Anda di halaman 1dari 12

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : PAI KONTEMPORER


B. Kegiatan Belajar : GENDER, CADAR, SERTA LGBT (KB 3 )

C. Refleksi

BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI
PETA KONSEP

A. GENDER
1. Konsep Dasar Gender
2. Gender dalam Pandangan Islam

GENDER, CADAR, B. Cadar Bagi Wanita


SERTA LGBT
C. LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual dan
Konsep Transgender)
(Beberapa
1
istilah dan
definisi) di KB

GENDER, CADAR, SERTA LGBT

A. Gender
1. Konsep Dasar Gender
Konsep urgen yang perlu dipahami dalam diskursus gender adalah
membedakan dua hal yang berbeda, yaitu gender dan jenis kelamin. Dengan
memisahkan makna antara gender, maka setiap pendidik dan orang tua
akan mampu membedakan antara yang kodrati dengan yang bukan kodrati.
Jenis kelamin adalah suatu hal yang menunjukkan pada pembagian sifat dua
jenis kelamin manusia secara biologis. Sebagai contoh dari jenis kelamin
laki-laki yaitu memiliki organ-organ yang menunjukkan sifat kelaki-lakian,
seperti memiliki penis, jakun, serta mampu menghasilkan sperma.
Sementara itu, jenis kelamin perempuan juga memiliki organorgan yang
menunjukkan sifat perempuan, di antaranya memiliki vagina, rahim,
payudara, serta menghasilkan ovum. Sifat-sifat tersebut melekat selamanya
pada manusia yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal ini
memberikan makna bahwa secara biologis, semua organ yang dimiliki baik
oleh laki-laki tidak akan bisa ditukar pada jenis kelamin perempuan. Begitu
pula sebaliknya, seluruh organ yang dimiliki perempuan tidak akan
dibenarkan untuk ditukar dengan organ laki-laki.

Gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang
dibangun dari interaksi sosial dan budaya. Sebagai contoh bahwa
perempuan lebih dipahami sebagai seseorang yang feminim, lemah lembut,
serta memiliki sifat-sifat keibuan. Sementara laki-laki lebih dipahami
sebagai sosok seseorang yang maskulin, rasionalis, serta memiliki kekuatan
yang lebih dari perempuan.
Selain itu, dalam pemahaman gender, dikenal juga dengan sifat gender,
peran gender, dan ranah gender. Sifat gender merupakan sifat dan tingkah
laku yang terdapat pada laki-laki dan perempuan. Peran gender merupakan
hal-hal atau perilaku yang wajar atau tidak dilakukan oleh lakilaki dan
perempuan yang berlandaskan pada value (nilai), kultur, serta norma
masyarakat yang berlangsung pada waktu tertentu. Sedangkan ranah
gender yaitu ruang bagi laki-laki dan perempuan untuk memainkan
perannya masing-masing.
Persepsi ini pada akhirnya menghasilkan persepsi gender, yakni laki-laki
dan perempuan mempunyai karakteristik dan sifat yang berbeda, laki-laki
memiliki dominasi untuk mendapatkan penghargaan, penghormatan dan
menjaga kewibawaannya.
Kehidupan masyarakat yang menganut sistem garis kebapakan (patriarki),
memposisikan laki-laki sebagai pemimpin dan pengambil segala keputusan,
sementara perempuan tidak diberikan ruang dan posisi yang signifikan
dalam segala lini kehidupan bermasyarakat. Kaum perempuan dianggap
berada pada posisi kelas kedua (the second class) di bawah jenis kelamin
laki-laki.56 Perempuan diposisikan sebagai istri yang bertugas
mendampingi, melengkapi, menghibur, dan melayani suami (the patriarch),
sementara anak diposisikan sebagai generasi penerus dan penghibur
ayahnya.

Praktik ketimpangan gender terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu:


a. Marginalisasi atau proses peminggiran/pemiskinan, yang
mengakibatkan kemiskinan secara ekonomi. Seperti dalam
memperoleh akses pendidikan, ada pandangan yang
menganggap bahwa perempuan tidak penting untuk
mengenyam pendidikan yang tinggi dikarenakan nantinya
akan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
b. b. Subordinasi, yaitu pemahaman yang meyakini salah satu
jenis kelamin dianggap lebih unggul dan urgen dibanding
jenis kelamin lain. Pemahaman in juga memposisikan
perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini dapat
dilihat pada masa lampau dimana perempuan tidak
mendapatkan kesempatan dan akses yang sama seperti laki
dalam bidang pendidikan. Pada saat yang bersamaan, ketika
kondisi keuangan keluarga pas-pasan maka yang
diprioritaskan untuk mengenyam pendidikan adalah laki-
laki.
c. Stereotipe, yaitu labeling (pelabelan) terhadap seseorang
atau kelompok yang tidak sesuai dengan realita yang terjadi.
Kegiatan ini secara umum akan selalu melahirkan
ketidakadilan.
d. Violence yaitu suatu bentuk serangan terhadap fisik maupun
psikologis seseorang. Kekerasan terhadap seseorang tidak
hanya tertuju pada fisik saja seperti tindakan asusila dan lain
sebagainya, namun juga mengarah pada psikis seseorang.
e. Beban ganda yaitu tanggung jawab yang dipikul satu jenis
kelamin tertentu secara berlebihan. Hal ini merujuk pada
penelitian yang menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan
rumah tangga dikerjakan oleh perempuan.
Hal-hal tersebut di atas bermuara pada terjadinya diskriminasi antara laki-
laki dan perempuan di lingkungan keluarga dan maupun sosial
masyarakat. Membahas tentang gender berarti memberikan ruang dan
kesempatan yang sama antara laki-laki untuk berkontribusi dalam
pembangunan, ekonomi, politik dan budaya. Dengan demikian kesetaraan
gender bermakna memberikan akses yang sama kepada laki-laki dan
perempuan untuk menikmati pembangunan.

2. Gender dalam Pandangan Islam


Persepsi masyarakat tentang peran laki-laki dan perempuan terbangun
melalui proses internalisasi budaya laki-laki. Oleh karena itu, pandangan
gender tidak terlepas dari dominasi budaya laki-laki, bahkan dominasi
budaya laki-laki tidak hanya mempengaruhi perilaku masyarakat saja,
tetapi juga penafsiran terhadap teks-teks agama (Al-Qur’an dan al-Hadits
khususnya yang berkaitan dengan gender) juga tidak luput dari budaya
laki-laki.
Salah satu tema pokok ajaran Islam adalah persamaan derajat di antara
manusia, baik laki-laki atau perempuan, antar suku bangsa atau keturunan.
Al-Qur’an tidak membeda-bedakan derajat kemuliaan manusia atas dasar
itu semua, melainkan tinggi rendahnya derajat kemuliaan manusia itu
diukur dengan tinggi rendahnya tingkat ketakwaan dan nilai-nilai
pengabdian terhadap Allah Swt.
jaran Islam (Al-Qur’an), sangat memuliakan dan memberikan perhatian
serta penghormatan yang besar kepada perempuan tidak ubahnya seperti
halnya kepada laki-laki. Allah Swt telah berfirman dalam Q.S. an-nisa’ [4]
ayat 1, Q.S. al-hujurat [49] ayat 13 dan Q.S. an-nahl [16] ayat 97:

“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan


kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya
(Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu” (Q.S.
an-nisa’ [4] ayat 1).

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti” (Q.S.
al-hujurat [49] ayat 13)

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan


dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. an-nahl [16] ayat 97)

Ketiga ayat tersebut menegaskan bahwa Islam (al-Qur’an) menolak


pandangan-pandangan yang membeda-bedakan laki-laki dan perempuan.
Keduanya (laki-laki maupun perempuan) berasal dari jenis yang sama
(jenis manusia), memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh kebahagiaan dan kemuliaan. Menurut Nurmila bahwa dalam
Islam adalah agama anti-patriarki, yang menjunjung tinggi keadilan dan
menghargai manusia bukan atas dasar jenis kelaminnya, melainkan
usahanya.

Allah menjadikan mereka (manusia) beraneka ragam suku dan bangsa


agar saling mengenal satu sama lain untuk berkasih sayang dan saling
memuliakan, bukan untuk saling menghinakan dan saling merendahkan.
Tanpa membedakan jenis kelamin, suku, bangsa, warna kulit dan
sebagainya, Allah menjanjikan kehidupan yang baik
(kebahagiaan/kemuliaan) bagi siapa saja yang beriman dan bertakwa
kepada-Nya. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan tidaklah menjadi
ukuran kemuliaan, akan tetapi iman dan takwa itulah yang menjadi ukuran
kemuliaan yang sebenarnya.
Allah tidak membebani hambanya dengan sesuatu pekerjaan diluar
kesanggupannya. Kesetaraan gender dalam ajaran Islam bukanlah
penyamarataan antara laki-laki dan perempuan dalam segala hal.

Sesuai dengan kodratnya, laki-laki dan perempuan dilahirkan dengan


struktur anatomi tubuh dan kekuatan yang berbeda. Ada jenis pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh perempuan, ada pula yang hanya sesuai
untuk laki-laki. Pekerjaan hamil, menyusui, melahirkan, tentu hanya bisa
dilakukan oleh perempuan, sementara itu pekerjaan berat yang
membutuhkan kekuatan fisik (otot) tentu tidak sesuai jika harus
dibebankan kepada perempuan.

Pada dasarnya, perempuan juga boleh melakukan pekerjaan apa saja


selama mereka sanggup mengerjakannya, namun jika perempuan bahkan
juga laki-laki harus dibebani dengan pekerjaan diluar batas
kesanggupannya, maka hal ini tentu melanggar prinsip keadilan. Oleh
karena itu, laki-laki dan perempuan ditakdirkan untuk berpasangan atas
dasar persamaan derajat, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, saling
melengkapi dan saling memuliakan antara yang satu dengan yang lain yang
dibangun di atas dasar prinsip keadilan, bukan untuk saling berhadapan
dan saling merendahkan. Tidak ada kelebihan derajat laki-laki atas
perempuan dan sebaliknya kecuali karena ketakwaannya kepada Allah
Swt. Orang tidak boleh menilai Islam pada aspek tertentu saja yang
terpisah dari sistemnya. Secara akademis hal demikian tidak dapat
dibenarkan. Misalnya tentang pembagian warisan yang dinyatakan secara
shahih (jelas) di dalam alQur’an, bahwa anak laki-laki mendapat bagian
lebih besar, yakni dua kali dari anak perempuan. Melihat hal ini, orang
segera mengambil kesimpulan bahwa ajaran Islam tidak adil. Kesimpulan
semacam ini tidak sah karena ada kesalahan pada segi epistemologi.

B. Cadar Bagi Wanita


Cadar bagi wanita, menurut Imam Asy Syafi’i r.a. menegaskan dalam al-
Umm (1/109):

‫ووجهها ك رَ ها إال و ة ان مىأة وك م‬

“Dan setiap wanita adalah aurat kecuali kedua telapak tangan dan
wajahnya”
Pendapat ini yang masyhur dari pendapat ulama Syafi’iyah yang ada. Imam
Nawawi r.a. dalam al-Majmu’ (3/169) mengatakan,

‫جم ُع ان حىة وو ة اان مة وك ل و ك ته سىت ه ب ُن ما ان ىجم و ة أ م م ا من ان م شهى ا‬


‫واَ ة ومٍ وطائ رة مال ق ال ك هه وب ه ا وان كرَ ن ان ىجه اال ب دن ها‬ ‫احمد‬

“Pendapat yang masyhur di mazhab kami (Syafi’iyah) bahwa aurat pria


adalah antara pusar hingga lutut, begitu pula budak wanita. Sedangkan
aurat wanita merdeka adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak
tangan. Demikian pula pendapat yang dianut oleh Imam Malik dan
sekelompok ulama serta menjadi salah satu pendapat Imam Ahmad.”

Ibnu Mundzir menyandarkan pendapat ini kepada Imam Asy Syafi’i dalam
al-Awsath (5/70), beliau katakan dalam kitab yang sama (5/75),

ً‫وك رَ ها وجهها سىي ب دن ها جم ُع ان صان ة اٌ ت خمى أ ان مىأة ن‬

“Wajib bagi wanita menutup seluruh badannya dalam shalat kecuali wajah
dan kedua telapak tangannya”.

Syaikh ‘Amru bin ‘Abdil Mun’im Salim mengatakan, “Sungguh sangat aneh
sebagian orang yang menukil dari ulama Syafi’iyah dalam masalah ini,
tidak bisa membedakan antara dua hal: a. Melihat wajah dan telapak
tangan, itu boleh selama aman dari fitnah (godaan). Hal ini disepakati oleh
ulama Syafi’iyah. b. Hukum menyingkap wajah dan kedua telapak tangan,
telah terbukti di atas bahwa ulama Syafi’iyah membolehkan tanpa syarat.

Suara wanita bukanlah aurat sebagaimana diterangkan dalam hadits yang


shahih. Sedangkan memberi salam pada laki-laki itu disyaratkan boleh
selama aman dari fitnah.” (Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah, 192-193)

Ada beda pendapat antara ulama Syafi’iyah terdahulu dan belakangan.


Ulama Syafi’iyah membedakan bahwa aurat wanita adalah seluruh badan
kecuali wajah dan telapak tangan, ini berlaku dalam shalat. Sedangkan
aurat di luar shalat adalah seluruh badan termasuk wajah dan telapak
tangan. Namun yang dipahami oleh Syaikh ‘Amru di atas, ulama Syafi’iyah
terdahulu (Imam Asy Syafi’i dan Imam Nawawi) memutlakkan aurat
wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan.

D. LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender)


Ada empat istilah yang terangkum dalam singkatan LGBT ini yaitu:

1) Lesbian artinya wanita yang mencintai atau merasakan


rangsangan seksual dengan sesama wanita;

2) Gay adalah istilah yang digunakan bagi lelaki penyuka sesama


lelaki;

3) Biseksual adalah orang yang memiliki ketertarikan kepada lelaki


sekaligus kepada perempuan;

4) Transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau


ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk saat
lahir (waria/wadam).
Secara umum, empat istilah di atas disebut homoseksual, yaitu keadaan
tertarik kepada orang lain dari jenis kelamin yang sama. Wahbah AzZuhaili
mengidentifikasikan tiga istilah yang relevan dengan LGBT yaitu zina,
liwath dan sihaq. Pertama, zina, yaitu hubungan kelamin antara lakilaki
dengan perempuan yang bukan pasangan suami istri yang sah. Kedua,
liwath (gay), yaitu hubungan homoseksual antara lelaki dengan lelaki.
Ketiga, sihaq (lesbi), yaitu hubungan homoseksual antara wanita dan
wanita.
Para ulama sepakat bahwa liwath (gay) dan sihaq (lesbi) statusnya lebih
buruk dibandingkan zina. Allah menyebutkan perilaku homoseksual (gay
dan lesbi) dalam al-Qur’an pada ayat-ayat yang mengisahkan kehidupan
umat Nabi Luth as. Dari 27 ayat yang memuat kisah Nabi Luth as. dengan
kaumnya, terdapat tiga ayat yang menyebut perilaku homoseksual (gay
dan lesbi) dengan “fahisyah”.
Para ulama sepakat bahwa liwath (gay) dan sihaq (lesbi) statusnya lebih
buruk dibandingkan zina. Allah menyebutkan perilaku homoseksual (gay
dan lesbi) dalam al-Qur’an pada ayat-ayat yang mengisahkan kehidupan
umat Nabi Luth as. Dari 27 ayat yang memuat kisah Nabi Luth as. dengan
kaumnya, terdapat tiga ayat yang menyebut perilaku homoseksual (gay
dan lesbi) dengan “fahisyah”. Selain pada kedua ayat di atas (Q.S. al-A’raf
[7]: 80 dan Q.S. al-Ankabut [29]: 28 satu ayat lagi terdapat pada Q.S.
anNaml [27]: 54.
“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), padahal kamu melihatnya
(kekejian perbuatan maksiat itu)?” (Q.S. an-Naml [27]: 54)

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), padahal kamu melihatnya
(kekejian perbuatan maksiat itu)?” (Q.S. an-Naml [27]: 54)

Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan: “Dan


sesungguhnya Kami telah mengutus Luth, dan ingatkanlah Luth ketika ia
berkata kepada kaumnya. Luth adalah putra Haran, putra Azar, putra
saudara laki-laki Nabi Ibrahim as. yang telah beriman bersama Nabi
Ibrahim as. dan hijrah bersamanya ke negeri Syam. Allah mengutus Nabi
Luth as. kepada kaum Sodom dan daerahdaerah sekitarnya untuk menyeru
mereka agar menyembah Allah, memerintahkan mereka untuk
mengerjakan kebajikan, melarang mereka berbuat munkar. Saat itu kaum
Sodom tenggelam dalam perbuatan dosa.

Secara umum, empat istilah di atas disebut homoseksual, yaitu keadaan


tertarik kepada orang lain dari jenis kelamin yang sama. Wahbah AzZuhaili
mengidentifikasikan tiga istilah yang relevan dengan LGBT yaitu zina,
liwath dan sihaq. Pertama, zina, yaitu hubungan kelamin antara lakilaki
dengan perempuan yang bukan pasangan suami
istri yang sah. Kedua, liwath (gay), yaitu hubungan homoseksual antara
lelaki dengan lelaki. Ketiga, sihaq (lesbi), yaitu hubungan homoseksual
antara wanita dan wanita.

Para ulama sepakat bahwa liwath (gay) dan sihaq (lesbi) statusnya lebih
buruk dibandingkan zina. Allah menyebutkan perilaku homoseksual (gay
dan lesbi) dalam al-Qur’an pada ayat-ayat yang mengisahkan kehidupan
umat Nabi Luth as. Dari 27 ayat yang memuat kisah Nabi Luth as. dengan
kaumnya, terdapat tiga ayat yang menyebut perilaku homoseksual (gay
dan lesbi) dengan “fahisyah”. Selain pada kedua ayat di atas (Q.S. al-A’raf
[7]: 80 dan Q.S. al-Ankabut [29]: 28 satu ayat lagi terdapat pada Q.S.
anNaml [27]: 54.

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa
kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (keji), padahal kamu melihatnya
(kekejian perbuatan maksiat itu)?” (Q.S. an-Naml [27]: 54)

Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan: “Dan


sesungguhnya Kami telah mengutus Luth, dan ingatkanlah Luth ketika ia
berkata kepada kaumnya. Luth adalah putra Haran, putra Azar, putra
saudara laki-laki Nabi Ibrahim as. yang telah beriman bersama Nabi
Ibrahim as. dan hijrah bersamanya ke negeri Syam. Allah mengutus Nabi
Luth as. kepada kaum Sodom dan daerahdaerah sekitarnya untuk menyeru
mereka agar menyembah Allah,
memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebajikan, melarang mereka
berbuat munkar. Saat itu kaum Sodom tenggelam dalam perbuatan dosa.

Kota Sodom (bahasa Arab: ‫ سدوو‬/ sadūm) inilah yang dari padanya lahir
istilah sodomy. Dalam bahasa Ibrani, sodom berarti terbakar dan Gemorah
(bahasa Arab: ‫‘مى ة‬/ amūrah) berarti terkubur. Di dalam al-Quran
kaumnnya Nabi Luth as disebut “Al-Mu’tafikat” yang artinya di
jungkirbalikkan (Q.S. an-Najm [53]: 53)

“Dan prahara angin telah meruntuhkan (negeri kaum Luth)” (Q.S. anNajm
[53]: 53)

Sehubungan dengan firman Allah:

“Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya,
“Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan
oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)” (Q.S. al-A’raf [7]: 80)

Al-Quran menyebutkan perilaku homoseksual ini sebagai “fâhisyah” karena


kaum gay dalam menyalurkan nafsu seksualnya dengan cara . sodomi
(liwath) yang secara istilah syariat definisinya adalah memasukan kepala
penis ke dalam dubur/anus pria lainnya. Perilaku ini sudah tentu sangat
menjijikan, karena seorang laki-laki menyetubuhi dubur/anus lakilaki lain,
sedangkan di dalam dubur itu terdapat kotoran besar yang bau, kotor dan
jorok, sehingga manusia yang normal pasti menolaknya.

Menurut Tafsir Jalalain, yang dimaksud “taqtha’ûnas sabîl” adalah


melakukan perbuatan keji di jalan yang dilewati manusia, sehingga
manusia tidak mau lagi melewati jalan itu. Muhammad Quraish Syihab
dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan ayat di atas sebagai berikut:
“Sesungguhnya yang kalian lakukan (homoseksual) adalah kemungkaran
yang membinasakan, kalian melakukan perbuatan keji dengan para lelaki,
kalian memutuskan jalan untuk mengembangkan keturunan sehingga
hasilnya adalah kehancuran. Kalian melakukan kemungkaran-
kemungkaran dalam masyarakat tanpa rasa takut kepada Allah dan rasa
malu di antara kalian”.

Bahwa LGBT menimbulkan berbagai dampak negatif di masyarakat dengan


terputusnya generasi (keturunan) dan berbagai tindakan kejahatan lain.
Abdul Hamid Al-Qudah, spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di
Asosiasi Kedokteran Islam Dunia menjelaskan dampak-dampak yang
ditimbulkan LGBT sebagai berikut:

1) Dampak kesehatan 78 % pelaku homoseksual terjangkit penyakit-


penyakit menular dan rentan terhadap kematian. Rata-rata usia laki-
laki yang menikah adalah 75 tahun, sedangkan rata-rata usia gay
adalah 42 tahun, dan menurun menjadi 39 tahun jika menjadi korban
AIDS. Rata-rata usia wanita yang bersuami dan normal adalah 79
tahun, sedangkan rata-rata usia lesbian adalah 45 tahun.
2) Dampak sosial Seorang gay akan sulit mendapatkan ketenangan hidup
karena selalu berganti-ganti pasangan. Penelitian menyatakan:
“Seorang gay mempunyai pasangan antara 20-106 orang pertahunnya.
Sedangkan pasangan zina saja tidak tidak lebih dari 8 orang seumur
hidupnya”. Sebanyak 43 persen orang gay yang didata dan diteliti
menyatakan bahwa seumur hidupnya melakukan homoseksual dengan
500 orang. 28 persen melakukannya dengan lebih dari 1,000 orang. 79
persen melakukannya dengan pasangan yang tidak dikenali sama sekali
dan 70 persen hanya merupakan pasangan kencan satu malam atau
beberapa menit saja.
3) Dampak pendidikan
Penelitian membuktikan bahwa pasangan homo menghadapi
permasalahan putus sekolah lima kali lebih besar dari pada siswa
normal karena mereka merasakan ketidakamanan dan 28 persen dari
mereka dipaksa meninggalkan sekolah.
4 Dampak keamanan.
Kaum homoseksual menyebabkan 33 persen pelecehan seksual pada anak-
anak di Amerika Serikat (AS), padahal populasi mereka hanyalah 2 persen
dari keseluruhan penduduk negara itu. Sementara itu, di Indonesia melalui
riset dengan bantuan Google dalam kurun waktu 2014 hingga 2016, telah
terjadi 25 kasus pembunuhan sadis dengan latar belakang kehidupan
pelaku dan atau korban dari kalangan pelaku homoseksual.
Mengingat buruknya dampak perilaku homoseksual ini, Allah telah
menghukum pelakunya dengan hukuman yang sangat berat. Allah
berfirman dalam Q.S. Al-Hijr [15]: 72-74

“(72) (Allah berfirman), “Demi umurmu (Muhammad), sungguh, mereka


terombang-ambing dalam kemabukan (kesesatan).” (73) Maka mereka
dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan
terbit. (74) Maka Kami jungkir balikan (negeri itu) dan Kami hujani mereka
dengan batu dari tanah yang keras”. (Q.S. al-Hijr [15]: 72-74)

Ibnul Qayyim menerangkan, karena dampak dari perilaku gay adalah


kerusakan yang besar, maka balasan yang diterima di dunia dan akhirat
adalah siksaan yang sangat berat di dunia dan di akhirat. Pada rangkaian
ayat-ayat ini, Allah menjelaskan tiga bentuk siksaan sekaligus yang
ditimpakan kepada pelaku gay di zaman Nabi Luth a.s. yaitu mereka disiksa
dengan suara keras mengguntur yang terjadi menjelang matahari terbit,
bersama dengan itu, negeri mereka yang terangkat tinggi ke udara 61
kemudian dibalik yang semula di atas menjadi di bawah, sambil dihujani
batu yang keras yang berjatuhan secara bertubi-tubi di atas kepala mereka.
Batu itu memercikkan bara dan mengenai penduduk negeri dan penduduk
yang terpencar di berbagai desa sekitarnya. Suatu saat, seorang sedang
berbicara di tengah-tengah manusia, tiba-tiba ia tertimpa batu dari langit
dan jatuh di antara mereka. Batu-batu itu bertubi-tubi menghujani mereka
hingga seluruh negeri dan mereka mati semua.
idak ada petunjuk lokasi di mana peristiwa itu terjadi hingga pada tahun
1924, seorang ahli purbakala bernama Wiliam Albert berangkat menuju
Laut Mati untuk melakukan penelitihan di sana. Akhirnya, dia dan tim
menemukan sisa-sisa kehancuran kaum Sodom dan Gemorah di sekitar
Laut Mati tersebut. Sodom dan Gemora terletak di atas sesar Moab dan
pembinasaan dua kaumnya Nabi Luth a.s. ini diinterpretasikan terjadi
melalui serangkaian bencana geologi dengan urutan:

1. Pergerakan sesar Moab


2. Gempa dengan magnitude 7,0 + SR yang menghancurkan kota-kota dan
sekitarnya serta likuifaksi yang menenggelamkan sebagian wilayah kota-
kota.
3. Erupsi gunung garam dan gunung lumpur yang meletuskan halit,
anhirdit, batu-batuan, aspal, lumpur, bitumen dan belerang.
4. Kebakaran kota-kota di sekitarnya karena material hidrokarbon yang
diletuskan terbakar sehingga menjadi hujan api dan belerang. Bencana
katastropik ini telah meratakan Sodom dan Gemorah dan menewaskan
seluruh penduduk kecuali Nabi Luth Alaihissalam dua putrinya dan
seorang yang beriman kepadanya.
Beliau bersabda: “Allah mengutuk orang yang berbuat seperti perbuatan
kaum Nabi Luth. Allah mengutus orang yang berbuat seperti perbuatan
Nabi Luth. Beliau bersabda sampai tiga kali”. (H.R. Ahmad). Beliau juga
telah menetapkan hukuman bagi pelaku homoseksual ini dalam sabdanya:
“Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth
Alaihissalam maka bunuhlah pelaku dan pasangannya”. (H.R. AtTirmidzi).
Beliau mengatakan perbuatan homoseksual adalah sama dengan Zina,
sebagaimana sabdanya: “Apakah seorang lelaki mendatangi lelaki maka
keduaduanya telah berzina dan apabila seorang dan apabila wanita
mendatangi wanita maka maka kedua-duanya telah berzina”. (H.R. Al-
Baihaqi)
Menurut ulama Syafi’iyah, hukuman hadd bagi pelaku homoseksual adalah
sama dengan hukuman hadd zina. Jika pelakunya muhshan (sudah beristri
atau bersuami) wajib dirajam sampai mati. Sedangkan jika pelakunya
(belum beristri atau belum bersuami) di cambuk 100 kali dan
diasingkan.ghairu muhshan.

Ketika menjelaskan hadist riwayat Imam At-Tirmidzi di atas, Imam Ash-


Shan’ani (1059-1182 H) dalam “Subulus salam” mengatakan ada 4
pendapat tentang hukuman bagi pelaku homoseksual:

1. Dihukum dengan had zina yaitu dirajam bagi yang muhshan dan dijilid
bagi yang ghairu muhshan.

2. Dibunuh baik pelaku maupun obyeknya baik muhshan maupun ghairu


muhshan.
3. Dibakar dengan api, baik pelaku maupun obyeknya. Ini adalah pendapat
para sahabat Rasulullah Saw.

4. Dilempar dari tempat yang tinggi dengan kepala di bawah kemudian


dilempari batu. ini adalah pendapat Abdulllah Bin Abbas ra. Adapun
menurut Imam Abu Hanifah, pelaku homoseksual hanya dihukum ta’zir
karena tindakan homoseksual tidak sampai menyebabkan percampuran
nasab. Sedang ta’zirnya adalah dimasukkan ke penjara sampai bertaubat
atau sampai mati.

Islam memandang bahwa perilaku LGBT bukanlah penyakit atau genetik


tetapi merupakan tindak kejahatan. Islam menyebut pelakunya dengan
sebutan yang sangat buruk antara lain:
(a) AlMujrimun (para pelaku kriminal) (Q.S. al-A’raf[7]: 84)

(b) AlMufsidun (pelaku kerusakan) (Q.S. al-Ankabut [29]: 30),

(c) Az-Zalimun (orang yang menganiaya diri) (Q.S. Al-Ankabut [29]: 31)

Untuk mencegah kejahatan yang sangat membahayakan ini, Islam


memberikan beberapa ketentuan, antara lain:
1. Merendahkan pandangan/menundukan pandangan.

2. Berpakaian yang menutup aurat.

3. Memperbanyak puasa sunnah.

4. Memisahkan tempat tidur anak ketika ketika sudah berumur 10 tahun.

5. Menghindari perilaku wanita menyerupai pria dan sebaliknya. Sikap


tomboy wanita dan lemah gemulai seorang pria dilarang dalam Islam.

6. Memilih teman pergaulan dan menghindari pergaulan bebas.

7. Mewujudkan keluarga harmonis yang penuh ketenangan dan diliputi


kasih sayang.

8. Rajin dalam beribadah terutama shalat dan membaca Al-Quran.

Daftar materi “musawwamatan”


pada KB Hadd
2
yang sulit ghairu muhshan
dipahami Stereotipe
Daftar materi
yang sering
3
mengalami
segi epistemologi
miskonsepsi
dalam
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai