PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat penduduk yang tinggi yaitu
pada urutan ke empat dan juga indonesia merupakan negara yang merupakan negara yang
kaya akan sumber daya alam dan terletak secara geografis yang merupakan tempat
transportasi duunia. Oleh sebab itu banyak perusahan luar atau investor luar yang banyak
menanam saham di Indonesia. Hal ini membuat pendapatan negara Indonesia akan
meningkat khususnya pada sektor pajak. Selain itu dengan peningkata pendapatan negara
yang baik maka Indonesia akan memaksimalkan pembangunan nasional dalam
merelasikan kesejahteraan rakyat. Dalam merencanakan hal tersebut dapat terlaksana maka
diperlukan kontribusi dari pemerintahan yakni pajak. (Bawazier, 2011)
Berdasarkan hasil yang didapatkan oleh Kementrian Keuangan melalui APBN pada
tahun 2019 terdapat peningkatan penerimaan pajak, yaitu target sebesar Rp. 1.786,4 triliun
atau 15,4 persen dari outlook APBN tahun 2014 dengan tx ratio sekitar 12,2 persen.
Sedangkan penerimaan perpajakan terhadap total pendapatan negara naik menjadi 82,5
persen. Target Penerimaan Kepabeanan dan Cukai tahun 2019 sebesar Rp.208,8 triliun
atau tumbuh 5,7 persen dari outlook APBN tahun 2018. Sedangkan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) tahun 2019 ditargetkan Rp.378,3 triliun atau tumbuh 8,3 persen dari
outlook APBN 2018 (www.kemenkeu.go.id). Dengan adanya peningkatan penerimaan
pajak yang signifikan dari tahun 2018 sampai 2019 , hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah telah berhasil mencapai target pajak pada tahun-tahun tersebut. Salah satu jenis
pajak yang memberikan kontribusi terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh), baik PPh
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) maupun PPh Wajib Pajak Badan. Kewajiban
membayar pajak diatur dalam surat At-Taubah ayat 29 dan Undang-undang Dasar 1945
Amandemen III pasal 23A. (Djayusman & Fatturroyhan, 2017)
Pajak merupakan salah satu sektor penting yang menjadi sumber pendapatan bagi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbesar di Indonesia. Pajak
berkontribusi sebesar 70% dari seluruh penerimaan negara. Sumber pendapatan pajak di
Indonesia berasal dari dua wajib pajak, wajib pajak baik orang pribadi maupun wajib pajak
badan. Ketentuan mengenai perpajakan di Indonesia diatur dalam Pasal 23A UUD 1945
yang berbunyi: “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan Undang-Undang”. Pemerintah menggunakan pendapatan dari sektor pajak
ini untuk membiayai semua penyelenggaraan negara, termasuk pembangunan infrastruktur
untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. (RACHMAWATI,
2013)
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang berasal dari iuran
wajib rakyat, dan dimana ketentuan pungutannya diatur dalam pasal 23A Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat
mamaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang- undang”. (T. Putri et al., 2019)
Lanis & Richardson pada tahun 20013 menyatakan salah satu dampak negatif yang
akan ditimbulkan dari kegiatan agresivitas pajak adalah munculnya image negatif yang
akan diberikan masyarakat terhadap perusahaan. Perusahaan yang melakukan agresivitas
pajak akan dianggap tidak adil dalam melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.
Meskipun agresivitas pajak dapat dilakukan melalui cara yang legal maupun illegal, tetapi
tetap saja tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak bertanggungjawab karena
dapat merugikan negara dan menurunkan kemampuan negara dalam menjalankan
kewajibannya untuk menyejahterakan warga negaranya. (Hadi & Mangoting, 2014)
Berdasarkan pernyataan dari Frank pada tahun 2009 Agresivitas pajak adalah suatu
tindakan merekayasa pendapatan kena pajak yang dirancang melalui tindakan perencanaan
pajak baik menggunakan cara tergolong secara legal atau tidak tergolong secara ilegal.
Walau tidak semua tindakan yang melanggar peraturan, namun semakin banyak celah
yang digunakan ataupun semakin besar penghematan yang dilakukan maka perusahaan
tersebut diangga semakin agresif terhadap pajak. Tindakan agresivitas pajak ini merupakan
tindakan yang bertentangan dengan keinginan dan harapan dari lingkungan masyarakat.
Apabila perusahaan terbukti melakukan suatu tindakan agresivitas pajak akan memperoleh
pandangan negatif dari masyarakat. (Susanto et al., 2018)
Agresivitas pajak dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
capital intensity atau intensitas modal menunjukkan besaran investasi yang dilakukan
perusahaan dalam bentuk aset tetap (modal). Aset tetap yang dimiliki perusahaan
memungkinkan perusahaan memotong pajak akibat dari penyusutan aset tetap perusahaan
setiap tahunnya. Hampir seluruh aset tetap akan mengalami penyusutan yang akan menjadi
beban penyusutan di dalam laporan keuangan. Sementara beben penyusutan ini adalah
beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam perhitungan pajak perusahaan.
Semakin besar biaya penyusutan maka semakin kecil tingkat pajak yang harus dibayarkan
perusahaan. Sehingga tingginya jumlah aset yang ada diperusahaan akan meningkatkan
agresivitas pajak. Perusahaan yang memiliki proporsi yang besar dalam aset tetap akan
membayar pajaknya lebih rendah, karena perusahaan mendapatkan keuntungan dari
depresiasi yang melekat pada aset tetap yang dapat mengurangi beban pajak perusahaan.
(Novitasari et al., 2016)
Hasil penelitian mengenai capital intensity dilakukan oleh Seri pada 2017,
menyatakan bahwa capital intensity berpengaruh positif signifikan terhadap agresivitas
pajak. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha & Meiranto, pada tahun
2015, menyatakan bahwa capital intensity tidak berpengaruh signifikan terhadap
agresivitas pajak. (Gunawan, 2017)
Alasan lain dipilihnya manajemen laba sebagai salah satu variabel independen
adalah karena adanya perbedaan hasil antara beberapa penelitian sebelumnya. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Kamila dan Martani (2014) dan Suryanto dan Supramono
(2012) hasil penelitiannya membuktikan bahwa manajemen laba berpengaruh positif dan
signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan. Namun hasil yang berbeda ditunjukan
pada penelitian yang dilakukan Amril, dkk. (2015) dan Putri (2014) yang menunjukan
bahwa manajemen laba tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak
perusahaan. (Nurhandono & Firmansyah, 2017)
1. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
mengenai pengaruh Corporate Governace, Capital Intensity, Sales Growth dan
Manajemen Laba terhadap agresivitas pajak.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk penelitian
selanjutnya dan memperkaya penelitian yang terkait pengaruh Corporate
Governace, Capital Intensity, Sales Growth dan Manajemen Laba terhadap
agresivitas pajak.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
penulis terutama yang berkaitan dengan Corporate Governace, Capital
Intensity, Sales Growth dan Manajemen Laba terhadap agresivitas pajak.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat sebagai sarana informasi tentang aktivitas
agresivitas pajak yang terjadi di masyarakat, serta dapat menjadi sarana untuk
menambah pengetahuan akuntansi khususnya pajak.
3. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dampak dilakukannya
penghindaran pajak pada perusahaan, serta memberikan solusi alternatif untuk
mengontrol perilaku agresivitas pajak pada perusahaan.
4. Bagi Investor
Sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi tanggung jawab sosial suatu
perusahaan yang dapat mempengaruhi sustainability dan image perusahaan
tersebut. Jadi makin baik perusahaan melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan, maka investor akan mengetahui bahwa perusahaan
tersebut peduli terhadap lingkungan, dan untuk jangka waktu ke depan kondisi
perusahaan akan menjadi lebih baik berkaitan dengan lingkungan. Serta
investor akan bersedia menambah investasinya sehingga membuat nilai pasar
perusahaan menjadi lebih baik.