Laporan Sutrian
Laporan Sutrian
OLEH :
SUTRIAN
(NIM : PO 62.20.1.19.434)
INSTITUSI POlTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 2010:229). Kejang merupakan
perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas
neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz
& Sowden,2008). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal diatas 380ºC) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium.
Berdasarkan pengertian diatas Jadi dapat disimpulkan kejang demam
adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat
perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.
1.1.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll. Penyebab
yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Kejang demam
biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan
terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Kejang berlangsung
selama beberapa detik sampai beberapa menit. kejang demam cenderung
ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga melibatkan faktor keturunan
(faktor genetik). Kadang kejang yang berhubungan dengan demam
disebabkan oleh penyakit lain, seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis.
Roseola atau infeksi oleh virus herpes pada manusia juga sering
menyebabkan kejang demam pada anak-anak. Shigella pada Disentri juga
sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak
(Mediacastore, 2011: 8).
Menurut Jessica (2011: 3) penyebab dan faktor resiko terjadinya kejang
demam adalah sebagai berikut:
1) Infeksi virus
5) Otitis Media
6) Faktor genetik
1.1.3 Klasifikasi
1) Singkat
2) Durasi kurang dari 15 menit
3) Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
4) Umumnya akan berhenti sendiri
5) Tanpa gerakan fokal
6) Tidak berulang dalam 24 jam
Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
1) Demam tinggi
2) Kejang lama
3) Durasi lebih dari 15 menit
4) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
5) Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam
1.1.4 Patofisiologi ( WOC )
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.
Proses demam
Keseimbangan potensial
membrane ATPASE
Defusi Na dan K
kejang
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Hambatan pada Kesadaran Lebih dari 15 menit Metabolisme di otak Prodiksi ATP Metabolisme
pusat pernafasan meningkat anaerob
7) Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.
1.1.7 Komplikasi
1) Cedera/ terjatuh
2) Tersedak
3) Menggingit lidah/ bibir
4) Kurang dari 5% anak yang pernah mengalami kejang demam berkembang
menjadi epilepsi.
1.1.8.1 Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na
1.1.8.2 Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
1.1.8.3 Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
1.1.8.4 Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
1.1.8.5 EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
Diagnosa Keperawatan 1:
Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Kriteria hasil :
5) Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll. Rasional : saat demam
kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Pemantauan yang
teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5) Batasi aktivitas selama anak panas. Rasional : aktivitas dapat
meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6) Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis. Rasional : Menurunkan
panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
Diagnosa Keperawatan 2:
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Kriteria hasil :
Rencana Tindakan :
5) Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun.
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan
tidak dapat menyerap keringat.
Diagnosa Keperawatan 3:
Kriteria hasil :
Rencana Tindakan :
5) Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak
panas. Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan
kejang ulang.
6) Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional : sebagai upaya preventif
serangan ulang
7) Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar
memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita
kejang demam. Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang
dapat menyebabkan kejang demam
2.1.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut
pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah
tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu
langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 2009;162)
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
ANALISA DATA
DS: Penyakit jantung (stenosis Pola nafas tidak
- Keluarga pasien katup AV,stenosi katup efektif
temponade pericadium
mengatakan bahwa
pasien sesak napas Gagal jantung
DO:
Gagal pompa ventrikel
- Pasien tampak sesak kanan
- Pasien bernapas
Tekanan diastole
menggunakan otot
tambahan bendungan atrium kanan
S : 38, 6 º C
R : 29 x / mnt Sinyal mencapai syaraf
Merangsang hipotalamus
Menggigil meningkatkan
suhu badan
Hipertermi
PRIORITAS MASALAH
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan neurologis ditandai
dengan Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sesak napas, pasien
tampak sesak, pasien bernapas menggunakan otot tambahan, tipe
penapasan dada dan perut, terpasang O2 nasal kanul 4 Lpm, posisi
semi-fowler, TTV : N : 100 x/menit, R : 29 x/menit .S : 39,6C.
Lumbantobing SM, 2010, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru,
Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto:
Jakarta.
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2012, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 4, NO. 2, SEPTEMBER 2018: 128 - 137
ABSTRAK
Tingginya suhu tubuh menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Kejang demam merupakan
kedarutan medis yang memerlukan pertolongan segera. Penanganan perawat pada saat kejang dema
berlangsung adalah memberikan obat anti kejang dan anti piretik sesuai intruksi dokter kemudian
tindakan keperawatan non-farmakologis. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan pemberian
kompres hangat daerah temporalis dan tepidsponge terhadap penurunan suhu tubuh pada anak dengan
kejang demam di RSUD dr. Soedarsono Pasuruan. Desaian penelitian ini menggunakan Quasy
Eksperimental dengan rancangan penelitian Pre-Test and post-Test Design With Comparison
Treatment. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami kejang demam di
RSUD dr. Soedarsono Pasuruan. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kompres hagat
dan kelompok tepidsponge, masing-masing 15 orang, yang diambil dengan teknik purposive sampling.
Analisis menggunakan univariat dan bivariate dengan uji paired t test dan uji independent t test. Hasil
uji statistik menunjukkan ada perbedaan penurunan suhu tubuh antara kompres hangat dengan p value
= 0,000.
Kata Kunci : Kompres hangat, tepidsponge, kejang demam
ABSTRACT
The high body temperature becomes the trigger factor of febrile seizures. A febrile seizure is a medical
solubility that requires immediate relief. Handling of nurses at the time of seizure in progress is to
provide anti-seizure and anti-pyretic drugs according to the doctor's instructions then non-
pharmacological nursing actions. The purpose of this study was to find out the compressive
compresses of temporal and tepidsponge to the decrease of body temperature in children with febrile
seizures in RSUD dr. Soedarsono Pasuruan. Design used is Quasy Experimental with Pre-Test and
post-Test Design With Comparison Treatment. Population in this study are all patients who
experienced febrile seizures in dr. Soedarsono Pasuruan. Samples divided into 2 groups, warm
compress group and tepidsponge group, each of 15 people, taken by purposive sampling technique.
Analysis used univariate and bivariate with Paired T Test and Independent T Test. The statistical test
results show that there is a difference in the temperature drop between warm compresses with p value
= 0,000.
Keywords: Warm compress, tepidsponge, febrile seizures
antipiretik. Sedangkan tindakan non
farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam
menurunkan panas setelah pemberian obat
PENDAHULUAN antipiretik. Tindakan non farmakologis antara
Kejang Demam adalah bangkitan lain memberikan minuman yang banyak,
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal,
(suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan
oleh suatu proses ekstrakranium. Pada memberikan kompres hangat (Kania, 2007).
sebagian anak, tingginya suhu tubuh menjadi Kompres hangat adalah tindakan
faktor pencetus serangan kejang demam. dengan menggunakan kain atau handuk yang
terjadinya penurunan kesadaran. Kejang telah dicelupkan pada air hangat, yang
demam sering terjadi pada anak dibawah usia 1 ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
tahun sampai awal kelompok usia 2 tahun sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan
sampai 5 tahun, karena pada usia ini otak anak menurunkan suhu tubuh (Maharani, 2011).
sangat rentan terhadap peningkatan mendadak Penelitian yang dilakukan oleh S. Purwanti dan
suhu badan.sekitar Ambarwati (2008) di RSUD dr. Moewardi
10 % anak mengalami sekurang- kurangnya 1 Surakarta menunjukkan bahwa kompres hangat
kali kejang. Pada usia 5 tahun,sebagian besar dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses
anak telah dapat mengatasi kerentanannya evaporasi.
terhadap kejang (Hidayat, 2008). Tindakan lain yang digunakan untuk
Prevalensi kejadian kejang demam menurunkan panas adalah tepidsponge.
pada anak umur dibawah lima tahun terjadi Tepidsponge merupakan suatu prosedur untuk
tiap tahun di Amerika, hampir sebanyak 1,5 meningkatkan kontrol kehilangan panas tubuh
juta dan sebagian besar lebih sering terjadi melalui evaporasi dan konveksi, yang biasanya
pada anak berusia 6 hingga 36 bulan (2 dilakukan pada pasien yang mengalami demam
tahun), terutama pada usia 18 bulan (Muti’ah, tinggi (Hidayati, 2014). Pemberian
2016). Insidensi kejadian kejang demam tepidsponge dilakukan dengan cara menyeka
berbeda di berbagai negara. Di Indonesia seluruh tubuh klien dengan air hangat.
dilaporkan angka kejadian kejang demam pada Pemberian tepidsponge yang diusapkan merata
tahun 2012 – 2013, terjadi 3-4% dari anak di seluruh tubuh diharapkan makin banyak
yang berusia 6 bulan – 5 tahun (Depkes, 2013). pembuluh darah perifer di kulit yang
Berdasarkan data yang di peroleh dari mengalami vasodilatasi (Kusnanto, Widyawati,
rekam medik RSUD dr. Soedarsono & Cahyanti, 2008). Menurut penelitian Maling
menunjukkan bahwa pada tahun 2017 terdapat (2012) di RSUD Tugurejo Semarang,
rata-rata 16 pasien anak kejang demam tiap menunjukkan bahwa suhu tubuh pada pasien
bulan dari bulan Januari – September 2017. anak setelah pemberian tepidsponge rata-rata
Penyakit kejang demam di RSUD dr. mengalami penurunan sebesar 1,4 0 C dalam
Soedarsono Pasuruan merupakan 5 penyakit waktu 20 menit.
tersering yang terjadi pada anak. Berdasarkan hasil wawancara yang
Penanganan terhadap kejang demam dilakukan oleh peneliti kepada perawat yang
dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, berada di Ruang Anak didapatkan bahwa
tindakan non farmakologis maupun kombinasi penanganan pertama yang dilakukan di IGD
keduanya. Tindakan farmakologis yaitu saat anak dengan kondisi
memberikan obat
kejang demam yaitu dengan menggunakan sebelum perlakuan (pre test), dan 30 menit
medikamentosa untuk mengurangi gejala. setelah perlakuan (post test).
Setelah anak mendapatkan penanganan Penelitian ini dilaksanakan di Ruang
pertama di IGD, kemudian anak dipindahkan Anak RSUD dr. Soedarsono Pasuruan mulai
ke ruangan. Saat di ruangan biasanya kejang tanggal 04 Januari – 01 Februari 2018.
tidak lagi muncul, penanganan biasanya hanya Populasi adalah semua anak yang mengalami
untuk menurunkan demam dengan pemberian kejang demam berjumlah
antipiretik sesuai dengan advis dokter. Jika 30 anak. Pengambilan sampel menggunakan
terjadi kejang berulang, akan diberikan obat teknik purposive sampling sebanyak 30 anak
antikejang diazepam rektal (stesolid) sesuai terdiri dari 15 anak sebagai kelompok kompres
advis dokter. Tidak ada tindakan non hangat daerah temporalis dan 15 anak sebagai
farmakologis yang dilakukan untuk kelompok tepidsponge.
menurunkan suhu tubuh pasien anak kejang Analisa pada penelitian ini
demam. menggunakan dua uji hipotesa yaitu Paired T
Tujuan umum penelitian ini yaitu Test dan Independent T Test karena data
untuk mengetahui perbandingan pemberian berdistribusi normal setelah dilakukan uji
kompres hangat dan tepidsponge terhadap kenormalan dengan Shapiro Wilk dengan hasil
penurunan suhu tubuh pada anak dengan p value > 0,05.
kejang demam di RSUD Dr. Soedarsono
Pasuruan. Tujuan khusus penelitian ini antara
lain mengidentifikasi rerata suhu tubuh anak HASIL PENELITIAN
sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
Distribusi Frekuensi Karakteristik
kompres hangat daerah temporalis,
menganalisis perbedaan suhu tubuh sebelum Sampel Berdasarkan Usia
dan sesudah dilakukan kompres hangat daerah Tabel 1 Tabel Distribusi Frekuensi
temporalis, mengidentifikasi rerata suhu tubuh Karakteristik Sampel
anak sebelum dan sesudah dilakukan Berdasarkan Usia
tepidsponge, menganalisis perbedaan suhu
tubuh sebelum dan sesudah dilakukan Umur Jumla Persentase
tepidsponge, dan menganalisis h (%)
perbandingan pemberian kompres hangat (n=30)
daerah temporalis dan tepidsponge terhadap 1 tahun 9 30.0
penurunan suhu tubuh pada anak yang 2 tahun 20 66.7
mengalami kejang demam. 3 tahun 1 3.3
Total 30 100.0
Tabel
te anak (53.3%) Tabel 4 Tabel Distribusi Riwayat Kejang Demam
pi dengan Frekuensi Karakteristik Sebelumn
ds observasi Sampel Berdasarkan
p febris.
o
2 n
g Distribusi
menu e Frekuensi
Tabel 3
njukk se Karakteristik menunjukkan Tabel 4
an b Sampel bahwa distribusi menunjukkan
a Berdasarkan frekuensi
bahwa n bahwa distribusi
Riwayat karakteristik sampel frekuensi
y berdasarkan
Kejang karakteristik
a penyakit dasar di
k Demam sampel
Ruang Anak RSUD berdasarkan
8 Sebelumnya
dr.RiwayatSoedarsono
Kejang Jumlah Persentase (%)
distribusi Demam tahun (n=30) riwayat
Pasuruan
kejang
Sebelumnya demam
frekuensi Berdas 2018, penyakit
Kelompok sebelumya di
karakteristik arkan dasar yang paling
Kompres Hangat Ruang Anak
sampel Penya banyak menjadi
Ya 6 RSUD 40.0 dr.
berdasarkan jenis kit sampel
Tidak pada 9 Soedarsono60.0
kelamin di Ruang Penyer kelompok
Total kompres 15 Pasuruan100 tahun
Anak RSUD dr. ta hangat
Kelompokobservasi 2018, riwayat
Soedarsono febris sebanyak 10
Tepidsponge kejang demam
Pasuruan tahun Ya
orang (66.7%) 8 53.3
sebelumnya pada
2018, jenis Tidak
sedangkan pada 7 46.7
Total 15 kelompok 100
kelamin yang kelompok kompres hangat
paling banyak
Penyakit Penyerta Jumlah Persentase yang paling
menjadi sampel
(n=30) (%) banyak yaitu
yaitu laki-laki
tidak, dalam hal
sebanyak
Penyakit Dasar 20 ini diartikan
orang (66.7 %).
Kelompok sampel baru
Kompres Hangat mengalami
Distribusi
Observasi Febris
Frekuensi kejadian kejang
ISPA 10 66.7
Karakteristik demam yaitu
Faringitis 2 13.3
Sampel
GEA 1 6.7 sebanyak 9 orang
ISK
Berdasarkan 1 6.7 (60 %). Pada
Total
Penyakit 1 6.7 kelompok
Penyerta 15 100 tepidsponge yang
Penyakit Dasar banyak yaitu ya,
Kelompok
Tabel 3 Tabel dalam hal ini
Tepidsponge Dist diartikan sampel
Observasi Febris 8 53.3 pernah
ribu
ISPA 4 26.7
si mengalami
Faringitis 0 0
Frek kejadian kejang
GEA 2 13.3
ISK uens 1 6.7 demam
Total i 15 100 sebelumnya yaitu
Kar sebanyak 8 orang
akte (53.3
risti %).
k
Rerata n
Suhu Kom
Tubuh pres
Han
Anak
gat
Sebelum Daer
dan ah
Sesudah Tem
Dilakukan pora
Pemberian lis
Kompres
Hangat
Daerah
Temporalis
Tabel 5
T
ab
el
R
er
at
a
S
u
h
u
T
u
b
u
h
A
na
k
S
eb
el
u
m
da
n
S
es
u
da
h
D
il
ak
u
ka
Variab Mean Std. Min Max Hangat
Tabel 6 menunjukkan
el p valueDeviation
=
(oC) dapat disimpulkan
,000 < α = 0,05, maka (oC)ada (perbedaan
o
C) rerata (mean) suhu tubuh sebelum dan sesudah
tindakan kompres
Suhu
hangat
38.360daerah temporalis.
0.3397 38.0 39.1
tubuh
sebelum
tindaka Rerata Suhu Tubuh Anak Sebelum dan
n Sesudah Dilakukan Tepidsponge
kompre Tabel 7 Tabel Rerata Suhu Tubuh Anak
s hangat Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Suhu 38.013 0.3461 37.6 38.8
Tepidponge
tubuh
sesudah
tindaka Variabel Mea Std. Min Ma
n n Devia (oC) x
kompre (oC) tion (oC
s hangat )
Suhu tubuh 38.5 0.371 38.0 39.
Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata sebelum tindakan 40 9 2
suhu tubuh sebelum diberi tindakan kompres tepidsponge
hangat daerah temporalis adalah 38.360oC. Suhu tubuh 37.7 0.329 37.2 38.
Sedangkan rerata suhu tubuh sesudah sesudah tindakan 00 5 5
diberikan tindakan kompres hangat daerah tepidsponge
temporalis adalah 38.013oC. Tabel 7 menunjukkan bahwa rerata suhu
tubuh sebelum diberi tindakan tepidsponge adalah
Perbedaan Suhu Tubuh Sebelum dan 38.540oC. Sedangkan rerata suhu tubuh sesudah
Sesudah Dilakukan Kompres Hangat diberikan tindakan tepidsponge adalah 37.700oC.
Daerah Temporalis Sehingga ada penurunan sebesar 0.84oC.
SARAN
1. Bagi Responden
Bagi para orang tua diharapkan dapat
menggunakan tepidsponge karena lebih
cepat dibandingkan kompres hangat dengan
tubuh pada anak demam sehingga Rawat Inap Karya Wanita Rumbai
dapat mengurangi resiko kejang Pesisir. diakses tanggal 10 Agustus
demam berulang.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini sebagai
bahan kajian, dan rujukan dalam
melakukan penelitian sejenis.
Penelitian ini hanya membandingkan
kompres hangat dan tepisdponge
terhadap penurunan suhu tubuh
terhadap anak kejang demam.
Penelitian selanjutnya mungkin dapat
menggunakan teknik kompres yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA