Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN DENGAN PERMAINAN ULAR

TANGGA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGKONSUMSI


JAJANAN SEHAT SISWA- SISWI KELAS V DI SD NEGERI 1
SUKARAME KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2019

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Oleh :

Yoppi Yolanda Oktia

175130027P

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

2019

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Usia sekolah (usia 6 sampai 12 tahun), merupakan salah satu masa yang
mengalami tumbuh kembang yang cepat karena pada usia ini aktifitas
fisik akan terus meningkat. Pada usia sekolah asupan gizi yang baik dari
segi kuantitas maupun kualitas diperlukan agar tumbuh kembang anak
dapat optimal. Pemberian gizi pada usia sekolah biasanya tidak berjalan
secara sempurna, karena terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku makannya (Nuryantoet al., 2014).

Berdasarkan hasil survei BPOM menunjukan bahwa 99% anak sekolah


membeli jajanan di sekolah. Hasil uji Pangan Jajanan Anak Sekolah
(PJAS) dari tahun2009 sampai 2013 mengalami peningkatan dari 57,36%
menjadi 80,78% makanan yang memenuhi syarat seperti tidak
terkandung bahan berbahaya, terjaga higienitasnya dan bebas dari
kontaminasi logam berat. Survei yang dilakukan pada30 kota tahun 2013
dari 884 sekolah SD dan Madrasah Ibtidaiyah dari jumlah 5.566 hasil
yang tidak memenuhi syarat ada 1.730 atau 31,08% (BPOM, 2013).

Di Indonesia, berdasarkan data kejadian luar biasa (KLB) pada jajanan


anak sekolah (JAS) tahun 2004-2006, kelompok siswa sekolah dasar (SD)
merupakan kelompok yang paling sering mengalami keracunan makanan
(BPOM,2007). Pada tahun 2007, terjadi 179 kejadian keracunan makanan
dan 28 kejadian KLB keracunan pangan (16%) terjadi di lingkungan
sekolah. Makanan jajanan berkontribusi sebesar 28,57% sebagai pangan
penyebab KLB keracunan pangan di lingkungan sekolah dan siswa
sekolah dasar (SD) merupakan kelompok yang sering mengalami
keracunan pangan jajanan anak sekolah, yaitu sebesar 67%
(BPOM,2008).
3

Salah satu faktor yang memengaruhi gizi seseorang adalah kurangnya


pengetahuan tentang gizi, oleh sebab itu terdapat beberapa upaya dalam
peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satunya adalah dengan
merubah perilaku dalam kesehatan dengan cara meningkatkan
pengetahuan atau pendidikan. Pendidikan dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang, dengan adanya peningkatan pengetahuan maka
diharapkan akan terjadiperubahan perilaku yang lebihbaik terhadap
gizidankesehatan (Nuryantoet al., 2014).
Pendidikan gizi akan meningkatkan pengetahuan gizi anak dan akan
membantu sikap anak yang dapat memengaruhi kebiasaan anak dalam
memilih makanan dan snack yang menyehatkan. Pengaruh pendidikan
gizi terhadap kesehatan mungkin akan lebih efektif jika targetnya adalah
langsung pada anak usia sekolah(Nuryantoet al., 2014). Penelitian yang
dilakukan oleh Sudarmawan, 2013 menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai pemilihan jajanan
dengan perilaku anak memilih jajanan pada anak sekolah dasar di SDN
Sambikerep II/480 Surabaya dengan hasil harga signifikan sebesar 0,027.
Pemberian edukasi pada anak sekolah dapat menggunakan media
permainan edukasi salah satunya adalah permainan ular tangga. Dimana
permainan edukasi ini, dapat memuat informasi-informasi penting yang
terdapat di petak-petaknya. Permainan ular tanggamerupakan salah satu
permainan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak sekolah,
khususnya pada anak usia 8-11 tahun. Permainan ular tangga dapat
dilengkapi dengan gambar yang menarik dan berhubungan dengan pesan
yang disampaikan dan tulisan-tulisan yang tidak terlalu padat yang
berhubungan dengan isi penyuluhan. Setiap kolom juga mempunyai
warna yang berbeda sehinggaterlihat full colour (Nuryantoet al., 2014).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Asprina, 2013 yaitu
pengetahuan yang baik sebelum diberikan intervensi sebesar 61,3% atau
sebanyak 19 orang dan meningkat setelah diberikan intervensi menjadi
sebesar 87,1% atau sebanyak 27 orang. Sedangkan pada responden yang
4

memiliki pengetahuan tidak baik sebelum diberikan intervensi yaitu


sebesar 38,7% atau sebanyak 12 orang dan setelah diberikan intervensi
menjadi 12,9% atau sebanyak 4 orang. Hal tersebut menunjukan bahwa
terjadi peningkatan terhadap pengetahuan anak sekolah mengenai
konsumsi jajanan anak sekolah.
Terdapat beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa adanya
peningkatan pengetahuan dan sikap kelompok siswa yang diberikan
penyuluhan dengan menggunakan metode permainan edukasi
dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan intervensi (Amelia,
2010; Yudianto et al., 2012; Hamdalah 2013 dalam Isnaini, 2015).

Berdasarkan Data pra survey di Puskesmas Sukarame di Kota Bandar


lampung, sekolah dasar negeri 1 sukarame kota bandar lampung belum
pernah ada penyuluhan mengenai jajanan sehat di sekolah dikarenakan
penyuluhan mengenai jajanan sehat belum masuk dalam program
promosi kesehatan di puskesmas sukarame. Sementara itu sekolah ini
memiliki kantin dengan jumlah sedikit dan mayoritas siswa-siswi
mengkonsumsi jajanan di lingkungan sekolah. Masih banyak pedagang
kaki lima yang terlihat menggunkan perwarna makanan yang mencolok
dan penggunaan minyak goreng yang berulang, selain itu lingkungan
sekitar tempat penjualan jajanan yang kurang bersih.

Oleh karena itu berdasarkan masalah yang ada dilapangan maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “pengaruh pemberian
edukasi gizi dengan media permainan edukasi ular tangga terhadap
perubahan pengetahuan dan sikap konsumsi makanan jajanan sehat pada
anak sekolah dasar”. Peneliti memilih anak sekolah dasar sebagai subjek
penelitian karena anak usia sekolah adalah investasi bangsa dan mereka
adalah generasi penerus. Oleh sebab itu generasi penerus ini harus tetap
dijaga kualitas hidupnya.Upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia harus dilakukan sejak dini, maka peneliti memilih anak sekolah
dasar agar mendapatkan pendidikan mengenai gizi sedini mungkin.
5

1.2. Identifikasi Masalah


Di Indonesia, berdasarkan data kejadian luar biasa (KLB) pada jajanan
anak sekolah (JAS) tahun 2004-2006, kelompok siswa sekolah dasar (SD)
merupakan kelompok yang paling sering mengalami keracunan makanan
(BPOM,2007). Pada tahun 2007, terjadi 179 kejadian keracunan makanan
dan 28 kejadian KLB keracunan pangan (16%) terjadi di lingkungan
sekolah. Makanan jajanan berkontribusi sebesar 28,57% sebagai pangan
penyebab KLB keracunan pangan di lingkungan sekolah dan siswa
sekolah dasar (SD) merupakan kelompok yang sering mengalami
keracunan pangan jajanan anak sekolah, yaitu sebesar 67%
(BPOM,2008). Permainan ular tangga merupakan salah satu permainan
yang sesuai dengan tumbuh kembang anak sekolah, khususnya pada anak
usia 8-11 tahun. Permainan ular tangga dapat dilengkapi dengan gambar
yang menarik dan berhubungan dengan pesan yang disampaikan dan
tulisan-tulisan yang tidak terlalu padat yang berhubungan dengan isi
penyuluhan. Setiap kolom juga mempunyai warna yang berbeda sehingga
terlihat full colour.
Berdasarkan Data Puskesmas Sukarame di Kota Bandar lampung,
sekolah dasar negeri 1 sukarame kota bandar lampung belum pernah ada
penyuluhan mengenai jajanan sehat di sekolah dikarenakan penyuluhan
mengenai jajanan sehat belum masuk dalam program promosi kesehatan
di puskesmas sukarame. Sementara itu sekolah ini memiliki kantin
dengan jumlah sedikit dan mayoritas siswa-siswi mengkonsumsi jajanan
di lingkungan sekolah. Masih banyak pedagang kaki lima yang terlihat
menggunkan perwarna makanan yang mencolok dan penggunaan minyak
goreng yang berulang, selain itu lingkungan sekitar tempat penjualan
jajanan yang kurang bersih.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh
pemberian penyuluhan dengan permainan ular tangga terhadap
pengetahuan dan sikap mengkonsumsi jajanan sehat siswa-siswi kelas V
SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019.
6

1.3.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut masalah yang menjadi dasar
dilakukannya penelitian ini adalah bahwa penulis ingin mengetahui :
“Adakah pengaruh pemberian penyuluhan dengan permainan ular
tangga terhadap pengetahuan dan sikap mengkonsumsi jajanan
sehat siswa-siswikelas V SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung
Tahun 2019.”
1.4.Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian penyuluhan dengan
permainan ular tangga terhadap pengetahuan dan sikap
mengkonsumsi jajanan sehat siswa-siswi kelas V di SDN 1
Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik usia dan jenis kelamin siswa
siswi di SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung.
b. Untuk mengetahui skor pengetahuan mengenai makanan
jajanan sehat sebelum dan sesudah pemberian edukasi dengan
media permainan ular tangga pada siswa siswi di SDN 1
Sukarame Kota Bandar Lampung.
c. Untuk mengetahui skor sikap mengenai makanan jajanan sehat
sebelum dan sesudah pemberian permainan ular tangga pada
siswa-siswi kelas V SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung
Tahun 2019.
d. Untuk mengetahui pengaruh pemberian penyuluhan dengan
permainan ular tangga terhadap pengetahuan mengkonsumsi
jajanan sehat pada siswa-siswikelas V di SDN 1 Sukarame
Kota Bandar Lampung.
e. Untuk mengetahui pengaruh pemberian penyuluhan dengan
permainan ular tangga terhadap sikap mengkonsumsi jajanan
sehat pada siswa-siswi di kelas VSDN 1 Sukarame Kota
Bandar Lampung.
7

1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Teoritis
Memberi masukan dan untuk melaksanakan penelitian lebih lajut
yang berkaitan degan prilaku mengkonsumi jajanan sehat pada
siswa – siswi sekolah dasar.
1.5.2. Aplikatif
a. Hasil penelitian ini dapat membantu pihak pendidikan dalam
memberikan informasi dan pengetahuan kepada sisawa siswi
mengenai pentingnya mengkonsumi jajanan sehat pada siswa –
siswi sekolah dasar.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi
mengenai prilaku konsumsi jajanan sehat kepada siswa-siswi kelas
V di SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019.

1.6.Ruang Lingkup
Tujuan penelitian ini untuk diketahuinya pengaruh penyuluhan dengan
permainan ular tangga terhadap pengetahuan dan sikap yang di lihat dari
pengetahuan anak tentang konsumsi jajanan sehat. Penelitian ini
dilakukan untuk diketahuinya peningkatan siswa-siswi kelas V yang
mengkonsumsi jajanan sehat di sekolah SDN 1 Sukarame Kota Bandar
Lampung. Sample pada penilitian ini adalah anak usia sekolah dasar (6-
12 tahun). Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan mei tahun 2019.
Variable dependen adalah konsumsi jajanan sehat dan dapat di lihat dari
jumlah anak dalam konsumsi jajanan sehat di sekolah. Sedangkan
variabel independen yaitu penyuluhan dengan media permainan edukasi.
Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
Subjek penelitian ini adalah SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung
Tahun 2019.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar-dasar Teori

2.1.1. Anak Sekolah Dasar


Menurut WHO yang termasuk usia sekolah dasar adalah mereka yang
berusia 7-12 tahun (WHO, 2002). Pada masa-masa inilah anak berada
dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, sehingga berangsur-angsur
menjadi banyak mengetahui tentang diri dan dunianya. Pada taraf ini
anak dalam kondisi peka terhadap stimulus sehingga mudah untuk
dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan yang baik
(Notoadmodjo, 2005). Kebiasaan dalam memilih jajanan termasuk salah
satu kebiasaan baik yang perlu ditanamkan.

Status gizi pada anak ditentukan oleh konsumsi pangan dan pola asuh
yang diperolehnya. Semakin baik kondisi pangan dan pola asuh yang
diperoleh, baik dari segi kualitas maupun kuantitas maka akan semakin
baik pula status gizi anak (Hardinsyah, 2007).Anak usia sekolah banyak
mengkonsumsi makanan ringan atau snack sebab pada umumnya anak
tidak dapat mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak sehingga
membutuhkan snack agar kebutuhan gizinya terpenuhi (Brown dalam
Fitri 2012).
Karakteristik kognitif yang dimiliki anak usia sekolah adalah sebagai
berikut :
a. Anak sudah mampu memberikan perhatian pada beberapa aspek
b. Anak mulai memiliki alasan rasional dan sistematik
c. Anak mulai mengembangkan rasa percaya diri sendiri, semakin
independen dan mempelajari perannya dalam keluarga, di sekolah
maupun masyarakat.
d. Egosentris anak mulai berkurang, anak mulai dapat menerima
pendapat orang lain.
e. Terkait dengan pola makan, anak mulai menyadari pentingnya
9

makanan bergizi, waktu makan, serta timbul konflik dalam pemilihan


waktu makan.
f. Pengaruh lingkungan terhadap anak mulai meningkat.
g. Hubungan peer meningkat sangat penting, dan anak mulai
memisahkan diri dari keluarganya sendiri dengan menghabiskan
waktu malamnya di rumah teman atau relasinya.
Anak-anak pada usia ini mampu melakukan pola gerakan yang
kompleks, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk melakukan
aktivitas seperti dance, olahraga dan berbagai aktivitas fisik lainnya.
Peningkatan aktivitas fisik ini juga diikuti oleh peningkatan nafsu makan
dan asupan makan. Selain itu, pada usia anak sekolah juga terjadi
perkembangan kesadaran diri (sense of self). Anak-anak menjadi
semakin mandiri dan belajar akan perannya dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat. Dengan meningkatnya kemandirian pada usia ini, anak
mulai lebih banyak mengonsumsi santapan (meal) dan snack dari luar
rumah sehingga diperlukan pengawasan dan perhatian agar makanan
yang dipilihnya adalah makanan yang baik (Brown dalam Fitri 2012).

2.1.2. Perilaku Gizi Yang Salah Pada Anak Sekolah


Ketidaktahuan akan gizi yang baik pada anak ataupun orang tua
menyebabkan anak sekolah sering berperilaku salah dalam
mengkonsumsi zat gizi. Berikut beberapa perilaku gizi yang salah pada
anak sekolah (Devi, 2012).
1. Tidak Mengonsumsi Menu Gizi Seimbang
Menu gizi seimbang seharusnya menjadi pedoman bagi pola makan
anak sekolah. Saat makan harus tersedia :
a. Sumber karbohidrat : nasi, roti, kentang, sereal
b. Sumber protein : ikan, telur, daging, tempe, tahu
c. Sumber lemak : margarin, minyak goreng, atau
lemak yang terkandung dalam sumber protein.
d. Sumber vitamin mineral : sayuran dan buah
e. Untuk menyempurnakan ditambah dengan segalas susu
10

2. Tidak Sarapan pagi


Makan pagi mempunyai peranan penting bagi anak sekolah usi 6-14
tahun, yaitu untuk pemenuhan gizi di pagi hari di mana anak-anak
berangkat ke sekolah dan mempunyai aktivitas yang sangat padat di
sekolah. Sarapan pagi merupakan pasokan energi untuk otak yang
paling baik agar dapat berkonsentrasi di sekolah. Ketika bangun pagi,
gula darah dalam tubuh kita rendah karena semalaman tidak makan.
Tanpa sarapan yang cukup, otak akan sulit berkonsentrasi di sekolah.
Sekarang ini, banyak orang tua yang bekerja yang tak memiliki waktu
untuk menyiapkan sarapan pagi buat anaknya ke sekolah sehingga
banyak anak sekolah yang terbiasa makan pagi.
3. Jajan Tidak Sehat di Sekolah
Anak sekolah tidak bisa terlepas dari makanan jajanan di sekolah. Hal
ini merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena
aktivitas fisik di sekolah yang tinggi, pengenalan berbagai jenis
makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman
pangan sejak kecil, memberikan perasaan meningkatkan gengsi anak
di mata teman-teman di sekolahnya. Makanan jajanan dalam
membantu pasokan kalori tentunya baik, namun keamanan jajanan
tersebut dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih
dipertanyakan.
Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum
ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan
tambahan pangan (BTP) ilegal seperti boraks, formalin, rhodamin B
dan methanil yellow. Berdasarkan uji laboratorium pada berbagai
makanan jajanan seperti ditemukan mengandung formalin dan juga
rhodamin B.
Dengan demikian bila jajan tidak sehat di sekolah akan
mengakibatkan :
a. Anak hanya banyak mengonsumsi kalori yang berasal dari gula
yang tinggi.
b. Anak akan mengonsumsi bahan tambahan makanan yang sering
11

digunakan pada makanan jajanan dalam jumlah berlebihan atau


bahkan tambahan makanan tersebut tidak aman untuk dikonsumsi
karena bukan diperuntukkan untuk makanan.
c. Anak akan mengonsumsi makanan yang tercemar oleh mikroba
yang menyebabkan kesehatan anak terganggu.
4. Kurang Mengonsumsi Buah dan Sayur
Kurang mengonsumsi buah dan sayur pada anak sekolah dasar
merupakan pola makan yang salah, karena jelas-jelas tidak memenuhi
menu gizi seimbang dan dapat berakibat pada kesehatan anak
sekolah. Anak sekolah bisa saja mengalami kekurangan vitamin A,
vitamin C, besi, kalsium, dan seng yang berakibat pada pertumbuhan
fisik dan kecerdasaan anak. Penelitian lain menunjukkan bahwa anak
yang kurang mengonsumsi buah dan sayur serta terlalu sering
mengonsumsi makanan berlemak akan mengalami kegemukan.
5. Mengonsumsi Fast Food dan Junk Food
Data Riskesdas 2007 menunjukan bahwa anak usia 10 tahun ke atas
sebanyak 65,2% mengonsumsi makanan manis, sebanyak 24,5%
mengonsumsi makanan asin dan 12,8% mengonsumsi makanan
berlemak. Makanan tersebut tidak memenuhi menu gizi seimbang
bahkan berbahaya bagi kesehatan karena padat kalori dan tingginya
kandungan lemak terutama asam lemak jenuh yang akan
menyebabkan kegemukan dan tingginya kolesterol darah.
6. Konsumsi Gula Berelebihan
Kelebihan konsumsi gula dapat mengakibatkan terjadinya karies gigi,
diabetes dan jantung korener. Makanan yang banyak mengandung
gula yang biasa dikonsumsi anak antara adalah permen, jeli, biskut,
coklat, donat, soda dan es krim. Rekomendasi WHO adalah tidak
lebih dari 10% dari energi total berasal dari gula tambahan.
7. Konsumsi Natrium Berlebihan
Natrium paling banyak terdapat dalam garam. Kelebihan natrium,
menyebabkan kadar natrium dalam darah meningkat. Akibatnya,
volume darah juga meningkat karena kelebihan air disebabkan
12

osmosis. Peningkatan volume darah menyebabkan tekanan darah naik


sehingga terjadi hipertensi.

2.1.3. Pedoman Gizi Seimbang (PGS)


Gizi seimbang merupakan susunan makanan sehari-hari yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai
dengankebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip
keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan
dan berat badan (BB). Tujuan dari pedoman Gizi Seimbang (PGS)
untuk menyediakan pedoman makan dan berperilaku sehat bagi
seluruh lapisan masyarakat berdasarkan prinsipkonsumsi
anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik
danmempertahankan berat badan normal.
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia
sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi
Pangan Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut
menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah
diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam
bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan
mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah
gizi beban ganda dapat teratasi.

Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada


dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara
zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor
berat badan secara teratur.
13

(Sumber : Kemenkes RI, 2014)


Gambar 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang

Empat Pilar tersebut adalah:


1. Mengonsumsi makanan beragam.
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi
yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan
mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi
baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama
kalori, tetapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan pada
umumnya kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan
protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori.
Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal
yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi
kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai
dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh.
Yang dimaksudkan beranekaragam dalam prinsip ini selain
keanekaragamanjenis pangan juga termasuk proporsi makanan yang
seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan
14

secara teratur. Anjuran pola makan dalam beberapa dekade terakhir telah
memperhitungkan proporsi setiap kelompok pangan sesuai dengan
kebutuhan yang seharusnya. Contohnya,saat ini dianjurkan mengonsumsi
lebih banyak sayuran dan buah-buahan dibandingkan dengan anjuran
sebelumnya. Demikian pula jumlah makanan yang mengandung gula,
garam dan lemak yang dapat meningkatkan resiko beberapa PTM,
dianjurkan untuk dikurangi. Akhir-akhir ini minum air dalam jumlah yang
cukup telah dimasukkan dalam komponen gizi seimbang olehkarena
pentingnya air dalam proses metabolisme dan dalam pencegahan
dehidrasi.

2. Membiasakan perilaku hidup bersih


Perilaku hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang.
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
status gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang
yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan
sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang.
Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih
banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang yang
menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada orang yang
menderita penyakit diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi dan
cairan secara langsung akan memperburuk kondisinya. Demikian pula
sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan mempunyai risiko
terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya tahan
tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk
dan berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan
kurang gizi dan penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.

3. Melakukan aktivitas fisik.


Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk
olahraga merupakan salahsatu upaya untuk menyeimbangkan antara
pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam
15

tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga
memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme
zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan
zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.

4. Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal


Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah
terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat
badan yang normal, yaitu berat badan yang sesuai untuk tinggi badannya.
Indikator tersebut dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena
itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian
dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi Seimbang’, sehingga dapat mencegah
penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi penyimpangan
dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya.
Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat
badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan
dengan menggunakan KMS.
Menurut Kemenkes, (2014) pesan umum yang terdapat pada Pesan
Gizi Seimbang (PGS) yaitu :
1. Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan
2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan
3. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi
4. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok
5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak
6. Biasakan sarapan
7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman
8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan
9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir
10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal
16

2.1.4. Makanan Jajanan


Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan
minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan
dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi
umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan
hotel.Makanan jajanan juga dikenal sebagai street foods yaitu sejenis
makanan yang di jual di kaki lima, pinggir jalan, stasiun, pasar,
tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Makanan jajanan
banyak sekali jenis dan bervariasi dalam bentuk keperluan dan harga
(Winarno,2004).
Makanan jajanan adalah makanan yang banyak ditemukan di pinggir
jalan yang dijajakan dalam berbagai bentuk, warna, rasa serta ukuran
sehingga menarik minat dan perhatian orang untuk membelinya.
Makanan jajanan termasuk kategori pangan siap saji yaitu makanan
atau minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode
tertentu untuk langsung di sajikan, sangat banyak dijumpai di
lingkungan sekitar sekolah, hampir setiap hari dikonsumsi sebagian
besar anak sekolah dan harga terjangkau oleh anak-anak (Wijaya,
2009).
1. Jenis Makanan Jajanan
Makanan selingan dapat berfungsi sebagai asupan gizi anak sekolah,
menjaga kadar gula darah agar anak sekolah tetap berkonsentrasi,
untuk mempertahankan aktivitas fisik anak sekolah. Makanan
selingan dapat berupa bekal dari rumah atau berupa Pangan Jajanan
Anak Sekolah (PJAS). Menurut BPOM, 2013jenis pangan jajanan
anak sekolah dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Makanan utama/sepinggan
Kelompok makanan utama atau dikenal dengan istilah “jajanan
berat”. Jajanan ini bersifat mengenyangkan. Contohnya : mie
ayam, bakso, bubur ayam, nasi goreng, gado-gado, soto, lontong
isi sayuran atau daging, dan lain-lain.
17

b. Camilan/snack
Camilan merupakan makanan yang biasa dikonsumsi diluar
makanan utama. Camilan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
camilan basah dan camilan kering. Camilan basah contohnya :
gorengan, lemper, kue lapis, donat, dan jelly. Sedangkan camilan
keringcontohnya : brondong jagung, keripik, biskuit, kue kering,
dan permen.
c. Minuman
Minuman dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu minuman yang
disajikan dalam gelas dan minuman yang disajikan dalam
kemasan. Contoh minuman yang disajikan dalam gelas antara lain
: air putih,es teh manis, es jeruk dan berbagai macam minuman
campur (escendol, es campur, es buah, es doger, jus buah, es
krim). Sedangkan minuman yang disajikan dalam kemasan
contohnya : minuman ringan dalam kemasan (minuman soda, teh,
sari buah, susu yoghurt).
d. Jajanan Buah
Buah yang biasa menjadi jajanan anak sekolah yaitu buah yang
masih utuh atau buah yang sudah dikupas dan dipotong. Buah
utuh contonya: buah manggis, buah jeruk. Sedangkan buah
potong contohnya : pepaya, nanas, melon, semangka, dan lain-
lain.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jajanan Pada Anak


Sekolah Dasar.
Pemilihan terhadap makanan adalah tindakan ukuran suka atau tidak
suka terhadap jumlah makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi
selain dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya setempat juga
dipengaruhi oleh kesukaan terhadap makanan tesebut (Simongkir,
1995 dalam Safriana, 2012).Terdapat beberapa faktor yang akan
mempengaruhi anak sekolah dasar dalam mengonsumsi makanan
18

jajanan. Menurut Susanto,1986, banyak alasan yang melatar


belakangi kebiasaan jajanan anak sekolah, yaitu:
1. Anak tidak sempat sarapan pagi, karena ibu tidak sempat
menyiapkan makanan atau anak tidak nafsu makan pagi.
2. Faktor psikologi anak melihat temannya jajan.
3. Faktor kebutuhan biologis anak yang perlu dipenuhi, walaupun di
rumah sudah makan. Kegiatan fisik anak disekolah memerlukan
tambahan energi.

3. Makanan Jajanan Aman, Sehat dan Bergizi


Pengawasan pangan perlu mendapat prioritas karena secara langsung
dapat melindungi kesehatan masyarakat khususnya anak usia sekolah
dasar terutama dari pangan yang tidak memenuhi syarat keamanan,
sehat dan bergizi.
1. Makanan Jajanan Aman
Keamanan pangan didefenisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan,
dan membahayakan kesehatan manusia (Undang - undang RI no.7
tentang Pangan Tahun1996).
2. Makanan Jajanan Sehat
Menurut Andrita (2012), orangtua dan guru perlu mengajarkan
kepada anak agar membeli jajanan yang sehat. Pemilihan jajanan
sehat yang direkomendasikan oleh Andrita (2012) untuk anak
sekolah dasar yaitu:
a. Makanan yang tertutup rapat, tidak berbau/berasa asam, dan tidak
berlendir.
b. Makanan yang berwarna tidak mencolok karena dikhawatirkan
mengandung bahan pewarna bukan untuk makanan.
c. Makanan gorengan yang berwarna gelap dan bertekstur keras
adalah salah satu ciri bahwa gorengan sudah digoreng berulang kali
19

atau menggunakan minyak berulang dan hal ini berbahaya untuk


anak.
d. Makanan gorengan yang tidak berwarna putih karena itu
merupakan ciri gorengan yang digoreng dengan plastik dan
biasanya gorengan tersebut tetap renyah sampai keesokan hari.
e. Makanan tidak boleh berbungkus kertas koran atau kertas dengan
tinta pada bagian dalam bungkus karena zat kimia pada tinta
koran/kertas dapat meracuni makanan.
f. Makanan yang panas lebih baik di bungkus dengan plastik putih
daripada dengan plastik kresek atau bahan beling.
g. Makanan yang di kemas dengan menggunakan staples sangat perlu
diperhatikan karena staples dikhawatirkan akan tertelan bersama
makanan.
h. Kandungan gizi dan tanggal kedaluwarsa perlu diperhatikan pada
makanan kemasan (Dedeh, et al, 2010).
3. Makanan Jajanan Bergizi
Menurut Almatsier (2009) makanan Bergizi adalah makanan yang
memiliki kandungan–kandungan atau unsur ikatan kimia yang dapat
membantu seluruh pertumbuhan pada tubuh, mulai dari pertumbuhan
badan hingga pertumbuhan otak. Pengelompokkan bahan makanan,
yaitu didasarkan pada tiga fungsi utama zat – zat gizi yaitu sebagai (1)
sumber energi/tenaga; (2) sumber zat pembangun; (3) sumber zat
pengatur.

2.1.5. Dampak Negatif Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Menurut Adriani dan Wirjatmadi tahun (2012), ada enam dampak
negatif bahan tambahan pangan, yaitu:
1. Formalin
Formalin merupakan bahan pengawet makanan yang berbahaya.
Beberapa produk makanan yang sering ditemukan menggunakan
formalin sebagai bahan pengawetnya adalah mie, tahu, ikan asin,
dan bakso. Formalin bagi tubuh manusia diketahui sebagai zat
20

beracun, karsinogenik yang menyebabkan kanker, mutagen,


korosif, dan iriatif. Paparan kronik formalin yang menyebabkan
sakit kepala, radang hidung kronis (rhinitis), mual-mual, gangguan
pernapasan baik batuk kronis atau sesak napas kronis.

2. Boraks
Boraks merupakan bahan pengenyal berbahaya yang sering
digunakan pada bakso. Boraks bersifat akumulatif terhadap
kesehatan. Kalau dosisnya sudah tinggi bisa timbul gejala pusing-
pusing, muntah, mencret, bahkan kematian.
3. Sakarin
Sakarin merupakan bahan pemanis buatanyang berbahaya.
Biasanya digunakan pada produk es sirop. Sakarin dapat
menyebabkan kanker kantung kemih dan bersifat karsinogenik
pada binatang.
4. Siklamat
Siklamat merupakan bahan pemanis buatan berbahaya yang
biasanya digunakan pedagang dalam pembuatan sirop. Siklamat
berpotensi menyebabkan pengecilan testikular dan kerusakan
kromosom.
5. Rhodamin B
Rhodamin B merupakan bahan pewarna merah untuk tekstil, namun
ada beberapa pedagang nakal yang menyalahgunakaannya sebagai
pewarna limun, sirop, permen, ikan asap, sosis, makaroni goreng.
Rhodamin B dapat memicu kanker, keracunan, iritasi paru-paru,
mata, tenggorokan, hidung, dan usus.
6. Metanil Yellow
Bahan pewarna makanan yang berbahaya yang sering dipakai
sebagai pewarna kerupuk, makanan ringan, kembang gula, sirop
dan manisan. Zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan
memiliki rasa agak pahit. Metanil Yellow dapat menyebabkan
kanker, keracunan, tenggorokan, hidung, dan usus.
21

2.1.6. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu
pengindraan sampai mengahasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat
gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman
dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah
makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta
bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo,2003)
Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan bahan
makanan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan
semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.
Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap
status gizi seseorang. Status gizi baik atau optimal terjadi apabila
tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status
gizi kurang tejadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau
lebih zat gizi essential. Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila
tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga
menimbulkan efek yang membahayakan (Almatsier, 2001).
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi
didasarkan pada tiga kayakinan, yaitu :
a. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan.
b. Setiap orang akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang
optimal, pemeliharaan dan energi.
c. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk
dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi
(Safriana,2012)
22

Pengetahuan gizi anak juga mempengaruhi perilaku anak dalam


memilih jajanan yang mereka konsumsi. Dengan pengetahuan gizi
yang baik, anak mulai memahami jajanan yang baik untuk
kesehatannya dan yang membahayakan. Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Secara garis besarnya menurut Notoatmojo,2005 pengetahuan dibagi
dalam enam tingkat, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Pengetahuan diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat
menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai
pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan atau memisahkan mengelompokkan, membuat diagram
(bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
23

e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain,
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhdap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo,
2005).

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek


yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan
menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan
objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif
terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health
Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), salah satu
bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman sendiri. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2.1.7. Cara Pengukuran Pengetahuan


Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui
oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.
Pengetahuan tentang kesehatan dapat diukur berdasarkan jenis
penelitiannya, kuantitatif atau kualitatif.
24

a. Penelitian kuantitatif
Penelitian kuantitatif pada umumnya akan mencari jawaban atas
fenomena yang menyangkut berapa banyak, berapa sering,
berapa lama dan sebagainya, maka biasanya penelitian kuantitatif
ini menggunakan metode wawancara dan angket(Notoatmodjo,
2014)
a) Wawancara
Wawancara terbagi menjadi dua yaitu wawancara tertutup dan
wawancara terbuka, dengan menggunakan instrument (alat
pengukur/pengumpul data) kuesioner. Wawancara tertutup
adalah suatu wawancara dimana jawaban responden atas
pertanyaan yang diajukan telah tersedia dalam opsi jawaban,
responden tinggal memilih jawaban mana yang mereka anggap
paling benar atau paling tepat. Sedangkan wawancara terbuka,
dimana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka,
sedangkan responden boleh menjawab apa saja sesuai dengan
pendapat atau pengetahuan responden sendiri (Notoatmodjo,
2014)
b) Angket
Seperti halnya wawancara, angket juga dalam bentuk terbuka dan
tertutup. Instrumen atau alat ukurnya seperti wawancara, hanya
jawaban responden disampaikan lewat tulisan (Notoatmodjo,
2014)

b. Kualitatif
Pada umumnya penelitian kualitatif bertujuan untuk menjawab
bagaimana suatu fenomena itu terjadi. Metode-metode
pengukuran pengetahuan dalam metode penelitian kualitatif ini
antara lain :
a) Wawancara Mendalam
Mengukur variabel pengetahuan dengan menggunakan metode
wawancara mendalam, adalah peneliti mengajukan suatu
25

pertanyaan sebagai pembuka, yang akhirnya memancing


jawaban yang sebanyak-banyaknya dari responden. Jawaban
responden akan diikuti pertanyaan yang lain terus menerus,
sehingga diperoleh informasi atau jawaban responden sebanyak-
banyaknya dan sejelas-jelasnya (Notoatmodjo, 2014)
b) Diskusi Kelompok Terfokus (DKT)
Diskusi kelompok terfokus atau”Focus Group Discussion”
dalam menggali informasi dari beberapa orang responden
sekaligus dalam kelompok. Peneliti mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang akan memperoleh jawaban yang berbeda-beda
dari semua responden dalam kelompok tersebut. Jumlah
kelompok dalam diskusi kelompok terfokus seyogianya tidak
terlalu banyak, tetapi juga tidak terlalu sedikit antara 6-10 orang
(Notoatmodjo, 2014)

2.1.8. Sikap
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-
tidak baik dan sebagainya. Campbell, 1950 mendifinisikan sangat
sederhana, yakni :”An individual’s attitude is syndrome of response
consistensy with regard to object.” Jadi jelas, disini dikatakan bahwa
sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons
stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,
perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo,2005)
NewComb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap
belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup
(Notoatmodjo, 2005).
Terdapat tiga komponen pokok pada sikap menurut Allport dalam
26

Notoatmodjo,2005, yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya,
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang
terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau
perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau
berperilaku terbuka (tindakan).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap


yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan instensitasnya, sebagai berikut :
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan
orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespons.
d. Bertanggung Jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya.
27

Sikap terhadap gizi merupakan kecenderungan seseorang untuk


menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan
(statement) yang diajukan. Sikap terhadap gizi sering kali terkait erat
dengan pengetahuan gizi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung. Pengukuran yang dilakukan secara
langsung yaitu dengan mewawancarai atau memberi pertanyaan
kepada responden mengenai pendapatnya terhadap suatu objek
(Notoatmodjo 2005).

1) Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap juga dapat dilakukan berdasarkan jenis atau metode
penelitian yang digunakan.
a. Kuantitaf
Pengukuran sikap dalam penelitian kuantitatif, juga dapat menggunakan
dua cara seperti pengukuran pengetahuan, yaitu :
1) Wawancara
Metode wawancara untuk pengukuran sikap sama dengan wawancara
untuk mengukur pengetahuan. Bedanya hanya substansi pertanyaan saja.
Apabila ada pengukuran pengetahuan pertanyaan-pertanyaan menggali
jawaban apa yang diketahui oleh responden. Tetapi pada pengukuran
sikap pertanyaan-pertanyaannya menggali pendapat atau penilaian
responden terhadap objek.
2) Angket
Demikian juga pengukuran sikap menggunakan metode angket, juga
menggali pendapat atau penilaian responden terhadap objek kesehatan,
melalui pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban tertulis
(Notoatmodjo,2014).

b. Kualitatif
Pengukuran sikap dalam metode penelitian kualitatif, substansi
pertanyaannya juga sama dengan pertanyaan-pertanyaannya pada
penelitian sikap pada penelitian kuantitatif seperti yang telah disebutkan.
28

1) Wawancara mendalam
Seperti pertanyaan-pertanyaannya dalam penelitian kuantitatif untuk
sikap, tetapi pertanyaan bersifat menggali pendapat atau penilaian
responden terhadap objek.
Diskusi Kelompok Terfokus (DKT)Seperti pertanyaan-pertanyaannya
dalam penelitian kuantitatif untuk sikap, tetapi pertanyaan bersifat
menggali pendapat atau penilaian responden terhadap objek.

2.1.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010),
perilaku ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku pada remaja, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, nilai-nilai, rasa percaya diri ,tradisi, dan sebagainya.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah
fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang
memfasilitasi terjadinya perilaku remaja. Dari segi kesehatan
remaja, agar remaja mempunyai perilaku sehat harus terakses
(terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan
kesehatan.
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya
perilaku. faktor penguat (reinforcing) bagi terjadinya perilaku
remaja. Di samping tokoh masyarakat, Keluarga,Teman sebaya,
Guru, dan Media massa merupakan faktor penguat perilaku.

2.1.10. Penyuluhan
Pusat penyuluhan kesehatan masyarakat Depkes menyatakan bahwa
penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses belajar untuk
mengembangkan pengertian yang benar dan sikap yang posistif dari
29

pada individu atau kelompok terhadap kesehatan agar yang


bersangkutan menerapkan cara hidup sehat sebagai bagian dari cara
hidupnya sehari-hari (Budioro, 2002)
Menurut Effendy dalam Murniati (2011), Penyuluhan kesehatan
adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang
berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan,
dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara
keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan
melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun
secara kelompok dengan meminta pertolongan.
Promosi kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau
individu. Promosi kesehatan juga merupakan suatu proses yang
mempunyai masukan (input) dan keluaran (output) (Notoatmodjo,
2007).
Tujuan dilakukan penyuluhan gizi menurut Suhardjo (2007):
a. Terciptanya sikap positif terhadap gizi.
b. Terbentuknya pengetahuan dan kecakapan memilih dan
menggunakan sumber-sumber pangan.
c. Timbulnya kebiasaan makan yang baik.
d. Adanya motivasi untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal-hal
yang bertalian dengan gizi.

Suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan


pendidikan, yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satu faktor yang mempengaruhi ialah alat bantu/alat
peraga pendidikan yang dipakai (Notoatmodjo, 2007).

Yang dimaksud dengan alat bantu pendidikan adalah alat-alat


yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan
pendidikan/pengajaran. Alat bantu ini sering disebut alat peraga
karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di
dalam proses pendidikan/pengajaran. Alat peraga akan sangat
30

membantu di dalam melakukan penyuluhan agar pesan-pesan


kesehatan dapat disampaikan lebih jelas, dan sasaran dapat
menerima pesan tersebut dengan jelas dan tepat pula
(Notoatmodjo, 2007).

2.1.11. Permainan Ular Tangga


1. Pengertian Ular Tangga
Menurut Shaleh dalam Amelia, 2010 menyatakan bahwa permainan
ini adalah permainan hindu yang berasal dari india dan merupakan
permainan moralitas, yang disimbolkan dalam bentuk ular dan
tangga. Tangga dianggap mewakili berbagai jenis sifat kebaikan
sedangkan ular mewakili jenis sifat kejahatan. Permainan ini
digunakan untuk memberikan pengertian kepada anak - anak tentang
agama. Kebaikan akan membawa turun ke tingkat yang rendah
dalam kehidupan. Kotak yang berjumlah 100 mewakili tingkat
Nirwana.
Salah satu model pembelajaran yang relevan dengan pengaitan
konsep pembelajaran adalah dengan menggunakan permainan ular
tangga. Model pembelajaran dengan menggunakan metode ular
tangga mempunyai beberapa keunggulan, yang diantaranya yaitu:
1. Dapat menciptakan suasana pembelanjaran yang fun atau
menyenangkan.
2. Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar
individual maupun kelompok.
3. Dapat mengembangkan kreativitas.
4. Kemandirian siswa menciptakan komunikasi timbal balik.
5. Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
6. Struktur kognisi yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses
belajar bermakna akan stabil.
7. Tersusun secara relevan sehingga terjaga dalam ingatan
(Amelia,2010)
31

2. Ciri-Ciri Permainan Ular Tangga


Permainan ular tangga memenuhi ciri-ciri sebagai alat permainan
edukatif, yaitu :
a. Desain yang mudah dan sederhana
Permainan ular tangga memiliki desain yang mudah dan sederhana
sehingga tidak menghambat kebebasan anak untuk berkreativitas.
Selain itu permainan ular tangga merupakan alat yang tepat dan
mengena pada sasaran edukatif.

b. Multifungsi (serba guna)


Permainan ular tangga dapat dimainkan bagi anak laki-laki maupun
perempuan.

c. Menarik
Permainan ular tangga merupakan peralatan yang memungkinkan
dan dapat memotivasi anak untuk melakukan berbagai kegiatan,
serta tidak memerlukan pengawasan yang terus menerus, atau
penjelasan panjang lebar mengenai cara penggunaannya. Sehingga,
anak akan bebas dengan penuh kesukaan dan kegembiraan dalam
mengekspresikan kegiatan kreatifnya.

d. Berukuran besar dan mudah digunakan


Permainan ular tangga berukuran besar dan mudah digunakan
sehingga anak lebih leluasa dalam memainkannya. (Amelia,2010).
32

2.2. Hasil-hasil Penelitian Terkait


Tabel 2.1
Penelitian Terkait
N Nama Tahun Judul Desain Populasi Variabel Hasil
O Peneli peneli peneliti peneliti sampel Penelitian
ti tian An an
1 Vera 2017 Pengaruh Quasy- Populas: Media Pengetahuan
suzan penyuluh eksperi 62 orang animasi, siswa
a an ment Sampel: Pengeta tentang
dkk. dengan 62 orang huan makanan
media dan bergizi,
animasi sikap, seimbang,
terhadap dan aman
pengetah saat pre-test
uan dan paling
sikap banyak
tentang berada pada
makanan tingkat
bergizi, cukup.Setela
seimban h dilakukan
g dan penyuluhan
aman dengan
bagi media
siswa SD animasi,
08 diperoleh
Cilandak hasil post-
Barat test
Jakarta pengetahuan
Selatahn siswa
Tahun terbanyak
2017. berada pada
tingkat baik.
33

N Nama Tahun Judul Desain Populasi Variabel Hasil


O Peneli peneli peneliti peneliti sampel Penelitian
ti tian An an
Salah satu
factor yang
menyebabka
n masih
rendahnya
pengetahuan
siswa adalah
kurangnya
sosialisasi
dan
pengetahuan
mengenai
makanan
bergizi,
seimbang
dan aman.
2. Sudar 2018 hubunga Quasy Populasi Media Adahubung
mawa n eksperi : 71 anantarapen
n antarape mental orang getahuanda
ngetahua Sampel : nsikapmeng
n dan 71 orang enaipemilih
sikap anjajanan
mengena
i denganperila
pemiliha kuanak
njajanan memilihjajan
denganp andiSDN
erilakuan SambikerepI
akmemili I/480
34

N Nama Tahun Judul Desain Populasi Variabel Hasil


O Peneli peneli peneliti peneliti sampel Penelitian
ti tian An an
hjajanan Surabaya,
diSDN karenapengu
Sambike jiansignifika
rep nsi
II/480Su terhadapkoef
rabaya. isienkorelasi
gandayang
menghasilka
n
hargasignifik
an
probabilitas
sebesar0,027
<tarafsignifi
kan
sebesar0,05,
makakoefisi
enkorelasiya
ngdiujikanad
alahsignifika
n
3 Chari 2010 Efektifita Quasy Populas: Permani Berdasarkan
na s eksperi 50 orang nan ular penelitian
ameli permaina mental Sampel : tangga ada
a n ular 50 orang pengaruh
tangga antara
untuk penyuluhan
meningk menggunaka
atkan n media ular
35

N Nama Tahun Judul Desain Populasi Variabel Hasil


O Peneli peneli peneliti peneliti sampel Penelitian
ti tian An an
pegetahu tangga untuk
an peningkatan
tentang pengetahuan
bahaya tentang
rokok bahaya
pada rokok pada
siswa siswa kelas
kelas VII VII dan VIII
dan VIII dibuktikan
SMP dengan hasil
Maruf uji T nilai P-
Tegal value <
Tahun 0,005.
2010
4. Ayu 2007 Peningka Populas: metode Pendidikangi
wulan tan 90 orang ceramah zidenganmet
dari pengetau Sampel : dan odeceramah
han gizi 90 orang metode masihmemb
anak role erikanhasille
sekolah play bih efektif
dengan dibandingka
metode n dengan
ceramah metoderole-
dan play.
metode Terdapat
role play perbedaan
yang
signifikan
pada skor
36

N Nama Tahun Judul Desain Populasi Variabel Hasil


O Peneli peneli peneliti peneliti sampel Penelitian
ti tian An an
pengetahuan
gizi
kelompokrol
e play(p =
0,046;
<0,05) dan
pada skor
pengetahuan
gizi
kelompok
ceramah (p =
0,000;
<0,05).

2.3. Kerangka Teori


Faktor internal meliputi faktor fisiologis, faktor psikologis dan usia.
Sedangkan eksternal meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non
sosial. Kedua faktor tersebut dapat mempengaruhi proses belajar.
Proses belajar dapat mempengaruhi materi yang diberikan, tujuan
pembelajaran, fasilitas pendukung, karakteristik siswa-siswi, dan gaya
belajar siswa-siswi. Lalu diberikan penyuluhan kepada siswa-siswi
dengan menggunakan media yaitu Permainan Ular Tangga yang mana
dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap siswa-siswi atau anak
sekolah dasar mengenai makanan jajanan.
37

Faktor
predisposisi:
- Pengetahuan
- Kepercayaan
- Nilai-nilai
- Sikap
- keyakinan
- Rasa percaya
diri
- Tradisi
1. Materi yang telah
Faktor diberikan
pemungkin: 2. Tujuan
Proses - Kemampuan pembelajaran
Belajar 3. Fasilitas
sumber daya pendukung
- Ketersediaan 4. Karakteristik siswa
fasilitas 5. Gaya belajar siswa
- Keterjangkaua
n (jarak dan
biaya)
- Kebijakan
pemerintah

Faktor penguat:
- Keluarga
- Teman sebaya
- Guru
- Media massa

Gambar 2.2. Kerangka Teori


Teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010)

2.4.Kerangka Konsep
Salah satu faktor yang memengaruhi gizi seseorang adalah kurangnya
pengetahuan tentang gizi, oleh sebab itu terdapat beberapa upaya dalam
peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satunya adalah dengan
merubah perilaku dalam kesehatan dengan cara meningkatkan
pengetahuan/pendidikan (Wulandari, 2007).
Dalam kerangka konsep yang akan di teliti adalah bagaiamana pengaruh
pemberian penyuluhan jajanan sehat dengan media permainan ular tangga
38

terhadap perubahan pengetahuan dan sikap konsumsi makanan jajanan


pada siswa-siswi SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung
Berdasarkan tujuan dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :

Pengetahuan anak sekolah


dasar terhadap konsumsi
jajanan sehat

Penyuluhan dengan media


permainan edukasi ular
tangga
Sikap anak sekolah dasar
terhadap konsumsi
jajanan sehat

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.5.Hipotesis
Ha :
1. Ada pengaruh pemberian penyuluhan dengan media permainan
edukasi terhadap pengetahuan mengkonsumsi jajanan sehat pada
siswa-siswi di SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung. 16.2
2. Ada pengaruh pemberian penyuluhan dengan media permainan
edukasi terhadap sikap mengkonsumsi jajanan sehat pada siswa-
siswi di SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung.
39

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitiankuantitatif . Design
penelitian pra eksperimen dengan one group pre-test dan post-test
(Notoatmojo, 2010). Penelitian ini melihat apakah ada pengaruh
pemberian penyuluhan dengan permainan ular tangga terhadap
pengetahuan dan sikap mengkonsumsi jajanan sehat siswa-siswi kelas V
SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung Tahun 2019.” Pada penelitian ini
rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan group
pretest-postest, dimana penelitian ini sudah dilakukan observasi
pertama(pre-test) sehingga peneliti dapat menguji perubahan-perubahan
yang terjadi dengan (post-test) setelah adanya intervensi dengan
menggunakan media permainan ular tangga.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2019.
2. Tempat
Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung.

3.3. Subjek Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas V di
SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung dengan jumlah siswa
sebanyak 153 siswa.

3.3.2. Sampel
40

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V (usia 11-12


tahun). Hal ini didasari oleh teori piaget yang mengelompokkan
usia (7-11 tahun) dalam tahap perkembangan kognitif yang sama
dan menggabungkan kelompok usia menurut Permenkes No. 75
tahun 2013 yang menuliskan bahwa kebutuhan gizi utuk usia (10-
12 tahun) memiliki kebutuhan zat gizi yang sama maka sampel
yang diambil adalah usia 11-12 tahun. Teknik pengambilan sampel
adalah purposive sampling, dimana sampel yang diikutsertakan
memenuhi persyaratan inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi
Kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi
yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).
1. Siswa-Siswi kelas V yang berstatus aktif di SDN 1 Sukarame
Kota Bandar Lampung.
2. Siswa-Siswi yang bersedia mengikuti seluruh rangkaian
penelitian.
3. Siswa-Siswi yang bisa membaca dan menulis.
4. Siswa-siswi sehat jasmani dan rohani
b. Kriteria Ekslusi
Ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2010).
1 Siswa menolak untuk berpartisipasi
2 Siswa-siswi yang tidak pernah jajan
3 Siswa yang sedang sakit

Populasi pada penilitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 1


Sukarame Kota Bnadar Lampung, dalam menentukan jumlah sampel
dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus, yaitu :

N
𝑛=
1 + N. (e)²

Keterangan :
41

n : Jumlah Sampel

N : Jumlah Seluruh Populasi

e² : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

10% atau 0,1.

10% atau 0,1 digunakan untuk menyatakan tingkat kepercayaan yang


diinginkan penelitian atau seberapa jauh penyimpangan estimasi sampel
dari proporsi sebenarnya dalam keseluruhan populasi. Apabila
menginginkan drajat yang tinggi maka diambil angka 0,1 atau 10%
(Notoatmodjo, 2010).

Rumus :

N
𝑛=
1 + N. (d)²
N
𝑛=
1 + N. (d)²

153
𝑛=
1 + 153 . (0,1)²

153
𝑛=
2,53

𝑛 = 60,4 atau 61 responden

Jadi banyak sampel yang akan diteliti adalah 61 responden, Menentukan


jumlah proporsi sampel pada masing-masing kelas (proporsional
sampling). Kelas V di SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung memiliki
empat kelas. Pembagian proporsi sampel menggunakan rumus sebagai
berikut:

Jumlah populasi per kelas


Jumlah populasi keseluruhan x jumlah sampel keseluruhan
42

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Data siswa-siswi kelas V di SD N 1 Sukarame

Kota Bandar Lampung

Kelas Jumlah sampel per Kelas


38
Kelas V.a x 61 = 15 sampel
153
38
Kelas V.b x 61 = 15 sampel
153
Kelas V.c 36
x 61 = 14 sampel
153
Kelas V.d 39
x 61 = 17 sampel
153

Untuk mendapatkan sampel pada setiap kelas, pengambilan sampel


dilakukan dengan metode Simple Random Sampling (lottery technique)
dimana responden dipilih berdasarkan urutan nomor yang keluar ketika
dilakukan pengundian atau pengocokan. Apabila sampel tidak
memungkinkan untuk di wawancara karena keadaan tertentu maka
sampel tersebut dapat diganti dengan nomor urut sampel berikutnya
sehingga kekurangan sampel akan terpenuhi (Notoadmojo, 2010).

3.4. Variabel
Variabel independen adalah variable yang apabila nilainya berubah akan
mempengaruhi variabel yang lain. Variabel dependen adalah variable
43

yang akan dipengaruhi oleh variable independen (Notoatmodjo, 2012).


Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah permainan
edukasi ular tangga sedangkan variabel dependennya adalah pengetahuan
dan sikap mengkonsumsi jajanan sehat.

3.5. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala

1 Penyuluha Pemberian permainan Bermain 1.Sebelum


n dengan penyuluhan edukasi ular penyuluha
permainan dengan tangga n
edukasi permainan
2.Sesudah
ullar ular tangga
penyuluha
tangga yaitu sebuah
n
permainan
yang di
mainkan oleh
responden
yang berisi
beberapa
kotak tentang
bahan kimia,
jenis makanan
sehat dan
manfaat
konsumsi
jajanan sehat.
2 Pengetahu Hasil Kuesioner Angket “0” kurang Ordinal
an pengindraan baik,
Dengan 20
manusia, atau jika
pertanyaan
hasil tau jawaba
seseorang (Triasari, n benar
mengenai 2015 dan <mean/
makanan Purtiantini,
44

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala

jajanan 2010) median


melalui indra
“1” baik,
yang
jika
dimilikinya.
jawaba
Nilai skor
n benar
untuk

jawaban benar
mean/
adalah 1 dan
median
untuk
jawaban salah (Notoatdm
adalah 0. ojo,2010)

3 Sikap Sikap adalah Kuesioner Angket . “0” kurang Ordinal


reaksi atau baik,
Dengan 15
respon yang jika
pertanyaan
tertutup jawaba
tentang (Triasari, n benar
makanan 2015 dan <mean/
jajanan. Purtiantini, median
Nilai skor 2010)
“1” baik,
untuk
jika
jawaban
jawaba
setuju adalah
n benar
1 dan untuk

jawaban tidak
mean//
setuju adalah
median
0.
(Notoatdm
ojo,2010)

3.6 Etika Penelitian


Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan etika penelitian
(Notoatmodjo, 2012) adalah sebagai berikut :
45

a. Informed consent
Peneliti memberikan lembar permohonan dan persetujuan menjadi
siswa selama penelitian berlangsung.Lembar persetujuan diberikan
agar siswa mengerti maksud, tujuan, serta dampak dari
penelitian.Setelah siswa membaca dan mengerti informasi pada
lembar persetujuan dan permohonan, siswa bersedia untuk menjadi
responde.Serta dalam hal ini peneliti tidak memiliki hak untuk
memaksa siswa ikut berpartisipasi.
b. Anomity
Peneliti merahasiakan nama siswa. Peneliti hanya menulis kode pada
lembar kuesioner.
c. Confidentially
Semua informasi yang telah diperoleh selama penelitian, dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti dengan menuliskan kode pada lembar
kuesioner tanpa keterangan nama lengkap dan alamat penelitian.
d. Safety
Pada saat penelitian, peneliti memantau kondisi siswa baik secara fisik
maupun psikologis siswa.Tujuannya untuk meminimalisir hal yang
tidak diinginkan selama dan setelah penelitian dilakukan.

3.7. Pengumpulan data


3.7.1. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk
pengumpulan data (Notoadmodjo, 2010). Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang akan
digunakan untuk mengukur pengetahuan dan sikap responden
sebelum dan sesudah diberikan edukasi gizi mengenai konsumsi
jajanan sehat. Intervensi diberikan dengan menggunakan media
permainan ular tangga yang berisikan informasi mengenai makanan
jajanan.
46

3.7.2. Teknik Pengumpulan Data


Terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam proses
pengumpulan data, diantaranya :
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini yang akan dilakukan adalah membuat
design media permainan ular tangga. Untuk pengganti gambar
ular dibuat panah ke bawah hal itu menunjukan perilaku yang
negatif dan untuk pengganti tangga dibuat panah ke atas hal itu
menunjukan perilaku yang positif. Dalam media permainan
ular tangga yang akan di design dan digunakan setiap kotaknya
berisi informasi-informasi tentang makanan jajanan. Isi dan
kata-kata dalam design ular tangga ini didiskusikan kepada
dosen pembimbing. Setelah design dan isi pada setiap kotak
tersebut selesai dan sudah disetujui oleh pembimbing, media
permainan ular tangga dibuat dengan bantuan tenaga ilustrator.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap pengumpulan data primer dan
data sekunder. Jenis data primer yang akan dikumpulkan
adalah data karakteristik siswa yang meliputi jenis kelamin
dan usia, pengetahuan dan sikap siswa-siswi SDN 1 Sukarame
Kota Bandar Lampung mengenai makanan jajanan.

Data primer terkait pengetahuan dan sikap didapatkan dari


kuesioner yang diujikan kepada sampel yang sama sebanyak
dua kali. Waktu tes yang pertama pre-test dan kedua post-test
dilakukan setelah diberikan intervensi yang akan diberikan
sebanyak dua kali. Kelompok intervensi akan melaksanakan
pre-test, intervensi pertama, intervensi kedua dan post-test.
Intervensi yang akan dilakukan adalah penyuluhan gizi tentang
makanan jajanan dengan media permainan ular tangga.
Kelompok kontrol akan melaksanakan pre-test, intervensi
dengan menggunakan media yang berbeda yaitu poster dan
47

post-test.

Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan peneliti adalah


data profil SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung. Data
sekunder yang akan dikumpulkan berupa gambaran umum,
jumlah tenaga pengajar dan jumlah siswa-siswi dan data
lainnya yang menunjang pada penelitian ini yang diperoleh
dari arsip SDN 1 Sukarame Kota Bandar Lampung.

c. Teknik Permainan
Permainan ular tangga yang telah disiapkan diberikan pada
siswa-siswi yang menjadi kelompok intervensi. Cara bermain
dari permainan ular tangga ini yaitu setiap kelompok terdiri
atas 5-6 siswa-siswi, jadi media yang dibutuhkan sebanyak 8
media, kemudian 5-6 siswa-siswi tersebut bergantian
melempar dadu, dan berjalan menggunakan pion sesuai angka
yang keluar saat dadu dikocok. Pemain harus membacakan
dengan suara keras ke seluruh anggota kelompok, informasi
apa yang terdapat pada kotak dimana pion berhenti dan kotak
yang dilewati. Jika pion berada pada kotak yang menunjukkan
aktifitas positif maka pemain tersebut mengikuti tanda panah
keatas. Jika pion berada pada kotak dengan perilaku negatif,
maka pemain tersebut mengikuti tanda panah kebawah.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu
oleh dua orang teman peneliti lainnya.

3.8. Pengolahan Data


Menurut Notoatmodjo (2010) setelah data terkumpul, langkah yang
dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data,
meliputi :
3.8.1. Entry
48

Peneliti melakukan entri data yang awalnya dari lembar kuesioner di


entri dalam bentuk data ke komputer, dengan cara memasukan data
yang berasal dari kuesioner ke dalam data program komputer.

3.8.2. Editing
Peneliti melakukan pengecekan lembar hasil penelitian apakah sudah
lengkap, jelas dan relevan, sehingga diharapkan tidak ada kesalahan
lagi saat sudah di entri dalam program komputer.
3.8.3. Coding
Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya peneliti merubah data
berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan.
3.8.4. Processing
Peneliti memasukan data dari lembar kuesioner ke program komputer
agar data dianalisis, dengan cara melakukan analisis univariat dan
analisis bivariat dengan menggunakan langkah-langkah yang telah
ditentukan.
3.8.5. Cleaning
Peneliti melakukan pengecekan kembali data yang telah dientri
kedalam computer agar tidak terdapat kesalahan, jika tidak ada
kesalahan, maka peneliti melakukan pembersihan data dengan tujuan
merahasiakan data privasi responden.

3.9. Analisis Data


3.9.1 Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada umunya dalam analisis ini menghasilkan
distribusi dalan presentase dalam tiap variabel
(Notoatmodjo,2010).
Analisis univariat pada penelitian ini untuk mengetahui distribusi
frekuensipengetahuanadan sikap anak sekolah dasar sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan dengan menggunakan permainan
ular tangga tentang mengkonsumsi jajanan sehat.
49

3.9.2. Analisis Bivariat


Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
mempunyai pengaruh atau korelasi (Notoatmodjo,2010). Analisa
bivariat untuk menguji pengaruh pemberian penyuluhan dengan
permainan ular tangga terhadap pengetahuan dan sikap
mengkonsumsi jajanan sehat siswa-siswi kelas V SDN 1 Sukarame
Kota Bandar Lampung Tahun 2019 menggunakan uji T
berpasangan dan untuk mengetahui pengaruh perminanan ular
tangga terhadap pengetahuan CTPS menggunakan uji t independen
dengantingkat kemaknaan α = 0,05. Penelitian ini akan melakukan
uji t dengan melihat hasil perhitungan sebagai berikut :

1) Bila p-value lebih kecil dari pada α (p<0,05) hasil adalah


bermakna. Maka ada pengaruh pemberian penyuluhan
dengan permainan ular tangga terhadap pengetahuan dan
sikap mengkonsumsi jajanan sehat.
2) Bila p-value lebih besar dari pada α (p>0,05) hasil adalah
tidak bermakna. Maka ada pengaruh pemberian penyuluhan
dengan permainan ular tangga terhadap pengetahuan dan
sikap mengkonsumsi jajanan sehat.

Anda mungkin juga menyukai