Anda di halaman 1dari 42

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG

FOODBORNE DISEASE TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN


DAN SIKAP MENGENAI FOODBORNE DISEASE PADA ANAK
USIA SEKOLAH DI SD SEMPOLAN II, JEMBER, JAWA TIMUR

PROPOSAL PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar skripsi

Oleh:

SITI ZULAIKHA
NIM: G2A215062

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2015/2016
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi
penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak
saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan
sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak
usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan
kuantiítas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut
pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat
dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam
pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini
mengakibatkan gangguan pada banyak organ organ dan sistem tubuh anak.
Foodborne diseases atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap
bukan termasuk penyakit yang serius, sehingga seringkali kurang
diperhatikan. (Widodo Judarwanto, 2015)
Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang menjadi penggerak
pembangunan di masa yang akan datang ditentukan oleh bagaimana
pengembangan SDM saat ini, termasuk pada usia sekolah. Pembentukan
kualitas SDM sejak masa sekolah akan mempengaruhi kualitasnya saat
mereka mencapai usia produktif (Andarwulan et al, 2009).
Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi
tentang gizi yang memadai (Gizi dan kesehatan masyarakat, 2008).
Definisi pengetahuan secara luas yaitu hasil penginderaan seseorang melalui
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba terhadap suatu objek
tertentu. Selain itu pengetahuan, dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau
pengalaman orang lain. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
bertahan lebih lama dibanding tidak disadari dengan pengetahuan
(Notoatmodjo 2003).
Pada 2011, US Centers untuk Disease Control and Prevention (CDC)
menerbitkan perkiraan baru untuk jumlah penyakit bawaan makanan
(foodborne disease) yang disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi dan
dikonsumsi di United States. Banyak diketahui, pathogen dan agen yang tidak
teridentifikasi ditularkan melalui makanan yang menyebabkan 47,8 juta kasus
penyakit setiap tahun, yang mengakibatkan 127.839 dirawat di rumah sakit
dan 3037 meninggal dunia (Scallan Elaine, 2011)
Sampai dengan 600 juta orang di Dunia, 1 dibanding 10 menderita penyakit
yang disebabkan oleh makanan setiap tahunnya, WHO mengatakan hal ini
pada The First Global Estimate. Jumlah korban meninggal sampai dengan
420.000. WHO mengatakan mengumpulkan laporan karena foodborne disease
disalahartikan sebagai penyakit yang ringan dan ditempatkan di prioritas yang
rendah untuk kesehatan masyarakat. Tetapi pada kenyataannya, Foodborne
disease tidak hanya membunuh, tetapi juga berperan penting pada masalah
kesehatan jangka panjang pada penderita yang berhasil sembuh, menghambat
pertumbuhan pada anak-anak, gagal ginjal dan hati dan merupakan penyebab
dari beberapa kanker. (Maryn Mc. Kenna, 2015)

B. RUMUSAN MASALAH

SD Sempolan II terletak di Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur


yang memiliki kurang lebih 180 siswa yang kebanyakan dari kalangan
menengah ke bawah. SD ini tidak memiliki kantin sekolah dan siswanya
kebanyakan membeli jajanan pada penjaja makanan maupun warung-warung
disekitar SD tersebut yang belum tentu terjamin kebersihannya.
Dikarenakan banyaknya penyakit yang diakibatkan oleh makanan pada anak
sekolah yang diakibatkan kurangnya pengetahuan dan sikap memilih jajanan
pada anak sekolah maka penulis tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh
antara pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap memilih
jajanan pada anak SD Sempolan II, Jember.
C. TUJUAN PENELITIAN

1. TUJUAN UMUM
Diketahui adanya pengaruh pendidikan kesehatan tentang foodborne
disease terhadap tingkat pengetahuan dan sikap anak usia sekolah
2. TUJUAN KHUSUS
a. Diketahuinya tingkat pengetahuan anak usia sekolah tentang
foodborne disease (penyakit bawaan makanan).
b. Diketahuinya sikap anak usia sekolah sebelum diberi pendidikan
kesehatan tentang foodborne disease.
c. Diketahuinya sikap anak usia sekolah setelah diberikan pendidikan
kesehatan tentang foodborne disease.
d. Diketahuinya adanya pengaruh pendidikan kesehatan tentang
foodborne disease terhadap tingkat pengetahuan dan sikap anak usia
sekolah

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi


peneliti, institusi pendidikan, siswa dan instansi pelayanan kesehatan.
1. Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam melakukan penelitian
ini.
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi kontribusi positif pada pihak
sekolah agar memberikan pendidikan mengenai penyakit bawaan makanan
serta pemantauan terhadap siswa-siswinya dan penjual makanan yang ada
di lingkungan sekolah tersebut
3. Bagi siswa
Hasil penelitian diharapkan memberi pengetahuan pada siswa akan
pentingnya pengetahuan tentang penyakit bawaan makanan dan cara
menyikapinya.
4. Bagi instansi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian dapat menjadi bahan evaluasi akan pentingnya pemberian
pendidikan kesehatan tentang bahayannya penyakit bawaan makanan
kepada siswa sekolah dasar.

E. KEASLIAN PENELITIAN

No Nama Tahun Variable yang Desain Hasil penelitian


. peneliti penelitian diteliti penelitian
1. Rifka 2015 Hubungan Cross Adanya
triasari pengetahuan sectional hubungan
dan sikap antara
mengenai pengetahuan
jajanan aman dan sikap
dengan mengenai
perilaku jajanan aman
memilih dengan perilaku
jajanan pada memilih jajanan
siswa kelas V pada siswa
SD negeri kelas V SDN
Cipayung Cipayung
Depok Depok
2. Safrian 2012 Perilaku Cross Ada hubungan
a memilih Sectional bermakna
jajanan pada antara variable
siswa Sekolah jenis kelamin
Dasar di SDN bahwa siswa
Garot perempuan
Kecamatan memiliki
Darul Imarah perilaku jajanan
Kabupaten yang lebih baim
Aceh Besar, dari siswa laki-
2012 laki
Sikap siswa
dalam memilih
makanan,
pengaruh
media,
pengetahuan
orangtua dan
dukungan
mempunyai
hubungan yang
bermakna
dalam perilaku
memilih jajanan

BAB 2
KERANGKA TEORI

A.Tinjauan pustaka tentang variable yang diteliti

1. Anak Sekolah Dasar

a. Pengertian anak Sekolah Dasar

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun


2010, sekolah dasar adalah salah satu pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
Suharjo (2006) menyatakan bahwa sekolah dasar pada dasarnya
merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program
pendidikan enam tahun bagi anakanak usia 6-12 tahun. Hal ini juga
diungkapkan Fuad Ihsan (2008) bahwa sekolah dasar ditempuh selama 6
tahun.
Pernyataan tentang sekolah dasar lainnya yang dikemukakan oleh
Harmon & Jones (2005) bahwa: “Elementary schools usuallyserve
children between the ages of five and eleven years, orkindergarten
through sixth grade. Some elementary schools comprise kindergarten
through fourth grade and are called
primary schools. These schools are usually followed by a middleschool,
which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also
range from kindergarten to eighth grade”.
Pernyataan oleh Harmon & Jones sedikit berbeda dengan pernyataan oleh
Suharjo. Jika Suharjo menyatakan sekolah dasar lebih ditujukan pada
anak yang berusia 6-12 tahun, maka Harmon dan Jones menyatakan
sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak antara usia 5-11 tahun dan
usia tingkatan sekolah menengah.
Di Indonesia, kisaran usia sekolah dasar berada di antara 6 atau 7 tahun
sampai 12 tahun. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai
dari kelas 1 sampai kelas 6.
b. Karakteristik anak Sekolah Dasar

Karakter anak usia Sekolah Dasar menurut Adriani dan Wirjatmadi,


2012 adalah :

1). Karakteristik fisik/jasmani anak usia sekolah:

a). Pertumbuhan lambat dan teratur

b). Berat badan dan tinggi badan anak wanita lebih besar daripada
anak laki-laki pada usia yang sama

c). Pertumbuhan tulang

d). Pertumbuhan gigi permanen

e). Nafsu makan besar

f). Timbul haid pada masa ini

2). Karakteristik emosi anak usia sekolah:

a). Suka berteman

b). Rasa ingin tahu

c). Tidak peduli terhadap lawan jenis

3). Karakteristik social anak usia sekolah:

a). Suka bermain

b). Sangat erat dengan teman-teman sejenis, laki-laki dan wanita


bermain sendiri

4). Karakteristik intelektual anak usia sekolah:

a). Suka berbicara dan mengeluarkan pendapat

b). Minat besar dalam belajar dan keterampilan

c). Ingin coba-coba dan selalu ingin tahu sesuatu

d). Perhatian terhadap sesuatu sangat singkat.


Kelompok anak usia sekolah merupakan kelompok rentan gizi, kelompok
masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, bila masyarakat
terkena kekurangan penyediaan bahan makanan. Pada umumnya
kelompok ini berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relative
pesat, yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah relative besar
(Sediaoetama, 2004).

c. Kebutuhan gizi pada anak Sekolah Dasar

Anak usia sekolah dasar dapat digambarkan sebagai anak berumur 6


sampai 12 tahun, dengan karakteristik pertumbuhan yangsemakin
meningkat tetapi dengan sedikit masalah pemberian makanan. Waktu
lebih banyak dihabiskan di sekolah sehingga anak usia ini mulai
menyesuaikan dengan jadwal rutin. Mereka juga mencoba mempelajari
keterampilan fisik dan menghabiskanbanyak waktu untuk berolahraga
dan bermain. Anak pada usia sekolah dasar tumbuh dengan perbedaan
tinggi badan yang sudah mulai tampak. Ada sebagian anak yang terlihat
relatif lebih pendek atau lebih tinggi. Komposisi tubuh anak usia sekolah
dasar juga mulai berubah. Komposisi lemak meningkat setelah anak
berusia 6 tahun (Damayanti, Didit Muhilal, 2006). Hal ini diperlukan
untuk persiapan percepatan pertumbuhan pubertas.
Komposisi tubuh anak laki-laki dengan anak perempuan mulai terlihat
berbeda walaupun tidak bermakna. Tubuh anak perempuan lebih banyak
lemak, sedangkan badan anak laki-laki lebih banyak jaringan otot.
Gizi yang cukup, secara bertahap memainkan peran yang penting selama
usia sekolah untuk menjamin bahwa anak-anak mendapatkan
pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang maksimal. Anak usia
sekolah 7-12 tahun memiliki beragam aktifitas sehingga kebutuhan
gizinya harus diperhatikan karena pada usia ini anak mudah terpengaruh
oleh kebiasaan-kebiasaan di luar keluarga. Pada usia ini anak mulai
memilih atau menentukan sendiri makanan yang dikonsumsi ataupun
yang disukainya. Kadang-kadang timbul kesulitan yang berlebihan
terhadap salah satu makanan tertentu yang disebut Food Faddism
(Anggaraini, 2003).
Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah dasar akan lebih
maksimal jika kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi. Selain itu,
pembiasaan pola makan sehat di dalam keluarga harus benarbenar
ditanamkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal
(Damayanti, Didit Muhilal, 2006).
Nutrisi pada anak berubah seiring bertambahnya pertumbuhan anak-anak
seperti fisik, mental, dan emosional. Anak yang tidak cukup kebutuhan
nutrisinya khususnya energi dan protein. Apabila kekurangan zat gizi ini
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun menyebabkan anak tumbuh
pendek (stunting) dan prestasi belajarnya lebih rendah daripada anak-
anak yang mendapatkan asupan gizi yang baik (A. Roth,R, 2011).
Anak-anak membutuhkan kandungan gizi yang cukup, seperti energi dan
protein. Energi merupakan salah satu hasil metabolism karbohidrat,
protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk
metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu tubuh dan kegiatan fisik.
Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan dalam bentuk glikogen
sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai
cadangan jangka panjang (IOM,2002 dalam WNPG VIII, 2004). Secara
umum pola pangan yang baik adalah bila perbandingan komposisi energi
dari karbohidrat, protein, dan lemak adalah 50-65% : 10-20% : 20-30%.
Komposisi ini tentunya dapat bervariasi tergantung umur, ukuran tubuh,
keadaan fisiologis, dan mutu protein makanan yang dikonsumsi (WNPG,
2004).
Kebutuhan energi pada dasarnya tergantung dari empat factor yang saling
berkaitan, yaitu aktivitas fisik, ukuran, komposisi tubuh, umur, iklim, dan
faktor ekologi lainnya. Untuk anak-anakdiperlukan tambahan energi
yang berfungsi untuk pertumbuhannya. Menurut Angka Kecukupan Gizi
(AKG) rata-rata yang dianjurkan (per orang/hari), kebutuhan energi anak
usia 1-3 tahun sebesar 1.000 kkal dan kebutuhan protein 25 gr. Adapun
kebutuhan energi anak usia 4-6 tahun sebesar 1.550 kkal dan kebutuhan
protein sebesar 39 gr. Untuk kebutuhan air anak usia 16 tahun sekitar 1,1
– 1,4 liter atau 5-7 gelas per hari. Semakin bertambah umur makin
bertambah jumlah air yang dibutuhkan (WNPG, 2004).
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan menempatkan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein,
separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang
rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya ada di dalam jaringan
lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat
digantikan oleh zat lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan
jaringan tubuh (Almatsier, 2009).
Protein sangat berperan pada anak-anak untuk perkembangan tubuh dan
sel otaknya (Rumadi, 2008).

Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang


Per Hari) Untuk Anak Usia 7-12 Tahun

Golongan umur Berat Tinggi Energy Protein


7-9 tahun 27 kg 130 cm 1850 kkal 49 gram
10-12 tahun 34 kg 142 cm 2100 kkal 56 gram
(pria)
10-12 tahun 36 kg 145 cm 2000 kkal 60 gram
(wanita)

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75


Tahun 2013

2. Tingkat pengetahuan
a. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
b. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut
Notoatmodjo (2012) mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1). Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, tahu ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2). Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan secara materi tersebut secara benar.
3). Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
4). Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,
seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5). Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada.
6). Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu criteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007), ada dua factor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi status kesehatan, intelegensi, perhatian, minat,
dan bakat. Sedangkan factor eksternal meliputi keluarga, masyarakat,
dan metode pembelajaran.
Beberapa factor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan
dan Dewi (2010) antara lain :
1). Faktor internal
a). Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang
menentukan maanusia untuk berbuat untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi yang akhirnya dapat mempengaruhi seseorang. Pada
umumnya makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi
b). Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakuka terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga
c). Umur
Semakin cukup umur individu, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
d). Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak
akan mempunya pengetahuan yang lebih luas.
2). Faktor eksternal
a). Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b). Sosial budaya
Sistem social budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi

3. Sikap
a. Pengertian sikap
Menurut Oxford Advanced Learner Dictionary mencantumkan bahwa
sikap (attitude) berasal dari bahasa italia attitudine yaitu ‘Manner of
placing or hoding the body, dan way of feeling, thinking or behaving’.
Campbel (1950) dalam Notoatmodjo (2003, p.29) mengemukakan
bahwa sikap adalah ‘A syndrome of response consistency with regard
to social object’. Artinya sikap adalah sekumpulan respon yang
konsisten terhadap obyek social. Dalam buku Notoatmodjo (2003,
p.124) mengemukakan bahwa sikap (attitude) adalah merupakan reaksi
atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau
obyek.
Menurut Eagle dan Chaiken (1993) dalam buku A. Wawan dan Dewi
M. (2010, p.20) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan
sebagai hasil evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke
dalam proses-proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari
definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa secara garis besar sikap
terdiri dari komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan
pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi
respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi menyebabkan respon-respon
yang konsisten.

b. Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto (1998) dalam buku
Notoadmodjo (2003, p.34) adalah:
1). Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya.
2). Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan
sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan
dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3). Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk,
dipelajari, atau berubahnsenantiasa berkenaan dengan suatu obyek
tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4). Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5). Sikap mempunyai segi-segi motivasi dari segi-segi perasaan, sifat
alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

c. Tingkatan dari sikap


Menurut Notoadmodjo (2003) dalam buku Wawan dan Dewi (2010),
sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1). Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
2). Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah
adalah berarti orang tersebut menerima ide itu.
3). Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat
tiga
4). Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

d. Fungsi sikap
Menurut Katz (1964) dalam buku Wawan dan Dewi (2010, p.23) sikap
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1). Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat
Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang memandang
sejauh mana obyek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat
dalam rangka mencapai tujuan. Bila obyek sikap dapat membantu
seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersifat positif
terhadap obyek tersebut. Demikian sebaliknya bila obyek sikap
menghambat pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negative
terhadap obyek sikap yang bersangkutan.
2). Fungsi pertahanan ego
Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk
mempertahankan ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh seseorang
pada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya atau
egonya.
3). Fungsi ekspresi nilai.
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu
untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan
mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat
menunjukkan kepada dirinya. Dengan individu mengambil sikap
tertentu akan menggambarkan keadaan system nilai yang ada pada
individu yang bersangkutan.
4). Fungsi pengetahuan.
Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan
pengalaman-pengalamannya. Ini berarti bila seseorang mempunyai
sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan tentang
pengetahuan orang terhadap obyek sikap yang bersangkutan.

e. Komponen sikap
Menurut Azwar S (2011, p.23) sikap terdiri dari 3 komponen yang
salingmenunjangyaitu:
1) Komponen kognitif
Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik
sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki
individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini)
terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial.
2) Komponen afektif
Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadappengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap
seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu.
3). Komponen konatif
Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap
yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan
cara-caratertentu.

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap


Menurut Azwar S (2011, p.30) faktro-faktor yang mempengaruhi sikap
yaitu:
1). Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila
pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam
situasi yang melibatkan factor emosional.
2). Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap
penting tersebut.
3). Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu
masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan
telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai
masalah.
4). Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi
lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif
berpengaruh terhadap sikap konsumennya
5). Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah mengherankan
apabila pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6). Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi
atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

4. Pendidikan Kesehatan

a. Pengertian
Pendidikan kesehatan dalam arti secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok,
atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat
unsure-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output
(melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu
promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau
perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif
oleh sasaran dari promosi kesehatan. (Notoadmojo, 2012)

b. Teori Procede-Proceed digunakan dalam promosi kesehatan

Dikutip dari Fertman pada tahun 2010 bahwa pendekatan terkenal untuk
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam program pendidikan
kesehatan adalah model Precede-Proceed yang dikemukakan oleh Green
& Kreuter 12 pada tahun 2005. Bagian Precede pada model (fase 1-4)
berfokus pada perencanaan program dan bagian proceed (fase 5-8)
berfokus pada pelaksanaa dan evaluasi. Delapan fase dari model
pedoman perencanaan dalam membuat program promosi kesehatan,
dimulai dengan keluaran yang lebih umum dan berubah menjadi keluaran
yang lebih spesifik. Pada akhirnya, proses memimpin untuk membuat
program, menghantarkan program dan mengevaluasi program. (Gambar
1. Menampilkan model Precede-Proceed untuk perencanaan program
kesehatan dan evaluasi; tanda panah menunjukan jalur utama kegiatan
menuju masukan program dan determinan kesehatan untuk hasil.)
Gambar 1. Model Precede-Proceed Sumber: Green & Kreuter, 2005,
p.10. 13
Fase 1: Diagnosis Sosial
Dalam fase ini, program menentukan bagaimana kualitas hidup dari
masyarakat tersebut secara spesifik., Untuk mengetahui masalah itu maka
sering digunakan indikator sosial dari kesehatan dalam populasi spesifik
(contohnya derajat kemiskinan, rata-rata kriminalitas, ketidakhadiran,
atau tingkat pendidikan yang rendah) yang berefek kepada kesehatan dan
kualitas hidup.
Fase 2: Diagnosis epidemiologi
Masalah sosial pada fase pertama dalam hal kesehatan adalah hal yang
dapat mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat. Dalam fase ke-2 ini
program mengidentifikasi faktor kesehatan atau faktor lain yang berperan
dalam perburukan kualitas hidup
Fase 3: Penilaian Pendidikan dan Ekologis
Fokus dalam fase 3 bergantian menjadi faktor mediasi yang dapat
mendorong atau penghindar sebuah lingkungan positif atau perilaku
positif. Faktor-faktor ini dikelompokan kedalam tiga kategori: faktor-
faktor predisposisi, faktorfaktor pemungkin dan faktor-faktor penguat
(Green & Kreuter, 2005).
Fase 4: Administrasi & Penilaian Kebijakan & Keselarasan
Intervensi Pada fase ini berisi tentang upaya untuk memperbaiki status
kesehatan dapat didukung atau dihambat oleh peraturan dan kebijakan
yang ada. Sehingga dapat dilihat bahwa fokus utama dalam administrasi
dan penilaian kebijakan 14 dan keselarasan intervensi dalam fase ke
empat adalah pemastian kenyatan, unuk meyakinkan bahwa ini ada
dalam aturan (sekolah, tempar kerja, organisasi pelayanan kesehatan,
atau komunitas) semua dukungan yang memungkinkan, pendanaan,
kepribadian, fasilitas, kebijakan dan sumber daya lainnya akan
ditampilkan untuk mengembangkan dan pelaksanaan program.
Fase 5: Implementasi atau Pelaksanaan
Penyampaian program terjadi selama fase 5. Juga, proses evaluasi (fase
6), yang mana dalam fase evaluasi yang pertama, terjadi dengan simultas
dengan pelaksanaan program.
Fase 6: Proses Evaluasi
Proses evaluasi adalah sebuah evalusi yang formatif, sesuatu yang
muncul selama pelaksanaan program
Fase 7: Pengaruh Evaluasi
Fokus dalam fase ini adalah evaluasi sumatif, yang diukur setelah
program selesai, untuk mencari tahu pengaruh interfensi dalam prilaku
atau lingkungan.

Fase 8: Hasil atau Keluaran


Evaluasi Fokus dari fase evualusi terakhir sama dengan fokus ketika
semua proses berjalan – indikator evaluasi dalam kualitas hidup dan
derajat kesehatan.

c. Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan Pendidikan Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab


terbentuknya perilaku tersebut Green dalam (Notoadmojo, 2012) yaitu :

1) Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi Promosi


kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan
penigkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun
masyarakatnya. Disamping itu, dalam konteks promosi kesehatan juga
memberikan pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan
sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan
kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan dengan penyuluhan
kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan,
billboard, dan sebagainya.

2).Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat) Bentuk


promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat
memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan
prasarana kesehatan dengan cara memberikan kemampuan dengan
cara bantuan teknik, memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana
untuk pengadaan sarana dan prasarana.

3).Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin) Promosi


kesehatan pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan
bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan 16
sendiri dengan tujuan agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi
teladan, contoh atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat


mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :

1). Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap


informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang
menerima informasi yang didapatnya.

2). Tingkat Sosial Ekonomi


Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah
pula dalam menerima informasi baru.
3). Adat Istiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat
istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

4). Kepercayaan masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh


orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan
masyarakat dengan penyampai informasi

5). Ketersediaan waktu di masyarakat.

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas


masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam
penyuluhan.

e. Metode pendidikan kesehatan

Menurut Notoadmojo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin


dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:

1). Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Metode ini bersifat individual dan biasanya digunakan untuk membina


perilaku baru, atau membina seorang yang mulai tertarik pada suatu
perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan
individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru
tersebut.

Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu:

a). Bimbingan dan penyuluhan (Guidance an Counceling)

b). Wawancara

2). Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Dalam


penyampaian promosi kesehatan dengan metode ini kita perlu
mempertimbangkan besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan
formal dari sasaran. Ada 2 jenis tergantung besarnya kelompok yaitu:

a). Kelompom besar.

b). Kelompok kecil.

3). Metode berdasarkan pendekatan massa

Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-


pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran
dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan
umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi, tingkat
pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin
disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap
oleh massa.

f. Media pendidikan

Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-


alat bantu tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoatmodjo,
2012) :

1). Menimbulkan minat sasaran pendidikan.


2). Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3). Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman.
4). Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan
yang diterima orang lain.
5). Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan.
6). Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/masyarakat.
7). Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
mandalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik.
8). Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
Dengan kata lain media ini memiliki beberapa tujuan yaitu:
1). Tujuan yang akan dicapai
a).Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep
konsep.
b).Mengubah sikap dan persepsi.
c). Menanamkan perilaku/kebiasaan baru.

2). Tujuan penggunaan alat bantu


a). Sebagai alat bantu dalam latihan/penataran/pendidikan
b).Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
c). Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi
d). Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
Ada beberapa bentuk media penyuluhan antara lain (Notoatmodjo,
2012):
1). Berdasarkan stimulasi indra
a). Alat bantu lihat (visual aid) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indra penglihatan.
b). Alat bantu dengar (audio aid) yaitu alat yang dapat membantu
untuk menstimulasi indra pendengar pada waktu penyampaian
bahan pendidikan/pengajaran.
c). Alat bantu lihat-dengar (audio visual aid)
2). Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya
a). Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip,
slide, dan sebagainya yang memerluka listrik dan proyektor.
b). Alat peraga sederhan, yang mudah dibuat sendiri dengan
bahan-bahan setempat.

3). Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media kesehatan


a). Media cetak
(1). Leaflet
Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan
melalui lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan
media ini antara lain : sasaran dapat menyesuaikan dan
belajar mandiri serta praktis karena mengurangi kebutuhan
mencatat, sasaran dapat melihat isinya disaat santai dan
sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan atau
dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa
didiskusikan, dapat memberikan informasi yang detail
yang mana tidak diberikan secara lisan, mudah dibuat,
diperbanyak dan diperbaiki serta mudah disesuaikan
dengan kelompok sasaran Sementara itu ada beberapa
kelemahan dari leaflet yaitu : tidak cocok untuk sasaran
individu per individu, tidak tahan lama dan mudah hilang,
leaflet akan menjadi percuma jika sasaran tidak
diikutsertakan secara aktif, serta perlu proses penggandaan
yang baik. (Lucie, 2005)
(2). Booklet
Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar.
Booklet sebagai saluran, alat bantu, sarana dan sumber
daya pendukungnya untuk menyampaikan pesan harus
menyesuaikan denganisi materi yang akan disampaikan.
Menurut Kemm dan Close dalam Aini (2010) booklet
memiliki beberapa kelebihan yaitu:
(a). Dapat dipelari setiap saat, karena desain berbentuk
buku.
(b). Memuat informasi lebih banyak dibandingkan dengan
poster.
Menurut Ewles dalam Aini (2010) booklet memiliki
beberapa keunggulan beberapa berikut :
(a). Klien dapat menyesuaikan diri belajar mandiri.
(b). Pengguna dapat melihat isinya pada saat santai.
(c). Informasi dapat dibagi dengan keluarga dan teman.
(d).Mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah
disesuaikan
(e). Mengurangi kebutuhan mencatat.
(f). Dapat dibuat secara sederhana dengan biaya relative
murah.
(g). Awet.
(h). Daya tampung lebih luas.
(i). Dapat diarahkan pada segmen tertentu.
(3). Flyer (selebaran)
(4). Flip Chart
Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam
bentuk buku di mana tiap lembar berisi gambar peragaan
dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan
kesehatan yang berkaitan dengan gambar. Keunggulan
menggunakan media ini antara lain : mudah dibawa, dapat
dilipat maupun digulung, murah dan efisien, dan tidak
perlu peralatan yang rumit. Sedangkan kelemahannya
yaitu terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relatif
besar, mudah robek dan tercabik. (Lucie, 2005)
(5). Rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster dan foto.
b). Media elektronik
(1). Video dan film strip
Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah dapat
memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh
mata dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai
sikap dan perilaku, efektif untuk sasaran yang jumlahnya
relatif penting dapat diulang kembali, mudah digunakan dan
tidak memerlukan ruangan yang gelap. Sementara kelemahan
media ini yaitu memerlukan sambungan listrik, peralatannya
beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian antara kaset
dengan alat pemutar, membutuhkan ahli profesional agar
gambar mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi,
serta membutuhkan banyak biaya. (Lucie, 2005)
(2). Slide
Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan berbagai realita
walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif
besar, dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya
cukup ringkas dan mudah digunakan. Sedangkan
kelemahannya memerlukan sambungan listrik, peralatannya
beresiko mudah rusak dan memerlukan ruangan sedikit lebih
gelap. (Lucie, 2005)
c). Media papan

 
5. Food Borne disease

a. Pengertian

Foodborne disease adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari


pencernaan dan penyerapan makanan yang mengandung mikroba
(mikroorganisme) oleh tubuh manusia. Mikroorganisme tersebut dapat
menimbulkan penyakit baik dari makanan asal hewan yang terinfeksi
ataupun dari tumbuhan yang terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi
selama proses atau pengolahan dapat berperan sebagai media penularan
juga.
Penularan foodborne disease oleh makanan dapat bersifat infeksi, yang
berarti bahwa suatu penyakit disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang
hidup, biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya peradangan.

Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi


makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang
mengkontaminasi makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat
berbahaya lain dapat menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut
terdapat dalam makanan.
Makanan yang berasal baik dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan
sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia
(Deptan RI, 2007).

Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease), biasanya


bersifat toksik maupun infeksius, disebabkan oleh agens penyakit yang
masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi.
Kadang-kadang penyakit ini disebut “keracunan makanan” (food poisoning)
walaupun istilah ini tidak tepat.
Penyakit yang ditularkan melalui makanan mencakup lingkup penyakit yang
etiologinya bersifat kimiawi maupun biologis, termasuk penyakit kolera dan
diare, sekaligus beberapa penyakit parasit (Motarjemi dkk, 2006).

Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) yang segera


terjadi setelah mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan
keracunan. Makanan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi
oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak
selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat
membahayakan manusia (BPOM RI, 2008).

Pada kasus foodborne disease mikroorganisme masuk bersama makanan


yang
kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus foodborne disease
dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian. Sebagai
contoh foodborne disease yang disebabkan oleh Salmonella dapat
menyebabkan kematian selain yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dan
Clostridium botulinum. Kejadian dan wabah paling sering disebabkan oleh
Salmonella dibanding penyakit foodborne disease lainnya. Mikroorganisme
lainnya yang dapat menyebabkan foodborne disease antara lain E. coli,
Campylobacter, Yersinia, Clostridium dan Listeria, virus serta parasit
(Deptan RI, 2007).

Dari semua penyakit yang ditularkan melalui makanan, yang paling sering
terjadi adalah diare. Penyakit diare menjadi masalah kesehatan dunia
terutama di negara berkembang. Hal ini terlihat dari tingginya angka
kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus
terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal.
Sanitasi yang buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi
bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat (Adisasmito,
2007).
Infeksi karena strain patogenik E.coli mungkin merupakan penyebab paling
umum diare di negara-negara berkembang. Kontaminasi E.coli dan patogen
lain dari tinja yang sering terjadi pada makanan, menunjukkan adanya
kontaminasi tinja pada makanan. Akibatnya, setiap patogen yang
penularannya melalui fekal-oral (missal rotavirus) dapat ditularkan melalui
makanan (Motarjemi dkk, 2006).

b. Penyebab

Beberapa penyakit bawaan yang sering terdapat di Indonesia pada


umumnya disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun jamur. Makanan dapat
terkontaminasi oleh mikroba karena, antara lain:

1) Mengolah makanan dan minuman dengan tangan kotor.


2). Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan

3). Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan


lainnya

4). Dapur yang kotor

5). Alat masak yang kotor

6). Memakan makanan yang sudah jatuh ke tanah

7). Makanan yang disimpan tanpa diutup sehingga serangga dan tikus dapat
menjangkau

8). Makanan yang masih mentah dan yang sudah matang disimpan secara
bersama-sama dalam satu tempat.

9). Makanan dicuci dengan air kotor

10).Pengolahan makan yang menderita penyakit menular

          Menurut Departeman Kesehatan RI beberapa penyakit yang


bersumber dari makanan dapat digolongkan menjadi:

1).  Food infection (bakteri dan viruses) atau makanan yang terinfeksi


seperti salmonella, cholera, tuberculosis, hepatitis.

2).  Food intoxication (bakteria) atau keracunan makanan oleh bakteri


seperti staphylococcus food poisning, clostridium perfringens food
poisoning.

3). Chemical food borne illness atau keracunan makanan karena bahan


kimia, seperti cadmium, zink, insektisida dan bahan kimia lain.

4). Poisoning plant and animal atau keracunan makanan karena hewan dan


tumbuhan beracun seperi jengkol, jamur, kentang, ikan buntal.

5). Parasite atau penyakit parasit seperti cacing Taeniasis, Cystircercosis,


Trichinosis, dan Ascariasis.
c. Peranan mikroba

            Berbagai  jenis  mikroba  patogen  dapat mencemari makanan yang


akan menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal pangan dapat
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi
(keracunan). Infeksi adalah penyakit patogen dapat menginfeksi korbannya
melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini diakibatkan masuknya
mikroba patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang sudah tercemar
mikroba. Intoksikasi merupakan keracunan pangan yang disebabkan oleh
produk toksik patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksin). Mikroba
tumbuh pada makanan dan memproduksi toksin, jika makanan tertelan,
maka toksin tersebut yang menyebabkan gejala bukan patogennya.

            Adapun mikroba tersebut antara lain bakteri, virus, dan jamur. Pola
penyebarannya yaitu: 

1. Bakteri yaitu melalui daging hewan mentah, seafood (makanan laut)


seperti kerang-kerangan mentah
a). Salmonella
Salmonella juga merupakan bakteri yang terdapat pada usus unggas,
reptilia dan mamalia. Bakteri ini dapat menyebar ke manusia melalui
berbagai macam pangan asal hewan. Penyakit yang disebabkan oleh
bakteri ini disebut salmonellosis, menyebabkan demam, diare dan keram
perut. Pada orang yang kondisi kesehatannya buruk atau sistem
kekebalan tubuhnya lemah, bakteri ini dapat menembus sistem
peredaran darah dan menyebabkan infeksi yang serius terhadap tubuh.

b). Clostridium Perfringens


Gejala yang ditimbulkan adalah diare dan nyeri perut. Bakteri ini
terdapat di saluran pencernaan carnivora (serigala, anjing), herbivora
(tikus, gajah, kalkun) dan babi. Media penularan adalah daging babi dan
kalkun. Makanan yang berasal dari hewan terkontaminasi oleh kuman
ini karena daging terkontaminasi oleh kotoran atau isi saluran
pencernaan di rumah potong hewan. Makanan yang sudah dimasak
dibiarkan dalam beberapa jam pada suhu kamar, disimpan di dalam oven
hangat atau disimpan dalam freezer dalam jumlah besar sehingga
temperatur tidak terlalu dingin atau tidak cukup untuk mencegah
pertumbuhan bakteri ini. Sehingga kasus penyakit ini dapat terjadi jika
manusia mengonsumsi makanan masak yang sudah mengandung
kuman.

c). Staphyllococcus
Staphylococcus biasanya terdapat diberbagai bagian tubuh  manusia,
seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah memasuki
makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang-orang
yang menangani  pangan  yang  merupakan penular atau penderita
infeksi patogenik (membentuk nanah). Keracunan makanan oleh
Staphylococcus disebut sebagai staphylococcal. Gejala yang paling
umum adalah mual, muntah, retching (seperti muntah tetapi tidak
mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas. Beberapa
orang   mungkin tidak selalu menunjukkan semua gejala penyakit ini.
Dalam kasus-kasus  yang  lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, kram
otot, dan  perubahan  yang  nyata pada  tekanan darah serta denyut nadi.
Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kelemahan dan
tekanan darah  yang  rendah (syok).
Gejala  biasanya  berlangsung  selama kurang dari 12 jam.

d). Escheria Coli


Escherichia coli merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal
ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas.
Penularan dapat terjadi melalui kontak dari pekerja yang terinfeksi
selama makanan diproses berlangsung. Air juga dapat terkontaminasi
kotoran manusia yang terinfeksi. Makanan yang berperan sebagai media
penularan adalah ikan salmon, unggas, susu dan keju camembert (keju
perancis). Oleh karena itu pemanasan yang baik pada makanan seperti
daging dan susu mentah sangatlah penting. Gejala yang ditimbulkan
pada manusia jika terinfeksi E. coli adalah diare.
2. Virus
a). Rotavirus
adalah virus yang menyebabkan gastroenteritis. Gastroenteritis viral
adalah infeksi usus yang disebabkan berbagai macam virus. Infeksi
rotavirus biasanya meningkat selama musim dingin. Infeksi simtomatik
paling sering terjadi pada anak berusia antara 6 bulan hingga 2
tahun.  Gejala yang timbul antara lain diare berupa buang air besar yang
berupa air (watery), demam, nyeri perut, dan muntah-muntah, sehingga
terjadi dehidrasi. Gejala utama Gastroenteritis virus adalah diare berair
berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam serta muntah. Gejala
lainnya adalah sakit kepala, demam, menggigil, dan sakit perut. Gejala
biasanya muncul dalam waktu 4 sampai 48 jam setelah terpapar virus
dan berlangsung selama 1 sampai 2 hari, walaupun gejala dapat
berlangsung selama 10 hari.
b). Norovirus

merupakan virus yang berasal dari golongan Norwalk virus. Merupakan


virus utama penyebab penyakit perut. Gejala penyakitnya sering terlihat
pada penderita diare. Sering kali dijumpai dalam air yang tidak bersih,
kerang-kerangan, es, telur, salad, dan berbagai makanan kontaminan
lainnya. Masa inkubasinya berkisar 1-2 hari.

c). Virus dalam air kemasan botol terutama dalam botol plastik berbahan
PET (Poly Ethylene Terphalate), kebanyakan merupakan jenis virus
yang menjadi penyebab hepatitis. Golongan yang termasuk virus ini
adalah sebagai berikut:
(1) Reo virus: menginfeksi intestines, paru-paru, ginjal, hati

(2) Rotavirus: merupakan penyebab diare dengan resiko kematian


yang sangat mengancam khususnya untuk bayi dan anak-anak
seperti yang telah dijelaskan tadi.
3. Jamur yaitu melalui makanan yang berasal dari tumbuhan seperti
sayuran, kacang-kacangan yang tidak diolah secara maksimal

Bahan Pangan
Penyakit yang
Mikotoksin Kapang Penghasil yang sering
Disebabkan
terkontaminasi
Alfatoksin Aspergillus flavus, A. Kegagalan Kacang tanah,
parasiticis fungsi hati, kacang-kacangan
kanker hati lain, jagung
serealia
Asam penisilat Penicillium Pembentukan Jagung, barley,
cyclopium, P. tumor, kacang-kacangan
martensii, P. kerusakan ginjal
chraceus, P. melleus
Rgotoksin Claviceps purpurea Kerusakan hati Serelia
Okratoksin A                 Ochraceus, A. Kerusakan hati Jagung, kacang-
mellus, A. sulphureus, kacangan, barley
P. viridicatum
Patulin A.                   clavatus, Kerusakan hati, Apel dan produk-
P. patulum, P. Kanker hati produk apel
expansum
Alimentary Toxic Cladosporium sp., Kerusakan hati Biji-bijian
aleukia (ATA)
Sterigmatosistin A.                 regulosus Sirosis hati, Gandum, oat
, A. nidulans, A. kanker hati
versicolor, P. luteum
Zearalenon Gibberella zeae Kerusakan Hati Jagung dan
serelia
Luteoskyrin P.islandicum Nekrosis hati, Tepung beras
kanker hati
Tabel 2 : Daftar jamur dan penyakit yang diakibatkannya

d. Mekanisme infeksi

Setelah mengkonsumsi makanan/minuman ada selang waktu hingga


terjadinya gejala yang disebut masa inkubasi. Masa inkubasi ini tergantung
dari pangan yang telah terkontaminasi oleh agent biologis atau kimianya.
Pada umumnya bahan kimia lebih cepat menimbulkan gejala biasanya
kurang dari satu jam. Sedangkan bahan biologis tergantung jenis
patogennya, bisa dalam selang waktu jam, hari ataupun minggu. Selama
inkubasi, patogen tersebut melewati lambung, usus halus dan biasanya
menempel pada dinding usus halus dan mulai memperbanyak sel. Beberapa
patogen akan tetap di dinding usus tersebut, ada yang menghasilkan racun
dan racunnya terserap pada aliran darah, dan beberapa patogen ada yang
menginvasi beberapa jaringan yang lebih dalam lagi. Gejala yang timbul
bervariasi. Beberapa patogen dapat menyebabkan gejala yang mirip, antara
lain diare, kejang perut, dan mual. Banyak patogen memiliki kesamaan
dalam gejala dan harus dibuktikan melalui uji laboratorium.

e. Pencegahan dan penanggulangan

Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases harus dilakukan


pada setiap tahap/proses penyajian makanan; dari mulai tingkat produksi di
peternakan, proses pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH),
pendistribusi dari peternakan/RPH ke pasar, proses pengolahan sampai
penyiapan makanan yang sudah jadi (finished food) di rumah/restoran, dll.

Pencegahan dan pe gendalian foodborne disease diistilahkan from


farm to table, yaitu dari mulai produksi di petrnakan sampai siap saji di
meja makan, antara lain meliputi:

1. Pemeriksaan hewan ternak di peternakanlrumah potog hewan. Ternak-


ternak yang akan dipotong harus berasal dari peternakan yang bebas
penyakit.
2. Peningkatan personal hygiene mulai dari pekerja kandang, petugas
rumah potong hewan, penjua daging, pekerja pada industry makanan,
juru masak sampai kepada konsumen.
3. Pengawasan terhadap kebersihan/sanitasi lingkungan di peternakan,
rumah potong hewan, alat trnsportasi, ruang pengolahan, peralatan dapur
atau pengolahan makanan dan peralatan saji.
4. Pengolahan makanan (daging, susu, telur dan produknya) secara higienis
dengan pemanasan yang cukup, pasteurisasi dan atau sterilisasi.
5. Penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan bku segar seperti
sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin.
Makanan cepat basi disimpan dalam suhu dingin, pisahkan raw material
dengan makanan sudah matang.
6. Pencucian
a) Pencucian atau pembilasan buah dan sayuran dapat menghilangkan
kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan
air, deterjen, larutan bakterisida seperti klorin, dan lain-lain.
b) Sebelum makan atau menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan
teliti memakai sabun dan kucuran air setidaknya 15 detik, lalu
keringkanlah dengan handuk bersih. Beberapa aktivitas yang wajib
diikuti dengan cuci tangan :
1). Setelah ke kamar mandi.
2). Setelah batuk, bersin , merokok, makan, minum.
3). Setelah membersihkan meja.
4). Sebelum memakai sarung tangan.
5). Setelah memegang hewan.
6). Ketika berpindah dari makanan mentah ke makanan matang.
7). Setelah membuang sampah.
8). Setelah memegang alat atau perlengkapan kotor.
9). Selama menyiapkan makanan.

c) Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat
membiaknya kuman yang menyebabkan racun makanan, yang
tumbuh di antara suhu 5℃ dan 60℃. Untuk berjaga-jaga:
1). Suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5℃ dan ada aliran udara di
seputar makanannya agar pembagian suhunya merata.
2). Makanan panas patut disimpan diatas suhu 60℃.
3). Makanan yang harus dipanaskan lagi harus cepat dipanaskan
sampai semua bagiannya mencapai suhu 75℃.
4). Makanan beku sebaiknya dicairkan didalam lemari es atau
microwave, sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada
suhu ruangan, makin cepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa
terbentuk.
5). Agar kumannya mati, makanan harus dimasak matang benar.

Desinfeksi adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh mikroba


patogen maupun pembusuk dengan menggunakan bahan kimia
(desinfektan).Desinfektan merupakan bahan kimia yang mampu
membunuh bakteri pembusuk dalam bentuk sel vegetatif, tetapi tidak
dalam bentuk spora.

Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk


membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan
panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau
pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu
blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan,
ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan
pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan
sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk
menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganism
B. Kerangka teori

C. Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara


konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur yang akan dilakukan pada
penelitian. Kerangka konsep terdiri dari variable-variabel yang lain
(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini terdiri dari variable bebas (independen)
yakni Pengaruh pendidikan kesehatan tentang Foodborne Disease dan dua
Variabel terikat (Dependen) yaitu Tingkat pengetahuan dan sikap.

Variable bebas (independen) Variable terikat (dependen)

Pengaruh pendidikan Tingkat pengetahuan


kesehatan tentang
Foodborne Disease
sikap

Bagan 2 : Kerangka konsep

D.Variabel penelitian

Terdapat tiga variable yaitu:

E. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan awal tentang kemungkinan hasil penelitian


mengenai hubungan antar variable yang diteliti (Dharma, 2011). Hipotesis
pada penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang Foodborne Disease terhadap


tingkat pengetahuan siswa kelas IV, V,VI SDN Sempolan II, Jember.
2. Ada pengaruh pendidikan kesehatan tenatng Foodborne Disease terhadap
sikap mengenai Foodborne Disease pada siswa kelas IV,V, VI SDN
Sempolan II, Jember.

DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2007. “Foodborne
Disease”. http://www.deptan.go.id/wap/berita_detailtampil.php?no_berita=96.
Diakses pada Tanggal 15 november 2016

Admin. 2011.“Mengenal Istilah “Foodborne


Disease””http://kmpvtb.wordpress.com/2011/08/14/mengenal-istilah-food-borne-
disease/. Diakses pada Tanggal 15 November 2016.

Admin. 2012. “Foodborne


Diseases” http://matakuliahbiologi.blogspot.com/2012/04/food-borne-
diseases.html. Diakses pada Tanggal 15 November 2016. Gov, NSW.______.
“Foodborne Disease”. http://www.health.nsw.gov.au. Diakses pada Tanggal 15
November 2016.

Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman


Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta : TIM

Judarwanto, Widodo (2012). Perilaku makan anak sekolah.


http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/perilaku-makan-anak-
sekolah.pdf. Diunduh pada tanggal 9 november 2016

Kusma, Ryanie. 2007. “Mengenal Foodborne


Disease”.http://ryaniehealth.blogspot.com/2007/03/mengenal-foodborne-
disease.html. Diakses pada Tanggal 15 November 2013.

Mc Kenna, Maryn. (Desember 3, 2015). Young Children suffer most, says first
Global Foodborne illness report.
http://theplate.nationalgeographic.com/2015/12/03/young-children-suffer-most-
says-first-global-foodborne-illness-report/. Diunduh pada tanggal 9 November
2016

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta;


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta; Rineka


Cipta.
Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan:
Pedoman skripsi, thesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta;
Salemba.

Triasari, Rifka. 2015. ‘Hubungan pengetahuan dan sikap mengenai jajanan aman
dengan perilaku memilih jajanan pada siswa kelas V SD Negeri Cipayung,
Depok’. Skripsi S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Scallan, Elaine, & Kirk, Martyn, & Griffin, P., M,. (2011) Estimates of disease
Burden associated with contaminated foodin the united states and globally. In J.
Glenn Morris, Jr & Morris E. Potter, Foodborne infection and intoxifications
Fourth edition (p. 4). USA:University of Florida FL.

Setiawati, Dermawan. 2008. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan.


Jakarta; Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai