Anda di halaman 1dari 23

KONSEP DASAR KEPERAWATAN II

KONSEP BERPIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN

OLEH :
KELOMPOK VII (B13- B)

1. SANG AYU RISKA DWI CAHYADI (203221176)


2. NI PUTU YENI ARMAYANTI (203221177)
3. KADEK RIDWAN SANGGRA WIGUNA (203221178)
4. NI PUTU YESIKA ELVIANASARI (203221179)
5. I NYOMAN JANUARIANA (203221180)
6. I DEWA GEDE FATHU RAMA (203221181)
7. AYU LAKSMI AGUSTINI (203221182)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020
BERPIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN

I. Berpikir dan Belajar


Berpikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan
mencakup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Menurut Hassoubah
(2011), berpikir kritis berarti proses mental yang efektif serta handal, digunakan
dalam mengejar pengetahuan yang relevan dan juga benar mengenai dunia.
Sedangkan menurut Mustaji (2012), berpikir kritis merupakan berpikir secara
beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa
yang harus dipercayai atau dilakukan. Dapat disimpulkan berpikir kritis adalah
kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu
alasan secara sistematis.
1.1 Taksonomi
Taksonomi berasal dari kata taxis berarti pengetahuan dan nomos
berarti ilmu. Taxonomi adalah sistem klasifikasi atau pengelompokan. Dalam
berpikir kritis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Basic Operaton Of Reasosing
Berpikir kritis seseorang mempunyai kemampuan untuk memberi
penjelasan, melakukan generalisasi, menarik kesimpulan deduktif dan
merumuskan langkah logis lainnya.
b. Domain Spesific Knowledge
Dalam menghadapi suatu masalah, seseorang harus mengetahui
topik dan kontennya. Untik memecahkan masalah suatu konflik pribadi.
Seseorang harus memiliki pengetahuan mengenai person dan dengan
siapa yang mempunyai konflik tersebut.
c. Metakognitif Knowledge
Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang memonitor
ketika ia mencoba untuk benar memahami suatu id, sadar kapan
memerlukan informasi baru dan mereka- reka baimana ia dapat dengan
mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut.
d. Values, Beliefs And Disposition
Berpikir kritis artinya melakukan penilaian secara fair dan objektif.
Artinya ada semacam kenyakinan pada diri bahwa pemikiran itu benar-
benar mengarah pada solusi. Daripada itu, hal ini juga mempunyai arti
terdapat semacam disposisi yang persisten dan reaktif pada saat berpikir
(Desmita, 2010).
Dalam taksonomi bloom dalam berpikir kritis terdapat 6 kunci utama :
Terdapat enam tingkatan berpikir menurut taksonomi Bloom yaitu :
a. Mengetahui (knowing) adalah suatu proses berpikir yang didasarkan pada
retensi (menyimpan) dan retrieval (mengeluarkan kembali) sejumlah
pengetahuan yang pernah didengar atau dibacanya.
b. Memahami (understanding) adalah suatu proses berpikir yang sifatnya
lebih kompleks yang mempunyai kemampuan dalam penterjemahan,
interpretasi, ektrapolasi, dan asosiasi.
c. Menerapkan (application) adalah kemampuan untuk menerapkan
pengetahuan, fakta, teori, dan lain-lain untuk menyimpulkan,
memperkirakan, atau menyelesaikan suatu masalah.
d. Menganalisis (analysis) juga berpikir secara divergen yaitu kemampuan
menguraikan suatu konsep atau prinsip dalam bagian-bagian atau
komponen-komponennya.
e. Mensintesis (synthesis) adalah kemampuan untuk melakukan suatu
generalisasi atau abstraksi dari sejumlah fakta, data, fenomena, dan lain-
lain. dan
f. Mengevaluasi (evaluation) disebut juga intelectual judment, yaitu
pengetahuan yang luas dan dalam tentang sesuatu pengertian dari apa yang
diketahui serta kemampuan analisa dan sintesis sehingga dapat
memberikan penilaian atau evaluasi. Dengan kata lain akumulasi dari
semua kemampuan berpikir dibawahnya merupakan kemampuan untuk
menilai (evaluasi) (Mayasari, 2006).
1.2 Tahapan Proses Belajar
Dalam berpikir kritis terdapat beberapa tahapan proses belajar kritis
sebagai berikut :
1. Menurut Jerome S. Bruner
Karena belajar itu merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu
didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap.
Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang
antara satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan
fungsional. Menurut Burner, salah seorang penentang teori S-R
Bond yang terbilang vokal (Barlow, 1985), dalam proses
pembelajaran siswa menempuh tiga episode/ tahap, yaitu: 1) tahap
informasi (tahap penerimaan materi); 2) tahap transformasi (tahap
pengubahan materi); 3) tahap evaluasi (tahap penialain meteri).
Dalam tahap informasi, seorang siswa yang sedang belajar
memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang
dipelajari. Di antara informasi yang diperoleh itu ada yang sama
sekali baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah,
memperhalus, dan memperdalam pengeahuan yang sebelumnya
telah dimiliki. Dalam tahap transformasi, informasi yang telah
diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi
bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya
dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Bagi siswa
pemula, tahap ini akan berlangsung sulit apabila tidak disertai
dengan bimbingan anda selaku guru yang diharapkan kompeten
dalam mentransfer strategi kognitif yang tepat untuk melakukan
pembelajaran tertentu. Dalam tahap evaluasi, seorang siswa
menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah
ditransfornasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala
atau memecahkan masalah yang dihadapi. Tak ada penjelasan rinci
mengenai sara evaluasi ini, tetapi agaknya analogdengan peristiwa
retrieval untuk merespons lingkungan yang sedang dihadapi.
2. Menurut Arno F Wittig
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of learning,
setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1) acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi); 2) storage
(tahap penyimpanan informasi); 3) retrieval (tahap mendapatkan
kembali informasi) Pada tingkatan acquisition seorang siswa mulai
menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons
terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku
baru. Pada tahap ini terjadi pila asimilasi antara pemahaman
dengan perilaku baru dalam keseluruhan perilakunya. Proses
acquisition dalam belajar merupakan tahap paling mendasar.
Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada
tahap-tahap berikutnya. Pada tingkatan storage seorang siswa
secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman
dan perilaku baru yang ia proleh ketika menjalani proses
acquitision. Peristiwa ini sudah tentu melibatkan fungsi short term
dan long term memori. Pada tingkatan retrieval seorang siwa akan
mengaktifkan kembai fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya
ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses
retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam
mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang
tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman,
dan perilaku tertentu sebagai respons atau stimulus yang sedang
dihadapi.

1.3 Proses Internalisasi Belajar


Dalam berpikir kritis terdapat bebrapa proses interlisasi belajar :
Internalisasi adalah perubahan dalam masyarakat. Jadi jika tidak adanya
Internalisasi dan Sosialisasi didalam lingkungan masyarakat. Maka tidak aka
nada perubahan dilingkungan itu. Secara epistimologi, internalisasi berasal
dari kata intern atau kata internal yang berarti bagian dalam atau didalam.
Sedangkan, internalisasi berarti penghayatan (Peter & Yeni, 1991).
Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai
sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau
nilai yang diwujudkan dalam sikap dan prilaku (Kamus Besar Bahasa
Indonesi, 2002). Jadi kesimpulannya, internalisasi adalah pengaturan kedalam
pikiran atau kepribadian, perbuatan nilai-nilai, patokan-patokan ide atau
praktek-praktek dari orang-orang lain menjadi bagian dari diri sendiri.
Internalisasi (internalization) adalah suatu proses memasukkan nilai
atau memasukkan sikap ideal yang sebelumnya dianggap berada di luar, agar
tergabung dalam pemikiran seseorang dalam pemikiran, keterampilan dan
sikap pandang hidup seseorang. Internalisasi dalam pengertian dimaksud,
dapat pula diterjemahkan dengan pengumpulan nilai atau pengumpulan sikap
tertentu agar terbentuk menjadi kepribadian yang utuh.
Internalisasi pada hakikatnya adalah upaya berbagi pengetahuan
(knowledge sharing). Internalisasi dengan demikian, dapat pula
diterjemahkan sebagai salah satu metode, prosedur dan teknik dalam siklus
manajemen pengetahuan yang digunakan para pendidik untuk memberikan
kesempatan kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi, perusahaan
atau anak didik agar berbagi pengetahuan yang mereka miliki kepada anggota
lainnya atau kepada orang lain.

1.4 Pengolahan Informasi


Pengelolaan informasi adalah proses yang diambil pada tahap
manajemen dalam sebuah organisasi sebelum organisasi memutuskan atau
mengimplementasikan dalam bentuk komunikasi apa yang terbaik di lakukan.
Informasi adalah pengetahuan yang didapat dari pembelajaran,
pengalaman atau instruksi. Dalam beberapa hal pengetahuan tentang situasi
yang telah dikumpulkan atau diterima melalui proses komunikasi,
pengumpulan intelejan dan didapatkan dari berita, juga disebut informasi.
Informasi yang berupa koleksi data dan fakta dinamakan informasi statistik.
Dalam bidang ilmu komputer, informasi adalah data yang disimpan, diproses
atau ditransmisikan. Penelitian ini memokuskan pada definisi informasi
sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelejaran, pengalaman, dan
instruksi. Gredler (2013:227) menyebutkan bahwa ada dua asumsi pokok
yang mendukung riset pemrosesan informasi, yaitu sistem memori adalah
pengolah informasi yang aktif dan terorganisasi serta pengetahuan
sebelumnya berperan penting dalam belajar.
Cara kerja memori manusia meliputi tiga macam sistem penyimpanan
ingatan, yaitu memori sensori (sensory memory), memori jangka pendek
(shorterm memory,) dan memori jangka panjang (long-term memory).
Konseptualisasi umum memori manusia digambarkan oleh Gredler
(2013:231). Sensory memory atau sensory register merupakan komponen
pertama dalam system memori. Sensori memory menerima stimuli atau
informasi dari lingkungan (seperti sinar, suara, bau, dan lain sebagainya)
secara terus menerus melalui alat penerima (receptor) kita. Receptor disebut
juga dengan alat-alat indera. Informasi yang diterima disimpan dalam sensory
memory kurang lebih dua detik (Baharuddin, 2007:100).
Short-term memory atau memori jangka pendek adalah sistem memori
dengan kapasitas yang terbatas di mana informasi disimpan selama 30 detik,
kecuali informasi tersebut diulang atau kalau tidak diproses lebih lanjut,
karena jika diproses informasi bisa disimpan lebih lama (Santrock,
2009:364). Long-term memory atau memori jangka panjang adalah jenis
memori yang menyimpan banyak sekali informasi untuk periode waktu yang
lama dalam carayang relative permanen (Santrock, 2009: 366). Kapasitas
memori jangka panjang manusia sangatlah mengejutkan dan efisiensi di mana
individu-individu bisa mendapatkan kembali informasi sangatlah
mengesankan.
Menurut Baddeley (1998), dalam Schunk (2013:258) representasi
pengetahuan dalam tergantung pada frekuensi dan kontinguitas. Makin sering
suatu fakta, peristiwa, atau ide dijumpai, makin kuat representasinya dalam
memori. Selain itu, dua pengalaman yang terjadi berdekatan waktunya akan
cenderung dihubungkan dengan memori sehingga ketika salah satunya
diingatkan yang satunya akan teraktifkan. Pengkodean (encoding) adalah
proses menempatkan informasi yang baru (yang masuk) ke dalam sistem
pengolahan informasi dan mempersiapkannya untuk disimpan dalam LTM.
Pengkodean biasanya dilaksanakan dengan membuat informasi-informasi
yang baru memiliki makna dan menggabungkannya dengan informasi-
informasi yang telah diketahui dalam LTM (Schunk, 2013:258). Faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah pengkodean : Organisasi, Penjelasan, Skema.
Setelah seseorang melakukan pengodean informasi dan kemudian
menyampaikannya dalam memori, ia mungkin bisa mendapatkan kembali
beberapa informasi tersebut, tetapi mungkin juga melupakan beberapa
informasi. Ketika kita mendapatkan kembali sesuatu dari “bank data” pikiran
Seperti halnya pengodean, pencarian ini bisa otomatis atau bisa juga
membutuhkan usaha. Faktor lain yang mempengaruhi pemanggilan kembali
adalah sifat dari petunjuk yang digunakan orang-orang untuk mendorong
memori mereka (Allan & lainnya,2011 dalam Santrock, 2009:372).
Pertimbangan lain dalam memahami pemanggilan kembali adalah
prinsip kekhususan pengodean (encodingspecificity principle) yaitu bahwa
asosiasi yang terbentuk pada saat pengodeanatau pembelajaran cenderung
merupakan petunujk pemanggilan kembali yang efektif.Schunk (2012:294)
mendefinisikan lupa sebagai hilangnya informasi dari memori atau
ketidakmampuan mengakses informasi. Kondisi lupa masih menjadi 3
perselisihan para peneliti dalam hal apakah informasi hilang dari memori
atauapakah ia masih ada, namun tidak dapat ditarik karena telah berubah,
tanda-tanda penarikannya tidak mencukupi, atau ada informasi lain yang
mengganggu usaha mengingatnya. Teori pemrosesan informasi memiliki tiga
operasi umum yaitu encoding, penyimpanan, dan pengambilan.
Dalam encoding ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses ini
yaitu atensi, pemrosesan mendalam, pengulangan, dsb. Penyimpanan terdiri
dari sensori memori, memori jangka pendek atauworking memori, dan
memori jangka panjang (simpanan). Sementara pada pengambilan terdapat
dua macam yang terjadi pada proses pengambilan yaitu pemanggilan kembali
dan lupa.
II. Peta Informasi (Siklus, rantai, spider)
a. Pengertian Peta Informasi
Menurut Hudojo.et al (2002), peta konsep adalah saling keterkaitan
antara konsep dan prinsip yang direpresentasikan bagai jaringan konsep
yang perlu dikonstruksi dan jaringan konsep hasil konstruksi inilah yang
disebut peta konsep. Sedangkan menurut Suparno (dalam Basuki, 2000,
h.9), peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan
suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan.
Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting,
melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam
menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat digunakan dua prinsip yaitu
prinsip diferensial progresif dan prinsip penyesuaian integratif.
b. Ciri- ciri Peta Konsep

Dahar (1989), mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut :


1. Penyajian peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan proposisi-proposisi dalam suatu topik pada
bidang studi.
2. Peta konsep merupakan gambar yang menunjukkan hubungan
konsep-konsep dari suatu topik pada bidang studi.
3. Bila dua konsep atau lebih digambarkan dibawah suatu konsep
lainnya, maka terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu.
Martin dalam Basuki (2000), mengungkapkan bahwa peta konsep
merupakan petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan
antara ide-ide yang penting dengan rencana pembelajaran.
Sedangkan menurut Arends dalam Basuki (2000), menuliskan
bahwa penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi
mahasiswa untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi
baru. Dengan penyajian peta konsep yang baik maka mahasiswa
dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama lagi.
c. Jenis- jenis Peta Informasi
Menurut Nur (2000) (dalam Erman 2003: 24), peta konsep ada empat
macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain),
peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider
concept map).
1. Pohon jaringan (network tree)
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa
kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis
penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep.Pada saat
mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar
konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu.Daftar dan
mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu
susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang
berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-
garis itu. Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan
hal-hal:
a. Menunjukan informasi sebab-akibat
b. Suatu hirarki
c. Prosedur yang bercabang
d. Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk
menjelaskan hubungan
2. Rantai kejadian (events chain)
Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memerikan
suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau
tahap-tahap dalam suatu proses.Misalnya dalam melakukan eksperimen.
Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a. Memberikan tahap-tahap suatu proses
b. Langkah-langkah dalam suatu prosedur
c. Suatu urutan kejadian
3. Peta konsep siklus (cycle concept map)
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan
suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan
kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu
menghubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan
sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan
untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian
berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-
ulang.
4.Peta konsep laba-laba (spider concept map).
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat.
Dalam melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral,
sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk.
Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum
tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya dengan
memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan
tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna dengan
menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep laba-laba cocok
digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
a.Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
b.Kategori yang tidak parallel
c.Hasil curah pendapat

III. Berpikir Kritis


1. Pengertian
Menurut para ahli Potter dan Perry (2005), berpikir kritis adalah suatu
proses dimana seorang individu dituntut untuk mengintervesikan atau
mengevaluasi informasi untuk membuat seuah penilaianatau keputusan
berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Berpikir kritis adalaha proses penertiban intelektual yang secara aktif dan
terampil mengonsep, menerapkan, menganalisa, menyitesis dan mengevaluasi
informasi yang dikumpulkan dari yang dihasilkan melalui observasi,
pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai panduan untuk
percaya dan bertindak.
Perawat diharapkan dapat menggunakan pola berpikir kritis untuk
memecahkan masalah klien dan mengambil keputusan yang lebih baik. Oleh
karena itu berpikir kritis, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
adalah proses yang saling terkait disertai kreativitas yang meningkatkan hasil.
2. Unsur- unsur dan Kualitas
Unsur dari berpikir kritis dapat dipertimbangkan sebagai berikut :
a. Konsep teori, definisi, aksioma, hukum, prinsip model
b. Asumsi/ perkiraan pertimbangan
c. Implikasi dan kosenkuensi
d. Sudut pandang kerangka acuan, pespektif,orientasi
e. Maksud tujuan pemikiran tujuan, sasaran
f. Pertanyaan isu, masalah isu
g. Informasi data, fakta, pengamatan, pengalaman
h. Interprestasi dan inferensi kesimpulan, solusi (Kozier,ett all, 2010)

Isi suatu kualitas dari kegiatan berfikir mengandung unsur-unsur


seperti ini:
a. Sistematik dan senantiasa menggunakan kriteria yang tinggi (terbaik)
dari sudut intelektual untuk hasil berfikir yang ingin di capai.
b. Individu bertanggung jawab sepenuhnya atas peruses kegiatan
berfikir.
c. Selalu menggunakan criteria berdasar standar yang telah di tentukan
dalam memantau proses berfikir.
d. Melakukan evaluasi terhadap efektivitas kegiatan berfikir yang
ditinjauh dari pencapaian tujuan yang telah di tetapkan.

Adapaun unsur berpikir kritis menurut Budiono dan Sumirah B.P


(2015), sebagai berikut :
a. Menentukan tujuan
b. Menyusun pertanyaan atau membuat kerangka masalah
c. Menunjukkan bukti
d. Menganalisa konsep
e. Asumsi

3. Aspek Prilaku dan Ketrampilan Berpikir Kritis


Dalam berpikir kritis terdapat beberapa aspek perilaku yang merupakan
komponen utama. Proses mental yang kompleks seperti analisis, pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan membutuhkan keterampilan kognitif
berpikir kritis. Keteramplan tersebut meliputi analisis kritis, penalaran
deduktif dn induktif, membuat kesimpulan valid, mebedakan bukti dari opini,
mengevalusi kredibilitas smber, mengklarifikasi konsep dan mengenali
asumsi.
Analisis kritis adalah pemaaian serangkaian pertanyaan terhadap situasi
tertentu atau gagasan penting serta membuang informasi dan gagasan tidak
berguna. Pertanyaan tersebut bukanlah langkah yang berurutan, melainkan
merupakan serangkaian kriteria untuk menilai gagasan.
Dua keterampilan berpikir kritis lainnya adalah penalaran deduktif adalah
penalaran dari umum ke khusus. Seperti contoh perawat menggolongkan data
dan menenukan masalah klien terkat kebutuhan eliminasi, nutrisi dan
perlindungan. Pada penalaran induktif generalisasi terbentuk dari serangkaian
bukti dan pengamaan. Ketika pandangan bersamaan sejumlah informasi
tertentu menunjukkan interprestasi khusus. Sebagai contoh perawat
menangani pasien dengan keluhan kulit kering, turgor kulit buruk dan mata
cekung.
Perawat juga mebedakan bukti dari opini, menunjukkan bagaimana hal
ini dapat ditetapka pada klien. Mengevaluasi kredibilitas sumber informasi
adalah langkah penting dalam berpikir kritis, dimana perawat perlu
memastikan akurasi dokumen lain dan pemberi informasi.
Sedangkan dalam mengatasi asumsi dari klien perawat harus meluangkan
waktu untuk mempertimbangkan asumsi yang melandasi kepercayaan dan
tindakan mereka menjadi terarah dengan pengetahuan yang dimiliki (Kozier,
ett.all, 2010).

4. Model Berpikir Kritis dan Tingkatannya


Dalam penerapan pembelajaran pemikiran kritis dipendidikan
keperawatan dapat digunakan tiga model keperawatan yaitu : feeling, vision
model dan examine model (Budiono, Sumirah.B.P, 2015).
a. Feeling Model
Model ini menerapkan pada rasa, kesan dan data atau fakta yang
ditemuka. Pemikir kritis mencoba mengedapankan perasaan dalam
melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktivitas
keperawatan dan perhatian. Misalnya, aktifitas dalam pemeriksaan
tanda- tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk dan perhatian
pada pernyataan serta pemikiran klien.
b. Vision Model
Model ini digunkan untuk membangkitkan pola pikir,
mengorganisasikan dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan
hipotesis, analisa, dugaan dan ide tentang permasalahan perawatan
kesehatan klien. Beberapa kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-
prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk
merespon ekspresi.
c. Examine Model
Model ini digunakan untuk merefleksikan ide, pengertian dan visi.
Perawat menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini
digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk analisis, menguji,
melihat, konfirmasi, kolaborasi dan menentukan suatu yang berkaitan
dengan ide.
Terdapat 2 model berpikir kritis dalam keperawatan menurut para
ahli:
a. Menurut costa and colleagues (1985), klasifikasi berpikir dikenal
sebagai ‘the six Rs” yaitu:
1.     Remembering (mengingat)
2.     Repeating (mengulang)
3.     Reasoning (memberi alasan)
4.     Reorganizing (reorganisasi)
5.     Relating (berhubungan)
6.     Reflecting (merenungkan)

b. Model berfikir kritis oleh Rubenfeld Scheffer (2006), merupakan


model THINK dalam proses keperawatan, yaitu :
1.     Total recall
Total recall atau kemampuan mengingat adalah kemampuan
mengingat kembali fakta dimana dan bagaimana menemukan
pengalaman dalam memorinya ketika dibutuhkan. Fakta-fakta
keperawatan didapatkan berasal dari berbagai sumber, abik
dikelas, buku, informasi dari klien atau sumber lainnya.
2.     Habits (kebiasaan)
Pola pikir yang diulang – ulang akan menjadi suatu kebiasaan
baru (Second Nature) yang secara spontan dapat dilakukan.
Hasil dari kebiasaan tersebut menjadi cara baru dalam
melakukan suatu kebiasaan. Orang sering mengartikan bahwa
suatu kebiasaan itu dilakukan tanpa berpikir.
3.     Inquiry (penyelidikan / menanyakan keterangan)
Inquiry (Penyelidik) adalah suatu penemuan fakta melalui
pembuktian dengan pengujian terhadap suatu isu penting atau
pertanyaan yang membutuhkan suatu jawaban. Penyelidikan
merupakan buah pikiran utama yang digunakan dalam
memperoleh suatu kesimpulan.
4.     New ideas and creativity
New ideas and kreativity (ide – ide baru dan kreativitas) adalah
ide – ide dan kreativitas yang menentukan bentuk berpikir
yang sangat khusus. Berpikir kreatif (creatuve thinkig) adalah
kebalikan dari kebiasaan (habits). Berpikir kritis sangat
menghargai adanya kesalahan dan perbedaan terhadap nilai-
nilai yang dipelajari. Ide-ide baru dan kreativitas dasar perlu
dikembangkan dalam keperawatan, karena keperawatan
memiliki bannyak standar yang dapat menjamin pekerjaan
lebih baik.
5.     Knowing how you think (mengetahui apa yang kamu pikirkan)
Knowing How You Think ( Tahu Bagaimana Kamu Berpikir)
adalah kemampuan mengetahui kita tentang bagaimana kita
berpikit. Model “tahu bagaimana kita berpikir” ini dapat
membantu perawat bekerja secara kolaborasi dengan kesehatan
lain. Satu hal yang sangat penting dari tahu bagaimana kamu
berpikir ini adalah mereka bekerja dengan refleksi, bagaimana
yang telah perawat dan klien pikirkan dalam bekerja sama
sewaktu menjalankan asuhan keperawatan.

IV. Komponen Berpikir Kritis Dalam Keperawatan


Komponen utama dalam berpikir kritis adalah berpikir kreatif dan
berpikir logis. Ketika memadukan kreativitas pearawat mampu menemukan
sousi yang unik untuk masalah yang unik. Kreativitas adalah pemikiran yang
menghasilkan gagasan dan hasil baru. Kreativitas dibutuhkan saat perawat
menghadapi situasi baru atau intervensi tradisional tidak efektif (Kozier,
ett.all, 2010).
Serta perawat harus ampu berpikir logis. Dimana berpikir logis adalah
penalaran atau keterampilan berpikir dengan tepat, ketepatan berpikir sangat
tergantung pada jalan pikiran yang logis. Dalam berpikir logis kita harus
trampil mengerti fakta, memahami konsep hubungan dalam menarik
kesimpulan (Budiono, Sumirah.B.P,2015).
Para ahli membuat konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti
interpretasi, analisi, evaluasi, inference, explanation dan self regulation (APPA,
1990). Definisi dari masing–masing komponen tersebut adalah :
a.Interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud
suatu pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa,
keputusan, konvesi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria.
b.Analysis, kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan
yang benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep,
deskripsi atau bentuk pernyataaan yang diharapkan untuk manyatakan
kepercayaan, keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat.
c.Evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian
lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang,
pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika
dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial
yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk-
bentuk representasi yang lain.
d.Inference, kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur
yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk
membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan.
e.Explanation, kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning
seseorang, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar
bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang
masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang
berupa argumentasi yang meyakinkan.
f.Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi
dirinya, elemen-elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil
yang dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan ketrampilan
dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil
kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).

V. Sikap dan Standar Berpikir Kritis


1. Sikap dalam berpikir kritis
Komponen sikap di anggap sebagai aspek sentral dari seorang
pemikir yang kritis sikap-sikap yang termasuk kepercayaan diri,
kemandirian, integritas, pengambilan resiko, kreativitas, keadilan,
kerendahan hati, dan keberanian, (Craven & Hirnle, 2009). Perawat yang
pemikir kritis akan mempunyai sikap-sikap tersebut beserta aplikasi
keperawatannya, yaitu :
a. Berpikir mandiri
Mengingat berbagai ide sebelum membuat kesimpulan sendiri
dengan mencari literature keperawatan, terutama ketika ada
pandangan yang berbeda pada subjek yang sama. Berbicara dan
berdiskusi dengan perawat lain dan berbagi ide tentang intervensi
keperawatan yang akan dilakukan (Potter & Perry, 2009).
b. Ketekunan
Keinginan untuk mencari wawasan dan kebenaran lebih jauh
meskipun sulit. Banyak waktu dan energy akan dibutuhkan untuk
mendapatkan dan mempertimbangkan informasi baru dan
membentuk wawasan baru (Craven & Hirnle, 2009). Jika
mendapatkan informasi yang tidak lengkap atau hilang tentang
pasien perawat harus mengklarifikasi atau langsung menanyakan
pada pasien secara langsung. Mencoba berbagai pendekatan dan
mencari sumber informasi sampai mendapatkan solusi yang tepat
(Potter & Perry, 2009).
c. Curiosity
Menjadi termotivasi untuk mencapai dan bertanya “mengapa”.
Sebuah tanda klinis atau gejala sering menunjukkan berbagai
masalah (Craven & Hirnle, 2009). Mengeksplorasi dan belajar lebih
banyak tentang pasien sehingga membuat penilaian klinis yang tepat
(Potter & Perry, 2009).
d. Kreativitas
Menciptakan ide-ide baru dan pendekatan alternative atau
pendekatan yang berbeda jika intervensi tidak bekerja untuk pasien
(Craven & Hirnle, 2009). Implementasi keperawatan pasien yang
nyeri mungkin membutuhkan posisi yang berbeda atau teknik
distraksi, perawat dapat melakukan pendekatan yang melibatkan
keluarga pasien untuk diterapkan di rumah (Potter & Perry, 2009).
e. Kepercayaan
Merasa yakin dalam kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
belajar bagaimana untuk memperkenalkan diri kepada pasien,
berbicara dengan keyakinan ketika mulai melakukan tindakan
dengan sesuai prosedur (Craven & Hirnle, 2009). Seorang pasien
berpikir bahwa seorang perawat dapat melakukan tindakan
keperawatan, selalu dipersiapkan dengan baik sebelum melakukan
aktivitas keperawatan dan mendorong pasien untuk mengajukan
pertanyaan (Potter & Perry, 2009).
f. Keadilan
Keinginan untuk menelaah sudut pandang orang lain dengan standar
intelektual yang sama, dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan atau
keuntungan diri sendiri atau orang lain. Mendengarkan kedua belah
pihak dalam diskusi apapun (Craven & Hirnle, 2009). Jika seorang
pasien atau anggota keluarga mengeluh tentang seorang pekerja.
Maka kemudian mencari penyelesaian yang adil dan terbuka dengan
keinginan untuk memenuhi kebutuhan pasien (Potter & Perry, 2009).
g. Kerendahan hati
Pemikir kritis mengerti kapan harus membutuhkan informasi lebih
lanjut untuk membuat keputusan (Craven & Hirnle, 2009). Meminta
orientasi kepada perawat yang lebih mengetahui. Meminta daftar
perawat secara teratur untuk mengetahui tindakan yang akan
dilakukan dengan pendekatan keperawatan (Potter & Perry, 2009).
h. Integritas
Keinginan untuk menerapkan standar bukti intelektual yang baku
dan sama terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh orang lain. Hal
ini membutuhkan kejujuran untuk menelah dan mengakui kesalahan
dan ketidakkonsistenan pikiran, penilaian dan tindakan (Craven &
Hirnle, 2009). Menjadi jujur dan bersedia untuk mematuhi prinsip-
prinsip dalam menghadapi kesulitan, tidak ada kompromi untuk
standar keperawatan atau kejujuran dalam memberikan asuhan
keperawatan (Potter & Perry, 2009).
2. Standar berpikir kritis
a. Standar Intelektual :
1) Rasional dan memiliki alasan yang tepat, berpikir kritis
dilakukan oleh seseorang karena ada alasan dan rasional yang
tepat dari suatu keadaan, bukan berdasarkan dugaan.
2) Reflektif, memfokuskan masalah dan mengumpulkan data
serta fakta sesuai dengan permasalahan secara lengkap
sebelum mengambil keputusan.
3) Menyelidiki, selalu mengkaji permasalahan lebih dalam lagi
sampai permasalahan yang ada terlihat secara jelas dengan
banyak pertanyaan.
4) Otonomi berpikir, dilakukan seseorang tanpa pengaruh dari
orang lain, hanya berdasarkan hasil analisis, dan pengambilan
keputusan dilakukan oleh dirinya sendiri.
5) Kreatif, harus memiliki kemampuan untuk menggunakan suatu
konsep ataupun teori pada suatu keadaan yang berbeda.
6) Terbuka, dilakukan dengan mengkaji kembali alasan-alasan
yang telah digunakan seseorang dalam mengambil keputusan
secara terbuka.
7) Mengevaluasi, dilakukan untuk mengevaluasi kembali
pendapat serta keputusan terhadap tindakan, sikap, teknik,
keterampilan yang telah diambil oleh seseorang terhadap suatu
permasalahan.
b. Standar Profesional. Patokan yang dipakai pada suatu profesi yang
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalaninya. Dalam hal
ini, keperawatan memiliki kode etik keperawatan dan standar
praktik asuhan keperawatan.

VI. Kompetensi Berpikir Kritis dan Sintesa Pemikiran Kritis


Menurut para ahli kompetensi berpikir kritis dan sintesa berpikir kritis
sebagai berikut :
a. Kompetensi Berpikir Kritis
Kompetensi merupakan kemampuan individual yang dibutuhkan untuk
mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan yang dilandasi pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja keras sesuai untuk kerja yang
dipersyaratkan. Kompetensi berpikir kritis adalah proses kogritif yang
digunakan  perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Kompetensi
Berpikir Kritis mencakup beberapa hal yaitu membuat pendapat,
membuat keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon,
1995 dalam Potter dan Perry, 2005). Dalam kaitannya dengan
keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal
tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka dan Saylor,
1994 dalam Potter dan Perry, 2005). Ada tiga tipe kompetensi yaitu
berpikir kritis umum, berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, dan
berpikir kritis spesifik dalam keperawatan. Kompetensi berpikir kritis
umum mencakup metode ilmiah, pemecahan masalah, dan pembuatan
keputusan. Pemecahan masalah mencangkup mendapatkan informasi
ketika terdapat kesenjangan antara apa yang sedang terjadi dan apa yang
seharusnya terjadi. Dalam pembuatan keputusan, individu memilih
tindakan untuk memenuhi tujuan. Untuk membuat keputusan, seseorang
harus mengkaji semua pilihan, menimbang setiap  pilihan tersebut
terhadap serangkaian kriteria, dan kemudian membuat  pilihan akhir
(Potter dan Perry, 2005). Ketika dihadapkan pada suatu keputusan,
penting sekali untuk mengidentifikasi mengapa keputusan diperlukan.
Kriteria untuk pembuatan keputusan harus ditegakkan sehingga pilihan
yang tepat dapat dibuat. Kriteria harus mencangkup hal berikut:
b. Sintesa Berpikir Kritis
Kemampuan untuk menggabungkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru termasuk
didalamnya menyusun, merencanakan, memadukan, mengumpulkan,
mengategorikan, menyesuaikan terhadap teori atau rumusan yang telah
ada. Sintesa adalah sebuah pemikiran yang kritis atas dua kecenderungan
pokok yaitu rasionalisme dan empirisme yang mana keduanya
berusaha menghancurkan system pengetahuan tradisional yang secara
mendalam menguasai cara berfikir masyarakat. Dengan sintesis ini,
menghasilkan sebuah cara berfikir baru yang menjadi pijatan dalam
sejarah selanjutnya, serta sangat berpengaruh dalam sejarah filsafat.
Didalam melakukan pemikiran kritis diperlukan adanya sintesa atau
gabungan elemen yang dapat memudahkan dalam melakukan hal
tersebut. Sintesa ini digunakan dalam penelitian dan komponen,
pemecahan masalah keperawatan, serta menjadi kriteria yang digunakan
pada sikap berpikir kritis. Dengan mengetahui hal tersebut, dapat kita
pahami bahwa sintesa turut serta mendukung kelangsungan dalam
melakukan pemikiran kritis. Sintesa pemikiran kritis antara lain:

1. Menentukan tujuan pemikiran kritis


2. Menyusun pertanyaan atau membuat sebuah kerangka masalah
3. Menunjukan sebuah bukti
4. Menganalisis konsep
5. Asumsi

Sintesa pemikiran kritis pun memiliki beberapa kriteria yang dapat


menjadi acuan memperkuat apakah elemen tersebut dapat menjadi acuan
dalam melakukan pemikiran kritis. Kriteria tersebut antara lain:
kejelasan, ketepatan, ketelitian, dan juga keterkaitan.

DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Sumariah. B.P. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi
Medika
Basuki, Teguh. 2000. Pembelajaran Matematika Disertai Penyusunan Peta
Konsep. Tesis UPI (tidak dipublikasikan)
Craven, R. F., & Hirnle, C. J., (2009). Fundamentals of nursing : human health
and function (6th ed.). Philadelphia : wolters kluer health/lippincot
Williams & wilkins
Costa, A. L. (1985). Develooping Minds : A Resource Book for Teaching
Thinking (Revised Edition, Volume 1). Virginia : ASCD.
Dahar, Ratna W. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Hossoubah,Z. 2011. Devloming Creatve And Ritikal Thinking Skill. Bandung :
yayasan Nuansa Cendia
Kozier,et.all. 2010. Fundamental Keperawatan. Edisi ,Vol. 1, alih bahasa:
Monica Ester. Jakarta: EGC.
Mustaji. 2012. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kratif Dalam
Pembelajaran. Jakarta : Bumi Medika
Perry, potter. (2005). Fundamental keperawatan edisi 4. Konsep, proses dan
praktek.Jakarta: Kedokteran EGC
Perry, potter. (2009). Fundamental keperawatan.Jakarta : Salemba Medika
Peta Konsep. Jakarta: Makalah Disajikan Dalam Forum Diskusi Pusat Perbukuan
Depdiknas
Priharjo,R. (2006). Pengkajian fisik keperawatan. Jakarta : Kedokteran EGC
Rubenfeld, M. G., Scheffer, B. K. (2006). Berpikir Kritis Dalam Keperawatan,
edisi 2, editor : Fruriolina Ariani. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai