Anda di halaman 1dari 60

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

PADA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PETERNAKAN AYAM

DAERAH DESA CITIMUN KABUPATEN SUMEDANG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah K3

Disusun oleh:

Kelompok 3

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS SUMEDANG

Jalan Margamukti N0. 93 Ds. Licin Cimalaka Sumedang Telp. (0261) 203084

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan karunia-nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesikan Asuhan
keperawatan komunitas ini yang membahas tentang “ Keselamatan dan kesehatan kerja di
peternakan ayam didesa citimun kabupaten Sumedang” ini dengan baik.

Asuhan keperawatan ini kami susun dengan baik dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Asuhan keperawatan ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan maupun tata bahasanya.

Akhir kata kami berharap semoga Asuhan keperawatan ini bisa bermanfaat dan bisa
lebih berkembang lagi.

Sumedang, Mei 2019

Penulis,

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................................3
KONSEP TEORI..................................................................................................................................3
A. Definisi Keperawatan Komunitas..........................................................................................3
B. Definisi Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja..................................................................4
C. Tujuan Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja..................................................................5
D. Faktor Resiko Di Tempat Kerja..............................................................................................5
E. Masalah Kesehatan Kerja yang Menurunkan Produktivitas Kerja........................................7
F. Penyakit Akibat Kerja............................................................................................................8
G. Upaya Pencegahan Lingkungan Kerja Yang Baik.................................................................19
H. Evaluasi Lingkungan Kerja...................................................................................................24
I. Pengawasan Untuk Menggunakan Alat Kerja.....................................................................25
J. Usaha Kesehatan Kerja Yang Baik.......................................................................................27
K. Mengatahui Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)..........................................................28
BAB III.............................................................................................................................................30
KASUS.............................................................................................................................................30
1. Pengkajian...........................................................................................................................31
2. Analisa Data........................................................................................................................41
3. Prioritas Diagnosa Keperawatan.........................................................................................45
BAB IV.............................................................................................................................................46
PENUTUP........................................................................................................................................46
A. Penutup...............................................................................................................................46
B. Saran...................................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................47

2
3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Selalu ada resiko kegagalan (risk of failures) pada setiap proses/aktifitas


pekerjaan, baik itu disebabkan perencanaan yang kurang sempurna, pelaksanaan yang
kurang cermat, maupun akibat yang tidak disengajanseperti keadaan cuaca, bencana
alam, dll.Salah satu risiko pekerjaan yang terjadi adalah adanya kecelakaan kerja.Saat
kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek
kerugian (loss), oleh karena itu sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan/potensi
kecelakaan kerja harus dicegah/dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya.
Penanganan masalah keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus
dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial
dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan.Urusan K3 bukan
hanya urusan EHS Officer saja, mandor saja atau direktur saja, tetapi harus menjadi
bagian dan urusan semua orang yang ada di lingkungan pekerjaan. Urusan K3 tidak
hanya sekedar pemasangan spanduk, poster dan semboyan, lebih jauh dari itu K3 harus
menjadi nafas setiap pekerja yang berada di tempat kerja. Kuncinya adalah kesadaran
akan adanya risiko bahaya dan perilaku yang merupakan kebiasaan untuk bekerja secara
sehat dan selamat.
Seringkali karena alasan efisiensi kerja, terjadi kelalaian terhadap bahaya yang
mengancam, misalnya pengaruh yang berdampak pada lingkungan perusahaan yang
dapat menimbulkan bahaya atau kecelakaan kerja..Upaya optimalisasi memang
diperlukan tetapi harus memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja.Banyak pihak
yang kurang menyadari bahwa biaya yang terjadi akibat adanya suatu kecelakaan kerja
jauh lebih besar dan menimbulkan bukan hanya kepada para pekerja, tetapi juga bagi
pengusaha, masyarakat ,dan lingkungan.Besarnya biaya untuk rehabilitasi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja harus ditekan dengan upaya pencegahan.

1
2. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga
kesehatan khususnya perawat dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
perusahaan yang ada di masyarakat guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
baik bagi pekerja, perusahaan dan lingkungan.

2
BAB II

KONSEP TEORI

1. Definisi Keperawatan Komunitas

1. Komunitas
1. Menurut WHO (1974) dalam Harnilawati (2013) komunitas sebagai suatu
kelompok sosial yang di tentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan
dan minat yang sama, serta ada rasa saling mengenal dan interaksi antara anggota
masyarakat yang satu dan yang lainnya.
2. Menurut Spradley (1985) Harnilawati (2013) komunitas sebagai sekumpulan orang
yang saling bertukar pengalaman penting dalam hidupnya.
3. Menurut Sumijatun dkk (2006) dalam Harnilawati (2013) komunitas (community)
adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan nilai (values),
perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi
yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga.
2. Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spritual secara
komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun
sakit mencakup siklus hidup manusia (Harnilawati, 2013)
3. Keperawatan Komunitas
1. Harnilawati (2013) menjelaskan bahwa keperawatan komunitas mencakup
perawatan kesehatan keluarga (nurse health family) juga kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat mengindentifikasi masalah
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum
mereka meminta bantuan kepada orang lain (WHO,1947).
2. Kesatuan yang unik dari praktik keperawatan dan kesehatan masyarakat yag
ditujukan pada pengembangan serta peningkatan kemampuan kesehatan, baik diri

3
sendiri sebagai perorangan maupun secara kolektif sebagai keluarga, kelompok
khusus atau masyarakat (Ruth B. Freeman,1981)
3. Praktik Keperawatan komunitas (communiy health nursing practice) merupakan
sintesi teori keperawatan dan teori kesehatan masyarakat untuk promosi,
pemeliharaan dan perawatan kesehatan populasi melalui pemberian pelayanan
keperawatan pada individu, keluarga dan kelompok yag mempunyai pengaruh
terhadapat kesehatan komunitas (Stanhope dan Lancaster, 2010).
4. Keperawatan kesehatan komunitas adalah praktek melakukan promosi kesehatan
dan melindungi kesehatan masyarakat dengan menggunakan pendekatan ilmu
keperawatan, ilmu sosial dan ilmu kesehatan masyarakat yang berfokus pada
tindakan promotif dan pencegahan penyakit yang sehat (Anderson & McFarlane,
2011).

2. Definisi Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja

Menurut Mondy (2008) kesehatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik.
Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang berkerja
melebhi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi
atau gangguan fisik.
Sedangkan keselamatan kerja adalah perlindungan keryawan dari luka-luka yang
disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan
merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran,
ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat
tubuh penglihatan dan pendengaran (Mondy, 2008).
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan juga instansi pemerintahan. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang bertujuan menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja
yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelaakan dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman,, efesien dan produktif ( Azmi,
2008).

4
3. Tujuan Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja

Tujuan utama dalam penerapan K3, berdasarkan undang-undang no.1 tahuan 1970
tentang keselamatan kerja yaitu antara lain:

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat
kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat di gunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktifitas nasional
Dengan mempelajari materi diatas diharapkan dapat memahami dan
mengembangkan bangunan kebijakan K3, menetapkan dan mengembangkan tujuan K3,
membangun organisasi dan tanggung jawab pelaksanaan K3, mengidentifikasi bahaya,
menyiapkan alat pelindung diri, memanfaatkan statistik kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, serta mengembangkan program K3 dengan mitra kerja.

4. Faktor Resiko Di Tempat Kerja

Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di


tempat kerja, pengenalan potensi bahaya ditempat kerja merupakan dasar untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat digunakan untuk
mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja
yang mungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau
bersumber dari berbagai factor, antara lain :

1. Faktor Teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja
yang di gunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.
2. Faktor Lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk anatara maupun hasil akhir.
3. Faktor Manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila
manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan
yang prima baik fisik maupun psikis.

Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi :

5
1. Faktor Fisika
Banyak faktor fisika ditempat kerja yang mempengaruhi proses pekerjaan,
diantaranya teramasuk iklim, kebisingan, pencahyaan, getaran dan radiasi. Minimnya
kontrol terhadap faktor-faktor fisik ini tidak hanya dapat berpengaruh ke produktivits
kerja namun dapat berpengaruh kesehatan pekerja, bahkan dapat berkontribusi pada
timbulnya kecelakaan kerja.
2. Faktor Kimia
Jalan masuk bahan kimia kedlam tubuh : pernapasan (inhalation), kulit (skin
absorption), tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut
dan kronis.
3. Faktor Biologi
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organic yang berasal dari sumber-
sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau
bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.
4. Faktor Fisiologi
Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh perenapan ergonomic yang
tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomic yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak
sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian aantara manusi dan mesin.
5. Faktor Psikologi
Bahaya yag ditimbulkan oleh psikologis adalah ketenagakerjaan yang kurang baik
atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak
sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, ,motivasi, system seleksi dan klsifikasi
tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melaukan
pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh.

5. Masalah Kesehatan Kerja yang Menurunkan Produktivitas Kerja

Produktifitas dapat diartikan pula sebagia ukuran tingkat efisiensi dan efektifitas
dari setiap sumber yang digunakan selama produksi berlangsung. Produktifitas
merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan efisiensi ( Gaspersz, 2000).
Efektivitas berhubungan dengan pelaksanaan tugas agar tecapai suatu tujuan dari
pennggunaan sumber daya untuk memberikan hasil guna, serta bagaimana sumber daya

6
digunakan sesuai fungsi dari sumber daya tersebut, sehingga dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya.

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan


resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal
dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja
yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

Masalah kesehatan kerja yang mempengaruhi produktivitas kerja :

a. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum


memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan
bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh
petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga
untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama
menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

b. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi
8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-

7
ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada
bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain
tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang
berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban
psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

c. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi


kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),
Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease &
Work Related Diseases).

6. Penyakit Akibat Kerja

Kecelakaan kerjamenurut beberapa sumber, diantaranya:


Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98 adalah suatu kejadian yang
tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia
dan atau harta benda.
OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa kecelakaan kerja didefinisikan sebagai
kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau
kesakitan (tergantung dari keparahannya), kejadian kematian, atau kejadian yang dapat
menyebabkan kematian.
Kecelakaan yang terjadi ditempat kerja atau dikenal dengan kecelakaan industri
kerja. Kecelakaan industri ini dapat diartikan suatu kejadian yang tidak diduga semula
dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang diatur dari suatu aktifitas (Husni,
2003).
Menurut Pemerintah c/q Departemen Tenaga Kerja RI, arti kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tiba-tiba atau yang tidak disangka-sangka dan tidak terjadi
dengan sendirinya akan tetapi ada penyebabnya.

8
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia.
1. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Pengertian kejadian menurut standar (Australian AS 1885, 1990) adalah suatu proses
atau keadaan yang mengakibatkan kejadian cidera atau penyakit akibat kerja. Ada
banyak tujuan untuk mengetahui klasifikasi kejadian kecelakaan kerja, salah satunya
adalah dasar untuk mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti dimana
kecelakaan terjadi, apa yang karyawan lakukan, dan apa peralatan atau material yang
digunakan oleh karyawan. Penerapan kode-kode kecelakaan kerja akan sangat
membantu proses investigasi dalam meginterpretasikan informasi-informasi yang
tersebut diatas. Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode-kode
kecelakaan kerja, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 tahun 1990.
Berdasarkan standar tersebut, kode yang digunakan untuk mekanisme terjadinya
cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagai berikut:
1. Jatuh dari atas ketinggian
2. Jatuh dari ketinggian yang sama
3. Menabrak objek dengan bagian tubuh
4. Terpajan oleh getaran mekanik
5. Tertabrak oleh objek yang bergerak
6. Terpajan oleh suara keras tiba-tiba
7. Terpajan suara yang lama
8. Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)
9. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
10. Otot tegang lainnya
11.Kontak dengan listrik
12.Terpajan radiasi, dan masih banyak lagi

2. Dampak Kecelakaan Kerja

9
Berdasarkan model penyebab kerugian yang dikemukakan oleh Det Norske Veritas
(DNV, 1996), terlihat bahwa jenis kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja
meliputi manusia/pekerja, properti, proses, lingkungan, dan kualitas.
3. Cidera Akibat Kecelakaan Kerja
Pengertian cidera berdasarkan Heinrich et al. (1980) adalah patah, retak, cabikan, dan
sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bureau of Labor Statistics, U.S.
Department of Labor (2008) menyatakan bahwa bagian tubuh yang terkena cidera
dan sakit terbagi menjadi:
1. Kepala; mata.
2. Leher.
3. Batang tubuh; bahu, punggung.
4. Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari,jari tangan.
5. Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jarikaki
6. Sistem tubuh.
7. Banyak bagian
Tujuan menganalisa cidera atau sakit yang mengenai anggota bagian tubuh
yang spesifik adalah untuk membantu dalam mengembangkan program untuk
mencegah terjadinya cidera karena kecelakaan, sebagai contoh cidera mata dengan
penggunaan kaca mata pelindung. Selain itu juga bisa digunakan untuk menganalisis
penyebab alami terjadinya cidera karena kecelakaan kerja.
4. Klasifikasi Jenis Cidera Akibat Kecelakaan Kerja
Jenis cidera akibat kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan
membuat perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cidera akibat kecelakaan.
Tujuan pengklasifikasian ini adalah untuk pencatatan dan pelaporan statistik
kecelakaan kerja. Banyak standar referensi penerapan yang digunakan berbagai oleh
perusahaan, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 (1990)1. Berikut
adalah pengelompokan jenis cidera dan keparahannya:
1. Cidera fatal (fatality) Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit
akibat kerja
2. Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury)adalah suatu
kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau kehilangan hari kerja
selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat kecelakaan kerja tersebut terjadi
tidak dihitung sebagai kehilangan hari kerja.
3. Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day)adalah semua
jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja karena cidera,
tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk hilang hari kerja

10
karena cidera yang kambuh dari periode sebelumnya. Kehilangan hari kerja juga
termasuk hari pada saat kerja alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera
fatal dihitung sebagai 220 kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada
saat kejadian tersebut terjadi.
4. Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restrictedduty) Adalah
jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan
rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau yang sudah di
modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan lingungan kerja pola atau
jadwal kerja.
5. Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury) Kecelakaan kerja ini
tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi kecelakaan kerja yang ditangani
oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi untuk memberikan
pertolongan pada kecelakaan.
6. Cidera ringan (first aid injury) Adalah cidera ringan akibat kecelakaan kerja yang
ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat,
contoh luka lecet, mata kemasukan debu, dan lain-lain.
7. Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident) Adalah suatu
kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah.

5. Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja


Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah
maupun ulah manusia, yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang
mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis
kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan
kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang tercemar oleh partikel dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya
partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit
pneumoconiosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk
atau terhisap kedalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang

11
banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi,
yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis.

1. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2,
yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika
bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton,
bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll. Selain dari itu, debu
silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang
batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam
debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi
ke udara bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia,
oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk
tercemarioleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja dan lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada
obatnya yang tepat.
2. Penyakit Asbestosis
Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau
serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam
silikat, namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak
dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan
serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke
dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang
disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila
dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak
tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti
dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan
mengakibatkan asbestosis ini.
3. Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas
atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran

12
ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau
pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5
tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat
pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu).
Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti
dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
4. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh
debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang
batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan
batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga
pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga
Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu:
penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit
tuberkolosilkoantrakosis.
5. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni,
oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit
saliran pernafasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat
menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan
gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat
timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran
berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio,
dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
6. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya
asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena
virus kronis, misal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) atau edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia
seperti nitrogen oksida.
7. Penyakit Kulit

13
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan
kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan
penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan
dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau
karena faktor lain.
8. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan
yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara
detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran.
Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang pendengaran.
9. Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung
yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis
dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.
10. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan
oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen)
sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada
Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
11. Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan
kimia lain di tempat kerja.
12. Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis
karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
13. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan.
Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau tidak
diketahui penyebabnya. Depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau
masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari

14
stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I
solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen,
timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
Selain itu, Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
14. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal:
parfum, derivate petroleum, rokok.
6. Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

1. Faktor Fisik

1. Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian

2. Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat


Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke

3. Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak

4. Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis

5. Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh


manusia

6. Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease

7. Getaran menyebabkan Reynauds Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis

Pencegahan:

1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.

15
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.

3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi

4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.

5. Pelindung mata untuk sinar laser

6. Filter untuk mikroskop

2. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil
samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas,
uap maupun partikel Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis.
Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik,
kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian.
Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :

16
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.

2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.

3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek,


jas laboratorium) dengan benar.

4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.

5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3. Faktor Biologi

1. Viral Desiases: rabies, hepatitis

2. Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus

3. Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang


biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli,
bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan
sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup
tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar,

17
sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai
3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi
petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan
bahan yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai peluang
terkena infeksi.
Pencegahan :

1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,


epidemilogi, dan desinfeksi.

2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan


dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan
bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

3. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good


Laboratory Practice).

4. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.

5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan
spesimen secara benar.

6. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.

7. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

8. Kebersihan diri dari petugas.

4. Faktor Ergonomi/Fisiologi

18
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan
kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik,
nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan,
hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah
dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)
5. Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja
komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan,
kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. Beberapa
contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:

1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup


mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan.

2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

19
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.

4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.

7. Upaya Pencegahan Lingkungan Kerja Yang Baik

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Pemanfaatan


teknologi pada pembangunan suatu proyek juga sangat bervariasi, dari teknologi yang
sederhana sampai dengan teknologi yang paling kompleks. Semakin kompleksnya
teknologi yang digunakan maka semakin besar potensi bahaya dan resiko kecelakaan
yang mungkin timbul apabila tidak dilakukan penanganan yang benar. Oleh karena itu,
dalam rangka menjamin kelancaran operasional, menghindari terjadinya kecelakaan
kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pemanfaatan teknologi.

Menurut Sedarmayanti (2010:208), keselamatan dan kesehatan kerja adalah


pengawasan terhadap orang, mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan
kerja agar pekerja tidak mengalami cedera. Pemerintah mengeluarkan undang-undang
No. 14 tahun 1969 pasal 9 mengutarakan bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan atau keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Dengan tujuan agar
perusahaan dapat memenuhi kewajibannya melindungi tenaga kerja dengan menerapkan
program keselamatan dan kesehatan kerja secara optimal dalam mencegah terjadinya
kecelakaan kerja.

Adanya kecelakaan merupakan masalah yang sangat besar karena dapat


merugikan tenaga kerja dan perusahaan. Kecelakaan saat kerja sering terjadi akibat
kelalaian manusia, melanggar aturan yang sudah diterapkan K3 sebagai standar aturan
keselamatan kerja. Walaupun faktor kecelakaan kerja sangatlah kecil, tetap perlu
dilakukan upaya perbaikan dan penanganan lebih lanjut, hal ini terlihat perusahaan hanya
melakukan pemantauan-pemantauan secara personal dan kurangnya upaya perbaikan

20
lebih lanjut, untuk itu komitmen dan kebijakan manajemen perusahaan dan keterlibatan
pekerja dalam menciptakan budaya keselamatan dan kesehatan kerja perlu dioptimalkan
untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja aman, sehat dan nyaman terhindar dari
kecelakaan kerja. (Jurnal Muhammad Nanang Setiawan, Widodo Hariyono, Surahma Asti
Mulasari Tahun 2008).

Kecelakaan kerja juga dapat dikarenakan lingkungan kerja yang tidak aman,
pemakaian peralatan kerja yang tidak benar, karyawan yang bekerja tidak hati-hati, tidak
mematuhi peraturan, tidak mengikuti standar prosedur keselamatan kerja, tidak
menggunakan alat perlindungan diri dan kondisi tubuh karyawan yang lemah.

Berdasarkan uraian diatas maka pencegahan keselamatan lingkungan kerja yang


baik dan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat yaitu :

1. Peralatan Perlindungan Diri


Agar karyawan merasa aman dan terhindar dari kecelakaan kerja maka karyawan
harus menggunakan alat perlindungan diri. Dasar hukum menyatakan bahwa
peralatan perlindungan diri ini adalah Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Bab IX pasal
13 tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja yang berbunyi: “Barang siapa akan
memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan
kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.”
Menurut Ridley (2006:142), Peralatan Perlindungan Diri yang efektif harus:
1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi
2. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut
3. Cocok bagi orang yang akan menggunakannya
4. Tidak mengganggu kerja operator yang sedang bertugas
5. Memiliki konstruksi yang sangat kuat
6. Tidak mengganggu peralatan perlindungan diri lain yang sedang dipakai secara
bersamaan
7. Tidak meningkatkan resiko terhadap pemakainya
2. Kewajiban Karyawan Menggunakan Alat Perlindungan Diri Saat Bekerja
Menurut Husni (2010:151) agar terhindar dari resiko kecelakaan kerja maka
karyawan diwajibkan menggunakan alat pelindung diri saat bekerja. Selain memiliki
hak-hak sebagai karyawan maka karyawan juga memiliki kewajiban-kewajiban
lainnya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan ahli
keselamatan dan kesehatan kerja.

21
2. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan mentaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku
di tempat/perusahaan yang bersangkutan.
3. Kewajiban Perusahaan Menyediakan Fasilitas Yang Memadai
Menurut Sedarmayanti (2011:134), salah satu tindakan pengamanan yaitu dengan
cara memberikan fasilitas untuk karyawannya seperti mesin-mesin yang dapat
digunakan karyawan untuk bekerja, menyediakan peralatan yang aman termasuk
pakaian/perlindungan kerja khusus, guna melindungi karyawan pada waktu
melaksanakan pekerjaannya.
Menurut Sedarmayanti (2011:160), perusahaan dapat mencegah kecelakaan
dengan membuat area mesin, area peralatan dan area kerja sehingga karyawan yang
kadang melamun atau yang kemungkinan besar melakukan pekerjaan yang berbahaya
tidak dapat melukai diri mereka sendiri dan orang lain. Menyediakan peralatan yang
aman dan penjaga mesin, memasang tombol keadaan darurat, memasang jeruji
pengaman, mengosongkan gang, serta memasang ventilasi, penerangan, pemanas dan
pendiding ruangan yang memadai dapat membantu membuat lingkungan kerja
menjadi lebih aman.
4. Tindakan Pencegahan Kecelakaan
Ada beberapa prinsip pencegahan kecelakaan menurut Ridley (2006:113), yaitu:
1. Mengidentifikasi bahaya. Dalam mengidentifikasi bahaya, meliputi teknik-teknik
yang harus dilakukan, yaitu:
1. Melakukan inspeksi
2. Melalui patrol dan inspeksi keselamatan kerja
3. Laporan dari operator
4. Laporan dalam jurnal-jurnal teknis
2. Menghilangkan bahaya
1. Dengan sarana-sarana teknis
2. Mengubah material
3. Mengubah proses
3. Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat
dilakukan
1. Dengan saran teknis dan memodifikasi perlengkapan
2. Pemberian pelindung/kumbung
3. Pemberian alat pelindung diri (personal protective equipment)
4. Melakukan penelitian resiko residual
5. Mengendalikan resiko residual

Menurut Sedarmayanti (2011:133), tindakan pencegahan kecelakaan dapat


dilakukan diantaranya dengan program tri-E (program triple E) yang terdiri dari:

22
1. Teknik (Engineering) Adalah tindakan pertama yang melengkapi semua perkakas
dan mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards)
2. Pendidikan (Education) Adalah perlu memberikan memberikan pendidikan dan
latihan kepada para pegawai untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara
kerja yang tepat dalam rangka mencapai keadaan yang aman (safety)
semaksimal mungkin
3. Pelaksanaan (Enforcement) Adalah tindakan pelaksanaan, yang memberi jaminan
bahwa peraturan pengendalian kecelakaan dilaksanakan.
Beberapa upaya-upaya pencegahan kecelakaan juga dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya adalah:

1. Memberikan penanda dan isyarat keselamatan kerja.


Menurut Ridley (2006:98), untuk mencegah terjadinya kecelakaan maka
perusahaan perlu memberikan penanda dan isyarat keselamatan kerja.
Penggunaan papan penanda keselamatan yang benar di tempat kerja dapat:
a.Menggalakkan instruksi-instruksi dan aturan-aturan keselamatan kerja.
b.Memberikan informasi atas resiko dan tindakan pencegahan yang harus
diambil.
2. Memberikan pemahaman kepada karyawan untuk selalu berhati-hati dalam
bekerja
Menurut Sedarmayanti (2011:125), untuk meningkatkan kesadaran akan
pentingnya keselamatan kerja yaitu selalu berhatihati dalam bekerja dapat
dilakukan dalam beberapa cara yaitu:
1. Pengarahan singkat yang dilakukan oleh pihak perusahaan setiap hari
sebelum bekerja
2. Memberi pengertian kepada karyawan mengenai cara bagaimana mereka
harus bekerja dengan benar, (tepat, cepat dan selamat)
3. Meyakinkan karyawan bahwa keselamatan kerja mempunyai dasar yang sama
pentingnya dengan kualitas/ mutu dan target
4. Member pengertian kepada karyawan tentang cara pelaksanaan pengamanan
kerja tanpa disertai suatu peraturan
5. Menginsyafkan diri sendiri beserta staf, bahwa kecelakaan kerja yang
mungkin dan telah terjadi, sebenarnya dapat dihindarkan. Jika karyawan lebih
dahulu mengetahuinya dan mau mencegah segera

23
6. Perlu ditekankan bahwa cara kerja yang baik dan aman merupakan kebiasaan
dan dapat dikembangkan dengan kesadaran untuk selalu berhati-hati dalam
bekerja.
3. Memberikan Sanksi kepada karyawan yang melanggar peraturan keselamatan
dalam bekerja
Menurut Ridley (2006:74), beberapa langkah sanksi yang diberikan kepada
karyawan yang melanggar peraturan mengenai keselaman kerja diantaranya
adalah:
1. Memberikan peringatan lisan kepada pekerja dengan memberi kesempatan
untuk memperbaiki kesalahan
2. Mengeluarkan surat peringatan pertama berikut pernyataan kemungkinan
konsekuensinya jika tidak diikuti, misalnya pemecatan.
3. Memberikan surat peringatan kedua yang mengulangi pernyataan yang
diberikan pada surat peringatan pertama.
4. Memberikan surat peringatan terakhir beserta pernyataan tentang
kemungkinan pemecatan.
5. Jika tidak juga ada perubahan, perusahaan dapat melakukan pemecatan
langsung kepada karyawan tersebut.
4. Memberikan pemahaman agar karyawan mematuhi standar prosedur keselamatan
kerja.
Perusahaan perlu memberikan pemahaman kepada karyawan agar
karyawan dapat lebih mengetahui dan memahami bahwa pentingnya mengikuti
standar prosedur keselamatan kerja agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan
kerja. UU No. 1 Tahun 1970 Bab VIII pasal 13 tentang Kewajiban dan Hak
Kerja yang salah satunya berbunyi: bahwa karyawan harus memenuhi dan
mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan.
5. Memberikan perhatian lebih kepada karyawan yang kondisi tubuhnya melemah
Menurut Sedarmayanti (2011:165), masalah kesehatan karyawan ada
beraneka ragam jenis dan sulit dihindari. Masalah tersebut dapat berkisar dari
keadaan sakit kecil sampai keadaan sakit serius berhubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan. Beberapa karyawan memiliki masalah kesehatan emosional,
masalah alcohol/narkoba, masalah kronis, masalah yang tidak permanen, tetapi
semua masalah yang mempengaruhi operasi organisasional dan produktivitas
karyawan.

24
8. Evaluasi Lingkungan Kerja

Evaluasi lingkungan kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk dapat
menempakan seberapa besar resiko bahaya kerja yang ditemukan ditempat kerja.
Berdasarkan hasil pengukuran objektif yang telah disimpulkan, pada tahap berikutnya
dapat diperkirakan akibat yang ditimbulkan oleh bahaya kerja yang ditemukan, besarnya
kemungkinan dan frekuensi terjadinya gangguan kesehatan/kecelakaan kerja, serta
derajat pajanan bahaya kerja yang terjadi.
Evaluasi lingkungan kerja adalah proses pengambilan keputusan untuk penilaian
resiko pajanan dari bahaya semua faktor yang timbul.

9. Pengawasan Untuk Menggunakan Alat Kerja

George R Terry dalam bukunya “Principles of management” menyatakan


pengawasan sebagai proses untuk mendeterminir apa yang akan dilaksanakan,
mengevaluir pelaksanaan dan bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif
sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana. Henry Fayol dalam bukunya
“General Industrial Management” menyatakan, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti
apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
berdasarkan instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan.

Pengawasan bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan agar


dapat diperbaiki dan mencegah berulangnya kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan
beroperasi terhadap segala hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan, maupun hal-hal
lainnya. Pengawasan manajemen perusahaan untuk memaksa agar kejadian-kejadian
sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan hubungannya erat sekali dengan perencanaan,
dapat dikatakan bahwa “perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi dari sebuah mata
uang” artinya rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-
penyimpangan dengan tanpa ada alat untuk mencegahnya.

25
Setiap tempat kerja mempunyai potensi bahaya yang berbeda-beda sesuai dengan
jenis, bahan dan proses produksi yang dilakukan. Dengan demikian, sebelum melakukan
pemilihan alat pelindung diri mana yang tepat digunakan, diperlukan adanya suatu
investarisasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja masing-masing. Pemilihan dan
penggunaan alat pelindung diri harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut
(Tarwaka, 2008) :

1. Aspek Teknis, meliputi

1. Pemilihan berdasarkan jenis dan bentuknya. Jenis dan bentuk alat pelindung diri
harus disesuaikan dengan bagian tubuh yang dilindungi.

2. Pemilihan berdasarkan mutu atau kualitas. Mutu alat pelindung diri akan
menentukan tingkat keparahan dan suatu kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
mungkin terjadi. Semakin rendah mutu alat pelindung diri, maka akan semakin
tinggi tingkat keparahan atas kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang terjadi.
Adapun untuk menetukan mutu suatu alat pelindung diri dapat dilakukan melalui
uji laboratorium untuk mengetahui pemenuhan terhadap standar.

3. Penentuan jumlah alat pelindung diri. Jumlah yang diperlukan sangat tergantung
dari jumlah tenaga kerja yang terpapar potensi bahaya di tempat kerja. Idealnya
adalah setiap pekerja menggunakan alat pelindung diri sendiri-sendiri atau tidak
dipakai secara bergantian.

4. Teknik penyimpanan dan pemeliharaan. Penyimpanan investasi untuk


penghematan dari pada pemberian alat pelindung diri.

26
2. Aspek Psikologis

Di samping aspek teknis, maka aspek psikologis yang menyangkut masalah


kenyamanan dalam penggunaan alat pelindung diri juga sangat penting untuk
diperhatikan. Timbulnya masalah baru bagi pemakai harus dihilangkan, seperti
terjadinya gangguan terhadap kebebasan gerak pada saat memakai alat pelindung diri.
Penggunaan alat pelindung diri tidak menimbulkan alergi atau gatal-gatal pada kulit,
tenaga kerja tidak malu memakainya karena bentuknya tidak cukup menarik.
Ketentuan pemilihan alat pelindung diri meliputi (Tarwaka, 2008) :

1. Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.

2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.

3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.

4. Bentuknya harus cukup menarik.

5. Alat pelindung tahan lama untuk pemakaian yang lama.

10. Usaha Kesehatan Kerja Yang Baik

27
Upaya kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat atau lingkungan kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari kejadian kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
suatu perusahaan atau tempat kerja. Dalam penjelasan undang-undang nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan yang telah mengamanatkan antara lain bahwa setiap tempat kerja
harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Upaya kesehatan kerja
ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja
dilakukan pada pekerja baik di sektor formal maupun informal.

Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan kerja ini pengelola tempat kerja
wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Pengusaha wajib menjamin kesehatan
pekerja serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Tidak
pengelola atau pengusaha saja yang berperan dalam penyelenggaraan kesehatan kerja ini
namun juga pekerjanya. Pekerja wajib menciptakan dan menjagaa kesehatan tempat kerja
yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. (UU No 36 Tahun 2009).

Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya dalam


menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja adalah dengan
penerapan peraturan perundangan antara lain melalui :

1. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti perkembangan ilmu


pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to date )

2. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap

28
3. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan
langsung di tempat kerja.
Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya kesehatan kerja
di tempat pelayanan kerja yaitu :

1. UKK dilaksanakan secara paripurna, berjenjang dan terpadu.

2. Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan kesehatan pada
kesehatan tingkat primer maupun rujukan.

3. Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans & standar
pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.

4. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna

5. Promosi K3 dilaksanakan secara optimal

6. Peningkatan koordinasi pelaksanaan UKK pada Tingkat Nasional, Propinsi,


Kabupaten/Kota, Kecamatan & Kelurahan/Desa.

7. Memberdayakan Puskesmas sebagai jejaring pelayanan yang efektif dibidang


kesehatan kerja pada masyarakat pekerja utamanya di sektor informal.

8. Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK) sebagai mitra
kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

11. Mengatahui Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Secara filosofi, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai sebuah


pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan: tenaga kerja dan

29
manusia pada umumnya (baik jasmani maupun rohani), hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil, makmur dansejahtera. Sedangkan ditinjau dari keilmuan, keselamatan
dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
upaya mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan
sebagainya
1. Keselamatan (safety)
Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk
melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi peralatan, tempat
kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan
proses produksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam keselamatan (safety). a.
Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss) b. Kemampuan
untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan resiko yang tidak bisa diterima (the
ability to identify and eliminate unacceptable risks).

2. Kesehatan (health)
Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi individu
(the degree of physiological and psychological well being of the individual). Secara
umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk
memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan
memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja, dan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

BAB III

KASUS

Deskripsi Kasus

Sekelompok mahasiswa keperawatan UPI Kampus Sumedang melakukan


kegiatan praktik keperawatan komunitas untuk kesehatan kerja di komunitas pekerja di
peternakan ayam di Desa Citimun RT. 02 RW. 04 Kecamatan Cimalaka Kabupaten
Sumedang Jawa Barat selama 2 Hari mulai dari tanggal 14-15 Mei 2019. Kami

30
melakukan kegiatan pengkajian kepada para pekerja di peternakan ayam yang berjumlah
5 orang, berdasarkan data dari pemilik peternakan di dapat data umum sebagai berikut:

No
Karakteristik Frekuensi/ jumlah
.
Jenis kelamin

1. Laki-laki 4 orang
1.
1 orang
2. Perempuan
Jenis pekerjaan

1. Pemberi pakan dan 2 orang


pengurus kandang
2.

2. Pemikul pakan dan ayam 3 orang

pada saat panen


Usia

1. 25-35 tahun 2 orang

3. 1 orang
2. 36-46 tahun
2 orang

3. 47-57 tahun
Tingkat pendidikan

1. Tamat SD 4 orang

4. 0 orang
2. Tamat SMP
1 orang

3. Tamat SMA

31
Lama bekerja

1. 1-2 tahun 1 orang

5. 2 orang
2. 3-4 tahun
2 orang

3. 5-6 tahun

Kemudian kami melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap masing-masing


pekerja dan juga dari pemilik peternakan ayam sehingga didapat hasil pengkajian
sebagai berikut :

1. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

1. Data Inti

1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas


Peternakan ayam ini berada di Desa Citimun RT. 02 RW. 04 Kecamatan
cimalaka kab. Sumedang Jawa Barat. Peternakan ini memiliki dua kandang,
kandang pertama memiliki luas 8m X 35m dengan dua lantai dan memiliki
daya tampung 5000 ekor ayam, sedangkan kandang kedua memiliki luas 5m
X 35m dengan dua lantai dan memiliki daya tampung 3000 ekor ayam.
Peternakan ini berada di antara hutan dan berjarak ±500m dari pemukiman
penduduk sedangkan dari jalan raya memiliki jarak ±200m yang merupakan
akses utama menuju kandang. Di peternakan ayam terbagi menjadi beberapa
bagian tugas didalamnya yaitu bagian pemberi pakan dan pengurus
kandang, pemikul pakan dan ayam pada saat panen. Jumlah pekerja di
peternakan sebanyak 5 orang.

2. Status kesehatan komunitas

32
Dari pengkajian (anamnesa) dan kuisioner yang dilakukan mahasiswa
langsung kepada para pekerja diruangan sektor A7 didapatkan hasil:

1. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas

1. 2 orang pekerja (40%) menegeluhkan sering batuk-batuk

2. 1 orang pekerja (20%) mengeluhkan sering gatal-gatal

3. 2 orang pekerja (40%) menegeluhkan sering pegal-pegal

2. Tanda-tanda vital

4. TD:

1. < 110/70 mmHg : 2 orang (40%)

2. 110/70mmHg-130/90mmHg : 3 orang (60%)

3. >130/90 mmHg : 0 orang ( 0%)

5. Nadi:

1. 60-80x/menit : 2 orang (40%)

2. 80-100x/menit : 3 orang (60%)

6. RR:

1. 16-24x/menit : 5 orang (100%)

7. Suhu tubuh:

1. 36,5°C-37°C : 5 orang (100%)

3. Kejadian penyakit (dalam satu tahun terakhir)

8. Batuk : 2 orang (40%)

33
9. Gatal-gatal : 1 orang (20%)

10. Pegal-pegal : 2 orang (40%)

4. Riwayat penyakit komunitas


Data diambil dari 5 orang pekerja (100%), yang mengeluhkan sering
batuk-batuk sebanyak 2 orang (40%), gatal-gatal sebanyak 1 orang
(20%) dan pegal-pegal sebanyak 2 orang (40%). Kami melakukan
pengkajian dengan melakukan wawancara kepada 5 pekerja tersebut,
dengan hasil :

No. Karakteristik Frekuensi Presentase %

Menderita gatal-gatal minimal 30 kali


1. 2 orang 40%
setahun

2. Mempunyai riwayat penyakit kulit 2 orang 40 %

Terpajan langsung dengan bahan produk


3. 5 orang 100%
kimia

Mempunyai keluarga dengan riwayat


4. 2 orang 40%
penyakit kulit

5. Sering terpapar sekam dan kotoran ayam 5 orang 100%

Pernah memeriksakan ke dokter atau


6. 0 orang 0%
tempat pelayanan kesehatan

5. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi komunitas

Para pekerja mendapat jatah makan pagi dan istirahat makan siang dari
pemilik peternakan, makan pagi setiap pukul 08.30 WIB dan makan
siang rutin dilaksanakan tiap pukul 13.00 WIB.

6. Pola pemenuhan cairan dan elektrolit

34
Selama bekerja kebutuhan cairan pekerja didapat dari minuman yang
dibawa oleh para pekerja dari rumah dan dari pemilik peternakan ayam.

7. Pola istirahat tidur

Para pekerja mengatakan bahwa istirahat tidur mereka biasanya


dilakukan pada malam hari saat pulang bekerja karena waktu bekerja
mereka adalah 9 jam mulai pukul 8 pagi-5 sore.

8. Pola eliminasi

Saat dilakukan anamnesa kepeada para pekerja Sebanyak 5 orang dari 5


orang (100%) mengatakan tidak ada kelainan dalam pola eliminasi.

9. Pola aktivitas gerak

Saat dilakukan anamnesa kepada para pekerja sebanyak 5 orang dari


5 orang (100%) jumlah pekerja mengeluhkan sering merasa pegal di
daerah pundak, pinggang dan punggungnya. Saat dilakukan observasi
secara langsung ternyata sebanyak 2 orang (40%) pekerja sering
mengalami nyeri pinggang karena sering membungkuk ketika
memberikan pakan ayam dan membersihkan kandang ayam. Sedangkan
sebanyak 3 orang (60%) dibagian pemikul pakan dan pemikul ayam
ketika panen mengeluhkan sering merasa pegal di daerah leher,
pinggang dan punggungnya.

35
10. Pola pemenuhan kebersihan diri

Saat dilakukan observasi didapatkan data sebanyak 3 orang dari 5


orang pekerja mencuci tangan tapi dengan prosedur yang kurang benar
yaitu dengan air yang tidak mengalir dan tanpa menggunakan sabun.

No Karakteristik Pilihan

Ya Tidak

1. Mencuci tangan 5 0

2. Tidak mencuci tangan 0 5


setelah bekerja

3. Mencuci tangan tapi dengan 3 2


prosedur yang kurang benar

11. Status psikososial


Antar kelompok pekerja tidak pernah mengalami pertengkaran atau
perselisihan karena mereka menganggap semua pekerja saling
bersaudara karena sudah bekerja bersama dalam waktu yang lama, antar
pekerja saling membantu dan memberikan dukungan bila ada masalah.

12. Status pertumbuhan dan perkembangan

1. Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan

36
Berdasarkan hasil wawancara, pada peternakan ayam tersebut tidak
disediakan fasilitas kesehatan. Sehingga para pegawai harus berobat
dan membuat jaminan kesehatan secara mandiri.

2. Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan

No Karakteristik Pilihan

Ya Tidak

1. Menggunakan masker saat 2 3


bekerja

2. Menggunakan sarung tangan 5 0


saat bekerja

APD yang digunakan adalah :


1. Sarung tangan
2. Sepatu bot
3. Masker

3. Pola perilaku tidak sehat dalam komunitas

Saat dilakukan observasi didapatkan data sebanyak 3 orang dari 5 orang


pekerja mencuci tangan tapi dengan prosedur yang kurang benar yaitu
dengan air yang tidak mengalir dan tanpa menggunakan sabun.

2. DATA LINGKUNGAN FISIK


Peternakan ini memiliki dua kandang, kandang pertama memiliki luas 8m X
35m dengan dua lantai dan memiliki daya tampung 5000 ekor ayam, sedangkan

37
kandang kedua memiliki luas 5m X 35m dengan dua lantai dan memiliki daya
tampung 3000 ekor ayam. Peternakan ini berada di antara persawahan dan
berjarak ±500m dari pemukiman penduduk sedangkan dari jalan raya memiliki
jarak ±200m yang merupakan akses utama menuju kandang. Di peternakan
ayam terbagi menjadi beberapa bagian tugas didalamnya yaitu bagian pemberi
pakan dan pengurus kandang, pemikul pakan dan ayam pada saat panen. Jumlah
pekerja di peternakan sebanyak 10 orang. Bentuk bangunan adalah panggung
yang terbuat dari bambu, ventilasi-ventilasi berasal dari 4 pintu dan sela-sela
bambu. Terdapat ruangan-ruangan seperti gudang penyimpanan pupuk, ruangan
untuk istirahat pegawai, dan wc. penerangan ruangan berasal dari pintu ruangan
besar yang di buka saat jam kerja bila menjelang sore terdapat lampu neon yang
memberikan pencahayaan diruangan ini. Kebersihan di dalam ruangan cukup
rapi dan bersih.Kondisi kamar mandi bersih tetapi jumlahnya sangat terbatas dan
jaraknya cukup jauh dari tempat pengolahan. Limbah kotoran yg dihasilkan oleh
ayam tidak dibuang melainkan dikumpulkan untuk dijual pada pengepul pupuk
sehingga tidak mencemari lingkungan dan masyarakat.

3. PELAYANAN KESEHATAN DAN SOSIAL

Di peternakan ini tidak disediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pegawai


dan jaminan kesehatan social.

4. EKONOMI

Rata rata penghasilan para pekerja di peternakan ayam yaitu sekitar 1juta untuk
pengurus ayamnya, sedangkan untuk para pekerja pemikul pakan ayam dan
pemikul ayam saat panen yaitu sekitar 100ribu.

5. KEAMANAN DAN TRANSPORTASI

Sistem keamanan peternakan di kandang ayam tersebut tidak dijaga secara


resmi melainkan diawasi oleh para pekerja. Peternakan ini memiliki satu unit
mobil untuk beroperasi ketika dibutuhkan.
38
6. POLITIK DAN KEAMANAN

Peternakan ini merupakan perusahaan milik swasta yang dimiliki oleh


perorangan.

7. SISTEM KOMUNIKASI

Sarana komunikasi yang digunakan oleh pekerja di peternakan ayam sebagaian


besar menggunakan alat komunikasi telfon genggam (HP) sebagai alat
komunikasi antara pekerja, keluarga dan masyarakatnya. Bahasa yang digunakan
untuk komunikasi antar pekerja sehari-hari di kandang ayam mayoritas dengan
menggunakan bahasa sunda dan sebagaian kecil bahasa Indonesia.

8. PENDIDIKAN

Data yang didapat dari para pegawai di peternakan ayam didapatkan data tingkat
pendidikan pekerja di kandang ayam adalah sebagai berikut:

Tingkatan Pendidikan Jumlah

1. Tamat SD 4 orang

2. Tamat SMP 0 orang

3. Tamat SMA 1 orang

Saat dilakukan pengkajian dengan kuisioner tentang pengetahuan pekerja


terhadap pentingnya penggunaan standart keselamatan kerja di peternakan ayam
terhadap kesehatan pekerja, di dapatkan data:

2. 4 orang (80%) dari pekerja tidak mengetahui

39
3. 1 orang (20%) dari pekerja mengetahui

9. REKREASI

Berdasarkan data yang didapat dari perusahaan, Hari libur untuk pegawai dan
pekerja hanya satu bulan sekali yaitu 2 minggu setelah panen karena kandang
harus disterilkan selama 2 minggu. Tidak ada rekreasi secara resmi dari
perusahaan.

10. Pengolahan Data

1. Komposisi pekerja berdasarkan jenis kelamin

jenis kelamin

1; 20.00%
laki-laki
perempuan

4; 80.00%

Gambar; Komposisi pekerja berdasarkan jenis kelamin di peternakan ayam

di Desa Citimun pada tanggal 14-15 Mei 2019

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa pekerja di peternakan ayam


seluruhnya adalah laki-laki 4 dan perempuan 1 orang (5 orang)

2. Proporsi pekerja berdasarkan jenis pekerjaan

40
jenis pekerjaan

pemberi pakan
2; 40.00% pemikul pakan
3; 60.00%

Gambar; proporsi pekerja berdasarkan jenis pekerjaan di peternakan ayam


di Desa Citimun Kabupaten Sumedang pada tanggal 14-15 Mei 2019

Berdasarkan proporsi pekerja berdasarkan jenis pekerjaannya, terlihat bahwa


pekerja di peternakan ayam di Desa Citimun Kabupaten Sumedang bagian yang terbanyak
adalah bagian Pemikul pakan dan pemikul ayam 60% (3 orang), bagian pemberi pakan dan
pengurus ayam 40% (2 orang).

3. Komposisi pekerja berdasarkan usia

usia

47-57; 25-35
25.00% 36-46
2; 50.00% 47-57

1; 25.00%

41
Gambar; komposisi pekerja berdasarkan usia di peternakan ayam

di Desa Citimun Kabupaten Sumedang pada tanggal 14-15 Mei 2019

Berdasarkan komposisi pekerja berdasarkan usia, terlihat bahwa bahwa pekerja di


peternakan ayam di Desa Citimun Kabupaten Sumedang yang terbanyak berusia 25-35 tahun
sebanyak 2 orang (50%).

4. Komposisi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan

tingkat pendidikan

1; 20.00%
Tamat SD
SMA

4; 80.00%

Gambar; komposisi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan

di Desa Citimun Kabupaten Sumedang pada tanggal 14-15 Mei 2019

42
Berdasarkan komposisi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan, terlihat bahwa bahwa
pekerja di peternakan ayam di Desa Citimun Kabupaten Sumedang yang terbanyak adalah tamat
SD sebanyak 4 orang (80%), dan SMA sebanyak 1 orang (20%).

5. Komposisi pekerja berdasarkan lama bekerja

lama bekerja

1; 20.00% 1-2 tahun


2; 40.00% 3-4 tahun
5-6 tahun

2; 40.00%

Gambar; komposisi pekerja berdasarkan lama bekerja

di Desa Citimun Kabupaten Sumedang pada tanggal 14-15 Mei 2019

Berdasarkan komposisi pekerja berdasarkan lama bekerja, terlihat bahwa pekerja di


peternakan ayam di Desa Citimun Kabupaten Sumedang yang terbanyak adalah pekerja yang
sudah bekerja selama 3-4 tahun sebanyak 2 orang (40%).dan 5-6 tahun 2 orang

GAMBAR DENAH PERUSAHAAN DAN DENAH RUANGAN

PETERNAKAN AYAM DUSUN BOJONG KABUPATEN SUMEDANG

BANGUNAN 1

43
KANDANG AYAM

BANGUNAN 2

WC
TEMPAT
GUDANG KOLAM IKAN
ISTIRAHAT

Lantai 2
2. Analisa Data
Data yang telah kami dapat dari hasil pengkajian yang kami lakukan, untuk menentukan
diagnosa keperawatan maka kami menyusun analisa data sebagai berikut;

NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. DS: Kurang Resiko terjadinya


pengetahuan peningkatan

1. Pekerja mengatakan pekerja tentang penyakit akibat

sering mengalami batuk pentingnya K3 kotoran ayam

44
bagi kesehatan dan kurangnya
2. Pekerja mengatakan
dan keselamatan penggunaan
tidak terlalu memeperhatikan
pekerja APD pada
pentingnya penggunaan
pekerja
masker dan sarung tangan
peternakan ayam
DO:

1. 2 orang pekerja (40%)


dari 5 pekerja di peternakan
ayam mengeluhkan sering
batuk-batuk dengan
perincian:

1. 2 orang (40%) dari 5


orang pekerja yang
mengeluh batuk pilek
selama ....... merpakan
orang paling sering
kontak langsung dengan
korotan ayam.

1. Pekerja yang tidak


menggunakan masker dan
sarung tangan di peternakan
ayam sebanyak 3 orang dari
5 orang pekerja (60%).

4. 4 orang (80%) dari 5


pekerja di peternakan ayam
tidak mengetahui pentingnya
K3 bagi kesehatan dan

45
keselamatan mereka.

2. DS: Ketidakadekuatan Resiko terjadinya


hygine perorangan masalah

2. Pekerja mengatakan pada pekerja kesehatan

melakukan cuci tangan sehubungan

setelah melakukan dengan Perilaku

pekerjaannya atau sebelum mencuci tangan

makan, namun tidak yang kurang


menggunakan sabun karena efektif.

selain keterbatasan kamar


mandi dan fasilitas yang
kurang mendukung (tidak
ada sabun cuci tangan di
kamar mandi).
DO:

3. 2 orang (40%) dari 5


orang pekerja dibagian
pemberi pakan dan pengurus
ayam di peternakan ayam
tidak mencuci tangan setelah
bekerja.

3. DS: Posisi tubuh saat Resiko cidera


bekerja yang salah pada pekerja

1. Pemikul pakan ayam pada pekerja pemikul pakan di

mengatakan sering peternakan ayam

46
mengalami pegal di daerah
punggung dan leher.

40% pekerja

Pakan yang dipikul.... KG/


hari/minggu

DO:

2. 2 orang dari 5 orang


(40%) jumlah pekerja
dibagian pemikul pakan di
peternakan ayam
mengeluhkan sering merasa
pegal di daerah leher dan
punggungnya.

1. 2 orang (65%) dari 3


orang pekerja dibagian
pemikul pakan di
peternakan ayam duduk
dengan posisi duduk
yang salah/ terlalu
membungkuk.

2. 1 orang (35%) dari 3


orang pekerja dibagian

47
pemikul ayam di
peternakan ayam tidak
menggerak-gerakkan
badannya untuk
merelaksasi tubuhnya/
berada dalam posisi
duduk yang sama dalam
waktu yang lama.

1. Penapisan Masalah
Dari hasil analisa data, didapatkan data yang kemudian dilakukan penapisan masalah
untuk menentukan perioritas masalah, adapun penapisan masalah tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:

No. Masalah KRITERIA Score Keterangan


Kesehatan 1 2 3 4 5 6 7 8

1. Resiko 5 5 5 5 5 3 4 3 35 Keterangan
terjadinya kriteria:
peningkatan
penyakit akibat 1. Sesuai
kotoran ayam dengan peran
dan kurangnya perawat
penggunaan komunitas
APD pada
pekerja
2. Resiko
peternakan
terjadi/jumlah
ayam di
yang beresiko
wilayah

48
CitimunKabupa
ten Sumedang 3. Resiko
2. Perilaku 5 4 3 5 4 4 4 3 32 parah
kesehatan
cenderung 4. Potensi
beresiko pada untuk
pekerja pendidikan.kes
peternakan ehatan
ayam di
wilayah
5. Interest
Citimun
untuk
Kabupaten
komunitas
Sumedang.

3. Resiko cidera 4 5 3 5 4 4 3 3 31 6. Kemung


pada pekerja kinan diatasi
pemikul pakan
di peternakan
7. Relevan
ayam wilayah
dengan
Sumedang
program
Kabupaten
Sumedang
8. Tersedian
ya sumber
daya

Keterangan
Pembobotan:

1. Sangat rendah

2. Rendah

49
3. Cukup

4. Tinggi

5. Sangat tinggi

3. Prioritas Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan scoring di atas, maka prioritas diagnosa keperawatan komunitas pada


pekerja peternakan di Dusun Bojong jati Kab. Sumedang adalah sebagai berikut:

No
Diagnosa Keperawatan Score
.
Resiko terjadinya peningkatan penyakit akibat kotoran ayam
1. dan kurangnya penggunaan APD pada pekerja peternakan 35
ayam di Desa Citimun Kabupaten Sunmedang.

Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada pekerja


2. 32
peternakan ayam di Desa Citimun Kabupaten Sumedang.

Resiko cidera pada pekerja pemikul pakan di peternakan


3. 31
ayam di Desa Citimun Kabupaten Sumedang

50
1. Intervensi

No Diagnosa Intervensi

1. Resiko terjadinya peningkatan 1. Berikan pendidikan kesehatan


penyakit akibat kotoran ayam dan mengenai pentingnya
kurangnya penggunaan APD pada penggunaan APD
pekerja peternakan ayam di Desa
Citimun Kabupaten Sunmedang.

2. Perilaku kesehatan cenderung 1. Berikan pendidikan kesehatan


beresiko pada pekerja peternakan mengenai pentingnya PHBS
ayam di Desa Citimun Kabupaten
2. Lakukan skrining atau deteksi
Sumedang.
dini penyakit yang mungkin di
derita oleh pekerja

3. Resiko cidera pada pekerja pemikul 1. Berikan pendidikan kesehatan


pakan di peternakan ayam Desa mengenai pentingnya K3
Citimun Kabupaten Sumedang

2. Implementasi

No Diagnosa Implementasi

Resiko terjadinya peningkatan


1. 1. Memberikan pendidikan

51
penyakit akibat kotoran ayam dan
kesehatan mengenai pentingnya
kurangnya penggunaan APD pada
penggunaan APD (jenis apd)
pekerja peternakan ayam di Desa
Citimun Kabupaten Sunmedang.

1. Memberikan pendidikan
2. Perilaku kesehatan cenderung
kesehatan mengenai pentingnya
beresiko pada pekerja peternakan
PHBS (brapa phbs)
ayam di Desa Citimun Kabupaten
Sumedang. 2. Melakukan pemeriksaan fisik
pada pekerja penyakit yang
mungkin di derita oleh pekerja

3. Resiko cidera pada pekerja pemikul 1. Berikan pendidikan kesehatan


pakan di peternakan ayam Desa mengenai pentingnya K3
Citimun Kabupaten Sumedang

52
53
BAB IV

PENUTUP

1. Penutup

Dari penilaian yang kami lakukan kami dapat menyimpulkan bahwa kesadaran
akan kesehatan dan keselamatan kerja dari peternak unggas masih kurang. Dimana
masyarakat sebagian besar sudah mengetahu akan pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja hanya saja masih melalaikan dan kurang penerapannya.

Usaha peternakan unggas ini berpotensi besar untuk pengembangan usaha, namun
perlu untuk menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja guna mempertahankan prestasi
usaha serta meningkatkan produktifitas kerja dan kesejahteraan hidup.

Kurangnya kesadaran dari masyarakat yang mengembangkan usaha sehingga


berpotensi untuk mengganggu stabilitas produksi dan produktifitas.

2. Saran

Untuk meningkatkan kinerja dan hasil usaha kiranya mau dan mampu untuk
menarik instansi untuk bekerja sama untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja guna peningkatan produktifitas.
Pengaruh lingkungang sangat penting sehingga perlu untuk memperhatikan dari
segala aspek lingkungan.
Penggunaan APD sangat penting mengingat resiko yang ditimbulkan cukup besar.

54
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, F. M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Harnilawati. (2013). Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas . Sulawesi: Pustaka As Salam.

Irzal. (2016). Dasar-dasar kesehatan dan keselamatan kerja . Jakarta: Kencana .

Mondy, R. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 10 (Terjemahan). Jakarta:


Erlangga.

Triyono, B. (2014). Buku Ajar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3). Yogyakarta: TIM K3
FTUNY.

55
56

Anda mungkin juga menyukai