Anda di halaman 1dari 26

KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA

1.       UUD 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)


1.       Menurut bentuknya Konstitusi pertama Indonesia (UUD 1945) adalah konstitusi
tertulis, karena UUD 1945 merupakan hukum dasar Negara Indonesia pada waktu itu
yang dituangkan dalam suatu dokumen yang formal. Di pertegas dalam Risalah Sidang
Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan
Kompilasi Tanpa Ada Opini. Bukti bahwa UUD 1945 adalah konstitusi tertulis yaitu
bahwa pada naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945
Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK). Konstusi ini di tuangkan dalam satu dokumen saja tanpa ada
dokumen lainnya yang juga merupakan konstitusi seperti yang ada di Negara
Denmark( 2 dokumen) dan Swedia (4 dokumen).
2.      Menurut sifatnya UUD 1945 termasuk konstitusi yang Rigid (kaku) karena UUD 1945
hanya dapat diubah dengan cara tertentu secara khusus dan istimewa tidak seperti
mengubah peraturan perundangan biasa. Hal ini dijelaskan dalam BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR pasal 37 ayat 1” Untuk mengubah UUD
sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah anggota MPR harus hadir” dan pasal 2
“Putusan Diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari pada jumlah
anggota yang hadir”.
c.       Menurut kedudukannya UUD 1945 merupan konstitusi derajat tinggi karena UUD
1945 di jadikan dasar pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang lain.
Karena menjadi dasar bagi peratutan yang lain maka syarat untuk mengubahnyapun
lebih berat jika di bandingkan dengan yang lain. Mengakibatkan adanya hierarki
peraturan perundangan. Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali
diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui
dengan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-undang
No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,  dimana
dalam Pasal 7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
1.       Menurut bentuk Negara, konstitusi (UUD 1945) mejelaskan bahwa bentuk Negara
Indonesia adalan Negara kesatuan. Buktinya terdapat pada BAB I BENTUK DAN
KEDAULATAN pasal 1 ayat 1 “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk
Republik”.
2.      Menurut system pemerintahan yang dianut, Indonesia menganut sistem pemerintahan
Presidensial. Salah satu ciri sistem pemerintahan Presidensial adalah”Dalam melakukan
kewajibannya Presiden di bantu oleh satu orang wakil presiden” (Pasal 4 Ayat 2
UUD’45).
1.       2.      Konstitusi Republik Indonesia Serikat.(27 Desember 1949-17 Agustus
1950)
1.       a.      Menurut bentuknya Kosntitusi RIS merupakan kostitusi tertulis karena
dituangkan dalam suatu dokumen. Konstitusi RIS ini terbentuk atas usulan dari PBB,
dengan mempertemukan wakil-wakil dari Indonesia dengan Belanda , maka
terbentuklah suatu persetujuan dan persetujuan tersebut dituangkan dalam sebuah
dokumen pada tanggal 27 Desember 1949, maka terbentuklah konstitusi RIS.
2.      Menurut sifatnya Konstitusi RIS merupakan konstitusi rigid karena mempersyaratkan
prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya. Tertuang dalam BAB VI
Perubahan, ketentuan-ketentuan peralihan dan ketentuan-ketentuan penutup bagian
satu perubahan, pasal 190 ayat (1), (2), pasal 191 Ayat (1), (2), (3), bagian dua ketentuan-
ketentuan peralihan pasal 192 Ayat (1), (2), pasal 193 Ayat (1),(2).
3.      Menurut kedudukannya konstitusi RIS merupakan konstitusi derajat tinggi karena
persyaratan untuk mengubah lebih berat jika dibandingkan merubah peraturan
perundangan yang lain.
4.      Menurut bentuk negara  konstitusi RIS serikat/federal karena negara didalamnya terdiri
dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan
sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.Terdapat BAB I negara Republik
Indonesia Serikat bagian I bentuk negara dan kedaulatan pasal 1, Ayat (1).
5.      Menurut bentuk pemerintahannya konstitusi RIS, berbentuk parlementer karena kepala
negara dan kepala pemerintahan,di jabat oleh orang yang berbeda. Kepala negaranya
adalah presiden, dan kepala pemerintahannya perdana menteri. Terdapat pada pasal 69
ayat 1, pasal 72 ayat 1.
1.       3.      UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
1.       Menurut bentuknya UUDS’50 merupakan konstitusi tertulis karena dituangkan dalam
suatu dokumen yang formal. Dimana dengan berlakunya UUDS 1950 maka konstitusi
RIS tidak berlaku.
2.      Menurut sifatnya UUDS’50 merupakan konstitusi rigid karena dalam perubahannya
mempersyaratkan prosedur khusus sehingga tidak semudah seperti merubah peraturan
perundang-undangan biasa. Diatur dalam pasal 140 UUDS 1950 ayat 1-4.
3.      Menurut kedudukannya UUDS’50 merupakan konstitusi derajat tinggi karena
persyaratan merubahnya tidak semudah peraturan perundangan biasa. Dan kedudukan
UUDS ’50 merupakan peraturan tertinggi dalam perundang-undangan diatas UU dan
UU Darurat.
4.      Menurut bentuk negara UUDS’50, Indonesia berbentuk kesatuan karena pada asasnya
seluruh kekuasaan dalam negara berada ditangan pemerintah pusat.
5.      Menurut sistem pemerintahannya UUDS’50, Indonesia menganut sistem pemerintahan
parlementer dimana kepala negara dijabat oleh seorang presiden dan kepala pemerintah
di jabat oleh perdana mentri.
1.       4.      UUD’45 setelah amandemen I-IV
1.       Menurut bentuknya UUD ’45 amandemen termasuk konstitusi tertulis karena
dituangkan dalam satu bentuk dokumen formal.
2.      Menurut sifatnya UUD ’45 merupakan konstitusi rigid karena dalam perbahannya
memperhatikan syarat-syarat tertentu seperti tertera dalam pasal 37 ayat 1-5 UUD ’45,
bahwa pengajuan perubahan minimal dilakuakan oleh 1/3 dari anggota MPR, dan dalam
sidangnya dihadiri oleh 2/3 dari anggota MPR, dan putusan disetujui oleh lima puluh
persen ditambah satu dari seluruh jumlah anggota MPR, dan syarat lain adalah dalam
ayat 5 bahwa “Khusus mengenai bentuk negara kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan”.
3.      Menurut kedudukannya UUD ’45 termasuk konstitusi derajat tinggi karena UUD ’45
berkedudukan sebagai hukum dasar dan pedoman pembentukan peraturan
perundangan yang lain. Sehingga terdapat hierarki perundangan sebagai
konsekuensinya, di atur dalam UU No 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan
perundangan.
4.      Menurut bentuk negara UUD ’45, Indonesia menganut konstitusi dalam negara
kesatuan. Merujuk pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “ Negara Indonesia ialah negara
kesatuan yang berbentuk Republik”.
5.      Menurut sistem pemerintahannya, konstitusi yang dianut adalah konstitusi dalam
pemerintahan presidensial. Dimana kepala negara dan kepala pemerintahan berada
ditangan presiden.
TABEL KESIMPULAN
Kategori UUD’45 Konstitusi RIS UUD’50 UUD’45 Setelah
Sebelum Amandemen 4
Amandemen
Bentuk Tertulis Tertulis Tertulis Tertulis
Sifatnya Rigid Rigid Rigid Rigid
Kedudukan Derajat Tinggi DerajatTinggi Derajat Tinggi Derajat Tinggi
Bentuk Kesatuan Serikat/Federal Kesatuan Kesatuan
pemerintahan
Sistem Presidensial Parlementer Parlementer Presidensial
pemerintahan

PROSES PENYUSUNAN KONSTITUSI DI INDONESIA


A.      Pengetian dan Hakekat Kontitusi
Konstitusi dapat diartikan dalam 2 pengertian

Dalam arti luas

Konstutusi diartikan sebagai keseluruhan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu negara atau masyrakat.(Sunarso,dkk.2008:128)

Dalam arti sempit

Konstitusi hanya diartikan sebagai hukum atau peraturan -peraturan yang tertulis saja.
Di indonesia lazimnya hanya disebut sebagai UUD saja. Dalam penjelasan UUD 1945
disebutkan bahwa : “undang-undang suatau negara ialah hanya sebagian dari hukum
dasar negara itu. Unda-undang adalh hak yang tertulis sedang disampingnya UUD
hanya berlaku jika hanya dasar yang tidak tertulis yaitu aturan-aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tudak tertulis”.
(Sunarso,dkk.2008:129).

Menurt AA.H Stryckendalam Soetanto Soepiadhy (2004): ia menyebutkan bahwa UUD


sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:
1.       Hasil perjuangan politik bangsa diwaktu yang lampau.
2.      Tingkat-tingakat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3.      Pandangan tokoh-tokoh yang diwujudkan baik untuk tahun sekarang untuk masa yang
akan datang.
4.      Suatu keinginan dimana pelembagaan kehidupan ketatanegaran bangsa hendak
dipimpin. (Soetanto Soepiadhy.2004:90.91).
Hakekat duatu konstitusi adalah mengatur pembatasan kekuasaan dalam negara.
Pembatasan kekuasaan yang tercantum dalam konstitusi itu pada umumnya
menyangkut 2 hal, yaitu pembatasan :
1.       Yang berkaitan dengan isinya. Masudnya pembatasan yang bekenaan dengan
tugas,wewenang serta bebagai macam hak yang diberikan pada masing-masing lembaga.
2.      Yang berkaitan dengan waktu. Maksudnya pembatasan kekuasaan yang berkaitan
dengan masa jabatan pemangku jabatan tertinggi sertan barapa kali seorang pejabat
dapat dipilih kembali dalam jabatan itu. (Soetanto Soepiadhy,2004:69-70. ).
B.       Pengertian Amandemen dan perubahan konstitusi
Dalam bahasa inggris. To amend yang berarti mengubah. Dari kata to amend ini timbul
istilah amandemen. Dalam kaitannya dengan “mengubah konstitusi atau UUD”
dikemukakan kalimat yang berbunyi “to amend constitution”. Sedangkan perubahan
UUD adalah “constitutional amandement”. Dengan demikian yang dimaksud
amandemen ialah:
1.       Menjadikan lain bunyi atau rumusan yang terdapat konstitusi atau UUD
2.      Mebnambahkan sesuatu yang tidak atau belum terdapat dalam konstitusi atau UUD
3.      Yang tercantum dalam konstitusi karena faktor-faktor tertinggidilaksanakan berbeda.
Jadi, mengamandemen UUD adalah mengubah UUD (Soetanto Soepiadhy. 2004:74-75)

Setidaknya dalam kaitannya dengan perubahan konstitusi ada 4 hal yang berkenaan
dengan     perubahan konstitusi pada umumnya dan UUD 1945 khususnya keempat hal
tersebut ialah:
1.       Proses atau prosedur mekanisme
2.      Sistem perubahannya
3.      Bentuk hukum
4.      Matri muatan atau subtansi yang akan diubah. (Soetanto Soepiadhy. 2004:84-85).
C.      Sifat Undang-Undang dasar negara republik indonesia 1945 yang
berlaku pada kurun waktu pertama
Undang-undang dasar negara republik indonesia 1945 yang disyahkan serta ditetapkan
oleh panitia persiapan kemerdekaan indonesia pada tanggal 18 agustus 1945, yang
naskah rancangannya dipersiapakan oleh badan penyelidak usaha-usaha persiapan
kemerdekaan indonesia, masih besifat sementara. Sifat kesementaraan ini ternyata dari
ketentuan pasal 3 kalimat pertama undang-undang dasar 1945 itu sendiri yang
menentukan: majelis permusyawaratan rakyat menetapkan undang-undang dasar.
Kecuali itu sifat kesementaraan undang-undang dasar 1945 tersebut juga dapat
diketahui dari ketenmtuan aturan tambahan ayat kedua undang-undang 1945 yang
menentukan dalam enam bulan sesudah majelis permusyawaratan rakyat dibentuk,
majelis itu bersidang untuk menetpkan undang-undang dasar.

Tetapi selama berlakunya undang-undang dasar 1945 dalam kurun waktu yang pertama
yaitu dari tanggal 18 agustus 1945 sampai tanggal 27 desember1949 majelis
permusyawartan tersebut belum pernah dibentuk.

Menurut ketentuan pasal 2 ayat 1 undang-undang dasar 1945 majelis permusyawaratan


rakyat terdiri atas anggota-anggota dewan perwakilan rakyat ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan –golongan menurut aturan yang ditetapkan
dengan undang-undang. Jadi untuk terbentuknya majelis permusyawaratan rakyat
harus diselenggarakan terlebih dahulu pemilihan umum untuk memilih anggota dewan
perwakilan rakyat. Sedangkan untuk dapat melaksanakan pemilihan umum harus ada
undang-undang tentang pemilihan terlebih dahulu. Undang-undang belum ada karena
badan pembentuknya, yaitu presiden dengan persetujuan dewan perwakilan
rakyat,dewan [erwakilan rakyat belum terbentuk.

Bahwa majerlis permusyawaratan rakyat anggota-anggotanya terdiri atas dewan


perwakilan rakyat ditambah utusan dari daerahdan golongan maksudnya ialah supaya
seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam majelis
permusyawaratan rakyat, sehingga majelis itu akan betul-betul dianggap sebagai
penjelmaan seluruh rakyat indonesi.yang dimaksud dengan golongan ialah badan
koperasi,serikat sekerja dan lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai
dengan aturan jaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem kooperasi dalam
ekonomi, maka ayat inin mengingat akan adanya golongan dalam badan ekonomi.

Selanjutny dalam penelasan pasal 2 ayat 2 dikatakan bahwa badan yang akan besar
jumlahnya bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun. Dan boleh mengadakan lebih
dari lima tahun dengan persidangan istimewa.

Undang-undang dasar negara republik indonesia 1945 tersebut yang mulai berlaku pada
hari tanggal 18 agustus 1945 sampai hari tanggal 27 desember 1949 (kurun waktu
pertama)kemudian diganti dengan konstitusi republik indoneisia serikat tahun 1949.

D.    Sekitar Penyusunan Undang-Undang Dasar 1945


Menurut sejarah ketatanegaraan, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan Negara
Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, mulailah berlaku Undang-
undang Dasar Negara Republik yang pertama, yang merupakan Keputusan Panitia Per
siapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945
tersebut. PPKI pada waktu itu juga disebut “Dokuritsu Zyunbi Iinkai”, yang
beranggotakan semula 21 orang, kemudian setelah Proklamasi Kemerdekaan ditambah
dengan 6 anggota. Keputusan Sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang antara
lain menetapkan berlakunya Undang-undang Dasar bagi Negara Kestuan Republik
Indonesia (NKRI), sebenarnya naskah rancangannya telah dibuat oleh lembaga lain
yang bernama Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan (BPUPK) yang pada waktu
itu juga bernama “Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai”. Jumlah anggota Badan tersebut semula
63 orang, satu di antaranya seorang Bangsa Jepang. Kemudian ditambah dengan 6
orang anggota lagi yang kesemuanya Bangsa Indonesia.

BPUPKI tersebut dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan sem pat mengadakan sidang
dua kali. Pada sidangnya yang pertama berlangsung pada tanggal 29 Mei sampai dengan
1 Juni 1945,dengan acara tentang Dasar Negara, dan pada sidangnya yang kedua dari
tanggal 10 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945 antara lain berhasil menyusun Rancangan
Undang-undang Dasar beserta Pembukaannya. Setelah dapat berkarya dua hal tersebut
BPUPKI bubar.

Apabila ditelaah secara mendalam, tidak mungkin PPKI dapat menyelesaikan dalam
arti, merancangkan, merundingkan, dan menetapkan Undang-undang Dasar bagi
Negara Republik In donesia, apabila Rancangannya belum dibuat lebih dahulu oleh
lembaga lain yaitu BPUPK. Meskipun Rancangannya sudah dibuat lebih dahulu, namun
dilihat dari segi waktu  untuk menetapkan suatu undang-undang dasar negara,
kesempatan itu adalah sangat singkat. Sehingga tidak mustahil apabila dari diri PPKI
sendiri melakukan introspeksi atau memawas diri, bahwa Undang-undang Dasar yang
dibuat serta dihasilkan itu, merupakan Undang-undang Dasar yang bersifat
sementara    hal ini terungkapkan dari penegasan Ketua PPKI sendiri pada tanggal 18
Agustus 1945,Kecuali kesempatan waktu yang ada pada PPKI tersebut dirasa terlalu
singkat, tetapi juga ada perasaan pada PPKI sendiri bahwa dirinya adalah tidak cukup
representatif sebagai wakil Rakyat In donesia untuk membuat suatu Undang-undang
Dasar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat sempur
na. Adanya perasaan bahwa dirinya tidak representatif untuk mewakili Rakyat Indonesia
dari para anggota PPKI tersebut, adalah hal yang wajar, karena dapatnya menjadi
anggota lembaga tersebut bukan dari hasil suatu pemilihan umum, melainkan hanya
berdasarkan pengangkatan atau penunjukan.
Selain itu, berdasarkan pasal 3 UUD 1945 itu sendiri, lembaga yang berhak membuat
atau menetapkan Undang-undang Dasar yang definitif bagi NKRI adalah MPR. Menurut
perhitungan pada waktu itu, dengan mendasarkan diri pada Aturan Tambahan ayat
UUD 1945, terbentuknya MPR meskipun masih bersifat sernentara tidak akan memakan
waktu lama seperti kenyataan yang dialami. Hal ini disebabkan karena semua potensi
nasional dicurahkan un tuk menghadapi Tentara Sekutu (c.q. Tentara Inggris), dan
kemu dian melakukan Perang Kemerdekaan atau Revolusi Fisik melawan Tentara
Belanda dengan gerakan militernya yang dinamakan Perang Kolonial pertama dan
Perang Kolonial ke dua, sehingga Pemerintah dan Bangsa Indonesia pada sa’at itu tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk memikirkan dan bertindak terhadap hal-hal yang
dianggapnya kurang langsung berkaitan dengan strategi mempertahankan kemerdekaan
Bangsa dan Negara.
Pada waktu itu, Tentara Inggris tersebut bertindak atas nama Tentara Sekutu sebagai
negara yang menang perang dalam Perang Dunia kedua. Tugas sebenarnya Tentara
Inggris tersebut adalah un tuk melucuti dan mengangkut kembali Balatentara Jepang
yang ada di Indonesia ke negerinya. Namun ternyata dalam proses pen daratannya di
pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, Tentara Inggris tersebut mengijinkan Tentara
Belanda membonceng ikut mendarat di Bumi Indonesia, dengan tujuan untuk dapat
menjajah kembali bekas tanah jajahannya.

Sifat sementara yang ada pada UUD 1945 tersebut menjadi hapus ,  setelah Bangsa
Indonesia sendiri bertekad bulat untuk men jadikan UUD 1945 sebagai Undang-undang
Dasar NKRI yang definitif,  setelah UUD 1945 berlaku kembali berdasarkan Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959.
PPKI merupakan satu-satunya lembaga yang kegiatannya mempersiapkan Rakyat
Indonesia untuk menegara dan didirikan pada bulan-bulan sebelum Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.

Pada saat Pemerintah dan Tentara Belanda menyerah kalah kepada Balatentara Jepang
pada tanggal 9 Maret 1945 yang dilakukan oleh Jenderal Ter Pooten kepada Jenderal
Balatentara Jepang Imamura, diKalijati Bandung, Balatentara Pendudukan Jepang,
mengisyukan bahwa kedatangan nya di Kawasan Asia adalah untuk membebaskan
rakyat setempat dari telapak kaki penjajahan, termasuk pula Rakyat Indonesia (Hindia
Belanda). Karena itu pada mula pertamanya, Rakyat In donesia oleh Balatentara
Pendudukan Jepang dibiarkan mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan
lagu In donesia Raya. Hal tersebut bertujuan hanya untuk mendapatkan rasa simpati
dan bantuan tenaga dari Rakyat Indonesia, dalam usahanya melakukan ekspansi
kewilayahan untuk selanjutnya. Tetapi setelah Balatentara Jepang mendapatkan
kemenangan di semua front (garis depan pertempuran) sehingga hampir sebagian besar
Kawasan Asia dapat direbutnya dari tangan Tentara Sekutu, sehingga kedudukannya
menjadi lebih kuat, maka rakyat Indonesia yang semula diperbolehkan mengibarkan
bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya kemudian dilarang atau
tidak boleh lagi mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia
Raya.

Dengan kekalahan yang diderita oleh Tentara Jerman dan Italia di Eropa dan di Afrika ,
mengakibatkan kekuatan Tentara Jepang di Asia menjadi lemah, sehingga daerah-
daerah di Asia yang semula diduduki Tentara Jepang, berangsur-angsur dapat direbut
kembali oleh Tentara Sekutu, termasuk Pulau Tarakan Kaliman tan, Pulau Biak  Irian
Jaya. Situasi yang berbalik ini, ternyata merubah sikap Pemerintah Tentara Pendudukan
Jepang kepada Rakyat Indonesia, menjadi lebih lunak.

Hal tersebut tidak mengherankan, karena Balatentara Pen dudukan Jepang mengambil
hati Rakyat Indonesia agar mau mem bantu Tentara Jepang dalam melakukan
pertahanan terakhir terhadap Tentara Sekutu yang makin lama makin mendesak posisi
pertahanan Jepang. Pada medio tahun 1944 Rakyat Indonesia diperbolehkan lagi
mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian
dalam sidang Parlemen Jepang ke 85 tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Koiso
menjanjikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia di kelak kemudian hari, apabila
Perang Asia Timur Raya dapat diselesaikan dengan memuaskan.

Setelah itu, pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun (hari
Tentyosetu) Kaisar Jepang Tenno Heika, oleh Pemerintah Jepang diumumkan bahwa
akan dibentuk suatu badan yang pada waktu itu dinamakan “Dokuritsu Zyunbi
Tjoosakai” atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI)
dengan maksud untuk melakukan persiapan Indonesia Merdeka seperti yang telah
diuraikan di atas.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moch. Hatta dan Dr. Radjiman pergi ke
Saigon atas panggilan Panglima Ter tinggi Tentara Jepang untuk Asia Tenggara Jendral
Terauchi,.un tuk keperluan pembentukan PPKI, dan pada tanggal 14 Agustus 1945 ke
tiga utusan tersebut kembali ke Indonesia. Menurut ren cana Pemerintah Balatentara
Jepang, PPKI akan dilantik pada tanggal 18 Agustus 1945, dan pada tanggal 19 Agustus
1945 PPKI akan memulai dengan sidang-sidangnya. Pemerintah Balatentara Jepang
sendiri menurut rencana pada tanggal 24 Agustus 1945 akan menghadiahkan
kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia. Tetapi apa hendak dikata, pada tanggal 14
Agustus 1945 Kaisar Jepang Tenno Heika berkapitulasi atau menyerah tanpa syarat
kepada Sekutu, setelah pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, kota-kota Hiroshima dan
Nagasaki masing-masing dijatuhi born oleh Angkatan Udara Sekutu.

Atas kekalahan pihak Jepang tersebut, maka Balatentara Pen dudukan Jepang di
Indonesia tidak lagi bertanggung jawab atas niatnya untuk menghadiahkan
kemerdekaan kepada Rakyat In donesia seperti yang pernah direncanakan semula,
melainkan menyerahkan sepenuhnya kepada Rakyat Indonesia sendiri untuk
melaksanakannya. Berhubung dengan hal tersebut, maka per masalahan Kemerdekaan
Indonesia diambil alih sepenuhnya oleh Rakyat Indonesia dengan penuh rasa tanggung
jawab yang disertai oleh semangat yang tinggi dan berkobar-kobar.

Dengan bekal semangat dan tekad yang membaja dari Rakyat Indonesia maka PPKI
setelah Proklamasi Kemerdekaan melan jutkan perjuangannya untuk mengisi
kemerdekaan yang telah diperoleh Bangsa Indonesia, yaitu dengan sidangnya pada
tanggal 18 Agustus 1945, berhasil :
1.       memilih Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Moch. Hatta, hal ini
sesuai dengan pasal III Aturan Peralihan UUD 1945;
2.      menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yang sekarang lebih
dikenal dengan nama Undang-undang Dasar 1945.
Dengan telah berlakunya UUD 1945 sejak tanggal 18 Agustus 1945, maka berdasarkan
pada pasal I Aturan Peralihan UUD 1945, secara yuridis formal PPKI merupakan
lembaga kenegaraan yang berkewajiban menyelenggarakan perpindahan kekuasaan
pemerin tahan dari penguasa Balatentara Jepang kepada Pemerintah In donesia.
Sesudah itu, PPKI mengadakan sidang yang kedua, pada tanggal 19 Agustus 1945
dengan menghasilkan lagi, dua keputusan, yaitu :
1.       menetapkan adanya pembagian dua belas departemen (kementerian) pada Kabinet
(Dewan Menteri) Pemerintahan RI, yaitu :
1)        Kementerian Dalam Negeri.

2)        Kementerian Luar Negeri.

3)        Kementerian Kehakiman.

4)        Kementerian Keuangan.

5)        Kementerian Kemakmuran.

6)        Kementerian Kesehatan.

7)        Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan.

8)        Kementerian Sosial.

9)        Kementerian Pertanahan.

10)    Kementerian Penerangan.

11)    Kementerian Perhubungan.

12)    Kementerian Pekerjaan Umum.

2. menetapkan pembagian Wilayah Indonesia menjadi delapan Propinsi yang masing-


masing dikepalai oleh Gubernur, yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

Dalam sidangnya terakhir, yang dilakukan pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI berhasil
menetapkan :

a.    tentang pembentukan Komite Nasional;

b.   tentang Partai Nasional Indononesia; dan

c.    tentang Badan Keamanan Rakyat (BKR)

PPKI, baik pada saat sebelum Proklamasi maupun sesudahnya, telah menunjukkan
prestasinya yang sangat berharga bagi kepentingan Indonesia Merdeka, tepat pada saat-
saat Bangsa dan Negara sangat memerlukannya. Hal ini terbukti dengan keputusan-
keputusan yang diambil seperti tersebut di atas dalam rangka mengisi dan
mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.

Setelah sidangnya yang ke tiga tersebut, PPKI bubar dan para ang gotanya menjadi
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Pengaruh kuat dari perjuangan kebangsaan Rakyat Indonesia untuk menegara, yang
ternyata menjiwai makna Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang pertama (pada
sa’at itu ada yang menyebut dengan nama Undang-undang Dasar Proklamasi), yang
sekarang lebih dikenal dengan nama Undang-undang Dasar 1945 tersebut, dapat
ditemukan di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, antara lain seperti di
bawah ini.

a.       Pada alinea pertama menunjukkan bahwa Rakyat Indonesia pernah mengalami
nasib dengan penderitaan yang sangat berat akibat dari penjajahan yang tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan yang dilakukan oleh bangsa lain.

b. Alinea kedua menunjukkan bahwa, pada waktu-waktu sebelumnya Rakyat Indonesia


sudah meiakukan perjuangan kebangsaan atau perjuangan kemerdekaan (karena bertu
juan mendirikan negara merdeka) yang telah berpuluh puluh tahun lamanya untuk
menuju ke Indonesia Merdeka, namun masih dalam perjalanan. Baru pada saat itu per
juangan kemerdekaan Indonesia telah sampai ke depan pin tu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia.

c.    Alinea ketiga menunjukkan bahwa kehidupan Rakyat In donesia adalah bersifat
religius,  karena itu kemerdekaan Negara Indonesia yang diperolehnya tersebut, adalah
atas berkat Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa .
d. Pada alinea keempat ini, dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut.

1)     Negara yang dibentuk adalah negara kesatuan.


Hal ini mengingat bahwa dengan negara-negara kecil, yang saling    bermusuhan, akan
mudah dikalahkan satu persatu oleh negara asing.

2)     Tantangan yang perlu segera diatasi ialah memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal ini perlu ditegaskan, mengingat Rakyat Indonesia sebelum merdeka hidup dalam
suasana kemelaratan, dan tingkat kecerdasan serta pendidikannya sangat rendah, akibat
dari penjajahan yang dialami.

3)      Negara Indonesia adalah negara republik  yang berkedaulatan rakyat.


Sebagian besar Rakyat Indonesia menolak gagasan feodalisme dan tidak menyukai
pemerintahan yang diktatorik, seperti halnya Pemerintah Kerajaan Jepang yang bersifat
fasis, yang sedang melakukan penindasan terhadap Rakyat Indonesia.

4)     Falsafah dan Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila. Rakyat Indonesia menolak
gagasan Demokrasi Liberal yang kebanyakan dianut oleh negara-negara yang ber faham
liberal, dan juga tidak menyukai gagasan Demokrasi Sentralistik yang dianut oleh
negara-negara yang berfaham Komunis.
Demokrasi Pancasila di bidang politik mempunyai kekhususan yaitu dalam mengambil
keputusan didasarkan kepada musyawarah untuk ,nufakat, hal ini sesuai dengan
kepribadian Bangsa Indonesia.
E.       Sejarah Perkembangan UUD 1945
Penjelasan umum Undang-undang dasar 1945, istilah Undang-Undang dasar
dipergunakan untuk menyebut atau menunujuk pengertian hukum dasar. Pada
penjelasan tersebut pada angka I tentang UUD, sebagian dari hukum dasar, antara lain
dikatakan bahwa “undang-undang dasar suatu Negara ialah hanya sebagaian dari
hukumnyadari hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang dasar ialah hokum dasar
yang tertulis, sedangkan disampingya undang undang dasar itu berlaku juga hokum
dasar yang tidak tertulis, ialah aturan aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis”

Negara republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 agustus 1945, tentang adanya
undang-undang dasar, kiranya dapat dikatakan bahwa karena adanya keinginan 
daripada pembentuk Negara yangv untuk menjamin adanya cara penyelenggaraan
pemerintahan Negara dalam bentuk yang permannenyang tetap dan dapat diterima oleh
rakyatnya, yang menyebabkan dibentuknya undang-undang.

Sejarah Tatanegara Republik Indonesia telah mencatat bahwa sejak Negara Republik
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang,
sudah tiga Undang-Undang Dasar pernah berlaku dan digunakan sebagai landasan
konstitusional Negara Republik Indonesia. Adapun tiga Undang-Undang Dasar itu ialah:

1.    Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat dalam berita Republik Indonesia tahun II
(1945) No. 7., halaman 45 sampai 48, berlaku mulai tanggal 18 Agustus 1945 sampai 17
Agustus 1950; kemudian berlaku kembali sejak 5 Juli 1959 sampai sekarang.

2.    Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang diundangkan dalam Lembaran Negara
Nomor 3 tahun 1950, berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950.

3.    Undang-Undang Dasar sementara yang diundangkan dalam Lembaran Negara


Nomor 56 tahun 1950 sebagai Undang-Undang Nomor 7 tahun 1950, yang berlaku mulai
17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.

Jadi dalam sejarah konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai perkembangan


yang istimewa jika dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar lain yang pernah
berlaku di Indonesia. Keistimewaannya itu diantaranya, Undang-Undang Dasar 1945
berlaku yang pertama kali setelah Negara Republik Indonesia diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945. Pada saat
berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus
1950) tidak berarti bahwa UUD 1945 tidak berlaku lagi. Ia tetap berlaku, malahan
Undang-Undang ini memakai dengan dua konstitusi, yaitu UUD 1945 dan Konstitusi
Republik Indonesia Serikat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diadakan penahapan berlakunya Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai berikut:

1. Tahap pertama   : 18 Agustus 1945-27 Desember 1949.

2. Tahap kedua      : 27 Desember 1949-17 Agustus 1950.

3. Tahap ketiga       : 5 Juli 1959-sekarang.


F.       Proses Perumusan Dasar Negara Indonesia dan Sejarah Pengesahan
Pembukaan UUD 1945
Setelah kita amati secara teliti, historis penyusunan UUD 1945 memiliki karakteristik
yang berbeda dengan ketika disusunannya UUD 1945. Rancangan pembukaan disusun
dengan aktivitas historis yang sangat unik, seperti Undang-undang Dasar menciptakan
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya. Secara
yuridis (hukum), pembukaan (preambule) berkedudukan lebih tinggi dari pada UUD
1945 karena ia berstatus sebagai pokok kaidah fundamental (mendasar) daripada
Negara Indonesia, sifatnya abadi, tidak dapat diubah oleh siapapun walaupun oleh MPR
ataupun dengan jalan hukum, oleh karena itu bersifat imperatif.

Historis penyusunan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945 secara kronologis dapat
digambarkan yaitu Tanggal 7 September 1944 adalah janji politik Pemerintahan
Balatentara Jepang kepada Bangsa Indonesia, bahwa Kemerdekaan Indonesia akan
diberikan besok pada tanggal 24 Agustus 1945. Yang dilatar belakangi Balatentara
Jepang menjelang akhir 1944, menderita kekalahan dan tekanan dari tentara sekutu.
Juga tuntutan dan desakan dari pemimpin Bangsa Indonesia. Tanggal 29 April 1945
pembentukan BPUPKI oleh Gunswikau (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di
Jawa). Badan ini bertugas untuk menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan
kemerdekaan Indonesia, dan beranggotakan 60 orang terdiri dari para Pemuka Bangsa
Indonesia yang diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat.

Dasar-dasar pikiran disusunnya Rancangan Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum


Dasar dapat kita dapati dengan memeriksa kembali jalannya persidangan BPUPKI yang
secara kronologis nanti kita bahas pada bab berikutnya. Dipembahasan ini, kami akan
tampilkan secara sistematis cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI.

Adapun cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI dalam penyusunan Rancangan
Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar Negara ada 2 (dua) fase, yaitu :
1.       Pase Penyusunan (Perumusan).
2.      penyusunan konsep Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang kemudian
disahkan sebagai Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka.
3.      penyusunan Konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar yang kemudian diserahkan
menjadi Rancangan Preambule Hukum Dasar.
penyusunan hal-hal yang lain, seperti :
1.       Rancangan pernyataan Indonesia Merdeka.
2.      Rancangan Ekonomi dan Keuangan.
3.      Rancangan Bagian Pembelaan Tanah Air.
4.      Bentuk Negara.
5.      Wilayah Negara.
Pengesahan

Pengesahan Rancangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, adalah


sebagai berikut :
1.       Menetapkan Rancangan Preambule Hukum Dasar (yang terkenal dengan nama Piagam
Jakarta) dengan beberapa perubahan (amandemen) sebagai pembukaan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia.
2.      Menetapkan Rancangan Hukum Dasar Negara Republik Indonesia setelah mendapat
beberapa perubahan sebagai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.
3.      Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Menetapkan berdirinya Komite Nasional.

Jadi, Ide disusunnya suatu konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar timbul dalam
Rapat-rapat Gabungan tanggal : 22 Juni 1945. Didalam Rapat Gabungan itu, selanjutnya
akan terbentuk Panitia Delapan dan Panitia Sembilan.
G.      Proses Perumusan dan Pengesahan Sila-sila Pancasila dan UUD 1945

1.       Perumusan Sila-Sila Pancasila


Pada awal mula Perumusan (penyusunan) Sila-sila Pancasila adalah sidang pertama
BPUPKI pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 dengan Acara Sidang Mempersiapkan
Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Tanggal 29 Mei 1945 : Prof. Mr. H. Moh.
Yamin (berpidato), mengajukan saran/usul yang disiapkan secara tertulis, yang berjudul
“Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” . Lima Azas dan Dasar itu
adalah sebagai berikut :

a)    Peri Kebangsaan.

b)   Peri Kemanusiaan.

c)    Peri Ketuhanan.

d)   Peri Kerakyatan.

e)    Kesejahteraan Rakyat.

Disamping itu juga beliau melampirkan “Konsep Rancangan Undang-Undang Dasar


Republik Indonesia”. Rumusan konsep Dasar Negara itu adalah :

a)    Ketuhanan Yang Maha Esa.

b)   Kebangsaan Persatuan Indonesia.


c)    Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab.

d)   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan.

e)    Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun Keputusan belum mendapat kesepakatan. Sementara itu dari golongan islam
dalam sidang BPUPKI mengusulkan juga konsepsi Dasar Negara Indonesia Merdeka
ialah Islam.akhirnya Keputusan tidak mendapat kesepakatan. Dan Tanggal 31 Mei 1945,
Prof. Dr. Mr. R. Soepomo di gedung Chuuco Sangi In berpidato dan menguraikan
tentang teori Negara secara yuridis, berdirinya Negara, bentuk Negara dan bentuk
pemerintahan serta hubungan antara Negara dan Agama. Prof. Mr. Muh Yamin,
menguraikan tentang daerah Negara Kebangsaan Indonesia atas tinjauan yuridis,
histories, politik, sosiologis, geografis dan konstitusional yang meliputi seluruh
Nusantara Raya. Dan juga P. F. Dahlan, menguraikan masalah golongan Bangsa
Indonesia, peranakan Tionghoa, India, Arab dan Eropa yang telah turun temurun
tinggal di Indonesia. Drs. Muh. Hatta, menguraikan tentang bentuk Negara Persatuan
Negara Serikat dan Negara Persekutuan, juga hubungan negara dan agama serta Negara
Republik ataukah Monarki. Tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno, berpidato dan
mengusulkan tentang “Konsepsi Dasar Falsafah Negara Indonesia Merdeka” yang diberi
nama Pancasila dengan urutan sebagai berikut :

a)    Kebangsaan Indonesia.

b)    Peri Kemanusiaan (Internasionalisme).

c)    Mufakat Demokrasi.

d)   Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Rumusan pada Piagam Jakarta 22 Juni 1945;

Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya,


Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia, Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, Ke-
Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan, Keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Mukaddimah Konstitusi RIS dan UUD 1950,
KeTuhanan Yang Maha Esa, Peri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, Keadilan
Sosial.

Setelah diadakan rapat dan diskusi, maka telah disepakati berdasarkan sejarah
perumusan dan pengesahannya, yang shah dan resmi menurut yuridis menjadi Dasar
Negara Indonesia adalah Pancasila seperti tercantum didalam Pembukaan UUD 1945.
Yaitu 18 Agustus 1945 sampai 1 Juni 1945 merupakan proses menuju pengesahannya.
1.       Perumusan dan Pengesahan Undang-Undang Dasar 1945
Pada perumusan/penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya diawali oleh
beberapa tahap penyusunan, yaitu pembukaan/mukaddimah.

Didalam hasil rapat Gabungan 22 Juni 1945, maka sebagai keputusan yang keempat
ialah dibentuknya Panitia Kecil Penyelidik Usul-usul (Perumusan Dasar
Negara/Mukaddimah) yang terdiri dari 9 anggota (Panitia Sembilan). Adapun dalam
rapat tersebut, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan Konsep Rancangan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia pada tanggal 29 Mei 1945, yang berjudul Azas dan
Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. lima azas dan dasar itu adalah peri
kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ke-Tuhanan, peri kerakyatan, keadilan sosial
(kesejahteraan sosial) Mr. Muhammad Yamin juga menyampaikan Konsep Rancangan
Pembukaan UUD 1945 diawali dengan “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang”. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan juga telah berhasil
merumuskan konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar. Akan tetapi, pada alenia ke-
empat para peserta sidang belum ada yang setuju.
1.       H.      Rancangan Preambule Hukum Dasar
Pada sidang ini Drs. Muhammad hatta menyampaikan hasil keputusan rapat BPUPKI
tentang perumusan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut:

Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-
kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Hukum Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar pada : Ke-Tuhanan Yang Maha
Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia.
Selanjutnya,Ir. Soekarno memberikan saran untuk mengubah Mukaddimah menjadi
Pembukaan. Anggota Ki. Bagoes Hadikoesoemo memberikan saran untuk menghapus
dasar pada kemanusiaan yang adil dan beradab, menjadi kemanusiaan yang adil dan
beradab. Ir. Soekarno, selanjutnya merevisi kata Hukum Dasar Negara Indonesia
menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Dan masih banyak lagi saran yang disampaikan oleh anggota rapat PPKI. Akan tetapi,
disini kami hanya menampilkan pendapat mereka-mereka yang diterima saja. Maka
sempurnahlah isi dari Undang-Undang Dasar 1945 itu yang berbunyi sebagai berikut :

Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-
kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan kepada : Ke-
Tuhanan Yang Maha Esa,  Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia.

Batang tubuh UUD 1945


Pada tanggal 7 Agustus 1945 Jenderal Terauchi mengumumkan dan secara konkrit
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang Pleno PPKI
dimulai pada tanggal 18 Agustus 1945 jam 11.30, mempunyai acara untuk membahas
Rancangan Hukum Dasar (termasuk Rancangan Preambule Hukum Dasar) untuk
ditetapkan Undang-Undang Dasar atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada
tanggal 17 Agustus 1945.

Sebelum sidang Pleno dimulai atas tanggung jawab ketua PPKI ditambah 6 orang
anggota baru untuk mewakili golongan-golongan yang belum terwakili dalam
keanggotaan PPKI yang lama (hasil tunjukan Pemerintah Jepang). Adapun keenam
orang anggota baru itu adalah :
1.       RTA Wiranata Kusumah, wakil golongan islam dan golongan menak Jawa Barat.
2.      Ki. Hajar Dewantara, wakil golongan Taman Siswa, dan golongan Nasional dan Jawa
Tengah.
3.      Mr. Kasman Suryadimejo, wakil golongan Peta.
4.      Mr. Akhmad Subarjo, wakil golongan pemuda.
5.      Sayuti Malik, wakil golongan kiri.
6.      Mr. Iwa Koesoema Sumantri, wakil golongan kiri.

PERKEMBANGAN KONSTITUSI

Pada sesi ini, siswa akan belajar Perkembangan Konstitusi dari zaman Yunani hangga
zaman modern. Baca selengkapnya materi di bawah ini.

A.   Perkembangan Konstitusi Yunani


Konstitusi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dimulai sejak zaman Yunani Kuno
yang dapat dibuktikan dengan memperhatikan pendapat Plato yang membedakan
istilah nomoi dan politiea . Nomoi  berarti undang-undang, sedangkan politiea  berarti
Negara atau dapat disepadankan dengan pengertian kostitusi. Politea mengandung
kekuasaan yang lebih tinggi daripada nomoi, karena politea mempunyai kekuasaan
membentuk sedangkan pada nomoi tidak ada, karena ia hanya merupakan materi yang
harus dibentuk agar tidak bercerai-berai. Akan tetapi pada masa itu konstitusi masih
diartikan secara materiil saja, karena belum dibuat dalam suatu naskah tertulis
sebagaimana dikenal pada masa kini. Pada masa kejayaannya (antara tahun 624-404
SM) Athena pernah mempunyai tidak kurang dari 11 konstitusi. Pada masa itu
Aristoteles sebagai murid terbesar Plato berhasil mengumpulkan 158 konstitusi dari
berbagai negara sehingga diakui sebagai orang pertama yang mela kukan studi
perbandingan konstitusi.
Di dalam kebudayaan Yunani penggunaan istilah UUD berkaitan erat dengan
ucapan Resblica constituere  yang memunculkan semboyan “Prinsep Legibus
Solutus est, Salus Publica Supreme Lex” yang artinya rajalah yang berhak
menentukan organisasi/struktur negara oleh karena Raja adalah satu-satunya pembuat
undang-undang, sehingga kekuasaan raja sangat absolut.
Pada masa itu pemahaman tentang konstitusi hanyalah merupakan suatu kumpulan dari
peraturan serta adat kebiasaan semata-mata Bagi bangsa Yunani,Negara merupakan
seluruh pola pergaulannya, sebuah kota tempat terpenuhinya semua kbutuhannya
secara material dan spiritual. Keberadaan Negara, kataAristoteles, tidak semata mata
untuk memungkinkan adanya kehidupan, tetapi untuk membuat kehidupan bias
berjalan dengan baik. Menurut Plato dan Aristoteles, ujian atas kewarganegaraan yang
baik adalah kepatuhannya terhadap undang-undang atau konstitusi.(CF.Strong,Asal
Usul Perkembanganh Negara Konstitusional:24-25).
Dalam kondisi ini para filosof Yunani memulai pemikiran politiknya, antara lain Plato,
Socrates clan Aristoteles. Dalam bukunya The Laws  (Nomoi ) Plato menyebutkan
bahwa “Our whole state is animitation of the best and noblest life“, Socrates
dalam bukunya Panathenaicus  maupun dalam Areopagiticus menyebutkan “the
politeia is the soul of the polis with power over it like that of the mind over
the body“, keduanya sama-sama menunjuk kepada pengertian konstitusi. Demikian
pula Aristoteles dalam bukunya Politics mengkaitkan pengertian kita tentang konstitusi
dalam frase “in a sense of life of the city“. Apa yang tidak dimiliki
konstitusionalisme politik Yunani adalah sesuatu yang penting bagi kelanjutan
eksistensi bentuk pemerintahan seperti itu, yaitu kemampuan untuk bergerak seiring
dengan perubahan zaman dan memenuhi kebutuhan baru yang muncul.
B.   Perkembangan Konstitusi Romawi
Dalam bahasa Yunani Kuno tidak dikenal ada nya istilah yang mencerminkan pengertian
ka ta jus ataupun constitutio  sebagaimana dalam tra disi Romawi yang datang
kemudian. Dalam ke se luruhan sistem berpikir para filosof Yunani Kuno,
perkataan constitution  adalah seperti apa yang kita maksudkan sekarang ini. Perkata
an consti tution di zaman Kekaisaran Romawi (Roman Empire ), dalam bentuk
bahasa latinnya, mula-mula digunakan se ba gai istilah teknis untuk menyebut the acts
of legisla tion by the Empe ror. Bersamaan dengan banyak aspek dari hukum
Romawi yang dipinjam ke dalam sistem pemikiran hukum di kalangan gereja, maka
istilah teknis constitution juga dipinjam untuk menyebut peraturan-peraturan
eklesiastik yang berlaku di seluruh gereja atau pun untuk beberapa peraturan eklesiastik
yang ber laku di gereja-gereja tertentu (ecclesiastical province ). Oleh karena itu,
kitab-kitab Hukum Romawi dan Hukum Ge reja (Kano nik) itulah yang sering dianggap
sebagai sum ber rujukan atau referensi paling awal mengenai peng gu na an
perkataan constitution  dalam sejarah.
Dalam perkembangannya, bangsa Romawi yang sedang melebarkan sayap kerajaan
dunianya, berubah dari negara polis (city state ), menjadi suatu imperium (kerajaan
dunia) yang dapat mempersatukan seluruh daerah peradaban dalam suatu kerajaan.
Pada zaman Romawi, meskipun ilmu ketatanegaraan tidak mengalami perkembangan
yang pesat dikarenakan, pada masa Romawi lebih menitikberatkan persoalan -persoalan
praktis daripada masalah-masalah teoritis, namun pemikiran-pemikiran hukum pada
zaman Romawi sangat mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan pada abad
berikutnya. Beberapa bukti di antara nya;
Pertama, pada saat terjadi pertentangan antara kaum patricia (kaum ningrat) dengan
kaum Plebeia (kaum gembel, rakyat jelata). Pertentangan ini dapat diselesaikan
dengan sebuah undang-undang yang terkenal dengan nama Undang-Undang 12
Meja. Kedua , penggunaan istilah ius gentiumpertamakalinya digunakan pada zaman
Romawi untuk menunjukkan bahwa kerajaan Romawi telah membedakan hukum bagi
orang-orang Romawi dan di luar Romawi. Bagi orang Romawi diberlakukan ius civil,
sedangkan di luar Romawi (bukan Romawi Asli) diberlakukan ius gentium (yang
dikenal dengan sebutan hukum antar negara). Ketiga , penggunaan
perkataan lex dikenal pada masa Romawi. Lex ini dipahami sebagai konstitusi untuk
menentukan bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan, yang kemudian
menjadi kata kunci untuk memahami konsepsi politik dan hukum.
Pada dasarnya gagasan konstitusi dan konstitusionalisme pada masa Romawi sudah
terlihat. Namun demikian, gagasan konstitusionalisme ini sungguh sangat disayangkan
harus lenyap seiring dengan kekalahan bangsa Romawi oleh suku bangsa Eropa Barat
dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400).

Mula-mula, Romawi adalah sebuah monarki, tetapi kemudian raja-rajanya diturunkan


dengan paksa. Sekitar 500 SM., republic mulai muncul secara jelas, disusul dengan
perebutan kekuasaan antar golongan (Patrician-bangsawan dan Plcbeians-buruh petani)
yang berlangsung lama dan berakhir (300 SM) dengan ditetapkannya persamaan hak
terhadap rakyat jelata yang dilindungi oleh para pejabat yang dipih khusus untuk itu
yang disebut Tribunes. Dalam konstitusi repulik ini,ada tiga elemen pemerintahan yang
diharapkan dapat saling memeriksa dan mengimbangi (balance and check) satu sama
lain. Yang pertama adalah elemen monarki (diserahkan dari tangan raja semula) yang
memanifestasikan dirinya dalam bentuk jabatan penasihat. Elemen kedua adalah
elemen aristokratis yang diwujudkan dalam bentuk Senat,sebuah majelis yang dalam
suatu masa memiliki kekuasaan legislative yang sangat besar. Elemen ketiga adalah
elemen demokratis yang berupa pertemuan-pertemuan rakyat dalam tiga jenis konvensi
yang dibagi berdasarkan tanah atau rakyat (cury, century, atau suku bangsa)

Demokrasi Romawi, seperti juga demokrasi Negara-kota Yunani, merupakan demokrasi


primer atau demokrasi langsung, sedangkan gagasan perwakilan adalah hal yang asing
bagi keduanya. Teori kekuasaan Kekaisaran Romawi dapat dihimpun dengan jelas
dan Institutes  dan Digest Kaisar Justinian (538-565 M), penyusun terkenal hukum
Romawi (Roman Law). Walaupun kekuasaan yang sebanarnya hanya terbatas pada
Kekaisaran Romawi di belahan timur dan berpusat di Konstantinopel. Konstitusi
Romawi yang di mulai sebagai suatu perpaduan harmonis antara elemen
monarki,aristokrasi,dan demokrasi telah berakhir sebagai suatu aristokrasi yang tidak
bertanggungjawab. Perasaan nasional sama sekali tidak ada dalam Imperium Romawi.
Yang menjadi pengaruh abadi konstitusionalisme Romawi, pertama ,Hukum Romawi
(Roman Law) berpengaruh besar terhadap sejarah hukum Eropa
continental. Kedua,  kecintaan bangsa Romawi akan ketenteraman dan kesatuan sangat
kuat sehingga orang-orang di Abad Pertengahan terobsesi dengan gagasan kesatuan
politik dunia untuk menghadapi kekuatan disintegrasi. Ketiga, konsepsi dua sisi
kedaulatan legal kaisar-pada satu sisi, kesenangan hatinya adalah hokum dan di sisi lain,
kekuasaannya dianggap berasal dari rakyat-berlangsung selama berabad-abad dan
bertanggung jawab atas dua pandangan berbeda tentang hubungan pemerintah dan
pihak yang diperintah di Abad Pertengahan. (C.F Stong,2010 : 26-32).
C.    Perkembangan Kostitusi Abad Pertengahan
Bermula dari Holly Roman Empire yang didirikan oleh Charles Agung pada 800 M,.
dimana pemerintahannya sangat berbeda dengan Kekaisaran Romawi semula. Holly
Roman Empire adalah Kekaisaran Roma yang telah dimodifikasi secara territorial,
rasial,social, politik dan spiritual hingga mencapai taraf yang di sana konstitusionalisme
Roma lama lenyap seluruhnya. Sebelum kekaisaran Charles Agung mengembangkan
konstitusi, kekaisaran itu terpecah-pecah diantara para penerusnya yaitu timbul
masalah konstitusional perebutan kekuasaan antarbangsa yaitu eksperimen yang
umumnya dikenal sebagai Gerakan Dewan (Conciliar Movement) antara lain Dewan
Umum, Dewan Pisa (1409), Dewan Constance (1414-1418) dan Dewan Basel (1431-1439).
Sehingga fenomena feodalisme kemudian berkembang pesat di seluruh Eropa.
Feodalisme adalah salah satu jenis konstitusionalisme Abad Pertengahan karena dalam
beberapa taraf tersusun menjadi suatu bentuk pemerintahan social dan politik yang
dapat diterima secara umum. Ciri utamanya adalah pembagian Negara menjadi unit-
unit kecil. Prinsip umum feodalisme adalah “setiap orang harus punya penguasa.
Kejahatan feodalisme terletak pada sedemikian banyaknya kekuasaan yang diberikan
pada baron-baron tinggi dan proporsisi kekuatan mereka di masa itu yang terhambat
ketika Negara kesatuan bangkit. (C.F Strong, 2010: 32-35)

Sehingga pada abad pertengahan perkembangan konstitusi didukung oleh


aliranmonarchomachen  yang terutama terdiri dari golongan Calvinis. Aliran ini tidak
menyukai kekuasaan mutlak raja. Untuk mencegah raja bertindak sewenang-wenang
terhadap rakyat, aliran ini menghen daki suatu perjanjian antara rakyat dan raja.
Perjanjian antara rakyat dan raja dalam kedudukan yang sederajat menghasilkan naskah
yang disebut Leges Fundamentalis  yang memuat hak dan kewajiban masing-masing.
Raja tidak hanya dapat dimintai pertanggungjawaban tetapi juga dapat dipecat bahkan
dibunuh jika memang perlu.
Perjanjian antara rakyat dan raja ini lambat laun dituangkan dalam suatu naskah
tertulis. Adapun tujuannya adalah agar para pihak dapat dengan mudah mengetahui hak
dan kewajiban masing-masing. Selain itu, memudahkan salah satu pihak yang merasa
dirugikan menuntut pihak lain yang melanggar perjanjian.

Perjanjian yang berisi hak dan kewajiban itu dapat juga terjadi antara raja dengan para
bangsawan. Para bangsawan berhak meminta perlindungan kepada raja. Sementara itu,
raja berhak meminta bantuan para bangsawan jika terjadi perang. Bahkan perjanjian
dapat dilakukan antara orang-orang sebelum ada negara. Dalam sejarah para kolonis
yang menuju benua Amerika sudah membuat perjanjian ketika masih berada di kapal
“Mayflower “.
Semula konstitusi dimaksudkan untuk mengatur dan membatasi wewenang penguasa,
menjamin hak (asasi) rakyat, dan mengatur pemerintahan. Seiring dengan kebangkitan
paham kebangsaan dan demokrasi, konstitusi juga menjadi alat mengkonsolidasikan
kedudukan politik dan hukum dengan mengatur kehidupan bersama untuk mencapai
cita-cita. Itulah sebabnya pada zaman sekarang konstitusi tidak hanya memuat aturan
hukum, tetapi juga merumuskan prinsip-prinsip hukum, haluan negara, dan patokan
kebijaksanaan yang secara keseluruhan mengikat penguasa.

Pada abad pertengahan ini terdapat beberapa istilah yang dipakai pada zaman Romawi
yang substansinya mengilhami peraturan-peraturan dalam negara pada periode
berikutnya. Seperti misalnya, terdapat kodifikasi hukum yaitu kodifikasi hukum yang
diselenggarakan oleh raja, disebut Corpus Juris , dan kodifikasi yang diseleng garakan
oleh Paus Innocentius, yaitu peraturan yang dike luarkan oleh gereja yang
disebut Corpus Juris Connonici . Yang terpenting dalam penulisan ini
adalah Corpus Juris, yang terdiri dari empat bagian :
1.       Instituten , ini adalah sebuah ajaran, tapi mempunyai kekuatan mengikat seperti
Undang-Undang, kalau dalam Undang-Undang itu mengenai sesuatu hal tidak terdapat
pengaturannya, maka pengaturan mengenai hal tersebut dapat dilihat
dalam Instituten  tadi.
2.      Pandecten , ini sebetulnya merupakan penafsiran saja dari para sarjana terhadap suatu
peraturan.
3.      Codex , ini adalah peraturan atau undang-undang yang ditetapkan oleh
pemerintah/penguasa.
4.      Novellen , ini adalah tambahan dari suatu peraturan atau undang-undang.
Selanjutnya konstitusi merupakan sumber hukum terpenting dan utama bagi negara.
Pada zaman modern hampir dapat dikatakan tidak ada negara yang tidak mempunyai
konstitusi. Dengan demikian antara negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang
tidak dapat dipisahkan.

Pada tahun 1789 meletus revolusi di Perancis, ditandai oleh ketegangan-ketegangan di


masyarakat dan terganggunya stabilitas keamanan negara. Maka pada tanggal 14
September 1791 tercatat diterimanya konstitusi Eropa pertama oleh Louis XVI. Sejak
peristiwa inilah, sebagian besar negara-negara di dunia sama-sama mendasarkan
prinsip ketatanegaraannya pada sandaran konstitusi.

D. Perkembangan Konstitusi Islam


Perkembangan konstitusi dan konstitusionalisme juga dapat dilacak pada peradaban
negara-negara Islam. Ketika bangsa Eropa berada dalam keadaan kegelapan pada abad
pertengahan (the dark age), di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat perada
ban baru di lingkungan penganut ajaran Islam. Atas penga ruh Nabi Muhammad SAW,
ba nyak sekali inovasi-inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang di
kembangkan menjadi pen dorong kemajuan peradaban. Salah satunya ialah penyusunan
dan penandatanganan per setujuan atau perjanjian bersama di antara kelom pok-
kelompok penduduk kota Madinah untuk ber sama-sama membangun struktur
kehidupan ber sama yang di kemudian hari berkembang men jadi kehidupan ke ne gara
an dalam pengertian modern sekarang. Naskah per setujuan bersama itulah yang
selanjutnya dikenal sebagai Piagam Madinah (Madinah Charter ).
Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai piagam tertulis pertama dalam sejarah umat
manusia yang dapat dibandingkan dengan penger tian konstitusi dalam arti modern.
Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan
wakil-wakil pen du duk kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke
Yastrib, nama kota Madinah sebelum nya, pa da tahun 622 M. Para ahli menyebut
Piagam Madinah ter sebut dengan berbagai macam istilah yang berlainan satu sama lain

Para pihak yang mengikatkan diri atau terikat dalam Piagam Madinah yang berisi per
janjian masya rakat Madinah (social contract ) tahun 622 M ini ada tiga belas
kelompok komu nitas yang secara eksplisit disebut dalam teks Piagam. Ketiga belas
komunitas itu adalah (i) kaum Mukminin dan Muslimin Muhajirin dari suku
Quraisy Mekkah, (ii) Kaum Mukminin dan Muslimin dari Yatsrib, (iii) Kaum Yahudi dari
Banu ‘Awf, (iv) Kaum Yahudi dari Banu Sa’idah, (v) Kaum Yahudi dari Banu al-Hars, (vi)
Banu Jusyam, (vii) Kaum Yahudi dari Banu Al-Najjar, (viii) Kaum Yahudi dari Banu
‘Amr ibn ‘Awf, (ix) Banu al-Nabit, (x) Banu al-‘Aws, (xi) Kaum Yahudi dari Banu
Sa’labah, (xii) Suku Jafnah dari Banu Sa’labah, dan (xiii) Banu Syuthaybah.
Secara keseluruhan, Piagam Madinah tersebut berisi 47 pasal. Pasal 1, misalnya, mene
gas kan prinsip per satuan dengan menyatakan: “ Innahum ummatan wa hidatan
min duuni al-naas” (Sesungguhnya mereka ada lah ummat yang satu, lain dari
(komunitas) manusia yang lain). Dalam Pasal 44 ditegaskan bahwa “Mereka (pa ra
pendukung piagam) bahu membahu dalam meng ha dapi penyerang atas kota Yatsrib
(Madinah)”. Dalam Pasal 24 dinyatakan “Kaum Yahudi memi kul biaya ber sama kamu
mukminin selama dalam peperangan”. Pasal 25 menegaskan bahwa “Kaum Yahudi dari
Bani ‘Awf ada lah satu umat dengan kaum mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka,
dan bagi kamu mukminin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-
sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan yang jahat. Hal demikian
akan merusak diri dan keluarganya sendiri.” Jaminan persamaan dan persatuan dalam
kera ga man tersebut demi kian indah dirumuskan dalam Pia gam ini, sehingga dalam
menghadapi musuh yang mung kin akan menyerang kota Madinah, setiap warga kota di
tentukan harus saling bahu membahu.
Dalam hubungannya dengan perbedaan keimanan dan amalan keagamaan, jelas diten tu
kan adanya kebeba san beragama. Bagi orang Yahudi sesuai dengan agama mereka, dan
bagi kaum mukminin sesuai dengan agama mereka pula. Prinsip kebersamaan ini
bahkan lebih tegas dari rumusan al-Quran mengenai prinsip lakum diinu kum walya
diin (bagimu agamamu, dan bagiku agama ku) yang menggunakan perkataan “aku” atau
“kami” ver sus “kamu”. Dalam piagam digunakan perkataan mere ka, baik bagi orang
Yahudi maupun bagi kalangan mukminin dalam jarak yang sama dengan Nabi. HalH
Selanjutnya, pasal terakhir, yaitu Pasal 47 berisi ketentuan penutup yang dalam bahasa
Indonesianya adalah:

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar
(bepergian) aman, dan orang yang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim
dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan taqwa. (tertanda
Muhammad Rasulul lah SAW).
Dapat dikatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah pada abad ke 7 M itu merupakan
inovasi yang paling pen ting selama abad-abad pertenga han yang memulai suatu tradisi
baru adanya perjanjian bersama di antara kelompok-kelompok masyarakat untuk
bernegara de ngan naskah per janjian yang dituangkan dalam bentuk yang ter tulis.
Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai konstitusi tetulis pertama dalam sejarah
umat manusia, meskipun dalam pengertiannya sebagai konstitusi mo dern yang dikenal
dewasa ini, Konstitusi Amerika Serikat tahun 1787-lah yang pada umumnya dianggap
sebagai konstitusi ter tulis pertama. Peristiwa penandatangan Pia gam Madinah itu
dicatat oleh banyak ahli sebagai per kembangan yang paling modern di zamannya,
sehingga mempengaruhi berbagai tradisi kene gara an yang berkembang di kawasan
yang dipe ngaruhi oleh peradaban Islam di kemudian hari. Bahkan pada masa setelah
Nabi Muhammad SAW wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh empat khalifah pertama
yang biasa dikenal dengan se bu tan Khalifatu al-Rasyidin, yaitu Abubakar, Umar ibn
Khat tab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib.

E.     Perkembangan Konstitusi Inggris


            Parlemen pertama di Inggris yang terdiri dari wakil-wakil county  dan kota
dibentuk pada 1265. Sejak tahun1295, tahun “Parlemen Model” Edward I, parlemen-
parlemen bersidang dengan interval waktu yang tidak tetap,terutama bertujuan untuk
memberikan dana bantuan keuangan kepada raja. Namun pada akhir abad ke-
14,muncul alasan baru bagi keberadaan parlemen. Tahun 1399, Raja Richard II
diturunkan dengan paksa  dan seorang keturunan keluarga Edward III yang lebih muda,
wangsa Lancaster, merebut tahta. Karena tidak memiliki hak waris keturunan yang
sebenarnya,Raja Henry IV dan para penerusnya bergantung pada Parlemen untuk
mengesahkan kedudukan mereka. Meskipun demikian, kelemahan posisi wangsa
Lancaster semakin bertambah dengan kekalahannya dalam perang melawan Perancis
dan ketidakmampuan Raja Henry IV yang penurunan tahtanya diakibatkan oleh Perang
Mawar. Raja Edward IV, harus meneruskan perang yang semakin mendekat akibat
kekalahan saudaranya, Richard III di Boswoth oleh Henry Tudor tahun1485. Peristiwa
inilah yang mengawali berdirinya monarki yang sesekali disebut Despotisme Tudor
(Tudor Despotism).Despotisme Tudor memiliki tiga orang pemerintahan yaitu
Dewan,Parlemen dan Hakim-hakim setempat (the Justices of the Peace).Dewan
adalah kaki tangan  raja dibagian eksekutif.
Perang saudara (1642-1649) benar-benar menghancurkan kesempatan apapun yang ada
di Inggris untuk mendirikan tipe despotisme terbuka (Englightened Despotism) yang
telah berkembang pesat di Eropa continental.

Fakta penting Revolusi  tahun 1688,pertama , penguasaan urusan Negara telah di


alihkan secara efektif dari Raja kepada “Raja dalam Parlemen”; kedua, perubahan ini
ditetapkan berdasarkan undang-undang,dimana sebelumnya yang berlaku hanya 
hokum adat-istiadat dan konvensi.
Berbagai macam undang-undang yang disahkan selama masa Revolusi Tahun 1688-
1689 menetapkan kedaulatan Negara Inggris berada di tangan Parlemen, karena the
Bill of Right dan the Mutiny Act- Undang-Undang Pemberontakan memberi
Parlemen kekuasaan atas angkatan bersenjata. Fungsi eksekutif dalam Parlemen tetap
berada ditangan raja dan menteri-menterinya. Tetapi selama abad ke-18, telah
berkembang system kabinet yang dibangun atas partai-partai dengan perkembangan
konvensi murni.
Sejarah hukum Negara telah menetapkan asas dasar yang dikenal dengan “Rule of Law”
(Kedaulatan Hukum), yang artinya persamaan kedudukan semua warga Negara dari
tingkatan apapun di hadapan hukum. Di satu sisi, undang-undang seperti Habeas
Corpus (1679) dan the Act of Setttlement (1701) telah menjamin kekebalan warga Negara
dari kesalahan hukuman penjara dan di sisi lain, menjamin pula kekebalan seorang
hakim dari campur tangan raja. (C.F Strong, 2010: 40-45)

Di Inggris, peraturan yang pertama kali dikaitkan dengan istilah konstitusi adalah


“Consti tutions of Cla rendon 1164” yang disebut oleh Henry II sebagai const i tutions,
avitae constitu tions or leges, a recordatio vel recognition , me nyangkut
hubungan antara gereja dan pemerintahan negara di masa pemerintahan kakeknya,
yaitu Henry I. Isi peraturan yang disebut sebagai kon stitusi tersebut masih bersifat
eklesiastik, meskipun pemasyarakatannya dilaku kan oleh pemerintahan seku ler.
Namun, di masa-masa selanjutnya, istilahconstitutio  itu sering pula dipertukarkan satu
sama lain dengan istilah lex atauedictum  untuk menyebut berbagai secular
administrative enactments. Glanvill sering meng guna kan
kata constitution  untuk a royal edict  (titah raja atau ratu). Glanvill juga
mengaitkan Henry II’s writ creating the remedy by grand assize as ‘legalis is
a constitutio’, dan menyebut the assize of novel disseisin  sebagai a re cog
nitio sekaligus sebagai a constitutio .
Beberapa tahun setelah diberlakukannya Undang-Undang Merton pada tahun 1236,
Brac ton menulis arti kel yang menyebut salah satu ketentuan dalam undang-undang itu
sebagai a new constitution , dan mengaitkan satu bagian dari Magna Carta yang
dikeluarkan kembali pada tahun 1225 sebagai constitutio  libertatis . Dalam waktu
yang hampir bersamaan (satu zaman), Beauma-noir di Perancis berpendapat bahwa
“speaks of the re medy in novel disseisin as ’une nouvele constitucion’ made
by the kings”. Ketika itu dan selama beradab-abad sesudahnya, per kata
an constitution  selalu diartikan sebagai a particular administrative enactment
much as it had meant to the Roman lawyers . Perkataan consti tution ini dipakai
untuk membedakan antaraparticular enactment  dari consuetudo  atau ancient
custom (kebia saan). Pendapat dari tokoh lainnya yaitu Pierre Gregoire Tholosano (of
Toulouse), dalam bukunya De Republica (1578) dan Sir James Whitelocke pada
sekitar tahun yang sama.
Pendapat Cato dapat dipahami secara lebih pasti bahwa konstitusi republik bukanlah
hasil ker ja satu wak tu ataupun satu orang, melainkan kerja kolektif dan aku mu latif.
Oleh karena itu, dari sudut etimologi, konsep kla sik mengenai konsti tusi dan
konstitusionalisme dapat ditelusuri lebih mendalam dalam perkembangan penger tian
dan penggunaan perkataan politeia  dalam bahasa Yunani dan
perkataan constitutio  dalam bahasa Latin, serta hubungan di antara keduanya satu
sama lain di se panjang sejarah pemikiran maupun pengalaman praktik kehidupan
kenegaraan dan hukum.
Perkembangan-perkembangan demikian itu lah yang pada akhirnya mengantarkan umat
ma nu sia pada pe ngertian kata constitution  itu dalam bahasa Inggris modern.
Dalam Oxford Dictionary , perkataan consti tution dikaitkan dengan beberapa arti,
yaitu: “… the act of establishing or of ordaining, or the ordinance or re gu
lation so establi shed”. Selain itu, kataconstitution  juga diartikan sebagai
pembuatan atau penyusunan yang menentukan hakikat sesuatu.
Dalam pengertiannya yang demikian itu, kon stitusi selalu dianggap “mendahului” dan
“menga tasi” pemerin ta han dan segala keputusan serta peraturan lainnya. Kon stitusi
disebut mendahului, bukan karena urutan waktunya, melainkan dalam sifatnya
yang supe rior dan kewenangannya untuk mengikat.
Secara tradisional, sebelum abad ke-18, kon sti tu tionalisme memang selalu dilihat
sebagai seperangkat prinsip-prinsip yang tercermin dalam kelembagaan suatu bangsa
dan tidak ada yang mengatasinya dari luar serta tidak ada pula yang mendahuluinya.

F.     Perkembangan Konstitusi Modern


Konstitusi modern dimulai sejak adanya pengundangan UUD yang tertulis, yaitu pada
UUD Amerika Serikat (1787) dan deklarasi Perancis tentang hak-hak asasi manusia dan
warga Negara (1789). Melalui kedua naskah tersebut kemudian memberikan dampak
yang cukup besar terhadap Negara-negara lainnya. Dengan diundangkannya UUD
tertulis banyak mempengaruhi dan memberikan wawasan tentang perlunya UUD
sebagai suatu konstitusi. Akan tetapi ada sebagian kecil Negara yang tidak memiliki
UUD secara tertulis seperti Inggris misalnya. Namun demikian bukan berarti Inggris
tidak memiliki konstitusi. Karena sesuai dengan zaman modern konstitusi bias lahir dari
adanya kebiasaan yang timbul dari praktik ketatanegaraan.
Secara luas konstitusi berarti keseluruhan hukum dasar baik yang tertulis atau tidak
tertulis yang mengatur secara mengikat mengenai penyelenggaraan ketatanegaraan
suatu Negara. Pada dasarnya konstitusi modern menganut pokok-pokok yang
didalamnya terkandung:
1.       Jaminan hak-hak asasi manusia.
2.      Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar.
3.      Pembagian pada pembatasan kekuasaan.
Konstitusi dibuat oleh lembaga khusus dan yang tinggi kekuasaannya. Konstitusi juga
sebagai sumber hukum yang tertinggi  sehingga dijadikan patokan untuk menentukan
UU, membuat kebijakan, serta dapat membatasi kewenangan penguasa dalam suatu
Negara. Dari sifat konstitusi yang flexible dan rigid (kaku), maka konstitusi pada
perkembangan modern dapat menyesuaikan keadaan dalam suatu Negara yang
berhubungan dengan masyarakat sehingga lebih menjamin hak-hak asasi masyarakat.
Ketatanegaraan dituangkan sebagai bentuk kaidah-kaidah hukum yang dapat digunakan
untuk membatasi kekuasaan yang didalamnya mengandung prinsip Negara hukum,
pembatasan kekuasaan, demokrasi, jaminan hak-hak asasi manusia dalam bentuk
konstitusi. Pembatasan kekuasaan dapat dilakukan melalui suprastruktur politik
maupun infrastruktur politik.

Rakyat dapat mengontrol kekuasaan penguasa dan lebih berperan dalam


keikutsertaannya dalam suatu lembaga Negara. Secara ringkas konstitusi merupakan
tujuan dan cita-cita suatu Negara.

Anda mungkin juga menyukai