Anda di halaman 1dari 294

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA


DIREKTORAT PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA

BUKU
STANDARDISASI METODOLOGI PENILAIAN PROPERTI

UNTUK DINAS

TIDAK DIPERJUALBELIKAN

JAKARTA
2007
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
DIREKTORAT PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA

BUKU
STANDARDISASI METODOLOGI PENILAIAN PROPERTI

UNTUK DINAS

TIDAK DIPERJUALBELIKAN

Konsultan Teknis :

PT. HEBURINAS NUSANTARA

JAKARTA
2007
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
BUKU
DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

2007
STANDARDISASI METODOLOGI PENILAIAN PROPERTI
DIREKTORAT PENILAIAN KEKAYAAN NEGARA
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT, karena dengan perkenan-Nya buku “Standardisasi
Metodologi Penilaian Properti” dapat diselesaikan. Buku ini disusun sebagai upaya
untuk mendukung pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
khususnya Direktorat Penilaian Kekayaan Negara sehingga penilai DJKN di seluruh
Indonesia memiliki pedoman/panduan dalam melaksanakan tugas penilaian real
properti, mesin dan peralatan serta kendaraan dan properti khusus, yaitu pelabuhan laut
dan bendungan air.
Dengan tersusunnya buku ini diharapkan akan dapat memperkaya bahan /
referensi bagi para penilai intern DJKN tentang penilaian properti di Indonesia sehingga
hasil penilaian yang dilakukan memiliki kesamaan konsep dan metodologi yang
selanjutnya akan menghasilkan nilai yang memenuhi konsep dan prinsip-prinsip umum
penilaian dan mengacu kepada Standar Penilaian Indonesia (SPI) atau standar
penilaian lainnya yang relevan sehingga dapat dipertanggung jawabkan kepada pemberi
tugas, rekan satu profesi maupun masyarakat umum.
Buku ini dapat terwujud setelah melalui berbagai kajian dan diskusi intensif serta
kerjasama dari berbagai pihak terutama bantuan konsultansi Konsultan Penilai PT.
Heburinas Nusantara. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas jerih payah dan
kerja sama yang telah terjalin. Kami sadari bahwa karena terbatasnya waktu
penyusunan, buku ini belum sempurna dan memerlukan perbaikan-perbaikan
berkelanjutan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan.
Akhirnya, kami berharap buku ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai
panduan dalam penilaian properi khususnya bagi penilai intern DJKN.

Jakarta, Desember 2007

Tim Penyusun

i
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami sangat berterima kasih kepada seluruh pimpinan di DJKN yang telah berkenan
untuk memberikan dukungan baik material maupun non material, serta semua pihak
baik profesional, pegawai DJKN, dan juga para konsultan dari PT. Heburinas Nusantara
yang terlibat dalam penyusunan buku Standardisasi Metodologi Penilaian Properti ini :
1. Ir. Rengganis K. Wisaksono. M.Sc., MH, MAPPI (Cert.)
2. Ir. Hamid Yusuf, MAPPI (Cert.)
3. Ir. Meidiani Dwi Sabarti, MAPPI (Cert.)
4. Vivien Heriyanthi, ST. MM, MAPPI (Cert.)
5. Ir. T. Eddy Ilham
6. Ir. Wahid Haryadi
7. Arif Fadillah, ST, M.Eng.
8. Ir. Harri Sardjono
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Tanpa sebuah niat baik dan kerja keras dari semuanya, sulit rasanya mewujudkan karya
ini.

TIM PENYUSUN:
Arik Hariyono, SP. I, M.Si.
Sugeng Harijadi, SH
Rachmat Kurniawan, ST
Ir. Ahsanul Mahrom
Alexander Ginting, SE, M.Si.
Odi Renaldi, Ak., M.Si.
Rustanto, SE
Mardhanus Rudiyanto, SE
Darmawan, SE
Apri Eko Isnanto, SE
Teguh Bungsu Karnadi, SE
Irmawati
M. Hasbi Hanis, SH, MITL
M. Ajizi, SE
Eko Budi Prasetyo, SS
Tommy Darmawan, SE

ii
DAFTAR ISI

BAB ISI HALAMAN

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL x
DAFTAR ISTILAH xiv

I KONSEP DAN PRINSIP UMUM PENILAIAN I-1


1.1. KONSEP PROPERTI I-1
1.2. PENGERTIAN REAL ESTAT, PROPERTI DAN ASET I-2
1.3. KONSEP HARGA, BIAYA, PASAR DAN NILAI I-3
1.4. KONSEP NILAI PASAR DAN NILAI WAJAR I-4
1.5. KONSEP NILAI SELAIN NILAI PASAR I-9
HUBUNGAN KONSEP NILAI PASAR DENGAN NILAI
1.6. I-10
SELAIN NILAI PASAR
DASAR PENILAIAN, TUJUAN PENILAIAN DAN
1.7. I-11
KATEGORI PROPERTI
1.8. PENDEKATAN PENILAIAN I-13
HUBUNGAN PROSEDUR PENILAIAN TERHADAP
1.9. I-18
PENGELOLAAN ASET NEGARA

II PROSEDUR PROSES PENILAIAN


2.1. IDENTIFIKASI MASALAH II-2
2.2. PROSES PENGUMPULAN DATA II-3
2.3. ANALISIS PASAR II-6
2.4. ANALISIS PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK II-8
2.5. TAKSIRAN HARGA TANAH II-13
2.6. PENGGUNAAN PENDEKATAN PENILAIAN II-13
2.7. REKONSILIASI DAN ESTIMASI NILAI AKHIR II-14
2.8. PELAPORAN II-14

iii
BAB ISI HALAMAN

KERANGKA HUKUM DARI PROPERTI DAN


III III-1
KEKAYAAN NEGARA DI INDONESIA
3.1. PENDAHULUAN III-1
3.2. JENIS-JENIS HAK TERKAIT KEPEMILIKAN PROPERTI III-2
PERATURAN-PERATURAN TERKAIT PROPERTI DI
3.3. III-8
INDONESIA

IV PENDEKATAN DAN METODOLOGI PENILAIAN IV-1


PENDEKATAN PERBANDINGAN DATA PASAR (SALES
4.1. IV-2
COMPARISON APPROACH)
4.2. PENDEKATAN KALKULASI BIAYA (COST APPROACH) IV-8

V METODE PENILAIAN TANAH


5.1. TEKNIK PENGUKURAN TANAH V-3
5.2. TEKNIK PEMETAAN TANAH V-7
5.3. TEKNIK PENILAIAN TANAH V-10
PENERAPAN EKONOMETRIK DALAM PENILAIAN
5.4. V-38
TANAH
PENERAPAN QUALITY RATING DALAM PENILAIAN
5.5. V-47
TANAH
5.6. PENILAIAN TANAH SEWA DENGAN SISTEM BOT V-50

VI METODE PENILAIAN BANGUNAN


6.1. PENDAHULUAN VI-1
6.2. RUANG LINGKUP PENILAIAN VI-2
6.3. GAMBARAN UMUM VI-3
6.4. PERSIAPAN PENILAIAN VI-9
6.5. PELAKSANAAN PENILAIAN VI-10
6.6. METODE PENILAIAN VI-12
TEKNIK PENILAIAN BANGUNAN DENGAN
6.7. VI-13
PENDEKATAN BIAYA

iv
BAB ISI HALAMAN

METODE PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN SERTA


VII
KENDARAAN
7.1. KONSEP DASAR PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN VII-1
KETENTUAN UMUM PENILAIAN MESIN DAN
7.2. VII-9
PERALATAN
MEKANISAME/TAHAPAN PENILAIAN MESIN DAN
7.3. VII-13
PERALATAN
PENDEKATAN DALAM PENILAIAN MESIN DAN
7.4. VII-19
PERALATAN
7.5. PENYUSUTAN VII-26
CONTOH APLIKASI PENILAIAN MESIN DAN
7.6. VII-42
PERALATAN SERTA KENDARAAN

PEDOMAN PENILAIAN PROPERTI KHUSUS


VIII (PELABUHAN LAUT DAN BENDUNGAN AIR)
8.1. PENDAHULUAN VIII-1
8.2. DASAR HUKUM PENILAIAN PROPERTI KHUSUS VIII-5
8.3. RUANG LINGKUP PENILAIAN VIII-7
8.4. KUMPULAN DEFINISI VIII-8
8.5. GAMBARAN UMUM VIII-10
GAMBAR-GAMBAR LAINNYA TERKAIT DENGAN
8.6 VIII-54
PELABUHAN LAUT
8.7. PERSIAPAN PENILAIAN VIII-58
8.8. PELAKSANAAN PENILAIAN VII-59
8.9. METODE PENILAIAN VIII-61
8.10. LAPORAN PENILAIAN VIII-82

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR JUDUL GAMBAR HALAMAN

1.1 Nilai Pasar I-7


1.2 Estimasi Nilai Pasar I-8
1.3 Hubungan Nilai Pasar dan Nilai Selain Nilai Pasar I-11
1.4 Dasar Penilaian, Tujuan Penialaian,d an Kategori Properti I-12
1.5 Pendekatan Penilaian I-15
1.6 Kategori Properti I-17
Proses Dan Prosedur Penggunaan Pendekatan Atau
1.7 Metode Penilaian Dengan Memperhatikan Kebutuhan I-18
Data Pasar Dan Kualifikasi Properti
Penggolongan Aset Yang Dikaitkan Dengan Keberadaan
1.8 I-20
Legalitas, Penggunaan Aset dan Kategori Aset
2.1 Proses Penilaian II-1
2.2 Proses Pengumpulan Data II-3
2.3 Konsep HBU II-9
2.4 Proses Analisis HBU II-10
2.5 Proses Analisis dan Tes HBU II-11
Contoh Nilai Tanah Kosong Dengan Berbagai Alternatif
2.6 II-12
Pengembangan
2.7 HBU as Improved II-13
4.1 Pendekatan Penilaian Kalkulasi Biaya IV-8
4.2 Porsi Penyusutan IV-11
5.1 Cara Pengukuran Tanah V-4
5.2 Pelurusan Dua Arah Yang Akan Diukur V-5
5.3 Pengukuran Jarak Langsung Pada Medan Datar V-5
5.4 Pengukuran Jarak Langsung Pada Medan Miring V-6
5.5 Metode Sipat Datar V-9
5.6 Contoh Tanah Berlebih V-14
5.7 Contoh Tanah Surplus V-14
5.8 Metode Alokasi Dalam Penilaian Tanah V-27
5.9 Metode Penyisaan Tanah V-29
5.10 Metode Pengembangan Lahan V-32
5.11 Menilai Tanah Tanpa Obyek Pembanding V-35

vi
GAMBAR JUDUL GAMBAR HALAMAN

5.12 Menilai Tanah Kosong Dengan Obyek Pembanding Tanah V-36


Menilai Tanah Kosong Dengan Obyek Pembanding Tanah
5.13 V-37
Dan Bangunan
5.14 Grafik Persamaan Regresi dari Hasil Analisis Statistik V-44
Prosedur Penerapan Quality Rating Dalam Penilaian
5.15 V-47
Tanah
5.16 Contoh Estimasi Nilai Dengan Metode Point Estimated V-49
5.17 Contoh Estimasi Nilai Dengan Metode Regresi V-50
7.1 Penggolongan Properti VII-2
7.2 Contoh Mesin-Mesin Individual VII-6
7.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Mesin VII-9
7.4 Mekanisme/Tahapan Penilaian Mesin dan Peralatan VII-12
7.5 Perencanaan Penilaian Mesin dan Peralatan VII-17
7.6 Pendataan Mesin dan Peralatan Yang Akan Dinilai VII-18
7.7 Analisis Data Dalam Penilaian Mesin dan Peralatan VII-18
7.8 Metode Penilaian Mesin dan Peralatan VII-19
Perhitungan Nilai Kendaraan Dengan Pendekatan
7.9 Perbandingan Data Pasar VII-20
Perhitungan Nilai Mesin Dengan Pendekatan
7.10 VII-20
Perbandingan Data Pasar
7.11 Perhitungan Nilai Mesin Dengan Pendekatan Biaya VII-22
7.12 Identifikasi Mesin dan Peralatan VII-25
7.13 Faktor-Faktor Penyusut Nilai Mesin dan Peralatan VII-27
Dampak Tren dan Perkembangan Dalam Industri
7.14 VII-28
Terhadap Penyusutan Nilai
7.15 Pola Penyusutan Garis Lurus VII-29
7.16 Pola Penyusutan Menurun VII-30
7.17 Konsep Umur Mesin dan Peralatan VII-33
Hubungan Umur Ekonomi dan Umur Fisik dalam
7.18 VII-35
Kaitannya dengan Penyusutan
8.1 Alur Pelayaran VIII-18
8.2 Kolam Pelabuhan Laut VIII-20
8.3 Pemecah Gelombang VIII-21
8.4 Break Water Tipe Vertikal- Blok Beton VIII-22

vii
GAMBAR JUDUL GAMBAR HALAMAN

8.5 Break Water Tipe Trapesium-Tumpukan Batu VIII-22


8.6 Break Water Tipe Campuran VIII-22
8.7 Break Water Kaison VIII-23
8.8 Break Water Turap VIII-23
8.9 Break Water Sisi Tegak dari Kaison VIII-23
8.10 Break Water Dengan Lapis Pelindung Tetra Pod VIII-24
8.11 Break Water Dengan Lapis Pelindung Kubus Beton VIII-24
8.12 Dermaga Pelabuhan Laut Kapal Barang VIII-25
8.13 Tampang Lintang dan Denah Dermaga VIII-25
8.14 Tampang Dermaga Hasil Perencanaan VIII-26
8.15 Dermaga VIII-26
8.16 Pembangunan Dermaga VIII-27
8.17 Konstruksi Wharf Blok Beton Massa VIII-27
Konstruksi Wharf Penahan Tanah Dari Turap Berbentuk
8.18 VIII-27
Sel
8.19 Wharf Konstuksi Terbuka VIII-28
8.20 Wharf Pelabuhan Laut Basra Irak VIII-28
8.21 Wharf Pelabuhan Laut Tokyo VIII-29
8.22 Jetty Kapal Tanker VIII-30
8.23 Pier Bentuk Jari VIII-30
8.24 Pier Bentuk T - L VIII-31
8.25 Fender Gravitas Gantung VIII-31
8.26 Fender VIII-32
8.27 Dolphin Lentur VIII-33
8.28 Dolphin Lentur Dari Sejumlah Tiang VIII-33
8.29 Dolphin Lentur Dari Kelompok Tiang Baja VIII-33
8.30 Dolphin Lentur Dari Kayu VIII-34
8.31 Dolphin Kaku Dari Beton VIII-34
8.32 Dolphin Kaku Dari Sel Turap Baja VIII-34
8.33 Fasilitas Pelabuhan Laut VIII-36
8.34 Sarana Bantu Navigasi Pelayaran VIII-37
8.35 Main Dam VIII-50
8.36 Coffer Dam VIII-50

viii
GAMBAR JUDUL GAMBAR HALAMAN

8.37 Spilway Tunnel VIII-51


8.38 Power House VIII-52
8.39 Status Spilway Tunnel VIII-52
8.40 Bangunan Pelimpah VIII-52
8.41 Dam Sisi VIII-53
8.42 In Take Atau Pintu Pengambil Air VIII-53
8.43 Tailrace Outlate VIII-53
8.44 Switch Yard VIII-54
8.45 Break Water Batu Buatan VIII-54
Break Water Pemecah Gelombang Sisi Miring Dengan
8.46 Serangan Gelombang Pada Satu Sisi VIII-55
Break Water Pemecah Gelombang Sisi Miring Dengan
8.47 VIII-55
Serangan Gelombang Pada Kedua Sisi
8.48 Rambu Suar VIII-56
8.49 Pelabuhan Laut Kapal Barang Curah VIII-56
8.50 Pelabuhan Laut Kapal Barang Potongan (General Cargo) VIII-56
8.51 Pelabuhan Laut Kapal Penumpang VIII-57
8.52 Pelabuhan Laut Kapal Peti Kemas VIII-57
8.53 Contoh Lay-Out Pelabuhan Laut Kapal Minyak VIII-57
8.54 Pelabuhan Laut Kapal Ikan Cilacap VIII-58
8.55 Bagan Alir Tahapan Penilaian VIII-63

ix
DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL TABEL HALAMAN

Matriks Hubungan diantara Klasifikasi Aset, Tujuan


1.1 I-13
Penilaian dan Basis Nilai
Matriks Hubungan antara Kategori Asset, Tujuan dan
1.2 1-16
Basis Penilaian di Lingkungan DJKN
Real Properti Yang Dikaitkan Dengan Keberadaan
1.3 1-19
Legalitas, Penggunaan Aset dan Kategori Aset
Personal Properti Yang Dikaitkan Dengan Keberadaan
1.4 I-20
Legalitas, Penggunaan Aset dan Kategori Aset
2.1 Lingkup Data yang Diperlukan II-4
2.2 Lingkup Data Khusus yang Diperlukan II-5
2.3 Perbedaan Analisis Teknikal dan Fundamental II-7
2.4 Tingkat Analisis Pasar Dalam Penilaian II-8
2.5 Faktor Yang Dianalisis
4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Properti IV-3
4.2 Faktor Penyesuaian IV-5
4.3 Teknik Analisis Kuantitatif dan Kualitatif IV-6
Contoh Perhitungan Nilai Dengan Metode Kapitalisasi
4.4 IV-18
Pendapatan Tidak Langsung
5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tanah V-11
5.2 Aplikasi dan Batasan Penilaian V-16
5.3 Pemilihan Metode Penilaian V-17
5.4 Faktor Penyesuaian Dalam Metode Perbandingan Pasar V-17
Contoh Penilaian Tanah Kosong Dengan Objek
5.5 V-20
Pembanding Tanah Kosong
Contoh Penilaian Tanah Kosong Dengan dengan Objek
5.6 Pembanding Tanah yang Ada Bangunan di Atasnya-Nilai V-23
Tanah
Contoh Penilaian Tanah Kosong Dengan dengan Objek
5.7 Pembanding Tanah yang Ada Bangunan di Atasnya-Nilai V-24
Bangunan
Contoh Hasil Penilaian Tanah Kosong Dengan dengan
5.8 V-24
Objek Pembanding Tanah yang Ada Bangunan di Atasnya

x
TABEL JUDUL TABEL HALAMAN

5.9 Analisis Data Pembanding V-28


5.10 Estimasi Nilai V-28
Perhitungan Nilai Tanah Dengan Metode Pengembangan
5.11 V-34
Lahan
5.12 Contoh Perhitungan Regresi Linier Sederhana V-40
5.13 Contoh Grafik Hasil Persamaan Regresi Linier V-41
5.14 Konsep dan Beberapa Istilah Penting V-42
Variabel Independen dan Dependen dalam Penilaian
5.15 V-42
Tanah
5.16 Kategori Data V-42
5.17 Contoh Data Untuk Analisis Statistik V-43
5.18 Contoh Hasil Analisis Statistik Regresi V-43
5.19 Contoh Hasil Analisis Statistik Regresi V-44
5.20 Contoh Data Statistik Pembanding Tanah di Bali V-45
Contoh Hasil Entry Data Statistik Pembanding Tanah di
5.21 V-46
Bali
Contoh Hasil Analisis Statistik Regresi Harga Tanah di
5.22 V-46
Bali
Contoh Data Pembanding Dalam Penerapan Quality
5.23 V-48
Rating
5.24 Contoh Pembobotan Dalam Penerapan Quality Rating V-48
Contoh Penentuan Kategori Sub Kelas Faktor Dalam
5.25 V-48
Penerapan Quality Rating
Contoh Penentuan Skor Pembanding Dalam Penerapan
5.26 V-48
Quality Rating
Contoh Perkalian Skor Pembanding Dengan Bobot Faktor
5.27 V-49
Dalam Penerapan Quality Rating
5.28 Cara Estimasi Nilai Dengan Metode Point Estimated V-49
5.29 Contoh Perhitungan Nilai Tanah BOT V-54
5.30 Contoh Hasil Perhitungan Nilai Hak Tanah BOT V-55
5.31 Contoh Hasil Perhitungan Nilai Pasar Tanah BOT V-55
6.1 Tujuan dan Dasar Penilaian VI-2
6.2 Sudut Kemiringan Atap Menurut Jenis Atap VI-4

xi
TABEL JUDUL TABEL HALAMAN

7.1 Contoh Perhitungan Impor Mesin VII-23


7.2 Tabel Penyusutan Mesin VII-32
7.3 Panduan Penyusutan VII-33
7.4 Panduan Penyusutan-Lanjutan VII-34
7.5 Contoh DCF Penilaian Pabrik Kelapa Sawit VII-40
7.6 Berat Jenis Benda Padat Dan Zat Cair VII-47
Penggolongan Properti Khusus Berdasarkan Tujuan
8.1 VIII-2
Penilaian
8.2 Keuntungan dan Kerugian Tiga Tipe Pemecah Gelombang VIII-24
Klasifikasi Konstruksi Bangunan Pengembangan Sumber
8.3 VIII-40
Daya Air
8.4 Tinggi Bendungan Air di Indonesia Tahun 2001 VIII-45
8.5 Contoh Formular Pendataan Bangunan Khusus VIII-64
8.6 Contoh Formular Pendataan Bangunan Utama VIII-65
Contoh Formular Pendataan Fasilitas Bangunan Yang
8.7 VIII-65
Diperhitungkan
8.8 Penyusutan Fisik dan Umur Menurut MAPPI VIII-66
Contoh Daftar Bangunan-Penilaian Pelabuhan Laut
8.9 VIII-67
Dengan Pendekatan Biaya
Contoh Daftar Fasilitas-Penilaian Pelabuhan Laut Dengan
8.10 VIII-68
Pendekatan Biaya
Contoh Penilaian Pelabuhan Laut Dengan Pendekatan
8.11 VIII-68
Biaya
Contoh Penentuan Nilai Pelabuhan laut Dengan
8.12 VIII-69
Pendekatan Biaya
Contoh Perhitungan Biaya Pembangunan Pelabuhan Laut
8.13 Maringgai Provinsi Lampung Tahun 2002 Untuk Fasilitas VIII-69
Laut dan Darat
Contoh Perhitungan Biaya Pembangunan Pelabuhan Laut
8.14 Maringgai Provinsi Lampung Tahun 2002 Untuk Fasilitas VIII-70
Bongkar Muat
8.15 Contoh Analisis Biaya Bangunan Utama Secara Umum VIII-71
8.16 Contoh Detil Analisis Biaya Bangunan Utama VIII-71

xii
TABEL JUDUL TABEL HALAMAN

8.17 Umur Efektif Bangunan VIII-73


8.18 Contoh Formulir Pendataan Bangunan Khusus VIII-74
8.19 Contoh Formulir Pendataan Bangunan Penunjang VIII-74
Contoh Formulir Pendataan Fasilitas Bangunan Yang
8.20 VIII-74
Diperhitungkan
8.21 Contoh Hasil Penilaian PLTA Sektor Cirata VIII-76
8.22 Contoh Estimasi Biaya Langsung Proyek Bendungan air VIII-77
8.23 Contoh Estimasi Biaya Ekonomi dan Finansial VIII-78
8.24 Contoh Estimasi Biaya Ekonomi dan Finansial-Lanjutan VIII-79
8.25 Contoh Estimasi Biaya Ekonomi VIII-79

xiii
DAFTAR ISTILAH

American Association for State Highway and Transportation


AASHTO
Officials
AC : Air Conditioner
APBD : Anggaran Pendapatan Dan Pembelanjaan Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan Dan Pembelanjaan Negara
ARR : Average Room Rate
AVM : Appraisal Valuation Modelling
BMD : Barang Milik Daerah
BMN : Barang Milik Negara
BOT : Built, Operate, Transfer
BPS : Biro Pusat Statistik
BPT : Biaya Penggantian Terdepresiasi
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BUP : Badan Usaha Pelabuhan
DC : Development Cost
DCF : Discounted Cash Flow
DJKN : Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
DJPLN : Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara
DKPB : Daftar Komponen Penilaian Bangunan
DLKP : Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Laut
DP : Data pembanding
DRC : Depreciated Replacement Cost
EDM : Electronic Distance Meter
FF&Es : Fixtures, Furnitures & Equipments
GDV : Gross Development Value
GFA : Gross Floor Area
GIM : Gross Income Multiplier
GPS : Global Positioning System
HBU : Highest and Best Use (Penggunaan Tertinggi dan terbaik)
HGB : Hak Guna Bangunan
HGU : Hak Guna Usaha
HKF : Hak Kepemilikan Finansial
HL : Harga Lelang
HMASRS : Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

xiv
DAFTAR ISTILAH

INP : Indikasi Nilai Pasar


IMB : Izin Mendirikan Bangunan
IMO : International Maritime Organization
IPB : Izin Penggunaan Bangunan
IPSAS : International Public Sector Accounting Standards
ISPS : International Ship and Port Security
IVS : International Valution Standards
KDB : Koefisien Dasar Bangunan
KEPI : Kode Etik Penilaian Indonesia
KLB : Koefisien Lantai Bangunan
KP-PBB : Kantor Pajak-Pajak Bumi dan Bangunan
KPUP : Konsep dan Prinsip Umum Penilaian
MDM : Microwave Distance Meter
NB : Nilai Bangunan
NBP : Nilai Bangunan Pembanding
NDP : Nilai Dalam Penggunaan
NI : Net Income
NIB : Nilai Indikasi Bangunan Pembanding
NJP : Nilai Jual Paksa
NJOP : Nilai Jual Obyek Pajak
NLA : Net Lettable Area
NOI : Net Operating Income
NP : Nilai Pasar
NPPA : Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada
NPV : Net Present Value
NRB : Nilai Realisasi Bersih
NRBT : Nilai Realisasi Bersih Terbatas
NRR : Nilai Rata-rata
NSP : Nilai Setelah Pembobotan
NSRL : Nilai Setelah Risisko Lelang
NTB : Nilai Tanah Bangunan
NTK : Nilai Tanah Kosong
NTP : Nilai Transaksi Pembanding
PBK : Properti dengan Bisnis Khusus

xv
DAFTAR ISTILAH

PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum


PGN : Parusahaan Gas Negara
PLN : Perusahaan Listrik Negara
PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air
PMP : Penyertaan Modal Pemerintah
PNPB : Penerimaan Negara Bukan Pajak
PP : Peraturan Pemerintah
PPh : Pajak Penghasilan
PPI : Panduan Penilaian Indonesia
PPN : Pajak Pertambahan Nilai
PS : Properti Subyek
PUP : Penerimaan Uang Perkapalan
PV : Present Value
PVC : Polivinyl Chloride
RAB : Rancangan Anggran Biaya
RL : Risiko Lelang
RCN : Replacement Cost New
SAP : Standar Akuntansi Pemerintah
SBNP : Sarana Bantu Navigasi Pelabuhan Laut
SGA : Semi Gross Area
SHM : Sertifikat Hak Milik
SPI : Standar Penilaian Indonesia
SRS : Satuan Rumah Susun
UUPA : Undang-Undang Poko Agraria
WNI : Warga Negara Indonesia

xvi
BAB I

KONSEP DAN PRINSIP UMUM PENILAIAN


PROPERTI

1.1. KONSEP PROPERTI

Properti adalah konsep hukum yang mencakup kepentingan, hak dan keuntungan yang
berkaitan dengan suatu kepemilikan. Properti terdiri atas hak kepemilikan, yang
memberikan hak kepada pemilik untuk suatu kepentingan tertentu (specific interest) atau
sejumlah kepentingan atas apa yang dimilikinya. Oleh karena itu, kita wajib
memperhatikan konsep hukum dari properti yang meliputi segala sesuatu yang
merupakan konsep kepemilikan atau hak dan kepentingan yang bernilai, berbentuk
benda atau bukan (corporeal or non corporeal), berwujud atau tidak berwujud, dapat
dilihat atau tidak, yang memiliki nilai tukar atau yang dapat membentuk kekayaan. Jenis
properti sendiri terdiri atas real properti, personal property, perusahaan/badan usaha
(business) dan Hak Kepemilikan Finansial /HKF (financial interest)

Pengertian Real properti adalah hak perorangan atau badan untuk memiliki, dalam arti
menguasai tanah dengan sesuatu hak atas tanah, misalnya Hak Milik atau Hak Guna
Bangunan berikut bangunan (permanen) yang didirikan di atasnya atau tanpa
bangunan. Pengertian tersebut perlu dibedakan antara penguasaannya secara fisik atas
tanah dan atau bangunan yang disebut Real estat dan kepemilikannya sebagai konsep
hukum (penguasaan secara yuridis), yaitu yang dilandasi dengan sesuatu hak atas
tanah disebut Real properti. Properti lain yang bukan Real estat disebut “benda
bergerak” atau personalti (personalty) dan kepemilikannya disebut personal properti.
Istilah properti jika digunakan tanpa keterangan lebih lanjut, yaitu tanpa kualifikasi “tak
bergerak” atau “bergerak” dapat berarti sebagai apa yang dimaksud dengan “Real
estat”, “personalti” atau suatu kombinasi.

I-1
Banyak prinsip umum yang diterapkan dalam penilaian Real estat, terutama
penggunaan prinsip permintaan dan penawaran, kompetisi, substitusi, antisipasi atau
harapan, perubahan, penggunaan dan produktivitas yang optimal dari suatu aset yang
diukur dalam terminologi moneter dan ditentukan oleh kemauan dan kemampuan
individu dan organisasi untuk menterjemahkan kegunaan dan produktivitas ke dalam
terminologi moneter.

Untuk keperluan penilaian tanah dan bangunan, terlebih dahulu perlu diketahui aspek
hukumnya, karena aspek hukum ini menentukan keabsahan dalam kepemilikan properti
yang bersangkutan, yaitu meliputi, jenis haknya, status pemegang haknya, cara
memperolehnya, peruntukan tanahnya dan faktor-faktor lainnya. Aspek hukum
merupakan salah satu faktor yang menentukan nilai ekonomi (economic value) dari
properti yang menjadi obyek penilaian, baik berupa tanah hak yang masih dalam
keadaan kosong (vacant land) maupun tanah hak berikut bangunan yang didirikan di
atas tanah bersangkutan ataupun Satuan Rumah Susun (SRS).

Selain aspek hukum sebagaimana disebut di atas, nilai ekonomi dari suatu properti
ditentukan pula oleh keadaan lingkungan dimana properti tersebut berada, yaitu:
1) Lokasi dimana properti tersebut terletak (neighborhood and accessibility), apakah di
lokasi prima atau di lingkungan yang sedang berkembang;
2) Fasilitas sosial dan fasilitas umum yang tersedia.

1.2. PENGERTIAN REAL ESTAT, PROPERTI DAN ASET

Pengertian Real Estat berbeda di berbagai negara. Real Estat dirumuskan sebagai
tanah secara fisik dan benda yang dibangun oleh manusia yang menjadi satu kesatuan
dengan tanahnya. Hal ini adalah penguasaan fisik yang berwujud yaitu yang dapat
dilihat dan dijamah (dipegang), bersama-sama dengan segala sesuatu yang didirikan
pada tanah yang bersangkutan, di atas atau dibawah tanah. Hukum yang berlaku untuk
Real estat di Indonesia, menjelaskan perbedaan pokok antara Real estat dari personalti,
yang didefinisikan berikut ini.

Pengertian Real properti merupakan penguasaan yuridis atas tanah yang mencakup
semua hak atas tanah (hubungan hukum dengan sebidang tanah tertentu), semua
kepentingan (interests), dan keuntungan (benefit) yang berkaitan dengan kepemilikan

I-2
Real estat, Real properti biasanya dibuktikan dengan beberapa bukti kepemilikan
(sertipikat atau surat-surat lain) yang terpisah dari penguasaan fisiknya atas Real estat.
Oleh karena itu Real properti adalah suatu konsep non-fisik (atau konsep hukum).

Personalti merupakan properti yang bukan Real estat. Benda-benda ini tidak secara
permanen menjadi satu kesatuan dengan Real estat dan secara umum sifatnya adalah
bergerak. Jika karena tujuan penggunaannya harus disatukan dengan tanah atau
bangunan permanen maka disebut fixtures.

Dalam terminologi akuntansi, aset adalah sumber daya yang dimiliki dan dikuasai
dimana daripadanya dapat diharapkan manfaat ekonomi. Kepemilikan atas aset itu
sendiri sebenarnya bersifat tidak berwujud. Namun, aset yang dimiliki dapat bersifat
berwujud atau tidak berwujud.

1.3. KONSEP HARGA, BIAYA, PASAR DAN NILAI

1.3.1. Harga
Harga adalah sejumlah uang yang diminta, ditawarkan, atau dibayarkan untuk sesuatu
barang atau jasa. Hubungannya dengan penilaian, harga merupakan fakta historis, baik
yang diumumkan secara terbuka atau dirahasiakan. Karena kemampuan finansial,
motivasi, atau kepentingan khusus dari seseorang penjual atau pembeli, harga yang
dibayarkan atas sesuatu barang atau jasa dapat berhubungan atau tidak berhubungan
dengan nilai barang atau jasa. Meskipun demikian harga biasanya merupakan indikasi
atas nilai relatif dari barang atau jasa oleh pembeli tertentu dan atau penjual tertentu
dalam kondisi yang tertentu pula.

1.3.2. Biaya
Biaya adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atas barang atau jasa atau jumlah yang
dibutuhkan untuk menciptakan atau memproduksi barang atau jasa tersebut. Jika
sudah dilaksanakan, biaya menjadi fakta historis. Harga yang dibayarkan untuk sesuatu
barang atau jasa menjadi biaya bagi pembelinya. Hal yang penting yang harus
diperhatikan adalah bahwa biaya suatu aset Real estat dapat termasuk di dalamnya
sejumlah uang selain yang dibayarkan kepada penjual. Demikian pula jumlah uang yang
diterima oleh penjual Real estat dapat dikurangi biaya atau ongkos yang dikeluarkan
oleh penjual.

I-3
1.3.3. Pasar
Pasar adalah sistem dan atau tempat dimana barang dan jasa diperdagangkan antara
pembeli dan penjual melalui mekanisme harga. Konsep pasar menunjukkan
kemampuan barang atau jasa diperdagangkan antara pembeli dan penjual tanpa
batasan terhadap aktivitasnya. Setiap pihak akan bereaksi terhadap hubungan
permintaan-penawaran dan faktor penentu harga lainnya, pengetahuan dan
kemampuan pihak-pihak yang terlibat serta pemahaman atas manfaat ekonomi atas
barang dan atau jasa, serta keperluan dan dorongan keinginan masing-masing pihak.
Pasar dapat bersifat lokal, nasional atau internasional.

1.3.4. Nilai
Nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk pada hubungan finansial antara barang dan
jasa yang tersedia untuk dibeli dan mereka yang membeli dan menjualnya. Nilai bukan
merupakan fakta tapi lebih merupakan perkiraan manfaat ekonomi atas barang dan jasa
pada suatu waktu tertentu dalam hubungannya dengan definisi nilai tertentu. Konsep
ekonomi dari nilai mencerminkan pandangan pasar atas manfaat ekonomi yang akan
diperoleh oleh orang yang memiliki barang atau jasa tersebut pada tanggal penilaian.

Konsep nilai menggambarkan sejumlah uang yang terkait dalam suatu transaksi. Namun
demikian, penjualan properti yang dinilai bukan merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk memperkirakan harga atas properti yang harus dibayarkan bila dijual pada tanggal
penilaian sebagai mana dipersyaratkan dalam definisi Nilai Pasar.

1.4. KONSEP NILAI PASAR DAN NILAI WAJAR

1.4.1. Nilai Pasar


Nilai Pasar dari suatu Real estat lebih mencerminkan kegunaannya menurut pasar dan
bukan status fisiknya secara murni. Kegunaan atas suatu aset bagi pihak tertentu dapat
saja berbeda dengan kegunaan aset di pasar atau di industri tertentu.

Konsep Nilai Pasar mencerminkan persepsi dan tindakan kolektif pasar serta
merupakan dasar dalam penilaian sebagian besar sumber daya dalam ekonomi pada
umumnya yang berdasarkan pasar. Meskipun definisi yang tepat mungkin bervariasi,
konsep ini umumnya telah dimengerti dan diterapkan.

I-4
Definisi Nilai Pasar adalah :
Perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual
beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dan
penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang
pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing mengetahui
kegunaan properti tersebut, bertindak hati-hati dan tanpa paksaan (Standar Penilaian
Indonesia 2007).

Standar Penilaian Internasional (IVS) maupun Standar Penilaian Indonesia (SPI)


memberikan batasan konsep Nilai Pasar menjadi 9 (sembilan) unsur pengertian yang
terukur meliputi :
1) “estimasi sejumlah uang...” merujuk pada harga yang dinyatakan dalam satuan uang
(biasanya dalam Rupiah), yang dapat dibayarkan secara tunai pada tanggal
penilaian atas suatu properti dalam transaksi pasar bebas ikatan. Nilai Pasar diukur
sebagai harga yang paling memungkinkan diperoleh secara wajar di pasar pada
tanggal penilaian, dengan memenuhi definisi Nilai Pasar. Ini merupakan harga
terbaik yang dapat diperoleh oleh penjual secara wajar dan harga yang paling
menguntungkan yang dapat diperoleh oleh pembeli secara wajar pula. Estimasi ini,
dalam penilaian real properti, secara khusus tidak memperhitungkan kenaikan atau
penurunan harga akibat persyaratan atau keadaan khusus seperti pembiayaan
khusus, perjanjian jual dan sewa kembali (sale and leaseback), pertimbangan
khusus atau konsesi-konsesi yang diberikan oleh orang yang terkait dengan
penjualan, atau unsur lain dari Nilai Khusus.
2) “...dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti...”
merujuk pada fakta bahwa nilai suatu properti lebih merupakan estimasi jumlah uang
daripada harga yang ditetapkan sebelumnya atau harga jual sebenarnya. Nilai Pasar
tersebut merupakan harga dimana pasar mengharapkan suatu transaksi yang
memenuhi semua unsur lain dari definisi Nilai Pasar pada tanggal penilaian.
3) “...pada tanggal penilaian...” mensyaratkan bahwa estimasi Nilai Pasar berlaku
hanya untuk tanggal tertentu saja. Karena pasar dan kondisi pasar dapat berubah,
maka estimasi nilai dapat saja tidak benar atau tidak tepat pada waktu yang lain.
Nilai Pasar hasil penilaian akan mencerminkan keadaan dan kondisi pasar aktual
pada tanggal efektif penilaian dan bukan pada tanggal sebelumnya atau tanggal
yang akan datang. Definisi ini juga mengasumsikan bahwa transaksi dan kontrak
penjualan diselesaikan bersamaan tanpa adanya perbedaan harga yang mungkin
terjadi di dalam suatu transaksi berdasarkan Nilai Pasar.

I-5
4) “... antara pembeli yang berminat membeli ...” merujuk pada seseorang yang
memiliki motivasi, namun tidak dipaksa untuk membeli. Pembeli dimaksud tidak
sangat ingin membeli maupun bersedia membeli dengan harga berapapun. Pembeli
dimaksud juga membeli sesuai dengan keadaan pasar yang berlaku, dan dengan
harapan pasar saat ini, serta bukan pasar hipotesis yang tidak dapat diharapkan
terjadi. Pembeli dimaksud diasumsikan tidak akan membeli di atas harga pasar.
Pemilik properti saat ini adalah termasuk bagian pelaku ekonomi yang membentuk
“pasar”. Penilai tidak seharusnya membuat asumsi-asumsi yang tidak realistis
mengenai kondisi pasar maupun membuat asumsi tingkat Nilai Pasar di atas yang
dapat diperoleh secara wajar.
5) “... penjual yang berminat menjual ...” adalah penjual yang tidak terlalu berminat
atau tidak terpaksa menjual pada sembarang harga ataupun tidak bertahan pada
tingkat harga yang dianggap tidak layak dalam kondisi pasar pada saat penilaian.
Penjual yang berminat menjual berkeinginan untuk menjual propertinya pada kondisi
pasar dan pada tingkat harga terbaik yang mungkin dicapai di pasar (terbuka),
setelah melakukan upaya pemasaran yang layak, berapapun harga yang mungkin
dapat dicapai. Keadaan sesungguhnya pemilik properti tidak termasuk dalam
pertimbangan, sebab “penjual yang berminat menjual” ini adalah pemilik hipotesis.
6) “... dalam suatu transaksi bebas ikatan (arm’s-length transaction) ...” adalah
transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan tertentu atau hubungan
istimewa (misalnya, induk perusahaan dengan anak perusahaannya atau pemilik
bangunan dengan penyewanya) yang dapat membentuk tingkat harga yang bukan
merupakan keadaan sebenarnya di pasar atau menaikkan harga akibat adanya
unsur Nilai Khusus. Transaksi Nilai Pasar dianggap terjadi antara pihak-pihak yang
tidak berkepentingan, dan masing-masing bertindak independen.
7) “... yang pemasarannya dilakukan secara layak ...” berarti properti akan dipasarkan
ke pasar dalam cara yang layak agar penjualannya dapat terjadi pada tingkat harga
terbaik yang dapat diperoleh secara wajar sesuai dengan definisi Nilai Pasar. Jangka
waktu pemasaran properti dapat bervariasi sesuai dengan kondisi pasar, namun
harus cukup waktu sehingga properti dapat menarik perhatian pembeli potensial
dalam jumlah yang memadai. Waktu pemasaran ini dianggap terjadi sebelum
tanggal penilaian.
8) “... di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang
dimilikinya dan kehati-hatian ...” menganggap bahwa pembeli yang berminat
membeli dan penjual yang berminat menjual masing-masing memiliki informasi yang
cukup tentang keadaan dan karakteristik properti, penggunaan yang ada (aktual)

I-6
dan potensialnya, serta keadaan pasar pada tanggal penilaian. Selain itu masing-
masing bertindak untuk kepentingannya sendiri dengan pemahaman yang
dimilikinya, dan secara hati-hati menentukan harga terbaik untuk posisinya masing-
masing dalam transaksi tersebut.
9) Prinsip kehati-hatian ditunjukkan dengan menganalisis keadaan pasar pada tanggal
penilaian, dan bukan pada keuntungan atau ramalan pada waktu setelah itu.
Seorang penjual yang menjual propertinya pada tingkat harga di bawah harga pasar
tidak berarti dapat dikatakan tidak bijaksana apabila tingkat harga pasar saat itu
memang dalam kondisi menurun. Dalam kondisi demikian, sebagaimana dalam
situasi pembelian dan penjualan lainnya yang terjadi dalam kondisi pasar dengan
tingkat harga yang berfluktuasi, pembeli atau penjual yang berhati-hati akan selalu
bertindak sesuai dengan informasi pasar terbaik yang tersedia saat itu.
10) “... dan tanpa paksaan ... “ menyatakan bahwa masing-masing pihak terdorong untuk
melakukan transaksi, tetapi juga tidak ada paksaan untuk menyetujuinya.

Gambar 1.1 Nilai Pasar

Data
Pasar
Metode

Kategori
Properti

Nilai Pasar

Nilai Pasar seharusnya dibangun dari hipotesis yang mempersepsikan nilai tukar atas
‘suatu transaksi’ yang ditawarkan di pasar. Pada penilaian real properti Nilai Pasar
selalu dikaitkan dengan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use/HBU)
yang artinya penggunaan paling layak dan optimal dari suatu real properti secara fisik
dimungkinkan, secara hukum diizinkan serta layak secara finansial dan menghasilkan
nilai tertinggi dari properti yang dinilai. Untuk membangun pemahaman ini maka Nilai
Pasar dapat diestimasi dari beberapa persyaratan, seperti :

I-7
1) Penerapan pendekatan dan prosedur penilaian sesuai dengan situasi dan kondisi
paling memungkinkan dimana properti tersebut diperjualbelikan di pasar
2) Memiliki karakteristik properti yang mungkin diperjualbelikan di pasar
3) Dibangun berdasarkan data-data yang bersumber dari pasar

Gambar 1.2 Estimasi Nilai Pasar

NILAI PASAR

DATA METODE

PASAR

PROPERTI

•Kegunaan
•Kelangkaan
•Keinginan
•Kekuatan DayaBeli

1.4.2. Nilai Wajar


Istilah Nilai Pasar yang terdapat dalam SPI dan Nilai Wajar yang biasa digunakan dalam
standar akuntansi secara umum adalah sama (compatible) atau memiliki konsep yang
sama. Nilai Wajar dalam konsep akuntansi, didefinisikan dalam Standar Akuntansi
Internasional sebaga : jumlah untuk suatu aktiva yang dapat ditukar, atau penyelesaian
kewajiban, antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi
bebas ikatan (arm’s length transaction). Nilai Wajar pada umumnya digunakan untuk
pelaporan baik Nilai Pasar maupun selain Nilai Pasar dalam laporan keuangan. Apabila
Nilai Pasar dari suatu properti dapat diberikan, nilai ini sama dengan Nilai Wajar

I-8
1.5. KONSEP NILAI SELAIN NILAI PASAR

Berdasarkan konsep di atas, semua properti selain yang dapat memenuhi persyaratan
Nilai Pasar maka properti atau aset tersebut dapat dinilai dengan menggunakan Nilai
selain Nilai Pasar. Adakalanya sebagian properti yang merujuk kepada karateristik
properti maupun tujuan penilaian membutuhkan Nilai selain Nilai Pasar.

Bila properti-properti yang dapat diperjualbelikan di pasar selalu dapat berbasis Nilai
Pasar dan dapat disebut sebagai properti atau aset bukan khusus, maka untuk properti
lainnya yang memiliki keterbatasan untuk diperjualbelikan dan atau tidak memiliki data
pasar dapat disebut dengan properti khusus. Pada sebagian properti khusus, sifat,
bentuk dan fungsi properti mengakibatkan pasar properti tersebut tidak terpenuhi. Untuk
itu kebutuhan nilai dapat diambil dan digunakan berdasarkan nilai selain nilai pasar.
Beberapa Nilai selain Nilai Pasar (SPI 2007) yang dapat diterapkan adalah :
1) Nilai Jual Paksa (Forced Sale Value)/Nilai Likuidasi: adalah sejumlah uang yang
mungkin diterima dari penjualan suatu properti dalam jangka waktu yang relatif
pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar.
Pada beberapa situasi, Nilai Jual Paksa dapat melibatkan penjual yang tidak
berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak
menguntungkan penjual. Istilah Nilai Likuidasi seringkali digunakan dan memiliki arti
sama dengan Nilai Jual Paksa.
2) Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada (Market Value for the Existing Use) : adalah
Nilai Pasar dari suatu aset berdasarkan kelanjutan dari penggunaan yang ada,
dengan asumsi bahwa aset tersebut dapat dijual di pasar terbuka untuk penggunaan
yang ada saat itu, namun tetap sesuai dengan definisi Nilai Pasar tanpa
memperhitungkan apakah penggunaan yang ada menggambarkan Penggunaan
Tertinggi dan Terbaik dari aset tersebut.
3) Nilai Realisasi Bersih (Net Realisable Value) : adalah perkiraan harga jual suatu aset
dalam suatu usaha yang berjalan sebagaimana biasa, dikurangi biaya penjualan dan
biaya penyelesaian. Dengan demikian, nilai realisasi bersih adalah sama dengan Nilai
Pasar dikurangi biaya penjualan hanya jika semua persyaratan definisi Nilai Pasar telah
dipenuhi. Terutama, hal ini mencakup adanya waktu yang cukup bagi terjadinya
transaksi Nilai Pasar. Nilai Pasar biasanya merupakan jumlah kotor, atau lebih tepat,
"nilai nominal" (face value) sebelum pengurangan biaya-biaya penjualan.
4) Nilai Realisasi Bersih Terbatas (Net Restricted Realisable Value) : Nilai Realisasi
Bersih Terbatas adalah Nilai Realisasi Bersih berdasarkan penyelesaian di masa

I-9
mendatang dimana tanggal yang akan datang tidak memungkinkan waktu yang
cukup untuk penawaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat properti dan
kondisi pasar.
5) Nilai dalam Penggunaan (Value in Use) : Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai
yang dimiliki oleh suatu properti tertentu bagi penggunaan tertentu untuk seorang
pengguna tertentu dan oleh karena itu tidak berkaitan dengan Nilai Pasar. Nilai
dalam Penggunaan ini adalah nilai yang diberikan oleh properti tertentu kepada
badan usaha dimana properti tersebut merupakan bagian dari badan usaha tanpa
memperdulikan penggunaan terbaik dan tertinggi dari properti tersebut atau jumlah
uang yang dapat diperoleh atas penjualannya. Definisi akuntansi dari Nilai dalam
Penggunaan adalah nilai kini dari estimasi aliran kas yang diharapkan untuk didapat
dari penggunaan berkelanjutan atas suatu aset dan dari penjualannya di akhir umur
penggunaannya.
6) Nilai Sisa (Salvage Value) : Nilai Sisa adalah nilai suatu properti, tanpa nilai tanah,
seperti jika dijual secara terpisah untuk setiap bagiannya dan tidak lagi dimanfaatkan
untuk penggunaannya saat ini serta tanpa memperhatikan penyesuaian dan
perbaikan khusus. Nilai tersebut dapat diberikan dengan atau tanpa
memperhitungkan biaya penjualan, dan apabila memperhitungkan biaya penjualan,
hasilnya dihitung dengan menggunakan konsep nilai realisasi bersih (net realisable
value). Dalam setiap analisis, komponen-komponen yang termasuk atau tidak
termasuk hendaknya diidentifikasi.
7) Nilai Sekrap (Scrap Value): adalah perkiraan jumlah uang yang akan diperoleh dari
transaksi jual beli dari bagian-bagian/material suatu properti (tidak termasuk tanah)
tidak untuk suatu kegunaan yang produktip.

1.6. HUBUNGAN KONSEP NILAI PASAR DAN NILAI SELAIN NILAI PASAR

Terdapat beberapa basis Nilai selain Nilai Pasar yang memiliki hubungan erat dengan
Nilai Pasar. Beberapa basis nilai yang berhubungan dengan nilai pasar tersebut pada
umumnya sering digunakan untuk penilaian tujuan Laporan Keuangan dan diantara
adalah Nilai Jual Paksa (NJP), Nilai Realisasi Bersih (NRB) dan Nilai Realisasi Bersih
Terbatas (NRBT).

Pada bagan berikut ini dapat dilihat hubungan secara vertikal dan horizontal beberapa
turunan Nilai Pasar menjadi Nilai selain Nilai Pasar.

I-10
Gambar 1.3 Hubungan Nilai Pasar dan Nilai Selain Nilai Pasar

1.7. DASAR PENILAIAN, TUJUAN PENILAIAN DAN KATEGORI PROPERTI

Mengikuti perkembangan sistem akuntansi yang terkait dengan aktiva tetap pada akhir-
akhir ini menunjukkan adanya pemahaman nilai terhadap suatu aset sangat tergantung
dengan aplikasi penilaian dan kategori properti. Seperti dalam pemahaman struktur
terbentuknya Nilai Pasar yang diuraikan pada bab sebelumnya, ada dua hal yang dapat
digarisbawahi diantaranya; penerapan pendekatan dan prosedur penilaian dan
karateristik properti yang mungkin diperjualbelikan di pasar. Selain kedua hal tersebut,
tujuan penilaian juga menjadi salah satu penentu dalam menetapkan basis nilai.
Sehingga tidak semua tujuan penilaian dan semua properti dapat menghasilkan Nilai
Pasar. Untuk kebutuhan secara proporsional atas penilaian yang dilakukan, tentu nilai
selain Nilai Pasar dapat digunakan menjadi alternatif dalam pemenuhan basis nilai.

I-11
Gambar 1.4 Dasar Penilaian, Tujuan Penialaian dan Kategori Properti

Dalam hal ini, tujuan penilaian menjadi penting untuk diidentifikasi sebelum pekerjaan
penilaian dilakukan. Pada penilaian di lingkungan DJKN, terdapat beberapa
kemungkinan tujuan penilaian yang diterapkan sesuai kebutuhan. Secara garis besar
tujuan penilaian dapat dibagi kepada tujuan, diantaranya :
1) Penilaian untuk tujuan Laporan Keuangan
2) Penilaian untuk tujuan Jual Beli/Pelelangan
3) Penilaian untuk tujuan dalam rangka pengelolaan aset atau untuk kebutuhan internal
manajemen

Untuk tujuan laporan keuangan, penilaian aset lebih sering digunakan sebagai
penentuan besarnya nila aset untuk pencatatan awal di laporan keuangan. Meskipun di
dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2005
belum mengatur penentuan nilai menggunakan model revaluasi, tapi basis nilai yang
digunakan tetap ditetapkan adalah Nilai Wajar. Standar Penilaian Indonesia (SPI)
mengatur penentuan Nilai Wajar dapat diperoleh dari Nilai Pasar (NP) atau Nilai Pasar
untuk Penggunaan yang Ada (NPPA) atau Nilai dalam Penggunaan (NDP).

Dalam struktur Neraca pada laporan keuangan, aset juga dapat digolongkan kepada
properti/aset operasional dan properti/aset non operasional. Aset operasional adalah
aset yang terkait langsung kepada kegiatan operasional entitas dari instansi secara
langsung, umumnya meliputi aset-aset yang tercantum di dalam aset/aktiva tetap.
Sedangkan aset non operasional adalah aset yang tidak termasuk aset operasional.

Matriks hubungan diantara klasifikasi aset, tujuan penilaian dan basis nilai dapat dilihat
sebagai berikut :

I-12
Tabel 1.1 Matriks Hubungan diantara Klasifikasi Aset, Tujuan Penilaian dan Basis Nilai
Aset Laporan Pelelangan Pengelolaan
Keuangan
Aset Operasional : NP/NJP/NRB/NRBT NP/NPPA
-Bukan Khusus NW = NP
-Khusus NW = NPPA/NDP
Aset Non Operasional NW = NP NP/NJP/NRB/NRBT NP/NPPA
Note :
NW = Nilai Wajar sesuai PSAP
NP = Nilai Pasar
NPPA = Nilai Pasar untuk Penggunaan yang ada
NDP = Nilai dalam Penggunaan
NJP = Nilai Jual Paksa
NRB = Nilai Realisasi Bersih
NRBT = Nilai Realisasi Bersih Terbatas

1.8. PENDEKATAN PENILAIAN

Penilaian untuk berbagai jenis properti, baik di dalam mengestimasikan Nilai Pasar
maupun selain Nilai Pasar, mengharuskan seorang penilai untuk mengaplikasikan satu
atau lebih pendekatan penilaian. Perkataan “pendekatan penilaian” mengacu kepada
metodologi analitis yang diterima dan diterapkan secara umum.

Penilaian berdasarkan data pasar umumnya menggunakan satu atau lebih pendekatan
penilaian dengan menggunakan prinsip substitusi. Prinsip ini menyatakan bahwa
seseorang yang berhati-hati tidak akan membayar untuk barang atau jasa lebih daripada
biaya untuk memperoleh barang atau jasa yang sebanding, tanpa adanya faktor jangka
waktu yang lebih panjang, risiko yang lebih tinggi atau ketidaknyamanan. Biaya
terendah dari alternatif terbaik, baik merupakan substitusi pengganti atau reproduksi,
cenderung menghasilkan Nilai Pasar.
Pendekatan penilaian properti secara umum meliputi 3 (tiga) pendekatan :
1) Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
2) Pendekatan Biaya (Cost Approach)
3) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

I-13
Ad. 1. Pendekatan Data Pasar. Pendekatan ini mempertimbangkan penjualan dari
properti sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait, serta
menghasilkan estimasi nilai melalui proses perbandingan. Pada umumnya,
properti yang dinilai (obyek penilaian) dibandingkan dengan transaksi properti
yang sebanding, baik yang telah terjadi maupun properti yang masih dalam
tahap penawaran penjualan dari suatu proses jual beli.

Ad 2. Pendekatan Biaya. Pendekatan ini mempertimbangkan kemungkinan bahwa,


sebagai substitusi dari pembelian suatu properti, seseorang dapat membuat
properti yang lain baik berupa replika dari properti asli atau substitusinya yang
memberikan kegunaan yang sebanding. Dalam konteks real estat, seseorang
biasanya dianggap tidak wajar untuk membeli suatu properti lebih daripada
biaya untuk membeli tanah yang sebanding dan membuat suatu
pengembangan alternatif, kecuali akan melibatkan jangka waktu yang lebih
panjang, ketidaknyamanan dan risiko yang lebih tinggi. Dalam prakteknya,
pendekatan ini juga melibatkan estimasi depresiasi untuk properti yang lebih
tua dan/atau memiliki keusangan fungsional dimana estimasi biaya baru
secara tidak wajar melampaui harga yang mungkin dibayarkan untuk properti
yang dinilai.

Ad 3. Pendekatan Pendapatan. Pendekatan ini mempertimbangkan pendapatan dan


biaya yang berhubungan dengan properti yang dinilai dan mengestimasikan
nilai melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi menghubungkan pendapatan
(biasanya merupakan pendapatan bersih) dengan suatu definisi jenis nilai
melalui konversi pendapatan menjadi estimasi nilai. Proses ini mungkin
menggunakan kapitalisasi langsung (dikenal dengan tingkat kapitalisasi), yield
atau tingkat diskonto (menggambarkan tingkat pengembalian investasi), atau
keduanya. Pada umumnya, prinsip substitusi mengandung pengertian bahwa
arus pendapatan yang menghasilkan tingkat pengembalian tertinggi adalah
sebanding dengan tingkat risiko yang diambil dan akan menghasilkan nilai
yang paling mungkin terjadi.

Pada penilaian properti yang akan memberikan opini nilai selain nilai pasar, pendekatan
atau metode yang dipakai memiliki prinsip yang sama dengan pendekatan di atas.
Namun dalam pengaplikasiannya sangat tergantung kepada tujuan dan sifat dari
properti yang tidak menggambarkan Nilai Pasar berdasarkan definisi yang benar.

I-14
Contohnya, pada penilaian terhadap aset/properti khusus, disebabkan adanya
keterbatasan data pasar maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kalkulasi
biaya dengan metode Biaya Penggantian Terdepresiasi/BPT atau sering dikenal
dengan DRC (Depreciated Replacement Cost).

Biaya Penggantiaan Terdepresiasi (BPT) adalah biaya reproduksi atau penggantian


kembali aset saat ini dikurangi kerusakan fisik dan semua bentuk keusangan dan
optimisasi yang relevan. Pendekatan sering digunakan untuk tujuan pelaporan
keuangan.

Pendekatan Penilaian dalam konteks tujuan dan klasifikasi/kategori asset memiliki


hubungan yang signifikan. Pada tabel berikut ini terlihat bahwa aset operasional maupun
asset non operasional pada asset-aset pemerintah sering berkategori aset khusus dan
ada juga aset bukan khusus.

Gambar 1.5 Pendekatan Penilaian

Matriks hubungan antara kategori asset, tujuan dan basis penilaian di lingkungan DJKN
dapat dilihat sebagai berikut :

I-15
Tabel 1.2 Matriks Hubungan antara Kategori Asset, Tujuan dan Basis Penilaian di Lingkungan DJKN

Tabel di atas menunjukkan bahwa untuk basis nilai selain nilai pasar atas properti
khusus, pendekatan yang dapat digunakan adalah Pendekatan Pendapatan atau BPT
(DRC). Berbeda dengan Nilai Pasar, semua pendekatan seharusnya dapat digunakan.
Sepanjang data, metode dan kategori aset mendukung pendekatan tersebut dilakukan,
maka pendekatan data pasar dan pendekatan biaya dapat dipergunakan dalam
penilaian properti khusus.

Berdasarkan SPI, aset/properti khusus dan aset/properti bukan khusus adalah :


1) Properti Bukan Khusus (Non-Specialised Properties) : adalah properti yang tidak
termasuk dalam definisi Properti Khusus. Oleh karena itu, aset tersebut tersedia
dengan permintaan yang umum, dengan atau tanpa penyesuaian, dan yang
biasanya dibeli, dijual atau disewakan pada pasar terbuka untuk penggunaan yang
ada atau yang serupa, baik dalam kondisi kosong untuk penggunaan tertentu,
maupun (apabila disewakan atau kosong) sebagai tujuan investasi atau tujuan
pengembangan. Properti hunian, pertokoan, perkantoran, bangunan industri atau
gudang standar, perumahan yang dimiliki Pemerintah dan disewakan untuk umum,
pompa bensin, dan banyak lainnya umumnya dikategorikan sebagai Properti Bukan
Khusus.
2) Properti Khusus (Specialised Properties) : Properti Khusus adalah properti yang
jarang, jikapun pernah, dijual di pasar kecuali sebagai bagian dari kegiatan usaha

I-16
atau badan usaha dimana properti tersebut merupakan bagian darinya, dikarenakan
keunikan yang berasal dari sifat dan disain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi atau
hal lainnya. Proses penilaian menjadi lebih rumit jika data pembanding terbatas atau
bahkan tidak ada sama sekali. Meski demikian, penilai sebaiknya menjelaskan
data/alasan dari pasar yang mendukung kesimpulan nilai yang diambilnya. Contoh
properti khusus seperti, kilang minyak, pembangkit tenaga listrik, dermaga,
bendungan air, jembatan, sekolah, lintasan kereta api dan fasilitas sosial dan
fasilitas umum lainnya.

Gambar 1.6 Kategori Properti

Pada bagan di bawah ini terlihat proses dan prosedur penggunaan pendekatan atau
metode penilaian dengan memperhatikan kebutuhan data pasar dan kualifikasi properti
apakah properti termasuk properti menghasilkan pendapatan atau tidak.

I-17
Gambar 1.7 Proses Dan Prosedur Penggunaan Pendekatan Atau Metode Penilaian Dengan
Memperhatikan Kebutuhan Data Pasar Dan Kualifikasi Properti

Prosedur pada bagan di atas dapat diterapkan secara khusus untuk tujuan laporan
keuangan dan pemahaman ini merupakan interprestasi dari pemahaman standar
akuntansi seperti yang dimaksud oleh IVS dan SPI.

1.9. HUBUNGAN PROSEDUR PENILAIAN TERHADAP PENGELOLAAN ASET


NEGARA

Pada tahapan awal proses penilaian dikenal proses identifikasi masalah (problem
identification). Pada proses ini seorang penilai seharusnya dapat mengidentifikasi
beberapa item permasalahan yang terkait dalam pekerjaan penilaian seperti
mengidentifikasi : tujuan penilaian, jenis properti, definisi nilai, hak properti, tanggal dan
asumsi-asumsi yang akan digunakan. Melihat permasalahan itu, suatu aset atau properti
yang akan dinilai setidaknya harus didukung informasi bagaimana selama ini aset
tersebut dikelola diantaranya dapat dilihat dari aspek legalitas dan asepek fisik.

Pada pengelolaan aset/kekayaan Negara, terdapat tiga alasan yang dapat dianggap
relevan terhadap prosedur penilaian yang hendak dibangun. Ketiga hal tersebut
diantaranya :
1) Identifikasi hak properti
2) Identifikasi peruntukan dan penggunaan properti dan
3) Identifikasi atas kategori properti sesuai fungsinya

I-18
Ad 1. Identifikasi hak properti dapat dilihat dari hak penguasaan/kepemilikan formal
atas properti, bila properti dalam keadaan bermasalah sampai sejauh mana
properti tersebut dapat diidentifikasi kepemilikannya secara sah. Selain itu dapat
juga dilihat keberadaan izin bangunan dan izin penggunaan atas properti

Ad 2. Identifikasi peruntukan dan penggunaan properti perlu dilihat kepada hal-hal


terkait dengan peraturan tata kota seperti zona, KDB, KLB dan tinggi bangunan

Ad 3. Identifikasi atas kategori properti sesuai fungsinya dapat dilihat dari fungsi
properti atau bangunan yang ada saat itu apa bersifat khusus atau tidak. Fungsi
tersebut dapat juga disebabkan karena hal-hal yang terkait dengan sejarah dan
fungsi sosial lainnya.

Prosedur yang dapat diterapkan dengan menggunakan ketiga alasan di atas akan
memberikan output basis nilai dan metode penilaian yang cocok untuk digunakan. Pada
matriks di bawah ini dapat dilihat beberapa penggolongan aset yang dikaitkan dengan
keberadaan legalitas bermasalah atau tidak, penggunaan aset terbatas atau tidak
(HBU) dan kategori aset apakah termasuk aset khusus atau tidak.

Tabel 1.3 Real Properti Yang Dikaitkan Dengan Keberadaan Legalitas, Penggunaan Aset dan Kategori
Aset

I-19
Tabel 1.4 Personal Properti Yang Dikaitkan Dengan Keberadaan Legalitas, Penggunaan Aset dan
Kategori Aset

Gambar 1.8 Penggolongan Aset Yang Dikaitkan Dengan Keberadaan Legalitas, Penggunaan Aset
dan Kategori Aset

I-20
BAB II

PROSEDUR DAN PROSES PENILAIAN

Proses penilaian terdiri atas beberapa bagian seperti tercantum dalam bagan berikut :
Gambar 2.1 Proses Penilaian

IDENTIFIKASI MASALAH

Identifikasi Identifikasi Maksud Basis Tanggal Ruang Batasan


Fisik Hak atas & Tujuan Nilai Penilaian Lingkup dan
Properti Properti Penilaian Penilaian Asumsi

ANALISIS AWAL, SELEKSI DAN PENGUMPULAN DATA

UMUM KHUSUS KOMPETISI


(Wilayah, kota, dan (Properti dan Data PENAWARAN &
lingkungan) Pembanding) PERMINTAAN
(Pasar dari Properti)
SOSIAL BIAYA & DEPRESIASI
EKONOMI PENDAPATAN & BIAYA PERSEDIAAN &
PEMERINTAHAN TINGKAT KAPITALISASI KOMPETISI PROPERTI
LINGKUNGAN SEJARAH KEPEMILIKAN PENJUALAN
PENGGUNAAN PROPERTI PENAWARAN
STUDI PERMINTAAN
TINGKAT ABSORPSI

PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK


Tanah dalam kondisi kosong (as though vacant)
Tanah dalam kondisi terbangun

Penjelasan penggunaan, Waktu, dan Pelaku Pasar.

TAKSIRAN HARGA TANAH

PENGGUNAAN PENDEKATAN PENILAIAN

PENDEKATAN DATA PENDEKATAN PENDEKATAN BIAYA


PASAR PENDAPATAN

REKONSILIASI & ESTIMASI NILAI AKHIR

PEMBUATAN LAPORAN

II-1
2.1. IDENTIFIKASI MASALAH

Langkah awal yang dilakukan dalam proses penilaian yaitu identifikasi masalah. Proses
ini sangat penting karena substansi dari penilaian itu sendiri diterjemahkan dalam
proses ini, sehingga nilai yang nantinya dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan, dan
tidak menyesatkan.

Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi masalah:


1) Identifikasi properti
Kegiatan identifikasi terhadap properti meliputi:
a) Lokasi obyek penilaian
b) Daftar & jenis properti yang dinilai
c) Industri terkait dengan obyek penilaian
2) Identifikasi hak atas properti/Hak kepemilikan properti
Dalam mengidentifikasi hak atas properti, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a) Nama & alamat pemberi tugas
b) Identitas kepemilikan properti dari obyek yang dinilai
c) Jika berbeda dengan identitas pemberi tugas, maka harus diuraikan kaitan
diantaranya beserta perjanjian/kesepakatan yang ada
d) Surat bukti kepemilikan tanah dan ijin pembangunan yang dimiliki, yaitu:
i) Dokumen pembebasan tanah
ii) Sertifikat Pemilikan tanah
iii) IMB & IPB
iv) Dokumen lain yang terkait
3) Manfaat/tujuan penilaian
Beberapa manfaat/tujuan penilaian adalah sebagai berikut:
a) Penilaian untuk laporan keuangan
b) Penilaian untuk kepentingan publik
c) Penilaian untuk jaminan/agunan
d) Penilaian untuk kepentingan individu
4) Penentuan basis nilai
Penentuan Basis Nilai terkait erat dengan jenis dari properti yang dinilai dan tujuan
penilaian. Prosedur dalam menentukan basis nilai dapat dilihat pada Bab I.
5) Tanggal penilaian
Tanggal penilaian diperlukan untuk menentukan kapan nilai yang dihasilkan berlaku.
Tanggal tersebut tidak boleh ditetapkan setelah tanggal inspeksi dilakukan, tetapi

II-2
boleh ditetapkan sebelumnya. Tanggal penilaian sangat penting untuk menghindari
klaim di kemudian hari atas kerugian penggunaan laporan.
6) Ruang lingkup penilaian
Sebelum melakukan penilaian, perlu pembatasan mengenai ruang lingkup dari
penilaian yang dilakukan menunjuk pada tipe atau jenis aset apa saja yang dinilai,
sesuai dengan yang tercantum dalam surat penugasan.
7) Batasan dan Asumsi
Penentuan batasan dan asumsi penting dilakukan karena adanya keterbatasan
properti dan data dari obyek penilaian.

2.2. PROSES PENGUMPULAN DATA

Di dalam suatu proses penilaian, pengumpulan data dan analisisnya merupakan hal
yang penting karena kesimpulan akhir dari analisis penilaian mencerminkan seberapa
baik dari data-data yang ada.

Proses pengumpulan data adalah sebagai berikut:


Gambar 2.2 Proses Pengumpulan Data
IDENTIFIKASI MASALAH PROPERTI YANG AKAN DIPECAHKAN
Tentukan masalahnya untuk menentukan data yang diperlukan. Bila penilaian meliputi penentuan harga
sewa, maka data harga sewa di sekitar lokasi menjadi tujuan utama data yang harus dikumpulkan.

PENGUMPULAN DATA YANG DIPERLUKAN


Bila menilai suatu property di lingkungan perumahan, maka data jual/penawaran properti diperlukan.

MENGANALISIS DATA
Data dianalisis sesuai dengan sifat properti, kondisi data yang diperoleh, kondisi transaksi yang terjadi, dan
kondisi pasar properti.

MENGKLASIFIKASI DATA
Data diklasifikasi sesuai dengan klasifikasi/golongannya. Klasifikasi ini diperlukan agar perhitungan dengan
metode-metode penilaian dapat menghasilkan nilai yang akurat.

MENYAJIKAN DATA
Data properti, misal yang terdiri atas tanah dan bangunan, disajikan dalam bentuk formulir data tanah dan
formulir data bangunan.

II-3
Syarat-syarat data yang baik adalah:
1) Obyektif
2) Dapat mewakili kondisi properti yang dinilai
3) Kesalahan baku dari data harus kecil
4) Up to date, atau sesuai dengan kondisi saat penilaian
5) Relevan, maksudnya, data yang dikumpulkan berhubungan dengan properti yang
dinilai

Pada umumnya, data yang diperlukan dalam suatu penilaian terdiri atas ;
1) Data umum
2) Data khusus
3) Data penawaran (supply) & permintaan (demand)

Lingkup data-data tersebut dan sumber-sumbernya dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Lingkup Data yang Diperlukan


Jenis Data Lingkup Sumber Data
Data Umum ƒ Tren ekonomi ƒ Data sensus (publikasi
ƒ Data kependudukan pemerintah)
ƒ Peraturan pemerintah ƒ Surat kabar/majalah
ƒ Tren aktivitas bangunan ƒ Asosiasi perdagangan
ƒ Biaya Bangunan ƒ Badan penelitian swasta
ƒ Pajak-pajak
ƒ Pendanaan

Data Khusus ƒ Karakteristik properti yang dinilai ƒ Catatan publik


ƒ Data properti jual dan sewa yang ƒ Quantity Surveyor (untuk
sebanding estimasi biaya)
ƒ Karakteristik pasar di sekitar lokasi ƒ Partisipan pasar
- Agen properti
- Pemberi pinjaman
- Kontraktor/developer
- Pemilik/penyewa
- Badan keuangan
- Perencana
- Dll
Data ƒ Permintaan ƒ Interview
Penawaran − Permintaan properti terdahulu - Pemilik properti
(supply) & (historical data) - Manajer properti
Permintaan − Permintaan properti saat ini - Agen properti
(demand) − Perkiraan permintaan properti di - Developer
masa yang akan datang - Perencana kota
ƒ Penawaran ƒ Perusahaan Properti Riset
- Properti yang sudah dijual
- Properti yang sedang ditawarkan
di pasar
- Properti yang akan masuk ke
pasar

II-4
Data umum yang dikumpulkan terdiri dari informasi-informasi mengenai pengaruh nilai
yang dihasilkan dari pengaruh sosial, ekonomi, pemerintah dan lingkungan, yang
berasal dari luar properti yang dinilai.

Data khusus merupakan detail dari properti yang dinilai, penyewaan dan penjualan
properti sebanding, dan karakteristik pasar lokal yang terkait. Dalam penilaian, data ini
digunakan untuk menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use)
suatu properti dan untuk membuat perbandingan khusus serta analisis yang dibutuhkan
untuk menentukan nilai pasar dari properti yang dinilai. Data khusus mengenai deskripsi
tanah dan bangunan dari suatu properti membantu penilai untuk memilih data tertentu
mengenai properti sebanding yang dijual, disewa, biaya konstruksi, dan karakteristik
pasar lokal.

Data khusus yang diperlukan dalam proses penilaian biasanya didapatkan melalui
kegiatan inspeksi lapangan. Untuk mengetahui karakteristik dari properti yang dinilai,
diperlukan data berupa:
Tabel 2.2 Lingkup Data Khusus yang Diperlukan
Data lokasi & Zoning Data Tanah Data Bangunan
Lingkungan
ƒ Bangunan di ƒ Ketinggian ƒ Lokasi ƒ Luas bangunan
sekitarnya bangunan ƒ Luas ƒ Konstruksi
ƒ Highest & Best Use ƒ KDB (Koefisien ƒ Bentuk tanah bangunan
dari properti yang Dasar Bangunan) ƒ Posisi (kavling ƒ Bahan bangunan
dinilai ƒ KLB (Koefisien sudut/tusuk sate, ƒ Pelengkap
ƒ Tren bangunan dari Lantai Bangunan) dan lain-lain) bangunan
lokasi dan lingkungan ƒ Peruntukan di ƒ Topografi ƒ Desain dan
ƒ Transportasi daerah tersebut ƒ Utilitas arsitektur
ƒ Fasilitas dan utilitas ƒ Rencana perubahan ƒ Aksesibilitas (eksterior dan
yang ada di sekitar (jika ada) ƒ Jenis sertifikat interior)
lokasi ƒ Rencana pelebaran
jalan atau jalan baru

Dari data jual properti sebanding yang relevan, penilai akan mendapatkan informasi
mengenai :
1) Harga jual yang spesifik
2) Perjanjian sewa menyewa
3) Jumlah pengeluaran dan pendapatan
4) Tingkat pengembalian investasi
5) Biaya konstruksi
6) Perkiraan umur ekonomis bangunan
7) Tingkat depresiasi

II-5
Hal-hal tersebut di atas digunakan dalam perhitungan indikasi nilai properti yang dinilai.
Dengan menyaring data yang relevan dari sejumlah besar data yang tersedia, penilai
membentuk suatu persepsi atas kondisi pasar. Persepsi ini merupakan komponen
penting dalam melakukan penilaian, yang diterapkan dalam proses penilaian dan dalam
rekonsiliasi akhir indikasi nilai.

Data pasar mengenai penawaran dan permintaan dapat membantu penilai untuk
membuat perkiraan mengenai permintaan properti di masa sekarang dan yang akan
datang. Setelah melakukan inspeksi atas properti yang dinilai serta mengumpulkan data
khusus properti, penilai perlu menghitung penawaran properti yang berkompetisi dalam
pasarnya.

Untuk mengetahui profil mengenai penawaran di pasar, penilai melakukan inventarisasi


terhadap penawaran atas semua properti kompetitif yang meliputi:
1) Unit sewa
2) Properti yang telah dijual
3) Properti yang sedang ditawarkan di pasar
4) Properti yang akan masuk ke pasar

Bersamaan dengan inventaris penawaran, penilai menganalisis permintaan prospektif


untuk properti yang dinilai. Penilai tidak dapat berasumsi bahwa penggunaan saat ini
merupakan penggunaan yang akan terus ada di masa yang akan datang. Bahkan dalam
pasar yang paling stabil sekalipun, perubahan yang tidak terlihat dalam pasar atau
penggunaan suatu jenis properti dapat memberikan kerugian dan keuntungan.

2.3. ANALISIS PASAR

Penerapan analisis pasar dalam penilaian ditentukan oleh jenis pekerjaan dan masalah
spesifik yang dihadapi oleh pembuat keputusan. Merupakan hal yang tidak mungkin bila
dalam penentuan nilai pasar tidak mempertimbangkan pasokan dan permintaan pasar.
Kedalaman analisis bervariasi mulai dari yang umum sampai yang spesifik tergantung
pada:
1) Persyaratan dalam standar penilaian
2) Kebutuhan klien

II-6
3) Kondisi pasar
4) Kompleksitas properti (tipe dan luas properti)

Berdasarkan kedalaman analisis, dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:


1) Analisis tren / teknikal
Analisis teknikal adalah memperkirakan perubahan / tren / pola di masa mendatang
dengan mengkaji kinerja perilaku pasar di masa lalu. Misalnya tingkat hunian pasar
perkantoran saat ini sebesar 80%, dan berdasarkan tren 5 tahun terakhir kenaikan
mencapai 2% pertahun, maka diharapkan tahun depan tingkat hunian akan
mencapai 82%.
2) Analisis fundamental
Dalam analisis fundamental tingkat permintaan diperkirakan berdasarkan
segmentasi dari demografi dan data ekonomi yang mempengaruhi pasar properti
yang dinilai.

Secara garis besar perbedaan analisis teknikal dan fundamental dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:

Tabel 2.3 Perbedaan Analisis Teknikal dan Fundamental


Analisis Teknikal Analisis Fundamental
Tingkat A B C D
Memperkirakan karakteristik properti Mengkuantifikasikan karakteristik properti
Memperkirakan penentuan penggunaan dan Analisis kuantitatif dari penentuan faktor
tingkat marketabilitas dengan analisis secara lokasi dan tingkat marketabilitas dengan
makro analisis makro dan mikro
Memperkirakan permintaan dari analisis ekonomi Permintaan berdasarkan analisis ekonomi
umum dari pihak lain yang orisinil
Memperkirakan permintaan berdasarkan Memperkirakan permintaan berdasarkan data
pembanding yang dipilih demografi dan segmen pasar subyek
Memperkirakan pasokan berdasarkan Mengkuantifikasikan pasokan dengan
pembanding yang dipilih mengumpulkan pesaing saat ini dan yang
akan datang
Memperkirakan kesimpulan titik Mengkuantifikasikan titik keseimbangan dari:
keseimbangan/HBU /cakupan pasar ƒ HBU – rencana pengembangan
ƒ Waktu – mengkuantifikasi prediksi
cakupan pasar
Penekanan pada: Penekanan pada:
• Naluri pengetahuan • Data yang dapat dikuantifikasikan
• Data historikal • Proyeksi
• Pertimbangan • Pertimbangan
Tingkat A: umum dan deskriptif, tidak spesifik
Tingkat B: menggunakan data pasar sekitar berdasarkan kelas properti secara umum
Tingkat C: penggunaan secara ekstensif data primer, proyeksi menggunakan indikator ekonomi makro
Tingkat D: sangat detil

II-7
2.3.1. Tingkat Analisis Pasar Dalam Penilaian

Tabel 2.4 Tingkat Analisis Pasar Dalam Penilaian


Pekerjaan Tingkat Analisis
A B C D
LOKASI
Deskrispsi umum – kota dan lingkungan X X X X
Analisis spesifik jaringan jalan X X X
Analisis spesifik faktor penentu perkembangan kota X X X
Detil rating lokasi kompetitif X X
Detil analisis kemungkinan penggunaan tanah X
ANALISIS PERMINTAAN
Data umum aktivitas jual/sewa X X X X
Tren perkembangan kota secara umum X X X X
Analisis penyerapan pasar secara umum dari data sekunder X X X
Proyeksi permintaan berdasarkan proyeksi spesifik penduduk, tenaga kerja X X
dan penghasilan
Proyeksi permintaan untuk segmen pasar subyek X X
Survei langsung perilaku target pasar X
ANALISIS PASOKAN KOMPETITIF
Tingkat kekosongan pembanding X X X
Tingkat kekosongan dari data sekunder - survei pasar secara umum X X
Riset lapangan terhadap semua properti pesaing X X
Riset terhadap rencana pasokan baru – inspeksi lapangan, analisis ijin X X
mendirikan bangunan, identifikasi tanah yang potensial
Detil rating fasilitas pesaing X X
Wawancara langsung dengan pengembang X
KESIMPULAN PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK DAN
MARKETABILITAS ATAU PEMILIHAN WAKTU
Tanah kosong
Kemungkinan peruntukan dan pemilihan waktu, tetapi berupa jadwal spesifik X
pengembangan
Rencana penggunaan tanah secara umum
* Penggunaan yang mungkin berdasarkan analisis saat ini X
* Pemilihan waktu berdasarkan data sekunder X X X
Rencana penggunaan tanah secara spesifik
* Penggunaan yang mungkin berdasarkan analisis saat ini X X X
* Gambar rencana tapak X X
* Pemilihan waktu berdasarkan permintaan marginal dan analisis rating X X
pesaing
* Estimasi biaya pengembangan X
* Analisis pengaruh nilai terhadao alternatif pemasaran / strategi X
pengembangan
Properti yang telah dibangun
Pertimbangan umum X
Proyeksi pendapatan bersih berdasarkan kinerja pembanding X X X X
Penggunaan, pemilihan waktu, proyeksi pendapatan bersih berdasarkan X X X
analisis data sekunder
Tingkat cakupan/ proyeksi pendapatan bersih berdasarkan permintaan X X
marginal segmen pasar dan rating pesaing
Analisis risiko dari proyeksi pendapatan bersih X
Analisis pengaruh nilai dari alternatif pemasaran/strategi pengembangan X
Sumber: Market Analysis for Real Estate- Appraisal Institute,2005

II-8
2.4. ANALISIS PENGGUNAAN TERTINGGI DAN TERBAIK

Penggunaan tertinggi dan terbaik (Highest and Best Use –“HBU”) dapat didefinisikan
sebagai penggunaan yang paling layak dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik
dimungkinkan, dapat dibenarkan secara wajar, secara hukum sah, secara finansial layak
dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.

Secara fundamental, konsep HBU melekat pada tanah saja karena nilai dari bangunan
di atasnya dapat dinilai dari seberapa besar kontribusinya terhadap nilai properti yang
pada prinsipnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu
dan lainnya.

Dalam kondisi pasar yang secara ekstrim bergejolak dan adanya ketidakseimbangan
yang sangat parah antara penawaran dan permintaan, HBU mungkin ditunda untuk
penggunaan di masa depan. Dalam situasi lainnya, dimana beberapa jenis potensi HBU
dapat diidentifikasikan, penilai harus mempertimbangkan penggunaan alternatif tersebut
serta pendapatan dan biaya yang diantisipasi di masa depan. Apabila penggunaan
tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan, HBU saat ini dapat bersifat
sementara (KPUP 6.6)

Konsep HBU menempatkan diri pada basis ekonomi yang dapat digunakan pada
penentuan empat unsur dalam terjadinya ‘N i l a i’ meliputi:

Gambar 2.3 Konsep HBU

Utility
Apakah produk real estat dari subyek?
Kegunaan

Desire Adakah permintaan atas produk real estat


Keinginan tersebut?

Scarcity Sampai sejauh mana subyek telah kompetitif


Kelangkaan (bersaing)?

Effective Purchasing Apakah secara finansial penggunaan subyek telah


Power memberikan hasil yg memadai?

II-9
2.4.1 Proses Analisis HBU
Gambar 2.4 Proses Analisis HBU

ANALISIS PRODUKTIFITAS
Langkah 1 Penggunaan apa yang memungkinkan atas properti dilihat dari faktor fisik, legal
dan atribut lokasi

GAMBARAN PASAR
Langkah 2 Tipikal penggunaan properti atau alternatif penggunaan yang akan dilakukan
pembeli potensial

ANALISIS PERMINTAAN
Langkah 3 Apa yang dibutuhkan dari alternatif penggunaan yang dibangun? (permintaan
pasar untuk masing-masing penggunaan)

ANALISIS PENAWARAN
Langkah 4 Apakah ada kompetitor dari masing-masing penggunaan? sampai sebesar
besar tingkat kompetisinya?

ANALISIS KESEIMBANGAN PASAR


Langkah 5 Kapan konstruksi baru akan dimulai untuk masing-masing alternatif
penggunaan?

ANALISIS CAKUPAN
Langkah 6 Berapa besar cakupan pasar untuk setiap alternatif penggunaan?

ANALISIS FINANSIAL
Langkah 7 Alternatif penggunaan mana yang memiliki manfaat tertinggi secara ekonomi?

Langkah 1-6 merupakan penentuan HBU berdasarkan analisis pasar sedangkan


langkah 7 merupakan proses lanjutan berupa analisis finansial. Analisis produktifitas
menghasilkan alternatif-alternatif yang dipertimbangkan dan selanjutnya alternatif yang
tidak produktif / kompetitif dapat dieliminasi.

Meskipun 6 langkah proses tersebut belum memberikan hasil akhir dari analisis HBU,
namun analisis tersebut menghasilkan data yang dibutuhkan dalam analisis kelayakan
finansial yang merupakan perhitungan matematis atas beberapa alternatif penggunaan.

II-10
Gambar 2.5 Proses Analisis dan Tes HBU

6 Langkah Proses & 4 Tes dalam Analisis HBU

Tinjauan Ekonomi dan Cakupan Alternatif Penggunaan

Analisis Pasar 4 Tes


ƒ Produktifitas Properti
- Atribut fisik ƒ Secara fisik memungkinkan
- Atribut legalitas ƒ Secara legal diijinkan
- Atribut Lokasi ƒ Secara finansial layak
ƒ Permintaan dan Penawaran ƒ Produktif secara maksimal
ƒ Cakupan Subyek

Analisis Finansial

Kesimpulan
ƒ Penggunaan
ƒ Waktu
ƒ Partisipasi pasar
- Penggunaan ruang
- Pembeli yang paling mungkin

2.4.2. Faktor Yang Dianalisis

Tabel 2.5 Faktor Yang Dianalisis


Analisis Legalitas Analisis Fisik
ƒ Batasan pengembangan dari tata kota ƒ Ukuran
ƒ Dokumen kepemilikan ƒ Bentuk
ƒ Perjanjian sewa tanah (jika ada) ƒ Kemiringan
ƒ Aksesibilitas
ƒ Risiko bencana alam seperti banjir &
gempa
ƒ Lebar muka dan panjang kebelakang
ƒ Kapasitas dan keberadaan transportasi
umum
ƒ Infrastruktur di sekitar properti
Analisis Pasar Analisis Finansial
ƒ Permintaan ƒ Pendapatan
ƒ Penawaran ƒ Pengeluaran
ƒ Keseimbangan pasar ƒ Biaya investasi
ƒ Faktor risiko/tingkat diskonto

II-11
2.4.3. Tipe Analisis
Konsep HBU merupakan hal yang fundamental dari perkiraan Nilai Pasar (KPUP 6.7).
Untuk mengestimasi Nilai Pasar, seorang Penilai harus terlebih dahulu menentukan
HBU dimana HBU tersebut merupakan kelanjutan dari penggunaan yang ada (as
improved) atau alternatif penggunaan lain (as though vacant).

HBU as though vacant

Apakah sebaiknya tanah dibangun atau dibiarkan kosong?


Pembangunan seperti apa yang sebaiknya dilakukan ?

Dalam melakukan penilaian terhadap tanah kosong terlebih dahulu harus ditentukan
HBU-nya sehingga dapat mencari pembanding yang mempunyai HBU yang sama.
Penentuan HBU dilakukan dengan menganalisis beberapa alternatif pengembangan di
subyek properti sehingga didapatkan penggunaan yang paling optimal. Berikut contoh
nilai tanah kosong dengan beberapa alternatif pengembangan.

Gambar 2.6 Contoh Nilai Tanah Kosong Dengan Berbagai Alternatif Pengembangan
Nilai Tanah/m2

8,000

6,000
Rp/m2

4,000

2,000

0
Hotel
Parkir

Apartemen
Rumah

Kantor
Ritel
tinggal

Campuran
Bangunan

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa pengembangan sebagai sarana parkir
akan menghasilkan nilai terendah, sebaliknya bila dikembangkan sebagai bangunan
campuran (mixed-use development) akan menghasilkan nilai tanah tertinggi, namun
demikian tipe pengembangan juga harus melihat penawaran dan permintaan pasar.
Analisis HBU menentukan penggunaan yang paling optimal dari tanah sehingga
menghasilkan nilai tertinggi.

II-12
HBU as improved

Apakah bangunan saat ini tetap dibiarkan atau sebaiknya dikonversi menjadi
bangunan lain yang lebih bernilai?

Meskipun pengembangan saat ini telah memenuhi HBU, namun perlu dikaji
pengembangan yang ideal atas tanah tersebut dalam kondisi kosong. Perbedaan nilai
antara pengembangan kondisi saat ini dengan pengembangan ideal merupakan faktor
yang mempengaruhi depresiasi bangunan.

Gambar 2.7 HBU as Improved

Nilai Pasar dengan


bangunan saat ini

Nilai Pasar dengan


pengembangan ideal

2.5. TAKSIRAN HARGA TANAH

Lihat Bab V tentang metode penilaian tanah.

2.6. PENGGUNAAN PENDEKATAN PENILAIAN

Lihat Bab IV tentang pendekatan penilaian.

II-13
2.7. REKONSILIASI DAN ESTIMASI NILAI AKHIR

Rekonsiliasi dapat berupa satu angka indikasi nilai maupun rentang nilai. Rentang nilai
hanya dapat digunakan dalam kondisi pasar yang tidak stabil (volatile market) . Dalam
proses rekonsiliasi ini perlu mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan dari masing –
masing indikasi nilai, kesesuaian dan keakuratan data serta teknik analisis yang
digunakan.

2.8. PELAPORAN

Yang dimaksud dengan laporan penilaian yaitu suatu dokumen yang mencantumkan
instruksi penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan
opini nilai.

Sesuai SPI 3 Pelaporan Penilaian, laporan penilaian seharusnya:


1) Menyusun kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta tidak
menimbulkan kesalahpahaman
2) Mengidentifikasi Pemberi Tugas, maksud dan tujuan penilaian, tanggal-tanggal yang
relevan dengan penilaian:
a. Tanggal penilaian;
b. Tanggal laporan penilaian;
c. Tanggal inspeksi lapangan.
3) Menentukan dasar penilaian, termasuk jenis dan definisi nilai:
Nilai Pasar dan Selain Nilai Pasar akan dilaporkan secara terpisah dalam hal
beberapa komponen properti dalam penilaian dinilai pada dasar Selain Nilai Pasar.
4) Mengidentifikasi dan menjelaskan:
a. Hak kepemilikan atau kepentingan properti yang dinilai;
b. Karakteristik fisik dan legal properti;
c. Golongan properti lain yang dinilai selain kategori properti yang utama.
5) Menjelaskan ruang lingkup penugasan penilaian;
6) Menyatakan semua asumsi dan kondisi pembatas yang mendasari kesimpulan nilai ;
7) Mengidentifikasikan asumsi khusus dan menentukan kemungkinan kondisi tersebut
akan terjadi;

II-14
8) Memuat deskripsi informasi dan data yang diperiksa, analisis pasar yang
dilaksanakan, pendekatan dan prosedur penilaian yang diterapkan, dan alasan yang
mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan;
9) Memuat pernyataan yang secara khusus melarang publikasi dari laporan secara
keseluruhan atau sebagian, atau referensi didalamnya, atau opini nilai, atau nama
dan afiliasi profesional dari penilai, tanpa persetujuan tertulis dari penilai;
10) Memuat Pernyataan Penilai (Compliance Statement) dimana penilaian telah
dilakukan sesuai dengan SPI, mengungkapkan beberapa penyimpangan dari
persyaratan khusus SPI dan memberikan
11) Mencantumkan nama, kualifikasi profesional, dan tanda tangan Penilai

II-15
BAB III

KERANGKA HUKUM DARI PROPERTI DAN


KEKAYAAN NEGARA DI INDONESIA

3.1. PENDAHULUAN

Atas dasar ketentuan dalam UUD ’45 Pasal 33 ayat 3, bumi, air, dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (UUPA No. 5/1960 pasal 2
ayat 1).

Ruang Lingkup Kekayaan Negara meliputi:


1) Kekayaan yang Dimiliki Pemerintah (Domain Privat)
Pengelolaan kekayaan negara yang dimiliki Pemerintah bersumber pada pasal 23
UUD 1945, dan selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara beserta peraturan pelaksanaannya, dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait.
Kekayaan Negara yang dimiliki pemerintah dikategorikan 2 kelompok, yaitu:
a) Kekayaan yang tidak dipisahkan
Kekayaan yang tidak dipisahkan selanjutnya disebut Barang Milik
Negara/Daerah (BMN/D), terdiri dari:
i) Barang yang diperoleh/dibeli atas beban APBN/APBD
ii) Barang yang berasal dari perolehan lain yang sah meliputi
• Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis
• Diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak
• Diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang
• Diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap

III-1
b) Kekayaan yang dipisahkan
Kekayaan yang dipisahkan, yang selanjutnya disebut Investasi Pemerintah terdiri
dari:
i) Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
ii) Perseroan Terbatas lainnya
iii) Badan Hukum Milik Pemerintah lainnya
2) Kekayaan yang Dikuasai Pemerintah (Domain Publik)
Kekayaan yang dikuasai Pemerintah bersumber pada pasal 33 UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pengaturan mengenai pengelolaan kekayaan yang dikuasai Negara selama
ini diatur secara terpisah-pisah dalam bentuk undang-undang yang mengatur
sumber daya agraria dan sumber daya alam beserta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 Pasal 1 ayat
2, seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional. Selanjutnya, dijelaskan mengenai pengertian bumi yaitu selain
permukaan bumi termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di
bawah air. Sedangkan yang dimaksud air termasuk baik perairan pedalaman
maupun laut wilayah Indonesia, dan yang dimaksud ruang angkasa yaitu ruang di
atas bumi dan air.

3.2. JENIS-JENIS HAK TERKAIT KEPEMILIKAN PROPERTI

Atas dasar hak menguasai dari Negara, ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-
orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan
hukum.

Berdasarkan UUPA No. 5/1960 pasal 16, hak-hak atas tanah meliputi:
1) Hak Milik
2) Hak Guna Usaha
3) Hak Guna Bangunan

III-2
4) Hak Pakai
5) Hak Sewa
6) Hak Membuka Tanah dan memungut hasil hutan
7) Hak-hak lainnya yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara

Selain hak berdasarkan UUPA No. 5/1960 pasal 16 tersebut, hak atas tanah di
Indonesia dikenal pula Hak Pengelolaan dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
(HMASRS).

Penjelasan dari masing-masing hak-hak tersebut adalah:

3.2.1. Hak Milik


Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atau badan hukum atas tanah.

Ketentuan atas hak milik yaitu:


1) Hak tersebut memiliki fungsi sosial
2) Dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
3) Dapat dihapuskan apabila digunakan untuk kepentingan umum dengan ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang
4) Hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI)
5) Badan-badan hukum dapat mempunyai hak milik yang ditetapkan oleh Pemerintah
dengan syarat-syarat tertentu
6) Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan
7) Pemindahan hak milik dapat melalui jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan wasiat, pemberian menurut adat, dan perbuatan-perbuatan lain

Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah dengan pembatasan
sesuai Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 (Pasal 1) adalah:
1) Bank-bank yang didirikan oleh Negara (yang selanjutnya disebut Bank Negara)
2) Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas
Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran Negara tahun 1958 No. 139)
3) Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah
mendengar Menteri Agama

III-3
4) Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah
mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial

Ketentuan mengenai hak kepemilikan tanah oleh Bank Negara yaitu :


1) Digunakan untuk tempat bangunan-bangunan yang diperlukan guna menunaikan
tugasnya serta untuk perumahan bagi pegawai-pegawainya
2) Tanah yang berasal dari pembelian dalam pelelangan umum sebagai eksekusi dari
hak bank yang bersangkutan, dengan ketentuan, bahwa jika Bank sendiri tidak
memerlukannya untuk keperluan pada point a, di dalam waktu satu tahun sejak
diperolehnya, tanah itu harus dialihkan kepada pihak lain yang dapat mempunyai
hak milik. Untuk dapat tetap mempunyai tanahnya guna keperluan pada point a,
diperlukan ijin Menteri Pertanian/Agraria. Jangka waktu satu tahun di atas, jika perlu
atas permintaan Bank yang bersangkutan dapat diperpanjang oleh Menteri
Pertanian/Agraria atau pejabat lain yang ditunjuknya.
Perkumpulan Koperasi dapat mempunyai hak milik atas tanah pertanian yang
luasnya tidak lebih dari batas maksimum sebagai ditetapkan dalam Undang-Undang
No. 56 Prp. Tahun 1960, sedangkan Badan-badan keagamaan dan sosial dapat
mempunyai hak milik atas tanah yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan yang
langsung berhubungan dengan usaha keagamaan dan sosial.
Hak Milik ini merupakan jenis hak atas tanah yang berdasarkan hukum Indonesia
paling mendekati dengan jenis hak atas tanah yang dikenal secara internasional
dengan konsep “freehold”.

3.2.2. Hak Guna Usaha


Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara.

Ketentuan mengenai HGU tersebut adalah:


1) Diperuntukkan bagi perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
2) Luas paling sedikit adalah 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar
atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang
baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
3) Dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
4) Diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun, namun dapat diberikan paling
lama 35 tahun untuk perusahaan – perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama,
dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.

III-4
5) Dapat dimiliki oleh WNI maupun badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
6) Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

3.2.3. Hak Guna Bangunan


Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.

Ketentuan mengenai HGB tersebut adalah:


1) Jangka waktu paling lama 30 tahun. Namun, jangka waktu tersebut dapat
diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbarui kembali
dengan mengajukan permohonan perpanjangan ke Kantor Pertanahan setempat.
2) HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
3) HGB dapat dimiliki oleh WNI maupun badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
4) HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah:


1) Tanah Negara
2) HGB atas tanah Negara dapat diperbarui dengan persyaratan tertentu.
3) Tanah dengan status hak milik, karena perjanjian yang berbentuk otentik antara
pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh HGB
tersebut.
4) Tanah Hak Pengelolaan
5) HGB atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan
pemegang HGB setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

Secara intenasional, hak guna bangunan mirip dengan konsep “leasehold” yang
merupakan hak untuk menggunakan dan menempati dalam kurun waktu dan kondisi
tertentu.

3.2.4. Hak Pakai


Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang

III-5
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA No. 5/1960.

Ketentuan mengenai Hak Pakai tersebut adalah:


1) Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan tertentu; dengan cuma-cuma, dengan pembayaran
atau pemberian jasa berupa apapun.
2) Hak pakai ini dapat dimiliki oleh:
a) WNI
b) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
c) Orang asing yang dianggap berkedudukan di Indonesia adalah orang asing yang
kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.
d) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
e) Badan asing hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
f) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
g) Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional
h) Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah
i) Badan-badan keagamaan dan sosial
3) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai oleh negara maka hak pakai hanya dapat
dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.
4) Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah:


1) Tanah Negara
2) Tanah Hak Pengelolaan
3) Tanah Hak Milik

3.2.5. Hak Sewa


Hak sewa adalah hak yang terjadi apabila seseorang atau suatu badan hukum
mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar
kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

III-6
Ketentuan mengenai pihak-pihak yang dapat menjadi pemegang Hak Sewa tersebut
adalah:
1) WNI
2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

3.2.6. Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan


Seseorang yang secara sah memiliki hak membuka tanah dan memungut hasil hutan,
tidak dengan sendirinya memperoleh hak milik atas tanah itu. Hak ini hanya dimiliki oleh
WNI dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3.2.7. Hak-hak Lainnya


yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam pasal 53 UUPA No. 5/1960. Hak-hak tersebut diberikan
oleh Negara melalui permohonan atau pemberian hak, atau diperoleh melalui jual beli
tanah, atau melalui perjanjian berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan
dengan pihak yang akan memperoleh hak baru dapat berbentuk HGB, Hak Pakai, atau
Hak Sewa di atas tanah tersebut.

3.2.8. Hak Pengelolaan


Hak Pengelolaan adalah hak mengusai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

3.2.9. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMASRS)


Selain hak-hak atas tanah tersebut di atas, dikenal pula HMASRS yang diatur dalam
Undang-undang No. 16/1985 tentang rumah susun. Menurut undang-undang tersebut,
yang dimaksud dengan rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-
bersama.

III-7
Sebagai bagian dari rumah susun dikenal satuan rumah susun yang didefinisikan
sebagai rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah
sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

Rumah susun ini hanya dapat dibangun di atas tanah dengan hak berupa :
1) Hak milik
2) Hak guna bangunan
3) Hak pakai atas tanah Negara
4) Hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

HMASRS adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Pihak-
pihak yang dapat memiliki satuan rumah susun yaitu:
1) Perseorangan
2) Badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.

Sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun, diterbitkan sertifikat hak milik
atas satuan rumah susun.

Rumah Susun dengan hak kepemilikan di atasnya berikut tanah tempat bangunan itu
berdiri dapat dibebani dengan:
1) Hak Tanggungan (jika tanahnya adalah tanah hak milik atau HGB)
2) Fidusia (jika tanahnya adalah tanah hak pakai atas tanah negara)

3.3. PERATURAN-PERATURAN TERKAIT PROPERTI DI INDONESIA

Peraturan-peraturan terkait properti di Indonesia, antara lain sebagai berikut:


1) Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
2) Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3) Undang-undang Pokok Agraria No 5. Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria
4) Undang –undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
5) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum
yang dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah
6) Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian

III-8
7) Undang-undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah
8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Pakai atas Tanah

III-9
BAB IV

PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN

Dari tahapan proses penilaian, analisis data merupakan salah satu proses yang penting
dan menjadi prosedur dalam menghasilkan nilai properti. Secara umum terdapat tiga
pendekatan penilaian yang menjadi acuan dan sering digunakan penilai dalam praktek
penilaian. Pendekatan tersebut meliputi : Pendekatan Perbandingan Data Pasar (sales
comparison/market data approach), Pendekatan Kalkulasi Biaya (cost approach) dan
Pendekatan Pendapatan (income approach). Ketiga pendekatan ini esensinya dapat
berlaku untuk penilaian sektor publik atau penilaian barang daerah. Hanya saja, secara
umum penggunaan metode atau pendekatan penilaian tersebut lebih ditentukan kepada
klasifikasi properti dan karateristik pasar yang berlaku.
1) Pendekatan Perbandingan Data Pasar (sales comparison approach),
Pendekatan ini sering juga dikenal dengan Pendekatan Data Pasar (market data
approach) merupakan pendekatan yang menggunakan data penjualan atas properti
yang sebanding maupun yang hampir sebanding dimana nilai properti didasarkan
pada suatu proses perbandingan. Umumnya, properti yang dinilai (obyek penilaian)
dibandingkan dengan transaksi properti sebanding yang telah terjadi maupun
properti yang masih dalam tahap penawaran penjualan dari suatu proses jual beli.
2) Pendekatan Kalkulasi Biaya (cost approach),
Pendekatan ini menyatakan bahwa sebagai pengganti atau substitusi dari properti
yang dibeli, seseorang dapat membangun properti lain yang merupakan tiruan
(replica) dan atau yang memiliki kegunaan yang sama. Di dalam konteks real estate,
seseorang umumnya tidak akan membayar suatu properti lebih dari pada biaya
perolehan tanah maupun bangunan yang sebanding dengannya kecuali telah lewat
batas waktu dan memiliki kesulitan serta resiko yang tinggi. Pada prakteknya,
pendekatan ini juga memperkirakan depresiasi properti tersebut dimana estimasi
pembuatan barunya biasanya di atas harga yang sepantasnya dibayar untuk properti
tersebut. Di beberapa negara, pendekatan biaya tidak begitu banyak digunakan
untuk mendapatkan nilai pasar. Akan tetapi bila data pasar tidak dapat diperoleh
karena kategori propertinya termasuk kepada properti khusus, maka pendekatan

IV-1
biaya digunakan sebagai metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated
Replacement Cost/DRC Method)
3) Pendekatan Pendapatan (income approach)
Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam
penilaian properti yang menghasilkan (income producing properti). Nilai properti
merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dihasilkan oleh properti tersebut.
Pada umumnya, prinsip penggantian menyatakan bahwa aliran pendapatan yang
menghasilkan pendapatan tertinggi akan sebanding dengan tingkat resiko, yang
semuanya mengarah kepada sebuah nilai yang paling mendekati. Mengingat konsep
dasar pendekatan ini adalah investasi jangka panjang maka faktor rate of return
akan terkait langsung. Rate of return ini harus mengakomodir unsur resiko dan yield
dari investasi properti tersebut. Ada 4 (empat) metodologi yang lazim digunakan
dalam pendekatan pendapatan, diantaranya ialah : Gross Income Multiplier (GIM),
Direct Capitalization, Discounted Cash Flow (DCF), dan Residual Technique.

4.1. PENDEKATAN PERBANDINGAN DATA PASAR (SALES COMPARISON


APPROACH)

Pendekatan Perbandingan Data Pasar merupakan pendekatan yang paling mudah


untuk dimengerti namun sangat sulit mendapatkan data pendukungnya. Dalam
pendekatan ini, opini nilai didapat dengan menganalisis properti sejenis kemudian
membandingkan dengan properti yang dinilai.

Dalam pendekatan ini, penentuan nilai properti berdasarkan perbandingan atas analisis
transaksi, penawaran dan permintaan properti sejenis yang berada di sekitar lokasi
dengan memperhatikan faktor perbandingan antara lain lokasi, jenis dokumen
kepemilikan, kondisi pembiayaan, kondisi transaksi, karakteristik fisik properti,
karakteristik ekonomi dan penggunaan.

Analisis perbandingan ini difokuskan pada persamaan dan perbedaan yang sangat
signifikan berpengaruh terhadap nilai.

IV-2
4.1.1. Hubungan Dengan Prinsip Penilaian

Antisipasi dan Merupakan prinsip dasar dalam Pendekatan Perbandingan


Perubahan Data Pasar. Nilai merupakan fungsi dari pendapatan di masa
(Anticipation & yang akan datang yang dihasilkan oleh propertI.
Change)
Pasokan dan Harga properti merupakan hasil dari negosiasi antara penjual
Permintaan dan pembeli. Dalam hal ini pembeli menggambarkan tingkat
(Supply & Demand) permintaan sedangkan penjual menggambarkan tingkat
pasokan. Dalam menganalisis besarnya tingkat penawaran,
penilai mempertimbangkan jumlah pembeli potensial
sedangkan untuk menganalisis pasokan, penilai fokus pada
properti pembanding yang belum terjual, sedang tahap
konstruksi maupun tahap perencanaan. Dengan banyaknya
pembelian properti yang dibiayai oleh pinjaman, maka aktivitas
penjualan properti juga dipengaruhi oleh pemberi pinjaman,
sehingga bila suku bunga rendah maka aktivitas pasar akan
meningkat.
Subtitusi Prinsip subtitusi membuat nilai properti dipengaruhi oleh
(Substitution) properti lain yang mempunyai kegunaan yang sama. Prinsip ini
mempunyai implikasi terhadap nilai properti yang menurun bila
tidak ada properti subtitusi di pasar.
Keseimbangan Pasar yang sempurna terjadi bila jumlah pasokan dan
(Balance) permintaan bertemu pada titik keseimbangan, namun
keseimbangan absolut ini jarang terjadi di pasar.
Perkembangan jumlah penduduk, daya beli, selera dan
preferensi konsumen selalu berubah. Pembangunan gedung
baru dan perobohan bangunan tua menyebabkan pasokan
berubah. Faktor-faktor tersebut menyebabkan perubahan
pasokan dan permintaan. Prinsip ini juga mendasari proporsi
antara tanah dan pengembangan di atasnya serta dengan
lingkungan sekitarnya. Misalnya rumah mewah seluas 300 m2
berdiri di atas tanah seluas 3.000 m2 dan terletak di lingkungan
kumuh. Kondisi properti tersebut tidak akan memberikan nilai
yang optimum karena tanahnya terlalu luas dibandingkan luas
bangunan serta lokasinya yang berada di lingkungan kumuh.

IV-3
Eksternalitas Pengaruh luar baik positif maupun negatif akan mempengaruhi
(Externality) semua tipe properti. Krisis ekonomi pada tahun 1997 - 2000
menyebabkan harga properti jatuh ke titik terendah.

4.1.2. Prosedur
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan Pendekatan Perbandingan Data Pasar:
1) Riset data (transaksi, penawaran dan permintaan )
Penilai dapat mencari data pembanding dari pemilik langsung, agen, kantor
kelurahan, notaris dan lain-lain. Batasan geografi data pembanding tergantung pada
karakter dan tipe properti yang dinilai serta ketersediaan data pembanding. Batasan
pasar tergantung pada wilayah pembali potensial. Beberapa tipe properti mempunyai
pasar regional, nasional bahkan internasional.
2) Verifikasi data
Penilai harus melakukan verifikasi terhadap informasi data pembanding untuk
mendapatkan keakuratan data serta motivasi transaksi jual-beli. Misalnya penjual
dan pembeli masih ada hubungan kekeluargaan, penjual dalam keadaan terpaksa
sehingga harga jualnya jauh lebih rendah, dll.
3) Seleksi faktor yang akan dibandingkan
Setelah data pembanding diverifikasi, analisis dimulai dengan menentukan faktor
yang mempengaruhi nilai properti. Unit yang akan dibandingkan tergantung pada
karakteristik properti, antara lain:

Tabel 4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Properti

Tipe Properti Unit yang dibandingkan


Rumah tinggal Harga rumah
2
Ruko Harga per m dari luas bangunan
Kantor Harga per unit
2
Apartemen Harga per m dari GFA
2
Pusat perbelanjaan Harga per m dari SGA
2
Harga per m dari NLA
Hotel Harga per kamar
Harga per ARR (average room rate)
Restoran,bioskop, auditorium Harga per kursi
2
Rumah sakit Harga per m dari GFA
Harga per tempat tidur
Lapangan Golf Harga per jumlah anggota
Harga per hole
Harga per hektar
Lapangan Tenis Harga per lapangan
Perkebunan Harga per hektar
2
Tanah kosong Harga per m

IV-4
4.1.3. Analisis Dan Penyesuaian Data Pembanding
Secara ideal, bila data pembanding identik sama dengan properti yang dinilai, maka
tidak perlu dilakukan penyesuaian. Namun hal ini sangat jarang sekali terutama untuk
properti selain rumah tinggal, tanah kosong atau ruko.

Penyesuaian data pembanding dapat dilakukan dengan menggunakan analisis


kuantitatif secara matematis maupun kualitatif. Jika data untuk penyesuaian kuantitatif
tidak ada, maka dapat digunakan analisis kualitatif terhadap data pasar dan
kecenderungan pasar. Adapun faktor yang disesuaikan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Faktor Penyesuaian

Komponen Tanda Dasar Penyesuaian Keterangan


Lokasi + Lokasi PS lebih baik dari DP Lokasi di bulevar utama lebih baik
dibandingkan di jalan biasa, lokasi daerah
bebas banjir lebih baik dibanding daerah
banjir.
Jenis dokumen + Dokumen PS lebih baik dari Bagi suatu PT, HGB lebih baik
kepemilikan DP dibandingkan dengan SHM
Kondisi + Pembiayaan DP menggunakan Harga jual kredit lebih mahal dibandingkan
pembiayaan kredit tunai
Kondisi transaksi + Transaksi DP tidak bebas Penjualan dalam kondisi terpaksa, harga
ikatan atau penjual menjual jualnya lebih murah
dalam kondisi terpaksa
Karakteristik fisik + P S lebih baik dari DP Bentuk tanah, topografi, dimensi
properti
Karakteristik + Secara ekonomis, PS lebih Kualitas manajemen, biaya operasional,
ekonomi baik daripada DP komposisi penyewa, perjanjian sewa
Peruntukan dan + Penggunaan PS sudah HBU Gedung kantor di daerah komersial lebih
penggunaan sedangkan DP belum optimal tinggi nilainya dengan rumah tinggal di
kawasan komersial
Kondisi pasar + Kondisi pasar pada saat Saat krisis, harga properti jatuh, namun
transaksi DP sedang lesu saat ini sudah membaik

Keterangan:

PS : Properti subyek
DP : Data pembanding

HBU : Highest and Best Use (Penggunaan Tertinggi dan terbaik)

SHM : Sertifikat Hak Milik

HGB : Hak Guna Bangunan

IV-5
Teknik Analisis
Tabel 4.3 Teknik Analisis Kuantitatif dan Kualitatif

Analisis Kuantitatif
Analisis data pembanding dengan menggunakan analisis regresi. Setelah diketahui
Statistical persamaan regresinya, data properti dimasukkan ke persamaan sehingga didapat
Analysis indikasi nilai.
Linear regression
Y = a + bx
Multiple regression
2
Y = a + bx + cx

Graphic 70 Properti
Analysis 60
Harga (Rp. Juta)

50
40
30
20
10
0
200 250 275 300 320 350
Luas tanah (m2)

Trend Data pasar secara umum diketahui, namun data pembanding tidak ada.
Analysis
Trend Analysis

800 80%
600 60%
(Rp. 000)

400 40%
200 20%
0 0%
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004P 2005P

ARR (Market) ARR (Property)


OR (Market) OR (Property)

Cost Berdasarkan analisis indikasi biaya seperti biaya perbaikan, biaya perijinan dan lain-lain.
Analysis
Data
Deskripsi Properti
Pembanding
Harga Jual Rp. 400 juta
Kondisi bangunan Baik, kecuali ada plafon yang harus Baik
diganti
Penyesuaian Rp. 10 juta
(biaya penggantian plafon)
Indikasi Nilai Rp. 390 juta
Bangunan

IV-6
Capitalization Penyesuaian berdasarkan perbedaan pendapatan.
of Income
Differences Deskripsi Properti Data Pembanding
2
Harga Jual Rp. 10 juta / m
2
Rp. 50.000 Rp. 60.000/m /bln
Harga Sewa 2 2
Rp. 600.000/m /thn Rp. 720.000/m /thn
Tingkat
7,2%
Kapitalisasi
2
Rp. 1,6 juta /m
Penyesuaian (60.000 – 50.000) /
7,2%
Indikasi Harga Rp. 8,4 juta/m2
Jual (10 juta – 1,6 juta)
Analisis Kualitatif

Properti Harga Jual Penyesuaian


Relative
Comparison A Rp. 8 juta Superior
Analysis C Rp. 9 juta Superior
Subyek 7,5 juta < Subyek<8 juta
B Rp. 7.5 juta Inferior
D Rp. 7 juta Inferior

Properti Harga Jual Ranking


Ranking
Analysis A Rp. 8 juta 2
B Rp. 7.5 juta 4
C Rp. 9 juta 1
D Rp. 7 juta 5
Subyek 3

Personal Wawancara dengan agen. Informasi yang didapat merupakan data pendukung
Interviews (sekunder), tidak dapat dijadikan data primer.

4.1.3. Rekonsiliasi Indikasi Nilai


Rekonsiliasi dapat berupa satu angka indikasi nilai maupun rentang nilai. Dalam proses
rekonsiliasi ini perlu mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan dari masing – masing
indikasi nilai, kesesuaian dan keakuratan data serta teknik analisis yang digunakan.

4.1.4. Proses Penyesuaian


1) Percentage Adjustment
Penyesuaian terhadap perbedaan antara subyek properti dan data pembanding
dengan menggunakan prosentase.
2) Rupiah Adjustment
Penyesuaian terhadap perbedaan antara subyek properti dan data pembanding
dengan menggunakan besarnya jumlah Rupiah.

IV-7
4.2. PENDEKATAN KALKULASI BIAYA (COST APPROACH)

Pendekatan kalkulasi biaya (cost approach) umumnya digunakan sebagai salah satu
pendekatan yang umum dalam praktek penilaian di Indonesia. Pendekatan kalkulasi
biaya pada penilaian real estate merupakan kombinasi penjumlah nilai pasar tanah
ditambah biaya penggantian/pembuatan baru atas bangunan dikurangi penyusutan fisik
dan segala bentuk keusangan yang ada.

Prosedur pendekatan kalkulasi biaya umumnya dapat dilihat sebagai berikut :


1) Tentukan Nilai Tanah dalam keadaan kosong dengan memperhatikan prinsip
Pemanfaatan Tertinggi dan Terbaik/HBU
2) Tentukan Biaya Reproduksi/Penggantian pada tanggal efektip (termasuk biaya
langsung, tak langsung & biaya lainnya)
3) Hitung besarnya penyusutan atas dasar penyusutan fisik, kemunduran fungsi dan
ekonomis (eksternal)
4) Kurangkan/hilangkan Biaya Reproduksi /Penggantian dengan total penyusutan
yang ada
5) Tambahkan Nilai aset pengembangan lainnya
6) Jumlahkan Nilai tanah terhadap seluruh Biaya Reproduksi/Penggantian yg
terdepresiasi

Gambar 4.1 Pendekatan Penilaian Kalkulasi Biaya

NILAI PASAR

=
BIAYA REPRODUKSI/PENGGANTIAN
PENGEMBANGAN PROPERTI SUBYEK
YANG BARU

-
DEPRESIASI DALAM PENGEMBANGAN

+
NILAI TANAH

IV-8
Biaya Reproduksi/Penggantian dapat dipahami sebagai berikut :
1) Biaya reproduksi adalah biaya yang dibutuhkan untuk membangun dengan
menggunakan harga yang berlaku pada saat penilaian dilakukan, yang merupakan
duplikat atau replika dari properti yang dinilai, dengan menggunakan bahan-bahan,
standar konstruksi, rancangan, denah dan kualitas perkerjaan yang sama dan
menyatukan semua kekurangan, kelebihan dan kemunduran fisik bangunan.
2) Biaya penggantian adalah perkiraan biaya untuk membangun dengan menggunakan
harga yang berlaku pada saat penilaian dilakukan dimana bangunan yang dinilai
menggunakan bahan-bahan modern serta standard dengan rancangan masa kini.

SPI memberikan definisi terhadap Biaya Reproduksi/Penggantian adalah : Jumlah uang


yang dikeluarkan untuk reproduksi/pengganti properti baru yang dihitung berdasarkan
harga pasaran setempat sekarang/pada tanggal penilaiannya untuk bahan/material atau
unit, biaya jasa kontraktor/arsitek/konsultan teknik termasuk keuntungan, biaya instalasi,
biaya supervisi, biaya tenaga ahli teknik termasuk semua pengeluaran standar yang
berkaitan dengan angkutan, asuransi, pondasi, bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penghasilan Impor (PPh Impor), dan biaya bunga selama masa
konstruksi, tetapi tidak termasuk biaya upah lembur dan premi/bonus.

Unsur-unsur biaya yang digunakan meliputi Biaya Langsung : merupakan biaya bahan
dan upah. Biaya ini juga dapat dibagi kepada biaya struktur dan biaya komponen
material, termasuk ijin bangunan. Biaya Tak Langsung : meliputi biaya perencanaan,
pengawasan, Asuransi, IDC dan Jasa Kontraktor

Teknik atau metode untuk menghitung Biaya Reproduksi/Penggantian tersebut di atas


dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari 4 (empat) metode berikut ini :
1) Metode Survey Kuantitas (Quantity Survey Method)
2) Metode Unit Terpasang (Unit In Place Method)
3) Metode Meter Persegi (Square Meter Method)
4) Metode Indeks Biaya (Index Method)

4.2.1. Penyusutan/Depresiasi
Penyusutan atau Depresiasi adalah salah satu tahapan yang penting digunakan dalam
pelaksanaan penilaian dengan menggunakan Pendekatan Kalkulasi Biaya (Cost
Approach). Penyusutan memiliki perbedaan pemahaman untuk penggunaan yang
berbeda. Pada pendekatan Kalkulasi Biaya, penyusutan memberikan pengertian pada

IV-9
besarnya perbedaan diantara nilai properti (seperti bangunan) dengan biaya
pembuatan/penggantian baru atas properti tersebut. Untuk penggunaan lain seperti
keperluan akuntansi penyusutan dapat dipahami berbeda dan sering dipengaruhi
kepada ketentuan perpajakan.

International Valution Standards (IVS) menyebutkan istilah penyusutan dipergunakan


dalam penilaian maupun akuntansi dan dapat menyebabkan kesalahpahaman. Untuk
mencegah kesalahpahaman, Penilai dapat mempergunakan istilah penyusutan atau
istilah ‘accrued depreciation’ dalam metode biaya pengganti atau reproduksi baru untuk
merujuk pada pengurangan nilai dari total biaya baru. Kerugian tersebut dapat
dikategorikan sebagai kerusakan fisik, atau kemunduran fungsional atau kemunduran
eksternal. Dalam akuntansi Istilah ‘accrual for depreciation’ menggambarkan
pengurangan (pengeluaran) dari biaya perolehan aktiva semula di bawah konvensi
biaya historis, tanpa memandang dasar atas pengeluaran tersebut. Bagi Penilai,
penyusutan merupakan fungsi dari pasar. ‘Accrual for depreciation’ merupakan fungsi
dari konvensi akuntansi dan tidak selalu mencerminkan keadaan atau situasi pasar.

The Appraisal of Real Estate, edisi ke-12 mendefinisikan Penyusutan (Depreciation)


sebagai : Perbedaan diantara Nilai Pasar dari suatu Pengembangan tanah (bangunan
dan sejenisnya) dan Biaya pembuatan atau penggantian kembali (baru) pada tanggal
penilaian. Selisih Biaya yang telah disusutkan tersebut merupakan indikasi yang
memberikan konstribusi terhadap Nilai Pasar dari properti (bangunan tersebut)

Gambar 4.2 Porsi Penyusutan

Porsi Depresiasi

Biaya Pembuatan
atau Depresiasi
Penggantian Kembali
atas =
Bangunan
Kontribusi Nilai
dari Bangunan

IV-10
Dalam mengestimasi besarnya penyusutan, terdapat 3 (tiga) kategori penyusutan
secara utama perlu diketahui terdiri dari : 1). Penyusutan Fisik, 2). Kemunduran Fungsi
dan 3). Kemunduran Eksternal (Ekonomis).

Penyusutan Fisik (Physical Deterioration)


Penyusutan fisik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ; pengaruh dari
penggunaan dan kerusakan yang tidak biasanya serta pengaruh dari elemen bahan
atau konstruksi. Dalam arti umum, penyusutan fisik sebagian besar dipengaruhi oleh
umurnya, pemeliharaan dan intensitas pemakaiannya. Dengan demikian, estimasi
penyusutan fisik dapat direfleksikan dari kondisi yang terjadi atas komponen bangunan
(aktiva lainnya) secara terinci.

Kemunduran Fungsi (Functional Obsolescence)


Kemunduran Fungsi lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : struktur
bangunan yang tidak benar, kekurangan atau kelebihan design/rancangan (design yang
tidak lazim) dan kemunduran teknologi. Contoh dari kemunduran fungsi dapat dilihat
pada suatu rumah tinggal tipe 70 tetapi memiliki luas ruang garasi 5 m x 5 m (25 m2)
padahal pada umumnya ukuran garasi yang normal 3 m x 4 m (12 m2). Contoh lain,
pada rumah tinggal berlantai dua memiliki tiang/kolom beton dengan kuran 40 cm x 40
cm, sedangkan umumnya menurut teknis perencanaan yang wajar adalah 30 cm x 30
cm.

Kemunduran Eksternal (External Obsolescence)


Kemunduran Eksternal yang juga sering disebut kemunduran ekonomis lebih
disebabkan oleh faktor-faktor luas yang mempengaruhi nilai properti seperti faktor
ekonomi, sosial, kebijakan pemerintah dan lingkungan. Ada dua hal yang dapat
diketahui dari penyusutan ini 1). kemunduran lokasi dan 2). kemunduran ekonomis.
Lokasi berpengaruh bila terjadi perubahan yang disebabkan oleh perubahan peruntukan
suatu lingkungan. Contohnya, rumah tinggal yang awalnya sebelumnya memiliki
lingkungan yang baik, namun dengan adanya pembangunan pabrik didekat lokasi
tersebut mengakibatkan pendapatan sewa dari rumah tinggal tersebut menurun.
Sedangkan kemunduran ekonomi dapat mempengaruhi kondisi pasar dalam arti
permintaan dan penawaran pasar. Contohnya akibat krisis moneter, terjadi perubahan
yang cukup signifikan terhadap permintaan dan penawaran rumah tinggal di Indonesia.

IV-11
4.2.2. Biaya Penggantian Terdepresiasi/BPT (Depreciated Replacement
Cost/DRC)
Untuk properti khusus dengan menggunakan pendekatan biaya, metode yang dapat
diterapkan adalah Biaya Penggantian Terdepresiasi (BPT/DRC). Perbedaan prinsip
yang perlu dipertimbangkan diantara penggunaan metode BPT (metode lebih sering
digunakan untuk tujuan laporan keuangan) dengan pendekatan biaya yang
menghasilkan Nilai Pasar adalah :
1) Biaya reproduksi atau penggantian kembali aset saat ini dikurangi kerusakan fisik
dan semua bentuk keusangan dan optimisasi yang relevan.
2) Optimisasi. Proses penentuan opsi biaya penggantian paling rendah untuk sisa
potensi layanan suatu aset melalui proses penyesuaian dengan menurunkan biaya
penggantian. Hal ini dilakukan untuk merefleksikan bahwa aset dapat secara teknis
mengalami keusangan akibat dirancang secara berlebihan (over-engineered) atau
aset memiliki kapasitas lebih besar dari yang dibutuhkan, dilihat dari sisi profitabilitas
maupun potensi layanan. Oleh karena itu optimisasi berakibat adanya penurunan
nilai, karena penilaian yang dihasilkan berasal dari biaya penggantian yang lebih
rendah. Dalam penentuan DRC, optimisasi diterapkan untuk keusangan dan
kapasitas surplus yang relevan.
3) Potensi Layanan. Kapasitas untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan
tujuan entitas, baik untuk tujuan mendapatkan arus kas masuk bersih atau
mendapatkan barang dan jasa dengan volume dan kuantitas tertentu untuk pemilik
ekonomis (beneficiaries). Di sektor publik, konsep potensi layanan menggantikan
konsep profitabilitas yang memadai pada sektor swasta, dengan mempertimbangkan
faktor efektifitas, efisiensi dan ekonomis sesuai ketentuan yang berlaku.
4) Aset Ekivalen Moderen (Modern Equivalent Asset – MEA). Struktur yang sama
dengan struktur yang ada dan memiliki kapasitas produksi yang ekivalen, yang dapat
dibangun dengan menggunakan material, teknik dan disain yang modern. Biaya
penggantian baru adalah dasar yang digunakan untuk mengestimasikan biaya
pembangunan dari Aset Ekivalen Moderen.
5) Dalam menilai properti khusus, nilai tanah didapatkan dengan menerapkan prinsip-
prinsip Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada dengan mempertimbangkan adanya
pembatasan (apabila ada) terhadap penggunaan tanah yang diakibatkan oleh
pengembangan yang ada.

IV-12
4.3. PENDEKATAN KAPITALISASI PENDAPATAN (INCOME CAPITALIZATION
APPROACH)

Metode penilaian ini didasarkan pada konsep teori nilai pasar dari suatu properti yang
dinyatakan dari keuntungan finansial yang dihasilkan oleh properti tersebut. Dalam
konsep ini nilai dari properti merupakan nilai kini dari keuntungan bersih yang
dihasilkannya properti di masa mendatang, kemudian didiskontokan dengan tingkat
diskonto yang sesuai dengan tingkat pengembalian yang diharapkan investor untuk
kategori properti tersebut, termasuk penyesuaian yang tepat untuk menggambarkan
risiko relatif dari investasi properti itu.

Metode ini merupakan metode utama dalam penilaian properti penghasil pendapatan.
Dalam pengertian yang sederhana, indikasi nilai didapatkan dengan menentukan
pendapatan bersih tahunan saat ini dan mengkapitalisasikannya dengan tingkat
kapitalisasi yang didapatkan dari data transaksi properti sejenis di pasar.

Nilai properti dipengaruhi oleh sewa yang berhubungan dengan produktivitas dari
properti itu sendiri. Secara matematis dapat diartikan bahwa:

Nilai = f (Pendapatan)
= f (Pendapatan Bersih Tahunan)

Pendapatan yang menerus didapat pada awal, pertengahan maupun pada akhir bulan
atau pada masa tertentu, dalam pendapatan yang terus menerus ini diasumsikan
diterima pada akhir tahun.

Pendapatan properti dibagi menjadi pendapatan kotor dan pendapatan bersih.


Pendapatan bersih merupakan pendapatan kotor yang dikurangi dengan biaya
operasional. Dalam penilaian, pendapatan yang digunakan seharusnya adalah
pendapatan bersih.

Nilai Properti = Pendapatan Bersih Tahunan


Tingkat Kapitalisasi

IV-13
4.3.1. Metode Kapitalisasi Pendapatan Langsung (Direct Capitalization)
Metode ini berdasarkan konsep hubungan antara pendapatan dari properti dan nilai dari
properti itu sendiri.

V = I
R

V = Nilai Pasar Properti (Rp)


I = Pendapatan Bersih Tahunan (Rp)
R = Tingkat Kapitalisasi (%)

Dalam metode ini pendapatan bersih per tahun dianggap tetap dan lamanya investasi
tak terhingga atau terus menerus (perpetuity).

Beberapa terminologi yang digunakan dan perlu diketahui dalam penerapan metode ini:
1) Tingkat Kapitalisasi
Tingkat pengembalian properti yang didapatkan dari pembagian pendapatan bersih
dengan harga penjualan. Data ini didapatkan dari analisa penjualan properti yang
sebanding.
Contoh:
Properti terjual pada harga Rp 100 miliar
Pendapatan bersih tahunan Rp 10 miliar per tahun
Tingkat kapitalisasi = 10/100 x 100%
= 10%
2) Years Purchase (YP)
Faktor pengali yang diaplikasikan pada pendapatan tahunan bersih. YP didapatkan
dari membagi 100 dengan tingkat kapitalisasi atau yield (dengan kata lain
merupakan resiprokal dari tingkat kapitalisasi).
Apabila diasumsikan tingkat kapitalisasi adalah 10%, maka YP = 100/10 = 10.
3) Reversion
Tingkat sewa yang didapatkan saat ini berdasarkan kontrak kemungkinan akan
berbeda dengan tingkat sewa pasar. Hal ini terjadi karena sewa yang ada belum
ditinjau kembali atau belum jatuh tempo.
Terdapat beberapa pendekatan dalam penilaian reversion, yaitu:

IV-14
a) Pertama-tama penilaian properti didasarkan atas tingkat sewa pasar, dengan
tidak memperhitungkan sewa kontraktual yang ada
b) Kemudian dilakukan penyesuaian untuk merefleksikan perbedaan antara sewa
kontraktual dan sewa pasar (pengurangan atas selisih yang ada)

Contoh
Apabila pendapatan bersih tahunan adalah Rp 20 miliar pertahun (diasumsikan sebagai
pendapatan stabil – stabilized income) dan investor/developer membutuhkan initial
return 9%, maka investor/developer sanggup membeli properti sebesar:
Indikasi nilai = Rp 20 miliar
9%
= Rp 222.22 miliar

4.3.2. Metode Kapitalisasi Pendapatan Tidak Langsung (Indirect Capitalization)

Aplikasi metode ini biasanya dikenal dengan Analisis Arus Kas Terdiskonto (Discounted
Cash Flow Analysis - DCF). Metode ini merupakan metode utama dalam penilaian
properti komersial. Nilai pasar dari properti komersial pada dasarnya adalah nilai kini
dari seluruh pendapatan di masa depan yang diharapkan untuk direalisasikan selama
masa kepemilikan properti atau jangka waktu investasi.

Oleh karenanya, proses penilaian harus mencakup estimasi kuantitas pendapatan yang
diharapkan dihasilkan dalam periode waktu tertentu dan pendapatan bersih tersebut
didiskontokan pada tingkat pengembalian yang sesuai. Selain itu juga perlu
diestimasikan nilai akhir (terminal value) dari properti, yang juga didiskontokan ke nilai
kini. Penjumlahan nilai kini dari keduanya akan menghasilkan indikasi nilai dari properti.

Variabel Dalam DCF


Variabel utama yang harus diperhatikan dalam menyusun proyeksi arus kas:
1) Jangka waktu proyeksi (Time frame)
Biasanya 10 tahun untuk merefleksikan siklus properti secara penuh, namun apabila
siklus pendapatan telah stabil, arus kas 5 tahunan dapat digunakan
2) Tingkat diskonto (Discount rate)
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menentukan tingkat diskonto.
Metode yang umum digunakan adalah obligasi jangka panjang (safe rate) ditambah
premium resiko.

IV-15
3) Proyeksi Tingkat Sewa Pasar
Perlu dilakukan analisa terhadap tingkat sewa pasar dari properti obyek saat ini dan
kemudian dibuat ekspektasi pertumbuhan (atau penurunan) sewa tahunan yang
terjadi selama periode arus kas, yang besarnya tergantung pada jenis properti.
Dalam kondisi pasar ‘normal’, investor/developer sering mengasumsikan sewa akan
tumbuh sama dengan tingkat inflasi atau sedikit di atasnya.
4) Tinjauan harga sewa dan berakhirnya sewa
Proyeksi sewa kontraktual harus memperhatikan kapan dilakukan tinjauan harga
sewa dan kapan berakhirnya sewa sehingga diperlukan penyesuaian arus kas.
5) Arus kas bersih
Tingkat sewa bersih (sewa kotor dikurangi pengeluaran) awal perlu dihitung untuk
dimasukkan di tahun pertama proyeksi cash flow.
Pendapatan sewa mereflesikan sewa aktual yang dibayarkan penyewa yang
mungkin di atas atau di bawah sewa pasar.
Tingkat sewa bersih diproyeksikan selama periode arus kas dengan memperhatikan
perubahan yang harus dilakukan sesuai dengan frekuensi (biasanya 2-3 tahunan)
dan basis (pasar atau ditentukan sebelumnya) tinjauan sewa.
Pemisahan proyeksi arus kas atas sewa bersih dan biaya servis perlu dilakukan
apabila profil resiko dari kedua pendapatan tersebut berbeda.
Perhitungan biasanya dilakukan dengan basis tahunan dan pembayaran di
belakang, walaupun terdapat juga arus kas dengan basis bulanan dan pembayaran
di muka untuk mereflesikan pembayaran sewa yang sesungguhnya, namun cara
pertama lebih umum dilakukan.
Penyesuaian perlu dilakukan pada saat berakhirnya sewa, seperti asumsi
perpanjangan sewa atau apabila tidak diperpanjang, perlu dipertimbangkan adanya
periode kosongnya ruangan, pemberian insentif bagi penyewa baru dan sebagainya)
6) Capital Expenditure (capex)
Estimasi pengeluaran capex yang diperlukan untuk memelihara properti sehingga
tetap kompetitif harus dibuat. Besarnya akan tergantung pada umur dan kondisi
properti.
7) Terminal Value
Pada akhir periode proyeksi arus kas harus ditentukan nilai pasar properti pada saat
itu. Beberapa investor/developer menambahkan biaya penjualan pada nilai ini. Nilai
akhir dikalkulasikan dengan mengkapitalisasikan tingkat sewa pasar di tahun
berikutnya (dalam arus kas 10 tahun, tingkat sewa tahun 11 dikapitalisasikan).

IV-16
Penentuan tingkat kapitalisasi mencerminkan pandangan investor/developer
mengenai tren tingkat pengembalian untuk properti tersebut dalam kondisi pasar
normal. Sejumlah investor/developer menambahkan premium untuk merefleksikan
usia bangunan, biasanya tingkat kapitalisasi dibuat sedikit lebih tinggi dari tingkat
kapitalisasi awal di tahun pertama.

Variabel Dan Data Yang Diperlukan

1) Struktur arus kas


a) Jangka waktu arus kas
b) Tanggal dimulainya arus kas (biasanya tanggal penilaian)
c) Periodisasi arus kas (biasanya tahunan dan pembayaran diasumsikan di
belakang)
2) Detil sewa
a) Estimasi sewa pasar pada awal proyeksi arus kas
b) Estimasi pertumbuhan sewa pasar selama proyeksi arus kas
c) Sewa kontraktual pada awal proyeksi arus kas (per penyewa)
d) Frekuensi review sewa kontraktual dan basis review (per penyewa)
3) Pengeluaran
a) Total pengeluaran yang dikalkulasikan di tahun pertama arus kas
b) Perkiraan pertumbuhan pengeluaran selama periode arus kas
c) Pengeluaran yang dapat ditagihkan kembali dari penyewa
4) Biaya tak terduga (Contingencies)
a) Pencadangan untuk pengeluaran capex selama proyeksi arus kas (misalnya
perbaikan struktural dan sebagainya)
b) Pencadangan kekosongan selama periode arus kas (misalnya saat berakhirnya
sewa)
c) Fee penyewaan selama periode arus kas (misalnya saat berakhirnya sewa)
d) Insentif yang diberikan (misalnya rent free) selama periode arus kas)
5) Tahun terakhir arus kas
a) Terminal yield (tingkat kapitalisasi yang digunakan dalam penentuan Terminal
Value)
b) Terminal value (berdasarkan pendapatan bersih tahunan pada tahun berikutnya
dari periode akhir arus kas)
c) Biaya penjualan yang dikaitkan dengan penjualan properti di tahun terakhir
periode arus kas (termasuk biaya notaris, BBN, agen penjualan dan sebagainya)

IV-17
Contoh
Berapa nilai gedung perkantoran ini jika diketahui:
Deskripsi Nominal Satuan
Luas bangunan 8.000 m2
Luas yang dapat disewakan 6.000 m2
Tarif sewa 55.000 Rp/m2/bulan
Service charge 25.000 Rp/m2/bulan
Tingkat hunian 65%
Biaya operasional langsung 90% dari pendapatan service charge
Cadangan penggantian 200.000.000 Rp./tahun
PBB 20.000.000 Rp./tahun
Asuransi 15.000.000 Rp./tahun
Kenaikan harga dan biaya 5% per tahun
Biaya managemen 3% dari pendapatan kotor
Tingkat diskonto 15% per tahun
Tingkat kapitalisasi 10%

Tabel 4.4 Contoh Perhitungan Nilai Dengan Metode Kapitalisasi Pendapatan Tidak Langsung

Deskripsi 1 2 3 4 5 6

Luas bangunan 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000


Luas yang dapat disewakan 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Harga Sewa
Tarif sewa 55.000 57.750 60.638 63.669 66.853 70.195
Service Charge 25.000 26.250 27.563 28.941 30.388 31.907
Total 80.000 84.000 88.200 92.610 97.241 102.103

Pendapatan kotor 5.760.000.000 6.048.000.000 6.350.400.000 6.667.920.000 7.001.316.000 7.351.381.800


potensial

Tingkat hunian 65% 65% 65% 65% 65% 65%

Pendapatan kotor efektif 3.744.000.000 3.931.200.000 4.127.760.000 4.334.148.000 4.550.855.400 4.778.398.170

Biaya operasi
Biaya operasional langsung 1.053.000.000 1.105.650.000 1.160.932.500 1.218.979.125 1.279.928.081 1.343.924.485
Cadangan penggantian 200.000.000 210.000.000 220.500.000 231.525.000 243.101.250 255.256.313
PBB 20.000.000 21.000.000 22.050.000 23.152.500 24.310.125 25.525.631
Asuransi 15.000.000 15.750.000 16.537.500 17.364.375 18.232.594 19.144.223
Biaya manajemen 112.320.000 117.936.000 123.832.800 130.024.440 136.525.662 143.351.945
Total biaya operasi 1.400.320.000 1.470.336.000 1.543.852.800 1.621.045.440 1.702.097.712 1.787.202.598
Pendapatan bersih 2.343.680.000 2.460.864.000 2.583.907.200 2.713.102.560 2.848.757.688 2.991.195.572

IV-18
Deskripsi 1 2 3 4 5 6
Nilai akhir 29.911.955.724
Tingkat diskonto 15% 15% 15% 15% 15%
Faktor diskonto 0,870 0,756 0,658 0,572 0,497
Nilai kini 2.037.982.609 1.860.766.730 1.698.960.927 1.551.225.194 16.287.864.540
Nilai Properti 23.436.800.000

IV-19
BAB V

METODE PENILAIAN TANAH

Secara umum yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi yang tidak ditutupi
air (daratan). Penilaian tanah memerlukan pemahaman akan karakteristik khusus tanah,
sebagai berikut:
1) The relative fixity of supply:
Luas daratan secara relatif dapat dianggap tetap (luasnya tidak bertambah dan
berkurang secara signifikan karena aktifitas manusia). Hal ini mengakibatkan
persediaan (supply) tanah relatif tetap, sedangkan di sisi lain permintaan (demand)
atas tanah meningkat dengan cepat akibat pertumbuhan populasi manusia dan
kegiatan investasi. Sesuai teori ekonomi pasar, maka kondisi tersebut
mengakibatkan harga tanah terus semakin tinggi.
2) No cost of creation
Penciptaan (creation) atas tanah sebagaimana sumber daya alam lainnya tidak
mengeluarkan biaya, tetapi biaya atas tanah muncul ketika tanah tersebut mulai
diolah atau dikembangkan.
3) Heterogenity
Dalam penilaian, setiap bidang tanah dianggap tidak ada yang benar-benar sama,
perbedaan ini disebabkan oleh faktor internal (fisik, bukti kepemilikan, luas, jenis
tanah, bentuk tanah, luas, kontur, dan sebagainya) serta faktor eksternal (lokasi,
aksesibilitas, fasilitas, lingkungan, polusi, pengembangan di sekitarnya, dan
sebagainya).
Perbedaan-perbedaan di atas perlu dianalisis secara cermat oleh penilai dalam
melakukan penyesuaian/adjusment untuk menentukan nilai tanah.
4) The absence of a market of a ’Land’
Faktor-faktor produksi dapat diperjualbelikan di pasar sesuai dengan keinginan
pemiliknya, tetapi tanah sebagai salah satu faktor produksi tidak dapat
diperjualbelikan dengan cara seperti tersebut di atas, karena sifat tanah yang tidak
bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan sehingga keputusan penjualan dan

V-1
pembelian tanah harus melalui suatu transaksi yaitu berupa pemindahan hak dari
penjual kepada pembeli.
5) Other Characteristics
Contoh lain dari karakteristik tanah lainnya yaitu secara fisik tanah tidak bergerak,
relatif tidak mengalami penyusutan fisik, memiliki daya tahan yang sangat lama
(durability), dan banyak kemungkinan dalam pengembangannya.

Nilai tanah terbentuk dari hubungan antara lokasi yang diinginkan (desired location)
dengan pengguna potensial (potential user). Beberapa unsur yang menentukan
terbentuknya nilai tanah adalah manfaat (utility), kelangkaan (scarcity), dan kebutuhan
(desirability). Tanah yang sedikit memberikan manfaat dan tidak mempunyai sifat
kelangkaan menyebabkan tanah tersebut kurang memiliki nilai, karena unsur
kemanfaatan akan menimbulkan kebutuhan/minat guna memenuhi kebutuhan tersebut.
Sebagai contoh, udara yang kita hirup memiliki manfaat dan sangat penting, namun
secara ekonomi udara tidak memiliki nilai karena tidak memenuhi kriteria kelangkaan.

Dalam melakukan kegiatan penilaian tanah, penilai melakukan kegiatan yang disebut
sebagai proses penilaian (lihat Bab II). Dalam kegiatan pengumpulan data khusus, yaitu
properti yang dinilai, penilai melakukan kegiatan yang disebut sebagai survei. Berikut ini
ditampilkan panduan dalam melakukan survei, meliputi:
1) Persiapan Survei
Persiapan-persiapan dari kegiatan survei meliputi
a) Persiapan dokumen
i) Surat permohonan penilaian dari pengguna jasa
ii) Surat tugas survei
iii) Surat-surat perijinan untuk mengakses tanah yang akan dinilai
iv) Daftar aset yang dinilai (jika aset yang dinilai lebih dari 1)
v) Daftar permintaan data misalnya, salinan sertifikat/bukti kepemilikan tanah
lainnya, peta ukur, peta rincikan, bukti pembayaran pajak (untuk mengetahui
NJOP), dan lain-lain.
b) Perlengkapan survei
i) Alat pengukur jarak
ii) GPS (Global Positioning System)
iii) Kamera
iv) Alat tulis menulis
v) Peta Lokasi

V-2
vi) Peta Rincikan/Gambar Ukur
vii) Form survei
viii) Alat perekam data lainnya
ix) Kelengkapan survey, misal sepatu boot, topi (tergantung kebutuhan)
c) Lain-lain
i) Lokasi/alamat/posisi dari aset yang dinilai
ii) Contact person yang dapat dihubungi
2) Pelaksanaan Survei
Untuk memudahkan dalam survei lapangan, diperlukan inspection form/form survei
untuk memudahkan penilai dalam mendata. Contoh form inspeksi dilampirkan pada
bagian lampiran.
Yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan survei adalah:
a) Penilai mengisi semua isian yang relevan dalam form inspeksi/form tanah
b) Penilai melakukan verifikasi antara gambar surat ukur dalam sertifikat dengan
kondisi fisik di lapangan. Jika ada perbedaan, penilai mencari informasi
mengenai hal tersebut
c) Dalam merekam gambar, sebaiknya kondisi sekeliling aset yang dinilai dapat
terlihat
d) Perhatikan kondisi lingkungan sekeliling aset yang disurvei untuk bahan
pertimbangan analisis HBU
e) Melakukan pengecekan peruntukkan tanah ke Dinas Tata Kota.

Dalam melakukan verifikasi terhadap besaran/ukuran tanah pada lahan-lahan dengan


luasan terbatas seperti yang tercantum dalam sertifikat tanah/bukti hak lainnya, penilai
dapat menerapkan teknik pengukuran tanah yang dijelaskan di bawah ini.

5.1. TEKNIK PENGUKURAN TANAH

Ilmu ukur tanah dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengajarkan tentang teknik-
teknik pengukuran di permukaan bumi dan bawah tanah dalam areal yang terbatas
untuk keperluan pemetaan dan lain-lain.

Pengukuran adalah pengamatan terhadap suatu besaran yang dilakukan dengan


menggunakan peralatan dalam suatu lokasi tertentu.

V-3
Jarak antara dua buah titik di permukaan bumi dalam ilmu ukur tanah adalah jarak
dalam bidang horizontal, yang merupakan jarak terpendek antara dua buah titik
tersebut. Jarak dapat diukur atau ditentukan dengan berbagai alat dan cara atau
metode, yang pemilihannya tergantung dari alat yang tersedia dan tujuan pengukuran
serta tingkat ketelitian yang disyaratkan.

Cara pengukuran jarak dapat diuraikan seperti bagan di bawah ini.

Gambar 5.1 Cara Pengukuran Tanah

Metode – metode pengukuran tersebut dijelaskan dalam uraian sebagai berikut:

5.1.1. Pengukuran Jarak Langsung


Pengukuran jarak secara langsung dilakukan terhadap area dengan jangkauan terbatas.
Peralatan utama yang digunakan dalam pengukuran jarak secara langsung adalah ;
1) Pita ukur
2) Pegas ukur
3) Rantai ukur
4) Kayu ukur

Pelaksanaan pengukuran jarak langsung dapat dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu:


1) Pelurusan arah antara dua titik yang akan diukur
Pelurusan dilakukan apabila pengukuran tidak dapat dilakukan dengan sekali
membentangkan pita ukur karena jarak yang diukur melebihi panjang pita ukur dan
atau permukaan tanahnya tidak mendatar, sehingga jarak tersebut perlu dipenggal-
penggal agar pada setiap penggalan dapat dilakukan pengukuran jarak dengan
sekali membentangkan pita ukur dan pita ukur dapat ditarik hingga mendatar.

V-4
Apabila jarak yang akan diukur dari titik A ke B, maka di titik A dan B ditancapkan ajir
(alat bantu yang biasanya terbuat dari bambu atau kayu) vertikal. Orang pertama
melihat dari belakang ajir di A sedemikian hingga ajir A dan B kelihatan menjadi
satu.
Gambar 5.2 Pelurusan Dua Arah Yang Akan Diukur

2) Pelaksanaan pengukuran jarak


Pengukuran jarak langsung minimal dilakukan oleh dua orang. Orang pertama
memegang bagian awal pita ukur, dan orang kedua menarik pita ukur di ujung yang
lain.

a) Pengukuran jarak langsung pada medan yang datar


Ujung awal (skala 0) pita ukur ditempatkan di A oleh orang pertama, kemudian
pita ukur dibentangkan dan ditarik hingga lurus dan mendatar hingga
menyinggung ajir B.
Gambar 5.3 Pengukuran Jarak Langsung Pada Medan Datar

b) Pengukuran jarak langsung pada medan yang miring


Pada medan miring antara P & Q, dilakukan pelurusan dan pemenggalan pada
bagian tertentu, kemudian dilakukan pengukuran jarak untuk setiap penggalnya.

V-5
Gambar 5.4 Pengukuran Jarak Langsung Pada Medan Miring

5.1.2. Pengukuran Jarak Tidak Langsung


Pada pengukuran jarak secara langsung, jarak-jarak yang relatif jauh dan menuntut
ketelitian tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang besar.
Karena itu, diciptakan alat pengukur jarak tak langsung dengan ketelitian yang tinggi dan
jangkauan yang cukup jauh.

Pengukuran jarak tidak langsung dapat dilakukan dengan 3 metode seperti berikut:
1) Metode Optis
Pengukuran jarak optis dapat dilakukan dengan alat yang dikenal dengan nama
transit atau teodolit. Adapun negara produsen alat ukur teodolit berikut mereknya
antara lain : Jepang (Nikon, Topcon, Sokisha, Sokia, dan Asahi Pentax), Jerman
(Fennel Kassel, Breithaup, Otto Fenel, Askania Werke, dan Carl Zeiss), Swisserland
(Kern, Zeiss Jena, dan Wild-Heerbrugg), Inggris (Hilger & Watts), dan lain-lain.
2) Metode Elektro Optis
Pengukuran tidak langsung dengan metode elektro Optis dilakukan dengan teodolit
elektronik. Beda antara metode optis dan elektro optis yaitu pada sistem pembacaan
pada angka. Pada teodolit elektronik, angka bacaan ditampilkan secara digital-
elektronik.
3) Elektronis
Metode pengukuran jarak tidak langsung yang menggunakan prinsip perambatan
gelombang ini disebut electronic distance measurement dan alatnya disebut
Electronic Distance Meter (EDM). EDM dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu
tipe yang menggunakan gelombang mikro atau gelombang radio yang disebut
Microwave Distance Measurement (MDM), dan tipe yang menggunakan gelombang
cahaya, disebut Electrooptic Distance Measurement (EDM). Pada umumnya, tipe
MDM mempunyai kemampuan jangkau yang cukup jauh hingga beberapa puluh

V-6
kilometer, sedangkan tipe EDM mempunyai jarak jangkauan yang lebih pendek, dari
beberapa puluh meter sampai beberapa kilometer.

Penggunaan alat-alat pengukur jarak tidak langsung seperti tersebut di atas


memerlukan pemahaman tertentu mengenai prosedur penggunaan hingga pembacaan
data.

Dalam melakukan penilaian terhadap tanah yang luas, kegiatan identifikasi terhadap
tanah tersebut biasanya tidak memungkinkan untuk dilakukan dengan melakukan
pengukuran secara detail terhadap luasannya. Kegiatan identifikasi terhadap tanah
tersebut biasanya dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap batas-batas
bidang tanah seperti yang tercantum dalam sertifikat/bukti hak lainnya, atau menentukan
posisi-posisi tertentu dari tanah dengan bantuan alat GPS. Dengan data-data berupa
titik-titik koordinat dari GPS tersebut, posisi tanah maupun luas tanah dapat diverifikasi.

5.2. TEKNIK PEMETAAN TANAH

Dalam kegiatan identifikasi properti, penilai memerlukan perlengkapan pendukung


berupa peta. Sebagai contoh, peta lokasi diperlukan untuk menunjukkan lokasi properti
secara umum menurut wilayah tertentu. Peta lokasi seperti ini bisa didapatkan di toko-
toko buku. Jika properti yang dinilai merupakan tanah dengan posisi terpencar-pencar,
penilai memerlukan peta rincikan untuk mengetahui lokasi masing-masing bidang tanah
terhadap bidang-bidang tanah lainnya. Peta rincikan tersebut biasanya merupakan
bagian dari gambar ukur dala sertifikat tanah. Dalam bab ini, diuraikan secara ringkas
tentang jenis-jenis peta beserta contoh pelaksanaan teknik pemetaan teristris.

Peta dapat didefinisikan sebagai gambaran dari sebagian permukaan bumi pada bidang
datar dengan skala dan sistem proyeksi tertentu.

Peta dapat digolongkan sebagai berikut :


1) Atas dasar pengukurannya
a) Peta teristris, yaitu peta yang proses pengukurannya langsung dilakukan di
permukaan bumi dengan peralatan tertentu.
b) Peta fotogrametis, yaitu peta yang didapatkan dengan proses pemetaan foto
udara maupun foto teristris (darat).

V-7
c) Peta radargrametis, yaitu peta yang proses pemetaannya dilakukan
menggunakan gelombang mikro dengan sensor aktif.
d) Peta videografis, yaitu peta yang proses pemetaannya dilakukan menggunakan
perangkat video.
e) Peta satelit, yaitu peta yang proses pemetaannya dilakukan dengan koneksi
satelit.
2) Atas dasar skala peta
a) Peta skala kecil (< 1 : 250.000)
b) Peta skala menengah (1 : 50.000 – 1 : 250.000)
c) Peta skala besar (1 : 5.000 – 1 : 50.000)
d) Peta skala sangat besar/peta teknik (>1 : 5.000)
3) Atas dasar isinya
a) Peta umum (topografi), yaitu peta dari hasil pemetaan fisik permukaan bumi dan
kenampakan hasil budaya manusia.
b) Peta khusus (tematik), yaitu peta dengan subyek-subyek tertentu yang dibuat
secara khusus dengan tema tertentu.
4) Atas dasar penyajiannya
a) Peta garis, adalah peta yang penyajiannya dalam bentuk garis dan simbol-simbol
tertentu
b) Peta foto adalah peta yang penyajiannya dalam bentuk foto yang telah
direktifikasi sehingga skalanya seragam dan dilengkapi dengan garis kontur
c) Peta digital adalah peta dalam bentuk data digital, baik dalam bentuk data
vektor, raster, atau kombinasi keduanya. Hasil cetakan dari peta digital pada
dasarnya adalah peta garis apabila datanya dalam bentuk vektor, ataupun peta
foto jika datanya dalam bentuk foto atau citra.

Di dalam teknik pemetaan, dikenal beberapa istilah yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
a) Sipat datar merupakan metode dalam penentuan beda tinggi antara titik-titik di atas
permukaan bumi secara teliti. Tinggi suatu obyek di atas permukaan bumi ditentukan
dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang ketinggiannya dianggap nol, yang
disebut bidang geoid, yaitu bidang equipotensial yang berimpit dengan permukaan
air laut rata-rata (mean sea level). Alat yang digunakan disebut penyipat datar atau
waterpas.

V-8
Gambar 5.5 Metode Sipat Datar

Keterangan gambar
A dan B : titik di atas permukaan bumi yang akan diukur beda tingginya
A dan b : bacaan rambu atau tinggi garis mendatar/garis bidik di titik A dan B
HA dan HB : ketinggian titik A dan B di atas bidang referensi
AhAB : beda tinggi antara titik A dan B
Beda tinggi antara A dan B dirumuskan sebagai : (∆hAB )= a – b
Apabila (a – b) hasilnya positif (plus), maka dari A ke B berarti naik, atau B lebih
tinggi daripada A, dan berlaku sebaliknya.
b) Detil adalah segala obyek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah seperti
sungai, lembah, bukit, alur, dan rawa, maupun hasil budaya manusia seperti jalan,
jembatan, gedung, lapangan, stasiun, selokan, dan batas-batas pemilikan tanah
yang akan dijadikan isi dari peta yang akan dibuat. Pemilihan detil, distribusi dan
teknik pengukurannya dalam pemetaan sangat tergantung dari skala dan tujuan peta
itu dibuat. Misal untuk peta kadaster atau pendaftaran hak atas tanah, yang
diperlukan adalah unsur batas-batas pemilikan tanah, sedang beda tinggi atau
topografinya tidak diperlukan.
Penentuan posisi dari titik-titik detil, diikatkan pada titik-titik kerangka pemetaan yang
terdekat yang telah diukur sebelumnya, atau dapat juga ditentukan dari garis ukur,
yang merupakan sisi-sisi dari kerangka peta ataupun garis yang dibuat khusuh untuk
itu.
c) Plotting (penggambaran) dilakukan agar pengukuran dapat diwujudkan dalam
bentuk peta. Plotting ini dapat dilakukan setelah semua data lapangan dihitung,
meliputi perhitungan koordinat (X,Y), titik-titik kerangka pemetaan (poligon),
perhitungan ketinggian titik-titik poligon dari pengukuran sipat datar (Z), sudut arah
dan jarak titik-titik detil serta ketinggiannya.
d) Garis kontur yaitu garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki
ketinggian sama. Garis kontur tersebut dapat menggambarkan topografi dari medan
yang dipetakan.

V-9
Dalam bahasan ini, akan dijelaskan langkah-langkah pemetaan teristris. Pemetaan
teristris adalah proses pemetaan yang pengukurannya langsung dilakukan di
permukaan bumi dengan peralatan tertentu.

Secara garis besar, tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:


1) Persiapan, yang meliputi : peralatan, perlengkapan, dan personil.
2) Survei pendahuluan, maksudnya adalah peninjauan lapangan lebih dahulu untuk
melihat kondisi medan secara menyeluruh, sehingga dari hasil survei ini akan dapat
ditentukan:
a) Teknik pelaksanaan pengukurannya
b) Penentuan posisi titik-titik kerangka peta yang representatif dalam arti
distribusinya merata, intervalnya seragam, aman dari gangguan, mudah didirikan
alat ukur, mempunyai kapabilitas yang baik untuk pengukuran detil, saling terlihat
dengan titik sebelum dan sesudahnya.
3) Survei pengukuran, meliputi :
a) Pengukuran kerangka peta yang meliputi sudut, jarak, dan beda tinggi
b) Pengukuran detil
c) Pengukuran khusus (bila diperlukan)
4) Pengolahan data (perhitungan)
a) Perhitungan kerangka peta (X, Y, Z)
b) Perhitungan detil (X, Y, Z) atau cukup sudut arah/azimutnya, jarak datar, dan
beda tinggi dari titik ikat
5) Plotting atau penggambaran, meliputi
a) Plotting kerangka peta
b) Plotting detil
c) Konturing atau penarikan garis kontur
d) Editing

5.3. TEKNIK PENILAIAN TANAH

Sebelum melakukan penilaian tanah, harus ditentukan penggunaan terbaik atas tanah
dalam keadaan kosong sehingga didapat nilai tanah untuk penggunaan yang spesifik.

V-10
5.3.1. Faktor-faktor Berpengaruh pada Nilai Tanah
Secara garis besar faktor- faktor yang mempengaruhi nilai tanah adalah:
Tabel 5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tanah
Faktor Fisik Faktor Legalitas
• Luas • Kepemilikan
• Bentuk • Peruntukan / zoning
• Lebar muka • Perencanaan & batasan
• Kedalaman (restriction)
• Kontur/topografi
• Elevasi
• Kesuburan
• Iklim
• Jenis tanah
• Lokasi
• Aksebiltas (jalan, transportasi)
• Kondisi lingkungan
• Infrastruktur lingkungan
• Fasilitas lingkungan

Faktor Sosial Faktor Ekonomi


• Tingkat pertumbuhan penduduk • Tingkat pendapatan masyarakat
• Tipe usia • Tingkat suku bunga
• Perubahan jumlah anggota keluarga • Inflasi
• Kebiasaan/budaya setempat • Pertumbuhan dan proyeksi
• Tingkat pendidikan pertumbuhan ekonomi
• Tren/pertumbuhan investasi
properti

Nilai tanah menunjukkan kenaikan setiap tahun dengan kenaikan yang sewajarnya lebih
besar dari tingkat inflasi. Namun kondisi ini tidak berlaku pada saat krisis ekonomi
dimana permintaan tanah menurun sehingga nilai tanah cenderung menurun atau
stagnan. Penurunan nilai tanah juga dapat terjadi pada daerah yang peruntukannya
berubah misalnya dari peruntukan perumahan menjadi daerah penghijauan.

5.3.2. Pembatasan dan Kontrol Pemerintah atas Tanah


Dalam melakukan penilaian tanah, Penilai perlu mempertimbangkan hak-hak yang
melekat pada obyek yang dinilai. Oleh karena penawaran/penyediaan tanah tidak dapat
mengimbangi laju permintaan tanah, maka pemerintah mengatur bagaimana tanah
dapat digunakan dan dikembangkan. Terdapat batasan-batasan secara sosial, politik,
dan hukum yang melingkupi atas tanah. Secara umum, kontrol pemerintah atas tanah
melalui mekanisme perpajakan, pengambilalihan untuk manfaat dan kepentingan umum,
dan regulasi (zoning, peraturan terkait bangunan, perencanaan dan tata ruang,
lingkungan hidup, dan sebagainya).

V-11
5.3.3. Karakteristik Fisik dan Pengembangan Lahan
Karakteristik-karakteristik fisik, utilitas yang tersedia, dan pengembangan-
pengembangan di atas lahan mempengaruhi kegunaan dan nilai tanah. Karakteristik
fisik dari sebidang tanah yang harus dipertimbangkan oleh seorang Penilai dalam Juknis
Pengurusan, Pasal 74 meliputi :
1. Lokasi dan peruntukan kawasan (zoning), seperti daerah perkotaan, pedesaan,
pemukiman penduduk, kawasan komersial, atau industri;
2. Bentuk tanah, seperti persegi-empat, atau tidak beraturan;
3. Kondisi fisik, seperti tanah datar, berbukit, tingkat elevasi tanah, tingkat kesuburan
tanah, atau arsitektur bangunan;
4. Jenis tanah, seperti tanah sawah, pekarangan, tegalan, atau tambak;
5. Sarana jalan/aksesibilitas, seperti kelas jalan, jalan beraspal, jalan tanah, dapat
dilalui kendaraan roda empat, atau memiliki sarana angkutan umum;
6. Kondisi lingkungan, seperti daerah elite atau daerah kumuh;
7. Fasilitas umum dan sosial, seperti sarana listrik, air bersih, telepon, pendidikan,
rumah sakit, atau pasar;
8. Status kepemilikan tanah dan atau bangunan, seperti Sertifikat Hak Milik, Sertifikat
Hak Guna Usaha, atau Sertifikat Hak Guna Bangunan.

Fasilitas yang ada dapat merupakan off-site facilities (fasilitas-fasilitas di luar lahan)
seperti saluran air minum (PDAM), saluran pembuangan air kotor (sewer), saluran listrik,
dan sebagainya atau merupakan on-site facilities (fasilitas-fasilitas di dalam lahan)
seperti septic tank, sumur, kolam, perkerasan halaman, dan penyediaan saluran untuk
gas, listrik serta telepon. Sebidang tanah menjadi sebuah lahan potensial ketika
dilakukan pengembangan dan menjadikannya siap digunakan untuk tujuan tertentu.

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh atas nilai tanah seperti atribut fisik, regulasi
pemerintah, aspek sosial, dan aspek ekonomis. Seluruh faktor-faktor tersebut secara
individual maupun bersama-sama mempengaruhi nilai tanah.

V-12
5.3.4. Tanah Berlebih (Excess Land) dan Tanah Surplus (Surplus Land)

Tanah Berlebih
Tanah berlebih adalah tanah lebih yang tidak diperlukan untuk mendukung
pengembangan saat ini dan dapat dijual secara terpisah. Tanah berlebih ini mempunyai
potensi untuk dikembangkan sehingga mempunyai penggunaan tertinggi dan terbaik
yang terpisah dari tanah utamanya. Pengembangan dimasa yang akan datang dapat
berupa ekspansi dari pengembangan saat ini atau pengembangan baru yang berbeda.
Jadi nilai dari tanah berlebih ini ditambahkan dengan nilai tanah utama.

Untuk mengetahui adanya tanah berlebih, pertama-tama harus dianalisis koefisien dasar
bangunan (KDB) maksimal dari tanah yang dinilai. Misalnya luas tanah yang dinilai
adalah 10.000 m2 dengan luas tapak bangunan 3.000 m2. Apabila KDB dari lokasi tanah
tersebut 50%, maka luas lantai dasar maksimal yang dapat dibangun adalah 5.000 m2.
Dengan luas pengembangan saat ini seluas 3.000 m2 menunjukkan bahwa masih
terdapat potensi untuk dikembangkan seluas 2.000 m2. Untuk mendapatkan luas tanah
berlebih dilakukan prosedur sebagai berikut:

Luas tanah berlebih = Luas tanah – ( luas bangunan / KDB)


= 10.000 m2– (3.000m2 / 50%)
= 4.000 m2

Selain dengan perhitungan diatas, besaran luas tanah berlebih harus diklarifikasi
dengan kondisi di lapangan apakah memungkinkan bila dipisahkan seluas 4.000 m2
untuk potensi pengembangan lainnya, selain itu juga harus diperiksa juga apakah dari
sesi Koefisisen Lantai Bangunan (KLB masih memungkinkan. Apabila posisi bangunan
di lapangan tidak memungkinkan maka luas tanah berlebih di atas lebih kecil dari 4.000
m2.

V-13
Gambar 5.6 Contoh Tanah Berlebih

Luas = Luas =
2
2 2.500 m
4.000 m

= Pengembangan saat ini

= Tanah berlebih

Tanah Surplus
Tanah surplus adalah tanah lebih yang tidak diperlukan untuk mendukung
pengembangan saat ini namun karena limitasi fisik, penempatan bangunan atau aturan
lingkungan sekitar tidak dapat dijual secara terpisah. Tanah surplus ini ada yang dapat
memberikan kontribusi positif terhadap nilai namun ada pula yang tidak, ada yang dapat
digunakan untuk ekspansi dari pengembangan saat ini namun ada pula yang tidak dapat
dimanfaatkan.
Gambar 5.7 Contoh Tanah Surplus

= Pengembangan saat ini

= Tanah surplus

Apabila tanah surplus tidak memberikan kontribusi positif kepada nilai tanah utama
maka nilai tanah surplus tersebut akan jauh lebih kecil dari tanah utama.

5.3.5. Metode Penilaian Tanah


Dalam melakukan penilaian atas tanah, dikenal 4 (empat) jenis kondisi tanah yaitu :
1) Tanah mentah belum siap dibangun.
2) Tanah matang dan siap dibangun.
3) Tanah matang terdapat bangunan akan dikembangkan sesuai dengan peruntukan.

V-14
4) Tanah matang, telah dikembangkan sesuai dengan peruntukan.

Berdasarkan keadaan lokasi sekitarnya, sarana dan prasarana yang tersedia serta data
tanah yang tersedia, tanah dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Tanah yang terletak dilokasi yang belum berkembang, sarana dan prasarana belum
tersedia dengan baik, data harga pasar yang wajar tersedia (banyak terjadi transaksi
jual beli serta banyak tanah yang ditawarkan).
2) Tanah yang terletak pada daerah yang sedang berkembang, sarana dan prasarana
berkembang sejalan dengan perkembangan daerah, data harga pasar yang wajar
masih belum tersedia cukup, walaupun beberapa data harga jual sudah harus
diseleksi karena kemungkinan terjadinya transaksi yang berlangsung kurang / tidak
wajar. Biasanya untuk daerah yang berkembang sering terjadi jual-beli dalam
keadaan yang tidak wajar karena minat pembeli dari para investor yang memiliki sifat
yang berbeda-beda.
3) Tanah yang terletak pada daerah yang sudah berkembang, sarana dan prasarana
telah memadai sesuai dengan rencana induk Kota. Data harga pasar yang wajar
tidak tersedia cukup atau untuk jalan tertentu sulit diperoleh data harga jual tanah
yang wajar.
4) Tanah yang terletak pada daerah yang telah berkembang pesat, sarana dan
prasarana telah lengkap sesuai dengan rencana induk kota. Data harga pasar yang
wajar tidak tersedia. Perkembangan daerah menuntut pemanfaatan tanah yang
semaksimal mungkin. Perubahan KDB dan KLB akan sangat mempengaruhi nilai
tanah, selain peruntukan yang menjadi faktor utama dalam penentuan nilai pasar
tanah.

Dalam melakukan penilaian tanah, perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian awal dari
tanah tersebut untuk dapat menentukan metode apa yang digunakan, yang kemudian
dapat ditentukan nilai pasar yang wajar dari tanah yang dinilai.

Nilai tanah harus selalu mempertimbangkan penggunaan terbaik dan tertinggi dari
tanah. Meskipun di atas tanah tersebut sudah terdapat bangunan, nilai tanah tetap
harus mempertimbangkan penggunaan terbaik dan tertingginya.

Secara umum, penilaian tanah terdiri dari 6 metode sebagai berikut:


1) Sales comparison (perbandingan pasar)
2) Extraction (ektraksi)

V-15
3) Allocation (alokasi)
4) Land residual (penyisaan tanah)
5) Ground rent capitalization (kapitalisasi sewa tanah)
6) Land development (pengembangan lahan)

Tabel 5.2 Aplikasi dan Batasan Penilaian


Aplikasi dan Batasan
Perbandingan Pasar
Prosedur Data pembanding dianalisis, dibandingkan dan disesuaikan dengan properti
yang dinilai.
Penggunaan Teknik yang paling banyak digunakan untuk menilai tanah dan merupakan
teknik yang ideal bila data pembanding banyak tersedia di pasar.
Batasan Kurangnya data pembanding yang ada di pasar.

Ektraksi
Prosedur Harga jual properti dikurangi dengan estimasi nilai bangunan terdepresiasi
Penggunaan Digunakan bila kontribusi nilai bangunan terhadap nilai properti relatif kecil
dan mudah diidentifikasi.
Batasan Penentuan kontribusi bangunan relatif sulit
Alokasi
Prosedur Rasio nilai tanah terhadap nilai properti dari pembanding digunakan untuk
menentukan nilai tanah
Penggunaan ƒ Bila penawaran tanah kosong terbatas
ƒ Hanya untuk pengecekan nilai tanah
Batasan ƒ Tidak dapat menghasilkan indikasi nilai yang akurat
ƒ Jarang digunakan sebagai metode utama dalam penilaian tanah
ƒ Rasio nilai tanah terhadap nilai properti sulit didukung
Teknik Penyisaan Tanah
Prosedur Pendapatan bersih dikapitalisasi kemudian dikurangi nilai bangunan.
Penggunaan ƒ Data pembanding tanah tidak tersedia di pasar.
ƒ Pengecekan HBU
Batasan ƒ Keakuratan estimasi nilai bangunan.
ƒ Keakuratan estimasi pendapatan bersih.
ƒ Keterbatasan tingkat kapitalisasi di pasar.
Kapitalisasi sewa tanah
Prosedur Nilai sewa tanah dibagi dengan tingkat kapitalisasi pasar
Penggunaan Data pembanding sewa dan tingkat kapitalisasi didapat dari analisis
penjualan tanah sewa
Batasan Penyesuaian hak atas properti dan kondisi perjanjian sewa
Teknik Pengembangan Lahan
Prosedur Proyeksi pendapatan bersih dikapitalisasi kemudian dikurangi biaya
pengembangan
Penggunaan Tanah kosong tersebut mempunyai potensi pengembangan.
Batasan Keakuratan estimasi data penjualan dan biaya pengembangan.

Pemilihan metode penilaian tanah tergantung pada data yang tersedia, keandalan dan
kegunaan dalam menghasilkan nilai. Selain itu terdapat beberapa kondisi tanah yang
dapat diaplikasikan pada beberapa metode penilaian tanah:

V-16
Tabel 5.3 Pemilihan Metode Penilaian
Perbandingan Penyisaan Kapitalisasi Pengembangan
Kondisi Tanah Ekstrasi Alokasi
pasar tanah sewa tanah lahan
Tanah mentah belum
√ √ √ √ √
siap bangun

Tanah matang dan siap


√ √ √ √ √ √
bangun

Tanah matang terdapat


bangunan akan
√ √ √ √
dikembangkan sesuai
dengan peruntukan

Tanah matang telah


dikembangkan sesuai √ √ √ √
peruntukan

Metode Perbandingan Pasar (Sales Comparison Method)


Pendekatan Perbandingan Data Pasar didasarkan atas pronsip ekonomi subtitusi.
Dalam pendekatan ini, penentuan nilai properti berdasarkan perbandingan atas analisis
transaksi, penawaran dan permintaan properti sejenis yang berada di sekitar lokasi
dengan memperhatikan faktor perbandingan antara lain lokasi, jenis dokumen
kepemilikan, kondisi pembiayaan, kondisi transaksi, karakteristik fisik properti,
karakteristik ekonomi dan penggunaan.

Analisis perbandingan ini difokuskan pada persamaan dan perbedaan yang sangat
signifikan berpengaruh terhadap nilai.

Proses perbandingan didasarkan atas analisis kesamaan dan ketidaksamaan dari kedua
bidang tanah tersebut. Penilai mengumpulkan data-data penjualan yang aktual dan data
terkait. Selanjutnya dari data-data pembanding tersebut dilakukan pengidentifikasian
data berkaitan dengan persamaan dan perbedaan antara obyek penilaian dan properti
pembanding, melakukan penyesuaian terhadap harga penjualan dari data pembanding
berdasarkan atas ketidaksamaan karakteristik tanah yang dinilai.

Beberapa faktor yang dapat dijadikan faktor penyesuaian adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4 Faktor Penyesuaian Dalam Metode Perbandingan Pasar
Faktor Keterangan
Lokasi dan aksesibilitas Kedekatan dengan pusat kota atau pusat keramaian akan berpengaruh
terhadap harga tanah. Semakin dekat dengan pusat keramaian maka
harga tanah cenderung lebih tinggi. Aksesibilitas menggambarkan
lebar jalan di depan properti, akses jalan atau pencapaian ke lokasi,
ketersediaan transportasi publik dan lain-lain.

V-17
Faktor Keterangan
Waktu transaksi Jika harga jual mengalami perubahan yang cepat dalam beberapa tahun
sebelumnya dan tersedia sejumlah data penjualan yang cukup, maka
data jual yang dipilih untuk melakukan perbandingan adalah data yang
paling dekat dengan tanggal penilaian.

Luas tanah Ukuran tanah umumnya bukan merupakan elemen perbandingan yang
penting dibandingkan dengan tanggal transaksi dan lokasi karena
kebanyakan jenis pengembangan mempunyai ukuran lahan yang
optimal, namun jika lahan terlalu besar, nilai dari tanah per meter
persegi akan cenderung berbeda secara signifikan.

Peruntukkan Peruntukkan seringkali merupakan kriteria paling dasar dalam memilih


pembanding. Lahan yang mempunyai peruntukkan sama dengan obyek
penilaian adalah paling sesuai untuk dijadikan pembanding. Jika data
penjualan tidak cukup tersedia dalam kategori peruntukkan yang sama,
maka data dari kategori yang sama dari kawasan lain dapat digunakan
setelah dilakukan penyesuaian-penyesuaian untuk menghindari adanya
distorsi dan kesalahan dalam perbandingan harga jual.

Topografi Tanah yang terletak di daerah resor akan lebih tinggi harga tanahnya
bila mempunyai topografi yang berkontur namun untuk tanah di pusat
kota lebih tinggi bila topografi datar.

Kondisi Kondisi tanah dapat dibedakan menjadi tanah mentah, tanah setengah
matang dan tanah matang. Bila obyek penilaian berupa tanah sawah
dan pembandingnya berupa tanah matang maka penyesuaian yang
diberikan sebesar biaya pematangan tanah.

Posisi Posisi tanah di huk, pojok, tengah, tusuk sate berpengaruh terhadap
nilai tanah tergantung pada persepsi pasar terhadap posisi-posisi
tersebut.
Bentuk Bentuk tanah yang beraturan seperti persegi lebih disukai dibandingkan
dengan trapesium atau tidak beraturan.

Dokumen kepemilikan Perbedaan dokumen kepemilikan akan berpengaruh terhadap nilai


tanah. Untuk rumah tinggal, SHM mempunyai nilai lebih tinggi
dibandingkan dengan HGB, namun untuk beberapa properti yang
mempunyai pembeli potensial dari perusahaan maka HGB memiliki nilai
yang lebih tinggi.

Pemandangan/view Tanah yang berlokasi di daerah resor seperti pantai dan gunung,
pemandangan merupakan faktor yang cukup signifikan untuk
dibandingkan. Tanah yang mempunyai pemandangan langsung ke laut
biasanya mempunyai nilai jual yang lebih tinggi.

Faktor-faktor di atas tidak mutlak diaplikasikan pada setiap perhitungan penilaian tanah
sehingga dapat ditambahkan atau dikurangkan, bergantung pada kondisi obyek
penilaian dan data pembandingnya.

Perbandingan harga jual dapat secara sederhana diketahui dari keunggulan dan
kekurangan kualitas properti yang bias/selisih/deviasi dinyatakan dalam satuan jumlah
uang (rupiah) atau persentase yang selanjutnya dijumlahkan dan dikalikan dengan

V-18
harga jual pembanding. Semua penyesuaian yang tertuang dalam laporan Penilaian
seharusnya dinyatakan secara logis dan mudah dipahami.

Prosedur Penilaian
1) Pengumpulan Data
Pengumpulan seluruh data-data yang diperlukan menyangkut tanah (obyek
Penilaian) dan data-data transaksi penjualan yang digunakan sebagai pembanding
(obyek pembanding).
2) Verifikasi Data
Data transaksi penjualan yang digunakan sebagai pembanding, dapat diperoleh dari
sumber-sumber sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dengan kriteria bahwa
waktu terjadinya transaksi paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir, lokasi
obyek pembanding berdekatan atau berada di sekitar obyek Penilaian, dan
mempunyai kategori kegunaan yang sejenis dan karakterisitik yang mendekati sifat
fisik obyek penilaian. Dalam hal kriteria data transaksi dimaksud tidak dapat
dipenuhi, data yang diperoleh dapat digunakan sebagai obyek pembanding untuk
selanjutnya dilakukan penyesuaian seperlunya.
3) Analisis Data
Data transaksi penjualan yang digunakan sebagai pembanding dievaluasi dan
dianalisis untuk proses penyesuaian. Penyesuaian dilakukan dengan cara
menambah atau mengurangi faktor-faktor yang melekat pada obyek pembanding
dengan persentase/jumlah tertentu berdasarkan hasil analisis Tim Penilai Internal.
Dalam hal obyek penilaian adalah tanah kosong dan obyek pembanding berupa
tanah dengan bangunan di atasnya, nilai obyek pembanding dikurangi dengan nilai
bangunan sehingga diperoleh nilai atas tanah kosong.
4). Proses Penyesuaian untuk Mendapatkan Nilai Pasar
Proses penyesuaian dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor seperti waktu,
lokasi dan lingkungan, karakteristik fisik tanah (bentuk, lebar depan/belakang,
elevasi), jenis tanah, zoning, dan aksesibilitas. Besarnya persentase/jumlah tertentu
dari faktor-faktor penyesuaian selanjutnya dijumlahkan seluruhnya untuk
memperoleh total penyesuaian yang dipergunakan untuk menentukan besarnya Nilai
Indikasi masing-masing obyek pembanding diberi persentase
pembebanan/pembobotan yang besarnya ditentukan berdasarkan analisis Tim
Penilai Internal. Selanjutnya akan diperoleh Nilai Pasar obyek penilaian dengan cara
menjumlahkan seluruh nilai setelah pembebanan/pembobotan.

V-19
Mengingat keterbatasan data/informasi yang dapat diperoleh, menjadikan hal ini sulit
terpenuhi, sehingga untuk kepentingan penilaian dengan pendekatan perbandingan data
pasar diupayakan paling sedikit menggunakan dua atau tiga obyek pembanding.

Contoh 1 Obyek Penilaian Tanah Kosong dengan Obyek Pembanding Tanah Kosong
Tabel 5.5 Contoh Penilaian Tanah Kosong Dengan Obyek Pembanding Tanah Kosong
Data Pembanding Data Pembanding Data Pembanding
Data Transaksi Penjualan 1) 1) Obyek Penilaian
I II III
Alamat/Lokasi Jl. Mawar 4 Jl. Teratai 14 Jl. Melati 144 Jl. Tulip 1
Jarak ke Obyek Penilaian 50m 25m 900m
Penilaian Januari
Waktu Transaksi Penjualan Januari 2006 Desember 2005 Januari 2005
2006
2
Luas Tanah (m ) 210 252 220 250
Lebar depan (m) 15 20 15 20
Bentuk Tanah Persegi panjang Persegi panjang Persegi panjang Persegi panjang
Elevasi Tanah Sejajar jalan Sejajar jalan Sejajar jalan Sejajar jalan
Peruntukan Tanah Pemukiman Pemukiman Pemukiman Pemukiman
Aksessibilitas Baik Baik Cukup Baik
Nilai Tanah/Harga Jual per-
2 Rp. 250.000,00 Rp. 245.000,00 Rp. 225.000,00 ?
m
2)
Faktor Penyesuaian :
1. Waktu transaksi 0,0% 0,0% +5,0%
2. Lokasi 0,0% 0,0% +5,0%
3. Fisik Tanah
Luas +10,0% 0,0% +5,0%
Lebar Depan +5,0% 0,0% +5,0%
Bentuk Tanah 0,0% 0,0% 0,0%
Elevasi Tanah 0,0% 0,0% 0,0%
4. Zoning 0,0% 0,0% 0,0%
5. Aksesibilitas 0,0% 0,0% +5,0%
Jumlah Penyesuaian +15% 0% +25%
Nilai Indikasi
2 3) 278.500 245.000 281.250
per m
Pembobotan/
4) 30% 45% 25%
Pembebanan
Nilai Setelah
5) 83.550 110.250 70.313
Pembobotan
2
Nilai Pasar per m 83.550 + 110.250 + 70.313 = Rp. 264.113,00
*****)
Pembulatan Rp. 264.000,00
Catatan:
1. Pembanding II dan III jika ada
2. Besarnya persentase penyesuaian berdasarkan opini atau analisis Tim Penilai.
2
3. (Nilai Tanah per m ) x (100%+Jumlah Penyesuaian)
4. Berdasarkan analisis Penilai dengan jumlah seluruh Pembobotan/Pembebanan maksimum harus
samadengan 100%.
5. (Nilai Indikasi) x (Pembobotan)
6. Pembulatan

Penjelasan :
Dalam melakukan penilaian menggunakan pendekatan perbandingan data pasar, Tim
Penilai dapat menggunakan berbagai macam faktor penyesuian/adjustments sesuai

V-20
dengan tingkat kebutuhan di lapangan. Pendekatan ini sangat memerlukan kejelian dan
keahlian dari Tim Penilai dalam menganalisis Nilai Pasar terutama berkaitan dengan
besaran penyesuaian yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang dianggap berpengaruh
terhadap nilai. Nilai + (plus) diberikan terhadap data pembanding, apabila faktor
pembanding tersebut lebih jelek dari faktor yang dibandingkan dengan obyek penilaian.
Begitupula sebaliknya, akan diberikan Nilai - (minus) diberikan terhadap data
pembanding, apabila faktor pembanding tersebut lebih baik dari faktor yang
dibandingkan dengan obyek penilaian.

Dalam hal ini besaran persentase (%) dari masing-masing faktor yang dianggap
mempengaruhi nilai ditentukan berdasarkan analisis data pembanding dan transaksi
yang ada di pasar. Besarannya sangat bervariasi namun sewajarnya tidak lebih dari
50% karena bila lebih dari 50% berarti data pembanding berbeda signifikan dengan
Obyek Penilaian.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai, antara lain:


1) Waktu Transaksi Penjualan
Obyek Pembanding I dan II diberikan penyesuaian sebesar 0,0%, besarnya
penyesuaian tersebut didasarkan pada analisis Tim Penilai bahwa dalam jangka
waktu terjadinya transaksi atas Obyek Pembanding I dan II sampai dengan saat
dilakukan Penilaian pada Januari 2006 tidak akan terjadi kenaikan harga yang
signifikan, sehingga penyesuaian sebesar 0,0% tersebut adalah cukup layak.
Walaupun demikian di suatu wilayah tertentu dengan tingkat permintaan/demand
yang tinggi atas tanah dimungkinkan terjadinya kenaikan harga dalam hitungan
mingguan bahkan harian sehingga penyesuaian tetap diperlukan yang besarnya
didasarkan perkiraan oleh Tim Penilai.
Obyek Pembanding III perlu diberikan penyesuaian dikarenakan saat terjadinya
transaksi sampai dengan saat dilakukan Penilaian pada Januari 2006 mempunyai
rentang waktu yang cukup signifikan (kurang lebih 6 bulan) dan dengan
mempertimbangkan kondisi-kondisi ekonomi setempat atau faktor-faktor lain yang
diperkirakan akan berpengaruh, maka harga/nilai jual pada kawasan tersebut
diperkirakan akan mengalami perubahan. Berdasarkan analisis Tim Penilai,
kawasan tersebut lebih sesuai diberikan 5,0% kenaikan untuk jangka waktu 6 bulan.
2) Lokasi
Penyesuaian terhadap Lokasi dengan memperhatikan letak Obyek-obyek
Pembanding berada. Bila Obyek Pembanding I dan II berada di lokasi yang

V-21
berdekatan dengan Obyek Penilaian, sehingga tidak diperlukan penyesuaian atau
besarnya penyesuaian 0,0%.
Obyek Pembanding III berjarak relatif cukup jauh dari Obyek Penilaian. Tim Penilai
menganggap bahwa lokasi Obyek Penilaian lebih baik ketimbang Obyek
Pembanding III bila dilihat dari beberapa faktor, misalnya, Obyek Penilaian terletak di
areal yang lebih bersih dan asri, terletak disudut jalan, tidak di posisi “tusuk sate”,
atau karena Obyek Penilaian lebih dekat dengan Pos Keamanan, dan lain-lain.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka Tim Penilai dapat memperkirakan besarnya
penyesuaian yang layak untuk Obyek Pembanding III yaitu sebesar +5,0%.
3) Fisik Tanah
a) Luas
Obyek Pembanding I dan III diberikan penyesuaian sebesar +10,0% dan +5,0%,
karena Obyek Penilaian lebih luas. Baik obyek pembanding maupun obyek yang
dinilai sama-sama mempunyai peruntukan untuk pemukiman. Dimana untuk
faktor luas tanah sangat berkaitan dengan peruntukannya (memenuhi prinsip
the highest and best use).
Perlu dicatat bahwa semakin luas tanah tersebut bukan berarti menjadi semakin
mahal permeterperseginya namun justru bisa sebaliknya. Untuk masing-masing
peruntukan memiliki luas batas ideal, walaupun sampai saat ini tidak dilakukan
penelitian secara khusus yang bisa dijadikan pedoman khusus bagi penilai
dalam melihat kaitan hubungan luas ideal dari masing-masing peruntukan
properti tersebut.
Dalam contoh perhitungan ini misalnya besarnya penyesuaian tersebut dapat
diperkirakan dengan mempertimbangkan apresiasi Penilai terhadap fleksibilitas
peruntukan berkaitan dengan perbedaan Luas Obyek Pembanding I dan III
terhadap Obyek Penilaian adalah ekuivalen atau sama dengan besarnya
persentase penyesuaian tersebut.
Sedangkan untuk Obyek Pembanding II tidak diperlukan penyesuaian karena
selisih yang ada dianggap relatif tidak signifikan.
b) Lebar Depan
Obyek pembanding I dan III memiliki lebar depan yang lebih kecil dari obyek
penilaian sehingga diperlukan besarnya penyesuaian yang layak menurut Tim
Penilai yaitu sebesar masing-masing +5,0%. Sedangkan obyek pembanding II
tidak perlu penyesuaian karena mempunyai ukuran yang sama dengan Obyek
Penilaian.

V-22
c) Bentuk Tanah
Tidak perlu penyesuaian karena Obyek-obyek Pembanding mempunyai
karakteristik bentuk tanah yang relatif sama dengan Obyek Penilaian.
d) Elevasi Tanah
Obyek Pembanding I , II dan III mempunyai tingkat elevasi tanah yang relatif
sama dengan Obyek Penilaian sehingga tidak diperlukan penyesuaian.
4) Peruntukan Tanah (zoning)
Tidak perlu penyesuaian karena Obyek-obyek Pembanding mempunyai peruntukan
tanah yang sama dengan Obyek Penilaian, yaitu untuk pemukiman.
5) Aksesibilitas
Ditinjau dari kriteria aksesibilitas, Obyek Pembanding I dan II tidak memerlukan
penyesuaian karena berdekatan dengan Obyek Penilaian sehingga mempunyai
tingkat akssesibilitas (pencapaian terhadap obyek) yang sebanding. Obyek
Penilaian, Pembanding I, dan II mempunyai akses yang lebih baik atas Fasilitas
Umum, Sosial, dsb bila dibanding Obyek Pembanding III. Obyek Pembanding III
mempunyai akssesibilitas lebih rendah sehingga perlu diberikan kenaikan
penyesuaian sebesar +5,0%.

Contoh 2 Obyek Penilaian Tanah Kosong dengan Obyek Pembanding Tanah yang Ada
Bangunan di Atasnya
Tabel 5.6 Contoh Penilaian Tanah Kosong Dengan dengan Obyek Pembanding Tanah yang Ada Bangunan di Atasnya-Nilai Tanah
Data Transaksi Penjualan Data Pembanding I Data Pembanding II*) Data Pembanding III*) Obyek Penilaian

Alamat/Lokasi Jl. Anggrek No. 01 Jl. Anggrek No. 04 Jl. Anggrek No. 40 Jl. Anggrek No. 26
Jarak ke Obyek Penilaian 100 m 50 m 75 m
Penilaian Januari
Waktu Transaksi Penjualan Januari 2005 Juli 2005 Desember 2005
2006
2
Luas Tanah (m ) 500 300 450 300
Lebar depan (m) 22 20 22 20
Bentuk Tanah Persegi panjang Persegi panjang Persegi panjang Persegi panjang
Elevasi Tanah Sejajar jalan Sejajar jalan Sejajar jalan Sejajar jalan
Luas Bangunan
2 300 200 250
2 lantai/tingkat (m )
Peruntukan tanah Pemukiman Pemukiman Pemukiman Pemukiman
Kondisi Fisik Tanah Umumnya Baik Baik Baik Baik
Kondisi Bangunan Baik Baik Baik Baik
Spesifikasi Bangunan:
a. Lantai Teraso Teraso Teraso
b. Atap Gntng Keramik Gntng Keramik Gntng Keramik
c. Dinding Batu bata Batu Bata Batu Bata
d. Langit-langit Gypsum Gypsum Gypsum

V-23
Data Transaksi Penjualan Data Pembanding I Data Pembanding II*) Data Pembanding III*) Obyek Penilaian
Tahun Dibangun
Tahun 1990 Tahun 1997 Juli 2000
(belum pernah renovasi)
Nilai Tanah dan Bangunan/Harga Jual Rp 600.000.000 Rp 390.000.000 Rp 580.000.000

Tabel 5.7 Contoh Penilaian Tanah Kosong Dengan dengan Obyek Pembanding Tanah yang Ada Bangunan di Atasnya-Nilai
Bangunan

Nilai Bangunan berdasarkan Pendekatan Biaya

Data Transaksi Penjualan Data Pembanding I Data Pembanding II Data Pembanding III
2 **)
Biaya Pembuatan/Penggantian Baru per m Rp 1.200.000 Rp 1.200.000 Rp 1.200.000
2
Luas Bangunan (m ) 300 200 250
***)
Jumlah Biaya Pembuatan/Penggantian Baru Rp 360.000.000 Rp 240.000.000 Rp 300.000.000
****)
Penyusutan s.d. Tahun Transaksi 30% 27% 19%
****)
Nilai Bangunan Rp 252.000.000 Rp 175.000.000 Rp 243.000.000
Catatan:
*)
Pembanding II dan III jika ada
**)
Nilai Bangunan dihitung dengan menggunakan Pendekatan Biaya, yaitu dengan menggunakan Daftar
Komponen Penilaian Bangunan (DKPB) setempat.
***) 2
(Biaya Pembuatan/Penggantian Baru per m ) X (Luas Bangunan)
****)
Lihat Tabel Penyusutan Teknis
*****)
(Jumlah Biaya Pembuatan atau Penggantian Baru) X ( 100% - {Penyusutan s.d. Tahun Transaksi})

Tabel 5.8 Contoh Hasil Penilaian Tanah Kosong Dengan dengan Obyek Pembanding Tanah yang Ada Bangunan di Atasnya

Nilai Tanah setelah dikurangi dengan Nilai Bangunan

Data Transaksi Penjualan Data Pembanding I Data Pembanding II*) Data Pembanding III*)

Nilai Tanah dan Bangunan/Harga Jual Rp 600.000.000 Rp 390.000.000 Rp 580.000.000


(-) Nilai Bangunan Rp 252.000.000 Rp 175.000.000 Rp 243.000.000
Nilai Tanah kosong Rp 348.000.000 Rp 215.000.000 Rp 337.000.000
2
Luas Tanah (m ) 500 300 450
2 *)
Nilai Tanah per m * Rp 696.000 Rp 716.667 Rp 748.889
Pembulatan Rp 700.000 Rp 720.000 Rp 750.000
Faktor Penyesuaian :
1. Waktu transaksi + 5,0% + 2,5% 0,0%
2. Lokasi 0,0% 0,0% 0,0%
3. Fisik Tanah
Luas Tanah -10,0% +0,0% -5,0%
Lebar Depan 0,0% 0,0% 0,0%
Bentuk Tanah 0,0% 0,0% 0,0%
Elevasi Tanah 0,0% 0,0% 0,0%
4. Zoning 0,0% 0,0% 0,0%
5. Aksesibilitas 0,0% 0,0% 0,0%
Jumlah Penyesuaian + 5,0% +2,5% - 5,0%
2
Nilai Indikasi per m Rp 735.000 Rp 738.000 712.500
2)
Pembobotan/Pembebanan 25% 40% 35%
Nilai Setelah Pembobotan 183.750 295.200 249.375

V-24
Nilai Tanah setelah dikurangi dengan Nilai Bangunan

Data Transaksi Penjualan Data Pembanding I Data Pembanding II*) Data Pembanding III*)
2
Nilai Pasar per m 183.750 + 295.200 + 249.375 = Rp. 728.325
Pembulatan Rp. 728.000
***)

Catatan:
**)
Pembanding II dan III jika ada
**)
(Nilai Tanah Kosong) : (Luas Tanah)
***)
Pembulatan

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai, antara lain:


1) Waktu Transaksi Penjualan
Obyek-obyek Pembanding perlu disesuaikan karena saat terjadinya transaksi atas
Obyek Pembanding sampai dengan saat dilakukan penilaian terhadap Obyek
Penilaian pada Januari 2006 terdapat rentang waktu yang cukup signifikan. Melihat
kondisi ekonomi setempat, maka pada kawasan tersebut diperkirakan terjadi
perubahan harga/nilai jual yang besarnya didasarkan analisis Tim Penilai.
Mengingat bahwa, saat dilakukan penilaian terhadap Obyek Penilaian pada Januari
2006 dan berdasarkan hasil analisis/perkiraan maka penyesuaian yang dapat
dilakukan untuk masing-masing Obyek Pembanding:
Obyek Pembanding I = +5,0%

Obyek Pembanding II = +2,5%

Obyek Pembanding III = 0,0%

2) Lokasi
Penyesuaian terhadap Lokasi dengan memperhatikan letak Obyek-obyek
Pembanding berada. Dilihat dari “Jarak ke Obyek Penilaian”, Obyek Pembanding I,
II, dan III berada di lokasi yang berdekatan dengan Obyek Penilaian, sehingga relatif
tidak diperlukan penyesuaian.
3) Fisik Tanah
a) Luas
Obyek-obyek Pembanding I, II dan III diberikan penyesuaian masing-masing
sebesar -10,0%, 0,0% dan -5,0%. Obyek pembanding I dan III lebih luas dari
Obyek Penilaian. Dengan asumsi luas ideal untuk pemukiman adalah + 400 m2,
maka terhadap kelebihan luas tersebut diberikan diskon atau potongan harga.
Untuk Pembanding II memiliki luas yang sama dengan obyek yang dinilai maka
tidak perlu penyesuaian.

V-25
b) Lebar Depan
Tidak perlu penyesuaian karena Obyek-obyek Pembanding mempunyai ukuran
yang relatif sama dengan Obyek Penilaian.
c) Bentuk Tanah
Tidak perlu penyesuaian karena Obyek-obyek Pembanding mempunyai
karakteristik bentuk tanah yang relatif sama dengan Obyek Penilaian.
d) Elevasi Tanah
Tidak perlu penyesuaian karena Obyek-obyek Pembanding mempunyai elevasi
tanah yang relatif sama dengan Obyek Penilaian.
4) Peruntukan Tanah (zoning)
Tidak perlu penyesuaian karena Obyek–obyek Pembanding mempunyai peruntukan
tanah yang sama dengan Obyek Penilaian.
5) Akssesibilitas
Penyesuaian tidak perlu dilakukan karena Obyek–obyek Pembanding mempunyai
tingkat aksesibilitas yang sama dengan Obyek Penilaian

Metode Ektraksi
Metode ektraksi merupakan teknik menilai tanah dengan cara mengurangkan nilai
bangunan dari nilai properti untuk mendapatkan nilai tanah. Teknik ini digunakan apabila
kontribusi nilai bangunan terhadap nilai properti relatif kecil dan tidak signifikan.
Kesesuaian nilai bangunan tergantung pada keakuratan biaya pembangunan baru dan
perhitungan depresiasi. Pembanding yang berupa bangunan baru relatif lebih mudah
menghitung tingkat depresiasinya sehingga dapat menghasilkan estimase nilai tanah
yang akurat. Nilai tanah yang dihasilkan dari metode ini memerlukan analisis lebih lanjut
dengan menggunakan metode perbandingan yaitu dilakukan penyesuaian dengan
obyek penilaian.

Nilai Tanah = Nilai Properti − Nilai Bangunan

Metode ini dapat digunakan untuk penilaian tanah di daerah yang telah berkembang
dimana data penjualan tanah terbatas.

Contoh Penilaian Tanah Dengan Metode Ekstraksi


Luas Tanah : 200 m2
Luas Bangunan : 150 m2

V-26
Nilai Properti : Rp 1.000.000.000
2
Biaya Pembangunan Baru/m : Rp 2.000.000
Depresiasi Bangunan : 25%
Nilai Tanah : ?

Nilai Bangunan : (Rp 2000.000 x 150) x (100%-25%)


Rp 225.000.000
Nilai Tanah : Rp 1.000.000.000 – Rp 225.000.000
Rp 775.000.000

Metode Alokasi
Metode alokasi adalah metode penilaian tanah yang didasarkan atas prinsip
keseimbangan dan berkait dengan konsep kontribusi. Prosedur dari metode ini
didasarkan atas kesamaan rasio antara nilai tanah dan nilai pengembangannya untuk
suatu penggunaan khusus dari suatu properti pada suatu lokasi tertentu. Metode ini
memperkirakan kontribusi nilai tanah terhadap total nilai berdasarkan pengalaman
penilai, nilai tanah historikal, rasio tanah terhadap bangunan di wilayah pasar yang
sejenis. Metode alokasi lebih berguna ketika data transaksi pembanding tidak tersedia.
Nilai tanah yang dihasilkan dari metode alokasi ini memerlukan analisis lebih lanjut
dengan menggunakan metode perbandingan yaitu dilakukan penyesuaian dengan
obyek penilaian.

Gambar 5.8 Metode Alokasi Dalam Penilaian Tanah

Nilai Properti

Rasio Nilai Tanah


Nilai Properti

Nilai Tanah

Metode ini tidak memerlukan estimasi nilai bangunan sehingga sesuai untuk menilai
properti di lingkungan yang sudah menurun dengan data pembanding tanah kosong
yang terbatas.

Contoh 1
Metode alokasi digunakan dalam tugas Penilaian untuk menilai misalnya sebuah lahan
yang menghadap ke danau (lakefront) yang digunakan sebagai rumah peristirahatan.

V-27
Diasumsikan tidak ada penjualan tanah kosong yang terjadi belakangan ini, tetapi
Penilai mengetahui (dengan pasti) bahwa rumah yang berada di dekat danau telah
terjual dengan harga antara Rp.150.000.000,00 s/d Rp.200.000.000,00. Developer dari
rumah-rumah tepi danau (lakefront) pada kawasan lain yang berdekatan dapat membeli
sebuah lot/areal tanah yang mempunyai ukuran sama seharga Rp.60.000.000,00,
dibangun dengan bangunan rumah seharga Rp 90.000.000,00 dan menetapkan
keuntungan sebesar Rp 30.000.000,00 serta overhead dengan total kontribusi
pengembangan (improvement) sebesar Rp 120.000.000,00 dengan total nilai sebesar
Rp 180.000.000,00. Dengan demikian nilai tanah menunjukkan rasio 1/3.

Rasio dari nilai tanah terhadap total nilai properti pada suatu bangunan yang sudah
lengkap adalah 0.333 hingga 1.0, sehingga indikasi nilai tanah untuk rumah-rumah di
sekitar danau adalah berkisar antara Rp 50.000.000,00 (yaitu 0.333 x Rp
150.000.000,00) sampai dengan Rp 66.600.000,00 (yaitu 0.333 x Rp 200.000.000,00).

Contoh 2
Tabel 5.9 Analisis Data Pembanding
Faktor
Nilai Properti Estimasi Nilai Estimasi Nilai
Pembanding Proporsi
(Rp) Bangunan (Rp) Tanah (Rp)
Tanah
a b c=a-b d=c/a
A 200.000.000 124.000.000 76.000.000 38%

B 300.000.000 174.000.000 126.000.000 42%

C 500.000.000 300.000.000 200.000.000 40%

D 700.000.000 427.000.000 273.000.000 39%

Indikasi Proporsi Tanah 40%

Tabel 5.10 Estimasi Nilai


Nilai Properti
Properti Faktor Proporsi Tanah Estimasi Nilai Tanah (Rp)
(Rp)
1 400.000.000 40% 160.000.000

2 450.000.000 40% 180.000.000

3 600.000.000 40% 240.000.000

4 800.000.000 40% 320.000.000

V-28
Metode Penyisaan Tanah
Teknik penyisaan tanah digunakan untuk mengestimasi nilai tanah ketika data-data
penjualan atas bidang-bidang tanah kosong yang sejenis tidak tersedia. Teknik ini
didasarkan atas prinsip-prinsip keseimbangan dan berkait dengan konsep kontribusi.
Teknik penyisaan tanah dapat digunakan untuk mengestimasi nilai tanah ketika :
1) Nilai bangunan diketahui atau dapat diestimasi secara akurat;
2) Kestabilan, pendapatan bersih operasi setiap tahun dari properti diketahui atau
dapat diestimasi;
3) Proporsi tingkat kapitalisasi dari tanah dan bangunan dapat dipisahkan dari pasar.

Gambar 5.9 Metode Penyisaan Tanah

Pendapatan Sewa Nilai Bangunan Baru


– x
Biaya Operasional Tingkat Kapitalisasi Bangunan

Pendapatan Bersih Properti Pendapatan Bersih Bangunan


Pendapatan Bersih Tanah

: Tingkat Kapitalisasi Tanah

Nilai Tanah

Untuk menerapkan teknik ini, pertama-tama perlu ditentukan apakah pembangunan


tersebut secara aktual atau hipotetis mencerminkan penggunaan tertinggi dan terbaik
dari tanah, kemudian menetapkan pendapatan operasi bersih per tahun dari properti
yang diperoleh dari sewa pasar dan pembelanjaan operasi pada tanggal penilaian.
Selanjutnya penilai menghitung seberapa besar proporsi pendapatan dan bangunan dan
kemudian mengurangkannya dengan total pendapatan operasi bersih, dan sisanya
dikapitalisasikan dengan tingkat/rate tertentu untuk mendapatkan nilai tanah.

Prosedur
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan teknik penyisaan tanah:
1) Tentukan penggunaan terbaik dan tertinggi dari tanah kosong.

V-29
2) Tentukan pendapatan bersih properti (pendapatan sewa dikurangi biaya
operasional).
3) Hitung nilai bangunan baru.
4) Tentukan proporsi pendapatan bangunan dengan cara mengalikan nilai bangunan
baru dengan tingkat kapitalisasi bangunan.
5) Kurangkan pendapatan bersih properti dengan pendapatan bangunan, hasilnya
merupakan pendapatan tanah.
6) Pendapatan bersih tanah dibagi dengan tingkat kapitalisasi (interest rate), hasilnya
merupakan nilai tanah.
Tingkat kapitalisasi adalah suatu prosentase tertentu yang mencerminkan tingkat
pengembalian yang diperkirakan akan diterima oleh investor dari investasi yang
dilakukan terhadap properti tersebut.

Contoh 1
Suatu gedung perkantoran berlantai banyak (high rise building) dengan pendapatan
kotor pertahun sebesar Rp. 3.500.000.000,-
Luas Tanah = 4.050 m2
Biaya operasional pertahun Rp 1.170.000.000,-
Nilai bangunan dihitung sebesar Rp 11.000.000.000,-
Umur ekonomis bangunan 25 tahun
Tingkat pengembalian atas tanah 9%
Dengan menggunakan metode nilai sisa , hitung Nilai Pasar Tanah properti tersebut ?

Penyelesaian :
Pendapatan kotor tanah dan bangunan Rp 3.500.000.000,-
Biaya operasional Rp 1.170.000.000,- (-)
Pendapatan Bersih tanah dan Bangunan Rp 2.330.000.000,-

Tingkat pengembalian gedung 4% Rp 440.000.000,-


(recapture rate) : (1/25) x 100 %
Tingkat pengembalian (interest rate) 9 % Rp 990.000.000,- (+)
Pendapatan bersih bangunan Rp 1.430.000.000,-

Pendapatan bersih tanah = Rp 2.330.000.000,- (-) Rp 1.430.000.000,-


= Rp 900.000.000,-

V-30
Nilai pasar dari tanah seluas 4.050 m2 = Rp 900.000.000,- : 0,09
= Rp 10.000.000.000,-
Nilai tanah permeter persegi = Rp 2.469.136,-
Pembulatan = Rp 2.470.000,-

Metode Kapitalisasi Sewa Tanah


Metode ini dapat digunakan untuk tanah yang berpotensi untuk disewakan dimana data
pasar sewa mendukung seperti harga sewa dan tingkat kapitalisasi yang dapat
dikembangkan dari analisis transaksi jual dan sewa tanah.

Nilai Tanah = Nilai Sewa Tanah


Tingkat Kapitalisasi

Tingkat kapitalisasi adalah rasio antara pendapatan yang dihasilkan suatu properti
dengan biaya investasi / nilai pasar dari properti tersebut. Tingkat kapitalisasi ini
merupakan tingkat pengembalian pasar yang menjadi daya tarik seseorang untuk
berinvestasi di tanah, dengan mempertimbangkan semua risiko dan keuntungan yang
akan terjadi.

Contoh

Nilai Sewa Tanah/tahun : Rp 30.000.000

Tingkat Kapitalisasi Tanah : 10%

Nilai Tanah : Rp 300.000.000

Metode Pengembangan Lahan


Metode ini dapat digunakan bila tanah yang dinilai terletak pada daerah yang telah
berkembang, data harga pasar yang wajar dari daerah sekitarnya sulit diperoleh dengan
baik, tetapi data harga jual dari tanah yang telah dikembangkan dapat diperoleh. Bila
lokasi yang dinilai akan dikembangkan sebagai perumahan atau bangunan rumah toko
ataupun jenis yang lain, diharapkan telah memiliki rencana tapak (site plan) yang telah
disetujui oleh instansi terkait dimana tanah terletak.

V-31
Dasar analisis dalam metode ini adalah:
1) Master Plan (rencana pengembangan tapak)
2) Penggunaan tertinggi dan terbaik dari properti

Konsep dasar dari Penilaian tanah ini adalah menghitung nilai tanah dengan cara
mengurangkan harga jual tanah dan bangunan yang akan dikembangkan (Gross
Development Value) dengan biaya-biaya pembangunan (Development Cost) yang
dikeluarkan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money)
melalui aplikasi tingkat diskonto tertentu.

Gambar 5.10 Metode Pengembangan Lahan

Kondisi Tanah Penyelesaian


Saat ini Periode Pengembangan Pengembangan

Gross Development Value


(GDV)

Development Cost
(DC)

=
Nilai Properti
Tingkat Diskonto (i) Residual
1/(1+i)n GDV - DC

Prosedur
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan Metode Pengembangan Lahan:
1) Tentukan penggunaan terbaik dan tertinggi
2) Hipotesis produk berdasarkan konsep pengembangan
3) Tentukan waktu pengembangan dan biaya pengembangan
4) Proyeksi tahapan penjualan
5) Proyeksi harga jual
6) Proyeksi pendapatan penjualan
7) Proyeksi biaya operasional
8) Tentukan faktor keuntungan/kerugian
9) Prediksi tingkat diskonto

V-32
Contoh
Sebidang tanah untuk perumahan memenuhi syarat di lakukan penilaian dengan
metode Pengembangan Tanah (Land Development Approach). Diperoleh data – data
yang dapat memberi gambaran pengembangan sebagai berikut :
1) Lamanya waktu pengembangan adalah 4 tahun
2) Jumlah kavling yang dapat dijual 70 unit
3) Penjualan dapat dilakukan pada tahun ke 2
4) Masa konstruksi untuk setiap tahap adalah 1 tahun
5) Harga jual per kavling adalah Rp. 400.000.000,-
6) Kenaikan harga jual 10% per tahun
7) Pengembangan kavling tanah matang :
a) tahun ke 1 = 40 kavling
b) tahun ke 3 = 30 kavling
8) Rencana penjualan :
a) tahun ke 2 = 25 kavling
b) tahun ke 3 = 15 kavling
c) tahun ke 4 = 30 kavling
9) Biaya pengembangan adalah :
a) Biaya perencanaan :
i) tahun ke 1 = Rp. 200.000.000,-
ii) tahun ke 2 = Rp. 100.000.000,-
iii) tahun ke 3 = Rp. 200.000.000,-
b) Pembersihan lapangan dan cut & fill :
i) tahun ke 1 = Rp. 500.000.000,-
ii) tahun ke 3 = Rp. 100.000.000,-
c) Pembuatan jalan :
i) tahun ke 1 = Rp. 2.500.000.000,-
ii) tahun ke 3 = Rp. 1.500.000.000,-
d) Perlengkapan kaving / kav. Tanah Matang (kabel PLN, Instalasi PDAM, Instalasi
telpon dll) : Rp. 30.000.000,- / kav
10) Biaya penjualan & overhead : 10% dari pendapatan penjualan
11) Pajak properti : Rp. 2.500.000,- / kav, tanah matang
12) Keuntungan developer : 12 % dari pendapatan penjualan
13) Discount rate : 10 %

V-33
Berapa Nilai Pasar tanah mentah ?
Tabel 5.11 Perhitungan Nilai Tanah Dengan Metode Pengembangan Lahan
Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4
Asumsi
Rencana kavling/persediaan 70 70 45 30
Rencana pengembangan 40 - 30 -
Rencana penjualan 25 15 30
Perlengkapan kavling 30.000.000 30.000.000
Harga penjualan (kenaikan 10%) 400.000.000 440.000.000 484.000.000
Pajak Bumi dan Bangunan per
kavling 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000

Penerimaan penjualan - 10.000.000.000 6.600.000.000 14.520.000.000

Pengeluaran/Biaya
Biaya perencanaan dan perijinan 200.000.000 100.000.000 200.000.000
Biaya pembersihan dan cut & fill 500.000.000 - 100.000.000
Biaya pembuatan jalan 2.500.000.000 - 1.500.000.000
Perlengkapan kavling 1.200.000.000 900.000.000
Biaya penjualan dan overhead
(10%) - 1.000.000.000 660.000.000 1,452,000,000
Pajak Bumi dan Bangunan 175.000.000 175.000.000 175.000.000 112,500,000
Total Biaya 4.575.000.000 1.275.000.000 3.535.000.000 1.564.500.000

Penerimaan bersih (4.575.000.000) 8.725.000.000 3.065.000.000 12.955.500.000

Keuntungan developer 12% - 1.200.000.000 792.000.000 1.742.400.000

Penerimaan sisa (4.575.000.000) 7.525.000.000 2.273.000.000 11.213.100.000

Discount factor (i=10%) 0,9091 0,8264 0,7513 0,6830

Present value (4.159.090.909) 6.219.008.264 1.707.738.542 7.658.698.176

Nilai pasar tanah mentah 11.426.354.074


Dibulatkan 11.426.000.000

V-34
5.3.6. Bagan Alir Penilaian Tanah dengan Metode Perbandingan Data Pasar

1) Menilai Tanah Tanpa Obyek Pembanding


Gambar 5.11 Menilai Tanah Tanpa Obyek Pembanding

Tidak Ada Obyek Pembanding

Gunakan Gunakan Tak Terdapat


Data HL Data NJOP Data HL & NJOP
dgn kondisi-
Cari INP kondisi sesuai
Tambahkan RL Ps.84(3) Ps.85

NSRL= (HL) NP
x NJOP > atau NJOP<INP
= INP
Pembulatan
NRR
+/- NP harus >=
Penyesuaia NJOP
NP harus >=
Pembulatan NRR
Cari Total
Penyesuaia Pembulatan
n

NP =
(NSRL)x(100%+Tota
l Penyesuaian)

Pembulatan

Catatan:
NP = Nilai Pasar
HL = Harga Lelang
INP = Indikasi Nilai Pasar
NRR = Nilai Rata-rata
NSRL = Nilai Setelah Risiko Lelang
RL = Risiko Lelang
NJOP = Nilai Jual Obyek Pajak

V-35
2) Menilai Tanah Kosong dengan Obyek Pembanding Tanah Kosong

Gambar 5.12 Menilai Tanah Kosong Dengan Obyek Pembanding Tanah

Jika Pembanding Tanah


Kosong

Pendekatan Data Pasar

Hanya 1 Pembanding Lebih dari 1 Pembanding

+/- Penyesuaian +/- Penyesuaian

Cari Total Penyesuaian Cari Masing-masing Total


Penyesuaian

NP = (NTP)x(100%+Total
Penyesuaian) Masing-masing NI =
(NTP)x(100%+Penyesuaian)

Pembulatan
Pembobotan

Masing-masing NSP =
(Pembobotan)x(NI)

NP = (Total NSP)

Pembulatan

Catatan:
NP = Nilai Pasar
NTP = Nilai Transaksi Pembanding
NI = Nilai Indikasi Pembanding
NSP = Nilai Setelah Pembobotan
NJOP = Nilai Jual Obyek Pajak

V-36
3) Menilai Tanah Kosong dengan Obyek Pembanding Tanah dan Bangunan

Gambar 5.13 Menilai Tanah Kosong Dengan Obyek Pembanding Tanah Dan Bangunan

Jika Pembanding Tanah dgn Bangunan Diatasnya

Cari NB dgn PENDEKATAN DATA PASAR Cari NB dgn PENDEKATAN


BIAYA

Dikurangi Penyusutan
Hanya 1 Pembanding Lebih dari 1 Pembanding

Masing-masing Dikurangi Faktor Lainnya


NBP=NTP-NTB NBP=NTP-NTB

+/- Penyesuaian +/- Penyesuaian NB

Cari Masing-masing Total


Cari Total Penyesuaian Penyesuaian

Masing-masing NIB =
(NBP)x(100%+Penyesuaian)

NB =
(NBP)x(100%+Total Pembobotan
Penyesuaian)
Masing-masing NSP =
(Pembobotan)x(NIB)

NB = (Total NSP)

NTK=NTP–NB

Pembulatan

Catatan:
NP = Nilai Pasar
NTP = Nilai Transaksi Pembanding
NB = Nilai Bangunan
NBP = Nilai Bangunan Pembanding
NIB = Nilai Indikasi Bangunan Pembanding
NSP = Nilai Setelah Pembobotan
NTB = Nilai Tanah Pembanding
NTK = Nilai Tanah Kosong

V-37
5.4. PENERAPAN EKONOMETRI DALAM PENILAIAN TANAH

Ekonometrik adalah ilmu yang membahas masalah pengukuran hubungan ekonomi.


Dengan demikian, ekonometrik adalah ilmu yang mencakup teori ekonomi, matematika,
dan statistika dalam satu kesatuan sistem yang bulat, menjadi suatu ilmu yang berdiri
sendiri dan berlainan dengan ilmu ekonomi; matematika; maupun statistika. Ekonometrik
digunakan sebagai alat analisis ekonomi yang bertujuan untuk menguji kebenaran
teorema-teorema teori ekonomi yang berupa hubungan antarvariabel ekonomi dengan
data empirik.

Teorama-teorama yang persifat apriori pada ilmu ekonomi dinyatakan terlebih dahulu
dalam bentuk matematik sehingga dapat dilakukan pengujian terhadap teorama-
teorama itu. Bentuk matematik teorama ekonomi ini disebut model. Pembuatan model
ekonometrik merupakan salah satu sumbangan ekonometrika di samping pembuatan
prediksi (peramalan atau forecasting) dan pembuatan berbagai keputusan alternatif
yang bersifat kuantitatif sehingga dapat mempermudah para pengambil keputusan untuk
menentukan pilihan.

Salah satu bagian paling penting dari ekonometrik adalah analisis regresi. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui kaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain.
Berdasarkan data yang digunakan, ekonometri dibagi menjadi tiga analisis, yaitu analisis
runtun waktu (time series), antar-wilayah (cross section), dan analisis data panel.
Analisis runtun waktu menjelaskan mengenai perilaku suatu variabel sepanjang
beberapa waktu berturut-turut, berbeda dengan analisis antar-wilayah yang menjelaskan
antara beberapa daerah dalam satu waktu tertentu (snapshot). Sementara itu analisis
data panel menggabungkan antara data runtun waktu dengan data antar-wilayah.

Salah satu penerapan ekonometrik dalam penilaian adalah Permodelan Penilaian atau
biasa disebut Appraisal Valuation Modelling (AVM) berasal dari pengembangan praktek
penilaian tradisional, dimana teknik ini berbeda dengan sistem Automated Valuation
Model yang bersifat menggantikan fungsi penilai dan terutama mengandalkan kepada
jumlah data dan variabel dalam suatu model statistik. Penilai dalam Appraisal Valuation
Modelling tetap memegang fungsi sentral sebagai tenaga ahli profesional penilaian.

AVM dikembangkan untuk menyempurnakan metode penilaian tradisional, dimana


pengembangan sistem ini didasarkan kepada teori penilaian dan menggunakan metode

V-38
statistik sebagai alat penunjang. Selain itu, metode AVM mengintegrasikan metode
penilaian yang berlaku dan mengacu kepada standar penilaian yang ada.

Sebagai perbandingan, penilaian rumah tinggal dalam Automated Valuation Model


membutuhkan data penjualan (50-500) dengan sejumlah variabel (20-30), sedangkan
dalam AVM, penilaian obyek sejenis menggunakan 3-6 data pembanding dan 5-10
variabel. Dapat disimpulkan bahwa dalam teknik ini jumlah data mungkin bisa cukup
banyak, tetapi variabel yang digunakan lebih sedikit. Uji statistik dan permodelan
menyerupai model penilaian massal, namun digunakan prinsip-prinsip penilaian yang
berlaku. Metodologi ini dapat pula diterapkan dalam pendekatan pendapatan dan biaya.

5.4.1. Dasar Statistik


Analisis regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat
pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut
dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel eksplanatorik, variabel
independen, atau secara bebas, variabel X (karena seringkali digambarkan dalam grafik
sebagai absis, atau sumbu X). Variabel yang kedua adalah variabel yang dipengaruhi,
variabel dependen, variabel terikat, atau variabel Y. Kedua variabel ini dapat merupakan
variabel acak (random), namun variabel yang dipengaruhi harus selalu variabel acak.

Regresi linier sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu
variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum dari regresi
linier sederhana adalah:

dimana:
Y = variabel dependen yang diprediksikan
a = konstanta
b = koefisien regresi X terhadap Y
X = variabel independen yang mempunyai nilai tertentu

Koefisien regresi (b) akan bernilai positif apabila nilai X berbanding lurus terhadap nilai
Y, sebaliknya b akan bernilai negatif apabila nilai X berbanding terbalik terhadap nilai Y.
Nilai a dan b dapat dicari dengan persamaan berikut:

V-39
Berikut ini adalah contoh perhitungan regresi linier sederhana:
Tabel 5.12 Contoh Perhitungan Regresi Linier Sederhana
2 2
Sample Xi Yi Xi Yi Xi Yi
1 13,9427 54,73 763,0840 194,3989 2995,3729
2 9,9157 53,87 534,1588 98,3211 2901,9769
3 7,5652 52,52 397,3243 57,2323 2758,3504
4 14,6474 56,06 821,1332 214,5463 3142,7236
5 9,9510 54,55 542,8270 99,0224 2975,7025
6 6,8356 53,21 363,7223 46,7254 2831,3041
7 13,6373 57,43 783,1901 185,9759 3298,2049
8 10,2808 55,82 573,8743 105,6948 3115,8724
9 7,3421 53,86 395,4455 53,9064 2900,8996
Jumlah 94,1178 492,05 5174,7595 1055,8236 26920,4073
Rata-rata 10,4575 54,6722 574,9733 117,3137 2991,1564

Perhitungan:
a = [(492,05)(1055,8236) - (94,1178)(5174,7595)] / [(9)(1055,8236) - (94,1178)2]
a= 50,4166337304825
a= 50,4166

b = [(9)(5174,7595) - (94,1178)(492,05)] / [(9)(1055,8236) - (94,1178)2]


b = 0,406939988245132
b = 0,4069

Sehingga diperoleh persamaan regresi linier sederhana:


Y = 50,4166 + 0,4069X

V-40
Gambar 5.13 Contoh Grafik Hasil Persamaan Regresi Linier

5.4.2. Penerapan Analisis Statistik

Analisis Statistik digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur dan menginterpretasikan


data pasar.

5.4.3. Langkah Identifikasi


Tujuan:
1) Menentukan elemen perbandingan yang penting dan berpengaruh terhadap nilai
2) Menilai sekelompok properti di suatu wilayah
3) Menciptakan model penilaian umum
4) ‘Mark to market’
5) Memperkirakan tingkat risiko

5.4.4. Langkah Kuantifikasi


Apabila ruang lingkup penilaian dan seluruh variabel yang relevan sudah
diidentifikasikan, penilai dapat menghitung pengaruh variable tersebut dengan
menggunakan fungsi pada software spreadsheet seperti MS Excel, Lotus, Corel Quattro
Pro atau program database seperti Access, dBase. Selain itu juga dapat digunakan
paket software khusus untuk analisis statistik seperti SPSS dan MiniTab.

Untuk dapat mengkuantifikasi secara benar, penilai harus memahami:


1) Konsep dasar mengenai data
2) Jenis data
3) Limitasi data
4) Pertimbangan mengenai sumber data

V-41
5.4.5. Langkah Interpretasi
Langkah ini menyimpulkan proses analitis dengan mengevaluasi seluruh output dari
perspektif penilaian. Penilai harus menerapkan teori penilaian untuk
menginterpretasikan output ini secara benar, dan hal inilah yang terutama membedakan
dengan Automated Valuation Model.

5.4.6. Konsep dan Beberapa Istilah Penting


Tabel 5.14 Konsep dan Beberapa Istilah Penting

Sampel sejumlah data yang diambil dari populasi dan diteliti untuk

menghasilkan kesimpulan yang dapat mewakili populasi

tersebut

Variabel item observasi yang terdiri dari beragam nilai, misalnya


luas, harga jual dan rasio penjualan. Variabel biasanya

dijelaskan menggunakan ’central tendency’ dan dispersi.

Variable dependent variabel yang dipercaya dipengaruhi oleh atau dapat

ditentukan dengan variabel independen

5.4.7. Variabel Independen dan Dependen dalam Penilaian Tanah


Tabel 5.15 Variabel Independen dan Dependen dalam Penilaian Tanah
Variabel Dependen Variabel Independen
Harga Tanah Luas tanah
Atau Bentuk tanah
Sewa Tanah Topografi
Atau Peruntukan
Tingkat kapitalisasi tanah Kondisi lingkungan
Potensi banjir

5.4.8. Kategori Data


Terdapat 4 kategori data:
1) Nominal - kualitatif
2) Ordinal - kualitatif
3) Interval - kuantitatif
4) Rasio – kuantitatif

Tabel 5.16 Kategori Data


Kualitatif Kuantitatif
Data nominal Data ordinal Data interval Data rasio
Jenis Peruntukan Kondisi tanah Tahun perolehan Harga jual tanah
Bentuk Tanah Utilitas Luas tanah

V-42
Contoh:
Tabel 5.17 Contoh Data Untuk Analisis Statistik
2
Jarak ke Pusat Luas Tanah Harga Jual/m
Data
Kota (m) (m2) (Rp)
Data 1 2,000 2,950 2,671,200
Data 2 2,000 5,500 1,326,600
Data 3 2,000 2,000 1,960,200
Data 4 2,000 2,000 1,440,000
Data 5 1,625 3,400 5,100,000
Data 6 1,550 20,000 4,950,000
Data 7 1,625 3,400 5,400,000
Data 8 2,000 40,000 2,250,000
Data 9 2,500 1,000 3,350,000
Data 10 375 1,200 15,000,000
Data 11 1,550 10,600 2,970,000
Subject
Property 1,250 69,845 5,023,937
Correlation (0.894) (0.194)

Tabel 5.18 Contoh Hasil Analisis Statistik Regresi


SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0,901747426
R Square 0,813148421
Adjusted R Square 0,766435526
Standard Error 1863714,483
Observations 11

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 2 1,20927E+14 6,04633E+13 17,4073652 0,001219
Residual 8 2,77875E+13 3,47343E+12
Total 10 1,48714E+14

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%
Intercept 15647806,93 2016686,551 7,759166602 5,43788E-05 10997319 20298294 10997319,41 20298294,45
X Variable 1 -6355,046795 1102,846076 -5,762405952 0,000422942 -8898,214 -3811,879 -8898,214406 -3811,879184
X Variable 2 -38,37155467 49,73442987 -0,771528995 0,462571605 -153,0594 76,31625 -153,0593555 76,31624618

5.4.9. Kajian Tren Pasar


Pendekatan yang disarankan untuk mengkaji data time-series dan mengetahui tren
pasar:
1) Perbandingan nilai unit
2) Analisis trend rasio penjualan
3) Multiple regression analysis
4) Paired sales analysis

Contoh tren pasar berdasarkan model regresi, dengan menggunakan model regresi
linear yang terdapat di Excel.

V-43
Formula: y = a + bx

Dimana:
y = harga jual tanah per meter persegi
x = bulan penjualan
b = trend bulanan
a = nilai tanah per meter persegi pada tanggal penilaian

Gambar 5.14 Grafik Persamaan Regresi dari Hasil Analisis Statistik

1,200,000

1,000,000
Ha r g a J ua l (Rp /m 2

800,000

600,000

400,000

200,000

-
0 2 4 6 8 10 12
Mas a Penj ualan (bul an)

Tabel 5.19 Contoh Hasil Analisis Statistik Regresi


Masa Jumlah
Persentase
Penjualan Penjualan
0 Rp 0 0.0%
1 Rp 4,200 0.8%
2 Rp 8,400 1.6%
3 Rp 12,600 2.3%
4 Rp 16,800 3.1%
5 Rp 21,000 3.9%
6 Rp 25,200 4.7%
7 Rp 29,400 5.5%
8 Rp 33,600 6.2%
9 Rp 37,800 7.0%
10 Rp 42,000 7.8%
11 Rp 46,200 8.6%

Contoh
Apabila data pembanding tanah terjual pada bulan 10, maka dilakukan penyesuaian
berikut (asumsi harga tanah Rp 67,000 per m2):

V-44
Harga tanah disesuaikan = Rp 67,000 – Rp 4,200 = Rp 62,800,-

5.4.10. Model Penilaian Tanah


Terdapat dua istilah penting yang harus dipahami yaitu :
1) Spesifikasi model (Model specification)
2) Kalibrasi model (Model calibration)

Spesifikasi model adalah proses dalam disain model dimana teori penilaian, analisis
ekonometri dan faktor-faktor pasar diintegrasikan untuk menentukan variabel penawaran
dan permintaan.

Spesifikasi model terdiri additive model, multiplicative form dan hybrid form. Pada
umumnya, penggunaan additive model adalah cukup untuk penilaian real estat. Bentuk
model lainnya, seperti multiplicative form dan hybrid form, adalah lebih kompleks namun
lebih mampu diterapkan untuk menilai properti dalam range yang lebih besar.

5.4.11. Langkah Dasar Dalam Pembentukan Model Penilaian

Spesifikasi model Penentuan apakah menggunakan model


additive, multiplicative atau hybrid
Penentuan variabel yang seharusnya
digunakan dalam model
Kalibrasi model Jalankan model regresi
Periksa faktor penilaian (koefisien model)
Periksa akurasi (COV, R-square)

Contoh
Tabel 5.20 Contoh Data Statistik Pembanding Tanah di Bali
Luas Tanah Harga Jual
Data Lokasi View
(m2) (Rp)
Data 1 Bukit Cliff 43,000 1,250,000
Data 2 Bukit Cliff 800,000 1,100,000
Data 3 Canggu Beach 21,000 1,500,000
Data 4 Canggu Beach 80,000 1,900,000
Data 5 Jimbaran Cliff 89,000 1,100,000
Data 6 Nusa Dua Beach 140,000 1,150,000
Data 7 Pecatu Ocean 50,000 200,000
Data 8 Pecatu Ocean 10,300 1,350,000
Data 9 Pecatu Ocean 24,000 750,000

V-45
Luas Tanah Harga Jual
Data Lokasi View
(m2) (Rp)
Data 10 Pecatu Ocean 50,000 900,000
Data 11 Seminyak Rice Field 1,000 3,350,000
Data 12 Seminyak Rice Field 1,000 2,290,000
Data 13 Seminyak Beach 3,400 7,000,000
Data 14 Seminyak Beach 3,400 5,100,000
Data 15 Ubud Rice Field 7,000 250,000
Data 16 Ubud Rice Field 9,000 250,000
Property Seminyak Beach 69,845 ?

Tabel 5.21 Contoh Hasil Entry Data Statistik Pembanding Tanah di Bali
Lokasi
Data View Luas Tanah Harga Jual (Rp)
Bukit Canggu Jimbaran Nusa Dua
Pecatu Seminyak Ubud
Data 1 1 0 0 0 0 0 0 3 43.000 1.250.000
Data 2 1 0 0 0 0 0 0 3 800.000 1.100.000
Data 3 0 1 0 0 0 0 0 4 21.000 1.500.000
Data 4 0 1 0 0 0 0 0 4 80.000 1.900.000
Data 5 0 0 1 0 0 0 0 3 89.000 1.100.000
Data 6 0 0 0 1 0 0 0 4 140.000 1.150.000
Data 7 0 0 0 0 1 0 0 2 50.000 200.000
Data 8 0 0 0 0 1 0 0 2 10.300 1.350.000
Data 9 0 0 0 0 1 0 0 2 24.000 750.000
Data 10 0 0 0 0 1 0 0 2 50.000 900.000
Data 11 0 0 0 0 0 1 0 1 1.000 3.350.000
Data 12 0 0 0 0 0 1 0 1 1.000 2.290.000
Data 13 0 0 0 0 0 1 0 4 3.400 7.000.000
Data 14 0 0 0 0 0 1 0 4 3.400 5.100.000
Data 15 0 0 0 0 0 0 1 1 7.000 250.000
Data 16 0 0 0 0 0 0 1 1 9.000 250.000
Property 0 0 0 0 0 1 0 4 69.845 6.034.961
Correlation -0,1396477 -0,0293995 -0,1061566 -0,0989839 -0,3336059 0,83241087 -0,3338944 0,416661885 -0,17225605

Tabel 5.22 Contoh Hasil Analisis Statistik Regresi Harga Tanah di Bali
SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0.96945336
R Square 0.93983981
Adjusted R Squ 0.72822817
Standard Error 667428.207
Observations 16

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 9 4.8714E+13 5.4126E+12 13.6695023 0.00238215
Residual 7 3.1182E+12 4.4546E+11
Total 16 5.1832E+13

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0%
Intercept -3125704.2 1125251.99 -2.7777816 0.02738555 -5786502.4 -464906.08 -5786502.372 -464906.078
X Variable 1 1165560.65 916699.285 1.27147547 0.24417401 -1002088.7 3333210.01 -1002088.709 3333210.013
X Variable 2 529743.14 824935.593 0.64216303 0.54121889 -1420919.6 2480405.85 -1420919.57 2480405.849
X Variable 3 1015304.72 971748.359 1.04482267 0.33083752 -1282515 3313124.45 -1282515.018 3313124.454
X Variable 4 0 0 65535 #NUM! 0 0 0 0
X Variable 5 1779607.91 878475.584 2.02579098 0.08242308 -297656.76 3856872.58 -297656.759 3856872.579
X Variable 6 4869082.83 834810.442 5.832561 0.00064188 2895069.81 6843095.84 2895069.81 6843095.841
X Variable 7 2300667.16 1067474.14 2.15524394 0.06808439 -223508.07 4824842.39 -223508.0716 4824842.393
X Variable 8 1076847.73 222478.283 4.84023753 0.00187724 550770.191 1602925.28 550770.1908 1602925.276
X Variable 9 -0.2263336 1.24058152 -0.1824416 0.86040743 -3.1598428 2.70717551 -3.159842778 2.707175507

V-46
5.5. PENERAPAN QUALITY RATING DALAM PENILAIAN TANAH

Meskipun prinsip dasar dari penyesuaian perbandingan cukup sederhana, banyak cara
yang dapat diterapkan dalam pendekatan ini. Prinsip dasar dari penyesuaian adalah
bahwa harga properti diharapkan berubah sebagai akibat dari adanya sedikit perubahan
baik kuantitas maupun kualitas dari setiap bagian yang menjadi karakteristik properti.

Metode ini merupakan salah satu contoh yang paling sederhana dari prosedur
penyesuaian dan secara tidak langsung berdasarkan pada teori kegunaan/manfaat serta
berdasarkan pada asumsi bahwa tipe pembeli/peminat tidak merespon secara kuantitatif
terhadap properti yang ditawarkan tetapi lebih merespon secara kualitatif terhadap
karakteristik properti berdasarkan konsensus umum tentang manfaat properti di pasar.

5.5.1. Prosedur
Gambar 5.15 Prosedur Penerapan Quality Rating Dalam Penilaian Tanah

Seleksi faktor-faktor yang mempunyai korelasi terkuat dengan produktivitas


Langkah 1 berdasarkan persepsi pembeli

Identifikasi faktor yang dianggap menentukan nilai secara signifikan bagi


Langkah 2
pembeli potensial dan pembobotannya. Total pembobotan adalah 100%.

Alokasi rating masing-masing pembanding dan subyek properti


Langkah 3 berdasarkan faktornya

Masukan skor tertimbang untuk masing-masing properti


Langkah 4

Gunakan skor sebagai perkiraan nilai


Langkah 5

Contoh
Berapakah Nilai Pasar sebidang tanah seluas 5.000 m2 dengan data pembanding
sebagai berikut:

V-47
Tabel 5.23 Contoh Data Pembanding Dalam Penerapan Quality Rating
Pembanding Harga Luas Tanah
No (Rp 000) (m2)
1 4.500.000 4.500
2 3.200.000 3.000
3 4.500.000 4.000
4 7.000.000 7.500
5 2.700.000 3.000
Subyek 5.000

Langkah 1
Dalam penilaian tanah, unit yang dapat dijadikan pembanding adalah harga tanah/m2.
Bila properti yang dinilai berupa ruko, maka parameter yang dijadikan pembanding
adalah luas bangunan/m2. Jika terdapat beberapa unit pembanding yang dapat dijadikan
satuan analisis maka terlebih dahulu dilakukan analisis korelasi untuk menentukan unit
pembanding yang paling berpengaruh.

Langkah 2
Menentukan atribut / faktor yang paling berpengaruh terhadap nilai tanah didasarkan
pada persepsi pasar. Setelah ditentukan, masing-masing faktor diberi bobot rata-rata
tertimbang berdasarkan besarnya pengaruh terhadap nilai.
Tabel 5.24 Contoh Pembobotan Dalam Penerapan Quality Rating
Lokasi 0,4
Luas 0,1
Bentuk tanah 0,1
Kondisi tanah 0,3
Dokumen kepemilikan 0,1
Jumlah 1

Langkah 3
1) Tentukan kategori sub-kelas masing-masing faktor sebagai dasar pemberian skor.
Tabel 5.25 Contoh Penentuan Kategori Sub Kelas Faktor Dalam Penerapan Quality Rating
Lokasi
5 < 1 km dari pusat kota
3 Antara 1 – 5 km dari pusat kota
1 > 5 km dari pusat kota

2) Tentukan skor masing pembanding dan subyek .


Tabel 5.24 Contoh Penentuan Skor Pembanding Dalam Penerapan Quality Rating
Faktor Bobot Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Subyek
Lokasi 0,4 4 4 4 3 3 4
Luas 0,1 4 5 4 3 4 3
Bentuk tanah 0,1 3 3 3 3 2 3
Kondisi tanah 0,3 4 4 5 4 4 4
Dokumen kepemilikan 0,1 5 5 5 5 5 4
Jumlah 1

V-48
3) Kalikan skor dengan bobot untuk setiap kategori.
Tabel 5.25 Contoh Pengalian Skor Pembanding Dengan Bobot Faktor Dalam Penerapan Quality Rating
Faktor Bobot Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5 Subyek
Lokasi 0,4 1,6 1,6 1,6 1,2 1,2 1,6
Luas 0,1 0,4 0,5 0,4 0,3 0,4 0,3
Bentuk tanah 0,1 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,3
Kondisi tanah 0,3 1,2 1,2 1,5 1,2 1,2 1,2
Dokumen kepemilikan 0,1 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4
Jumlah 1 4 4,1 4,3 3,5 3,5 3,8

4) Menghitung estimasi nilai dengan menggunakan 2 metode yaitu:


a) Analisis estimasi titik (point estimated)
b) Analisis regresi

Gambar 5.25 Contoh Estimasi Nilai Dengan Metode Point Estimated

Tabel 5.26 Cara Estimasi Nilai Dengan Metode Point Estimated


2
Parameter Harga Tanah/m Titik Tengah
Mean AVERAGE(D4:D8) AVERAGE(F4:F8)
Standar deviasi STDEV(D4:D8) STDEV(F4:F8)
Koefisien variasi D11/D10 F11/F10

Persamaan dengan menggunakan point estimated adalah:


Harga tanah = skor x mean x luas tanah
= 3,8 x 259,1 x 5.000
= 4.923.280
Harga minimum = 3,8 x (259,1 - 6,15) x 5.000
= 4.806.383
Harga maksimum = 3,8 x (259,1+ 6,15) x 5.000
= 5.040.177

V-49
Gambar 5.17 Contoh Estimasi Nilai Dengan Metode Regresi
SUMMARY OUTPUT

Multiple R
Regression Statistics
0,968466223
RSQ(E4:E8;F4:F8)
R Square 0,937926825
Adjusted R Square 0,917235766
Standard Error 26,67475414 STEYX(E4:E8;F4:F8)
Observations 5

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 32254,26136 32254,26136 45,3301 0,006690104
Residual 3 2134,627525 711,5425084
Total 4 34388,88889

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%
Intercept 46,02272727 142,9331828 0,321987703 0,76859 -408,8544522 500,8999068 -408,8544522 500,8999068
X Variable 1 247,1590909 36,70992219 6,732759869 0,00669 130,3317347 363,9864471 130,3317347 363,9864471

Persamaan dengan menggunakan regresi adalah:


Harga/m2 = 46,02 + (247,15 x skor)
= 46,02 + (247,15 x 3,8)
= 985
Harga tanah = 985 x 5.000
= 4.926.136
Harga minimum = (985 – 26,7) x 5.000
= 4.792.763
Harga maksimum = (985 +26,7) x 5.000
= 5.059.510

Estimasi nilai berdasarkan kedua metode di atas adalah berkisar antara Rp


4.923.280.000 – Rp Rp 4.926.136.000. Kisaran nilai dapat juga dihitung dengan
menambahkan / mengurangkan standar deviasi (point estimated) dan stardard error
(regresi) untuk mendapatkan nilai minimum dan maksimum.

5.6. PENILAIAN TANAH SEWA DENGAN SISTEM BOT

Sewa tanah dalam kontrak jangka panjang, biasanya dikenal sebagai perjanjian BOT
(Built, Operate, Transfer) dimana pemilik tanah (ground lessor) menyewakan tanahnya
kepada developer (ground lessee) untuk jangka waktu tertentu. Penyewa tanah
(developer) akan mengembangkan tanah sebagaimana disepakati dan kemudian
pemilik dan penyewa tanah berbagi pendapatan yang dihasilkan dari pengembangan
tanah tersebut sesuai dengan perjanjian antara kedua belah pihak. Pada akhir masa

V-50
sewa, pengembangan yang ada di atas tanah menjadi milik pemilik tanah. Dikarenakan
sifat jangka panjang dari suatu perjanjian sewa tanah, adalah penting bagi pemilik tanah
bahwa perjanjian mengandung suatu insentif yang menyebabkan penyewa tanah
berusaha memaksimalkan pendapatan yang berasal dari pengembangan aset selama
masa sewa.

Pada saat sewa tanah pertama kali dinegosiasikan, biasanya adalah berdasarkan
kepentingan pemilik dan penyewa tanah bahwa properti dikembangkan berdasarkan
penggunaan tertinggi dan terbaiknya (highest and best use - HBU), yaitu penggunaan
yang menghasilkan nilai residu tanah tertinggi atau penggunaan yang paling
menguntungkan. Pemilik tanah memiliki kewenangan untuk menentukan jenis
pengembangan di atas lahan yang dimilikinya berdasarkan prinsip HBU dan dapat
menunda persetujuan kontrak dengan pihak yang tidak menyepakati jenis
pengembangan yang diinginkan oleh pemilik tanah.

5.6.1. Jangka Waktu Sewa


Periode atau jangka waktu sewa tanah biasanya adalah untuk periode 30 sampai 40
tahun (termasuk grace period untuk masa konstruksi), sedangkan di beberapa negara
seperti Amerika periodenya lebih dari 50 tahun. Khusus di Swedia, sewa tanah
diasumsikan dapat diperpanjang terus menerus sehingga mirip dengan tanah hak milik
(freehold properties).

Jangka waktu sewa tanah ini terbagi atas 10 – 20 tahun pertama (initial period)
kemudian diadakan opsi untuk melakukan 2 – 3 kali review setiap 10 tahun (renewal
period). Panjangnya jangka waktu sewa memungkinkan adanya waktu yang cukup
untuk mengembalikan modal yang diinvestasikan. Selain itu pinjaman untuk
pengembangan properti yang dibiayai oleh hutang dapat diamortisasikan.

5.6.2. Peran Pemilik Tanah (Lessor)


Pemilik tanah biasanya harus memberikan persetujuan terlebih dahulu mengenai jenis
pengembangan yang akan dilaksanakan sebelum memfinalisasikan perjanjian sewa.
Pada kenyataannya, pemilik tanah akan mencari proposal terbaik yang diajukan oleh
beberapa developer yang berminat. Walaupun pemilik tanah pada akhirnya lebih
bertindak sebagai “silent partner”, namun pada saat program pengembangan
ditentukan, biasanya pemilik tanah akan sangat terlibat dalam prosesnya. Pada
umumnya, perjanjian sewa tanah mengandung klausul penalti dalam hal developer tidak

V-51
melakukan pengembangan sebagaimana direncanakan dan seringkali, terdapat suatu
tanggal dimana sewa dapat dihentikan apabila penyewa tanah/developer tidak
menunjukkan kinerja sebagaimana diharapkan.

5.6.3. Peran Penyewa Tanah (Lessee)


Penyewa tanah mempunyai hak untuk melaksanakan pengembangan di atas tanah
sewa dengan terlebih dahulu mendiskusikannya dengan pemilik tanah. Selama periode
sewa, penyewa tanah membayar sejumlah kompensasi dan royalti kepada pemilik tanah
sesuai dengan perjanjian sewa. Penyewa tanah juga diharapkan untuk mengelola
bangunan dengan baik sehingga pada akhir masa sewa berada dalam kondisi baik
untuk diserahkan kembali kepada pemilik tanah.

5.6.4. Harga Sewa


Dalam penentuan nilai sewa tanah yang dianggap wajar bagi kedua belah pihak,
pembahasan yang ada dalam beberapa tulisan mengenai ‘ground rent’ antara lain
Capozza and Sick (1991), Brown (1995) dan Jefferies (1997) menggunakan konsep
kriteria Pareto, dimana dari sisi pemilik tanah, nilai sewa sedemikian rupa sehingga tidak
terdapat perbedaan antara menyewakan atau menjual tanah, sedangkan dari sisi
penyewa tanah, tidak terdapat perbedaan antara menyewa atau membeli tanah.
Berdasarkan model kombinasi dari 2 sudut pandang tersebut, didapatkan kesimpulan
bahwa perjanjian sewa tanah hanya akan terjadi dan dianggap menguntungkan kedua
belah pihak apabila biaya modal (cost of capital) dari penyewa lebih tinggi dari pemilik
tanah dan ekspektasi kenaikan nilai (future value growth) dari sisi pemilik lebih tinggi
dari penyewa tanah.

Umumnya tanah hak milik (freehold) lebih diminati dibandingkan dengan tanah sewa
(leasehold) karena kemudahan untuk dijual, likuiditas, dapat dijaminkan dan untuk
menghindari ketidakpastian harga sewa di masa yang akan datang.

Pasar harga tanah yang berbentuk hak milik dengan tanah sewa jangka panjang
memiliki perbedaan harga yang cukup signifikan. Di Kanada harga sewa untuk jangka
waktu 80 – 100 tahun lebih rendah 20% - 40% harga tanah hak milik sedangkan di
Indonesia untuk jangka waktu 30 - 40 tahun umumnya lebih rendah 30% - 40% dari
harga tanah hak milik.

V-52
Bila dihitung dengan menggunakan metode discounted cash flow, perbedaan antara
nilai kini tanah sewa jangka panjang dengan nilai kini sewa dengan asumsi selamanya
(perpetuity) adalah sebesar kurang lebih 1 persen. Perbedaan harga sewa sebesar
30% - 40% disebabkan adanya pilihan untuk pengembangan kembali atau merovasi.
Penyewa cenderung untuk tidak merenovasi bangunan di tahun-tahun terakhir masa
sewa karena akan membutuhkan biaya sedangkan pemilik tanah menginginkan
bangunan yang akan diterima di akhir periode sewa dalam kondisi baik. Perbedaan ini
menyebabkan adanya opsi untuk merenovasi sangat signifikan mempengaruhi nilai
sehingga harga sewa harus didiskon. Besarnya diskon merupakan insentif untuk
penyewa tanah yang mencerminkan tingkat pertumbuhan, tingkat resiko, kepadatan
konversi (conversion density) dan pengali sewa (rent multiplier).

5.6.5. Royalti
Terdiri dari 2 macam yaitu:
1) Royalti tetap (kompensasi)
Istilah royalti tetap sama dengan ground lease yaitu kompensasi atas tanah.
Sebagian besar perjanjian BOT mengenakan royalti tetap per tahun, namun ada
beberapa perjanjian yang royalti tetapnya dibayar di awal perjanjian.
2) Royalti variabel
Istilah royalti variabel sama dengan turnover lease yaitu kompensasi terhadap
pendapatan bangunan di atas tanah sewa. Besarnya royalti variabel berdasarkan
prosentasi terhadap pendapatan baik pendapatan kotor maupun pendapatan
operasi. Besarnya kompensasi berkisar antara 2,5 – 3,5% dari pendapatan kotor
atau 3 – 5% dari pendapatan operasi.

5.6.6. Formula Persamaan Nilai


Nilai tanah merupakan penjumlahan dari nilai bagi pemilik tanah dengan nilai bagi
penyewa tanah.

V = VLessor + VLessee

Contoh
PT. Gemah Ripah memiliki sebidang tanah yang diatasnya dibangun gedung
perkantoran oleh PT. Gedung Indah dengan perjanjian Built Operate dan Transfer
(BOT). Perjanjian BOT tersebut berlangsung selama 20 tahun dimana PT. Gedung

V-53
Indah berhak menerima pendapatan dari gedung perkantoran tersebut selama 20 tahun.
Pada tahun ke 21 PT. Gedung Indah harus menyerahkan kembali pada PT. Gemah
Ripah, tanah berikut gedung perkantoran di atasnya dalam keadaan baik. Pada saat
dilakukan penilaian ini BOT telah berjalan selama 5 tahun.

Berdasarkan proyeksi Penilai pendapatan bersih dari hasil menyewakan gedung


perkantoran saat ini adalah Rp. 3.000.000.000,-. Dan pendapatan ini diproyeksikan akan
meningkat sebesar Rp. 200.000.000,-. setiap 3 tahun. Berdasar perjanjian BOT PT.
Gedung Indah harus membayar royalti kepada PT. Gemah Ripah sebesar 10 % dari
pendapatan bersih setiap tahunnya.

Berdasarkan data pasar tingkat diskontro (discount rate) yang tepat untuk properti ini
adalah 10% untuk 10 tahun pertama, sisanya diperkirakan adalah 12 % sampai akhir
masa perjanjian BOT.
Pertanyaan :
1) Hitung Nilai Pasar Hak BOT dari PT. Gedung Indah
2) Bila Nilai Pasar Properti pada masa berakhirnya Perjanjian BOT diproyeksikan
Penilai adalah sebesar Rp. 70.000.000.000,-, berapakah Nilai Pasar bagi pemilik
tanah pada saat ini !

Tabel 5.29 Contoh Perhitungan Nilai Tanah BOT


Tahun
Tahun ke NOI Royalti DF PV NOI PV Royalti
Sisa
6 1 3.000.000.000 300.000.000 0.9091 2.727.000.000 272.727.000
7 2 3.000.000.000 300.000.000 0.8264 2.479.000.000 247.934.000
8 3 3.000.000.000 300.000.000 0.7513 2.254.000.000 225.394.000
9 4 3.200.000.000 320.000.000 0.6830 2.186.000.000 218.564.000
10 5 3.200.000.000 320.000.000 0.6209 1.987.000.000 198.695.000
11 6 3.200.000.000 320.000.000 0.5645 1.806.000.000 180.632.000
12 7 3.400.000.000 340.000.000 0.5132 1.745.000.000 174.474.000
13 8 3.400.000.000 340.000.000 0.4665 1.586.000.000 158.613.000
14 9 3.400.000.000 340.000.000 0.4241 1.442.000.000 144.193.000
15 10 3.600.000.000 360.000.000 0.3855 1.388.000.000 138.796.000
16 11 3.600.000.000 360.000.000 0.3442 1.239.000.000 123.925.000
17 12 3.600.000.000 360.000.000 0.3074 1.106.000.000 110.647.000
18 13 3.800.000.000 380.000.000 0.2744 1.043.000.000 104.280.000
19 14 3.800.000.000 380.000.000 0.2450 931.000.000 93.107.000
20 15 3.800.000.000 380.000.000 0.2188 831.000.000 83.132.000
24.750.000.000 2.475.113.000

V-54
Tabel 5.30 Contoh Hasil Perhitungan Nilai Hak Tanah BOT
Nilai Hak BOT PT. Gedung Indah = PV NOI - PV Royalti
= 24.750.000.000 - 2.475.113.000
= 22.274.887.000

Tabel 5.31 Contoh Hasil Perhitungan Nilai Pasar Tanah BOT


Nilai Pasar Bagi PT. Gemah Ripah = PV Nilai Pasar Properti pada akhir BOT + PV Royalti
= 0.2188 x 70.000.000.000 + 2.475.113.000
= 15.313.733.153 + 2.475.113.000
= 17.788.846.153

V-55
BAB VI

METODE PENILAIAN BANGUNAN GEDUNG

6.1. PENDAHULUAN

Buku Pedoman ini diharapkan dapat membantu proses penilaian terhadap kekayaan
negara terutama terhadap penilaian properti bangunan.

Buku pedoman ini hanyalah merupakan panduan bagi penilai dalam melakukan
penilaian bangunan, yang diharapkan dapat mempermudah penilai pada saat
melakukan penilaian. Buku pedoman ini bukanlah suatu peraturan yang harus dipatuhi
sepenuhnya, dan tidak ada sanksi apabila ternyata penilai tidak dapat memenuhi segala
petunjuk yang ada dalam buku pedoman ini, dengan tidak terlepas dari kode etik penilai
dan peraturan perudang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan penilaian
bangunan, penilai harus tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang mengatur tentang pelaksanaan penilaian secara umum.

Dalam penilaian Properti Bangunan Gedung, dipertimbangkan hal-hal berikut dalam


perencanaan:
1) Aspek ekonomi dalam properti
2) Tren disain dan fungsi yang dilayani
3) Aspek operasional
4) Konstruksi dan fasilitas bangunan
5) Tujuan penilaian
6) Hak/kepentingan yang dinilai
7) Pendekatan Penilaian
8) Masalah dan tantangan yang ada

6.1.1. Tujuan dan Dasar Penilaian


Penilaian Properti Bangunan dapat digolongkan dalam 2 tujuan utama:

VI-1
Tabel 6.1 Tujuan dan Dasar Penilaian
Tujuan Dasar Penilaian
Pelaporan Keuangan  Nilai Pasar dengan menyebutkan asumsi dan kualifikasi yang harus
didiskusikan dengan Pemberi Tugas dan dinyatakan di dalam laporan
 Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada atau Nilai dalam Penggunaan,
apabila opini Nilai Pasar tidak dapat ditentukan dengan wajar

Manajemen Aset  Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada, dengan asumsi bahwa properti
dapat dialihkan untuk penggunaan yang dijalankan saat ini dan
memenuhi prinsip HBU-nya
 Nilai Pasar untuk penggunaan alternatif yang dimungkinkan dan
memberikan hasil yang lebih tinggi

6.1.2. Metodologi Penilaian


Untuk properti bangunan gedung, penilaian dapat menggunakan pendekatan biaya,
namun demikian tidak secara langsung harus menggunakan metode ini. Sepanjang data
pasar secara langsung cukup tersedia, pendekatan Data Pasar dan pendekatan
Pendapatan dapat digunakan.

6.2. RUANG LINGKUP PENILAIAN

Ruang lingkup penilaian meliputi penilaian tanah, bangunan, infra struktur, mesin dan
peralatan.

Bangunan yang dimaksud dibagi menjadi:


1) Residensial
2) Komersial
3) Industrial
4) Lain-Lain

Infra struktur yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1) Jalan lingkungan
2) Saluran Drainase
3) Lapangan dan Taman
4) Pagar Keliling Bangunan

Penilaian tanah merujuk pada Bab V, sedangkan penilaian mesin dan peralatan merujuk
pada Bab VII.

VI-2
6.3. GAMBARAN UMUM

Secara umum yang dimaksud dengan bangunan adalah segala pembangunan yang
dilakukan manusia yang memiliki konstruksi dan membutuhkan biaya material/bahan
baku, tenaga kerja dan peralatan.

6.3.1. Dasar-Dasar Komponen Bangunan

Struktur Bangunan
Struktur sebuah bangunan merupakan rangka utama dari bangunan yang merupakan
bagian pemikul dan penyalur pembebanan suatu bangunan. Struktur bangunan
digolongkan menjadi 2 (dua) bagian yakni: struktur bawah (sub structure) dan struktur
atas (upper structure). Struktur atas dibagi lagi menjadi Struktur Rangka Bangunan dan
Struktur Atap

Yang termasuk dalam struktur bawah sebuah bangunan antara lain :


1) Pondasi
2) Balok Sloof (balok pengikat bawah)
3) Kontruksi Basement

Yang termasuk struktur atas bangunan antara lain:


1) Struktur Rangka Bangunan
a. Kolom Struktur
b. Balok Struktur , Ring Balok, Pelat Lantai, Core Wall dan Shear Wall
2) Struktur Atap
a. Rangka Atap (Kuda-kuda)

Atap
Atap bangunan berguna sebagai payung yang melindungi bangunan di bawahnya dari
pengaruh panas matahari, hempasan air hujan dan tiupan angin.

Bidang atap harus merupakan bidang yang rata kecuali pada bentuk atap khusus seperti
parabola. Kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup atap yang
digunakan. Jika kemiringan atap terlalu kecil pada waktu hujan lebat air dapat

VI-3
merembes menimbulakn kebocoran. Jika kemiringan atap terlalu besar, maka genteng
mudah lepas oleh tiupan angin kencang.

Tabel berikut menampilkan bahan material penutup atap dengan sudut kemiringan yang
dapat dibentuknya.
Tabel 6.2 Sudut Kemiringan Atap Menurut Jenis Atap
Sudut Kemiringan
Bahan atap
(derajat)
a. Genteng 25 – 40
b. Asbes gelombang 15 – 25
c. Seng gelombang 15 – 25
d. Pelat Beton Bertulang 1–3
e. Sirap 25 – 40

Bentuk atap yang biasa digunakan ialah bentuk atap datar dari konstruksi beton
bertulang dan bidang atap miring dari genteng, sirap, seng gelombang atau asbes
gelombang.

Bentuk dari bidang atap miring yang biasa digunakan terdiri dari beberapa macam,
antara lain :
1) Bentuk atap joglo;
2) Bentuk atap pelana, karena kontruksinya sederhana banyak digunakan pada
perumahan umum (public housing);
3) Bentuk atap perisai atau limasan, bentuknya lebih rapi, sehingga banyak digunakan
untuk perumahan baru;
4) Bentuk atap standar, biasa digunakan untuk bangunan tambahan atau emperan di
sisi dinding yang tinggi;
5) Bentuk atap gergaji (zaagdak), terutama digunakan untuk pabrik.

Seluruh berat atap dipikul oleh kuda-kuda melalui kontruksi yang tersusun dari reng,
kaso dan gording. Pada tembok, untuk meratakan tekanan dan meratakan kedudukan
kaso, maka pada muka atas dinding dipasang balok tembok (muurplat).

Ukuran kayu yang umumnya digunakan untuk konstruksi atap ialah :


1) Reng, ukuran 2 x 3 cm atau 3 x 4 cm dengan jarak pemasangan yang disesuaikan
dengan besar kecilnya ukuran genteng.
2) Kaso, ukuran 4 x 6 cm atau 5 x 7 cm, dengan jarak antar kaso maksimal 50 cm.

VI-4
3) Gording dan balok tembok, ukuran 6 x 12 cm atau 8 x 12 cm, dengan jarak
pemasangan antar gording berkisar 2 – 3 meter.

Langit-Langit
Di bawah kuda-kuda dipasang penutup yang disebut langit-langit (ceiling/plafond), dan
biasanya terbuat dari bahan-bahan :
1) Gypsum tebal 9 mm
2) Asbes semen rata tebal 3,2 – 4 mm
3) Papan tripleks tebal 3 – 4 mm
4) Papan bahan lain seperti kepang bambu kulitan dan sebagainya.

Bahan penutup langit-langit tersebut dipasang pada rangka yang biasanya terbuat dari
bahan-bahan :
1) Rangka kayu (kaso) ukuran 4 x 6 cm atau 5 x 7 cm
2) Rangka besi hollow ukuran 2 x 4 atau 4 x 4 cm

Tujuan pemasangan langit-langit ialah :


1) Untuk menutupi seluruh kontruksi atap dan kuda-kuda penyangganya agar tidak
terlihat dari bawah sehingga ruangan akan terlihat bersih dan indah;
2) Untuk menahan jatuhnya debu dan kotoran lain, juga menahan tetesan air hujan
yang merembes melalui celah-celah atap;
3) Untuk membuat ruang antara yang berguna sebagai penyekat panas sehingga
panas atap tidak menjalar ke dalam ruangan di bawahnya.

Dinding
Dinding sebaiknya tegak lurus agar dapat memikul beban sendiri, beban tekanan angin
dan bila sebagai dinding pemikul maka harus dapat memikul beban di atasnya.

Dinding bangunan biasanya terbuat dari batu bata, beton ringan dan bata semen. Pada
dinding ringan untuk penyekat ruangan dapat digunakan kayu, papan tripleks atau
asbes semen. Untuk menambah keawetan terhadap pengaruh iklim dan memperkuat
ikatan, maka pasangan dinding selalu diplester pada kedua sisinya.

Pada komponen dinding ini terpasang kusen-kusen pintu dan jendela serta utilitas yang
dapat terpasang di dalamnya seperti halnya instalasi air dan instalasi listrik.

VI-5
Spesi / campuran yang biasa digunakan untuk pasangan dan plesteran dinding ialah :
1) Untuk pekerjaan rapat air :
a) 1 PC (semen) : 3 pasir
2) Untuk pekerjaan tidak rapat air :
a) 1 PC (semen) : 4 pasir
b) 1 PC : 1 kapur : 6 pasir
Lantai
Lantai harus cukup kuat menahan beban di atasnya. Untuk bahan penutup lantai dapat
digunakan bahan-bahan antara lain :
1) Ubin Semen
2) Keramik
3) Granit
4) Marmer
5) Papan kayu
Penutup lantai dipasang langsung di atas lapisan pasir bersih dengan tebal sekitar 10
cm di atas muka tanah yang telah dipadatkan. Namun sebaiknya dilapis dulu dengan
beton rabat atau pun slab beton bertulang. Spesi yang digunakan tersusun atas
campuran 1 PC : 3 pasir

Utilitas Bangunan
Utilitas bangunan adalah sistem jaringan yang tertanam dalam bangunan secara
integral, sehingga tidak terlihat langsung.

Secara garis besar, utilitas bangunan terdiri dari :


1) Instalasi air bersih
Setiap unit rumah tinggal dan bangunan lain harus dilengkapi dengan persediaan air
bersih yang cukup di dalam mau pun di luar rumah pada jarak yang cukup dekat.
Yang dimaksud dengan air bersih ialah air untuk kebutuhan hidup rumah tangga,
yang mencakup air minum dan untuk memasak, air mandi, air cuci dan untuk
pembersihan rumah.
Kebutuhan air bersih tersebut didistribusikan melalui saluran / instalasi perpipaan
yang tersambung secara baik dan rapat. Pipa-pipa yang digunakan untuk distribusi
air bersih biasa ada 3 (tiga) jenis :
a) Untuk pipa yang ditanam di dalam tanah / dinding, dapat dipakai pipa PVC yang
cukup tebal.

VI-6
b) Untuk pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan, harus
menggunakan pipa besi (Galvanized Iron Pipe).
c) Untuk pipa yang dialiri air panas harus menggunakan pipa yang khusus tahan
panas (PPR).
2) Instalasi air kotor
Air kotor dari rumah tangga ialah semua air kotor dari dapur, kamar mandi atau
tempat cuci dan air kotor dari kakus (closet) dan urinoir.
Air kotor dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci dapat disalurkan bersama dengan
air hujan, dengan saluran pembuangan gabungan dan selanjutnya dialirkan ke
saluran umum kota atau dibuang ke sungai yang cukup besar.
Air kotor dari kakus (closet) dan urinoir harus melalui suatu susunan saluran
pembuangan tertutup (riool) yang tertanam di dalam tanah. Pengolahan air kotor
kakus umumnya dengan memakai tangki septik (septic tank) dan selanjutnya hasil
pengolahan dari septic tank tersebut disalurkan ke sumur resapan. Bangunan
peresapan air tersebut minimal harus 1 (satu) meter di atas air tanah yang tertinggi.
Air kotor yang berasal dari air cuci dan atau air kamar mandi yang mengandung
sabun atau disinfektan karbol dan lain-lain tidak boleh dibuang ke dalam septik tank
karena hal tersebut dapat mengganggu proses penguraian bakteri di dalamnya.
Penempatan lokasi septic tank dimaksud tidak boleh dekat dengan sumber air
minum (jarak minimal 7 meter).
3) Pipa saluran pembuangan air hujan
Di pekarangan harus diadakan saluran-saluran pembuangan air hujan, yang
merupakan saluran drainase bangunan, agar pekarangan tidak becek dan bebas
dari sumber penyakit.
Saluran pembuangan air hujan umumnya dibuat sebagai selokan pasangan batu
atau pipa/saluran terbuka atau tertutup, maka pada tiap perubahan arah harus
dilengkapai dengan lubang pemeriksa (bak kontrol). Pada saluran yang lurus
sebaiknya tiap 50 meter harus diberi bak kontrol.
Air hujan yang jatuh di atas atap harus segera disalurkan ke selokan-selokan
dengan melalui pipa talang. Pemasangan dan perletakan pipa talang tersebut tidak
boleh mengurangi kekuatan dan kekokohan bangunan.
Air pada selokan kemudian dikumpulkan pada saluran/pipa pengumpul, dan
selanjutnya dialirkan ke saluran umum kota atau dibuang ke sungai.
4) Instalasi pipa gas
Sebagian rumah dan gedung-gedung hunian baru saat ini sudah mulai dilengkapi
dengan jaringan pipa gas. Jaringan ini menyediakan gas langsung ke kompor gas,

VI-7
dengan disuplai langsung oleh penyalur gas seperti PGN atau pun gas dari tabung.
Bahan dari pipa khusus atau pun pipa standar adalah PVC/PPR.
5) Instalasi listrik dan penerangan
Penerangan buatan harus disediakan pada semua ruangan di dalam bangunan yang
mempunyai kemungkinan digunakan pada malam hari. Instalasi listrik baik yang
tertanam dalam dinding maupun yang melayang (di rangka langit-langit) berupa
instalasi kabel yang harus terbungkus rapat dan kedap air.
6) Pembuangan sampah
Setiap bangunan kediaman harus dilengkapi dengan tempat / kotak pembuangan
sampah, yang ditempatkan dan dibuat sehingga dapat menjamin kesehatan umum
masyarakat di sekitarnya, misalkan tempat sampah tidak boleh dekat dengan sumur
/ sumber air minum.
7) Sumur Resapan
Sebagian Pemda di kota besar mensyaratkan dibangunnya sumur resapan sebagai
upaya mengurangi banjir. Sumur ini berupa lubang di tanah dengan diameter 1
meter dan kedalaman 2 meter, yang dihubungkan dengan saluran air hujan.
Sehingga limpahan air hujan dari atap akan ditampung dalam sumur resapan. Kalau
volume air hujan cukup melebihi volume sumur, maka ada lubang penyalur yang
akan mengalirkan kelebihan itu ke saluran pembuangan / riol kota.

6.3.2. Pembagian Jenis Bangunan

Bangunan pada umumnya dibagi berdasarkan jenis konstruksi, fungsi yang


mencerminkan perbedaan struktur dan cara pembuatannya. Secara umum Bangunan
dapat dibedakan menjadi:

1) Residensial
Merupakan bangunan hunian yang secara umum digunakan untuk tempat tinggal.
Umumnya bangunan ini terbagi dalam banyak ruang yang dipisahkankan dengan
dinding permanen. Ruang-ruang tersebut dapat difungsikan untuk aktivitas hunian
seperti ruang tidur, ruang keluarga, ruang keluarga, dapur dsb.
Bangunan residensial ini dilihat dari struktur bangunan dan cara pembuatannya
dibagi berdasarkan:

VI-8
a. Konvensional
Merupakan bangunan hunian sederhana yang tidak memiliki kompleksitas
struktur. Ciri-ciri umum bangunan ini antara lain memiliki jumlah lantai maksimal
2, tidak memiliki jarak antar kolom utama bangunan lebih dari 6 m, tidak memiliki
peralatan mekanikal-elektrikal yang melekat bangunan dan tidak memiliki ruang-
ruang yang memerlukan konstruksi khusus.
b. Non Konvensional I
Merupakan bangunan yang strukturnya sudah tidak lagi sederhana dan sedikit
komplek. Ciri-ciri umum bangunan ini antara lain memiliki jumlah lantai maksimal
4 dan memiliki jarak antar kolom utama bangunan lebih dari 6 m, atau memiliki
peralatan mekanikal-elektrical yang melekat bangunan atau memiliki ruang-
ruang yang memerlukan konsruksi khusus.
c. Non Konvensional II
Merupakan bangunan tinggi (High Rise Building)yang berfungsi sebagai hunian
seperti rumah susun, apartement dan kondominium. Ciri-ciri umum bangunan ini
antara lain memiliki jumlah lantai diatas 4 dan memiliki jarak antar kolom utama
bangunan lebih dari 6 m, atau memiliki peralatan mekanikal-elektrical yang
melekat bangunan atau memiliki ruang-ruang yang memerlukan konsruksi
khusus.

2) Komersial
Merupakan bangunan yang secara umum digunakan untuk kegiatan usaha atau
gabungan usaha dan tempat tinggal . Umumnya hanya memiliki sedikit ruang yang
dipisahkan dengan dinding permanen, namun jika dianggap perlu dapat disekat
dengan dinding non permanen atau terdiri dari kumpulan ruang-ruang kecil yang
berukuran kurang lebih sama, dimana ruang-ruang tersebut dihubungkan dengan
koridor dalam bangunan. Umumnya ruang-ruang tersebut digunakan untuk aktivitas
usaha.
Bangunan Komersial ini dilihat dari struktur bangunan dan cara pembuatannya
dibagi berdasarkan:
a. Konvensional
Merupakan bangunan komersial yang tidak memiliki kompleksitas struktur. Ciri-
ciri umum bangunan ini antara lain memiliki jumlah lantai maksimal 4, tidak
memiliki jarak antar kolom utama bangunan lebih dari 6 m, tidak memiliki

VI-9
peralatan mekanikal-elektrikal yang melekat bangunan dan tidak memiliki ruang-
ruang yang memerlukan konstruksi khusus. Contoh bangunan klasifikasi ini
adalah ruko/rukan.
b. Non Konvensional I
Merupakan bangunan yang strukturnya sudah tidak lagi sederhana dan cukup
komplek. Ciri-ciri umum bangunan ini antara lain memiliki jumlah lantai diatas 4
atau memiliki jumlah lantai maksimal 4 namun memiliki luas lantai dasar diatas
5000 m2 atau memiliki jarak antar kolom utama bangunan lebih dari 6 m, atau
memiliki peralatan mekanikal-elektrical yang melekat bangunan atau memiliki
ruang-ruang yang memerlukan konsruksi khusus. Contoh bangunan klasifikasi ini
adalah pusat perbelanjaan dan perkantoran high rise

3) Industrial
Bangunan yang secara umum digunakan untuk kegiatan industri seperti gudang,
bengkel dan pabrik.
Bangunan Industrial ini dibagi menjadi :
a. Industrial Konvensional
Ciri-ciri bangunan ini memiliki konstruksi atas dengan bentang antar kolom
utama maksimal 16 meter atau tinggi kolom utama maksimal 6 meter
b. Industrial Non Konvensional
Ciri-ciri bangunan ini memiliki konstruksi atas dengan bentang antar kolom di
atas 16 meter atau
tinggi kolom di atas 6 meter dan memiliki lantai dengan daya dukung tinggi.
Lantai di design memilik daya dukung tinggi

4) Lain-Lain
Merupakan bangunan yang dari segi konstruksi dan fungsinya tidak termasuk 3
katagori sebelumnya, namun hanya terbatas pada fungsi-fungsi terbatas
sebagaimana dinyatakan di bawah ini.
Jenis Bangunan ini dibagi menjadi :
a. Konvensional
Merupakan bangunan yang memiliki konstruksi sederhana dengan bentuk
berupa ruang-ruang sejajar yang memiliki luas relative sama dan dihubungkan
dengan koridor luar. Contoh bangunan ini adalah Bangunan Sekolah.

VI-10
b. Lain-lain Non Konvensional
Merupakan bangunan yang memiliki konstruksi yang komplek, dengan bentang
antar kolom yang lebar atau di lengkapi dengan struktur khusus dibagian atas
seperti kubah atau atap curam yang tinggi. Contoh bangunan ini adalah gedung
pertemuan, hall, aula dan tempat ibadah.

6.4. PERSIAPAN PENILAIAN

Sebelum melakukan penilaian atas suatu properti, penilai melakukan beberapa


persiapan-persiapan awal termasuk dokumen-dokumen awal yang dibutuhkan antara
lain:
1) Surat permohonan penilaian dari pengguna jasa
2) Alamat administratif / posisi dan letak properti;
3) Contact Person yang dapat dihubungi;
4) Surat tugas
5) Perlengkapan pembantu penilai yaitu: kamera (still camera), alat pengukur
jarak/meter, GPS (global positioning system), alat tulis menulis, dan alat perekam
data lainnya;
6) Kelengkapan kostum dan peralatan pengaman/pendukung lainnya seperti helm
pengaman, rompi, selalu mengenakan lengan panjang, safety boots,
7) Beberapa Perlengkapan Standar keamanan yang sebaiknya penilai persiapkan
sebelum melakukan penilaian:
ii) Pelindung Kepala (Head Protection)
iii) Pelindung Muka dan Mata (Face and Eye Protection)
iv) Pelindung Pendengaran (Hearing Protection)
v) Pelindung Pernapasan (Respiratory Protection)
vi) Pelindung Tangan (Hand Protection)
vii) Pelindung Badan (Body Protection)
viii) Pelindung Kaki (Foot Protection)
ix) Pengaman Jatuh (Fall Protection Products)
x) P3K (First Aid Products)
8) Surat-surat perijinan untuk mengakses properti;
9) Daftar inventaris properti;

VI-11
10) Data teknis properti , misalnya luas bangunan per ruangan atau lantai, tahun
bangun, kedalam pondasi, mutu material konstruksi dan lain-lain.
11) Gambar/denah bangunan utama dan gambar lain yang mendukung.

6.5. PELAKSANAAN PENILAIAN

Proses penilaian properti meliputi:


1) Identifikasi permohonan penilaian yang dilaksanakan dengan melakukan analisis
atas permohonan. Identifikasi dimaksud meliputi tetapi tidak terbatas pada:
a) Identifikasi aspek fisik, aspek hukum dan aspek ekonomi atas obyek yang dinilai;
b) Basis nilai yang digunakan;
c) Tanggal penilaian;
d) Uraian ruang lingkup penilaian; dan
e) Kondisi yang membatasi lainnya.
2) Menentukan tujuan penilaian yang dilakukan dengan mempertimbangkan
permohonan pengguna jasa.
3) Pengumpulan data awal yaitu mengumpulkan data dan informasi obyek penilaian
berupa antara lain:
a) Data tentang komponen-komponan properti : tanah, bangunan dan fasilitas-
fasilitas pendukung;
b) Harga satuan bangunan khusus dan fasilitas lainnya;
c) Semua data ini dikumpulkan sebelum melakukan survei ke lokasi, sehingga pada
saat survei nanti penilai tinggal mencocokkan data awal dengan kenyataan di
lapangan;
4) Survei lapangan:
a) Survei lapangan untuk meneliti kebenaran data awal dan melengkapi data lain
yang dianggap perlu.
b) Survei lapangan dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) orang anggota tim penilai.
c) Dalam hal penilai tidak dapat melakukan survei lapangan, harus dinyatakan
secara tegas dalam Berita Acara Survei Lapangan.
d) Data terdiri atas data umum dan data khusus. Analisis data dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah keilmuan yang terkait. Analisis data meliputi
tetapi tidak terbatas pada :
i) analisis pasar;
ii) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas obyek penilaian

VI-12
e) Analisis data meliputi tetapi tidak terbatas pada
i) analisis pendahuluan;
ii) perencanaan kerja;
iii) pengumpulan data;
iv) analisis data;
v) analisis pasar ;
vi) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas obyek penilaian.
f) Menentukan pendekatan penilaian yaitu dengan menggunakan pendekatan:
i) perbandingan data pasar;
ii) kapitalisasi pendapatan;
iii) kalkulasi biaya; dan/atau
iv) pendekatan lainnya/gabungan ketiga pendekatan di atas
Untuk penilaian bendungan air air pendekatan yang lazim dipakai adalah
pendekatan kalkulasi biaya. Namun, jika terdapat kegiatan layanan yang dapat
menghasilkan pendapatan, maka harus didata dan dianalisis.
Untuk penilaian pelabuhan pendekatan pendapatan dan kalkulasi biaya, dapat
dilakukan.
g) Hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh penilai dalam melakukan penilaian
:
i) Penentuan daerah-daerah yang akan disurvei lengkap dengan jadwalnya
masing-masing. Hal ini perlu diperhatikan karena tidak semua area di
Bendungan air air dapat diakses begitu saja, akan tetapi membutuhkan
perijinan khusus yang juga harus disesuaikan dengan waktu survei yang
diperbolehkan oleh pihak pengelola.
ii) Jika dianggap perlu, penilai dapat meminta pendamping yang menguasai
pengetahuan teknis tentang bendungan air air yang dinilai;

Pendapat ahli di bidang tertentu yang tidak dimiliki penilai dalam melakukan penilaian
seperti, pendapat ahli dalam menentukan ketebalan dan umur bendungan air air, atau
umur mesin-mesin pendukungnya, dan sebagainya, dapat diambil sebagai rujukan
pendapat.

Penilaian barang milik negara/daerah diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai wajar
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nilai wajar atas barang milik negara/daerah
yang diperoleh dari penilaian ini merupakan unsur penting dalam rangka penyusunan
neraca pemerintah.

VI-13
6.6. METODE PENILAIAN

Metode penilaian yang diterapkan dalam melakukan penilaian adalah :


1) Pendekatan Pasar
Nilai Pasar didapatkan dengan membandingkan data penawaran/penjualan dari
properti yang sejenis. Pendekatan ini relatif mudah digunakan apabila data tersedia
dengan baik.
2) Pendekatan Biaya
Nilai properti diperoleh dari nilai tanah ditambah nilai bangunan dan
perlengkapannya.
3) Pendekatan Pendapatan
Pendekatan pendapatan merupakan pendekatan yang cukup teliti untuk
menentukan nilai dari properti dan sarana perlengkapannya.

6.6.1. Prosedur Penilaian


Penilaian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut;
1) Pengenalan masalah, yakni dengan melakukan pendataan dan memahami hal
berikut;
a) Memahami pemberi tugas dan latar belakang penugasannya
b) Tujuan dilakukannya penilaian, termasuk basis nilai yang digunakan.
c) Tanggal penilaian dilakukan
d) Mengidentifikasikan karakteristik dari properti khusus, termasuk lokasi dan
perijinan serta kepemilikan dari properti.
e) Asumsi-asumsi khusus yang dipertimbangkan
f) Kondisi jaminan
2) Pembatasan lingkuppPenugasan
3) Penggalian data dan deskripsi dari properti;
a) Data umum tentang lokasi properti sehubungan dengan minat pasar, termasuk
karakteristik daerah, kota atau lingkungan.
b) Data khusus tentang properti dimaksud seperti karakteristik khusus dari bagian –
bagian properti, tanah, bangunan, mesin dan peralatan.
c) Data pasar tentang penjualan, penawaran, biaya lokal, depresiasi, potensi
pendapatan dan komponen pengeluaran, dan lain-lain bila ada dan
memungkinkan.

VI-14
4) Analisis data, baik data pasar mau pun berdasarkan HBU
5) Menyusun opini nilai tanah
6) Penggunakan pendekatan penilaian untuk menentukan nilai dengan pendekatan
biaya, pendekatan pasar, dan atau pendekatan pendapatan.
7) Rekonsiliasi dari indikasi nilai dan menentukan nilai akhir
8) Pembuatan laporan atas nilai yang dihasilkan.

6.7. TEKNIK PENILAIAN BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN BIAYA

Dalam penilaian bangunan, langkah yang harus dilakukan yaitu menghitung biaya
pembuatan/penggantian baru (RCN) dan menentukan penyusutan. Nilai Bangunan
diperoleh dari RCN dikurangi jumlah penyusutan yang ada.

6.7.1. Perhitungan Biaya Pembuatan/Penggantian Baru


Dalam melakukan penilaian bangunan, penilai melakukan estimasi biaya
pembuatan/penggantian baru yang terdiri dari :
1) Biaya langsung, antara lain : material, upah tenaga kerja, dan peralatan.
2) Biaya tidak langsung, antara lain : Fee perencanaan, biaya perubahan hak, biaya
administrasi, biaya bunga, dan pajak.

Estimasi biaya pembuatan/penggantian baru dapat dilakukan dengan metode sebagai


berikut:
1) Metode survei kuantitas (quantity survei method)
Metode perhitungan biaya dengan acuan pada daftar kuantitas dan spesifikasi yang
berisi semua jenis pekerjaan secara terperinci dan seluruh komponen bangunan
yang harus dikerjakan pada obyek bangunan tersebut dihitung secara terperinci per
item aktivitas.
2) Metode unit terpasang (unit in place method)
Metode perhitungan biaya yang didasarkan pada perhitungan persatuan
pekerjaan/komponen bangunan yang dipaketkan.
3) Metode meter persegi (square foot method)
Metode perhitungan biaya dengan cara perkalian antara total luas bangunan
dikalikan harga per meter persegi, dimana harga per m2 bangunan diambil
berdasarkan harga proyek sejenis dengan spesifikasi teknis yang serupa.
4) Metode Indeks & Penyesuaian (index & adjustment method)

VI-15
Metode perhitungan biaya yang didasarkan pada biaya membangunan di waktu
lampau kemudian diterapkan pada masa kini dengan beberapa penyesuaian
terhadap beberapa komponen bangunan.

Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) sejak tahun 2004 telah
mengembangkan Daftar Komponen Penilaian Bangunan (DKPB) yang penyusunannya
berbasis pada perhitungan survei kuantitas terhadap model-model tipikal bangunan dan
digeneralisasikan menjadi metode unit terpasang untuk tiap komponen bangunan.
Prosedur penyusunan DKPB :
1) Survei data bahan, upah dan alat.
2) Penyusunan model tipikal bangunan.
3) Analisis harga satuan, dengan menggunakan analisis B.O.W.
4) Penetapan harga satuan pekerjaan.
5) Perhitungan volume dari tiap model tipikal bangunan.
6) Perhitungan RAB dari tiap model tipikal bangunan yang merupakan representasi
biaya pembuatan/penggantian baru (RCN).
7) Generalisasi RCN ke dalam komponen-komponen bangunan yang terbagi menjadi 3
(tiga) komponen yaitu :
a) Komponen struktur, yang merupakan rangka bangunan dan meliputi: struktur
atap, struktur rangka bangunan dan struktur bawah.
b) Komponen material, yang merupakan komponen pelapir / selimut bangunan dan
meliputi : material atap, material dinding, material langit-langit dan material lantai.
c) Komponen fasilitas, yang merupakan komponen pendukung fungsi bangunan
yang meliputi : fasilitas instalasi air, fasilitas instalasi listrik, penutup dinding,
carport/perkerasan, dan pagar.
Komponen fasilitas ini akan terus dikembangkan agar lebih variatif dan lebih
merepresentasikan fasilitas bangunan lengkap.
8) Hasil generalisasi tersebut dituangkan dalam sebuah tabel sebagai Daftar
Komponen Penilaian Bangunan (DKPB)

Jenis Model Tipikal Bangunan :


1) Residensial Konvensional;
2) Residensial Non-Konvensional I;
3) Residensial Non-Konvensional II;
4) Komersial Konvensional;
5) Komersial Non-Konvensional;

VI-16
6) Industrial Konvensional;
7) Industrial Non-Konvensional;
8) Lain-Lain Konvensional;
9) Lain-lain Non-Konvensional.

6.7.2. Penyusutan Dalam Penilaian Bangunan


Penyusutan bangunan adalah kerugian nilai atas pembuatan/penggantian yang
berkaitan dengan berbagai penyebab, antara lain akibat kerusakan fisik, keausan fungsi,
faktor eksternal atau kombinasi ketiga hal tersebut.

Penyusutan Teknis / Fisik (Physical Deterioration)


Penyusutan Teknis / Fisik (Physical Deterioration) yaitu penyusutan yang disebabkan
oleh aus, rusak, retak, patah dan sebagainya yang terjadi pada struktur bangunan. Hal
ini disebabkan oleh faktor umur dan kondisi fisik yang ada.

Metode Estimasi Penyusutan


1) Metode perbandingan penjualan : berdasarkan analisis terhadap beberapa properti
pembanding yang telah terjual
2) Metode garis lurus : berdasarkan perhitungan pada rasio antara umur efektif
bangunan dengan estimasi total umur ekonomisnya
3) Enginering breakdown method : dengan cara mendepresiasikan setiap komponen
bangunan berdasarkan pada biayanya, umur ekonomi, dan umur efektifnya.
Penyusutan total diperoleh dari penjumlahan penyusutan setiap item bangunan
setelah dilakukan pembobotan
4) Tabel penyusutan : ditentukan berdasarkan tabel penyusutan

Kemunduran Fungsional (Functional Obsolecence)


Kemunduran Fungsional (Functional Obsolecence) yaitu kemunduran yang disebabkan
oleh perubahan / perkembangan teknologi sehingga menyebabkan bangunan atau
peralatannya menjadi kurang efektif dalam menjalankan fungsinya.

Kemunduran fungsional meliputi perencanaan yang kurang baik, ketidakseimbangan


yang berkaitan dengan ukuran, model, bentuk, umur dan lain-lain.

Kemunduran Ekonomis (Economic Obsolecence)

VI-17
Kemunduran Ekonomis (Economic Obsolecence) yaitu kemunduran yang disebabkan
oleh adanya perubahan eksternal yang memepengaruhi lingkungan atau wilayah pasar
dimana properti itu terletak, seperti perubahan peruntukan/zoning, perubahan jalur lalu
lintas, peraturan-peraturan pemerintah dan sebagainya.

6.8. TATA CARA PENILAIAN BANGUNAN

Adapun tata cara penilaian bangunan beserta contoh perhitungannya adalah sebagai
berikut:
1) Identifikasi obyek penilaian
Meliputi identifikasi:
a) Lokasi bangunan yang akan dinilai.
b) Sertifikat / bukti kepemilikan properti bersangkutan.
c) Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
d) Gambar bangunan yang meliputi :
i) Gambar denah.
ii) Gambar potongan.
iii) Gambar struktur.
e) Data lain, misal : data tahun pembangunan dan tahun renovasi.
2) Pengumpulan data teknis
Meliputi kegiatan :
a) Identifikasi tapak bangunan.
b) Identifikasi kondisi bangunan secara menyeluruh.
c) Melakukan pengukuran luas bangunan.
d) Identifikasi dan dokumentasi komponen struktur bangunan.
e) Identifikasi dan dokumentasi komponen material bangunan.
f) Identifikasi dan dokumentasi komponen fasilitas bangunan.
3) Pengumpulan data pembanding
Meliputi kegiatan :
a) Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan dari KP-PBB setempat.
b) Data referensi setempat mengenai nilai bangunan baru.
c) Data harga penjualan bangunan yang telah terjadi di lokasi setempat.
d) Data harga sewa bangunan di lokasi setempat .
4) Pengolahan Data
a) Penilaian dengan metode perbandingan data pasar

VI-18
Data yang lebih diutamakan adalah data pembanding.
b) Penilaian dengan metode biaya
Data yang lebih diutamakan adalah data teknis.
c) Penilaian dengan metode kapitalisasi pendapatan
Data yang lebih diutamakan adalah data pembanding dan tingkat kapitalisasi
bangunan sejenis pada lokasi setempat.
5) Penetapan Nilai Pasar
a) Penetapan Nilai penggantian / pembuatan baru bangunan (N).
b) Penetapan ada atau tidaknya penyesuaian atas jenis bangunan (P).
c) Penetapan Nilai penyusutan teknis bangunan (N1).
d) Penetapan Nilai Kemunduran (N2).
e) Penetapan Nilai Pasar (NP).

NP = [ N – P ] – N1 – N2

Contoh Perhitungan Penilaian Bangunan


Perhitungan Luas Bangunan
1) Bangunan Induk
Antara lain terdiri dari :
a) Kamar Tidur
b) Kamar Mandi
c) Ruang Tamu
d) Ruang Keluarga
e) Ruang Makan
f) Dapur
Dihitung dengan bobot 1 X Luas Bangunan
2) Bangunan Pendukung
Antara lain terdiri dari :
a) Teras
b) Balkon
c) Selasar
Dihitung dengan bobot ½ X Luas Bangunan

VI-19
Contoh Perhitungan Penilaian Bangunan Rumah Tinggal
Data Bangunan
Lokasi : Banjarmasin
Luas Bangunan : Lantai 1 : 120 m2
Lantai 2 : 60 m2
Struktur
Bawah : Batu Kali
Rangka Bangunan : Beton
Atap : Kayu

Material
Atap : Genteng Tanah Liat
Dinding : Bata diplester
Langit-Langit : Gpysum (24 m2 di lantai 1) dan Triplek
Lantai : Marmer (24 m2 di lantai 1), Ubin (12 m2 di lantai 1) dan
Keramik KW I
Fasilitas
Instalasi Air : Air Bersih 6 Titik (4 dan 2), Air Kotor 4 Titik (3 dan 1),
Penyambungan PDAM Rp. 480.000,-
Instalasi Listrik : Titik Lampu 25 Titik (18 dan 7) Titik
Stop Kontak 16 titik(12 dan 4), Sikring,
Penyambungan PLN Rp. 2.500.000,-
Penutup Dinding : Cat, Keramik 4 m2 lantai 1 dan 4 m2 lantai 2
Pagar : Bata tinggi 2 m = 30 m dibangun tahun 2000
Besi 10 m dibangun tahun 2000

Kondisi Bangunan
Tahun dibangun : 1995
Tahun Dinilai : 2008
Kondisi : Kondisi struktur baik, kondisi material dan fasilitas 50%
dalam keadaan rusak.

VI-20
Perhitungan RCN
Jenis Bangunan : Residensial Konvensional
a. Lantai 1
Srtuktur Bawah :Rp. 318.228,- x 180 = Rp. 57.281.040,-
Struktur Rangka Bgn :Rp. 658.682,- x 120 = Rp. 79.041.840,-
Struktur Atap :Rp. 29.716,- x 60 = RP. 1.782.960,-
Atap :Rp. 102.376,- x 60 = Rp. 6.142.560,-
Dinding :Rp. 354.478,- x 120 = Rp. 42.537.360,-
Langit-langit
Gpysum :Rp. 52.263,- x 24 = Rp. 1.254.312,-
Triplek :Rp. 56.993,- x 96 = Rp. 5.471.328,-
Lantai
Marmer :Rp. 198.100,- x 24 = Rp. 4.754.400,-
Keramik :Rp 93.238,- x 84 = Rp. 7.831.992,-
Ubin :Rp. 53.916,- x 12 = Rp. 646.992,-
Instalasi Air
Air Bersih :Rp. 354.262,- x 4 = Rp. 1.417.048,-
Air Kotor :Rp. 1.472.701,- x 2 = Rp. 2.945.402,-
Penyambungan:Rp. 480.000,- x 1 = Rp. 480.000,-
Instalasi Listrik
Titik Lampu :Rp. 87.181,- x 18 = Rp. 1.569.258,-
Stop Kontak :Rp. 86.604,- x 12 = Rp. 1.039.248,-
Sekering :Rp. 144.875,- x 1 = Rp. 144.875,-
Penyambungan:Rp. 2.500.000,- x 1 = Rp. 2.500.000,-
Pelapis Dinding
Pengecatan :Rp 64.568 x 116 = Rp. 7.489.888,-
Keramik :Rp. 175.650 x 4 = Rp. 702.600,-
Jumlah Lantai 1 = Rp.225.033.103,-

b. Lantai 2
Struktur Rangka Bgn :Rp. 658.682,- x 60 = Rp. 39.520.920,-
Struktur Atap :Rp. 29.716,- x 60 = RP. 1.782.960,-
Atap :Rp. 102.376,- x 60 = Rp. 6.142.560,-
Dinding :Rp. 354.478,- x 60 = Rp. 21.268.680,-

VI-21
Langit-langit
Triplek :Rp. 56.993,- x 60 = Rp. 3.419.580,-
Lantai
Keramik :Rp 93.238,- x 60 = Rp. 5.594.280,-
Instalasi Air
Air Bersih :Rp. 354.262,- x 2 = Rp. 708.524,-
Air Kotor :Rp. 1.472.701,- x 1 = Rp. 1.472.701,-
Instalasi Listrik
Titik Lampu :Rp. 87.181,- x 7 = Rp. 610.267,-
Stop Kontak :Rp. 86.604,- x 4 = Rp. 346.416,-
Pelapis Dinding
Pengecatan :Rp 64.568 x 56 = Rp. 3.615.808,-
Keramik :Rp. 175.650 x 4 = Rp. 702.600,-

Jumlah Lantai 2 = Rp. 85.185.296,-

c. Total Bangunan
Lantai 1 Rp.225.033.103,- x 1,00 = Rp.225.033.103,-
Lantai 2 Rp. 85.185.296,- x 1,09 = Rp. 92.581.973,-
Jumlah = Rp.317.885.076,-

d. Biaya Tak Langsung (12%) = Rp. 38.146.209,-

e. Nilai Bangunan Sebelum Penyusutan (c + d) = Rp.356.031.285,-

f. Penyusutan
Tahun Dibangun : 1995
Tahun Renovasi :-
Tahun Penilaian : 2008
Umur Efektif : 13 Tahun
Kondisi : Sedang
Penyusutan : 42 % x Rp.356.031.285,- = Rp. 149.533.139,75

g. Nilai Bangunan Setelah Penyusutan = Rp. 206.498.145,25

VI-22
h. Fasilitas
Pagar Bata :Rp. 370.512,- x 30 = Rp. 11.115.360,-
Pagar Besi :Rp. 227.838,- x 10 = Rp. 2.278.380,-
Total Fasilitas sebelum Penyusutan = Rp. 13.394.740,-
Penyusutan :
Tahun Dibangun : 2000
Tahun Renovasi :-
Tahun Penilaian : 2008
Umur Efektif : 8 Tahun
Kondisi : Baik
Penyusutan : 24 % x Rp.13.394.740,- = Rp. 3.533.139,75
Nilai Fasilitas setelah Penyusutan = Rp 10.180.002,40

TOTAL NILAI (E + H) = Rp. 216.678.147,65


PEMBULATAN = Rp. 216.678.000,00

VI-23
BAB VII

METODE PENILAIAN MESIN DAN


PERALATAN SERTA KENDARAAN

7.1. KONSEP DASAR PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN

Mesin dan peralatan sebagai obyek penilaian mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak
dijumpai pada jenis aset atau properti/real estat. Oleh karena itu perlu dibuat petunjuk
khusus untuk penilaiannya. Sering dijumpai dalam penilaian untuk keperluan penilaian
barang jaminan sebagian aset-asetnya berupa mesin dan peralatan.

Penilaian tentang mesin dan peralatan diatur dalam Pasal 94 sampai dengan pasal 96
dalam Juknis Pengurusan Piutang. Melihat beragamnya jenis mesin dan peralatan serta
terbatasnya informasi harga pasar, menyebabkan dalam prakteknya penilaian mesin
dan peralatan ini menjadi tidak mudah dan tidak sederhana dikarenakan penilain mesin
dan peralatan ini sebenarnya memiliki sifat-sifat atau karakteristik khusus.

Beberapa kesulitan yang dihadapi oleh Penilai Internal DJKN dalam melakukan
penilaian mesin dan peralatan, antara lain yaitu :
1) Adanya mesin dan peralatan yang dirancang dengan spesifikasi khusus dan sangat
rumit.
2) Apabila mesin dan peralatan telah mengalami modifikasi tertentu (overhaul).
3) Mengalami kesulitan dalam memperoleh data-data berkaitan dengan penilaian
mesin dan peralatan dan terbatasnya informasi harga pasar dari mesin dan
peralatan-peralatan tersebut.
4) Memperhitungkan biaya-biaya yang ditimbulkan dari pengadaan ataupun
pemasangan dari mesin-mesin dan peralatan-peralatan tersebut.
5) Adanya beberapa jenis mesin lama dan sudah tidak diproduksi lagi

VII-1
Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh properti mesin dan peralatan mempunyai pengaruh
yang besar pada nilainya yang dikaitkan dengan tujuan penilaian, jenis nilai yang
dihasilkan serta metode penilaian yang diterapkan. Karena penilaian mesin dan
peralatan adalah pekerjaan Penilai untuk memberikan suatu opini nilai ekonomi atas
suatu mesin dan peralatan dimana sebenarnya nilai tersebut merupakan konsep
ekonomi yang merujuk pada hubungan finansial antara mesin yang tersedia untuk
dibeli/dijual oleh mereka yang membeli dan menjualnya. Nilai mesin bukan merupakan
suatu fakta tetapi lebih merupakan perkiraan manfaat ekonomi atas mesin pada suatu
waktu tertentu dalam hubungannya dengan definisi tertentu.

Gambar 7.1 Penggolongan Properti

Machinery &
Equipment

Tangible
Personal Fixture &
Real Furniture
Property
property

Kendaraan
Personal
Property

PROPERTI
Surat
Berharga
Intangible
Personal Patent
Bisnis Property
Goodwill
Hak
Kepemilikan

VII-2
Beberapa sifat khusus yang perlu diperhatikan adalah :
1) Mesin dan peralatan termasuk dalam jenis personal property.
2) Terdapat kemungkinan mesin dan peralatan termasuk dalam kelompok properti atau
aset khusus (specialised asset), yaitu aset yang tidak (atau jarang) diperdagangkan
kecuali sebagai bagian dari usaha dimana aset tersebut menjadi bagian yang tak
terpisahkan. Aset yang demikian dapat pula dinyatakan sebagai aset dengan pasar
terbatas (limited market property) atau aset yang tidak memiliki pasar dikarenakan
oleh :
a) Kondisi pasar, sifatnya yang unik, dirancang secara khusus karena lokasi atau
penggunaan tertentu yang memiliki manfaat yang terbatas atau faktor lainnya,
hanya dapat menarik perhatian sejumlah kecil calon pembeli pada saat tertentu.
b) Telah mengalami modifikasi tertentu.
3) Pasar mesin bersifat inactive, sehingga sumber informasi sering kali terbatas.
Karakteristik utama yang membedakan properti dengan pasar terbatas adalah bukan
karena properti tersebut tidak dapat dijual dalam pasar terbuka, tetapi karena
penjualan dari properti tersebut biasanya membutuhkan periode pemasaran yang
relatif lebih panjang dari pada properti dengan pasar yang tidak terbatas. Properti
khusus ini dengan sendirinya memiliki sifat khusus yang pada umumnya membawa
akibat pada sulitnya menentukan nilai pasarnya.
4) Pada umumnya (tidak selalu) mesin dan peralatan baru mempunyai kegunaan yang
optimum apabila dioperasikan sebagai bagian dari satu kesatuan properti yang tak
terpisahkan. Dalam hal ini penilai harus memperhatikan fungsi dan kegunaan dari
mesin dan peralatan yang dimaksud didalam sistem kerja properti secara
keseluruhan. Untuk tujuan penilaian tertentu mesin dan peralatan dapat dinilai
berdasarkan pada keadaan yang tidak merupakan kesatuan, berdiri-sendiri, atau
terpisah-pisah, baik dilokasi operasinya maupun ditempat lain.
5) Mesin dan peralatan kebanyakan diproduksi di luar negeri, sehingga sering
ditemukan kesulitan untuk mengetahui harga barunya, apalagi kalau mesin impor
yang dinilai merupakan mesin impor sudah dalam kondisi bekas sebelumnya.

Untuk lebih memudahkan pemahaman bagi para Penilai, berikut ini disampaikan definisi
mesin dan peralatan serta istilah-istilah penting yang dimuat dalam buku petunjuk ini.

Standar penilaian yang khusus mencakup penilaian mesin dan peralatan terdapat dalam
SPI 2002, yaitu pada SPI 10 dengan penjelasan PPI 10

VII-3
Dalam ketentuan Standar Penilaian Indonesia (0.5.28.1) :
“Mesin dan peralatan terdiri dari instalasi pelayanan gedung serta mesin dan peralatan
yang dirangkai dalam satu kesatuan proses dalam hubungannya dengan kegiatan
industri atau komersial dari perusahaan termasuk mebel, perabotan dan peralatan,
kendaraan, cetakan dan perkakas lainnya yang digunakan dalam kegiatan usaha”.

Sedangkan dalam Panduan Penilai Indonesia (PPI.10.3.2) :


“Pada dasarnya mesin dan peralatan dapat merupakan mesin-mesin, perangkat dan
peralatan lain serta instalasi yang terpasang pada suatu gedung tertentu untuk
menunjang pengoperasian gedung tersebut ataupun mesin-mesin, perangkat dan
peralatan lain serta instalasi yang dirangkai dalam suatu kesatuan tak terpisahkan untuk
melakukan suatu proses produksi dalam kegiatan industri”.

Pada IVS 2007 GN 3 disebutkan bahwa, penilaian Mesin & Peralatan menjelaskan aset
berupa mesin dan peralatan memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan real
properti secara umum, dengan demikian pendekatan penilaian yang diterapkan serta
pelaporannya pun berbeda. Mesin dan peralatan pada umumnya dapat dipindahkan
atau direlokasi dan umumnya mengalami penyusutan yang lebih besar dibandingkan
dengan penyusutan pada real properti. Mesin dan peralatan yang sama dapat memiliki
nilai yang berbeda, tergantung apakah mesin dan peralatan tersebut dinilai sebagai
bagian dari satu kesatuan unit operasi atau dinilai sebagai suatu unit individual untuk
dipertukar, di-tempat (in-situ) atau dipindahkan (ex-situ).

Definisi yang diberikan IVS 2007 adalah :


Mesin dan Peralatan. Aset berwujud, lain dari “realty”, dimana;
1) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk
disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
2) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1 periode.

Kategori mesin dan peralatan adalah :


1) Pabrik (Plant) adalah aset yang tergabung/ melekat tak terpisahkan dengan aset
lainnya, dan dapat meliputi bangunan-bangunan khusus, mesin-mesin dan
peralatan.
2) Mesin (Machinery) adalah mesin-mesin individual atau sekumpulan mesin-mesin.
Mesin merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk suatu proses tertentu
dalam kaitannya dengan suatu operasi perusahaan.

VII-4
3) Peralatan (Equipment) adalah aset-aset lain yang digunakan untuk membantu
operasi perusahaan atau usaha.

Contoh sekumpulan mesin-mesin atau bisa disebut juga plant sebagai berikut :
1) Mesin Industri Perkayuan :
Logging, Sawmill, Plywood, mesin produk kayu olahan.
2) Mesin Industri Logam :
Foundry / Peleburan baja, pembuat kanal, pipa, pelat, mesin.
3) Mesin Industri Plastik :
Injection moulding, hopper, packaging , dies/cetakan.
4) Mesin Industri Kertas :
Paper Pulp making, Bleaching, Stretching, Rolling, Coiling.
5) Mesin Industri Kimia :
Reactor, Presser Vessel, Destilizing, Absorber, heat exchanger.
6) Mesin Industri Pangan :
Makanan : Cleaning, washing, milling, sifter, packing.
7) Minuman : Distilizing, Pasturizing, colling unit, bottling, packing.
Mesin Industri Tekstil :
Blowing, Drawing, Carding, Spinning, Winding, Garment.
8) Mesin dan Alat Pertanian & Peternakan :
Alat pemanen, alat pembajak, mesin pengolah teh/kopi, alat penetas telur, alat
pertambakan, mesin pengolah minyak sawit.
9) Mesin dan Alat Pertambangan :
mesin pengolahan batu bara : Dredger, Conveyor, Scraper, mesin pengolahan
minyak : Oil Refinery, Rig.
10) Dan lain-lain

VII-5
Gambar 7.2 Contoh Mesin-Mesin Individual

Mesin Perkakas Mesin Bubut, mesin ketam, mesin frais, mesin bor, mesin gergaji,
las, dan lain-lain

Alat-alat Berat Buldozer, tractor,grader, shovel, excavator, AMP, dan lain-lain

Alat Pengangkat Lift/elevator, escalator gedung, crane, dan lain-lain

Alat Transportasi /
Pesawat udara, kapal, kendaraan bermotor, dan lain-lain
Kendaraan

Mesin dan Alat Satelit, tranceiver, jaringan telepon, panel, box, rumah kabel, alat
Komunikasi monitor dan lain-lain

Mesin- mesin utilitas


Genset, transformer, boiler, air conditioner, compressor, pompa,
dan lain-lain
Peralatan Laboratorium &
Alat Penelitian Timbangan analityc, stirrer, water bath, glass apparatus, alat ukur,
teodolith,dan lain-lain

Adapun menurut SPI 2007, mesin dan peralatan serta kendaraan termasuk jenis
”Personal Property”. Personal Property merujuk pada kepemilikan atas kepentingan
hukum yang melekat pada benda selain real estat. Benda ini dapat berwujud, misalnya
‘chattels’ (benda yang dapat dipindahkan), atau tidak berwujud seperti hutang atau
paten. Personal property berwujud merepresentasikan kepentingan hukum pada suatu
benda yang tidak melekat secara permanent pada real estat dan biasanya dicirikan
dengan sifatnya yang dapat dipindahkan. Di beberapa referensi, benda yang termasuk
ke dalam personal property disebut sebagai ‘personalty’ untuk membedakan dengan
’realty’.

Contoh personal properti adalah meliputi kepentingan hukum atas :


1) Benda yang dapat diidentifikasi, dapat dipindahkan dan berwujud yang oleh
masyarakat umum digolongkan sebagai benda milik individu, misalnya perabotan,
benda-benda koleksi (collectibles) dan peralatan. Kepemilikan atas aset lancar dari
suatu perusahaan/badan usaha, persediaan perdagangan dan suplai adalah
dianggap sebagai personal properti. Di beberapa negara jenis properti diatas disebut
sebagai ‘goods’ dan ‘chattels personal’.

VII-6
2) Perlengkapan non-realty juga disebut sebagai perlengkapan dagang (trade fixtures)
atau perlengkapan penyewa (tenant’s fixtures yang berupa fixtures dan fittings
dipasang pada properti oleh penyewa dan digunakan untuk menjalankan
perdagangan atau usahanya. Leasehold improvement atau tenant’s improvement
adalah pengembangan atau penambahan yang bersifat tetap pada tanah atau
bangunan, dipasang dan dibayar oleh penyewa untuk memenuhi kebutuhan
penyewa. Perlengkapan dagang bersifat dapat dipindahkan oleh penyewa setelah
masa sewa berakhir.
Pemindahannya tidak menimbulkan kerusakan serius terhadap real estat. Leasehold
improvement atau tenant’s improvements adalah finishings atau fittings seperti
partisi dan outlets yang dibangun di atas lahan. Umur manfaat dari tenant’s
improvement dapat lebih pendek atau panjang dari masa sewa, penyewa mungkin
berhak untuk mendapatkan kopensasi yang merefleksikan besarnya kenaikan nilai
dari property yang disewakan dikarenakan adanya leasehold improvements tersebut.
a) Lebih luas, kategori di atas dapat termasuk bangunan khusus yang tidak
permanen, mesin dan peralatan, yang di beberapa referensi disebut sebagai
Plant & Machinery.
b) Pada beberapa referensi lainnya, istilah furnitures, fixtures dan equipments
(FF&Es) terdiri atas kedua kategori di atas.
3) Modal kerja bersih dan surat berharga, atau aset lancar bersih, adalah jumlah dari
aset lancar dikurangi kewajiban jangka pendek. Modal kerja bersih dapat termasuk
uang tunai, surat berharga yang dapat diperdagangkan dan suplai yang likuid
dikurangi kewajiban lancar seperti hutang dan kewajiban jangka pendek.
4) Aset tak berwujud adalah kepentingan hukum yang melekat pada entitas yang tidak
berwujud. Contoh personal property tidak berwujud termasuk hak tagih dan hak
untuk menghasilkan keuntungan dari suatu ide/gagasan. Dalam hal ini yang dinilai
adalah haknya, yaitu hak untuk menagih atau untuk meraih keuntungan, yang
berbeda dengan entitas tidak berwujud itu sendiri, yaitu hutang atau ide/gagasan.

Suatu penilaian yang mencakup baik hak atas benda bergerak (personal properti)
maupun real properti harus terlebih dahulu mengidentifikasi hak atas benda bergerak
dan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap estimasi nilai total yang ditetapkan.
1) Penilaian personal property dapat merupakan bagian dari penugasan
yang lebih besar. Definisi dasar penilaian dari suatu personal property harus sesuai
dengan tujuan dari penilaian property, baik itu untuk jual beli, renovasi atau
penghancuran property. Personal property dapat dinilai berdasarkan Nilai Pasar,

VII-7
Nilai Sisa atau Nilai Likuidasi, misalnya nilai personal property dari suatu hotel yang
dijual sebagai Properti dengan Bisnis Khusus (PBK) dibandingkan dengan nilai
personal property dari suatu hotel yang sudah menghentikan kegiatan usahanya.
2) Penilai harus mampu memisahkan personal property dari suatu real properti, dan
dalam situasi tertentu mungkin diperlukan untuk mengesampingkannya, misalnya
dalam penilaian yang terkait dengan fungsi Pemerintah seperti perpajakan atau
pengambilalihan property untuk kepentingan publik (compulsory acquisition).
3) Dalam penilaian aset dari suatu bisnis, Penilai harus mempertimbangkan apakah
aset tersebut dinilai sebagai bagian dari bisnis yang berjalan (going concern) atau
aset terpisah.

Penilai seharusnya memiliki pemahaman mengenai kebiasaan setempat (local custom)


mengenai apakah suatu benda dapat dianggap sebagai personal property atau real
properti. Dalam keadaan tertentu, benda yang terpasang permanent pada real properti
yang biasanya dianggap sebagai personal property, dapat dianggap sebagai bagian dari
real properti pada waktu selesainya penghunian, terutama apabila pelepasan dan
pemindahannya mengakibatkan kerusakan berarti pada benda tersebut maupun
bangunan dimana benda tersebut dipasang.

Berbagai teknik yang digunakan dalam ketiga pendekatan penilaian dapat diterapkan
pula pada penilaian personal property.
1) Jika penilai berpendapat bahwa personal property yang merupakan bagian dari
property yang dinilai adalah lebih tinggi atau lebih rendah nilainya dibandingkan
dengan property sejenis, maka Penilai harus memperhitungkan selisih nilai yang
dikonstribusikan tersebut dalam penilaian.
2) Dalam penugasan tertentu, Penilai mungkin harus menentukan tingkat kerusakan
fisik, kemunduran fungsional dan ekonomis yang menurunkan nilai personal property
tersebut. Hal ini tidak terlepas dari pertimbangan mengenai sisa umur ekonomis
suatu bangunan dimana personal property tersebut berada.

VII-8
7.2. KETENTUAN UMUM PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN

7.2.1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Mesin


Gambar 7.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Mesin
EKONOMI
PHISIK Pertumbuhan ekonomi,
Ciri2 phisik Mesin : Ss&Dd mesin tsb.,
Merek, negara asal, meningkatnya daya beli,
model,tahun, penemuan baru sumber
bentuk,kapasitas, bahan bahan baku pengganti
yg dipakai, minyak,batu bara, solar cell,
teknologi,space yg perluasan produksi baru
diperlukan, perawatan, mesin otomatis, plastik
sistem pengoperasian. pengganti komponen
NILAI MESIN
mesin, trend of industry, dll.

POLITIK
SOSIAL Kebijakan Pemerintah
Kebanggaan dlm UU, besar tarif BM,
kepemilikan, membesar PPN, perubahan nilai
dan terkenalnya suatu tukar uang yg
usaha yg dikelola, sikap berpengaruh thd mesin
manusia, tingkah laku dr LN, adanya relokasi
dan selera ingin zona industri menjadi
memiliki real estate, dll.

Secara umum, apabila tidak terdapat kondisi-kondisi khusus yang didukung oleh
kenyataan yang pasti, penilaian properti mesin dan peralatan dilakukan berdasarkan
pada kriterian-kriteria sebagai berikut :
1) Mesin dan peralatan dianggap sebagai kesatuan utuh dalam kondisi siap operasi
dilokasinya, lengkap dengan pondasi, instalasi dan peralatan pendukung yang
diperlukan dalam operasinya. Penilai perlu meneliti kondisi ini dan apabila kondisi ini
tidak dapat dipenuhi maka perlu diberikan penjelasan secukupnya. Penilai harus
menyatakan dengan tegas apakah Mesin dan Peralatan tersebut dinilai atas dasar
keadaan terpasang dilokasinya (in-situ) atau atas dasar dalam keadaan terlepas,
atau siap dipindahkan (ex-situ).
2) Penilai harus dapat mengelompokkan mesin dan peralatanya mana yang dianggap
sebagai properti khusus dan mana yang dapat dianggap sebagai properti bukan
khusus. Hal ini harus dinyatakan dengan jelas dalam laporan penilaian yang dibuat.
Dalam menentukan pengelompokan jenis properti khusus atau bukan khusus,
perhatian penilai tidak cukup hanya pada lingkup pasar nasional, namun perlu
diperhatikan juga lingkup pasar internasional.

VII-9
3) Mesin dan Peralatan yang termasuk dalam jenis properti khusus dinilai atas dasar
bukan Nilai Pasar dengan menggunakan Metode Biaya Pengganti Terdepresiasi
(Depreciated Replacement Cost, DRC), sedangkan mesin yang termasuk dalam
properti bukan khusus dinilai atas dasar Nilai Pasar dimana syarat penentuan nilai
sama dengan penilaian real estate.
4) Apabila dapat diperoleh data-data pendukung yang kuat seperti misalnya proporsi
penerimaan yang merupakan partisipasi dari mesin dan peralatan itu sendiri, biaya
operasional serta tingkat diskonto (discount rate), untuk tujuan penilaian tertentu
pendekatan pendapatan dapat diterapkan untuk menentukan nilai mesin dan
peralatan.
5) Untuk tujuan penilaian tertentu dengan memperhatikan kondisi dan keadaan dari
Mesin dan Peralatan serta data pendukung yang tersedia, penilai dapat pula
mencantumkan jenis nilai lain selain Nilai Pasar ; Biaya Pembuatan/Pengganti Baru,
Nilai Asuransi, Nilai Buku, Nilai dalam Penggunaan, Nilai Khusus, Nilai Realisasi
Bersih, Nilai Likuidasi atau Nilai Jual Paksa, Nilai Sisa dan Nilai Sekrap.

7.1.2. Petunjuk Khusus / Pedoman Sebelum Melakukan Penilaian


Petunjuk khusus/pedoman sebelum melakukan penilaian adalah sebagai berikut:
1) Mengusai sifat-sifat dari properti mesin dan peralatan yang dinilai.
2) Mengetahui dan memberikan perhatian pada konsep dan prinsip umum penilaian
serta prosedur penilaian.
3) Mengkaji kriteria pengakuan atas manfaat, kegunaan, efisiensi serta kontribusi dari
mesin dan peralatan yang dinilai terhadap produksi barang dan jasa sebagaimana
mesin dan peralatan yang dinilai direncanakan dan diperuntukkan.
4) Dapat melakukan pengelompokan pengelompokan mesin dan peralatan mana yang
dapat dilakukan penilaian yang berbasis pada data pasar serta kelompok mana yang
merupakan properti khusus yang tidak dapat dilakukan penilaian berbasis pasar.
5) Dapat menentukan dasar anggapan (asumsi) yang diambil dalam menentukan nilai,
apakah mesin dan peralatan yang dinilai dianggap merupakan kesatuan yang
terpasang dilokasinya atau merupakan unit-unit terpisah yang siap untuk
dipindahkan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan tujuan penilaian, antara lain dapat
berupa :
a) Kegiatan penilaian seluruh mesin dan peralatan untuk tujuan going concern,
dalam hal ini dua pihak yang berbeda kepentingannya adalah Manajemen dan
Investor, dasarnya adalah Nilai Pasar dan Nilai Pasar untuk Penggunaan yang
Ada atau Nilai dalam Penggunaan.

VII-10
b) Kegiatan penilaian seluruh mesin dan peralatan untuk tujuan removal, relocation
dan recommissioning, untuk kepentingan Pemilik dan Kontraktor Pelaksana
kegiatan, dasarnya Nilai Pasar.
c) Kegiatan penilaian mesin dan peralatan untuk tujuan dijual untuk seluruh bagian
atau beberapa bagian atau satu bagian komponen Mesin dan Peralatan, untuk
kepentingan Pemilik dan Calon Pembeli, dasarnya Nilai Pasar dan Nilai Realisasi
Bersih.
d) Kegiatan penilaian mesin dan peralatan untuk kepentingan likuidasi perusahaan,
untuk kepentingan para Pemilik, atau kepentingan para Kreditur, dasarnya Nilai
Pasar dan Nilai Likuidasi.
e) Kegiatan penilaian mesin dan peralatan untuk kepentingan hibah atau
pemindahan hak, untuk kepentingan Pemilik Lama dan Pemilik Baru, dasarnya
Nilai Pasar dan Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada atau Nilai dalam
Penggunaan.
f) Kegiatan penilaian mesin dan peralatan untuk mencari pinjaman untuk
kepentingan perusahaan yang akan meminjam dan lembaga peminjam,
dasarnya Nilai Pasar, Nilai Likuidasi, Nilai Realisasi Bersih dan Nilai Realisasi
Bersih Terbatas.
g) Kegiatan penilaian mesin dan peralatan untuk kepentingan Merger atau
penggabungan perusahaan untuk kepentingan Perusahaan Lama dan
Perusahaan Baru, dasarnya Nilai Pasar dan Nilai Pasar untuk Penggunaan yang
Ada atau Nilai dalam Penggunaan.
h) Kegiatan penilaian mesin dan peralatan untuk tujuan perhitungan pajak, untuk
kepentingan Pemerintah dan Subyek Pajak (pemilik, yang memanfaatkan atau
yang menguasainya), dasarnya Nilai Jual Obyek Pajak /NJOP (pelaksanaan
baru peralatan yang menyatu dengan gedung sebagai fasilitas, misalnya AC, Lift,
Escalator, telp dll).
i) Kegiatan penilaian Mesin dan Peralatan untuk tujuan asuransi, untuk
kepentingan Pemilik dan Maskapai Asuransi, dasarnya Nilai Asuransi.
j) Kegiatan penilaian Mesin dan Peralatan untuk tujuan menghitung kekayaan,
rating dan kegiatan penilaian untuk tujuan lainnya, dasarnya Nilai Pasar dan
Biaya Pengganti Terdepresiasi.

VII-11
7.3. MEKANISME / TAHAPAN PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN
Gambar 7.4 Mekanisme/Tahapan Penilaian Mesin dan Peralatan

1
Perencanaan

6
Penyusunan 2
Laporan Pendataan

LAPORAN
PENILAIAN
MESIN DAN
PERALATAN
5
Perhitungan 3
Nilai & teknik Analisis
penyusutan Data

4
Pemilihan
Metode

7.3.1. Persiapan Penilaian


Persiapan dalam rangka penilaian adalah tahap awal dari suatu proses penilaian. Pada
tahapan ini harus dilakukan secara baik (cermat) oleh setiap Penilai, karena tahap ini
sangat menentukan kelancaran tahap-tahap berikutnya dan selanjutnya akan
berpengaruh pada kualitas pelaksanaan tugas penilaian itu sendiri. Kegiatan yang
termasuk dalam tahapan ini meliputi sebagai berikut :
1) Penentuan/ identifikasi batasan masalah
Pada tahapan ini seorang Penilai harus memperhatikan :
a) Penugasan. Bagian penting yang harus diperhatikan oleh seorang Penilai dari
instruksi, antara lain meliputi jenis, jumlah dan tempat lokasi mesin dan peralatan
yang akan dinilai, tujuan penilaian, dasar penilai, waktu penyelesaian tugas
penilaian dan aspek biaya dari penugasan.
b) Tujuan penilaian. Sebagaimana diketahui bahwa ada beberapa tujuan penilaian
berkaitan dengan penilaian mesin dan peralatan. Dalam kaitannya dengan
penugasan penilaian, tujuan penilain yang telah disetujui bersama dengan
Pemberi Tugas harus dinyatakan dengan jelas dan tegas, mengingat tujuan
penilaian tertentu sangat menentukan dalam pemilihan dasar yang sesuai untuk
penilaian tersebut. Penilaian untuk tujuan tertentu yang diminta oleh Pemberi
Tugas, realisasinya sangat penting untuk menjamin kepuasan Pemberi Tugas.

VII-12
Selain untuk menghindari kesalahpahaman Pemberi Tugas, juga untuk
mencegah ketidakmengertian pihak ketiga atas laporan penilaian.
c) Identifikasi hak/status kepemilikan. Penelitian atas status hukum properti mesin
dan peralatan yang akan dinilai, apakah merupakan kepemilikan penuh, sewa
guna usaha, sewa beli atau status hukum lannya.
d) Tanggal penilaian. Penentuan kapan tanggal penilaian akan sangat
mempengaruhi hasil penilaian, karena kondisi mesin dan peralatan yang lalu
akan berbeda dengan kondisi mesin pada saat sekarang yang disebabkan oleh
perubahan kondisi fisik, fungsi, bentuk, model (misalnya bentuknya tidak utuh
seperti semula atau modelnya tidak sesuai dengan kedaan saat itu dan
sebagainya, yang sekaligus akan mempengaruhi terhadap nilai dari mesin
tersebut.
Mengingat tanggal penilaian akan menentukan secara jelas apakah penilaian
yang dibuat berlaku untuk waktu yang lampau atau waktu sekarang, maka nilai
dari hasil suatu penilaian hanya berlaku pada waktu penilaian itu dilakukan
dengan tenggang waktu yang masih dapat diterima, misalkan suatu mesin dan
peralatan dinilai pada tanggal tertentu, kemudian apabila setelah beberapa hari
kemudian mengalami kerusakan berat dan tidak dapat dioperasikan lagi, maka
nilai dari mesin dan peralatan tersebut jelas jauh berbeda dengan nilai pada saat
penilaian.
Jadi tanggal penilaian tidak dapat terlupakan untuk dicantumkan, karena tanggal
penilaian menentukan jangka waktu yang harus ada dalam koleksi data, yang
akan berguna sebagai rujukan (referensi) bila laporan penilaian dibaca dan akan
menentukan dengan jelas apakah perkiraan nilai itu berhubungan dengan masa
lalu, sekarang atau yang akan datang.
e) Dasar anggapan (asumsi) penilaian. Asumsi dasar yang diambil dalam penilaian
mesin dan peralatan adalah bahwa mesin dan peralatan yang dinilai merupakan
kesatuan utuh dalam kondisi siap operasi dilokasinya, lengkap dengan pondasi,
intalasi dan peralatan pendukung yang diperlukan dalam operasinya. apabila
mesin dan peralatan yang dinilai merupakan unit yang berdiri sendiri, baik yang
sudah terpasang maupun belum, ataupun sudah terpasang namun dianggap
akan dipindahkan, penilai harus menjelaskannya tentang keadaan mesin dan
peralatan tersebut termasuk dalam penilaian, serta metode penilaian yang
diterapkan.
f) Klausul pembatasan publikasi dan referensi pihak ke tiga. Klausul ini diperlukan
untuk menghindari kesalahan atau kelalaian dalam publikasi.

VII-13
2) Analisis pendahuluan dan penyusunan rencana kerja
a) Mencari data dan sumber data yang dibutuhkan. Dalam kegitan ini penilai dapat
melakukan:
i) Pengecekan apakah data sekunder yang diperlukan untuk kepentingan
penilaian sudah tersedia atau belum, misalnya dalam bentuk publikasi media
masa (cetak ataupun elektronik) maupun informasi yang bukan untuk
dipublikasikan, baik dari lembaga pemerintah maupun swasta. Misalnya
mengenai harga Mesin dan Peralatan sejenis.
ii) Menyediakan sarana untuk pengumpulan data di lapangan (data primer)
misalnya membuat formulir-formulir standar. Kegiatan ini perlu dilakukan
agar fakta atau data di lapangan jangan sampai ada yang terlewat. Penilai
juga perlu menyiapkan alat pengambil gambar (foto) serta sarana
pengambilan data lainnya.
iii) Menentukan kebutuhan tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja disesuaikan
dengan volume pekerjaan. Untuk tujuan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan
tugas perlu direncanakan secara matang, baik dalam hal jumlah dan
spesikasi keahlian petugas khusunya petugas lapangan.
iv) Melakukan penjadualan: yaitu, berapa lama dan kapan kegiatan
pengumpulan data lapangan akan dilaksanakan. Kegiatan ini berkaitan
dengan ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas/tenaga dan
volume pekerjaan.

7.3.2. Pengumpulan Data Lapangan


Setelah selesai melakukan persiapan, maka berikutnya dapat dilanjutkan kegiatan
pengumpulan data lapangan. Tahapan ini dilaksanakan dengan cara survei teknis
(Technical survei), yaitu dengan melakukan identifikasi/verifikasi dan dilanjutkan dengan
pengujian.

Identifikasi dapat dibedakan dalam 2 (dua) kategori yaitu :


1) Identifikasi secara makro (macro-identification) :
a) Obyek yang akan dinilai untuk apa atau dapat menghasilkan apa ?
b) Proses apa yang dikerjakan oleh obyek penilaian ?
c) Berapa kapasitas terpasang dan kapasitas produksi secara
efektif ?

VII-14
Kelengkapan data yang diambil untuk kepentingan analisis pada kegiatan identifikasi
secara makro antara lain meliputi:
a) Tanggal identifikasi.
b) Nama dan alamat perusahaan.
c) Petugas yang mencari informasi.
d) Produk yang dihasilkan, pada masing-masing tahap proses berikut nama bagian,
jumlah dan kegunaannya.
e) Perusahaan/kontraktor yang mendesain.
f) Kapasitas produksi perhari (unit, ton, gallon, barrel dll).
g) Cara beroperasi (per hari atau per bulan).
h) Hasil berupa produk akhir atau produk antara.
i) Data sejarah operasional 3 sampai dengan 5 tahun terakhir.
j) Bahan bakar dan konsumsi per unit.
k) Tenaga operasional per unit, serta system kontrol.
l) Estimasi anggaran perawatan mesin.
m) Perlu tidaknya perawatan secara intensif.
n) Bagaimana penjadwalan perawatan mesin, reguler, preventif atau permintaan.
o) Kondisi mesin secara umum.
p) Umur mesin (umur kronologis dan umur efektif).
q) Fasilitas pendukung.
r) Faktor-faktor penyebab kerusakan.
s) Kondisi standar keselamatan lingkungan (bila tidak baik berapa dapat di up
grade dan berapa biayanya).
2) Identifikasi secara mikro (Micro-identification) :
Identifikasi secara mikro adalah suatu kegiatan untuk menemukan karakteristik
(atribut-atribut) Mesin dan Peralatan yang dinilai secara detail. Pada kegiatan ini
fokusnya pada unit mesin dan peralatan, antara lain untuk mengetahui:
a) Nama merk dagang (brand name)
b) Nama local (local name)
c) Nomor model (model number)
d) Nomor seri (serial number)
e) Jenis penggunaan tenaga (type of power)
f) Ukuran (dimensions)
g) Kapasitas (Capacities)
h) Tipe (Type)
i) Tanggal dan tahun pembuatan dan pemakaian

VII-15
j) Bahan konstruksi
k) Kelengkapan alat bantu
l) Featur dan asesoris khusus
m) Tipe dan nama motor penggerak
n) Bahan bakar

Dalam melakukan identifikasi sering kali terdapat beberapa singkatan yang melekat
sebagai spesifikasi, beberapa contoh singkatan dimaksud dan kepanjangannya sebagai
berikut:
1) R.S.J = Rolled Steel Joist
2) R.S.J = Rolled Steel Channel
3) R.S.S = Rolled Steel Stanchion
4) U.B = Universal Beam
5) A.I = Angle Iron
6) T = Rolled Steel Tee Iron.
7) C.D = Compoun Girders
8) P.G = Plate Girders
9) C.S = Compound Stanchion
10) C.F.M = Cubic Feet per Minute
11) F.A.D = Free Air Delivery
12) P.S.I = Pressure per Square Inch in Pouns or Kilograms
13) H.P = Horse Power
14) K.V.A = Kilo Volt Ampere
15) K.W = Kilo Watts
16) A.C = Alternating Current
17) D.C = Direct Current
18) P.F = Power Faktor
19) G.P.H. (M) = Gallons per Hour (Minute)
20) Amp or A = Amperes
21) V = Volt
22) W = Watts
23) W.H = Whatt Hour
24) B.T.U = Britis Thermal Unit
25) W.T = Water Ton (224 gallons of water)
26) Lbs/hr = Pouns per Hour Evaporation of Water
27) Ft/Hd = Pumping Hight in Feet

VII-16
28) Z = Ohms
29) Q = Coulumb or Amper Hour

Catatan:
Pada barang-barang elektronika, singkatan yang menggunakan huruf kapital (huruf
besar) seringkali mempunyai pengertian yang berbeda dengan huruf kecil. Misalnya M =
Mega dan m = milli.

Dengan demikian secara garis besar 3 (tiga) tahap awal yang harus diperhatikan dan
dilakukan oleh Penilai dalam melakukan penilaian mesin dan peralatan yaitu :

Gambar 7.5 Perencanaan Penilaian Mesin dan Peralatan

Perencanaan

Mencatat tujuan, tanggal nilai, tanggal inspeksi, tanggal laporan penilaian, sifat penugasan
yang disesuaikan dengan standar penilaian yang berlaku atau yang digunakan.

Membuat jadwal pelaksanaan meliputi inspeksi lapangan, pembagian tenaga ahli, jumlah
hari dan sebagainyab.

Mengumpulkan data awal seperti daftar mesin, layout pabrik, kartu pemeliharaan, kapasitas
produksi, bukti kepemilikan dan pembelian/ invoice, kontrak pembelian bila ada, flow chart
atau proses produksi, spesifikasi teknis per item, gambar- gambar kerja mesin, kontraktor
pemasang.

Mempersiapkan peralatan inspeksi seperti alat ukur, kamera, form, alat tulis, lampu senter.

VII-17
Gambar 7.6 Pendataan Mesin dan Peralatan Yang Akan Dinilai

Pendataan

Melakukan pencatatan data mesin secara langsung meliputi merk, negara asal,
tipe/model, no seri, tahun pembuatan, spesifikasi Teknis, kapasitas, volume, material
yang digunakan, alat penggerak, alat bantu, baik secara keseluruhan proses produksi
maupun unit per unit.

Melakukan pencatatan atas kondisi phisik mesin meliputi keutuhan / kekurangan, sistem
pemeliharaan/perawatan, getaran dan kebisingan yang berlebih, kemiringan
pemasangan,suku cadang, jumlah jam pemakaian, jumlah operator, shift kerja, kontraktor
pemasang mesin,dll.

Melakukan pencatatan atas sumber bahan baku meliputi jenis, volume, asal, jenis produk,
kapasitas dan wilayah pemasaran.

Gambar 7.7 Analisis Data Dalam Penilaian Mesin dan Peralatan

Analisis Data

• Mencocokan antara data awal dengan data hasil pendataan langsung, mengkonfirmasi
jumlah dan item mesin serta kepemilikan.

• Melakukan analisis dan penelitian mengenai mesin di pasaran meliputi, harga, jumlah
industri pengguna mesin sejenis, kelangkaan mesin, tendensi perkembangan harga dan
teknologi mesin, riset pasar mesin, tersedianya suku cadang dan bahan baku, peraturan
pemerintah yang membatasi, melalui sumber-sumber yang resmi seperti : majalah, koran,
website, agen penjualan, distributor, dealer, manufactur, importir (biasanya perusahaan
penilai memiliki sistem database)

• Mengamati data pembelian seperti kwitansi pembelian / invoice apakah wajar dengan harga
pasaran, apakah dibeli dengan sistem kredit, leasing yang tentunya berbeda dengan
pembayaran secara cash.

VII-18
7.4. PENDEKATAN DALAM PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN

Gambar 7.8 Metode Penilaian Mesin dan Peralatan

Pemilihan Metode

Terdapat 3 metode yang dapat dipilih yaitu Market Data Approach, Cost Approach,
Income Approach, tergantung dari tujuan penilaian, jenis properti / mesin dan
ketersediaan data.

• Market Data Approach : Mesin yang bersifat unstationary dan merupakan mass
product misal kendaraan bermotor, kapal, pesawat, compressor, alat berat dll.
dimana pasar harga bekasnya mudah diperoleh.

• Cost Approach : Mesin yang di design khusus seperti kilang minyak, rig, reaktor,
pabrik pupuk, pabrik tepung, dll. dimana selain bersifat stationary, harga pasar nya
juga agak sulit diperoleh.

• Income Approach : Mesin yang didesign men generate income secara langsung
seperti Pompa BBM. Dalam hal ini perlu ke hati-hatian mengingat unsur
intagiblenya turut mempengaruhi.

Secara konseptual Pendekatan Perbandingan Data Pasar (Market Comparisson Data


Approach), Pendekatan Biaya (Cost Approach) dan Pendekatan Pendapatan (Income
Approach) dapat digunakan untuk mengukur nilai suatu Mesin dan Peralatan. Namun
demikian dalam pratek penilaian, penggunaan Pendekatan Pendapatan seringkali
dihadapkan pada kendala data proporsi pendapatan atas obyek yang akan dinilai,
apalagi jika obyek yang dinilai tidak lagi beroperasi secara normal/wajar, oleh karenanya
pendekatan ini jarang sekali digunakan oleh Penilai.

Untuk kepentingan penilaian barang jaminan (mesin dan peralatan) di DJPLN saat ini
menggunakan pendekatan Perbandingan Data Pasar dan Pendekatan Biaya.

VII-19
Gambar 7.9 Perhitungan Nilai Kendaraan Dengan Pendekatan Perbandingan Data Pasar

Perhitungan Nilai
Data 1
Data 2

Market Data
Approach

Cari Pembanding
yang sejenis dan
setara

Nilai Adjust beberapa hal


Kendaraan sbb.:
- Tahun
- Model
- Isi Silinder
- Engine
Data 3 Data 4 - Boddy
- Accessor
- Surat-surat

Gambar 7.10 Perhitungan Nilai Mesin Dengan Pendekatan Perbandingan Data Pasar

Perhitungan Nilai

Data 1 Data 2

Market Data Approach

Cari Pembanding
yang sejenis dan
setara

Nilai Adjust beberapa hal


sbb.:
Mesin - Merek
- Model
- Kapasitas
- Bahan
Data 4 - Teknologi
Data 3 - Tenaga penggerak
- Perlengkapan

VII-20
Pendekatan penilaian yang sering kali diterapkan adalah Pendekatan Perbandingan
Data Pasar dan Pendekatan Biaya. Berkaitan dengan sifat-sifat yang terdapat pada aset
mesin dan peralatan, penggunaan ke-dua ini diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Mesin dan Peralatan yang akan dinilai bukan termasuk dalam kelompok properti
atau aset khusus (specialised asset), yaitu aset yang sering kali diperdagangkan.
Pengertian sering kali diperdagangkan tidak terbatas pada pasar domestik, perhatian
Penilai juga ditujukan kepada pasar internasional. Informasi pasar dapat diperoleh
dari berbagai sumber baik dari pabrikan, broker, agent, show room, media cetak
(koran, majalah, brosur), media elektronik (iklan di TV/radio, internet) dll.
Pendekatan penilaian yang digunakan dalam hal ini adalah Perbandingan Data
Pasar. Konsep dasar penilaian ini adalah membandingkan secara langsung data
pembanding dengan obyek penilaian dengan menggunakan faktor-faktor
penyesuaian yang lebih lengkap. Ada dua tahap yang harus dilakukan pada
penggunaan Metode Perbandingan Data Pasar, yaitu :
a) Menemukan data/informasi transaksi pembanding yang sejenis.
b) Melakukan kegiatan penyesuaian (adjustment) antara data pembanding dengan
Mesin dan Peralatan yang dinilai untuk mendapatkan estimasi nilai. Hubungan
antara penyesuaian dan atribut-atribut yang dimiliki Mesin dan Peralatan, harus
ditentukan sbb:
i) Bagaimana hubungan antara atribut-atribut yang melekat pada obyek
penilaian satu dengan lainnya dalam kaitannya dengan penyesuaian. Apakah
penyesuaian merupakan bentuk penambahan/ pengurangan secara
bersama-sama dalam total penyesuaian atau mempunyai hubungan
perkalian, atau mungkin berupa kombinasi-kombinasinya.
ii) Bagaimana perubahan-perubahan dalam hal kualitas dan ukuran kuantitas
dalam hubungannya dengan perubahan nilai. Apakah setiap perubahan satu
ukuran atribut mesin memberikan kontribusi perubahan nilai yang sama
dalam skala ukuran.
c) Mesin dan peralatan termasuk dalam kelompok properti atau aset khusus
(specialised asset), yaitu aset yang tidak (atau jarang) diperdagangkan.
Pendekatan penilaian yang digunakan dalam hal ini adalah Biaya Pengganti
Terdepreasi (Depreciated Replacement Cost, DRC). Hal ini dimungkinkan
mengingat tidak adanya data pembanding yang relevan di pasaran. Metode DRC
dalam aplikasinya merujuk pada analisis biaya dan akumulasi penyusutan, yaitu
biaya reproduksi/pengganti dengan dasar harga sekarang dan jumlah
penyususan sampai dengan sekarang.

VII-21
Gambar 7.11 Perhitungan Nilai Mesin Dengan Pendekatan Biaya

Perhitungan Nilai

Data 1
Cost Approach

Cari Pembanding yang


sejenis dan setara

Insert beberapa hal


sesuai peraturan yang
Nilai Mesin berlaku.:
- Original Price
- FOB/CIF
Data 2 - Import Duty
- Handling
- Local
Transportation
- Installation
- Reproduction Cost
New

7.3.1. Pendekatan Kalkulasi Biaya (Cost Approach)


Pendekatan ini mempertimbangkan kemungkinan bahwa, sebagai substitusi dari
pembelian suatu properti, seseorang dapat membuat properti yang lain baik berupa
replika dari properti asli atau substitusinya yang memberikan kegunaan yang sebanding.
Dalam konteks real estat, seseorang biasanya dianggap tidak wajar untuk membeli
suatu properti lebih dari pada biaya untuk membeli tanah yang sebanding dan membuat
suatu pengembangan alternatif, kecuali akan melibatkan jangka waktu yang lebih
panjang, ketidaknyamanan dan resiko yang lebih tinggi. Dalam prakteknya, pendekatan
ini juga melibatkan estimasi depresiasi untuk properti yang lebih tua dan/atau memiliki
keusangan fungsional dimana estimasi biaya baru secara tidak wajar melampaui harga
yang mungkin dibayarkan untuk properti yang dinilai.

Penentuan/Perhitungan Biaya Penggantian Baru


Biaya Pengganti Baru adalah jumlah biaya yang secara wajar harus dikeluarkan untuk
menggantikan suatu mesin dan peralatan dengan mesin atau peralatan lain yang sama
atau mendekati sama dan dalam keadaan baru, berdasarkan pada kondisi harga yang
berlaku pada saat penilaian.

VII-22
Disamping biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan mesin, biaya instalasi,
pemasangan, biaya tenaga ahli dalam pemasangan serta biaya pondasi yang diperlukan
untuk menopang mesin tersebut juga harus diperhitungkan sebagai komponen dari
Biaya Pengganti Baru.

Untuk mesin-mesin dan peralatan yang tersedia di pasaran domestik, perhitungan Biaya
Pengganti Baru tidak terlalu sulit, hanya menentukan harga pembelian baru yang wajar,
kemudian ditambahkan dengan biaya transportasi, instalasi/pemasangan dan pondasi
(kalau ada).
Terhadap mesin-mesin yang harus didatangkan dari luar negeri (impor), seluruh biaya
pengimporannya seperti biaya angkutan baik di darat, laut maupun udara, asuransi, bea
masuk, biaya pengeluaran barang dari pelabuhan, sewa gudang dan biaya lain yang
secara wajar harus dikeluarkan termasuk pula dalam komponen Biaya Pengganti Baru.

Yang perlu diperhatikan dalam Pendekatan Kalkulasi Biaya adalah :


1) Analisis Biaya
Biaya-biaya yang perlu diperhitungkan meliputi biaya dasar (Basic Cost), yaitu harga
pembelian. Disamping itu, Penilai perlu memperhatikan biaya atau pengeluaran
tambahan lainnya sehubungan dengan pengadaan Mesin dan Peralatan, antara lain
meliputi :
a) Biaya transportasi dari lokasi/tempat obyek yang dinilai dengan pabrik
pembuatannya atau pelabuhan.
b) Biaya perakitan/pemasangan di tempat.
c) Biaya penambahan accessories yang dapat meningkatkan kinerja mesin.
d) Pajak pemerintah (Bea Masuk, PPN, PPh impor, dll).

Contoh komponen biaya dalam menghitung Replacement Cost New adalah sebagai
berikut :
Tabel 7.1 Contoh Perhitungan Impor Mesin

1) Harga Mesin (FOB) US$ 120.000 1.080.000.000

2) Ongkos Angkut (Freight) 10 ton x US$ 500/ton US$ 5.000

3) Asuransi Pengangkutan 0,5% x harga C&F US$ 625 +

US$ 125.625

Kurs konversi US$ = Rp 9.000 Rp 1.130.625.000

Biaya Impor

VII-23
1) Komisi L/C 0,3% x harga CIF Rp 3.391.875

2) Biaya komunikasi Rp 100.000

3) Bunga Bank 10 hari Rp 5.276.250

(2% per bulan x 70% harga CIF)

4) Bea materai dan lain-lain Rp 100.000 +

Rp 8.868.125

Fee Importir Rp 25,- per US$ CIF Rp 3.140.625

(Termasuk PPN 10%)

Bea dan Cukai

1) Bea Masuk 10% x Harga CIF Rp 113.062.500

2) PPN Impor 10% x (Harga CIF + Bea Masuk) Rp 124.368.750

3) PPh Impor 2,5% Rp 28.265.625

4) PPN Barang Mewah Rp 0 +

Rp 265.696.875

Handling Charges

1) Sewa Gudang 10 hari x Rp 60.000 Rp 600.000

2) Sewa Forklift 5 jam x Rp 50.000 Rp 250.000

3) Administrasi Rp 500.000

4) Jasa EMKL Rp15 per US$ CIF Rp 1.884.375 +

Rp 3.234.375

Jumlah Harga Loco Pelabuhan Rp 1.411.565.000

Biaya transportasi ke lokasi pabrik Rp 2.000.000

Jumlah Harga Loco Pabrik Rp 1.413.565.000

1) Pondasi Mesin Rp 3.800.000

2) Biaya Pemasangan Rp 6.700.000

3) Instalasi Penunjang Rp 4.500.000 +

Rp 15.000.000

Jumlah keseluruhan hingga mesin siap Rp 1.428.565.000

beroperasi

(Cost of Replacement New/Biaya Penggantian Baru)

(Sekitar 132,3% dari Harga FOB) 132,3%

2) Sumber data harga dan acuan material dapat diperoleh dari :


a) Pabrik pembuat dan penjual

VII-24
b) Dealer mesin baru dan bekas
c) Pameran
d) Jurnal atau brosur
e) Invoice
f) Majalah-majalah
g) Pelelangan
h) Universitas/Akademi
i) Perpustakaan Umum
j) Data Base
k) Apabila sumber data harga tidak diketemukan, alternatif terakhir menggunakan
dengan cara break down, yaitu menghitung satu persatu secara terperinci dari
komponen-komponen mesin seperti gambar dibawah ini.

Gambar 7.12 Identifikasi Mesin dan Peralatan

VII-25
3) Menilai mesin yang bersifat rangkaian.
Menilai mesin yang bersifat rangkaian dalam dunia penilaian relatif sulit untuk
mencari data pembanding yang sejenis, maka dari itu biasanya penilai melakukan
penilaian dengan menggunakan metode pendekatan kalkulasi biaya yaitu suatu
metode dengan cara menghitung semua komponen mesin atau bagian-bagian mesin
secara break down, menggunakan data pasar, juga memperhitungkan biaya yang
meliputi biaya pengadaan mesin, biaya instalasi, biaya transportasi, biaya
pemasangan, pajak-pajak, biaya tenaga ahli dalam pemasangan serta biaya pondasi
yang diperlukan dan lain-lain sehingga rangkaian mesin tersebut sampai ditempat
dan siap beroperasi.
4) Penyusutan
Penyusutan akan dibahas di bawah ini.

7.5. PENYUSUTAN

Penyusutan merupakan pengurangan nilai karena kerusakan fisik (Physical


deterioration) sebagai akibat dari penggunaan atau faktor-faktor lain, misalnya terjadinya
kemunduran fungsi (Fungsional obsolescence) karena adanya perkembangan teknologi
dan kemunduran ekonomi (Economic obsolescence) berkenaan dengan adanya
perubahan pasar.

VII-26
Gambar 7.13 Faktor-Faktor Penyusut Nilai Mesin dan Peralatan

Akibat kerusakan struktur, retak, pecah, kering,


mengeras, perlu diperhatikan apakah kerusakan dapat
diperbaiki atau tidak (curable/incurable)
Physical Pada dasarnya menentukan perbandingan sisa umur
Deterioration ekonomis dengan perkiraan usia ekonomisnya

Kemunduran fungsi akibat kesalahan perencanaan atau


perkembangan teknologi mesin baru yang lebih efisien
kerjanya, dihitung dgn mengkapitalisasi pemborosan
Functional dibanding mesin baru selama sisa usia ekonomisnya.
Obsolescence Pemborosan bisa berupa tenaga kerja, energi, suku
cadang, perawatan dsb

Kemunduran ekonomis akibat peraturan baru dari


pemerintah, relokasi, perubahan selera masyarakat,
Economic Penjualan satu jenis barang menurun hingga
Obsolescence Mempengaruhi produksinya, penurunan kerja inilah
yang dihitung sebagai kemunduran ekonomis.

Tren atau perkembangan teknologi dari suatu industri, biasanya akan berdampak
langsung kepada harga mesin lama yang akan dinilai, sekalipun mesin lama masih
memiliki fisik yang masih baik. Dampak yang timbul meliputi kemunduran fungsi dan
ekonomis (Functional & Economic Obsolesences).

VII-27
Gambar 7.14 Dampak Tren dan Perkembangan Dalam Industri Terhadap Penyusutan Nilai

Functional Obsolesence : Economic Obsolesence :

Efisiensi : Bahan Baku :


Design lebih baik, adanya Kelangkaan bhn.baku, menjadikan
alat kontrol, motor lebih penurunan produksi.Contoh Pabrik
kecil. Contoh Komputer, tekstil dengan bahan.baku cottton
Alat komunikasi. sekarang polyester.
Trend of
Man Power : Industry Hasil Produksi :
Penggunaan tenaga Cara pemasaran produk, tidak ada
manusia lebih sedikit selera masyarakat untuk memiliki.

Investment : Peraturan Pemerintah :


Ratio space yang lebih kecil Adanya larangan mesin tersebut.
berdampak kepada return. beroperasi karena membahayakan,
perubahan zona, relokasi
Tidak adanya insetif pajak

2 (dua) hal yang harus diperhatikan oleh Penilai dalam melakukan analisis penyusutan
adalah :
1. Bagaimana pola penyusutannya, apakah bersifat menurun (Reducing balance) atau
garis lurus (Straight line) atau lainnya.
2. Seberapa besar tingkat penyusutan pertahun selama masa umur ekonomis.

7.5.1. Metode Perhitungan Penyusutan berdasarkan Umur


Kapan perhitungan penyusutan diperlukan? Perhitungan penyusutan diperlukan apabila
penilaian yang dilakukan menggunakan metode Pendekatan Biaya (Cost Approach)
atau dapat juga digunakan dengan metode Biaya Pengganti Terdepreasi (Depreciated
Replacement Cost, DRC) untuk obyek-obyek penilaian yang termasuk dalam kelompok
properti atau aset khusus (Specialised asset).

Secara umum, penilaian mesin dan peralatan secara umum digunakan dengan metode
atau teknik penyusutan berdasarkan umur (Age Life) atau dapat juga berdasarkan
kondisi terlihat (Observe Condition). Atas dasar ini, metode perhitungan penyusutan
dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode, yaitu metode perhitungan penyusutan menurun
(Reducing balance method) dan metode perhitungan garis lurus (Straight line method).
Kedua metode perhitungan tersebut sama-sama dapat dipakai dalam penilaian untuk
mendapatkan nilai, meskipun demikian dalam prakteknya Penilai jarang sekali
menggunakan metode perhitungan penyusutan garis lurus, berkenaan dengan
kelemahan yang dimiliki oleh metode ini.

VII-28
Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Pengukuran penyusutan berdasarkan garis lurus dengan anggapan bahwa
kerusakan/kemunduran rata-rata akibat fisik, fungsi dan ekonomi terjadi tiap tahun
secara konstan. Metode ini menggunakan asumsi bahwa obyek penilaian dalam fisik
rata-rata, kemunduran kondisi obyek penilaian pada tanggal penilaian sesuai dengan
umurnya. Metode ini seringkali dipakai untuk tujuan akuntansi dan perpajakan. Pada
akhir periode penyusutan nilai suatu aset dapat nol, namun demikian masih
dimungkinkan adanya nilai secara ekonomi.

Secara grafis pola penyusutan garis lurus dapat digambaran sebagai berikut :
Gambar 7.15 Pola Penyusutan Garis Lurus

Pola Penyusutan Garis Lurus


Nilai Setelah Penyusutan (dalam

25

20
jutaan Rp)

15

10

0
0 5 10 15 20 25
Tahun

1) Kelebihan penggunaan perhitungan penyusutan garis lurus adalah sederhana


sehingga memudahkan dalam perhitungan.
2) Kelemahan adalah anggapan bahwa penyusutan aset tiap tahun konstan tidak
selalu berlaku, karena banyak variable yang mempengaruhi keadaan fisik aset,
misalnya perawatan, pola kerja dan penggunaan jenis bahan bakar. Oleh karenanya
penggunaan metode perhitungan ini sering kali tidak mencerminkan kondisi
sebenarnya atas obyek penilaian.

Untuk dapat menghitung jumlah atau akumulasi penyusutan dan mengetahui tingkat
penyusutan dapat digunakan formula sbb :

VII-29
Formula 1a :

Akumulasi Penyusutan = (Tingkat Penyusutan x Harga Perolehan) x Umur Efektif

Formula 1b :

Tingkat Penyusutan = 100%


Perkiraan umur ekonomi

Metode Penyusutan Menurun (Reducing Balance Method)


Pengukuran penyusutan berdasarkan perhitungan penyusutan menurun dengan
anggapan bahwa beban kerusakan/ kemunduran terjadi tiap tahun tidak secara konstan,
pada mulanya tinggi dan selanjutnya menurun. Pertimbangannya adalah di awal
beroperasi memberikan performance yang lebih bagus.

Secara grafis pola penyusutan menurun dapat digambarkan sebagai berikut :


Gambar 7.16 Pola Penyusutan Menurun

Pola Penyusutan Menurun

25
Nilai Setelah Penyusutan
(dalam jutaan Rp)

20

15

10

0
0 5 10 15 20 25
Tahun

Untuk dapat menghitung jumlah atau akumulasi penyusutan dan mengetahui tingkat
penyusutan dapat digunakan formula sbb :

Formula 2a :
(Umur Efektif)
Jumlah Penyusutan = 1- [(1- Tingkat Penyusutan)]

1 – ((1 –depreciation)^umur Efe

VII-30
Formula 2b :
( 1/ Perkiraan Umur Ekonomi)
Tingkat Penyusutan = 1- (Nilai Sekrap)

7.5.2. Tingkat Penyusutan


Besarnya tingkat penyusutan pertahun suatu Mesin dan Peralatan tergantung dari
estimasi umur efektifnya (The effective life). Pada metode perhitungan penyusutan garis
lurus hubungan antara tingkat penyusutan pertahun dengan umur efektif berbanding
terbalik, artinya semakin lama umur efektif suatu Mesin dan Peralatan, besarnya tingkat
penyusutan pertahun akan semakin kecil. Sebagai contoh, mesin diestimasikan
mempunyai umur efektif 10 tahun, besarnya tingkat penyusutan pertahun sebesar 10%
(perhitungan 100% / 10), sedangkan Mesin dan Peralatan dengan estimasi umur efektif
20 tahun besarnya tingkat penyusutan sebesar 5% (perhitungan 100%/20). Besarnya
tingkat penyusutan menurut beberapa kondisi mesin secara umum, biasanya sebagai
berikut:
1) Mesin dan Peralatan dalam kondisi baru (New), persis setelah terpasang atau masih
garansi, besarnya tingkat depresiasi 0% sampai dengan 5%.
2) Dalam kondisi sangat baik (Very Good), kondisi excellent, tidak memerlukan reparasi
atau modifikasi, hanya memerlukan perawatan normal. Besarnya tingkat depresiasi
6% sampai dengan 15%.
3) Dalam kondisi baik (Good), ada beberapa bagian telah mengalami reparasi atau
modifikasi, sedikit memerlukan reparasi. Besarnya tingkat depresiasi 16% sampai
dengan 30%.
4) Dalam kondisi sedang/cukup baik (Fair), memerlukan perawatan yang intensif atau
beberapa bagian telah mengalami pergantian komponen. Besarnya tingkat
depresiasi 31% sampai dengan 60%.
5) Dalam kondisi jelek (Poor), memerlukan rehabilitasi secara menyeluruh untuk dapat
beroperasi, beberapa bagian mungkin tidak dapat beroperasi tetapi sebagian yang
lain dapat berfungsi secara normal. Besarnya tingkat depresiasi antara 61% sampai
dengan 85%
6) Dalam kondisi sama sekali jelek dan tidak dapat berfungsi (Scrap), dan menjadi besi
tua. Besarnya tingkat depresiasi lebih dari 86%.

VII-31
Tabel 7.2 Tabel Penyusutan Mesin
Penyusutan Sisa Umur
Kondisi
Ekonomis
BARU
0–5% Belum pernah digunakan, kondisi prima 95 – 100 %

SANGAT BAIK
6 – 15 % Seperti baru, belum memerlukan penggantian suku cadang atau perbaikan 85 – 94 %

BAIK
16 – 35 % Telah dipergunakan dan pernah dilakukan perbaikan, kondisi prima 65 – 84 %

WAJAR
36 – 60% Telah dipergunakan dan pernah dilakukan perbaikan, masih memerlukan 40 – 64 %
beberapa perbaikan serta penggantian suku cadang minor seperti :seal, bearing
dsb.
CUKUP
61 – 80 % Telah dipergunakan dan pernah dilakukan perbaikan, masih memerlukan 20 – 39 %
beberapa perbaikan serta penggantian suku cadang penting seperti : motor
penggerak, poros, dan komponen penting lainnya

BURUK
81 – 95 % Telah dipergunakan dan pernah dilakukan perbaikan, masih memerlukan cukup 5 – 19 %
banyak serta penggantian komponen penting seperti : poros utama, komponen
dari struktur utama
SANGAT BURUK (Scrap)
96 – 100 % Dalam keadaan rusak, tidak dapat dipergunakan dan diperbaiki lagi 0–4%
Sumber : American Society of Appraisers

7.4.3. Umur Teknis/Jangka Hidup (Life Span)


Umur dan sisa umur adalah dua faktor penting dalam penilaian karena akan
mempengaruhi pembentukan nilai suatu aset penilaian. Untuk semua pendekatan
penilaian yang diterapkan dalam praktek penilaian Mesin dan Peralatan, seorang Penilai
harus melakukan analisis terhadap umur dan sisa umurnya.

Umur teknis atau jangka hidup suatu Mesin dan Peralatan secara ekonomi tidak
seharusnya dibingungkan dengan pengertian waktu kerja secara fisik, kedua istilah
tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Umur teknis merupakan estimasi
jangka waktu penggunaan mesin dalam proses produksi.

VII-32
Gambar 7.17 Konsep Umur Mesin dan Peralatan

Mesin Mesin Mesin Batas Batas


dibuat dipakai dinilai umur umur
ekonomi Fisik

Sisa umur
Umur ekonomis
Aktual

Umur efektIf
Umur Aktual (Fisik)
Umur Ekonomis
Salvage /Scrap

Umur Fisik

SISA UMUR EKONOMIS = PERKIRAAN UMUR EKONOMIS – UMUR EFEKTIF

Dibawah ini adalah tabel umur ekonomis dari suatu mesin.


Tabel 7.3 Panduan Penyusutan
DE P RE CIAT ION G UIDE LINES
Most of the following life expectancies of depreciable assets other buildings, by industry groups, are extracted from U.S.Treasury Department
Internal Revenue Service Publication No.456 ( dated 7/62 revised 8/64 ) titled " Depreciation Guidelines and Rule". They are presented here in
alphabetical order for your convenience. For more complete descriptions or definition, see Publication No.456. Lives marked with asterisk (*) are
not from the Internal Revenue Service Publication, but are a composite of studies of equipment, bookeeping practices and appraiser's opinions.
INDUS T RY G ROUP LIF E IN YE ARS INDUS T RY G ROUP LIF E IN YE ARS

Aerospace Industry 8 Dairy Products Manufacturing 12


Agriculture, Machinery and Equipment 10 Distilling 12
Animals, Cattle, breeding or dairy 7 Electrical Equipment Manufacturing 12
Hogs, breeding 3 Electric Utilities, Hydrolic Production 50
Horses, breeding or work 10 Nuclear Production 20
Sheep and Goats, breeding 5 Steam Production 28
Trees and Vines, Almonds, Pecans, and Walnut 40* Transmission & Distribution Facilities 30
Apples, Figs, and lives 50* Electronic Equipment Manufacturing 8
Apricots, Peaches, and Nectarines 20* Fabricated Metal Product 12
Cherries, Pears, and Citrus 40* Fishing Equipment incl. boats and barges 4*
Grapes, Plums, and Prunes 35* Fur Processing 11
Aircraft, except commercial aircraft 6 Gas Utilities, Distribution 35
Commercial aircraft 6 Manufactured Gas Production 30
Amusement Parks 10 Natural Gas Production 14
Apparel and Fabricated Textile Manufacturing 9 Pipelines and Related Storage 22
Automobile Repair Shops 10 Glass and Glass Products 14
Backeries and Confectionery Production 12 Gypsum Products 15
Barber and Beauty Shops 10 Hand Tools 5*
Brewery Equipment 12 Hotel and Motel Furnishings and Equipment 10
Cannaries and Frozen Food Production 12 Jewelry Products and Pens 12
Cement Manufacture 20 Knitwear and Knit Products 9
Chemical and Allied Production 17 Land Improvements 20
Clay Products Manufacturing 11 Laundry Equipment 10
Clocks and Watches, Manufacturing 15 Leather and Leather Products 11
Cold Storage and Ice Making Equipment 12 Logging 6
Cold Storage Warehouse Equipment 18* Lumber, Wood Products, and Furniture 10
Condiments, Manufacturing and Processing 10* Machinery Manufacturing, except as otherwise liste 12
Construction Equipment, general construction 5
Marine Construction 12

M ars h all Va lu a tion S e rv ic e , US A deprguid.xls/hal.1


P ag e 5/ 79

Sumber : Marshall Valuation Service, USA


VII-33
Tabel 7.4 Panduan Penyusutan-Lanjutan

INDUS T RY G ROUP LIF E IN YE ARS INDUS T RY G ROUP LIF E IN YE ARS

Meat Packing 12 Radio and Television, Broadcasting 6


Metal Working Machinery Manufacturing 12 Manufacturing 10*
Mining and Quarrying 10 Railroad Cars 12
Motion Picture and Television Production 8* Railroads, Machinery and Equipment 14
Motor Transport, Freight 8 Structure 30
General Purpose Trucks, Light 4 Wharves and Docks 20
Heavy 6 Railroad Transportation Equipment Manufacturing 12
Tractor Units (over the road) 4 Recreation and Amusement 10
Trailer and Trailer mounted containers 6 Retail Trades, Fixtures and Equipment 10
Motor Transport, Passenger 8 Restaurant and Bar Equipment 10*
Automobiles, including Taxis 3 Rubber Products Manufacturing 14
Buses 9 Sawmills, Permanent 10
Motor Vehicle and Part Manufacturing 12 Portable 6
Office Furniture and Equipment 10 Service Establishments 10
Optical Lenses and Instrument Manufacturing 12 Ship and Boat Building 12
Paints and Varnishes 11 Soft Drink Manufacture and Bottling 12
Paper and Pulp Products 16 Steam Production and Distribution 28
Paper Finishing and Converting 12 Stone Products Manufacturing 15
Petoleum and Natural Gas, Field Services 6 Sugar and Sugar Products Manufacturing 18
Exploration, Drilling, and Production 14 Telephone and Telegraph Companies, Small 20*
Marketing 16 Textile Products, excluding Finishing & Dyeing 14
Petroleum Refining 16 Finishing and Dyeing 12
Pipeline Transportation 22 Theater Equipment 10
Plastics Manufacturing 11 Tobacco and Tobacco Products 15
Plastict Product Manufacturing 11 Vegetable Oil Products 18
Primary Metals Production, Ferrous 18 Water Transportation 20
Primary Metals Production, Non Ferrous 14 Water Utilities 50
Printing and Publishing 11 Wharves, Docks, and Piers 20
Professional and Scientific Instrument 12 Wholesale Trade Fixture and Equipment 10

M a rs ha ll V a lua t io n S e rv ic e , US A deprguid.xls/hal.2
P a ge 5 / 7 9

Sumber : Marshall Valuation Service, USA

7.4.4. Perbedaan Pengertian Umur Teknis Secara Ekonomi Dan Fisik


Dalam pengertian ekonomi adalah umur teknis merupakan estimasi waktu dari mesin
baru sampai dengan waktu dimana mesin akan menjadi tidak ekonomis lagi untuk
beroperasi, dalam arti bahwa mesin menghasilkan produk-produk yang tidak lagi dapat
ditawarkan atau tidak laku dijual baik. Hal ini dimungkinkan karena:
1) Produk ketinggalan jaman/tidak model, sehubungan dari adanya produk kompetitif
lainnya yang fasionable.
2) Harga tidak kompetitif lagi/mahal yang disebabkan oleh ongkos produksi yang tinggi.
Dalam situasi seperti itu layak untuk dijadikan besi tua.
Umur fisik merupakan estimasi jangka waktu penggunaan mesin dimana secara fisik
mampu berproduksi. Akhir dari umur fisik apabila mesin mengalami kerusakan, hancur,
terbakar sehingga tidak dapat berproduksi lagi.

VII-34
7.4.5. Hubungan antara Umur Ekonomi dan Umur Fisik dalam Kaitannya dengan
Penyusutan

Gambar 7.18 Hubungan Umur Ekonomi dan Umur Fisik dalam Kaitannya dengan Penyusutan

(%)

100-

50-

. . . .
0 10 20 30 40 (Tahun)
Umur ekonomi

1) Umur total secara ekonomi adalah 40 tahun


Penyusutan tiap tahun = 100 % : 40 = 2,5 % (cara garis lurus), apabila telah
dioperasikan selama 20 tahun, maka penyusutannya sebesar = 2,5 % x 20 = 50 %.
2) Jika umur fisik ditaksir 50 tahun, maka kerusakan fisik adalah 100 % : 50 = 2 % per
tahun. Dengan demikian kerusakan fisik selama 20 tahun adalah 2 % x 20 = 40 %.
3) Berdasarkan point a dan b di atas, penilai dapat menghitung besarnya penyusutan
fungsional dan ekonomi sbb :
a) Penyusutan total = 50 %
b) Penyusutan fisik = 40 %
c) Penyusutan fungsional dan ekonomi = 50% - 40 % = 10 %.

7.4.6. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jangka Hidup Secara Ekonomi


1) Frekuensi kerja/penggunaan, jumlah jam kerja per hari
Semakin tinggi frekuensi kerja dari standar pengoperasian suatu Mesin dan
Peralatan akan berpengaruh secara negatif terhadap jangka hidupnya. Penggunaan
dengan jam kerja per hari dalam jumlah lebih dapat mempercepat kemungkinan
terjadinya keausan pada bagian komponennya.
Contoh : Mobil bekas Taksi harga jualnya relatif lebih murah.
2) Personil yang terlibat menggunakan Mesin dan Peralatan, untuk penggunaan secara
umum/bebas atau dioperasikan oleh orang tertentu yang terlatih

VII-35
Pengoperasian oleh orang umum/bebas (tidak terlatih) dapat mengakibatkan
berkurangnya jangka hidup suatu Mesin dan Peralatan, karena kemungkinan
terjadinya kesalahan mengoperasikan sehingga menyebabkan terjadi kerusakan
pada bagian komponen atau keseluruhan bagian lebih besar.
3) Cara kerja, kasar (coarse) atau kerja secara baik (fine work).
Cara kerja secara kasar akan berpengaruh negatif pada jangka hidup Mesin dan
Peralatan karena dapat merusakkan/ mempercepat aus bagian komponen-
komponen yang ada.
4) Jadwal perawatan, rutin terjadwal dan tidak teratur.
Perawatan yang dilakukan secara teratur akan berpengaruh positif terhadap jangka
hidup suatu Mesin dan Peralatan. Dengan perawatan yang teratur dapat dideteksi
secara dini kemungkinan adanya kerusakan atau terjadinya kurang optimalnya kerja
suatu Mesin dan Peralatan, sehingga dapat dilakukan pembenahan/perbaikan
seperlunya dapat terus dilakukan dan kerusakan yang fatal dapat dihindari.
5) Kualitas material yang digunakan dalam kontruksi mesin.
Kualitas material kontruksi mesin berkaitan dengan ketahanan dan kualitas kerja
suatu Mesin da Peralatan, semakin baik kualitas Material berarti daya tahan dan
hasil kerja Mesin dan Peralatan semakin baik. Oleh karenanya semakin baik material
yang digunakan kecerungannya berpengaruh pada peningkatan jangka hidup Mesin
dan Peralatan.
6) Modernisasi/tingkat pergantian komponen-komponen.
Pengaruh mordernisasi/pergantian komponen-komponen secara umum dapat positif
sepanjang pergantian terhadap komponen yang sudah rusak/aus atau kurang
optimal sesuai/cocok dan tidak berimplikasi negatif terhadap komponen lainnya.
7) Kecenderungan pasar, cepat berubah atau tidak.
Selera dan pilihan dari orang-orang menentukan kecenderungan pasar yang secara
umum dapat merubah permintaan dan persediaan. Hal ini harus dipertimbangkan
dengan baik oleh seorang Penilai. Cepat turunnya perubahan selera dan
permintaan, karena munculnya produk-produk baru yang lebih inovatif dan
berkualitas dapat berdampak negatif terhadap jangka hidupnya.
Contoh : Pasar peralatan elektronik khususnya komputer dan Hand Phone (HP),
yang cepat sekali mengalami perkembangan.
8) Peraturan/kebijakan pemerintah.
Peraturan atau kebijakan pemeritah yang membatasi penggunaan Mesin dan
Peralatan ataupun produknya akan berdampak negatif pada jangka hidupnya.

VII-36
Untuk mengetahui umur/jangka hidup suatu Mesin dan Peralatan, seorang Penilai
dapat menanyakan kepada Pabrikan yang membuat, Dealer, Agen, Toko Penjual,
Operator atau pihak-pihak mengetahui informasi dimaksud. Informasi yang banyak
adalah informasi yang diberikan didasarkan atas pengalaman dan data empiris yang
dimilikinya.

7.4.7. Penyusutan Lain-Lain


Selain penyusutan yang didasarkan kepada umur dan kondisi terlihat, perhitungan
penyusutan lain yang dapat digunakan, terutama untuk menghitung penyusutan fungsi
dan penyusutan ekonomis adalah dengan menggunakan teknik pendekatan
pendapatan.

Penyusutan Fungsi/Teknologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi atas suatu mesin dan peralatan
dapat berasal dari teknologi, desain dan efektifitas fungsi mesin yang bersangkutan.
Pengaruh-pengaruh yang disebabkan oleh teknologi dan efektifitas mesin harus dilihat
secara proporsional, apakah mesin dan peralatan sebagai satu kesatuan yang sedang
beroperasi (insitu) atau dalam keadaan terpisah secara individu (eksitu). Kemunduran
fungsi dapat dihitung dari tingkat kehilangan efektifitas atau kegunaan mesin dibanding
secara normal berdasarkan kapasitas yang ada (terpasang).

Untuk itu, tingkat kehilangan potensi ekonomis akibat berkurangnya fungsi mesin dapat
dihitung berdasarkan besarnya tingkat kehilangan pendapatan dalam jangka waktu
tertentu atau jangka waktu kekal (terus menerus) dengan menggunakan pendekatan
pendapatan.

Contoh Perhitungan Kemunduran Fungsi Dengan Menggunakan Pendekatan


Pendapatan.
Suatu aset terdiri dari mesin dan peralatan (injection moulding) telah dioperasikan sejak
tahun 2001 dengan umur ekonomis sebesar 12 tahun. Di Laporan Keuangan, nilai buku
atas mesin tersebut tercatat sebesar Rp. 210.000.000,00. Pada tahun 2007,
manajemen melakukan revaluasi atas aset tersebut. Diperoleh data dan informasi, saat
ini Nilai Perolehan aset sejenis baru adalah sebesar Rp 504.000.000,00 dengan
kemampuan lebih tinggi sebesar 10% dibanding mesin terpasang. Bila dengan
menggunakan mesin baru berikut teknologinya maka manajemen akan dapat
menghemat sebesar10% dari pendapatan bersih yang besarnya adalah Rp.

VII-37
500.000.000,00. per tahun. Dengan memperhatikan kondisi mesin yang masih relatif
baik maka nilai aset saat ini adalah :
Rp. 000
Aset :
Tahun Perolehan : 2001
Nilai Perolehan : 420.000,00
Akumulasi Depresiasi
Nilai Buku : 210.000,00
Biaya Penggantian Baru
Tanggal Penilaian : 2007
RCN : 504.000,00
Depresiasi
Depresiasi Fisik : 33% (atas dasar kondisi terlihat di
lapangan)
Jumlah : 168.000,00
Kemunduran Fungsi
Potensi output(nilai) dari Mesin Baru : 500.000,00
Penurunan performance dari Mesin 10% (atas dasar mesin baru)
Lama/eksisting :
Output yang hilang : 50.000,00
Operating Margin : 5% (asumsi)
Nilai yang Hilang : 2.500,00
Tingkat Kapitalisasi : 12% (asumsi)
Kemunduran Fungsi : 20.833,33
Kemunduran Ekonomis : 16.800,00 (asumsi 5% akibat
pengaruh pasar)
Nilai Aset : 298.370,00

Penyusutan Ekonomis/Eksternal
Penyusutan ekonomi atau eksternal dalam penilaian mesin dan peralatan dapat
disebabkan oleh beberapa factor yang dipengaruhi oleh pasar (permintaan dan
penawaran atas produk), factor ekonomi, perubahan permintaan dan ketersediaan
bahan baku, kebijakan pemerintah dan hal-hal menyangkut dampak lingkungan.

Sama halnya dengan penyusutan/kemunduran teknik, pada kemunduran ekonomis


penyusutan dapat juga diukur secara andal bila menggunakan pendekatan pendapatan

VII-38
apakah melalaui metode kapitalisasi langsung atau menggunakan metode Discounted
Cash Flow (DCF). Pendapatan yang hilang akibat terjadinya penurunan
produktifitas/kapasitas yang disebabkan oleh faktor luar dapat bersifat permanen
maupun tidak permanen (sementara). Perhitungan dengan menggunakan pendapatan
dapat dipertimbangkan dengan melihat besarnya tingkat kehilangan pendapatan bersih
dalam jangka waktu tertentu (tidak permanen) atau dalam jangka waktu terus menerus
(permanen). Contoh atas perhitungan ini adalah :

Pabrik Kelapa Sawit


Kapasitas : 30 ton tbs/jam
Kondisi Makro/Mikro :
• pada tahun berjalan telah terjadi perubahan iklim (kering) yang mengakibatkan
terjadi penurunan produk panen, perubahan iklim ini mengakibatkan terjadinya
produksi yang stagnan dan berpengaruh langsung terhadap realisasi pabrik secara
langsung.
• penurunan tersebut masing-masing terjadi penurunan pada tahun-1 sebesar 15%,
tahun ke-2 sebesar 10% dan 55 pada tahun ke-3 seterusnya normal kembali.
Efek :
• pengaruh eksternal mengakibatkan terjadinya tingkat kehilangan pendapatan yang
bila besarnya dikonversi ke penurunan nilai aset adalah sebesar tingkat kehilangan
pendapatan tersebut dengan memperhatikan nilai uang dan waktu.
• Besarnya penurunan nilai aset dalam konteks penyusutan masuk dalam kategori
penyusutan/ kemunduran eksternal.
Asumsi :
• harga jual CPO Rp 4.500.000,-/mt
• harga jual PK Rp 2.500.000,-/mt
• biaya operasional 50% dari pendapatan
• tingkat diskonto=tingkat kapitalisasi sebesar 17%
• periode arus kas diambil 10 tahun

VII-39
Tabel 7.5 Contoh DCF Penilaian Pabrik Kelapa Sawit

Uraian Keterangan @ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
CPO 4,500 6,615 13,230 17,010 19,845 22,680 24,570 25,515 25,515 25,515 25,515 24,570
Palm Kernel 2,500 788 1,575 2,025 2,363 2,700 2,925 3,038 3,038 3,038 3,038 2,925

Penjualan Hasil a 7,403 14,805 19,035 22,208 25,380 27,495 28,553 28,553 28,553 28,553 27,495

Biaya Operasional b 3,701 7,403 9,518 11,104 12,690 13,748 14,276 14,276 14,276 14,276 13,748
Pendapatan Bersih c=a-b 3,701 7,403 9,518 11,104 12,690 13,748 14,276 14,276 14,276 14,276 13,748
Nilai Kekal d=c11/cap rate 80,868

Tingkat Diskonto e 17% 0.855 0.731 0.624 0.534 0.456 0.390 0.333 0.285 0.243 0.208 0.178
Nilai f=(c+d)*e 63,677 3,163 5,408 5,942 5,926 5,788 5,359 4,757 4,066 3,475 19,793 2,444
Ekses produksi*) g -15% -10% -5% 0%
Arus Kas Bersih h=g*c 4,256 8,143 9,993 11,104 12,690 13,748 14,276 14,276 14,276 14,276 13,748
Pendapatan yang hilang i=c-h 555 740 476 0 0 0 0 0 0 0 0

Tingkat Diskonto j 17% 0.855 0.731 0.624 0.534 0.456 0.390 0.333 0.285 0.243 0.208 0.178

Nilai yang hilang k=i*j 1,312 475 541 297 - - - - - - - -


Kemunduran Eksternal l=k/f * 100% 2.06%
*) ekses produksi akibat ada penurunan produksi akibat iklim kering

VII-40
Inutility
Teknik perhitungan lain yang dapat digunakan seperti teknik Inutility, dimana besarnya
penyusutan dihitung berdasarkan tingkat kehilangan pendapatan yang disebabkan oleh
terjadinya penurunan kapasitas akibat faktor luar yang bersifat permanen. Adapun
formula untuk menghitung penyusutan lain-lain sebagai berikut :

Capacity B n
Inutility, percent =
[ 1
-( -----------------
Capacity A
) ] x 100

dimana, Capacity A = Rated Capacity


Capacity B = Actual Production
n = Scale Factor ( 0,4 – 1 ) dipengaruhi oleh tipe peralatan dan rasio
penggunaan tenaga kerja dan bahan baku
Sumber : American Society of Appraisers

Contoh Perhitungan:
Suatu pabrik gula dibangun tahun 2004 dengan kapasitas terpasang 1.000 TPD, namun
dalam kenyataan pabrik tersebut beroperasi dengan kapasitas aktual 750 TPD. Hitung
besar penyusutan dari pabrik tersebut.
Jawab :
Dibangun tahun 2004
Dinilai tahun 2007
Umur ekonomis 20 tahun
Penyusutan Fisik = 3/20 x 100% = 15%

Inutility, percent = (1- (750/1.000)0,7), n = diambil pertengahan (wajar) yaitu 0,7


= (1-0,818) x 100
= 0,182 x 100
= 18,2 percent

Perhitungan Nilai Pasar dengan menggunakan metode cost approach sebagai berikut :
Biaya Penggantian Baru 1.000.000
Penyusutan Fisik 15% - 150.000
Indikasi Nilai Pasar setelah penyusutan fisik 850.000
Penyusutan Fungsional -0
Indikasi Nilai Pasar setelah penyusutan fisik dan penyusutan fungsional 850.000

VII-41
Penyusutan Ekonomi 18,2% - 154.700
Nilai Pasar $ 695.300
Pembulatan $ 700.000

7.6. CONTOH APLIKASI PENILAIAN MESIN DAN PERALATAN SERTA


KENDARAAN

7.6.1. Aplikasi Penggunaan Metode Penilaian


Contoh Perhitungan Nilai Kendaraan Bermotor dengan Pendekatan Data Pasar
1) Data obyek penilaian:
a) Jenis : Mobil
b) Merk : Isuzu Elf
c) Model/Tipe : Light truck/MB Beban/Panther NKR 66
d) Nomor Polisi : B 2005 FB
e) Nomor BPKB : A.No.280805 G an. Martho Klungsu
f) No. Rangka/No. Mesin : MHCNKRGGLSC000111/W121203
g) Warna/tahun keluaran : Putih/ 1 Agustus 1995
h) Mesin/isi silinder : 4 silinder/ 4334 CC
i) Bahan bakar : Solar
j) Kondisi pada umumnya : sedang./cukup baik
2) Harga jual obyek sejenis (data pembanding) = Rp 40.000.000
3) Faktor dan jumlah penyesuaian (adjusment) :
a) Air Codition (AC) = - 2%
b) Audio (Tape) = 0
c) Bemper = - 1%
d) Body = - 2%
e) Central lok = 0
f) Cat body luar = - 3%
g) Dasboard = - 2%
h) Jok = - 2%
i) Lampu = - 5%
j) Mesin = - 5%
k) Panel/instrumen = - 2%
l) Pelapis body dalam = - 2%
m) Power steering = 0
n) Rem = 0
o) Roda (velk dan ban) = + 4%
p) Spion = 0
q) Surat-surat/bpkb/stnk/kir = - 3%
r) Warna = 0
Jumlah Penyesuaian = - 25 % x 40.000.000 = Rp 10.000.000 (-)
Nilai pasar pada tanggal penilaian = Rp 30.000.000

VII-42
4) Penjelasan :
a) Pendekatan penilaian yang digunakan adalah Pendekatan Perbandingan Data
Pasar (Market Comparison Data Approach), karena obyek penilaian termasuk
dalam kelompok properti atau aset yang sering kali diperdagangkan secara luas
di masyarakat.
b) Faktor penentu nilai dalam dianalisis di atas menggunakan 18 (delapan belas)
item/bagian dari obyek penilaian. Dalam praktek lainnya, identifikasi faktor
penentu nilai disesuaian dengan masing-masing obyek yang akan dinilai.
c) Ukuran penyesuianan perbedaan dalam contoh tersebut, menggunakan metode
presentase (%). Dalam praktek penilaian, Penilai dapat saja menggunakan
metode metode jumlah rupiah (Rupiah amount method).
d) Tanda penyesuaian:
i) Minus (-) artinya bahwa pada item/bagian komponen tersebut, apa yang
dimiliki oleh obyek penilaian keberadaanya kurang baik atau kurang lengkap
dari pada apa yang dimiliki data pembanding.
Contoh :
Pada item a. Air Condition (AC)
Berdasarkan pengamatan fisik obyek penilaian, AC yang terpasang pada
obyek penilaian tidak dingin. Biaya pembelian komponen dan reparasi AC
agar menjadi seperti AC yang dimiliki oleh data pembanding diperkirakan Rp
800.000 ( 2 % dari harga jual data pembanding).
ii) Plus (+), artinya bahwa pada item/bagian komponen tersebut, apa yang
dimiliki oleh obyek penilaian keberadaanya lebih baik atau lebih lengkap dari
pada apa yang dimiliki data pembanding.
Contoh :
Pada item o. Roda (velk dan ban)
Berdasarkan pengamatan fisik, ke 6 ban yang dimiliki oleh obyek penilaian
lebih baru dari pada yang dimiliki oleh data pembanding, diperkirakan selisih
lebih perbedaanya adalah + 4 % atau (+ Rp 1.600.000) dari pada harga jual
data pembading. (Perkiraan sisa manfaat ekonomi ban yang dimiliki oleh
obyek penilaian Rp 2.400.000, sedang data pembanding Rp 800.000).
iv) Nol (0) artinya bahwa pada item/bagian komponen tersebut, apa yang dimiliki
oleh obyek penilaian keberadaanya sama persis dengan apa yang dimiliki
data pembanding

VII-43
Contoh Perhitungan Nilai Mesin Bordir dengan Pendekatan Biaya
1) Data obyek penilaian:
a) Jenis : Mesin Bordir
b) Merk : Barudan
c) Model/Tipe : BEMI – UG – 20I
d) Nomor Seri : 265, AC-380 V
e) Jumlah kepala : 20 kepala
f) Tahun pembuatan :1994
g) Tahun pemakaian :1995
h) Harga perolehan : 100 juta
i) Kondisi pada umunya : sedang/cukup baik
j) Perkiraan umur ekonomi : 20 tahun
k) Data pembanding tidak ada/tidak diketemukan mengingat pasarnya terbatas.
2) Jumlah penyusutan (kondisi cukup baik)
Jumlah penyusutan = (1-((1-7,5%)10 ) x Rp 100 juta
= 54% x Rp 100 juta
= 54 juta
3) Nilai Pasar = Rp100 juta – Rp 54 juta
= Rp 46 juta
4) Penjelasan:
a) Pendekatan penilaian yang digunakan adalah metode Pendekatan Biaya,
berkenaan obyek penilaian termasuk dalam kelompok aset khusus yang jarang
dijual belikan (pasarnya terbatas).
b) Harga perolehan baru adalah harga perolehan pada saat dilakukan penilaian,
apabila tidak diperoleh informasi, karena obyek yang dinilai tidak lagi diproduksi,
maka Penilai dapat melakukan menyesuaikan nilai waktu terhadap uang atas
biaya-biaya yang telah dikeluarkan.
c) Perhitungan penyusutan menggunakan metode penyusutan menurun (Reducing
balance method) dengan tigkat penyusutan 7,5%. Dalam praktek penilaian,
besar-kecilnya tingkat penyusutan disesuaikan dengan keadaan/kondisi obyek
penilaian yang dinilai menurut pengamatan dan analisis Penilai.
d) Umur efektif yang digunakan dalam perhitungan adalah 10 tahun, yaitu umur
kronologis pemakaian mulai dari tahun pemakaian (1995) sampai dengan tahun
penilaian (2005). Dalam praktek penilaian dimungkinkan umur efektif berbeda
dengan umur kronologis pemakaian sampai saat penilaian tergantung kondisi
obyek yang dinilai.

VII-44
7.6.2. Penilaian Besi Scrap
Cara Penentuan/Perhitungan Berat Besi Scrap
Untuk menghitung volume dari suatu tumpukan besi scrap yang begitu banyak dan atau
beragam yang sulit di timbang satu persatu di suatu lapangan atau yard adalah sebagai
berikut:

Berdasarkan Rumus Berat Jenis adalah:


W
BD = ————————
V

Keterangan :
BD = Berat Jenis (ton/m³)
W = Berat (ton)
V = Volume (m³)

Berdasarkan rumus diatas, maka digunakan pendekatan sebagai berikut :

Berat (ton) = V x CB x CV x BD

Keterangan :
V = Volume (m³)
CB = Coefficient Block, (0 – 1)
CV = Coefficient Vacant, (0 – 1)
BD = Berat Jenis (ton/m³)
Dari hasil tersebut, berat besi scrap dapat diperkirakan, sehingga nilai besi scrap dapat
ditentukan.

Tabel 7.6 Berat Jenis Benda Padat Dan Zat Cair


Benda Padat/Zat Cair Berat Jenis Benda Padat/Zat Cair Berat Jenis
Aether (minyak tanah) 0,91 Kalilog 1,70
Air Rasa 13,6 Kalium 0,87
Alkohol (bebas air) 0,79 Kapas (kering udara) 1,5
Alumunium, murni 2,58 Kapur, bakar 1,4
Alumunium, tuang 2,60 Kapur tulis 1,8 - 2,7
Alumunium, tempa 2,75 Kaporit 2,2
Alumunium, loyang 7,70 Kawat Arang (untuk lampu pijar) 1,25 - 2,1

VII-45
Benda Padat/Zat Cair Berat Jenis Benda Padat/Zat Cair Berat Jenis
Amil-asetat 0,87 Kobal 8,5
Antimonium 6,7 Korund 1,8 - 2,7
Antrasit 1,4 - 1,7 Kulit 0,85 - 1,0
Arang, batang 1,6
Arang kayu, batang 0,4 Logam Delta 8,7
Arang kayu, serbuk 1,5 Logam Putih 7,1
Asam belerang (87%) 1,80 Lilin 0,97
Asam sendawa (91%) 1,5
Asbes 2,1 - 2,8 Minyak Tanah 0,83
Aspal, murni 1,1 - 1,4 Minyak Cat 0,94
Aspal, beton 2,0 - 2,5 Magnesium 1,74
Mangan 7,5
Baja Tuang 7,85 Mika 2,7 - 3,2
Besi Tuang 7,25
Basalt 2,7 - 3,2 Natrium 0,98
Batu ambar 1,1 Nikel,tuang 8,28
Batu bara 1,4 Nikel, tempa 8,67
Batu bara retor 1,9
Batu bara coklat 1,2 - 1,5 Parafin 0,89
Batu kilap 2,7 - 3,2 Pasir, kering 1,6
Batu pasir 1,9 Perak 10,5
Batu pasir kapur 2,2 - 2,5 Perunggu 8,8
Batu pualam 2,7 Phosporus, kristal 2,34
Batu tulis 2,7 Phosporus, kuning 1,82
Bensin 0,68 - 0,70 Phosporus, merah 2,19
Berlian 3,5 Platina, Tuang 21,2
Besi Tempa 7,6 - 7,89 Platina, tempa 21,4
Besi tarik 7,6 - 7,75 Porselen 2,3
Besi murni 7,88
Besi vitriol 1,8 - 1,98 Salmiak 1,55
Beton biasa, tumbuk, siklop 2,20 Salenium 4,3
Beton tulang/pratekan 2,50 Semen 2,7 - 3,1
Bismuth 9,8 Seng, Tuang 7,1
Seng, Tempa 7,3
Caoutchouc 0,93 Soda api (66%) 1,70
Chroom 6,8 Stearine 0,97
Strontium 2,5
Damar 1,07
Tanah Liat 1,8 - 2,6
Emas 19,0 - 19,5 Tembaga, elektrolistis 8,9 - 8,95

VII-46
Benda Padat/Zat Cair Berat Jenis Benda Padat/Zat Cair Berat Jenis
Es 0,88 - 0,92 Tembaga, Tempa 8,9 - 9,0
Tembaga, Tuang 8,8
Fiber 1,28 Ter (batubara) 1,20
Terpentin 0,87
Gabus 2,24 Timah Putih, Tuang 7,25
Garam Dapur 2,15 Timah Putih, Tempa 7,45
Gas Kokas 1,4 Timbal 11,35
Gas Lampu 0,34 - 0,45 Turf 0,6
Gelas, Flint 3,7
Gelas Cermin 2,46 Uranium 18,5
Gemuk 0,93
Getah Perca 0,98 Wolframium 18,0
Gips (bakar) 1,8
Gips (tuang, kering) 0,97 Zat Arang Belerang 1,29
Glycerine 1,25 Zat Lemas 0,97
Granit 2,5 - 3,1
Grafit 1,8 - 2,3 Satuan Berat Jenis t/m³
Gummi 0,93 kg/dm³
Gummi Keras 1,15 gr/cm³
Gummon 1,85 - 2,10

VII-47
BAB VIII

PEDOMAN PENILAIAN PROPERTI KHUSUS


(PELABUHAN LAUT DAN BENDUNGAN AIR)

8.1. PENDAHULUAN

Properti Khusus di dalam Standar Penilaian Indonesia didefinisikan sebagai:


1) Properti yang karena sifatnya yang khusus jarang terjadi, kalaupun pernah, dijual di
pasar terbuka untuk penggunaan terntentu, sebagai kelanjutan penggunaan yang
ada, kecuali dijual sebagai bagian dari suatu penjualan usaha yang ada (SPI 2002,
SPI 0.5.73.5)
2) Properti yang jarang terjadi kalaupun pernah/ada dijual di pasar, kecuali sebagai
penjualan usaha atau sebagai bagian dari perusahaan. Keunikan muncul dari sifat
dan disain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi atau kombinasinya. (SPI 2007, PPI 1
Penilaian untuk Pelaporan Keuangan)

Melihat karakteristik yang dinyatakan di dalam definisi di atas, beberapa jenis aset
dalam kategori Barang Milik Negara dapat digolongkan ke dalam properti khusus,
disebabkan ketiadaan data pasar pembanding maupun disainnya yang khusus.
Beberapa contoh yang dapat diambil adalah aset infrastruktur atau utilitas publik, seperti
pelabuhan laut dan bendungan air.

Aset pelabuhan laut dan bendungan air dikategorikan sebagai bangunan utilitas publik
yaitu properti yang menghasilkan barang atau jasa untuk konsumsi publik secara umum
dan biasanya merupakan monopoli atau kuasi-monopoli sebagai bentuk kontrol
Pemerintah.

Dalam penilaian properti khusus, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut dalam


perencanaan:
1) Aspek ekonomi dalam properti
2) Tren disain dan fungsi yang dilayani

VIII-1
3) Aspek operasional
4) Konstruksi dan fasilitas bangunan
5) Tujuan penilaian
6) Hak/kepentingan yang dinilai
7) Pendekatan Penilaian
8) Masalah dan tantangan yang ada

8.1.1. Tujuan dan Dasar Penilaian


Penilaian properti khusus dapat digolongkan dalam 2 tujuan utama;

Tabel 8.1 Penggolongan Properti Khusus Berdasarkan Tujuan Penilaian


Tujuan Dasar Penilaian
Pelaporan Keuangan • Nilai Pasar dengan menyebutkan asumsi dan kualifikasi
yang harus didiskusikan dengan Pemberi Tugas dan
dinyatakan di dalam laporan
• Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada atau Nilai dalam
Penggunaan, apabila opini Nilai Pasar tidak dapat
ditentukan dengan wajar

Manajemen Aset • Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada, dengan asumsi
bahwa properti dapat dialihkan untuk penggunaan yang
dijalankan saat ini dan memenuhi prinsip HBU-nya
• Nilai Pasar untuk penggunaan alternatif yang dimungkinkan
dan memberikan hasil yang lebih tinggi

8.1.2. Metodologi Penilaian


Disebabkan kategori pelabuhan laut dan bendungan air sebagai properti khusus, maka
standar penilaian menyatakan bahwa metode Biaya Pengganti Terdepresiasi atau
Depreciated Replacement Cost (DRC) dapat diterapkan, namun demikian tidak secara
langsung harus menggunakan metode ini. Sepanjang data pasar secara langsung cukup
tersedia, pendekatan Data Pasar dan pendekatan Pendapatan dapat digunakan.

Penerapan metode DRC dalam penilaian properti khusus umumnya digunakan untuk
penilaian dalam rangka laporan keuangan dengan pengungkapan yang selayaknya.
Adapun Standar Akuntansi yang menjadi rujukan:
1. International Accounting Standard (IAS)16, Property, Plant and Equipment
2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16, Aset Tetap
3. International Public Sector Accounting Standard (IPSAS) 17, Property, Plant and
Equipment

VIII-2
Standar Penilaian Internasional (IVA 3 – 5.4) merujuk kepada IPSAS 17, para 48
mensyaratkan pencatatan Nilai Wajar aset dengan hirarki sebagai berikut:
1) Nilai Pasar
2) Referensi kepada properti lainnya dengan karakteristik yang mirip, dalam kondisi
dan lokasi yang mirip
3) Apabila tidak terdapat bukti pasar dari Nilai Wajar disebabkan sifatnya yang khusus,
Nilai Wajar dapat diestimasikan dengan menggunakan DRC atau biaya restorasi
atau pendekatan unit pelayanan, sebagai berikut;
a) Metode DRC (Depresiated Replacement/Reproduction Cost)
Yakni Present Value dari potensi layanan tersisa, diperoleh dari biaya perolehan
atau pembuatan dalam kondisi baru (Replacement / Reproduction Cost New),
yang kemudian kemudian didepresiasikan untuk mencerminkan kondisi sudah
digunakan.
b) Metode Biaya Restorasi (Restoration Cost Approach)
Yakni Present Value dari potensi layanan tersisa, yang diperoleh dari subtraksi
estimasi biaya restorasi aset dari biaya penggantian potensi layanan tersisa aset
sebelum ‘impairment’ .
Biaya penggantian yang dimaksud adalah biaya reproduksi atau pengganti aset
(diambil dari yang lebih rendah).
3) Metode Unit Layanan (Service Units Approach)
Yakni Present Value dari potensi layanan tersisa, yang diperoleh dari
mengurangi biaya potensi layanan tersisa sebelum impairment sehingga sesuai
dengan jumlah unit layanan tersisa yang diharapkan dari aset dalam kondisi
‘impaired’

Dalam penilaian aset sektor publik, Pemerintah perlu menetapkan apakah aset
memenuhi tujuan penggunaannya yaitu pelayanan publik dengan mengadakan uji
potensi pelayanan yang memadai. Potensi pelayanan diartikan sebagai kemampuan
untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan tujuan entitas, baik tujuan tersebut
adalah mendapatkan uang kas atau memberikan barang dan jasa sejumlah tertentu
kepada penerima manfaat.

Uji pelayanan yang memadai tersebut, penting mendasari diterapkannya metode DRC.
Apabila ternyata properti khusus tidak lagi memenuhi tujuan pelayanan yang diharapkan
oleh Pemerintah/Negara, maka penting dilihat penggunaan alternatif dari aset tersebut
dan mengukur Nilai Pasarnya berdasarkan penggunaan alternatif tersebut.

VIII-3
Dalam metode DRC, properti khusus diuraikan menurut komponen pembentuknya yaitu
bangunan, infrastruktur, mesin dan peralatan serta tanah yang dihitung secara tersendiri
dan kemudian dijumlahkan. Khusus untuk komponen tanah, diambil harga perolehan
untuk pembebasan tanah dalam rangka pembangunan fasilitas publik yang sejenis.

8.1.3. Pelaporan Penilaian


Pelaporan Penilaian Properti Khusus seharusnya mengacu kepada SPI 3 Pelaporan
Penilaian (SPI 2007), yang menyebutkan syarat minimal dari suatu Pelaporan Penilaian
sebagai berikut;
1) Menyusun kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta tidak
menimbulkan kesalah pahaman.
2) Mengidentifikasi Pemberi Tugas, maksud dan tujuan penilaian, tanggal-tanggal yang
relevan dengan penilaian (tanggal penilaian, tanggal laporan penilaian, tanggal
inspeksi lapangan).
3) Menentukan dasar penilaian, termasuk jenis dan definisi nilai (Nilai Pasar dan selain
Nilai Pasar akan dilaporkan secara terpisah, jika beberapa komponen dari properti
dalam penilaian dinilai dengan dasar selain Nilai Pasar).
4) Mengidentifikasikan dan menjelaskan hak kepemilikan atau kepentingan properti
yang dinilai, karakteristik fisik dan legalitas properti, golongan properti lain yang
dinilai selain kategori properti utama.
5) Menjelaskan ruang lingkup penugasan penilaian.
6) Menyatakan semua asumsi dan kondisi pembatas yang mendasari kesimpulan nilai.
7) Mengidentifikasikan asumsi khusus dan menentukan kemungkinan kondisi tersebut
akan terjadi.
8) Memuat deskripsi informasi dan data yang diperiksa, analisis pasar yang
dilaksanakan, pendekatan dan prosedur penilaian yang diterapkan, dan alasan yang
mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan.
9) Memuat pernyataan yang secara khusus melarang publikasi dari laporan secara
keseluruhan atau sebagian, atau referensi di dalamnya, atau opini nilai, atau nama
dan afiliasi profesional dari penilai, tanpa persetujuan tertulis dari penilai.
10) Memuat pernyataan Penilai (Compliance Statement) dimana penilai telah dilakukan
sesuai SPI, mengungkapkan beberapa penyimpangan dari persyaratan khusus SPI
dan memberikan penjelasan terhadap penyimpangan tersebut, namun harus tetap
memenuhi KEPI (SPI 3 5.1.10 2007).
11) Mencantumkan nama, kualifikasi profesional dan tanda tangan penilai.

VIII-4
Selain itu IPSAS 17 para 92 mensyaratkan pencantuman:
1) Tanggal revaluasi efektif
2) Apakah Penilai Independen dilibatkan (IVSC mengartikan sebagai Penilai Eksternal)
3) Metode dan asumsi yang diambil
4) Sejauh mana Nilai Wajar ditentukan berdasarkan referensi harga di pasar atau
transaksi bebas ikatan atau diestimasikan dengan teknik penilaian lainnya.

Pedoman Penilaian Properti Khusus ini bertujuan memberikan gambaran mengenai


aspek teknis dan manfaat pelayanan publik yang penting dipertimbangkan dalam
penilaian, selain proses dan metodologi penilaian dengan metode DRC walaupun tidak
secara detil, sehingga diharapkan bahwa Penilai memahami faktor-faktor yang penting
dipertimbangkan dalam penilaian pelabuhan laut dan membuat analisis penilaian yang
memadai.

Dalam gambaran aspek teknis dijelaskan mengenai klasifikasi properti khusus sesuai
dengan tipe propertinya (pelabuhan laut dan bendungan air), jenis-jenisnya, fasilitas
yang ada, bangunan pelengkap yang mendukung fungsi properti khusus tersebut.

Untuk aspek penilaian, dijelaskan mengenai penyusunan pembentukan


Reproduction/Replacement Cost New (RCN), faktor-faktor yang diperhitungkan sebagai
penyusutan atau depresiasi, sumber-sumber pandapatan dari properti dan kegiatan
yang membutuhkan pendanaan.

Perlu kami tekankan bahwa penilaian pelabuhan laut yang tergolong properti khusus ini
harus tetap mengacu kepada Standar Penilaian Indonesia maupun Standar Penilaian
Internasional (IVS) yang relevan selain peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang mengatur tentang pelabuhan laut.

8.2. DASAR HUKUM PENILAIAN PROPERTI KHUSUS

Setiap penilaian yang dilakukan oleh seorang Penilai harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar kode etik penilaian. Berikut
akan disampaikan beberapa peraturan-perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
yang berhubungan dengan proses pelaksanaan penilaian yang dilakukan oleh DJKN,
antara lain:

VIII-5
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 dan Pasal
33 ayat (3);
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
4) Undang-Undang No. 38 Tahun 2004, tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 132);
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhan lautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Nomor );
6) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air;
7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran negara Nomor 4609);
8) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 49
tahun 2006;
9) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
7 tahun 2007;
10) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan;
11) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
12) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Keuangan;
13) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
14) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 52 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut Penyeberangan.

VIII-6
8.3. RUANG LINGKUP PENILAIAN

Properti khusus pada dasarnya adalah real properti, sehingga ruang lingkup penilaian
properti jenis ini sama dengan real properti, meliputi bangunan, infra struktur, mesin dan
peralatan, dan tanah.

8.3.1. Tanah
Penilaian tanah adalah tanah yang dikuasai pemanfaatannya oleh pengelola properti
khusus.

8.3.2. Bangunan Dan Infrastruktur


Untuk pelabuhan laut, bangunan yang dimaksud dibagi menjadi :
1) Alur pelayaran dan kolam pelabuhan laut
2) Bangunan pelindung pelabuhan laut
3) Dermaga dan fasilitas tambat

Infrastruktur yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1) Fasilitas di darat

Untuk bendungan air, bangunan yang dimaksud dibagi menjadi :


1) Tubuh bendungan air
2) Cover dam
3) Saluran pengelak
4) Bangunan pendukung lainnya

Infrastruktur yang dimaksud adalah sebagai berikut:


1) Jalan inspeksi
2) Pagar

8.3.3. Mesin Dan Peralatan


Penilaian mesin dan peralatan merujuk pada Bab VII.

VIII-7
8.4. KUMPULAN DEFINISI

Beberapa definisi atau istilah yang dijumpai dalam melakukan penilaian terhadap
properti khusus pelabuhan laut dan bendungan air antara lain :

8.4.1. Pelabuhan Laut


1) Pelabuhan laut adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun
penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan laut serta sebagai
tempat perpindahan intra dan antar sarana transportasi; (PP No. 69 tahun 2001
tentang kepelabuhan lautan)
2) Kepelabuhan lautan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pelabuhan laut dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
pelabuhan laut untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu
lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat
perpindahan intra dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional
dan daerah; (PP No. 69 tahun 2001 tentang kepelabuhan lautan)
3) Keselamatan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan yang menyangkut angkutan di perairan dan kepelabuhan lautan; (PP
No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan lautan)
4) Penyelenggara pelabuhan laut umum adalah unit pelaksana teknis/ satuan kerja
pelabuhan laut atau badan usaha pelabuhan laut; (PP No. 69 Tahun 2001 tentang
Kepelabuhan lautan)
5) Pengelola pelabuhan laut khusus adalah pemerintah, pemerintah propinsi,
pemerintah kabupaten/kota atau badan hukum Indonesia yang memiliki izin untuk
mengelola pelabuhan laut khusus; (PP No. 69 tahun 2001 tentang kepelabuhan
lautan)
6) Unit pelaksana teknis/satuan kerja pelabuhan laut adalah unit organisasi pemerintah,
pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota; (PP No. 69 tahun 2001 tentang
kepelabuhan lautan)
7) Badan Usaha Pelabuhan (BUP) adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk mengusahakan jasa kepelabuhan
lautan di pelabuhan laut umum; (PP No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan
lautan)

VIII-8
8) Badan hukum Indonesia adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara dan/atau
daerah dan/ atau swasta dan/atau koperasi; (PP No. 69 tahun 2001 tentang
Kepelabuhan lautan)
9) Daerah lingkungan kerja pelabuhan laut adalah wilayah perairan dan daratan pada
pelabuhan laut umum yang dipergunakan secara langsung untuk kegiatan
kepelabuhan lautan; (PP No. 69 tahun 2001 tentang kepelabuhan lautan)
10) Daerah lingkungan kepentingan pelabuhan laut adalah wilayah perairan di sekeliling
daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan laut umum yang dipergunakan untuk
menjamin keselamatan pelayaran; (PP No. 69 tahun 2001 tentang kepelabuhan
lautan)
11) Tatanan kepelabuhan lautan nasional adalah suatu sistem kepelabuhan lautan
nasional yang memuat tentang hirarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis,
penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda serta keterpaduan
dengan sektor lainnya; (PP No. 69 tahun 2001 tentang kepelabuhan lautan)

8.4.2. Bendungan Air


1) Waduk adalah wadah air buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bendungan air, berguna untuk menyimpan air, konservasi dan peredam daya rusak
air;
2) Bendungan air adalah setiap bangunan penahan air buatan, jenis urugan atau jenis
lainnya untuk menahan air termasuk pondasi, bukit/tebing tumpuan, serta bangunan
pelengkap;
3) Bendungan air atau Dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air
menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan air juga
digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Kebanyakan Dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang air
yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan; (Wikipedia Indonesia,
Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, tentang Bendungan air);
4) Bangunan pelengkap adalah bangunan beserta komponennya, dan fasilitas yang
secara fungsional berkaitan dengan bendungan air antara lain: pelimpah, bangunan
pengeluaran, bangunan sadap utama, hidro mekanik, yang merupakan bagian dari
bendungan air;
5) Pengembangan sumber daya air adalah upaya untuk meningkatkan fungsi sumber
daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian,
industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan
untuk berbagai keperluan lainnya serta dalam rangka pengendalian daya rusak air;

VIII-9
6) Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan
sumber daya air;
7) Kegagalan bendungan air adalah kerusakan atau keruntuhan sebagian atau seluruh
bendungan air atau bangunan pelengkapnya, yang mengakibatkan tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh bendungan air;
8) Pengamanan waduk dan bendungan air adalah kegiatan yang secara sistematis
dilakukan untuk mencegah atau menghindari kemungkinan terjadinya keruntuhan
bendungan air;
9) Pemilik waduk dan bendungan air adalah instansi pemerintah, atau badan hukum,
yang bertanggung jawab atas pembangunan dan pengelolaan waduk dan
bendungan air;
10) Pengelola waduk dan bendungan air adalah badan hukum yang mewakili Pemilik
waduk dan bendungan air yang bertanggungjawab terhadap pengawasan,
pengoperasian dan pemeliharaan bendungan air berdasar peraturan yang berlaku
dan merupakan pemberian kuasa dari Pemilik waduk dan bendungan air.

8.5. GAMBARAN UMUM

8.5.1. Pelabuhan Laut


Secara konseptual, pelabuhan laut diartikan sebagai suatu daerah perairan yang
terlindung dari badai/ombak besar atau arus sehingga kapal dapat berputar (turning
basin), bersandar/membuang sauh dan bongkar muat atas barang atau naik/turun
penumpang dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam pengoperasiannya, pelabuhan laut
membutuhkan sarana dan prasarana untuk melaksanakan fungsinya. Maka di
pelabuhan laut terdapat dermaga (piers atau wharves), jalan, gudang terbuka/tertututp,
fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya sehingga pelaksanaan
pemindahan muatan dari dan ke atas kapal yang bersandar di pelabuhan laut dapat
dilaksanakan dengan baik.

Pelabuhan laut, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun


2002, adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-
batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan

VIII-10
kegiatan penunjang pelabuhan laut serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar
moda transportasi.

Dengan demikian pelabuhan laut sebagai salah satu bagian integral dari sub sistem
transportasi laut memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang
pembangunan dan perekonomian suatu negara. Dilihat dari fungsinya pelabuhan laut
nasional memiliki 4 (empat) fungsi, yakni :
1) Fungsi titik temu (interface), merupakan terminal perpindahan barang dari dua atau
lebih moda transportasi yang berbeda;
2) Fungsi mata rantai (link), merupakan mata rantai dalam proses transportasi barang
dan penumpang dari mulai tempat asal sampai tempat tujuan atau dari wilayah
produksi ke wilayah distribusi;
3) Fungsi pintu gerbang (gateway), merupakan pintu gerbang suatu negara untuk
kegiatan ekspor dan impor;
4) Fungsi industrial (zone entity), merupakan bagian dari kegiatan industri jasa dengan
menyediakan berbagai fasilitas guna mendukung kegiatan industri dan perdagangan.

Pelabuhan laut sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran,


merupakan tempat untuk menyelenggarakan pelayanan jasa kepelabuhan laut,
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya, ditata secara
terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kepelabuhan laut sesuai dengan tingkat
kebutuhan.

Kepelabuhan laut meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan


penyelenggaraan pelabuhan laut dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi
pelabuhan laut untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lintas
kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra
dan/atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.

Pembinaan Pelabuhan Laut


Pembinaan pelabuhan laut dilakukan oleh pemerintah meliputi aspek-aspek di bawah
ini:
1) Aspek pengaturan mencakup perumusan dan penetuan kebijakan umum maupun
teknis operasional.
2) Aspek pengendalian mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam
pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut.

VIII-11
3) Aspek pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan kepelabuhan laut.

Klasifikasi Pelabuhan Laut


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhan lautan,
untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan laut umum ditetapkan batas-batas
daerah lingkungan kerja dan lingkungan kepentingan, baik wilayah daratan dan lautan
berdasarkan rencana strategis baik secara nasional dan wilayah dimana pelabuhan laut
tersebut berada. Dengan batas-batas yang ditetapkan berdasarkan koordinat geografis
untuk menjamin kegiatan pelabuhan laut.

Pembagian jenis pelabuhan laut berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan laut menurut
kegiatannya :
1) Pelabuhan laut umum adalah pelabuhan laut yang diselenggarakan untuk
kepentingan pelayanan masyarakat umum; (PP No. 69 tahun 2001 tentang
kepelabuhan lautan)
a) Pelabuhan laut adalah pelabuhan laut umum yang menurut kegiatannya
melayani kegiatan angkutan laut;
b) Pelabuhan laut penyeberangan adalah pelabuhan laut umum untuk kegiatan
angkutan penyeberangan; (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 52
tahun 2004 tentang penyelenggaraan pelabuhan laut penyeberangan
2) Pelabuhan laut khusus adalah pelabuhan laut yang dikelola untuk kepentingan
sendiri guna menunjang kegiatan tertentu; (PP No. 69 tahun 2001 tentang
Kepelabuhan lautan)
3) Pelabuhan laut sungai dan danau adalah pelabuhan laut yang menurut kegiatannya
melayani kegiatan angkutan sungai dan danau;
4) Pelabuhan laut daratan adalah suatu tempat tertentu di daratan dengan batas-batas
yang jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan
gudang serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan
khusus dan berfungsi sebagai pelabuhan laut umum; (PP No. 69 tahun 2001 tentang
kepelabuhan lautan)

Pembagian pelabuhan laut sesuai dengan jalur pelayaran kapal, yang memiliki kriteria
dan persyaratan yang harus dipenuhi :
1) Pelabuhan laut internasional merupakan pelabuhan laut utama primer; berperan
sebagai pelabuhan laut internasional hub yang melayani angkutan alih muat
(transhipment) peti kemas nasional dan internasional dengan skala pelayanan

VIII-12
transportasi laut dunia; berperan sebagai pelabuhan laut induk yang melayani
angkutan peti kemas nasional dan internasional sebesar 2.500.000 TEU's/tahun
atau angkutan lain yang setara; berperan sebagai pelabuhan laut alih muat
angkutan peti kemas nasional dan internasional dengan pelayanan berkisar dan
3.000.000 - 3.500.000 TEU's/tahun atau angkutan lain yang setara; berada dekat
dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil; kedalaman minimal pelabuhan laut :
-12 m LWS; memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 350 m', memiliki 4 crane
dan lapangan penumpukan peti kemas seluas 15 Ha; jarak dengan pelabuhan laut
internasional hub lainnya berkisar antara 500 - 1.000 mil.
2) Pelabuhan laut internasional merupakan pelabuhan laut utama sekunder; berperan
sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan angkutan peti kemas
internasional; berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti
kemas; melayani angkutan peti kemas sebesan 1.500.000 TEU's/tahun atau
angkutan lain yang setara; berada dekat dengan jalur pelayaran internasional + 500
mil dan jalur pelayaran nasional ± 50 mil; kedalaman minimal pelabuhan laut - 9 m
LWS; memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 250 m', memiliki 2 crane dan
lapangan penumpukan peti kemas seluas 10 Ha: jarak dengan pelabuhan laut
internasional lainnya 200 - 500 mil.
3) Pelabuhan laut nasional merupakan pelabuhan laut utama tersier; berperan sebagai
pengumpan angkutan peti kemas nasional; berperan sebagai tempat alih muat
penumpang dan barang umum nasional; berperan melayani angkutan peti kemas
nasional di seluruh Indonesia; berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50
mil; kedalaman minimal pelabuhan laut -9 m LWS; memiliki dermaga multipurpose
minimal panjang 150 m', mobile crane atau skipgear kapasitas 50 ton; jarak dengan
pelabuhan laut nasional lainnya 50 - 100 mil.
4) Pelabuhan laut regional merupakan pelabuhan laut pengumpan primer; berperan
sebagai pengumpan pelabuhan laut hub internasional, pelabuhan laut internasional
pelabuhan laut nasional; berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang
dari/ke pelabuhan laut utarna dan pelabuhan laut pengumpan: berperan melayani
angkutan taut antar Kabupaten/Kota dalam propinsi; berada dekat dengan jalur
pelayaran antar pulau ± 25 mil: kedalaman minimal pelabuhan laut -4 m LWS:
memiliki dermaga minimal panjang 70 m; jarak dengan pelabuhan laut regional
lainnya 20 - 50 mil.
5) Pelabuhan laut lokal merupakan pelabuhan laut pengumpan sekunder; berperan
sebagai pengumpan pelabuhan laut hub internasional, pelabuhan laut internasional,
pelabuhan laut nasional dan pelabuhan laut regional; berperan sebagai tempat

VIII-13
pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah
perbatasan yang hanya didukung oleh mode transportasi laut; berperan sebagai
tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung kehidupan masyarakat
dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai terminal untuk penumpang
juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat disekitamya; berada
pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali keperintisan;
kedalaman minimal pelabuhan laut -1,5 m LWS; memiliki fasilitas tambat; jarak
dengan pelabuhan laut lokal lainnya 5 - 20 mil.

Klasifikasi pelabuhan laut menurut pengusahaannya:


1) Pelabuhan laut yang diusahakan
2) Pelabuhan laut ini sengaja diusahakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan laut untuk melakukan kegiatan
bongkar muat barang, menaikturunkan penumpang serta kegiatan lainnya.
Pemakaian pelabuhan laut ini dikenakan biaya-biaya seperti biaya jasa labuh, jasa
tambat, jasa pemanduan, jasa penundaan, jasa pelayanan air bersih, jasa dermaga,
jasa penumpukan, bongkar muat dan sebagainya.
3) Pelabuhan laut yang tidak diusahakan
4) Pelabuhan laut ini hanya merupakan tempat singgahan kapal atau perahu tanpa
fasilitas bongkar muat, bea cukai dan sebagainya. Pelabuhan laut ini umumnya
pelabuhan laut kecil yang disubsidi oleh pemerintah dan dikelola oleh Unit Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut.
5) Pelabuhan laut otonom
6) Pelabuhan laut yang mempunyai wewenang untuk mengatur sendiri.
7) Pelabuhan laut khusus
8) Pelabuhan laut yang hanya melayani keperluan khusus misalnya Pertamina, industri
milik swasta, perikanan dan lain-lain.

Klasifikasi pelabuhan laut menurut penggunaannya:


1) Pelabuhan laut kapal ikan
2) Pelabuhan laut kapal minyak
3) Pelabuhan laut kapal barang
4) Pelabuhan laut kapal penumpang
5) Pelabuhan laut kapal campuran
6) Pelabuhan laut kapal militer

VIII-14
Klasifikasi pelabuhan laut menurut kondisi alamnya:
1) Pelabuhan laut alam
Pelabuhan laut yang kondisi alamnya sudah memenuhi persyaratan untuk tempat
kapal-kapal berlabuh.
2) Pelabuhan laut buatan
Pelabuhan laut yang dibuat dengan mengeruk daratan dan membangun breakwater
untuk melindungi pelabuhan laut terhadap gelombang.
3) Pelabuhan laut semi alam
Perpaduan antara pelabuhan laut alam dan pelabuhan laut buatan.

Klasifikasi pelabuhan laut menurut jenis pelayanannya kepada kapal dan muatannya:
1. Pelabuhan laut utama
2. Pelabuhan laut yang melayani kapal besar dan merupakan pelabuhan laut
pengumpul/pembagi.
3. Pelabuhan laut cabang
Pelabuhan laut yang melayani kapal kecil yang mendukung pelabuhan laut utama.

Standar Pelabuhan Laut


Pengelompokan pelabuhan laut di Indonesia ini berdasarkan kemampuan kapal yang
merapat dan fasilitas penunjang yang ada. Secara umum ada 6 kategori pelabuhan laut,
yaitu :
1) Kelas 1
Pelabuhan laut ini dapat disinggahi kapal-kapal yang berbobot sangat besar dengan
fasilitas pelabuhan laut yang lengkap untuk melayani ekspor impor seperti terminal
barang dan penumpang yang lengkap “Mobile Loading dan Unloading Tower”,
penumpukan peti kemas (container), kantor agen perkapalan, serta “Dock” sebagai
saran pemeliharaan dan perbaikan kapal. Contoh pelabuhan laut kelas 1 ini adalah
Tanjung Priok, Tanjung Perak, dll.
2) Kelas 2
Keadaannya hampir sama dengan kelas 1 hanya saja kegiatan dan dimensi
pelabuhan laut tidak seramai kelas 1. Contoh pelabuhan laut kelas 2 ini adalah
Cirebon, Semarang dan Pontianak.
3) Kelas 3
Pelabuhan laut ini hanya dapat disinggahi oleh kapal berbobot sedang dan melayani
kegiatan pengangkutan barang dan orang antar pulau dalam negeri, walaupun tidak
menutup kemungkinan untuk melayani keperluan ekspor/impor. Akibatnya adalah

VIII-15
fasilitas yang disediakan juga berkurang dari kelas 2 namun tetap memiliki “Dock”.
Contoh pelabuhan laut kelas 3 ini adalah Sunda Kelapa, Sibolga dan Bengkulu.
4) Kelas 4
Pelabuhan laut Kelas 4 mempunyai fasilitas yang kurang dengan gudang container
yang sedang serta hanya mampu dirapati kapal-kapal berbobot sedang. Walau
bagaimanapun pelabuhan laut ini tetap mampu melayani keperluan perdagangan
antar pulau di Indonesia. Contoh pelabuhan laut kelas ini adalah Sabang, Tegal dan
Bima.
5) Kelas 5
Kelas pelabuhan ini hanya mampu disandari kapal berbobot sekitar 750 ton dan
biasanya digunakan sebatas untuk bongkar muat barang. Biasanya disandari kapal-
kapal nelayan dan tidak dikelola dengan baik. Contohnya adalah pelabuhan laut
Gunung Sitoli.
6) Khusus
Adalah pelabuhan laut yang dibangun dengan tujuan khusus baik oleh pemerintah
ataupun swasta. Fasilitas yang tersedia tergantung dari tujuan dan keperluan khusus
dibangunnya pelabuhan laut tersebut. Seperti pelabuhan laut untuk pabrik kimia
yang hanya digunakan untuk bongkar muat bahan kimia maka fasilitas dibuat
sendiri. Contohnya adalah pelabuhan laut PT. Petrokimia Gresik, PT. Dover, PT.
Asahi Mas, PT. Tripolita di Serang, dll.

Bagian – Bagian Pelabuhan Laut


1) Alur pelayaran dan kolam pelabuhan laut
a) Alur pelayaran (approach chanel)
Alur pelayaran adalah bagian perairan pelabuhan laut yang berfungsi sebagai
jalan masuk atau keluar bagi kapal-kapal yang berlabuh. Merupakan alur yang
dikeruk untuk menghubungkan pelabuhan laut dengan laut dalam. Alur
pelayaran harus mempunyai kedalaman dan lebar yang cukup untuk dapat dilalui
oleh kapal-kapal. Alur pelayaran tidak diperlukan bila dermaga sudah pada garis
kedalaman laut yang diperlukan kapal. Dalam merencanakan alur pelayaran
harus dipertimbangkan beberapa faktor diantaranya:
i) Navigasi yang mudah dan aman untuk memberikan kemudahan bagi kapal-
kapal yang melakukan gerak manuver.
ii) Karakteristik kapal yang akan dilayani (panjang, lebar, sarat)
iii) Mode operasional alur pelayaran (satu arah atau dua arah)

VIII-16
iv) Batimetri alur pelayaran (kondisi dasar laut, jaringan pipa, kabel bawah laut,
dan lain-lain)
v) Kondisi hidro-oseanografi: arus, gelombang, pasang surut.
vi) Kondisi meteorology terutama kecepatan dan arah angin
vii) Tingkat pelayanan yang disyaratkan: kapal dapat melayari alur pelayaran
setiap saat atau hanya pada saat laut pasang.
viii) Kondisi geoteknik dasar alur pelayaran.

Kriteria disain alur pelayaran:


i) Kecepatan kapal, maksimum 8 knots.
ii) Kecepatan arus, maksimum 4 knots sejajar sumbu alur pelayaran.
iii) Kecepatan angin, moderate crosswind (menurut skala Beaufort)
iv) Bank Clearence: 1,5 x B dimana B = lebar kapal.
v) A: lebar lintasan manuver kapal = 1,8 x B.
vi) C: ruang bebas antara lintasan manuver (C) = B tetapi tidak boleh kurang
dari 30 m.
vii) D: ruang bebas minimum di bawah lunas kapal (keel)

Dimensi tipikal alur pelayaran sesuai dengan kriteria yang dijelaskan di atas
dapat dilihat pada gambar berikut:

VIII-17
Gambar 8.1 Alur Pelayaran

b) Kolam pelabuhan laut


Kolam pelabuhan laut merupakan lokasi perairan tempat kapal berlabuh, mengisi
perbekalan atau melakukan aktivitas bongkar muat. Secara fungsional batas-
batas kolam pelabuhan laut sulit ditentukan dengan tepat, tetapi secara teknis
kolam pelabuhan laut dibatasi oleh daratan, pemecah gelombang, dermaga
ataupun batas administrasi pelabuhan laut.

Pembuatan kolam pelabuhan laut harus memenuhi persyaratan diantaranya


adalah:

VIII-18
i) Cukup luas supaya dapat menampung semua kapal yang datang berlabuh,
antri untuk berlabuh dan masih tersedia cukup ruang bebas supaya kapal
masih dapat bergerak dengan bebas.
ii) Cukup lebar supaya kapal dapat melakukan maneuver dengan bebas,
sebaiknya merupakan lintasan memutar yang tidak terputus.
iii) Cukup dalam supaya kapal terbesar masih dapat masuk pada saat air surut
terendah.
Kriteria-kriteria dalam pembuatan kolam pelabuhan laut adalah:
i) Kedalaman kolam
Kedalaman perairan kolam harus cukup supaya kapal-kapal dapat keluar
masuk dengan aman pada saat air surut terendah (LWS), yang dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

D= d+½H+S+C
Dimana:
D = kedalaman kolam pelabuhan laut pada saat surut terendah
d = sarat kapal terbesar yang direncanakan akan menggunakan pelabuhan
laut tersebut dalam kondisi muatan penuh.
H = tinggi gelombang rencana dalam kolam pelabuhan laut.
S = squat :pertambahan draft akibat ayunan vertikal ketika kapal saat
memasuki perairan dangkal.
ii) Kolam putar (turning basin)
Ketika kapal melakukan gerakan putar untuk berganti haluan diperlukan
kawasan kolam putar yang cukup luas dan nyaman. Turning basin memiliki
radius yang ideal yaitu:

R = 2 x LOA
Keterangan :
R = LOA = 150 m = radius minimum adalah
R = radius putar turning basin
LOA = length over all = panjang total kapal
Kolam putar ditempatkan pada ujung alur pelayaran dengan kedalaman – 7
m.
iii) Ketenangan kolam (harbor tranquility)

VIII-19
Kondisi kolam yang tenang menjamin efisiensi operasi pelabuhan laut, untuk
itu perlu diperhatikan beberapa prinsip untuk menambah ketenangan kolam
pelabuhan laut yaitu:
• Areal kolam pelabuhan laut harus cukup luas.
• Perencanaan yang sesuai terhadap bentuk, batu lapis lindung, panjang,
dan elevasi puncak pemecah gelombang. Penyediaan bangunan
peredam energi untuk mempengaruhi difraksi, overtopping, dan pantulan
gelombang.
• Menyediakan sarana peredam energi gelombang (misalnya revetment)
pada bagian pantai yang berhadapan langsung dengan mulut pelabuhan
laut.

Gambar 8.2 Kolam Pelabuhan Laut

2) Bangunan pelindung pelabuhan laut


a) Pemecah gelombang (break water)
Bangunan pelindung bagi kapal-kapal yang berlabuh atau melakukan kegiatan di
kolam pelabuhan laut, dari pengaruh gelombang sehingga kapal-kapal tersebut
aman dalam melakukan aktivitas bongkar muat ini merupakan fungsi break
water.
Pelabuhan laut di Indonesia paling banyak menggunakan break water tipe
timbunan, ini disebabkan tipe tersebut relatif mudah dikerjakan dengan biaya
pembangunan konstruksi yang murah. Konstruksi tipe ini dibuat dari timbunan
batu alam atau batu buatan.

VIII-20
Gambar 8.3 Pemecah Gelombang

Menurut Hudson, berat batu pelindung dapat dihitung dengan rumus berikut:

γ r H3
Wr =
KΔ (Sr – 1)

Dimana:
r = massa jenis unit lapis lindung
H = tinggi gelombang
KD = Koefisien bentuk unit batu lapis lindung
= f (bentuk, kekasaran, degree of interlocking )
( Sr – 1) = rapat relatif unit batu lapis lindung terhadap air

Bentuk penampang break water ada beberapa macam yaitu :

VIII-21
i) Tipe vertikal : biasanya dibuat dari beton
Gambar 8.4 Break Water Tipe Vertikal- Blok Beton

ii) Tipe trapesium : biasanya dibuat dari batu atau batu buatan.
Gambar 8.5 Break Water Tipe Trapesium-Tumpukan Batu

iii) Tipe campuran : bagian bawah trapesium dan bagian atas vertikal.
Gambar 8.6 Break Water Tipe Campuran

VIII-22
iv) Break water kaison
Gambar 8.7 Break Water Kaison

v) Break water turap


Gambar 8.8 Break Water Turap

vi) Break water sisi tegak dari kaison


Gambar 8.9 Break Water Sisi Tegak dari Kaison

VIII-23
vii) Break water dengan lapis pelindung tetra pod
Gambar 8.10 Break Water Dengan Lapis Pelindung Tetra Pod

viii) Break water dengan lapis pelindung kubus beton


Gambar 8.11 Break Water Dengan Lapis Pelindung Kubus Beton

Keuntungan dan kerugian tiga tipe pemecah gelombang:


Tabel 8.2 Keuntungan dan Kerugian Tiga Tipe Pemecah Gelombang
Tipe Keuntungan Kerugian
1. Elevasi puncak bangunan rendah. 1. Dibutuhkan jumlah material besar.
2. Gelombang refleksi kecil/meredam energi 2. Pelaksanaan kerja lama.
Pemecah Gelombang gelombang.
Sisi Miring 3. Kerusakan berangsur-angsur. 3. Kemungkinan kerusakan pada
waktu pelaksanaan besar.
4. Perbaikan mudah. 4. Lebar dasar besar.
5. Murah
Pemecah Gelombang 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat. 1. Mahal.
Sisi Tegak 2. Kemungkinan kerusakan pada waktu 2. Elevasi puncak bangunan tinggi.
pelaksanaan kecil.
3. Luas perairan pelabuhan laut lebih besar. 3. Tekanan gelombang besar.
4. Sisi dalamnya dapat digunakan sebagai 4. Diperlukan tempat pembuatan
dermaga atau tempat tambatan. kaison yang luas.
5. Biaya perawatan kecil. 5. Kalau rusak sulit diperbaiki.
6. Diperlukan peralatan berat.
7. Erosi kaki pondasi.
Pemecah Gelombang 1. Pelaksanaan pekerjaan cepat. 1. Mahal.
Campuran 2. Kemungkinan kerusakan pada waktu 2. Diperlukan peralatan berat.
pelaksanaan kecil.
3. Luas perairan pelabuhan laut besar. 3. Diperlukan tempat pembuatan
kaison yang luas.

VIII-24
b) Groin
Struktur stabilitas pantai yang dibangun dalam arah tegak lurus terhadap garis
pantai ini merupakan fungsi dari Groin. Pembuatan groin ini bertujuan untuk
menstabilkan bentang pantai terhadap erosi dengan penyebab utama erosi
adalah kehilangan angkutan netto sedimen sejajar pantai.
c) Tembok pantai (Revetments/Seawalls)
Untuk mengendalikan laju sedimen dalam arah tegak lurus pantai (cross-shore
sediment transport) dibutuhkan bangunan (revetments/seawalls) pelindung
pantai yang dibuat searah dengan arah sejajar garis pantai. Konstruksi ini sangat
dibutuhkan pada dan sekitar daerah pelabuhan laut yang perlu terlindungi.
3) Dermaga dan fasilitas tambat
Bangunan pelabuhan laut yang digunakan untuk merapatkan kapal dan
menambatkannya pada waktu bongkar muat barang. Dermaga ini ada yang digaris
pantai dan sejajar pantai disebut wharf dan yang menjorok (tegak lurus pantai)
disebut pier atau jetty.

Gambar 8.12 Dermaga Pelabuhan Laut Kapal Barang

Gambar 8.13 Tampang Lintang dan Denah Dermaga

VIII-25
Gambar 8.14 Tampang Dermaga Hasil Perencanaan

Gambar 8.15 Dermaga

VIII-26
Gambar 8.16 Pembangunan Dermaga

Gambar 8.17 Konstruksi Wharf Blok Beton Massa

Gambar 8.18 Konstruksi Wharf Penahan Tanah Dari Turap Berbentuk Sel

VIII-27
Gambar 8.19 Wharf Konstuksi Terbuka

Gambar 8.20 Wharf Pelabuhan Laut Basra Irak

VIII-28
Gambar 8.21 Wharf Pelabuhan Laut Tokyo

a) Dermaga (wharfs/quays/piers/jetty)
Tempat membongkar muatan/menurunkan penumpang, memuat/mengisi
perbekalan dan berlabuh merupakan fungsi utama dari dermaga. Kemudian
dermaga terbagi menjadi 3 tipe yaitu: dermaga bongkar, dermaga muat dan
dermaga berlabuh pembagian tipe ini sesuai dengan fungsi dari dermaga itu
sendiri.
Dermaga bongkar memiliki beberapa criteria diantaranya ditempatkan sedekat
mungkin dengan fasilitas darat, panjang dermaga ditentukan dengan
mempertimbangkan jenis, jumlah dan pola operasi dari kapal yang dilayani.
Penentuan panjang kapal dapat digunakan rumus PIANC sebagai berikut:

n x LU x Q
L = xS
Dc x U xT

Dimana :
n = jumlah kapal yang dilayani (unit)
LU = panjang dermaga yang dibutuhkan per kapal (m)
= 1.1 x LOA
LOA = panjang total kapal terbesar (m)
Q = jumlah mjuatan rata-rata per kapal yang bongkar muat setiap pelayaran
(ton)
S = faktor ketidakteraturan
Dc = rata-rata periode ulang pelayaran (hari)
U = rata - rata kecepatan pembongkaran, termasuk persiapan (ton/jam)
T = waktu yang diperlukan untuk pemuatan per hari (jam)

VIII-29
b) Jetty
Pengertian jetty terdapat dua versi. Menurut Amerika, jetty adalah struktur yang
dibangun menjorok ke laut untuk mengarahkan dan membatasi arus yang
berasal dari sungai atau disebabkan oleh arus pasut sehingga kecepatan arus
tersebut masih cukup kuat untuk mencegah pendangkalan. Agar pemakaian jetty
sebagai bangunan pengarah aliran dapat efektif maka ujung jetty harus
mencapai daerah gelombang pecah (breaker zone). Sementara di Inggris
pengertian jetty adalah struktur dermaga yang dibuat menjorok ke laut sehingga
pada sisi ketiganya dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas untuk bongkar muat
dan berlabuh kapal.
Adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan kapal bongkar muat barang,
dimana untuk menuju ke daratan harus menggunakan jalan atau jembatan yang
biasa disebut trestle bridge. Biasanya diatas jetty ada bangunan untuk rumah
pompa atau pondasi untuk pompa dengan fasilitas-fasilitas lain. Konstruksi yang
digunakan pada umumnya :
i) Pondasi tiang pancang dari beton, baja;
ii) Lantai dari beton/kayu.

Gambar 8.22 Jetty Kapal Tanker

Gambar 8.23 Pier Bentuk Jari

VIII-30
Gambar 8.24 Pier Bentuk T - L

c) Sistem fender
Untuk menjamin tidak terjadi kerusakan kapal saat berlabuh yang diakibatkan
benturan antara lambung kapal dengan dermaga dibutuhkan sistem fender.
Berdasarkan fungsinya sistem fender ini terbagi dalam dua jenis yaitu protective
fender dan impact fender.

Untuk menghindari kerusakan pada kapal dan dermaga diberi bantalan yang
berfungsi sebagai penyerap energi benturan. Fender dapat terbuat dari kayu dan
dari karet. fender ini dipasang di breasting dolphin, jetty dan kade.

Gambar 8-25 Fender Gravitas Gantung

VIII-31
Gambar 8-26 Fender

d) Alat-alat penambat (mooring devices)


Saat kapal berlabuh di dermaga, dibutuhkan alat-alat penambat yang berguna
untuk menjaga kapal yang berlabuh dari gerakan yang dapat mengganggu
kegiatan bongkar muat. Peralatan penambatan yang paling sering digunakan
dan umum adalah:
i) Bollard, umumnya digunakan bollard yang terbuat dari baja tuang atau
beton.
ii) Dolphin adalah jenis alat penambatan yang dipasang terpisah di laut lepas
ataupun kolam pelabuhan laut. Terdapat dua jenis dolphin yaitu Breasting
dolphin dan Mooring dolphin.
iii) Breasting dolphin adalah tempat untuk menyandar kapal yang sedang
berlabuh yang letaknya berdekatan dengan jJetty. Konstuksi pada umumnya
:
• pondasi tiang pancang dari baja/beton;
• lantai dari beton;
• luas breasting dolphin tergantung kapasitas kapal dan kedalaman laut.
iv) Mooring dolphin adalah tempat untuk tambatan kapal yang letaknya
berjauhan dengan jetty. Konstruksi pada umumnya :
• Pondasi tiang pancang dari beton/baja;
• Lantai beton.

VIII-32
Gambar 8.27 Dolphin Lentur

Gambar 8.28 Dolphin Lentur Dari Sejumlah Tiang

Gambar 8.29 Dolphin Lentur Dari Kelompok Tiang Baja

VIII-33
Gambar 8.30 Dolphin Lentur Dari Kayu

Gambar 8.31 Dolphin Kaku Dari Beton

Gambar 8.32 Dolphin Kaku Dari Sel Turap Baja

VIII-34
4) Fasilitas di darat
a) Jalan dan jembatan
Jalan dan jembatan merupakan salah satu fasilitas yang harus dimiliki oleh
pelabuhan laut, dengan pembangunannya disesuaikan dengan standar yang
berlaku. Misalnya: Standar Perencanaan Jalan Bina Marga atau peraturan dari
American Association for State Highway and Transportation Officials (AASHTO).
b) Saluran drainase
Saluran Drainase juga diperlukan sebagai salah satu fasilitas dari pelabuhan
laut. Saluran drainase ini dibangun sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam hidrologi dan hidrolika. Debit yang akan membebani saluran drainase ini,
dihitung dari besarnya curah hujan yang turun dan berpengaruh.
c) Bangunan gedung
Bangunan gedung merupakan bagian dari fasilitas yang terdapat di pelabuhan
laut, yang berfungsi untuk membantu efektifitas dari operasional pelabuhan laut.
Bangunan di belakang dermaga untuk menyimpan barang-barang yang harus
menunggu pengapalan. Di antaranya adalah:
i) Perkantoran (Ka.Pel, Perhubungan, dan lain-lain)
ii) Loket tiket
iii) Sarana umum (ruang tunggu, mesjid, kantin, dan lain-lain)
iv) Pergudangan, dan lain-lain
v) Gudang terminal
Bangunan ini digunakan untuk kepentingan administrasi pelabuhan laut.
d) Dock
Adalah tempat untuk perbaikan/membuat kapal. Pada umumnya ada dua jenis
dock, yaitu :
i) Dock untuk perbaikan/membuat kapal di darat.
Cara kerja sistem ini kapal yang akan diperbaiki ditarik ke darat dengan
beberapa rel. Setelah diperbaiki kapal dilepas ke laut.
ii) Dock untuk perbaikan/membuat kapal di laut.
Cara kerja system ini, air yang ada di dock dapat diisi dan dikosongkan.
Konstruksi bangunan dock ini beton bertulang dengan pondasi tiang
pancang, dinding dan lantai beton bertulang, pintu untuk mengisi air dibuat
dari baja dua lapis. Contoh : ukuran pintu : panjang 15 m dengan lebar 1 - 2
m, tinggi 7 m.
e) Bangunan Utilitas
Bangunan utilitas yang terdapat di pelabuhan laut diantaranya meliputi:

VIII-35
i) Sistem penyediaan air bersih.
ii) Sistem pengolahan limbah, baik yang padat maupun cair.
iii) Pompa BBM
iv) Sistem pemadam kebakaran.
v) Pemadam kebakaran
f) Lapangan parkir
Salah satu fasilitas penunjang operasional pelabuhan laut yang penting adalah
lapangan parkir, yang merupakan tempat pemberhentian kendaraan untuk
jangka waktu lama ataupun sebentar sesuai dengan kebutuhannya. Agar tidak
terjadi konflik antar ruas jalan di lokasi parkir tersebut, maka penempatan lokasi
lapangan parkir diusahakan untuk sedekat mungkin dengan:
i) Fasilitas bahan bakar untuk kapal
ii) Fasilitas pandu kapal, kapal tunda dan perlengkapan lainnya yang diperlukan
untuk membawa kapal masuk atau keluar pelabuhan laut.
iii) Peralatan bongkar muat barang
iv) Peralatan ini berupa kran darat (crane darat), kran apung (crane apung) serta
forklift
v) Fasilitas lainnya untuk keperluan penumpang, anak buah kapal, karantina,
bea cukai dan imigrasi.

Gambar 8.33 Fasilitas Pelabuhan Laut

VIII-36
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Sarana bantu navigasi pelayaran adalah sarana yang dibangun untuk membantu
navigator dalam menentukan posisi kapal serta memberitahukan bahaya dan/atau
rintangan pelayaran untuk keselamatan berlayar.

Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dilakukan oleh Direktur


Jenderal Perhubungan Laut yang dalam keadaan tertentu dapat diserahkan kepada
Pemerintah daerah dan/atau badan hukum Indonesia setelah mendapat persetujuan
dari Menteri.

Gambar 8.34 Sarana Bantu Navigasi Pelayaran

Quay/Kade/Pangkalan Pelabuhan laut


Adalah bangunan yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang atau naik turun
penumpang yang langsung menuju daratan tanpa menggunakan akses jalan. Konstruksi
yang digunakan pada umumnya :
1) Pondasi tiang pancang dari beton, baja atau kayu;
2) Lantai beton atau kayu;
3) Retaining wall (dinding pengaman) dari plat baja dengan batang tarik.

Catwalk/gang way
Adalah jalan/jembatan yang menghubungkan antara jetty ke mooring dolphin dan
breasting dolphin. Konstruksi pada umumnya :
1) pondasi tiang pancang dari baja/beton atau kayu;
2) lantai plat baja atau kaca;
3) pagar pengaman pipa besi/baja;
4) lebar catwalk rata-rata 1 m.

VIII-37
Trestle Bidge
Adalah jalan atau jembatan dari jetty ke daratan. Konstruksi jalan atau jembatan ini
sangat bervariasi tergantung dari beban yang menekan jalan atau jembatan tersebut.
Konstruksi pada umumnya :
1) pondasi tiang pancang dari beton, baja atau kayu;
2) lantai dari beton, kayu, plat besi;
3) pagar pengamanan menggunakan pipa baja/kayu.

Tanah Pelabuhan laut


Luas dan batas tanah pelabuhan laut adalah sesuai dengan konsesi Daerah Lingkungan
Kerja Pelabuhan laut (DLKP) yang dituangkan dalam bentuk peta meliputi wilayah
daratan dan perairan. DLKP diterbitkan oleh Pemerintah dalam hal ini adalah oleh
Departemen Perhubungan. Dalam DLKP disebutkan tentang batas daratan dan peraian
serta luas lahan yang menjadi hak pengelolaan pelabuhan laut.

Pada saat pengecekan batas tanah di daratan yang berhubungan dengan perairan,
diambil kondisi saat pasang naik tertinggi.

8.5.2. Bendungan air


Air sebagai sumber daya alam yang diperlukan untuk memenuhi hajat hidup orang
banyak merupakan komponen yangg sangat penting bagi kehidupan manusia, karena
setiap kegiatan manusia tidak dapat lepas dari kebutuhan akan air. Air digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, untuk pertanian, untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan usaha, baik sebagai bahan baku produksi, pemanfaatan potensinya, media
usaha, maupun sbg bahan pembantu produksi. Pertumbuhan penduduk yg meningkat,
kemajuan industri besar dan kecil yg pesat, lahan pertanian yangg semakin luas
menuntut kebutuhan air yang semakin meningkat pula.

Ketersediaan air pada suatu daerah tergantung pada iklim dan kondisi cuaca daerah
tersebut, sehingga tidak merata untuk setiap waktu dan setiap wilayah. Perkembangan
jumlah penduduk dan kegiatan masyarakat telah mengubah fungsi lingkungan yang
berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air. Fluktuasi debit sungai antara
musim penghujan dan kemarau semakin melebar yang disebabkan oleh rusaknya
lingkungan penyimpan air, berakibat berkurangnya kesempatan memanfaatkan sumber
daya air secara merata setiap waktu, disamping meningkatnya daya rusak air.

VIII-38
Masyarakat dunia mulai dibayang-bayangi krisis air yang perlu penanganan segera dan
tepat.

Salah satu perwujudan upaya penanganan krisis tsb adalah pengelolaan sumber daya
air berupa penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya
air, dan pengendalian daya rusak air, yakni dgn dibangunnya waduk dan bendungan air,
yang disamping dapat mengatasi sebagian kebutuhan air bagi masyarakat, menyimpan
air waktu berlebihan, memasok air waktu kekurangan, mengendalikan daya rusak air
waktu banjir, juga untuk kebutuhan lain seperti untuk pengisian kembali air tanah,
penampung limbah industri, limbah tambang dan sebagainya. Waduk dan bendungan
air baru masih perlu dibangun untuk mengatasi krisis air, disamping upaya konservasi
sumber daya air lainnya.

Pembangunan dan pengelolaan waduk dan bendungan air menyangkut multi aspek baik
ekonomi, sosial, lingkungan maupun keamanan umum. Pembebasan lahan untuk
daerah genangan merupakan pembebasan kawasan yang relatif luas dan menyangkut
keberlanjutan kehidupan orang yang relatif banyak pula. Pemukiman kembali secara
serempak perlu perhatian orang perorang dalam segi sosial dan ekonomi, sehingga
kehidupan masing-masing keluarga akan menjadi lebih baik.

Pembangunan bendungan air disamping bermanfaat bagi manusia, juga menyimpan


potensi bahaya yang besar, yang bila tidak ditangani dengan baik dapat mengancam
keselamatan masyarakat luas di hilir waduk. Pembangungan waduk dan bendungan air
juga membutuhkan investasi yang sangat besar yang harus dikelola secara efisien, dan
sumber daya alam yang luas, dengan menenggelamkan daerah pemukiman, daerah
pertanian, atau hutan lindung. Pembangunan waduk dan bendungan air yang tidak
direncanakan dengan matang, tidak dilaksanakan dengan baik, serta tidak
mendengarkan saran dan pendapat dari masyarakat, sering menyisakan persoalan
sosial dan lingkungan yang tidak dapat ditangani dengan tuntas. Penyelenggaraan
pembangunan waduk dan bendungan air oleh badan usaha, badan sosial dan
perseorangan swasta diberi hak untuk dalam rangka pengusahaan sumber daya air
akan menimbulkan masalah bila tidak disertai pengaturan yang ketat.

Pasca pelaksanaan pembangunan waduk dan bendungan air, sering diikuti munculnya
persoalan baru. Semangat membangun kadang tidak disertai pemikiran kedepan, yakni
masalah penanganan operasi dan pemeliharaan waduk dan bendungan air. Sumber

VIII-39
daya manusia dan sumber dana masih sering menjadi kendala utama. Pendayagunaan
keberadaan waduk dan bendungan air sebagai sumber daya air masih harus
ditingkatkan untuk dapat menunjang upaya pelestarian lingkungan.

Berikut ini adalah pengelompokan bendungan air yang ada;


1) Tipe bendungan air berdasarkan jenisnya
a) Timbunan Tanah (Earth fill dam)
b) Timbunan Batu (Rock fill dam)
c) Beton bertulang (Concrete dam)
2) Tipe bendungan air berdasarkan fungsi
a) Bendungan air Irigasi (single purpose)
Bendungan air yang berguna untuk satu tujuan yakni menampung sejumlah air
dalam waduk untuk keperluan suplai air irigasi misalnya Bendungan air Rowo,
Gembong, Prajetan dsb.
b) Bendungan air Serbaguna (multi purpose dam)
Bendungan air yang berguna untuk lebih dari satu tujuan yakni menampung
sejumlah air untuk keperluan irigasi, penyediaan air baku, PLTA, pengendali
banjir dan sebagainya seperti Bendungan air Sutami, Bendungan air Wlingi,
Bendungan air Sengguruh, Bendung Lodoyo di Jawa Timur.
3) Tipe bendungan air berdasarkan dimensi, sebagai berikut Tabel 1
a) Bendungan air kecil
b) Bendungan air sedang
c) Bendungan air besar

Tabel 8.3 Klasifikasi Konstruksi Bangunan Pengembangan Sumber Daya Air


Konstruksi Kecil Sedang Besar
Irigasi, Luas < 500 Ha 500 ~ 4.999 Ha ≥ 5.000 Ha
Bendungan air, Ketinggian Max 15 ~ 29 m 30 ~ 59 m ≥ 60 m
Bendung, Panjang Puncak < 30 m 39 ~ 99 m ≥ 100 m

Tahapan Pembangunan Dan Pembiayaan


Bangunan bendungan air mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan dengan
bangunan-bangunan yang lain, bendungan air memerlukan investasi yang besar
diantaranya memerlukan areal tanah yang luas (terutama untuk genangan air dan
emplacement) dengan bangunan yang spesifik dan memerlukan investasi tidak sedikit.

VIII-40
Bendungan air lebih banyak memiliki fungsi sosial, seperti untuk pengendali banjir,
penampung air dan irigasi. Namun dalam perkembangannnya, bendungan air telah
banyak memiliki fungsi komersial, seperti untuk pembangkit listrik, penyuplai air bagi
perusahaan-perusahaan tertentu di sekitarnya, sarana air minum dan irigasi dimana
dikenakan iuran bagi penggunanya, dan lain-lain.

Dana pembangunan proyek bendungan air relatif sangat besar, sehingga pembangunan
bendungan air selalu ditanggung oleh Pemerintah. Bahkan munculnya ide pembuatan
bendungan air, harus diiringi dengan studi kelayakan yang cukup lama dan cukup
kompleks.

Tahap Pra Rencana


Pada tahap ini dilakukan studi kelayakan (FS) dan analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL), untuk mengetahui seberapa besar pengaruh adanya sebuah
bendungan air di lokasi yang rencanakan. Pada tahap ini, harus tercapai statu
kesimpulan kelayakan proyek bendungan air tersebut.

Dasar penentuan kelayakan pembangunan konstruksi bendungan air adalah apabila


dapat memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kapasitas tampungan efektif (Q) dan Volume timbunan bendungan air (V), untuk
keperluan irigasi dengan perbandingan Q/V >= 10 dan untuk kebutuhan air baku Q/V
>= 3.

Kriteria ini tidak mengikat mengingat adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi
keputusan pembangunan suatu bendungan air, misalnya faktor politis dan keuntungan
atau manfaat lainnya.

Manfaat bendungan air adalah segala sesuatu yang secara langsung maupun tidak
langsung menambah persediaan barang/ jasa sehubungan dengan proyek.
1) Manfaat langsung: merupakan manfaat yang secara langsung dapat dinikmati
setelah proyek selesai dibangun.
Contoh :
a) Meminimalisasi kerugian akibat bencana banjir
b) Tersedianya tenaga listrik
c) Terpenuhinya kebutuhan air baku

VIII-41
d) Tersedianya tempat pariwisata air domestik
2) Manfaat tidak langsung: merupakan manfaat yang secara tidak langsung dapat
dinikmati oleh penerima manfaat setelah adanya pembangunan proyek. Manfaat
tidak langsung dapat dinikmati berangsur-angsur dan dalam jangka waktu yang
panjang.
Contoh :
a) Perkembangan wilayah yang bersangkutan
b) Meningkatnya kegiatan ekonomi
c) Peningkatan kegiatan sektor swasta

Berdasarkan dapat tidaknya dinilai dengan uang, manfaat dapat dibedakan atas
manfaat nyata dan manfaat tidak nyata.
1) Manfaat nyata: merupakan manfaat yang timbul akibat proyek, yang dapat dinilai
dengan uang.
Contoh :
a) Peningkatan produksi perikanan
b) Peningkatan pemenuhan kebutuhan air baku
c) Penambahan produksi listrik
2) Manfaat tidak nyata: merupakan manfaat proyek yang tidak selalu dapat dinilai
dengan uang.
Contoh :
a) Rasa aman dari ancaman banjir
b) Adanya jaminan pendapatan

Dalam analisis ekonomi yang diperhitungkan adalah manfaat yang termasuk dalam
kategori manfaat langsung dan manfaat nyata, yaitu manfaat yang langsung dapat
dinikmati oleh penerima manfaat dan yang dapat diukur dengan uang.

Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan, mulailah disusun perhitungan-perhitungan secara teknis
dengan berbagai macam alternatif, baik dari segi material utama, luas genangan dan
luas area yang terlayani, serta hal-hal lain yang bersifat teknis dan praktis.

VIII-42
Tahap Konstruksi
Konstruksi suatu bendungan air membutuhkan waktu yang cukup panjang, berkisar
hingga 6 tahun. Hal ini karena besarnya volume pekerjaan yang harus dikerjakan, dan
pengerjaannya harus bertahap tidak bisa pararel.

Tahapan konstruksi antara lain adalah :


1) Sosialisasi dan pembebasan tanah
2) Pembangunan jalan hantar (access road) dan bangunan fasilitas yang diperlukan
misalnya: jembatan, gorong-gorong, dinding penahan dan sebagainya.
3) Base camp yang terdiri dari sejumlah bangunan gedung perumahan, gedung
serbaguna, fasilitas lainnya seperti gedung klinik, lapangan olah raga, sekolah,
masjid dan areal permainan anak yang diperlukan selama pelaksanaan konstruksi
bendungan air dan selanjutnya dapat dipergunakan untuk tempat tinggal para
pegawai yang terkait, selama operasional sampai dengan selesainya umur
bangunan.
4) Pembuatan saluran pengelak. Saluran ini berfungsi meneruskan aliran air sungai
yang dibendung selama masa konstruksi, sehingga masyarakat di hilir sungai masih
tetap dapat memanfaatkan sungai tersebut.
5) Pembuatan coffer dam. Setelah saluran pengelak selesai dibuat, maka dibuatlah
coffer dam yang berfungsi mengalihkan aliran sungai masuk ke saluran pengelak,
sekaligus mengamankan lokasi proyek dari air sungai.
6) Pembuatan tubuh bendungan air. Setelah aliran sungai berhasil dipindahkan melalui
saluran pengelak, maka dimulailah pekerjaan paling inti yakni pembuatan tubuh
bendungan air dan dilengkapi dengan bagian fungsional lainnya seperti spillway,
intake, switchyard, dan lain-lain. Pada tahap ini coffer dam terkadang tertimbun
tubuh bendung, sehingga menjadi bagian dari tubuh bendung.
7) Pembuatan dan pemasangan kelengkapan bendungan air.
8) Pembangunan bangunan pelengkap lain seperti rumah pembangkit, gedung kontrol
(control building), Jalur transmisi (jika perlu)
9) Penutupan saluran pengelak dan pengisian waduk.

Dari tahapan konstruksi dapat diketahui bahwa ada bagian bangunan bendung yang
hanya berfungsi pada tahap konstruksi saja, yakni jalan kerja, saluran pengelak dan
coffer dam.

VIII-43
Beberapa konstruksi Bendungan air di Indonesia yang telah selesai pembangunannya
sampai dengan akhir tahun 2000 dan berfungsi sebagaimana yang direncanakan
disajikan seperti table berikut :

VIII-44
Tabel 8.4 Tinggi Bendungan Air di Indonesia Tahun 2001

HIGH DAM IN INDONESIA IN 2001


Name of Catchment Dam Storage Vol. (MCM) Irrigation Year Finance Main Consultant Main
No Code Name of Dam Province River system Area (km2) Type H (m) V (x1000 m3) Gross Net Purpose Area ((ha) Complete (Supervision) Contractor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 01.12 Tangga N. Sumatera Asahan 3,820 A 82.0 53 4.8 0.7 E - 1983 OECF, G NK Tai, Haz
2 01.12 Sigura-gura N. Sumatera Asahan 3,730 C 46.0 38 6.1 0.8 E - 1982 OECF, G NK Kaji, Mae
3 01.12 Siruar N. Sumatera Asahan 3,674 C 39.0 27 2,860.0 2,860.0 R (E) - 1981 OECF, G NK Kuma, Tobi
4 01.17 Kota Panjang Riau Kampar Kanan 3,337 C 58.0 301 1,545.0 1,040.0 E - 1997 OECF, G Tepsco Haz, BA
5 01.31 Muka Kuning Riau (Batam)j Muka Kuning 15 H 28.3 410 13.4 13.4 W - 1992 P P BC
6 01.31 Ladi Riau (Batam)j Ladi 8 H 18.0 270 8.8 8.0 W - 1986 P P BC
7 01.31 Duriangkang Riau (Batam)j Duriangkang 79 H 15.0 1,135 107.0 82.0 W - 1995 P P BC
8 01.24 Musi Bengkulu Musi 587 C 15.5 21 2.2 1.0 R (W) - 2002 ADB, G G Shimi, Mae, BC
9 01.25 Way Rarem Lampung Way Rarem 328 R 32.0 1,331 72.4 56.9 I 22,000 1984 OECF, G NK RSEA, NiK
10 01.26 Batutegi Lampung Way Sekampung 424 R 122.0 9,700 580.0 578.0 I, E 90,000 2001 OECF NK, Sinotech RSEA, NiK
11 01.26 Way Jepara Lampung Way Jepara 130 R 16.6 39 34.9 22.3 I 6,651 1978 OEF, G NK Batang Hari
12 04.02 Riam Kanan S.Kalimantan Barito 1,043 H 57.0 670 1,200.0 600.0 I, E, W 30,000 1973 JR, OECF, G NK G
13 04.14 Kelian E.Kalimantan Kelian 3 R 70.0 2,840 57.5 55.0 E - 1996 P PSM
14 05.14 Balambano S.Sulawesi Pompengan 2,380 RCC 99.0 540 33.0 32.2 E - 1999 P P Ast
15 05.14 Larona (Batu Besi) S.Sulawesi Larona 2,000 FR 32.0 120 585.0 585.0 R (E) - 1978 P Bechtel Bechtel
16 05.15 Bakaru S.Sulawesi Saddang 1,080 C 15.0 22 6.9 5.8 R (E) - 1990 OECF,G NJ Sumi, RCA
17 05.16 Kaloka S.Sulawesi Bila 122 R 34.8 400 70.0 57.8 I, W 6,803 1995 OECF, G NK WiK, WaK
18 05.17 Bili-Bili S.Sulawesi Jeneberang 384 R 73.0 5,290 375.0 345.0 I, W, F 24,000 1999 OECF, G CTI Haz, BA
19 05.17 Salomekko (SSIMP2) S.Sulawesi Bone 13 E 30.0 615 8.2 7.0 I 1,722 1998 OECF NK HK, DG
20 02.02 Pongkor W.J. Cikaniti 3 E 34.0 588 1.8 1.8 S - 1996 P Irk Swakelola
21 02.04 Cirata W.J. Cirata 4,119 FR 125.0 3,900 2,165.0 796.0 E - 1988 IBRD, G NJ, IrK Tai, PP
22 02.04 Jatiluhur (Juanda) W.J. Citarum 4,500 R 105.0 9,100 2,556.0 1,790.0 I, E 240,000 1967 IBRD, G CEB CFE
23 02.04 Saguling W.J. Citarum 2,283 R 99.0 2,790 875.0 611.0 E - 1986 IBRD, G NJ, IrK DTP
24 02.04 Cipanunjang W.J. Cisangkuy 8 H 33.9 182 22.4 18.5 S - 1930 Dutch Dutch Dutch
25 02.04 Cileunca W.J. Cisangkuy 21 H 19.0 103 11.5 9.8 E - 1924 Dutch Dutch Dutch
26 02.06 Darma W.J. Cisanggarung 24 FR 37.5 165 37.9 33.9 I 22,316 1962 G G G
27 02.06 Situpatok W.J. Mundu 9 H 27.3 217 14.0 12.0 I 1,934 1927 Dutch Dutch Dutch
28 02.08 Cacaban C.J. Cacaban 59 H 38.0 450 90.0 90.0 I 17,481 1958 G G G
29 02.08 Malahayu C.J. Kabuyutan 63 E 31.4 210 39.9 38.0 I 18,456 1940 Dutch Dutch Dutch
30 02.08 Penjalin C.J. Pemali 4 H 22.6 396 9.5 9.0 I 29,000 1934 Dutch Dutch Dutch
31 02.09 Wadaslintang C.J. Bedegolan 196 R 122.0 7,100 443.0 408.0 I, E 31,634 1987 IBRD, G PRC-ECI HRCC, BA
32 02.09 Mrica C.J. Serayu 1,022 R 110.0 4,915 193.5 47.0 E - 1989 IBRD, G Sweco- Epdc Skanska, BBS
33 02.09 Sempor C.J. Sempor 43 R 58.0 1,579 52.0 47.0 I. E 17,000 1978 OECF, G NK Ohba
34 02.09 Garung C.J. Menjer 47 C 36.0 15 27.0 14.9 E - 1983 OECF, G NK WiK
35 02.09 Pejengkolan C.J. Bedegolan 196 C 27.5 55 0.5 0.1 R (E) - 1986 IBRD, G PRC-ECI AK
36 02.10 Kedung Ombo C.J. Serang 614 R 62.0 6,200 723.0 634.6 I, E 59,645 1989 IBRD, G SMEC Haz, BA
37 02.10 Gombong C.J. Juwono 15 R 38.0 310 9.5 9.5 I 3,855 1933 Dutch Dutch Dutch
38 02.10 Lodan Wetan C.J. Lodan Wetan 12 H 26.5 200 5.1 4.6 I, W 400 1995 G IhK HK
39 02.10 Nglangon C.J. Nglangon 3 H 21.0 74 2.2 1.1 I 750 1914 Dutch Dutch Dutch
40 02.10 Gunung Rowo C.J. Gunung Rowo 10 H 20.5 35 5.2 5.0 I 6,052 1925 Dutch Dutch Dutch
41 02.10 Tempuran C.J. Kedungpadas 4 H 17.8 121 2.1 2.1 I 923 1916 Dutch Dutch Dutch
42 02.11 Sermo DI Yogyakarta Serang 22 R 55.0 491 25.0 21.9 I 3,550 1996 IBRD, G ELC, Ihk Hyundai, DG
43 02.12 Ngancar C.J. Jarak 12 R 25.4 120 2.1 2.1 I 1,300 1946 Dutch Dutch Dutch
44 02.12 Ketro C.J. Ketro 5 H 15.0 300 2.8 2.8 I 1,200 1984 G IhK Tukad Mas

VIII-45
HIGH DAM IN INDONESIA IN 2001
Name of Catchment Dam Storage Vol. (MCM) Irrigation Year Finance Main Consultant Main
No Code Name of Dam Province River system Area (km2) Type H (m) V (x1000 m3) Gross Net Purpose Area ((ha) Complete (Supervision) Contractor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
45 02.12 Wonogiri C.J. Bengawan Solo 1,350 R 40.0 1,220 560.0 440.0 I, E. F 23,600 1982 OECF, G NK G
46 02.12 Song Putri C.J. Bengawan Solo 3 R 32.0 350 0.7 0.7 I 170 1984 G G WiK
47 02.12 Plumbon C.J. Bengawan Solo 7 H 28.8 230 1.1 0.5 I 1,045 1928 Dutch Dutch Dutch
48 02.12 Delingan C.J. Bengawan Solo 12 H 27.0 300 3.3 2.1 I 1,400 1923 Dutch Dutch Dutch
49 02.12 Parang Joho C.J. Bengawan Solo 22 E 25.0 324 1.8 1.7 I 650 1980 G G PP
50 02.12 Nawangan C.J. Bengawan Solo 3 H 25.0 109 0.8 0.7 I 354 1976 G G WaK
51 02.12 Krisak C.J. Bengawan Solo 4 H 20.0 290 3.7 2.7 I 274 1943 Dutch Dutch Dutch
52 02.12 Pacal E.J. Bengawan Solo 84 FR 35.0 91 41.2 39.2 I 16,600 1933 Dutch Dutch Dutch
53 02.12 Gondang E.J. Bengawan Solo 68 H 27.0 589 25.9 23.0 I 10,500 1986 G G WaK
54 02.12 Prijetan E.J. Bengawan Solo 23 H 23.0 144 12.1 9.5 I 4,600 1916 Dutch Dutch Dutch
55 02.12 Tlogo Ngebel E.J. Bengawan Solo 21 H 19.0 120 23.5 19.2 I, E 10,000 1930 Dutch Dutch Dutch
56 02.12 Pondok E.J. Madiun 33 R 32.0 300 30.9 28.0 I, E 3,500 1995 IBRD, G BK WaK
57 02.12 Sangiran (PTSL) E.J. Madiun 21 R 28.0 146 10.6 8.9 I 1,500 2000 OECF, G NK WiK
58 02.13 Selorejo (Kalikonto) E.J. Brantas 236 R 49.0 1,990 62.3 54.6 I, E, W 5,700 1972 JR, OECF, G NK, Kaji G
59 02.13 Sengguruh E.J. Brantas 1,659 R 34.0 650 21.5 2.5 E - 1988 ADB, G NK G
60 02.13 Sutami (Karangkates) E.J. Brantas 2,052 R 97.5 6,020 343.0 253.0 I,E,W,F 34,000 1973 JR, OECF, G NK, Kaji G
61 02.13 Lahor E.J. Brantas 170 R 74.0 1,286 36.1 29.4 R - 1977 OECF, G NK, Kaji G
62 02.13 Wlingi E.J. Brantas 2,890 R 47.0 630 24.0 5.2 I, E, F 13,600 1977 OECF, G NK, Kaji G
63 02.13 Bening (Widas) E.J. Bening 90 H 36.0 800 37.5 33.0 I, E 8,600 1984 OECF, G NK G
64 02.13 Wonorejo E.J. Gondang 126 R 100.0 6,150 122.0 106.0 W, E, F - 2001 OECF NK Kaji, Tai, PP
65 02.14 Sampean Baru E.J. Sampean 735 C+R 41.0 340 2.2 2.2 I, E 9,800 1983 IBRD, G Mac D NiK
66 02.15 Klampis E.J. (M) Klampis 51 C 22.3 91 10.3 7.3 I 2,080 1976 IBRD, G Mac D WaK
67 03.01 Grokgak (PTSL) Bali Grogak 20 R 46.7 901 3.8 2.5 I 530 1998 OECF, G G WaK
68 03.01 Palasari Bali Sanging Gede 42 39.8 400 8.0 6.5 I 1,300 1989 IBRD, G ELC, ADC BA
69 03.02 Pengga NTB (L) Dodokan 340 K 33.5 493 27.0 21.0 I, W 3,589 1994 ADB, G NK PP
70 03.02 Surabaya NTB (L) Srigangga 29 C 24.5 41 0.3 0.3 I, W 325 1997 G G Pilar Agung U.
71 03.02 Batu Bokah NTB (L) Batu Bokah 4 H 21.2 311 1.7 1.6 I 500 1992 G G WaK
72 03.02 Senang NTB (L) Batuyong 4 H 18.5 245 0.3 0.2 I 200 1996 G G BA
73 03.02 Bringe NTB (L) Bringe 4 K 17.8 180 0.1 0.1 I 180 1982 G G Krisna Karya
74 03.02 Inan Ratu NTB (L) Bringe 2 H 16.5 62 0.1 0.1 I 100 1996 G G Muara Ema
75 03.02 Batu Nampar NTB (L) Ganti 7 H 16.3 92 0.3 0.3 I 300 1995 G G BA
76 03.02 Jelantik NTB (L) Jelantik 1 H 16.0 74 0.4 0.4 I, W 400 1998 G G BA
77 03.02 Batujai NTB (L) Panunjak 169 K 16.0 130 23.5 18.0 I, W, E 3,350 1982 G G G
78 03.02 Kali Ujung NTB (L) Rangsing 3 C 15.8 13 0.1 0.1 I 100 1995 G G PP
79 03.02 Jangkeh Jawe NTB (L) Monto 11 H 15.5 81 0.9 0.8 I, W 320 1996 G G BA
80 03.02 Kengkang NTB (L) Kengkang 5 H 15.0 104 0.4 0.3 I 350 1995 G G WaK
81 03.02 Gunung Paok NTB (L) Terara 3 H 15.0 67 0.2 0.2 I 100 1981 G G PP
82 03.03 Pelaparado (SSIMP3) NTB (S) Pelaparado 85 R 61.0 1,660 18.0 15.0 I, W 4,015 2003 OECF NK HK
83 03.03 Sumi (SSIMP2) NTB (S) Sumi 78 R 45.0 674 19.4 16.3 I 2,542 1998 OECF NK WaK
84 03.03 Mamak NTB (S) Mamak 101 R 41.5 736 32.5 30.0 I, E 5,428 1992 ADB, G NK Dumez, HK
85 03.03 Batu Bulan (SSIMP3) NTB (S) Batu Bulan 194 39.0 1,500 51.0 48.6 I, W 5,406 2002 OECF NK BA
86 03.03 Tiu Kulit (SSIMP1) NTB (S) Tiu Kulit 54 R 31.7 565 10.8 10.0 I 1,800 1994 OECF NK WiK
87 03.03 Gapit (SSIMP2) NTB (S) Gapit 41 E 30.0 575 10.3 9.0 I 1,300 1997 OECF NK WaK
88 03.03 Lamenta NTB (S) Lamenta 5 H 23.0 145 0.9 0.9 I 220 1995 G G WaK

VIII-46
HIGH DAM IN INDONESIA IN 2001
Name of Catchment Dam Storage Vol. (MCM) Irrigation Year Finance Main Consultant Main
No Code Name of Dam Province River system Area (km2) Type H (m) V (x1000 m3) Gross Net Purpose Area ((ha) Complete (Supervision) Contractor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
89 03.03 Brangkolong NTB (S) Brangkolong 7 H 21.0 180 1.0 1.0 I 500 1998 G G WaK
90 03.03 Oi Toi NTB (S) Oi Toi 4 H 20.0 156 0.5 0.5 I 300 1999 G G Purindo M.
91 03.03 Roi/Roka NTB (S) Roi 1 M 19.5 89 2.0 1.7 I 800 1986 G G WiK
92 03.03 Selante NTB (S) Selante 8 H 19.0 145 0.3 0.3 I 612 1984 G G HK
93 03.03 Kaswangi NTB (S) Kaswangi 4 H 18.5 134 0.9 0.9 I 513 1999 G G BB
94 03.03 Pemasar (SSIMP1) NTB (S) Pemasar 17 E 18.5 175 2.4 2.3 I 763 1996 OECF G BB
95 03.03 Woro NTB (S) Woro 20 H 17.5 175 1.0 1.0 I 452 1998 G G Purindo M.
96 03.03 Kowo NTB (S) Kowo 8 H 17.0 148 0.4 0.4 I 220 1996 G G Tukad Mas
97 03.03 Kempo NTB (S) Mae Kempo 7 H 17.0 160 0.5 0.5 I 255 1995 G G Muara Ema
98 03.03 Mengkoang NTB (S) Mengkoang 3 H 16.0 120 1.8 1.8 I 110 2000 G G Ekaraja P.
99 03.03 Lanangga NTB (S) Lanangga 4 H 16.0 125 0.3 0.3 I 300 1999 G G BB
100 03.03 Sejari NTB (S) Sejari 11 H 16.0 128 0.7 0.7 I 500 1996 G G Gunung Kijang
101 03.03 Sepayung Dalam NTB (S) Sepayung Dalam 8 H 16.0 150 1.6 1.6 I 500 1994 G G MLU
102 03.03 Ncera NTB (S) Condo 7 H 15.6 130 0.4 0.4 I 238 1995 G G Bumi Agun
103 03.03 Las II NTB (S) Lasi 12 H 15.0 138 0.2 0.2 I 200 1999 G G Mederun S
104 03.03 Waoroda NTB (S) Waoroda 7 H 15.0 158 0.3 0.3 I 200 1998 G G Jerbamoyo
105 03.03 Jompong NTB (S) Jompong 1 H 15.0 118 0.3 0.3 I 100 1997 G G Anugerah M
106 03.03 Kesi NTB (S) Kesi 5 H 15.0 155 0.6 0.6 I 220 1997 G G PP
107 03.03 Olat Rawa NTB (S) Olat Rawa 7 H 15.0 135 1.9 1.9 I 500 1997 G G Pandita
108 03.03 Saneo NTB (S) Saneo 2 H 15.0 131 0.3 0.3 I 160 1996 G G Guana Irvindo
109 03.03 Jambu NTB (S) Jambu 6 H 15.0 164 0.4 0.4 I 700 1989 G G BA
110 03.03 Muer NTB (S) Mik Beta 5 H 15.0 148 0.2 0.2 I 286 1985 G G HK
111 03.06 Waerita NTB (S) Waerita 18 H 15.0 42 0.3 0.3 I 174 1996 G G WaK
112 03.06 Tillong (SSIMP3) NTT (T) Tillong 37 R 45.0 400 19.0 17.0 I, W 1,484 2001 OECF NK WaK
113 03.06 Benkoko NTT (T) Benkoko 2 E 19.5 202 0.2 0.2 I, W 70 1996 JICA NK Zeni
114 03.06 Bimoku NTT (T) Bimoku 0 E 16.5 41 0.1 0.1 W - 1997 JICA NK Zeni
115 03.06 Padang panjan NTT (T) Padang panjan 0 H 16.0 68 0.8 0.8 I, W 200 1997 G G NiK
116 03.06 Oeltua NTT (T) Oeltua 1 E 15.0 187 0.1 0.1 W - 1997 JICA NK Zeni
117 03.06 Matasio NTT ( R ) Matasio 5 E 15.0 138 0.5 0.5 I, W 75 1997 JICA NK Zeni
118 03.06 Mbay NTT (F) Lambo 36 E 42.0 400 24,000.0 19,000.0 I, W 5,000 2001 SSIMP III IKA ?

Remarks :
(1) Dam Type A = Arch, C = Concrete gravity, E = Zoned earthfill, FR = Concrete face rockfill, H = Homogenious earthfill, K = Combined, M = Masonry, R = Rockfill,
RCC = Roller compacted Concrete gravity,
(2) Purpose E = Electricity, F = Flood control, I = Irrigation, S = Water control, W = Water supply
(3) Finance ADB = Asian Development Bank, Dutch Government, G = Indonesian Government, IBRD = IBRD (World Bank), JICA = Japan International Cooperation Agency (Grant),
JR = Japanese Reparation, OECF = Overseas Economic Cooperation Fund (Japa), P = Private Finance
(4) Consultant BK = PT. Bina Karya, CEB = Coyne Et Bellier (France), CTI = CTI (Japan), GA = PT. Geo Ace, IhK = Indah Karya, IrK = Indra Karya, Mac D = Mac Donald (UK)
Mtn = PT. Metana, NK = Nippon Koei Co., Ltd. (Japan), PSM = Pells Sullivan Meynink Pty. Ltd., SMEC = SMEC (australia), WR = PT. Wiratman & Assiciates, TGP = PT. Tata Guna Patria,
(5) Contractor AK = PT. Adhi Karya. Astaldi = Astaldi (Italy), BA = PT. Brantas Abipraya, BB = Bahagia Bangunan Nusa, BC = PT. Bangun Cipta Sarana,
CFE = Compagnie Francaise d' Enterprise (France), DG = PT. Duta Graha Indah, DTP = Dummer Travaux Publics (Perancis) Raya Contractor, Dumez = Dumez International (France)
Haz = Hazama Gumi (Japan), HK = PT. Hutama Karya, Hyundai = Hyundai (South Koria), Kaji = Kajima Co. (Japan), Kuma = Kumagai Co. (Japan), Mae = Maeda Co, (Japan)
NiK = PT. Nindya Karya, Ohba = Ohbayashi Co. (Jaya), PP = Pembangunan Perumahan, PSEA = PSEA (Taiwan), Shimi = Shimizu Co. (Japan)
Sumi = Sumitomo Co. (Japan), Tai = Taisei Co. (Japan), Tobi = Tobishima Co. (Japan) WaK = PT. Waskita Karta, WiK = PT. Wijaya Karya, Zeni = Zenidaka Gumi (Japan)
The Lodan Wetan dam was collapsed in November 1998 (to be reconstructed under PTSL-II in 2003-2005)
VIII-47
Pembagian Properti
Secara umum bendungan air terdiri dari tanah dan bangunan yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1) Tanah
Tanah yang diperlukan untuk membuat satu bendungan air sangat luas terutama
untuk genangan air. Apabila dikelompokkan berdasarkan fungsinya, maka tanah
pada bendungan air dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok.
a) Tanah genangan air, yaitu tanah yang berfungsi utama sebagai penampung
air, umumnya luas tanah terbesar pada bendungan air pembangkit listrik
adalah untuk genangan air ini;
b) Tanah emplacement, yaitu tanah yang diatasnya terdapat bangunan-
bangunan seperti untuk kantor, bengkel, gudang termasuk jalan lingkungan
dan sebagainya, yang fungsinya sebagai penunjang.
c) Tanah pengaman, yaitu tanah yang berada disekitar bendungan air selain
tanah emplacement dan tanah genangan air, tanah ini berfungsi sebagai
pengaman daerah disekitar bendungan air.
2) Bangunan
Bangunan pada bendungan air dibagi berdasarkan fungsi bangunan;
a) Bangunan masa konstruksi; bagian bangunan ini berfungsi sebagai bagian
dari tahapan pembangunan, antara lain bangunan saluran pengelak, dan
coffer dam. Setelah masa konstruksi, bagian bangunan ini sudah tidak
berfungsi lagi, atau dialihkan fungsinya.
b) Bangunan utama
Bangunan utama yang dimaksud adalah tubuh bendungan air itu sendiri
beserta bagian fungsional lainnya, seperti spillway atau bangunan pelimpas,
bangunan intake, tunnel, dam sisi dan lain-lain .
c) Bangunan penunjang
Bangunan yang dimaksud hádala kantor, bengkel, gudang termasuk jalan
lingkungan dan sebagainya, yang fungsinya sebagai penunjang.

Spesifikasi Teknis Bendungan air


Spesifikasi teknis adalah ketentuan kualitas bangunan yang akan dipergunakan
untuk kekuatan konstruksi bendungan air sesuai dengan kondisi penempatan
struktur terhadap gaya yang bekerja pada bangunan tersebut.

Spesifikasi teknis bendungan air terdiri atas pekerjaan sipil, hidromekanikal dan
elektrikal.

VIII - 48
Hal-hal yang diuraikan di dalam spesifikasi teknis pekerjaan sipil, yaitu :
1) Penjelasan umum
Menjelaskan tentang deskripsi dan lingkup pekerjaan, waktu pelaksanaan
pekerjaan, tata cara perubahan kontrak, pembayaran, penggunaan fasilitas
konstruksi, material, konservasi lingkungan, keselamatan kerja, jam kerja,
asuransi, pelaporan.
2) Dewatering dan pekerjaan pengelak
3) Galian permukaan dan pekerjaan tanah
4) Pekerjaan terowongan
5) Perkuatan galian
6) Drainase
7) Pengeborandan sementasi (grouting)
8) Konstruksi timbunan
9) Instrumen
10) Beton (production, contruction, precast, prestrssed)
11) Instalasi pekerjaan metal dan
12) Konstruksi bangunan gedung, jalan, penerangan, dan lain-lain

Spesifikasi teknis pekerjaan mekanikal dan elektrikal:


1) Penjelasan umum,
Penjelasan mengenai definisi istilah, standardisasi, kualitas bahan dan desain,
pemeliharaan peralatan, petunjuk pengoperasian, gambar konstruksi, pelatihan
operator, pelaporan.
3) Material perlengkapan elektikal
4) Material perlengkapan mekanikal

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 yang dimaksud dengan


bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan atau perairan. Merujuk pada pengertian tersebut diatas maka bangunan
yang terdapat pada bendungan air pembangkit listrik dapat digolongkan menjadi :
1) Bangunan struktur utama, jenis bangunan yang termasuk dalam kelompok ini
adalah bangunan dengan konstruksi khusus dan berfungsi utama sebagai
bendungan air. Bangunan yang termasuk dalam kelompok ini adalah :
a) Dam, yaitu konstruksi teknik yang berfungsi untuk menahan atau
membelokkan arah aliran air. Dam berdasarkan fungsinya dapat dibedakan
menjadi : dam utama (main dam), dam pengelak (coffer dam) yaitu dam yang
pertama sekali dibangun pada saat debit air rendah dan fungsinya adalah
membelokkan aliran air sehingga lokasi rencana dam utama menjadi kering

VIII - 49
dan memungkinkan pembangunannya secara teknis. Konstruksi dam dapat
terbuat dari beton, urugan tanah, urugan batu, atau kombinasi dari ketiga
bahan tersebut.

Gambar 8.35 Main Dam

Gambar 8.36 Coffer Dam

b) Tunnel atau terowongan, pada jenis bendungan air pembangkit listrik tertentu
memiliki terowongan, yang berdasarkan fungsinya dapat dibedakan sebagai
berikut :
i) Access tunnel atau terowongan penghubung, apabila power house
terdapat di bawah tanah, maka akan terdapat sebuah terowongan jalan
sebagai sarana pengangkut mesin dan manusia. Konstruksi terbuat dari
beton.

VIII - 50
ii) Headrace tunnel atau terowongan saluran atas, yaitu terowongan yang
berfungsi mengalirkan air dari bendungan air ke Power House untuk
menggerakkan turbin. Konstruksi terbuat dari pipa baja dan beton.
iii) Tailrace tunnel atau terowongan saluran akhir, yaitu terowongan yang
berfungsi mengalirkan air dari power house atau rumah pembangkit
setelah menggerakkan turbin. Saluran ini ditemui bila rumah pembangkit
terletak jauh dari sungai dan dibangun di dalam tanah sehingga
memerlukan saluran pembuangan air. Contoh: rumah pembangkit
bendungan air sigura-gura.
iv) Spillway tunnel atau terowongan pengelak, yaitu terowongan yang
berfungsi mengalirkan air buangan dari bendungan air apabila ketinggian
air telah melebihi batas maksimal atau berfungsi sebagai aliran air irigasi.
Konstruksi dari beton dan atau pipa baja.
Gambar 8.37 Spilway Tunnel

VIII - 51
Gambar 8.38 Status Spilway Tunnel

c) Power house hanya terdapat pada bendungan air pembangkit listrik atau
dapat disebut sebagai rumah pembangkit merupakan konsruksi teknik khusus
yang berfungsi sebagai tempat merubah energi air menjadi energi listrik yaitu
melalui mesin turbin. Konstruksi umumnya dari beton.

Gambar 8.39 Power House

d) Bangunan pelimpah, pada keadaan tertentu ketinggian air bisa melebihi


batas ketinggian maksimal. Keadaan ini dapat membahayakan konstruksi
dam utama sehingga perlu dibangun suatu bangunan pelimpah untuk
mengurangi debit air tersebut. Konstruksi bangunan pelimpah terbuat dari
beton, urugan batu, urugan tanah atau gabungan dari ketiganya.

Gambar 8.40 Bangunan Pelimpah

VIII - 52
e) Dam sisi, disebabkan oleh kontur tanah yang tidak rata ketinggiannya maka
pada kawasan tertentu yang kontur tanahnya lebih rendah dari ketinggian air
harus dibangun suatu dam sisi yang konstruksinya dapat terbuat dari seperti
dijelaskan pada dam utama.
Gambar 8.41 Dam Sisi

f) In Take atau pintu pengambil air, suatu konstruksi khusus tempat masuknya
air dari bendungan air ke terowongan spill way atau terowongan head dress.
Konstruksi dari beton.
Gambar 8.42 In Take Atau Pintu Pengambil Air

g) Tailrace outlate atau pintu keluar saluran akhir, suatu konstruksi khusus
tempat keluarnya air dari spillway atau air buangan power house. Konstruksi
dari beton.
Gambar 8.43 Tailrace Outlate

h) Switch yard, suatu area yang di atasnya terdapat konstruksi tiang-tiang listrik
berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan tegangan listrik atau
transformer terdapat pada bendungan air pembangkit listrik.

VIII - 53
Gambar 8.44 Switch Yard

2) Bangunan pendukung atau secondary building, yaitu bangunan yang berfungsi


sebagai pendukung dari bangunan struktur utama sehingga memungkinkan
bendungan air dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Bangunan dalam
kelompok ini memiliki bentuk fisik yang sama seperti bangunan-bangunan sejenis
lainnya. Yang termasuk dalam bangunan pendukung adalah : kantor, gudang,
bengkel, bangunan kontrol, perpustakaan, musholla, perumahan, pos satpam.
Konstruksi teknik dari bangunan tersebut diatas adalah bergantung kepada jenis
desain dan keperluan. Namun secara umum konstruksi utamanya adalah dari
beton. Selain itu dalam keperluan penilaian terdapat beberapa fasilitas yang
harus pula didata diantaranya adalah : Jalan lingkungan, pagar, daya listrik yang
digunakan, perkerasan, genset, ac. central, ac. window dan ac. split.

8.6. GAMBAR-GAMBAR LAINNYA TERKAIT DENGAN PELABUHAN LAUT

Gambar 8.45 Break Water Batu Buatan

VIII - 54
Gambar 8.46 Break Water Pemecah Gelombang Sisi Miring Dengan Serangan Gelombang Pada Satu Sisi

Gambar 8.47 Break Water Pemecah Gelombang Sisi Miring Dengan Serangan Gelombang Pada Kedua Sisi

VIII - 55
Gambar 8.48 Rambu Suar

Gambar 8.49 Pelabuhan Laut Kapal Barang Curah

Gambar 8.50 Pelabuhan Laut Kapal Barang Potongan (General Cargo)

VIII - 56
Gambar 8.51 Pelabuhan Laut Kapal Penumpang

Gambar 8.52 Pelabuhan Laut Kapal Peti Kemas

Gambar 8.53 Contoh Lay-Out Pelabuhan Laut Kapal Minyak

VIII - 57
Gambar 8.54 Pelabuhan Laut Kapal Ikan Cilacap

8.7. PERSIAPAN PENILAIAN

Sebelum melakukan penilaian atas suatu properti, penilai melakukan beberapa


persiapan-persiapan awal termasuk dokumen-dokumen awal yang dibutuhkan antara
lain:
1) Surat permohonan penilaian dari pengguna jasa
2) Alamat administratif / posisi dan letak properti;
3) Contact person yang dapat dihubungi;
4) Surat tugas
5) Perlengkapan pembantu penilai yaitu: kamera (still camera), alat pengukur
jarak/meter, GPS (global positioning system), alat tulis menulis, dan alat perekam
data lainnya;
6) Kelengkapan kostum dan peralatan pengaman/pendukung lainnya seperti helm
pengaman, rompi, selalu mengenakan lengan panjang, safety boots,
7) Beberapa perlengkapan standar keamanan yang sebaiknya penilai persiapkan
sebelum melakukan penilaian Bendungan air:
i) Pelindung kepala (head protection)
ii) Pelindung muka dan mata (face and eye protection)

VIII - 58
iii) Pelindung pendengaran (hearing protection)
iv) Pelindung pernapasan (respiratory protection)
v) Pelindung tangan (hand protection)
vi) Pelindung badan (body protection)
vii) Pelindung kaki (foot protection)
viii) Pengaman jatuh (fall protection products)
ix) P3k (first aid products)
8) Surat-surat perijinan untuk mengakses properti;
9) Daftar inventaris properti;
10) Data teknis properti , misalnya;
a) pelabuhan laut,
b) untuk bendungan air, meliputi volume waduk, tujuan pembangunan waduk,
luas catchment area, luas area sawah yang terlayani, umur bendungan air
11) Gambar/denah bangunan utama dan gambar lain yang mendukung.

8.8. PELAKSANAAN PENILAIAN

Proses penilaian properti khusus meliputi:


1) Identifikasi permohonan penilaian yang dilaksanakan dengan melakukan analisis
atas permohonan. Identifikasi dimaksud meliputi tetapi tidak terbatas pada:
a) identifikasi aspek fisik, aspek hukum dan aspek ekonomi atas obyek yang
dinilai;
b) basis nilai yang digunakan;
c) tanggal penilaian;
d) uraian ruang lingkup penilaian; dan
e) kondisi yang membatasi lainnya.
2) Menentukan tujuan penilaian yang dilakukan dengan mempertimbangkan
permohonan pengguna jasa.
3) Pengumpulan data awal yaitu mengumpulkan data dan informasi obyek penilaian
berupa antara lain:
a) Data tentang komponen-komponan properti : tanah, bangunan dan fasilitas-
fasilitas pendukung;
b) Harga satuan bangunan khusus dan fasilitas lainnya;
c) Semua data ini dikumpulkan sebelum melakukan survei ke lokasi, sehingga
pada saat survei nanti penilai tinggal mencocokkan data awal dengan
kenyataan di lapangan;

VIII - 59
4) Survei lapangan:
i) Survei lapangan untuk meneliti kebenaran data awal dan melengkapi data
lain yang dianggap perlu.
ii) Survei lapangan dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) orang anggota tim penilai.
iii) Dalam hal penilai tidak dapat melakukan survei lapangan, harus dinyatakan
secara tegas dalam Berita Acara Survei Lapangan.
iv) Data terdiri atas data umum dan data khusus. Analisis data dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah keilmuan yang terkait. Analisis data meliputi
tetapi tidak terbatas pada :
i) analisis pasar;
ii) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas obyek penilaian
v) Analisis data meliputi tetapi tidak terbatas pada
i) analisis pendahuluan;
ii) perencanaan kerja;
iii) pengumpulan data;
iv) analisis data;
v) analisis pasar ;
vi) analisis kegunaan tertinggi dan terbaik atas obyek penilaian.
vi) Menentukan pendekatan penilaian yaitu dengan menggunakan pendekatan:
i) perbandingan data pasar;
ii) kapitalisasi pendapatan;
iii) kalkulasi biaya; dan/atau
iv) pendekatan lainnya/gabungan ketiga pendekatan di atas
Untuk penilaian bendungan air pendekatan yang lazim dipakai adalah
pendekatan kalkulasi biaya. Namun, jika terdapat kegiatan layanan yang
dapat menghasilkan pendapatan, maka harus didata dan dianalisis.
Untuk penilaian pelabuhan laut pendekatan pendapatan dan kalkulasi
biaya, dapat dilakukan.
vii) Hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh penilai dalam melakukan
penilaian :
i) Penentuan daerah-daerah yang akan disurvei lengkap dengan jadwalnya
masing-masing. Hal ini perlu diperhatikan karena tidak semua area di
Bendungan air dapat diakses begitu saja, akan tetapi membutuhkan
perijinan khusus yang juga harus disesuaikan dengan waktu survei yang
diperbolehkan oleh pihak pengelola.
ii) Jika dianggap perlu, penilai dapat meminta pendamping yang menguasai
pengetahuan teknis tentang Bendungan air yang dinilai;

VIII - 60
Pendapat ahli di bidang tertentu yang tidak dimiliki penilai dalam melakukan
penilaian seperti, pendapat ahli dalam menentukan ketebalan dan umur bendungan
air, atau umur mesin-mesin pendukungnya, dan sebagainya, dapat diambil sebagai
rujukan pendapat.

Penilaian barang milik negara/daerah diperlukan dalam rangka mendapatkan nilai


wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nilai wajar atas barang milik
negara/daerah yang diperoleh dari penilaian ini merupakan unsur penting dalam
rangka penyusunan neraca pemerintah.

8.9. METODE PENILAIAN

Metode penilaian yang diterapkan dalam melakukan penilaian adalah :


1) Pendekatan Pasar
Nilai Pasar didapatkan dengan membandingkan data penawaran/penjualan dari
properti yang sejenis. Pendekatan ini relatif mudah digunakan apabila data
tersedia dengan baik. Untuk pelabuhan laut dan bendungan air, hampir tidak ada
data pasar yang sejenis karena letak dan fungsi layanan pelabuhan laut yang
berbeda atau karena memang tidak ada transaksi sama sekali.
2) Pendekatan Biaya
Nilai properti diperoleh dari Nilai Tanah ditambah Nilai Bangunan dan
Perlengkapannya.
3) Pendekatan Pendapatan
Pendekatan pendapatan merupakan pendekatan yang cukup teliti untuk
menetukan nilai dari properti dan sarana perlengkapannya. Pendekatan ini dapat
diterapkan untuk pelabuhan laut yang bersifat pelabuhan laut yang diusahakan.
Yang perlu diperhatikan dalam penilaian dengan pendekatan kapitalisasi
pendapatan adalah menentukan jenis-jenis asset yang ada di pelabuhan laut
yang termasuk dalam penilaian.

8.9.1. Prosedur Penilaian


Penilaian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut;
1) Pengenalan masalah, yakni dengan melakukan pendataan dan memahami hal
berikut;
a) memahami pemberi tugas dan latar belakang penugasannya
b) tujuan dilakukannya penilaian, termasuk basis nilai yang digunakan.
c) Tanggal penilaian dilakukan

VIII - 61
d) Mengidentifikasikan karakteristik dari properti khusus, termasuk lokasi dan
perijinan serta kepemilikan dari properti.
e) asumsi-asumsi khusus yang dipertimbangkan
f) kondisi jaminan
2) Pembatasan lingkup penugasan
3) Penggalian data dan deskripsi dari properti;
a) Data umum tentang lokasi properti sehubungan dengan minat pasar,
termasuk karakteristik daerah, kota atau lingkungan.
b) Data khusus tentang properti dimaksud seperti karakteristik khusus dari
bagian – bagian properti, tanah, bangunan, mesin dan peralatan.
c) Data pasar tentang penjualan, penawaran, biaya lokal, depresiasi, potensi
pendapatan dan komponen pengeluaran, dan lain-lain bila ada dan
memungkinkan.
4) Analisis data, baik data pasar mau pun berdasarkan HBU
5) Menyusun opini nilai tanah
6) Penggunakan pendekatan penilaian untuk menentukan nilai dengan pendekatan
biaya, pendekatan pasar, dan atau pendekatan pendapatan.
7) Rekonsiliasi dari indikasi nilai dan menentukan nilai akhir
8) Pembuatan laporan atas nilai yang dihasilkan.

VIII - 62
Gambar 8.55 Bagan Alir Tahapan Penilaian

Mulai

Pengumpulan Data

Data Harga Satuan


Data Lahan Proyek Data Proyek
1. Daftar Harga Material
1. Data Kependudukan 1. Gambar Konstruksi Bendungan air
2. Daftar Sewa/Beli Alat Berat
2. Peta Tata Guna Lahan 2. Kondisi dan fungsi
3. Daftar Upah Tenaga Kerja

Perhitungan Volume Perhitungan Volume


Lahan Pembebasan - Pekerjaan &
Relokasi Lahan - Analisis Harga Satuan
Resettlement Pekerjaan

Hasil Analisis
1. BoQ
2. Harga Satuan

Perhitungan Rencana
Anggaran Biaya (RAB)

Hasil Perhitungan
1. RAB (Biaya Konstruksi)

Depresiasi Analisis Biaya Tidak Langsung


( Fungsi, Fisik, Eksternal) 1. Biaya Administrasi
Biaya Langsung
2. Biaya konsultansi
3. Biaya Tak Terduga

Biaya Pembebasan Lahan Replacement Cost


New

DRC = RCN -
Depresiasi

NILAI

8.9.2. Langkah-langkah Untuk Melakukan Penilaian Pelabuhan Laut Dengan


Pendekatan Kalkulasi Biaya
Ada empat langkah utama dalam melakukan penilaian pelabuhan laut dengan
pendekatan biaya :
1) Menentukan ketegasan dari tujuan penilaian
2) Pengumpulan data
3) Analisis data
4) Proses penilaian

Langkah ke 1 : Menentukan ketegasan dari tujuan penilaian


Pada bagian ini Penilai perlu lebih mendapat kejelasan atas tujuan penilaian dan
lingkup kerja penilaian. Pada bagian ini juga diperlukan penjelasan atas kondisi
pelabuhan laut yang akan dinilai disertai fasilitas penunjangnya. Penilai
mengumpulkan data minimum yang menyangkut aset-aset yang ada dalam
pelabuhan laut.

VIII - 63
Langkah ke 2 : Pengumpulan data
Data ini biasanya terdiri dari : gambar situasi pelabuhan laut, gambar denah
bangunan dan gambar konstruksinya. Material yang digunakan dan surat-surat
kepemilikan tanah, surat ijin mendirikan bangunan serta surat-surat ijin lainnya yang
berhubungan dengan pelabuhan laut. Data ini sebaiknya diperoleh penilai pada saat
pekerjaan penilaian akan dimulai atau pada dimulainya kunjungan ke lapangan. Data
ini biasanya dapat dipercaya dan tidak bersifat subyektif. Perlu diingat data yang
menjadi patokan utama adalah :
1) Site Plan yang menunjukkan batas wilayah kerja baik darat maupun perairan
serta gambaran dermaga dan tata letak bangunan-bangunan yang ada.
2) Gambar potongan jetti (termasuk trestel), kade, breasting dolphin, pelataran peti
kemas, break water, fender dan bolard.
3) Gambar tampak terminal dan gudang.
Selain itu perlu juga didapatkan izin untuk survei lapangan dan pengambilan foto
atau dokumentasi.

Data dari lapangan biasanya terdiri dari :


1) Data dari lokasi pelabuhan laut yang meliputi lay out pelabuhan laut, data
fasilitas-fasilitas pelabuhan laut, kondisi keamanan, bangunan-bangunan
pelengkap pelabuhan laut dan peralatan pelabuhan laut.
2) Data fisik dan spesifik dari pelabuhan laut yang meliputi bangunan, sarana
pelengkap lainnya pendukung sarana pelabuhan laut.
3) Informasi dan karakteristik lainnya yang mempengaruhi dimensi pelabuhan laut.
Contoh formulir pendataan berikut ini dipisahkan data bangunan yang khusus dan
utama. Bangunan khusus disini dilihat dari segi konstruksi dimana bangunan ini
berupa dermaga dan kelengkapannya yang seharusnya dipisahkan karena
perbedaan konstruksi. Bangunan utama diartikan sebagai bangunan dengan
konstruksi lengkap dimana ada lantai, dinding dan atap. Selain itu untuk kelengkapan
data ditampung segala fasilitas yang mendukung fungsi pelabuhan laut di formulir
fasilitas.

Tabel 8.5 Contoh Formular Pendataan Bangunan Khusus


Luas Konstruksi/
Keterangan
No. Bangunan Jumlah Kondisi Material
Lainnya
Volume Umum
1 Break Water
2 Jetty
3 Trestel
4 Fender
5 Bolard
6 Dock
7 Breasting Dolphin
8 Mooring Dolphin

VIII - 64
Tabel 8.6 Contoh Formular Pendataan Bangunan Utama

Material
Konstruksi/
No. Bangunan Luas (m2)
Kondisi Umum
Lantai Langit2 Atap Dinding
1 Terminal
Penumpang
2 Gudang
3 Bangunan
Syah Bandar
4 Kantor Utama
5 Kantor Agen Pelayaran
6 Dan lain-lain

Tabel 8.7 Contoh Formular Pendataan Fasilitas Bangunan Yang Diperhitungkan


Luas/Brt./Panjang/
No. Jenis Fasilitas Bangunan Keterangan/Kondisi
Volume
1
2
3
4

Langkah ke 3 : Analisis Data


Analisis data ini meliputi analisis data dari sumber data yang diperoleh penilai untuk
menilai. Dari data ini penilai menentukan beberapa parameter sebagai persiapan
dalam penilaian, antara lain :
1) Membuat harga satuan bahan
2) Mengumpulkan informasi lain seperti : jetty/dermaga, fender, alat penambat, dll.
3) Menghitung nilai bangunan ditambah fasilitas yang ada dengan menggunakan
DKPB seperti bangunan gudang, kantor, dan lain-lain.
4) Menghitung penyusutan

Langkah ke 4 : Proses Penilaian


Secara garis besar dalam menentukan nilai pelabuhan laut dengan metode biaya
perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Perhitungan kuantitas
Hal ini berdasarkan data lapangan yang diperoleh dan gambar teknis yang ada.
Sehingga kembali dilihat lembar formulir pendataan dan menentukan secara
halus kuantiti sebagaimana satuan di kolom kedua formulir tersebut.
2) Penentuan harga per satuan
Sebelum memperoleh harga per satuan kuantiti harus diperhatikan material yang
digunakan pada tiap-tiap jenis konstruksi. Hal ini berkaitan dengan keunikan
bangunan dan konstruksi di pelabuhan laut terutama pada konstruksi pada
bangunan khusus (seperti di formulir pendataan).
Dalam penentuan harga tersebut harus diperhatikan :

VIII - 65
a) Merupakan harga terpasang (termasuk upah, keuntungan pemborong, inflasi,
bunga atas pinjaman dan PPN).
b) Adanya analisis faktor perencanaan.
c) Adanya pertimbangan faktor kesulitan dibandingkan dengan keadaan di
lapangan.
3) Penentuan penyusutan
Dalam formulir pendataan telah ada perkiraan kondisi terlihat di lapangan. Untuk
itu bisa dipertimbangkan kondisi tersebut sebagai faktor penyusut fisik. Untuk itu
perlu pertimbangan lain yang mempertimbangkan faktor penyusutan lainnya
seperti fungsi dan ekonomi. Penyusutan sangat kentara dalam konstruksi jetty,
bolard dan fender. Karena bagian ini berhubungan langsung dengan laut dan
kapal.
Terdapat 2 (dua) penyusutan yang terjadi pada pelabuhan laut, yaitu penyusutan
karena fungsi pelabuhan laut tersebut dan penyusutan karena kerusakan atau
akibat usia pelabuhan laut tersebut.
a) Penyusutan fisik dan umur
Penyusutan yang terjadi pada pelabuhan laut, menurut usia fisik dan usia
ekonomis menurut Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan
perencanaan di lapangan, adalah sebagai berikut:

Tabel 8.8 Penyusutan Fisik dan Umur Menurut MAPPI

MAPPI Perencanaan
No. Item
Ekonomis Fisik Ekonomis Fisik
(Tahun) (Tahun) (Tahun) (Tahun)
1. Breakwater 12 17 20 30
2. Dermaga 14 20 20 30
3. Revetment 12 17 20 30
4. Fender 5 7 10 15
5. Bollard 5 7 10 15
6. Breasting Dolphin 12 17 10 15
7. Peralatan Navigasi 10 15 10 15
8. Peralatan Komunikasi 10 15 10 15
9. Tug Boat/ Kapal Tunda 12 17 20 25
10. Pilot Boat/ Kapal Pandu 12 17 20 25
11. Pengerukan*) - - - -
12. Reklamasi*) - - - -
*
) Proses pengerjaan yang tidak terkena penyusutan.

b) Penyusutan fungsi
Penyusutan fungsi terjadi karena adanya penurunan fungsi pelabuhan laut,
seperti:
i) Persaingan/ pembukaan pelabuhan laut baru
Penyusutan ini terjadi apabila ada pembukaan pelabuhan laut baru yang
akan mengakibatkan menurunnya fungsi pelabuhan laut tersebut, akibat
berkurangnya muatan yang ditangani.

VIII - 66
ii) Sertifikasi
Permasalahan ini terjadi pada pelabuhan laut dengan kelas internasional
atau hub-internasional. Sejak diberlakukan International Ship and Port
Security (ISPS) Code oleh International Maritime Organization (IMO)
setiap pelabuhan laut internasional diwajibkan mengimplementasikan
ISPS Code. Sehingga apabila tidak diimplementasikan, kapal-kapal
internasional tidak diperbolehkan menyinggahi pelabuhan laut tersebut
sehingga mengakibatkan terjadi penurunan fungsi dari pelabuhan laut.
iii) Hirarki pelabuhan laut
Penurunan/ Kenaikan hirarki suatu pelabuhan laut ditentukan oleh suatu
Keputusan Menteri, sehingga apabila terjadi perubahan penurunan
pelabuhan laut, maka pelabuhan laut tersebut akan kehilangan atau
penyusutan.
iv) Pendangkalan/ sedimentasi
Apabila terjadi pendangkalan disekitar pelabuhan laut akibat sedimentasi
atau lainnya, sehingga mengakibatkan pelabuhan laut tersebut
mengalami penurunan layanan disebabkan karena kapal tidak dapat
memasuki pelabuhan laut tersebut.
4) Penentuan nilai akhir
Sebagaimana metode biaya, maka harga baru akan dikurangi dengan
penyusutan yang menghasilkan nilai sehat yang kemudian akan ditambah
dengan nilai tanah sesuai SE yang mengatur dan nilai pasaran (ZNT) di kawasan
tersebut. Nilai ini harus merupakan hasil pertimbangan akibat faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai dan merupakan nilai keseluruhan suatu unit/kesatuan suatu
pelabuhan laut. Jadi nilai tersebut dalam asumsinya tidak bisa dipisah-pisahkan.

Contoh Penilaian Pelabuhan Laut Dengan Pendekatan Biaya


Keadaan bangunan Pelabuhan laut milik PT.X secara umum baik karena
pemeliharaan sesuai dengan keperluannya namun ada bagian yang tak terawat
karena umur. Di bawah ini adalah keterangan dari unit bangunan yang merupakan
obyek penilaian.

Tabel 8.9 Contoh Daftar Bangunan-Penilaian Pelabuhan Laut Dengan Pendekatan Biaya
Luas Material
Konstruksi/
(m2)
No. Bangunan Kondisi
Umum Lantai Langit Atap Dinding

Triplek
Multiplek, Bata
Gedung Kantor dan Lapis
1 3.980 Beton/Baik Keramik Dak Lapis,
Parkir (5 Lantai) Wall
Wall Paper
Paper
Batu Bata,
2 Terminal Penumpang 3.756 Beton/Baik Teraso Triplek Spandek
Plester, Kaca

VIII - 67
Luas Material
Konstruksi/
(m2)
No. Bangunan Kondisi
Umum Lantai Langit Atap Dinding

3 Gudang (5 Unit) 20.000 Baja/Baik Beton - Spandek Beton


Beton/ Batu Bata,
4 Bangunan Syah Bandar 1.380 Semen - Asbes
Sedang Plester
5 Perkerasan
- Aspal Aspal
- Beton Beton Beton
- Paving Blok Paving
6 Reservoir Beton/Baik Beton
Gudang Persediaan Batu
7 480 Baja/Jelek - Seng Batu Bata
Barang Palimanan
8 Bengkel dan lain-lain 1.072 Baja/Sedang Beton Triplek Seng Batu Bata
Beton, Kayu/
9 Bangunan Gudang Lama 2.400 Beyon - Seng Batu Bata
Sedang
Batu Kali/
10 Break Water Batu Kali
Sedang
11 Dermaga Negara 372 Beton/Baik Beton
12 Dermaga/Kade Beton/Baik Beton
Total 33.440

Tabel 8.10 Contoh Daftar Fasilitas-Penilaian Pelabuhan Laut Dengan Pendekatan Biaya
Luas/Berat/
No. Jenis Fasilitas Bangunan Keterangan/Kondisi
Panjang/Volume
1 Perkerasan 36.400 m2 Aspal, Baik
2 Perkerasan 32.700 m2 Beton, Baik
3 Perkerasan 14.600 m2 Paving Block, Baik
4 Genset 225 KVA Berfungsi, Baik
5 AC Window 2 PK 1 Unit, Baik
6 AC Split 2PK 10 Unit, Baik
7 Lift Orang 850 Kg 2 Unit, Baik

Penilaian untuk pelabuhan laut milik PT X adalah sebagai berikut :


Tabel 8.11 Contoh Penilaian Pelabuhan Laut Dengan Pendekatan Biaya
Satuan Nilai (setelah penyusutan) per m2 Total Nilai
No. Bangunan
(m2) (Rp.000) (Rp.000)
3.980
Gedung Kantor dan Parkir (5
1 970 3.862.370
Lantai)
2 Terminal Penumpang 3.756 360 1.354.512
3 Gudang (5 Unit) 20.000 325 6.507.330
4 Bangunan Syah Bandar 1.380 382 527.850
5 Perkerasan
- Aspal 491.400
- Beton 784.800
- Paving Block 408.800
6 Reservoir 264.595
7 Gudang Persediaan Barang 480 332 159.600
8 Bengkel dan lain-lain 1.072 246 263.920
9 Bangunan Gudang Lama 2.400 122 294.000
10 Break Water 14.076.216
11 Dermaga Negara 372 952 354.144
12 Dermaga/Kade 0 22.712.274
Nilai Bangunan 33.440 1.556 52.061.811

VIII - 68
Tabel 8.12 Contoh Penentuan Nilai Pelabuhan laut Dengan Pendekatan Biaya
Luas (m2) NPW/m2 Klasifikasi Nilai Pelabuhan laut (Rp.000,-)
(Rp.000,-) Kelas Per m2 Jumlah

B. Darat 202.780 1.416 12 1.416 287.136.480


Per. 1 46.980 3,5 3,5 164.430
Per. 2 148.770 0,66 0,66 98.188
Per. 3 7.022.277 0,04 0,0 280.291
Bangunan 33.440 1.556,87 00 52.061.732
Nilai Pelabuhan laut 339.741.722

Contoh Perhitungan Biaya Pembangunan Pelabuhan Laut Maringgai Provinsi


Lampung Tahun 2002

Tabel 8.13 Contoh Perhitungan Biaya Pembangunan Pelabuhan Laut Maringgai Provinsi Lampung Tahun 2002
Untuk Fasilitas Laut dan Darat

No Jenis Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Biaya

A Fasilitas Laut

1 Breakwater M3 566,699.46 138.071 78,244,988,166.62

2 Pengerukan M3 3,689,738.60 27,214 100,411,624,642.16

3 Dermaga M3 39,810.72 1,909,807 76,040,990,531.04

4 Reklamasi M3 1,120,000.00 60,135 67,351,200,000.00

5 Revetment M3 121,500.00 79,971 9,716,495,192.31

6 Fender Buah 35 5,000,000 175,000,000.00

7 Bollard Buah 25 2,000,000 50,000,000.00

8 Breasting Dolphin Buah 6 250,000,000 1,500,000,000.00

9 Peralatan Navigasi Buah 14 200,000,000 2,800,000,000.00

10 Tug Boat Unit 4 4,000,000,000 16,000,000,000.00

11 Kapal Pandu Unit 2 1,000,000,000 2,000,000,000.00

12 Peralatan Komunikasi unit 1 500,000,000 500,000,000.00

Total 354,790,298,532.13

B Fasilitas Darat

13 Parkir Kendaraan Kantor M2 3500 350,000 1,225,000,000.00

14 Parkir Kendaraan Dermaga M2 25,000 350,000 8,750,000,000.00

15 Lahan Tunggu Truk M2 2567 500,000 1,283,500,000.00

16 Lahan Tunggu Mobil Pribadi M2 1000 350,000 350,000,000.00

17 Lahan Ruang Tunggu Penum M2 1000 1,000,000 1,000,000,000.00

18 Kantor Terminal Penumpang M2 252 2,200,000 554,400,000.00

19 Lahan Pemadam Kebakaran M2 840 1,200,000 1,008,000,000.00

VIII - 69
No Jenis Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Biaya

20 Mobil Pemadam Kebakaran unit 5 1,000,000,000 5,000,000,000.00

21 Gedung Fas. Umum M2 1680 2,200,000 3,696,000,000.00

22 Inst. Pengolahan Limbah M2 100 1,200,000 120,000,000.00

23 Instalasi Listrik Unit 6 300,000,000 1,800,000,000.00

24 Instalasi Air Bersih Unit 4 200,000,000 800,000,000.00

25 Open Storage M2 30,000 1,200,000 36,000,000,000.00

26 Warehouse M2 10,000 2,000,000 20,000,000,000.00

27 Transhit Shed M2 80,500 1,200,000 96,600,000,000.00

28 Parkir Truck M2 70,000 1,200,000 84,000,000,000.00

29 Parkir Trailer M2 975 1,200,000 1,170,000,000.00

30 Parkir Forklift M2 3150 1,200,000 3,780,000,000.00

31 Pompa Bensin Unit 1 500,000,000 500,000,000.00

Total 267,636,900,000.00

Tabel 8.14 Contoh Perhitungan Biaya Pembangunan Pelabuhan Laut Maringgai Provinsi Lampung Tahun 2002
Untuk Fasilitas Bongkar Muat
No Jenis Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan Biaya
C FASILITAS BONGKAR MUAT
1 Mobil Crane 20 ton Unit 1 5,000,000,000 5,000,000,000
2 Mobil Crane 10 ton Unit 2 3, 000,000,000 6, 000,000,000
3 Forklift Truck 3 Ton Unit 10 750, 000,000 7,5000,000,000
4 Trailer Unit 3 250,000,000 750,000,000
Total 19,250, 000,000

8.9.3. Langkah-langkah Untuk Melakukan Penilaian Bendungan air Dengan


Pendekatan Kalkulasi Biaya
4 (empat) langkah utama dalam melakukan penilaian Bendungan air dengan
pendekatan biaya :
1) Menentukan ketegasan dari tujuan penilaian
2) Pengumpulan data
3) Analisis data
4) Proses penilaian

Proses Penilaian dengan Menggunakan Metode Biaya


Proses Penilaian Tanah
Untuk penilaian tanah digunakan nilai perolehan atau ganti rugi sebagai rujukan
perhitungan. Hal ini dilakukan untuk penilaian yang bertujuan sebagai laporan

VIII - 70
keuangan. Untuk penilaian yang bertujuan manajemen aset, maka tanah yang
berlokasi potensial pengembangan komersial harus diperhitungan sebagai aset yang
bisa dikembangkan secara komersial. Selanjutnya dibuat penyesuaian (adjustmen)
menurut kegunaannya, yaitu tanah untuk waduk, pengaman dan emplasemen.

Proses Penilaian Bangunan


Pada prinsipnya proses penilaian bangunan dengan metode biaya dilakukan dengan
cara menganalisis dan menghitung seluruh biaya yang perlu dikeluarkan untuk
membangun bangunan baru yang sejenis dari setiap bangunan yang ada di lokasi
obyek, yang kemudian dikurangi dengan penyusutan.

Untuk perhitungan biaya bangunan struktur utama, faktor kesulitan perlu


dipertimbangkan.
1) Bangunan Utama
Terlebih dahulu dilakukan analisis biaya masing-masing pekerjaan dengan
mendasarkan pada harga satuan seperti contoh berikut :
Tabel 8.15 Contoh Analisis Biaya Bangunan Utama Secara Umum
No. Pekerjaan Satuan Harga/Satuan (Rp)
1 Penggalian biasa m3
2 Penggalian batuan m3
3 Concrete (Beton) K 175 m3
4 Reinforcement Steel Kg
5 Structure steel Kg
6 Embarkment m3
7 Consolidation m

Tabel 8.16 Contoh Detil Analisis Biaya Bangunan Utama


Spesifikasi Bahan
No. Pekerjaan Volume Satuan Harga/Satuan Jumlah Total
& Upah
I Beton
1 Material Semen Zak
Split m3
Pasir m3
Bekesting m3
Sub Total
2 Upah Mandor
Kepala Tukang
Tukang Batu
Pekerja
Penyiraman
Penggetaran
Sub Total
Total

II Reinforcement Steel/Kg
1 Material Baja Kg
2 Upah Pembersihan
Total
III Steel Support/Kg
1 Material Baja Kg
2 Upah
Total
IV Consolidation

VIII - 71
Spesifikasi Bahan
No. Pekerjaan Volume Satuan Harga/Satuan Jumlah Total
& Upah
Grouting/Lubang/m
Pemboran m
Pasang Angker
Grouting
Total
V Penggalian Batuan/m3 Bahan Peledak m3
Penggalian (Batuan Cadas Penghalusan
Koef.2)
Transportasi
(pembuangan)
Total

Selanjutnya, harga satuan dikalikan dengan volume seperti terdapat pada


formulir pendataan dan penilaian bangunan struktur dan untuk perhitungan biaya
bangunan struktur utama, faktor kesulitan perlu dipertimbangkan.
2) Bangunan Masa Konstruksi
Penghitungan bangunan masa konstruksi adalah dengan berdasarkan nilai
permeter persegi masing-masing jenis bangunan seperti dalam DKPB pada
wilayah dimana bendungan air pembangkit listrik berada. Apabila perlu dapat
pula dihitung dengan menetukan harga satuan setiap jenis bangunan dengan
melibatkan semua biaya upah, materiel, jasa arsitek, transportasi yang sedang
berlaku dipasaran. Setelah harga satuan komponen bangunan didapatkan,
kemudian dikalikan dengan luas keseluruhan masing-masing jenis bangunan.
Hasil perkalian tersebut merupakan nilai baru dari bangunan. Untuk memperoleh
nilai sebenarnya bangunan nilai tersebut kemudian dikalikan dengan penyusutan.
3) Bangunan Penunjang
Penghitungan bangunan penunjang adalah dengan berdasarkan nilai permeter
persegi masing-masing jenis bangunan seperti dalam DKPB pada wilayah
dimana bendungan air pembangkit listrik berada. Apabila perlu dapat pula
dihitung dengan menetukan harga satuan setiap jenis bangunan dengan
melibatkan semua biaya upah, materiel, jasa arsitek, transportasi yang sedang
berlaku dipasaran. Setelah harga satuan komponen bangunan didapatkan,
kemudian dikalikan dengan luas keseluruhan masing-masing jenis bangunan.
Hasil perkalian tersebut merupakan nilai baru dari bangunan. Untuk memperoleh
nilai sebenarnya bangunan nilai tersebut kemudian dikalikan dengan penyusutan.
4) Fasilitas Bangunan
Adapun nilai fasilitas bangunan adalah berdasarkan nilai sesuai pada DKPB
masing-masing jenis fasilitas pada wilayah masing-masing dimana bendungan
air pembangkit listrik terletak.
5) Penentuan umur efektif atau penyusutan

VIII - 72
Tabel 8.17 Umur Efektif Bangunan
No Jenis Bangunan Umur Efektif (Tahun)
1 BENDUNGAN AIR
- Bendungan air Tanah 100
- Bendungan air Beton Bertulang 100
2 IN TAKE 50
- Konstruksi Baja 60
3 SPILLWAY
- Dinding Saluran Beton 100
4 SALURAN
- Terowongan 100
- Galian Saluran 100
- Pasangan Saluran 50
- Saluran Beton 75
- Pipa Baja 50
- Pipa Beton 40
- Pipa Kayu 30
- Surge Tank Baja 50
5 GEDUNG SENTRAL
I. Bagian Bawah (Substructure)
- Konstruksi Baja, Beton Bertulang 100
- Tangga 50
- Lantai 20
II. Bagian Atas (Superstructure)
- Konstruksi Baja, Beton Bertulang 100
JALAN UMUM
- Galian 100
Sumber Data : ‘Tenaga Air”, oleh O.F. PATTY, hal. 7

6) Metode Penyusutan
Penyusutan fisik diperhitungkan dengan metode peningkatan seimbang
(Decreasing Balance Method) dengan asumsi :
7) Nilai Sisa pada akhir umur efektif adalah 30 %
8) Setiap 10 tahun dianggap ada pekerjaan renovasi.

Langkah ke 1 : Menentukan ketegasan dari tujuan penilaian


Pada bagian ini penilai perlu lebih mendapat kejelasan atas tujuan penilaian dan
lingkup kerja penilaian. Pada bagian ini juga diperlukan penjelasan atas kondisi
Bendungan air yang akan dinilai disertai fasilitas penunjangnya. Penilai
mengumpulkan data minimum yang menyangkut aset-aset yang ada dalam
Bendungan air.

Langkah ke 2 : Pengumpulan data


Data ini sebaiknya terdiri dari : gambar situasi bendungan air, gambar denah masing-
masing bangunan dan gambar konstruksinya, data material yang digunakan, surat-
surat kepemilikan tanah, surat ijin mendirikan bangunan serta surat-surat ijin lainnya
yang berhubungan dengan bendungan air. Data ini sebaiknya diperoleh penilai pada
saat pekerjaan penilaian akan dimulai atau pada dimulainya kunjungan ke lapangan.
Data ini biasanya dapat dipercaya dan tidak bersifat subyektif. Perlu diingat data
yang menjadi patokan utama adalah :
1) Site plan yang menunjukkan batas wilayah kerja dan tata letak bangunan-
bangunan yang ada.

VIII - 73
2) Gambar main dam dan coffer dam, tunnel, power house, bangunan pelimpah,
dam sisi, in take, tailrace outlate, switch yard.
3) Gambar tampak bangunan pendukung.
Selain itu perlu juga didapatkan izin untuk survei lapangan dan pengambilan foto
atau dokumentasi.
Data dari lapangan terdiri dari :
1) Data dari lokasi bendungan air yang meliputi lay out bendungan air, data fasilitas-
fasilitas bendungan air, kondisi keamanan, bangunan-bangunan pelengkap
Bendungan air dan peralatan bendungan air.
2) Data fisik dan spesifik dari bendungan air yang meliputi bangunan, sarana
pelengkap lainnya pendukung sarana bendungan air.
3) Informasi dan karakteristik lainnya yang mempengaruhi dimensi bendungan air.

Contoh formulir pendataan:


Tabel 8.18 Contoh Formulir Pendataan Bangunan Khusus
Tipe Lebar Dimensi,
Bahan Kondisi Keterangan
No. Bangunan Dan Tinggi, Panjang Elevasi
Puncak Dasar Utama Umum Lainnya
Bentuk Diameter
1 Saluran Pengelak * * * * *
2 Coffer Dam * * * * * * *
Bendungan air
3 * * * * * * *
Utama
4
5
6
7
8

Tabel 8.19 Contoh Formulir Pendataan Bangunan Penunjang

Material
Konstruksi/ Tahun
No. Bangunan Luas (m2)
Kondisi Umum Bangun
Lantai Langit2 Atap Dinding
1 Kantor Pengelola
2 Gudang
3 Rumah Pompa
4 Power Room
5 Rumah Dinas
6 Laboratorium
7 Dan lain-lain

Tabel 8.20 Contoh Formulir Pendataan Fasilitas Bangunan Yang Diperhitungkan


Jenis Fasilitas Luas/Brt./Panjang/ Material Tahun
No. Keterangan/Kondisi
Bangunan Volume Utama Bangun
1
2
3
4
5
6

VIII - 74
Langkah ke 3 : Analisis Data
Analisis data ini meliputi analisis data dari sumber data yang diperoleh penilai untuk
menilai. Dari data ini penilai menentukan beberapa parameter sebagai persiapan
dalam penilaian, antara lain :
1) Membuat harga satuan bahan
2) Mengumpulkan informasi lain seperti :
3) Menghitung RCN bangunan khusus bendungan air dengan mengacu pada
contoh lampiran.
4) Menghitung RCN bangunan penunjang dan fasilitas yang ada dengan
menggunakan DKPB seperti bangunan gudang, kantor, dll.
5) Menghitung penyusutan berdasarkan pada data dan kondisi.

Langkah ke 4 : Proses Penilaian


Secara garis besar dalam menentukan nilai bendungan air dengan metode biaya
perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Perhitungan volume
Hal ini berdasarkan data lapangan yang diperoleh dan gambar teknis yang ada.
Perlu diperhatikan satuan volumenya, sehingga sesuai dengan harga satuan
bahan.
2) Penentuan harga per satuan
Sebelum memperoleh harga per satuan volume, harus diperhatikan material
yang digunakan pada tiap-tiap jenis konstruksi. Hal ini berkaitan dengan
keunikan bangunan dan konstruksi bendungan air.
Dalam penentuan harga tersebut harus diperhatikan :
a. Merupakan harga terpasang (termasuk upah, keuntungan pemborong, inflasi,
bunga atas pinjaman dan PPN).
b. Adanya faktor perencanaan.
c. Adanya pertimbangan faktor kesulitan dibandingkan dengan keadaan di
lapangan.
3) Penentuan penyusutan
Dalam formulir pendataan telah ada perkiraan kondisi terlihat di lapangan. Untuk
itu bisa dipertimbangkan kondisi tersebut sebagai faktor penyusut fisik. Untuk itu
perlu pertimbangan lain yang mempertimbangkan faktor penyusutan lainnya
seperti fungsi dan ekonomi.
Data yang diperoleh di lapangan yang berhubungan dengan fungsi dan kapasitas
bendungan air harus dicek silang dengan instansi lain yang terkait.

VIII - 75
4) Penentuan nilai akhir
Sebagaimana metode biaya, maka harga baru (RCN) akan dikurangi dengan
penyusutan yang menghasilkan nilai yang kemudian akan ditambah dengan nilai
tanah sesuai SE yang mengatur dan nilai pasaran (ZNT) di kawasan tersebut.
Nilai ini harus merupakan hasil pertimbangan akibat faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai dan merupakan nilai keseluruhan suatu unit/kesatuan suatu
bendungan air. Jadi nilai tersebut dalam asumsinya tidak bisa dipisah-pisahkan.

Contoh Penilaian Bendungan Air Dengan Pendekatan Biaya


Tabel 8.21 Contoh Hasil Penilaian PLTA Sektor Cirata
Luas Nilai/m2 Nilai Jumlah
No. Jenis
(m2) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
I TANAH
1 Bumi untuk waduk 9.049.108 2 22.170.313
Bumi tidak diperlukan untuk operasi
2 2.869.609 5 14.348.045
(pengaman)
3 Bumi untuk Emplasement
992.765 48 47.652.720
Sub Total 84.171.078
II BANGUNAN
1 Kantor Utama Cirata 1.092 799 873.121
2 Kantor Pengkontrol 2.330 747 1.740.635
3 Gudang Mesin 300 380 114.162
4 Gudang Belakang
240 405 97.320
5 Workshop (Bengkel)
288 369 106.390
6 Konstruksi Shelter
300 180 54.270
7 Parkir Area 540 325 175.518
8 Pos Satpam 12 253 3.046
9 Mesjid 182 383 69.852
10 Rumah Type 50 (10 unit)
500 283 141.900
11 Gedung Serba Guna
160 282 45.152
12 Gedung Pusat Pengendali
1.527 579 885.202
13 Pos Jaga PST Pengendali
63 209 13.211
14 Fasilitas
Dam/Spillway 227.695.976
Water Conductor System and
226.833.889
Powerhouse
Penstock 12.709.005
Gates, Screen, Valves
7.698.536
JUMLAH 7.534 479.257.184
Nilai Pasar Wajar 7.534 63.612 479.257.184 479.257.184
Nilai Pasar Tanah dan Bangunan 563.428.263

Contoh Analisis Ekonomi


Analisis Prakiraan Biaya Waduk Bendo Di Kabupaten Ponorogo
1) Biaya pelaksanaan pekerjaan
a) Upah tenaga kerja
Besar upah tenaga kerja diambil dari harga dasar pada wilayah Kabupaten
Ponorogo yang dikeluarkan oleh BPS Ponorogo tahun 2003.

VIII - 76
b) Harga bahan bangunan
Harga bahan bangunan diambil dari harga dasar pada wilayah Kabupaten
Ponorogo yang dikeluarkan oleh BPS Ponorogo tahun 2003.
c) Harga sewa alat berat
Harga sewa alat berat sudah termasuk biaya penurunan, biaya mobilisasi dan
demobilisasi dan biaya administrasi yang dihitung dengan taksiran biaya
pengiriman peralatan ke Indonesia.

2) Biaya langsung
Biaya langsung disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 8.22 Contoh Estimasi Biaya Langsung Proyek Bendungan air


ESTIMASI BIAYA LANGSUNG
PROYEK BENDUNGAN BENDO
(ALTERNATIF 2, TINGGI BENDUNGAN H = 70m)

Item No. Jenis Pekerjaan Biaya Keterangan

A BIAYA PEMBEBASAN TANAH 4,063,600,000


B BIAYA KONSTRUKSI
1 PEKERJAAN PERSIAPAN 3,488,114,921
2 TEROWONCAN PENGELAK
2.1 PEKERJAAN TANAH 731,021,673
2.2 PEMBORAN DAN GROUTING 934,169,679
2.3 PEKERJAAN BETON 4,918,301,941
2.4 DRATNASE 72,967,428
Total Item No. 2 6,656,460,721
3 BENDUNG PENGELAK
3.1 PENGELAKAN SUNGAI 786,200,000
3.2 PEKERJAAN TANAH 27,140,204,283
Total Item No. 3 27,926,404,283
4 BENDUNG UI’AMA
4.1 PEKERJAAN TANAH 99,838,645,383
4.2 PEMBORAN DAN GROUTING 5,456,985,768
4.3 PEKERJAAN BETON 495,465,777
4.4 PERALATAN PENGUKURAN 1,310,126,070
4.5 DRAINASE 221,441,676
Total Item No. 4 107,322,664,674
5 SPILLWAY
5.1 PEICERJAAN TANAH 19,458,553,073
5.2 PEKERJAAN BETON 41,063,004,711
5.3 SISTEM DRAINASE 164,409,981
Total Item No. 5 60,685,967,765
6 INTAKE
6.1 PEKERJAANTANAH 126,737,949
6.2 PEMBORAN DAN GROUTING 8,654,631
6.3 PEKERJAAN BETON 704,605,281
6.4 DRAINASE 3,627,698
6.5 PEKERJAAN METAL 12,011,531
Total Item No. 6 855,637,090
7 OUTLET
7.1 PEICERJAAN TANAH 81,981,626
7.2 PEKERJAAN BETON 648,346,878
7.3 DRAINASE 3,775,423
7.4 PEKERJAAN METAL 55,078,500
Total Item No. 7 789,182,427
8 PEKERJAAN MEKANIKAL 2,045,407,568
9 PEKERJAAN ELEKTRIKAL 650,000,000
10 BANGUNAN GEDUNG DAN PEKERJAAN LAIN 1,118,786,537
11 JALAN AKSES
11.1 PEKERJAAN TANAH 62,660,546
11.2 PERKERASAN 378,436,202
11.3 JEMBATAN 1,665,192,750
Total Item No. 11 2,106,289,498

TOTAL BIAYA KONSTRUKSI 213,644,915,484


BIAYA LANGSUNG PROYEK
A BIAYA PEMBEBASAN TANAH IDR 4,063,600,000
B BIAYA KONSTRUKSI IDR 213,644,915,484
IDR 217,708,515,484

VIII - 77
3) Biaya tidak langsung, antara lain :
a) Biaya administrasi : 5% biaya langsung
b) Biaya konsultan supervisi : 5% biaya langsung
c) Biaya tak terduga : 10% biaya langsung
d) Biaya investigasi tambahan : 2% biaya langsung

4) Biaya ekonomi dan biaya finansial

Tabel 8.23 Contoh Estimasi Biaya Ekonomi dan Finansial


BIAYA FINANSIAL KONSTRUKSI BENDUNGAN BENDO
(ALTERNATIF-2, TINGGI BENDUNGAN H = 70.00 m)

No Jenis Pekerjaan Satuan Volume Jumlah Harga (Rp)

A BIAYA PEMBEBASAN TANAH 4,063,600,000

B BIAYA KONSTRUKSI
I PEKERJAAN PERSIAPAN 3,488,114,921
1.1 Mobilisasi & Demobilisasi L.S 325,000,000
1.2 Pembuatan Jalan Masuk L.S 599,558,724
1.3 Fasilias Kantor & Barak Keija L.S 810,025,713
1.4 Fasilitas Listrik,Telepon & Air L.S 1,108,425,942
3.5 Test Laboratoriurn L.S 645,104,542

II TEROWONG PENGELAK 6,656,460,721


2
2.1 Pek. Pembasihan & Stripprng m 6,526.23 9,162,832
3
2.2 Pek. Galian Inlet &. Outlet m 4,043.11 114,283,393
3
2.3 Pek. Galian Terowong m 5,886.92 607,575,448
2.4 Pemboran dan Grouting m' 8,206.89 934,169,679
3
2.5 Pek.BetonK-125 m 210.51 70,267,281
3
2.6 Pek. Beton K-225 m 2,306.08 4,740,264,522
3
2.7 Pek. Shotcrete m 848.82 180,737,565

III COFFERDAM 27,926,404,283


3.1 Cofferdam Sementara L.S 82,200,000
2
3.2 Pek. Pembersihan & Stripping m 11.05 15,519,592
3
3.3 Pek. Galian Tanah m 88,430.72 1,237,853,275
3
3.4 Pek. Galian Batu m 206,338.36 11,606,945,202
3
3.5 Pek. Timbunan Tanah m 71,813.34 3,502,973,821
3
3.6 Pek. Timbunan Filter m 16,735.26 428,760,709
3
3.7 Pek. Timbunan Batu m 382,970.04 10,348,151,684
3.8 Pek. Pengeringan 704,000,000

IV BENDUNGAN UTAMA 107,322,664,674


3
4.1 Pek. Pembersihan & Stripping m 132,878.17 186,560,950
3
4.2 Pek. Galian Tanah m 59,115.37 827,496,910
3
4.3 Pek. Galian Batu m 532,038.31 18,251,661,656
3
4.4 Pek. Timbunan Tanah m 428,961.20 20,924,244,271
3
4.5 Pek. Timbunan Filter m 276,417.00 7,081,858,803
3
4.6 Pek. Timbunan Batu m 2,077,179.59 52,566,822,791
4.7 Pek. Pengeboran & Grouting m' 15,307.00 5,332,680,380
4.8 Pek. Pengeboran utk Check Hole m' 1,303.00 124,305,388
3
4.9 Pek. Beton K-l75 m 1,178.00 495,465,777
3
4.10 Pek. Pasangan Batu m 878.18 221,441,676
4.11 Pemasangan Alat Ukur 1,310,126,070

V BANGUNAN PELIMPAH 60,685,967,766


3
5.1 Pek. Pembersihan & Stripping m 87,664.68 123,081,211
3
5.2 Pek. Galian Tanah m 62,865.26 879,993,251
3
5.3 Pek. Galian Batu m 567,358.99 18,455,478,611
3
5.4 Pek. Beton K-125 m 3,071.12 1,025,138,277
3
5.5 Pek. Beton K-175 m 33,086.53 34,198,168,309
3
5.6 Pek. Shotcrete m 27,516.60 5,859,045,529
3
5.7 Pek. Pasangan Batu m 492.91 145,062,577

VIII - 78
Tabel 8.24 Contoh Estimasi Biaya Ekonomi dan Finansial-Lanjutan
VI BANGUNAN PENGAMBILAN
Intake 855,637,090
3
6.1 Pek. Galian Batu m 1,891.17 135,392,581
3
6.2 Pek. Beton K-175 m 8.04 26,883,214
3
6.3 Pek. Beton K-225 m 266.11 693,361,295

Outlet 789,182,428
3
6.4 Pek. Galian Batu m 2,672.29 81,981,626
3
6.5 Pek. Beton K-175 m 5.02 14,653,261
3
6.6 Pek. Beton K-225 m 236.77 368,075,093
3
6.7 Pek. Pasangan Batu m 12.00 3,025,916
3
6.8 Pek. Bronjong m 1,230.00 266,368,031
6.9 Rumah Operasi unit 1.00 55,078,500

VII PEKERJAAN MEKANIKAL 2,045,407,568


7.1 Pipa Baja dia. 1.00 m m 55.80 767,607,848
7.2 Buttertly Valve unit 2.00 306,000,000
7.3 Needle Valve unit 2.00 469,072,200
7.4 Intake trashrack unit 2.00 75,227,520
7.5 Intake Stoplog unit 2.00 300,000,000
7.6 Water level Indicator unit 1.00 127,500,000

VIII PEKERJAAN ELEKTRIKAL 650,000,000


8.1 Generator, Kapasitas 75 KVA unit 1.00 300,000,000
8.2 Instalasi Listrik L.S 350,000,000

IX BANGUNAN FASILITAS 1,118,786,537


9.1 Kantor proyek unit 1.00 360,000,000
9.2 Rumah Dinas unit 2.00 140,000,000
9.3 Gudang unit 1.00 102,000,000
9.4 Pos Jaga unit 3.00 23,000,000
2
9.5 Fasilitas Jalan m 500.00 493,786,537

X JALAN MASUK 2,106,289,498


2
10.1 Pembuatan Jalan masuk m 446.65 441,096,748
10.2 Pembuatan Jembatan m' 65.00 1,665,192,750
Biaya Dasar Konstruksi 213,644,915,484

BIAYA LANGSUNG 217,708,515,484


BIAYA TIDAK LANGSUNG
Biaya Lain-lain 21,364,491,548
Biaya Investigasi Tambahan 4,272,898,310
Jasa Konsultan 10,682,245,774
Adininistrasi 10,682,245,774
47,001,881,406
BIAYA PROYEK DILUAR PPn 264,710,396,890
PPn 10% 26,471,039,689

BIAYA PROYEK KESLURUI4AN 291,181,436,579

a) Biaya Ekonomi
Tabel 8.25 Contoh Estimasi Biaya Ekonomi
Tahun ke Alokasi (%) Jumlah Biaya (Rp)
1 7.846 14,567,825,915
2 38.031 70,609,486,382
3 35.220 65,390,481,345
4 18.902 35,093,984,519
Total 185,661,778,161

VIII - 79
8.9.4. Langkah-langkah Untuk Melakukan Penilaian Pelabuhan Laut Dengan
Pendekatan Pendapatan
4 (empat) langkah utama dalam melakukan penilaian pelabuhan laut dengan
pendekatan pendapatan :
1) Menentukan ketegasan dari tujuan penilaian
2) Pengumpulan data
3) Analisis data
4) Proses penilaian

Langkah ke 1 : Menentukan Ketegasan Dari Tujuan Penilaian


Pada bagian ini Penilai perlu lebih mendapat kejelasan atas tujuan penilaian dan
lingkup kerja penilaian. Pada bagian ini juga diperlukan penjelasan atas kondisi
pelabuhan laut yang akan dinilai disertai fasilitas penunjangnya. Penilai
mengumpulkan data minimum yang menyangkut aset-aset yang ada dalam
pelabuhan laut yang dapat menghasilkan pendapatan karena sewa seperti kran-
kran, gudang-gudang, jasa sandar kapal, jasa penyimpanan barang.

Langkah ke 2 : Pengumpulan Data


Data ini biasanya terdiri dari :
1) Gambar situasi pelabuhan laut.
2) Surat-surat kepemilikan tanah, surat ijin mendirikan bangunan dan surat-surat ijin
lainnya yang berhubungan dengan pelabuhan laut.
3) Gambar denah bangunan dan gambar konstruksinya
4) Data sewa dari masing-masing fasilitas pelabuhan laut.
5) Data biaya pengeluaran operasional pelabuhan laut.
Data ini sebaiknya diperoleh penilai paling lambat pada saat pekerjaan penilaian
akan dimulai atau pada dimulainya kunjungan ke lapangan. Data ini biasanya dapat
dipercaya dan tidak bersifat subyektif.

Data dari lapangan biasanya terdiri dari :


1) Data dari lokasi pelabuhan laut yang meliputi lay out pelabuhan, data fasilitas-
fasilitas pelabuhan laut, kondisi keamanan, bangunan-bangunan pelengkap
pelabuhan laut dan peralatan pelabuhan laut.
2) Data fisik dan spesifik dari pelabuhan laut yang meliputi bangunan, sarana
pelengkap lainnya pendukung sarana pelabuhan laut.
3) Informasi dan karakteristik lainnya yang mempengaruhi dimensi dari pelabuhan
laut.

VIII - 80
4) Data kegiatan pelabuhan laut yang meliputi data operasional pelabuhan laut,
data-data sewa dari masing-masing fasilitas pelabuhan laut serta data-data biaya
operasional.

Sumber pendapatan dari hasil kegiatan operasional suatu pelabuhan laut diatur
dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, baik melalui Undang-Undang,
Keputusan Menteri Perhubungan dan Dirjen Perhubungan Laut. Sumber pendapatan
tersebut termasuk dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jenis
dan sumber pendapatan suatu pelabuhan laut adalah sebagai berikut:
1) Secara garis besar, jenis pendapatan sesuai dengan aktifitas yang dilakukan oleh
pelabuhan laut sesuai petunjuk pelaksanaan tarif atas jenis penerimaan negara
bukan pajak jasa kepelabuhan laut pada pelabuhan laut yang diselenggarakan
oleh Pemerintah adalah sebagai berikut ;
a) Tarif jasa pelayanan kapal :
i) Tarif jasa labuh
ii) Tarif jasa pemanduan
iii) Tarif jasa penundaan
iv) Tarif jasa tambat
b) Tarif jasa pelayanan barang :
i) Tarif jasa demaga
ii) Tarif jasa penumpukan
c) Tarif jasa pelayanan alat :
i) Tarif alat mekanik
ii) Tarif alat non mekanik
d). Tarif pelayanan jasa kepelabuhan laut lainnya :
i) Tarif sewa tanah dan penggunaan perairan
ii) Tarif pelayanan terminal penumpang kapal laut
iii) Tarif tanda masuk orang dan kendaraan.
2) Peraturan peraturan yang mengatur penerimaan Negara bukan pajak untuk
pelayanan jasa transportasi laut, adalah sebagai berikut:
a) Undang-Undang RI No. 20 tahun 1997, tentang penerimaan negara bukan
pajak
b) Undang-Undang RI No. 22 tahun 1997, tentang jenis dan penyetoran
penerimaan negara bukan pajak
c) Undang-Undang RI No. 14 tahun 2000, tentang tarif atas jenis penerimaan
negara bukan pajak yang berlaku pada departemen perhubungan

VIII - 81
d) Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 36 tahun 2000. tentang petunjuk
pelaksanaan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak Penerimaan
Uang Perkapalan (PUP)
e) Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 37 tahun 2000, tentang petunjuk
pelaksanaan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak jasa
kepelabuhan laut pada pelabuhan laut yang diselenggarakan oleh pemerintah
f) Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 38 tahun 2000, tentang petunjuk
pelaksanaan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak jasa
kenavigasian
g) Keputusan Dirjen Perhubungan Laut No. KU.31/1/2-0, tentang tata cara
penerimaan, penyetoran dan pelaporan penerimaan negara bukan pajak jasa
transportasi laut di lingkungan direktorat jenderal perhubungan laut

Langkah ke 3 : Analisis Data


Analisis data ini meliputi analisis data dari sumber data yang diperoleh penilai untuk
menilai. Dari data ini penilai menentukan beberapa parameter sebagai persiapan
dalam penilaian, antara lain :
1) Proyeksi pendapatan operasional dari pelabuhan laut dan segala fasilitasnya.
2) Proyeksi biaya operasional dari pelabuhan laut dan segala fasilitasnya.
3) Tentukan tingkat diskonto yang layak untuk properti pelabuhan laut.
4) Hasil DCF menggambarkan nilai pelabuhan laut beserta segala fasilitasnya.

Langkah ke 4 : Proses Penilaian


Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan maka dilanjutkan dengan
menghitung pendapatan bersih dari pelabuhan laut tersebut kemudian
dikapitalisasikan. Hasil kapitalisasi tersebut menggambarkan nilai pelabuhan laut
tersebut.

8.10. LAPORAN PENILAIAN

Laporan penilaian adalah suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan,


tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu
laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam
pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi yang penting yang digunakan
dalam analisis. Laporan penilaian dapat berupa lisan maupun tertulis. Jenis, isi, dan
panjangnya laporan dapat bervariasi tergantung pada pengguna yang dimaksud,
persyaratan hukum, jenis properti, dan sifat dasar serta kompleksitas penugasan.

VIII - 82
Laporan tertulis hasil penilaian yang dikomunikasikan kepada Pemberi Tugas dalam
bentuk tulisan, termasuk yang dikomunikasikan secara elektronik. Laporan tertulis
dapat merupakan suatu dokumen narasi terinci yang berisikan semua materi yang
terkait yang diuji dan dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan nilai atau dokumen
narasi ringkas, termasuk pemutakhiran nilai secara periodik (Penilaian Ulang).

Sebagaimana disebutkan pula dalam Standar Penilaian Indonesia, aspek terpenting


dari suatu Laporan Penilaian yang merupakan tahap akhir dalam proses penilaian
adalah terletak pada pengkomunikasian kesimpulan penilaian, penegasan tujuan
penilaian, dasar penilaian, dan asumsi atau kondisi dan syarat pembatas yang
mendasari penilaian. Proses analisis dan data empiris yang digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan nilai dapat dicantumkan dalam laporan penilaian untuk
membimbing pembaca melalui prosedur dan data yang digunakan penilai dalam
melaksanakan penilaian.

Laporan penilaian menghasilkan kesimpulan nilai dengan mencantumkan nama


Penilai dan tanggal penilaian. Laporan penilaian mengidentifikasikan properti dan
hak properti yang dinilai, dasar penilaian, dan tujuan penilaian. Laporan penilaian
mengungkapkan semua asumsi serta kondisi dan syarat pembatas yang
dipergunakan dalam penilaian, menetapkan tanggal penilaian dan pelaporan,
menjelaskan kedalaman inspeksi lapangan, pengungkapan yang diperlukan, serta
mencantumkan tanda tangan penilai.

Disebabkan peran kunci laporan penilaian dalam pengkomunikasian kesimpulan


penilaian terhadap para penggunanya dan pihak ketiga, maka buku pedoman ini
menetapkan beberapa maksud dan tujuan yang bersifat prinsip sebagai berikut:
1) Membahas persyaratan pelaporan yang konsisten dengan praktek profesional
terbaik
2) Mengidentifikasikan elemen-elemen penting untuk dicantumkan dalam laporan
penilaian.

Laporan penilaian seharusnya:


1) Menyusun kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta
tidak menimbulkan kesalahpahaman.
2) Mengidentifikasi Pemberi Tugas, maksud dan tujuan penilaian, tanggal-tanggal
yang relevan dengan penilaian:

VIII - 83
a) Tanggal penilaian;
b) Tanggal laporan penilaian; dan
c) Tanggal inspeksi lapangan.
3) Menentukan dasar penilaian, termasuk jenis dan definisi nilai.
4) Mengidentifikasi dan menjelaskan:
a) Hak kepemilikan atau kepentingan properti yang dinilai;
b) Karakteristik fisik dan legal properti;
c) Golongan properti lain yang dinilai selain kategori properti yang utama ;
5) Menjelaskan ruang lingkup penugasan penilaian;
6) Menyatakan semua asumsi dan kondisi pembatas yang mendasari kesimpulan
nilai;
7) Mengidentifikasikan asumsi khusus dan menentukan kemungkinan kondisi
tersebut akan terjadi;
8) Memuat deskripsi informasi dan data yang diperiksa, analisis pasar yang
dilaksanakan, pendekatan dan prosedur penilaian yang diterapkan, dan alasan
yang mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan;
9) Memuat pernyataan yang secara khusus melarang publikasi dari laporan secara
keseluruhan atau sebagian, atau referensi didalamnya, atau opini nilai, atau
nama dan afiliasi profesional dari penilai, tanpa persetujuan tertulis dari penilai;
10) Memuat pernyataan penilai (compliance statement) yaitu suatu pernyataan
dimana penilai menegaskan bahwa fakta-fakta yang diungkapkan adalah benar,
analisis-analisis dibatasi oleh asumsi-asumsi yang dilaporkan, besaran imbalan
jasa penilai tidak tergantung pada aspek apapun dari laporan penilaian.
pernyataan penilai (compliance statement) harus mengkonfirmasikan bahwa:
a) Pernyataan faktual yang dipresentasikan dalam laporan penilaian adalah
benar sesuai dengan pemahaman terbaik dari Penilai;
b) Analisis dan kesimpulan hanya dibatasi oleh asumsi dan kondisi yang
dilaporkan;
c) Penilai tidak mempunyai kepentingan terhadap properti yang dinilai (jika
terdapat kepentingan tertentu harus disebutkan);
d) Imbalan jasa penilai tidak berkaitan dengan hasil penilaian yang dilaporkan;
e) Penilaian dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
f) Penilai memiliki pemahaman mengenai lokasi dan/atau jenis properti yang
dinilai;
g) Penilai melakukan (atau dalam kondisi tertentu tidak melakukan) inspeksi
terhadap properti yang dinilai; dan

VIII - 84
h) Tidak seorangpun, kecuali yang disebutkan dalam laporan penilaian, telah
menyediakan bantuan profesional dalam menyiapkan laporan penilaian;
i) Mencantumkan nama, kualifikasi profesional, dan tanda tangan Penilai.

Penyajian laporan penilaian ditentukan oleh Penilai dan Pemberi Tugas berdasarkan
instruksi dan spesifikasi penugasan. Jenis, isi dan panjangnya laporan tergantung
dari maksud dan tujuan pengguna, persyaratan hukum, jenis properti, dan sifat serta
kompleksitas dari permasalahan penilaian. Dokumentasi yang cukup untuk semua
laporan penilaian harus disimpan dalam arsip kerja untuk mendukung hasil dan
kesimpulan dari penilaian dan harus disimpan dalam jangka waktu setidaknya lima
tahun setelah penyelesaian.

VIII - 85
DAFTAR PUSTAKA

Alico, John, disponsori oleh American Society of Appraisers, Appraising Machinery and
Equipment, 1989, McGraw-Hill, United State

Basuki, Slamet, 2006, Ilmu Ukur Tanah, Gadjah Mada University Press, 332 hal.

Buthbatti, Kirit, 2002, Valuation of Plant & Machinery (Theory & Practice), Kirit Budbhatti,
India

Cameron, W., Bucknall, RL., & The Treasury, 2007, Valuation Guidance for Property,
Plant and Equipment, Including Specialised Items in the Health and Education
Sectors, The Treasury, New Zealand, 60 hal.

Canadian Dam Safety Association, 1998, Pedoman Pengamanan Bendungan, PT


Mediatama Saptakarya, Yakarta, 138 hal.

Department of Sustainability and Environment, 2007, Guidance note Fair Value Asset
Valuation Methodologies for Victorian Local Governments, Victoria, Australia,13
hal.

Department of Sustainability and Environment, 2007, Valuer-General Victoria Guidance


Note- Methodology for the valuation of Victorian cemeteries for financial reporting
purposes, Victoria, Australia, 7 hal.

Departemen Pekerjaan Umum, 2006, Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung,


Jakarta, 94 hal.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Pengairan, Himpunan Peraturan


Perundang-undangan di Bidang Pengairan Tingkat Nasional, 236 hal.

ECAFE, 1996, Pedoman Standard an Kriteria untuk Perencanaan Proyek-proyek


Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, 130 hal.

Fanning, S., Grissom,T. and Pearson,T, 1994, Market Analysis for Valuation Appraisals,
Appraisal Institute, Illinois, 448 hal.

French, N., Gabrielli, L., 2007, Market Value and Depreciated Replacement Cost:
Contradictory or Complementary?, Journal of Property Investment & Finance Vol.
25 No.5, 2007, Emerald Group Publishing Limited, UK

Harsono, Boedi. Prof., 1996, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan


Hukum Tanah, Penerbit Djambatan, 1018 hal.

International Valuation Standard Committee, 2007, International Valuation Standard,


Eight Edition, 2007, London, 462 hal.
King, A.M., 2006, Fair Value for Financial Reporting, Meeting The New FASB
Requirements, John Wiley & Sons, Inc, USA, 334 hal.

Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia, 2007, Standar Penilaian Indonesia 2007,
Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia & Masyarakat Profesi Penilai
Indonesia, Jakarta

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, 2005, Standar Akuntansi Pemerintahan,


Jakarta

Marsono, Drs., 1995, Undang-undang dan Peraturan-peraturan di Bidang Perumahan


dan Pemukiman, Penerbit Djambatan, 886 hal.

Soedibyo, Ir., 2003, Teknik Bendungan, PT. Pradnya Paramita, Yakarta, 402 hal.

Sayce, S., Conellan, O., 2002, From Existing Use to Value in Use: Time for a paradigm
shift?, Property Management, Vol. 20, No.4, 2002, MCB UP Limited, UK

The Appraisal Institute, 2001, The Appraisal of Real Estate, Twelfth Edition, Illinois, 759
hal.

Triatmodjo, Bambang, Prof. Dr. Ir., 2007, Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta, 299 hal.

Ventolo, W.L. Jr,., Williams, M.R., 2001, Fundamentals of Real Estate Appraisal,
Dearborn Real Estate Education, USA, 446 hal.

Rochmanhadi, Ir., 1996, Modul Ekonomi Teknik untuk Proyek-proyek Pengairan, PT.
Mediatama Saptakarya, Jakarta

Whipple, RTM., 1995, Property Valuation and Analysis, The Law Book Company
Limited, Australia, 601 hal.

Anda mungkin juga menyukai