Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Globalisasi disegala aktifitas pekerjaan manusia menuntut tersedianya
prasarana dan sarana kerja yang dapat menjamin lancarnya suatu pekerjaan, tanpa
mengabaikan kenyamanan, kesehatan dan keamanan bekerja. Untuk itu faktor
keselamatan menjadi penting.
Kenyamanan, kesehatan dan keamanan dalam bekerja banyak dituntut pada
pekerjaan dengan tingkat bahaya tinggi semisal pada pekerjaan penambangan
bawah tanah, pekerjaan bawah air, pekerjaan diketinggian dan pemadam
kebakaran. Jaminan Keselamatan kerja menjadi penting untuk melengkapi
perlindungan terhadap pekerja, antara lain dengan adanya berbagai macam
asuransi menjadi pelengkapnya.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, setiap perusahaan wajib melaksanakan upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja untuk melindungi keselamatan tenaga kerja dan sarana produksi.
Undang-undang No. 1 tahun 1970 Pasal 2 menyatakan bahwa salah satu kegiatan
kerja yang perlu mendapat perhatian dari sisi keselamatan kerja adalah kegiatan
kerja yang dilakukan pada ketinggian, yaitu kegiatan yang mempunyai potensi
bahaya jatuh.
Kompetensi bekerja dengan aman pada ketinggian diperlukan oleh berbagai
sektor, antara lain sektor migas, konstruksi, pariwisata, perkebunan dan
kehutanan, industry manufaktur, pertambangan dan transportasi. Selain itu, profesi
yang mensyaratkan kompetensi bekerja pada ketinggian antara lain: teknisi yang
membuat perancah, pekerja konstruksi bangunan tinggi, teknisi pembersihan
gedung tinggi, tukang cat bangunan tinggi, juru las, fotografer dan petugas survey
di kehutanan, operator keran angkat ( tower crane), teknisi listrik, teknisi
pemeliharaan jembatan dan struktur besi, teknisi yang bekerja pada ruang terbatas
dan masih banyak lagi.
Potensi bahaya bekerja pada ketinggian yang paling utama adalah jatuh.
Kecelakaaan karena jatuh merupakan penyumbang terbesar angka kecelakaan
kerja dibanyak negara, termasuk Indonesia. Oleh karenanya, standar kompetensi
bekerja pada ketinggian menjadi sangat penting untuk dijadikan prasyarat bagi
semua profesi yang akan bekerja pada ketinggian.
Sehubungan dengan kebutuhan tersebut, diperlukan pembinaan dan
pengembangan kompetensi SDM untuk kerja kerja pada ketinggian. Untuk
memenuhi tuntutan dunia usaha baik untuk nasional maupun internasional
diperlukan standar kompetensi bagi pekerja pada ketinggian tersebut yang diakui
baik nasional maupun internasional sehingga mampu bersaing dengan tenaga
kerja dari luar negeri.
Penyusunan standar kompetensi ini mengacu berbagai standar baik dari dalam
maupun luar negeri sehingga sertifikasi kompetensi yang dihasilkan diharapkan
dapat setara dengan kompetensi di negara lainnya.

Keselamatan kerja menjadi hak semua pekerja. Pada pekerja dengan pekerjaan
tingkat bahaya tinggi keselamatan kerja sangat mutlak untuk melindungi dirinya
dan juga asset produksi. Keselamatan kerja akan ada bila si pekerja melengkapi
aktifitasnya dengan pengetahuan dan keterampilan tentang keselamatan kerja.
Pengetahuan dan keterampilan keselamatan kerja itu sendiri terbagi atas
berbagai macam kegiatan kerja yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang
dilaksanakan. Bagi pekerja yang bekerja dengan tingkat bahaya tinggi misalkan
bekerja di ketinggian pada gedung-gedung tinggi, menara konstruksi baja dan
instalasi industri, pemahaman tentang keselamatan kerja menjadi lebih penting.
Dalam hal tersebut keterampilan untuk bekerja di ketinggian akan menjadi sangat
khusus.
Untuk menjamin suksesnya perkembangan industri aspek keselamatan kerja
memegang peranan dalam meminimalkan risiko bahaya yang ada di tempat kerja.
Dalam hal ini keselamatan kerja haruslah mendapat perhatian utama demi
berhasilnya program-program perusahaan dalam rangka meningkatkan
produktivitas bagi perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja juga akan dapat
menciptakan keamanan dan kenyamanan kerja serta mempunyai peranan penting
dalam usaha mencegah dan menanggulangi adanya resiko kecelakaan, serta
pengamanan aset perusahaan.

1.2 Tujuan
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8

Untuk mengetahui pengertian bekerja pada ketinggian.


Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan bekerja pada
ketinggian.
Untuk mengetahui syarat bekerja pada ketinggian.
Untuk mengetahui bahaya bekerja pada ketinggian.
Untuk mengetahui pengendalian bahaya bekerja pada ketinggian.
Untuk mengetahui Alat Pelindung Diri (APD) bekerja pada ketinggian.
Untuk mengetahui Pelaksanaan identifikasi bahaya dan penilaian
resiko.
Untuk mengetahui contoh bekerja pada ketinggian.

1.3 Rumusan Masalah


1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7
1.3.8

Apa yang dimaksud bekerja pada ketinggian?


Apa saja dasar hukum yang digunakan bekerja pada ketinggian?
Apa saja syarat bekerja pada ketinggian?
Apa saja bahaya bekerja pada ketinggiaan dan bagaimana
penanggulangannya?
Bagaimana pengendalian bahaya bekerja pada ketinggian?
Apa saja Alat Pelindung Diri (APD) bekerja pada ketinggian?
Apa saja Pelaksanaan identifikasi bahaya dan penilaian resiko.
Apa saja contoh bekerja pada ketinggian?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bekerja Pada Ketinggian


Bekerja di ketinggian adalah setiap orang yang bekerja di ketinggian 2 meter
dari tanah atau lebih dari 2 meter dan memiliki potensi jatuh dan harus dilengkapi
dengan arresto (pelindung tubuh dengan memanfaatkan Lanyards ganda) atau
harus dilindungi dengan pegangan atau jaring pengaman.
Menurut Asosiasi Ropes Access Indonesia (2009) bekerja pada ketinggian
(work at height) adalah bentuk kerja dengan mempunyai potensi bahaya jatuh
(dan tentunya ada bahaya-bahaya lainnya).
Menurut Rope and Work Corporation yang dimaksud bekerja diketinggian
adalah pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi (high risk activity) yang
memerlukan pengetahuan serta ketrampilan khusus untuk melaksanakan pekerjaan
sebenarnya.
Menurut Management System (2010) bekerja pada ketinggian dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Bekerja di ketinggian 4 feet (1.24 meter) atau lebih dari atas lantai atau
tanah. Contoh: Pekerjaan sipil (civil work), pekerjaan electrical atau
pemasangan kabel, pemasangan panel-panel, pekerjaan bangunan
(building atau structural 6 work) seperti pemasangan atap, pembangunan
jembatan. Pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan baik oleh karyawan
sendiri ataupun oleh kontraktor.
b. Bekerja pada ketinggian 6 feet (1.8) atau lebih pada pinggiran atau sisi
yang terbuka. Contoh: Bekerja pada atap datar (flat roof), puncak tangki
timbun.
c. Bekerja di ketinggian 10 feet (3.1 meter) atau lebih pada pinggiran atau
sisi yang terbuka dengan menggunakan peralatan mekanis.
Bekerja di ketinggian 2 meter (6 kaki) atau lebih diatas permukaaan tanah tidak
boleh dilakukan kecuali:
a. Dengan mempergunakan anjungan yang kokoh dengan pengaman atau
pegangan tangan yang disetujui oleh personil yang berwenang.
b. Dengan mempergunakan fall arrest equipment (peralatan penangkap
barangbarang yang jatuh) yang mampu menopang beban bergerak
sekurangkurangnya seberat 2275 kg (5000 lbs) per orang dan memiliki:
1. Jangkar yang diikatkan dengan benar, lebih baik disebelah atas
2. Full Body Harness dengan pengait sentak mengunci otomatis
berkancing ganda pada setiap sambungan
3. Tali serat sintetis
4. Peredam gocangan
c. Fall arrest equipment membatasi jatuh bebas dari ketinggian 2 meter (6
kaki) atau kurang

d. Pemeriksaan visual fall arrest equipment dan system sudah dilakukan


dan setiap peralatan yang rusak atau yang dinonaktifkan sudah
disingkirkan
e. Orang yang bersangkutan mampu melaksanakan pekerjaan
Bekerja dalam posisi di ketinggian memang memerlukan penanganan khusus
yang dikarenakan kondisinya yang tidak lazim. Pada dasarnya ada 4 terpenting
yang harus diperhatikan dalam menangani pekerjaan pada posisi di ketinggian
yaitu: pelaku atau pekerja, kondisi lokasi (titik atau lokasi pekerjaan), teknik yang
digunakan, dan peralatan.
Bekerja pada ketinggian menuntut para pekerja untuk mengetahui bagaimana
pekerja dapat melakukan pekerjaannya pada ketinggian dalam keadaan safety,
menguasai lokasi pekerjaan terutama mengenai tingkat risiko yang dapat
ditimbulkannya, memiliki tekni yang dapat mengantisipasi risiko bekerja di
ketinggian serta didukung peralatan safety yang disesuaikan dengan kebutuhan
atau spesifikasi pekerjaan yang akan dilakukan.
Namum demikian, hal yang terpenting dalam melakukan suatu pekerjaan
adalah kualitas dari hasil pekerjaan yang dilaksanakan.
2.2 Dasar Hukum Bekerja pada Ketinggian
Dasar hukum yang digunakan dalam bekerja pada ketinggian adalah :
Permenakertrans No Per 01/Men/1980 tentang K3 pada konstruksi
bangunan
Permenaker No Per 05/Men/1985 Tentang pesawat angkat dan angkut Pasal
35 s/d 48
DJPPK Direktur Jendral Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No
KEP. 45/DJPPK/IX/2008 Pedoman K3 Bekerja di Ketinggian dengan
menggunakan akses tali (Rope Access)
UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
EN Standard/CEN Standard/CE Standard : EN-12277 : Harnesses, EN12492 : Helmets, EN-12275 : Connectors, EN-12276 : Frictional Anchors.
OSHA PART 1910, BS 1139 Metal Scaffolding, AS/NZS 1576 Scaffolding
ANSI
Z133.1:
Arboriculture
safety requirement
for
pruning,repairing, maintaining, and removing trees.

2.3 Syarat Bekerja di atas Ketinggian


Persyaratan Ketika akan bekerja di atas Ketinggian adalah :
1. Pekerja harus dalam kondisi fit sebelum melakukan kegiatan bekerja di
atas ketinggian dan tidak mempunyai riwayat penyakit kronis.
2. Semua pekerja sebelum melakukan kegiatan bekerja di atas ketinggian
harus sudah mendapat pelatihan Bekerja di Ketinggian.

3. Prosedure kerja aman (JSEA) harus dibuat oleh semua pekerja yang
terlibat dalam bekerja di ketinggian & semua pekerja yang harus
berpartisipasi dalam rumusan JSEA.
4. Semua peralatan Penahan dan Pencegah Jatuh serta Peralatan Pendukung
harus dalam kondisi baik dan sudah diinspeksi sebelum digunakan.
5. Semua peralatan pendukung (EWP, Scaffold, Ladders, dll) sesuai dengan
persyaratan standard, dan dididirikan atau dioperasikan oleh orang yang
berkompeten.
Kualifikasi Dan Persyaratan Teknisi Akses Tali
1. Kualifikasi Tenaga kerja pekerjaan pada ketinggian ( working at
height) terdiri dari :
a. Pekerja bangunan tinggi.
b. Teknisi Akses Tali
2. Kualifikasi Teknisi Akses Tali terdiri dari:
a. Teknisi Akses Tali tingkat 1
b. Teknisi Akses Tali tingkat 2
c. Teknisi Akses Tali tingkat 3
3. Persyaratan Pekerja Bangunan Tinggi
Untuk dapat menjadi pekerja bangunan tinggi sebagaimana di
maksud dalam butir 1.a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP /sederajat.
b. Berbadan sehat.
c. Umur sekurang-kurangnya 18 tahun.
d. Mengikuti pembinaan dasar bekerja pada ketinggian.
4. Persyaratan Teknisi Akses Tali Tingkat 1 adalah sebagai berikut :
Untuk dapat menjadi seorang Teknisi Akses Tali sebagaimana di
maksud harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTP / sederajat.
b. Berbadan sehat.
c. Umur sekurang-kurangnya 18 tahun.
d. Mengikuti pembinaan dan pengevaluasi lisensi K3 bagi Teknisi
Akses Tali Tingkat 1 dan lulus evaluasi.
5. Kualifikasi dan persyaratan Teknisi Akses Tali Tingkat 2 adalah
sebagai berikut :
Untuk dapat menjadi seorang Teknisi Akses Tali Tingkat 2
sebagaimana di maksud dalam butir 2.b harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya berpendidikan SLTA.
b. Memiliki sekurang-kurangnya 300 jam kerja sebagai Teknisi
Akses Tali .
c. Berbadan sehat dan tidak mempunyai hambatan fisik dalam
bekerja pada ketinggian.

d. Mengikuti pembinaan dan ujian lisensi K3 bagi Akses Tali


Tingkat 2 dan lulus evaluasi.
6. Persyaratan Teknisi Akses Tali Tingkat 3, adalah sebagai berikut:
Untuk dapat menjadi seorang Teknisi Akses Tali Tingkat 3
sebagaimana di maksud dalam butir 2.c harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya berpendidikan Diploma 3.
b. Memiliki sekurang-kurangnya 500 jam kerja sebagai Teknisi
Akses Tali Tingkat 2.
c. Berbadan sehat.
d. Umur sekurang-kurangnya 22 tahun.
e. Memiliki sertifikat pelatihan P3K di Tempat Kerja.
f. Mengikuti pembinaan dan pengevaluasi lisensi K3 bagi Akses
Tali Tingkat 3 dan lulus evaluasi.
7. Pelaksanaan Pembinaan
a. Pelaksanaan pembinaan K3 bagi Teknisi Akses Tali tingkat 1,
tingkat 2 dan tingkat 3 dilakukan oleh Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) khusus akses tali (
rope acces) yang ditunjuk oleh Menteri.
b. Materi pembinaan K3 bagi Teknisi Akses Tali sebagaimana
dimaksud 5.1.b. sesuai dengan lampiran II Keputusan Direktur
Jenderal yang dapat dikembangkan dan diubah sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk sewaktu-waktu
dapat mengganti menambah atau mengurangi materi
pembinaan dan atau jam pelajaran sesuai dengan kebutuhan.
8. Evaluasi, Sertifikasi dan Lisensi
a. Kelulusan ditentukan berdasarkan pemenuhan syarat
administratif, hasil evaluasi tulis dan evaluasi praktek.
b. Evaluasi praktek dilakukan oleh penguji yang telah ditunjuk
oleh direktur sebagai penguji.
c. Peserta pembinaan yang dinyatakan lulus berhak mendapat
sertifikat yang dikeluarkan oleh Perusahaan Jasa Keselamatan
dan Kesehatan dan diketahui oleh Direktur.
d. Bagi Teknisi Akses tali yang telah mendapatkan sertifikat
diberikan lisensi dan buku kerja oleh Direktur Pengawasan
Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan
tingkatannya.
e. Lisensi dan buku kerja berlaku 5 (lima tahun) dan harus
diperpanjang lagi, melalui atau tanpa penyegaran.
f. Pembaharuan atau pengeluaran lisensi dan buku kerja
diterbitkan oleh Pemerintah Cq. Direktorat Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

g. Lisensi dapat dicabut oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk


bila Teknisi Akses tali yang bersangkutan dinilai tidak
berkemampuan lagi atau tidak memenuhi kewajibannya.
9. Kewenangan Teknisi Akses Tali
a. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 1 adalah sebagai berikut:
1) pemasangan pengaman kerja.
2) memasang penambatan dibawah supervisi level di
atasnya.
b. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 2 adalah sebagai berikut:
1) Merangkai pengaman penambatan.
2) Mengawasi dan membimbing kegiatan Teknisi akses
tali tingkat 1.
c. Kewenangan teknisi akses tali tingkat 3 adalah sebagai berikut:
1) Melakukan berbagai teknik pemanjatan
2) Memimpin pelaksanaan pekerjaan.
3) Melaksanakan usaha penyelamatan/rescue.
4) Mengawasi dan membimbing kegiatan Teknisi akses
tali tingkat 2 dan atau Teknisi akses tali tingkat 1.
10. Kewajiban Teknisi Akses Tali
Kewajiban teknisi akses tali adalah sebagai berikut:
a. Tidak meninggalkan tempat pengoperasian akses tali, selama
kegiatan berlangsung.
b. Melakukan pengecekan terhadap kondisi atau kemampuan
kerja peralatan, alat-alat pengaman dan alat-alat perlengkapan
lainnya sebelum pengoperasian akses tali.
c. Mengisi Buku Kerja dan membuat laporan harian selama
mengoperasikan akses tali.
d. Menghentikan pekerjaan dan segera melaporkan pada pengurus
apabila alat pengaman atau perlengkapan pekerjaan tidak
berfungsi dengan baik atau rusak.
e. Teknisi akses tali tingkat 3 mengawasi dan mengkoordinasikan
Teknisi akses tali tingkat 2 dan Teknisi akses tali tingkat 1.
f. Mempertanggungjawabkan
atas
seluruh
kegiatan
pengoperasian akses tali dalam keadaan aman.
g. Mematuhi peraturan dan tindakan pengamanan yang telah
ditetapkan.
11. Buku kerja
a. Setiap teknisi akses tali wajib memiliki buku kerja (log book)
yang dikeluarkan oleh direktur.
b. Buku kerja wajib diisi setiap melakukan pekerjaan.
c. Buku kerja diperiksa oleh ahli K3 di perusahaan dan atau
Pengawas Ketenagakerjaan.
d. Jika dalam 6 (enam) bulan berturut-turut buku kerja tidak terisi,
maka teknisi akses tali diwajibkan mengikuti penyegaran atas

kompetensi yang dimilikinya atau


pengawasan Teknisi Akses Tali Tingkat 3.

magang

dibawah

2.4 Bahaya Bekerja Pada Ketinggian


Bahaya pekerjaan adalah faktorfaktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat
mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor faktor
tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Sumamur,1989) Umumnya disemua
tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan
maupun kesehatan tenaga kerja.
Berikut adalah faktor faktor umum yang berkontribusi pada risiko seseorang
terjatuh dari atas ketinggian :
a. People (Manusia)
Kurang Pengetahuan, Keahlian dan kemampuan terbatas, Kondisi tidak fit
untuk bekerja, lelah, mengambil jalan pintas, berprilaku tidak aman.
b. Environment (Lingkungan)
Kondisi cuaca, permukaan licin dan berserakan dan tidak bersih, jenis
pekerjaan berpindah-pindah, kondisi peralatan dan perlengkapan mekanik
dsb.
c. Equipment (Peralatan) + Procedure (Prosedur)+ Organization (Organisasi)
Peralatan Pencegah , penahan jatuh serta pendukung Tidak Standart
dan kondisi tidak aman untuk digunakan, Kesalahan Penggunaan alat/
Ketidaksesuaian pengunaan Alat, Tidak adanya prosedur baik SOP atau PI,
JSEA dan penilaian risiko, Tidak disosialisasikannya SOP atau PI, JSEA
dan penilaian risiko, Tidak tersedianya / tidak memiliki kecukupan
pengawas yang handal, Tidak tersedianya pelatihan untuk para pekerja dan
tidak memiliki departemen pelatihan, Kurangnya finansial dalam
mendukung program pelatihan / proses pembelian barang dan peralatan.
Sumber bahaya lainya bisa berasal dari:
1. Bangunan, Peralatan dan instalasi
Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian.
Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan
tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja.
Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat, marka dan
rambu yang jelas dan tersedia jalan penyelamatan diri. Instalasi harus
memenuhi persaratan keselamatan kerja baik dalam disain maupun
konstruksinya. Dalam industri juga digunakan berbagai peralatan yang
mengandung bahaya, yang bila tidak dilengkapi dengan alat pelindung dan
pengaman bisa menimbulkan bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik,
ledakan, lukaluka atau cidera.
2. Bahan
Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan antara
lain mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan

10

kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan


mengakibatkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radio aktif .

kanker,

3. Proses
Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang digunakan.
Proses yang digunakan di industri ada yang sederhana tetapi ada proses yang
rumit. Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya, dalam
prosesnya digunakan suhu, tekanan yang tinggi dan bahan kimia berbahaya
yang memperbesar resiko bahayanya. Dari proses ini kadangkadang timbul
asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau
tertimpa bahan.
4. Cara kerja
Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri dan orang
lain disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain cara kerja yang
mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api serta
tumpahan bahan berbahaya.
5. Lingkungan kerja
Bahaya dari lingkungan kerja dapat di golongkan atas berbagai jenis bahaya
yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat
kerja serta penurunan produktivitas dan efisiensi kerja. Bahaya tersebut
adalah:
o Faktor lingkungan fisik
Bahaya yang bersifat fisik seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu
dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, dan radiasi
o Faktor lingkungan kimia
Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahanbahan yang
digunakan maupun bahan yang di hasilkan selama proses produksi. Bahan
ini berhamburan ke lingkungan karena cara kerja yang salah, kerusakan
atau kebocoran dari peralatan atau instalasi yang digunakan dalam proses.
o Faktor lingkungan biologik
Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga
maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja.
o Faktor faal kerja atau ergonomi
Gangguan yang besifat faal karena beban kerja yang terlalu berat,
peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja.
o Faktor psikologik
Gangguan jiwa dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat
kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan,
seperti hubungan atasan dan bawahan yang tidak serasi. Faktor-faktor
penyebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dapat
dilakukan tindakan perbaikan yang ditujukan pada sebab terjadinya
kecelakaan, sehingga kerugian dan kerusakan dapat diminimalkan dan
kecelakaan serupa tidak terulang kembali. Dengan mengetahui dan
mengenal faktor penyebab kecelakaan, maka akan dapat dibuat suatu
perencanaan dan langkah-langkah pencegahan yang baik dalam upaya
memberikan perlindungan tenaga kerja. Untuk memperjelas adanya faktor

11

penyebab kecelakaan, maka perlu dibuat suatu klasifikasi kecelakaan kerja


yang dapat memberikan informasi secara jelas tentang penyebab dan jenis
kecelakaan yang timbul. (Tarwaka, 2008)
Kecelakaan
Menurut Sumamur (1989), kecelakaan adalah kejadian yang tidak
terduga dan tidak diharapkan. Sedangkan kecelakaan akibat kerja
berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Sedangkan menurut
Tarwaka (2008), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak
dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan
kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang
terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya.
Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Tidak terduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan
tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan;
b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan
akan
selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental;
c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan yang sekurang-kurangnya
menyebabkan gangguan proses kerja.
Kecelakaan kerja terjadi dan dapat menimbulkan korban jiwa
(manusia). Kecelakaan kerja ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Kecelakaan Kerja Ringan
Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa
kecelakaan kerja, setelah diberi pengobatan seperlunya, selanjutnya
bisa langsung bekerja kembali seperti semula (samadengan kondisi
sebelum menjadi korban kecelakaan)
b. Kecelakaan Kerja Sedang
Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa
kecelakaan kerja dalam waktu maksimal 2 x 24 jam setelah diberi
pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa bekerja kembali seperti
semula (samadengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan
kerja)
c. Kecelakaan Kerja Berat
Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa
kecelakaan kerja, tidak bisa bekerja kembali seperti semula (sama
dengan kondisi sebelum menjadi korban kecelakaan kerja) dalam
waktu lebih dari 2 x 24 jam setelah diberi pengobatan seperlunya. Atau
bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa
kecelakaan kerja mengalami cacat tubuh seumur hidup. (Departemen
Pekerjaan Umum, 2010)
Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan kerja
diindustri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab
atau objek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka.

12

Klasifikasi kecelakaan kerja di industri secara garis besar dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan
1) Terjatuh.
2) Tertimpa atau kejatuhan benda atau objek kerja
3) Tersandung benda atau ojek, terbentur benda, terjepit antara dua
benda
4) Gerakan-gerakan paksa atau peregangan otot berlebih
5) Terpapar atau kontak dengan benda panas atau suhu tinggi
6) Terkena arus listrik
7) Terpapar kepada atau bahan-bahan berbahaya atau radiasi, dan lainlain.
b. Klasifikasi Menurut Agen Penyebabnya
1) Mesin-mesin, seperti: mesin penggerak kecuali motor listrik, mesin
transmisi,mesin-mesin produksi, mesin-mesin pertambangan, mesinmesin pertanian, dan lain-lain.
2) Sarana alat angkat dan angkut, seperti forklift, alat angkut kereta,
alat angkut beroda selain kereta, alat angkut di perairan, alat angkut
di udara, dan lainlain.
3) Peralatan-peralatan lain seperti: bejana tekan, tanur atau dapur
peleburan, instalasi listrik termasuk motor listrik, alat-alat tangan
listrik, perkakas, tangga, perancah, dan lain-lain.
4) Bahan-bahan berbahaya dan radiasi, seperti: bahan mudah meledak,
debu, gas, cairan, bahan kimia, radiasi, dan lain-lain
5) Lingkungan kerja, seperti: tekanan panas dan tekanan dingin,
intensitas kebisingan tinggi, getaran, ruang di bawah tanah, dan lainlain
c. Klasifikasi Menurut Jenis Luka dan Cideranya
1. Patah tulang
2. Keseleo atau dislokasi atau terkilir
3. Kenyerian otot dan kejang
4. Gagar otak dan luka bagian dalam lainnya
5. Amputasi dan enukleasi
6. Luka tergores dan luka luar lainnya
7. Memar dan retak
8. Luka bakar
9. Keracunan akut
10. Aspixia atau sesak nafas
11. Efek terkena arus listrik
12. Efek terkena paparan radiasi
13. Luka pada banyak tempat di bagaian tubuh
dan lain-lain
d. Klasifikasi Menurut Lokasi Bagian Tubuh yang Terluka
1. Kepala, leher, badan, lengan, kaki, dan berbagai bagian tubuh
2. Luka umum, dan lain-lain

13

Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan akibat kerja


menurut Sumamur (1989) adalah:
a. Kerusakan
b. Kekacauan organisasi
c. Keluhan dan kesedihan
d. Kelainan dan cacat
e. Kematian
Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses, tempat dan
lingkungan kerja mungkin rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu,
terjadilah kekacauan organisasi sedangkan keluarga dan kawan-kawan
sekerja akan bersedih hati. Kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka,
terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak jarang kecelakaan
merenggut nyawa dan berakibat kematian.
Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya
yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi
menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah
biaya pemberian pertolongan pertama bagi kecelakan, pengobatan,
perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu
bekerja, kompensasi cacat, dan biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya
atas kerusakan bahan-bahan. Biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu
yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan
terjadi. Biaya ini mencakup berhentinya proses produksi oleh karena
pekerja-pekerja lainnya menolong atau tertarik oleh peristiwa kecelakaan
itu, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang yang sedang
menderita oleh karena kecelakaan dengan orang baru yang belum biasa
bekerja di temapt itu, dan lain-lainnya lagi. Atas dasar penelitian-penelitian
di negara-negara industrinya maju perbandingan di antara biaya langsung
dan biaya tersembunyi adalah satu banding empat, sedangkan di negaranegara berkembang satu banding dua.
Kecelakaan-kecelakaan besar dengan kerugian-kerugian besar
biasanya dilaporkan, sedangkan kecelakaan-kecelakaan kecil tidak
dilaporkan. Padahal biasanya peristiwa-peristiwa kecil adalah 10 kali
kejadian kecelakaan-kecelakaan besar. Maka dari itu, kecelakaankecelakaan kecil menyebabkan kerugiankerugian yang besar pula,
manakala dijumlahkan secara keseluruhan. Kecelakaan-kecelakaan akibat
kerja dapat dicegah dengan cara:
a) Peraturan perundangan yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan,
konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan
cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan,
supervise medis, PPPK, dan pemeriksaan kesehatan.
b) Standarisasi yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi
atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syaratsyarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktekpraktek keselamatan dan higene umum, atau alat-alat perlindunan diri.

14

c) Pengawasan yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuanketentuan perundang undangan yang diwajibkan.
d) Penelitian bersifat teknik yaitu meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan
yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alatalat pelindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan
debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat
untuk tambangtambang pengangkat dan peralatan perangkat lainnya.
e) Riset medis yaitu meliputi terutama penelitian tentang efek-efek
fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan
keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
f) Penelitian psikologis yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
g) Penelitian secara statistik yaitu untuk menetapkan jenis-jenis
kecelakaan yang terjadi banyaknya, mengenai siapa saja, dalam
pekerjaan apa, dan apa-apa sebabnya.
h) Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam
kurukulum teknik, sekolah-sekolah perniagaan atau kursus-kursus
pertukangan.
i) Latihan-latihan yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja yang baru dalam keselamatan kerja.
j) Penggairahan yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau
pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.
k) Asuransi yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi
yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan
sangat baik.
l) Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan yang merupakan ukuran
utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada
perusahaanlah, kecelakaan-kecelakaan terjadi sedangkan pola-pola
kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung pada tingkat
kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang
bersangkutan
Jelaslah, bahwa untuk pencegahan kecelakaan akibat kerja
diperlukan kerjasama aneka keahlian dan profesi seperti pembuat
undang-undang, pegawai pemerintah, ahli-ahli teknik, dokter, ahli ilmu
jiwa, ahli statistik, guru-guru dan sudah barang tentu pengusaha dan
buruh (Sumamur, 1989).

2.5 Pengendalian Bahaya Terjatuh


Sistem pengendalian bahaya dapat berupa prosedur, Alat Pelindung Diri (APD),
atau perancah.
a. Prosedur

15

Prosedur adalah serangkaian aksi yang spesifik, tindakan atau operasi


yang harus dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang sama agar
selalu memperoleh hasil yang sama dari keadaan yang sama
(contohnya prosedur kesehatan dan keselamatan kerja). Prosedur
adalah perincian langkah-langkah dari sistem dan rangkaian kegiatan
yang saling berhubungan erat satu sama lainnya untuk mencapai tujuan
tertentu. Lebih tepatnya, kata ini bisa mengindikasikan rangkaian
aktivitas,
tugastugas,
langkah-langkah,
keputusan-keputusan,
perhitungan-perhitungan dan proses-proses, yang dijalankan melalui
serangkaian pekerjaan yang menghasilkan suatu tujuan yang
diinginkan, suatu produk atau sebuah akibat. Prosedur dapat diartikan
juga:
1. Instruksi atau resep, serangkaian perintah yang menunjukkan
bagaimana menyiapkan atau membuat sesuatu.
2. Subrutin atau metode (ilmu komputer), sebuah sub program yang
merupakan bagian dari program yang besar.
3. Algoritma, dalam matematika dan ilmu komputer, serangkaian
operasi atau perhitungan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
4. Prosedur operasi standart.
5. Prosedur hokum
6. Prosedur Parlemen
2.6 Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja.
Sedangkan menurut Wikipedia yang dimaksud Alat Pelindung Diri (APD)
adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.
Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga
Kerja Republik Indonesia Alat Pelindung Diri (APD) dipakai sebagai upaya
terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa
(engineering) dan administrative tidak dapat dilakukan dengan baik.
Namun pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) bukanlah pengganti dari kedua
usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir. Menurut Management System (2010)
tentang jenis perlindungan terjatuh (fall protection) yang paling penting yaitu:
1) Sistem pelindung utama (Primary Fall Arrest System)
Adalah pelindung sisi platform, lantai dan lorong jalan (walkways).
Pelindung jatuh jenis ini terdiri dari:
Guard rails (pegangan tangan): rail atas (tinggi: 42 inchi atau
sekitar 107 cm), rail tengah (tinggi 21 inchi atau sekitar 53 cm),
dan toe board (rail pada sisi lantai lebar 4 inchi atau sekitar 10
cm).
Floor opening atau hole covers (penutup lobang lantai): harus
betul-betul menutup bagian yang terbuka untuk mencegah
accidental displacement.

16

2) Sistem Pelindung Jatuh Secondary (Secondary Fall Arest System)


Full Body Harness
1. Harus dilengkapi dengan D-ring mounted pada bagian
belakang dari harness.
2. Penggunaan safety belts atau sabuk safety (bukan full body
harness) dilarang.
3. Inspeksi dilaksanakan mengikuti cheklist yang disediakan
oleh supleyer.
4. Pemeriksaan sebaiknya dilaksanakan oleh P2K3 atau safety
atau personil yang ditugaskan.
5. Dokumentasi hasil pemeriksaan harus tersimpan dala file.
Lanyard
1. Harus dilengkapi dengan locking snaphooks.
2. Harus dipasangkan pada D-ring mounted di bagian belakang
harness.
3. D-ring depan dan samping hanya digunakan untuk
positioning saja.
4. Ujung yang lain pada lanyard harus di kaitkan pada tempat
kaitan atau
gantungan atau titik jangkar (anchor point) pada batas atau
di atas pinggang si pekerja.
5. Snap hook dari ujung lanyard yang dikaitkan pada anchor
point harus dari jenis double-locking (double-action); dalam
hal ini jenis carabiner atau karabiner dapat digunakan untuk
sambungan dengan D-ring belakang.
6. Panjang ideal lanyard adalah 4 feet (1.24m) dan tidak
melebihi 6 feet (1.8m)
7. Sebelum digunakan lanyards harus dicek untuk mengetahui
adanya yang rapuh, robek atau tanda-tanda kerusakan
lainnya.
8. Lanyard yang sudah terkena impact atau akibat dari jatuh
sebaiknya tidak digunakan lagi.
9. Lanyard harus disimpan di tempat yang terjaga baik suhu
serta kelembannya.
Anchor Point
Harus mampu menahan berat minimal 2270 kg (500 lbs).
Palang pipa pada struktur dapat digunakan sebagai anchor
point, tetapi yang berikut ini tidak diijinkan untuk digunakan
sebagai anchor point:
Conduits (pipa penyalur, kabel listrik)
Spouts (pipa air atau penyalur air)
Pipa-pipa sprinkler (sprinkler lines) seperti pipa
plastik (plastic pipe)
Sesuatu yang memiliki sisi atau pinggiran yang tajam tidak
dapat digunakan sebagai anchor point karena dapat
mengakibatkan lanyard Terkoyak.
Perancah atau Scaffolding

17

Menurut Permenaker dan Trans No. PER-01/MEN/1980 tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan, Scaffolding merupakan
suatu perancah atau pelataran platform yang dibangun sementara dan digunakan
untuk penyangga tenaga kerja atau barang pada saat bekerja diatas ketinggian.
Scaffolding ditujukan untuk meminimalkan risiko atau mencegah potensi-potensi
bahaya yang diakibatkan oleh pekerja (pada pekerjaan yang dilakukan di
ketinggian) dan juga untuk mencegah kerusakan peralatan atau asetaset
perusahaan lainnya maupun lingkungan.
Menurut Management System (2010), penggunaan tangga untuk
mempermudah tenaga kerja menjangkau pekerjaan di ketinggian harus mengacu
pada persyaratan Tangga Portable (Portable Ladder Requirements). Tangga yang
digunakan harus pasti bersih dari bahan-bahan yang licin seperti grease dan oli.
Tangga yang kondisinya tidak sempurna seperti ada bagian yang patah atau lepas
(baik pijakan maupun pegangan) tidak boleh digunakan. Tangga dalam posisi
horisontal, seperti untuk jalan (runways) tidak boleh digunakan.
Untuk pekerjaan yang membutuhkan perancah (scaffolding) harus
mengacu pada persyaratan perancah (Scaffolding Requirement).
1. Persyaratan Perancah
o Material untuk perancah harus kuat dan bersih dari bahan-bahan yang
licin seperti grease, oli.
o Perancah yang kondisinya tidak sempurna seperti bengkok atau
doyong atau karatan sebaiknya tidak digunakan.
o Untuk perancah dari jenis yang dapat dipindahkan (mobile scaffolds)
yang mempunyai roda kecil pada empat sudutnya sebelum digunakan
harus dicek bahwa keempat rodanya betul-betul terkunci.
o Untuk bekerja di ketinggian lebih dari 10 meter, perancah yang
digunakan harus dalam kondisi yang sangat baik. Hal ini penting
khususnya untuk konstruksi utama seperti pembangunan tangki dan
lain-lain.
o Papan (planks) haarus menutup minimal 3/4 bagian dari luas lantai
kerja, dan terkait kuat pada struktur perancah. Papan harus kuat dengan
ketebalan minimal 1 inchi. Menggunakan papan yang rapuh dan retak
tidak dibenarkan.
o Perancah harus mendapat pemeriksaan dan persetujuan dari manager
atau yang ditugaskan sebelum mulai digunakan.
2. Pemeriksaan Perancah (Scaffolding)
a. Perlengkapan Scaffolding (Perancah)
o Landasan (base plate dan mudsill)
o Screw jack untuk meratakan scaffolding
o Penguat yang kokoh
o Tangga untuk naik
o Platform atau plank dari papan kelas 1
o Pagar setinggi 110 cm.
o Roda dan kuncinya bila menggunakan scaffolding mobile.

18

b. Pemeriksaan Sebelum menggunakan Perancah


o Periksa apakah perancah yang dipasang dengan arahan orang yang
ahli dan mengerti.
o Periksa apakah semua orang yang terlibat atau dekat dengan
perancah menggunakan topi keselamatan.
o Periksa apakah rodanya sudah terkunci.
o Periksa apakah perancah sudah di tempatkan di daerah yang rata,
keras dan kokoh.
o Periksa apakah perancah sudah memenuhi daerah bebas dari
peralatan atau instalasi listrik.
o Periksa apakah perancah bisa menahan 4x kapasitasnya (berat).
o Periksa apakah semua bagian dan penyangga perancah terpasang
dengan lengkap.
o Periksa apakah pagar pengaman dan toeboard tersedia pada semua
tempat yang terbuka.
o Periksa apakah apakah semua pin atau pasak sudah terpasang
dengan baik dan sesuai.
o Periksa apakah tersedia tangga yang aman untuk naik ke perancah.
o Periksa apakah perancah sudah diperiksa oleh orang yang ahli
sebelum digunakan.
o Bila tinggi perancah lebih dari 2 meter, apakah alat pelindung dari
jatuh dan pagar pengaman sudah disediakan.
o Periksa apakah beban perancah sudah diminimumkan dan sudah
dipindahkan bila sudah tidak digunakan.
o Periksa apakah peralatan sudah diamankan sebelum memindahkan
perancah.
o Periksa apakah orang sudah dipindahkan sebelum perancah
dipindahkan.
o Periksa apakah peralatan dan perkakas sudah dinaikkan dengan
cara diderek dengan tali.
c. Ketentuan Plank Perancah dari Kayu
o Plank perancah harus diuji sebelum di pasang secara rutin pada
selang waktu tertentu untuk memastikan plank dalam keadaan
baik dan aman.
o Plank kayu harus menggunakan kayu konstruksi No. 1 atau lebih
baik, dengan ketebalan minimal 1 inchi.
o Kayu tersebut harus dirapikan dan tidak melengkung, tidak ada
lekukan, tidak bengkok.
o Plank harus diganti bila:
a) Plank yang pecah lebih dari 10 mm lebarnya dan panjang
sekitar 75 mm ke bagian tengan dari plank harus diganti.
b) Bila terpisah lebih dari 1/2 panjang plank.
c) Triplek tidak boleh digunakan untuk menjepit plank yang
pecah. (Management System, 2010)
d. Evakuasi Korban Pada Ketinggian

19

Menurut PT. Antam (2009) tentang evakuasi korban pada


ketinggian dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pengecekan Lokasi Kejadian
o Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti Seat Harness,
Tape Sling, Tali prusik, Safety Rope)
o Memasang pengaman diri di tiang atau pagar tangki dengan
tape sling atau tali prusik
o Mengamati lokasi kejadian dan mengamankan lokasi
2. Penanganan Korban
o Respon korban (AVPU) tenangkan korban dan amankan korban.
o Cek kesadaran korban, Cek Breathing dan nafas (bila tidak
bernafas atau nadi tidak teraba, lakukan prosedur RJP)
o Lakukan penanganan luka pada korban (bila terdapat luka atau
fraktur)
o Stabilkan korban, pasang Neck Collar, Oxygen, letakan di Long
Spine Board dan pasang hiss pada korban (untuk korban tidak
sadar atau terdapat fraktur)
o Siapkan dan pasang System 1 atau A, untuk menaikkan bascket
Streacher dan System 2 atau N (System 2: penurunan korban
menggunakan tali temali dan peralatan Mountainering) untuk
menurunkan korban dari atas ketinggian.
o Pastikan anchor atau tambatan untuk system yang kuat dan
aman
o Pasang tali static dan dynamic pada Protraxion, Carabiner, Paw
dan Bascket Strecher, korban dikawal 1 orang rescuer
(pengawal korban menggunakan Full Body Harness)
o Pasang Back Up pada korban dan pengawal
o Cek kembali kunci carabiner pada korban dan rescuer, pastikan
semua peralatan aman.
3. Penurunan Korban
o Korban diturunkan secara perlahan (sesuai aba-aba dan perintah
kapten tim).
o Lakukan komunikasi oleh pengawal korban ke kapten tim dan
anggota lainnya yang terlibat, dalam proses evakuasi (via HT
atau bahasa isyarat)
o Respon dan pengecekan kondisi korban terus dilakukan selama
penurunan korban oleh pengawal.
o Berikan aba-aba bila korban sudah sampai di bawah tangki.
o Lakukan clear area pada lokasi tangki atau lokasi kejadian
o Cek kembali kondisi korban
o Korban siap dipindahkan pada ambulance ERG
o Pastikan access untuk ambulance aman dan mudah (koordinasi
dengan Dispatcher atau Command Center)
o Lakukan pengecekan kondisi korban selama perjalanan di dalam
ambulance.
o Catat dan laporkan kepada tim medis atau puskes penanganan
yang dilakukan dan kondisi terakhir pada korban.

20

o Serahkan korban pada tim medis.


o Cek seluruh personil, peralatan evakuasi danperalatan medis
lainnya (pastikan siap pakai)
o Evakuasi selasai
o Clear
Persyaratan peralatan dan Alat Pelindung Diri :
1. Peralatan yang akan digunakan harus dipilih yang telah memenuhi
standar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang sesuai
dengan tujuan penggunaan.
2. Apabila meragukan standar yang dipakai dalam pembuatan peralatan
dan penggunaannya, maka sangat disarankan untuk menghubungi
pabrikan pembuat.
3. Pemilihan peralatan harus mempertimbangkan kecocokan dengan
peralatan lain dan fungsi keamanan peralatan tidak terganggu atau
menggangu sistem lain.
4. Pabrikan peralatan harus menyediakan informasi mengenai produk.
Informasi ini harus dibaca dan dimengerti oleh pekerja sebelum
menggunakan peralatan.
5. Peralatan harus diperiksa secara visual sebelum penggunaan untuk
memastikan bahwa peralatan tersebut ada pada kondisi aman dan dapat
bekerja dengan benar.
6. Prosedur harus diterapkan pada pemeriksaan dan pemeliharaan
peralatan. Daftar pencatatan pemeliharaan keseluruhan peralatan harus
disimpan dengan baik.
7. Dilarang melakukan modifikasi atau perubahan atas spesifikasi
peralatan tanpa mendapat ijin dari pengawas atau pabrikan pembuat
karena dapat mengakibatkan perubahan kinerja peralatan. Setiap
perubahan atau modifikasi harus dicatat dan peralatan diberi label
khusus.
8. Perlengkapan dan alat pelindung diri yang harus dipakai dalam
bekerja yang disesuaikan dengan lingkungan kerja adalah:
a. Pakaian kerja yang menyatu dari bagian tangan, pundak, bahu,
badan sampai ke bagian pinggul, dan kaki. Pakaian jenis ini
biasanya disebut wearpack atau overall. Pakaian ini pada bagian
kantongnya harus diberi penutup berupa ritsleting (zip) dan tidak
berupa pengancing biasa (button).
b. Full body harness harus nyaman dipakai dan tidak mengganggu
gerak pada saat bekerja, mudah di setel untuk menyesuaikan
ukuran.
c. Sepatu (safety shoes / protective footwear) dengan konstruksi
yang kuat dan terdapat pelindung jari kaki dari logam (steel toe
cap), nyaman dipakai, dan mampu melindungi dari air/basah.
d. Sarung tangan (gloves), untuk melindungi jari tangan dan kulit
dari cuaca ekstrim, bahan berbahaya, dan alat bantu yang
digunakan.
e. Kacamata (eye protection), untuk melindungai mata dari debu,
partikel berbahaya, sinar matahari/ultraviolet, bahan kimia,

21

material hasil peledakan dan potensi bahaya lain yang dapat


mengakibatkan iritasi dan kerusakan pada mata.
f. Alat pelindung pernafasan (respiratory protective equipment),
peralatan ini harus dikenakan pada lingkungan kerja yang
mempunyai resiko kesulitan bernafas disebabkan oleh bahan kimia,
debu, atau partikel berbahaya.
g. Alat pelindung pendengaran (hearing protection), alat ini
digunakan ketika tingkat bunyi (sound level) sudah di atas nilai
ambang batas.
h. Jaket penyelamat (life jacket) atau pengapung (buoyancy),
digunakan pada pekerjaan yang dilakukan di atas permukaan air
misalnya pada struktur pengeboran minyak lepas pantai (offshore
platform). Peralatan ini harus mempunyai disain yang tidak
menggangu peralatan akses tali terutama pada saat turun atau naik.
i. Tali yang digunakan terdiri dari 2 karakteristik yaitu elastisitas
kecil (statik) dan tali dengan elastisitas besar (dinamik). Tali yang
digunakan untuk sistem tali harus dipastikan :
1. Tali yang digunakan sebagai tali kerja (working line) dan tali
pengaman (safety line) harus mempunyai diameter yang sama.
2. Tali dengan elastisitas kecil (tali statis) dan tali daya
elastisitas besar (dinamik) yang digunakan dalam sistem akses
tali harus memenuhi standar.
j. Tali Koneksi (cows Tail/lanyard) adalah tali pendek yang
menghubungkan antara sabuk pengaman tubuh (full body harness)
dengan tali kerja, tali pengaman, patok pengaman, patok
pengaman, serta peralatan dan perlengkapan pengaman lainnya.
Harus dipastikan bahwa tali koneksi yang digunakan harus
berdasarkan standar.
k. Pelindung Kepala
1. Pelindung kepala wajib dikenakan dengan benar oleh setiap
pekerja yang terlibat dalam pekerjaan di ketinggian, baik yang
berada dibagian bawah di ketinggian.
2. Pekerja wajib menggunakan pelindung kepala sesuai standar.
3. Pelindung kepala yang digunakan oleh Teknisi Akses Tali
memiliki sedikitnya tiga tempat berbeda yang terhubung
dengan cangkang helm dan termasuk tali penahan di bagian
dagu.
l. Sabuk pengaman tubuh tubuh (full body harness ). Harus
dipastikan bahwa sabuk pengaman tubuh (full body harness) yang
digunakan pada pekerjaan akses tali telah sesuai dengan standar.
m. Alat Penjepit Tali (Rope Clamp). Harus dipastikan bahwa alat
penjepit tali (rope clamp) yang digunakan pada sistem akses tali
sesuai dengan standar.
n. Alat Penahan Jatuh Bergerak (mobile fall arrester). Harus
dipastikan bahwa alat jatuh bergerak (mobile fall arrester) yang
digunakan pada sistem akses tali telah sesuai dengan standar.
o. Alat Penurun ( Descender) Harus dipastikan alat penurun yang
digunakan pada sistem akses tali telah sesuai dengan standar.

22

9. Perlengkapan dan alat pelindung diri harus dipastikan telah sesuai


dengan standar di bawah ini yaitu :
a. Standar Nasional Indonesia.
b. Standar uji laboratorium.
c. Standar uji internasional yang independen, seperti British
Standard, American National Standard Institute, atau badan
standard uji internasional lainnya.
10. Usia masa pakai peralatan dan alat pelindung diri yang terbuat dari
kain/textile sintetik adalah sebagai berikut :
a. Tidak pernah digunakan : 10 tahun.
b. Digunakan 2 kali setahun : 7 tahun.
c. Digunakan sekali dalam 1 bulan : 5 tahun.
d. Digunakan dua minggu sekali : 3 tahun.
e. Digunakan setiap minggu sekali : 1 tahun lebih.
f. Digunakan hampir setiap hari : kurang dari 1 tahun.
2.7 Pelaksanaan Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Resiko
1. Tujuan dilaksanakannya identifikasi bahaya dan penilaian risiko adalah
untuk membantu praktisi akses tali dan pengurus menentukan tingkat
risiko yang ada dalam suatu pekerjaan.
2. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dilaksanakan untuk
setiap pekerjaan yang dilakukan.
3. Dokumen tertulis identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus
tersedia di tempat kerja.
4. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dibuat oleh ahli K3 yang
kompeten dalam metode akses tali atau Teknisi Akses Tali Tingkat 3
dengan berkonsultasi dengan pengurus atau pemilik gedung.
5. Dokumen pernyataan metode kerja harus disusun untuk memberikan
penjelasan bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan. Dokumen ini
berguna dalam memberikan arahan (briefing), sebagai informasi bagi
mitra kerja atau acuan bagi pengawas ketenagakerjaan dalam
melakukan pengawasan.
6. Setiap pekerja hanya dapat melakukan pekerjaan dengan akses tali jika
memperoleh ijin kerja akses tali (rope access work permit.
2.8 Contoh Bekerja Pada Ketinggian
Contoh bekerja pada ketinggian adalah :
Mendirikan Scaffolding ketinggian 1.8 m.
Bekerja di atas atap bangunan.
Bekerja di atas container.
Erection Konstruksi Baja.
Bekerja di bibir galian Ketinggian 1.8 m.
Bekerja di atas formwork - Ketinggian 1.8 m.

23

Pemasangan cladding dan roofing.


Pekerjaan pemasangan Mechanical dan Electrical.
dsb.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan, manfaat dan pembahasan yang telah dilakukan tentang Upaya
Pengamanan Bekerja Pada Suatu Ketinggian (Fall Protection) dalam upaya
pengendalian kecelakaan kerja, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pelaksanaan prosedur bekerja pada ketinggian harus dilakukan ke semua
departemen- departemen. Pelaksanaan prosedur harus efektif dan prosedur
tersebut disosialisasikan kepada tenaga kerja melalui Safety Handbook, Safety
Induction, Toolbox Meeting dan Notification Board.
2. Cara pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada ketinggian dilakukan dengan
cara :
a. Prosedur bekerja pada ketinggian dan pencegahan terhadap terjatuh.
Prosedur ini harus mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
05/MEN/1996 lampiran II bagian 6.
b. Alat Pelindung Diri (APD). Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) di
untuk tenaga kerja yang bekerja pada ketinggian harus sesuai dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
No. Kep-45/DJPPKK/IX/2008 Tentang Pedoman Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian dengan Menggunakan
Akses Tali (Rope Access).
c. Perancah (Scaffolding). Scaffolding atau perancah yang dipakai
sebagai sistem pengendalian bahaya bekerja di ketinggian harus
mengacu dengan Permenakertrans No. PER- 01/MEN/1980 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan.
3. Resiko yang paling umum pada saat bekerja di atas ketinggian adalah jatuh
dari atas ketinggian atau tertimpa material dari atas ketinggian. Jatuh adalah
terlepas dan terhempas dari ketinggian ke bawah dengan cepat, baik masih
dalam pergerakan turun maupun sudah sampai ke tanah.

24

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan, saran untuk mencapai Pengamanan
Bekerja pada Suatu Ketinggian (Fall Protection) adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan terhadap pelaksanaan prosedur bekerja pada ketinggian agar
lebih optimal, sehingga tenaga kerja benar-benar memahaminya dan
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang ada.
2. Perlu adanya tindakan yang tegas yaitu dengan memberikan kartu
pelanggaran terhadap tenaga kerja yang tidak memakai Alat Pelindung
Diri (APD) saat bekerja pada ketinggian karena dapat merugikan semua
pihak apabila terjadi kecelakaan misalnya terjatuh dari ketinggian.
3. Sebaiknya perlu diadakan pemeriksaan sebelum tenaga kerja bekerja pada
ketinggian untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
4. Sebaiknya semua orang bekerjasama mengawasi jalannya pekerjaan pada
ketinggian mengingat resiko yang ditimbulkan berbahaya.

25

BAB IV
LAMPIRAN
4.1 Hasil Tanya Jawab
Berikut merupakan hasil dari Tanya Jawab yang telah dilaksanakan
saat kegiatan presentasi. Hanya ada 4 (empat) pertanyaan dari PTE
offering C dikarenakan PTE offering D tidak ada yang mengajukan
pertanyaan.
1. M. Andri Khusnawan dari Kelompok 1 PTE C
Pertanyaan
:
Dari video yang telah di presentasikan, apa tanggapan anda mengenai
video tersebut? (Video merupakan video yang berisi tentang berita dari
Kecelakaan Kerja yang mengakibatkan 2 (dua) korban meninggal dunia
akibat terjatuh saat bekerja di ketinggian).
Jawaban
:
Video tersebut membuat kita lebih mengerti bahwa bekerja di atas
ketinggian mepunyai resiko yang sangat fatal apabila kita tidak mengikuti
prosedur yang ada. Dari sebat terjadinya kecelakaan dalam video tersebut,
yakni dikarenakan oleh terputusnya tali yang mereka gunakan untuk
menompang tubuhnya dapat diartikan bahwa pekerja naas tersebut tidak
mengikuti prosedur yang ada yakni mempersiapkan dan mengecek Alat
Pelindung Diri (APD). Maka, kecelakaan tersebut murni karena
ketelodoran dari pekerja tersebut.
2. Maya Maulida N.J dari Kelompok 4 PTE C
Pertanyaan
:
Bagaimana tanggapan Anda terhadap kontraktor yang tidak mematuhi
perturan seperti tidak menggunakan peralatan secara benar dan
sebagainya. Apakah sanksi dari kontraktor kontraktor tersebut?
Jawaban
:

26

Perbuatan kontraktor tersebut sangatlah disayangkan, mengingat bahaya


yang terjadi apabila kecelakaan menimpa mereka. Tentu saja kami sangat
tidak setuju dan menyalahkan kontraktor-kontraktor nakal tersebut.
Tentang sanksi pastinya ada sanksi yang akan diberikan oleh atasan /
mandor dari kontraktor tersebut. Apakah sanksi menyangkut skorsing atau
pengurangan gaji atau bahkan sampai pemecatan, itu tergantung pada
tingkat ketidakpatuhan si kontraktor dan peraturan perusahaan masingmasing.
3. Murlin Wahyu A. dari Kelompok 1 PTE C
Pertanyaan
:
Kita tahu bahwa bekerja pada suatu ketinggian sangatlah berbahaya,
bagaimana identifikasi saat bekerja di tambang mengingat posisi pekerja
ada yang diatas dan yang di bawah. Sedangakn yang di bawah beresiko
terkena longsoran tanah.
Jawaban
:
Untuk pekerjaan yang berada ditambang, pastinya sudah terdapat
peraturan-peraturan dan prosedur kerja yang harus diterapkan oleh para
pekerja. Para pekerja harus tahu tentang keaadaan tanah yang akan mereka
jadikan untuk tempat menambang. Mereka harus mengetahui tanah mana
yang baik dan yang tidak agar pekerjaan mereka terhindar dari kecelakaan.
Oleh karena itu, semua pekerja harus melaksanakan prosedur kerja aman
dan menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
4. Sisco Agustian dari Kelompok 5 PTE C
Pertanyaan
:
Bagaimana tindakan pemerintah menanggapi pembangunan yang tidak
safety, padahal sudah ada UU tentang ketinggian?
Jawaban
:
Pemerintah pastinya sudah menetapkan ketentuan-ketentuan dan sanksi
yang akan diberikan bagi pelanggar. Namun, pemerintah tidak mungkin
mengecek satu per satu pembangunan setiap hari. Pelaksanaan K3
haruslah diawasi oleh bagian K3 di perusaahaan itu sendiri. Semua pihak
harus berkontribusi untuk menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
dan membantu pemerintah dalam melaksanakan Undang-Undang yang
telah ditetapkan. Pelaksanaan K3 juga merupakan kebutuhan para pekerja,

27

bukan hanya perusahaan atau pemerintah. Jadi laksanakanlah Kesehatan


dan Keselamatan kerja bukan karena paksaan atau perintah, melainkan
dari rasa kesadaran akan pentingnya Kesehatan dan Keselamatan dalam
Bekerja.
Untuk perusahaan yang tidak mematuhi prosedur yang ada, para pekerja
yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan sesuai dengan hokum
yang ada. Dan pastinya perusahaan akan mendapatkan sanksi tersendiri
tergantung pada tingkat kesalahan yang dilakukan.
4.2 Hasil Pengamatan Proses Presentasi oleh Kontrol Penyaji
Saya Dwi Anita sebagai Kontrol Penyaji dari kelompok 7 yang
menjelaskan tentang Upaya Pengamanan Bekerja pada Suatu Ketinggian
yang beranggotakan :
1. Ayil Qoimatul Laili
2. Dhenok Larasati
3. M. Rizal Afriandi
4. Qowiyul Mukmin
Dengan jumlah slide presentasi sebanyak 12 (dua belas) slide. Waktu
presentasi di mulai pukul 10.50 dan selesai pukul 11.07.
Presentasi Narasi
1. Presentasi dimulai dari pengisi suara yang di isi oleh : Ayil, Dhenok, Rizal
dan Qowi.
2. Slide 1 oleh Ayil Qoimatul Laili yang menjelaskan tentang Dasar Hukum.
Slide 2 oleh Qowiyul Mukmin yang menjelaskan tentang Kerangka
Pemikiran.
Slide 3 oleh M. Rizal Afriandi yang menjelaskan tentang Pengertian
Bekerja pada Ketinggian.
Slide 4 oleh Qowiyul Mukmin yang menjelaskan tentang Mengidentifikasi
Bahaya.
Slide 5 oleh Ayil Qoimatul Laili yang menjelaskan tentang Persyaratan
ketika akan bekerja di atas ketinggian.
Slide 6 oleh Dhenok Larasati yang menjelaskan tentang Contoh bekerja
pada ketinggian.
Komentar

Suara Rizal dan Qowi sudah jelas dan bisa di dengar. Sedangkan suara ayil dan
Dhenok terdengar masih kurang jelas atau terlalu kecil untuk di dengar telinga.

28

Masih sama dengan presentasi kemarin, terjadi problem pada LCD-nya sekitar 3
menit, namun teratasi dengan baik. Kemudian pada saat penyajian, narasi terlalu
panjang sehingga waktu yang dibutuhkan kurang.
Presentasi Lisan
Kemudian presentasi dilanjutkan dengan penjelasan lisan
1. Qowi
2. Rizal
3. Dhenok

: Sudah baik dan bisa memahami materi.


: Sudah baik dan dapat memahami materi.
: Sudah baik, namun ada kendala yaitu kurang jelas pada

saat melihat slide power point, berbicaranya kadang masih tersendatsendat.


4. Ayil

: Sudah baik, menguasai materi dan berbicaranya sudah

lancar.
Komentar

Pada saat anggota kelompok lain menjelaskan materi, Qowi , Dhenok dan Rizal
masih sibuk berbicara sendiri. Dan pada saat waktu Tanya-jawab semua anggota
sudah dapat menjawab.
Kesimpulan

Secara keseluruhan presentasi suara maupun lisan berlangsung dengan baik, pada
saat presentasi waktunya sudah sesuai yang ditentukan, yaitu 15 menit. Namun
pada saat narasi, waktu yang dibutuhkan kurang karena narasinya terlalu panjang.
Semua penyaji sudah mengisi suara pada slide presentasi. Namun, hanya suara
Qowi dan Rizal yang jelas, sedangkan Dhenok dan Ayil sudah jelas namun pada
volume soundnya terdengar terlalu kecil.
Sekian komentar dari saya sebagai Kontrol penyaji, atas perhatiannya saya
ucapkan terima kasih.
4.3 Hasil Pengamatan Proses Presentasi oleh Kontrol Audience
Kontrol Audience dari Miftahul Huda
Pada awal persiapan dari offering C lumayan tenang daripada pertemuan
sebelumnya.
Lanjut ke pembukaan audience lebih diam, setelah itu lanjut ke pemaparan
video audience sangat antusias melihat dan menjadikan hal tersebut menarik
perhatian.

29

Sebelum slide habis, audience tetap konsen karena presentasi lisan yang
cukup keras. Selain itu, dalam pergantian kelompok yang maju, audience
pertemuan hari ini tidak gaduh.
Kami menilai dari audience offering C 95% konsen pada materi yang
dipresentasikan. Namun ada beberapa anak yang menengok kebelakang, seperti
Ovan, Fasha, Gilang, Faishal, Heru, sedangkan Sisco dan Nandi saling berbicara
dalam kurun waktu 25 detik, setelah itu Sisco dan Pedro menulis sesuatu. Di sisi
lain, Nandi mengajak bicara Andri dalam kurun waktu 20 detik. Di tengah
presentasi Faishal tidak konsen. Ketika presentasi offering D Faishal dan Fasha
saling berbicara. Pada penyajian lisan offering D audience tetap konsen 95%.
Pertemuan ini sangat luar biasa dan tak biasa dibandingkan pertemuan
sebelumnya.

Kontrol Audience dari Ilham Alif N. Z.


Pada saat sebelum presentasi dimulai, keadaan masih terlihat ramai dan

gaduh, masih banyak anak-anak yang ramai serta sibuk sendiri. Tetapi pada saat
presentasi dimulai keadaan mulai membaik, anak-anak mulai diam dan menyimak
presentasi.
Setelah berlangsung sekitar 20 menit, anak-anak kembali mulai ramai satu
persatu, ada yang berbincang-bincang dengan teman, bergurau, bermain
handphone dan bermain laptop sendiri. Tapi masih terlihat banyak anak-anak yang
menyimak.
Pada saat sesi Tanya jawab para audience terlihat aktif, banyak yang
mengacungkan tangan untuk bertanya dan pada saat presentasi keadaan berangsur
spontan normal seperti biasa.
4.4 Susunan Acara Dari Moderator
TAHAP

KEGIATAN

PELAKSANA

Pembukaan,
doa. Perkenalan
nama penyaji &
topik
Persiapan
person Kontrol
Penyaji
Persiapan
person Kontrol

Moderator
Irfan Agus
Santoso
Kelompok 8
Dwi Anita
Kelompok 8
Ilham Alif Nur Z
Miftahul Huda

Perkiraan Waktu
5 menit

1 menit
1 menit

30

II

Audience
Penyajian Narasi
dari kelompok 7
PTE C
Penyajian Lisan
dari kelompok 7
PTE C

III

IV

Semua anggota
Kelompok 7

7 menit

Semua anggota
Kelompok 7

8 menit

Moderator dan
Semua anggota
Kelompok 7 dan
Audience

Tanya Jawab
4 pertanyaan
dari kelompok
audience PTE C
ke penyaji
kelompok 7 PTE
C
Refleksi
Paparan dari
kontrol penyaji
PTE C
Paparan dari
kontrol Audience
PTE C

Kelompok 8

Penutup
(Kesimpulan dan
doa)
Total Waktu

Penanya dari
PTE C dan
semua anggota
kelompok 7

10 menit

Kontrol Penyaji
Dwi Anita

6 menit

Kontrol
Audience
Ilham Alif Nur Z
Miftahul Huda
Moderator
Irfan agus
Santoso

6 menit

5 menit
49 menit

4.5 Daftar Nilai


Daftar Nilai Penyaji
Penyaji
Ayil Qoimatul Laili
Dhenok Larasati
M. Rizal Afriandi
Qowiyul Mukmin

Narasi
80
80
85
85

Lesan
87
80
80
85

Tanya Jawab
83
80
82
82

Makalah

Daftar Nilai Panitia

Panitia
Irfan Agus Santoso
Dwi Anita
Ilham Alif Nur Z
Miftahul Huda

Sebagai
Moderator
Kontrol Penyaji
Kontrol Audience
Kontrol Audience

Nilai
80
83
80
83

PPT
83
83
83
83

Anda mungkin juga menyukai