Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

(ASFIKSIA NEONATORUM DI RUANG PERINATOLOGI


RSUD ALIMUDDIN UMAR LAMPUNG BARAT)

DOSEN PEMBIMBING :
Sari febrianty, Ns.,S.Kep.,MM

DISUSUN OLEH :
NAMA : GUSTIA MEGA NANDA
NIM : 1914301060
KELAS : TINGKAT 3 REGULER 2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
SERJANA TERAPAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Definisi Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir


berupa depresi pernafasan yang berlanjut sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi. Disamping itu asfiksia neonatorum atau asfiksia
perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting.
Asfiksia paling sering terjadi pada priode segera setelah lahir dan
menimbulkan sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk
meminimalkan mortalitas dan morbiditas (Maryunani & Nurhayati,
2009).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau
beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder)
(Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat
disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke
asidosis.(Fauziah dan Sudarti , 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan
asfiksia.

B. Etiologi Asfiksia Neonatorum

Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau


pengangkutan O₂ dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir. Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi :
1. Faktor Ibu

Hipoksia Ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.


Hipoksia Ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi
mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit
jantung dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta


tipis,plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali
pusatantara janin dan jalan lahir, gamelli, IUGR, kelainan kongenital daan
lain-lain.
4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

C. Tanda dan Gejala Asfiksia Neonatorum

Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Sukarni
& Sudarti (2012). antara lain :
1. Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat,
pernapasancuping hidung.
2. Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada

3. Tangisan lemah atau merintih

4. Warna kulit pucat atau biru

5. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai

6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100
kali permenit.
Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti dan
Fauziah 2012) antara lain :
1. Pernapasan cuping hidung

2. Pernapasan cepat

3. Nadi cepat

4. Sianosis

5. Nilai APGAR kurang dari 6

D. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum


Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
1. Virgorous baby (Asfiksia ringan)
Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan
tindakan istimewa.
2. ild- moderate asphyksia (asfiksia sedang)
APGAR score 4-6
3. Severe asphyksia (asfiksia berat)
APGAR score 0-3

Tabel 2.1 APGAR Score


TANDA Skor
0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada < 100/ menit > 100/ menit

Usaha bernapas Tidak ada Lambat,tak Menangis kuat


teratur
Tonus otot Lumpuh Ektremitas fleksi Gerakan aktif

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan


kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
ekstremitas biru kemerahan

(Sumber : Sukarni dan Sudarti, 2013).


E. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum

Segera setelah lahir, bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam
alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini
arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat
secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus DJJ (deyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat di pengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak
dapat bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya pernafasan
yang secara spontan (Sudarti dan Fauziah 2012).
Pathway Asfiksia Neonatorum

Persalinan lama, lilitan Paralisis pusat Factor lain: anestesi, obat-


tali pusat pernapasan obatan narkotik

DJJ & TD menurun


Gambar 1
Pathway Asfiksia Neonatorum Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat
Bersihan jalan napas tidak
Paru-paru terisicairan efektif

Suplai O2 di dalam Resiko hipotermi Gg metabolisme dan


Napas cepat
Pola napas tidak darahmenurun perubahan asam basa
efektif
Suhu bayi tidakstabil
Asidosis respiratorik
Denyut jantung bayi Kerusakan otak
menurun
Daya tahan tubuh masih Gg perfusi ventilasi
Janin tidak bereaksi terhadap rendah
Apnea rangsangan
Bayi tampak kebiruan
pucat
Kematian bayi Resiko infeksi

Gg pertukaran gas
F. Pemeriksaan Penunjang Asfiksia Neonatorum
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan
Fauziah, 2013 ) yaitu :
1. Pemeriksaan analisa gas darah
2. Pemeriksaan elektrolit darah
3. Berat badan bayi
4. Penilaiaan APGAR Score
5. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan

G. Penatalaksanaan Afiksia Neonatorum


Penatalaksanaan asfiksia adalah Membersihkan jalan napas dengan pengisapan
lendir dan kasa steril, potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan
antiseptic, apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus
dada, perut dan punggung.
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi
mouth to mouth
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan
cara membungkus bayi dengan kain hangat, badan bayi harus dalam
keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan
minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi. Apabila nilai APGAR pada
menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya :
bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini
mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian
kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.
H. Masalah Keperawatan Dan Data Pendukung

Data Masalah Etiologi


DS : Bersihan jalan nafas Sekresi yang tertahan
- Dispnea tidak efektif
- Ortopnea

DO :
- Sputum berlebih
- Mengi/weezing dan atau
ronkhi kering
- Mikonium di jalan nafas
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi nafas menurun
- Frekuensi nafas berubah
- Pola nafas berubah
DS : Gangguan pertukaran Ketidakseimbangan
- Dispnea gas ventilasi-perfusi

DO :
- PCO₂ meningkat/menurun
- PO₂ menurun
- Takikardi
- Ph arteri
meningkat/menurun
- Bunyi nafas tambahan
- Sianosis
- Diaphoresis
- Nafas cuping hidung
- Pola nafas abnormal
- Warna kulit abnormal
DS : Resiko hipotermia Bayi baru lahir
(Tidak tersedia)

DO :
(Tidak tersedia)

I. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Sekresi yang tertahan
2. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
3. Resiko hipotermia b.d Bayi baru lahir
J. Tujuan Rencana Keperawatan Dan Kriteria Hasil

No. Dx Tujuan Kriteria hasil

1. Bersihan Setelah dilakukan asuhan 1. produksi sputum menurun.


jalan nafas keperawatan selama 1x 2. mengi menurun.
tidak efektif 24 jam diharapkan 3. weezing menurun.
b.d Sekresi bersihan jalan nafas 4. mekonium menurun.
yang meningkat. 5. dispnea menurun.
tertahan. 6. ortopnea menurun.
7. sianosis menurun.
8. gelisah menuurun.
9. frekuensi nafas membaik.
10. pola nafas membaik.

2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Dispnea menurun.


pertukaran keperawatan selama 1x 2. Bunyi nafas tambahan menurun.
gas b.d 24 jam diharapkan 3. Napas cuping hidung menurun.
Ketidaksei pertukaran gas 4. PCO₂ membaik.
mbangan meningkat. 5. PO₂ membaik.
ventilasi- 6. Takikardi membaik.
perfusi 7. Ph arteri membaik.
8. Sianosis membaik.
9. Pola nafas membaik.
3. Resiko Setelah dilakukan asuhan 1) Mengigil menurun.
hipotermia keperawatan selama 1x 2) Kejang menurun.
b.d Bayi baru 24 jam diharapkan 3) Pucat menurun.
lahir termoregulasi membaik. 4) Hipoksia menurun.
5) Suhu tubuh membaik.
6) Suhu kulit membaik.
7) Pengisian kapiler membaik.
8) Ventilasi membaik.
K. Intervensi Dan Rasional

No. Dx Intervensi Keperawatan Rasional

Manajemen jalan nafas


1. Bersihan Observasi
jalan nafas 1) Monitor pola nafas(frekuensi, 1) Untuk mengetahui pola
tidak efektif kedalaman, usaha nafas). nafas pasien.
b.d Sekresi 2) Monitor bunyi nafas tambahan( 2) Untuk mengetahui apakah
yang gurgling, mengi, weezing, ada bunyi nafas tambahan.
tertahan. ronkhi kering). 3) Untuk mengetahui produksi
3) Monitor sputum (jumlah, warna sputum.
aroma). 4) Untuk mengetahui saturasi
4) Monitor saturasi oksigen. oksigen pasien.
Terapeutik 5) Agar jalan nafas pasien
5) Pertahankan kepatenan jalan tetap paten.
nafas dengan head-tilt dan chin- 6) Memberikan posisin yang
lift. nyaman kepada pasien.
6) Posisikan semi-fowler atau 7) Membantu mengeluarkan
fowler. lendir.
7) Lakukan fisioterapi dada. 8) Membantu mengeluarkan
8) Lakukan penghisapan lendir lendir.
kurang dari 15 detik. 9) Memberikan tambahan
9) Berikan oksigen. oksigen dan tidak
Edukasi memperburuk keadaan.
10) Anjurkan asupan cair 10) Agar cairan pasien
2000ml/hari, jika tidak terpenuhi dan mencegah
kontraindikasi. dehidrasi.
Kolaborasi 11) Melancarkan saluran
11) Kolaborator pemberian pernafasan.
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. Gangguan Pemantauan respirasi
pertukaran Observasi :
gas b.d 1) Monitor frekuensi irama, 1) Untuk mengetahui frekuensi
Ketidakseim kedalaman dan upaya nafas. irama, kedalaman dan upaya
bangan 2) Monitor pola nafas. nafas.
ventilasi- 3) Monitor adanya sumbatan jalan 2) Untuk mengetahui pola
perfusi. nafas. nafas.
4) Palpasi kesimetrisan ekspansi 3) Untuk mengetahui adanya
paru, sumbatan jalan nafas.
5) Auskultasi bunyi nafas. 4) Untuk mengetahui
6) Monitor saturasi oksigen, kesimetrisan ekspansi paru,
7) Monitor nilai AGD. 5) Untuk mengetahui apakah
8) Monitor hasil x-ray toraks. ada bunyi nafas tambahan.
Terapeutik : 6) Untuk mengetahui saturasi
9) Atur interval pemantauan oksigen.
respirasi sesuai kondisi pasien. 7) Untuk mengetahui nilai
Edukasi : AGD.
10) Informasikan hasil pemantauan, 8) Untuk mengetahui hasil x-ray
jika perlu toraks.
9) Untuk mengetahui kondisi
respirasi pasien.
10) Untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
3. Resiko Menajemen hipotermia
hipotermia Observasi :
b.d Bayi baru 1) Monitor suhu tubuh. 1) Untuk mengetahui suhu
lahir 2) Identifikasi penyebab tubuh.
hipotermia. 2) Untuk mengetahui
3) Monitor tanda dan gejala akibat penyebab hipotermia.
hipotermia. 3) Untuk mengetahui tanda
Terapeutik dan gejala akibat
4) Sediakan lingkungan yang hipotermia.
hangat (incubator) 4) Agar suhu tubuh pasien
5) Lakukan penghangatan aktif membaik.
internal (infus cairan hangat dan 5) Agar suhu tubuh pasien
oksigen hangat) membaik.
Edukasi 6) Agar suhu tubuh dan
6) Anjurkan makan/ minum kondisi pasien membaik.
hangat.
Daftar Pustaka

Maryunani, Anik & Nurhayati. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada Neonatus. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Sudarti & Fauziah. (2013). Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Sukarni, I dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Neonatus Risiko
Tinggi. Yogyakarta : Nuha Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indicator Diagnostic Edisi 1 Jakarta : Dewan Penguurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Edisi 1 Jakarta : Dewan Penguurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1 Jakarta : Dewan Penguurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai