Sugiyarto
Rev no D. Suyanti
ANORGANIK
GRAHA ILMU
Kristian . Sugiyarto
Retno . Suyanti
KIMIA ANORGANIK LOGAM
Oleh : Kristian H. Sugiyanto
Retno D. Suyanti
Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2010
ISBN:978-979-756-582-4
1. Kimia I. Judul
KATA PENGANTAR
Kristian H.
Sugiyarto Guru Besar Kimia
Anorganik Transisi Universitas
Negeri Yogyakarta
3 LOGAM GOLONGAN S
3.1 Pendahuluan...........................................................103
3.2 Golongan Alkali........................................................104
3.3 Golongan Alkali Tanah..............................................129
4 LOGAM GOLONGAN p
4.1 Pendahuluan............................................................151
4.2 Golongan 13............................................................151
4.3 Golongan 14 dan 15.................................................172
5 LOGAM GOLONGAN d
5.1 Pendahuluan............................................................191
5.2 Golongan 4..............................................................224
5.3 Golongan 5..............................................................234
5.4 Golongan 6..............................................................250
5.5 Golongan 7..............................................................264
5.6 Golongan 8..............................................................279
5.7 Golongan 9..............................................................293
5.8 Golongan 10............................................................298
5.9 Golongan 11............................................................302
5.10 Golongan 12............................................................316
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Tabel 1.1 Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi
ikatan
spesies diatomik unsur-unsur periode dua . 8
.............................
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan 14
.....................................................
Tabel 1.3 Beberapa bahan semikonduktor yang 19
umum .......................
Tabel 1.4 Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi
beberapa
unsur ...................................................................................................... 39
Tabel 1.5 Jenis klas kristal dan kondisi unit 45
sel .........................................
Tabel 1.6 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus 50
..............
Tabel 1.7. Jari-jari van der Waals beberapa atom nonmetalik 59
.............
Tabel 1.8 Jari-jari kovalen beberapa unsur 60
.................................................
Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan 61
eksperimen
Tabel 1.10. Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion 64
....................................
Tabel 1.11 Hubungan rasio jari-jari dengan geometri .............................. 66
Tabel 1.12. Contoh beberapa senyawa dengan kemasan-nyata yang
menyimpang dari kemasan-duga .............................................. 68
Tabel 1.13 Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri 70
halida .....................................
Tabel 1.14 Tetapan Madelung beberapa senyawa ..................................... 72
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida 78
...................................
Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan 100
..
Tabel 3.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
Unsur-unsur logam kelompok s, p, d, dan 103
f .............................
Tabel 3.2 Data beberapa sifat logam alkali 105
.................................................
Tabel 3.3 Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih
entalpi
seri natrium halida.......................................................107
Tabel 3.4 Faktor entropi, H, dan G hitungan pada proses
pelarutan
seri natrium halida......................................................108
Tabel 3.5 Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan ion golongan
alkali dan alkali tanah..................................................127
Tabel 3.6 Data beberapa sifat logam alkali tanah.........................129
Tabel 3.7 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat
MX2.nH2O..................................................................130
Tabel 3.8 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl....132
Tabel 3.9 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl....132
Tabel 3.10 Perbandingan harga-harga H, S, dan G dengan energi
kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2
dan NaCl....................................................................133
Tabel 3.11 Kelarutan hidroksida logam alkali tanah........................141
Tabel 4.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13.......................152
Tabel 4.2 Data energi ionisasi aluminium dan talium....................170
Tabel 4.3 Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl+, dengan ion kalium,
K+, dan ion perak, Ag+...............................................172
Tabel 4.4 Karakteristika timah, timbel dan bismut........................174
Tabel 5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
unsur-unsur transisi....................................................193
Tabel 5.1.2 Beberapa data fisik logam-logam Periode 4...................194
Tabel 5.1.3 Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam
periode 4....................................................................196
Tabel 5.1.4 Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom beberapa
unsur Periode 4, 5, dan 6 untuk Golongan 2, 4, 5, 6, 7,
dan 11.......................................................................200
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi
Periode 4, 5, dan 6.....................................................200
Tabel 5.1.6 Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa
logam (logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa
molekul gas................................................................205
Tabel 5.1.7 Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur-unsur
transisi (n = jumlah elektron nirpasangan)....................208
Tabel 5.1.8 Suseptibilitas diamagnetik molar, L, berbagai spesies
(semua
harga dikalikan dengan 10-6 mol-1).............................211
Tabel 5.2.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4 227
.........
Tabel 5.3.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5 238
.........
Tabel 5.3.2 Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium 239
..............
Tabel 5.3.3 Warna beberapa senyawa halida sederhana
(monomer)
dari logam-logam golongan 5 ..................................................... 245
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium 249
.............................
Semikonduktor
Semikonduktor adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator. Sifat
kon- duktivitas semikonduktor tidak sebaik metal karena jumlah
elektron- elektron yang terdapat dalam pita konduksi lebih sedikit
dibanding dengan jumlah elektron ini dalam metal. Dengan kata
lain semikonduk- tor mempunyai harga tahanan listrik lebih tinggi
daripada tahanan list- rik metal. Konduktivitas (dengan unit ohm-1
cm-1) adalah kebalikan dari tahanan. Sebagai contoh, aluminium
mempunyai tahanan listrik 2,7.10-6 ohm cm pada 20 0C; silikon
murni mempunyai tahanan listrik 105 ohm cm, sedangkan intan
murni (insulator) mempunyai tahanan listrik yang sangat tinggi,
1014 ohm cm, pada 15 0C. Semikonduktor mempunyai tahanan
listrik pada rentang 10-3 –108 ohm cm.
Temperatur mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
sifat hantaran listrik suatu logam dengan semikonduktor. Dalam kisi
kristal metalik, kenaikan temperatur mengakibatkan meningkatnya
frekuensi
vibrasi ion-ion pada posisi kisinya. Hal ini menyebabkan elektron
yang bergerak melalui metal dibawah pengaruh medan listrik
menjadi me- ningkat peluangnya dalam menumbuk ion. Akibatnya,
untuk logam kenaikan temperatur menaikkan tahanan listriknya.
Tetapi untuk semi- konduktor, kenaikkan temperatur menyebabkan
bertambahnya jumlah elektron yang memperoleh cukup energi
untuk melompat keluar dari pita valensi ke pita konduksi. Dengan
demikian, kenaikan temperatur mengakibatkan penurunan tahanan
listrik semikonduktor. Seberapa jauh perubahan tahanan listrik oleh
karena perubahan temperatur ini bagi semikondoktor berbeda satu
sama lain. Secara umum, kondukti- vitas semikonduktor
menyerupai metal pada temperatur tinggi, tetapi menyerupai
insulator pada temperatur rendah.
Unsur Si, Ge
Senyawa 13-15 AlP, AlAs, AlSb, GaP, GaSa, GaSb, InP, InAs, InSb
Senyawa 12-16 ZnS, ZnSe, CdS, CdSe, CdTe
Diantara sifat-sifat yang menarik dalam bahan semikonduktor
adalah ukuran celah energi, konsentrasi elektron atau lubang
pembawa arus, mobilitas atau kecepatan bergerak pembawa
muatan, dan umur pembawa muatan sebelum anihilasi
(pemusnahan) oleh kombinasi elektron dan lubang. Dengan
membuat berbagai variasi konsentrasi dopan (pendadah) dapat dibuat
peralatan semikonduktor sesuai dengan rentang sifat-sifat yang
dibutuhkan.
Dalam aplikasinya, sebagian besar peralatan semikonduktor
ber- gantung pada karakter yang diberikan oleh semikonduktor
tipe-p dan tipe-n terdekat. Batas antara kedua tipe semikonduktor
ini disebut suatu “sambungan” p-n; sambungan p-n ini dapat
diciptakan dari pendadahan dengan materi pendadah yang berbeda
dalam posisi yang berdekatan dalam kristal yang sama.
Gambar 1.9
(a) Semikonduktor tipe-p, dengan keadaan ion
negatif stasioner dan lubang elektron bergerak
bebas
(b) Semikonduktor tipe-n, dengan keadaan ion
positif stasioner dan elektron bergerakbebas
(c) Pembentukan sambungan p-n; tahanan bahan
pada sambungan ini naik karena elektron
harus mendekati daerah negatif dan lubang
harus mendekati daerah positif
(a)(b)(c)
Gambar 1.12 Model lapis heksagon (a), dengan tumpang atas A-B-A ...
(b) menghasilkan bangun kemas rapat heksagonal, hcp (c), dan
tumpang atas A-B-C (d) menghasilkan bangun kemas rapat kubus
pusat muka, fcc (e).
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral (a) dan oktahedral (b) dalam kemas rapat
Gambar 1.14. Satuan sel sistem kristal : (a) kubus primitif, (b) kubus pusat
badan bcc, (c) kubus pusat muka fcc, dan (d) kemas rapat
heksagonal hcp
Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi berdasarkan
sifat simetri (a), asimetri (b), dan contoh satuan sel kubus
primitif untuk arah tiga dimensi (c).
Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam model
segitiga ikatan.
O)
= 82ε o
, ε(CH3CN)
= 33εo
, dan ε(NH3)
= 25 ε o
. Oleh karena
permitivitas amonia 25 kali permitivitas hampa, maka dapat
dimengerti bahwa gaya tarik ion-ion terlarut dalam amonia
hanyalah sebesar 4 % daripada
gaya yang sama tanpa pelarut; semakin tinggi permitivitas
pelarut semakin besar pengaruhnya.
Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun kristal
Gambar 1.20 Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) dalam
lima satuan sel kisi tetragonal pusat badan (BCDA-
FGHE)
Gambar 1.23 (a) Kemas rapat kubus anion S2- dengan kation Zn2+ di
dalam � rongga tetrahedron dalam kristal Zink
blende, ZnS
(b) Kemas rapat heksagon anion S2- dengan kation Zn2+ di
alam � rongga tetrahedron dalam kristal wurtzit, ZnS
Struktur fluorit
Kalsium fluorida, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur
fluorit (Gambar 1.24). Struktur ini merupakan kemas rapat kubus
pusat muka ion (Ca2+), dan ion (F-) menempati delapan rongga
tetrahedral. Dengan demikian, dalam satu unit sel terdapat empat
ion Ca dan delapan ion F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:2.
Bilangan koordinasi ion F- dengan mudah dapat diketahui yaitu
empat, sesuai dengan posisinya sebagai atom interior yang
menempati rongga tetrahedral dengan empat ”stick” penghubung.
Bola kation menempati dua macam posisi yaitu posisi sudut kubus
dan pusat muka kubus. Posisi sudut kubus (1/8 atom) dihubungkan
oleh satu ”stick” penghubung dan ini ekivalen
dengan posisi pusat muka kubus (½ atom) yang dihubungkan
dengan empat ”stick” penghubung. Kedua posisi ini menghasilkan
bilangan koordinasi delapan untuk kation. Jika baik posisi maupun
jumlah kation dan anion dibalik, hasilnya adalah struktur antifluorit,
misalnya Li2O dan Na2O.
Struktur rutil
Titanium dioksida,TiO2, bersifat polimorf mengkristal dalam
dua macam bentuk, yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan
bangun ke- mas-rapat heksagonal ion O2-, dan ion Ti4+ menempati
hanya setengah rongga oktahedral. Susunan seperti ini
menghasilkan struktur tetrago- nal dengan ion Ti4+ menempati
pusat badan dan kedelapan sudutnya, sehingga memberikan nilai
dua ion dalam satu unit selnya (Gambar 1.25). Sedangkan keenam
ion oksida yang mengakomodasi rongga ok- tahedral-isi, dua
menempati posisi interior dan empat menempati posisi dua bidang
muka tetragon masing-masing 2 ion sehingga memberikan total
nilai empat ion. Dengan demikian, struktur ini menghasilkan rasio
stoikiometri kation/anion 1:2. Bilangan koordinasi kation adalah
enam, yaitu enam anion oksida yang tertata secara oktahedral dan
bilangan koordinasi anionnya adalah tiga, yaitu tiga kation Ti4+
yang tertata se- cara trigonal.
Gambar 1.25 Struktur kisi rutil (3 satuan sel)
Gambar 1.26 Pola rongga isi-kosong dalam (A) Anatase, dan (B) Rutil
Struktur β - kristobalit
Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam-macam
bentuk; beberapa di antaranya distabilkan oleh kehadiran atom-
atom asing. Salah satunya adalah β - kristobalit yang mirip dengan
struktur zink blende; atom-atom silikon menempati semua posisi
atom Zn dan S di dalam struktur zink blende, dan atom-atom
oksigen menempati
posisi di antara atom-atom silikon. Bentuk lain adalah tridimit yang
mirip dengan struktur wurtzit. Dalam kedua macam struktur ini
bilangan koordinasinya adalah empat untuk silikon dan dua untuk
oksigen.
Gambar 1.27 Model tipe cacat (a) kekosongan, (b) selit dan (c) pengotoran
menjadi ion Fe3+ untuk setiap ion Fe2+ yang hilang. Pembuatan
Fe(II) oksida maupun Cu(II) sulfida di dalam laboratorium dengan
tekanan atmosfer tidak pernah dihasilkan komposisi stoikiometrik.
Dalam titanium oksida, TiO2, 15 % bagian dari tiap tipe (rutil dan
anatase) terdapat kekosongan. Oleh karena itu ter- dapat
komposisi nonstoikiometrik titanium oksida, TiO2, dalam rentang
yang luas dengan harga x < 1 atau x > 1, bergantung pada
tekanan oksi- gen selama pembuatan sampel senyawa yang
bersangkutan.
Jari-jari kovalen
Jarak antarnuklir dalam molekul F2 adalah 142 pm, lebih
pendek daripada jumlah dua jari-jari van der Waals fluorin.
Perbedaan ini disebabkan oleh kenyataanbahwaawanelektronatom-
atom F tumpang- tindih (overlap) secara ekstensif dalam
pembentukan ikatan F–F. Hal ini berbeda dengan jari-jari van der
Waals antara dua molekul F2 yang jika jaraknya memendek diikuti
dengan naiknya energi tolak (repulsif).
Suatu hal yang mungkin untuk menganggap bahwa keseim-
bangan jarak dalam molekul F2 adalah keseimbangan dengan
terjadinya tumpang-tindih orbital ikat secara maksimum. Tetapi, jika
hal ini dija- dikan sebagai satu-satunya kriteria, molekul F2 akan
“runtuh” hingga kedua inti atom F menjadi saling persis
bertumpangan dan hal ini be- rakibat fungsi-fungsi gelombang
orbital atomik mempunyai distribusi ruang yang sama hingga
tumpang-tindih mencapai maksimum. Jelas, hal ini tidak mungkin
terjadi karena adanya tolakan antara kedua mua- tan inti positif
dan tolakan antara elektron-elektron dalam orbital. Jika umpamanya
(secara spekulatif saja) molekul F2 terdiri atas F+ F-, maka hal ini dapat
mengarah pada pemahaman bahwa molekul-molekul halogen
adalah ionik, suatu hal yang berlawanan dengan kenyataan. Faktor
ut- ama dalam penentuan jari-jari kovalen suatu atom adalah
ukuran awan elektron yang tertanam dalam kulit valensi, dan inilah
jari-jari van der Waals atom bersangkutan.
H: 37 He : 32
Li : 134 Be : 125 B : 90 C : 77 N : 75 O : 73 F : 71 Ne : 69
Na : 154 Mg : 145 Al : 130 Si : 118 P : 110 S : 102 Cl : 99 Ar : 97
K: 196 Ga : 120 Ge : 122 As : 122 Se : 117 Br : 114 Kr : 110
Sn : 140 Sb : 143 Te : 135 I : 133 Xe : 130
Cr : 139 Fe : 126 Co : 126 Ni : 121 (Td) Zn : 120 Rn : 145
116 (Sq)
(Td = tetrahedron, Sq = Bujursangkar / square plane)
Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen (dalam pm)
Jari-jari ionik
Perbedaan utama antarajari-jari ionik dengan jari-jari vander
Waals terletak pada perbedaan gaya tarik bukan pada perbedaan
pada gaya tolak. Jarak antar ion dalam LiF misalnya, merupakan
jarak pada saat gaya tolakan antara inti He (yaitu Li+) dengan inti
Ne (yaitu F-) seimbang dengan gaya elektrostatik yang kuat antara
ion Li+ dengan ion F- (gaya Madelung). Energi tarikan Li+ F- cukup
tinggi, lebih dari 400 kJ mol-1, dan energi London He-Ne hanya
berharga derajat 4 kJ mol-1. Oleh karena itu, gaya-gaya dalam
kristal LiF, jauh lebih tinggi, dan jarak antar ion,
yaitu 195 pm, menjadi lebih pendek daripada yang diharapkan
secara penambahan jari-jari van der Waals He dan Ne, yaitu 294
pm. Dengan prinsip yang sama seperti halnya menaksir jari-jari
kovalen, adalah mungkin untuk meneliti jari-jari ionik.
Jarak antarnuklir antara dua ion dalam struktur ionik
diasumsikan sama dengan jumlah jari-jari ionik: d = r+ + r- (r+ =
jari-jari kation, dan r- = jari-jari anion). Dengan membandingkan
jarak dalam senyawa- senyawa yang berbeda tetapi mengandung
ion yang sama akan dapat ditunjukkan bahwa jari-jari ion bersifat
relatif tetap. Misalnya, perbedaan jari-jari K+ dan Na+ dapat
dievaluasi dalam empat senyawa halida yang berbeda seperti
berikut ini:
rK+ - rNa+ = dKF - dNaF = 35 pm
= dKCl - dNaCl = 33 pm
= dKBr - dNaBr = 32 pm
= dKI - dNaI = 30 pm
Sesungguhnya, hasil kecenderungan penurunan yang cukup
nya-
ta dengan naiknya ukuran halida adalah sebagai efek nyata yang dapat
dimengerti oleh pertimbangan sistim kemas rapat. Jika dikatakan
bah- wa (rK+ - rNa+) relatif tetap, maka cukup beralasan untuk
mengasumsikan bahwa rK+ dan rNa+ juga relatif tetap. Baik data
penjumlahan maupun pengurangan jari-jari ion dari senyawa-
senyawa yang saling berkaitan mudah diperoleh. Maka, bila jari-jari
dari salah satu ion dapat diketahui, jari-jari ion yang lain pun dapat
ditentukan.
Pauling mengusulkan suatu metode praktis untuk menghitung
rasio jari-jari ion yaitu bahwa jika dua ion mempunyai konfigurasi
gas mulia yang sama, misalnya NaF, maka rasio jari-jari harus
berbanding terbalik dengan rasio muatan nuklir yang dialami oleh
elektron-elektron terluar. Muatan inti efektif dapat dihitung dengan
menggunakan tetapan perisai empiris, misalnya seperti yang
dikembangkan oleh Slater (Lihat Dasar-dasar Kimia Anorganik
Nonlogam, Sugiyarto, FMIPA, 2007). Menurut aturan Slater, sebuah
elektron di dalam kulit utama kedua yang penuh ditamengi atau
dilindungi oleh semua elektron yang lain
sampai dengan elektron ini mengalami interaksi dengan muatan
nuklir sebesar 4,15 unit kurangnya dari yang aktual. Dengan
demikian, untuk Na+ dengan muatan nuklir aktual 11, muatan
efektifnya adalah 11 - 4,15
= 6,85. Untuk atom F, muatan efektifnya adalah 9,00 - 4,15 =
4,85. Maka, menurut Pauling:
Karena jarak interionik dalam NaF adalah 231 pm, maka r+Na+ + rF -
= 231 pm, hingga dapat diperoleh rF = 135 pm dan r = 96 pm.
-
Na
Dengan cara ini jari-jari ionik (tradisional) untuk banyak senyawa
dapat ditentukan, dan hasilnya sebagaimana ditunjukkan Tabel
1.10. Namun menurut Shannon dan Prewitt, jari-jari ionik berkaitan
dengan bilangan koordinasi dalam kisi kristal senyawanya, dengan
jari-jari kation sekitar 14 pm lebih panjang dan anion sekitar 14 pm
lebih pendek daripada harga-harga tradisional tersebut.
Tabel 1.10 Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion
Ion r Ion r Ion r Ion r Ion r Ion r
Unsur-Unsur Utama H- 208
Li+ 60 Be2+ 31 O2- 140 F- 135
Na+ 96 Mg2+ 65 Al3+ 50 S2- 184 Cl- 181
Oleh karena jumlah anion F- harus dua kali jumlah kation Sr2+,
maka sebaliknya bilangan koordinasi kation Sr2+ harus dua kali
bilangan koordinasi anion F-. Kesesuaian bilangan koordinasi
dengan stoikiometri ini menyebabkan senyawa SrF2 mengadopsi
struktur fluorit dengan kation Sr2+ mempunyai bilangan koordinasi 8
(maksimum) dan anion
F- mempunyai bilangan koordinasi 4.
Contoh ke dua adalah senyawa SnO2, dengan rasio ion:
energi
E =
E (atraktif)
=N Z +
Z - MNaCl , dengan Z +
dan Z -, masing-
masing adalah muatan kation (Na+) dan muatan anion (Cl-).
Hal ini memang benar demikian, karena ekspresi energi
elektrostatik untuk satu ion Cl- sama dengan energi elektrostatik
untuk satu ion Na+. Energi elektrostatik, tepatnya energi atraktif
antara dua muatan yang berlawanan, bukanlah energi aktual yang
dibebaskan dalam proses:
Na+ (g) + Cl- (g) → NaCl (s)
Kenyataannya, ion bukanlah sebagai bola kaku (rigid).
Keseimbangan pemisahan Na+ dan Cl- dalam NaCl adalah tepat
ketika gaya-gaya atraktif (tarik) benar-benar tepat diseimbangkan
oleh gaya- gaya repulsif (tolak). Secara umum menurut Born,
energi total repulsif per mol dapat dituliskan kaitannya dengan
jarak r, yaitu :
E (rep)
= , dengan B = konstante
Pada keadaan keseimbangan-jarak, r = ro , energi (bersih) U
untuk proses reaksi tersebut di atas adalah: U = N Z + Z - MNaCl (
)+
Catatan:
1. Perhatikan bahwa gaya atraktif menghasilkan kontribusi
eksotermik sedangkan gaya repulsif menghasilkan kontribusi
endotermik.
2. Dari eksperimen, informasi eksponen B, yaitu n, dapat diperoleh
dari data kompresibilitas yaitu perubahan fraksional volume per
perubahan unit
( )r = ro = 0 = - -
Secara fisik persamaan ini adalah persamaan gaya elektrostatik
atraktif dan gaya repulsif antar ion-ion, dan harga B dapat
ditentukan yaitu:
B=-
Selanjutnya, karena energi yang dibicarakan sudah tertentu yaitu
energi minimum, maka digunakan istilah Uo untuk menyatakan
energi pada keseimbangan-jarak, sehingga diperoleh:
Uo = -
Uo =
Persamaan ini adalah persamaan Born-Lande untuk energi
kisi senyawa-senyawa ionik, yang sangat sukses dalam
meramalkan harga- harga energi kisi secara akurat walaupun
persamaan ini menghilangkan faktor-faktor energi tertentu
sebagaimana akan dibicarakan kemudian. Persamaan ini hanya
memerlukan pengetahuan struktur kristal yang bersangkutan
didalam memilih harga-harga yang tepat bagi tetapan Madelung,
M, dan jarak antar ion, ro, yang keduanya tersedia melalui studi
difraksi sinar-X. Eksponen Born bergantung pada tipe ion yang
terlibat, ion lebih besar yang mempunyai densitas elektron lebih
besar akan mempunyai harga n yang lebih besar. Untuk kristal
NaCl, penggunaan persamaan tersebut melibatkan harga faktor-
faktor berikut:
M = 1,74756 N = 6,022 x 1023 mol-1
e = 1,60210 x 10-19 C ro = 2,81 x 10-10 m ( rNa+ +
rCl- )
Z + = +1 (Na+) Z = -1 (Cl-)
-
Siklus Born-Haber
Salah satu uji manfaat deskripsi model ionik tersebut adalah
kemampuannyamenghasilkanperhitunganhargaentalpipembentukan
yang akurat, misalnya bagi NaCl. Perlu dicatat bahwa pada proses
reaksi pembentukan NaCl (s) dari ion-ionnya, Na+ (g) dan Cl-(g),
secara prinsip memungkinkan dilakukan pengukuran entalpi
pembentukan
secara langsung meskipun secara eksperimen hal ini tidak mungkin
layak dapat dilaksanakan. Tetapi, untuk proses sebaliknya jelas
tidak mungkin dilaksanakan karena NaCl(s) tidak menguap menjadi
ion- ionnya, melainkan menjadi NaCl (g) baru kemudian mengalami
disosiasi menjadi atom-atomnya. Untuk mengatasi problem ini
pada tahun 1919,
M. Born, K. Fajans dan F. Haber menerapkan siklus termodinamik
yang kemudian dikenal sebagai siklus Born-Haber. Hal ini
didasarkan pada peran hukum Hess yang menyatakan bahwa
entalpi reaksi adalah sama meskipun reaksi yang bersangkutan
terjadi dalam satu tahap ataupun dalam beberapa tahap.
Reaksi seperti ini dalam siklus pembentukan logam-halida,
MX, sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.31 mewakili konversi
logam padat menjadi kation dalam fase gas (tahap 1 dan 2),
konversi molekul- molekul halogen menjadi anion dalam fase gas
(tahap 3 dan 4), dan konversi penggabungan ion-ion untuk menjadi
senyawa padatan. Entalpi tahap akhir, U (tahap 5), disebut sebagai
energi kisi. Jadi, energi kisi kristal suatu senyawa ionik adalah
energi yang dibebaskan bila ion- ion dari jarak tak berhingga
(berupa gas) bergabung membentuk kristal menurut persamaan
reaksi: M+
(g) + X- (g) → MX (s)
Gambar 1.31 Siklus pembentukan MX
Suatu hal yang penting dari siklus tersebut yang berkaitan dengan
ikatan kimia adalah bahwa:
(1) ΔHA selalu positif, tetapi biasanya relatif kecil dari besaran-
besaran yang lain dan tidak besar variasinya untuk berbagai
senyawa.
(2) ΔHIE (energi ionisasi) selalu positif (endotermik) dan besar nilainya
(3) ΔHEA (afinitas elektron) halogen selalu eksotermik, tetapi untuk
kalkogen endotermik, hal ini terjadi karena gaya tarik inti
terhadap elektron kedua
pada ion X- ( X = kalkogen) lebih kuat.
(4) Dalam berbagai kasus, jumlah energi ionisasi, (ΔHIE), ditambah
afinitas elektron, (ΔHEA), selalu positif (endotermik) dan
kestabilan senyawa ionik terhadap sifat disosiasi menjadi
unsur-unsurnya menjadi bertambah karena adanya kelebihan
eksotermik yang ditimbulkan oleh gaya atraktif antar ion-ion
yang berlawanan.
Siklus Born-Haber sering digunakan dengan cara berbeda.
Bila diasumsikan bahwa energi kisi, U, yang dihitung menurut
model ionik tersebut adalah benar, maka siklus ini dapat digunakan
untuk menaksir beberapa energi yang terlibat. Misalnya, tidak
ada cara langsung
yang dapat dipakai untuk mengukur pembentukan entalpi ion CN-
(g). Dari model siklus Born-Haber untuk NaCN, harga-harga
untuk entalpi penguapan dan entalpi ionisasi unsur Na diketahui
dan U dapat dihitung, maka ΔHf untuk CN-(g) dapat ditentukan,
yaitu ~ 29 kJ mol-
1
. Harga-harga energi kisi beberapa senyawa yang diperoleh dari data
eksperimen menurut metode siklus Born-Haber dengan berbagai
model dan dengan perhitungan teoritik ditunjukkan pada Tabel
1.15.
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida
U=
dengan v adalah jumlah ion per molekul senyawa, ro (pm) ditaksir
sebagai jumlah jari-jari ion (r+ + r-). Untuk NaCl, v = 2, ro = 281
pm, sehingga menghasilkan harga energi kisi 753 kJ mol-1 atau kira-
kira 98 % signifikan terhadap harga eksperimen. Hasil ini
sebanding dengan hasil perhitungan teoritik sebagaimana
dirumuskan dimuka.
Dengan hasil yang signifikan tersebut, maka suatu tahapan
dalam siklus Born - Haber yang sukar atau belum dapat dilakukan
secara eksperimen langsung, misalnya penentuan afinitas elektron,
dapat ditaksir melalui taksiran harga U secara teoritik. Selain itu,
adalah mungkin untuk menduga harga entalpi pembentukan suatu
senyawa yang tidak diketahui sebelumnya. Taksiran yang cukup
baik dalam hal entalpi atomisasi, energi ionisasi, dan afinitas
elektron sekarang sudah tersedia untuk hampir semua unsur. Oleh
karena itu cukup beralasan bila kemudian dilakukan dugaan yang
cukup baik terhadap struktur kisi termasuk jarak antar nuklir dan
geometrinya. Jarak antar nuklir ditaksir dengan jari-jari ionik (Tabel
1.10 atau Tabel 1.4) yang pada gilirannya juga dapat ditaksir
geometri senyawa yang bersangkutan untuk kemudian dapat
ditentukan tetapan Madelung-nya. Dengan demikian, energi kisi, U,
atau entalpi pembentukannya dapat ditentukan.
Siklus Born-Haber dapat pula digunakan untuk
merasionalisasi formula suatu senyawa. Misalnya, mengapa hanya
senyawa NaCl ditemui sedangkan senyawa NaCl2 tidak. Untuk
senyawa hipotetis NaCl2, energi kisinya akan lebih besar karena
muatan Z adalah +2, sehingga jika dikaitkan dengan tingkat
kestabilan seharusnya NaCl2 lebih stabil dibandingkan dengan NaCl.
Namun, jika semua aspek yang terlibat dievaluasi ternyata
didapatkan bahwa naiknya energi yang diperlukan
untuk ionisasi kedua untuk atom Na menjadi Na2+ jauh lebih besar
(4562 kJ mol-1) daripada energi kisi NaCl2. Dengan asumsi bahwa
senyawa hipotetis NaCl2 mengadopsi bentuk struktur fluorit (CaF2),
dan jarak antarnuklir relatif sama dengan jarak antarnuklir dalam
NaCl hingga mempunyai tetapan Madelung 2,54, maka energi
kisinya dapat dihitung kira-kira sebesar -2155 kJ mol-1. Dengan siklus
Born-Haber (Uo = -2155, ΔHA (Na) = 109, ΔHA (Cl) = 242, ΔHIE (1) = 495,
ΔHIE (2) = 4562, dan 2ΔHEA = - 698
) entalpi pembentukan dapat dihitung, yaitu ΔHf = + 2555 kJ mol-1.
Jadi pada pembentukan senyawa hipotetis NaCl2 dibutuhkan energi
sebesar 2555 kJ mol-1. Energi ini jauh lebih besar daripada energi
kisi yang bersangkutan, sekalipun perhitungan kasar energi kisi ini
dikoreksi lebih lanjut. Dengan kata lain, senyawa hipotetis NaCl 2
tidak akan ditemui karena kestabilan ekstra dari energi kisi tidak
cukup mengkompensasi energi ionisasi-kedua atom natrium yang
sangat besar.
0
DASAR - DASAR PENGoLAHAN LoGAM
2.1 Pendahuluan
Tinjauan sifat-sifat logam (metal), struktur dan ikatannya telah
dibahas dalam Bab 1. Pada bab ini akan dibicarakan pengolahan
logam yang merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya
mengingat manfaat logam yang sangat luas menyentuh semua aspek
kehidupan. Oleh karena itu perlu dipahami sifat-sifat logam dan
kaitannya dengan sumber- sumbernya di alam. Logam umumnya
dibayangkan sebagai bahan yang “keras”, mempunyai densitas dan
titik leleh tinggi, dapat ditempa, dan merupakan konduktor panas
dan listrik yang baik. Ada beberapa perkecualian sifat yang mencolok
misalnya, densitas litium hanya 0,534 g cm-3 sedangkan platina 21,45
g cm-3. Raksa (merkurium) berwujud cair pada temperatur kamar,
tetapi osmium meleleh pada 3045 oC. Demikian juga natrium dan
kalium cukup lunak untuk dipotong dengan pisau, tetapi besi sangat
keras.
Bentuk kelimpahan logam yang terdapat di alam (kerak bumi)
sangat bergantung terutama pada reaktivitas logam yang
bersangkutan, kelarutan garamnya, dan kemudahan garamnya
bereaksi dengan air atau terhadap proses oksidasi. Logam-logam
yang tidak reaktif seperti emas, perak, dan platina, biasanya terdapat
di alam sebagai unsurnya
sedangkan logam-logam yang agak reaktif biasanya terdapat sebagai
sulfida, misalnya CuS, PbS, dan ZnS. Oleh karena kelarutannya
sangat rendah, senyawa-senyawa sulfida ini tahan terhadap oksidasi
dan tidak ada reaksi dengan air. Logam-logam yang sedikit lebih
reaktif diubah menjadi oksidanya, misalnya MnO2, Al2O3, dan TiO2,
sedangkan logam- logam yang sangat reaktif membentuk garamnya,
misalnya magnesium dan kalsium terdapat sebagai karbonat, sulfat,
dan silikat. Magnesium sulfat larut dalam air dan terdapat dalam
sumber air mineral, sedangkan kalsium sulfat, CaSO .2H O (gipsum),
hanya sedikit larut dalam
4 2
air tetapi
cukup mengakibatkan air alam menjadi sadah. Kalsium karbonat
menjadi larut dalam air sebagai hidrogen karbonat karena adanya
karbon dioksida yang terlarut, sehingga air alam juga menjadi sadah
olehnya :
CaCO3 (s) + CO2 (s) + H2O (l) → Ca2+ (aq) + 2 HCO -3 (aq)
2.2.2 Elektrometalurgi
Natrium
Natrium merupakan logam alkali yang paling banyak
dibutuhkan untuk keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang
lain, natrium tidak ditemukan dalam keadaan murni di alam karena
reaktivitasnya yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini dalam
pabrik biasanya diproduksi secara elektrometalurgi menurut proses
Downs ( Gambar 2.2), yaitu dengan mengelekrolisis lelehan natrium
klorida ( titik leleh ~ 801 oC).
Aluminium
Logam aluminium juga diproduksi secara elektrometalurgi.
Sumber utama aluminium berasal dari mineral bauksit yaitu suatu
hidrat aluminium oksida, Al O .nH O. Bauksit berisi sebagian besar
silika, SiO , 2 3 2 2
dan besi(III) oksida, Fe2O3, dan keduanya ini harus dipisahkan.
Pemurnian bauksitdilakukandenganproses Bayer
yangberdasarkanpadaperbedaan sifat asam-basa dari oksida-oksida
yang bersangkutan. Oksida aluminium
bersifat amfoterik, besi(III) oksida bersifat basa, dan silika relatif
inert atau sedikit asam. Bijih bauksit digerus dengan larutan panas
natrium hidroksida dengan tekanan tinggi untuk melarutkan
aluminium oksida menjadi garam kompleks tetrahidroksoaluminat(III),
Na[Al(OH)4] menurut persamaan reaksi:
Al2O3 (s) + 2 NaOH (aq) + 3 H2O (l) 2 Na[Al(OH)4] (aq)
Besi(III) oksida dan material lain sebagai pengotor yang tak larut
dapat dipisahkan dengan penyaringan. Filtratnya kemudian
diencerkan dengan air dan didinginkan sehingga diperoleh endapan
aluminium hidroksida; endapan ini kemudian dipisahkan dengan
penyaringan, dan diubah menjadi aluminium oksida anhidrat dengan
pemanasan, menurut persamaan reaksi :
2 Na[Al(OH)4] (aq) 2 Al(OH)3 (s) + 2 NaOH (aq)
2 Al(OH)3 (s) Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Larutan natrium hidroksida yang diperoleh dapat dipekatkan dan
digunakan lagi.
Logam aluminium, selanjutnya diperoleh dari oksidanya secara
elektrolisis menurut metode yang dikenal sebagai proses Hall. Dalam
proses ini, sel elektrolisis (Gambar 2.3) berupa bak-kotak yang dibuat
dari baja yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan karbon sebagai
katode, dan batang-batang karbon sebagai anode dipasang berjajar
di dalam bak, tercelup di dalam eleltrolit lelehan kriolit, Na3AlF6 yang
mempunyai titik leleh ~1000 oC, dan Al2O3 terlarut di dalamnya.
Proses elektrolisis ini berlangsungpadatemperaturtinggi, ~ 1000 oC.
Selamaelektrolisis, ion Al3+ dari oksidanya bermigrasi ke katode
kemudian direduksi menjadi logam cair yang akan mengumpul pada
bagian dasar sel. Ion O2- bermigrasi ke anode dan selanjutnya
dioksidasi menjadi gas oksigen. Gas oksigen yang terbentuk bereaksi
dengan anode karbon sehingga anode karbon akan semakin
berkurang dan harus diganti secara periodik. Elektrolit [AlF6]3- tidak
tereduksi karena mempunyai stabilitas yang sangat tinggi. Dengan
proses ini dapat diperoleh aluminium dengan kemurnian 99,0 -
99,9%.
Zink
Bijih zink yang paling umum adalah sfalerit atau zinkblende,
ZnS, dan smitsonit, ZnCO3 ; lainnya adalah zinkit, ZnO, dan franklinit,
(Zn,Mn)O.nFe2O3, dengan rasio Zn, Mn, dan Fe2O3 bervariasi. Titik didih
zink yang rendah (907 oC) memungkinkan dapat dilakukan distilasi
terhadap lelehan bijih zink yang sering diikuti distilasi lanjut untuk
pemurnian logam zink. Metalurgi bijih franklinit sangat menarik,
karena pada reduksi pada temperatur tinggi menghasilkan zink,
mangan, dan besi. Zink dapat dipisahkan dengan distilasi, sedangkan
campuran mangan-besi dapat langsung dijadikan logam paduan atau
baja.
Sebagian besar, bijih zink dipanggang untuk mengubah sulfida
menjadi oksidanya, kemudian dilanjutkan dengan reduksi pada
temperatur tinggi dengan karbon untuk menghasilkan logam zink
yang kemudian dikondensasi dan dimurnikan. Persamaan reaksinya
adalah:
ZnO (s) + C (s) Zn (s) + CO (g)
Logam zink juga dapat diekstrak menurut proses
hidrometalurgi. Sebagai contoh, larutan zink sulfat dapat diperoleh
secara peluluhan dengan asam sulfat dan oksigen pada bijih sulfida
yang telah dipanggang sebelumnya. Persamaan reaksinya adalah:
2 ZnS (s) + O2 (g) + 2 H2SO4 (aq) ZnSO4 (aq) + 2 S (s) + 2 H2O (l)
Debu zink kemudian diaduk bersama dalam larutan zink sulfat untuk
mereduksi dan mengendapkan logam-logam yang lebih mudah
tereduksi daripada zink. Larutan kemudian disaring dan dielektrolisis
untuk menghasilkan logam zink murni.
0
LoGAM GoLoNGAN s
3. 1 Pendahuluan
Unsur-unsur dalam sistemperiodikyangdipertimbangkanbersifat
logam adalah unsur-unsur golongan s (Alkali = golongan 1, dan
Alkali tanah = golongan 2), sebagian golongan p (misalnya Al =
golongan 13, Sn dan Pb = golongan 14), unsur-unsur golongan d
(golongan 4-12) dan golongan 3 (Sc, Y, Lu), dan golongan f.
Gambar 3.1 Siklus entalpi (a) dan siklus entropi (b) untuk larutan ionik
M+X-. (arah ke atas menyatakan endotermik, dan ke bawah
eksotermik)
o o o o
Dari formula ∆G = ∆H - T ∆S , harga ∆G harus negatif
agar suatu garam dapat larut dengan mudah. Data eksperimen
(Tabel 3.2) menunjukkan bahwa energi kisi relatif sama dengan
entalpi hidrasi.
Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi
(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida,
harga entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi
kristal lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam
keadaan gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini
dikombinasikan untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G )
pada proses pelarutan, ternyata diperoleh kecenderungan yang
benar-benar paralel dengan kecenderungan kelarutannya (Tabel
3.3).
Tabel 3.4 Faktor entropi (dalam besaran T ∆S ), ∆H, dan ∆G hitungan pada
proses pelarutan seri natrium halida
Entropi (S )
T ∆S / ∆H / ∆G /
Senyawa -1 -1 -1
- Hidrasi-1/ kJ kJ mol kJ mol kJ mol
Kisi / kJ mol mol
1
NaF + 72 - 74 -2 +1 +3
NaCl + 68 - 55 + 13 +4 - 11
NaBr + 68 - 50 + 18 -1 - 19
Na I + 68 - 45 + 23 -9 - 32
Litium cair sampai saat ini diketahui sebagai zat yang paling
korosif. Sebagai contoh, jika logam litium dilelehkan dalam suatu
wadah dari bahan gelas, maka akan terjadi reaksi spontan dengan
gelas, dengan meninggalkan lubang pada wadah tersebut, dan
reaksi ini disertai dengan pancaran cahaya putih kehijauan yang
tajam. Selain itu, litium mempunyai standar potensial reduksi paling
negatif dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya:
+ o
Li (aq) + e → Li (s) E = - 3,05 V
Jadi, reaksi kekiri berjalan spontan dan ini berarti bahwa pada
proses oksidasi terhadap logam litium dibebaskan energi yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan oksidasi terhadap unsur-unsur
lainnya. Namun
demikian, reaksi litium dengan air berlangsung paling lambat dan
te- nang, berbeda dengan reaksi logam-logam alkali lainnya.
Kespontanan reaksi selalu berkaitan dengan aspek termodinamik,
yaitu perubahan energi bebas (∆G), sedangkan laju reaksi
berkaitan dengan aspek ki- netik, yang dikontrol oleh energi
aktivasi (penghalang). Dalam kasus ini, reaksi antara logam litium
dengan air diasumsikan mempunyai energi aktivasi (penghalang)
paling tinggi, sehingga reaksinya berlangsung paling lambat.
Rapatan muatan litium sangat besar dibandingakan dengan
rapatan muatan logam-logam alkali lainnya, dan sifat inilah yang
sering dikaitkan dengan sifat-sifat khusus litium berbeda dengan
+
logam lain di dalam kelompoknya. Rapatan muatan ion-ion Li ,
+ + + +
Na , K , Rb , dan Cs , masing-masing secara berurutan adalah
98, 24, 11, 8, dan
-3
6 C mm . Litium sangat banyak ditemui dalam senyawa-senyawa
organometalik, dan garam LiCl bahkan larut dalam berbagai pelarut
organik yang pempunyai polaritas rendah seperti etanol, dan
aseton. Dengan demikian, ikatan senyawa-senyawa litium
mempunyai tingkat kovalensi yang cukup tinggi.
Densitas yang rendah membuat litium dapat dimanfaatkan
sebagai bahan aloi untuk pesawat terbang. Sebagai contoh, aloi
tipe LA 141 yang terdiri atas 14 % Li, 1 % Al, dan 85 % Mg,
-3
mempunyai densitas hanya sebesar 1,35 g cm , hampir setengah
dari densitas logam aluminium murni. Litium juga dimanfaatkan
sebagai bahan teknologi pembuatan baterai; potensial reduksi
standar yang tinggi dan densitas yang hanya seperduapuluh dari
densitas timbel, memungkinkan dapat dibuat baterai yang lebih
ringan-kompak.
Salah satu kombinasi daur (siklus) redoks adalah
penerapannya pada setengah sel logam litium dalam larutan litium
nitrat. Untuk menghindari terjadinya reaksi dengan air, atom-atom
litium ditanam dalam rongga-rongga kisi oksida logam. Proses
penanaman atom “tamu” (guest) ke dalam rongga-rongga kisi
oksida logam “tuanrumah” (host) ini dikenal dengan proses
interkalasi, dan hasilnya disebut
senyawa interkalasi. Dalam proses ini hanya sedikit terjadi
perubahan struktur reversibel. Dalam lingkungan seperti ini
ternyata potensial reduksi litium berubah secara dramatik dari nilai
o
keadaan “normal” nya yaitu E = - 3,05 V. Potensial reduksi litium
dalam senyawa interkalasi ini bergantung pada identitas oksida
logam “tuan rumah”-nya. Sebagai contoh, potensial reduksi litium
dalam mangan dioksida berharga positif, tetapi dalam vanadium
dioksida berharga negatif:
+ o
Li (aq) e → Li (Mn2O4) (s) E = + 1,0 V
+
+ o
Li (aq) e → Li (VO2) (s) E = - 0,5 V
+
Perbedaan potensial sebesar 1,5 V antara kedua lingkungan litium
yang berbeda inilah yang menggerakkan terjadinya reaksi sel
baterai. Pada proses pemakaian sel baterai terjadi reaksi redoks
pengosongan sel sebagai berikut :
+ o
Li (aq) + e → Li (Mn2O4) (s) E =
+
+ 1,0 V Li (VO2) (s) → Li (aq) + e
o
E = + 0,5 V
Pengisian kembali sel baterai mengakibatkan terjadinya reaksi
sebaliknya.
Industri terbesar pemanfaat litium adalah industri lemak atau
minyak pelumas-litium, dan lebih dari 60 % dari berbagai macam
minyak pelumas otomotif mengandung litium. Senyawa-senyawa
yang dipakai adalah litium stearat, C17H35COOLi, yang
dicampurkan ke dalam minyak agar tahan terhadap air sehingga
diperoleh pelumas yang tidak mengeras pada temperatur rendah
tetapi tetap stabil pada temperatur tinggi.
Litium mempunyai kemampuan membentuk senyawa kovalen
dengan berbagai unsur lain. Senyawanya dengan karbon misalnya,
menjadi sangat bermanfaat pada reaksi-reaksi organik, misalnya
butilli- tium, LiC4H9. Senyawa ini dapat dibuat dari reaksi logam
litium dengan klorobutana dalam pelarut organik seperti heksana,
C6H14. Reaksi yang terjadi menurut persamaan berikut:
2 Li (s) + C4H9Cl (C6H14 ) → LiC4H9 (C6H14 ) + LiCl (s)
Hasilnya dapat dipisahkan dengan penyaringan, kemudian diikuti
dengan distilasi. Butillitium berupa cairan yang akan terbakar
secara spontan jika kontak dengan oksigen udara, oleh karena itu
harus ditangani dengan hati-hati dalam lingkungan atmosfir gas
inert.
Gambar 3.3 Diagram orbital molekular untuk (a) ion dioksida(2-), dan
(b) ion dioksida(1-)
Spesies
O 2- -
lebih mudah terpolarisasi daripada O , dan
2 2
+ +
daya mempolarisasi ion Na lebih kuat daripada ion K . Oleh karena
itu dapat dipahami bahwa oksida natrium stabil sebagai dioksida
(2-) atau peroksida, dan oksida kalium stabil sebagai dioksida (1-)
atau superoksida.
Semua oksida alkali berekasi hebat dengan air membentuk
larut- an alkali hidroksida. Tambahan pula reaksi air dengan
dioksida (2-) menghasilkan hidrogen peroksida, dan dengan
dioksida (1-) menghasil- kan hidrogen peroksida dan gas dioksigen,
menurut persamaan reaksi:
2 Li2O (s) + H2O (l) → 2 LiOH(aq)
Na2O2 (s) + 2 H2O (l) → 2 NaOH(aq) + H2O2(aq)
2 KO2 (s) + 2 H2O (l) → 2 KOH(aq) + H2O2(aq) + O2 (g)
Tabel 3.6 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat MX2.nH2O
M : Mg Ca Sr Ba
MCl2.nH2O : 12 6 6 2
M(NO3)2.nH2O : 9 4 4 0
MSO4.nH2O : 12 2 0 0
Tabel 3.7 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
-1 -1
Senyawa Energi Kisi / kJ Entalpi Hidrasi / kJ mol ∆H / kJ mol
-1
mol
MgCl2 + 2526 - 2659 - 133
NaCl + 788 - 784 +4
Faktor Entropi
Entropi kisi magnesium klorida adalah sekitar satu setengah
kali entropi kisi natrium klorida (Tabel 3.8). Hal ini paralel dengan
jumlah ion gas yang dihasilkan yaitu tiga ion gas untuk tiap molekul
MgCl2 dan dua ion gas untuk tiap molekul NaCl. Tetapi, oleh
2+
karena densitas muatan ion Mg jauh lebih besar dibandingkan
+ 2+
dengan densitas muatan ion Na , maka entropi hidrasi ion Mg
+
negatif jauh lebih besar daripada entropi hidrasi ion Na . Lapisan
2+
molekul-molekul air di seputar ion Mg yang terikat kuat
merupakan lingkungan yang jauh lebih teratur sehingga secara
keseluruhan faktor entropi tidak mendukung proses pelarutan
garam MgCl2 , dan hal ini berbeda dengan proses pelarutan garam
NaCl yang justru didukung oleh faktor enropinya.
Tabel 3.8 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
(dinyatakan dalam T ∆S)
Energi Bebas
Kombinasi kedua faktor tersebut, yaitu entalpi dan entropi,
menunjukkan bahwa proses pelarutan terutama sebagai akibat dari
besaran besaran perbedaan (∆) yang sangat kecil dalam besaran-
besaran energi kisi dan entalpi hidrasi yang sangat besar
sebagaimana ditunjukkan Tabel 3.9. Lebih lanjut untuk MgCl2,
faktor entalpi (negatif) mendukung pelarutan dan faktor entropi
(negatif) melawannya, tetapi berlaku sebaliknya bagi NaCl.
-1
Tabel 3.9 Perbandingan harga-harga ∆H, ∆S, dan ∆G (dalam kJ mol )
dengan energi kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan
MgCl2 dan NaCl
Magnesium mudah membentuk senyawa kovalen khususnya
dengan senyawa organik berukuran relatif besar. Hal ini berkaitan
dengan densitas muatan ion magnesium yang relatif tinggi, 120 C
-3
mm (bandingkan dengan densitas muatan ion kalsium yang
- 3
hanya 52 C mm ). Sebagai contoh, logam magnesium dapat
bereaksi dengan senyawa halokarbon (alkil halida), misalnya
bromoetana (C2H5Br) dalam pelarut etoksietana, (C2H5)2O (eter).
Atom magnesium menyusup masuk di antara atom-atom karbon
dan halogen membentuk ikatan kovalen dengan keduanya, dan
menghasilkan suatu senyawa organologam,
yang dikenal sebagai pereaksi Grignard, dan sangat luas dipakai
pada sintesis senyawa-senyawa organik; persamaan reaksinya
adalah :
C2H5Br (eter) + Mg (s) → C2H5MgBr (eter)
Sebagian besar logam magnesium juga dimanfaatkan untuk logam
paduan aluminium-magnesium karena sifatnya yang ringan dengan
-3
densitas rendah yaitu 1,74 g cm .
3.3.5 Kalsium dan Barium
Kedua logam ini berwarna keabu-abuan, bereaksi lambat
dengan oksigen udara pada temperatur kamar tetapi terbakar
hebat pada pema- nasan. Kalsium terbakar hanya menghasilkan
oksidanya, tetapi barium dapat menghasilkan dioksida(2-) dalam
kondisi oksigen berlebihan, me- nurut persamaan reaksi:
Semen
Telah disadari kira-kira sejak 1500 BC, bahwa pasta dari
campuran kalsium hidroksida dan pasir (mortar) dapat dipakai
untuk merekatkan batu bata atau batu-batu dalam konstruksi
bangunan. Campuran material tersebut secara perlahan mengikat
karbon dioksida dari udara dan mengubah kalsium hidroksida
menjadi padatan keras kalsium karbonat. Antara 100 BC hingga
400 AD, orang-orang Romawi dengan sempurna menggunakan
mortar kapur (gamping) untuk mendirikan bangunan-bangunan
dan pipa-pipa saluran air, dan sampai sekarang produknya banyak
yang masih bertahan. Mereka juga membuat penemuan-penemuan
yangpentingyaitubahwacampuran abu gunung berapi dengan
mortar kapur (gamping) memberikan material yang jauh lebih kuat.
Material-material ini merupakan bahan dasar pembuatan semen
modern.
Semen merupakan salah satu produk industri kimia terbesar
di dunia. Semen dibuat dengan menggerus batu kapur dan serpih
(alumino silikat) bersama-sama lalu memanaskan campuran ini
o
hingga 1500 C. Reaksi kimia yang terjadi membebaskan karbon
dioksida dan melelehkan sebagian komponen membentuk padatan
gumpalan (bongkahan) yang disebut dengan kerak-arang (clinker).
Kerak-arang ini kemudian digerus menjadi serbuk dan dicampurkan
dengan sedikit kalsium sulfat. Campuran ini dikenal sebagai semen
Portland. Susunan kimia semen ini adalah ~ 26 % Ca2SiO4
(dikalsium silikat), 51 % Ca3SiO5 (trikalsium silikat), dan 11%
Ca3Al2O6 (trikalsium aluminat). Ketika air ditambahkan maka
terjadi berbagai reaksi hidrasi yang kompleks yang salah satu tipe
reaksinya adalah:
Kalsium klorida
Kalsium klorida anhidrat bersifat higroskopik, mudah
menyerap uap air, dan oleh karena itu sering dipakai sebagai bahan
pengering di laboratorium kimia. Reaksi pembentukan heksahidrat,
CaCl2.6H2O, bersifat eksotermik. Kalsium klorida, sebagai ganti
natrium klorida, dapat dipakai untuk melelehkan es menurut dua cara.
Pertama, reaksinya dengan air sangat eksotermik, dan kedua,
kalsium klorida membentuk campuran yang membeku yang
berakibat banyak mereduksi titik leleh.
0
LoGAM GoLoNGAN p
4.1 Pendahuluan
Logam-logam golongan utama terdiri atas golongan s yaitu
golongan 1 (alkali) dan golongan 2 (alkali tanah), dan golongan p
yang meliputi golongan 13, 14, dan 15. Pada bab ini yang akan
dibicarakan adalah logam-logam utama golongan 13, 14 dan 15
secara selektif. Logam golongan 13, yang akan dibicarakan adalah
aluminium, galium, indium, dan talium, golongan 14 adalah timah,
dan timbel, sedangkan dari golongan 15 hanya satu unsur saja
yaitu bismut. Secara umum logam-logam golongan p kurang reaktif
dibandingkan dengan logam- logam golongan s.
4.2 GOLONGAN 13
4.2.1 Kecenderungan Golongan 13
Golongan 13 terdiri atas unsur-unsur boron, aluminium,
galium, indium, dan talium. Dari semua unsur golongan ini, boron
merupakan satu-satunyaunsurnonlogamdandiklasifikasisebagaiunsur
semilogam, yang secara terpisah telah dibicarakan dalam Buku Kimia
Anorganik Nonlogam. Unsur-unsur dari golongan ini tidak
menunjukkan pola titik leleh yang sederhana (teratur), tetapi
menunjukkan pola titik didih
yang cenderung menurun dengan naiknya nomor atom (Tabel 4.1).
Ketidakteraturan sifat ini disebabkan oleh perbedaan organisasi
struktur fase padat dari masing-masing unsur. Boron membentuk
kluster dengan 12 atom yang mempunyai bangun geometri
isosahedron. Aluminium mengadopsi struktur kubus pusat muka
(fcc), tetapi galium membentuk struktur yang unik yang tersusun
oleh pasangan-pasangan atom, sedangkan indium dan talium
masing-masing mempunyai struktur yang berbeda lagi.
Logam Golongan 15
p 5
bersangkutan sehingga menghasilkan densitas muatan positif yang
sangat tinggi, yang pada gilirannya mampu mempolarisasi setiap
anion yang mendekatinya untuk membentuk ikatan kovalen.
Spinel
Spinel pada mulanya adalah suatu senyawa magnesium
aluminium oksida, MgAl2O4. Tetapi, ternyata kemudian banyak
ditemui senyawa lain yang mengadopsi struktur yang sama dengan
oksida tersebut juga disebut spinel. Jadi, formula umum spinel
adalah AB2X4, dengan A dan B masing-masing adalah ion logam
dipositif dan tripositif, dan X adalah anion dinegatif, biasanya
oksigen.
Jaringan kerangka satu unit sel spinel terdiri atas 32 atom
oksigen yang tertata dalam geometri kemas rapat kubus (ccp)
yang hampir sempurna. Jadi, komposisi satu unit sel spinel yang
sesungguhnya
adalah A8B16O32. Bagian dari unit sel spinel ditunjukkan pada Gambar
4.4 dan kerangka ini hanya melukiskan seperdelapan saja dari satu
unit sel spinel. Ion-ion oksigen menempati geometri kubus pusat
muka (fcc); rongga-rongga octahedral terdapat di pusat kubus fcc
dan di tengah- tengah sisi-sisi kubus fcc, dan rongga-rongga
tetrahedral terdapat
di pusat setiap seperdelapan kubus fcc yang bersangkutan. Dalam
2+
struktur spinel normal, kation A (atau M ) menempati
seperdelapan dari rongga tetrahedral yang ada, dan kation B (atau
3+
M ) menempati
setengah dari rongga oktahedral yang ada. Dalam seperdelapan
unit sel tersebut (Gambar 4.4) terdapat empat ion oksigen (fcc: ⅛
x 8 + ½ x 6 = 4), satu kation A (interior) , dan dua kation B (¼ x
8 = 2), sehingga membentuk formula AB2O4. Untuk menyatakan
jenis rongga yang
ditempati oleh kation yang bersangkutan sering digunakan subskrip t
untuk rongga tetrahedral dan o untuk rongga oktahedral. Jadi,
2+ 3+ 2-
spinel MgAl2O4 lebih informatif ditulis (Mg )t(2Al )o(O )4.
Bagaimana sifat stano oksida terhadap asam dan basa?
2+
Timah(II) oksida bereaksi dengan asam membentuk ion Sn , dan
2-
dengan basa kuat membentuk ion stanit, [Sn(OH)4] . Jadi, SnO
menunjukkan sifat
amfoterik. Dengan melepaskan satu 2- molekul air, ion stanit [Sn(OH) ]2-
sering ditulis dengan formula SnO 4
4.3.6 Bismut
Bismut adalah logam golongan “utama” yang mempunyai
nomor atom tertinggi, mempunyai sifat metalik yang paling rendah,
rapuh, berwarna putih kemerahan, dan mempunyai struktur sama
seperti struktur arsen (As) dan stibium (Sb), serta merupakan
penghantar listrik yang paling rendah.
- -
2+ + OH + OH
[Pb(H2O)6] (aq) 2-
[Pb(OH)4] (aq)
[Pb(H2O)4(OH)2] (s)
+ H3O+ + H3O+
0
LoGAMGoLoNGANd
5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Pengertian Unsur-Unsur Transisi
Ada berbagai pandangan perihal kelompok unsur-unsur
transisi. Posisi unsur-unsur yang termasuk kelompok transisi atau
peralihan dapat diperiksa pada kerangka sistem periodik unsur
bentuk panjang, Tabel 5.1.1.
Tabel 5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi unsur-unsur
←s → transisi H He
Logam p
Reaktif ← Nonlogam →
d
← Logam Transisi → Al
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Y Cd Sn
1) Lu Hg miskin
Pb
2) Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt logam
Pascaaktinoida (amfoterik)
1) Seri Lantanoida, 4f
2) Seri Aktinoida, 5f
Dari kerangka sistem periodik tersebut nampak bahwa dari kiri ke kanan
ada pergeseran atau peralihan sifat kelompok unsur-unsur dari logam reaktif
yang berkurang secara perlahan dan akhirnya menjadi bersifat nonlogam.
Dengan demikian, secara sederhana unsur-unsur transisi menunjuk pada
unsur-unsur yang terletak antara kelompok logam reaktif dengan kelompok
nonlogam, atau antara kelompok s dengan kelompok p, yaitu kelompok d
dan kelompok f yang sering disebut transisi dalam (inner transition).
Ada tiga kelompok unsur-unsur transisi d yaitu transisi
pertama 3d, transisi ke dua 4d, dan transisi ke tiga 5d. Namun,
pada bagian ini pembicaraan lebih banyak ditekankan pada
kelompok unsur-unsur transisi pertama, 3d, saja. Barangkali dapat
langsung diduga bahwa yang dimaksud kelompok ini yaitu unsur-unsur
Sc-Zn. Sesungguhnya, banyak para ahli kimia anorganik menyatakan
bahwa logam zink tidak termasuk unsur transisi seri 3d, mengapa?
Baik atom Zn ataupun senyawanya yang dikenal, tidak ditentukan
10
oleh karakter peran elektron 3d , karena orbital ini telah penuh
berisi elektron; dan dengan demikian kelompok logam ini yaitu
golongan 12 sering dibicarakan secara terpisah.
Unsur K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
o
Titik Leleh / C 64 850 1540 1680 1900 1890 1240 1540 1500 1450 1080 420
o
Titik didih C 770 1490 2730 3260 3400 2480 2100 3000 2900 2730 2600 910
-
Densitas / g cm 0,86 1,54 3,0 4,5 6,1 7,2 7,4 7,9 8,9 8,9 8,9 7,1
1
Hantaran
- - - 2 3 10 2 17 24 24 97 -
Listrik a)
Jari-jari atom M
235 197 161 145 132 127 124 124 125 125 128 133
(dalam pm)
+
ion M 152 91
2+ b) 87 81 75 79
ion M 114 - 100 93 83 87
94 97 92 89
3+ b) 72 69 69
ion M 89 81 78 76
79 79 75
o
E / V:
+ +0,52
M → M -2,93
2+
M →M -2,76 -1,36 -1,18 - -1,19 - - - +0,34 -
0,91 0,44 0,28 0,23 0,76
3+
M →M -2,08
a) angka ini merupakan nilai sembarang dibandingkan dengan nilai 100 untuk perak
b)nilai di atas adalah nilai terendah (low-spin) dan nilai di bawah adalah nilai tertinggi (high-spin)
7 2 2+ 3+
Kobalt 27Co [18Ar] 3d 4s Co , Co +2 , +3
Nikel 8 2 2+ +2
28Ni [18Ar] 3d 4s Ni
+ 2+
Tembaga 29Cu 10 Cu , Cu +1, +2
[18Ar] 3d
1
4s
Zink 30Zn 10 2+ +2
[18Ar] 3d Zn
2
4s
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa energi orbital 3d
yang terisi elektron selalu lebih rendah dibandingkan dengan energi
orbital 4s yang sudah terisi (Kimia Anorganik I). Perbedaan tingkat
energi antara keduanya semakin besar dengan bertambahnya
elektron pada orbital 3d, sehingga urutan penulisannya juga
mendahuluinya. Jadi, konfigurasi
1 2 2 1
elektronik atom Sc dituliskan [18Ar] 3d 4s , tidak [18Ar] 4s 3d ,
demikian seterusnya untuk yang lain sebagaimana ditunjukkan Tabel
5.1.3. Hal ini sangat penting untuk pemahaman proses ionisasi,
bahwa elektron yang mudah dilepas lebih dahulu adalah elektron
terluar dalam arti pula elektron dengan energi tertinggi.
Dengan kata lain, pada proses ionisasi elektron-elektron 4s
akan selalu dilepas lebih dahulu sebelum elektron-elektron 3d.
Perubahan energi ikat elektron pada “daerah kritis” unsur-unsur
transisi, 3d, 4d, 5d, dan 6d, ditunjukkan oleh Gambar 5.1.1.
Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu
+4 +3 , +4 +3, +6 +2, +3, +2, +3 +2, +3 +2 +1, +2
+7
Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
+4 +5 +6 +4, +7 +3 +3 +2 +1
Hf Ta W Re Os Ir Pt Au
+4 +5 +6 +4, +7 +4, +8 +3, +4 +2, +4 +3
Katalisator homogen
Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan
pembentukan senyawa-senyawa kompleks antara yang bersifat
tidak stabil dalam tahap-tahapreaksi. Katalis dengan
reaktanmembentuk kompleks antara yang mengakibatkan reaktan
dalam kompleks menjadi aktif membentuk produk baru dengan
disertai pelepasan kembali katalisatornya. Oleh karena itu, unsur-
unsur transisi sangat berperan dalam reaksi katalitik karena
sifatnya mudah membentuk senyawa kompleks, misalnya pada
banyak reaksi organik dipakai senyawa Pd(II) dan Pt(II).
Selain pembentukan senyawa kompleks, reaktan sering dibuat
ak- tif oleh karena keterlibatan proses redoks pada katalisnya, dan
dengan demikian unsur-unsur transisi sangat berperan karena
kemampuannya membentuk variasi tingkat oksidasi. Sebagai
2+ + 3+ 2+ 3+
contoh, pasangan Cu / Cu , Co / Co , dan pasangan Mn
2+
/ Mn yang merupakan pa-
sangan transfer satu elektron, banyak dipakai pada oksidasi
hidrokar- bon dalam skala besar-besaran.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh reaksi organik katalitik:
(1) Pada reaksi hidrocarbonilasi alkena menjadi aldehid (artinya
pengikatan hidrogen dan karbonil, CO) dipakai katalisator
Co(I) atau Rh(I) :
RHC= CH2 + H2 + CO
Reaksi ini, walaupun kurang tepat, sering juga disebut sebagai
reaksi hidroformilasi yang mengacu pada terikatnya
formaldehid pada alkena. Katalisator Co(I) dalam bentuk
kompleks hidrokarbonil diduga mengalami perubahan sebagai
berikut:
HCo(CO)4 HCo(CO)3 + CO
(2) Pada reaksi oksidasi etena menjadi metanal (proses Wacker)
dipakai katalisator Pd(II) dan Cu(II) :
H2C = CH2 + O2
CH3 I + CO
+ H2O → CH3COOH + H I
CH3OH + H I → CH3 I + H2O
Katalisator heterogen
Katalisator heterogen dalam bentuk padatan banyak dipakai
dalam bidang industri untuk reaksi-reaksi fase gas yang biasanya
berlangsung pada temperatur relatif tinggi. Oleh karena logam-
logam transisi mempunyai titik leleh yang sangat tinggi dan kuat,
maka dapat memenuhi syarat untuk berperan sebagai katalisator.
Salah satu keuntungan pemakaian katalis heterogen adalah bahwa
produk reaksi langsung terpisah dari fase katalisnya, sehingga tidak
memerlukan tahapan pemisahan khusus. Biasanya, reaktan
dilewatkan pada lorong katalis melalui satu ujung dan ke luar
menjadi produk pada ujung yang lain. Katalisator padatan ini dapat
berupa logam murni, paduan maupun senyawa oksidanya.
Selainmemberikanpermukaanyangluas, fase padatdimaksudkan
memberikan bentuk pori-pori yang sesuai untuk media terjadinya
reaksi secara efektif. Untuk itu, katalisator dapat dibuat dalam
bentuk serbuk yang disebarkan pada suatu wadah atau suporter.
Sebagai contoh, serbuk paduan Pt-Rh, yang disebarkan pada
suporter γ-Al2O3, dipakai dalam alat gas buang auto-mobil untuk
media terjadinya reaksi oksidasi gas buang CO dan reduksi gas-gas
oksida nitrogen yang sangat berbahaya agar ke luar sebagai CO2
dan N2.
Laju reaksi persenyawaan antara gas hidrogen dengan
oksigen pada temperatur 800 K juga dipercepat dengan pemakaian
katalisator logam platina, Pt:
2 H2 (g) + O2 (g) Pt 2 H2O (g)
;
Bagaimana cara kerja katalisator padatan demikian ini?
Interaksi molekul-molekul gas reaktan dengan logam katalis
dibedakan dalam dua jenis, physisorption (fisisorpsi) dan
chemisorption (kemisorpsi). Pada jenis pertama molekul-molekul
gas reaktan sekedar mengumpul terkonsentrasi pada permukaan
lorong-lorong katalis. Pada jenis ke dua molekul-molekul gas
reaktan terpecah ikatannya sebagian atau seluruhnya karena
melekat berikatan secara lemah dengan logam katalis, sehingga
ikatan dalam reaktan menjadi lemah atau reaktan berubah menjadi
atom-atomnya yang bersifat aktif sehingga dengan mudah dapat
membentuk ikatan baru antar reaktan.
Dari hasil penelitian ternyata diperoleh kesimpulan bahwa
logam- logam transisi mempunyai kecenderungan lebih mudah
melakukan kemisorpsi terhadap molekul gas-gas tertentu relatif
terhadap logam- logam lain sehingga cocok dipakai sebagai
katalisator, sebagaimana di- tunjukkan dalam Tabel 5.1.6. Contoh
skematik fisisorpsi dan kemisorp- si molekul gas H2 pada
permukaan logam Ni ditunjukkan pada Gam- bar 5.1.2.
Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2
pada permukaan logam nikel
Gas
Unsur
O2 C2H2 C2H4 CO H2 CO2 N2
Ti, V, Cr, Fe + + + + + + +
Zr, Nb, Ta, Mo + + + + + + +
Hf, W, Ru, Os + + + + + + +
Ni, Co + + + + + + -
Rh, Pd, Pt, Ir + + + + + - -
Mn, Cu + + + + ± - -
Al, Au + + + + - - -
Na, K + + - - - - -
Ag, Zn, Cd + - - - - - -
In, Si, Ge, Sn + - - - - - -
Pb, As, Sb, Bi + - - - - - -
4+ 5+ 2-
(g) 2 V + O2 → 2 V O
Jadi, laju reaksi oksidasi tahap (2) dipercepat oleh proses reduksi
vana- dat yang kemudian diperoleh kembali.
Satu jenis lagi pemakaian katalisator heterogen adalah pada
pro- ses elektrolisis. Dalam hal ini molekul-molekul gas hasil
elektrolisis bia- sanya mengumpul di sekitar elektrode, sehingga
menghambat proses elektrolisis lebih lanjut. Akibatnya, sel
elektrolisis mengalami overpo- tential (tegangan berlebih), dan
semakin panas. Untuk mengurangi ham-
batan ini dapat dipakai oksida-oksida logam transisi yang
diserakkan di seputar elektrode, sehingga memperlancar evolusi
gas hasil. Misalnya untuk gas hasil Cl2, dapat dipakai RuO2, dan
untuk gas hasil O2 dapat dipakai kompleks
tetrafenilporfirinakobalt(II), Co(TPP). Sesungguhnya, masih banyak lagi
peran unsur-unsur transisi sebagai katalisator enzima- tik, namun
tidak mungkin dibicarakan pada kesempatan ini.
3dx n µs = BM
Contoh, ion
0 3+ 4+ 5+
3d 0 0 Sc , Ti ,V
1 3+ 4+
3d 1 1,73 Ti ,V
2 2+ 3+
3d 2 2,83 Ti , V
3 3+ 2+
3d 3 3,87 Cr , V
4 2+ 3+
3d 4 4,90 Cr , Mn
5 2+ 3+
3d 5 5,92 Mn , Fe
6 2+ 3+
3d 4 4,90 Fe , Co
7 2+
3d 3 3,87 Co
8 2+
3d 2 2,83 Ni
9 2+
3d 1 1,73 Cu
10 + 2+
3d 0 0 Cu , Zn
x
Catatan : perlu diingat bahwa bagi setiap konfigurasi elektron d gasal (d , x =
gasal), spesies yang bersangkutan pasti bersifat paramagnetik ; tetapi untuk x =
genap terdapat dua kemungkinan, yaitu paramagnetik jika terdapat elektron yang
tidak berpasangan dan diamagnetik jika semua elektron berpasangan.
Asal-usul sifat magnetik
Sifat diamagnetik
Ba
2+ -24,0 Fe
2+ -13,0 Rb+ -22,5 ClO4 -32,0
-
Bi
3+ -25,0 Fe
3+ -10,0 Zn
2+ -15,0 NO2 -10,0
-
Ca
2+ -10,4 Hg
2+ -40,0 F
- -9,1 NO3 -18,9
Cd
2+ -22,0 K
+ -14,9 Cl- -23,4 OH- -12,0
Co
2+ -12,0 Li+ -1,0 Br- -34,6 O
2- -7,0
2-
Co
3+ -10,0 Mg
2+ -5,0 I
- -50,6 PtCl6 -148,0
-
Cr
2+ -15,0 Mn
2+ -14,0 BF4 -39,0 S
2- -38,0
2-
Cr
3+ -11,0 Na+ -6,8 CN- -13,0 SO3 -38,0
+ 2-
Cs+ -35,0 NH4 -13,3 CNO- -21,0 SO4 -40,1
-
Cu+ -12,0 Ni
2+ -12,0 CNS- -31,0 SO4H -35,0
Ligan χL Ligan χL
H2O air -13 C2H8N2 etilendiamin -46
2-
NH3 amonia -18 C2O4 oksalat -25
2-
N2H4 hidrazin -20 C3H2O4 malonat -45
-
CO carbonil -10 C5H7O2 asetilasetonat -52
- -
CHO2 format -17 C5H5 siklopentadienil -68
CH4N2O urea -34 C5H5N piridina -49
CH4N2S tiourea -42 C6H6 benzena -55
C2H4 etilen -15 C10H8N2 bipiridina -105
-
C2H3O2 asetat -30 C12H8N2 fenantrolina -128
-
C2H3NO2 glisinat -37
Sifat paramagnetik
Sistem atomik, molekular, radikal bebas, atau ion yang
memiliki satu atau lebih elektron nirpasangan akan memiliki momen
magnetik permanen yang ditimbulkan oleh momentum sudut spin
dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan ini. Elektron ini
dapat berasal dari orbital s misalnya untuk uap atom logam alkali,
orbital p misalnya pada O2, NO, ClO2, dan radikal bebas, orbital d
untuk seri logam transisi 3d, 4d, dan 5d, dan orbital f untuk seri
lantanoida dan aktinoida.
Semua senyawa dengan momen magnetik permanen
menunjuk- kan sifat paramagnetik normal. Jika senyawa
paramagnetik dikenai medan magnetik luar, atom-atom atau
molekul-molekul magnet per- manen akan menata diri searah
dengan arah medan sehingga tertarik menuju medan. Hal ini
menghasilkan suseptibilitas magnetik (χ) positif yang tak
bergantung pada besar medan magnetik yang mengenainya, tetapi
bergantung pada temperatur karena agitasi termal akan mela- wan
orientasi dwi kutub magnetik. Maka, efektivitas medan magnetik
akan hilang dengan naiknya suhu. Secara matematik,
kebergantungan C
ini telah dilukiskan menurut hukum Curie, χ = T , atau Curie – Weiss, χ
C
=
, dengan C = tetapan Curie dan �� = tetapan Weiss. Nilai ini
T -
meru- pakan sifat individual senyawa dan harus ditentukan secara
eksperimen
dengan variasi temperatur.
Dalam pengukuran suseptibilitas molar suatu senyawa, nilai
koreksi diamagnetik atom-atom konstituennya harus
diperhitungkan,
dan hasilnya adalah suseptibilitas molar terkoreksi, χM’. Hubungan
antara suseptibilitas molar dengan momen magnetik menurut
mekanika kuantum dinyatakan dalam rumusan:
N
χ ’= 2 2.................................................... (1.1)
M
3kT
dengan N = bilangan Avogadro = 6,02205 . 1023 mol-1, β = 1 BM =
0,9273.10-23 J T-1, k = tetapan Boltzmann = 1,38066 . 10-23 J K-1,
dan µ = momen magnetik permanen dalam BM. Dengan
memasukkan nilai- nilai tetapan tersebut diperoleh formula:
µeff = 2,83 ÷M ' T
BM..............................(1.2)
Momen magnetik
spin
Bilangan kuantum spin elektron dianalogikan dengan konsep
rotasi elektron pada sumbunya sendiri. Dengan demikian menurut
mekanika gelombang, momentum sudut elektron yang berkaitan
dengan bilangan kuantum spin adalah terkuantisasi sebesar
s(s 1)
h/2�, sehingga momen magnetik spin mengikuti rumusan:
µs = g s(s 1) s(s 1) 4s(s 1)
e.m.u = BM = BM.....(1.6)
β
2
dengan g = faktor pembelahan Lande atau rasio giromagnetik
yaitu rasio momen magnetik terhadap momentum sudut yang
besarnya untuk elektron bebas secara eksak adalah 2,002320 ±
0,000004. Nilai ini adalah 1 untuk momen orbital dan sering
dibulatkan menjadi 2 untuk momen spin. Perbedaan nilai 0,00232
bagi elektron bebas oleh karena koreksi relativistik.
Momen magnetik tersebut adalah momen permanen, oleh
karena itu jika dikenai medan magnetik dari luar akan berinteraksi
menghasilkan efek paramagnetik.
Tipe paramagnetik
Sifat magnetik senyawa kompleks berkaitan dengan jumlah
elektron nirpasangan dalam sistem molekul kompleks ini. Oleh
karena
itu perlu diturunkan suatu rumusan momen magnetik yang
berkaitan dengan jumlah elektron nirpasangan yang nilainya teruji
oleh hasil pengukuran menurut rumusan (1.2) tersebut. Oleh karena
sifat magnetik dalam sistem multielektron berasal dari momentum
sudut spin dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan
dalam sistem ini, maka kedua total momentum ini harus
ditambahkan menurut aturan kuantum penjumlahan vektor.
Sifat paramagnetik normal suatu senyawa kompleks
bergantung paling tidak pada tiga faktor yaitu (1) jumlah elektron
nirpasangan,
(2) tingkat dasar spektroskopik, dan tingkat eksitasi di atasnya jika
pembelahan seharga orde kT, dan (3) kuat medan ligan dan
konfigurasi geometrinya.
Spin only
Tipe momen magnetik ini sesungguhnya sama dengan yang
berlaku bagi pembelahan multiplet kecil tetapi dengan L = 0
sehingga nilai momen magnetik hanya didominasi oleh momentum
sudut spin saja; atau dengan kata lain untuk tipe ini kontribusi
momentum sudut orbital lenyap sama sekali sehingga rumusan
momen manetiknya menjadi:
µs = 4S (S 1) BM ; dengan mengingat bahwa S = n/2, maka
= n (n 2) BM.....................................................(1.9)
Tipe momen magnetik semacam ini kemudian dikenal sebagai
momen magnetik spin only.
Koreksi diamagnetik
Secara umum, senyawa paramagnetik terdiri atas pusat-
pusat paramagnetik dan gugus-gugus diamagnetik, bahkan ion
paramagnetik monoatomik juga mempunyai nilai diamagnetik;
gugus- gugus diamagnetik ini tentu saja harus diperhitungkan
sebagai faktor koreksi. Jadi, suseptibilitas molar suatu senyawa
merupakan jumlah aljabar suseptibilitas atom, ion atau molekul
penyusun senyawa ini. Oleh karena itu, suseptibilitas per mol
terkoreksi (χM’) suatu ion logam
paramagnetik dalam suatu senyawa dapat diperoleh dengan
mengukur suseptibilitas molar senyawa ini (χM) dan kemudian
dikurangi dengan faktor diamagnetik ion atau molekul penyusunnya
(χL) :
χM’ = χM (pengukuran) - χL
Gambar 5.1.3 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per satuan
area (a), menjadi berkurang ketika melewati sampel
diamagnetik (b), tetapi bertambah ketika melewati sampel
paramagnetik (c), dan
timbangan magnetik model Gouy (d)
=
[w1 w2 ].. g .M , dengan
χr
M
w.H 2
∆w1 = perbedaan antara massa sampel + tabung yang
ditimbang dengan dan tanpa medan magnetik
∆w2 = perbedaan antara massa tabung yang ditimbang
dengan dan tanpa medan magnetik (berharga
negatif)
w = massa sampel yang ditimbang tanpa medan magnetik
l = tinggi / panjang sampel dalam tabung
Mr = massa rumus relatif (berat molekul) sampel
H = kuat medan magnetik
g = gaya gravitasi bumi di mana dilakukan pengukuran
Semua besaran-besaran yang terlibat dalam pengukuran tersebut telah
diketahui, sehingga M dapat dihitung. Harga ini tentu masih harus
χ
dikoreksi dengan suseptibilitas diamagnetik, χL, sehingga diperoleh
χ ’ = χ - χL. Selanjutnya nilai momen magnetik, µ, dihitung menurut
M M
persamaan (1.2),
µs = 2,828�(χM’.T) BM, dengan T = temperatur sampel (dalam Kelvin)
Pengukuran dan perhitungan seperti ini dari banyak macam sampel
menghasilkan nilai-nilai yang relatif tidak berbeda dengan µs
teoretik berdasarkan jumlah elektron nirpasangan (Tabel 5.1.7).
Jari-jari
4+ ionik
3+ / pm:
2+
M ;M ;M 60,5 ; 67 ; 86 72 ; - ; - 71 ; - ; -
(bilangan koordinasi 6)
o
Potensial reduksi : E
4+ - 0,86 - 1,43 - 1,57
/VM + 4e → M (s)
2 2 2 2 14 2 2
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s [36Kr]4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
5.2.5 Halida
Titanium halida dikenal dalam beberapa tingkat oksidasi yaitu
Ti(II), Ti(III), dan Ti(IV). TiF4 berupa padatan putih dan dapat
diperoleh dari reaksi TiCl4 dengan HF anhidrat, atau dari reaksi
langsung antara
o
logam titanium dengan F2 pada suhu ~ 200 C. Jika digunakan larutan
HF berlebihan dapat mengakibatkan terbentuknya ion kompleks
2-
[TiF6] . TiF3 berupa padatan biru, dapat diperoleh dari reaksi
o
logam titanium dengan HF anhidrat pada suhu ~ 700 C. Senyawa
3-
kompleks yang mengandung ion [TiF6] juga telah dikenal.
Ada beberapa senyawa titanium klorida yang dikenal, yaitu
serbuk hitam TiCl2, padatan violet atau coklat TiCl3, dan cairan tak
berwarna TiCl4. Titanium(IV) klorida merupakan halida terpenting,
khususnya sebagai bahan awal untuk pembuatan senyawa-
senyawa titanium yang lain. Dalam udara lembab, TiCl4
mengeluarkan asap dengan kuat dan terhidrolisis menjadi TiO2.
Tetapi, adanya HCl atau berkurangnya
kandungan H2O dapat mengakibatkan hidrolisis parsial menjadi
4- 3-
senyawa okso klorida, [TiO2Cl4] atau [TiOCl5] . Dalam larutan
yang dijenuhkan dengan gas HCl dapat terbentuk ion kompleks
2-.
[TiCl6]
Reaksi TiCl4 dengan asam sulfat pekat menghasilkan
titanium(IV) sulfat, Ti(SO4)2 ataupun TiOSO4, dan reaksi TiCl3
dengan asam sulfat encer menghasilkan garam sulfatnya,
Ti2(SO4)3.8H2O. Halida lain yang dikenal adalah sebagai TiBr4,
TiBr3, TiI4, TiI3, dan TiI2.
5.3 GOLONGAN 5
VANADIUM, NIOBIUM, DAN TANTALUM
5.3.1 Pendahuluan
Vanadium berasal dari kata vanadis, yaitu nama dewi
kecantikan di Skandinavia, pada mulanya ditemukan oleh N.G.
Selfström di Swedia pada tahun 1830, bersama-sama dalam bijih
besi. Disebut demikian kare- na senyawaannya kaya akan warna.
Sesungguhnya, unsur ini telah dike- nali oleh A.M. del Rio pada
tahun 1801 yang ditemukan dalam bijih timbel yang disebut dengan
eritronium. Namun sayangnya, beliau sendiri mem- batalkan
penemuannya ini. Logam ini tampak bersinar cemerlang, cukup
lunak sehingga mudah dibentuk seperti pembuluh, mempunyai titik
leleh 1915 oC dan titik didih 3350 oC, serta tahan terhadap korosi.
Vanadium dapat bersenyawa dengan karbon di dalam baja,
membentuk senyawa V4C3 yang berupa butiran-butiran halus
terdispersi dan membuat baja menjadi lebih tahan lama dan tahan
sobekan walaupun pada temperatur tinggi, sehingga lebih baik
daripada baja biasa. Penambahan karbon kira- kira 10 %
mengakibatkan kenaikan titik leleh yang sangat mencolok men- jadi
kira-kira 2700 oC. Dengan sifat seperti ini, produksi vanadium
sebagian besar (~ 80 %) digunakan untuk logam aditif pada baja,
khususnya untuk keperluan baja yang tahan goncangan pada
kecepatan tinggi. Selain itu logam vanadium juga dipakai sebagai
logam paduan dengan logam alu- minium dengankomposisi kira-
kira10 % berat.
Niobium pada mulanya dikenali oleh C. Hatchett pada tahun
1801. Beliau berhasil mengisolasi oksidanya dari mineral columbit
menjadi un- sur yang dia sebut columbium. Sementara itu A.G.
Ekeberg pada tahun 1802 mengidentifikasi adanya unsur baru yang
disebut tantalum karena sifat mineralnya yang sukar larut dalam
berbagai asam. Pada saat itu hing- ga tahun 1844 unsur columbium
dan tantalum diduga hanya satu saja. Namun H. Rose kemudian
berhasil menunjukkan bahwa mineral columbit ternyata mengandung
dua unsur yang berbeda, yaitu yang pertama dise- but tantalum
sebagaimana ditemukan Ekeberg dan yang ke dua diberi nama
niobium yang artinya anak tantalum. Nama ini kemudian diadopsi
oleh IUPAC (1950) walaupun nama columbium lebih dulu
dikenalkan. Lo- gam niobium ketika pertama kali diisolasi oleh C.W.
Bloomstrand pada ta- hun 1866 dari reduksi garam kloridanya
dengan hydrogen masih belum murni. Preparasi logam murninya
berhasil dilakukan pertama kali pada tahun 1907 oleh W. von Bolton
melalui reduksi garam fluorometalat de- ngan natrium.
Logam-logam golongan 5 ini belum terlalu banyak diketahui
man- faatnya, kecuali vanadium yang digunakan sebagai baja
vanadium yang merupakan logam paduan keras dan sering dipakai
untuk pisau maupun peralatan-peralatan pertukangan lain. Niobium
banyak digunakan pada berbagai stainless steel terutama untuk
penggunaan pada temperatur tinggi, dan kawat Nb/Zr digunakan
dalam magnet superkonduktor. Tan- talum, yang sangat tahan
terhadap korosi pada temperatur kamar, sangat ideal untuk material
peralatan operasi (bedah), peralatan industri elek- tronik seperti
kapasitor dan kawat-filamen
Karakteristika 23
V Nb Ta
41 73
Kelimpahan / ppm
136 20 1,7
(dalam kerak bumi)
Densitas / g cm-3 (20 6,11 8,57 16,65
o
C)
Titik leleh ( oC) 1915 2468 2980
Titik didih ( oC) 3350 4758 5534
Jari-jari atomik / pm
134 146 146
(bilangan koordinasi
12)
Jari-jari ionik /
pm M5+; M4+; 54 ; 58 ; 64 ;79 64 ; 68 ; 72 ; - 64 ; 68 ; 72 ; -
M3+; M2+
(bilangan koordinasi 12)
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d3 4s2 [36Kr] 4d4 5s1 [54Xe] 4f14 5d3 6s2
Elektronegativitas 1,6 1,6 1,5
3 basa 2+ -vanado
+ 2 (3d ) VO V violet
hitam - abu- -vanadium(II)
abu
2 basa 3+ -vanadi
+ 3 (3d ) V2O3 V hijau
hita -vanadium(III)
m
2+ - oksovanadium(IV)
VO biru
1 amfoterik - vanadil
+4 (3d ) VO2
biru legam n- - hipovanadat
[X] * coklat
- vanadit
+
0 amfoterik VO23- - dioksovanadium(V) kuning
+ 5 (3d ) V2O5 VO4
kuning-oranye - vanadat tak
berwarna
n-
[X] * Tidak ada bentuk anionik vanadit yang sederhana
melainkan bersifat poliatomik ; salah satu contoh
2-
adalah [V4O9] .
��������������������������������������������������
2
+
2 VO + (aq) + 4 H O+ + 2 Cl- (aq) 2 VO2+ (aq) + 6 H O (l) + Cl (g)
2 3 2 2
Vanadium oksida, VO
Vanadium oksida, VO, berwarna abu-abu hitam, dapat
diperoleh dari reduksi V2O3 dengan logamnya, V. Oksida ini bersifat
basa seperti halnya V2O3, larut dalam asam membentuk ion V2+ yang
berwarna violet:
VO (s) + 2 H3O+ (aq) → V2+ (aq) + 3 H2O (l)
Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO (a) dan ion [M6O19]8- (b)
Tingkat
Fluorida Klorida Bromida Iodida
Oksidasi
+5 VF5 -tak - - -
berwarna
NbF5 - putih NbCl5 - kuning NbBr5 - oranye NbI5 - kuningan
+2 VF2 - biru VCl2 - hijau pucat VBr2 -oranye coklat VI2- merah
violet
Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 yang bersekutu
pada (a) sudut-sudutnya dan (b) sisi-sisinya
ke tiga (5d).
Gambar 5.3.6 Struktur geometri [Nb6Cl12]2+
Garam-garamlainnon-oksotentusajastabilpadatingkatoksidasi+2
dan +3, dan sebagai senyawa kompleks umumnya mempunyai
bilangan koordinasi empat dan enam. Sebagai contoh [V(H2O)6] SO4 ,
[VCl2(H2O)4], [VF6]3-, dan [VCl4]-, dan masih banyak lagi yang dalam
air memberikan rumusan umum [V(H2O)6]2+ yang berwarna violet,
dan [V(H2O)6]3+ yang berwarna hijau.
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium
Tingkat
oksidasi
Senyawa dan
warnanya
+5 VO2F - coklat VO2Cl - oranye
VOF3 - VOCl3 - kuning VOBr3 - merah tua
kuning
-
- [VOCl4]
[VOF4] 3-
[VO2Cl4]
VOF2 - VOCl2 - hijau
+4 2- VOBr2 - kuning
kuning [VO(CN)4] - biru-hijau coklat
+3 - VOCl - kuning VOBr - violet
coklat
Molibdenum dan
Wolfram
Logam molibdenum diproduksi sebagai hasil utama maupun
ha- sil sampingan dalam pengolahan tembaga. Pada proses
tersebut, bijih molibdenit terlebih dahulu dipisahkan dengan teknik
flotasi, kemudian dipanggang untuk memperoleh oksidanya, MoO3.
Jika ingin diguna- kan langsung sebagai paduan seperti pada pabrik
baja, oksida ini di- ubah menjadi feromolibdenum dengan proses
aluminotermik. Untuk memperoleh logam yang lebih murni,
molibdenum oksida dilarutkan dalam larutan amonia untuk
dikristalkan sebagai amonium molibdat, kadang-kadang sebagai
dimolibdat, [NH4]2[Mo2O7], atau sebagai pa- ramolibdat,
[NH4]6[Mo7O24].4H2O bergantung pada kondisinya. Mo- libdat ini
kemudian dapat direduksi dengan gas H2 menjadi serbuk lo- gam
molibdenum yang berwarna abu-abu.
Logam wolfram dapat diperoleh dengan pemanasan langsung
hingga meleleh campuran bijihnya, tungstat skelit, CaWO4, dan
wol- framit, (Fe,Mn)WO4, dengan alkali, kemudian diendapkan
dalam air se- bagai WO3 dengan penambahan asam. Reduksi
o
oksida ini dengan H2 pada ~ 850 C akan menghasilkan serbuk
logam wolfram berwarna abu-abu. Pengubahan serbuk logam
menjadi padatan masif baik untuk logam Mo maupun W dapat
dilakukan dengan kompresi tinggi meng- gunakan gas H2.
5.4.3 Kecenderungan Logam-Logam Golongan 6
Karakteristika logam-logam golongan ini dapat diperiksa pada
Tabel 5.4.1.
Tabel 5.4.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 6
Gambar 5.4.1 Struktur rantai dalam unit tetrahedral , ion CrO 2-, dan
CrO3 CrO4 4
ion Cr O 2-
27
atau :
2- 2- -
2 CrO4 (aq) + H2 O (l) Cr2O7 (aq) + 2 OH (aq)
kuning merah oranye
Kromil klorida
Reaksi antara CrO3 dengan asam klorida membentuk
senyawa okso halida, yaitu kromil klorida, CrO2Cl2, yang berupa
o
cairan merah tua dengan titik 117 C, menurut persamaan reaksi
berikut ini:
CrO3 (s) + 2 HCl (aq) → CrO2Cl2 (l) + H2O (l)
Kromil klorida juga dapat langsung diperoleh dari kalium dikromat
yang dicampur dengan natrium klorida, kemudian mereaksikan
campuran ini dengan asam sulfat pekat menurut persamaan reaksi:
Konfigurasi elektronik 5 2 6 14 5 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d [54Xe] 4f 5d 6s
1
5s
Elektronegativitas 1,5 1,9 1,9
Tabel 5.5.2 Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan setengah reaksi
mangan, teknesium, dan renium dalam larutan asam pada
25°C.
o o
Pasangan setengah reaksi E / V - n E / V.mol
-
e
2+
Mn (aq) + 2 e Mn (s) - 1,185 - 2,370
3+
Mn (aq) + 3 e Mn (s) - 0,283 - 0,849
+
MnO2 + 4 H + 4 e Mn (s) + 2 H2O 0,024 0,096
2- + 2+
MnO +8H +4 Mn (aq) + 4 H2O 1,742 4,598
e
4- +
MnO + 8 H + 5 e 2+
4 Mn (aq) + 4 H2O 1,507 5,155
2+
Tc (aq) + 2 e Tc (s) 0,400 0,800
+
TcO2 + 4 H + 4 e Tc (s) + 2 H2O 0,272 1,088
+
TcO3 + 2 H + 2 e TcO2 + H2O 0,757 2,602
- + 2+
TcO + 8 H + 5 e Tc (aq) + 4 H2O 0,500 3,300
4
3+
Re (aq) + 3 e Re (s) 0,300 0,900
+
ReO2 + 4 H + 4 e Re (s) + 2 H2O 0,251 1,004
+ 3+
ReO3 + 6 H + 3 e Re (aq) + 3 H2O 0,318 1,854
2- + 3+
ReO +8H +3 Re (aq) + 4 H2O 0,795 3,285
e
4- +
ReO + 8 H + 4 e 3+
4 Re (aq) + 4 H2O 0,422 2,588
+ 2 H2O (l)
Dariketigalogamtersebut, hanyamanganyangmempunyaitingkat
oksidasi dibawah +4 dalam senyawa oksidanya. Mn3O4 adalah
mineral
berwarna hitam, yang dapat dibuat dari semua oksida mangan dengan
pemanasan hingga suhu ~ 1000 oC di udara. Oksida ini mempunyai
struktur spinel, dan supaya lebih informatif dapat diformulasikan
sebagai (Mn2+)(2Mn3+)(O2-)4 atau (Mn2+)t (2Mn3+)o (O2-)4; dalam spinel ini
ion-ion Mn2+ menempati rongga tetrahedral dan Mn3+ menempati
rongga oktahedral dari suatu kemas rapat kubus pusat muka (fcc)
anion O2-.
Semua mangan oksida dapat direduksi dengan hidrogen
membentukoksidadengantingkatoksidasiterendah MnOyangberwarna
abu-abu kehijauan. Oksida ini bersifat basa, mempunyai struktur
NaCl, dan bersifat antiferomagnetik dengan titik Néel 118 K. MnO2
juga bersifat antiferomagnetik dibawah temperatur 92 K, sedangkan
Mn3O4 bersifat ferimagnetik dibawah temperatur 43 K oleh karena
spin elektron-elektron menjadi paralel.
Tingkat Warna
Oksida Hidroksida Sifat Ion Nama
Oksidasi Ion
+2 MnO Mn(OH)2 basa 2+ Mangan(II) Pink
Mn
moderat
+3 Mn2O3 Mn(OH)3 Basa lemah 3+ Mangan(III) Violet
Mn
MnO(OH)2 2-
amfoterik / MnO
+4 MnO2 atau 3 Manganit Coklat
asam lemah
H2MnO3
2-
+6 asam moderat MnO Manganat Hijau
MnO3 H2MnO4 4
+7 Mn2O7 HMnO4 Asam kuat MnO 4-
Permanganat Ungu
Mangan(II)
Berdasarkan nilai potensial reduksinya, mangan(II) merupakan
spesies mangan yang paling stabil, dan ini mungkin dapat dikaitkan
dengan konfigurasi elektronik setengah penuh, 3d5. Larutan garam-
garan
mangan(II) seperti garam klorida, sulfat dan nitrat, dalam air
berwarna pink pucat dan sering dinyatakan sebagai ion Mn2+, atau
dalam perspektif ion kompleks sebagai [Mn(H2O)6]2+. Penambahan
alkali hidroksida ke dalam larutan Mn2+ diperoleh endapan Mn(OH)2
yang berupa gelatin putih hingga pink pucat, tetapi di udara terbuka
hidroksida ini segera teroksidasi menjadi mangan(III) oksihidroksi,
MnO(OH) yang berwarna coklat gelap. Persamaan reaksinya adalah:
Mn2? (aq) + 2 OH- (aq) → Mn(OH)2 (s)
4 Mn(OH)2 (s) + O2 (g) → 4 MnO(OH) (s) + 2 H2O (l)
Mangan(II) hidroksida hanya diendapkan sebagian saja oleh
larutan amonia, karena endapan Mn(OH)2 larut dalam larutan garam
amonium menurut persamaan reaksi sebagai berikut:
Mn(OH)2 (s) + 2 NH4 + (aq) Mn2+ (aq) + 2 NH (g)
3
+ 2 H O (l)
2
Mn(OH)2 bersifat basa moderat, oleh karena itu larut dalam
asam, dan tidak larut dalam basa alkali. Pemanasan basa ini tanpa
udara dapat menghasilkan oksidanya, MnO, yang berwarna abu-abu-
hijau.
Mn(OH)2 (s) MnO (s) + H2O (g)
Mangan(III)
Mangan(III) di alam terdapat sebagai oksidanya, yaitu Mn2O3
dan MnO(OH), tetapi ion Mn3+ tidak stabil dalam air dan mudah
tereduksi menjadi Mn2+ sebagaimana dinyatakan oleh rendahnya nilai
potensial re- duksinya. Mineral Mn3O4, berwarna hitam, merupakan
campuran oksida Mn(II) dan Mn(III), yang dapat terbentuk pada
pemanasan semua jenis mangan oksida hingga ~1000 oC di
udara.Larutan garam MnCl3 (hitam) dapat diperoleh dari reaksi MnO2
dengan asam hidroklorida pada tem- peratur rendah, dan akan
terurai pada temperatur diatas -40 oC, menurut persamaan reaksi :
2 MnO2 (s) + 8 HCl (aq) → 2 MnCl3 (aq) + 4 H2O +
Cl2 (g) 2 MnCl3 (aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
Mangan(IV)
Mangan(IV) terdapat sebagai oksidanya yaitu MnO2 yang
bersifat antiferomagnetik di bawah temperatur ~ 92 K. MnO2, dapat
terurai men- jadi Mn2O3 pada ~ 530 oC, namun oksida ini sangat
penting, karena meru- pakan oksidator yang baik. Oksida ini bersifat
amfoterik namun relatif inert terhadap asam ataupun basa. Hal ini
terlihat nyata dari reaksinya dengan asam hidroklorida pekat dalam
keadaan dingin, yaitu menghasilkan laru- tan hijau dari ion Mn4+
yang bersifat tidak-stabil, berubah menjadi larutan pink karena
terbentuk ion Mn2+. Mn(SO4)2 juga bersifat tidak stabil, se- hingga
reaksi MnO2 dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan MnSO4.
Persamaan reaksinya adalah:
MnO2 (s) + 4 HCl (aq) → MnCl4 (aq) + 2 H2O (l)
MnCl4 (aq) → MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
MnO2 (s) + 2 H2SO4 (aq) → Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O
(l)
2 Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O (l) → 2 MnSO4 (aq) + 2 H2SO4 (aq) + O2 (g)
Namundemikian,Mn(IV)dalambeberapasenyawakompleksbersifat
cukup stabil dan tidak mudah terurai, misalnya dalam kompleks
K2[MnF6] (kuning), dan Rb2[MnCl6] (merah tua). Hidroksida Mn(IV)
bersifat asam lemah, oleh karena itu setiap molekul hidroksidanya
dapat melepaskan satu molekul H2O hingga rumus molekulnya
menjadi MnO(OH)2 atau sering ditulis sebagai H2MnO3 3
. Keberadaan
spesies MnO 2- ini ditunjukkan oleh reaksi lelehan MnO2 dan CaO
yang menghasilkan kalsium manganit, CaMnO3 yang berwarna coklat
menurut persamaan reaksi:
MnO2 + CaO CaMnO3
Mangan(VI)
Mangan(VI) hanya dikenal stabil sebagai spesies manganat,4
MnO , dengan bangun tetrahedron dan berwarna hijau gelap.
2-
Kalium manganat dapat diperoleh dari reaksi lelehan MnO2 dan basa
alkali dengan hadirnya oksidator misalnya udara atau KNO3, menurut
persamaan reaksi berikut:
Mangan(VII)
Mangan heptoksida, Mn2O7 berupa cairan seperti minyak
berwarna hijau yang mudah meledak dan dapat diperoleh dari reaksi
garam manganat(VI) dengan H2SO4 pekat. Senyawa anion-okso
Mn(VII) yang dikenal penting hanya satu, adalah kalium
permanganat, KMnO4, yang berwarna ungu. Senyawa ini stabil dalam
larutannya, dan peran utamanya adalah sebagai oksidator yang
sangat kuat baik dalam suasana asam maupun dalam keadaan basa
ataupun netral.
Secara komersial kalium permanganat dibuat dari oksidasi
kalium manganat oleh klorin dalam suasana alkalin. Jika larutan yang
terbentuk ini kemudian dipekatkan, maka akan diperoleh kristal ungu
KMnO4. Persamaan reaksinya adalah:
2 K2MnO4 (aq) + Cl2 (g) → 2 KMnO4 (aq) + 2 KCl (aq)
5.6 GOLONGAN 8
BESI, RUTENIUM, DAN OSMIUM
5.6.1 Pendahuluan
Dalam sistem periodik Mendeleev, sembilan unsur, Fe - Ru - Os, Co
- Rh - Ir, dan Ni - Pd - Pt, terletak dalam golongan VIII. Tiga logam
kelompok pertama, kedua dan ketiga masing-masing terletak
dalam golongan 8, 9 dan 10 menurut sistem penomoran IUPAC.
Kesembilan unsur ini sering dibicarakan menurut lajur horizontal
oleh karena kemiripan sifatnya, khususnya untuk Fe - Co - Ni.
Keenam unsur yang lain dikenal sebagai kelompok logam-logam
platina, yang terbagi dalam dua set triad horizontal. Namun seiring
dengan kemajuan penemuan senyawa- senyawa dari kesembilan
unsur ini, pembahasan berdasarkan lajur golongan lebih tepat
dibandingkan dengan pembahasan berdasarkan lajur horizontal.
Besi telah dikenal sejak ~ 4000 BC dan sangat banyak
digunakan untuk berbagai macam keperluan industri. Demikian
juga besi berperan sangat penting dalam bidang biologi. Rutenium
dan osmium kurang begitu dikenal manfaatnya dibanding dengan
besi. Rutenium dan osmium umumnya terdapat sebagai logamnya
bersama-sama dengan logam-logam kelompok platina yang lain.
Sumber utama kelompok logam-logam platina adalah bijih nikel
dan tembaga sulfida yang
banyak terdapat di Afrika Selatan, Kanada, dan pasir sungai di Ural,
Rusia. Kelimpahannya dalam batuan kerak bumi adalah: Ru (~
0,0001 ppm) dan Os (0,005 ppm), jauh lebih sedikit dibanding
dengan besi (~ 62000 ppm) yang merupakan unsur ke empat
terbanyak setelah oksigen, silikon dan aluminium. Besi juga banyak
terdistribusi sebagai oksida dan karbonat, dan beberapa yang
terpenting diantaranya adalah hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4),
limonit (~ 2Fe2O3.3H2O), dan siderit (FeCO3). Selain itu, pirit atau
besi sulfida, (FeS2), juga umum dijumpai, tetapi tidak digunakan
sebagai sumber ekstraksi besi karena sulitnya menghilangkan
belerang. Pengolahan besi dari bijihnya secara mendalam dapat
diperiksa pada Bab Metalurgi (Gambar 2.5).
Rutenium dan osmium dibuat dari konsentrat platina yang
umumnya didapatkan sebagai lumpur anode dalam proses
pemurnian nikel secara elektrolisis. Logam-logam ikutan Pt, Pd, dan
Au disingkirkan dengan pereaksi air raja (aqua regia) dan Ag
dipisahkan sebagai larutan nitratnya melalui proses pemanasan
dengan timbel karbonat dan penambahan asam nitrat. Residu tak
larut terdiri atas Ru, Os, Rh, dan Ir. Logam-logam ini kemudian
dipisahkan secara bertahap. Rodium dapat dipisahkan dengan
mengubahnya menjadi larutan Rh2(SO4)3 melalui prosesfusi(fused)
yaitupemanasanbijihrodiumbersamadengan NaHSO4 yang diikuti
dengan pencucian dengan air. Berikutnya adalah fusi dari residu
yang tak larut pada proses di atas dengan Na2O2, yang diikuti
2-
dengan pencucian dengan air sehingga campuran larutan [RuO4] dan
2-
[OsO4(OH)2] akan terpisah dari residu padatan IrO2. Pengaliran gas
2- 2-
Cl2 ke dalam larutan panas [RuO4] dan [OsO4(OH)2] akan
menghasilkan
uap OsO4 dan RuO4; keduanya akan dapat dipisahkan melalui dua
cara penampungan yang berbeda yaitu, (1) dalam HCl dengan
pemanasan
akan menghasilkan larutan H3RuCl6, dan (2) dalam alkoholik NaOH
2-
akan menghasilkan larutan [OsO2(OH)4] . Penambahan NH4Cl ke
dalam
masing-masing larutan akan menghasilkan endapan (NH 4)3RuCl6
dan OsO2(NH3)4Cl2, dan jika endapan ini direduksi dengan H2
akan diperoleh serbuk atau bongkahan logam yang bersangkutan.
Manfaat
utama dari rutenium adalah untuk pengerasan logam platina dan
paladium, sedangkan osmium dimanfaatkan untuk membentuk
logam paduan yang lebih keras.
Ketiga logam ini tampak berkilauan dan berwarna keperakan.
Jika murni, besi bersifat lunak dan mudah dibentuk, tetapi rutenium
dan osmium lebih sukar dibentuk. Logam rutenium dan osmium
keduanya mengadopsi struktur hcp tetapi besi mengadopsi struktur
bcc pada tem- peratur kamar (α-besi). Sifat besi agak unik, pada
temperatur tinggi (> 910 oC) besi mengadopsi fcc (γ-besi), dan
pada temperatur sekitar 1390 oC berubah kembali menjadi bcc (�-
besi). Beberapa karakteristika kelom- pok logam ini dapat diperiksa
pada Tabel 5.6.1.
Tabel 5.6.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8
Besi(II)
Besi(II) klorida anhidrat, FeCl2, dapat dibuat dengan
mengalirkan gas HCl kering pada logam besi panas. Karena gas H2
yang dihasilkan bersifat reduktor, maka oksidasi lanjut Fe(II)
menjadi besi(III) dapat dicegah:
Anion-okso
Beberapa senyawa oksoanion besi yang berdasarkan unit
tetrahe- dron FeO4 telah berhasil diidentifikasi. Besi(III), misalnya
Na5FeO4 dan K6[Fe2O6] mengadopsi dua bangun tetrahedron
yang bersekutu pada salah satu sisinya. Selain mangan, logam-
logam transisi periode-4 tidak membentuk senyawa dengan
0
konfigurasi elektronik d . Kenyataannya, logam dengan tingkat
oksidasi lebih tinggi dari +3 sangat sulit disinte- sis, dan senyawa
demikian ini hanya stabil dalam fase padat.
2-
Ion ferat, [FeO4] , merupakan salah satu senyawa besi
dengan tingkat oksidasi +6 yang dapat dibuat dari oksidasi
suspensi Fe2O3 dalam alkali pekat dengan gas klorin. Stabilitas ion
ferat ini mungkin
dapat diasosiasikan dengan daya polarisasi yang sangat tinggi
-3
karena rapatan muatan Fe(VI) sangat tinggi ~ 3862 C mm ,
sehingga ikatan Fe- O bersifat kovalen. Ion ini berwarna ungu
(purple), mempunyai bangun geometri tetrahedron, dan dapat
distabilkan dengan pembentukan suatu senyawa ionik tak larut,
misalnya padatan barium ferat, BaFeO4, yang berwarna merah-
ungu. Senyawa “campuran” oksida ini bersifat sebagai oksidator
kuat, misalnya dapat mengoksidasi NH3 menjadi N2 walaupun pada
temperatur kamar, dan dapat disimpan dalam larutan alkalin
selama beberapa jam, tetapi dalam larutan asam atau netral
dengan cepat akan mengoksidasi air dengan membebaskan
oksigen menurut persamaan reaksi:
2- 3+ -
4 [FeO4] + 10 H2O (l) 4 Fe (aq) + 20 OH (aq) + 3 O2 (g)
-
Oksoanion rutenium dikenal dalam rutenium(VII), [RuO4] -
2-
perrutenat, dan rutenium(VI), [RuO4] - rutenat. Kristal hitam kalium
perrutenat, K[RuO4] dapat diperoleh dari reaksi RuO4 dengan
larutan dingin KOH encer atau oksidasi larutan K2RuO4 dalam air
dengan klorin. Senyawa ini kurang stabil kecuali dalam keadaan
kering, dan tereduksi
oleh air khususnya jika dalam keadaan alkalin membentuk ion
2-
rutenat, [RuO4] yang berwarna oranye. K2[RuO4] dapat
diperoleh dari reaksi
langsung antara Ru dengan KOH dan KNO3 dengan cara
pemanasan hingga campuran melebur.
5.7 GOLONGAN 9
KOBALT, RODIUM, DAN IRIDIUM
5.7.1 Pendahuluan
Logam kobalt baru mulai digunakan pada abad 20, namun
bijih kobalt sesungguhnyatelahdigunakanribuan tahun sebelumnya
sebagai pewarna biru pada gelas maupun berbagai perkakas dapur.
Sumber warna biru pada kobalt dikenali pertama kali oleh G. Brandt
(ahli kimia Swedia) pada tahun 1735 yang mengisolasi logam tak
murni yang diberi nama cobalt rex. Pada tahun 1780, T.O. Bergman
menunjukkan bahwa cobalt rex adalah unsur baru yang kemudian
diberi nama turunan dari kata kobold (bahasa Jerman) yang
artinya globin atau roh hantu. Pada tahun 1803 rodium dan
iridium ditemukan dalam residu-hitam yang tertinggal ketika bijih
platina kasar dilarutkan dalam air raja. W.H. Wollaston menemukan
rodium dan memberi nama dari turunan kata
Yunani ρο�ον (rodon) yang artinya mawar (rose) oleh karena
garamnya berwarna merah mawar / pink, yang umumnya dihasilkan
dalam larutan air. S. Tenant menemukan iridium bersamaan
dengan osmium dan memberi nama dari nama dewi Yunani Iris
yang memiliki tanda pelangi, oleh karena berbagai warna
senyawanya.
Ketiga logam ini tampak mengkilat keperakan dan sedikit
kebiru- an untukkobalt. Kobalt lebih lunak daripada rodium dan
iridium tetapi masih cukup lebih keras daripada besi. Ketiganya
mempunyai struktur fcc yang berdasarkan teori pita lebih stabil
daripada struktur bcc atau hcp apabila jumlah elektron pada
n
orbital d hampir penuh. Beberapa sifat ketiga logam ini dapat
diperiksa pada Tabel 5.7.1.
5.8 GOLONGAN 10
NIKEL, PALADIUM, DAN PLATINA
5.8.1 Pendahuluan
Logam paduan nikel telah dikenal di Cina lebih dari 2000
tahun yang lalu, dan penambang-penambang Saxon telah terbiasa
dengan bijih NiAs yang berwarna kemerahan, yang secara sekilas
mirip dengan Cu2O. Para penambang tersebut tidak mampu
mengekstrak “tembaga” dari bijihnya dan memberi nama
kupfernikel, artinya tembaganya pak tua Nick. Pada tahun 1751,
A.F. Constedt mengisolasi logam tak murni dari bijih yang berasal
dari Swedia, dan mengidentifikasinya dengan
komponen logam kupfernikel sebagai logam baru dengan nama
nikel. Akhirnya pada tahun 1804, J. B. Richter berhasil mengisolasi
logam nikel dengan hasil yang lebih murni dan mengidentifikasi
sifat-sifatnya.
Tabel 5.8.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10
Karakteristika 28Ni 46Pd 78Pt
Kelimpahan / ppm
99 0,015 0,01
(dalam kerak bumi)
-3
Densitas / g cm (20 8,908 11,99 21,41
o
C)
o
Titik leleh / C 1455 1552 1769
o
Titik didih / C 2920 2940 4170
Jari-jari atomik / pm
124 137 138,5
(bilangan koordinasi 12)
4+ 5+
48 - Ni 57 - Pt
3+ 4+ 4+
Jari-jari ionik / pm 56 - Ni3+ (ls) 61,5 - Pd3+ 62,5 - Pt
(bilangan koordinasi 6) 60 - Ni (hs) 76 - Pd
2+ 2+ 2+
69 - Ni 86 - Pd 80 - Pt
Konfigurasi elektronik 8 10 14 9 1
[18Ar] 3d [36Kr] 4d [54Xe] 4f 5d 6s
2
4s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2
5.9 GOLONGAN 11
TEMBAGA, PERAK, DAN EMAS
5.9.1 Pendahuluan
Tembaga, perak, dan emas sering disebut logam “mata uang”
karena menurut sejarahnya, ketiga logam ini merupakan bahan
utama untuk membuat mata uang logam. Empat alasan utama
bahwa logam ini menjadi bahan mata uang logam adalah, (1)
ketiga logam ini lebih banyak terdapat langsung sebagai logamnya,
(2) bersifat dapat ditempa sehingga mudah dibentuk sesuai desain
yang dikehendaki, (3) bersifat tidak reaktif secara kimiawi, dan (4)
sangat berharga khususnya karena kelimpahan yang sangat jarang
untuk perak dan emas. Kelimpahan ketiga unsur ini dalam kerak
bumi adalah, Cu ~ 68 ppm, Ag ~ 0,08 ppm, dan Au ~ 0,004 ppm.
Tabel 5.9.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11
Konsentrasi
Struktur-fase Contoh
elektron
larutan
1,0 - 1,4 CuMx , AgMx, AuMx
padat-α (fcc)
5.9.4 Senyawa-Senyawa
Tembaga Tembaga(II)
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan
+2, namun hanya tembaga(II) yang stabil dan mendominasi dalam
larutannya. Dalam air, hampir semua garam tembaga(II) berwarna
biru
2+
oleh karena warna ion kompleks koordinasi enam, [Cu(H2O)6] . Suatu
perkecualian yang terkenal adalah tembaga(II) klorida yang berwarna
2-
kehijauan oleh karena ion kompleks koordinasi empat [CuCl4] ,
yang mempunyai bangun geometri dasar tetrahedral atau
bujursangkar bergantung pada anion ligannya. Dalam larutan encer
garam klorida ini
-
berwarna biru karena terjadinya pendesakan ligan Cl oleh ligan H2O.
Oleh karena itu, jika warna hijau ingin dipertahankan, ke dalam
-
larutan pekat CuCl2 dalam air dapat ditambahkan ion senama Cl
misalnya dengan penambahan padatan NaCl atau HCl pekat atau
HCl gas.
2- 2+ -
[CuCl4] (aq) + 6 H2O (l) [Cu(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq)
hijau biru
2+
Jika larutan amonia ditambahkan ke dalam larutan ion Cu ,
larutan biru berubah menjadi biru tua karena terjadinya
pendesakan ligan air oleh ligan amonia menurut reaksi:
2+ 2+
[Cu(H2O)6] (aq) + 5 NH3 (aq) → [Cu(NH3)(4-5)(H2O)(2-1)] + 5 H2O (l)
biru biru tua
2+
Reaksi ion Cu dengan OH– pada berbagai konsentrasi
bergantung pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke dalam
larutan tembaga(II) sulfat (0,1-0,5M) secara bertetes dengan
kecepatan ~ 1 mL / menit mengakibatkan terjadinya endapan
gelatin biru muda dari garam tembaga(II)
4
hidroksi sulfat, [CuSO
.nCu(OH)]2 , bukan endapan
Cu(OH)2, menurut persaman reaksi:
2+ 2- -
(n+1)[Cu(H2O)6] (aq) + SO4 (aq) + 2nOH (aq) →
[CuSO .nCu(OH)]
4 2 (s) + 6(n+1) H2O (l)
biru muda
- 2+
2 OH (aq) + [Cu(H2O)6] (aq) → Cu(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
biru muda
Cu(OH)2 (s)
CuO (s) + H2O (l)
hitam
CuSO .3Cu(OH) 2 (s)
4
3 CuO (s) +3 H2O (l) + SO2(g) + ½ O2(g)
hitam
+ 2+
2 Cu (aq) Cu (aq) + Cu (s)
5.9.5 Perak
Perak terdapat sebagian besar sebagai unsur bebas dan
perak(I) sulfida, Ag2S. Jumlah perak yang cukup signifikan
diperoleh pada ekstraksi timbel dari bijihnya, dan pada pemurnian
tembaga secara elektrolisis. Salah satu metode ekstraksi logam
melibatkan peremukan Ag2S dengan larutan natrium sianida yang
teraerasi; dalam proses ini garam perak diekstrak sebagai ion
kompleks disianoargentat(I),
-
[Ag(CN)2] menurut persamaan reaksi:
-
2 Ag2S (s) + 8 CN (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
- -
4 [Ag(CN)2] (aq) + 2 S (s) + 4 OH (aq)
Penambahan logam zink mengakibatkan terjadinya reaksi
+
pendesakan atau penggantian tunggal ion Ag oleh logam zink,
2-
membentuk ion kompleks yang sangat stabil [Zn(CN)4] :
- 2-
2 [Ag(CN)2] (aq) + Zn (s) → [Zn(CN)4] (aq) + 2 Ag (s)
Selanjutnya, pemurnian logam perak dapat dilakukan secara
elektrolisis dengan elektrolit perak nitrat yang diasamkan, dan
perak tak murni dipasang sebagai anode dan perak murni dipasang
sebagai katode.
Senyawa-senyawa perak
Dalam hampir semua senyawaan perak sederhana
(nonkompleks), logam perak mempunyai tingkat oksidasi +1, dan
+
ion Ag adalah satu- satunya ion perak yang stabil dalam air.
Senyawa perak yang paling penting adalah perak nitrat, satu-
satunya garam perak yang sangat mudah larut dalam air dan tak
berwarna. Untuk kepentingan industri, perak nitrat digunakan
sebagai bahan untuk membuat senyawa-
senyawa perak yang lain, terutama perak halida yang banyak
digunakan dalam fotografi.
Di laboratorium, larutan standar perak nitrat digunakan untuk
menguji adanya ion klorida, bromida, dan iodida, yang masing-
masing memberikan endapan putih, krem, dan kuning. Karena
intensitas warna bergantung pada ukuran partikel, kadang-kadang
cukup sulit untuk membedakan warna bromida dengan klorida, dan
warna bromida dengan iodida. Oleh karena itu, pengujian lebih
lanjut sering diperlukan dengan penambahan larutan amonia encer.
Perak klorida larut dalam
+
larutan amonia dan menghasilkan ion kompleks [Ag(NH3)2] , dan
perak bromida hanya sedikit larut tetapi larut dalam amonia pekat
juga membentuk ion kompleks diaminargentat(I), sedangkan perak
iodida tak larut dalam larutan amonia.
Untuk memahami perbedaan sifat perak halida ini, perlu
dibahas adanya dua persamaan reaksi keseimbangan, yaitu reaksi
keseimbangan pengendapan dan reaksi keseimbangan
pengompleksan, yang kedua- nya berkompetisi sebagai berikut:
+ -
Ag (aq) + X (aq) AgX (s) (1)
+ +
Ag (aq) + 2 NH3 (aq) [Ag(NH3)2] (aq) (2)
Secarakualitatif,reaksikeseimbangandengannilaitetapankeseimbangan
lebih besar akan mendominasi kompetisi. Jadi untuk X = I,
terbentuknya perak iodida yang kelarutannya sangat kecil,
mengakibatkan reaksi keseimbangan pengendapan (1) akan lebih
dominan. Ini berarti bahwa reaksi keseimbangan (1) bergeser
+
kekanan sehingga di dalam larutan tidak cukup ion Ag untuk
membuat reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan. Sebaliknya,
jika X = Cl, terbentuknya perak klorida yang kelarutannya lebih
+
besar mengakibatkan konsentrasi ion Ag di dalam larutan cukup
besar untuk memicu terjadinya pergeseran reaksi
+
keseimbangan (2) ke arah pembentukan ion kompleks, [Ag(NH3)2] . Ini
berarti bahwa reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan dan
akibatnya reaksi keseimbangan (1) bergeser ke kiri.
Sifat sukar larut AgCl, AgBr, dan AgI dapat dijelaskan
berdasarkan karakter kovalensinya, tetapi AgF padatan putih yang
mudah larut dalam air dipertimbangkan berkarakter ionik baik
padatan maupun dalam larutan (lihat Bab Ikatan Ionik, bagian
Polarisasi dan Kovalensi). Perak klorida, perak bromida, dan perak
+
iodida sangat sensitif terhadap cahaya; sifat ion Ag yang mudah
o
tereduksi menjadi logam Ag (E = + 0,80 V) mengakibatkan
padatan menjadi berwarna gelap jika terkena cahaya, dan oleh
karena itu senyawa-senyawa perak dan larutannya harus disimpan
dalam botol gelap.
Hampir semua senyawa perak sederhana menunjukkan
tingkat oksidasi +1, namun terdapat beberapa perkecualian.
Sebagai contoh,
logam perak dapat dioksidasi menjadi AgO hitam, yang
+ 3+
sesungguhnya merupakan oksida perak(I) dan perak(III), Ag Ag
2-
(O )2. Senyawa ini bereaksi dengan asam perklorat menghasilkan
2+
ion tetraakuaperak(II), [Ag(H2O)4] yang bersifat paramagnetik.
Jadi, reaksi ini merupakan kebalikan dari disproporsionasi, dan sifat
oksidator kuat asam perklorat
menstabilkan perak dengan tingkat oksidasi +2 menurut
persamaan reaksi:
+ 3+ 2- +
Ag Ag (O )2 (s) + 4 H3O (aq) + 2 H2O (l) →
2+
2 [Ag(H2O)4] (aq)
+ 2+
atau AgO (s) + 2 H3O (aq) → Ag (aq) + 3 H2O (l)
5.9.6 Emas
Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam
ini selalu terdapat di alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan
ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan senyawa sianida sama
seperti yang dilakukan pada ekstraksi logam perak. Emas
membentuk berbagai senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit
senyawa anorganik sederhana yang dikenal. Salah satu senyawa
emas yang stabil dengan tingkat oksidasi +1 adalah Au2O. Seperti
halnya tembaga, tingkat oksidasi +1 pada emas hanya stabil dalam
senyawa padatan, karena semua larutan garam emas(I) mengalami
disproporsionasi menjadi logam emas dan
ion emas(III) menurut persamaan reaksi:
+ 3+
3 Au (aq) → 2 Au (s) + Au (aq)
5.10 GOLONGAN 12
ZINK, KADMIUM, DAN RAKSA
5.10.1 Kecenderungan Golongan 12
Logam-logam golongan 12 terdiri atas zink, Zn, kadmium, Cd,
dan merkuri atau raksa, Hg. Logam-logam golongan ini dan logam-
logam golongan 2 (alkali tanah) mempunyai konfigurasi elektronik
2
terluar yang sama yaitu elektron valensi ns . Perbedaan antara
kedua golongan ini adalah bahwa untuk periode yang sama, logam-
10
logam golongan 12 mengandung elektron penuh (n-1)d , tetapi
logam-logam golongan 2 sama sekali tidak mengandung elektron
0
(n-1)d . Oleh karena itu dalam beberapa hal, logam-logam
golongan 12 mempunyai kemiripan sifat kimiawi dengan logam-
logam golongan 2, dan dengan demikian sering dipertimbangkan
sebagai golongan unsur-unsur utama atau representatif. Konsisten
dengan pandangan ini adalah, bahwa hampir
semua senyawanya tidak berwarna (atau putih) kecuali jika
anionnya berwarna. Zink dan kadmium sangat mirip sifat
kimiawinya, dan mempunyai tingkat oksidasi +2 dalam semua
senyawa sederhananya. Raksa mempunyai tingkat oksidasi +1 dan
+
+2, namun ion Hg tidak
2+
dijumpai melainkan Hg 2 . Data sifat-sifat fisik golongan ini dapat
diperiksa pada Tabel 5.10.1.
Kelompok logam ini secara dangkal sering nampak seperti
termasuk dalam kelompok logam-logam transisi, tetapi
kenyataannya sifat fisik logam-logam ini menunjukkan perbedaan-
perbedaan yang mencolok dengan logam-logam transisi. Sebagai
o
contoh, titik leleh zink dan kadmium masing-masing adalah 419 C
o
dan 321 C, jauh lebih rendah daripada titik leleh logam-logam
o
transisi yang mendekati 1000 C. Raksa pada temperatur kamar
berupa cairan, dan ini dapat dijelaskan secara memuaskan dengan
efek elektron relativistik, yaitu bahwa kontraksi atau
kontraksi/penyusutan orbital-orbital atomik terluar mengakibatkan
unsur-unsur berperilaku lebih mirip“cairan mulia” (noble liquid).
Kemiripan logam-logam golongan ini dengan logam- logam transisi
hanyalah terletak pada pembentukan senyawa-senyawa
kompleksnya, khususnya dengan ligan amonia, ion sianida, dan ion
halida. Zink dan cadmium, lebih-lebih raksa, cenderung membentuk
senyawa kovalen daripada ionik.
Tabel 5.10.1 Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12
5.10.2 Zink
Sifat-sifat kimiawi
Logam zink dan kadmium bersifat lunak, dan sangat reaktif,
misalnya bereaksi dengan asam encer menghasilkan ion dipositif
menurut persamaan reaksi berikut:
+ 2+
Zn (s) + 2 H3O (aq) → Zn (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
Logam ini juga terbakar jika dipanaskan secara perlahan dalam gas
klorin menghasilkan ZnCl2 :
Zn (s) + Cl2 (g) → ZnCl2 (s)
Ekstraksi zink
Sumber utama logam zink adalah bijih zink blende, ZnS,
namun ekstraksi logam ini tidak sederhana. Tahap pertama dalam
ekstraksi ini adalah pemanggangan bijih zink sulfida di udara pada
o
suhu ~ 800 C untuk mengubah bijih menjadi oksidanya menurut
persamaan reaksi:
Garam zink
Sebagian besar garam zink larut dalam air, dan larutan
ini mengandung ion kompleks tak berwarna heksaakuazink(II),
2+
[Zn(H2O)6] . Padatan garamnya umumnya terhidrat, misalnya
heksahidrat untuk zink nitrat, heptahidrat untuk zink sulfat, dan ini
mirip dengan magnesium dan kobalt(II). Struktur zink sulfat
heptahidrat
2+ 2-
adalah [Zn(H2O)6] [SO4.H2O] .
Larutan garam zink bersifat asam karena terjadi hidrolisis
bertahap seperti halnya garam aluminium menurut persamaan
reaksi:
2+ + +
[Zn(H2O)6] (aq) [Zn(H2O)3(OH)] (aq) + H3O (aq) + H2O (l)
Penambahan basa menyebabkan terjadinya endapan putih gelatin
zink hidroksida:
+ -
[Zn(H2O)3(OH)] (aq) + OH (aq) → Zn(OH)2(s) + 3 H2O (l)
Tetapi, endapan ini larut kembali dalam basa berlebihan oleh
karena sifat amfoterik dengan membentuk ion kompleks
tetrahidroksozinkat(II):
- 2-
Zn(OH)2(s) + 2 OH (aq) → [Zn(OH)4] (aq)
Endapan zink hidroksida juga larut dalam amonia membentuk ion
2+
kompleks tetraaminzink(II), [Zn(NH3)4] , menurut persamaan reaksi:
2+ -
Zn(OH)2(s) + 4 NH3 (aq) → [Zn(NH3)4] (aq) + 2 OH (aq)
Zinkkloridamerupakansalahsatusenyawazinkyangpalingbanyak
digunakan. Senyawa ini dapat diperoleh sebagai dihidrat,
ZnCl2.2H2O, dan sebagai batangan-batangan zink klorida anhidrat.
Zink klorida anhidrat sangat mudah larut baik dalam air maupun
dalam pelarut- pelarut organik seperti alkohol dan aseton, dan sifat
ini menunjukkan adanya karakter kovalen dalam ikatannya. Zink
klorida dapat digunakan sebagai fluks dalam pengelasan, dan
sebagai bahan pengawet kayu gelondongan. Kedua manfaat ini
berkaitan dengan sifat senyawa ini sebagai asam Lewis. Dalam
pengelasan, film oksida pada permukaan logam yangakan
disambung harus dihilangkanterlebihdahulu, jika tidak bahan solder
tidak akan melekat (tidak menyambung). Pada temperatur di atas
o
~ 275 C, zink klorida meleleh dan menghilangkan film oksida
dengan pembentukan senyawa kompleks melalui ikatan kovalen
dengan ion oksigen. Solder kemudian dapat melekat atau
menempel pada permukaan logam yang telah bersih. Apabila hal ini
diperlakukan
pada gelondongan kayu, maka zink klorida membentuk ikatan
kovalen dengan atom-atom oksigen dari molekul-molekul selulose.
Akibatnya, kayu terlapisi dengan lapisan zink klorida sebagai
senyawa yang beracun terhadap kehidupan organisme.
Zink oksida
Zink oksida dapat diperoleh dari pembakaran logam zink di
udara atau dekomposisi termal dari zink karbonat menurut
persamaan reaksi:
2 Zn (s) + O2 (g) → ZnO (s)
Pengawetan buku
Sebagian besar kertas murah yang berkualitas rendah seperti
kertas koran akan menghitam dan membusuk oleh karena terjadi
reaksi yang menghasilkan asam dalam serat kertas yang
bersangkutan. Tentu saja hal ini sangat merugikan khususnya
untuk keperluan penyimpanan- arsip. Berbagai usaha untuk
mendapatkan proses yang tidak merusak kertas dan tinta telah
dilakukan. Senyawa yang sangat menjanjikan untuk keperluan
tersebut adalah senyawa organometalik dietilzink, Zn(C2H5)2, yang
disintesis pertama kali oleh Edward Frankland pada tahun 1849.
Dalam proses pengawetan yang diterapkan oleh Library of
Congress, sekitar 9.000 buku ditempatkan dalam suatu ruangan,
lalu udara dipompa ke luar, dan ruangan diisi kembali dengan gas
nitrogen murni bertekanan rendah. Hal ini untuk menghilangkan
oksigen karena dietilzink sangat mudah terbakar menurut
persamaan reaksi:
Tabel 5.10.2 Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan magnesium
5.10.4 Raksa
Raksa merupakan logam dengan ikatan metalik terlemah di
antara semua logam, dan satu-satunya logam berfase cair pada
temperatur kamar. Lemahnya ikatan metalik mengakibatkan
tingginya tekanan uap pada temperatur kamar, dan ini sangat
berbahaya karena raksa adalah racun dan jika terhisap oleh
makhluk hidup dapat mengakibatkan kematian. Raksa banyak
digunakan dalam termometer, barometer, panel pengganti listrik,
dan lampu pijar raksa.
Larutan logam dalam raksa disebut amalgam. Sebagai
contoh, natrium amalgam dan zink amalgam digunakan sebagai
bahan pereduksi di laboratorium. Dental amalgam yang
mengandung campuran raksa, perak, timah, dan tembaga
digunakan untuk pengisi gigi yang berlubang. Pemakaian campuran
bahan ini cukup beralasan dengan berbagai pertimbangan bahwa
campuran bahan ini bersifat sedikit mengembang pada saat
pembentukan amalgam sehingga mampu mengkait secara kuat
pada permukaan lubang gigi. Dental amalgam ini tidak mudah
pecah oleh benturan-benturan atau tekanan antar gigi, dan
mempunyai koefisien ekspansi termal rendah sehingga tidak mudah
pecah jika terjadi kontak dengan makanan yang panas. Raksa
digunakan terbanyak dalam bidang pertanian dan hortikultura,
misalnya, sebagai senyawa organoraksa digunakan untuk fungisida
dan pengawet kayu.
Ekstraksi raksa
Satu-satunya bijih raksa adalah mineral sinabar, raksa(II) sulfida
- HgS. Kira-kira 75 % logam ini di dunia terdapat sebagai endapan
di Spanyol dan Italia. Banyak bijih raksa mengandung kurang dari 1
% HgS, sehingga menyebabkan mahalnya logam ini. Raksa secara
sederhana dapat diekstrak dengan pemanasan bijih raksa(II)
sulfida di udara. Logam raksa menguap dan terkondensasi sebagai
cairan:
HgS (s) + O2(g)
Hg (l) + SO2 (g)
Senyawa-senyawa raksa(II)
Sesungguhnya, semua senyawa raksa(II) mempunyai sifat ikatan
kovalen. Raksa(II) nitrat merupakan salah satu dari beberapa
senyawa raksa yang larut dalam air, dan diduga mengandung ion
2+
Hg . Raksa(II) klorida dapat terbentuk dengan mereaksikan
kedua unsur-unsurnya secara langsung menurut persamaan reaksi:
Hg (l) + Cl2 (g) → HgCl2 (s)
Senyawa ini larut dalam air hangat, tetapi bersifat bukan
penghantar listrik dan sifat ini menunjukkan bahwa dalam
larutannya spesies ini berada sebagai molekul HgCl2, bukan
sebagai ion-ionnya. Kelarutan raksa(II) klorida bertambah dengan
penambahan ion klorida berlebihan
2-
oleh karena terbentuk ion kompleks tetrakloromerkurat(II), [HgCl4] .
Raksa(II) klorida mudah tereduksi oleh timah(II) klorida
menjadi endapan putih raksa(I) klorida, dan kemudian tereduksi
lebih lanjut menjadi logam raksa hitam, dan ini merupakan uji
konfirmasi untuk ion raksa(II) menurut persamaan reaksi:
Senyawa raksa(I)
Hal yang menarik bagi kimia raksa adalah kemampuannya
2+
membentuk ion [Hg-Hg] dengan kedua atom raksa terikat oleh
satu ikatan kovalen tunggal, dan dalam kenyataannya tidak dikenal
adanya senyawa sederhana ionik raksa(I). Senyawa raksa(I) klorida,
Hg2Cl2, dan raksa(I) nitrat, Hg2(NO3)2, telah dikenal, tetapi sulfidanya
belum pernah berhasil disintesis. Hal ini dapat dipahami melalui
sifat keseimbangan disproporsionasi sebagai berikut:
2+ 2+
Hg2 (aq) Hg (l) + Hg (aq)
5.10.5 Baterai
Penggunaan yang paling umum logam golongan 12 adalah
untuk baterai dalam berbagai tipe sel. Sayangnya, sebagian besar
bahan- bahan baterai cukup beracun sehingga menimbulkan
problem dalam membuang bahan-bahan bekasnya. Baterai alkalin
adalah yang paling populer untuk kebutuhan baterai rumah tangga.
Baterai ini terdiri atas pembungkus zink sebagai anode, batang
katode di bagian tengah yang terbuat dari campuran grafit dan
mangan(IV) oksida yang dikompres, dan larutan kalium hidroksida
sebagai elektrolitnya. Reaksi sel yang terjadi pada proses pemakain
arus listrik adalah:
-
Zn (s) + 2 OH (aq) → Zn(OH)2 (s) + 2 e
-
2 MnO2 (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 MnO(OH) (s) + 2 OH (aq)
0
DAFTAR PUSTAKA
Oleh karena itu, suatu bangun geometri yang disusun oleh lapis-lapis
(a) bukanlah merupakan kemas rapat sedangkan bangun
geometri yang disusun oleh lapis-lapis (b) merupakan kemas
rapat. Tataan lapis
(b) sering pula disebut lapis heksagon (perhatikan bidang
segienam/ heksagon yang dilukiskan dengan titik-titik).
Lampiran 339
(2) Jika model tataan (a) pertama ditumpangi oleh tataan (a)
kedua, ketiga dan seterusnya (minimal lakukan untuk tiga lapisan)
sedemikian sehingga setiap bola persis lurus di atas bola yang
lain, maka diperoleh pola kemasan lapis A, A, A. Berapa jumlah
bola-bola yang menyentuh setiap bola yang lain pada kemasan
lapis A, A, A ini ?
Jawab......................bola. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(bilangan koordinasi suatu atom/bola “pusat” didefinisikan sebagai
jumlah atom/bola pengeliling yang menyentuh satu
atom/bola“pusat’ tersebut). Untuk memperoleh bangun geometri
model ini cukup diwakili oleh dua lapis saja, A, A dan masing-
masing lapis cukup terdiri atas empat bola saja; bangun apa yang
terjadi (lihat Gambar 1c).
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
(5a) Untuk mengamati kemas rapat kubus atau kubus pusat muka
(fcc), susunlah kemasan hcp seperti pada (4a), pegang lapis
segitiga- tiga bola teratas dan putarlah mendatar 600 (searah
atau melawan
arah putaran jarum jam). Bola-bola lapisan segitiga-bola teratas ini
sekarang tidak lagi tepat lurus di atas bola-bola lapisan segitiga-
bola pertama (lapis paling bawah) melainkan lurus di atas rongga-
rongga di antaranya. Pola tumpang-atas demikian ini terus berlanjut
secara sama, dan hasilnya disebut kemas rapat kubus pusat muka
(fcc) ; maka sesungguhnya kemas rapat kubus pusat muka ini
mengikuti pola tumpang atas lapis secara bergantian A, B, . . . . . . . ., . . .
, . . . . . . . ., . . . . . . . ., ,
.....
dan seterusnya.
Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola-pusat pola
geometri ccp atau fcc ini ? Jawab : . . . . . . . . bola, yang terdiri atas . . .
.....
bola pada lapis yang sama dan masing-masing bola pada lapis di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(5b) Secara sama susunlah tumpang-atas pola fcc yang lain, namun
sekarang menggunakan tiga lapisan heksagon-tujuh bola
(Gambar 2e); perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap
sama seperti fcc sebelumnya (5a) ? Jawab : Ya / Tidak, yaitu ?.
Pegang pola
kemasan fcc ini dan terawangkan pada cahaya lampu (TL)
dengan memejamkan salah satu mata Anda ; apa yang dapat
Anda perhatikan pada jalannya berkas sinar lampu ketika
mengenai kemasan fcc?
Jawab :
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
Alternatif lain, biarkan kemasan fcc ini (Gambar 2e) di atas meja
kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang lidi
ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola. Apa
yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi terhadap rongga-
rongga kemas rapat fcc ini ?
Jawab :
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
(6) Istilah kemas rapat kubus pusat muka (fcc) untuk kegiatan 5a-b
terse- but sering membingungkan, karena tidak langsung
menampakkan
geometri kubus pusat muka. Untuk itu perhatikan contoh
geometri kubus pusat muka yang tersedia di laboratorium
sebagaimana ditam- pilkan Gambar 3. Bangun ini diwakili oleh
empat belas bola yang ter- diri atas delapan bola yang
menempati ke-delapan sudut kubus dan enam bola yang
menempati ke-enam pusat bidang muka kubus. Se- lidikilah
secara hati-hati ke-empatbelas bola ini. Berapa bola dalam
bidang yang sama menyentuh bola-pusat pada setiap muka
kubus ?.
Jawab : bola.
Apakah setiapbidang muka kubus
inimerupakan lapisan kemas ter-rapat ?.
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . .
.....................................................................................................................................
(Beri tanda atau arsir yang sama bagi bola-bola yang menyusun
lapis yang sama dan tulislah pula label masing-masing lapisnya A,
B, dst. untuk Gambar 3)
Kepada Anda disediakan seperangkat bola (berwarna)
tertentu, coba kemaslah sedemikian sehingga membentuk
bangun kubus pusat muka di mana setiap lapis mempunyai
warna yang sama, kemudian bandingkan hasilnya dengan
Gambar 3 yang telah diarsir. (Tunjukkan hasil ini pada Asisten
Anda, dan mintalah tanda tangan sebagai bukti di sini )
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
Gambar 5 Model kemas lapis heksagon (a,b), dan kemas rapat lapis A,B, (c)
UntukmengujikebenaranhasilidentifikasiAnda,terawangkanlah
kemas dua lapis (c) ini pada lampu (TL) ; rongga-rongga yang
tembus cahaya adalah rongga........................., dan rongga
yang
tidak tembus adalah rongga...........................Alternatif lain yaitu
tusukkan sebatang lidi lurus ke dalam masing-masing rongga,
rongga yang tembus tusukan adalah rongga.............., dan
rongga
yang tidak tembus tusukan adalah rongga......................Kerjakan
identifikasi tipe rongga tersebut pada Gambar 5(c). Berapa
jumlah masing-masing rongga tetrahedral dan jumlah rongga
oktahedral ? Jawab :
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....
( ........................................) Nilai : . . . . . . . . . . . .
TENTANG PENULIS
Karya Ilmiah:
1. Peran Multimedia pada Pengembangan Kemampuan
Generik Praktikum Kimia Anorganik, Proceeding dalam
Konferensi Internasional Bersama Kedua UPI-UPSI, Gedun Jica
FPMIPA UPI, 8-9 Agustus 2006
2. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Tembaga(II) dengan Ligan
Di-2- piridinketon dan 2,2’dipiridin amin dalam Seminar
Nasional Kimia Fisik dan Anorganik 2006, Aula Barat – ITB, 3
Februari 2006
3. Peran Praktikum Multimedia dalam Meningkatkan Penguasaan
Konsep Kimia Koordinasi, Makalah Seminar Nasional Kimia
dan Pendidikan Kimia II, Pend.Kimia FPMIPA UPI, 2005
4. Peran Visualisasi Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan
Penguasaan Konsep Pada Topik Teori Medan Kristal,
Proceeding Seminar Pendidikan IPA II, HISPPIPAI�FPMIPA
UPI, 22-23 Juli 2005
5. Peran Multimedia pada Pembelajaran Inkuiri Kimia Anorganik
II, Proceeding dalam Seminar Nasional Pendidikan IPA
2005, PPs UPI, 10 September 2005.
Glosarium 355
6. Enkapsulasi Kompleks-Zeolit Sintetis Sebagai Katalis Dalam
Reaksi Oksidasi Alkena, Makalah pada Seminar Nasional
Penelitian dan Pendidikan Kimia, Jur. Pend. Kimia UPI-HKI
Cab.Jabar-Banten, 9 Oktober 2004
7. The Role of Modeling and Interactive to Improvement
Student’s ConceptualMasteryin CoordinationChemistry,
Posterpresentation in International Conference on Mathematics
and Natural Science (ICMNS), ITB, November 2006.