Anda di halaman 1dari 3

D.

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH ORDE BARU

1. Pendidikan

Pada masa kepemimpinan Soeharto pembangunan pendidikan mengalami kemajuan yang sangat
penting. Ada tiga hal yang patut dicatat dalam bidang pendidikan masa Orde Baru adalah pembangunan
Sekolah Dasar Inpres (SD Inpres), program wajib belajar dan pembentukan kelompok belajar atau kejar.
Semuanya itu bertujuan untuk memperluas kesempatan belajar, terutama di pedesaan dan bagi daerah
perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah.

Pada 1973, Soeharto mengeluarkan Inpres No 10/1973 tentang Program Bantuan Pembangunan
Gedung SD. Pelaksanaan tahap pertama program SD Inpres adalah pembangunan 6.000 gedung SD yang
masing-masing memiliki tiga ruang kelas. Dana pembangunan SD Inpres tersebut berasal dari hasil
penjualan minyak bumi yang harganya naik sekitar 300 persen dari sebelumnya.

Pada tahun-tahun awal pelaksanaan program pembangunan SD Inpres, hampir setiap tahun, ribuan
gedung sekolah dibangun. Sebelum program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
dilaksanakan, jumlah gedung SD yang tercatat pada tahun 1968 sebanyak 60.023 unit dan gedung SMP
5.897 unit. Pada awal Pelita VI, jumlah itu telah meningkat menjadi sekitar 150.000 gedung SD dan
20.000 gedung SMP. Pembangunan paling besar terjadi pada periode 1982/1983 ketika 22.600 gedung
SD baru dibuat. Hingga periode 1993/1994 tercatat hampir 150.000 unit SD Inpres telah dibangun.

Peningkatan jumlah sekolah dasar diikuti pula oleh peningkatan jumlah guru. Jumlah guru SD yang
sebelumnya berjumlah sekitar ratusan ribu, pada awal tahun 1994 menjadi lebih dari satu juta guru.
Satu juta lebih guru ditempatkan di sekolah-sekolah inpres tersebut. Lonjakan jumlah guru dari puluhan
ribu menjadi ratusan ribu juga terjadi pada guru SMP. Total dana yang dikeluarkan untuk program ini
hingga akhir Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I mencapai hampir Rp 6,5 triliun.

Program wajib belajar pada era Soeharto mulai dilaksanakan pada 2 Mei 1984, di akhir Pelita
(Pembangunan Lima Tahun) III. Dalam sambutannya peresmian wajib belajar saat itu, Soeharto
menyatakan bahwa kebijakannya bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama dan adil
kepadamseluruh anak Indonesia berusia 7-12 tahun dalam menikmati pendidikan dasar. Program wajib
belajar itu mewajibkan setiap anak usia 7-12 tahun untuk mendapatkan pendidikan dasar 6 tahun (SD).

Program ini tidak murni seperti kebijakan wajib belajar yang memiliki unsur paksaan dan sanksi bagi
yang tidak melaksankannya. Pemerintah hanya mengimbau orangtua agar memasukkan anaknya yang
berusia 7-12 tahun ke sekolah. Negara bertanggung jawab terhadap penyediaan

2. Kesehatan Masyarakat

Perkembangan puskesmas bermula dari konsep Bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr.
Patah pada tahun 1951, Bandung Plan merupakan suatu konsep pelayanan yang menggabungkan antara
pelayanan kuratif dan preventif. Tahun 1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah
Abang, yaitu model pelayanan kesehatan pedesaan dan pusat pelatihan tenaga.

Kemudian didirikan Health Centre (HC) di 8 lokasi, yaitu di Indrapura (Sumut), Bojong Loa (Jabar),
Salaman (Jateng), Mojosari (Jatim), Kesiman (Bali), Metro (Lampung), DIY dan Kalimantan Selatan. Pada
12 November 1962 Presiden Soekarno mencanangkan program pemberantasan malaria dan pada
tanggal tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional (HKN).

Konsep Bandung Plan terus dikembangkan, tahun 1967 diadakan seminar konsep Puskesmas. Pada
tahun 1968 konsep Puskesmas ditetapkan dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional dengan disepakatinya
bentuk Puskesmas yaitu Tipe A, B & C. Kegiatan Puskesmas saat itu dikenal dengan istilah ’Basic’. Ada
Basic 7, Basic 13 Health Service yaitu : KIA, KB, Gizi Mas, Kesling, P3M, PKM, BP, PHN, UKS, UHG, UKJ,
Lab, Pencatatan dan Pelaporan. Pada tahun 1969, Tipe Puskesmas menjadi A & B. Pada tahun 1977
Indonesia ikut menandatangi kesepakatan Visi : ”Health For All By The Year 2000”, di Alma Ata, negara
bekas

Federasi Uni Soviet, pengembangan dari konsep ”Primary Health Care”. Tahun 1979 Puskesmas tidak
ada pen’tipe’an, dan dikembangkan piranti manajerial perencanaan dan penilaian Puskesmas yaitu ’
Micro Planning’danStratifikasiPuskesmas.

3. Bidang ekonomi

Pada pertengahan tahun 1960an, kondisi ekonomi Indonesia telah mencapai keadaan yang sangat
buruk. Perekonomian Indonesia menderita karena kekacauan politik yang dipicu oleh Presiden
Soekarno, presiden pertama Indonesia. Masalah-masalah ekonomi tidak menjadi perhatian utama bagi
Soekarno yang menghabiskan masa hidupnya untuk berjuang di arena politik. Beberapa contoh dari
kebijakan-kebijakannya yang memberikan dampak negatif pada perekonomian adalah pemutusan
hubungan dengan negara-negara Barat (dan karenanya mengisolir Indonesia dari ekonomi dunia dan
mencegah negara ini dari menerima bantuan-bantuan asing yang sangat dibutuhkan) dan deficit
spending melalui pencetakan uang, yang menyebabkan hiperinflasi yang berada di luar kendali. Namun,
setelah Suharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno di pertengahan 1960an, kebijakan-kebijakan
ekonomi mengalami perubahan arah yang radikal.

Pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan Orde Baru Suharto bisa dibagi dalam tiga
periode, setiap periode dikenali dengan kebijakan-kebijakan spesifiknya yang ditujukan untuk konteks
ekonomi spesifik. Periode-periode ini adalah:

• Pemulihan ekonomi (1966-1973)

• Pertumbuhan ekonomi secara cepat dan intervensi Pemerintah yang semakin kuat (1974-1982)

• Pertumbuhan didorong oleh ekspor dan deregulasi (1983-1996)

4.Kebijakan Bidang Sosial Budaya Dan Kemasyarakatan


Pemerintah mengontrol pelajaran sejarah untuk anak sekolah melalui buku dan film G 30 S/PKI diputar
TVRI setiap tahun pada tanggal 30 September, pemerintah menginginkan sebagi pengingat terhadap
bahaya laten PKI dan memuja kepahlawanan Jenderal Soeharto dan film lain ialah Janur Kuning.

Pemerintah mendukung kirap remaja Indonesia yaitu: Parade Keliling Pemuda Indonesia yang
diselenggarakan dua tahun sekali oleh Yayasan Tiara Indonesia pimpinan Siti Hardijanti Rukmana
“Mbak Tutut” sejak tahun 1989, mereka menjelajahi desa-desa di Indonesia dengan kegiatan seperti
menyalurkan air bersih, memperbaiki rumah desa, membersihkan rumah ibadah, menanam pohon serta
membersihkan makam serta mengadakan diskusi dan pertunjukan seni.

Pemerintah menempatkan Departemen Penerangan dalam posisi yang sangat penting Departemen
Penerangan mengharuskan setiap media masa memiliki SIUPP dan mengendalikannya secara ketat
melalui undang-undang pokok pers No 12 tahun 1982 dan media yang melanggar akan dibatalkan
SIUPP-nya.

Untuk mengendalikan mahasiswa gerakan mahasiswa maka diberlakukan normalisasi kehidupan


kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) pada tahun 1978

Anda mungkin juga menyukai