Anda di halaman 1dari 18

KONSEP PROBABILITAS

PENDAHULUAN
Teori Probabilitas atau Teori Peluang merupakan teori dasar dalam pengambilan keputusan
yang memiliki sifat ketidakpastian. Dari semua alat analisis, probabilitas merupakan salah satu
alat analisis yang sangat penting, karena teori probabilitas banyak digunakan untuk memecahkan
masalah. Probabilitas diterjemahkan sebagai peluang atau kejadian, yaitu kemungkinan terjadinya
suatu peristiwa (event).

Peluang adalah ukuran kemungkinan suatu peristiwa dapat terjadi dari seluruh kejadian yang
mungkin terjadi. Menghitung peluang mengajar kita memakai logika dengan pemikiran derajat
ketidakpastian. Ilmu Probabilitas sangat luas dalam rekayasa, dari penjabaran informasi sampai
kepada pengembangan dasar-dasar desain dan pengambilan keputusan.

Definisi Probabilitas
Probabilitas adalah suatu peluang, yaitu terjadinya peristiwa n dari suatu percobaan tertentu
yang dinyatakan sebagai P(E). Nilai probabilitas P(E) merupakan bentuk bilangan pecahan yang
mempunyai kisaran antara 0 ≤ P(E) ≤ 1. Probabilitas P(E) = 0 artinya suatu kejadian yang tidak
mungkin terjadi, sedangkan P(E) = 1, artinya suatu kejadian pasti terjadi. Probabilitas dengan nilai
P(E) = 0 dan P(E) =1 jarang terjadi dan yang sering terjadi adalah antara nilai 0 dan 1.

Dalam mempelajari teori probabilitas, digunakan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan
klasik, pendekatan empiris dan pendekatan subyektif.

Pendekatan Klasik
Probabilitas dengan pendekatan klasik didasarkan atas pengertian rangkaian peristiwa yang
bersifat eksklusif secara bersama sama dan masing-masing mempunyai kesempatan yang sama
untuk muncul. Menurut pendekatan klasik, terjadinya peristiwa E (event) dinyatakan sebagai rasio
satu kejadian dari seluruh kejadian apabila setiap kejadian mempunyai kesempatan yang sama.
Bila peristiwa E mempunyai n kejadian yang diinginkan dari seluruh kejadian S, dituliskan
sebagai:
n( E )
P( E ) = (1-1)
n( S )

dimana:
n(E ) = kejadian yang diinginkan
n(S ) = seluruh kejadian

Contoh 1
Sebuah dadu dilemparkan sekali. Tentukan probabilitas:
a. Angka lebih besar dari 2
b. Angka sama dengan 7
Ruang sampelnya adalah S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
a. Angka lebih besar dari 2 adalah E = {3, 4, 5, 6} dan terdapat 4 anggota, maka probabilitas
munculnya angka lebih dari 2 adalah P(E) = 4/6 = 0,67

b. Muncul angka sama dengan 7 tidak mungkin karena setiap sisi dadu mempunyai angka
dibawah 7, maka P (F) = 0/6 = 0.

Pendekatan Empiris
Perhitungan probabilitas dengan pendekatan empiris dilakukan karena pendekatan secara
klasik dinilai memiliki beberapa kelemahan. Dalam kenyataan sehari hari, syarat yang ditetapkan
bahwa semua kejadian mempunyai kesempatan yang sama sulit terpenuhi. Pendekatan ini akhirnya
mengambil bentuk bahwa probabilitas peristiwa E dari seluruh kejadian merupakan frekuensi
relatif dari ruang sampel (S). pernyataan ini ditunjukkan oleh:
ni
P( E ) = (1-2)
S
Masing-masing peristiwa dari ruang sampel S, ditulis dalam kejadian (E1, E2, …, Ei) dan
frekuensi relatif ni/S dari kejadian Ei haruslah bernilai positif dengan kisaran:
ni
0  1 atau 0  P ( E )  1 (1-3)
S
Total kejadian suatu peristiwa dalam ruang contoh adalah n1 + n2 + … + ni = S Selanjutnya
membagi ruas kanan dan kiri dengan S:
n1 n2 n
+ + ... i = 1 (1-4)
S S S
dengan menggunakan persamaan (1-1), akhiarnya diperoleh:
P ( E1 ) + P ( E2 ) + ...P( Ei ) = 1 (1-5)

Contoh 1
Kantor Statitik Pemprov Jawa Timur melaporkan bahwa dalam bulan Juli 2021 terdapat 500 kasus
kematian karena Pandemi Covid-19, yaitu 140 kasus disebabkan rusaknya paru-paru (P), 160
kasus disebabkan rusaknya jantung (J), 80 disebabkan rusaknya lever (L), 20 disebabkan rusaknya
ginjal (G) dan 100 kasus disebabkan Badai Sitokin (S). Dengan menggunakan pendekatan
frekuensi relatif:
a. Berapa probabilitas suatu kasus kematian disebabkan oleh serangan jantung (J).
b. Berapa probabilitas kasus kematian disebabkan Badai Sitokin (S).
c. Berapa probabilitas kasus kematian disebabkan rusaknya Lever (L) dan Ginjal (G).

a. Probabilitas suatu kasus kematian disebabkan oleh rusaknya jantung (J):


P(J) = 160/500 = 0,32
b. Probabilitas kasus kematian disebabkan Badai Sitokin (S):
P(D) = 100/500 = 0,20
c. Probabilitas kasus kematian disebabkan rusaknya (L) dan ginjal (G).
P (L  G) = (80+20)/500 = 0,20

Contoh 2
Keluarga Piter merencanakan memiliki anak 4 orang anak. Bila probabilitas kelahiran anak laki-
laki 60%, hitunglah:
a. Gambarkan dengan diagram pohon.
b. Berapakah probabilitas bila keluarga itu mengharapkan paling sedikit memiliki tiga anak
laki-laki.
c. Berapa probabilitas mendapatkan anak pertama laki-laki dan anak keempat perempuan.

a. Diagram pohon
a. Probabilitas bila keluarga itu mengharapkan paling sedikit memiliki tiga anak laki-laki.
P(E1  E2  E3  E5) = 0,1296 + 0,0864 + 0,0864 +0,0864) = 0,3888

b. Berapa probabilitas mendapatkan anak pertama laki-laki dan anak keempat perempuan.
P(E2  E4  E6  E8) = 0,0864 + 0,0576 +0,0576+0,0384) = 0,24

Pendekatan Subyektif
Bila suatu kejadian hanya terjadi beberapa kali saja, atau tidak ada informasi frekuensi
relatifnya, maka probabilitas ditentukan berdasarkan keyakinan, perasaan dan pengetahuan
individu atas suatu peristiwa. Pendugaan probabilitas yang tidak didasarkan bukti atau fakta
disebut probabilitas subyektif. Oleh sebab sifatnya individu, probabilitas suatu kejadian nilainya
akan ditaksir berbeda-beda oleh setiap individu, meskipun informasi awal yang diterima berkaitan
peristiwa tersebut adalah sama. Pendekatan ini seringkali dipakai oleh orang-orang yang cukup
berpengalaman dalam bidangnya guna meramalkan suatu kejadian.

KEJADIAN MAJEMUK
Kejadian Tidak Saling Lepas
Dua peristiwa atau kejadian dikatan tidak saling lepas (non mutually exclusive) apabila
kejadian yang satu dapat terjadi bersama-sama dengan kejadian yang lain.
Suatu operasi gabungan dari elemen (n) himpunan E dan elemen (n) himpunan F yang tidak
saling lepas (ada irisan) dapat dirumuskan:
( E  F ) = n( E ) + n( F ) − n( E  F ) (1-6)

Probabilitas gabungan dua kejadian E dan kejadian F yang tidak saling lepas dalam ruang
sampel S dapat ditentukan dengan membagi persamaan (1-6) dengan n(S):
n ( E  F ) n ( E ) n( F ) n( E  F )
= + − (1-7)
n( S ) n( S ) n( S ) n( S )

Berdasarkan persamaan (1-1), maka:


P( E  F ) = P( E ) + P( F ) − P( E  F ) (1-8)

Atau sebaliknya,
P( E  F ) = P( E ) + P( F ) − P( E  F ) (1-9)

Contoh 3
Dari 300 peserta Webinar (Web Seminar) diketahui sebanyak 150 laki-laki (L), 110 pegawai
swasta (S) dan 60 pegawai laki-laki pegawai swasta. Bila seorang peserta seminar dipilih untuk
memperoleh hadiah undian, berapa probabilitas yang dipilih: (a) bukan pegawai swasta, (b) laki-
laki atau pegawai swasta, (c) Laki-laki tetapi bukan pegawai swasta.
Probabilitas laki-laki P(L) = 150/300 = 0,50
Probabilitas pegawai swasta P(S) = 110/300 = 0,37
Probabilitas laki-laki pegawai swasta P(L  S) = 60/300 = 0,20

a. Probababilitas bukan pegawai swasta P(S) = 1- P(S) = 1- 0,37= 0,63


b. Probabilitas laki-laki atau pegawai swasta,
P(L  S) = P(L) + P(S) – P(L  S) = 0,50 + 0,37 – 0,32 = 0,55 → atau artinya gabungan
c. Probabilitas laki-laki tetapi bukan pegawai swasta
P(L  S) = (150 -110)/300 = 0,13

Contoh 4
Seorang mahasiswa Teknik Sipil mempunyai kemungkinan lulus dalam mata kuliah Fisika (F)
0,55, lulus mata kuliah Matematika (M) 0,65 dan lulus keduanya 0,60. Hitung: (a) Probabilitas
bahwa mahasiswa tersebut akan lulus dalam mata kuliah Fisika dan Matematika, (b) Mahasiswa
tidak lulus keduanya.

a. Probabilitas mahasiswa lulus keduanya


P(F) = 0,55
P(M) = 0,65
P(F  M) = P(F) + P(M) - P(F  M) → lulus dua2nya berarti gabungan (  )
= 0,55+ 0,65 – 0,60
= 0,60

b. Probabilitas mahasiswa tidak lulus keduanya


P(F’)  P(M’) = P(F’) + P(M’) - P(F  M)’ → Tidak lulus dua2nya berarti irisan (  )
= (1-0,55) + (1-0,65) – (1-0,60)
= 0,45 + 0,35 – 0,40
= 0,40

Kejadian Saling Lepas


Kajian-kajian menggunakan probabilitas ternyata semakin menarik dan sangat rumit.
Kejadian yang sifatnya saling lepas atau saling meniadakan terjadi jika kejadian E atau kejadian F
saling lepas satu dengan yang lain atau kejadian tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Artinya,
apabila terdapat kejadian E maka kejadian F tidak akan terjadi atau sebaliknya. Oleh karena itu,
probabilitas kejadian E dan kejadian F adalah P(E  F) = 0. Selanjutnya, dengan mensubsitusi pada
persamaan (1-8), berlaku azas penjumlahan:
P( E  F ) = P( E ) + P( F ) (1-10)

Secara umum, bila E1, E2, … En saling lepas, maka probabilitas kejadian-kejadian itu adalah:
P( E1  E2  ...En ) = P( E1 ) + P( E2 ) + ... + P( En ) (1-11)

Akan tetapi bila kejadian-kejadian E dan E’ merupakan komplemen satu dengan lainnya, maka E
 E’ =  dan E  E’ = S
S
E’
E

KEJADIAN TIDAK BEBAS


Dua peristiwa atau lebih dikatakan tidak bebas (dependent) apabila kejadian yang satu
dipengaruhi oleh kejadian yang lain. Probabilitas dari suatu kejadian yang tidak bebas ini dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu probabilitas marginal (marginal probability), probabilitas bersama
(joint probability) dan probabilitas bersyarat (conditional probability).

Probabilitas Marginal
Probabilitas marginal atau probabilitas tunggal adalah probabilitas terjadinya suatu kejadian.
Secara matematis probabilitas marginal dapat dinyatakan P(E) = probabilitas terjadinya peristiwa
E. jika kejadian E dan F merupakan kejadian yang tidak bebas (E terjadi lebih dahulu) maka P(F|E)
merupakan probabilitas kejadian F dengan syarat kejadian E terjadi lebih dahulu. Penjelasan ini
dapat ditelusuri pada probabilitas kejadian F dengan syarat kejadian E terjadi lebih dahulu.
Penjelasan ini dapat ditelusuri pada probabilitas bersyarat.

Probabilitas Bersama
Probabilitas bersama adalah probabilitas terjadinya dua peristiwa atau lebih secara bersama-
sama atau secara berurutan. Dalam hukum penjumlahan, jika kejadian E dan F merupakan dua
kejadian yang bersifat non mutually exclusive maka P(E  F) = P(E) + P( F) – P(E  F) dengan
P(E  F) ≠ 0. Dalam hukum perkalian, suatu kejadian E dan F merupakan dua kejadian yang tidak
bebas secara statistik, sehingga berdasarkan hukum ini, P(E  F) = P(E).P(E/F). Pembahasan
probabilitas kejadian yang bersifat tidak bebas ini akan banyak mengambil porsi dari probabilitas
bersyarat karena probabilitas yang lain dapat dijelaskan dengan mudah apabila didasarkan pada
probabilitas bersyarat.

Probabilitas Bersyarat
Probabilitas terjadinya E merupakan merupakan suatu kejadian di ruang sampel S, bila
diketahui kejadian lain F telah terjadi. Ini disebut dengan probabilitas bersyarat (conditional
probability) yang dinotasikan dalam bentuk P(E|F), dibaca probabilitas terjadinya E bila kejadian
F telah terjadi.

E F

k m-k
m
Gambar 3.2 Probabilitas bersyarat

Gambar 3.2 menunjukkan suatu kejadian E dan F dalam ruang sampel S. Asumsikan bahwa
ruang sampel S mempunyai n kejadian. Kejadian E mempunyai m elemen dan kejadian (E  F)
mempunyai k elemen (k ≤ m). Dengan menggunakan prinsip umum probabilitas,
m−k k
P( F ) = dan P( E  F ) = (1-12)
n n
Kita akan menentukan probabilitas bersyarat kejadian E jika kejadian F telah diketahui
yaitu P(E|F). Pada saat kejadian F telah terjadi, terlihat bahwa hanya m-k elemen yang ada di dalam
kejadian F dan terdapat k elemen kejadian E karena P(E  F) mempunyai k elemen. Ini dapat
dituliskan:
k
P( E | F ) = (1-13)
m
Dengan membagi pembilang dan penyebut dengan n maka:
k/n
P( E | F ) = (1-14)
m/n
Substitusi bentuk ini pada persamaan (1-13) sehingga:
P( E  F )
P( E | F ) = untuk P (F ) > 0 (1-15)
P( F )

Dalam hal ini probabilitas merupakan kejadian yang bersifat tidak bebas karena kejadian
yang kedua bergantung pada kejadian yang lain.
Jika diperluas lagi untuk suatu kejadian-kejadian E1, E2, E3, …, En, maka kaidah
penggandaan yang bersifat tidak bebas dapat ditulis:
P( E1  E2  E3 ...En ) = P( E1 ).P( E2 | E1 ).P( E2 ).P( E3 | E2 )... + P( En ) P( En+1 | En ) (1-16)

Contoh 5
Keluarga Fritz merencanakan memiliki 4 orang anak. Bila diketahui A (probabilitas mempunyai
anak tidak lebih dari 2 laki-laki), berapakah probabilitas bahwa B (ketiga jenis kelamin sama)
terjadi jika A telah terjadi? (a) Probabilitas kelahiran anak laki-laki 45% dan perempuan 55% dan
(b) Probabilitas kelahiran anak laki-laki 60%, perempuan 40%.

Sebelum menghitung nilai probabilitas dari pertanyaan (a) dan (b), perlu digambarkan terlebih
dahulu diagram pohon. Gambar diagram pohon bisa dilihat pada contoh 2. Dari gambar pohon
dapat ditentukan peluang anak lahir laki-laki dan perempuan berdasarkan asumsi prosentasi
kelahiran anak laki-laki dan perempuan.

Seperti yang terlihat pada tabulasi dibawah ini, ada 11 kejadian (tidak lebih dari 2 anak laki-laki,
artinya paling banyak 2 laki-laki), dimana A = { E4, E6, E7, E8, E10, E11, E12, E13, E14, E15,
E16} dan hanya 1kejadian di B = (E16), dimana semua perempuan di B, Jadi,
P( B  A) 0,092
a. L = 45%, W = 55% → P( B | A) = = = 0,121
P( A) (6 x0,061 + 4 x0,075 + 0,092)

P( B  A) 0,026
b. L = 60%, W = 40% → P( B | A) = = = 0,049
P( A) (6 x0,058 + 4 x0,038 + 0,026)

Contoh 6
Sebuah kardus berisi 4 kelereng hitam dan 6 kelereng putih. Jika diambil 2 kelereng satu per satu
dan tidak dikembalikan lagi, hitunglah probabilitas dari 2 kali pengambilan tersebut,
pengambilan pertama keluar kelereng putih dan pengambilan kedua juga putih.
P(E1) = pengambilan pertama keluar kelereng putih = 6/10 (pemisalan)
P(E2|E1) = pengambilan kedua keluar kelereng putih = 5/9 (sisa kelereng 9 buah) jadi,
P(E1  E2) = P(E1).P(E2|E1) = (6/10)(5/9) = 0,33
Pada pengambilan kedua, jumlah kelereng putih hanya 5 buah dan jumlah kelereng menjadi 9
buah karena terambil satu pada pengambilan pertama.
Contoh 7
Probabilitas perjalanan Pesawat Garuda berangkat tepat waktu P(W) = 0,85. Probabilitas
perjalanan Pesawat Garuda tiba di tujuan sesuai jadwal P(J) = 0,90 dan probabilitas perjalanan
Pesawat Garuda berangkat tepat waktu dan tiba ditujuan sesuai jadwal adalah P(W  J) = 0,75.
a. Berapa probabilitas Pesawat Garuda berangkat tepat waktu bila diketahui bahwa Pesawat
Garuda itu sampai tujuan sesuai jadwal,
P(W  J )
P(W | J ) = = 0,75/0,90 = 0,833
P( J )

c. Berapa probabilitas Pesawat Garuda tiba di tujuan sesuai jadwal jika diketahui Pesawat
Garuda berangkat tepat waktu.

P(W  J )
P( J | W ) = = 0,75/0,85= 0,882
P(W )

Contoh 8
Suatu pameran otomotif tahun 2019 dikunjungi 10 wanita dan 8 orang pria/laki-laki. Bila dari
mereka dipilih 3 orang secara acak untuk memperoleh 3 voucher, berapakah probabilitas : (a).
Ketiga voucher diperoleh pria, (b). Voucer pertama diperoleh pria, kedua dan ketiga diperoleh
wanita dan (c). Ada 2 vaucher diperoleh wanita dan 1 pria.
P(L) = probabilitas pria memperoleh voucer
P(W) = probabilitas wanita memperoleh voucer

a. Ketiga voucher diperoleh pria/laki-laki


P(L1  L2  L3) = P(L1).P(L2| L1).P(L3| L1  L2)
= (8/18).(7/17).(6/16) = 0,069

b. Voucer pertama diperoleh pria, kedua dan ketiga diperoleh wanita


P(L1  W1  W2) = P(L1).P(W1 |L1).P(W2 | L1  L2)
= (8/18).(10/17).(9/16) = 0,147

c. Ada 2 vaucher diperoleh wanita dan 1 pria, jawaban ada 3 kemungkinan


1. P(W1  W2  L1) = (10/18).(9/17).(8/16) = 0,147
2. P(W1  L1  W2) = (10/18).(8/16).(9/17) = 0,147
3. P(L1  W1  W2) = (8/16).(10/18).(9/17) = 0,147
Jadi, P = 3 x 0,147 = 0,441

KEJADIAN BEBAS
Dua peristiwa atau lebih dikatakan bebas apabila kejadian yang satu tidak dipengaruhi
kejadian yang lain. Probabilitas dari kejadian yang bebas ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
probabilitas marginal, probabilitas bersama dan probabilitas bersyarat.

Probabilitas Marginal
Probabilitas marginal atau probabilitas tunggal adalah probabilitas terjadinya suatu
kejadian yang tidak memiliki hubungan dengan kejadian yang lain. Secara matematis probabilitas
marginal dirumuskan sebagai P(E) = probabilitas terjadinya peristiwa E. Demikian juga
probabilitas terjadinya peristiwa F dituliskan sebagai P(F). Akan tetapi, kedua peristiwa ini tidak
memiliki hubungan dan tidak saling mempengaruhi kejadian yang lainnya. Secara umum kejadian
ini merupakan kejadian yang bersifat bebas secara statistik tanpa memperhatikan apakah kejadian
E atau F terjadi lebih dahulu.
Contoh probabilitas marginal adalah pada pelemparan uang logam. Pada pelemparan
sebuah uang logam, terjadinya peristiwa sisi gambar (G) dan sisi angka (A) memiliki probabilitas
masing-mading P(G) = 0,5 dan P(A) = 0,5. Probabilitas ini adalah probabilitas marginal, berapa
kalipun kita melakukan pelemparan. Demikian juga pada pelemparan dadu yang mempunya 6 sisi.
Masing-masing sisi mempunya probabilitas 1/6 untuk 1 kali lemparan.

Probabilias Bersama
Probabilitas bersama adalah probabilitas dua peristiwa atau lebih yang terjadi secara
bersama-sama atau secara berurutan. Probabilitas bersama merupakan hasil perkalian dari
probabilitas marginal atau probabilitas masing-masing peristiwa. Dalam hukum perkalian, suatu
kejadian E dan F merupakan dua kejadian bebas. Jadi, terjadi atau tidaknya peristiwa E,
probabilitas peristiwa F akan sama saja.
n( E ) n( F )
Misalkan P( E ) = dan P( F ) =
n( S ) n( S )

Bila seluruh anggota himpunan ruang sampel kejadian (E  F) ditulis n(E  F) = n(E).n(F),
maka probabilitas bersama kejadian bebas adalah:
n( E ) n( F )
P( E  F ) = x = P( E ).P( F ) (1-17)
n ( S ) n( S )

P(E  F) adalah probabilitas terjadinya peristiwa E dan peristiwa F bersama atau berurutan. P(E)
dan P(F) masing-masing merupakan probabilitas marginalnya.
Contoh 9
Sekeping uang logam dan sebuah dadu dilambungkan sekali. Berapa probabilitas munculnya
gambar burung (E1) dan sisi mata dadu 4 (E2) tersebut.
Probabilitas munculnya gambar angka E1 = 1/2. Probabilitas muncul mata 4 pada dadu E2 = 1/6.
Kejadian E1 dan E2 merupakan kejadian bebas sehingga:
P(E1  E2) = P(E1). P(E2) = (1/2).(1/6) = 0,083

Contoh 10
Probabilitas munculnya gambar burung (B) adalah P(B) = 0,6 dan angka P(A) = 0,4. Bila dilakukan
3 kali pelemparan uang logam, berapa probabilitas (a). Muncul sisi gambar B-B-A (b) Gambar B-
B-B dan (c) Muncul A dalam 3 kali pelemparan.
a. Probabilitas muncul sisi gambar B-B-A
P(B1  A  B2) = P(B1).P(A).P(B2) = 0,6x0,4x0,6 = 0,144
b. Probabilitas muncul sisi gambar B-B-B
P(B1  B2  B2) = P(B1).P(B2).P(B3) = 0,6x0,6x0,6 = 0,216
c. Probabilitas munculnya A dalam 3 kali pelemparan
P(A) = P(A  B1  B2) + P(B1  A  B2) + P(B1  B2  A)
= 0,144 + 0,144 + 0,144
= 0,432

Probabilitas Bersyarat
Suatu kejadian E dan kejadian F dikatakan bersifat bebas secara statistik bila terjadi peristiwa
yang satu tidak akan mempengaruhi peristiwa yang lain. Dapat berarti pula bahwa terjadi tidaknya
peristiwa E, probabilitas kejadian F akan sama saja sehingga P(E|F) = P(E). Implikasi dari
probabilitas yang bersifat bebas ini mengharuskan P(F|E) = P(F) dan sebaliknya. Oleh karena P(E
 F) setara dengan P(F  E) dan menuliskan kembali persamaan (1-15) yaitu:
P ( E  F ) = P( E | F ) xP ( F ) (1-18)

Oleh karena P( E | F ) = P( E ) maka

P( E  F ) = P( E ).P( F ) (1-19)

Karena dalam peristiwa yang bersifat bebas, bentuk persyaratan ini tidak berpengaruh, maka
dapat pula diyatakan bahwa P(F|E) = P(F) dengan P(F  E) = P(F) . P(E).
Perluasan probabilitas suatu kejadian-kejadian E1, E2, E3, …,En yang bersifat bebas
menghasilkan bentuk umum:
P( E1  E2  E3  ...  En ) = P( E1 ).P( E2 ).P( E3 )...P( En ) (1-20)

Contoh 11
Suatu hari di bulan Februari, probabilitas turun salju di Kota Karlsruhe 0,35. Probabilitas hari itu
jalanan macet 0,55 dan probabilitas hari itu akan turun salju atau jalanan macet 0,8. Apakah
kejadian “turun salju” dan kejadian “jalanan macet” merupakan kejadian bersifat bebas?
Misalkan dinyatakan S probabilitas turun salju dan M probabilitas jalanan macet, akan dinyatakan
sebagai P(S|M) = P(S) atau P (M|S) = P(M). Kita tahu bahwa P(S) = 0,35; P(M) = 0,55 dan P(S 
M) = 0,80. Dengan menggunakan rumus penjumlahan:
P(S  M) = P(S) + P(M) - P(S  M)
= 0,35 + 0,55 – 0,80
= 0,10

P( S  M )
Oleh karena P(S|M) = = 0,10/0,55
P( M )
= 0,18 → (PS)

P( M  S )
dan P(M|S) = = 0,10/0,35
P( S )
= 0,29 → P(M)

Maka kejadian “turun salju” dan “jalanan macet” di Kota Karlsruhe merupakan kejadian yang
bersifat bebas yaitu kejadian yang satu tidak mempengaruhi yang lain.
Contoh 12
Dalam kemampuan menembak, dilaporkan bahwa si A dapat mengenai sasaran 5 kali dalam 8
tembakan. Sedangkan B sebanyak 4 kali dalam 6 tembakan. Berapa probabilitasnya jika dalam
tembakannya:
a. A tidak mengenai sasaran
b. B tidak mengenai sasaran
c. A dan B semuanya mengenai sasaran
d. A dan B semuanya tidak mengenai sasaran.

a. P(A) = 5/8 → P(A’) = 1 – P(A)


= 1 – 5/8 = 3/8

b. P(B) = 4/6 → P(B’) = 1 – P(B)


= 1 – 4/6 = 1/3

c. A dan B semuanya mengenai sasaran =


P(A  B) = P(A).P(B) = 5/8 x 2/3 = 10/24 = 0,417

d. A dan B semuanya tidak mengenai sasaran.


P(A’  B’) = P(A’).P(B’) = 3/8 x 1/3 = 3/24 = 0,125
Contoh 13
Pesawat Boeing 747 memiliki 4 mesin. Pesawat laik terbang bila sedikitnya 2 mesin bekerja
dengan baik. Bila probabilitas mesin A bekerja dengan baik 0,65; mesin B = 0,75; mesin C = 0,60
dan mesin D = 0,85, hitunglah: (a) Berapa probabilitas pesawat bekerja sangat baik. (b) Berapa
probabilitas pesawat akan ditunda penerbangannya (tidak laik terbang)
a. Probabilitas pesawat dalam kondisi sangat baik jika keempat mesinnya bekerja dengan baik.
P(A  B  C  D) = P(A).P(B).P(C).P(D)
= 0,65 x 0,75 x 0,6 x 0,85
= 0,2486
b. Pesawat akan ditunda jika lebih dari 2 mesin pesawat yang tidak bekerja dengan baik

 Bila 4 mesin tidak dapat bekerja dengan baik


P(A’  B’  C’  D’) = P(A’).P(B’).P(C’).P(D’)
= 0,35 x 0,25 x 0,4 x 0,15
= 0,0052
 Bila 3 mesin tidak dapat bekerja dengan baik, ada 4 kemungkinan
➢ P(A  B’  C’  D’) = P(A).P(B’).P(C’).P(D’)
= 0,65x 0,25 x 0,4 x 0,15
= 0,0097

➢ P(A’  B  C’  D’) = P(A’).P(B).P(C’).P(D’)


= 0,35 x 0,75 x 0,4 x 0,15
= 0,0016

➢ P(A’  B’  C  D’) = P(A’).P(B’).P(C).P(D’)


= 0,35 x 0,25 x 0,6 x 0,15
= 0,0079
➢ P(A’  B’  C’  D) = P(A’).P(B’).P(C’).P(D)
= 0,35 x 0,25 x 0,4 x 0,85
= 0,030
Jadi pesawat tidak laik terbang jika keempat mesinnya tidak bekerja dengan baik atau 3 mesin
tidak bekerja dengan baik dengan probabilitas = 0,0097 + 0,0016 + 0,0079 + 0,030 = 0,0492

KAIDAH BAYES
Teori Bayes atau yang lebih dikenal dengan Kaidah Bayes, memainkan peranan yang sangat
penting dalam persyaratan probabilitas bersyarat. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh
Thomas Bayes (1702-1763). Kaidah Bayes merupakan kaidah yang memperbaiki suatu
probabilitas dengan memanfaatkan informasi tambahan. Maksudnya dari probabilitas awal (prior
probability) yang belum diperbaiki yang dirumuskan berdasarkan informasi yang tersedia saat ini,
kemudian dibentuklah probabilitas berikutnya (posterior probability).

F F’

Gambar 3.4 Diagram Venn yang menunjukkan Kejadian E, F dan F’


Perhatikan Diagram Venn pada gambar 3.4. Dengan memperhatikan diagram ini, kita dapat
menuliskan E sebagai paduan dua kejadian yang saling terpisah E  F dan E  F’, sehingga:
E = (E  F )  (E  F ' ) (1-21)

Probabilitas kejadian E dapat dituliskan:


P( E ) = P( E  F ) + P( E  F ' )

= P( F ).P( E | F ) + P( F ' ).P( E | F ' ) (1-22)


E|F P(F).P(E|F)

F
E’|F P(F).P(E’|F)
E|F’ P(F’).P(E|F’)

F’
E’|F’ P(F’).P(E’|F’)

Gambar 3.5 Diagarm Pohon


Dengan mencantumkan nilai-nilai probabilitas melalui diagram pohon gambar 3.5. Cabang
pertama menghasilkan probabilitas P(F).P(E|F) cabang kedua menghasilkan P(F).P(E’|F).
Generalisasi dalam diagram pohon diatas dapat diperluas misalkan terdapat kejadian-kejadian
yang bersifat saling lepas yaitu: F1, F2, …, Fn ≠ 0 dengan i = 1, 2, 3… n.

Selain menghitung P(E), pernyataan selanjutnya adalah menentukan berapa besar


probabilitas bersyarat P(Fi|E)-nya seperti Gambar 3.6. Pertanyaan ini dapat dijelaskan dengan
Kaidah Bayes, yaitu jika kejadian-kejadian F1, F2, …, Fn merupakan sekatan dari ruang sampel
dengan P(Fi) ≠ 0 untuk i = 1, 2, 3… n.
P( Fi  E )
P( Fi | E ) = dengan P(E) > 0 (1-23)
P( E )

E  F1 E  F2 … E  Fn

F1 … Fn
F2

Gambar 3.6. Diagaram penyekatan ruang


Jika kejadian-kejadian F1, F2, … Fn adalah kejadian bebas satu sama lain yang juga
merupakan kejadian kolektif dan terbatas dengan probabilitas priori P(F1), P(F2), …, P(Fn) serta
karena kejadian E dibatasi kejadian F1, F2, …, dan Fn maka kejadian E merupakan gabungan dari
kejadian-kejadian (E  F1), (E  F2), …, (E  Fn). Sehubungan dengan ini, maka probabilias P(E)
ditulis sebagai:
P( E ) = P( E  F1 ) + P( E  F2 ) + ... + P( E  Fn (1-24)

Oleh karena kesamaan probabilitas P(E  Fi) = P(Fi  E), memungkinkan bahwa:
P( Fi  E ) = P( Fi ).P( E | Fi ) (1-25)

Dengan mensubsitusikan persamaan (1-25) dan persamaan (1-24) diperoleh:


E = P( Fi ).P( E | Fi ) + P( F2 ).P( E | F2 ) + ... + P( Fn ).P( E | Fn ) (1-26)

Selanjutnya dengan mengeleminasi penyebut dan pembilang (1-22) dengan dua persamaan yang
terakhir selanjutnya probabilitas bersyarat P ( Fi| | E ) untuk sembarang kejadian E:

P( Fi ).P( E | Fi )
P( Fi | E ) = (1-27)
P( F1 ).P( E | F1 ) + P( F2 ).P( E | F2 ) + ... + P( Fn ).P( E | Fn )

Bentuk ini merupakan penyeseaian umum dari Bayes.

Contoh 14
Sebuah pabrik memproduksi mobil mainan dengan menggunakan 3 mesin sekaligus, yaitu mesin
A, mesin B, mesin C. Mesin A mampu memproduksi 500 unit, mesin B memproduksi 400 unit
dan mesin C 100 unit. Dalam proses produksi, tercatat sebanyak 10% mainan yang rusak
diproduksi mesin A, 5% rusak dari mesin B dan 2% rusak dari mesin C. Jika dari total produksi
dipilih 1 buah produk dipilih secara acak, hitunglah:
a. Probabilitas produk yang dipilih adalah rusak P(E)
b. Probabilitas produk yang dipilih adalah baik P(E’)
c. Bila produk yang dipilih rusak, maka berapa probabilitasnya yang diproses mesin A.

Dihitung terlebih dahulu probabilitas mobil mainan yang dihasilkan masing-masing mesin.

a. Probabilitas produk mesin P(A) = 500/1000 = 0,5


Probabilitas produk rusak dari mesin A, P(E|A) = 0,10
Probabilitas produk dari mesin P(B) = 400/1000 = 0,4
Probabilitas produk rusak dari mesin B, P(E|B) = 0,05
Probabilitas produk mesin P(C) = 100/1000 = 0,1
Probabilitas produk rusak dari mesin C, P(E|C) = 0,02

Jadi probabilitas produk yang dipilih rusak P(E) adalah:


P(E) = P(A).P(E|A) + P(B).P(E|B)+P(C).P(E|C) = 0,5(0,10) + 0,4(0,05) + 0,1(0,02) = 0,072

b. Probabilitas produk yang dipilih adalah baik P(E’)


P(A) = 0,5 P(E’|A) = 1- P(E|A) = 1-0,1 = 0,90
P(B) = 0,4 P(E’|B) = 1- P(E|B) = 1-0,05 = 0,95
P(C) = 0,1 P(E’|C) = 1- P(E|C) = 1-0,02 = 0,98

Jadi, probabilitas yang dipilih baik P(E’) adalah:


P(E’) = P(A).P(E’|A) + P(B).P(E’|B) + P(C).P(E’/C)
= 0,5(0,90) + 0,4(0,95) + 0,1(0,98)
= 0,928
c. Probilitas produk yang diproses dari mesin A diketahui ternyata rusak adalah:

(0,5).(0,10)
P(A|E) =
(0,5)(0,10) + (0,4)(0,05) + (0,1)(0,02)
= 0,694

Contoh 15
Sepatu Boots diproduksi di dua pabrik, yaitu di Tangerang (T) dan Majalengka (M). Pabrik T
menghasilkan 40% dan pabrik M sebesar 60% dari total produksinya. Dari sisi kualitas sepatu,
80% sepatu yang diproduksi pabrik T berkualitas baik sedangkan pabrik M hanya mampu
menghasilkan 70% kualitas baik. Apabila produksi sepatu dari pabrik T dan M dijual dengan
merek yang sama, hitunglah:
a. Berapa probabilitas bahwa konsumen mendapatkan sepatu berkualitas, dan bagaimana jika
sepatu itu berkualitas jelek.
b. Berapa probabilitas bahwa sepatu yang diproduksi di pabrik T jika diketahui sepatu tersebut
berkualitas baik, dan bagaimana untuk pabrik M.

P(B) = probabilitas berkualitas baik


P(B|T) = Probabilitas berkualitas baik jika diketahui diproduksi di Tangerang = 0,80
P(B|M) = Probabilitas berkualitas baik jika diketahui diproduksi di Majalengka = 0,70

a. Konsumen mendapatkan sepatu kualitas baik


P(B) = P(T  B) + P(M  B) = P(T).P(B|T) + P(M).P(B|M)
= 0,4x0,80 + 0,60x0,70
= 0,74
Probabilitas mendapatkan sepatu berkualitas jelek.
P(J) = P(T  J) + (M  J) = P(T).P(J|T) + P(M).P(J|M)
= 0,4x(1-0,80) + 0,6x(1-0,70)
= 0,26

b. Probabilitas sepatu yang diproduksi di pabrik T diketahui berkualitas baik.


P(T  B)
P(T|B) = = 0,32/0,74 = 0,433
P( B)
Probabilitas sepatu yang diproduksi di pabrik M jika diketajui sepatu berkualitas baik
P( M  B)
P(M|B) = = 0,42/0,74 = 0,567
P( B)

Distribusi Binomial
Distribusi Binomial adalah suatu distribusi teoritis yang menggunakan variabel acak diskrit
yang terdiri dari dua kejadian yang berkomplemen, seperti sukses-gagal, baik-cacat.

Bi dalam kata Binomial berarti dua. Hal ini merujuk kepada setiap kali percobaan atau
kesempatan, hasil yang mungkin muncul hanya ada dua.
Pada umumnya suatu eksperimen dapat dikatakan eksperimen Binomial apabila memenuhi
syarat sebagai berikut.
1. Percobaan dilakukan sebanyak n kali (berulang)
2. Setiap percobaan menghasilkan dua kemungkinan (kejadian):
a) Menang (sukses) - Tidak menang (gagal);
b) Senang (sukses) - Tidak Senang (gagal);
c) Puas (sukses) - Tidak Puas (gagal);
d) Setuju (sukses) - Tidak Setuju (gagal);
e) Barang bagus (sukses) - Barang rusak (gagal).
3. Probabilitas setiap hasil percobaan adalah sama.
P(p) untuk peluang sukses, P(q) untuk peluang gagal, dan P(p) + P(q)= 1.
4. Probabilitas sukses (p) tetap konstan (tidak berubah) dari satu pengulangan ke pengulangan
lainnya, sedangkan probabilitas gagal adalah q = 1- p
5. Eksperimen harus bebas satu sama lain (saling independen).

Rumus Peluang Binomial


Dalam suatu percobaan binomial, peluang untuk mendapatkan tepat X sukses dalam n
percobaan adalah:

n!
P( X = x) = p x − q n− x
(n − x)! x!

Dimana:
P(X=x) = nilai peluang
n = jumlah percobaan
x = jumlah peluang
p = peluang sukses
q = peluang gagal

Contoh 15
Koin dilempar sebanyak tiga kali. Tentukan peluang mendapatkan tepat dua angka.

Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan melihat ruang sampelnya. Ruang sampel dari
pelemparan satu koin sebanyak tiga kali adalah:

S = {AAA, AAG, AGA, GAA, GGA, GAG, AGG, GGG}

Dari ruang sampel, terdapat tiga unsur tepat dua angka, yaitu AAG, AGA, dan GAA, sehingga
peluang untuk mendapatkan tepat dua angka adalah 3/8 atau 0,375.

Percobaan koin dilempar tiga kali memenuhi sudut pandang percobaan binomial dengan sejumlah
alasan:
1. Terdapat tiga kali percobaan;
2. Setiap percobaan hanya memiliki dua kemungkinan, yaitu angka (A) atau gambar (G);
3. Hasil dari masing-masing percobaan saling bebas (hasil dari suatu pelemparan tidak
mempengaruhi hasil pelemparan lainnya);
4. Peluang percobaan sukses (angka) adalah ½ di setiap percobaannya.

Dalam kasus ini, n = 3, X = 2, p = ½, dan q = ½ sehingga dengan mensubstitusi nilai-nilai


tersebut ke dalam rumus Peluang Binomial, didapat peluang mendapatkan tepat dua angka. :

3! 1 1 3
P(2) = .( ) 2 .( )1 = = 0,375
(3 − 2)!2! 2 2 8

Anda mungkin juga menyukai