Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

AN.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEJANG DEMAM DI


RUANGAN INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD
DR. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA

OLEH :

JEPRI
(2017.C.09A.0893)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1 Konsep Penyakit

1.1.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 2010:229). Kejang merupakan
perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas
neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz
& Sowden,2008). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal diatas 380ºC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium.
Berdasarkan pengertian diatas Jadi dapat disimpulkan kejang demam
adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat
perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.

1.1.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll. Penyebab
yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Kejang demam
biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan
terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Kejang berlangsung
selama beberapa detik sampai beberapa menit. kejang demam cenderung
ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga melibatkan faktor keturunan
(faktor genetik). Kadang kejang yang berhubungan dengan demam
disebabkan oleh penyakit lain, seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis. 
Roseola atau infeksi oleh virus herpes pada manusia  juga sering
menyebabkan kejang demam pada anak-anak. Shigella pada Disentri juga
sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak
(Mediacastore, 2011: 8).
Menurut Jessica (2011: 3) penyebab dan faktor resiko terjadinya kejang
demam adalah sebagai berikut:

1) Infeksi virus
2) Infeksi traktus pernapasan atas

3) Infeksi traktus digestivus (gastroenteritis)

4) Infeksi saluran kemih 

5) Otitis Media

6) Faktor genetik

1.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi kejang demam dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Unit


Kerja Koordinasi Neurologi IDAI membuat klasifikasi kejang demam pada anak
menjadi:

Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)

1) Singkat
2) Durasi kurang dari 15 menit
3) Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
4) Umumnya akan berhenti sendiri
5) Tanpa gerakan fokal
6) Tidak berulang dalam 24 jam
Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

1) Demam tinggi
2) Kejang lama
3) Durasi lebih dari 15 menit
4) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
5) Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam

1.1.4 Patofisiologi ( WOC )


Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

1) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular


Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
2) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Infeksi virus, bakteri dan
parasit

WOC Reaksi inflamasi

Proses demam

Keseimbangan potensial
membrane ATPASE

Defusi Na dan K

kejang

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Hambatan pada Kesadaran Lebih dari 15 menit Metabolisme di otak Prodiksi ATP Metabolisme
pusat pernafasan meningkat anaerob

Perubahan keseimban Kebutuhan glukosa


Spasme bronkus Perubahan suplay neuron menurun Produksi ATP
Reflek darah ke otak menurun
menelan Difusi ion kalium dan Pencernaan mual,
hipoksia natrium muntah dipsni Defisit energi
Resiko
Penumpukan kerusakan sel
Pernafasan dipsnea sekret neuron otak Mata cowong,
permukaan kulit kering dipsni Lelah, lemah
turgor kulit menurun
Ketidakefektifan
Pola nafas tidak Aspirasi perfusi jaringan Nutrisi kurang dari
efektif cerebral kebutuhan tubuh Gangguan pola
Defisit volume tidur
cairan
1.1.6 Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak
tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan
saraf.
Di Sebagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai
sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun,

2) Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit,

3) Kejang bersifat umum,

4) Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam,

5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal,

6) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu


normal tidak menunjukkan kelainan,

7) Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.    

1.1.7 Komplikasi

Pada sebagian besar kasus, kejang demam tidak menimbulkan komplikasi.


Meski demikian, ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi, seperti:

1) Cedera/ terjatuh
2) Tersedak
3) Menggingit lidah/ bibir
4) Kurang dari 5% anak yang pernah mengalami kejang demam berkembang
menjadi epilepsi.

Perlu diingat bahwa kejang demam sebenarnya tidak menyebabkan kerusakan


otak atau mental. Namun pada kasus yang sangat jarang, jika kejang
belangsung lebih dari 30 menit (disebut dengan istilah status epileptikus),
kerusakan otak dan kematian dapat terjadi.

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya
meliputi :

1.1.8.1 Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200
mq/dl)
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na

4) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

5) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

6) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

1.1.8.2 Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
1.1.8.3 Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
1.1.8.4 Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

1.1.8.5 EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

1.1.8.6 CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral


oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu :
1.1.9.1 Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI sebagai berikut :

Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :

1) Segera diberikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3 mg/kg Atau


diazepam rectal dosis : 10 kg : 5 mg, bila kejang tidak berhenti 10 kg : 10 mg,
tunggu 15 menit dapat diulang dengan cara/dosis yang sama
2) berikan dosis awal fenobarbital, dosis : neonatus : 30 mg I.M, 1 bulan – 1
tahun : 50 mg I.M dan 1 tahun : 75 mg I.M
3) Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis
awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
1.1.9.2 Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

1) Semua pakaian ketat dibuka

2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

3) Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin  kebutuhan oksigen

4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

1.1.9.3 Pengobatan rumat

1) Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari


pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.

1.1.9.4 Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas
dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk
mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama
pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium,
kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,
ensefalografi, dll.
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam
2.1.1 Pengkajian
1. Anamnesisa.
a) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur,tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan
orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2011), mengatakan kebanyakan
serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya
sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak
yang berusia kurang dari 18 bulan. 
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien
mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu
makananaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung
pada jenis kejang demam yang dialami anak.
2.1.2 Analisa dan Sintesa data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan
standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa
data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa
keperawatan.

2.1.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan
pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat
dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :


1) Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
3) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan
informasi.

2.1.4 Intervensi Keperawatan


Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,
bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan
tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan
keperawatan.

Diagnosa Keperawatan 1:
Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.

Tujuan  : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi

Kriteria hasil :

1) Tidak terjadi serangan kejang ulang.

2) Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)

3) Nadi 110 – 120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak)

4) Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit (anak)

5) Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :

1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap


keringat. Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat
dan tidak menyerap keringat.

2) Berikan kompres dingin. Rasional  : perpindahan panas secara konduksi

3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll. Rasional : saat demam
kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.

4) Observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Pemantauan yang
teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5) Batasi aktivitas selama anak panas. Rasional : aktivitas dapat
meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6) Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis. Rasional : Menurunkan
panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
Diagnosa Keperawatan 2:
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.

Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi

Kriteria hasil :

1) Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit, 


2) RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.

Rencana Tindakan :

1) Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi. Rasional : mengetahui


penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat
menghambat penurunan suhu tubuh.

2) Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali. Rasional : Pemantauan


tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang
selanjutnya.

3) Pertahankan suhu tubuh normal. Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi


oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan
mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.

4) Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak.


Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.

5) Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun.
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan
tidak dapat menyerap keringat.

6) Atur sirkulasi udara ruangan. Rasional : Penyediaan udara bersih.

7) Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum. Rasional :


Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8) Batasi aktivitas fisik. Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan
meningkatkan panas.

Diagnosa Keperawatan 3:

Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi.

Tujuan  : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.

Kriteria hasil :

1) Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya.


2) Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3) keluarga mentaati setiap proses keperawatan.

 Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan keluarga. Rasional : Mengetahui sejauh mana


pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.

2) Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam.


Rasional: penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga

3) Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional : agar


keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan

4) Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan


mencegah kejang demam. Rasional : sebagai upaya alih informasi dan
mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.

5) Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak
panas. Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan
kejang ulang.

6) Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional : sebagai upaya preventif
serangan ulang
7) Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita
kejang demam. Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang
dapat menyebabkan kejang demam

2.1.5 Pelaksanaan / Implementasi


Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan
dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan
perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI,
2009;162 )

2.1.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu
langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 2009;162)
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1.1 Identitas Pasien


Nama : An. A
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Dayak/Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jl. Borneo
Tanggal MRS : Rabu, 11 November 2020 Jam 10.00 Wib
No. RM : 22.13.55
Diagnosa Medis : Kejang Demam
Tanggal Pengkajian : Kamis, 19 November 2020

1.2 Prioritas Triage


Triage : Kuning (Gawat tidak darurat)
Keluhan Utama : Keluarga pasien mengatakan tubuh anaknya teraba
panas demam disertai kejang satu hari yang lalu
1.3 Data Primer
1.3.1 Airway:
Dari hasil pemeriksaan tidak ada sumbatan jalan napas, tidak terdapat
sekret, dan tidak terdapat suara nafas tambahan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
1.3.2 Breathing:
Pasien tampak sesak, RR: 29x/menit, irama nafas tidak teratur, tidak ada
suara napas tambahan, pasien bernapas menggunakan otot tambahan, tipe
pernafasan dada dan perut, terpasang oksigen nasal kanul 4 Lpm, tidak ada batuk,
dan tidak ada sputum.
Masalah Keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif
1.3.3 Circulation:
Nadi: 100x/menit, S: 39,6oC, CRT < 2 detik, warna kulit pucat, suhu tubuh
pasien meningkat, akral teraba hangat.
Masalah Keperawatan : Hipertermi
1.4.4 Disability: Keadaan umum normal, tingkat kesadaran klien composmentis
dengan nilai GCS: E :4, V :5, M :6 = 15 (Composmentis). Nilai kekuatan
otot ekstremitas ektermitas atas 5 | 5 , ektermitas bawah 5 | 5.
Diagnosa keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
1.5.5 Exposure:
Tidak terdapat cedera fisik pada pasien
Masalah Keperawatan : Tidak ada
1.4 Data Sekunder
1.4.1 Kepala :
Kulit kepala tampak bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ditemukan massa
pada leher, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid
tidak teraba, mobilitas leher bebas.
1.4.2 Thorak/dada :
Bentuk dada simetris, tulang iga menonjol, tidak ada odema, pergerakan
dada simetris, tidak terdapat suara nafas tambahan, bunyi jantung S1,S2 lup dup,
bunyi rongga dada sonor (suara perkusi jaringan normal).
1.4.3 Punggung :
Tidak terdapat pembengkakan, tidak ada jejas dan luka pada punggung, tulang
belakang normal tidak ada kelainan.
1.4.4 Abdomen :
Tidak terdapat distensi pada abdomen, tidak terdapat nyeri tekan, bising
usus 15 kali/menit, tidak tampak acites.
1.4.5 Genitaurinary : Keluarga pasien menolak untuk dikaji
1.4.6 Ekstremitas
Nilai kekuatan otot ekstremitas ektermitas atas 5 | 5 , ektermitas bawah
5 | 5.
Diagnosa keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
1.5 Riwayat Penyakit :
1.5.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 19 November 2020 An. A umur 7 tahun diantar
keluarganya ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, 1 hari sebelum
masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan bahwa tubuh anaknya terasa
panas, panas mendadak tinggi. Tidak ada pilek, tidak disertai muntah dan
ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sesak napas. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa kurang lebih dari 1 jam sebelum masuk rumah sakit,
pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh pasien. Tangan dan kaki pasien
kaku mata melirik ke atas. Kejang berlansung 1 kali selama 3 menit, setelah
kejang berhenti pasien menangis. Pada saat di IGD dilakukan pemeriksaan
TTV Nadi 100x/menit, Suhu 39,6C, Respirasi 29 x/menit pasien tampak
sesak terpasang oksigen nasal kanul 4L/menit, pasien berbaring ditempat
tidur, kesadaran compos mentis dan terpasang cairan infus paracetamol 10
mg 15 tpm pada tangan kiri.
1.5.2 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah dirawat di RS
dengan penyakit seperti ini dan tidak ada riwayat operasi.
1.5.3 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan didalam anggota keluarganya tidak ada
memiliki riwayat penyakit Kejang Demam.
1.6 Data Penunjang
Tanggal 18 November 2020
Pemeriksaan Lab Hasil Nilai Normal
WBC 17,59 x 10”3 / µ L 4.00 – 12.00
GDS 74 mg / dl < 200
HGB 17 g / dl 17,00 – 20,0
1.7 Penatalaksanaan Medis
Tanggal 19 November 2020
No Nama Obat Dosis Indikasi
1 Cefotaxin 3 x 800 g Mencegah bakteri penyebab infeksi
2 Paracetamol 10 mg Menurunkan suhu tubuh
3 MP 3 x 25 g Mengurangi reaksi peradangan

Palangka Raya, 19 November 2020


Mahasiswa

Jepri

ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Penyakit jantung (stenosis Pola nafas tidak
- Keluarga pasien katup AV,stenosi katup efektif
temponade pericadium
mengatakan bahwa
pasien sesak napas Gagal jantung
DO:
Gagal pompa ventrikel
- Pasien tampak sesak kanan
- Pasien bernapas
Tekanan diastole
menggunakan otot
tambahan bendungan atrium kanan

- Tipe penapasan dada dan bendungan vena sistemik


perut
Hepar
- Terpasang O2 nasal
kanul 4 Lpm Hepatomegali

- Posisi semi-fowler Mendesak diafrakma


- TTV :
Penuruna volume paru
N : 100 x/menit
R : 29 x/menit
Sesak nafas
S : 39,6C
Pola nafas tidak efektif

DS : Infeksi atau cidera Hipertermi


- Ibu pasien mengatakan Jaringan
badan anaknya panas
DO : Inflamasi
- Bibir tampak kering
- Palpasi kulit teraba panas Merangsang saraf

- TTV : N : 100 x / mnt esofagus

S : 39, 6 º C
R : 29 x / mnt Sinyal mencapai syaraf

- Pasien tampak lemas pusat

Merangsang hipotalamus
Menggigil meningkatkan
suhu badan

Hipertermi

PRIORITAS MASALAH
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan neurologis ditandai
dengan Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sesak napas, pasien
tampak sesak, pasien bernapas menggunakan otot tambahan, tipe
penapasan dada dan perut, terpasang O2 nasal kanul 4 Lpm, posisi
semi-fowler, TTV : N : 100 x/menit, R : 29 x/menit .S : 39,6C.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan ibu


pasien mengatakan badan anaknya panas, bibir tampak kering, palpasi
kulit teraba panas, TTV : N : 100 x / menit, S : 39, 6 º C, R : 29 x /
menit, pasien tampak lemas.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. A
Ruang Rawat : IGD
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas 1. Agar mengetahui pola nafas pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 1x2 jam, 2. Kaji bunyi nafas tambahan 2. Agar mengetahui apakah pasien
neurologis ditandai diharapkan pasien dapat 3. Posisikan semi-fowler atau memiliki suara tambahan atau tidak
3. Posisikan pasien agar nyaman semi-
dengan Keluarga pasien mengontrol pola nafas dengan fowler
fowler atau fowler
mengatakan bahwa kriteria hasil. 4. Berikan pasien Oksigen 4. Pemasangan Oksigen agar pasien tidak
pasien sesak napas, sesak

pasien tampak sesak, 1. Pasien tampak rileks


suara napas gurgling, 2. Ekspresi tenang
pasien bernapas
menggunakan otot
tambahan, tipe penapasan
dada dan perut, terpasang
O2 nasal kanul 4 Lpm,
posisi semi-fowler,
TTV : N : 100 x/menit,
R : 29 x/menit .S :
39,6C.
1. Untuk mengetahui keadaan suhu
Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau suhu tubuh pasien tubuh pasien
2. Hipertermi berhubungan
keperawatan selama 1 x 2 jam 2. Berikan kompres hangat 2. Agar suhu tubuh pasien kembali
dengan proses penyakit
diharapkan masalah hipertermi 3. Ajarkan keluarga cara normal
ditandai dengan ibu
teratasi dengan kriteria hasil : mengompres anak yang 3. Agar keluarga bisa melakukan
pasien mengatakan badan
1. Suhu tubuh normal tepat pengompresan mandiri saat suhu
anaknya panas, bibir
36,5 – 37, 5 º C 4. Kolaborasi dengan dokter tubuh pasien kembali panas
tampak kering, palpasi
2. Tidak terjadi kejang untuk pemberian obat
kulit teraba panas, TTV : 4. Membantu menurunkan suhu tubuh
3. Anak dapat kembali penurun panas ( pct )
N : 100 x / menit, S : 39,
beraktivitas seperti
6 º C, R : 29 x / menit,
biasa
pasien tampak lemas.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. A
Ruang Rawat : IGD
Hari/Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD
Perawat
Diagnosa 1 1. Memonitor pola nafas S: Keluarga pasien mengatakan sesak nafas
Kamis, 19
2. Mengkaji bunyi nafas tambahan O: - Pasien masih tampak sesak
November 2020
Jam : 10.10 WIB 3. Memposisikan semi-fowler atau - Terpasang O2 nasal kanul 4 Lpm
fowler - Posisi semifowler
4. Memberikan pasien Oksigen - TTV : N : 100 x / mnt
S : 39, 6 º C
R : 29 x / mnt
(Jepri)
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan 1, 2, dan 4
Diagnosa 2 1. Memantau suhu tubuh pasien S : Orang tua pasien mengatakan suhu tubuh
Kamis, 19
2. Memberikan kompres hangat anaknya masih panas
November 2020
Jam : 11.15 WIB 3. Mengajarkan keluarga cara mengompres O : S : 39,6 ºC
anak yang tepat N : 100 x/ menit
4. Berkolaborasi dengan dokter untuk R : 29 x / menit
(Jepri)
pemberian obat penurun panas ( pct ) - Kompres hangat sudah diberikan
- Pemberian inj. Pct 2 x 500 g

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan 1,2 dan 4
DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing SM, 2010, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru,
Jakarta

Lynda Juall C, 2011, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah


Monica Ester, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,


EGC, Jakarta

Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto:
Jakarta. 

Ngastiyah, 2010, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta 

Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.

Santosa NI, 2011, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.

Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta. 

Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta 

Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya. 

Sumijati M.E, dkk, 2012, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.

Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika,  Jakarta.
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 128 - 137

STUDI KOMPARATIF PEMBERIAN KOMPRES HANGAT DAN TEPIDSPONGE


TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM DI
RSUD dr. SOEDARSONO PASURUAN

Rizky Nurlaili1, Hurun Ain1, Supono1


1
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jl. Besar Ijen No.77C Malang oglaf64@gmail.com

(Comparative Study Of Giving Warm Compress And Tepisponge To Decrease


Temperature Children Who Gets Febrile Seizure In Rsud Dr Soedarsono Pasuruan)

ABSTRAK
Tingginya suhu tubuh menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Kejang demam merupakan
kedarutan medis yang memerlukan pertolongan segera. Penanganan perawat pada saat kejang dema
berlangsung adalah memberikan obat anti kejang dan anti piretik sesuai intruksi dokter kemudian
tindakan keperawatan non-farmakologis. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan pemberian
kompres hangat daerah temporalis dan tepidsponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan
kejang demam di RSUD dr. Soedarsono Pasuruan. Desaian penelitian ini menggunakan Quasy
Eksperimental dengan rancangan penelitian Pre-Test and post-Test Design With Comparison
Treatment. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami kejang demam di
RSUD dr. Soedarsono Pasuruan. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kompres hagat
dan kelompok tepidsponge, masing-masing 15 orang, yang diambil dengan teknik purposive sampling.
Analisis menggunakan univariat dan bivariate dengan uji paired t test dan uji independent t test. Hasil
uji statistik menunjukkan ada perbedaan penurunan suhu tubuh antara kompres hangat dengan p value
= 0,000.
Kata Kunci : Kompres hangat, tepidsponge, kejang demam

ABSTRACT
The high body temperature becomes the trigger factor of febrile seizures. A febrile seizure is a medical
solubility that requires immediate relief. Handling of nurses at the time of seizure in progress is to
provide anti-seizure and anti-pyretic drugs according to the doctor's instructions then non-
pharmacological nursing actions. The purpose of this study was to find out the compressive
compresses of temporal and tepidsponge to the decrease of body temperature in children with febrile
seizures in RSUD dr. Soedarsono Pasuruan. Design used is Quasy Experimental with Pre-Test and
post-Test Design With Comparison Treatment. Population in this study are all patients who
experienced febrile seizures in dr. Soedarsono Pasuruan. Samples divided into 2 groups, warm
compress group and tepidsponge group, each of 15 people, taken by purposive sampling technique.
Analysis used univariate and bivariate with Paired T Test and Independent T Test. The statistical test
results show that there is a difference in the temperature drop between warm compresses with p value
= 0,000.
Keywords: Warm compress, tepidsponge, febrile seizures
antipiretik. Sedangkan tindakan non
farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam
menurunkan panas setelah pemberian obat
PENDAHULUAN antipiretik. Tindakan non farmakologis antara
Kejang Demam adalah bangkitan lain memberikan minuman yang banyak,
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal,
(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan
oleh suatu proses ekstrakranium. Pada memberikan kompres hangat (Kania, 2007).
sebagian anak, tingginya suhu tubuh menjadi Kompres hangat adalah tindakan
faktor pencetus serangan kejang demam. dengan menggunakan kain atau handuk yang
terjadinya penurunan kesadaran. Kejang telah dicelupkan pada air hangat, yang
demam sering terjadi pada anak dibawah usia 1 ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
tahun sampai awal kelompok usia 2 tahun sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan
sampai 5 tahun, karena pada usia ini otak anak menurunkan suhu tubuh (Maharani, 2011).
sangat rentan terhadap peningkatan mendadak Penelitian yang dilakukan oleh S. Purwanti dan
suhu badan.sekitar Ambarwati (2008) di RSUD dr. Moewardi
10 % anak mengalami sekurang- kurangnya 1 Surakarta menunjukkan bahwa kompres hangat
kali kejang. Pada usia 5 tahun,sebagian besar dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses
anak telah dapat mengatasi kerentanannya evaporasi.
terhadap kejang (Hidayat, 2008). Tindakan lain yang digunakan untuk
Prevalensi kejadian kejang demam menurunkan panas adalah tepidsponge.
pada anak umur dibawah lima tahun terjadi Tepidsponge merupakan suatu prosedur untuk
tiap tahun di Amerika, hampir sebanyak 1,5 meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh
juta dan sebagian besar lebih sering terjadi melalui evaporasi dan konveksi, yang biasanya
pada anak berusia 6 hingga 36 bulan (2 dilakukan pada pasien yang mengalami demam
tahun), terutama pada usia 18 bulan (Muti’ah, tinggi (Hidayati, 2014). Pemberian
2016). Insidensi kejadian kejang demam tepidsponge dilakukan dengan cara menyeka
berbeda di berbagai negara. Di Indonesia seluruh tubuh klien dengan air hangat.
dilaporkan angka kejadian kejang demam pada Pemberian tepidsponge yang diusapkan merata
tahun 2012 – 2013, terjadi 3-4% dari anak di seluruh tubuh diharapkan makin banyak
yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Depkes, 2013). pembuluh darah perifer di kulit yang
Berdasarkan data yang di peroleh dari mengalami vasodilatasi (Kusnanto, Widyawati,
rekam medik RSUD dr. Soedarsono & Cahyanti, 2008). Menurut penelitian Maling
menunjukkan bahwa pada tahun 2017 terdapat (2012) di RSUD Tugurejo Semarang,
rata-rata 16 pasien anak kejang demam tiap menunjukkan bahwa suhu tubuh pada pasien
bulan dari bulan Januari – September 2017. anak setelah pemberian tepidsponge rata-rata
Penyakit kejang demam di RSUD dr. mengalami penurunan sebesar 1,4 0 C dalam
Soedarsono Pasuruan merupakan 5 penyakit waktu 20 menit.
tersering yang terjadi pada anak. Berdasarkan hasil wawancara yang
Penanganan terhadap kejang demam dilakukan oleh peneliti kepada perawat yang
dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, berada di Ruang Anak didapatkan bahwa
tindakan non farmakologis maupun kombinasi penanganan pertama yang dilakukan di IGD
keduanya. Tindakan farmakologis yaitu saat anak dengan kondisi
memberikan obat
kejang demam yaitu dengan menggunakan sebelum perlakuan (pre test), dan 30 menit
medikamentosa untuk mengurangi gejala. setelah perlakuan (post test).
Setelah anak mendapatkan penanganan Penelitian ini dilaksanakan di Ruang
pertama di IGD, kemudian anak dipindahkan Anak RSUD dr. Soedarsono Pasuruan mulai
ke ruangan. Saat di ruangan biasanya kejang tanggal 04 Januari – 01 Februari 2018.
tidak lagi muncul, penanganan biasanya hanya Populasi adalah semua anak yang mengalami
untuk menurunkan demam dengan pemberian kejang demam berjumlah
antipiretik sesuai dengan advis dokter. Jika 30 anak. Pengambilan sampel menggunakan
terjadi kejang berulang, akan diberikan obat teknik purposive sampling sebanyak 30 anak
antikejang diazepam rektal (stesolid) sesuai terdiri dari 15 anak sebagai kelompok kompres
advis dokter. Tidak ada tindakan non hangat daerah temporalis dan 15 anak sebagai
farmakologis yang dilakukan untuk kelompok tepidsponge.
menurunkan suhu tubuh pasien anak kejang Analisa pada penelitian ini
demam. menggunakan dua uji hipotesa yaitu Paired T
Tujuan umum penelitian ini yaitu Test dan Independent T Test karena data
untuk mengetahui perbandingan pemberian berdistribusi normal setelah dilakukan uji
kompres hangat dan tepidsponge terhadap kenormalan dengan Shapiro Wilk dengan hasil
penurunan suhu tubuh pada anak dengan p value > 0,05.
kejang demam di RSUD Dr. Soedarsono
Pasuruan. Tujuan khusus penelitian ini antara
lain mengidentifikasi rerata suhu tubuh anak HASIL PENELITIAN
sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
Distribusi Frekuensi Karakteristik
kompres hangat daerah temporalis,
menganalisis perbedaan suhu tubuh sebelum Sampel Berdasarkan Usia
dan sesudah dilakukan kompres hangat daerah Tabel 1 Tabel Distribusi Frekuensi
temporalis, mengidentifikasi rerata suhu tubuh Karakteristik Sampel
anak sebelum dan sesudah dilakukan Berdasarkan Usia
tepidsponge, menganalisis perbedaan suhu
tubuh sebelum dan sesudah dilakukan Umur Jumla Persentase
tepidsponge, dan menganalisis h (%)
perbandingan pemberian kompres hangat (n=30)
daerah temporalis dan tepidsponge terhadap 1 tahun 9 30.0
penurunan suhu tubuh pada anak yang 2 tahun 20 66.7
mengalami kejang demam. 3 tahun 1 3.3
Total 30 100.0

METODE PENELITIAN Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi


Desaian penelitian ini adalah Quasi frekuensi karakteristik sampel berdasarkan usia
Eksperimental dengan rancangan penelitian di Ruang Anak RSUD dr. Soedarsono
Pre-test and Post-test Design With Pasuruan tahun 2018, usia yang paling banyak
Comparison Treatment. Rancangan penelitian menjadi sampel yaitu pada usia 2 tahun
sebanyak 20 orang (66.7
ini, kedua kelompok diberikan perlakuan,
%) dan pada usia 1 tahun sebanyak 9 orang
kelompok A kompres hangat daerah (30.0 %).
temporalis, kelompok B tepidsponge, peneliti
mengukur suhu tubuh Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Jenis Jumlah Persentase (%) Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelamin (n=30)
Laki-Laki 20 66.7 Tabel 2 Tabel Distibusi Fekuensi
Perempuan 10 33.3 Karakteristik Sampel
Total 30 100.0 Berdasakan Jenis Kelamin

Tabel
te anak (53.3%) Tabel 4 Tabel Distribusi Riwayat Kejang Demam
pi dengan Frekuensi Karakteristik Sebelumn
ds observasi Sampel Berdasarkan
p febris.
o
2 n
g Distribusi
menu e Frekuensi
Tabel 3
njukk se Karakteristik menunjukkan Tabel 4
an b Sampel bahwa distribusi menunjukkan
a Berdasarkan frekuensi
bahwa n bahwa distribusi
Riwayat karakteristik sampel frekuensi
y berdasarkan
Kejang karakteristik
a penyakit dasar di
k Demam sampel
Ruang Anak RSUD berdasarkan
8 Sebelumnya
dr.RiwayatSoedarsono
Kejang Jumlah Persentase (%)
distribusi Demam tahun (n=30) riwayat
Pasuruan
kejang
Sebelumnya demam
frekuensi Berdas 2018, penyakit
Kelompok sebelumya di
karakteristik arkan dasar yang paling
Kompres Hangat Ruang Anak
sampel Penya banyak menjadi
Ya 6 RSUD 40.0 dr.
berdasarkan jenis kit sampel
Tidak pada 9 Soedarsono60.0
kelamin di Ruang Penyer kelompok
Total kompres 15 Pasuruan100 tahun
Anak RSUD dr. ta hangat
Kelompokobservasi 2018, riwayat
Soedarsono febris sebanyak 10
Tepidsponge kejang demam
Pasuruan tahun Ya
orang (66.7%) 8 53.3
sebelumnya pada
2018, jenis Tidak
sedangkan pada 7 46.7
Total 15 kelompok 100
kelamin yang kelompok kompres hangat
paling banyak
Penyakit Penyerta Jumlah Persentase yang paling
menjadi sampel
(n=30) (%) banyak yaitu
yaitu laki-laki
tidak, dalam hal
sebanyak
Penyakit Dasar 20 ini diartikan
orang (66.7 %).
Kelompok sampel baru
Kompres Hangat mengalami
Distribusi
Observasi Febris
Frekuensi kejadian kejang
ISPA 10 66.7
Karakteristik demam yaitu
Faringitis 2 13.3
Sampel
GEA 1 6.7 sebanyak 9 orang
ISK
Berdasarkan 1 6.7 (60 %). Pada
Total
Penyakit 1 6.7 kelompok
Penyerta 15 100 tepidsponge yang
Penyakit Dasar banyak yaitu ya,
Kelompok
Tabel 3 Tabel dalam hal ini
Tepidsponge Dist diartikan sampel
Observasi Febris 8 53.3 pernah
ribu
ISPA 4 26.7
si mengalami
Faringitis 0 0
Frek kejadian kejang
GEA 2 13.3
ISK uens 1 6.7 demam
Total i 15 100 sebelumnya yaitu
Kar sebanyak 8 orang
akte (53.3
risti %).
k
Rerata n
Suhu Kom
Tubuh pres
Han
Anak
gat
Sebelum Daer
dan ah
Sesudah Tem
Dilakukan pora
Pemberian lis
Kompres
Hangat
Daerah
Temporalis

Tabel 5
T
ab
el
R
er
at
a
S
u
h
u
T
u
b
u
h
A
na
k
S
eb
el
u
m
da
n
S
es
u
da
h
D
il
ak
u
ka
Variab Mean Std. Min Max Hangat
Tabel 6 menunjukkan
el p valueDeviation
=
(oC) dapat disimpulkan
,000 < α = 0,05, maka (oC)ada (perbedaan
o
C) rerata (mean) suhu tubuh sebelum dan sesudah
tindakan kompres
Suhu
hangat
38.360daerah temporalis.
0.3397 38.0 39.1
tubuh
sebelum
tindaka Rerata Suhu Tubuh Anak Sebelum dan
n Sesudah Dilakukan Tepidsponge
kompre Tabel 7 Tabel Rerata Suhu Tubuh Anak
s hangat Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Suhu 38.013 0.3461 37.6 38.8
Tepidponge
tubuh
sesudah
tindaka Variabel Mea Std. Min Ma
n n Devia (oC) x
kompre (oC) tion (oC
s hangat )
Suhu tubuh 38.5 0.371 38.0 39.
Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata sebelum tindakan 40 9 2
suhu tubuh sebelum diberi tindakan kompres tepidsponge
hangat daerah temporalis adalah 38.360oC. Suhu tubuh 37.7 0.329 37.2 38.
Sedangkan rerata suhu tubuh sesudah sesudah tindakan 00 5 5
diberikan tindakan kompres hangat daerah tepidsponge
temporalis adalah 38.013oC. Tabel 7 menunjukkan bahwa rerata suhu
tubuh sebelum diberi tindakan tepidsponge adalah
Perbedaan Suhu Tubuh Sebelum dan 38.540oC. Sedangkan rerata suhu tubuh sesudah
Sesudah Dilakukan Kompres Hangat diberikan tindakan tepidsponge adalah 37.700oC.
Daerah Temporalis Sehingga ada penurunan sebesar 0.84oC.

Perbedaan Suhu Tubuh Sebelum dan Sesudah


Tabel 6 Hasil Uji Paired T Test Kelompok
Dilakukan Tepidsponge
Kompres Hangat Antara Sebelum dan
Sesudah Dilakukan Kompres Hangat Tabel 8 Hasil Uji Paired T Test Kelompok Tepisponge
Variab Mea Daerah
SD Temporalis
Mea SD SE p t N Antara Sebelum dan Sesudah Dilakukan
el n n Diff Me val
(oC) Diffe ere an ue
Tepidsponge
renc nce Diff
e ere
(oC) nce Variabe M S M SD SE p t N
Suhu 38.36 0.33 l e D e D M va
tubuh 0 97 a an i e l
sebelu n Dif ff an ue
m
tindaka ( f e Dif
n o ere re f
kompre C) nc n er
s c e
hangat
e
Suhu 38.01 0.34 0.346 0.24 0.06 0.0 5.5 15
e nc
tubuh 3 61 7 16 4 00 7 e
sesudah
tindaka
n
kompre
s
Suhu 38 0.
tubuh . 3
54 71
sebelu 0 9
m
tindak
an
tepids
po nge
Suhu 37. 0.3 0.84 0.1 0.03 0.0 2 15
tubuh 70 29 00 35 49 00 4.
sesudah 0 5 2 0
tindakan 5
tepidspo 9
nge
Tabel 8 menunjukkan bahwa p value = statistik independent t test didapatkan p value =
0,000 < α = 0,05, maka dapat disimpulkan ada 0,000 < α = 0,05, maka dapat disimpulkan ada
perbedaan rerata (mean) suhu tubuh sebelum perbedaan efektivitas penurunan suhu tubuh pada
dan sesudah tindakan tepidsponge. kompres hangat dan tepidsponge.

Perbandingan Pemberian Kompres Hangat


Daerah Temporalis dan Tepidsponge
terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada
Anak yang Mengalami Kejang Demam

Tabel 9 Hasil Uji Independent T Test Selisih


Penurunan Suhu Tubuh Antara
Kelompok Kompres Hangat dan
Kelomok Tepidspnge pada Anak
yang Mengalami Kejang Demam

Variab Mea SD Mean SE P N


el n Diffe Mea va
reanc n lu
e Diff e
erea
nce
Suhu 0.34 0.2 - 0.07 0. 30
Tubuh 7 416 0.493 15 00
Kompre 3 0
s
Hangat
Suhu 0.84 0.1
Tubuh 352
Tepidsp
onge

Tabel 9 menunjukkan bahwa rerata


penurunan suhu tubuh setelah pemberian
kompres hangat sebesar 0.347oC sedangkan
rerata penurunan suhu tubuh setelah
tepidsponge sebesar 0.84 oC. Dari hasil uji
PEMBAHASAN mekanisme pengaturan suhu tubuh yang
menyebabkan tubuh tubuh tidak dapat menjaga
Rerata Suhu Tubuh Anak Sebelum keseimbangan antara produksi panas dan
dan Sesudah Dilakukan Pemberian pengeluaran panas.
Kompres Hangat Daerah Temporalis
Perbedaan Suhu Tubuh Sebelum dan
Sesudah Dilakukan Kompres Hangat
Berdasarkan tabel 5 dapat
Daerah Temporalis
diketahui bahwa rerata suhu tubuh
sebelum diberi tindakan kompres hangat Berdasarkan tabel 6 menunjukkan
daerah temporalis adalah 38.360oC bahwa nilai p value = 0,000 < α = 0,05 maka
dengan standar deviasi 0,3397 oC dan dapat disimpulkan ada perbedaan rerata (mean)
nilai minimum serta maksimum adalah suhu tubuh sebelum dan sesudah tindakan
38,0 oC dan 39,1 oC. Rerata (mean) suhu kompres hangat daerah temporalis.
tubuh sesudah diberikan tindakan Pemberian kompres hangat
kompres hangat daaerah temporalis memberikan reaksi fisiologis berupa
adalah 38.013oC dengan standar deviasi vasodilatasi dari pembuluh darah besar dan
0,3461 dan nilai minimum serta meningkatkan evaporasi panas dari
maksimum adalah 37,6 oC dan 38,8 oC. permukaaan kulit. Hipotalamus anterior
Sehingga ada penurunan sebesar 0.347 memberikan sinyal kepada kelenjar keringat
o
C. melalui saluran kecil pada permukaan kulit.
Selain itu, semua sampel masih Keringat akan mengalami evaporasi, sehingaa
batita seperti pada tabel 1, sangat wajar akan terjadi penurunan suhu tubuh (Potter &
apabila terjadi peningkatan suhu tubuh Perry, 2010).
karena belum terjadi kematangan
Hasil ini sejalan dengan penelitian Rerata Suhu Tubuh Sebelum dan Sesudah
yang dilakukan oleh Purwanti (2008) di RSUD Dilakukan Tepidsponge
dr. Moewardi Surakarta tentang pengaruh
kompres hangat terhadap perubahan suhu Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa
tubuh pada pasien anak hipertermia, rerata (mean) suhu tubuh sebelum diberi tindakan
didapatkan hasil p value = 0,001 yang artinya tepidsponge adalah 38.540oC dengan standar deviasi
ada pengaruh kompres hangat terhadap 0,3719 dan nilai minimum serta maksimumnya
perubahan suhu tubuh pasien anak hipertermi. adalah 38,0oC dan 39,2oC. Sedangkan rerata (mean)
Berdasarkan analisa penelitian yang suhu tubuh sesudah diberikan tindakan tepidsponge
diperkuat oleh penelitian Purwanti dapat adalah 37.700oC dengan standar deviasi 0,3295 dan
disimpulkan bahwa pemberian kompres hangat nilai minimum dan maksimum adalah 37,2 oC dan
dapat menurunkan suhu tubuh pada anak yang 38,5 oC. Sehingga ada penurunan sebesar 0.84oC.
mengalami kejang demam. Kompres hangat Perbedaan proses penyakit yang terjadi pada
pada daerah temporalis akan memberikan masing-masing sampel menyebabkan pematokan
sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang suhu tubuh yang
belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap
panas di hipotalamus dirangsang, system
afektor mengeluarkan sinyal untuk memulai
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan
ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata dari
tangkai otak, di bawah pengaruh hipotalamik
bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.
Vasodilatasi ini yang menyebabkan
pembuangan atau kehilangan panas melalui
kulit meningkat sehingga terjadi penurunan
suhu tubuh.
berbeda antara satu anak dengan anak perbedaan rerata (mean) suhu tubuh sebelum
lainnya (Guyton & Hall, 2007). Pada dan sesudah tindakan tepidsponge.
sebagian besar anak, tinnginya suhu Pada prinsipnya pemberian
tubuh lebih dari 38oC, bukan kecepatan tepidsponge dapat menurunkan suhu tubuh
kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor melalui proses penguapan dan dapat
pencetus serangan kejang demam (Donna memperlancar sirkulasi darah, sehingga darah
L. Wong, 2008). akan mengalir dari organ dalam ke permukaan
Suhu tubuh pada anak sangat tubuh dengan membawa panas. Kulit memiliki
berfluktuasi, hal ini disebakan thermostat banyak pembuluh darah, terutama tangan, kaki
pada anak masih belum matur, sehingga dan telinga. Aliran darah melalui kulit dapat
mudah berubah dan sensitive terhadap mencapai 30% dari darah yang dipompakan ke
perubahan suhu lingkungan. Thermostat jantung. Kemudian panas berpindah dari darah
pada anak akan matur saat anak melalui dinding pembuluh darah ke permukaan
memasuki usia remaja (Potter & Perry, kulit dan hilang ke lingkungan sehingga terjadi
2005). penurunan suhu tubuh (Potter & Perry, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Maling (2012) di RSUD Tugurejo Semarang
Perbedaan Suhu Tubuh Anak Sebelum tentang pengaruh kompres tepidsponge
dan Sesudah Dilakukan Tepidsponge terhadap penurunan suhu tubuh anak umur 1 –
10 tahun dengan hipertermi, didapatkan hasil p
Berdasarkan Tabel 8 dapat value = 0,001 yang artinya ada pengaruh
diketahui bahwa nilai p value = 0,000 < kompres tepidsponge terhadap penurunan
α
suhu tubuh pada pasien hipertermi.
= 0,05 maka dapat disimpulkan ada
Hasil penelitian ini sejalan dengan perbedaan efektivitas penurunan suhu tubuh pada
hasil penelitian Malings dimana ada pengaruh kompres hangat dan tepidsponge.
pemberian tepidsponge terhadap penurunan Tepidsponge merupakan suatu prsedur yang
suhu tubuh pada anak yang mengalami kejang diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk
demam. Tepidsponge dilakukan dengan cara menurunkan atau mengurangi suhu tubuh dengan
mengelap seluruh tubuh dengan menggunakan menggunakan air hangat (Dagoon et all, 2007).
waslap lembab hangat selama 15 menit. Efek Seperti pada kompres hangat, tepidsponge bekerja
hangat dari waslap tersebut dapat dengan cara mengirimkan impuls ke hipotalamus
memvasodilatasi pembuluh darah sehingga bahwa lingkungan sekitar sedang dalam keadaan
aliran darah lancar. Kulit memiliki banyak panas. Keadaan ini akan mengakibatkan
pembuluh darah, ketika demam panas hipotalamus berespon dengan mematok suhu tubuh
kemudian diberikan tindakan tepidsponge, yang lebih tinggi dengan cara menurunkan produksi
panas dari darah berpindah melalui dinding dan konservasi panas tubuh (Guyton & Hall, 2007).
pembuluh darah ke permukaan kulit dan hilang
ke luar tubuh.

Perbandingan Pemberian Kompres Hangat


Daerah Temporalis dan Tepidsponge
terhadap Penurunan Suhu Tubuh pada
Anak yang Mengalami Kejang Demam

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui


bahwa rerata penurunan suhu tubuh setelah
pemberian kompres hangat sebesar 0.347 oC
sedangkan rerata penurunan suhu tubuh setelah
tepidsponge sebesar 0.84 oC. Hasil uji statistik
independen sample t tes didapatkan p value = ,
000 < α = 0,05maka dapat disimpulkan ada
Hasil penelitian ini didapatkan pada kedua kelompok perlakuan tersebut.
hasil bahwa kompres hangat dan Berdasarkan prosedur tindakan,
tepidsponge sama sama efektif terdapat keunggulan yang dimiliki teknik
menurunkan suhu tubuh, namun dilihat kompres hangat dibandingkan teknik
dari selisih penurunan suhu tubuh, lebih tepidsponge yaitu kecilnya waslap kontak
disarankan untuk memilih tepidsponge . dengan tubuh memberkan kenyamanan yang
Tepidsponge lebih efektif menurunkan lebih dibandingkan dengan teknik tepidspoge.
suhu tubuh anak dengan kejang demam Ketidaknyamanan ini dapat dilihat dari
dibandingkan dengan kompres hangat kegelisahan anak, dan menangis. Hal ini
disebabkan adanya seka tubuh pada sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
tepidsponge yang akan mempercepat Thomas, Vijaykumar, Naik, Moses dan
vasodilatasi pembuluh darah perifer di Antonisamy (2009) yang mengatakan tindakan
seluruh tubuh sehingga evaporasi panas tepidsponge memiliki tingkat ketidaknyamanan
dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih tinggi. Ketidaknyamanan dapat terjadi
lebih cepat dibandingkan hasil yang karena penularan dari orang tua terhadap
diberkan kompres hangat yang hanya anaknya. Bentuk penularan
mengandalkan dari stimulasi ketidaknyamanan tersebut berupa cemas
hipotalamus. Perbedaan luas rasio body sebagai respon melihat anaknya yang
surface area dengan jumlah luas waslap mengalami demam. Hal lain yang data
yang kontak dengan pembuluh darah menyebabkan ketidaknyamanan pada anak
perifer yang berbeda antara teknik adalah penatalaksanaannya, dimana anak
kompres hangat dan tepidsponge akan diberi tindakan dengan mengelap seluruh
turut memberikan perbedaan hasil bagian tubuh sehingga anak akan merasa
terhadap percepatan penurunan suhu anak
gelisah (Setiawati, 2009). Namun seperti yang cara menyeka permukaan tubuh anak dengan air
dijelaskan paragraf sebelumnya, kombinasi hangat.
cara kerja tepidsponge lebih unggul 2. Bagi Pelayanan Keperawanan
menurunkan suhu tubuh pada anak yang Agar lebih memahami bagaimana manfaat
mengalami kejang demam dibandingkan kompres hangat dan tepidsponge dengan cara
dengan teknik kompres hangat. memberikan terapi kompres hangat dan
tepidsponge tidak hanya ketika pasien dirawat di
Rumah Sakit, dan mengajarkan kepada keluarga
KESIMPULAN untuk bisa diaplikasikan di rumah, sehingga
terapi tersebut akan lebih dirasakan manfaatnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada Dengan cara memberikan SOP dan Leaflet
perbedaan efektifitas pemberian kompres tentang prosedur kompres hangat dan
hangat dan tepidsponge terhadap penurunan tepidsponge.
suhu tubuh pada anak dengan kejang demam 3. Bagi Ruang Anak
(p value < α, 0,000 < 0,05). Diharapkan hasil Sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan
penelitian ini, perawat dapat melakukan dan sebagai teknik non farmakologis untuk
mengajarkan penggunaan tepidsponge yang menurunkan suhu
benar pada pasien dan juga diharakan hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk masukan
SOP dalam menurunkan suhu tubuh anak yang
mengalami demam secara non farmakologi di
RSUD dr. Soedarsono Pasuruan.

SARAN

1. Bagi Responden
Bagi para orang tua diharapkan dapat
menggunakan tepidsponge karena lebih
cepat dibandingkan kompres hangat dengan
tubuh pada anak demam sehingga Rawat Inap Karya Wanita Rumbai
dapat mengurangi resiko kejang Pesisir. diakses tanggal 10 Agustus
demam berulang.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini sebagai
bahan kajian, dan rujukan dalam
melakukan penelitian sejenis.
Penelitian ini hanya membandingkan
kompres hangat dan tepisdponge
terhadap penurunan suhu tubuh
terhadap anak kejang demam.
Penelitian selanjutnya mungkin dapat
menggunakan teknik kompres yang
berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A. C., & John E. Hall. (2007).


Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
EGC, Jakarta.

Hidayat, A. Aziz. (2008). Pengantar Ilmu


Kesehatan Anak untuk Kebidanan.
Salemba Medika, Jakarta.

Hidayati, R., dkk. (2014). Praktik


Laboratorium Keperawatan Jilid 1.
Erlangga, Jakarta..

Kania, Nia. (2007). Penatalaksanaan


Demam pada Anak. Pustaka
UNPAD, Bandung.

Kusnanto, Widyawati, I. Y., & Cahyanti, I.


S. (2008). Efektivitas Tepid Sponge
Bath Suhu 32oC dan 37oC dalam
Menurunkan Suhu Tubuh Anak
Demam (The Effectiveness of Tepid
Sponge Bath with 32oC and 37oC to
Decrease Body Temperature at
Toddler with Fever) Kusnanto*,.
Jurnal Ners, 3(1), 1–7.

Maharani, Lindya. (2011). Perbandingan


Efektifitas Kompres Hangat dan
Tepid Water Sponge terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Balita yang
Mengalami Demam di Puskesmas
2017, dari
https://www.scribd.com/73195543/all
-ok.

Maling, Haryani &Arief.


(2012Pengaruh
Kompres Tepid Sponge
Hangat Terhadap
Penurunan Suhu
Tubuh Pada Anak
Umur 1-10 Tahun
Dengan Hipertermia.
diakses tanggal 12
Agustus, dari
http://googleschoolar.c
om.

Muti’ah. (2016). Perilaku


Ibu Dalam Perawatan
Kejang Demam Pada
Balita Usia 0-5 Tahun
Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bandung.

Perry dan Potter. (2005).


Buku Ajar
Fundamental
Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik.
Edisi 4 Volume 1,
Jakarta: EGC, hlm.
760-779

Purwanti, S., & Ambarwati,


W. N. (2008).
Pengaruh Kompres
Hangat Terhadap
Perubahan Suhu
Tubuh Pada Pasien
Anak Hipertermia di
Ruang Rawat Inap
RSUD dr. Moewardi
Surakarta. Berita Ilmu
Keperawatan ISSN
1979- 2697, 1(2), 81–
86.
Thomas, S, Vijaykumar, C,
Naik, R, & Moses, Pd.
(2009). Comparative
Effectivitiveness of
Tepid Sponging and
Antipyretic Drug
Versus Only
Antipyretic Drug in
The Management of
Fever Among
Children. Indian
Pediatrics, vol. 46.

Wong, DL, dkk. (2009).


Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik
Wong Edisi 6 Volume
2. EGC, Jakarta.
APA ITU KEJANG DEMAM...? Pada kejang demam sederhana ditandai dengan
KEJANG DEMAM :
Kejang demam adalah bangkitan kejang
pada anak, yang terjadi pada kenaikan suhu • Umur anak waktu kejang pertama 4
tubuh (suhu lebih dari 38C). bulan sampai 4 tahun.
• Kejang bersifat umum.
• Kejang berlangsung tak lebih 5 menit.
ADA 2 MACAM KEJANG YAITU : • Frekuensi bangkitan kejang tak lebih 4
kali dalam setahun dan tidak multiple.
Kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam harus dibedakan TANDA DAN GEJALA
dengan epilepsy, yaitu yang ditandai dengan • Gerakan tangan, kaki dan muka yang
kejang berulang tanpa demam. menyentak nyentak atau kaku
• Bola mata berputar ke arah belakang
kepala
• Penafasan bermasalah
• Hilang kesadaran
• Mengompol
• Muntah
• Suhu badan meningkat biasanya lebih
OLEH : dari 38C
JEPRI FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM
NIM.2017.C.09a.0893
• Usia, kejang demam lebih sering
dialami oleh anak usia 6 hingga 60
bulan
Pada kejang demam kompleks ditandai dengan :
• Faktor genetika atau riwayat keluarga
• Adanya kejang disertai demam • Infeksi virus
• Bersifat umum • Riwayat berat badan lahir rendah
• Lama kejang > 15 menit (BBLR), kelahiran prematur, dan
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
• Kejang multiple, dalam 1 hari ada 2 atau keterlambatan perkembangan
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
lebih bangkitan kejang.
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020
PENYEBAB TERJADINYA KEJANG • Kenakan pakaian tipis yang mudah
DEMAM menyerap keringat
• Jangan berikan minum saat anak kejang
Kejang demam pada anak
diduga terjadi karena kenaikan drastis
• Segera miringkan anak setelah kejang Mencegah lebih baik
berhenti
temperatur atau suhu tubuh. Umumnya
• Orang tua jangan panik ketika daripada mengobati
disebabkan oleh infeksi dan merupakan
menghadapi kejang demam panas tinggi
respons dari otak terhadap demam yang
biasanya terjadi di hari pertama
demam.

Jika terjadi hal hal yang dapat


BAGAIMANA PERAWATAN PADA ANAK
YANG MENDERITA KEJANG DEMAM...?
menyebabkan kejadian yang
berlanjut, segera bawa ke
• Baringkan anak pada tempat yang
aman pelayanan kesehatan kesehatan
• Longgarkan pakaian anak sekitar yang terdekat
kepala dan leher
• Cegah lidah jangan sampai tergigit dan
menutupi jalan nafas
• Berikan kompres hangat pada dahi dan
aksila
LEMBAR KONSULTASI

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com

Nama Mahasiswa : Jepri


NIM : 2017.C.09a.0893
Angkatan : IX Sembilan
TahunAjaran/Semester : 2020/ 2021
Pembimbing : Yelstria Ulina T, S. Kep, Ns

No Hari/Tgl/ Catatan Pembimbing Pembimbing Mahasiswa


Waktu

1. Jum’at, 13 Preconferent LP dan Kasu


November
2020

Anda mungkin juga menyukai