Anda di halaman 1dari 22

ACUTE MIOCARD INFARCTION (AMI)

A. DEFINISI

Infark miocardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung


akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002).

Miokard infark merupakan kematian jaringan miokard akibat


penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau
terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri
koronaria yang cukup (sudiarto, 2011).

B. PATOFISIOLOGI
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis
yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit
aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding
arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga
diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus
tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan
disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas
menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak
dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang
berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya,
disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,
dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel
(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.
Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi
kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL
teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan
proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma
matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen
pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan
fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri
(Price, 2006).

1
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan
obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi
klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas
iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri
berbahaya (Selwyn, 2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia
yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan
glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang
berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam
laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan
ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard
yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI
karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah
kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat
cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST
yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan
ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak
menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial
(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam.
Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang
bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard
dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda
(Selwyn, 2005).

2
C. ETIOLOGI (kasuari, 2002)

Faktor penyebab:

Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :

Faktor pembuluh darah :

 Aterosklerosis.
 Spasme
 Arteritis

Faktor sirkulasi :

 Hipotensi
 Stenosos aurta
 insufisiensi

Faktor darah :

 Anemia
 Hipoksemia
 polisitemia

Curah jantung yang meningkat :

 Aktifitas berlebihan
 Emosi
 Makan terlalu banyak
 Hypertiroidisme

Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :

 Kerusakan miocard
 Hypertropimiocard
 Hypertensi diastolic

Faktor predisposisi :

Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :

 Usia lebih dari 40 tahun


 Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
 Hereditas
 Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

3
Faktor resiko yang dapat diubah :

Mayor :

 Hiperlipidemia
 Hipertensi
 Merokok
 Diabetes
 Obesitas
 Diet tinggi lemak jenuh, kalori

Minor:

 Inaktifitas fisik
 Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
 Stress psikologis berlebihan.

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala infark miocard (TRIAS) adalah:

a) Nyeri
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara
menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi. Nyeri tersebut sangat sakit,
seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri). Nyeri mulai secara spontan (tidak
terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama
beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin (NTG). Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher. Nyeri
sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah. Pasien dengan diabetes
melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang
menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan
pengalaman nyeri).
b) Laborat
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam
ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler
lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi
dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel.
Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST),
lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB),
mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan

4
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan
kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard
(Nigam, 2007).
 Troponin T
Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada
filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari
3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan
troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan
dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi
filamen tipis selama kontraksi otot jantung. Berat molekulnya
adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin,
berperan menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya
adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan
tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi
kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur
asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung
berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal
komposisi imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot
jantung dan skeletal identik (Tarigan, 2003). Kompleks troponin,
tropomiosin, aktin dan myosin.
Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan
konsentrasi yang tinggi pada sitosol dan secara struktur berikatan
dengan protein. Sitosol, yang merupakan prekursor tempat
pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin
dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam
miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi
dalam darah (Rottbauer, 1996). Keberadaan cTnT dalam darah
diawali dengan keluarnya cTnT bebas bersamaan dengan sitosol
yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya cTnT yang berikatan
dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutukan waktu lebih
lama (Antman, 2002).
Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka
perubahan kadar cTnT pada infark miokard memiliki 2 puncak
(bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas
dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang
terikat pada miofibril. Oleh sebab itu, pelepasan cTnT secara
sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya
lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya (Tarigan, 2003).
Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan
miokard yang reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard,
glikolisis anaerob dapat Universitas Sumatera Utara

5
mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif
singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP
dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel
dan hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini,
mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam
sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas
dari isi sel ke dalam interstisium yang mungkin disebabkan
rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intrasel
disebabkan proses glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian
diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik
lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim proteolitik
menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi
protein terikat. Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan
miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam
aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30
jam sampai persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia
yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan
terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat
ke dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam,
lalu perlahan-lahan kadarnya turun (Tarigan, 2003).
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas
miokard. Kadar cTnT mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas
(Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari
(Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih
lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk
kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard
ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar ≥0.03
μg/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada
lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009).
 CKMB (creatinin kinase isoenzyme MB)
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4 - 6
jam, memuncak dalam 12 - 24 jam, kembali normal dalam 36 - 48
jam.
 LDH (lactate dehydrogenase)/HBDH
Meningkat dalam 12 - 24 jam dam memakan waktu lama untuk
kembali normal
 AST (aminotransferase)/SGOT
Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6 - 12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hal.
c) EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner

6
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa
elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian
kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak
menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien
dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam
unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).

E. JENIS-JENIS ATAU MACAM-MACAM


Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen,
antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau
diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan
ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya
infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia
dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal
ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita
meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat. 1.
Infark miokard tipe 1 2. Infark miokard tipe 2 3. Infark miokard tipe 3
4. Infark miokard tipe:
a. 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya
troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan
percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya
infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

F. TINDAKAN MEDIS
Terapi
1. Menghilangkan faktor pemberat
2. Mengurangi faktor resiko
3. Sewaktu serangan dapat dipakai
4. Penghambat Beta

7
5. Antagonis kalsium
6. Kombinasi

Unstable Angina Pectoris


Disebabkam primer oleh kontraksi otot polos pembuluh koroner
sehingga mengakibatkan iskemi miokard. Patogenesis spasme tersebut hingga
kini belum diketahui, kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan
(Histamin, Katekolamin Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner
juga disebut peranan dari agregasi trobosit. penderita ini mengalami nyeri
dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun pada waktu menjelang
subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner ialah variant
(prinzmental).
Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja.
Pada waktu serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan
fisik pada penderita ini oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang
berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik nuklir kita dapat melihat adanya
iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.
Terapi:
a. Nitrogliserin subligual dosis tinggi.
b. Untuk frokfikaksis dapat dipakai pasta nitrogliserin, nitrat dosis
tinggi ataupun antagonis kalsium.
c. Bila terdapat bersama aterosklerosis berat, maka diberikan
kombinasi nitrat, antagonis kalsium dan penghambat Beta.
d. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau
coronary by Pass Graff Surgery (CBGS)

Infark miokard akut (IMA)


Gambaran Klinis:
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan
karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi
dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada
pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat
berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang
baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti
angina, tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa
penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian.
Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu
bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut
terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal
dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa

8
kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan
berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tersebut dan
bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,
mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia
menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas
(sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus
peptikum akut atau pancreatitis akut).
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila
pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya
gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya
sedikit menimbulkan rasa tidak enak. Sekali-sekali pasien akan mengalami
rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan
pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi
diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa
gelisah, cemas atau bingung. Syncope sangat jarang, ketidak sadaran akibat
iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.
Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa
untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu,
rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak
terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak
enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala-gejala
permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini
bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina)
dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu
dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari
syok tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV
yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai
membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa
hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-
lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.
Pengobatan:
 Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit
dan cemas. Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin
komplikasi (30-40%) yang serius seperti payah jantung, aritmia,
thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma
ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian
mendadak. Untuk sakit diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV.
 Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat
menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak dipakai pada infark

9
inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg
dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan.
Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus
tachycardia dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker
dapat dipakai. Dosis kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV.
Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada
kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark. Nitrat baik sublingual
maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada hari-hari pertama.
Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah
spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang.
Istirahat, pemberian O2,diet kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang
infus untuk siap gawat.
Pemberian anti koagulan hanya pada penderita yang harus dimobilisasi
agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar
60-70% dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan
sesudah 2-3 minggu untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang
dimodifikasikan. Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal
agar diperiksa arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh
darah koronernya agar dapat ditentukan sikap yang optimal.
1. Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara :
a. B.Blocker
b. menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
c. Membantu sirkulasi dengan IABC
2. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau
aliran kolateral ditingkatkan sehingga persediaan 02 miokard meningkat. .
1. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen
activator (Actylase) .
2. Calcium antagonist
3. Peningkatan perfusi koroner dengan IABC
Streptokinase intra vena memberi thrombolyse dalam 50% para
penderita bila diberikan dalam waktu 6 jam sesudah timbul gejala infark.
Dosis : 250.000 U dalam 10 Menit, diikuti dengan infus dengan dosis antara
850.000 sampai 1.700.000 U selama 1 jam. Sebaiknya diberikan
Hydrocortison IV-l00 mg sebelum streptokinase diberikan. Heparin diberikan
2 jam sesudah streptokinase infus berakhir.(2,3,12,13)
Actylase, recombinant human tissue-type plasminogen activator (rt-
PA) .
Actylase adalah suatu bahan thrombolitik yang unik dengan teknologi
DNA rekombinan dan dinyatakan sebagai bahan yang mampu menghambat
terjadinya oklusi pembuluh darah koroner dengan cara menyebabkan lysisnya
thrombus sebelum terjadi infark jantung total. Bahan ini mempunyai sifat
spesifik dimana tidak mempengaruhi proses koagulasi sistemik. Disamping itu

10
bahan ini tidak menyebabkan allergi karena berasal dari protein manusia
secara alami.
Untuk mendapatkan bahan ini secara alami tentu tidak mudah, karena
untuk mendapat 1 gr human tissue plasminogen acti vater dibutuhkan 5 ton
jaringan manusia.
Cara membuatnya adalah dengan teknik Recombinant DNA dan
metode fermentasi sel jaringan. (genetic engineering).
Cara kerja actylase adalah fibrin spesifik dan berikatan dengan fibrin
guna mengaktifkan perobahan plasminogen menjadi plasmin. Afinitasnya
besar pada fibrin dan tidak aktif di darah.
Kerja actylase cepat yaitu 1-2 menit setelah pemberian 10 fig.
Indikasi: Thrombo-oklusi koroner, pulmoner, deep vein thrombosis
peripheral arterial occlusion.

G. PATHWAY (terlampir)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
b. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
missal hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 - 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI, menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ acut
atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru acut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
j. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

11
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia
missal lokasi atau luasnya IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad
fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan pembuluh darah yang
mengarah ke atau dari jantung
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

I. PENGKAJIAN PRIMER

Pengkajian Primer yang perlu dilakukan pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut
Miocard Infark) antara lain:

1) Airways
Sumbatan atau penumpukan secret
Wheezing atau krekles
2) Breathing
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
Respirasi lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
Ronchi, krekles
Ekspansi dada tidak penuh
Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
Nadi lemah , tidak teratur
Takikardi
Tekanan Darah meningkat / menurun
Edema

12
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun

J. PENGKAJIAN SEKUNDER.

Sedangkan pengkajian sekunder pada Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard
Infark):

1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap, jadwal olah raga tidak teratur
Tanda : Takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala :Riwayat IMA sebelumnya, Penyakit arteri koroner,
Masalah tekanan darah, Miabetes mellitus.
3. Tanda :
a. Tekanan darah: Dapat normal / naik / turun
b. Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
c. Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia)
d. Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel
e. Murmur : Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung
f. Friksi ; dicurigai Perikarditis
g. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
h. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema
umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
i. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukossa
atau bibir
4. Integritas ego
a. Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi tacut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga
b. Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma
nyeri
5. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun

13
6. Makanan atau cairan
a. Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
b. Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
7. Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
8. Neurosensori
a. Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat )
b. Tanda : perubahan mental, kelemahan
9. Nyeri atau ketidaknyamanan
a. Gejala :
i. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
ii. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
iii. Kualitas : "Crushing ", menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat
iv. Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 - 10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
v. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus, hipertensi, lansia
10. Pernafasan:
a. Gejala:
i. Dispnea tanpa atau dengan kerja
ii. Dispnea nocturnal
iii. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
iv. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
b. Tanda :
i. Peningkatan frekuensi pernafasan
ii. Nafas sesak / kuat
iii. Pucat, sianosis
iv. Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum
11. Interkasi social
a. Gejala :
i. Stress
ii. Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit,
perawatan di RS
b. Tanda :
i. Kesulitan istirahat dengan tenang

14
ii. Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, tacut)
iii. Menarik diri

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan yang mungkin muncul pada


Askep Jantung AMI / IMA (Acut Miocard Infark) antara lain sebagai berikut:

1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan


arteri
1. Ditandai dengan :

1. Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran

2. Wajah meringis

3. Gelisah

4. Delirium

5. Perubahan nadi, tekanan darah.

2. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan


selama ......di RS

3. Kriteria Hasil:

1. Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari


2 ke 1

2. Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang

3. Tidak gelisah

4. Nadi 60 - 100 x / menit

5. Tekanan Darah 120/80 mmHg

4. Intervensi :

1. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa


nyeri dada tersebut.

2. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada


serangan dan istirahat.

3. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam,


perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.

15
4. Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya (2 - 4
lt/menit)

5. Monitor tanda-tanda vital (Nadi & tekanan darah) tiap dua


jam.

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian


analgetik.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah


ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-
kapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas / alveolar, edema paru/efusi, sekresi
berlebihan / perdarahan aktif)

1. Ditandai dengan :

1. Dispnea berat

2. Gelisah

3. Sianosis

4. Perubahan GDA

5. Hipoksemia

2. Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <


80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg) setelah
dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.

3. Kriteria hasil :

1. Tidak sesak nafas

2. Tidak gelisah

3. GDA dalam batas Normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45


mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )

4. Intervensi :

1. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot


Bantu pernafasan

2. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak


adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal
krakles, ronki dll.

16
3. Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan
jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.

4. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi


pasien

5. Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan /


kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot


jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria

1. Ditandai dengan :

1. Daerah perifer dingin

2. EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu

3. Respirasi lebih dari 24 x/ menit

4. Kapiler refill Lebih dari 3 detik

5. Nyeri dada

6. Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung &


kongestif paru (tidak selalu)

7. Tekanan Darah > 120/80 mmHg, Analisa Gas Darah


dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan
Saturasi < 80 mmHg

8. Nadi lebih dari 100 x/ menit

9. Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST,


LDL/HDL

2. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas


selama dilakukan tindakan perawatan di RS.

3. Kriteria Hasil:

1. Daerah perifer hangat

2. Tidak sianosis

3. Gambaran EKG tidak menunjukan perluasan infark

4. Respirasi 16 - 24 x/ menit

17
5. Tidak terdapat clubbing finger

6. Kapiler refill 3 - 5 detik

7. Nadi 60 - 100x / menit

8. Tekanan Darah 120/80 mmHg

4. Intervensi :

1. Monitor Frekuensi dan irama jantung

2. Observasi perubahan status mental

3. Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa

4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya

5. Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi

6. Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis


EKG, elektrolit , GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2).
Dan Pemberian oksigen

4. Kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan


penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.

1. Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama


dilakukan tindakan keperawatan selama di RS

2. Kriteria Hasil :

1. Tekanan darah dalam batas normal

2. Tidak ada distensi vena perifer / vena dan edema dependen

3. Paru bersih

4. Berat badan ideal (BB ideal TB -100 ± 10 %)

3. Intervensi :

1. Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluaran,


sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan

2. Observasi adanya oedema dependen

3. Timbang Berat Badan tiap hari

18
4. Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler

5. Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan


diuretik.

5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor


listrik, penurunan karakteristik miocard

1. Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama....x 24 jam di RS

2. Kriteria Hasil :

1. Tidak ada edema

2. Tidak ada disritmia

3. Haluaran urin normal

4. Tanda Tanda Vital dalam batas normal

3. Intervensi :

1. Pertahankan tirah baring selama fase acut

2. Kaji dan laporkan adanya tanda - tanda penurunan COP,


Tekanan Darah

3. Monitor haluaran urin

4. Kaji dan pantau Tanda-tanda Vital tiap jam

5. Kaji dan pantau EKG tiap hari

6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan

7. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi

8. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis

9. Berikan makanan sesuai diitnya

10. Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan)

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan
miocard

19
1. Ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam
aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum

2. Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah


dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS

3. Kriteria Hasil :

1. klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien

2. Frekuensi jantung 60 - 100 x/ menit

3. Tekanan Darah 120 - 80 mmHg

4. Intervensi :

1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan Tekanan


Darah selama dan sesudah aktifitas

2. Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)

3. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas


sensori yang tidak berat.

4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas,


contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan
istirahat selama 1 jam setelah mkan.

5. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran


terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.

7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis

1. Tujuan : cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama di RS

2. Kriteria Hasil :

1. Klien tampak rileks

2. Klien dapat beristirahat

3. TTV dalam batas normal

3. Intervensi :

1. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap


ansietas

20
2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman

3. Ajarkan tehnik relaksasi

4. Minimalkan rangsang yang membuat stress

5. Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan


peralatan

6. Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-


bincang dengan suasana tenang

7. Berikan support mental

8. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang


fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang akan
datang, kebutuhan perubahan pola hidup

1. Ditandai dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep,


pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah

2. Tujuan : Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat


setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS

3. Kriteria Hasil :

1. Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung, rencana


pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping / reaksi
merugikan

2. Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.

4. Intervensi :

1. Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi,


contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.

2. Beri penjelasan factor resiko, diet (Rendah lemak dan


rendah garam) dan aktifitas yang berlebihan,

3. Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava

4. Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap


contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik


Klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC

Elliott M. Antman,Eugene Braunwald. (2005). Acute Myocardial


Infarction;Harrison’s Principles of Medicine 15th edition, page 1-17

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler


Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang: Poltekes Semarang PSIK
Magelang

Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas


Kedokteran. Hal 173-181. Jakarta: Universitas Indonesia

Lumanau J. (2004). Hiperhomosisteinemia. Meditek. Jakarta: FK Ukrida

Sudiarto’s handout. 2011. Acut Coronary Syndrome

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000195.htm

http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc
guidelines/GuidelinesDocuments/guidelines-AMI-FT.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai