Anda di halaman 1dari 13

HORMON INSULIN DAN GLUKAGON

DOSEN : dr. ARDI PRAMONO, Sp.An.,M.Kes


ANGGOTA TUTORIAL 7 :

KHALISA ADELIA A. ( 20140310062)


KHAFIDHATUL F. ( 20140310063)
PUTRI SYIFA S. ( 20140310067)
RIZKY NUR A. K. ( 20140310068)
FITRI DYAH K. ( 20140310069)
NADYA NOOR F. ( 20140310071)
AHMAD FATHONI ( 20140310083)
SINTANG DAMAR A. ( 20140310085)
KHALID S. W. ( 20140310086)
ELGA RAHARDIAN A. ( 20140310092)
INGGAR BAGUS W. ( 20140310095)

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH YOGYAKARTA

2014/ 2015
PEMBENTUKAN INSULIN DAN GLUKAGON
Pada jaringan endokrin panckreas mensekresikan insulin dan glucagon, hormone-
hormon yang bekerja secara antagonis untuk mengatur glukosa darah. Bagian endokrin
pada pancreas terdiri atas sel-sel pulau Langethans yang mensekresikan insulin dan
glucagon. Kadar glukosa daraah yang tinggi merangsang pelepasan insulin , yang
meningkatkan pengambilan selular glukosa , menggalang pembentukam dan
penyimpanan glikogen dihati dan merangsang sintesis protein serta penimbunan lemak.
Kadar glukasa darah yang rendah dapat memicu pelepasan glucagon , yang meningkatkan
glukosa darah dengan cara merangsang pengubahan glikogen menjadi glukosa dalam hati
dan peningkatan perombakan lemak dan protein.

A. INSULIN

1. PERANAN HORMON INSULIN PADA SEL SEBAGAI BERIKUT :


a. Mentranslokasi dari GLUT-4 transporter ke membran plasma dan mengalirkan atau
memasukkan glukosa, sintese glikogen, glikolisis dan sintesis asam lemak.
b. Mengontrol substrat masukan selular , secara jelas mencolok adalah glukosa di otot
dan jaringan adipose.
c. Meningkatkan replikasi DNA dan sintesa protein melalui kontrol dari serapan asam
amino
d. Memodifikasi aktivitas dari banyak enzim ( pengaruh allosterik ).
e. Meningkatkan sintesis glikogen – hormon insulin memfasilitasi masuknya glukosa
ke sel hati dan sel otot; kadar hormon insulin yang lebih rendah menyebabkan sel
hati mengkonversi glikogen menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke dalam
darah.
f. Meningkatkan sintesis asam lemak – hormon insulin memfasilitasi masuknya
lemak dalam darah ke jaringan adipose yang kemudian dapat dikonversi menjadi
triglycerida; akan terjadi sebaliknya jika kekurangan dari hormon insulin.
g. Menurunkan proteinolisis – mengurangi kekuatan dari pemecahan protein;
kekurangan dari hormon insulin menyebabkan pemecahan protein.
h. Menurunkan lipolisis – mengurangi kekuatan dari konversi dari simpanan sel
lemaklipid ke dalam asam lemak plasma; kekurangan dari hormon insulin
menyebabkan sebaliknya.
i. Menurunkan gluconeogenesis – menurunkan produksi glukosa dari berbagai
substrates di hati; kekurangan insulin menyebabkan produksi glukosa dari variasi
substrat pada hati dan di tempat lain.
j. Meningkatkan ambilan/serapan amino asam – memfasilitasi penyerapan dari
sirkulasi asam amino; kekurangan insulin akan menghambat penyerapan

2. PROSES PEMBENTUKAN INSULIN


Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel
beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan
regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan
hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-
gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap
untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

3. MEKANISME SEKRESI INSULIN


Ada beberapa tahapan sekresi insulin , adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap
pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta
dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino
yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya
sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose
transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses
masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi
tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi
didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk,
dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada
membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap
pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga
menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi
insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.( Gambar 1 )

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan
oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh
beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat
anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama
dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.

Glucose Ca2+
Insulin
K+ channel Channel
GLUT-2 Release
shut Opens

Glucose K+  Exocytosis
↑ Insulin + C peptide
secretory
Glucose-6-phosphate ↑
Depolarization Cleavage

ATP
of membrane Proinsulinenzymes
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi

Glukosa ( Kramer,95 )

Dinamika sekresi insulin


Dinamika Sekresi Insulin

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh
sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi
insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang
berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi
glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat
beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut,
menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme
glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang
terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat.
Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang
diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera
setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang
normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah
postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan
berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal,
bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa
darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk
hiperinsulinemia kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase,
latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam
waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya
diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama,
seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa
darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme
penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak
adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2.
Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh
agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif
perjalanan penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar
dibawah ini ( Gb. 2 ) diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi
Glukosa Terganggu ( Impaired Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga
normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal.
Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun sekresi insulin pada fase
2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan
fisiologis yang memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat
memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak
negatifnya.

Sekresi hormon insulin selama aktivitas fisik diatur oleh :


1. Konsentrasi Glukosa Darah, tidak tampak suatu mekanisme pengaturan yang relevan selama
latihan sejak kadar glukosa plasma sedikit. Demikian juga, ketika konsentrasi dari glukosa
darah rendah, mekanisme pengatur ini mungkin menghasilkan satu rangsangan yang
menghambat sekresi hormon insulin; oleh sebab itu, ini tidak boleh menjadi tidak relevan
untuk latihan yang keras dan waktu yang lama.
2. Kadar Glukagon Plasma , Glucagon adalah suatu hormon perangsang dari sekresi hormon
insulin pada sel beta dan secara tak langsung meningkatkan glukosa pada darah. Lebih dari
itu bahwa selama latihan kenaikan dari glucagon menghasilkan satu aktivator yang berakibat
langsung pada pengeluaran dari hormon insulin.
3. Konsentrasi Katekholamin pada Darah. Peningkatan dari noradrenaline pada darah
menghambat sekresi hormon insulin (Orara, Vapaatalo, Saarela dan Reinila, 1974;Karam,
Grasso, Wegienka, Frodsky dan Forsham, 1966). Sesuai dengan di atas, kenaikan sekresi
catecholamines yang dihasilkan selama latihan akan berfungsi sebagai suatu mekanisme
penghambatan dari sekresi hormon insulin.
4. Kadar cAMP, meningkatnya cAMP akan merangsang sekresi hormon insulin. Sebelumnya,
telah menjadi anggapan bahwa konsentrasi cAMP meningkat selama latihan.
5. Somatostatin, kenaikan dari somatostatin menghambat pengeluaran dari hormon insulin.
Selama latihan ada suatu kenaikan dari hormon pertumbuhan dan, sangat mungkin, pelepasan
somatostatin dihambat.
Jadi, selama latihan ada berbagai mekanisme aktivator dan penghambat dari sekresi hormon
insulin yang terjadi secara serempak. Fakta ini untuk menjelaskan penemuan oleh peneliti
berbeda, hasil yang kontradiksi tentang modifikasi plasma dari hormon insulin selama latihan,
terutama ketika mempertimbangkan variasi dari pengeluaran hormon dalam hubungannya dengan
aktivitas latihan seseorang.
B. GLUKAGON
1. PERAN GLUKAGON SEBAGAI BERBAGAI EFEK METABOLISME
Glukagon bekerja terutama di hati, tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yaitu:
a. Efek pada karbohidrat, mengakibatkan peningkatan pembentukan dan pengeluaran
glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Glukagon
menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen,
meningkatkan glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis.
b. Efek pada lemak, mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesa trigliserida.
Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis) di hati dengan mendorong
perubahan asam lemak menjadi badan keton (gambar 1).
c. Efek pada protein, glukagon menghambat sintesa protein dan meningkatkan
penguraian protein di hati. Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek
katabolik glucagon pada metabolisme protein di hati. Walaupun meningkatkan
katabolisme protein di hati, glukagon tidak memiliki efek bermakna pada kadar asam
amino darah karena hormon ini tidak mempengaruhi protein otot, simpanan protein
yang utama di tubuh.

2. MEKANISME GLUCAGON BEKERJA


Seperti sekresi insulin, faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek
langsung konsentrasi glukosa darah pada pankreas endokrin (17). Ketika glukosa darah
mengalami penurunan maka sel α pankreas meningkatkan sekresi glukagon. Efek
hiperglikemik hormon ini cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke tingkat
normal. Sebaliknya peningkatan glukosa darah seperti yang terjadi setelah makan akan
menghambat sekresi glukagon yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa ke kadar
normal, seperti ditunjukkan gambar 5 berikut:

 Kontrol Glukagon Selama Latihan

Sebagai suatu hormon yang kerjanya berlawanan langsung dengan hormon insulin,
glukagon meningkat sebagai respons dari latihan. Efek ini telah ditunjukkan oleh latihan yang
makin lama makin bertambah dan latihan daya tahan yang lama. Pada studi yang dilakukan
oleh Galbo (15,16), ditemukan bahwa glucagon lebih meningkat pada skenario latihan
dengan waktu yang lebih panjang (peningkatan tiga kali lipat diatas nilai istirahat)
dibandingkan di latihan incremental (meningkatnya 35% dari istirahat ke VO2max). Para ahli
telah menunjukkan bahwa pelepasan dari glucagon meningkat selama latihan fisik (Bottger,
Schlein, Faloona Knoche dan unger, 1972; Galbo, Holst dan Christensen, 1975; Marliss,
Girardier, Seydoux, Wollheim, Kanazawa, Orci, renold dan Porte, 1973; Hellemans, 1978)
(16). Pada latihan dengan intensitas moderat konsentrasi glukagon di darah hanya meningkat
35%, sedangkan pada latihan intensif dan waktu yang lama mungkin bertambah sebanyak
300% (10,13). Ada bukti tambahan bahwa ada respon yang berbeda dari kadar glukagon
plasma selama latihan antara subyek terlatih dan tidak terlatih. Pada subjek terlatih terjadi
penurunan dari glucagon plasma selama latihan dan satu kali aktivitas latihan selesai
glucagon kembali meningkat ke konsentrasi normal. Sebaliknya, pada subyek tak terlatih
terdapat sebuah peningkatan luar biasa dari glucagon plasma dua jam tak bergerak setelah
latihan (10,13).

 Mekanisme kontrol sekresi glukagon selama latihan dapat digolongkan ke dalam dua
kategori :
a) Glukagon Aktivator

Meningkatnya penghantaran simpatis yang dihasilkan selama latihan, atas


bantuan jalur β - adrenergic, merangsang sekresi dari glucagon. Untuk alasan ini, suatu
beta-blocker (agen penghambat β -adrenergic) selama latihan menata meningkatnya
sekresi glucagon (15,16). Beberapa peneliti (Galbo, Holst, Christensen, 1975)
menemukan suatu hubungan antara kadar glucagon dan kadar dari adrenaline dan
noradrenaline selama latihan yang intensif; walau korelasi ini hanya berpengaruh nyata
pada adrenaline selama latihan dengan intensitas moderat. Efek Adrenergic ini mungkin
dimediasi oleh konsentrasi siklik cAMP. Ini kemungkinan untuk menjelaskan bahwa
peningkatan konsentrasi dari cAMP masuk ke dalam pankreas yang terisolasi
meningkatkan sekresi dari glucagon (Weir, Knowton dan Martin, 1975). Di samping
itu,sekali ditegaskan bahwa terjadi kenaikan dari konsentrasi cAMP selama aktivitas
(10,12,15,16). Penurunan dari konsentrasi dari glukosa darah merupakan suatu
mekanisme kuat dari sekresi glukagon. Bagaimanapun, pengurangan dari konsentrasi
glukosa darah hanya terjadi setelah latihan yang intensif dan keras (10,15,).
konsekuensinya adalah suatu penurunan konsentrasi glukosa darah mempunyai
pengaruh nyata sebagai satu rangsangan untuk sekresi glukagon dalam kondisi ini
(latihan yang keras).
b) Glukagon Inhibitor

Kenaikan dari kadar asam lemak bebas di darah secara umum merupakan suatu
mekanisme penghambat untuk sekresi glukagon.Hasilnya adalah suatu kontrol negatif
oleh asam lemak bebas harus diberikan bergantung kepada latihan untuk individu itu
sendiri. Kenaikan dari konsentrasi glukagon selama latihan mengindikasikan bahwa
glukagon aktivator lebih berperan dominan daripada efek glukagon inhibitor.
LAMPIRAN

DAFTAR PUSAKA

1. Cooper, C.E., Vollaard, N.B., Choueiri, T. & Wilson, M.T. 2002. Exercise, Free
Radicals and Oxidative Stress. Biochem. Soc. Tras, 30: 280-285
2. Fox El, Bowers R.W & Foss ML. 1998. The Pysiological Basis of Physical
Education and Athletics (4th Ed.). Philadelphia: Saunders College.
3. Harjanto & Santoso, Kuncoro, Puguh. 2001. ―Penelitian Pendahuluan Tentang
Pengaruh Intensitas dan Durasi Latihan Renang pada Tikus terhadap Derajat Stres
Oksidatif‖. Majalah Ilmu Faal Indonesia, 01(1): 13-21.
4. Harsono. 1997. Prinsip-Prinsip Latihan dan Kondisi Fisik. Jakarta: PIO KONI Pusat.
5. McArdle, William D, Katch, Frank I. & Katch, Victor L. 2001. Exercise Physiology:
6. Energy, Nutrition, and Human Performance. Philadelphia etc: Lippincott
7. Sugiharto. 2000. ―Pembentukan Radikal Bebas Oksigen dalam Aktivitas Fisik‖.
Lab Jurnal Ilmu Keolahragaan dan Pendidikan Jasmani, 10(1): 22-32.
8. Supriadi. 2000. Pengaruh Latihan Aerobik dan Anaerobik terhadap Luas Penampang
9. Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Texbook of Medical
Physiology) (9th Ed.). Terjemahan oleh Setiawati Irawan, Tengadi, LMA Ken Ariata
Santoso dan Alex. Jakarta: EGC.
10. Balagué, A., Company, X., Barbany, J.R. (1979). Endocrine Kontrol of Carbohydrat
and Lipid Metabolic Change during Exercise, Apuntes de Medicina Deportiva,
16(61), 9-17. © 2003 humanmovement.com
11. Chavez B. Insulin: The Science Stuff, www.EvilGenius.SP.com, February 08
12. F. Gyntelberg, M. J. Rennie, R. C. Hickson and J. O. Holloszy. Effect of training on
the response of plasma glucagon to exercise. Journal of Applied Physiology, Vol 43,
Issue 2302-305, Copyright © 1977 by American Physiological Society.
13. Victoria Matas Bonjorn, Martin G. Latour, Patrice Bélanger, and Jean-Marc Lavoie.
Influence of prior exercise and liver glycogen content on the sensitivity of the liver
to glucagons. Journal of Applied Physiolog 92(1):188-1948750-7587/02 $5.00
Copyright © 2002 the American Physiological Society.
14. James Norman, M.D., F.A.C.S., The Importance of Insulin and Glucagon . Diabetes
and Hypoglicemia, Endocrine Web. 2008.
15. Brooks GA, Fahey TD, 1984. Exercise Physiology Human Bioenergetics and Its
Aplications. New York : Macmillan Publishing Company, pp 701 – 715. Kedokteran
EGC, hlm 275.
16. Ganong WF, 1996. Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Ed 20, Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
17. Sherwood L., Fisiolofi Manusia: dari Sel ke Sistem, Alih Bahasa: dr. Brahm U.P.
SP.KK. edisi 2: Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai