ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa bioaktif kulit buah kakao serta
kandungan total senyawa tanin pada dua daerah yang berbeda yakni di Kabupaten
Poliwalimandar Sulawesi Barat dan Kabupaten Toraja Utara Sulawesi Selatan. Masing – masing
kulit buah kakao dari kedua daerah yang berbeda dimaserasi dengan pelarut metanol 96 %
dengan perbandingan 1 : 4 untuk zat terlarut dan pelarut, ekstraksi cair kemudian diuapkan
dengan bantuan Vacuum rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 39 gram
sehingga persentase rendamannya adalah 3,9 %. Hasil ekstrak kemudian diuji fitokimia untuk
mengetahui senyawa bioaktif didalamnya serta pengujian total kadar tanin. Hasil uji fitokimia
menunjukkan kulit buah kakao mengandung senyawa terpenoid, saponin dan tanin di dalamnya,
perbandingan kandungan total tanin dari masing-masing sampel dari Kabupaten Poliwalimandar
dan Kabupaten Toraja Utara adalah sebesar 4,981 % : 12,679%.
Kata kunci: Kulit buah kakao, Senyawa Bioaktif, Tanin, Poliwalimandar, Kabupaten Toraja
Utara.
ABSTRACT: This study aims to determine the bioactive compounds and the total content of
tannin of cocoa fruits’ peels taken from different regions which are Poliwalimandar Regency,
West Sulawesi and North Toraja Regency, South Sulawesi. The cocoa pods (1000 grams) were
macerated with 96% methanol solvent in a ratio of solute to solvent of 1: 4 for 1 week. The
extract solution was then evaporated using vacuum rotary evaporator to get 39 grams of viscous
extract. The phytochemical tests of the extract were carried out to determine the bioactive
compounds therein and the total tannin content well as. The phytochemical test results showed
that the skin of cocoa fruits’ peels contains terpenoids, saponins and tannins while the total
tannin content of the extracts are 4.981% and 12.679% for Poliwalimandar cocoa and North
Toraja Regency respectively.
1. PENDAHULUAN
92
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
93
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
baskom, vacuum penyari, botol vial, coolbox, matahari dan ditutupi kain hitam untuk
spektrofotometri. mengurangi kadar air kulit buah kakao yang
masih banyak. Selanjutnya simplisia kasar
2.2 Metode yang telah dijemur kemudian diblender untuk
Penelitian ini terdiri dari 5 tahapan yaitu mendapatkan simplisia yang lebih halus.
proses pengambilan kulit buah kakao di dua
kabupaten berbeda yakni di Desa Tampan Pembuatan ekstrak metanol
Bonga, Kecamatan Bangkelekila, Kabupaten 1000 g simplisia halus kulit buah kakao
Toraja Utara dan Desa Tapango Kecamatan ditambahkan sebanyak 4 liter metanol 96 %
Tapango, Kabupaten Poliwalimandar; pada sehingga rasio antara sampel dan pelarut
pembuatan simplisia halus kulit buah kakao; adalah 1:4, lalu dilakukan maserasi selama 1
ekstraksi kulit buah kakao; pengujian minggu pada suhu ruang dalam keadaan
fitokimia kulit buah kakao; dan uji kadar total tertutup dan terhindar dari cahaya matahari
tannin kulit buah kakao. langsung. Filtrat dipisahkan dari residunya,
kemudian dipekatkan menggunakan alat
Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) rotary evaporator pada suhu 45 oC dan
Sampel kulit buah kakao yang digunakan kecepatan 60 RPM. Proses ekstraksi
dari Desa Tampan Bonga, Kabupaten Toraja dihentikan setelah semua metanol menguap
Utara Sulawesi Selatan dan Desa Tapango, dan diperoleh hasil ekstrak berwarna coklat
Kabupaten Poliwalimandar Sulawesi Barat. kekuningan [9].
Kulit buah kakao yang digunakan adalah
kulit buah kakao yang telah matang. Kulit Pengujian Fitokimia
buah kakao tersebut dikumpulkan dari petani Uji alkaloid
kakao yang telah melakukan panen buah Sebanyak 0,3 gram ekstrak kasar
kakao kemudian kulit kakao yang mereka simplisia kulit kakao dibasakan dengan
buang digunakan sebagai sampel bahan larutan ammonia 10 %, kemudian diekstraksi
penelitian. dengan kloroform. Ekstrak kloroform
Pembuatan simplisia halus kulit buah diasamkan dengan HCl 1 N. lapisan asam
kakao dipisahkan dan diuji dengan perekasi Mayer
Perlakuan pada kulit buah kakao dan pereaksi Dragerdorf. Uji positif
diadopsi dari penelitian Jusmiati et al. [8] ditunjukkan dengan terbentuknya endapan
kemudian dilakukan modifikasi dikarenakan putih untuk pereaksi Mayer dan endapan
kadar air pada kulit buah kakao yang tinggi. merah jingga dengan pereaksi Dragendorf
Kulit buah kakao dibersihkan lalu [4].
dikeringkan dengan diangin-anginkan pada
udara terbuka di dalam ruangan. Setelah Uji flavanoid
sampel kering kemudian digiling dengan Sampel (100 mg) dilarutkan dalam 10
mesin giling kakao untuk mendapatkan mL pelarut. Sampel disaring, filtrat (2 mL)
simplisia kasar. Simplisia kasar yang dimasukkan dalam tabung reaksi,
diperoleh kemudian dijemur di bawah sinar ditambahkan 1 mL Pb asetat 10% dan
94
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
dikocok. Apabila terjadi perubahan warna dibantu dengan alat yang berfungsi untuk
menjadi coklat kekuningan berarti positif menghomogenkan larutan. Dipipet 1 ml
mengandung flavonoid [10]. Larutan diambil sampel dengan seksama kemudian
0,5 ml ditambah dengan 5 ml amonia encer dimasukkan ke dalam wadah berukuran 10
dan 5 ml asam sulfat pekat. Adanya senyawa ml yang telah berisi 7,5 ml aquabidestilat.
flavonoid ditunjukkan dengan perubahan Ditambahkan 0,5 ml pereaksi folin denis,
warna dari kuning kehijauan menjadi kuning didiamkan selama 3 menit, ditambahkan 1 ml
karena penambahan asam sulfat pekat [11]. larutan Na2CO3 jenuh. Diinkubasi selama 15
menit kemudian dibaca serapannya pada
Uji terpenoid dan steroid panjang gelombang maksimum. Dihitung
Sebanyak 0,3 gram ekstrak kasar dengan menggunakan kurva baku yang telah
simplisia kulit kakao ditambahkan dengan didapat sehingga diketahui konsentrasi dari
asam asetat anhidrida sampai zat terendam, sampel terukur
lalu dibiarkan selama 15 menit. Selanjutnya Kadar tanin menggunakan persamaan
ditambahkan 1 tetes larutan H2SO4 pekat. dari Atanassova & Christova [13].
Terbentuknya warna hijau menunjukkan
adanya steroid sedangkan terpenoid ditandai
dengan terbentuknya warna ungu [12].
V adalah volume titrasi tanin (mL); V0
Uji saponin adalah volume blanko; FP adalah faktor
Sebanyak 0,2 gram ekstrak kasar pengenceran (250/25); dan 1 mL KMnO4 0,1
simplisia kulit kakao ditambahkan air N adalah setara 0,004157 gram tanin.
secukupnya sampai zat terendam dan
dipanaskan pada penangas selama 5 menit.
Setelah dingin kemudian disaring dan 3. HASIL dan PEMBAHASAN
dikocok kuat. Adanya busa setinggi 1 cm 3.1 Ekstraksi kulit buah kakao
yang stabil selama 30 menit menunjukkan Proses ekstraksi dengan metode maserasi
kandungan saponin [4]. dengan mempertimbangkan metode ekstraksi
Uji tanin paling sederhana dan paling bisa untuk
Sebanyak 0,2 gram ekstrak kasar diterapkan skala komersial. Sutomo et al.
simplisia kulit kakao ditambahkan air [14] pun mendukung bahwa teknik maserasi
secukupnya kemudian dipanaskan. Filtrat masih layak untuk dipertimbangkan
ditambahkan FeCl3 1 % akan membentuk dikarenakan maserasi dapat mengurangi
warna biru atau hijau kehitaman yang resiko kerusakan senyawa karena penanasan
menunjukkan kandungan positif tanin [4]. (thermolabil), metode relatif sederhana, dan
pelarut yang digunakan relatif sedikit.
Uji kadar total tanin Proses maserasi sangat menguntungkan
Sebanyak 0,5 gram maserat ditimbang dalam isolasi senyawa bahan alam karena
dan dilarutkan dengan aquabidestilata sampai selain murah dan mudah dilakukan, dengan
10 ml. Jika belum larut sempurna bisa perendaman sampel tumbuhan akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel akibat
95
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar yang diekstrak cukup lama dengan
sel, sehingga metabolit sekunder yang ada pengadukan setiap dua jam sehingga proses
dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut difusi pun berlangsung cepat dan lama
[15]. sehingga akan tercapai keseimbangan
Pelarut yang digunakan dalam penelitian konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
ialah metanol mempertimbangkan bahwa dalam sel dengan cepat. Selain waktu dan
pelarut metanol merupakan pelarut polar pengadukan yang mempengaruhi
yang dapat menarik senyawa aktif yang larut diperolehnya rendemen bahan aktif lebih
dalam pelarut polar seperti flavonoid, banyak, ukuran partikel bahan yang diekstrak
alkaloid, terpenoid, saponin dan tanin. turut mempengaruhi rendemen bahan aktif
Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada yang diperoleh.
sifat kepolaran zat dalam pelarut saat
ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut 3.2 Pengujian fitokimia kulit buah kakao
pada pelarut polar seperti etanol, metanol, Pengujian fitokimia kulit buah kakao dari
butanol dan air. Senyawa non-polar hanya dua kabupaten yakni Kabupaten Toraja dan
dapat larut pada pelarut non-polar, seperti Poliwalimandar menunjukkan mengandung
eter, kloroform dan n-heksana [16]. senyawa aktif Terpenoid, Saponin dan Tanin.
Hasil ekstraksi kulit buah kakao dengan Penelitian ini berbeda dengan penelitian
pelarut metanol 96 % menghasilkan ekstrak sebelumnya bahwa kulit buah kakao
berwarna coklat kekuningan dengan berat mengandung senyawa aktif flavonoid dan
ekstrak sebanyak 39 gram sehingga rendaman alkaloid [2]. Sejalan dengan itu, Rachmawaty
yang dihasilkan ialah 3,9 %. Hal ini sesuai et al. [4] menjelaskan bahwa ekstrak kulit
dengan penelitian yang dilakukan oleh buah kakao pada setiap perlakuan
Kayaputri et al. [9] bahwa ikatan dari mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
kompleks dengan protein melalui ikatan tanin dan saponin, sedangkan terpenoid
hidrogen dan menghasilkan pigmen tak larut hanya teridentifikasi pada ekstrak
air berwarna cokelat yang memberikan warna menggunakan pelarut etanol. Hal tersebut
khas pada kakao. Namun hasil ekstrak yang dimungkinkan terjadi pada alkaloid dan
tidak terlalu banyak kemungkinan flavanoid dikarenakan sifat senyawa tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor. yang lebih mudah teroksidasi.
Penelitian yang dilakukan Wientarsih et Ekstrak metanol kulit buah kakao
al., [17] mampu mengoptimalkan hasil memiliki senyawa metabolit sekunder yaitu
ekstrak yang diperoleh dikarenakan alkaloid, polifenol, tanin, saponin, kuinon,
menggunakan pelarut untuk menarik senyawa monoterpenoid, dan seskuiterpenoid [18].
aktif dalam daun binahong dengan Pengujian alkaloid akan menunjukkan
perbandingan sampel pelarut 1:10 sedangkan endapan putih bila direaksikan dengan
dalam penelitian yang dilakukan, pereakasi mayer dan Dragendorff. Sedangkan
perbandingan antara zat terlarut dan pelarut flavonoid terdeteksi bila ditunjukkan dengan
dengan perbandingan 1 : 4. Yumas [1] perubahan warna dari kuning kehijauan
menegaskan bahwa waktu perendaman bahan menjadi kuning dengan penambahan asam
96
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
sulfat pekat [11] dan penambahan Pb asetat lebih polar dibandingkan dengan metanol,
10% terjadi perubahan warna menjadi coklat namun pelarut metanol lebih polar
kekuningan berarti positif [10]. dibandingkan dengan pelarut etanol sehingga
Hasil uji senyawa triterpenoid pada proses ekstraksi tanin lebih banyak larut
menunjukkan hasil yang positif sedangkan dalam air kemudian methanol lalu etanol
hasil uji steroid menunjukkan hasil uji [20].
skrining fitokimia yang negatif.
Terbentuknya warna ungu menunjukkan 3.3 Kadar total tanin
kandungan triperpenoid sedangkan pengujian Tidak bisa dipungkiri bahwa kandungan
pada steroid tidak menunjukkan perubahan kimia tanaman dipengaruhi oleh kandungan
warna menjadi hijau. Senyawa triterpenoid tanah dimana tanaman tersebut tumbuh.
ini bersifat non polar, berfungsi sebagai Kandungan tanah tersebut pun berpengaruh
pelindung untuk menolak serangga dan terhadap komposisi senyawa bioaktif kakao
serangan mikroba. Kandungan senyawa salah satunya pada daerah kulitnya. Hasil
triterpenoid pada pelarut etil asetat lebih pemeriksaan tannin terukur pada kedua
banyak dibandingkan pelarut methanol [19]. kabupaten berbeda menunjukkan bahwa kulit
Terpenoid merupakan senyawa fenol buah kakao pada Kabupaten Toraja Utara
yang bersifat lipofilik. Mekanisme kerja memiliki nilai tanin yang relatif lebih tinggi
terpenoid terhadap penghambatan bakteri yakni 12,679 % berbanding dengan 4,981 %
tidak berbeda dengan mekanisme kerja yang diperoleh dari Kabupaten Toraja Utara.
flavonoid, polifenol, dan alkaloid yaitu Kadar alkaloid dan tanin lebih tinggi pada
dengan cara merusak membran sel atau tumbuhan beluntas yang tumbuh pada lahan
dierupsinya dinding sel bakteri oleh salin daripada non salin telah dilaporkan [21].
kumpulan lipofilik [1]. Pengujian saponin Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh
dan tannin menunjukkan hasil yang positif dimana pada daerah kabupaten
dibuktikan dengan terbentuknya busa setelah Poliwalimandar lebih dekat dengan laut
sampel dikocok kuat dan terjadi perubahan sehingga cenderung memiliki tanah yang
warna biru atau hijau kehitaman yang lebih salin dibandingkan daerah Toraja Utara
menunjukkan senyawa tanin. Hal ini yang berada di daerah pegunungan.
dikarenakan pelarut yang digunakan ialah Unsur hara tanah makro seperti N, K,
metanol yang merupakan pelarut polar yang Bahan organik (BO) dan C organik
dapat menarik senyawa aktif saponin dan mempunyai hubungan linier dengan kadar
senyawa aktif. Semakin meningkat
tanin.
kandungan unsur hara tanah makro semakin
Persentasi kadar tanin dalam pelarut air meningkatkan kadar tannin di dalamnya [22].
lebih besar dibandingkan dalam pelarut
metanol perbedaan ini disebabkan karena air
97
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
Tabel 1. Hasil penapisan fitokimia kulit buah kakao dengan pelarut metanol Kabupaten Poliwalimandar,
Sulawesi Barat dan Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan
Jenis Sampel Uji Fitokimia Hasil Uji
Kulit Kakao Toraja Utara Alkaloid
a. Mayer -
b. Dragendorff -
Flavanoid
a. Timbal asetat -
b. Asam sulfat -
Terpenoid +
Steroid -
Saponin +
Tanin +
Kulit Kakao Alkaloid
Poliwalimandar a. Mayer -
b. Dragendorff -
Flavanoid
c. Timbal asetat -
d. Asam sulfat -
Terpenoid +
Steroid -
Saponin +
Tanin +
Tabel 2. Perbandingan kadar total tanin kulit buah kakao Kabupaten Poliwalimandar dan Toraja Utara
Sampel Absorbansi FP Tanin terukur Tanin terukur
(mg/mL) (%)
Kulit buah kakao 0,4 10 0,27645 4,981
polman
Kulit buah kakao 1,055 10 0,67706 12,679
Toraja Utara
Hal ini pun dibuktikan oleh penelitian lain dengan metode maserasi karena
[23] bahwa beberapa kandungan senyawa dikhawatirkan ada golongan senyawa tanin
aktif flavonoid tidak ditemukan pada daerah yang tidak tahan panas, selain itu senyawa
yang lain dimungkinkan karena akibat tanin mudah teroksidasi pada suhu yang
biosintesis metabolit sekundernya, tekstur tinggi yaitu 98,89 – 101,67 [20].
tanah tempat tumbuh dan pemberian pupuk Pemanfaatkan kulit buah kakao sebagai
baik organik maupun sintetik pada tanaman. antibakteria sangat potensial untuk
dikembangkan. Aktivitas antibacterial pada
3.4 Pemanfaatan tanin kulit buah kakao Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan
Kandungan tanin dalam kulit buah kakao Staphylococcus aureus telah dilaporkan [2].
memiliki fungsi sebagai antibakteri dan Bukti ini pun didukung oleh Yumas [1] yang
antiparasit. Proses ekstraksi ini dilakukan mengemukakan bahwa kulit buah kakao
98
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
99
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
100
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) ISSN 2302-7274
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2019
Platensis Segar dengan Pelarut yang [23] Salim M., Yahya, Hotnida S.,
Berbeda. JPHPI, 18 (1): 28-37. Tanwirotun N., Marini. 2016. Hubungan
[20] Mihra Minarni R. J., Purnama N. 2018. Kandungan Hara Tanah dengan Produksi
Analisis Kadar Tanin dalam Ekstrak Senyawa Metabolit Sekunder pada
Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Tanaman Duku (Lansium domesticum
Juss) dengan Pelarut Air dan Etanol. Corr var Duku) dan Potensinya sebagai
Jurnal Akademika Kimia, 7(4): 179-184. Larvasida. Jurnal Vektor Penyakit, 10
[21] Septiana A., Indrawati, Rustin. 2014. (1): 11-18.
Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin [24] Lopez. 2005. In Vitro Effect of
Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Condosed Tannins from Tropical Fodder
Less.) pada Lahan Salin di Desa Asingi Crops Againts Eggs and Larvae of the
Kecamatan Tinanggea dan Non Salin di Nematode Haemunchus contortus.
Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu J.Food Agric. Environ, 3(2):191-194.
Sulawesi Tenggara. Biowallacea, 1 (2): [25] Siamtuti W.S., Renika A., Zulvika K.
82-89. W., Nanang A., Indra V. H. 2017.
[22] Suryawati S. dan Eko M. 2011. Potensi Tannin Pada Ramuan Nginang
Hubungan Sifat Tanah Madura dengan sebagai Insektisida Nabati yang Ramah
Kandungan Minyak Atsiri dan Tingkat Lingkungan. Bioeksperimen, 3 (2): 83 –
Kelarutannya Pada Jahe (Zingiber 93.
offocinale L.). AGROVIGOR,.4 (2): 99-
104.
101