Indonesia adalah sebuah negara yang majemuk, yang terdiri dari beragam
suku, bahasa, dan karakteristik masyarakat. Indonesia juga merupakan salah satu
negara yang masih bergulat dengan persoalan keadilan atau kesetaraan jender. 1
Pergumulan tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab perempuan telah
berlangsung dalam kurun waktu yang lama, dan menjadi sebuah permasalahan
yang terjadi secara umum. Secara sosio-kultural, kebanyakan masyarakat
memberikan tempat yang tidak seimbang kepada perempuan dengan berbagai
macam alasan.2 Dalam hal ini, kaum laki-laki dipandang sebagai pihak yang
menentukan pola masyarakat, dan kaum perempuan selalu dinomor-duakan.
Tidaklah mengherankan jika kemudian para perempuan secara umum merasa
haknya dilecehkan.
1
Margaretha Ririmasse, Perempuan, Kekerasan & Pendamaian – Sebuah Refleksi
Teologis Feminis, (Jakarta: Yakoma-PGI, Persetia, 2009), i
2
Eya Susanti, Feminisme Radikal – Studi Kritis Alkitabiah, (Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2008), 3
1
lingkupnya, sehingga kadangkala kaum perempuan dianggap tidak layak untuk
menempati posisi atau peran tertentu.
2
Kesetaraan Jender
3
Istilah “Gender” dalam https://www.wikipedia/org/wiki/Gender (Diakses pada Kamis,
19 April 2018, pukul 19.22 WIB)
4
Istilah “Jender” dalam KamusBesarBahasaIndonesia.apk
5
Marie C. Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, (Jakarta: BPK Gunung Mulia.
2003), 10
6
Lindsay, L.L., Gender Roles: A Sociological Perspective, (New Jersey: Prentice, 1990),
126
3
mereka menjadi berbeda yaitu laki-laki dan perempuan.7 Sementara Lindsay
mengatakan bahwa yang termasuk kajian jender adalah semua ketetapan
masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan.8
Jadi dapat dikatakan bahwa istilah jender tidak hanya merujuk kepada
perbedaan laki-laki dan perempuan secara seks atau biologis saja, tetapi jender
juga berkaitan dengan cara memandang, menilai dan menentukan sikap, peran dan
tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan dalam masyarakat dan
kebudayaan. Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa kesetaraan jender
adalah adanya keseimbangan, kesepadanan, dan kesejajaran peran dan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan bagi hal-hal yang tidak dikodratkan. Dalam
kesetaraan terdapat suatu kondisi yang setara (equalty) dan adil (equity) dalam
hak, kesempatan, dan hubungan kerja sama antara laki-laki dan perempuan. 9 Jadi
hal utama yang lebih ditekankan di sini ialah kesetaraan dalam hak, kesempatan,
peran dan tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan.
7
Lindsay, L.L., Gender Roles: A Sociological Perspective, 126
8
Lindsay, L.L., Gender Roles: A Sociological Perspective, 126
9
Risnawaty Sinulingga, “Gender Ditinjau dari Sudut Pandang Agama Kristen”, dalam
Jurnal Wawasan, Juni 2006, Volume 12, No. 1, 48
10
Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama Dari Kanon sampai Doa,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 38
4
diantaranya ada paham kodrat, di mana kaum kodrat berpandangan bahwa laki-
laki adalah pribadi yang kuat, pemberani, rasional, produktif, dan dapat
memberikan hasil yang memuaskan; sedangkan kaum perempuan adalah pribadi
yang lemah, penakut, perasa, lebih suka pada hal-hal keterampilan dan suka
dipimpin.11
Alkitab adalah sumber utama bagi teologi, dogma dan etika Kristen, oleh
karena itu pemahaman yang benar tentang status dan peranan laki-laki dan
perempuan, baik secara fungsional dan struktural, harus berdasarkan pada apa
yang dikemukakan Alkitab. Berkaitan dengan paham tersebut, kita perlu melihat
kembali pada awal penciptaan manusia, di mana Allah menciptakan manusia, baik
laki-laki maupun perempuan, setara atau segambar dan serupa dengan Allah,
namun berbeda. Setara atau segambar dan serupa, menurut Yongki Karman, hal
tersebut diperlihatkan dalam Kejadian 1:27, yakni ada tiga kalimat penting yang
perlu digarisbawahi di ayat tersebut, yakni (I) dan menciptakan Allah manusia itu
menurut gambar-Nya; (II) menurut gambar Allah Ia menciptakan dia; (III) laki-
laki dan perempuan Ia menciptakan mereka; Yongki Karman menyatakan bahwa
baik laki-laki maupun perempuan sama martabatnya sebagai manusia, sebelum
maupun sesudah Kejatuhan (Kej. 5:2), yaitu sebagai penyandang gambar Allah. 13
11
Marie C. Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, 3-4
12
Marie C. Barth, Hati Allah Bagaikan Hati Seorang Ibu, 4
13
Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama Dari Kanon sampai Doa,44
5
Martabat manusia terletak pada gambar Allah. Inilah gambaran ideal tentang
martabat laki-laki dan perempuan menurut PL.
Akan tetapi jika kita melihat dalam kitab Hakim-hakim, kita perlu ketahui
bahwa inti kitab Hakim-hakim ialah kumpulan cerita mengenai beberapa
pahlawan dari masa lalu Israel yang disebut juga “Hakim-hakim”, 15 dan kita
menemukan dalam kitab Hakim-hakim, kisah tentang satu-satunya hakim
perempuan yang pernah duduk sebagai pemimpin bangsa Israel, yakni hakim
Debora (Ibrani: devora, “Lebah”), ia adalah satu-satunya hakim perempuan yang
pernah menjadi pemimpin bangsa Israel.16
“Dalam buku Enslikopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, dicatat bahwa Debora
adalah seorang nabiah seperti tertera dalam daftar para hakim Israel.
Menurut Hakim-hakim 4:4, Debora melaksanakan tugasnya di bawah
sebuah pohon korma yang disebut “Pohon Korma Debora” yang terletak
antara Rama dan Betel. Orang Israel dari berbagai suku, yang ingin
perkaranya diselesaikan, datang ke sana untuk meminta nasihat dan
14
Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama Dari Kanon sampai Doa, 39
15
John A. Grindel “Hakim-Hakim” dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Diannes
Bergant & Robert Karris (Editor), ( Deresan: Kanisius, 2002), 251
16
“Debora” dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Debora (Diakses pada Minggu, 29 April
2018)
6
pertimbangan. Oleh karena kemasyuran dan karunianya, maka orang
Israel datang mencari perlindungan padanya.”17
17
F.F. Bruce “Debora” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L, J.D. Douglas
(peny.). (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1994), 242
18
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 95
19
Holladay kata “ ”ׁשְ ַ֗לח, verb qal imperfect, (BibleWorks 10)
7
Barak memperoleh perintah untuk memimpin pasukan Israel yang ada di gunung
Tabor untuk maju berperang melawan Sisera beserta pasukkannya; dan melalui
Debora, Allah menyampaikan janji-Nya bahwa Allah akan menyerahka Sisera ke
dalam tangan Barak beserta pasukkannya.
Dari kisah ini penulis melihat bahwa Debora memiliki peran penting dalam
memimpin bangsa Israel. Sebagai seorang perempuan, ia berani bertindak dalam
memimpin dan mengambil keputusan. Debora berani membangkitkan semangat
bangsanya untuk maju berperang walau ditengah kesulitan yang sedang dialami
bangsa Israel, yakni Israel sedang mengalami kemerostoan moral, kesusilaan dan
moral keagamaan akibat pergaulan dan perjumpaan orang Israel di tengah bangsa
Kanaan. Dan Debora berani untuk mengadili bangsanya, bertindak sebagai
pelindung dan penasehat bagi bangsanya. Ini merupakan peran dan tanggung
jawab yang sangat besar, sebab yang dihadapi oleh Debora bukanlah beberapa
orang atau sekelompok orang, melainkan suatu bangsa yang besar.
8
kewajiban, dan hak yang sama untuk menyelidiki, mengerti, mengolah,
mengelola, dan memanfaatkan peran dan tanggung jawabnya.
9
kelebihan yang kaum perempuan miliki, tidak jauh berbeda dengan kaum laki-
laki. Salah satu contohnya, laki-laki bisa menjadi pemimpin yang hebat, demikian
juga dengan perempuan; perempuan mampu menjadi pemimpin yang berpengaruh
dan berdampak, seperti kisah Debora diatas. Dalam hal ini, secara peran dan
tanggung jawab, laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan, tinggal bagaimana
dan dengan tujuan apa peran dan tanggung jawab itu dilaksanakan.
Sekali lagi penulis menekankan bahwa dari kisah Debora, maka kita dapat
melihat bahwa dalam konteks tanggung jawab, perempuan dan laki-laki mampu
untuk menjalankan peran dan tanggung jawabnya, khususnya yang berkaitan
dengan hal-hal yang tidak kodrat. Laki-laki dan perempuan hadir untuk saling
melengkapi, menolong, dan saling melayani. Laki-laki dan perempuan juga
hendak tunduk dan saling rendah hati satu dengan yang lain, saling menerima dan
mengutamakan satu dengan yang lain. Memandang kaum perempuan lemah dan
tidak berguna hanya akan mengakibatkan terjadinya ketidak-adilan dan atau
diskriminasi jender, tetapi sikap “Saling”, yang telah disebutkan sebelumnya,
dalam suatu hubungan antara laki-laki dan perempuan, dapat menciptakan suatu
hubungan yang harmonis dan damai.
10
Dalam membahas mengenai kesetaraan jender, penting bagi kita untuk
melihat konsep kesetaraan jender ini dalam konteks zaman sekarang ini. Pada
umumnya salah satu faktor yang menyebabkan paham ini hadir, baik dalam semua
ilmu sosial termasuk teologi yaitu oleh karena tatanan masyarakat yang secara
universal bersifat patriarki. Dalam patriarki, laki-laki berkuasa atas semua anggota
masyarakat lain dan mempertahankan kuasa itu sebagai milik yang “sah”, baik
melalui lembaga masyarakat, harta maupun masyarakat.
11
perempuan, melainkan keduanya harus saling bekerja sama, saling menolong,
saling melengkapi, untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dengan demikian,
bukan soal siapa yang lebih tinggi dan siapa yang lebih rendah, tetapi kedua-
duanya saling membutuhkan.
Kesimpulan
Jadi, kita perlu memahami dengan benar makna dari istilah jender. Secara
umum istilah jender memang merujuk kepada jenis kelamin laki-laki atau
perempuan, tetapi makna dari istilah ini tidak hanya sebatas itu saja, melainkan
ada suatu makna yang penting dan prinsip yang perlu kita pahami bersama, yakni
istilah jender juga berkaitan dengan cara memandang, menilai dan menentukan
sikap, peran dan tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan dalam
masyarakat dan kebudayaan. Dengan kita memahami istilah jender yang lebih
prinsip tersebut, maka kita dapat menemukan makna kesetaraan jender yang
sesungguhnya dan yang harus senantiasa dijunjung secara seksama.
12
Terlepas dari semuanya itu, satu hal penting yang dipelajari melalui paper
ini ialah bahwasanya Tuhan tidak hanya menciptakan laki-laki sendiri, atau
perempuan sendiri. Tetapi Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan seturut
dengan gambar-Nya, sehingga laki-laki dan perempuan sama-sama merupakan
penyandang gambar Allah. Oleh sebab itu, hendaknya laki-laki dan perempuan
tidak saling menindas satu dengan yang lain, melainkan laki-laki dan perempuan
harus senantiasa membangun relasi yang harmonis, dan saling bekerja sama,
saling menolong, saling menjaga dan melindungi, saling tunduk satu dengan yang
lain, dan saling melengkapi. Sebab dengan demikian, maka konsep kesetaraan
jender akan selalu dimaknai secara positif dan dijunjung tinggi oleh sesama
manusia.
13