Disusun oleh:
Kelompok 3
Jalan Margamukti N0. 93 Ds. Licin Cimalaka Sumedang Telp. (0261) 203084
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan karunia-nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesikan Asuhan
keperawatan komunitas ini yang membahas tentang “ Keselamatan dan kesehatan kerja di
peternakan ayam didesa citimun kabupaten Sumedang” ini dengan baik.
Asuhan keperawatan ini kami susun dengan baik dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Asuhan keperawatan ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan maupun tata bahasanya.
Akhir kata kami berharap semoga Asuhan keperawatan ini bisa bermanfaat dan bisa
lebih berkembang lagi.
Penulis,
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................................3
KONSEP TEORI..................................................................................................................................3
A. Definisi Keperawatan Komunitas..........................................................................................3
B. Definisi Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja..................................................................4
C. Tujuan Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja..................................................................5
D. Faktor Resiko Di Tempat Kerja..............................................................................................5
E. Masalah Kesehatan Kerja yang Menurunkan Produktivitas Kerja........................................7
F. Penyakit Akibat Kerja............................................................................................................8
G. Upaya Pencegahan Lingkungan Kerja Yang Baik.................................................................19
H. Evaluasi Lingkungan Kerja...................................................................................................24
I. Pengawasan Untuk Menggunakan Alat Kerja.....................................................................25
J. Usaha Kesehatan Kerja Yang Baik.......................................................................................27
K. Mengatahui Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)..........................................................28
BAB III.............................................................................................................................................30
KASUS.............................................................................................................................................30
1. Pengkajian...........................................................................................................................31
2. Analisa Data........................................................................................................................41
3. Prioritas Diagnosa Keperawatan.........................................................................................45
BAB IV.............................................................................................................................................46
PENUTUP........................................................................................................................................46
A. Penutup...............................................................................................................................46
B. Saran...................................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................47
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga
kesehatan khususnya perawat dalam menangani keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
perusahaan yang ada di masyarakat guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
baik bagi pekerja, perusahaan dan lingkungan.
2
BAB II
KONSEP TEORI
1. Komunitas
1. Menurut WHO (1974) dalam Harnilawati (2013) komunitas sebagai suatu
kelompok sosial yang di tentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan
dan minat yang sama, serta ada rasa saling mengenal dan interaksi antara anggota
masyarakat yang satu dan yang lainnya.
2. Menurut Spradley (1985) Harnilawati (2013) komunitas sebagai sekumpulan orang
yang saling bertukar pengalaman penting dalam hidupnya.
3. Menurut Sumijatun dkk (2006) dalam Harnilawati (2013) komunitas (community)
adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan nilai (values),
perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi
yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga.
2. Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spritual secara
komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun
sakit mencakup siklus hidup manusia (Harnilawati, 2013)
3. Keperawatan Komunitas
1. Harnilawati (2013) menjelaskan bahwa keperawatan komunitas mencakup
perawatan kesehatan keluarga (nurse health family) juga kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat mengindentifikasi masalah
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum
mereka meminta bantuan kepada orang lain (WHO,1947).
2. Kesatuan yang unik dari praktik keperawatan dan kesehatan masyarakat yag
ditujukan pada pengembangan serta peningkatan kemampuan kesehatan, baik diri
3
sendiri sebagai perorangan maupun secara kolektif sebagai keluarga, kelompok
khusus atau masyarakat (Ruth B. Freeman,1981)
3. Praktik Keperawatan komunitas (communiy health nursing practice) merupakan
sintesi teori keperawatan dan teori kesehatan masyarakat untuk promosi,
pemeliharaan dan perawatan kesehatan populasi melalui pemberian pelayanan
keperawatan pada individu, keluarga dan kelompok yag mempunyai pengaruh
terhadapat kesehatan komunitas (Stanhope dan Lancaster, 2010).
4. Keperawatan kesehatan komunitas adalah praktek melakukan promosi kesehatan
dan melindungi kesehatan masyarakat dengan menggunakan pendekatan ilmu
keperawatan, ilmu sosial dan ilmu kesehatan masyarakat yang berfokus pada
tindakan promotif dan pencegahan penyakit yang sehat (Anderson & McFarlane,
2011).
Menurut Mondy (2008) kesehatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik.
Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang berkerja
melebhi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi
atau gangguan fisik.
Sedangkan keselamatan kerja adalah perlindungan keryawan dari luka-luka yang
disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko keselamatan
merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran,
ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat
tubuh penglihatan dan pendengaran (Mondy, 2008).
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan juga instansi pemerintahan. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang bertujuan menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja
yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelaakan dan penyakit
akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman,, efesien dan produktif ( Azmi,
2008).
4
3. Tujuan Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja
Tujuan utama dalam penerapan K3, berdasarkan undang-undang no.1 tahuan 1970
tentang keselamatan kerja yaitu antara lain:
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat
kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat di gunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktifitas nasional
Dengan mempelajari materi diatas diharapkan dapat memahami dan
mengembangkan bangunan kebijakan K3, menetapkan dan mengembangkan tujuan K3,
membangun organisasi dan tanggung jawab pelaksanaan K3, mengidentifikasi bahaya,
menyiapkan alat pelindung diri, memanfaatkan statistik kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, serta mengembangkan program K3 dengan mitra kerja.
1. Faktor Teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja
yang di gunakan atau dari pekerjaan itu sendiri.
2. Faktor Lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk anatara maupun hasil akhir.
3. Faktor Manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila
manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan
yang prima baik fisik maupun psikis.
5
1. Faktor Fisika
Banyak faktor fisika ditempat kerja yang mempengaruhi proses pekerjaan,
diantaranya teramasuk iklim, kebisingan, pencahyaan, getaran dan radiasi. Minimnya
kontrol terhadap faktor-faktor fisik ini tidak hanya dapat berpengaruh ke produktivits
kerja namun dapat berpengaruh kesehatan pekerja, bahkan dapat berkontribusi pada
timbulnya kecelakaan kerja.
2. Faktor Kimia
Jalan masuk bahan kimia kedlam tubuh : pernapasan (inhalation), kulit (skin
absorption), tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut
dan kronis.
3. Faktor Biologi
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organic yang berasal dari sumber-
sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau
bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.
4. Faktor Fisiologi
Potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh perenapan ergonomic yang
tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomic yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak
sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian aantara manusi dan mesin.
5. Faktor Psikologi
Bahaya yag ditimbulkan oleh psikologis adalah ketenagakerjaan yang kurang baik
atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak
sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, ,motivasi, system seleksi dan klsifikasi
tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melaukan
pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh.
Produktifitas dapat diartikan pula sebagia ukuran tingkat efisiensi dan efektifitas
dari setiap sumber yang digunakan selama produksi berlangsung. Produktifitas
merupakan suatu kombinasi dari efektivitas dan efisiensi ( Gaspersz, 2000).
Efektivitas berhubungan dengan pelaksanaan tugas agar tecapai suatu tujuan dari
pennggunaan sumber daya untuk memberikan hasil guna, serta bagaimana sumber daya
6
digunakan sesuai fungsi dari sumber daya tersebut, sehingga dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya.
a. Kapasitas Kerja
b. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi
8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-
7
ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada
bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain
tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang
berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban
psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
c. Lingkungan Kerja
8
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia.
1. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Pengertian kejadian menurut standar (Australian AS 1885, 1990) adalah suatu proses
atau keadaan yang mengakibatkan kejadian cidera atau penyakit akibat kerja. Ada
banyak tujuan untuk mengetahui klasifikasi kejadian kecelakaan kerja, salah satunya
adalah dasar untuk mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti dimana
kecelakaan terjadi, apa yang karyawan lakukan, dan apa peralatan atau material yang
digunakan oleh karyawan. Penerapan kode-kode kecelakaan kerja akan sangat
membantu proses investigasi dalam meginterpretasikan informasi-informasi yang
tersebut diatas. Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode-kode
kecelakaan kerja, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 tahun 1990.
Berdasarkan standar tersebut, kode yang digunakan untuk mekanisme terjadinya
cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagai berikut:
1. Jatuh dari atas ketinggian
2. Jatuh dari ketinggian yang sama
3. Menabrak objek dengan bagian tubuh
4. Terpajan oleh getaran mekanik
5. Tertabrak oleh objek yang bergerak
6. Terpajan oleh suara keras tiba-tiba
7. Terpajan suara yang lama
8. Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)
9. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
10. Otot tegang lainnya
11.Kontak dengan listrik
12.Terpajan radiasi, dan masih banyak lagi
9
Berdasarkan model penyebab kerugian yang dikemukakan oleh Det Norske Veritas
(DNV, 1996), terlihat bahwa jenis kerugian akibat terjadinya kecelakaan kerja
meliputi manusia/pekerja, properti, proses, lingkungan, dan kualitas.
3. Cidera Akibat Kecelakaan Kerja
Pengertian cidera berdasarkan Heinrich et al. (1980) adalah patah, retak, cabikan, dan
sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bureau of Labor Statistics, U.S.
Department of Labor (2008) menyatakan bahwa bagian tubuh yang terkena cidera
dan sakit terbagi menjadi:
1. Kepala; mata.
2. Leher.
3. Batang tubuh; bahu, punggung.
4. Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari,jari tangan.
5. Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jarikaki
6. Sistem tubuh.
7. Banyak bagian
Tujuan menganalisa cidera atau sakit yang mengenai anggota bagian tubuh
yang spesifik adalah untuk membantu dalam mengembangkan program untuk
mencegah terjadinya cidera karena kecelakaan, sebagai contoh cidera mata dengan
penggunaan kaca mata pelindung. Selain itu juga bisa digunakan untuk menganalisis
penyebab alami terjadinya cidera karena kecelakaan kerja.
4. Klasifikasi Jenis Cidera Akibat Kecelakaan Kerja
Jenis cidera akibat kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan
membuat perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cidera akibat kecelakaan.
Tujuan pengklasifikasian ini adalah untuk pencatatan dan pelaporan statistik
kecelakaan kerja. Banyak standar referensi penerapan yang digunakan berbagai oleh
perusahaan, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 (1990)1. Berikut
adalah pengelompokan jenis cidera dan keparahannya:
1. Cidera fatal (fatality) Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit
akibat kerja
2. Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury)adalah suatu
kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau kehilangan hari kerja
selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat kecelakaan kerja tersebut terjadi
tidak dihitung sebagai kehilangan hari kerja.
3. Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day)adalah semua
jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja karena cidera,
tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk hilang hari kerja
10
karena cidera yang kambuh dari periode sebelumnya. Kehilangan hari kerja juga
termasuk hari pada saat kerja alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera
fatal dihitung sebagai 220 kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada
saat kejadian tersebut terjadi.
4. Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restrictedduty) Adalah
jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan
rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau yang sudah di
modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan lingungan kerja pola atau
jadwal kerja.
5. Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury) Kecelakaan kerja ini
tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi kecelakaan kerja yang ditangani
oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi untuk memberikan
pertolongan pada kecelakaan.
6. Cidera ringan (first aid injury) Adalah cidera ringan akibat kecelakaan kerja yang
ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat,
contoh luka lecet, mata kemasukan debu, dan lain-lain.
7. Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident) Adalah suatu
kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah.
11
banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi,
yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis.
1. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2,
yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika
bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton,
bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll. Selain dari itu, debu
silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang
batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam
debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi
ke udara bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia,
oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk
tercemarioleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja dan lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada
obatnya yang tepat.
2. Penyakit Asbestosis
Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau
serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam
silikat, namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak
dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan
serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke
dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang
disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila
dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak
tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti
dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan
mengakibatkan asbestosis ini.
3. Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas
atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran
12
ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau
pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5
tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat
pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu).
Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti
dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
4. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh
debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang
batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan
batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga
pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga
Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu:
penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit
tuberkolosilkoantrakosis.
5. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni,
oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit
saliran pernafasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat
menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan
gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat
timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran
berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio,
dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
6. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya
asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena
virus kronis, misal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) atau edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia
seperti nitrogen oksida.
7. Penyakit Kulit
13
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan
kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan
penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan
dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau
karena faktor lain.
8. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan
yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara
detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran.
Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang pendengaran.
9. Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung
yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis
dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.
10. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan
oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen)
sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada
Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
11. Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan
kimia lain di tempat kerja.
12. Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis
karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
13. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan.
Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau tidak
diketahui penyebabnya. Depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau
masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari
14
stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I
solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen,
timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
Selain itu, Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
14. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal:
parfum, derivate petroleum, rokok.
6. Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
1. Faktor Fisik
Pencegahan:
15
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
2. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil
samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas,
uap maupun partikel Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis.
Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik,
kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian.
Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
16
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
3. Faktor Biologi
17
sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai
3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi
petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan
bahan yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai peluang
terkena infeksi.
Pencegahan :
5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan
spesimen secara benar.
4. Faktor Ergonomi/Fisiologi
18
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan
kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik,
nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan,
hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah
dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)
5. Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja
komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan,
kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. Beberapa
contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
19
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.
20
lebih lanjut, untuk itu komitmen dan kebijakan manajemen perusahaan dan keterlibatan
pekerja dalam menciptakan budaya keselamatan dan kesehatan kerja perlu dioptimalkan
untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja aman, sehat dan nyaman terhindar dari
kecelakaan kerja. (Jurnal Muhammad Nanang Setiawan, Widodo Hariyono, Surahma Asti
Mulasari Tahun 2008).
Kecelakaan kerja juga dapat dikarenakan lingkungan kerja yang tidak aman,
pemakaian peralatan kerja yang tidak benar, karyawan yang bekerja tidak hati-hati, tidak
mematuhi peraturan, tidak mengikuti standar prosedur keselamatan kerja, tidak
menggunakan alat perlindungan diri dan kondisi tubuh karyawan yang lemah.
21
2. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan mentaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku
di tempat/perusahaan yang bersangkutan.
3. Kewajiban Perusahaan Menyediakan Fasilitas Yang Memadai
Menurut Sedarmayanti (2011:134), salah satu tindakan pengamanan yaitu dengan
cara memberikan fasilitas untuk karyawannya seperti mesin-mesin yang dapat
digunakan karyawan untuk bekerja, menyediakan peralatan yang aman termasuk
pakaian/perlindungan kerja khusus, guna melindungi karyawan pada waktu
melaksanakan pekerjaannya.
Menurut Sedarmayanti (2011:160), perusahaan dapat mencegah kecelakaan
dengan membuat area mesin, area peralatan dan area kerja sehingga karyawan yang
kadang melamun atau yang kemungkinan besar melakukan pekerjaan yang berbahaya
tidak dapat melukai diri mereka sendiri dan orang lain. Menyediakan peralatan yang
aman dan penjaga mesin, memasang tombol keadaan darurat, memasang jeruji
pengaman, mengosongkan gang, serta memasang ventilasi, penerangan, pemanas dan
pendiding ruangan yang memadai dapat membantu membuat lingkungan kerja
menjadi lebih aman.
4. Tindakan Pencegahan Kecelakaan
Ada beberapa prinsip pencegahan kecelakaan menurut Ridley (2006:113), yaitu:
1. Mengidentifikasi bahaya. Dalam mengidentifikasi bahaya, meliputi teknik-teknik
yang harus dilakukan, yaitu:
1. Melakukan inspeksi
2. Melalui patrol dan inspeksi keselamatan kerja
3. Laporan dari operator
4. Laporan dalam jurnal-jurnal teknis
2. Menghilangkan bahaya
1. Dengan sarana-sarana teknis
2. Mengubah material
3. Mengubah proses
3. Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat
dilakukan
1. Dengan saran teknis dan memodifikasi perlengkapan
2. Pemberian pelindung/kumbung
3. Pemberian alat pelindung diri (personal protective equipment)
4. Melakukan penelitian resiko residual
5. Mengendalikan resiko residual
22
1. Teknik (Engineering) Adalah tindakan pertama yang melengkapi semua perkakas
dan mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards)
2. Pendidikan (Education) Adalah perlu memberikan memberikan pendidikan dan
latihan kepada para pegawai untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara
kerja yang tepat dalam rangka mencapai keadaan yang aman (safety)
semaksimal mungkin
3. Pelaksanaan (Enforcement) Adalah tindakan pelaksanaan, yang memberi jaminan
bahwa peraturan pengendalian kecelakaan dilaksanakan.
Beberapa upaya-upaya pencegahan kecelakaan juga dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya adalah:
23
6. Perlu ditekankan bahwa cara kerja yang baik dan aman merupakan kebiasaan
dan dapat dikembangkan dengan kesadaran untuk selalu berhati-hati dalam
bekerja.
3. Memberikan Sanksi kepada karyawan yang melanggar peraturan keselamatan
dalam bekerja
Menurut Ridley (2006:74), beberapa langkah sanksi yang diberikan kepada
karyawan yang melanggar peraturan mengenai keselaman kerja diantaranya
adalah:
1. Memberikan peringatan lisan kepada pekerja dengan memberi kesempatan
untuk memperbaiki kesalahan
2. Mengeluarkan surat peringatan pertama berikut pernyataan kemungkinan
konsekuensinya jika tidak diikuti, misalnya pemecatan.
3. Memberikan surat peringatan kedua yang mengulangi pernyataan yang
diberikan pada surat peringatan pertama.
4. Memberikan surat peringatan terakhir beserta pernyataan tentang
kemungkinan pemecatan.
5. Jika tidak juga ada perubahan, perusahaan dapat melakukan pemecatan
langsung kepada karyawan tersebut.
4. Memberikan pemahaman agar karyawan mematuhi standar prosedur keselamatan
kerja.
Perusahaan perlu memberikan pemahaman kepada karyawan agar
karyawan dapat lebih mengetahui dan memahami bahwa pentingnya mengikuti
standar prosedur keselamatan kerja agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan
kerja. UU No. 1 Tahun 1970 Bab VIII pasal 13 tentang Kewajiban dan Hak
Kerja yang salah satunya berbunyi: bahwa karyawan harus memenuhi dan
mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan.
5. Memberikan perhatian lebih kepada karyawan yang kondisi tubuhnya melemah
Menurut Sedarmayanti (2011:165), masalah kesehatan karyawan ada
beraneka ragam jenis dan sulit dihindari. Masalah tersebut dapat berkisar dari
keadaan sakit kecil sampai keadaan sakit serius berhubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan. Beberapa karyawan memiliki masalah kesehatan emosional,
masalah alcohol/narkoba, masalah kronis, masalah yang tidak permanen, tetapi
semua masalah yang mempengaruhi operasi organisasional dan produktivitas
karyawan.
24
8. Evaluasi Lingkungan Kerja
Evaluasi lingkungan kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk dapat
menempakan seberapa besar resiko bahaya kerja yang ditemukan ditempat kerja.
Berdasarkan hasil pengukuran objektif yang telah disimpulkan, pada tahap berikutnya
dapat diperkirakan akibat yang ditimbulkan oleh bahaya kerja yang ditemukan, besarnya
kemungkinan dan frekuensi terjadinya gangguan kesehatan/kecelakaan kerja, serta
derajat pajanan bahaya kerja yang terjadi.
Evaluasi lingkungan kerja adalah proses pengambilan keputusan untuk penilaian
resiko pajanan dari bahaya semua faktor yang timbul.
25
Setiap tempat kerja mempunyai potensi bahaya yang berbeda-beda sesuai dengan
jenis, bahan dan proses produksi yang dilakukan. Dengan demikian, sebelum melakukan
pemilihan alat pelindung diri mana yang tepat digunakan, diperlukan adanya suatu
investarisasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja masing-masing. Pemilihan dan
penggunaan alat pelindung diri harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut
(Tarwaka, 2008) :
1. Pemilihan berdasarkan jenis dan bentuknya. Jenis dan bentuk alat pelindung diri
harus disesuaikan dengan bagian tubuh yang dilindungi.
2. Pemilihan berdasarkan mutu atau kualitas. Mutu alat pelindung diri akan
menentukan tingkat keparahan dan suatu kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
mungkin terjadi. Semakin rendah mutu alat pelindung diri, maka akan semakin
tinggi tingkat keparahan atas kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang terjadi.
Adapun untuk menetukan mutu suatu alat pelindung diri dapat dilakukan melalui
uji laboratorium untuk mengetahui pemenuhan terhadap standar.
3. Penentuan jumlah alat pelindung diri. Jumlah yang diperlukan sangat tergantung
dari jumlah tenaga kerja yang terpapar potensi bahaya di tempat kerja. Idealnya
adalah setiap pekerja menggunakan alat pelindung diri sendiri-sendiri atau tidak
dipakai secara bergantian.
26
2. Aspek Psikologis
1. Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
27
Upaya kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat atau lingkungan kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari kejadian kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
suatu perusahaan atau tempat kerja. Dalam penjelasan undang-undang nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan yang telah mengamanatkan antara lain bahwa setiap tempat kerja
harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Upaya kesehatan kerja
ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja
dilakukan pada pekerja baik di sektor formal maupun informal.
Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan kerja ini pengelola tempat kerja
wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan,
pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. Pengusaha wajib menjamin kesehatan
pekerja serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Tidak
pengelola atau pengusaha saja yang berperan dalam penyelenggaraan kesehatan kerja ini
namun juga pekerjanya. Pekerja wajib menciptakan dan menjagaa kesehatan tempat kerja
yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. (UU No 36 Tahun 2009).
2. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap
28
3. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan
langsung di tempat kerja.
Di Indonesia kebanyakan yang dilakukan dalam pelayanan upaya kesehatan kerja
di tempat pelayanan kerja yaitu :
2. Pelayanan kesehatan kerja merupakan kegiatan integral dari pelayanan kesehatan pada
kesehatan tingkat primer maupun rujukan.
3. Pelayanan kesehatan kerja diperkuat dengan sistem informasi, surveilans & standar
pelayanan sesuai dengan peraturan undang-undang dan IPTEK.
8. Pengembangan wadah partisipatif kalangan pekerja informal (Pos UKK) sebagai mitra
kerja PKM dalam rangka membudayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
29
manusia pada umumnya (baik jasmani maupun rohani), hasil karya dan budaya menuju
masyarakat adil, makmur dansejahtera. Sedangkan ditinjau dari keilmuan, keselamatan
dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
upaya mencegah kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan
sebagainya
1. Keselamatan (safety)
Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk
melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi peralatan, tempat
kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan
proses produksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam keselamatan (safety). a.
Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss) b. Kemampuan
untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan resiko yang tidak bisa diterima (the
ability to identify and eliminate unacceptable risks).
2. Kesehatan (health)
Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi individu
(the degree of physiological and psychological well being of the individual). Secara
umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk
memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan
memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja, dan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
BAB III
KASUS
Deskripsi Kasus
30
melakukan kegiatan pengkajian kepada para pekerja di peternakan ayam yang berjumlah
5 orang, berdasarkan data dari pemilik peternakan di dapat data umum sebagai berikut:
No
Karakteristik Frekuensi/ jumlah
.
Jenis kelamin
1. Laki-laki 4 orang
1.
1 orang
2. Perempuan
Jenis pekerjaan
3. 1 orang
2. 36-46 tahun
2 orang
3. 47-57 tahun
Tingkat pendidikan
1. Tamat SD 4 orang
4. 0 orang
2. Tamat SMP
1 orang
3. Tamat SMA
31
Lama bekerja
5. 2 orang
2. 3-4 tahun
2 orang
3. 5-6 tahun
1. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1. Data Inti
32
Dari pengkajian (anamnesa) dan kuisioner yang dilakukan mahasiswa
langsung kepada para pekerja diruangan sektor A7 didapatkan hasil:
2. Tanda-tanda vital
4. TD:
5. Nadi:
6. RR:
7. Suhu tubuh:
33
9. Gatal-gatal : 1 orang (20%)
Para pekerja mendapat jatah makan pagi dan istirahat makan siang dari
pemilik peternakan, makan pagi setiap pukul 08.30 WIB dan makan
siang rutin dilaksanakan tiap pukul 13.00 WIB.
34
Selama bekerja kebutuhan cairan pekerja didapat dari minuman yang
dibawa oleh para pekerja dari rumah dan dari pemilik peternakan ayam.
8. Pola eliminasi
35
10. Pola pemenuhan kebersihan diri
No Karakteristik Pilihan
Ya Tidak
1. Mencuci tangan 5 0
36
Berdasarkan hasil wawancara, pada peternakan ayam tersebut tidak
disediakan fasilitas kesehatan. Sehingga para pegawai harus berobat
dan membuat jaminan kesehatan secara mandiri.
No Karakteristik Pilihan
Ya Tidak
37
kandang kedua memiliki luas 5m X 35m dengan dua lantai dan memiliki daya
tampung 3000 ekor ayam. Peternakan ini berada di antara persawahan dan
berjarak ±500m dari pemukiman penduduk sedangkan dari jalan raya memiliki
jarak ±200m yang merupakan akses utama menuju kandang. Di peternakan
ayam terbagi menjadi beberapa bagian tugas didalamnya yaitu bagian pemberi
pakan dan pengurus kandang, pemikul pakan dan ayam pada saat panen. Jumlah
pekerja di peternakan sebanyak 10 orang. Bentuk bangunan adalah panggung
yang terbuat dari bambu, ventilasi-ventilasi berasal dari 4 pintu dan sela-sela
bambu. Terdapat ruangan-ruangan seperti gudang penyimpanan pupuk, ruangan
untuk istirahat pegawai, dan wc. penerangan ruangan berasal dari pintu ruangan
besar yang di buka saat jam kerja bila menjelang sore terdapat lampu neon yang
memberikan pencahayaan diruangan ini. Kebersihan di dalam ruangan cukup
rapi dan bersih.Kondisi kamar mandi bersih tetapi jumlahnya sangat terbatas dan
jaraknya cukup jauh dari tempat pengolahan. Limbah kotoran yg dihasilkan oleh
ayam tidak dibuang melainkan dikumpulkan untuk dijual pada pengepul pupuk
sehingga tidak mencemari lingkungan dan masyarakat.
4. EKONOMI
Rata rata penghasilan para pekerja di peternakan ayam yaitu sekitar 1juta untuk
pengurus ayamnya, sedangkan untuk para pekerja pemikul pakan ayam dan
pemikul ayam saat panen yaitu sekitar 100ribu.
7. SISTEM KOMUNIKASI
8. PENDIDIKAN
Data yang didapat dari para pegawai di peternakan ayam didapatkan data tingkat
pendidikan pekerja di kandang ayam adalah sebagai berikut:
1. Tamat SD 4 orang
39
3. 1 orang (20%) dari pekerja mengetahui
9. REKREASI
Berdasarkan data yang didapat dari perusahaan, Hari libur untuk pegawai dan
pekerja hanya satu bulan sekali yaitu 2 minggu setelah panen karena kandang
harus disterilkan selama 2 minggu. Tidak ada rekreasi secara resmi dari
perusahaan.
jenis kelamin
1; 20.00%
laki-laki
perempuan
4; 80.00%
40
jenis pekerjaan
pemberi pakan
2; 40.00% pemikul pakan
3; 60.00%
usia
47-57; 25-35
25.00% 36-46
2; 50.00% 47-57
1; 25.00%
41
Gambar; komposisi pekerja berdasarkan usia di peternakan ayam
tingkat pendidikan
1; 20.00%
Tamat SD
SMA
4; 80.00%
42
Berdasarkan komposisi pekerja berdasarkan tingkat pendidikan, terlihat bahwa bahwa
pekerja di peternakan ayam di Desa Citimun Kabupaten Sumedang yang terbanyak adalah tamat
SD sebanyak 4 orang (80%), dan SMA sebanyak 1 orang (20%).
lama bekerja
2; 40.00%
BANGUNAN 1
43
KANDANG AYAM
BANGUNAN 2
WC
TEMPAT
GUDANG KOLAM IKAN
ISTIRAHAT
Lantai 2
2. Analisa Data
Data yang telah kami dapat dari hasil pengkajian yang kami lakukan, untuk menentukan
diagnosa keperawatan maka kami menyusun analisa data sebagai berikut;
44
bagi kesehatan dan kurangnya
2. Pekerja mengatakan
dan keselamatan penggunaan
tidak terlalu memeperhatikan
pekerja APD pada
pentingnya penggunaan
pekerja
masker dan sarung tangan
peternakan ayam
DO:
45
keselamatan mereka.
46
mengalami pegal di daerah
punggung dan leher.
40% pekerja
DO:
47
pemikul ayam di
peternakan ayam tidak
menggerak-gerakkan
badannya untuk
merelaksasi tubuhnya/
berada dalam posisi
duduk yang sama dalam
waktu yang lama.
1. Penapisan Masalah
Dari hasil analisa data, didapatkan data yang kemudian dilakukan penapisan masalah
untuk menentukan perioritas masalah, adapun penapisan masalah tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Resiko 5 5 5 5 5 3 4 3 35 Keterangan
terjadinya kriteria:
peningkatan
penyakit akibat 1. Sesuai
kotoran ayam dengan peran
dan kurangnya perawat
penggunaan komunitas
APD pada
pekerja
2. Resiko
peternakan
terjadi/jumlah
ayam di
yang beresiko
wilayah
48
CitimunKabupa
ten Sumedang 3. Resiko
2. Perilaku 5 4 3 5 4 4 4 3 32 parah
kesehatan
cenderung 4. Potensi
beresiko pada untuk
pekerja pendidikan.kes
peternakan ehatan
ayam di
wilayah
5. Interest
Citimun
untuk
Kabupaten
komunitas
Sumedang.
Keterangan
Pembobotan:
1. Sangat rendah
2. Rendah
49
3. Cukup
4. Tinggi
5. Sangat tinggi
No
Diagnosa Keperawatan Score
.
Resiko terjadinya peningkatan penyakit akibat kotoran ayam
1. dan kurangnya penggunaan APD pada pekerja peternakan 35
ayam di Desa Citimun Kabupaten Sunmedang.
50
1. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
2. Implementasi
No Diagnosa Implementasi
51
penyakit akibat kotoran ayam dan
kesehatan mengenai pentingnya
kurangnya penggunaan APD pada
penggunaan APD (jenis apd)
pekerja peternakan ayam di Desa
Citimun Kabupaten Sunmedang.
1. Memberikan pendidikan
2. Perilaku kesehatan cenderung
kesehatan mengenai pentingnya
beresiko pada pekerja peternakan
PHBS (brapa phbs)
ayam di Desa Citimun Kabupaten
Sumedang. 2. Melakukan pemeriksaan fisik
pada pekerja penyakit yang
mungkin di derita oleh pekerja
52
53
BAB IV
PENUTUP
1. Penutup
Dari penilaian yang kami lakukan kami dapat menyimpulkan bahwa kesadaran
akan kesehatan dan keselamatan kerja dari peternak unggas masih kurang. Dimana
masyarakat sebagian besar sudah mengetahu akan pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja hanya saja masih melalaikan dan kurang penerapannya.
Usaha peternakan unggas ini berpotensi besar untuk pengembangan usaha, namun
perlu untuk menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja guna mempertahankan prestasi
usaha serta meningkatkan produktifitas kerja dan kesejahteraan hidup.
2. Saran
Untuk meningkatkan kinerja dan hasil usaha kiranya mau dan mampu untuk
menarik instansi untuk bekerja sama untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja guna peningkatan produktifitas.
Pengaruh lingkungang sangat penting sehingga perlu untuk memperhatikan dari
segala aspek lingkungan.
Penggunaan APD sangat penting mengingat resiko yang ditimbulkan cukup besar.
54
DAFTAR PUSTAKA
Triyono, B. (2014). Buku Ajar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3). Yogyakarta: TIM K3
FTUNY.
55
56