Anda di halaman 1dari 6

ANALISA RISIKO (RISK ASSESSMENT)

SUDUT PANDANG PRAKTIS TENTANG TATA CARA ANALISA RISIKO SECARA


KUALITATIF DAN KUANTITATIF – CONTOH KASUS BEKERJA DI KETINGGIAN
DENGAN TALI TEMALI (ROPE ACCESS)
Oleh: Alvin Alfiyansyah (Moderator dan Narasumber Keahlian HSE dan Risiko Teknik di berbagai forum), April 2021

Tulisan ini adalah satu tulisan praktis tentang bagaimana melakukan analisa risiko (Risk Assessment) utk
contoh yang nyata dan teknik bekerja sederhana sudah diketahui banyak orang yaitu pekerjaan
instalasi/perawatan di ketinggian dengan teknik rope access.
Perlu diingat dan diketahui bahwa regulasi utk contoh pekerjaan yang kami angkat sebagai contoh kasus risk
assessment ini baik secara internasional dan di NKRI sudah jelas semua panduan dan aturannya.
Misal di NKRI, telah ada Kepdirjenawasnaker no 45 tahun 2008 dan Permenaker no 9 tahun 2016.
Secara internasional panduan tata cara bekerja dari organisasi seperti IRATA yang biasa diikuti.

Ilustrasi gambar pekerjaan di ketinggian dengan rope access

Rope access adalah pekerjaan di ketinggian di atas air atau di suatu struktur peralatan dan bangunan dengan
menggunakan teknik tali temali khusus, dimana biasanya yang disebut bekerja di ketinggian ketika berbeda
elevasi ketinggian ataupun diatas 1.8 – 2 meter dari sebuah permukaan suatu bidang.

Di banyak perusahaan yang sudah paham rope access sampai jeroannya, sekarang mungkin tidak pernah
melalukan risk assessment lagi karena sudah tahu kontrol dan bahaya utama apa saja yang perlu diidentifikasi
yang telah dituangkan dalam prosedur rope access. Sehingga risk assessment hanya berlaku mesti dilakukan
bila ada deviasi terhadap prosedur bekerja di ketinggian dengan tali temali (rope access) tersebut.

Namun bagi perusahaan yang tidak punya atau belum punya prosedur tersebut atau prosedur tersebut baru
terbit dan belum semua orang paham apa isinya, maka bisa saja risk assessment tetap harus dilakukan
minimal 1×-2× setelah prosedur terbit sebagai upaya membiasakan diri mengerti isi prosedurnya dan patuh
terhadap semua syarat isi dalam prosedurnya bagi pekerjaan rope access serta setelah itu barulah rope
access risk assesment tidak perlu dilakukan lagi, terkecuali ada deviasi terhadap syarat dan isi prosedur
tersebut.

1
Kita langsung ambil contoh, sebuah perusahaan baru menerapkan prosedur rope access, tidak semua orang
paham akan syarat dan isi yang tertuang dalam prosedur tersebut. Ada pekerjaan pengecatan dan inspeksi
peralatan dan instrumentasi di ketinggian antara 40-60 meter dengan teknik tali temali, dan diputuskan
dalam rapat saringan risiko bahwa risk assessment diperlukan untuk mendukung berlangsungnya pekerjaan
ini dengan selamat.

Diagram contoh peralatan tertuang dalam gambar dibawah ini, bagian incinerator stack (cerobong bakar)
tersebut mempunyai ketinggian 48 meter.
Deskripsi pekerjaan yang akan dilakukan:
1. Pekerjaan akan dilakukan oleh IRATA Supervisor level 3 (lulus sertifikasi tertinggi dan punya jam terbang
sesuai skema kompetensi IRATA).
2. IRATA Supervisor akan bekerja dibantu 2 orang teknisi level 2. Teknisi level 1 akan diperbantukan hanya
untuk menyiapkan tali temali, peralatan pendukung dan sebagai helper.
3. Incinerator stack akan dalam kondisi mati (shut down), dingin dan tidak ada panas. Reboiler di cabut,
man way dibuka untuk menfasilitasi aliran udara lebih dari cukup untuk pekerjaan perawatan dan
inspeksi di dalam cerobong di atas ketinggan
4. Semua pekerja akan naik ke atas deck (platform) melalui akses yang tersedia sampai ketinggian 45 meter
dan naik ke tepi ujung cerobong melalui akses tangga tersedia dan mengikat semua tali sebagai jangkar
ke bagian peralatan cerobong yang ditetapkan sebagai jangkar (anchor point).
5. Semua bagian peralatan yang mempunyai sisi tajam akan dihindari.
6. Perawatan dan inspeksi akan dilakukan terhadap instrumentasi terpasang di ketinggian 46 meter dekat
tangga bagian luar dan juga di bgaian dalam.
7. Semua bagian dalam cerobong akan diinspeksi dan dilakukan perawatan seperti memastikan bagian bata
dalam cerobong masih dalam kondisi baik atau ada bagian bata yang perlu ditambal dengan material
yang sama dan sand blasting atau ada bagian cerobong yang perlu di cat ulang.
8. Diameter cerobong bakar 4.2 meter.

Syarat pekerjaan tali temali:


1. Semua bagian jangkar tali (anchor point) telah diverifikasi oleh structure engineer melalui dokumentasi
gambar dan spesifikasi desain yang tersedia serta secara visual. Setiap jangkar tali mampu menahan gaya
dan beban per orang 22.2 KN.
2. Reboiler dan man way dibuka agar aliran udara ke dalam cerobong maksimal dan cukup bagi setiap
pekerja termasuk saat pemasangan ulang bata, alat sand blasting gun dengan tombol mati otomatis dan
pengecatan dilakukan, bukan hanya inspeksi.
3. Supervisor Level 3 akan membawa anemometer mandiri untuk mengecek selalu kecepatan angin dimana
bila kecepatan angin lebih dari 20 knot maka pekerjaan harus dihentikan sementara.
4. Satu orang pekerja dan hole watch dan supervisor dari pihak klien akan bekerja dengan membawa alat
komunikasi elektronik yang diijinkan di area kerja tersebut.
5. Setiap peralatan tergantung akan dibolehkan dengan maksimum berat 4.5 kg sesuai panduan IRATA.
6. Semua tali tahan dari bahan nilon telah diinspeksi dan tahan sampai suhu 85 degC, walau jika ada bagian
permukaan peralatan yang menyentuh tali mempunyai suhu 60 degC maka harus di hentikan sementara.
Pekerja akan membawa termometer untuk mengecek skin temperature dari peralatan sebelum
mendekat kan diri dan tali yang membawanya.
7. Setiap pekerja minimum terikat dalam 2 lifeline sesuai panduan IRATA. Namun perusahaan dapat
meminta ada lifeline ketiga yang dipasang.
8. Prosedur keadaan darurat dan tim penanggulangan keadaan darurat apapun tersedia di lokasi.
9. Pekerjaan dilakukan dikontrol dengan ijin kerja setiap shift pagi-siang.
10. Semua pekerja mematuhi prosedur Heat stress dan pengumuman heat stress yang ada selalu diteruskan
lewat alat komunikasi.
2
Semua syarat dan deskripsi pekerjaan tertulis di atas adalah kontrol risiko awal yang tersedia (existing
control).

Ilustrasi gambar Incinerator Stack dengan Boiler (diambil dari website Zeeco)

Ilustrasi skema peralatan proses cerobong bakar sulfur (diambil dari website Zeeco)

3
Ilustrasi matrik risiko yang dipakai dalam tinjauan analisa risiko pekerjaan ini

Berdasar ISO 73:2016 kosa kata, risiko = efek dari ketidapastian pada sasaran.

Dalam rapat saringan risiko, tim memutuskan nilai risiko awal adalah “5B” (kuning) untuk pekerjaan tersebut
dimana nilai konsekwensi atau efeknya dalam konteks keselamatan dan kesehatan adalah tertinggi “major”
(5). Sementara nilai kemungkinan sasaran atau likelihoodnya adalah “B”.
Skenario berbahaya yang disetujui adalah tali bisa terputus bila tidak sengaja tertembak pistol peralatan sand
blasting dan lifeline ketiga dipakai dengan tambahan steel rope ke anchor point.
Hanya 2 orang yang akan bekerja dalam cerobong selama maksimal 6 jam waktu kerja di siang hari.
Penilaian risiko dengan teknik analisa skenario (scenario analysis sesuai ISO 31010) dengan risk matrix (matrik
risiko) ini dinilai secara kualitatif (kesepakatan umum antar anggota tim yang berbeda disiplin dari tim penilai
risiko, tim safety, tim pekerja, tim operasi, tim maintenance) dan dengan memakai matrik risiko, nilai risiko
saringan awal nya bernilai semi kuantitatif.

4
Mari kita validasi nilai risiko awal tersebut secara kuantitatif:
Pekerjaan di ketinggian 48 meter: konsekwensi nilai 5 – major – efek tertinggi (ultimate consequence) dapat
menghasilkan kematian. Tidak terbantahkan dari sisi keselamatan (Safety) terutama bila alat pistol sand
blasting menembak dan memutus tali.

Pekerjaan di ketinggian 48 meter: sasaran awal – likelihood nya dinilai “B”. Apakah sudah tepat dan sesuai?
Dengan memperhitungkan syarat awal jumlah lifeline yang akan dipakai setiap pekerja dan data konsekwensi
IRATA selama 25 tahun. Mari kita validasi agar didapat nilai sasaran secara kuantitatif.

IRATA statistik data selama 25 tahun kurang lebih 1989 – 2013 menunjukkan nilai rata – rata kecelakaan
(average accident rate) = 0.2. Dimana dapat dihitung tingkat kegagalan rope access selama 25 tahun adalah
0.2 / 25 = 0.008.

Asumsi 50% kegagalan lifeline (worst case scenario) walau lifeline sudah diperiksa dan diinspeksi.
Asumsi 50% kegagalan tombol switch otomatis (worst case scenario) mematikan sand blasting gun yang akan
dipakai dan digunakan oleh para pekerja.
Existing control lainnya telah dipenuhi sebagai syarat bekerja.

Event Tree Analysis (ETA)

Sand blasting 1st anchor 2nd anchor 3rd anchor point


deadman switch point & lifeline point & lifeline & with steel rope
(automatic push rope failure rope failure lifeline rope
button in sand due to aging or due to aging or failure due to
blasting gun) fail condition condition aging or condition

No Safe
Rope Access 0.5 0.004
Failure in
industry Yes No Safe & Suspended
0.008
0.5 0.5 0.002

Yes Safe & Suspended


0.5 No
0.001
0.5

Yes No Safe & Suspended


0.5 0.5 0.0005

Yes Fatality
0.5 0.0005

Penggunaan ETA untuk analisa risiko awal

Dari analisa ETA diatas terhitung nilai sasaran – likelihood adalah 5x10-4 atau di nilai “B” sesuai risk matrik.
Nilai risiko awal “5B”, sudah tepat.

5
Dalam analisa risiko lanjutan disepakati tambahan kontrol sebagai berikut:

1. Setiap hari pekerja dicek kesehatannya sebelum bekerja di ketinggian walau sudah mengantongi
laporan MCU (medical check up) sebelum masuk ke area kerja klien.
2. Rest cycle (waktu istirahat) menghindari suspension trauma setiap 1 jam selama 15 menit harus
dilakukan oleh setiap pekerja. Rest cycle ditetapkan agar fokus bekerja tetap didapat dan sebagai upaya
menghindari dari serangan kesehatan akibat heat stress.
3. Setiap peralatan yang akan dipakai dicek sebelum mulai bekerja termasuk anemometer dan
temperatur gun untuk mengecek permukaan setiap benda yang akan disentuh tali dan dipastikan tidak
dekat dengan bagian tajam dari peralatan yang akan akan dekat dengan ikatan tali.

Dengan tambahan kontrol tersebut, maka nilai risiko akan dapat turun menjadi “5A” (kuning).

Ilustrasi gambar fall arrest equipment berikut banyaknya jumlah D-ring untuk tiap ikatan lifeline

Kemudian tim memutuskan meninjau lebih dalam untuk dapat menilai risiko akhir, apakah ada kontrol
tambahan lain lagi yang dapat diterapkan agar bisa dihasilkan peluang pencegahan risiko (opportunity) agar
risiko dapat diturunkan lebih jauh terutama dari sisi konsekwensi nya.

Di pasaran ada sarung nilon tambahan yang dapat dipasang membungkus tali nilon yang akan digunakan
setiap pekerja maupun untuk membungkus setiap jangkar tali logam (steel rope). Pembungkus ini berlapis
dua dan sesuai standar nilon rope industri rope access.

Kesepakatan tim penilai risiko, kontrol permanen yang dapat dipertimbangkan sebagai peluang kontrol
akhir reduksi risiko adalah:

1. Setiap lifeline rope (tali) yang akan dipakai, harus dipasang dan dibungkus dengan alat pengaman
pembungkus tambahan (double sleeve layer protection).
2. Setiap lifeline ketiga (3rd lifeline rope) dipasang dengan double sleeve layer protection untuk steel rope
anchor point yang akan terikat ke D-ring fall arrest equipment sebagai alat pelindung diri setiap pekerja.

Dengan dipasangnya kedua kontrol tambahan akhir tersebut maka nilai risiko diputuskan dapat direduksi
ke nilai risiko “4A” (Hijau).

Semoga dapat menjadi tambahan informasi dan wawasan dalam upaya identifikasi bahaya dan penilaian
risiko.
6

Anda mungkin juga menyukai