Dosen Pengampu:
Muhammad Zulfa Alfarauqy, S.Psi., M.A.
Penyusun:
Satria Pramana
15000119120007
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
JUNI 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dalam keadaan sehat sehingga dapat menyusun
dan menyelesaikan tugas makalah dengan baik.
Adapun tujuan penulis membuat makalah ini adalah dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Lingkungan, yang membahas mengenai gambaran
karakteristik Kabupaten Jepara, yang ditinjau dalam perspektif psikologi lingkungan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan dan manusia merupakan dua hal yang memiliki interaksi bersifat
saling mempengaruhi, dimana lingkungan dapat mempengaruhi bagaimana manusia
berperilaku, begitu juga sebaliknya perilaku manusia dapat menciptakan suatu perubahan
terhadap kondisi lingkungan. Jika berbicara mengenai lingkungan merupakan suatu
konteks dimana di dalamnya memiliki cakupan yang sangat luas, maka dari itu penulis
memberikan batasan dalam pembahasan yaitu hanya dalam ruang lingkup wilayah atau
daerah kabupaten. Kabupaten atau kota merupakan salah satu lingkungan hidup buatan
yang di dalamnya terdapat berbagai proses interaksi sehingga menciptakan suatu bentuk
lingkungan sosial. Kabupaten atau kota juga dituntut untuk dapat memenuhi berbagai
kebutuhan manusia termasuk kebutuhan akan hunian, fasilitas dan peralatan, kegunaan,
mobilitas, serta ruang publik, yang mana tetap menjaga kualitas lingkungan dan tetap
menjaga keadilan diantara para penduduknya.
Dikutip dari laman resmi pemerintah Jepara (jepara.go.id), Jepara adalah salah
satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, dimana daerah tersebut merupakan
yang paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Tempat kelahiran R.A Kartini
ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di bagian barat dan utara, di timur berbatasan
dengan Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus, serta Kabupaten Demak di bagian
selatannya. Menurut sejarahnya, Jepara dahulu tidak menyatu dengan pulau Jawa dan
terpisah oleh selat Muria, namun karena terjadi sedimentasi maka selat tersebut berubah
menjadi daratan dan menjadikan Jepara menyatu dengan pulau Jawa. Jepara sendiri
berasal dari kata “Ujungpara” yang kemudian berganti menjadi “Ujung Mara”,
“Jumpara”, dan akhirnya berubah menjadi Jepara atau Japara yang dikenal hingga saat
ini (Supriyono, 2013).
Adapun yang menjadi ketertarikan bagi penulis untuk melakukan pembahasan
mengenai gambaran karakteristik Kabupaten Jepara yang ditinjau dalam perspektif
psikologi lingkungan adalah karena belum begitu banyak penelitian, riset, maupun kajian
tertulis yang membahas mengenai lingkungan di Jepara. Makalah ini diharapkan dapat
menjadi sumber literatur yang dapat menambahkan informasi mengenai karakteristik
lingkungan Jepara, yang mungkin juga dapat digunakan sebagai sumber acuan untuk
melakukan evaluasi atau pengembangan di daerah Jepara itu sendiri. Selain itu,
ketertarikan lain bagi penulis dalam melakukan analisis mengenai Jepara karena wilayah
ini merupakan wilayah yang memiliki unsur kedekatan tersendiri bagi penulis, karena
penulis tumbuh, dibesarkan, dan tinggal di daerah Jepara, sedikit banyak penulis telah
mengenal dan mengetahui mengenai Jepara, sehingga memudahkan penulis dalam
membuat kajian literatur mengenai hal tersebut.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka penulis menetapkan suatu
rumusan masalah diantaranya:
1. Bagaimana identitas khas yang dimiliki Kabupaten Jepara?
2. Bagaimana persepsi masyarakat Jepara terhadap ketersediaan ruang publik di
Kabupaten Jepara?
3. Bagaimana persepsi masyarakat Jepara terhadap keamanan dan kenyamanan
Kabupaten Jepara?
4. Bagaimana stressor yang ada di Kabupaten Jepara?
1.3 Tujuan
Berikut merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui identitas khas yang dimiliki Kabupaten Jepara.
2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Jepara terhadap ketersediaan ruang publik
di Kabupaten Jepara.
3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Jepara terhadap keamanan dan
kenyamanan Kabupaten Jepara.
4. Untuk mengetahui apa saja stressor yang ada di Kabupaten Jepara.
1.4 Manfaat
Adapun berbagai manfaat yang termuat di dalam makalah ini, diantaranya sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi pembaca maupun para
pengembang daerah terkait sebagai bahan evaluatif dan referensi informasi.
3. Manfaat bagi Penulis
Makalah ini dinilai dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi penulis,
dalam hal ini adalah pemahaman lebih mendalam mengenai Kabupaten Jepara,
serta penulisan lainnya yang berhubungan dengan masalah tersebut. Selain itu,
menjadi salah satu syarat penulis untuk dapat lulus di mata kuliah Psikologi
Lingkungan, Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.
3
BAB II
DATA LAPANGAN
Psikologi Lingkungan merupakan salah satu cabang ilmu Psikologi termuda
dimana masih belum terdapat cukup banyak grand theories tersendiri dalam Psikologi
Lingkungan, serta tatarannya masih dalam teori-teori mini (Veitch & Arkkelin, 1995
dalam Helmi, 1999). Hal tersebut menyebabkan penelitian dan riset-riset masih belum
banyak dipublikasikan dalam 5 hingga 10 tahun terkahir dengan menggunakan data
empiris, sehingga penulis menemukan kesulitan dalam mencari data maupun dalam
mencari teori-teori yang mendukung.
Penulis menetapkan beberapa strategi agar tetap dapat mengkaji topik ini dengan
dua cara yaitu menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer penulis dapatkan
dengan cara melakukan wawancara singkat dengan subjek yang memiliki kriteria yaitu
merupakan penduduk asli atau tinggal di Jepara. Disini peneliti memilih dua subjek yang
akan diwawancarai secara terpisah, masing-masing berjenis kelamin perempuan (yang
akan dinamai subjek A) dan laki-laki (dinamai Subjek B), yang mana keduanya
merupakan seorang mahasiswa aktif. Dua subjek wawancara tersebut selain memiliki
perbedaan dalam jenis kelamin, juga memiliki perbedaan dalam hunian yang mereka
tempati, dimana subjek yang berjenis kelamin perempuan berdomisili di daerah
perkotaan, sedangkan subjek laki-laki berdomisili yang bukan daerah perkotaan (peri-
urban). Disini peneliti sengaja memilih subjek dengan perbedaan karakteristik guna
mencari tahu apakah terdapat perbadaan respon dari kedua subjek wawancara tersebut
mengenai persepsi mereka terhadap Kabupaten Jepara. Strategi yang kedua yaitu, penulis
melakukan pencarian data sekunder dengan membaca literatur dari laman resmi
pemerintah daerah (Jepara), artikel, surat kabar atau media, dan sumber data sekunder
lain yang mendukung.
Adapun sub topik yang akan dibahas kali ini mencakup mengenai beberapa poin
utama yaitu diantara; identitas khas, ketersediaan ruang publik, keamanan dan
kenyamanan, serta sumber stressor di wilayah Kabupaten Jepara. Berikut ini merupakan
penjelasan dari beberapa sub topik tersebut:
2.1 Data Terkini Identitas Khas Kabupaten Jepara
Dalam sub topik mengenai identitas khas yang dimiliki Kabupaten Jepara, penulis
menanyakan pada masing-masing subjek dengan pertanyaan sebagai berikut, “menurut
yang Anda ketahui, bagaimana identitas fisik, sosial, dan budaya yang khas dimiliki
Kabupaten Jepara?”. Dari pertanyaan tersebut, terdapat tiga poin utama yaitu identitas
fisik, identitas sosial, dan identitas budaya yang akan dijelaskan lebih lanjut sebagai
berikut:
4
Dari pertanyaan yang diajukan mengenai identitas khas fisik Kabupaten
Jepara, subjek A menjawab bahwa “....Jepara memiliki kekhasan fisik yang terdiri
dari banyak pantai dan air terjun, juga memiliki cuaca normal, dan terdapat beberapa
monumen patung seperti patung Kartini, patung Tiga Wanita Jepara, dan patung
Ukir..”, sedangkan subjek B menjawab “...Menurut saya daerah Jepara merupakan
daerah yang berdataran rendah dan terdapat pantai yang menjadi identik Jepara..”.
Respon dari kedua subjek sama-sama menunjukkan bahwa Jepara merupakan daerah
pesisir pantai yang menjadi identitas paling menonjol, namun selain itu juga terdapat
berbagai identitas khas lain yang bervariatif.
Dikutip dari laman resmi pemerintah jepara.go.id, menyebutkan bahwa
Jepara terletak di bagian utara Provinsi Jawa Tengah, yang memiliki 16 kecamatan
dengan kondisi relief yang beragam. Jepara tidak hanya terdiri dari dataran rendah
berupa pantai, tetapi juga terdiri dari dataran tinggi (di sekitar Gunung Muria dan
Gunung Clering). Jepara memiliki kondisi Topografi sekitar 0-1.301 meter di atas
permukaan laut. Adapun penggunaan lahan di Jepara, umumnya digunakan untuk;
pemukiman dan kawasan industri (29,57%), lahan sawah (26,47%), area hutan
(17,45%), tegalan (17,69%), padang rumput (0,01%), rawa yang tidak ditanami
(0,02%), tambak dan kolam (1,06%), tanah untuk tanaman kayu (1,29%),
perkebunan negara (3,93%), dan sisanya berubah tanah lainnya (2,52%).
Subjek A menilai bahwa budaya yang dimiliki Jepara sangat banyak dan
beragam, seperti ada ukiran, tenun Troso, dan masih banyak tradisi yang
dilaksanakan masyarakat Jepara seperti kenduri, tahlilan, serta dibeberapa daerah
5
tertentu masih sering menjunjung budaya gotong royong. Selanjutnya pada subjek B
menyatakan bahwa masyarakat Jepara masih menjunjung budaya seperti tahlilan,
selamatan, pengajian, dan lain-lain.
Dikutip dari artikel kabartravel.id, menyebutkan setidaknya ada 6 acara seni
budaya dan seni tradisional khas Jepara yang masih diselenggarakan hingga sekarang
yaitu diantaranya; tradisi Perang Obor, Tari Tayub Jepara, tradisi Emprak, Pesta
Lomban Jepara, Tari Kridadjati Jepara, dan Pesta Baratan Jepara. Dari berbagai
bentuk budaya dan tradisi tersebut menunjukkan bahwa Jepara memiliki kekayaan
budaya yang sangat beragam, antusiasme masyarakat Jepara dinilai sangat tinggi
pada bidang kebudayaan yang menjadikan budaya tersebut masih tetap eksis hingga
sekarang.
2.2 Data Terkini Ketersediaan Ruang Publik di Jepara
Dalam sub topik mengenai ketersediaan ruang publik di daerah Kabupaten Jepara,
penulis menanyakan pada masing-masing subjek dengan pertanyaan sebagai berikut,
“bagaimana persepsi Anda terhadap ketersediaan ruang publik di Jepara itu seperti apa?”.
Dari pertanyaan tersebut, subjek A menjawab bahwa ruang publik di Jepara sangat
banyak seperti; terdapat taman-taman kota, lapangan, stadion, dan lain sebagainya.
Sedangkan subjek B menilai bahwa ruang publik yang ada di Jepara itu sangat cukup
tersedia, ia juga berpendapat bahwa pemerintah Jepara sangat memfasilitasi ruang publik
untuk masyarakatnya seperti terdapat stadion, alun-alun Jepara, taman, dan terdapat
fasilitas olahraga seperti lapangan tenis, sepak bola, voli, dan lain-lain.
Berbeda dengan pernyataan subjek A dan subjek B, disini penulis menemukan
data sebuah artikel berita dari murianews.com (2017), yang menyebutkan bahwa
penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Jepara masih minim dimana hanya didominasi
oleh sektor privat atau milik pribadi sebanyak 20% dan sementara fasilitas RTH milik
pemerintah baru mencapai 10%. Hal tersebut dinilai masih belum cukup memenuhi sesuai
standar dari regulasi pemerintah yang menetapkan batasan minimal RTH untuk wilayah
Kabupaten adalah 30% dari luasan wilayahnya.
2.3 Data Terkini Keamanan dan Kenyamanan di Jepara
Pada sub topik mengenai keamanan dan kenyamanan di Kabupaten Jepara,
penulis menanyakan pada masing-masing subjek dengan pertanyaan sebagai berikut,
“bagaimana persepsi Anda terhadap keamanan dan kenyamanan di Kabupaten Jepara
ini?”. Dari pertanyaan tersebut dari segi keamanan, subjek A menyatakan bahwa dirinya
masih suka “was-was” disaat berpergian pada malam hari, karena ia menilai bahwa Jepara
bukan kota besar yang menjadikannya sepi dan rawan pada malam hari seperti jam 9
malam ke atas. Selanjutnya dari segi kenyamanan, subjek A menilai bahwa Jepara
merupakan tempat yang nyaman karena ia berpendapat bahwa Jepara minim terjadi
bencana alam. Sedangkan subjek B merasa sangat nyaman dan tentram tinggal di Jepara
karena menurutnya semua fasilitas tersedia dan masyarakatnya ramah-ramah.
6
Dilansir dari tribatanews.jateng.polri.go.id (2020), kepolisian sektor Jepara selalu
berupaya untuk menciptakan situasi kondusif untuk kenyamanan masyarakatnya dengan
cara mengintensifkan kegiatan patroli baik siang maupun malam hari. Pelaksanaan patroli
oleh petugas kepolisian tersebut bukannya tanpa alasan, akhir-akhir ini terdapat berbagai
tindak kejahatan di wilayah Jepara seperti dalam artikel mediaindonesia.com (2020),
yang menyebutkan beberapa tindak kejahatan yang paling dominan di Jepara dalam satu
tahun terakhir yaitu yang pertama kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
terlarang (Narkoba) yang mencapai 47 kasus selama tahun 2020, kedua adalah kasus
penggelapan yang mencapai 40 kasus, disusul pencurian kendaraan bermotor 39 kasus,
pencabulan 35 kasus, kasus pencurian dengan pemberatan mencapai 27 kasus dan
pencurian dengan kekerasan 12 kasus. Selebihnya merupakan kasus pengeroyokan,
penganiayaan, perzinaan, pemalsuan, penipuan, pembunuhan, dan perjudian dengan
jumlah bervariasi. Namun, kasus kejahatan konvensional pada tahun 2020 mengalami
penurunan jumlah yang hanya 279 kasus, sedangkan tahun sebelumnya mencapai 282
kasus.
2.4 Data Terkini Sumber Stressor di Jepara
7
Senada dengan pernyataan subjek A, penulis menemukan beberapa artikel berita
yang memuat mengenai kerusakan jalan di Jepara seperti salah satunya dilansir dari
radarkudus.jawapos.com (2020), yang menyebutkan bahwa sepanjang 15 km jalan
provinsi di Jepara rusak, dari desa Mulyoharjo hingga Kembang. Data selanjutnya yang
dikutip dari laporan sippa.ciptakarya.pu.go.id menunjukkan suhu rata-rata sedang
berkisar antara 21,55 – 32,71 °C, pada musim-musim tertentu memang wilayah Jepara di
daerah pesisir akan merasakan suhu yang lumayan panas.
8
BAB III
ANALISIS
Menurut Zeisel (2006, dalam Dzulfikar, 2017) menunjukkan pentingnya dalam
mempertimbangkan kebutuhan orang-orang yang berhubungan dengan lingkungan
binaan mereka. Adapun kebutuhan tersebut yang diidentifikasi menjadi lima,
diantaranya; kebutuhan akan keamanan, kebutuhan akan kejelasan dan keterbacaan,
kebutuhan akan privasi, kebutuhan untuk berinteraksi sosial, dan kebutuhan akan
identitas. Dalam makalah ini, penulis akan melakukan analisis apakah Kabupaten Jepara
telah memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan menjadikan Jepara sebagai tempat tinggal
yang nyaman bagi para penduduknya.
9
Dari data tersebut, kemudian penulis memberikan saran kepada pemerintah
Kabupaten Jepara untuk melakukan pengembangan pada daerah selain pesisir, dengan
melakukan pengembangan seperti membangun sarana dan prasarana di daerah bukan
pesisir yang bertujuan menarik penduduk atau menggeser pola pemukiman untuk
menempati wilayah selain daerah pesisir yang sudah penuh sesak. Menurut Moser (dalam
Fleury-Bahi, dkk, 2017) meneliti bahwa kepadatan penduduk dapat berubah menjadi
sebuah stressor, maka dari itu pemerintah sebaiknya dapat mengurai kepadatan penduduk
agar tidak berfokus pada satu wilayah.
Pada identitas sosial dan budaya pada masyarakat Jepara yang penulis dapatkan
dari sumber primer maupun sekunder menunjukkan hasil yang positif dimana masyarakat
Jepara masih mempertahankan praktik kegiatan sosial seperti dalam bentuk kegiatan
gotong royong, kegiatan organisasi pemuda, maupun kegiatan-kegiatan positif lainnya
yang berhubungan dengan kebudayan seperti penyelenggaraan festival, upacara tradisi,
nguri-nguri budaya, dan lain-lain. Menurut Korosec-Serfaty (dalam Fleury-Bahi, dkk,
2017) berpendapat bahwa upaya yang dibuat masyarakat melalui berbagai bentuk
tindakan akan membantu menerikan makna pada ruang atau daerahnya. Sehingga penulis
menyarankan untuk masyarakat setempat maupun pemerintah daerah dapat
mempertahankan atau meningkatkan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial seperti
olahraga bersama, praktik keagamaan, berbagai pertunjukkan, hal ini bertujuan untuk
memperkuat identitas daerah Jepara dan mengubah sikap masyarakat menjadi kearah
yang lebih positif.
3.2 Analisis Ketersediaan Ruang Publik di Jepara
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, penulis mendapatkan gambaran yang
positif terkait ketersediaan ruang publik di Jepara yang dinilai sudah cukup lengkap dan
telah terfasilitasi menurut kedua subjek. Tersedianya taman kota, alun-alun, sarana
lapangan olahraga, dan sarana ruang publik lainnya dapat membantu masyarakat dalam
melakukan mobilitas serta mendukung penyaluran aktivitas bagi masyarakat sekitar.
Lebih lanjut, Menurut Darmawan (2007, dalam Pratomo dkk, 2019) menyebutkan bahwa
adanya fasilitas ruang publik merupakan elemen penting karakter perkotaan dan memiliki
fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi, dan apresiasi budaya.
Apabila mengacu pada gambar peta aksesibilitas dari data Dewi, dkk (2020),
terlihat bahwa sarana dan prasarana di daerah Jepara seperti peribadatan, pariwisata,
ruang terbuka hijau (RTH), transportasi, kesehatan, pendidikan, dan perniagaan sudah
cukup baik meskipun belum cukup merata. Pada peta di bawah terlihat bahwa masih
terdapat daerah yang berwarna kuning dan merah yang cukup luas dimana daerah tersebut
belum mudah dalam mendapatkan akses baik sarana maupun prasarana. Hal tersebut
tentunya dapat menjadi pertimbangan sekaligus bahan evaluasi bagi pemerintah daerah
Kabupaten Jepara untuk melakukan pengembangan daerah yang belum mendapatkan
akses layanan publik.
10
Gambar 2. Peta Aksesibilitas Kabupaten Jepara
11
Adapun upaya positif yang telah dilakukan oleh sektor kepolisian Jepara dengan
melakukan patroli pada siang maupun malam hari sedikit dapat menekan tindak kejahatan
dan menimbulkan rasa aman bagi masyarakat. Tentunya hal tersebut tidaklah cukup
apabila pemerintah dan masyarakat tidak sama-sama saling bersinergi dalam menindak
kasus kriminalitas di daerahnya. Diperlukan kesadaran yang tinggi bagi masing-masing
individu untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
Penulis menyarankan bagi pemerintah apabila ingin mengubah sikap masyarakat
menjadi kearah hal yang positif dapat melakukan stimulus yang menyasar pada ketiga
aspek yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Menurut Azjen (1989, dalam Palupi & Sawitri,
2017) ketiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan konatif berkaitan dengan sikap individu.
Maka dari itu dari segi kognitif pemerintah dapat mengedukasi masyarakatnya dan sering
melakukan sosialisasi di berbagai wilayah Jepara, dari aspek afektif pemerintah dapat
memberikan edukasi bagi para orangtua mengenai pola asuh yang benar atau melakukan
penyuluhan kepada keluarga di Jepara untuk mengembangkan kasih sayang dan
kedamaian dalam ruang lingkup terkecil yaitu keluarga, kemudian dari aspek konatif
pemerintah dapat menyelenggarakan berbagai aktivitas yang berorientasi sosial secara
positif.
3.4 Analisis Sumber Stressor di Jepara
Dari data primer dan sekunder yang penulis dapatkan, sumber stressor yang
dialami masyarakat Jepara cukup bervariatif, mulai dari polusi udara yang dinilai telah
tercemar, cuaca atau suhu yang panas, akses jalan yang rusak, serta minimnya moda
transportasi menjadi sumber stres yang dirasakan oleh masyarakat Jepara. Adanya respon
bervariasi mengenai stres yang dirasakan individu menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan individu dalam merespon stressor yang ada. Menurut Bell (2001, dalam Bahi,
dkk, 2017) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan individu dalam
mengatasi tuntutan lingkungan, termasuk di dalamnya terdapat faktor kepribadian dan
kelelahan mental.
Suhu panas di daerah Jepara menurut data dapat menyentuh angka 32°C pada
kondisi tertentu, ditambah daerah Jepara yang merupakan wilayah pesisir akan sangat
terdampak kenyamanannya. Studi yang dilakukan oleh Anderson, dkk (2000)
menunjukkan bahwa suhu yang panas meningkat motivasi individu untuk berperilaku
agresif. Bahkan suhu panas dan kekerasan dikatakan berjalan seiring, ini dapat menjadi
salah satu faktor masyarakat Jepara daerah pesisir cenderung lebih agresif dibandingkan
daerah pegunungan. Hal ini kemudian diperparah dengan kondisi udara yang buruk dan
akses jalan yang rusak dapat memicu meningkatnya emosional masyarakat yang terpapar
langsung pada stressor ini.
12
dapat memperbanyak tempat untuk berteduh seperti halte, kanopi-kanopi, atau
memperbanyak pohon rindang di tepian jalan. Memperbanyak menanam pohon selain
membuat daerah tersebut terlihat teduh, juga dapat menurunkan sumber polusi udara.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jepara merupakan daerah yang terletak di bagian utara Provinsi Jawa Tengah,
yang memiliki 16 kecamatan dengan kondisi relief beragam. Jepara tidak hanya terdiri
dari dataran rendah berupa pantai, tetapi juga terdiri dari dataran tinggi (di sekitar Gunung
Muria dan Gunung Clering). Jepara memiliki identitas fisik yang menonjol yaitu sebagai
daerah pesisir pantai, dengan kondisi masyarakat yang masih memegang teguh nilai
budaya dan tradisi sehingga membuat aktivitas sosial masyarakat Jepara cukup aktif.
Namun, pada ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), kondisi keamanan dan
kenyamanan, serta sumber stressor menjadi sesuatu yang harus ditingkatkan atau menjadi
bahan evaluatif. Pemerintah daerah dan masyarakat Jepara diharapkan dapat saling
bersinergi dan bahu-membahu dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman,
sehingga beban stres yang dirasakan dapat berkurang dan dapat meningkatkan kualitas
kehidupan.
4.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Kabar Travel. (2020, November). 6 acara seni budaya dan seni tradisional khas Jepara.
kabartravel.id.
https://www.kabartravel.id/6-acara-seni-budaya-dan-seni-tradisional-khas-
jepara/
Media Indonesia. (2020, Desember). Inilah kejahatan yang paling dominan di Jepara.
Mediaindonesia.com.
15
https://mediaindonesia.com/nusantara/372950/inilah-kejahatan-yang-paling-
dominan-di-jepara
Mustofa, A. (2020, Januari). 15 km jalan provinsi di Jepara rusak. radarkudus.jawapos.
https://radarkudus.jawapos.com/read/2020/01/25/176370/15-km-jalan-provinsi-
di-jepara-rusak
Palupi, T., & Sawitri, D. R. (2017). Hubungan antara sikap dengan perilaku pro-
lingkungan ditinjau dari perspektif Theory of Planned Behavior. Proceeding
Biology Education Conference. Surakarta.
Pemerintah Kabupaten Jepara. (n.d.). Profil Jepara. Jepara.go.id.
https://jepara.go.id/profil/#
Pranoto, P. (2017, Juli). Ruang publik di Jepara masih minim. Muria News.
https://www.murianews.com/2017/07/28/121629/ruang-publik-di-jepara-masih-
minim.html
Pratomo, A., Soedwiwahjono., & Miladan, N. (2019). Kualitas taman kota sebagai ruang
publik di Kota Surakarta berdasarkan persepsi dan preferensi pengguna. Desa-
Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Pemukiman, 1(1), 84-95.
Putro, N. F. (2018, Mei). Nguri-nguri seni asli Jepara, gelar festival Terbang Telon di
Pendopo Jepara. Dinsospermades.jepara.go.id.
https://dinsospermades.jepara.go.id/2018/05/04/berita-kedua-bidang-d/
16
LAMPIRAN A
DATA PRIMER
17
1. Data Primer: Wawancara Subjek A
Identitas Subjek
Nama : Alfina Aulia Rahman
Tanggal Lahir : Jepara, 19 Agustus 2001
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kec. Tahunan, Kab. Jepara
Status : Mahasiswi, Angkatan 2019
Pendidikan : S-1 Ekonomi Islam, Universitas Diponegoro
18
2. Data Primer: Wawancara Subjek B
Identitas Subjek
Nama : Firman Pratama Putra
Tanggal Lahir : Jepara, 14 Juli 2001
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kec. Bangsri, Kab. Jepara
Status : Mahasiswa, Angkatan 2019
Pendidikan : S-1 Fisika, Universitas Diponegoro
19
LAMPIRAN B
DATA SEKUNDER
20
1. Data Sekunder: Dinas Lingkungan Hidup
21
2. Data Sekunder: Laman Resmi Pemerintah
22
3. Data Sekunder: Artikel Berita, E-book, Laporan Instansi
23
24