Mn (s) - 1,185 - 2,370
3+
Mn (aq) + 3 e Mn (s) - 0,283 - 0,849
+
MnO2 + 4 H + 4 e Mn (s) + 2 H2O 0,024 0,096
2- + 2+
MnO + 8H +4e Mn (aq) + 4 H2O 1,742 4,598
4- +
MnO + 8 H + 5 e 2+
4 Mn (aq) + 4 H2O 1,507 5,155
2+
Tc (aq) + 2 e Tc (s) 0,400 0,800
+
TcO2 + 4 H + 4 e Tc (s) + 2 H2O 0,272 1,088
+
TcO3 + 2 H + 2 e TcO2 + H2O 0,757 2,602
- + 2+
TcO + 8 H + 5 e Tc (aq) + 4 H2O 0,500 3,300
4
3+
Re (aq) + 3 e Re (s) 0,300 0,900
+
ReO2 + 4 H + 4 e Re (s) + 2 H2O 0,251 1,004
+ 3+
ReO3 + 6 H + 3 e Re (aq) + 3 H2O 0,318 1,854
2- + 3+
ReO + 8H +3e Re (aq) + 4 H2O 0,795 3,285
4- +
ReO + 8 H + 4 e 3+
4 Re (aq) + 4 H2O 0,422 2,588

Sifat mencolok yang lain adalah tingkat oksidasi +7; ion


permanganat, MnO 4-, menunjukkan sifat oksidator yang sangat kuat,
sedangkan ion TcO 4- dan ReO -4keduanya hanya menunjukkan sifat
oksidator medium. Tc dan Re dengan tingkat oksidasi lebih tinggi
dari +2 mempunyai stabilitas lebih tinggi daripada Mn,
sebagaimana dibuktikan oleh keberadaan senyawa masing-masing
unsur.
5.5.4 Senyawa-Senyawa Mangan, Teknesium, dan Renium
Oksida mangan - teknesium - renium
Mangan, teknesium, dan renium ketiganya
membentuk heptoksida, M2O7. Heptoksida teknesium dan renium
terbentuk sebagai produk terakhir pada pembakaran kedua logam
yang bersangkutan dalam oksigen berlebihan. Tetapi, pembentukan
Mn2O7 memerlukan oksidasi lebih dahulu hingga +7. Mangan
heptoksida berupa minyak berwarna hijau dengan titik leleh 5,9 oC,
mudah meledak dan dapat diperoleh dari reaksi garam manganat(VII)
dengan H2SO4 pekat. Mn2O7 secara perlahan
dapat melepaskan oksigen dan membentuk MnO2 yang bersifat eksplosif,
serta dapat mengoksidasi hampir semua material organik. Molekul
Mn2O7 tersusun oleh dua bangun tetrahedron MnO4 yang bersekutu
pada salah satu sudutnya dan membentuk jembatan bengkok
Mn�O�Mn.
Teknesium dan renium heptoksida, keduanya berupa padatan
kuning; Tc2O7 mempunyai titik leleh 119,5 oC dan titik didih 310,6 oC ,
dan Re2O7 mempunyai titik leleh 300 oC dan titik didih 360,3 oC. Dalam
keadaan gas, keduanya mempunyai bangun dua tetrahedral MO4
yang bersekutu pada salah satu sudutnya. Tetapi dalam keadaan
padat, hanya Tc2O7 yang mempunyai struktur sama seperti di atas,
sedangkan padatan Re2O7 mempunyai bangun yang tidak umum, terdiri
atas lapisan polimerik ganda dengan bangun tetrahedral ReO4 silih
berganti dengan bangun oktahedral ReO6 yang bersekutu pada
sudutnya.
Trioksida yang stabil hanya dikenal untuk renium, ReO3. Oksida ini
berupa padatan merah dan dapat diperoleh dari reduksi Re2O7 dengan
CO. ReO3 mempunyai struktur oktahedron yaitu setiap atom Re
dikelilingi oleh enam atom oksigen. ReO3 tidak reaktif terhadap air,
asam maupun alkalis,
tetapijikadipanaskandalamalkalipekatakanmengalamidisproporsionasi
menjadi ReO4- dan ReO2.
Ketiga logam Mn, Tc, dan Re membentuk dioksida dengan
tingkat oksidasi +4, dan diantara ketiganya yang paling stabil adalah
TcO2 . Semua sistem Tc�O jika dipanaskan pada temperatur tinggi
akan membentuk
TcO2 sebagai produk akhir, tetapi ReO2 akan mengalami
disproporsionasi menjadi Re2O7 dan logamnya pada temperatur ~ 900
o
C. TcO2 berwarna coklat gelap dan ReO2 biru-hitam. Kedua padatan ini
mengadopsi struktur rutil terdistorsi sama seperti MoO2. Kedua
oksida ini dapat dibuat
4
dari reduksi larutan MO - (M=Tc dan Re)
dengan zink dan asam hidroklorida. Mangan dioksida, MnO2,
sekalipun bukan dioksida yang stabil karena dapat terurai menjadi
Mn2O3 pada ~ 530 oC, merupakan dioksida yang sangat penting
karena bermanfaat sebagai zat pengoksidasi. Asam sufat dan asam
hidroklorida pekat panas akan mereduksi MnO2 menjadi Mn(II):
2 MnO2 (s) + 2 H2SO4 pekat (aq) → 2 MnSO4 (aq) + O2 (g) + 2 H2O

(l) 2 MnO2 (s) + 2 HCl pekat


(aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g) + 2 H2O
(l)
Dariketigalogamtersebut, hanyamanganyangmempunyaitingkat
oksidasi dibawah +4 dalam senyawa oksidanya. Mn3O4 adalah mineral
berwarna hitam, yang dapat dibuat dari semua oksida mangan dengan
pemanasan hingga suhu ~ 1000 oC di udara. Oksida ini mempunyai
struktur spinel, dan supaya lebih informatif dapat diformulasikan
sebagai (Mn2+)(2Mn3+)(O2-)4 atau (Mn2+)t (2Mn3+)o (O2-)4; dalam spinel ini
ion-ion Mn2+
menempati rongga tetrahedral dan Mn3+ menempati rongga oktahedral
dari suatu kemas rapat kubus pusat muka (fcc) anion O2-.
Semua mangan oksida dapat direduksi dengan hidrogen
membentukoksidadengantingkatoksidasiterendah MnOyangberwarna
abu-abu kehijauan. Oksida ini bersifat basa, mempunyai struktur
NaCl, dan bersifat antiferomagnetik dengan titik Néel 118 K. MnO2 juga
bersifat antiferomagnetik dibawah temperatur 92 K, sedangkan Mn 3O4
bersifat ferimagnetik dibawah temperatur 43 K oleh karena spin
elektron-elektron menjadi paralel.

Beberapa senyawa mangan


Mangan mampu membentuk senyawa mulai dari tingkat oksidasi
terendah +2 hingga tertinggi +7; jadi, mangan merupakan logam
yang paling banyak variasi tingkat oksidasinya. Oleh karena itu dapat
dipahami bahwa salah satu sifat terpenting senyawa mangan adalah
yang berkaitan
dengan reaksi redoks. Dua diagram Latimer untuk spesies mangan dalam
suasana asam dan basa adalah sebagai berikut:
(1). Dalam larutan asam, [H3O+] = 1,0 M

(2). Dalam larutan basa, [OH-] = 1,0 M

Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari diagram di atas


adalah:
(1) Dalam suasana asam, ion Mn 3+ bersifat tidak stabil, mudah
mengalami swaredoks atau disproporsionasi, yaitu secara
serentak teroksidasi menjadi MnO2 dan tereduksi menjadi Mn2+
oleh dirinya sendiri menurut persamaan reaksi:
2 Mn3+ (aq) + 6 H2O → Mn2+ (aq) + MnO2 (s) + 4 H3O+ Eo = 0,54 V
(2) Demikian juga ion manganat, MnO 42-, tidak stabil, dan dalam
suasana asam mengalami disproporsionasi secara spontan:
3 MnO42- (aq) + 4 H
3
O+ → 2 MnO4 - (aq) + MnO
2
(s) + 6 H O (l)
2
Eo = 1,70 V
(3)Namun demikian, sifat disproporsionasi ini dalam suasana basa
hanya menghasilkan nilai Eo yang sangat kecil (+ 0,04 V) dan
oleh karena itu, ion manganat,4 MnO 2-, dapat diperoleh dalam
suasana
basa:
3 MnO42- (aq)+ 2 H2O 2 MnO4- (aq) + MnO2 (s) + 4 OH- (aq)
Eo = 0,04 V
Ini berarti bahwa jika konsentrasi [OH-] dibuat cukup tinggi,
reaksi tersebut dapat berlangsung ke arah sebaliknya (ke kiri)
sehingga konsentrasi
4
MnO 2- dalam larutan semakin tinggi.

Hidroksida, anion-okso dan garam mangan


Karakteristika oksida dan hidroksida mangan, dan beberapa
turunannya yang penting ditunjukkan pada Tabel 5.5.3. Oksida-oksida
mangan dengan tingkat oksidasi lebih rendah bersifat basa dan
bereaksi dengan asam membentuk garam kation Mn(II) dan Mn(III).
Oksida-oksida dengan tingkat oksidasi lebih tinggi sebaliknya bersifat
asam dan bereaksi dengan alkalis menghasilkan garam-garam anion-
okso. Jika MnO2 dilebur dengan hidroksida logam alkali dan oksidator
seperti KNO3 maka akan terbentuk garam manganat(VI) yang
berwarna hijau legam. Garam ini stabil dalam larutan alkali kuat,
tetapi terdisproporsionasi dalam larutan netral atau asam (lihat
diagram Frost, Gambar 5.5.1):
MnO2 (s) + 2 OH- (aq) + NO3 - (aq) → MnO 42- (aq) + H2O (l) + NO - (aq)
2
3 MnO 42- (aq) + 4 H3 O+ (aq) → 2 MnO 4- (aq) + MnO 2 (s) + 6 H O (l)
2
Tabel 5.5.3 Karakteristika oksida, hidroksida mangan dan beberapa turunannya

Tingkat Warna
Oksida Hidroksida Sifat Ion Nama
Oksidasi Ion
+2 MnO Mn(OH)2 basa moderat 2+ Mangan(II) Pink
Mn
+3 Mn2O3 Mn(OH)3 Basa lemah 3+ Mangan(III) Violet
Mn
MnO(OH)2 2-
amfoterik / MnO
+4 MnO2 atau 3 Manganit Coklat
asam lemah
H2MnO3
2-
+6 asam moderat MnO Manganat Hijau
MnO3 H2MnO4 4
+7 Mn2O7 HMnO4 Asam kuat MnO4- Permanganat Ungu

Mangan(II)
Berdasarkan nilai potensial reduksinya, mangan(II) merupakan
spesies mangan yang paling stabil, dan ini mungkin dapat
dikaitkan dengan konfigurasi elektronik setengah penuh, 3d5. Larutan
garam-garan
mangan(II) seperti garam klorida, sulfat dan nitrat, dalam air
berwarna pink pucat dan sering dinyatakan sebagai ion Mn2+, atau
dalam perspektif ion kompleks sebagai [Mn(H2O)6]2+. Penambahan
alkali hidroksida ke dalam larutan Mn2+ diperoleh endapan Mn(OH)2
yang berupa gelatin putih hingga pink pucat, tetapi di udara
terbuka hidroksida ini segera teroksidasi menjadi mangan(III)
oksihidroksi, MnO(OH) yang berwarna coklat gelap. Persamaan
reaksinya adalah:
Mn2? (aq) + 2 OH- (aq) → Mn(OH)2 (s)
4 Mn(OH)2 (s) + O2 (g) → 4 MnO(OH) (s) + 2 H2O (l)
Mangan(II) hidroksida hanya diendapkan sebagian saja oleh
larutan amonia, karena endapan Mn(OH)2 larut dalam larutan garam
amonium menurut persamaan reaksi sebagai berikut:
Mn(OH)2 (s) + 2 NH4+ (aq) Mn2+ (aq) + 2 NH 3(g) + 2 H O (l)
2
Mn(OH)2 bersifat basa moderat, oleh karena itu larut dalam
asam, dan tidak larut dalam basa alkali. Pemanasan basa ini tanpa
udara dapat menghasilkan oksidanya, MnO, yang berwarna abu-abu-
hijau.
Mn(OH)2 (s) MnO (s) + H2O (g)

Mangan(III)
Mangan(III) di alam terdapat sebagai oksidanya, yaitu Mn2O3 dan
MnO(OH), tetapi ion Mn3+ tidak stabil dalam air dan mudah
tereduksi menjadi Mn2+ sebagaimana dinyatakan oleh rendahnya nilai
potensial re- duksinya. Mineral Mn3O4, berwarna hitam, merupakan
campuran oksida Mn(II) dan Mn(III), yang dapat terbentuk pada
pemanasan semua jenis mangan oksida hingga ~1000 oC di
udara.Larutan garam MnCl3 (hitam) dapat diperoleh dari reaksi MnO2
dengan asam hidroklorida pada tem- peratur rendah, dan akan terurai
pada temperatur diatas -40 oC, menurut persamaan reaksi :
2 MnO2 (s) + 8 HCl (aq) → 2 MnCl3 (aq) + 4 H2O + Cl2 (g)
2 MnCl3 (aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
Mangan(IV)
Mangan(IV) terdapat sebagai oksidanya yaitu MnO 2 yang bersifat
antiferomagnetik di bawah temperatur ~ 92 K. MnO2, dapat terurai
men- jadi Mn2O3 pada ~ 530 oC, namun oksida ini sangat penting,
karena meru- pakan oksidator yang baik. Oksida ini bersifat amfoterik
namun relatif inert terhadap asam ataupun basa. Hal ini terlihat nyata
dari reaksinya dengan asam hidroklorida pekat dalam keadaan dingin,
yaitu menghasilkan laru- tan hijau dari ion Mn4+ yang bersifat tidak-
stabil, berubah menjadi larutan pink karena terbentuk ion Mn2+.
Mn(SO4)2 juga bersifat tidak stabil, se- hingga reaksi MnO2 dengan asam
sulfat pekat akan menghasilkan MnSO4. Persamaan reaksinya adalah:
MnO2 (s) + 4 HCl (aq) → MnCl4 (aq) + 2 H2O (l)
MnCl4 (aq) → MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
MnO2 (s) + 2 H2SO4 (aq) → Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O
(l)
2 Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O (l) → 2 MnSO4 (aq) + 2 H2SO4 (aq) + O2 (g)
Namundemikian,Mn(IV)dalambeberapasenyawakompleksbersifat
cukup stabil dan tidak mudah terurai, misalnya dalam kompleks
K2[MnF6] (kuning), dan Rb2[MnCl6] (merah tua). Hidroksida Mn(IV)
bersifat asam lemah, oleh karena itu setiap molekul hidroksidanya
dapat melepaskan satu molekul H2O hingga rumus molekulnya
menjadi MnO(OH)2 atau sering ditulis sebagai H2MnO 3 3
. Keberadaan
spesies MnO 2- ini ditunjukkan oleh reaksi lelehan MnO2 dan CaO yang
menghasilkan kalsium manganit, CaMnO3 yang berwarna coklat
menurut persamaan reaksi:
MnO2 + CaO CaMnO3

Mangan(VI)
Mangan(VI) hanya dikenal stabil sebagai spesies manganat, MnO
4
2-
, dengan bangun tetrahedron dan berwarna hijau gelap. Kalium
manganat dapat diperoleh dari reaksi lelehan MnO2 dan basa alkali
dengan hadirnya oksidator misalnya udara atau KNO3, menurut
persamaan reaksi berikut:
2 MnO2 (s) + 4 KOH (s) + O2 (g) 2 K2MnO4 (s) + 2 H2O (g)
Dalam larutannya, ion manganat hanya stabil dalam suasana basa
sedangkandalamairataupundalamsuasanaasam, ioniniakanmengalami
disproporsionasi menjadi ion permanganat dan MnO 2 (periksa kembali
keterangan diagram potensial reduksi). Dalam suasana asam ion MnO4
2-

bersifat oksidator:
MnO 42- (aq) + 8 H3 O+ + 4 e Mn2+ (aq) + 12 H O (l) Eo = 1,74 V
2
K2MnO4 isomorfis (sama bentuk) dengan K2SO4 dan K2CrO4. Asam
manganat, H2MnO4, sangat tidak stabil dan sukar diisolasi.

Mangan(VII)
Mangan heptoksida, Mn2O7 berupa cairan seperti minyak
berwarna hijau yang mudah meledak dan dapat diperoleh dari
reaksi garam manganat(VI) dengan H2SO4 pekat. Senyawa anion-okso
Mn(VII) yang dikenal penting hanya satu, adalah kalium permanganat,
KMnO4, yang berwarna ungu. Senyawa ini stabil dalam larutannya, dan
peran utamanya adalah sebagai oksidator yang sangat kuat baik
dalam suasana asam maupun dalam keadaan basa ataupun netral.
Secara komersial kalium permanganat dibuat dari oksidasi
kalium manganat oleh klorin dalam suasana alkalin. Jika larutan yang
terbentuk ini kemudian dipekatkan, maka akan diperoleh kristal
ungu KMnO4. Persamaan reaksinya adalah:
2 K2MnO4 (aq) + Cl2 (g) → 2 KMnO4 (aq) + 2 KCl (aq)

Jika larutan KMnO4 direduksi dengan larutan Na2SO3 maka terbentuk


senyawa manganat(V) atau hipomanganat, MnO 43-, yang warna biru
cemerlang yang tidak stabil.

Anion-okso, dan garam teknesium dan renium


Semua anion-okso [MO4]n- mempunyai bangun tetrahedron
-
dengan panjang ikatan M�O 162,9 pm dalam MnO 4
dan 165,9 pm
2-
dalam
4
MnO . Tetapi, anion-okso tetrahedron untuk Tc dan Re hanya
ditemui
pada teknetat(VII) atau perteknetat, TcO4-, dan renat(VII) atau perenat,
ReO -. HTcO dan HReO keduanya termasuk asam kuat seperti halnya
4 4 4
HMnO4, dan dapat diperoleh dengan melarutkan heptoksidanya dalam
air. Penguapan larutan secara berhati-hati akan menghasilkan kristal
yang berwarna merah gelap untuk HTcO4, dan kristal yang berwarna
kekuningan untuk (HReO ) .H O atau Re O .2H O dengan struktur O Re�
4 2 2 2 7 2 3
O�ReO3(H2O)
2
.
Ion-ion [TcO4]- dan [ReO4]- dapat diperoleh dari oksidasi
senyawa- senyawa Tc dan Re dengan oksidator asam nitrat atau
hidrogen peroksida. Daya oksidasi perteknetat dan perenat lebih lemah
daripada daya oksidasi permanganat meskipun keduanya (dalam
larutannya) dapat tereduksi oleh Sn(II), Fe(III), Ti(III) dan I-. Berbeda
4
dengan ion MnO -, kedua anion-
okso ini stabil dalam larutan basa dan tidak berwarna.

5.5.5 Soal-Soal Latihan Mn-Tc-Re


1. Dikaitkan dengan sifatnya, jelaskan bahwa logam mangan
sangat baik untuk campuran baja aliasi (paduan). Jelaskan pula
salah satu peran (manfaat) senyawa MnO2 dalam baterei - sel
kering
2. Mangan terdapat dalam berbagai bijih mineral dan sebutkan
minimal lima macam.
3. Jelaskan secara singkat ekstraksi logam mangan baik sebagai
bahan aliasi (paduan) maupun sebagai mangan bebas.
4. Sebutkan oksida-oksida mangan yang dikenal dan sifat-sifatnya,
demikian juga ion-ionnya dengan karakteristik warnanya.
5. Jika diketahui potensial reduksi setengah reaksi berikut:
MnO42- + 4 H3O+ MnO2 + 6 H2O + 2 e Eo = 2,26

V MnO4- + e MnO42- Eo = 0,56


V
Jelaskan sifat stabilitas ion manganat, MnO42-.
6. Tuliskan persamaan reaksi pembakaran mangan dalam (a) oksigen,
(b) nitrogen, (c) klorin, dan (d) fluorin.
7. Tulis persamaan reaksinya masing-masing pada pemanasan
logam teknesium dan renium dalam (a) oksigen, dan (b) fluorin.
8. Baik logam teknesium maupun renium dapat larut dalam asam-
asam oksidator seperti HNO3 dan H2SO4 pekat membentuk asam
perteknat dan perrenat. Tuliskan persamaan reaksinya.
9. Jelaskan formula oksida mangan yang mempunyai struktur
spinel.
10. Mangandapatmembentukberbagaispesies/ iondenganberbagai
tingkat oksidasi dan berbagai warna. Sebutkan dan identifikasi
tingkat oksidasi dan warna spesies-spesies yang bersangkutan.

5.6 GOLONGAN 8
BESI, RUTENIUM, DAN OSMIUM
5.6.1 Pendahuluan
Dalam sistem periodik Mendeleev, sembilan unsur, Fe - Ru - Os, Co
- Rh - Ir, dan Ni - Pd - Pt, terletak dalam golongan VIII. Tiga logam
kelompok pertama, kedua dan ketiga masing-masing terletak
dalam golongan 8, 9 dan 10 menurut sistem penomoran IUPAC.
Kesembilan unsur ini sering dibicarakan menurut lajur horizontal
oleh karena kemiripan sifatnya, khususnya untuk Fe - Co - Ni.
Keenam unsur yang lain dikenal sebagai kelompok logam-logam
platina, yang terbagi dalam dua set triad horizontal. Namun seiring
dengan kemajuan penemuan senyawa- senyawa dari kesembilan
unsur ini, pembahasan berdasarkan lajur golongan lebih tepat
dibandingkan dengan pembahasan berdasarkan lajur horizontal.
Besi telah dikenal sejak ~ 4000 BC dan sangat banyak digunakan
untuk berbagai macam keperluan industri. Demikian juga besi
berperan sangat penting dalam bidang biologi. Rutenium dan
osmium kurang begitu dikenal manfaatnya dibanding dengan besi.
Rutenium dan osmium umumnya terdapat sebagai logamnya
bersama-sama dengan logam-logam kelompok platina yang lain.
Sumber utama kelompok logam-logam platina adalah bijih nikel
dan tembaga sulfida yang
banyak terdapat di Afrika Selatan, Kanada, dan pasir sungai di Ural,
Rusia. Kelimpahannya dalam batuan kerak bumi adalah: Ru (~ 0,0001
ppm) dan Os (0,005 ppm), jauh lebih sedikit dibanding dengan
besi (~ 62000 ppm) yang merupakan unsur ke empat terbanyak
setelah oksigen, silikon dan aluminium. Besi juga banyak
terdistribusi sebagai oksida dan karbonat, dan beberapa yang
terpenting diantaranya adalah hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4),
limonit (~ 2Fe2O3.3H2O), dan siderit (FeCO3). Selain itu, pirit atau
besi sulfida, (FeS2), juga umum dijumpai, tetapi tidak digunakan
sebagai sumber ekstraksi besi karena sulitnya menghilangkan
belerang. Pengolahan besi dari bijihnya secara mendalam dapat
diperiksa pada Bab Metalurgi (Gambar 2.5).
Rutenium dan osmium dibuat dari konsentrat platina yang
umumnya didapatkan sebagai lumpur anode dalam proses pemurnian
nikel secara elektrolisis. Logam-logam ikutan Pt, Pd, dan Au disingkirkan
dengan pereaksi air raja (aqua regia) dan Ag dipisahkan sebagai
larutan nitratnya melalui proses pemanasan dengan timbel
karbonat dan penambahan asam nitrat. Residu tak larut terdiri atas Ru,
Os, Rh, dan Ir. Logam-logam ini kemudian dipisahkan secara bertahap.
Rodium dapat dipisahkan dengan mengubahnya menjadi larutan
Rh2(SO4)3 melalui prosesfusi(fused)
yaitupemanasanbijihrodiumbersamadengan NaHSO4 yang diikuti
dengan pencucian dengan air. Berikutnya adalah fusi dari residu
yang tak larut pada proses di atas dengan Na2O2, yang diikuti
2-
dengan pencucian dengan air sehingga campuran larutan [RuO4] dan
2-
[OsO4(OH)2] akan terpisah dari residu padatan IrO2. Pengaliran gas
2- 2-
Cl2 ke dalam larutan panas [RuO4] dan [OsO4(OH)2] akan
menghasilkan
uap OsO4 dan RuO4; keduanya akan dapat dipisahkan melalui dua
cara penampungan yang berbeda yaitu, (1) dalam HCl dengan
pemanasan
akan menghasilkan larutan H3RuCl6, dan (2) dalam alkoholik NaOH
2-
akan menghasilkan larutan [OsO2(OH)4] . Penambahan NH4Cl ke
dalam
masing-masing larutan akan menghasilkan endapan (NH 4)3RuCl6
dan OsO2(NH3)4Cl2, dan jika endapan ini direduksi dengan H2
akan diperoleh serbuk atau bongkahan logam yang bersangkutan.
Manfaat
utama dari rutenium adalah untuk pengerasan logam platina dan
paladium, sedangkan osmium dimanfaatkan untuk membentuk logam
paduan yang lebih keras.
Ketiga logam ini tampak berkilauan dan berwarna keperakan.
Jika murni, besi bersifat lunak dan mudah dibentuk, tetapi rutenium dan
osmium lebih sukar dibentuk. Logam rutenium dan osmium keduanya
mengadopsi struktur hcp tetapi besi mengadopsi struktur bcc pada
tem- peratur kamar (α-besi). Sifat besi agak unik, pada temperatur
tinggi (> 910 oC) besi mengadopsi fcc (γ-besi), dan pada temperatur
sekitar 1390 oC berubah kembali menjadi bcc (6-besi). Beberapa
karakteristika kelom- pok logam ini dapat diperiksa pada Tabel 5.6.1.
Tabel 5.6.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8

Karakteristika 26Fe 44Ru 76Os


Kelimpahan / ppm
62000 0,0001 0,005
(dalam kerak bumi)
-3
Densitas / g cm (20 oC) 7,874 12,41 22,57
Titik leleh / oC 1535 2282 3045
Titik didih / oC 2750 4050 5025
Jari-jari atomik / pm
126 134 135
(bilangan koordinasi 12)
* 6+
25 - Fe * 8+ * 8+
4+ 36 - Ru 39 - Os
58,5 - Fe * 7+ 7+
Jari-jari ionik / pm 3+ 38 - Ru 52,5 - Os
55 - Fe (ls) 5+ 6+
(bilangan koordinasi 6 ; 3+ 56,5 - Ru 54,5 - Os
64,5 - Fe (hs) 4+ 5+
* = bilangan koordinasi 4) 61 - Fe2+ (ls) 62 - Ru 57,5 - Os
3+ 4+
2+ 68 - Ru 63 - Os
78 - Fe (hs)

Konfigurasi elektronik 6 2 7 1 14 6 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2
5.6.2 Kecenderungan Golongan 8
Besi lebih reaktif daripada kedua logam anggota golongan 8
lainnya, ataupun golongan triad-triad lainnya. Misalnya, besi bereaksi
dengan asam nonoksidator maupun asam oksidator. Rutenium dan
osmium tidak terpengaruh oleh asam-asam nonoksidator, tetapi
umumnya reaktif terhadap bahan-bahan pengoksidasi, misalnya
dengan asam nitrat pekat menghasilkan OsO4. Kedua logam ini
larut dalam lelehan alkali dengan adanya udara atau lebih baik
oksidator fluks seperti
2-
Na2O2 atau KClO3 dan menghasilkan rutenat-[RuO4] dan osmat-
2-
[OsO2(OH)4] . Tingkat oksidasi yang paling umum untuk besi adalah
+2 dan +3, rutenium +3, dan osmium +4. Tingkat oksidasi tertinggi
2-
yang dikenal untuk besi adalah +6 adalah dalam [FeO4] , namun
spesies ini sangat mudah tereduksi. Sebaliknya, Ru dan Os dikenal
dengan tingkat
oksidasi +8, dan Ru(VIII) kurang stabil dibandingkan dengan Os(VIII).

5.6.3 Senyawa-Senyawa Besi


Besi(III)
Ion besi(III) berukuran relatif kecil dengan rapatan muatan 349
-3 -3
C mm untuk low-spin dan 232 C mm untuk high-spin, sehingga
mempuyai daya mempolarisasi yang cukup untuk menghasilkan
ikatan berkarakter kovalen. Sebagai contoh, besi(III) klorida berwarna
merah-hitam, berupa padatan dengan struktur jaringan kovalen. Pada
pemanasan hingga fase gas terbentuk spesies dimerik, Fe2Cl6.
Besi(III) klorida dapat dibuat dari pemanasan langsung besi dengan
klorin menurut persamaan reaksi:
2 Fe (s) + 3 Cl2 (g)
3 FeCl3 (s)

 
Besi(III) bromida mirip dengan besi(III) klorida, tetapi besi(III) iodida tidak
dapat diisolasi sebab ion iodida mereduksi besi(III) menjadi besi(II):
3+ - 2+
2 Fe (aq) + 2 I (aq) → 2 Fe (aq) + I2 (aq)
Besi(III) klorida anhidrat bereaksi dengan air menghasilkan gas HCl
karena reaksinya bersifat eksotermik, kontras dengan padatan kuning
keemasan garam heksahidrat, FeCl3.6H2O, yang larut begitu saja dalam
3+
air menghasilkan ion heksahidrat, [Fe(H2O)6] :
FeCl3 (s) + 3 H2O (l) → Fe(OH)3 (s) + 3 HCl (g) + kalor
3+
Ion heksaakuobesi(III), [Fe(H2O)6] , berwarna agak ungu
pucat, seperti halnya warna besi(III) nitrat nanohidrat. Warna
kekuningan untuk
senyawa kloridanya dapat dikaitkan dengan terjadinya transfer
3+� - 2+� 0 2+
muatan Fe Cl → Fe Cl dalam ion [Fe(H2O)5Cl] .
Semua garam besi(III) larut dalam air menghasilkan larutan
-3
asam. Rapatan muatan kation yang relatif tinggi (232 C mm )
mampu mempolarisasikan molekul air ligan dengan cukup kuat,
sehingga molekul air pelarut dapat berfungsi sebagai basa dan
memisahkan proton dari air ligan tersebut menurut persamaan reaksi:
3+ + 2+
[Fe(H2O)6] (aq) + H2O (l) H3O (aq) + [Fe(H2O)5(OH)] (aq)
2+ + +
[Fe(H2O)5(OH)] (aq) + H2O (l) H3O (aq) + [Fe(H2O)4(OH)2] (aq)

Keseimbangan reaksi tersebut sangat bergantung pada pH.


Penambahan ion hidroniumtentuakan menggeser keseimbangan ke
3+
kiri, menghasilkan ion [Fe(H2O)6] yang hampir tak berwarna.
Sebaliknya, penambahan ion hidroksida akan menggeser
keseimbangan kekanan,
menghasilkan larutan kuning dan lebih lanjut endapan gelatin besi(III)
oksida hidroksida, FeO(OH) yang berwarna karat.
Walaupun biasanya spesies besi(III) mengadopsi geometri
oktahedron, tetapi ligan ion klorida dapat menghasilkan geometri
-
tetrahedron ion tetrakloroferat(III), [FeCl 4] . Ion kompleks ini berwarna
kuning dan dapat diisolasi dengan penambahan HCl pekat ke
dalam
larutan ion heksaakuobesi(III) menurut persamaan reaksi:
3+ - -
[Fe(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) [FeCl4] (aq) + 6 H2O (l)

Uji terhadap adanya ion besi(III) dapat dilakukan dengan pe-


4-
nambahan larutan ion heksasianoferat(II), [Fe(CN) 6] , yang menye-
babkan terjadinya endapan biru Prusian besi(III) heksasianoferat(II),
Fe4[Fe(CN)6]3.
3+ 4-
4 Fe (aq) + 3 [Fe(CN)6] (aq) → Fe4[Fe(CN)6]3 (s)
Warna biru senyawa ini sering dimanfaatkan untuk pembuatan tinta,
cat, termasuk pigment cetak biru. Selain itu, uji paling sensitif
adanya ion besi(III) adalah dengan menambahkan larutan ion tiosianat
ke dalam larutan Fe(III); terjadinya warna merah darah oleh karena
terbentuk ion pentaaquotiosianatobesi(III), sebagai indikasi adanya ion
3+
Fe dalam larutan.
3+ - 2+
[Fe(H2O)6] (aq) + SCN (aq) → [Fe(H2O)5(SCN)] (aq) + H2O (l)
Warna ini sangat khas dan mudah dikenali, sehingga hadirnya
sekelumit pengotor ion besi(III) dapat terdeteksi dengan ion tiosianat
ini.
Reaksi ion besi(III) lainnya yang cukup unik adalah dengan
larutan ion tiosulfat dalam keadaan dingin (pada suhu es),
menghasilkan warna violet gelap ion bis(tiosulfato)ferat(III):
3+ 2- -
[Fe(H2O)6] (aq) + 2 [S2O3] (aq) → [Fe(S2O3)2] (aq) + 6 H2O (l)
Jika larutan ini dihangatkan hingga temperatur kamar terjadi reaksi
redoks:
3+ - 2+ 2-
Fe (aq) + [Fe(S2O3)2] (aq) → 2 Fe (aq) + [S4O6] (aq)
Ion heksasianoferat(III), [Fe(CN)6 ]3-, berwarna agak kemerahan dan dapat
dibuat dari oksidasi heksasianoferat(II), [Fe(CN) 6]4-, misalnya dengan Cl2.

Kemiripan ion besi(III) dengan aluminium(III)


Ion besi(III) dan aluminium(III) mempunyai muatan sama,
dan ukuran setara, jadi densitas muatan setara, sehingga keduanya
mempunyai beberapa sifat kimiawi yang setara pula. Sebagai contoh
dalam fase gas, kedua ion membentuk senyawa klorida yang bersifat
kovalen dalam bentuk dimer M2Cl6. Kedua klorida anhidrat
dapat dipakai sebagai katalisator pada reaksi organik Friedel -
Crafts oleh
-
karena sifat asamnya ion [MCl4] . Ion heksaoqua dari kedua ion logam
3+
ini, [M(H2O)6] , juga bersifat asam. Besi(III) juga membentuk senyawa
yangparalel dengan tawas (alum), salah satunya adalah garam
amonium,
NH4Al(SO4)2.12H2O dan NH4Fe(SO4)2.12H2O. Kesamaan antara kedua
ion logam ini dalam air berkaitan dengan konfigurasi elektronik
5
3d yang simetris (high-spin) untuk besi(III) sehingga ion ini
berkelakuan seperti ion logam golongan utama.
Namun demikian, terdapat perbedaan yang sangat signifikan
antara keduanya. Besi(III) membentuk senyawa-senyawa berwarna se-
perti halnya logam-logam transisi yang lain, tetapi senyawa-senyawa
aluminium(III) tak berwarna (putih). Oksida dari keduanya juga berbeda,
aluminium oksida bersifat amfoterik, tetapi besi(III) oksida bersifat basa.
3+
Hal ini mungkin dapat diasosiasikan dengan densitas muatan Al
-3
yang relatif sedikit lebih tinggi (364 C mm ) daripada densitas
3+
muatan Fe sehingga sifat kovalensi ikatan Al-O lebih kuat daripada
sifat kovalensi
Fe-O.

Besi(II)
Besi(II) klorida anhidrat, FeCl 2, dapat dibuat dengan mengalirkan
gas HCl kering pada logam besi panas. Karena gas H2 yang dihasilkan
bersifat reduktor, maka oksidasi lanjut Fe(II) menjadi besi(III) dapat
dicegah:

Fe (s) + 2 HCl (g) → FeCl2 (s) + H2 (g)

Besi(II) klorida anhidrat tak berwarna demikian juga tetrahidratnya,


tetapi heksahidratnya menjadi agak kehijauan. Baik besi(II) klorida
anhidrat maupun terhidrat, keduanya adalah ionik. Hal ini dapat
diasosiasikan dengan rendahnya densitas muatan besi(II) (~ 98 C
-3 -3
mm ) yang jauh berbeda dengan besi(III) (~ 232 C mm ).
Semua
2+
garam besi(II) terhidrat mengandung ion [Fe(H2O)6] yang berwarna
pucat kehijauan, jika sebagian teroksidasi menjadi besi(III) warna
menjadi kuning kecoklatan. Kristal garam besi(II) sulfat heptahidrat,
FeSO4.7H2O, cenderung kehilangan beberapa molekul air (efloresense).
Dalam fase padat, garam rangkap amonium besi(II) sulfat heksahidrat,
(NH4)2Fe(SO4)2.6H2O, atau lebih tepatnya amonium
heksaakuobesi(II) sulfat, [(NH4)2Fe(H2O)6][SO4]2, atau disebut
juga garam Mohr,
menunjukkan stabilitas kisi yang paling tinggi. Garam ini di udara
terbuka tidak mengalami efluoresense dan juga tidak teroksidasi,
sehingga sering dipakai sebagai larutan standar khususnya pada titrasi
redoks, misalnya untuk standarisasi larutan kalium permanganat.
Garam tris(1,2-diaminoetana)besi(II) sulfat, [Fe(en)3][SO4], juga dapat
dipakai sebagai standar redoks.
Kehadiran nitogen monoksida, NO, dapat menggantikan
posisi salah satu molekul air dalam ion heksaaquobesi(II) menjadi ion
pentaa quonitrosilbesi(II) yang berwarna coklat tua dan sering muncul
sebagai ”cincin coklat” pada uji ion nitrat dalam tabung uji:
2+ 2+
NO (aq) + [Fe(H2O)6] (aq) [Fe(H2O)5(NO)] (aq) + H2O (l)
cincin coklat

Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan ion besi(II)


pada awalnya menghasilkan endapan gelatin hijau besi(II)
hidroksida. Tetapi, hadirnya oksidator misalnya dari udara,
mengakibatkan terjadi perubahan warna menjadi kuning-coklat dari
besi(III) oksida terhidrat menurut persamaan reaksi:
2+ -
Fe (aq) + 2 OH (aq) → Fe(OH)2 (s)
Sama seperti ion besi(III) yang dapat diidentifikasi dengan ion
4-
heksasianoferat(II), [Fe(CN)6] , ion besi(II) juga dapat dideteksi dengan
3-
ion heksasianoferat(III), [Fe(CN)6] , dengan menghasikan produk
yang
sama dengan biru Prusian (yang pada mulanya disebut biru Turnbull
ketika diduga merupakan produk berbeda):
2+ 3- -
3 Fe (aq) + 4 [Fe(CN)6] (aq) → Fe4[Fe(CN)6]3 (s) + 6 CN (aq)
Harga potensial oksidasi besi(II) menjadi besi(III) sangat bergan-
4-
tung pada ligannya. Sebagai contoh, ion heksasianoferat(II), [Fe(CN) 6] ,
2+
jauh lebih mudah teroksidasi daripada ion heksaaquobesi(II), [Fe(H2O)6] :
4- 3- o
[Fe(CN)6] (aq) → [Fe(CN)6] (aq) + e E = - 0,36 V
2+ 3+ o
[Fe(H2O)6] (aq) → [Fe(H2O)6] (aq) + e E = - 0,77 V
Perbedaan nilai potensial reduksi tersebut terutama berkaitan
dengan (1) muatan ion, dan (2) sifat spin ion besinya yang disebabkan
oleh perbedaan kuat medan ligan yang bersangkutan. Pada dasarnya
ion logam bermuatan rendah lebih stabil daripada ion bermuatan
tinggi. Untuk ion komplek pertama, bola koordinasi ligan
menghasilkan muatan negatif yang terlalu besar (6CN-) di seputar ion
pusat besi(II) dan muatan ion total yang terlalu tinggi (-4) sehingga
mengurangi stabilitas muatan ion pusat. Tetapi, ligan siano
menghasilkan medan ligan kuat, sehingga ion kompleks bersifat
low-spin dengan energi penstabilan medan ligan yang lebih besar
dan konfigurasi elektronik yang relatif
4-
lebih simetri pada [Fe(CN)6] - d6 dibandingkan dengan kedua aspek
3
tersebutpada [Fe(CN)6] - d5. Dengan demikian, kompensasi kedua
aspek
ini kurang saling mendukung untuk kestabilan kedua tingkat oksidasi
dan akibatnya nilai potensial reduksi ion kompleks ini agak rendah.
2+
Hal ini berbeda dengan kompleks [Fe(H 2O)6] . Pada kompleks
ini bola koordinasi ligan air bersifat netral sehingga tidak mengganggu
stabilitas muatan ion pusat besi(II). Tambahan pula, bola koordinasi
ligan air menghasilkan medan ligan lemah sehingga ion kompleks
bersifat high-spin dengan energi penstabilan medan ligan yang lebih
2+
besar pada [Fe(H2O)6] - d6 dibandingkan dengan energi tersebut
3+
pada [Fe(H2O)6] - d5. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
dalam kompleks ini, stabilitas besi(II) lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan dengan besi(III) dan akibatnya mempunyai nilai
potensial reduksi yang cukup tinggi.

Proses pengaratan besi


Oksidasi logam besi secara perlahan oleh dioksigen udara
dikenal sebagai proses pengaratan. Dengan menggunakan indikator
dapat ditunjukkan adanya kenaikan pH di sekitar permukaan besi
yang berkarat. Proses pengaratan besi merupakan pembentukan
oksida terhidrat, Fe(OH)3 atau FeO(OH), secara elektrokimia dan ini
hanya terjadi oleh karena hadirnya dioksigen, air dan suatu elektrolit.
Jika salah satu dari ketiga zat tersebut absen, proses pengaratan akan
terhambat.
Di suatu titik permukaan besi yang mengandung konsentrasi dioksigen
lebih besar terjadilah proses reduksi menjadi ion hidroksida:
-
O2 (g) + 2 H2O (l) + 4 e → 4 OH (aq)
Batang besi bertindak seperti kawat (kabel) penghubung baterai
yang mengangkut elektron dari titik permukaan besi yang lain
yang mempunyai konsentrasi dioksigen lebih rendah tempat
terjadinya proses oksidasi:
2+
Fe (s) → Fe (aq) + 2 e
Kedua ion tersebut terdifusi dan bertemu menghasilkan endapan
besi(II) hidroksida, Fe(OH)2, yang teroksidasi lebih lanjut dalam suasana
basa menjadi besi(III) oksida hidroksida. Jadi, secara ringkas persamaan
reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
-
Katode : O2 (g) + 2 H2O (l) + 4 e 4 OH (aq)
-
Anode : Fe (s) + 3 OH (aq) FeO(OH) (s) + H2O (l) + 4
����������������������������������
�� + -
e
Redoks : Fe (s) + O2 (g) + H2O (l) FeO(OH) (s) + OH (aq)

Oksida dan anion-okso


Oksida besi
Ada tiga macam oksida besi yang umum dikenal yaitu besi(II)
oksida, FeO, besi(III) oksida, Fe2O3, dan besi(II) besi(III) oksida,
Fe3O4. Besi(II) oksida yang berwarna hitam sesungguhnya merupakan
senyawa nonstoikiometrik, selalu sedikit kekurangan ion besi(II).
Formula yang paling akurat adalah Fe0,84O - Fe0,95O. Besi(II) oksida
2+
bersifat basa, larut dalam air menghasilkan ion Fe .
Besi(III) oksida atau hematit terdapat dalam deposit yang besar
di bawah tanah dan deposit besi(III) oksida tertua diduga berumur dua
bilion tahun. Oleh karena besi(III) oksida hanya dapat terbentuk
dalam oksigen atmosfer, maka atmosfer planet bumi tentulah sangat
kaya akan oksigen pada waktu itu. Besarnya jumlah dioksigen
menyarankan
bahwa fotosintesis, dan dengan demikian kehidupan itu sendiri, telah
tersebar luas di bumi dua bilion tahun lalu.

Besi(III) oksida dapat dibuat di laboratorium yaitu dengan


o
memanaskan (~ 200 C) besi(III) oksida hidroksida, yang diperoleh dari
3+
penambahan ion hidroksida pada ion Fe . Hasil yang diperoleh
dengan cara ini adalah α-Fe2O3 yang mempunyai struktur
korundum seperti V2O3 dan Cr2O3, dengan tataan kemas rapat
2- 3+
heksagonal (hcp) ion-ion O dengan ion-ion Fe menempati
duapertiga rongga oktahedron. Bentuk struktural yang lain adalah
γ-Fe2O3 , yang dapat diperoleh dari oksidasi Fe3O4. Oksida ini
2-
mengadopsi tataan kemas rapat kubus (ccp) ion-ion O dengan ion-
3+
ion Fe terdistribusi secara random dalam rongga-rongga
tetrahedron dan oktahedron. Barangkali, senyawa kimia yang paling
mewarnai kehidupan modern dewasa ini adalah γ-Fe 2O3. Senyawa ini
tepat memenuhi karakteristika magnetik yang diperlukan untuk bahan
pita-pita audio-video dan untuk permukaan hard disc dan floppy disc
pada komputer. Namun, untuk keperluan rekaman magnetik
dibutuhkan keadaan yang ultra murni dengan rentang ukuran partikel
yang tepat.

Besi(II) besi(III) oksida, FeOFe2O3 atau Fe3O4, mengadopsi ba-


3+
ngun spinel terbalik, yaitu setengah jumlah ion Fe menempati
rong- ga tetrahedron dan setengah yang lain menempati rongga
2+
oktahedron, dan semua ion Fe menempati rongga oktahedron dari
2-
suatu tataan kemas rapat kubus (fcc) ion O . Oksida ini lebih
informatif ditulis de-
3+ 2+ 3+ 2-
ngan formula (Fe )t(Fe , Fe )o(O )4. Secara alamiah Fe3O4 terda-
pat sebagai magnetit atau lodestone. Fe3O4 sebagai bahan pigment
dapat diperoleh sebagai hasil samping dari reaksi sintesis anilin:
4 C6H5NO2 (l) + 9 Fe (s) + H2O (l)
4 C6H5NH2 (l) + Fe3O4 (s)
FeCl2 

FeO, Fe3O4, dan γ-Fe2O3, ketiganya mempunyai struktur dasar


2-
kemas rapat kubus (fcc) ion O , berbeda dari α-Fe2O3 yang
2-
mempunyai struktur kemas rapat heksagonal (hcp) ion O . Oleh
karena itu dapat
dipahami bahwa ketiga oksida tersebut dapat saling terbentuk. Di
2+
dalam FeO, ion Fe menempati rongga-rongga oktahedron; sifat
2+
nonstoikiometrik terjadi oleh karena oksidasi sebagian kecil ion Fe
3+
menjadi ion Fe . Oksidasi lanjut menghasilkan Fe 3O4 dengan ion
2+
Fe tetap menempati rongga oktahedron sedangkan setengah jumlah
3+
ion Fe menempati rongga-rongga oktahedron dan setengah
yang
lain tetrahedron. Akhirnya oksidasi lebih lanjut menghasilkan γ-Fe2O3,
3+
dengan ion-ion Fe secara acak menempatirongga-ronggaoktahedron
dan tetrahedron.
Oksida besi bukan satu-satunya bahan magnetik yang
penting, melainkan beberapa oksida logam campuran dengan besi
merupakan salah satunya. Bahan ini merupakan magnetokeramik
yang disebut ferit. Ada dua kelas ferit yaitu ferit lunak dan ferit keras.
Istilah ini bukan menunjuk pada kekerasan fisik melainkan sifat magnetik.
Sifat magnetik ferit lunak dapat dibuat secara cepat dan efisien dengan
elektromagnet, tetapi sifat magnetiknya hilang segera setelah arus listrik
diputus. Sifat seperti ini sangat esensial untuk head rekam-hapus
dalam sistem pita audio dan drive head pada komputer. Oksida ini
mempunyai formula
2+ 2+
MFe2O4, dengan M adalah ion logam dipositif seperti Mn , Ni ,
2+ 2+ 3+
Co , atau Mg dan besinya adalah Fe . Ferit lunak ini mempunyai
struktur spinel.
Ferit keras mempertahankan sifat magnetiknya dengan konstan,
artinya merupakan magnet tetap. Bahan ini banyak digunakan dalam
motor DC, alternator, dan peralatan listrik yang lain. Formula umum
senyawa ini adalah MFe12O19, dengan M adalah ion metal yang
2+ 2+
dipilih yaitu M = Ba dan Ca , dan Fe tetap dalam bentuk Fe3+.
Ferit keras mengadopsi struktur yang lebih kompleks daripada ferit
lunak. Pemakaian kedua ferit tersebut di dunia perdagangan tidaklah
terlalu besar dalam hal kuantitasnya, tetapi dalam hal nilai uang
mencapai milyard-an dollar setiap tahunnya.
Oksida rutenium dan osmium
Oksida rutenium dan osmium, jumlahnya tidak sebanyak
yang dijumpai pada oksida besi. Tingkat oksidasi terendah sebagai
oksidanya
yang stabil adalah +4. RuO2 berupa padatan biru-hitam, mempunyai
struktur rutil, dan dapat diperoleh dari pemanasan logamnya secara
o
langsung pada ~ 1000 C. OsO2 berupa padatan kuning-coklat, juga
mempunyai struktur rutil, dan biasanyadibuatdari pemanasan
o
logamnya pada ~ 650 C dalam NO.

Tetraoksida dari kedua logam ini berwarna kuning, dan mudah


o o
menguap; RuO4 mempunyai titik leleh 25 C, dan titik didih 40 C,
o 0
dan OsO4 mempunyai titik leleh 40 C dan titik didih 130 C. RuO4
kurang stabil dibandingkan dengan OsO4, dan pada pemanasan diatas
o
100 C
akan terurai menjadi RuO2. Pada temperatur kamar, jika RuO4 kontak
dengan pelarut organik yang mudah teroksidasi misalnya alkohol, oksida
ini akan tereduksi menjadi RuO2. RuO4 juga mengoksidasi larutan
HCl baik pekat maupun encer menjadi Cl2, dan dalam larutan alkali
tereduksi
2-
menjadi [RuO4] . OsO4 hanya dapat mengoksidasi larutan HCl pekat
(bukan larutan encer) menjadi H2OsCl6, dan larut dalam larutan
2-
alkali membentuk [OsO4(OH)2] . Kedua tetraoksida ini mengadopsi
struktur
tetrahedron, dan dapat diperoleh dari oksidasi logam atau
senyawanya dengan oksidator yang lebih kuat seperti KMnO 4, KIO4
atau Cl2 untuk Ru, dan asam nitrat untuk Os.

Anion-okso
Beberapa senyawa oksoanion besi yang berdasarkan unit
tetrahe- dron FeO4 telah berhasil diidentifikasi. Besi(III), misalnya
Na5FeO4 dan K6[Fe2O6] mengadopsi dua bangun tetrahedron yang
bersekutu pada salah satu sisinya. Selain mangan, logam-logam
transisi periode-4 tidak membentuk senyawa dengan konfigurasi
0
elektronik d . Kenyataannya, logam dengan tingkat oksidasi lebih
tinggi dari +3 sangat sulit disinte- sis, dan senyawa demikian ini hanya
stabil dalam fase padat.
2-
Ion ferat, [FeO4] , merupakan salah satu senyawa besi dengan
tingkat oksidasi +6 yang dapat dibuat dari oksidasi suspensi Fe 2O3
dalam alkali pekat dengan gas klorin. Stabilitas ion ferat ini mungkin
dapat diasosiasikan dengan daya polarisasi yang sangat tinggi karena
-3
rapatan muatan Fe(VI) sangat tinggi ~ 3862 C mm , sehingga ikatan
Fe- O bersifat kovalen. Ion ini berwarna ungu (purple), mempunyai
bangun geometri tetrahedron, dan dapat distabilkan dengan
pembentukan suatu senyawa ionik tak larut, misalnya padatan
barium ferat, BaFeO4, yang berwarna merah-ungu. Senyawa
“campuran” oksida ini bersifat sebagai oksidator kuat, misalnya dapat
mengoksidasi NH3 menjadi N2 walaupun pada temperatur kamar, dan
dapat disimpan dalam larutan alkalin selama beberapa jam, tetapi
dalam larutan asam atau netral dengan cepat akan mengoksidasi air
dengan membebaskan oksigen menurut persamaan reaksi:

2- 3+ -
4 [FeO4] + 10 H2O (l)  4 Fe (aq) + 20 OH (aq) + 3 O2 (g)
-
Oksoanion rutenium dikenal dalam rutenium(VII), [RuO4] -
2-
perrutenat, dan rutenium(VI), [RuO4] - rutenat. Kristal hitam kalium
perrutenat, K[RuO4] dapat diperoleh dari reaksi RuO4 dengan larutan
dingin KOH encer atau oksidasi larutan K2RuO4 dalam air dengan
klorin. Senyawa ini kurang stabil kecuali dalam keadaan kering, dan
tereduksi
oleh air khususnya jika dalam keadaan alkalin membentuk ion
2-
rutenat, [RuO4] yang berwarna oranye. K2[RuO4] dapat diperoleh
dari reaksi
langsung antara Ru dengan KOH dan KNO 3 dengan cara pemanasan
hingga campuran melebur.

Reaksi OsO4 dengan larutan dingin KOH menghasilkan kristal


oksoanion osmium(VIII), K2[OsO4(OH)2] - perosmat yang berwarna
merah legam dan sangat mudah tereduksi menjadi osmium(VI),
K2[OsO2(OH)4] - osmat yang berwarna ungu. Kedua anion mengadopsi
struktur oktahedron, trans - OH untuk perosmat dan trans -O
untuk osmat.
5.6.4 Soal-Soal Latihan Fe-Ru-Os
1. Tuliskan persamaan reaksi dan warna khas pada identifikasi
4-
adanya ion besi(III), (a) dengan reaktan [Fe(CN)6] , dan (b)
dengan reaktan kalium tiosianat.
2. Tuliskan persamaan reaksi (a) ion besi(III) dengan ion tiosulfat
pada suhu rendah (pendinginan dengan es).
3. Jelaskan kemiripan dan perbedaan besi(III) dengan aluminium(III).
4. Jika logam besi direaksikan dengan asam hidroklorida, ion
besi dengan tingkat oksidasi berapa yang dihasilkan?
Jelaskan mengapa demikian dan tuliskan persamaan
reaksinya?.
5. Tuliskan persamaan reaksi dan warna khas pada identifikasi
3-
adanya ion besi(II) dengan ion [Fe(CN)6]
6. Jelaskan formula oksida besi yang mengadopsi struktur
geometri spinel terbalik.
7. Tuliskan persamaan reaksi redoks ion ferat dengan (a) NH3, dan
(b) H2O

5.7 GOLONGAN 9
KOBALT, RODIUM, DAN IRIDIUM
5.7.1 Pendahuluan
Logam kobalt baru mulai digunakan pada abad 20, namun bijih
kobalt sesungguhnyatelahdigunakanribuan tahun sebelumnya sebagai
pewarna biru pada gelas maupun berbagai perkakas dapur.
Sumber warna biru pada kobalt dikenali pertama kali oleh G. Brandt
(ahli kimia Swedia) pada tahun 1735 yang mengisolasi logam tak
murni yang diberi nama cobalt rex. Pada tahun 1780, T.O. Bergman
menunjukkan bahwa cobalt rex adalah unsur baru yang kemudian
diberi nama turunan dari kata kobold (bahasa Jerman) yang artinya
globin atau roh hantu. Pada tahun 1803 rodium dan iridium
ditemukan dalam residu-hitam yang tertinggal ketika bijih platina
kasar dilarutkan dalam air raja. W.H. Wollaston menemukan rodium
dan memberi nama dari turunan kata
Yunani ρο6ον (rodon) yang artinya mawar (rose) oleh karena
garamnya berwarna merah mawar / pink, yang umumnya dihasilkan
dalam larutan air. S. Tenant menemukan iridium bersamaan
dengan osmium dan memberi nama dari nama dewi Yunani Iris yang
memiliki tanda pelangi, oleh karena berbagai warna senyawanya.
Ketiga logam ini tampak mengkilat keperakan dan sedikit
kebiru- an untukkobalt. Kobalt lebih lunak daripada rodium dan
iridium tetapi masih cukup lebih keras daripada besi. Ketiganya
mempunyai struktur fcc yang berdasarkan teori pita lebih stabil
daripada struktur bcc atau hcp apabila jumlah elektron pada orbital
n
d hampir penuh. Beberapa sifat ketiga logam ini dapat diperiksa pada
Tabel 5.7.1.

5.7.2 Kecenderungan Golongan 9


Kobalt kurang reaktif dibandingkan dengan besi, demikian juga
rodium dan iridium tidak banyak berbeda. Tingkat oksidasi yang
umum untuk kobalt adalah +2 dan +3, dan untuk rodium dan iridium
adalah
2+ 3+
+3 dan +4. Dalam larutan air, ion [Co(H2O)6] dan [Co(H2O)6]
keduanya dikenal, tetapi kobalt(III) bersifat oksidator, dan dalam larutan
air kecuali dalam lingkungan asam, terurai dengan cepat karena
Co(III) mengoksidasi air dengan membebaskan gas dioksigen.

Tabel 5.7.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 9

Karakteristika 27Co 45Rh 77Ir


Kelimpahan / ppm
29 0,0001 0,001
(dalam kerak bumi)
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 8,9 12,39 22,61
o
Titik leleh / C 1495 1960 2443
o
Titik didih / C 3100 3760 4550
Jari-jari atomik / pm
125 134 135,5
(bilangan koordinasi 12)
4+
53 - Co 5+ 5+
3+ 55 - Rh 57 - Ir
54,5 - Co (ls) 4+ 4+
Jari-jari ionik / pm 3+ 60 - Rh 62,5 - Ir
61 - Co (hs) 3+ 3+
(bilangan koordinasi 6) 2+ 66,5 - Rh 68 - Ir
65 - Co (ls)
2+
74,5 - Co (hs)

Konfigurasi elektronik 7 2 8 1 14 7 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2

5.7.3 Senyawa-Senyawa Oksida


Beberapa oksida logam golongan ini yang dikenal adalah kobalt(II)
-CoO, campuran Co(II) dan Co(III) - Co3O4, rodium(III) - Rh2O3, rodium(IV)
- RhO2, dan satu-satunya iridium(IV) - IrO2. Satu-satunya oksida
logam divalen, CoO yang berupa serbuk hijau, dapat diperoleh dari
pemanasan logamnya dalam udara atau dengan uap air, atau
pemanasan hidroksida,
karbonat atau nitrat dalam kondisi tanpa udara. CoO mempunyai
o
struktur NaCl alam, dan stabil; pemanasan 600 - 700 C
mengakibatkan
terbentuknya Co3O4-hitam. Oksida Co3O4 mempunyai struktur spinel
2+ 3+
normal sehingga lebih tepat ditulis dengan formula (Co )t 2(Co )o
2-
(O )4. Oksidasi Co(OH)2 atau penambahan larutan alkali ke dalam
kompleks kobalt(III) diperoleh kobalt(III) oksida hidroksida, CoO(OH).
Rodium(III) oksida, Rh2O3 yang berwarna abu-abu gelap, dapat
diperoleh dari pemanasan logam rodium atau rodium(III) klorida
o
dalam atmosfer oksigen pada ~600 C. Rodium(IV) oksida, RhO2-hitam
, dapat
diperoleh dari pemanasan Rh2O3 dalam oksigen pada tekanan tinggi.
Rh2O3 mengadopsi struktur korundum dan RhO 2 mengadopsi struktur
rutil.
Iridium(IV) oksida, IrO2-hitam, dapat diperoleh dari pemanasan
logamnyadalamoksigen, ataudengandehidrasiendapanyangdiperoleh
2-
dari penambahan alkali ke dalam larutan [IrCl6] juga menghasilkan
IrO2. Oksida ini mempunyai struktur rutil.
5.7.4 Kobalt(III)
Semua senyawa kompleks kobalt(III) mengadopsi geometri
3+
oktahedron, misalnya ion heksaaminakobalt(III), [Co(NH 3)6] , dan
3-
heksasianokobaltat(III),[Co(CN)6] . Ion kompleks heksanitrokobaltat(III),
3-
[Co(NO2)6] , yang berwarna kuning dan biasanya dibuat sebagai
garam natriumnya, menunjukkan sifat yang tak lazim. Seperti lazimnya
garam-garam alkali, Na3[Co(NO2)6] larut dalam air, tetapi garam kalium-
nya sangat sukar larut dalam air, demikian juga garam-garam
rubidium maupun sesium-nya. Hal ini dikaitkan dengan ukuran ion
relatif. Ion kalium mempunyai ukuran relatif jauh lebih dekat
dengan ukuran anion kompleksnya, sehingga kristalnya memiliki
energi kisi yang lebih tinggi dan kelarutan lebih rendah. Sifat ini
merupakan salah satu reaksi penunjuk kualitatif adanya ion kalium:
+ 3-
3 K (aq) + [Co(NO2)6] (aq) → K3[Co(NO2)6] (s)
kuning

Seperti pada ion-ion besi, perbedaan ligan mengakibatkan


perbedaan harga potensial reduksi yang sangat signifikan,
sehingga hal ini mempengaruhi kestabilan tingkat oksidasi ion
kompleks yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah:
3+ 2+ o
[Co(H2O)6] (aq) + e [Co(H2O)6] (aq) E = + 1,82 V
3+ 2+ o
[Co(NH3)6] (aq) + e [Co(NH3)6] (aq) E = + 0,10 V
3-
Nilai potensial reduksi ion [Co(NH 3)6] (+0,10V) jauh lebih rendah
daripada nilai potensial reduksi oksigen (+1,23 V):
+ o
O2 (g) + 4 H3O (aq) + 4 e → 6 H2O (l) E = + 1,23 V
Oleh karena itu, oksigen sangat potensial sebagai oksidator yang baik
2+
terhadap ion [Co(NH3)6] menurut persamaan reaksi:
2+ 3+ -
4 [Co(NH3)6] (aq) + O2 (g) + 2 H2O (l) → 4 [Co(NH3)6] (aq) + 4 OH (aq)
5.7.5 Kobalt(II)
Garam kobalt(II) berwarna pink jika ion logam ini mengadopsi
2+
geometri oktahedral, misalnya sebagai [Co(H2O)6] , tetapi berwarna
biru jika mengadopsi geometri tetrahedral, misalnya sebagai
2-
[CoCl4]
. Kristal CoCl .6H O berwarna pink (demikian juga dalam larutan air),
2 2
namun pada penambahan HCl pekat akan diperoleh larutan biru
2-
karena terbentuk ion tetrahedral [CoCl4] :
2+ - 2-
[Co(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) [CoCl4] (aq) + 6 H2O (l)
pink biru

Hasil yang sama juga dapat diperoleh pada proses pelarutan


kristal pink CoCl2.6H2O di dalam etanol absolut atau aseton; dalam
hal ini, pelarut etanol/aseton berfungsi menarik ligan air dari sekeliling
ion pusat Co2+, sehingga posisi ligan digantikan oleh ion Cl - namun
membentuk geometri yang berbeda. Kondisi keseimbangan warna
antara pink – biru dapat dibuat “tepat” dengan cara melarutkan kristal
pink CoCl2.6H2O di dalam etanol absolut, kemudian
menambahkan air secara tetes demi tetes sehingga larutan biru
hampir tepat berubah menjadi pink. Larutan dalam kondisi
keseimbangan seperti ini sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur, yaitu jika larutan dipanaskan maka warna larutan
menjadi biru, tetapi jika larutan didinginkan (dalam air es) warna
larutan menjadi pink menurut persamaan reaksi keseimbangan
berikut:
pemanasan
2+ - 2-
[Co(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) [CoCl4] (aq) + 6 H2O (l)
pink pendingina biru
n

Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan ion kobalt(II)


menghasilkan endapan kobalt(II) hidroksida yang berwarna biru pada
awalnya, tetapi menjadi pink setelah dibiarkan beberapa lama :
2+ -
[Co(H2O)6] (aq) + 2 OH (aq) → Co(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
Secara perlahan, kobalt(II) hidroksida teroksidasi oleh oksigen udara
menjadi kobalt(III) oksida hidroksida, CoO(OH).
Kobalt(II) hidroksidabarangkalidapatdianggapsebagaihidroksida
amfoterik, sebab penambahan ion hidroksida pekat menghasilkan
larutan biru ion tetrahidroksokobaltat(II):
- 2-
Co(OH)2 (s) + 2 OH (aq) → [Co(OH)4] (aq)

5.7.6 Soal-Soal Latihan Co-Rh-Ir


1. Jelaskan satu-satunya senyawa kalium-kobalt yang sukar larut
dalam air.
2. Kobalt(II) klorida heksahidrat berwarna pink, tetapi dalam alkohol
(absolut) atau aseton diperoleh larutan biru. Jika ke dalam larutan
biru ini kemudian ditambahkan (beberapa tetes) air, perubahan
apa yang terjadi. Jelaskan mengapa demikian
3. Ke dalam larutan biru kobalt(II) klorida heksahidrat dalam alkohol
ditambahkan air tetes demi tetes sedemikian sehingga
warna larutan hampir tepat berubah. Larutan ini kemudian
dimasukkan ke dalam penangas air dan ke dalam pendingin
es secara bergantian, demikian seterusnya; perubahan apa
yang terjadi. Jelaskan �
4. Salah satu uji kualitatif terhadap ion-ion logam alkali dipakai
senyawa kobalt. Senyawa apa ini dan apa indikasinya.

5.8 GOLONGAN 10
NIKEL, PALADIUM, DAN PLATINA
5.8.1 Pendahuluan
Logam paduan nikel telah dikenal di Cina lebih dari 2000 tahun
yang lalu, dan penambang-penambang Saxon telah terbiasa
dengan bijih NiAs yang berwarna kemerahan, yang secara sekilas
mirip dengan Cu2O. Para penambang tersebut tidak mampu
mengekstrak “tembaga” dari bijihnya dan memberi nama kupfernikel,
artinya tembaganya pak tua Nick. Pada tahun 1751, A.F. Constedt
mengisolasi logam tak murni dari bijih yang berasal dari Swedia, dan
mengidentifikasinya dengan
komponen logam kupfernikel sebagai logam baru dengan nama nikel.
Akhirnya pada tahun 1804, J. B. Richter berhasil mengisolasi logam nikel
dengan hasil yang lebih murni dan mengidentifikasi sifat-sifatnya.
Tabel 5.8.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10
Karakteristika 28Ni 46Pd 78Pt
Kelimpahan / ppm
99 0,015 0,01
(dalam kerak bumi)
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 8,908 11,99 21,41
o
Titik leleh / C 1455 1552 1769
o
Titik didih / C 2920 2940 4170
Jari-jari atomik / pm
124 137 138,5
(bilangan koordinasi 12)
4+ 5+
48 - Ni 57 - Pt
3+ 4+ 4+
Jari-jari ionik / pm 56 - Ni (ls) 61,5 - Pd 62,5 - Pt
3+ 3+
(bilangan koordinasi 6) 60 - Ni (hs) 76 - Pd
2+ 2+ 2+
69 - Ni 86 - Pd 80 - Pt

Konfigurasi elektronik 8 2 10 14 9 1
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2

Logam platina pada awalnya, tahun 1736, dikenali sebagai “perak


kecil” oleh A.de Ulloa (Spanyol), kemudian pada tahun 1741 sebagai
“emas putih” oleh C. Wood (Inggris). Sampai saat ini istilah “emas putih”
dipakai untuk menunjuk pada logam paduan Au-Pd. Pada tahun 1803,
Wollaston berhasil mengidentifikasi paladium, Pd, dari residu larutan
platina yang diendapkan sebagai (NH 4)2PtCl6 dalam air raja. Nama
paladium diturunkan dari nama dewi kebijakan (Yunani) yaitu Pallas
yang paladion (παλλα6ιον), sama dengan nama asteroid baru yang
ditemukan.
Bijih nikel yang penting dalam perdagangan ada dua tipe
yaitu (1) laterit, yang merupakan bijih oksida-silikat seperti garnerit,
(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8, dan nikeliferos limonit, (Fe,Ni)O(OH).nH2O,
dan
(2) sulfida seperti pentladit, (Ni,Fe)9S8 yang tercampuri tembaga dan
kobalt hingga bijih mengandung ~ 1,5 % Ni.
5.8.2 Kecenderungan Golongan 10
Beberapa karakteristika logam golongan 8 ditunjukkan oleh Tabel
5.7.1. Logam golongan ini berwarna putih keperakan, mengkilat dan
mudah ditempa, dan ketiganya juga mudah didapat sebagai
serbuk yang sangat aktif sebagai katalis. Misalnya platina hitam,
berupa serbuk beludru yang dapat diperoleh dari penambahan
etanol ke dalam larutan PtCl2 dalam KOH dan air yang hangat.
Ketiga logam golongan ini mempunyai struktur kubus pusat muka, fcc.
Dalam keadaan masif, ketiga logam tidak ada yang reaktif, dan
sangat tahan terhadap korosi atmosfer pada temperatur normal. Pada
pemanasan, nikel bereaksi dengan unsur-unsur B, Si, P, S, dan halogen,
tetapi dengan F2, reaksinya paling lambat dari kedua logam yang lain.
Pada pemanasan hingga membara, nikel teroksidasi oleh uap air, larut
dalam asam-asam mineral encer umumnya secara perlahan tetapi
cukup cepat dalam HNO3 encer. Nikel tahan terhadap HNO3 pekat,
demikian juga terhadap alkali.
Paladium dioksidasi oleh O2, F2, dan Cl2 pada pamanasan
hingga membara, dan larut dalam asam-asam oksidator. Platina pada
dasarnya lebih tahan terhadap berbagai reaksi daripada paladium,
dan sama sekali tidak terpengaruh oleh berbagai asam mineral
kecuali air raja.
Kedua logam ini juga larut dalam leburan panas oksida dan peroksida.

5.8.3 Senyawa-Senyawa Nikel(II)


Sebagian besar senyawa kompleks nikel mengadopsi struktur
geometri oktahedron, hanya sedikit mengadopsi geometri tetrahedron
dan bujursangkar. Ion heksaakuonikel(II) berwarna hijau;
penambahan amonia menghasilkan ion biru heksaaminanikel(II)
menurut persamaan reaksi:
2+ 2+
[Ni(H2O)6] (aq) + 6 NH3 (aq) → [Ni(NH3)6] (aq) + 6 H2O (l)
hijau biru
Penambahan larutan ion hidroksida ke dalam larutan garam nikel(II)
menghasilkan endapan gelatin hijau nikel(II) hidroksida menurut
persamaan reaksi:
2+ -
[Ni(H2O)6] (aq) + 2 OH (aq) → [Ni(OH)2] (s) + 6 H2O (l)
Seperti halnya kobalt(II), kompleks yang lazim mengadopsi geometri
tetrahedron adalah halida, misalnya ion tetrakloronikelat(II) yang
berwarna biru. Senyawa kompleks ini terbentuk dari penambahan HCl
pekat ke dalam larutan garam nikel(II) dalam air menurut persamaan
reaksi:
2+ - 2-
[Ni(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) → [NiCl4] (aq) + 6 H2O (l)
hijau biru

Senyawa kompleks nikel(II) bujursangkar yang umum dikenal


2-
adalah ion tetrasianonikelat(II), [Ni(CN) 4] , yang berwarna kuning, dan
bis(dimetilglioksimato)nikel(II), [Ni(C4N2O2H7)2] yang berwarna merah
pink. Warna yang karakteristik pada kompleks yang ke dua ini sering
digunakan untuk reaksi uji terhadap ion nikel(II). Senyawa kompleks
ini dapat diperoleh dari penambahan larutan dimetilglioksim
(C4N2O2H8
= DMGH) ke dalam larutan nikel(II) yang dibuat tepat basa dengan
penambahan amonia menurut persamaan reaksi:
2+ -
[Ni(H2O)6] (aq) + 2 DMGH (aq) + 2 OH (aq) →
[Ni (DMG)2] (s) + 8 H2O (l)
5.8.4 Soal-Soal Latiham Ni-Pd-Pt
1. Ion nikel(II) dalam air (misalnya NiCl2.6H2O) berwarna hijau; dalam
perspektif senyawa kompleks, bagaimana formula ion ini.
a. Jika kemudian amonia ditambahkan, perubaan apa yang terjadi.
Jelaskan �
b Sebagai ganti amonia dipakai basa kuat NaOH misalnya;
jelaskan apa yang terjadi.
c. Sebagai ganti amonia dipakai HCl pekat, jelaskan apa
yang terjadi.
2. Salah satu uji kualitatif adanya ion nikel(II) adalah reaksinya
terhadap DMGH. Jelaskan apa yang terjadi dengan penambahan
DMGH pada larutan yang mengandung ion nikel(II), dan tulis
rumus bangun senyawa kompleks yang terjadi.

5.9 GOLONGAN 11
TEMBAGA, PERAK, DAN EMAS
5.9.1 Pendahuluan
Tembaga, perak, dan emas sering disebut logam “mata
uang” karena menurut sejarahnya, ketiga logam ini merupakan bahan
utama untuk membuat mata uang logam. Empat alasan utama bahwa
logam ini menjadi bahan mata uang logam adalah, (1) ketiga logam
ini lebih banyak terdapat langsung sebagai logamnya, (2) bersifat
dapat ditempa sehingga mudah dibentuk sesuai desain yang
dikehendaki, (3) bersifat tidak reaktif secara kimiawi, dan (4) sangat
berharga khususnya karena kelimpahan yang sangat jarang untuk
perak dan emas. Kelimpahan ketiga unsur ini dalam kerak bumi
adalah, Cu ~ 68 ppm, Ag ~ 0,08 ppm, dan Au ~ 0,004 ppm.
Tabel 5.9.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11

Karakteristika 29Cu 47Ag 79Au


10 1 10 1 14 10 1
Konfigurasi elektronik [Ar] 3d 4s [Kr] 4d 5s [Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,9 1,9 2,4
Jari-jari metalik /pm
128 144 144
(koordinasi 12)
Jari-jari ionik / pm 73 (+2) ; 77 115 (+1) 137 (+1)
(+1)
Energi ionisai pertama
-1 745,3 730,8 889,9
/ kJ.mol
o
Titik leleh / C 1083 961 1064
o
Titik didih / C 2570 2155 2808
o -3 8,95 10,49 19,32
Densitas (20 C) / g cm
Tembagaterdapatterutama sebagai sulfida, oksida ataukarbonat, seperti
bijih tembaga pirit, kalkopirit (chalcopyrite) yaitu tembaga(I) besi(III) sul-
fida, CuFeS2, tembaga glance kalkosit (chalcocite), Cu2S, kuprit
(cuprite), Cu2O, dan malasit (malachite), Cu2CO3(OH)2. Mineral yang
lebih jarang adalah turkuis (turquoise), batu permata biru
CuAl6(PO4)4(OH)8.4H2O. Perak terdapat banyak sebagai bijih sulfida,
dan yang paling penting adalah perak glance (argentit), Ag2S; tanduk
perak (horn silver), AgCl, yang diduga berasal dari reduksi bijih
sulfida oleh air garam, banyak di- temui di Chile dan New South
Wales. Emas umumnya terdapat sebagai telurida, terasosiasi dengan
kwarsa atau pirit. Beberapa sifat ketiga lo- gam golongan 11
ditunjukkan pada Tabel 5.9.1

5.9.2 Kecenderungan Golongan 11


Logam tembaga, perak, dan emas ketiganya mengadopsi
struktur kubus pusat muka, fcc, dengan elektron valensi satu. Paduan
logam ini dengan logam-logam di sebelah kanannya dalam tabel
periodik unsur, misalnya Zn, akan menaikkan konsentrasi elektron
menurut metode
W. Hume-Rothery dalam paduan utama - fase-α yang dapat dilukiskan
sebagai larutan padat fcc logam M dalam Cu, Ag, atau Au.

Tabel 5.9.2 Klasifikasi fase paduan logam menurut Hume-Rothery

Konsentrasi
Struktur-fase Contoh
elektron
larutan
1,0 - 1,4 CuMx , AgMx, AuMx
padat-α (fcc)

CuM (M = Be, Zn) ; Cu3M (M = Al, Ga, In) ;


~ 1,5 yaitu Cu5M (M = Si, Sn) ; AgM (M = Mg, Zn, Cd) ;
fase-β (bcc) Ag3M (M = Al, In) ; AuM( M = Mg, Zn, Cd) ;
3/2 atau 21/14)
Au3Al (struktur kompleks kubus Mn-)

fase-β (hcp) Ag3Ga, Au3In ; Cu5Ge, Ag5Sn, Au5Sn ; Ag7Sb


fase-γ
Cu5M8 (M = Zn, Cd, Hg) ;
(kompleks kubus
~ 1,62 Cu9M4 (M = Al, Ga, In); Cu31M8 (M = Si, Sn)
dengan jumlah Ag5M8 (M = Zn, Cd, Hg) ; Ag9In4
(yaitu 21 : 13)
atom : 4x13 =
Au5M8 (M = Zn, Cd) ; Au9In4
52
dalam satuan sel )

CuM3 (M= Be, Zn, Cd) ; Cu3M (M= Si, Ge, Sn)
~ 1,75 yaitu Cu13Sb3
fase-ε (hcp)
7/4 atau 21/12 AgM3 (M = Zn, Cd) ; Ag5Al3 ; Ag3Sn ; Ag13Sb3
AuM3 (M = Zn, Cd) ; Au5Al3 ; Au3Sn

Jika konsentrasi elektron mendekati 1,5 struktur fcc menjadi


kurang stabil dibandingkan dengan struktur bcc sehingga paduan
mengkristal sebagai fase-β, misalnya kuningan-β, CuZn. Kenaikan
konsentrasi elektron lebih lanjut menghasilkan struktur yang lebih
kompleks, kuningan fase-γ, dengan formula Cu5Zn8. Paduan logam
ini mempunyai konsentrasi elektron: 1,615. Fase ini
masih berbentuk kubus, tetapi terdiri atas 52 atom tiap satuan sel yaitu
4Cu5Zn8. Fase-γ ini masih dapat menampung tambahan Zn hingga
mencapai konsentrasi kritis ketiga yaitu ~ 1,75 (atau 7/4), sehingga
paduan mengadopsi struktur hcp, fase-ε CuZn3. Klasifikasi fase
paduan golongan logam ini menurut Hume-Rothery dapat dilihat pada
Tabel 5.9.2
Ketiga logam tersebut mempunyai tingkat oksidasi +1, seperti
halnya logam-logam alkali. Tembaga lebih umum dengan tingkat
oksidasi +2 daripada +1, dan emas dengan tingkat oksidasi +3
lebih stabil secara termodinamik. Logam-logam ini sukar teroksidasi
sebagaimana ditunjukkan oleh nilai positif potensial reduksinya:
2+ o
Cu (aq) + 2 e → Cu (s) E = + 0,34 V
+ o
Ag (aq) + e → Ag (s) E = + 0,80 V
3+ o
Au (aq) + 3 e → Au (s) E = + 1,68 V
Tabel 5.9.3 Perbandingan sifat logam alkali dan logam golongan tembaga

Sifat Logam Golongan Alkali Logam Golongan Tembaga


Tingkat oksidasi Perak selalu +1, tembaga dan
+1
yang umum emas jarang +1
Reaktivitas Sangat tinggi, dan naik sangat rendah, dan menurun
kimiawi dari atas ke bawah dari atas ke bawah
Sangat rendah, dan naik
Densitas Tinggi, dan naik dari atas ke
dari atas ke bawah -3
(masa jenis) -3 bawah (~9 - 19 g cm )
(~ 0,5 - 1,9 g cm
Sangat rendah, dan
Titik leleh turun dari atas ke bawah o
Tinggi, ketiganya ~ 1000 C
o
(181 - 29 C)

Pada mulanya, golongan tembaga dan alkali


dipertimbangkan mempunyai hubungan sifat tertentu, khususnya
karena hanya logam- logam inilah yang umumnya menunjukkan
tingkat oksidasi +1. Hal ini dapat diasosiasikan dengan kemiripan
10 1 6
konfigurasi elektronik yang karakteristik (n-1)d ns dengan (n-1)p
1
ns . Namun kenyataannya, sifat-sifat kedua kelompok logam ini
sangat berbeda sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.9.3.

5.9.3 Ekstraksi Tembaga


Ekstraksi tembaga dari bijih sulfida dapat dilakukan dengan
proses termal yaitu pirometalurgi atau dengan proses pelarutan
air yaitu hidrometalurgi. Pada proses pirometalurgi, bijih pekat
dipanaskan (proses roasting) dalam kondisi udara terbatas. Proses ini
menguraikan garam rangkap sulfida menjadi besi(III) oksida dan
tembaga(I) sulfida menurut persamaan reaksi:
4 CuFeS2 (s) + 9 O2 (g) → 2 Cu2S (l) + 6 SO2 (g) + 2 Fe2O3 (s)
Ke dalam lelehan campuran ditambahkan pasir untuk mengubah
besi(III) oksida menjadi ampas atau terak besi(III) silikat menurut
persamaan reaksi:
2 Fe2O3 (s) + 3 SiO2 (s) → Fe2(SiO3)3 (l)
Cairan ini berada pada permukaan dan dapat dituang terpisah. Udara
kemudian ditambahkan lagi untuk mengubah tembaga(I) sulfida
menjadi tembaga(I) oksida:
2 Cu2S (l) + 3 O2 (g) → 2 Cu2O (s) + 2 SO2 (g)
Penambahan udara dihentikan setelah kira-kira ⅔ tembaga(I) sulfida
teroksidasi. Campuran tembaga(I) oksida dan tembaga(I) sulfida
kemudian mengalami reaksi redoks khusus dan menghasilkan
logam tembaga tak murni:
Cu2S (l) + 2 Cu2O (s) → 6 Cu (l) + SO2 (g)
Proses pirometalurgi mempunyai beberapa keuntungan. Proses
kimia dan teknologinya sangat terkenal dan dipahami, banyak
dijumpai pada peleburan-peleburan tembaga, dan merupakan proses
yang relatif cepat. Kelemahan proses ini adalah bahwa bijih harus
dipekatkan cukup tinggi, proses peleburannya membutuhkan banyak
energi, dan selain
itu membebaskan emisi gas SO2 dalam jumlah besar sebagai polutan
yang mencemari udara atau lingkungan.
Sebagian besar logam diekstrak dengan proses pirometalurgi
pada temperatur tinggi dengan menggunakan bahan pereduksi
karbon monoksida. Tetapi, proses ini membutuhkan energi yang tinggi
dan membebaskan limbah (polutan) pada udara dan tanah. Proses
hidrometalurgi, yaitu ekstraksi logam dengan proses pelarutan, telah
dikenal berabad-abad sebelumnya, tetapi hingga abad ke
duapuluh belum banyak digunakan, dan hanya digunakan untuk
logam khusus perak dan emas. Proses ini lebih banyak
keuntungannya dibandingkan dengan proses pirometalurgi antara
lain karena (1) hasil samping biasanya lebih sedikit mengakibatkan
problem lingkungan, (2) pabrik pengolahan dapat dibangun dalam
skala kecil yang dapat diperluas kemudian, (3) proses tidak
memerlukan temperatur yang terlalu tinggi sehingga energi dapat
dihemat, dan (4) metode ini dapat memproses bijih dengan
kandungan logam rendah.
Secara umum, proses hidrometalurgi terdiri atas tiga tahapan
utama yaitu, pelumeran (leaching), pemekatan (concentration), dan
pemulihan (recovery). Tahap pelumeran berupa peremukan bijih dan
pengguyuran dengan pereaksi tertentu seperti asam sulfat encer
untuk ekstraksi tembaga atau larutan ion sianida untuk ekstraksi
perak dan emas menurut persamaan reaksi sebagai berikut:
2 CuFeS2 (s) + H2SO4 (aq) + 4 O2 (g) →
bijih tembaga larutan peluluh
2 CuSO4 (aq) + Fe2O3 (s) + 3 S (s) + H2O (l)
-
4 Au (s) + 8 CN (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
bijih emas larutan peluluh
- -
4 [Au(CN)2] (aq) + 4 OH (aq)
Jadi, dalam proses hidrometalurgi, belerang dibebaskan dalam bentuk
ion sulfat dalam larutan dan belerang padatan, bukan sebagai gas
belerang dioksida sebagaimana dihasilkan pada proses pirometalurgi.
Tabel 5.9.4 Beberapa paduan tembaga

Paduan logam Komposisi Karakteristika


Kuningan 77 % Cu, 23 % Zn Lebih keras daripada tembaga
Perunggu 80 % Cu, 10 % Sn, 10 % Lebih keras daripada kuningan
Zn
Mata uang nikel 75 % Ni, 25 % Cu Tahan korosi
Lebih tahan lama daripada
Mata uang perak 92,5 % Ag, 7,5 % Cu
perak murni

Kadang-kadang, pada tahap pelumeran dipakai larutan


bakterium thiobacillus ferrooxidan hingga dikenal sebagai proses
biohidrometalurgi. Fungsi bakteri ini adalah mengokasidasi sulfida
dalam metal sulfida tak larut menjadi sulfat terlarut. Larutan encer
ion metal ini dipisahkan, kemudian dipekatkan. Akhirnya, metal
dapat diperoleh melalui proses pengendapan kimiawi yaitu reaksi
pendesakan misalnya dengan logam besi untuk ekstraksi tembaga dan
zink untuk ekstraksi emas menurut persamaan reaksi:
CuSO4 (aq) + Fe (s) → FeSO4 (aq) + Cu (s)
- -
2 [Au(CN)2] (aq) + Zn (s) → 2 Au (s) + [Zn(CN)4] (aq)

Pada tahap akhir, logam dapat pula diperoleh secara elektrokimia,


dan produk gas oksigen sebagai hasil ikutan dapat digunakan untuk
oksidasi pada tahap awal menurut persmaan reaksi :
+
Anode : 2 H2O (l) → O2 (g) + 4 H (aq) + 4
2+
e Katode : 2Cu (aq) + 4 e → 2Cu (s)

Tembaga yang diperoleh belum murni, dan ini dapat dimurnikan


secara elektrolisis dengan hasil kemurnian ~ 99,95 %. Untuk itu
digunakan larutan elektrolit CuSO4, katode tembaga murni, dan
tembaga tak murni dipasang sebagai anode. Dengan voltase yang
sesuai selama elektrolisis berlangsung, anode tembaga akan
mengalami ionisasi dengan meninggalkan perak dan emas sebagai
sisa atau ampas anode, dan ion tembaga dalam larutan akan
menempel pada katode. Karena reaksi dalam proses ini sesungguhnya
tidak menghasilkan produk baru, maka voltase yang dibutuhkan
sangat rendah (~ 0,2 V) dan dengan demikian memerlukan energi
yang cukup kecil.
Tembaga murni merupakan penghantar panas tertinggi di anta-
ra semua logam, dan konduktor listrik kedua setelah perak. Tembaga
adalah logam yang relatif lunak, dan sering digunakan sebagai logam
paduan, misalnya kuningan dan perunggu. Beberapa paduan logam
tembaga dengan komposisinya dapat diperiksa pada Tabel 5.9.4.

5.9.4 Senyawa-Senyawa Tembaga


Tembaga(II)
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan
+2, namun hanya tembaga(II) yang stabil dan mendominasi dalam
larutannya. Dalam air, hampir semua garam tembaga(II) berwarna biru
2+
oleh karena warna ion kompleks koordinasi enam, [Cu(H2O)6] . Suatu
perkecualian yang terkenal adalah tembaga(II) klorida yang berwarna
2-
kehijauan oleh karena ion kompleks koordinasi empat [CuCl 4] , yang
mempunyai bangun geometri dasar tetrahedral atau bujursangkar
bergantung pada anion ligannya. Dalam larutan encer garam klorida
ini
-
berwarna biru karena terjadinya pendesakan ligan Cl oleh ligan H2O.
Oleh karena itu, jika warna hijau ingin dipertahankan, ke dalam larutan
-
pekat CuCl2 dalam air dapat ditambahkan ion senama Cl
misalnya dengan penambahan padatan NaCl atau HCl pekat atau HCl
gas.
2- 2+ -
[CuCl4] (aq) + 6 H2O (l) [Cu(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq)
hijau biru
Jika larutan amonia ditambahkan ke dalam larutan ion
2+
Cu , larutan biru berubah menjadi biru tua karena terjadinya
pendesakan ligan air oleh ligan amonia menurut reaksi:
2+ 2+
[Cu(H2O)6] (aq) + 5 NH3 (aq) → [Cu(NH3)(4-5)(H2O)(2-1)] + 5 H2O (l)
biru biru tua

2+
Reaksi ion Cu dengan OH– pada berbagai konsentrasi
bergantung pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke
dalam larutan tembaga(II) sulfat (0,1-0,5M) secara bertetes dengan
kecepatan ~ 1 mL / menit mengakibatkan terjadinya endapan gelatin
biru muda dari garam tembaga(II) hidroksi
4
sulfat, [CuSO .nCu(OH)]2 ,
bukan endapan
Cu(OH)2, menurut persaman reaksi:
2+ 2- -
(n+1)[Cu(H2O)6] (aq) + SO 4 (aq) + 2nOH (aq) →
[CuSO 4.nCu(OH)]2 (s) + 6(n+1) H2O (l)
biru muda

Reaksi pengendapan terjadi sempurna pada pH ≈� 8, dan nilai n


bervariasi bergantung pada temperatur reaksi dan laju penambahan
reaktan. Sebagai contoh, dengan laju penambahan reaktan ~ 1 mL /
menit, reaksi tersebut menghasilkan
4
CuSO .3Cu(OH)2 jika reaksi
4
berlangsung pada suhu 20oC, dan CuSO .4Cu(OH)2 pada suhu 24 oC.
Adanya
SO gugus sulfat baik sebagai 2-
maupun HSO - dalam
4 4
endapan tersebut dapat ditunjukkan oleh serapan khas spektrum
-1
inframerah yang muncul pada daerah 600 - 1200 cm . Secara kualitatif,
adanya ion sulfat dapat dibuktikan dengan perlakuan berikut.
Endapan biru, setelah dipisahkan dari larutannya dengan
penyaringan dan pencucian dengan air berkali-kali, dilarutkan
dengan HCl. Ke dalam larutan ini kemudian ditambahkan larutan
BaCl2, dan terjadinya endapan putih membuktikan adanya ion sulfat
dalam endapan biru semula.

Tetapi, jika prosedur penambahan dibalik, yaitu ke dalam larutan


NaOH ditambahkan larutan CuSO4, maka peran ion sulfat dalam
endapan menjadi berkurang bahkan lenyap hingga endapan biru muda
didominasi oleh Cu(OH)2; dan uji adanya ion sulfat dalam endapan
biru muda ini tentu saja negatif.

- 2+
2 OH (aq) + [Cu(H2O)6] (aq) → Cu(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
biru muda

Pemanasan kedua jenis endapan biru tersebut mengakibatkan


dekomposisi menjadi hitam, CuO.
Cu(OH)2 (s)
CuO (s) + H2O (l)
 hitam
 
CuSO .3Cu(OH) 2 (s)
4
3 CuO (s) +3 H2O (l) + SO2(g) + ½ O2(g)
 hitam
 

Tembaga(II) hidroksida tidak larut dalam basa encer, tetapi


larut dalam hidroksida pekat membentuk larutan biru tua ion
-
tetrahidroksokuprat(II), [Cu(OH)4] . Tembaga(II) hidroksida juga larut
dalam larutan amonia memberikan larutan biru tua
2+
ion [Cu(NH3)(4-5)(H2O)(2-1)] .

Larutan tembaga(II) dengan berbagai ligan sangat stabil secara


termodinamik, tetapi ligan pereduksi seperti iodida akan mereduksi
tembaga(II) menjadi endapan tembaga(I):
2+ -
2 Cu (aq) + 4 I (aq) → 2 CuI (s) + I2 (aq)
Tembaga(I)
Pada dasarnya, tembaga bukanlah logam reaktif, namun logam
ini dapat diserang oleh asam-asam pekat. Secara khusus, tembaga
bereaksi dengan asam hidroklorida pekat-mendidih dengan
menghasilkan larutan tak berwarna dan gas hidrogen. Peristiwa ini
sesungguhnya cukup “mengejutkan” mengingat asam hidroklorida
bukanlah asam oksidator kuat seperti asam nitrat. Ion tembaga(I)
yang terjadi segera bereaksi dengan ion klorida membentuk ion
kompleks tak berwarna
-
diklorokuprat(I), [CuCl2] . Tahap reaksi ke dua inilah yang diduga
berlangsung sangat cepat sehingga memicu terjadinya tahap
reaksi pertama menurut persamaan reaksi seperti berikut ini:
+ +
Cu (s) + H3O (aq) Cu (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
+ - -
Cu (aq) + 2 Cl (aq) [CuCl2] (aq)
Jika larutan ini dituangkan ke dalam air suling bebas udara, diperoleh
endapan putih tembaga(I) klorida menurut persamaan reaksi:
- -
[CuCl2] (aq) → CuCl (s) + Cl (aq)
Tembaga(I) klorida harus segera dipisahkan, dicuci dan disimpan
dalam wadah yang bebas udara, sebab interaksinya dengan udara dan
uap air akan menghasilkan tembaga(II).
Dalamkimiaorganik, diklorokuprat(I) digunakanuntuk mengubah
benzena diazonium klorida menjadi klorobenzena menurut reaksi
Sandmeyer:
-
[CuCl ]
+ - 2
[C6H5N2] (aq)
 C6H5Cl (l) + N2 (g)
Cl

Pada umumnya, senyawa tembaga(I) tidak berwarna atau putih,


10
karena ion ini mempunyai konfigurasi elektronik penuh, 3d . Dalam
air, ion tembaga(I) terhidrat tidak stabil dan mengalami
disproporsionasi
menjadi ion tembaga(II) sesuai dengan ramalan diagram potensial
reduksi Frost.

+ 2+
2 Cu (aq) Cu (aq) + Cu (s)

5.9.5 Perak
Perak terdapat sebagian besar sebagai unsur bebas dan perak(I)
sulfida, Ag2S. Jumlah perak yang cukup signifikan diperoleh pada
ekstraksi timbel dari bijihnya, dan pada pemurnian tembaga secara
elektrolisis. Salah satu metode ekstraksi logam melibatkan
peremukan Ag2S dengan larutan natrium sianida yang teraerasi;
dalam proses ini garam perak diekstrak sebagai ion kompleks
disianoargentat(I),
-
[Ag(CN)2] menurut persamaan reaksi:
-
2 Ag2S (s) + 8 CN (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
- -
4 [Ag(CN)2] (aq) + 2 S (s) + 4 OH (aq)
Penambahan logam zink mengakibatkan terjadinya reaksi pendesakan
+
atau penggantian tunggal ion Ag oleh logam zink, membentuk ion
2-
kompleks yang sangat stabil [Zn(CN)4] :
- 2-
2 [Ag(CN)2] (aq) + Zn (s) → [Zn(CN)4] (aq) + 2 Ag (s)
Selanjutnya, pemurnian logam perak dapat dilakukan secara elektrolisis
dengan elektrolit perak nitrat yang diasamkan, dan perak tak murni
dipasang sebagai anode dan perak murni dipasang sebagai katode.

Senyawa-senyawa perak
Dalam hampir semua senyawaan perak sederhana
(nonkompleks), logam perak mempunyai tingkat oksidasi +1, dan ion
+
Ag adalah satu- satunya ion perak yang stabil dalam air. Senyawa
perak yang paling penting adalah perak nitrat, satu-satunya garam
perak yang sangat mudah larut dalam air dan tak berwarna. Untuk
kepentingan industri, perak nitrat digunakan sebagai bahan untuk
membuat senyawa-
senyawa perak yang lain, terutama perak halida yang banyak
digunakan dalam fotografi.
Di laboratorium, larutan standar perak nitrat digunakan untuk
menguji adanya ion klorida, bromida, dan iodida, yang masing-masing
memberikan endapan putih, krem, dan kuning. Karena intensitas
warna bergantung pada ukuran partikel, kadang-kadang cukup
sulit untuk membedakan warna bromida dengan klorida, dan
warna bromida dengan iodida. Oleh karena itu, pengujian lebih
lanjut sering diperlukan dengan penambahan larutan amonia encer.
Perak klorida larut dalam
+
larutan amonia dan menghasilkan ion kompleks [Ag(NH3)2] , dan
perak bromida hanya sedikit larut tetapi larut dalam amonia pekat juga
membentuk ion kompleks diaminargentat(I), sedangkan perak iodida
tak larut dalam larutan amonia.
Untuk memahami perbedaan sifat perak halida ini, perlu
dibahas adanya dua persamaan reaksi keseimbangan, yaitu reaksi
keseimbangan pengendapan dan reaksi keseimbangan
pengompleksan, yang kedua- nya berkompetisi sebagai berikut:
+ - AgX (s) (1)
Ag (aq) + X (aq)
+ +
Ag (aq) + 2 NH3 (aq) [Ag(NH3)2] (aq) (2)

Secarakualitatif,reaksikeseimbangandengannilaitetapankeseimbangan
lebih besar akan mendominasi kompetisi. Jadi untuk X = I,
terbentuknya perak iodida yang kelarutannya sangat kecil,
mengakibatkan reaksi keseimbangan pengendapan (1) akan lebih
dominan. Ini berarti bahwa reaksi keseimbangan (1) bergeser
+
kekanan sehingga di dalam larutan tidak cukup ion Ag untuk
membuat reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan. Sebaliknya, jika
X = Cl, terbentuknya perak klorida yang kelarutannya lebih besar
+
mengakibatkan konsentrasi ion Ag di dalam larutan cukup besar
untuk memicu terjadinya pergeseran reaksi
+
keseimbangan (2) ke arah pembentukan ion kompleks, [Ag(NH3)2] . Ini
berarti bahwa reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan dan
akibatnya reaksi keseimbangan (1) bergeser ke kiri.
Sifat sukar larut AgCl, AgBr, dan AgI dapat dijelaskan berdasarkan
karakter kovalensinya, tetapi AgF padatan putih yang mudah larut
dalam air dipertimbangkan berkarakter ionik baik padatan maupun
dalam larutan (lihat Bab Ikatan Ionik, bagian Polarisasi dan
Kovalensi). Perak klorida, perak bromida, dan perak iodida sangat
+
sensitif terhadap cahaya; sifat ion Ag yang mudah tereduksi menjadi
o
logam Ag (E = + 0,80 V) mengakibatkan padatan menjadi berwarna
gelap jika terkena cahaya, dan oleh karena itu senyawa-senyawa
perak dan larutannya harus disimpan dalam botol gelap.
Hampir semua senyawa perak sederhana menunjukkan tingkat
oksidasi +1, namun terdapat beberapa perkecualian. Sebagai contoh,
logam perak dapat dioksidasi menjadi AgO hitam, yang sesungguhnya
+ 3+ 2-
merupakan oksida perak(I) dan perak(III), Ag Ag (O )2. Senyawa ini
bereaksi dengan asam perklorat menghasilkan ion tetraakuaperak(II),
2+
[Ag(H2O)4] yang bersifat paramagnetik. Jadi, reaksi ini merupakan
kebalikan dari disproporsionasi, dan sifat oksidator kuat asam perklorat
menstabilkan perak dengan tingkat oksidasi +2 menurut
persamaan reaksi:
+ 3+ 2- +
Ag Ag (O )2 (s) + 4 H3O (aq) + 2 H2O (l) →
2+
2 [Ag(H2O)4] (aq)
+ 2+
atau AgO (s) + 2 H3O (aq) → Ag (aq) + 3 H2O (l)

5.9.6 Emas
Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam
ini selalu terdapat di alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan
ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan senyawa sianida sama seperti
yang dilakukan pada ekstraksi logam perak. Emas membentuk
berbagai senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit senyawa anorganik
sederhana yang dikenal. Salah satu senyawa emas yang stabil
dengan tingkat oksidasi +1 adalah Au2O. Seperti halnya tembaga,
tingkat oksidasi +1 pada emas hanya stabil dalam senyawa padatan,
karena semua larutan garam emas(I) mengalami disproporsionasi
menjadi logam emas dan
ion emas(III) menurut persamaan reaksi:
+ 3+
3 Au (aq) → 2 Au (s) + Au (aq)

Salah satu senyawa emas yang paling umum dikenal adalah


emas(III) klorida, AuCl3, yang dapat dibuat dengan mereaksikan
kedua unsur secara langsung menurut persamaan reaksi:

2 Au (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AuCl3 (s)

Senyawa ini dapat larut dalam asam hidroklorida pekat menghasilkan


-
ion tetrakloroaurat(III), [AuCl4] , yaitu suatu ion yang merupakan
salah
satu komponen dalam suatu campuran spesies emas yang disebut
“emas cair”, yang akan mengendapkan suatu film logam emas jika
dipanaskan.

5.9.7 Soal-Soal Latihan Cu-Ag-Au


1. Ion tembaga(II) dalam air berwarna biru.
a. Jika ditambahkan larutan amonia , apa yang terjadi. Jelaskan �
b. Jika ditambahkan basa kuat sebagai ganti amonia apa
yang terjadi. Jelaskan �
2. Walaupun sesungguhnya tembaga bukanlah logam yang
reaktif, kenyataannya tembaga dapat bereaksi dengan asam
hidroklorida pekat mendidih. Jelaskan �
3. a. Jelaskan kecenderungan kelarutan garam halida perak, AgF,
AgCl, AgBr, dan AgI dalam air.
c. Jelaskan kecenderungan kelarutan AgCl, AgBr, dan AgI dalam
amonia
b. Jelaskan mengapa senyawaan perak harus disimpan dalam
botol yang berwarna gelap
Catatan:
Extract (v) = ekstrak, jadi untuk kalimat pasif saya lebih suka memakai
kata diekstrak bukan diekstraksi
Extraction (n) = ekstraksi
(bagaimana jika pendesakan tunggal diganti dengan pertukaran?)
pendesakan = penggantian (replacement), berbeda dengan pertukaran
(exchange)
AB + CD → AD + CB adalah reaksi pertukaran
Tetapi AB + C → CB + A adalah reaksi pendesakan

Pada Tabel 5.9.3, usulan kata “dalam golongannya” dalam kolom 2 dan 3
menurut saya tidak diperlukankarena judul kolomnya sudah menunjukkan
golongan.
Kalimat : Walaupun ………. , namun ….. bersifat pengulangan
pernyataan penyangkalan; pemakaian kata namun tidak diperlukan
karena pada awalnya sudah mencantumkan walaupun atau sebaliknya
tidak perlu pakai walaupun.

5.10 GOLONGAN 12
ZINK, KADMIUM, DAN RAKSA
5.10.1 Kecenderungan Golongan 12
Logam-logam golongan 12 terdiri atas zink, Zn, kadmium, Cd,
dan merkuri atau raksa, Hg. Logam-logam golongan ini dan logam-
logam golongan 2 (alkali tanah) mempunyai konfigurasi elektronik
2
terluar yang sama yaitu elektron valensi ns . Perbedaan antara kedua
golongan ini adalah bahwa untuk periode yang sama, logam-logam
10
golongan 12 mengandung elektron penuh (n-1)d , tetapi logam-
0
logam golongan 2 sama sekali tidak mengandung elektron (n-1)d .
Oleh karena itu dalam beberapa hal, logam-logam golongan 12
mempunyai kemiripan sifat kimiawi dengan logam-logam golongan 2,
dan dengan demikian sering dipertimbangkan sebagai golongan
unsur-unsur utama atau representatif. Konsisten dengan pandangan
ini adalah, bahwa hampir
semua senyawanya tidak berwarna (atau putih) kecuali jika anionnya
berwarna. Zink dan kadmium sangat mirip sifat kimiawinya, dan
mempunyai tingkat oksidasi +2 dalam semua senyawa sederhananya.
+
Raksa mempunyai tingkat oksidasi +1 dan +2, namun ion Hg tidak
2+
dijumpai melainkan Hg2 . Data sifat-sifat fisik golongan ini dapat
diperiksa pada Tabel 5.10.1.
Kelompok logam ini secara dangkal sering nampak seperti
termasuk dalam kelompok logam-logam transisi, tetapi kenyataannya
sifat fisik logam-logam ini menunjukkan perbedaan-perbedaan yang
mencolok dengan logam-logam transisi. Sebagai contoh, titik leleh
o o
zink dan kadmium masing-masing adalah 419 C dan 321 C, jauh
lebih rendah daripada titik leleh logam-logam transisi yang mendekati
o
1000 C. Raksa pada temperatur kamar berupa cairan, dan ini dapat
dijelaskan secara memuaskan dengan efek elektron relativistik, yaitu
bahwa kontraksi atau kontraksi/penyusutan orbital-orbital atomik
terluar mengakibatkan unsur-unsur berperilaku lebih mirip“cairan mulia”
(noble liquid). Kemiripan logam-logam golongan ini dengan logam-
logam transisi hanyalah terletak pada pembentukan senyawa-senyawa
kompleksnya, khususnya dengan ligan amonia, ion sianida, dan ion
halida. Zink dan cadmium, lebih-lebih raksa, cenderung membentuk
senyawa kovalen daripada ionik.
Tabel 5.10.1 Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12

Karakteristika 30Zn 48Cd 80Hg


[18Ar] [36Kr] [54Xe]
Konfigurasi elektronik 10 2 10 2 14 10 2
3d 4s 4d 5s 4f 5d 6s
Densitas / g cm-3 7,14 8,65 13,534 (l)
o
Titik leleh / C 419,5 320,8 - 38,9
o
Titik didih / C 907 765 357
Jari-jari atomik / pm
134 151 151
(Bilangan Koordinasi : 12)
2+ 74 95 102
Jari-jari ionik, M / pm 119 (M +)
-1 906,1 876,5 1007
Energi ionisasi / kJ mol :I
: II 1733 1631 1809
Elektronegativitas 1,6 1,7 1,9
Potensial reduksi standar / V
2+ - 0, 7619 - 0,4030 + 0,8545
(M + 2 e → M)

5.10.2 Zink
Sifat-sifat kimiawi
Logam zink dan kadmium bersifat lunak, dan sangat reaktif,
misalnya bereaksi dengan asam encer menghasilkan ion dipositif
menurut persamaan reaksi berikut:
+ 2+
Zn (s) + 2 H3O (aq) → Zn (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
Logam ini juga terbakar jika dipanaskan secara perlahan dalam gas
klorin menghasilkan ZnCl2 :
Zn (s) + Cl2 (g) → ZnCl2 (s)
Ekstraksi zink
Sumber utama logam zink adalah bijih zink blende, ZnS, namun
ekstraksi logam ini tidak sederhana. Tahap pertama dalam ekstraksi ini
adalah pemanggangan bijih zink sulfida di udara pada suhu ~ 800
o
C untuk mengubah bijih menjadi oksidanya menurut persamaan
reaksi:

2 ZnS (s) + 3 O2 (g)


2 ZnO (s) + 2 SO2 (g)

 
Tahap berikutnya adalah mereduksi oksida ini dengan kokas
o
berlebihan pada suhu ~ 1400 C untuk memperoleh logamnya
menurut persamaan reaksi:
ZnO (s) + C (s)
 Zn (g) + CO (g)
 
Tujuan penggunaan kokasberlebihan adalah untukmencegahterjadinya
reoksidasi zink menjadi oksidanya oleh gas CO 2 yang terbentuk pada
proses reduksi tersebut melainkan justru mereduksi gas CO 2 menjadi
gas CO menurut persamaan reaksi:
CO2 (g) + C (s
2 CO (g)

 
Selain itu, gas zink yang terbentuk sangat panas dan didinginkan
secara tiba-tiba dengan menyemprotkan timbel pada proses ini.
Kedua jenis logam ini kemudian dengan mudah dapat dipisahkan
karena kedua cairan logam ini tidak bercampur; zink dengan densitas
-3
lebih rendah, 7 g cm , mengapung di atas timbel yang mempunyai
-3
densitas lebih tinggi, 11 g cm .
Zink terutama digunakan sebagai pelapis besi untuk mencegah
terjadinya korosi. Proses pelapisan ini dikenal sebagai proses
galvanisasi dan dilakukan berdasarkan pada sifat elektrokimia
proses yang bersangkutan. Logam zink sebenarnya tidak begitu
reaktif. Hal ini disebabkan oleh pembentukan lapisan pelindung
pada permukaan logamnya, pada awalnya sebagai oksidanya, tetapi
kemudian oksida ini bereaksi lebih lanjut dengan uap air dan gas
karbon dioksida dari udara membentuk karbonat basa, Zn 2(OH)2CO3.
Pelapisan ini mempunyai keuntungan yaitu bahwa logam zink akan
teroksidasi lebih dulu bahkan sekalipun lapisan zink telah terkoyak,
sehingga besinya nampak ke luar. Hal ini sebagai konsekuensi dari
nilai potensial reduksi zink yang lebih negatif daripada besi,
sehingga zink bertindak sebagai anode yang terkorbankan menurut
persamaan reaksi:
2+ o
Anode : Zn (s) → Zn (aq) + 2 e E = + 0,76 V
2+ o
Katode : Fe (aq) + 2 e → Fe (s) E = - 0,44 V

Garam zink
Sebagian besar garam zink larut dalam air, dan larutan
ini mengandung ion kompleks tak berwarna heksaakuazink(II),
2+
[Zn(H2O)6] . Padatan garamnya umumnya terhidrat, misalnya
heksahidrat untuk zink nitrat, heptahidrat untuk zink sulfat, dan ini
mirip dengan magnesium dan kobalt(II). Struktur zink sulfat
heptahidrat
2+ 2-
adalah [Zn(H2O)6] [SO4.H2O] .
Larutan garam zink bersifat asam karena terjadi hidrolisis bertahap
seperti halnya garam aluminium menurut persamaan reaksi:
2+ + +
[Zn(H2O)6] (aq) [Zn(H2O)3(OH)] (aq) + H3O (aq) + H2O (l)
Penambahan basa menyebabkan terjadinya endapan putih gelatin
zink hidroksida:
+ -
[Zn(H2O)3(OH)] (aq) + OH (aq) → Zn(OH)2(s) + 3 H2O (l)
Tetapi, endapan ini larut kembali dalam basa berlebihan oleh karena sifat
amfoterik dengan membentuk ion kompleks tetrahidroksozinkat(II):
- 2-
Zn(OH)2(s) + 2 OH (aq) → [Zn(OH)4] (aq)
Endapan zink hidroksida juga larut dalam amonia membentuk ion
2+
kompleks tetraaminzink(II), [Zn(NH3)4] , menurut persamaan reaksi:
2+ -
Zn(OH)2(s) + 4 NH3 (aq) → [Zn(NH3)4] (aq) + 2 OH (aq)
Zinkkloridamerupakansalahsatusenyawazinkyangpalingbanyak
digunakan. Senyawa ini dapat diperoleh sebagai dihidrat,
ZnCl2.2H2O, dan sebagai batangan-batangan zink klorida anhidrat.
Zink klorida anhidrat sangat mudah larut baik dalam air maupun
dalam pelarut- pelarut organik seperti alkohol dan aseton, dan sifat
ini menunjukkan adanya karakter kovalen dalam ikatannya. Zink
klorida dapat digunakan sebagai fluks dalam pengelasan, dan
sebagai bahan pengawet kayu gelondongan. Kedua manfaat ini
berkaitan dengan sifat senyawa ini sebagai asam Lewis. Dalam
pengelasan, film oksida pada permukaan logam yangakan disambung
harus dihilangkanterlebihdahulu, jika tidak bahan solder tidak akan
o
melekat (tidak menyambung). Pada temperatur di atas ~ 275 C, zink
klorida meleleh dan menghilangkan film oksida dengan pembentukan
senyawa kompleks melalui ikatan kovalen dengan ion oksigen.
Solder kemudian dapat melekat atau menempel pada permukaan
logam yang telah bersih. Apabila hal ini diperlakukan
pada gelondongan kayu, maka zink klorida membentuk ikatan kovalen
dengan atom-atom oksigen dari molekul-molekul selulose. Akibatnya,
kayu terlapisi dengan lapisan zink klorida sebagai senyawa yang
beracun terhadap kehidupan organisme.

Zink oksida
Zink oksida dapat diperoleh dari pembakaran logam zink di
udara atau dekomposisi termal dari zink karbonat menurut persamaan
reaksi:
2 Zn (s) + O2 (g) → ZnO (s)

ZnCO3 (s)  ZnO (s) +


CO2 (g)

Zink oksida berupa padatan putih dan mempunyai struktur intan


dengan jaringan ikatan kovalen. Dalam kristalnya, setiap atom zink
dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam geometri tetrahedron, dan
demikian juga setiap atom oksigen dikelilingi oleh empat atom
zink dalam geometri tetrahedron. Tidak seperti oksida logam putih
yang lain, zink oksida menunjukkan perubahan warna menjadi kuning
pada pemanasan dan kembali menjadi putih pada pendinginan.
Perubahan warna seperti ini yang terjadi oleh karena perbedaan
temperatur, dikenal sebagai sifat termokromik. Perubahan warna zink
oksida tersebut karena pada pemanasan beberapa atom oksigen
hilang dari kisi kristalnya sehingga meninggalkan kisi kristal dalam
keadaan kelebihan muatan negatif dan ini menghasilkan warna yang
berbeda; kelebihan muatan negatif (elektron) dapat di pindahkan via
kisi kristal dengan perbedaan potensial. Jadi, oksida zink ini bersifat
sebagai semi konduktor. Pada pendinginan, atom-tom oksigen yang
keluar dari kisi kristal pada pemanasan tersebut kembali lagi ke
posisi semula sehingga diperoleh warna semula.

Zink oksida merupakan senyawa zink yang paling penting.


Senyawa ini digunakan sebagai pigmen putih, sebagai filter dalam karet,
dan sebagai komponen dalam berbagai glazes, enamels dan
antiseptik.
Kombinasi dengan kromium(III) oksida digunakan sebagai katalisator
dalam pabrik pembuatan metanol.

Pengawetan buku
Sebagian besar kertas murah yang berkualitas rendah seperti
kertas koran akan menghitam dan membusuk oleh karena terjadi
reaksi yang menghasilkan asam dalam serat kertas yang
bersangkutan. Tentu saja hal ini sangat merugikan khususnya untuk
keperluan penyimpanan- arsip. Berbagai usaha untuk mendapatkan
proses yang tidak merusak kertas dan tinta telah dilakukan. Senyawa
yang sangat menjanjikan untuk keperluan tersebut adalah senyawa
organometalik dietilzink, Zn(C2H5)2, yang disintesis pertama kali oleh
Edward Frankland pada tahun 1849. Dalam proses pengawetan yang
diterapkan oleh Library of Congress, sekitar 9.000 buku ditempatkan
dalam suatu ruangan, lalu udara dipompa ke luar, dan ruangan diisi
kembali dengan gas nitrogen murni bertekanan rendah. Hal ini untuk
menghilangkan oksigen karena dietilzink sangat mudah terbakar
menurut persamaan reaksi:

Zn(C2H5)2 (g) + O2 (g) → ZnO (s) + 4 CO2 (g) + 5 H2O (l)

Kemudian, uap dietilzink dipompakan ke dalam ruangan, meresap


ke dalam halaman-halaman buku, dan terjadilah reaksi dengan ion
hidronium (asam) menghasilkan ion zink dan gas etana menurut
persamaan reaksi:
+ 2+
Zn(C2H5)2 (g) + 2 H3O (aq) → Zn (aq) + 2 C2H6 (g) + 2 H2O (l)

Senyawa dietilzink juga bereaksi dengan uap air pada buku


membentuk zink oksida menurut persamaan reaksi:

Zn(C2H5)2 (g) + H2O (l) → ZnO (s) + 2 C2H6 (g)

Zink oksida lebih bersifat basa sehingga mampu berfungsi menjaga


kemungkinan terjadinya asam lagi pada proses pembusukan lebih
lanjut.
Kelebihan dietilzink dan gas etana yang dihasilkan dalam
ruangan dipompa kembali ke luar, dan ruangan dicuci dengan aliran
gas nitrogen dan udara, setelah itu buku-buku baru dapat
dipindahkan. Prosedur ini relatif lambat, memerlukan waktu 3-5 hari.

Komparasi zink dan magnesium

Banyak kesamaan sifat-sifat fisika dan kimia unsur-unsur golongan


2 dengan unsur-unsur golongan 12, terutama berkaitan dengan
2
kemiripan karakter konfigurasi elektronik, ns untuk golongan 2 dan
10 2
(n- 1)d ns untuk golongan 12. Kedua golongan ini membentuk
2
kation dipositif dengan kehilangan elektron ns . Tabel 5.10.2
mengungkap perbandingan sifat fisika dan kimia zink dengan
magnesium.

Dalam beberapa hal logam zink juga mirip dengan


aluminium, misalnya kationnya bersifat asam Lewis kuat dan
terhidrolisis dalam air menghasilkan larutan asam (seperti telah
dibicarakan terdahulu), dan logamnya bersifat amfoterik:
+ 2+
Zn (s) + 2 H3O (aq) + 2 H2O (l) → [Zn(H2O)4] (aq) + H2 (g)
- 2-
Zn (s) + 2 OH (aq) + 2 H2O (l) → [Zn(OH)4] (aq) + H2 (g)

Tabel 5.10.2 Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan magnesium

Karakteristika Zink Magnesium


Jari-jari ionik 74 pm 72 pm
Tingkat oksidasi +2 +2
Warna ion Tak-berwarna Tak-berwarna
2+ 2+
Ion terhidrat [Zn(H2O)6] [Mg(H2O)6]
Garam-garam yang larut klorida, sulfat klorida, sulfat
Garam sukar larut karbonat karbonat
Klorida kovalen, higroskopik kovalen, higroskopik
Hidroksida Amfoterik Basa
5.10.3 Kadmium
Kadmium terdapat dalam mineral “greenockite” , CdS, yang relatif
jarang dan dalam jumlah yang sangat kecil, kurang dari 1 % dalam
beberapa bijih zink. Sebagian besar kadmium diperoleh dari leburan
zink dan endapan lumpur yang diperoleh dari pemurnian elektrolitik
zink. Dalam leburan bijih zink yang mengandung kadmium, kedua
logam direduksi secara bersamaan. Oleh karena kadmium lebih
mudah menguap daripada zink, keduanya dapat dipisahkan dengan
distilasi fraksional. Pemisahan juga dapat dilakukan dengan
pengendapan elektrolitik selektif; kadmium dapat diendapkan pada
voltase yang lebih rendah, karena kurang aktif dibandingkan dengan
zink.
Sebagian besar produksi kadmium dipakai untuk pelapisan
(electroplating) seperti pada besi dan baja untuk mencegah
terjadinya korosi. Untukkeperluan ini dipakaielektrolit larutan
tetrasianokadmat(II),
2-
[Cd(CN)4] , yang dapat dibuat dari reaksi kadmium sianida dengan
natrium sianida. Pada katode ion kadmium tereduksi menjadi
logamnya yang menempel dan melapisi katode (besi / baja).
Pelapisan dengan kadmium tidak hanya lebih tahan terhadap korosi,
tetapi juga lebih mudah dipatri dan kelihatan lebih menarik daripada
pelapisan dengan zink. Kadmium juga banyak dipakai untuk logam
paduan yang memberikansifatantiretak. Batangankadmium juga
dapatdipakaiuntuk absorbsi neutron, dan dengan demikian
mengendalikan terjadinya reaksi berantai.
Kadmium oksida berwarna coklat jika dihasilkan dari
pembakaran kadmium di udara. Alkali hidroksida bereaksi dengan
garam kadmium menghasilkan endapan putih Cd(OH)2 yang larut
dalam amonia dengan
2+
membentuk ion kompleks tetraaminkadmium(II), [Cd(NH3)4] .
Penambahan ion klorida berlebihan pada kadmium klorida, CdCl2,
2-
akan membentuk ion kompleks tetraklorokadmat(II), [CdCl4] .
Kedua ion
kompleks ini, seperti halnya ion zink, mengadopsi geometri
tetrahedron. Kadmium karbonat, fosfat, sianida, dan ferosianida,
semuanya tidak larut dalam air. Semua senyawa kadmium larut
dalam larutan kalium
iodida berlebihan oleh karena terbentuk ion kompleks yang larut,
2-
tetraiodokadmat(II), [CdI4] .
Senyawa paling penting dalam perdagangan saat ini adalah
kadmium sulfida, CdS. Zink sulfida tak berwarna, tetapi kadmium sulfida
berwarna kuning legam, oleh karena itu dapat dipakai sebagai
pewarna. Kadmium sulfida dapat dibuat dari reaksi kationnya dengan
ion sulfida sebagai berikut:
2+ 2-
Cd (aq) + S (aq) → CdS (s)

5.10.4 Raksa
Raksa merupakan logam dengan ikatan metalik terlemah di
antara semua logam, dan satu-satunya logam berfase cair pada
temperatur kamar. Lemahnya ikatan metalik mengakibatkan
tingginya tekanan uap pada temperatur kamar, dan ini sangat
berbahaya karena raksa adalah racun dan jika terhisap oleh
makhluk hidup dapat mengakibatkan kematian. Raksa banyak
digunakan dalam termometer, barometer, panel pengganti listrik, dan
lampu pijar raksa.
Larutan logam dalam raksa disebut amalgam. Sebagai contoh,
natrium amalgam dan zink amalgam digunakan sebagai bahan
pereduksi di laboratorium. Dental amalgam yang mengandung
campuran raksa, perak, timah, dan tembaga digunakan untuk pengisi
gigi yang berlubang. Pemakaian campuran bahan ini cukup beralasan
dengan berbagai pertimbangan bahwa campuran bahan ini
bersifat sedikit mengembang pada saat pembentukan amalgam
sehingga mampu mengkait secara kuat pada permukaan lubang
gigi. Dental amalgam ini tidak mudah pecah oleh benturan-benturan
atau tekanan antar gigi, dan mempunyai koefisien ekspansi termal
rendah sehingga tidak mudah pecah jika terjadi kontak dengan
makanan yang panas. Raksa digunakan terbanyak dalam bidang
pertanian dan hortikultura, misalnya, sebagai senyawa organoraksa
digunakan untuk fungisida dan pengawet kayu.
Ekstraksi raksa
Satu-satunya bijih raksa adalah mineral sinabar, raksa(II) sulfida
- HgS. Kira-kira 75 % logam ini di dunia terdapat sebagai endapan
di Spanyol dan Italia. Banyak bijih raksa mengandung kurang dari 1 %
HgS, sehingga menyebabkan mahalnya logam ini. Raksa secara
sederhana dapat diekstrak dengan pemanasan bijih raksa(II) sulfida
di udara. Logam raksa menguap dan terkondensasi sebagai cairan:
HgS (s) + O2(g)
Hg (l) + SO2 (g)

 
Senyawa-senyawa raksa(II)
Sesungguhnya, semua senyawa raksa(II) mempunyai sifat ikatan
kovalen. Raksa(II) nitrat merupakan salah satu dari beberapa senyawa
2+
raksa yang larut dalam air, dan diduga mengandung ion Hg .
Raksa(II) klorida dapat terbentuk dengan mereaksikan kedua unsur-
unsurnya secara langsung menurut persamaan reaksi:
Hg (l) + Cl2 (g) → HgCl2 (s)
Senyawa ini larut dalam air hangat, tetapi bersifat bukan penghantar
listrik dan sifat ini menunjukkan bahwa dalam larutannya spesies ini
berada sebagai molekul HgCl2, bukan sebagai ion-ionnya. Kelarutan
raksa(II) klorida bertambah dengan penambahan ion klorida
berlebihan
2-
oleh karena terbentuk ion kompleks tetrakloromerkurat(II), [HgCl4] .
Raksa(II) klorida mudah tereduksi oleh timah(II) klorida menjadi
endapan putih raksa(I) klorida, dan kemudian tereduksi lebih lanjut
menjadi logam raksa hitam, dan ini merupakan uji konfirmasi untuk
ion raksa(II) menurut persamaan reaksi:
HgCl2 (aq) + SnCl2 (aq) → Hg2Cl2 (s) + SnCl4 (aq)

Hg2Cl2 (s) + SnCl2 (aq) → 2 Hg (l) + SnCl4 (aq)

Ion iodida mengendapkan ion raksa(II) dari larutannya sebagai


endapan merah oranye HgI2, dan endapan ini larut dalam iodida
berlebihan karena membentuk ion kompleks tetraiodomerkurat(II),
2-
[HgI4] .
Raksa(II) oksida berwarna merah yang dapat terbentuk ketika
o
logam raksa dipanaskan di udara pada suhu ~ 350 C dalam waktu
yang cukup lama:
2 Hg (l) + O2 (g)  2 HgO (s)

Raksa(II) oksida tidak stabil terhadap panas, dan terurai kembali


menjadi logam raksa dan oksigen pada pemanasan yang lebih
kuat. Reaksi dekomposisi ini cukup menarik untuk kegiatan
demonstrasi, sebab warna serbuk merah raksa(II) oksida pada
pemanasan menjadi hilang dan terbentuk butiran-butiran logam
raksa dengan warna keperakan. Namun, tentu saja demonstrasi ini
cukup berbahaya dalam hubungannya dengan kesehatan.
Eksperimen inilah yang dilakukan oleh Joseph Priestly untuk
mendapatkan gas dioksigen murni:
2 HgO (s)
2 Hg (l) + O2 (g)

 
Hidrogen sulfida mengendapkan ion raksa(II) dari larutannya
sebagai endapan hitam, HgS. Endapan yang terbentuk dari interaksi
HgCl2 dengan gas H2S, pada mulanya putih (HgCl2.3HgS),
kemudian kuning dan akhirnya hitam. Pada pemanasan, HgS
berubah menjadi merah terang karena terbentuknya isomer HgS
hitam. HgS larut dalam
larutan natrium sulfida dalam suasana basa berlebihan oleh
2-
karena pembentukan ion kompleks tiomerkurat(II), [HgS2] .

Senyawa raksa(I)
Hal yang menarik bagi kimia raksa adalah kemampuannya
2+
membentuk ion [Hg-Hg] dengan kedua atom raksa terikat oleh satu
ikatan kovalen tunggal, dan dalam kenyataannya tidak dikenal adanya
senyawa sederhana ionik raksa(I). Senyawa raksa(I) klorida, Hg2Cl2, dan
raksa(I) nitrat, Hg2(NO3)2, telah dikenal, tetapi sulfidanya belum pernah
berhasil disintesis. Hal ini dapat dipahami melalui sifat keseimbangan
disproporsionasi sebagai berikut:
2+ 2+
Hg 2 (aq) Hg (l) + Hg (aq)

Nilai tetapan keseimbangan, Kdis, sistem keseimbangan tersebut


-3 o
adalah ~ 6 x 10 pada 25 C. Rendahnya nilai tetapan ini
menunjukkan bahwa dalam kondisi normal kecenderungan ion
raksa(I) untuk terdisproporsionasi sangat kecil. Tetapi, anion sulfida,
2-
S , dengan raksa(II) membentuk senyawa HgS yang sangat sukar
larut, sehingga
-53
pembentukan endapan HgS (Ksp ~ 4 x 10 ) mendorong keseimbangan
tersebut ke arah kanan. Akibatnya reaksi total raksa(I) dengan ion sulfida
tidak akan menghasilkan raksa(I) sulfida melainkan raksa(II) sulfida :
2+ 2-
Hg 2 (aq) + S (aq) → Hg (l) + HgS (s)

5.10.5 Baterai
Penggunaan yang paling umum logam golongan 12 adalah untuk
baterai dalam berbagai tipe sel. Sayangnya, sebagian besar bahan-
bahan baterai cukup beracun sehingga menimbulkan problem dalam
membuang bahan-bahan bekasnya. Baterai alkalin adalah yang paling
populer untuk kebutuhan baterai rumah tangga. Baterai ini terdiri atas
pembungkus zink sebagai anode, batang katode di bagian tengah yang
terbuat dari campuran grafit dan mangan(IV) oksida yang dikompres,
dan larutan kalium hidroksida sebagai elektrolitnya. Reaksi sel yang
terjadi pada proses pemakain arus listrik adalah:
-
Zn (s) + 2 OH (aq) → Zn(OH)2 (s) + 2 e
-
2 MnO2 (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 MnO(OH) (s) + 2 OH (aq)

Persamaan reaksi tersebut menunjukkan bahwa 2 mol ion hidroksida


dibutuhkan dalam reaksi anode dan 2 mol ion hidroksida
dihasilkan kembali dalam reaksi katode. Dengan demikian,
konsentrasi elektrolit relatif tetap dan konsekuensinya potensial sel
baterai juga relatif tetap dengan masa hidup yang tentu saja lebih
panjang daripada sel kering. Baterai raksa dengan zink sebagai anode
telah dibicarakan pada Bab 3 Reaksi Kimia (Kimia Anorganik
Nonlogam).
Baterai NiCad adalah baterai kering yang rechargeable, artinya
dapat dimuati atau diisi kembali jika habis. Baterai ini terdiri atas
kadmium sebagai anode, nikel(III) oksida hidroksida sebagai katode
dan elektrolit ion hidroksida. Pada proses pemakaian atau
pengosongan terjadi reaksi sebagai berikut:
-
Anode : Cd (s) + 2 OH (aq) → Cd(OH)2 (s) + 2 e
-
Katode : 2 NiO(OH) (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 Ni(OH)2 (s) + 2 OH (aq)

Pada proses pengisian kembali terjadi reaksi sebaliknya. Perlu dicatat


bahwa nikel(III) hanya stabil dalam basa dan padatan-padatan tak
larut kedua nikel-hidroksida; ini berarti bahwa kation tidak
mengalami migrasi yang terlalu jauh dari permukaan logam,
sehingga untuk keperluan pengisian kembali reaksi sebaliknya
dapat berlangsung di tempat yang sama. Pemakaiannya pada
komputer portabel (Note Book) dengan charging memory memerlukan
perhatian khusus. Fenomena yang tak umum ini berarti bahwa jika
baterai NiCad dikosongkan hanya sebagian atau tidak tuntas dan
kemudian diisi kembali, maka baterai ini hanya akan mengingat
hingga tingkatan semula ketika dikosongkan tidak tuntas. Akibatnya,
baterai ini pada pemakaian atau pengosongan akan berhenti pada
tingkatan tersebut. Jadi, sangat penting untuk mengosongkan
bateri ini hingga tuntas sebelum diisi kembali.

5.10.6 Soal-Soal Logam Golongan 12


1. Tulis persamaan reaksi:
(a) logam zink + bromin cair
(b) padatan zink karbonat dipanaskan
(c) larutan ion zink(II) + larutan amonia
(d) padatan zink karbonat dipanaskan
(e) padatan raksa(II) sulfida dipanaskan di udara
(f) ) larutan raksa(II) klorida + larutan timah(II) klorida
2. Jelaskan secara ringkas mengapa logam zink, kadmium, dan
raksa, tidak termasuk golongan logam-logam trnsisi, demikian
2
juga tidak termasuk golongan logam-logam alkali tanah (ns ).
3. Bandingkan kesamaan/perbedaan sifat-sifat (a) zink dengan
magnesium, dan (b) zink dengan aluminium.
4. Raksa(II) iodida tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan
kalium iodida. Jelaskan �
5. Jelaskan susunan baterai NiCad, dan cara pengisisan kembali�
6. Jelaskan salah satu proses pengawetan buku dengan bahan
pengawet dari senyawa zink.
7. Tulis persamaan reaksi yang menunjukkan sifat amfoterik logam
zink:
+
(a) Zn (s) + H3O (aq) + H2O (l) →
-
(b) Zn (s) + OH (aq) + H2O (l) →
8. Tulis persamaan reaksi untuk sifat-sifat senyawa raksa berikut:
(a) HgCl2 (aq) + SnCl2 (aq) →
(b) Hg2Cl2 (s) + SnCl2 (aq) →
(c) HgI2 (s) + KI (aq) →
9. Jelaskan mengapa reaksi antara ion raksa(I), Hg 2+, dengan ion
2-
sulfida, S , membentuk endapan raksa(II) sulfida. 2

0
DAFTAR PUSTAKA

Barnard, A.K.(1965). Theoretical Basis of Inorganic Chemistry. New York:


McGraw-Hill Publishing Company
Chang, R. (1991). Chemistry, Forth Edition. New York: McGraw-Hill, INC.
Cotton, F.A., and Wilkinson, G.(1972). Advanced Inorganic Chemistry,
Third Edition. New York: Interscience Publishers
Cotton, F.A., and Wilkinson, G. (1976) Basic Inorganic Chemistry. New
York: John Wiley & Sons, INC.
Day, JR, M.C., and Selbin, J.(1969). Theoretical Inorganic Chemistry.
New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Dorain, P.B. (1965) Symmetry in Inorganic Chemistry. London: Addison-
Wesley Publishing Company, INC.
Douglas, B.E., and McDaniel, D.H. (1965). Concepts and Models of
Inorganic Chemistry.London: Blaisdell Publishing Company.
Greenwood, N. N., and Earnshaw, A. (1989). Chemistry of The Elements.
Oxford: Pergamon Press.
Hamm, D. I. (1969) Fundamental Concepts of Chemistry. New York:
Meredith Corporation,
GLoSARIUM

Bilangan koordinasi: adalah bilangan yang menyatakan banyaknya


bola atom atau ion pengeliling yang menyentuh atom atau
ion lain sebagai atom pusatnya.
Derajad ikatan (bond order): adalah bilangan yang harganya setengah
dari selisih elektron-elektron yang menempati orbital ikat
dengan yang menempati orbital antiikat untuk dua atom
yang berikatan, yang melukiskan tingkat kekuatan relatif ikatan
yang bersangkutan.
Diamagnetik: adalah sifatinteraksi menolak dari medan terinduksiorbital-
orbital penuh elektron suatu spesies terhadap medan magnetik
dari luar. Oleh karena itu spesies paramagnetik mempunyai
nilai negatif pada suseptibilitas magnetiknya (χ).
Elektron antiikat (elektron anti bonding): adalah elektron-elektron yang
menjadi milik bersama antara dua atom yang mengadakan
ikatan, tetapi berada dalam orbital molekular antiikat sehingga
memperlemah terjadinya ikatan antara atom-atom yang
bersangkutan.
Elektron ikat (elektron bonding): adalah elektron-elektron yang menjadi
milik bersama antara dua atom yang mengadakan ikatan dan
berada dalam orbital molekular ikat sehingga memperkukuh
terjadinya ikatan antara atom-atom yang bersangkutan.
Elektron inti (core electron): Elektron-elektron yang menempati energi
dibawah pita valensi.
Elektron nonikat (elektron nonbonding): adalah elektron-elektron yang
tidak terlibat dalam pembentukan ikatan, jadi hanya dipengaruhi
oleh salah satu atom pemiliknya saja.
Energi kisi: adalah energi yang dibebaskan apabila ion-ion dalam
keadaan gas bergabung untuk menghasilkan satu mole senyawa
ionik kristalin.
Hibridisasi: adalah perubahan yang melukiskan terjadinya peleburan 2-3
macam orbitalyangenergiawalnya masing-masing tidak setingkat
menjadi 2-3 orbital gabungan baru yang disebut sebagai orbital
hibrida dengan energi yang setingkat. Misalnya, satu orbital s
dan tiga orbital p dapat membentuk empat orbital hibrida sp3;
satu orbital s, tiga orbital p, dan satu orbital d, dapat membentuk
lima orbital hibrida sp3d; dalam hal ini numerik superskript
menyatakan banyaknya orbital yang terlibat.
Ikatan ��: adalah model tumpang-tindih dengan sumbu ikat internuklir
terletak pada rapatan elektron ikat. Ikatan π adalah model
tumpang-tindih dengan sumbu ikat internuklir terletak pada
satu bidang simpul.
Insulator: adalah material yang tidak mampu menghantar aliran
listrik oleh sebab adanya celah energi yang cukup lebar antar
pita energi “isi” dengan pita energi “kosong” sehingga elektron
tidak mampu melintasinya.
Kemas rapat (closest pack): adalah model tataan atom-atom yang
dilukiskan sebagai bola dengan ukuran homogen serapat
mungkin.

334 Kimia Anorganik Logam


Ligan: adalah gugus atom netral atau ion yang mampu bertindak
sebagai basa Lewis yaitu menyediakan pasangan elektron
menyendiri untuk mengadakan ikatan koordinasi dengan
atom pusat dalam senyawa kompleks. Ligan dengan dengan 1,
2, 3, 4, 5, 6 atom donor, masing-masing disebut sebagai ligan
monodentat, didentat, tridentat, tetradentat, pentadentat,
heksadentat.
Momen magnetik, µs: adalah ukuran sifat magnetik suatu spesies yang
dinyatakan dengan satuan Bohr Magneton, BM; momen
magnetik spin only = µs ,
Orbital atomik: adalah ruang sekitar atom yang melukiskan peluang
mendapatkan elektron yang mungkin ada bagi atom yang
bersangkutan.
Orbital molekular: adalah gabungan orbital atomik dari dua atom
atau ion membentuk orbital baru bersama tempat elektron-
elektron dipengaruhi bersama kedua atom yang bersangkutan.
Paramagnetik: adalah sifat momen magnetik permanen yang dimiliki
oleh suatu spesies yang ditimbulkan oleh momentum sudut
spin dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan.
Oleh karena itu spesies paramagnetik mempunyai nilai positif
pada suseptibilitas magnetiknya (χ).
Pasangan elektron mandiri (lone pair of electron): adalah pasangan
elektron yang terlokalisasi pada satu atom (pemilik) saja; berbeda
dari pasangan elektron ikatan yang terlokalisasi antara dua
atom (atau lebih) sebagai pemilik bersama.
Pita energi: adalah energi orbital-orbital molekular yang sangat
berdekatan satu dengan lainnya sedemikian sehingga tidak ada
lagi celah melainkan berupa “pita” berkelanjutan.
Pita konduksi: Pita energi tertinggi setelah pita valensi tempat elektron
dapat menjelajah secara bebas sebagai penghantar listrik.
Elektron-elektron pada pita ini disebut elektron konduksi.

Glosarium 335
Pita valensi: adalah pita energi tertinggi yang penuh berisi elektron.
Rapatan muatan (ρ): adalah muatan ion (jumlah unit muatan dikalikan
dengan muatan proton dalam satuan coulomb, C) dibagi satuan
volume.
Semikonduktor: adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator.
Senyawa kompleks: senyawa yang terdiri atas atom pusat dan
ligan sebagai gugus pengeliling dengan atau tanpa ion penetral.
Atom pusat ini sering merupakan kelompok transisi. Ikatan
antara atom pusat dengan ligan adalah ikatan koordinasi
dengan atom donor dari ligan yang bersangkutan; oleh karena
itu sering disebut sebagai senyawa koordinasi, dan ini
mencakuo kelompok non- transisi sebagi atom pusat.
Suseptibilitas magnetik (χ): adalah sifat kerentanan magnetik suatu
spesies terhadap pengaruh medan magnetik dari luar;
penentuan dengan mengukur perbedaan massa spesies ini
jika ditimbang dengan dan tanpa medan magnetik
menghasilkan suseptibilitas magnetik massa (χg); suseptibilitas
magnetik molar, χM = χg dikalikan massa rumus spesies (Mr).
Unit sel atau satuan sel: adalah tataan (bola-bola) atom paling sederhana
yang apabila pada pengulangan diperoleh seluruh bangun
kristal.
Unsur-unsur transisi: secara umum diartikan sebagai kelompok unsur
yang pengisian konfigurasi elektronnya menurut diagram aufbau
terjadi pada orbital d dan f. Kelompok transisi d terdiri atas
tiga seri yaitu 3d, 4d, dan 5d. Kelompok f yang sering juga
disebut sebagai logam tanah jarang atau kelompok transisi
dalam (inner transisition) terdiri atas 2 seri yaitu 4f (lantanoida)
dan 5f (aktinoida).
0

336 Kimia Anorganik Logam


LAMPIRAN

GEOMETRI KEMAS RAPAT DALAM


SENYAWA PADATAN
Tujuan Kegiatan
Tujuan utama kegiatan ini adalah mempelajari geometri kemas
rapat untuk memperoleh gambaran struktur geometri khususnya
senyawa padatan ionik.
Pendahuluan
Padatan suatu senyawa ionik dapat dipandang seperti halnya
kemas rapat atom-atom logam. Tataan atom-atom, molekul-molekul,
atau ion- ion dalam pola yang teratur dan berulang disebut suatu kisi
ruang. Sifat tataan ini ditentukan oleh tiga faktor utama:
(1) bentuk dan ukuran relatif atom, molekul atau ion
(2) sifat arah dan kekuatan relatif ikatan kimia, dan
(3) energi termal sistem.
Dua tipe model yang diterapkan yaitu (1) model pengisian
rongga dengan bola-bola yang mewakili atom atau ion dikemas
mendekat satu sama lain, dan (2) model ekspansi “bola dan tangkai”
(ball and stick) dengan bola-bola (atom atau ion) ditahan secara
terpisah oleh tangkai penghubung. Tangkai penghubung dalam
struktur kristal model ”bola
dan tangkai” sering mewakili ikatan-ikatan kovalen, misalnya dalam
intan, tetapi sering pula bukan misalnya dalam NaCl; apapun jenis
ikatannya, tangkai penghubung melukiskan“kisi kristal” yang
bersangkutan.
PadakegiatanberikutiniAndaharusmelakukankegiatanpengemasan
bola-bola dan melakukan pengamatan sesuai dengan petunjuk dan
melengkapi isian di tempat kosong pada lembar kerja yang tersedia
untuk memperoleh pemahaman perihal kemas rapat zat padat.
Alat dan Bahan
Untuk pelaksanaan kegiatan “praktikum” dalam pokok bahasan
geometri kemas rapat diperlukan sejumlah tertentu, kira-kira 100-150
bola ping-pong dengan ukuran sama dan paling tidak terdiri atas
dua warna, dan bola-bola lain yang lebih kecil ukurannya (misalnya bola
karet, kelereng, dan gotri) untuk setiap kelompok (2 praktikan).
Peralatan yang digunakan yaitu“electrical gluegun”(lem-pestol) untuk
perekat antar bola- bola. Dan untuk mengukur ukuran diameter bola
dipakai“jangka sorong”. Jenis lapisan bola yang telah direkatkan
satu sama lain bisa disiapkan sebelumnya, sehingga praktikan tidak
perlu merekatkannya.
LEMBAR
KERJA SOAL 1
GEOMETRI KEMAS RAPAT DALAM PADATAN
Nama : ....................................................
Hari / tanggal : ....................................................

Efisiensi Kemasan Bola


Gunakan sejumlah bola pingpong untuk berbagai pola tataan
dan bola-bola kecil lainnya dengan berbagai ukuran untuk
menyelesaikan tugas berikut ini.
(1)Atur bola-bola (a) secara sebelah menyebelah (side by side) dalam
satu bidang datar / satu lapis, dan (b) secara paling rapat satu
sama lain seperti direpresentasikan pada Gambar 1.

338 Kimia Anorganik Logam


Berapa jumlah bola secara maksimal mampu menyentuh satu
bola yang lain dalam satu lapis untuk masing-masing tataan ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . bola untuk (a) dan.......................bola untuk (b).
Dengan demikian kemasan lapis mana yang paling rapat, (a) atau kah (b) ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Oleh karena itu, suatu bangun geometri yang disusun oleh lapis-lapis
(a) bukanlah merupakan kemas rapat sedangkan bangun
geometri yang disusun oleh lapis-lapis (b) merupakan kemas rapat.
Tataan lapis
(b) sering pula disebut lapis heksagon (perhatikan bidang
segienam/ heksagon yang dilukiskan dengan titik-titik).

Gambar 1 Model kemas lapis sebelah-menyebelah, “side by side” (a), kemas


rapat lapis heksagon (b), kubus sederhana (c), dan kubus pusat badan (d)

Lampiran 339
(2)Jika model tataan (a) pertama ditumpangi oleh tataan (a) kedua,
ketiga dan seterusnya (minimal lakukan untuk tiga lapisan)
sedemikian sehingga setiap bola persis lurus di atas bola yang lain,
maka diperoleh pola kemasan lapis A, A, A. Berapa jumlah bola-
bola yang menyentuh setiap bola yang lain pada kemasan lapis A,
A, A ini ?
Jawab..........................bola. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(bilangan koordinasi suatu atom/bola “pusat” didefinisikan sebagai
jumlah atom/bola pengeliling yang menyentuh satu
atom/bola“pusat’ tersebut). Untuk memperoleh bangun
geometri model ini cukup diwakili oleh dua lapis saja, A, A dan
masing-masing lapis cukup terdiri atas empat bola saja; bangun apa
yang terjadi (lihat Gambar 1c).
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(3)Jika ”rongga” antara kedua lapis A, A tersebut ditempati satu bola
lagi yang sama ukurannya hingga tepat menyentuh semua bola,
maka kedua lapis bola A - A akan mengalami ekspansi
(pemekaran), dan hasilnya berupa bangun........(Gambar 1d).
Bangun
ini mempunyai bilangan koordinasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jadi bangun mana yang lebih rapat antara Gambar 1c dan 1d ? . . . . . . . . . . . .
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
......

Kedua bangun hasil kemasan model lapis (a) tidak termasuk


”kemas rapat” (closed packing) atau ”kemas terapat” (closest
packing), sebab memang kemasan ini masih dapat diubah untuk
menjadi lebih rapat lagi.

Kemas rapat heksagonal dan kemas rapat kubus


Ada dua kemungkinan tataan untuk kemas rapat bola-bola
berukuran sama, yaitu (i) kemas rapat heksagonal (hexagonal closest-
packing, hcp), dan (ii) kemas rapat kubus pusat muka (cubic closest-
packing, ccp atau face-centred cubic closest-packing, fcp). Kedua
tataan ini menggunakan lapis heksagon (Gambar 1b) dan
mewakili suatu cara yang paling efektif untuk mengemas bola-
bola agar menempati ruangan / rongga secara maksimal terhadap
ruangan yang ada. Untuk lebih mudah sering salah satu lapis cukup
diwakili oleh tiga bola saja.
(4a) Untuk mengamati kemas rapat heksagonal (hcp), tempatkan pola
segitiga-tiga bola (pertama) mendatar di atas meja, kemudian
tumpangkan pola heksagon-tujuh bola di atas-nya sehingga
bola- bola heksagon tepat menempati ruangan / rongga antara
bola-bola segitiga, dan selanjutnya tumpangkan lagi pola segitiga-
bola kedua di atas pola heksagon sedemikian sehingga bola-bola
segitiga-bola kedua ini tepat lurus di atas bola-bola segitiga-bola
pertama (Gambar 2a). Pola tumpang-atas demikian ini terus
berlanjut secara sama, dan hasilnya disebut kemas rapat
heksagonal (hcp) ; jika bola-bola satu lapis tepat lurus di
bawah / di atas bola-bola satu lapis yang lain, ke dua lapis ini
dinyatakan dengan label yang sama, misalnya lapis A, tetapi bagi
bola-bola satu lapis lain yang tidak tepat lurus di atas / di
bawahnya melainkan menempati rongga-rongga antar bola maka
lapis ini dinyatakan dengan label lain misalnya lapis B, demikian
seterusnya. Maka, sesungguhnya kemas rapat heksagonal ini
mengikuti pola tumpang atas lapis secara bergantian A, B, ,
, ,
........ ........ ........
, ,dan seterusnya.
Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola “pusat”
pola geometri hcp ini ? Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . .bola, yang terdiri atas. .bola
pada lapis yang sama dan masing-masing..............bola pada lapis di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.

(4b) Secara sama susunlah tumpang-atas pola hcp yang lain, dengan
menggunakan lapisan heksagon-tujuh bola sebagai lapis pertama,
lapisan segitiga tiga bola sebagai lapis kedua, dan sekali lagi
heksagon-tujuh bola sebagai lapis ketiga (Gambar 2b) ;
perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap sama seperti hcp
(4a) ? Jawab: (Ya / Tidak, yaitu ). Adakah perbedaan geometri
antara (4a) dan
(4b) ? Jawab : (Ya / Tidak) . . . . . .

Untuk menguji kebenaran jawaban ini kerjakan kegiatan (4c)


berikut.
Gambar 2 Berbagai kemungkinan kemas rapat tumpang-atas

(4c) Ulangi susunan kemasan model hcp minimal tiga tumpukan


lapis, namun setiap lapis menggunakan lapis heksagon tujuh
bola. Tentukan salah satu bola sebagai bola “pusat”, kemudian
hitung bola lain yang menyentuhnya (Gambar 2c). Berapa
bilangan koordinasi setiap bola ini ? (Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . ). Pegang
pola kemasan hcp ini dan terawangkan pada cahaya lampu (TL /
neon pada langit-langit atap) dengan memejamkan salah satu
mata Anda; apa yang dapat Anda perhatikan pada jalannya
berkas sinar lampu tersebut ketika mengenai kemasan hcp?
Jawab :
...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

Alternatif lain, biarkan kemasan model hcp ini (Gambar 2c) di atas
meja kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang
lidi ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola.
Apa yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi ini terhadap
rongga- rongga kemasan hcp ?
Jawab :
...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

(5a) Untuk mengamati kemas rapat kubus atau kubus pusat muka
(fcc), susunlah kemasan hcp seperti pada (4a), pegang lapis
segitiga- tiga bola teratas dan putarlah mendatar 600 (searah
atau melawan
arah putaran jarum jam). Bola-bola lapisan segitiga-bola teratas ini
sekarang tidak lagi tepat lurus di atas bola-bola lapisan segitiga-bola
pertama (lapis paling bawah) melainkan lurus di atas rongga-
rongga di antaranya. Pola tumpang-atas demikian ini terus berlanjut
secara sama, dan hasilnya disebut kemas rapat kubus pusat muka
(fcc) ; maka sesungguhnya kemas rapat kubus pusat muka ini
mengikuti pola tumpang atas lapis secara bergantian A, B, . . . . . . . ., . . . . . . . ., .
, . . . . . . . ., ,
.......

dan seterusnya.
Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola-pusat
pola geometri ccp atau fcc ini ? Jawab : . . . . . . . . bola, yang terdiri atas
........

bola pada lapis yang sama dan masing-masing bola pada lapis
di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(5b) Secara sama susunlah tumpang-atas pola fcc yang lain, namun
sekarang menggunakan tiga lapisan heksagon-tujuh bola (Gambar
2e); perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap sama seperti
fcc sebelumnya (5a) ? Jawab : Ya / Tidak, yaitu ?. Pegang pola
kemasan fcc ini dan terawangkan pada cahaya lampu (TL) dengan
memejamkan salah satu mata Anda ; apa yang dapat Anda
perhatikan pada jalannya berkas sinar lampu ketika mengenai
kemasan fcc?
Jawab :
.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

Alternatif lain, biarkan kemasan fcc ini (Gambar 2e) di atas meja
kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang
lidi ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola. Apa
yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi terhadap rongga-
rongga kemas rapat fcc ini ?
Jawab :
.....................................................................................................................
................
.....................................................................................................................
................

(6) Istilah kemas rapat kubus pusat muka (fcc) untuk kegiatan 5a-b
terse- but sering membingungkan, karena tidak langsung
menampakkan
geometri kubus pusat muka. Untuk itu perhatikan contoh geometri
kubus pusat muka yang tersedia di laboratorium sebagaimana
ditam- pilkan Gambar 3. Bangun ini diwakili oleh empat belas bola
yang ter- diri atas delapan bola yang menempati ke-delapan sudut
kubus dan enam bola yang menempati ke-enam pusat bidang
muka kubus. Se- lidikilah secara hati-hati ke-empatbelas bola ini.
Berapa bola dalam bidang yang sama menyentuh bola-pusat pada
setiap muka kubus ?.

Jawab : bola.
Apakah setiapbidangmuka kubus ini
merupakan lapisan kemas ter-rapat ?.
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jadi harus melalui sumbu atau diagonal


mana kubus ini dipandang agar
menunjukkan lapis- lapis kemas terapat ?.
Jawab :
...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

(Beri tanda atau arsir yang sama bagi bola-bola yang menyusun
lapis yang sama dan tulislah pula label masing-masing lapisnya A,
B, dst. untuk Gambar 3)
Kepada Anda disediakan seperangkat bola (berwarna)
tertentu, coba kemaslah sedemikian sehingga membentuk
bangun kubus pusat muka di mana setiap lapis mempunyai
warna yang sama, kemudian bandingkan hasilnya dengan Gambar
3 yang telah diarsir. (Tunjukkan hasil ini pada Asisten Anda, dan
mintalah tanda tangan sebagai bukti di sini....)

Geometri Tetrahedron (dalam Kubus)


Tempatkan pola segitiga-bola medatar di atas meja
kemudian tumpangkan satu bola tepat di atas rongga segitiga-
bola ini. Maka rongga yang terjadi oleh susunan ke-empat bola ini
disebut sebagai
rongga tetrahedral, sebab pusat masing-masing dari keempat
bola yang membangun rongga ini menempati titik-titik sudut
bangun tetrahedron.
Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke
dalam rongga ini kemudian ujilah bola kecil mana yang tepat
tersentuh oleh ke-empat bola bangun tetrahedron yang saling
bersentuhan ; hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkocoknya,
jika terlalu kecil maka akan menimbulkan suara kocokan, dan
oleh karena itu lanjutkan dengan mengganti bola kecil lain
hingga diperoleh ukuran yang paling tepat. Selanjutnya ukur
diameter atau jari-jari masing-masing bola besar (pingpong) dan
bola kecil yang tepat menempati rongga tetrahedron, kemudian
hitung rasionya. (Catatan : r+ merupakan jari-jari kation yang
biasanya lebih pendek dan r- merupakan jari-jari anion yang
biasanya lebih panjang).
Diameter bola kecil = . . . . . . . . , maka jari-jarinya = (r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . , maka jari-jarinya = (r-)

Rasio jari-jari : =. . . . . . . . , atau = ........


Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji secara
matematik dengan pertolongan Gambar 4a, yaitu suatu bangun
geometrikubuspusatbadan(denganpanjangrusuka). Sesungguhnya
suatu kubus tersusun oleh dua bangun geometri tetrahedron
dengan diagonal muka kubus sebagai sisi-sisinya, yaitu ABCD
dan EFGH dan M sebagai pusat kubus maupun “pusat”
tetrahedron ; namun sesungguhnya hanya salah satu bangun
tetrahedron saja yang keempat bola sudutnya mampu
menyentuh bola pusat M, dan keempat bola sudut tetrahedron
yang lain tidak mungkin menyentuh bola pusat M sebab jika
dipaksakan menyentuh bagi semua bola kedua tetrahedron,
hasilnya tentulah geometri kubus pusat badan (bilangan koordinasi
delapan). Oleh karena itu diambil salah satu saja bangun
tetrahedron ABCD misalnya.
Gambar 4 Geometri tetrahedron (a), oktahedron (b), dan kubus
pusat badan (c) dalam perspektif bangun kubus

Selanjutnya bayangkan bahwa bola M yang menempati


rongga tetrahedron menyinggung keempat bola ABCD yang
saling bersinggungan. Hitung rasio jari-jari bola pingpong (A = B =
C = D) dengan bola rongga (M).
Petunjuk : (�3 = 1,732 ; �2 = 1,414)

(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan


ukuran panjang dengan a
(ii) nyatakan panjang diagonal muka CD dan diagonal badan /
ruang ED (kemudian MD) dengan r+ dan atau r- , dan a .
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya.
Jawab :
...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau = ........


(Bandingkan dengan hasil pengukuran Anda)
Geometri Oktahedron (dalam Kubus Pusat Muka)
Tempatkan pola segitiga-bola medatar pertama di atas
meja, tumpangkan pola segitiga-bola medatar kedua sedemikian
sehingga setiap bola segitiga kedua tepat di atas bola segitiga
pertama, kemudian putar segitiga-bola kedua ini 600. Maka
rongga yangterjadi oleh susunan ke-enam bola ini disebut sebagai
rongga oktahedral , sebab pusat masing-masing dari keenam
bola yang membangun rongga ini menempati titik-titik sudut
bangun oktahedron.
Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke
dalam rongga ini kemudian ujilah bola kecil mana yang tepat
tersentuh oleh ke-enam bola bangun oktahedron yang saling
bersentuhan ; hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkocoknya,
jika terlalu kecil maka akan menimbulkan suara kocokan, dan
oleh karena itu lanjutkan dengan mengganti bola kecil lain
hingga diperoleh ukuran yang paling tepat menyinggung
keenam bola oktahedron. Selanjutnya ukur diameter atau jari-
jari masing-masing bola besar (pingpong) dan bola kecil yang
tepat menempati rongga tetrahedron, kemudian hitung rasionya.
Diameter bola kecil =. . . . . . . . , maka jari-jarinya =........(r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . , maka jari-jarinya =........(r-)

Rasio jari-jari : =. . . . . . . . , atau = ........


Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji
secara matematik dengan pertolongan Gambar 4b, yaitu suatu
bangun geometri kubus pusat muka (dengan panjang rusuk a)
dimana keenam titik sudut bangun oktahedron merupakan titik-
titik pusat muka kubus yang bersangkutan. Selanjutnya
bayangkan bahwa bola M yang menempati rongga oktahedron
menyinggung ke-enam bola ABCDEF yang saling bersinggungan.
Hitung rasio jari-jari bola pingpong dengan bola rongga .
Petunjuk : (�2 = 1,414)
(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan
ukuran panjangdengan a
(ii) nyatakan panjang BM (= MC) dan BC dengan r+ dan atau r- , dan a.
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya.
Jawab :
...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

...........................................................................................................................
..........

Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau = ........

(Bandingkan dengan hasil pengukuran Anda)

Mana yang lebih besar, rongga tetrahedral ataukah rongga


oktahedral ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Geometri Kubus Pusat Badan


Tempatkan pola segiempat-bola paralel menyamping (side
by side) medatar pertama di atas meja, tumpangkan pola
segiempat- bola medatar kedua di atasnya sedemikian sehingga
setiap bola lapis kedua tepat lurus di atas bola lapis pertama
membentuk kubus sederhana. Maka susunan geometri ke-
delapan bola kubus ini menghasilkan rongga kubus pusat badan.
Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke
dalam rongga ini kemudian ujilah apakah bola kecil ini tepat
tersentuh oleh ke-delapan bola bangun kubus sedehana yang
saling bersentuhan tiap sisi-sisinya ; hal ini dapat dilakukan
dengan cara mengkocoknya, jika terlalu kecil maka akan
menimbulkan suara kocokan, dan oleh karena itu lanjutkan
dengan mengganti bola kecil lain hingga diperoleh ukuran yang
paling tepat. Selanjutnya ukur diameter atau
jari-jari masing-masing bola besar (pingpong) dan bola kecil
yang tepat menempati rongga pusat kubus, kemudian hitung
rasionya.
Diameter bola kecil =. . . . . . . . , maka jari-jarinya =........(r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . , maka jari-jarinya =........(r-)

Rasio jari-jari : =. . . . . . . . , atau = ........


Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji
secara matematik dengan pertolongan Gambar 4c, yaitu suatu
bangun geometrikubuspusatbadan(denganpanjangrusuk a )
dimanasetiap dua bola yang membangun sisi kubus selalu saling
bersentuhan. Selanjutnya bayangkan bahwa bola M yang
menempati rongga kubus pusat badan menyinggung ke-delapan
bola ABCD-EFGH yang saling bersinggungan pada bagian sisinya.
Hitung rasio jari-jari bola pingpong dengan bola rongga .
Petunjuk : ( v3 = 1,732)
(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan
ukuran panjang dengan a
(ii) nyatakan panjang DH dan HM ( = DM) dengan r+ dan atau
r- , dan a.
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya.
Jawab :
.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau = ........


(Bandingkandenganhasilpengukuran Anda, apakahsesuai ? (Ya /
Tidak )
Mana yang lebih besar, rongga tetrahedral, rongga
oktahedral, ataukah rongga kubus pusat badan ?
Jawab : ....................................................................................................................
Identifikasi Rongga Tetrahedral dan Oktahedral
Ada dua tipe rongga (lubang) antara bola-bola dalam
tataan kemas rapat, yaitu rongga tetrahedral dan rongga
oktahedral. Jumlah rongga tetrahedral adalah dua kali jumlah
rongga oktahedral. Untuk mengetahui hubungan jumlah dan tipe
rongga, perlu diingat bahwa pada penyusunan kemas rapat untuk
bangun geometri tetrahedron dan oktahedron tersebut, bola-bola
lapis kedua hanyalah menempati setengah rongga saja yaitu di
bagian atas lapis pertama (bagian bawah lapis pertama tentu
juga menghasilkan jumlah rongga yang sama). Ronga-rongga lapis
pertama yang ditempati bola-bola lapis kedua menghasilkan
rongga tetrahedral, dan rongga-rongga lapis pertama yang tidak
ditempati bola-bola lapis kedua menghasilkan rongga
oktahedral.
Susun suatu lapis heksagon yang terdiri atas duabelas bola,
Gambar 5 (a), danternyatajugaterdapatduabelasrongga.
Susunlapis hekasagon lain (b) yang merupakan ”kebalikan” dari (a) .
Selanjutnya tumpangkan lapis (b) di atas lapis (a) menurut model
kemas rapat lapis A,B, (c), yaitu semua bola lapis (b) menempati
bagian rongga-
rongga bola lapis (a). Identifikasi atau tandai tipe dan jumlah
rongga- rongga yang terbentuk antara kedua lapis ini (misalnya
warna merah untuk rongga-rongga tetrahedral dan warna biru
untuk rongga- rongga oktahedral).

Gambar 5 Model kemas lapis heksagon (a,b), dan kemas rapat lapis A,B, (c)

UntukmengujikebenaranhasilidentifikasiAnda,terawangkanlah
kemas dua lapis (c) ini pada lampu (TL) ; rongga-rongga yang
tembus cahaya adalah rongga................................., dan rongga yang
tidak tembus adalah rongga....................................Alternatif lain yaitu
tusukkan sebatang lidi lurus ke dalam masing-masing rongga,
rongga yang tembus tusukan adalah rongga..................., dan
rongga
yang tidak tembus tusukan adalah rongga.............................Kerjakan
identifikasi tipe rongga tersebut pada Gambar 5(c). Berapa
jumlah masing-masing rongga tetrahedral dan jumlah rongga
oktahedral ? Jawab :
.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

Jadi setiap antara dua lapis heksagon kemas rapat, terdapat


jumlah rongga tetrahedral dua kali lipat jumlah rongga oktahedral.
Senyawa ionik padatan, anion (ukuran lebih besar) sering
tersusun secara kemas rapat, fcc atau hcp, dan kation (ukuran
lebih kecil) sering menempati rongga-rongga tersebut baik semua
rongga atau sebagian saja bergantung pada stoikiometri
spesies yang bersangkutan. Dalam struktur kemas rapat yang
sesungguhnya ukuran kation benar-benar tepat dalam rongga
yang bersangkutan, namun kenyataannya terdapat banyak
struktur kristal dapat dipertahankan meskipun ukuran kation
tidak terlalu tepat dengan ukuran rongganya.
Komentar dan tanda tangan Asisten :
.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................

.....................................................................................................................
................
( ........................................) Nilai : ............
TENTANG PENULIS

K ristian Handoyo Sugiyarto dilahirkan di Solo,


15 September 1948, lulus Sarjana Muda
Pendidikan Kimia dari IKIP Negeri Surakarta pada
tahun 1972, Sarjana Pendidikan Kimiadari IKIP
NegeriYogyakarta pada tahun 1978. Studi lanjut
untuktingkat Master of Science by Research dalam
bidang Kimia Anorganik atas biaya Pemerintah
Australia (ADAB) diselesaikan pada tahun 1984-
1987 di The School of Chemistry,
University of New South Wales, Australia; untuk tingkat Ph.D. pada
bidang yang sama dan di tempat yang sama diselesaikan pada
tahun 1989-1992. Kegiatan Post Doctoral dalam bidang dan
spesialisasi yang sama diselesaikan pada tahun 1995-1997 atas biaya
UNSW, dan dalam bidang Kimia Analitik-Anorganik diselesaikan pada
September 2002- April 2003 di Shizuoka University, Jepang atas biaya
JICA. Bidang Kimia Anorganik yang ditekuni baik selama studi maupun
post-doct sebagian besar berkaitan dengan senyawa kompleks besi(II)
dan nikel(II) dengan berbagai ligan organik beratom donor nitrogen,
dan ini menghasilkan 17 publikasi internasional dalam berbagai jurnal
tentang karakteristik transisi-spin dalam senyawa kompleks besi(II),
yakni pada Australian Journal of Chemistry, Dalton Transactions,
Advanced Functional Materials, Malaysian Journal of Chemistry, dan
Chemical Physics Letters. Posisi Guru Besar dalam bidang Kimia
Anorganik Transisi berhasil diraihnya pada Jurusan Pendidikan Kimia
Universitas Negeri Yogyakarta. Oleh karena itu buku ini, Kimia
Anorganik Transisi yang terkait dengan pengalaman yang
signifikan, didedikasikan kepada siapa saja untuk menolong
pemahaman yang lebih baik dalam bidang ini. Spesialisasi ini
menyangkut atas sifat magnetik dan spektrum elektronik senyawa
kompleks yang dibahas relatif rinci dalam buku ini. Seseorang yang
pantas menerima ucapan terima kasih karena peran-jasa yang paling
besar dalam mewujudkan bidang spesialisasi ini adalah Prof. H. A.
Goodwin (UNSW), baik ketika sebagai supervisor selama studi,
partner-kerja dalam penelitian maupun sebagai pemberi dana untuk
visiting academic.

Retno Dwi Suyanti dilahirkan di Solo, Jateng pada


26 Januari 1967. Lulus SDN 1 Klodran th 1979,
lulus
SMPN 2 Surakarta 1982, Lulus SMAN 2 Surakarta
1985. Pada tahun 1985 diterima sebagai
mahasiswa IKIP Yogyakarta (sekarang UNY) melalui
jalur PMDK, gelar sarjana pendidikan kimia
diperoleh tahun 1990, sertifikat BSBP(Basic
Science Bridging Program) VII bidang Kimia dan
Bahasa Inggris diperoleh tahun 1993 dari ITB-
IDP Australia. Tahun 1994,
dengan beasiswa TMPD menempuh S2 di Jurusan Kimia ITB dan gelar
Magister Sains (MSi) dalam bidang Kimia Fisika-Anorganik diperoleh
Januari 1997 dengan Tesis berjudul ” Sintesa dan Karakterisasi kompleks
tembaga(II) dengan ligan-ligan bidentat dengan atom N sebagai atom
donor” . Dengan beasiswa BPPS pada tahun 2003 menempuh program
S3 pendidikan IPA di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung dan berhasil
menyelesaikan program Doktor dalam waktu 3 tahun dengan disertasi
yang berjudul ”Pembekalan Kemampuan Generik Bagi Calon Guru
MelaluiPembelajaranKimiaAnorganikBerbasisMultimedia”.Pengalaman
kerja dimulai sejak tahun 1989 sebagai guru Kimia di SMA, diangkat
menjadi PNS tahun 1991 sebagai Dosen di Jurusan Kimia FMIPA
UNIMED dan memegang matakuliah Kimia Anorganik.
Prestasi Akademik antara lain

354 Kimia Anorganik Logam


1. Dosen teladan pengunjung perpustakaan, IKIP Medan, 1992
2. Pemakalah terbaik hasil penelitian bidang Kimia dengan topik
” Enkapsulasi kompleks-Zeolit sebagai katalis pada polimerisasi
styrena, Heds-Dikti, Bengkulu, 2002
Kegiatan Ilmiah :
1. Presenter pada Konferensi Internasional Pendidikan UPI-UPSI
ke 2, 2006
2. Anggota Penelitian Tim Hibah Pascasarjana bidang Pendidikan
IPA, SPS UPI, 2004-2006
3. Ketua Peneliti Dosen Muda, Dikti, 2002
4. Dosen Pembimbing Karya Alternatif Mahasiswa, LPM
UNIMED, 2001
5. Ketua Penelitian Bidang Kimia Dana Heds-Dikti, Th 2000
dan 2001
6. Pelatihan dosen Kimia Anorganik Wilayah Barat tentang
Katalis, UNIB Bengkulu, 2000

Karya Ilmiah:
1. Peran Multimedia pada Pengembangan Kemampuan Generik
Praktikum Kimia Anorganik, Proceeding dalam Konferensi
Internasional Bersama Kedua UPI-UPSI, Gedun Jica FPMIPA
UPI, 8-9 Agustus 2006
2. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Tembaga(II) dengan Ligan Di-
2- piridinketon dan 2,2’dipiridin amin dalam Seminar Nasional
Kimia Fisik dan Anorganik 2006, Aula Barat – ITB, 3 Februari
2006
3. Peran Praktikum Multimedia dalam Meningkatkan Penguasaan
Konsep Kimia Koordinasi, Makalah Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia II, Pend.Kimia FPMIPA UPI, 2005
4. Peran Visualisasi Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan
Penguasaan Konsep Pada Topik Teori Medan Kristal,
Proceeding Seminar Pendidikan IPA II, HISPPIPAI�FPMIPA
UPI, 22-23 Juli 2005
5. Peran Multimedia pada Pembelajaran Inkuiri Kimia Anorganik II,
Proceeding dalam Seminar Nasional Pendidikan IPA 2005, PPs
UPI, 10 September 2005.

Glosarium 355
6. Enkapsulasi Kompleks-Zeolit Sintetis Sebagai Katalis Dalam
Reaksi Oksidasi Alkena, Makalah pada Seminar Nasional Penelitian
dan Pendidikan Kimia, Jur. Pend. Kimia UPI-HKI Cab.Jabar-
Banten, 9 Oktober 2004
7. The Role of Modeling and Interactive to Improvement Student’s
ConceptualMasteryin CoordinationChemistry, Posterpresentation
in International Conference on Mathematics and Natural
Science (ICMNS), ITB, November 2006.

356 Kimia Anorganik Logam

Anda mungkin juga menyukai