Anda di halaman 1dari 4

Titik Balik

Oleh: Hamid Afkar Aulia

Sabtu, 26 September 2020 merupakan awal perjalanan kami mengabdi


kepada MANPK Jombang dalam kesatuan Organisasi Santri Hasbullah Said
(OSHASS). Aku, Hamid Afkar Aulia terpilih sebagai Koordinator Divisi Bahasa
beranggotakan Mohamad Hariri (yang di kemudian hari direshuffle dengan
Maulana Ahsanur Rizqi), Brilianda Yafi Al-Fath Khan, dan Abdullah Fahmi
Khudzaif.
Sejak awal, kita telah menekankan akan tugas kami sebagai divisi bahasa,
yaitu menumbuhkan semangat berbahasa dalam hati para konco santri. Dalam
usaha kami menumbuhkan dan menegakkan semangat berbahasa asing, kami
memberlakukan berbagai program dan inovasi-inovasi baru. Namun dalam realita,
kami menghadapi begitu banyak rintangan yang kelak akan membawa kita pada
suatu titik di mana kita merasa kita berada pada titik terendah kita.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Titik-titik peluh menghiasi dahi. Raut muka terlihat gelisah. Pandangan mata
nanar ke depan, menatap kawan-kawan di sekelilingku satu per satu. Mereka
adalah para anggotaku sedangkan aku adalah pemimpin mereka. Aku mengatur
nafas agar tetap tenang. “Menurut kalian, sebenarnya yang salah dari kita apa sih?
Kenapa lingkungan berbahasa asing sulit sekali terbentuk di asrama putra?”
Kubuka pertemuan kita ketika itu.
Malam itu, divisi Bahasa memutuskan mengadakan forum perkumpulan
untuk membahas permasalahan-permasalahan yang terjadi seputar kinerja kami
serta sekedar berbagi cerita dan keluh kesah. Halaman Ruang Guru MAN 4
Jombang bermandikan sinar sang purnama yang lembut. Kutatap lamat-lamat
bayangan diri kami yang terpantul pintu kaca yang berseberangan dengan tempat
duduk. Terbersit sekilas refleksi dari hati kami yang sedang kalang kabut
menghadapi situasi menyudutkan ini. Bingung hendak berbuat apa. Kami merasa
segala sesuatu yang kita usahakan tak beratsar.
“Sepertinya percuma saja Mas kita melakukan semua ini…”
“Iya Kar, buat apa kita buat proker-proker sedemikian rupa jika tidak ada
tanggapan dari pihak manapun?”
“Benar apa yang dikatakan Mas Ndampit. Aku juga sudah lelah menghadapi
tanggapan arek-arek.”
Kudengarkan keluh kesah para konco dengan saksama. Yang mereka
katakan memang benar adanya. Mahkamah Lughoh dianggap ajang olahraga.
Offender of The Month menjadi suatu hobi yang dibanggakan dengan pedenya.
Banyak sekali program dan kegiatan yang dampaknya amat jauh dari yang kami
harapkan. Aku diam sejenak selama beberapa menit kemudian menghela nafas
perlahan sembari menegakkan posisi duduk.
Aku memberitahu mereka untuk tetap bersabar dan bertahan. Hal ini
memang menjadi tugas kita sebagai divisi Bahasa untuk senantiasa mengingatkan
para konco santri dalam berbahasa asing. Pun dari awal, kita telah mengetahui dan
memahami beban dan risiko-risiko yang akan ditanggung oleh seorang divisi
Bahasa. Tak lupa aku mengingatkan mereka akan pentingnya introspeksi diri serta
selalu memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Bisa jadi alasan
kurangnya kesadaran mereka berbahasa asing berasal dari kita sendiri yang kurang
maksimal dalam menjalankan tugas.
Selain itu aku menekankan mengenai pentingnya penempatan posisi diri.
Ketika mengingatkan untuk berbahasa, kita jangan hanya memposisikan diri kita
sebagai pengurus divisi Bahasa. Akan tetapi, kita juga seyogyanya menempatkan
diri kita sebagai seorang teman yang selayaknya saling mengingatkan dalam hal
kebaikan dan menghendaki kesuksesan bersama, termasuk di antaranya berbahasa
asing pada tempat dan waktunya.
Sebagaimana yang diketahui salah satu target bagi para alumni MANPK
adalah melanjutkan jenjang pendidikan di luar negeri, sepe rti Mesir, Maroko,
Amerika, dan lain-lain. Salah satu persyaratan untuk diterimanya seseorang
sebagai mahasiswa di sana adalah menguasai bahasa asing. Kuliah di luar negeri
adalah mimpi bagi jutaan orang, termasuk para konco santri MANPK. Sebagai
seorang teman, tentunya kita ingin mereka sukses menggapai mimpi bersama. Oleh
karena itu, ketepatan memposisikan diri adalah suatu hal yang amat penting.
Dalam forum tersebut kami mambahas banyak hal. Namun, hal yang paling
aku soroti adalah momen dimana kita sesama divisi Bahasa saling bonding satu
sama lain. Kita saling menceritakan keluh kesah lalu mencari solusi untuk
menyelesaikannya bersama. Melalui adanya forum tersebut, kita menjalin kembali
hubungan antar sesama dan menjadikannya lebih kuat. Melalui adanya forum
tersebut, hubungan kita, yang dari sekedar teman dan sesama pengurus saja
menjadi saudara seperjuangan yang lebih siap untuk menghadapi dan
menyelesaikan tantangan yang ada maupun yang akan datang. Kami memiliki visi
serta misi yang sama dan akan kita perjuangkan bersama dalam ikatan sumpah
yang telah kita ikrarkan.
Bagi aku sendiri, adanya forum tersebut merupakan sebuah eye-opener.
Rentetan-rentetan peristiwa yang terjadi dalam forum tersebut mengubah keluasam
persepsiku. Dari situ aku belajar untuk senantiasa terbuka memandang suatu
masalah dengan berbagai sudut pandang. Aku juga belajar bagaimana cara
menuangkan dan saling bertukar pikran dengan orang lain lebih baik dari
sebelumnya. Nilai akan pentingnya introspeksi serta refleksi diri juga merupakan
suatu pengalaman yang diperoleh dan tak boleh dilewatkan. Bagi aku, forum ini
merupakan titik balik, dimana kita telah diangkat dari titik terendah kita menuju
titik yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai