Anda di halaman 1dari 23

KONTRIBUSI IQ (INTELLIGENT QUOTIENT) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIENT)

TERHADAP PRESTASI ATLET PELATDA PENCAK SILAT

PADA PON KE-XVIII TAHUN 2012

Oleh : Yuli Anggraeni


Jurusa Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No.36A Kentingan, Surakarta-57126

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara IQ (Intelligent
Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) pada atlet Pelatda Pencak Silat pada PON ke-XVIII.
Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif. Penelitian dilaksanakan dalam dua
tahap, tahap yang pertama dilaksanakan untuk mengetahui skor IQ (Intelligence Quotient) dan
EQ (Emotional Quotient) melalui tes IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient)
oleh Jasa Psikologi Indonesia. Tahap kedua melalui pertandingan yang dilaksanakan pada PON
ke-XVIII untuk mendapatkan nilai prestasi. Subjek penelitian adalah atlet Pelatda Pencak Silat
PON ke-XVIII yang berjumlah 12 atlet kategori tanding. Teknik pengumpulan data adalah
dengan metode tes, dan metode dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan tes IQ
(Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) yang telah terstandarisasi (standardized
test) sehingga tidak diperlukan uji validitas dan uji reliabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian prestasi atet pelatda Pencak Silat pada
PON ke-XVIII tidak dapat diprediksi dari faktor psikologi IQ (Intelligence Quotient) dan EQ
(Emotional Quotient). Karena dari hasil skor IQ dan EQ atlet Pelatda Pencak Silat PON ke-
XVIII ini tidak signifikan dengan H0 diterima, artinya bahwa H0 lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan hasil prestasi atlet Pencak Silat PON ke-XVIII dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal yang lain selain IQ (Intelligent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient).
Simpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara IQ ( Intelligent Quotient)
dan EQ ( Emotional Quotient) terhadap prestasi atlet Pelatda Pencak Silat Pada PON ke-XVIII.

Kata kunci : IQ ( Intelligent Quotient), EQ ( Emotional Quotient), prestasi atlet Pelatda Pencak
Silat PON ke-XVIII
I. PENDAHULUAN
Tengah, Ngabeyan, Kartasura
Pencak Silat merupakan salah satu Sukoharjo, 12 atlet dengan kategori
cabang olahraga yang diharapkan bisa Tanding dan 2 atlet dengan kategori
membina generasi muda Indonesia Tunggal.
menjadi pribadi yang sehat, tangguh dan Latihan intensif untuk
mandiri dalam menghadapi tantangan meningkatkan performa atlet terus
hidup di masa-masa yang akan datang. dilaksanakan untuk meraih prestasi
Sistem pembinaan Pencak Silat maksimal, salah satu dari tujuh prinsip
dilakukan dengan suatu kompetisi atau latihan yaitu prinsip aktif dan
kejuaraan di Indonesia. Kompetisi kesungguhan berlatih. Pencapaian
sendiri merupakan suatu tolok ukur dari prestasi Pencak Silat ini memerlukan
prestasi atlet Pencak Silat dan muara pelatihan dan pembinaan efektif dan
terbentuknya atlet nasional. efisien. Untuk meningkatkan prestasi
Atlet-atlet Pencak Silat yang berprestasi atau performa olahraga, seorang atlet
dapat dibentuk di tingkat daerah maupun juga harus mempunyai kondisi jasmani
nasional, salah satunya dengan dan psikologi yang baik sehingga ia
Pembinaan prestasi yang terprogram dapat berlatih dan bertanding dengan
melalui Pemusatan Latihan Daerah. semangat tinggi, dedikasi total, pantang
Latihan ini difokuskan untuk menyerah, dan tidak mudah terganggu
menghadapi PON ke-XVIII yang akan oleh masalah pribadi atlet.
dilaksanakan di Riau pada tanggal 9-20 Menurut Scroeter dan Bauersfeld
September 2012. Pembinaan ini pencapaian prestasi dipengaruhi oleh dua
dilaksanakan tiga bulan sebelum faktor yaitu faktor eksternal dan faktor
bertanding. Jadwal latihan yang ketat internal. Faktor eksternal terdiri dari
dipersiapkan bagi 14 atlet yang telah sarana prasarana dan peralatan olahraga
berada di Padepokan Pencak Silat Jawa dan sistem kompetisi. Faktor internal
terdiri dari keadaan psikologis atlet,

pemahaman taktik atau strategi, dan keadaan konstitusi tubuh. Faktor- faktor tersebut
keterampilan teknik, kemampuan fisik sangat berpengaruh terhadap prestasi seorang atlet,
karena pada dasarnya seorang atlet yang itu kondisi intelegensi atau kecerdasan
akan bertanding mempunyai persiapan ini dalam kaitannya dengan olahraga
dengan sebaik-baiknya dai segi fisik agar tetap bertambah dengan baik harus
maupun segi mental. tetap memperoleh stimulus atau
Dari beberapa faktor tersebut faktor rangsangan untuk berfungsi, dengan cara
psikologi dapat berpengaruh langsung atlet tersebut harus dibiasakan untuk
terhadap atlet, namun atlet juga dapat menggunakan kemampuan inteleknya.
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di Merujuk pada pendapat Suranto
luar dirinya yang kemudian (2005:27) seorang pemain yang terus
mempengaruhi kondisi psikologisnya. menerus berlatih baik secara fisik
Diantara faktor psikologi yang maupun teknik, tetapi tidak memberikan
mempengaruhi prestasi adalah tingkat kesempatan melatih proses berpikir akan
intelegensi dan emosi atau IQ berakibat kegiatan yang bersifat
(Intelligent Quotient) dan EQ intelektual menjadi tidak berkembang.
(Emotional Quotinal). Oleh karena itu intelegensi dalam
Intelegensi atau kecerdasan merupakan pencapaian prestasi olahraga sangat
faktor penting yang sering menentukan berperan penting.
kemenangan dalam pertandingan Intelegensi yang tinggi juga berpengaruh
olahraga (Suranto, 2005:24), khususnya besar terhadap pencapaian prestasi. Hal
dalam cabang-cabang tertentu seperti ini sejalan dengan penelitian yang
sepak bola, bulu tangkis ataupun cabang dilakukan Edward dan Coleman (Setiadi
beladiri. Artinya dalam cabang-cabang 2001:8), menunjukkan bahwa orang
tersebut memerlukan kemampuan untuk dengan intelegensi tinggi akan memiliki
berpikir secara cepat dan tepat, prestasi yang lebih baik dibandingkan
kemudian bertindak secara cepat untuk dengan orang yang memiliki intelegensi
mengantisipasi lawannya. Oleh karena sedang atau rendah.
Prestasi olahraga selain dipengaruhi IQ
(Intelligence Qoutient), juga dipengaruhi
oleh faktor psikologis lain yaitu EQ
(Emotional Quotient). EQ (Emotional
Quotient) merupakan kemampuan untuk

memotivasi diri, mengendalikan agar stres tidak mematikan kemampuan berpikir,


perasaan dan dorongan hati menjaga berempati dan mengaplikasikan kecerdasan emosi
secara efektif ( Goleman, 2003:45). Kecerdasan emosional (Emotional
Menurut Bar-On (2005:4), dalam EQ Quotient) telah disetarakan dengan
(Emotional Quotient kecerdasan intelektual (Intelligence
) terdapat 5 skala atau skill yaitu skala Qoutient) dalam menentukan tingkat
intrapersonal, skala interpersonal, skala keberhasilan. IQ (Intelligence Qoutient)
kemampuan penyesuaian diri tidak berfungsi dengan baik tanpa
(adaptability), skala manajemen stress penghayatan emosional seseorang.
(stress management), dan skala suasana Kedua intelegensi tersebut saling
hati umum (general mood). melengkapi, sehingga dapat dikatakan
Menurut Setyobroto (Yulianto, kunci keberhasilan prestasi adalah
2002:57), jika tidak memahami makna kondisi optimumnya IQ (Intelligence
dari olahraga yang dilakukannya, maka Qoutient) dan EQ (Emotional Quotient).
seorang atlet akan mengalami Pernyataan tersebut sejalan dengan
ketidakseimbangan tubuh dan jiwa. pernyataan Goleman (2003:11-12),
Prestasi yang dicapainya akan menjadi terdapat dua jenis kecerdasan, yaitu
tidak menentu, walaupun suatu saat akan kecerdasan rasional dan kecerdasan
mencapai hasil yang baik. Atlet akan emosional. Optimasi keduanya
mudah mengalami penurunan prestasi merupakan kunci dalam pencapaian
dan lebih lagi apabila kondisi fisik dan prestasi. IQ (Intelligence Qoutient) dan
mentalnya juga mengalami penurunan EQ (Emotional Quotient) merupakan
yang lebih tajam. Kesulitan pembinaan faktor psikologi yang termasuk dalam
prestasi dari faktor atlet biasanya terjadi faktor internal seseorang. IQ
pada segi fisik antara lain keterampilan, (Intelligence Qoutient) dan EQ
kesehatan (kebugaran jasmani), (Emotional Quotient) termasuk dalam
sedangkan dari segi mental antara lain input yang berperan penting dalam
kedispilinan, motivasi, kreativitas serta menentukan menang atau kalah atlet
kepercayaan diri atlet . dalam bertanding. Dengan demikian, IQ
(Intelligence Qoutient) dan EQ
(Emotional Quotient) dapat menentukan
prestasi seorang atlet.

II. KAJIAN PUSTAKA Keadaan psikologi atlet sangat mempengaruhi prestasi


A. Faktor Internal atlet, terlepas dari faktor IQ (Intelligent Quotient) dan
1. Keadaan psikologi atlet EQ (Emotional Quotient) yaitu motivasi, rasa aman,
percaya diri, dan kedisiplinan. Seorang pola gerak. Penguasaan taktik ini akan
atlet harus mempunyai motivasi yang lebih baik jika ditunjang oleh kondisi
tinggi untuk mencapai prestasi. Merujuk fisik yang prima, serta penguasaan teknik
pada pendapat Suranto (2005:43), “ dasar yang sempurna. Seorang atlet akan
seseorang yang memiliki motif mempunyai prestasi yang maksimal jika
berprestasi, seorang atlet akan berlatih mampu mengembangkan strategi dalam
keras semata-mata hanya ingin mencapai menghadapi lawan saat bertanding. Hal
prestasi tinggi sebagai kepuasan hati”. tersebut sejalan dengan pendapat
Hal ini sangat berpengaruh terhadap Hariono (Bompa, 1994:58) bahwa
kondisi atlet pada saat bertanding. Efek persiapan taktik adalah persiapan yang
yang lebih besar dari motifasi yang kuat, berhubungan dengan kemungkinan adanya
disiplin tinggi dan rasa percaya diri yang pola bertahan dan menyerang untuk
tinggi pula maka seorang atlet akan memenuhi tujuan olahraga yaitu
memiliki kebanggaan nasional dan memperoleh kemenangan atau prestasi
bangga sebagai warga Negara Indonesia dalam pertandingan ( 2011:7).
serta memiliki rasa berbangsa yang lebih
1. Keterampilan teknik
mengikat, dan lebih mengedepankan
Faktor ini adalah untuk
kerelaan berkorban demi Negara.
mengembangkan penguasaan keterampilan
2. Pemahaman taktik atau strategi gerak. Keterampilan gerak disini adalah
teknik-teknik dasar s ebagai fondasi untuk
Faktor taktik ini digunakan untuk
meningkatkan keterampilan yang bermutu
menumbuhkan daya tafsir, untuk
tinggi, menimbulkan seni gerak yang indah
memadukan teknik dasar menjadi suatu
dalam pertandingan, mengurangi resiko
cidera dan menambah sikap kematangan
dalam bertanding.

2. Kemampuan fisik
Merupakan faktor yang mendasar
yang menentukan kemampuan atlet dalam
menyelesaikan suatu program latihan

yang menampilkan prestasi dalam Faktor konstitusi tubuh disini adalah


pertandingan. Antrhropometris dimana bentuk tubuh seseorang
mempengaruhi prestasi olahraga yang disesuaikan dengan
3. Keadaan konstitusi tubuh
bentuk tubuh seseorang, contohnya atlet dan kemampuan melakukan sesuatu.
dengan tinggi badan minimal 180 cm Intelegensi berkaitan dengan perilaku dan
putera dan cepat berada pada cabang bola cara individu bertindak atau berbuat. Pada
voli dan bola basket. hakekatnya, intelegensi dapat dikatakan
berhubungan erat dengan prestasi karena
4. IQ (Intelligence Quotient)
prestasi ditandai dengan adanya perubahan
Intelegensi merupakan
positif tingkah laku seseorang. Intelegensi
kesanggupan jiwa untuk dapat
merupakan salah satu faktor psikologis
menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat
yang mempengaruhi prestasi seseorang.
dalam situasi yang baru (Sujanto,
2004:66). Merujuk pada Ahmadi dan Bagi seorang atlet, intelegensi
Widodo (1991:32), intelegensi merupakan merupakan faktor penting dalam
sifat kecerdasan jiwa. Menurut pendapat menentukan kemenangan dalam
Slameto (2003:56) dan Sukmadinata pertandingan. Pada umumnya sebelum
(2004:93), intelegensi merupakan bertanding pemain harus mengetahui siapa
kemampuan individu bertindak, calon lawannya itu, baik dalam hal
mengambil keputusan, dan menyesuaikan kelebihan maupun kekurangannya. Hal ini
diri dalam situasi yang baru dan dimaksudkan agar atlet dapat menentukan
menerapkan hubungan yang relevan antara pola ataupun strategi yang akan digunakan
gagasan serta kemampuannya. Dalam dalam bertanding nanti. Selain itu, atlet
perkembangan selanjutnya, pengertian juga dituntut untuk menganalisis
intelegensi mengalami banyak perubahan, permainan lawan, yang kemudian
namun selalu mengandung pengertian diaplikasikan bagaimana seorang atlet
bahwa intelegensi merupakan kekuatan dapat mengungkapkan pendapat saat
berdiskusi (Suranto 2005:27).

a. Faktor yang berpengaruh terhadap


Intelegensi
Intelegensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Berdasarkan pendapat
Ahmadi dan Widodo (1991:33), faktor
yang mempengaruhi intelegensi meliputi

faktor pembawaan (keturunan), (lingkungan), dan minat. Pembawaan merupakan


kematangan (kondisi fisik), pembentukan kesanggupan yang tidak sama pada tiap orang dan dibawa
sejak lahir. Kematangan berkaitan dengan seseorang dapat diketahui melalui
munculnya kemampuan jiwa yang pengukuran. Menurut Syah (2009:82)
berkembang mencapai puncaknya. Intelligence Quotient (IQ) merupakan
Pembentukan mencakup faktor luar yang ukuran tingkat kecerdasan seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. berkaitan dengan usia mental dan usia
Minat merupakan daya penggerak dan sebenarnya yang diperoleh dari tes
dorongan terhadap intelegensi. intelegensi. IQ (Intelligent Quotient)
adalah suatu skor dari hasil tes intelegensi.
b. Macam Intelegensi
Berdasarkan arah atau hasilnya, c. Aspek-aspek IQ (Intelligent Quotient)
intelegensi dapat dikelompokkan menjadi Tipe kecakapan yang diukur
dua macam, yaitu intelegensi praktis dan dengan tes IQ (Intelligent Quotient)
intelegensi teoritis. Intelegensi praktis menurut Charter (2010:3) meliputi
berkaitan dengan cara mengatasi situasi kecakapan verbal, kecakapan numeric,
sulit yang berlangsung cepat dan tepat penalaran, dan kecakapan spasial.
sedangkan intelegensi teoritis berhubungan Kecerdasan verbal berhubungan dengan
dengan cara berpikir seseorang mengenai kapasitas seseorang menggunakan bahasa
penyelesaian soal atau masalah dengan untuk mengungkapkan diri sendiri,
cepat dan tepat (Sujanto, 2004:66). memahami teks tertulis, dan memahami
Perkembangan intelegensi sangat orang lain. Kecerdasan numeric berkaitan
tergantung pada cara berpikir dan batas dengan matematika dan angka, meliputi
kemampuan seseorang. Intelegensi atau kemampuan penalaran dan menjalankan
sering dikenal dengan kecerdasan hanya fungsi-fungsi aritmatika dasar.
dapat berkembang sampai pada batas Kemampuan dalam memecahkan soal
kemampuan individu, dan tiap individu tentang kecakapan spasial adalah untuk
memiliki batas kemampuan yang berbeda mengetahui seberapa baik seseorang
(Sujanto, 2004:67). Besarnya intelegensi mengenali pola dan arti informasi
kompleks yang muncul sekilas. Tes
kecakapan spasial ditentukan oleh sifat
kreatif intuitif seseorang.
5. EQ (Emotional Quotient) merupakan kemampuan seseorang mengelola perasaan dan
Faktor intelegensi lain yang emosinya kepada diri pribadi maupun kepada orang lain,
mempengaruhi prestasi adalah kecerdasan menjaga keselarasan emosi dan
emosional. Kecerdasan emosional pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan hati menyangkut keterampilan menghindari
keterampilan sosial (Goleman, 2003:512). stress ketika dihadapkan pada persoalan
Seseorang yang cerdas dalam yang berat (Aunurrahman, 2009:89-94).
emosinya menurut Goleman (2003:45) Menurut Goleman
adalah seseorang yang dapat (Hoerr,2007:109), orang yang tidak mampu
mengaplikasikan ciri kecerdasan emosional mengendalikan perasaan dan emosinya
dalam dirinya. Ciri kecerdasan ini meliputi maka mereka akan berkutat pada perang
memotivasi diri, ketahanan menghadapi batin dan tidak memiliki kemampuan untuk
frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan berkonsentrasi dan berpikir jernih. Suasana
menjaga suasana hati. Memotivasi diri, batin, kemampuan dalam berkonsentrasi dan
menyangkut kemampuan internal untuk berpikir jernih sangat mempengaruhi
menggerakkan potensi fisik dan psikologis prestasi seorang atlet dalam suatu
(mental) dalam beraktivitas sehingga kejuaraan. Seorang atlet akan dapat
mampu mencapai keberhasilan. Ketahanan bertanding dengan baik apabila suasana
menghadapi frustasi menyangkut daya tahan batin dan pikirannya baik.
dalam menghadapi persoalan yang Prestasi olahraga yang hanya dititik
kompleks yang dapat membuat frustasi. beratkan pada kemampuan teknik, ataupun
Mengendalikan dorongan hati menyangkut fisik saja merupakan wujud dari pandangan
kendali emosi agar terhindar dari depresi yang kurang tepat karena prestasi yang
(kecemasan) sehingga optimis dalam maksimal harus dapat menyentuh dimensi
memandang keberhasilan. Menjaga suasana individual atlet secara menyeluruh termasuk
dimensi emosional. Santosa
(Yulianto,2005:56) berpendapat bahwa
untuk dapat berprestasi atlet perlu
dipersiapkan mentalnya agar mereka
mampu mengatasi ketegangan yang sering
dihadapinya baik pada saat berlatih berat
maupun pada saat berkompetisi. Pembinaan
mental dilakukan agar atlet mudah dan
berlatih melakukan konsentrasi serta
pengendalian diri, sehingga pada saat-saat

kritis tetap dapat mengambil keputusan dan 6. Aspek-aspek EQ (Emotional Quotient)


melakukan koordinasi diri dengan baik. Kecerdasan Emosi dapat diukur dari beberapa
aspek. Goleman dan Cherniss (2001:28) merasakan apa yang dirasakan oleh orang
mengemukakan lima kecakapan dasar dalam lain, mampu memahami perspektif orang
kecerdasan Emosi, meliputi: self awareness, lain, dan menimbulkan hubungan saling
self management, motivation, empati (social percaya serta mampu menyelaraskan diri
awareness), relationship management. Self dengan berbagai tipe individu. Relationship
awareness menyangkut kemampuan untuk management, merupakan kemampuan
mengetahui perasaan dalam dirinya dan menangani emosi dengan baik ketika
efeknya serta menggunakannya untuk berhubungan dengan orang lain dan
membuat keputusan bagi diri sendiri, menciptakan serta mempertahankan
memiliki tolak ukur yang realistis, atau hubungan dengan orang lain, bisa
kemampuan diri dan mempunyai mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah,
kepercayaan diri yang kuat lalu menyelesaikan perselisihan dan bekerja
mengkaitkannya dengan sumber sama dalam tim.
penyebabnya. Self management merupakan B. Faktor Eksternal
kemampuan menangani emosinya sendiri,
Selain faktor internal, prestasi yang
mengekspresikan serta mengendalikan
maksimal juga dipengaruhi oleh adanya
emosi, memiliki kepekaan terhadap kata
faktor eksternal yaitu sarana prasarana dan
hati, untuk digunakan dalam hubungan dan
peralatan olahraga serta sistem kompetisi.
tindakan sehari-hari. Motivation merupakan
Sarana dan prasarana juga mendukung
kemampuan menggunakan hasrat untuk
seorang atlet dalam berprestasi karena jika
setiap saat membangkitkan semangat dan
keadaan sarana dan prasarana tidak lengkap
tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih
maka prestasi seorang atlet tidak akan
baik serta mampu mengambil inisiatif dan
maksimal. Begitu pula dengan adanya
bertindak secara efektif, mampu bertahan
sistem kompetisi yang sisitematis dan
menghadapi kegagalan dan frustasi. Empati
berkesinambungan akan mempengaruhi
(social awareness), merupakan kemampuan
prestasi seorang atlet.

C. Aspek-aspek psikologis yang lain


yang berkaitan dengan prestasi
olahraga

Aspek-aspek mental psikologis konatif. Ketiga dimensi ini berkaitan dengan proses
dapat diuraikan dalam tiga dimensi yang belajar. Fungsi kognitif berkaitan dengan fungsi berfikir,
meliputi fungsi kognitif, afektif dan berkaitan dengan intelegensi. Termasuk didalamnya adalah
daya analisis, konsentrasi dan pengambilan fisiologis, seperti kebutuhan akan makanan,
keputusan. Fungsi afektif berkaitan dengan oksigen, dan aktivitas seksual. Sedangkan
perasaan dan emosi. Sedangkan fungsi yang termasuk kebutuhan sekunder adalah
konatif berkaitan dengan tingkah laku. kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan
Dalam olahraga, fungsi kognitif diperlukan rasa aman, kasih sayang, dan aktualisasi diri.
untuk diantaranya mengembangkan strategi Maka pada dasarnya setiap tingkah laku
permainan, fungsi afeksi untuk dapat ditelusuri sampai kepada kebutuhan
mengendalikan emosi serta menggelorakan apa yang mendasari tingkah lakunya, yang
semangat, dan fungsi tingkah laku dapat kemudian tingkah laku tersebut diarahkan
untuk memupuk sportivitas . pada suatu tujuan. Jika tujuan tercapai, maka
1. Motivasi kebutuhan terpenuhi dan dorongan tidak ada
Motivasi muncul karena adanya lagi, sampai timbulnya kebutuhan baru. Hal
sumber yang mendorong manusia untuk ini merupakan suatu siklus yang disebut
berusaha. Intensitas dari usaha untuk siklus motivasi. Hal ini dapat diterapkan
mencapai sasaran itulah yang mencerminkan dalam dunia olahraga, dimana tingkah laku
kuat atau lemahnya motivasi. Sesuai dengan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan
teori sistem kebutuhan, seseorang akan olahraga.
menampilkan suatu perilaku karena adanya Motivasi untuk melakukan sesuatu
kebutuhan akan suatu hal tertentu, yang dapat bersumber dari dalam manusia itu
biasanya merupakan kekurangannya. sendiri (intrinsik) dan dari lingkungan
Kebutuhan tersebut ada yang bersifat primer (ekstrinsik). Motivasi intrinsik adalah
dan sekunder. Kebutuhan primer adalah dorongan untuk berbuat yang berasal dari
kebutuhan dasar untuk hidup yang bersifat dalam diri yang bersangkutan, sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk
berbuat yang lebih disebabkan oleh
pengaruh dari orang lain atau lingkungan.
Motivasi intrinsik dapat merupakan karakter
atau ciri khas seseorang yang dibawa sejak
lahir, namun dapat juga diperoleh melalui
suatu proses belajar sampai terjadi proses
internalisasi sehingga menjadi bagian dari

kepribadiannya. Contohnya adalah seorang idolanya, dan atlet melakukan latihan keras sehingga sedikit
atlet yang ingin menjadi juara seperti demi sedikit menghasilkan prestasi, dimana kemudian atlet
merasakan kepuasan menjadi juara, dan karena tidak mungkin ia mendapatkan bonus
alasan atlet tersebut berlatih keras bukan lagi tersebut. Motivasi ekstrinsik dapat berubah
karena ingin seperti idolanya, tetapi karena menjadi motivasi intrinsik, setelah melalui
atlet itu sendiri memiliki kebutuhan akan proses belajar atau pengalaman, atlet
kepuasan menjadi juara. merasakan kepuasan menjadi juara sebagai
Sedangkan pada motivasi ekstrinsik, suatu kebutuhan.
penguatan untuk melakukan sesuatu 2. Emosi
diberikan oleh orang lain, misalnya dalam Emosi merupakan suatu aspek
bentuk bonus atau hadiah jika atlet mampu psikis yang berkaitan dengan perasaan.
mencapai suatu target tertentu. Pemberian Emosi ada yang positif dan ada yang
hadiah dapat berdampak positif maupun negatif. Misalnya, gembira, senang, bahagia,
negatif. Positifnya, atlet bisa menjadi sedih, kecewa, cemburu, marah, kesal, dan
semangat, gigih dan berjuang keras dalam sebagainya. Gejolak emosi dapat
mencapai suatu target yang memang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis
memungkinkan baginya untuk mencapai sehingga menimbulkan gejala
target tersebut. Negatifnya, atlet akan psikofisiologis, seperti jantung berdebar
menjadi terbiasa mengharapkan bonus, keras, tekanan darah meninggi, atau fungsi
sehingga jika pada kesempatan lain tidak pencernaan terganggu, dimana sebenarnya
dijanjikan bonus atau hadiah, maka atlet secara organis tidak terjadi kelainan apapun.
tidak bersemangat dalam mencapai Dalam olahraga, emosi yang tidak
tergetnya. Demikian pula jika targetnya terkendali tentunya akan menghambat
terlalu tinggi sehingga hampir mustahil penampilan sehingga atlet tidak dapat
bagi atlet untuk mencapainya, maka iming- meraih prestasi optimalnya. Pelatih,
iming bonus itu akan berdampak negatif pembina, psikolog dan dokter olahraga
bagi atlet, karena ia bisa merasa frustrasi, harus cermat dalam melakukan observasi,
apatis, menyalahkan diri sendiri atau orang analisis dan evaluasi terhadap kebiasaan
lain dan ciri khusus setiap atletnya, khususnya
pada saat-saat menegangkan sebelum
turun bertanding. Reaksi atlet dalam
menghadapi ketegangan dan cara
mengatasinya bisa berbeda-beda. Ada atlet

yang lebih suka menyendiri namun ada menghadapi pertandingan.


pula yang justru ingin ditemani saat Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang hati-
hati dalam usaha membantu atlet bahwa “Pencak silat adalah gerak serang
mengendalikan emosi dalam menghadapi bela yang teratur menurut sistem, waktu,
ketegangannya. Salah satu cara adalah tempat dan iklim dengan selalu menjaga
dengan mengajarkan atlet teknik-teknik kehormatan masing-masing secara ksatria,
pengendalian emosi dan ketegangan, seperti tidak mau melukai perasaan, jadi pencak
latihan relaksasi, pernafasan dan visualisasi. silat menuntut pada segi lahiriah. Silat
Teknik-teknik ini akan dipelajari lebih adalah gerak serang bela yang erat
mendalam di pelatihan tingkat muda. hubungannya dengan rohani, sehingga
Namun pada intinya, gejolak emosi yang menghidup suburkan naluri, menggerakkan
berupa ketegangan sebelum bertanding hati nurani manusia, langsung menyerah
dapat dikurangi dengan melakukan gerakan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
pemanasan yang cukup. Kemudian pelatih Berdasarkan arti kata pencak silat
perlu memperlihatkan sikap positif terhadap dapat dirumuskan bahwa, pencak silat
atletnya dengan memberikan kata-kata merupakan gerak dasar beladiri yang
penyemangat dan instruksi yang singkat, didasarkan pada peraturan yang berlaku
jelas, sehingga atlet akan fokus hanya yang bersumber dari kerohanian dan
kepada penampilannya, bukan terhadap rasa menghindari dari segala malapetaka. Srihati
tegangnya, dan pada akhirnya sang atlet juga Waryati dan Agus Mukholid (1992: 15)
akan berfikir positif dan optimis dalam menyatakan bahwa pengertian pencak silat
menghadapi pertandingannya. adalah : “Hasil budaya manusia Indonesia
untuk membela dan mempertahankan
D. Prestasi Pencak Silat eksistensi (kemandirian) dan integritasnya
1. Pengertian Pencak Silat (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup
Pencak silat merupakan olahraga dan alam sekitarnya untuk mencapai
asli bangsa Indonesia warisan nenek keselarasan hidup guna meningkatkan iman
moyang kita. PB IPSI (1993 : 3) menyatakan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Pencak silat mengandung beraneka
ragam aspek, yaitu olahraga yang
mengandalkan kekuatan, pencak silat adalah
juga olah batin, olah nafas, perasaan seni
dan rasa kebersamaan yang tinggi. Menurut

PB IPSI (1993: 6) bahwa secara substansial empat rupa catur tunggal, seperti tercermin dalam senjata
“Pencak silat adalah suatu kesatuan dengan trisula pada lambang IPSI, dimana ketiga ujungnya
melambangkan unsur seni, beladiri dan 3. Kelas yang di Pertandingkan dalam
olahraga serta gagangnya mewakili unsur Pencak Silat
mental, spiritual”. Menurut Johansyah Lubis (2004: 37)
2. Unsur-unsur dalam Pencak Silat menyatakan bahwa “kategori tanding
Pencak silat adalah sebagai gerak didasarkan pada berat badan dengan
beladiri yang sempurna yang bersumber penggolongan menurut umur dan jenis
pada kerohanian yang suci murni, guna kelamin. Golongan remaja untuk putra dan
keselamatan diri atau kesejahteraan putri berumur 14 s.d 17 tahun dan golongan
bersama, menghindarkan diri manusia dari dewasa untuk putra dan putri berumur 17 s.d
bencana dan segala sesuatu yang jahat 35 tahun”.
(Srihati Waryati dan Agus Mukholid, 1992:
14). Golongan remaja putra dan putri
Pada dasarnya istilah atau nama terdiri atas sembilan kelas :
pencak silat mengandung unsur-unsur 1) Kelas A di atas 39 s.d. 42 kg
pengertian seperti tersebut diatas, yang 2) Kelas B di atas 42 s.d. 45 kg
merupakan isi dari pencak silat. Disamping 3) Kelas C di atas 45 s.d. 48 kg
unsur-unsur tersebut, menurut Sumarno dkk 4) Kelas D di atas 48 s.d. 51 kg
(1992: 194) ada empat aspek atau unsur 5) Kelas E di atas 51 s.d. 54 kg
dalam pencak silat, yaitu : 6) Kelas F di atas 54 s.d. 57 kg
1) unsur olahraga, 7) Kelas G di atas 57 s.d. 60 kg
2) unsur kesenian, 8) Kelas H di atas 60 s.d. 63 kg
3) unsur beladiri, 9) Kelas I di atas 64 s.d. 70 kg
4) unsur kerohanian atau mental spiritual.

Golongan dewasa putra dan putri


terdiri atas sepuluh kelas :
1) Kelas A di atas 45 s.d. 50 kg
2) Kelas B di atas 50 s.d. 55 kg
3) Kelas C di atas 55 s.d. 60 kg
4) Kelas D di atas 60 s.d. 65 kg
5) Kelas E di atas 65 s.d. 70 kg
6) Kelas F di atas 70 s.d. 75 kg
7) Kelas G di atas 75 s.d. 80 kg 10) Kelas K di atas 90 s.d. 95 kg
8) Kelas H di atas 80 s.d. 85 kg
9) Kelas I di atas 85 s.d. 90 kg Pada peraturan pertandingan pencak silat IPSI
kategori pertandingan Pencak Silat ketentuan dan peraturan yang
terdiri dari : berlaku untuk kategori ini.
1) Kategori Tanding 3) Kategori Ganda
Kategori pertandingan Pencak Silat Kategori pertandingan Pencak Silat
yang menampilkan 2 (dua) orang yang menampilkan 2 (dua) orang
pesilat dari kubu yang berbeda. Pesilat dari kubu yang sama,
Keduanya saling berhadapan memperagakan kemahiran dan
menggunakan unsure pembelaan kekayaan teknik jurus serang bela
dan serangan yaitu menangkis Pencak Silat yang dimiliki.
mengelak pada sasaran dan Gerakan serang bela ditampilkan
menjatuhkan lawan, menggunakan secara terencana , efektif, estetis,
taktik dan teknik bertanding, mantap dan logis dalam sejumlah
ketahanan stamina dan semangat rangkaian seri yang teratur, baik
juang, menggunakan kaidah dan bertenaga dan cepat maupun dalam
pola langkah yang memanfaatkan gerakan lambat penuh penjiwaan
kekayaan teknik jurus, dengan tangan kosong dan
mendapatkan nilai terbanyak. dilanjutkan dengan bersenjata, serta
2) Kategori Tunggal tunduk kepada ketentuan dan
Kategori pertandingan Pencak Silat peraturan yang berlaku untuk
yang menampilkan seorang Pesilat kategori ini.
memperagakan kemahirannya 4) Kategori Regu
dalam Jurus Tunggal Baku secara Kategori pertandingan Pencak Silat
benar, tepat dan mantap, penuh yang menampilkan 3 (tiga) orang
penjiwaan, dengan tangan kosong Pesilat dari kubu yang sama
dan bersenjata serta tunduk kepada mempergerakkan kemahirannya
dalam Jurus Regu Baku secara
benar, tepat, mantap, penuh
penjiwaan dan kompak dengan
tangan kosong serta tunduk kepada
ketentuan dan peraturan yang
berlaku untuk kategori ini.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini Descriptive Statistics
adalah metode penelitian kuantitatif
Minimu Maximu Std.
korelasional. Penelitian ini N m m Mean Deviation
merupakan penelitian korelasional
Intelligence 12 65,00 93,00 78,75 8,45
karena meneliti suatu hubungan antar
Emotional 12 36,00 72,00 57,00 14,59
variabel menurut koefisien
korelasinya. Sampel pada penelitian Prestasi 12 0,00 3,00 1,83 1,26
ini adalah atlet Pelatda Pencak Silat
Valid N 12
PON ke-XVIII yang berjumlah 12 (listwise)
orang. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik purposive sampling.
Tes yang digunakan untuk mengukur
IQ (Intelligent Quotient) pada
penelitian ini adalah Test Culture Data sampel secara keseluruhan
Fair Intelligence (CFIT) skala 3 secara statistik dapat disajikan pada tabel 4.
FORM A dan telah terstandarisasi Jumlah responden sebanyak 12 orang
(standardized test). ditunjukkan dengan simbol N, nilai terendah
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN setiap variabel ditunjukkan dalam angka
A. HASIL minimum, dan nilai tertinggi setiap variabel
Data hasil penelitian sebagai ditunjukkan dalam angka maksimum. Nilai
berikut : rata-rata (mean) merupakan hasil bagi antara
jumlah seluruh nilai dengan jumlah data.
Nilai dispersi dapat dilihat dari deviasi
standar. Jika nilai deviasi standar kecil hal
ini berarti nilai-nilai data berkisar mendekati
rata-rata, semakin besar nilai standar deviasi
maka nilai data tersebar semakin jauh dari
nilai rata-ratanya yang berarti data populasi
mendekati kebenaran.

1. IQ (Intelligence Quotient)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
diperoleh data skor IQ sebagai berikut: 65; (3) rerata sebesar 78,75 (4) standar

(1) skor tertinggi 93; (2) skor terendah deviasi 8,45 (5) panjang kelas interval 6
4. Pengujian Prasyarat Analisis
2. EQ (Emotional Quotient)
Uji prasyarat penelitian yang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
dipakai dalam penelitian ini meliputi uji
diperoleh data skor EQ
normalitas, uji linieritas, dan uji keberartian
regresi.

Hasil Uji Prasyarat Penelitian

Hasil
sebagai berikut: (1) skor Variabe Perhi Keputusa
Uji Prasyarat Kriteria Keterangan
tertinggi 72; (2) skor l Tunga n Uji (Ho)

terendah 36; (3) rerata n

sebesar 57; (4) standar


1. Uji Y 0,168 > 0,05 Diterim Data berasal dari
deviasi 14,59; (5) Normalitas a sampel yang
panjang kelas interval 8 terdistribusi normal

X1Y 0,483 > 0,05 Diterim Data Linier


a

3. Prestasi Pencak Silat 2. Uji Linieritas X2Y 0,031 > 0,05 Diterim Data Linier
Pada PON ke-XVIII a

Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, diperoleh data nilai
prestasi Pencak Silat pada PON ke- 5. Pengujian Hipotesis

XVIII sebagai berikut: (1) skor tertinggi Berdasarkan pengujian hipotesis

3; (2) skor terendah 0; (3) rerata sebesar secara keseluruhan diperoleh hasil seperti

1,83; (4) standar deviasi 1,26; (5) berikut:

panjang kelas interval


3.
Uji Variabe Hasil Data Kriteria Keputusan
l Perhitungan Tabel uji (Ho)

1. Persamaan X1X2Y 0,758 -- >0,05 Diterima


Regresi
Linier ganda

Hasil Analisis Uji Hipotesis


Dari hasil tersebut berarti hipotesis yang berbunyi
terdapat hubungan antara skor IQ dan Quotient) bukan satu-stunya faktor penentu
prestasi Pencak Silat pada PON ke-XVIII keberhasilan seorang atlet, karena masih
tidak dapat diterima. Itu berarti bahwa uji banyak faktor lain yang berpengaruh yang
hipotesis kedua dan ketiga tidak dapat lebih dominan saat menghadapi
dilakukan karena dari hasil perhitungan IQ pertandingan seperti faktor internal dan
dan EQ terhadap Prestasi Atlet Pencak Silat eksternal yang lain. Faktor internal yang lain
pada PON ke- XVIII tidak dapat diprediksi yang mempengaruhi prestasi yaitu keadaan
dari hasil skor IQ (Intelligent Quotient) dan psikologi atlet, pemahaman taktik atau
EQ (Emotional Quotient). strategi, keterampilan teknik, kemampuan
B. Pembahasan Hasil Analisis fisik, dan keadaan konstitusi tubuh. Faktor
Data eksternal meliputi sarana prasarana dan
Dari skor IQ (Intelligent Quotient) peralatan olahraga serta sistem kompetisi.
dan EQ (Emotional Quotient) yang
1. Faktor Internal
diperoleh dan uji prasyarat regresi yang
a. Keadaan psikologi atlet
telah dilakukan, keputusan H0 diterima yaitu
Keadaan psikologi atlet sangat
0,758 > 0,05 ini berarti bahwa tidak terdapat
mempengaruhi prestasi atlet, terlepas
hubungan antara IQ (Intelligent Quotient)
dari faktor IQ (Intelligent Quotient)
dan EQ (Emotional Quotient) terhadap
dan EQ (Emotional Quotient) yaitu
Prestasi Atlet Pencak Silat pada PON ke-
motivasi, rasa aman, percaya diri, dan
XVIII 2012. Ini menunjukkan bahwa
kedisiplinan. Seorang atlet harus
prestasi atlet Pencak Silat PON XVIII ini
mempunyai motivasi yang tinggi
tidak bisa diukur atau diprediksi dari faktor
untuk mencapai prestasi. Merujuk
psikologi IQ (Intelligent Quotient) dan EQ
pada pendapat Suranto (2005:43), “
(Emotional Quotient).
seseorang yang memiliki motif
Dengan demikian faktor psikologis berprestasi, seorang atlet akan berlatih
IQ (Intelligent Quotient) dan EQ Emotional keras semata-mata hanya ingin
mencapai prestasi tinggi sebagai
kepuasan hati”. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap kondisi atlet
pada saat bertanding. Efek yang lebih
besar dari motifasi yang kuat, disiplin

tinggi dan rasa percaya diri yang memiliki kebanggaan nasional dan bangga sebagai
tinggi pula maka seorang atlet akan warga Negara Indonesia serta memiliki rasa
berbangsa yang lebih mengikat, dan Faktor ini adalah untuk
lebih mengedepankan kerelaan mengembangkan penguasaan
berkorban demi Negara. keterampilan gerak. Keterampilan
gerak disini adalah teknik-teknik dasar
b. Pemahaman taktik atau strategi
s ebagai fondasi untuk meningkatkan
Faktor taktik ini digunakan untuk
keterampilan yang bermutu tinggi,
menumbuhkan daya tafsir, untuk
menimbulkan seni gerak yang indah
memadukan teknik dasar menjadi
dalam pertandingan, mengurangi
suatu pola gerak. Penguasaan taktik ini
resiko cidera dan menambah sikap
akan lebih baik jika ditunjang oleh
kematangan dalam bertanding.
kondisi fisik yang prima, serta
penguasaan teknik dasar yang d. Kemampuan fisik
sempurna. Seorang atlet akan Merupakan faktor yang mendasar
mempunyai prestasi yang maksimal yang menentukan kemampuan atlet
jika mampu mengembangkan strategi dalam menyelesaikan suatu program
dalam menghadapi lawan saat latihan yang menampilkan prestasi
bertanding. Hal tersebut sejalan dalam pertandingan. Keadaan kondisi
dengan pendapat Hariono (Bompa, fisik yang baik akan mempengaruhi
1994:58) bahwa persiapan taktik pula terhadap aspek-aspek kejiwaan
adalah persiapan yang berhubungan yang berupa peningkatan motivasi
dengan kemungkinan adanya pola kerja, semangat kerja, rasa percaya
bertahan dan menyerang untuk diri, dan ketelitian. Secara psikologis
memenuhi tujuan olahraga yaitu pula keadaan fisikpun juga akan
memperoleh kemenangan atau prestasi berpengaruh besar dalam kegiatan
dalam pertandingan ( 2011:7). olahraga. Kondisi fisik yang baik,
seperti yang dikemukakan oeh
c. Keterampilan teknik
Prawirasaputra ( Harsono, 1999: 60 )
akan berpengaruh terhadap fungsi dan
sistem organisme tubuh antara lain
yaitu :

1) Akan ada peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, dan komponen fisik
kemampuan sistem sirkulasi dan kerja lainnya.
jantung. 3) Akan ada ekonomi gerak yang lebih baik pada waktu
2) Akan ada peningkatan dalam latihan.
4) Akan ada pemulihan yang lebih cepat cm putera dan cepat berada pada
dalam organ-organ tubuh setelah cabang bola voli dan bola basket.
latihan.
5) Akan ada respon yang cepat dari
2. Faktor Eksternal
organisme tubuh apabila sewaktu-
Selain faktor internal, prestasi yang
waktu respon seperti ini diperlukan.
maksimal juga dipengaruhi oleh adanya
Sukses olahraga sering menuntut
faktor eksternal yaitu sarana prasarana
keterampilan yang sempurna dalam
dan peralatan olahraga serta sistem
situasi stres fisik dan psikis yang
kompetisi. Sarana dan prasarana juga
tinggi. Sedangkan kondisi fisik yang
mendukung seorang atlet dalam
prima biasanya akan dapat
berprestasi karena jika keadaan sarana
meningkatkan rasa percaya diri,
dan prasarana tidak lengkap maka
menekan stres pada tingkat yang tidak
prestasi seorang atlet tidak akan
terlalu tinggi dan bisa memanfaatkan
maksimal. Begitu pula dengan adanya
tekanan psikis tersebut pada hal-hal
sistem kompetisi yang sisitematis dan
yang positif.
berkesinambungan akan mempengaruhi
e. Keadaan konstitusi tubuh
prestasi seorang atlet.
Faktor konstitusi tubuh disini adalah
Antrhropometris dimana bentuk tubuh Adanya faktor-faktor yang lain
seseorang mempengaruhi prestasi yang dominan yang menentukan atlet
olahraga yang disesuaikan dengan pelatda Pencak Silat berprestasi
bentuk tubuh seseorang, contohnya menunjukkan bahwa tercapainya prestasi
atlet dengan tinggi badan minimal 180 yang tinggi tidak hanya ditentukan dari
faktor internal psikologi IQ (Intelligent
Quotient) dan EQ (Emotional Quotient).

V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN


SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan
interpretasi hasil penelitian serta

pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan 1. IQ ( Intelligent Quotient ) dan EQ ( Emotional Quotient
yaitu: ) tidak bisa digunakan sebagai prediktor capaian prestasi
atlet Pelatda Pencak Silat pada PON ke-XVIII 2012.
2. Atlet dengan skor IQ dan EQ tinggi, memahami bahwa perlu adanya latihan
sedang maupun rendah tidak mental baik itu secara intelektual maupun
mempengaruhi perolehan hasil prestasi emosional. Sehingga untuk meraih prestasi
baik emas, perak maupun perunggu. yang maksimal baik faktor internal maupun
3. Tidak hanya IQ dan EQ yang eksternal benar-benar mampu memberikan
mempengaruhi pestasi atlet Pelatda pengaruh bagi soeorang atlet.
Pencak Silat pada PON ke-VXIII 2012,
Atlet juga dapat mengetahui tingkat
namun banyak faktor diluar IQ dan EQ
IQ dan EQ masing-masing sehingga dapat
yang sangat berpengaruh terhadap
digunakan sebagai acuan penyelaras dari
prestasi atlet seperti kondisi fisik,
aspek-aspek yang lain seperti keadaan fisik
keterampilan teknik, sisitem kompetisi
dan keterampilan teknik sebagai tolok ukur
dan masih banyak faktor yang lain yang
seberapa besar seorang atlet akan berlatih
sangat mempengaruhi pestasi atlet.
dengan keras untuk mencapai prestasi yang
maksimal.
B. Implikasi
Berdasarkan pada kajian teori serta Hasil penelitian juga dapat
mengacu pada hasil penelitian ini, akan digunakan sebagai dasar pengembangan
disampaikan implikasi yang berguna secara penelitian selanjutnya dan dapat digunakan
teoritis maupun secara praktis dalam upaya sebagai bahan kajian atau referensi pada
meningkatkan prestasi atlet. penelitian sejenis.

1. Implikasi Teoretis
Hasil penelitian secara teoretis 2. Implikasi Praktis
dapat digunakan oleh pelatih untuk Hasil penelitian ini secara praktis
dapat digunakan pelatih untuk mengetahui
skor IQ (Intelligent Quotient) dan EQ
(Emotional Quotient) atlet, sehingga dapat
memberikan latihan-latihan yang dapat
mengembangkan kemampuan dan kesiapan
atlet dalam menghadapi pertandingan, baik
atlet yang memiliki IQ (Intelligent Quotient)

dan EQ (Emotional Quotient) rendah, Pelatih juga dapat memperhatikan perkembangan


sedang, maupun tinggi. seorang atlet dari segi psikologisnya sehingga dapat
memberikan program-progam latihan mental yang dapat
mempengaruhi peningkatan prestasi seorang 2. Bagi Pelatih
atlet untuk mencapai pestasi yang maksimal. a. Pelatih dapat memberikan latihan-
latihan yang intensif, baik latihan-
C. Saran
latihan mental maupun latihan fisik
Berdasarkan kesimpulan dan
yang dapat mengakomodasi seluruh
implikasi hasil penelitian di atas, maka dapat
atlet, baik atlet yang memiliki IQ
diajukan saran sebagai berikut:
(Intelligent Quotient) dan EQ
1. Bagi Atlet (Emotional Quotient) rendah, sedang,
Dari hasil penelitian seorang atlet maupun tinggi.
yang memiliki IQ ( Intelligent Quotient ) b. Pelatih harus mempunyai progam
dan EQ ( Emotional Quotient ) rendah, latihan mental yang harus dilakukan
sedang maupun tinggi, tidak berpengaruh secara teratur, sistematis, intensitas
secara positif atupun negative terhadap hasil yang semakin meningkat dan
prestasi atlet tesebut. Sehingga seorang atlet dilakukan berulang-ulang serta
harus dapat berlatih dengan keras untuk kerjasama antara pelatih fisik maupun
mempunyai keterampilan teknik yang baik, psikolog agar seorang atlet memiliki
keadaan fifik yang prima, motivasi tinggi kecakapan psikologis yang memadai
dan mampu mengembangkan aspek-aspek sehingga prestasi tinggi bukanlah
penunjang prestasi yang lain diluar aspek IQ suatu impian.
( Intelligent Quotient ) dan EQ ( Emotional c. Pelatih diharapkan dapat memahami
Quotient ) dengan maksimal. dasar-dasar psikologi yang dapat
diterapkan dalam bidang olahraga agar
seorang pelatih dapat berinteraksi
dengan baik terhadap atlet asuhannya
bahkan dengan pelatih-pelatih lain dan
orang-orang disekitarnya.
3. Bagi Peneliti
a. Perlu diadakan penelitian sejenis yang
melibatkan variabel-variabel lain yang
berkaitan dengan prestasi atlet Pencak
Silat, sehingga dapat diketahui

seberapa besar pengaruh faktor-faktor b. Hasil penelitian ini semoga dapat dikembangkan atau
yang berperan dalam meningkatkan digunakan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
prestasi atlet Pencak Silat.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan Emosional.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ahmadi, A. &Widodo, S.1991. Goleman, D and Cherniss C. 2001. The


Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Emotionally Intelligent Workplace:
How to Select for, Measure, and
Aiken, Lewis, R. 2000.
Improve Emotional Intelligence in
Psychological Testing and
Individuals, Groups, and
Assessment. Pepperdine University.
Organizations. San Francisco :
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Jossey-Bass.
Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Hadi, S. 2001. Analisis Regresi. Yogyakarta:

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Andi Offset.

Jakarta: Rineka Cipta. Hoerr, T. R. 2007. Buku Kerja Multiple

Baharuddin. 2007. Psikologi Pendidikan. Intelligences: Pengalaman New

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. City School di St. Louis dalam


Menghargai Aneka Kecerdasan
Bar-On, Reuven. 2005. The Bar-On Model Anak. Bandung : Kaifa.
of Emotional-Social Intelligence Lubis, J. (2004). “Pencak Silat Panduan
(ESI.Consortium for Research on Praktis”. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Emotional Intelligence in
Organizations Issues in PB IPSI. (1993). “Beladiri Pencak Silat”.
Jakarta: Bahan Penataran Nasional
Emotional Intelligence). Tingkat Muda.

Charter, Philip. 2010. Tes IQ Tingkat Lanjut. Prawirasaputra.1999. Dasar-dasar


Jakarta: Indeks. Kepelatihan. Departemen
pendidikan Dasar dan Menengah
Bagian Proyek Penataran Guru
SLTP Setara D-III. Yogyakarta.

Riduwan. 2004. Metode dan Teknik


Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Sambas A. M. 2007. Analisis Korelasi,


Regresi, dan Jalur dalam

Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setiadi, W. 2001. Hubungan Inteligensi, Status Gizi


Setia. dengan Prestasi Belajar Siswa SLTP (Tesis).
Semarang: Universitas Diponegoro. Suranto, H. 2005. Psikologi Olahraga.
DIPA Universitas Sebelas Maret.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya. Jakarta : Suwarto, W.A dan Slamet. 2007.
PT Rineka Cipta. Dasar- Dasar Metodologi
Penelitian Kuantitatif.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung:
Surakarta: Sebelas Maret
Tarsito.
University Press.
Sujanto, A. 2004. Psikologi Umum. Jakarta:
Bumi Aksara Syah, M. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta:
Sukmadinata, N.S. 2004. Landasan PT Raja Grafindo Persada.
Psikologi Proses Pendidikan.
Waryati, S.& Mukholid, A. (1992). “
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pencak Silat “. Surakarta: UNS
Sumarno. (1992). Beladiri Pencak Silat.
Jakarta: PT Gramedia. Press.

Winarsunu, T. 2002. Statistik dalam


Penelitian Psikologi dan
Pendidikan. Malang : UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai