Anda di halaman 1dari 637

Kristian H.

Sugiyarto
Rev no D. Suyanti
ANORGANIK
GRAHA ILMU

Kristian . Sugiyarto
Retno . Suyanti
KIMIA ANORGANIK LOGAM
Oleh : Kristian H. Sugiyanto
Retno D. Suyanti

Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2010

Hak Cipta  2010 pada penulis,


Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun
mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa
izin tertulis dari penerbit.

Candi Gebang Permai Blok R/6


Yogyakarta 55511
Telp. : 0274-882262; 0274-4462135
Fax. : 0274-4462136
E-mail : info@grahailmu.co.id

Sugiyanto, Kristian H; Suyanti, Retno D


KIMIA ANORGANIK LOGAM/Kristian H. Sugiyanto; Retno D. Suyanti
- Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010 xviii + 356 hlm, 1 Jil. : 23 cm.

ISBN:978-979-756-582-4

1. Kimia I. Judul
KATA PENGANTAR

Buku Kimia Anorganik Logam ini merupakan kelanjutan dari


buku Dasar-dasar Kimia Anorganik Nonlogam yang terkonsentrasi
pada Te- ori Atom, Struktur Molekular, Asam-Basa, Reaksi Kimia, dan
unsur-unsur non logam dengan senyawaannya. Oleh karena itu,
Dasar-dasar Kimia Anorganik Logam diarahkan pada pembicaraan
unsur-unsur logam khususnya golongan s dan p dan d dengan
senyawaannya yang diang- gap penting. Pemisahan bahasan
nonlogam-logam bukanlah merupa- kan satu-satunya model
bahasan kimia anorganik yang paling tepat.
Buku ini diawali dengan pembahasan konsep Ikatan Metalik,
Ikatan Ionik, dan Dasar-dasar pengolahan Logam, dengan harapan
pembahasan unsur-unsur logam lebih terarah baik secara deskriptif
maupun teoretik. Unsur-unsur logam golongan s yaitu golongan 1
(Alkali) dan golongan 2 (Alkali tanah), dan unsur-unsur logam
golongan p hanya dipilih menyangkut golongan 13 (aluminium,
galium, indium, dan talium), golongan 14 (timah dan timbal)
bersama-sama dengan golongan 15 (bismut). Pembahasan unsur-
unsur kelompok d disajikan dalam tiap golongan, mulai dari
golongan 4, Ti-Zr-Hf, hingga golongan 12, Zn-Cd-Hg. Unsur-unsur
golongan d dibahas terutama untuk unsur- unsur periode 4 (3d),
karakteristikanya dan senyawaannya. Logam golongan 3, Sc-Y-Lu,
oleh karena kesamaan ion trivalennya, dibahas dalam unsur
kelompok f bersama-sama dengan kimia koordinasi dalam buku
(III). Karena memang besarnya jumlah unsur-unsur logam
kelompok d, maka besarnya bab ini melebihi bab-bab yang lain tak
terelakkan.
Pembahasan kemas rapat (closest pack) merupakan dasar
pemahaman geometri molekul kristal, dan ini dapat dilakukan
melalui kegiatan “praktikum” pemodelan (yang disediakan dalam
Lampiran). Bahan yang digunakan adalah berbagai ukuran bola
(ping-pong, plastik, kelereng, gotri, dan sebagainya) yang tahan
lama, dapat dipakai berulang-ulang, sangat murah, dan mudah
dilaksanakan.
Pembahasan senyawa ionik padatan yang tentu saja
mengandung ion logam, didasari model kemas rapat yang
sesungguhnya berlaku bagi atom-atom logam. Dalam menjelaskan
berbagai aspek kimiawi ditampilkan banyak data kuantitatif,
khususnya penulis mencoba
mengenalkanperanrapatanmuatanyangdidefinisikansebagaibesarnya
muatan (dalam coulomb) dibagi oleh volume ion yang
bersangkutan atas dasar jari-jari ioniknya. Dalam banyak hal
ternyata menunjukkan hasil yang konsisten.
Akhirnya penulis menyadari bahwa karena “belum” adanya
pembakuan terjemahan istilah-istilah kimia, penulis memilih terjemahan
istilah-istilah yang sedekat mungkin dengan menggunakan kaidah-
kaidah terjemahan secara umum. Penulis yakin bahwa dalam waktu
dekat akan terjadi perubahan-perubahan kandungan materi untuk
agar lebih bermanfaat bagi pembaca khususnya demi kemajuan
wawasan kimia anorganik, dan semoga buku ini dapat
membantunya.

Yogyakarta, November 2008

Kristian H.
Sugiyarto Guru Besar Kimia
Anorganik Transisi Universitas
Negeri Yogyakarta

v Kimia Anorganik Logam


i
Dr. Retno Dwi Suyanti
MSi Pengajar Kimia
Anorganik Universitas
Negeri Medan
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan Buku ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai


pihak yang layak penulis sebutkan, yakni lembaga sponsor,
personal yang terlibat dalam review dan uji coba baik internal
maupun eksternal, yang kesemuanya memberikan koreksi maupun
masukan demi kesempurnaan buku ini. Oleh karena itu ucapan
terima kasih penulis sampaikan pada mereka, yaitu:
1. JICA serta counterpart-nya di Indonesia, yaitu Direktorat
Jenderal Dikti melalui proyek IMSTEP di UPI, UNY, dan UM yang
telah mem- fasilitasi dana, tempat, dan tenaga ahli.
2. Drs. Ali Kusrijadi, M.Si. (UPI), dan Drs. M. Su’aidy, M.Pd. (UM) sebagai
internal review
3. Drs. Kasmadi IS, M.S. (UNES), dan Prof. Drs. Seri Bima Sembiring,
M.Sc., Ph.D. (USU) sebagai eksternal review
4. Dr. Asep Supriatna, M.Si (UPI), Drs. Maksum Nitiatmodjo (UM),
dan Prof. A. K. Prodjosantoso, Ph. D. (UNY) yang telah
melakukan uji coba buku di universitas masing-masing.
5. Prof. A. K. Prodjosantoso, Ph. D. (UNY) sebagai penulis
pendamping yang telah membantu memberi masukan dalam
revisi buku ini.
6. Semua pihak yang tidak tersebutkan oleh penulis, namun
memberi kontribusi apapun hingga terwujudnya buku ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i


Ucapan Terima kasih ...................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................. v
Daftar Gambar .................................................................................................. vii
Daftar Tabel ....................................................................................................... xi

1 IKATAN PADA LOGAM DAN SENYAWA-SENYAWANYA


1.1 Ikatan Metalik ............................................................................... 1
1.2 Ikatan Ionik...............................................................32

2 DASAR-DASAR PENGOLAHAN LOGAM


2.1 Pendahuluan.............................................................83
2.2 Preparasi Logam........................................................84
2.3 Logam Paduan (Aloi)..................................................98
2.4 Soal-Soal Latihan.....................................................101

3 LOGAM GOLONGAN S
3.1 Pendahuluan...........................................................103
3.2 Golongan Alkali........................................................104
3.3 Golongan Alkali Tanah..............................................129

4 LOGAM GOLONGAN p
4.1 Pendahuluan............................................................151
4.2 Golongan 13............................................................151
4.3 Golongan 14 dan 15.................................................172
5 LOGAM GOLONGAN d
5.1 Pendahuluan............................................................191
5.2 Golongan 4..............................................................224
5.3 Golongan 5..............................................................234
5.4 Golongan 6..............................................................250
5.5 Golongan 7..............................................................264
5.6 Golongan 8..............................................................279
5.7 Golongan 9..............................................................293
5.8 Golongan 10............................................................298
5.9 Golongan 11............................................................302
5.10 Golongan 12............................................................316

DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram energi orbital molekular spesies dwiatomik 3


....
Gambar 1.2 Dua macam orbital atomik s-s, s-p, dan p-p 5
........................
Gambar 1.3 Diagram orbital molekular spesies diatomik periode 7
dua
Gambar 1.4 Diagram perubahan energi orbital molekular spesies
diatomik homonuklir unsur-unsur periode dua 7
.................
Gambar 1.5 Diagram orbital molekular Li4 dan Lin 10
.................................
Gambar 1.6 Diagram orbital molekular Ben 12
.................................................
Gambar 1.7 Skema struktur pita ....................................................................... 15
Gambar 1.8 Model pita energi ........................................................................... 17
Gambar 1.9 Semikonduktor .............................................................................. 20
Gambar 1.10 Operasi sambungan p-n sebagai penyearah ....................... 21
Gambar 1.11 Model lapis sebelah-menyebelah ........................................... 22
Gambar 1.12 Model lapis heksagon .................................................................. 24
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral ...................................................................... 25
Gambar 1.14 Satuan sel sistem kristal ............................................................... 26
Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi 27
..................
Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam
model segitiga ikatan 33
....................................................................
Gambar 1. Model proses pelarutan NaCl dalam air 43
17 ...............................
Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun 45
kristal .......
Gambar 1.19. Tujuh klas kristal dengan 14 jenis kisi 46
Bravais .....................
Gambar 1.20 Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka ......................... 47
Gambar 1.21 Model kemas rapat bola .............................................................. 49
Gambar 1.22 Satuan sel kubus sederhana CsCl 52
.............................................
Gambar 1.23 Kemas rapat kubus, heksagon ................................................ 53
Gambar 1.24 Struktur kisi fluorit ......................................................................... 54
Gambar 1.25 Struktur kisi rutil ............................................................................. 55
Gambar 1.26 Pola rongga isi-kosong ................................................................ 55
Gambar 1.27 Model tipe cacat ............................................................................ 56
Gambar 1.28 Perbandingan antara rkov , rvdW , rM , r+ dan r- 58
..............
Gambar 1.29 Posisi kation .................................................................................... 65
Gambar 1.30 Perbandingan jarak Na-Cl-Na dalam kristal NaCl 71
...............
Gambar 1.31 Siklus pembentukan MX ............................................................. 75
Gambar 1.32 Diagram perhitungan energi kisiNaCl .................................... 77
Gambar 2.1 Bagan metode zone refining untuk pemurnian metal 88
.....
Gambar 2.2 Bagan sel Downs untuk produksi 89
natrium ............................
Gambar 2.3 Bagan sel Heroult-Hall untukproduksi aluminium ............ 91
Gambar 2.4 Bagan sel pemurnian tembaga 93
.................................................
Gambar 2.5 Bagan tanur tinggi pengolahan besi ...................................... 96
Gambar 3.1 Siklus entalpi dan siklus entropi untuk larutan ionik 107
M+X-.
Gambar 3.2 Diagram terjadinya warna nyala kuning pada reaksi
nyala
senyawa natrium ............................................................................ 110
Gambar 3.3 Diagram orbital molekular .......................................................... 117
Gambar 3.4 Skema preparasi NaOH secara elektrolisis 119
NaCl .................
Gambar 3.5 Geometri tetrahedral ................................................................... 135
Gambar 4.1 Model pembentukan lapisan tunggal 154
...................................
Gambar 4.2 Bagan ekstraksi logam aluminium ........................................... 162
Gambar 4.3 Struktur molekul Al2Cl6 ............................................................... 166
Gambar 4.4 Bagian dari unit sel spinel .......................................................... 167
Gambar 4.5 Struktur SnCl2 dan SnCl3- ........................................................... 181
xi Kimia Anorganik Logam
i
Gambar 4.6 Struktur jaringan berkerut bismut ........................................... 187
Gambar 5.1.1 Perubahan energi ikat elektron menurut nomor atom 197
....
Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2
pada permukaan logam nikel .................................................... 204
Gambar 5 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per
1.3 satuan
area ....................................................................................................... 216
Gambar 5.2.1 Geometri spesies zirkonium(IV) oksida dalam zirkonia 230
...
Gambar 5.2.2 Bangun zig-zag ZrCl6 oktahedral dalam struktur ZrCl4 232
..
Gambar 5.3.1 Struktur V2O5 .................................................................................. 243
Gambar 5.3.2 Berbagai struktur ion vanadat .................................................. 244
Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO dan ion [M6O19]8- 244
..........................
Gambar 5.3.4 Struktur rantai oktahedron MX6 pada ................................... 246
Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 246
...........
Gambar 5.3.6 Struktur geometri [Nb6Cl12]2+ ................................................ 247
Gambar 5.4.1 Struktur rantai CrO3 dalam unit tetrahedral CrO4 256
............
Gambar 5.4.2 Struktur MoO3, dalam jaringan unit persekutuan 257
............
Gambar 5.4.3 Struktur geometri WO3, [Mo7O24]6-, dan [Mo8O26]4- 259
....
Gambar 5.5.1 Diagram Frost untuk Mn, Tc, dan Re 268
........................................
Daftar Gambar xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi
ikatan
spesies diatomik unsur-unsur periode dua . 8
.............................
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan 14
.....................................................
Tabel 1.3 Beberapa bahan semikonduktor yang 19
umum .......................
Tabel 1.4 Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi
beberapa
unsur ...................................................................................................... 39
Tabel 1.5 Jenis klas kristal dan kondisi unit 45
sel .........................................
Tabel 1.6 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus 50
..............
Tabel 1.7. Jari-jari van der Waals beberapa atom nonmetalik 59
.............
Tabel 1.8 Jari-jari kovalen beberapa unsur 60
.................................................
Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan 61
eksperimen
Tabel 1.10. Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion 64
....................................
Tabel 1.11 Hubungan rasio jari-jari dengan geometri .............................. 66
Tabel 1.12. Contoh beberapa senyawa dengan kemasan-nyata yang
menyimpang dari kemasan-duga .............................................. 68
Tabel 1.13 Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri 70
halida .....................................
Tabel 1.14 Tetapan Madelung beberapa senyawa ..................................... 72
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida 78
...................................
Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan 100
..
Tabel 3.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
Unsur-unsur logam kelompok s, p, d, dan 103
f .............................
Tabel 3.2 Data beberapa sifat logam alkali 105
.................................................
Tabel 3.3 Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih
entalpi
seri natrium halida.......................................................107
Tabel 3.4 Faktor entropi, H, dan G hitungan pada proses
pelarutan
seri natrium halida......................................................108
Tabel 3.5 Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan ion golongan
alkali dan alkali tanah..................................................127
Tabel 3.6 Data beberapa sifat logam alkali tanah.........................129
Tabel 3.7 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat
MX2.nH2O..................................................................130
Tabel 3.8 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl....132
Tabel 3.9 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl....132
Tabel 3.10 Perbandingan harga-harga H, S, dan G dengan energi
kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2
dan NaCl....................................................................133
Tabel 3.11 Kelarutan hidroksida logam alkali tanah........................141
Tabel 4.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13.......................152
Tabel 4.2 Data energi ionisasi aluminium dan talium....................170
Tabel 4.3 Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl+, dengan ion kalium,
K+, dan ion perak, Ag+...............................................172
Tabel 4.4 Karakteristika timah, timbel dan bismut........................174
Tabel 5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
unsur-unsur transisi....................................................193
Tabel 5.1.2 Beberapa data fisik logam-logam Periode 4...................194
Tabel 5.1.3 Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam
periode 4....................................................................196
Tabel 5.1.4 Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom beberapa
unsur Periode 4, 5, dan 6 untuk Golongan 2, 4, 5, 6, 7,
dan 11.......................................................................200
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi
Periode 4, 5, dan 6.....................................................200
Tabel 5.1.6 Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa
logam (logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa
molekul gas................................................................205
Tabel 5.1.7 Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur-unsur
transisi (n = jumlah elektron nirpasangan)....................208
Tabel 5.1.8 Suseptibilitas diamagnetik molar,  L, berbagai spesies
(semua
harga dikalikan dengan 10-6 mol-1).............................211
Tabel 5.2.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4 227
.........
Tabel 5.3.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5 238
.........
Tabel 5.3.2 Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium 239
..............
Tabel 5.3.3 Warna beberapa senyawa halida sederhana
(monomer)
dari logam-logam golongan 5 ..................................................... 245
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium 249
.............................

xv Kimia Anorganik Logam


i
Tabel 5.4.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan................254
Tabel 5.4.2 Karakteristika beberapa oksida dan ion kromium ............... 255
Tabel 5.5.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 267
7 ....................
Tabel 5.5.2 Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan
setengah
reaksi mangan, teknesium, dan renium dalam larutan
asam
pada 25˚C ............................................................................................. 269
Tabel 5.5.3 Karakteristika oksida, hidroksida mangan dan beberapa
turunannya .......................................................................................... 273
Tabel 5.6.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 281
8 ...................
Tabel 5.7.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 9 ................................. 294
Tabel 5.8.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10 298
.................
Tabel 5.9.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11 302
.................
Tabel 5.9.2 Klasifikasi fase paduan logam menurut Hume- 303
Rothery .....
Tabel 5.9.3 Perbandingan sifat logam alkali dan logam golongan
tembaga ............................................................................................... 304
Tabel 5.9.4 Beberapa paduan tembaga .......................................................... 307
Tabel 5.10.1 Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12 .................................... 317
Tabel 5.10.2 Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan 323
magnesium
Daftar Tabel xvii
IKATAN PADA LoGAM DAN SENyAwA-SENyAwAN

1.1 IKATAN METALIK


1.1.1 Model Ikatan
Dalam ilmu kimia, kita mengenal berbagai macam ikatan,
salah satu di antaranya ialah ikatan metalik. Teori ikatan metalik
mana pun harus mampu menjelaskan sifat utama logam,
khususnya sifat hantaran listriknya yang sangat tinggi. Selain itu,
teori tersebut juga harus mampu menjelaskan sifat logam dalam
hal hantaran bahang (kalor) atau kondukstivitas termal dan sifat
pantulan atau reflektivitas yang tinggi.
Di antara teori ikatan metalik yang ada, yang paling
sederhana adalah model lautan elektron. Dalam model ini, setiap
elektron valensi mampu bergerak bebas di dalam tumpukan bangun
logam, dan oleh karena itu dipakai istilah lautan elektron, dan
bahkan meninggalkannya sehingga menghasilkan ion positif.
Elektron valensi inilah yang mem- bawa dan menyampaikan arus
listrik. Gerakan elektron valensi ini juga memindahkan bahang
dalam logam. Kelemahannya, model ini tidak menjelaskan sifat
logam yang berkaitan dengan daya pantul yang ting- gi.
Teori orbital molekular yang sangat unggul menjelaskan
bahwa ikatan kovalen ternyata mampu menyediakan model ikatan
metalik yang lebih komprehensif. Perluasan teori ini untuk logam
sering disebut
teori pita (band theory). Tataan atom-atom dalam kristal logam
dapat ditafsirkan dalam bentuk kemas bola-bola keras. Tataan kemas
(packing) merupakan hal yang umum, baik dalam logam maupun
senyawa ionik padatan. Dengan demikian, studi ikatan metalik
memberikan wawasan penghubung antara ikatan kovalen dan
ikatan ionik.

1.1.2 Teori Orbital Molekular


Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua
atom atau lebih bergabung membentuk suatu spesies, maka
spesies ini tidak lagi memiliki sifat orbital atomik secara individual,
melainkan memben- tuk orbital molekular yang elektron-
elektronnya dipengaruhi secara serentak oleh kedua inti atom yang
bergabung. Pendekatan sederha- na menyarankan bahwa hanya
elektron-elektron dalam orbital atomik luar saja yang dianggap
membentuk ikatan, sehingga elektron ikatan ini berada dalam
orbital molekular; sedangkan elektron-elektron dalam orbital atomik
dalam masih tetap sebagaimana keadaannya dalam ma- sing-
masing atom secara individual.
Menurut pendekatan kombinasi linear (linear combination),
banyaknya orbital molekular yang terbentuk sama dengan jumlah
orbital atomik yang bergabung. Bila dua atom yang bergabung
masing- masing menyediakan satu orbital atomik (Ψ) maka
dihasilkan dua orbital molekular, satunyamerupakan kombinasi
jumlahan kedua orbitalatomik yang saling menguatkan dan lainnya
kombinasi kurangan yang saling meniadakan. Kombinasi jumlahan
menghasilkan orbital molekular ikat (Ψb, bonding) yang
mempunyai energi lebih rendah, dan kombinasi kurangan
menghasilkan orbital molekular antiikat (Ψa, antibonding) yang
mempunyai energi lebih tinggi (Gambar 1.1). Hal ini bukan berarti
bahwa semua orbital molekular ini harus ditempati oleh elektron,
melainkan elektron mengisi orbital-orbital molekular menurut
tingkat energinya dari rendah ke tinggi. Dengan demikian terdapat
perbedaan antara jumlah elektron dalam orbital ikat dan dalam
orbital antiikat; numerik perbedaan ini dibagi dengan jumlah atom
2 Kimia Anorganik Logam
yang berikatan disebut derajat ikatan atau orde ikatan (bond order)
yang dapat dipakai sebagai petunjuk kekuatan ikatan yang
bersangkutan.

Ikatan pada Logam dan Senyawa- 3


senyawanya
Gambar 1.1 Diagram energi orbital molekular spesies dwiatomik - homonuklir
A-A (a) dan - heteronuklir A-B dengan atom B lebih
elektronegatif
daripada atom A (b)
-
(Untuk molekul H2 , ∆E ~ 458 kJ ~ 4,5 eV)
1
mol

Orbital molekular ikat adalah orbital yang rapatan elektron


ikat terpusat mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang
bergabung, dan dengan demikian menghasilkan situasi yang lebih
stabil. Orbital molekular antiikat adalah orbital di mana rapatan
elektron ikat terpusat menjauhi daerah antara kedua inti atom yang
bergabung, dan dengan demikian menghasilkan situasi yang
kurang stabil.
Relatif terhadap energi orbital atomik, penurunan energi
orbital molekular ikat (ΔE) sama dengan kenaikan energi orbital
molekular antiikat (Gambar 1.1a). Untuk molekul homonuklir,
orbital atomik yang sama mempunyai tingkat energi yang sama
pula, tetapi dalam molekul heteronuklir menjadi lebih rendah bagi
atom yang bersifat lebih elektronegatif (Gambar 1.1b). Jika
perbedaan elektronegativitas antara kedua atom yang bergabung ini
sangat besar, yang berarti ΔE relatif lebih kecil, karakteristika
orbital molekular ikat praktis didominasi oleh orbital atomik dari
atom yang lebih elektronegatif dan sebaliknya orbital molekular
antiikat didominasi oleh orbital atomik dari atom yang bersifat
kurang elektronegatif. Jika pada daerah tumpang-tindih (overlap)
ada orbital atomik yang tidak berinteraksi dalam pembentukan
ikatan,
orbital molekular yang dihasilkan disebut orbital nonikat (nonbonding)
dan mempunyai tingkat energi tetap sama dengan orbital atomik
dari atom yang bersangkutan.

Tipe orbital molekular


Jika dua orbital atomik 1s (secara matematis masing-masing
dinyatakan dengan fungsi gelombang ΨA dan ΨB) bergabung, maka
fungsi gelombang orbital molekular ikat (bonding), Ψb, dan antiikat,
Ψa, secara berurutan dapat dinyatakan dengan persamaan :
Ψb = ΨA + ΨB dan Ψa = ΨA - ΨB

(Catatan : ΨB - ΨA bukanlah bentuk kombinasi baru melainkan bentuk lain


dari minus Ψa )

Rapatan (densitas) elektron atau tepatnya peluang


mendapatkan elektron dilukiskan oleh besaran amplitudo, yaitu
kuadrat fungsi gelombang yang bersangkutan, Ψ_2 ; bagi kedua
fungsi ikat dan fungsi antiikat tersebut adalah:
Ψb 2 = ΨA 2 + ΨB 2 + 2Ψ Ψ dan Ψ a2 = Ψ A2 + Ψ B2 - 2Ψ AΨB
A B

Kedua persamaan fungsi peluang mendapatkan elektron dari


kedua orbital molekular tersebut berbeda dalam hal besaran ±
2ΨAΨB. Nilai integrasi besaran ini melukiskan integral tumpang-
tindih yang sangat penting dalam teori ikatan. Jadi, besaran
tumpang-tindih dalam orbital ikat bernilai positif, dan ini berarti
rapatan elektron di antara kedua inti atom yang bergabung naik
atau membesar. Tetapi, besaran tersebut dalam orbital antiikat
berharga negatif, dan ini berarti rapatan elektron di antara kedua
inti atom yang bergabung turun atau mengecil dan menghasilkan
bidang simpul (nodal plane) yang artinya amplitudo berharga nol
sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.2.
Ikatan yang terjadi secara demikian ini disebut ikatan ��
dengan rapatan elektron terpusat di sekeliling sumbu ikat. Begitu
juga, tipe or- bital molekular yang bersangkutan diberi notasi
���(lengkapnya ��1s), dan
untuk orbital antiikat diberi tambahan superscript- bintang, (�� *). Kom-
1s
binasi dua macam orbital cara ujung (yang sumbunya berimpit, misal-
nya orbital s dengan orbital apapun) selalu menghasilkan orbital ��.
Gambar 1.2 Dua macam orbital atomik s-s, s-p, dan p-p (a), bergabung
berdasarkan sifat simetrinya (b) dan membentuk orbital
molekular
- dan  - ikat dan anti ikat (c)
Kombinasi antara dua orbital p dapat terjadi menurut dua
cara, dan oleh karena itu menghasilkan dua tipe orbital molekular.
Cara “ujung” menghasilkan orbital ��p dan cara “samping”
menghasilkan or- bital �p; dalam orbital � sumbu ikat terletak pada
satu nodal plane (bi- dang simpul). Jadi, tumpang tindih ikatan
tidak berimpit dengan sumbu ikatan. Dapat dipahami bahwa ikatan
�� umumnya lebih kuat daripada ikatan � karena tumpang-tindih
ikatan��� terletak pada sumbu ikat. Bila kombinasi tumpang-tindih
menghasilkan dua bidang simpul (yang sa- ling tegak lurus),
hasilnya adalah ikatan �; misalnya, kombinasi antara dua orbital
dxy, atau dua orbital dx2-y2, atau kombinasi antara keduanya.

Kontruksi diagram energi dan konfigurasi elektronik spesies diatomik


Molekul H2 bersifat stabil, diagram energinya secara mudah
dapat disusun mirip Gambar 1.1 menghasilkan konfigurasi elektronik
(��1s)2 dan dengan demikian mempunyai orde ikatan sebesar satu.
Tetapi, molekul “He2”, jika ada, tentu tidak stabil karena mempunyai
konfigurasi (��1s)2
(�� *)2 yang menghasilkan orde ikatan nol.
1s

Diagram orbital molekular untuk molekul diatomik homonuklir


periode dua, Li2 hingga F2, dapat disusun menurut kerangka
Gambar 1.3a yang dalam hal ini energi �p > ��p; namun, diagram ini
mengabaikan adanya interaksi antara orbital s dengan orbital p
dari atom yang lain (s – p’, dan s’– p ), dan ini hanya dapat
berlaku jika perbedaan energi antara orbital 2s dan 2p cukup besar
seperti dalam atom oksigen dan fluorin. Perbedaan energi 2s – 2p
unsur Li hingga Ne naik secara nyata sebagaimana dinyatakan
dengan kenaikan potensial ionisasi, 2 eV sampai 27 eV.
Oleh karena itu untuk unsur Li hingga N, interaksi s – p’ dan
s’– p tidak dapat diabaikan lagi karena perbedaan energi 2s – 2p
dianggap kecil, dan akibatnya orbital molekular ��p berinteraksi
dengan orbital 2s sehingga berakibat lanjut naiknya energi yang
bersangkutan hingga menjadi lebih tinggidaripadaenergi �p (Gambar
1.3b). Perubahanenergi
relatif dengan konfigurasi elektronik molekul Li2 hingga F2
ditunjukkan oleh Gambar 1.4.

Gambar 1.3 Diagram orbital molekular spesies diatomik periode dua,


(a) O2 hingga F2 , dan (b) Li2 hingga N2

Gambar 1.4 Diagram perubahan (kualitatif) energi orbital molekular


spesies diatomik homonuklir unsur-unsur periode dua
Perlu diingat bahwa orbital-orbital “dalam” tidak pernah
berperan pada pembentukan orbital molekular; dengan demikian,
konfigurasi elektronik molekul O2 dengan sumbu Z sebagai sumbu
ikat misalnya,
dapat dituliskan sebagai [KK] (��2s)2 (��2 *)2 (�2p )2 (�2p )2 (��2 )2 (� 2p *)1
(� ) . Konfigurasi elektronik ini (dalam peringkat x dasar,y ground state)
* 1
s p x
2py
menunjukkan adanya dua elektron nirpasangan dalam molekul O2
sehingga dapat menjelaskan sifat paramagnetik molekul ini yang
dapat
ditemui dalam fase cair (energi peringkat tereksitasi hanya sedikit
lebih tinggi, 95 kJ mol-1, dan O2 menjadi bersifat diamagnetik); jadi,
inilah yang merupakan salah satu keunggulan teori orbital
molekular dibanding dengan teori ikatan yang lain.
Berdasarkan pemahaman diagram Gambar 1.4 serta data
panjang ikatan, ordeikatan, dan energi disosiasi
makadapatdijelaskankonfigurasi elektronik orbital molekular spesies-
spesies analog seperti O -, O +, dan 2 2
sebagainya; perbandingan data ini dapat diperiksa pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi ikatan
spesies diatomik unsur-unsur periode dua

Jumlah Orde Ikatan Panjang Ikatan Energi Ikatan


Spesies
Elektron (derajat (dalam pm) (dalam kJ mol-1)
ikatan)
H2 2 1 74 432
“He2” 4 0 - -
Li2 6 1 267 108
“Be2” 8 0 - -
B2 10 1 159 292
C2 12 2 124 590
N 14 3 109 942
O2+2
15 2,5 112 636
O 16 2 121 494
O2-2
17 1,5 130 394
O22-
18 1 149 -
F2 18 1 141 154
CO 14 3 113 1070
NO 15 2,5 115 628
Bahkan demikian juga, konfigurasi molekul diatomik heteronuklir
dapat diramalkan dengan pemahaman tersebut. Misalnya, molekul
CO diramalkan mempunyai diagram konfigurasi antara C2 dan O2 ,
yaitu N2. Karena CO dan N2 keduanya memang isoelektronik maka,
keduanya pun mempunyai konfigurasi elektronik yang sama; ternyata,
keduanya mem- punyai data panjang ikatan yang hampir sama,
tetapi energi disosiasi ikatan lebih besar pada CO. Namun demikian
perlu ditekankan, bahwa orbital molekular ikat molekul CO lebih
berkarakter orbital atomik oksi- gen ketimbang karbon.

Konstruksi diagram energi orbital molekular logam


Konstruksi diagram energi orbital molekular, misalnya untuk
dua atom Li dalam fase gas yang membentuk molekul Li2, dapat
diperiksa pada Gambar 1.4. Selanjutnya, andaikata terdapat empat
orbital atom 2s dari empat atom Li bergabung dalam molekul Li4,
maka diperoleh empat orbital molekular ��2s, yaitu dua orbital ikat
dan dua yang lain antiikat. Namun agar tidak melanggar hukum
kuantum, energi orbital- orbital ini tidak setingkat (degenerat),
artinya energi orbital ��2s yang satu tidak boleh mempunyai energi
yang persis sama dengan energi orbital ��2s yang lain. Oleh karena
itu, konstruksi diagram energi orbital molekular Li4 dapat dilukiskan
seperti Gambar 1.5a.
Dalam kristal logam, sejumlah besar (n) orbital atomik dari n
atom logam bergabung. Orbital-orbital ini berinteraksi secara tiga
dimensio- nal membentuk n orbital molekular dengan prinsip yang
sama seperti halnya pada pembentukan orbital molekular Li4
tersebut. Oleh karena itu, misalnya dalam gabungan n atom Li
menjadi Lin, akan terdapat or-
bital molekular ikat ½ n ��2s dan antiikat ½ n �� *. Karena demikian ba-
2s
nyaknya tingkat energi orbital-orbital ini, jarak tingkat yang satu
dengan yang lain menjadi sedemikian dekatnya sehingga
menghasilkan suatu bentuk kontinu (sinambung) atau ”pita”. Untuk
logam litium, pita energi orbital molekular yang dihasilkan dari
orbital atomik 2s, setengahnya akan terisi penuh yaitu bagian pita
ikat ½ n ��2s, dan setengah yang lain
kosong yaitu bagian pita antiikat ½ n �� * (Gambar 1.5b).
2s
Gambar 1.5 Diagram orbital molekular Li4 (a) dan Lin (b)

Pita energi tertinggi yang berisi penuh elektron disebut pita


va- lensi. Pita energi tertinggi berikutnya tempat elektron dapat
menjelajah secara bebas sebagai penghantar listrik disebut pita
konduksi. Menga- pa demikian? Pita konduksi terdiri atas elektron-
elektron yang disebut elektron konduksi yaitu elektron yang
mempunyai cukup energi se- hingga tidak tertarik balik oleh tarikan
ion positif; elektron-elektron lain- nya pada tingkat energi yang
lebih rendah dalam pita konduksi mem- butuhkan energi yang lebih
besar untuk mencapai pita kosong dan umumnya tidak
berpartisipasi dalam sifat hantaran. Dalam pengaruh medan listrik,
elektron konduksi dipercepat ke arah medan dan hasilnya adalah
aliran elektron. Pita konduksi ini ada yang kosong, ada yang beri- si
elektron banyak, dan ada yang setengah penuh sebagaimana
ditemui pada logam.
Pita energi ada yang saling terpisah satu sama lain dengan
menghasilkan celah energi terlarang (forbidden energy gap).
Celah energi antara pita valensi dengan pita konduksi berperan
penting dalam menentukan sifat hantaran listrik. Celah energi ini
ukurannya
dapat lebar ataupun sempit. Celah yang lebar tidak memungkinkan
elektron melintasinya (yakni insulator) dan celah yang sempit
memungkinkan elektron melintasinya ke pita energi yang lebih
tinggi sebagai penghantar listrik (yakni konduktor). Adanya celah
energi ini merupakan konsekuensi sifat mekanika kuantum
elektron, yaitu memungkinkan peluang mendapatkan elektron
dengan nilai nol. Selain itu, pita energi ada juga yang saling
tumpang tindih. Sifat hantaran listrik konduktor (logam), insulator
(nonlogam), dan semikonduktor dapat dijelaskan berdasarkan
susunan pita-pita energi tersebut dalam bahan yang bersangkutan.
Untuk logam-logam golongan 1, pita konduksi terdiri atas se-
tengah pita isi penuh elektron dan setengah pita kosong. Kedua
bagian tengahan pita energi ini tentu sangat dekat satu sama lain
karena tidak ada celah energi, sehingga elektron-elektron dalam
pita konduksi ini dengan mudah mampu menjelajahi pita kosong
sebagai pembawa arus listrik.
Elektron-elektron berperan dalam konduksi hanya jika berada
dalam pita yangterisisecaraparsial. Dalam pita yangterisi penuh
dengan tanpa adanya pita kosong cukupdekat, elektron-
elektronhanyabergerak saling bertukar tempat. Dalam pengaruh
medan listrik elektron-elektron terbagi menjadi dua bagian yang
sama jumlahnya dengan dua arah yang menghasilkan resultante
nol, tanpa konduksi. Untuk unsur-unsur golongan 2, elektron-
elektron dengan energi tertinggi (ns2) menempati secara penuh
pita valensi. Sepintas elektron-elektron ini bukan elektron konduksi.
Namun, pita konduksi kosong berikutnya tersusun oleh orbital np
yang ternyata tumpang-tindih dengan pita valensi, sehingga
elektron pada pita valensi mampu berperan sebagai elektron
konduksi, menjelajah bebas pada orbital np dalam pita konduksi.
Elektron-elektron yang menempati energi di bawah pita
valensi disebut elektron inti (core electrons); elektron-elektron ini
terikat kuat oleh inti atom yang bersangkutan dan dianggap kurang
berperan dalam menentukan sifat konduktivitas. Jadi untuk (Be)n
misalnya,
elektron-elektron inti menempati pita energi yang tersusun oleh
orbital- orbital (1s2)n, yang posisinya di bawah pita valensi (2s2)n
sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.6.

Gambar 1.6 Diagram orbital molekular Ben

Dengan adanya pita energi tersebut sifat konduktivitas listrik


suatu logam secara sederhana dapat dijelaskan, yaitu bahwa
sebuah elektron mampu mencapai ke tingkat-tingkat energiorbital
antiikat yang kosong dengan energi yang sangat sedikit lebih
tinggi, dan kemudian bergerak bebas melalui struktur logam
sebagai arus listrik. Secara sama, sifat konduktivitas termal dapat
dijelaskan oleh karena adanya elektron- elektron bebas yang
mampu membawa energi secara translasi melalui seluruh bangun
kristalnya.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam teori atom, cahaya dise-
rap dan dipancarkan apabila elektron pindah dari tingkat energi
yang satu ke tingkat energi yang lain, dan pancaran cahaya ini
diamati seba- gai spektrum garis. Menurut teori pita tersebut,
dalam logam terdapat tingkat-tingkat energi yang sangat banyak
jumlahnya, sehingga jumlah kemungkinan terjadinya transisi
elektroniknya juga tak terbatas. Akibat- nya, permukaan atom-atom
logam dapat menyerap cahaya dengan se-
gala panjang gelombang dan kemudian memancarkan kembali
dengan panjang gelombang yang sama karena elektron
membebaskan energi yang sama ketika kembali ke peringkat
dasarnya (ground state). Jadi, teori pita ini mampu pula
menjelaskan sifat reflektivitas logam.
Sifat metalik ternyata masih dapat dipertahankan pada fase
cair; pada fase ini adanya tumpang-tindih antar orbital yang
menghasilkan sifat metalik seperti halnya pada fase padatnya
masih dapat dipertahan- kan, tetapi menjadi lenyap pada fase gas.
Jadi, titik didih suatu logam merupakan temperatur terjadinya
pemutusan ikatan-ikatan metalik, dan ini merupakan petunjuk
kekuatan ikatan metalik yang bersangkut- an. Sebagai contoh,
natrium meleleh pada 98 oC tetapi baru mendidih pada 890 oC.
Kontruksi diagram orbital molekular golongan 2 dapat diwakili
unsur Berilium, Be. Unsur ini mempunyai sifat mirip logam atau
semi- logam. Dengan konfigurasi elektronik [He] 2s2, kedua orbital
molekular ikat ��2s dan antiikat ��2s* berisi elektron penuh, sehingga
dalam daerah pita energi ��2s – ��2s* tidak lagi terdapat daerah kosong
tempat elektron dapat bergerak bebas (Gambar 1.6). Namun
demikian, orbital kosong 2p membentuk pita energi 2p yang sedikit
bertumpang-tindih dengan pita 2s, dan ini memungkinkan elektron-
elektron ”menjelajah” dalam bangun logamnya. Akibatnya, berilium
mempunyai konduktivitas listrik yang tinggi, meskipun sifat-sifat
kimiawinya lebih mendekati sebagai semilogam.
Teori orbital molekular yang menghasilkan pita energi dapat
di- terapkan tidak hanya pada logam melainkan juga pada setiap
bahan padatan karena orbital-orbital dari atom-atom secara
individu dapat sa- ling mendekat untuk mengadakan tumpang-
tindih. Ukuran celah ener- gi antara pita valensi dan pita konduksi
bervariasi dalam bahan yang berbeda. Dalam insulator, suatu
bahan yang tidak menghantar listrik, celah energi sedemikian lebar
sehingga elektron dalam pita valensi ti- dak mungkin dapat
melintasinya. Oleh karena dalam insulator pita va- lensi penuh
terisi elektron, aliran elektron tidak mungkin berlangsung sehingga
sifat konduksi tidak terjadi.
Dalam unsur semikonduktor, juga terdapat celah energi
antara pita valensi dan pita konduksi, namun celah ini lebih sempit
dibanding- kan dengan celah dalam insulator. Bahkan pada
temperatur kamar, be- berapa elektron mempunyai energi yang
cukup untuk melompati ce- lah ini dan masuk ke dalam pita
konduksi tempat elektron ini mampu menjelajah bebas. Celah
energi ini untuk beberapa bahan ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan (dalam kJ mol-1)
Bahan Celah energi Bahan Celah energi
B 320 Intan 502
Si 100 InP 130
Ge 67 GaAs 140
As(gray) 120 InSb 20
β-Sb 10 CdTe 140
Te 37

Semikonduktor
Semikonduktor adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator. Sifat
kon- duktivitas semikonduktor tidak sebaik metal karena jumlah
elektron- elektron yang terdapat dalam pita konduksi lebih sedikit
dibanding dengan jumlah elektron ini dalam metal. Dengan kata
lain semikonduk- tor mempunyai harga tahanan listrik lebih tinggi
daripada tahanan list- rik metal. Konduktivitas (dengan unit ohm-1
cm-1) adalah kebalikan dari tahanan. Sebagai contoh, aluminium
mempunyai tahanan listrik 2,7.10-6 ohm cm pada 20 0C; silikon
murni mempunyai tahanan listrik 105 ohm cm, sedangkan intan
murni (insulator) mempunyai tahanan listrik yang sangat tinggi,
1014 ohm cm, pada 15 0C. Semikonduktor mempunyai tahanan
listrik pada rentang 10-3 –108 ohm cm.
Temperatur mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
sifat hantaran listrik suatu logam dengan semikonduktor. Dalam kisi
kristal metalik, kenaikan temperatur mengakibatkan meningkatnya
frekuensi
vibrasi ion-ion pada posisi kisinya. Hal ini menyebabkan elektron
yang bergerak melalui metal dibawah pengaruh medan listrik
menjadi me- ningkat peluangnya dalam menumbuk ion. Akibatnya,
untuk logam kenaikan temperatur menaikkan tahanan listriknya.
Tetapi untuk semi- konduktor, kenaikkan temperatur menyebabkan
bertambahnya jumlah elektron yang memperoleh cukup energi
untuk melompat keluar dari pita valensi ke pita konduksi. Dengan
demikian, kenaikan temperatur mengakibatkan penurunan tahanan
listrik semikonduktor. Seberapa jauh perubahan tahanan listrik oleh
karena perubahan temperatur ini bagi semikondoktor berbeda satu
sama lain. Secara umum, kondukti- vitas semikonduktor
menyerupai metal pada temperatur tinggi, tetapi menyerupai
insulator pada temperatur rendah.

Gambar 1.7 Skema struktur pita :


(a) non logam
(b) semikonduktor intrinsik
(c) semikonduktor pengotor
Teori pita juga dapat dipakai untuk menjelaskan beberapa se-
nyawa bersifat sebagai konduktor listrik, beberapa lainnya tidak
dan be- berapa yang lain semikonduktor. Dalam logam, pita-pita
energi elektron bertumpang-tindih dan mengizinkan elektron
bergerak bebas melalui pita dalam seluruh struktur kristalnya.
Dalam nonmetal, pita-pita ter- pisah cukup lebar dan menghasilkan
celah energi sehingga tidak me- mungkinkan elektron mampu
bergerak bebas (Gambar 1.7a); unsur nonmetal ini dikenal sebagai
insulator. Dalam beberapa unsur, celah
atau gap energi antara pita-pita cukup kecil sehingga
memungkinkan hanya sedikit elektron dapat tereksitasi ke pita
kosong di atasnya (Gam- bar 1.7b); unsur demikian ini dikenal
sebagai semikonduktor intrinsik.
Teknologi modern memerlukan material semikonduktor, dan
ini dapat disintesis sesuai dengan karakteristika yang diinginkan.
Semikon- duktor dapat dibuat dari unsur-unsur dengan celah pita
lebar (insulator) kemudian didadah (doping) dengan unsur-unsur lain
sebagai pengotor. Unsur tambahan ini mempunyai pita tingkat
energi (isi-kosong tanpa gap atau celah) yang ukurannya tepat
pada celah antara pita isi dan pita kosong dari bahan utama
insulator tersebut (Gambar 1.7c). Melalui pita pengotor ini
beberapa elektron dari material utama dapat bergerak be- bas ke
pita energi kosong sehingga memungkinkan terbentuknya sifat
semikonduktor listrik; sifat ini dapat diatur sesuai dengan proses
pen- dadahan antara bahan utama dengan bahan pengotornya
seperti yang diinginkan. Komparasi model pita energi untuk
insulator (nonlogam), logam, dan berbagai jenis semikonduktor
ditunjukkan oleh Gambar 1.8.
Sifat konduktivitas semikonduktor sering dipahami dengan
penerapan dua istilah, yaitu aliran elektron bebas dalam pita
konduksi dan migrasi “lubang” dalam pita valensi yang berlawanan
arah dengan aliran elektron tersebut. Elektron yang melompat
keluar dari pita valensi
akanmeninggalkan“lubang”bekassepertihalnyaseseorangbangkitdari
tempat duduk meninggalkan tempat duduk yang kosong. Andaikata
tempat duduk yang kosong ini berada di baris ujung (depan),
kemudian baris isi belakangnya pindah ke tempat kosong di
depannya demikian seterusnya, maka seolah-olah telah terjadi migrasi
tempat duduk kosong (lubang) dari depan ke arah belakang.
Dibawah pengaruh medan listrik, lubang-lubang (elektron)
bermigrasi dalam pita valensi dengan cara seperti tersebut di atas.
Oleh karena lubang yang ditinggalkan elektron memberikan efek
muatan positif (sebagai akibat“kekurangan” elektron), maka terjadilah
aliran muatan positif yang berlawanan arah dengan elektron
konduksi.
Dalam semikonduktor murni pada temperatur kamar, jumlah
elektron dalam pita konduksi sama dengan jumlah lubang dalam
pita valensi. Suatu bahan semikonduktor intrinsik berisi jumlah yang
sama
antara lubang dan elektron pembawa arus (Gambar 1.8f); jadi,
konduksi ini adalah sifat intrinsik bahan yang bersangkutan. Pada
temperatur cukup tinggi, bahkan insulator intan dapat bersifat
semikonduktor intrinsik. Dalam suatu semikonduktor ekstrinsik,
jumlah lubang dan elektron pembawa arus tidak sama, dan sifat
konduksinya bergantung pada bahan ekstrinsik (“pengotor”) yang
didadahkan. Ada dua tipe “pengotor” yaitu donor dan akseptor.
Pengotor donor menyediakan elektron menurut cara berikut.
Dalam silikon dan germanium murni (dengan karakteristik
konfigurasi elektronik ns2 np2), setiap atom tersambung pada
empat atom tetangga dengan ikatan kovalen. Suatu atom unsur
golongan 15, misalnya fosfor, arsen, atauantimon, yang masuk dalam
kisikristal silikon ataugermanium dengan tanpa mendistorsi kisi
terlalu besar juga berikatan dengan empat atom tetangganya,
silikon atau germanium. Oleh karena atom unsur golongan 15 ini
mempunyai karakteristik konfigurasi elektronik ns2 np3, maka salah
satu elektron dalam setiap atomnya ditinggalkan dan elektron ekstra
ini memasuki pita valensi isi yang disebut tingkat energi donor
(donor level of energy); tingkat donor ini biasanya terletak sedikit di
bawah pita konduksi inang silikon atau germanium. Elektron dalam
tingkat donor ini sangat mudah terpromosi ke dalam pita konduksi
inang sehingga meningkatkan sifat konduktivitasnya.
Dalam semikonduktor, pengotor donor benar-benar memberi
kontribusi elektron pada pita konduksi dan hal ini tidak
meninggalkan lubang dalam pita valensiinang. Penambahan
sejumlah“pengotor“ (100- 1000 ppm) ke dalam unsur inang ini
disebut sebagai pendadahan , dan unsur“pengotor”nya sebagai
dopan (pendadah). Kristal semikonduktor hasil pendadahan dengan
dadah donor ini disebut semikonduktor tipe-n, dengan elektron-
elektron negatif sebagai pembawa arus utama. Dalam
semikonduktor tipe-n, setiap elektron yang memasuki pita konduksi
inang meninggalkan satu ion positif dalam struktur kristalnya.
Gambar 1. 8 Model pita energi untuk (a) insulator (b-c) metal, dan (d-h)
berbagai jenis semikonduktor

Atom-atom unsur golongan 13, misalnya boron, aluminium


atau indium, mempunyai karakteristik konfigurasi elektronik ns2 np1;
oleh karena itu, apabila atom ini masuk dalam kisi kristal silikon
atau germanium, atom tersebut hanya mampu mengikat tiga atom
inang tetangganya. Akibatnya, salah satu atom inang tetangga
hanya memiliki tiga ikatan dengan satu elektron tanpa partner
(pasangan). Situasi ini
menghasilkandefisiensisatuelektronataudengankatalainmenghasilkan
satu lubang. Pengotor akseptor memberi kontribusi terjadinya
lubang- lubang pada tingkat energi akseptor kosong (acceptor level
of energy), yang biasanya terletak sedikit di atas pita valensi
inang. Elektron- elektron dalam pita valensi inang sangat mudah
terpromosi ke dalam tingkat akseptor kosong dengan meninggalkan
lubang-lubang dalam pita valensinya. Kristal semikonduktor hasil
pendadahan dengan dadah akseptor ini disebut semikonduktor tipe-
p, dengan lubang positif sebagai pembawa arus utama. Dalam
semikonduktor tipe-p, setiap atom akseptor yang didadahkan pada
inang meninggalkan satu ion negatif dalam struktur kristalnya.
Bahan semikonduktor yang umum (Tabel 1.3) adalah silikon,
germanium, dan sejumlah senyawa biner intermetalik antara unsur-
unsur golongan 13 dan 15 (sering disebut senyawa III-V) atau
antara unsur-unsur dari keluarga zink dan golongan 16 (sering
disebut senyawa II-VI, karena zink, kadmium, dan raksa seperti
golongan 2 mempunyai elektron ns2). Senyawa III-V, misalnya
unsur golongan 13 memberi kontribusi tiga elektron per atomnya
dan unsur golongan 15 memberi kontribusi lima elektron per
atomnya, menghasilkan rata-rata empat elektron per atomnya.
Senyawa semacam ini membentuk kristal dengan struktur bak-
intan, mirip struktur kristal silikon dan germanium, dan dapat
didadah dengan hasil yang sama seperti unsur-unsur
semikonduktor.

Tabel 1.3 Beberapa bahan semikonduktor yang umum

Unsur Si, Ge
Senyawa 13-15 AlP, AlAs, AlSb, GaP, GaSa, GaSb, InP, InAs, InSb
Senyawa 12-16 ZnS, ZnSe, CdS, CdSe, CdTe
Diantara sifat-sifat yang menarik dalam bahan semikonduktor
adalah ukuran celah energi, konsentrasi elektron atau lubang
pembawa arus, mobilitas atau kecepatan bergerak pembawa
muatan, dan umur pembawa muatan sebelum anihilasi
(pemusnahan) oleh kombinasi elektron dan lubang. Dengan
membuat berbagai variasi konsentrasi dopan (pendadah) dapat dibuat
peralatan semikonduktor sesuai dengan rentang sifat-sifat yang
dibutuhkan.
Dalam aplikasinya, sebagian besar peralatan semikonduktor
ber- gantung pada karakter yang diberikan oleh semikonduktor
tipe-p dan tipe-n terdekat. Batas antara kedua tipe semikonduktor
ini disebut suatu “sambungan” p-n; sambungan p-n ini dapat
diciptakan dari pendadahan dengan materi pendadah yang berbeda
dalam posisi yang berdekatan dalam kristal yang sama.

Gambar 1.9
(a) Semikonduktor tipe-p, dengan keadaan ion
negatif stasioner dan lubang elektron bergerak
bebas
(b) Semikonduktor tipe-n, dengan keadaan ion
positif stasioner dan elektron bergerakbebas
(c) Pembentukan sambungan p-n; tahanan bahan
pada sambungan ini naik karena elektron
harus mendekati daerah negatif dan lubang
harus mendekati daerah positif

Elektron-elektron dari semikonduktor tipe-n dan lubang-


lubang dari semikonduktor tipe-p pada awalnya bermigrasi menuju
“sam- bungan” tempat keduanya bergabung (Gambar 1.9).
Penggabungan ini meninggalkan ion-ion positif berlebih dalam tipe-
n sebelah sam-
bungan dan ion-ion negatif berlebih dalam tipe-p sebelah
sambungan. (Sebelumnya tentu saja tidak ada peristiwa migrasi
elektron-elektron dan lubang-lubang tersebut karena masing-
masing berada dalam ling- kungan muatan yang sama). Akibatnya,
muncul potensial hambatan yang membuat tahanan pada
sambungan p-n lebih tinggi daripada ke- seluruhan material.
Karakter sambungan p-n ini dapat dimodifikasi se- suai dengan
kemampuan arus yang dikehendaki.

Gambar 1.10 Operasi sambungan p-n sebagai penyearah; arus bolak-balik


(AC) diubah menjadi arus searah (DC) karena arus dapat
mengalir bebas ke satu arah

Diode adalah suatu semikonduktor yang menerapkan


sambungan p-n untuk berbagai fungsi. Sebagai contoh, suatu
diode dapat bertindak sebagai penyearah, mengubah arus listrik
bolak-balik menjadi arus listrik searah. Elektrode-elektrode
dipasang pada kedua ujung diode penyearah, dan arus bolak-balik
dilewatkan melaluinya. Selama siklus arus, elektron-elektron dari
bagian semikonduktor tipe-n (kaya elektron) tertarik ke arah satu
elektrode, dan lubang-lubang positif dari bagian semikonduktor
tipe-p tertarik ke arah elektrode yang lain; hal ini mengakibatkan
daerah sambungan p-n praktis menjadi kosong tanpa adanya
pembawa arus sehingga aliran arus menjadi terhenti.
Sebaliknya ketika polaritas elektrode terbalik, elektron-elektron
ditolak dari kutub (elektrode) yang tadinya menarik elektron dan
sekarang ditarik ke elektrode yang lain; sementara itu lubang-
lubang positif tertarik menuju ke elektrode yang menolak elektron.
Kedua proses ini saling menguatkan terhadap aliran arus. Dengan
demikian kerja diode penyearah adalah mencegah terjadinya aliran
arus listrik ke satu arah tetapi mengakibatkan tahanan yang sangat
rendah untuk aliran arus listrik ke arah lain (Gambar 1.10).

1.1.3 Struktur Logam dan Model Kemas Geometri


Struktur logam dapat dianggap terbentuk oleh tataan atom-
atom yang terkemas (packed) bersama dalam suatu kristal. Cara
penataan atom-atom logam ini sangat penting dalam kimia
anorganik, karena hal ini merupakan dasar pemahaman kemasan
ion dalam senyawa padatan ionik (bahkan juga kovalen) yang akan
dibahas kemudian. Konsep kemasan kristal mengasumsikan bahwa
atom-atom berupa bola keras dan tentunya mempunyai ukuran
yang sama untuk atom yang sama. Dalam suatu kristal logam,
atom-atom tertata dalam rangkaian terulang yang disebut kisi
kristal.

(a)(b)(c)

Gambar 1.11 Model lapis sebelah-menyebelah dengan empat bola tetangga


terdekat (a), model tumpang atas A-A menghasilkan kemas
kubus sederhana (b), dan model kemas kubus pusat
badan (c)

Pengemasan atom-atom logam merupakan problem geometri;


carayangpalingmudahadalahmenatabola-bolaatomdalambentuksatu
lapis (atau layer), kemudian menempatkan lapisan-lapisan berikutnya
di atas lapisan yang terdahulu. Ada dua macam tataan bola-bola
dalam lapisan yaitu pertama dengan bola tertata persis sebelah-
menyebelah (side by side) satu sama lain sehingga setiap bola
disentuh oleh empat bola lain dan membentuk dua diagonal
bujursangkar (Gambar 1.11a). Apabila lapis kedua ditata persis di
atasnya, artinya tiap bola pada lapis kedua persis di atas tiap bola
lapis pertama, demikian seterusnya sehingga diperoleh susunan
lapisan A-A-A , maka diperoleh model
kemasan kubus sederhana (simple cubic packing), Gambar 1.11b.
Jika di dalam rongga antara kedua lapis A-A ini terdapat satu bola
ukuran sama yang tepat menyinggung kedelapan bola dari kedua
lapis dan berakibat bola-bola pada tiap lapis A merenggang tidak
lagi saling bersinggungan, maka diperoleh model bangun kubus pusat
badan (body centered cube
- bcc), Gambar 1.11c. Model tataan demikian ini bukanlah kemas
rapat, karena memang bukan paling rapat.
Dalam bangun kubus sederhana, tiap bola (atom) disentuh
oleh enam bola (atom) tetangga yaitu empat bola pada lapisannya
dan masing-masing satu bola pada lapisan atas dan lapisan
bawahnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa tiap atom
mempunyai bilangan koordinasi enam. Tetapi dalam bangun kubus
pusat badan, tiap atom mempunyai bilangan koordinasi delapan.
Dengan demikian, bangun kubus pusat badan lebih rapat
ketimbang bangun kubus sederhana.
Penataan yang kedua berdasarkan pembentukan lapisan
heksa- gon. Dalam lapisan ini, setiap bola disentuh oleh enam bola
yang lain (Gambar 1.12a), dan tataan demikian ini merupakan cara
yang paling rapat (mampat), oleh karena itu disebut kemas rapat
(closest packing). Jika bola-bola lapisan kedua ditempatkan persis
di atas rongga-rong- ga antara bola-bola lapisan pertama, ternyata
hanya setengahnya saja jumlah rongga lapis pertama yang terisi
(tertutupi) oleh bola-bola lapis kedua (Gambar 1.12b); penataan
dua lapis demikian ini menghasilkan kemasan A-B, karena posisi
lapis pertama tidak sama dengan posisi lapis kedua. Penataan lapis
ketiga dan selanjutnya ada dua cara. Alternatif
pertama, bola-bola lapisan ketiga ditempatkan di atas rongga-
rongga lapisan kedua sedemikian sehingga bola-bola lapisan ketiga
tepat lurus di atas bola-bola lapisan pertama, demikian seterusnya
lapisan keem- pat tepat lurus dengan lapisan kedua; tataan
demikian adalah kemasan lapisan A-B-A-B (Gambar 1.12b), dan
hasilnya adalah suatu bangun
kemas rapat heksagonal (hexagonal closest packing, hcp), Gambar
1.12c. Alternatif kedua, lapisan bola-bola ketiga ditempatkan di atas
rongga- rongga lapisan kedua dan tepat lurus di atas rongga-
rongga lapisan pertama yang belum tertutupi oleh lapisan kedua,
sedangkan lapisan keempat tepat lurus dengan lapisan pertama.
Tataan demikian adalah kemasan lapisan A-B-C-A-B-C-A (Gambar
1.12d), dan hasilnya ada-
lah suatu bangun kemas rapat kubik (cubic closest packing, ccp),
atau ku- bus pusat muka, fcc (face centered cube), Gambar 1.12e.
Tiap atom pada kedua bangun geometri ini mempunyai bilangan
koordinasi duabelas, enam pada lapis yang sama, dan masing-
masing tiga pada lapis di atas dan di bawahnya.

Gambar 1.12 Model lapis heksagon (a), dengan tumpang atas A-B-A ...
(b) menghasilkan bangun kemas rapat heksagonal, hcp (c), dan
tumpang atas A-B-C (d) menghasilkan bangun kemas rapat kubus
pusat muka, fcc (e).
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral (a) dan oktahedral (b) dalam kemas rapat

Kemas rapat bola-bola dengan ukuran sama menyisakan 2


tipe celah / ruang terbuka atau rongga (atau lubang) antara lapis-
lapisnya. Ada dua macam rongga dalam suatu kemas rapat yaitu
rongga tetrahedral dan rongga oktahedral (Gambar 1.13). Rongga
tetrahedral lebih kecil ukurannya daripada rongga oktahedral.
Rongga tetrahedral adalah rongga sebagai titik pusat bangun bola
tetrahedron. Jadi, jika rongga ini ditempati oleh bola (atom) lain
yang tepat ukurannya, yaitu tepat menyinggung keempat bola
tetrahedron, maka ia mempunyai bilangan koordinasi empat.
Rongga oktahedral adalah rongga sebagai titik pusat bangun
oktahedron. Jadi, jika rongga ini ditempati oleh bola (atom) lain
yang tepat ukurannya yaitu tepat menyinggung keenam bola
oktahedron, maka atom tersebut mempunyai bilangan koordinasi
enam.
Jumlah rongga tetrahedral adalah dua kali jumlah rongga
okta- hedral. Untuk mengetahui hubungan jumlah dan tipe rongga,
perlu diingat bahwa pada penyusunan kemas rapat lapisan
heksagon terse- but, bola-bola lapis kedua hanyalah menempati
rongga di bagian atas lapis pertama saja. Bagian bawah lapis
pertama tentu juga menghasil- kan jumlah rongga yang sama pula.
Ronga-rongga lapis pertama yang ditempati bola-bola lapis ke dua
menghasilkan rongga tetrahedral, dan rongga-rongga lapis pertama
yang tidak ditempati bola-bola lapis kedua menghasilkan rongga
oktahedral. Dalam satu larikan (array) ke- mas rapat terdapat dua
rongga tetrahedral dan satu rongga oktahedral untuk setiap bola
kemas rapat.
Hubungan volume ruang suatu kristal yang ditempati atau
diisi oleh bola (atom) dengan tipe bangun kemasan kira-kira 52 %
untuk kubus sederhana, 68 % untuk kubus pusat badan, dan 74 %
untuk kemas rapat heksagonal maupun kemas rapat kubus pusat
muka. Ini berarti bahwa makin besar persentase volume isian
makin kecil ruang kosong yang ditinggalkan dan makin dekat /
rapat atom-atom terkemas.
Logam umumnya mengadopsi bcc, hcp, dan fcc. Sulit
diramalkan bangun mana yang diadopsi oleh suatu logam, namun
ada kecende- rungan umum bahwa naiknya jumlah elektron terluar
paralel dengan perubahan bangun dari bcc ke hcp kemudian fcc.
Jadi, logam-logam alkali (Li, Na, K, Cs) mengadopsi kemasan bcc,
demikian juga ham- pir semua logam golongan 2 sampai 8 (Ba, α-
Cr, α-Fe, �-Fe, Mo, β-W). Logam-logam golongan 7, 8, dan 12
(Zn) mengadopsi bangun hcp, dan logam-logam golongan 8 -11
(γ-Fe, β-Ni, Cu, Ag, Au) mengadopsi ba- ngun fcc. Hal ini hanyalah
kecenderungan umum dan tentunya terdapat beberapa
kekecualian, misalnya magnesium, titanium, γ-Ca, Cd, α-Co, dan β-
Cr, mengadopsi bangun hcp; kristal stronsium dapat mengadopsi
bangun ketiga-tiganya bergantung pada kondisi pengkristalan.

Gambar 1.14. Satuan sel sistem kristal : (a) kubus primitif, (b) kubus pusat
badan bcc, (c) kubus pusat muka fcc, dan (d) kemas rapat
heksagonal hcp

1.1.4 Unit Sel dan Perhitungan Geometri


Tataan bola-bola paling sederhana yang apabila pada
pengulang- an diperoleh seluruh bangun kristal disebut unit sel
atau satuan sel.
Unit sel dengan model “stick-ball” (tongkat-bola) untuk geometri
kubus sederhana, kubus pusat badan, kubus pusat muka, dan
heksagon ditun- jukkan Gambar 1.14.
Penetapan suatu titik tempat unit sel dibangun dapat
dilakukan secara sembarang, namun sekali ditentukan harus
konsisten diterapkan pada seluruh kristal. Gambar 1.15 (a dan b)
menunjukkan adanya tiga kemungkinan unit sel, A, B, dan C pada
suatu kristal yang dibangun berdasarkan sifat simetrinya menurut
arah dua dimensi. Untuk unit sel A, titik-titik kisi terletak pada atom
atau ion yang bersangkutan, sedangkan untuk unit sel B dan C titik-
titik kisi terletak di antara atom- atom atau ion-ion. Satu unit sel A
tersusun oleh dua lingkaran besar dan dua lingkaran kecil,
demikian juga unit sel B; tetapi, unit sel C tersusun oleh masing-
masing hanya satu lingkaran besar dan satu lingkaran kecil.
Dengan demikian, sel A dan B mempunyai ukuran yang sama dan
lebih besar daripada ukuran sel C. Dari ketiganya, sel A dikatakan
mempunyai sifat simetri paling tinggi atau paling simetri karena ia
mempunyai (jumlah dan atau jenis) unsur-unsur simetri maksimum
(unsur-unsur simetri tidak dipelajari di sini melainkan dalam simetri
molekular), dan dalam hal demikian unit sel dipilih bagi sel yang
mempunyai sifat simetri tertinggi. Sel dengan ukuran (volume)
terkecil dikatakan sel unit primitif. Dengan cara yang sama, unit sel
dalam arah tiga dimensi dapat ditentukan, misalnya untuk unit sel
kubus sederhana (Gambar 1.15c).
Unit sel yang paling mudah dilihat adalah kubus sederhana
(Gambar 1.15c) yang dibangun oleh delapan bola yang menempati
kedelapan titik sudut kubus. Namun, apabila bangun kubus ini
diulang ke arah tiga dimensi, maka setiap bola sesungguhnya
merupakan titik sudut persekutuan dari delapan kubus. Dengan
kata lain, tiap bola hanya memberikan kontribusi 1/8 bagian saja
pada tiap unit sel. Jadi, satu unit sel kubus sesungguhnya dibangun
oleh hanya satu atom saja (1/8 x 8). Untuk kubus pusat badan
(Gambar 1.14b) terdapat satu bola (atom) interior tambahan yaitu
sebagai pusat bangun kubus, sehingga dalam satu unit sel terdapat
1 + [8(1/8)] = 2 atom. Untuk bangun kubus pusat
muka (Gambar 1.14c) terdapat enam atom tambahan yang
menempati ke enam muka kubus, sehingga tiap unit sel kubus
pusat muka terdapat 6(½) + [8(1/8)] = 4 atom.

Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi berdasarkan
sifat simetri (a), asimetri (b), dan contoh satuan sel kubus
primitif untuk arah tiga dimensi (c).

Jadi, tiap unit sel berisi sejumlah tertentu atom-atom atau


ion- ion. Kristal molekular intan misalnya, mengadopsi bangun
utama fcc ditambah 4 atom terikat secara tetrahedral di dalamnya
(interior). Oleh karena itu, setiap unit sel intan terdapat: (8 x 1/8
atom) + (6 x ½ atom pusat muka) + 4 atom interior = 8 atom.
Untuk kristal ionik NaCl yang mengadopsi bangun fcc, kation dan
anion berselang-seling, dalam tiap unit sel terdapat 4 ion Na+ dan 4
ion Cl-.
Atas dasar pengetahuan tersebut, jika jenis bangun kemas
rapat logam telah diketahui dan densitas logam yang bersangkutan
telah ditentukan, maka jari-jari atom logam dapat dihitung. Jika
jumlah atom dalam satu unit sel diketahui, maka massa unit sel
yang bersangkutan dapat dihitung. Massa satu atom dapat dihitung
dengan membagi massa molar spesies yang bersangkutan dengan
bilangan Avogadro, kemudian hasilnya dikalikan dengan jumlah
atom dalam satu unit sel.
Rapatan merupakan salah satu sifat yang tidak bergantung
pada ukuran sampel. Oleh karena itu, rapatan dapat diperoleh dari
massa unit sel dibagi dengan volumenya. Secara umum hubungan
antara rapatan atau densitas dengan volume unit sel kristal (dan
dengan demikian jari- jari atom-atom atau ion-ion penyusunnya)
adalah:

(dengan ni adalah banyaknya jenis atom atau molekul atau ion ke i


yang mempunyai massa atom atau massa rumus Mi dalam satu
unit sel, V adalah volume sel, dan N adalah bilangan Avogadro,
6,02 x 1023 atom per mol).
Panjang sisi suatu unit sel dapat diperoleh dari difraksi sinar-
X. Untuk unit sel kubus, panjang sisi-sisinya adalah sama, maka
volume unit sel kubus dapat dihitung (yaitu pangkat tiga dari
panjang sisi unit sel kubus). Rapatan yang dihitung dengan cara ini
untuk satu unit sel kadang-kadang dikatakan sebagai rapatan
teoretik. Rapatan teoretik berbeda dari rapatan aktual, karena
hampir semua kristal mempunyai cacat. Kekosongan misalnya,
akan menghasilkan rapatan aktual yang lebih kecil daripada rapatan
teoretik. Hadirnya pengotor (impurity) akan menghasilkan rapatan
aktual yang lebih besar atau lebih kecil daripada rapatan teoretik
bergantung pada massa relatif partikel pengotor dibanding dengan
massa relatif atom utamanya.
Contoh -1. Besi, α-Fe, mengkristal dalam bangun bcc dengan rusuk
2,861Å; hitung rapatan besi ini dan demikian juga jari-jari
atomnya.
Jawab : Jumlah atom dalam satu unit sel bcc adalah 2, maka:
Panjang diagonal muka bcc dengan
rusuk a adalah AB = av2, dan panjang
diagonal ruang yang lewat titik pusat kubus
bcc adalah AC = a�3 (lihat gambar
samping). Oleh karena diagonal ini
tersusun oleh diameter satu bola di
tengah dan jari-jari dua buah bola di
sudut kubus, maka panjang diagonal
ruang ini adalah: AC = 4r = a�3. Jadi, jari-
jari atom besi rFe = 1/4 (2,861)�3 Å =
1,24 Å.
Contoh -2. Besi juga mengkristal dalam bentuk fcc. Dengan asumsi
jari- jari atom besi tetap, hitung rapatan (densitas) kristal besi ini.
Jawab: Panjang diagonal permukaanbujursangkar bangun fcc
dengan rusuk a, adalah a�2. Diagonal ini tersusun oleh
diameter satu bola (dengan jari-jari r) di tengah dan jari-
jari dua buah bola di sudut kubus, maka 4r = a�2.
Dengan asumsi rFe tetap adalah 1,24 Å, maka rusuk kubus
dapat dihitung, a = 3,50 Å. Oleh karena setiap unit sel fcc
berisi 4 atom Fe, maka rapatan kristal besi ini:

1.1.5 Soal-Soal Latihan Ikatan Metalik


1. Berikan definisi sederhana model ikatan lautan elektron untuk
logam.
2. Sebutkan 3 sifat utama logam, dan penggunaan-nya
3. Gambarkan model diagram pita orbitalmolekularuntukmagnesium,
12
Mg,, dan kemudian jelaskan mengapa unsur ini bersifat
metalik walaupun pita 3s telah terisi penuh?
4. Jelaskan pula sifat logam dari aluminium, 13
Al, dengan diagram
pita orbital molekular.
5. Jelaskan, mengapa sifat logam suatu padatan masih dapat
dipertahankan dalam fase cairnya, tetapi tidak dalam fase
gasnya?
6. Jelaskan, mengapa penambahan sekelumit pengotor dapat
mengubah sifat insulator menjadi konduktor?
7. Apa yang dimaksud dengan semikonduktor, dan jelaskan model
tipe yang mungkin.
8. Sebutkan (dua) tipe tataan lapisan dalam metal, dan mana
yang merupakan kemas rapat ?
9. Apa perbedaan dalam lapisan antara tataan ccp (fcc) dengan hcp?
10. Gambarkan model tataan fcc, dan hitung jumlah atom dalam
satu sel satuannya.
11. Unit sel emas adalah kubus pusat muka (fcc). Berapa jumlah
atom menempati satu unit sel emas, dan berapa massa satu
unit sel emas ini?
(Jawab: 4 atom, dan 1,308 x 10-21 g).
12. Panjang unit sel emas adalah 0,4079 nm. Hitung volume satu
unit sel kubus emas dengan informasi dari soal 1.10 tersebut;
hitung pula rapatan teoritis emas ini ?
(Jawab: 6,787 x 10-23 cm, dan 19,27 g cm-3).
13. Panjang unit sel intan terukur 0,3567 nm. Hitung volume unit
sel kubus intan (dalam cm3) dan hitung rapatan teoritis intan
jika massa satu atom karbon adalah 12,01 g mol-1 ; bandingkan
hasilnya dengan rapatan intan terukur pada 25 oC yaitu 3,513 g
cm-3.
(Jawab: 3,515 g cm-3)

1.2 IKATAN IONIK


1.2.1 Pendahuluan
Ikatan kimia tidak hanya terjadi dengan cara pembentukan
per- sekutuan pasangan elektron antara atom-atom yang
bergabung seperti halnya pada ikatan kovalen, melainkan dapat
juga terjadi dengan cara perpindahan elektron yang menghasilkan
ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Gaya tarik elektrostatik
antara kedua ion yang berbeda
muatan inilah yang memelihara kestabilan ikatan dalam spesies
yang terjadi. Ikatan demikian ini dikatakan sebagai ikatan ionik,
namun ke- nyataannya hanya sedikit senyawa yang bersifat ionik
murni.
Satu percobaan yang paling sederhana adalah pemasangan
alat uji hantaran jenis (konduktivitas) di dalam air murni. Hasil
amatan menunjukkan bahwa bola lampu tidak menyala, yang
berarti air tidak menghantarkan listrik. Tetapi, jika ke dalam air
dilarutkan garam NaCl, ternyata bola lampu menyala. Pada tahun
1884, Svante Arrhenius man- gajukan teori disosiasi elektrolit untuk
menjelaskan hasil percobaan ter- sebut, dan pada waktu itu hampir
tidak ada seorang pun menerima usu- lan teori tersebut. Lebih
sayang lagi, thesis doktornya perihal kesimpu- lan tersebut
memperoleh nilai rendah. Namun demikian, mulai tahun 1891
terdapat banyak dukungan terhadap usulan teori bahwa partikel-
partikel dalam larutan mengalami disosiasi menjadi ion-ion.
Akhirnya pada tahun 1903 setelah signifikansi hasil kerjanya
disadari oleh banyak ahli, Arrhenius diusulkan untuk mendapatkan
hadiah nobel dalam bi- dang kimia bersama fisika; namun, karena
para fisikawan menolaknya, ia menerima hadiah nobel tersebut
hanya dalam bidang kimia. Pada waktu itu, masyarakat ilmuwan
(saintis) terbagi menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang percaya
bahwa atom tak dapat terbagi dan mereka yang tidak percaya.
Arrhenius melawan keduanya, dan ia menjelaskan bahwa garam
dapur terpecah menjadi ion-ion natrium dan ion klorida dalam
larutan tetapi ion-ion ini tidak sama dengan atom-atom natrium
dan atom-atom klorin. Tak diragukan lagi bahwa ide tersebut
ditolak hingga abad penemuan elektron (tahun 1895) oleh J.J.
Thomson (yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1906).

1.2.2 Pembentukan Ikatan Ionik


Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong
pemahaman adanya senyawa ionik dan senyawa kovalen atau
nonionik. Senyawa ionik sederhana terbentuk hanya antara unsur-
unsur metalik dan nonmetalik yang keduanya sangat aktif. Dua
persyaratan penting, yaitu energi ionisasi untuk membentuk kation
dan afinitas elektron untuk
membentuk anion, harus lebih menguntungkan (favourable)
ditinjau dari pertimbangan energi. Ini bukan berarti kedua reaksi
pembentukan ion-ion tersebut harus eksotermik, tetapi lebih berarti
bahwa reaksi tidak membutuhkan energi yang terlalu besar. Jadi,
persyaratan untuk terjadi ikatan ionik adalah salah satu atom unsur
harus mampu melepas satu atau dua elektron (jarang tiga
elektron) tanpa memerlukan banyak energi, dan atom unsur lain
harus mampu menerima satu atau dua elektron (hampir tidak
pernah tiga elektron) tanpa memerlukan banyak energi. Oleh
karena itu, ikatan ionik banyak dijumpai pada senyawa dari logam
golongan 1, 2, sebagian 3, dan beberapa logam transisi dengan
bilangan oksidasi rendah, dan nonlogam golongan halogen,
oksigen, dan nitrogen. Semua energi ionisasi adalah endotermik,
dan afinitas elektron untuk halogen adalah eksotermik, tetapi untuk
oksigen dan nitrogen sedikit endotermik.

Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam model
segitiga ikatan.

Jenis ikatan atom-atom unsur dengan contoh unsur-unsur


periode ke tiga, dan senyawaannya dapat dipahami dengan mudah
menurut model ”segitiga ikatan” (segitiga Van Arkel-Ketelaar)
Gambar
1.16. Pada garis dasar segitiga, dari kiri kekanan (dari Na ke Cl)
atom- atom unsur tersusun dari sifat dominasi ikatan metalik ke
sifat ikatan
kovalen. Sifat paling logam dimiliki oleh unsur paling kiri (Na) dan
sifat paling kovalen atau nonlogam dimiliki oleh unsur paling kanan
dalam periode, sedangkan di antaranya memberikan sifat logam
amfoterik dan semikonduktor. Ikatan antara kedua atom unsur
paling ujung ini menghasilkan senyawa dengan ikatan ionik yang
digambarkan sebagai titik puncak segitiga. Senyawa di antaranya
menghasilkan sifat ikatan dari sifat metalik ke sifat ionik yaitu untuk
senyawa NaX (X = Mg, Al, Si, P, S), dan dari sifat kovalen ke sifat
ionik yaitu untuk senyawa XCl (X = S, P, Si, Al, Mg), yang keduanya
digambarkan sebagai sisi-sisi miring segitiga. Akhirnya dapat
dipahami bahwa MgS dan AlP merupakan senyawa yang
mempunyai karakteristika ketiga macam ikatan secara serentak.
Dari model segitiga ikatan ini dapat dipahami banyaknya senyawa
yang mempunyai karakter ionik dan kovalen secara serentak
dengan derajat ionik-kovalen yang berbeda-beda.

1.2.3 Karakteristika Senyawa Ionik


Pada temperatur kamar, senyawa kovalen dapat berwujud
padat, cair, dan gas, tetapi senyawa ionik berwujud padat dan
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
(1) Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik
sangat rendah dalam bentuk padatan, tetapi menghantar
listrik sangat baik pada keadaan leburannya. Dayahantarlistrik
ini diasosiasikan dengan adanya ion-ion positif dan negatif
yang bergerak bebas karena pengaruh listrik. Dalam keadaan
padat, ion-ion ini diikat kuat dalam kisi, tidak mengalami
migrasi atau perpindahan, dan juga tidak membawa arus
listrik. Sebagai catatan, sesungguhnya tidak ada bukti yang
mutlak adanya ion-ion dalam padatan, misalnya NaCl.
Kenyataan bahwa ion-ion didapat dalam larutan (air) bukan
merupakan bukti bahwa ion-ion yang bersangkutan juga ada
dalam kristal padatannya, sehingga keberadaan ion-ion dalam
padatanhanyalahmerupakan asumsi berdasarkansifat-sifat yang
diinterpretasikan dengan gaya tarik-menarik elektrostatik.
(2) Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi. Ikatan
ionik biasanya sangat kuat dan terarah ke segala arah. Ini
bukan berarti bahwa ikatan ionik lebih kuat daripada ikatan
kovalen, melainkan karena sebaran arah ikatan ke segala
arah, dan inilah yang merupakan faktor penting dalam
kaitannya dengan titik leleh yang tinggi. Intan, yang
mempunyai struktur ikatan kovalen dan bersifat multiarah,
juga mempunyai titik leleh sangat tinggi.
(3) Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan
senyawa ionik sesuai dengan argumen di atas, sekalipun
perlakuannya melalui pemisahan secara mekanik ketimbang
pemisahan secara termal terhadap gaya-gaya tarik-menarik
antar ion. Kecenderungan kerapuhan merupakan akibat sifat
alami ikatan ionik. Jika cukup gaya untuk menggeser sedikit
ion-ion (misalnya dalam unit sel NaCl, panjang ikatan menjadi
memendek separohnya), maka gaya yang semula tarik-menarik
akan berubah menjadi gaya tolak-menolak karena kontak
antar anion dan antar kation menjadi lebih signifikan.
Akibatnya, kristal menjadi mudah terpecah-belah, dan hal
inilah yang banyak ditemui pada banyak mineral.
(4) Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan
permitivitas (tetapan dielektrikum) tinggi. Energi interaksi dua

partikel bermuatan dinyatakan dengan rumus ,


dalam hal ini q dan q adalah muatan listrik partikel, r adalah
+ -

jarak pisah kedua partikel dan ε = permitivitas atau tetapan


dielektrikum
medium; untuk medium hampa, εo = 8,85 x 10-12 C2 m-1 J-1.
Pelarut polar umumnya mempunyai tetapan dielektrikum
tinggi, misalnya
untuk air ε = 7,25 x 10-10 C2 m-1 J-1, asetonitril ε = 2,9 x 10-10
C2 m-1 J- 1, dan untuk amonia ε = 2,2 x 10-10 C2 m-1 J-1, atau ε(H
2

O)
= 82ε o
, ε(CH3CN)
= 33εo
, dan ε(NH3)
= 25 ε o
. Oleh karena
permitivitas amonia 25 kali permitivitas hampa, maka dapat
dimengerti bahwa gaya tarik ion-ion terlarut dalam amonia
hanyalah sebesar 4 % daripada
gaya yang sama tanpa pelarut; semakin tinggi permitivitas
pelarut semakin besar pengaruhnya.

1.2.4 Model Ionik dan Ukuran Ion


Berdasarkan elektronegativitas Pauling, jika perbedaan
elektrone- gativitas antara dua atom yang berikatan kovalen
membesar, sifat ikatan menjadi semakin polar. Akhirnya, jika
perbedaan tersebut sedemikian besarnya sehingga pasangan
elektron sekutu menjadi terabaikan ka- rena lebih mendekat
kepada salah satu pihak, maka ikatan yang terjadi dapat dikatakan
sebagai ikatan ionik. Dengan demikian, ikatan ionik secara
sederhana adalah gaya atraksi (tarik-menarik) elektrostatik antara ion
positif dengan ion negatif.
Pauling melukiskan bahwa kenaikan perubahan perbedaan
elektronegativitas akan mengakibatkan kenaikan sifat ionik secara
perlahan dan kontinu. Perbedaan elektronegativitas nol merupakan
titik ekstrem sifat kovalen murni, perbedaan berkisar 1,7
merupakan pertengahan sifat kovalen-ionik, dan perbedaan lebih
besar 3,4 merupakan titik ekstrem sifat ionik murni. Jadi,
sesungguhnya tidak ada garis pembatas yang tegas antara karakter
kovalen dan ionik, dan kenyataannya banyak ditemui senyawa
yang termasuk kategori ”intermediat” (antara), atau sering disebut
kovalen polar. Kovalen polar ini dapat bersifat ionik parsial atau
dapat bersifat kovalen parsial.
Karena logam umumnya mempunyai sifat elektronegativitas
rendah dan nonlogam bersifat elektronegativitas tinggi, senyawa
yang dibentuk dari keduanya sering termasuk kategori ionik.
Menurut model ionik murni, satu atau dua elektron valensi telah
berpindah dari atom berelektronegativitas rendah ke atom
berelektronegativitas tinggi.
Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya
nomor atom (dari kiri ke kanan) sebagai akibat naiknya muatan inti
efektif, Zef. Tetapi, perubahan atom menjadi ion mengakibatkan
perubahan yang komparatif besar pada ukurannya. Pembentukan
ion logam (kation) dari atomnya biasanya melibatkan pelepasan
semua elektron valensi, sehingga ukuran kation akan menjadi jauh
lebih kecil ketimbang ukuran atom induknya. Sebagai contoh, jari-
jari atom natrium adalah
186 pm, tetapi jari-jari ionnya, Na+, hanya 116 pm. Dengan
demikian terjadi penyusutan ukuran yang sangat dramatik. Volume
bola (atom/ ion), adalah V = 4/3 π� r3, maka penyusutan jari-jari
kation tersebut mengakibatkan penyusutan volume menjadi kira-
kira hanya ¼ volume induknya.
Untuk anion berlaku sebaliknya. Ukuran ion negatif lebih
besar ketimbang atom induknya. Sebagai contoh, jari-jari kovalen
atom oksigen adalah 74 pm, tetapi jari-jari ion oksidanya (O 2-)
adalah 124 pm; dalam hal ini kenaikan ukuran volume anion kira-
kira lima kali lipat dari volume atom induknya. Kenaikan jari-jari
anion ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa penangkapan
elektron (tambahan) mengakibatkan mengecilnya muatan inti
efektif, Zef., terhadap individu elektron terluar sehingga, gaya tarik
inti melemah dan ukuran anion
menjadi lebih besar ketimbang atom induknya.

1.2.5 Kecenderungan pada Jari-jari Ionik


Jari-jari kation semakin kecil untuk sederet spesies
isoelektronik dalam satu periode dengan kenaikan muatan ion.
Sebagai contoh, 11Na+, 12Mg2+, dan 13Al3+, secara berurutan
mempunyai jari-jari ionik 116, 86, dan 68 pm; ketiga-tiganya
isoelektronik, mempunyai 10 elektron dengan konfigurasi elektronik
1s2 2s2 2p6. Satu-satunya perbedaan adalah jumlah proton di dalam
intinya; makin besar jumlah proton atau muatan inti makin besar
muatan inti efektifnya, Zef., dan oleh karena itu makin kuat gaya
tariknya terhadap elektron sehingga makin kecil ukuran atau jari-
jari ionnya. Jari-jari anion semakin kecil untuk sederet spesies
isoelektronik dalam satu periode dengan penurunan muatan ion.
Sebagai contoh, anion 7N3-, 8O2-, dan 9F-, secara berurutan
mempunyai jari-jari ionik 132, 124, dan 117 pm. Ketiga spesies
anionik ini adalah isoelektronik (10 elektron) dan dengan
argumentasi yang sama seperti tersebut di atas dapat dijelaskan
penurunan ukuran anion ini. Kedua contoh seri kation (Na+, Mg2+,
Al3+) dan anion (N3-, O2-, F-) yang juga isoelektronik menunjukkan
bahwa ukuran anion jauh lebih besar ketimbang ukuran kation.
Secara umum memang benar bahwa kation
logam lebih kecil ukurannya ketimbang anion nonlogam dalam satu
periode.
Dalam golongan, ukuran atom semakin besar dengan naiknya
nomor atom (dari atas ke bawah), demikian juga ukuran ionnya.
Sebagai contoh, anion halogenida, F-, Cl-, Br-, dan I-, secara
berurutan mempuyai jari-jari ionik 117, 167, 182, dan 206 pm.
Akhirnya perlu diketahui bahwa ukuran ion tidak dapat
diperoleh secara langsung, melainkan secara empirik, yaitu
membandingkan hasil pengukuran lebih dari satu senyawa untuk
atom-atom yang sama. Nilai jari-jari ionik yang diperoleh Shannon
dan Prewitt (Tabel 1.4) biasanya paling sering digunakan karena
dianggap lebih akurat ketimbang yang lain.

1.2.6 Kecenderungan pada Titik Leleh


Ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik-menarik satu ion
dengan ion-ion berlawanan muatan di sekelilingnya dalam kisi
kristal. Proses pelelehan melibatkan pemutusan parsial gaya tarik-
menarik tersebut dan mengizinkan ion-ion dapat bergerak bebas
dalam fase cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi senyawa ionik
menyarankan bahwa ikatan ionik tentulah sangat kuat. Semakin
kecil ukuran ion berarti semakin terpusat muatannya sehingga
semakin kuat pula ikatan ioniknya, dan dengan demikian semakin
tinggi titik lelehnya. Hal ini ditunjukkan oleh contoh sederet
senyawa halida, KF, KCl, KBr, dan KI, yang secara berurutan
mempunyai titik leleh 857, 772, 735, dan 685 oC.
Perbedaan titik leleh secara mencolok dapat terjadi oleh
karena perbedaan muatan, yaitu semakin tinggi muatan semakin
tinggi pula titik lelehnya. Sebagai contoh, NaCl (Na+ Cl-) meleleh
pada suhu 801 oC, sedangkan MgO (Mg2+ O2-) meleleh pada suhu
yang sangat tinggi, 2800 oC.
Tabel 1.4 Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi beberapa unsur
Bilangan Bilangan Bilangan
Ion Jari-jari Ion Jari-jari Ion Jari-jari
Koordinasi Koordinasi Koordinasi
Ag+ 2 81 Cu2+ 5 79 P3+ 6 58
4 (Td) 114 6 87 P5+ 4 31
4 (bs) 116 Fe2+ 4 (Td) 77 5 43
Al 3+ 4 (Td) 53 6 (ls) 75 6 52
6 67,5 6 (hs) 92 Pb2+ 4 112
Au+ 6 151 Fe 3+ 6 (ls) 69 6 133
Au3+ 4 (bs) 82 6 (hs) 78,5 Pb4+ 4 79
B3+ 3 15 Hg +
6 133 6 70
Ba2+ 6 149 Hg2+ 2 83 Pd2+ 4 (bs) 78
Bi3+ 6 117 4 (Td) 110 6 100
Br- 6 182 6 116 Pd4+ 6 75,5
Br 3+ 4 (bs) 73 I - 6 206 Pt2+ 4 (bs) 74
Br7+ 4 (Td) 39 K+ 6 152 6 94
6 53 Li+ 6 90 Ra2+ 8 162
C4+ 4 (Td) 29 Mg2+ 6 86 Rb+ 6 166
Ca2+ 6 114 Mn2+ 4 (hs) 80 8 175
Cd2+ 4 (Td) 92 6 (ls) 81 Rh4+ 6 74
6 109 6 (hs) 97 Ru4+ 6 76
Cl- 6 167 Mn3+ 6 (ls) 72 S2- 6 170
Cl5+ 3 (Prmd) 26 6 (hs) 78,5 S4+ 6 51
Cl7+ 4 22 Mn4+ 4 53 S6+ 4 (Td) 26
6 41 6 67 6 43
Co2+ 4 72 Mn6+ 4 39,5 Sb3+ 5 94
6 (ls) 79 Mn7+ 4 39 Sb5+ 6 74
6 (hs) 88,5 6 60 Sc3+ 6 8,5
Cr2+ 6 (ls) 87 N3- 4 132 Se2- 6 184
6 (hs) 94 N3+ 6 30 Se4- 6 64
Cr3+ 6 75,5 N5+ 3 4,4 Se6+ 4 42
Cr6+ 4 (Td) 40 6 27 6 56
6 58 Na+ 6 116 Si4+ 4 40
Cs +
6 181 8 132 6 54
8 188 Ni2+ 4 (Td) 69 Sn4+ 4 69
Cu+ 2 60 4 (bs) 63 6 83
4 (Td) 74 6 83 Sr2+ 6 132
6 91 O 2- 2 121 8 140
Cu2+ 4 (Td) 71 4 124 Zn2+ 4 74
4 (bs) 71 OH- 2 118 6 88

Catatan : Td = tetrahedron, bs = bujursangkar, hs = high-spin, ls = low-spin


1.2.7 Polarisasi dan Kovalensi
Sebagianbesarpenggabunganlogamdannon-logammempunyai
karakter senyawa ionik, namun terdapat beberapa kekecualian.
Kekecualian ini terjadi apabila elektron terluar dari anion tertarik
begitu kuatnya ke arah kation sehingga mengakibatkan
terbentuknya ikatan kovalen hingga derajat kovalensi tertentu,
artinya rapatan anion terdistorsi ke arah kation. Distorsi
(penyimpangan) dari bentuk ideal anion ini, yaitu spherical (bentuk
bola), disebut polarisasi. Semakin besar sifat polarisasi anion semakin
besar derajat ikatan kovalensinya. Aturan yang dikemukakan oleh
Kasimir Fajans perihal polarisasi adalah sebagai berikut.
(1) Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif
semakin besar mempunyai daya mempolarisasi semakin
kuat.
(2) Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif
semakin besar akan semakin mudah terpolarisasi.
(3) Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan
konfigurasi elektronik gas mulia mempunyai daya
mempolarisasi lebih kuat.
Ukuran daya mempolarisasi suatu kation dinyatakan dengan
rapatan muatannya. Rapatan muatan () adalah muatan ion
(jumlah unit muatan dikalikan dengan muatan proton dalam satuan
coulomb,
C) per satuan volume, sehingga:

 = (dengan n = muatan ion,  = muatan


proton dalam satuan coulomb, dan r = jari-jari ion).
Sebagai contoh, ion natrium mempunyai muatan +1 dan jari-jari
ionik 116 pm (1,16 x 10-7 mm), maka rapatan muatannya adalah:

Rapatan muatan,  = = 24 C mm-3.


Dengan cara yang sama, rapatan muatan ion aluminium
dapat dihitung yaitu sebesar 364 C mm -3. Dengan rapatan muatan
yang jauh lebih besar, ion aluminium (Al3+) mempunyai daya
mempolarisasi
(terhadap anion) yang lebih kuat dibandingkan dengan daya mem-
polarisasi ion natrium, sehingga dengan anion yang sama senyawa
aluminium lebih bersifat kovalen dibandingkan dengan senyawa
natrium.
Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat
ionik dari sifat kovalen suatu spesies adalah dengan
membandingkan titik lelehnya. Senyawa ionik (dan juga senyawa
kovalen jaringan) cenderung mempunyai titik leleh tinggi, tetapi
senyawa kovalen sederhana mempunyai titik leleh rendah. Sebagai
contoh, senyawa AlF3 dan AlI3 mempunyai titik leleh yang sangat
berbeda yaitu masing-masing 1290 dan 190 oC. Ion fluorida
mempunyai jari-jari ionik 117 pm, jauh lebih kecil daripada jari-jari
ionik iodida, 206 pm. Dari data ini ukuran volume
anion iodida kira-kira adalah 5½ (atau 2063 /3 ) kali ukuran volume
117
ion fluorida. Tingginya titik leleh aluminium fluorida
mengindikasikan bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik. Ini berarti
bahwa ion fluorida yang ukurannya kecil tidak atau sukar
terpolarisasi oleh ion Al3+ sekalipun muatan positifnya besar.
Sebaliknya karena besarnya ukuran ion iodidamaka rapatan
elektronnya mudah dipolarisasi oleh ion Al3+, sehingga senyawa AlI3
yang terbentuk lebih bersifat kovalen dengan titik
leleh yang jauh lebih rendah. Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI
(685 oC), dan KF (857 oC).
Oleh karena jari-jari ionik dengan sendirinya bergantung pada
muatan ionnya, maka besarnya muatan kation sering merupakan
petunjuk yang baik untuk menentukan derajat kovalensi spesies
(sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1, dan
+2, biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan kation dengan
muatan
+3 membentuk senyawa ionik hanya dengan anion yang sangat
sukar terpolarisasi seperti ion fluorida. Kation dengan muatan
teoretik +4 atau lebih sesungguhnya tidak dikenal sebagai ion, dan
senyawanya sering dianggap sebagai senyawa yang didominasi
oleh sifat kovalen. Sebagai contoh, MnO mempunyai titik leleh 1785
o
C tetapi Mn2O7 berupa cairan
pada temperatur kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mn(II)
membentuk kisi kristal ionik dalam MnO, tetapi Mn(VII)
membentuk molekul kovalen dalam Mn2O7. Menurut perhitungan,
rapatan muatan ion Mn7+ (jika ada) adalah 1240 C mm-3 dan ion
Mn2+ adalah 84 C mm-
3
. Rapatan muatan positif ion Mn7+ sangat tinggi, dan ukuran ion
lebih kecil dibandingkan dengan ion Mn2+, sehingga mempunyai
daya mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida, dan
akibatnya terbentuk senyawa yang bersifat kovalen, sesuai dengan
titik lelehnya yang rendah.
Aturan Fajans yang ke tiga berkaitan dengan kation yang
mem- punyai konfigurasi elektronik bukan gas mulia. Sebagai
contoh adalah kation Ag+ (dengan konfigurasi [Ar] 4d10), demikian
juga Cu+, Sn2+, dan Pb2+. Senyawa-senyawa perak halida, AgF,
AgCl, AgBr, dan AgI, mem- punyai titik leleh masing-masing 435,
455, 430, dan 558 oC. harga ini le- bih rendah kira-kira 300 oC
dibandingkan dengan titik leleh KF, KCl, KBr dan KI.. Dengan
demikian, kation perak mempunyai daya mempolari- sasi yang
lebih kuat dibandingkan dengan kation K+, sehingga senya- wa-
senyawa perak halida lebih bersifat kovalen dibandingkan dengan
senyawa-senyawa kalium halida. Petunjuk lain tentang sifat
kovalensi halida perak adalah kenyataan bahwa halida perak
(kecuali fluorida) su- kar larut dalam air sedangkan kalium halida
semuanya sangat mudah larut dalam air. Menurunnya sifat ionik
atau naiknya sifat kovalen halida perak mengakibatkan
melemahnya interaksi antara molekul air dengan muatan ion
tersebut sehingga cenderung sukar larut. Untuk perak fluo- rida,
ukuran ion fluorida yang kecil menyebabkan sukar dipolarisasi oleh
kation perak, sehingga senyawanya lebih bersifat ionik dan
akibatnya dapat larut dalam air.
Contoh lain adalah perbandingan sifat oksida dan sulfida
antara natrium(I) dengan tembaga(I). Kation natrium dan tembaga
keduanya mempunyai jari-jari yang hampir sama. Oksida maupun
sulfida dari na- trium bersifat ionik, larut, dan bereaksi dengan air,
tetapi oksida dan sul- fida tembaga(I) tidak larut dalam air.
Menurut aturan Fajans yang ke tiga, kation Cu(I) dengan
konfigurasi elektronik bukan gas mulia mempunyai
daya mempolarisasi yang lebih kuat hingga mempunyai
kecenderungan lebih kovalen. Hal ini paralel dengan besarnya
perbedaan elektronega- tivitas yaitu ~ 2,5 untuk natrium oksida
yang berarti lebih bersifat ionik, dan ~ 1,5 untuk tembaga(I) oksida
yang berarti lebih bersifat kovalen.

1.2.8 Hidrasi Ion


Apabila gaya tarik elektrostatik antara ion-ion merupakan
gaya pengikat senyawa ionik, pertanyaan yang muncul adalah apa
yang sesungguhnya menjadi gaya penggerak yang melarutkan
banyak senyawa ionik dalam air? Jawabannya adalah terbentuknya
interaksi ion-dipol antara senyawa ion dengan molekul air. Molekul
air bersifat polar (dwikutub), dengan muatan negatif lebih terpusat
pada atom oksigen dan muatan positif pada atom hidrogen. Pada
proses pelarutan senyawa ionik, kutub negatif oksigen dari molekul
air akan mengepung dan menarik kation, dan kutub positif atom
hidrogen dari molekul air mengepung dan menarik anion
sebagaimana ditunjukkan oleh model Gambar 1.17.

Gambar 1. 17 Model proses pelarutan NaCl dalam air


Jika interaksi ion-dipol lebih kuat daripada jumlah gaya tarik
antarion dan gaya antarmolekul air, maka proses pelarutan akan
berlangsung. Secara sederhana proses pelarutan senyawa ionik
NaCl dalam air dapat dituliskan sebagai berikut :
Na+ Cl- + 2n H2O → Na+ (H2O)n + Cl- (H2O)n
atau Na+ Cl- + H2O → Na+ (aq) + Cl- (aq)
Dalam hal ini terbentuk ion-ion tersolvasi (artinya ion-ion terikat
oleh pelarut) atau ion-ion terhidrasi dalam pelarut air.
Apabila senyawa ionik mengkristal dari pelarutnya (air),
sangat sering molekul air terkorporasi ke dalam kristal, dan
terbentuklah se- nyawa hidrat. Dalam berbagai contoh, molekul air
secara sederhana hanya menempati rongga-rongga kosong dalam
kisi-kisi kristal, tetapi umumnya molekul air terasosiasi lebih dekat
kepada ion-ion, biasanya kation. Sebagai contoh, aluminium klorida
yang mengkristal sebagai heksahidrat, AlCl .6H O, kenyataannya
keenam molekul3air 2tertata da-
lam bangun oktahedron teratur di sekeliling kation Al3+, sehingga se-
nyawa hidrat ini lebih akurat ditulis dengan formula [Al(OH2)6]3+3Cl-
dan formula ini menyarankan bahwa kutub negatif oksigen (air)
berinteraksi dengan kation Al3+ membentuk interaksi kation-dipol.
Tentu saja dapat dipahami bahwa jumlah molekul air terhidrat
dapat dikaitkan dengan ukuran maupun besarnya muatan kation.

1.2.9 Struktur Kristal Ionik


Zat padat dapat diklasifikasi atas dasar tipe ikatan, yaitu
ionik, kovalen, metalik, dan van der Waals, dan atas dasar simetri
kristal dalam hal hubungan antar panjang dan sudut sumbu-sumbu
kristalyaitukubus, tetragonal, ortorombik, heksagonal, rombohedral,
monoklinik, dan triklinik. Klasifikasi kristal atas dasar tipe ikatan
berdasarkan pada sifat- sifat hantaran listrik, kekerasan, titik leleh
dan sebagainya sesuai dengan sifat-sifat kimiawi atom-atom yang
terlibat. Sedangkan, klasifikasi kristal atas dasar sifat simetrinya
bergantung pada refleksi kristal terhadap sinar-X untuk
menentukan sudut-sudut antar muka atau oleh difraksi sinar-X
untuk menemukan keteraturan internal.
Untuk mempermudah dalam melukiskan sifat simetri suatu
kristal diperkenalkan konsep sumbu-sumbu kristalografi. Sumbu-
sumbu ini biasanya menunjuk pada arah yang penting dalam kristal
sebagaimana didefinisikan oleh permukaan-permukaan kristal yang
bersangkutan. Tiga sumbu a, b, dan c, dan sudut-sudut α, β, dan
γ cukup untuk melukiskan klas suatu kristal (Gambar 1.18).

Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun kristal

Dalam beberapa hal sumbu c diarahkan sejajar dengan arah unit


kristal yang bersangkutan, misalnya arah memanjang atau
memendek. Sumbu-sumbu a dan b yang keduanya tidak sebidang
dengan sumbu c mewakili arah terpilih kristal yang bersangkutan.
Bidang-bidang kristal dilukis menurut perpotongannya dengan
sumbu-sumbu tersebut. Atas dasar perbedaan ukuran ketiga sudut
dan ulangan jarak ketiga sumbu tersebut terdapat tujuh klas kristal
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Jenis klas kristal dan kondisi unit sel

Klas Kondisi sumbu dan sudut unit sel


Kubus a = b = c ; α_=_β_=_γ_= 90o
Ortorombik a  b  c ; α_=_β_=_γ_= 90o
Tetragonal a = b  c ; α_=_β_=_γ_= 90o
Monoklinik a  b  c ; α_=_γ_= 90o  β
Triklinik a  b  c ; α_ _β_ γ  90o
Heksagonal a = b  c ; α_=_β_= 90o ; γ = 120o
Rombohedral (Trigonal) a = b = c ; α_=_β_= γ  90o
Struktur kristal dapat dibedakan berdasarkan tipe kisi
Bravais atau kisi ruang yang dibangun berdasarkan pada sifat
simetri unit sel dan translasi yang diperlukan dalam memperoleh
titik-titik ekivalen di dalam unit sel yang bersangkutan. Hasilnya
adalah empat belas macam bangun geometri kisi Bravais
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.19.

Gambar 1.19 Tujuh klas kristal dengan 14 jenis kisi Bravais


(Simbol P = primitif, titik-titik kisi menempati sudut-sudut unit sel, I = berpusat
interior atau badan, C = berpusat dasar/base atau ujung / end, dan F = berpusat
muka)
Oleh karena adanya translasi titik-titik kisi (translasi
nonprimitif) inilah yang mengakibatkan beberapa kemungkinan kisi
ruang menjadi tidak perlu ada karena hal ini dapat diperoleh dari
salah satu dari ke 14 kisi Bravais tersebut. Sebagai contoh, kisi
tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) pada Gambar 1.20 tidak
diperlukan, karena kisi ini dapat diperoleh dari translasi titik-titik
kisi tetragonal pusat badan (ABCD- EFGH) yang mempunyai sifat
simetri lebih tinggi.

Gambar 1.20 Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) dalam
lima satuan sel kisi tetragonal pusat badan (BCDA-
FGHE)

1.2.10 Kisi Kristal Senyawa Ionik


Senyawa ionik berupa padatan, dan tataan ion-ion dalam kisi
kristalnyadapatdiperlakukanseperti kemasan pada logam sebagaimana
diuraikan pada bab 1 (ikatan metalik). Pada umumnya anion
mempunyai ukuran lebih besar daripada kation, sehingga anion-
anion membentuk suatu kemasan, dan kation terselip di dalam
rongga-rongga antar anion yang disebut intertisi. Sebelum
pembicaraan kemasan lebih lanjut, prinsip umum untuk kisi ionik
diuraikan terlebih dahulu seperti berikut ini.
(1) Ion-ion diasumsikan sebagai bola-bola bermuatan yang
takter- kompresi dan takterpolarisasi. Semua senyawa ionik
juga mem- punyai sifat kovalensi meskipun hanya dalam
persentase kecil, dan kenyataannya model bola keras berlaku
baik bagi hampir se- mua senyawa ionik.
(2) Ion-ion mengatur dirinya sedemikian sehingga dikelilingi oleh
ion lawan muatan sebanyak-banyaknya dan sedekat-dekatnya.
Khu- susnya, hal ini terjadi bagi kation, dan kemas rapat yang
diadopsi ternyata tidak mengakibatkan anion-anion
pengeliling saling bersentuhan.
(3) Rasio kation terhadap anion harus menggambarkan
komposisi kimiawi senyawa yang bersangkutan. Misalnya,
struktur kristal
CaCl2 harus tersusun oleh tataan ion-ion klorida dan kation
kal- sium yang banyaknya hanya setengah jumlah ion klorida
dalam
kisi kristal.

Beberapa sifat yang membedakan senyawa ionik dari


senyawa kovalen, secara sederhana dapat dilihat dari struktur
kristalnya. Kristal ionik dibangun oleh kisi-kisi yang tersusun oleh
ion-ion positif dan ion- ion negatif sedemikian sehingga gaya tarik-
menarik antara ion-ion yang berlawanan muatan mencapai
maksimum dan gaya tolak-menolak antara ion-ion sama muatan
mencapai minimum.
Kemas rapat bola-bola dengan ukuran sama menyisakan dua
tipe celah, lubang, ruang terbuka, atau rongga antara lapis-
lapisnya. Satu metode pendekatan untuk visualisasi struktur kristal
senyawa ionik adalah menggambarkan larikan (array) kemas-rapat
ion-ion, dengan ion-ion yang lebih kecil ukurannya menempati
rongga. Biasanya, anion- anion yang umumnya lebih besar
ukurannya membentuk kemas-rapat, dan kation yang lebih kecil
ukurannya menempati rongga yaitu rongga tetrahedral dan atau
rongga oktahedral. Tetapi dalam beberapa kasus situasi
inidapatterbalik. Suatularikananion-anionmungkinterbukatotal dan
memulai dari kemas-rapat untuk mengakomodasi kation di dalam
rongga. Misalnya dalam kristal natrium klorida, kation Na+
menempati rongga oktahedral dalam larikan kemas-rapat kubus
pusat muka ion Cl- yang sedikit mengembang sebagaimana
ditunjukkan Gambar 1.21(A). Ada satu rongga oktahedral tiap ion
Cl-, dan semua rongga ditempati oleh ion Na+, sehingga dicapai
stoikiometri NaCl = 1:1. Keenam ion Cl- yang membangun satu
oktahedron ditunjukkan oleh Gambar 1.21(B).
Setiap ion Na+ dalam rongga oktahedron dikelilingi oleh enam ion
Cl-, demikian juga sesungguhnya tiap ion Cl- dikelilingi oleh enam
ion Na+ sehingga masing-masing mempunyai bilangan koordinasi
enam.

Gambar 1.21 (A) Model kemas rapat bola


(B) Model kemas rapat “stick-ball” untuk satu satuan sel NaCl

Apabila ukuran kation relatif terlalu besar, mungkin kation ini


ti- dak cocok baik ke dalam rongga tetrahedron ataupun rongga
oktahe- dron dalam kemas-rapat anion yang bersangkutan. Dalam
kasus seperti ini anion-anion membangun larikan kubus sederhana
yang menyisakan rongga kubus yang menyediakan ruang/celah
cukup untuk kation yang lebih besar. Satu kation di dalam rongga
kubus mempunyai bilangan koordinasi delapan; contoh untuk ini
adalah CsCl.
Struktur kristal ion dipengaruhi oleh muatan relatif dan
ukuran relatif ion-ion yang bersangkutan. Suatu kristal ion bersifat
stabil apabila setiap kation tepat menyinggung anion-anion di
sekelilingnya demikian pula sebaliknya. Kation yang lebih kecil
membuat singgungan terbaik apabila dengan empat anion tetangga
terdekat membentuk bilangan koordinasi empat, dan menempati
rongga tetrahedron yang lebih kecil daripada rongga oktahedron.
Ada dua rongga tetrahedron tiap anion dalam satu larikan kemas-
rapat anion. Dalam senyawa dengan stoikiometri 2:1 seperti Li2O
dan Na2S misalnya, setiap rongga tetrahedron ditempati oleh satu
kation.
Senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kristal sama di
ka- takan isomorfis. Beberapa senyawa ini dapat mengkristal secara
ber- samaan menghasilkan campuran kristal. Misalnya, campuran
NaNO3 dan CaCO3 membentuk kristal campuran walaupun sifat-sifat
fisik dan semua sifat kimiawi keduanya berbeda satu sama lain.
Tabel 1.6 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus

Strktur Kristal Contoh Senyawa*)


NaCl, LiCl, KBr, RbI, AgCl, AgBr,
Rock-salt
MgO, CaO, TiO, FeO, NiO, SnAs, UC, ScN
Sesium klorida CsCl, CaS, CuZn, TlSb
Sfalerit (Zink blende) ZnS, CuCl, CdS, HgS, GaP, InAs
Wurtzit ZnS, ZnO, BeO, MnS, AgI, AlN, SiC
Fluorit CaF2, HgF2, BaCl2, PbO2, UO2
Antifluorit K2O, Na2O, Li2O, K2S, Na2S, Na2Se
Rutil TiO2, MnO2, SnO2, WO2, MgF2, NiF2
Perovskit CaTiO3, BaTiO3, SrTiO3
Nikel arsenida NiAs, NiS, FeS, CoS, PtSn
*) Senyawa yang dicetak tebal memberi nama struktur kristal kelompoknya

Semua struktur kristal ion dapat dikenali menurut sistem


kristal yang telah dibicarakan di atas, dan karakteristika padatan
ionik ditunjukkan Tabel 1.6. Untuk mempermudah visualisai,
bangun kisi kristal sering dilukiskan menurut model kemas-rapat
stick and ball, sehingga baik bangun geometri, jumlah atom atau
ion maupun bilangan koordinasi dapat ditentukan dengan mudah.
Senyawa sederhana dengan rasio formula kation / anion 1:1, 1:2,
2:1, dan 2:2 akan dijelaskan secara ringkas berikut ini :
Struktur natrium klorida
Natrium klorida mengkristal dalam bentukkubus pusat muka
(face centered cube, fcc). Untuk membayangkan bentuk ini
perhatikan posisi salah satu ion-ion yang sama, ion-ion Na+ saja
atau ion-ion Cl- saja pada
sistem satu unit sel kristal sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.21.
Pada Gambar 1.21(B) delapan ion Cl- (lingkaran terang-besar)
menempati ke- delapan sudut suatu kubus, enam ion Cl- yang lain
(lingkaran berbintik- besar) menempati keenam pusat muka kubus
ini. Jika kubus tersebut diperluas atau diperpanjang dengan
tambahan masing-masing satu muka lagi ke arah horizontal (kiri-
kanan, muka-belakang) dan vertikal (atas-bawah), maka akan
terlihat bahwa tiap ion Na+ menempati pusat setiap bangun
oktahedron ion Cl-. Dengan demikian kristal NaCl dapat dikatakan
mempunyai bangun kemas-rapat kubus pusat muka ion Cl- dengan
ion Na+ yang lebih kecil menempati rongga oktahedral. Selain itu,
perluasan bangun ini juga akan memperlihatkan adanya bentuk ku-
bus pusat muka yang dibangun oleh ion-ion Na + seperti halnya
yang dibangun oleh ion-ion Cl-. Oleh karena itu, kisi kristal natrium
klorida merupakan dua kisi kubus pusat muka yang saling tertanam
di dalam- nya (interpenetrasi).
Perluasan Gambar 1.21(B) akan menunjukkan dengan jelas
bahwa tiap ion “dihubungkan” dengan enam ion lain. Maka,
masing- masing ion mempunyai bilangan koordinasi enam. Dalam
satu unit sel (Gambar 1.21B), jumlah masing-masing ion/atom
dengan mudah dapat ditentukan yaitu empat, sehingga memenuhi
soikiometri 1:1 dengan formula NaCl.

Struktur sesium klorida


Berbeda dengan natrium klorida, NaCl, sesium klorida, CsCl,
mengkristal dalam bentuk kubus sederhana atau kubus primitif;
jadi tidak termasuk kemas-rapat. Hal ini berkaitan dengan ukuran
Cs+ yang relatif lebih besar sehingga memerlukan rongga yang
lebih besar daripada rongga oktahedron. Sebagaimana ditunjukkan
Gambar 1.22, di dalam kisi kristalnya ion-ion Cl- menempati
kedelapan titik sudut kubus dan ion pasangannya, Cs+, menempati
pusat badan kubus ini. Dengan demikian, bilangan koordinasi ion
Cs+ dapat ditentukan dengan mudah, yaitu delapan karena
dihubungkan dengan delapan ion Cl-. Kedelapan ion Cl- masing-
masing menempati posisi yang ekivalen dengan nilai
yang sama dalam satu unit selnya yaitu 1/8, dan mempunyai ”satu
stick ” penghubung sebagai bilangan koordinasi. Dengan kata lain
tiap ion Cl- tentu mempunyai ”delapan stick” penghubung atau
bilangan koordinasi delapan.

Gambar 1.22 Satuan sel kubus sederhana CsCl

Catatan : struktur CsCl kadang-kadang dinyatakan dengan bentuk kubus


pusat badan - bcc yang tentu saja tidak tepat sebab dalam kisi bcc baik
titik-titik sudut maupun titik pusat badannya harus ditempati oleh ion-
ion yang sama.

Struktur zink blende dan wurtzit


Zink sulfida, ZnS, merupakan satu contoh senyawa polimorf,
mengkristal dalam dua macam bentuk kisi yang sangat berbeda
yaitu zink blende dan wurtzit (Gambar 1.23). Dalam kedua macam
bentuk ini kedua ion Zn dan ion S masing-masing mempunyai
bilangan koordinasi empat. Zink blende mempunyai struktur kemas-
rapat kubus pusat muka anion dengan kation mengisi setengah
rongga tetrahedron (Gambar 1.23A). Dalam satu unit sel, masing-
masing ion dapat dihitung dengan mudah yaitu empat untuk kubus
pusat muka ion S2- dan empat untuk ion Zn2+ interior sehingga
dipenuhi rasio stoikiometri 1:1.
Wurtzit mempunyai struktur kemas rapat heksagonal ion S2-
de- ngan ion Zn2+ mengisi setengah rongga tetrahedron
sebagaimana terlihat pada Gambar 1.20B yang menunjukkan
lapis A-B-A untuk
atom S. Dalam satu unit sel, terdapat enam atom Zn yang terdiri
atas empat atom interior, dan 1/3 x 6 atom sudut heksagonal
“tengah” ; dan enam atom S yang terdiri atas tiga atom interior 2
x 1/6 x 6 atom muka, dan ½ x 2 atom“pusat” muka. Dengan
demikian, bangun ini memenuhi rasio stokiometri 1:1. Pada kedua
bentuk ini, masing-masing kation dan anion mempunyai bilangan
koordinasi empat.

Gambar 1.23 (a) Kemas rapat kubus anion S2- dengan kation Zn2+ di
dalam � rongga tetrahedron dalam kristal Zink
blende, ZnS
(b) Kemas rapat heksagon anion S2- dengan kation Zn2+ di
alam � rongga tetrahedron dalam kristal wurtzit, ZnS

Struktur fluorit
Kalsium fluorida, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur
fluorit (Gambar 1.24). Struktur ini merupakan kemas rapat kubus
pusat muka ion (Ca2+), dan ion (F-) menempati delapan rongga
tetrahedral. Dengan demikian, dalam satu unit sel terdapat empat
ion Ca dan delapan ion F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:2.
Bilangan koordinasi ion F- dengan mudah dapat diketahui yaitu
empat, sesuai dengan posisinya sebagai atom interior yang
menempati rongga tetrahedral dengan empat ”stick” penghubung.
Bola kation menempati dua macam posisi yaitu posisi sudut kubus
dan pusat muka kubus. Posisi sudut kubus (1/8 atom) dihubungkan
oleh satu ”stick” penghubung dan ini ekivalen
dengan posisi pusat muka kubus (½ atom) yang dihubungkan
dengan empat ”stick” penghubung. Kedua posisi ini menghasilkan
bilangan koordinasi delapan untuk kation. Jika baik posisi maupun
jumlah kation dan anion dibalik, hasilnya adalah struktur antifluorit,
misalnya Li2O dan Na2O.

Gambar 1.24 Struktur kisi fluorit

Struktur rutil
Titanium dioksida,TiO2, bersifat polimorf mengkristal dalam
dua macam bentuk, yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan
bangun ke- mas-rapat heksagonal ion O2-, dan ion Ti4+ menempati
hanya setengah rongga oktahedral. Susunan seperti ini
menghasilkan struktur tetrago- nal dengan ion Ti4+ menempati
pusat badan dan kedelapan sudutnya, sehingga memberikan nilai
dua ion dalam satu unit selnya (Gambar 1.25). Sedangkan keenam
ion oksida yang mengakomodasi rongga ok- tahedral-isi, dua
menempati posisi interior dan empat menempati posisi dua bidang
muka tetragon masing-masing 2 ion sehingga memberikan total
nilai empat ion. Dengan demikian, struktur ini menghasilkan rasio
stoikiometri kation/anion 1:2. Bilangan koordinasi kation adalah
enam, yaitu enam anion oksida yang tertata secara oktahedral dan
bilangan koordinasi anionnya adalah tiga, yaitu tiga kation Ti4+
yang tertata se- cara trigonal.
Gambar 1.25 Struktur kisi rutil (3 satuan sel)

Dalam anatase TiO2, anion-anion oksida membentuk larikan


kemas rapat kubus dan kation Ti4+ menempati hanya setengah
rongga oktahedral tetapi dengan pola yang berbeda dari pola
dalam rutil. Perbedaan pola penempatan kation dalam rongga
oktahedral dari kedua bentuk ini ditunjukkan pada Gambar 1.26.

Gambar 1.26 Pola rongga isi-kosong dalam (A) Anatase, dan (B) Rutil

Struktur β - kristobalit
Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam-macam
bentuk; beberapa di antaranya distabilkan oleh kehadiran atom-
atom asing. Salah satunya adalah β - kristobalit yang mirip dengan
struktur zink blende; atom-atom silikon menempati semua posisi
atom Zn dan S di dalam struktur zink blende, dan atom-atom
oksigen menempati
posisi di antara atom-atom silikon. Bentuk lain adalah tridimit yang
mirip dengan struktur wurtzit. Dalam kedua macam struktur ini
bilangan koordinasinya adalah empat untuk silikon dan dua untuk
oksigen.

1.2.11 Cacat dan Poin Cacat


Kecuali kristal-kristal tunggal yang tumbuh dalam kondisi
khusus, senyawa-senyawa kristalin jarang bersifat “sempurna”.
Suatu kristal sempurna bersifat kimiawi murni dan mempunyai
struktur sempurna dengan setiap titik-titik kisi terisi seperti yang
dilukiskan oleh unit sel. Sifat-sifat fisik dan kimiawi suatu padatan
banyak yang bergantung pada hadirnya cacat-cacat dalam padatan
yang bersangkutan. Kristal- kristal sempurna bersifat sangat kuat
sedangkan hampir sebagian besar padatan mengandung cacat
yang cukup untuk menyebabkan padatan ini mudah dipengaruhi
oleh gaya-gaya mekanik. Reaksi kimia dalam keadaan padat
memerlukan gerakan atom-atom atau ion-ion melalui padatan yang
bersangkutan. Namun dalam kristal sempurna tidak ada jalan
khusus yang tersedia untuk keperluan gerakan ini, tetapi dalam
kristal-kristal “cacat” atom-atom atau ion-ion dapat bergerak dari
cacat satu ke cacat lain. Jadi struktur cacatsangatberperan dalam
menentukan sifat-sifat suatu semikonduktor.

Gambar 1.27 Model tipe cacat (a) kekosongan, (b) selit dan (c) pengotoran

Satu dari beberapa tipe cacat yang didefinisikan oleh para


ahli kimia zat padat adalah variasi di dalam penempatan kisi atau
variasi bagian-bagian interstitial (selit) dalam kristal. Ada tiga tipe
dasar poin cacat yang dapat terjadi seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.27, yaitu:
(a). kekosongan, adalah adanya bagian kisi yang tidak terisi atau
tidak dihuni
(b). interstitial (selit), adalah adanya atom atau ion dalam ruang
atau celah di antara bagian-bagian kisi, dan
(c). pengotoran (impurity), adalah adanya ion atau atom asing di
dalam bagian kisi regular atau bagian selit.

Dalam kristal ionik, sifat kenetralan muatan listrik harus


diper- tahankan, dan dalam banyak hal ini dicapai melalui
keseimbangan an- tara cacat-cacat yang bermuatan positif dan
negatif. Kecenderungan beberapa senyawa untuk mengakomodasi
poin cacat dalam struktur kristalnya menyebabkan terjadinya
senyawa-senyawa nonstoikiometrik yaitu rasio dari atom-atom
berbeda yang bergabung bukan merupakan bilangan bulat.
Senyawa demikian ini hanya terdapat pada keadaan pa- datan dan
dalam banyak hal mempunyai komposisi yang bervariasi. Se- bagai
contoh di dalam senyawa wüstite, FexO (0 < x < 1), bagian
kation- nya terdapat kekosongan hingga 14%. Untuk
mempertahankan sifat kenetralan muatan, dua ion Fe diubah
2+

menjadi ion Fe3+ untuk setiap ion Fe2+ yang hilang. Pembuatan
Fe(II) oksida maupun Cu(II) sulfida di dalam laboratorium dengan
tekanan atmosfer tidak pernah dihasilkan komposisi stoikiometrik.
Dalam titanium oksida, TiO2, 15 % bagian dari tiap tipe (rutil dan
anatase) terdapat kekosongan. Oleh karena itu ter- dapat
komposisi nonstoikiometrik titanium oksida, TiO2, dalam rentang
yang luas dengan harga x < 1 atau x > 1, bergantung pada
tekanan oksi- gen selama pembuatan sampel senyawa yang
bersangkutan.

1.2.12 Jarak Antarnuklir


Gaya-gaya kimiawi sangat penting untuk menjelaskan sifat-
sifat kimiawi senyawa.yang bersangkutan. Dalam pembahasan
gaya-gaya kimiawi, jarak antar partikel sangat penting, dan oleh
karena itu perlu pembahasan khusus perihal jarak antarnuklir suatu
atom baik dalam molekul maupun antarmolekul. Sayangnya banyak
sekali istilah yang berkaitan dengan hal ini seperti jari-jari -ikatan,-
nonikatan,- ionik, -
kovalen (rkov ), -metalik (rM), jari-jari van der Waals (rvdW), dan
jari-jari atomik. Berikut ini hanya dibahas perihal jari-jari van der
Waals, jari-jari ionik, dan jari-jari kovalen.
Jari-jari van der Waals
Bila dua atom gas mulia dibawa bersama dengan tanpa
energi kinetik pemisah, maka keduanya akan tetap terlekat
bersamaan (Gambar 1.28). Gaya yang melekatkan keduanya
menjadi bersamaan ini adalah gaya dispersi London (kadang-
kadang juga disebut sebagai gaya van der Waals) yang sangat
lemah. Gaya ini adalah gaya yang ditimbulkan karena pengaruh
antar dua atom yang bersifat dipol sementara. Timbulnya sifat dipol
sementara ini sebagai akibat distribusi elektron yang tidak merata
pada saat-saat tertentu hanya dalam waktu pendek untuk menjaga
terjadinya tolakan antarelektron agar minimum, tetapi juga
menjaga terjadinya interaksi tarikan nuklir-elektron menjadi
maksimum. Jarak antarnuklir akan menjadi sedemikian sehingga
gaya- gaya tarik yang lemah tepat diseimbangkan oleh gaya-gaya
tolak Pauli yaitu antarelektron dalam kulit-kulit elektron yang berisi
penuh. Jika kedua atom gas mulia tersebut identik (sama), maka
setengah jarak antarnuklir mungkin dapat dinyatakan sebagai jari-
jari van der Waals atau jari-jari nonikatan bagi setiap atomnya
seperti Gambar 1.28.

Gambar 1.28 Perbandingan antara rkov , rvdW , rM , r+ dan r-

Misalnya, padatan argon terdiri atas atom-atom argon, yang


satu dengan lainnya berjarak 380 pm, membentuk kemas rapat
kubus pusat muka hingga menghasilkan jari-jari van der Waals bagi
atom argon
≈� 190 pm. Walaupun pengertian jari-jari van der Waals suatu
atom nampak sederhana, kenyataannya dijumpai kasus-kasus yang
bervariasi. Ukuran atom bergantung pada sejauh mana atom yang
bersangkutan mengalami kompresi oleh gaya-gaya dari luar dan
juga bergantung pada pengaruh substituen. Misalnya dalam XeF4,
jari-jari Xe terukur kira- kira 170 pm, jauh lebih pendek daripada
harga yang diperoleh dalam padatan xenon yaitu 218 pm. Dalam
XeF4, atom-atom Xe tidak saling bersentuhan. Perkiraan jari-jari
van der Waals Xe diperoleh dengan pengurangan oleh jari-jari van
der Waals fluorin terhadap jarak Xe–F nonikatan yaitu jarak
terpendek antara molekul (320 - 330 pm). Hal ini dapat dijelaskan
bahwa kenyataannya atom xenon tereduksi ukurannya karena
rapatan elektron menggeser ke pihak atom fluorin yang lebih
elektronegatif. Selain itu, adanya induksi muatan parsial (Xe�+ F�-)
dapat mengakibatkan atom-atom Xe dan F menarik satu sama lain
sehingga lebih dekat. Walaupun jari-jari van der Waals agak
bervariasi oleh karena bergantung pada lingkungan atom yang
bersangkutan, jarak nonikatan dapat diperhitungkan dengan baik
seperti ditunjukkan pada Tabel 1.7.
Tabel 1.7. Jari-jari van der Waals (dalam Å) beberapa atom nonmetalik

Atom rvdW Atom rvdW Atom rvdW Atom rvdW


H 1,1-1,3 He 1,40
N 1,5 O 1,40 F 1,35 Ne 1,54
P 1,9 S 1,85 Cl 1,80 Ar 1,92
As 2,0 Se 2,00 Br 1,95 Kr 1,98
Sb 2,2 Te 2,20 I 2,15 Xe 2,18

Jari-jari kovalen
Jarak antarnuklir dalam molekul F2 adalah 142 pm, lebih
pendek daripada jumlah dua jari-jari van der Waals fluorin.
Perbedaan ini disebabkan oleh kenyataanbahwaawanelektronatom-
atom F tumpang- tindih (overlap) secara ekstensif dalam
pembentukan ikatan F–F. Hal ini berbeda dengan jari-jari van der
Waals antara dua molekul F2 yang jika jaraknya memendek diikuti
dengan naiknya energi tolak (repulsif).
Suatu hal yang mungkin untuk menganggap bahwa keseim-
bangan jarak dalam molekul F2 adalah keseimbangan dengan
terjadinya tumpang-tindih orbital ikat secara maksimum. Tetapi, jika
hal ini dija- dikan sebagai satu-satunya kriteria, molekul F2 akan
“runtuh” hingga kedua inti atom F menjadi saling persis
bertumpangan dan hal ini be- rakibat fungsi-fungsi gelombang
orbital atomik mempunyai distribusi ruang yang sama hingga
tumpang-tindih mencapai maksimum. Jelas, hal ini tidak mungkin
terjadi karena adanya tolakan antara kedua mua- tan inti positif
dan tolakan antara elektron-elektron dalam orbital. Jika umpamanya
(secara spekulatif saja) molekul F2 terdiri atas F+ F-, maka hal ini dapat
mengarah pada pemahaman bahwa molekul-molekul halogen
adalah ionik, suatu hal yang berlawanan dengan kenyataan. Faktor
ut- ama dalam penentuan jari-jari kovalen suatu atom adalah
ukuran awan elektron yang tertanam dalam kulit valensi, dan inilah
jari-jari van der Waals atom bersangkutan.

Tabel 1.8 Jari-jari kovalen beberapa unsur (dalam pm)

H: 37 He : 32
Li : 134 Be : 125 B : 90 C : 77 N : 75 O : 73 F : 71 Ne : 69
Na : 154 Mg : 145 Al : 130 Si : 118 P : 110 S : 102 Cl : 99 Ar : 97
K: 196 Ga : 120 Ge : 122 As : 122 Se : 117 Br : 114 Kr : 110
Sn : 140 Sb : 143 Te : 135 I : 133 Xe : 130
Cr : 139 Fe : 126 Co : 126 Ni : 121 (Td) Zn : 120 Rn : 145
116 (Sq)
(Td = tetrahedron, Sq = Bujursangkar / square plane)

Jari-jari kovalen dapat dihitung dari rata-rata jumlah panjang


ikatan homonuklir (Tabel 1.8). Dalam berbagai kasus, ikatan
tunggal homonuklir misalnya B-B belum diukur, jari-jari kovalennya
sering ditentukan secara tidak langsung. Misalnya, jari-jari kovalen
B diperoleh dari pengurangan panjang ikatan heteronuklir A-B
dengan jari-jari kovalen unsur A yang sudah diketahui.
Panjang ikatan kovalen dalam molekul AB n ditaksir dari rA +
rB; beberapa contoh khusus disajikan pada Tabel 1.9. Untuk n
berharga besar dengan ukuran atom pusat A yang relatif kecil,
kerumunan substituen B mengakibatkan pemanjangan ikatan. Ada
beberapa kasus dengan hasil numerik penambahan jari-jari relatif
jauh menyimpang. Misalnya, panjang ikatan H-H dan F-F masing-
masing adalah 74 dan 142 pm, dan ini menghasilkan jari-jari
kovalen H ~ 37 pm dan F ~ 71 pm. Tetapi, panjang ikatan H–F
ternyata bukannya 108 pm, melainkan hanya 92 pm. Jika
diasumsikan bahwa ukuran atom F tetap, maka jari-jari atom H
dalam HF adalah 21 pm, dan sebaliknya jika ukuran atom H tetap,
maka jari-jari atom F dalam HF adalah 55 pm. Sungguh, ini
merupakan harga- harga yang jauh lebih kecil daripada harga
dalam diatomik homonuklir yang bersangkutan. Sangat mungkin
atom H memang merupakan unsur unik karena absennya inti He di
dalamnya. Namun demikian, penyimpangan sifat penambahan ini
umumnya dikaitkan dengan perbedaan elektronegativitas antara
atom-atom yang berikatan.

Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen (dalam pm)

Molekul Ikatan rA + rB robs Molekul Ikatan rA + rB robs

HF H-F 108 92 BrCl Br-Cl 213 214


HCl H-Cl 136 128 ICl I-Cl 232 232
HBr H-Br 151 142 CH4 C-H 114 109
HI H-I 170 161 CF4 C-F 148 136
ClF Cl-F 170 163 CCl4 C-Cl 176 176
BrF Br-F 185 176 CBr4 C-Br 191 194
CI4 C-I 210 215

Biasanya, hasil pengamatan menunjukkan bahwa panjang


ikat- an antara atom elektropositif dan atom elektronegatif
mengalami pemendekan dari harga yang diharapkan berdasarkan
jari-jari kova- lennya. Schomaker dan Stevenson menyarankan
adanya hubungan:
rAB = rA + rB - 9 Δx, dengan Δx adalah perbedaan elektronegativitas
atom A dengan atom B. Sekalipun rumusan tersebut kurang akurat
dan perlu dimodifikasi, namun kenyataan bahwa adanya
pemendekan ika- tan sangat jelas. Ikatan heteropolar hampir selalu
lebih kuat daripada yang diharapkan atas dasar ikatan
homopolarnya. Atom-atom dalam molekul AB terikat lebih kuat dan
mengalami kompresi relatif lebih kuat terhadap situasi dalam
molekul AA dan BB yang memberikan dasar per- hitungan rA dan rB.
Adalah lebih bermanfaat untuk menganalisis sumber kestabilan
senyawa AB ini daripada hanya sekedar pengenalan adanya energi
resonansi ionik.
Kestabilan senyawa AB ini adalah akibat dari energi ikat
ekstra, yaitu energi ionik atau energi Madelung yang berasal dari
muatan parsial pada atom-atom A�+B�- sebesar:
E=

Untuk atom polivalen, muatan parsial akan bertambah pada setiap


penambahan substituen yang sangat elektronegatif. Jadi, muatan
parsial pada atom C dalam molekul CF 4 jauh lebih besar daripada
muatan parsial atom C dalam CH3F, dan oleh karena itu semua
ikatan C-F memendek secara proporsional seperti data berikut:

Jenis Senyawa CH3F CH2F2 CHF3 CF4


Jarak C-F (dalam 139,1 135,8 133,2 132,3
pm)

Jari-jari ionik
Perbedaan utama antarajari-jari ionik dengan jari-jari vander
Waals terletak pada perbedaan gaya tarik bukan pada perbedaan
pada gaya tolak. Jarak antar ion dalam LiF misalnya, merupakan
jarak pada saat gaya tolakan antara inti He (yaitu Li+) dengan inti
Ne (yaitu F-) seimbang dengan gaya elektrostatik yang kuat antara
ion Li+ dengan ion F- (gaya Madelung). Energi tarikan Li+ F- cukup
tinggi, lebih dari 400 kJ mol-1, dan energi London He-Ne hanya
berharga derajat 4 kJ mol-1. Oleh karena itu, gaya-gaya dalam
kristal LiF, jauh lebih tinggi, dan jarak antar ion,
yaitu 195 pm, menjadi lebih pendek daripada yang diharapkan
secara penambahan jari-jari van der Waals He dan Ne, yaitu 294
pm. Dengan prinsip yang sama seperti halnya menaksir jari-jari
kovalen, adalah mungkin untuk meneliti jari-jari ionik.
Jarak antarnuklir antara dua ion dalam struktur ionik
diasumsikan sama dengan jumlah jari-jari ionik: d = r+ + r- (r+ =
jari-jari kation, dan r- = jari-jari anion). Dengan membandingkan
jarak dalam senyawa- senyawa yang berbeda tetapi mengandung
ion yang sama akan dapat ditunjukkan bahwa jari-jari ion bersifat
relatif tetap. Misalnya, perbedaan jari-jari K+ dan Na+ dapat
dievaluasi dalam empat senyawa halida yang berbeda seperti
berikut ini:
rK+ - rNa+ = dKF - dNaF = 35 pm
= dKCl - dNaCl = 33 pm
= dKBr - dNaBr = 32 pm
= dKI - dNaI = 30 pm
Sesungguhnya, hasil kecenderungan penurunan yang cukup
nya-
ta dengan naiknya ukuran halida adalah sebagai efek nyata yang dapat
dimengerti oleh pertimbangan sistim kemas rapat. Jika dikatakan
bah- wa (rK+ - rNa+) relatif tetap, maka cukup beralasan untuk
mengasumsikan bahwa rK+ dan rNa+ juga relatif tetap. Baik data
penjumlahan maupun pengurangan jari-jari ion dari senyawa-
senyawa yang saling berkaitan mudah diperoleh. Maka, bila jari-jari
dari salah satu ion dapat diketahui, jari-jari ion yang lain pun dapat
ditentukan.
Pauling mengusulkan suatu metode praktis untuk menghitung
rasio jari-jari ion yaitu bahwa jika dua ion mempunyai konfigurasi
gas mulia yang sama, misalnya NaF, maka rasio jari-jari harus
berbanding terbalik dengan rasio muatan nuklir yang dialami oleh
elektron-elektron terluar. Muatan inti efektif dapat dihitung dengan
menggunakan tetapan perisai empiris, misalnya seperti yang
dikembangkan oleh Slater (Lihat Dasar-dasar Kimia Anorganik
Nonlogam, Sugiyarto, FMIPA, 2007). Menurut aturan Slater, sebuah
elektron di dalam kulit utama kedua yang penuh ditamengi atau
dilindungi oleh semua elektron yang lain
sampai dengan elektron ini mengalami interaksi dengan muatan
nuklir sebesar 4,15 unit kurangnya dari yang aktual. Dengan
demikian, untuk Na+ dengan muatan nuklir aktual 11, muatan
efektifnya adalah 11 - 4,15
= 6,85. Untuk atom F, muatan efektifnya adalah 9,00 - 4,15 =
4,85. Maka, menurut Pauling:

Karena jarak interionik dalam NaF adalah 231 pm, maka r+Na+ + rF -
= 231 pm, hingga dapat diperoleh rF = 135 pm dan r = 96 pm.
-
Na
Dengan cara ini jari-jari ionik (tradisional) untuk banyak senyawa
dapat ditentukan, dan hasilnya sebagaimana ditunjukkan Tabel
1.10. Namun menurut Shannon dan Prewitt, jari-jari ionik berkaitan
dengan bilangan koordinasi dalam kisi kristal senyawanya, dengan
jari-jari kation sekitar 14 pm lebih panjang dan anion sekitar 14 pm
lebih pendek daripada harga-harga tradisional tersebut.
Tabel 1.10 Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion
Ion r Ion r Ion r Ion r Ion r Ion r
Unsur-Unsur Utama H- 208
Li+ 60 Be2+ 31 O2- 140 F- 135
Na+ 96 Mg2+ 65 Al3+ 50 S2- 184 Cl- 181

K+ 133 Ca2+ 99 Ga3+ 62 Se2- 198 Br- 195


Rb+ 148 Sr2+ 113 In3+ 81 Sn4+ 71 Te2- 221 I- 216
Cs+ 169 Ba2+ 135Tl3+ 95 Pb4+ 84 Pb2+ 121
Unsur-Unsur Transisi Unsur-Unsur Lain
Ti4+ 68 Fe3+ 53 Mn2+ 80 Zn2+ 74
80 55 Fe2+ 75 97
Zr4+ Cr3+ Cd2+
Ce4+ 101 Co2+ 72 Hg2+ 110
Ni2+ 69

Rasio jari-jari ionik


Besarnya ukuran rongga oktahedral dalam sebuah kisi
kemas- rapat anion dapat ditentukan dengan mudah (Gambar
1.29). Suatu kation yang menempati tepat sebesar rongga
oktahedral, bagian
aksialnya akan membentuk bujur sangkar dengan panjang diagonal
sebesar 2 r+ + 2 r- . Dengan demikian, dalam segitiga siku-siku
samakaki ABC (Gambar 1. 29b) berlaku hubungan sebagai berikut:

cos 45o = = 0,707


r- = 0,707 r- + 0,707 r+

0,293 r- = 0,707 r+ , sehingga = 0,414 , atau = 2,42

Rasio ini ( ≈� 0,414 ) akan membatasi sifat "kestabilan"


kation dalam rongga oktahedral untuk menjaga agar anion-anion dan
anion-kation tetap tepat bersinggungan. Kation dengan ukuran
lebih kecil tentu akan memilih rongga tetrahedral yang lebih kecil
daripada rongga oktahedral, dan kation yang lebih besar akan
memilih rongga kubus sederhana.

Gambar 1.29 Posisi kation dalam :


(a) rongga oktahedron anion,
(b) penampang irisan mendatarnya dan
(c)penampang irisan mendatar untuk struktur trigonal

Dengan cara yang sama, rasio terendah bagi rongga dengan


bi- langan koordinasi 3 (trigonal, Gambar 1.29c), 4 (tetrahedral), 8
( kubus
sederhana), dan 12 ( dodekahedral ) dapat ditentukan yaitu
masing-ma- sing sebesar ≈� 0,155, 0,225, 0,732, dan 1,00. Hal ini
berarti bahwa
untuk rasio 0,155 - 0,225, bentuk yang lebih diuntungkan adalah
koordi- nasi geometri trigonal, rasio 0,225 - 0,414, koordinasi
geometri tetrahe- dral, rasio 0,414 - 0,732 koordinasi geometri
oktahedral, dan rasio 0,732
- 1,00 bentuk koordinasi geometri kubus sederhana (Tabel 1.11).
Man- faat rasio jari-jari ini dapat diilustrasikan pada beberapa
contoh senyawa termasuk yang telah dibicarakan di atas dan akan
dibicarakan lebih lan- jut seperti berikut ini.

Tabel 1.11 Hubungan rasio jari-jari dengan geometri

Bilangan Rasio Pembatas Kemungkinan


Geometri
Koordinasi r+ / r- atau r- / r+ Struktur Kisi
0,155 - 0,225 atau
3 trigonal BF3
4,44 – 6,45
0,225 - 0,414 atau
4 tetrahedral Wurtzit, Zinkblende
2,42 - 4,44
0,414 - 0,732 atau
6 oktahedral NaCl, Rutil
1,37 - 2,42
0,732 -1,00 atau
8 kubus CsCl, CsF
1,00 - 1,37

Senyawa BeS mempunyai rasio jari-jari = 0,35.


Dengan demikian dapat diramalkan bahwa Be mempunyai bilangan
koordinasi empat karena cocok menempati rongga tetrahedral, dan
kenyataannya memang BeS mengadopsi struktur wurtzit. Demikian
juga dengan cara yang sama dapat diramalkan bahwa ion Na+ akan
memilih menempati rongga-rongga oktahedral dalam kemas-rapat
kisi anion Cl-
, sehingga membentuk kristal NaCl dengan bilangan koordinasi enam,

karena = 0,69. Tetapi, dengan kation yang lebih besar


seperti Cs , struktur CsCl tidak lagi mengadopsi bilangan koordinasi
+

enam seperti NaCl, melainkan mengadopsi bentuk kubus sederhana


dengan bilangan koordinasi 8 karena = 1,08.
Dalam senyawa yang mempunyai jumlah anion tidak sama
dengan jumlah kation, misalnya SrF2, TiO2, Li2O, dan Rb2S,
penerapan rasio jari-jari terhadap dugaan bilangan koordinasi tidak
begitu mudah. Dalam hal ini cara yang terbaik adalah dengan
mempertimbangkan dua macam perhitungan rasio jari-jari seperti
pada contoh SrF2 berikut:

= 1,11 → maksimum bilangan koordinasi Sr2+ = 8

= 0,90 → maksimum bilangan koordinasi F- = 8

Oleh karena jumlah anion F- harus dua kali jumlah kation Sr2+,
maka sebaliknya bilangan koordinasi kation Sr2+ harus dua kali
bilangan koordinasi anion F-. Kesesuaian bilangan koordinasi
dengan stoikiometri ini menyebabkan senyawa SrF2 mengadopsi
struktur fluorit dengan kation Sr2+ mempunyai bilangan koordinasi 8
(maksimum) dan anion
F- mempunyai bilangan koordinasi 4.
Contoh ke dua adalah senyawa SnO2, dengan rasio ion:

= 0,66 → maksimum bilangan koordinasi Sn4+ = 6

= 1,52 → maksimum bilangan koordinasi O2- = 6

Lagi-lagi dengan mempertimbangkan stoikiometri senyawa ini,


bentuk yang hanya mungkin diadopsi adalah struktur TiO 2- rutil
dengan bilangan koordinasi 6 untuk kation Sn4+ dan bilangan
koordinasi 3 untuk
anion O2.

Contoh terakhir adalah senyawa K2O, dengan rasio ion:

= 1,21 → maksimum bilangan koordinasi K+ = 8


= 0,83 → maksimum bilangan koordinasi O2- = 8
Pertimbangan stoikiometri menyarankan bahwa K2O mengadopsi
struktur antifluorit, yaitu K+ dan O2- masing-masing mempunyai
bilangan koordinasi empat dan delapan.
Catatan : Aplikasi rasio jari-jari ini sesungguhnya sangat terbatas dan harus
hati- hati, khususnya bila ikatan kovalen menjadi faktor yang harus
dipertimbangkan.

Perkecualian terhadap penerapan rasio jari-jari


Penerapan hubungan rasio jari-jari terhadap bangun geometri
pada berbagai contoh di atas memang cukup instruktif. Namun
rasio jari-jari hanyalah merupakan sebuah petunjuk saja yang
sesungguhnya sangat terbatas pemakaiannya dan perlu hati-hati
khususnya jika ikatan kovalen menjadi faktor yang harus
dipertimbangkan. Walaupun banyak senyawa ionik benar-benar
mengadopsi bangun geometri sesuai dengan ramalan (kira-kira ?
kasus), ada banyak perkecualian dan contoh berikut menunjukkan
beberapa perkecualian yang ekstrem (Tabel 1.12).

Tabel 1.12 Contohbeberapasenyawa dengan kemasan-nyatayangmenyimpang


dari kemasan-duga
Senyawa r+ / r- Kemasan-duga Kemasan-nyata
HgS 0,68 NaCl (koordinasi 6) ZnS (koordinasi 4)
LiI 0,35 ZnS (koordinasi 4) NaCl (koordinasi 6)
RbCl 0,99 CsCl (koordinasi 8) NaCl (koordinasi 6)

Kimia bukanlah subjek yang sederhana, dan dalam senyawa


yang sangat ionik sekalipun sesungguhnya terdapat sifat kovalen
parsial wa- laupun hanya berderajat rendah; semakin berkurang
derajat ioniknya semakin bertambah derajat kovalensinya, dan
dalam keadaan demikian ini model bola keras bagi suatu ion dalam
berbagai senyawa tidak lagi te- pat. Sebagai contoh, raksa(II)
sulfida, HgS, mempunyai tingkat kovalensi yang cukup tinggi
sehingga dapat dipertimbangkan sebagai senyawa dengan jaringan
kovalen seperti intan dan silikon dioksida. Tingginya sifat kovalensi
ini memungkinkan pemilihan geometri tetrahedron - struktur ZnS,
sebagaimana sering dijumpai bagi senyawa Hg(II).
Sifat kovalen parsial juga terdapat dalam litium iodida (ingat
ion iodida mudah terpolarisasi). Pemilihan bangun geometri-
struktur NaCl pada senyawa ini sungguh tidak masuk akal jika
alasan didasarkan pada harga standar jari-jari ioniknya. Ion Li+
terlalu kecil ukurannya dalam rongga oktahedral anion iodida
sehingga akan mengakibatkan posisi kation tidak fit (pas) tetapi
bergejolak terus-menerus. Studi struktur kristal menunjukkan
bahwa rapatan elektron litium tidak berupa bola (sferis) melainkan
mencuat ke luar ke arah keenam atom iodin di sekelilingnya; oleh
karena itu, litium iodida tidak dapat dipertimbangkan sebagai
senyawa yang benar-benar ionik, dan diduga mengandung sekitar
30 % karakter kovalen.
Selain itu ditemukan bukti bahwa perbedaan energi antara
kemasan geometri sering sangat kecil. Sebagai contoh rubidium
klorida, RbCl, umumnya mengadopsi geometri struktur-NaCl yaitu
kubus pusat muka, dan bukan struktur-CsCl yaitu kubus sederhana
sebagaimana diramalkan. Namun, kristalisasi dibawah tekanan
dapat menghasilkan geometri struktur-CsCl. Jadi perbedaan energi
pengemasan antara kedua bangun geometri ini tentulah sangat
kecil.
Akhirnya perlu diingat, bahwa nilai jari-jari ionik tidaklah
tetap dari lingkungan-tetangga yang satu ke yang lain. Sebagai
contoh, ion Cs+ mempunyai jari-jari ionik sebesar 181 pm hanya
ketika ion ini dikelilingi oleh enam anion tetangga, dan dengan
delapan anion tetangga seperti dalam CsCl, Cs+ mempunyai jari-jari
ionik sedikit lebih besar, 188 pm. Untuk ion-ion berukuran besar,
perbedaan ini bukanlah merupakan faktor yang utama, tetapi untuk
ion-ion berukuran kecil perbedaannya sangat signifikan. Litium,
dalam lingkungan koordinasi empat, mempunyai jari-jari 73 pm,
tetapi dalam lingkungan koordinasi enam, Li+ mempunyai jari-jari
90 pm.

1.2.13 Energi Kisi


Energi kisi adalah kuantitas termodinamik yang didefinisikan
sebagai energi yang dibebaskan apabila ion-ion dalam keadaan gas
bergabung untuk menghasilkan satu mole senyawa ionik kristalin.
Energi kisi secara esensial merupakan entalpi pembentukan
senyawa ionik dari ion-ion dalam fase gas. Seperti diilustrasikan
dalam Tabel 1.13, energi kisi bervariasi terhadap jarak antar-ion
dalam kristal dan terhadap muatan ion. Semakin dekat
bergabungnya ion-ion dan semakin besar muatan ion yang
bersangkutan semakin besar energi kisinya.
Tabel 1.13 Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri halida

Jarak antar- Jarak antar-


Garam Energi kisi Garam Energi kisi
ion /nm ion /nm
NaF -910 0,2317 FeCl2 -2525 -
NaCl -769 0,282 FeCl3 -5364 -
NaBr -732 0,297 Na2SO4 -1827 -
NaI -682 0,323 FeSO4 -2983 -
LiCl -834 0,257 Na2CO3 -2301 -
NaCl -769 0,282 FeCO3 -3121 -
KCl -701 0,315
RbCl -680 0,329
CsCl -657 -

Perhitungan Energi Kisi


Perhitungan energi kisi dimulai dari cara perhitungan entalpi
pembentukan senyawa ionik padatan dari gas-gas penyusun ion
yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah senyawa sederhana
NaCl. Studi sinar-X menunjukkan bahwa atom-atom tersusun dalam
bentuk kubus (Gambar 1.21) dan setiap atom Na dikelilingi oleh
enam atom Cl secara oktahedron demikian juga sebaliknya. Bila
diasumsikan bahwa atom- atom ini berupa ion-ion Na + dan ion Cl-,
maka energi larikan dapat dihitung melalui cara berikut. Jarak Na+–
Cl- paling pendek dinyatakan sebagai ro, maka energi elektrostatik
antara dua ion bertetangga ini dapat dinyatakan dengan rumusan
Coulomb:
E (Joule)
, dengan εo = 8,854 x 10-2 C2 m -1
J-1.
Gambar 1.21B menunjukkan bahwa setiap ion Na+ dikelilingi
oleh 6 ion Cl- pada jarak ro, dan ini menghasilkan energi atraktif
sebesar

E . Ion tetangga terdekat yang lain kemudian adalah 12


ion Na yang secara trigonometri berjarak ro�2 (Gambar 1.30); maka
+

energi

repulsif (tolakan) yang dihasilkan adalah .


.

Gambar 1.30 Perbandingan jarak Na-Cl-Na dalam kristal NaCl

Dengan mengulang prosedur ini hingga berakhirnya interaksi


semua ion, diperoleh penjumlahan energi sebagai berikut:

E =

Rumus umum bagi seri tak terbatas tersebut dapat


diturunkan untuk mendapatkan harga numerik yang semakin
menyebar. Harga nu-

merik ini, , adalah khas bagi setiap


struk- tur dan tak bergantung pada jenis ionnya. Harga
penjumlahan semua
interaksi geometrik ini disebut tetapan Madelung, MNaCl, untuk
struktur NaCl. Tetapan Madelung untuk struktur ionik yang umum
telah diketa- hui perhitungannya dan hasilnya sebagaimana
ditunjukkan Tabel 1.14.
Tabel 1.14 Tetapan Madelung beberapa senyawa
Tipe Tetapan Madelung, M Bilangan koordinasi
NaCl 1,74756 6:6
CsCl 1,76267 8:8
Rutile 2,408 6:3
CaF2 2,51939 8:4
Zink blende 1,63805 4:4
Wurtzit 1,64132 4:4

Tetapan Madelung yang unik, didefinisikan hanya untuk


struktur- struktur yangrasiovektorantar-atomikcocok oleh simetri.
Untuk struktur rutil, TiO2 terdapat dua dimensi kristal yang dapat
bervariasi secara bebas, oleh karena itu terdapat tetapan
Madelung yang berbeda untuk masing-masing dimensi yang
bebas. Apabila 1 mol NaCl terbentuk dari ion-ion gas yang
bersangkutan (masing-masing ada N ion Na+ dan Cl-, N
= bilangan Avogadro), maka energi total yang dibebaskan adalah:

E (atraktif)
=N Z +
Z - MNaCl , dengan Z +
dan Z -, masing-
masing adalah muatan kation (Na+) dan muatan anion (Cl-).
Hal ini memang benar demikian, karena ekspresi energi
elektrostatik untuk satu ion Cl- sama dengan energi elektrostatik
untuk satu ion Na+. Energi elektrostatik, tepatnya energi atraktif
antara dua muatan yang berlawanan, bukanlah energi aktual yang
dibebaskan dalam proses:
Na+ (g) + Cl- (g) → NaCl (s)
Kenyataannya, ion bukanlah sebagai bola kaku (rigid).
Keseimbangan pemisahan Na+ dan Cl- dalam NaCl adalah tepat
ketika gaya-gaya atraktif (tarik) benar-benar tepat diseimbangkan
oleh gaya- gaya repulsif (tolak). Secara umum menurut Born,
energi total repulsif per mol dapat dituliskan kaitannya dengan
jarak r, yaitu :
E (rep)
= , dengan B = konstante
Pada keadaan keseimbangan-jarak, r = ro , energi (bersih) U
untuk proses reaksi tersebut di atas adalah: U = N Z + Z - MNaCl (

)+
Catatan:
1. Perhatikan bahwa gaya atraktif menghasilkan kontribusi
eksotermik sedangkan gaya repulsif menghasilkan kontribusi
endotermik.
2. Dari eksperimen, informasi eksponen B, yaitu n, dapat diperoleh
dari data kompresibilitas yaitu perubahan fraksional volume per
perubahan unit

tekanan ( )P, karena ion-ion menunjukkan sifat menahan bila


dipaksa untuk mendekat lebih lanjut satu terhadap yang lain.
Harga-
harga ini ada hubungannya dengan tipe konfigurasi elektronik
ion- ion yang bersangkutan, dan beberapa sudah dapat
diketahui yaitu:
konfigurasi : He Ne Ar, Cu+ Kr, Ag+ Xe,
Au+
n : 5 7 9 10 12
Energi pada keadaan keseimbangan-jarak ini adalah minimum
(yang berarti U = nol pada r = ro), dan ini dapat ditentukan dari
turunan U terhadap r sebagai berikut:

( )r = ro = 0 = - -
Secara fisik persamaan ini adalah persamaan gaya elektrostatik
atraktif dan gaya repulsif antar ion-ion, dan harga B dapat
ditentukan yaitu:

B=-
Selanjutnya, karena energi yang dibicarakan sudah tertentu yaitu
energi minimum, maka digunakan istilah Uo untuk menyatakan
energi pada keseimbangan-jarak, sehingga diperoleh:

Uo = -

Uo =
Persamaan ini adalah persamaan Born-Lande untuk energi
kisi senyawa-senyawa ionik, yang sangat sukses dalam
meramalkan harga- harga energi kisi secara akurat walaupun
persamaan ini menghilangkan faktor-faktor energi tertentu
sebagaimana akan dibicarakan kemudian. Persamaan ini hanya
memerlukan pengetahuan struktur kristal yang bersangkutan
didalam memilih harga-harga yang tepat bagi tetapan Madelung,
M, dan jarak antar ion, ro, yang keduanya tersedia melalui studi
difraksi sinar-X. Eksponen Born bergantung pada tipe ion yang
terlibat, ion lebih besar yang mempunyai densitas elektron lebih
besar akan mempunyai harga n yang lebih besar. Untuk kristal
NaCl, penggunaan persamaan tersebut melibatkan harga faktor-
faktor berikut:
M = 1,74756 N = 6,022 x 1023 mol-1
e = 1,60210 x 10-19 C ro = 2,81 x 10-10 m ( rNa+ +
rCl- )
Z + = +1 (Na+) Z = -1 (Cl-)
-

� = 3,14159 εo = 8,854185 x 10-12 C2 J-1 m-1


n = 8 , rata-rata harga untuk Na+ (Ne) dan Cl- (Ar).
Atas dasar besaran tersebut harga Uo dapat dihitung, yaitu
-755 kJ mol-1; harga eksperimen terbaik adalah -770 kJ mol-1
(kesalahan ~ 2%). Untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna,
beberapa fungsi telah disarankan untuk diganti khususnya energi
repulsif tersebut. Tambahan pula ada tiga term energi yang
mempengaruhi hasil perhitungan tersebut sampai dengan harga
belasan (~12 kJ mol-1), seperti gaya- gaya van der Waals,
London, energi titik nol dan koreksi kapasitas panas. Energi titik nol
muncul karena berdasarkan analogi partikel dalam kotak, sekalipun
pada nol Kelvin (0 K) ion-ion tetap akan melakukan gerakan vibrasi
dalam kisi karena tidak mungkin tidak bergerak.

Siklus Born-Haber
Salah satu uji manfaat deskripsi model ionik tersebut adalah
kemampuannyamenghasilkanperhitunganhargaentalpipembentukan
yang akurat, misalnya bagi NaCl. Perlu dicatat bahwa pada proses
reaksi pembentukan NaCl (s) dari ion-ionnya, Na+ (g) dan Cl-(g),
secara prinsip memungkinkan dilakukan pengukuran entalpi
pembentukan
secara langsung meskipun secara eksperimen hal ini tidak mungkin
layak dapat dilaksanakan. Tetapi, untuk proses sebaliknya jelas
tidak mungkin dilaksanakan karena NaCl(s) tidak menguap menjadi
ion- ionnya, melainkan menjadi NaCl (g) baru kemudian mengalami
disosiasi menjadi atom-atomnya. Untuk mengatasi problem ini
pada tahun 1919,
M. Born, K. Fajans dan F. Haber menerapkan siklus termodinamik
yang kemudian dikenal sebagai siklus Born-Haber. Hal ini
didasarkan pada peran hukum Hess yang menyatakan bahwa
entalpi reaksi adalah sama meskipun reaksi yang bersangkutan
terjadi dalam satu tahap ataupun dalam beberapa tahap.
Reaksi seperti ini dalam siklus pembentukan logam-halida,
MX, sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.31 mewakili konversi
logam padat menjadi kation dalam fase gas (tahap 1 dan 2),
konversi molekul- molekul halogen menjadi anion dalam fase gas
(tahap 3 dan 4), dan konversi penggabungan ion-ion untuk menjadi
senyawa padatan. Entalpi tahap akhir, U (tahap 5), disebut sebagai
energi kisi. Jadi, energi kisi kristal suatu senyawa ionik adalah
energi yang dibebaskan bila ion- ion dari jarak tak berhingga
(berupa gas) bergabung membentuk kristal menurut persamaan

reaksi: M+
(g) + X- (g) → MX (s)
Gambar 1.31 Siklus pembentukan MX

Menurut Gambar 1.31 berlaku:


ΔHf = ΔHAM + ΔHAX + ΔHIE + ΔHEA + U ; dalam hal ini
ΔHAM = entalpi atomisasi logam (atau entalpi sublimasi untuk logam
yang menguap membentuk gas monoatomik), ΔHAX = entalpi
atomisasi
nonlogam (atau entalpi disosiasi atau energi ikatan untuk gas
nonlogam diatomik), ΔHIE = energi ionisasi, dan ΔHEA = afinitas
elektron, serta U = energi kisi kristal.

Energi sublimasi (tahap 1), energi ionisasi (tahap 2) dan


energi ikatan (tahap 3), umumnya diperoleh dari pengukuran-
pengukuran eksperimental. Afinitas elektron (tahap 4) dan energi
kisi (tahap 5) yang keduanya sukar diukur secara eksperimental
sering ditentukan melalui kalkulasi siklus Born-Haber. Tahap 1, 2,
dan 3 semuanya memerlukan energi input, jadi dengan ΔH
berharga positif. Afinitas elektron (tahap 4) berharga negatif untuk
halogen dengan rentang harga dari -349 hingga
-295 kJ mol-1. Energi kisi (tahap 5) selalu berharga negatif. Apabila
energi kisi dan afinitas elektron yang digabungkan menyediakan
energi yang diperlukan oleh tahap 1 hingga tahap 3, pembentukan
senyawa ionik yang diharapkan bersifat eksotermik dan umumnya
lebih sering terjadi daripada yang bersifat endotermik.

Diterapkan pada NaCl, entalpi pembentukan NaCl (s) dapat


dipecah menjadi beberapa tahapan seperti ditunjukkan oleh
diagram Gambar 1.32 sehingga dapat diperoleh perhitungan
sebagai berikut:

ΔHf (entalpi pembentukan) NaCl = - 411 kJ mol-1


- ΔHvap (entalpi penguapan) Na (s) → Na (g) = - 108 kJ mol-1
- ½ ΔHdis (entalpi atomisasi) Cl2 (g) → 2 Cl (g) = - 121 kJ
mol-1
- ΔHEA (afinitas elektron) Cl (g) + e → Cl- (g) = 349 kJ mol-1
- ΔHIE (energi ionisasi) Na (g) → Na+ (g)+ e = - 496 kJ mol-1
���������������������� +
Uo = - 787 kJ mol-1

Jadi, energi kisi NaCl, Uo adalah -787 kJ mol-1. Hasil


perhitungan siklus ini sangat dekat dengan hasil perhitungan
teoretik (755 kJ mol-
1
) dengan beda kurang lebih 4 %. Dengan demikian rumusan
teoretik untuk model ionik di atas sangat berguna untuk
memprediksi energi ikatan suatu senyawa ionik.
Gambar 1.32 Diagram perhitungan energi kisi NaCl

Suatu hal yang penting dari siklus tersebut yang berkaitan dengan
ikatan kimia adalah bahwa:
(1) ΔHA selalu positif, tetapi biasanya relatif kecil dari besaran-
besaran yang lain dan tidak besar variasinya untuk berbagai
senyawa.
(2) ΔHIE (energi ionisasi) selalu positif (endotermik) dan besar nilainya
(3) ΔHEA (afinitas elektron) halogen selalu eksotermik, tetapi untuk
kalkogen endotermik, hal ini terjadi karena gaya tarik inti
terhadap elektron kedua
pada ion X- ( X = kalkogen) lebih kuat.
(4) Dalam berbagai kasus, jumlah energi ionisasi, (ΔHIE), ditambah
afinitas elektron, (ΔHEA), selalu positif (endotermik) dan
kestabilan senyawa ionik terhadap sifat disosiasi menjadi
unsur-unsurnya menjadi bertambah karena adanya kelebihan
eksotermik yang ditimbulkan oleh gaya atraktif antar ion-ion
yang berlawanan.
Siklus Born-Haber sering digunakan dengan cara berbeda.
Bila diasumsikan bahwa energi kisi, U, yang dihitung menurut
model ionik tersebut adalah benar, maka siklus ini dapat digunakan
untuk menaksir beberapa energi yang terlibat. Misalnya, tidak
ada cara langsung
yang dapat dipakai untuk mengukur pembentukan entalpi ion CN-
(g). Dari model siklus Born-Haber untuk NaCN, harga-harga
untuk entalpi penguapan dan entalpi ionisasi unsur Na diketahui
dan U dapat dihitung, maka ΔHf untuk CN-(g) dapat ditentukan,
yaitu ~ 29 kJ mol-
1
. Harga-harga energi kisi beberapa senyawa yang diperoleh dari data
eksperimen menurut metode siklus Born-Haber dengan berbagai
model dan dengan perhitungan teoritik ditunjukkan pada Tabel
1.15.
Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida

Eksperimen Perhitungan Perhitungan


Garam Kapustinskii
Born-Haber Teoritik Terkoreksi
LiF 1034,0 1008,0 1033,0 952,7
LiCl 840,1 811,3 845,2 803,7
LiBr 781,2 766,1 797,9 792,9
LiI 718,4 708,4 739,7 713,0
NaF 914,2 902,0 915,0 884,9
NaCl 770,3 755,2 777,8 752,9
NaBr 728,4 718,8 739,3 713,4
NaI 680,7 663,2 692,0 673,6
KF 812,1 797,5 813,4 788,7
KCl 701,2 687,4 708,8 680,7
KBr 671,1 659,8 679,5 674,9
KI 632,2 623,0 640,2 613,8
RbF 780,3 761,1 777,8 760,2
RbCl 682,4 661,5 686,2 661,9
RbBr 654,0 636,4 659,0 626,3
RbI 616,7 602,5 622,2 589,9
CsF 743,9 723,0 747,7 713,0
CsCl 629,7 622,6 652,3 625,1
CsBr 612,5 599,6 632,2 602,1
CsI 584,5 568,2 601,2 563,6
Kapustinskii berpendapat bahwa tetapan Madelung, jarak antar
nuklir, dan formula empiris senyawa ionik semua saling
berhubungan. Jika struktur kristal tidak diketahui energi kisi dapat
ditaksir melalui persam- aan:

U=
dengan v adalah jumlah ion per molekul senyawa, ro (pm) ditaksir
sebagai jumlah jari-jari ion (r+ + r-). Untuk NaCl, v = 2, ro = 281
pm, sehingga menghasilkan harga energi kisi 753 kJ mol-1 atau kira-
kira 98 % signifikan terhadap harga eksperimen. Hasil ini
sebanding dengan hasil perhitungan teoritik sebagaimana
dirumuskan dimuka.
Dengan hasil yang signifikan tersebut, maka suatu tahapan
dalam siklus Born - Haber yang sukar atau belum dapat dilakukan
secara eksperimen langsung, misalnya penentuan afinitas elektron,
dapat ditaksir melalui taksiran harga U secara teoritik. Selain itu,
adalah mungkin untuk menduga harga entalpi pembentukan suatu
senyawa yang tidak diketahui sebelumnya. Taksiran yang cukup
baik dalam hal entalpi atomisasi, energi ionisasi, dan afinitas
elektron sekarang sudah tersedia untuk hampir semua unsur. Oleh
karena itu cukup beralasan bila kemudian dilakukan dugaan yang
cukup baik terhadap struktur kisi termasuk jarak antar nuklir dan
geometrinya. Jarak antar nuklir ditaksir dengan jari-jari ionik (Tabel
1.10 atau Tabel 1.4) yang pada gilirannya juga dapat ditaksir
geometri senyawa yang bersangkutan untuk kemudian dapat
ditentukan tetapan Madelung-nya. Dengan demikian, energi kisi, U,
atau entalpi pembentukannya dapat ditentukan.
Siklus Born-Haber dapat pula digunakan untuk
merasionalisasi formula suatu senyawa. Misalnya, mengapa hanya
senyawa NaCl ditemui sedangkan senyawa NaCl2 tidak. Untuk
senyawa hipotetis NaCl2, energi kisinya akan lebih besar karena
muatan Z adalah +2, sehingga jika dikaitkan dengan tingkat
kestabilan seharusnya NaCl2 lebih stabil dibandingkan dengan NaCl.
Namun, jika semua aspek yang terlibat dievaluasi ternyata
didapatkan bahwa naiknya energi yang diperlukan
untuk ionisasi kedua untuk atom Na menjadi Na2+ jauh lebih besar
(4562 kJ mol-1) daripada energi kisi NaCl2. Dengan asumsi bahwa
senyawa hipotetis NaCl2 mengadopsi bentuk struktur fluorit (CaF2),
dan jarak antarnuklir relatif sama dengan jarak antarnuklir dalam
NaCl hingga mempunyai tetapan Madelung 2,54, maka energi
kisinya dapat dihitung kira-kira sebesar -2155 kJ mol-1. Dengan siklus
Born-Haber (Uo = -2155, ΔHA (Na) = 109, ΔHA (Cl) = 242, ΔHIE (1) = 495,
ΔHIE (2) = 4562, dan 2ΔHEA = - 698
) entalpi pembentukan dapat dihitung, yaitu ΔHf = + 2555 kJ mol-1.
Jadi pada pembentukan senyawa hipotetis NaCl2 dibutuhkan energi
sebesar 2555 kJ mol-1. Energi ini jauh lebih besar daripada energi
kisi yang bersangkutan, sekalipun perhitungan kasar energi kisi ini
dikoreksi lebih lanjut. Dengan kata lain, senyawa hipotetis NaCl 2
tidak akan ditemui karena kestabilan ekstra dari energi kisi tidak
cukup mengkompensasi energi ionisasi-kedua atom natrium yang
sangat besar.

1.2.14 Soal-Soal Latihan Ikatan Ionik


1. Jelaskan spesies mana yang mempunyai titik leleh lebih tinggi
dari antara pasangan-pasangan spesies berikut:
(a) NaCl - NaI ; (b) NaCl - KCl.
2. Dari antara dua ion fluorida dan iodida, jelaskan:
(a) Mana yang lebih besar rapatan muatannya
(b) Mana yang lebih mudah terpolarisasi
(c) Mana yang lebih ionik dalam garam alkalinya
3. Jelaskan dengan parameter rapatan muatan dan sifat ikatan
dalam senyawaannya bahwa SnCl2 mempunyai titik leleh yang
jauh lebih besar (227 0C) daripada titik leleh SnCl4 (-33 0C).
4. Ion magnesium dan ion tembaga(II) mempunyai jari-jari ionik
yang hampir sama. Ramalkan spesies mana yang mempunyai
titik leleh lebih tinggi antara MgCl2 dan CuCl2 ? Jelaskan �
5. Ramalkan apakah NaCl larut dalam CCl4 ? Jelaskan �
6. Jelaskan mengapa CaCO3 tidak larut dalam air ?
7. Ramalkan spesies mana yang mudah terhidrasi dalam fase
padatannya antara NaCl dan MgCl2? Jelaskan �
8. Susun diagram siklus Born-Haber untuk pembentukan kristal
aluminium klorida.
9. Susun diagram siklus Born-Haber untuk pembentukan senyawa
hipotetik NaCl2. Energi kisi teoretik NaCl2 dapat dihitung ˜ -
2155 kJ mol-1, energi ionisasi pertama dan kedua atom natrium
secara berurutan 496 dan 4562 kJ mol-1 (data besaran-besaran
lain dapat diperiksa dari diktat; NaCl2 diasumsikan mempunyai
struktur fluorit. dan jarak antar nuklir dalam NaCl 2 dan dalam
NaCl diasumsikan sama). Hitung energi pembentukan senyawa
hipotetik NaCl2 tersebut; mungkinkah NaCl2 lebih stabil
ketimbang NaCl ?
10. Jelaskan mengapa padatan MgCl2 lebih mudah larut dalam air
sedangkan MgO tidak?

0
DASAR - DASAR PENGoLAHAN LoGAM

2.1 Pendahuluan
Tinjauan sifat-sifat logam (metal), struktur dan ikatannya telah
dibahas dalam Bab 1. Pada bab ini akan dibicarakan pengolahan
logam yang merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya
mengingat manfaat logam yang sangat luas menyentuh semua aspek
kehidupan. Oleh karena itu perlu dipahami sifat-sifat logam dan
kaitannya dengan sumber- sumbernya di alam. Logam umumnya
dibayangkan sebagai bahan yang “keras”, mempunyai densitas dan
titik leleh tinggi, dapat ditempa, dan merupakan konduktor panas
dan listrik yang baik. Ada beberapa perkecualian sifat yang mencolok
misalnya, densitas litium hanya 0,534 g cm-3 sedangkan platina 21,45
g cm-3. Raksa (merkurium) berwujud cair pada temperatur kamar,
tetapi osmium meleleh pada 3045 oC. Demikian juga natrium dan
kalium cukup lunak untuk dipotong dengan pisau, tetapi besi sangat
keras.
Bentuk kelimpahan logam yang terdapat di alam (kerak bumi)
sangat bergantung terutama pada reaktivitas logam yang
bersangkutan, kelarutan garamnya, dan kemudahan garamnya
bereaksi dengan air atau terhadap proses oksidasi. Logam-logam
yang tidak reaktif seperti emas, perak, dan platina, biasanya terdapat
di alam sebagai unsurnya
sedangkan logam-logam yang agak reaktif biasanya terdapat sebagai
sulfida, misalnya CuS, PbS, dan ZnS. Oleh karena kelarutannya
sangat rendah, senyawa-senyawa sulfida ini tahan terhadap oksidasi
dan tidak ada reaksi dengan air. Logam-logam yang sedikit lebih
reaktif diubah menjadi oksidanya, misalnya MnO2, Al2O3, dan TiO2,
sedangkan logam- logam yang sangat reaktif membentuk garamnya,
misalnya magnesium dan kalsium terdapat sebagai karbonat, sulfat,
dan silikat. Magnesium sulfat larut dalam air dan terdapat dalam
sumber air mineral, sedangkan kalsium sulfat, CaSO .2H O (gipsum),
hanya sedikit larut dalam
4 2
air tetapi
cukup mengakibatkan air alam menjadi sadah. Kalsium karbonat
menjadi larut dalam air sebagai hidrogen karbonat karena adanya
karbon dioksida yang terlarut, sehingga air alam juga menjadi sadah
olehnya :

CaCO3 (s) + CO2 (s) + H2O (l) → Ca2+ (aq) + 2 HCO -3 (aq)

Aluminium banyak terdapat dalam bentuk aluminosilikat, seper-


ti muskovit, KAl2(OH)2Si3AlO10, yaitu salah satu bentuk mika, dan
kaolin, H4Al2Si2O9 (lempung), dan kadang-kadang aluminium terdapat
juga seba- gai oksida tak-larut, Al O .nH O, dan garam kompleks
fluorida, Na [AlF ]. 2 3 2 3 6

Natrium (Na) dan Kalium (K) terdapat di alam sebagai garam-


garam yang larut dalam air laut atau air alam, atau sebagai garam-
garam tak-larut, tak-reaktif aluminosilikat seperti albit, NaAlSi3O8, dan
ortoklas, KAlSi3O8. Kedua silikat ini banyak terdistribusi di alam, tetapi
karena sifatnya sangat stabil, keduanya tidak dipakai sebagai sumber
logam, namun demikian, perubahan cuaca secara lambat
mengakibatkan ortoklas membebaskan ion kalium yang sangat
esensial bagi pertumbuhan tanaman.

2.2 Preparasi Logam


2.2.1 Metalurgi
Metalurgi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi logam, peng-
84 Kimia Anorganik Logam
olahan dari bijihnya, pemurnian, serta studi sifat maupun
penggunaan- nya. Namun demikian, dalam kesempatan ini hanya
dipelajari pemurnian logam hasil pengolahan dari bijihnya. Prosedur
pengolahan logam dari

Dasar-dasar Pengolahan Logam 85


bijihnya melewati tiga tahap yang umum yaitu pemekatan bijih,
ekstraksi logam dari bijihnya termasuk reduksi logam, dan pemurnian
(refining) lo- gam.
Pemekatan
Pada tahap ini mineral yang berharga dipisahkan semaksimal
mungkindaribatu-batuanyangtidakdiinginkan. Biasanyahalinidilakukan
dengan penggerusan bijih menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil,
kemudian pemisahan dapat dilakukan dengan metode flotasi
(flotation). Menurut metode ini, bijih gerusan halus dimasukkan ke
dalam sebuah tangki yang berisi air, agen pelengket, seperti minyak
tusam (pine oil), yang akan membasahi mineral pembawa logam
tetapi tidak membasahi partikel-partikel batu silikat yang tak
diinginkan, agen aktif permukaan, dan mungkin juga agen pembuih.
Agen aktif permukaan berfungsi seperti molekul sabun atau detergen
yang memiliki satu ujung polar yang dapat diadsorbsi pada
permukaan mineral dan satu ujung hydrofobik – (hidrokarbon) yang
dapat ditarik ke dalam gelembung membawa mineral ke dalam buih
(busa). Campuran kemudian diaduk dengan kuat, dan arus udara
disemprotkan dengan kuat ke dalam tanki sehingga partikel mineral
terbawa ke permukaan oleh gelembung udara sebagai buih dan
selanjutnya dapat dipisahkan. Sebagian besar batu-batuan yang tak
diinginkan tenggelam ke dasar tangki.
Ekstraksi
Ekstraksi logam dari bijih pekat melibatkan proses reduksi
logam dari tingkat oksidasi positif menjadi logam bebas. Sebelum
reduksi, biasanya diperlukan beberapa perlakuan lain seperti proses
sintering (pelengketan), yaitu suatu pemanasan bijih lembut tanpa
pelelehan untuk memperoleh bijih yang lebih besar ukurannya, atau
calcining (kalsinasi), yaitu suatu pemanasan bijih karbonat atau
oksida untuk membebaskan gas karbon dioksida, misalnya :
4 FeCO3 (s) + O2 (g) 2 Fe2O3 (s) + 4 CO2 (g)
Selain itu dapat juga dilakukan roasting (pemanggangan), yaitu suatu
proses pemanasan dalam oksigen atau udara di bawah titik leleh bijih
yang bersangkutan yang biasanya dilakukan pada bijih sulfida untuk
memperoleh oksidanya, misalnya:
2 PbS (s) + 3 O2 (g) 2 PbO (s) + 2 SO2 (g)
Kedua proses tersebut pada dasarnya dilakukan untuk
memperoleh bijih oksidanya. Proses untuk ekstraksi, reduksi dan
pemurnian logam secara umum, dibagi dalam tiga macam metalurgi
yaitu pirometalurgi, elektrometalurgi, dan hidrometalurgi.
Pirometalurgi melibatkan reaksi kimia yang dilaksanakan pada
temperatur tinggi. Misalnya dalam smelting (peleburan atau
pelelehan), reduksi mineral menghasilkan lelehan logam yang dapat
dipisahkan dari batuan yang tak diinginkan. Dalam proses reduksi ini
biasanya dipakai karbon atau logam lain. Oksida-oksida hasil
pemanggangan bijih sulfida atau hasil kalsinasi bijih karbonat
tersebut umumnya direduksi dengan peleburan oleh karbon,
menurut persamaan reaksi:
ZnO (s) + C (s) Zn (s) + CO (g)
Biasanya, pemekatan bijih tidak sampai memisahkan secara
sempurna batu-batuan pengotor yang tak diinginkan dari mineralnya.
Batu-batuan pengotor dipisahkan dalam proses peleburan dengan
penambahan pereaksi flux (fluks) untuk menghasilkan slag (terak atau
ampas bijih) yang berupa cairan pada temperatur proses dalam
tungku. Sebagian besar slag adalah silikat, misalnya:
SiO2 (s) + CaCO3 (s) CaSiO3 (l) + CO2 (g)
batuan pengotor fluks slag

Lelehan logam dan slag membentuk lapisan yang terpisah dalam


tungku sehingga dapat dipisahkan. Slag dapat dipadatkan sebagai
massa mirip gelas (glassy) untuk dibuang atau dipakai pada
pembuatan semen Portland. Metode pirometalurgi diterapkan untuk
produksi tembaga, zink, dan besi.
Elektrometalurgi merupakan suatu proses reduksi mineral atau
pemurnian logam yang menggunakan energi listrik. Natrium dan
alumi- nium diproduksi menurut metode elektrometalurgi.
Hidrometalurgi merupakan istilah umum untuk suatu proses
yang melibatkan air dalam ekstraksi dan reduksi logam. Dalam proses
peluluhan atau pelumeran (leaching), logam atau senyawanya
terlarut dan lepas dari bijihnya atau langsung keluar dari endapan
bijihnya oleh air, sehingga terbentuk larutan logam tersebut dalam
air. Larutan ini dapat dimurnikan dan setelah itu, senyawa logam
murni dapat direduksi langsung menjadi logamnya, sedangkan jika
yang terbentuk berupa endapan dapat dipisahkan dengan
penyaringan. Larutan hasil peluluhan sering dapat diregenerasi dan
dipakai kembali untuk proses peluluhan. Tembaga dapat diluluhkan
oleh asam sulfat bersama oksigen, dan emas oleh larutan sianida
bersama oksigen menurut persamaan reaksi berikut :
2 CuFeS2 (s) + H2SO4 (aq) + 4 O2 (g)
bijih tembaga larutan peluluh
2 CuSO4 (aq) + Fe2O3 (s) + 3 S (s) + H2O (l)

4 Au (s) + 8 CN- (aq) + O2 (g) + H2O (l)


bijih emas larutan peluluh
4 [Au(CN)2]- (aq) + 4 OH- (aq)
Setelah larutan ion logamnya terbentuk, lalu ion logam tersebut
direduksi dengan logam lain yang lebih reaktif atau dengan pereduksi
lain. Untuk kedua ion logam di atas, dipakai masing-masing logam
besi dan zink sebagai reduktor menurut persamaan persamaan
reaksi:
CuSO4 (aq) + Fe (s) FeSO4 (aq) + Cu (s)
2 [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s) 2 Au (s) + [Zn(CN)4]- (aq)
Hidrometalurgi memberikan beberapa keuntungan:
(1) bijih tidak harus dipekatkan, melainkan hanya dihancurkan
menjadi bagian - bagian yang lebih kecil,
(2) pemakaian batubara dan cokas pada pemanggangan bijih dan
sekaligus sebagai reduktor dalam jumlah besar dapat
dihilangkan,
(3) polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai
belerang dioksida, arsenik(III) oksida, dan debu tungku dapat
dihindarkan,
(4) untuk bijih-bijih peringkat rendah (lower grade) metode ini
lebih efektif.
Pemurnian logam
Pemurnian (refining) logam kasar sangat penting ditinjau dari
dua aspek. Pertama, adanya pengotor mungkin mengakibatkan
logam yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan
yang diinginkan , misalnya, adanya arsenik dalam persentase yang
sangat kecil saja sebagai pengotor,umumnya dalam tembaga,
mengakibatkan penurunan sifat konduktivitas listrik 10 - 20%. Ke
dua, adanya pengotor dalam logam itu sendiri mungkin sangat
berharga, misalnya sebagaian besar perak merupakan hasil samping
dari metalurgi timbel dan tembaga.
Metode untuk pemurnian logam kasar meliputi pemurnian (1)
elektrolitik, misalnya untuk tembaga, (2) oksidasi pengotor yang
harus dipisahkan, misalnya untuk besi, atau (3) distilasi logam
dengan titik didih rendah seperti untuk raksa dan zink dan nikel, dan
(4) zone refining (pemurnian zona).

Gambar 2.1 Bagan metode zone refining untuk pemurnian metal

Zone refining merupakan teknik pemurnian logam dengan hasil


kemurnian yang sangat tinggi (Gambar 2.1). Teknik ini berdasarkan
pada kenyataan bahwa pengotor lebih mudah larut dalam fase cairan
daripada fase padatan. Dalam proses ini batangan logam yang akan
dimurnikan di lewatkan secara perlahan ke dalam kumparan
pemanas listrik yang mengakibatkan logam meleleh dan pengotor
larut di dalam fase lelehan logam. Batangan logam bergerak terus
maju dan ketika keluar dari
kumparan pemanas maka bagian ujung luar menjadi dingin dan
segera memadat kembali, sedangkan pengotor akan tetap tertinggal
larut dalam zona pelelehan di dalam kumparan pemanas. Karena
batangan logam bergerak maju terus maka batangan yang keluar
dari kumparan menjadi beku-murni dan semakin panjang, sehingga
pada akhirnya sebagian besar pengotor terkumpul pada bagian ujung
belakang, dan ini dapat dipisahkan dengan pemotongan.

2.2.2 Elektrometalurgi
Natrium
Natrium merupakan logam alkali yang paling banyak
dibutuhkan untuk keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang
lain, natrium tidak ditemukan dalam keadaan murni di alam karena
reaktivitasnya yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini dalam
pabrik biasanya diproduksi secara elektrometalurgi menurut proses
Downs ( Gambar 2.2), yaitu dengan mengelekrolisis lelehan natrium
klorida ( titik leleh ~ 801 oC).

Gambar 2. 2 Bagan sel Downs untuk produksi natrium

Elektrolisis ini dikerjakan dalam sebuah sel silindrik dengan


anode grafit dipasang ditengah (sentral) dan katode baja dibuat
mengelilingi anode. Untuk menurunkan suhu elektrolisis,
ditambahkan kalsium klorida (titik leleh 600 oC) sebagai campuran.
Campuran 33 % CaCl2 - 67 % NaCl ternyata mampu menurunkan
titik leleh menjadi 580 oC. Kedua elektroda
dipisahkan dengan diafragma ayakan baja silindrik sehingga lelehan
natrium yang terbentuk mengapung pada bagian atas katode dan
tidak bersentuhandengangasklorinyangterbentukpadaruanganode.
Natrium cair yang mengandung ~ 0,2 % logam kalsium didinginkan
hingga 110 oC agar logam kalsium memadat dan terkumpul di dasar
wadah sehingga natrium cair dapat dipompa ke dalam wadah
pencetak dingin tempat logam natrium memadat. Persamaan reaksi
elektrolisisnya adalah:
Katode : 2 Na+(NaCl) + 2 e 2 Na (l)
Anode : 2 Cl- (NaCl) Cl2 (g) + 2 e

Aluminium
Logam aluminium juga diproduksi secara elektrometalurgi.
Sumber utama aluminium berasal dari mineral bauksit yaitu suatu
hidrat aluminium oksida, Al O .nH O. Bauksit berisi sebagian besar
silika, SiO , 2 3 2 2
dan besi(III) oksida, Fe2O3, dan keduanya ini harus dipisahkan.
Pemurnian bauksitdilakukandenganproses Bayer
yangberdasarkanpadaperbedaan sifat asam-basa dari oksida-oksida
yang bersangkutan. Oksida aluminium
bersifat amfoterik, besi(III) oksida bersifat basa, dan silika relatif
inert atau sedikit asam. Bijih bauksit digerus dengan larutan panas
natrium hidroksida dengan tekanan tinggi untuk melarutkan
aluminium oksida menjadi garam kompleks tetrahidroksoaluminat(III),
Na[Al(OH)4] menurut persamaan reaksi:
Al2O3 (s) + 2 NaOH (aq) + 3 H2O (l) 2 Na[Al(OH)4] (aq)
Besi(III) oksida dan material lain sebagai pengotor yang tak larut
dapat dipisahkan dengan penyaringan. Filtratnya kemudian
diencerkan dengan air dan didinginkan sehingga diperoleh endapan
aluminium hidroksida; endapan ini kemudian dipisahkan dengan
penyaringan, dan diubah menjadi aluminium oksida anhidrat dengan
pemanasan, menurut persamaan reaksi :
2 Na[Al(OH)4] (aq) 2 Al(OH)3 (s) + 2 NaOH (aq)
2 Al(OH)3 (s) Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Larutan natrium hidroksida yang diperoleh dapat dipekatkan dan
digunakan lagi.
Logam aluminium, selanjutnya diperoleh dari oksidanya secara
elektrolisis menurut metode yang dikenal sebagai proses Hall. Dalam
proses ini, sel elektrolisis (Gambar 2.3) berupa bak-kotak yang dibuat
dari baja yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan karbon sebagai
katode, dan batang-batang karbon sebagai anode dipasang berjajar
di dalam bak, tercelup di dalam eleltrolit lelehan kriolit, Na3AlF6 yang
mempunyai titik leleh ~1000 oC, dan Al2O3 terlarut di dalamnya.
Proses elektrolisis ini berlangsungpadatemperaturtinggi, ~ 1000 oC.
Selamaelektrolisis, ion Al3+ dari oksidanya bermigrasi ke katode
kemudian direduksi menjadi logam cair yang akan mengumpul pada
bagian dasar sel. Ion O2- bermigrasi ke anode dan selanjutnya
dioksidasi menjadi gas oksigen. Gas oksigen yang terbentuk bereaksi
dengan anode karbon sehingga anode karbon akan semakin
berkurang dan harus diganti secara periodik. Elektrolit [AlF6]3- tidak
tereduksi karena mempunyai stabilitas yang sangat tinggi. Dengan
proses ini dapat diperoleh aluminium dengan kemurnian 99,0 -
99,9%.

Gambar 2. 3 Bagan sel Heroult-Hall untuk produksi aluminium

2.2.3 Pengolahan Logam dari Bijih Sulfida


Tembaga
Pada mulanya, bijih tembaga dipekatkan dengan penggerusan,
kemudian dipanggang dan dilebur dalam proses multitahap yang
memisahkan besi dan tembaga sulfida yang sebagian besar ada
dalam
bijih tembaga (kalkosit - Cu2S, kalkopirit-CuFeS2). Bijih pertama-tama
dipanggang untuk membebaskan sebagian belerang sebagai belerang
dioksida dan belerang trioksida. Kemudian pemanasan dalam tungku
dengan fluks silika akan mengubah oksida-oksida besi dan beberapa
besi belerang menjadi ampas (slag), dan menghasilkan campuran
lelehan tembaga sulfida dan besi sulfida dengan ampas besi silikat
terapung di atas. Beberapa persamaan reaksi yang penting dalam
proses ini adalah:

FeS2 (l) + O2 (g) FeS (l) + SO2 (g)


3 FeS (l) + 5 O2 (g) Fe3O4 (l) + 3 SO2
(g)
2 CuFeS2 (l) + O2 (g) Cu2S (l) + 2 FeS (l)
+ SO2 (g) Fe3O4 (l) + FeS (l) + 4 SiO2 + O2 (g) 4 FeSiO3
(l) + SO2 (g)
ampas besi silikat

Campuran lelehan sulfida dibawa ke tangki pengubah


(conventer) untuk dilebur dengan silika bersama oksigen yang
ditiupkan melalui campuran. Di bagian ini sisa besi dipisahkan
sebagai ampas besi silikat dan langkah terakhir adalah reduksi
menjadi logam tembaga. Persamaan reaksinya adalah:
2 Cu2S (l) + 3 O2 (g) 2 Cu2O (l) + 2 SO2 (g)
2 Cu2O (l) + Cu2S (l) 6 Cu (l) + SO2 (g)
Gas belerang dioksida merupakan produk pencemar (polutan),
oleh karena itu diusahakan untuk dihilangkan dengan oksidasi
katalitik menjadi asam sulfat via belerang trioksida, atau dengan
mengalirkan gas ini melalui bara karbon hingga terjadi reduksi
menjadi belerang:
SO2 (g) + 2 C (s) S (l) + 2 CO (g)
Tembaga yang diperoleh dari peleburan bijih sulfida belum
murni dengan pengotor utama adalah perak, emas, besi, zink,
timbel, arsenik, belerang, tembaga(I) oksida, dan sedikit ampas.
Dengan pemanasan lelehan logam tak murni ini dengan arus udara,
sebagian besar arsenik dan belerang diubah menjadi oksidanya yang
mudah menguap. Pengotor
yang lain dihilangkan melalui proses pemurnian secara elektrolisis
(elektrorefining) seperti pada Gambar 2.4. Batang-batang tembaga
kasar dipasang sebagai anode dalam sel elektrolisis dan lempengan
tembaga murni sebagai katode, dan elektrolitnya adalah campuran
asam sulfat encer, natrium klorida, dan tembaga(II) sulfat. Dengan
mengontrol secara hati-hati voltase arus listrik yang digunakan,
hanya tembaga dan pengotor logam yang lebih elektropositif (besi,
zink, timbel) dalam anode yang teroksidasi dan larut. Logam
pengotor yang kurang elektropositif (perak, emas) tidak terpengaruh
dan jatuh dari anode yang mengalami disintegrasi.
Jikaterjadioksidasiterhadapperak, maka Agakandiendapkan sebagai
AgCl. Proses seperti ini mampu menghasilkan tembaga dengan
kemurnian > 99,9 %.

Gambar 2. 4 Bagan sel pemurnian tembaga

Zink
Bijih zink yang paling umum adalah sfalerit atau zinkblende,
ZnS, dan smitsonit, ZnCO3 ; lainnya adalah zinkit, ZnO, dan franklinit,
(Zn,Mn)O.nFe2O3, dengan rasio Zn, Mn, dan Fe2O3 bervariasi. Titik didih
zink yang rendah (907 oC) memungkinkan dapat dilakukan distilasi
terhadap lelehan bijih zink yang sering diikuti distilasi lanjut untuk
pemurnian logam zink. Metalurgi bijih franklinit sangat menarik,
karena pada reduksi pada temperatur tinggi menghasilkan zink,
mangan, dan besi. Zink dapat dipisahkan dengan distilasi, sedangkan
campuran mangan-besi dapat langsung dijadikan logam paduan atau
baja.
Sebagian besar, bijih zink dipanggang untuk mengubah sulfida
menjadi oksidanya, kemudian dilanjutkan dengan reduksi pada
temperatur tinggi dengan karbon untuk menghasilkan logam zink
yang kemudian dikondensasi dan dimurnikan. Persamaan reaksinya
adalah:
ZnO (s) + C (s) Zn (s) + CO (g)
Logam zink juga dapat diekstrak menurut proses
hidrometalurgi. Sebagai contoh, larutan zink sulfat dapat diperoleh
secara peluluhan dengan asam sulfat dan oksigen pada bijih sulfida
yang telah dipanggang sebelumnya. Persamaan reaksinya adalah:
2 ZnS (s) + O2 (g) + 2 H2SO4 (aq) ZnSO4 (aq) + 2 S (s) + 2 H2O (l)
Debu zink kemudian diaduk bersama dalam larutan zink sulfat untuk
mereduksi dan mengendapkan logam-logam yang lebih mudah
tereduksi daripada zink. Larutan kemudian disaring dan dielektrolisis
untuk menghasilkan logam zink murni.

2.2.4 Besi dan Baja


Sumber dan penggunaan besi
Seperti halnya tembaga dan zink, besi terdapat di alam sebagai
sulfidanya, FeS,.atau Fe2S3. Tetapi, mineral ini tidak dimanfaatkan
sebagai bijih karena sisa-sisa kelumit belerang sulit dihilangkan.
Hematit, Fe2O3, adalah yang paling tinggi kelimpahannya setelah
magnetit, Fe3O4 atau FeO.Fe2O3, dan sangat berharga sebagai bijih
karena kandungan besinya yang sangat besar. Seperti dinyatakan
oleh namanya, magnetit bersifat tertarik oleh magnet.
Siderit, FeCO3, terdapat dalam berbagai macam tanah, dan
mengakibatkan air tanah bersifat sadah karena garam ini dapat
terlarut sebagai hidrogen karbonat; tetapi dalam udara terbuka,
larutan besi(II) hidrokarbonat teroksidasi menjadi besi(III) oksida yang
tak-larut dalam air. Persamaan reaksinya adalah:
FeCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) Fe2+ (aq) + HCO32- (aq)
4 Fe2+ (aq) + 4 HCO32- (aq) + O2 (g) 2 Fe2O3 (s) + 8 CO2 (g) + 4H2O (l)
Hal seperti ini dapat ditemui pada terbentuknya noda coklat dari
tetesan air keran yang disebabkan oleh kontak air sadah dengan
udara.
Bijih takonit, terutama merupakan oksida-oksida besi yang
meng- andung silika, dewasa ini penggunaannya sebagai sumber
besi di Ameri- ka mengalami kenaikan. Bijih ini benar-benar sangat
keras dan sulit dita- ngani, namun penelitian metalurgi telah berhasil
mengatasi sebagian be- sar problem yang dihadapi.
Dalam penggunaannya sebagai bahan untuk berbagai
keperluan, seperti mesin-mesin industri, otomotif, dan sebagainya,
besi tidak cukup kuat sehingga perlu dicampur dengan materi lain
dalam bentuk paduan. Salah satu paduan yang dikenal dengan nama
baja (steel) merupakan paduan antara besi dan karbon atau sedikit
logam lain. Sifat baja ini bergantung pada cara peleburannya dan
persentase kandungan karbon dan logam lainnya dalam paduan
tersebut. Kandungan karbon rendah ~ 0,2 % (baja lembek)
memberikan sifat dapat ditempa, dan digunakan pada pembuatan
kawat, pipa dan lembaran baja. Baja medium (kandungan karbon 0,2
- 0,6 %) digunakan sebagai rel kereta api, piring didih, dan
batangan-batangan kerangka bangunan. Baja karbon tinggi
(kandungan karbon 0,6-1,5 %) bersifat keras tetapi kurang ulet dan
kurang luwes, banyak digunakan sebagai peralatan-peralatan dapur.
Baja stainless merupakan baja medium yang mengandung lebih
dari 4 % kromium.

Preparasi besi - Tanur tinggi


Bahan mentah untuk preparasi besi adalah (1) bijih besi yang
telah dipekatkan, (2) kokas, dan (3) batu kapur, CaCO3 yang
berperan sebagai fluks. Besi kasar (besi gubal - pig iron) diproduksi
di dalam tanur tinggi, suatu tanur dengan ketinggian ~ 100 kaki dan
diameter 25 kaki yang dilapisi dengan batu bata yang tahan panas.
Campuran bijih besi, kokas, dan batu kapur dimasukkan dari
bagian atas tanur (Gambar 2.5). Hembusan kuat (kecepatan ~ 350
mph) udara panas atau oksigen ditiupkan melalui bagian bawah
tanur tempat kokas diubah menjadi gas CO yang kemudian berperan
sebagai agen pereduksi.
Campuran menjadi lebih panas secara perlahan dengan semakin
menurunnya ke posisi dasar tanur. Uap air pertama-tama akan
terdesak ke luar, kemudian sebagian bijih mulai tereduksi oleh
karbon monoksida. Pada bagian tanur yang lebih panas, proses
reduksi bijih menjadi logam besi menjadi sempurna, batu kapur
melepaskan CO2 dan bereaksi dengan pengotor-pengotor bijih
terutama silikon dioksida tetapi juga oksida- oksida mangan dan
fosfor dengan menghasilkan lelehan ampas. Lelehan besi dan ampas
keduanya tidak bercampur melainkan membentuk dua lapisan pada
dasar tanur.

Gambar 2.5 Bagan tanur tinggi pengolahan besi

Proses reduksi bersifat dapat balik / reversibel, dan reduksi


sempur- na hanya terjadi jika karbon dioksida yang terbentuk
dihilangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan kokas
berlebihan yang akan me- reduksi karbon dioksida menjadi karbon
monoksida.
Preparasi Baja
Besi gubal hasil pengolahan tanur tinggi mengandung sedikit
karbon, belerang, fosfor, silikon, mangan, dan pengotor lain. Pada
tingkat ini besi bersifat sedemikian rapuh sehingga belum dapat
dimanfaatkan. Preparasi besi (ironmaking) adalah proses reduksi,
tetapi preparasi baja (steelmaking) adalah proses oksidasi, yaitu
mengoksidasi pengotor- pengotor. Dua tujuan utama pada preparasi
baja adalah membakar habis pengotor-pengotor yang tidak
diinginkan dari besi gubal, dan menambah atau menanamkan
sejumlah tertentu logam atau material lain untuk memperoleh sifat-
sifat yang diinginkan.
Mangan, fosfor, dan silikon di dalam lelehan besi gubal diubah
oleh udara atau oksigen menjadi oksidanya yang kemudian bereaksi
dengan fluks yang sesuai menjadi ampas. Belerang masuk ke dalam
ampas sebagai sulfidanya, dan karbon terbakar menjadi karbon
monoksida atau karbon dioksida. Jika pengotor utama adalah
mangan, fluks asam yang harus digunakan adalah oksida nonlogam,
biasanya yaitu silikon dioksida, yang akan menghasilkan mangan
silikat dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
MnO (s) + SiO2 (s) MnSiO3 (l)
Jika pengotor utama adalah silikon atau fosfor (kasus yang lebih
umum), maka fluks yang harus ditambahkan adalah basa seperti
magnesium oksida atau kalsium oksida, sehingga terbentuk silikat
ataupun pospat menurut persamaan reaksi:
MgO (s) + SiO2 (s) MgSiO3 (l)
P4O10 (s) + 6 CaO (s) 2 Ca3(PO4)2(l)
Tanur preparasi baja biasanya dilapisi dengan batu-bata yang terbuat
dari material fluks, dan lapisan ini menyerap bagian oksida yang
harus dipisahkan.

Perlakuan pemanasan baja


Pada temperatur tinggi, besi dan karbon bergabung
membentuk besi karbida (Fe3C), yang disebut sementit. Reaksinya
bersifat reversibel
dan endotermik, berbeda dengan sebagian besar reaksi
penggabungan lainnya yang bersifat eksotermik:
3 Fe (s) + C (s) + panas Fe3C (s)
Dengan demikian, stabilitas sementit bertambah dengan naiknya
temperatur, paling tidak pada rentang temperatur yang terlibat pada
pemanasan baja. Apabila baja sementit didinginkan secara perlahan,
keseimbangan reaksi bergeser ke arah pembentukan besi dan
karbon, dan karbon ini terpisah sebagai lapisan tipis grafit yang
memberikan warna abu-abu pada baja yang bersangkutan. Tetapi,
jika baja didinginkan secara cepat, keseimbangan tidak tercapai dan
karbon tetap tinggal dalam bentuk sementit yang berwarna terang.
Pada temperatur kamar, sifat dekomposisi sementit sangat lambat
dan tidak berpengaruh untuk tujuan-tujuan praktis. Baja yang
mengandung sementit lebih keras dan lebih rapuh daripada baja
yang mengandung grafit. Kandungan karbon sebagai grafit ataupun
sementit dalam baja dapat dimodifikasi melalui pemanasan yang
sesuai dalam waktu yang pendek kemudian diikuti dengan
pendinginan mendadak.

2.3 Logam Paduan (Aloi)


Kombinasi dua jenis logam atau lebih disebut aloi atau paduan
logam. Atom-atom dalam aloi diikat bersama oleh ikatan metalik
seperti halnya dalam logam umumnya. Ikatan ini paralel dengan
ikatan kovalen dalam nonlogam; ikatan kovalen mengikat pasangan
atom-atom nonlogam yang sama maupun pasangan atom-atom
nonlogam berbeda dalam membentuk molekulnya. Demikian juga
ikatan metalik dalam aloi mengikat bersama atom-atom logam yang
berbeda.
Ada dua tipe aloi, yaitu larutan padat dan senyawa aloi. Dalam
larutan padat, logam lelehan bercampur membentuk suatu campuran
homogen. Untukmembentuklarutanpadat, atom-atomkeduajenislogam
ituharusmempunyaiukuranyanghampirsamadanstrukturkristalmetalik
keduanya juga harus sama. Selain itu, sifat-sifat kimiawi keduanya
juga
harus mirip. Emas dan tembaga misalnya, membentuk satu fase
tunggal dari campuran 100 % emas ke 100 % tembaga. Keduanya
mempunyai jari-jari yang tidak terlalu besar bedanya yaitu 114 pm
untuk emas dan 128 pm untuk tembaga, dan mempunyai struktur
kemas yang sama yaitu ccp. Timbel dan timah mempunyai jari-jari
yang tidak terlalu jauh bedanya, masing-masing 175 pm dan 162
pm; tetapi, timbel mengadopsi fcc sedangkan timah mengadopsi
kemasan yang lebih rumit. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil saja
aloi yang dapat terbentuk dari timbel dan timah, dan larutan padat
tidak lebih dari 20 % timah. Akibatnya, kristal aloi ini diperkaya oleh
titik leleh yang tinggi dari timbel tetapi larutannya membeku pada
temperatur rendah, sehingga dapat digunakan pada pekerjaan patri
dengan solder (campuran timbel dengan timah).
Dalam beberapa kasus dengan struktur kristal yang berbeda
dari dua komponen logam, campuran logam lelehan akan
menghasilkan per- sis fase-fase stoikiometrik yaitu dengan komposisi
atom-atom bilangan bulat. Sebagai contoh, tembaga dan zink
membentuk tiga macam senya- wa aloi, CuZn (β-kuningan), Cu5Zn8
(γ-kuningan), dan CuZn3 (�-kuningan). Formula ini berdasarkan kaidah
Hume - Rothery yaitu rasio jumlah elek- tron valensi terhadap jumlah
atom dalam senyawa menunjukkan nilai yang teratur (kecuali bagi
logam golongan 8, 9 dan 10 yang dianggap tidak menyediakan
elektron valensi untuk ikatan metalik). Dengan per- hitungan satu
elektron valensi bagi tiap atom tembaga dan dua bagi tiap atom
zink, akan diperoleh rasio jumlah elektron valensi total per jumlah
atom total sebagaimana ditunjukkan Tabel 2.1. (Klasifikasi fase
paduan lo- gam menurut Hume-Rothery dapat dilihat pada Tabel
5.9.2.)
Tabel2.1mengindikasikanbahwa,senyawaaloiiniadahubungannya
dengan jumlah elektron valensi 21 untuk setiap paduan. Naiknya
rasio jumlah elektron valensi terhadap jumlah atom dalam senyawa
aloi mengakibatkan atom-atom logam terikat bersama lebih kuat,
sehingga menaikkan sifat kekerasan, tetapi menurunkan sifat tempa
dan keuletan. Jadi, �- kuningan bersifat rapuh, dan bila dipukul
dengan palu akan hancur seperti gelas.
Beberapa aloi digunakan berdasarkan sifat-sifatnya misalnya
kuningan yang merupakan campuran dari Cu: 70-85 % dan Zn: 15-
30 %, lebih keras daripada tembaga murni dan sering digunakan
sebagai pipa. Emas 18 karat yang terdiri atas campuran Au: 75 %,
Ag: 10-20 %, Cu: 5- 15 %, lebih keras dibandingkan dengan emas
murni. Stainless steel terdiri atas campuran Fe: 65-85 %, Cr: 12-20 %,
Ni: 2-15 %, Mn: 1-2 %, C: 0,1-1 %,
Si: 0,5-1 %, dan bersifat tahan karat.
Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan

Rasio jumlah elektron valensi per jumlah atom


β = 3 elektron / 2 atom � = 7 elektron / 4 atom
atau γ = 21 elektron / 13 atom atau
21 elektron / 14 atom 21 elektron / 12 atom

CuZn Cu5Zn8 CuZn3


AgZn Ag5Zn8 AgZn3
AuZn Cu9Al4 Ag5Al3
AgCd Cu31Sn8 Cu3Sn
Cu3Al Na31Pb8 Cu3Si
Cu5Sn Rh5Zn21
CoAl Pt5Zn21
FeAl
NiAl

2.4 Soal-Soal Latihan Pengolahan Logam


1. (a) Sebutkan sifat-sifat umum logam.
(b) Dalam bentuk mineral / senyawa apa saja umumnya logam-
logam tembaga, timbel, zink, dan aluminium terdapat
dikerak bumi?
2. (a) Beri batasan sederhana tentang metalurgi dan tahapan-
tahapan apa saja yang termasuk di dalamnya.
(b) Beri batasan sederhana perihal pirometalurgi,
elektrometalurgi, dan hidrometalurgi.
(c) Sebutkan empat macam metode pemurnian logam
3. Apa yang dimaksud dengan istilah-istilah: roasting
(pemanggangan), calcining (kalsinasi), leaching (peluluhan /
pelumeran), penambahan fluks, dan reduksi, dalam proses
metalurgi ?
4. Lengkapi dengan koefisien persamaan reaksi berikut dan
identifikasi menurut jenisnya dalam proses metalurgi (sesuai
dengan istilah dalam soal 3)
(a) FeCO3 (s) + O2 (g) Fe2O3 (s) + CO2 (g)
(b) PbS (s) + O2 (g) PbO (s) + SO2 (g)
(c) SiO2 (s) + MgCO3 (s) MgSiO3 (l) + CO2
(g) (d) Au (s) + CN- (aq) + O2 (g)+ H2O (l) → [Au(CN)2]- (aq) +
OH- (aq) (e) [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s) → Au
(s)+ [Zn(CN)4]- (aq)
5. Tulis persamaan reaksi yang melukiskan elektrolisis larutan
garam dapur untuk menghasilkan NaOH, H2, dan Cl2. Berapa
massa tiap spesies yang dihasilkan dalam sel elektrolisis untuk
tiap mol elektron terlibat dalam sel.
6. Secara singkat uraikan proses Hall untuk preparasi logam
aluminum perdagangan.
7. Spesiesutamaapayangterdapatdalambijih bauksit,
apasajasebagai pengotornya, dan secara singkat bagaimana
cara pemurniannya.
8. Pada proses peleburan (smelting) tembaga dari bijih sulfidanya
maupun mineral sulfida yang lain, gas apa yang dihasilkan; gas
ini berbahaya, beracun dan merupakan polutan. Bagaimana cara
mengatasi efek polutan ini?
9. Pada proses ekstraksi tembaga dari bijihnya terjadi reaksi-reaksi
sebagai berikut :
(a) Cu2S (l) + O2 (g) → Cu2O (l) + SO2 (g)
(b) Cu2O (l) + Cu2S (l) → Cu (l) + SO2 (g)
Tunjukkan agen-agen pengoksidasinya demikian juga
pereduksinya. Lengkapi koefisiennya kemudian tunjukkan bahwa
penurunan bilangan oksidasi sama dengan kenaikan bilangan
oksidasinya.
10. (a) Apa yang dimaksud dengan aloi, dan sebutkan dua tipe aloi ?
Jelaskan kondisi yang diperlukan untuk pembentukan
masing- masing tipe aloi tersebut.
(b) Dalam beberapa kasus dijumpai senyawa aloi yang tersusun
oleh fase - fase stoikiometrik ; sebutkan tiga tipe senyawa
aloi (dengan contoh). Identifikasi senyawa aloi Au3Sn
termasuk tipe yang
mana?

0
LoGAM GoLoNGAN s

3. 1 Pendahuluan
Unsur-unsur dalam sistemperiodikyangdipertimbangkanbersifat
logam adalah unsur-unsur golongan s (Alkali = golongan 1, dan
Alkali tanah = golongan 2), sebagian golongan p (misalnya Al =
golongan 13, Sn dan Pb = golongan 14), unsur-unsur golongan d
(golongan 4-12) dan golongan 3 (Sc, Y, Lu), dan golongan f.

Tabel 3.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi Unsur-unsur


logam kelompok s, p, d, dan f.
←s →
p
Logam
Reaktif H ← Nonlogam →
Li Be d
Na Mg ← Logam Transisi → Al
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Rb Sr Y Cd Sn
Cs Ba 1) Lu Hg Pb
2) Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt miskin
logam
Pascaaktinoida (amfoterik)
1) Seri Lantanoida, 4f
2) Seri Aktinoida, 5f
Model pengelompokan demikian ini relatif menguntungkan dalam
hal sifat-sifat khas masing-masing kelompok, misalnya logam
kelompok s bersifat paling reaktif ionik, kelompok p bersifat
amfoterik, kelompok d membentuk senyawa kompleks dengan
berbagai warna dan sifat magnetik, dan kelompok f dengan
karakteristik sifat magnetiknya.

3.2 GOLONGAN ALKALI


3.2.1 Kecenderungan Golongan Alkali
Logam biasanya dianggap sebagai padatan yang keras
dengan rapatan massa yang tinggi dan tidak reaktif. Namun
kenyataannya, sifat- sifat logam-logam alkali berlawanan dengan
sifat-sifat tersebut yaitu, lunak, rapatan massa rendah, dan sangat
reaktif.
Semua logam alkali (Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr) tampak
mengkilat, berwarna keperakan, merupakan konduktor listrik dan
panas yang baik. Logam alkali bersifat sangat lunak, dan semakin
lunak dengan naiknya nomor atom. Litium dapat dipotong dengan
pisau, tetapi kalium dapat diremas seperti mentega lunak. Sebagian
besar logam mempunyai titik leleh yang sangat tinggi, tetapi logam
alkali mempunyai titik leleh rendah dan semakin rendah dengan
naiknya nomor atom. Sesium, Cs, meleleh pada temperatur sedikit
di atas temperatur kamar. Kombinasi antara sifat konduktivitas
panas yang tinggi dan titik leleh yang rendah, membuat natrium
bermanfaat untuk mentransfer panas pada reaktor nuklir.
Kelunakan dan kerendahan titik leleh logam-logam alkali
dapat dikaitkan dengan lemahnya ikatan metalik dalam unsur-unsur
ini. Perubahan entalpi atomisasi logam-logam umumnya berharga
-1
antara 400 - 600 kJ mol , tetapi untuk logam-logam alkali harga
-1
ini jauh lebih rendah antara 78 - 162 kJ mol . Ternyata terdapat
hubungan antara sifat lunak dan rendahnya titik leleh dengan

104 Kimia Anorganik Logam


rendahnya perubahan entalpi atomisasi. Tabel 3.1 menunjukkan
sifat-sifat fisik beberapa logam alkali.

Logam Golongan 105


s
Tabel 3.2 Data beberapa sifat logam alkali

Karakteristika 3Li 11Na 19K 37Rb 55Cs 87Fr


[2He] [10Ne] [18Ar] [36Kr] [54Xe] [86Rn]
Konfigurasi elektronik 1 1 1 1 1 1
2s 3s 4s 5s 6s 7s
o
Titik leleh / C 180,5 97,8 63,2 39,0 28,5 -
o
Titik didih / C 1347 881,4 765,5 688 705 -
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 0,534 0,968 0,856 1,532 1,90 -
Jari-jari atomik / pm 152 186 227 248 265 -
+
Jari-jari ionik M / pm 76 102 138 152 167 180
-1
Energi ionisasi / kJ mol 520 496 419 403 376 375
Potensial reduksi standar / - 3,03 - 2,713 -2,925 -2,93 -2,92 -
V
-1
∆Hatomisasi / kJ mol 162 110 90 88 79 -
Elektronegatifitas 1,0 0,9 0,8 0,8 0,7 -
merah kunin violet merah biru
Warna Nyala tua g viole -
λ / nm) 670,8 766,5 t 455,5
589,2 780,0

Densitas (rapat massa) logam-logam alkali juga jauh lebih


kecil dibandingkan dengan densitas logam-logam lain pada
umumnya. Sebagian besar logam mempunyai densitas antara 5 -
-3
15 g cm , sedangkan densitas logam alkali jauh lebih rendah yaitu
antara 0,52
-3
- 1,87 g cm (Tabel 3.1). Litium misalnya, mempunyai densitas
hanya setengah dari densitas air. Biasanya logam alkali disimpan di
dalam minyak untuk menghindari terjadinya kontak langsung
dengan udara; kontak langsung dengan udara segera
mengakibatkan terbentuknya suatu lapisan oksida yang tebal pada
permukaan logam tersebut. Litium misalnya, di udara akan
teroksidasi dengan cepat menjadi litium oksida yang selanjutnya
bereaksi dengan karbon dioksida membentuk litium karbonat
menurut persamaan reaksi berikut:
4 Li (s) + O2 (g) → 2 Li2O
(s)
Li2O (s) + CO2 → Li2CO3
(g) (s)
Reaksi logam-logam alkali dengan air bersifat sangat
eksotermik dan dramatik, kecuali litium yang bereaksi tenang
menghasilkan gelembung-gelembung gas hidrogen dan
hidroksidanya. Natrium terapung di atas permukaan air dan terlihat
seperti bundaran-bundaran perak, dan gas hidrogen yang
dihasilkan biasanya terbakar, kadang- kadang disertai dengan
ledakan. Untuk logam alkali yang lebih berat, reaksinya dengan air
berlangsung lebih hebat. Rubidium dan Cesium misalnya, reaksinya
dengan air sering disertai dengan ledakan. Ledakan ini sebagai
akibat terbakarnya campuran gas hidrogen dan oksigen (udara)
oleh karena permukaan logam yang panas. Karena sifatnya yang jauh
lebih reaktif daripada logam lain umumnya, maka logam alkali
sering disebut sebagai superlogam.

3.2.2 Sifat Umum Senyawa Logam Alkali


Beberapa sifat umum senyawa logam alkali berkaitan dengan
karakter ionik, kestabilan anion-anion besar bermuatan rendah,
hidrasi ion, dan kelarutan sebagaimana diuraikan berikut ini.
(1) Karakter ionik; ion logam alkali selalu mempunyai tingkat oksidasi
+1, dan sebagian besar senyawanya berupa padatan ionik
dan stabil. Senyawa-senyawanya tidak berwarna kecuali dengan
anion yang berwarna, misalnya kromat dan permanganat.
(2) Hidrasi ion; semakin tinggi densitas muatan ion, semakin
kuat ion tersebut terhidrasi. Oleh karena logam-logam alkali
mempunyai densitas yang jauh lebih rendah daripada
densitas logam-logam pada umumnya, maka energi hidrasi
+
senyawa-senyawanya juga sangat rendah. Ion Li misalnya,
-1
mempunyai energi hidrasi sebesar 519 kJ mol , sedangkan
2+ -1
ion Mg energi hidrasinya 1920 kJ mol . Energi hidrasi
semakin kecil dengan kenaikan jari- jari ion, sebagaimana
ditunjukkan Tabel 3.2.
(3) Kelarutan; sebagian besar senyawa-senyawa logam alkali
larut dalam air, walaupun kelarutannya berbeda-beda. Sebagai
contoh, larutan jenuh litium klorida (LiCl) mempunyai
konsentrasi 14 mol
-1
L , tetapi larutan jenuh litium karbonat (Li2CO3) mempunyai
-1
konsentrasi hanya 0,18 mol L .
3.2.3 Kelarutan Garam Alkali
Kelarutan garam alkali dalam air sangat besar sehingga
sangat bermanfaatsebagaipereaksidilaboratorium. Namundemikian,
kelarutan ini sangat bervariasi sebagaimana ditunjukkan oleh seri
natrium halida (Tabel 3.2). Untuk menjelaskan kecenderungan
kelarutan tersebut, diperlukan pemahaman siklus energi yang
melibatkan pembentukan suatu larutan dari fase padatan yang
bersangkutan.
Tabel 3.3 Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih entalpi
seri natrium halida
Kelarutan Energi Kisi
(dalam kJ Entalpi Hidrasi ∆H
Senyawa -1
(dalam mol L ) -1 -
(dalam kJ mol (dalam kJ mol-1)
mol ) 1
)
NaF 0,099 + 930 - 929 +1
NaCl 0,62 + 788 - 784 +4
NaBr 0,92 + 752 - 753 -1
NaI 1,23 + 704 - 713 -9

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada besaran-besaran entalpi


yaitu energi kisi, entalpi hidrasi kation dan anion dan juga
perubahan entropi yang bersangkutan (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Siklus entalpi (a) dan siklus entropi (b) untuk larutan ionik
M+X-. (arah ke atas menyatakan endotermik, dan ke bawah
eksotermik)
o o o o
Dari formula ∆G = ∆H - T ∆S , harga ∆G harus negatif
agar suatu garam dapat larut dengan mudah. Data eksperimen
(Tabel 3.2) menunjukkan bahwa energi kisi relatif sama dengan
entalpi hidrasi.
Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi
(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida,
harga entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi
kristal lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam
keadaan gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini
dikombinasikan untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G )
pada proses pelarutan, ternyata diperoleh kecenderungan yang
benar-benar paralel dengan kecenderungan kelarutannya (Tabel
3.3).

Tabel 3.4 Faktor entropi (dalam besaran T ∆S ), ∆H, dan ∆G hitungan pada
proses pelarutan seri natrium halida

Entropi (S )
T ∆S / ∆H / ∆G /
Senyawa -1 -1 -1
- Hidrasi-1/ kJ kJ mol kJ mol kJ mol
Kisi / kJ mol mol
1

NaF + 72 - 74 -2 +1 +3
NaCl + 68 - 55 + 13 +4 - 11
NaBr + 68 - 50 + 18 -1 - 19
Na I + 68 - 45 + 23 -9 - 32

Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi


(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida,
harga entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi
kristal lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam
keadaan gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini
dikombinasikan untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G )
pada proses pelarutan, ternyata diperoleh kecenderungan yang
benar-benar paralel dengan kecenderungan kelarutannya (Tabel
3.3).
Selain itu terdapat hubungan yang bermakna antara
kelarutan garam alkali dengan jari-jari kation untuk anion yang
sama, namun hubungan ini dapat menghasilkan kurva kontinu
dengan kemiringan (slope) positif maupun negatif. Sebagai
contoh, kelarutan alkali fluo-
rida naik dengan naiknya jari-jari kationnya (berarti slope positif),
tetapi kelarutan alkali iodida turun dengan naiknya jari-jari
kationnya (berarti slope negatif). Perbedaan kecenderungan ini
dapat dijelaskan khusus- nya terhadap penekanan aspek energi
kisi. Energi kisi bergantung kuat pada muatan ionik, namun rasio
ukuran kation-anion juga harus dip- ertimbangkan. Rasio ukuran
kation dan anion yang tidak tepat akan mengakibatkan rendahnya
+ +
energi kisi dari harga yang diharapkan. Jari- jari kation Li dan Cs
masing-masing adalah 90 dan 181 pm, sedang- kan jari-jari anion
- -
F dan I masing-masing adalah 119 dan 206 pm. Per- bedaan jari-
jari yang terlalu besar antara kation dan anion pasangannya dalam
LiI mengakibatkan padatan ini lebih mudah larut daripada LiF yang
mempunyai jari-jari ionik tidak terlalu besar bedanya. Sebaliknya
CsI lebih sukar larut dibandingkan dengan CsF.

3.2.4 Warna Nyala


Sebagian besar senyawa-senyawa alkali larut dalam air,
sehingga uji pengendapan tidak mungkin dapat dipakai untuk
identifikasi. Untungnya, setiap logam alkali menghasilkan warna
nyala yang karak- teristik jika senyawa-senyawa alkali tersebut
dibakar dalam nyala api. Warna yang terlihat dari masing-masing
logam (Tabel 3.1) adalah merah tua (litium), kuning (natrium), lilak
(kalium), merah-violet (rubidium), dan biru (sesium). Sejumlah
energi tertentu dari nyala api diserap oleh elektron-elektron atom
logam hingga terjadi eksitasi, dan kembalinya elektron ke peringkat
dasar membebaskan energi nyala yang khas, sesuai dengan energi
transisi elektronik atom logam yang bersangkutan. Jadi, setiap
atom logam alkali mengalami transisi elektronik yang unik bagi
dirinya sendiri. Sebagai contoh, warna nyala kuning dari senyawa
natrium yang dibakar berasal dari emisi foton (energi) yang
1
dibebaskan ketika elektron yang berada pada orbital 3p (dalam
1
peringkat ter- eksitasi) kembali ke orbital 3s (dalam peringkat
1
dasar). Elektron 3p ini berasal dari reaksi pembakaran dalam
+
nyala api yang ditangkap oleh ion Na dalam senyawanya (Gambar
3.2).
Gambar 3.2 Diagram terjadinya warna nyala kuning pada reaksi nyala
+
senyawa natrium; ion natrium, Na , (a) menangkap elektron
menjadi atom
netral Na dalam peringkat tereksitasi (b), kemudian kembali ke
peringkat dasar (c) dengan disertai pembebasan energi nyala
kuning.

3.2.5 Litium, 3Li


Litium terdapat sekitar 0,006 % dari massa kerak bumi, dan
kira-kira 0,1 ppm terdapat dalam air laut. Sumber utama litium
adalah mineral spodumene, LiAlSi2O6. Logam litium dapat diperoleh
dari elektrolisis lelehan LiCl dengan campuran beberapa garam
o
inert untuk menurunkan titik leleh hingga ~ 500 C.
Densitas litium hanya setengah dari densitas air, sehingga
litium merupakan unsur yang paling kecil rapatan massanya
dibandingkan dengan semua unsur padatan lain pada temperatur
kamar dan tekanan normal. Logam ini mempunyai kenampakan
permukaan yang meng- kilat seperti perak, namun bila terkena
udara lembab segera tertutup oleh lapisan tebal hitam litium
karbonat yang berasal dari reaksi litium dengan oksigen dan diikuti
reaksi lanjut dengan gas karbon dioksida. Litium merupakan satu-
satunya logam yang bereaksi dengan gas di- nitrogen dan untuk
memutuskan ikatan ganda tiga dalam molekul di- nitrogen
-1
diperlukan energi sekitar 945 kJ mol . Untuk menyeimbang- kan
kebutuhan energi ini, energi kisi senyawa hasil harus sangat tinggi.
Dari kelompok logam alkali, hanya ion litium mempunyai
densitas muatan yang paling besar, dan membentuk senyawa
nitrida dengan
energi kisi yang cukup tinggi. Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut:
6 Li (s) + N2 (g) → 2 Li3N (s)
Senyawa nitrida ini sangat reaktif, membentuk amonia jika bereaksi
dengan air menurut persamaan reaksi:
Li3N (s) + 3 H2O ( l ) → 3 LiOH (aq) + NH3 (g)
Litium mampu bergabung dengan molekul dihidrogen membentuk
senyawa hidrida menurut persamaan reaksi:
2 Li (s) + H2 (g) → 2 LiH (s)
Litium hidrida mudah bereaksi dengan air, demikian juga dengan
aluminium klorida menurut persamaan reaksi berikut:
LiH (s) + H2O ( l ) → LiOH (aq) + H2 (g)
LiH (s) + AlCl3 (s) → LiAlH4 (s) + LiCl
(s)

Sifat tersebut membuat litium hidrida bermanfaat sebagai zat


pengering untuk pelarut-pelarut organik, dan litium aluminium
hidrida banyak dimanfaatkan sebagai zat pereduksi yang baik pada
sintesis senyawa- senyawa organik.

Litium cair sampai saat ini diketahui sebagai zat yang paling
korosif. Sebagai contoh, jika logam litium dilelehkan dalam suatu
wadah dari bahan gelas, maka akan terjadi reaksi spontan dengan
gelas, dengan meninggalkan lubang pada wadah tersebut, dan
reaksi ini disertai dengan pancaran cahaya putih kehijauan yang
tajam. Selain itu, litium mempunyai standar potensial reduksi paling
negatif dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya:
+ o
Li (aq) + e → Li (s) E = - 3,05 V
Jadi, reaksi kekiri berjalan spontan dan ini berarti bahwa pada
proses oksidasi terhadap logam litium dibebaskan energi yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan oksidasi terhadap unsur-unsur
lainnya. Namun
demikian, reaksi litium dengan air berlangsung paling lambat dan
te- nang, berbeda dengan reaksi logam-logam alkali lainnya.
Kespontanan reaksi selalu berkaitan dengan aspek termodinamik,
yaitu perubahan energi bebas (∆G), sedangkan laju reaksi
berkaitan dengan aspek ki- netik, yang dikontrol oleh energi
aktivasi (penghalang). Dalam kasus ini, reaksi antara logam litium
dengan air diasumsikan mempunyai energi aktivasi (penghalang)
paling tinggi, sehingga reaksinya berlangsung paling lambat.
Rapatan muatan litium sangat besar dibandingakan dengan
rapatan muatan logam-logam alkali lainnya, dan sifat inilah yang
sering dikaitkan dengan sifat-sifat khusus litium berbeda dengan
+
logam lain di dalam kelompoknya. Rapatan muatan ion-ion Li ,
+ + + +
Na , K , Rb , dan Cs , masing-masing secara berurutan adalah
98, 24, 11, 8, dan
-3
6 C mm . Litium sangat banyak ditemui dalam senyawa-senyawa
organometalik, dan garam LiCl bahkan larut dalam berbagai pelarut
organik yang pempunyai polaritas rendah seperti etanol, dan
aseton. Dengan demikian, ikatan senyawa-senyawa litium
mempunyai tingkat kovalensi yang cukup tinggi.
Densitas yang rendah membuat litium dapat dimanfaatkan
sebagai bahan aloi untuk pesawat terbang. Sebagai contoh, aloi
tipe LA 141 yang terdiri atas 14 % Li, 1 % Al, dan 85 % Mg,
-3
mempunyai densitas hanya sebesar 1,35 g cm , hampir setengah
dari densitas logam aluminium murni. Litium juga dimanfaatkan
sebagai bahan teknologi pembuatan baterai; potensial reduksi
standar yang tinggi dan densitas yang hanya seperduapuluh dari
densitas timbel, memungkinkan dapat dibuat baterai yang lebih
ringan-kompak.
Salah satu kombinasi daur (siklus) redoks adalah
penerapannya pada setengah sel logam litium dalam larutan litium
nitrat. Untuk menghindari terjadinya reaksi dengan air, atom-atom
litium ditanam dalam rongga-rongga kisi oksida logam. Proses
penanaman atom “tamu” (guest) ke dalam rongga-rongga kisi
oksida logam “tuanrumah” (host) ini dikenal dengan proses
interkalasi, dan hasilnya disebut
senyawa interkalasi. Dalam proses ini hanya sedikit terjadi
perubahan struktur reversibel. Dalam lingkungan seperti ini
ternyata potensial reduksi litium berubah secara dramatik dari nilai
o
keadaan “normal” nya yaitu E = - 3,05 V. Potensial reduksi litium
dalam senyawa interkalasi ini bergantung pada identitas oksida
logam “tuan rumah”-nya. Sebagai contoh, potensial reduksi litium
dalam mangan dioksida berharga positif, tetapi dalam vanadium
dioksida berharga negatif:
+ o
Li (aq) e → Li (Mn2O4) (s) E = + 1,0 V
+
+ o
Li (aq) e → Li (VO2) (s) E = - 0,5 V
+
Perbedaan potensial sebesar 1,5 V antara kedua lingkungan litium
yang berbeda inilah yang menggerakkan terjadinya reaksi sel
baterai. Pada proses pemakaian sel baterai terjadi reaksi redoks
pengosongan sel sebagai berikut :
+ o
Li (aq) + e → Li (Mn2O4) (s) E =
+
+ 1,0 V Li (VO2) (s) → Li (aq) + e
o
E = + 0,5 V
Pengisian kembali sel baterai mengakibatkan terjadinya reaksi
sebaliknya.
Industri terbesar pemanfaat litium adalah industri lemak atau
minyak pelumas-litium, dan lebih dari 60 % dari berbagai macam
minyak pelumas otomotif mengandung litium. Senyawa-senyawa
yang dipakai adalah litium stearat, C17H35COOLi, yang
dicampurkan ke dalam minyak agar tahan terhadap air sehingga
diperoleh pelumas yang tidak mengeras pada temperatur rendah
tetapi tetap stabil pada temperatur tinggi.
Litium mempunyai kemampuan membentuk senyawa kovalen
dengan berbagai unsur lain. Senyawanya dengan karbon misalnya,
menjadi sangat bermanfaat pada reaksi-reaksi organik, misalnya
butilli- tium, LiC4H9. Senyawa ini dapat dibuat dari reaksi logam
litium dengan klorobutana dalam pelarut organik seperti heksana,
C6H14. Reaksi yang terjadi menurut persamaan berikut:
2 Li (s) + C4H9Cl (C6H14 ) → LiC4H9 (C6H14 ) + LiCl (s)
Hasilnya dapat dipisahkan dengan penyaringan, kemudian diikuti
dengan distilasi. Butillitium berupa cairan yang akan terbakar
secara spontan jika kontak dengan oksigen udara, oleh karena itu
harus ditangani dengan hati-hati dalam lingkungan atmosfir gas
inert.

3.2.6 Natrium, 11Na


Natrium adalah logam alkali yangdibutuhkan paling
banyakuntuk keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang
lain, natrium tidak ditemukan dalam keadaan murni di alam karena
reaktivitasnya yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini
diproduksi (dalam industri) secara elektrometalurgi menurut proses
Downs (Bab. 3).
Logam natrium digunakan dalam berbagai sintesis senyawa
natrium, namun ada dua kegunaan utamanya. Pertama untuk
ekstraksi logam-logam lain. Cara yang paling mudah untuk
mendapatkan logam- logam yang lebih sedikit kelimpahannya
seperti torium, zirkonium, tantalum dan titanium, adalah dengan
mereduksi senyawa-senyawanya dengan logam natrium.
Sebagaicontoh, logam titanium dapatdiperoleh dari reduksi titanium
klorida dengan natrium menurut persamaan reaksi:
TiCl4 ( l ) + 4 Na (s) → Ti (s) + 4 NaCl (s)
Logam titanium murni dapat diperoleh jika endapan yang terbentuk
dicuci dengan air yang akan melarutkan natrium klorida.
Penggunaan kedua adalah dalam produksi zat aditif bahan
bakar minyak, tetraetiltimbel (TEL) yang disintesis dari aloi Na-Pb
dengan etil klorida menurut persamaan reaksi :
4 NaPb (s) + 4 C2H5Cl (g) → (C2H5)4Pb (l� + 3 Pb (s) + 4 NaCl (s)

3.2.7 Kalium, 19K


Kalium yang terdapat di alam bersifat sedikit radioaktif karena
40
mengandung kira-kira 0,02% isotop radioaktif K dengan waktu
paroh
9
1,3 x 10 tahun. Ternyata, proporsi radiasi yang dihasilkan tubuh
40
manu- sia cukup signifikan berasal dari isotop K.
Ekstraksi logam kalium dalam sel elektrolitik akan sangat
berba- haya karena sifatnya yang sangat reaktif. Proses ekstraksi
melibatkan reaksi logam natrium dengan lelehan kalium klorida
o
pada temperatur 850 C menurut persamaan reaksi:
KCl (l) + Na (l) K (g) + NaCl (l)
Keseimbangan reaksi tersebut sesungguhnya menggeser ke kiri
o
pada temperatur 850 C, namun kalium berupa gas (titik didih
o o
kalium 766 C, dan titik didih natrium 890 C). Oleh karena itu
dengan prinsip Le Châtelier, keseimbangan reaksi dapat didorong
ke kanan dengan memompa gas kalium hasil yang berwarna hijau
keluar dari sistem untuk kemudian dipadatkan.
Telah disebutkan di muka bahwa sifat kelarutan senyawa-
senyawa alkali berkaitan dengan ukuran pasangan kation-anion
yang bersang- kutan. Ukuran antara pasangan kation-anion yang
relatif sama mempu- nyai kelarutan yang sangat kecil. Jadi, anion
berukuran besar akan mem- bentuk senyawa yang sukar larut
dengan kation alkali berukuran besar.
Konsep ini berlaku bagi anion berukuran besar seperti anion
3-
heksanitr itokobaltat(III), [Co(NO2)6] . Anion ini dengan litium
maupun dengan natrium menghasilkan garam yang larut dalam air,
tetapi dengan kali-
um, rubidium ataupun sesium terbentuk garam-garam yang sukar
larut. Jadi, identifikasi ion kalium dapat dilakukan dengan
penambahan ion heksanitritokobaltat(III) yang akan membentuk
endapan kuning cemer- lang menurut persamaan reaksi:
+ 3-
3 K (aq) + [Co(NO2)6] (aq) → K3[Co(NO2)6] (s)
-
Anion tetrafenilborat,[B(C6H5)4] , juga dapat mengendap dengan
membentuk kalium tetrafenilborat yang berwarna putih:
+ -
K (aq) + [B(C6H5)4] (aq) → K[B(C6H5)4] (s)
3.2.8 Oksida Logam Alkali
Sebagian besar logam bereaksi dengan gas dioksigen
2-
memben- tuk ion oksida O . Tetapi untuk logam alkali, selain
membentuk oksida, juga dapat membentuk
2
peroksida, O 2-, kecuali
litium yang hanya mem- bentuk oksida biasa (”normal)” menurut
persamaan reaksi:
4 Li (s) + O2 (g) → 2 Li2O (s)
Natrium misalnya, bereaksi dengan dioksigen menghasilkan
natrium dioksida(2-), Na2O2, yang biasa disebut natrium peroksida
menurut persamaan reaksi:
2 Na (s) + O2 (g) → Na2O2 (s)
Natrium peroksida mengandung ion dioksida(2-), O 22-
, atau ion
peroksida. Notasi “2-” hanya untuk menunjukkan muatan pada ion
yang bersangkutan, dan penulisan angka Arab dalam penamaan ini
mengikuti rekomendasi the American Chemical Society (Masyarakat
Kimia Amerika) yang diterapkan apabila terdapat kemungkinan lebih
dari satu muatan ionik seperti yang ditunjukkan pada contoh-
contoh berikut.
Natrium dioksida(2-) bersifat diamagnetik, dan panjang ikatan

O O kira-kira 149 pm, jauh lebih panjang daripada ikatan pada
molekul
dioksigen (O=O) yaitu 121 pm. Sifat diamagnetik dan lemahnya
ikat- an senyawa ini dapat dijelaskan dengan model orbital
molekular ion dioksida(2-) sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.3a.
Diagram tersebut menunjukkan semua elektron berpasangan dan
menempati empat or- bital ikat (bonding) dan tiga orbital antiikat
(antibonding), menghasilkan derajat ikatan (bond order) 1 (satu)
sehingga dengan demikian, senyawa ini bersifat diamagnetik dan
panjang ikatan lebih panjang daripada
panjang ikatan molekul O2 yang mempunyai derajat ikatan 2
(Tabel 1.1, Bab. 1)
Tiga logam alkali yang lain bereaksi dengan dioksigen
berlebih membentuk dioksida(1-), atau biasa disebut superoksida,
yang bersifat
-
paramagnetik oleh karena mengandung ion dioksida(1-), 2O ;
misalnya, logam kalium bereaksi menurut persamaan reaksi:
K (s) + O2 (g) → KO2 (s)

Panjang ikatan O O dalam ion-ion dioksida(1-) ini yaitu 133 pm,
lebih pendek daripada panjang ikatan dalam ion dioksida(2-), tetapi
sedikit lebih panjang daripada panjang ikatan dalam molekul
dioksigen. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.3b, diagram orbital
molekular ion dioksida(1-) menunjukkan adanya satu elektron tak-
berpasangan
dan oleh karena itu memberikan sifat paramagnetik, dan
� derajat ikatan
sebesar 1½. Dengan demikian data panjang ikatan O O dalam ketiga
- 2-
spesies O2, O 2, dan O 2 konsisten (taat asas) dengan besarnya derajat
ikatan spesies yang bersangkutan.

Gambar 3.3 Diagram orbital molekular untuk (a) ion dioksida(2-), dan
(b) ion dioksida(1-)
Spesies
O 2- -
lebih mudah terpolarisasi daripada O , dan
2 2
+ +
daya mempolarisasi ion Na lebih kuat daripada ion K . Oleh karena
itu dapat dipahami bahwa oksida natrium stabil sebagai dioksida
(2-) atau peroksida, dan oksida kalium stabil sebagai dioksida (1-)
atau superoksida.
Semua oksida alkali berekasi hebat dengan air membentuk
larut- an alkali hidroksida. Tambahan pula reaksi air dengan
dioksida (2-) menghasilkan hidrogen peroksida, dan dengan
dioksida (1-) menghasil- kan hidrogen peroksida dan gas dioksigen,
menurut persamaan reaksi:
2 Li2O (s) + H2O (l) → 2 LiOH(aq)
Na2O2 (s) + 2 H2O (l) → 2 NaOH(aq) + H2O2(aq)
2 KO2 (s) + 2 H2O (l) → 2 KOH(aq) + H2O2(aq) + O2 (g)

Kalium dioksida(1-), KO2, digunakan dalam kapsul ruang


angkasa, kapal selam, dan beberapa jenis peralatan pernafasan,
sebab dioksida(1-) menyerap karbon dioksida hasil pernafasan (dan
uap air) dan membebaskan oksigen, menurut persamaan reaksi:
2 KO2 (s) + 2 CO2 (g) → 2 K2CO3 (s) + 3 O2
(g) K2CO3 (s) + CO2 (g) + H2O (g) → 2
KHCO3 (s)

3.2.9 Hidroksida Logam Alkali


Padatan alkali hidroksida berwarna putih, tembus cahaya
dan menyerap uap air udara hingga terlarut dalam air berlebih.
Satu-satu- nya kekecualian adalah litium hidroksida oktahidrat,
LiOH.8H2O. Semua alkali hidroksida berbahaya, sebab bereaksi
dengan protein kulit se- hingga menghilangkan permukaan kulit.
Natrium hidroksida dan kali- um hidroksida disediakan dalam
bentuk pelet - butiran yang diproduksi dengan memasukkan
lelehan-nya ke dalam cetakan. Sebagai padatan maupun dalam
larutan alkali hidroksida menyerap karbon dioksida dari atmosfer
membentuk karbonat, menurut persamaan reaksi:
2 NaOH (aq) + CO2 (g) → Na2CO3 (aq) + H2O ()
Alkali hidroksida merupakan sumber hidroksida yang baik karena
sangat mudah larut dalam air.
Natrium hidroksida dapat dibuat dari larutan garam dapur
se- cara elektrolisis: (1) dalam sel diafragma, (2) sel membran, atau
(3) dalam
sel katode merkuri (raksa), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
3.4. Setiap sel elektrolisis mempunyai kelebihan maupun
kelemahan. Pada sel diafragma dan sel membran terjadi reaksi
penukaran ion pada elek- trode sebagai berikut :
- o
Katode : 2 H2O (aq) + 2 e → H2 (g) + OH (aq)E = - 0,83 V
- o
Anode : 2 Cl (aq) → Cl2 (g) + 2 e E = +1,36 V
Pada katode tidak terjadi reduksi ion natrium karena mempunyai
o
E jauh lebih negatif (-2,17 V).

Gambar 3. 4 Skema preparasi NaOH


secara elektrolisis NaCl dengan :
(a) sel diafragma
(b) sel membran, dan
(c) katode raksa

Dalam sel diafragma asbes, ion-ion natrium dan klorida dapat


menembus diafragma asbes yang basah, tetapi molekul-molekul
gas hidrogen dan klorin tidak. Adanya tekanan pada ruang anode
mence-
-
gah aliran balik ion OH dari ruang katode. Larutan NaOH yang
dihasi- lkan pada katode terkontaminasi dengan NaCl yang tidak
terelektrolisis yang selanjutnya dapat diendapkan dengan
pemekatan larutan terse- but, sehingga dapat dipisahkan dengan
penyaringan. Dalam membran penukaran ion, hanya ion natrium
saja yang dapat melewati membran tersebut, sedangkan ion-ion
klorida, hidroksida dan molekul-molekul gas hidrogen serta klorin
tidak. Larutan NaOH yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh ion
klorida dan dengan demikian lebih pekat di- bandingkan dengan
hasil yang diperoleh dari sel diafragma.
Pada sel katode merkuri (raksa), dipakai logam titanium
sebagai anode. Ion klorida dioksidasi menjadi gas klorin pada
anode, dan ion natrium direduksi menjadi logam natrium pada
katode yang kemudian larut dalam raksa menjadi amalgama
menurut persamaan reaksi:
-
Anode (Ti) : 2 Cl (aq) → Cl2 (g) + 2 e
+
Katode (Hg): 2Na (aq) + 2e + Hg → 2Na (Hg)
Reduksi ion natrium menjadi logamnya ini terjadi karena
permukaan elektrode merkuri bersifat menghambat terjadinya
setengah reaksi yang menghasilkan gas, sehingga menaikkan
potensial elektrode di atas nilai standar (over-voltage). Dengan
demikian reduksi ion hidrogen menjadi gas hidrogen memerlukan
potensial yang lebih tinggi daripada poten- sial reduksi ion natrium.
Amalgam (natrium-raksa) yang dihasilkan di- alirkan ke dalam
suatu wadah, kemudian direaksikan dengan air pada permukaan
grafit untuk memperoleh natrium hidroksida yang bebas dari NaCl,
menurut persamaan reaksi:
2 Na (Hg) + 2 H2O (l) → 2 NaOH (aq) + H2 (g) + Hg (l)
Reaksi ini berlangsung dengan tenang karena adanya medium
raksa. Larutan natrium hidroksida terdapat sebagai lapisan bagian
atas dan cairan raksa sebagai lapisan bagian bawah, sehingga
larutan NaOH da- pat dipisahkan dan dipekatkan untuk kemudian
dipadatkan. Larutan NaOH yang dbuat dengan cara seperti ini
mempunyai kemurnian yang
sangat tinggi. Raksa cair yang diperoleh dialirkan dengan pompa
kem- bali ke ruang katode.
Jadi, dari ketiga macam sel tersebut reaksi elektrolisis larutan
NaCl jenuh yang terjadi adalah:
2 NaCl (aq) + 2 H2O (l) 2 NaOH (aq) + H2 (g) + Cl2 (g)

Manfaat natrium hidroksida


Sebagian besar natrium hidroksida dimanfaatkan sebagai pe-
reaksi pada berbagai pabrik sintesis senyawa organik, anorganik,
dan dikonsumsi pada pembuatan pulp dan pabrik kertas. Natrium
hidroksida juga banyak dimanfaatkan untuk bahan pembersih
peralatan rumah tangga (oven misalnya) dari kotoran lemak. Bahan
pembersih ini biasa-
nya berupa serbuk campuran natrium hidroksida dengan
aluminium, yang bila ditambah air akan bereaksi menghasilkan
-
[Al(OH)4] dan gas
H2. Timbulnya gelembung gas H2 ini akan mengocok larutan
sehingga terjadi kontak lebih cepat antara natrium hdroksida
dengan lemak.

3.2.10 Garam – garam Alkali


Natrium karbonat
Logam-logam alkali (demikian juga amonium) karbonat meru-
pakan satu-satunya kelompok senyawa karbonat yang larut dalam
air. Alkali karbonat yang terpenting adalah natrium karbonat yang
umum- nya stabil sebagai kristal anhidrat, monohidrat, dan
dekahidrat. Natri- um karbonat dapat diperoleh dari bahan
tambang “trona” yang meng-
andung ~ 90% karbonat-hidrogen karbonat, (Na2CO3. NaHCO3.2H2O),
atau natrium sesquikarbonat (sesqui artinya satu setengah) dan ini
mer- upakan jumlah ion natrium yang terdapat dalam setiap unit
karbonat di dalam mineral. Natrium sesquikarbonat bukanlah suatu
campuran dua senyawa melainkan satu senyawa yang dalam kisi
kristalnya terdapat ion-ion karbonat dan bikarbonat secara
bergantian (berselang-seling) dengan ion natrium dan molekul air
dengan rasio = 1 : 1 : 3 : 2, yaitu
Na3(HCO3)(CO3).2H2O.
Natrium karbonat monohidrat dapat diperoleh dari ekstraksi
”trona”yang ditambang seperti batubara kira-kira 400 m di bawah
tanah, diluluhkan kemudian dipanaskan dalam tempat pemanas
yang berpu- tar. Proses ini mampu mengubah sesquikarbonat
menjadi karbonat :

2[Na2CO3. NaHCO3.2H2O] (s) 


3 Na2CO3 (s) + 5 H2O (g) + CO2 (g)

Karbonat yang diperoleh dilarutkan di dalam air, disaring kemudian


diuapkan hingga kering untuk menghasilkan natrium karbonat
mono- hidrat, yang jika dipanaskan dalam pemanas berputar akan
diperoleh natrium karbonat tanpa hidrat.
Kebutuhan dunia akan natrium karbonat dari proses penam-
bangan ini ternyata belum tercukupi, dan kebutuhan ini masih
harus dipenuhi dari proses Solvay yang melibatkan reaksi
sederhana yang se- cara keseluruhan adalah sebagai berikut:
2 NaCl (aq) + CaCO3 (s) Na2CO3 (aq) + CaCl2 (aq)

Keseimbangan reaksi ini sangat jauh bergeser ke kiri dan untuk


membuat reaksi bergeser ke kanan, diperlukan beberapa tahapan
tak langsung. Tahap pertama, karbon dioksida dimasukan ke dalam
larutan yang dijenuhkan oleh NaCl dan amonia, sehingga terjadi
reaksi antara gas karbon dioksida dengan amonia sebagai berikut:
(1) CO2 (g) + NH3 (aq) + H2O (l) → NH4+ (aq) + 3- (aq)
HCO
Hadirnya ion hidrogen karbonat dengan ion natrium akan
mengkristalkan natrium hidrogen karbonat yang mempunyai
kelarutan rendah+pada temperatur rendah:
(2) HCO - (aq) + Na (aq) → NaHCO (s)
3 3
Padatan hidrogen karbonat ini dipisahkan dengan
penyaringan, kemudian dipanaskan dengan hati-hati untuk
memperoleh karbonat:
(3) NaHCO3 (s) Na2CO3 (s) + H2O (g) + CO2 (g)

 
Amonia dapat diperoleh kembali dari garam amonium yang
dihasilkan pada reaksi (1) dengan penambahan basa
Ca(OH)+ 2: -
(4) 2 NH (aq) + 2 Cl (aq) + Ca(OH) (s) →
4 2
2 NH3 (g) + CaCl2 (aq) + 2 H2O (l)
Kalsium hidroksida dan karbon dioksida yang dipergunakan
dalam proses tersebut diperoleh dari pemanasan batu kapur :
(5) CaCO3 (s)  CaO (s) + CO2 (g)
(6) CaO (s) + H2O (l) → Ca(OH)2 (s)
Penjumlahan dari keenam persamaan reaksi tersebut menghasilkan
satu persamaan reaksi keseluruhan:
2 NaCl (aq) + CaCO3 (s) → Na2CO3 (aq) + CaCl2 (aq)
Problem yang ditemui dalam proses Solvay ini adalah jumlah
CaCl2 yang diproduksi sebagai hasil samping terlalu banyak
daripada keperluan pasar. Selain itu proses ini juga membutuhkan
energi yang cukup tinggi hingga lebih mahal dibandingkan dengan
metode ekstraksi mineral “trona”.

Manfaat natrium karbonat


Sekitar 50 % produksi natrium karbonat di Amerika Serikat
digunakan untuk pembuatan gelas. Dalam proses ini natrium
karbonat direaksikan dengan silikon dioksida (pasir) dan
o
komponen-komponen yang lain pada suhu ~ 1500 C. Formula
gelas yang dihasilkan sangat bergantung pada rasio stoikiometrik
bahan-bahan pereaksi. Reaksi kuncinya adalah terbentuknya
natrium silikat dan karbon dioksida menurut persamaan reaksi:

Na2CO3 (l) + x SiO2 (s) → Na2O.x SiO2 (l) + CO2 (g)


Natrium karbonat juga dapat digunakan untuk
menghilangkan ion-ion logam alkali tanah dalam air minum. Ion-ion
logam alkali tanah seperti magnesium dan kalsium yang berasal
dari mineral dolomit
dan batu kapur,akan diubah menjadi senyawa karbonatnya yang
mengendap. Proses ini dikenal sebagai proses pelunakan air sadah
(hard water) menurut persamaan reaksi:
2- 2+
CO3 (aq) + Mg2+ / Ca (aq) → MgCO3 / CaCO (s)
3
Natrium hidrogen karbonat
Logam-logam alkali, kecuali litium, membentuk satu-satunya
padatanhidrogenkarbonatataubikarbonat. Natriumhidrogenkarbonat
lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan karbonatnya, oleh
karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mengalirkan gas
karbon dioksida ke dalam larutan jenuh karbonatnya menurut
persamaan reaksi:
Na2CO3 (aq) + CO2 (g) + H2O (l) → 2 NaHCO3 (s)
Natrium karbonat dapat diperoleh kembali pada pemanasan
menurut persamaan reaksi:
2 NaHCO3 (s) Na2CO3 (aq) + CO2 (g) + H2O (g)

 
Sifat reaksi ini dapat diaplikasikan pada manfaat natrium
bikarbonat sebagai bahan utama pemadam kebakaran, karena
serbuk ini selain mampu menyelimuti api juga gas karbon dioksida
yang dihasilkan dapat mematikan api.
Dalam industri makanan, natrium bikarbonat dipakai untuk
campuran adonan roti agar roti yang dihasilkan mengembang, dan
oleh karena itu natrium bikarbonat disebut juga soda roti atau soda
bakar. Pada pembuatan roti bakar ini natrium bikarbonat sering
dicampurkan dengan kalsium dihidrogen fosfat dan sejumlah pati
(amilum) sebagai filler (pengisi). Kalsium dihidrogen fosfat bersifat
asam, sehingga jika basah akan bereaksi dengan bikarbonat
menghasilkan gas karbon dioksida yang berfungsi
menggelembungkan adonan roti pada pembakaran menurut
persamaan reaksi :
2 NaHCO3 (s) + Ca(H2PO4)2 (s) →
Na2HPO4 (s) + CaHPO4 (s) + 2 CO2 (g) + 2 H2O (l)
Natrium nitrat dan Kalium nitrat
Deposit natrium nitrat (saltpeter) dalam jumlah yang sangat
besar terdapat di Chili. Senyawa ini terurai menjadi senyawa nitrit
o
dan oksigen pada temperatur ~ 500 C menurut persamaan reaksi:
2 NaNO3 (s) 2 NaNO2 (s) + O2 (g)

 
Kalium nitrat dibuat dari kloridanya dengan natrium nitrat menurut
persamaan reaksi:
KCl (aq) + NaNO3 (aq) → KNO3 (aq) + NaCl (aq)
o
Proses ini dilangsungkan pada temperatur dibawah 100 C; karena
KNO3 paling rendah kelarutannya pada temperatur kamar senyawa
ini dapat dipisahkan dan dimurnikan dengan kristalisasi bertingkat.
Seperti halnya NaNO3, KNO3 juga mengalami dekomposisi yang
sama pada pemanasan. Kalium nitrat dapat juga digunakan
sebagai bahan untuk membuat serbuk peluru yang dicampur
dengan, arang kayu, dan belerang dengan rasio massa sekitar 6 :
1 : 1. Jika campuran ini dipanaskan, terjadi reaksi:
2 KNO3 (s) + S (s) + C (s) → K2S (s) + N2 (g) + 3 CO (g)
Terbentuknya gas sebagai hasil reaksi disertai dengan suhu tinggi
mengakibatkan pengembangan mendadak sehingga terjadi
ledakan.

3.2.11 Reaksi dengan Amonia


Logam-logam alkali mempunyai sifat yang menarik dalam hal
kelarutannya dalam amonia yang menghasilkan larutan biru tua jika
larutannya encer. Larutan ini dapat menghantarkan arus listrik,
dengan spesies utama yang diduga membawa arus dalam larutan
adalah elektron yang tersolvasi sebagai hasil ionisasi logam alkali.
Misalnya untuk logam natrium, persamaan ionisasi dalam larutan
amonia adalah:
+
Na (s) + NH3 Na (NH3 ) + e (NH3 )
Jika larutan ini dipekatkan dengan penguapan, warna larutan
berubah menjadi seperti perunggu dan berperilaku seperti logam
cair. Jika di- biarkan dalam waktu lama atau dipercepat dengan
penambahan kata-
lisator logam transisi, larutan ini terurai dengan menghasilkan
garam amida dan gas hidrogen menurut persamaan reaksi:
+
2 Na (NH3 ) + 2 NH3 (l) + 2 e → 2 NaNH2 (NH3 ) + H2 (g)

3.2.12 Amonium sebagai Ion Logam Pseudo-Alkali


Walaupun ion amonium merupakan kation poliatomik yang
terdiri atas atom nitrogen dan hidrogen, keduanya unsur non-
logam, sifat-sifatnya dalam banyak hal mirip ion logam alkali.
Sebagai contoh, garam-garam amonium mudah larut dalam air
sama seperti garam- garam logam alkali. Ion amonium adalah
kation besar dengan muatan rendah, berjari-jari 151 pm, hampir
sama dengan jari-jari ion kalium (152 pm). Salah satu
perbedaannya dengan logam alkali adalah pada pemanasan garam
nitratnya yang menghasilkan produk berbeda, menurut persamaan
reaksi:
2 NaNO3 (s) 2 NaNO2 (s) + O2
 (g) N2O (g) + 2 H2O
 
NH4NO3 (s) (g)


 

3.2.13 Kemiripan Litium dengan Logam Akali-tanah


Litium dalam banyak hal menunjukkan sifat yang berbeda
dengan anggota logam alkali lainnya tetapi justru lebih mirip
dengan logam alkali tanah seperti sifat-sifat berikut ini:
(1) Kekerasan litium terbesar dalam golongan alkali, mirip
dengan kekerasan logam alkali tanah.
(2) Mirip dengan logam alkali tanah tetapi berbeda dengan logam
alkali karena litium membentuk oksida ”normal”, Li2O, bukan
dioksida(2-) atapun dioksida(1-).
(3) Litium adalah satu-satunya logam alkali yang membentuk se-
nyawa nitirida seperti halnya semua logam alkali tanah.
(4) Demikian juga litium adalah satu-satunya logam alkali yang
membentuk senyawa dikarbida(2-), Li2C2 yang sering disebut
litium asetilida, seperti halnya semua logam alkali tanah juga
membentuk senyawa dikarbida(2-).
(5) Garam-garam litium dengan karbonat, fosfat, dan fluorida,
mempunyai kelarutan sangat rendah dalam air, sedangkan
garam- garam alkali tanah dengan karbonat, fosfat, dan
fluorida, tak larut dalam air.
(6) Litium membentuk berbagai senyawa organometalik
(senyawa dengan atom logam terikat langsung dengan atom
karbon organik) sama seperti logam magnesium. Dalam
banyak senyawa garam, litium dan
magnesiummenunjukkanbanyakkesamaannya termasuk sifat
kovalensinya yang relatif tinggi.
-3
Tabel 3.4 Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan (dalam C mm )
ion golongan alkali dan alkali tanah.

Ion Jari-jari Rapatan Ion Jari-jari Rapatan muatan


muatan
+ 2+
Li 73 98 (Be ) 59 1100
+ 2+
Na 116 24 Mg 86 120
+ 152 11 2+ 114 52
K Ca
+ 2+
Rb 166 8 Sr 132 33
+ 2+
Cs 181 6 Ba 149 23

Hubungan antara litium dengan logam alkali tanah sering


disebut sebagai hubungan diagonal dalam sistem periodik unsur-
unsur, yaitu kemiripan sifat-sifat unsur Periode 2 dengan unsur di
sebelah kanan ba- wahnya pada Periode 3, dalam hal ini litium
dengan magnesium. Kemi- ripan sifat-sifat litium dengan
magnesium mungkin dapat diterangkan dari sifat rapatan muatan
kationnya. Dalam golongannya, litium mem- punyai ukuran
(volume) terkecil, dan muatan ion positifnya terpusat da- lam
ukurannya yang kecil ini sehingga kation litium mempunyai daya
mempolarisasi terbesar. Rapatan muatan kation litium adalah 98 C
mm-3 (Lihat Tabel 3.4), ternyata jauh lebih besar dari rapat muatan
kation lain dalam golongannya dan relatif dekat dengan rapatan
muatan kation
magnesium (120 C mm-3). Kedekatan rapatan muatan ion litium ini
di- duga menyebabkan kemiripan sifat-sifat kimia senyawa-
senyawa litium dengan magnesium (alkali tanah). Hal yang sama
berlaku bagi kation natrium (rapatan muatan 24 C mm-3) dengan
kation barium (rapatan muatan 23 C mm-3) yang menunjukkan
kemiripan sifat-sifat kimianya terutama dalam hal reaksinya dengan
dioksigen membentuk senyawa dioksida(2-), Na2O2 dan BaO2.

3.2.14 Soal-soal Golongan Alkali


1. Uraikan secara singkat kecenderungan sifat-sifat logam
golongan alkali, dan reaktifitasnya terhadap air dan asam.
2. (a) Beberapa sifat khas litium justru mirip dengan magnesium
dan sifat ini membuat litium berbeda dari logam-logam
alkali lainnya. Sebutkan sifat-sifat yang dimaksud.
(b) Unsur-unsur alkali dalam banyak hal jelas mirip logam,
namun dalam hal lain berbeda dari logam pada umumnya.
Uraikan aspek-aspek kemiripan maupun perbedaan ini.
3. Jelaskan kecenderungan daya polarisasi ion-ion logam alkali.
4. Jelaskan mengapa oksida litium stabil sebagai oksida normal,
yaitu litium oksida(2-) -Li2O, dan oksida natrium stabil sebagai
natrium dioksida(2-), Na2O2 - (peroksida), sedangkan oksida
kalium stabil sebagai kalium dioksida(1-), KO2 -(superoksida).
5. Jelaskan mengapa kalium dioksida(2-) dapat dipakai pada
sistem sirkulasi udara dalam pesawat ruang angkasa.
6. Ion-ion logam alkali umumnya tidak berwarna. Bagaimana cara
menguji ion alkali misalnya kalium? Tulis persamaan reaksinya.
7. Jelaskan manfaat natrium bikarbonat dalam hubungannya
dengan pemadam kebakaran maupun dalam industri makanan.
8. Salah satu bahan campuran serbuk peluru adalah kalium nitrat.
Sebutkan dua serbuk yang lain yang digunakan dalam
campuran tersebut dan bagaimana proses kerja campuran
serbuk ini sehingga dapat digunakan sebagai serbuk yang
mudah meledak?
9. Jelaskan bagaimana larutan logam-logam alkali dalam amonia
cair mampu mengantar listrik.
10. Tuliskan persamaan reaksi dan kondisi reaksi yang diperlukan
untuk pembuatan padatan NaOH, Na2CO3, dan NaHCO3.

3.3 GOLONGAN ALKALI TANAH


3.3.1 Kecenderungan Golongan Alkali Tanah
Golonganalkali tanah terdiri atas Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra.
Berilium merupakan anggota pertama dalam golongannya bersifat
hampir semi- logam, dan oleh karena itu lebih baik dibicarakan
terpisah, dan radium yang merupakan anggota terakhir bersifat
radioaktif sehingga sifat-sifat kimianya belum banyak diketahui
secara mendalam.
Tabel 3.5 Data beberapa sifat logam alkali tanah
Karakteristika 4Be 12Mg 20Ca 38Sr 56Ba 88Ra
[2He] [10Ne] [18Ar] [36Kr] [54Xe] [86Rn]
Konfigurasi elektronik 2 2 2 2 2 2
2s 3s 4s 5s 6s 7s
o
Titik leleh / C 1283 649 839 768 727 ~ 700
o
Titik didih / C 2770 1107 1487 1384 1850 ~ 1700
-3 o
Densitas / g cm (20 C) 1,85 1,74 1,54 2,58 3,65 5,5
Jari-jari atomik / pm 111 160 197 215 217 -
2+
Jari-jari ionik M / pm - 86 114 132 149 -
-1
Energi ionisasi / kJ mol I 900 738 590 550 503 509
II 1757 1450 1145 1058 958 975
Potensial reduksi standar / - 1,85 - 2,36 - 2,87 - 2,89 - 2,91 - 2,92
V
-1
∆Hatomisasi / kJ mol 149 177 164 175 -
Elektronegativitas 1,5 1,2 1,0 1,0 0,9 -
krimso
merah
Warna Nyala - - n hijau -
bata
(merah
tua)
Logam alkali tanah berwarna putih keperakan dan
mempunyai densitas (rapatan) relatif rendah, dan semakin besar
dengan naiknya nomor atom kecuali kalsium (Tabel 3.5). Ikatan
metalik logam-logam alkali tanah lebih kuat daripada ikatan metalik
logam alkali sebagaimana ditunjukkan oleh harga entalpi atomisasi;
titik leleh dan kekerasan logam alkali tanah juga lebih besar
daripada logam alkali. Walaupun densitas logamnya naik dengan
naiknya nomor atom seperti halnya dengan logam-logam alkali,
titik leleh dan entalpi atomisasi berubah hanya sedikit saja, berbeda
dari titik leleh dan entalpi atomisasi logam- logam alkali. Logam-
logam alkali tanah kurang reaktif, atau kurang elektropositif,
dibandingkan dengan logam alkali, namun lebih reaktif daripada
logam-logam yang lain. Sebagai contoh, Ca, Sr, dan Ba bereaksi
dengan air dingin, dan reaksi yang paling hebat adalah reaksi air
dengan barium.
Ba (s) + 2 H2O (l) → Ba(OH)2 (aq) + H2 (g)
Seperti halnya golongan alkali, logam-logam alkali tanah semakin
reaktif dengan naiknya nomor atom. Jadi, magnesium tidak
bereaksi dengan air dingin, tetapi bereaksi lambat dengan air panas
untuk menghasilkan magnesium hidroksida dan gas hidrogen.

3.3.2 Sifat Umum Senyawa-Senyawa Logam Alkali Tanah


Karakter ionik
Ion logam alkali tanah selalu mempunyai tingkat oksidasi +2,
dan senyawanya bersifat stabil, padatannya bersifat ionik, tak
berwarna kecuali jika anioniknya berwarna. Sebagian sifat kovalen
dijumpai pada senyawa magnesium, terlebih-lebih senyawa
berilium didominasi oleh ikatan kovalen.
Hidrasi ion
Garam-garam logam alkali tanah hampir semuanya terhidrat.
Jumlah molekul hidrat dalam kristal garam-garam ini bervariasi
antara 2 – 12 seperti ditunjukkan pada Tabel 3.6. Tampaknya ada
hubungan
paralel antara besarnya rapatan muatan ion logam dengan jumlah
molekul hidrat.

Tabel 3.6 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat MX2.nH2O
M : Mg Ca Sr Ba
MCl2.nH2O : 12 6 6 2
M(NO3)2.nH2O : 9 4 4 0
MSO4.nH2O : 12 2 0 0

Kelarutan garam-garam alkali tanah


Berbeda dengan garam-garam golongan alkali yang mudah
larut dalam air, berbagai garam logam golongan alkali tanah tidak
larut dalam air. Pada umumnya garam alkali tanah yang larut
dalam air adalah garam-garam nitrat dan klorida (dari anion valensi
tunggal) sedangkan yang sukar larut adalah garam-garam seperti
karbonat, dan fosfat (anion bervalensi ganda). Beberapa anion
menunjukkan kecenderungan kelarutan yang cukup mencolok
seperti misalnya garam sulfat yang mempunyai kecenderungan
semakin sukar larut dari atas ke bawah dalam golongannya
sedangkan hidroksidanya menunjukkan hal yang sebaliknya yaitu
semakin sukar larut.
Dalam bab sebelumnya telah dibicarakan kelarutan halida
alkali berkenaan dengan fungsi-fungsi termodinamika. Untuk halida
alkali tanah, harga setiap fungsi termodinamik berbeda secara
dramatis dibandingkan dengan harga setiap fungsi untuk halida
alkali, tetapi untuk perubahan total entalpi maupun entropi dalam
proses pelarutan hanya sedikit berbeda.
Faktor Entalpi
Tahap pertama siklus entalpi adalah penguapan kisi kristal.
Garam kation dipositif (ion logam alkali tanah) membutuhkan
energi penguapan kisi kristal kira-kira sebesar tiga kali lipat dari
energi yang sama untuk garam kation monopositif (ion logam
alkali). Hal ini disebabkan adanya gaya tarik menarik (atraksi)
elektrostatik yang jauh lebih besar dalam garam kation dipositif.
Selain itu, untuk setiap mol
2+ -
garam kation dipositif, ada tiga ion (yaitu M dan 2 X ) yang
+ -
harus dipisahkan dibanding dengan dua ion (M dan X ) pada
garam kation monopositif.
Tetapi, entalpi hidrasi garam kation dipositif juga jauh lebih
besar daripada entalpi hidrasi garam kation monopositif. Oleh
karena densitas muatan kation golongan alkali tanah lebih besar
daripada densitas muatan kation golongan alkali, maka molekul-
molekul air akan tertarik lebih kuat oleh kation dipositif, sehingga
energi yang dibebaskan pada pembentukan ion tersolvasi menjadi
2+
lebih besar pula. Sebagai contoh, entalpi hidrasi ion Mg adalah
-1
-1921 kJ mol sedangkan untuk ion
+ -1
Na adalah - 435 kJ mol . Perbandingan harga entalpi untuk MgCl2
dan NaCl ditunjukkan pada Tabel 3.7. Data ini menyarankan bahwa
jika garam anhidrat MgCl2 dilarutkan dalam air maka proses
pelarutannya akan bersifat eksotermik.

Tabel 3.7 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
-1 -1
Senyawa Energi Kisi / kJ Entalpi Hidrasi / kJ mol ∆H / kJ mol
-1
mol
MgCl2 + 2526 - 2659 - 133
NaCl + 788 - 784 +4

Faktor Entropi
Entropi kisi magnesium klorida adalah sekitar satu setengah
kali entropi kisi natrium klorida (Tabel 3.8). Hal ini paralel dengan
jumlah ion gas yang dihasilkan yaitu tiga ion gas untuk tiap molekul
MgCl2 dan dua ion gas untuk tiap molekul NaCl. Tetapi, oleh
2+
karena densitas muatan ion Mg jauh lebih besar dibandingkan
+ 2+
dengan densitas muatan ion Na , maka entropi hidrasi ion Mg
+
negatif jauh lebih besar daripada entropi hidrasi ion Na . Lapisan
2+
molekul-molekul air di seputar ion Mg yang terikat kuat
merupakan lingkungan yang jauh lebih teratur sehingga secara
keseluruhan faktor entropi tidak mendukung proses pelarutan
garam MgCl2 , dan hal ini berbeda dengan proses pelarutan garam
NaCl yang justru didukung oleh faktor enropinya.
Tabel 3.8 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
(dinyatakan dalam T ∆S)

Entropi Kisi / Entropi Hidrasi / kJ -1


Senyawa -1 ∆S / kJ mol
kJ mol -1
mol
MgCl2 + 109 - 143 - 34
NaCl + 68 - 55 + 13

Energi Bebas
Kombinasi kedua faktor tersebut, yaitu entalpi dan entropi,
menunjukkan bahwa proses pelarutan terutama sebagai akibat dari
besaran besaran perbedaan (∆) yang sangat kecil dalam besaran-
besaran energi kisi dan entalpi hidrasi yang sangat besar
sebagaimana ditunjukkan Tabel 3.9. Lebih lanjut untuk MgCl2,
faktor entalpi (negatif) mendukung pelarutan dan faktor entropi
(negatif) melawannya, tetapi berlaku sebaliknya bagi NaCl.
-1
Tabel 3.9 Perbandingan harga-harga ∆H, ∆S, dan ∆G (dalam kJ mol )
dengan energi kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan
MgCl2 dan NaCl

Senyawa ∆H ∆S ∆G Energi kisi Entalpi hidrasi


MgCl2 - 133 - 34 - 99 + 2526 - 2659
NaCl +4 + 13 + 11 + 788 - 784

Energi kisi yang sangat tinggi mengakibatkan garam-garam


anion di- dan tri-negatif sukar larut. Naiknya muatan ion
mengakibatkan naiknya energi penguapan (pada tahapan siklus
energi kisi) untuk mengatasi gaya tarik elektrostatik. Garam-garam
ion dinegatif (misalnya sulfat) dibanding dengan garam-garam ion
mononegatif (misalnya klorida) dari kation yang sama (misalnya
Mg2+), jumlah ion-ionnya lebih sedikit (yaitu 2 untuk MgSO4 dan 3
untuk MgCl2), sehingga total entalpi hidrasi ion akan lebih kecil.
Kombinasi kedua faktor ini, yaitu gaya tarik elektrostatik dan
jumlah ion, menjadi penyebab rendahnya kelarutan garam-garam
yang bersangkutan.
3.3.3 Berilium, 4Be
Berilium merupakan anggota golongan alkali tanah yang unik,
tampak seperti baja berwarna abu-abu, keras, mempunyai titik
leleh tinggi, dan densitas rendah. Berilium bersifat penghantar
listrik yang baik sehingga berilium benar-benar merupakan suatu
logam. Berilium juga bersifat tahan terhadap korosi, kuat, dan
nonmagnetik sehingga paduan logam berilium sering digunakan
untuk instrumen yang me- merlukan presisi (ketepatan) yang
tinggi, misalnya giroskop. Berilium juga umum dipakai sebagai
bahan paduan logam dengan tembaga untuk menaikkan kekerasan.
Penggunaan berilium dalam jumlah sang- at sedikit namun bersifat
krusial adalah pada jendela tabung sinar-X. Serapan terhadap
sinar-X naik dengan kuadrat nomor atom, dan karena berilium
mempunyai nomor atom terendah dari semua logam yang sta- bil
terhadap udara, maka berilium merupakan salah satu bahan yang
paling transparan untuk spektrum sinar-X. Berilium juga dapat
dipakai sebagai “moderator” terhadap neutron yang dihasilkan
pada reaksi nu- klir.
Sumberberilium di alam adalah batupermata beril,
Be3Al2Si6O18, yang mempunyai berbagai warna tergantung pada
jumlah kelumit pengotornya. Warna biru-hijau muda beril disebut
akuamarin, hijau tua beril disebut emeral. Warna hijau disebabkan
oleh adanya ~ 2 % ion Cr(III) dalam struktur kristalnya. Tentu saja
emeral tidak digunakan untuk memproduksi logam berilium, namun
sebagai gantinya digunakan kristal-kristal beril yang tak-sempurna
dan tak berwarna atau beril coklat. Berilium murni dapat diperoleh
dengan mengubah bijih beril menjadi oksidanya, BeO, kemudian
oksida ini diubah menjadi klorida atau fluoridanya. Pemanasan
fluorida dengan magnesium dalam tungku pada suhu sekitar 1000
o
C menghasilkan logam berilium:
BeF2 (s) + Mg (l) → Be (s) + MgF2 (s)
Senyawa berilium terasa manis, tetapi sangat beracun (pada
abad 19, penemuan senyawa baru biasanya dilakukan uji rasa, titik
leleh, dan kelarutan). Jika debu senyawa berilium terhirup, dapat
mengakibatkan
kondisi kronik beriliosis. Sifat racun berilium ini disebabkan oleh ke-
2+ 2+
mampuan ion Be berkompetisi dengan Mg pada berbagai
macam enzim.
Kimiaberiliumsangatberbeda dengan kimia golongan alkali
tanah lainnya karena sifat ikatan kovalen mendominasi senyawaan
berilium. Ukuran kation berilium yang jauh sangat kecil dalam
golongannya, menyebabkan densitas muatan yang sangat besar
-3
(1100 C mm ) sehingga mampu mempolarisasi anion apapun di
seputarnya dan ini mengakibatkan terjadinya tumpang-tindih
rapatan elektron sehingga memberikan sifat kovalen. Energi
ionisasi pertama dan ke dua berilium lebih besar daripada energi
ionisasi ionisasi pertama dan ke dua unsur alkali tanah yang lainnya
2 2
karena elektron-elektron 2s hanya ditamengi oleh elektron 1s
2
saja. Namun, elektron 2s mudah dipromosikan ke orbital 2p
untuk membentuk orbital hibrida sp, sehingga berilium membentuk
senyawa kovalen sederhana dengan bentuk molekul linear seperti
BeH2, BeCl2, dan BeBr2. Oleh karena itu tidak ditemui senyawa
2+
kristalin atau larutan yang mengandung ion bebas Be .
Spesies berilium ionik hanya terdapat pada ion-ion yang muat-
annya dapat dilokalisasi ke dalam beberapa atom misalnya pada
2+
ion tetraakuaberilium(II), [Be(H2O)4] . Dalam spesies ini keempat
atom oksigen dari molekul air terikat secara kovalen pada ion pusat
berilium
dengan menempati keempat titik sudut tetrahedron karena ion berilium
membentuk orbital hibrida sp3, sehingga berilium dalam hal ini
mempu- nyai bilangan koordinasi empat. Beberapa contoh lain
2- 2- 2-
adalah [BeF4] , [BeCl4] , dan [BeBr4] . Jadi, berilium oksida dan
berilium halida bersi-
fat kovalen, dan ini berbeda dengan oksida dan halida dari anggota al-
kali tanah yang lain yang bersifat ionik.
2+ 2-
Gambar 3.5 Geometri tetrahedral [Be(H2O)4] dan [Be(OH)4]
Berilium termasuk logam “daerah batas” (borderline)
sebagaimana ditunjukkan oleh sifat reaksi oksidanya. Oksida logam
umumnya bereaksi dengan asam menghasilkan kation logam yang
bersangkutan, dan dengan basa tidak menghasilkan anion oksi.
Tetapi, berilium oksida menunjukkan kedua sifat tersebut, yaitu
dengan asam (ion hidronium) membentuk kation
tetraakuaberilium(II), dan dengan basa (ion hidroksida) membentuk
anion tetrahidroksoberilat(II); jadi, berilium oksida menunjukkan sifat
amfoterik. Kedua ion ini mempunyai struktur tetrahedral (Gambar
3.5), menurut persamaan reaksi berikut:
+ 2+
H2O (l) + BeO (s) + 2 H3O (aq) → [Be(H2O)4] (aq)
- 2-
H2O (l) + BeO (s) + 2 OH (aq) → [Be(OH)4] (aq)

3.3.4 Magnesium, 12Mg


Di alam, magnesium didapatkan sebagai salah satu
komponen dari sejumlah campuran garam seperti karnalit,
MgCl2.KCl.6H2O, dan dolomit, MgCO3.CaCO3. Senyawa-senyawa
ini sesungguhnya bukan sekedar campuran garam rangkap,
melainkan kristal-kristal ionik murni. Dalam kristal ini kation-kation
yang berbeda ukurannya secara berselang-seling menyokong
kestabilan yang lebih besar pada kisi kristalnya dibandingkan
dengan jika hanya disokong oleh salah satu kationnya saja. Oleh
karena itu, karnalit tersusun oleh rakitan anion- anion klorida yang
diselang-selingi oleh kation magnesium, kalium, dan molekul air
dengan rasio 3 : 1 : 1 : 6, dalam formula KMgCl3.6H2O.
Magnesium adalah ion paling umum ketiga yang dijumpai
dalam air laut setelah natrium dan klorida, sehingga air laut
merupakan sumber paling besar untuk industri logam ini. Dari 1
3
km air laut terdapat kira- kira satu juta ton magnesium (~ 0,001
8 3
ppm). Dengan 10 km air laut di planet bumi kita, kebutuhan
logam magnesium lebih dari cukup. Proses ekstraksi kimiawi
menurut Dow didasarkan pada kenyataan bahwa magnesium
hidroksida mempunyai kelarutan lebih rendah daripada kelarutan
kalsium hidroksida. Jadi, jika suspensi serbuk halus kalsium
hidroksida ditambahkan pada air laut maka akan terjadi
pengendapan magnesium hidroksida menurut persamaan reaksi:
2+ 2+
Ca(OH)2 (s) + Mg (aq) → Ca (aq) + Mg(OH)2 (s)
Magnesium hidroksida disaring kemudian dinetralkan dengan asam
hidroklorida untuk memperoleh larutan magnesium klorida menurut
persamaan reaksi:
Mg(OH)2 (s) + 2 HCl (aq) → MgCl2 (aq) + 2 H2O (l)
Larutan diuapkan hingga kering dan resultannya dimasukkan ke
dalam sel elektrolitik yang mirip dengan sel Downs yang digunakan
untuk memproduksi natrium menurut persamaan reaksi berikut :
2+
Katode : Mg (MgCl2) + 2e Mg (l)
-
Anode : Cl (MgCl2) → Cl2 (g) + 2e
Logam magnesium terkumpul pada permukaan katode yang
kemudian dapat dipisahkan dengan penyedotan, sedangkan gas
klorin yang dihasilkan pada ruang anode, dapat direduksi kembali
menjadi hidrogen klorida sehingga dapat digunakan lagi untuk
menetralkan magnesium hidroksida.
Logam magnesium dapat teroksidasi oleh udara secara
perlahan- lahan pada temperatur kamar, tetapi pada pemanasan
reaksinya sangat hebat. Jika logam magnesium dibakar, akan
timbul nyala putih yang sangat terang. Oleh sebab itu pada awal
fotografi (bahkan masih sering hingga sekarang), serbuk
magnesium dibakar sebagai sumber penerangan (iluminasi):
2 Mg (s) + O2 (g) → 2 MgO (s)
Reaksi pembakaran logam magnesium tersebut berlangsung
sangat hebat, sehingga tidak dapat dipadamkan dengan bahan
pema- dam api dari karbon dioksida, melainkan harus dipadamkan
dengan bahan pemadam kebakaran klas D yang mengandung
grafit atau na- trium klorida, (klas A, B, dan C digunakan untuk
pemadam kebakaran konvensional). Bila grafit dengan logam
dibakar akan dihasilkan karbida logam yang akan membungkus
permukaan logam yang terbakar se- hingga secara efektif dapat
menahan reaksi pembakaran lebih lanjut. Natrium klorida meleleh
pada temperatur pembakaran magnesium dan
membentuk lapisan inert yang akan membungkus permukaan
logam sehingga mencegah terjadinya kontak lebih lanjut dengan
oksigen.
Magnesium yang sedang terbakar bahkan dapat bereaksi
dengan karbon dioksida menghasilkan magnesium oksida dan
karbon menurut persamaan reaksi:
2 Mg (s) + CO2 (g) → 2 MgO (s) + C (s)
Reaksi pembakaran tersebut secara demonstratif dapat dilakukan
dalam rongga dry ice (karbon dioksida padat), menimbulkan nyala
terang yang dapat diamati secara transparan dan akan
meninggalkan padatan hitam karbon (arang) dan abu putih (MgO).
Walaupun magnesium sangat reaktif, kereaktifannya tidak
seperti yang diharapkan berdasarkan nilai potensial reduksinya (-
2,37 V). Kurangnya kereaktifan magnesium ini disebabkan oleh
cepatnya pembentukan oksidanya yang membungkus permukaan
logam ini sehingga melindungi kontak lebih lanjut dengan oksigen
udara. Salah satu perbedaan sifat kimiawi magnesium dari logam
alkali tanah lain dalam kelompoknya adalah sifat dekomposisi
garam kloridanya. Magnesium klorida monohidrat terdekomposisi
menjadi garam klorida basa pada pemanasan, sedangkan garam
terhidrat klorida kalsium, stronsium, dan barium membentuk garam
anhidrat pada pemanasan, menurut persamaan reaksi:
MCl2.2H2O (s) MCl2 (s) + 2 H2O (l) (M = Ca, Sr,
Ba) Mg(OH)Cl (s) + HCl (g)

 
MgCl2.H2O (s)


 
Magnesium mudah membentuk senyawa kovalen khususnya
dengan senyawa organik berukuran relatif besar. Hal ini berkaitan
dengan densitas muatan ion magnesium yang relatif tinggi, 120 C
-3
mm (bandingkan dengan densitas muatan ion kalsium yang
- 3
hanya 52 C mm ). Sebagai contoh, logam magnesium dapat
bereaksi dengan senyawa halokarbon (alkil halida), misalnya
bromoetana (C2H5Br) dalam pelarut etoksietana, (C2H5)2O (eter).
Atom magnesium menyusup masuk di antara atom-atom karbon
dan halogen membentuk ikatan kovalen dengan keduanya, dan
menghasilkan suatu senyawa organologam,
yang dikenal sebagai pereaksi Grignard, dan sangat luas dipakai
pada sintesis senyawa-senyawa organik; persamaan reaksinya
adalah :
C2H5Br (eter) + Mg (s) → C2H5MgBr (eter)
Sebagian besar logam magnesium juga dimanfaatkan untuk logam
paduan aluminium-magnesium karena sifatnya yang ringan dengan
-3
densitas rendah yaitu 1,74 g cm .
3.3.5 Kalsium dan Barium
Kedua logam ini berwarna keabu-abuan, bereaksi lambat
dengan oksigen udara pada temperatur kamar tetapi terbakar
hebat pada pema- nasan. Kalsium terbakar hanya menghasilkan
oksidanya, tetapi barium dapat menghasilkan dioksida(2-) dalam
kondisi oksigen berlebihan, me- nurut persamaan reaksi:

2 Ca (s) + O2 (g) → 2 CaO (s)


2 Ba (s) + O2 (g) → 2 BaO
(s) Ba (s) + O2 (g) → BaO2
(s)
Pembentukan barium dioksida(2-) dapat dijelaskan dengan sifat
-3
den- sitas muatan ion barium yang rendah (23 C mm ), hampir
-3
sama den- gan densitas muatan ion natrium (24 C mm ),
sehingga mampu men-
stabilkan ion-ion
dioksida(2-), O yang mudah terpolarisasi seperti 2-.
2
Berilium meneruskan sinar-X tetapi kalsium dan barium
menyerap kuat. Kerangka (tulang) dapat difoto dengan sinar-X
karena tulang mengandung kalsium yang dapat menyerap sinar-X.
Namun, unsur- unsur dalam jaringan lunak tidak menyerap sinar-X,
sehingga tidak memungkinkan untuk memvisualisasi gangguan
sakit perut dan usus besar dengan sinar-X. Ion barium merupakan
penyerap sinar-X yang baik, walaupun sangat beracun dapat
digunakan. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan
menelan senyawa BaSO4 yang sukar larut dalam bentuk suspensi
(slurry) dengan konsentrasi yang cukup aman terhadap kesehatan
-3 -1
yaitu 2,4 x 10 g L . Dengan demikian keadaan organ-organ
dalam perut dan usus dapat terdeteksi oleh sinar-X
sedangkan senyawa BaSO4 akhirnya akan turut keluar bersama-
sama kotoran.
3.3.6 Oksida Logam Alkali Tanah
Logam-logam alkali tanah terbakar dalam udara membentuk
oksida normal, kecuali anggota kelompok yang densitas muatannya
rendah seperti barium yang membentuk (barium) peroksida.
Kecuali magnesium oksida yang tidak larut dalam air, oksida-oksida
logam alkali tanah umumnya bereaksi dengan air membentuk
hidroksidanya menurut persamaan reaksi:
MO (s) + H2O (l) → M(OH)2 (s) (M = Ca, Sr, Ba)
Magnesium oksida mempunyai titik leleh yang sangat tinggi
o
(2825 C), oleh karena itu senyawa ini jika dicampur dengan tanah
liat (batu bata) sangat bermanfaat sebagai bahan pelapis tungku
pada industri. Kristal magnesium oksida merupakan senyawa yang
sedikit berbeda dari oksida logam alkali tanah lainnya, karena
senyawa ini bersifat konduktor panas yang baik tetapi
menunjukkan sifat konduktor listrik yang buruk walaupun pada
temperatur tinggi.
Kalsium oksida sering disebut kapur tohor (quicklime),
banyak digunakan pada produksi baja, dan dapat diperoleh dari
pemanasan kalsium karbonat pada temperatur sangat tinggi (>
o
1170 C), menurut persamaan reaksi :
CaCO3 (s)
CaO (s) + CO2 (g)

 
Kalsium oksida sebagai padatan dengan titik leleh yang sangat
tinggi bersifat unik. Jika nyala api diarahkan pada cetakan-cetakan
kalsium oksida, maka cetakan-cetakan ini menyala dengan warna
putih terang. Gejala ini dikenal sebagai termopendar cahaya
(thermoluminescence), sebagaimana juga ditemui pada
Torium(IV) oksida, ThO2, sehingga senyawa ini sering digunakan
pada mantel lampu dengan bahan bakar gas untuk keperluan
berkemah).
Kalsium oksida bereaksi dengan air membentuk
hidroksidanya dan sering dipakai untuk menetralkan tanah yang
bersifat asam. Namun, penggunaan kalsium oksida ini dapat juga
mengakibatkan tanah terlalu basa, oleh karena itu lebih baik jika
dipakai serbuk batu kapur sebagai agen netralisasi; persaman
reaksinya adalah:
+ 2+
Ca(OH)2 (aq) + H3O (aq) → Ca (aq) + 3 H2O (l)
+ 2+
CaCO3 (s) + 2 H3O (aq) → Ca (aq) + CO2 (g) + 3H2O(l)

3.3.7 Hidroksida Logam Alkali Tanah


Kelarutan hidroksida logam-logam alkali tanah dalam air
semakin besar dengan naiknya nomor atom (Tabel 3.10) dan hanya
magnesium hidroksida yang sukar larut dalam air. Sifat magnesium
hidroksida yang sukar larut ini sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari misalnya yang berkaitan dengan penggunaan obat sakit
perut antasit. Sakit perut dapat disebabkan oleh kandungan asam
yang terlalu tinggi dalam perut. Untuk menetralkannya dapat
dipakai ion hidroksida, namun sayangnya ion hidroksida bersifat
sangat korosif dan dapat mengakibatkan rasa sakit seperti terbakar
jika dicerna. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut
dipakai serbuk halus suspensi magnesium hiroksida murni dalam
air) yang disebut susu magnesia. Kelarutan magnesium hidroksida
yang rendah berarti konsentrasi ion hidroksida bebas dalam
suspensi tersebut sangat kecil.
Larutan jenuh kalsium hidroksida disebut juga air kapur.
Larutan ini dapat dipakai untuk melakukan uji paling sederhana
terhadap gas karbon dioksida yang pada awalnya memberikan
endapan putih kalsium karbonat, namun endapan tersebut larut
kembali sebagai kalsium hidrogen karbonat pada penambahan gas
karbon dioksida berlebihan, menurut persamaan reaksi:
Ca(OH)2 (aq) + CO2 (g) → CaCO3 (s)
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca(HCO3)2 (aq)
2+ -
atau Ca (aq) + CO2 (g) + 2 OH (aq) → CaCO3 (s) + H2O (l)
2+ -
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca 3
(aq) + 2 HCO (aq)
Gas karbon dioksida bersifat asam, dan oleh karena itu dapat
menye- babkan kerusakan secara perlahan-lahan pada batu
marmer yang di- pakai pada bagian luar bangunan.
Tabel 3.10 Kelarutan hidroksida logam alkali tanah

Hidroksida Mg(OH)2 Ca(OH)2 Sr(OH)2 Ba(OH)2


-1
Kelarutan / g L 0,0001 1,2 10 47

3.3.8 Garam-garam logam Alkali


Tanah Kalsium Karbonat, CaCO3
Kalsium yang merupakan unsur terbanyak kelima di bumi,
sangat banyak terdapat sebagai kalsium karbonat dalam deposit
masif kapur (chalk), gamping atau batu kapur (limestone), dan
marmer yang tersebar luas di mana-mana. Kapur terbentuk juga di
dalam laut, terutama selama abad “Cretaceous” kira-kira 135 juta
tahun lalu, yang berasal dari kerangka organisme laut yang tak
terhitung jumlahnya. Batu kapur terbentuk dalam laut ini, tetapi
sebagai endapan sederhana karena jumlahnya yang semakin besar
sehingga berlebihan. Persamaan reaksinya adalah :
2+ 2-
Ca (aq) + CO3 (aq) CaCO3 (s).
Marmer terbentuk sebagai akibat dari adanya kombinasi
panas dan tekanan terhadap deposit batu kapur yang terpendam
jauh di dalam kerak bumi yangmengakibatkanbatukapur meleleh.
Lelehanbatukapur ini menjadi dingin kembali karena terdorong balik
ke permukaan yang akhirnya memadat menjadi bentuk padatan
tebal yang disebut marmer. Kalsium karbonat yang sangat murni
terdapat dalam dua bentuk kristal yang berbeda yaitu kalsit dan
“Iceland spar” (yang artinya tiang kapal Islandia). Kristal yang
kedua ini lebih jarang dijumpai, namun kristal ini bersifat unik
dalam hal kemampuannya meneruskan dua bayangan dari suatu
objek yang diletakkan dibawahnya. Kedua bayangan ini muncul
karena kristal ini memepunyai dua indeks refraksi atau indeks bias
yang berbeda.
Gua-guakapurterbentukkarenaaliranairhujanyangmengandung
karbon dioksida menerobos batu-batu kapur, dan melarutkan
sebagian batu kapur ini serta membawanya pergi dalam aliran air
dengan meninggalkan rongga-rongga sebagai gua, menurut
persamaan reaksi:
2+ -
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca (aq) + 2 HCO3 (aq)
Ion hidrogen karbonat bersifat sangat mudah terpolarisasi,
oleh karena itu hanya distabilkan oleh kation yang densitas
-
muatannya rendah seperti natrium (densitas muatannya 24 C mm
3
), tetapi ion ini tidak distabilkan oleh ion kalsium yang densitas
-3
muatannya tinggi yaitu 52 C mm . Dengan demikian penguapan
larutan kalsium hidrogen karbonat mengakibatkan terbentuknya
kembali padatan kalsium karbonat, menurut persamaan reaksi:
Ca(HCO3)2 (aq) → CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l)
Padatan kalsium karbonat inilah yang membentuk stalagmit, yaitu
kalsium karbonat yang bertumbuh terus-menerus dan semakin
tinggi dari dasar gua, dan stalagtit yaitu kalsium karbonat yang
bertumbuh terus menerus mengarah ke bawah dari atap gua.
Salah satu misteri terbesar di bidang geokimia adalah proses
pembentukan mineral dolomit. Dolomit dijumpai sebagai deposit
(endapan) yang sangat besar. Struktur kimianya adalah
CaMg(CO3)2, yang tersusun oleh ion-ion karbonat yang diselang-
selingi secara bergantian oleh ion kalsium dan magnesium. Satu hal
yang menarik adalah bahwa banyak deposit hidrokarbon (minyak)
dijumpai di dalam deposit dolomit. Jika larutan ion-ion kalsium,
magnesium, dan ion karbonat dicampur di laboratorium, maka
hanya akan diperoleh campuran kristal kalsium karbonat dan kristal
magnesium karbonat. Untuk membentuk dolomit dibutuhkan
o
temperatur diatas 150 C, suatu kondisi yang tidak mungkint erjadi
pada permukaan bumi . Selain itu, konsentrasi ion magnesium di
dalam air laut jauh lebih rendah
dibandingkan dengan ion kalsium. Hipotesis yang paling populer
adalah bahwa dasar batu kapur terbentuk lebih dulu dan
terpendam sangat dalam di dalam tanah, kemudian air yang kaya
ion magnesium diduga tersirkulasi melalui pori-pori batu kapur ini
dan secara selektif terjadi penggantian ion kalsium oleh ion
magnesium. Kelemahan yang mencolok dari hipotesis ini adalah
adanya hal yang sulit dimengerti mengapa pertukaran ion kalsium
denga ion magnesium dapat terjadi secara teratur (uniform) hingga
3
ribuan km . Meskipun ada kelemahan dari hipotesisi ini, sampai
dengan saat ini hipotesis tersebut masih merupakan penjelasan
yang terbaik.
Kalsium karbonat dikenal secara populer sebagai antasit.
Walau- pun antasit menyediakan salah satu unsur esensial yang
diperlukan tu- buh, namun menimbulkan kerugian. Reaksinya
dengan asam lambung menghasilkan gas karbon dioksida dan ion
kalsium yang ternyata mem- punyai efek yang berlawanan dengan
ion magnesium. Ion kalsium me- nimbulkan efek sembelit (atau
menyulitkan) sedangkan ion magnesium menimbulkan efek
pencahar (pencuci). Antasit tertentu mengandung kedua jenis
kation ini untuk saling menetralkan efek yang ditimbulkan.

Semen
Telah disadari kira-kira sejak 1500 BC, bahwa pasta dari
campuran kalsium hidroksida dan pasir (mortar) dapat dipakai
untuk merekatkan batu bata atau batu-batu dalam konstruksi
bangunan. Campuran material tersebut secara perlahan mengikat
karbon dioksida dari udara dan mengubah kalsium hidroksida
menjadi padatan keras kalsium karbonat. Antara 100 BC hingga
400 AD, orang-orang Romawi dengan sempurna menggunakan
mortar kapur (gamping) untuk mendirikan bangunan-bangunan
dan pipa-pipa saluran air, dan sampai sekarang produknya banyak
yang masih bertahan. Mereka juga membuat penemuan-penemuan
yangpentingyaitubahwacampuran abu gunung berapi dengan
mortar kapur (gamping) memberikan material yang jauh lebih kuat.
Material-material ini merupakan bahan dasar pembuatan semen
modern.
Semen merupakan salah satu produk industri kimia terbesar
di dunia. Semen dibuat dengan menggerus batu kapur dan serpih
(alumino silikat) bersama-sama lalu memanaskan campuran ini
o
hingga 1500 C. Reaksi kimia yang terjadi membebaskan karbon
dioksida dan melelehkan sebagian komponen membentuk padatan
gumpalan (bongkahan) yang disebut dengan kerak-arang (clinker).
Kerak-arang ini kemudian digerus menjadi serbuk dan dicampurkan
dengan sedikit kalsium sulfat. Campuran ini dikenal sebagai semen
Portland. Susunan kimia semen ini adalah ~ 26 % Ca2SiO4
(dikalsium silikat), 51 % Ca3SiO5 (trikalsium silikat), dan 11%
Ca3Al2O6 (trikalsium aluminat). Ketika air ditambahkan maka
terjadi berbagai reaksi hidrasi yang kompleks yang salah satu tipe
reaksinya adalah:

2 Ca2SiO4 (s) + 4 H2O (l) → Ca3Si2O7.3H2O (s) + Ca(OH)2 (s)

Silikat trihidrat yang disebut gel tobermorit membentuk kristal


kuat yang merekatkan ikatan-ikatan kuat silikon-oksigen dengan
pasir dan agregat kerikil (batu-batu kecil) yang dicampurkan pada
semen. Karena produk lain dalam reaksi tersebut adalah kalsium
hidroksida, campuran ini harus diperlakukan sebagai material
korosif ketika mengeras.

Kalsium klorida
Kalsium klorida anhidrat bersifat higroskopik, mudah
menyerap uap air, dan oleh karena itu sering dipakai sebagai bahan
pengering di laboratorium kimia. Reaksi pembentukan heksahidrat,
CaCl2.6H2O, bersifat eksotermik. Kalsium klorida, sebagai ganti
natrium klorida, dapat dipakai untuk melelehkan es menurut dua cara.
Pertama, reaksinya dengan air sangat eksotermik, dan kedua,
kalsium klorida membentuk campuran yang membeku yang
berakibat banyak mereduksi titik leleh.

Kelarutan kalsium klorida dalam air sangat besar, dan larutan


dengan konsentrasi 30 % massa kalsium klorida dapat tetap
o
bertahan sebagai cairan hingga temperatur -55 C, sangat jauh
o
lebih rendah daripada temperatur terendah -18 C yang
dihasilkan oleh larutan
natrium klorida. Salah satu keuntungan penggunaan kalsium
klorida adalah bahwa ion kalsium kurang merusak tanaman
disbanding dengan ion natrium. Larutan kalsium klorida pekat
bersifat seperti lem yang terasa sangat lengkèt, dan sifat ini dapat
diaplikasikan untuk menangkap debu pada permukaan jalan yang
tidak diperkeras.

Magnesium sulfat dan kalsium sulfat


Magnesium sulfat dijumpai sebagai heptahidrat,
MgSO4.7H2O; pada mulanya diberi nama garam Epsom, yaitu
nama suatu kota di Inggris tempat garam tersebut pertama kali
ditemukan. Seperti garam magnesium yang lain, magnesium sulfat
bersifat laksatif (efek memperlancar).
Kalsium sulfat terdapat sebagai dihidrat, CaSO4.2H2O, dan
dikenal sebagai gipsum. Deposit mineral murni gipsum dengan
densitas sangat tinggi disebut alabaster, dan telah digunakan untuk
o
keperluan seni pahat. Jika dipanaskan ~ 100 C terbentuk
hemihidrat, plester (gips Paris), menurut persamaan reaksi :
CaSO4.2H2O (s)  CaSO4.½H2O (s) + 1½ H2O (l)
Padatanserbuk putih ini bereaksi dengan air
secaraperlahanmembentuk jarum-jarum yang bersambungan dari
kristal kalsium sulfat dihidrat yang sangat kuat-keras digunakan
sebagai plester (pembalut). Biasanya bahan ini lebih dikenal sebagai
pembalut gipsum.
Salah satu manfaat utama gipsum adalah penggunaannya
sebagai dinding tembok atau penyekat ruangan yang tahan api.
Gipsum tidak bisa terbakar dan dapat diproduksi dengan biaya
murah. Gipsum lebih disukai daripada kapur karena sifat reaksi
dehidrasi gipsum yang menghasilkan hemihidrat tersebut. Reaksi
ini akan terjadi dengan adanya api (kebakaran). Oleh karena
-1
reaksinya bersifat endotermik (hingga ~ 446 kJ mol ), maka jika
terjadi kebakaran gypsum ini akan menyerap energi dari api. Selain
itu, setiap mol air yang dihasilkan akan menyerap energi sebesar
-1
entalpi penguapan (~ 44 kJ mol ) untuk
mengubahnya menjadi gas atau uap air, dan uap air ini akan
mencegah konsumsi oksigen oleh api sehingga kebakaran lanjut
dapat dihambat.

Kalsium karbida, CaC2


Kalsium dengan karbon membentuk senyawa yang sangat
penting dalam industri yaitu kalsium karbida. Walaupun disebut
4-
karbida, senyawa ini tidak mengandung ion karbida, C , tetapi ion
2-
dikarbida(2-),
C , yang umumnya disebut ion asetilida. Senyawa ini mengadopsi
2
struktur NaCl, yaitu semua ion dikarbida(2-) menempati posisi
-
anion (seperti halnya Cl ) dan semua ion kalsium menempati posisi
+
kation (seperti halnya Na ) dalam struktur NaCl.
Kalsium karbida dibuat dengan memanaskan karbon (kokas)
o
dan kalsium oksida pada temperatur ~ 2000 C dalam tanur listrik
menurut persamaan reaksi:
CaO (s) + 3 C (s) CaC2 (s) + CO (g)

 
Penggunaan utama dikarbida ini adalah untuk memproduksi etuna
(asetilena) yang dipergunakan pada pengelasan, menurut
persamaan
reaksi:
CaC2 (s) + H2O (l) Ca(OH)2 (s) + C2H2 (g)

 
Sejarahnya, lampu-lampu penambang menggunakan pembakaran
gas etuna yang diperoleh dari reaksi karbida dengan air. Para
penjelajah gua-gua masih sering menggunakan lampu karbida-air
ini karena dapat menghasilkan cahaya terang. Reaksi dengan
dioksigen bersifat sangat eksotermik (sehingga dapat dimanfaatkan
pada proses pengelasan), menurut persamaan reaksi:
2 C2H2 (g) + 5 O2 (g) → 4 CO2 (g) + 2 H2O (g) + kalor
Reaksi penting yang lainnya adalah dengan gas nitrogen.
o
Pada pemanasan sangat tinggi (~ 1100 C) dalam tanur listrik
terjadi pemutusan ikatan ganda tiga dinitrogen membentuk
senyawa kalsium sianamida menurut persamaan reaksi :
CaC2 (s) + N2 (g) CaCN2 (s) + C (s)

 
2-
Ion sianamida, [N=C=N] , bersifat isoelektronik dengan karbon
dioksida dan juga mempunyai bentuk molekul yang sama yaitu
linear. Kalsium sianamida merupakan bahan dasar untuk
pembuatan berbagai senyawa organik, termasuk plastik melamin.
Senyawa ini juga dapat digunakan untuk pupuk karena reaksinya
dengan air akan dibebaskan nitrogen secara perlahan menurut
persamaan reaksi:
CaCN2 (s) + H2O (l) → CaCO3 (s) + 2 NH3 (g)

3.3.9 Kesamaan Berilium dengan Aluminium


Berilium (anggota pertama golongan 2) dan aluminium
(anggota ke dua golongan berikutnya, 3) mempunyai paling tidak
tiga kesamaan mencolok yaitu:
(1) Di udara, kedua unsur membentuk lapisan oksida yang dapat
melindungi permukaan unsur di bawahnya dari kontak lanjut
dengan udara.
(2) Kedua unsur bersifatamfoterik, bereaksi dengan asam
membentuk garamnya dan bereaksi dengan ion hidroksida
pekat membentuk anion berilat dan aluminat.
(3) Keduanya dapat membentuk karbida (Be2C dan Al4C3) yang
jika bereaksi dengan air membentuk metana, berbeda
dengan dikarbida(2-) anggota golongan alkali tanah lainnya
yang bereaksi
dengan air membentuk etuna, menurut persamaan reaksi:
Be2C (s) + 4 H2O (l) → 2 Be(OH)2 (s) + CH4 (g)
Al4C3 (s) + 12 H2O (l) → 4 Al(OH)3 (s) + 3 CH4
(g)

Namun demikian, terdapat perbedaan sifat kimiawi yang


besar antara berilium dan aluminium. Salah satu perbedaan ini
adalah formula
2+
senyawa hidratnya, berilium membentuk ion [Be(H2O)4] sedangkan
3+
aluminium membentuk ion [Al(H2O)6] . Bilangan koordinasi atom
pusat berilium yang rendah (koordinasi 4) diduga sebagai akibat
dari tidak tersedianya orbital d (untuk membentuk orbital hibrida
3 2
sp d ) dan
kecilnya ukuran ion berilium untuk mengakomodasi enam molekul air.
Perbedaan besar antara berilium dengan anggota golongan
alkali tanah lainnya dan kesamaan berilium dengan aluminium
dapat dijelaskan melalui aspek densitas muatan. Densitas muatan
-3
ion berilium dalam geometri tetrahedron adalah ~ 1100 C mm ,
sedangkan untuk ion aluminium dalam geometri tetrahedron
-3
dengan jari-jari 53 pm adalah ~ 770 C mm (dan dalam geometri
-3
oktahedron dengan jari- jari 68 pm yaitu ~ 364 C mm ). Jadi,
densitas muatan ion berilium lebih mendekati densitas muatan ion
aluminium, dan sangat jauh menyimpang dari densitas muatan ion
-3
anggota alkali tanah yang lain (120 - 23 C mm , Tabel 3.4).

3.3.10 Soal-soal Golongan Alkali Tanah


1. Tuliskan persamaan reaksi dari proses berikut:
(a) Pemanasan kalsium dalam oksigen
(b) Pemanasan kalsium karbonat
(c) Penguapan larutan kalsium hidrogen karbonat
(d) Pemanasan kalsium oksida dengan karbon
2 Untuk logam-logam alkali tanah (tanpa berilium):
(a) logam mana yang paling lunak
(b) logam mana yang mempunyai densitas terbesar
(c) hidroksida mana yang paling sukar larut
(d) garam sulfat mana yang paling sukar larut
3. Jelaskan garam mana yang lebih mudah larut dalam air:
Garam- garam logam alkali tanah dengan anion dinegatif atau
garam- garam logam alkali tanah dengan anion mononegatif ?
4. Jelaskan mengapa ion terhidrat untuk berilium mempunyai
2+
formula [Be(H2O)4] , sedangkan untuk magnesium adalah
2+
[Mg(H2O)6] ?
5. Logam magnesium relatif berbeda dari anggota logam alkali tanah
dibawahnya. Jelaskan hal ini �
6. Jelaskan secara ringkas bagaimana terjadinya gua kapur?.
7. Beberapa garam alkali tanah mempunyai nama konvensional,
beri formula dan nama ilmiahnya untuk (a) karnalit, (b)
dolomit, (c) gipsum, (d) susu magnesia.
8. Jelaskan mengapa barium dapat membentuk senyawa
peroksida, BaO2, sedangkan logam alkali tanah yang lain tidak.
9. Jelaskan kesamaan antara berilium dengan aluminium.
10. Jelaskan mengapa magnesium berbeda dengan logam alkali
tanah yang lain dalam hal kemampuannya membentuk
senyawa dengan senyawa-senyawa organik, misalnya sebagai
pereaksi Grignard �

0
LoGAM GoLoNGAN p

4.1 Pendahuluan
Logam-logam golongan utama terdiri atas golongan s yaitu
golongan 1 (alkali) dan golongan 2 (alkali tanah), dan golongan p
yang meliputi golongan 13, 14, dan 15. Pada bab ini yang akan
dibicarakan adalah logam-logam utama golongan 13, 14 dan 15
secara selektif. Logam golongan 13, yang akan dibicarakan adalah
aluminium, galium, indium, dan talium, golongan 14 adalah timah,
dan timbel, sedangkan dari golongan 15 hanya satu unsur saja
yaitu bismut. Secara umum logam-logam golongan p kurang reaktif
dibandingkan dengan logam- logam golongan s.
4.2 GOLONGAN 13
4.2.1 Kecenderungan Golongan 13
Golongan 13 terdiri atas unsur-unsur boron, aluminium,
galium, indium, dan talium. Dari semua unsur golongan ini, boron
merupakan satu-satunyaunsurnonlogamdandiklasifikasisebagaiunsur
semilogam, yang secara terpisah telah dibicarakan dalam Buku Kimia
Anorganik Nonlogam. Unsur-unsur dari golongan ini tidak
menunjukkan pola titik leleh yang sederhana (teratur), tetapi
menunjukkan pola titik didih
yang cenderung menurun dengan naiknya nomor atom (Tabel 4.1).
Ketidakteraturan sifat ini disebabkan oleh perbedaan organisasi
struktur fase padat dari masing-masing unsur. Boron membentuk
kluster dengan 12 atom yang mempunyai bangun geometri
isosahedron. Aluminium mengadopsi struktur kubus pusat muka
(fcc), tetapi galium membentuk struktur yang unik yang tersusun
oleh pasangan-pasangan atom, sedangkan indium dan talium
masing-masing mempunyai struktur yang berbeda lagi.

Tabel 4.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13

Karakteristika 5B 13Al 31Ga 49In 81Tl


[2He] [10Ne] [18Ar] [36Kr] [54Xe] 4f
Konfigurasi elektronik 10 10 14
2 2 3d 4d
2s 3s
1 1 2 1 2 1 10 2
2p 3p 4s 4p 5s 5p 5d 6s
1
6p
o
Titik leleh / C 2180 660 30 157 303
o
Titik didih / C 3650 2467 2403 2080 1457
-3
Densitas / g cm 2,35 2,73 5,9 7,3 11,5
Jari-jari atomik / pm (80-90) 143 122 163 170
3+
Jari-jari ionik, M / +
25 51 62 76 95 (Tl ,147)
pm (Bilangan
koordinasi 4)
Energi ionisasi I 800,6 577,6 578,8 558,3 589,3
-1
/ kJ mol III 3659,8 2744,8 2963 2705 2878
Elektronegativitas 2,0 1,5 1,8 1,5 1,4
o
E /V
3+ - 0,87**) - 1,66 - 0,53 - 0,343 - 0,719
M + 3e → M (s)
*)
Tingkat oksidasi +3 +3 (+1), +3 (+1), +3 +1, (+3)
*) Tingkat oksidasi dalam tanda kurung, ( ), lebih jarang ditemui
+
**) untuk reaksi H3BO3 + 3 H + 3 e → B (s) + H2O

Boron yang bersifat semilogam, cenderung membentuk


ikatan kovalen. Namun demikian, ikatan kovalen juga umum terjadi
pada unsur-unsur metalik dalam golongan ini. Hal ini dikaitkan
152 Kimia Anorganik Logam
dengan tingginya muatan (+3) dan pendeknya jari-jari tiap ion
logam yang

Logam Golongan 15
p 5
bersangkutan sehingga menghasilkan densitas muatan positif yang
sangat tinggi, yang pada gilirannya mampu mempolarisasi setiap
anion yang mendekatinya untuk membentuk ikatan kovalen.

Golongan 13 umumnya membentuk senyawa dengan tingkat


oksidasi +3, namun Ga, In, dan Tl dapat juga membentuk tingkat
oksidasi lainya yaitu +1. Ga dan In lebih dominan dengan tingkat
oksidasi +3, sedangkan Tl lebih dominan dengan tingkat oksidasi
+1. Sesungguhnya perlu dicatat bahwa formula suatu senyawa
kadang- kadang menyesatkan. Misalnya, galium membentuk garam
klorida, GaCl2, suatu formula yang mengindikasikan adanya galium
dengan
tingkat oksidasi +2. Tetapi, struktur yang sesungguhnya untuk
+ -
senyawa ini yang telah berhasil diidentifikasi adalah [Ga] [GaCl4] .
Jadi, senyawa
ini mengandung galium dengan tingkat oksidasi +1 dan +3.

Kestabilan keadaan ionik golongan 13 ini berkaitan dengan


terja- dinya hidrasi ion logam yang bersangkutan. Untuk ion
tripositif alumi- nium misalnya, entalpi hidrasi yang sangat tinggi,
-1
yaitu - 4665 kJ mol , hampir sama dengan jumlah ketiga energi
-1
ionisasinya yaitu sebasar ~ + 5137 kJ mol . Jadi, senyawa
aluminium yang dianggap sebagai senya- wa ionik tidak
3+
mengandung ion sederhana Al tetapi sebagai ion kom-
3+
pleks heksakuaaluminium(III),[Al(H2O)6] .

4.2.2 Aluminium, 13Al


Nama aluminium diturunkan dari kata alum yang menunjuk
pada senyawa garam rangkap KAl(SO4)2.12H2O. Kata ini berasal
dari bahasa latin alumen yang artinya garam pahit. Oleh Humphry
Davy, logam dari garam rangkap ini diusulkan dengan nama
alumium dan kemudian berubah menjadi aluminum. Namun, nama
inipun segera termodifikasi menjadi aluminium yang menjadi
populer di seluruh dunia kecuali di Amerika Utara tempat
American Chemical Society (Himpunan Masyarakat Kimia
Amerika) pada tahun 1925 memutuskan tetap menggunakan istilah
aluminum di dalam publikasinya.
2 1
Aluminium dengan konfigurasi elektronik [10Ne] 3s 3p
mempunyai tingkat oksidasi +3 dalam senyawanya. Logam
aluminium tahan terhadap korosi udara, karena reaksi antara
logam aluminium
dengan oksigen udara menghasilkan oksidanya, Al2O3, yang
merupakan lapisan nonpori dan membungkus permukaan logam
tersebut sehingga tidak terjadireaksilanjut. Lapisan dengan ketebalan
-4 -6
10 -10 mm sudah
cukup mencegah terjadinya kontak lanjut permukaan logam
dengan oksigen. Hal ini dapat terjadi karena ion oksigen
mempunyai jari-jari ionik ~124 pm, tidak jauh berbeda dari jari-jari
metalik atom aluminium (143 pm). Akibatnya, kemasan permukaan
hampir tidak berubah, karena jari-jari ion aluminium (~ 68 pm)
“tepat” menempati rongga-rongga struktur permukaan oksida
sebagaimana dilukiskan Gambar 4.1. Hal ini berbeda dengan oksida
besi yang berpori, tidak mampu melindungi bagian dalam logam
besi sehingga korosi terus berlanjut.

Gambar 4.1 Modelpembentukan lapisan tunggal Al2O3 pada permukaanlogam


aluminium

Untuk menaikkan daya tahan terhadap korosi, logam


aluminium “dianodasi” artinya permukaan logam aluminium
sengaja dilapisi dengan aluminium oksida secara elektrolisis.
Aluminium yang dianodasi ini mempunyai ketebalan lapisan ~ 0,01
mm dan lapisan oksida setebal ini mampu menyerap zat warna
sehingga permukaan logam dapat diwarnai. Pada proses “anodasi”
ini, logam aluminium dipasang sebagai anode, grafit sebagai
154 Kimia Anorganik Logam
katode dan larutan asam sulfat sebagai elektrolit. Persamaan reaksi
elektrolisisnya adalah:

Logam Golongan 155


p
Pada anode terjadi oksidasi Al:
+
2 Al (s ) + 6 H2O (l) → Al2O3 (s ) + 6 H3O (aq ) + 6 e
(reaksi ini tidak akan berlanjut manakala anode Al telah terlapisi rata oleh Al2O3)

Pada katode (reduksi):


+
6 H3O (aq ) + 6 e → 6 H2O (l) + H2 (g)
Logam aluminium berwarna putih, mengkilat, mempunyai titik
o
leleh tinggi yaitu sekitar 660 C, moderat lunak dan lembek-lemah
jika dalam keadaan murni, tetapi menjadi keras dan kuat jika
dibuat paduan dengan logam-logam lain. Densitasnya sangat
-3
ringan yaitu sebesar 2,73 g cm . Aluminium merupakan konduktor
panas dan konduktor listrik yang baik, namun sifat ini lebih rendah
dibandingkan dengan sifat konduktor tembaga. Atas dasar sifat-
sifat tersebut, logam aluminium sangat banyak manfaatnya. Dalam
industri rumah tangga, misalnya untuk peralatan masak / dapur,
dalam industri makanan misalnya untuk pembungkus makanan,
kaleng minuman, pembungkus pasta gigi dan lain sebagainya.
Sebagai bahan bangunan misalnya untuk mebel, pintu, dan
jendela, juga sebagai bahan dasar dalam industri pesawat terbang,
kapal dan mobil. Serbuk aluminium dapat pula dipakai untuk bahan
cat-aluminium, dan masih banyak lagi yang lain.
Bahanbakaryangdipakaiuntukmendorongroketyangmembawa
pesawat ulang-alik Columbia buatan Amerika Serikat adalah
campuran padatan dari logam aluminium dan NH4ClO4. Mengapa?
Reaksi oksidasi logam aluminium bersifat eksotermik dengan nilai
entalpi pembentukan aluminium oksida yang sangat tinggi. Jika
campuran Al dan NH4ClO4 dibakar, maka NH4ClO4 akan terurai
dan logam aluminium dioksidasi menjadi Al2O3 menurut
persamaan reaksi:
2 NH4ClO4 (s) → N2 (g) + Cl2 (g) + 2 O2 (g) + 4 H2O (g)
-1
∆H = - 376,7 kJ mol
o -1
½ Al + 1½ O2 → Al2O3 ∆H = - 1670 kJ mol
f
o
Pembebasan panas yang sangat tinggi tersebut (∆H ) menyebabkan
f
gas-gas yang terbentuk mengalami ekspansi yang sangat kuat sehingga
mampu mengangkat roket.
Manfaat lain yang istimewa bagi logam aluminium adalah
afinitasnya (daya gabung) yang sangat kuat dengan oksigen.
Sebagai contoh, reaksi serbuk aluminium dengan oksida-oksida
logam transisi Fe2O3 juga menghasilkan kalor yang sangat tinggi:
o -1
Al (s) + Fe2O3 (s) → Al2O3 (l) + Fe (l) ∆H = - 852 kJ mol
Reaksi ini (reaksi termit) menghasilkan panas yang sangat tinggi
o
hingga temperatur kira-kira 3000 C, dan oleh karena itu reaksi ini
sering dimanfaatkan misalnya pada proses pengelasan besi atau
baja rel kereta api.
Senyawa tawas, misalnya KAl(SO4)2.12H2O, barangkali dapat
dengan mudah dijumpai di pasaran, bermanfaat dalam proses
penjernihan air dan industri pencelupan atau pewarnaan.
Aluminium sulfat dapat juga dipakai sebagai bahan pemadam
kebakaran tipe busa jika dicampur dengan soda NaHCO3.
Dalam proses penjernihan air, biasanya tawas dicampur
dengan air kapur, Ca(OH)2 , dan persamaan reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
3+ 2- 2+ -
Al (aq) + SO4 (aq) + Ca (aq) + 3 OH (aq) → Al(OH)3(s) + CaSO4(s)

Produk reaksi ini berupa gelatin yang mampu menyerap kotoran


dan zarah bakteri untuk dibawa mengendap ke dasar tempat air
sehingga diperoleh air yang jernih.
Dalam industri pencelupan warna, larutan tawas ditambahkan
dan dipanaskan dengan uap air bersama dengan bahan (kain) yang
akan dicelupkan. Pada proses ini tawas akan mengalami hidrolisis
menghasilkan endapan gelatin Al(OH)3 yang akan melekat pada
serat kain, dan menyerap serta melekatkan warna pada serat kain
menjadi lebih kuat.
Bahan pemadam kebakaran, dapat berupa larutan aluminium
sulfat dan larutan NaHCO3. Jika kedua larutan ini bercampur maka
akan terjadi reaksi asam-basa. Larutan garam aluminium sulfat
bersifat asam, artinya hidrolisis garam ini menghasilkan endapan
Al(OH)3 +
dan ion H3O -yang membawa sifat asam. Ion ini selanjutnya bereaksi
dengan HCO sehingga terjadi dekomposisi yang menghasilkan gas
3
CO2. Campuran CO2(g) dan Al(OH)3(s) ini dihasilkan sebagai busa
yang distabilkan oleh pengemulsi hingga dapat disemprotkan pada
api. Busa ini akan menyelimuti api dan mencegah kontak dengan
oksigen-udara
sehingga api menjadi padam. Persamaan reaksinya secara
sederhana 3+ adalah:
Al
HCO (aq) + 3 - (aq) → Al(OH) (s) + 3 CO (g)
3 3 2
Batu permata alami yang secara umum tersusun oleh oksida
Al2O3, dapat berwarna karakteristik dan menarik dengan adanya
pengotor tertentu dalam jumlah yang sangat sedikit saja. Misalnya
safir biru dengan pengotor Fe, Ti, safir hijau dengan pengotor Co,
safir kuning dengan pengotor Ni, Mg, safir bintang dengan
pengotor Ti, safir merah dengan pengotor, Cr, dan safir putih tanpa
pengotor. Dengan demikian, batu permata sintetis dapat dibuat
dengan reaksi pencampuran dari lelehan korundum (α-Al2O3)
dengan oksida logam tertentu sesuai dengan warna yang
dikehendaki.

Sifat Kimiawi Aluminium


Serbuk aluminium terbakar dalam api menghasilkan debu
awan aluminium oksida menurut persamaan reaksi:
4 Al (s) + 3 O2 (g) → 2 Al2O3 (s)
Logam aluminium bersifat amfoterik, bereaksi dengan asam kuat
membebaskan gas hidrogen, dan dengan basa kuat membentuk
aluminat dan gas hydrogen menurut persamaan reaksi:
+ 3+
2 Al (s) + 6 H3O (aq) → 2 Al (aq) + 6 H2O (l) + 3 H2 (g)
- -
2 Al (s) + 2 OH (aq) + 6 H2O (l) → 2 [Al(OH)4] (aq) + 3 H2 (g)
Dalam air, ion aluminium terdapat sebagai ion heksaakua-
3+
aluminium(III), [Al(H2O)6] , tetapi mengalami hidrolisis secara
ber- tahap hingga menjadi ion tetraakuadihidroksoaluminium(III)
menurut
reaksi:
3+ 2+ +
[Al(H2O)6] (aq) + H2O (l) [Al(H2O)5(OH)] (aq) + H3O (aq)
2+ + +
[Al(H2O)5(OH)] (aq) + H2O (l) [Al(H2O)4(OH)2] (aq) + H3O (aq)
Jadi, larutan garam aluminium bersifat asam dengan tetapan
ionisasi asam hampir sama dengan asam asetat. Campuran dalam
antiperspiran (antipeluh) yang biasa disebut aluminium hidrat
terdiri atas garam- garam klorida dari kedua ion kompleks hidrokso
tersebut. Ion aluminium dalam kedua senyawa inilah yang
berperan mengkerutkan pori-pori permukaan kulit.
Penambahan ion hidroksida pada ion aluminium pada
awalnya menghasilkan endapan gelatin aluminium hidroksida,
kemudian larut kembali pada penambahan hidroksida berlebihan
membentuk ion aluminat, menurut persamaan reaksi:
- -
3+ + OH + OH -
[Al(H2O)6]  Al(OH)3  [Al(OH)4] (aq)
(aq)  
(s)
Ini berarti bahwa ion aluminium larut pada pH rendah dan tinggi
tetapi tidak larut pada kondisi netral.

Sumber dan Ekstraksi Aluminium


Aluminium sangat berlimpah terdapat di alam, dan
merupakan logam terbanyak di kerak bumi (~ 8,3 % berat kerak
bumi) dan terbanyak ketiga setelah oksigen (~ 45,5 %) dan silikon
(~25,7 %). Oleh karena aluminium sangat reaktif khususnya
dengan oksigen, unsur aluminium tidak pernah dijumpai dalam
keadaan bebas di alam, melainkan sebagai senyawa yang
merupakan penyusun utama dari bahan tambang bijih bauksit yang
berupa campuran oksida dan hidroksida aluminium. Bauksit adalah
batuan aluminium yang terjadi karena iklim alam setempat, pada
mulanya ditemukan oleh P. Berthier pada tahun 1821 di daerah
dekat Les Baux, Provence. Di daerah dengan iklim temperatur
seperti Eropa (mediteran), bauksit terutama terdapat sebagai
aluminium oksida monohidrat, AlO(OH) atau Al2O3.H2O, sedangkan
di daerah tropik umumnya terdapat sebagai aluminium oksida
trihidrat, Al(OH)3 atau Al2O3.3H2O. Rumus umum bauksit adalah
AlOx (OH)3-2x (0 < x < 1).
Komposisi bauksit dalam perdagangan biasanya adalah:

Al2O3 (40 – 60 %) H2O terikat (12 – 30 %)


Fe2O3 (7 – 30 %) SiO2 bebas dan terikat (1 - 15 %)
TiO2 (3 – 4 %) F, P2O5, V2O5, dan lain-lain (0,05 - 0,2 %)
Produksi aluminium di dunia cukup besar, kira-kira 108 ton
pada tahun 1988. Dari sebanyak ini, Australia memproduksi ~ 36
%, Guinea
~ 17 %, Brazil ~ 8 %, Yamaika ~ 7 %, dan Rusia ~ 6 %. Sayang
sekali, produksi bauksit di negara kita belum tercatat di urutan ke
berapa di dunia ini. Bauksit sangat mudah ditambang karena
mineral ini pada umumnya terdapat sebagai lapisan yang luas
dengan ketebalan 3 -10 meter dari permukaan tanah.
Aluminium merupakan unsur penyusun utama mineral-
mineral alam asli; selain bauksit yaitu kelompok batuan
aluminosilikat termasuk feldspar dan mika. Iklim setempat,
khususnya temperatur, dapat menghasilkan berbagai mineral
lempung seperti:
kaolin - Al2(OH)4 Si2O5 atau Al2O3.2H2O.2SiO2,
spinel - MgAl2O4 atau MgO.Al2O3,
garnet - Ca3 Al2 (SiO4)3 atau 3CaO.3SiO2.Al2O3.
beril - Be3 Al2 Si6O18 atau 3BeO.6SiO2.Al2O3.
korundum - (α)-Al2O3 dan
kriolit - Na3AlF6
Pada dasarnya, pembuatan logam aluminium meliputi dua
tahap (Lihat Bab 3) yaitu (1) tahap ekstraksi, pemurnian, dan
dehidrasi bijih bauksit, dan (2) tahap elektrolisis sebagaimana
ditunjukkan secara diagramatik pada Gambar 4.2. Dewasa ini
bauksit diolah menurut proses Bayer. Pada awalnya bijih bauksit
kasar dan tidak murni yaitu yang bercampur sebagian besar
dengan oksida-oksida besi dan silikon
digiling sampai halus (grinding), kemudian ditambahkan larutan NaOH
pekat Oleh karena (bijih) oksida aluminium bersifat amfoterik maka
akan diperoleh larutan aluminat dan oksida silikon menjadi larutan
silikat. Reaksi yang terjadi pada tahap ini dapat dituliskan sebagai
berikut:
- -
Al2O3 (s) + 2 OH (aq) + 3 H2O (l) → 2 [Al(OH)4]
- 2-
(aq) SiO2 (s) + 2 OH (aq) → SiO3 (aq) +
H2O (l)
Sisa material lain yang tidak larut terutama oksida besi dan TiO2
yang berupa lumpur merah, dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Untuk memisahkan larutan aluminat dari silikat, ke dalam larutan
basa ini dialirkan gas CO2 yang bersifat asam lemah sehingga pH
larutan turun, dan dengan demikian aluminat akan berubah
menjadi Al(OH)3 yang mengendap, sedangkan ion silikat masih
tetap berada dalam larutan. Pengendapan ini dapat pula dilakukan
dengan penambahan Al2O3 sebagai pengumpan. Persamaan
reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
- +
CO2 (g) + 2 H2O (l) → HCO3 (aq) + H3O (aq)
+ -
H3O (aq) + [Al(OH)4] (aq) → Al(OH)3 (s) + 2H2O
(l)
Endapan basa Al(OH)3 yang telah dipisahkan, selanjutnya
dikeringkan dan dipanaskan pada temperatur tinggi, kira-kira 1200
o
C, untuk melepaskan molekul air dari basanya hingga diperoleh
oksidanya:
2 Al(OH)3 (s)  Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Oksida ini kemudian diproses dalam tahap kedua yaitu
elektrolisis. Aluminium oksida dengan muatan ion yang tinggi
mempunyai energi kisi yang tinggi pula, sehingga mengakibatkan
o
titik lelehnya juga sangat tinggi (~ 2045 C). Untuk perlakuan
elektrolisis diperlukan titik leleh yang lebih rendah, dan ini dapat
dilakukan dengan melarutkan Al2O3 ke dalam elektrolit kriolit,
o
Na3[AlF6]. Titik leleh campuran ini jauh lebih rendah (~ 1000 C),
o
sehingga proses ini dapat dioperasikan pada temperatur ~ 950 C.
Dalam proses ini dipakai rangkaian anode karbon yang dipasang
secara paralel dan katode karbon yang dipasang sebagai
pelapis bak sel (Gambar 3.3). Persamaan reaksi pada proses
elektrolisis ini adalah:
2-
Anode : ( 2 O (Na3 [AlF6] ) → O2 (g) + 4 e
) 3x 3+
Katode : ( Al (Na3 [AlF6] ) + 3 e → Al (l) )
����������������������������������������� +
4x
Persamaan reaksi total : 2 Al2O3 (l) → 4 Al (l) + 3 O2 (g)

Oksigen yang dihasilkan pada proses dengan temperatur


tinggi ini dapat bereaksi dengan anode karbon, menghasilkan gas
CO dan CO2, sehingga lama kelamaan anode karbon semakin
berkurang dan harus
diganti dengan yang baru secara periodik. Lelehan logam
o
aluminium hasil elektrolisis ini (titik leleh ~ 660 C) mengumpul
pada bagian dasar
bak sel, sehingga mudah untuk dikeluarkan, dan Al2O3 yang baru
dapat ditambahkan sehingga proses berlanjut terus. Dengan
proses seperti ini dapat diperoleh logam aluminium dengan
kemurnian yang tinggi yaitu antara 99,8 - 99,9 %. Proses
elektrolisis ini membutuhkan energi
4
listrik yang sangat tinggi yaitu arus listrik ~ 3,5 x 10 A pada 6 V, dan
oleh karena itu proses ini mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
hanya jika energi listrik murah. Sebagai gambaran, untuk
memproduksi 1 kg aluminium dibutuhkan ~ 2 kg aluminium oksida,
0,6 kg anode karbon, 0,1 kg kriolit, dan 16 kWh listrik.
Kebutuhan kriolit, Na3[AlF6], untuk proses elektrolisis
ternyata tidak tercukupidari sumber alam, oleh karena itu
diupayakanpenyediaan
kriolit yang dapat diperoleh dari dua cara reaksi sintesis berikut:

(1) 12 HF (aq) + Al2O3.3 H2O (s) + 6 NaOH (aq) →


2 Na3 AlF6 (s) + 12 H2O

(l) (2) 3 SiF4 (g) + 2 H2O (l) → 2

H2SiF6 (aq) + SiO2 (s)


H2SiF6 (aq) + 6 NH3(aq) + 2 H2O (l) →
6 NH4F(aq) + SiO2 (s)
6 NH4F(aq) + Na[Al(OH)4] + 2 NaOH (aq) →
Na3 AlF6 (s) + 6 NH3(aq) + 6 H2O (l)
Namun demikian, fungsi kriolit sebagai elektrolit kadang-kadang
dapat digantikan dengan campuran garam-garam fluorida, 2 AlF3 -
6 NaF - 3 CaF2.

Gambar 4.2 Bagan ekstraksi logam aluminium

Produksi aluminium selalu disertai dengan empat hasil


samping yang menimbulkan problem besar yaitu polusi yang
berupa:
(1) lumpur merah hasil dari pemurnian bauksit yang bersifat
sangat basa
(2) gas hidrogen fluorida hasil reaksi kriolit dengan kelumit-kelumit
uap dalam aluminium oksida
(3) oksida-oksida karbon hasil reaksi anode dengan oksigen, dan
(4) fluorokarbon hasil reaksi fluorin dengan anode karbon.
Untuk mengatasi problem dalam pembuangan lumpur merah,
suspensi keruh (slurry) lumpur dimasukkan ke dalam tangki
penenang hingga komponen cairanyangsebagian besar larutan
natriumhidroksida dapat dipisahkan dari padatannya untuk
kemudian didaur ulang atau dinetralisasi. Padatan lumpur yang
sebagian besar adalah besi(III) oksida dapat dilebur dan besinya
dapat diekstraks. Penyebaran gas hidrogen fluorida dapat diatasi
dengan memasang filter Al2O3 sehingga gas hidrogen fluorida
dapat diserap menjadi produk baru yaitu AlF3, yang selanjutnya
dapat ditambahkan secara periodik ke dalam luluhan untuk
didaur ulang. Produksi gas beracun karbon monoksida dapat
dikurangi dengan pemanasan di udara sehingga terjadi karbon
dioksida.
Untuk produksi setiap ton aluminium dihasilkan ~ 1 kg
tetraflu- orometana, CF4, dan 0,1 kg heksafluoroetana, C2F6.
Kedua senyawa ini merupakan pendukung klorinfluorokarbon yang
memberikan kontri- busi pada efek greenhouse, dan problem ini
belum teratasi hingga kini.

Oksida, Hidroksida, dan Garam Aluminium


Sebagaimana telah dinyatakan pada bagian terdahulu bahwa
unsur aluminium sangat reaktif, dan hanya mempunyai satu
macam tingkat oksidasi yaitu +3. Dengan demikian, hanya ada
satu macam senyawa oksidanya yaitu Al2O3 dan satu macam
hidroksidanya yaitu Al(OH)3 yang berwarna putih dan sukar larut
dalam air. Oleh karena itu, bila ke dalam larutan garam aluminium
ditambahkan suatu basa maka akan terbentuk endapan putih-
gelatin menurut persamaan reaksi:
3+ -
Al (aq) + 3 OH (aq) → Al(OH)3 (s)
3+
Ion Al relatif kecil ukurannya, namun karena muatan
ionnya tinggi (+3) sehingga densitas muatannya juga tinggi, maka
dalam larutan air kation ini mampu mengakomodasi enam molekul
H2O, yang bersifat polar dengan atom O mengarah pada ion
logam, membentuk
3+
ion kompleks [Al(H2O)6] dengan bentuk geometri oktahedron. Dalam
perspektif senyawa kompleks, persamaan reaksi tersebut di atas
lebih sering dituliskan sebagai :
3+ -
[Al(H2O)6] (aq) + 3 OH (aq) → [Al(H2O)3(OH)3] (s) + 3 H2O (l)
-
Gugus OH yang terikat pada endapan aluminium hidroksida
tersebut sesungguhnya bukan berasal dari basa yang ditambahkan
3+
melainkan berasal dari molekul H2O dalam ion kompleks [Al(H2O)6]
+
yang terionisasi menghasilkan asam (H3O ):
3+ 2+ +
[Al(H2O)6] (aq) + H2O (l) [Al(H2O)5(OH)] (aq) + H3O (aq)
Ionisasi ini menjadi semakin kuat, artinya keseimbangan bergeser
ke kanan jika ke dalam ion kompleks ini ditambahkan suatu basa
yang
+
akan menetralkan ion H3O yang terbentuk. Dengan demikian, jumlah
molekul H2O dalam ion kompleks yang terionisasi semakin
bertambah dan akhirnya terbentuk endapan putih Al(OH)3 atau
senyawa kompleks triakuatrihidroksoaluminium(III),
[Al(H2O)3(OH)3].
Larutan sulfida atau karbonat juga mampu mengendapkan
aluminium hidroksida, karena larutan tersebutmenghasilkankonsentrasi
-
ion OH yang cukup tinggi sebagai akibat terjadinya hidrolisis
menurut persamaan reaksi:
2- - -
S (aq) + H2O (l) HS (aq) + OH (aq)
2- - -
CO3 (aq) + H2O (l) HCO (aq) + OH (aq)
3
Oksida aluminium dapatdiperolehdari pemanasan hidroksidanya.
o
Pemanasan hidroksida ini di atas 850 C menghasilkan oksida yang
tak larut dalam asam maupun basa, tetapi pada pemanasan di
bawah 600 oC diperoleh oksida yang larut dalam asam maupun
basa atau bersifat amfoterik. Hidroksida aluminium juga bersifat
amfoterik.
+ 3+
Al2O3 (s)+ 6 H3O (aq) → 2 Al (aq) + 9 H2O
-
(l) Al2O3 (s) + 2 OH (aq) + 3 H2O (l) → 2
- +
[Al(OH)4] (aq) Al(OH)3 (s) + 3 H3O (aq) →
3+ -
Al (aq) + 6 H2O (l) Al(OH)3 (s) + OH (aq) → 2
-
[Al(OH)4] (aq)
-
- Ion aluminat, [Al(OH)4] , kadang-kadang
- dituliskan sebagai
AlO atau lebih sering [Al(H O) (OH) ] . Rumusan yang terakhir ini
2 2 2 4
3+ -
menunjukkan bahwa kation Al dikelilingi oleh empat ion negatif (OH
) dan dua molekul polar H2O, sehingga muatan negatif di seputar
ion logam Al3+ dianggap terlalu tinggi. Akibatnya, senyawa
kompleks tidak stabil dan melepaskan dua molekul H 2O sehingga
formula senyawa
-
kompleks menjadi [Al(OH)4] , yang berarti mengadopsi bentuk geometri
tetrahedron.
Dengan demikian, penambahan basa kuat sedikit demi sedikit
ke dalam larutan garam aluminium akan menghasilkan endapan
putih gelatin yang kemudian larut kembali menurut persamaan
reaksi:
-
3+ - + OH
+ 3 OH

[Al(H2O)6] [Al(H2O)3(OH)3] (s) -
(aq)  [Al(OH)4] (aq)
-3H
- 3 H2O  O2
3+ 3+
Jadi, ion Al (aq) lebih tepat dituliskan sebagai [Al(H2O)6] (aq),
endapan Al(OH) (s) -lebih tepat dituliskan sebagai [Al(H O)3(OH)3-] (s),
dan ion aluminat 3AlO (aq) lebih tepat dituliskan sebagai2[Al(OH) ] (aq).
2 4
Sejumlah garam aluminium mengkristal dari larutannya
dalam bentuk terhidrat seperti AlX3.6H2O (X = Cl, Br, I, dan ClO3)
dan Al(NO3)3.9H2O. Aluminium sulfat yang dapat dibuat dari
aluminium oksida dengan asam sulfat pekat-panas, mengkristal
sebagai Al2(SO4)3.18H2O. Garam ini dapat dibuat dengan bahan
dasar lempung kaolin - Al2Si2O5(OH)4. Demikian juga reaksi
kalium sulfat dengan aluminium sulfat dalam jumlah mol yang
sama akan menghasilkan garam rangkap tawas
. . .
K2SO4 Al2(SO4)3 24H2O atau KAl(SO4)2 12H2O.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa garam-garam aluminium
3+
umumnya mudah larut dalam air sebagai [Al(H2O)6] yang
bersifat asam seperti dijelaskan di atas.
Aluminium klorida anhidrat berupa kristal putih yang dapat
o
menyublim pada suhu 180 C. Dari pengukuran densitas dapat
ditun- jukkan bahwa garam ini berbentuk dimer (bentuk yang
terulang dua kali) dalam fase uap sehingga rumus molekulnya
harus ditulis Al2Cl6. Dalam molekul fase gas ini, setiap atom
aluminium mengikat empat atom klorin dalam bangun tetrahedron.
Dua dari keempat atom klorin ini masing-masing terikat pada dua
atom aluminium sehingga dapat di- katakan ke-dua atom klorin ini
berfungsi sebagai jembatan tidak hanya penghubung antara kedua
atom aluminium tetapi juga antara kedua monomer AlCl3. Kedua
jembatan atom klorin ini masing-masing selain terikat secara
kovalen dengan atom aluminium yang satu juga menye- diakan
sepasang elektron untuk dipakai ikatan bersama dengan atom
aluminium yang lain, sehingga tiap atom aluminium membangun
kon-
figurasi elektronik oktet. Dengan demikian, molekul Al2Cl6 (Gambar
4.3) membentuk bangun dua tetrahedron yang berimpit pada salah
satu sisinya yang terdiri atas dua jembatan atom klorin.

Gambar 4.3 Struktur molekul Al2Cl6

Hasil pengamatan sinar-X menunjukkan bahwa rangkaian


molekul-molekul AlCl3 dalam padatan aluminium klorida tidak
terbatas jumlahnya. Oleh karena itu formula senyawa ini dalam
padatannya biasanya tetap ditulis sebagai AlCl3 walaupun
strukturnya berbentuk lapisan polimer yang tidak tersusun oleh
molekul AlCl3 secara individu.
Senyawa tersebut dapat dibuat dari klorinasi langsung logam
aluminium atau dari pemanasan alumina-bauksit (Al2O3) dengan
karbon dan gas klorin, menurut persamaan reaksi:
o
2 Al (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AlCl3 (s) ∆H = - 1408
kJ Al2O3 (s) + 3 C (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AlCl3 (s) + 3 CO (g)
o
∆H = - 64,0
kJ

Spinel
Spinel pada mulanya adalah suatu senyawa magnesium
aluminium oksida, MgAl2O4. Tetapi, ternyata kemudian banyak
ditemui senyawa lain yang mengadopsi struktur yang sama dengan
oksida tersebut juga disebut spinel. Jadi, formula umum spinel
adalah AB2X4, dengan A dan B masing-masing adalah ion logam
dipositif dan tripositif, dan X adalah anion dinegatif, biasanya
oksigen.
Jaringan kerangka satu unit sel spinel terdiri atas 32 atom
oksigen yang tertata dalam geometri kemas rapat kubus (ccp)
yang hampir sempurna. Jadi, komposisi satu unit sel spinel yang
sesungguhnya
adalah A8B16O32. Bagian dari unit sel spinel ditunjukkan pada Gambar
4.4 dan kerangka ini hanya melukiskan seperdelapan saja dari satu
unit sel spinel. Ion-ion oksigen menempati geometri kubus pusat
muka (fcc); rongga-rongga octahedral terdapat di pusat kubus fcc
dan di tengah- tengah sisi-sisi kubus fcc, dan rongga-rongga
tetrahedral terdapat
di pusat setiap seperdelapan kubus fcc yang bersangkutan. Dalam
2+
struktur spinel normal, kation A (atau M ) menempati
seperdelapan dari rongga tetrahedral yang ada, dan kation B (atau
3+
M ) menempati
setengah dari rongga oktahedral yang ada. Dalam seperdelapan
unit sel tersebut (Gambar 4.4) terdapat empat ion oksigen (fcc: ⅛
x 8 + ½ x 6 = 4), satu kation A (interior) , dan dua kation B (¼ x
8 = 2), sehingga membentuk formula AB2O4. Untuk menyatakan
jenis rongga yang
ditempati oleh kation yang bersangkutan sering digunakan subskrip t
untuk rongga tetrahedral dan o untuk rongga oktahedral. Jadi,
2+ 3+ 2-
spinel MgAl2O4 lebih informatif ditulis (Mg )t(2Al )o(O )4.

Gambar 4.4 Bagian (⅛) dari unit sel spinel

Ada beberapa senyawa dengan komposisi spinel AB2O4,


2+
namun kation-kation dipositif (M ) menempati rongga-rongga
oktahedral. Oleh karena dalam kemas rapat kubus jumlah rongga
tetraheral adalah dua kali lipat jumlah rongga oktahedral, maka
3+
hanya setengah jumlah kation tripositif (M ) saja yang menempati
rongga tetrahedral; senyawa seperti ini disebut spinel terbalik, dan
dengan demikian lebih
informatif ditulis dengan formula (B)t(AB)oO4. Contoh senyawa
dengan struktur spinel terbalik yang paling umum adalah magnetit,
2+ 3+
Fe3O4, yang komposisinya terdiri atas Fe dan 2Fe yang tentu
saja lebih
3+ 2+ 3+ 2-
informatif ditulis dengan formula (Fe )t(Fe , Fe )o(O )4.
Ukuran rongga tetrahedral lebih kecil daripada ukuran rongga
oktahedral, demikian juga ukuran kation tripositif umumnya lebih
ke- cil daripada ukuran kation dipositif. Meskipun demikian tidak
semua senyawa dengan komposisi AB2O4 memilih struktur spinel
terbalik. Kestabilan senyawa tidak hanya disebabkan oleh pemilihan
faktor uku- ran saja, melainkan juga faktor energi. Oleh karena
energi kisi bergan- tung pada ukuran muatan ionik, maka kation
tripositif lebih berperan dalam menentukan besaran energi. Energi
3+
kisi akan lebih besar jika M mempunyai bilangan koordinasi 6
3+
(menempati rongga oktahedral) di- bandingkan dengan jika M
mempunyai bilangan koordinasi 4 (me- nempati rongga
tetrahedral). Namun demikian untuk logam-logam transisi, struktur
spinel terbalik lebih banyak dijumpai, karena konfigu- rasi elektron
n
pada orbital d mempengaruhi energi kestabilan struktur yang
bersangkutan.
Tabel 4.2 Data energi ionisasi aluminium dan talium
-1
Energi ionisasi / MJ mol
Unsur
Pertama Ke dua Ke tiga
Aluminium 0,58 1,82 2,74
Talium 0,59 1,97 2,88

4.2.3 Talium dan Efek Pasangan Inert


Logam talium tidak terlalu banyak diproduksi, dan
manfaatnyapun sangat khusus. Sebagai contoh, talium(I) bromida
dan talium(I) iodida adalah dua dari sedikit senyawa yang
mempunyai sifat transparansi yang sangat tinggi sehingga dapat
digunakan untuk keperluan radiasi inframerah dengan panjang
gelombang yang panjang. Dalam bentuk lembaran dari kedua
senyawa ini digunakan untuk unit-unit
detektor inframerah. Sifat kimia talium juga cukup menarik karena
talium mempunyai dua tingkat oksidasi yaitu +1 dan +3. Kestabilan
1
pembentukan kation +1 (oleh karena pelepasan satu elektron 6p )
sering dikaitkan dengan kestabilan oleh karena efek pasangan inert
2
(6s ). Mengapa hal ini dapat terjadi pada atom talium? Menurut
efek relativistik, kecepatan elektron terluar khususnya pada orbital 6s
menjadi semakin mendekati kecepatan cahaya. Akibatnya, massa
elektron 6s naik dan rata-rata jaraknya dengan inti atom
memendek atau dengan kata lain orbital 6s terbenam ke arah inti
atom. Hal ini sesuai dengan kecenderungan penurunan energi
ionisasi unsur-unsur dalam satu golongan dengan naiknya nomor
atom, namun ternyata justru energi ionisasi talium lebih tinggi
daripada energi ionisasi aluminium seperti sebagaimana
ditunjukkan Tabel 4.2 .

Menurut daur Born-Harber (Bab 1), tingginya energi yang


diperlukan untuk pembentukan kation (input) harus diimbangi oleh
tingginya energi kisi (output). Tetapi, ukuran kation talium(III) jauh
lebih besar daripada ukuran kation aluminium(III). Dengan
demikian, energi kisi senyawa ionik talium(III) akan lebih rendah
daripada energi kisi senyawa aluminium(III) analog. Kombinasi
kedua faktor ini, khususnya energi ionisasi yang lebih besar, akan
mengakibatkan rendahnya kestabilan senyawa ionik talium(III),
dan dengan demikian, kestabilan senyawa ionik talium(I) lebih
tinggi.

Talium(I) dengan densitas muatan yang sangat rendah (~ 9 C


- 3
mm ), dalam banyak hal, mirip dengan logam alkali kelompok
+ + -3
bawah (K ~ 11, dan Rb ~ 8 C mm ), tetapi juga mirip dengan
+ -3
ion perak dalam hal lain (Ag ~ 15 C mm ). Tabel 4.3
menunjukkan beberapa kemiripan dan perbedaan antara talium,
kalium, dan perak. Talium sangat beracun karena mudah larut dalam
air, berukuran besar, dan mempunyai densitas muatan rendah seperti
halnya kalium, sehingga dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh
mengganti kalium dan hal ini mengganggu proses kerja enzim.
+ +
Tabel 4.3 Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl , dengan ion kalium, K ,
+
dan ion perak, Ag .

Sifat kalium Sifat perak Sifat ion talium(I)


Membentuk dioksida(1-) Membentuk oksida Membentuk oksida
(bukan oksida normal) normal normal

Hidroksidanya sangat Hidroksidanya sangat


Hidroksidanya tidak larut
kuat - larut kuat
- larut
Hidroksidanya bereaksi Hidroksidanya bereaksi
dengan karbon dioksida Hidroksidanya stabil dengan karbon dioksida
membentuk karbonat membentuk karbonat

Semua halida larut Semua halida tidak Semua halida tidak


dalam air larut dalam air kecuali larut dalam air kecuali
fluorida fluorida

Senyawa talium(III) halida telah dikenal, namun seperti


-
diduga dari relatif tingginya densitas muatan kation (~ 105 C mm
3
), senyawa ini bersifat kovalen. Sebagai contoh, talium(III) fluorida
bereaksi dengan air membentuk hidroksida dan hidrogen fluorida :

TlF3 (s) + 3 H2O (l) → (OH)3 (s) + 3 HF (g)


Sesuatu yang menarik untuk dicatat adalah bahwa senyawa TlI3
-
bukanlah terdiri atas Tl(III) dan I seperti talium(III) halida yang
lain,
+ -
namun sesungguhnya terdiri atas Tl dan 3I . Hal ini dapat dipahami
atas dasar nilai potensial reduksi standar seperti berikut ini:
3+ + o
Tl (aq) + 2 e → Tl (aq) E = + 1,25 V
- - o
I 3 (aq) + 2 e → 3 I (aq) E = + 0,55 V
Jadi, iodida akan mereduksi talium(III)
- menjadi talium(I) dan iodida
sendiri akan teroksidasi menjadi I .
3
4.2.4 Soal-Soal Logam Golongan 13
1. Tulis persamaan reaksi berikut :
(a) kalium cair + padatan aluminium klorida
(b) logam aluminium + ion hidroksida (basa)
(c) logam aluminium + ion hidronium (asam)
(d) larutan talium(I) hidroksida + gas karbon dioksida
3+
2. Jelaskan mengapa ion Al tidak mungkin berada dalam
keadaan bebas melainkan sebagai ion terhidrat ?
3. Jelakan mengapa alumium yang termasuk logam reaktif namun
lembaran aluminium ternyata tahan korosi terhadap oksidasi
udara.
4. Jelaskan secara singkat sifat ionik dan sifat kovalen senyawa
AlCl3, serta sifat keasaman atau kebasaannya dalam larutan air.
5. Jelaskan secara ringkas pengolahan aluminium dari bauksit
6. Jelaskan secara ringkas perbedaan antara spinel dengan spinel
terbalik
7. (a) Jelaskan kestabilan talium(I) relatif terhadap kestabilan talium(III)
(b) Jelaskan mengapa talium(I) lebih bersifat ionik daripada talium(III)
8. Ke dalam larutan yang mengandung ion aluminum(III)
diteteskan ion hidroksida hingga berlebihan. Jelaskan apa yang
terjadi dan tulis pula persamaan reaksinya
9. Jelaskan proses penjernihan air secara sederhana dengan
penambahan tawas.

4.3 GOLONGAN 14 DAN 15


4.3.1 Sifat dan Penggunaan Timah dan Timbel
Timah dan timbel termasuk unsur-unsur golongan 14 (p)
yang lebih bersifat logam dibanding dengan tiga anggota pertama
yaitu karbon, silikon, dan germanium. Karakteristika kedua logam
ini dapat diperiksa pada Tabel 4.4 bersama-sama dengan bismut
(golongan 15).
Tabel 4.4 Karakteristika timah, timbel dan bismut

Karakteristika 50Sn 82Pb 83Bi


14
[36Kr] 4d10 [54Xe] [54Xe] 4f
Konfigurasi elektronik 14 10
5s2 5p2 4f 5d 6s2
10
5d 6s2 6p3
6p2
o
Titik leleh / C 232 327 271
o
Titik didih / C 2270 1620 1560
5,75 (abu-abu)
-3
Densitas / g cm 6,97 (rapuh) 11,29 9,80
7,28 (putih)
Jari-jari atomik ( pm) 141 175 155
2+ 3+
Jari-jari ionik, M / pm 93 120 96 (M )
-1
Energi ionisasi / kJ mol I 0,7086 0,7155
II 1,4118 1,4504
IV 3,9303 4,083
Elektronegativitas 1,7 1,6 1,9
Potensial reduksi standar /
2+ -
VM + 2e → M (s) - 0,136 - 0,126
+ + 0,32
BiO + 2H + 3 e → Bi (s) +
H2O
*)
Tingkat oksidasi (+2 , +4) (+2), +4 (+3), +5
*) Tingkat oksidasi dalam tanda kurung, ( ), lebih stabil

Meskipun tidak sebanyak aluminium, timah merupakan logam


yang juga dapat dijumpai di sekitar kita. Timah, demikian juga
timbel, merupakan unsur-unsur yang bersifat logam dalam
golongannya, tetapi lunak, tidak kuat, dan mempunyai titik leleh
o
rendah (232 C) sehingga mudah ditempa menjadi bentuk
piringan, serta tahan terhadap korosi. Ada tiga macam timah yang
dikenal yaitu timah abu-abu yang mempunyai bentuk kristal kubus,
timah putih rapuh dengan bentuk kristal rombik, dan timah putih-
lunak dengan bentuk kristal tetragonal masing-masing dengan
-3
rapatan 5,75, 6,79 dan 7,28, g cm . Pada temperatur kamar,
timah putih paling stabil, pada temperatur dibawah
o
13,2 C berubah secara perlahan menjadi serbuk abu-abu amorf;
o
dan jika dipanaskan diatas 161 C berubah menjadi timah rapuh.
Atas dasar sifat fisiknya, timah banyak digunakan dalam
industri makanan sebagai pembungkus bahan makanan, dan
kaleng minuman selain aluminium. Timah merupakan bahan
pembentuk paduan, misalnya perunggu (Cu-Sn) dengan kadar Sn
5-10 % massa, dan bahan ”solder” (Sn-Pb) dengan kadar Sn yang
bervariasi antara 2 - 63 % bergantung pada penggunaannya.
Solder ini ternyata mempunyai titik leleh yang lebih rendah
o
daripada titik leleh logam asalnya (titik leleh timbel 328 C).
Paduan timah dan timbel dengan kadar yang sangat tinggi, 90-95
%, dipakai sebagai bahan pembuat alat musik seperti pipa organ.
Logam babit, yaitu paduan Sn-Cu-Pb, digunakan sebagai bahan
untuk alat penduga (kompas). Paduan yang lain adalah pewter
yang terdiri atas ~ 90 % Sn, Sb dan Cu.
Sepertihalnya aluminium, timah bersifat logam amfoterik, bereaksi
dengan asam kuat dan basa kuat. Timah dengan konfigurasi
10 2 2
elektronik [36Kr] 4d 5s 5p , dalam senyawa-senyawanya,
dapat mempunyai tingkat oksidasi +2 dan +4 (yang lebih stabil).
Senyawa fluorida, SnF2,
digunakan sebagai bahan aditif pasta gigi untuk mencegah terjadinya
lubang pada gigi. Oksidanya, SnO2, digunakan sebagai bahan
ampelas atau penggosok permata, dan sulfidanya, SnS2, dipakai
pada industri pewarnaan serta proses penyepuhan atau bahan
imitasi.
Dewasa ini, industri keramik sangat maju pesat di Indonesia.
Oksida timah, SnO2 dapat digunakan sebagai campuran glasir
sekaligus memberi warna kuning SnO2-V2O5, warna biru abu-abu
SnO2-Sb2O5, dan warna pink SnO2-Cr2O3. Senyawa SnCl4
bersama-sama SnO2
dipakai sebagai pelapis permukaan botol atau gelas agar lebih kuat
dan tahan abrasi. Uap SnCl4 dihembuskan pada permukaan kaca
atau gelas yang baru terbentuk yang kemudian akan bereaksi
dengan molekul air pada permukaan kaca atau gelas membentuk
lapisan tipis SnO2. Lapisan tipis ini dapat memperkuat kaca atau
gelas seperti pada kaca mata. Lapisan SnO2 yang lebih tebal
bertindak sebagai lapisan penghantar
arus listrik. Kaca jendela cockpit pesawat terbang menggunakan
lapisan tebal ini; dengan aliran arus listrik akan terjadi panas pada
kaca yang selanjutnya mencegah terjadinya pengembunan uap air
pada kaca jendela cockpit tersebut. Selain itu, SnCl4 juga dapat
dipakai sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi organik seperti pada
pembuatan asam asetat, oksalat, oleat dan asam stearat.
Timbel sebagai logam berat merupakan unsur yang
terbanyak di alam. Istilah logam berat digunakan karena timbel
-3
mempunyai densitas (rapatan) yang sangat tinggi (11,34 g cm ),
jauh melebihi densitas tertinggi logam transisi pertama (yaitu 8,92
-3
g cm untuk tembaga).
o
Timbel bersifat lembek-lemah dengan titik leleh ~ 327 C,
nampak mengkilat / berkilauan ketika baru dipotong, tetapi segera
menjadi buram ketika terjadi kontak dengan udara terbuka. Hal ini
karena terjadi pembentukan lapisan timbel-oksida atau timbel
karbonat yang melapisi secara kuat, sehingga dapat mencegah
terjadinya reaksi lebih lanjut. Karena sifat ini, timbel sering dipakai,
misalnya sebagai bingkai-bingkai kaca berwarna yang dibentuk
sebagai lukisan pada suatu jendela kaca. Selain itu SnO2 dapat juga
digunakan sebagai campuran bahan atap, dan pipa saluran air.
Memang pemakaian logam timbel di sekitar kita agak jarang
dijumpai, tetapi campuran timbel dan timah digunakan sebagai
bahan solder untuk perekat atau pematri barang-barang elektronik.
Timbel merupakan salah satu bahan paduan yang mempunyai
kemampuan sangat tinggi untuk menahan sinar-X dan sinar-γ,
sehingga lempengan timbel banyak dipakai sebagai pelindung
bahan radioaktif.
Timbel yang terletak pada golongan 14 dalam sistem periodik
14 10
unsur-unsur, mempunyai konfigurasi elektronik [54Xe] 4f 5d
2 2
6s 6p , pada umumnya membentuk senyawa-senyawa dengan
tingkat
oksidasi +2 (lebih stabil) dan +4. Sebagai persenyawaan, timbel
ternyata sangat banyak bermanfaat. Dalam industri cat, senyawa
timbel banyak digunakan sebagai pigment (pewarna). Misalnya,
PbCrO4 berwarna
kuning yang banyak digunakan untuk cat pewarna jalan atau bahan
plastik, PbMoO4 berwarna merah orange, PbO berwarna kuning
kenari, dan 2PbCO3.Pb(OH)2 memberi warna putih. Dalam industri
keramik, PbSi2O5 (atau PbO.2SiO2) yang tak berwarna dipakai
untuk pelapis glasir. Untuk mendapatkan gelas yang mempunyai
densitas, indeks bias dan stabilitas tinggi, namun sedikit
menghantar panas dipakai PbO yang berwarna merah, orange atau
-kuning, bergantung pada metode pembuatannya. Selain itu dapat
juga dipakai senyawa tribasa timbel sulfat, 3PbO.PbSO4.H2O.
Meni, Pb3O4, yang merupakan oksida campuran Pb(II) dan
Pb(IV), 2PbO.PbO2, berfungsi terutama untuk menghambat
terjadinya korosi sehingga sering juga digunakan sebagai cat dasar.
Selain itu, warna merah meni juga dipakai untuk pewarnaan pada
bahan karet dan plastik.
Sel aki terdiri atas pelat-pelat katode PbO2 yang berwarna
merah- coklat dan anode berbentuk bunga-karang / busa yang
terbuat dari logam Pb yang dipadu sedikit dengan antimon-Sb, dan
elektrolit yang digunakan adalah larutan asam sulfat. Pada proses
pengeluaran arus listrik, pada anode Pb dan katode PbO2 terjadi
reaksi kimia sehingga terbentuk PbSO4 menurut persamaan reaksi
total sebagai berikut:
2-
Pb (s ) + PbO2 (s ) + 4 H3O+ (aq) + 2 SO4 (aq) →
2 PbSO4 (s) + 6 H2O (l)
Endapan PbSO4 ini melapisi kedua elektrode, dan larutan elektrolit
menjadi semakin encer karena dihasilkan air, sehingga lama
kelamaan kerja aki semakin terhambat. Untuk mengaktifkan aki
kembali dilakukan pengisian, yaitu dengan mengalirkan arus listrik
pada aki tersebut dengan elektrode dipasang berlawanan sehingga
terjadi reaksi yang berlawanan arah dengan reaksi tersebut di atas.

Tetraethyllead - TEL, (C2H5)4Pb, adalah suatu senyawa


organolo- gam yang mempunyai titik didih rendah, dan telah lama
dipakai seba-
gai bahan anti letupan (antiknocking) karena sifatnya yang dapat
me- naikkan angka oktan bahan bakar minyak (bensin) hingga
mencapai 80. Namun, di sisi lain ternyata TEL memberikan dampak
polusi terhadap lingkungan hidup yaitu mencemari udara. Senyawa
Pb yang dihasilkan dari pembakaran pada mesin kendaraan
bermotor sangat berbahaya, dan jika masuk ke dalam tubuh
manusia dapat menimbulkan gangguan pada sistem syaraf dan
sistem peredaran darah.

4.3.2 Sumber Timah dan Cara Ekstraksinya


Di antara kuburan-kuburan kuno di Mesir (Pyramida, dan
Spink) ditemukan timah, sebagai bukti bahwa logam timah telah
dikenal dalam peradaban manusia sekurang-kurangnya sejak awal
sejarah Mesir. Dari data yang tersedia diketahui bahwa pada tahun
1977, produksi timah di dunia berasal dari beberapa negara
terkenal seperti Malaysia (~ 25
%), Rusia (~ 14 %), Bolivia (~ 14 %), Indonesia (10 %), Thailand (~
10 %), dan Cina (~ 9 %) dengan total produksi timah ~ 200.000
ton per tahun. Konsumen timah terbesar yang menggunakan lebih
dari separoh produksi timah dunia adalah Amerika Serikat yang
terpaksa harus mengimpor dari negara-negara lain. Negara kita
termasuk pemasok kebutuhan timah dunia yang cukup besar.
Timah di alam terutama terdapat sebagai mineral kasiterit
atau batu timah, SnO2, dan mineral inilah yang merupakan sumber
utama logam timah. Prinsip pengolahannya menjadi logam adalah
dengan mereduksi bijih oksida tersebut. Pada zaman kuno, reduksi
bijih SnO2 dilakukan dengan menggunakan batubara panas
(glowing coal), menurut persamaan reaksi:
SnO2 (s) + 2 C (s)
Sn (l) + CO2 (g)

 
Pada tahap awal, bijih timah dipekatkan dalam suatu wadah
de- ngan proses flotasi-buih. Dalam proses ini, serbuk bijih timah
dibuat men- jadi suspensi dalam air, kemudian ke dalam suspensi
ini disemprotkan udara melalui saluran yang berlubang-lubang dan
berputar agar terjadi gelembung-gelembung udara yang naik ke
permukaan. Penambahan
zat aditif tertentu, seperti minyak pinus dan natrium etilxantat ke
dalam suspensi akan mengakibatkan terbentuknya buih atau busa
yang me- nyelimuti bijih timah, sehingga terbawa ke atas bersama
dengan gelem- bung-gelembung udara. Bijih-bijih timah yang
mengapung kemudian dikumpulkan dengan cara penumpahan
keluar; sedangkan bijih pengo- tor yang tidak dipengaruhi oleh zat
aditif tersebut akan jatuh ke bagian dasar wadah.
Bijih timah yang sudah pekat kemudian dipanggang. Oleh
karena bijih timah sudah dalam bentuk oksidanya, maka proses
pemanggangan ini bertujuan untuk mengoksidasi logam pengotor
dan menghilangkan belerang dan arsen sebagai oksidanya yang
mudah menguap. Proses selanjutnya adalah mereduksi oksida
timah dengan karbon. Teknik modern untuk proses ini menggunakan
o
tanur bergaung (reverberatory) pada temperatur 1200 - 1300 C.
Kesulitan utama dengan teknik ini adalah adanya unsur besi
sebagai pengotor bijih yang mengakibatkan hasil yang diperoleh
bercampur dengan logam besi dan menjadi lebih keras. Hal ini
terjadi karena besi oksida sebagai pengotor memiliki sifat- sifat
oksidator yang mirip dengan SnO2. Oleh karena itu, sangat vital
proses reduksi bijih kasiterit dilaksanakan dengan kondisi tekanan
oksigen yang cukup tinggi untuk mencegah terjadinya reduksi
oksida besi pengotor menjadi logam besi. Untuk itu, lelehan timah
yang belum murni dari hasil reduksi dengan karbon dipisahkan dari
logam-logam lain yang tidak meleleh. Selanjutnya lelehan timah ini
diaduk dengan kuat, kemudian dialiri dengan udara (oksigen
atmosfer) atau uap air panas agar bahan pengotor yang ada
teroksidasi kembali. Oksida-oksida pengotor ini pada pengadukan
biasanya akan membentuk film yang mengambang di atas
permukaan larutan, sehingga dapat dipisahkan dari logam
timahnya.
4.3.3 Sumber Timbel dan Cara Ekstraksinya
Di alam timbel terutama terdapat sebagai galena, PbS,
namun beberapa bijih lain yang mungkin terbentuk sebagai akibat
pengaruh iklim atau cuaca pada galena adalah sebagai karbonat,
cerrusite (kerusit),
PbCO3, dan sebagai sulfat, anglesite (anglesit), PbSO4. Dalam
proses ekstraksinya, mula-mula bijih galena dipekatkan dengan
teknik flotasi- buih, selanjutnya ditambahkan sejumlah kwarsa, SiO2,
kemudian diikuti dengan pemanggangan terhadap campuran ini.
Persamaan reaksi utama pada proses ini adalah:
2 PbS (s) + 3 O2 (g)
2 PbO (s) + 2 SO2 (g)

 
Kemudian proses reduksi dilaksanakan dengan batubara coke (C)
dan air-kapur dengan persamaan reaksi utamanya adalah:
PbO (s) + C (s)
Pb (l) + CO (g)

 
PbO (s) + CO (g) Pb (l) + CO2 (g)

 
Maksud penambahan SiO2 sebelum pemanggangan dan
penambahan air-kapur pada proses reduksi adalah agar PbSO 4 yang
mungkin terjadi dalam proses pemanggangan galena pada
temperatur tinggi diubah menjadi PbSiO3 oleh karena hadirnya
kwarsa menurut persamaan reaksi:
PbSO4 (s) + SiO2 (s)
PbSiO3 (s) + SO3 (g)

 
Silikat ini pada proses reduksi akan diubah oleh air-kapur,
CaO, menjadi PbO yang selanjutnya tereduksi oleh batubara
menjadi logam timbel, Pb, dan kapur diubah menjadi kalsium silikat
sebagai kerak atau ampas menurut persamaan reaksi :
PbSiO3 (s) + CaO (s)
PbO (s) + CaSiO3 (s)

 
Alternatif lain pada proses reduksi adalah pemakaian bijih galena
segar sebagai reduktor pengganti batubara (coke):
PbS (s) + 2 PbO (s)
Pb (l) + SO2 (g)

 
Sampai dengan tahap ini, logam timbel yang dihasilkan masih
belum murni, dan masih mengandung banyak unsur pengotor
seperti tembaga, perak, zink, arsen, antimon dan bismut. Oleh
karena itu masih perlu proses pemurnian lebih lanjut yang meliputi
beberapa tahap seperti diuraikan berikut ini.
Pertama-tama, logam timbel yang dihasilkan dilelehkan
selama beberapa waktu pada temperatur dibawah titik leleh
tembaga, sehingga tembaga pengotor akan mengkristal dan dapat
dipisahkan. Tahap berikutnya, udara ditiupkan di atas permukaan
lelehan timbel sehingga pengotor seperti arsen dan antimon akan
diubah menjadi arsenat dan antimonat atau oksidanya, termasuk
bismut sebagai buih di atas permukaan dapat dipisahkan dengan
disendoki ke luar. Selanjutnya, untuk memisahkan pengotor seperti
emas atau perak ditambahkan kira- kira 1-2 % zink agar pengotor
ini larut dalam lelehan zink. Campuran ini kemudian didinginkan
o o
secara perlahan dari sekitar 480 C menjadi 420 C, sehingga
logam emas atau perak akan terbawa dalam zink yang akan
mengkristal lebih dulu untuk dipisahkan dari lelehan timbel.
Kelebihan zink, jika ada, dapat dipisahkan dengan teknik
penyulingan hampa atau pada tekanan sangat rendah.
Pemurnian tahap akhir biasanya dilakukan dengan teknik
elektrolisis menurut metode Betts. Proses ini memakai elektrolit
larutan timbel heksafluorosilikat, PbSiF6 dan asam
heksafluorosilikat, H2SiF6. Lembaran-lembaran tebal timbel
dipasang sebagai katode dan pelat- pelat timbel yang belum murni
dipasang sebagai anode. Anode timbel akan mengalami oksidasi
2+
menjadi larutan Pb yang kemudian akan tereduksi menjadi
logam Pb dan melekat pada katode. Dengan proses ini akan
diperoleh timbel dengan kemurnian yang sangat tinggi, (~ 99,9 %).

4.3.4 Oksida, Hidroksida, dan Garam Timah


2 2
Timah mempunyai konfigurasi elektronik ”terluar” 5s 5p ,
dan oleh karena itu dapat membentuk senyawa dengan tingkat
oksidasi +2 dan +4. Secara khusus, kestabilan timah(II) sering
dikaitkan dengan inert pair effect (efek pasangan elektron inert),
2
5s , yakni dalam senyawanya
2
elektron 5s ini tidak terlibat dalam pembentukan ikatan (sehingga
diklasifikasi sebagai pasangan elektron inert). Pelepasan dua
elektron membentuk timah(II) atau stano tentu akan lebih mudah
daripada pelepasan empat elektron dengan membentuk timah(IV)
atau stani. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa timah(II)
umumnya lebih
bersifat ionik sedangkan timah(IV) lebih bersifat kovalen. Sifat
kovalen timah(IV), sama seperti atom karbon yang segolongan
dengannya (Gol.14), menyarankan bahwa timah(IV) juga
3
membentuk hibridisasi sp -tetrahedron. Timah(IV) relatif stabil,
berbeda dengan timbel(IV), dan oleh karena itu timah(II) bersifat
sebagai reduktor.
Timah(II). Stano oksida, SnO, berupa serbuk hitam atau hijau
bergantung pada cara pembuatannya. Oksida ini dapat dibuat
dengan mereaksikan larutan panas senyawa timah(II) dengan
larutan karbonat atau dengan memanaskan timah(II) oksalat tanpa
udara. 2+ 2-
Sn
CO
(aq) + (aq)  SnO (s) + (g)
CO
3  2
Sn(COO)2 (s) SnO (s) + CO2 (g) + CO (g)


 
Bagaimana sifat stano oksida terhadap asam dan basa?
2+
Timah(II) oksida bereaksi dengan asam membentuk ion Sn , dan
2-
dengan basa kuat membentuk ion stanit, [Sn(OH)4] . Jadi, SnO
menunjukkan sifat
amfoterik. Dengan melepaskan satu 2- molekul air, ion stanit [Sn(OH) ]2-
sering ditulis dengan formula SnO 4

2 (hal ini analog dengan ion


aluminat).
+ 2+
SnO (s) + 2 H3O (aq) → Sn (aq) + 3 H2O
-
(l) SnO (s) + 2 OH (aq) + H2O (l) →
2-
[Sn(OH)4] (aq)
Larutan basa kuat mengendapkan timah(II) dari larutannya
sebagai hidroksida yang berwarna putih-gelatin, tetapi larut
kembali pada penambahan basa ini secara berlebihan membentuk
ion stanit, sama seperti yang terjadi pada oksidanya tersebut di
atas menurut persamaan reaksi berikut:
2+ -
Sn (aq) + 2 OH (aq) → Sn(OH)2 (s)
- 2-
Sn(OH)2 (s) + 2 OH (aq) → [Sn(OH)4]
(aq)
Salah satu garam timah(II) yang perlu diketahui adalah
garam kloridanya yaitu SnCl2. Garam ini yang dapat diperoleh
sebagai dihidratnya, SnCl2.2H2O, dibuat dengan menguapkan
larutan yang
diperoleh dari reaksi antara oksidanya dengan asam hidroklorida
menurut persamaan reaksi:
SnO (s) + 2 HCl (aq) + H2O (l)  SnCl2.2H2O (s)
SnCl2 dalam air mudah terhidrolisis membentuk endapan putih
gelatin timah(II) hidroksiklorida, Sn(OH)Cl, seperti ditunjukkan oleh
persamaan reaksi berikut:
+ -
SnCl2 (aq) + 2 H2O (l) Sn(OH)Cl (s) + H3O (aq) + Cl (aq)
Permasalahanyang muncul adalah bagaimana caramenyediakan larutan
stano klorida yang relatif stabil misalnya untuk keperluan
laboratorium? Dengan memperhatikan persamaan reaksi tersebut
di atas berarti arah keseimbangan harus diusahakan agar bergeser
ke kiri. Untuk itu perlu penambahan sedikit asam klorida ke dalam
larutan SnCl2 tersebut. Demikian juga karena stano mudah
teroksidasi oleh udara menjadi stani, maka seyogyanya pembuatan
larutan SnCl2 harus selalu dalam keadaan segar. Stano klorida juga
dapat diperoleh dari reaksi antara logam timah dengan asam
hidroklorida.

Gambar 4.5 Struktur SnCl2 dan SnCl


3
-

Timah(II) klorida, seperti diduga menurut teori Valence Shell


Elec- tron Pair Repulsion, VSEPR, mempunyai bentuk molekul
huruf V �
dengan
� o
sudut Cl Sn Cl ~95 (Gambar 4.5). Bentuk molekul dan besarnya su-
dut ini berkaitan dengan adanya sepasang elektron menyendiri
(lone pair electron). Pada umumnya, adanya pasangan elektron
menyendiri dalam suatu molekul akan memberikan sifat basa Lewis
molekul terse- but. Namun kenyataannya, timah(II) klorida bersifat
asam Lewis. Jadi, pasangan elektron menyendiri nampak tidak
reaktif, dan dengan demi-
kian benar-benar merupakan pasangan elektron yang inert.
Sebagai contoh, timah(II) klorida bereaksi dengan ion klorida
membentuk ion
- � � o
triklorostanat(II), [SnCl3] . Sudut ikatan Cl Sn Cl mendekati 90 (Gam-
bar 4.5); hal ini menyarankan bahwa ion timah(II) dalam senyawa
ini menggunakan orbital p murni dalam ikatannya. Bila demikian
halnya, pasangan elektron menyendiri berada dalam orbital s yang
lebih terbe- nam daripada orbital p sehingga spesies tersebut tidak
menunjukkan
sifat basa Lewis. Data bentuk molekul dan sudut ikatan tersebut
2 menya-
3 bahwa SnCl juga tidak membentuk orbital hibrida sp ataupun
rankan
sp 2 p kosong un-
. Jadi, ion timah(II) dalam hal ini menggunakan orbital
tuk membentuk ikatan dengan pasangan elektron ion klorida.
Garam stano yang lain adalah stano sulfida, SnS, yang
berupa padatan coklat tua, dan sering digunakan untuk menguji
2+
adanya ion Sn . Garam ini dapat diperoleh dari larutan timah(II)
yang dialiri gas hidrogen sulfida. Ion stano, maupun ion stanit,
ternyata bersifat reduktor aktif. Sebagai contoh, bismut hidroksida
direduksi oleh ion stanit menjadi logamnya dan ion stanit berubah
menjadi ion stanat,
2-
[Sn(OH)6] , menurut persamaan reaksi:
2-
2 Bi(OH)3 (s) + 3 [Sn(OH)4] (aq) 2 Bi (s) +
2-
3 [Sn(OH)6] (aq)
Timah(IV). Timah yang dibakar dalam udara akan mengalami
oksidasi berkelanjutan membentuk stani oksida yang berwarna
kuning ketika panas dan menjadi putih setelah dingin. Hal ini
menunjukkan bahwa timah, maupun timah(II), mudah teroksidasi.
Oleh karena itu, reaksitimahdenganasamnitratpekat(oksidatorkuat)
jugamenghasilkan stani oksida (dan gas NO2).
Sn (s) + O2 (g) SnO2 (s)

 
Sn (s) + 4 HNO3 (l) SnO2 (s) + 4 NO2 (g) + 2 H2O (l)

 
Seperti halnya stano oksida, stani oksida juga bereaksi dengan
2-
asam, dan basa membentuk ion 2- stanat, [Sn(OH)6] , yang juga sering
ditulis dengan formula SnO , menurut persamaan reaksi:
3
+ 4+
SnO2 (s) + 4 H3O (aq) → Sn (aq) + 6 H2O(l)
- 2-
SnO2 (s) + 2 OH (aq) + 2 H2O(l) → [Sn(OH)6]
(aq)
Timah(IV) hidroksida tidak dikenal, melainkan terbentuk
sebagai ion kompleks stanat yang dapat diperoleh dari reaksi
langsung timah dengan basa kuat dalam keadaan panas, menurut
persamaan reaksi:
- 2-
Sn (s) + 2 OH (aq) + 4 H2O(l)  [Sn(OH)6] (aq) + 2 H2 (g)
Namun demikian, jika ke dalam larutan timah(IV) ditambahkan
basa alkali ternyata diperoleh endapan putih. Endapan ini sangat
mungkin berupa stanioksida atau yang terhidrat menurut
persamaan reaksi:

SnX4 (aq) + 4 MOH (aq) → SnO2.2H2O (s) + 4 MX (aq)


Timah(IV) klorida berupa cairan tak berwarna, dan dapat
diperoleh dari reaksi langsung logam timah dengan gas klorin
berlebihan (ingat bahwa klorin juga bersifat oksidator kuat)
menurut persamaan reaksi:
Sn (s) + 2 Cl2 (g) → SnCl4 (l)
Kenyataan bahwa stani klorida bukan penghantar listrik dan larut
dalam pelarut organik nonpolar seperti CCl4 menyarankan bahwa
garam ini tersusun oleh ikatan kovalen dengan bangun
tetrahedron. Stani klorida dapat larut dalam air, tetapi mengalami
hidrolisis membentuk oksidanya atau yang terhidrat, dan dalam
asam hidroklorida pekat terbentuk asam heksaklorostanat, menurut
persmaan reaksi berikut:
SnCl4 (l) + 2 H2O (l) → SnO2 (s) + 4 HCl (aq)

SnCl4 (l) + 2 HCl (pekat) → H2[SnCl6]

Seperti halnya stano sulfida, stani sulfida merupakan senyawa


khas untuk mengidentifikasi adanya stani. Jadi, jika ke dalam
larutan timah(IV) dialiri gas H2S akan diperoleh endapan kuning
SnS2. Berbeda
dengan stano sulfida, endapan SnS2 larut dalam sulfida berlebihan,
2-
misalnya dengan Na2S membentuk ion tiostanat, [SnS3] yang
dapat
diendapkan kembali dengan penambahan asam, menurut persamaan
reaksi:
SnX4 (aq) + 2 H2S (aq) → SnS2 (s) + 4 HX (aq)
2- +
SnS2 (s) + Na2S (aq) → [SnS3] (aq) + 2 Na
(aq)
2- +
[SnS3] (aq) + 2 H3O (aq) → SnS2 (s) + H2S (g) + 2 H2O (l)

Endapan stani sulfida juga larut dalam asam klorida pekat


membentuk ion heksaklorostanat(IV) menurut persamaan reaksi:
SnS2 (s) + 6 HCl (pekat) + 2 H2O (l) →
2- +
[SnCl6] (aq) + 2 H2S (g) + 2H3O (aq)

4.3.5 Oksida, Hidroksida, dan Garam Timbel


Sifat-sifat timbel sangat mirip dengan timah, namun satu hal
2
yang berbeda adalah bahwa peran pasangan elektron inert (6s )
dalam senyawa timbel(II) relatif lebih besar dalam menstabilkan
senyawa- senyawanya dibandingkan dengan peran tersebut dalam
senyawa timah(II). Oleh karena itu, timbel(II) relatif lebih stabil
dan lebih banyak ditemui daripada timbel(IV). Dengan demikian,
timbel(II) bukan reduktor yang baik tidak seperti halnya timah(II),
melainkan timbel(IV) merupakan oksidator yang lebih baik
dibanding dengan timah(IV).
Ada tiga macam oksida timbel yang penting yaitu PbO yang
berewarna kuning, PbO2 yang berwarna coklat, dan Pb3O4 yang
berwarna merah meni. Timbel(II) oksida yang mempunyai struktur
sama dengan timah(II) oksida, dapat diperoleh dari pemanasan
timbel dengan udara:
2 Pb (s) + O2 (g)
2 PbO (s)

 
Jadi, berbeda dengan pemanasan timah dengan udara yang
menghasilkan timah(IV) oksida, pemanasan timbel dengan udara di
o
atas 500 C akan menghasilkan Pb3O4.
Timbel(IV) oksida dapat diperoleh dari oksidasi timbel(II)
dalam larutan basa. Dengan oksidator larutan natrium hipoklorit,
NaClO,
timbel(II) dapat diubah menjadi timbel(IV) oksida menurut
persamaan reaksi sebagai berikut:
- - -
ClO (aq) + H2O (l) + 2 e → Cl ( aq) + 2 OH
Pb(aq) 2+ + 4 OH- (aq) → PbO (s) + 2 H O (l) + 2
(aq) 2
�������������������������������������������������
e2 +
2+ - - -
Pb (aq) + 2 OH (aq) + ClO (aq) → PbO2 (s) + Cl (aq) + 2 H2O (l)
Timbel(IV) oksida merupakan oksidator yang baik dan dapat
mengoksidasi asam klorida menjadi gas klorin:
PbO2 (s) + 4 HCl (aq) → PbCl2 (s) + Cl2 (g) + 2 H2O (l)
Pb3O4 dapat diperoleh dari oksidasi PbO dalam udara
o
terbuka dengan pemanasan pada temperatur sekitar 400 - 500 C,
menurut persamaan reaksi :
6 PbO (s) + O2 (g)
2 Pb3O4 (s)

 
kuning merah

Dengan demikian, Pb3O4 dapat dipandang sebagai hasil oksidasi


“tak sempurna” dari PbO, dan oleh karena itu dapat dipandang
tersusun oleh campuran timbel dengan dua macam tingkat oksidasi
yaitu +2 dan +4. Dengan demikian, formula oksida ini mungkin
dapat dituliskan sebagai PbO2.2PbO. Hal ini didukung oleh
reaksinya dengan asam nitrat yang menghasilkan timbel(II) nitrat
dan endapan timbel(IV) oksida:
Pb3O4 (s) + 4 HNO3 (aq) → PbO2 (s) + 2 Pb(NO3)2 (aq) + 2 H2O (l)
Sama seperti oksida-oksida aluminium dan timah, oksida-
oksida timbel, PbO dan PbO2 juga bersifat amfoterik. Paralel
dengan oksida- oksida timah, reaksi oksida timbel dengan basa
kuat menghasilkan ion
2- 2-
plumbit [Pb(OH)4] dan plumbat, [Pb(OH)6] .
Apabila larutan basa alkali ditambahkan ke dalam larutan
timbel(II), diperoleh endapan putih Pb(OH) 2. Basa inipun bersifat
amfoterik, oleh karena itu larut kembali dalam basa alkali
berlebihan dengan membentuk ion plumbit dan dapat juga bereaksi
dengan asam menghasilkan kembali garam timbel(II). Ion stanit
merupakan reduktor
yang aktif, tetapi tidak demikian halnya dengan ion plumbit yang
bukan merupakan reduktor yang baik.
Timbel(II) klorida, PbCl2, berupa padatan putih yang sukar
larut dalam air, tetapi larut dalam air panas. Garam ini dapat
diperoleh dari interaksi langsung unsur-unsurnya, berbeda dari
logam timah yang menghasilkan timah(IV) klorida. Timbel(II)
klorida juga dapat diperoleh dari reaksi antara timbel(II) oksida
dengan asam klorida, atau dari reaksi pengendapan ion Pb2+ oleh
-
ion Cl . Ternyata, endapan timbel(II) klorida larut dalam larutan
klorida konsentrasi tinggi dengan membentuk ion kompleks
tetrakloroplumbat(II):
- 2-
PbCl2 (s) + 2 Cl (aq) [PbCl4] (aq)

Kristal timbel(II) nitrat, tak berwarna dan mudah larut dalam


air, dapat diperoleh dari reaksi timbel(II) oksida dengan asam
nitrat. Garam ini ternyata mudah terhidrolisis dalam air membentuk
endapan putih hidroksinitrat, kecuali jika larutan dibuat sedikit
asam dengan asam nitrat.
- +
Pb(NO3)2 (aq) + 2 H2O (l) Pb(OH)(NO3) (s) + NO 3 (aq) + H3O (aq)

Persamaan reaksi keseimbangan di atas mudah dipahami bahwa


de- ngan penambahan sedikit asam nitrat ke dalam larutan akan
mencegah terjadinya hidrolisis.
Padatan timbel(II) nitrat juga tidak stabil pada temperatur
agak tinggi, dan seperti halnya dengan senyawa nitrat dari logam-
logam berat lainnya, akan terurai menjadi oksidanya dengan
membebaskan gas coklat, NO2, menurut persamaan reaksi:
2 Pb(NO3)2 (s) 2 PbO (s) + 4 NO2 (g) + O2 (g)

 
Larutan timbel(II) yang paling stabil dalam air adalah larutan timbel
asetat, Pb(CH3COO)2. Oleh karena itu, larutan ini sering disediakan
untuk menguji timbel(II).
Ion-ion apa saja yang dapat digunakan untuk menguji karak-
teristik timbel(II)? Ternyata cukup banyak. Sifat khas adanya
timbel(II) dalam larutan tidak hanya diendapkan oleh ion klorida
tetapi juga pem- 2- 2+
bentukan endapan putih oleh ion sulfat, SO4 . Demikian juga Pb
2-
membentuk endapan kuning dengan ion kromat, . Seperti hal-
CrO4
nya timah(II), timbel(II) juga diendapkan oleh ion sulfida dengan
warna hitam, menurut persamaan reaksi umum:
2+ 2-
M (aq) + S (aq) → MS (s) (M = Sn dan Pb)
hitam

4.3.6 Bismut
Bismut adalah logam golongan “utama” yang mempunyai
nomor atom tertinggi, mempunyai sifat metalik yang paling rendah,
rapuh, berwarna putih kemerahan, dan mempunyai struktur sama
seperti struktur arsen (As) dan stibium (Sb), serta merupakan
penghantar listrik yang paling rendah.

Gambar 4.6 Struktur jaringan berkerut bismut


Bismut, seperti halnya arsen dan stibium, mempunyai beberapa
alotrop. Struktur yang paling stabil pada temperatur kamar
tersusun oleh jaringan heksagonal berkerut dengan setiap atom
terikat oleh tiga atom lain terdekat dan tiga atom lain lebih jauh
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Bismut, seperti halnya air,
mengalami ekspansi jika memadat. Bismut terbakar di udara
menjadi Bi2O3, suatu oksida yang berwarna kuning, bersifat basa,
+ 3+
dan menghasilkan ion BiO dan Bi jika dilarutkan dalam larutan
asam.
Sebagian besar bismut yang digunakan dalam perdagangan
berkaitan dengan rendahnya titik leleh aloi (dengan Pb, Sn, Cd)
seperti pada sekering listrik (fuse), solder, sistem penyemprot air
otomatis (sprinkler), sumbat pengaman dalam silinder bertekanan
gas, dan pembalut. BiOCl digunakan dalam komestik, dan beberapa
senyawa bismut digunakan dalam medis. Aloi bismut dengan timbel
dan stibium digunakan untuk piringan pita stereo.
Bismut terdapat di alam sebagai bijih sulfidanya dan Bi 2S3
(bismuth glance), dan dalam bijih tembaga, timah dan timbel.
Bismut dapat diperoleh dari bijihnya dengan proses yang
sederhana, yaitu dipanggang untuk memperoleh oksidanya, Bi2O3,
kemudian direduksi dengan karbon atau dengan H2. Bismut dapat
terdapat dalam senyawaanya dengan tingkat oksidasi +3 dan +5.
Senyawa bismut dengan tingkat oksidasi +5 (NaBiO3, BiF5) bersifat
oksidator kuat. Semua garam bismut(III) halida dapat dijumpai,
namun hanya BiF3 saja yang ditemui sebagai garam. Seperti
halnya pada timah dan timbel, bismut(III) lebih stabil daripada
bismut(V).

4.3.7 Soal-Soal Logam Golongan 14 dan 15


o
1. Timbel(IV) fluorida meleleh pada ~ 600 C, sedangkan
o
timbel(IV) klorida meleleh pada ~ -15 C. Jelaskan perihal sifat
ikatan kedua senyawa ini.
2. Suatu sel volta terdiri atas setengah sel elektrode timah yang
dicelupkan dalam larutan timah(II) nitrat dengan konsentrasi
1,00 M dan setengah sel elektrode timbel yang dicelupkan
dalam larutan timbel(II) nitrat dengan konsentrasi 1,00 M.
Kedua setengah sel dihubungkan dengan jembatan garam
natrium nitrat. Elektrode mana yang akan bertindak sebagai
katode dan anode, dan berapa potensial sel yang dihasilkan ?
(Gunakan nilai potensial reduksi standar dari tabel dalam buku
/ diktat referensi).
3. Tulis dengan lengkap persamaan reaksi berikut:
+
(a) SnO (s) + H3O (aq) →
-
(b) SnO (s) + OH (aq) + H2O (l) →
+
(c) SnO2 (s) + H3O (aq) →
-
(d) SnO2 (s) + OH (aq) + H2O(l) →
(e) SnX4 (aq) + H2S (aq) → (X =
halida) (f ) SnS2 (s) + Na2S (aq) →
2- +
(g) [SnS3] (aq) + H3O (aq) →
4. Ion timah(II) dan timbel(II), keduanya bersifat
amfoterik.Tuliskan persamaan reaksinya dengan ion hidroksida
berlebihan.
o
5. Senyawa SnCl2 mempunyai sudut ikatan Cl-Sn-Cl sebesar ~95 .
Jelaskan struktur molekul ini dengan teori VSEPR. Reaksi
-
senyawa ini dengan ion klorida menghasilkan spesies [SnCl3]
o
dengan sudut ikatan Cl-Sn-Cl sebesar ~90 . Jelaskan peran
pasangan elektron
inert terhadap pembentukan struktur, dan orbital-orbital mana
yang terlibat dalam ikatan.
6. Jelaskan mana yang lebih ionik, Sn(II) ataukah Sn(IV) ?
7. Mana yang lebih stabil (lebih banyak dijumpai) timbel(II)
ataukah timbel(IV)?
Jelaskan dengan menggunakan nilai energi ionisasi (lihat tabel
referensi)
8. Jelaskan mengapa timbel(II) bukan reduktor yang baik
sedangkan timbel(IV) adalah oksidator yang baik.
9. Anion-anion apa saja yang sering dipakai sebagai uji adanya
ion timbel(II) Tulis persamaan reaksi dengan warna
karakteristik senyawa yang terjadi �
Bagaimana jika [Al(OH)4]- ditulis AlO2- + H2O, sehingga konsisten
dengan yang di bawah?
(Comment: Mungkin ada baiknya jika sebagai pengantar
terlebih dahulu diuraikan logam-logam apa saja yang akan
dibicarakan pada subbab ini , yaitu gol 14 dan 15, sebelum
masuk ke sifat- sifat timah dan timbel)
(Comment: Reaksi ini mungkin tidak relevan dengan
pernyataan terakhir)

- -
2+ + OH + OH
[Pb(H2O)6] (aq) 2-
[Pb(OH)4] (aq)
[Pb(H2O)4(OH)2] (s)
+ H3O+ + H3O+

0
LoGAMGoLoNGANd

5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Pengertian Unsur-Unsur Transisi
Ada berbagai pandangan perihal kelompok unsur-unsur
transisi. Posisi unsur-unsur yang termasuk kelompok transisi atau
peralihan dapat diperiksa pada kerangka sistem periodik unsur
bentuk panjang, Tabel 5.1.1.
Tabel 5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi unsur-unsur
←s → transisi H He
Logam p
Reaktif ← Nonlogam →
d
← Logam Transisi → Al
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Y Cd Sn
1) Lu Hg miskin
Pb
2) Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt logam
Pascaaktinoida (amfoterik)
1) Seri Lantanoida, 4f
2) Seri Aktinoida, 5f
Dari kerangka sistem periodik tersebut nampak bahwa dari kiri ke kanan
ada pergeseran atau peralihan sifat kelompok unsur-unsur dari logam reaktif
yang berkurang secara perlahan dan akhirnya menjadi bersifat nonlogam.
Dengan demikian, secara sederhana unsur-unsur transisi menunjuk pada
unsur-unsur yang terletak antara kelompok logam reaktif dengan kelompok
nonlogam, atau antara kelompok s dengan kelompok p, yaitu kelompok d
dan kelompok f yang sering disebut transisi dalam (inner transition).
Ada tiga kelompok unsur-unsur transisi d yaitu transisi
pertama 3d, transisi ke dua 4d, dan transisi ke tiga 5d. Namun,
pada bagian ini pembicaraan lebih banyak ditekankan pada
kelompok unsur-unsur transisi pertama, 3d, saja. Barangkali dapat
langsung diduga bahwa yang dimaksud kelompok ini yaitu unsur-unsur
Sc-Zn. Sesungguhnya, banyak para ahli kimia anorganik menyatakan
bahwa logam zink tidak termasuk unsur transisi seri 3d, mengapa?
Baik atom Zn ataupun senyawanya yang dikenal, tidak ditentukan
10
oleh karakter peran elektron 3d , karena orbital ini telah penuh
berisi elektron; dan dengan demikian kelompok logam ini yaitu
golongan 12 sering dibicarakan secara terpisah.

Jadi, unsur-unsur transisi didefinisikan sebagai unsur-unsur


baik dalam atom netralnya dan atau atom dalam senyawanya
mengandung konfigurasi elektronik belum penuh pada orbital d,
karena memang inilah yang berperan khas bagi sifat-sifat unsur
transisi. Unsur-unsur golongan 12, yaitu Zn, Cd, dan Hg,
masing-masing mempunyai
10 2 10 2 14
konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s , [36Kr] 4d 5s , dan [54Xe] 4f
10 2
5d 6s , jadi sudah penuh berisi elektron untuk orbital d
demikian juga dalam senyawanya untuk tingkat oksidasi +2
(maupun +1 untuk Hg). Oleh karena itu, Zn, Cd, dan Hg sering
tidak dimasukkan dalam kelompok unsur-unsur transisi melainkan
kelompok unsur representatif.

Unsur-unsur Golongan 3 (Sc, Y, Lu, dan Lr), khususnya tiga


unsur pertama hingga kini hanya dikenal membentuk senyawa
192 Kimia Anorganik Logam
0
dengan tingkat oksidasi +3 (d ), jadi tidak menunjukkan variasi
peran orbital d. Oleh

Logam Golongan 193


d
karena itu, kelompok unsur ini sering juga dikeluarkan dari
kelompok unsur transisi d, dan dibahas secara bersamaan dengan
unsur-unsur kelompok lantanoida dan aktinoida.

5.1.2 Sifat Unsur-Unsur Transisi


Logam-logam transisi mempunyai struktur kemas rapat
(closest pack), artinya setiap atom mengalami persinggungan
yang maksimal denganatom-
atomyanglainyaitusebanyakduabelasatomtetangganya. Dalam
periode, elektron-elektron mengisi orbital (n-1)d (artinya orbital ini
2
terletak di sebelah dalam dari orbital ns ) yang semakin banyak
dengan naiknya nomor atom, sehingga jari-jari
atomiknyarelatifsemakin pendek. Akibat dari struktur kemas rapat
dan kecilnya ukuran atomik adalah bahwa logam-logam transisi
membentuk ikatan logam yang kuat antara atom-atomnya
sehingga logam-logam ini dapat ditempa dan kuat. Maka relatif
terhadap logam-logam golongan s seperti kalium dan kalsium,
logam-logam transisi mempunyai titik leleh lebih tinggi, titik didih
lebih tinggi, densitas lebih tinggi, dan panas penguapan yang lebih
tinggi pula. Perbandingan beberapa sifat fisik dengan logam
golongan s dalam periode yang sama ditunjukkan dalam Tabel
5.1.2.
o
Berdasarkan pada nilai potensial reduksinya, E , logam-
logam transisi kurang elektropositif dibandingkan dengan logam-
logam kelompok s (alkali dan alkali tanah), namun kecuali Cu,
logam-logam transisi tetap bereaksi dengan asam kuat encer, ~ 1,0
M HCl dengan menghasilkan gas H2. Kenyataannya untuk beberapa
logam, reaksi
berlangsungsecaraperlahankarenaterbentuknyalapisanoksidanonpori
yang melapisi dan menghalangi logam bagian dalam dari serangan
asam lebih lanjut. Kromium(III) oksida, Cr2O3, adalah pelindung
yang terbaik dari oksidasi lanjut maupun korosi, seperti halnya
Al2O3.
Ion-ion logam transisi lebih kecil ukurannya dibanding
dengan ion- ion logam kelompok s dalam periode yang sama. Hal
ini menghasilkan rasio muatan per jari-jari yang lebih besar bagi
logam-logam transisi. Atas dasar ini, relatif terhadap logam
kelompok s diperoleh sifat-sifat logam transisi sebagai berikut:
2+ 3+
(1) Oksida-oksida dan hidroksida logam-logam transisi (M , M )
kurang bersifat basa dan lebih sukar larut.
(2) Garam-garam logam-logam transisi kurang bersifat ionik dan
juga kurang stabil terhadap pemanasan.
(3) Garam-garam dan ion-ion logam transisi dalam air lebih mudah
terhidrat dan juga lebih mudah terhidrolisis menghasilkan sifat
agak asam.
(4) Ion-ion logam transisi lebih mudah tereduksi.
Tabel 5.1.2 Beberapa data fisik logam-logam Periode 4

Unsur K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
o
Titik Leleh / C 64 850 1540 1680 1900 1890 1240 1540 1500 1450 1080 420
o
Titik didih C 770 1490 2730 3260 3400 2480 2100 3000 2900 2730 2600 910
-
Densitas / g cm 0,86 1,54 3,0 4,5 6,1 7,2 7,4 7,9 8,9 8,9 8,9 7,1
1
Hantaran
- - - 2 3 10 2 17 24 24 97 -
Listrik a)
Jari-jari atom M
235 197 161 145 132 127 124 124 125 125 128 133
(dalam pm)
+
ion M 152 91

2+ b) 87 81 75 79
ion M 114 - 100 93 83 87
94 97 92 89
3+ b) 72 69 69
ion M 89 81 78 76
79 79 75
o
E / V:
+ +0,52
M → M -2,93
2+
M →M -2,76 -1,36 -1,18 - -1,19 - - - +0,34 -
0,91 0,44 0,28 0,23 0,76
3+
M →M -2,08

a) angka ini merupakan nilai sembarang dibandingkan dengan nilai 100 untuk perak
b)nilai di atas adalah nilai terendah (low-spin) dan nilai di bawah adalah nilai tertinggi (high-spin)

Walaupun senyawa logam-logam transisi dengan tingkat oksidasi


+2 dan +3 sering dipertimbangkan ionik, namun tingginya muatan
kation atau tingginya tingkat oksidasi ini dan pengaruhnya pada
polarisasi anion sekalipun hanya kecil mengakibatkan beberapa
oksida
menunjukkan sifat asam dan senyawanya menjadi bersifat kovalen.
Sebagai contoh, Cr2O3 dan Mn2O3 menunjukkan sifat amfoterik,
dan semakin tinggi tingkat oksidasinya seperti pada CrO 3 dan
Mn2O7, oksida ini menjadi oksida asam.
Perubahan ukuran ion yang sangat kecil dari Sc hingga Cu,
mengakibatkan senyawa-senyawa hidrat untuk ion-ion dengan
tingkat oksidasi +2 dan +3 mempunyai struktur kristal, jumlah air
kristal dan sifat kelarutan yang mirip satu sama lain. Misalnya,
3+
semua M (M = Sc–Cu) membentuksenyawatawas (alum) dengan
tipe K2SO4 M2(SO4)3.24H2O,
2+
tetapi semua M membentuk isomorf sulfat rangkap, (NH4)2 SO4
MSO4.6H2O.

5.1.3 Konfigurasi Elektronik Unsur-Unsur Transisi


Konfigurasi elektronik suatu atom dapat dituliskan secara
lebih sederhana yaitu dengan menuliskan lambang atom gas mulia
terdekat yang mempunyai nomor atom lebih kecil, kemudian diikuti
dengan konfigurasi elektronik “kekurangannya”; ini berarti bahwa
pada bagian dalam atom itu dibangun oleh konfigurasi elektronik
gas mulia terdekat sebelumnya. Oleh karena gas mulia bersifat
stabil dalam arti sukar mengadakan perubahan, maka konfigurasi
elektronik “kekurangannya” ini sajalah yang justru menjadi penting.
Konfigurasi elektronik dua atom unsur pertama untuk periode 4,
yaitu 19K dan 20Ca, masing-
1 2
masing dapat dituliskan K: [18Ar] 4s dan Ca: [18Ar] 4s . Menurut
diagram aufbau, elektron selanjutnya tentu mengisi orbital 3d
1 10
secara berkelanjutan, yaitu 3d - 3d , untuk atom-atom unsur Sc
- Zn.
Tiga simpulan yang sangat penting perlu diketahui dari hasil
rasionalisasi data energi ionisasi hasil eksperimen adalah bahwa:
(1) Energi ionisasi untuk elektron-elektron (n-1)d lebih besar
diban- dingkan dengan energi ionisasi untuk elektron-elektron
ns.
(2) Dengan naiknya muatan inti atau nomor atom, elektron-
elektron (n- 1)d menjadi semakin lebih stabil daripada
elektron-elektron ns.
(3) Jika atom unsur transisi melepaskan satu elektron, maka ion
positif yang dihasilkan mempunyai konfigurasi elektronik yang
berbeda dari konfigurasi elektronik atom-atom netral
sebelumnya dalam peringkat dasar (ground state),
misalnya:
1 2 + 1 1
21Sc : [18Ar] 3d 4s → 21Sc : [18Ar] 3d 4s + e
1 1
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s tidak pernah dijumpai
pada atom netral dalam peringkat dasar. Hal ini berbeda dengan
atom-atom unsur kelompok s dan p, misalnya:
2 + 1
20Ca : [18Ar] 4s → 20Ca : [18Ar] 4s + e
2 5 - 2 4
17Cl : [10Ne] 3s 3p → 17Cl : [10Ne] 3s 3p + e
1 2 4
Konfigurasi elektronik [18Ar] 4s dan [10Ne] 3s 3p masing-
masing menunjuk pada konfigurasi elektronik atom netral
sebelumnya yaitu 19K dan 16S.
Tabel 5.1.3 Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam periode 4

Konfigurasi Ion yang


Unsur Lambang Tingkat Oksidasi
Elektronik umum
Kalium 19K 1 + +1
[18Ar] 4s K
2
Kalsium [ Ar] 4s 2+ +2
20Ca 18 Ca
1 2
Skandium [ Ar] 3d 4s 3+ +3
21Sc 18 Sc
Titanium 2 2 4+ +2 , +3, +4
22Ti [18Ar] 3d 4s Ti
Vanadium 3 2 3+
23V [18Ar] 3d 4s V +2 , +3, +4, +5
Kromium 5 3+ +2 , +3 , +6
24Cr [18Ar] 3d 4s1 Cr
5 2
Mangan [ Ar] 3d 4s 2+ +2 , +3 , +4 , +6 ,
25Mn 18 Mn
+7
6 2 2+ 3+
Besi [ Ar] 3d 4s Fe , Fe +2 , +3
26Fe 18

7 2 2+ 3+
Kobalt 27Co [18Ar] 3d 4s Co , Co +2 , +3
Nikel 8 2 2+ +2
28Ni [18Ar] 3d 4s Ni
+ 2+
Tembaga 29Cu 10 Cu , Cu +1, +2
[18Ar] 3d
1
4s
Zink 30Zn 10 2+ +2
[18Ar] 3d Zn
2
4s
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa energi orbital 3d
yang terisi elektron selalu lebih rendah dibandingkan dengan energi
orbital 4s yang sudah terisi (Kimia Anorganik I). Perbedaan tingkat
energi antara keduanya semakin besar dengan bertambahnya
elektron pada orbital 3d, sehingga urutan penulisannya juga
mendahuluinya. Jadi, konfigurasi
1 2 2 1
elektronik atom Sc dituliskan [18Ar] 3d 4s , tidak [18Ar] 4s 3d ,
demikian seterusnya untuk yang lain sebagaimana ditunjukkan Tabel
5.1.3. Hal ini sangat penting untuk pemahaman proses ionisasi,
bahwa elektron yang mudah dilepas lebih dahulu adalah elektron
terluar dalam arti pula elektron dengan energi tertinggi.
Dengan kata lain, pada proses ionisasi elektron-elektron 4s
akan selalu dilepas lebih dahulu sebelum elektron-elektron 3d.
Perubahan energi ikat elektron pada “daerah kritis” unsur-unsur
transisi, 3d, 4d, 5d, dan 6d, ditunjukkan oleh Gambar 5.1.1.

Gambar 5.1.1 Perubahan energi ikat elektron menurut nomor atom

Analisis spektroskopi menyarankan adanya penyimpangan


atau perkecualian dari konfigurasi elektronik menurut diagram
aufbau yaitu bagi atom kromium dan tembaga untuk seri transisi
3d. Konfigurasi
5 1 4 2
elektronik 24Cr adalah [18Ar] 3d 4s bukan [18Ar] 3d 4s
sebagaimana diramalkan oleh aturan aufbau. Ini berarti bahwa
5 1
energi konfigurasi [18Ar] 3d 4s lebih rendah (atau lebih stabil)
daripada energi konfigurasi
4 2
[18Ar] 3d 4s . Hal ini sering dikaitkan dengan stabilitas konfigurasi
elektronik setengah penuh baik untuk orbital 3d maupun 4s. Dalam
hal ini elektron-elektron terdistribusi secara lebih merata di
sekeliling inti yang mengakibatkan energi tolakan antar-elektronnya
menjadi minimum dan akibatnya energi total konfigurasi menjadi
lebih rendah. Dengan argumentasi yang sama dapat dijelaskan
bahwa konfigurasi
10 1 9 2
elektronik 29Cu adalah [18Ar] 3d 4s dan bukan [18Ar] 3d 4s .
Perkecualian konfigurasi elektronik bagi unsur-unsur transisi seri 4d
dan 5d adalah:
4 1 5 1 7 1
Seri4d : 41Nb : [Kr] 4d 5s ; 42Mo : [Kr] 4d 5s ; 44Ru : [Kr] 4d 5s ;
8 1 10 10
45Rh : [Kr] 4d 5s ; 46Pd : [Kr] 4d ; 47Ag : [Kr] 4d
1
5s
14 9
Seri5d : 78Pt : [Xe] 4f 5d
1 14
6s ; 79Au : [Xe] 4f
10 1
5d 6s

5.1.4 Kecenderungan dalam Periode dan Golongan


1-2
Bagi unsur-unsur seri 3d, elektron-elektron 4s menempati
energi paling luar atau paling tinggi, dan oleh karena itu elektron-
elektron inilah yang paling mudah dilepas dalam membentuk
1-2
ionnya. Namun demikian, energi elektron 4s ini tidak berbeda
x
banyak dengan energi elektron-elektron 3d . Oleh karena itu
unsur-unsur transisi
dapat membentuk ion-ion yang hampir sama kestabilannya dengan
x
melepaskan pula elektron-elekron 3d , sehingga diperoleh
berbagai
macam tingkat oksidasi dari terendah +1 (Cu) hingga tertinggi +7
(Mn). Tetapi, dari berbagai macam senyawa oksida dan klorida-nya,
ternyata tingkat oksidasi yang paling umum dijumpai adalah +2
dan +3.
Kecenderungan dalam periode
Untuk kelompok transisi seri 3d ternyatadiperolehkecenderungan
bahwa terdapat satu atau dua variasi tingkat oksidasi pada awal
seri,
Sc(III), dan akhir seri, Cu(I) dan Cu(II), dan Zn(II), tetapi variasi
tingkat oksidasi menggelembung semakin banyak pada
pertengahan deret, Mn: +2, +3, +4, +6, +7. Mengapa demikian?
Hal ini dapat dikaitkan dengan jumlah elektron 3d. Pada awal
1-2
deret, jumlah elektron 3d terlalu sedikit (d ) untuk berperan
dalam ikatan baik ionik ataupun kovalen. Tetapi, pada akhir deret
9-10
jumlah elektron 3d terlalu banyak (yaitu d ), sehingga orbital
yang sudah penuh atau yang setengah penuh terlalu sedikit untuk
dapat berperan dalam ikatan. Seri 4d dan 5d ternyata tidak
menunjukkan variasi tingkat oksidasi sebagaimana seri 3d.
Kestabilan tingkat oksidasi tinggi dari awal hingga akhir seri
menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini dikaitkan
dengan semakin kuatnya pengaruh muatan inti terhadap elektron
3d dengan naiknya nomor atom, khususnya mulai dari
pertengahan seri; atau dengan kata lain, elektron 3d semakin
tertarik ke dalam oleh inti sehingga elektron ini semakin sukar
2+ 1 3+
dilepas. Ion Sc (3d ) tidak dikenal melainkan Sc , karena
1
tarikan muatan inti terhadap 3d lemah hingga hanya membentuk
satu macam tingkat oksidasi saja. Logam titanium dapat membentuk
4+
tingkat oksidasi, +2, +3 dan +4, tetapi secara berurutan Ti paling
stabil. Pada pertengahan deret, tingkat oksidasi -
tertinggi logam mangan adalah +7 misalnya dalam MnO yang sangat
4
stabil, tetapi untuk unsur-unsur berikutnya tingkat oksidasi tertinggi
+ 2+
menjadi menurun. Untuk tembaga dikenal sebagai Cu dan Cu ,
2+
tetapi untuk zink hanya Zn .

Kecenderungan dalam golongan


Untuk golongan utama, yaitu s dan p, terdapat
kecenderungan golongan yang sangat jelas. Untuk logam-logam
transisi, unsur-unsur periode 5 dan 6 menunjukkan kemiripan sifat
kimia yang sangat kuat dalam satu kelompok. Kemiripan sifat ini
14
sebagai akibat elektron- elektron yang mengisi orbital 4f tidak
mampu menamengi elektron- elektron dalam orbital lebih luar, 5d
dan 6s.
Tabel 5.1.4 Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom (dalam
pm) beberapa unsur Periode 4, 5, dan 6 untuk Golongan 2, 4, 5, 6,
7, dan 11

Ion r Ion r Ion r Atom r Atom r Atom r


+ + +

2+ 114 4+ 60,5 3+ 64 Cr 128 Mn 127 Cu 128


Ca Ti V
2+ 132 4+ 72 3+ 72 Mo 139 Tc 136 Ag 144
Sr Zr Nb
2+ 149 4+ 71 3+ 72 W 139 Re 137 Au 144
Ba Hf Ta

Dengan muatan inti efektif yang lebih besar, jari-jari atomik,


jari- jari kovalen dan jari-jari ionik unsur-unsur periode 6 (seri 5d)
mengalami penyusutan hingga besarnya hampir sama dengan jari-
jari unsur-unsur periode 5 (seri 4d). Ilustrasi kecenderungan ini
dapat dilihat pada Tabel 5.1.4, yang menunjukkan jari-jari ionik
golongan 2 (alkali tanah) dari atas ke bawah naik secara signifikan,
tetapi tidak demikian bagi kelompok 4d dan 5d dalam
golongannya. Unsur-unsur transisi seri 4d dan 5d umumnya
mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi daripada tingkat
oksidasi seri 3d sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.1.5.
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi Periode
4, 5, dan 6

Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu
+4 +3 , +4 +3, +6 +2, +3, +2, +3 +2, +3 +2 +1, +2
+7
Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
+4 +5 +6 +4, +7 +3 +3 +2 +1
Hf Ta W Re Os Ir Pt Au
+4 +5 +6 +4, +7 +4, +8 +3, +4 +2, +4 +3

5.1.5 Sifat Katalitik Unsur-Unsur Transisi


Banyak sekali dijumpai bahwa suatu reaksi kimia yang
mestinya dapat berlangsung secara termodinamik, namun
kenyataannya reaksi berjalan sangat sukar atau sangat lambat. Hal
ini dapat diatasi dengan melibatkan zat“pemicu” agar reaksi
berlangsung dengan laju lebih cepat
atau lebih mudah seperti yang diharapkan, sedangkan zat pemicu
itu sendiri tidak dikonsumsi menjadi produk, melainkan diperoleh
kembali pada akhir reaksi. Zat pemicu demikian ini disebut sebagai
katalisator atau katalis, dan reaksinya dikatakan reaksi katalitik.
Reaksi katalitik ini sesungguhnya banyak dijumpai di alam, dalam
tubuh, lebih-lebih dalam bidang industri kimia maupun di
laboratorium.
Tentu merupakan suatu keuntungan apabila dapat ditemukan
suatu katalisator untuk jenis reaksi tertentu yang sukar
berlangsung, dan untuk itu perlu dipelajari cara kerja katalis dan
materi apa yang cocok untuk memenuhi persyaratan sebagai
katalis. Cara kerja katalisa- tor ditinjau dari aspek kimiawi secara
umum, mungkin terlibat dalam pembentukan senyawa-senyawa
kompleks “antara” yang tidak stabil, namun dapat mengakibatkan
reaktan menjadi aktif, atau mungkin menyediakan media pusat-
pusat aktif bagi reaktan. Katalisator dapat dibedakan menjadi
katalisator homogen, artinya reaktan dan katalisa- tor keduanya
mempunyai fase atau wujud yang sama, dan katalisator heterogen
jika keduanya mempunyai fase berbeda.

Katalisator homogen
Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan
pembentukan senyawa-senyawa kompleks antara yang bersifat
tidak stabil dalam tahap-tahapreaksi. Katalis dengan
reaktanmembentuk kompleks antara yang mengakibatkan reaktan
dalam kompleks menjadi aktif membentuk produk baru dengan
disertai pelepasan kembali katalisatornya. Oleh karena itu, unsur-
unsur transisi sangat berperan dalam reaksi katalitik karena
sifatnya mudah membentuk senyawa kompleks, misalnya pada
banyak reaksi organik dipakai senyawa Pd(II) dan Pt(II).
Selain pembentukan senyawa kompleks, reaktan sering dibuat
ak- tif oleh karena keterlibatan proses redoks pada katalisnya, dan
dengan demikian unsur-unsur transisi sangat berperan karena
kemampuannya membentuk variasi tingkat oksidasi. Sebagai
2+ + 3+ 2+ 3+
contoh, pasangan Cu / Cu , Co / Co , dan pasangan Mn
2+
/ Mn yang merupakan pa-
sangan transfer satu elektron, banyak dipakai pada oksidasi
hidrokar- bon dalam skala besar-besaran.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh reaksi organik katalitik:
(1) Pada reaksi hidrocarbonilasi alkena menjadi aldehid (artinya
pengikatan hidrogen dan karbonil, CO) dipakai katalisator
Co(I) atau Rh(I) :

RHC= CH2 + H2 + CO
Reaksi ini, walaupun kurang tepat, sering juga disebut sebagai
reaksi hidroformilasi yang mengacu pada terikatnya
formaldehid pada alkena. Katalisator Co(I) dalam bentuk
kompleks hidrokarbonil diduga mengalami perubahan sebagai
berikut:
HCo(CO)4 HCo(CO)3 + CO
(2) Pada reaksi oksidasi etena menjadi metanal (proses Wacker)
dipakai katalisator Pd(II) dan Cu(II) :

H2C = CH2 + O2

Pada proses ini dipakai katalisator PdCl 2 yang pada awalnya


diduga terjadi reaksi dengan etena :
C2H4 + PdCl2 + H2O → CH3CHO + Pd + 2 HCl
OksidasiPdkembalimenjadiPd(II)dipercepatdenganpenambahan
2+ 2+ + +
katalisator Cu(II): Pd + 2 Cu → Pd + 2 Cu , dan Cu
2+
mudah teroksidasi oleh udara kembali menjadi Cu :
+ + 2+
4 Cu + O2 + 4 H → 4 Cu + 2 H2 O

(3) Pada sintesis asam asetat dengan proses karbonilasi metanol


(proses Monsanto)dipakai katalisator Co(III), atau Rh(III), atau
Ir(III), namun yang paling efektif adalah Rh(III) dalam bentuk
kompleks
-
[RhI2(CO)2] :
CH3OH + CO CH3COOH
Peran katalisator di sini sesungguhnya merupakan media
penya- lur CO kepada iodometana membentuk asetil iodida
yang ke- mudian mengalami hidrolisis membentuk asam
asetat dan asam hidrogen iodida. Asam hidrogen iodida ini
kemudian bereaksi dengan metanol membentuk iodometana,
demikian seterusnya. Persamaan reaksinya adalah:

CH3 I + CO

+ H2O → CH3COOH + H I
CH3OH + H I → CH3 I + H2O

Katalisator heterogen
Katalisator heterogen dalam bentuk padatan banyak dipakai
dalam bidang industri untuk reaksi-reaksi fase gas yang biasanya
berlangsung pada temperatur relatif tinggi. Oleh karena logam-
logam transisi mempunyai titik leleh yang sangat tinggi dan kuat,
maka dapat memenuhi syarat untuk berperan sebagai katalisator.
Salah satu keuntungan pemakaian katalis heterogen adalah bahwa
produk reaksi langsung terpisah dari fase katalisnya, sehingga tidak
memerlukan tahapan pemisahan khusus. Biasanya, reaktan
dilewatkan pada lorong katalis melalui satu ujung dan ke luar
menjadi produk pada ujung yang lain. Katalisator padatan ini dapat
berupa logam murni, paduan maupun senyawa oksidanya.
Selainmemberikanpermukaanyangluas, fase padatdimaksudkan
memberikan bentuk pori-pori yang sesuai untuk media terjadinya
reaksi secara efektif. Untuk itu, katalisator dapat dibuat dalam
bentuk serbuk yang disebarkan pada suatu wadah atau suporter.
Sebagai contoh, serbuk paduan Pt-Rh, yang disebarkan pada
suporter γ-Al2O3, dipakai dalam alat gas buang auto-mobil untuk
media terjadinya reaksi oksidasi gas buang CO dan reduksi gas-gas
oksida nitrogen yang sangat berbahaya agar ke luar sebagai CO2
dan N2.
Laju reaksi persenyawaan antara gas hidrogen dengan
oksigen pada temperatur 800 K juga dipercepat dengan pemakaian
katalisator logam platina, Pt:
2 H2 (g) + O2 (g) Pt 2 H2O (g)
;
 
Bagaimana cara kerja katalisator padatan demikian ini?
Interaksi molekul-molekul gas reaktan dengan logam katalis
dibedakan dalam dua jenis, physisorption (fisisorpsi) dan
chemisorption (kemisorpsi). Pada jenis pertama molekul-molekul
gas reaktan sekedar mengumpul terkonsentrasi pada permukaan
lorong-lorong katalis. Pada jenis ke dua molekul-molekul gas
reaktan terpecah ikatannya sebagian atau seluruhnya karena
melekat berikatan secara lemah dengan logam katalis, sehingga
ikatan dalam reaktan menjadi lemah atau reaktan berubah menjadi
atom-atomnya yang bersifat aktif sehingga dengan mudah dapat
membentuk ikatan baru antar reaktan.
Dari hasil penelitian ternyata diperoleh kesimpulan bahwa
logam- logam transisi mempunyai kecenderungan lebih mudah
melakukan kemisorpsi terhadap molekul gas-gas tertentu relatif
terhadap logam- logam lain sehingga cocok dipakai sebagai
katalisator, sebagaimana di- tunjukkan dalam Tabel 5.1.6. Contoh
skematik fisisorpsi dan kemisorp- si molekul gas H2 pada
permukaan logam Ni ditunjukkan pada Gam- bar 5.1.2.

Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2
pada permukaan logam nikel

Molekul atau atom reaktan yang mengalami fisisorpsi


ataupun kemisorpsi ternyata dapat melakukan migrasi pada
permukaaan de- ngan aktif sehingga interaksi antara molekul-
molekul atau atom-atom
reaktan terjadi lebih aktif membentuk molekul produk; molekul
produk ini kemudian akan mengalami desorpsi (pelepasan) dari
permukaaan logam katalisnya.
Tabel 5.1.6 Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa
logam (logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa
molekul gas; (+ = kuat, ± = lemah, dan - = tak
teramati )

Gas
Unsur
O2 C2H2 C2H4 CO H2 CO2 N2
Ti, V, Cr, Fe + + + + + + +
Zr, Nb, Ta, Mo + + + + + + +
Hf, W, Ru, Os + + + + + + +
Ni, Co + + + + + + -
Rh, Pd, Pt, Ir + + + + + - -
Mn, Cu + + + + ± - -
Al, Au + + + + - - -
Na, K + + - - - - -
Ag, Zn, Cd + - - - - - -
In, Si, Ge, Sn + - - - - - -
Pb, As, Sb, Bi + - - - - - -

Contoh reaksi katalitik fisisorpsi adalah hidrogenasi etena


menjadi etana dengan katalisator logam nikel yang ditemukan oleh
Paul Sabatier pada tahun 1900, menurut persamaan reaksi berikut:

CH2 = CH2 + H2 Ni;


C2H4

Reaksi sintesis amonia dari gas nitrogen dan hidrogen


dengan katalis logam besi dan dengan sedikit alumina dan garam
kalium sebagai promotor, didugaberlangsungsecarakemisorpsi.
Adanyaikatanrangkap tiga dalam molekul nitrogen tentu
mengakibatkan proses kemisorpsi gas ini menjadi lebih lambat
daripada proses kemisorpsi gas hidrogen. Tahapan reaksinya
mungkin dapat dituliskan sebagai berikut:
Kemisorpsi peruraian N2 : N2 (g) Fe; N (Fe) → 2 N
2


(Fe) 6 H (Fe)
Kemisorpsi peruraian H2 : 3 H2 (g)
Fe ;
  
Penggabungan atom-atom reaktan : 2 N (Fe) + 6 H (Fe) 2 NH3 (Fe)
Fe ;
  
Desorpsi (pelepasan) molekul produk NH3 : 2 NH3 (Fe) → 2 NH3 (g)

Reaksi total : N2 (g) + 3 H2 (g)


Fe ;
2 NH3 (g)
  

Contoh lain adalah, pemakaian garam kalium vanadat


(K3VO4) dalam industri asam sulfat yang melibatkan tiga tahapan
reaksi sebagai berikut:
(1) S (s) + O2 (g) → SO2 (g)
(2) SO2 (g) + ½ O2 (g) → SO3 (g)
(3) SO3 (g) + H2O (l) → H2SO4 (aq)
Reaksi tahap (2) ternyata berlangsung sangat lambat, dan oleh
karena itulah pada tahap ini dipakai katalisator vanadat dengan
atom pusat
5+
V yang ditempatkan dalam wadah suport silika, SiO2, dengan luas
o
permukaan yang besar. Namun pada temperatur tinggi ~ 600 C,
vanadat meleleh sehingga terjadi reaksi redoks dengan laju yang
cukup tinggi sebagai berikut:
5+ 2- 4+
SO2 (g) + 2 V O →2V + SO3

4+ 5+ 2-
(g) 2 V + O2 → 2 V O
Jadi, laju reaksi oksidasi tahap (2) dipercepat oleh proses reduksi
vana- dat yang kemudian diperoleh kembali.
Satu jenis lagi pemakaian katalisator heterogen adalah pada
pro- ses elektrolisis. Dalam hal ini molekul-molekul gas hasil
elektrolisis bia- sanya mengumpul di sekitar elektrode, sehingga
menghambat proses elektrolisis lebih lanjut. Akibatnya, sel
elektrolisis mengalami overpo- tential (tegangan berlebih), dan
semakin panas. Untuk mengurangi ham-
batan ini dapat dipakai oksida-oksida logam transisi yang
diserakkan di seputar elektrode, sehingga memperlancar evolusi
gas hasil. Misalnya untuk gas hasil Cl2, dapat dipakai RuO2, dan
untuk gas hasil O2 dapat dipakai kompleks
tetrafenilporfirinakobalt(II), Co(TPP). Sesungguhnya, masih banyak lagi
peran unsur-unsur transisi sebagai katalisator enzima- tik, namun
tidak mungkin dibicarakan pada kesempatan ini.

5.1.6 Sifat Magnetik Senyawa Unsur-Unsur Transisi


Senyawa kompleks banyak ditemui bersifat paramagnetik,
yaitu tertarik oleh medan magnetik; selain itu juga banyak juga
yang bersifat diamagnetik, yaitu tertolak oleh medan magnetik.
Ukuran sifat magnetik suatu spesies sering dinyatakan dengan
besaran momen magnetik, µ, dalam satuan Bohr Magneton (BM).
Sifat paramagnetik suatu senyawa disebabkan oleh adanya elektron
nirpasangan (elektron tak-berpasangan, unpairedelectron) dalam
konfigurasi elektronik spesies yang bersangkutan. Hubungan antara
banyaknya elektron nirpasangan dengan sifat paramagnetik spin
atau momen magnetik spin, µs, adalah:
s ns(ns  1) dengan s = ½ = bilangan kuantum
2 BM, spin dan n = banyaknya elektron
atau nirpasangan atau
 s  n(n  2) BM

Sebagai contoh, harga momen magnetik untuk suatu ion


yang mempunyaihanyasatuelektronnirpasangan (n =1) adalah: µs =
�3 = 1,73 BM. Dengan demikian secara teoretik, momen magnetik
suatu spesies dapat diramalkan berdasarkan pada jumlah elektron
nirpasangan yang dapat diketahui dari konfigurasi elektronik
spesies yang bersangkutan. Spesies dengan konfigurasi elektronik
x
d , menghasilkan 1 hingga 5 elektron nirpasangan, dan harga
momen magnetiknya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.1.7.
Sebagai contoh, garam- FeCl2 dan FeSO
2- , keduanya memberikan
kation Fe(II). Untuk anion Cl maupun SO , 4semua elektron dalam
4
orbital-orbital yang bersangkutan selalu berpasangan, sehingga tidak
menentukan sifat paramagnetik melainkan hanya diperhitungkan
sifat koreksi diamagnetiknya saja. Untuk mempermudah
pemahaman, cara
2+
penulisan konfigurasi elektronik ion besi(II), 26Fe ditunjukkan seperti
berikut ini:
2+ 6
26Fe : [18Ar] 3d →
Dari diagram konfigurasi elektronik tersebut dapat dimengerti
2+
bahwa ion Fe memiliki empat elektron nirpasangan dalam orbital
6
3d . Dengan demikian dapat diramalkan bahwa ion ini mempunyai
nilai µs sebesar 4,90 BM. Dengan cara yang sama, nilai µs spesies
yang lain dapat ditentukan.
Tabel 5.1.7 Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur - unsur
transisi (n = jumlah elektron nirpasangan)

3dx n µs = BM
Contoh, ion
0 3+ 4+ 5+
3d 0 0 Sc , Ti ,V
1 3+ 4+
3d 1 1,73 Ti ,V
2 2+ 3+
3d 2 2,83 Ti , V
3 3+ 2+
3d 3 3,87 Cr , V
4 2+ 3+
3d 4 4,90 Cr , Mn
5 2+ 3+
3d 5 5,92 Mn , Fe
6 2+ 3+
3d 4 4,90 Fe , Co
7 2+
3d 3 3,87 Co
8 2+
3d 2 2,83 Ni
9 2+
3d 1 1,73 Cu
10 + 2+
3d 0 0 Cu , Zn

x
Catatan : perlu diingat bahwa bagi setiap konfigurasi elektron d gasal (d , x =
gasal), spesies yang bersangkutan pasti bersifat paramagnetik ; tetapi untuk x =
genap terdapat dua kemungkinan, yaitu paramagnetik jika terdapat elektron yang
tidak berpasangan dan diamagnetik jika semua elektron berpasangan.
Asal-usul sifat magnetik

Benda magnet mempunyai kemampuan menarik benda-


benda lain (tentunya yang lebih ringan) ke arah dirinya. Dalam hal
ini ada magnet permanen atau magnet tetap, artinya kemampuan
menarik ini tidak lenyap, dan magnet sementara artinya
kemampuan menarik menjadi lenyap jika penyebab timbulnya sifat
magnet dihilangkan. Misalnya, logam yang dililiti kumparan arus
listrik menjadi magnet yang kemudian disebut sebagai
elektromagnet. Namun, jika arus listrik dihilangkan maka sifat
magnet menjadi hilang pula. Logam besi dapat ditarik atau
dipengaruhi oleh magnet sehingga dikatakan bersifat magnetik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak senyawa kimia


khususnya dari logam transisi yang dipengaruhi oleh magnet,
artinya berinteraksi tertarik oleh medan magnetik dari luar.
Senyawa demikian dikatakan bersifat paramagnetik. Sebaliknya
terdapat senyawa-senyawa yang berinteraksi tertolak oleh medan
magnetik, dan dengan demikian senyawa ini bersifat diamagnetik.
Sesungguhnya, masih ada jenis sifat magnetik lain namun untuk
kesempatan ini hanya akan dibicarakan kedua sifat magnetik
tersebut.

Barangkali muncul pertanyaan dari mana atau apa penyebab


munculnya sifat magnetik suatu materi? Menurut teori fisika klasik,
secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap benda atau
partikel yang berputar pada porosnya akan menghasilkan sifat
magnet. Misalnya planet bumi, oleh karena putaran pada porosnya
menghasilkan sifat magnet yang terdiri atas kutub magnet utara
(N) dan kutub magnet selatan (S). Sebuah elektron, yang secara
individu dapat dipandang sebagai partikel solid yang bermuatan,
juga berputar pada porosnya yang diasosiasikan dengan bilangan
kuantum spin, s, dengan nilai ½. Dengan demikian, spin elektron
tentulah menghasilkan magnet, atau dengan kata lain elektron
sendiri merupakan magnet elementer, dan
inilah yang merupakan sumber munculnya sifat magnetik
khususnya dalam senyawa kimia; sifat magnetik seperti ini sering
dikatakan sebagai sifat magnetik spin. Namun, dua elektron yang
berada dalam satu orbital akan saling berpasangan dengan arah
spin yang saling anti paralel atau nilai spin yang saling berlawanan,
+½ dan -½. Oleh karena itu, sifat magnetik yang dihasilkan saling
melenyapkan atau dengan kata lain resultante sifat magnetiknya
berharga nol. Sesungguhnya, revolusi elektron pada orbitalnya juga
menghasilkan sifat magnetik, namun nilainya ternyata relatif lebih
kecil dibandingkan dengan sifat magnetik spin. Oleh karena itu,
sifat magnetik orbital ini hanya merupakan faktor kontribusi saja
terhadap sifat magnetik senyawa yang bersangkutan.

Sifat diamagnetik

Diamagnetik adalah sifat yang selalu dimiliki oleh setiap atom


dalam materi atau senyawa tanpa memandang tipe sifat magnetik
total dari senyawa yang bersangkutan. Sifat ini hanya muncul jika
ada medan magnetik dari luar yang dikenakan pada atom yang
bersangkutan sehingga terjadi interaksi antara medan magnetik
luar dengan medan terinduksi dalam kulit-kulit yang terisi penuh
elektron. Medan terinduksi ini harus melawan medan magnetik luar
sejauh mungkin untuk melenyapkan interaksi tersebut, sehingga
suseptibilitas (kerentanan) diamagnetik berharga negatif.

Mengapa di dalam orbital-orbital yang terisi penuh elektron


da- pat dihasilkan medan terinduksi? Sifat magnetik spin dari
elektron-elek- tron dalam orbital yang terisi penuh saling
meniadakan karena arah spin yang saling berlawanan; namun,
elektron-elektron yang berpasangan dalam kulit/orbital, menurut
teori fisika klasik dapat diperlakukan se- bagai loop-loop arus,
sehingga berinteraksi menolak medan magnetik dari luar yang
mengenainya. Oleh karena itu, sifat diamagnetik ini tidak
dipengaruhi oleh temperatur maupun besarnya kuat
medanmagnetik luar, tetapi hanya ditentukan oleh ukuran dan
bentuk orbital.
Tabel 5.1.8 Suseptibilitas diamagnetik , berbagai spesies (semua harga
L
molar, dikalikan dengan 10-6 mol-1)

Ion χL Ion χL Ion χL Ion χL


2-
Ag+ -28,0 Cu
2+ -11,0 Pb
2+ -28,0 CO3 -28,0
-

Ba
2+ -24,0 Fe
2+ -13,0 Rb+ -22,5 ClO4 -32,0
-

Bi
3+ -25,0 Fe
3+ -10,0 Zn
2+ -15,0 NO2 -10,0
-

Ca
2+ -10,4 Hg
2+ -40,0 F
- -9,1 NO3 -18,9

Cd
2+ -22,0 K
+ -14,9 Cl- -23,4 OH- -12,0

Co
2+ -12,0 Li+ -1,0 Br- -34,6 O
2- -7,0
2-

Co
3+ -10,0 Mg
2+ -5,0 I
- -50,6 PtCl6 -148,0
-

Cr
2+ -15,0 Mn
2+ -14,0 BF4 -39,0 S
2- -38,0
2-

Cr
3+ -11,0 Na+ -6,8 CN- -13,0 SO3 -38,0
+ 2-
Cs+ -35,0 NH4 -13,3 CNO- -21,0 SO4 -40,1
-
Cu+ -12,0 Ni
2+ -12,0 CNS- -31,0 SO4H -35,0

Ligan χL Ligan χL
H2O air -13 C2H8N2 etilendiamin -46
2-
NH3 amonia -18 C2O4 oksalat -25
2-
N2H4 hidrazin -20 C3H2O4 malonat -45
-
CO carbonil -10 C5H7O2 asetilasetonat -52
- -
CHO2 format -17 C5H5 siklopentadienil -68
CH4N2O urea -34 C5H5N piridina -49
CH4N2S tiourea -42 C6H6 benzena -55
C2H4 etilen -15 C10H8N2 bipiridina -105
-
C2H3O2 asetat -30 C12H8N2 fenantrolina -128
-
C2H3NO2 glisinat -37

Dalam molekul, nilai sifat diamagnetik total merupakan


jumlah dari masing-masing atomnya. Besarnya suseptibilitas
diamagnetik tiap atom adalah:
χA = - 2,83 x 10-10 Σ� r 2,
i
dengan ri = rata-rata jari-jari rotasi elektron (dengan asumsi rotasi
elek- tron tidak selalu berbentuk lingkaran). Harga ini untuk tiap-
tiap atom unsur, molekul, ion , gugus ion, maupun berbagai jenis
ikatan telah ber- hasil ditentukan, dan kemudian disebut sebagai
-1 -3
tetapan Pascal. Nilai ini sangat kecil, kira-kira hanya 10 - 10
kali dari nilai sifat paramagnetik, sehingga hanya merupakan faktor
koreksi saja terhadap sifat magnetik senyawanya. Nilai tetapan
Pascal tersebut sebagai faktor koreksi dia- magnetik, dan untuk
berbagai spesies telah berhasil ditabulasikan oleh Lewis
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.1.8.

Sifat paramagnetik
Sistem atomik, molekular, radikal bebas, atau ion yang
memiliki satu atau lebih elektron nirpasangan akan memiliki momen
magnetik permanen yang ditimbulkan oleh momentum sudut spin
dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan ini. Elektron ini
dapat berasal dari orbital s misalnya untuk uap atom logam alkali,
orbital p misalnya pada O2, NO, ClO2, dan radikal bebas, orbital d
untuk seri logam transisi 3d, 4d, dan 5d, dan orbital f untuk seri
lantanoida dan aktinoida.
Semua senyawa dengan momen magnetik permanen
menunjuk- kan sifat paramagnetik normal. Jika senyawa
paramagnetik dikenai medan magnetik luar, atom-atom atau
molekul-molekul magnet per- manen akan menata diri searah
dengan arah medan sehingga tertarik menuju medan. Hal ini
menghasilkan suseptibilitas magnetik (χ) positif yang tak
bergantung pada besar medan magnetik yang mengenainya, tetapi
bergantung pada temperatur karena agitasi termal akan mela- wan
orientasi dwi kutub magnetik. Maka, efektivitas medan magnetik
akan hilang dengan naiknya suhu. Secara matematik,
kebergantungan C
ini telah dilukiskan menurut hukum Curie, χ = T , atau Curie – Weiss, χ
C
=
, dengan C = tetapan Curie dan �� = tetapan Weiss. Nilai ini
T - 
meru- pakan sifat individual senyawa dan harus ditentukan secara
eksperimen
dengan variasi temperatur.
Dalam pengukuran suseptibilitas molar suatu senyawa, nilai
koreksi diamagnetik atom-atom konstituennya harus
diperhitungkan,
dan hasilnya adalah suseptibilitas molar terkoreksi, χM’. Hubungan
antara suseptibilitas molar dengan momen magnetik menurut
mekanika kuantum dinyatakan dalam rumusan:
N 
χ ’= 2 2.................................................... (1.1)
M
3kT
dengan N = bilangan Avogadro = 6,02205 . 1023 mol-1, β = 1 BM =
0,9273.10-23 J T-1, k = tetapan Boltzmann = 1,38066 . 10-23 J K-1,
dan µ = momen magnetik permanen dalam BM. Dengan
memasukkan nilai- nilai tetapan tersebut diperoleh formula:
µeff = 2,83 ÷M ' T
BM..............................(1.2)

Momen magnetik
spin
Bilangan kuantum spin elektron dianalogikan dengan konsep
rotasi elektron pada sumbunya sendiri. Dengan demikian menurut
mekanika gelombang, momentum sudut elektron yang berkaitan
dengan bilangan kuantum spin adalah terkuantisasi sebesar
s(s  1)
h/2�, sehingga momen magnetik spin mengikuti rumusan:
µs = g s(s  1) s(s  1) 4s(s  1)
e.m.u = BM = BM.....(1.6)
β
2
dengan g = faktor pembelahan Lande atau rasio giromagnetik
yaitu rasio momen magnetik terhadap momentum sudut yang
besarnya untuk elektron bebas secara eksak adalah 2,002320 ±
0,000004. Nilai ini adalah 1 untuk momen orbital dan sering
dibulatkan menjadi 2 untuk momen spin. Perbedaan nilai 0,00232
bagi elektron bebas oleh karena koreksi relativistik.
Momen magnetik tersebut adalah momen permanen, oleh
karena itu jika dikenai medan magnetik dari luar akan berinteraksi
menghasilkan efek paramagnetik.

Tipe paramagnetik
Sifat magnetik senyawa kompleks berkaitan dengan jumlah
elektron nirpasangan dalam sistem molekul kompleks ini. Oleh
karena
itu perlu diturunkan suatu rumusan momen magnetik yang
berkaitan dengan jumlah elektron nirpasangan yang nilainya teruji
oleh hasil pengukuran menurut rumusan (1.2) tersebut. Oleh karena
sifat magnetik dalam sistem multielektron berasal dari momentum
sudut spin dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan
dalam sistem ini, maka kedua total momentum ini harus
ditambahkan menurut aturan kuantum penjumlahan vektor.
Sifat paramagnetik normal suatu senyawa kompleks
bergantung paling tidak pada tiga faktor yaitu (1) jumlah elektron
nirpasangan,
(2) tingkat dasar spektroskopik, dan tingkat eksitasi di atasnya jika
pembelahan seharga orde kT, dan (3) kuat medan ligan dan
konfigurasi geometrinya.

Spin only
Tipe momen magnetik ini sesungguhnya sama dengan yang
berlaku bagi pembelahan multiplet kecil tetapi dengan L = 0
sehingga nilai momen magnetik hanya didominasi oleh momentum
sudut spin saja; atau dengan kata lain untuk tipe ini kontribusi
momentum sudut orbital lenyap sama sekali sehingga rumusan
momen manetiknya menjadi:
µs = 4S (S  1) BM ; dengan mengingat bahwa S = n/2, maka
= n (n  2) BM.....................................................(1.9)
Tipe momen magnetik semacam ini kemudian dikenal sebagai
momen magnetik spin only.

Koreksi diamagnetik
Secara umum, senyawa paramagnetik terdiri atas pusat-
pusat paramagnetik dan gugus-gugus diamagnetik, bahkan ion
paramagnetik monoatomik juga mempunyai nilai diamagnetik;
gugus- gugus diamagnetik ini tentu saja harus diperhitungkan
sebagai faktor koreksi. Jadi, suseptibilitas molar suatu senyawa
merupakan jumlah aljabar suseptibilitas atom, ion atau molekul
penyusun senyawa ini. Oleh karena itu, suseptibilitas per mol
terkoreksi (χM’) suatu ion logam
paramagnetik dalam suatu senyawa dapat diperoleh dengan
mengukur suseptibilitas molar senyawa ini (χM) dan kemudian
dikurangi dengan faktor diamagnetik ion atau molekul penyusunnya
(χL) :
χM’ = χM (pengukuran) - χL

Suseptibilitas magnetik dan pengukurannya


Ukuran sifat magnetik suatu senyawa yang dinyatakan
dengan nilai momen magnetik tidak dapat diukur langsung
melainkan dihitung dari nilai suseptibilitas magnetiknya, dan nilai
suseptibilitas inilah yang diperoleh dari pengukuran. Dua buah
kutub magnet berlawanan menunjukkan garis-garis gaya dalam
daerah medan magnetik (Gambar 5.1.3a). Apabila suatu senyawa
sampel ditempatkan dalam medan mag- netik dengan kuat medan
H (Gambar 5.1.3b – 5.1.3c) maka medan terin- duksi fluks, B,
dalam senyawa dinyatakan dengan hubungan:
B = H + 4�I , dengan I = intensitas magnetisasi.
Jika kedua ruas persamaan tersebut dibagi dengan B, maka akan
diperoleh rasio B yang disebut sebagai permeabilitas magnetik
H
senyawa yang bersangkutan dalam bentuk hubungan:
B = 1 + 4 �( I )
H H
I
Rasio atau sering dituliskan dengan lambang k inilah yang disebut
H suseptibilitas magnetik per volume atau suseptibilitas volume.
sebagai
Bagaimana nilai suseptibilitas tersebut bagi sampel
diamagnetik dan sampel paramagnetik? Rasio
B tersebut dapat
dipandang sebagai
H
rasio rapatan garis-garis gaya magnet dalam sampel terhadap rapatan
garis-garis gaya medan magnet untuk area yang sama jika tanpa
sampel. Dengan demikian, dalam medium vakum atau hampa
(Gambar
5.1.3a) nilai B = H atau
B = 1, sehingga k = nol. Senyawa diamagnetik
H
berinteraksi menolak beberapa garis gaya (Gambar 5.1.3b) sehingga B
< H, dan akibatnya suseptibilitas, k, berharga negatif. Sebaliknya,
senyawa paramagnetik berinteraksi menarik beberapa garis gaya
“tambahan”
(Gambar 5.1.3c) sehingga B >H dan akibatnya suseptibilitas, k,
berharga positif. Jadi dengan kata lain, dalam medan magnetik
senyawa diamagnetik tertolak ke dalam daerah yang mempunyai
rapatan garis gaya rendah sedangkan senyawa paramagnetik tertarik
ke dalam daerah yang mempunyai rapatan garis gaya tinggi.

Gambar 5.1.3 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per satuan
area (a), menjadi berkurang ketika melewati sampel
diamagnetik (b), tetapi bertambah ketika melewati sampel
paramagnetik (c), dan
timbangan magnetik model Gouy (d)

Cara pengukuran suseptibilitas magnetik


Sampeldiamagnetiktertolakkeatasmenjauhdarimedanmagnetik
ke daerah yang kurang rapat garis gaya magnetiknya; akibatnya,
massa sampel tentu menjadi terukur lebih ringan atau berkurang.
Sebaliknya, sampel paramagnetik tertarik ke bawah, ke daerah yang
lebih rapat garis gaya magnetiknya, sehingga massa sampel menjadi
terukur lebih berat atau bertambah relatif terhadap massa sampel
jika ditimbang tanpa medan magnetik. Adanya perbedaan massa
inilah yang mendasari pengukuran suseptibilitas magnetik suatu
senyawa.
Jadi, untuk mengukur besaran ini sampel yang akan
ditimbang dimasukkan ke dalam tabung (tabung Gouy) yang
digantungkan di antara dua kutub magnet tetap atau
elektromagnet; alat seperti ini dikenal sebagai timbangan Gouy
(Gambar 5.1.3d). Oleh karena dalam hal ini besaran massa atau
besaran molar lebih instruktif, maka
suseptibilitas volume, k, diubah menjadi suseptibilitas g
, atau
massa, χ
suseptibilitas molar, χ , menurut hubungan berikut:
M
k 3
χ , dengan d = densitas sampel, gram/cm , dan
=
g
d
χ = χ . Mr, dengan Mr = Massa rumus relatif (berat molekul) sampel.
M g

Hubungan massa sampel dengan kuat medan magnetik yang


menunjuk pada gaya magnetik yang bekerja pada sampel dapat
dinyatakan dalam rumusan berikut:

=
[w1  w2 ].. g .M , dengan
χr
M
w.H 2
∆w1 = perbedaan antara massa sampel + tabung yang
ditimbang dengan dan tanpa medan magnetik
∆w2 = perbedaan antara massa tabung yang ditimbang
dengan dan tanpa medan magnetik (berharga
negatif)
w = massa sampel yang ditimbang tanpa medan magnetik
l = tinggi / panjang sampel dalam tabung
Mr = massa rumus relatif (berat molekul) sampel
H = kuat medan magnetik
g = gaya gravitasi bumi di mana dilakukan pengukuran
Semua besaran-besaran yang terlibat dalam pengukuran tersebut telah
diketahui, sehingga M dapat dihitung. Harga ini tentu masih harus
χ
dikoreksi dengan suseptibilitas diamagnetik, χL, sehingga diperoleh
χ ’ = χ - χL. Selanjutnya nilai momen magnetik, µ, dihitung menurut
M M
persamaan (1.2),
µs = 2,828�(χM’.T) BM, dengan T = temperatur sampel (dalam Kelvin)
Pengukuran dan perhitungan seperti ini dari banyak macam sampel
menghasilkan nilai-nilai yang relatif tidak berbeda dengan µs
teoretik berdasarkan jumlah elektron nirpasangan (Tabel 5.1.7).

5.1.7 Soal-Soal Latihan


1. Jelaskan secara singkat batasan mengenai unsur transisi dan
bagai- mana pengelompokannya; sebutkan pula sifat-sifat
kimiawinya yang khas.
2. Tuliskan formula umum konfigurasi elektronik unsur-unsur transisi;
jelaskan perbedaan konfigurasi elektronik (ion) hasil pelepasan
satu elektron terluar bagi unsur-unsur transisi dibandingkan
dengan unsur-unsur golongan utama (representatif).
3. Tuliskan konfigurasi elektronik atom unsur transisi 24Cr, 25Mn,
26Fe, 28Ni, dan 29Cu ; jelaskan pula kestabilannya untuk atom
kromium dan tembaga ditinjau dari diagram aufbau.
4. Jelaskansecarasingkatvariasi dan banyaknyavariasitingkat oksidasi
unsur-unsur transisi serta kestabilannya yang umum.
5. Jelaskansecarasingkatperihalsifatdiamagnetik, sifatparamagnetik,
dan komparasi nilai keduanya.
6. Jelaskan dengan singkat bagaimana efek medan magnetik
terhadap massa sampel diamagnetik dan paramagnetik
7. Jelaskanmengapasenyawatransisiumumnyabersifatparamagnetik,
dan beri contohnya �
8. Jelaskan secara singkat pengertian katalisator, cara kerja
katalisator dan beri contohnya.

Lingkari salah satu alternatif jawaban yang paling tepat


1. Pernyataan perihal ”batasan” unsur-unsur transisi berikut yang
paling tepat adalah:
a. Unsur-unsur transisi selalu mempunyai konfigurasi
elektronik ”d” tidak penuh bagi atom-atomnya
b. Unsur-unsur transisi mempunyai karakteristik konfigurasi
(0-10) 2
elektronik (n-1)d ns bagi atom-atomnya
c. Unsur-unsur transisi mempunyai sifat paramagnetik bagi
senyawa - senyawanya
d. Unsur-unsur transisi selalu mempunyai konfigurasi
elektronik ”d” tidak penuh bagi atom-atom atau ion-ionnya
2. Diantara pernyataan-pernyataan berikut ini yang tidak
menyatakan sifat unsur-unsur transisi adalah :
a. Unsur-unsur transisi umumnya mempunyai rapatan relatif
tinggi daripada unsur-unsur non-transisi
b. Unsur-unsur transisi umumnya mempunyai titik leleh dan
titik didih yang relatif tinggi daripada unsur-unsur ”non-
transisi”
c. Sifat basa unsur-unsur transisi lebih lemah daripada sifat
basa logam-logam alkali-alkali tanah
d. Unsur-unsur transisi umumnya ”lebih reaktif” daripada
logam- logam alkali-alkali tanah
3. Pernyataan berikut ini yang kurang tepat perihal unsur-unsur
transisi adalah :
a. Dalamsatuseriperiode, jejari atomunsur-unsurtransisisemakin
besar dengan naiknya nomor atom
b. Energi elektron-elektron ”(n-1)d” lebih rendah daripada
energi elektron-elektron ”ns”
c. Ionisasi unsur-unsur transisi merupakan pelepasan
elektron- elektron ”ns” lebih dulu sebelum elektron-elektron
(n-1)d
d. Terjadinyavariasitingkatoksidasiunsur-unsurtransisidisebabkan
oleh kemungkinan pelepasan elektron-elektron ”d”
4. Penulisan konfigurasi elektronik sangat tepat diurutkan
berdasarkan kenaikan energi orbital dari rendah ke tinggi; oleh
karena itu penulisan konfigurasi elektronik yang paling tepat
bagi spesies berikut ini adalah:
2 5
a. 25Mn : [18Ar] 4s 3d
2 9
b. 29Cu : [18Ar] 4s 3d
+ 1 9
c. 29Cu : [18Ar] 4s 3d
2 2
d. 22Ti : [18Ar] 3d 4s
5. Konfigurasi elektronik “spesies” berikut ini benar
5 1
kecuali : a. 24Cr : [18Ar] 3d 4s
2+ 4
b. 24Cr : [18Ar] 3d
+ 9
c. 29Cu : [18Ar] 3d
1
4s d 29Cu : [18Ar]
10 1
3d 4s
6. Salah satu sifat atom unsur 21Sc yang benar adalah:
a. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +2 oleh
2
karena melepaskan kedua elektron 4s
b. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +3 oleh
2 1
karena melepaskan elektron 4s 3d
c. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +2 dan +3
d. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +1 oleh
1
karena melepaskan elektron 3d
7. Variasi tingkat oksidasi unsur-unsur transisi ”3d ” dalam satu seri :
a. semakin banyak dengan naiknya nomor atom
b. semakin sedikit dengan naiknya nomor atom
c. relatif semakin banyak sampai dengan pertengahan seri
d. tidak jelas
8. Pernyataan berikut yang kurang tepat berkaitan dengan seri 3d
adalah:
a. Tingkat oksidasi unsur-unsur transisi 3d yang paling umum
adalah +2 dan +3
b. Tingkat oksidasi rendah terdapat pada awal dan ujung seri
c. Tingkat oksidasi tertinggi dimungkinkan bagi unsur dengan
nomor atom terttinggi
d. Tingkat oksidasi tertinggi terdapat pada atom unsur
pertengahan seri
9. Pernyataan-pernyataan berikut ini berkaitan dengan banyaknya
variasi tingkat oksidasi unsur-unsur transisi kecuali:
a. banyaknya orbital d yang masih kosong atau yang sudah
isi setengah penuh pada pertengahan pertama seri transisi
b. daya tarik inti yang relatif lemah terhadap orbital-orbital d
yang kosong s dan atau setengah penuh
c. daya tarik inti yang relatif semakin kuat terhadap orbital d
yang berisi setengah penuh dan penuh
d. jejari atom yang semakin pendek sampai dengan
pertengahan pertama sseri transisi
10. Pernyataan yang kurang tepat berkaitan dengan atom 26Fe
adalah:
6 2
a. mempunyai konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s
2
b. mudah melepas elektron 4s menghasilkan tingkat oksidasi +2
c. mudah melepaskan tiga elektron dan meninggalkan
5
kofigurasi 3d - setengah penuh bagi spesies dengan
tingkat oksidasi +3
d. kestabilan Fe(II) dikaitkan dengan konfigurasi elektronik
5 1
setengah penuh [18Ar] 3d 4s
11. Salah satu pernyataan berikut yang tidak tepat berkaitan
dengan sifat magnetik adalah:
a. Setiap elektron secara individual bersifat magnetik
permanen oleh karena gerakan spin (s) elektron yang
bersangkutan
b. Setiap (2) elektron yang berpasangan dalam orbitalnya
bersifat saling meniadakan sifat magnetik-spin oleh karena
arah spin yang saling anti- paralel
c. Sifat magnetik-spin spesies (ion, atom, molekul) unsur-
unsur transisi terutama sebanding dengan banyaknya
elektron- elektron yang tidak berpasangan
d. Sifat magnetik suatu spesies ditimbulkan oleh karena
adanya induksi medan magnit dari luar
12. Salah satu pernyataan berikut yang tidak tepat berkaitan
dengan sifat magnetik sampel adalah:
a. Suatu sampel diamagnetik yang diletakkan dalam
pengaruh medan magnetik luar akan berinteraksi tertolak
menjauhi medan
b. Suatu sampel diamagnetik tidak akan berubah beratnya
sekalipun ditimbang di dalam pengaruh medan magnetik
luar
c. Suatu sampel paramagnetik yang diletakkan dalam
pengaruh medan magnetik luar akan berinteraksi tertarik
ke dalam medan
d. Suatu sampel paramagnetik akan bertambah beratnya jika
ditimbang di dalam pengaruh medan magnetik luar
13. Salah satu pernyataan berikut yang tidak benar adalah:
a. Senyawa CuSO4.5H2O bersifat paramagnetik
b. Senyawa CuCl2 mempunyai momen magnetik kira-kira 1,7 BM
c. Molekul FeCl3 mungkin dapat bersifat diamagnetik
d. Spesies 26Fe(II) mungkin dapat bersifat diamagnetik
14. Sifat paramagnetik dapat ditunjukkan oleh senyawa berikut:
a. Cu2SO4
b. CuCl
c. TiCl4
d. VCl4
15. Senyawaan mangan (25Mn) yang pasti bersifat diamagnetik
adalah:
a. KMnO2- 4
b. MnO
4
c. MnSO4
d. Mn2O3
16. Ion-ion berikut mungkin saja bersifat diamagnetik, kecuali :
2+
a. 27Co
3+
b. 27Co
2+
c. 28Ni
+
d. 29Cu
17. Berikut ini adalah sifat-sifatunsur-unsurtransisiyangdapatdikaitkan
dengan perannya sebagai katalisator, kecuali :
a. Kemampuannya membentuk senyawa kompleks antara
b. Adanya variasi tingkat oksidasi hingga memungkinkan
terjadinya reaksi redoks
c. Kemampuan adsorpsi (kemis-fisis) terhadap molekul-molekul
reaktan (gas)
d. Reaktifitas yang relatif rendah daripada logam alkali-alkali
tanah.
18. Dalamreaksi-reaksifasegas,berikutiniadalahkeadaankemungkinan
keterlibatan katalisator yang umum, kecuali :
a. Katalisator dalam fase padatan, baik logam ataupun oksidanya
b. Katalisator berperan dalam pembentukan senyawa kompleks
c. Katalisator terlibat dalam proses redoks
d. Katalisator bekerja secara adsorbsi (kemis-fisis)
19. Dalam reaksi sintesis amonia : 2 N2 (g) + 3 H2 (g) 2 NH3
(g) , dipakai katalisator besi, Fe ; mekanisme kerja katalisator
ini diduga:
a. mengadsorpsi secara kemis (kemisorpsi) molekul-molekul
reaktan sehingga menjadi lebih aktif
2+
b. terlibat dalam reaksi redoks, Fe Fe hingga meningkatkan
laju reaksi

c. terlibat dalam pembentukan senyawa kompleks Fe H yang
mudah diserang oleh molekul N2 �
d. terlibat dalam pembentukan senyawa kompleks Fe N yang
mudah diserang oleh molekul H2
20. Dalam proses reaksi pembuatan asam sulfat dari oksidasi
belerang oleh oksigen dipakai katalisator vanadat,
Vanadium(V); kerja katalisator ini diduga:
a. mengadsorpsi molekul-molekul gas oksigen hingga lebih
aktif mengoksidasi belerang
b. mengadsorpsi molekul-molekul gas SO3 hasil oksidasi
hingga aktif bereaksi dengan air
5.2 GOLONGAN 4
TITANIUM, ZIRKONIUM, DAN HAFNIUM
5.2.1 Pendahuluan
Unsur titanium yang pada mulanya ditemukan oleh William
Gregor pada tahun 1791 dalam bijih ilmenit, FeTiO3, dapat
dipisahkan dari unsur besinya dengan penambahan asam
hidroklorida untuk memperoleh titanium oksidanya, TiO2. Empat
tahun kemudian (1795)
M.H. Klaporth (Jerman) secara terpisah juga menemukan unsur
titanium dalam bentuk oksidanya yang kemudian disebut rutil, TiO2.
Pada tahun 1789, Klaporth juga telah berhasil memisahkan zirkon
oksida, ZrO2, dari
bijih zirkon, ZrSiO4. J. J. Berzelius (Swedia) telah berhasil mengisolasi Zr
(1824) dan Ti (1825), namun belum cukup murni. Unsur hafnium
(hafnia adalah nama latin untuk Kopenhagen) ditemukan dalam
zirkon dari Norwegia pada tahun 1922-1923 oleh D. Coster dari
Belanda dan G. von Hevesy dari Hungaria.
Titanium merupakan unsur transisi terbanyak ke sembilan di
dalam kerak bumi, sedangkan zirkonium dan hafnium sama seperti
sebagian besar logam-logam transisi periode 5 dan 6 sangat jarang
dijumpai. Dari ketiga unsur dalam golongan ini, titanium
merupakan logam yang paling banyak dimanfaatkan. Titanium
sangat vital bagi industri pertahanan, namun jumlah yang sangat
besar dari bijih tambang titanium ini dimanfaatkan untuk
pembuatan bahan pigmen- cat. Titanium merupakan logam yang
keras dan kuat, putih keperakan dan mempunyai densitas yang
-1
paling rendah (4,5 g cm ) di antara kelompok logam-logam transisi.
Kombinasi sifat keras-kuat dan densitas yang rendah dari logam
titanium ini sangat menguntungkan untuk bahan pembuatan
pesawat terbang dan kapal laut nuklir.
Sebelum penemuan manfaat titanium(IV) oksida sebagai
bahan cat, yang digunakan adalah “timbel putih”, Pb3(CO3)2(OH)2.
Namun, Pb3(CO3)2(OH)2 bersifat racun, dan oleh karena mengalami
pelunturan warna garam ini dapat mengubah atmosfer kota industri
menjadi hitam oleh timbel(II) sulfida. Titanium(IV) oksida tahan
terhadap pelunturan
oleh udara yang terpolusi dan mempunyai sifat racun yang rendah,
sehingga dapat dipakai untuk mengganti peran timbel putih
tersebut. Titanium(IV) oksida mempunyai indeks bias
tertinggidariantarasenyawa anorganik putih atau tak berwarna,
bahkan lebih tinggi daripada intan. Oleh karena itu senyawa ini
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam memancarkan cahaya,
dan dapat secara efektif menutupi atau menyembunyikan lapisan
cat di bawahnya. Selain itu penambahan titanium(IV) oksida ke
dalam cat berwarna akan mengakibatkan melunturnya warna cat
yang bersangkutan.
Paduan logam Zr - Nb dapat digunakan sebagai magnet
superkonduktor, sayangnya logam zirkonium sangat sedikit atau
jarang dijumpai. Zirkonium digunakan untuk membuat kontainer
atau wadah bahan bakar nuklir, karena logam ini mempunyai
penampang lintang tangkapan neutron yang rendah, artinya tidak
menyerap neutron yang terlibat dalam proses fisi. Sayangnya,
hafnium yang selalu terdapat bersama-sama dengan zirkonium
sebagai pengotor karena sifat kimiawinya yang sangat mirip,
mempunyai penampang lintang tangkapan neutron yang tinggi,
sehingga dapat menyerap neutron.

5.2.2 Ekstraksi Logam Titanium dan Zirkonium


Titanium murni sulit diperoleh dari TiO2 walaupun senyawa ini
yang paling umum ditemui di alam. Mineral penting lainnya adalah
ilmenit, FeTiO3. Reduksi titanium(IV) oksida dengan karbon
ternyata bukan menghasilkan logamnya, melainkan menghasilkan
karbida- logam, TiC. Cara yang paling praktis menurut proses
Wilhelm Kroll, adalah cara yang pada awalnya melibatkan
pengubahan titanium(IV) oksida menjadi titanium(IV) klorida
melalui pemanasan dengan karbon dan diklorin menurut
persamaan reaksi:
TiO2 (s) + 2 C (s) + 2 Cl2 (g)
TiCl4 (g) + 2 CO (g)

 
Titanium(IV) klorida yang dihasilkan sebagai gas dikondensasikan
o
pada temperatur 137 C. Untuk mereduksi titanium(IV) klorida
men- jadi logamnya paling baik digunakan logam magnesium,
bukan karbon
ataupun hidrogen berdasarkan kecenderungan energi bebas
pemben- tukan spesies kloridanya, yaitu MgCl2, yang lebih
menguntungkan (fa- vourable). Reduksi ini dapat berlangsung pada
o
temperatur 850 C men- urut persamaan reaksi:
TiCl4 (g) + 2 Mg (l)
Ti (s) + 2 MgCl2 (l)

 
Padatan titanium yang diperoleh berwujud busa-berpori,
sedangkan magnesium klorida dan kelebihan logam magnesium
dapat dilarutkan dan dipisahkan dengan penambahan asam encer.
Butiran-butiran titanium kemudian dapat dibentuk seperti yang
diinginkan. Logam wolfram juga dapat digunakan untuk mereduksi
TiX4 menurut proses van Arkel - de Boer:
TiX4 (g) W;
Ti + 2 X2 (g)


Sumber utama zirkonium adalah mineral zirkon, ZrSiO4, dan
baddeleyite, ZrO2. Logam zirkonium dapat diperoleh dari bijih
baddeleyite, ZrO2, melalui proses yang sama seperti metoda yang
digunakan pada titanium (proses Kroll):
ZrO2 (s) + 2 C (s) + 2 Cl2 (g)
ZrCl4 (g) + 2 CO (g)

 
Pada tahapan ini, kira-kira 2 % pengotor yaitu hafnium(IV) klorida,
HfCl4, dapat dipisahkan dari zirkonium(IV) klorida dengan sublimasi
fraksional. Fraksi senyawa hafnium menyublim pada temperatur
o
sekitar 319 C, dan
o
senyawa zirkonium pada temperatur sekitar 331 C. Kemudian, ZrCl4
murni direduksi dengan logam magnesium menurut persamaan reaksi:
ZrCl4 (g) + 2 Mg (l) Zr (s) + 2 MgCl2 (l)

 
Dengan metode van-Arkel - de Boer, zirkonium dipanaskan
dalam wadah yang bertekanan rendah (atau vakum) bersama
dengan sedikit
o
iodin hingga temperatur sekitar 200 C sehingga ZrI4 yang dihasilkan
berada dalam keadaan uap. Senyawa ini kemudian dipanaskan
o
dengan filamen wolfram (W) pada temperatur ~ 1300 C hingga
terjadi
dekomposisi, dan logam murni Zr mengendap pada filamen. Logam
o
zirkonium mempunyai struktur hcp hingga temperatur sekitar 862 C,
o
kemudian berubah menjadi bcc pada titik lelehnya (1852 C).
Logam zirkonium terbakar di udara pada temperatur tinggi, dan
bereaksi lebih cepat dengan nitrogen daripada dengan oksigen
menghasilkan campuran, nitrida, oksida, dan oksida nitrida,
Zr2ON2.
Tabel 5.2.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4
Karakteristika 22Ti 40Zr 72Hf
Kelimpahan / ppm
4400 220 4,5
(dalam kerak
bumi)
Densitas / g cm-3 4,49 6,52 13,31
o
Titik leleh / C 1667 1857 2222
o
Titik didih / C 3285 4200 4450
Jari-jari atomik / pm 147 160 159

Jari-jari
4+ ionik
3+ / pm:
2+
M ;M ;M 60,5 ; 67 ; 86 72 ; - ; - 71 ; - ; -
(bilangan koordinasi 6)
o
Potensial reduksi : E
4+ - 0,86 - 1,43 - 1,57
/VM + 4e → M (s)

2 2 2 2 14 2 2
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 4s [36Kr]4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s

Elektronegativitas 1,5 1,4 1,3

5.2.3 Kecenderungan Golongan 4


Karakteristika masing-masing unsur dalam golongan ini
ditunjuk- kan oleh Tabel 5.2.1. Kemiripan sifat unsur titanium dan
zirkonium yang disebabkan oleh kemiripan konfigurasi elektronik
terminal, berakibat kedua unsur ini saling mengotori dalam
senyawaannya. Terlebih-lebih lagi antara zirkonium dan hafnium
yang keduanya mempunyai jari-jari atomik sangat dekat yaitu
masing-masing 160 dan 159 pm. Rendahnya jari-jari atomik
hafnium adalah sebagai akibat kontraksi lantanoida yaitu terjadinya
penyusutan jari-jari atomik unsur-unsur lantanoida dengan naiknya
nomor atom (proton) sedangkan ”pengisian” elektron hanya terjadi
pada sub-kulit 4f.
Sifat-sifat umum logam-logam ini yang mirip adalah reaksinya
dengan dioksigen, halogen, uap air, dan dengan asam hidroklorida
pekat, seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut:
M + O2
MO2
 MX4
 
M + 2 X2

 
M + 2 H2O MO2 + 2 H2

  MCl4 + 2 H2 (Untuk M = Ti diperoleh hasil TiCl3)
M + 4 HCl

 
Dengan demikian, senyawa logam-logam golongan ini paling stabil
dengan tingkat oksidasi +4, dan hanya titanium yang ternyata
dapat memberikan senyawa Ti(III) yang stabil dalam larutan.
Larutan titanium(IV) dan zirkonium(IV) bereaksi dengan
2+
hidrogen peroksida (10 %) menghasilkan ion perokso [M(O2)]
+
atau lebih tepat [M(O2)(OH)(H2O)n] yang berwarna oranye untuk
titanium tetapi
takberwarna untuk zirkonium menurut persamaan reaksi:
4+
2 Ti (aq) + 2 H2O2(aq) + (n + 8) H2O →
+ +
2 [Ti(O2)(OH)(H2O)n] (aq) + 6 H3O (aq)
oranye
Warna oranye larutan titanium-perokso ini berubah menjadi tak
berwarna pada penambahan larutan NaF oleh karena terbentuknya
2-
ion kompleks [TiF6] :
+ + -
[Ti(O2)(OH)(H2O)n] (aq) + 3 H3O (aq) + 6 F (aq) →
2-
[TiF6] (aq) + H2O2 + (n+4) H2O
Potensial reduksi Ti(IV) / Ti(III) adalah sekitar 0,1 V, oleh
karena itu, Ti(IV) dapat direduksi menjadi Ti(III) oleh logam zink
dalam asam, sedangkan Zr(IV) tidak tereduksi pada kondisi ini.
Sifat Zr(IV) yang lebih tahan terhadap reduksi dibandingkan
dengan Ti(IV) berkaitan dengan ukuran jari-jari Ti(IV) yang relatif
lebih kecil daripada jari-jari Zr(IV), sehingga lebih mudah bagi
Ti(IV) untuk menangkap elektron. Senyawaan hafnium tidak
banyak dikenal, namun mempunyai karakter yang amat dekat
dengan senyawaan zirkonium.
5.2.4 Oksida dan Oksida
Campuran Titanium oksida
Mineral rutil, TiO2, paling banyak dijumpai, tetapi tidak terlalu
murni untuk langsung digunakan. Proses pemurniannya melibatkan
pengubahan rutil menjadi kloridanya seperti halnya pada preparasi
logamnya, kemudian dioksidasi dengan dioksigen pada temperatur
o
sekitar 1200 C untuk mendapatkan titanium(IV) oksida murni
menurut persamaan reaksi:
TiCl4 (g) + O2 (g) TiO2(s) + 2 Cl2 (g)

 
Gas diklorin yang dihasilkan dapat dipakai ulang untuk mengubah
bijih rutil menjadi kloridanya.
Titanium(IV) oksida terhidrat dapat diperoleh sebagai
4+
endapan putih dari reaksi Ti dengan basa, menurut persamaan
reaksi:
4+ -
Ti (aq) + 4 OH (aq) + (n-2) H2O → TiO2.nH2O (s)
Endapan putih ini larut kembali dalam basa alkali pekat membentuk
berbagai titanat terhidrat dengan formula seperti M2TiO3.nH2O
dan M2Ti2O5.nH2O ( M = logam alkali).
Titanium(IV) oksida terdapat di alam dalam tiga bentuk modifikasi
yaiturutil, brokit, dan anatasa. Ketiganyamempunyai bilangan
koordinasi enam untuk atom titanium dan tiga untuk atom oksigen.
Dalam anatasa dan brokit terjadi bentuk oktahedral yang terdistorsi
kuat pada posisi atom oksigen sehingga dua atom oksigen relatif
lebih dekat dengan atom pusat titanium dibandingkan dengan
keempat atom oksigen yang lain.
Oksida campuran TiO2 yang banyak diperdagangkan antara
lain perovskit, CaTiO3, SrTiO3 dan BaTiO3. Titanat lain yang
mempunyai struktur ilmenit (FeTiO3) adalah MgTiO3, MnTiO3,
CoTiO3, dan NiTiO3, dan yang mempunyai struktur spinel adalah
Mg2TiO4, Zn2TiO4, dan Co2TiO4. Reduksi TiO2 dengan H2 pada
temperatur tinggi menghasilkan titanium(III) oksida, Ti2O3, yang
berwarna violet menurut persamaan reaksi:
2TiO2 (s) + 2H2 (g) → Ti2O3 (s) + H2O (g)
Zirkonium oksida
Zirkonium(IV) oksida dapat diperoleh sebagai endapan putih
seperti gelatin dari reaksi larutan zirkonium(IV) dengan basa,
seperti halnya oksida titanium, menurut persamaan reaksi:
4+ -
Zr (aq) + 4 OH (aq) + (n-2) H2O → ZrO2.nH2O (s)
Jika reaksi tersebut berlangsung dengan pemanasan yang kuat
akan dihasilkan padatan putih yang keras ZrO2, yang mempunyai
o
titik leleh sangat tinggi (~2700 C). Oksida ini tahan terhadap
serangan asam maupun basa, serta merupakan bahan untuk
pembuatan crush dan tungku pemanas. Oksida ZrO2 bersifat basa
lebih kuat daripada TiO2, dan pada dasarnya tidak larut dalam basa
berlebihan.

Gambar 5.2.1 Geometri spesies zirkonium(IV) oksida dalam zirkonia baddeleyite


(a) dan kubus (b), dan perovskit, CaTiO3

Dalam kristal zirkonium(IV) oksida dengan bentuk kristalin


badde- leyite, setiap ion zirkonium(IV) dikelilingi oleh tujuh ion
o
oksida (Gambar 5.2.1a). Pada suhu di atas 2300 C, senyawa ini
tersusun kembali (mena- ta-ulang) menjadi struktur fluorit dengan
bilangan koordinasi delapan (Gambar 5.2.1b) yaitu kubus zirkonia
yang dapat berperan sebagai batu permata pengganti intan.
Sekalipun indeks bias dan kekerasan zirkonia lebih rendah
dibandingkan dengan intan, titik leleh yang sangat tinggi
o
(~ 2700 C) membuatnya lebih stabil terhadap panas daripada
intan. Zirkonium(IV) oksida dengan suatu proses tertentu (yang
telah dipa- tenkan) dapat diproduksi dalam bentuk serabut-serabut
seperti sutera yang hampir berdimensi uniform dengan diameter
~ 3 µm dan panjang 2-5 cm. Serabut-serabut ini dapat ditenunkan
o
ke dalam suatu material yang stabil hingga ~ 1600 C, sehingga
dapat berfungsi sebagai baju zirkonia yang tahan terhadap
temperatur tinggi.
Oksida campuran dari ZrO2 yang disebut juga zirkonat dapat
dibuat dari campuran oksida, hidroksida, dan nitrat dari logam-
logam lain, mirip dengan senyawa zirkonium yang dibakar pada
antara 1000
o
- 2500 C. CaZrO3 bersifat isomorfi dengan perovskit. Struktur Spinel
II
dari M ZrO4 juga telah dikenal.

5.2.5 Halida
Titanium halida dikenal dalam beberapa tingkat oksidasi yaitu
Ti(II), Ti(III), dan Ti(IV). TiF4 berupa padatan putih dan dapat
diperoleh dari reaksi TiCl4 dengan HF anhidrat, atau dari reaksi
langsung antara
o
logam titanium dengan F2 pada suhu ~ 200 C. Jika digunakan larutan
HF berlebihan dapat mengakibatkan terbentuknya ion kompleks
2-
[TiF6] . TiF3 berupa padatan biru, dapat diperoleh dari reaksi
o
logam titanium dengan HF anhidrat pada suhu ~ 700 C. Senyawa
3-
kompleks yang mengandung ion [TiF6] juga telah dikenal.
Ada beberapa senyawa titanium klorida yang dikenal, yaitu
serbuk hitam TiCl2, padatan violet atau coklat TiCl3, dan cairan tak
berwarna TiCl4. Titanium(IV) klorida merupakan halida terpenting,
khususnya sebagai bahan awal untuk pembuatan senyawa-
senyawa titanium yang lain. Dalam udara lembab, TiCl4
mengeluarkan asap dengan kuat dan terhidrolisis menjadi TiO2.
Tetapi, adanya HCl atau berkurangnya
kandungan H2O dapat mengakibatkan hidrolisis parsial menjadi
4- 3-
senyawa okso klorida, [TiO2Cl4] atau [TiOCl5] . Dalam larutan
yang dijenuhkan dengan gas HCl dapat terbentuk ion kompleks
2-.
[TiCl6]
Reaksi TiCl4 dengan asam sulfat pekat menghasilkan
titanium(IV) sulfat, Ti(SO4)2 ataupun TiOSO4, dan reaksi TiCl3
dengan asam sulfat encer menghasilkan garam sulfatnya,
Ti2(SO4)3.8H2O. Halida lain yang dikenal adalah sebagai TiBr4,
TiBr3, TiI4, TiI3, dan TiI2.

Gambar 5.2.2 Bangun zig-zag ZrCl6 oktahedral dalam struktur ZrCl4


(bulatan atom-atom pada oktahedral tengah saja yang digambar)

Zirkonium(IV) klorida, ZrCl4, oberupa padatan putih yang


menyublim pada temperatur ~ 331 C. Dalam keadaan uap garam
ini mempunyai struktur tetrahedral dan monomerik, tetapi dalam
padatannya mempunyai struktur rantai zig-zag oktahedral - ZrCl6
yang bersekutu pada salah satu sisinya (Gambar 5.2.2) sehingga
atom- atom klorin menyusun rangkaian kemas rapat kubus ccp (cubic
closest packing). Senyawa ZrBr4, HfCl4, dan HfBr4 mempunyai tipe
yang sama.
Senyawa-senyawa Zr(III) terbatas pada pelarut bukan air.
ZrCl3, ZrBr3, dan ZrI3, dapat dipreparasi dari reduksi ZrX4 dengan
H2 atau dengan Zr. Ketiga senyawa ini mempunyai tipe yang sama
dengan Hf I3.
5.2.6 Soal-soal Latihan Ti-Zr-Hf
1. Sebutkan sumber utama logam titanium dan zirkonium, dan
jelaskan prinsip-prinsip reaksi pada ekstraksi logam-logam
tersebut (metode Kroll dan van Arkel - de Boer)
2. Tuliskan sifat umum yang mirip pada reaksi pemanasan logam
Ti-Zr- Hf dengan (a) oksigen, (b) halogen, (c) air, dan (d) asam,
HCl.
3. Tulis persamaan reaksi H2O2 (~ 10%) dengan (a) larutan
titanium(IV), dan (b) larutan zirkonium(IV)
4. Mana yang lebih stabil terhadap reduksi, Ti(IV) atau Zr(IV). Jelaskan �
5. Sebutkan contoh-contoh bentuk spinel dari Ti dan Zr.

5.3 GOLONGAN 5
VANADIUM, NIOBIUM, DAN TANTALUM
5.3.1 Pendahuluan
Vanadium berasal dari kata vanadis, yaitu nama dewi
kecantikan di Skandinavia, pada mulanya ditemukan oleh N.G.
Selfström di Swedia pada tahun 1830, bersama-sama dalam bijih
besi. Disebut demikian kare- na senyawaannya kaya akan warna.
Sesungguhnya, unsur ini telah dike- nali oleh A.M. del Rio pada
tahun 1801 yang ditemukan dalam bijih timbel yang disebut dengan
eritronium. Namun sayangnya, beliau sendiri mem- batalkan
penemuannya ini. Logam ini tampak bersinar cemerlang, cukup
lunak sehingga mudah dibentuk seperti pembuluh, mempunyai titik
leleh 1915 oC dan titik didih 3350 oC, serta tahan terhadap korosi.
Vanadium dapat bersenyawa dengan karbon di dalam baja,
membentuk senyawa V4C3 yang berupa butiran-butiran halus
terdispersi dan membuat baja menjadi lebih tahan lama dan tahan
sobekan walaupun pada temperatur tinggi, sehingga lebih baik
daripada baja biasa. Penambahan karbon kira- kira 10 %
mengakibatkan kenaikan titik leleh yang sangat mencolok men- jadi
kira-kira 2700 oC. Dengan sifat seperti ini, produksi vanadium
sebagian besar (~ 80 %) digunakan untuk logam aditif pada baja,
khususnya untuk keperluan baja yang tahan goncangan pada
kecepatan tinggi. Selain itu logam vanadium juga dipakai sebagai
logam paduan dengan logam alu- minium dengankomposisi kira-
kira10 % berat.
Niobium pada mulanya dikenali oleh C. Hatchett pada tahun
1801. Beliau berhasil mengisolasi oksidanya dari mineral columbit
menjadi un- sur yang dia sebut columbium. Sementara itu A.G.
Ekeberg pada tahun 1802 mengidentifikasi adanya unsur baru yang
disebut tantalum karena sifat mineralnya yang sukar larut dalam
berbagai asam. Pada saat itu hing- ga tahun 1844 unsur columbium
dan tantalum diduga hanya satu saja. Namun H. Rose kemudian
berhasil menunjukkan bahwa mineral columbit ternyata mengandung
dua unsur yang berbeda, yaitu yang pertama dise- but tantalum
sebagaimana ditemukan Ekeberg dan yang ke dua diberi nama
niobium yang artinya anak tantalum. Nama ini kemudian diadopsi
oleh IUPAC (1950) walaupun nama columbium lebih dulu
dikenalkan. Lo- gam niobium ketika pertama kali diisolasi oleh C.W.
Bloomstrand pada ta- hun 1866 dari reduksi garam kloridanya
dengan hydrogen masih belum murni. Preparasi logam murninya
berhasil dilakukan pertama kali pada tahun 1907 oleh W. von Bolton
melalui reduksi garam fluorometalat de- ngan natrium.
Logam-logam golongan 5 ini belum terlalu banyak diketahui
man- faatnya, kecuali vanadium yang digunakan sebagai baja
vanadium yang merupakan logam paduan keras dan sering dipakai
untuk pisau maupun peralatan-peralatan pertukangan lain. Niobium
banyak digunakan pada berbagai stainless steel terutama untuk
penggunaan pada temperatur tinggi, dan kawat Nb/Zr digunakan
dalam magnet superkonduktor. Tan- talum, yang sangat tahan
terhadap korosi pada temperatur kamar, sangat ideal untuk material
peralatan operasi (bedah), peralatan industri elek- tronik seperti
kapasitor dan kawat-filamen

5.3.2 Ekstraksi Logam-Logam V, Nb dan


Ta Ekstraksi Logam Vanadium (V)
Vanadium dalam kerak bumi diduga terdapat sekitar 136 ppm
(bandingkan dengan niobium 20 ppm dan tantalum hanya 1,7 ppm),
dan merupakanunsurtransisiterbanyakkelimasetelahbesi, titanium,
mangan, dan zirkonium. Logam ini terdapat bersama-sama dengan
logam-logam lain dalam sekitar 60 macam mineral, dan oleh karena
itu logam vanadium
sering merupakan hasil ikutan saja dari suatu proses pemisahan.
Mineral yang penting sebagai sumber logam vanadium adalah,
patronit - VS4, yang merupakan suatu polisulfida. Oleh karena mudah
bereaksi dengan oksigen, logam ini juga terdapat pada berbagai
mineral vanadat misalnya vanadinat yaitutimbel(II) kloridavanadat,
PbCl .3Pb (VO ) , karnonit yaitu 2 3 4 2
kalium uranil vanadat, K(UO2)(VO4) 1,5H2O, dan vanadinit yaitu Pb3(VO
.
42 )
.

Pb2(VO4)Cl atau Pb5(VO4)3Cl.


Langkah pertama ekstraksi logam ini adalah mendapatkan
vanadium dalam bentuk oksidanya, V2O5, dari bijihnya melalui
berbagai macam proses dan reaksi. Untuk itu biasanya ditempuh
prosedur umum dengan pemanggangan (roasting) bijih-bijih yang
telah diremukkan atau residu vanadium dengan garam NaCl atau
N2CO3 pada temperatur kira- kira 850 oC. Tahap ini akan
menghasilkan natrium vanadat, Na3VO4, yang kemudian diluluhkan
dengan air. Pengasaman dengan asam sulfat hingga pH = 2 - 3
akanmenghasilkanpadatanmerahyangdisebut“roti-merah”(red cake)
yang merupakan suatu senyawa polivanadat, dan pemanggangan
langsung pada temperatur kira-kira 700 oC akan menghasilkan
padatan hitam V2O5.
Langkahselanjutnyaadalahprosesreduksiterhadap V2O5 yangpada
garis besarnya dibedakan dalam dua perlakuan berdasarkan
tujuannya. Jika logam vanadium yang diperoleh dimaksudkan untuk
keperluan zat aditif pada baja, maka reduksi dilakukan dalam tanur
listrik dengan penambahan bijih besi (Fe), silikon (Si) dan kapur,
CaO. Hasilnya adalah ferovanadium dengan kadar vanadium (35-95
%) yang dapat dipisahkan dari ampas atau kerak CaSiO3 menurut
persamaan reaksi berikut:

2 V2O5 + 5 Si + Fe + 5 CaO + 5 CaSiO3


Produk ini dapat langsung dipakai sebagai zat aditif pada baja
ferovanadium tanpa pemurnian lebih lanjut. Jika yang diinginkan
logam vanadium murni, maka reduksi terhadap V2O5 dapat dilakukan
dengan kalsium, dan lelehan logam vanadium yang terbentuk dapat
dipisahkan dari kerak CaO menurut persamaan reaksi:
V2O5 (s) + 5 Ca (s) 2 V (l) + 5 CaO (s)
Jika bahan dasar yang digunakan mengandung vanadium(II) klorida,
VCl2, maka logam vanadium dengan kemurnian tinggi dapat
diperoleh dengan elektrolisis leburan NaCl-LiCl-VCl2, atau dengan proses
van Arkel - de Boer yaitu melewatkan uap garam vanadium klorida
yang sudah dimurnikan melalui kawat panas dalam keadaan vakum
(tekanan rendah).

Ekstraksi Niobium dan Tantalum


Produksi niobium dan tantalum mempunyai skala lebih kecil
dibandingkan dengan produksi vanadium, dan prosesnya lebih
bervariasi serta kompleks. Kedua logam ini dapat dipisahkan dari
bijihnya dengan cara fusi, yaitu peleburan bijih-bijihnya dengan alkali
atau pemasakan bijih-bijihnya dengan berbagai asam. Proses fusi ini
menghasilkan larutan kedua logam Nb dan Ta yang kemudian dapat
dipisahkan satu dari yang lain. Pada mulanya, proses ini
dikembangkan oleh M.C. Marignac pada tahun 1866. Pada
pemakaian HF encer, niobium cenderung membentuk
senyawa K3NbOF5 .2H2 O yang mudah larut, berbeda dengan tantalum
yang cenderung membentuk senyawa K2TaF7 yang sedikit larut.
Dewasa ini proses pemisahan niobium dan tantalum yang lebih
umum digunakan adalah teknik ekstraksi pelarut. Sebagai contoh,
tantalum dapat diekstrak dari larutan HF encer oleh pelarut organik
metil isobutil keton, dan dengan membuat keasaman fase larutan HF
lebih tinggi, niobium dapat diekstrak dengan pelarut segar yang
sama. Masing- masing logam kemudian dapat diperoleh setelah
proses pengubahan menjadi pentaoksidanya dan diikuti dengan
reduksi pentaoksida ini oleh Na atau C, atau melalui elektrolisis.

5.3.3 Kecenderungan Golongan 5


Karakteristikamasing-masingunsurdalamgolonganiniditunjukkan
pada Tabel 5.3.1. Ketiga logam ini mempunyai kenampakan
mengkilap seperti perak dan mempunyai struktur kubus pusat
badan, bcc. Logam-
logam golongan ini sedikit kurang elektropositif dibandingkan dengan
logam-logam golongan sebelumnya (golongan 4). Niobium (Nb) dan
tantalum (Ta), keduanya mempunyai ukuran yang relatif sama
sebagai akibat kontraksi lantanoida. Dengan demikian, logam-logam
transisi seri kedua (4d) dan seri ketiga (5d) ini mempunyai sifat-sifat
kimiawi yang sangat dekat seperti halnya Zr-Hf. Dibandingkan
dengan logam-logam golongan 4, logam-logam golongan 5 ini
mempunyai satu elektron ekstra pada orbital d. Hal ini
mengakibatkan ikatan logam yang lebih kuat sebagaimana
ditunjukkan oleh kecenderungan titik leleh dan titik didih logam-
logam golongan 5 (Tabel 5.3.1) yang relatif lebih tinggi daripada titik
leleh dan titik didih logam-logam golongan 4 (Tabel 5.2.1) untuk
periode yang sama.

Tabel 5.3.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5

Karakteristika 23
V Nb Ta
41 73

Kelimpahan / ppm
136 20 1,7
(dalam kerak bumi)
Densitas / g cm-3 (20 6,11 8,57 16,65
o
C)
Titik leleh ( oC) 1915 2468 2980
Titik didih ( oC) 3350 4758 5534
Jari-jari atomik / pm
134 146 146
(bilangan koordinasi
12)
Jari-jari ionik /
pm M5+; M4+; 54 ; 58 ; 64 ;79 64 ; 68 ; 72 ; - 64 ; 68 ; 72 ; -
M3+; M2+
(bilangan koordinasi 12)
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d3 4s2 [36Kr] 4d4 5s1 [54Xe] 4f14 5d3 6s2
Elektronegativitas 1,6 1,6 1,5

Dengan konfigurasi elektronik terminal (n-1)d3 ns2, atom-atom


logam golongan ini dapat melepaskan 2 hingga 5 elektron
menghasilkan tingkat oksidasi +2, +3, +4, atau +5, namun yang
paling umum adalah +2,
+3, dan +4. Kemudahan melepaskan elektron tentu saja berkaitan dengan
kedudukan ketiga unsur kelompok ini sebagai awal anggota deret
transisi yang tarikan intinya terhadap elektron-elektron d masih relatif
lemah. Demikian juga berkaitan dengan ikatannya terhadap atom-
atom yang bersifat sangat elektronegatif seperti oksigen, senyawa-
senyawanya bersifat kovalenatau dalam bentuk kompleks. Atas dasar
ukurannya, atom logam ukuran terkecil dengan tingkat oksidasi
tertinggi (+5) mempunyai daya oksidasi terkuat. Jadi, vanadium(V)
merupakan oksidator terkuat dalam golongannya. Nilai potensial
reduksi, Eo, spesies vanadium dengan berbagai tingkat oksidasi
dalam suasana asam ditunjukkan oleh diagram Latimer berikut:

VO2+ VO2+ V3+ V2+ V


kuning - oranye biru hijau violet

Dari nilai potensial reduksi tersebut dapat diketahui bahwa


vanadium(V),
2
VO +, merupakan oksidator yang baik dengan berubah
menjadi vanadium(IV), VO2+, yang relatif stabil, atau bahkan menjadi
V3+ yang paling stabil. Perubahan tingkat oksidasi bertahap satu
elektron tersebut dapat dilakukan dalam larutan air dengan reduktor
campuran Zn dan asam hidroklorida.

5.3.4 Oksida dan Ion-okso


Senyawa-senyawa oksida utama dari ketiga unsur dalam
golongan ini adalah V2O5 - Nb2O5 - Ta2O5 untuk tingkat oksidasi +5,
VO2 - NbO2 - TaO2 untuk tingkat oksidasi +4, V2O3 untuk tingkat
oksidasi +3, dan VO - NbO
- TaO untuk tingkat oksidasi +2. Karakteristika oksida vanadium dengan
bentuk ionnya ditunjukkan dalam Tabel 5.3.2.
Tabel 5.3.2 Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium

Tingkat Sifat dan


Oksida Ion Nama ion Warna ion
Oksidasi Warna

3 basa 2+ -vanado
+ 2 (3d ) VO V violet
hitam - abu- -vanadium(II)
abu
2 basa 3+ -vanadi
+ 3 (3d ) V2O3 V hijau
hita -vanadium(III)
m
2+ - oksovanadium(IV)
VO biru
1 amfoterik - vanadil
+4 (3d ) VO2
biru legam n- - hipovanadat
[X] * coklat
- vanadit
+
0 amfoterik VO23- - dioksovanadium(V) kuning
+ 5 (3d ) V2O5 VO4
kuning-oranye - vanadat tak
berwarna
n-
[X] * Tidak ada bentuk anionik vanadit yang sederhana
melainkan bersifat poliatomik ; salah satu contoh
2-
adalah [V4O9] .

Dengan rentang tingkat oksidasi yang panjang tersebut maka


dapat dipahami bahwa sifat basa dari oksidanya akan melemah
dengan naiknya tingkat oksidasi. VO dan V2O3 bersifat basa
sedangkan VO2 dan V2O5 bersifat amfoterik dengan membentuk 4
anion vanadat, VO , atau kadang-kadang
3-
3
dirumuskan VO - untuk
vanadium(V), sedangkan untuk vanadium(IV) bentuk anion vanadit
tidak ditemui sebagai ion sederhana melainkan sangat bervariasi.

Vanadium pentoksida, V2O5


Berdasarkan argumentasi rasio jari-jari relatif terhadap
oksigen(- 2), vanadium(+5) agak terlalu besar ukurannya untuk
koordinasi struktur tetrahedron (bilangan koordinasi 4), tetapi terlalu
kecil untuk koordinasi oktahedron (bilangan koordinasi 6). Oleh
karena itu, V2O5 mengadopsi struktur trigonal bipiramid terdistorsi
(bilangan koordinasi 5) yang bersekutu pada sisi-sisinya
membentuk rantai double zig-zag yang nampak agak rumit.
Tetapi spesies anion okso, tetraoksovanadat(V),
VO43-, mempunyai struktur tetrahedron.

V2O5 berwarna kuning-oranye, dapat diperoleh dari


pemanasan vanadat, NH4VO3 menurut persamaan reaksi berikut :
2 NH4VO3 (s) NH3 (g) + V2O5 (s) + H2O (g)
Padatan V2O5 ini mempunyai titik leleh kira-kira 650 oC, dan
membeku pada pendinginan dengan membentuk kristal-kristal
yang berbentuk jarum. Oksida ini juga dapat diperoleh dari
penambahan larutan asam encer ke dalam larutan amonium
vanadat :
2 NH4 VO3 (aq) + H2SO4 (aq) → (NH4)2SO4 (aq) + H2O (l) + V2O5 (s)
Kelarutan V2O5 dalam air sangat kecil (kira-kira 0,007 g L-1),
dan oksida ini lebih bersifat amfoterik. Oleh karena itu, V 2O5 larut
dalam basa kuat, misalnya natrium hidroksida, menghasilkan ion
vanadat yang tak berwarna. Jika ke dalam larutan ini selanjutnya
ditambahkan asam pH ~ 6,5, larutan menjadi oranye cemerlang.
Jika penambahan asam diteruskan hingga pH ~ 2, ternyata
diperoleh endapan berwarna coklat, V2O5, tetapi endapan ini larut
kembali pada penambahan asam lebih lanjut dengan membentuk
kation okso, adalah ion 2
kompleks dioksovanadium(V), VO +.
Persamaan reaksi yang telah diusulkan secara sederhana dapat
dituliskan sebagai berikut :
Pada penambahan basa
V2O5 (s) + 6 OH- (aq) → 2 [VO4]3- (aq) + 3 H2O (l)
tak berwarna

Pada penambahan asam hingga pH = 6,5


[VO4]3- (aq) + 2 H3O+ (aq) → [VO2(OH)2]- (aq) + 2 H2O (l)
kuning-oranye

Pada penambahan asam hingga pH = 2


2 [VO2(OH)2]- (aq) + 2 H3O+ (aq) → V2O5 (s) + 5 H2O (l)
coklat
Pada penambahan asam lebih lanjut
V2O5 (s) + 2 H3O+ (aq) → 2 [VO2]+ (aq) + 3 H2O (l)
Jadi, terdapat dua macam ion okso vanadium(V), yaitu dalam
bentuk kompleks anion tetraoksovanadat(V),[VO4]3-, dan kation
dioksovanadium(V), [VO2]+.
V2O5 bersifat oksidator sedang dengan perubahan tingkat
oksidasi dari+5 menjadi +4; misalnyaoksidasiterhadap
HCldenganmembebaskan gas klorin:
V2O5 (s) + 2 HCl (aq) → 2 VO2 (s) + H2O (l) + Cl2 (g)
Dalam larutan, reaksi ionnya dapat dituliskan sebagai berikut :
Reduksi : [VO + (aq) + 2 H O+ + e → VO2+ (aq) + 3 H O] 2x
2 3 2
Oksidasi : 2 Cl (aq) → Cl (g) + 2 e
-

��������������������������������������������������
2
+
2 VO + (aq) + 4 H O+ + 2 Cl- (aq) 2 VO2+ (aq) + 6 H O (l) + Cl (g)
2 3 2 2

Vanadium dioksida, VO2


Vanadium dioksida, VO2, berwarna biru legam, dan dapat
diperoleh dari reduksi padatan V2O5 dengan reduktor sedang seperti
CO dan SO2, atau pemanasanlangsung V2O5 denganasamoksalat.
Vanadiumdioksida, VO2, bersifat amfoterik sama seperti V2O5, larut
dengan kelarutan yang sama banyak baik dalam asam maupun basa.
Dalam asam non-oksidator VO2 larut dengan membentuk ion
oksovanadium(IV) atau ion vanadil, [VO]2+, yang berwarna biru.
Dalam alkali VO2 larut dengan membentuk larutan yang berwarna
kuning hingga coklat dari ion vanadat(IV) atau hipovanadat, [V4O9]2-,
atau ion [VO4]4-pada pH tinggi. Pada temperatur kamar VO2
mengadopsi struktur mirip rutil.

Vanadium trioksida, V2O3

Vanadium trioksida, V2O3, berwarna hitam, dapat diperoleh dari


reduksi V2O5 dengan H2 atau CO secara bertahap. V2O3 mengadopsi
struktur corundum (α-Al2O3). Oksida ini bersifat basa, oleh karena
itu
dengan asam bereaksi menghasilkan ion vanadium(III), V3+ yang berwarna
biru atau hijau dan bersifat reduktor kuat:
V2O3 (s) + 6 H3O+ (aq) → 2 V3+ (aq) + 9 H2O (l)

Vanadium oksida, VO
Vanadium oksida, VO, berwarna abu-abu hitam, dapat
diperoleh dari reduksi V2O3 dengan logamnya, V. Oksida ini bersifat
basa seperti halnya V2O3, larut dalam asam membentuk ion V2+ yang
berwarna violet:
VO (s) + 2 H3O+ (aq) → V2+ (aq) + 3 H2O (l)

Struktur oksida dan isopolimetalat


V2O5 mengadopsi struktur rantai trigonal bipiramida terdistorsi.
Setiap unit trigonal bipiramida saling bersekutu pada dua sisi, salah
satu titik sudutnya, dan satu titik sudut yang lain bebas sehingga
terbentuk rantai double zig-zag yang nampak agak rumit seperti
tampak pada Gambar 5.3.1a dengan formula V 3(O)? 1(O)½ (O)
atau VO2,5 atau V2O5.

Ion-ion vanadat sangat analog dengan ion-ion fosfat. Ion orto-


vanadat, VO 3-, yang analog dengan ion fosfat, PO 3-, mengadopsi
struktur 4 4
tetrahedron, dan ion piro-vanadat, [V2O7]4-, yang juga analog
dengan ion pirofosfat, [P2O7]4-, merupakan ion dinuklir yang
dibangun dari dua tetrahedron VO4 yang bersekutu pada salah satu
titik sudutnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3.2. Demikianjuga
ion meta-vanadat yang
mengadopsi struktur yang dibangun oleh ion VO3, namun struktur ini
sangat bergantung pada keadaan hidrasinya atau jumlah air hidrat
yang terikat pada molekulnya. Ion metavanadat anhidrat, misalnya
NH4VO3, tersusunolehrantaiunittetrahedronVO 4 yangtakterbatas,
yangbersekutu pada sudut-sudutnya sepeti ditunjukkan pada Gambar
5.3.1b. Tetapi, ion metavanadat terhidrat seperti KVO .H O (Gambar
5.3.1c) tersusun oleh 3 2
rantai unit trigonalbipiramid VO5, dan kristal kuning dekana-vanadat
seperti Na V O .18H O, mengandung anion [V O ]6- yang tersusun oleh
6 10 28 2 10 28

10 oktahedron VO6 yang bersekutu pada sisi-sisinya.


Gambar 5.3.1 Struktur V2O5 (a), dan metavanadat tanhidrat dengan unit VO4
(b), dan metavanadat terhidrat dengan unit VO5 (c)
(bulatan atom-atom yang mewakili saja yang digambarkan)

VO2 mengadopsi struktur bak-rutil (TiO2), V2O3 mengadopsi struktur


corundum (α-Al2O3), dan VO mempunyai struktur NaCl alami atau
rock salt. NbO2 mempunyai struktur rutil terdistorsi, dan NbO
mempunyai struktur sedemikian sehingga setiap enam atom Nb
membentuk bangun oktahedron dalam suatu kubus dengan atom O
menempati pertengahan dari setiap rusuk kubus seperti tampak pada
Gambar 5.3.3a. Dengan ukuran logam yang lebih besar daripada
vanadium, Nb2O5 dan Ta2O5 dalam spesies niobat, [NbO3]-, dan
tantalat, [TaO4]3-, mengadopsi struktur yang bervariasi, dengan unit-
unit oktahedron MO6 yang bersekutu pada titik-titik sudut dan sisi-
sisinya seperti pada heksa-metalat, [M6O19]8- (M
= Nb, Ta) sebagaimana terlihat pada Gambar 5.3.3b. Tantalum(IV)
dan tantalum(II) - oksida, juga telah dikenal, namun belum dipelajari
secara mendalam.
Gambar 5.3.2 Berbagai struktur ion vanadat yang mengadopsi geometri
unit tetrahedral VO4 danoktahedral VO6 ; untuk ion [V10O28]6-
duaunit VO6 tertutup di belakang

Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO (a) dan ion [M6O19]8- (b)

5.3.5 Senyawa halida dan oksohalida


Logam-logam golongan 5 membentuk banyak senyawa halida
dengan berbagai variasi warna sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
5.3.3 yang disusun secara informatif berdasarkan kelompok. Untuk
tingkat oksidasi +5, vanadium hanya membentuk VF5, sedangkan
niobium
dan tantalum membentuk MX5 (X = F, Cl, Br, dan I). Vanadium(IV) tidak
membentuk senyawa iodida, sedangkan vanadium(III) dan vanadium(II)
membentuksemuasenyawa-senyawahalida. SpesiesNbdanTacenderung
diasosiasikan ke dalam bangun tetramer, dimer atau kluster
(gerombolan).
Tabel 5.3.3 Warna beberapa senyawa halida sederhana (monomer) dari logam-
logam golongan 5

Tingkat
Fluorida Klorida Bromida Iodida
Oksidasi
+5 VF5 -tak - - -
berwarna
NbF5 - putih NbCl5 - kuning NbBr5 - oranye NbI5 - kuningan

TaF5 -putih TaCl5 - putih TaBr5-kuning pucat TaI5 - hitam

+4 VF4 -hijau limau VCl4-merah-coklat VBr4 - magenta -


NbI4-abu-abu
NbF4 – hitam NbCl4-violet-hitam NbBr4 -coklat gelap
gelap
TaCl4 - hitam TaBr4 - biru gelap TaI4 -

+3 VF3 -kuning-hijau VCl3 -merah VBr3-abu-abu coklat VI3 - coklat-hitam


violet
NbF3 - biru NbCl3 - hitam NbBr3 -coklat NbI3
gelap
TaF3 - biru TaCl3 - hitam TaBr3 -

+2 VF2 - biru VCl2 - hijau pucat VBr2 -oranye coklat VI2- merah
violet

VF5 merupakan polimer yang terdiri atas unit-unit oktahedron


dengan kedua sudut pada salah satu sisinya saling bersekutu
sehingga terbentuk suatu rantai zig-zag tak berhingga. Berbeda
dengan VF5, NbF5 dan TaF5 membentuk tetramer (M4X20) dari unit-
unit oktahedron, dan NbCl5, TaCl5, NbBr5, dan TaBr5 membentuk
dimer (M2X10) dari dua unit oktahedron sebagaimana ditunjukkan
Gambar 5.3.4. Warna senyawa halida ini bervariasi dari putih untuk
fluorida, kuning untuk klorida, oranye untuk bromida, hingga coklat
untuk iodida. Naiknya sifat kepolaran dari anion F- hingga I-
mengakibatkan menurunnya energi transfer muatan yang sesuai
dengan warna yang bersangkutan.
Gambar 5.3.4 Struktur rantai oktahedron MX6 pada
(a) VF5, (b) M2X10, dan (c) Nb4F20

Struktur spesies halida vanadium lebih sederhana, misalnya VCl4


(d ) mengadopsi bangun tetrahedron monomerik, dan bersifat
1

paramagnetik. Nb dan Ta - tetrahalida (d1) mengadopsi bangun


polimerik, tetapi bersifat diamagnetik. Sifat diamagnetik ini muncul
sebagai akibat dari interaksi ikatan logam-logam.

Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 yang bersekutu
pada (a) sudut-sudutnya dan (b) sisi-sisinya

Padatan hitam NbF4 mempunyai struktur yang berupa lembaran


(sheet) oktahedra NbF6 yang tak berhingga yang bersekutu pada 4
sudutnya. Untuk NbI4,
strukturgeometrinyadidasarkanpadakemasrapatheksagonal (hcp)
atom-atom iodin dengan seperempat rongga oktahedron ditempati
oleh atom-atom Nb sedemikian sehingga terbentuk rantai lurus dari
unit-unit oktahedral NbI6 yang bersekutu pada sisi-sisi yang
berlawanan, yang panjangnya tak berhingga. Atom-atom pusat Nb
yang bertetangga tergeser tempatnya dari pusat oktahedron secara
berlawanan sehingga membentuk pasangan Nb - Nb lebih dekat
dengan jarak ~ 3,31Å (Gambar 5.3.5)
Nb dan Ta dapat juga membentuk sejumlah halida lain yang
atom logamnya tidak mempunyai bilangan oksidasi bulat melainkan
pecahan, misalnya Nb6I11, Nb6Cl14, Nb6F15, dan Nb3Cl8. Dalam spesies
ini terdapat “kerumunan” atau kluster atom-atom logam dengan
interaksi yang kuat antar logam-logam sehingga mengakibatkan
spesies bersifat diamagnetik atau paramagnetikyang melemah.
Nb6Cl14 ternyatadapatdipandangmempunyaiformula[Nb6Cl12]2+[Cl-
]2 (Gambar 5.3.6). Dalam unit [Nb6Cl12]2+, atom-atom Nb tersusun dalam
bangun oktahedron dengan jembatan atom Cl terletak di atas titik
tengah dari setiap sisi oktahedron. Unit [M6X12]2+ (M = Nb, Ta ; X = Cl,
Br) merupakan
suatu entitas kimiawi yang tepat dalam kesatuan suatu reaksi. Misalnya,
reaksi oksidasi terhadap [M6X12]2+ akan menghasilkan [M6X12]3+,
oksidasi lanjut akan menghasilkan [M6X12]4+, dan reaksi adisi dengan
ligan L akan menghasilkan [M6X12L4]2+. Senyawa kluster seperti ini
agak umum terjadi pada logam-logam transisi seri ke dua (4d) dan

ke tiga (5d).
Gambar 5.3.6 Struktur geometri [Nb6Cl12]2+

Logam vanadium ternyata dapat membentuk senyawa


kationokso yang sangat bervariasi baik ditinjau dari perspektif
senyawa kompleks maupun non-kompleks. Tingkat oksidasi +5 dapat
dipandang sebagai
turunandaridioksovanadium(V),VO 2 +, danoksovanadium(V),VO3+.
Tingkat oksidasi +4 dapat dipandang sebagai turunan dari
oksovanadium(IV), VO2+, dan untuk tingkat oksidasi +3 sebagai
turunan dari VO+. Beberapa senyawa oksovanadium yang telah
dikenal dapat dilihat pada Tabel 5.3.4.
Garam ionik dioksovanadium(V), 2 VO +, umumnya berwarna
kuning, tetapi oksovanadium(IV), VO2+, umumnya berwarna biru.
VOBr3 yang berupa cairan merah tua, dapat diperoleh dari
pemanasan langsung dari V2O3 dan Br2:
2 V2O3 + 6 Br2 4 VOBr3 + O2

VOBr2 yang berupa serbuk kuning, dapat diperoleh dari


pemanasan VOBr3, atau pemanasan V2O5 dengan HBr dalam larutan
etanol, C2H5OH:
2 VOBr3 2 VOBr2 + Br2
2 V2O5 + 8 HBr 4 VOBr2 (s) + 4 H2O + O2
Dengan cara yang sama, padatan hijau VOCl2 dapat diperoleh
menurut persamaan reaksi yang terakhir di atas. Selain itu senyawa
ini juga dapat diperoleh dari reduksi VOCl3 dengan H2.
2 V2O5 + 8 HCl 4 VOCl2 (s) + 4 H2O + O2
2 VOCl3 + H2 2 VOCl2 (s) + 2 HCl
VOSO 5H O .
berwarna biru, dan ternyata merupakan
4 2
senyawa kompleks tetraakuaoksosulfatovanadium(IV) monohidrat,
[VO(OSO3)(H2O)4] .H2O, yang berhasil dibuat dari reduksi V2O5 dalam
asam
sulfat dengan SO2 menurut persamaan reaksi berikut:
V2O5 + H2SO4 + SO2 + 9 H2O 2 [VO(OSO3)(H2O)4] .H2O

Garam-garamlainnon-oksotentusajastabilpadatingkatoksidasi+2
dan +3, dan sebagai senyawa kompleks umumnya mempunyai
bilangan koordinasi empat dan enam. Sebagai contoh [V(H2O)6] SO4 ,
[VCl2(H2O)4], [VF6]3-, dan [VCl4]-, dan masih banyak lagi yang dalam
air memberikan rumusan umum [V(H2O)6]2+ yang berwarna violet,
dan [V(H2O)6]3+ yang berwarna hijau.
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium

Tingkat
oksidasi
Senyawa dan
warnanya
+5 VO2F - coklat VO2Cl - oranye
VOF3 - VOCl3 - kuning VOBr3 - merah tua
kuning
-
- [VOCl4]
[VOF4] 3-
[VO2Cl4]
VOF2 - VOCl2 - hijau
+4 2- VOBr2 - kuning
kuning [VO(CN)4] - biru-hijau coklat
+3 - VOCl - kuning VOBr - violet
coklat

5.3.6 Soal-Soal Latihan Logam-Logam V-Nb-Ta


1. Jelaskan mengapa vanadium sangat baik untuk bahan campuran
aliasi (paduan)
2. Sebutkan mineral apa saja yang merupakan sumber vanadium
3. Jelaskan dengan singkat ekstraksi vanadium baik sebagai aliasi
(paduan) maupun logam bebas
4. Sebutkan jenis-jenis oksida vanadium dan sifat-sifatnya, demikian
juga ion vanadium dengan karakteristika warnanya.
5. Tuliskan tahapan persamaan reaksi V2O5 : (a) dengan
penambahan basa (b) dilanjutkan dengan penambahan asam
hingga pH ~ 6,5,
(c) dilanjutkan dengan penambahan asam hingga pH ~ 2, dan
(d) dengan penambahan asam lebih lanjut.
6. Struktur geometri oksida dan metalat dari V-Nb-Ta sangat
variatif. Sebutkan (dan atau gambarkan) struktur,4 V2O5, VO 3-
(orto-vanadat),
VO - (meta-vanadat), V O 4-
(piro-vanadat), NbO - (niobat), dan TaO 3-.
3 2 7 3 4
7. Vanadium ditemui dalam banyak warna menurut tingkat oksidasi
senyawa-senyawanya; sebutkan spesies dan karakteristika warna
masing-masing.
5.4 GOLONGAN 6
KROMIUM, MOLIBDENUM, DAN WOLFRAM
5.4.1 Pendahuluan
Pada tahun 1778 seorang ahli kimia terkenal Swedia, C. W.
Scheele, telah berhasil membuat suatu oksida unsur baru dari
mineral molibdenit, MoS2, dan dengan demikian ia mampu
membedakan mineral ini dengan grafit yang pada waktu itu diduga
identik. Logam molibdenum berhasil diisolasi sekitar 3 - 4 tahun
kemudian oleh P.J. Hjelm dari pemanasan oksida ini dengan
batubara. Nama molibdenum berasal dari kata Yunani molibdos
yang artinya mengandung makna kebingungan ketika menghadapi
mineral-mineral lunak hitam yang dapat dipakai untuk menulis,
yaitu grafit yang dia sebut timbel hitam dan plumbako.
Pada tahun 1781 Scheele dan juga T. Bergmann mengisolasi
oksida baru yang lain dari mineral yang kemudian disebut skelit,
CaWO4. Hasilnya disebut tungsten yang artinya batu berat. Dua
tahun kemudian dua bersaudara, J.J. dan F. d’Elhuyar dari Spanyol
menunjukkan bahwa oksida yang sama merupakan konstituen dari
mineral wolframit, dan pemanasan oksida ini dengan batubara
berhasil mereduksinya menjadi logam yang kemudian diberi nama
wolfram dengan simbol W. Nama ini direkomendasi oleh IUPAC,
namun komunikasi bahasa Inggris memilih memakai nama
tungsten.
Akhirnya pada tahun 1797, L.N. Vauquelin dari Perancis
menemukan oksida unsur baru dalam suatu mineral dari Siberia
yaitu krokoit (crocoite) yang kemudian dikenal sebagai PbCrO4.
Satu tahun kemudian unsur logam baru ini dapat diisolasi dengan
mereduksi mineral tersebut dengan batubara (charcoal), dan
diberi nama dalam bahasa Yunani kroma (chroma) yang artinya
warna, karena banyaknya macam warna dalam senyawanya.
Kromium merupakan logam masif, berwarna putih perak, dan
o
lunak jika dalam keadaan murni dengan titik leleh kira-kira 1900 C
o
dan titik didih kira-kira 2690 C. Logam ini sangat tahan terhadap
korosi,
karena reaksinya dengan udara menghasilkan lapisan Cr 2O3 yang
bersifat non-pori sehingga mampu melindungi logam yang terlapisi
dari reaksi lebih lanjut. Dengan sifat logam yang tahan korosi,
manfaat utama dari logam kromium adalah untuk pelapis logam
atau baja. Selain itu, lapisan kromium juga menghasilkan warna
yang mengkilat sehingga logam ini memberikan manfaat tambahan
sebagai alat dekoratif.
Pada pelapisan kromium dengan proses electro chromium plating
dipakai kromium(III) oksida, Cr2O3, yang dilarutkan dalam H2SO4
3+
sebagai elektrolit. Ion Cr akan tereduksi menjadi logam kromium
yang akan melapisi logam lain yang dipasang sebagai katoda. Jika
suatu logam langsung dilapisi dengan kromium, biasanya hasil
lapisan ini mudah retak. Untuk memperoleh lapisan yang baik, kuat
dan tidak retak-retak, logam yang akan dilapisi dengan kromium
harus terlebih dahulu dipalisi dengan tembaga atau nikel.
Kromium, molibdenum, dan wolfram merupakan bahan
paduan baja yang menjadikan baja ini bersifat keras dan kuat.
Stainless steel yang biasanya mengandung kromium dan sedikit
nikel banyak digu- nakan pada industri alat-alat dapur. Logam
paduan tanpa besi, terma- suk nikrom dan kromel (Ni dan Cr)
digunakan untuk berbagai macam bahan peralatan tahan panas
karena logam paduan ini bukan meru- pakan penghantar listrik.
Wolfram juga dimanfaatkan sebagai kawat filamen dalam bola
lampu listrik (bolam).
Senyawa-senyawa kromium mempunyai cukup banyak
manfaat. Misalnya, kromium dioksida, CrO2, yang berwarna coklat
gelap, bersifat magnetik dan konduktor listrik yang tinggi, banyak
digunakan sebagai bahan pita rekaman. Kromium(III) oksida, Cr2O3,
dan kromat, PbCrO4, dapat digunakan sebagai bahan pewarna cat,
dan gelas. Dikromat, Na2Cr2O7, dapat digunakan sebagai oksidan
dalam industri kimia. Dalam proses penyamakan, kulit yang akan
disamak dibasahi dengan larutan dikromat, kemudian direduksi
dengan gas SO2 sehingga terbentuk kromi sulfat basa, Cr(OH)SO4.
Kolagen, adalah jenis protein utama dalam kulit, akan bereaksi
membentuk senyawa kompleks kromi, dan senyawa ini
mengakibatkan kulit menjadi bersifat liat, lentur, dan tahan
terhadap kerusakan biologis.
5.4.2 Sumber Logam dan Ekstraksinya
Logam kromium relatif jarang ditemukan dan kandungannya
dalam kerak bumi diduga kira-kira hanya 0,0122 % atau 122 ppm,
lebih rendah daripada vanadium (136 ppm) dan klorin (126 ppm);
tetapi mo- libdenum dan wolfram, keduanya jauh lebih sedikit (~
1,2 ppm). Sum- ber kromium yang terpenting dalam perdagangan
adalah bijih kromit (chromite), FeCr2O4, yang banyak terdapat di
Rusia dan Afrika Selatan (kira-kira 96 % cadangan kromium dunia),
dan Pilipina. Sumber kro- mium lainnya yang lebih sedikit
jumlahnya adalah krokoit (crocoite), PbCrO4, dan oker kroma
(chrome), Cr2O3. Batu-batuan permata seperti zamrud (emerald)
yang berwarna hijau dan merah ruby yang mengan- dung sekelumit
kromium sebagai pengotor. Sumber molibdenum yang terpenting
adalah molibdenit sulfida, MoS2, dan yang lain adalah bijih
wulfenit, PbMoO4, dan powelit, Ca(Mo,W)O4. Wolfram terdapat
sebagai tungstat skelit, CaWO4, dan wolframit, (Fe,Mn)WO4.
Kromium
Berdasarkan penggunaannya ada dua macam cara ekstraksi
lo- gam kromium, yaitu sebagai paduan ferokrom (Cr-Fe), dan
sebagai logam murni kromium. Sebagai paduan, ferokrom dibuat
dari reduksi kromit dengan batubara (coke) dalam tanur listrik.
Ferokrom dengan kandungan karbon rendah dapat diperoleh dari
reduksi kromit dengan menggunakan ferosilikon sebagai pengganti
batubara (coke). Hasil pa- duan Cr-Fe ini dapat digunakan
langsung sebagai bahan aditif pada baja kromium stainless.
Persamaan reaksinya adalah:
FeCr2O4 + C
+ 4 CO (g)

 

Sebagai logamnya, kromium murni dapat diperoleh melalui


ta- hap-tahap berikut. Tahap pertama, bijih kromit dalam lelehan
alkali karbonat dioksidasi dengan udara untuk memperoleh natrium
kro- mat, Na2CrO4. Tahap ke dua, adalah peluluhan dan pelarutan
Na2CrO4 dalam air yang dilanjutkan dengan pengendapan sebagai
dikromat, Na-
2Cr2O7. Tahap ke tiga, adalah reduksi dikromat yang diperoleh
dengan karbon menjadi oksidanya, Cr2O3. Tahap terakhir, adalah
reduksi Cr2O3 dengan aluminium melalui proses alumino termik
atau dengan silikon. Persamaan reaksinya adalah:
FeCr2O4 + 2 Na2CO3 + O2 (g)  2 Na CrO (aq) + 2 CO (g) + Fe (s)
2 4 2
2 Na2CrO4 (aq) + H2O  Na Cr O (s) + 2 NaOH
2 2 7
Na2Cr2O7 + 2 C Cr2O3 + Na2CO3 + CO (g)

 
Cr2O3 + 2 Al 2 Cr (l) + Al2O3 (s)

 
2 Cr2O3 + 3 Si 4 Cr (l) + 3 SiO2 (s)

 

Molibdenum dan
Wolfram
Logam molibdenum diproduksi sebagai hasil utama maupun
ha- sil sampingan dalam pengolahan tembaga. Pada proses
tersebut, bijih molibdenit terlebih dahulu dipisahkan dengan teknik
flotasi, kemudian dipanggang untuk memperoleh oksidanya, MoO3.
Jika ingin diguna- kan langsung sebagai paduan seperti pada pabrik
baja, oksida ini di- ubah menjadi feromolibdenum dengan proses
aluminotermik. Untuk memperoleh logam yang lebih murni,
molibdenum oksida dilarutkan dalam larutan amonia untuk
dikristalkan sebagai amonium molibdat, kadang-kadang sebagai
dimolibdat, [NH4]2[Mo2O7], atau sebagai pa- ramolibdat,
[NH4]6[Mo7O24].4H2O bergantung pada kondisinya. Mo- libdat ini
kemudian dapat direduksi dengan gas H2 menjadi serbuk lo- gam
molibdenum yang berwarna abu-abu.
Logam wolfram dapat diperoleh dengan pemanasan langsung
hingga meleleh campuran bijihnya, tungstat skelit, CaWO4, dan
wol- framit, (Fe,Mn)WO4, dengan alkali, kemudian diendapkan
dalam air se- bagai WO3 dengan penambahan asam. Reduksi
o
oksida ini dengan H2 pada ~ 850 C akan menghasilkan serbuk
logam wolfram berwarna abu-abu. Pengubahan serbuk logam
menjadi padatan masif baik untuk logam Mo maupun W dapat
dilakukan dengan kompresi tinggi meng- gunakan gas H2.
5.4.3 Kecenderungan Logam-Logam Golongan 6
Karakteristika logam-logam golongan ini dapat diperiksa pada
Tabel 5.4.1.
Tabel 5.4.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 6

Karakteristika 24Cr 42Mo 74W


Kelimpahan / ppm 122 1,2 1,2
-3
Densitas / g cm 7,14 10,28 19,3
o
Titik leleh / C 1900 1620 (3380)
o
Titik didih / C 2690 4650 (5500)
Jari-jari atomik / pm
128 139 139
(Bilangan koordinasi =12)
Jari-jari ionik / pm
2+
6+ 5+ 4+ 3+
6) ; M ; M koordinasi
M (Bilangan ;M ; 44 ; 49 ; 55 ; 61,5 ; 59 ; 61 ; 65 ; 69 60 ; 62 ; 66 ; - ;
;
73 (l.s) ; 80 (h.s) - -
Konfigurasi elektronik 5 1 5 1 14 4
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d
2
6s
Elektronegativitas 1,6 1,8 1,7

Konfigurasi elektronik untuk kromium dan molibdenum


menyimpang dari diagram aufbau. Dibandingkan molibdenum dan
wolfram, kromium lebih mudah bereaksi dengan asam non
oksidator menghasilkan Cr(II), tetapi dengan asam oksidator
reaksinya menjadi terhambat dengan terbentuknya lapisan
kromium(III) oksida.
Logam golongan ini pada tingkat oksidasi rendah semakin
tidak stabil dengan naiknya nomor atom. Jadi, kromium
mempunyai variasi tingkat oksidasi yang paling banyak, sehingga
logam kromium lebih banyak membentuk berbagai senyawa.

5.4.4 Senyawa-Senyawa Oksida


Oksida Kromium
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.4.2, oksida kromium
bersama-sama ionnya, yang penting adalah Cr2O3 - hijau, dan
CrO3 - merah tua. Kromium(IV) oksida, CrO2 - coklat kehitaman,
juga dikenal
dan sangat bermanfaat karena bersifat feromagnetik yang sangat
baik untuk bahan pembuat pita rekaman magnetik seperti pita-
kaset atau video, namun hanya sedikit senyawa kromium(IV) yang
dikenal.
Tabel 5.4.2 Karakteristika beberapa oksida dan ion kromium

Tingkat Oksida Warna


Hidroksida Sifat Ion Nama
Oksidasi (a) Ion
2+ kromo biru
+2 CrO Cr(OH)2 basa Cr (b) kromium(II) muda
3+
Cr atau kromi
Cr2O3 3+
+3 Cr(OH)3 (c) amfoterik [Cr(H2O)6 ] atau violet
hijau [Cr(OH)4] -(d) kromium(III) hijau
2-
CrO3 CrO2(OH)2 kromat kuning
+6 CrO4
merahtua Cr2O5(OH)2 asam Cr2O72- dikromat oranye
2+
(a) : kromium(IV) dikenal oksida sebagai CrO2 ; (b) : ion ini dalam air sebagai [Cr(H2O)6[
-
(c) : formula lain adalah [Cr(H2O)3(OH)3] ; (d) : formula lain adalah [Cr(H2O)2(OH)4]

Seperti halnya pada oksida vanadium, sifat basa oksida dan


hi- droksida kromium menurun (atau sifat asam naik) dengan
naiknya tingkat oksidasi. Oleh karena itu, Cr2O3 dan Cr(OH)3
bersifat amfoterik, sama seperti oksida dan hidroksida aluminium,
dan CrO3 yang mempu- nyai tingkat oksidasi lebih tinggi bersifat
asam. Hal ini dapat dipahami bahwa Cr(VI) mempunyai jari-jari
ionik lebih pendek dan rapatan mua- tan lebih tinggi sehingga
spesies ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar sebagai
akseptor pasangan elektron, dan dengan demikian bersifat asam.

Kromium(III) oksida, Cr2O3, dapat diperoleh dari dekomposisi


termal amonium dikromat menurut persamaan reaksi berikut :
(NH4)2Cr2O7 (s)
Cr2O3 (s) + N2 (g) + 4 H2O (g)

 
Kromium(III) oksida merupakan oksida kromium yang paling stabil
mengadopsi struktur corundum, dan digunakan untuk pigment
hijau. Oksida ini menunjukkan sifat semikonduktor dan
o
antiferomagnetik pada temperatur di bawah 35 C.
Kromium(IV) oksida, CrO2, dapat diperoleh dari reduksi CrO3
secara hidrotermal menurut persamaan reaksi berikut :
CrO3 (s) + H2 (g)

CrO2 (s) + H2O (g)
 
Kromium(VI) oksida, CrO3, dapat diperoleh dari penambahan
asam sulfat pada larutan pekat alkali dikromat menurut persamaan
reaksi berikut:
K2Cr2O7 (aq) + H2SO4 (aq) → 2 CrO3 (s) + K2SO4 (aq) + H2O (l)
merah

Kromium(VI) oksida mengadopsi struktur rantai unit-unit


tetrahedral CrO4 yang bersekutu pada salah satu titik sudutnya
sebagaimana ditunjukkan Gambar 5.4.1.

Gambar 5.4.1 Struktur rantai dalam unit tetrahedral , ion CrO 2-, dan
CrO3 CrO4 4
ion Cr O 2-
27

Kromium trioksida bersifat


2- sangat asam dan bereaksi dengan basa
menghasilkan kromat, CrO . Penurunan pH, dengan penambahan
4
asam ke dalam larutan kromat, pada mulanya mengakibatkan
kondensasi
Cr unit-unit tetrahedron CrO4 menjadi ion dikromat, 2-
27 ,
O
dan kondensasi lebih lanjut menghasilkan endapan CrO3.

Oksida Molibdenum dan Wolfram


Oksida molibdenum dan wolfram banyak yang sudah dikenal,
namun oksida-oksida yang sederhana adalah MoO 3, WO3, Mo2O5,
MoO2, dan WO2. Oksida-oksida yang lain mempunyai formula non-
stoikiometrik dan strukturnya rumit.
MoO3 dan WO3 mudah dibuat dengan memanaskan
logamnya atau sulfidanya dalam oksigen. Oksida-oksida ini tidak
bereaksi dengan asam, tetapi larut dalam basa membentuk larutan
molibdat dan wolframat. MoO3 berupa padatan putih pada
temperatur kamar tetapi menjadi kuning pada keadaan panas dan
meleleh pada suhu ~ 795
o
C menjadi cairan warna kuning legam. WO3 berupa padatan kuning
o
lemon dengan titik leleh ~ 1200 C.
Mo2O5 berupa padatan violet yang larut dalam asam hangat.
Oksida ini dapat diperoleh dari reduksi MoO 3 dengan serbuk
o
molibdenum pada ~ 750 C. Penambahan amonia ke dalam larutan
yang mengandung Mo(V) hasil reduksi tersebut akan diperoleh
endapan coklat MoO(OH)3 dan jika endapan ini dipanaskan akan
menghasilkan Mo2O5.
MoO2 dapat diperoleh dari reduksi MoO3 dengan H2 atau
o
NH3 pada temperatur dibawah 470 C, dan di atas temperatur ini
terjadi reduksi lebih lanjut menjadi logamnya. Selain itu, MoO 2 juga
dapat diperoleh dari reaksi molibdenum dengan uap air panas
pada suhu
o
~ 800 C. Oksida ini berupa padatan coklat violet, tidak larut dalam
asam-asam mineral non-oksidator tetapi larut dalam asam nitrat
pekat dan terjadi oksidasi lebih lanjut menjadi Mo(VI). MoO 2 (dan
WO2)
mengadopsi struktur rutil (TiO2).
Gambar 5.4.2 Struktur MoO3, dalam jaringan unit persekutuan sisi dan
sudut oktahedra MoO6 (atom Mo dalam pusat oktahedra tidak
digambar)
MoO3 mempunyai struktur lapis (Gambar 5.4.2). Tiap
kelompok oktahedral MoO6 bersekutu pada dua sisi terdekat
dengan kelompok tetangganya. Ke arah tegaklurus dari bidang
persekutuan ini, setiap bangun oktahedral dihubungkan melalui
titik-titik sudutnya. Tiga atom oksigen dari tiap kelompok
oktahedral MoO6 menjadi milik bersama dari tiga oktahedron, dua
atom oksigen menjadi milik bersama dari dua oktahedron, dan satu
atom oksigen (yang ke enam) bebas tidak bersekutu, sehingga
diperoleh formula Mo(3O)⅓ (2O)½ (O) atau MoO3.
WO3 mengadopsi struktur geometri yang dikenal sebagai
struktur renium trioksida (ReO3). Struktur ini dapat dipandang
sebagai suatu kubus yang setiap sudutnya ditempati oleh atom W
dan pada pertengahan dari setiap sisinya ditempati oleh atom O
(Gambar 5.4.3). Suatu kubus yang tersusun oleh 8 atom W pada
titik-titik sudutnya akan diselingi oleh 12 atom O pada tiap
pertengahan sisinya, sehingga setiap atom W akan mengikat enam
atom O dan tiap atom O ini mengikat dua atom W untuk
menghasilkan formula W(6O)½ atau WO3.
Oksida biru. Mo(VI) dan W(VI), keduanya miskin daya
oksidasi, tetapi dalam suasana asam, larutan molibdat dan tungstat
atau suspensi MoO3 dan WO3 dalam air dapat mengalami reduksi
parsial
2+
oleh reduktor moderat tertentu seperti Sn , SO2, N2H4, dan H2S
menghasilkan molibdenum biru atau wolfram biru. Spesies biru ini
adalah non-stoikiometrik, tetapi jelas mengandung dua logam
dengan tingkat oksidasi berbeda yaitu +6 dan +5, seperti misalnya
pada formula [MoO2]2[MoO4].
Struktur oksi-kromium terdiri atas Cr(VI) yang dibatasi oleh
geometri unit-unit tetrahedal CrO4 (koordinasi 4), sedangkan
struktur oksi-molibdenum dan oksi-wolfram masing-masing terdiri
atas Mo(VI) dan W(VI) yang keduanya mengadopsi geometri unit-
unit oktahedral MO6 (koordinasi 6) dan unit-unit tetrahedral MO4
(koordinasi 4).
4 )
Larutan ionik orto-molibdat 2- 2-
4 ) atau orto-tungstat (WO
(MoO
yang keduanya mengadopsi struktur tetrahedron, tetapi jika pH
laru- tan diturunkan secara perlahan akan terbentuk spesies
isopolianion
. Pada kondisi ini, bilangan koordinasi logam naik menjadi enam
dan terbentuk unit-unit oktahedral MO6 dengan persekutuan sisi-
sisi dan titik-titik sudut oktahedron (Gambar 5.4.3). Spesies
isopolianion seperti
2- 6-
heksamolibdat [Mo6O19] , heptamolibdat (paramolibdat) [Mo7O24]
4- 20-
, oktamolibdat [Mo8O26] , dan paratungstat [W12O46] , dan masih
banyak lagi yang sejenis telah berhasil dikarakterisasi.

Gambar 5.4.3 Struktur geometri WO3, [Mo7O24]6-, dan [Mo8O26]4-


(atom Mo menempati titik pusat dan O menempati sudut-sudut oktahedron tidak digambar)

5.4.5 Garam Kromium


Kromium(II) oksida dan juga hidroksidanya tidak banyak
dikenal. Tetapi garam kromonya, seperti kromium(II) halida, dan
sulfat, dalam
2+
larutan air dikenal sebagai ion [Cr(H2O)6] yang berwarna biru, namun
3+
sangat mudah teroksidasi menjadi Cr sebagaimana dinyatakan
oleh harga potensial reduksinya, - 0,41 V:
3+ 2+ o
Cr (aq) + e → Cr (aq) E = - 0,41 V

Sifat mudah teroksidasi ini dapat dimanfaatkan untuk


menghilangkan adanya kelumit gas O2 berdasarkan reaksi yang
sangat mudah berlangsung menurut besarnya nilai potensial
elektroda yaitu:
2+ +
4 Cr (aq) + O2 (g) + 4 H3O (aq) →
3+ 0
4 Cr (aq) + 6 H2O (l) E sel = + 1,64 V
Oleh karena itu, baik proses sintesis Cr(II) dalam larutannya
maupun penyimpanannya harus dilakukan sedemikian rupa agar
terhindar dari udara dan disimpan dalammlingkungan atmosfer gas
nitrogen. Senyawa-senyawa yang telah berhasil diisolasi misalnya
CrSO4.5H2O, CrCl2.4H2O, Cr(ClO4)2.6H2O, dan senyawa binuklir
[Cr(CH3COO)2]2.2H2O yang berwarna merah dan sukar larut dalam
air. Senyawa Cr(II) dapat diperoleh dari reaksi logam kromium
dengan asam non-oksidator, seperti HCl / H2SO4 (encer):
2+
Cr (s) + 2 HCl (aq) → Cr (aq) + H2 (g)
Garam kromium(III) - kromi, yang berwarna violet, dalam
3+
larutannya biasanya dinyatakan sebagai ion [Cr(H2O)6] .
Beberapa senyawa garam kromium yang terkenal adalah
CrCl3.6H2O, Cr2(SO4)3.18H2O, dan tawas kromium,
I
M Cr(SO4)2.12H2O. Senyawa kompleks, CrCl3.6H2O, mempunyai
tiga macam isomer hidrat yang
masing-masing mempunyai warna yang khas, yaitu anhidrat-violet
[Cr(H2O)6][Cl3], monohidrat-hijau pucat, [Cr(H2O)5Cl][Cl].H2O, dan
dihidrat-hijau tua, [Cr(H2O)4Cl2][Cl].2H2O, masing-masing
mempunyai bilangan koordinasi enam.
Kromium(VI), yangmerupakan turunan dari CrO3, dapat
dijumpai dalam dua macam senyawa yang sangat terkenal yaitu
2-
kromat-kuning,
CrO4 , dengan struktur tetrahedron dan dikromat-merah oranye,
2-
Cr2O7 , dengan struktur dua tetrahedron yang bersekutu pada salah

satu titik sudutnya (atom O). Pada molekul dikromat jarak Cr O
� �
pada Cr O Cr penghubung sedikit lebih panjang daripada jarak

Cr O yang
lain sebagaimana ditunjukkan Gambar 5.4.1.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa CrO3
bersifat asam. Oleh karena itu, dalam kondisi mendekati basa atau
pH tinggi kira-kira 6, oksida ini membentuk anionik kromat yang
2-
berwarna kuning,
CrO menurut persamaan reaksi berikut ini:
4
- 2-
CrO3 (s) + 2 OH (aq) CrO4 (aq) + H O (l)
kuning
Selanjutnya dalam suasana asam, pH = 2 - 6, terjadi keseimbangan
dengan bentuk dikromat sebagai berikut :
2- + 2-
2 CrO4 (aq) + 2 H3 O (aq) Cr2O 7 (aq) + 3 H O (l)
kuning 2 merah oranye

atau :
2- 2- -
2 CrO4 (aq) + H2 O (l) Cr2O7 (aq) + 2 OH (aq)
kuning merah oranye

Jika ke dalam larutan ini ditambahkan asam, maka keseimbangan


akan bergeser kekanan sehingga diperoleh warna larutan merah
oranye, dan jika ditambahkan basa terjadi sebaliknya yaitu terjadi
warna kuning.
Jadi dalam kondisi asam, Cr O 2- lebih dominan, sebaliknya
2- 2 7
dalam suasana basa CrO
4 menjadi lebih dominan. Hal ini sungguh
sangat penting berkaitan dengan aspek-aspek berikut ini.
(1) Metode pengendapan atau kristalisasi garam yang
bersangkutan, bergantung pada kondisi larutan, garam
dikromat dapat dikris- talkan dalam kondisi sedikit asam atau
netral, tetapi kristalisasi garam kromat hanya dapat terjadi
dalam kondisi basa.
(2) Fungsi oksidator, bagi dikromat harus berada dalam suasana
asam dan sebaliknya bagi kromat harus dalam suasana basa.
Oleh karena itu, baik kromat maupun dikromat, dapat dibuat
dengan bahan dasar yang sama yaitu dengan melarutkan oksida
CrO3 dalam air, dan dalam hal ini ion kromat sedikit lebih
mendominasi. Jika kemudian ke dalam larutan ini ditambahkan
basa alkali, misalnya NaOH, maka berdasarkan reaksi
keseimbangan kromat dikromat tersebut di atas, Na2CrO4 dapat
dikristalkan; tetapi, jika ditambahkan Na2SO4, maka yang terjadi
adalah pengendapan Na2Cr2O7.
Untuk peran oksidator, ternyata dikromat merupakan
oksidator kuat dalam suasana asam, tetapi dalam suasana basa
dikromat bukan merupakan oksidator yang baik. Hal ini sesuai
dengan perubahan harga
tingkat oksidasi serta nilai potensial reduksinya seperti ditunjukkan
persamaan setengah reaksi berikut ini:
2- +
Cr2O 7 (aq) + 14 H O (aq) + 6 e
3+ o
2 Cr (aq) + 21 H2O (l) E = + 1,33
4 2- (aq) + 4 H O (l) + 3 e
V CrO
- o
Cr(OH)3 (s) + 5 OH (aq) E = - 0,13 V
+
Ion kromat dalam larutannya diendapkan oleh ion-ion Ag ,
2+ 2+
Pb , dan Ba sebagai garam kromat yang berwarna kuning
menurut persamaan reaksi berikut :
+ 2-
Ag (aq) + CrO4 (aq) → Ag2CrO (s)
4
kuning

Kromil klorida
Reaksi antara CrO3 dengan asam klorida membentuk
senyawa okso halida, yaitu kromil klorida, CrO2Cl2, yang berupa
o
cairan merah tua dengan titik 117 C, menurut persamaan reaksi
berikut ini:
CrO3 (s) + 2 HCl (aq) → CrO2Cl2 (l) + H2O (l)
Kromil klorida juga dapat langsung diperoleh dari kalium dikromat
yang dicampur dengan natrium klorida, kemudian mereaksikan
campuran ini dengan asam sulfat pekat menurut persamaan reaksi:

K2Cr2O7 (s) + 4 NaCl (s) + 6 H2SO4 (l) →


2 CrO2Cl2 (l) + 2 KHSO4 (s) + 4 NaHSO4 (s) + H2O (l)
Reaksi tersebut sekaligus dapat dipakai untuk menguji
adanya ion klorida karena bromida dan iodida tidak membentuk
senyawa yang analog. Pada pemanasan secara perlahan dan hati-
hati, uap merah tua kromil klorida yang beracun dapat dipisahkan
dan ditampung, kemudian akan terkondensasi sebagai cairan
merah gelap. Jika cairan ini ditambahkan ke dalam larutan basa
akan terjadi hidrolisis dan terbentuk senyawa kromat berwarna
kuning:
- 2- -
CrO2Cl2 (l) + 4 OH (aq) → CrO 4 (aq) + 2 Cl (aq) + 2 H O (l)
Molekul kromilklorida mengadopsi bangun tetrahedron dengan
karakter ikatan rangkap Cr = O yang cukup kuat.

5.4.6 Soal-Soal Latihan Cr-Mo-W


1. Salah satu sifat logam kromium adalah tahan korosi, mengapa
demikian dan apa pula kegunaannya.
2. Jelaskan peran/manfaat dikromat pada proses penyamakan kulit
3. Jelaskan dengan singkat cara mengekstraksi logam kromium
baik untuk digunakan sebagai bahan aliasi (paduan) maupun
sebagai kromium bebas.
4. Sebutkan oksida-oksida dan ion-ion kromium
yang penting, jelaskan sifatnya, dan karakteristik
warnanya.
5. Jelaskan kestabilan dan tulis persamaan reaksi
keseimbangan kromat-dikromat, dan tulis pula bangun
molekulnya.
6. Kromium dijumpai dalam banyak senyawa dengan berbagai
variasi tingkat oksidasi dan warna. Sebutkan spesies menurut
tingkat oksidasi dan warnanya.
7. Jelaskan struktur : (a) MoO2, dan WO2, (b) MoO3, dan WO3
(c) perbedaan struktur Cr(VI) dengan Mo(VI) dan W(VI).
5.5 GOLONGAN 7
MANGAN, TEKNESIUM, DAN RENIUM
5.5.1 Pendahuluan
Barangkali tidak mudah untuk menjumpai logam mangan,
karena logam ini biasanya memang tidak digunakan dalam keadaan
murni melainkan sebagai campurannya. Mangan bersifat metalik
dengan titik leleh kira-kira 1244 oC dan titik didih 1962 oC. Dalam
keadaan murni, logam mangan berwarna putih seperti perak, sangat
keras, tetapi mudah patah. Mangan mudah teroksidasi oleh udara,
bereaksi lambat dengan air, dan membentuk berbagai macam
senyawa dengan tingkat oksidasi yang paling bervariasi yaitu dari +2
hingga +7.

Sama seperti logam vanadium dan kromium, produksi logam


mangan sebagian besar (kira-kira 95 %) digunakan untuk membuat
baja paduan, misalnya feromangan yang mengandung kira-kira 80 %
Mn. Baja dengan kandungan ~ 12% mangan sangat kuat, sehingga
dapat digunakan untuk rel kereta api , dan untuk mesin-mesin berat.
Pada proses pembuatan logam paduan, mangan juga mampu
mengikat oksigen, nitrogen dan sulfur dari campuran logamnya
sehingga paduan yang dihasilkan menjadi lebih kuat. Paduan
manganin yang terdiri atas Cu (84 %), Mn(12 %), dan Ni (4 %),
bersifat tahan terhadap pengaruh listrik dan terhadap perubahan
temperatur sehingga sangat cocok digunakan untuk membuat alat-
alat ukur. Sebagai senyawanya, misalnya KMnO4, karena sifat
oksidatornya dapat digunakan untuk disinfektan, pembunuh kuman
(germicide) seperti pada campuran air mandi bagi penderita penyakit
kulit, dan juga sebagai deodoran.
MnO2 yang berupa serbuk hitam sangat banyak manfaatnya,
antara lain dipakai untuk pewarnaan gelas, email/pelapis hitam,
pengering dalam cat hitam, dan sebagai oksidator dalam sel baterai
kering Le Clanche. Dalam baterai ini, MnO2 dicampur dengan NH4Cl
dan ZnCl2 dalam air dan ditambah tepung kanji agar diperoleh
medium pasta yang kental sebagai perekat untuk menghindari
kebocoran. Campuran ini juga
berfungsi sebagai media elektrolit kering, dibungkus dengan
lembaran Zn yang berfungsi sebagai anode, sedangkan di dalamnya
(bagian tengah) ditanamkan sebatang karbon sebagai katode.
Adapun reaksi yang terjadi pada peristiwa pengeluaran arus listrik
searah adalah sebagai berikut :

Anode (oksidasi): Zn (s) →Zn2+ (aq) + 2 e


Katode (reduksi) : 24 NH + (aq) + 2 MnO (s) +
2e→
Mn2O3 (s) + 2 NH3 (aq) + H2O (l)
������������������������������������������������������ +
Zn (s) + 2 NH
4
+
(aq) + 2 2MnO (s) → Zn2+ (aq)2 +
3
Mn O (s)+
3
2 NH (aq) + H O (l)
2

Reaksi tersebut menunjukkan bahwa anode Zn, yang juga


merupakan wadah bahan-bahan kimia dalam baterai ini, akan
mengalami korosi selama reaksi berlangsung, sehingga suatu saat
akan terjadi kebocoran.

5.5.2 Sumber dan Ekstraksi Logam


Karena logam mangan reaktif terhadap oksigen maka unsur ini
tidak ditemui dalam keadaan bebas di alam. Batu-batuan kerak bumi
mengandung mangan kira-kira 0,11 % massa atau ~1066 ppm.
Mangan merupakan unsur terbanyak yang ke duabelas, dan ke tiga
untuk unsur- unsur transisi setelah besi dan titanium. Karena tingkat
oksidasinya sangat bervariasi, unsur ini terdistribusi di dalam lebih
dari tiga ratus macam mineral, dan duabelas di antaranya
merupakan mineral penting yang diperdagangkan. Beberapa di
antaranya adalah:

MnO2, pirolusit Mn3O4 atau MnOMn2O3, hausmanit


Mn2O3, braunit Mn2O3.H2O atau MnO(OH),
manganit (Fe,Mn,Zn)O, franklinit MnCO3, rodokrosit
(rhodochrosite) BaMn9O16(OH)4, psilomelan
Mangan juga terdapat sebagai nodul, yaitu endapan mirip
batuan dengan komposisi kira-kira 15-30 % Mn yang dalam bentuk
oksidanya bersama-sama dengan oksida-oksida Fe, Co, Cu, dan Ni.
Nodul ini berupa
butiran-butiran bola dengan diameter dari beberapa milimeter sampai
dengan 15 cm, dan terakumulasi pada dasar lautan, dan yang
terbanyak terdapat di daerah bagian tenggara kepulauan Hawai.
Logam mangan dalam mineral pirolusit sudah dikenal sejak zaman
peradaban Mesir kuno (raja Firaun), merupakan mineral utama
sebagai sumber mangan.
Mangan pertama kali diisolasi pada tahun 1774 oleh C.W.
Scheele dan J.G. Gahn (dari Swedia) dari pemanasan MnO2 dengan
batubara (charcoal) dan minyak, meskipun kemurnian hasilnya
masih rendah. Reduksi pirolusit yang biasanya bercampur dengan
oksida besi Fe2O3 dengan batubara (kokas) dalam tanur listrik
menghasilkan feromangan, yang mengandung kira-kira 80 % Mn.

MnO2 (s) + Fe2O3(s) + 5 C(s) Mn (s) + 2 Fe(s) + 5 CO (g)

Jika mineral pirolusit mengandung silikon, maka unsur ini dapat


dihilangkan dengan penambahan air kapur Ca(OH)2, sehingga silikon
akan diubah menjadi kalsium silikatnya.
Sebagian besar baja mengandung logam mangan. Terlibatnya
logam ini dalam proses pembuatan baja sangat menguntungkan
karena mangan dapat mengikat belerang, sehingga mencegah
terjadinya FeS yang dapat merapuhkan baja. Selain itu, mangan juga
mampu mengikat oksigensehinggadapatmencegahterjadinyarongga-
rongga(gelembung) pada baja yang terbentuk setelah proses
pendinginan dilakukan.
Untuk memperoleh logam mangan murni, pirolusit diolah
menurut proses termit. Dalam proses ini pirolusit (MnO2) dipanaskan
agar mengalami reduksi sebagian menjadi Mn3O4. Reduksi lebih
lanjut dengan logam aluminium menghasilkan logam mangan yang
dapat dipisahkan sebagai lelehannya (ingat bahwa Al2O3 mempunyai
titik leleh yang jauh lebih tinggi ~ 2045 oC). Pemurnian logam
mangan lebih lanjut dilakukan secara distilasi. Persamaan reaksi
utama yang terjadi dalam proses ini adalah :
2 MnO2 (s) Mn3O4 (s) + O2 (g)
3 Mn3O4 (s) + 8 Al (s) 4 Al2O3 (s)+ 9 Mn (l)
Logam Mn dengan kemurnian yang tinggi (~99,9 %) telah dapat
diisolasi sejak tahun 1930 dengan cara elektrolisis larutan Mn2+.

Tabel 5.5.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 7

Karakteristika 25Mn 43Tc 75Re


Kelimpahan / ppm
1050 sangat rendah 0,0007
(dalam kerak
bumi)
-3
Densitas / g cm (20 7,43 11,5 21,0
o
C)
o
Titik leleh / C 1244 2200 3180
o
Titik didih / C 2060 4567 5650
Jari-jari atomik / pm
127 136 137
(bilangan koordinasi 12)
Jari-jari ionik / pm
(bilangan koordinasi 6)
7+ 6+ 5+ 4+
M ; M ; M ; M ; 46 ; 25,5* ; 33* ; 56 ; - ; 60 ; 64,5 53 ; 55 ; 58 ; 63
3+ 2+ 53 (58-ls, 64,5-hs) -;- -;-
M ;M
(* bilangan koordinasi 4) ; 67

Konfigurasi elektronik 5 2 6 14 5 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d [54Xe] 4f 5d 6s
1
5s
Elektronegativitas 1,5 1,9 1,9

5.5.3 Kecenderungan Logam Golongan 7


Pada dasarnya, mangan lebih reaktif daripada teknesium dan
renium. Dalam keadaan masif, mangan teroksidasi oleh udara
terbuka pada bagian luarnya, tetapi akan terbakar dalam keadaan
serbuk halus. Logam mangan juga bereaksi dengan air dan
membebaskan gas hidrogen, serta mudah larut dalam larutan asam
membentuk ion mangan(II). Dengan unsur-unsur non metal tidak
begitu reaktif tetapi sering bereaksi hebat pada pemanasan. Jadi,
mangan terbakar dalam oksigen, nitrogen, klorin, dan fluorin,
menghasilkan Mn3O4, Mn3N2, MnCl2, MnF2 dan MnF3. Mangan juga
dapat bersenyawa secara langsung dengan B, C, Si, P, As, dan S.
Teknesium dan renium kurang reaktif dibandingkan dengan
mangan sebagaimana umumnya logam-logam lebih berat lainnya.
Dalam keadaan masif kedua logam ini tahan terhadap oksidasi dan
hanya memudar secara perlahan oleh udara lembab. Namun dalam
keadaan serbuk atau bangun bunga karang kedua logam ini lebih
reaktif. Pemanasan dalam oksigen mengakibatkan kedua logam ini
terbakar membentuk heptoksida-M2O7 yang mudah terbakar.
Dengan fluorin, logam Tc membentuk senyawa TcF5 dan TcF6
sedangkan logam Re membentuk ReF6 dan ReF7. Interaksi
langsung dengan belerang dapat menghasilkan MS2 (M = Tc dan
Re). Teknesium dan renium, keduanya tidak larut dalam asam
hidrofluorida dan asam hidroklorida, tetapi larut dalam asam-asam
oksidator seperti HNO3 dan H2SO4 pekat, dan juga air bromin
membentuk asam-asam perteknat dan perenat (HMO4 ; M = Tc dan
Re).
Mn, Tc, dan Re membentuk senyawa dalam berbagai tingkat
oksidasi, dan komparasi stabilitas relatif tingkat oksidasi ketiga
logam ini dalam larutan air dan asam dicerminkan oleh nilai
potensial reduksi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.5.2 dan
Gambar 5.5.1.

Gambar 5.5.1 Diagram Frost untuk Mn, Tc, dan Re

Sifat mencolok yang ditunjukkan oleh diagram Frost (Gambar


5.5.1) adalah posisi relatif tingkat oksidasi +2. Untuk mangan,
tingkat oksidasi +2 ini jauh paling stabil daripada tingkat oksidasi
yang lain,
dan ini diasosiasikan dengan konfigurasi elektronik simetri high-
spin d5. Tetapi, rendahnya titik leleh, titik didih dan entalpi
atomisasi men- cerminkan lemahnya gaya-gaya kohesif dalam kisi
logam Mn. Untuk Tc dan Re yang memiliki ikatan logam jauh lebih
kuat, tingkat oksidasi +2 tidak terlalu dominan dan bahkan
dominasi kluster dengan ikatan M�M dalam logam Re
mengakibatkan tingkat oksidasi +3 lebih stabil untuk logam ini.

Tabel 5.5.2 Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan setengah reaksi
mangan, teknesium, dan renium dalam larutan asam pada
25°C.
o o
Pasangan setengah reaksi E / V - n E / V.mol
-
e
2+
Mn (aq) + 2 e Mn (s) - 1,185 - 2,370
3+
Mn (aq) + 3 e Mn (s) - 0,283 - 0,849
+
MnO2 + 4 H + 4 e Mn (s) + 2 H2O 0,024 0,096
2- + 2+
MnO +8H +4 Mn (aq) + 4 H2O 1,742 4,598
e
4- +
MnO + 8 H + 5 e 2+
4 Mn (aq) + 4 H2O 1,507 5,155
2+
Tc (aq) + 2 e Tc (s) 0,400 0,800
+
TcO2 + 4 H + 4 e Tc (s) + 2 H2O 0,272 1,088
+
TcO3 + 2 H + 2 e TcO2 + H2O 0,757 2,602
- + 2+
TcO + 8 H + 5 e Tc (aq) + 4 H2O 0,500 3,300
4
3+
Re (aq) + 3 e Re (s) 0,300 0,900
+
ReO2 + 4 H + 4 e Re (s) + 2 H2O 0,251 1,004
+ 3+
ReO3 + 6 H + 3 e Re (aq) + 3 H2O 0,318 1,854
2- + 3+
ReO +8H +3 Re (aq) + 4 H2O 0,795 3,285
e
4- +
ReO + 8 H + 4 e 3+
4 Re (aq) + 4 H2O 0,422 2,588

Sifat mencolok yang lain adalah tingkat oksidasi +7; ion


permanganat, MnO4 -, menunjukkan sifat oksidator yang sangat
kuat, sedangkan ion TcO - dan ReO - keduanya hanya menunjukkan
sifat 4 4
oksidator medium. Tc dan Re dengan tingkat oksidasi lebih tinggi
dari +2 mempunyai stabilitas lebih tinggi daripada Mn,
sebagaimana dibuktikan oleh keberadaan senyawa masing-masing
unsur.
5.5.4 Senyawa-Senyawa Mangan, Teknesium, dan
Renium Oksida mangan - teknesium - renium
Mangan, teknesium, danreniumketiganya membentukheptoksida,
M2O7. Heptoksida teknesium dan renium terbentuk sebagai produk
terakhir pada pembakaran kedua logam yang bersangkutan dalam
oksigen berlebihan. Tetapi, pembentukan Mn2O7 memerlukan oksidasi
lebih dahulu hingga +7. Mangan heptoksida berupa minyak berwarna
hijau dengan titik leleh 5,9 oC, mudah meledak dan dapat diperoleh
dari reaksi garam manganat(VII) dengan H2SO4 pekat. Mn2O7 secara
perlahan dapat melepaskan oksigen dan membentuk MnO2 yang
bersifat eksplosif, serta dapat mengoksidasi hampir semua material
organik. Molekul Mn2O7 tersusun oleh dua bangun tetrahedron MnO4
yang bersekutu pada salah satu sudutnya dan membentuk jembatan
bengkok Mn�O�Mn.
Teknesium dan renium heptoksida, keduanya berupa padatan
kuning; Tc2O7 mempunyai titik leleh 119,5 oC dan titik didih 310,6 oC ,
dan Re2O7 mempunyai titik leleh 300 oC dan titik didih 360,3 oC.
Dalam keadaan gas, keduanya mempunyai bangun dua tetrahedral
MO4 yang bersekutu pada salah satu sudutnya. Tetapi dalam keadaan
padat, hanya Tc2O7 yang mempunyai struktur sama seperti di atas,
sedangkan padatan Re2O7 mempunyai bangun yang tidak umum,
terdiri atas lapisan polimerik ganda dengan bangun tetrahedral ReO4
silih berganti dengan bangun oktahedral ReO6 yang bersekutu pada
sudutnya.
Trioksida yang stabil hanya dikenal untuk renium, ReO3. Oksida
ini berupa padatan merah dan dapat diperoleh dari reduksi Re2O7
dengan CO. ReO3 mempunyai struktur oktahedron yaitu setiap atom
Re dikelilingi oleh enam atom oksigen. ReO3 tidak reaktif terhadap
air, asam maupun alkalis,
tetapijikadipanaskandalamalkalipekatakanmengalamidisproporsionasi
menjadi ReO4- dan ReO2.
Ketiga logam Mn, Tc, dan Re membentuk dioksida dengan
tingkat oksidasi +4, dan diantara ketiganya yang paling stabil adalah
TcO2 . Semua sistem Tc�O jika dipanaskan pada temperatur tinggi
akan membentuk
TcO2 sebagai produk akhir, tetapi ReO2 akan mengalami
disproporsionasi menjadi Re2O7 dan logamnya pada temperatur ~
900 oC. TcO2 berwarna coklat gelap dan ReO2 biru-hitam. Kedua
padatan ini mengadopsi struktur rutil terdistorsi sama seperti MoO2.
Kedua oksida ini dapat
4
dibuat dari reduksi larutan MO - (M=Tc dan
Re) dengan zink dan asam hidroklorida. Mangan dioksida, MnO2,
sekalipun bukan dioksida yang stabil karena dapat terurai menjadi
Mn2O3 pada ~ 530 oC, merupakan dioksida yang sangat penting
karena bermanfaat sebagai zat pengoksidasi. Asam sufat dan asam
hidroklorida pekat panas akan mereduksi MnO2 menjadi Mn(II):
2 MnO2 (s) + 2 H2SO4 pekat (aq) → 2 MnSO4 (aq) + O2 (g) + 2

H2O (l) 2 MnO2 (s) + 2 HCl pekat


(aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g)

+ 2 H2O (l)
Dariketigalogamtersebut, hanyamanganyangmempunyaitingkat
oksidasi dibawah +4 dalam senyawa oksidanya. Mn3O4 adalah
mineral
berwarna hitam, yang dapat dibuat dari semua oksida mangan dengan
pemanasan hingga suhu ~ 1000 oC di udara. Oksida ini mempunyai
struktur spinel, dan supaya lebih informatif dapat diformulasikan
sebagai (Mn2+)(2Mn3+)(O2-)4 atau (Mn2+)t (2Mn3+)o (O2-)4; dalam spinel ini
ion-ion Mn2+ menempati rongga tetrahedral dan Mn3+ menempati
rongga oktahedral dari suatu kemas rapat kubus pusat muka (fcc)
anion O2-.
Semua mangan oksida dapat direduksi dengan hidrogen
membentukoksidadengantingkatoksidasiterendah MnOyangberwarna
abu-abu kehijauan. Oksida ini bersifat basa, mempunyai struktur
NaCl, dan bersifat antiferomagnetik dengan titik Néel 118 K. MnO2
juga bersifat antiferomagnetik dibawah temperatur 92 K, sedangkan
Mn3O4 bersifat ferimagnetik dibawah temperatur 43 K oleh karena
spin elektron-elektron menjadi paralel.

Beberapa senyawa mangan


Mangan mampu membentuk senyawa mulai dari tingkat
oksidasi terendah +2 hingga tertinggi +7; jadi, mangan merupakan
logam yang paling banyak variasi tingkat oksidasinya. Oleh karena
itu dapat dipahami bahwa salah satu sifat terpenting senyawa
mangan adalah yang berkaitan
dengan reaksi redoks. Dua diagram Latimer untuk spesies mangan
dalam suasana asam dan basa adalah sebagai berikut:
(1). Dalam larutan asam, [H3O+] = 1,0 M

(2). Dalam larutan basa, [OH-] = 1,0 M

Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari diagram di


atas adalah:
(1) Dalam suasana asam, ion Mn3+ bersifat tidak stabil, mudah
mengalami swaredoks atau disproporsionasi, yaitu secara
serentak teroksidasi menjadi MnO2 dan tereduksi menjadi Mn2+
oleh dirinya sendiri menurut persamaan reaksi:
2 Mn3+ (aq) + 6 H2O → Mn2+ (aq) + MnO2 (s) + 4 H3O+ Eo = 0,54 V
(2) Demikian juga ion manganat, MnO 42-, tidak stabil, dan dalam
suasana asam mengalami disproporsionasi secara spontan:
3 MnO4 2- (aq) + 43 H O+ → 2 MnO
4
-
(aq) + MnO
2
(s) + 6 H O (l)
2
Eo = 1,70 V
(3) Namun demikian, sifat disproporsionasi ini dalam
suasana basa hanya menghasilkan nilai Eo yang sangat kecil (+
0,04 V) dan oleh karena itu, ion
4
manganat, MnO 2-, dapat
diperoleh dalam suasana
basa:
3 MnO42- (aq)+ 2 H2O 2 MnO4- (aq) + MnO2 (s) + 4 OH- (aq)
Eo = 0,04 V
Ini berarti bahwa jika konsentrasi [OH-] dibuat cukup tinggi,
reaksi tersebut dapat berlangsung ke arah sebaliknya (ke kiri)
sehingga konsentrasi
4
MnO 2- dalam larutan semakin tinggi.

Hidroksida, anion-okso dan garam mangan


Karakteristika oksida dan hidroksida mangan, dan beberapa
turunannya yang penting ditunjukkan pada Tabel 5.5.3. Oksida-
oksida mangan dengan tingkat oksidasi lebih rendah bersifat basa
dan bereaksi dengan asam membentuk garam kation Mn(II) dan
Mn(III). Oksida-oksida dengan tingkat oksidasi lebih tinggi sebaliknya
bersifat asam dan bereaksi dengan alkalis menghasilkan garam-
garam anion-okso. Jika MnO2 dilebur dengan hidroksida logam alkali
dan oksidator seperti KNO3 maka akan terbentuk garam
manganat(VI) yang berwarna hijau legam. Garam ini stabil dalam
larutan alkali kuat, tetapi terdisproporsionasi dalam larutan netral
atau asam (lihat diagram Frost, Gambar 5.5.1):
MnO2 (s) + 2 OH- (aq) +3 NO - (aq) →4 MnO 2-
(aq)
2
+ H O (l) +
2
NO - (aq)
4 3 MnO 2-
3 (aq) + 4 H O+ (aq)
4 → 2 MnO
2
-
(aq) + MnO
2
(s) + 6 H O (l)

Tabel 5.5.3 Karakteristika oksida, hidroksida mangan dan beberapa turunannya

Tingkat Warna
Oksida Hidroksida Sifat Ion Nama
Oksidasi Ion
+2 MnO Mn(OH)2 basa 2+ Mangan(II) Pink
Mn
moderat
+3 Mn2O3 Mn(OH)3 Basa lemah 3+ Mangan(III) Violet
Mn
MnO(OH)2 2-
amfoterik / MnO
+4 MnO2 atau 3 Manganit Coklat
asam lemah
H2MnO3
2-
+6 asam moderat MnO Manganat Hijau
MnO3 H2MnO4 4
+7 Mn2O7 HMnO4 Asam kuat MnO 4-
Permanganat Ungu

Mangan(II)
Berdasarkan nilai potensial reduksinya, mangan(II) merupakan
spesies mangan yang paling stabil, dan ini mungkin dapat dikaitkan
dengan konfigurasi elektronik setengah penuh, 3d5. Larutan garam-
garan
mangan(II) seperti garam klorida, sulfat dan nitrat, dalam air
berwarna pink pucat dan sering dinyatakan sebagai ion Mn2+, atau
dalam perspektif ion kompleks sebagai [Mn(H2O)6]2+. Penambahan
alkali hidroksida ke dalam larutan Mn2+ diperoleh endapan Mn(OH)2
yang berupa gelatin putih hingga pink pucat, tetapi di udara terbuka
hidroksida ini segera teroksidasi menjadi mangan(III) oksihidroksi,
MnO(OH) yang berwarna coklat gelap. Persamaan reaksinya adalah:
Mn2? (aq) + 2 OH- (aq) → Mn(OH)2 (s)
4 Mn(OH)2 (s) + O2 (g) → 4 MnO(OH) (s) + 2 H2O (l)
Mangan(II) hidroksida hanya diendapkan sebagian saja oleh
larutan amonia, karena endapan Mn(OH)2 larut dalam larutan garam
amonium menurut persamaan reaksi sebagai berikut:
Mn(OH)2 (s) + 2 NH4 + (aq) Mn2+ (aq) + 2 NH (g)
3
+ 2 H O (l)
2
Mn(OH)2 bersifat basa moderat, oleh karena itu larut dalam
asam, dan tidak larut dalam basa alkali. Pemanasan basa ini tanpa
udara dapat menghasilkan oksidanya, MnO, yang berwarna abu-abu-
hijau.
Mn(OH)2 (s) MnO (s) + H2O (g)

Mangan(III)
Mangan(III) di alam terdapat sebagai oksidanya, yaitu Mn2O3
dan MnO(OH), tetapi ion Mn3+ tidak stabil dalam air dan mudah
tereduksi menjadi Mn2+ sebagaimana dinyatakan oleh rendahnya nilai
potensial re- duksinya. Mineral Mn3O4, berwarna hitam, merupakan
campuran oksida Mn(II) dan Mn(III), yang dapat terbentuk pada
pemanasan semua jenis mangan oksida hingga ~1000 oC di
udara.Larutan garam MnCl3 (hitam) dapat diperoleh dari reaksi MnO2
dengan asam hidroklorida pada tem- peratur rendah, dan akan
terurai pada temperatur diatas -40 oC, menurut persamaan reaksi :
2 MnO2 (s) + 8 HCl (aq) → 2 MnCl3 (aq) + 4 H2O +
Cl2 (g) 2 MnCl3 (aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
Mangan(IV)
Mangan(IV) terdapat sebagai oksidanya yaitu MnO2 yang
bersifat antiferomagnetik di bawah temperatur ~ 92 K. MnO2, dapat
terurai men- jadi Mn2O3 pada ~ 530 oC, namun oksida ini sangat
penting, karena meru- pakan oksidator yang baik. Oksida ini bersifat
amfoterik namun relatif inert terhadap asam ataupun basa. Hal ini
terlihat nyata dari reaksinya dengan asam hidroklorida pekat dalam
keadaan dingin, yaitu menghasilkan laru- tan hijau dari ion Mn4+
yang bersifat tidak-stabil, berubah menjadi larutan pink karena
terbentuk ion Mn2+. Mn(SO4)2 juga bersifat tidak stabil, se- hingga
reaksi MnO2 dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan MnSO4.
Persamaan reaksinya adalah:
MnO2 (s) + 4 HCl (aq) → MnCl4 (aq) + 2 H2O (l)
MnCl4 (aq) → MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
MnO2 (s) + 2 H2SO4 (aq) → Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O
(l)
2 Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O (l) → 2 MnSO4 (aq) + 2 H2SO4 (aq) + O2 (g)
Namundemikian,Mn(IV)dalambeberapasenyawakompleksbersifat
cukup stabil dan tidak mudah terurai, misalnya dalam kompleks
K2[MnF6] (kuning), dan Rb2[MnCl6] (merah tua). Hidroksida Mn(IV)
bersifat asam lemah, oleh karena itu setiap molekul hidroksidanya
dapat melepaskan satu molekul H2O hingga rumus molekulnya
menjadi MnO(OH)2 atau sering ditulis sebagai H2MnO3 3
. Keberadaan
spesies MnO 2- ini ditunjukkan oleh reaksi lelehan MnO2 dan CaO
yang menghasilkan kalsium manganit, CaMnO3 yang berwarna coklat
menurut persamaan reaksi:
MnO2 + CaO CaMnO3

Mangan(VI)
Mangan(VI) hanya dikenal stabil sebagai spesies manganat,4
MnO , dengan bangun tetrahedron dan berwarna hijau gelap.
2-

Kalium manganat dapat diperoleh dari reaksi lelehan MnO2 dan basa
alkali dengan hadirnya oksidator misalnya udara atau KNO3, menurut
persamaan reaksi berikut:

2 MnO2 (s) + 4 KOH (s) + O2 (g) 2 K2MnO4 (s) + 2 H2O (g)


Dalam larutannya, ion manganat hanya stabil dalam suasana basa
sedangkandalamairataupundalamsuasanaasam, ioniniakanmengalami
disproporsionasi menjadi ion permanganat dan MnO2 (periksa kembali
keterangan diagram potensial reduksi). Dalam suasana asam ion 4
MnO 2-
bersifat oksidator:
MnO 2-
4
(aq) + 8 H
3
O+ + 4 e Mn2+ (aq) + 12 H O (l) Eo = 1,74 V
2
K2MnO4 isomorfis (sama bentuk) dengan K2SO4 dan K2CrO4. Asam
manganat, H2MnO4, sangat tidak stabil dan sukar diisolasi.

Mangan(VII)
Mangan heptoksida, Mn2O7 berupa cairan seperti minyak
berwarna hijau yang mudah meledak dan dapat diperoleh dari reaksi
garam manganat(VI) dengan H2SO4 pekat. Senyawa anion-okso
Mn(VII) yang dikenal penting hanya satu, adalah kalium
permanganat, KMnO4, yang berwarna ungu. Senyawa ini stabil dalam
larutannya, dan peran utamanya adalah sebagai oksidator yang
sangat kuat baik dalam suasana asam maupun dalam keadaan basa
ataupun netral.
Secara komersial kalium permanganat dibuat dari oksidasi
kalium manganat oleh klorin dalam suasana alkalin. Jika larutan yang
terbentuk ini kemudian dipekatkan, maka akan diperoleh kristal ungu
KMnO4. Persamaan reaksinya adalah:
2 K2MnO4 (aq) + Cl2 (g) → 2 KMnO4 (aq) + 2 KCl (aq)

Jika larutan KMnO4 direduksi dengan larutan Na2SO3 maka terbentuk


senyawa manganat(V) atau hipomanganat, MnO 43-, yang warna biru
cemerlang yang tidak stabil.

Anion-okso, dan garam teknesium dan renium


Semua anion-okso [MO4]n- mempunyai bangun tetrahedron
dengan panjang ikatan M�O 162,9 pm dalam MnO
4
-
dan 165,9 pm
4
dalam MnO 2-. Tetapi, anion-okso tetrahedron untuk Tc dan Re
hanya ditemui
pada teknetat(VII) atau perteknetat, TcO 4-, dan renat(VII) atau perenat,
ReO -. HTcO dan HReO keduanya termasuk asam kuat seperti halnya
4 4 4

HMnO4, dan dapat diperoleh dengan melarutkan heptoksidanya


dalam air. Penguapan larutan secara berhati-hati akan menghasilkan
kristal
yang berwarna merah gelap untuk HTcO4, dan kristal yang berwarna
kekuningan untuk (HReO ) .H O atau Re O .2H O dengan struktur O Re�
4 2 2 2 7 2 3
O�ReO3(H2O)2.
Ion-ion [TcO4]- dan [ReO4]- dapat diperoleh dari oksidasi
senyawa- senyawa Tc dan Re dengan oksidator asam nitrat atau
hidrogen peroksida. Daya oksidasi perteknetat dan perenat lebih
lemah daripada daya oksidasi permanganat meskipun keduanya
(dalam larutannya) dapat tereduksi oleh Sn(II), Fe(III), Ti(III) dan I-.
4
Berbeda dengan ion MnO -, kedua anion-
okso ini stabil dalam larutan basa dan tidak berwarna.

5.5.5 Soal-Soal Latihan Mn-Tc-Re


1. Dikaitkan dengan sifatnya, jelaskan bahwa logam mangan
sangat baik untuk campuran baja aliasi (paduan). Jelaskan
pula salah satu peran (manfaat) senyawa MnO2 dalam baterei
- sel kering
2. Mangan terdapat dalam berbagai bijih mineral dan sebutkan
minimal lima macam.
3. Jelaskan secara singkat ekstraksi logam mangan baik sebagai
bahan aliasi (paduan) maupun sebagai mangan bebas.
4. Sebutkan oksida-oksida mangan yang dikenal dan sifat-
sifatnya, demikian juga ion-ionnya dengan karakteristik
warnanya.
5. Jika diketahui potensial reduksi setengah reaksi berikut:
MnO42- + 4 H3O+ MnO2 + 6 H2O + 2 e Eo = 2,26

V MnO4- + e MnO42- Eo = 0,56


V
Jelaskan sifat stabilitas ion manganat, MnO42-.
6. Tuliskan persamaan reaksi pembakaran mangan dalam (a) oksigen,
(b) nitrogen, (c) klorin, dan (d) fluorin.
7. Tulis persamaan reaksinya masing-masing pada pemanasan
logam teknesium dan renium dalam (a) oksigen, dan (b)
fluorin.
8. Baik logam teknesium maupun renium dapat larut dalam
asam- asam oksidator seperti HNO3 dan H2SO4 pekat
membentuk asam
perteknat dan perrenat. Tuliskan persamaan reaksinya.
9. Jelaskan formula oksida mangan yang mempunyai struktur
spinel.
10. Mangandapatmembentukberbagaispesies/ iondenganberbagai
tingkat oksidasi dan berbagai warna. Sebutkan dan
identifikasi tingkat oksidasi dan warna spesies-spesies yang
bersangkutan.

5.6 GOLONGAN 8
BESI, RUTENIUM, DAN OSMIUM
5.6.1 Pendahuluan
Dalam sistem periodik Mendeleev, sembilan unsur, Fe - Ru - Os, Co
- Rh - Ir, dan Ni - Pd - Pt, terletak dalam golongan VIII. Tiga logam
kelompok pertama, kedua dan ketiga masing-masing terletak
dalam golongan 8, 9 dan 10 menurut sistem penomoran IUPAC.
Kesembilan unsur ini sering dibicarakan menurut lajur horizontal
oleh karena kemiripan sifatnya, khususnya untuk Fe - Co - Ni.
Keenam unsur yang lain dikenal sebagai kelompok logam-logam
platina, yang terbagi dalam dua set triad horizontal. Namun seiring
dengan kemajuan penemuan senyawa- senyawa dari kesembilan
unsur ini, pembahasan berdasarkan lajur golongan lebih tepat
dibandingkan dengan pembahasan berdasarkan lajur horizontal.
Besi telah dikenal sejak ~ 4000 BC dan sangat banyak
digunakan untuk berbagai macam keperluan industri. Demikian
juga besi berperan sangat penting dalam bidang biologi. Rutenium
dan osmium kurang begitu dikenal manfaatnya dibanding dengan
besi. Rutenium dan osmium umumnya terdapat sebagai logamnya
bersama-sama dengan logam-logam kelompok platina yang lain.
Sumber utama kelompok logam-logam platina adalah bijih nikel
dan tembaga sulfida yang
banyak terdapat di Afrika Selatan, Kanada, dan pasir sungai di Ural,
Rusia. Kelimpahannya dalam batuan kerak bumi adalah: Ru (~
0,0001 ppm) dan Os (0,005 ppm), jauh lebih sedikit dibanding
dengan besi (~ 62000 ppm) yang merupakan unsur ke empat
terbanyak setelah oksigen, silikon dan aluminium. Besi juga banyak
terdistribusi sebagai oksida dan karbonat, dan beberapa yang
terpenting diantaranya adalah hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4),
limonit (~ 2Fe2O3.3H2O), dan siderit (FeCO3). Selain itu, pirit atau
besi sulfida, (FeS2), juga umum dijumpai, tetapi tidak digunakan
sebagai sumber ekstraksi besi karena sulitnya menghilangkan
belerang. Pengolahan besi dari bijihnya secara mendalam dapat
diperiksa pada Bab Metalurgi (Gambar 2.5).
Rutenium dan osmium dibuat dari konsentrat platina yang
umumnya didapatkan sebagai lumpur anode dalam proses
pemurnian nikel secara elektrolisis. Logam-logam ikutan Pt, Pd, dan
Au disingkirkan dengan pereaksi air raja (aqua regia) dan Ag
dipisahkan sebagai larutan nitratnya melalui proses pemanasan
dengan timbel karbonat dan penambahan asam nitrat. Residu tak
larut terdiri atas Ru, Os, Rh, dan Ir. Logam-logam ini kemudian
dipisahkan secara bertahap. Rodium dapat dipisahkan dengan
mengubahnya menjadi larutan Rh2(SO4)3 melalui prosesfusi(fused)
yaitupemanasanbijihrodiumbersamadengan NaHSO4 yang diikuti
dengan pencucian dengan air. Berikutnya adalah fusi dari residu
yang tak larut pada proses di atas dengan Na2O2, yang diikuti
2-
dengan pencucian dengan air sehingga campuran larutan [RuO4] dan
2-
[OsO4(OH)2] akan terpisah dari residu padatan IrO2. Pengaliran gas
2- 2-
Cl2 ke dalam larutan panas [RuO4] dan [OsO4(OH)2] akan
menghasilkan
uap OsO4 dan RuO4; keduanya akan dapat dipisahkan melalui dua
cara penampungan yang berbeda yaitu, (1) dalam HCl dengan
pemanasan
akan menghasilkan larutan H3RuCl6, dan (2) dalam alkoholik NaOH
2-
akan menghasilkan larutan [OsO2(OH)4] . Penambahan NH4Cl ke
dalam
masing-masing larutan akan menghasilkan endapan (NH 4)3RuCl6
dan OsO2(NH3)4Cl2, dan jika endapan ini direduksi dengan H2
akan diperoleh serbuk atau bongkahan logam yang bersangkutan.
Manfaat
utama dari rutenium adalah untuk pengerasan logam platina dan
paladium, sedangkan osmium dimanfaatkan untuk membentuk
logam paduan yang lebih keras.
Ketiga logam ini tampak berkilauan dan berwarna keperakan.
Jika murni, besi bersifat lunak dan mudah dibentuk, tetapi rutenium
dan osmium lebih sukar dibentuk. Logam rutenium dan osmium
keduanya mengadopsi struktur hcp tetapi besi mengadopsi struktur
bcc pada tem- peratur kamar (α-besi). Sifat besi agak unik, pada
temperatur tinggi (> 910 oC) besi mengadopsi fcc (γ-besi), dan
pada temperatur sekitar 1390 oC berubah kembali menjadi bcc (�-
besi). Beberapa karakteristika kelom- pok logam ini dapat diperiksa
pada Tabel 5.6.1.
Tabel 5.6.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8

Karakteristika 26Fe 44Ru 76Os


Kelimpahan / ppm
62000 0,0001 0,005
(dalam kerak bumi)
-3
Densitas / g cm (20 oC) 7,874 12,41 22,57
Titik leleh / oC 1535 2282 3045
Titik didih / oC 2750 4050 5025
Jari-jari atomik / pm
126 134 135
(bilangan koordinasi 12)
* 6+
25 - Fe * 8+ * 8+
4+ 36 - Ru 39 - Os
58,5 - Fe * 7+ 7+
Jari-jari ionik / pm 3+ 38 - Ru 52,5 - Os
55 - Fe (ls) 5+ 6+
(bilangan koordinasi 6 ; 3+ 56,5 - Ru 54,5 - Os
64,5 - Fe 4+ 5+
* = bilangan koordinasi 62 - Ru 57,5 - Os
(hs) 3+ 4+
4) 2+ 68 - Ru 63 - Os
61 - Fe
(ls)
2+
78 - Fe
(hs)
Konfigurasi elektronik 6 7 14 6
[18Ar] 3d [36Kr] 4d [54Xe] 4f 5d
2 1 2
4s 5s 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2
5.6.2 Kecenderungan Golongan 8
Besi lebih reaktif daripada kedua logam anggota golongan 8
lainnya, ataupun golongan triad-triad lainnya. Misalnya, besi
bereaksi dengan asam nonoksidator maupun asam oksidator.
Rutenium dan osmium tidak terpengaruh oleh asam-asam
nonoksidator, tetapi umumnya reaktif terhadap bahan-bahan
pengoksidasi, misalnya dengan asam nitrat pekat menghasilkan
OsO4. Kedua logam ini larut dalam lelehan alkali dengan adanya
udara atau lebih baik oksidator fluks seperti
2-
Na2O2 atau KClO3 dan menghasilkan rutenat-[RuO4] dan osmat-
2-
[OsO2(OH)4] . Tingkat oksidasi yang paling umum untuk besi adalah
+2 dan +3, rutenium +3, dan osmium +4. Tingkat oksidasi
tertinggi yang dikenal untuk besi adalah +6 adalah dalam
2-
[FeO4] , namun spesies ini sangat mudah tereduksi. Sebaliknya,
Ru dan Os dikenal dengan tingkat
oksidasi +8, dan Ru(VIII) kurang stabil dibandingkan dengan Os(VIII).

5.6.3 Senyawa-Senyawa Besi


Besi(III)
Ion besi(III) berukuran relatif kecil dengan rapatan muatan
-3 -3
349 C mm untuk low-spin dan 232 C mm untuk high-spin,
sehingga mempuyai daya mempolarisasi yang cukup untuk
menghasilkan ikatan berkarakter kovalen. Sebagai contoh, besi(III)
klorida berwarna merah-hitam, berupa padatan dengan struktur
jaringan kovalen. Pada pemanasan hingga fase gas terbentuk spesies
dimerik, Fe2Cl6. Besi(III) klorida dapat dibuat dari pemanasan
langsung besi dengan klorin menurut persamaan reaksi:
2 Fe (s) + 3 Cl2 (g)
3 FeCl3 (s)

 
Besi(III) bromida mirip dengan besi(III) klorida, tetapi besi(III) iodida
tidak dapat diisolasi sebab ion iodida mereduksi besi(III) menjadi
besi(II):
3+ - 2+
2 Fe (aq) + 2 I (aq) → 2 Fe (aq) + I2 (aq)
Besi(III) klorida anhidrat bereaksi dengan air menghasilkan gas HCl
karena reaksinya bersifat eksotermik, kontras dengan padatan
kuning
keemasan garam heksahidrat, FeCl3.6H2O, yang larut begitu saja
3+
dalam air menghasilkan ion heksahidrat, [Fe(H2O)6] :
FeCl3 (s) + 3 H2O (l) → Fe(OH)3 (s) + 3 HCl (g) + kalor
3+
Ion heksaakuobesi(III), [Fe(H2O)6] , berwarna agak ungu
pucat, seperti halnya warna besi(III) nitrat nanohidrat. Warna
kekuningan untuk senyawa kloridanya dapat dikaitkan dengan
terjadinya transfer muatan
3+� - 2+� 0 2+
Fe Cl → Fe Cl dalam ion [Fe(H2O)5Cl] .
Semua garam besi(III) larut dalam air menghasilkan larutan
-3
asam. Rapatan muatan kation yang relatif tinggi (232 C mm )
mampu mempolarisasikan molekul air ligan dengan cukup kuat,
sehingga molekul air pelarut dapat berfungsi sebagai basa dan
memisahkan proton dari air ligan tersebut menurut persamaan
reaksi:
3+ + 2+
[Fe(H2O)6] (aq) + H2O (l) H3O (aq) + [Fe(H2O)5(OH)] (aq)
2+ + +
[Fe(H2O)5(OH)] (aq) + H2O (l) H3O (aq) + [Fe(H2O)4(OH)2] (aq)

Keseimbangan reaksi tersebut sangat bergantung pada pH.


Penambahan ion hidroniumtentuakan menggeser keseimbangan ke
3+
kiri, menghasilkan ion [Fe(H2O)6] yang hampir tak berwarna.
Sebaliknya, penambahan ion hidroksida akan menggeser
keseimbangan kekanan,
menghasilkan larutan kuning dan lebih lanjut endapan gelatin
besi(III) oksida hidroksida, FeO(OH) yang berwarna karat.
Walaupun biasanya spesies besi(III) mengadopsi geometri
oktahedron, tetapi ligan ion klorida dapat menghasilkan geometri
-
tetrahedron ion tetrakloroferat(III), [FeCl4] . Ion kompleks ini
berwarna kuning dan dapat diisolasi dengan penambahan HCl pekat
ke dalam
larutan ion heksaakuobesi(III) menurut persamaan reaksi:
3+ - -
[Fe(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) [FeCl4] (aq) + 6 H2O
(l)
Uji terhadap adanya ion besi(III) dapat dilakukan dengan pe-
4-
nambahan larutan ion heksasianoferat(II), [Fe(CN)6] , yang
menye- babkan terjadinya endapan biru Prusian besi(III)
heksasianoferat(II),
Fe4[Fe(CN)6]3.
3+ 4-
4 Fe (aq) + 3 [Fe(CN)6] (aq) → Fe4[Fe(CN)6]3 (s)
Warna biru senyawa ini sering dimanfaatkan untuk pembuatan
tinta, cat, termasuk pigment cetak biru. Selain itu, uji paling sensitif
adanya ion besi(III) adalah dengan menambahkan larutan ion
tiosianat ke dalam larutan Fe(III); terjadinya warna merah darah
oleh karena terbentuk ion pentaaquotiosianatobesi(III), sebagai
3+
indikasi adanya ion Fe dalam larutan.
3+ - 2+
[Fe(H2O)6] (aq) + SCN (aq) → [Fe(H2O)5(SCN)] (aq) + H2O (l)
Warna ini sangat khas dan mudah dikenali, sehingga hadirnya
sekelumit pengotor ion besi(III) dapat terdeteksi dengan ion
tiosianat ini.
Reaksi ion besi(III) lainnya yang cukup unik adalah dengan
larutan ion tiosulfat dalam keadaan dingin (pada suhu es),
menghasilkan warna violet gelap ion bis(tiosulfato)ferat(III):
3+ 2- -
[Fe(H2O)6] (aq) + 2 [S2O3] (aq) → [Fe(S2O3)2] (aq) + 6 H2O (l)
Jika larutan ini dihangatkan hingga temperatur kamar terjadi reaksi
redoks:
3+ - 2+ 2-
Fe (aq) + [Fe(S2O3)2] (aq) → 2 Fe (aq) + [S4O6] (aq)
Ion heksasianoferat(III), [Fe(CN)
6
]3-, berwarna agak kemerahan dan
dapat dibuat dari oksidasi heksasianoferat(II),
6
[Fe(CN) ]4-, misalnya
dengan Cl2.

Kemiripan ion besi(III) dengan aluminium(III)


Ion besi(III) dan aluminium(III) mempunyai muatan sama,
dan ukuran setara, jadi densitas muatan setara, sehingga keduanya
mempunyai beberapa sifat kimiawi yang setara pula. Sebagai
contoh dalam fase gas, kedua ion membentuk senyawa klorida
yang bersifat kovalen dalam bentuk dimer M2Cl6. Kedua klorida
anhidrat dapat dipakai sebagai katalisator pada reaksi organik
Friedel - Crafts oleh
-
karena sifat asamnya ion [MCl4] . Ion heksaoqua dari kedua ion logam
3+
ini, [M(H2O)6] , juga bersifat asam. Besi(III) juga membentuk senyawa
yangparalel dengan tawas (alum), salah satunya adalah garam amonium,
NH4Al(SO4)2.12H2O dan NH4Fe(SO4)2.12H2O. Kesamaan antara
kedua ion logam ini dalam air berkaitan dengan konfigurasi
5
elektronik 3d yang simetris (high-spin) untuk besi(III) sehingga
ion ini berkelakuan seperti ion logam golongan utama.
Namun demikian, terdapat perbedaan yang sangat signifikan
antara keduanya. Besi(III) membentuk senyawa-senyawa berwarna
se- perti halnya logam-logam transisi yang lain, tetapi senyawa-
senyawa aluminium(III) tak berwarna (putih). Oksida dari keduanya
juga berbeda, aluminium oksida bersifat amfoterik, tetapi besi(III)
oksida bersifat basa. Hal ini mungkin dapat diasosiasikan dengan
3+ -3
densitas muatan Al yang relatif sedikit lebih tinggi (364 C mm )
3+
daripada densitas muatan Fe sehingga sifat kovalensi ikatan Al-O
lebih kuat daripada sifat kovalensi
Fe-O.

Besi(II)
Besi(II) klorida anhidrat, FeCl2, dapat dibuat dengan
mengalirkan gas HCl kering pada logam besi panas. Karena gas H2
yang dihasilkan bersifat reduktor, maka oksidasi lanjut Fe(II)
menjadi besi(III) dapat dicegah:

Fe (s) + 2 HCl (g) → FeCl2 (s) + H2 (g)

Besi(II) klorida anhidrat tak berwarna demikian juga tetrahidratnya,


tetapi heksahidratnya menjadi agak kehijauan. Baik besi(II) klorida
anhidrat maupun terhidrat, keduanya adalah ionik. Hal ini dapat
diasosiasikan dengan rendahnya densitas muatan besi(II) (~ 98 C
-3 -3
mm ) yang jauh berbeda dengan besi(III) (~ 232 C mm ).
Semua
2+
garam besi(II) terhidrat mengandung ion [Fe(H2O)6] yang berwarna
pucat kehijauan, jika sebagian teroksidasi menjadi besi(III) warna
menjadi kuning kecoklatan. Kristal garam besi(II) sulfat
heptahidrat,
FeSO4.7H2O, cenderung kehilangan beberapa molekul air (efloresense).
Dalam fase padat, garam rangkap amonium besi(II) sulfat
heksahidrat, (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O, atau lebih tepatnya amonium
heksaakuobesi(II) sulfat, [(NH4)2Fe(H2O)6][SO4]2, atau disebut
juga garam Mohr,
menunjukkan stabilitas kisi yang paling tinggi. Garam ini di udara
terbuka tidak mengalami efluoresense dan juga tidak teroksidasi,
sehingga sering dipakai sebagai larutan standar khususnya pada
titrasi redoks, misalnya untuk standarisasi larutan kalium permanganat.
Garam tris(1,2-diaminoetana)besi(II) sulfat, [Fe(en)3][SO4], juga
dapat dipakai sebagai standar redoks.
Kehadiran nitogen monoksida, NO, dapat menggantikan
posisi salah satu molekul air dalam ion heksaaquobesi(II) menjadi
ion pentaa quonitrosilbesi(II) yang berwarna coklat tua dan sering
muncul sebagai ”cincin coklat” pada uji ion nitrat dalam tabung uji:
2+ 2+
NO (aq) + [Fe(H2O)6] (aq) [Fe(H2O)5(NO)] (aq) + H2O (l)
cincin coklat

Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan ion besi(II)


pada awalnya menghasilkan endapan gelatin hijau besi(II)
hidroksida. Tetapi, hadirnya oksidator misalnya dari udara,
mengakibatkan terjadi perubahan warna menjadi kuning-coklat dari
besi(III) oksida terhidrat menurut persamaan reaksi:
2+ -
Fe (aq) + 2 OH (aq) → Fe(OH)2 (s)
Sama seperti ion besi(III) yang dapat diidentifikasi dengan ion
4-
heksasianoferat(II), [Fe(CN)6] , ion besi(II) juga dapat dideteksi
3-
dengan ion heksasianoferat(III), [Fe(CN)6] , dengan menghasikan
produk yang
sama dengan biru Prusian (yang pada mulanya disebut biru Turnbull
ketika diduga merupakan produk berbeda):
2+ 3- -
3 Fe (aq) + 4 [Fe(CN)6] (aq) → Fe4[Fe(CN)6]3 (s) + 6 CN (aq)
Harga potensial oksidasi besi(II) menjadi besi(III) sangat
bergan- tung pada ligannya. Sebagai contoh, ion heksasianoferat(II),
4-
[Fe(CN)6] , jauh lebih mudah teroksidasi daripada ion heksaaquobesi(II),
2+
[Fe(H2O)6] :
4- 3- o
[Fe(CN)6] (aq) → [Fe(CN)6] (aq) + e E = - 0,36 V
2+ 3+ o
[Fe(H2O)6] (aq) → [Fe(H2O)6] (aq) + e E = - 0,77 V
Perbedaan nilai potensial reduksi tersebut terutama berkaitan
dengan (1) muatan ion, dan (2) sifat spin ion besinya yang
disebabkan oleh perbedaan kuat medan ligan yang bersangkutan.
Pada dasarnya ion logam bermuatan rendah lebih stabil daripada
ion bermuatan tinggi. Untuk ion komplek pertama, bola koordinasi
ligan menghasilkan muatan negatif yang terlalu besar (6CN-) di
seputar ion pusat besi(II) dan muatan ion total yang terlalu tinggi
(-4) sehingga mengurangi stabilitas muatan ion pusat. Tetapi, ligan
siano menghasilkan medan ligan kuat, sehingga ion kompleks
bersifat low-spin dengan energi penstabilan medan ligan yang
lebih besar dan konfigurasi elektronik yang relatif
4-
lebih simetri pada [Fe(CN)6] - d6 dibandingkan dengan kedua aspek
3
tersebutpada [Fe(CN)6] - d5. Dengan demikian, kompensasi kedua aspek
ini kurang saling mendukung untuk kestabilan kedua tingkat
oksidasi dan akibatnya nilai potensial reduksi ion kompleks ini agak
rendah.
2+
Hal ini berbeda dengan kompleks [Fe(H2O)6] . Pada
kompleks ini bola koordinasi ligan air bersifat netral sehingga tidak
mengganggu stabilitas muatan ion pusat besi(II). Tambahan pula,
bola koordinasi
ligan air menghasilkan medan ligan lemah sehingga ion kompleks
bersifat high-spin dengan energi penstabilan medan ligan yang
2+
lebih besar pada [Fe(H2O)6] - d6 dibandingkan dengan energi
3+
tersebut pada [Fe(H2O)6] - d5. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa
dalam kompleks ini, stabilitas besi(II) lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan dengan besi(III) dan akibatnya mempunyai nilai
potensial reduksi yang cukup tinggi.

Proses pengaratan besi


Oksidasi logam besi secara perlahan oleh dioksigen udara
dikenal sebagai proses pengaratan. Dengan menggunakan
indikator dapat ditunjukkan adanya kenaikan pH di sekitar
permukaan besi yang berkarat. Proses pengaratan besi merupakan
pembentukan oksida terhidrat, Fe(OH)3 atau FeO(OH), secara
elektrokimia dan ini hanya terjadi oleh karena hadirnya dioksigen,
air dan suatu elektrolit. Jika salah satu dari ketiga zat tersebut
absen, proses pengaratan akan terhambat.
Di suatu titik permukaan besi yang mengandung konsentrasi
dioksigen lebih besar terjadilah proses reduksi menjadi ion
hidroksida:
-
O2 (g) + 2 H2O (l) + 4 e → 4 OH (aq)
Batang besi bertindak seperti kawat (kabel) penghubung baterai
yang mengangkut elektron dari titik permukaan besi yang lain yang
mempunyai konsentrasi dioksigen lebih rendah tempat terjadinya
proses oksidasi:
2+
Fe (s) → Fe (aq) + 2 e
Kedua ion tersebut terdifusi dan bertemu menghasilkan endapan
besi(II) hidroksida, Fe(OH)2, yang teroksidasi lebih lanjut dalam
suasana basa menjadi besi(III) oksida hidroksida. Jadi, secara ringkas
persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
-
Katode : O2 (g) + 2 H2O (l) + 4 e 4 OH (aq)
-
Anode : Fe (s) + 3 OH (aq) FeO(OH) (s) + H2O (l) + 4
���������������������������������������������������
- +
e
Redoks : Fe (s) + O2 (g) + H2O (l) FeO(OH) (s) + OH (aq)

Oksida dan anion-okso


Oksida besi
Ada tiga macam oksida besi yang umum dikenal yaitu besi(II)
oksida, FeO, besi(III) oksida, Fe2O3, dan besi(II) besi(III) oksida,
Fe3O4. Besi(II) oksida yang berwarna hitam sesungguhnya merupakan
senyawa nonstoikiometrik, selalu sedikit kekurangan ion besi(II).
Formula yang paling akurat adalah Fe0,84O - Fe0,95O. Besi(II)
2+
oksida bersifat basa, larut dalam air menghasilkan ion Fe .
Besi(III) oksida atau hematit terdapat dalam deposit yang
besar di bawah tanah dan deposit besi(III) oksida tertua diduga
berumur dua bilion tahun. Oleh karena besi(III) oksida hanya dapat
terbentuk dalam oksigen atmosfer, maka atmosfer planet bumi
tentulah sangat kaya akan oksigen pada waktu itu. Besarnya
jumlah dioksigen menyarankan
bahwa fotosintesis, dan dengan demikian kehidupan itu sendiri,
telah tersebar luas di bumi dua bilion tahun lalu.

Besi(III) oksida dapat dibuat di laboratorium yaitu dengan


o
memanaskan (~ 200 C) besi(III) oksida hidroksida, yang diperoleh
3+
dari penambahan ion hidroksida pada ion Fe . Hasil yang
diperoleh dengan cara ini adalah α-Fe2O3 yang mempunyai
struktur korundum seperti V2O3 dan Cr2O3, dengan tataan kemas
2- 3+
rapat heksagonal (hcp) ion-ion O dengan ion-ion Fe
menempati duapertiga rongga oktahedron. Bentuk struktural yang
lain adalah γ-Fe2O3 , yang dapat diperoleh dari oksidasi Fe3O4.
2-
Oksida ini mengadopsi tataan kemas rapat kubus (ccp) ion-ion O
3+
dengan ion-ion Fe terdistribusi secara random dalam rongga-
rongga tetrahedron dan oktahedron. Barangkali, senyawa kimia yang
paling mewarnai kehidupan modern dewasa ini adalah γ-Fe2O3.
Senyawa ini tepat memenuhi karakteristika magnetik yang
diperlukan untuk bahan pita-pita audio-video dan untuk permukaan
hard disc dan floppy disc pada komputer. Namun, untuk keperluan
rekaman magnetik dibutuhkan keadaan yang ultra murni dengan
rentang ukuran partikel yang tepat.

Besi(II) besi(III) oksida, FeOFe2O3 atau Fe3O4, mengadopsi


3+
ba- ngun spinel terbalik, yaitu setengah jumlah ion Fe
menempati rong- ga tetrahedron dan setengah yang lain
2+
menempati rongga oktahedron, dan semua ion Fe menempati
rongga oktahedron dari suatu tataan kemas rapat kubus (fcc) ion
2-
O . Oksida ini lebih informatif ditulis de-
3+ 2+ 3+ 2-
ngan formula (Fe )t(Fe , Fe )o(O )4. Secara alamiah Fe3O4 terda-
pat sebagai magnetit atau lodestone. Fe3O4 sebagai bahan pigment
dapat diperoleh sebagai hasil samping dari reaksi sintesis anilin:
4 C6H5NO2 (l) + 9 Fe (s) + H2O (l)
4 C6H5NH2 (l) + Fe3O4 (s)
FeCl2 

FeO, Fe3O4, dan γ-Fe2O3, ketiganya mempunyai struktur


2-
dasar kemas rapat kubus (fcc) ion O , berbeda dari α-Fe2O3 yang
2-
mempunyai struktur kemas rapat heksagonal (hcp) ion O . Oleh
karena itu dapat
dipahami bahwa ketiga oksida tersebut dapat saling terbentuk. Di
2+
dalam FeO, ion Fe menempati rongga-rongga oktahedron; sifat
nonstoikiometrik terjadi oleh karena oksidasi sebagian kecil ion
2+ 3+
Fe menjadi ion Fe . Oksidasi lanjut menghasilkan Fe 3O4
2+
dengan ion Fe tetap menempati rongga oktahedron sedangkan
3+
setengah jumlah ion Fe menempati rongga-rongga oktahedron
dan setengah yang
lain tetrahedron. Akhirnya oksidasi lebih lanjut menghasilkan γ-Fe2O3,
3+
dengan ion-ion Fe secara acak menempatirongga-ronggaoktahedron
dan tetrahedron.
Oksida besi bukan satu-satunya bahan magnetik yang
penting, melainkan beberapa oksida logam campuran dengan besi
merupakan salah satunya. Bahan ini merupakan magnetokeramik
yang disebut ferit. Ada dua kelas ferit yaitu ferit lunak dan ferit
keras. Istilah ini bukan menunjuk pada kekerasan fisik melainkan
sifat magnetik. Sifat magnetik ferit lunak dapat dibuat secara cepat
dan efisien dengan elektromagnet, tetapi sifat magnetiknya hilang
segera setelah arus listrik diputus. Sifat seperti ini sangat esensial
untuk head rekam-hapus dalam sistem pita audio dan drive head
pada komputer. Oksida ini mempunyai formula
2+ 2+
MFe2O4, dengan M adalah ion logam dipositif seperti Mn , Ni ,
2+ 2+ 3+
Co , atau Mg dan besinya adalah Fe . Ferit lunak ini
mempunyai struktur spinel.
Ferit keras mempertahankan sifat magnetiknya dengan
konstan, artinya merupakan magnet tetap. Bahan ini banyak
digunakan dalam motor DC, alternator, dan peralatan listrik
yang lain. Formula umum senyawa ini adalah MFe12O19, dengan M
2+ 2+
adalah ion metal yang dipilih yaitu M = Ba dan Ca , dan Fe
tetap dalam bentuk Fe3+. Ferit keras mengadopsi struktur yang
lebih kompleks daripada ferit lunak. Pemakaian kedua ferit tersebut
di dunia perdagangan tidaklah terlalu besar dalam hal kuantitasnya,
tetapi dalam hal nilai uang mencapai milyard-an dollar setiap
tahunnya.
Oksida rutenium dan osmium
Oksida rutenium dan osmium, jumlahnya tidak sebanyak
yang dijumpai pada oksida besi. Tingkat oksidasi terendah sebagai
oksidanya
yang stabil adalah +4. RuO2 berupa padatan biru-hitam,
mempunyai struktur rutil, dan dapat diperoleh dari pemanasan
o
logamnya secara langsung pada ~ 1000 C. OsO2 berupa padatan
kuning-coklat, juga
mempunyai struktur rutil, dan biasanyadibuatdari pemanasan
o
logamnya pada ~ 650 C dalam NO.

Tetraoksida dari kedua logam ini berwarna kuning, dan


o
mudah menguap; RuO4 mempunyai titik leleh 25 C, dan titik didih
o o
40 C, dan OsO4 mempunyai titik leleh 40 C dan titik didih 130
0
C. RuO4 kurang stabil dibandingkan dengan OsO4, dan pada
o
pemanasan diatas 100 C
akan terurai menjadi RuO2. Pada temperatur kamar, jika RuO4 kontak
dengan pelarut organik yang mudah teroksidasi misalnya alkohol, oksida
ini akan tereduksi menjadi RuO2. RuO4 juga mengoksidasi larutan
HCl baik pekat maupun encer menjadi Cl2, dan dalam larutan alkali
tereduksi
2-
menjadi [RuO4] . OsO4 hanya dapat mengoksidasi larutan HCl pekat
(bukan larutan encer) menjadi H2OsCl6, dan larut dalam larutan
2-
alkali membentuk [OsO4(OH)2] . Kedua tetraoksida ini mengadopsi
struktur
tetrahedron, dan dapat diperoleh dari oksidasi logam atau senyawanya
dengan oksidator yang lebih kuat seperti KMnO4, KIO4 atau Cl2
untuk Ru, dan asam nitrat untuk Os.

Anion-okso
Beberapa senyawa oksoanion besi yang berdasarkan unit
tetrahe- dron FeO4 telah berhasil diidentifikasi. Besi(III), misalnya
Na5FeO4 dan K6[Fe2O6] mengadopsi dua bangun tetrahedron
yang bersekutu pada salah satu sisinya. Selain mangan, logam-
logam transisi periode-4 tidak membentuk senyawa dengan
0
konfigurasi elektronik d . Kenyataannya, logam dengan tingkat
oksidasi lebih tinggi dari +3 sangat sulit disinte- sis, dan senyawa
demikian ini hanya stabil dalam fase padat.
2-
Ion ferat, [FeO4] , merupakan salah satu senyawa besi
dengan tingkat oksidasi +6 yang dapat dibuat dari oksidasi
suspensi Fe2O3 dalam alkali pekat dengan gas klorin. Stabilitas ion
ferat ini mungkin
dapat diasosiasikan dengan daya polarisasi yang sangat tinggi
-3
karena rapatan muatan Fe(VI) sangat tinggi ~ 3862 C mm ,
sehingga ikatan Fe- O bersifat kovalen. Ion ini berwarna ungu
(purple), mempunyai bangun geometri tetrahedron, dan dapat
distabilkan dengan pembentukan suatu senyawa ionik tak larut,
misalnya padatan barium ferat, BaFeO4, yang berwarna merah-
ungu. Senyawa “campuran” oksida ini bersifat sebagai oksidator
kuat, misalnya dapat mengoksidasi NH3 menjadi N2 walaupun pada
temperatur kamar, dan dapat disimpan dalam larutan alkalin
selama beberapa jam, tetapi dalam larutan asam atau netral
dengan cepat akan mengoksidasi air dengan membebaskan
oksigen menurut persamaan reaksi:

2- 3+ -
4 [FeO4] + 10 H2O (l)  4 Fe (aq) + 20 OH (aq) + 3 O2 (g)
-
Oksoanion rutenium dikenal dalam rutenium(VII), [RuO4] -
2-
perrutenat, dan rutenium(VI), [RuO4] - rutenat. Kristal hitam kalium
perrutenat, K[RuO4] dapat diperoleh dari reaksi RuO4 dengan
larutan dingin KOH encer atau oksidasi larutan K2RuO4 dalam air
dengan klorin. Senyawa ini kurang stabil kecuali dalam keadaan
kering, dan tereduksi
oleh air khususnya jika dalam keadaan alkalin membentuk ion
2-
rutenat, [RuO4] yang berwarna oranye. K2[RuO4] dapat
diperoleh dari reaksi
langsung antara Ru dengan KOH dan KNO3 dengan cara
pemanasan hingga campuran melebur.

Reaksi OsO4 dengan larutan dingin KOH menghasilkan kristal


oksoanion osmium(VIII), K2[OsO4(OH)2] - perosmat yang
berwarna merah legam dan sangat mudah tereduksi menjadi
osmium(VI), K2[OsO2(OH)4] - osmat yang berwarna ungu. Kedua
anion mengadopsi struktur oktahedron, trans - OH untuk
perosmat dan trans -O untuk osmat.
5.6.4 Soal-Soal Latihan Fe-Ru-Os
1. Tuliskan persamaan reaksi dan warna khas pada identifikasi
4-
adanya ion besi(III), (a) dengan reaktan [Fe(CN)6] , dan (b)
dengan reaktan kalium tiosianat.
2. Tuliskan persamaan reaksi (a) ion besi(III) dengan ion
tiosulfat pada suhu rendah (pendinginan dengan es).
3. Jelaskan kemiripan dan perbedaan besi(III) dengan aluminium(III).
4. Jika logam besi direaksikan dengan asam hidroklorida, ion
besi dengan tingkat oksidasi berapa yang dihasilkan?
Jelaskan mengapa demikian dan tuliskan persamaan
reaksinya?.
5. Tuliskan persamaan reaksi dan warna khas pada identifikasi
3-
adanya ion besi(II) dengan ion [Fe(CN)6]
6. Jelaskan formula oksida besi yang mengadopsi struktur geometri
spinel terbalik.
7. Tuliskan persamaan reaksi redoks ion ferat dengan (a) NH3, dan
(b) H2O

5.7 GOLONGAN 9
KOBALT, RODIUM, DAN IRIDIUM
5.7.1 Pendahuluan
Logam kobalt baru mulai digunakan pada abad 20, namun
bijih kobalt sesungguhnyatelahdigunakanribuan tahun sebelumnya
sebagai pewarna biru pada gelas maupun berbagai perkakas dapur.
Sumber warna biru pada kobalt dikenali pertama kali oleh G. Brandt
(ahli kimia Swedia) pada tahun 1735 yang mengisolasi logam tak
murni yang diberi nama cobalt rex. Pada tahun 1780, T.O. Bergman
menunjukkan bahwa cobalt rex adalah unsur baru yang kemudian
diberi nama turunan dari kata kobold (bahasa Jerman) yang
artinya globin atau roh hantu. Pada tahun 1803 rodium dan
iridium ditemukan dalam residu-hitam yang tertinggal ketika bijih
platina kasar dilarutkan dalam air raja. W.H. Wollaston menemukan
rodium dan memberi nama dari turunan kata
Yunani ρο�ον (rodon) yang artinya mawar (rose) oleh karena
garamnya berwarna merah mawar / pink, yang umumnya dihasilkan
dalam larutan air. S. Tenant menemukan iridium bersamaan
dengan osmium dan memberi nama dari nama dewi Yunani Iris
yang memiliki tanda pelangi, oleh karena berbagai warna
senyawanya.
Ketiga logam ini tampak mengkilat keperakan dan sedikit
kebiru- an untukkobalt. Kobalt lebih lunak daripada rodium dan
iridium tetapi masih cukup lebih keras daripada besi. Ketiganya
mempunyai struktur fcc yang berdasarkan teori pita lebih stabil
daripada struktur bcc atau hcp apabila jumlah elektron pada
n
orbital d hampir penuh. Beberapa sifat ketiga logam ini dapat
diperiksa pada Tabel 5.7.1.

5.7.2 Kecenderungan Golongan 9


Kobalt kurang reaktif dibandingkan dengan besi, demikian
juga rodium dan iridium tidak banyak berbeda. Tingkat oksidasi
yang umum untuk kobalt adalah +2 dan +3, dan untuk rodium dan
iridium adalah
2+ 3+
+3 dan +4. Dalam larutan air, ion [Co(H2O)6] dan [Co(H2O)6]
keduanya dikenal, tetapi kobalt(III) bersifat oksidator, dan dalam
larutan air kecuali dalam lingkungan asam, terurai dengan cepat
karena Co(III) mengoksidasi air dengan membebaskan gas
dioksigen.

Tabel 5.7.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 9

Karakteristika 27Co 45Rh 77Ir


Kelimpahan / ppm
29 0,0001 0,001
(dalam kerak bumi)
-3
Densitas / g cm (20 8,9 12,39 22,61
o
C)
o
Titik leleh / C 1495 1960 2443
o
Titik didih / C 3100 3760 4550
Jari-jari atomik / pm
125 134 135,5
(bilangan koordinasi 12)
4+
53 - Co 5+ 5+
3+ 55 - Rh 57 - Ir
54,5 - Co (ls) 4+ 4+
Jari-jari ionik / pm 3+ 60 - Rh 62,5 - Ir
61 - Co (hs) 3+ 3+
(bilangan koordinasi 6) 2+ 66,5 - Rh 68 - Ir
65 - Co (ls)
2+
74,5 - Co
(hs)
Konfigurasi elektronik 7 2 8 1 14 7 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2

5.7.3 Senyawa-Senyawa Oksida


Beberapa oksida logam golongan ini yang dikenal adalah kobalt(II)
-CoO, campuran Co(II) dan Co(III) - Co3O4, rodium(III) - Rh2O3, rodium(IV)
- RhO2, dan satu-satunya iridium(IV) - IrO2. Satu-satunya oksida
logam divalen, CoO yang berupa serbuk hijau, dapat diperoleh dari
pemanasan logamnya dalam udara atau dengan uap air, atau
pemanasan hidroksida,
karbonat atau nitrat dalam kondisi tanpa udara. CoO mempunyai
o
struktur NaCl alam, dan stabil; pemanasan 600 - 700 C
mengakibatkan
terbentuknya Co3O4-hitam. Oksida Co3O4 mempunyai struktur
2+
spinel normal sehingga lebih tepat ditulis dengan formula (Co )t
3+ 2-
2(Co )o (O )4. Oksidasi Co(OH)2 atau penambahan larutan
alkali ke dalam
kompleks kobalt(III) diperoleh kobalt(III) oksida hidroksida, CoO(OH).
Rodium(III) oksida, Rh2O3 yang berwarna abu-abu gelap,
dapat diperoleh dari pemanasan logam rodium atau rodium(III)
o
klorida dalam atmosfer oksigen pada ~600 C. Rodium(IV) oksida,
RhO2-hitam , dapat
diperoleh dari pemanasan Rh2O3 dalam oksigen pada tekanan
tinggi. Rh2O3 mengadopsi struktur korundum dan RhO2
mengadopsi struktur rutil.
Iridium(IV) oksida, IrO2-hitam, dapat diperoleh dari
pemanasan logamnyadalamoksigen,
ataudengandehidrasiendapanyangdiperoleh dari penambahan alkali
2-
ke dalam larutan [IrCl6] juga menghasilkan
IrO2. Oksida ini mempunyai struktur rutil.
5.7.4 Kobalt(III)
Semua senyawa kompleks kobalt(III) mengadopsi geometri
3+
oktahedron, misalnya ion heksaaminakobalt(III), [Co(NH3)6] ,
3-
dan heksasianokobaltat(III),[Co(CN)6] . Ion kompleks
3-
heksanitrokobaltat(III), [Co(NO2)6] , yang berwarna kuning dan
biasanya dibuat sebagai
garam natriumnya, menunjukkan sifat yang tak lazim. Seperti lazimnya
garam-garam alkali, Na3[Co(NO2)6] larut dalam air, tetapi garam
kalium- nya sangat sukar larut dalam air, demikian juga garam-
garam rubidium maupun sesium-nya. Hal ini dikaitkan dengan
ukuran ion relatif. Ion kalium mempunyai ukuran relatif jauh lebih
dekat dengan ukuran anion kompleksnya, sehingga kristalnya
memiliki energi kisi yang lebih tinggi dan kelarutan lebih rendah.
Sifat ini merupakan salah satu reaksi penunjuk kualitatif adanya ion
kalium:
+ 3-
3 K (aq) + [Co(NO2)6] (aq) → K3[Co(NO2)6] (s)
kuning

Seperti pada ion-ion besi, perbedaan ligan mengakibatkan


perbedaan harga potensial reduksi yang sangat signifikan, sehingga
hal ini mempengaruhi kestabilan tingkat oksidasi ion kompleks yang
bersangkutan. Sebagai contoh adalah:
3+ 2+ o
[Co(H2O)6] (aq) + e [Co(H2O)6] (aq) E = + 1,82 V
3+ 2+ o
[Co(NH3)6] (aq) + e [Co(NH3)6] (aq) E = + 0,10 V
3-
Nilai potensial reduksi ion [Co(NH3)6] (+0,10V) jauh lebih rendah
daripada nilai potensial reduksi oksigen (+1,23 V):
+ o
O2 (g) + 4 H3O (aq) + 4 e → 6 H2O (l) E = + 1,23 V
Oleh karena itu, oksigen sangat potensial sebagai oksidator yang
2+
baik terhadap ion [Co(NH3)6] menurut persamaan reaksi:
2+ 3+ -
4 [Co(NH3)6] (aq) + O2 (g) + 2 H2O (l) → 4 [Co(NH3)6] (aq) + 4 OH (aq)
5.7.5 Kobalt(II)
Garam kobalt(II) berwarna pink jika ion logam ini
2+
mengadopsi geometri oktahedral, misalnya sebagai [Co(H2O)6] ,
tetapi berwarna biru jika mengadopsi geometri tetrahedral,
2-
misalnya sebagai [CoCl4]
. Kristal CoCl .6H O berwarna pink (demikian juga dalam larutan air),
2 2
namun pada penambahan HCl pekat akan diperoleh larutan biru
2-
karena terbentuk ion tetrahedral [CoCl4] :
2+ - 2-
[Co(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) [CoCl4] (aq) + 6 H2O (l)
pink biru

Hasil yang sama juga dapat diperoleh pada proses pelarutan


kristal pink CoCl2.6H2O di dalam etanol absolut atau aseton;
dalam hal ini, pelarut etanol/aseton berfungsi menarik ligan air dari
sekeliling ion pusat Co2+, sehingga posisi ligan digantikan oleh ion
Cl- namun membentuk geometri yang berbeda. Kondisi
keseimbangan warna antara pink – biru dapat dibuat “tepat”
dengan cara melarutkan kristal pink CoCl2.6H2O di dalam etanol
absolut, kemudian menambahkan air secara tetes demi tetes
sehingga larutan biru hampir tepat berubah menjadi pink. Larutan
dalam kondisi keseimbangan seperti ini sangat sensitif terhadap
perubahan temperatur, yaitu jika larutan dipanaskan maka warna
larutan menjadi biru, tetapi jika larutan didinginkan (dalam air es)
warna larutan menjadi pink menurut persamaan reaksi
keseimbangan berikut:
pemanasan
2+ - 2-
[Co(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) [CoCl4] (aq) + 6 H2O (l)
pink pendingina biru
n

Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan ion kobalt(II)


menghasilkan endapan kobalt(II) hidroksida yang berwarna biru
pada awalnya, tetapi menjadi pink setelah dibiarkan beberapa lama
:
2+ -
[Co(H2O)6] (aq) + 2 OH (aq) → Co(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
Secara perlahan, kobalt(II) hidroksida teroksidasi oleh oksigen
udara menjadi kobalt(III) oksida hidroksida, CoO(OH).
Kobalt(II) hidroksidabarangkalidapatdianggapsebagaihidroksida
amfoterik, sebab penambahan ion hidroksida pekat menghasilkan
larutan biru ion tetrahidroksokobaltat(II):
- 2-
Co(OH)2 (s) + 2 OH (aq) → [Co(OH)4] (aq)

5.7.6 Soal-Soal Latihan Co-Rh-Ir


1. Jelaskan satu-satunya senyawa kalium-kobalt yang sukar
larut dalam air.
2. Kobalt(II) klorida heksahidrat berwarna pink, tetapi dalam
alkohol (absolut) atau aseton diperoleh larutan biru. Jika ke
dalam larutan biru ini kemudian ditambahkan (beberapa
tetes) air, perubahan apa yang terjadi. Jelaskan mengapa
demikian
3. Ke dalam larutan biru kobalt(II) klorida heksahidrat dalam
alkohol ditambahkan air tetes demi tetes sedemikian
sehingga warna larutan hampir tepat berubah. Larutan ini
kemudian dimasukkan ke dalam penangas air dan ke dalam
pendingin es secara bergantian, demikian seterusnya;
perubahan apa yang terjadi. Jelaskan �
4. Salah satu uji kualitatif terhadap ion-ion logam alkali dipakai
senyawa kobalt. Senyawa apa ini dan apa indikasinya.

5.8 GOLONGAN 10
NIKEL, PALADIUM, DAN PLATINA
5.8.1 Pendahuluan
Logam paduan nikel telah dikenal di Cina lebih dari 2000
tahun yang lalu, dan penambang-penambang Saxon telah terbiasa
dengan bijih NiAs yang berwarna kemerahan, yang secara sekilas
mirip dengan Cu2O. Para penambang tersebut tidak mampu
mengekstrak “tembaga” dari bijihnya dan memberi nama
kupfernikel, artinya tembaganya pak tua Nick. Pada tahun 1751,
A.F. Constedt mengisolasi logam tak murni dari bijih yang berasal
dari Swedia, dan mengidentifikasinya dengan
komponen logam kupfernikel sebagai logam baru dengan nama
nikel. Akhirnya pada tahun 1804, J. B. Richter berhasil mengisolasi
logam nikel dengan hasil yang lebih murni dan mengidentifikasi
sifat-sifatnya.
Tabel 5.8.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10
Karakteristika 28Ni 46Pd 78Pt
Kelimpahan / ppm
99 0,015 0,01
(dalam kerak bumi)
-3
Densitas / g cm (20 8,908 11,99 21,41
o
C)
o
Titik leleh / C 1455 1552 1769
o
Titik didih / C 2920 2940 4170
Jari-jari atomik / pm
124 137 138,5
(bilangan koordinasi 12)
4+ 5+
48 - Ni 57 - Pt
3+ 4+ 4+
Jari-jari ionik / pm 56 - Ni3+ (ls) 61,5 - Pd3+ 62,5 - Pt
(bilangan koordinasi 6) 60 - Ni (hs) 76 - Pd
2+ 2+ 2+
69 - Ni 86 - Pd 80 - Pt

Konfigurasi elektronik 8 10 14 9 1
[18Ar] 3d [36Kr] 4d [54Xe] 4f 5d 6s
2
4s
Elektronegativitas 1,8 2,2 2,2

Logam platina pada awalnya, tahun 1736, dikenali sebagai


“perak kecil” oleh A.de Ulloa (Spanyol), kemudian pada tahun 1741
sebagai “emas putih” oleh C. Wood (Inggris). Sampai saat ini istilah
“emas putih” dipakai untuk menunjuk pada logam paduan Au-Pd.
Pada tahun 1803, Wollaston berhasil mengidentifikasi paladium, Pd,
dari residu larutan
platina yang diendapkan sebagai (NH4)2PtCl6 dalam air raja. Nama
paladium diturunkan dari nama dewi kebijakan (Yunani) yaitu Pallas
yang paladion (�αλλα�ιον), sama dengan nama asteroid baru
yang ditemukan.
Bijih nikel yang penting dalam perdagangan ada dua tipe
yaitu (1) laterit, yang merupakan bijih oksida-silikat seperti
garnerit, (Ni,Mg)6Si4O10(OH)8, dan nikeliferos limonit,
(Fe,Ni)O(OH).nH2O, dan
(2) sulfida seperti pentladit, (Ni,Fe)9S8 yang tercampuri tembaga dan
kobalt hingga bijih mengandung ~ 1,5 % Ni.
5.8.2 Kecenderungan Golongan 10
Beberapa karakteristika logam golongan 8 ditunjukkan oleh Tabel
5.7.1. Logam golongan ini berwarna putih keperakan, mengkilat
dan mudah ditempa, dan ketiganya juga mudah didapat sebagai
serbuk yang sangat aktif sebagai katalis. Misalnya platina hitam,
berupa serbuk beludru yang dapat diperoleh dari penambahan
etanol ke dalam larutan PtCl2 dalam KOH dan air yang hangat.
Ketiga logam golongan ini mempunyai struktur kubus pusat muka,
fcc.
Dalam keadaan masif, ketiga logam tidak ada yang reaktif,
dan sangat tahan terhadap korosi atmosfer pada temperatur
normal. Pada pemanasan, nikel bereaksi dengan unsur-unsur B, Si,
P, S, dan halogen, tetapi dengan F2, reaksinya paling lambat dari
kedua logam yang lain. Pada pemanasan hingga membara, nikel
teroksidasi oleh uap air, larut dalam asam-asam mineral encer
umumnya secara perlahan tetapi cukup cepat dalam HNO3 encer.
Nikel tahan terhadap HNO3 pekat, demikian juga terhadap alkali.
Paladium dioksidasi oleh O2, F2, dan Cl2 pada pamanasan
hingga membara, dan larut dalam asam-asam oksidator. Platina
pada dasarnya lebih tahan terhadap berbagai reaksi daripada
paladium, dan sama sekali tidak terpengaruh oleh berbagai asam
mineral kecuali air raja.
Kedua logam ini juga larut dalam leburan panas oksida dan peroksida.

5.8.3 Senyawa-Senyawa Nikel(II)


Sebagian besar senyawa kompleks nikel mengadopsi struktur
geometri oktahedron, hanya sedikit mengadopsi geometri
tetrahedron dan bujursangkar. Ion heksaakuonikel(II) berwarna hijau;
penambahan amonia menghasilkan ion biru heksaaminanikel(II)
menurut persamaan reaksi:
2+ 2+
[Ni(H2O)6] (aq) + 6 NH3 (aq) → [Ni(NH3)6] (aq) + 6 H2O (l)
hijau biru
Penambahan larutan ion hidroksida ke dalam larutan garam
nikel(II) menghasilkan endapan gelatin hijau nikel(II) hidroksida
menurut persamaan reaksi:
2+ -
[Ni(H2O)6] (aq) + 2 OH (aq) → [Ni(OH)2] (s) + 6 H2O (l)
Seperti halnya kobalt(II), kompleks yang lazim mengadopsi
geometri tetrahedron adalah halida, misalnya ion
tetrakloronikelat(II) yang berwarna biru. Senyawa kompleks ini
terbentuk dari penambahan HCl pekat ke dalam larutan garam
nikel(II) dalam air menurut persamaan reaksi:
2+ - 2-
[Ni(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq) → [NiCl4] (aq) + 6 H2O (l)
hijau biru

Senyawa kompleks nikel(II) bujursangkar yang umum dikenal


2-
adalah ion tetrasianonikelat(II), [Ni(CN)4] , yang berwarna kuning,
dan bis(dimetilglioksimato)nikel(II), [Ni(C4N2O2H7)2] yang berwarna
merah
pink. Warna yang karakteristik pada kompleks yang ke dua ini sering
digunakan untuk reaksi uji terhadap ion nikel(II). Senyawa kompleks
ini dapat diperoleh dari penambahan larutan dimetilglioksim
(C4N2O2H8
= DMGH) ke dalam larutan nikel(II) yang dibuat tepat basa dengan
2+
penambahan amonia menurut persamaan reaksi: [Ni(H2O)6]
-
(aq) + 2 DMGH (aq) + 2 OH (aq) →
[Ni (DMG)2] (s) + 8 H2O (l)
5.8.4 Soal-Soal Latiham Ni-Pd-Pt

1. Ion nikel(II) dalam air (misalnya NiCl2.6H2O) berwarna hijau;


dalam perspektif senyawa kompleks, bagaimana formula ion
ini.
a. Jika kemudian amonia ditambahkan, perubaan apa yang terjadi.
Jelaskan �
b Sebagai ganti amonia dipakai basa kuat NaOH misalnya;
jelaskan apa yang terjadi.
c. Sebagai ganti amonia dipakai HCl pekat, jelaskan apa yang
terjadi.
2. Salah satu uji kualitatif adanya ion nikel(II) adalah reaksinya
terhadap DMGH. Jelaskan apa yang terjadi dengan
penambahan DMGH pada larutan yang mengandung ion
nikel(II), dan tulis rumus bangun senyawa kompleks yang
terjadi.

5.9 GOLONGAN 11
TEMBAGA, PERAK, DAN EMAS
5.9.1 Pendahuluan
Tembaga, perak, dan emas sering disebut logam “mata uang”
karena menurut sejarahnya, ketiga logam ini merupakan bahan
utama untuk membuat mata uang logam. Empat alasan utama
bahwa logam ini menjadi bahan mata uang logam adalah, (1)
ketiga logam ini lebih banyak terdapat langsung sebagai logamnya,
(2) bersifat dapat ditempa sehingga mudah dibentuk sesuai desain
yang dikehendaki, (3) bersifat tidak reaktif secara kimiawi, dan (4)
sangat berharga khususnya karena kelimpahan yang sangat jarang
untuk perak dan emas. Kelimpahan ketiga unsur ini dalam kerak
bumi adalah, Cu ~ 68 ppm, Ag ~ 0,08 ppm, dan Au ~ 0,004 ppm.
Tabel 5.9.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11

Karakteristika 29Cu 47Ag 79Au


10 1 10 14 10
Konfigurasi elektronik [Ar] 3d 4s [Kr] 4d [Xe] 4f 5d
1 1
5s 6s
Elektronegativitas 1,9 1,9 2,4
Jari-jari metalik /pm
128 144 144
(koordinasi 12)
Jari-jari ionik / pm 73 (+2) ; 77 115 (+1) 137 (+1)
(+1)
Energi ionisai pertama
-1 745,3 730,8 889,9
/ kJ.mol
o
Titik leleh / C 1083 961 1064
o
Titik didih / C 2570 2155 2808
o 8,95 10,49 19,32
Densitas (20 C) / g
-3
cm
Tembagaterdapatterutama sebagai sulfida, oksida ataukarbonat,
seperti bijih tembaga pirit, kalkopirit (chalcopyrite) yaitu tembaga(I)
besi(III) sul- fida, CuFeS2, tembaga glance kalkosit (chalcocite), Cu2S,
kuprit (cuprite), Cu2O, dan malasit (malachite), Cu2CO3(OH)2.
Mineral yang lebih jarang adalah turkuis (turquoise), batu permata
biru CuAl6(PO4)4(OH)8.4H2O. Perak terdapat banyak sebagai bijih
sulfida, dan yang paling penting adalah perak glance (argentit),
Ag2S; tanduk perak (horn silver), AgCl, yang diduga berasal dari
reduksi bijih sulfida oleh air garam, banyak di- temui di Chile dan
New South Wales. Emas umumnya terdapat sebagai telurida,
terasosiasi dengan kwarsa atau pirit. Beberapa sifat ketiga lo- gam
golongan 11 ditunjukkan pada Tabel 5.9.1

5.9.2 Kecenderungan Golongan 11


Logam tembaga, perak, dan emas ketiganya mengadopsi
struktur kubus pusat muka, fcc, dengan elektron valensi satu.
Paduan logam ini dengan logam-logam di sebelah kanannya dalam
tabel periodik unsur, misalnya Zn, akan menaikkan konsentrasi
elektron menurut metode
W. Hume-Rothery dalam paduan utama - fase-α yang dapat
dilukiskan sebagai larutan padat fcc logam M dalam Cu, Ag, atau
Au.

Tabel 5.9.2 Klasifikasi fase paduan logam menurut Hume-Rothery

Konsentrasi
Struktur-fase Contoh
elektron
larutan
1,0 - 1,4 CuMx , AgMx, AuMx
padat-α (fcc)

CuM (M = Be, Zn) ; Cu3M (M = Al, Ga,


~ 1,5 yaitu In) ; Cu5M (M = Si, Sn) ; AgM (M =
fase-β (bcc) Mg, Zn, Cd) ; Ag3M (M = Al, In) ; AuM(
3/2 atau 21/14)
M = Mg, Zn, Cd) ;
Au3Al (struktur kompleks kubus Mn-)
fase-β (hcp) Ag3Ga, Au3In ; Cu5Ge, Ag5Sn, Au5Sn ;
Ag7Sb
fase-γ
Cu5M8 (M = Zn, Cd, Hg) ;
(kompleks kubus
~ 1,62 Cu9M4 (M = Al, Ga, In); Cu31M8 (M = Si,
dengan jumlah Sn) Ag5M8 (M = Zn, Cd, Hg) ; Ag9In4
(yaitu 21 : 13)
atom : 4x13 =
52 Au5M8 (M = Zn, Cd) ; Au9In4
dalam satuan sel
)
CuM3 (M= Be, Zn, Cd) ; Cu3M (M= Si, Ge,
~ 1,75 yaitu Sn) Cu13Sb3
fase-� (hcp)
7/4 atau 21/12 AgM3 (M = Zn, Cd) ; Ag5Al3 ; Ag3Sn ;
Ag13Sb3
AuM3 (M = Zn, Cd) ; Au5Al3 ; Au3Sn

Jika konsentrasi elektron mendekati 1,5 struktur fcc menjadi


kurang stabil dibandingkan dengan struktur bcc sehingga paduan
mengkristal sebagai fase-β, misalnya kuningan-β, CuZn. Kenaikan
konsentrasi elektron lebih lanjut menghasilkan struktur yang lebih
kompleks, kuningan fase-γ, dengan formula Cu5Zn8. Paduan logam
ini mempunyai konsentrasi elektron: 1,615. Fase
ini
masih berbentuk kubus, tetapi terdiri atas 52 atom tiap satuan sel
yaitu 4Cu5Zn8. Fase-γ ini masih dapat menampung tambahan Zn
hingga mencapai konsentrasi kritis ketiga yaitu ~ 1,75 (atau 7/4),
sehingga paduan mengadopsi struktur hcp, fase-� CuZn3. Klasifikasi
fase paduan golongan logam ini menurut Hume-Rothery dapat
dilihat pada Tabel 5.9.2
Ketiga logam tersebut mempunyai tingkat oksidasi +1,
seperti halnya logam-logam alkali. Tembaga lebih umum dengan
tingkat oksidasi +2 daripada +1, dan emas dengan tingkat oksidasi
+3 lebih stabil secara termodinamik. Logam-logam ini sukar
teroksidasi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai positif potensial
reduksinya:
2+ o
Cu (aq) + 2 e → Cu (s) E = + 0,34 V
+ o
Ag (aq) + e → Ag (s) E = + 0,80 V
3+ o
Au (aq) + 3 e → Au (s) E = + 1,68 V
Tabel 5.9.3 Perbandingan sifat logam alkali dan logam golongan tembaga

Sifat Logam Golongan Alkali Logam Golongan Tembaga


Tingkat oksidasi Perak selalu +1, tembaga
+1
yang umum dan emas jarang +1
Reaktivitas Sangat tinggi, dan sangat rendah, dan menurun
kimiawi naik dari atas ke dari atas ke bawah
bawah
Sangat rendah, dan naik
Densitas Tinggi, dan naik dari atas
dari atas ke bawah -
(masa jenis) - -3 ke bawah (~9 - 19 g cm
(~ 0,5 1,9 g cm 3
)
Sangat rendah, dan
Titik leleh turun dari atas ke o
Tinggi, ketiganya ~ 1000 C
bawah
o
(181 - 29 C)

Pada mulanya, golongan tembaga dan alkali dipertimbangkan


mempunyai hubungan sifat tertentu, khususnya karena hanya
logam- logam inilah yang umumnya menunjukkan tingkat oksidasi
+1. Hal ini dapat diasosiasikan dengan kemiripan konfigurasi
10 1 6 1
elektronik yang karakteristik (n-1)d ns dengan (n-1)p ns .
Namun kenyataannya, sifat-sifat kedua kelompok logam ini sangat
berbeda sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.9.3.

5.9.3 Ekstraksi Tembaga


Ekstraksi tembaga dari bijih sulfida dapat dilakukan dengan
proses termal yaitu pirometalurgi atau dengan proses pelarutan air
yaitu hidrometalurgi. Pada proses pirometalurgi, bijih pekat
dipanaskan (proses roasting) dalam kondisi udara terbatas. Proses
ini menguraikan garam rangkap sulfida menjadi besi(III) oksida dan
tembaga(I) sulfida menurut persamaan reaksi:
4 CuFeS2 (s) + 9 O2 (g) → 2 Cu2S (l) + 6 SO2 (g) + 2 Fe2O3 (s)
Ke dalam lelehan campuran ditambahkan pasir untuk mengubah
besi(III) oksida menjadi ampas atau terak besi(III) silikat menurut
persamaan reaksi:
2 Fe2O3 (s) + 3 SiO2 (s) → Fe2(SiO3)3 (l)
Cairan ini berada pada permukaan dan dapat dituang terpisah.
Udara kemudian ditambahkan lagi untuk mengubah tembaga(I)
sulfida menjadi tembaga(I) oksida:
2 Cu2S (l) + 3 O2 (g) → 2 Cu2O (s) + 2 SO2 (g)
Penambahan udara dihentikan setelah kira-kira ⅔ tembaga(I)
sulfida teroksidasi. Campuran tembaga(I) oksida dan tembaga(I)
sulfida kemudian mengalami reaksi redoks khusus dan
menghasilkan logam tembaga tak murni:
Cu2S (l) + 2 Cu2O (s) → 6 Cu (l) + SO2 (g)
Proses pirometalurgi mempunyai beberapa keuntungan.
Proses kimia dan teknologinya sangat terkenal dan dipahami,
banyak dijumpai pada peleburan-peleburan tembaga, dan
merupakan proses yang relatif cepat. Kelemahan proses ini adalah
bahwa bijih harus dipekatkan cukup tinggi, proses peleburannya
membutuhkan banyak energi, dan selain
itu membebaskan emisi gas SO2 dalam jumlah besar sebagai
polutan yang mencemari udara atau lingkungan.
Sebagian besar logam diekstrak dengan proses pirometalurgi
pada temperatur tinggi dengan menggunakan bahan pereduksi
karbon monoksida. Tetapi, proses ini membutuhkan energi yang
tinggi dan membebaskan limbah (polutan) pada udara dan tanah.
Proses hidrometalurgi, yaitu ekstraksi logam dengan proses
pelarutan, telah dikenal berabad-abad sebelumnya, tetapi hingga
abad ke duapuluh belum banyak digunakan, dan hanya digunakan
untuk logam khusus perak dan emas. Proses ini lebih banyak
keuntungannya dibandingkan dengan proses pirometalurgi antara
lain karena (1) hasil samping biasanya lebih sedikit mengakibatkan
problem lingkungan, (2) pabrik pengolahan dapat dibangun dalam
skala kecil yang dapat diperluas kemudian, (3) proses tidak
memerlukan temperatur yang terlalu tinggi sehingga energi dapat
dihemat, dan (4) metode ini dapat memproses bijih dengan
kandungan logam rendah.
Secara umum, proses hidrometalurgi terdiri atas tiga tahapan
utama yaitu, pelumeran (leaching), pemekatan (concentration), dan
pemulihan (recovery). Tahap pelumeran berupa peremukan bijih
dan pengguyuran dengan pereaksi tertentu seperti asam sulfat
encer untuk ekstraksi tembaga atau larutan ion sianida untuk
ekstraksi perak dan emas menurut persamaan reaksi sebagai
berikut:
2 CuFeS2 (s) + H2SO4 (aq) + 4 O2 (g) →
bijih tembaga larutan peluluh
2 CuSO4 (aq) + Fe2O3 (s) + 3 S (s) + H2O (l)
-
4 Au (s) + 8 CN (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
bijih emas larutan peluluh
- -
4 [Au(CN)2] (aq) + 4 OH (aq)
Jadi, dalam proses hidrometalurgi, belerang dibebaskan dalam
bentuk ion sulfat dalam larutan dan belerang padatan, bukan
sebagai gas belerang dioksida sebagaimana dihasilkan pada proses
pirometalurgi.
Tabel 5.9.4 Beberapa paduan tembaga

Paduan logam Komposisi Karakteristika


Kuningan 77 % Cu, 23 % Zn Lebih keras daripada
tembaga
Perunggu 80 % Cu, 10 % Sn, 10 Lebih keras daripada
% Zn kuningan
Mata uang nikel 75 % Ni, 25 % Cu Tahan korosi
Lebih tahan lama
Mata uang 92,5 % Ag, 7,5 % Cu
daripada perak murni
perak

Kadang-kadang, pada tahap pelumeran dipakai larutan


bakterium thiobacillus ferrooxidan hingga dikenal sebagai proses
biohidrometalurgi. Fungsi bakteri ini adalah mengokasidasi sulfida
dalam metal sulfida tak larut menjadi sulfat terlarut. Larutan encer
ion metal ini dipisahkan, kemudian dipekatkan. Akhirnya, metal
dapat diperoleh melalui proses pengendapan kimiawi yaitu reaksi
pendesakan misalnya dengan logam besi untuk ekstraksi tembaga
dan zink untuk ekstraksi emas menurut persamaan reaksi:
CuSO4 (aq) + Fe (s) → FeSO4 (aq) + Cu (s)
- -
2 [Au(CN)2] (aq) + Zn (s) → 2 Au (s) + [Zn(CN)4] (aq)

Pada tahap akhir, logam dapat pula diperoleh secara elektrokimia,


dan produk gas oksigen sebagai hasil ikutan dapat digunakan untuk
oksidasi pada tahap awal menurut persmaan reaksi :
+
Anode : 2 H2O (l) → O2 (g) + 4 H (aq) +
2+
4 e Katode : 2Cu (aq) + 4 e → 2Cu (s)

Tembaga yang diperoleh belum murni, dan ini dapat dimurnikan


secara elektrolisis dengan hasil kemurnian ~ 99,95 %. Untuk itu
digunakan larutan elektrolit CuSO4, katode tembaga murni, dan
tembaga tak murni dipasang sebagai anode. Dengan voltase yang
sesuai selama elektrolisis berlangsung, anode tembaga akan
mengalami ionisasi dengan meninggalkan perak dan emas sebagai
sisa atau ampas anode, dan ion tembaga dalam larutan akan
menempel pada katode. Karena reaksi dalam proses ini
sesungguhnya tidak menghasilkan produk baru, maka voltase yang
dibutuhkan sangat rendah (~ 0,2 V) dan dengan demikian
memerlukan energi yang cukup kecil.
Tembaga murni merupakan penghantar panas tertinggi di
anta- ra semua logam, dan konduktor listrik kedua setelah perak.
Tembaga adalah logam yang relatif lunak, dan sering digunakan
sebagai logam paduan, misalnya kuningan dan perunggu. Beberapa
paduan logam tembaga dengan komposisinya dapat diperiksa pada
Tabel 5.9.4.

5.9.4 Senyawa-Senyawa
Tembaga Tembaga(II)
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan
+2, namun hanya tembaga(II) yang stabil dan mendominasi dalam
larutannya. Dalam air, hampir semua garam tembaga(II) berwarna
biru
2+
oleh karena warna ion kompleks koordinasi enam, [Cu(H2O)6] . Suatu
perkecualian yang terkenal adalah tembaga(II) klorida yang berwarna
2-
kehijauan oleh karena ion kompleks koordinasi empat [CuCl4] ,
yang mempunyai bangun geometri dasar tetrahedral atau
bujursangkar bergantung pada anion ligannya. Dalam larutan encer
garam klorida ini
-
berwarna biru karena terjadinya pendesakan ligan Cl oleh ligan H2O.
Oleh karena itu, jika warna hijau ingin dipertahankan, ke dalam
-
larutan pekat CuCl2 dalam air dapat ditambahkan ion senama Cl
misalnya dengan penambahan padatan NaCl atau HCl pekat atau
HCl gas.
2- 2+ -
[CuCl4] (aq) + 6 H2O (l) [Cu(H2O)6] (aq) + 4 Cl (aq)
hijau biru
2+
Jika larutan amonia ditambahkan ke dalam larutan ion Cu ,
larutan biru berubah menjadi biru tua karena terjadinya
pendesakan ligan air oleh ligan amonia menurut reaksi:
2+ 2+
[Cu(H2O)6] (aq) + 5 NH3 (aq) → [Cu(NH3)(4-5)(H2O)(2-1)] + 5 H2O (l)
biru biru tua

2+
Reaksi ion Cu dengan OH– pada berbagai konsentrasi
bergantung pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke dalam
larutan tembaga(II) sulfat (0,1-0,5M) secara bertetes dengan
kecepatan ~ 1 mL / menit mengakibatkan terjadinya endapan
gelatin biru muda dari garam tembaga(II)
4
hidroksi sulfat, [CuSO
.nCu(OH)]2 , bukan endapan
Cu(OH)2, menurut persaman reaksi:
2+ 2- -
(n+1)[Cu(H2O)6] (aq) + SO4 (aq) + 2nOH (aq) →

[CuSO .nCu(OH)]
4 2 (s) + 6(n+1) H2O (l)
biru muda

Reaksi pengendapan terjadi sempurna pada pH ≈� 8, dan nilai n


bervariasi bergantung pada temperatur reaksi dan laju penambahan
reaktan. Sebagai contoh, dengan laju penambahan reaktan ~ 1 mL
/ menit, reaksi tersebut menghasilkan
4
CuSO .3Cu(OH)2 jika reaksi
berlangsung pada suhu4
20oC, dan CuSO .4Cu(OH)2 pada suhu 24
o
C.
Adanya
SO gugus sulfat baik sebagai
2-
maupun - dalam
HSO
4 4
endapan tersebut dapat ditunjukkan oleh serapan khas spektrum
-1
inframerah yang muncul pada daerah 600 - 1200 cm . Secara
kualitatif, adanya ion sulfat dapat dibuktikan dengan perlakuan
berikut. Endapan biru, setelah dipisahkan dari larutannya dengan
penyaringan dan pencucian dengan air berkali-kali, dilarutkan
dengan HCl. Ke dalam larutan ini kemudian ditambahkan larutan
BaCl2, dan terjadinya endapan putih membuktikan adanya ion sulfat
dalam endapan biru semula.

Tetapi, jika prosedur penambahan dibalik, yaitu ke dalam


larutan NaOH ditambahkan larutan CuSO4, maka peran ion sulfat
dalam endapan menjadi berkurang bahkan lenyap hingga endapan
biru muda didominasi oleh Cu(OH)2; dan uji adanya ion sulfat
dalam endapan biru muda ini tentu saja negatif.

- 2+
2 OH (aq) + [Cu(H2O)6] (aq) → Cu(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
biru muda

Pemanasan kedua jenis endapan biru tersebut


mengakibatkan dekomposisi menjadi hitam, CuO.

Cu(OH)2 (s)
CuO (s) + H2O (l)
 hitam
 
CuSO .3Cu(OH) 2 (s)
4
3 CuO (s) +3 H2O (l) + SO2(g) + ½ O2(g)
 hitam
 

Tembaga(II) hidroksida tidak larut dalam basa encer, tetapi


larut dalam hidroksida pekat membentuk larutan biru tua ion
-
tetrahidroksokuprat(II), [Cu(OH)4] . Tembaga(II) hidroksida juga larut
dalam larutan amonia memberikan larutan biru tua
2+
ion [Cu(NH3)(4-5)(H2O)(2-1)] .

Larutan tembaga(II) dengan berbagai ligan sangat stabil


secara termodinamik, tetapi ligan pereduksi seperti iodida akan
mereduksi tembaga(II) menjadi endapan tembaga(I):
2+ -
2 Cu (aq) + 4 I (aq)→ 2 CuI (s) + I2 (aq)
Tembaga(I)
Pada dasarnya, tembaga bukanlah logam reaktif, namun
logam ini dapat diserang oleh asam-asam pekat. Secara khusus,
tembaga bereaksi dengan asam hidroklorida pekat-mendidih dengan
menghasilkan larutan tak berwarna dan gas hidrogen. Peristiwa ini
sesungguhnya cukup “mengejutkan” mengingat asam hidroklorida
bukanlah asam oksidator kuat seperti asam nitrat. Ion tembaga(I)
yang terjadi segera bereaksi dengan ion klorida membentuk ion
kompleks tak berwarna
-
diklorokuprat(I), [CuCl2] . Tahap reaksi ke dua inilah yang diduga
berlangsung sangat cepat sehingga memicu terjadinya tahap reaksi
pertama menurut persamaan reaksi seperti berikut ini:
+ +
Cu (s) + H3O (aq) Cu (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
+ - -
Cu (aq) + 2 Cl (aq) [CuCl2] (aq)
Jika larutan ini dituangkan ke dalam air suling bebas udara,
diperoleh endapan putih tembaga(I) klorida menurut persamaan
reaksi:
- -
[CuCl2] (aq) → CuCl (s) + Cl (aq)
Tembaga(I) klorida harus segera dipisahkan, dicuci dan disimpan
dalam wadah yang bebas udara, sebab interaksinya dengan udara
dan uap air akan menghasilkan tembaga(II).
Dalamkimiaorganik, diklorokuprat(I) digunakanuntuk mengubah
benzena diazonium klorida menjadi klorobenzena menurut reaksi
Sandmeyer:
-
[CuCl ]
+ - 2
[C6H5N2] Cl (aq)
 C6H5Cl (l) + N2 (g)

Pada umumnya, senyawa tembaga(I) tidak berwarna atau


putih, karena ion ini mempunyai konfigurasi elektronik penuh,
10
3d . Dalam air, ion tembaga(I) terhidrat tidak stabil dan
mengalami disproporsionasi
menjadi ion tembaga(II) sesuai dengan ramalan diagram potensial
reduksi Frost.

+ 2+
2 Cu (aq) Cu (aq) + Cu (s)

5.9.5 Perak
Perak terdapat sebagian besar sebagai unsur bebas dan
perak(I) sulfida, Ag2S. Jumlah perak yang cukup signifikan
diperoleh pada ekstraksi timbel dari bijihnya, dan pada pemurnian
tembaga secara elektrolisis. Salah satu metode ekstraksi logam
melibatkan peremukan Ag2S dengan larutan natrium sianida yang
teraerasi; dalam proses ini garam perak diekstrak sebagai ion
kompleks disianoargentat(I),
-
[Ag(CN)2] menurut persamaan reaksi:
-
2 Ag2S (s) + 8 CN (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
- -
4 [Ag(CN)2] (aq) + 2 S (s) + 4 OH (aq)
Penambahan logam zink mengakibatkan terjadinya reaksi
+
pendesakan atau penggantian tunggal ion Ag oleh logam zink,
2-
membentuk ion kompleks yang sangat stabil [Zn(CN)4] :
- 2-
2 [Ag(CN)2] (aq) + Zn (s) → [Zn(CN)4] (aq) + 2 Ag (s)
Selanjutnya, pemurnian logam perak dapat dilakukan secara
elektrolisis dengan elektrolit perak nitrat yang diasamkan, dan
perak tak murni dipasang sebagai anode dan perak murni dipasang
sebagai katode.

Senyawa-senyawa perak
Dalam hampir semua senyawaan perak sederhana
(nonkompleks), logam perak mempunyai tingkat oksidasi +1, dan
+
ion Ag adalah satu- satunya ion perak yang stabil dalam air.
Senyawa perak yang paling penting adalah perak nitrat, satu-
satunya garam perak yang sangat mudah larut dalam air dan tak
berwarna. Untuk kepentingan industri, perak nitrat digunakan
sebagai bahan untuk membuat senyawa-
senyawa perak yang lain, terutama perak halida yang banyak
digunakan dalam fotografi.
Di laboratorium, larutan standar perak nitrat digunakan untuk
menguji adanya ion klorida, bromida, dan iodida, yang masing-
masing memberikan endapan putih, krem, dan kuning. Karena
intensitas warna bergantung pada ukuran partikel, kadang-kadang
cukup sulit untuk membedakan warna bromida dengan klorida, dan
warna bromida dengan iodida. Oleh karena itu, pengujian lebih
lanjut sering diperlukan dengan penambahan larutan amonia encer.
Perak klorida larut dalam
+
larutan amonia dan menghasilkan ion kompleks [Ag(NH3)2] , dan
perak bromida hanya sedikit larut tetapi larut dalam amonia pekat
juga membentuk ion kompleks diaminargentat(I), sedangkan perak
iodida tak larut dalam larutan amonia.
Untuk memahami perbedaan sifat perak halida ini, perlu
dibahas adanya dua persamaan reaksi keseimbangan, yaitu reaksi
keseimbangan pengendapan dan reaksi keseimbangan
pengompleksan, yang kedua- nya berkompetisi sebagai berikut:
+ -
Ag (aq) + X (aq) AgX (s) (1)
+ +
Ag (aq) + 2 NH3 (aq) [Ag(NH3)2] (aq) (2)

Secarakualitatif,reaksikeseimbangandengannilaitetapankeseimbangan
lebih besar akan mendominasi kompetisi. Jadi untuk X = I,
terbentuknya perak iodida yang kelarutannya sangat kecil,
mengakibatkan reaksi keseimbangan pengendapan (1) akan lebih
dominan. Ini berarti bahwa reaksi keseimbangan (1) bergeser
+
kekanan sehingga di dalam larutan tidak cukup ion Ag untuk
membuat reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan. Sebaliknya,
jika X = Cl, terbentuknya perak klorida yang kelarutannya lebih
+
besar mengakibatkan konsentrasi ion Ag di dalam larutan cukup
besar untuk memicu terjadinya pergeseran reaksi
+
keseimbangan (2) ke arah pembentukan ion kompleks, [Ag(NH3)2] . Ini
berarti bahwa reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan dan
akibatnya reaksi keseimbangan (1) bergeser ke kiri.
Sifat sukar larut AgCl, AgBr, dan AgI dapat dijelaskan
berdasarkan karakter kovalensinya, tetapi AgF padatan putih yang
mudah larut dalam air dipertimbangkan berkarakter ionik baik
padatan maupun dalam larutan (lihat Bab Ikatan Ionik, bagian
Polarisasi dan Kovalensi). Perak klorida, perak bromida, dan perak
+
iodida sangat sensitif terhadap cahaya; sifat ion Ag yang mudah
o
tereduksi menjadi logam Ag (E = + 0,80 V) mengakibatkan
padatan menjadi berwarna gelap jika terkena cahaya, dan oleh
karena itu senyawa-senyawa perak dan larutannya harus disimpan
dalam botol gelap.
Hampir semua senyawa perak sederhana menunjukkan
tingkat oksidasi +1, namun terdapat beberapa perkecualian.
Sebagai contoh,
logam perak dapat dioksidasi menjadi AgO hitam, yang
+ 3+
sesungguhnya merupakan oksida perak(I) dan perak(III), Ag Ag
2-
(O )2. Senyawa ini bereaksi dengan asam perklorat menghasilkan
2+
ion tetraakuaperak(II), [Ag(H2O)4] yang bersifat paramagnetik.
Jadi, reaksi ini merupakan kebalikan dari disproporsionasi, dan sifat
oksidator kuat asam perklorat
menstabilkan perak dengan tingkat oksidasi +2 menurut
persamaan reaksi:
+ 3+ 2- +
Ag Ag (O )2 (s) + 4 H3O (aq) + 2 H2O (l) →
2+
2 [Ag(H2O)4] (aq)
+ 2+
atau AgO (s) + 2 H3O (aq) → Ag (aq) + 3 H2O (l)

5.9.6 Emas
Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam
ini selalu terdapat di alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan
ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan senyawa sianida sama
seperti yang dilakukan pada ekstraksi logam perak. Emas
membentuk berbagai senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit
senyawa anorganik sederhana yang dikenal. Salah satu senyawa
emas yang stabil dengan tingkat oksidasi +1 adalah Au2O. Seperti
halnya tembaga, tingkat oksidasi +1 pada emas hanya stabil dalam
senyawa padatan, karena semua larutan garam emas(I) mengalami
disproporsionasi menjadi logam emas dan
ion emas(III) menurut persamaan reaksi:
+ 3+
3 Au (aq) → 2 Au (s) + Au (aq)

Salah satu senyawa emas yang paling umum dikenal adalah


emas(III) klorida, AuCl3, yang dapat dibuat dengan mereaksikan
kedua unsur secara langsung menurut persamaan reaksi:

2 Au (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AuCl3 (s)

Senyawa ini dapat larut dalam asam hidroklorida pekat


-
menghasilkan ion tetrakloroaurat(III), [AuCl4] , yaitu suatu ion yang
merupakan salah satu komponen dalam suatu campuran spesies
emas yang disebut
“emas cair”, yang akan mengendapkan suatu film logam emas jika
dipanaskan.

5.9.7 Soal-Soal Latihan Cu-Ag-Au


1. Ion tembaga(II) dalam air berwarna biru.
a. Jika ditambahkan larutan amonia , apa yang terjadi. Jelaskan �
b. Jika ditambahkan basa kuat sebagai ganti amonia apa yang
terjadi. Jelaskan �
2. Walaupun sesungguhnya tembaga bukanlah logam yang
reaktif, kenyataannya tembaga dapat bereaksi dengan asam
hidroklorida pekat mendidih. Jelaskan �
3. a. Jelaskan kecenderungan kelarutan garam halida perak, AgF,
AgCl, AgBr, dan AgI dalam air.
c. Jelaskan kecenderungan kelarutan AgCl, AgBr, dan AgI
dalam amonia
b. Jelaskan mengapa senyawaan perak harus disimpan dalam
botol yang berwarna gelap
Catatan:
Extract (v) = ekstrak, jadi untuk kalimat pasif saya lebih suka memakai
kata diekstrak bukan diekstraksi
Extraction (n) = ekstraksi
(bagaimana jika pendesakan tunggal diganti dengan pertukaran?)
pendesakan = penggantian (replacement), berbeda dengan pertukaran
(exchange)
AB + CD → AD + CB adalah reaksi pertukaran
Tetapi AB + C → CB + A adalah reaksi
pendesakan

Pada Tabel 5.9.3, usulan kata “dalam golongannya” dalam kolom 2


dan 3 menurut saya tidak diperlukankarena judul kolomnya sudah
menunjukkan golongan.
Kalimat : Walaupun ………. , namun ….. bersifat pengulangan
pernyataan penyangkalan; pemakaian kata namun tidak diperlukan
karena pada awalnya sudah mencantumkan walaupun atau
sebaliknya tidak perlu pakai walaupun.

5.10 GOLONGAN 12
ZINK, KADMIUM, DAN RAKSA
5.10.1 Kecenderungan Golongan 12
Logam-logam golongan 12 terdiri atas zink, Zn, kadmium, Cd,
dan merkuri atau raksa, Hg. Logam-logam golongan ini dan logam-
logam golongan 2 (alkali tanah) mempunyai konfigurasi elektronik
2
terluar yang sama yaitu elektron valensi ns . Perbedaan antara
kedua golongan ini adalah bahwa untuk periode yang sama, logam-
10
logam golongan 12 mengandung elektron penuh (n-1)d , tetapi
logam-logam golongan 2 sama sekali tidak mengandung elektron
0
(n-1)d . Oleh karena itu dalam beberapa hal, logam-logam
golongan 12 mempunyai kemiripan sifat kimiawi dengan logam-
logam golongan 2, dan dengan demikian sering dipertimbangkan
sebagai golongan unsur-unsur utama atau representatif. Konsisten
dengan pandangan ini adalah, bahwa hampir
semua senyawanya tidak berwarna (atau putih) kecuali jika
anionnya berwarna. Zink dan kadmium sangat mirip sifat
kimiawinya, dan mempunyai tingkat oksidasi +2 dalam semua
senyawa sederhananya. Raksa mempunyai tingkat oksidasi +1 dan
+
+2, namun ion Hg tidak
2+
dijumpai melainkan Hg 2 . Data sifat-sifat fisik golongan ini dapat
diperiksa pada Tabel 5.10.1.
Kelompok logam ini secara dangkal sering nampak seperti
termasuk dalam kelompok logam-logam transisi, tetapi
kenyataannya sifat fisik logam-logam ini menunjukkan perbedaan-
perbedaan yang mencolok dengan logam-logam transisi. Sebagai
o
contoh, titik leleh zink dan kadmium masing-masing adalah 419 C
o
dan 321 C, jauh lebih rendah daripada titik leleh logam-logam
o
transisi yang mendekati 1000 C. Raksa pada temperatur kamar
berupa cairan, dan ini dapat dijelaskan secara memuaskan dengan
efek elektron relativistik, yaitu bahwa kontraksi atau
kontraksi/penyusutan orbital-orbital atomik terluar mengakibatkan
unsur-unsur berperilaku lebih mirip“cairan mulia” (noble liquid).
Kemiripan logam-logam golongan ini dengan logam- logam transisi
hanyalah terletak pada pembentukan senyawa-senyawa
kompleksnya, khususnya dengan ligan amonia, ion sianida, dan ion
halida. Zink dan cadmium, lebih-lebih raksa, cenderung membentuk
senyawa kovalen daripada ionik.
Tabel 5.10.1 Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12

Karakteristika 30Zn 48Cd 80Hg


[18Ar] [36Kr] [54Xe]
Konfigurasi elektronik 10 2 10 2 14 10
3d 4s 4d 5s 4f 5d
2
6s
Densitas / g cm-3 7,14 8,65 13,534 (l)
o
Titik leleh / C 419,5 320,8 - 38,9
o
Titik didih / C 907 765 357
Jari-jari atomik / pm
134 151 151
(Bilangan Koordinasi :
12)
2+ 102
Jari-jari ionik, M / pm 74 95 119 (M +
)
-1
Energi ionisasi / kJ mol : 906,1 876,5 1007
I 1733 1631 1809
: II
Elektronegativitas 1,6 1,7 1,9
Potensial reduksi standar /
V - 0, 7619 - 0,4030 + 0,8545
2+
(M + 2 e → M)

5.10.2 Zink
Sifat-sifat kimiawi
Logam zink dan kadmium bersifat lunak, dan sangat reaktif,
misalnya bereaksi dengan asam encer menghasilkan ion dipositif
menurut persamaan reaksi berikut:
+ 2+
Zn (s) + 2 H3O (aq) → Zn (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
Logam ini juga terbakar jika dipanaskan secara perlahan dalam gas
klorin menghasilkan ZnCl2 :
Zn (s) + Cl2 (g) → ZnCl2 (s)
Ekstraksi zink
Sumber utama logam zink adalah bijih zink blende, ZnS,
namun ekstraksi logam ini tidak sederhana. Tahap pertama dalam
ekstraksi ini adalah pemanggangan bijih zink sulfida di udara pada
o
suhu ~ 800 C untuk mengubah bijih menjadi oksidanya menurut
persamaan reaksi:

2 ZnS (s) + 3 O2 (g)


2 ZnO (s) + 2 SO2 (g)

 
Tahap berikutnya adalah mereduksi oksida ini dengan kokas
o
berlebihan pada suhu ~ 1400 C untuk memperoleh logamnya
menurut persamaan reaksi:
ZnO (s) + C (s)
 Zn (g) + CO (g)
 
Tujuan penggunaan kokasberlebihan adalah untukmencegahterjadinya
reoksidasi zink menjadi oksidanya oleh gas CO2 yang terbentuk
pada proses reduksi tersebut melainkan justru mereduksi gas CO2
menjadi gas CO menurut persamaan reaksi:
CO2 (g) + C (s
2 CO (g)

 
Selain itu, gas zink yang terbentuk sangat panas dan didinginkan
secara tiba-tiba dengan menyemprotkan timbel pada proses ini.
Kedua jenis logam ini kemudian dengan mudah dapat dipisahkan
karena kedua cairan logam ini tidak bercampur; zink dengan
-3
densitas lebih rendah, 7 g cm , mengapung di atas timbel yang
-3
mempunyai densitas lebih tinggi, 11 g cm .
Zink terutama digunakan sebagai pelapis besi untuk
mencegah terjadinya korosi. Proses pelapisan ini dikenal sebagai
proses galvanisasi dan dilakukan berdasarkan pada sifat
elektrokimia proses yang bersangkutan. Logam zink sebenarnya
tidak begitu reaktif. Hal ini disebabkan oleh pembentukan lapisan
pelindung pada permukaan logamnya, pada awalnya sebagai
oksidanya, tetapi kemudian oksida ini bereaksi lebih lanjut dengan
uap air dan gas karbon dioksida dari udara membentuk karbonat
basa, Zn2(OH)2CO3. Pelapisan ini mempunyai keuntungan yaitu
bahwa logam zink akan teroksidasi lebih dulu bahkan sekalipun
lapisan zink telah terkoyak, sehingga besinya nampak ke luar. Hal
ini sebagai konsekuensi dari nilai potensial reduksi zink yang lebih
negatif daripada besi, sehingga zink bertindak sebagai anode yang
terkorbankan menurut persamaan reaksi:
2+ o
Anode : Zn (s) → Zn (aq) + 2 e E = + 0,76 V
2+ o
Katode : Fe (aq) + 2 e → Fe (s) E = - 0,44 V

Garam zink
Sebagian besar garam zink larut dalam air, dan larutan
ini mengandung ion kompleks tak berwarna heksaakuazink(II),
2+
[Zn(H2O)6] . Padatan garamnya umumnya terhidrat, misalnya
heksahidrat untuk zink nitrat, heptahidrat untuk zink sulfat, dan ini
mirip dengan magnesium dan kobalt(II). Struktur zink sulfat
heptahidrat
2+ 2-
adalah [Zn(H2O)6] [SO4.H2O] .
Larutan garam zink bersifat asam karena terjadi hidrolisis
bertahap seperti halnya garam aluminium menurut persamaan
reaksi:
2+ + +
[Zn(H2O)6] (aq) [Zn(H2O)3(OH)] (aq) + H3O (aq) + H2O (l)
Penambahan basa menyebabkan terjadinya endapan putih gelatin
zink hidroksida:
+ -
[Zn(H2O)3(OH)] (aq) + OH (aq) → Zn(OH)2(s) + 3 H2O (l)
Tetapi, endapan ini larut kembali dalam basa berlebihan oleh
karena sifat amfoterik dengan membentuk ion kompleks
tetrahidroksozinkat(II):
- 2-
Zn(OH)2(s) + 2 OH (aq) → [Zn(OH)4] (aq)
Endapan zink hidroksida juga larut dalam amonia membentuk ion
2+
kompleks tetraaminzink(II), [Zn(NH3)4] , menurut persamaan reaksi:
2+ -
Zn(OH)2(s) + 4 NH3 (aq) → [Zn(NH3)4] (aq) + 2 OH (aq)
Zinkkloridamerupakansalahsatusenyawazinkyangpalingbanyak
digunakan. Senyawa ini dapat diperoleh sebagai dihidrat,
ZnCl2.2H2O, dan sebagai batangan-batangan zink klorida anhidrat.
Zink klorida anhidrat sangat mudah larut baik dalam air maupun
dalam pelarut- pelarut organik seperti alkohol dan aseton, dan sifat
ini menunjukkan adanya karakter kovalen dalam ikatannya. Zink
klorida dapat digunakan sebagai fluks dalam pengelasan, dan
sebagai bahan pengawet kayu gelondongan. Kedua manfaat ini
berkaitan dengan sifat senyawa ini sebagai asam Lewis. Dalam
pengelasan, film oksida pada permukaan logam yangakan
disambung harus dihilangkanterlebihdahulu, jika tidak bahan solder
tidak akan melekat (tidak menyambung). Pada temperatur di atas
o
~ 275 C, zink klorida meleleh dan menghilangkan film oksida
dengan pembentukan senyawa kompleks melalui ikatan kovalen
dengan ion oksigen. Solder kemudian dapat melekat atau
menempel pada permukaan logam yang telah bersih. Apabila hal ini
diperlakukan
pada gelondongan kayu, maka zink klorida membentuk ikatan
kovalen dengan atom-atom oksigen dari molekul-molekul selulose.
Akibatnya, kayu terlapisi dengan lapisan zink klorida sebagai
senyawa yang beracun terhadap kehidupan organisme.

Zink oksida
Zink oksida dapat diperoleh dari pembakaran logam zink di
udara atau dekomposisi termal dari zink karbonat menurut
persamaan reaksi:
2 Zn (s) + O2 (g) → ZnO (s)

ZnCO3 (s)  ZnO (s) + CO2


(g)

Zink oksida berupa padatan putih dan mempunyai struktur


intan dengan jaringan ikatan kovalen. Dalam kristalnya, setiap atom
zink dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam geometri
tetrahedron, dan demikian juga setiap atom oksigen dikelilingi oleh
empat atom zink dalam geometri tetrahedron. Tidak seperti oksida
logam putih yang lain, zink oksida menunjukkan perubahan warna
menjadi kuning pada pemanasan dan kembali menjadi putih pada
pendinginan. Perubahan warna seperti ini yang terjadi oleh karena
perbedaan temperatur, dikenal sebagai sifat termokromik. Perubahan
warna zink oksida tersebut karena pada pemanasan beberapa atom
oksigen hilang dari kisi kristalnya sehingga meninggalkan kisi kristal
dalam keadaan kelebihan muatan negatif dan ini menghasilkan
warna yang berbeda; kelebihan muatan negatif (elektron) dapat di
pindahkan via kisi kristal dengan perbedaan potensial. Jadi, oksida
zink ini bersifat sebagai semi konduktor. Pada pendinginan, atom-
tom oksigen yang keluar dari kisi kristal pada pemanasan tersebut
kembali lagi ke posisi semula sehingga diperoleh warna semula.

Zink oksida merupakan senyawa zink yang paling penting.


Senyawa ini digunakan sebagai pigmen putih, sebagai filter dalam
karet, dan sebagai komponen dalam berbagai glazes, enamels dan
antiseptik.
Kombinasi dengan kromium(III) oksida digunakan sebagai
katalisator dalam pabrik pembuatan metanol.

Pengawetan buku
Sebagian besar kertas murah yang berkualitas rendah seperti
kertas koran akan menghitam dan membusuk oleh karena terjadi
reaksi yang menghasilkan asam dalam serat kertas yang
bersangkutan. Tentu saja hal ini sangat merugikan khususnya
untuk keperluan penyimpanan- arsip. Berbagai usaha untuk
mendapatkan proses yang tidak merusak kertas dan tinta telah
dilakukan. Senyawa yang sangat menjanjikan untuk keperluan
tersebut adalah senyawa organometalik dietilzink, Zn(C2H5)2, yang
disintesis pertama kali oleh Edward Frankland pada tahun 1849.
Dalam proses pengawetan yang diterapkan oleh Library of
Congress, sekitar 9.000 buku ditempatkan dalam suatu ruangan,
lalu udara dipompa ke luar, dan ruangan diisi kembali dengan gas
nitrogen murni bertekanan rendah. Hal ini untuk menghilangkan
oksigen karena dietilzink sangat mudah terbakar menurut
persamaan reaksi:

Zn(C2H5)2 (g) + O2 (g) →ZnO (s) + 4 CO2 (g) + 5 H2O (l)

Kemudian, uap dietilzink dipompakan ke dalam ruangan, meresap


ke dalam halaman-halaman buku, dan terjadilah reaksi dengan ion
hidronium (asam) menghasilkan ion zink dan gas etana menurut
persamaan reaksi:
+ 2+
Zn(C2H5)2 (g) + 2 H3O (aq) → Zn (aq) + 2 C2H6 (g) + 2 H2O (l)

Senyawa dietilzink juga bereaksi dengan uap air pada buku


membentuk zink oksida menurut persamaan reaksi:

Zn(C2H5)2 (g) + H2O (l) → ZnO (s) + 2 C2H6 (g)

Zink oksida lebih bersifat basa sehingga mampu berfungsi menjaga


kemungkinan terjadinya asam lagi pada proses pembusukan lebih
lanjut.
Kelebihan dietilzink dan gas etana yang dihasilkan dalam
ruangan dipompa kembali ke luar, dan ruangan dicuci dengan
aliran gas nitrogen dan udara, setelah itu buku-buku baru dapat
dipindahkan. Prosedur ini relatif lambat, memerlukan waktu 3-5
hari.

Komparasi zink dan magnesium

Banyak kesamaan sifat-sifat fisika dan kimia unsur-unsur golongan


2 dengan unsur-unsur golongan 12, terutama berkaitan dengan
2
kemiripan karakter konfigurasi elektronik, ns untuk golongan 2
10 2
dan (n- 1)d ns untuk golongan 12. Kedua golongan ini
2
membentuk kation dipositif dengan kehilangan elektron ns .
Tabel 5.10.2 mengungkap perbandingan sifat fisika dan kimia zink
dengan magnesium.

Dalam beberapa hal logam zink juga mirip dengan


aluminium, misalnya kationnya bersifat asam Lewis kuat dan
terhidrolisis dalam air menghasilkan larutan asam (seperti telah
dibicarakan terdahulu), dan logamnya bersifat amfoterik:
+ 2+
Zn (s) + 2 H3O (aq) + 2 H2O (l) → [Zn(H2O)4] (aq) + H2 (g)
- 2-
Zn (s) + 2 OH (aq) + 2 H2O (l) → [Zn(OH)4] (aq) + H2 (g)

Tabel 5.10.2 Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan magnesium

Karakteristika Zink Magnesium


Jari-jari ionik 74 pm 72 pm
Tingkat oksidasi +2 +2
Warna ion Tak-berwarna Tak-berwarna
Ion terhidrat 2+ 2+
[Zn(H2O)6] [Mg(H2O)6]
Garam-garam yang klorida, sulfat klorida, sulfat
larut
Garam sukar larut karbonat karbonat
Klorida kovalen, higroskopik kovalen, higroskopik
Hidroksida Amfoterik Basa
5.10.3 Kadmium
Kadmium terdapat dalam mineral “greenockite” , CdS, yang
relatif jarang dan dalam jumlah yang sangat kecil, kurang dari 1 %
dalam beberapa bijih zink. Sebagian besar kadmium diperoleh dari
leburan zink dan endapan lumpur yang diperoleh dari pemurnian
elektrolitik zink. Dalam leburan bijih zink yang mengandung
kadmium, kedua logam direduksi secara bersamaan. Oleh karena
kadmium lebih mudah menguap daripada zink, keduanya dapat
dipisahkan dengan distilasi fraksional. Pemisahan juga dapat
dilakukan dengan pengendapan elektrolitik selektif; kadmium dapat
diendapkan pada voltase yang lebih rendah, karena kurang aktif
dibandingkan dengan zink.
Sebagian besar produksi kadmium dipakai untuk pelapisan
(electroplating) seperti pada besi dan baja untuk mencegah
terjadinya korosi. Untukkeperluan ini dipakaielektrolit larutan
tetrasianokadmat(II),
2-
[Cd(CN)4] , yang dapat dibuat dari reaksi kadmium sianida dengan
natrium sianida. Pada katode ion kadmium tereduksi menjadi
logamnya yang menempel dan melapisi katode (besi / baja).
Pelapisan dengan kadmium tidak hanya lebih tahan terhadap
korosi, tetapi juga lebih mudah dipatri dan kelihatan lebih menarik
daripada pelapisan dengan zink. Kadmium juga banyak dipakai
untuk logam paduan yang memberikansifatantiretak.
Batangankadmium juga dapatdipakaiuntuk absorbsi neutron, dan
dengan demikian mengendalikan terjadinya reaksi berantai.
Kadmium oksida berwarna coklat jika dihasilkan dari
pembakaran kadmium di udara. Alkali hidroksida bereaksi dengan
garam kadmium menghasilkan endapan putih Cd(OH)2 yang larut
dalam amonia dengan
2+
membentuk ion kompleks tetraaminkadmium(II), [Cd(NH3)4] .
Penambahan ion klorida berlebihan pada kadmium klorida, CdCl2,
2-
akan membentuk ion kompleks tetraklorokadmat(II), [CdCl4] .
Kedua ion
kompleks ini, seperti halnya ion zink, mengadopsi geometri tetrahedron.
Kadmium karbonat, fosfat, sianida, dan ferosianida, semuanya
tidak larut dalam air. Semua senyawa kadmium larut dalam larutan
kalium
iodida berlebihan oleh karena terbentuk ion kompleks yang larut,
2-
tetraiodokadmat(II), [CdI4] .
Senyawa paling penting dalam perdagangan saat ini adalah
kadmium sulfida, CdS. Zink sulfida tak berwarna, tetapi kadmium
sulfida berwarna kuning legam, oleh karena itu dapat dipakai
sebagai pewarna. Kadmium sulfida dapat dibuat dari reaksi
kationnya dengan ion sulfida sebagai berikut:
2+ 2-
Cd (aq) + S (aq) → CdS (s)

5.10.4 Raksa
Raksa merupakan logam dengan ikatan metalik terlemah di
antara semua logam, dan satu-satunya logam berfase cair pada
temperatur kamar. Lemahnya ikatan metalik mengakibatkan
tingginya tekanan uap pada temperatur kamar, dan ini sangat
berbahaya karena raksa adalah racun dan jika terhisap oleh
makhluk hidup dapat mengakibatkan kematian. Raksa banyak
digunakan dalam termometer, barometer, panel pengganti listrik,
dan lampu pijar raksa.
Larutan logam dalam raksa disebut amalgam. Sebagai
contoh, natrium amalgam dan zink amalgam digunakan sebagai
bahan pereduksi di laboratorium. Dental amalgam yang
mengandung campuran raksa, perak, timah, dan tembaga
digunakan untuk pengisi gigi yang berlubang. Pemakaian campuran
bahan ini cukup beralasan dengan berbagai pertimbangan bahwa
campuran bahan ini bersifat sedikit mengembang pada saat
pembentukan amalgam sehingga mampu mengkait secara kuat
pada permukaan lubang gigi. Dental amalgam ini tidak mudah
pecah oleh benturan-benturan atau tekanan antar gigi, dan
mempunyai koefisien ekspansi termal rendah sehingga tidak mudah
pecah jika terjadi kontak dengan makanan yang panas. Raksa
digunakan terbanyak dalam bidang pertanian dan hortikultura,
misalnya, sebagai senyawa organoraksa digunakan untuk fungisida
dan pengawet kayu.
Ekstraksi raksa
Satu-satunya bijih raksa adalah mineral sinabar, raksa(II) sulfida
- HgS. Kira-kira 75 % logam ini di dunia terdapat sebagai endapan
di Spanyol dan Italia. Banyak bijih raksa mengandung kurang dari 1
% HgS, sehingga menyebabkan mahalnya logam ini. Raksa secara
sederhana dapat diekstrak dengan pemanasan bijih raksa(II)
sulfida di udara. Logam raksa menguap dan terkondensasi sebagai
cairan:
HgS (s) + O2(g)
Hg (l) + SO2 (g)

 

Senyawa-senyawa raksa(II)
Sesungguhnya, semua senyawa raksa(II) mempunyai sifat ikatan
kovalen. Raksa(II) nitrat merupakan salah satu dari beberapa
senyawa raksa yang larut dalam air, dan diduga mengandung ion
2+
Hg . Raksa(II) klorida dapat terbentuk dengan mereaksikan
kedua unsur-unsurnya secara langsung menurut persamaan reaksi:
Hg (l) + Cl2 (g) → HgCl2 (s)
Senyawa ini larut dalam air hangat, tetapi bersifat bukan
penghantar listrik dan sifat ini menunjukkan bahwa dalam
larutannya spesies ini berada sebagai molekul HgCl2, bukan
sebagai ion-ionnya. Kelarutan raksa(II) klorida bertambah dengan
penambahan ion klorida berlebihan
2-
oleh karena terbentuk ion kompleks tetrakloromerkurat(II), [HgCl4] .
Raksa(II) klorida mudah tereduksi oleh timah(II) klorida
menjadi endapan putih raksa(I) klorida, dan kemudian tereduksi
lebih lanjut menjadi logam raksa hitam, dan ini merupakan uji
konfirmasi untuk ion raksa(II) menurut persamaan reaksi:

HgCl2 (aq) + SnCl2 → Hg2Cl2 (s) + SnCl4 (aq)


(aq)
Hg2Cl2 (s) + SnCl2 → 2 Hg (l) + SnCl4 (aq)
(aq)

Ion iodida mengendapkan ion raksa(II) dari larutannya


sebagai endapan merah oranye HgI2, dan endapan ini larut
dalam iodida
berlebihan karena membentuk ion kompleks tetraiodomerkurat(II),
2-
[HgI4] .
Raksa(II) oksida berwarna merah yang dapat terbentuk
o
ketika logam raksa dipanaskan di udara pada suhu ~ 350 C dalam
waktu yang cukup lama:
2 Hg (l) + O2 (g)  2 HgO (s)

Raksa(II) oksida tidak stabil terhadap panas, dan terurai kembali


menjadi logam raksa dan oksigen pada pemanasan yang lebih
kuat. Reaksi dekomposisi ini cukup menarik untuk kegiatan
demonstrasi, sebab warna serbuk merah raksa(II) oksida pada
pemanasan menjadi hilang dan terbentuk butiran-butiran logam
raksa dengan warna keperakan. Namun, tentu saja demonstrasi ini
cukup berbahaya dalam hubungannya dengan kesehatan.
Eksperimen inilah yang dilakukan oleh Joseph Priestly untuk
mendapatkan gas dioksigen murni:
2 HgO (s)

2 Hg (l) + O2 (g)
 
Hidrogen sulfida mengendapkan ion raksa(II) dari larutannya
sebagai endapan hitam, HgS. Endapan yang terbentuk dari
interaksi HgCl2 dengan gas H2S, pada mulanya putih
(HgCl2.3HgS), kemudian kuning dan akhirnya hitam. Pada
pemanasan, HgS berubah menjadi merah terang karena
terbentuknya isomer HgS hitam. HgS larut dalam
larutan natrium sulfida dalam suasana basa berlebihan oleh karena
2-
pembentukan ion kompleks tiomerkurat(II), [HgS2] .

Senyawa raksa(I)
Hal yang menarik bagi kimia raksa adalah kemampuannya
2+
membentuk ion [Hg-Hg] dengan kedua atom raksa terikat oleh
satu ikatan kovalen tunggal, dan dalam kenyataannya tidak dikenal
adanya senyawa sederhana ionik raksa(I). Senyawa raksa(I) klorida,
Hg2Cl2, dan raksa(I) nitrat, Hg2(NO3)2, telah dikenal, tetapi sulfidanya
belum pernah berhasil disintesis. Hal ini dapat dipahami melalui
sifat keseimbangan disproporsionasi sebagai berikut:
2+ 2+
Hg2 (aq) Hg (l) + Hg (aq)

Nilai tetapan keseimbangan, Kdis, sistem keseimbangan tersebut


-3 o
adalah ~ 6 x 10 pada 25 C. Rendahnya nilai tetapan ini
menunjukkan bahwa dalam kondisi normal kecenderungan ion
raksa(I) untuk terdisproporsionasi sangat kecil. Tetapi, anion
2-
sulfida, S , dengan raksa(II) membentuk senyawa HgS yang
sangat sukar larut, sehingga
-53
pembentukan endapan HgS (Ksp ~ 4 x 10 ) mendorong keseimbangan
tersebut ke arah kanan. Akibatnya reaksi total raksa(I) dengan ion
sulfida tidak akan menghasilkan raksa(I) sulfida melainkan raksa(II)
sulfida :
2+ 2-
Hg2 (aq) + S (aq) → Hg (l) + HgS (s)

5.10.5 Baterai
Penggunaan yang paling umum logam golongan 12 adalah
untuk baterai dalam berbagai tipe sel. Sayangnya, sebagian besar
bahan- bahan baterai cukup beracun sehingga menimbulkan
problem dalam membuang bahan-bahan bekasnya. Baterai alkalin
adalah yang paling populer untuk kebutuhan baterai rumah tangga.
Baterai ini terdiri atas pembungkus zink sebagai anode, batang
katode di bagian tengah yang terbuat dari campuran grafit dan
mangan(IV) oksida yang dikompres, dan larutan kalium hidroksida
sebagai elektrolitnya. Reaksi sel yang terjadi pada proses pemakain
arus listrik adalah:
-
Zn (s) + 2 OH (aq) → Zn(OH)2 (s) + 2 e
-
2 MnO2 (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 MnO(OH) (s) + 2 OH (aq)

Persamaan reaksi tersebut menunjukkan bahwa 2 mol ion


hidroksida dibutuhkan dalam reaksi anode dan 2 mol ion hidroksida
dihasilkan kembali dalam reaksi katode. Dengan demikian,
konsentrasi elektrolit relatif tetap dan konsekuensinya potensial sel
baterai juga relatif tetap dengan masa hidup yang tentu saja lebih
panjang daripada sel kering. Baterai raksa dengan zink sebagai
anode telah dibicarakan pada Bab 3 Reaksi Kimia (Kimia Anorganik
Nonlogam).
Baterai NiCad adalah baterai kering yang rechargeable,
artinya dapat dimuati atau diisi kembali jika habis. Baterai ini terdiri
atas kadmium sebagai anode, nikel(III) oksida hidroksida sebagai
katode dan elektrolit ion hidroksida. Pada proses pemakaian atau
pengosongan terjadi reaksi sebagai berikut:
-
Anode : Cd (s) + 2 OH (aq) → Cd(OH)2 (s) + 2 e
-
Katode : 2 NiO(OH) (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 Ni(OH)2 (s) + 2 OH (aq)

Pada proses pengisian kembali terjadi reaksi sebaliknya. Perlu


dicatat bahwa nikel(III) hanya stabil dalam basa dan padatan-
padatan tak larut kedua nikel-hidroksida; ini berarti bahwa kation
tidak mengalami migrasi yang terlalu jauh dari permukaan logam,
sehingga untuk keperluan pengisian kembali reaksi sebaliknya
dapat berlangsung di tempat yang sama. Pemakaiannya pada
komputer portabel (Note Book) dengan charging memory
memerlukan perhatian khusus. Fenomena yang tak umum ini berarti
bahwa jika baterai NiCad dikosongkan hanya sebagian atau tidak
tuntas dan kemudian diisi kembali, maka baterai ini hanya akan
mengingat hingga tingkatan semula ketika dikosongkan tidak tuntas.
Akibatnya, baterai ini pada pemakaian atau pengosongan akan
berhenti pada tingkatan tersebut. Jadi, sangat penting untuk
mengosongkan bateri ini hingga tuntas sebelum diisi kembali.

5.10.6 Soal-Soal Logam Golongan 12


1. Tulis persamaan reaksi:
(a) logam zink + bromin cair
(b) padatan zink karbonat dipanaskan
(c) larutan ion zink(II) + larutan amonia
(d) padatan zink karbonat dipanaskan
(e) padatan raksa(II) sulfida dipanaskan di udara
(f) ) larutan raksa(II) klorida + larutan timah(II) klorida
2. Jelaskan secara ringkas mengapa logam zink, kadmium, dan
raksa, tidak termasuk golongan logam-logam trnsisi, demikian
2
juga tidak termasuk golongan logam-logam alkali tanah (ns ).
3. Bandingkan kesamaan/perbedaan sifat-sifat (a) zink dengan
magnesium, dan (b) zink dengan aluminium.
4. Raksa(II) iodida tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan
kalium iodida. Jelaskan �
5. Jelaskan susunan baterai NiCad, dan cara pengisisan kembali�
6. Jelaskan salah satu proses pengawetan buku dengan bahan
pengawet dari senyawa zink.
7. Tulis persamaan reaksi yang menunjukkan sifat amfoterik logam
zink:
+
(a) Zn (s) + H3O (aq) + H2O (l) →
-
(b) Zn (s) + OH (aq) + H2O (l) →
8. Tulis persamaan reaksi untuk sifat-sifat senyawa raksa berikut:
(a) HgCl2 (aq) + SnCl2 →
(aq)
(b) Hg2Cl2 (s) + SnCl2 →
(aq)
(c) HgI2 (s) + KI (aq) →
9. Jelaskan mengapa reaksi antara ion raksa(I), 2+
Hg , dengan ion
2-
sulfida, S , membentuk endapan raksa(II) sulfida. 2

0
DAFTAR PUSTAKA

Barnard, A.K.(1965). Theoretical Basis of Inorganic Chemistry. New


York: McGraw-Hill Publishing Company
Chang, R. (1991). Chemistry, Forth Edition. New York: McGraw-Hill,
INC. Cotton, F.A., and Wilkinson, G.(1972). Advanced Inorganic
Chemistry, Third
Edition. New York: Interscience Publishers
Cotton, F.A., and Wilkinson, G. (1976) Basic Inorganic Chemistry. New
York: John Wiley & Sons, INC.
Day, JR, M.C., and Selbin, J.(1969). Theoretical Inorganic Chemistry.
New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Dorain, P.B. (1965) Symmetry in Inorganic Chemistry. London:
Addison- Wesley Publishing Company, INC.
Douglas, B.E., and McDaniel, D.H. (1965). Concepts and Models of
Inorganic Chemistry.London: Blaisdell Publishing Company.
Greenwood, N. N., and Earnshaw, A. (1989). Chemistry of The Elements.
Oxford: Pergamon Press.
Hamm, D. I. (1969) Fundamental Concepts of Chemistry. New
York: Meredith Corporation,
GLoSARIUM

Bilangan koordinasi: adalah bilangan yang menyatakan banyaknya


bola atom atau ion pengeliling yang menyentuh atom atau
ion lain sebagai atom pusatnya.
Derajad ikatan (bond order): adalah bilangan yang harganya
setengah dari selisih elektron-elektron yang menempati orbital
ikat dengan yang menempati orbital antiikat untuk dua atom
yang berikatan, yang melukiskan tingkat kekuatan relatif
ikatan yang bersangkutan.
Diamagnetik: adalah sifatinteraksi menolak dari medan
terinduksiorbital- orbital penuh elektron suatu spesies
terhadap medan magnetik dari luar. Oleh karena itu spesies
paramagnetik mempunyai nilai negatif pada suseptibilitas
magnetiknya (χ).
Elektron antiikat (elektron anti bonding): adalah elektron-elektron
yang menjadi milik bersama antara dua atom yang
mengadakan ikatan, tetapi berada dalam orbital molekular
antiikat sehingga memperlemah terjadinya ikatan antara
atom-atom yang bersangkutan.
Elektron ikat (elektron bonding): adalah elektron-elektron yang
menjadi milik bersama antara dua atom yang mengadakan
ikatan dan
berada dalam orbital molekular ikat sehingga memperkukuh
terjadinya ikatan antara atom-atom yang bersangkutan.
Elektron inti (core electron): Elektron-elektron yang menempati
energi dibawah pita valensi.
Elektron nonikat (elektron nonbonding): adalah elektron-elektron
yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan, jadi hanya
dipengaruhi oleh salah satu atom pemiliknya saja.
Energi kisi: adalah energi yang dibebaskan apabila ion-ion dalam
keadaan gas bergabung untuk menghasilkan satu mole
senyawa ionik kristalin.
Hibridisasi: adalah perubahan yang melukiskan terjadinya peleburan
2-3 macam orbitalyangenergiawalnya masing-masing tidak
setingkat menjadi 2-3 orbital gabungan baru yang disebut
sebagai orbital hibrida dengan energi yang setingkat.
Misalnya, satu orbital s dan tiga orbital p dapat membentuk
empat orbital hibrida sp3; satu orbital s, tiga orbital p, dan
satu orbital d, dapat membentuk lima orbital hibrida sp3d;
dalam hal ini numerik superskript menyatakan banyaknya
orbital yang terlibat.
Ikatan ��: adalah model tumpang-tindih dengan sumbu ikat
internuklir terletak pada rapatan elektron ikat. Ikatan �
adalah model tumpang-tindih dengan sumbu ikat internuklir
terletak pada satu bidang simpul.
Insulator: adalah material yang tidak mampu menghantar aliran
listrik oleh sebab adanya celah energi yang cukup lebar antar
pita energi “isi” dengan pita energi “kosong” sehingga
elektron tidak mampu melintasinya.
Kemas rapat (closest pack): adalah model tataan atom-atom
yang dilukiskan sebagai bola dengan ukuran homogen
serapat mungkin.

334 Kimia Anorganik Logam


Ligan: adalah gugus atom netral atau ion yang mampu bertindak
sebagai basa Lewis yaitu menyediakan pasangan elektron
menyendiri untuk mengadakan ikatan koordinasi dengan
atom pusat dalam senyawa kompleks. Ligan dengan dengan
1, 2, 3, 4, 5, 6 atom donor, masing-masing disebut sebagai
ligan monodentat, didentat, tridentat, tetradentat,
pentadentat, heksadentat.
Momen magnetik, µs: adalah ukuran sifat magnetik suatu spesies
yang dinyatakan dengan satuan Bohr Magneton, BM; momen
magnetik spin only = µs ,
Orbital atomik: adalah ruang sekitar atom yang melukiskan
peluang mendapatkan elektron yang mungkin ada bagi atom
yang bersangkutan.
Orbital molekular: adalah gabungan orbital atomik dari dua atom
atau ion membentuk orbital baru bersama tempat elektron-
elektron dipengaruhi bersama kedua atom yang
bersangkutan.
Paramagnetik: adalah sifat momen magnetik permanen yang
dimiliki oleh suatu spesies yang ditimbulkan oleh momentum
sudut spin dan momentum sudut orbital elektron
nirpasangan. Oleh karena itu spesies paramagnetik
mempunyai nilai positif pada suseptibilitas magnetiknya
(χ).
Pasangan elektron mandiri (lone pair of electron): adalah
pasangan elektron yang terlokalisasi pada satu atom (pemilik)
saja; berbeda dari pasangan elektron ikatan yang terlokalisasi
antara dua atom (atau lebih) sebagai pemilik bersama.
Pita energi: adalah energi orbital-orbital molekular yang sangat
berdekatan satu dengan lainnya sedemikian sehingga tidak
ada lagi celah melainkan berupa “pita” berkelanjutan.
Pita konduksi: Pita energi tertinggi setelah pita valensi tempat
elektron dapat menjelajah secara bebas sebagai penghantar
listrik. Elektron-elektron pada pita ini disebut elektron
konduksi.
Glosarium 335
Pita valensi: adalah pita energi tertinggi yang penuh berisi elektron.
Rapatan muatan (ρ): adalah muatan ion (jumlah unit muatan
dikalikan dengan muatan proton dalam satuan coulomb, C)
dibagi satuan volume.
Semikonduktor: adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator.
Senyawa kompleks: senyawa yang terdiri atas atom pusat dan
ligan sebagai gugus pengeliling dengan atau tanpa ion
penetral. Atom pusat ini sering merupakan kelompok transisi.
Ikatan antara atom pusat dengan ligan adalah ikatan
koordinasi dengan atom donor dari ligan yang bersangkutan;
oleh karena itu sering disebut sebagai senyawa koordinasi,
dan ini mencakuo kelompok non- transisi sebagi atom pusat.
Suseptibilitas magnetik (χ): adalah sifat kerentanan magnetik suatu
spesies terhadap pengaruh medan magnetik dari luar;
penentuan dengan mengukur perbedaan massa spesies ini
jika ditimbang dengan dan tanpa medan magnetik
menghasilkan suseptibilitas magnetik massa (χg);
suseptibilitas magnetik molar, χM = χg dikalikan massa rumus
spesies (Mr).
Unit sel atau satuan sel: adalah tataan (bola-bola) atom paling
sederhana yang apabila pada pengulangan diperoleh seluruh
bangun kristal.
Unsur-unsur transisi: secara umum diartikan sebagai kelompok
unsur yang pengisian konfigurasi elektronnya menurut
diagram aufbau terjadi pada orbital d dan f. Kelompok
transisi d terdiri atas tiga seri yaitu 3d, 4d, dan 5d.
Kelompok f yang sering juga disebut sebagai logam tanah
jarang atau kelompok transisi dalam (inner transisition)
terdiri atas 2 seri yaitu 4f (lantanoida) dan 5f (aktinoida).
0

336 Kimia Anorganik Logam


LAMPIRAN

GEOMETRI KEMAS RAPAT DALAM


SENYAWA PADATAN
Tujuan Kegiatan
Tujuan utama kegiatan ini adalah mempelajari geometri kemas
rapat untuk memperoleh gambaran struktur geometri khususnya
senyawa padatan ionik.
Pendahuluan
Padatan suatu senyawa ionik dapat dipandang seperti halnya
kemas rapat atom-atom logam. Tataan atom-atom, molekul-molekul,
atau ion- ion dalam pola yang teratur dan berulang disebut suatu kisi
ruang. Sifat tataan ini ditentukan oleh tiga faktor utama:
(1) bentuk dan ukuran relatif atom, molekul atau ion
(2) sifat arah dan kekuatan relatif ikatan kimia, dan
(3) energi termal sistem.
Dua tipe model yang diterapkan yaitu (1) model pengisian
rongga dengan bola-bola yang mewakili atom atau ion dikemas
mendekat satu sama lain, dan (2) model ekspansi “bola dan tangkai”
(ball and stick) dengan bola-bola (atom atau ion) ditahan secara
terpisah oleh tangkai penghubung. Tangkai penghubung dalam
struktur kristal model ”bola
dan tangkai” sering mewakili ikatan-ikatan kovalen, misalnya dalam
intan, tetapi sering pula bukan misalnya dalam NaCl; apapun jenis
ikatannya, tangkai penghubung melukiskan“kisi kristal” yang
bersangkutan.
PadakegiatanberikutiniAndaharusmelakukankegiatanpengemasan
bola-bola dan melakukan pengamatan sesuai dengan petunjuk dan
melengkapi isian di tempat kosong pada lembar kerja yang tersedia
untuk memperoleh pemahaman perihal kemas rapat zat padat.
Alat dan Bahan
Untuk pelaksanaan kegiatan “praktikum” dalam pokok bahasan
geometri kemas rapat diperlukan sejumlah tertentu, kira-kira 100-150
bola ping-pong dengan ukuran sama dan paling tidak terdiri atas dua
warna, dan bola-bola lain yang lebih kecil ukurannya (misalnya bola
karet, kelereng, dan gotri) untuk setiap kelompok (2 praktikan).
Peralatan yang digunakan yaitu“electrical gluegun”(lem-pestol) untuk
perekat antar bola- bola. Dan untuk mengukur ukuran diameter bola
dipakai“jangka sorong”. Jenis lapisan bola yang telah direkatkan satu
sama lain bisa disiapkan sebelumnya, sehingga praktikan tidak perlu
merekatkannya.
LEMBAR KERJA
SOAL 1
GEOMETRI KEMAS RAPAT DALAM PADATAN
Nama : ....................................................
Hari / tanggal : ....................................................

Efisiensi Kemasan Bola


Gunakan sejumlah bola pingpong untuk berbagai pola tataan
dan bola-bola kecil lainnya dengan berbagai ukuran untuk
menyelesaikan tugas berikut ini.
(1)Atur bola-bola (a) secara sebelah menyebelah (side by side) dalam
satu bidang datar / satu lapis, dan (b) secara paling rapat satu
sama lain seperti direpresentasikan pada Gambar 1.
338 Kimia Anorganik Logam
Berapa jumlah bola secara maksimal mampu menyentuh satu bola
yang lain dalam satu lapis untuk masing-masing tataan ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . bola untuk (a) dan................bola untuk (b).
Dengan demikian kemasan lapis mana yang paling rapat, (a) atau kah (b) ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Oleh karena itu, suatu bangun geometri yang disusun oleh lapis-lapis
(a) bukanlah merupakan kemas rapat sedangkan bangun
geometri yang disusun oleh lapis-lapis (b) merupakan kemas
rapat. Tataan lapis
(b) sering pula disebut lapis heksagon (perhatikan bidang
segienam/ heksagon yang dilukiskan dengan titik-titik).

Gambar 1 Model kemas lapis sebelah-menyebelah, “side by side”


(a), kemas rapat lapis heksagon (b), kubus sederhana (c), dan kubus pusat
badan (d)

Lampiran 339
(2) Jika model tataan (a) pertama ditumpangi oleh tataan (a)
kedua, ketiga dan seterusnya (minimal lakukan untuk tiga lapisan)
sedemikian sehingga setiap bola persis lurus di atas bola yang
lain, maka diperoleh pola kemasan lapis A, A, A. Berapa jumlah
bola-bola yang menyentuh setiap bola yang lain pada kemasan
lapis A, A, A ini ?
Jawab......................bola. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(bilangan koordinasi suatu atom/bola “pusat” didefinisikan sebagai
jumlah atom/bola pengeliling yang menyentuh satu
atom/bola“pusat’ tersebut). Untuk memperoleh bangun geometri
model ini cukup diwakili oleh dua lapis saja, A, A dan masing-
masing lapis cukup terdiri atas empat bola saja; bangun apa yang
terjadi (lihat Gambar 1c).
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(3).................................................................Jika ”rongga” antara


kedua lapis A, A tersebut ditempati satu bola lagi yang sama
ukurannya hingga tepat menyentuh semua bola, maka kedua lapis
bola A - A akan mengalami ekspansi (pemekaran), dan hasilnya
berupa bangun...........................................(Gambar 1d).
Bangun
ini mempunyai bilangan koordinasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jadi bangun mana yang lebih rapat antara Gambar 1c dan 1d ? . . . . . . . . . . . .
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kedua bangun hasil kemasan model lapis (a) tidak termasuk
”kemas rapat” (closed packing) atau ”kemas terapat” (closest
packing), sebab memang kemasan ini masih dapat diubah untuk
menjadi lebih rapat lagi.

Kemas rapat heksagonal dan kemas rapat kubus


Ada dua kemungkinan tataan untuk kemas rapat bola-bola
berukuran sama, yaitu (i) kemas rapat heksagonal (hexagonal
closest- packing, hcp), dan (ii) kemas rapat kubus pusat muka
(cubic closest- packing, ccp atau face-centred cubic closest-
packing, fcp). Kedua tataan ini menggunakan lapis heksagon
(Gambar 1b) dan mewakili suatu cara yang paling efektif untuk
mengemas bola-bola agar menempati ruangan / rongga secara
maksimal terhadap ruangan yang ada. Untuk lebih mudah sering
salah satu lapis cukup diwakili oleh tiga bola saja.
(4a) Untuk mengamati kemas rapat heksagonal (hcp), tempatkan
pola segitiga-tiga bola (pertama) mendatar di atas meja,
kemudian tumpangkan pola heksagon-tujuh bola di atas-nya
sehingga bola- bola heksagon tepat menempati ruangan /
rongga antara bola-bola segitiga, dan selanjutnya tumpangkan
lagi pola segitiga-bola kedua di atas pola heksagon sedemikian
sehingga bola-bola segitiga-bola kedua ini tepat lurus di atas
bola-bola segitiga-bola pertama (Gambar 2a). Pola tumpang-atas
demikian ini terus berlanjut secara sama, dan hasilnya disebut
kemas rapat heksagonal (hcp) ; jika bola-bola satu lapis tepat
lurus di bawah / di atas bola-bola satu lapis yang lain, ke dua
lapis ini dinyatakan dengan label yang sama, misalnya lapis A,
tetapi bagi bola-bola satu lapis lain yang tidak tepat lurus di
atas / di bawahnya melainkan menempati rongga-rongga antar
bola maka lapis ini dinyatakan dengan label lain misalnya lapis
B, demikian seterusnya. Maka, sesungguhnya kemas rapat
heksagonal ini mengikuti pola tumpang atas lapis secara
bergantian A, B, ,
, ,
........ ........ ........
, ,dan seterusnya.
Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola “pusat”
pola geometri hcp ini ? Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . .bola, yang terdiri
atas................................................................................bola
pada lapis yang sama dan masing-masing.........bola pada lapis di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.

(4b) Secara sama susunlah tumpang-atas pola hcp yang lain,


dengan menggunakan lapisan heksagon-tujuh bola sebagai lapis
pertama, lapisan segitiga tiga bola sebagai lapis kedua, dan
sekali lagi heksagon-tujuh bola sebagai lapis ketiga (Gambar 2b)
; perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap sama seperti
hcp (4a) ? Jawab: (Ya / Tidak, yaitu ). Adakah perbedaan
geometri antara (4a) dan
(4b) ? Jawab : (Ya / Tidak) . . . . . .

Untuk menguji kebenaran jawaban ini kerjakan kegiatan (4c)


berikut.
Gambar 2 Berbagai kemungkinan kemas rapat tumpang-atas
(4c) Ulangi susunan kemasan model hcp minimal tiga tumpukan
lapis, namun setiap lapis menggunakan lapis heksagon tujuh
bola. Tentukan salah satu bola sebagai bola “pusat”, kemudian
hitung bola lain yang menyentuhnya (Gambar 2c). Berapa
bilangan koordinasi setiap bola ini ? (Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . ).
Pegang pola kemasan hcp ini dan terawangkan pada cahaya
lampu (TL / neon pada langit-langit atap) dengan memejamkan
salah satu mata Anda; apa yang dapat Anda perhatikan pada
jalannya berkas sinar lampu tersebut ketika mengenai kemasan
hcp?
Jawab :
.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

Alternatif lain, biarkan kemasan model hcp ini (Gambar 2c) di


atas meja kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan
batang lidi ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar
bola. Apa yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi ini
terhadap rongga- rongga kemasan hcp ?
Jawab :
.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

(5a) Untuk mengamati kemas rapat kubus atau kubus pusat muka
(fcc), susunlah kemasan hcp seperti pada (4a), pegang lapis
segitiga- tiga bola teratas dan putarlah mendatar 600 (searah
atau melawan
arah putaran jarum jam). Bola-bola lapisan segitiga-bola teratas ini
sekarang tidak lagi tepat lurus di atas bola-bola lapisan segitiga-
bola pertama (lapis paling bawah) melainkan lurus di atas rongga-
rongga di antaranya. Pola tumpang-atas demikian ini terus berlanjut
secara sama, dan hasilnya disebut kemas rapat kubus pusat muka
(fcc) ; maka sesungguhnya kemas rapat kubus pusat muka ini
mengikuti pola tumpang atas lapis secara bergantian A, B, . . . . . . . ., . . .
, . . . . . . . ., . . . . . . . ., ,
.....

dan seterusnya.
Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola-pusat pola
geometri ccp atau fcc ini ? Jawab : . . . . . . . . bola, yang terdiri atas . . .
.....

bola pada lapis yang sama dan masing-masing bola pada lapis di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi.
(5b) Secara sama susunlah tumpang-atas pola fcc yang lain, namun
sekarang menggunakan tiga lapisan heksagon-tujuh bola
(Gambar 2e); perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap
sama seperti fcc sebelumnya (5a) ? Jawab : Ya / Tidak, yaitu ?.
Pegang pola
kemasan fcc ini dan terawangkan pada cahaya lampu (TL)
dengan memejamkan salah satu mata Anda ; apa yang dapat
Anda perhatikan pada jalannya berkas sinar lampu ketika
mengenai kemasan fcc?
Jawab :
.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

Alternatif lain, biarkan kemasan fcc ini (Gambar 2e) di atas meja
kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang lidi
ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola. Apa
yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi terhadap rongga-
rongga kemas rapat fcc ini ?
Jawab :
.................................................................................................................................
....
.................................................................................................................................
....

(6) Istilah kemas rapat kubus pusat muka (fcc) untuk kegiatan 5a-b
terse- but sering membingungkan, karena tidak langsung
menampakkan
geometri kubus pusat muka. Untuk itu perhatikan contoh
geometri kubus pusat muka yang tersedia di laboratorium
sebagaimana ditam- pilkan Gambar 3. Bangun ini diwakili oleh
empat belas bola yang ter- diri atas delapan bola yang
menempati ke-delapan sudut kubus dan enam bola yang
menempati ke-enam pusat bidang muka kubus. Se- lidikilah
secara hati-hati ke-empatbelas bola ini. Berapa bola dalam
bidang yang sama menyentuh bola-pusat pada setiap muka
kubus ?.

Jawab : bola.
Apakah setiapbidang muka kubus
inimerupakan lapisan kemas ter-rapat ?.
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . .

Jadi harus melalui sumbu atau diagonal mana


kubus ini dipandang agar menunjukkan lapis-
lapis kemas terapat ?.
Jawab :
.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

(Beri tanda atau arsir yang sama bagi bola-bola yang menyusun
lapis yang sama dan tulislah pula label masing-masing lapisnya A,
B, dst. untuk Gambar 3)
Kepada Anda disediakan seperangkat bola (berwarna)
tertentu, coba kemaslah sedemikian sehingga membentuk
bangun kubus pusat muka di mana setiap lapis mempunyai
warna yang sama, kemudian bandingkan hasilnya dengan
Gambar 3 yang telah diarsir. (Tunjukkan hasil ini pada Asisten
Anda, dan mintalah tanda tangan sebagai bukti di sini )

Geometri Tetrahedron (dalam Kubus)


Tempatkan pola segitiga-bola medatar di atas meja
kemudian tumpangkan satu bola tepat di atas rongga segitiga-
bola ini. Maka rongga yang terjadi oleh susunan ke-empat bola
ini disebut sebagai
rongga tetrahedral, sebab pusat masing-masing dari keempat
bola yang membangun rongga ini menempati titik-titik sudut
bangun tetrahedron.
Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke
dalam rongga ini kemudian ujilah bola kecil mana yang tepat
tersentuh oleh ke-empat bola bangun tetrahedron yang saling
bersentuhan ; hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengkocoknya, jika terlalu kecil maka akan menimbulkan suara
kocokan, dan oleh karena itu lanjutkan dengan mengganti bola
kecil lain hingga diperoleh ukuran yang paling tepat. Selanjutnya
ukur diameter atau jari-jari masing-masing bola besar
(pingpong) dan bola kecil yang tepat menempati rongga
tetrahedron, kemudian hitung rasionya. (Catatan : r+ merupakan
jari-jari kation yang biasanya lebih pendek dan r- merupakan jari-
jari anion yang biasanya lebih panjang).
Diameter bola kecil = . . . . . . . . , maka jari-jarinya = (r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . , maka jari-jarinya = (r-)

Rasio jari-jari : = ........ , atau = ........


Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji secara
matematik dengan pertolongan Gambar 4a, yaitu suatu bangun
geometrikubuspusatbadan(denganpanjangrusuka). Sesungguhnya
suatu kubus tersusun oleh dua bangun geometri tetrahedron
dengan diagonal muka kubus sebagai sisi-sisinya, yaitu ABCD
dan EFGH dan M sebagai pusat kubus maupun “pusat”
tetrahedron ; namun sesungguhnya hanya salah satu bangun
tetrahedron saja yang keempat bola sudutnya mampu
menyentuh bola pusat M, dan keempat bola sudut tetrahedron
yang lain tidak mungkin menyentuh bola pusat M sebab jika
dipaksakan menyentuh bagi semua bola kedua tetrahedron,
hasilnya tentulah geometri kubus pusat badan (bilangan
koordinasi delapan). Oleh karena itu diambil salah satu saja
bangun tetrahedron ABCD misalnya.
Gambar 4 Geometri tetrahedron (a), oktahedron (b), dan
kubus pusat badan (c) dalam perspektif bangun
kubus

Selanjutnya bayangkan bahwa bola M yang menempati


rongga tetrahedron menyinggung keempat bola ABCD yang
saling bersinggungan. Hitung rasio jari-jari bola pingpong (A = B
= C = D) dengan bola rongga (M).
Petunjuk : (�3 = 1,732 ; �2 = 1,414)

(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan


ukuran panjang dengan a
(ii) nyatakan panjang diagonal muka CD dan diagonal badan /
ruang ED (kemudian MD) dengan r+ dan atau r- , dan a .
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya.
Jawab :
.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau = ........


(Bandingkan dengan hasil pengukuran Anda)
Geometri Oktahedron (dalam Kubus Pusat Muka)
Tempatkan pola segitiga-bola medatar pertama di atas
meja, tumpangkan pola segitiga-bola medatar kedua sedemikian
sehingga setiap bola segitiga kedua tepat di atas bola segitiga
pertama, kemudian putar segitiga-bola kedua ini 600. Maka
rongga yang terjadi oleh susunan ke-enam bola ini disebut
sebagai rongga oktahedral , sebab pusat masing-masing dari
keenam bola yang membangun rongga ini menempati titik-titik
sudut bangun oktahedron.
Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke
dalam rongga ini kemudian ujilah bola kecil mana yang tepat
tersentuh oleh ke-enam bola bangun oktahedron yang saling
bersentuhan ; hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengkocoknya, jika terlalu kecil maka akan menimbulkan suara
kocokan, dan oleh karena itu lanjutkan dengan mengganti bola
kecil lain hingga diperoleh ukuran yang paling tepat
menyinggung keenam bola oktahedron. Selanjutnya ukur
diameter atau jari-jari masing-masing bola besar (pingpong) dan
bola kecil yang tepat menempati rongga tetrahedron, kemudian
hitung rasionya.
Diameter bola kecil = . . . . . . . . , maka jari-jarinya.......= (r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . , maka jari-jarinya =...(r-)

Rasio jari-jari : = ........ , atau = ........


Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji
secara matematik dengan pertolongan Gambar 4b, yaitu suatu
bangun geometri kubus pusat muka (dengan panjang rusuk a)
dimana keenam titik sudut bangun oktahedron merupakan titik-
titik pusat muka kubus yang bersangkutan. Selanjutnya
bayangkan bahwa bola M yang menempati rongga oktahedron
menyinggung ke-enam bola ABCDEF yang saling bersinggungan.
Hitung rasio jari-jari bola pingpong dengan bola rongga .
Petunjuk : (�2 = 1,414)
(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan
ukuran panjangdengan a
(ii) nyatakan panjang BM (= MC) dan BC dengan r+ dan atau r- , dan a.
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya.
Jawab :
.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

.....................................................................................................................................

Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau = ........

(Bandingkan dengan hasil pengukuran Anda)

Mana yang lebih besar, rongga tetrahedral ataukah rongga


oktahedral ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Geometri Kubus Pusat Badan


Tempatkan pola segiempat-bola paralel menyamping (side
by side) medatar pertama di atas meja, tumpangkan pola
segiempat- bola medatar kedua di atasnya sedemikian sehingga
setiap bola lapis kedua tepat lurus di atas bola lapis pertama
membentuk kubus sederhana. Maka susunan geometri ke-
delapan bola kubus ini menghasilkan rongga kubus pusat
badan.
Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke
dalam rongga ini kemudian ujilah apakah bola kecil ini tepat
tersentuh oleh ke-delapan bola bangun kubus sedehana yang
saling bersentuhan tiap sisi-sisinya ; hal ini dapat dilakukan
dengan cara mengkocoknya, jika terlalu kecil maka akan
menimbulkan suara kocokan, dan oleh karena itu lanjutkan
dengan mengganti bola kecil lain hingga diperoleh ukuran yang
paling tepat. Selanjutnya ukur diameter atau
jari-jari masing-masing bola besar (pingpong) dan bola kecil yang
tepat menempati rongga pusat kubus, kemudian hitung rasionya.
Diameter bola kecil = . . . . . . . . , maka jari-jarinya.......= (r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . , maka jari-jarinya =...(r-)

Rasio jari-jari : = ........ , atau = ........


Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji
secara matematik dengan pertolongan Gambar 4c, yaitu suatu
bangun geometrikubuspusatbadan(denganpanjangrusuk a )
dimanasetiap dua bola yang membangun sisi kubus selalu saling
bersentuhan. Selanjutnya bayangkan bahwa bola M yang
menempati rongga kubus pusat badan menyinggung ke-delapan
bola ABCD-EFGH yang saling bersinggungan pada bagian sisinya.
Hitung rasio jari-jari bola pingpong dengan bola rongga .
Petunjuk : ( v3 = 1,732)
(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan
ukuran panjang dengan a
(ii) nyatakan panjang DH dan HM ( = DM) dengan r+ dan atau
r- , dan a.
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya.
Jawab :
.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau = ........


(Bandingkandenganhasilpengukuran Anda, apakahsesuai ? (Ya /
Tidak )
Mana yang lebih besar, rongga tetrahedral, rongga
oktahedral, ataukah rongga kubus pusat badan ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Identifikasi Rongga Tetrahedral dan Oktahedral
Ada dua tipe rongga (lubang) antara bola-bola dalam tataan
kemas rapat, yaitu rongga tetrahedral dan rongga oktahedral.
Jumlah rongga tetrahedral adalah dua kali jumlah rongga
oktahedral. Untuk mengetahui hubungan jumlah dan tipe
rongga, perlu diingat bahwa pada penyusunan kemas rapat
untuk bangun geometri tetrahedron dan oktahedron tersebut,
bola-bola lapis kedua hanyalah menempati setengah rongga saja
yaitu di bagian atas lapis pertama (bagian bawah lapis pertama
tentu juga menghasilkan jumlah rongga yang sama). Ronga-
rongga lapis pertama yang ditempati bola-bola lapis kedua
menghasilkan rongga tetrahedral, dan rongga-rongga lapis
pertama yang tidak ditempati bola-bola lapis kedua menghasilkan
rongga oktahedral.
Susun suatu lapis heksagon yang terdiri atas duabelas bola,
Gambar 5 (a), danternyatajugaterdapatduabelasrongga. Susunlapis
hekasagon lain (b) yang merupakan ”kebalikan” dari (a) .
Selanjutnya tumpangkan lapis (b) di atas lapis (a) menurut
model kemas rapat lapis A,B, (c), yaitu semua bola lapis (b)
menempati bagian rongga-
rongga bola lapis (a). Identifikasi atau tandai tipe dan jumlah
rongga- rongga yang terbentuk antara kedua lapis ini (misalnya
warna merah untuk rongga-rongga tetrahedral dan warna biru
untuk rongga- rongga oktahedral).

Gambar 5 Model kemas lapis heksagon (a,b), dan kemas rapat lapis A,B, (c)

UntukmengujikebenaranhasilidentifikasiAnda,terawangkanlah
kemas dua lapis (c) ini pada lampu (TL) ; rongga-rongga yang
tembus cahaya adalah rongga........................., dan rongga
yang
tidak tembus adalah rongga...........................Alternatif lain yaitu
tusukkan sebatang lidi lurus ke dalam masing-masing rongga,
rongga yang tembus tusukan adalah rongga.............., dan
rongga
yang tidak tembus tusukan adalah rongga......................Kerjakan
identifikasi tipe rongga tersebut pada Gambar 5(c). Berapa
jumlah masing-masing rongga tetrahedral dan jumlah rongga
oktahedral ? Jawab :
.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

Jadi setiap antara dua lapis heksagon kemas rapat, terdapat


jumlah rongga tetrahedral dua kali lipat jumlah rongga
oktahedral.
Senyawa ionik padatan, anion (ukuran lebih besar) sering
tersusun secara kemas rapat, fcc atau hcp, dan kation (ukuran
lebih kecil) sering menempati rongga-rongga tersebut baik
semua rongga atau sebagian saja bergantung pada stoikiometri
spesies yang bersangkutan. Dalam struktur kemas rapat yang
sesungguhnya ukuran kation benar-benar tepat dalam rongga
yang bersangkutan, namun kenyataannya terdapat banyak
struktur kristal dapat dipertahankan meskipun ukuran kation
tidak terlalu tepat dengan ukuran rongganya.
Komentar dan tanda tangan Asisten :
.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....

.................................................................................................................................
....
( ........................................) Nilai : . . . . . . . . . . . .
TENTANG PENULIS

K ristian Handoyo Sugiyarto dilahirkan di Solo,


15 September 1948, lulus Sarjana Muda
Pendidikan Kimia dari IKIP Negeri Surakarta pada
tahun 1972, Sarjana Pendidikan Kimiadari IKIP
NegeriYogyakarta pada tahun 1978. Studi lanjut
untuktingkat Master of Science by Research
dalam bidang Kimia Anorganik atas biaya
Pemerintah Australia (ADAB) diselesaikan pada
tahun 1984-1987 di The School of Chemistry,
University of New South Wales, Australia; untuk tingkat Ph.D. pada
bidang yang sama dan di tempat yang sama diselesaikan pada
tahun 1989-1992. Kegiatan Post Doctoral dalam bidang dan
spesialisasi yang sama diselesaikan pada tahun 1995-1997 atas
biaya UNSW, dan dalam bidang Kimia Analitik-Anorganik
diselesaikan pada September 2002- April 2003 di Shizuoka
University, Jepang atas biaya JICA. Bidang Kimia Anorganik yang
ditekuni baik selama studi maupun post-doct sebagian besar
berkaitan dengan senyawa kompleks besi(II) dan nikel(II) dengan
berbagai ligan organik beratom donor nitrogen, dan ini
menghasilkan 17 publikasi internasional dalam berbagai jurnal
tentang karakteristik transisi-spin dalam senyawa kompleks besi(II),
yakni pada Australian Journal of Chemistry, Dalton Transactions,
Advanced Functional Materials, Malaysian Journal of Chemistry, dan
Chemical Physics Letters. Posisi Guru Besar dalam bidang Kimia
Anorganik Transisi berhasil diraihnya pada Jurusan Pendidikan Kimia
Universitas Negeri Yogyakarta. Oleh karena itu buku ini, Kimia
Anorganik Transisi yang terkait dengan pengalaman yang
signifikan, didedikasikan kepada siapa saja untuk menolong
pemahaman yang lebih baik dalam bidang ini. Spesialisasi ini
menyangkut atas sifat magnetik dan spektrum elektronik senyawa
kompleks yang dibahas relatif rinci dalam buku ini. Seseorang yang
pantas menerima ucapan terima kasih karena peran-jasa yang
paling besar dalam mewujudkan bidang spesialisasi ini adalah Prof.
H. A. Goodwin (UNSW), baik ketika sebagai supervisor selama studi,
partner-kerja dalam penelitian maupun sebagai pemberi dana untuk
visiting academic.

Retno Dwi Suyanti dilahirkan di Solo, Jateng


pada 26 Januari 1967. Lulus SDN 1 Klodran th
1979, lulus
SMPN 2 Surakarta 1982, Lulus SMAN 2
Surakarta 1985. Pada tahun 1985 diterima
sebagai mahasiswa IKIP Yogyakarta (sekarang
UNY) melalui jalur PMDK, gelar sarjana
pendidikan kimia diperoleh tahun 1990, sertifikat
BSBP(Basic Science Bridging Program) VII bidang
Kimia dan Bahasa Inggris diperoleh tahun 1993
dari ITB-IDP Australia. Tahun 1994,
dengan beasiswa TMPD menempuh S2 di Jurusan Kimia ITB dan
gelar Magister Sains (MSi) dalam bidang Kimia Fisika-Anorganik
diperoleh Januari 1997 dengan Tesis berjudul ” Sintesa dan
Karakterisasi kompleks tembaga(II) dengan ligan-ligan bidentat
dengan atom N sebagai atom donor” . Dengan beasiswa BPPS pada
tahun 2003 menempuh program S3 pendidikan IPA di Sekolah
Pascasarjana UPI Bandung dan berhasil menyelesaikan program
Doktor dalam waktu 3 tahun dengan disertasi yang berjudul
”Pembekalan Kemampuan Generik Bagi Calon Guru
MelaluiPembelajaranKimiaAnorganikBerbasisMultimedia”.Pengalaman
kerja dimulai sejak tahun 1989 sebagai guru Kimia di SMA,
diangkat menjadi PNS tahun 1991 sebagai Dosen di Jurusan Kimia
FMIPA UNIMED dan memegang matakuliah Kimia Anorganik.

354 Kimia Anorganik Logam


Prestasi Akademik antara lain
1. Dosen teladan pengunjung perpustakaan, IKIP Medan, 1992
2. Pemakalah terbaik hasil penelitian bidang Kimia dengan topik
” Enkapsulasi kompleks-Zeolit sebagai katalis pada
polimerisasi styrena, Heds-Dikti, Bengkulu, 2002
Kegiatan Ilmiah :
1. Presenter pada Konferensi Internasional Pendidikan UPI-UPSI
ke 2, 2006
2. Anggota Penelitian Tim Hibah Pascasarjana bidang
Pendidikan IPA, SPS UPI, 2004-2006
3. Ketua Peneliti Dosen Muda, Dikti, 2002
4. Dosen Pembimbing Karya Alternatif Mahasiswa, LPM
UNIMED, 2001
5. Ketua Penelitian Bidang Kimia Dana Heds-Dikti, Th 2000 dan
2001
6. Pelatihan dosen Kimia Anorganik Wilayah Barat tentang
Katalis, UNIB Bengkulu, 2000

Karya Ilmiah:
1. Peran Multimedia pada Pengembangan Kemampuan
Generik Praktikum Kimia Anorganik, Proceeding dalam
Konferensi Internasional Bersama Kedua UPI-UPSI, Gedun Jica
FPMIPA UPI, 8-9 Agustus 2006
2. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Tembaga(II) dengan Ligan
Di-2- piridinketon dan 2,2’dipiridin amin dalam Seminar
Nasional Kimia Fisik dan Anorganik 2006, Aula Barat – ITB, 3
Februari 2006
3. Peran Praktikum Multimedia dalam Meningkatkan Penguasaan
Konsep Kimia Koordinasi, Makalah Seminar Nasional Kimia
dan Pendidikan Kimia II, Pend.Kimia FPMIPA UPI, 2005
4. Peran Visualisasi Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan
Penguasaan Konsep Pada Topik Teori Medan Kristal,
Proceeding Seminar Pendidikan IPA II, HISPPIPAI�FPMIPA
UPI, 22-23 Juli 2005
5. Peran Multimedia pada Pembelajaran Inkuiri Kimia Anorganik
II, Proceeding dalam Seminar Nasional Pendidikan IPA
2005, PPs UPI, 10 September 2005.

Glosarium 355
6. Enkapsulasi Kompleks-Zeolit Sintetis Sebagai Katalis Dalam
Reaksi Oksidasi Alkena, Makalah pada Seminar Nasional
Penelitian dan Pendidikan Kimia, Jur. Pend. Kimia UPI-HKI
Cab.Jabar-Banten, 9 Oktober 2004
7. The Role of Modeling and Interactive to Improvement
Student’s ConceptualMasteryin CoordinationChemistry,
Posterpresentation in International Conference on Mathematics
and Natural Science (ICMNS), ITB, November 2006.

356 Kimia Anorganik Logam


KIM IA
RGA N I
K
M
n n ur-unge' ogam i us 'u o r' s p an • g r
peniing Br Xu in diawali o engan peirbans san Xonsep ha
fan
dasar penoola an logam henga r garaga n pemba has a a un sur un s i
dïpit!h rnenyang7ut go!ongan 13 talurri aius gal url iridi o rn da a ! aliurrI gÆongan I g f,im ah
Jan I' rnbal) beroam 4 -aøi ü dengan gn nrigun 15' bi»irut t
Men’bahasa r unsu * insu kelornüc X ddisajika a dalam rap golor gari rnui ei dam golonga a 7i

<esavaar on I u alennva dibahas dalam uns a kelongc x I oersarna sat a denga a +s a

Anda mungkin juga menyukai