Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Pendidikan Kimia FKIP Universitas HaluOleo ISSN : 2503-4480

Vol. 4, No.3, Desember 2019

KARAKTERISASI SELULOSA DARI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO


(Theobroma cacao L.) DENGAN VARIASI WAKTU PEMANASAN
1La
Ode Muhammad Iqbal, Haeruddin2, Aceng Haetami2
1Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia FKIP UHO,2Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FKIP UHO

Email: laodemuhamad.iqbal@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemanasan terhadap
karakteristik selulosa kulit buah kakao yang dihasilkan dan untuk mengetahui persen rendemen
ekstraksi selulosa kulit buah kakao. Penelitian ini menggunakan metode delignifikasi
menggunakan pelarut NaOH 12%. Adapun uji yang dilakukan seperti uji Organoleptik dengan
hasil yang diperoleh selulosa kulit buah kakao yang putih dan tidak berasa. Sampel s1 dengan
lama pemanasan 2 jam diperoleh rendemen selulosa sebesar 20,23 %, sampel s2 dengan lama
pemanasan 3 jam diperoleh rendemen sebesar 19,27 % dan sampel s3 dengan lama pemanasan 4
jam diperoleh rendemen sebesar 18,02 %. Uji bilangan gelombang menggunakan FTIR diperoleh
hasil ketiga sampel memiliki gugus yang terdapat pada selulosa yaitu vibrasi ulur OH (3200-
3500), ulur CH(2850-3000) & ulur C=O (1650-1780). Nilai pH sampel s1, s2 & s3 berturut-turut
yaitu 6,22 ; 6,21 & 6,07. Ketiga sampel telah memenuhi kriteria pH yang ditentukan olehUnited
State Pharmacopeia(USP). Uji susut pengeringan untuk sampel s1, s2, s3 berturut-turut dipeoleh
hasil 13,94 (%), 2,34 (%) & 1,28 (%). Sampel s2 dan s3 memenuhi kriteria USP yaitu selulosa
dengan susut pengeringan <7 (%). Hasil uji kadar abu untuk sampel s1, s2 & s3 berturut-turut
yaitu 2,1; 1,42; & 1,1. Ketiga sampel belum memenuhi standar USP yang menetapkan kadar abu
<0,1 % karena pelarutan mineral oleh NaOH belum maksimal. Uji kelarutan untuk sampel s1, s2, &
s3 diperoleh hasil 2,62; 1,02 & 0,2 %. Hanya sampel s3 yang memenuhi kriteria USP. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa lama pemanasan 4 jam merupakan waktu terbaik untuk mengesktraksi
selulosa limbah kulit kakao.

Kata Kunci : Kulit kakao, Natrium Hidroksida, FTIR

PENDAHULUAN dilakukan Daud, dkk., (2013) ditemukan


bahwa kulit buah kakao mengandung
Sumberdaya alam yang 35,4% selulosa, 37,0% hemiselulosa dan
mengandung selulosa yaitu kulit buah 14,7% lignin. Selulosa dari kulit buah kakao
kakao (Theobroma cacao L.) yang telah dimanfaatkan Hutomo, dkk., (2012),
merupakan tanaman yang lazim ditemukan Nisa dan Putri (2014) sebagai bahan baku
di Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi pembuatan CMC (karboksimetil selulosa).
Tenggara. Tanaman kakao merupakan salah Pada penelitian Hutomo (2012) telah
satu perkebunan yang luas areal dilakukan sintesis dan karakterisasi
penanamannya terus mengalami turunan selulosa dari tepung kulit kakao
peningkatan. Pada tahun 2015 estimasi menjadi HPC (hidroksipropil selulosa), MC
sementara luas perkebunan kakao di (metil selulosa), dan HPMC (hidroksipropil
seluruh Indonesia yaitu 1.704.982 hektar metilselulosa). Selulosa oleh (Silviana &
dengan jumlah produksi kakao sebanyak Rahayu, 2017) telah digunakan sebagai
701.229 ton (Sumber: BPS, dalam Dirjen penguat film bioplastik untuk memperbaiki
Perkebunan, 2014). Selama ini dari buah sifat fisik plastik ramah lingkungan.
kakao hanya keping biji yang dimanfaatkan Selulosa merupakan salah satu
sebagai komoditi eksport, sedangkan bagian golongan karbohidrat penyusun tumbuhan
lain belum dimanfaatkan secara optimal. dan dapat dikonversi menjadi berbagai
Kulit buah kakao merupakan limbah macam senyawa kimia lain. Selulosa
lignoselulosa yang mengandung komponen merupakan biopolimer potensial yang
utama berupa lignin, selulosa, dan memiliki serat yang sangat bagus sehingga
hemiselulosa. Berdasarkan penelitian yang dapat digunakan untuk bahan dasar dalam

212
Jurnal Pendidikan Kimia FKIP Universitas HaluOleo ISSN : 2503-4480
Vol. 4, No.3, Desember 2019

berbagai biopolimer. Selulosa dapat Pengolahan Sampel


diperoleh dari ekstraksi tanaman. Proses Sampel yang digunakan adalah kulit buah
ekstraksi dapat dilakukan melalui maserasi kakao yang sudah cukup tua dan berwarna
dan hidrolisis dengan pengasaman kuning kecoklatan. Kulit buah kakao
(Monariqsa, dkk, 2012). dibersihkan dari pengotor, dicuci dengan
Pada saat pengekstraksian serat air sampai bersih, dan ditiriskan. Kemudian
selulosa kulit buah kakao, terdapat dipotong menjadi bagian yang lebih kecil,
beberapa zat penyusun dinding sel selain ditimbang dan dikeringkan hingga rapuh.
selulosa yang ikut terekstraksi, seperti Kulit buah kakao yang telah kering
lignin dan hemiselulosa. Dibutuhkan ditimbang dan dihaluskan hingga diperoleh
perlakuan yang berurutan agar dihasilkan serbuk kulit kakao.
selulosa murni dari kulit buah kakao ini,
antara lain proses delignifikasi, Delignifikasi & Pemutihan
penghilangan kadar hemiselulosa, serta Sebanyak 20 g tepung kulit buah
tahap bleaching. Pendapatan selulosa murni kakao ditimbang dan dipanaskan
(pereaksian dengan NaOH dan dipanaskan menggunakan larutan NaOH 12% dengan
selama 24 jam 55 0C dengan pengadukan waktu yang bervariasi yaitu selama (2; 3 &
kontinyu). 4 jam) pada suhu 100 oC di dalam gelas
Isolasi selulosa telah dilakukan pula kimia (Togrul dan Arslan, 2004; Adinugraha
dengan menggunakan variasi konsentrasi dkk., 2005; Mohdy, 2008). Hasil pemanasan
NaOH saat proses delignifikasi. Lignin dilakukan pencucian menggunakan air
merupakan senyawa yang sangat kompleks hingga bersih bebas NaOH, selanjutnya
dengan berat molekul tinggi. Sehingga dilakukan de-hemiselulosa dengan
butuh perlakuan khusus untuk meluruhkan menambahkan asam asetat 10% ditambah
lignin dalam proses isolasi selulosa. NaCl 8 g dalam 100 ml air, dipanaskan pada
Penelitian (Hutomo, dkk, 2012) dilakukan suhu 70 oC selama 1 jam (Yasar dkk., 2007).
variasi konsentrasi NaOH dengan suhu Kemudian dilanjutkan dengan bleaching
konstan 2 jam dalam proses delignifikasi satu kali menggunakan oksidator sodium
saat mengisolasi selulosa kulit kakao, dan hipoklorit konsentrasi 3% sebanyak 25 mL
diperoleh hasil NaOH 12 % sebagai pada suhu 40 oC selama 3 jam dilanjutkan
konsentrasi terbaik. Namun, kualitas dengan pencucian menggunakan air hingga
selulosa kulit buah kakao yang dihasilkan bersih, pengecekan sisa sodium hipoklorit
belum maksimal. menggunakan indikator universal.
Olehnya itu, dilakukan variasi waktu Bleaching kedua menggunakan bahan
delignifikasi dengan pelarut NaOH 12 %, reduktor sodium bisulfit konsentrasi 3%
yakni untuk mendapatkan waktu terbaik sebanyak 50 ml dimasak pada suhu 45-50
yang digunakan dalam ekstraksi selulosa oC selama 3 jam, kemudian dilakukan
kulit kakao ini. Analisis kualitas selulosa pencucian dan pengeringan. Selulosa yang
yang dihasilkan pada sampel yang telah diperoleh dihaluskan dan dilakukan serta
dibuat ditentukan berdasarkan uji pengayakan menggunakan ayakan 60 mesh.
karakterisasi Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR), uji organoleptik, Karakteristik Selulosa Kakao
kelarutan, kadar abu, pH dan uji susut Karakteristik selulosa kulit buah
pengeringan. kakao yang dilakukan meliputi uji
organoleptik, penetapan pH, kadar abu
METODE PENELITIAN total, susut pengeringan, kelarutan zat
Penelitian ini dilakukan pada bulan dalam air dan analisis gugus fungsi
Februari-April 2019. Bertempat di menggunakan spektrofotometri inframerah
Laboratorium Pengembangan Jurusan FT-IR.
Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Organoleptik
Kendari. Pengujian organoleptik yang
dilakukan terhadap selulosa mikrokristal

213
Jurnal Pendidikan Kimia FKIP Universitas HaluOleo ISSN : 2503-4480
Vol. 4, No.3, Desember 2019

kulit buah kakao meliputi pemeriksaan bau, telah dikeringkan di udara (Ditjen POM RI,
warna dan rasa. 1995).

Sifat fisikokimia selulosa Kelarutan zat dalam air


Sifat fisikokimia selulosa kulit buah Sampel sebanyak 0,5 g diaduk
kakao meliputi penetapan pH, susut dengan 8 mL air selama 10 menit, disaring
pengeringan, penetapan kadar abu total dan dengan vakum melalui kertas saring
kelarutan zat dalam air. Beberapa uji Whatman nomor 41. Filtrat dipindahkan ke
fisikokimia selulosa yaitu: dalam gelas beker yang telah ditara (W),
lalu diuapkan hingga kering pada suhu 105
Penentuan pH °C selama 1 jam. Kemudian didinginkan di
Sebanyak 0,5 g serbuk selulosa dalam desikator, lalu ditimbang (W)
ditambahkan dengan 20 mL akuades, Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali dan
diaduk selama 5 menit dan pH dari cairan rata-rata dari ketiganya diambil (Ejikeme,
supernatan diukur dengan pH meter 2007). Perbedaan berat antara residu dan
(Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005; gelas kimiaa kosong tidak boleh lebih dari
Ohwoavworhua, dkk., 2009). 12,5 mg (0,25%). Zat larut air (Za) dihitung
berdasarkan persamaan berikut:
Susut pengeringan Za = (w1-wo)/m x 100 %
Botol timbang dikeringkan di oven Keterangan:
selama 30 menit pada suhu 100-105°C, lalu W0 = berat gelas beker yang telah ditara.
didinginkan dalam desikator dan ditimbang W1 = berat gelas beker + zat yang larut air
sampai diperoleh berat konstan. Sebanyak 1 yang telah dikeringkan.
g serbuk selulosa ditimbang seksama dalam m = massa sampel (gram)
botol timbang, kemudian diaduk perlahan
hingga rata. Dikeringkan di dalam oven Analisa gugus fungsi
pada suhu 105°C selama 1 jam. Pada waktu Analisis gugus fungsi dengan
pemanasan di oven, tutup botol timbang menggunakan instrumen spektrofotometer
dibuka dan saat pengambilan botol timbang FT-IR (Shimadzu) teknik pellet KBr di
segera ditutup dan dibiarkan di dalam Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA
UGM. Avicel PH 102 digunakan sebagai
Massa
pembanding.
Sampe KulitKaka Selulos Rendemen
l o (gram) a (%)
HASIL DAN PEMBAHASAN
(gram)
s1 20 4,046 20,23
Ekstraksi selulosa dari kulit kakao
s2 20 3,854 19,27 dengan variasi waktu pemanasan (2; 3 & 4
s3 20 3,604 18,02 jam) dengan menggunakan larutan NaOH
desikator sampai mencapai suhu 25 0C, lalu 12 %. Rrendemen yang diperoleh setelah
ditimbang sampai diperoleh berat konstan ekstraksi dapat dilihat padaTabel 1.
(Ditjen POM RI, 1995).
Keteterangan
Kadar abu total s1= sampeldengan lama pemanasan 2 jam
Sebanyak 0,5 g serbuk selulosa dimasukkan s2= sampeldengan lama pemanasan 3 jam
ke dalam krus porselin yang telah ditara s3= sampeldengan lama pemanasan 4 jam
terlebih dahulu kemudian dipijarkan, dan
diratakan. Krus yang berisi sampel dipijar Selulosa kulit kakao yang dihasilkan
dalam tanur perlahan-lahan sampai arang dilakukan karakterisasi dan hasil
habis pada suhu 600°C selama 3 jam. karakteriasi dapat dilihat pada Tabel 2
Setelah itu didinginkan di desikator dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Tabel 2. Hasil Karakterisasi Selulosa Kulit
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang Kakao

214
Jurnal Pendidikan Kimia FKIP Universitas HaluOleo ISSN : 2503-4480
Vol. 4, No.3, Desember 2019

SKK
N Parameter
s1 s2 s3 Persyaratan (USP)
Serbuk
putih, Serbuk putih, Serbuk putih, Serbuk putih, tidak
1 Organoleptik
tidak tidak berbau tidak berbau berbau
berbau
2 pH 6,22 6,1 6,07 5-7,5
Susut
3 Pegeringan 13,94 2,34 1,28 ≤7
(%)
4 Kadar Abu (%) 2,1 1,42 1,1 ≤ 0,1

5 Kelarutan (%) 2,62 1,02 0,2 ≤ 0,25


dijumpai adanya serapan pada daerah
Pemeriksaan karakterisasi selulosa kulit bilangan gelombang 3441,01 cm-1 yang
buah kakao dilakukan dengan uji menunjukkan gugus OH, bilangan
organoleptik, sifat fisikokimia serta analisis gelombang 2900,94 cm-1 adanya gugus C-H
gugus fungsi menggunakan alkana, dan bilangan gelombang 1635,64
spektrofotometer IR. Hasil uji organoleptik cm-1gugus C=O.
diperoleh selulosa kulit kakao yang Spektrum inframerah selulosa
berwarna putih, tidak berasa serta tidak dicirikan oleh serapan pada bilangan
berbau. Hal ini telah sesuai dengan gelombang sekitar 3400 cm-1 (ulur O-H),
persyaratan dari United State 2800–3000 cm-1 (ulur C-H), 1000–1100
Pharmacopeia (USP). cm-1 (ulur C-O), dan 897 cm-1 (ikatan β-
Serapan Geolmbang sampel s1, s2 glikosida) (Gupta 1987 dalam Sun et al.
dan s3 dapat dilihat pada Gambar 1 1999). Hasil analisis FTIR menunjukkan
hasil ekstraksi kulit kakao pada sampel s1,
s2 dan s3 mengandung selulosa. Namun,
secara keseluruhan letak bilangan
gelombang serapan spektrum inframerah
semua sampel tidak jauh berbeda.
Struktur lignin memiliki gugus
aromatik. Ulur C-H aromatik terletak pada
bilangan gelombang 1500, 1605, dan 3017
cm-1 (Silverstein et al. 2005). Selain itu,
serapan benzene tersubstitusi padabilangan
Gambar 1. Spektrum FTIR Sampel
gelombang 750–850 cm-1 juga
menunjukkan keberadaan lignin (Creswell
Hasil spektrum inframerah untuk s1
et al. 2005). Proses penghilangan lignin
yang terlihat pada Gambar 4.1 dijumpai
dengan variasi waktu pemanasan
adanya serapan pada daerah bilangan
menyebabkan perbedaan serapan IR pada
gelombang 3417,86 cm-1 yang
sampel s1, s2 daan s3. Sampel s1, s2 dan s3
menunjukkan gugus OH, bilangan
tidak memiliki serapan pada bilangan
gelombang 2900,94 cm-1 adanya gugus C-H
gelombang pada 1500, 1605, dan 3017 cm-
alkana, dan bilangan gelombang 1635,64
1, hal ini menunjukkan keberhasilan pada
cm-1gugus C=O. Spektrum inframerah
proses delignifikasi. Tetapi dari ketiga
untuk s2 yang terlihat pada Gambar 4.1
sampel, s3 merupakan hasil terbaik karena
dijumpai adanya serapan pada daerah
memiliki intensitas serapan C=O lebih
bilangan gelombang 3363,86 cm-1 yang
rendah disbanding sampel yang lain. Hal ini
menunjukkan gugus OH, bilangan
menunjukkan proses delignifikasi lebih
gelombang 2900,94 cm-1 adanya gugus C-H
maksimal dengan pemanasan yang lebih
alkana, dan bilangan gelombang 1651,07
lama karena lignin memilikigugus C=O yang
cm-1gugus C=O. Hasil spektrum inframerah
akan meluruh seiring dengan lama
untuk s3 yang terlihat pada Gambar 4.3

215
Jurnal Pendidikan Kimia FKIP Universitas HaluOleo ISSN : 2503-4480
Vol. 4, No.3, Desember 2019

pemanasan menggunakan NaOH saat Kimia da Morfologi Pod Husk


proses delignifikasi. Kakao untuk Produksi Kertas da
pulp. Jurnal Sains dan Terapan.
KESIMPULAN 7(9).

1. Karakteristik selulosa terbaik dari Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014.


ketiga perlakuan ini adalah selulosa Statistik Perkebunan Kakao 2013-
sampel s3 karena paling banyak 2015. Direktorat Jenderal
memenuhi standar yaitu organoleptik, Perkebunan. Jakarta.
pH, susut pengeringan & kelarutan
dalam air. Sementara sampel s2 hanya Ejikeme, P. M. (2008). Investigation of the
memenuhi organoleptik, pH, & susut Physicochemical Propertiesof
pengeringan. Sampel s1 hanya Microcrystalline Cellulose from
memenuhi organoleptik & pH Agriculture Wastes I: Orange
berdasarkan standar. mesocarp. Cellulose. 15:141-147.
2. Rendemen selulosa yang dihasilkan
yaitu dengan lama pemanasan 2 jam Hutomo, G.S. (2012). Sintesis Dan
diperoleh rendemen 20,23 %, lama Karakterisasi Turunan Selulosa
pemanasan 3 jam diperoleh rendemen Dari Pod Husk Kakao (Theobroma
19,72 %, sedangkan lama pemanasan 4 cacao L.). Disertasi. Universitas
jam diperoleh rendemen sebesar 18,02 Gajah Mada. Yogyakarta.
%. Semakin meningkat waktu
pemanasan semakin menurun Togrul, H. Dan Arsla, N. 2003. Production of
rendemen yang dihasilkan karena carboximethylcellulose from sugar
proses delignifikasi semakin maksimal. beet pulp cellulose and theological
behaviour of
DAFTAR PUSTAKA carboximethylcellulose.
Carbohydrate Polymers. 54 73-82.
Adinugraha, M.P. Sintesis dan Karakterisasi
sodium karboksimetilselulosa dari Yasar, F., Togrul, H. & Arslan, N. 2007. Flow
selulosa batag semu pisang properties of cellulose and
cavendish. Tesis parcasarjana UGM. carboximethylcellulose from
Yogyakarta. orange peel. Food Engieering,
Daud Z., A.S.M. Kassim, A.M. Aripi, H. Awang 81:187-199.
dan M.Z.M Hatta. 2013. Komposisi

216

Anda mungkin juga menyukai