Anda di halaman 1dari 57

PAMERAN

© 2017 Istana Kepresidenan Republik


Indonesia Kementerian Sekretariat Negara
Republik Indonesia, Sekretariat Presiden
LUKISAN
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang
Koleksi Istana Kepresidenan
memperbanyak, menyebarluaskan, mengutip
sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk
Republik Indonesia
apapun tanpa izin tertulis pemilik hak cipta.

Segala usaha telah dilakukan untuk menjamin ketelitian


Painting Exhibition:
informasi dalam buku ini selama proses pencetakan. Collection of the Presidential Palace
Penerbit tidak bertang­gung jawab atas segala of the Republic of Indonesia
ketidakabsahan dan kesalahan. Pembaca disarankan
untuk meng­hubungi institusi terkait bila diperlukan
untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci.
2–30 Agustus 2017 
kurator curator

Asikin Hasan Galeri Nasional Indonesia


Amir Sidharta
Mikke Susanto
Sally Texania

penerjemah translator

Audrey Winkel
Devira Ratman

desain design

Red and White Publishing, Jakarta


Sambutan Menteri
Sekretaris Negara
Republik Indonesia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Salam Sejahtera bagi kita Sekalian,

Dengan ungkapan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang FOREWORD BY MINISTER OF Pada lingkup yang lebih luas, pameran ini juga kita finest of the arts, which carry rich and deep meanings
SENANDUNG IBU PERTIWI

Maha Kuasa, kami bangga dapat menyelenggarakan THE STATE SECRETARIAT tujukan sebagai bagian dari pembinaan karakter within them.
pameran lukisan koleksi Istana-Istana Kepresidenan OF THE REPUBLIC OF INDONESIA bangsa serta pengenalan kekayaan budaya negeri kita
Republik Indonesia untuk yang kedua kalinya sebagai kepada komunitas antar-bangsa. Upaya-upaya itu kita To all parties who have participated in this exhibition, I would
bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-72 Proklamasi harapkan dapat mendukung pemantapan semangat like to say thank you and give only words of high praise.
Kemerdekaan RI Tahun 2017. Warmest wishes to all of us, kebangsaan, khususnya di kalangan generasi muda, Hopefully this exhibition will be carried out more smoothly
sekaligus memperkokoh keunggulan budaya kita di and merrier than the one last year, in 2016. Furthermore,
Pameran kali ini mengusung tema “Senandung With words of praise and gratitude to Allah S.W.T., we are ranah internasional. with the educational and recreative values that this exhibition
Ibu Pertiwi”, menampilkan sebanyak 48 (empat proud to present the Presidential Palace Collection of the carries, hopefully it will become an inspiration for productivity
puluh delapan) buah lukisan dengan obyek Republic of Indonesia painting exhibition for the second time, Kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam pameran for artists, art enthusiasts and the wider community.
berupa pemandangan alam, fenomena kehidupan an event made in remembrance of the 72nd anniversary of ini, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan
sehari-hari serta berbagai kegiatan masyarakat Indonesia’s Independence Proclamation, 2017. yang tinggi. Semoga pameran ini terlaksana dengan On a wider scope, this exhibition will also hope to evoke
di segenap kepulauan Nusantara. Lukisan-lukisan lancar dan lebih meriah dibandingkan tahun 2016 lalu. character building and awareness towards our country’s rich
yang dipamerkan itu telah dipilih oleh empat orang This exhibition, entitled “Our Motherland’s Melody”, will exhibit Demikian pula nilai-nilai edukatif dan rekreatif yang ada culture on an international pedestal. Our efforts will hopefully
kurator seni terkemuka, setelah melalui seleksi 48 (forty-eight) artworks of various paintings with the themes didalamnya, semoga menjadi inspirasi yang produktif strengthen national spirit, especially amongst the younger
cermat dan sangat teliti. Diharapkan lukisan-lukisan of natural landscapes, daily life, and a variety of activities baik bagi penikmat seni maupun bagi masyarakat luas. generation, and hope to continue consolidating our cultural
itu sanggup menyajikan karya seni terbaik, yang around the archipelago. These paintings were examined and excellence within the global sphere.
berpadu dengan kekayaan makna di dalamnya. carefully selected by our four experienced curators. It is Terima kasih,
hoped that these paintings represent the finest of the arts, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Thank you
Pameran perdana pada tahun 2016 yang lalu bertema which carry rich and deep meanings within them.
“Goresan Juang Kemerdekaan”, terlaksana dengan baik dan Jakarta, Agustus 2017
berhasil meraih sambutan antusias dari berbagai kalangan This exhibition, entitled “Our Motherland’s Melody”, will August 2017
2–30 AGUSTUS 2017

masyarakat bahkan hingga publik dari mancanegara. exhibit 48 (forty-eight) artworks of various paintings with
Berbekal keberhasilan itu, kegiatan ini diselenggarakan the themes of natural landscapes, daily life, and a variety Menteri Sekretaris Negara
dan dimaksudkan sebagai bagian dari upaya of activities around the archipelago. These paintings were Minister of the State Secretary

kebangsaan dalam menunjukkan Istana Kepresidenan examined and carefully selected by our four experienced
sebagai etalase benda seni dan budaya bermutu tinggi. curators. It is hoped that these paintings represent the
Pratikno
1

P E N G A N TA R
K U R AT O R
CURATORIAL
NOTES

Ibu Pertiwi...

P E N G A N TA R K U R ATO R
SENANDUNG IBU PERTIWI

gambar bijak bestari bangsa yang dihidupkan sebagai


sosok, sebuah imajinasi dan metafora femininitas penuh
kasih, penjaga, dan pelindung bagi semua. Ia pusaran
kebaikan, tempat di mana pelbagai harapan dan kedamaian
ditambatkan dari dulu hingga sekarang. Sifat-sifat mulianya:
merangkul segala yang jauh, dan mendekatkan yang parak,
upaya tak henti-henti memberi ruang keadilan bagi semua.

Di sini kita berdiri menyingsingkan lengan baju untuk


bekerja bersama-sama, atau dengan kata lain bergotong-
royong, sebagaimana pepatah; berat sama dipikul, ringan
sama dijinjing. Kita menyadari perbedaan dalam pelbagai
hal, dan oleh sebab itu kita mengangkat kesepakatan untuk
saling memahami tanpa harus mengatakan.
2–30 AGUSTUS 2017

Halaman Istana Bogor dengan


patung Ibu dan Anak karya Mikus S.
Bogor Palace Gardens with the
Ibu dan Anak (Mother and Child)
sculpture by Mikus S.
2 3

Kita bisa bicara melalui simbol dan isyarat sebagaimana hal- Ibu Pertiwi is the quintessential image of We can communicate through symbols

P E N G A N TA R K U R ATO R
SENANDUNG IBU PERTIWI

nya lukisan-lukisan ini, yang tak hanya menggambarkan wisdom that is brought to life from a figure and gestures of how these paintings not
tapi juga melampaui sesuatu tak terkatakan dan bahkan tak of imagination: a metaphor for femininity only illustrate something, but also surpass
and a tender protector for all. She is the a tangible image towards something
terduga oleh pelukisnya. Ibarat sebuah mozaik yang, diam-
center of kindness, a place where hope and unexpected, even by their painters. Like a
diam saling memberi ruang dan jalan bagi warna warni, demi
peace have attached themselves to from mosaic that, slowly and silently, gives way
terwujudnya komposisi dan harmoni, Senandung Ibu Pertiwi, the past to the present. Her noble qualities for colors in order to form the harmonious
Tanah Air Indonesia. are embracing those who wander afar, composition of: Senandung Ibu Pertiwi, Tanah
closing that distance bringing them closer Air Indonesia (or Motherland’s Lullaby)
Dalam pameran ini, tim kurator tidak hanya menampilkan and ceaselessly establishing justice for all.
This exhibition’s curation team will not only
sepilihan karya tapi juga para pelukis, baik yang sudah
Here we stand, with our sleeves rolled up showcase a selection of works but will also
dikenal maupun belum dikenal atau tidak dikenal sama sekali,
to work together or gotong-royong, as the introduce the artists, known or unknown, who
tersebab riuh rendah politik cantrikisme dalam seni rupa di saying goes: as the same weight is carried, grew and flourished within the past politics of
masa lalu. Pameran ini menyajikan 48 karya dari 41 perupa the same light is carried. We are aware of art patronage. This exhibition will showcase 48
dengan pelbagai irisan tematik antara pemandangan alam, the differences in things; therefore we rise works by 41 artists with a variety of thematic
kesehari-harian, tradisi, mitologi dan religi. to the agreement to understand each other components such as landscapes, tradition,
without having to say anything. mythology and religion.
2–30 AGUSTUS 2017
4 5

Keragaman
Alam
N AT U R E’S D I V E R S I T Y
6 7

K A R YA
ARTWORK

Para pelukis tidak hanya mengambil sudut pandang

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

berbeda, tapi juga merekam obyek dari tempat berbeda-


beda: Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan lain sebagainya.
Karya-karya ini sebagai penanda bahwa, pada masa
itu para pelukis sudah menyebar ke pelbagai pelosok
merekam pemandangan alam: Nyiur di pinggir pantai,
ombak yang bergulung-gulung, pepohonan rindang di
antara jalan,  gunung yang tinggi, lembah yang curam,
dan sawah luas dengan padi menguning.  

Not only do these painters have different


perspectives, but they also document objects
from different locations: Sumatra, Java, Sulawesi,
and many others. These works show that by that Wen Peor
time, the painters had already spread to various Terang Bulan (By Moonlight)
ca. 1950
corners of the country to immortalize different cat minyak pada kanvas
2–30 AGUSTUS 2017

(oil on canvas)
natural landscapes: coconut trees by the beach,
76 x 98 cm
rolling waves, leafy trees between roads, high
mountains, steep valleys, and vast fields with
yellowing rice paddies.
8 9

S. Soejono Ds.
Jalan di Tepi Sawah
(On the Edge of a Rice Field)
1958
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
133 x 200 cm

Dalam percakapan seni rupa modern di Indonesia,

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

lukisan dengan ciri seperti itu dikenali sebagai gaya


Mooi Indie. Kecenderungan melukis yang gejalanya
nampak sekitar abad 19, diawali oleh pelukis-pelukis
Eropa yang berkarya dan menetap di Hindia Belanda.
Belakangan dikembangkan oleh pelukis Raden Saleh,
kemudian Abdullah Suriosubroto, Wakidi, Basoeki
Abdullah, dan seterusnya.

Within the discussion of modern art in


Indonesia, paintings with such features are
known as works of the Mooi Indie style. These
stylistic tendencies began in the 19th century,
pioneered by European painters who lived and
worked in the Dutch East Indies. This was then
developed by the painter Raden Saleh, and
2–30 AGUSTUS 2017

continued by Abdullah Suriosubroto, Wakidi,


Basoeki Abdullah, and many others.
10 11

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Lukisan Jalan di Tepi Sawah karya


S. Soejono Ds. di Istana Cipanas
Jalan di Tepi Sawah (On the Edge
of a Rice Field) painting by S.
Soejono Ds. at the Cipanas Palace
12 13

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Wilhelmus Jean
Frederic Imandt
Gelombang Laut
(The Rolling Sea)
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
107 x 160 cm
14 15

Salah satu di antaranya—dan ditampilkan dalam pameran

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

ini, lukisan Harimau Minum (1863), karya Raden Saleh.


Lukisan ini menampilkan suasana alam mistis, dramatis,
dan warna cenderung redup. Pelukis ini lama menetap
dan berkarya di Eropa. Di Perancis, ia menyaksikan
karya-karya besar pelukis Theodore Gericault, Eugene
Delacroix, dan lain sebagainya yang karya-karyanya selalu
heroik, dramatik, dan dalam ukuran besar.

One of them, featured in this exhibition, is the


painting Harimau Minum (Drinking Tiger, 1863),
by Raden Saleh. This painting portrays a mystical,
dramatic atmosphere with dim colors. This painter
lived and worked in Europe for a long time. In
France, he witnessed the great works of painters
such as Theodore Gericault, Eugene Delacroix, and
2–30 AGUSTUS 2017

others whose works were always heroic, dramatic,


Raden Saleh
and large in size. Harimau Minum
(Drinking Tiger)
1863
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
160 x 116 cm
16 17

Pelukis Wakidi dengan Senja di Dataran Mahat (1954)

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

menghadirkan suasana alam berbukit-bukit, salah satu


obyek kegemarannya. Kita bisa mafhum pelukis naturalis
yang berusaha merekam suasana dan pemandangan alam
seperti aslinya, itu enggan beringsut dari tanah kelahirannya
di Sumatra yang menyimpan segala keindahan: gunung
gemunung, pantai, danau, hutan, lereng-lereng, dan bebukitan.
Melalui tangan terampil dan mata setajam kamera, ia merekam
keindahan alam Sumatra Barat nun jauh di sana.

Painter Wakidi with Senja di Dataran Mahat (Twilight


Over Mahat, 1954) presents a natural atmosphere of
hills, one of his favorite subjects. It can be understood
that this naturalist painter tries to record the
atmosphere and natural scenery as it is, reluctant to
stray away from his birthplace of Sumatra that holds
2–30 AGUSTUS 2017

many wonders: mountains, beaches, lakes, forests,


Carel Lodewijk Dake Jr. slopes, and hills. Through skillful hands and eyes as sharp
Pura di Atas Bukit
(The Hill Temple) as a camera, he documents the natural beauty of a
cat minyak pada panel kayu faraway West Sumatra.
(oil on wood panel)
73 x 51 cm
18 19

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Wakidi
Senja di Daratan Mahat
(Dawn at Mahat)
1954
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
95 x 144 cm
20 21

Ernest Dezentje, pelukis Indo-Belanda merekam Pemandangan

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

di Sudut Kota Jakarta, S. Toetoer melukis Di Sungai Ciliwung.


Pelukis Henk Ngantung membentangkan kanvasnya dan
melukis Pemandangan di Sulawesi. Putra Manado itu,
belakangan hijrah ke Ibu Kota RI, dan pernah menjadi
Gubernur DKI di masa Bung Karno, antara 1964 hingga 1965.

Ernest Dezentje, an Indo-Dutch painter captured Sebuah


Pemandangan di Sudut Kota Jakarta (A Corner in Jakarta)
with S. Toetoer painting Di Sungai Ciliwung (At the Ciliwung
River). Painter Henk Ngantung unfurled his canvas and
painted Pemandangan di Sulawesi (Landscape in Sulawesi,
1954). The Manado-born man later migrated to the capital
of Indonesia, and once became the Governor of Jakarta
during the era of Bung Karno, from 1964 to 1965.
2–30 AGUSTUS 2017

Ernest Dezentjé
Sebuah Pemandangan di
Sudut Kota Jakarta
(A Corner in Jakarta)
cat minyak pada panel kayu
(oil on wood panel)
60 x 94,5 cm
22 23

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Henk Ngantung
Pemandangan di Sulawesi S. Toetoer
(A Landscape in Sulawesi) Di Sungai Ciliwung
1954 (At the Ciliwung River)
cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas
(oil on canvas) (oil on canvas)
69 x 177 cm 59 x 77cm
24 25

Lukisan Pantai Flores (1942) yang semula cat air di atas

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

kertas karya Bung Karno, atas permintaannya pada


Basoeki Abdullah disalin kembali dalam lukisan cat
minyak di atas kanvas. Potret pemandangan Flores yang
indah itu direkam Bung Karno semasa menjalani hukuman
pengasingan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

The Pantai Flores (On the Shores of Flores Island,


1942) painting that was originally a watercolor on
paper by Bung Karno, was replicated onto an oil
on canvas painting by Basoeki Abdullah at Bung
Karno’s request. The scene of the beautiful Flores
landscape was recorded by Bung Karno while he
was serving his exile, sentenced by the Dutch East
Indies Colonial Government.
2–30 AGUSTUS 2017

Basoeki Abdullah
Pantai Flores
(On the Shores of Flores Island)
1942
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
120 x 185 cm
26 27

Pemandangan alam di kawasan Jawa Barat,

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, juga banyak


menginspirasi para pelukis. Abdullah Suriosubroto
melukis Pemandangan Sekitar Merapi (1930).
Mas Pirngadi melukis Pantai Pelabuhan Ratu
(1927). Kartono Yudhokusumo melukis panorama
Dieng di bawah judul Bertamasya ke Dieng (1949).

The landscape of West Java, Central Java, East


Java, and Bali also greatly inspired many paintings.
Abdullah Suriosubroto painted Pemandangan di Sekitar
Gunung Merapi (At the Foot of the Merapi Volcano,
1930). Mas Pirngadi painted Pantai Pelabuhan Ratu
(The Beach of Pelabuhan Ratu, 1927). Kartono
Yudhokusomo painted the panorama of Dieng entitled
Bertamasya ke Dieng (Sightseeing in Dieng, 1949).
2–30 AGUSTUS 2017

Abdullah Suriosubroto
Pemandangan Sekitar Merapi
(At the Foot of the Merapi Volcano)
ca. 1930
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
58,5 x 95 cm
28 29

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

Mas Pirngadi
Pantai Pelabuhan Ratu
(The Beach of Pelabuhan Ratu)
2–30 AGUSTUS 2017

1927
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
30 x 75 cm
30 31

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Kartono Yudhokusumo
Bertamasya ke Dieng
(Sightseeing in Dieng)
1949
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
89 x 151 cm
32 33

Dinamika

K A R YA
Keseharian
DYNAMICS OF
THE EVERYDAY
34 35

Kegiatan sehari-hari tak terlepas dari bingkai keindahan

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

alam yang, obyek-obyeknya dekat dengan pantai, ombak,


gunung, dan sawah. Lukisan Menggaru Sawah di Jawa
karya Romualdo Locatteli, menggambarkan simpatinya
pada para petani dengan teknologi sederhana,
menggunakan tenaga yang sejalan dengan irama alam,
bekerja mulai matahari terbit dan berakhir ketika
matahari tenggelam.

Daily activities are not separated from the bindings of


nature, shown through subject matter that are within
and around the beach, the waves, the mountains and
paddy fields. The painting entitled Menggaru Sawah
di Jawa by Romualdo Locatelli portrays his sympathy
towards farmers with simple technology, working by
the rhythm of Nature, only starting the day when the
2–30 AGUSTUS 2017

sun rises and ending when the sun sets.


Romualdo Locatelli
Menggaru Sawah di Jawa
(Harrowing a Field in Java)
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
100 x 270 cm
36 37

Lukisan Keluarga Nelayan (1958), karya Renato Cristiano

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

menampilkan cerita keluarga nelayan yang bersiap-siap


menuju ke suatu tempat, atau barangkali justru baru tiba
dari sesuatu tempat penagkapan ikan. Sebuah gambaran
berulang dari kehidupan sehari-hari yang, bergantung
pada berkah dan kekayaan laut.

The painting Keluarga Nelayan (Fisherman’s Family,


1958) by Renato Cristiano captures the moments
of a family of fisherman who are about to sail out
to a faraway place, or perhaps their arrival upon
the shore. This is a recurring image of everyday
life that is highly dependent on the blessings and
wealth of the sea.
2–30 AGUSTUS 2017

Renato Cristiano
Keluarga Nelayan
(Fisherman’s Family)
1958
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
63 x 88 cm
38 39

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Ernest Dezentje
Sungai Musi di Palembang
(River Musi at Palembang)
1946
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
88 x 135 cm
40 41

Ruang-ruang yang membandingkan antara

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

manusia dan alam, nampak pada lukisan


Bekerja di Sawah di Bali (1954), karya Rudolf
Bonnet. Ia menggambarkan alam yang luas
dengan menempatkan manusia atau petani
hanya sepotong obyek kecil di dalamnya.

The distinction that stands between man and


nature is seen through the painting Bekerja
di Sawah di Bali (Working on the Ricefields in
Bali, 1954) by Rudolf Bonnet. He depicts the
spacious grandeur of nature by portraying
man as simple farmers, small objects that are
merely immersed within nature.
2–30 AGUSTUS 2017

Rudolf Bonnet
Bekerja di Sawah di Bali
(Working on the
Ricefields in Bali)
1954
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
50 x 70 cm
42 43

Kehidupan bergerak terus dengan dinamika dan

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

cara bertahan masing-masing. Lukisan lain di


bagian ini; Pendjual Sate (1958) karya Lee Man Fong,
Pendjual Ayam (1949) karya Ries Mulder, Ketjintaan
(1963) karya Tino Sidin, mencoba merekam dari
dekat drama kehidupan sehari-hari.

Life continues to carry on with a certain dynamic


for survival. Paintings that showcase such a
concept are Pendjual Sate (Grilled Meat Vendor,
1958) by Lee Man Fong, Pendjual Ayam (Poultry
Dealer, 1949) by Ries Mulder, Ketjintaan (Beloved,
1963) by Tino Sidin that tries to mimic and
document the small dramas of everyday scenes.
2–30 AGUSTUS 2017

Ries Mulder
Pendjual Ayam
(Poultry Dealer)
1949
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
170 x 111 cm
44 45

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

Lee Man Fong Tino Sidin


Pendjual Sate Ketjintaan
(Grilled Meat Vendor) (Beloved)
2–30 AGUSTUS 2017

1958 1963
cat minyak pada cat minyak pada kanvas
hardboard (oil on canvas)
(oil on hardboard) 122 x 72 cm
122 x 60 cm
46 47

Itji Tarmizi
Lelang Ikan
(Fish Auction)
1963
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
140 x 195 cm

Lukisan Lelang Ikan (1963), karya Itji Tarmizi,

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

memotret masalah dan kehidupan keras para nelayan.


Mereka digambarkan sebagai sosok-sosok berkulit
agak gelap, bertelanjang dada, dan lengan berotot,
sedang bertransaksi di sebuah pasar yang dikuasai
oleh pemodal besar, berbadan besar, dan tertawa
besar. Sindiran atau mungkin kritik atas realitas
sosial cukup kuat membayang-bayangi karya ini.

The painting Lelang Ikan (Fish Auction, 1963)


by Itji Tarmizi portrays the struggles and
obstacles fishermen must overcome. They are
depicted as dark-skinned figures, shirtless with
muscular frames who are trading in a bustling
market, watched by broad-shouldered
sniggering bosses in the back. Thus, a satirical
2–30 AGUSTUS 2017

and critical note can be said to underpin the


social realism taking place in this artwork.
48 49

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

Ida Bagus Made Widja


2–30 AGUSTUS 2017

Sambutan Rakjat Bali kepada Theo Meier


Presiden Sukarno Tari Redjang
(The People of Bali Welcome (Redjang Dance)
President Sukarno) 1952-1953
cat air pada kanvas cat minyak pada kanvas
(watercolor on canvas) (oil on canvas)
87 x 152 cm 186 x 252 cm
50 51

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Lukisan Tari Redjang karya


Theo Meier di Istana Cipanas
Theo Meier’s Tari Redjang
(Redjang Dance) painting
at the Cipanas Palace
K A R YA
53

Tradisi dan
Identitas
TRADITION AND
IDENTITY
SENANDUNG IBU PERTIWI 2–30 AGUSTUS 2017
52
54 55

Koleksi Istana-Istana Kepresidenan memiliki lebih

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

dari 50 lukisan bertema kebaya dan ragamnya. Pada


pameran ini ditampilkan beberapa di antaranya dalam
pelbagai pose. Lukisan Potret Sumilah (1949) karya
Soedibio misalnya, menggambarkan perempuan
berkebaya duduk bersila dengan latar pemandangan
yang nampak surealistik, alam rekaan yang tak hadir
dalam kehidupan nyata. Bisa jadi alam itu pula yang
diidentifikasi sebagai mimpi oleh pelukisnya.

The Presidential Palace’s Collection comprises of


over 50 paintings of women in kebaya and works
alike. This exhibition will display several of these
works with women in various poses. Such paintings
include Potret Sumilah (Portrait of Sumilah, 1949)
Soedibio
by Soedibio, which displays a young woman sitting Potret Sumilah
2–30 AGUSTUS 2017

cross-legged in a kebaya with a surreal landscape (Portrait of Sumilah)


1949
behind her. It can be said that the landscape is a cat minyak pada kanvas
realized image of one of the painter’s dreams. (oil on canvas)
152 x 92 cm
56 57

Lukisan seri berkebaya ini cenderung menampilkan sosok bergaya

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

dan suasana santai sehabis bekerja keras. Tiyul (1952) karya Sudarso,
memperlihatkan seorang perempuan berkebaya biru mengenakan
kain batik bersandar pada meja. Perempuan Berkebaya karya Barli,
menggambarkan seorang perempuan duduk anggun pada sebuah kursi.
Menunggu Hidangan karya F. Holleman, memperlihatkan sosok perempuan
berkebaya duduk di sebuah kursi. Di sampingnya ada meja makan dengan
beberapa sajian yang telah disiapkan. Selain itu ada pula lukisan Dua Gadis
Bali (1960) karya Fadjar Sidik, dan Wanita Yogya (1952) karya Trubus.

The series of kebaya paintings features the air of one’s stylish figure and
a relaxed disposition after a long day of hard work. Tiyul (Tijul, 1952), one
of Sudarso’s works, engenders a young girl wearing a blue batik cloth
leaning against a table. Perempuan Berkebaya (Woman in Kebaya) by Barli,
depicts a young lady sitting gracefully on a chair. Menunggu Hidangan
(Waiting to Be Served with Lunch), a piece by F. Holleman, displays a young
2–30 AGUSTUS 2017

girl wearing kebaya as she sits awaiting her meal. Beside her is a table, laid Trubus Sudarsono
out with a variety of dishes that are ready to be served. In addition, there Wanita Yogya
(Woman from Yogya)
are paintings such as Dua Gadis Bali (Two Balinese Girls, 1960) by Fadjar 1952
Sidik and Wanita Yogya (Woman from Yogya, 1952) by Trubus. cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
109 x 89 cm
58 59

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Fadjar Sidik Thamdjidin


Barli Sasmitawinata Dua Gadis Bali Sudarso Wanita Berkebaya Hijau Frida Holleman
Perempuan Berkebaya (Two Balinese Girls) Tiyul (Tijul) (Woman on Green Kebaya) Gadis Berkebaya
(Woman in Kebaya) 1960 1952 1955 (Waiting to Be Served with Lunch)
cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas
(oil on canvas) (oil on canvas) (oil on canvas) (oil on canvas) (oil on canvas)
97 x 77 cm 89 x 65 cm 118,5 x 89,5 cm 200 x 130 cm 96 x 80 cm
60 61

Dalam lukisan Perempuan Berkebaya Kuning (1964) karya Sumardi

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

nampak irisan sub-tema pemandangan alam dan tradisi. Di situ


seorang perempuan digambarkan berkebaya tengah berdiri dengan
latar belakang pantai dan langit biru. Lukisan Wanita di Lereng Bukit
(1957) karya Gambiranom Suhardi, kurang lebih menggambarkan hal
sama, seorang perempuan berkebaya berpose santai di lereng bukit.
Dalam kaitan ini kebaya ditampilkan sebagai sebuah identitas, dan
dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

It can be said that within Sumardi’s Perempuan Berkebaya


Kuning (Woman on Yellow Kebaya, 1964), the elements of our
subthemes, natural landscapes and tradition, are present. In
the painting, a young woman is depicted wearing a kebaya,
standing in the centre with a beach and a blue sky behind
her. Gambiranom Suhardi’s Wanita di Lereng Bukit (Woman
on Hillside, 1957) more or less portrays the same subject; a
2–30 AGUSTUS 2017

woman dressed in kebaya posing on a hillside with a relaxed


Sumardi Gambiranom Suhardi
poise. Therefore, the kebaya becomes an identity and is Perempuan Berkebaya Kuning Wanita di Lereng Bukit
(Woman on Yellow Kebaya) (Woman on Hillside)
worn in the daily lives of these subjects. 1964 1957
cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas
(oil on canvas) (oil on canvas)
136 x 100 cm 100 x 80 cm
62 63

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Hendra Gunawan Kosnan Sumardi


Bakul Buah Keluarga Tani Perempuan Berkebaya
(Fruit Vendor) (A Farmer’s Family) Kuning (Woman on
ca. 1962 ca. 1962 Yellow Kebaya), 1964
cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas 136cm x 100cm
(oil on canvas) (oil on canvas) cat minyak di atas
167,5 x 63,5 cm 150 x 150 cm kanvas (oil on canvas)
64 65

Lukisan Halimah Gadis Aceh (1951) karya

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

Dullah, menggambarkan seorang perempuan


berpose dalam posisi duduk. Pada lukisan lain
diperlihatkan juga irisan antara pemandangan
alam dengan tradisi pakaian adat, seperti
terlihat pada lukisan Gadis Toraja (1957) karya
Henk Ngantung, di mana seorang gadis duduk
santai di atas batu dengan latar alam terbuka.

Halimah Gadis Aceh (Halimah, An Atjeh


Girl, 1951) by Dullah captures a young girl
sat down on a chair. Also seen in other
paintings the amalgamation of natural
landscapes and tradition, as seen through
Henk Ngantung’s Gadis Toraja (A Toraja
Girl, 1957) as the model wears traditional
2–30 AGUSTUS 2017

clothing. Here, she is depicted sitting


Dullah
down on a rock in open air. Halimah Gadis Atjeh
(Halimah, An Atjeh Girl)
1951
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
94 x 74.5 cm
66 67

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

Wardoyo Wardoyo
Penari Pria Kalimantan Timur Penari Wanita Kalimantan Timur
(Dayak Dancer) (Dayak Dancer)
1983 1983
cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas
(oil on canvas) (oil on canvas)
130 X 84 cm 130 X 84 cm
2–30 AGUSTUS 2017

Henk Ngantung
Gadis Toraja
(A Toraja Girl)
1957
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
125 x 90,5 cm
K A R YA
69

dan Religi
Mitologi
MYTHOLOGY AND
RELIGION
SENANDUNG IBU PERTIWI 2–30 AGUSTUS 2017
68
70 71

Mitologi kecantikan dan kuasa seorang perempuan, cukup banyak dalam literatur

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

di Nusantara. Misalnya cerita tentang Dewi Durga, yang berasal dari khazanah
Hinduisme. Di kawasan Jawa Timur dan Bali, ada cerita Calon Arang, seorang
perempuan yang ditakuti karena kesaktiannya. Di Sumatra Barat ada mitos Bundo
Kanduang. Sebuah referensi sangat unik, dan menjelma dalam pola Matrilinial,
di tengah masyarakat Patrilinial yang dominan di Nusantara. Di Yogyakarta,
luas dikenal cerita tentang Nyai Roro Kidul, yang digambarkan sebagai seorang
perempuan berparas cantik, penguasa pantai dan laut Selatan. Cerita ini kerapkali
digambarkan dalam lukisan. Salah satu di antaranya ditampilkan dalam pameran
ini lewat karya Basoeki Abdullah berjudul Nyai Roro Kidul (1955).

Mythology about the beauty and power of a woman appears quite frequently
in Indonesian literature: such as the story about Dewi Durga, who originated
from Hinduism. In East Java and Bali, there is the story of Calon Arang, a
woman feared for her supernatural powers, and the West Sumatran myth of
Bundo Kanduang. This is quite unusual as this incarnates a matrilineal trend
2–30 AGUSTUS 2017

in this country’s patrilineal-dominant society. In Yogyakarta, there is a widely Basoeki Abdullah


Nyai Roro Kidul
known story about Nyi Roro Kidul, who is depicted as a beautiful woman and
(Queen of the South Seas)
ruler of the South Coast and seas. This story is often described in paintings. 1955
cat minyak pada kanvas
One of them is featured in this exhibition through the work of Basoeki (oil on canvas)
Abdullah entitled Nyai Roro Kidul (Queen of the South Seas, 1955). 160 x 120 cm
72 73

Nusantara bukan hanya kawasan yang memiliki pelbagai

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

mitologi yang mengandung nilai-nilai mistis dan


antropologis, tapi lokus yang disinggahi hampir seluruh
agama-agama besar di dunia. Kerajaan-kerajaan besar
yang tumbuh di Jawa, Sumatra, dan pulau-pulau besar
lainnya adalah ladang persemaian pelbagai ajaran yang,
artefaknya masih bisa kita lihat hingga hari ini.

This archipelago is not only a region that has


numerous myths containing mystical and
anthropological values, but also a locus that has
created elements appropriated by almost all of the
major religions in the world. The major kingdoms
that prospered in Java, Sumatra, and other large
islands are a melting pot for teachings whose
artefacts we can still find today. Basoeki Abdullah
2–30 AGUSTUS 2017

Gatotkaca dengan Anak-anak


Arjuna, Pergiwa-Pergiwati
(Gatotkaca with Arjuna’s
Daughters, Pergiwa-Pergiwati)
1955
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
255 x 170 cm
74 75

Pengalaman sangat panjang itu memungkinkan lapisan

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

demi lapisan nilai tumbuh bersamaan, saling menopang


dan menguatkan satu sama lain. Kata toleransi tumbuh
sebagai kekuatan batin dari dulu hingga terbentuknya
bangsa dan negara modern Indonesia saat ini. Kerukunan
tidak hanya sebagai sebuah cita-cita yang tinggi, tapi juga
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dasar-dasar
itu pula yang nampak pada karya-karya yang ditampilkan
dalam pameran ini.

This long journey allows values to grow together, layer


by layer, mutually supporting and strengthening each
other. This can be seen through the idea of tolerance
—what began as a personal value that has nurtured and
become the backbone of today’s modern Indonesia.
Harmony is no longer a far reaching objective, but is
2–30 AGUSTUS 2017

Basoeki Abdullah now practiced in everyday life. The foundations of which


Djika Tuhan Murka
(If God Gets Angry) are evident in the works displayed in this exhibition.
1949–1950
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
200 x 300 cm
76 77

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Lukisan Djika Tuhan Murka karya


Basoeki Abdullah di Istana Bogor
Djika Tuhan Murka (If God Gets
Angry) painting by Basoeki
Abdullah at the Bogor Palace
78 79

Lukisan Bertapa di Candi Tebing Bali Abad Kesebelas (1930)

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

karya Walter Spies menggambarkan seseorang tengah


bersemedi menyucikan diri di sebuah tempat. Permainan aspek
cahaya di antara lindap dan gelap dalam karya ini, menguatkan
pesan mistis dan religiositas. Lukisan Tiga Pedanda (1962)
karya Alimin Tamin, menggambarkan tiga pendeta Hindu
dengan segala atributnya tengah khusyuk berdoa.

Bertapa di Candi Tebing Bali Abad Kesebelas (Meditating


in an Eleventh Century Balinese Rock-cut Temple,
1930) by Walter Spies depicts a person meditating and
purifying himself. The game of light between dim and
dark strengthens the mystical and religious message of
this piece. Tiga Pedanda (Three High Priests, 1962) by
Alimin Tamin depicts three Hindu priests, with all their
attributes, in the middle of praying.
2–30 AGUSTUS 2017

Walter Spies
Bertapa di Candi Tebing Bali Abad Kesebelas
(Meditating in an Eleventh Century Balinese Rock-cut Temple)
1930
cat minyak pada hardboard
(oil on hardboard)
65 x 80 cm
80 81

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI
2–30 AGUSTUS 2017

Alimin Tamin
Tiga Pedanda Sudarso
(Three High Priests) Madonna
1962 1955
cat minyak pada kanvas cat minyak pada kanvas
(oil on canvas) (oil on canvas)
77 x 59 cm 100 x 75 cm
82 83

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

> I Gusti Ketut Kobot


Sembahjang Dewa
(Offering to the Gods)
1962
cat air pada kanvas
(watercolor on canvas)
98 x 66,5 cm
2–30 AGUSTUS 2017

>> Ida Bagus Made Poleng


Sesadji Dewi Sri
(Offering to the Rice Goddess)
1953
cat air pada kanvas
(watercolor on canvas)
208 x 260 cm
84 85

Ahmad Sadali menampilkan karya Kaligrafi, dan A.D. Pirous

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

menyajikan karya Subuh/Doa VIII (1980). Kedua karya tersebut


menghadirkan suasana hening, dengan pertimbangan
komposisi dan bidang-bidang gambar yang kuat. Dua tokoh
seni rupa Bandung ini pelopor abstrakisme di Indonesia.
Dalam karya-karya, keduanya kerapkali memasukkan unsur
kaligrafi dan potongan ayat-ayat Al-Quran. Kecenderungan ini
nampak sejalan dengan keyakinan sebagian umat Islam, yang
menghindari representasi sosok.

Ahmad Sadali presents Kaligrafi (Calligraphy) and A.D.


Pirous presents Subuh/Doa VIII (At Dawn/Prayer VIII,
1980). Both pieces evoke a quiet atmosphere, with
consideration of the composition and strong areas of the
image. These two art individuals originating from Bandung
are pioneers of abstract art in Indonesia. In these works,
2–30 AGUSTUS 2017

they include elements of calligraphy and verses of the


Ahmad Sadali
Quran. This tendency appears to be in line with the beliefs Kaligrafi (Calligraphy)
of some Muslims who avoid representation of a figure. 1980
cat minyak pada kanvas
(oil on canvas)
40 x 37 cm
86 87

Sepilihan karya dalam pameran ini,


SENANDUNG IBU PERTIWI

kiranya dapat menawarkan nilai-nilai baik


dan ruang belajar seluas-luasnya. Melihat
masa lalu adalah tindakan bijak untuk
menghadapi tantangan hari ini dan nanti.

Hopefully this selection of artworks


will spread good values and offer a wide
learning space for all. Looking into the
past is never a foolish act as it leads us
to understand and face the challenges
of today and tomorrow.
2–30 AGUSTUS 2017

Abdul Djalil Pirous


Subuh/Doa VIII
(At Dawn/Prayer VIII)
1980
serigrafi edisi 22/70
(serigraphy)
70 x 50 cm
88 89

B I O D ATA K U R AT O R
CURATORS’ BIODATA

ASIKIN HASAN and Design at the Bandung Auctioneer. Ketua Harian of Art at the Pelita Harapan MIKKE SUSANTO the Faculty of Fine Arts and S A L LY T E X A N I A Fidele, Brussels-Belgium.
Kurator Galeri Salihara (dahulu Institute of Technology, attended Yayasan Mitra Museum Jakarta. University. Founder and Dosen Institut Seni Indonesia dan Design at the Indonesian Art Kurator Independen di Jakarta, BFA in Studio Painting,
Galeri Lontar). Anggota tim short courses on curation in Pendidikan: S1 sejarah seni director of Sidharta Auctioneer. kurator indepeden. Pendidikan: Institute Yogyakarta, with a Indonesia Pendidikan: pernah Faculty of Art and Design
kurator Galeri Nasional Indonesia. Tokyo, Hiroshima, Fukuoka, rupa di Oberlin College (1982) Chairman of Yayasan Mitra S1 di FSRD ISI-Yogyakarta, Master’s degree from the mengikuti pertukaran pelajar (FSRD) at the Institute of
Pendidikan: S1 FSRD ITB, and Kyoto sponsored by The dilanjutkan dengan arsitektur di Museum Jakarta. Education: dan melanjutkan S2 di UGM, Gadjah Mada University, and di Insitute de la Vierge Fidele, Technology Bandung (ITB),
kursus singkat kurator di Japan Foundation. Curatorial University of Michigan. Dengan BA in Art History, Oberlin kini menempuh pendidikan S3 received a Doctorate in Art Brussels-Belgia. Lulus S1 MSc International Relations,
Tokyo, Hiroshima, Fukuoka, Experience: Biennale Jakarta hibah Fulbright, tahun 1992- College (1982) proceeding Kajian Seni UGM. Pengalaman Studies from the Gadjah Studio Seni Lukis FSRD ITB, Faculty of Social and Political

KA
B
SENANDUNG IBU PERTIWI

I ORD
dan Kyoto atas sponsor The XI, DKJ Sculpture Trienal, 1993 belajar museologi (S2) di with a BA in Architecture at kuratorial: Jogja Biennale Mada University. Curatorial S2 Hubungan Internasional, Sciences at the University of

YA TA K U R ATO R
Japan Foundation. Pengalaman TRANSIT, New Media Exhibition George Washington University. the University of Michigan. (2005), Pameran Besar Seni experience: Jogja Biennale Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Indonesia. Training program
Kuratorial: Biennale Jakarta in Townsville, Brisbane, Darwin- Mengikuti program Executive With Fulbright grants between VIsual EXPOSIGN, melibatkan (2005), EXPOSIGN Visual UI. Mengikuti pelatihan metoda for new educational methods
XI, Trienal Seni Patung DKJ, Australia. Enchanted Shadow, MBA Peking University serta 1992-1993, studied MA Museum 500 ALUMNI ASRI/STSRI/ Art Exhibition involving baru pendidikan seni pada Karin in the Arts at the Karin
TRANSIT, Pameran Media Baru, an Indonesian contemporary Magister Manajemen dalam Studies and Conservation at ISI Yogyakarta. Pameran 17/71: 500 alumni of ASRI/ Rottman-Cologne Museum Rottman-Cologne Museum
di Townsville, Brisbane, Darwin- arts exhibition in Washington Strategi Global dari Universitas George Washington University. Goresan Juang Kemerdekaan- STSRI/ISI Yogyakarta. 17/71 Educational Service (2015) dan Educational Service (2015)
Australia. Enchanted Shadow, D.C.-USA. SEA+ TRIENNALE Pelita Harapan. Pengalaman Participated in the Executive -Pameran Benda Seni Koleksi Exhibition: Goresan Juang Sepake Angiama - Documenta and Sepake Angiama -
Pameran perupa kontemporer 2013, Masters of Modern kuratorial: Si Optimis S. Sudjojono MBA Peking University program Istana-Istana Kepresidenan Kemerdekaan--Exhibition 14 (2016). Pengalaman kerja: Documenta 14 (2016). Work
Indonesia di Washington DC- Indonesian Portraiture, Portrait (Museum Pelita Harapan 1998), and a Masters in Management Republik Indonesia. Publikasi: of the Artefacts of the asisten dosen untuk mata kuliah experience: Professor’s
USA. SEA+ TRIENNALE 2013, Gallery, Canberra. ROOTS, Soul Ties (Singapore Art Museum in Global Strategy at the JEIHAN: Maestro Ambang Presidential Palaces of estetika di ITB dan Program Assistant for visual courses
Masters of Modern Indonesian Frankfurter Kunstverein, 1999), Pameraya H. Widayat Universitas Pelita Harapan. Nyata dan Maya (Jakarta: KPG, the Republic of Indonesia. Manager Selasar Sunaryo Art at ITB and Program Manager
Portraiture, Portrait Gallery, Frankfurt, Germany. Curator (Galeri Nasional Indonesia, Curatorial experience: Si 2017); 17/71: Goresan Juang Publications: JEIHAN: Space (2008), Head of Museum Selasar Sunaryo Art Space
Canberra. ROOTS, Frankfurter for Kuandu Biennale: Slaying 2000), Pavilion Indonesia (La Optimis S. Sudjojono (Museum Kemerdekaan – Koleksi Benda Maestro Ambang Nyata Ciputra Artpreneur (2014-2016). (2008), Head of Museum
Kunstverein, Frankfurt, Jerman. Monsters, Taipei, Taiwan. Chosen Bienale di Venezia, Italia 2004), Pelita Harapan 1998), Soul Seni Istana Kepresidenan dan Maya (Jakarta: KPG, Pengalaman kuratorial : Pameran Ciputra Artpreneur (2014-
Kurator untuk Kuandu Biennale: as the curator for the Europalia Beyond Mooi Indie, (Art1 Museum Ties (Singapore Art Museum RI (Jakarta: Kemensetneg 2017); 17/71: Goresan “Bandung New Emergence 2016). Curatorial experience:
Slaying Monsters, Taipei, Taiwan. installation exhibition in Dynasty Bazaar Art, Jakarta 2013), Affandi 1999), H. Widayat Exhibition RI, 2016); BUNG KARNO: Juang Kemerdekaan – #5”(Selasar Sunaryo Art Space, Pameran “Bandung New
Ditunjuk sebagai kurator untuk Building, Brussels, and MAS, Alive (Museum @ Lippo Plaza, (Indonesian National Gallery, Kolektor dan Patron Seni Rupa Koleksi Benda Seni Istana 2014), Ideologism dynamics and Emergence #5”(Selasar
pameran instalasi Europalia, Antwerp, Belgium. Yogyakarta 2015) Publikasi: 2000), Indonesian Pavilion Indonesia (2014); Risalah Rajah Kepresidenan RI (Jakarta: Nationhood: Ir. Ciputra Private Sunaryo Art Space, 2014),
di Dynasty Building, Brussels, Publications: Dua Seni Rupa: Vibrant Arie Smit (Hexart (La Bienale di Venezia, Italy Sosrokartono: Lukisan Profetik Kemenstneg RI, 2016); Collection (Ciputra Artpreneur, Ideologism dynamics and
dan MAS, Antwerpen, Belgia. Sepilihan Tulisan Sanento 2002), S. Sudjojono: Visible Soul 2004), Beyond Mooi Indie, (Art1 KH. M. Fuad Riyadi di era BUNG KARNO: Kolektor 2014), Jati Diri (Museum Seni Nationhood: Ir. Ciputra
Publikasi: Dua Seni Rupa: Yuliman (Kalam 2001), Seni Rupa (Museum S.Sudjojono dan Galeri Museum Bazaar Art, Jakarta Postmodern (Lidah Wali, 2011); dan Patron Seni Rupa Rupa dan Keramik, 2016). Forum Private Collection (Ciputra
Sepilihan Tulisan Sanento Indonesia dalam Kritik dan Esai Canna 2006), Tegang bentang: 2013), Affandi Alive (Museum DIKSI RUPA: Kumpulan Istilah Indonesia (2014); Risalah : Forum Kurator Muda (Cemeti Artpreneur, 2014), Jati Diri
Yuliman, (Kalam 2001), Seni Rupa (Dewan Kesenian Jakarta 2012) Seratus Tahun Perspektif @ Lippo Plaza, Yogyakarta dan Gerakan Seni Rupa (Dictiart Rajah Sosrokartono: Lukisan Arthouse, 2013), Anggota (Museum Seni Rupa dan
Indonesia dalam Kritik dan Esai Arsitektur di Indonesia (Gramedia 2015) Publications: Vibrant Lab & Djagad Art House, Profetik KH. M. Fuad Riyadi di curatorial board CuratorsLAB - Keramik, 2016). Forum
(Dewan Kesenian Jakarta 2012) A M I R S I D H A R TA Pustaka Utama 2012), Jejak Arie Smit (Hexart 2002), S. Yogyakarta, 2011); Theater of era Postmodern (Lidah Wali, Goethe Institut, sebuah proyek : Forum Kurator Muda
2–30 AGUSTUS 2017

Curator of Galeri Salihara Kurator/direktur Museum Lukisan Palsu Indonesia (PPSI Sudjojono: Visible Soul (Museum the Face, Pupuk Daru Purnomo, 2011); DIKSI RUPA: Kumpulan dengan fokus praktik kuratorial (Cemeti Arthouse, 2013),
(previously known as Galeri Universitas Pelita Harapan/ 2013) S.Sudjojono and Galeri Canna (Garis Art Space, Jakarta). Istilah dan Gerakan Seni Rupa terkini di Asia Tenggara. Member of the curatorial
Lontar). Member of the Museum Lippo, pengajar Curator and director of Pelita 2006), Tegang bentang: Seratus Lecturer at the Indonesian (Dictiart Lab & Djagad Art Independent Curator board at CuratorsLAB -
curatorial team at the arsitektur dan sejarah arsitektur Harapan University Museum/ Tahun Perspektif Arsitektur di Fine Arts Institute Yogyakarta House, Yogyakarta, 2011); in Jakarta, Indonesia Goethe Institut, a project
Indonesian National Gallery. dan sejarah seni di Universitas Lippo Museum, Lecturer for Indonesia (Gramedia Pustaka (ISI) and independent Theater of the Face, Pupuk Education: participated in a focusing on curatorial
Education: Bachelor’s degree Pelita Harapan. Pendiri dan Architecture, History of Utama 2012), Jejak Lukisan curator. Education: Daru Purnomo (Garis Art student exchange program practice in Southeast Asia.
from the Faculty of Fine Arts direktur utama Sidharta Architecture and History Palsu Indonesia (PPSI 2013) Bachelor’s degree from Space, Jakarta). at the Institut de la Vierge
90 91

K E G I ATA N
PA M E R A N
EXHIBITION
ACTIVITIES

Workshop Melukis Tas Kanvas bersama Komunitas Difabel

K A R YA
SENANDUNG IBU PERTIWI

Canvas Bag Painting Worshop with Disable Community


10 AGUS TUS 2017

Diskusi Para Pakar: Menjaga Ibu Pertiwi


Expert Talk: Taking Care of Ibu Pertiwi
19 AGUS TUS 2017

Lomba Lukis Kolektif Tingkat Nasional


National Painting Competition
26 AGUS TUS 2017

Workshop Menjadi Apresiator Seni


Terhebat se-Jabotabek
Art Best Apresiator Workshop
29 AGUS TUS 2017

Tur Galeri Gallery Tour


2–30 AGUSTUS 2017

SETIAP SABTU & MINGGU


Patung Acting Cautiously karya Zsigmond PUKUL 10.00 WIB
Kisfaludi Strobl yang terdapat di Istana Bogor
Acting Cautiously sculpture by Zsigmond
Kisfaludi Strobl at the Bogor Palace
92 93

B I O D ATA P E R U PA
ARTISTS’ BIODATA

Abdullah Suriosubroto School (Voorbereidende Tekenschool) of the Seniman Muda Indonesia group Gempol (1958), dan Bale Seni Barli. Ia dari sang ayah Abdullah Suriosubroto. Sukawati ia mendirikan kelompok

KA
B
SENANDUNG IBU PERTIWI

I ORD
(Semarang, 1878–Yogyakarta, 1941) in Leiden before attending the Art in Yogyakarta, he moved to Jakarta and menerima penghargaan Satyalencana Ia menempuh pendidikan di Solo hingga pelukis bernama Pita Maha pada 1935.

YA TA P E R U PA
Tahun 1900an Abdullah Suriosubroto Academy in Amsterdam. He traveled to founded the Matahari artist’s association Kebudayaan dari pemerintah Indonesia 1933, kemudian mendapat beasiswa Kelompok ini kemudian menjadi saksi
belajar ilmu kedokteran di Belanda. Paris, France and studied from painterly with Nashar at the Balai Budaya. He pada 2003. untuk belajar di Koninklijke Academie dari pertumbuhan generasi baru di Bali
Alih-alih menyelesaikan pendidikannya, masters before returning to Java in has participated in many exhibitions Barli started painting in 1935, when Voor Beeldende Kunsten di Den Haag, yang mengalami proses perpaduan
ia memilih menjadi seorang pelukis. Ia 1935. Suriosubroto had three children, in Bandung, Yogyakarta and Denpasar he learned realistic style from Belgian Belanda. Ia terkenal sebagai pelukis seni tradisi dan seni modern di Bali. Ia
sempat tinggal di Istana Yogyakarta all of whom became artists. He was in 1954-1957. He taught drawing at artist Joz Pluimentz, and Italian artist potret. Banyak karyanya dikoleksi oleh menerima penghargaan Satyalencana
sebagai penjaga istana dan polisi, later known as one of Indonesia’s most Udayana University in Denpasar and Luigi Nobili. While learning, he made Presiden Sukarno. Kebudayaan dari pemerintah Indonesia
lalu pindah dan berkarya di Bandung. prominent landscape painters. became chairman of the Indonesian friends that lead him to be a member Since a young age, Basoeki Abdullah pada tahun 1980.
Pada 1930 ia kembali ke Belanda artist’s association Citra in Bali until 1978. of Kelompok Lima (Group of Five) showed a strong talent in painting that Bonnet completed his art education
mengikuti pendidikan persiapan Alimin Tamin in Bandung with Affandi, Hendra he could have inherited from his father, at the Hendrick de Keijserschool, the
Voorbereidende Tekenschool di Leiden (Solok 1930–Yogyakarta 2004) Barli Sasmitawinata Gunawan, Sudarso, and Wahdi Sumanta. Abdullah Suriosubroto. He received his Rijkschool voor Kunstnijverheid, and
sebelum melanjutkan pendidikan Ia mulai kariernya sebagai pelukis pada (Bandung 1921–Bandung, 2007) Barli also produced posters during formal education in Solo in 1933, before the National Academy of the Fine Arts
di Akademi Seni Rupa Amsterdam. 1952 di bawah bimbingan S. Sudjojono Barli mulai melukis pada tahun 1935. Indonesia’s War for Independence attending the Koninklijke Academie Voor in Amsterdam. With Walter Spies and
Ia juga mempelajari seni rupa yang dan Harijadi. Setelah berpartisipasi di Ia pernah belajar dari Joz Pluimentz, and in 1950, he continued his studies Beeldende Kunsten (The Royal Academy Tjokorda Gede Agung Sukawati, he
berkembang di Paris, Perancis kelompok Seniman Muda Indonesia seniman asal Belgia, dan Luigi Nobili, in France and the Netherlands. Upon of Art) in Den Haag, the Netherlands, founded the painting group Pita Maha in
sebelum kembali ke Jawa pada 1935. (SIM) di Yogyakarta, ia pindah ke seniman asal Itali. Saat belajar, ia returning to Indonesia, he taught at the under a scholarship. Mostly known as a 1935. This group later witnessed a new
Abdullah yang dikenal sebagai pelukis Jakarta dan membuat asosiasi seniman berteman dengan Affandi, kemudian Bandung Institute of Technology. He portrait painter, many of his works were Balinese generation that experienced
pemandangan, memiliki tiga anak, bernama Matahari dengan bantuan membentuk Kelompok Lima Bandung built several studios throughout his life, collected by Indonesia’s first president, the combination of traditional and
semuanya menjadi pelukis. Nashar di Balai Budaya. Alimin dengan Hendra Gunawan, Sudarso, including Sanggar Seni Rupa Jiwa Mukti Sukarno. modern art in Bali. He received the
As a young man, he was first sent to mengikuti berbagai pameran seni rupa dan Wahdi Sumanta. Ia juga membuat (1948), Studio Rangga Gempol (1958), Satyalencana Kebudayaan award from
Holland to study medicine in 1900. di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan poster-poster perjuangan di periode and Bale Seni Barli. He received the Bonnet, Rudolf the Indonesian government in 1980.
However, instead of completing his Denpasar antara tahun 1954-1957. Dia perang kemerdekaan. Pada tahun “Satyalencana Kebudayaan” award from (Amsterdam, Belanda, 1895–Laren,
studies, he chose to pursue painting mengajar ilmu gambar di Universitas 1950, ia meneruskan pendidikannya di the Indonesian government in 2003. Belanda, 1978) Cristiano, Renato
2–30 AGUSTUS 2017

instead. After living in Yogyakarta as Udayana, Denpasar dan menjadi ketua Perancis dan Belanda. Sekembalinya Bonnet menempuh pendidikan (Roma, 1926)
a sultan’s palace guard and police Asosiasi Seniman Indonesia Citra di Bali ke Indonesia, ia mengajar di Institut Basoeki Abdullah kesenian di Hendrick de Keijserschool, Renato Cristiano lahir di Roma pada
officer, he moved to Bandung wherein sampai 1978. Teknologi Bandung. Sepanjang (Solo, 1915–Jakarta, 1993) the Rijkschool voor Kunstnijverheid 1926. Ia sekolah di The Museo Artistico
he surrounded himself with art and He started his painting career in 1952 hidupnya, ia mendirikan beberapa Basoeki sudah menunjukkan bakat dan the National Academy of the Fine Industriale dan Academia of Fine
painting. In 1930, he returned to Holland under the guidance and teachings of S. studio termasuk Sanggar Seni Rupa yang kuat dalam melukis dari usia yang Arts in Amsterdam. Bersama Walter Art—Perugia. Ia pindah ke Paris dengan
and attended the Preparatory Art Sudjojono and Harijadi. After being a part Jiwa Mukti (1948), Studio Rangga muda. Mungkin bakat ini diwarisinya Spies dan Tjokorda Gede Agung beasiswa pemerintah Perancis pada
94 95

1950. Tahun 1955 ia pindah ke Bali dan Dake, Carel Lodewijk, Jr. teh dan kina selama 20 tahun. Dutch East Indies. He joined many of and the showcasing of the palace’s he continued his education at Gadjah

KA
B
SENANDUNG IBU PERTIWI

I ORD
berkenalan dengan seniman Rudolph (Schaerbeek, Belgia, 1886–Jakarta, 1946) Pengalaman tersebut memberikan their exhibitions from 1936-1939. He collection, he was also known as Mada University (UGM) and the Fine

YA TA P E R U PA
Bonnet. Tahun 1962 pernah membangun Ia merupakan murid dari pelukis ikatan batin yang kuat dengan lanskap held many solo exhibitions in Jakarta at Indonesia’s first curator. In 1949 when Arts Academy (ASRI, now ISI). He also
studio di Bali, namun setelah terjadinya Belanda E. Pieters, A.M Gorter dan gunung dan desa, yang memengaruhi the Kunstzaal Kolff & Co (1936), Charles Yogyakarta was taken over the Dutch, studied at the Sanggar Pelukis Rakyat
erupsi Gunung Agung tahun 1963 H.M Krabbe. Pertama kali datang ke gaya impresionisnya. Ia belajar seni lukis & Van ES (1937), and Expositiezaal F. van he led his students to directly paint events that was built by Hendra Gunawan.
dan pergolakan politik Indonesia 1965 Indonesia pada tahun 1912 dan menetap secara otodidak dengan banyak belajar Eelde (1939). His works are collected at as a means of documenting the fight for While teaching at ISI (1961-1995), he was
Cristiano memutuskan untuk hidup di Sumatra, Bali, dan Jawa. Ia pernah dari teman-temannya, termasuk G. the Tropenmuseum in Amsterdam. independence. Dullah was also one of known to be an influential teacher for
di Roma. Ia pernah menjadi kurator menggelar pameran solo di Bogor dan Adolf, R. Bonnet, dan C.L. Dake. Pada the founders of the Himpunan Budaya his students. As his career progressed,
Museum Puri Lukisan dan seringkali Bandung (1919) serta Jakarta (1933). 1920, ia bergabung bersama Bataviasche Dullah Surakarta (Culture Association in Solo). his paintings became more modern and
berdiskusi dengan Presiden Sukarno di Ia menciptakan tiga diorama besar di Kuntskring. Setelah kemerdekaan (Solo, 1919 –Yogyakarta, 1996) In the 1970s, he built a private museum leaned towards abstract art.
istana Tampaksiring mengenai koleksi World’s Fair -San Francisco (1915) yang Indonesia, ia menjadi warga nergara Dullah adalah pelukis Istana yang in Solo that still stands today. He is
seni rupa istana. memperkenalkan Indonesia ke dunia Indonesia. Pameran tunggalnya di menyusun buku lukisan-lukisan koleksi known as a portrait painter. Holleman, Frida
Renato Cristiano was born in Rome internasional. Jakarta antara lain di Kunstzaal Kolff Istana Presiden Sukarno. Lewat praktik (Leiden, Belanda 1908–Voorburg,
in 1926. He attended courses at the He studied painting from painters such & Co (1936), Charles Van ES (1937), merawat dan memamerkan koleksi Fadjar Sidik Belanda 1999)
Museo Artistico Industriale and studied as E. Pieters, A.M. Gorter and H.M. dan Expositiezaal F. van Eelde (1939). istana, ia juga dikenal sebagai seorang (Surabaya 1930–Yogyakarta 2004) Frida Holleman adalah pelukis
at the Academy of Fine Arts in Perugia. Krabbe. He first came to Indonesia in Karyanya antara lain dikoleksi oleh proto-kurator Indonesia. Tahun 1949, Fadjar Sidik sekolah di HIS-Jogjakarta, perempuan asal Belanda yang pernah
In 1950, he moved to Paris upon his 1912 and spent time in Sumatra, Bali, Tropenmuseum, Amsterdam. saat Yogyakarta diambil alih oleh kemudian pindah ke Surabaya. Pada menetap di Bali. Ia belajar menggambar
scholarship grant from the French and Java. He has held numerous solo Born from a Dutch father and an Belanda, ia memimpin muridnya 1962 ia menempuh Pendidikan di di Royal Academy of Arts pada Henk
government. Cristiano later arrived in exhibitions in Bogor and Bandung Indonesian mother, Dezentjé spent 20 untuk melukis kejadian-kejadian dalam UGM dan di ASRI (sekarang ISI). Ia Meyer. Pada 1937 ia menetap di Bali dan
Bali in 1955, where he met Bonnet. He (1919) and Jakarta (1933). One of his years of his life running his family’s tea perjuangan kemerdekaan. Dullah juga juga sempat belajar melukis di Sanggar berteman dengan pasangan seniman
built a studio in Bali in 1962, but after greatest achievements is creating three and quinine plantation. As a result of merupakan salah satu pendiri Himpunan Pelukis Rakyat yang didirikan oleh Wim dan Maria Hofker. Holleman
the great eruption of Mount Agung in large dioramas for the World’s Fair in this experience, he developed a strong Budaya Surakarta. Pada 1970-an, ia Hendra Gunawan. Selanjutnya ia dikenal dikenal dengan lukisan cat airnya
1963 and Indonesia’s political upheaval San Francisco in 1915, which helped attachment to mountain and village membangun museum pribadi di Solo sebagai pengajar ISI (1961-1995) yang yang mendokumentasikan kehidupan
in 1965, the artist left Bali for Rome. introduce Indonesia to the world. landscapes, which later underpinned yang masih berdiri hingga hari ini. Dullah banyak memberikan pengaruh kepada keturunan Belanda yang dipenjara pada
2–30 AGUSTUS 2017

He was previously a curator for the Puri his impressionist painting style. He was dikenal sebagai pelukis potret. anak didiknya. Belakangan, lukisannya masa pendudukan Jepang. Sketsa-sketsa
Lukisan Museum in Ubud, Bali, and often Dezentjé, Ernest an autodidact who also learned from He is known as the palace painter cenderung modernistik, mengarah pada ini tersimpan di institusi seperti Museum
received invitations from President (Jatinegara, Jakarta, 1885–Jakarta, 1972) many of his friends, including G. Adolf, who compiled the palace’s art collection seni lukis abstrak. Swaensteyn Voorburg, Museum Tromp’s
Sukarno to come to the Tampaksiring Lahir dari keluarga campuran ­ —ayah R. Bonnet, and C.L. Dake. In 1920, he into the book “Paintings of collection Huys-Vlieland, Museon The Hague,
Palace to discuss the palace’s art Belanda dan ibu Indonesia— ia mengawali joined the Bataviasche Kuntskring, a of president Sukarno of the republic of Fadjar Sidik attended HIS-Jogjakarta Rijksprentenkabinet Amsterdam,
collection. kariernya dengan mengelola perkebunan group of Dutch artists residing in the Indonesia” . Through meticulous practice before moving to Surabaya. In 1962, Museum Scheveningen.
96 97

Frida Holleman was a female Dutch monuments for government buildings, the Pelukis Rakyat group with Affandi. an di mana ia mendapat pesanan dari Tiongkok ke Singapura bersama Palace painter for President Sukarno

KA
B
SENANDUNG IBU PERTIWI

I ORD
painter who lived in Bali. She learned offices, hotels, and museums. He also joined the Pelukis Front with Duke of Meklenburg. Ia mengalami keluarganya. Ia pindah ke Jakarta in 1961. It was during this time that he

YA TA P E R U PA
to draw from Henk Meyer at the painters such as Barli, Abedy, Sudjana kebangkrutan di masa pendudukan saat berusia 19 tahun dan membuka compiled the 5th volume edition of
Royal Academy of Arts. In 1937, she Hendra Gunawan Kerton and Turkandi to document the Jepang namun sempat berpameran biro periklanan bekerja sebagai President Sukarno’s art collection.
moved to Bali and became friends (Bandung, 1918-Denpasar, 1983) war. After actively exhibiting with Pelukis tunggal di ruang Hoogovens, Ijmuden seniman komersial. Fong pindah
with Wim and Maria Hofker, an Hendra Gunawan belajar melukis Rakyat, in 1949 Hendra held his solo pada 1954. ke Bali pada 1941 dan hidup di sana Kartono Yudhokusumo
artist couple. Holleman was known pemandangan pada Wahdi dan Affandi, exhibition that was opened by President Imandt entered the world of art when sambil menggelar pameran di Jakarta. (Lubuk Pakam, Sumatra Utara, 1924–
for her watercolor paintings that setelah sebelumnya berniat belajar Sukarno. He held a solo exhibition in he moved to Amsterdam in 1901 to fulfill Tahun 1947 ia memperoleh beasiswa Bandung, 1957)
documented life as a Dutch person in pada Abdullah Suriosubroto. Di Jakarta in 1978 before moving to Bali, his military service. During this period, pemerintah Belanda untuk belajar Berbeda dengan seniman di masanya
jail during the Japanese occupation. masa pendudukan Jepang ia pernah where he resided until his death in 1983. the Amsterdam School of Painting melukis dan tinggal di sana selama yang mempelajari seni secara
These sketches are kept in institutions bergabung dengan SIM (Seniman made a big impact on him. In 1904, he 12 tahun. Setelah mengisi waktunya otodidak, Yudhokusumo mempelajari
such as the Swaesteyn Voorburg Indonesia Muda) sebelum mendirikan Imandt, Wilhelmus Jean Frederic continued his art education at the State dengan beberapa perjalanan, ia menjadi seni lukis dari pelukis profesional
Museum, the Tromp’s Huys-Vlieland kelompok Pelukis Rakyat dengan (St Jansteen, Belanda, 1882–Den Haag, College of Education in The Hague. pelukis istana untuk Presiden Sukarno Belanda dan Jepang. Lukisannya yang
Museum, The Hague Museum, Affandi. Ia juga bergabung dengan Belanda, 1967) In 1908, Imandt began his journey to pada 1961. Pada periode tersebut ia dekoratif cenderung berbeda dengan
Rijksprentenkabinet Amsterdam, and Pelukis Front bersama pelukis Barli, Imandt mulai masuk dalam lingkaran Indonesia and worked as a teacher menyusun buku koleksi lukisan-lukisan generasinya. Meski banyak dihubungkan
the Scheveningen Museum. Abedy, Sudjana Kerton dan Turkandi kesenian saat hijrah ke Amsterdam pada in Sulawesi. In 1919, “The Reflector” Presiden Sukarno jilid ke-5. dengan nama-nama besar sejarah seni
melukiskan suasana perang. Setelah 1901 untuk memenuhi wajib militer. magazine discussed his work that Lee Man Fong started to paint in rupa Indonesia, Yudhokusumo tidak
Gambiranom Suhardi secara aktif menggelar pameran Pada periode ini Amsterdam School portrayed Indonesia’s natural beauty, a Singapore, after his family moved from pernah tertarik dengan isu sosial dan
(Klaten, 1928–Yogyakarta, 1984) bersama Pelukis Rakyat, tahun 1949 of Painting memiliki pengaruh yang trait of the Mooi Indie style. His most Canton, China to Singapore. He moved memilih langgam dekoratif.
Menempuh pendidikan di Seni Lukis Hendra menggelar pameran solo cukup besar. Tahun 1904 ia melanjutkan productive years were the 1920s, when to Jakarta when he was 19 years old and Distinct from his other autodidact
ASRI pada 1950- 1955. Karyanya yang dibuka oleh Presiden Sukarno. Ia pendidikan gambar di State College he received commissions from the Duke opened an advertising agency to work contemporaries, Yudhokusumo learned
cenderung lintas media: lukisan di sempat berpameran tunggal di Jakarta of Education di The Hague. Tahun of Meklenburg. Despite undergoing as a commercial artist. Fong moved to to paint from Dutch and Japanese
atas kanvas, berbagai proyek kesenian pada 1978 sebelum hidup di Bali sampai 1908 Imandt mulai perjalanannya bankruptcy during the Japanese Bali in 1941 and stayed there for a while professional painters. His paintings
seperti mural, diorama, dan monumen ia wafat tahun 1983. ke Indonesia dan bekerja sebagai occupation, he managed to exhibit at to paint, as well as holding exhibitions are quite decorative and unique in
2–30 AGUSTUS 2017

pada gedung pemerintahan, Hendra Gunawan learned landscape guru di Sulawesi. Tahun 1919 majalah Hoogovens, Ijmuden, in 1954. in Jakarta. In 1947, Fong was granted comparison with fellow painters from
perkantoran, hotel dan museum. painting from Wahdi and Affandi, after “the Reflector” mulai membahas a scholarship by the Dutch Governor- his generation. Despite often being
He attended the Fine Arts Academy originally wanting to study with Abdullah karya Imandt yang banyak merekam Lee Man Fong General to pursue his painting studies associated with big artistic names in
(ASRI) from 1950- 1955. He worked Suriosubroto. During the Japanese keindahan Indonesia dan kemudian (Guangzhou, China, 1913–Jakarta, 1988) in the Netherlands, where he stayed for Indonesia, Yudhokusumo was never
with many mediums including canvas occupation, he joined SIM (Seniman juga masuk dalam pembahasan Mooi Lee Man Fong mulai melukis di the next twelve years. After traveling for interested in social issues and kept to his
paintings, murals, dioramas, and Muda Indonesia) before establishing Indie. Masa produktifnya adalah 1920- Singapura setelah pindah dari Kanton, a brief while, he became a Presidential decorative style.
98 99

Kobot, I Gusti Ketut Kosnan Locatelli, Romualdo the early 1930s he moved to Rome, admired artists such as Paul Gauguin, Mulder menjadi pengajar yang sangat

KA
B
SENANDUNG IBU PERTIWI

I ORD
(Ubud, Bali, 1917–Ubud, Bali, 1999) Kosnan diperkirakan aktif di tahun 50- (Bergamo, Italia, 1905–Filippina, 1943) before settling in Bali where he set up a from whom he discovered his love for berpengaruh dalam langgam seni rupa

YA TA P E R U PA
Sebagai anggota dari kelompok Pita 60an. Kecenderungan karyanya kubistik, Locatelli lahir dari keluarga yang dekat studio and worked. During the Japanese primitive simplicity. He traveled to Tahiti abstrak analitis, kekhasan pendidikan
Maha, Kobot menggabungkan seni gaya yang besar di lingkungan seni rupa dengan dunia kesenian. Ayahnya adalah occupation, Locatelli traveled to in the 1930s, before settling down in Bali. Seni Rupa ITB yang jejaknya masih dapat
tradisional dan seni modern dalam Bandung pada masa itu. Berdasarkan seniman pembuat fresco dan di abad 18, multiple countries before disappearing It was here that he witnessed and fell in ditemukan hingga hari ini.
karyanya terinspirasi dari seni rupa tulisan yang terdapat di koleksi istana keluarga Locatelli memliki setidaknya on a trip to the Philippines. love with Pre-War Balinese Modernist art. Ries Mulder is one of the instigators
pelukis barat seperti Walter Spies besar kemungkinan praktik Kosnan dua seniman: Komposer musik Pietro President Sukarno, a man of art, often for the fine arts education at the
dan Rudolf Bonnet, dan juga pakaian terjadi di Surabaya dan mulai mendapat Antonio Locatelli dan pelukis Andre Meier, Theo gave Meier commissions for his work. Technology Institute of Bandung (ITB).
tradisional Bali. Setelah menggelar perhatian pencinta seni lokal. Hal ini Locatelli. Romualdo Locatelli bersekolah (Basel, Swiss 1908–Bern, Swiss 1982) Meier returned to Basel and Europe He was arrested during the Japanese
pamerannya di Puri Lukisan Museum ditandai dengan diberikannya satu lukisan pada Academia Carrara di Bergamo Theo menempuh pendidikan di in 1955 and 1956 to mount several occupation in 1942 and whilst in jail,
Ubud pada 1975, ia bergabung Kosnan kepada Presiden Sukarno sebagai dan the Palazzo di Brera di Milan. Tahun Kunstgewerbeschule (Akademi Seni exhibitions. He moved to Thailand in 1961, he discussed ideas about establishing
dalam pameran kelompok bersama hadiah oleh Gubernur Akademi Angkatan 1926 mendapatkan the Prince Umberto Decoratif) di Basel dan di akademi before he died on 19 June 1982. an arts education with his partner
pelukis muda dari Pangosekan di laut Kol. Pel. RS Subijakto. Karya Kosnan Award untuk karya lukisnya. Di awal seni di Berlin sebelum mulai kariernya Simon Admiraal. This later became a
Sydney. Kobot telah menerima dua kini tergantung di Istana Bogor. 1930-an pindah ke Roma, kemudian ke sebagai artis. Theo Meier mengagumi Mulder, Ries reality in 1947 when the Dutch opened
penghargaan dari Pemerintah: Wijaya Kosnan was known to be active Bali dan mendirikan studio dan berkarya pelukis-pelukis seperti Paul Gauguin (IJsselstein, Belanda, 1909–IJsselstein, the Universitaire Leergang voor de
Kusuma Art Award dan Dharma between the 1950s and 1960s. His di sana. Di masa pendudukan Jepang yang telah menginspirasikan cintanya Belanda, 1973) Opleiding van Tekenleraren. This hall of
Kusuma Award. works are cubist in style, which Locatelli kembali berkelana ke berbagai terhadap seni dan gaya hidup primitif. Ries Mulder merupakan salah satu education was affiliated with TH, which
As a member of Pita Maha, he combined portrays the cubist trend that was very negara sebelum hilang di sebuah Beliau pergi ke Tahiti pada 1930-an pendiri pendidikan seni rupa ITB. Ia is now known as ITB, Institut Teknologi
traditional and modern art through his much popular within the art community perjalanan di Filipina. sebelum menetapkan tinggal di Bali. di penjara pada masa pendudukan Bandung. Due to this, Ries Mulder
work, drawing inspiration from the rising in Bandung at the time. Based on the Locatelli was born into a family that Bung Karno, sebagai sosok yang Jepang tahun 1942. Ide Mulder became a very influential professor
influence of western art from painters palace’s archives, it can be said that was highly involved in the art word; his mencintai seni, seringkali memesan bersama rekannya Simon Admiraal of analytical abstraction, a distinct
such as Walter Spies and Rudolf Bonnet Kosnan began his artistic practice in father was a fresco painter, and in the lukisan kepada Meier. Tahun 1955-1956 mengenai pendidikan kesenian yang characteristic of an ITB Fine Arts
and traditional Balinese customs. He Surabaya and gained fame from local 18th century, the Locatelli family had ia kembali ke Basel dan menggelar didiskusikannya saat di penjara tersebut, education that can still be found today.
held his own exhibition in 1975 at the Puri art enthusiasts there. This was marked at least two artists: music composer pameran di sana. Dia pindah ke Thailand menjadi kenyataan pada 1947, saat
2–30 AGUSTUS 2017

Lukisan Museum Ubud in Bali and joined by the gift of one his paintings from Pietro Antonio Locatelli and painter pada 1961 sebelum meninggal pada Belanda mendirikan Balai Pendidikan Ngantung, Henk
a group exhibition in Sydney later that the Governor of the Naval Academy Andre Locatelli. Romualdo Locatelli was 19 Juni 1982. Universiter Guru Gambar (Universitaire (Manado, 1921–Jakarta, 1991)
year, along with some young painters Kol. Pel. RS Subijakto to President educated at the Academia Carrara- He attended the Kunstgewerbeschule Leergang voor de Opleiding van Ia belajar melukis secara otodidak
from Pangosekan. Kobot received two Sukarno. This painting now resides in Bergamo and the Palazzo di Brera- (Decorative Art Academy) in Basel Tekenleraren). Balai pendidikan melihat pada pelukis seperti Bossardt
government awards: the Wijaya Kusuma the Bogor Palace. Milan. In 1926, he received the Prince and the Art Academy in Berlin before ini terafilasi dengan TH (sekarang dan Rudolf Wengkart. Ia berteman
art award and the Dharma Kusuma award. Umberto Award for his paintings. In embarking on his artistic career. He had dikenal sebagai ITB). Selanjutnya Ries dengan pelukis C.L. Dake, Luigi Nobili,
100 101

dan Affandi yang tergabung dalam Rossum Du Chatel, seorang pelukis Pirous, Abdul Djalil Pirous founded a design agency called dan University of Columbia, Amerika Saleh Syarif Bustaman, Raden,

KA
B
SENANDUNG IBU PERTIWI

I ORD
PERSAGI. Pada 1936, Henk menggelar Belanda yang hidup di Jawa. Dengan (Meulaboh, Aceh Barat, 1932) Decenta, which combined the world of (1957) dan juga menjadi anggota (Terboyo, Semarang, 1811–Bogor, 1880)

YA TA P E R U PA
pameran tunggal di Manado dan kemahirannya ia bekerja untuk A.D Pirous adalah seniman dan guru art with design. His artistic characteristic Art Student League (Liga Mahasiswa Lahir dari keluarga berpengaruh,
kemudian pindah ke Jakarta pada Bataviaasch Genootschap dan juga besar di Fakultas Seni Rupa dan Desain usually combines calligraphy and abstract Seni) di New York. Ia menjadi Dekan Saleh pindah ke Eropa untuk belajar
tahun 1940-an. Di Jakarta, ia dinas arkeologi. Selanjutnya ia ditunjuk ITB. Menempuh Pendidikan formal Seni writing. Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut melukis dari Cornelius Kruseman dan
menggelar banyak pameran tunggal untuk bekerja sama dengan J.E Jasper Rupa di ITB hingga 1964, ia melanjutkan Teknologi Bandung, dan Ketua Paviliun Andreas Schelfhout. Dari Kruseman,
dan kelompok. Pada 1964, Henk untuk membuat ilustrasi berbagai seni pendidikan ke Rochester University. Poleng, Ida Bagus Made Indonesia di World Expo pada tahun ia mempelajari keahliannya sebagai
diangkat oleh Sukarno untuk menjadi kerajinan Indonesia dan menghasilkan Dengan pendidikan tersebut ia menjadi (Ubud, 1915-Ubud, 1999) 1970 di Osaka, Jepang. Pada 1972 seniman potret dan dari Schelfhout-
Gubernur Jakarta. lima jilid buku kerajinan Indonesia (1912– perintis pendidikan desain grafis di ITB. Kekhasan karya Poleng datang dari Sadali mendapat penghargaan dari lah ia mempelajari keterampilan
He first learned to paint as an 1930). Dalam sejarah seni rupa Indonesia Pada 1966, ia berkolaborasi dengan tema sosial dan penggambaran pemerintah Indonesia, dan lukisannya menjadi seniman lukis pemandangan.
autodidact, mostly by looking up to ia dikenal dengan lukisan lansekap yang sebelas seniman untuk menggelar keseharian dalam warna gelap dan memenangi hadiah utama Pameran Setelah tinggal di Eropa selama
artists such as Bossardt and Austrian kemudian dikategorisasikan sebagai pameran di Jakarta, dan terus dengan karakterisik yang kuat Besar Seni Lukis Indonesia (Biennale 20 tahun, ia kembali ke Indonesia
painter Rudolf Wengkart, and lukisan Mooi Indie. menggelar pameran di Hanoi dan Rio dalam penggambaran anatomi. Ia Jakarta) pada 1974 dan 1978. pada tahun 1951 dan menikah
acquainted himself with painters such Mas Pirngadi came from a respected de Janiero (1969). Pada pertengahan dikenal sebagai seniman eksentrik, Sadali studied painting at the Institute dengan keluarga berpengaruh dari
as Dake, Luigi Nobili and Affandi, with family in Banyumas. He studied art 1970an ia mendirikan biro desain determinatif dan memiliki penghargaan of Technology Bandung (ITB) and Kesultanan Yogyakarta. Ia meneruskan
whom he joined in PERSAGI. Henk with Frederic Jacobus Van Rossum Decenta yang memadukan paradigma yang tinggi terhadap karyanya. became a professor at the university pekerjaannya melukis, memproduksi
held his first solo exhibition in Manado Du Chatel, a Dutch painter who lived senirupa dengan desain. Ciri khas Many of Ida Bagus Made’s paintings are in 1953. He then studied at Iowa State potret aristokrat Jawa dan lukisan
in 1936 before moving to Jakarta in Java. With his expertise, he worked lukisannya menggabungkan kaligrafi dan socially themed, capturing everyday life University in 1956 and the University pemandangan. Setelah kematiannya
in the 1940s. From then on he held for the Bataviaasch Genootschap and lukisan abstrak. in dark colors and strong anatomical of Columbia (USA) in 1957, as well pada tahun 1880, karya agungnya
numerous exhibitions alone and with also for its archaeology department. A.D. Pirous was an artist and a professor details. He had a strong character as joining the Art Student League in dipertunjukan di pameran dunia di
his colleagues. Furthermore, Henk Consecutively, he was appointed for the Art and Design Faculty at the and was known for his eccentricity, New York. He became Head of the Art Amsterdam pada 1883, dengan paviliun
Ngantung became the Governor of to work with J.E. Jasper to make Institute of Technology, Bandung (ITB). determination and a strong sense of Faculty and a tutor at the Institute of spesial yang didedikasi untuk lukisannya.
Jakarta in 1964 under Sukarno. illustrations of numerous Indonesian Having completed his education in dignity for his work. Technology Bandung, as well as for Born from an influential family, Saleh
handicrafts, which were then compiled Fine Arts in ITB in 1964, he continued the Indonesian Pavilion at the 1970 moved to Europe to study painting
2–30 AGUSTUS 2017

Pirngadi, Mas into five book volumes (1912–1930). his studies at the Rochester University, Sadali, Ahmad Expo in Osaka, Japan. Sadali received under the guidance of Cornelius
(Purbalingga, Banyumas, 1878–Jakarta, Within Indonesian art history, he US, later becoming a graphic design (Garut, 1924–Bandung, 1987) an art award from the Indonesian Kruseman and Andreas Schelfhout. With
1936) is known for his landscape paintings pioneer at ITB. In 1966, he collaborated Belajar di Institut Teknologi Bandung government in 1972 along with two Kruseman, he developed his skillfulness
Mas Pirngadi berasal dari keluarga that are categorized to be inherently with eleven artists for an exhibition in dan menjadi dosen pada tahun 1953. Best Painting prizes at the 1974 and in portrait painting and perfected
terpandang di Banyumas. Ia mempelajari Mooi Indie. Jakarta, later continuing in Hanoi and Ia meneruskan pendidikannya di Iowa 1978 Biennales. landscape painting with Schelfhout.
seni dari Frederic Jacobus Van Rio de Janeiro in 1969. In the mid-1970s, State University, Amerika (1956), Raden Saleh returned to Indonesia
102 103

in 1951 after living in Europe for 20 Decorativism in Yogyakarta. He joined his works in the Presidential Palace Sumardi Spies, Walter soldiers; however, in 1915, he was

KA
B
SENANDUNG IBU PERTIWI

I ORD
years and married into a very powerful PERSAGI and co-founded the Seniman collection, and can be found at the (Solo 1917–1983) (Moskow, 1895–Lautan Hindia, 1942) arrested due to his German nationality.

YA TA P E R U PA
family within the Yogyakarta Sultanate. Indonesia Muda (SIM) in Madiun in Cipanas Palace. Ia dikenal sebagai pelukis realis dengan Spies merupakan seniman multitalenta: In 1917 he worked with sculptor Hedwig
He continued painting, producing 1946 along with S. Sudjojono, Trisno gaya romantis. Sumardi mendapat penari, fotografer, pelukis, musisi, Jaenischen Woermann, who introduced
portraits of Javanese aristocrats, and Soemardjo, Sunisyo and D. Suradji. He Sudarso pendidikan sekolah Belanda dan lulus musikolog dan ahli bahasa. Ia lahir him to the German Expressionist
landscapes. After his death in 1880, joined the Sanggar Puring in Surabaya in (Purwokerto, Jawa Tengah, 1914– pada tahun 1937. Setelah itu, Sumardi dari keluarga terpandang di Jerman, scene. Spies first arrived in Bandung,
his masterpieces were exhibited in the 1967 and then later joined the Himpunan Purwakarta, Jawa Barat, 2006) menjadi asisten pelukis dari Amerika bersekolah di Dresden. selama perang Indonesia in 1923, later moving to
World Fair in Amsterdam in 1883, with a Budaya Surabaya (Culture Association in Sudarso belajar secara otodidak, Serikat dan dapat belajar lebih jauh dunia pertama pernah membantu Yogyakarta and to Bali in 1927. Along
special pavilion dedicated to his work. Surabaya) in 1970. mulai melukis pada 1937. Ia dibimbing mengenai anatomi manusia. Sumardi tentara Rusia yang terluka sehingga with other Balinese artists, he co-
oleh Affandi, Hendra Gunawan dan adalah salah satu artis yang dipilih kemudian di penjara pada 1915. founded the Pita Maha foundation
Soedibio Soejono Ds., S. Barli sebelum menjadi dosen di oleh Bung Karno untuk memajang Tahun 1917 ia bekerja dengan Hedwig in Ubud, and flourished as an artist.
(Madiun, 1912–Solo, 1981) S. Soejono Ds. adalah salah satu dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), karyanya di Istana Presiden dan Istana Jaenischen Woermann dan mulai However, during World War II, German
Pelukis ini membawa tema mistik sejumlah pelukis yang tertarik pada Yogyakarta, pada 1951. Ia menggelar Bogor. Selama hidupnya, Sumardi mengenal lingkungan ekpresionis citizens in the Dutch East Indies were
dan surealistik ke dalam karya-karya pemandangan alam, terutama melukis pameran tunggal di Kedutaan Besar dengan Himpunan Budaya Surakarta Jerman.Tahun 1923 ia tiba di Indonesia arrested and in 1942 he and the other
lukisnya khususnya pada 1950- jenis-jenis pepohonan dan bunga-bunga. Argentina (1960), Balai Budaya (1969), mengikuti banyak pameran seni di Solo, melalui Bandung, kemudian pindah prisoners were put on a transport ship
an. Pengkaryaannya yang khas Diperkirakan aktif sekitar 1950-1970-an. dan beberapa pameran di luar negeri. Semarang, Surabaya, dan Jakarta. ke Yogyakarta, dan Bali tahun 1927. Ia to Ceylon that was later bombed by the
memberikan kontribusi penting Umumnya lukisan pepohonan mengambil Sudarso first took up painting in 1937 Sumardi is known as a realist painter kemudian mendirikan kelompok Pita Japanese soldier.
terhadap perkembangan seni dekoratif tiga-perempat dari bidang kanvasnya. and acquired his skills through self- with a romantic touch. He received Maha. Tahun 1942 penduduk Jerman
di Yogyakarta. la pernah bergabung Lukisan Flamboyan dan Jalan di Tepi teaching. He was mentored by painters Dutch education and completed di Indonesia dipenjara termasuk Spies. Tarmizi, Itji
dengan PERSAGI, dan ikut mendirikan Sawah koleksi istana kepresidenan RI Affandi, Hendra and Barli, before schooling in 1937, before becoming an Ia diperkirakan wafat saat kapal yang (Tepi Selo Lintau, Sumatra Barat, 1939–
SIM di Madiun pada 1946 bersama merupakan sebagian dari karyanya yang eventually becoming a tutor at the assistant to an American painter, with membawanya ke Ceylon dibom oleh Jakarta, 2001)
S. Sudjojono, Trisno Soemardjo, dapat ditemui di Istana Cipanas. Fine Arts Academy Indonesia (Akademi whom he learned and perfected his tentara Jepang. Belajar melukis secara otodidak hingga
Sunisyo dan D. Suradji. Ia bergabung S. Soejono Ds. was a painter who was Seni Rupa Indonesia), Yogyakarta in skills in human anatomy. Sumardi was Spies was a man of many talents: pada 1953, ia bergabung di Sanggar
dengan Sanggar Puring Surabaya interested in nature, who painted 1951. He held a solo exhibition at the amongst the artists who were chosen he was a painter, a musician, a Pelukis Rakyat bersama pelukis Hendra
2–30 AGUSTUS 2017

(1967), kemudian bergabung dengan greenery and flowers in particular. It Argentinian Embassy in 1960, and at by Bung Karno to have his work framed musicologist, a linguistic scholar, a Gunawan, Affandi, Soedjojono, Trubus,
Himpunan Budaya Surabaya pada 1970. can be said that he was active from the Balai Budaya in 1969. Not only and hung at the state palaces in Jakarta dancer and a photographer. He was Permadi Leosta, dan Tatang Ganarr. Itji
This painter brought mystic and the 1950s to the 1970s. Generally his did he exhibit locally, Sudarso also and Bogor. Throughout his life and with born into a German imperial honorary Tarmidzi merupakan anggota sanggar
surrealist themes, especially in paintings of trees would take up three- managed to exhibit internationally. the Himpunan Budaya Surakarta, he family. He attended school in Dresden. Bumi Tarung-Jogjakarta. Sempat dikenal
the 1950s, through his work that quarters of his canvas space. Flamboyan participated in many exhibitions in Solo, During the First World War, him and pada tahun 1950-an saat karyanya
contributed to the development of and Jalan di Tepi Sawah are some of Semarang, Surabaya and Jakarta. his family helped wounded Russian mulai dikoleksi oleh Presiden Sukarno.
104 105

Karyanya cenderung mengarah pada collection, there are at least four of his as a poster maker during the Japanese worker. Feeling that a career in drawing fellow Indonesian painter, and later Wakidi began to take his painting

B I O DATA P E R U PA
SENANDUNG IBU PERTIWI

realisme sosial, merekam keseharian paintings, all of which depict women and Occupation and later established the was more suited for him, he joined learning from S. Sudjojono and Affandi studies seriously in 1903 while he
kehidupan rakyat. were painted in the 1960s. Angkatan Seni Rupa Indonesia in Medan Aneta (Algemeen Nieuws en Telegraaf in 1942 until 1945. In 1947, Trubus was a student at the Kweekschool,
Learning how to paint as an autodidact after the Independence with Daoed Agent Schap), a news agency in 1929 quit the Seniman Indonesia Muda Bukittinggi. After graduating, he was
until 1953, he joined the Sanggar Tino Sidin Joesoef and Nasjah Djamin. Besides and then moved to Linto, a billboard association (SIM) and joined the Pelukis mentored by the Dutch painter, Van
Pelukis Rakyat with painters Hendra (Tebing Tinggi, Sumatra Utara, 1925– exhibiting collaboratively, he has held company in 1938. In 1940, he opened Rakyat studio. He was later arrested in Dijk, and thus became known as a
Gunawan, Affandi, Soedjojono, Trubus, Jakarta, 1995) solo exhibitions in Malaysia and Medan. his own billboard company that he 1948 for his anti-Dutch posters. After pioneer for the rising art movement
Permadi Leosta, and Tatang Ganarr. Belajar melukis secara otodidak named Rembrandt Studio, located being liberated, he taught at ASRI called the Mooi Indies, a movement
Itji Tarmizi became a Bumi Tarung pada 1943, sebelum belajar pada S. Toetoer, S. in Molenvliet West (now Gajah Mada (1950-1960), visited Czechoslovakia that sought to capture Indonesia’s
Yogyakarta studio member. He was well Soejono pada 1947. Pernah menempuh (Jakarta 1911 ) Street). S. Toetoer is a member of under a mission for culture, and natural beauty. From the 1940s
known in the 1950s, especially since pendidikan di ASRI 1961-1963. Ia Sekolah dasar di Hollandsch-Inlandsche one of Indonesia’s leading modern art had many of his works collected by until the late 1950s, he taught art in
President Sukarno started to collect dikenal sebagai guru gambar di acara School (HIS), dan awalnya bekerja movements (PERSAGI) and is known for President Sukarno. Bukittinggi and chose a rural lifestyle
his work. His approach could be seen televisi di era 1980-an. Pada masa di bidang konstruksi. Karena merasa his paintings that portray everyday life. instead of following the mainstream
as social realism, documenting the kependudukan Jepang pernah diangkat pekerjaan yang cocok dengannya Wakidi Javanese way of life. Wakidi later
everyday life of the public. sebagai pembuat poster propaganda adalah menggambar, pada 1929 Trubus Soedarsono (Palembang, Sumatra Selatan, 1889– received an award for the Art of the
pada 1944. Pasca-kemerdekaan dia pindah ke kantor berita Aneta (Yogyakarta 1926–1966) Padang, Sumatra Barat, 1979) Republic of Indonesia in 1983.
Thamdjidin, M. bersama Daoed Joesoef dan Nasjah (Algemeen Nieuws en Telegraaf Agent Trubus mulai belajar melukis dengan Tahun 1903 Wakidi mulai serius
M. Thamdjidin merupakan salah satu Djamin mendirikan kelompok Schap), kemudian pindah ke kantor menjadi pembantu pelukis Sudarso, belajar melukis lansekap saat sedang Wardoyo
seniman dalam koleksi lukisan presiden Angkatan Seni Rupa Indonesia di reklame Linto pada 1938. Pada 1940, ia kemudian belajar pada S. Sudjojono bersekolah di Kweekschool, Bukittinggi. (Banyumas 1935–Yogyakarta 2003)
Sukarno yang belum banyak tertulis Medan. Selain berpameran kelompok, membuka perusahaan reklame sendiri dan Affandi di tahun 1942-1945. Pada Setelah lulus sekolah Wakidi pernah Pendidikan terakhirnya di Akademi
dalam sejarah seni rupa Indonesia. pernah berpameran tunggal di yang diberi nama Rembrandt Studio 1947 Trubus keluar dari SIM dan ikut belajar kepada pelukis Belanda Van Dijk Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta
Dalam pencatatan koleksi istana Malaysia dan Medan. di Molenvliet West (sekarang Jl. Gajah sanggar Pelukis Rakyat. Ia sempat dan selanjutnya Wakidi dikenal sebagai dan lulus pada 1961. Kemudian,
ditemukan setidaknya empat karya In 1943, he began to paint as an Mada). S. Toetoer adalah anggota dipenjara oleh Belanda akibat produksi pelukis keindahan alam Indonesia, dia menjadi dosen di ASRI hingga
Thamdjidin yang semuanya merupakan autodidact before being formally taught dari Persatuan Ahli Gambar Indonesia poster anti belanda pada 1948. Setelah Mooi Indie. Dari tahun 1940-an hingga pensiun pada tahun 2000. Seniman ini
2–30 AGUSTUS 2017

lukisan figur perempuan dibuat pada by S. Sudjojono in 1947. He attended (PERSAGI) dan lukisan-lukisannya bebas, ia mengajar di ASRI (1950-1960), akhir 1950-an Wakidi mengajar seni termasuk salah satu pendiri kelompok
tahun 1960an. the Fine Arts Academy in Indonesia banyak menggambarkan kehidupan berkunjung ke Cekoslowakia dalam misi di Bukittinggi dan memilih hidup seniman Sanggar Bambu (1959) di
M. Thamdjidin is one of the painters (Akademi Seni Rupa Indonesia) in 1961- sehari-hari. kebudayaan dan beberapa karyanya di kampung halamannya berjauhan Yogyakarta. Wardoyo dikenal sebagai
in President Sukarno’s collection with 1963, and was later known as a drawing He attended elementary school at the dikoleksi oleh Presiden Sukarno. dengan arus utama di Jawa. Wakidi pelukis potret dengan bahan pastel.
little documentation and records within teacher on television in the 1980s. Hollandsch- Inlandsche School (HIS) Trubus first learned how to paint by menerima Anugerah Seni Republik He graduated from the Indonesian
Indonesian art history. In the Palace’s Previously, in 1944, he was appointed and started his career as a construction becoming an assistant to Sudarso, a Indonesia pada tahun 1983. Academy of Fine Arts (ASRI) in 1961,
106

and taught there until he retired in however, unlike his peers, his style was serta dalam pameran kelompok Yin
SENANDUNG IBU PERTIWI

2000. He co-founded the ‘Sanggar not influenced by modern ideas. He Hua di Hotel Des Indes. Wen Peor
Bambu’ (Bamboo Studio) group, and is painted with a very detailed Balinese ditenggarai pergi ke Hong Kong setelah
best known for his pastel portraits. painting style, using perspective and terjadinya tragedi 1965 hingga wafatnya
naive stylization, featuring strong di tahun 2007.
Widja, Ida Bagus Made colors against black backgrounds. He Wen Peor was a poster maker and book
(Batuan Gianyar, Bali, 1912–1992) received numerous awards such as the illustrator during the 1940s and 1950s.
Ida Bagus Made Widja merupakan Dharma Kusuma Award, Wijaya Kusuma He was a member of the Yin Hua Art
salah satu anggota kelompok pelukis Award (1982), and the Indonesian Association, which was established in
Bali Pita Maha namun gayanya tidak Government’s Anugerah Seni award 1955. He later joined the association’s
terlalu terpengaruh oleh organisasi (1985). He exhibited worldwide in journey to China with the support
tersebut. Ia melukis dengan gaya places such as the East-West Center of the Indonesia-China Relations
batuan yang cenderung menampilkan (Honolulu, Hawaii, 1998), Singapore institution for several months. In
banyak detail. Lukisan Widja kaya akan Art Museum (1994), Indonesian 1957, he participated in a Yin Hua
perspektif, menggunakan stilasi yang National Museum (Jakarta, 1995), collaborative exhibition at the Hotel
naif dan warna kuat di atas latar hitam. “Images of Power” (U.S.A., Australia, Des Indes. Peor was then suspected for
Ia menerima berbagai penghargaan Bali, Japan, (1995-1996), and the fleeing to Hong Kong during the 1965
seperti Dharma Kusuma Award, Indonesia-Japan Friendship Festival tragedy before his death in 2007.
Wijaya Kusuma Award (1982), dan (Morioka, Tokyo, 1997).
Anugerah Seni Pemerintah Indonesia
(1985). Pamerannya antara lain: Wen Peor
East-West Center (Honolulu Hawaii, (Padang, 1920–Hongkong 2007)
1998), Singapore Art Museum (1994), Wen Peor adalah pelukis poster dan
Museum Nasional, Jakarta (Indonesia, ilustrasi buku tahun 1940-1950an.
2–30 AGUSTUS 2017

1995), “ Images of Power “, (U.S.A., Ia adalah anggota kelompok Seni


Australia, Bali, Japan, 1995-1996), dan Yin Hua yang didirikan tahun 1955.
Indonesia-Japan Friendship Festival Ia turut mengikuti perjalanan lima
(Morioka, Tokyo, 1997). bulan kelompok seni ini di Tiongkok
Ida Bagus Made Widja was a member atas dukungan lembaga persahabatan
of the Balinese Pita Maha group; Indonesia- Tiongkok. Tahun 1957 turut

Anda mungkin juga menyukai